KOMPENDIUM KAJIAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN EKOWISATA INDUSTRI HIJAU Dikoleksi oleh Reggina Rosita B. Soemarno PDKLP PPSUB Mei 2012 1 PRINSIP EKOEFISIENSI PENGGUNAAN SUMBER DAYA ALAM Sumber daya alam ada dengan berbagai wujud dan persebaran. Ada yang bisa diperbarui, sebaliknya ada pula yang tidak bisa diperbarui. Ada juga wilayah yang kaya akan sumber daya alam, sebaliknya ada wilayah yang miskin sumber daya. Semuanya itu seolah membentuk keseimbangan yang seharusnya dijaga. Wilayah yang melimpah akan sumber daya alam tertentu dapat memenuhi kebutuhan di wilayah yang kekurangan. Sumber daya yang tidak dapat diperbarui diusahakan keseimbangannya dengan pengelolaan berbasis prinsip ekoefisiensi dan keberlanjutan. Begitu pula dengan sumber daya alam yang lainnya. Pada hakikatnya kelestarian sumberdaya alam bisa dicapai dengan pemanfaatan yang ekoefisien, mengelolanya dengan pedoman berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Mengelola sumberdaya alam dengan arif, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan sebenarnya bukan hal yang sulit. Hanya dibutuhkan kemauan untuk melakukannya, ditambah dengan pengetahuan mengenai cara-cara pelaksanaannya. Materi berikut akan menuntunmu menemukan langkah yang bisa diterapkan guna menuju pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Kehidupan manusia secara individu, bahkan sampai tingkat pembangunan di suatu daerah atau yang lebih tinggi, di tingkat negara misalnya, hampir selalu didasarkan pada pemanfaatan sumber daya alam. Pasti bisa kamu bayangkan berapa banyak orang memanfaatkan sumber daya alam. Sayangnya, apa yang dibutuhkan oleh orang-orang tidak bisa semua terpenuhi. Wilayah dengan sumber daya alam melimpah bisa saja terpenuhi kebutuhannya. Namun, apa artinya jika lambat laut kekayaan tersebut habis. Perhitungan hubungan-hubungan ekologis perlu dilakukan untuk mengurangi akibat-akibat yang merugikan baik bagi kelangsungan pembangunan maupun kelangsungan ekosistem. Itulah gambaran prinsip ekoefisiensi dalam pengelolaan sumber daya alam. Sebelum menerapkan bagaimana ekoefisiensi yang tepat, diperlukan pemahaman mengenai jenis, kondisi, dan nilai setiap sumber daya alam. Read more: http://texbuk.blogspot.com/2012/01/prinsip-ekoefisiensi-penggunaansumber.html#ixzz1tfety6Uf Sumber: http://texbuk.blogspot.com/2012/01/prinsip-ekoefisiensi-penggunaan-sumber.html ….. diunduh 28/4/2012 PRINSIP EKOEFISIENSI PENGGUNAAN SUMBER DAYA ALAM Sebelum menerapkan bagaimana ekoefisiensi yang tepat, diperlukan pemahaman mengenai jenis, kondisi, dan nilai setiap sumber daya alam. Bagaimanapun sumberdaya alam mempunyai karakteristik khusus terutama dalam hubungannya dengan ekosistem dan pembangunan. Kita perlu mengenali apakah suatu sumber daya alam itu tergolong bisa diperbarui atau tidak. Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui digunakan dan dikelola sehemat dan seefektif mungkin. Bahkan perlu dicari dan dilakukan penelitian terus-menerus guna menemukan sumber daya pengganti. Begitu juga dengan sumber daya alam yang dapat diperbarui, perlu dipergunakan dan dikelola sehemat dan seefektif mungkin guna mempertahankan perkembangan ekonomi yang baik secara lestari. Dalam prinsip ekoefisiensi, penggunaan sumber daya alam berdasarkan pemilihan peruntukannya menjadi sangat penting. 1. 2. 3. Pemilihan peruntukan tersebut dilaksanakan atas dasar: Efisiensi dan efektivitas penggunaan yang optimal dalam batas-batas kelestarian sumber alam yang mungkin, Tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber alam lain yang berkaitan dalam suatu ekosistem, dan Memberikan kemungkinan untuk mempunyai pilihan penggunaan di masa depan, sehingga perombakan ekosistem tidak dilakukan secara dratis. Read more: http://texbuk.blogspot.com/2012/01/prinsip-ekoefisiensi-penggunaansumber.html#ixzz1tfety6Uf Sumber: http://texbuk.blogspot.com/2012/01/prinsip-ekoefisiensi-penggunaan-sumber.html ….. diunduh 28/4/2012 KONSEP INDUSTRI HIJAU Konsep Industri Hijau menekankan kepada efisiensi serta efektifitas penggunaan bahan baku, jangan sampai terlalu banyak bahan baku yag terbuang percuma. efisien dan efektifitas merupakan salah satu kunci utama di konsep hijau. bayang kan betapa banyaknya bahan yang bisa digunakan kalau ternyata bahan tersebu t tidak terpakai karena penggunaan bahan baku yang tidak efisien. Input sama dengan output adalah hal minimal yang harus dicapai oleh setiap perusahaan, betapa sayangnya bahan terbuang, dan dampaknya sangat terasa bagi alam. Bahan mentah diproduksi dengan energi yang berasal dari minyak bumi atau fosil, karena di Indonesia masih didominasi energi fosil sebesar 37% berdasarkan data dari WWF. Berapa banyak karbon yang ke luar dan terbuang sia-sia jika kita membuang bahan baku. Pengembangan industri hijau di antaranya dengan menggu nakan bahan baku dari material yang ramah lingkungan, desain barang yang ramah lingkungan, menerapkan teknologi proses dengan sumber daya yang efisien, pengurangan emisi rumah kaca, dan transportasi yang ramah lingkungan. Untuk mewujudkan pengembangan industri hijau agar efektif, pemerintah mengeluarkan UUPPLH yang mengatur 16 tindak pidana lingkungan hidup. Keluarnya UUPPLH ini adalah sebagai ancaman untuk menjaga lingkungan Sumber: http://industri10novrian.blog.mercubuana.ac.id/2012/01/05/apa-itu-industri-hijau/ ….. diunduh KONSEP INDUSTRI HIJAU Guna mendorong pelaku bisnis menerapkan konsep ekonomi hijau dalam opera sional bisnisnya, pemerintah perlu memberikan insentif kepada pelaku bisnis yang ramah lingkungan dan disinsentif bagi bisnis yang merusak lingkung an. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), misalnya, telah memberikan rekomendasi program pembebasan atau pengurangan biaya masuk alatalat instalasi ramah lingkungan kepada produsen pengimpor, seperti instalasi pe ngolahan air limbah dan penerapan energi terbarukan. Bagi perusahaan yang tidak atau masih kurang peduli lingkungan, disinsentif tidak hanya berupa kesulitan dalam mendapatkan kredit bank, tapi produknya juga akan kurang diminati konsumen yang semakin sadar lingkungan. Perusaha an nakal yang cenderung mengeksploitasi lingkungan secara tidak bertanggung jawab harus diberi sanksi tegas dari pemerintah Saat ini kota mengonsumsi energi terbesar dari sektor industri, perumahan, gedung komersial, dan transportasi, serta menjadikannya kontributor terbesar emisi karbon dioksida (75%). Dengan konsep pertumbuhan hijau, pembangunan dan pengembangan kota harus memperhatikan perubahan iklim, pengurangan energi tidak terbarukan, dan pemanfaatan energi terbarukan seperti surya, bayu, hidro, dan biogas di semua sektor kehidupan. Ke depan, perusahaan harus mampu mengubah cara berproduksi, mengelola lingkungan, dan interaksi dengan masyarakat di sekitar lokasi proyek secara selaras dan harmonis. Sumber: http://industri10novrian.blog.mercubuana.ac.id/2012/01/05/apa-itu-industri-hijau/ ….. diunduh EKOWISATA : INDUSTRI HIJAU Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan. Ekowisata dan Lingkungan The environment is one of the primary concerns of ecotourism, which often involves travel to relatively undisturbed areas. As the tourism product is often dependent upon nature, negative impacts upon that resource should be minimized. Even the most conscientious tourist will have some degree of impact on the environment and so ecotourism should therefore attempt to minimize that impact. Many studies of tourism attempt to identify an environmental carrying capacity but a major difficulty of this technique is that it “implies the existence of fixed and determinable limits to development and that if one stays below those threshold levels no changes or deterioration will occur” Ekowisata, manfaat ekonomi masyarakat setempat: A definition of ecotourism must also take into account the local population - ecotourism should minimize negative impacts on the host community because otherwise the local population may come to dislike the presence of tourism, and this could undermine its long-term prospects. Tourism is likely to have the greatest socio-cultural impacts on small, isolated communities which may themselves be one of the tourist attractions. As a result, any cultural changes in the community's way of life may reduce the tourism product's overall marketability and therefore future prospects. At the same time, ecotourism should produce direct economic benefits for the local community if it is to receive their continued support – benefits that should compliment rather than overwhelm traditional practices and sources of income. However, such economic benefits and material wealth obtained by the local community may themselves lead to cultural changes in their way of life. The literature on ecotourism asserts that economic benefits should be accrued by the host community whilst at the same time preserving the environment and cultural way of life of that community. Sumber: http://www.piedrablanca.org/ecotourism-definition.htm ….. diunduh 2/5/2012 EKOWISATA : INDUSTRI HIJAU Ekowisata dan Partisipasi Lokal Great importance is attached to the need for local participation in ecotourism. According to Wallace and Pierce [1996], ecotourism is a type of tourism that “maximizes the early and long-term participation of local people in the decision making process that determines the kind and amount of tourism that should occur”. There are important reasons for local involvement other than a moral obligation to incorporate the people tourism will affect. The degree of control the local population has over tourism in their locality is generally perceived as being a significant element of sustainability. As was noted earlier, ecotourism is required to provide direct economic benefits to the local community and minimize negative environmental and socio-cultural impacts. The most likely way these objectives can be achieved is if the local community are actively participating in and empowered through ecotourism. Cater [1994] points out that: “In terms of conserving the natural and socio-cultural resource base, the time perspective of the local population is longer than that of outside entrepreneurs concerned with early profits. They are also more likely to ensure that traditions and lifestyles will be respected. Their co-operation is also a vital factor in reducing infringements of conservation regulations such as poaching and indiscriminate tree-felling”. “Local participation functions as an early warning system, helping managers to avoid or plan for decisions that might otherwise cause conflict with the local population. Also, including a participation program in the design stage of a project provides the opportunity for the local community to become educated about the purpose and benefits of the project, thereby increasing support for the effort.” Tourism that includes indigenous communities as part of the tourist attraction is often accused of being a process of zooification which leads to a position of powerlessness for the local people. The key to avoiding such situations is local control of and participation in the tourism activity Sumber: http://www.piedrablanca.org/ecotourism-definition.htm ….. diunduh 2/5/2012 EKOWISATA : INDUSTRI HIJAU PENGEMBANGAN EKOWISATA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanegaraman hayati yang sangat tinggi yang berupa sumber daya alam yang berlimpah, baik di daratan, udara maupun di perairan. Semua potensi tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi pengembangan kepariwisataan, khususnya wisata alam. Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang dimiliki Indonesia, antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan bentang alam, gejala alam, peninggalan sejarah/budaya yang secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Keseluruhan potensi ODTWA tersebut di atas merupakan sumber daya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus merupakan media pendidikan dan pelestarian lingkungan. Sasaran tersebut di atas dapat tercapai melalui pengelolaan dan pengusahaan yang benar dan terkoordinasi, baik lintas sektoral maupun swasta yang berkaitan dengan pengembangan kegiatan pariwisata alam, misalnya kepariwisataan, biro perjalanan, pemerintah daerah, lingkungan hidup, dan lembaga swadaya masyarakat. Dalam pengembangan kegiatan pariwisata alam terdapat dampak positif dan dampak negatif, baik dalam masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan alami. Dampak positifnya antara lain menambah sumber penghasilan dan devisa negara, menyediakan kesempatan kerja dan usaha, mendorong perkembangan usaha-usaha baru, dan diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat/wisatawan tentang konservasi sumber daya alam. Dampak positif tersebut perlu ditingkatkan. Dampak negatifnya antara lain gangguan terhadap ODTWA (erosi dan vandalisme), dan munculnya kesenjangan sosial. Dampak negatif ini perlu mendapatkan perhatian dan ditanggulangi secara bersama antara pihak terkait. Upaya-upaya promosi perlu dikembangkan lebih lanjut melalui berbagai media oleh instansi pusat, daerah maupun swasta. Sumber: http://www.dephut.go.id/informasi/phpa/ewisata.htm ….. diunduh 2/5/2012 EKOWISATA : INDUSTRI HIJAU KEBIJAKSANAAN PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM 1. Beberapa Peraturan Perundangan yang telah disusun untuk menunjang pengembangan kegiatan pariwisata alam dan upaya konservasi antara lain: a. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; b. UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan; c. PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam; d. Keputusan Menhut No. 441/Kpts-II/1994 tentang Sarana Prasarana Pengusahaan Pariwisataan Alam; e. Keputusan Menhut No. 441/Kpts-II/1990 tentang Pengenaan Iuran Pungutan Usaha di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut; f. Keputusan Menhut No. 446/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam; g. Keputusan Menhut No. 878/Kpts-II/1992 tentang Tarif Pungutan Masuk ke Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut; h. Keputusan Menhut No. 447/Kpts-II/1996 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengusahaan Pariwisata Alam. 2. Kegiatan pengusahaan pariwisata alam di kawasan pelestarian alam (Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya) tidak termasuk dalam daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal. Perlu diketahui bahwa yang diperkenankan untuk membuka usaha di bidang pengusahaan pariwisata alam ialah perusahaan yang berbadan hukum Indonesia dan berlokasi di Indonesia. Namun demikian, pernyataan tersebut tidak berarti bahwa usaha ini tertutup bagi modal asing. Pembelian saham oleh warga negara asing dimungkinkan. 3. Dalam kaitannya dengan butir 2 tersebut di atas, kita masih dituntut untuk teliti dalam memilah kegiatan-kegiatan apa yang boleh ditangani oleh tenaga asing. Sebagai contoh, tour operator sebaiknya tidak diserahkan kepada pihak luar karena merupakan kegiatan strategis yang perlu kita tangani sendiri. 4. Dalam pembangunan sarana-prasarana pariwisata alam di kawasan pelestarian alam, beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: 1. Sarana-prasarana dibangun di zona/blok pemanfaatan dan tidak lebih dari 10% dari zona/blok tersebut. 2. Tidak merubah bentang alam. 3. Menggunakan arsitektur setempat. 4. Tinggi bangunan tidak melebihi tinggi tajuk. Sumber: http://www.dephut.go.id/informasi/phpa/ewisata.htm ….. diunduh 2/5/2012 EKOWISATA : INDUSTRI HIJAU STRATEGI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM Pengembangan ODTWA sangat erat kaitannya dengan peningkatan produktifitas sumber daya hutan dalam konteks pembangunan ekonomi regional maupun nasional, sehingga selalu dihadapkan pada kondisi interaksi berbagai kepentingan yang melibatkan aspek kawasan hutan, pemerintah, aspek masyarakat, dan pihak swasta di dalam suatu sistem tata ruang wilayah. Strategi pengembangan ODTWA meliputi pengembangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Aspek Perencanaan Pembangunan ODTWA yang antara lain mencakup sistem perencanaan kawasan, penataan ruang (tata ruang wilayah), standarisasi, identifikasi potensi, koordinasi lintas sektoral, pendanaan, dan sistem informasi ODTWA. Aspek Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi, sebagai mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan, secara operasional merupakan organisasi dengan SDM dan PP yang sesuai dan memiliki efisiensi tinggi. Aspek Sarana dan Prasarana yang memiliki dua sisi kepentingan, yaitu (1) alat memenuhi kebutuhan pariwisata alam, (2) sebagai pengendalian dalam rangka memelihara keseimbangan lingkungan, pembangunan sarana dan prasarana dapat meningkatkan daya dukung sehingga upaya pemanfaatan dapat dilakukan secara optimal. Aspek Pengelolaan, yaitu dengan mengembangkan profesionalisme dan pola pengelolaan ODTWA yang siap mendukung kegiatan pariwisata alam dan mampu memanfaatkan potensi ODTWA secara lestari. Aspek Pengusahaan yang memberi kesempatan dan mengatur pemanfaatan ODTWA untuk tujuan pariwisata yang bersifat komersial kepada pihak ketiga dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat. Aspek Pemasaran dengan mempergunakan teknologi tinggi dan bekerja sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar negeri. Aspek Peran Serta Masyarakat melalui kesempatan-kesempatan usaha sehingga ikut membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Aspek Penelitian dan Pengembangan yang meliputi aspek fisik lingkungan, dan sosial ekonomi dari ODTWA. Diharapkan nantinya mampu menyediakan informasi bagi pengembangan dan pembangunan kawasan, kebijaksanaan dan arahan pemanfaatan ODTWA. Sumber: http://www.dephut.go.id/informasi/phpa/ewisata.htm ….. diunduh 2/5/2012 EKOWISATA : INDUSTRI HIJAU EKOWISATA Istilah “ekowisata” dapat diartikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah dan budaya di suatu daerah, di mana pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam. Para pelaku dan pakar di bidang ekowisata sepakat untuk menekankan bahwa pola ekowisata sebaiknya meminimalkan dampak yang negatif terhadap linkungan dan budaya setempat dan mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat setempat dan nilai konservasi. Beberapa aspek kunci dalam ekowisata adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat (mass tourism) Pola wisata ramah lingkungan (nilai konservasi) Pola wisata ramah budaya dan adat setempat (nilai edukasi dan wisata) Membantu secara langsung perekonomian masyarakat lokal (nilai ekonomi) Modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur tidak besar (nilai partisipasi masyarakat dan ekonomi). Sumber: ….. diunduh 2/5/2012 EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT (community-based ecotourism) Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis: fee pemandu; ongkos transportasi; homestay; menjual kerajinan, dll. Ekowisata membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata. Beberapa aspek kunci dalam ekowisata berbasis masyarakat adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Masyarakat membentuk panitia atau lembaga untuk pengelolaan kegiatan ekowisata di daerahnya, dengan dukungan dari pemerintah dan organisasi masyarakat (nilai partisipasi masyarakat dan edukasi) Prinsip local ownership (=pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat setempat) diterapkan sedapat mungkin terhadap sarana dan pra-sarana ekowisata, kawasan ekowisata, dll (nilai partisipasi masyarakat) Homestay menjadi pilihan utama untuk sarana akomodasi di lokasi wisata (nilai ekonomi dan edukasi) Pemandu adalah orang setempat (nilai partisipasi masyarakat) Perintisan, pengelolaan dan pemeliharaan obyek wisata menjadi tanggungjawab masyarakat setempat, termasuk penentuan biaya (fee) untuk wisatawan (nilai ekonomi dan wisata). Sumber: ….. diunduh 2/5/2012 Sarana dan penyediaan jasa pendukung dalam mengembangkan ekowisata yang bernilai konservasi dan ekonomi tinggi Industri parawisata adalah industri yang diperkirakan akan terus berkembang, dan nuansa alam dalam industri ini akan semakin jauh meningkat. Ekowisata dapat menciptakan nilai ekonomis bagi kawasan-kawasan konservasi. Agar bisnis ekowisata dapat menguntungkan sebagai mana yang diharapkan, beberapa kondisi harus diciptakan, yaitu antara lain: 1. 2. Meningkatkan dan menambah sarana prasarana pendukung serta mendorong terbuka dan terhubungnya akses ke/dari dan antar daerah tujuan ekowisata tanpa merusak aset utama ekowisata yaitu alam yang asli melalui peningkatan dan optimalisasi jalur transportasi udara. Mendorong kebijakan pemerintah Indonesia di bidang keimigrasian di daerah tujuan ekowisata yang terletak di perbatasan, misalnya di daerah Heart of Borneo. Ekowisata dihargai dan dkembangkan sebagai salah satu program usaha yang sekaligus bisa menjadi strategi konservasi dan dapat membuka alternatif ekonomi bagi masyarakat. Dengan pola ekowisata, masyarakat dapat memanfaatkan keindahan alam yang masih utuh, budaya, dan sejarah setempat tanpa merusak atau menjual isinya. Sumber: ….. diunduh 2/5/2012 PEMASARAN PRODUK EKOWISATA Ada dua aspek yang sangat terkait dan perlu dibahas secara bersamaan jika ingin mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat sebagai satu usaha yang berhasil. Usaha harus layak secara ekonomi, menghasilkan pendapatan yang signifikan untuk masyarakat setempat, dan dikelola secara profesional. Kemudian, usaha tersebut perlu adil, bermanfaat buat masyarakat lokal sebagai mitra utama, dan mendukung konservasi secara nyata. Dalam mengembangkan pemasaran, strategi pencitraan (branding) dan promosi untuk produk ekowisata sangat penting, melalui: 1. 2. 3. 4. 5. Mengikuti kegiatan promosi dan pemasaran berskala internasional Melakukan survei pasar secara berkala untuk mengetahui dinamika pasar Mengidentifikasi target pasar untuk produk ekowisata yang dikembangkan Menyelenggarakan promosi secara khusus (fam trip, media trip, dll.) Membuka dan menjalin hubungan terbuka dengan pihak swasta dan mendorong adanya kesepakatan antara organisasi masyarakat dengan tour operator. Ekowisata dapat didefinisikan : Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999). Sumber: ….. diunduh 2/5/2012 KEBERLANJUTAN EKOWISATA DARI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN LINGKUNGAN (prinsip konservasi dan partisipasi masyarakat) Ekowisata yang dikembangkan di kawasan konservasi adalah ekowisata yang “HIJAU dan ADIL” (Green& Fair) untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan dan konservasi, yaitu sebuah kegiatan usaha yang bertujuan untuk menyediakan alternatif ekonomi secara berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan yang dilindungi, berbagi manfaat dari upaya konservasi secara layak (terutama bagi masyarakat yang lahan dan sumberdaya alamnya berada di kawasan yang dilindungi), dan berkontribusi pada konservasi dengan meningkatkan kepedulian dan dukungan terhadap perlindungan bentang lahan yang memiliki nilai biologis, ekologis dan nilai sejarah yang tinggi. Kriteria: 1. 2. 3. Prinsip daya dukung lingkungan diperhatikan dimana tingkat kunjungan dan kegiatan wisatawan pada sebuah daerah tujuan ekowisata dikelola sesuai dengan batas-batas yang dapat diterima baik dari segi alam maupun sosial-budaya Sedapat mungkin menggunakan teknologi ramah lingkungan (listrik tenaga surya, mikrohidro, biogas, dll.) Mendorong terbentuknya ”ecotourism conservancies” atau kawasan ekowisata sebagai kawasan dengan peruntukan khusus yang pengelolaannya diberikan kepada organisasi masyarakat yang berkompeten Sumber: ….. diunduh 2/5/2012 PENGEMBANGAN INSTITUSI MASYARAKAT LOKAL DAN KEMITRAAN (Prinsip partisipasi masyarakat) Aspek organisasi dan kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata juga menjadi isu kunci: pentingnya dukungan yang profesional dalam menguatkan organisasi lokal secara kontinyu, mendorong usaha yang mandiri dan menciptakan kemitraan yang adil dalam pengembangan ekowisata. Beberapa contoh di lapangan menunjukan bahwa ekowisata di tingkat lokal dapat dikembangkan melalui kesepakatan dan kerjasama yang baik antara Tour Operator dan organisasi masyarakat (contohnya: KOMPAKH, LSM Tana Tam). Peran organisasi masyarakat sangat penting oleh karena masyarakat adalah stakeholder utama dan akan mendapatkan manfaat secara langsung dari pengembangan dan pengelolaan ekowisata. Koordinasi antar stakeholders juga perlu mendapatkan perhatian. Salah satu model percontohan organisasi pengelolaan ekowisata yang melibatkan semua stakeholders termasuk, masyarakat, pemerintah daerah, UPT, dan sektor swasta, adalah ”Rinjani Trek Management Board.” Terbentuknya Forum atau dewan pembina akan banyak membantu pola pengelolaan yang adil dan efektif terutama di daerah di mana ekowisata merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat setempat. Kriteria: 1. 2. 3. 4. Dibangun kemitraan antara masyarakat dengan Tour Operator untuk memasarkan dan mempromosikan produk ekowisata; dan antara lembaga masyarakat dan Dinas Pariwisata dan UPT Adanya pembagian adil dalam pendapatan dari jasa ekowisata di masyarakat Organisasi masyarakat membuat panduan untuk turis. Selama turis berada di wilayah masyarakat, turis/tamu mengacu pada etika yang tertulis di dalam panduan tersebut. Ekowisata memperjuangkan prinsip perlunya usaha melindungi pengetahuan serta hak atas karya intelektual masyarakat lokal, termasuk: foto, kesenian, pengetahuan tradisional, musik, dll. Sumber: ….. diunduh 2/5/2012 EKONOMI WISATA BERBASIS MASYARAKAT (Prinsip partisipasi masyarakat) Homestay adalah sistem akomodasi yang sering dipakai dalam ekowisata. Homestay bisa mencakup berbagai jenis akomodasi dari penginapan sederhana yang dikelola secara langsung oleh keluarga sampai dengan menginap di rumah keluarga setempat. Homestay bukan hanya sebuah pilihan akomodasi yang tidak memerlukan modal yang tinggi, dengan sistem homestay pemilik rumah dapat merasakan secara langsung manfaat ekonomi dari kunjungan turis, dan distribusi manfaat di masyarakat lebih terjamin. Sistem homestay mempunyai nilai tinggi sebagai produk ekowisata di mana seorang turis mendapatkan kesempatan untuk belajar mengenai alam, budaya masyarakat dan kehidupan sehari-hari di lokasi tersebut. Pihak turis dan pihak tuan rumah bisa saling mengenal dan belajar satu sama lain, dan dengan itu dapat menumbuhkan toleransi dan pemahaman yang lebih baik. Homestay sesuai dengan tradisi keramahan orang Indonesia. Dalam ekowisata, pemandu adalah orang lokal yang pengetahuan dan pengalamannya tentang lingkungan dan alam setempat merupakan aset terpenting dalam jasa yang diberikan kepada turis. Demikian juga seorang pemandu lokal akan merasakan langsung manfaat ekonomi dari ekowisata, dan sebagai pengelola juga akan menjaga kelestarian alam dan obyek wisata. Kriteria: 1. 2. 3. 4. Ekowisata mendorong adanya regulasi yang mengatur standar kelayakan homestay sesuai dengan kondisi lokasi wisata Ekowisata mendorong adanya prosedur sertifikasi pemandu sesuai dengan kondisi lokasi wisata Ekowisata mendorong ketersediaan homestay Ekowisata dan tour operator turut mendorong peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta perilaku bagi para pelaku ekowisata terutama masyarakat Sumber: ….. diunduh 2/5/2012 PRINSIP EDUKASI Ekowisata memberikan banyak peluang untuk memperkenalkan kepada wisatawan tentang pentingnya perlindungan alam dan penghargaan terhadap kebudayaan lokal. Dalam pendekatan ekowisata, Pusat Informasi menjadi hal yang penting dan dapat juga dijadikan pusat kegiatan dengan tujuan meningkatkan nilai dari pengalaman seorang turis yang bisa memperoleh informasi yang lengkap tentang lokasi atau kawasan dari segi budaya, sejarah, alam, dan menyaksikan acara seni, kerajinan dan produk budaya lainnya. Kriteria: 1. 2. 3. 4. Kegiatan ekowisata mendorong masyarakat mendukung dan mengembangkan upaya konservasi Kegiatan ekowisata selalu beriringan dengan aktivitas meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengubah perilaku masyarakat tentang perlunya upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya Edukasi tentang budaya setempat dan konservasi untuk para turis/tamu menjadi bagian dari paket ekowisata Mengembangkan skema di mana tamu secara sukarela terlibat dalam kegiatan konservasi dan pengelolaan kawasan ekowisata selama kunjungannya (stay & volunteer). Sumber: ….. diunduh 2/5/2012 PENGELOLAAN LOKASI EKOWISATA (PRINSIP KONSERVASI DAN WISATA). Dalam perencanaan kawasan ekowisata, soal daya dukung (=carrying capacity) perlu diperhatikan sebelum perkembanganya ekowisata berdampak negative terhadap alam (dan budaya) setempat. Aspek dari daya dukung yang perlu dipertimbangkan adalah: jumlah turis/tahun; lamanya kunjungan turis; berapa sering lokasi yang “rentan” secara ekologis dapat dikunjungi; dll. Zonasi dan pengaturannya adalah salah satu pendekatan yang akan membantu menjaga nilai konservasi dan keberlanjutan kawasan ekowisata. Kriteria: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kegiatan ekowisata telah memperhitungkan tingkat pemanfaatan ruang dan kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan melalui pelaksanaan sistem zonasi dan pengaturan waktu kunjungan Fasilitas pendukung yang dibangun tidak merusak atau didirikan pada ekosistem yang sangat unik dan rentan Rancangan fasilitas umum sedapat mungkin sesuai tradisi lokal, dan masyarakat lokal terlibat dalam proses perencanaan dan pembangunan Ada sistem pengolahan sampah di sekitar fasilitas umum. Kegiatan ekowisata medukung program reboisasi untuk menyimbangi penggunaan kayu bakar untuk dapur dan rumah Mengembangkan paket-paket wisata yang mengedepankan budaya, seni dan tradisi lokal. Kegiatan sehari-hari termasuk panen, menanam, mencari ikan/melauk, berburu dapat dimasukkan ke dalam atraksi lokal untuk memperkenalkan wisatawan pada cara hidup masyarakat dan mengajak mereka menghargai pengetahuan dan kearifan lokal. Sumber: ….. diunduh 2/5/2012 PENDEKATAN PENGELOLAAN EKOWISATA Ekowisata (biasa diterjemahkan dengan wisata alam, yang sebetulnya kurang tepat) adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan jasa lingkungan, baik itu alam (keindahannya, keunikannya) ataupun masyarakat (budayanya, cara hidupnya, struktur sosialnya) dengan mengemukakan unsur-unsur konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat setempat. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (KLH) mendefinisikan ekowisata sebagai : “Wisata dalam bentuk perjalanan ke tempattempat di alam terbuka yang relatif belum terjamah atau tercemar dengan khusus untuk mempelajari, mengagumi, dan menikmati pemandangan dengan tumbuhan serta satwa liarnya (termasuk potensi kawasan ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis tumbuhan dan satwa liar) juga semua manifestasi kebudayaan yang ada (termasuk tatanan lingkungan sosial budaya) baik dari masa lampau maupun masa kini di tempattempat tersebut dengan tujuaan untuk melestasikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat”. Sumber: ….. diunduh 2/5/2012 PERENCANAAN EKOWISATA Dalam mengusahakan ekowisata di suatu tempat perlu dilakukan analisis SWOT. Yang sangat penting dikenali adalah keadaan (keindahan, daya tarik) yang spesifi atau unik dan obyek wisata yang bersangkutan. Selanjutnya prasarana apa yang tersedia ; lancar/tidak lancar, nyaman/,tidak nyaman, sudah lengkap/masih harus diadakan atau dilengkapkan dan sebagainya. Tersedianya sumberdaya manusia yang terlatih maupun yang dapat dilatih, berhubungan dengan tingkat pendidikan dan budaya masyarakatnya. Proyek-proyek pengembangan kepariwisataan dilaksanakan setelah ditentukan tujuan dan sasaran-sasaran strategis. Suatu strategi adalah suatu rencana yang direkayasa untuk menyelasikan suatu misi. Misi itu harus direncakan dalam parameterparameter strength (S, kekuatan) dan weakness (W, kelemahan) dari organisasi kepariwisataan, opportunities (O, kesempatan) dan threats (T, ancaman) dalam lingkungan. Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasikan strategi yang perlu dikembangkan dalam rangka pengusahaan ekowisata. Dalam penyusunannya dipertimbangkan berbagai kondisi internal lokasi, yaitu strength dan weakness serta kondisi eksternal, yaitu opportunity dan threat. Analisis SWOT ini dirumuskan berdasarkan hasil studi pustaka, wawancara dan pengamatan langsung dilapangan. Selanjutnya hasil analisis ini dipakai sebagai dasar untuk menyusun strategi dan operasionalisasi pengusahaan ekowisata. Sumber: ….. diunduh 2/5/2012 KEMENPERIN JANJIKAN INSENTIF UNTUK INDUSTRI HIJAU Thursday, March 29th, 2012 09:17 by agroindonesia Untuk mendorong tumbuhnya industri ramah lingkungan atau industri hijau di dalam negeri, pemerintah memberikan sejumlah insentif kepada industri yang mendapat penghargaan industri hijau. Pemerintah memberikan insentif potongan harga untuk pembelian mesin (barang modal) bagi industri yang memperoleh sertifikat industri hijau (Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri (BP KIMI),Kementerian Perindustrian). Program insentif ini diperkirakan dapat menghemat hingga 25 % penggunaan energi, peningkatan produktivitas hingga 17%, dan penyerapan tenaga kerja. Pengadaan mesin (barang modal) tidak mengurangi tenaga kerja, justru diharapkan semakin banyak tenaga kerja yang diperlukan untuk pengelolaan dan perawatan mesin-mesin. Pemberian fasilitas istimewa kepada perusahaan yang mendapat sertifikat hijau itu masih terus disempurnakan dan dibahas bersama dengan instansiinstansi terkait. Usaha pendekatan industri ramah lingkungan terus digencarkan pemerintah karena program ini dapat meningkatkan keunggulan industri yang kompetitif. Negara maju tidak mau lagi menerima ekspor dari perusahaan yang tidak menerapkan industri hijau. Padahal, negara maju merupakan 80 % tujuan ekspor Indonesia. Sebagian konsumen lebih menyukai produk yang ramah lingkungan ketimbang produk yang diproduksi dengan cara tidak ramah lingkungan. Misalnya, hasil survei yang dilakukan terhadap 9.000 responden yang menyimpulkan 60 % konsumen akan membeli produk dari perusahaan yang memiliki kesadaran lingkungan. Selain menarik konsumen, pengembangan industri hijau juga merupakan salah satu upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan limbah lainnya. Pemerintah telah menargetkan adanya penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26 % pada 2020. Oleh karenanya, pelaku industri harus berpartisipasi agar target itu dapat tercapai. Sumber: http://agroindonesia.co.id/2012/03/29/kemenperin-janjikan-insentif-untuk-industri-hijau/ ….. diunduh 28/4/2012 PEMERINTAH SIAPKAN INSENTIF UNTUK INDUSTRI HIJAU Rabu, 28 Maret 2012 11:48 WIB | 1028 Views Kementerian Perindustrian menyiapkan insentif bagi semua jenis industri yang yang mendapat Penghargaan Industri Hijau. Insentif untuk industri ini dapat berupa potongan harga apabila perusahaan tersebut ingin melakukan pembaharuan alat atau mesin-mesin yang ada. (menurut Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian, di Jakarta). Pemerintah berupaya memberikan insentif potongan harga sebesar 10 persen bagi industri tekstil, alas kaki, dan gula peraih penghargaan industri hijau yang melakukan pembaruan alat dan mesin (barang modal). Pemberian insentif seperti ini, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas industri hingga 17 persen. Pemerintah juga memberikan penghargaan industri hijau kepada industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup. (Editor: Maryati) EKOWISATA – KONSERVASI Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan wisata, maka dewasa ini kegiatan pariwisata lebih digiatkan. Selain untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan ekowisata kawasan hutan tropika yang terbesar di kepulauan yang sangat menjanjikan untuk ekowisata dan wisata khusus. Kawasan hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang berbasis lngkungan adalah kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam), kawasan Suaka Alam (Suaka Margasatwa) dan Hutan Lindung melalui kegiatan wisata alam bebas, serta Hutan Produksi yang berfungsi sebagai Wana Wisata. Sumber: http://www.antaranews.com/berita/303549/pemerintah-siapkan-insentif-untuk-industri-hijau ….. diunduh 28/4/2012 GERAKAN INDUSTRI HIJAU Menteri Perindustrian (Mohamad S. Hidayat ) menanam pohon dalam rangka Gerakan Industri Hijau (Green Industry) yang disaksikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, dan Dirjen IUBTT Budi Darmadi di Jakarta, tanggal 25 Juni 2011. Sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), yaitu Menteri Perindustrian Mohamad S. Hidayat, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, dan Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian Budi Darmadi menanam bibit pohon di Lapangan Golf Pondok Indah Jakarta Selatan. Para menteri ini melakukan kegiatan penanaman pohon dalam rangka dimulainya Gerakan “Green Industry” atau “Industri Hijau”, yaitu : Industri berwawasan lingkungan yang menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengutamakan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya secara berkelanjutan. KONSEP PENGEMBANGAN EKOWISATA Ekowisata merupakan industri yang ramah lingkunga, kalau dibandingkan dengan industri automotif, pertambangan, tekstil, dan manufaktur; ekowisata aman-aman saja, tidak menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan. Ekowisata (ecotourism) secara khusus “menjual” keindahan lingkungan alam kepada para wisatawan. Wisatawan atau turis tidak disuguhi pertunjukan tari-tarian dan acara kebudayaan penduduk setempat, tetapi alam indah yang mempesona, seperti air terjun, lembah sungai, panorama pegunungan yang sejuk udaranya. Keindahan ekosistem terumbu karang di perairan pantai. Silahkan saja jika ingin tinggal di tengah alam dan bergaul dengan warga masyarakat setempat selama beberapa hari. Tidak sekadar datang, makan-makan, meninggalkan sampah, kemudian pergi lagi. Sumber: http://www.tubasmedia.com/berita/gerakan-industri-hijau/ ….. diunduh 30/4/2012 GREENRIGHT Menuju Industri Hijau Indonesia . Friday, 13 April 2012 Green Building Council (GBC) Indonesia pertama kalinya menggelar GREENRIGHT Conference & Expo, yang diadakan sebagai sarana untuk memperkaya informasi dan pengetahuan bagi para pelaku usaha/industri agar mengedepankan produk yang ramah lingkungan. Selain konferensi, dalam event ini digelar juga pameran sebagai upaya menciptakan tren pasar masa depan yang berkonsep green. Dari sekitar 100 industri atau perusahaan yang sudah dikategorikan green company, ada 54 perusahaan yang menjadi peserta pameran yang terdiri dari produk-produk kebutuhan bangunan, rumah, serta properti, antara lain Sinarmas Land, Philips, Toto, American Standard, Dulux, Propan, PLN, dan PP. Menurut Chairperson GBC Indonesia, para pelaku industri yang ada dalam pameran ini bukan hanya memamerkan produk mereka, tetapi diarahkan untuk memperkenalkan serta menginformasikan bahwa produk-produk tersebut ramah lingkungan. Sehingga, dunia industri Indonesia mampu menghadirkan green product yang dapat dipasarkan secara global. "Event ini berbeda dari sebelumnya, dimana industri tidak hanya melakukan pameran tentang produknya, tapi juga memperkenalkan produknya sebagai produk ramah lingkungan, serta mengedukasi masyarakat dalam menerapkan konsep green living. Dan pameran ini tidak semata-mata fokus ke penjualan, tapi ke mempromosikan produk mereka yang ramah lingkungan dan sudah tersertifikasi Green Building. Dengan tema 'Adapt to Sustain Toward a Greener Tomorrow‘, GREENRIGHT ini bertujuan untuk merangkul seluruh lapisan masyarakat menjadi agent of change dan agar semua orang termotivasi serta merubah perilakunya menuju harmoni dengan alam. Konferensi dan pameran yang berlangsung tiga hari ini juga akan menekankan seminar dengan pembahasan masalah green health untuk sejumlah rumah sakit, green hospitality untuk dunia pariwisata, serta green building untuk rating dan sertifikasi. "Melalui GREENRIGHT ini ditargetkan pengunjung yang datang berasal dari kalangan profesional, arsitek, pelaku industri properti, dan tidak menutup kemungkinan juga masyarakat luas. Sampai hari terakhir, ternyata pengunjung yang datang mencapai 20003000 orang. (Marina) Sumber: http://mix.