kompendium green industri

advertisement
KOMPENDIUM
KAJIAN
LINGKUNGAN
DAN PEMBANGUNAN
EKOWISATA
INDUSTRI HIJAU
Dikoleksi oleh
Reggina Rosita B.
Soemarno
PDKLP PPSUB Mei 2012
1
PRINSIP EKOEFISIENSI
PENGGUNAAN SUMBER DAYA ALAM
Sumber daya alam ada dengan berbagai wujud dan persebaran. Ada yang
bisa diperbarui, sebaliknya ada pula yang tidak bisa diperbarui. Ada juga
wilayah yang kaya akan sumber daya alam, sebaliknya ada wilayah yang
miskin sumber daya. Semuanya itu seolah membentuk keseimbangan yang
seharusnya dijaga. Wilayah yang melimpah akan sumber daya alam tertentu
dapat memenuhi kebutuhan di wilayah yang kekurangan. Sumber daya yang
tidak dapat diperbarui diusahakan keseimbangannya dengan pengelolaan
berbasis prinsip ekoefisiensi dan keberlanjutan. Begitu pula dengan sumber
daya alam yang lainnya.
Pada hakikatnya kelestarian sumberdaya alam bisa dicapai dengan
pemanfaatan yang ekoefisien, mengelolanya dengan pedoman berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan.
Mengelola sumberdaya alam dengan arif, berkelanjutan, dan berwawasan
lingkungan sebenarnya bukan hal yang sulit. Hanya dibutuhkan kemauan
untuk melakukannya, ditambah dengan pengetahuan mengenai cara-cara
pelaksanaannya. Materi berikut akan menuntunmu menemukan langkah yang
bisa diterapkan guna menuju pemanfaatan sumber daya alam yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Kehidupan manusia secara individu, bahkan sampai tingkat pembangunan di
suatu daerah atau yang lebih tinggi, di tingkat negara misalnya, hampir selalu
didasarkan pada pemanfaatan sumber daya alam. Pasti bisa kamu
bayangkan berapa banyak orang memanfaatkan sumber daya alam.
Sayangnya, apa yang dibutuhkan oleh orang-orang tidak bisa semua
terpenuhi. Wilayah dengan sumber daya alam melimpah bisa saja terpenuhi
kebutuhannya. Namun, apa artinya jika lambat laut kekayaan tersebut habis.
Perhitungan hubungan-hubungan ekologis perlu dilakukan untuk mengurangi
akibat-akibat yang merugikan baik bagi kelangsungan pembangunan maupun
kelangsungan ekosistem. Itulah gambaran prinsip ekoefisiensi dalam
pengelolaan sumber daya alam.
Sebelum menerapkan bagaimana ekoefisiensi yang tepat, diperlukan
pemahaman mengenai jenis, kondisi, dan nilai setiap sumber daya alam.
Read more: http://texbuk.blogspot.com/2012/01/prinsip-ekoefisiensi-penggunaansumber.html#ixzz1tfety6Uf
Sumber: http://texbuk.blogspot.com/2012/01/prinsip-ekoefisiensi-penggunaan-sumber.html ….. diunduh
28/4/2012
PRINSIP EKOEFISIENSI
PENGGUNAAN SUMBER DAYA ALAM
Sebelum menerapkan bagaimana ekoefisiensi yang tepat, diperlukan
pemahaman mengenai jenis, kondisi, dan nilai setiap sumber daya alam.
Bagaimanapun sumberdaya alam mempunyai karakteristik khusus terutama
dalam hubungannya dengan ekosistem dan pembangunan. Kita perlu
mengenali apakah suatu sumber daya alam itu tergolong bisa diperbarui atau
tidak.
Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui digunakan dan dikelola
sehemat dan seefektif mungkin. Bahkan perlu dicari dan dilakukan penelitian
terus-menerus guna menemukan sumber daya pengganti. Begitu juga dengan
sumber daya alam yang dapat diperbarui, perlu dipergunakan dan dikelola
sehemat dan seefektif mungkin guna mempertahankan perkembangan
ekonomi yang baik secara lestari.
Dalam prinsip ekoefisiensi, penggunaan sumber daya alam berdasarkan
pemilihan peruntukannya menjadi sangat penting.
1.
2.
3.
Pemilihan peruntukan tersebut dilaksanakan atas dasar:
Efisiensi dan efektivitas penggunaan yang optimal dalam batas-batas
kelestarian sumber alam yang mungkin,
Tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber alam lain yang
berkaitan dalam suatu ekosistem, dan
Memberikan kemungkinan untuk mempunyai pilihan penggunaan di masa
depan, sehingga perombakan ekosistem tidak dilakukan secara dratis.
Read more: http://texbuk.blogspot.com/2012/01/prinsip-ekoefisiensi-penggunaansumber.html#ixzz1tfety6Uf
Sumber: http://texbuk.blogspot.com/2012/01/prinsip-ekoefisiensi-penggunaan-sumber.html ….. diunduh
28/4/2012
KONSEP INDUSTRI HIJAU
Konsep Industri Hijau menekankan kepada efisiensi serta efektifitas penggunaan
bahan baku, jangan sampai terlalu banyak bahan baku yag terbuang percuma.
efisien dan efektifitas merupakan salah satu kunci utama di konsep hijau. bayang
kan betapa banyaknya bahan yang bisa digunakan kalau ternyata bahan tersebu
t tidak terpakai karena penggunaan bahan baku yang tidak efisien.
Input sama dengan output adalah hal minimal yang harus dicapai
oleh setiap perusahaan, betapa sayangnya bahan terbuang, dan dampaknya
sangat terasa bagi alam.
Bahan mentah diproduksi dengan energi yang berasal dari minyak bumi atau
fosil, karena di Indonesia masih didominasi energi fosil sebesar 37%
berdasarkan data dari WWF. Berapa banyak karbon yang ke luar dan terbuang
sia-sia jika kita membuang bahan baku.
Pengembangan industri hijau di antaranya dengan menggu
nakan bahan baku dari material yang ramah lingkungan,
desain barang yang ramah lingkungan,
menerapkan teknologi proses dengan sumber daya
yang efisien, pengurangan
emisi rumah kaca, dan transportasi yang ramah lingkungan.
Untuk mewujudkan pengembangan industri hijau agar
efektif, pemerintah mengeluarkan UUPPLH yang mengatur
16 tindak pidana lingkungan hidup.
Keluarnya UUPPLH ini adalah sebagai ancaman untuk
menjaga lingkungan
Sumber: http://industri10novrian.blog.mercubuana.ac.id/2012/01/05/apa-itu-industri-hijau/ ….. diunduh
KONSEP INDUSTRI HIJAU
Guna mendorong pelaku bisnis menerapkan konsep ekonomi hijau dalam opera
sional bisnisnya, pemerintah perlu memberikan insentif kepada pelaku
bisnis yang ramah lingkungan dan disinsentif bagi bisnis yang merusak lingkung
an. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), misalnya, telah memberikan
rekomendasi program pembebasan atau pengurangan biaya masuk alatalat instalasi ramah lingkungan kepada produsen pengimpor, seperti instalasi pe
ngolahan air limbah dan penerapan energi terbarukan.
Bagi perusahaan yang tidak atau masih kurang peduli lingkungan, disinsentif
tidak hanya berupa kesulitan dalam mendapatkan kredit bank, tapi produknya
juga akan kurang diminati konsumen yang semakin sadar lingkungan. Perusaha
an nakal yang cenderung mengeksploitasi lingkungan secara tidak bertanggung
jawab harus diberi sanksi tegas dari pemerintah
Saat ini kota mengonsumsi energi terbesar dari sektor industri, perumahan,
gedung komersial, dan transportasi, serta menjadikannya kontributor terbesar
emisi karbon dioksida (75%).
Dengan konsep pertumbuhan hijau, pembangunan dan pengembangan kota
harus memperhatikan perubahan iklim, pengurangan energi tidak terbarukan,
dan pemanfaatan energi terbarukan seperti surya, bayu, hidro, dan biogas di
semua sektor kehidupan.
Ke depan, perusahaan
harus mampu mengubah cara
berproduksi, mengelola lingkungan, dan
interaksi dengan masyarakat di
sekitar lokasi proyek
secara selaras dan harmonis.
Sumber: http://industri10novrian.blog.mercubuana.ac.id/2012/01/05/apa-itu-industri-hijau/ ….. diunduh
EKOWISATA : INDUSTRI HIJAU
Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang
berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi
alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal
serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Ekowisata dan Lingkungan
The environment is one of the primary concerns of ecotourism, which
often involves travel to relatively undisturbed areas. As the tourism
product is often dependent upon nature, negative impacts upon that
resource should be minimized.
Even the most conscientious tourist will have some degree of impact on
the environment and so ecotourism should therefore attempt to
minimize that impact. Many studies of tourism attempt to identify an
environmental carrying capacity but a major difficulty of this technique is
that it “implies the existence of fixed and determinable limits to
development and that if one stays below those threshold levels no
changes or deterioration will occur”
Ekowisata, manfaat ekonomi masyarakat setempat:
A definition of ecotourism must also take into account the local population - ecotourism
should minimize negative impacts on the host community because otherwise the local
population may come to dislike the presence of tourism, and this could undermine its
long-term prospects.
Tourism is likely to have the greatest socio-cultural impacts on small, isolated
communities which may themselves be one of the tourist attractions. As a result, any
cultural changes in the community's way of life may reduce the tourism product's overall
marketability and therefore future prospects. At the same time, ecotourism should
produce direct economic benefits for the local community if it is to receive their
continued support – benefits that should compliment rather than overwhelm traditional
practices and sources of income.
However, such economic benefits and material wealth obtained by the local community
may themselves lead to cultural changes in their way of life. The literature on
ecotourism asserts that economic benefits should be accrued by the host community
whilst at the same time preserving the environment and cultural way of life of that
community.
Sumber: http://www.piedrablanca.org/ecotourism-definition.htm ….. diunduh 2/5/2012
EKOWISATA : INDUSTRI HIJAU
Ekowisata dan Partisipasi Lokal
Great importance is attached to the need for local participation in ecotourism. According to
Wallace and Pierce [1996], ecotourism is a type of tourism that “maximizes the early and
long-term participation of local people in the decision making process that determines the
kind and amount of tourism that should occur”.
There are important reasons for local involvement other than a moral obligation to
incorporate the people tourism will affect. The degree of control the local population has
over tourism in their locality is generally perceived as being a significant element of
sustainability.
As was noted earlier, ecotourism is required to provide direct economic benefits to the
local community and minimize negative environmental and socio-cultural impacts. The
most likely way these objectives can be achieved is if the local community are actively
participating in and empowered through ecotourism.
Cater [1994] points out that:
“In terms of conserving the natural and socio-cultural resource base, the time perspective
of the local population is longer than that of outside entrepreneurs concerned with early
profits. They are also more likely to ensure that traditions and lifestyles will be respected.
Their co-operation is also a vital factor in reducing infringements of conservation
regulations such as poaching and indiscriminate tree-felling”.
“Local participation functions as an early warning system,
helping managers to avoid or plan for decisions that might
otherwise cause conflict with the local population. Also,
including a participation program in the design stage of a
project provides the opportunity for the local community to
become educated about the purpose and benefits of the
project, thereby increasing support for the effort.”
Tourism that includes indigenous communities as part of the
tourist attraction is often accused of being a process of
zooification which leads to a position of powerlessness for
the local people. The key to avoiding such situations is local
control of and participation in the tourism activity
Sumber: http://www.piedrablanca.org/ecotourism-definition.htm ….. diunduh 2/5/2012
EKOWISATA : INDUSTRI HIJAU
PENGEMBANGAN EKOWISATA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
keanegaraman hayati yang sangat tinggi yang berupa sumber
daya alam yang berlimpah, baik di daratan, udara maupun di
perairan. Semua potensi tersebut mempunyai peranan yang
sangat penting bagi pengembangan kepariwisataan, khususnya
wisata alam.
Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang dimiliki
Indonesia, antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan
dan keaslian budaya tradisional, keindahan bentang alam, gejala
alam, peninggalan sejarah/budaya yang secara optimal untuk
kesejahteraan masyarakat.
Keseluruhan potensi ODTWA tersebut di atas merupakan sumber
daya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus merupakan media
pendidikan dan pelestarian lingkungan.
Sasaran tersebut di atas dapat tercapai melalui pengelolaan dan
pengusahaan yang benar dan terkoordinasi, baik lintas sektoral
maupun swasta yang berkaitan dengan pengembangan kegiatan
pariwisata alam, misalnya kepariwisataan, biro perjalanan,
pemerintah daerah, lingkungan hidup, dan lembaga swadaya
masyarakat.
Dalam pengembangan kegiatan pariwisata alam terdapat dampak
positif dan dampak negatif, baik dalam masalah ekonomi, sosial,
dan lingkungan alami.
Dampak positifnya antara lain menambah sumber penghasilan dan
devisa negara, menyediakan kesempatan kerja dan usaha,
mendorong perkembangan usaha-usaha baru, dan diharapkan
mampu meningkatkan kesadaran masyarakat/wisatawan tentang
konservasi sumber daya alam. Dampak positif tersebut perlu
ditingkatkan.
Dampak negatifnya antara lain gangguan terhadap ODTWA (erosi
dan vandalisme), dan munculnya kesenjangan sosial. Dampak
negatif ini perlu mendapatkan perhatian dan ditanggulangi secara
bersama antara pihak terkait.
Upaya-upaya promosi perlu dikembangkan lebih lanjut melalui
berbagai media oleh instansi pusat, daerah maupun swasta.
Sumber: http://www.dephut.go.id/informasi/phpa/ewisata.htm ….. diunduh 2/5/2012
EKOWISATA : INDUSTRI HIJAU
KEBIJAKSANAAN PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM
1. Beberapa Peraturan Perundangan yang telah disusun untuk menunjang
pengembangan kegiatan pariwisata alam dan upaya konservasi antara lain:
a. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya;
b. UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan;
c. PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona
Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam;
d. Keputusan Menhut No. 441/Kpts-II/1994 tentang Sarana Prasarana Pengusahaan
Pariwisataan Alam;
e. Keputusan Menhut No. 441/Kpts-II/1990 tentang Pengenaan Iuran Pungutan
Usaha di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata
Laut;
f. Keputusan Menhut No. 446/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Permohonan,
Pemberian dan Pencabutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam;
g. Keputusan Menhut No. 878/Kpts-II/1992 tentang Tarif Pungutan Masuk ke Hutan
Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut;
h. Keputusan Menhut No. 447/Kpts-II/1996 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Pengusahaan Pariwisata Alam.
2.
Kegiatan pengusahaan pariwisata alam di kawasan pelestarian alam (Taman Nasional,
Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya) tidak termasuk dalam daftar bidang usaha
yang tertutup bagi penanaman modal. Perlu diketahui bahwa yang diperkenankan untuk
membuka usaha di bidang pengusahaan pariwisata alam ialah perusahaan yang
berbadan hukum Indonesia dan berlokasi di Indonesia. Namun demikian, pernyataan
tersebut tidak berarti bahwa usaha ini tertutup bagi modal asing. Pembelian saham oleh
warga negara asing dimungkinkan.
3.
Dalam kaitannya dengan butir 2 tersebut di atas, kita masih dituntut untuk teliti dalam
memilah kegiatan-kegiatan apa yang boleh ditangani oleh tenaga asing. Sebagai contoh,
tour operator sebaiknya tidak diserahkan kepada pihak luar karena merupakan kegiatan
strategis yang perlu kita tangani sendiri.
4. Dalam pembangunan sarana-prasarana pariwisata alam di kawasan pelestarian alam,
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Sarana-prasarana dibangun di zona/blok pemanfaatan dan tidak lebih dari 10%
dari zona/blok tersebut.
2. Tidak merubah bentang alam.
3. Menggunakan arsitektur setempat.
4. Tinggi bangunan tidak melebihi tinggi tajuk.
Sumber: http://www.dephut.go.id/informasi/phpa/ewisata.htm ….. diunduh 2/5/2012
EKOWISATA : INDUSTRI HIJAU
STRATEGI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM
Pengembangan ODTWA sangat erat kaitannya dengan peningkatan
produktifitas sumber daya hutan dalam konteks pembangunan ekonomi
regional maupun nasional, sehingga selalu dihadapkan pada kondisi interaksi
berbagai kepentingan yang melibatkan aspek kawasan hutan, pemerintah,
aspek masyarakat, dan pihak swasta di dalam suatu sistem tata ruang
wilayah.
Strategi pengembangan ODTWA meliputi pengembangan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Aspek Perencanaan Pembangunan ODTWA yang antara lain
mencakup sistem perencanaan kawasan, penataan ruang (tata ruang
wilayah), standarisasi, identifikasi potensi, koordinasi lintas sektoral,
pendanaan, dan sistem informasi ODTWA.
Aspek Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas
institusi, sebagai mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan,
secara operasional merupakan organisasi dengan SDM dan PP yang
sesuai dan memiliki efisiensi tinggi.
Aspek Sarana dan Prasarana yang memiliki dua sisi kepentingan, yaitu
(1) alat memenuhi kebutuhan pariwisata alam, (2) sebagai pengendalian
dalam rangka memelihara keseimbangan lingkungan, pembangunan
sarana dan prasarana dapat meningkatkan daya dukung sehingga upaya
pemanfaatan dapat dilakukan secara optimal.