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1041&Itemid=130….. diunduh MENUJU INDUSTRI HIJAU Perubahan tidak hanya menuntut orang per orang. Industri sebagai penyedia hajat manusia sangat berperan dalam menciptakan kerusakan lingkungan. Revolusi industri telah membawa konsekuensinya, dan saatnya untuk membawa sebuah gerakan: industri hijau Ada yang beranggapan pemanasa global hanya bualan saja. Anggapan seperti ini mungkin saja muncul lantaran tidak ada informasi memadai mengenai besarnya dampak pemanasan global itu. Atau, karena memang belum ada dampak negatif yang dirasakan sehingga menganggapnya sebagai isapan jempol. Menurut Forum Kemanusiaan Global (GHF) kematian yang disebabkan oleh pemanasan global di seluruh dunia tidak kurang dari 315 ribu orang. Jumlah sebesar itu berasal dari kelaparan, berbagai penyakit, dan aneka bencana alam. Bahkan, pada tahun 2030 jumlah kematian langsung dari pemanasan global bisa mencapai 500.000 orang. Maka, tidak heran jika kemudian kesadaran akan pentingnya kehidupan yang lebih ramah lingkungan menggema di mana-mana. Tuntutan bukan saja terhadap individu, tetapi pada perusahaan yang telah begitu banyak memberikan andil besar terhadap perusakan lingkungan. Harus diakui kegiatan industri memiliki potensi tinggi terjadinya kerusakan lingkungan melalui pencemaran-pencemaran yang ditimbulkannya. Apalagi, jika perusahaan tidak menerapkan baku mutu limbah yang aman untuk sampai pada pembuangan akhir. Jelas, kondisi ini selain dapat merusak lingkungan, dapat membahayakan masyarakat sekitar industri, belum lagi bila ditinjau dari segi kerugian moral. Racun kimia yang diproduksi pabrik-pabrik terus mengaliri sungai, kali dan meresap ke tanah-tanah. Jenis bahan kimia yang telah dipergunakan setidaknya telah mencapai 60.000 jenis, dari lima juta jenis kimia yang telah dikenal. Jumlah itu belum termasuk ribuan bahan kimia lain yang diperdagangkan. Maka, tuntutan perusahaan dan industri menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan menjadi tidak belebihan. Memang banyak anggapan yang mengatakan bahwa industri yang berbasis ramah lingkungan biaya operasinya menjadi sangat mahal. Mungkin saja demikian, jika sudut pandang yang dipakai pengolahan limbah hanya sebatas biaya. Namun, jauh di luar itu, jika industri memandangnya dari sisi lain tentu akan berbeda. Industri ramah lingkungan bukan saja ikut melestarikan kekayaan alam yang jelas-jelas juga diperlukan perusahaan tetapi juga menjadi investasi untuk kegiatan industri itu sendiri. Mengapa? Saat ini penghargaan masyarakat terhadap industri yang ramah lingkungan semakin tinggi. Dampak positifnya tentu saja produk-produk yang dihasilkan akan makin diminati. Investasi bukan semata soal keuntungan. Dengan pengolahan limbah yang baik, secara moril perusahaan telah ikut bertanggung-jawab terhadap lingkungan yang dieksploitasinya. Kenyamanan kerja bisa muncul jika kondisi perusahaan juga ramah terhadap lingkungan. Hal yang penting adalah limbah yang dihasilkan seringkali menjadi pemicu konflik utama antara masyarakat dengan perusahaan atau industri. Tidak sedikit konflik ini berujung bentrok atau diajukan ke muka hukum. Biaya untuk mengurusi hal-hal seperti ini tentu sangat besar. Kondisi kerja yang tidak kondusif seperti ini pada akhirnya menurunkan produktifitas. Sebaliknya, penerapan prinsip-prinsip industri ramah lingkungan bisa jadi justru mendapatkan dukungan masyarakat. Sumber: http://ahmadi74.wordpress.com/2012/04/05/industri-hijau-mengapa-tidak/….. diunduh 30/4/2012 MENUJU INDUSTRI HIJAU Mengarahkan perusahaan untuk beramah lingkungan memang tidak mudah. Setidaknya diperlukan instrument pendukung, yang bersifat pembinaan, pengawasan dan pemantauan. Instrument dapat berupa administratif, sosial dan teknis. Instrumen administratif meliputi hukum dan kebijakan, peraturan dan ketentutan-ketentuan, guideline, dan penegakan hukum. Pemberian insentif bagi industri yang menerapkan prinsip ramah lingkungan dapat dimasukkan dalam kategori ini. Sedangkan, intrumen sosial adalah partisipatif masyarakat dalam meningkatkan kapasitasnya. Intrumen yang tidak kalah pentingnya adalah teknis dimana mencakup AMDAL, Penilaian Risiko, Penentuan Kriteria dan Standar. Seperangkat infrastuktur tersebut sudah ada dan beberapa terus diperbaiki. Peran pemerintah sangatlah penting. Dalam upaya mendorong kebutuhan sikap beberapa pengusaha yang sulit tergerak memang harus ada semacam intensif yang diberikan. Beberapa kemudahan—terutama yang terkait dengan biaya—tidak-bisa-tidak harus bisa dilaksanakan. Pengolahan limbah, bahan baku, produk yang berwawasan lingkungan serta budaya membutuhkan dana besar, meski manfaat yang didapat jika mempraktikkannya jelas jauh lebih besar. Berbagai upaya pemberdayaan dan kemitraan diharapkan mampu membentuk kesadaran dan melibatkan partisipasi aktif pemangku kepentingan tentang pentingnya pelestarian lingkungan pada proses industri. Aspek otonomi daerah menjadi signifikan, yakni pengelolaan dan pelestarian lingkungan dan sumberdaya manusianya harus mampu melibatkan peran-serta masyarakat secara aktif. Peran-serta masyarakat secara aktif diharapkan terjadi mulai dari proses perencanaan hingga pelaksanaan program pelestarian lingkungan. Sumber: http://ahmadi74.wordpress.com/2012/04/05/industri-hijau-mengapa-tidak/….. diunduh 30/4/2012 Semen Gresik Merupakan Salah Satu Perusahaan Komit Industri Hijau. Perusahaan di Indonesia yang peduli dan mau mengoperasikan ushanya dengan cara yang ramah lingkungan (industri hijau) mencapai 400 pada 2011. Jumlah tersebut meningkat 100% dibandingkan tahun lalu sebanyak 200 perusahaan. Perusahaan yang mendukung industri hijau pada 2010 masih relatif sedikit, sehingga kenaikan 100% tahun ini tidak terlalu besar. Bbeberapa perusahaan yang sudah menetapkan industri hijau, antara lain PT Semen Gresik (Persero), Sinarmas Group, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, PT Astra Daihatsu Motor, PT Panasonic Gobel Indonesia, dan PT Toshiba Visual Media Network Indonesia. Sementara itu, konsep industri hijau di berbagai Negara selama ini berbeda-beda dan memiliki standarisasi yang bermacam-macam. Khusus definisi industri hijau di Indonesia bukan berarti 100% tidak menimbulkan emisi karbon, namun paling tidak mau mengurangi emisi karbon. Development Director PT Sucofindo (Persero) (Hadrian Sjah Razad) menambahkan, pihaknya berkomitmen kepada eco-business sejak sepuluh tahun lalu. Sejalan dengan industri hijau yang mulai menjadi tren, Sucofindo sengaja membentuk tim khusus yang memfokuskan pada lingkungan, energi, dan gas. Sucofindo juga sudah bekerja sama dengan Green Purchasing Network (GPN) untuk mengembangkan dan menggalakkan program industri hijau. Genjot Eco-Product Ketua Komite Tetap Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) memprediksi, mulai tahun 2011, penduduk Indonesia mencintai produk yang ramah lingkungan (eco-product). Diperkirakan sekitar 15% penduduk Indonesia akan menggunakan eco-product. Eco-product terdiri atas semua produk pabrikan yang bisa didaur ulang, baik produk keseluruhannya ataupun komponennya dan bisa di gunakan kembali. Produk juga hemat bahan bakar. Panasonic merupakan salah satu perusahaan yang menganggap hal tersebut sebagai sebuah peluang bisnis. Perusahaan elektronik ini mempraktikkan industri hijau dengan membangun pabrik berkonsep eco ideas dan memproduksi beberapa produk baru yang ramah lingkungan. Maret 2010, Panasonic telah mengeluarkan AC inverter yang dapat menghemat penggunaan listrik hingga 50% dan emisi gas buang CO2 , sehingga cukup ramah lingkungan. Perseroan juga meluncurkan mesin cuci inverter, kulkas inverter, AC alowa, mesin cuci alowa, kulkas alowa, lampu, dan TV plasma yang hemat energi. Sumber: http://www.semengresik.com/ina/post/Semen-Gresik-Merupakan-Salah-Satu-Perusahaan-Komit- UNINDO : Tekankan Industri Hijau Guna Pembangunan Berkelanjutan Friday, 02 December 2011 Sidang General Conference sesi ke-14 United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) berlangsung di Wina, Austria, 28 November – 2 Desember 2011. Sidang UNIDO ini mengambil tema utama "Revolusi Industri untuk mendukung pembangunan berkelanjutan" Michael Spindelegger menyampaikan apresiasi Austria atas berbagai program dan proyek yang dikembangkan oleh UNIDO di bidang pembangunan industri berkelanjutan, serta peran UNIDO sebagai partner for prosperity bagi negara-negara anggotanya. Delegasi RI menyampaikan pentingnya kemitraan dengan UNIDO untuk mendukung pembangunan industri berkelanjutan di Indonesia. Kemitraan tersebut dilaksanakan melalui pelaksanaan berbagai proyek dan program kerjasama pada tiga area tematik prioritas yakni pengentasan kemiskinan melalui aktifitas produksi, peningkatan kapasitas perdagangan dan pembangunan energi dan lingkungan hidup. Beberapa program kerjasama antara Indonesia dan UNIDO hingga saat ini antara lain meliputi sektor energi terbarukan untuk pemanfaatan gelombang air laut sebagai sumber energi; optimalisasi system dan efisiensi energy; pengurangan Hydro-Chloro-FluoroCarbon (HCFC) berdasarkan Konvensi Protokol Montreal; dan pembangunan kapasitas di Maluku. Dirjen UNIDO menekankan kembali mengenai industri hijau untuk pembangunan berkelanjutan, dan mendukung pelaksanaan perekonomian hijau. Penekanan juga diberikan pada isu energi, terutama untuk peningkatan akses energy global yang dapat mendukung upaya pengentasan kemiskinan global. UNIDO merupakan organisasi PBB yang aktif mempromosikan program-program pembangunan industri berkelanjutan. Dalam melaksanakan mandatnya, UNIDO memegang visi Delivering as One UNIDO dan Partner for Prosperity. Program-program yang dilakukan juga diarahkan untuk mendukung pelaksanaan tahun 2012 yang telah ditetapkan oleh PBB sebagai International Year of Sustainable Energy for All. Sidang yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali ini diikuti oleh 174 negara anggota, dan dihadiri oleh berbagai kalangan yang terdiri atas para kepala pemerintahan, menteri, perusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat,perwakilan diplomatik, akademisi, pakar dan praktisi di bidang industri, energi dan lingkungan hidup, dll. Sumber: http://wartapedia.com/dunia/dunia/6227-unindo--tekankan-industri-hijau-guna-pembangunan- MEMBANGUN KEBIJAKAN INDUSTRI HIJAU (GREEN INDUSTRY) Sabtu, 24 Desember 2011 03:43 INDANG DEWATA (Ketua Korwil Persatuan Cendikiawan Lingkungan (Perwaku) Sumatera Barat dan Kepala Bapedalda Kota Padang dan Dosen UNP) Pembangunan ekonomi Indonesia telah memperlihatkan perkembangan yang luar biasa selama lima puluh tahun terakhir, walaupun dalam perjalanan sejarah telah tercatat dua kali krisis dunia seperti krisis ekonomi di akhir tahun 1990 an dan krisis finansial di akhir tahun 2000 an. Sukses Indonesia membangun ekonomi tersebut patut diacungkan jempol, tapi suskes ini tidak selamanya sama dengan kondisi lingkungan hidup yang menyediakan sumber daya alam untuk dimanfaatkan dalam rangka menopang pembangunan ekonomi itu sendiri. Berapapun besarnya pertumbuhan ekonomi akan tidak ada artinya tanpa perlindungan lingkungan yang benar. Menurut laporan World Bank (2009) tentang Analisis Lingkungan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia, mengindikasikan bahwa 25% kekayaan Indonesia telah mengalami degradasi secara cepat tanpa adanya investasi yang signifikan untuk mengatasinya. Sebagai contoh saat dimunculkannya kebijakan pemerintahan daerah dalam rangka otonomi, Kepulauan Bangka-Belitung di era-awal desentralisasi terjadilah over-eksploitasi SDA berupa biji Timah oleh rakyat secara tidak terencana dan terkelola secara bijak melalui peningkatkan pendapatan rakyat dengan cara mengenjot ekspor Timah daerah secara besar-besaran, sehingga kebijakan pusat tentang larangan ekpor pasir Timah yang sebelumnya ada, dibatalkan dan diganti dengan peraturan daerah yang membolehkan ekspor pasir Timah yang berakibat kepada keberadaan perusahaan PT.Timah negara menjadi bangkrut. Sisa-sisa over- eksploitasi pasir Timah oleh rakyat telah meninggalkan kolong-kolong bekas galian tambang Timah yang berisi air berupa danau-danau yang tidak terurus dan menjadikan daerah kepulauan Bangka mengalami degradasi total baik secara lingkungan, maupun secara ekonomi dan sosial masyarakat. Persoalan ini timbul karena terlambatnya antisipasi kebijakan tentang pemanfaatan sumber daya alam yang tak terbarukan/ tergantikan yang menyisakan penderitaan berkepanjangan. Dalam sebuah pertemuan Walikota Padang Bapak Fauzi Bahar pernah mengatakan bahwa sangat diperlukan kebijakan tentang pemanfaatan SDA terbarukan (renewable resources) secara terencana. Misalnya diperlukan adanya kebijakan pembatasan ekspor Crude Oil Palm (CPO) sebagai produk setengah jadi tanaman kelapa sawit melalui pelabuhan laut berupa 90% digunakan untuk ekspor sisanya 10% dimanfaatkan dalam negeri di Sumatera Barat. Pembatasan ini bergeser sepanjang tahun sehingga ekpor hanya dibolehkan 50% dan sisanya 50% lagi untuk kebutuhan dalam negeri, dengan kebijakan tersebut akan berkembang tumbuhnya industri-industri turunan dari CPO seperti pabrik minyak, mentega, semir sepatu, minyak rambut, make-up dan industri ikutan lainnya yang akan membuka lapangan kerja baru dan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Sumber: … http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11288:membangunkebijakan-industri-hijau-green-industry&catid=11:opini&Itemid=83.. diunduh 30/4/2012. MEMBANGUN KEBIJAKAN INDUSTRI HIJAU (GREEN INDUSTRY) Sabtu, 24 Desember 2011 03:43 INDANG DEWATA (Ketua Korwil Persatuan Cendikiawan Lingkungan (Perwaku) Sumatera Barat dan Kepala Bapedalda Kota Padang dan Dosen UNP) Sumber Daya Alam (SDA) tidak terbarukan (unrenewable resorces) seperti Batu bara, Biji besi, Batu kapur, Silica, Clay, Bouksit, Emas dan lainnya, sudah saatnya untuk dikelola secara bijaksana, mulai dari perencanan, pemafaatan, pembahagian hasil keuntungan untuk pemulihan SDA yang diekploitasi tersebut. SDA tak terbarukan jumlahnya terbatas, umurnya tertentu dan tak tergantikan secara cepat serta berdampak secara massive terhadap lingkungan berupa kerusakan kualitas air, kualitas udara, berubahnya bentangan alam, hilangnya fungsi hutan untuk keanekaragaman (biodiversity) berupa flora dan fauna dan lain sebagainya. Upaya pemulihan lingkungan merupakan kunci bagi Industri yang bergerak dalam bidang ekploitasi sumber daya alam yang tak dapat pulih untuk pengambilan kebijakan baru. Pengusahaan SDA yang tak terbarukan merupakan kegiatan yang mempunyai dua masalah yaitu dampaknya besarannya (magnitude) dan dampaknya penting (importance) terhadap rusaknya lingkungan hidup. Dalam perhitungan ekonomi pengusahaan SDA tak terbarukan biasanya yang dihitung berupa biaya investasi (I), operasional (O) dan Maintenance (M) yang dianggap sebagai (Cost), kemudian meletakkan product (hasil) kegiatan berupa penjualan sebagai keuntungan (Benefit), sehingga perbandingan Benefit dengan Cost sudah dianggap sebagai keuntungan bersih. Akan tetapi bagaimana dengan limbah (waste) yang dihasilkannya, yaitu udara yang dikotori, lahan atau tanah yang tergali dan berlobang, kayu yang hilang, bahan baku obat yang menipis, air yang tercemar, sempitnya peluang mata pencaharaian masyarakat? Siapakah yang berkewajiban memulihkan rusaknya sumberdaya alam dan lingkungan ? Beban ini ditanggung oleh siapa, pemerintahkan ? rakyatkah atau pengusaha ?, Masih banyak pertanyaan yang perlu dijawab dan perlu diatur untuk menjaga kelestarian SDA dan Lingkungan. Sumber: … http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11288:membangunkebijakan-industri-hijau-green-industry&catid=11:opini&Itemid=83.. diunduh 30/4/2012. MEMBANGUN KEBIJAKAN INDUSTRI HIJAU (GREEN INDUSTRY) Sabtu, 24 Desember 2011 03:43 INDANG DEWATA (Ketua Korwil Persatuan Cendikiawan Lingkungan (Perwaku) Sumatera Barat dan Kepala Bapedalda Kota Padang dan Dosen UNP) Jika beban rusaknya lingkungan ditanggung oleh rakyat dan atau pemerintah seperti yang berlangsung selama ini, adalah merupakan keputusan yang tidak adil, mengingat pengusahaan/ ekploitasi SDA bukan dilakukan oleh rakyat dan pemerintah tapi oleh pengusaha. Oleh kerna itu maka pengusaha mempunyai kewajiban memasukkan biaya investasi (I), operasional (O), Maintenence (M) dan perlu ditambah dengan limbah (W) yang merupakan biaya pemulihan lingkungan sebagai bagian dari Cost oleh pengusaahan mengolah SDA, biaya (W) ini dimanfaatkan untuk fungsi pemulihan lingkungan agar SDA dapat terjaga dan berkelanjutan. Biaya yang dikeluarkan tersebut sudahlah tentu merupakan biaya diluar pajak dan Coorporate Social Resposibility (CSR) yang merupakan kewajiban yang telah diatur oleh Undang-Undang. Berdasarkan persoalan di atas, ke depan sudah haruslah dan saatnya muncul kebijakan baru tentang pemanfaatan SDA yang dikenal dengan kebijakan pengelolaann industri hijau (green industry). Kebijakan untuk pemanfaatan SDA yang terbarukan juga harus disertai dengan kebijakan memasukkan biaya pemulihan lingkungan bagi kegiatan industri yang mengeksploitasi sumber daya alam yang sulit pulih. Biaya ini lebih dikenal dengan istilah pencemar harus melakukan pemulihan (Pay Pollutant Principle); agar setiap hasil ekploitasi sumber daya alam dapat digunakan oleh daerah di tempat SDA tersebut digali (ekploitasi) serta dimanfaatkan untuk pemulihan lingkungannya. Kebijakan ini secara otomatis akan meningkatan ekonomi rakyat setempat dan dapat memperkuat tatanan sosial serta menjamin keberlanjutan industri dalam eksploitasi SDA yang ada seperti yang diamanatkan dalam UU No.32 tahun 1999 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup. Sumber: … http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11288:membangunkebijakan-industri-hijau-green-industry&catid=11:opini&Itemid=83.. diunduh 30/4/2012. APA ITU INDUSTRI HIJAU …? January 11th, 2012 Posted in Kimia Artikel Ketika diperdengarkan sebuah kata, yakni Green Industry atau Industri Hijau, langsung terbesit pikiran bahwa nanti industri atau kasarnya kita sebut dengan pabrik-pabrik akan berada di tengah hutan dalam produksinya. sebuah pemikiran seperti itu tidaklah salah, karena memang persepsi orang-orang berbeda. Industri hijau adalah industri yang tidak terlepas dari usaha menciptakan Revolusi Hijau bagi bumi. Ekonomi Hijau sangat diidamkan bumi saat ini untuk melawan kerusakan selanjutnya. Bumi yang sehat tergantung pada keberhasilan Industri Hijau yang di ciptakan manusia. Konsep industri hijau Konsep Industri Hijau menekankan kepada efisiensi serta efektifitas penggunaan bahan baku, jangan sampai terlalu banyak bahan baku yag terbuang percuma. efisien dan efektifitas merupakan salah satu kunci utama di konsep hijau. bayangkan betapa banyaknya bahan yang bisa digunakan kalau ternyata bahan tersebut tidak terpakai karena penggunaan bahan baku yang tidak efisien. Input masuk sama dengan output adalah hal minimal yang harus dicapai oleh setiap perusahaan bayangkan betapa sayangnya bahan terbuang, dan dampaknya sangat terasa bagi alam. bahan mentah diproduksi dengan energi yang berasal dari minyak bumi atau fosil, karena di Indonesia masih didominasi energi fosil sebesar 37% berdasarkan data dari WWF. berapa banyak karbon yang keluar dan terbuang sia-sia jika kita membuang bahan baku. Pengembangan industri hijau di antaranya dengan menggunakan bahan baku dari material yang ramah lingkungan, desain barang yang ramah lingkungan, menerapkan teknologi proses dengan sumber daya yang efisien, pengurangan emisi rumah kaca, dan transportasi yang ramah lingkungan. Untuk mewujudkan pengembangan industri hijau agar efektif, pemerintah mengeluarkan UUPPLH yang mengatur 16 (enam belas) tindak pidana lingkungan hidup. Keluarnya UUPPLH ini adalah sebagai ancaman untuk menjaga lingkungan. Sumber: http://industri10rudini.blog.mercubuana.ac.id/2012/01/apa-itu-industri-hijau/….. diunduh APA ITU INDUSTRI HIJAU …? January 11th, 2012 Posted in Kimia Artikel Untuk mendorong pelaku bisnis menerapkan konsep ekonomi hijau dalam operasional bisnisnya, pemerintah perlu memberikan insentif kepada pelaku bisnis yang ramah lingkungan dan disinsentif bagi bisnis yang merusak lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), misalnya, telah memberikan rekomendasi program pembebasan atau pengurangan biaya masuk alat-alat instalasi ramah lingkungan kepada produsen pengimpor, seperti instalasi pengolahan air limbah dan penerapan energi terbarukan. Bagi perusahaan yang tidak atau masih kurang peduli lingkungan, disinsentif tidak hanya berupa kesulitan dalam mendapatkan kredit bank, tapi produknya juga akan kurang diminati konsumen yang semakin sadar lingkungan. Perusahaan nakal yang cenderung mengeksploitasi lingkungan secara tidak bertanggung jawab harus diberi sanksi tegas dari pemerintah Saat ini kota mengonsumsi energi terbesar dari sektor industri, perumahan, gedung komersial, dan transportasi, serta menjadikannya kontributor terbesar emisi karbon dioksida (75%). Dengan konsep pertumbuhan hijau, pembangunan dan pengembangan kota harus memperhatikan perubahan iklim, pengurangan energi tidak terbarukan, dan pemanfaatan energi terbarukan seperti surya, bayu, hidro, dan biogas di semua sektor kehidupan. Ke depan, perusahaan harus mampu mengubah cara berproduksi, mengelola lingkungan, dan interaksi dengan masyarakat di sekitar lokasi proyek secara selaras dan harmonis. INDUSTRI EKOWISATA Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan pembangunan. Sebab ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik/ dan psikologis wisatawan. Bahkan dalam berbagai aspek ekowisata merupakan bentuk wisata yang mengarah ke metatourism. Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari aspek inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar. Sumber: http://industri10rudini.blog.mercubuana.ac.id/2012/01/apa-itu-industri-hijau/….. diunduh INDUSTRI KECIL HARUS DIARAHKAN KE EKONOMI HIJAU 2 Februari , 2012 | Oleh:: Ringkang Gumiwang Industri kecil menjadi salah satu pengguna energi terbesar di Indonesia. Sebanyak 80% energi digunakan untuk kepentingan industri kecil. Indonesia juga menjadi negara dengan tingkat polusi yang tinggi sejak 2008, kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan pengurangan emisi 26 % dan beralih ke ekonomi hijau atau ekonomi yang ramah lingkungan. Wakil Dekan School of Business Management (SBM) ITB, menyatakan bahwa untuk mengubah cara dan kebiasaan industri kecil agar mampu menjalankan usahanya dengan tidak merusak lingkungan sangatlah sulit. Industri kecil itu sebenarnya hanya berusaha agar tetap hidup, 95% dari mereka terpaksa lebih mementingkan usahanya daripada lingkungan. Tindakan cepat dari pemerintah sangat diutuhkan agar industri kecil ini mampu mengelola usahanya agar tidak merusak lingkungan, berbeda dengan industri besar yang sudah memiliki program CSR dalam agenda perusahaannya. Chairman of ASEAN Learning Network Counsil (H Surna Tjahja Djajadiningrat), menjelaskan perlunya perbaikan secara komprehensif dan juga kerjasama dari akademisi, pengusaha dan pemerintah agar bisa menjaga dan melestarikan sumber daya alam. Program ekonomi hijau di Indonesia masih tertinggal baru berada pada tahap intro belum mencapai seperti Negara-negara luar yang sudah mulai mencapai tahap growth. Entrepreneur Substainability Student Summit (E-Star) adalah salah satu program Keluarga Mahasiswa ITB yang bekerjasama dengan ASEAN Learning Network Council (ALNC) yang mengajarkan perencanaan bisnis ramah lingkungan secara komprehensif dan terstruktur. Fokus utama E-Star adalah kalangan muda, mereka akan dibelajarkan untuk menjadi seorang wirausaha yang dapat melakukan perubahan dalam hal ekonomi dan lingkungan, agar lebih baik. Program ini diisi 25 peserta yang barasal dari berbagai kalangan, mahasiswa dan dosen dari Asia ikut berpartisipasi, acara diselenggarakan selama 7 hari. Sumber: http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/industri-kecil-harus-diarahkan-ke-ekonomi-hijau….. diunduh 30/4/2012 INDUSTRI KEHUTANAN: Isu kehutanan masuk pilar ekonomi hijau Oleh: BALIBISNIS - Thu Apr 05, 6:39 am Kementerian Kehutanan akan mengupayakan sejumlah isu kehutanan menjadi salah satu pilar ekonomi hijau yang kini tengah dibahas oleh United Nations of Environmental Programe (UNEP) Menurut Sekjen Kementerian Kehutanan, tidak masuknya isu kehutanan sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan seperti yang dicetuskan pada Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio De Jeneiro, Brazil pada 1992 menjadi salah satu sebab terjadinya kerusakan lingkungan di berbagai kawasan dunia. “Oleh karena itu, kami mengharapkan konsep ekonomi hijau lebih menekankan pentingnya prinsip kelestarian dalam proses produksi dan konsumsi sumber daya hutan”. Sektor kehutanan berkontribusi menyeimbangkan fungsi ekonomi, ekologis, dan sosial lingkungan. Kegiatan ekonomi hijau di sketor kehutanan akan memprioritaskan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.Ekonomi hijau masih terus dibahas. Persoalannya, sektor kehutanan tidak masuk dalam tujuh konsep yang diprioritaskan UNEP.” Ekonomi hijau yang dibahas UNEP memang lebih mengedepankan pengembangan kota lestari, energi, pangan, pekerjaan, kelautan, air dan sanitasi. Perspektif ekonomi hijau lebih diarahkan pada pengembangan infrastruktur yang mendukung praktik ekonomi yang berkelanjutan. “Kalaupun tidak menjadi bagian dari ekonomi hijau UNEP, investasi hijau di Indonesia tetap terus dikembangkan.” Kementerian Kehutanan, akan menuntaskan pengembangan hutan-hutan tanaman industri seluas 500.000 hektar per tahun yang dapat dikelola sebagai sumber tanaman pangan dan energi terbarukan. Para Pemerhati Lingkungan mengungkapkan kegagalan pengembangan ekonomi keberlanjutan KTT Bumi seharusnya menjadi pelajaran serius bagi para pemangku kepentingan, yang tersebar di seluruh dunia. Pemerintah melalui perusahaan BUMN kehutanan akan melakukan divestasi terhadap sejumlah perusahaan yang mengantongi izin Hak pengusahaan Hutan (HPH) dan HTI yang belakangan mati suri akibat kebijakan otonomi dan kekurangan modal. Hingga kini terdapat 179 dari 285 unit industri pemilik izin HPH yang tidak aktif mengelola kawasan hutan. Selain itu, divestasi juga akan membantu 175 perusahaan HTI yang kekurangan modal akibat tidak dapat mengoptimalkan dana reboisasi. “Kalau divestasi melalui BUMN menemui jalan buntu, akan ditawarkan kepada investor baru. Sumber: http://bali-bisnis.com/index.php/industri-kehutanan-isu-kehutanan-masuk-pilar-ekonomi-hijau/….. diunduh 30/4/2012 INSENTIF UNTUK “GREEN INDUSTRY” Pemerintah sedang membahas pemberian insentif bagi green industry (industri hijau), yakni industri yang operasionalnya berwawasan lingkungan. Sementara itu, gerakan peduli lingkungan di Tanah Air makin meluas, yang aktivitasnya dikemas dalam berbagai bentuk. Merujuk pada pemberitaan media massa, berbagai lembaga, organisasi dan masyarakat, makin sering melaksanakan kegiatan yang terkait dengan ramah lingkungan. Misalnya, penanaman pohon dan acara bersepeda ria. Tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan “Gerakan Penanaman Satu Miliar Pohon”. Aktivitas itu berlanjut di daerah-daerah. Menteri Perindustrian MS Hidayat dalam pernyataan tertulis menyambut pencanangan “Gerakan Green Industry”, baru-baru ini, mengatakan, industri yang berwawasan lingkungan berarti industri yang mampu menyelaraskan operasinya dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta mengutamakan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Menurut Menperin, industri hijau bisa dilakukan di mana para pelaku tidak menganggap hal itu sebagai biaya. Implementasi green industry jangan dianggap sebagai biaya, tetapi capital, hal ini dapat dilakukan secara bertahap. Pemerintah melihat kemungkinan untuk memberikan insentif bagi industri yang bisa mengimplementasikan program tersebut. Pemerintah sedang membahas kemungkinan pemberian insentif itu. Pada saat ini, pembahasan hal tersebut dilakukan sejalan dengan pembahasan insentif fiskal seperti tax allowance lewat revisi PP Nomor 62 Tahun 2008 dan tax holiday lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) turunan PP nomor 94 tahun 2010. Menteri Perindustrian menyatakan bahwa kalau industri kita maju maka akan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Dengan demikian Indonesia tidak perlu lagi mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri, karena di dalam negeri sudah tersedia lapangan kerja yang sangat memadai. Sumber: http://www.tubasmedia.com/berita/insentif-untuk-green-industry/ ….. diunduh 30/4/2012. INSENTIF UNTUK “GREEN INDUSTRY” Konsumsi Energi Sementara itu, menurut Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kemenperin, beberapa jenis industri, seperti semen dan besi baja, merupakan industri dengan tingkat konsumsi energi yang masih dalam skala besar. Sekarang, sektor otomotif secara bertahap mengarah pada implementasi industri hijau, seperti lebih irit BBM dan penggunaan BBM dengan tingkat emisi karbon yang lebih rendah. “Contohnya sekarang mesin otomotif global sudah mengarah pada implementasi Euro 4, 5 dan 6. Industri hijau dimaksudkan agar proses produksinya efisien, termasuk konsumsi listrik hingga ke persoalan pengaturan limbah dan emisi (karbon). Dengan cara seperti ini diharapkan, biaya produksi menjadi lebih rendah. Budi Darmadi menjelaskan bahwa pemerintah menyiapkan insentif untuk sektor otomotif, yaitu kepada perusahaan yang sanggup memproduksi mobil murah dan ramah lingkungan. “Ini butuh proses dan untuk mengembangkan gerakan perlu aturan yang bersifat mengikat. Green industry telah menjadi trend karena dibutuhkan dalam rangka efisiensi”. Menurut Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Yoshinori Katori, persoalan lingkungan hidup menjadi salah satu tantangan bagi industri di Asia yang semakin berkembang. Keterlibatan pelaku industri, menjadi sangat penting dalam mengembangkan gerakan industri hijau. Sumber: http://www.tubasmedia.com/berita/insentif-untuk-green-industry/ ….. diunduh 30/4/2012. INSENTIF UNTUK “GREEN INDUSTRY” Pembangunan Berkelanjutan Para pakar lingkungan hidup berpendapat bahwa tidak ada pilihan lain, semua pihak harus peduli pada kelestarian lingkungan. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan atau sustainable development dapat dipertahankan. Sejak 1960-an masyarakat dunia telah menggaungkan pembangunan berkelanjutan. Berbagai pertemuan bertaraf internasional sudah diselenggarakan untuk menyusun rekomendasi atau aksi mengenai pentingnya perhatian pada lingkungan. Setiap 10 tahun diselenggarakan pertemuan puncak atau konferensi tingkat tinggi, dengan tema pembangunan berkelanjutan. Di atas kertas hasilnya amat bagus, tetapi implementasinya, tidak seperti yang diharapkan. Esensi dari konsep “peduli lingkungan” adalah efisiensi pada semua kegiatan. Dengan efisiensi dapat dihemat penggunaan sumber daya alam, yang pada gilirannya mengurangi eksploitasi alam. Maka, kerelaan untuk melaksanakan pola hidup sederhana adalah bagian inti dari program peduli lingkungan. Menurut Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), kerusakan lingkungan secara langsung atau tidak langsung dapat mengganggu makhluk hidup. Terlebih lagi, Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di antara tiga lempeng dunia memiliki kerawanan cukup tinggi akan potensi bencana, termasuk akibat kerusakan lingkungan. Penyumbang terbesar pemanasan global, khususnya di kota-kota besar di dunia, adalah emisi kendaraan bermotor dan gas buangan industri. KLH telah menyelenggarakan berbagai kegiatan, seperti program sekolah berbudaya lingkungan, pemberian penghargaan Kalpataru dan Adipura. Selain itu, penghargaan bagi pengusaha yang mampu menerapkan inovasi dalam penciptaan nilai dan keunggulan lingkungan. Pemanasan global tidak bisa dihentikan begitu saja, namun, manusia harus berusaha mengurangi dampaknya dengan menerapkan tindakan berbudaya lingkungan. Sumber: http://www.tubasmedia.com/berita/insentif-untuk-green-industry/ ….. diunduh 30/4/2012. Pengembangan Teknologi Bersih dan Kimia Hijau dalam Meminimalisasi Limbah Industri Terbitan LEMIGAS ISSN 0125-9644 Edisi No. 1 / Vol.42 / April 2008 Teknologi atau proses yang digunakan industri-industri untuk memproduksi produk-produk yang kita butuhkan sangat mempengaruhi kualitas hidup kita terutama terhadap lingkungan dan kesehatan. Pada umumnya industriindustri masih banyak menghasilkan limbah yang merusak lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan solusi untuk meminimalisasi limbah industri atau kerusakan lingkungan dengan mengembangkan teknologi bersih (clean technology) berdasarkan konsep kimia hijau (green chemistry). Pengembangan teknologi atau proses untuk meminimilisasi limbah perlu pertimbangan beberapa aspek yaitu Faktor Lingkungan (Environmental Factor), Utilisasi Atom, dan Peran Katalisis (Proses Katalitik). Aspek yang paling penting dan juga mempunyai pengaruh untuk meminimalisasi limbah industri-industri adalah proses katalitik. INDUSTRI EKOWISATA Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Menjamin kelestarian MENGANDUNG MAKNA konservasi (UNEP, 1980) : 1. 2. 3. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan. Melindungi keanekaragaman hayati. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya. Di dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata mempergunakan pendekatan pelestarian dan pemanfaatan. Kedua pendekatan ini dilaksanakan dengan menitikberatkan pelestarian dibanding pemanfaatan. Sumber: http://library.gunadarma.ac.id/journal/view/3975/pengembangan-teknologi-bersih-dan-kimia-hijaudalam-meminimalisasi-limbah-industri.html ….. diunduh 30/4/2012 PRODUKSI BERSIH Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang sifatnya mengarah pada pencegahan dan terpadu untuk diterapkan pada seluruh siklus produksi. Produksi bersih merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif atau pencegahan dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan . Hal tersebut, memiliki tujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik pada penggunaan bahan mentah, energi dan air, mendorong performansi lingkungan yang lebih baik, melalui pengurangan sumbersumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi dampak produk terhadap lingkungan. Produksi bersih berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah, yang merupakan salah satu indikator inefisiensi. Dengan demikian, usaha pencegahan tersebut harus dilakukan sejak awal proses produksi dengan mengurangi terbentuknya limbah serta pemanfaatan limbah yang terbentuk melalui daur ulang. Keberhasilan upaya ini akan menghasilkan penghematan yang besar karena penurunan biaya produksi yang signifikan sehingga pendekatan ini dapat menjadi sumber pendapatan. Istilah produksi bersih mulai diperkenalkan oleh UNEP (United Nations Environment Program) pada bulan Mei 1989 dan diajukan secara resmi pada bulan September 1989 pada seminar The Promotion of Cleaner Production di Canterbury, Inggris. Indonesia sepakat untuk mengadopsi definisi yang disampaikan oleh UNEP tersebut . Beberapa kata kunci yang perlu dicermati dalam produksi bersih adalah pencegahan, terpadu, terus-menerus dan mengurangi risiko. Dalam strategi pengelolaan lingkungan melalui pendekatan produksi bersih, segela upaya dilakukan untuk mencegah atau menghindari terbentuknya limbah. Keterpaduan dalam konsep produksi bersih dicerminkan dari banyaknya aspek yang terlibat seperti sumber daya manusia, teknik teknologi, finansial, manajerial dan lingkungan. Strategi produksi bersih menekankan adanya upaya pengelolaan lingkungan secara terusmenerus. Suatu keberhasilan atau pencapaian target pengelolaan lingkungan bukan merupakan akhir suatu upaya melainkan menjadi input bagi siklus upaya pengelolaan lingkungan berikutnya. Mengurangi risiko dalam produksi bersih dimaksudkan dalam arti risiko keamanan, kesehatan, manusia dan lingkungan serta hilanganya sumber daya alam dan biaya perbaikan atau pemulihan. Produksi bersih diperlukan sebagai suatu strategi untuk mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan dengan kegiatan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah serta memperkuat daya saing produk di pasar internasional . Sumber: ….. diunduh 30/4/2012. PRINSIP-PRINSIP PRODUKSI BERSIH Prinsip-prinsip pokok dalam produksi bersih adalah : 1. Mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan baku, air, dan energi serta menghindari pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga mencegah dari atau mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta risikonya terhadap manusia. 2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik terhadap proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk. 3. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku semua pihak terkait baik dari pihak pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia (industriawan). Selain itu juga, perlu diterapkan pola manajemen di kalangan industri maupun pemerintah yang telah mempertimbangkan aspek lingkungan. 4. Mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen dan prosedur standar operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu membutuhkan biaya investasi yang tinggi, kalaupun terjadi seringkaliwaktu yang diperlukan untuk pengembalian modal investasi relatif singkat. 5. Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan sendiri dan peraturan yang sifatnya musyawarah mufakat dari pada pengaturan secara command control. Jadi, pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk mengubah sikap dan tingkah laku. Produksi Bersih dapat dijadikan sebuah model pengeloaan lingkungan dengan mengedepankan efisiensi yang tinggi pada sebuah industry, sehingga timbulan/hasil limbah dari sumbernya dapat dicegah dan dikurangi. Penerapan Produksi Bersih akan menguntungkan industri karena dapat menekan biaya produksi, adanya penghematan, dan kinerja lingkungan menjadi lebih baik. Penerapan Produksi Bersih di suatu kawasan industri dapat digunakan sebagai pendekatan untuk mewujudkan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan Sumber: ….. diunduh 30/4/2012. EFISIENSI EKONOMI Efisiensi dalam ilmu ekonomi digunakan untuk merujuk pada sejumlah konsep yang terkait pada kegunaan pemaksimalan serta pemanfaatan seluruh sumber daya dalam proses produksi barang dan jasa. Sebuah sistem ekonomi dapat disebut efisien bila memenuhi kriteria berikut: 1. Tidak ada yang bisa dibuat menjadi lebih makmur tanpa adanya pengorbanan. 2. Tidak ada keluaran yang dapat diperoleh tanpa adanya peningkatkan jumlah masukan. 