Aspek Pengelolaan, yaitu dengan mengembangkan profesionalisme dan
pola pengelolaan ODTWA yang siap mendukung kegiatan pariwisata
alam dan mampu memanfaatkan potensi ODTWA secara lestari.
Aspek Pengusahaan yang memberi kesempatan dan mengatur
pemanfaatan ODTWA untuk tujuan pariwisata yang bersifat komersial
kepada pihak ketiga dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat
setempat.
Aspek Pemasaran dengan mempergunakan teknologi tinggi dan bekerja
sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar negeri.
Aspek Peran Serta Masyarakat melalui kesempatan-kesempatan usaha
sehingga ikut membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Aspek Penelitian dan Pengembangan yang meliputi aspek fisik
lingkungan, dan sosial ekonomi dari ODTWA. Diharapkan nantinya
mampu menyediakan informasi bagi pengembangan dan pembangunan
kawasan, kebijaksanaan dan arahan pemanfaatan ODTWA.
Sumber: http://www.dephut.go.id/informasi/phpa/ewisata.htm ….. diunduh 2/5/2012
EKOWISATA : INDUSTRI HIJAU
EKOWISATA
Istilah “ekowisata” dapat diartikan sebagai perjalanan oleh seorang
turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari
mengenai alam, sejarah dan budaya di suatu daerah, di mana pola
wisatanya membantu ekonomi masyarakat lokal dan mendukung
pelestarian alam.
Para pelaku dan pakar di bidang ekowisata sepakat untuk menekankan
bahwa pola ekowisata sebaiknya meminimalkan dampak yang negatif
terhadap linkungan dan budaya setempat dan mampu meningkatkan
pendapatan ekonomi bagi masyarakat setempat dan nilai konservasi.
Beberapa aspek kunci dalam ekowisata adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya
sesuai dengan daya dukung lingkungan dan
sosial-budaya masyarakat (mass tourism)
Pola wisata ramah lingkungan (nilai konservasi)
Pola wisata ramah budaya dan adat setempat
(nilai edukasi dan wisata)
Membantu secara langsung perekonomian
masyarakat lokal (nilai ekonomi)
Modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur
tidak besar (nilai partisipasi masyarakat dan
ekonomi).
Sumber: ….. diunduh 2/5/2012
EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT
(community-based ecotourism)
Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan
ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh
oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengelolaan usaha ekowisata dan segala keuntungan yang diperoleh.
Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang
menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada
kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam
serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik
wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata
berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola
kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun
sebagai pengelola.
Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja
bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana
penghasilan ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis: fee
pemandu; ongkos transportasi; homestay; menjual kerajinan, dll.
Ekowisata membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan
dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan
mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar penduduk
setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata.
Beberapa aspek kunci dalam ekowisata berbasis masyarakat adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
Masyarakat membentuk panitia atau lembaga untuk pengelolaan
kegiatan ekowisata di daerahnya, dengan dukungan dari
pemerintah dan organisasi masyarakat (nilai partisipasi masyarakat
dan edukasi)
Prinsip local ownership (=pengelolaan dan kepemilikan oleh
masyarakat setempat) diterapkan sedapat mungkin terhadap
sarana dan pra-sarana ekowisata, kawasan ekowisata, dll (nilai
partisipasi masyarakat)
Homestay menjadi pilihan utama untuk sarana akomodasi di lokasi
wisata (nilai ekonomi dan edukasi)
Pemandu adalah orang setempat (nilai partisipasi masyarakat)
Perintisan, pengelolaan dan pemeliharaan obyek wisata menjadi
tanggungjawab masyarakat setempat, termasuk penentuan biaya
(fee) untuk wisatawan (nilai ekonomi dan wisata).
Sumber: ….. diunduh 2/5/2012
Sarana dan penyediaan jasa pendukung dalam mengembangkan
ekowisata yang bernilai konservasi dan ekonomi tinggi
Industri parawisata adalah industri yang diperkirakan akan terus berkembang, dan
nuansa alam dalam industri ini akan semakin jauh meningkat. Ekowisata dapat
menciptakan nilai ekonomis bagi kawasan-kawasan konservasi.
Agar bisnis ekowisata dapat menguntungkan sebagai mana yang
diharapkan, beberapa kondisi harus diciptakan, yaitu antara lain:
1.
2.
Meningkatkan dan menambah sarana prasarana pendukung serta
mendorong terbuka dan terhubungnya akses ke/dari dan antar
daerah tujuan ekowisata tanpa merusak aset utama ekowisata
yaitu alam yang asli melalui peningkatan dan optimalisasi jalur
transportasi udara.
Mendorong kebijakan pemerintah Indonesia di bidang keimigrasian
di daerah tujuan ekowisata yang terletak di perbatasan, misalnya
di daerah Heart of Borneo.
Ekowisata dihargai dan dkembangkan sebagai
salah satu program usaha yang sekaligus bisa
menjadi strategi konservasi dan dapat membuka
alternatif ekonomi bagi masyarakat.
Dengan pola ekowisata, masyarakat dapat
memanfaatkan keindahan alam yang masih utuh,
budaya, dan sejarah setempat tanpa merusak
atau menjual isinya.
Sumber: ….. diunduh 2/5/2012
PEMASARAN PRODUK EKOWISATA
Ada dua aspek yang sangat terkait dan perlu dibahas secara
bersamaan jika ingin mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat
sebagai satu usaha yang berhasil.
Usaha harus layak secara ekonomi, menghasilkan pendapatan yang
signifikan untuk masyarakat setempat, dan dikelola secara profesional.
Kemudian, usaha tersebut perlu adil, bermanfaat buat masyarakat lokal
sebagai mitra utama, dan mendukung konservasi secara nyata.
Dalam mengembangkan pemasaran, strategi pencitraan (branding)
dan promosi untuk produk ekowisata sangat penting, melalui:
1.
2.
3.
4.
5.
Mengikuti kegiatan promosi dan pemasaran berskala internasional
Melakukan survei pasar secara berkala untuk mengetahui
dinamika pasar
Mengidentifikasi target pasar untuk produk ekowisata yang
dikembangkan
Menyelenggarakan promosi secara khusus (fam trip, media trip,
dll.)
Membuka dan menjalin hubungan terbuka dengan pihak swasta
dan mendorong adanya kesepakatan antara organisasi
masyarakat dengan tour operator.
Ekowisata dapat didefinisikan :
Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan
bertanggungjawab ke area alami dan
berpetualang yang dapat menciptakan industri
pariwisata
(Eplerwood, 1999).
Sumber: ….. diunduh 2/5/2012
KEBERLANJUTAN EKOWISATA DARI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN
LINGKUNGAN
(prinsip konservasi dan partisipasi masyarakat)
Ekowisata yang dikembangkan di kawasan konservasi adalah
ekowisata yang “HIJAU dan ADIL” (Green& Fair) untuk kepentingan
pembangunan berkelanjutan dan konservasi, yaitu sebuah kegiatan
usaha yang bertujuan untuk menyediakan alternatif ekonomi secara
berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan yang dilindungi, berbagi
manfaat dari upaya konservasi secara layak (terutama bagi
masyarakat yang lahan dan sumberdaya alamnya berada di kawasan
yang dilindungi), dan berkontribusi pada konservasi dengan
meningkatkan kepedulian dan dukungan terhadap perlindungan
bentang lahan yang memiliki nilai biologis, ekologis dan nilai sejarah
yang tinggi.
Kriteria:
1.
2.
3.
Prinsip daya dukung lingkungan diperhatikan dimana tingkat
kunjungan dan kegiatan wisatawan pada sebuah daerah
tujuan ekowisata dikelola sesuai dengan batas-batas yang
dapat diterima baik dari segi alam maupun sosial-budaya
Sedapat mungkin menggunakan teknologi ramah
lingkungan (listrik tenaga surya, mikrohidro, biogas, dll.)
Mendorong terbentuknya ”ecotourism conservancies” atau
kawasan ekowisata sebagai kawasan dengan peruntukan
khusus yang pengelolaannya diberikan kepada organisasi
masyarakat yang berkompeten
Sumber: ….. diunduh 2/5/2012
PENGEMBANGAN INSTITUSI MASYARAKAT LOKAL DAN
KEMITRAAN
(Prinsip partisipasi masyarakat)
Aspek organisasi dan kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan
ekowisata juga menjadi isu kunci: pentingnya dukungan yang profesional
dalam menguatkan organisasi lokal secara kontinyu, mendorong usaha
yang mandiri dan menciptakan kemitraan yang adil dalam pengembangan
ekowisata. Beberapa contoh di lapangan menunjukan bahwa ekowisata di
tingkat lokal dapat dikembangkan melalui kesepakatan dan kerjasama
yang baik antara Tour Operator dan organisasi masyarakat (contohnya:
KOMPAKH, LSM Tana Tam).
Peran organisasi masyarakat sangat penting oleh karena masyarakat
adalah stakeholder utama dan akan mendapatkan manfaat secara
langsung dari pengembangan dan pengelolaan ekowisata.
Koordinasi antar stakeholders juga perlu mendapatkan perhatian. Salah
satu model percontohan organisasi pengelolaan ekowisata yang
melibatkan semua stakeholders termasuk, masyarakat, pemerintah
daerah, UPT, dan sektor swasta, adalah ”Rinjani Trek Management Board.”
Terbentuknya Forum atau dewan pembina akan banyak membantu pola
pengelolaan yang adil dan efektif terutama di daerah di mana ekowisata
merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat setempat.
Kriteria:
1.
2.
3.
4.
Dibangun kemitraan antara masyarakat dengan Tour
Operator untuk memasarkan dan mempromosikan produk
ekowisata; dan antara lembaga masyarakat dan Dinas
Pariwisata dan UPT
Adanya pembagian adil dalam pendapatan dari jasa
ekowisata di masyarakat
Organisasi masyarakat membuat panduan untuk turis.
Selama turis berada di wilayah masyarakat, turis/tamu
mengacu pada etika yang tertulis di dalam panduan tersebut.
Ekowisata memperjuangkan prinsip perlunya usaha
melindungi pengetahuan serta hak atas karya intelektual
masyarakat lokal, termasuk: foto, kesenian, pengetahuan
tradisional, musik, dll.
Sumber: ….. diunduh 2/5/2012
EKONOMI WISATA BERBASIS MASYARAKAT
(Prinsip partisipasi masyarakat)
Homestay adalah sistem akomodasi yang sering dipakai dalam ekowisata.
Homestay bisa mencakup berbagai jenis akomodasi dari penginapan
sederhana yang dikelola secara langsung oleh keluarga sampai dengan
menginap di rumah keluarga setempat. Homestay bukan hanya sebuah
pilihan akomodasi yang tidak memerlukan modal yang tinggi, dengan
sistem homestay pemilik rumah dapat merasakan secara langsung manfaat
ekonomi dari kunjungan turis, dan distribusi manfaat di masyarakat lebih
terjamin. Sistem homestay mempunyai nilai tinggi sebagai produk
ekowisata di mana seorang turis mendapatkan kesempatan untuk belajar
mengenai alam, budaya masyarakat dan kehidupan sehari-hari di lokasi
tersebut. Pihak turis dan pihak tuan rumah bisa saling mengenal dan belajar
satu sama lain, dan dengan itu dapat menumbuhkan toleransi dan
pemahaman yang lebih baik. Homestay sesuai dengan tradisi keramahan
orang Indonesia.
Dalam ekowisata, pemandu adalah orang lokal yang pengetahuan dan
pengalamannya tentang lingkungan dan alam setempat merupakan aset
terpenting dalam jasa yang diberikan kepada turis. Demikian juga seorang
pemandu lokal akan merasakan langsung manfaat ekonomi dari ekowisata,
dan sebagai pengelola juga akan menjaga kelestarian alam dan obyek
wisata.
Kriteria:
1.
2.
3.
4.
Ekowisata mendorong adanya regulasi yang mengatur
standar kelayakan homestay sesuai dengan kondisi lokasi
wisata
Ekowisata mendorong adanya prosedur sertifikasi pemandu
sesuai dengan kondisi lokasi wisata
Ekowisata mendorong ketersediaan homestay
Ekowisata dan tour operator turut mendorong peningkatan
pengetahuan dan keterampilan serta perilaku bagi para
pelaku ekowisata terutama masyarakat
Sumber: ….. diunduh 2/5/2012
PRINSIP EDUKASI
Ekowisata memberikan banyak peluang untuk memperkenalkan
kepada wisatawan tentang pentingnya perlindungan alam dan
penghargaan terhadap kebudayaan lokal.
Dalam pendekatan ekowisata, Pusat Informasi menjadi hal yang
penting dan dapat juga dijadikan pusat kegiatan dengan tujuan
meningkatkan nilai dari pengalaman seorang turis yang bisa
memperoleh informasi yang lengkap tentang lokasi atau kawasan dari
segi budaya, sejarah, alam, dan menyaksikan acara seni, kerajinan
dan produk budaya lainnya.
Kriteria:
1.
2.
3.
4.
Kegiatan ekowisata mendorong masyarakat
mendukung dan mengembangkan upaya
konservasi
Kegiatan ekowisata selalu beriringan dengan
aktivitas meningkatkan kesadaran masyarakat
dan mengubah perilaku masyarakat tentang
perlunya upaya konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya
Edukasi tentang budaya setempat dan
konservasi untuk para turis/tamu menjadi
bagian dari paket ekowisata
Mengembangkan skema di mana tamu secara
sukarela terlibat dalam kegiatan konservasi
dan pengelolaan kawasan ekowisata selama
kunjungannya (stay & volunteer).
Sumber: ….. diunduh 2/5/2012
PENGELOLAAN LOKASI EKOWISATA
(PRINSIP KONSERVASI DAN WISATA).
Dalam perencanaan kawasan ekowisata, soal daya dukung (=carrying
capacity) perlu diperhatikan sebelum perkembanganya ekowisata
berdampak negative terhadap alam (dan budaya) setempat. Aspek dari
daya dukung yang perlu dipertimbangkan adalah:
jumlah turis/tahun; lamanya kunjungan turis; berapa sering lokasi yang
“rentan” secara ekologis dapat dikunjungi; dll.
Zonasi dan pengaturannya adalah salah satu pendekatan yang akan
membantu menjaga nilai konservasi dan keberlanjutan kawasan
ekowisata.
Kriteria:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kegiatan ekowisata telah memperhitungkan tingkat pemanfaatan
ruang dan kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan melalui
pelaksanaan sistem zonasi dan pengaturan waktu kunjungan
Fasilitas pendukung yang dibangun tidak merusak atau didirikan
pada ekosistem yang sangat unik dan rentan
Rancangan fasilitas umum sedapat mungkin sesuai tradisi lokal, dan
masyarakat lokal terlibat dalam proses perencanaan dan
pembangunan
Ada sistem pengolahan sampah di sekitar fasilitas umum.
Kegiatan ekowisata medukung program reboisasi untuk
menyimbangi penggunaan kayu bakar untuk dapur dan rumah
Mengembangkan paket-paket wisata yang mengedepankan budaya,
seni dan tradisi lokal.
Kegiatan sehari-hari termasuk panen, menanam, mencari
ikan/melauk, berburu dapat dimasukkan ke dalam atraksi lokal untuk
memperkenalkan wisatawan pada cara hidup masyarakat dan
mengajak mereka menghargai pengetahuan dan kearifan lokal.
Sumber: ….. diunduh 2/5/2012
PENDEKATAN PENGELOLAAN EKOWISATA
Ekowisata (biasa diterjemahkan dengan wisata alam, yang sebetulnya
kurang tepat) adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan jasa
lingkungan, baik itu alam (keindahannya, keunikannya) ataupun
masyarakat (budayanya, cara hidupnya, struktur sosialnya) dengan
mengemukakan unsur-unsur konservasi, edukasi dan pemberdayaan
masyarakat setempat.
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup
(KLH) mendefinisikan ekowisata sebagai :
“Wisata dalam bentuk perjalanan ke tempattempat di alam terbuka yang relatif belum
terjamah atau tercemar dengan khusus untuk
mempelajari, mengagumi, dan menikmati
pemandangan dengan tumbuhan serta satwa
liarnya (termasuk potensi kawasan ekosistem,
keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis
tumbuhan dan satwa liar) juga semua
manifestasi kebudayaan yang ada (termasuk
tatanan lingkungan sosial budaya) baik dari
masa lampau maupun masa kini di tempattempat tersebut dengan tujuaan untuk
melestasikan lingkungan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat”.
Sumber: ….. diunduh 2/5/2012
PERENCANAAN EKOWISATA
Dalam mengusahakan ekowisata di suatu tempat perlu dilakukan
analisis SWOT. Yang sangat penting dikenali adalah keadaan
(keindahan, daya tarik) yang spesifi atau unik dan obyek wisata yang
bersangkutan. Selanjutnya prasarana apa yang tersedia ; lancar/tidak
lancar, nyaman/,tidak nyaman, sudah lengkap/masih harus diadakan
atau dilengkapkan dan sebagainya.
Tersedianya sumberdaya manusia yang terlatih maupun yang dapat
dilatih, berhubungan dengan tingkat pendidikan dan budaya
masyarakatnya.
Proyek-proyek pengembangan kepariwisataan dilaksanakan setelah
ditentukan tujuan dan sasaran-sasaran strategis.