3. Tidak ada produksi bila tanpa adanya biaya yang rendah dalam satuan unit. Definisi tersebut tidak akan selalu sama akan tetapi pada umumnya akan mencakup semua ide yang hanya dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia. Sebuah sistem ekonomi yang efisien dapat memberi lebih banyak barang dan jasa bagi masyarakat tanpa menggunakan lebih banyak sumber daya. Dalam ekonomi pasar secara umum diyakini akan lebih efisien dibandingkan dengan alternatif lainnya yang pertama mendasar dalil kesejahteraan berdasarkan penyediaan kepercayaan oleh karena itu bagi yang menyatakan bahwa setiap pasar berkeseimbangan sempurna berdasarkan kompetitif adalah efisien (tetapi hanya ada bila tidak teradi ketidaksempurnaan pasar). Kebijakan reformasi dalam ekonomi mikro adalah bertujuan membuat kebijakan yang mengurangi distorsi ekonomi dan peningkatan efisiensi ekonomi. Namun, tidak ada teori dasar yang jelas bahwa dengan menghapus distorsi pasar maka akan selalu dapat meningkatkan efisiensi ekonomi. Selanjutnya yang kedua berdasarkan dalil yang menyatakan bahwa jika ada beberapa distorsi pasar maka tidak dapat dihindari hanya dalam satu sektor saja yang akan bergerak ke arah yang lebih besar dalam kesempurnaan pasar terdapat sektor lain yang bisa menurunkan efisiensi. Kriteria alternatif Beberapa kriteria alternatif untuk efisiensi ekonomi, termasuk: 1. Efisiensi Pareto 2. Efisiensi Kaldor-Hicks 3. Efisiensi-X 4. Efisiensi Allokasi 5. Efisiensi Distribusi 6. Efisiensi produktif 7. Optimasi fungsi kesejahteraan sosial 8. Maksimalisasi utilitas Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Efisiensi_%28ekonomi%29 ….. diunduh 30/4/2012 PRODUKSI BERSIH (CLEANER PRODUCTION) February 15, 2011 industri16heriyanto Comments off Pada tahun 1989 UNEP ( United Nations Environment Program) memperkenalkan konsep Produksi Bersih yang didefinisikan sebagai “upaya penerapan yang kontinu dari suatu strategi pengelolaan lingkungan yang integral dan preventif terhadap proses dan produk untuk mengurangi terjadinya resiko terhadap manusia dan lingkungan”. Produksi Bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang diterapkan untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan lingkungan. Strategi konvensional dalam pengelolaan limbah didasarkan pada pendekatan pengolahan limbah yang terbentuk (end-of pipe treatment). Pendekatan ini terkonsentrasi pada upaya pengolahan dan pembuangan limbah dan untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Strategi ini dinilai kurang efektif karena bobot pencemaran dan kerusakan lingkungan terus meningkat. Kelemahan yang terdapat pada pendekatan pengolahan limbah secara konvensional adalah : 1. Tidak efektif memecahkan masalah lingkungan karena hanya mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari satu media ke media lain. 2. Bersifat reaktif yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah. 3. Karakteristik limbah semakin kompleks dan semakin sulit diolah 4. Investasi dan biaya operasi pengolahan limbah relatif mahal dan hal ini sering dijadikan alasan oleh pengusaha untuk tidak membangun instalasi pengolahan limbah. 5. Peraturan perundang-undangan yang ada masih terpusat pada pembuangan limbah, belum mencakup upaya pencegahan. Untuk mengatasi kelemahan strategi konvensional tersebut maka dikembangkan program produksi bersih yang dalam pelaksanaannya mempunyai urutan prioritas sebagai berikut : 1. Pencegahan pencemaran (Pollution prevention) 2. Pengendalian pencemaran (Pollution Control) 3. Remediasi (Remediation) Dalam tahap proses, produksi bersih mencakup upaya konservasi, bahan baku dan energi, menghindari penggunaan bahan yang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), mengurangi jumlah dan kadar toksisitas semua limbah dan emisi yang dihasilkan sebelum meninggalkan tahap proses. Untuk produk, produksi bersih memusatkan perhatian pada upaya pengurangan daampak di keseluruhan daur hidup produk mulai dari ekstraksi bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tidak digunakan. Strategi produk bersih mencakup upaya pencegahan pencemaran melalui alternatif jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup dan teknologi bersih. Sumber: http://industri16heriyanto.blog.mercubuana.ac.id/2011/02/15/produksi-bersih-cleaner-production/ ….. diunduh 30/4/2012. PRODUKSI BERSIH (CLEANER PRODUCTION) February 15, 2011 industri16heriyanto Comments off MANFAAT PRODUKSI BERSIH Manfaat penerapan produksi bersih antara lain (Bratasida, 1996, Helmy, 1997) Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui upaya minimisasi limbah, daur ulang pengolahan dan pembuangan limbah yang aman. Mendukung prinsip Pemeliharaan Lingkungan dalam rangka pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Dalam jangka panjang dapatmeningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi serta efisien. Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi eksploitasi sumberdaya alam melalui penerapan daaur ulang limbah di dalam proses yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Memberikan peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction and in process recycling) yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini, dengan demikian dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan. Memperkuat daya saing produksi di pasar global. Meningkatkan citra produsen dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja. KESIMPULAN Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan Standar ISO Seri 14000 tidak menghambat laju pembangunan dan pertumbuhan ekonomi atau merupakan beban bagi produsen. Upaya tersebut justru merupakan kebutuhan bagi produsen, karena : 1. Dapat menjamin kelangsungan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. 2. Dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan memberikan citra baik kepada produsen. 3. Meningkatkan efisiensi agar mampu bersaing di pasar global, sehingga dapat meraih keuntungan. Sistem Manajemen Lingkungan Standar ISO Seri 14000 adalah perangkat Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Terpadu yang bersifat preventif dan proaktif sehingga tujuan penerapan konsep Pembangunan Berkelanjutan dapat tercapai Sumber: http://industri16heriyanto.blog.mercubuana.ac.id/2011/02/15/produksi-bersih-cleaner-production/ ….. diunduh 30/4/2012. FAKTOR KUNCI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PENDAHULUAN Lingkungan telah menjadi bagian yang sangat penting dari bisnis. Berkenaan dengan pernyataan tersebut, setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu green consumerism dan lingkungan sebagai non-tariff barrier. Green consumerism membuat produk-produk harus berorientasi lingkungan dan harus dibuat dengan proses yang ramah lingkungan. Dilain pihak, banyak negara, terutama masyarakat eropa, telah mulai memasukkan faktor lingkungan ke dalam perdagangan. Lingkungan telah dijadikan sebagi non-tariff barrier. Artinya untuk memasuki pasar dengan kedua karakteristik di atas diperlukan kaji-ulang atas kinerja lingkungan yang telah kita lakukan selama ini. Apakah sudah sama dengan persepsi para green consumer ataukah sudah memenuhi persyaratan nontariff di atas. Permasalahannya adalah bahwa sebagian dari kita masih menganggap pengelolaan lingkungan sebagai beban biaya. Contoh paling nyata adalah pengelolaan limbah yang telah membebani perusahaan. Mengelola lingkungan dengan fokus pengolahan limbah atau end-of-pipe ini sudah selayaknya ditinggalkan. Paradigma pengelolaan lingkungan perlu digeser ke arah pencegahan gangguan lingkungan atau up-the-pipe. Salah satu pendekatan up-the-pipe yang mulai banyak diterapkan adalah Cleaner Production. Cleaner Production telah mulai diterapkan di banyak negara. Pendekatan ini ternyata mampu memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan pendekatan pengelolaan lingkungan. Sumber: http://industri16heriyanto.blog.mercubuana.ac.id/2011/02/15/produksi-bersih-cleaner-production/ PRODUKSI BERSIH Produksi Bersih merupakan model pengelolaan lingkungan dengan mengedepankan bagaimana pihak manajemen untuk selalu berpikir agar dalam setiap kegiatan yang dilakukan mempunyai efisiensi tinggi sehingga timbulan limbah dari sumbernya dapat dicegah dan dikurangi. Penerapan Produksi Bersih akan menguntungkan industri karena dapat menekan biaya produksi, adanya penghematan, dan kinerja lingkungan menjadi lebih baik. Penerapan Produksi Bersih di suatu kawasan industri dipakai sebagai pendekatan untuk mewujudkan Kawasan Eco-industrial (Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan). Penerapan Produksi Bersih di kawasan akan memberikan keuntungan berlebih dibanding dengan keuntungan yang diperoleh industri secara sendiri-sendiri. Produksi Bersih merupakan tindakan efisiensi pemakaian bahan baku, air dan energi, dan pencegahan pencemaran, dengan sasaran pening katan produktivitas dan minimisasi timbulan limbah. Istilah Pencegahan Pencemaran seringkali digunakan untuk maksud yang sama dengan istilah Produksi Bersih. Demikian pula halnya dengan Eco-efficiency yang menekankan pendekatan bisnis yang memberikan peningkatan efisiensi secara ekonomi dan lingkungan. Pola pendekatan produksi bersih bersifat preventif atau pencegahan timbulnya pencemar, dengan melihat bagaimana suatu proses produksi dijalankan dan bagaimana daur hidup suatu produk. Pengelolaan pencemaran dimulai dengan melihat sumber timbulan limbah mulai dari bahan baku, proses produksi, produk dan transportasi sampai ke konsumen dan produk menjadi limbah. Pendekatan pengelolaan lingkungan dengan penerapan konsep produksi bersih melalui peningkatan efisiensi merupakan pola pendekatan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan daya saing. Menurut UNEP, Produksi Bersih adalah strategi pencegahan dampak lingkungan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada proses, produk, jasa untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan dan mengurangi resiko terhadap manusia maupun lingkungan (UNEP, 1994). Produksi Bersih, menurut Kementerian Lingkungan Hidup, didefinisikan sebagai : Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus-menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga dapat meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan (KLH,2003). Penerapan Produksi Bersih sangat luas mulai dari kegiatan pengambilan bahan termasuk pertambangan, proses produksi, pertanian, perikanan, pariwisata, perhubungan, konservasi energi, rumah sakit, rumah makan, perhotelan, sampai pada sistem informasi. tanpa perlakuakn fisika, kimia dan biologi. Sumber: http://srwahyuni.blogspot.com/2011/01/produksi-bersih.html ….. diunduh 30/4/2012 PRODUKSI BERSIH Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim) (UNEP, 1999). Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih dalam Kebijakan Nasional Produksi Bersih (KLH, 2003) dituangkan dalam 5R (Re-think, Reuse, Reduction, Recovery and Recycle). 1. 2. 3. 4. 5. 6. Elimination (pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai produk. Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiaran yang harus dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi : - Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk - Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait pemerintah, masyarakat maupun kalangan usaha Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi timbulan limbah pada sumbernya. Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi. Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuakn fisika, kimia dan biologi. Recovery/ Reclaim (pungut ulang, ambil ulang) adalah upaya mengambil bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuakn fisika, kimia dan biologi. Sumber: http://srwahyuni.blogspot.com/2011/01/produksi-bersih.html ….. diunduh 30/4/2012 UNIDO UNITED NATION INDUSTRIAL DVELOPMENT ORGANIZATION Global Megatrends The world’s economic slowdown is not the only issue affecting developing countries as they strive to build their economies and improve living standards. In his speech, the Director-General discussed these so-called ‘global megatrends’ and their implications. Here is an outline: The food, fuel and financial crises continue to strain fragile economies. Loss of exports, reduced growth and concomitant rising unemployment is resulting in deepening poverty for many. Meanwhile, food prices have increased by more than 50 per cent over the past three years and the longterm trend for fuel prices is upwards. Demographics. Rapid population growth in developing countries means increased demand for food and fuel. In 1959, Africa’s population was estimated at 221 million. In 2009, it reached one billion and continues to increase rapidly. The illicit economy is growing worldwide. Statistics show that poverty, and the lack of jobs and economic prospects for growing populations, is linked to an increase in crime and illegal migration. Climate change is the defining global trend of our time. Developing countries are suffering most from the effects of global warming even though they contribute the least to greenhouse gas emissions. Green growth and green industry. Energy access is crucial for development, economic growth and poverty reduction. Developing countries are ready to adopt clean technologies and build green industry, but they need international help to do so. Globalization is creating greater interdependence and market connectivity, but not all developing countries and regions are growing at the same pace. Some are booming while in others the share of global trade has grown only slightly in the past decade. Sumber: http://www.unido.org/fileadmin/user_media/PMO/GC13/GC_13%20.PDF….. Diunduh 26/4/2012 GREEN ACTIVITY California Employment Development Department Green or clean is any activity or service that performs at least one of the following: 1. Generating renewable energy 2. Recycling existing materials 3. Energy efficient product manufacturing, construction, installation, and maintenance 4. Education, compliance and awareness 5. Natural and sustainable product manufacturing Generating and storing renewable energy -- Includes alternative energy generated by, but not limited to: 1. Wind Energy 2. Solar Energy 3. Water / Hydro Energy 4. Biofuels 5. Biomass 6. Hydrogen fuel cells Recycling existing materials - Corporations involved in the collection and processing of recyclable materials, including those running a recycling or wastewater plant. Includes environmental clean-up and remediation (does not include companies that recycle paper, glass, and cans in a bin.). Energy efficient product manufacturing, distribution, construction, installation, and maintenance – This includes companies involved in the research, development, and manufacturing of products such as solar panels, energy efficient light bulbs, and vehicles. It also includes construction companies that install and repair these products in new or existing residential or commercial real estate, as well as real estate planning and land development. Education, compliance, and awareness -- This sector includes: 1. Training providers for curricula such as solar panel installation, energy auditing, sustainability management, and environmental careers. 2. Environmental consulting 3. Governmental/legislative compliance 4. Conservation and wildlife programs 5. Trading and offsets 6. Social assistance Natural and sustainable product manufacturing -- Includes companies that create products using natural materials. Also includes businesses that produce safe, nontoxic products; bamboo products; products out of previously-recycled materials, and agricultural firms that practice sustainable farming. Sumber: http://www.floridaenergyworkforce.org/pdf/green_definitions.pdf ….. Diunduh 26/4/2012 Colorado (study by The American Solar Energy Society and Management Information Services, Inc.) A job in the Renewable Energy (RE) industry consists of an employee working in one of the major RE technologies included– wind, photovoltaics, solar thermal, hydroelectric power, geothermal, biomass (ethanol, biodiesel, and biomass power), and fuel cells and hydrogen. In addition, in this study, jobs in RE include persons involved in RE activities in the federal, state, and local governments, universities, trade and professional associations, NGOs, consultants, investment company analysts, etc. A job in the Energy Efficiency (EE) industry consists of an employee working in a sector that is entirely part of the EE industry, such as an ESCO or the recycling, reuse, and remanufacturing sector. It also includes some employees in industries in which only a portion of the output is classified as within the EE sector, such as household appliances, HVAC systems, construction, etc. Finally, jobs in EE include persons involved in EE activities in the federal, state, and local governments, universities, , trade and professional associations, NGOs, consultants, investment company analysts, etc. Ekoefisiensi Pada Klaster Industri Berbasis Pertanian Oleh : Ir. Abil Huda, MM Widyaiswara Madya Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah Peluang pengembanganekoefisiensi pada klaster industri pertanian dapat dilakukan dalam beberapa langkah. Langkah tersebut yakni antara lain : 1. Optimalisasi rantai produksi pertanian. Perlunya mata rantai produksi yang seefisiensi mungkin, sehingga biaya dalam proses produksi dapat efisien dan pada output produksi tidak mencemari lingkungan 2. Mencari potensi dan masalah inefisiensi produksi. Hal ini dilakukan identifikasi dan analisis terhadap potensi dan masalah adanya output yang bukan produk yang diharapkan (hasil sampingan). 3. Efisiensi kolektif dalam klaster. Dengan membentuk mekanisme aktivitas bersama dalam klaster industri pertanian sehingga diharapkan tercipta efisiensi ekonomi, sosial maupun lingkungan 4. Rencana program kerja. Program kerja bertujuan meningkatkan kapasitas industri baik secara ekonomi maupun lingkungan berdasar pada ekoefisiensi 5. Rencana Aktivitas Kolektif Pelaku Industri Pertanian. Hal ini dilakukan melalui rencana aksi masyarakat di sekitar lingkungan industri pertanian. Dalam hal ini skenario besar dalam rencana aktivitas kolektif yakni melakukan langkahlangkah kaji diri sendiri, kaji jalan keluar, kaji prioritas dan kelembagaan. Diunduh dari: http://badandiklat.jatengprov.go.id/index.php?p=wi&m=dt&id=21 Sumber: ….. Diunduh 26/4/2012 District of Columbia DC Office of Planning (study by Louis Berger Group) Green jobs are career-track employment opportunities in emerging environmental industries as well as conventional businesses and trades, created by a shift to more sustainable practices, materials, and performance. The definition includes both lower and higher skilled employment opportunities that minimize the carbon footprint of all necessary inputs and directly result in the: 1. 2. 3. 4. Restoration of the environment Generation of clean energy and improved energy efficiency Creation of high performing buildings, and Conservation of natural resources EKOEFISIENSI KURANGI DAMPAK PENCEMARAN INDUSTRI Perkembangan industri yang pesat telah memberikan nilai tambah ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan. Untuk mengurangi pencemaran lingkungan tersebut, diperlukan adanya penerapan ekoefisiensi pada kegiatan industri, seperti industri tenun. Tujuan penerapan ekoefisiensi ini adalah untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan per satuan barang yang diproduksi dan dikonsumsi. Dengan mengurangi sumberdaya yang diperlukan bagi terbentuknya produk serta pelayanan yang lebih baik, maka diharapkan bisnis dapat mencapai keuntungan karena memiliki daya saing. Dalam penerapan ekoefisiensi dapat menggunakan pendekatan sederhana tata kelola yang tepat, sehingga mampu menghemat biaya karena membantu penghematan biaya produksi dan peningkatan produktivitas. Selain itu, pendekatan tersebut juga bermanfaat pada kinerja lingkungan yang lebih baik. Diunduh dari: http://perindagkop.pekalongankota.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=407 :ekoefisiensi-kurangi-dampak-pencemaran-industri&catid=85:pelatihan&Itemid=130 Sumber: ….. Diunduh 26/4/2012 UNIDO UNITED NATION INDUSTRIAL DVELOPMENT ORGANIZATION Green Industry for a sustainable and economically viable future If we want a sustainable and economically viable future, we need to ensure our industry does not harm the environment. We call this Green Industry. UNIDO helps developing countries to secure resource-efficient low-carbon growth. This creates new jobs while protecting the environment. We help developing countries move to clean technologies and implement environmental agreements. We provide services and expertise to promote sustainable patterns of production. And that's good news for all of us and for the global climate. Wisatawan Wisatawan pada umumnya terbagi atas dua macam yaitu wisatawan manca negara dan wisatawan nusantara. Ditinjau dari umur maka ada wisatawan yang remaja dan orang tua. Untuk wisatawan yang tua umumnya ingin paket yang santai, tidak berat menarik dan fasilitas sesuai kemampuannya dapat tersedia. Para wisatawan yang muda disamping panorama yang indah dan menarik mereka ingin juga mendapat pengalaman-pengalaman yang bersifat khas seperti mendaki gunung (hiking), rafting dan lain-lain. Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=1001276….. Diunduh 26/4/2012 FOKUS INDUSTRI HIJAU In the last few years, keeping with its mandate, UNIDO coined the concept Green Industry to place sustainable industrial development in the context of new global sustainable development challenges. Green Industry means economies striving for a more sustainable pathway of growth, by undertaking green public investments and implementing public policy initiatives that encourage environmentally responsible private investments. Greening of Industry is a method to attain sustainable economic growth and promote sustainable economies. It includes policymaking, improved industrial production processes and resource-efficient productivity. Our Green Industry Initiative creates awareness, knowledge and capacities. We work with governments to support industrial institutions that in turn provide assistance to enterprises and entrepreneurs in all aspects relating to the greening of industry. Following is a brief overview of the sectors within which we work. Resource Efficient and Cleaner Production (RECP): Taking care of materials, energy, water, waste and emissions makes good business sense. RECP is the way to achieve this. RECP covers the application of preventive management strategies that increase the productive use of natural resources, minimize generation of waste and emissions, and foster safe and responsible production. Cleaner Production (CP): RECP uses CP to accelerate the application of preventive environmental strategies to processes, products and services, to increase efficiency and reduce risks to humans and the environment. It addresses: 1. Production Efficiency: optimization of the productive use of natural resources (materials, energy and water); 2. Environmental management: minimization of impacts on environment and nature through reduction of wastes and emissions; and, 3. Human Development: minimization of risks to people and communities and support for their development. Sumber: ….. Diunduh 26/4/2012 FAKUS INDUSTRI HIJAU The Stockholm Convention and Persistent Organic Pollutants (POPs): The Stockholm Convention is a global treaty to protect human health and the environment from chemicals, Persistent Organic Pollutants (POPs), that remain intact in the environment for long periods of time, become widely distributed geographically, accumulate in the fatty tissue of humans and wildlife, and have adverse effects to human health or to the environment The Montreal Protocol (MP): The Montreal Protocol is an international environment treaty designed to protect the ozone layer by phasing out the production of a number of substances believed to be responsible for ozone depletion. Since 1989, a time table establishes the different phase-outs; for example, it has been agreed to initially phase-out hydro-chlorofluorocarbon (HCFC) – a chemical compound containing hydrogen – by 2015, with a final phase-out by 2030. In its daily work, UNIDO focuses on cost-effective ways to reduce ozonedepleting substances (ODS), such as freons, halons and chlorofluorocarbons (CFC), in the areas of refrigeration, plastic foams, halons, solvents, fumigants and aerosol. Chemicals Management: UNIDO works with projects, policies and regulations, institutions and sectoral capacity-building, development of preventative approaches and new business models such as Chemical Leasing, to assist enterprises reducing risks and impacts associated to the use of chemicals. Chemical Leasing (ChL): Chemical Leasing (ChL) is a strategy which creates a business environment to tackle the challenges of the changing global context and offers solutions for sound management of chemicals and reduction of emissions to the environment. UNIDO plays a leading and coordinating role for the implementation and further development of ChL. Sumber: ….. Diunduh 26/4/2012 FAKUS INDUSTRI HIJAU Corporate Social Responsibility (CSR): Nowadays, requirements for the integration of environmental concerns, human rights issues, fair labour conditions and good governance in industrial development are significantly affecting the business sectors in developing and transition countries. This is referred to as Corporate Social Responsibility (CSR). In this context, UNIDO works on a framework for small- and medium-sized firms (SMEs) that helps translate CSR principles into a relevant SME perspective, thereby enhancing their competitiveness and market access. Through a series of technical assistance activities, global forum events and research projects, UNIDO offers SMEs and their support institutions a simple and practical approach to meet productivity/quality, environmental and social requirements of stakeholders in this area. Water Management: UNIDO’s Water Management programme provides services to transfer the best available environmentally sound technologies and environmental practices to improve water productivity in industry, as well as prevent discharge of industrial effluents into international waters (rivers, lakes, wetlands and coastal areas). Protecting water resources for future generations is amongst the top priorities. PENGELOLAAN ENERGI Energy access is linked a global challenge needing to be addressed; it has links in social development and poverty alleviation, environmental degradation and climate change, and food security. It is a defining issue of our time. UNIDO aims to provide access to modern energy services for the poor, with emphasis on renewable energy projects. The Organization further helps to increase productivity and competitiveness by improving industrial energy efficiency projects, and works on reducing GHG emissions through capacity-building projects for climate change in general, and Kyoto Protocol mechanisms in particular. Sumber: ….. Diunduh 26/4/2012 EFISIENSI SUMBERDAYA DAN PRODUKSI BERSIH Resource Efficient and Cleaner Production (RECP) Resource Efficient and Cleaner Production (RECP) is the continuous application of preventive environmental strategies to processes, products and services to of increase efficiency and reduce risks to humans and the environment. RECP addresses the three sustainability dimensions individually and synergistically: 1. 2. 3. Production Efficiency: optimisation of productive use of natural resources (materials, energy and water); Environmental management: minimisation of impacts on environment and nature; Human Development: minimisation of risks to people and communities and support for heir development. Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Dalam bidang asuransi, risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan ketidakpastian, di mana jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian. Menghilangkan risiko berarti menghapuskan semua kemungkinan terjadinya kerugian misalnya dalam mengendarai mobil di musim hujan, kecepatan kendaraan dibatasi maksimum 60 km/jam. Meminimasi risiko dilakukan dengan upaya-upaya untuk meminimumkan kerugian misalnya dalam produksi, peluang terjadinya produk gagal dapat dikurangi dengan pengawasan mutu (quality control). Menahan sendiri risiko berarti menanggung keseluruhan atau sebagian dari risiko, misalnya dengan cara membentuk cadangan dalam perusahaan untuk menghadapi kerugian yang bakal terjadi (retensi sendiri). Sedangkan pengalihan/transfer risiko dapat dilakukan dengan memindahkan kerugian/risiko yang mungkin terjadi kepada pihak lain, misalnya perusahaan asuransi. Diunduh dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Risiko Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=1001276….. Diunduh 26/4/2012 INDUSTRI HIJAU Green Industry, the flagship concept of the UNIDO, and its main contribution to the global debate on sustainability in the 21st century, is defined by UNIDO first and foremost as an integral part and a core pillar of a Green Economy. As such, Green Industry enables industries to pursue low-carbon objectives, resource efficiency and greater social and environmental responsibilities for their operations and products, while at the same time saving money and increasing their competitiveness. Furthermore, Green Industry approach stimulates the creation of new jobs (i.e. green jobs), new business ventures and drives technology development and innovation. It should be noted that while Green Economy offers a macro-economic view of green transition across all the economic systems and sectors, Green Industry zooms in on the productive and tradable goods sectors. In this context, the UNIDO concept of Green Industry offers developing countries some answers to the current questions and concerns with regard to the cost and benefits (but also the opportunities) of the green transition. If developed and presented strategically, Green Industry could receive a lot of support and appreciation from developing countries as the leading approach to the global transition to Green Economy. As it stands now, UNIDO’s concept of green industry is built on the following two premises: 1. Greening Industry – ensuring that all industries improve their environmental performance and their resource and material efficiency, including water, energy and materials and feedstock. 2. Green Industry – stimulating the development of industries that provide environmental goods and services, and in that context green jobs and technology transfer/technological change. While this approach is sufficiently broad to include industrial environmental management and green growth issues, it is the view here that the concept needs to be further developed to provide the missing answers to the concerns raised by developing countries regarding the cost of transition and its impact on jobs, growth and market access/international trade. Providing concrete examples of pathways and possibilities that are winwin and supportive for the developmental objectives of developing countries will help to build Green Industry not only as a complementary concept to Green Economy, but as the main driver of the global transition to green growth and sustainable development. Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=1001276….. Diunduh 26/4/2012 CLEANER AND SUSTAINABLE PRODUCTION UNIT The Unit is responsible for promoting the adaptation and adoption of Resource Efficient and Cleaner Production (RECP) methods, technologies and systems by enterprises and other organizations in developing and transition countries. These contribute to: 1. Efficient use of natural resources, including materials, water and energy; 2. Minimization of wastes and emissions, including those discharged to water, air or on land; and; 3. Reduction of risks to humans and environment from use of chemicals and disposal of chemicals used in industry. The Unit cooperates with the members of the global network for RECP (RECPnet) and their governments and industry partners to deliver value adding services to enterprises, government agencies and other organizations. Their key services include: information dissemination and awareness creation; professional training; in plant assessments and demonstrations; policy advice; and support for the transfer of Environmentally Sound Technologies. The Unit is also responsible for several thematic initiatives that support cleaner and sustainable production. These include: Chemical Leasing Strategic Approach to International Chemicals Management (SAICM) International Industrial Biotechnology Network Corporate Social Responsbility (CSR) E-waste. Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=o4460 ….. Diunduh 26/4/2012 CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) Reaching out to Small and Medium-sized Enterprises In recent years, increasing attention was given to the concept of Corporate Social Responsibility (CSR), defined in terms of the responsiveness of businesses to stakeholders’ legal, ethical, social and environmental expectations. CSR has generally been a pragmatic response to consumer and civil society pressures. These have mainly been focused on Trans-National Corporations (TNCs) serving Northern markets, but often operating in Southern countries. Accusations by governments and civil society alike of environmental pollution, human rights abuses, and exploitation of labour in supply chains, have pressured companies to become more environmentally and socially responsible. However, the business community has quickly recognized the strategic value of being more responsible and is beginning to align products and business relationships, in particular through their supply chains, accordingly. Ensuring that CSR supports, and does not undermine, the development of small and medium sized enterprises (SMEs) in developing countries is crucial to meeting the goal of improving the impact of business on society. SMEs make up for more than 90% of all businesses worldwide and are essential to the ‘path out of poverty’ for many developing countries. If CSR demands are protectionist, culturally inappropriate or unreasonably bureaucratic the net effect will be to undermine livelihoods in the South. On the other hand, the SME sector must not be allowed to become a loophole in which polluting, exploitative industries flourish. Support for SME development can be an important part of the CSR commitment of large companies in the context of responsible supply chain management, and improvements in social and environmental impacts can go hand in hand with better quality and management. In its CSR Programme UNIDO addresses the need to establish a framework for small and medium enterprises that helps translate Corporate Social Responsibility principles into a relevant SME perspective, thereby enhancing their competitiveness and market access. Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=o5162 ….. Diunduh 26/4/2012 What is CSR? Defining the concept. Corporate Social Responsibility is a management concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and interactions with their stakeholders. CSR is generally understood as being the way through which a company achieves a balance of economic, environmental and social imperatives (“TripleBottom-Line- Approach”), while at the same time addressing the expectations of shareholders and stakeholders. In this sense it is important to draw a distinction between CSR, which can be a strategic business management concept, and charity, sponsorships or philanthropy. Even though the latter can also make a valuable contribution to poverty reduction, will directly enhance the reputation of a company and strengthen its brand, the concept of CSR clearly goes beyond that. Promoting the uptake of CSR amongst SMEs requires approaches that fit the respective needs and capacities of these businesses, and do not adversely affect their economic viability. UNIDO based its CSR programme on the Triple Bottom Line (TBL) Approach, which has proven to be a successful tool for SMEs in the developing countries to assist them in meeting social and environmental standards without compromising their competitiveness. The TBL approach is used as a framework for measuring and reporting corporate performance against economic, social and environmental performance. It is an attempt to align private enterprises to the goal of sustainable global development by providing them with a more comprehensive set of working objectives than just profit alone. The perspective taken is that for an organization to be sustainable, it must be financially secure, minimize (or ideally eliminate) its negative environmental impacts and act in conformity with societal expectations. Key CSR issues: Environmental management, eco-efficiency, responsible sourcing, stakeholder engagement, labour standards and working conditions, employee and community relations, social equity, gender balance, human rights, good governance, and anti-corruption measures. A properly implemented CSR concept can bring along a variety of competitive advantages, such as enhanced access to capital and markets, increased sales and profits, operational cost savings, improved productivity and quality, efficient human resource base, improved brand image and reputation, enhanced customer loyalty, better decision making and risk management processes. Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=o72054 ….. Diunduh 26/4/2012 What is CSR? Defining the concept. Corporate social responsibility (CSR, also called corporate conscience, corporate citizenship, social performance, or sustainable responsible business/ Responsible Business) is a form of corporate self-regulation integrated into a business model. CSR policy functions as a built-in, self-regulating mechanism whereby a business monitors and ensures its active compliance with the spirit of the law, ethical standards, and international norms. The goal of CSR is to embrace responsibility for the company's actions and encourage a positive impact through its activities on the environment, consumers, employees, communities, stakeholders and all other members of the public sphere who may also be considered as stakeholders. The term "corporate social responsibility" came into common use in the late 1960s and early 1970s after many multinational corporations formed the term stakeholder, meaning those on whom an organization's activities have an impact. Proponents argue that corporations make more long term profits by operating with a perspective, while critics argue that CSR distracts from the economic role of businesses. Others argue CSR is merely window-dressing, or an attempt to pre-empt the role of governments as a watchdog over powerful multinational corporations. Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Corporate_social_responsibility Sumber: http://www.unido.org/index.php?eID=tx_cms_showpic&file=uploads%2Ftx_templavoila%2Fcsr_triple_bott om_line_02.jpg&width=800m&bodyTag=%3Cbody%20style%3D%22margin%3A0px%3B%22%3E&wrap =%3Ca%20href%3D%22javascript%3Aclose%28%29%3B%22%3E%20|%20%3C%2Fa%3E&md5=12225 e47dd01c81cbf37abe80b13f92d….. Diunduh 26/4/2012 PRODUKSI BERSIH Cleaner Production (CP) The United Nations Environment Programme developed in 1991 the following CP definition that is still commonly used: “CP is the continuous application of an integrated preventative environmental strategy to processes, products and services to increase efficiency and reduce risks to humans and the environment”. Several complementary CP techniques or practices are possible, ranging from low or even no cost solutions to high investment, advanced clean technologies. A common distinction for CP implementation in developing countries is: 1. Good Housekeeping: appropriate provisions to prevent leaks and spills and to achieve proper, standardized operation and maintenance procedures and practices; 2. Input Material Change: replacement of hazardous or non-renewable inputs by less hazardous or renewable materials or by materials with a longer service life-time; 3. Better Process Control: modification of the working procedures, machine instructions and process record keeping for operating the processes at higher efficiency and lower rates of waste and emission generation; 4. Equipment Modification: modification of the production equipment so as to run the processes at higher efficiency and lower rates of waste and emission generation; 5. Technology Change: replacement of the technology, processing sequence and/or synthesis pathway in order to minimize the rates of waste and emission generation during production; 6. On-Site Recovery/Reuse: reuse of the wasted materials in the same process or for another useful application within the company; 7. Production of Useful By-Products: transformation of previously discarded wastes into materials that can be reused or recycled for another application outside the company; and 8. Product Modification: modification of product characteristics in order to minimize the environmental impacts of the product during or after its use (disposal) or to minimize the environmental impacts of its production. Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=o72054 ….. Diunduh 26/4/2012 PRODUKSI BERSIH Definisi ekowisata diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) : Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural aren), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budava bagi masyarakat setempat. Bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco-traveler ini pada hakekatnya konservasionis. Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=o72054 ….. Diunduh 26/4/2012 RESOURCE EFFICIENT AND CLEANER PRODUCTION Important changes occurred during the last two decades, which the 2002 World Summit on Sustainable Development (WSSD) in Johannesburg duly acknowledged. As a result, a shift towards Sustainable Consumption and Production (SCP) was noted, whereby greater emphasis is placed on the inter-linkages between consumption and production. Moreover, there is greater recognition that the inefficient and at times wasteful use of natural resources, including energy, water and materials, lies at the heart of the key environmental challenges, including climate change. Recognizing that resource efficiency requires cleaner production and viceversa, UNIDO and UNEP have moved towards Resource Efficient and Cleaner Production (RECP). RECP recognizes that CP methods and practices generate multiple benefits that are relevant to many of today’s most pressing global challenges, including: 1. Mitigation of GHG emissions and adapting to climate change; 2. Responding to increasing scarcity of water, fuels and other materials; 3. Providing decent jobs; and 4. Halting environmental degradation. RECP, therefore, builds upon CP in accelerating the application of preventive environmental strategies to processes, products and services to increase efficiency and reduce risks to humans and the environment. RECP addresses the three sustainability dimensions individually and synergistically: 1. 2. 3. Production Efficiency: optimization of the productive use of natural resources (materials, energy and water); Environmental management: minimization of impacts on environment and nature through reduction of wastes and emissions; and Human Development: minimization of risks to people and communities and support for their development. Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=o72054 ….. Diunduh 26/4/2012 TEKNOLOGI BERSIH Clean technology includes recycling, renewable energy (wind power, solar power, biomass, hydropower, biofuels), information technology, green transportation, electric motors, green chemistry, lighting, Greywater, and many other appliances that are now more energy efficient. It is a means to create electricity and fuels, with a smaller environmental footprint and minimise pollution. To make green buildings, transport and infrastructure both more energy efficient and environmentally benign. Environmental finance is a method by which new clean technology projects that have proven that they are "additional" or "beyond business as usual" can obtain financing through the generation of carbon credits. A project that is developed with concern for climate change mitigation (such as a Kyoto Clean Development Mechanism project) is also known as a carbon project. While there is no standard definition of "clean technology," it has been described by Clean Edge, a clean technology research firm, as "a diverse range of products, services, and processes that harness renewable materials and energy sources, dramatically reduce the use of natural resources, and cut or eliminate emissions and wastes." It notes that "Clean technologies are competitive with, if not superior to, their conventional counterparts. Many also offer significant additional benefits, notably their ability to improve the lives of those in both developed and developing countries". Many countries have developed clean tech representatives to speak about the countries problems some countries include Russia, Japan, and China. Investments in clean technology have grown considerably since coming into the spotlight around 2000. According to the United Nations Environment Program, wind, solar and biofuel companies received a record $148 billion in new funding in 2007 as rising oil prices and climate change policies encouraged investment in renewable energy. $50 billion of that funding went to wind power. Overall, investment in clean-energy and energy-efficiency industries rose 60 percent from 2006 to 2007. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Clean_technology….. Diunduh 26/4/2012 TEKNOLOGI BERSIH Cleantech Cleantech is a term used to describe products or services that improve operational performance, productivity, or efficiency while reducing costs, inputs, energy consumption, waste, or environmental pollution. Its origin is the increased consumer, regulatory, and industry interest in clean forms of energy generation—specifically, perhaps, the rise in awareness of global warming, climate change, and the impact on the natural environment from the burning of fossil fuels. The term cleantech is often associated with venture capital funds and land use organizations. Overview The term cleantech first emerged in widespread use to describe a group of emerging technologies and industries, based on principles of biology, resource efficiency, and second-generation production concepts in basic industries. Examples include: energy efficiency, selective catalytic reduction, non-toxic materials, water purification, solar energy, wind energy, and new paradigms in energy conservation. Since the 1990s, interest in these technologies has increased with two trends: a decline in the relative cost of these technologies and a growing understanding of the link between industrial design used in the 19th century and early 20th century, such as fossil fuel power plants, the internal combustion engine, and chemical manufacturing, and an emerging understanding of human-caused impact on earth systems resulting from their use (see articles: ozone hole, acid rain, desertification, climate change and global warming). Sumber: ….. Diunduh 26/4/2012 INVESTMENT In 2008, clean technology venture investments in North America, Europe, China, and India totaled a record $8.4 billion. Cleantech Venture Capital firms include NTEC, Cleantech Ventures, and Foundation Capital. The preliminary 2008 total represents the seventh consecutive year of growth in venture investing, widely recognized as a leading indicator of overall investment patterns. China is seen as a major growth market for cleantech investments currently, with a focus on renewable energy technologies. According to the published research, the top clean technology sectors in 2008 were solar, biofuels, transportation, and wind. Solar accounted for almost 40% of total clean technology investment dollars in 2008, followed by biofuels at 11%. The 2009 United Nations Climate Change Conference in Copenhagen, Denmark is expected to create a framework whereby limits would eventually be placed on greenhouse gas emissions. Many proponents of the cleantech industry hope an agreement is established there to replace the Kyoto Protocol. As this treaty is expected, scholars have suggested a profound and inevitable shift from "business as usual." Investasi Ekowisata Perhutani 2010 Mencapai Rp 9 Miliar Jumat, 11 Juni 2010 | 14:39 WIB BLORA, KOMPAS - Perum Perhutani pusat bakal mengembangkan ekowisata di 12 daerah di Jawa pada 2010 dengan menginvestasikan dana Rp 9 miliar. Empat lokasi ekowisata di antaranya berada di Jawa Tengah, yaitu di Kabupaten Kendal, Semarang, Blora, dan Banyumas. Perhutani akan mengembangkan Wana Wisata Gonoharjo, Kecamatan Limbangan, yang menawarkan panorama air terjun, pemandian air panas Nglimut, dan hutan alam lereng Gunung Ungaran. Di Kabupaten Semarang, sasaran investasinya adalah Hutan Wisata Penggaron yang merupakan jalur migrasi raptor Asia. Di Banyumas, Perhutani mengembangkan Kampung Panginyongan yang berada di kawasan Curug Cipendok, Kecamatan Cilongok. Adapun di Blora, Perhutani akan memaksimalkan promosi dan pengembangan sarana-prasarana Wisata Lokomotif Uap Tua pengangkut gelondongan jati. Berdasarkan data Biro Ekowisata dan Jasa Lingkungan Hidup Regio Jawa Perum Perhutani Pusat, wisata berbasis lingkungan hidup di Jawa berjumlah 128 buah. Kawasan yang menjadi unggulan sementara ini berada di Jawa Barat dan Jawa Timur, sedangkan Jawa Tengah sedang dirintis. Sumber: http://female.kompas.com/read/2010/06/11/1439373/.investasi.ekowisata.perhutani.2010.mencapai.rp.9.miliar ….. Diunduh 26/4/2012 KIMIS HIJAU Green chemistry This article is about the concept of the environmentally friendly design of chemical products and processes. For the journal, see Green Chemistry (journal). Green chemistry, also called sustainable chemistry, is a philosophy of chemical research and engineering that encourages the design of products and processes that minimize the use and generation of hazardous substances. Whereas environmental chemistry is the chemistry of the natural environment, and of pollutant chemicals in nature, green chemistry seeks to reduce and prevent pollution at its source. In 1990 the Pollution Prevention Act was passed in the United States. This act helped create a modus operandi for dealing with pollution in an original and innovative way. It aims to avoid problems before they happen. As a chemical philosophy, green chemistry applies to organic chemistry, inorganic chemistry, biochemistry, analytical chemistry, and even physical chemistry. While green chemistry seems to focus on industrial applications, it does apply to any chemistry choice. Click chemistry is often cited as a style of chemical synthesis that is consistent with the goals of green chemistry. The focus is on minimizing the hazard and maximizing the efficiency of any chemical choice. It is distinct from environmental chemistry which focuses on chemical phenomena in the environment. In 2005 Ryōji Noyori identified three key developments in green chemistry: use of supercritical carbon dioxide as green solvent, aqueous hydrogen peroxide for clean oxidations and the use of hydrogen in asymmetric synthesis. Examples of applied green chemistry are supercritical water oxidation, on water reactions, and dry media reactions. Bioengineering is also seen as a promising technique for achieving green chemistry goals. A number of important process chemicals can be synthesized in engineered organisms, such as shikimate, a Tamiflu precursor which is fermented by Roche in bacteria. The term green chemistry was coined by Paul Anastas in 1991 Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Green_chemistry….. Diunduh 26/4/2012 PRINSIP-PRINSIP KIMIA HIJAU Paul Anastas, then of the United States Environmental Protection Agency, and John C. Warner developed 12 principles of green chemistry, which help to explain what the definition means in practice. 1. 2. 3. 4. The principles cover such concepts as: the design of processes to maximize the amount of raw material that ends up in the product; the use of safe, environment-benign substances, including solvents, whenever possible; the design of energy efficient processes; the best form of waste disposal: not to create it in the first place. The 12 principles are: 1. It is better to prevent waste than to treat or clean up waste after it is formed. 2. Synthetic methods should be designed to maximize the incorporation of all materials used in the process into the final product. 3. Wherever practicable, synthetic methodologies should be designed to use and generate substances that possess little or no toxicity to human health and the environment. 4. Chemical products should be designed to preserve efficacy of function while reducing toxicity. 5. The use of auxiliary substances (e.g. solvents, separation agents, etc.) should be made unnecessary wherever possible and innocuous when used. 6. Energy requirements should be recognized for their environmental and economic impacts and should be minimized. Synthetic methods should be conducted at ambient temperature and pressure. 7. A raw material or feedstock should be renewable rather than depleting wherever technically and economically practicable. 8. Reduce derivatives - Unnecessary derivatization (blocking group, protection/ deprotection, temporary modification) should be avoided whenever possible. 9. Catalytic reagents (as selective as possible) are superior to stoichiometric reagents. 10. Chemical products should be designed so that at the end of their function they do not persist in the environment and break down into innocuous degradation products. 11. Analytical methodologies need to be further developed to allow for real-time, inprocess monitoring and control prior to the formation of hazardous substances. 12. Substances and the form of a substance used in a chemical process should be chosen to minimize potential for chemical accidents, including releases, explosions, and fires. Sumber: ….. Diunduh 26/4/2012 TRENDS GREEN CHEMISTRY Attempts are being made not only to quantify the greenness of a chemical process but also to factor in other variables such as chemical yield, the price of reaction components, safety in handling chemicals, hardware demands, energy profile and ease of product workup and purification. In one quantitative study,[5] the reduction of nitrobenzene to aniline receives 64 points out of 100 marking it as an acceptable synthesis overall whereas a synthesis of an amide using HMDS is only described as adequate with a combined 32 points. Green chemistry is increasingly seen as a powerful tool that researchers must use to evaluate the environmental impact of nanotechnology.[6] As nanomaterials are developed, the environmental and human health impacts of both the products themselves and the processes to make them must be considered to ensure their long-term economic viability. Examples In the statement for the 2005 Nobel Prize for Chemistry for "the development of the metathesis method in organic synthesis," the Nobel Prize Committee states, "this represents a great step forward for 'green chemistry', reducing potentially hazardous waste through smarter production. Metathesis is an example of how important basic science has been applied for the benefit of man, society and the environment." 1,3-Propanediol 1,3-Propanediol is produced by the bioseparation of 1,3-propanediol using a genetically modified strain of E. coli. This diol is used to make new polyesters for the manufacture of carpets. Natural product synthesis Research is currently also going in the area of natural product synthesis to develop reactions which can proceed involving green chemistry principles. Recently, Atul Kumar has developed an efficient and green method for the synthesis of tryptanthrin, a biologically active natural product, employing β-cyclodextrin as a catalyst in aqueous media at room temperature from isatoic anhydride and isatin in excellent yields Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Green_chemistry….. Diunduh 26/4/2012 TRANSPORT RAMAH LINGKUNGAN Sustainable transport (or green transport) refers to any means of transport with low impact on the environment, and includes non-motorised transport, i.e. walking and cycling, transit oriented development, green vehicles, CarSharing, and building or protecting urban transport systems that are fuel-efficient, space-saving and promote healthy lifestyles. Sustainable transport systems make a positive contribution to the environmental, social and economic sustainability of the communities they serve. Transport systems exist to provide social and economic connections, and people quickly take up the opportunities offered by increased mobility. The advantages of increased mobility need to be weighed against the environmental, social and economic costs that transport systems pose. Transport systems have significant impacts on the environment, accounting for between 20% and 25% of world energy consumption and carbon dioxide emissions. Greenhouse gas emissions from transport are increasing at a faster rate than any other energy using sector. Road transport is also a major contributor to local air pollution and smog. The social costs of transport include road crashes, air pollution, physical inactivity, time taken away from the family while commuting and vulnerability to fuel price increases. Many of these negative impacts fall disproportionately on those social groups who are also least likely to own and drive cars. Traffic congestion imposes economic costs by wasting people's time and by slowing the delivery of goods and services. Traditional transport planning aims to improve mobility, especially for vehicles, and may fail to adequately consider wider impacts. But the real purpose of transport is access - to work, education, goods and services, friends and family - and there are proven techniques to improve access while simultaneously reducing environmental and social impacts, and managing traffic congestion. Communities which are successfully improving the sustainability of their transport networks are doing so as part of a wider programme of creating more vibrant, livable, sustainable cities. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Green_transport….. Diunduh 26/4/2012 TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN The term sustainable transport came into use as a logical follow-on from sustainable development, and is used to describe modes of transport, and systems of transport planning, which are consistent with wider concerns of sustainability. There are many definitions of the sustainable transport, and of the related terms sustainable transportation and sustainable mobility. The European Union Council of Ministers of Transport, defines a sustainable transportation system as one that: 1. Allows the basic access and development needs of individuals, companies and society to be met safely and in a manner consistent with human and ecosystem health, and promotes equity within and between successive generations. 2. Is affordable, operates fairly and efficiently, offers a choice of transport mode, and supports a competitive economy, as well as balanced regional development. 3. Limits emissions and waste within the planet’s ability to absorb them, uses renewable resources at or below their rates of generation, and uses non-renewable resources at or below the rates of development of renewable substitutes, while minimizing the impact on the use of land and the generation of noise. Sumber: ….. Diunduh 26/4/2012 ENVIRONMENTALLY SUSTAINABLE TRANSPORT Transport systems are major emitters of greenhouse gases, responsible for 23% of world energy-related GHG emissions in 2004, with about three quarters coming from road vehicles. Currently 95% of transport energy comes from petroleum. [3] Energy is consumed in the manufacture as well as the use of vehicles, and is embodied in transport infrastructure including roads, bridges and railways.[19] The greatest cities in the world have one thing in common; unity. Great cities have residents that truly care about each other and their surroundings. They unite together in order to create something for the better. Cities like New Orleans, New York, and Chicago all have residents who are proud of where they are from and want to continue to see that city prosper. Therefore the key to a city’s prosperity is unity. In order to create unity there needs to be something the community can be proud of. New York City has Central Park, San Francisco has the Golden Gate Park, and Chicago has Grant Park. These cities all have a very strong sense of congruity. This should be an ample amount of evidence to show that creating a city park creates a united community which, in turn, creates a blooming city. With Cities continuing to expand spaces are becoming limited, however with the addition of parks and recreation areas, a community will come together and have something to be proud of, as well as giving a place for the residents to socialize and interact with one another. “As children get older, this incidental outdoor activity; say, while waiting to be called to eat--becomes less bumptious, physically and entails more loitering with others, sizing people up, flirting, talking, pushing, shoving and horseplay. Adolescents are always being criticized for this kind of loitering, but they can hardly grow up without it. The trouble comes when it is done not within society, but as a form of outlaw life.” Jane Jacobs said this in her book The Death and Life of Great American Cities. Parks provide an opportunity for the community to see and interact with nature instead of loitering, as well as, give the city a greener, cleanlier look. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Green_transport ….. Diunduh 26/4/2012.. ENVIRONMENTALLY SUSTAINABLE TRANSPORT Public transportations is 170 times safer than riding in a vehicle (Driver Safety). It’s reported in New York for every 10,000 commuters who leave their cars at home and commute on an existing public transportation service for one year, end up saving around 2.7 million gallons of gasoline (American Public Transportation Association). The continued use of buses as transportation in New York City has proven to help out in every standing aspect. If Lansing could establish a more rigid bus attitude and help to develop more situations where people could ride a bus instead of drive their own car, the changes would be enormous. New York City is giving us the numbers and the example, it’s now necessary to implement these views into the Michigan Avenue Corridor. The environmental impacts of transport can be reduced by improving the walking and cycling environment in cities, and by enhancing the role of public transport, especially electric rail. Green vehicles are intended to have less environmental impact than equivalent standard vehicles, although when the environmental impact of a vehicle is assessed over the whole of its life cycle this may not be the case. Electric vehicle technology has the potential to reduce transport CO2 emissions, depending on the embodied energy of the vehicle and the source of the electricity. Hybrid vehicles, which use an internal combustion engine combined with an electric engine to achieve better fuel efficiency than a regular combustion engine, are already common. Natural gas is also used as a transport fuel. Biofuels are a less common, and less promising, technology; Brazil met 17% of its transport fuel needs from bioethanol in 2007, but the OECD has warned that the success of biofuels in Brazil is due to specific local circumstances; internationally, biofuels are forecast to have little or no impact on greenhouse emissions, at significantly higher cost than energy efficiency measures. In practice there is a sliding scale of green transport depending on the sustainability of the option. Green vehicles are more fuel-efficient, but only in comparison with standard vehicles, and they still contribute to traffic congestion and road crashes. Well-patronised public transport networks based on traditional diesel buses use less fuel per passenger than private vehicles, and are generally safer and use less road space than private vehicles. Green public transport vehicles including electric trains, trams and electric buses combine the advantages of green vehicles with those of sustainable transport choices. Other transport choices with very low environmental impact are cycling and other human-powered vehicles, and animal powered transport. The most common green transport choice, with the least environmental impact is walking. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Green_transport ….. Diunduh 26/4/2012.. SOLAR POWER Solar power is the conversion of sunlight into electricity, either directly using photovoltaics (PV), or indirectly using concentrated solar power (CSP). Concentrated solar power systems use lenses or mirrors and tracking systems to focus a large area of sunlight into a small beam. Photovoltaics convert light into electric current using the photoelectric effect. Commercial concentrated solar power plants were first developed in the 1980s. The 354 MW SEGS CSP installation is the largest solar power plant in the world, located in the Mojave Desert of California. Other large CSP plants include the Solnova Solar Power Station (150 MW) and the Andasol solar power station (150 MW), both in Spain. The 214 MW Gujarat Solar Park in India, is the world’s largest photovoltaic plant. APLIKASI Solar power is the conversion of sunlight into electricity. Sunlight can be converted directly into electricity using photovoltaics (PV), or indirectly with concentrated solar power (CSP), which normally focuses the sun's energy to boil water which is then used to provide power. Other technologies also exist, such as Stirling engine dishes which use a Stirling cycle engine to power a generator. Photovoltaics were initially used to power small and medium-sized applications, from the calculator powered by a single solar cell to off-grid homes powered by a photovoltaic array. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_power ….. Diunduh 27/4/2012 CONCENTRATING SOLAR POWER Concentrating Solar Power (CSP) systems use lenses or mirrors and tracking systems to focus a large area of sunlight into a small beam. The concentrated heat is then used as a heat source for a conventional power plant. A wide range of concentrating technologies exists; the most developed are the parabolic trough, the concentrating linear fresnel reflector, the Stirling dish and the solar power tower. Various techniques are used to track the Sun and focus light. In all of these systems a working fluid is heated by the concentrated sunlight, and is then used for power generation or energy storage. A parabolic trough consists of a linear parabolic reflector that concentrates light onto a receiver positioned along the reflector's focal line. The receiver is a tube positioned right above the middle of the parabolic mirror and is filled with a working fluid. The reflector is made to follow the Sun during the daylight hours by tracking along a single axis. Parabolic trough systems provide the best land-use factor of any solar technology. The SEGS plants in California and Acciona's Nevada Solar One near Boulder City, Nevada are representatives of this technology. Compact Linear Fresnel Reflectors are CSP-plants which use many thin mirror strips instead of parabolic mirrors to concentrate sunlight onto two tubes with working fluid. This has the advantage that flat mirrors can be used which are much cheaper than parabolic mirrors, and that more reflectors can be placed in the same amount of space, allowing more of the available sunlight to be used. Concentrating linear fresnel reflectors can be used in either large or more compact plants. . The Stirling solar dish combines a parabolic concentrating dish with a Stirling engine which normally drives an electric generator. The advantages of Stirling solar over photovoltaic cells are higher efficiency of converting sunlight into electricity and longer lifetime. Parabolic dish systems give the highest efficiency among CSP technologies. The 50 kW Big Dish in Canberra, Australia is an example of this technology. A solar power tower uses an array of tracking reflectors (heliostats) to concentrate light on a central receiver atop a tower. Power towers are more cost effective, offer higher efficiency and better energy storage capability among CSP technologies. The PS10 Solar Power Plant and PS20 solar power plant are examples of this technology Sumber: ….. Diunduh 27/4/2012 PHOTOVOLTAIC A solar cell, or photovoltaic cell (PV), is a device that converts light into electric current using the photoelectric effect. The first solar cell was constructed by Charles Fritts in the 1880s. In 1931 a German engineer, Dr Bruno Lange, developed a photo cell using silver selenide in place of copper oxide. Although the prototype selenium cells converted less than 1% of incident light into electricity, both Ernst Werner von Siemens and James Clerk Maxwell recognized the importance of this discovery. Following the work of Russell Ohl in the 1940s, researchers Gerald Pearson, Calvin Fuller and Daryl Chapin created the silicon solar cell in 1954. These early solar cells cost 286 USD/watt and reached efficiencies of 4.5–6% Solar cells produce direct current (DC) power, which fluctuates with the intensity of the irradiated light. This usually requires conversion to certain desired voltages or alternating current (AC), which requires the use of the inverters. Multiple solar cells are connected inside the modules. Modules are wired together to form arrays, then tied to inverter, which produces power with the desired voltage, and frequency/phase (when its AC). Many residential systems are connected to the grid wherever available, especially in the developed countries with large markets. In these gridconnected PV systems, use of energy storages are optional. In certain applications such as satellites, lighthouses, or in developing countries, batteries or additional power generators are often added as back-ups, which forms stand-alone power systems. Simplified schematics of a grid-connected residential PV power system Sumber: ….. Diunduh 27/4/2012 HYDROPOWER Hydropower or water power is power derived from the energy of falling water, which may be harnessed for useful purposes. Since ancient times, hydropower has been used for irrigation and the operation of various mechanical devices, such as watermills, sawmills, textile mills, dock cranes, and domestic lifts. Since the early 20th century, the term is used almost exclusively in conjunction with the modern development of hydro-electric power, which allowed use of distant energy sources. Another method used to transmit energy used a trompe, which produces compressed air from falling water. Compressed air could then be piped to power other machinery at a distance from the waterfall. Water's power is manifested in hydrology, by the forces of water on the riverbed and banks of a river. When a river is in flood, it is at its most powerful, and moves the greatest amount of sediment. This higher force results in the removal of sediment and other material from the riverbed and banks of the river, locally causing erosion, transport and, with lower flow, sedimentation downstream. Hydropower is used primarily to generate electricity. Broad categories include: 1. Conventional hydroelectric, referring to hydroelectric dams. 2. Run-of-the-river hydroelectricity, which captures the kinetic energy in rivers or streams, without the use of dams. 3. Small hydro projects are 10 megawatts or less and often have no artificial reservoirs. 4. Micro hydro projects provide a few kilowatts to a few hundred kilowatts to isolated homes, villages, or small industries. 5. Pumped-storage hydroelectricity stores water pumped during periods of low demand to be released for generation when demand is high. A conventional dammedhydro facility (hydroelectric dam) is the most common type of hydroelectric power generation. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Hydropower ….. Diunduh 27/4/2012 CALCULATING THE AMOUNT OF AVAILABLE POWER A hydropower resource can be evaluated by its available power. Power is a function of the hydraulic head and rate of fluid flow. The head is the energy per unit weight (or unit mass) of water. The static head is proportional to the difference in height through which the water falls. Dynamic head is related to the velocity of moving water. Each unit of water can do an amount of work equal to its weight times the head. The power available from falling water can be calculated from the flow rate and density of water, the height of fall, and the local acceleration due to gravity. In SI units, the power is: Where: P is power in watts; η is the dimensionless efficiency of the turbine; ρ is the density of water in kilograms per cubic metre; Q is the flow in cubic metres per second; g is the acceleration due to gravity; h is the height difference between inlet and outlet To illustrate, power is calculated for a turbine that is 85% efficient, with water at 62.25 pounds/cubic foot (998 kg/cubic metre) and a flow rate of 2800 cubic-feet/second (79.3 cubic-meters/second), gravity of 9.80 metres per second squared and with a net head of 480 ft (146.3 m). In SI units: which gives 96.4 MW In English units, the density is given in pounds per cubic foot so acceleration due to gravity is inherent in the unit of weight. A conversion factor is required to change from foot lbs/second to kilowatts: which gives 96.4 MW Operators of hydroelectric plants will compare the total electrical energy produced with the theoretical potential energy of the water passing through the turbine to calculate efficiency. Procedures and definitions for calculation of efficiency are given in test codes such as ASME PTC 18 and IEC 60041. Field testing of turbines is used to validate the manufacturer's guaranteed efficiency. Detailed calculation of the efficiency of a hydropower turbine will account for the head lost due to flow friction in the power canal or penstock, rise in tail water level due to flow, the location of the plant and effect of varying gravity, the temperature and barometric pressure of the air, the density of the water at ambient temperature, and the altitudes above sea level of the forebay and tailbay. For precise calculations, errors due to rounding and the number of significant digits of constants must be considered. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Hydropower….. Diunduh 27/4/2012 GREEN HYDROPOWER Some hydropower systems such as water wheels can draw power from the flow of a body of water without necessarily changing its height. In this case, the available power is the kinetic energy of the flowing water. Over-shot water wheels can efficiently capture both types of energy. The water flow in a stream can vary widely from season to season. Development of a hydropower site requires analysis of flow records, sometimes spanning decades, to assess the reliable annual energy supply. Dams and reservoirs provide a more dependable source of power by smoothing seasonal changes in water flow. However reservoirs have significant environmental impact, as does alteration of naturally-occurring stream flow. The design of dams must also account for the worst-case, "probable maximum flood" that can be expected at the site; a spillway is often included to bypass flood flows around the dam. A computer model of the hydraulic basin and rainfall and snowfall records are used to predict the maximum flood. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah pembangkit yang mengandalkan energi potensial dan kinetik dari air untuk menghasilkan energi listrik. Energi listrik yang dibangkitkan ini biasa disebut sebagai hidroelektrik. Bentuk utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah Generator yang dihubungkan ke turbin yang digerakkan oleh tenaga kinetik dari air. Namun, secara luas, pembangkit listrik tenaga air tidak hanya terbatas pada air dari sebuah waduk atau air terjun, melainkan juga meliputi pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air dalam bentuk lain seperti tenaga ombak. Diunduh dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangkit_listrik_tenaga_air Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Hydropower….. Diunduh 27/4/2012 UNIDO - UNEP Greening of Industry is a method to attain sustainable economic growth and promote sustainable economies. It includes policymaking, improved industrial production processes and resource-efficient productivity. (UNIDO) What is RECP? Resource Efficient and Cleaner Production (RECP) continuously applies preventive environmental strategies to processes, products and services. This increases efficiency and reduces risks to humans and the environment. RECP recognises similar types of preventive measures are needed to advance the three sustainability dimensions: 1. Production Efficiency: optimisation of productive use of natural resources (materials, energy and water); 2. Environmental management: minimisation of impacts on environment and nature; 3. Human Development: minimisation of risks to people and communities and support for their development. Sumber: http://www.unep.or.jp/ietc/spc/newsnov09/UNIDO_UNEP_RECP_Programme.pdf ….. Diunduh 27/4/2012 PERTUMBUHAN HIJAU GREEN GROWTH Pendahuluan Economic growth is a necessary precondition for reducing poverty. At the same time, growing consumption of non-renewable resources, the degradation of the environment (including decreasing biodiversity), the global growth in emissions and waste, and the steady increase in energy consumption show that current economic processes are undermining the natural basis for future development. To meet these challenges and satisfy the international agreements foreseeable in the course of the post-Kyoto process (e.g. on concrete commitments to reducing greenhouse gases), development strategies and measures in development cooperation must also be further developed. At the same time, ecologically sustainable growth paths can tap substantial potentials, depending on the national context. There are, in fact, many examples showing how ecologically sustainable economic activity can unleash new dynamism, creating income and jobs along with new markets in ‘green sectors’. Particularly in view of the medium-term increase in commodity prices, many companies are increasingly aware of their own interest in environmentally sound management. Companies can, for example, significantly improve their competitiveness by optimising resource efficiency. There is also growing public sector interest in green growth paths, not least since the search for appropriate answers to the financial and economic crisis. Poverty reduction without economic growth? Economic growth generates funds and additional income to reduce poverty in developing countries. Growth is also associated with optimisation processes and innovation in products, technologies and services. The resulting opportunities for improved utilisation of energy and resources also contribute to improving the quality of life and expanding individual opportunities for choice and personal development. Economic growth is accordingly a necessary condition for reducing poverty, particularly in developing countries. Sumber: http://www.enterprise-development.org/page/greengrowth ….. Diunduh 27/4/2012 PERTUMBUHAN HIJAU UNESCAP (United Nations Economic and Social Commission of Asia and the Pacific) has been working on formulating a green growth strategy since 2005. The UN organisation defines Green Growth as follows: ... a regional strategy for achieving sustainable development .... Green Growth advocates growth in GDP that maintains or restores environmental quality and ecological integrity, while meeting the needs of all people with the lowest possible environmental impacts. It is a strategy that seeks to maximise economic output while minimising the ecological burdens. This new approach seeks to harmonise economic growth and environmental sustainability by promoting fundamental changes in the way societies produce and consume ................... UNEP (United Nations Environment Programme) subsumes its ‘green approaches’ under the terms Green Economy or Global Green New Deal. Similarly to UNESCAP’s Green Growth concept, these emphasise the importance of modifying patterns of production and consumption. In contrast to the UNESCAP concept, the definition of the Green Economy concept operationalises the environmental pollutions to be reduced and explains the positive social and economic effects of a green economy. A green economy is one in which the vital links between economy, society, and environment are taken into account and in which the transformation of production processes, production and consumption patterns while contributing to a reduction per unit in reduced waste, pollution, and the use of resources, materials, and energy, waste, and pollution emission will revitalise and diversify economies, create decent employment opportunities, promote sustainable trade, reduce poverty, and improve equity and income distribution. UNEP and UNESCAP emphasise the importance and relevance of the issue in an interagency statement issued together with other UN organisations. Beyond the United Nations also other international organisations look at green growth: in June 2009 the OECD was asked to formulate a Green Growth strategy at the Council Meeting at Ministerial Level, in order to seek rapid economic recovery in the global economic and financial crisis through ecologically and socially sustainable development. Sumber: http://www.enterprise-development.org/page/greengrowth ….. Diunduh . While the European Commission is not presenting any explicit green growth strategy, the path to a ‘greener economy’ is a key element in the Lisbon Strategy for Growth and Jobs. Particularly in view of climate change, the EU goal is: … to reduce the environmental impact of economic growth by saving energy and promoting new, environment-friendly technologies.7 In the context of the economic and financial markets crisis in particular, the European Commission is stressing the importance of green innovation, so that companies can improve their competitiveness and keep pace in international competition. In its concept for ecological industrial policy, the German Federal Ministry for the Environment, Nature Conservation and Nuclear Safety (BMU) stresses the need to decouple economic growth from resource consumption, because this is the only way of satisfying the needs of a growing world population without causing irreparable damage to nature. Despite the topical nature of green growth strategies and their presence in current political discourse, the definition of the term Green Growth remains vague. There is no uniform concept of what green growth might mean in the current literature, and there is a lack of distinction between the terms Green Growth, Green Economy, Global Green New Deal, which have been cast together in the brew of green growth strategies. The key aspects of the discussion on green growth can be summarised as follows: 1. 