Suatu strategi adalah suatu rencana yang direkayasa untuk
menyelasikan suatu misi. Misi itu harus direncakan dalam parameterparameter strength (S, kekuatan) dan weakness (W, kelemahan) dari
organisasi kepariwisataan, opportunities (O, kesempatan) dan threats
(T, ancaman) dalam lingkungan. Analisis SWOT digunakan untuk
mengidentifikasikan strategi yang perlu dikembangkan dalam rangka
pengusahaan ekowisata.
Dalam penyusunannya dipertimbangkan berbagai
kondisi internal lokasi, yaitu strength dan weakness
serta kondisi eksternal, yaitu opportunity dan threat.
Analisis SWOT ini dirumuskan berdasarkan hasil
studi pustaka, wawancara dan pengamatan langsung
dilapangan. Selanjutnya hasil analisis ini dipakai
sebagai dasar untuk menyusun strategi dan
operasionalisasi pengusahaan ekowisata.
Sumber: ….. diunduh 2/5/2012
KEMENPERIN JANJIKAN INSENTIF
UNTUK INDUSTRI HIJAU
Thursday, March 29th, 2012 09:17 by agroindonesia
Untuk mendorong tumbuhnya industri ramah lingkungan atau industri hijau di
dalam negeri, pemerintah memberikan sejumlah insentif kepada industri yang
mendapat penghargaan industri hijau.
Pemerintah memberikan insentif potongan harga untuk pembelian mesin
(barang modal) bagi industri yang memperoleh sertifikat industri hijau (Kepala
Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri (BP KIMI),Kementerian
Perindustrian).
Program insentif ini diperkirakan dapat menghemat hingga 25 % penggunaan
energi, peningkatan produktivitas hingga 17%, dan penyerapan tenaga kerja.
Pengadaan mesin (barang modal) tidak mengurangi tenaga kerja, justru
diharapkan semakin banyak tenaga kerja yang diperlukan untuk pengelolaan
dan perawatan mesin-mesin.
Pemberian fasilitas istimewa kepada perusahaan yang mendapat sertifikat
hijau itu masih terus disempurnakan dan dibahas bersama dengan instansiinstansi terkait.
Usaha pendekatan industri ramah lingkungan terus digencarkan pemerintah
karena program ini dapat meningkatkan keunggulan industri yang kompetitif.
Negara maju tidak mau lagi menerima ekspor dari perusahaan yang tidak
menerapkan industri hijau. Padahal, negara maju merupakan 80 % tujuan
ekspor Indonesia.
Sebagian konsumen lebih menyukai produk yang ramah lingkungan
ketimbang produk yang diproduksi dengan cara tidak ramah lingkungan.
Misalnya, hasil survei yang dilakukan terhadap 9.000 responden yang
menyimpulkan 60 % konsumen akan membeli produk dari perusahaan yang
memiliki kesadaran lingkungan.
Selain menarik konsumen, pengembangan industri hijau juga merupakan
salah satu upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan limbah lainnya.
Pemerintah telah menargetkan adanya penurunan emisi gas rumah kaca
sebesar 26 % pada 2020. Oleh karenanya, pelaku industri harus
berpartisipasi agar target itu dapat tercapai.
Sumber: http://agroindonesia.co.id/2012/03/29/kemenperin-janjikan-insentif-untuk-industri-hijau/ …..
diunduh 28/4/2012
PEMERINTAH SIAPKAN INSENTIF UNTUK INDUSTRI HIJAU
Rabu, 28 Maret 2012 11:48 WIB | 1028 Views
Kementerian Perindustrian menyiapkan insentif bagi semua jenis industri
yang yang mendapat Penghargaan Industri Hijau.
Insentif untuk industri ini dapat berupa potongan harga apabila perusahaan
tersebut ingin melakukan pembaharuan alat atau mesin-mesin yang ada.
(menurut Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri
Kementerian Perindustrian, di Jakarta).
Pemerintah berupaya memberikan insentif potongan harga sebesar 10
persen bagi industri tekstil, alas kaki, dan gula peraih penghargaan industri
hijau yang melakukan pembaruan alat dan mesin (barang modal).
Pemberian insentif seperti ini, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas
industri hingga 17 persen.
Pemerintah juga memberikan penghargaan industri hijau kepada industri yang
dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas
penggunaan sumberdaya secara berkelanjutan sehingga mampu
menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan
hidup.
(Editor: Maryati)
EKOWISATA – KONSERVASI
Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan wisata,
maka dewasa ini kegiatan pariwisata lebih digiatkan. Selain
untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan juga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam
pengembangan ekowisata kawasan hutan tropika yang
terbesar di kepulauan yang sangat menjanjikan untuk
ekowisata dan wisata khusus.
Kawasan hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan
wisata yang berbasis lngkungan adalah kawasan
Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya,
Taman Wisata Alam), kawasan Suaka Alam (Suaka
Margasatwa) dan Hutan Lindung melalui kegiatan wisata
alam bebas, serta Hutan Produksi yang berfungsi sebagai
Wana Wisata.
Sumber: http://www.antaranews.com/berita/303549/pemerintah-siapkan-insentif-untuk-industri-hijau …..
diunduh 28/4/2012
GERAKAN INDUSTRI HIJAU
Menteri Perindustrian (Mohamad S. Hidayat ) menanam pohon dalam rangka
Gerakan Industri Hijau (Green Industry) yang disaksikan Menteri Kehutanan
Zulkifli Hasan, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, dan Dirjen
IUBTT Budi Darmadi di Jakarta, tanggal 25 Juni 2011.
Sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), yaitu Menteri
Perindustrian Mohamad S. Hidayat, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan,
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, dan Direktur Jenderal
Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian
Perindustrian Budi Darmadi menanam bibit pohon di Lapangan Golf Pondok
Indah Jakarta Selatan.
Para menteri ini melakukan kegiatan penanaman pohon dalam rangka
dimulainya Gerakan “Green Industry” atau “Industri Hijau”, yaitu :
Industri berwawasan lingkungan yang menyelaraskan pembangunan industri
dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengutamakan efisiensi
dan efektivitas penggunaan sumberdaya secara berkelanjutan.
KONSEP PENGEMBANGAN EKOWISATA
Ekowisata merupakan industri yang ramah lingkunga, kalau
dibandingkan dengan industri automotif, pertambangan, tekstil,
dan manufaktur; ekowisata aman-aman saja, tidak menimbulkan
dampak buruk terhadap lingkungan.
Ekowisata (ecotourism) secara khusus “menjual” keindahan
lingkungan alam kepada para wisatawan. Wisatawan atau turis
tidak disuguhi pertunjukan tari-tarian dan acara kebudayaan
penduduk setempat, tetapi alam indah yang mempesona, seperti
air terjun, lembah sungai, panorama pegunungan yang sejuk
udaranya.
Keindahan ekosistem terumbu karang di perairan pantai. Silahkan
saja jika ingin tinggal di tengah alam dan bergaul dengan warga
masyarakat setempat selama beberapa hari. Tidak sekadar
datang, makan-makan, meninggalkan sampah, kemudian pergi
lagi.
Sumber: http://www.tubasmedia.com/berita/gerakan-industri-hijau/ ….. diunduh 30/4/2012
GREENRIGHT
Menuju Industri Hijau Indonesia . Friday, 13 April 2012
Green Building Council (GBC) Indonesia pertama kalinya menggelar GREENRIGHT
Conference & Expo, yang diadakan sebagai sarana untuk memperkaya informasi dan
pengetahuan bagi para pelaku usaha/industri agar mengedepankan produk yang ramah
lingkungan.
Selain konferensi, dalam event ini digelar juga pameran sebagai upaya menciptakan tren
pasar masa depan yang berkonsep green. Dari sekitar 100 industri atau perusahaan yang
sudah dikategorikan green company, ada 54 perusahaan yang menjadi peserta pameran
yang terdiri dari produk-produk kebutuhan bangunan, rumah, serta properti, antara lain
Sinarmas Land, Philips, Toto, American Standard, Dulux, Propan, PLN, dan PP.
Menurut Chairperson GBC Indonesia, para pelaku industri yang ada dalam pameran ini
bukan hanya memamerkan produk mereka, tetapi diarahkan untuk memperkenalkan serta
menginformasikan bahwa produk-produk tersebut ramah lingkungan. Sehingga, dunia
industri Indonesia mampu menghadirkan green product yang dapat dipasarkan secara
global.
"Event ini berbeda dari sebelumnya, dimana industri tidak hanya melakukan pameran
tentang produknya, tapi juga memperkenalkan produknya sebagai produk ramah
lingkungan, serta mengedukasi masyarakat dalam menerapkan konsep green living. Dan
pameran ini tidak semata-mata fokus ke penjualan, tapi ke mempromosikan produk
mereka yang ramah lingkungan dan sudah tersertifikasi Green Building.
Dengan tema 'Adapt to Sustain Toward a Greener Tomorrow‘, GREENRIGHT ini bertujuan
untuk merangkul seluruh lapisan masyarakat menjadi agent of change dan agar semua
orang termotivasi serta merubah perilakunya menuju harmoni dengan alam. Konferensi
dan pameran yang berlangsung tiga hari ini juga akan menekankan seminar dengan
pembahasan masalah green health untuk sejumlah rumah sakit, green hospitality untuk
dunia pariwisata, serta green building untuk rating dan sertifikasi.
"Melalui GREENRIGHT ini ditargetkan pengunjung yang datang berasal dari kalangan
profesional, arsitek, pelaku industri properti, dan tidak menutup kemungkinan juga
masyarakat luas. Sampai hari terakhir, ternyata pengunjung yang datang mencapai 20003000 orang. (Marina)
Sumber: http://mix.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1041&Itemid=130….. diunduh
MENUJU INDUSTRI HIJAU
Perubahan tidak hanya menuntut orang per orang. Industri sebagai penyedia hajat
manusia sangat berperan dalam menciptakan kerusakan lingkungan. Revolusi industri
telah membawa konsekuensinya, dan saatnya untuk membawa sebuah gerakan: industri
hijau
Ada yang beranggapan pemanasa global hanya bualan saja. Anggapan seperti ini
mungkin saja muncul lantaran tidak ada informasi memadai mengenai besarnya dampak
pemanasan global itu. Atau, karena memang belum ada dampak negatif yang dirasakan
sehingga menganggapnya sebagai isapan jempol.
Menurut Forum Kemanusiaan Global (GHF) kematian yang disebabkan oleh pemanasan
global di seluruh dunia tidak kurang dari 315 ribu orang. Jumlah sebesar itu berasal dari
kelaparan, berbagai penyakit, dan aneka bencana alam. Bahkan, pada tahun 2030 jumlah
kematian langsung dari pemanasan global bisa mencapai 500.000 orang. Maka, tidak
heran jika kemudian kesadaran akan pentingnya kehidupan yang lebih ramah lingkungan
menggema di mana-mana. Tuntutan bukan saja terhadap individu, tetapi pada
perusahaan yang telah begitu banyak memberikan andil besar terhadap perusakan
lingkungan.
Harus diakui kegiatan industri memiliki potensi tinggi terjadinya kerusakan lingkungan
melalui pencemaran-pencemaran yang ditimbulkannya. Apalagi, jika perusahaan tidak
menerapkan baku mutu limbah yang aman untuk sampai pada pembuangan akhir. Jelas,
kondisi ini selain dapat merusak lingkungan, dapat membahayakan masyarakat sekitar
industri, belum lagi bila ditinjau dari segi kerugian moral. Racun kimia yang diproduksi
pabrik-pabrik terus mengaliri sungai, kali dan meresap ke tanah-tanah. Jenis bahan kimia
yang telah dipergunakan setidaknya telah mencapai 60.000 jenis, dari lima juta jenis kimia
yang telah dikenal. Jumlah itu belum termasuk ribuan bahan kimia lain yang
diperdagangkan.
Maka, tuntutan perusahaan dan industri menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan
menjadi tidak belebihan. Memang banyak anggapan yang mengatakan bahwa industri
yang berbasis ramah lingkungan biaya operasinya menjadi sangat mahal. Mungkin saja
demikian, jika sudut pandang yang dipakai pengolahan limbah hanya sebatas biaya.
Namun, jauh di luar itu, jika industri memandangnya dari sisi lain tentu akan berbeda.
Industri ramah lingkungan bukan saja ikut melestarikan kekayaan alam yang jelas-jelas
juga diperlukan perusahaan tetapi juga menjadi investasi untuk kegiatan industri itu sendiri.
Mengapa? Saat ini penghargaan masyarakat terhadap industri yang ramah lingkungan
semakin tinggi. Dampak positifnya tentu saja produk-produk yang dihasilkan akan makin
diminati.
Investasi bukan semata soal keuntungan. Dengan pengolahan limbah yang baik,
secara moril perusahaan telah ikut bertanggung-jawab terhadap lingkungan yang
dieksploitasinya. Kenyamanan kerja bisa muncul jika kondisi perusahaan juga
ramah terhadap lingkungan.
Hal yang penting adalah limbah yang dihasilkan seringkali menjadi pemicu
konflik utama antara masyarakat dengan perusahaan atau industri. Tidak sedikit
konflik ini berujung bentrok atau diajukan ke muka hukum. Biaya untuk
mengurusi hal-hal seperti ini tentu sangat besar. Kondisi kerja yang tidak
kondusif seperti ini pada akhirnya menurunkan produktifitas. Sebaliknya,
penerapan prinsip-prinsip industri ramah lingkungan bisa jadi justru
mendapatkan dukungan masyarakat.
Sumber: http://ahmadi74.wordpress.com/2012/04/05/industri-hijau-mengapa-tidak/….. diunduh 30/4/2012
MENUJU INDUSTRI HIJAU
Mengarahkan perusahaan untuk beramah lingkungan memang tidak mudah.
Setidaknya diperlukan instrument pendukung, yang bersifat pembinaan, pengawasan dan
pemantauan.
Instrument dapat berupa administratif, sosial dan teknis.
Instrumen administratif meliputi hukum dan kebijakan, peraturan dan ketentutan-ketentuan,
guideline, dan penegakan hukum.
Pemberian insentif bagi industri yang menerapkan prinsip ramah lingkungan dapat
dimasukkan dalam kategori ini.
Sedangkan, intrumen sosial adalah partisipatif masyarakat dalam meningkatkan
kapasitasnya.
Intrumen yang tidak kalah pentingnya adalah teknis dimana mencakup AMDAL, Penilaian
Risiko, Penentuan Kriteria dan Standar.
Seperangkat infrastuktur tersebut sudah ada dan beberapa terus diperbaiki. Peran
pemerintah sangatlah penting.
Dalam upaya mendorong kebutuhan sikap beberapa pengusaha yang sulit tergerak
memang harus ada semacam intensif yang diberikan. Beberapa kemudahan—terutama
yang terkait dengan biaya—tidak-bisa-tidak harus bisa dilaksanakan. Pengolahan limbah,
bahan baku, produk yang berwawasan lingkungan serta budaya membutuhkan dana
besar, meski manfaat yang didapat jika mempraktikkannya jelas jauh lebih besar.
Berbagai upaya pemberdayaan dan kemitraan diharapkan
mampu membentuk kesadaran dan melibatkan partisipasi aktif
pemangku kepentingan tentang pentingnya pelestarian
lingkungan pada proses industri.
Aspek otonomi daerah menjadi signifikan, yakni pengelolaan dan
pelestarian lingkungan dan sumberdaya manusianya harus
mampu melibatkan peran-serta masyarakat secara aktif.
Peran-serta masyarakat secara aktif diharapkan terjadi mulai dari
proses perencanaan hingga pelaksanaan program pelestarian
lingkungan.
Sumber: http://ahmadi74.wordpress.com/2012/04/05/industri-hijau-mengapa-tidak/….. diunduh 30/4/2012
Semen Gresik Merupakan Salah Satu Perusahaan
Komit Industri Hijau.
Perusahaan di Indonesia yang peduli dan mau mengoperasikan ushanya dengan cara yang
ramah lingkungan (industri hijau) mencapai 400 pada 2011. Jumlah tersebut meningkat
100% dibandingkan tahun lalu sebanyak 200 perusahaan.
Perusahaan yang mendukung industri hijau pada 2010 masih relatif sedikit, sehingga
kenaikan 100% tahun ini tidak terlalu besar.
Bbeberapa perusahaan yang sudah menetapkan industri hijau, antara lain PT Semen
Gresik (Persero), Sinarmas Group, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, PT Astra
Daihatsu Motor, PT Panasonic Gobel Indonesia, dan PT Toshiba Visual Media Network
Indonesia.
Sementara itu, konsep industri hijau di berbagai Negara selama ini berbeda-beda dan
memiliki standarisasi yang bermacam-macam.
Khusus definisi industri hijau di Indonesia bukan berarti 100% tidak menimbulkan emisi
karbon, namun paling tidak mau mengurangi emisi karbon.
Development Director PT Sucofindo (Persero) (Hadrian Sjah Razad) menambahkan,
pihaknya berkomitmen kepada eco-business sejak sepuluh tahun lalu.
Sejalan dengan industri hijau yang mulai menjadi tren, Sucofindo sengaja membentuk tim
khusus yang memfokuskan pada lingkungan, energi, dan gas.
Sucofindo juga sudah bekerja sama dengan Green Purchasing Network (GPN) untuk
mengembangkan dan menggalakkan program industri hijau.
Genjot Eco-Product
Ketua Komite Tetap Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri Kamar Dagang dan
Industri Indonesia (Kadin) memprediksi, mulai tahun 2011, penduduk Indonesia mencintai
produk yang ramah lingkungan (eco-product).
Diperkirakan sekitar 15% penduduk Indonesia akan menggunakan eco-product.
Eco-product terdiri atas semua produk pabrikan yang bisa didaur ulang, baik produk
keseluruhannya ataupun komponennya dan bisa di gunakan kembali. Produk juga hemat
bahan bakar.
Panasonic merupakan salah satu perusahaan yang menganggap hal tersebut sebagai
sebuah peluang bisnis. Perusahaan elektronik ini mempraktikkan industri hijau dengan
membangun pabrik berkonsep eco ideas dan memproduksi beberapa produk baru yang
ramah lingkungan.
Maret 2010, Panasonic telah mengeluarkan AC inverter yang dapat menghemat
penggunaan listrik hingga 50% dan emisi gas buang CO2 , sehingga cukup ramah
lingkungan. Perseroan juga meluncurkan mesin cuci inverter, kulkas inverter, AC alowa,
mesin cuci alowa, kulkas alowa, lampu, dan TV plasma yang hemat energi.
Sumber: http://www.semengresik.com/ina/post/Semen-Gresik-Merupakan-Salah-Satu-Perusahaan-Komit-
UNINDO : Tekankan Industri Hijau Guna Pembangunan
Berkelanjutan
Friday, 02 December 2011
Sidang General Conference sesi ke-14 United Nations Industrial Development
Organization (UNIDO) berlangsung di Wina, Austria, 28 November – 2 Desember 2011.
Sidang UNIDO ini mengambil tema utama "Revolusi Industri untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan"
Michael Spindelegger menyampaikan apresiasi Austria atas berbagai program dan proyek
yang dikembangkan oleh UNIDO di bidang pembangunan industri berkelanjutan, serta
peran UNIDO sebagai partner for prosperity bagi negara-negara anggotanya.
Delegasi RI menyampaikan pentingnya kemitraan dengan UNIDO untuk mendukung
pembangunan industri berkelanjutan di Indonesia.
Kemitraan tersebut dilaksanakan melalui pelaksanaan berbagai proyek dan program
kerjasama pada tiga area tematik prioritas yakni pengentasan kemiskinan melalui aktifitas
produksi, peningkatan kapasitas perdagangan dan pembangunan energi dan lingkungan
hidup.
Beberapa program kerjasama antara Indonesia dan UNIDO hingga saat ini antara lain
meliputi sektor energi terbarukan untuk pemanfaatan gelombang air laut sebagai sumber
energi; optimalisasi system dan efisiensi energy; pengurangan Hydro-Chloro-FluoroCarbon (HCFC) berdasarkan Konvensi Protokol Montreal; dan pembangunan kapasitas di
Maluku.
Dirjen UNIDO menekankan kembali mengenai industri hijau untuk pembangunan
berkelanjutan, dan mendukung pelaksanaan perekonomian hijau. Penekanan juga
diberikan pada isu energi, terutama untuk peningkatan akses energy global yang dapat
mendukung upaya pengentasan kemiskinan global.
UNIDO merupakan organisasi PBB yang aktif mempromosikan program-program
pembangunan industri berkelanjutan. Dalam melaksanakan mandatnya, UNIDO
memegang visi Delivering as One UNIDO dan Partner for Prosperity.
Program-program yang dilakukan juga diarahkan untuk mendukung pelaksanaan tahun
2012 yang telah ditetapkan oleh PBB sebagai International Year of Sustainable Energy for
All.
Sidang yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali ini diikuti oleh 174 negara anggota, dan
dihadiri oleh berbagai kalangan yang terdiri atas para kepala pemerintahan, menteri,
perusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat,perwakilan diplomatik, akademisi,
pakar dan praktisi di bidang industri, energi dan lingkungan hidup, dll.
Sumber: http://wartapedia.com/dunia/dunia/6227-unindo--tekankan-industri-hijau-guna-pembangunan-
MEMBANGUN KEBIJAKAN INDUSTRI HIJAU (GREEN INDUSTRY)
Sabtu, 24 Desember 2011 03:43
INDANG DEWATA
(Ketua Korwil Persatuan Cendikiawan Lingkungan (Perwaku) Sumatera Barat
dan Kepala Bapedalda Kota Padang dan Dosen UNP)
Pembangunan ekonomi Indonesia telah memperlihatkan perkembangan yang luar biasa
selama lima puluh tahun terakhir, walaupun dalam perjalanan sejarah telah tercatat dua
kali krisis dunia seperti krisis ekonomi di akhir tahun 1990 an dan krisis finansial di akhir
tahun 2000 an.
Sukses Indonesia membangun ekonomi tersebut patut diacungkan jempol, tapi suskes ini
tidak selamanya sama dengan kondisi lingkungan hidup yang menyediakan sumber daya
alam untuk dimanfaatkan dalam rangka menopang pembangunan ekonomi itu sendiri.
Berapapun besarnya pertumbuhan ekonomi akan tidak ada artinya tanpa perlindungan
lingkungan yang benar.
Menurut laporan World Bank (2009) tentang Analisis Lingkungan Sumber Daya Alam
(SDA) di Indonesia, mengindikasikan bahwa 25% kekayaan Indonesia telah mengalami
degradasi secara cepat tanpa adanya investasi yang signifikan untuk mengatasinya.
Sebagai contoh saat dimunculkannya kebijakan pemerintahan daerah dalam rangka
otonomi, Kepulauan Bangka-Belitung di era-awal desentralisasi terjadilah over-eksploitasi
SDA berupa biji Timah oleh rakyat secara tidak terencana dan terkelola secara
bijak melalui peningkatkan pendapatan rakyat dengan cara mengenjot ekspor Timah
daerah secara besar-besaran, sehingga kebijakan pusat tentang larangan ekpor pasir
Timah yang sebelumnya ada, dibatalkan dan diganti dengan peraturan daerah yang
membolehkan ekspor pasir Timah yang berakibat kepada keberadaan perusahaan
PT.Timah negara menjadi bangkrut.
Sisa-sisa over- eksploitasi pasir Timah oleh rakyat telah meninggalkan kolong-kolong
bekas galian tambang Timah yang berisi air berupa danau-danau yang tidak terurus dan
menjadikan daerah kepulauan Bangka mengalami degradasi total baik secara
lingkungan, maupun secara ekonomi dan sosial masyarakat. Persoalan ini timbul karena
terlambatnya antisipasi kebijakan tentang pemanfaatan sumber daya alam yang tak
terbarukan/ tergantikan yang menyisakan penderitaan berkepanjangan.
Dalam sebuah pertemuan Walikota Padang Bapak Fauzi Bahar pernah mengatakan
bahwa sangat diperlukan kebijakan tentang pemanfaatan SDA terbarukan (renewable
resources) secara terencana. Misalnya diperlukan adanya kebijakan pembatasan ekspor
Crude Oil Palm (CPO) sebagai produk setengah jadi tanaman kelapa sawit melalui
pelabuhan laut berupa 90% digunakan untuk ekspor sisanya 10% dimanfaatkan dalam
negeri di Sumatera Barat. Pembatasan ini bergeser sepanjang tahun sehingga ekpor
hanya dibolehkan 50% dan sisanya 50% lagi untuk kebutuhan dalam negeri, dengan
kebijakan tersebut akan berkembang tumbuhnya industri-industri turunan dari
CPO seperti pabrik minyak, mentega, semir sepatu, minyak rambut, make-up dan industri
ikutan lainnya yang akan membuka lapangan kerja baru dan peningkatan pertumbuhan
ekonomi daerah.
Sumber: …
http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11288:membangunkebijakan-industri-hijau-green-industry&catid=11:opini&Itemid=83.. diunduh 30/4/2012.
MEMBANGUN KEBIJAKAN INDUSTRI HIJAU (GREEN INDUSTRY)
Sabtu, 24 Desember 2011 03:43
INDANG DEWATA
(Ketua Korwil Persatuan Cendikiawan Lingkungan (Perwaku) Sumatera Barat
dan Kepala Bapedalda Kota Padang dan Dosen UNP)
Sumber Daya Alam (SDA) tidak terbarukan (unrenewable resorces) seperti Batu bara,
Biji besi, Batu kapur, Silica, Clay, Bouksit, Emas dan lainnya, sudah saatnya untuk dikelola
secara bijaksana, mulai dari perencanan, pemafaatan, pembahagian hasil keuntungan
untuk pemulihan SDA yang diekploitasi tersebut.
SDA tak terbarukan jumlahnya terbatas, umurnya tertentu dan tak tergantikan secara cepat
serta berdampak secara massive terhadap lingkungan berupa kerusakan kualitas air,
kualitas udara, berubahnya bentangan alam, hilangnya fungsi hutan untuk
keanekaragaman (biodiversity) berupa flora dan fauna dan lain sebagainya.
Upaya pemulihan lingkungan merupakan kunci bagi Industri yang bergerak dalam bidang
ekploitasi sumber daya alam yang tak dapat pulih untuk pengambilan kebijakan baru.
Pengusahaan SDA yang tak terbarukan merupakan kegiatan yang mempunyai dua
masalah yaitu dampaknya besarannya (magnitude) dan dampaknya penting
(importance) terhadap rusaknya lingkungan hidup.
Dalam perhitungan ekonomi pengusahaan SDA tak terbarukan biasanya yang dihitung
berupa biaya investasi (I), operasional (O) dan Maintenance (M) yang dianggap
sebagai (Cost), kemudian meletakkan product (hasil) kegiatan berupa penjualan sebagai
keuntungan (Benefit), sehingga perbandingan Benefit dengan Cost sudah dianggap
sebagai keuntungan bersih. Akan tetapi bagaimana dengan limbah (waste) yang
dihasilkannya, yaitu udara yang dikotori, lahan atau tanah yang tergali dan berlobang, kayu
yang hilang, bahan baku obat yang menipis, air yang tercemar, sempitnya peluang mata
pencaharaian masyarakat?
Siapakah yang berkewajiban memulihkan rusaknya
sumberdaya alam dan lingkungan ?
Beban ini ditanggung oleh siapa, pemerintahkan ? rakyatkah
atau pengusaha ?,
Masih banyak pertanyaan yang perlu dijawab dan perlu diatur
untuk menjaga kelestarian SDA dan Lingkungan.
Sumber: …
http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11288:membangunkebijakan-industri-hijau-green-industry&catid=11:opini&Itemid=83.. diunduh 30/4/2012.
MEMBANGUN KEBIJAKAN INDUSTRI HIJAU (GREEN INDUSTRY)
Sabtu, 24 Desember 2011 03:43
INDANG DEWATA
(Ketua Korwil Persatuan Cendikiawan Lingkungan (Perwaku) Sumatera Barat
dan Kepala Bapedalda Kota Padang dan Dosen UNP)
Jika beban rusaknya lingkungan ditanggung oleh rakyat dan atau pemerintah seperti yang
berlangsung selama ini, adalah merupakan keputusan yang tidak adil, mengingat
pengusahaan/ ekploitasi SDA bukan dilakukan oleh rakyat dan pemerintah tapi oleh
pengusaha.
Oleh kerna itu maka pengusaha mempunyai kewajiban memasukkan biaya investasi (I),
operasional (O), Maintenence (M) dan perlu ditambah dengan limbah (W) yang merupakan
biaya pemulihan lingkungan sebagai bagian dari Cost oleh pengusaahan mengolah SDA,
biaya (W) ini dimanfaatkan untuk fungsi pemulihan lingkungan agar SDA dapat terjaga
dan berkelanjutan.
Biaya yang dikeluarkan tersebut sudahlah tentu merupakan biaya diluar pajak dan
Coorporate Social Resposibility (CSR) yang merupakan kewajiban yang telah diatur oleh
Undang-Undang.
Berdasarkan persoalan di atas, ke depan sudah haruslah dan saatnya muncul kebijakan
baru tentang pemanfaatan SDA yang dikenal dengan kebijakan pengelolaann industri hijau
(green industry).
Kebijakan untuk pemanfaatan SDA yang terbarukan juga harus
disertai dengan kebijakan memasukkan biaya pemulihan
lingkungan bagi kegiatan industri yang mengeksploitasi sumber
daya alam yang sulit pulih. Biaya ini lebih dikenal dengan istilah
pencemar harus melakukan pemulihan (Pay Pollutant Principle);
agar setiap hasil ekploitasi sumber daya alam dapat digunakan
oleh daerah di tempat SDA tersebut digali (ekploitasi) serta
dimanfaatkan untuk pemulihan lingkungannya.
Kebijakan ini secara otomatis akan meningkatan ekonomi rakyat
setempat dan dapat memperkuat tatanan sosial serta menjamin
keberlanjutan industri dalam eksploitasi SDA yang ada seperti
yang diamanatkan dalam UU No.32 tahun 1999 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup.
Sumber: …
http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11288:membangunkebijakan-industri-hijau-green-industry&catid=11:opini&Itemid=83.. diunduh 30/4/2012.
APA ITU INDUSTRI HIJAU …?
January 11th, 2012 Posted in Kimia Artikel
Ketika diperdengarkan sebuah kata, yakni Green Industry atau Industri Hijau, langsung
terbesit pikiran bahwa nanti industri atau kasarnya kita sebut dengan pabrik-pabrik akan
berada di tengah hutan dalam produksinya. sebuah pemikiran seperti itu tidaklah salah,
karena memang persepsi orang-orang berbeda.
Industri hijau adalah industri yang tidak terlepas dari usaha menciptakan Revolusi Hijau
bagi bumi.
Ekonomi Hijau sangat diidamkan bumi saat ini untuk melawan kerusakan selanjutnya.
Bumi yang sehat tergantung pada keberhasilan Industri Hijau yang di ciptakan manusia.
Konsep industri hijau
Konsep Industri Hijau menekankan kepada efisiensi serta efektifitas penggunaan
bahan baku, jangan sampai terlalu banyak bahan baku yag terbuang percuma.
efisien dan efektifitas merupakan salah satu kunci utama di konsep hijau.
bayangkan betapa banyaknya bahan yang bisa digunakan kalau ternyata bahan
tersebut tidak terpakai karena penggunaan bahan baku yang tidak efisien.
Input masuk sama dengan output adalah hal minimal yang harus dicapai oleh setiap
perusahaan bayangkan betapa sayangnya bahan terbuang, dan dampaknya sangat terasa
bagi alam. bahan mentah diproduksi dengan energi yang berasal dari minyak bumi atau
fosil, karena di Indonesia masih didominasi energi fosil sebesar 37% berdasarkan data dari
WWF. berapa banyak karbon yang keluar dan terbuang sia-sia jika kita membuang bahan
baku.
Pengembangan industri hijau di antaranya dengan menggunakan
bahan baku dari material yang ramah lingkungan, desain barang
yang ramah lingkungan, menerapkan teknologi proses dengan
sumber daya yang efisien, pengurangan emisi rumah kaca, dan
transportasi yang ramah lingkungan.
Untuk mewujudkan pengembangan industri hijau agar efektif,
pemerintah mengeluarkan UUPPLH yang mengatur 16 (enam
belas) tindak pidana lingkungan hidup. Keluarnya UUPPLH ini
adalah sebagai ancaman untuk menjaga lingkungan.
Sumber: http://industri10rudini.blog.mercubuana.ac.id/2012/01/apa-itu-industri-hijau/….. diunduh
APA ITU INDUSTRI HIJAU …?
January 11th, 2012 Posted in Kimia Artikel
Untuk mendorong pelaku bisnis menerapkan konsep ekonomi hijau dalam operasional
bisnisnya, pemerintah perlu memberikan insentif kepada pelaku bisnis yang ramah
lingkungan dan disinsentif bagi bisnis yang merusak lingkungan. Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH), misalnya, telah memberikan rekomendasi program pembebasan atau
pengurangan biaya masuk alat-alat instalasi ramah lingkungan kepada produsen
pengimpor, seperti instalasi pengolahan air limbah dan penerapan energi terbarukan.
Bagi perusahaan yang tidak atau masih kurang peduli lingkungan, disinsentif tidak hanya
berupa kesulitan dalam mendapatkan kredit bank, tapi produknya juga akan kurang
diminati konsumen yang semakin sadar lingkungan. Perusahaan nakal yang cenderung
mengeksploitasi lingkungan secara tidak bertanggung jawab harus diberi sanksi tegas dari
pemerintah
Saat ini kota mengonsumsi energi terbesar dari sektor industri, perumahan, gedung
komersial, dan transportasi, serta menjadikannya kontributor terbesar emisi karbon
dioksida (75%). Dengan konsep pertumbuhan hijau, pembangunan dan pengembangan
kota harus memperhatikan perubahan iklim, pengurangan energi tidak terbarukan, dan
pemanfaatan energi terbarukan seperti surya, bayu, hidro, dan biogas di semua sektor
kehidupan.
Ke depan, perusahaan harus mampu mengubah cara berproduksi, mengelola
lingkungan, dan interaksi dengan masyarakat di sekitar lokasi proyek secara selaras
dan harmonis.
INDUSTRI EKOWISATA
Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan
alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan
hanya keberlanjutan.
Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih
terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan
keberlanjutan pembangunan. Sebab ekowisata tidak melakukan
eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik/ dan
psikologis wisatawan. Bahkan dalam berbagai aspek ekowisata
merupakan bentuk wisata yang mengarah ke metatourism.
Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari
aspek inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar.
Sumber: http://industri10rudini.blog.mercubuana.ac.id/2012/01/apa-itu-industri-hijau/….. diunduh
INDUSTRI KECIL HARUS DIARAHKAN KE EKONOMI HIJAU
2 Februari , 2012 | Oleh:: Ringkang Gumiwang
Industri kecil menjadi salah satu pengguna energi terbesar di Indonesia.