2. Economic growth is needed to achieve development policy goals. However, there is a clear emphasis on the quality of growth in environmental policy as well as social terms. The environmental burdens resulting from economic growth must be significantly reduced. This requires modifying patterns of consumption and production, boosting resource and energy efficiency, and minimising greenhouse gases, pollutants and waste. Sumber: ….. Diunduh 27/4/2012 PERTUMBUHAN HIJAU On this basis, the concept of Green Growth underlying the present discussion paper is defined as follows: Green Growth is a strategy for promoting economic growth with the goal of adding an ecological quality to existing economic processes and creating additional jobs and income opportunities with a minimal environmental burden. This primarily means seeking a relative or absolute decoupling of economic growth and environmental degradation, depending on the local context. It is also essential to take into account the risks involved with future changes in the environment, e.g. by adapting to climate change and international obligations within the framework of an environmentally qualitative policy. Qualitative instead of quantitative growth Green growth strategies move away from the current growth paradigm with its primarily quantitative focus towards a qualitative approach to growth. The dormant debate about economic systems concerned exclusively with quantitative growth flared up again in the context of the global economic crisis and the sharp rise in food and commodity prices in 2007/2008. It is necessary at this point to clarify the difference between qualitative and quantitative growth. The goal of quantitative economic growth is the increase in gross domestic product (GDP), i.e. the total monetary value of all the goods produced in a national economy from one period to the next. Quantitative growth becomes qualitative growth where the factors generating economic growth, e.g. technologies and human capital, are enhanced so that they create added value beyond the increase in GDP. In the case of the Green Growth approach, this added value lies in decoupling resource consumption (and in turn, environmental degradation) from economic output. This also provided a context for reviving the debate about how to measure prosperity and economic progress. For example, French President Sarkozy set up a commission of prominent academics in 2008 to study the explanatory power of current statistics (first and foremost GDP) for evaluating the economic performance of an economy. Sumber: http://www.enterprise-development.org/page/greengrowth ….. Diunduh 27/4/2012 UNSUR-UNSUR PERTUMBUHAN HIJAU In the Growth Report published in 2008, the following key aspects were identified as key requirements for sustained economic growth: high savings and investment rates, particularly in infrastructure and education, functioning competition and acceptance of structural change, effective government, a functional capital market, and a good environment for business and investment. Besides these prerequisites for generating economic growth, the Green Growth approach calls for further measures. The creation of incentives by the state which ensure that ecological aspects are reflected in production and consumption decisions has decisive importance for an environmental quality of economic growth. Eco-friendly action is encouraged by setting positive incentives; environmentally damaging action loses its appeal through sanctioning mechanisms. The state can create the necessary incentives specifically through (1) state regulation, e.g. caps on emissions or labelling requirements, (2) environmental fiscal reform (market-based instruments), and (3) improving market transparency, e.g. by promoting voluntary eco labels. Another area for state activity is the promotion of innovation. Enhancing resource and energy efficiency is only possible through a large number of innovations in economic processes. According to the OECD definition, ‘eco innovation’ is distinguished from other kinds of innovation by the following characteristics: Eco-innovation represents innovation that results in a reduction of environmental impact, no matter whether that effect is intended or not. The scope of eco-innovation may go beyond the conventional organisational boundaries of the innovating organisation and involve broader social arrangements that trigger changes in existing socio-cultural norms and institutional structures. Governments can use various promotional measures to tap the potentials of eco innovation and to increase a country’s innovative capacities. These measures can be applied on both the supply and the demand side. Supply side measures may involve improving access to finance for environmentally qualitative private investments, supporting the commercialisation of new technologies, adding an ecological orientation to training programmes, and establishing networks and platforms for information sharing between companies and research institutions. Possible measures for strengthening demand for eco innovations include introducing standards, increasing public sector demand and promoting technology transfers. Measures to promote technology transfer, as well as the development of local expertise to utilise, adapt and improve these technologies, are regarded as highly significant. As it can be assumed that many technological innovations will come about in industrialised countries, developing and emerging countries must try to gain access to new technologies and relevant knowledge, e.g. through international cooperation. However, such technology transfer is complicated by the existing regulations to protect intellectual property. Furthermore, the use of new technologies in developing and emerging countries is often difficult because of a lack of know-how, e.g. concerning maintenance or application. Training programmes must accordingly take into account the need to acquire relevant skills. Sumber: http://www.enterprise-development.org/page/greengrowth ….. Diunduh 27/4/2012 PERTUMBUHAN HIJAU Sustainable reorientation of the energy and transport infrastructure, enhancing the energy efficiency of buildings, training employees for appropriate qualifications all continue to play a vital role in the environmental orientation of an economy. A large share of global greenhouse gas emissions arises from energy production from fossil fuels. Increasing the share of renewable energies in the energy mix and increasing the energy efficiency of power stations are therefore important measures for reducing greenhouse gases. Freight and passenger transport as well as operating buildings involve significant energy consumption. It is thus important to expand public transport, use efficient vehicles and sustainable fuels and improve the energy efficiency of buildings. Ecological aspects should also be taken into account in urban planning. Finally, for implementing a Green Growth strategy, corresponding funding is also crucial. Many of the measures mentioned above require large-scale investment by both the public sector and private actors. For example, shifting the transport infrastructure to public transport is only possible with high financial investment. Stricter environmental regulations in turn can mean that companies and private households have to invest in new technologies. Supplying the funds needed for these investments can be very difficult, particularly in developing and emerging countries, as these generally have very limited public budgets and underdeveloped capital markets. If funding is not possible through public funds or borrowing on the financial markets, financing must come from international donors or private investors. With regard to donor financing, the development of a green growth strategy can be an important means to show that environmental concerns are being taken seriously, and that funds will be used transparently and effectively. In many cases, financing by private investors initially requires creating markets for environmental goods, such as water and clean air. In many developing countries it is also necessary to improve the business and investment environment in order to attract private investors. Sumber: ….. Diunduh 27/4/2012 MENUJU EKONOMI HIJAU Pesan-Pesan Kunci 1. As currently configured, manufacturing has a large material impact on economy and the environment. Manufacturing is responsible for around 35 per cent of the global electricity use, over 20 per cent of CO2 emissions and over a quarter of primary resource extraction. Along with extractive industries and construction, manufacturing currently accounts for 23 per cent of global employment. It also accounts for up to 17 per cent of air pollution-related health damages. Gross air pollution damages are equivalent to between 1 and 5 per cent of global GDP. This cost of air pollution-control policies is projected to increase in a businessas-usual scenario by a factor of three by 2030. 2. Key resource scarcities – including limited recoverable oil reserves, metal ores and water – will challenge the sector. As industries resort to lower-grade ores, more energy is required to extract useful metal content. Improved recovery and recycling will increasingly become a decisive factor for both economic performance and environmental sustainability. The same applies to water use by industry, which is expected to grow to over 20 per cent of global total demand by 2030. 3. Win-win opportunities exist, if manufacturing industries pursue life-cycle approaches and introduce resource efficiency and productivity improvements to get more useful output from resource inputs. This requires supply and demand-side approaches, ranging from the redesign of products and systems to cleaner technologies and closed-cycle manufacturing. If the life of all manufactured products were to be extended by 10 per cent, for example, the volume of resources extracted could be cut by a similar amount. 4. Key components of a supply-side strategy include remanufacturing – for example of vehicle components – and the recycling of heat waste through combined heat and power installations. Closed-cycle manufacturing extends the life-span of manufactured goods and reduces the need for virgin materials. Repair, reconditioning, remanufacturing and recycling are fairly labour-intensive activities, requiring relatively little capital investment. Remanufacturing operations worldwide save about 10.7 million barrels of oil each year, or an amount of electricity equal to that generated by five nuclear power plants. 5. While direct job effects of greening manufacturing may be neutral or small, the indirect effects are significantly higher. Manufacturing has become increasingly automated and efficient, which has been accompanied by job losses. This can be countered by life-cycle approaches and secondary production, for example in the form of recycling, to secure jobs, for which safe and decent working conditions are of paramount importance. 6. Green-investment-scenario modelling for manufacturing suggests considerable improvements in energy efficiency can be achieved. By 2050, projections indicate that industry can practically “decouple” energy use from economic growth, particularly in the most energyintensive industries. Green investment will also increase employment in the sector. Tracking progress will require governments to collect improved data on industrial resource efficiency. 7. Innovation needs to be accompanied by regulatory reform, new policies and economic instruments to enable energy and broader resource-efficiency improvements. 8. Environment related levies, including carbon taxes, will be required to ensure producers include the cost of externalities into their pricing calculations. 9. Governments are challenged to find mixes of policies and regulatory mechanisms that best suit national circumstances. In particular, developing countries have a strong potential to leapfrog inefficient technologies by adopting cleaner production programmes, particularly those that support smaller companies, many of which serve global value chains. Of special importance to manufacturing is the introduction of recognised standards and labels, backed by reliable methodologies. Sumber: http://www.enterprise-development.org/page/greengrowth….. Diunduh 27/4/2012. EKO-EFISIENSI Eco-efficiency provides a graphic tool for combining different measures, yet still has shortcomings in allowing quantification and comparison based on empirical indicators. The guidelines behind eco-efficiency include reducing the material and energy intensity of products, enhancing material recyclability, extending product durability and increasing the service intensity of products. Eco-efficiency in manufacturing can be measured through indicators related to (i) resourceuse intensity and (ii) environmental-impact intensity. Considering its application at national level, UNESCAP (2009) has defined the following as key indicators for manufacturing in the Asia Pacific Region: Resource-use intensity: Energy intensity [J/GDP] Water intensity [m3/GDP] Material intensity [DMI/GDP] Environmental impact intensity: CO2 intensity [t/GDP] BOD intensity [t/GDP] Solid waste intensity [t/GDP] A supply-side strategy involves redesign and improving the efficiency of processes and technologies employed in the major materialsintensive subsectors of the manufacturing sector (ferrous metals, aluminium, cement, plastics, etc.). A demand-side strategy involves changing the composition of demand, both from within industry and from final consumption. This requires modifying output, i.e. to use final goods embodying materials and energy much more efficiently and/or to design products that require less material in their manufacturing. For instance, the need for primary iron and steel from energy-intensive integrated steel plants can be reduced by using less steel downstream in the economy (i.e. in construction, automobile manufacturing, and so on). On the other hand, if a green economy means improving not only productivity but also efficiency by a factor of four or more, a demand-side strategy is also required. Sumber: ….. Diunduh 27/4/2012 INNOVATION IN SUPPLY AND DEMAND Making society more efficient with regard to the use of energy, water, land and other resources is a challenge that requires changes along the full chain of production and consumption. The supply-side and demand-side approaches consist mainly of the following components: ■■ Re-design products and/or business models so that the same functionality can be delivered with fundamentally less use of materials and energy. This also requires extending the effective life-time of complex products and improving quality, by incorporating repair and remanufacturing into a closed-cycle system. ■■ Substitute “green” inputs for “brown” inputs wherever possible. For example, introduce biomass as a source of chemical feedstocks. Emphasise process integration and upgrade of process auxiliaries such as lighting, boilers, electric motors, compressors and pumps. Practice good housekeeping and employ professional management. ■■ Recycle internal process wastes, including waste-water, high temperature heat, back pressure, etc. Introduce combined heat and power (CHP) if there is a local market for surplus electric power. Use materials and energy with less environmental impact, e.g. renewables or waste as inputs for production processes. Find or create markets for other process wastes, especially organics. ■■ Introduce new, cleaner technologies and improve the efficiency of existing processes to leapfrog and establish new modes of production that have a fundamentally higher material- and energy efficiency. To start with, major savings potential in manufacturing lies in improving the resource efficiency of existing processes. ■■ Redesign systems, especially the transportation system and urban infrastructure down-stream, to utilise less resource-intensive inputs. The first target must be to reduce the need for and use of automotive vehicles requiring liquid fuels in comparison to rail-based mass transportation, bus rapid transit and bicycles. Sumber: ….. Diunduh 27/4/2012 PERTUMBUHAN HIJAU DAN EKO-INOVASI Innovation in technologies and how they are applied are key to enabling industry to create new business values while also benefiting people and the planet. In recent years, manufacturing companies have been upgrading their efforts towards sustainable manufacturing from pollution prevention to integrated approaches that take into account product lifecycles and wider impacts. Eco-innovation helps to enable this evolution through a combination of technological and non-technological changes that can yield substantial environmental improvements. The current economic crisis and climate change negotiations should be taken as a great opportunity to move towards a green economy by accelerating eco-innovation. Improving resource and energy use and engaging in a broad range of innovations to improve environmental performance will lead to new industries and new jobs in coming years. Incremental improvement is not enough, however. Industry must be restructured, and existing and breakthrough technologies must be more innovatively applied to realise green growth. Short-term relief packages deployed today can stimulate investments in technologies and infrastructures that help innovation and enable changes in the way we produce and consume goods and services. Eco-innovation has three dimensions: its targets (the main focus), its mechanisms (methods for introducing changes in the target) and its impacts (the effects on environmental conditions). Eco-innovation also involves both technological and non-technological changes. Sumber: http://www.oecd.org/document/37/0,3746,en_2649_34173_40695077_1_1_1_1,00.html….. Diunduh 27/4/2012 MENGAPA HARUS PERTUMBUHAN-HIJAU ? The crisis convinced many countries that a different kind of economic growth is needed. In response, many governments are putting in place measures aimed at a green recovery. Together with innovation, going green can be a long-term driver for economic growth, through, for example, investing in renewable energy and improved efficiency in the use of energy and materials. By analysing economic and environmental policies together, by looking at ways to spur eco-innovation and by addressing other key issues related to a transition to a greener economy such as jobs and skills, investment, taxation, trade and development, the OECD can show the way to make a cleaner low-carbon economy compatible with growth. Towards Green Growth provides recommendations to help governments to identify the policies that can help achieve the most efficient shift to greener growth, focusing, for example, on: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sumber: green jobs and social aspects green taxes and regulatory approaches industrial restructuring and renewal fiscal consolidation green technologies peer reviews co-operation between OECD countries and emerging economies involvement of stakeholders. http://www.oecd.org/document/10/0,3746,en_2649_37417_44076170_1_1_1_37417,00.html….. Diunduh 27/4/2012 SUSTAINABLE INDUSTRY The earliest mention of the phrase sustainable industries appeared in 1990 in a story about a Japanese group reforesting a tropical forest to help create sustainable industries for the local populace. (Dietrich, Bill. "Our Troubled Earth – Japan." The Seattle Times. November 13, 1990. Page F2.). Soon after, a study entitled “Jobs in a Sustainable Economy” by Michael Renner of the Worldwatch Institute was published, using the term sustainable industries. This 1991 report concluded, "Contrary to the jobs-versus-owls rhetoric that blames environmental restrictions for layoffs, the movement toward an environmentally sustainable global economy will create far more jobs than it eliminates. The chief reason: non-polluting, environmentally sustainable industries tend to be intrinsically more labour intensive and less resource intensive than traditional processes." While the conclusion may be subject to some debate, it nevertheless formed an important foundation of the sustainability movement. Among the features of sustainable industry offered in the paper were energy efficiency, resource conservation to meet the needs of future generations, safe and skillenhancing working conditions, low waste production processes, and the use of safe and environmentally compatible materials. Some of the benefits, however would be offset by higher prices (due to labor costs) and a theoretically larger population needed to perform the same amount of work, increasing the agricultural and other loads on the system. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Sustainable_industries ….. Diunduh 27/4/2012 ECO-EFFICIENCY dan SUSTAINABLE PRODUCTION Eco-efficiency is a management philosophy that links financial and environmental performance to create more value with less ecological impact. It focuses on business opportunities and allows companies to become more environmentally responsible and more profitable. Originally developed by the World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) it is a key business contribution to sustainable societies. Eco-efficiency enables more efficient production processes, creating better products and services while reducing resource use, waste and pollution along the entire value chain. In essence it is about creating more value with less impact. Not only can eco-efficiency save production costs but it can also create new sources of revenue for companies. Climate Change Response’s eco-efficiency and sustainable production services have a specific focus on the optimisation and innovation of industrial and commercial processes, products, and services. Prinsip Ekoefisiensi dalam Pemanfaatan Tambang Barang tambang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Prinsip ekoefisiensi pemanfaatan tambang dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Penghematan dalam pemakaian dengan selalu mengingat generasi penerus Melakukan ekspor bahan tambang sebagai barang jadi atau setengah jadi Mengadakan penyelidikan dan penelitian untuk menemukan daerah penambangan baru Diusahakan bahan pengganti. Misalnya pemakaian BBM diganti dengan tenaga surya, gas atau alkohol Diunduh dari: http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/03/prinsipekoefisiensi.html Sumber: http://www.climatechangeresponse.com.au/eco-efficiency-and-sustainable-production.html ….. Diunduh 27/4/2012. ECO-EFFICIENCY dan SUSTAINABLE PRODUCTION Eko-efisiensi dan Produksi bersih Cleaner production and eco-efficiency are key overarching and related approaches to assist businesses with improving the way they produce and consume resources. Cleaner production and eco-efficiency enable more efficient production processes and create better products and services while reducing resource use, wastes, and pollution. Climate Change Response provides eco-efficiency and cleaner production assessments that assist businesses to improve their operations and create more value with less impact. Prinsip Ekoefisiensi dalam Pemanfaatan Air Usaha pelestarian air dilakukan dengan cara sebagai berikut : Mempertahankan keberadaan hutan agar mata air tidak kering, terutama hutan di daerah hulu sungai Menjaga air sungai agar tidak tercemar. Pembuangan limbah industri ke sungai harus dinetralkan terlebih dahulu Mengusahakan air sumur agar tetap bersih. Misalnya, menjaga jarak antara sumur dan tempat pembuangan kotoran minimal 10 meter Mencegah pembuangan limbah nuklir atau limbah cair industri secara langsung ke laut. Menghindari kebocoran pada kapal tanker pengangkut minyak. Menghindari kecerobohan laut, seperti tabrakan antar kapal tanker dan tidak membuang limbah dan sampah ke laut Sumber: http://www.climatechangeresponse.com.au/eco-efficiency-and-sustainable-production.html ….. Diunduh 27/4/2012. ECO-EFFICIENCY dan SUSTAINABLE PRODUCTION Industrial Ecology and Symbiosis While the main focus of cleaner production and eco-efficiency is at the individual plant level, industrial ecology analyses industrial operations in relationship to their surrounding industrial and natural systems. It employs a holistic view to assess and improve the utilisation of natural resources including water, energy and raw materials. Climate Change Response’s industrial ecology and symbiosis services include: Identification, assessment, facilitation, and implementation of regional synergies between industries. These synergies often relate to by-products, utilities, services and supply chains. Enhancing the sustainable design and resource efficiency of companies in an industrial estate. Design and planning of eco-industrial or sustainability parks. Prinsip Ekoefisiensi dalam Industri Bahan (material) dan energi yang tidak termanfaatkan dalam suatu sistem proses produksi akan terbuang menjadi limbah dan menyebabkan meningkatnya social cost untuk proses lanjutannya. Oleh karena itu, perlu penerapan prinsip ekoefisiensi dalam industri sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Meminimalkan penggunaan bahan baku dan energi Meminimalkan pelepasan limbah beracun ke lingkungan Menghasilkan produk yang dapat didaur ulang Pemanfaatan SDA yang dapat diperbaharui (renewable resources) Mampu menghasilkan produk yang tahan lama. Sumber: http://www.climatechangeresponse.com.au/eco-efficiency-and-sustainableproduction.html ….. Diunduh 27/4/2012. ECO-EFFICIENCY dan SUSTAINABLE PRODUCTION Design for the Environment, Lifecycle Assessment and Supply Chain Management Producing a system-wide view of a product or service allows a Life Cycle Assessment (LCA) to help optimise the eco-efficiency of an entire product system as opposed to just a particular facility or process. Eco-innovation and Design for the Environment (DfE) help organisations integrate eco-efficiency where it is most needed at the conceptual planning and design stage. Environmental Supply Chain Management (ESCM) can help organisations identify eco-efficiency opportunities in their supply chain. Climate Change Response offers the following related services: 1. 2. 3. Eco-innovation and Design for the Environment to help organisations integrate sustainable production practices where it is most needed at the conceptual planning and design stage. Life-cycle assessment (LCA) and management of products, technologies, processes and services to determine their environmental performance from cradle to grave. Supply chain management including extended user responsibility and end-of-life product management to help organisations identify and manage sustainability opportunities through their supply chain. Sumber: http://www.climatechangeresponse.com.au/eco-efficiency-and-sustainableproduction.html ….. Diunduh 27/4/2012. EFISIENSI SUMBERDAYA What is resource efficiency? The people continue to consume more goods and services as our standard of living increases. Consequently we generate more waste and put more pressure on our natural environment and its resources. Environmental impacts include resource depletion and pollution from emissions to air and water. These occur at each stage of a product's life, from the sourcing of raw materials, to production, distribution and then recovery or disposal. The amount and nature of waste produced is a direct measure of the resource efficiency of the economy. Being more resource efficient – producing more with less and generating less waste – provides significant economic and environmental benefits. Resource efficiency brings together efforts to help human-being: 1. Reduce waste generation through waste avoidance strategies Waste generation can be avoided by appropriate and efficient resource use. The impact of the life cycle of goods and services can be minimised with sustainable design, production and product stewardship approaches. 2. Increase recycling and reuse of resources While Victoria has excellent rates of resource recovery with 55% of waste materials being diverted from landfill and recovered, potential exists for improving this performance further. Part of this potential lies in the processing of waste streams, that are otherwise destined for landfill, to separate materials that can be reused or recycled. 3. Manage safe disposal of wastes Despite best efforts and intentions to reduce waste and recover resources, Victoria will continue to produce wastes from which further recovery of resources is either impracticable or not possible with available technology. Well designed and operated landfills can provide safe and secure containment of non-recyclable wastes and avoid contamination of the surrounding environment. Sumber: http://www.dse.vic.gov.au/conservation-and-environment/sustainability/waste-management-andresource-efficiency/resource-efficiency ….. Diunduh 27/4/2012 HINTS AND TIPS FOR IMPROVING RESOURCE EFFICIENCY IN YOUR BUSINESS Publication 1255 October 2008 These tips will help identify ways to improve business environmental performance while increasing productivity and reducing costs of production. Resource efficiency is often a cheap and fast way to solve problems as reducing waste will reduce the size and cost of any subsequent treatment process and/or disposal costs. 1. 2. 3. 4. 5. Your business can look forward to: • Increased cost saving • Process efficiency • Improved occupational health and safety management • Enhanced shareholder relations • Improved reputation. The hints and tips have been grouped for ease of reference and the broad categories are listed below. They are intended to help you focus on specific areas in your business and guide your subsequent actions. The impacts of any actions on other resources should always be assessed prior to implementation. Ekoefisiensi dalam Memenuhi Kebutuhan Sumber Energi Berbagai aktivitas manusia membutuhkan energi seperti batu bara, minyak bumi, geothermal, hidro karbon, air, sinar matahari, angin, dan ombak. Permasalahan global saat ini adalah semakin berkurangnya cadangan minyak bumi dunia, sementara kebutuhan bahan bakar harus selalu tersedia. Penerapan prinsip ekoefisiensi dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar antara lain : penggunaan sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui seperti tenaga angin, sinar matahari, air, biomassa, dan bahan-bahan organik. Diunduh dari: http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/03/prinsipekoefisiensi.html Sumber: http://epanote2.epa.vic.gov.au/EPA/publications.nsf/2f1c2625731746aa4a256ce90001cbb5/956a37b8e608cd e4ca2574dc00189ac3/$FILE/1255.pdf ….. diunduh 27/4/2012 WASTE ASSESSMENT If it's your factory, it's your waste and it's your money! One way of assessing your current environmental performance is to conduct a waste assessment. A waste assessment will help you to better understand where your efforts will gain most value. What is the purpose of a waste assessment? The main aims of a waste assessment are to: 1. Identify each waste stream on or leaving the site. 2. Quantify and characterise each waste stream to establish benchmark data. 3. Establish how and why each waste stream is generated. 4. Calculate costs incurred with treatment, storage, handling and disposal of wastes, including quantifying associated labour, energy, water and lost raw material costs where possible. 5. Determine liabilities associated with waste generation. 6. Identify options for more efficient and effective waste management (for example identify reduction/diversion opportunities). What's involved? The following are the key tasks involved in a waste assessment: 1. Select waste assessment team — this should include at least one company employee. 2. Determine audit scope — this depends on size of assessment required and parameters set. 3. Collect available data. 4. Identify and characterise waste streams. 5. Evaluate data. 6. Identify and prioritise options. 7. Prepare a report and plan of action. What happens? There are three main stages involved in a waste assessment. These are: 1. Preliminary assessment – aims to identify major environmental issues, major opportunities for improvement and major economic issues. 2. Detailed study and improvement plan – aims to find the best options for minimisation in the site. 3. Monitoring and review – aims to monitor and confirm the indicators and targets previously established. Sumber: http://epanote2.epa.vic.gov.au/EPA/publications.nsf/2f1c2625731746aa4a256ce90001cbb5/9 56a37b8e608cde4ca2574dc00189ac3/$FILE/1255.pdf ….. Diunduh 27/4/2012 MEMPERBAIKI PEMBELIAN/ PENGADAAN Cleaner production starts with cleaner procurement By improving your purchasing, your resource use and waste output will be reduced. Buying recycled materials can reduce the amount of waste sent to landfill. Memperbaiki Pembelian/Pengadaan untuk …... 1. 2. 3. 4. 5. Mereduksi produksi limbah Match package quantities to your batch sizes to avoid over ordering of raw materials. Investigate whether a different raw material would produce less waste. Set environmental standards for your suppliers, their products and services, and request substantiation of their claims. There should be no premium for this. Check for damaged or tainted goods when received as these are a source of costly waste. Ask your suppliers to accept their empty drums in return for full ones. Menghargai Minimisasi Limbah 1. 2. 3. 4. 5. 6. Purchase recycled materials where possible, if you do not 'buy recycled', you're not recycling. Give preference to products that are designed for long life, are reusable or recyclable, and are made and packaged with minimum material. Consider service contracts with a definable process outcome (for example, a clean, safe, efficient cooling tower) rather than chemical inputs regardless of effect. Ask your supplier to help you reduce chemical usage, and share the savings. Produce efficiency benchmarks for the use of raw materials with the help of your suppliers. Avoid buying new products or services, which will increase the risk to your business. Sumber: ….. Diunduh 27/4/2012 MEMPERBAIKI SIMPANAN / GUDANG Perbaikan dapat dilakukan untuk …..... SIMPANAN / Storage 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Only store what you need. Good inventory management can save money. Keep all storage areas uncluttered, clean and clearly labelled. Ensure that materials in storage cannot collect, contaminate or mix with rainwater. Ensure storage tanks, including those underground, are not leaking. Store all materials and wastes in separate clearly designated areas. Store hazardous materials undercover and on a sealed surface, ideally in a bunded area. A bund is a hump around a work or storage area that prevents oil, water, and other fluids from escaping to stormwater drains. Bunds are usually permanent installations made from concrete or steel, but they can also be portable plastic or rubber construction. Keep storage areas well ventilated. Ensure chemicals cannot react with others stored nearby. For example, battery acid should not be stored beside brake fluid as they can react violently. Ensure that your store always operates on a ’first in, first out’ basis, so that old materials and packages do not accumulate in your store. Check expiry dates for all stored materials. Use drum pumps and/or tilters to completely drain drums before their return to the supplier, alternatively triple rinse drums and other containers and recycle them. Avoid keeping empty containers, unless they have a specific use. Establish clearly signed, segregated areas for appropriate storage of all equipment, materials and wastes. 14. Ensure storage of materials only occurs in designated areas. Sumber: ….. Diunduh 27/4/2012 MEMPERBAIKI SIMPANAN / GUDANG Perbaikan dapat dilakukan untuk …..... Housekeeping • Establish and enforce standards for housekeeping. • Identify activities that add value to your business to improve time efficiency. 1. 2. 3. 4. 5. Memiimumkan Limbah Only stockpile wastes if this enables more cost effective recycling. Avoid accumulation of unnecessary items – if you do not need it, get rid of it. Ensure all employees are responsible for the waste they produce. Make sure your staff know what to do with any wastes they produce. Look at what other industries, or companies within your industry, are doing. Spill response • Keep a spill kit easily and quickly accessible in your chemicals storage area. • Ensure spills are cleaned immediately with a spill kit, and recycled or disposed of correctly. If you manage storage properly you can improve workplace safety, reduce risks to the environment and save money through reduced storage losses. Sumber: ….. Diunduh 27/4/2012 KONSERVASI ENERGI Menggunakan sedikit – Biaya sedikit If you reduce your energy consumption you can save money and reduce greenhouse gases caused by burning fossil fuels. Perbaikan dapat dilakukan …..... Di Tempat Kerja 1. Turn off all lights and equipment when they do not need to be operating. 