Sebanyak 80% energi digunakan untuk kepentingan industri kecil.
Indonesia juga menjadi negara dengan tingkat polusi yang tinggi sejak 2008,
kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan
pengurangan emisi 26 % dan beralih ke ekonomi hijau atau ekonomi yang
ramah lingkungan.
Wakil Dekan School of Business Management (SBM) ITB, menyatakan
bahwa untuk mengubah cara dan kebiasaan industri kecil agar mampu
menjalankan usahanya dengan tidak merusak lingkungan sangatlah sulit.
Industri kecil itu sebenarnya hanya berusaha agar tetap hidup, 95% dari
mereka terpaksa lebih mementingkan usahanya daripada lingkungan.
Tindakan cepat dari pemerintah sangat diutuhkan agar industri kecil ini
mampu mengelola usahanya agar tidak merusak lingkungan, berbeda dengan
industri besar yang sudah memiliki program CSR dalam agenda
perusahaannya.
Chairman of ASEAN Learning Network Counsil (H Surna Tjahja
Djajadiningrat), menjelaskan perlunya perbaikan secara komprehensif dan
juga kerjasama dari akademisi, pengusaha dan pemerintah agar bisa
menjaga dan melestarikan sumber daya alam.
Program ekonomi hijau di Indonesia masih tertinggal baru berada pada tahap
intro belum mencapai seperti Negara-negara luar yang sudah mulai mencapai
tahap growth.
Entrepreneur Substainability Student Summit (E-Star) adalah salah satu
program Keluarga Mahasiswa ITB yang bekerjasama dengan ASEAN
Learning Network Council (ALNC) yang mengajarkan perencanaan bisnis
ramah lingkungan secara komprehensif dan terstruktur.
Fokus utama E-Star adalah kalangan muda, mereka akan dibelajarkan untuk
menjadi seorang wirausaha yang dapat melakukan perubahan dalam hal
ekonomi dan lingkungan, agar lebih baik.
Program ini diisi 25 peserta yang barasal dari berbagai kalangan, mahasiswa
dan dosen dari Asia ikut berpartisipasi, acara diselenggarakan selama 7 hari.
Sumber: http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/industri-kecil-harus-diarahkan-ke-ekonomi-hijau…..
diunduh 30/4/2012
INDUSTRI KEHUTANAN:
Isu kehutanan masuk pilar ekonomi hijau
Oleh: BALIBISNIS - Thu Apr 05, 6:39 am
Kementerian Kehutanan akan mengupayakan sejumlah isu kehutanan menjadi salah satu
pilar ekonomi hijau yang kini tengah dibahas oleh United Nations of Environmental
Programe (UNEP)
Menurut Sekjen Kementerian Kehutanan, tidak masuknya isu kehutanan sebagai bagian
dari pembangunan berkelanjutan seperti yang dicetuskan pada Konferensi Tingkat Tinggi
Bumi di Rio De Jeneiro, Brazil pada 1992 menjadi salah satu sebab terjadinya kerusakan
lingkungan di berbagai kawasan dunia.
“Oleh karena itu, kami mengharapkan konsep ekonomi hijau lebih menekankan pentingnya
prinsip kelestarian dalam proses produksi dan konsumsi sumber daya hutan”.
Sektor kehutanan berkontribusi menyeimbangkan fungsi ekonomi, ekologis, dan sosial
lingkungan. Kegiatan ekonomi hijau di sketor kehutanan akan memprioritaskan upaya
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.Ekonomi hijau masih terus dibahas. Persoalannya,
sektor kehutanan tidak masuk dalam tujuh konsep yang diprioritaskan UNEP.”
Ekonomi hijau yang dibahas UNEP memang lebih mengedepankan pengembangan kota
lestari, energi, pangan, pekerjaan, kelautan, air dan sanitasi. Perspektif ekonomi hijau lebih
diarahkan pada pengembangan infrastruktur yang mendukung praktik ekonomi yang
berkelanjutan. “Kalaupun tidak menjadi bagian dari ekonomi hijau UNEP, investasi hijau di
Indonesia tetap terus dikembangkan.”
Kementerian Kehutanan, akan menuntaskan pengembangan hutan-hutan tanaman industri
seluas 500.000 hektar per tahun yang dapat dikelola sebagai sumber tanaman pangan dan
energi terbarukan.
Para Pemerhati Lingkungan mengungkapkan kegagalan pengembangan ekonomi
keberlanjutan KTT Bumi seharusnya menjadi pelajaran serius bagi para pemangku
kepentingan, yang tersebar di seluruh dunia.
Pemerintah melalui perusahaan BUMN kehutanan akan melakukan
divestasi terhadap sejumlah perusahaan yang mengantongi izin
Hak pengusahaan Hutan (HPH) dan HTI yang belakangan mati suri
akibat kebijakan otonomi dan kekurangan modal.
Hingga kini terdapat 179 dari 285 unit industri pemilik izin HPH
yang tidak aktif mengelola kawasan hutan. Selain itu, divestasi juga
akan membantu 175 perusahaan HTI yang kekurangan modal
akibat tidak dapat mengoptimalkan dana reboisasi.
“Kalau divestasi melalui BUMN menemui jalan buntu, akan
ditawarkan kepada investor baru.
Sumber: http://bali-bisnis.com/index.php/industri-kehutanan-isu-kehutanan-masuk-pilar-ekonomi-hijau/…..
diunduh 30/4/2012
INSENTIF UNTUK “GREEN INDUSTRY”
Pemerintah sedang membahas pemberian insentif bagi green industry (industri hijau),
yakni industri yang operasionalnya berwawasan lingkungan. Sementara itu, gerakan peduli
lingkungan di Tanah Air makin meluas, yang aktivitasnya dikemas dalam berbagai bentuk.
Merujuk pada pemberitaan media massa, berbagai lembaga, organisasi dan masyarakat,
makin sering melaksanakan kegiatan yang terkait dengan ramah lingkungan. Misalnya,
penanaman pohon dan acara bersepeda ria. Tahun lalu, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mencanangkan “Gerakan Penanaman Satu Miliar Pohon”. Aktivitas itu berlanjut
di daerah-daerah.
Menteri Perindustrian MS Hidayat dalam pernyataan tertulis menyambut pencanangan
“Gerakan Green Industry”, baru-baru ini, mengatakan, industri yang berwawasan
lingkungan berarti industri yang mampu menyelaraskan operasinya dengan kelestarian
fungsi lingkungan hidup, serta mengutamakan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan
sumber daya secara berkelanjutan. Menurut Menperin, industri hijau bisa dilakukan di
mana para pelaku tidak menganggap hal itu sebagai biaya.
Implementasi green industry jangan dianggap sebagai biaya,
tetapi capital, hal ini dapat dilakukan secara bertahap.
Pemerintah melihat kemungkinan untuk memberikan insentif bagi
industri yang bisa mengimplementasikan program tersebut.
Pemerintah sedang membahas kemungkinan pemberian insentif
itu.
Pada saat ini, pembahasan hal tersebut dilakukan sejalan dengan
pembahasan insentif fiskal seperti tax allowance lewat revisi PP
Nomor 62 Tahun 2008 dan tax holiday lewat Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) turunan PP nomor 94 tahun 2010.
Menteri Perindustrian menyatakan bahwa kalau industri kita maju
maka akan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Dengan
demikian Indonesia tidak perlu lagi mengirimkan tenaga kerja ke
luar negeri, karena di dalam negeri sudah tersedia lapangan kerja
yang sangat memadai.
Sumber: http://www.tubasmedia.com/berita/insentif-untuk-green-industry/ ….. diunduh 30/4/2012.
INSENTIF UNTUK “GREEN INDUSTRY”
Konsumsi Energi
Sementara itu, menurut Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT)
Kemenperin, beberapa jenis industri, seperti semen dan besi baja, merupakan industri
dengan tingkat konsumsi energi yang masih dalam skala besar. Sekarang, sektor otomotif
secara bertahap mengarah pada implementasi industri hijau, seperti lebih irit BBM dan
penggunaan BBM dengan tingkat emisi karbon yang lebih rendah.
“Contohnya sekarang mesin otomotif global sudah mengarah pada implementasi Euro 4, 5
dan 6. Industri hijau dimaksudkan agar proses produksinya efisien, termasuk konsumsi
listrik hingga ke persoalan pengaturan limbah dan emisi (karbon). Dengan cara seperti ini
diharapkan, biaya produksi menjadi lebih rendah.
Budi Darmadi menjelaskan bahwa
pemerintah menyiapkan insentif
untuk sektor otomotif, yaitu kepada
perusahaan yang sanggup
memproduksi mobil murah dan
ramah lingkungan.
“Ini butuh proses dan untuk
mengembangkan gerakan perlu
aturan yang bersifat mengikat.
Green industry telah menjadi trend
karena dibutuhkan dalam rangka
efisiensi”.
Menurut Duta Besar Jepang
untuk Indonesia, Yoshinori
Katori, persoalan lingkungan
hidup menjadi salah satu
tantangan bagi industri di Asia
yang semakin berkembang.
Keterlibatan pelaku industri,
menjadi sangat penting dalam
mengembangkan gerakan
industri hijau.
Sumber: http://www.tubasmedia.com/berita/insentif-untuk-green-industry/ ….. diunduh 30/4/2012.
INSENTIF UNTUK “GREEN INDUSTRY”
Pembangunan Berkelanjutan
Para pakar lingkungan hidup berpendapat bahwa tidak ada pilihan lain, semua pihak harus
peduli pada kelestarian lingkungan. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan atau
sustainable development dapat dipertahankan.
Sejak 1960-an masyarakat dunia telah menggaungkan pembangunan berkelanjutan.
Berbagai pertemuan bertaraf internasional sudah diselenggarakan untuk menyusun
rekomendasi atau aksi mengenai pentingnya perhatian pada lingkungan. Setiap 10 tahun
diselenggarakan pertemuan puncak atau konferensi tingkat tinggi, dengan tema
pembangunan berkelanjutan. Di atas kertas hasilnya amat bagus, tetapi implementasinya,
tidak seperti yang diharapkan.
Esensi dari konsep “peduli lingkungan” adalah efisiensi pada semua kegiatan. Dengan
efisiensi dapat dihemat penggunaan sumber daya alam, yang pada gilirannya mengurangi
eksploitasi alam. Maka, kerelaan untuk melaksanakan pola hidup sederhana adalah bagian
inti dari program peduli lingkungan.
Menurut Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), kerusakan lingkungan secara
langsung atau tidak langsung dapat mengganggu makhluk hidup. Terlebih lagi, Indonesia
sebagai negara kepulauan yang terletak di antara tiga lempeng dunia memiliki kerawanan
cukup tinggi akan potensi bencana, termasuk akibat kerusakan lingkungan.
Penyumbang terbesar
pemanasan global, khususnya
di kota-kota besar di dunia,
adalah emisi kendaraan
bermotor dan gas buangan
industri.
KLH telah menyelenggarakan
berbagai kegiatan, seperti program
sekolah berbudaya lingkungan,
pemberian penghargaan Kalpataru
dan Adipura.
Selain itu, penghargaan bagi
pengusaha yang mampu
menerapkan inovasi dalam
penciptaan nilai dan keunggulan
lingkungan.
Pemanasan global tidak bisa
dihentikan begitu saja, namun,
manusia harus berusaha
mengurangi dampaknya
dengan menerapkan tindakan
berbudaya lingkungan.
Sumber: http://www.tubasmedia.com/berita/insentif-untuk-green-industry/ ….. diunduh 30/4/2012.
Pengembangan Teknologi Bersih dan Kimia Hijau dalam
Meminimalisasi Limbah Industri
Terbitan LEMIGAS ISSN 0125-9644
Edisi No. 1 / Vol.42 / April 2008
Teknologi atau proses yang digunakan industri-industri untuk memproduksi
produk-produk yang kita butuhkan sangat mempengaruhi kualitas hidup kita
terutama terhadap lingkungan dan kesehatan. Pada umumnya industriindustri masih banyak menghasilkan limbah yang merusak lingkungan. Oleh
karena itu dibutuhkan solusi untuk meminimalisasi limbah industri atau
kerusakan lingkungan dengan mengembangkan teknologi bersih (clean
technology) berdasarkan konsep kimia hijau (green chemistry).
Pengembangan teknologi atau proses untuk meminimilisasi limbah perlu
pertimbangan beberapa aspek yaitu Faktor Lingkungan (Environmental
Factor), Utilisasi Atom, dan Peran Katalisis (Proses Katalitik). Aspek yang
paling penting dan juga mempunyai pengaruh untuk meminimalisasi limbah
industri-industri adalah proses katalitik.
INDUSTRI EKOWISATA
Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin
kelestarian lingkungan.
Menjamin kelestarian MENGANDUNG MAKNA konservasi
(UNEP, 1980) :
1.
2.
3.
Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap
mendukung sistem kehidupan.
Melindungi keanekaragaman hayati.
Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan
ekosistemnya.
Di dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata mempergunakan pendekatan pelestarian dan pemanfaatan.
Kedua pendekatan ini dilaksanakan dengan menitikberatkan
pelestarian dibanding pemanfaatan.
Sumber: http://library.gunadarma.ac.id/journal/view/3975/pengembangan-teknologi-bersih-dan-kimia-hijaudalam-meminimalisasi-limbah-industri.html ….. diunduh 30/4/2012
PRODUKSI BERSIH
Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang sifatnya mengarah pada
pencegahan dan terpadu untuk diterapkan pada seluruh siklus produksi.
Produksi bersih merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif
atau pencegahan dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses
produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan
lingkungan . Hal tersebut, memiliki tujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan
memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik pada penggunaan bahan mentah, energi dan
air, mendorong performansi lingkungan yang lebih baik, melalui pengurangan sumbersumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi dampak produk terhadap
lingkungan.
Produksi bersih berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah, yang merupakan
salah satu indikator inefisiensi. Dengan demikian, usaha pencegahan tersebut harus
dilakukan sejak awal proses produksi dengan mengurangi terbentuknya limbah serta
pemanfaatan limbah yang terbentuk melalui daur ulang. Keberhasilan upaya ini akan
menghasilkan penghematan yang besar karena penurunan biaya produksi yang signifikan
sehingga pendekatan ini dapat menjadi sumber pendapatan.
Istilah produksi bersih mulai diperkenalkan oleh UNEP (United Nations Environment
Program) pada bulan Mei 1989 dan diajukan secara resmi pada bulan September 1989
pada seminar The Promotion of Cleaner Production di Canterbury, Inggris. Indonesia
sepakat untuk mengadopsi definisi yang disampaikan oleh UNEP tersebut .
Beberapa kata kunci yang perlu dicermati dalam produksi bersih adalah pencegahan,
terpadu, terus-menerus dan mengurangi risiko. Dalam strategi pengelolaan lingkungan
melalui pendekatan produksi bersih, segela upaya dilakukan untuk mencegah atau
menghindari terbentuknya limbah. Keterpaduan dalam konsep produksi bersih dicerminkan
dari banyaknya aspek yang terlibat seperti sumber daya manusia, teknik teknologi,
finansial, manajerial dan lingkungan.
Strategi produksi bersih menekankan adanya upaya pengelolaan lingkungan secara terusmenerus. Suatu keberhasilan atau pencapaian target pengelolaan lingkungan bukan
merupakan akhir suatu upaya melainkan menjadi input bagi siklus upaya pengelolaan
lingkungan berikutnya. Mengurangi risiko dalam produksi bersih dimaksudkan dalam arti
risiko keamanan, kesehatan, manusia dan lingkungan serta hilanganya sumber daya alam
dan biaya perbaikan atau pemulihan.
Produksi bersih diperlukan sebagai suatu strategi untuk mengharmonisasikan upaya
perlindungan lingkungan dengan kegiatan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi,
mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, memelihara dan memperkuat pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang, mencegah atau memperlambat terjadinya proses
degradasi lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang
limbah serta memperkuat daya saing produk di pasar internasional .
Sumber: ….. diunduh 30/4/2012.
PRINSIP-PRINSIP PRODUKSI BERSIH
Prinsip-prinsip pokok dalam produksi bersih adalah :
1. Mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan baku, air, dan energi serta
menghindari pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta mereduksi
terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga mencegah dari atau mengurangi
timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta risikonya terhadap
manusia.
2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik terhadap proses maupun
produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk.
3. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan
dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku semua pihak terkait baik dari pihak pemerintah,
masyarakat maupun kalangan dunia (industriawan). Selain itu juga, perlu diterapkan
pola manajemen di kalangan industri maupun pemerintah yang telah
mempertimbangkan aspek lingkungan.
4. Mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen dan prosedur standar operasi
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu
membutuhkan biaya investasi yang tinggi, kalaupun terjadi seringkaliwaktu yang
diperlukan untuk pengembalian modal investasi relatif singkat.
5. Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan sendiri dan
peraturan yang sifatnya musyawarah mufakat dari pada pengaturan secara command
control. Jadi, pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan
peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk mengubah
sikap dan tingkah laku.
Produksi Bersih dapat dijadikan sebuah model pengeloaan
lingkungan dengan mengedepankan efisiensi yang tinggi pada
sebuah industry, sehingga timbulan/hasil limbah dari sumbernya
dapat dicegah dan dikurangi.
Penerapan Produksi Bersih akan menguntungkan industri
karena dapat menekan biaya produksi, adanya penghematan,
dan kinerja lingkungan menjadi lebih baik.