2. Use energy efficient office equipment and power saving functions where they will be most effective. 3. Use the most efficient motors, make sure equipment is the right size for the job, that is, not too big. 4. Use the most efficient lights — triphosphor tubes are cheaper to run than fluorescent lights. 5. Replace incandescent globes with fluorescent tubes to save power as well as reduce air conditioning loads and reduce labour needed to change globes. 6. Install skylights in the roof or walls to reduce the need for artificial lighting. 7. Minimise expenditure on space heating. At 20 °C, a 1 °C increase can cost about 20 per cent more. 8. Insulate rooms to minimise energy waste. 9. Fit self closing doors to reduce heat (or cold) loss from draughts. 10. Consider installing a co-generation plant to reduce energy costs and increase energy efficiency. 11. Minimise the use of hot water as it costs much more than cold water. Di Dalam Proses 1. Improve insulation of all hot process items and steam lines to minimise simple heat loss. 2. Remove frost on refrigerated coolant lines through better insulation. This will keep the ice where you need it and where it can add value to your business. 3. Avoid steam leaks. A 1 kg/min steam leak costs about $1/hour and $2/hour in an airconditioned space. 4. Find ways to transfer heat from hot process streams into cold streams. 5. Ensure your boiler is tuned properly and that blowdown losses are minimised. Improved feedwater quality (for example rainwater) may help reduce blowdown losses. 6. Require suppliers to quote the energy consumption and costs of a new piece of equipment. Sumber: ….. Diunduh 27/4/2012 KONSERVASI ENERGI Pada saat memilih sumber-sumber energi 1. Investigate alternative energy sources such as solar hot water, waste, bio-ethanol and wind energy. 2. Use a clean fuel such as LPG or methanol. 3. Use fuels with the least greenhouse impact. Methane LEAST LPG Oil Diesel Black coal Brown coal MOST Energi dalam pengetahuan teknologi dan fisika dapat diartikan sebagai kemampuan melakukan kerja. Energi di dalam alam adalah suatu besaran yang kekal (hukum termodinamika pertama). Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat dikonversikan/berubah dari bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang lain, misalnya pada kompor di dapur, energi yang tersimpan dalam minyak tanah diubah menjadi api. Selanjutnya jika api digunakan untuk memanaskan air dalam panci, energi berubah bentuk lagi menjadi gerak molekul-molekul air. Perubahan bentuk energi ini disebut konversi. Sedangkan perpindahan energi disebabkan adanya perbedaan temperatur yang disebut kalor. Energi juga dapat dipindahkan dari suatu sistem ke sistem yang lain melalui gaya yang mengakibatkan pergeseran posisi benda. Transfer energi ini adalah kemampuan suatu sistem untuk menghasilkan suatu kerja yang pengaruh/berguna bagi kebutuhan manusia secara positif. Jadi energi adalah suatu kuantitas yang kekal, dapat berubah bentuk, dan dapat pindah dari satu sistem ke sistem yang lain, akan tetapi jumlah keseluruhannya adalah tetap. Sumber: http://mjpcenter.blogspot.com/2011/02/pengertian-konversi-energi.html ….. Diunduh 27/4/2012 KONSERVASI AIR Jangan menggunakan uang seperti air, gunakanlah air seperti uang!! Untuk menghemat air ……..... Mengurangi penggunaan = Reduce 1. Determine the minimum volume of water you need. Compare your performance to others and make improvements where possible. 2. Fix dripping taps and leaking pipes — a dripping tap wastes more than $100 a year. 3. Install water saving accessories around your business, contact your local water authority for ideas. 4. Compare water usage on volume per unit production, not per unit time (for example, use litres/bottle of soda, not litres/minute). 5. Avoid using water wherever possible — use a dry technique such as a broom, vacuum cleaner or compressed air jet. 6. Use a dry method as a materials conveyor instead of water. 7. Use counter flow rinsing with as many rinse stages as possible, as most contaminants are removed in the first rinse. Two short rinse stages are much more water efficient than one long one. 8. Minimise contaminant ‘drag out’ to additional rinse stages by optimising your counter flow rinse system. Menggunakan-kembali = Reuse 1. Determine the cheapest way to treat wastewater. It may be more profitable to treat the water for reuse rather than disposal. 2. Investigate the possibility of rainwater harvesting for use as boiler feed or cooling tower makeup. This can be a cost effective way of reducing water related costs such as reducing the size of drainage systems in new structures. 3. Account for all losses involved in the disposal of water. Heat, chemicals, labour and plant capacity may also be thrown away. 4. Consider using wastewater for lower grade uses where water quality does not have to be so high (check, however, that it does not compromise product quality). Sumber: ….. diunduh 27/4/2012 PRESERVASI SALURAN AIR Preservasi saluran air ….... Melindungai drainage 1. Ensure that all stormwater drains and sewer entry points are correctly and clearly marked, and protected where appropriate. 2. Ensure that all staff know the difference between stormwater and sewer. 3. Fit litter traps onto stormwater inlets to stop rubbish going to the local creek. 4. Identify stormwater drains to reduce accidental discharges to the local creek. 5. Prevent sediment from construction sites entering stormwater drains by using straw bales or fabric filters. 6. Ensure that all waste streams including wash pads, triple interceptor traps, and filter separators are not connected to stormwater drains but are connected to the sewer, where appropriate, in accordance with the trade waste agreement with your sewer authority. 7. Make sure all rainwater downpipes connect to stormwater and not to the sewer. 8. Prevent contamination of rainwater by roofing over areas where spills can occur. Mengendalikan Pencucian dan Tumpahan 1. Avoid washing equipment, transferring chemicals, opening liquid containers and filling tanks where spillage could flow to a creek or stormwater drain. 2. Use a broom and dust pan (that is, dry methods) instead of hosing down paved areas. 3. Keep large exterior work areas clean to significantly improve water quality. 4. Never tip oils, paints, solvents or any pollutant onto the ground or down a drain. 5. Prevent spilt materials or wastewater from flowing into stormwater drains. 6. Store wastes, oils and chemicals where spills cannot contaminate stormwater. 7. Ensure your staff can quickly and effectively block your stormwater drains in an emergency. 8. Be prepared for spills and respond to them immediately (do not hose them away). 9. Use a tray or bucket to catch spills under work areas. 10. Keep machinery clean to identify and rectify faults or leaks. 11. Keep a spill kit on site for cleaning up any spills. Sumber: ….. diunduh 27/4/2012 MEREDUKSI LIMBAH 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Reduce Quantify the waste you produce. Waste is the difference between the materials you pay for and the materials your customer pays for. Account for the difference between the tonnage of raw materials and the tonnage of products you produce. This will allow you to identify reduction opportunities. Examine each process step to determine where wastes are produced and to devise measures for waste prevention or reduction. Many wastes occur because of process inefficiency. Calculate the theoretical minimum waste production from your processes. You should aim to keep within 10 per cent of this figure. Devise ways of reducing your waste with your employees and suppliers so they too can share in the savings, for example rewards for employees and suppliers who reduce waste. Remember, your waste management contractor is a key supplier for assisting with waste minimisation. Ask them how they can help and work in partnership. Keep a running tally of waste production so you can track your improvement. Make sure you include internal wastes such as rework and recycle streams. Reuse 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. Reuse drums and containers where possible. Ask suppliers to exchange empties. Identify ways of reusing materials in the process at different stages, for example recirculating cooling water. Identify possible ways of selling your waste to other organisations for their production processes. Recycle Segregate wastes wherever possible — this will aid recycling and provide an indication of why waste is forming (do not mix waste streams). Investigate alternative uses for organic waste that cannot be reduced or reused, for example compost or convert the waste to energy. Divert recyclable wastes from the general waste bin, identify recyclers or waste disposal contractors and organise regular collections. Join with neighbouring businesses to get common wastes recycled cost effectively and talk to your waste contractor about cost off-sets by efficient serving of the area. Less waste = less pollution = less effort = less cost Sumber: ….. diunduh 27/4/2012 MEREDUKSI RISIKO Mencegah Pencemaran dan Meminimumkan Risiko dnegan jalan …..... Improving management • Keeping up-to-date and accurate records. • Regular maintenance programs. Assessing chemical use • Substituting toxic materials with non-toxic materials where possible. • Insist on a material safety data sheet (MSDS) from suppliers before accepting and new batches of chemicals. This will explain the safety and environmental measures that are required to store and use the product properly. Training Train staff to handle materials as directed by the information on the MSDS. Ensure staff know who to contact if they encounter an environmental problem beyond their capability. Provide adequate training to employees in all aspects of their roles including environmental management skills and obligations. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Menggunakan teknik simpanan yang benar Ensure lighting is adequate to avoid accumulation of mess and to allow fault detection. Store materials where a spill cannot contaminate the soil. Store liquids indoors or undercover, on a sealed surface and within a bunded area. Store oils and chemicals in closed containers. Maintain stock levels of raw materials and wastes below one month's production needs. Keep a list of all chemicals stored, together with their material safety data sheets MSDS. Ensure chemicals cannot react with others stored nearby. For example, acids should not be stored beside alkalis as they can react together violently. Include planning for fire and other emergencies when planning storage locations. Sumber: ….. diunduh 27/4/2012 REDUCING RISK Prevent pollution and minimise risk by... Correct handling and disposal techniques 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Make sure you know where every type of waste should go – talk to your waste contractor, neighbouring companies or contact EPA if you are unsure of your environmental responsibilities. Develop a management or removal plan for any asbestos or polychlorinated biphenyls (PCBs) that maybe in the structure or equipment of your factory. Dispose of materials using a reputable and correctly licensed contractor. Ensure unwanted substances are disposed of promptly, in accordance with EPA guidelines. Organise a specialist contractor to remove old/suspect stock. Develop handling methods for chemicals that minimise potential for spillage. Ensure that all staff have an appropriate level of induction and operational skills training to fulfil their duties safely and efficiently. By identifying the risks in your business due to the storage of oils, fuels and chemicals, the potential costs and chance of air, water or soil pollution can be reduced. Sumber: ….. diunduh 27/4/2012 IMPROVING INFORMATION Improvements can be made to... Measurement • Measure and track your usage rates for energy, water and ingredients. • Ensure that your suppliers measure, and are accountable for, the quality of their product or service, including environmental impacts. • Define the optimum start up conditions for each process, and train staff to minimise start up losses. • Measure what you sell or package and ensure you do not give your product away. • Assess your environmental performance regularly. Recording • Keep maintenance/material safety data sheet manuals in an easily accessible place (and keep them up-todate). • Keep current records up to date and manage your historical records effectively. Reporting 1. 2. 3. 4. 5. Devise reports in terms of products that you sell. For example, litres of water per tonne of product, or kilograms of waste per tonne of product. Track usage rates of raw materials, for example, product yields, number of spills and waste output rates. Develop a system to record your measurements, and determine full cost attribution for each waste product (that is, know how much each waste really costs). Be consistent when taking and recording measurements. Establish regular reports for major resource consumables including water and energy. Report all consumption by a per unit production basis, not by time (for example, litres of water/unit of production not litres of water/minute). Sumber: ….. diunduh 27/4/2012 IMPROVING SYSTEMS Managing compliance is managing waste, managing efficiently will ensure compliance By developing and documenting sound work systems and procedures (such as an environmental management system), you can ensure that you are in control of your business and are less likely to experience failures, unexpected wastage or non-compliances. Improvements can be made to... Systems management Identify and assess environmental impacts of your business activities – a good way to start is to conduct a waste assessment. 2. Review the effectiveness of all existing controls and work instructions. 3. Identify what issues that need to be addressed and what practices need to be changed, and record this information. 4. Develop an effective waste management plan as a minimum. 5. Devise procedures and plans to reduce environmental impacts. 6. Establish an environmental policy (that is achievable in your business) and communicate it to staff and external stakeholders such as suppliers and customers. 7. Consider integrating environmental management activities into existing systems such as quality and/or safety. 8. Plan for emergencies, develop contingency plans for potential incident scenarios. 9. Measure and monitor your environmental performance on a regular basis. 10. Involve staff, suppliers, customers, local community and other stakeholders in developing a long-term environmental improvement plan for your business. 11. Consider establishing an environmental management system to ISO 14001 standard. 1. Staff responsibilities 1. 2. 3. 4. 5. Ensure environmental management is an integral part of your business responsibilities. Form a cleaner production team and nominate a team leader. Brainstorm with the team (and other staff if possible) to develop a list of improvement options for eliminating or reducing wastage. Integrate environmental responsibilities such as for materials and energy efficiency into position descriptions. Use trained staff (or train your staff if required) to undertake monitoring of environmental performance and to review your systems on a yearly basis. Sumber: ….. diunduh 27/4/2012 REDUCING ODOUR AND AIR EMISSIONS There are simple ways to reduce or eliminate odour and/or other air emissions, including........ 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. When working with solvents and odorous materials, use a fume hood or spray booth to reduce the vapours leaving the area. Closing doors and windows of the premises when using odorous materials. Using low odour products and materials. Minimising the quantities of solvents and other volatile materials used. Seeking advice on reducing odour emissions or other such air emission issue. Remembering that odours can be irritating to neighbours and other commercial/industrial premises in the vicinity, so improve communication with neighbours to avoid conflict. Improving housekeeping. For dust, improve communication with neighbours and 'damp down' dusty surfaces/materials. Many air emissions may be negligible in terms of quantity, but they may still provide an odour that is irritating to others nearby. Sumber: ….. diunduh 27/4/2012 EKONOMI PRODUKSI Produksi adalah kegiatan menciptakan dan menambah daya guna barang dan jasa. Tujuan produksi adalah menjaga kesinambungan usaha, meningkatkan keuntungan, meningkatkan jumlah, mutu, dan metode barang, serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Faktor produksi merupakan semua benda dan alat-alat y6ang digunakan untuk menghasilkan atau menambah daya guna barang. Faktor produksi meliputi sumber daya alam, manusia, modal, dan sumber daya kewirausahaan. Sumberdaya alam meliputi tanah, air, hutan , udara, sinar matahari, dan barang-barang tambang. Sumber daya manusia dibedakan atas sifat kerja dan kualitas kerja. Sumber daya modal dibedakan menurut sifat, fungsi, bentuk, dan menurut sumber. Fungsi pengusaha meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Fungsi produksi adalah mengkombinasikan sumber daya alam, manusia, modal, dan teknologi yang digunakan. Total produksi adalah produksi keseluruhan. Produksi marginal adalah produk tambahan karena bertambahnya faktor produksi. Hukum produk marginal yang semakin menurun menyatakan bahwa apabila faktor-faktor produksi bertambah terus menerus sebanyak unit tertentu, pada mulanya total produksi meningkat, tetapu sesudah mencapai tingkat tertentu produk marginal akan semakin menurun. Prinsip ekonomi adalah asas berusaha dengan pengorbanan tertentu untuk memperoleh hasil semaksimal mungkin atau bertindak dengan alat yang tersedia untuk memperoleh hasil yang sebesar-besarnya. Motif ekonomi adalah dorongan untuk melakukan tindakan ekonomi. Motif ekonomi yang umumnya melatari kegiatan ekonomi : a. ingin makmur b. ingin menguasai sector-sektor ekonomi c. ingin terpandang di masyarakat d. ingin berbakti terhadap sesame manusia (berbuat social) Polotik ekonomi adalah tindakan yang diambil di bidang ekonomi untuk memperbaiki perekonomian dalam rangka mencapai kemakmuran. Sumber: … http://rhemine.blogspot.com/2010/02/ekonomi-produksi.html.. diunduh 28/4/2012 “Fungsi produksi” Fungsi Produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan fisik atau teknis antara jumlah faktor-faktor produksi yang dipergunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu, tanpa memperhatikan harga-harga, baik harga faktor-faktor produksi maupun harga produk. Fungsi Produksi juga dapat diartikan sebagai suatu persamaan matematis yang menunjukkan hubungan fungsional antara jumlah output maksimum yang dapat dihasilkan dalam satu proses produksi tertentu dan satu set input yang digunakan oleh produsen pada tingkat teknologi yang tertentu pula. Fungsi produksi dapat dirumuskan : Y = f (X1, X2, X3, ……….., Xn) ; dimana Y = tingkat produksi (output) yang dihasilkan dan X1, X2, X3, ……, Xn adalah berbagai faktor produksi (input) yang digunakan. Sumber: ….. diunduh 28/4/2012 Teori Ekonomi Produksi : Satu Input Variabel (Analisis Jangka Pendek) Fungsi produksi dengan satu faktor produksi adalah hubungan antara tingkat produksi dengan satu macam faktor produksi yang digunakan , sedangkan faktorfaktor produksi yang lain dianggap penggunaannya tetap pada tingkat tertentu (ceteris paribus). Secara matematis fungsi produksi tersebut dapat dinyatakan : “Y = f (X1/ X2, X3, ….., Xn)” Fungsi ini dibaca : produk Y adalah fungsi dari faktor produksi X1, jika faktor-faktor produksi X2, X3, ……, Xn ditetapkan penggunaannya pada suatu tingkat tertentu. Jadi, satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlah penggunaannya adalah faktor produksi X1. Sumber: ….. diunduh 28/4/2012 Teori Ekonomi Produksi : Dua Input Variabel (Analisis Jangka Panjang) Dalam analisis ini dimisalkan hanya ada dua faktor produksi yang dapat diubah-ubah penggunaannya di dalam proses produksi. Misalnya kedua faktor produksi tersebut dapat saling menggantikan. Faktor produksi X1 dapat menggantikan faktor produksi X2, demikian pula sebaliknya X2 dapat menggantikan X1. Dalam proses produksi yang digunakan dua input variabel, alat analisis yang digunakan untuk melihat hubungan fungsional antara output dan input adalah garis isoquant. Garis Isoquant/Isoproduct/Kurve Produk adalah garis yang menunjukkan berbagai kemungkinana kombinasi 2 input yang menghasilkan jumlah produksi (output) yang sama besar. Sumber: ….. diunduh 28/4/2012 Biaya Produksi Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang-barang produksi oleh perusahaan tersebut. Secara garis besar biaya produksi dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu biaya produksi eksplisit dan biaya produksi implisit. Untuk analisis biaya produksi perlu diperhatikan dua jangka waktu, yaitu : (1) jangka panjang, yaitu jangka waktu di mana semua faktor produksi dapat mengalami perubahan dan (2) jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana sebagian faktor produksi dapat berubah dan sebagian lainnya tidak dapat berubah. Biaya produksi dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu : (1) Biaya tetap(fixed cost) dan (2) Biaya variabel (variable cost). Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktorfaktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan oleh perusahaan tersebut. Jenis biaya produksi : Biaya eksplisit adalah pengeluaran perusahaan yang berupa pembayaran dengan uang untuk mendapatkan faktor produksi dan bahan mentah yang dibutuhkan perusahaan. Biaya implisit adalah perkiraan pengeluaran (biaya) atas faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. Sumber: http://aandhimas.blogspot.com/2011/06/teori-ekonomi-mikro-biaya-produksi.html ….. diunduh 28/4/2012 Teori Biaya Produksi Jangka Pendek “Biaya produksi jangka pendek adalah periode produksi di mana produsen tidak dapat mengubah input tetap tersebut” Dalam periode produksi jangka pendek berlaku Hukum Pertambahan Hasil yang semakin berkurang. Di dalam teori biaya jangka pendek, hal ini terlihat pada bentuk kurva-kurva biaya variabel dan total yang tidak linier terhadap jumlah output. Biaya marjinal (MC) pada tingkat permulaan menurun, dan mulai titik tertentu menaik. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Biaya tetap total (Total fixed cost/TFC) : keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor produksi yang bersifat tetap. Biaya variabel total (total variable cost/TVC) : keseluruhan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh faktor produksi yang bersifat variabel. Biaya total (total cost/TC) : keseluruhan biaya produksi yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah output tertentu baik yang bersifat tetap maupun variabel (TC = TFC + TVC). Biaya rata-rata (average cost/AC) : biaya diproduksi yang diperhitungkan untuk setiap unit output (AR = TC/Q) Biaya tetap rata-rata (average fixed cost/AFC) : biaya tetap yang dibebankan kepada satu unit output (AFC = TFC / Q) Biaya variabel rata-rata (average variable cost/AVC) : biaya variabel yang dibebankan kepada kepada setiap unit output (AVR = TVC/Q) Biaya marjinal (marginal cost/MC) : kenaikan biaya yang dikeluarkan perusahaan sebagai akibat kenaikan satu unit output (MCn = TCn - TCn-1) Sumber: http://aandhimas.blogspot.com/2011/06/teori-ekonomi-mikro-biaya-produksi.html ….. diunduh 28/4/2012 Teori Biaya Produksi Jangka Panjang “Biaya produksi jangka panjang adalah periode produksi di mana produsen dapat mengubah faktor produksi tetap” Dalam periode produksi jangka panjang ada kecenderungan bahwa pada tingkat permulaan dengan semakin diperluasnya skala usaha akan meningkatkan efisiensi usaha, tetapi mulai titik tertentu perluasan usaha yang lebih lanjut akan berakibat semakin menurunnya efisiensi usaha secara keseluruhan. Skala usaha di mana tingkat efisiensi perusahaan mencapai nilai tertinggi disebut dengan skala usaha yang optimal (optimum scale of plant). Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh factor-faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang-barang produksi oleh perusahaan tersebut. Untuk analisis biaya produksi perlu diperhatikan dua jangka waktu, yaitu 1. Jangka panjang, yaitu jangka waktu di mana semua faktor produksi dapat mengalami perubahan dan 2. Jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana sebagian faktor produksi dapat berubah dan sebagian lainnya tidak dapat berubah. Biaya produksi dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu 1. Biaya tetap (fixed cost) 2. Biaya variabel (variable cost). Sumber: http://harihsusanto.blogspot.com/2010/03/biaya-produksi_21.html….. diunduh 28/4/2012 Kurva Biaya Produksi Kurve biaya produksi adalah kurve yang menunjukkan hubungan antara jumlah biaya produksi yang dipergunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Pada umumnya biaya produksi ditunjukkan oleh sumbu vertikal dan jumlah produk oleh sumbu horizontal. FC Kurva Biaya tetap (FC), Biaya variabel (VC) dan Biaya Total (TC) Permintaan dalam industri pariwisata terdiri dari beberapa fasilitas atau produk yang berbeda, namun sangat erat kaitannya dengan kebutuhan wisatawan selama dalam perjalanan wisata yang dilakukannya (composite demand). Lebih lanjut menurut Shmoll, faktor-faktor yang menentukan permintaan terhadap daerah kunjungan wisata antara lain : 1. Harga (price) 2. Daya tarik wisata (tourist attractions), fasilitas yang tersedia (tourist facilities), bentukbentuk pelayanan lainnya (services) seperti transportasi lokal, telekomunikasi, dan hiburan. 3. Kemudahan-kemudahan untuk berkunjung (accessibilities) seperti sarana jalan, jembatan, tenaga listrik, atau persediaan air bersih. 4. Pre travel services and informations 5. Images of tourist destination. Sumber: http://www.infowisata.web.id/2011/05/aspek-ekonomi-pariwisata.html ….. diunduh 28/4/2012 Kurve ini bisa diperoleh dengan diketahuinya : (1) kurve produk tetap (KPT), dan (2) hargaharga per unit input yang digunakan. Sebuah fungsi produksi menghubungkan input dengan output. Fungsi tersebut menentukan kemungkinan output maksimum yang bisa diproduksi dengan sejumlah input tertentu atau sebaliknya, kuantitas input minimum yang diperlukan untuk memproduksi suatu tingkat Output tertentu. Fungsi produksi ditentukan oleh teknologi yang tersedia bagi sebuah perusahaan. Oleh karena itu, input/output untuk setiap sistem produksi merupakan suatu fungsi dari hubungan tingkat teknologi dari pabrik, peralatan, tenaga kerja, bahan-bahan dan lain-lain yang digunakan perusahaaan tersebut. Setiap perbaikan teknologi seperti pemakaian komputer untuk melakukan proses pengendalian yang memungkinkan sebuah perusahaan industri bisa memproduksi sejumlah output tertentu dengan bahan baku yang lebih sedikit, energi dan tenaga kerja yang sedikit, atau adanya suatu program latihan yang bisa meningkatkan produktivitas tenaga kerja, akan menghasilkan sebuah fungsi produksi yang baru. Sifat-sifat dasar dari fungsi produksi bisa dilukiskan melalui penelaahan sebuah fungsi produksi sederhana dengan fungsi produksi baru yang lebih kompleks. Sumber: http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=39542 ….. diunduh 28/4/2012 PENGERTIAN DAN PENERAPAN TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara masukan prosuksi (Input) dan Produksi (output). Analisis fungsi produksi dilakukan untuk mengetahui bagaimana sumberdaya yang terbatas, seperti lahan, teaga kerja dan modal dapat dikelola dengan baik untuk mencapai produksi maksimum. Proses produksi merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh stakeholders ekonomi (dalam hal ini firm / perusahaan) dengan mengoptimalkan Input untuk memaksimalkan output. Berkaitan dengan eksistensi input diatas, maka input tersebut sesungguhnya didapat dari stakeholders ekonomi yang lain (dalam hal ini Households / Rumah tangga). Hal ini merupakan gambaran kecil proses prosuksi dalam ranah ekonomi mikro, yang hanya melibatkan dua stakeholders ekonomi saja. Pada tahun 1982 fungsi Cobb-Douglas dikembangkan oleh peneliti sehingga namanya bukan saja “fungsi produksi”, tetapi juga yang lain, yaitu “fungsi biaya dan fungsi keuntungan”. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi Cobb-Douglas memang dianggap penting. Sumber: http://gangsarnovianto.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-penerapan-teori-produksi.html ….. diunduh 28/4/2012 PENGERTIAN DAN PENERAPAN TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara masukan prosuksi (Input) Fungsi produksi Cobb-Douglas diperkenalkan oleh Cobb, C.W dan Douglass, P.H (1982), yang dituliskan dan dijelaskan Cobb, C.W dan Douglass, P.H dalam artikelnya “A Theory of Production”. Artikel ini dimuat dalam majalah American Economic Review 18, halaman 139-165. Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen (yang dijelaskan/Y), dan yang lain disebut variabel independen (yang menjelaskan/X). (Soekarwati,1993). Dalam fungsi produksi, maka fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi produksi yang ingin memperlihatkan pengaruh input yang digunakan dengan output yang diinginkan. Pentingnya pendugaan menggunakan EKONOMETRIKA (Ekonomi, Matematika, Statistika). Dalam dunia ekonomi, pendekatan Cobb-Douglas merupakan bentuk fungsional dari fungsi produksi secara luas digunakan untuk mewakili hubungan output untuk input. Untuk produksi, fungsi dapat digunakan rumus : Y = AL α K β , Y = K α β AL, Keterangan: Ø Y = total produksi (nilai moneter semua barang yang diproduksi dalam setahun) ; Ø L = tenaga kerja input ; Ø K = modal input ; Ø A = produktivitas faktor total ; Ø α dan β adalah elastisitas output dari tenaga kerja dan modal, masing-masing. Nilai-nilai konstan ditentukan oleh teknologi yang tersedia. Sumber: http://gangsarnovianto.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-penerapan-teori-produksi.html ….. TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS Bentuk umum dari fungsi Cobb Douglas adalah sebagai berikut: Q = δ L^α M^β Bentuk transformasi: Ln Qn = konstanta + L ln Ln + M ln Mn Bentuk asli: Qn = e^konstanta Ln^L Mn^M Keterangan: Q = output; L = input jam kerja efektif (tenaga kerja); M = input jam kerja mesin efektif; δ = koefisien intersep (indeks efisiensi); α = elastisitas output dari input L; β = elastisitas output dari input M Karena penyelesaian fungsi Cobb Douglass harus diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan persamaan tersebut: 1. 2. 3. 4. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui. Dalam fungsi produksi,perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan tehnologi dalam setiap pengamatan, ini artinya kalau fungsi produksi yang dipakai dalam pengamatan memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan tersebut terletak pada intersep dan bukan pada kemiringan (slope) model tersebut. Tiap variabel x adalah perfect competition. Perbedaan lokasi seperti iklim adalah tercakup pada faktor kesalahan u (disturbance term). Sumber: ….. diunduh 28/4/2012 PENGERTIAN DAN PENERAPAN TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS Bentuk umum fungsi produksi Cobb-Douglas adalah: Q = δ.I α Keterangan: Ø Q = Output Ø I = Jenis input yang digunakan dalam proses produksi dan dipertimbangkan untuk dikaji Ø δ = indeks efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output Ø α = elastisitas produksi dari input yang digunakan Persamaan Regresi Linier: Sebelum data dapat diolah dan dianalisis lebih lanjut, data-data yang diperoleh harus terlebih dulu ditransformasikan ke dalam bentuk Logaritma Natural (Ln). Kemudian data-data dalam bentuk Logaritma Natural tersebut diolah kembali untuk mendapatkan persamaan regresi Y = a + bX, atau dikembalikan pada variabel aslinya dengan Y = Ln Q dan X = Ln I. Maka persamaan regresi menjadi Ln Q = a + b(Ln I). Selanjutnya regresi linier tersebut ditransformasikan ke dalam fungsi produksi Cobb-Douglas, dengan langkah: Ln Q = a + b(Ln I) Ln Q = a + Ln Ib Ln Q – Ln Ib = a Q = eaIb Sumber: http://gangsarnovianto.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-penerapan-teori-produksi.html ….. PENGERTIAN DAN PENERAPAN TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS Dengan demikian persamaan Cobb-Douglas telah didapat dengan ea merupakan indeks efisiensi dari proses transformasi, serta a dan b merupakan elastisitas produksi dari input yang digunakan. Return to scale (RTS) digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan dari usahatani tersebut mengalami kaidah increasing, konstan atau decreasing return to scale serta dapat menunjukkan efisiensi produksi secara teknis. Ada tiga alternatif yang dapat terjadi dalam RTS, yaitu : 1. Decreasing return to scale, apabila (b1 + b2) <> 2. Constant return to scale, apabila (b1 + b2) = 1, artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan sama dengan proporsi penambahan produksi . 3. Increasing return to scale, apabila (b1 + b2) > 1, artinya bahwa proporsi penambahan produksi melebihi proporsi penambahan faktor produksi . Return to Scale: Berdasarkan persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas, terdapat tiga situasi yang mungkin dalam tingkat pengembalian terhadap skala. 1. Jika kenaikan yang proporsional dalam semua input sama dengan kenaikan yang proporsional dalam output (εp = 1), maka tingkat pengembalian terhadap skala konstan (constant returns to scale). 2. Jika kenaikan yang proporsional dalam output kemungkinan lebih besar daripada kenaikan dalam input (εp > 1), maka tingkat pengembalian terhadap skala meningkat (increasing returns to scale). 3. Jika kenaikan output lebih kecil dari proporsi kenaikan input (εp < 1), maka tingkat pengembalian terhadap skala menurun (decreasing returns to scale). Sumber: http://gangsarnovianto.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-penerapan-teori-produksi.html ….. PENGERTIAN DAN PENERAPAN TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS Kelebihan dari fungsi produksi Cobb-Douglas: 1. Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas bersifat sederhana dan mudah penerapannya. 2. Fungsi produksi Cobb-Douglas mampu menggambarkan keadaan skala hasil (return to scale), apakah sedang meningkat, tetap atau menurun. 3. Koefisien-koefisien fungsi produksi Cobb-Douglas secara langsung menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang digunakan dan dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi CobbDouglas itu. 4. Koefisien intersep dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan indeks efisiensi produksi yang secara langsung menggambarkan efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output dari sistem produksi yang dikaji 5. Alasan mengapa Fungsi Cobb-Douglas banyak digunakan oleh peneliti, antara lain: 6. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi produksi 7. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan elstisitas 8. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran Return to Scale . Sumber: http://gangsarnovianto.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-penerapan-teori-produksi.html ….. diunduh 28/4/2012 PENGERTIAN DAN PENERAPAN TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS Kekurangan dari fungsi produksi Cobb-Douglas: 1. Spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. 2. Kesalahan pengukuran variabel ini terletak pada validitas data, apakah data yang dipakai sudah benar, terlalu ekstrim ke atas atau sebaliknya. Kesalahan pengukuran ini akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. 3. Dalam praktek, faktor manajemen merupakan faktor yang juga penting untuk meningkatkan produksi, tetapi variabel ini kadangkadang terlalu sulit diukur dan dipakai dalam variabel independent dalam pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi cobb douglas ini juga mempunyai kelemahankelemahan, antara lain : 1. 2. 3. 4. Spesifikasi variabel yang keliru, hal ini menyebabkan nilai elastisitas produksi yang diperoleh negatif atau nilainya terlalu besar atau kecil. Spesifikasi ini akan menimbulkan terjadinya multikolinearitas pada variabel bebas. Kesalahan pengukuran variabel, hal ini terjadi bila data kurang valid sehingga menyebabkan besaran elastisitas produksi yang terlalu besar atau kecil. Bias terhadap variabel manajemen. Faktor manajemen merupakan faktor penting untuk meningkatkan produksi karena berhubungan langsung dengan variabel terikat seperti manajemen penggunaan faktor produksi yang akan mendorong besaran elastisitas tehnik dari fungsi produksi ke arah atas. Manajemen ini berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam pengalokasian variabel input dan kadang sulit diukur dalam pendugaan fungsi cob douglas. Multikolinearitas, dalam fungsi ini sulit dihindarkan meskipun telah diusahakan agar besaran korelasi antara variabel indipenden tidak terlalu tinggi seperti memperbaiki spesifikasi variabel yang dipakai. Sumber: http://gangsarnovianto.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-penerapan-teori-produksi.html ….. diunduh 28/4/2012 ANALISA EFISIENSI PROSES PRODUKSI Efisiensi merupakan penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan jumlah produksi sebesar-besarnya tanpa melupakan kualitas dari produk yang dihasilkan. Efisiensi proses produksi dapat dilihat dari koefisien intersep fungsi produksi Cobb-Douglas, yaitu: Indeks efisiensi = ea Keterangan: e = 2,71828 a = koefisien intersep persamaan regresi Indeks efisiensi akan didapat dari perhitungan, dengan semakin tinggi indeks efisiensi produksi berarti proses transformasi input menjadi output menjadi semakin efisien. Selain indeks efisiensi, rasio efisiensi juga akan didapat dari perhitungan. Rasio efisiensi menunjukkan perbandingan kemampuan menghasilkan output dengan memakai inputyang tersedia. Pertanian Terpadu Sebagai Salah Satu Kunci Efisiensi Konsep pertanian terpadu memang bukan konsep baru tetapi cukup membantu petani untuk aman dari krisis pangan yang terjadi. Saya punya cita-cita untuk menerapkankonsep ini karena sudah merasakan manfaatnya. Ketika harga cabai naik, maka keluarga saya tidak merasakan dampaknya. Ketika harga daging ayam mahal, justru saya dan keluarga makan daging ayam hampir dua kali dalam seminggu. Ketika harga beras mahal, justru tetangga kami membelinya dari kami karena bisa dibeli dengan kualitas baik dan harga lebih murah dibandingkan harga pasar. Diunduh dari: http://muhammadyusufansori.blogspot.com/2011/12/malam-ke-13efisiensi-produksi.html Sumber: http://statistikceria.blogspot.com/2012/01/teori-cobb-douglass.html ….. diunduh 28/4/2012 RETURN TO SCALE Berdasarkan persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas, terdapat tiga situasi yang mungkin dalam tingkat pengembalian terhadap skala. Jika kenaikan yang proporsional dalam semua input sama dengan kenaikan yang proporsional dalam output (εp = 1), maka tingkat pengembalian terhadap skala konstan (constant returns to scale). Jika kenaikan yang proporsional dalam output kemungkinan lebih besar daripada kenaikan dalam input (εp > 1), maka tingkat pengembalian terhadap skala meningkat (increasing returns to scale). Jika kenaikan output lebih kecil dari proporsi kenaikan input (εp < 1), maka tingkat pengembalian terhadap skala menurun (decreasing returns to scale). Pengukuran Efisiensi Produksi Hasil panen per hektar Efisiensi dapat dinyatakan dengan jumlah produksi fisik per satuan luas lahan dan dibandingkan dengan tingkat produksi rata-rata di wilayah yang sama. Misalnya produksi jagung 2 ton/hektar. Bila produksi ratarata di wilayah tersebut 1,75 ton/hektar maka efisiensi produksinya 1,14 atau 114 persen dari produksi rata-rata wilayah. Cara ini hanya akurat bagi pengukuran efisienssi produksi tanaman tunggal, tanpa ada tanaman lain atau ternak. Karena ada variasi yang ccukup besar disebabkan oleh keadaan tubuh tanah, cuaca, cara pengolahan dan pemeliharaan tanaman antar berbagai daerah, maka membandingkan tingkat efisiensi hanya dapat dilakukan untuk usaha sejenis di wilayah yang sama. Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/2089826pengukuran-efisiensi-produksi/#ixzz1tnF2uvu2 Sumber: http://statistikceria.blogspot.com/2012/01/teori-cobb-douglass.html ….. diunduh 28/4/2012 ELASTISITAS PRODUKSI PARSIAL Elastisitas produksi parsial berkenaan dengan input tertentu merupakan ukuran perubahan proporsional pada input-nya ketika inputlainnya konstan. Sebelum elastisitas produksi parsial dapat dihitung, terlebih dahulu dicari nilai Total Physical Product, Average Physical Product, dan Marginal Physical Product . Total Physical Product (TPP) dianggap sebagai hubungan teknis antara satu variabel faktor produksi (input) dan output dapat ditunjukkan oleh suatu fungsi produksi. Average Physical Product (APP) dari suatu fungsi produksi adalah total produksi dibagi dengan jumlah faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut. APP adalah perbandingan output faktor produksi untuk setiap tingkat output dan faktor produksi yang bersangkutan. Marginal Physical Productivity (MPP) dari suatu faktor produksi adalah bertambahnya total produksi yang disebabkan oleh bertambahnya satu unit faktor produksi variabel ke dalam proses produksi di mana faktor produksi yang lain tetap tidak berubah jumlahnya. Elastisitas produksi parsial berkenaan dengan input tertentu merupakan ukuran perubahan proporsional output-nya disebabkan oleh perubahan proporsional pada input-nya ketika input-input yang lain konstan Sumber: http://statistikceria.blogspot.com/2012/01/teori-cobb-douglass.html ….. diunduh 28/4/2012 OPTIMALISASI SUMBERDAYA Five steps to resource optimization Any process can be improved, but it takes alignment to get it optimized The best way to allocate resources depends on the nature of the resources, the constraints at hand and the organization’s mission. Optimization involves designing a system or process to be as good as possible in some defined sense. Of course, it’s the “defined sense” that makes things murky. What’s optimal for you – with your goals and values – could very well be suboptimal for the next person. Every performance management paradigm, every mission statement, could point to a different definition of success – and therefore to a different way to “optimally” allocate resources. How do you optimize resources in poorly defined decision-making environments – or in cases where scenarios are well-defined or ineffective? Effective resource optimization requires a certain rigor, consistency and agreement on processes. Whether you are developing a mathematical optimization or just trying to drive more effective and efficient use of resources across the organization, the resource optimization model should be based on the objective, decision variables and constraints. Within this framework the purpose is to maximize or minimize, as appropriate, the performance metric in the objective by assigning values to the decision variables that satisfy the constraints. The following five steps can help you make the most of this optimization framework. Sumber: http://www.sas.com/news/sascom/2008q4/column_emerging.html….. diunduh 1/5/2012 OPTIMALISASI SUMBERDAYA Five steps to resource optimization Step 1: Define the objective to reflect organizational mission and strategy The resource optimization model must reflect not only the well-defined, often narrow departmental objectives but also the objectives that are most important to the organization as a whole. There also needs to be an understanding of how activities will support these objectives, and how success or failure will be measured. Step 2. Get executive buy-in and foster accountability It’s not enough for executives to agree on the goals, business rules and constraints, and decisions that will be made. Putting the “best” choice for each decision variable into action requires accountability and commitment from implementers and executives. Step 3: Define the conceptual resource optimization model To define the model, you first need to determine what input data is available. The cleaner and more accurate the data, the better. The more historical depth and relevance, the better. Next, identify variables that can actually be changed and decisions that can realistically be made in this organization within the given time frame. Step 4. Formulate the resource optimization model This step is the translation of your conceptual model into an analytic model with more rigor and detail, represented in mathematical terms. In this step you begin to formally code the key elements of the optimization model – objective, constraints and decision variables. There is no single “right” way to use mathematical expressions to represent the elements of a decision problem. Every formulation represents a compromise because no mathematical representation can reflect every detail of a real-world scenario. Good modeling balances realism and workability. Step 5. Implement and update the model Using analytical software such as SAS, build and implement the model. Its output can provide recommendations as to the best values of the decision variables to support the objective, given the constraints and data available. Sumber: http://www.sas.com/news/sascom/2008q4/column_emerging.html….. diunduh 1/5/2012 OPTIMALISASI SUMBERDAYA Analytical models must be validated and continually updated. Best practices for resource optimization are tied to performance management by answering questions such as: “Were recommended decisions put into action?” and “Were those decisions effective in driving improved alignment with organizational goals?” If the results were not what you would expect, revisit the model to determine whether objectives, decisions, constraints, resources and other elements are properly identified to reflect your current reality. Commit to resource optimization Changing conditions will warrant corresponding changes in your resource optimization models. Periodically cycling through this five-step process will help organizations highlight areas to improve as they update their models to generate insights that continue to be relevant and valuable. A commitment to resource optimization will help to ensure that your organization remains focused and productive in an ever-changing competitive environment. Sumber: http://www.sas.com/news/sascom/2008q4/column_emerging.html….. diunduh 1/5/2012 OPTIMALISASI SUMBERDAYA Integrated Resource Management System Highlights It is critical in this highly competitive telecom market that all telecom operators should come up with an efficient network resource management system for all departments to make effective use of network resources and sharpen their competitiveness with faster service delivery. IRMS projects the various physical equipment within the telecom network into complete and standardized resource maps and sets up logic resources through resource allocation so that the resource is under centralized management, unified allocation and dynamic deployment, contributing to the development of open services, network optimization and strategic analysis. IRMS is a system integrating the network resource scheduling, equipment management and services management and capable of rapid quality delivery of telecom resources in a streamlined operation flow, which helps sharpen the operators’ market competitiveness. Each internal department making more effective use and allocation of resources, explore the network stock potential fully at a higher level of network resource utilization and maximize customer needs fulfillment and operators’ network synergy. Sumber: http://wwwen.zte.com.cn/en/products/vas/others/oss_bss/200709/t20070906_157792.html….. diunduh 1/5/2012 OPTIMALISASI SUMBERDAYA IRMS Functionality IRMS mainly deals with resources stock management, resource allocation, resource optimization, resource migration, resource statistical analysis and resource scheduling planning. Resource Stock Management The management and maintenance of communication resource data of a telecom concern. Resource Allocation Rapid communication resource allocation and services configuration in terms of customer requirements. Resource Optimization Providing basis and approaches to the overall planning and optimizing communication resources by incorporating other tools, methods and processes. Resource Migration It is a process of, in view to the needs of technological innovations, public works and network planning and optimization, adjusting to varied degrees and partially or wholly modifying customer networking schemes and reorganizing the scheme. Resource Statistical Analysis Establishing correlations between resource stocks and resource allocation for the purpose of management as well as offering an external interface. Resource Planning Based on the system resource management and allocation management designs, end-to-end routers in terms of the applications (service orders) from various departments with reference to related resources checkup and specific deployment rules, and marks the resource for exclusive use. Sumber: http://www.sas.com/news/sascom/2008q4/column_emerging.html….. diunduh 1/5/2012 ENERGI TERBARUKAN: TEKNOLOGI SURYA Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap,angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi. Teknik pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun 1839, ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia menggunakan kristal silikon untuk mengkonversi radiasi matahari, namun sampai tahun 1955 metode itu belum banyak dikembangkan. Selama kurun waktu lebih dari satu abad itu, sumber energi yang banyak digunakan adalah minyak bumi dan batu bara. Upaya pengembangan kembali cara memanfaatkan energi surya baru muncul lagi pada tahun 1958. Sel silikon yang dipergunakan untuk mengubah energi surya menjadi sumber daya mulai diperhitungkan sebagai metode baru, karena dapat digunakan sebagai sumberdaya bagi satelit angkasa luar. Energi surya telah banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa aplikasinya antara lain : 1. 2. 3. 4. Pencahayaan bertenaga surya Pemanasan bertenaga surya, untuk memanaskan air, memanaskan dan mendinginkan ruangan, Desalinisasi dan desinfektisasi Untuk memasak, dengan menggunakan kompor tenaga surya. Sumber: ….. diunduh 28/4/2012 TEKNOLOGI ENERGI SURYA Solar Technology refers to the capture and use of energy from the sun, usually in the form of photovoltaic panels or solar tubes. Solar technologies are probably the most widely-deployed green technology within the world. The main applications have been for non-electricity passive solar applications for space and water heating. Sumber: seekingalpha.com/article/83296-promising-sola... ….. diunduh 28/4/2012 ENERGI TERBARUKAN: KONVERSI ENERGI ANGIN DAN AIR Wind and water energy conversion refers to the capture of energy from oceans, rivers, and wind. The coastal currents, offshore waves, and rich wind corridors provides the natural environmental for companies within this sector to both deploy and test their technologies. Sumber: www.energyhimalaya.com/sources/micro-hydro.html .. diunduh 28/4/2012 KONVERSI BIOMASA = BIOMASS CONVERSION Penggunaan biomassa untuk menghasilkan panas secara sederhana sebenarnya telah dilakukan oleh manusia beberapa abad yang lalu. Penerapannya masih sangat sederhana, biomassa langsung dibakar dan menghasilkan panas. Di zaman modern sekarang ini panas hasil pembakaran akan dikonversi menjadi energi listrik melalui turbin dan generator. Panas hasil pembakaran biomassa akan menghasilkan uap dalam boiler. Uap akan ditransfer kedalam turbin sehingga akan menghasilkan putaran dan menggerakan generator. Putaran dari turbin dikonversi menjadi energi listrik melalui magnet-magnet dalam generator. Pembakaran langsung terhadap biomassa memiliki kelemahan, sehingga pada penerapan saat ini mulai menerapkan beberapa teknologi untuk meningkatkan manfaat biomassa sebagai bahan bakar. Beberapa penerapan teknologi konversi yaitu : DENSIFIKASI Praktek yang mudah untuk meningkatkan manfaat biomassa adalah membentuk menjadi briket atau pellet. Briket atau pellet akan memudahkan dalam penanganan biomassa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan densitas dan memudahkan penyimpanan dan pengangkutan. Secara umum densifikasi (pembentukan briket atau pellet) mempunyai beberapa keuntungan (bhattacharya dkk, 1996) yaitu : menaikan nilai kalor per unit volume, mudah disimpan dan diangkut, mempunyai ukuran dan kualitas yang seragam. KARBONISASI Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan orgranik menjadi arang. Pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2, formaldehid, methana, formik dan acetil acid serta zat yang tidak terbakar seperti seperti CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi. Sumber: http://wwwen.zte.com.cn/en/products/vas/others/oss_bss/200709/t20070906_157792.html….. diunduh 1/5/2012 KONVERSI BIOMASA = BIOMASS CONVERSION ANAEROBIC DIGESTION Anaerobic-digestion yaitu proses dengan melibatkan mikroorganisme tanpa kehadiran oksigen dalam suatu digester. Proses ini menghasilkan gas produk berupa metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta beberapa gas yang jumlahnya kecil, seperti H2, N2, dan H2S. Proses ini bisa diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu anaerobic digestion kering dan basah. Perbedaan dari kedua proses anaerobik ini adalah kandungan biomassa dalam campuran air. Pada anaerobik kering memiliki kandungan biomassa 25 – 30 % sedangkan untuk jenis basah memiliki kandungan biomassa kurang dari 15 %. GASIFIKASI Gasifikasi adalah suatu proses konversi untuk merubah material baik cair maupun pada menjadi bahan bakar cair dengan menggunakan temperatur tinggi. Proses gasifikasi menghasilkan produk bahan bakar cair yang bersih dan efisien daripada pembkaran secara langsung, yaitu hidrogen dan karbon monoksida. Gas hasil dapat di bakar secara langsung pada internal combustion engine atau eaktor pembakaran. Melalui proses Fische-Tropsch gas hasil gasifikasi dapat di ekstak menjadi metanol. Sumber: http://wwwen.zte.com.cn/en/products/vas/others/oss_bss/200709/t20070906_157792.html….. diunduh 1/5/2012 GREEN BUILDINGS Gedung Hijau atau gedung yang ramah lingkungan saat ini menjadi tren bagi para pengembang untuk memasarkan produk andalan mereka. Para pengembang berharap, dengan mengusung konsep gedung hijau, mereka bisa membuat konsumen tertarik untuk membeli atau minimal menyewa bangunan yang mereka tawarkan. Hijau bangunan standar fokus pada pembuatan pemukiman dan bangunan komersial lebih ramah lingkungan, berkelanjutan dan sehat bagi penghuninya. Banyak bangunan dan desainer yang menerapkan standar bangunan-hijau, mereka membuat desain bangunan yang menggunakan bahan ramah lingkungan, sangat hemat energi dan kualitas udara yang sangat baik. Berbagai negara telah mengadopsi standar bangunan hijau, mungkin karena banyaknya energi yang murah dan bahan bangunan, tetapi dengan meningkatnya popularitas "perkembangan kembali," itu menjadi lebih banyak dan lebih utama dari praktek. US Green Building Council (USGBC) adalah otoritas terkemuka gedung-hijau standar di Amerika Serikat. Mukadimah mereka menyatakan komitmen mereka untuk adhering ke lima utama nilai-nilai berikut: 1. Kesinambungan: Sebuah bangunan harus menggunakan kaidah pengembangan sumberdaya dan teknologi. 2. Ekuitas: Desain harus menunjukkan rasa hormat kepada masyarakat dan budaya yang ada bersama-sama di dalamnya. Operator harus mempertimbangkan semua tingkatan sosial ekonomi yang ada. 3. Inclusiveness: USGBC mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengembangkan masyarakat dan desain. 4. Kemajuan: Desain harus quantifiable, sebuah bangunan merupakan hasil dari dampak terhadap lingkungan, masyarakat dan perekonomian daerah. 5. Connectedness: Green desain suatu bangunan harus menghormati hubungan antara manusia dan alam, serta mengakui hasil ciptaan-Nya. Sumber: http://wwwen.zte.com.cn/en/products/vas/others/oss_bss/200709/t20070906_157792.html….. diunduh 1/5/2012 PERENCANAAN KOTA RAMAH LINGKUNGAN Salah satu cara untuk mengurangi pencemaran adalah dengan menjadikan lingkungan lebih hijau. Berbagai penelitian membuktikan, satu hektar ruang terbuka hijau (RTH) yang dipenuhi pohon besar menghasilkan 0,6 ton O2 untuk 1500 penduduk/hari, menyerap 2,5 ton CO2/tahun (6 kg CO2/batang per tahun, menyimpan 900 m3 air tanah per tahun, mentransfer air 4000 liter per hari, menurunkan suhu 5-8 derajat Celcius, meredam kebisingan 25-80 persen dan mengurangi kekuatan angin 75-80 persen. (Kompas 25/04/2008). Menerapkan urban planning dengan memperbanyak Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara kecepatan membuang karbondioksida (CO2) dan produksi oksigen (O2) yang dilakukan tumbuhan. Keterbatasan lahan yang ada di perkotaan mengilhami Pemerintah untuk menetapkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (pasal 29) dan Permendagri no. 1 tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan (pasal 9) yang menetapkan RTH minimal 30 persen dari total luas kota dengan komposisi 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat. Apabila perhitungan luas RTH kurang dari 10 persen dari luas persil maka wajib untuk menambah keluasan RTH tersebut dengan menanam pohon perindang, taman, taman atap, taman pergola, taman pot dan sejenisnya sampai memenuhi keluasan 10 persen dari luas persil. Penanaman berjuta-juta pohon harus dilakukan dan terus dilakukan. Pohon sebagai bagian terpenting dari RTH menghasilkan O2 dan menyerap CO2. Hijaunya pepohonan dapat menyaring gas polutan, menyimpan air, meredam kebisingan, meredam angin dan sinar matahari, dan menurunkan suhu kota yang sangat penting bagi kelangsungan hidup ekosistem dan tentunya seluruh warga kota. Sumber: http://wwwen.zte.com.cn/en/products/vas/others/oss_bss/200709/t20070906_157792.html….. diunduh 1/5/2012 ATAP HIJAU = GREEN ROOFS Atap hijau adalah upaya intensifikasi taman-atap, atau upaya memadukan sistem bangunan dengan sistem penghijauan atap sehingga dapat diciptakan taman melayang (sky garden). Berbeda dengan atap-hijau ekstensif yang hanya menghasilkan taman pasif, atap-hijau intensif dapat berperan sebagai taman aktif sebagaimana taman di darat. Dengan lapisan tanah mencapai kedalaman hingga dua meter, atap hijau intensif mensyaratkan struktur bangunan khusus dan perawatan tanaman cukup rumit. Jenis tanaman tidak hanya sebatas tanaman perdu, tetapi juga pohon besar sehingga mampu menghadirkan satu kesatuan ekosistem. Manfaat atap hijau bukan hanya sebatas peningkatan nilai estetika dan penghematan energi, pengurangan gas rumah kaca, peningkatan kesehatan, pemanfaatan air hujan, serta penurunan insulasi panas, suara dan getaran, tetapi juga penyediaan wahana titik temu arsitektur dengan jaringan biotop lokal. Perannya sebagai “batu loncatan” menjembatani bangunan dengan habitat alam yang lebih luas seperti taman kota atau area hijau kota lainnya. Walaupun investasi yang dibutuhkan untuk membuat atap hijau cukup tinggi, bukan berarti upaya peduli lingkungan ini bertentangan dengan semangat mengejar keuntungan ekonomi, terbukti kini banyak fasilitas komersial yang menerapkan konsep atap hijau intensif. Atap hijau terbukti mampu mengurangi dampak panas akibat kegiatan di dalam bangunan maupun panas yang dihantarkan sosok bangunan. Hasil pengukuran suhu yang dilakukan perusahaan Obayashi selama tiga hari pada musim panas Agustus 2003 menunjukkan, rata-rata suhu atap hijau mencapai 17° Celsius lebih rendah dibandingkan dengan atap parkir di dekatnya. Sedangkan panas yang ditransmisikan atap hijau ke dalam bangunan hanya mencapai sepersepuluh dari transmisi panas atap beton konvensional. Sumber: ….. diunduh 28/4/2012 ATAP HIJAU . Green Roofs are an extension of the existing roof which involves a high quality water proofing and root repellent system, a drainage system, filter cloth, and a lightweight growing medium and plants. Green roofs reduce storm water runoff, energy consumption, and greenhouse gas emissions. They also represent opportunities for significant social, economic and environmental benefits, particularly in urban settings. Sumber: blogs.trb.com/.../blog/renee_kwok/ ….. diunduh 28/4/2012 EKONOMI HIJAU Sumber: UNEP GREEN ECONOMY ….. diunduh 28/4/2012 EKONOMI HIJAU Green Segments 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Energy Generation Energy Efficiency Transportation Energy Storage Air & Environment Recycling & Waste Water & Wastewater Agriculture 9. Research & Advocacy 10. Business Services 11. Finance & Investment 12. Advanced Materials 13. Green Building 14. Manufacturing & Industrial 15. Energy Infrastructure Sumber: UNEP GREEN ECONOMY ….. diunduh 28/4/2012 EKONOMI HIJAU adalah sebuah rezim ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, yang sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan. Ekonomi Hijau juga berarti perekonomian yang rendah karbon atau tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.[1] Sedangkan ekonomi hijau ekologis merupakan sebuah model pembangunan ekonomi yang berlandaskan pembangunan berkelanjutan dan pengetahuan ekonomi ekologis. Ciri ekonomi hijau yang paling membedakan dari rezim ekonomi lainnya adalah penilaian langsung kepada modal alami dan jasa ekologis sebagai nilai ekonomi dan akuntansi biaya di mana biaya yang diwujudkan ke masyarakat dapat ditelusuri kembali dan dihitung sebagai kewajiban, kesatuan yang tidak membahayakan atau mengabaikan aset GENERATE ENERGY FROM RENEWABLE RESOURCES LIMIT NEGATIVE IMPACT ON ENVIRONMENT CONSERVE NATURAL RESOURCES ENHANCE ENERGY EFFICIENCY EXPAND ENERGY STORAGE CAPACITY Sumber: UNEP GREEN ECONOMY ….. diunduh 28/4/2012 TEKNOLOGI BERSIH . We believe clean technologies are poised for dramatic growth in a manner that will offer significant and tangible economic, environmental, and social benefits. Based on our research, our extensive network, and our analysis of a wide range of research from other credible sources, we conclude that: The markets for clean technologies, while still nascent, will rise significantly. For example, we estimate the markets for clean energy technologies growing from less than US$7 billion today to US$82 billion by 2010. Some clean technologies, such as wind power, photovoltaics, and fuel cells, will continue to experience double-digit annual growth. However, the growth of clean technologies will be uneven, with some experiencing faster commercial ramp-up than others. The number of companies offering clean-tech goods and services will experience a similar growth curve, with hundreds of start-ups reminiscent of early markets for ebusiness, telecom, and wireless technologies. The significant differences that exist between clean-tech and e-biz companies likely will result in fewer boom-and-bust business cycles than were experienced among many high-tech companies. Investment money will pour into clean technology firms at an accelerating rate as investors, though chastened by the nosedive in technology stocks, view clean tech's attractive growth potential. During 2000, more than US$1.4 billion of equity investments were made in clean-tech companies by angels and venture capital firms. Adding the money invested in clean-tech firms through initial public offerings the total escalates to more than US$2 billion. Company research-and development investments in clean tech will skyrocket, too, with a few leadership companies in each sector leading the way. Clean technologies stand to provide significant relief to shortages in energy, water, and other natural resources, while providing a path for both developed and developing countries to address such pressing concerns as greenhouse gas emissions, deforestation, resource scarcity, and air and water pollution. Clean technologies will engender a variety of social benefits, from reduced illness and infant mortality to citizens' improved ability to hold meaningful jobs and raise families. As such, clean tech increasingly will become a cornerstone of the growing global movement toward a more just and sustainable society. The success of clean technologies will depend nearly as much on government investments and policies as on companies' entrepreneurial and marketing skills. Some countries -- in northern Europe, for example, as well as Japan -- recognize this and are aggressively promoting cleantech agendas. Other countries may be forcing clean-tech companies to compete on an uneven playing field through subsidies and policies that favor coal mining, oil drilling, clearcutting, and other "dirty" technologies. Sumber: http://www.cleanedge.com/reports/clean-tech-profits-and-potential ….. diunduh 28/4/2012 Today's clean-tech revolution is the result of a convergence of environmental, tech-nological, economic, and social factors. Among them: . Energy uncertainty, exemplified by electricity shortages in California, has increased demand for "distributed generation," technologies such as microturbines, wind turbines, and solar photovoltaics, which enable electricity to be generated at or near where it is needed, rather than being shipped hundreds of miles over power lines. Technological advances, including continued innovations in microelectronics, biology, chemistry, and physics, have significantly improved the performance of many clean technologies. Pressing environmental issues, including global climate change, deforestation, air pollution, and inadequate supplies of clean water, have stepped up pressure to find more environmentally benign ways to meet the needs of a growing world. The concern over climate change in particular has led to new focus in alternative transportation and energy technologies. Changing political winds have led many business and government leaders to recognize that their future competitiveness is directly linked to their ability to be more resource-efficient and less reliant on older, polluting technologies. The sustainable development imperative, which aims to balance environmental, economic, and social interests as a means of addressing the needs of the world's citizens, has increased the demand for clean, affordable, and resource-efficient technologies in the newly open markets of China, India, Latin America, Africa, and Eastern Europe. Vast new business opportunities presented by the clean-tech revolution have prompted investors to pour billions into new technologies and the companies that can bring them to market. Forward-thinking entrepreneurs are coming forth with a rapidly expanding array of innovations, accelerating the development of many clean technologies. Sumber: http://www.cleanedge.com/reports/clean-tech-profits-and-potential….. diunduh 28/4/2012 TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH Waste minimization represents those activities that prevent or minimize the amount of waste generated. This will allow for the most efficient use of resources, minimize the impact on health and the environment and lower disposal costs. Researchers and laboratory workers have the most knowledge of chemical analyses and processes, and for that reason they are best suited to make determinations on how to minimize waste. There are five main categories of activity that can help to minimize the amount of hazardous chemical waste that is generated: Good Housekeeping By purchasing chemicals in appropriate volumes, maintaining an inventory of purchased chemicals, and ensuring that materials are clearly identified, a laboratory can significantly reduce the volume of its chemical wastes. The following tips will assist in achieving this goal: 1. Centralize purchasing of chemicals through one person in the lab so that purchases are not duplicated. 2. Purchase the size container that can be completely used up in two to four months, whenever possible. Purchasing large containers because of the apparent quantity discount has been shown to increase total cost because the cost of disposing residuals in containers more than off-sets the saving of purchasing in bulk quantities. 3. Maintain an accurate chemical inventory in your laboratory to reduce or eliminate the number of redundant chemical containers purchased. A successful laboratory inventory will catalog chemicals at least once a year, identify the storage locations of chemicals, and eliminate chemicals from the inventory when they are consumed. Remember to date chemical containers when they are received so that older ones will be used first. Any unwanted or unneeded chemicals should be tagged and labeled as hazardous waste so that they can be removed by Environmental Affairs and purged from the inventory. 4. Make sure that each chemical container is labeled with the full chemical name (no chemical formulas or abbreviations), and the potential hazard associated with the contents (corrosive, flammable, toxic, etc.). Containers are to be labeled in English. This decreases the amount of unknown waste generated in the laboratory. Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh 28/4/2012 TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH SUBSTITUSI PRODUK ATAU PROSES By substituting a material or a process that will not become or generate a chemical hazardous waste for one that will, some laboratories can significantly reduce their chemical waste volumes. Consider the following practices: 1. Avoid the use of reagents containing the following metals: barium, arsenic, cadmium, chromium, lead, mercury, selenium, and silver. Solutions of these metals meet EPA's criteria for the toxicity characteristic (and will be considered hazardous waste) if metal concentrations exceed the low regulatory levels. 2. Avoid the use of reagents containing the following solvents: benzene, carbon tetrachloride, chlorobenzene, chloroform, cresol, dichlorobenzene, methyl ethyl ketone, nitrobenzene, pyridine, tetrachloroethylene, trichloroethylene, trichlorophenol, and vinyl chloride. Solutions of these solvents meet EPA's criteria for the toxicity characteristic (and will be considered hazardous waste) if solvent concentrations exceed the low regulatory levels. 3. Avoid the use of a listed chemical wherever possible. For example, ethanol can be used in place of methanol (listed waste) for some blotting techniques. If the concentration of non-listed alcohols in an aqueous solution is less than 24%, it is not considered an ignitable hazardous waste by the EPA. Contact OEHS for a list of potential substitutes for different processes. 4. Eliminate the use of chromic acid cleaning solution, if possible, for cleaning glassware. Where possible, use less hazardous or non-hazardous agents such as alconox, no-chromix, terg-a-zime or other non toxic detergents. 5. Substitute non-hazardous liquid scintillation cocktails for xylene and toluene based cocktails. 6. Use the least amount of fixing/washing solutions for fixing/washing DNA sequencing gels, as possible. Doing so may reduce waste by 90%. 7. For fixing and washing DNA sequencing gels: replace 10% acetic acid and 10% methanol with deionized water for indistinguishable results in the autoradiograph. 8. Substitute red liquid (alcohol) thermometers (range up to 150 degrees C) or digital thermometers for mercury thermometers, wherever possible. 9. Consider the quality and type of waste produced when purchasing new equipment. Purchase equipment that enables the use of procedures that produce less waste. 10. Consider using microscaling techniques to reduce waste. 11. In teaching labs, use demonstrations or video presentations as a substitute for some student experiments that generate chemical wastes. Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh 28/4/2012 TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH Segregation By following these segregation guidelines, researchers can reduce a significant amount of waste in their laboratories. 1. 2. 3. 4. 5. Hazardous waste and non-hazardous waste should always be segregated. When non-hazardous waste is mixed with hazardous waste, it creates a mixture that is considered hazardous waste. Avoid experiments that produce mixed wastes that contain both radioactive and hazardous chemical waste. Currently there are no available disposal outlets for certain types of mixed waste. The Radiation Safety Section must also be contacted prior to generation of a mixed waste. Collect halogenated solvents and non-halogenated solvents in separate containers. This allows for some solvents generated in the laboratory to be recycled and used for other laboratory applications. Keep organic wastes separate from metal containing or inorganic wastes. Collect highly toxic chemical waste (i.e. cyanides, osmium tetroxide) and all other chemical waste in separate containers. Bagaimana cara kita untuk memilah limbah? Berdasarkan golongannya, limbah dibedakan menjadi dua: Limbah organik -----> Limbah yang dapat terurai dengan sendirinya dalam tanah dan membutuhkan waktu yang relatif cepat. Limbah ini biasanya berasal dari bahan – bahan alami. Contoh dari limbah organik adalah daun – daun kering, kulit buah, dan bahan – bahan lainnya. Limbah anorganik ------> Limbah – limbah yang sulit terurai dengan sendirinya. Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh 28/4/2012 TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH Recycling, Redistillation and Neutralization Hints The following guidelines outline methods that can be used in the laboratory to eliminate unnecessary amounts of chemical waste: 1. 2. 3. Determine if there are other uses for chemicals. Establish a recycling program for the laboratory and consult with neighboring labs, departments or areas to find a use for the chemicals. Unopened containers are ideal for redistribution. Conduct treatment, neutralization and/or detoxification of hazardous waste in laboratories where the actual treatment procedure is part of the experiment. These procedures must be part of the experimental protocol prior to generating a waste due to strict EPA guidelines that prohibit the treatment of waste without a permit. Please contact the Office of Environmental Health and Safety at 785 -3550 regarding the proper instructions and information for any treatment procedures. Be sure to purchase compressed gas cylinders, including lecture bottles, from suppliers who will accept the empty cylinders. Empty gas cylinders should be returned to the supplier. Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk / material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga adalam proses hierarki sampah 3R (Reuse, Reduce, and Recycle). Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh 28/4/2012 TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH Mencegah Limbah Campuran A "mixed waste" is a waste that contains any combination of chemical, radioactive or biological hazards. These "multi-hazardous" wastes are extremely difficult and expensive to dispose of because the treatment method for one of the hazards is often inappropriate for the treatment of another. For example, an infectious agent mixed with a volatile hazardous solvent can not be autoclaved due to the potential release of solvent into the work environment. For some multi-hazardous wastes (radioactive/chemical) there may be no disposal outlets available today. Researchers should review the processes that generate mixed waste and find practical methods to eliminate or at least minimize and effectively manage the mixed waste generated. Minimization of mixed waste can be achieved by modifying laboratory processes, improving operations, or using substitute materials. Whenever possible a multi-hazardous waste should be reduced to a waste with a single hazard so that it can be managed and treated accordingly. Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH Chemical/Radioactive Mixed Waste A mixed waste of this type contains a chemical hazardous waste regulated by the EPA and a radioactive component regulated by the NRC. Currently there are no available disposal outlets for certain types of mixed waste. Chemical/Radioactive waste with long lived isotopes is placed for indefinite storage on site at the University until future treatment and disposal options become available. If a research protocol requires the generation of a mixed waste, please contact the Radiation Safety Section at 737-2140 to discuss possible protocol alternatives. Examples include: Used flammable liquid scintillation cocktails Phenol-Chloroform mixtures generated from the extraction of nucleic acids and radiolabeled cell components Aqueous solutions containing radioactive material and more than 6 ppm chloroform (exceeding TCLP test limit) Certain gel electrophoresis waste (e.g., methanol or acetic acid containing radionuclides) Lead contaminated with radioactivity . 1. 2. 3. 4. 5. Methods for minimization and/or elimination of chemical/radioactive mixed waste include: 1. 2. 3. 4. Keep radioactive waste separate from hazardous chemical waste. Substitute non-hazardous solvents for hazardous liquid scintillation cocktails. Substitute short lived isotopes such as 32P and 35S for long lived isotopes such as 14C and 3H. Decontaminate lead shielding. Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh 28/4/2012 TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH Biological Mixed Waste A Chemical/Biological mixed waste is a laboratory waste that is chemically hazardous and is also considered biomedical waste (infectious or pathological). Examples of this type of laboratory waste include: 1. Animal carcasses and tissues that contain a toxic chemical 2. Blood or body fluids containing toxic chemicals 3. Chemically contaminated labware (such as cultures, stocks, petri plates, gloves, pipettes and tips) The following guidelines provide methods to manage and effectively reduce the generation of chemical/biological mixed waste: 1. 2. 3. Designate and mark a red bucket and/or sharps container for Biological and Chemical mixed waste. If the bucket has been designated for a hazardous waste it should be labeled as "Hazardous Waste" and with its specific chemical contents. Chemical and biological contaminated syringes, cuvettes, gloves, needles, pipettes, Eliza plates, and gels should be placed in the appropriate labeled container. When mixed waste containers are full, DO NOT AUTOCLAVE. Place in appropriately labeled box/bag unit and call Environmental Affairs at 785-3551 for box/bag unit disposal. Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH MINIMISASI LIMBAH 1. 2. 3. 4. Significant reduction of the waste generated in health-care establishments and research facilities may be encouraged by the implementation of certain policies and practices, including the following: Source reduction: measures such as purchasing restrictions to ensure the selection of methods or supplies that are less wasteful or generate less hazardous waste. Recyclable products: use of materials that may be recycled, either onsite or off-site. Good management and control practices: apply particularly to the purchase and use of chemicals and pharmaceuticals. Waste segregation: careful segregation (separation) of waste matter into different categories helps to minimize the quantities of hazardous waste. Careful management of stores will prevent the accumulation of large quantities of outdated chemicals or pharmaceuticals and limit the waste to the packaging (boxes, bottles, etc.) plus residues of the products remaining in the containers. These small amounts of chemical or pharmaceutical waste can be disposed of easily and relatively cheaply, whereas disposing of larger amounts requires costly and specialized treatment, which underlines the importance of waste minimization. Waste minimization usually benefits the waste producer: costs for both the purchase of goods and for waste treatment and disposal are reduced and the liabilities associated with the disposal of hazardous waste are lessened. All health-service employees have a role to play in this process and should therefore be trained in waste minimization and the management of hazardous materials. This is particularly important for the staff of departments that generate large quantities of hazardous waste. Suppliers of chemicals and pharmaceuticals can also become responsible partners in waste minimization programmes. The health service can encourage this by ordering only from suppliers who provide rapid delivery of small orders, who accept the return of unopened stock, and who offer off-site waste management facilities for hazardous wastes. Reducing the toxicity of waste is also beneficial, by reducing the problems associated with its treatment or disposal. Sumber: http://www.who.int/water_sanitation_health/medicalwaste/058to060.pdf….. diunduh 28/4/2012 Examples of policies and practices that encourage waste minimization Source reduction 1. Purchasing reductions: selection of supplies that are less wasteful or less hazardous. 2. Use of physical rather than chemical cleaning methods (e.g. steam disinfection instead of chemical disinfection). 3. Prevention of wastage of products, e.g. in nursing and cleaning activities. Management and control measures at hospital level 1. Centralized purchasing of hazardous chemicals. 2. Monitoring of chemical flows within the health facility from receipt as raw materials to disposal as hazardous wastes. Stock management of chemical and pharmaceutical products: 1. 2. 3. 4. Frequent ordering of relatively small quantities rather than large amounts at one time (applicable in particular to unstable products). Use of the oldest batch of a product first. Use of all the contents of each container. Checking of the expiry date of all products at the time of delivery. Sumber: ….. diunduh 28/4/2012 MINIMISASI LIMBAH In the Waste Minimization category schools compete to see which produces the least amount of both recyclables and trash on a per person basis. Where other categories recognize school efforts to collect the recyclables generated on campus, this competition focuses on their efforts to reduce the amount of waste generated, including recyclables. Results are calculated by combining the core recyclable materials (paper, cardboard and cans and bottles) and with the total trash weights for a campus and dividing this number with the campus’s population figure. Schools are recognized based on the lowest overall per person quantity. Results are calculated using the following equation: Weight of Recyclables + Weight of Trash ------------------------------------------- Campus Population Waste Minimization is unique from other categories by requiring participating schools to pledge to undertake at least three specific waste reduction practices in addition to reporting their waste generation. Schools indicate on their registration form the three practices they are or intend to implement, either choosing from a preselected list or writing in their own. The actual practices are not benchmarked or measured as part of the 8 week ranking, but rather are intended as a simple pledge of action the school will undertake. Participation in the Waste Minimization competition may be credited by a school as one of their two required “tangible actions” under the Presidents Climate Commitment. For more information about the Commitment rules, visit: http://www.presidentsclimatecommitment.org/. The reduction of bio-waste Bio-waste is kitchen waste (raw or cooked food waste) and green waste (garden and park waste). Reducing bio-waste can mainly be obtained by limiting food waste and by practicing collective or individual composting of food and green waste. According to studies, an average European produces between 100 kg and 250 kg of organic waste per year. 10% of this waste can be avoided by limiting food waste and almost 30 to 70% can be composted, including at source. Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Miniwaste Sumber: http://recyclemaniacs.org/participate/rules/divisions-categories/waste-minimization….. diunduh 28/4/2012. MINIMISASI LIMBAH Contoh Aktivitas Meminimumkan Limbah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Purchasing office equipment with waste prevention in mind (e.g. electronic interface, double-sided capabilities; sourcing and purchasing for durability, etc.) Creating accrual mechanisms to use savings in disposal costs to fund further waste reduction initiatives. Active program to sell or donate campus surplus property. Working with vendors to reduce transportation packaging (e.g. require vendors shipping on a pallet to take it back with the next delivery; redesign shipping packaging for waste minimization or recyclability, etc). Reusing and/or redistribute packing materials from central stores and campus distribution centers. Promoting inter-office reusable envelopes for campus mail and review/improve campus systems for reclaiming extra envelopes for reuse. Replacing paper documents with online alternatives wherever possible (e.g. telephone directories, course catalogs, room selection, bill payment, grade distribution, etc.) . Active program to reduce unwanted bulk mail from off-campus sources (e.g. creating an opt-out registry for staff and faculty; housing mail room send out bulk mail removal postcards on behalf of former residents, encouraging the cancellation of unnecessary or duplicate subscriptions etc.). Implementing campus printing initiatives which prohibit or discourage unlimited printing in computer labs and copy rooms (e.g. pay-per sheet pricing, etc.). Promoting the use of printer settings and paper reduction software (e.g. GreenPrint). Creating an office supplies exchange program on campus. Offering discounts or other incentives for using reusable mugs in campus dining operations. Offering reusable dinnerware and utensils in all sit-down dining facilities. Converting all-you-can-eat dining facilities to pay-per-portion system. Establishing post-consumer waste and biodegradable dinnerware composting program. Creating and promoting a system for the campus community to report wasteful practices and offer suggestions for waste reduction. Creating active program to educate employee and students about waste minimization practices (e.g. incorporating waste minimization information into new employee / new student orientation programs; giving regular presentations to campus groups and departments; setting up public displays, etc.). Recognizing waste reduction / materials management roles in relevant staff job descriptions including administrative assistants, purchasing officials, and building proctors. Sumber: http://recyclemaniacs.org/participate/rules/divisions-categories/waste-minimization….. diunduh 28/4/2012. ZERO WASTE MEANS BETTER ENVIRONMENT AND HUMAN LIFE Considering the tons of waste products dumped on landfills every year, aiming for zero waste is now an advocacy of many different environmentally concerned groups. CCE or Citizens Campaign for the Environment, which came to life in 1985, is one of the groups that seek to preserve the environment. Other international organizations include the Greenpeace, United Nations Environment Programme (UNEP), World Wildlife Fund. In a study conducted by the NYS Department of Health in 2008, it was found that there was an increase in cancer levels in the area around the Chemical Waste Management area in Porter, New York. Children were particularly affected, such as those from Lewiston-Porter school district. The presence of Polychlorinated biphenyls (PCBs), a known carcinogen found in waste materials, contributed to the waste pollution affecting residents in the area.Although the report did not affirm the relationship between the carcinogen and health, there is a growing concern on the matter. Benefits of Zero Waste While the obvious reason in aiming for zero waste is for environmental protection, there are other real benefits to consider. Opting for zero waste improves one’s economic efficiency. Through repurposing items at home, you will reduce consumption. This act will lower various living expenses. These benefits are not just appreciated at home. Businesses that made an effort to reduce their waste products also achieved significant cost savings. How to Become Zero Waste Steps that you can take towards becoming zero waste include purchasing products with minimal or reduced packaging. When the option is available, buy in bulk or larger quantities to reduce individualized packaging. Composting is another helpful step. You can make your own natural compost and reduce your food waste. Whenever possible, donate your usable goods instead of throwing them in the trash. Freecycle.org encourages people to think of ways to make home items usable for others. It is an environmentally friendly way of giving. One example of free cycling is to give old prescription eyeglasses to charitable groups who give them away to deserving individuals. Another way to reduce your waste is to donate old books and magazines. Libraries, schools, establishments with waiting areas or third-world countries that lack such materials can all benefit from considerate donations. Sumber: http://www.ecoevaluator.com/lifestyle/recycling/zero-waste.html….. diunduh 28/4/2012 ZERO WASTE Zero waste is a philosophy that encourages the redesign of resource life cycles so that all products are reused. Any trash sent to landfills and incinerators is minimal. The process recommended is one similar to the way that resources are reused in nature. A working definition of zero waste, often cited by experts in the field originated from a working group of the Zero Waste International Alliance in 2004. The definition is as follows: "Zero Waste is a goal that is ethical, economical, efficient and visionary, to guide people in changing their lifestyles and practices to emulate sustainable natural cycles, where all discarded materials are designed to become resources for others to use. Zero Waste means designing and managing products and processes to systematically avoid and eliminate the volume and toxicity of waste and materials, conserve and recover all resources, and not burn or bury them. Implementing Zero Waste will eliminate all discharges to land, water or air that are a threat to planetary, human, animal or plant health." In industry this process involves creating commodities out of traditional waste products, essentially making old outputs new inputs for similar or different industrial sectors. An example might be the cycle of a glass milk bottle. The primary input (or resource) is silica-sand, which is formed into glass and then into a bottle. The bottle is filled with milk and distributed to the consumer. At this point, normal waste methods would see the bottle disposed in a landfill or similar. But with a zero-waste method, the bottle can be saddled at the time of sale with a deposit, which is returned to the bearer upon redemption. The bottle is then washed, refilled, and resold. The only material waste is the wash water, and energy loss has been minimized. Zero waste can represent an economical alternative to waste systems, where new resources are continually required to replenish wasted raw materials. It can also represent an environmental alternative to waste since waste represents a significant amount of pollution in the world. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Zero_waste….. diunduh 28/4/2012 THE CASE FOR ZERO WASTE Zero Waste - What is it all about? The visionary goal of Zero Waste expresses the need for a closed-loop industrial/societal system as suggested in Figure 1. Waste is a sign of inefficiency. Our use of the term Zero Waste includes "Zero Solid Waste", "Zero Hazardous Waste", "Zero Toxics" and "Zero Emissions". Goals of Zero Waste Downcycling is the process of converting waste materials or useless products into new materials or products of lesser quality and reduced functionality. The goal of downcycling is to prevent wasting potentially useful materials, reduce consumption of fresh raw materials, reduce energy usage, reduce air pollution and water pollution, and lower greenhouse gas emissions (though re-use of tainted toxic chemicals for other purposes can have the opposite effect) as compared to virgin production. A clear example is plastic recycling, which turns the material into lower grade plastics. Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Downcycling Sumber: http://www.zerowaste.org/case.htm ….. diunduh 28/4/2012 ZERO WASTE Zero waste suggests that the entire concept of waste should be eliminated. Instead, waste should be thought of as a “residual product” or simply a “potential resource” to counter our basic acceptance of waste as a normal course of events. Opportunities such as reduced costs, increased profits, and reduced environmental impacts are found when returning these “residual products” or “resources” as food to either natural and industrial systems. This may involve redesigning both products and processes in order to eliminate hazardous properties that make them unusable and unmanageable in quantities that overburden both industry and the environment. Zero Waste strategies consider the entire life-cycle of our products, processes and systems in the context of a comprehensive systems understanding of our interactions with nature and search for inefficiencies at all stages. With this understanding, wastes can be prevented through designs based on full life-cycle thinking. Indeed, we should work to "design" our wastes, if any, so that they have future applications. The comprehensive nature of a Zero Waste Strategy is shown in the following input-output diagram: Application of Zero Waste Strategy A Zero Waste strategy leads us to look for inefficiencies in the use of materials, energy and human resources. To achieve a sustainable future, extreme efficiency in the use of all resources will be required in order to meet the needs of all of the earth’s inhabitants. A Zero Waste strategy directly supports this requirement. Sumber: http://www.zerowaste.org/case.htm#top….. diunduh 28/4/2012 MANFAAT ZERO-WASTE Saving money. Since waste is a sign of inefficiency, the reduction of waste usually reduces costs. 1. For example, Hewlett Packard in Roseville, CA reduced its waste by 95% and saved $870,564 in 1998. 2. Epson in Portland, OR has reduced its waste to zero and has saved $300,000. 3. Interface, Inc. in Atlanta, GA has eliminated over $90M in waste. 4. Xerox Corp., Rochester, NY has had a Waste-Free Factory environmental performance goal since the early 1990s. The criteria include reductions in solid and hazardous waste, emissions, energy consumption, and increased recycling. Savings were $45M in 1998. Faster Progress A Zero Waste strategy improves upon "cleaner production" and "pollution prevention" strategies by providing a visionary endpoint that leads us to take larger, more innovative steps. Because of its visionary endpoint, Zero Waste strategies lead to breakthrough improvements as opposed to small step-bystep actions. This not only results in significant cost savings, greater competitiveness and reduced environmental impacts, but also will move us more quickly toward sustainability. Sumber: http://www.zerowaste.org/case.htm#top….. diunduh 28/4/2012 MANFAAT ZERO-WASTE Supports sustainability. A Zero Waste strategy supports all three of the generally accepted goals of sustainability - economic well being, environmental protection, and social well being: 1. Economic well-being is improved by: a. Enabling organizations to identify inefficiencies in processes, products and services and thereby to find cost-saving solutions to them. b. Waste Reduction=Improved efficiency and lowers costs. c. Costs of compliance with regulations is reduced 2. Environmental protection is enhanced by: a. Reducing (ideally to zero) hazardous and solid wastes to nature and b. Reducing the need for energy generation and hydrocarbon extraction. c. Reduces demand for resources and energy from nature . d. Reduces wastes to nature 3. Social well being is enhanced through: a. Efficiency improvements that allow more resources to be available for all. b. More complete use of "wastes" will create jobs in return logistics and reprocessing activities. c. Waste managers become resource managers d. Opportunities in return logistics e. New products from recovered materials. Sumber: http://www.zerowaste.org/case.htm#top….. diunduh 28/4/2012 ALIRAN BAHAN YANG DISEMPURNAKAN Improved material flows. Today’s system uses large amounts of new raw materials as shown in the following diagram. In addition, large amounts of materials are sent to landfills or incinerated. Material flows in today's society Resource productivity and resource intensity are key concepts used in sustainability measurement as they measure attempts to decouple the connection between resource use and environmental degradation. Their strength is that they can be used as a metric for both economic and environmental cost. Although these concepts are two sides of the same coin, in practice they involve very different approaches and can be viewed as reflecting, on the one hand, the efficiency of resource production as outcome per unit of resource use (resource productivity) and, on the other hand, the efficiency of resource consumption as resource use per unit outcome (resource intensity). The sustainability objective is to maximize resource productivity while minimizing resource intensity. Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Resource_intensity Sumber: http://www.zerowaste.org/case.htm#top….. diunduh 28/4/2012 ALIRAN BAHAN YANG IDEAL A Zero Waste society would use far fewer new raw materials and send no waste materials to landfills. As shown in figure , below, all materials would either return as reusable or recycled materials or would be suitable for use as compost. Ideal material flows Resource intensity is a measure of the resources (e.g. water, energy, materials) needed for the production, processing and disposal of a unit of good or service, or for the completion of a process or activity; it is therefore a measure of the efficiency of resource use. It is often expressed as the quantity of resource embodied in unit cost e.g. litres of water per $1 spent on product. In national economic and sustainability accounting it can be calculated as units of resource expended per unit of GDP. When applied to a single person it is expressed as the resource use of that person per unit of consumption. Relatively high resource intensities indicate a high price or environmental cost of converting resource into GDP; low resource intensity indicates a lower price or environmental cost of converting resource into GDP. Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Resource_intensity Sumber: http://www.zerowaste.org/case.htm#top….. diunduh 28/4/2012 INDUSTRI PARIWISATA Ada beberapa pengertian tentang industri pariwisata, antara lainnya sebagai kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and service) yang dibutuhkan para wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya, selama dalam perjalanannya. Pengertian tentang industri pariwisata yang lainnya adalah suatu susunan organisasi, baik pemerintah maupun swasta yang terkait dalam pengembangan, produksi dan pemasaran produk suatu layanan yang memenuhi kebutuhan dari orang yang sedang bepergian. INDUSTRI WISATA Kegiatan usaha dng penyediaan atau penyelenggaraan fasilitas perjalanan, akomodasi, makanan, rekreasi dan hiburan, atraksi kebudayaan, serta fasilitas lain yg diperlukan wisatawan. Terminologi Industri Kreatif Pariwisata mempunyai dua varibel utama, yaitu “Pariwisata” dan “Industri Kreatif”. Keduanya termasuk industri yang berkembang pesat dewasa ini. Pariwisata umumnya terkenal sebagai industri yang tumbuh cepat. Di sisi lain, Industri Kreatif baru tumbuh sekitar 10 tahun yang lalu. Keduanya memiliki nilai sangat strategis khususnya dalam mengkombinasikan antara Pariwisata dan Industri Kreatif. Diunduh dari: http://dispobpar-kotaprobolinggo.com/?page_id=781 Sumber: http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/pengantar-industri-pariwisata-definisi.html ….. diunduh 5/5/2012 KEPARIWISATAAN DAN PARIWISATA Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. Wisata merupakan suatu kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Sedangkan wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. “Tourism is an integrated system and can be viewed in terms of demand and supply. The demand is made up of domestic and international tourist market. The supply is comprised of transportations, tourist attractions and activities, tourist facilities, services and related infrastructure, and information and promotion. Visitors are defined as tourist and the remainder as same-day visitors”. Definisi tersebut menunjukkan bahwa kepariwisataan memiliki arti keterpaduan yang di satu sisi diperani oleh faktor permintaan dan faktor ketersediaan. Faktor permintaan terkait oleh permintaan pasar wisatawan domestik dan mancanegara. Sedangkan faktor ketersediaan dipengaruhi oleh transportasi, atraksi wisata dan aktifitasnya, fasilitas-fasilitas, pelayanan dan prasarana terkait serta informasi dan promosi. Sumber: http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/pengantar-industri-pariwisata-definisi.html ….. diunduh 5/5/2012 PENGERTIAN PARIWISATA Menurut definisi yang luas pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Suatu perjalanan dianggap sebagai perjalanan wisata bila memenuhi tiga persyaratan yang diperlukan, yaitu : Harus bersifat sementara a. Harus bersifat sukarela (voluntary) dalam arti tidak terjadi karena dipaksa. b. Tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah ataupun bayaran. Dalam kesimpulannya pariwisata adalah keseluruhan fenomena (gejala) dan hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan manusia di luar tempat tinggalnya. Dengan maksud bukan untuk tinggal menetap dan tidak berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan yang menghasilkan upah. Ekowisata mempunyai nilai penting bagi konservasi karena : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Menghasilkan manfaat ekonomi bagi daerah yang mempunyai tujuan kegiatan konservasi pada daerah yang dilindungi. Mempunyai nilai ekonomi yang dapat digunakan untuk program konservasi di daerah yang dilindungi. Menghasilkan tambahan pendapatan secara langsung dan tidak langsung kepada masyarakat disekitar lokasi ekowisata. Mengembangkan konstituen yang mendukung konservasi baik tingkat lokal, nasional dan internasional. Mendorong pemanfaatan sumber daya alam secara ekoomis berkelanjutan, dan Mengurangi ancaman terhadap keanekaragaman-hayati. Sumber: http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/pengantar-industri-pariwisata-definisi.html ….. diunduh 5/5/2012 PENGEMBANGAN PARIWISATA Suatu obyek pariwisata harus memenuhi tiga kriteria agar obyek tersebut diminati pengunjung, yaitu : 1. 2. 3. Something to see adalah obyek wisata tersebut harus mempunyai sesuatu yang bisa di lihat atau di jadikan tontonan oleh pengunjung wisata. Dengan kata lain obyek tersebut harus mempunyai daya tarik khusus yang mampu untuk menyedot minat dari wisatawan untuk berkunjung di obyek tersebut. Something to do adalah agar wisatawan yang melakukan pariwisata di sana bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk memberikan perasaan senang, bahagia, relax berupa fasilitas rekreasi baik itu arena bermain ataupun tempat makan, terutama makanan khas dari tempat tersebut sehingga mampu membuat wisatawan lebih betah untuk tinggal di sana. Something to buy adalah fasilitas untuk wisatawan berbelanja yang pada umumnya adalah ciri khas atau icon dari daerah tersebut, sehingga bisa dijadikan sebagai oleh-oleh. Dalam pengembangan pariwisata perlu ditingkatkan langkah-langkah yang terarah dan terpadu terutama mengenai pendidikan tenaga-tenaga kerja dan perencanaan pengembangan fisik. Kedua hal tersebut hendaknya saling terkait sehingga pengembangan tersebut menjadi realistis dan proporsional. Agar suatu obyek wisata dapat dijadikan sebagai salah satu obyek wisata yang menarik, maka faktor yang sangat menunjang adalah kelengkapan dari sarana dan prasarana obyek wisata tersebut. Sarana dan prasarana wisata sangat diperlukan untuk mendukung dari pengembangan obyek wisata di suatu lokasi. Sumber: http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/pengantar-industri-pariwisata-definisi.html ….. diunduh 5/5/2012 PENGEMBANGAN PARIWISATA Menurut Yoeti dalam bukunya Pengantar Ilmu Pariwisata (1985) : “Prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang sehingga dapat memberikan pelayanan untuk memuaskan kebutuhan wisatawan yang beraneka ragam”. Prasarana tersebut antara lain : a. b. c. d. e. Perhubungan : jalan raya, rel kereta api, pelabuhan udara dan laut, terminal. Instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih. Sistem telekomunikasi, baik itu telepon, telegraf, radio, televise, kantor pos Pelayanan kesehatan baik itu puskesmas maupun rumah sakit. Pelayanan keamanan baik itu pos satpam penjaga obyek wisata maupun pos-pos polisi untuk menjaga keamanan di sekitar obyek wisata. f. Pelayanan wistawan baik itu berupa pusat informasi ataupun kantor pemandu wisata. g. Pom bensin h. Dan lain-lain. Sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung maupun tidak langsung dan hidup serta kehidupannya tergantung pada kedatangan wisatawan. Sarana kepariwisataan tersebut adalah : a. b. c. d. e. Perusahaan akomodasi : hotel, losmen, bungalow. Perusahaan transportasi : pengangkutan udara, laut atau kereta api dan bus-bus yang melayani khusus pariwisata saja. Rumah makan, restaurant, depot atau warung-warung yang berada di sekitar obyek wisata dan memang mencari mata pencaharian berdasarkan pengunjung dari obyek wisata tersebut. Toko-toko penjual cinderamata khas dari obyek wisata tersebut yang notabene mendapat penghasilan hanya dari penjualan barang-barang cinderamata khas obyek tersebut. Dan lain-lain. Dalam pengembangan sebuah obyek wisata sarana dan prasarana tersebut harus dilaksanakan sebaik mungkin karena apabila suatu obyek wisata dapat membuat wisatawan untuk berkunjung dan betah untuk melakukan wisata disana maka akan menyedot banyak pengunjung yang kelak akan berguna juga untuk peningkatan ekonomi baik untuk komunitas di sekitar obyek wisata tersebut maupun pemerintah daerah. Sumber: ….. diunduh 5/5/2012 PENTINGNYA PARIWISATA Menurut IUOTO (International Union of Official Travel Organization) (dikutip oleh Spillane, 1993), pariwisata disarankan dikembangkan oleh setiap negara karena delapan alasan utama : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pariwisata sebagai faktor pemicu bagi perkembangan ekonomi nasional maupun international. Pemicu kemakmuran melalui perkembangan komunikasi, transportasi, akomodasi, jasa-jasa pelayanan lainnya. Perhatian khusus terhadap pelestarian budaya, nilai-nilai sosial agar bernilai ekonomi. Pemerataan kesejahtraan yang diakibatkan oleh adanya konsumsi wisatawan pada sebuah destinnasi. Penghasil devisa. Pemicu perdagangan international. Pemicu pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan profesi pariwisata maupun lembaga yang khusus yang membentuk jiwa hospitality yang handal dan santun, dan Pangsa pasar bagi produk lokal sehingga aneka-ragam produk terus berkembang, seiring dinamika sosial ekonomi pada daerah suatu destinasi. Konsep kombinasi Pariwisata dan Industri Kreatif harus disatukan dalam satu wadah. Secara umum, Pariwisata merupakan multi sektor dapat dilihat dari berbagai sisi. Pariwisata berperan dalam perdagangan dan perindustrian. Pariwisata berperan sebagai penghubung, dengan mempertimbangkan tiga motivasi utama berwisata, yaitu untuk melihat sesuatu, melakukan sesuatu dan membeli sesuatu. Tiga motivasi utama berwisata ditawarkan dalam industri kreatif. Sebagai pelengkap, pariwisata berperan dalam mendesain industri kreatif sesuai agar bermanfaat dalam sektor pariwisata. Sehingga, desain harus mengadopsi tiga motivasi utama berwisata. Tujuannya menarik wisatawan datang dan menikmati proses pembuatan, belajar dan membeli produk. Sumber: http://tourismbali.wordpress.com/2011/04/10/dimensi-ekonomi-pariwisata-kajian-terhadapdampak-ekonomi-dan-refleksi-dampak-pariwisata-terhadap-pembangunan-ekonomi-provinsi-bali/ ….. diunduh 5/5/2012 TUJUAN PEMBANGUNAN PARIWISATA Dari sisi kepentingan nasional, Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI (2005) , tujuan pembangunan kepariwisataan : 1. 2. 3. 4. Persatuan dan Kesatuan Bangsa: Pariwisata dianggap mampu memberikan perasaaan bangga dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan oleh penduduknya ke seluruh penjuru negeri. Dampak yang diharapkan, dengan banyaknya warganegara yang melakukan kunjungan wisata di wilayah-wilayah selain tempat tinggalnya akan menimbulkan rasa persaudaraan dan pengertian terhadap sistem dan filosofi kehidupan masyarakat yang dikunjungi sehingga akan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan nasional. Penghapusan Kemiskinan (Poverty Alleviation): Pembangunan pariwisata diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk berusaha dan bekerja. Kunjungan wisatawan ke suatu daerah diharpkan mampu memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Harapannya adalah bahwa pariwisata harusnya mampu memberi andil besar dalam penghapusan kemiskinan di berbagai daerah yang miskin potensi ekonomi lain selain potensi alam dan budaya bagi kepentingan pariwisata. Pembangunan Berkesinambungan (Sustainable Development): Dengan sifat kegiatan pariwisata yang menawarkan keindahan alam, kekayaan budaya dan keramah tamahan dan pelayanan, sedikit sekali sumberdaya yang habis digunakan untuk menyokong kegiatan ini. Artinya penggunaan sumberdaya yang habis pakai cenderung sangat kecil sehingga jika dilihat dari aspek keberlanjutan pembangunan akan mudah untuk dikelola dalam waktu yang relative lama. Pelestarian Budaya (Culture Preservation): Pembangunan kepariwisataan diharapkan mampu berkontribusi nyata dalam upayaupaya pelestarian budaya suatu negara atau daerah yang meliputi perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan budaya negara ataudaerah. UNESCO dan UN-WTO dalam resolusi bersama mereka di tahun 2002 telah menyatakan bahwa kegiatan pariwisata merupakan alat utama pelestarian kebudayaan. Dalam konteks tersebut, sudah selayaknya bagi Indonesia untuk menjadikan pembangunan kepariwisataan sebagai pendorong pelestarian kebudayaan diberbagai daerah. Sumber: ….. diunduh 5/5/2012 TUJUAN PEMBANGUNAN PARIWISATA Dari sisi kepentingan nasional, Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI (2005) , tujuan pembangunan kepariwisataan : 5. Pemenuhan Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi Manusia: Pariwisata pada masa kini telah menjadi kebutuhan dasar kehidupan masyarakat modern. Pada beberapa kelompok masyarakat tertentu kegiatan melakukan perjalanan wisata bahkan telah dikaitkan dengan hak azasi manusia khususnya melalui pemberian waktu libur yang lebih panjang dan skema paid holidays. 6. Peningkatan Ekonomi dan Industri: Pengelolaan kepariwisataan yang baik dan berkelanjutan diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi tumbuhnya ekonomi di suatu destinasi pariwisata. Penggunaan bahan dan produk lokal dalam proses pelayanan di bidang pariwisata akan juga memberikan kesempatan kepada industri lokal untuk berperan dalam penyediaan barang dan jasa. 7. Pengembangan Teknologi: Dengan semakin kompleks dan tingginya tingkat persaingan dalam mendatangkan wisatawan ke suatu destinasi, kebutuhan akan teknologi tinggi khususnya teknologi industri akan mendorong destinasi pariwisata mengembangkan kemampuan penerapan teknologi terkini mereka. Pada daerah-daerah tersebut akan terjadi pengembangan teknologi maju dan tepat guna yang akan mampu memberikan dukungan bagi kegiatan ekonomi lainnya. Dengan demikian pembangunan kepariwisataan akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintahan di berbagai daerah yang lebih luas dan bersifat fundamental. Kepariwisataanakan menjadi bagian tidak terpisahkan dari pembangunan suatu daerah dan terintegrasi dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Sumber: ….. diunduh 5/5/2012 EKOWISATA Apa yang disebut dengan ekowisata atau sering juga ditulis atau disebut dengan ekoturisme, wisata ekologi, ecotoursism, eco-tourism, eco tourism, eco tour, eco-tour dsb? Rumusan 'ecotourism' sebenarnya sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sbb: "Nature or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling to relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific objectives of studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plantas and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and present) found in the areas." "Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini." Rumusan oleh The International Ecotourism Society (TIES) pada awal tahun 1990 yaitu : "Ecotourism is responsible travel to natural areas which conserved the environment and improves the welfare of local people." "Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat”. Definisi ini sebenarnya hampir sama dengan yang diberikan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sama-sama menggambarkan kegiatan wisata di alam terbuka, hanya saja menurut TIES dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahtraan penduduk setempat. Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan. Dengan kata lain ekowisata adalah kegiatan wisata alam plus plus. Definisi di atas telah telah diterima luas oleh para pelaku ekowisata. Sumber: http://www.ekowisata.info/definisi_ekowisata.html ….. diunduh 5/5/2012. EKOWISATA Adanya unsur plus plus di atas yaitu kepudulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahtraan masyarakat setempat ditimbulkan oleh: 1. 2. 3. 4. 5. Kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang bersifat eksploatatif terhadap sumber daya alam. Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat. Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi ('economical benefit') dari lingkungan yang lestari. Kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ke tempat-tempat yang masih alami itu memberikan peluas bagi penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata, porter, membuka homestay, pondok ekowisata (ecolodge), warung dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan mereka atau meningkatkan kualitas hidpu penduduk lokal, baik secara materiil, spirituil, kulturil maupun intelektual. Ekowisata Berbasis Komunitas (community-based ecotourism) merupakan usaha ekowisata yang dimiliki, dikelola dan diawasi oleh masyarakat setempat. Masyarakat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan ekowisata dari mulai perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Hasil kegiatan ekowisata sebanyak mungkin dinikmati oleh masyarakat setempat. Jadi dalam hal ini masyarakat memiliki wewenang yang memadai untuk mengendalikan kegiatan ekowisata. Sumber: http://www.ekowisata.info/definisi_ekowisata.html ….. diunduh 5/5/2012. KONSEP DASAR EKOWISATA Pengertian dan konsep dasar ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat Indonesia sebagai negara megabiodiversity nomor dua di dunia, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Para explorer dari dunia barat maupun timur jauh telah mengunjungi Indonesia pada abad ke lima belas vang lalu. Perjalanan eksplorasi yang ingin mengetahui keadaan di bagian benua lain telah dilakukan oleh Marcopollo, Washington, Wallacea, Weber, Junghuhn dan Van Steines dan masih banyak yang lain merupakan awal perjalanan antar pulau dan antar benua yang penuh dengan tantangan. Para adventnrer ini melakukan perjalanan ke alam yang merupakan awal dari perjalanan ekowisata. Sebagian perjalanan ini tidak memberikan keuntungan konservasi daerah alami, kebudayaan asli dan atau spesies langka (Lascurain, 1993). Pada saat ini, ekowisata telah berkembang. Wisata ini tidak hanya sekedar untuk melakukan pengamatan burung, mengendarai kuda, penelusuran jejak di hutan belantara, tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk lokal. Ekowisata ini kemudian merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi. Oleh karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata bertanggungjawab. Belantara tropika basah di seluruh kepulauan Indonesia merupakan suatu destinasi. Destinasi untuk wisata ekologis dapat dimungkinkan mendapatkan manfaat sebesarbesarnya aspek ekologis, sosial budaya dan ekonomi bagi masyarakat, pengelola dan pemerintah. Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler. Sumber: http://www.ekowisata.info/konsep_ekowisata.html ….. diunduh 5/5/2012 WHAT IS ECOTOURISM? The Nature Conservancy adopts the definition articulated by the World Conservation Union (IUCN): "Environmentally responsible travel to natural areas, in order to enjoy and appreciate nature (and accompanying cultural features, both past and present) that promote conservation, have a low visitor impact and provide for beneficially active socio-economic involvement of local peoples." Most tourism in natural areas today is not ecotourism and is not, therefore, sustainable. Ecotourism is distinguished by its emphasis on conservation, education, traveler responsibility and active community participation. Specifically, ecotourism possesses the following characteristics: 1. 2. 3. 4. 5. Conscientious, low-impact visitor behavior Sensitivity towards, and appreciation of, local cultures and biodiversity Support for local conservation efforts Sustainable benefits to local communities Local participation in decision-making Educational components for both the traveler and local communities Increased tourism to sensitive natural areas without appropriate planning and management can threaten the integrity of ecosystems and local cultures. The increase of visitors to ecologically sensitive areas can lead to significant environmental degradation. Likewise, local communities and indigenous cultures can be harmed in numerous ways by an influx of foreign visitors and wealth. Additionally, fluctuations in climate, currency exchange rates, and political and social conditions can make over-dependence upon tourism a risky business. However, this same growth creates significant opportunities for both conservation and local communities. Ecotourism can provide much-needed revenues for the protection of national parks and other natural areas -revenues that might not be available from other sources. Additionally, ecotourism can provide a viable economic development alternative for local communities with few other income-generating options. Moreover, ecotourism can increase the level of education and activism among travelers, making them more enthusiastic and effective agents of conservation. Sumber: http://www.nature.org/greenliving/what-is-ecotourism.xml….. diunduh 5/5/2012