Penerapan Produksi Bersih di suatu kawasan industri dapat
digunakan sebagai pendekatan untuk mewujudkan Kawasan
Industri Berwawasan Lingkungan
Sumber: ….. diunduh 30/4/2012.
EFISIENSI EKONOMI
Efisiensi dalam ilmu ekonomi digunakan untuk merujuk pada sejumlah
konsep yang terkait pada kegunaan pemaksimalan serta pemanfaatan
seluruh sumber daya dalam proses produksi barang dan jasa.
Sebuah sistem ekonomi dapat disebut efisien bila memenuhi kriteria berikut:
1. Tidak ada yang bisa dibuat menjadi lebih makmur tanpa adanya
pengorbanan.
2. Tidak ada keluaran yang dapat diperoleh tanpa adanya peningkatkan
jumlah masukan.
3. Tidak ada produksi bila tanpa adanya biaya yang rendah dalam satuan
unit.
Definisi tersebut tidak akan selalu sama akan tetapi pada umumnya akan
mencakup semua ide yang hanya dapat dicapai dengan sumber daya yang
tersedia.
Sebuah sistem ekonomi yang efisien dapat memberi lebih banyak barang dan
jasa bagi masyarakat tanpa menggunakan lebih banyak sumber daya. Dalam
ekonomi pasar secara umum diyakini akan lebih efisien dibandingkan dengan
alternatif lainnya yang pertama mendasar dalil kesejahteraan berdasarkan
penyediaan kepercayaan oleh karena itu bagi yang menyatakan bahwa setiap
pasar berkeseimbangan sempurna berdasarkan kompetitif adalah efisien
(tetapi hanya ada bila tidak teradi ketidaksempurnaan pasar).
Kebijakan reformasi dalam ekonomi mikro adalah bertujuan membuat kebijakan yang
mengurangi distorsi ekonomi dan peningkatan efisiensi ekonomi. Namun, tidak ada teori
dasar yang jelas bahwa dengan menghapus distorsi pasar maka akan selalu dapat
meningkatkan efisiensi ekonomi. Selanjutnya yang kedua berdasarkan dalil yang
menyatakan bahwa jika ada beberapa distorsi pasar maka tidak dapat dihindari hanya
dalam satu sektor saja yang akan bergerak ke arah yang lebih besar dalam kesempurnaan
pasar terdapat sektor lain yang bisa menurunkan efisiensi.
Kriteria alternatif
Beberapa kriteria alternatif untuk efisiensi ekonomi, termasuk:
1. Efisiensi Pareto
2. Efisiensi Kaldor-Hicks
3. Efisiensi-X
4. Efisiensi Allokasi
5. Efisiensi Distribusi
6. Efisiensi produktif
7. Optimasi fungsi kesejahteraan sosial
8. Maksimalisasi utilitas
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Efisiensi_%28ekonomi%29 ….. diunduh 30/4/2012
PRODUKSI BERSIH (CLEANER PRODUCTION)
February 15, 2011 industri16heriyanto Comments off
Pada tahun 1989 UNEP ( United Nations Environment Program) memperkenalkan konsep
Produksi Bersih yang didefinisikan sebagai “upaya penerapan yang kontinu dari suatu
strategi pengelolaan lingkungan yang integral dan preventif terhadap proses dan produk
untuk mengurangi terjadinya resiko terhadap manusia dan lingkungan”.
Produksi Bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang diterapkan
untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya
perlindungan lingkungan. Strategi konvensional dalam pengelolaan limbah didasarkan
pada pendekatan pengolahan limbah yang terbentuk (end-of pipe treatment).
Pendekatan ini terkonsentrasi pada upaya pengolahan dan pembuangan limbah dan untuk
mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Strategi ini dinilai kurang efektif
karena bobot pencemaran dan kerusakan lingkungan terus meningkat.
Kelemahan yang terdapat pada pendekatan pengolahan limbah secara konvensional
adalah :
1. Tidak efektif memecahkan masalah lingkungan karena hanya mengubah bentuk
limbah dan memindahkannya dari satu media ke media lain.
2. Bersifat reaktif yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah.
3. Karakteristik limbah semakin kompleks dan semakin sulit diolah
4. Investasi dan biaya operasi pengolahan limbah relatif mahal dan hal ini sering dijadikan
alasan oleh pengusaha untuk tidak membangun instalasi pengolahan limbah.
5. Peraturan perundang-undangan yang ada masih terpusat pada pembuangan limbah,
belum mencakup upaya pencegahan.
Untuk mengatasi kelemahan strategi konvensional tersebut maka dikembangkan program
produksi bersih yang dalam pelaksanaannya mempunyai urutan prioritas sebagai berikut :
1. Pencegahan pencemaran (Pollution prevention)
2. Pengendalian pencemaran (Pollution Control)
3. Remediasi (Remediation)
Dalam tahap proses, produksi bersih mencakup upaya konservasi, bahan baku dan energi,
menghindari penggunaan bahan yang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun),
mengurangi jumlah dan kadar toksisitas semua limbah dan emisi yang dihasilkan sebelum
meninggalkan tahap proses. Untuk produk, produksi bersih memusatkan perhatian pada
upaya pengurangan daampak di keseluruhan daur hidup produk mulai dari ekstraksi bahan
baku sampai pembuangan akhir setelah produk tidak digunakan.
Strategi produk bersih mencakup upaya pencegahan pencemaran melalui alternatif jenis
proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup dan teknologi bersih.
Sumber: http://industri16heriyanto.blog.mercubuana.ac.id/2011/02/15/produksi-bersih-cleaner-production/
….. diunduh 30/4/2012.
PRODUKSI BERSIH (CLEANER PRODUCTION)
February 15, 2011 industri16heriyanto Comments off
MANFAAT PRODUKSI BERSIH
Manfaat penerapan produksi bersih antara lain (Bratasida, 1996, Helmy, 1997)
Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui
upaya minimisasi limbah, daur ulang pengolahan dan pembuangan limbah yang aman.
Mendukung prinsip Pemeliharaan Lingkungan dalam rangka
pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan.
Dalam jangka panjang dapatmeningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan
proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi serta efisien.
Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi eksploitasi
sumberdaya alam melalui penerapan daaur ulang limbah di dalam proses yang akhirnya
menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan Pembangunan
Berkelanjutan.
Memberikan peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih
strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction and in process
recycling) yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini, dengan demikian dapat
mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan dan pembuangan
limbah atau upaya perbaikan lingkungan.
Memperkuat daya saing produksi di pasar global.
Meningkatkan citra produsen dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap
produk yang dihasilkan.
Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja.
KESIMPULAN
Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan Standar ISO Seri 14000 tidak menghambat
laju pembangunan dan pertumbuhan ekonomi atau merupakan beban bagi produsen.
Upaya tersebut justru merupakan kebutuhan bagi produsen, karena :
1. Dapat menjamin kelangsungan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
2. Dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan memberikan citra
baik kepada produsen.
3. Meningkatkan efisiensi agar mampu bersaing di pasar global, sehingga
dapat meraih keuntungan.
Sistem Manajemen Lingkungan Standar ISO Seri 14000 adalah perangkat Kebijakan
Pengelolaan Lingkungan Terpadu yang bersifat preventif dan proaktif sehingga tujuan
penerapan konsep Pembangunan Berkelanjutan dapat tercapai
Sumber: http://industri16heriyanto.blog.mercubuana.ac.id/2011/02/15/produksi-bersih-cleaner-production/
….. diunduh 30/4/2012.
FAKTOR KUNCI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH
PENDAHULUAN
Lingkungan telah menjadi bagian yang sangat penting dari bisnis. Berkenaan
dengan pernyataan tersebut, setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan
yaitu green consumerism dan lingkungan sebagai non-tariff barrier. Green
consumerism membuat produk-produk harus berorientasi lingkungan dan
harus dibuat dengan proses yang ramah lingkungan. Dilain pihak, banyak
negara, terutama masyarakat eropa, telah mulai memasukkan faktor
lingkungan ke dalam perdagangan.
Lingkungan telah dijadikan sebagi non-tariff barrier. Artinya untuk memasuki
pasar dengan kedua karakteristik di atas diperlukan kaji-ulang atas kinerja
lingkungan yang telah kita lakukan selama ini. Apakah sudah sama dengan
persepsi para green consumer ataukah sudah memenuhi persyaratan nontariff di atas.
Permasalahannya adalah bahwa sebagian dari kita masih menganggap
pengelolaan lingkungan sebagai beban biaya. Contoh paling nyata adalah
pengelolaan limbah yang telah membebani perusahaan.
Mengelola lingkungan dengan fokus pengolahan limbah atau end-of-pipe ini
sudah selayaknya ditinggalkan.
Paradigma pengelolaan lingkungan perlu digeser ke arah pencegahan
gangguan lingkungan atau up-the-pipe.
Salah satu pendekatan up-the-pipe yang mulai banyak
diterapkan adalah Cleaner Production.
Cleaner Production telah mulai diterapkan di banyak
negara.
Pendekatan ini ternyata mampu memberikan banyak
keuntungan dibandingkan dengan pendekatan
pengelolaan lingkungan.
Sumber: http://industri16heriyanto.blog.mercubuana.ac.id/2011/02/15/produksi-bersih-cleaner-production/
PRODUKSI BERSIH
Produksi Bersih merupakan model pengelolaan lingkungan dengan mengedepankan
bagaimana pihak manajemen untuk selalu berpikir agar dalam setiap kegiatan yang
dilakukan mempunyai efisiensi tinggi sehingga timbulan limbah dari sumbernya dapat
dicegah dan dikurangi. Penerapan Produksi Bersih akan menguntungkan industri karena
dapat menekan biaya produksi, adanya penghematan, dan kinerja lingkungan menjadi
lebih baik. Penerapan Produksi Bersih di suatu kawasan industri dipakai sebagai
pendekatan untuk mewujudkan Kawasan Eco-industrial (Kawasan Industri Berwawasan
Lingkungan). Penerapan Produksi Bersih di kawasan akan memberikan keuntungan
berlebih dibanding dengan keuntungan yang diperoleh industri secara sendiri-sendiri.
Produksi Bersih merupakan tindakan efisiensi pemakaian bahan baku, air dan energi, dan
pencegahan pencemaran, dengan sasaran pening katan produktivitas dan minimisasi
timbulan limbah. Istilah Pencegahan Pencemaran seringkali digunakan untuk maksud yang
sama dengan istilah Produksi Bersih. Demikian pula halnya dengan Eco-efficiency yang
menekankan pendekatan bisnis yang memberikan peningkatan efisiensi secara ekonomi
dan lingkungan.
Pola pendekatan produksi bersih bersifat preventif atau pencegahan timbulnya pencemar,
dengan melihat bagaimana suatu proses produksi dijalankan dan bagaimana daur hidup
suatu produk. Pengelolaan pencemaran dimulai dengan melihat sumber timbulan limbah
mulai dari bahan baku, proses produksi, produk dan transportasi sampai ke konsumen dan
produk menjadi limbah. Pendekatan pengelolaan lingkungan dengan penerapan konsep
produksi bersih melalui peningkatan efisiensi merupakan pola pendekatan yang dapat
diterapkan untuk meningkatkan daya saing.
Menurut UNEP, Produksi Bersih adalah strategi pencegahan dampak lingkungan terpadu
yang diterapkan secara terus menerus pada proses, produk, jasa untuk meningkatkan
efisiensi secara keseluruhan dan mengurangi resiko terhadap manusia maupun lingkungan
(UNEP, 1994).
Produksi Bersih, menurut Kementerian Lingkungan Hidup, didefinisikan sebagai :
Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara
terus-menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses
produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam,
mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada
sumbernya sehingga dapat meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan
manusia serta kerusakan lingkungan (KLH,2003).
Penerapan Produksi Bersih sangat luas mulai dari kegiatan pengambilan bahan termasuk
pertambangan, proses produksi, pertanian, perikanan, pariwisata, perhubungan,
konservasi energi, rumah sakit, rumah makan, perhotelan, sampai pada sistem informasi.
tanpa perlakuakn fisika, kimia dan biologi.
Sumber: http://srwahyuni.blogspot.com/2011/01/produksi-bersih.html ….. diunduh 30/4/2012
PRODUKSI BERSIH
Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan
pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce,
Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim) (UNEP, 1999).
Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih dalam Kebijakan
Nasional Produksi Bersih (KLH, 2003) dituangkan dalam 5R (Re-think, Reuse, Reduction, Recovery and Recycle).
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Elimination (pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah
langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi
sampai produk.
Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiaran yang harus
dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi :
- Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada
proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami
betul analisis daur hidup produk
- Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa
adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari
semua pihak terkait pemerintah, masyarakat maupun kalangan
usaha
Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau
mengurangi timbulan limbah pada sumbernya.
Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang
memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan
fisika, kimia atau biologi.
Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk
memanfaatkan limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula
melalui perlakuakn fisika, kimia dan biologi.
Recovery/ Reclaim (pungut ulang, ambil ulang) adalah upaya mengambil
bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu
limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau
tanpa perlakuakn fisika, kimia dan biologi.
Sumber: http://srwahyuni.blogspot.com/2011/01/produksi-bersih.html ….. diunduh 30/4/2012
UNIDO
UNITED NATION INDUSTRIAL DVELOPMENT ORGANIZATION
Global Megatrends
The world’s economic slowdown is not the only issue affecting developing
countries as they strive to build their economies and improve living
standards. In his speech, the Director-General discussed these so-called
‘global megatrends’ and their implications. Here is an outline:
The food, fuel and financial crises continue to strain fragile economies.
Loss of exports, reduced growth and concomitant rising unemployment is
resulting in deepening poverty for many. Meanwhile, food prices have
increased by more than 50 per cent over the past three years and the longterm trend for fuel prices is upwards.
Demographics. Rapid population growth in developing countries means
increased demand for food and fuel. In 1959, Africa’s population was
estimated at 221 million. In 2009, it reached one billion and continues to
increase rapidly.
The illicit economy is growing worldwide. Statistics show that poverty,
and the lack of jobs and economic prospects for growing populations, is
linked to an increase in crime and illegal migration.
Climate change is the defining global trend of our time. Developing
countries are suffering most from the effects of global warming even though
they contribute the least to greenhouse gas emissions.
Green growth and green industry.
Energy access is crucial for development, economic growth and poverty
reduction. Developing countries are ready to adopt clean technologies and
build green industry, but they need international help to do so.
Globalization is creating greater interdependence and market
connectivity, but not all developing countries and regions are growing at the
same pace. Some are booming while in others the share of global trade
has grown only slightly in the past decade.
Sumber:
http://www.unido.org/fileadmin/user_media/PMO/GC13/GC_13%20.PDF….. Diunduh
26/4/2012
GREEN ACTIVITY
California Employment Development Department
Green or clean is any activity or service that performs at least one of the following:
1. Generating renewable energy
2. Recycling existing materials
3. Energy efficient product manufacturing, construction, installation, and
maintenance
4. Education, compliance and awareness
5. Natural and sustainable product manufacturing
Generating and storing renewable energy -- Includes alternative energy generated by, but
not limited to:
1. Wind Energy
2. Solar Energy
3. Water / Hydro Energy
4. Biofuels
5. Biomass
6. Hydrogen fuel cells
Recycling existing materials - Corporations involved in the collection and processing of
recyclable materials, including those running a recycling or wastewater plant. Includes
environmental clean-up and remediation (does not include companies that recycle paper,
glass, and cans in a bin.).
Energy efficient product manufacturing, distribution, construction, installation, and
maintenance – This includes companies involved in the research, development, and
manufacturing of products such as solar panels, energy efficient light bulbs, and vehicles. It
also includes construction companies that install and repair these products in new or
existing residential or commercial real estate, as well as real estate planning and land
development.
Education, compliance, and awareness -- This sector includes:
1. Training providers for curricula such as solar panel installation, energy
auditing, sustainability management, and environmental careers.
2. Environmental consulting
3. Governmental/legislative compliance
4. Conservation and wildlife programs
5. Trading and offsets
6. Social assistance
Natural and sustainable product manufacturing -- Includes companies that create products
using natural materials. Also includes businesses that produce safe, nontoxic products;
bamboo products; products out of previously-recycled materials, and agricultural firms that
practice sustainable farming.
Sumber: http://www.floridaenergyworkforce.org/pdf/green_definitions.pdf …..
Diunduh 26/4/2012
Colorado (study by The American Solar Energy Society and Management
Information Services, Inc.)
A job in the Renewable Energy (RE) industry consists of an employee working in one of
the major RE technologies included– wind, photovoltaics, solar thermal, hydroelectric
power, geothermal, biomass (ethanol, biodiesel, and biomass power), and fuel cells and
hydrogen.
In addition, in this study, jobs in RE include persons involved in RE activities in the
federal, state, and local governments, universities, trade and professional associations,
NGOs, consultants, investment company analysts, etc.
A job in the Energy Efficiency (EE) industry consists of an employee working in a sector
that is entirely part of the EE industry, such as an ESCO or the recycling, reuse, and
remanufacturing sector.
It also includes some employees in industries in which only a portion of the output is
classified as within the EE sector, such as household appliances, HVAC systems,
construction, etc.
Finally, jobs in EE include persons involved in EE activities in the federal, state, and
local governments, universities, , trade and professional associations, NGOs,
consultants, investment company analysts, etc.
Ekoefisiensi Pada Klaster Industri Berbasis Pertanian
Oleh :
Ir. Abil Huda, MM
Widyaiswara Madya Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah
Peluang pengembanganekoefisiensi pada klaster industri pertanian dapat dilakukan
dalam beberapa langkah. Langkah tersebut yakni antara lain :
1. Optimalisasi rantai produksi pertanian. Perlunya mata rantai produksi yang
seefisiensi mungkin, sehingga biaya dalam proses produksi dapat efisien dan
pada output produksi tidak mencemari lingkungan
2. Mencari potensi dan masalah inefisiensi produksi. Hal ini dilakukan identifikasi
dan analisis terhadap potensi dan masalah adanya output yang bukan produk
yang diharapkan (hasil sampingan).
3. Efisiensi kolektif dalam klaster. Dengan membentuk mekanisme aktivitas
bersama dalam klaster industri pertanian sehingga diharapkan tercipta efisiensi
ekonomi, sosial maupun lingkungan
4. Rencana program kerja. Program kerja bertujuan meningkatkan kapasitas
industri baik secara ekonomi maupun lingkungan berdasar pada ekoefisiensi
5. Rencana Aktivitas Kolektif Pelaku Industri Pertanian. Hal ini dilakukan melalui
rencana aksi masyarakat di sekitar lingkungan industri pertanian. Dalam hal ini
skenario besar dalam rencana aktivitas kolektif yakni melakukan langkahlangkah kaji diri sendiri, kaji jalan keluar, kaji prioritas dan kelembagaan.
Diunduh dari: http://badandiklat.jatengprov.go.id/index.php?p=wi&m=dt&id=21
Sumber:
….. Diunduh 26/4/2012
District of Columbia DC Office of Planning (study by Louis Berger Group)
Green jobs are career-track employment opportunities in emerging
environmental industries as well as conventional businesses and trades,
created by a shift to more sustainable practices, materials, and
performance. The definition includes both lower and higher skilled
employment opportunities that minimize the carbon footprint of all
necessary inputs and directly result in the:
1.
2.
3.
4.
Restoration of the environment
Generation of clean energy and improved energy efficiency
Creation of high performing buildings, and
Conservation of natural resources
EKOEFISIENSI KURANGI DAMPAK PENCEMARAN INDUSTRI
Perkembangan industri yang pesat telah memberikan nilai tambah
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian juga
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu menghasilkan
limbah yang mencemari lingkungan.
Untuk mengurangi pencemaran lingkungan tersebut, diperlukan adanya
penerapan ekoefisiensi pada kegiatan industri, seperti industri tenun.
Tujuan penerapan ekoefisiensi ini adalah untuk mengurangi dampak
pencemaran lingkungan per satuan barang yang diproduksi dan
dikonsumsi.
Dengan mengurangi sumberdaya yang diperlukan bagi terbentuknya
produk serta pelayanan yang lebih baik, maka diharapkan bisnis dapat
mencapai keuntungan karena memiliki daya saing.
Dalam penerapan ekoefisiensi dapat menggunakan pendekatan
sederhana tata kelola yang tepat, sehingga mampu menghemat biaya
karena membantu penghematan biaya produksi dan peningkatan
produktivitas. Selain itu, pendekatan tersebut juga bermanfaat pada
kinerja lingkungan yang lebih baik.
Diunduh dari:
http://perindagkop.pekalongankota.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=407
:ekoefisiensi-kurangi-dampak-pencemaran-industri&catid=85:pelatihan&Itemid=130
Sumber:
….. Diunduh 26/4/2012
UNIDO
UNITED NATION INDUSTRIAL DVELOPMENT ORGANIZATION
Green Industry for a sustainable and economically viable future
If we want a sustainable and economically viable future, we need to ensure
our industry does not harm the environment.
We call this Green Industry.
UNIDO helps developing countries to secure resource-efficient low-carbon
growth.
This creates new jobs while protecting the environment.
We help developing countries move to clean technologies and implement
environmental agreements.
We provide services and expertise to promote sustainable patterns of
production.
And that's good news for all of us and for the global climate.
Wisatawan
Wisatawan pada umumnya terbagi atas dua
macam yaitu wisatawan manca negara dan
wisatawan nusantara. Ditinjau dari umur maka
ada wisatawan yang remaja dan orang tua.
Untuk wisatawan yang tua umumnya ingin paket
yang santai, tidak berat menarik dan fasilitas
sesuai kemampuannya dapat tersedia.
Para wisatawan yang muda disamping panorama
yang indah dan menarik mereka ingin juga
mendapat pengalaman-pengalaman yang
bersifat khas seperti mendaki gunung (hiking),
rafting dan lain-lain.
Sumber:
http://www.unido.org/index.php?id=1001276….. Diunduh 26/4/2012
FOKUS INDUSTRI HIJAU
In the last few years, keeping with its mandate, UNIDO coined the concept
Green Industry to place sustainable industrial development in the context of
new global sustainable development challenges.
Green Industry means economies striving for a more sustainable pathway of
growth, by undertaking green public investments and implementing public
policy initiatives that encourage environmentally responsible private
investments.
Greening of Industry is a method to attain sustainable economic growth and
promote sustainable economies. It includes policymaking, improved industrial
production processes and resource-efficient productivity.
Our Green Industry Initiative creates awareness, knowledge and capacities.
We work with governments to support industrial institutions that in turn provide
assistance to enterprises and entrepreneurs in all aspects relating to the
greening of industry. Following is a brief overview of the sectors within which
we work.
Resource Efficient and Cleaner Production (RECP):
Taking care of materials, energy, water, waste and emissions makes good
business sense. RECP is the way to achieve this. RECP covers the application
of preventive management strategies that increase the productive use of
natural resources, minimize generation of waste and emissions, and foster safe
and responsible production.
Cleaner Production (CP):
RECP uses CP to accelerate the application of preventive
environmental strategies to processes, products and services, to
increase efficiency and reduce risks to humans and the environment.
It addresses:
1. Production Efficiency: optimization of the productive use of
natural resources (materials, energy and water);
2. Environmental management: minimization of impacts on
environment and nature through reduction of wastes and
emissions; and,
3. Human Development: minimization of risks to people and
communities and support for their development.
Sumber:
….. Diunduh 26/4/2012
FAKUS INDUSTRI HIJAU
The Stockholm Convention and Persistent Organic Pollutants (POPs):
The Stockholm Convention is a global treaty to protect human health and the
environment from chemicals, Persistent Organic Pollutants (POPs), that
remain intact in the environment for long periods of time, become widely
distributed geographically, accumulate in the fatty tissue of humans and
wildlife, and have adverse effects to human health or to the environment
The Montreal Protocol (MP):
The Montreal Protocol is an international environment treaty designed to
protect the ozone layer by phasing out the production of a number of
substances believed to be responsible for ozone depletion. Since 1989, a time
table establishes the different phase-outs; for example, it has been agreed to
initially phase-out hydro-chlorofluorocarbon (HCFC) – a chemical compound
containing hydrogen – by 2015, with a final phase-out by 2030.
In its daily work, UNIDO focuses on cost-effective ways to reduce ozonedepleting substances (ODS), such as freons, halons and chlorofluorocarbons
(CFC), in the areas of refrigeration, plastic foams, halons, solvents, fumigants
and aerosol.
Chemicals Management:
UNIDO works with projects, policies and regulations, institutions and sectoral
capacity-building, development of preventative approaches and new business
models such as Chemical Leasing, to assist enterprises reducing risks and
impacts associated to the use of chemicals.
Chemical Leasing (ChL):
Chemical Leasing (ChL) is a strategy which creates a
business environment to tackle the challenges of the
changing global context and offers solutions for sound
management of chemicals and reduction of emissions to
the environment.
UNIDO plays a leading and coordinating role for the
implementation and further development of ChL.
Sumber:
….. Diunduh 26/4/2012
FAKUS INDUSTRI HIJAU
Corporate Social Responsibility (CSR):
Nowadays, requirements for the integration of environmental concerns, human
rights issues, fair labour conditions and good governance in industrial
development are significantly affecting the business sectors in developing and
transition countries. This is referred to as Corporate Social Responsibility
(CSR).
In this context, UNIDO works on a framework for small- and medium-sized
firms (SMEs) that helps translate CSR principles into a relevant SME
perspective, thereby enhancing their competitiveness and market access.
Through a series of technical assistance activities, global forum events and
research projects, UNIDO offers SMEs and their support institutions a simple
and practical approach to meet productivity/quality, environmental and social
requirements of stakeholders in this area.
Water Management:
UNIDO’s Water Management programme provides services to transfer the best
available environmentally sound technologies and environmental practices to
improve water productivity in industry, as well as prevent discharge of industrial
effluents into international waters (rivers, lakes, wetlands and coastal areas).
Protecting water resources for future generations is amongst the top priorities.
PENGELOLAAN ENERGI
Energy access is linked a global challenge needing to be
addressed; it has links in social development and poverty alleviation,
environmental degradation and climate change, and food security. It
is a defining issue of our time.
UNIDO aims to provide access to modern energy services for the
poor, with emphasis on renewable energy projects. The
Organization further helps to increase productivity and
competitiveness by improving industrial energy efficiency projects,
and works on reducing GHG emissions through capacity-building
projects for climate change in general, and Kyoto Protocol
mechanisms in particular.
Sumber:
….. Diunduh 26/4/2012
EFISIENSI SUMBERDAYA DAN PRODUKSI BERSIH
Resource Efficient and Cleaner Production (RECP)
Resource Efficient and Cleaner Production (RECP) is the continuous application of
preventive environmental strategies to processes, products and services to of increase
efficiency and reduce risks to humans and the environment.
RECP addresses the three sustainability dimensions individually and synergistically:
1.
2.
3.
Production Efficiency: optimisation of productive use of natural resources
(materials, energy and water);
Environmental management: minimisation of impacts on environment and
nature;
Human Development: minimisation of risks to people and communities and
support for heir development.
Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi
akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang
akan datang. Dalam bidang asuransi, risiko dapat diartikan sebagai
suatu keadaan ketidakpastian, di mana jika terjadi suatu keadaan
yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian.
Menghilangkan risiko berarti menghapuskan semua kemungkinan
terjadinya kerugian misalnya dalam mengendarai mobil di musim
hujan, kecepatan kendaraan dibatasi maksimum 60 km/jam.
Meminimasi risiko dilakukan dengan upaya-upaya untuk
meminimumkan kerugian misalnya dalam produksi, peluang
terjadinya produk gagal dapat dikurangi dengan pengawasan mutu
(quality control). Menahan sendiri risiko berarti menanggung
keseluruhan atau sebagian dari risiko, misalnya dengan cara
membentuk cadangan dalam perusahaan untuk menghadapi
kerugian yang bakal terjadi (retensi sendiri). Sedangkan
pengalihan/transfer risiko dapat dilakukan dengan memindahkan
kerugian/risiko yang mungkin terjadi kepada pihak lain, misalnya
perusahaan asuransi.
Diunduh dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Risiko
Sumber:
http://www.unido.org/index.php?id=1001276….. Diunduh 26/4/2012
INDUSTRI HIJAU
Green Industry, the flagship concept of the UNIDO, and its main
contribution to the global debate on sustainability in the 21st century, is
defined by UNIDO first and foremost as an integral part and a core pillar of
a Green Economy. As such, Green Industry enables industries to pursue
low-carbon objectives, resource efficiency and greater social and
environmental responsibilities for their operations and products, while at
the same time saving money and increasing their competitiveness.
Furthermore, Green Industry approach stimulates the creation of new jobs
(i.e. green jobs), new business ventures and drives technology
development and innovation.
It should be noted that while Green Economy offers a macro-economic
view of green transition across all the economic systems and sectors,
Green Industry zooms in on the productive and tradable goods sectors. In
this context, the UNIDO concept of Green Industry offers developing
countries some answers to the current questions and concerns with regard
to the cost and benefits (but also the opportunities) of the green transition.
If developed and presented strategically, Green Industry could receive a lot
of support and appreciation from developing countries as the leading
approach to the global transition to Green Economy.
As it stands now, UNIDO’s concept of green industry is built on the
following two premises:
1. Greening Industry – ensuring that all industries improve their
environmental performance and their resource and material efficiency,
including water, energy and materials and feedstock.
2. Green Industry – stimulating the development of industries that provide
environmental goods and services, and in that context green jobs and
technology transfer/technological change.
While this approach is sufficiently broad to include industrial environmental
management and green growth issues, it is the view here that the concept
needs to be further developed to provide the missing answers to the
concerns raised by developing countries regarding the cost of transition
and its impact on jobs, growth and market access/international trade.
Providing concrete examples of pathways and possibilities that are winwin and supportive for the developmental objectives of developing
countries will help to build Green Industry not only as a complementary
concept to Green Economy, but as the main driver of the global transition
to green growth and sustainable development.
Sumber:
http://www.unido.org/index.php?id=1001276….. Diunduh 26/4/2012
CLEANER AND SUSTAINABLE PRODUCTION UNIT
The Unit is responsible for promoting the adaptation and adoption of Resource Efficient and
Cleaner Production (RECP) methods, technologies and systems by enterprises and other
organizations in developing and transition countries.
These contribute to:
1. Efficient use of natural resources, including materials, water and energy;
2. Minimization of wastes and emissions, including those discharged to water, air or on
land; and;
3. Reduction of risks to humans and environment from use of chemicals and disposal of
chemicals used in industry.
The Unit cooperates with the members of the global network for RECP (RECPnet) and their
governments and industry partners to deliver value adding services to enterprises,
government agencies and other organizations. Their key services include: information
dissemination and awareness creation; professional training; in plant assessments and
demonstrations; policy advice; and support for the transfer of Environmentally Sound
Technologies.
The Unit is also responsible for several thematic initiatives that support cleaner and
sustainable production. These include:
Chemical Leasing
Strategic Approach to International Chemicals Management (SAICM)
International Industrial Biotechnology Network
Corporate Social Responsbility (CSR)
E-waste.
Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=o4460 ….. Diunduh 26/4/2012
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Reaching out to Small and Medium-sized Enterprises
In recent years, increasing attention was given to the concept of Corporate
Social Responsibility (CSR), defined in terms of the responsiveness of
businesses to stakeholders’ legal, ethical, social and environmental
expectations. CSR has generally been a pragmatic response to consumer and
civil society pressures. These have mainly been focused on Trans-National
Corporations (TNCs) serving Northern markets, but often operating in
Southern countries. Accusations by governments and civil society alike of
environmental pollution, human rights abuses, and exploitation of labour in
supply chains, have pressured companies to become more environmentally
and socially responsible. However, the business community has quickly
recognized the strategic value of being more responsible and is beginning to
align products and business relationships, in particular through their supply
chains, accordingly.
Ensuring that CSR supports, and does not undermine, the development of
small and medium sized enterprises (SMEs) in developing countries is crucial
to meeting the goal of improving the impact of business on society. SMEs
make up for more than 90% of all businesses worldwide and are essential to
the ‘path out of poverty’ for many developing countries. If CSR demands are
protectionist, culturally inappropriate or unreasonably bureaucratic the net
effect will be to undermine livelihoods in the South. On the other hand, the
SME sector must not be allowed to become a loophole in which polluting,
exploitative industries flourish.
Support for SME development can be an important part of the CSR
commitment of large companies in the context of responsible supply chain
management, and improvements in social and environmental impacts can go
hand in hand with better quality and management.
In its CSR Programme UNIDO addresses
the need to establish a framework for small
and medium enterprises that helps translate
Corporate Social Responsibility principles
into a relevant SME perspective, thereby
enhancing their competitiveness and market
access.
Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=o5162 ….. Diunduh 26/4/2012
What is CSR?
Defining the concept.
Corporate Social Responsibility is a management concept whereby companies integrate
social and environmental concerns in their business operations and interactions with their
stakeholders. CSR is generally understood as being the way through which a company
achieves a balance of economic, environmental and social imperatives (“TripleBottom-Line- Approach”), while at the same time addressing the expectations of
shareholders and stakeholders. In this sense it is important to draw a distinction between
CSR, which can be a strategic business management concept, and charity, sponsorships
or philanthropy. Even though the latter can also make a valuable contribution to poverty
reduction, will directly enhance the reputation of a company and strengthen its brand, the
concept of CSR clearly goes beyond that.
Promoting the uptake of CSR amongst SMEs requires approaches that fit the respective
needs and capacities of these businesses, and do not adversely affect their economic
viability.
UNIDO based its CSR programme on the Triple Bottom Line (TBL) Approach, which
has proven to be a successful tool for SMEs in the developing countries to assist them in
meeting social and environmental standards without compromising their competitiveness.
The TBL approach is used as a framework for measuring and reporting corporate
performance against economic, social and environmental performance. It is an attempt to
align private enterprises to the goal of sustainable global development by providing them
with a more comprehensive set of working objectives than just profit alone. The perspective
taken is that for an organization to be sustainable, it must be financially secure, minimize
(or ideally eliminate) its negative environmental impacts and act in conformity with societal
expectations.
Key CSR issues:
Environmental management, eco-efficiency, responsible sourcing, stakeholder
engagement, labour standards and working conditions, employee and community relations,
social equity, gender balance, human rights, good governance, and anti-corruption
measures.
A properly implemented CSR concept can bring along a
variety of competitive advantages, such as enhanced
access to capital and markets, increased sales and profits,
operational cost savings, improved productivity and
quality, efficient human resource base, improved brand
image and reputation, enhanced customer loyalty, better
decision making and risk management processes.
Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=o72054 ….. Diunduh 26/4/2012
What is CSR?
Defining the concept.
Corporate social responsibility (CSR, also called corporate conscience, corporate
citizenship, social performance, or sustainable responsible business/ Responsible
Business) is a form of corporate self-regulation integrated into a business model.
CSR policy functions as a built-in, self-regulating mechanism whereby a business monitors
and ensures its active compliance with the spirit of the law, ethical standards, and
international norms. The goal of CSR is to embrace responsibility for the company's actions
and encourage a positive impact through its activities on the environment, consumers,
employees, communities, stakeholders and all other members of the public sphere who may
also be considered as stakeholders.
The term "corporate social responsibility" came into common use in the late 1960s and early
1970s after many multinational corporations formed the term stakeholder, meaning those on
whom an organization's activities have an impact.
Proponents argue that corporations make more long term profits by operating with a
perspective, while critics argue that CSR distracts from the economic role of businesses.
Others argue CSR is merely window-dressing, or an attempt to pre-empt the role of
governments as a watchdog over powerful multinational corporations.
Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Corporate_social_responsibility
Sumber:
http://www.unido.org/index.php?eID=tx_cms_showpic&file=uploads%2Ftx_templavoila%2Fcsr_triple_bott
om_line_02.jpg&width=800m&bodyTag=%3Cbody%20style%3D%22margin%3A0px%3B%22%3E&wrap
=%3Ca%20href%3D%22javascript%3Aclose%28%29%3B%22%3E%20|%20%3C%2Fa%3E&md5=12225
e47dd01c81cbf37abe80b13f92d….. Diunduh 26/4/2012
PRODUKSI BERSIH
Cleaner Production (CP)
The United Nations Environment Programme developed in 1991 the following
CP definition that is still commonly used:
“CP is the continuous application of an integrated preventative environmental
strategy to processes, products and services to increase efficiency and reduce
risks to humans and the environment”.
Several complementary CP techniques or practices are possible, ranging from
low or even no cost solutions to high investment, advanced clean technologies.
A common distinction for CP implementation in developing countries is:
1. Good Housekeeping: appropriate provisions to prevent leaks and spills and
to achieve proper, standardized operation and maintenance procedures and
practices;
2. Input Material Change: replacement of hazardous or non-renewable inputs
by less hazardous or renewable materials or by materials with a longer
service life-time;
3. Better Process Control: modification of the working procedures, machine
instructions and process record keeping for operating the processes at
higher efficiency and lower rates of waste and emission generation;
4. Equipment Modification: modification of the production equipment so as to
run the processes at higher efficiency and lower rates of waste and
emission generation;
5. Technology Change: replacement of the technology, processing sequence
and/or synthesis pathway in order to minimize the rates of waste and
emission generation during production;
6. On-Site Recovery/Reuse: reuse of the wasted materials in the same
process or for another useful application within the company;
7. Production of Useful By-Products: transformation of previously discarded
wastes into materials that can be reused or recycled for another application
outside the company; and
8.
Product Modification: modification of product characteristics in order to
minimize the environmental impacts of the product during or after its use
(disposal) or to minimize the environmental impacts of its production.
Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=o72054 ….. Diunduh 26/4/2012
PRODUKSI BERSIH
Definisi ekowisata diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society
(1990) :
Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang
dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan
kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata
dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah
tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan
masyarakatnya tetap terjaga.
Ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang
bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih
alami (natural aren), memberi manfaat secara ekonomi dan
mempertahankan keutuhan budava bagi masyarakat
setempat.
Bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan
konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco-traveler
ini pada hakekatnya konservasionis.
Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=o72054 ….. Diunduh 26/4/2012
RESOURCE EFFICIENT AND
CLEANER PRODUCTION
Important changes occurred during the last two decades, which the 2002
World Summit on Sustainable Development (WSSD) in Johannesburg duly
acknowledged. As a result, a shift towards Sustainable Consumption and
Production (SCP) was noted, whereby greater emphasis is placed on the
inter-linkages between consumption and production. Moreover, there is
greater recognition that the inefficient and at times wasteful use of natural
resources, including energy, water and materials, lies at the heart of the
key environmental challenges, including climate change.
Recognizing that resource efficiency requires cleaner production and viceversa, UNIDO and UNEP have moved towards Resource Efficient and
Cleaner Production (RECP).
RECP recognizes that CP methods and practices generate multiple
benefits that are relevant to many of today’s most pressing global
challenges, including:
1. Mitigation of GHG emissions and adapting to climate change;
2. Responding to increasing scarcity of water, fuels and other materials;
3. Providing decent jobs; and
4. Halting environmental degradation.
RECP, therefore, builds upon CP in accelerating the application of
preventive environmental strategies to processes, products and
services to increase efficiency and reduce risks to humans and the
environment.
RECP addresses the three sustainability dimensions individually
and synergistically:
1.
2.
3.
Production Efficiency: optimization of the productive use of
natural resources (materials, energy and water);
Environmental management: minimization of impacts on
environment and nature through reduction of wastes and
emissions; and
Human Development: minimization of risks to people and
communities and support for their development.
Sumber: http://www.unido.org/index.php?id=o72054 ….. Diunduh 26/4/2012
TEKNOLOGI BERSIH
Clean technology includes recycling, renewable energy (wind power, solar
power, biomass, hydropower, biofuels), information technology, green
transportation, electric motors, green chemistry, lighting, Greywater, and many
other appliances that are now more energy efficient. It is a means to create
electricity and fuels, with a smaller environmental footprint and minimise
pollution. To make green buildings, transport and infrastructure both more
energy efficient and environmentally benign. Environmental finance is a
method by which new clean technology projects that have proven that they
are "additional" or "beyond business as usual" can obtain financing through
the generation of carbon credits. A project that is developed with concern for
climate change mitigation (such as a Kyoto Clean Development Mechanism
project) is also known as a carbon project.
While there is no standard definition of "clean technology," it has been
described by Clean Edge, a clean technology research firm, as "a diverse
range of products, services, and processes that harness renewable materials
and energy sources, dramatically reduce the use of natural resources, and cut
or eliminate emissions and wastes." It notes that "Clean technologies are
competitive with, if not superior to, their conventional counterparts. Many also
offer significant additional benefits, notably their ability to improve the lives of
those in both developed and developing countries". Many countries have
developed clean tech representatives to speak about the countries problems
some countries include Russia, Japan, and China.
Investments in clean technology have grown considerably since
coming into the spotlight around 2000.
According to the United Nations Environment Program, wind,
solar and biofuel companies received a record $148 billion in
new funding in 2007 as rising oil prices and climate change
policies encouraged investment in renewable energy. $50 billion
of that funding went to wind power.
Overall, investment in clean-energy and energy-efficiency
industries rose 60 percent from 2006 to 2007.
Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Clean_technology….. Diunduh 26/4/2012
TEKNOLOGI BERSIH
Cleantech
Cleantech is a term used to describe products or services that improve
operational performance, productivity, or efficiency while reducing costs,
inputs, energy consumption, waste, or environmental pollution. Its origin is
the increased consumer, regulatory, and industry interest in clean forms of
energy generation—specifically, perhaps, the rise in awareness of global
warming, climate change, and the impact on the natural environment from
the burning of fossil fuels. The term cleantech is often associated with
venture capital funds and land use organizations.
Overview
The term cleantech first emerged in widespread use to describe a
group of emerging technologies and industries, based on
principles of biology, resource efficiency, and second-generation
production concepts in basic industries. Examples include: energy
efficiency, selective catalytic reduction, non-toxic materials, water
purification, solar energy, wind energy, and new paradigms in
energy conservation.
Since the 1990s, interest in these technologies has increased with
two trends: a decline in the relative cost of these technologies and
a growing understanding of the link between industrial design
used in the 19th century and early 20th century, such as fossil fuel
power plants, the internal combustion engine, and chemical
manufacturing, and an emerging understanding of human-caused
impact on earth systems resulting from their use (see articles:
ozone hole, acid rain, desertification, climate change and global
warming).
Sumber:
….. Diunduh 26/4/2012
INVESTMENT
In 2008, clean technology venture investments in North America, Europe, China, and
India totaled a record $8.4 billion. Cleantech Venture Capital firms include NTEC,
Cleantech Ventures, and Foundation Capital. The preliminary 2008 total represents the
seventh consecutive year of growth in venture investing, widely recognized as a leading
indicator of overall investment patterns.
China is seen as a major growth market for cleantech investments currently, with a
focus on renewable energy technologies.
According to the published research, the top clean technology sectors in 2008 were
solar, biofuels, transportation, and wind. Solar accounted for almost 40% of total clean
technology investment dollars in 2008, followed by biofuels at 11%.
The 2009 United Nations Climate Change Conference in Copenhagen, Denmark is
expected to create a framework whereby limits would eventually be placed on
greenhouse gas emissions. Many proponents of the cleantech industry hope an
agreement is established there to replace the Kyoto Protocol. As this treaty is expected,
scholars have suggested a profound and inevitable shift from "business as usual."
Investasi Ekowisata Perhutani 2010 Mencapai Rp 9 Miliar
Jumat, 11 Juni 2010 | 14:39 WIB
BLORA, KOMPAS - Perum Perhutani pusat bakal mengembangkan ekowisata di 12 daerah
di Jawa pada 2010 dengan menginvestasikan dana Rp 9 miliar. Empat lokasi ekowisata di
antaranya berada di Jawa Tengah, yaitu di Kabupaten Kendal, Semarang, Blora, dan
Banyumas.
Perhutani akan mengembangkan Wana Wisata Gonoharjo, Kecamatan Limbangan, yang
menawarkan panorama air terjun, pemandian air panas Nglimut, dan hutan alam lereng
Gunung Ungaran. Di Kabupaten Semarang, sasaran investasinya adalah Hutan Wisata
Penggaron yang merupakan jalur migrasi raptor Asia.
Di Banyumas, Perhutani mengembangkan Kampung Panginyongan yang berada di
kawasan Curug Cipendok, Kecamatan Cilongok. Adapun di Blora, Perhutani akan
memaksimalkan promosi dan pengembangan sarana-prasarana Wisata Lokomotif Uap Tua
pengangkut gelondongan jati.
Berdasarkan data Biro Ekowisata dan Jasa Lingkungan Hidup Regio Jawa Perum Perhutani
Pusat, wisata berbasis lingkungan hidup di Jawa berjumlah 128 buah. Kawasan yang
menjadi unggulan sementara ini berada di Jawa Barat dan Jawa Timur, sedangkan Jawa
Tengah sedang dirintis.
Sumber: http://female.kompas.com/read/2010/06/11/1439373/.investasi.ekowisata.perhutani.2010.mencapai.rp.9.miliar
….. Diunduh 26/4/2012
KIMIS HIJAU
Green chemistry
This article is about the concept of the environmentally friendly design of
chemical products and processes. For the journal, see Green Chemistry
(journal).
Green chemistry, also called sustainable chemistry, is a philosophy of
chemical research and engineering that encourages the design of products
and processes that minimize the use and generation of hazardous
substances. Whereas environmental chemistry is the chemistry of the
natural environment, and of pollutant chemicals in nature, green chemistry
seeks to reduce and prevent pollution at its source. In 1990 the Pollution
Prevention Act was passed in the United States. This act helped create a
modus operandi for dealing with pollution in an original and innovative way.
It aims to avoid problems before they happen.
As a chemical philosophy, green chemistry applies to organic chemistry,
inorganic chemistry, biochemistry, analytical chemistry, and even physical
chemistry. While green chemistry seems to focus on industrial applications,
it does apply to any chemistry choice.
Click chemistry is often cited as a style of chemical synthesis that is
consistent with the goals of green chemistry. The focus is on minimizing the
hazard and maximizing the efficiency of any chemical choice. It is distinct
from environmental chemistry which focuses on chemical phenomena in
the environment.
In 2005 Ryōji Noyori identified three key developments in green chemistry:
use of supercritical carbon dioxide as green solvent, aqueous hydrogen
peroxide for clean oxidations and the use of hydrogen in asymmetric
synthesis.
Examples of applied green chemistry are supercritical water oxidation, on
water reactions, and dry media reactions.
Bioengineering is also seen as a promising technique for
achieving green chemistry goals. A number of important process
chemicals can be synthesized in engineered organisms, such as
shikimate, a Tamiflu precursor which is fermented by Roche in
bacteria.
The term green chemistry was coined by Paul Anastas in 1991
Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Green_chemistry….. Diunduh 26/4/2012
PRINSIP-PRINSIP KIMIA HIJAU
Paul Anastas, then of the United States Environmental Protection Agency,
and John C. Warner developed 12 principles of green chemistry, which
help to explain what the definition means in practice.
1.
2.
3.
4.
The principles cover such concepts as:
the design of processes to maximize the amount of raw material that
ends up in the product;
the use of safe, environment-benign substances, including solvents,
whenever possible;
the design of energy efficient processes;
the best form of waste disposal: not to create it in the first place.
The 12 principles are:
1. It is better to prevent waste than to treat or clean up waste after it is formed.
2. Synthetic methods should be designed to maximize the incorporation of all materials
used in the process into the final product.
3. Wherever practicable, synthetic methodologies should be designed to use and
generate substances that possess little or no toxicity to human health and the
environment.
4. Chemical products should be designed to preserve efficacy of function while
reducing toxicity.
5. The use of auxiliary substances (e.g. solvents, separation agents, etc.) should be
made unnecessary wherever possible and innocuous when used.
6. Energy requirements should be recognized for their environmental and economic
impacts and should be minimized. Synthetic methods should be conducted at
ambient temperature and pressure.
7. A raw material or feedstock should be renewable rather than depleting wherever
technically and economically practicable.
8. Reduce derivatives - Unnecessary derivatization (blocking group, protection/
deprotection, temporary modification) should be avoided whenever possible.
9. Catalytic reagents (as selective as possible) are superior to stoichiometric reagents.
10. Chemical products should be designed so that at the end of their function they do
not persist in the environment and break down into innocuous degradation products.
11. Analytical methodologies need to be further developed to allow for real-time, inprocess monitoring and control prior to the formation of hazardous substances.
12. Substances and the form of a substance used in a chemical process should be
chosen to minimize potential for chemical accidents, including releases, explosions,
and fires.
Sumber:
….. Diunduh 26/4/2012
TRENDS GREEN CHEMISTRY
Attempts are being made not only to quantify the greenness of a chemical
process but also to factor in other variables such as chemical yield, the
price of reaction components, safety in handling chemicals, hardware
demands, energy profile and ease of product workup and purification. In
one quantitative study,[5] the reduction of nitrobenzene to aniline receives
64 points out of 100 marking it as an acceptable synthesis overall whereas
a synthesis of an amide using HMDS is only described as adequate with a
combined 32 points.
Green chemistry is increasingly seen as a powerful tool that researchers
must use to evaluate the environmental impact of nanotechnology.[6] As
nanomaterials are developed, the environmental and human health
impacts of both the products themselves and the processes to make them
must be considered to ensure their long-term economic viability.
Examples
In the statement for the 2005 Nobel Prize for Chemistry for "the
development of the metathesis method in organic synthesis," the Nobel
Prize Committee states, "this represents a great step forward for 'green
chemistry', reducing potentially hazardous waste through smarter
production. Metathesis is an example of how important basic science has
been applied for the benefit of man, society and the environment."
1,3-Propanediol
1,3-Propanediol is produced by the bioseparation of 1,3-propanediol using
a genetically modified strain of E. coli. This diol is used to make new
polyesters for the manufacture of carpets.
Natural product synthesis
Research is currently also going in the area of natural product synthesis to
develop reactions which can proceed involving green chemistry principles.
Recently, Atul Kumar has developed an efficient and green method for the
synthesis of tryptanthrin, a biologically active natural product, employing
β-cyclodextrin as a catalyst in aqueous media at room temperature from
isatoic anhydride and isatin in excellent yields
Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Green_chemistry….. Diunduh 26/4/2012
TRANSPORT RAMAH LINGKUNGAN
Sustainable transport (or green transport) refers to any means of
transport with low impact on the environment, and includes non-motorised
transport, i.e. walking and cycling, transit oriented development, green
vehicles, CarSharing, and building or protecting urban transport systems
that are fuel-efficient, space-saving and promote healthy lifestyles.
Sustainable transport systems make a positive contribution to the
environmental, social and economic sustainability of the communities they
serve. Transport systems exist to provide social and economic
connections, and people quickly take up the opportunities offered by
increased mobility. The advantages of increased mobility need to be
weighed against the environmental, social and economic costs that
transport systems pose.
Transport systems have significant impacts on the environment, accounting
for between 20% and 25% of world energy consumption and carbon
dioxide emissions. Greenhouse gas emissions from transport are
increasing at a faster rate than any other energy using sector. Road
transport is also a major contributor to local air pollution and smog.
The social costs of transport include road crashes, air pollution, physical
inactivity, time taken away from the family while commuting and
vulnerability to fuel price increases. Many of these negative impacts fall
disproportionately on those social groups who are also least likely to own
and drive cars.
Traffic congestion imposes economic costs by wasting people's time and
by slowing the delivery of goods and services.
Traditional transport planning aims to improve mobility, especially
for vehicles, and may fail to adequately consider wider impacts.
But the real purpose of transport is access - to work, education,
goods and services, friends and family - and there are proven
techniques to improve access while simultaneously reducing
environmental and social impacts, and managing traffic
congestion.
Communities which are successfully improving the sustainability of
their transport networks are doing so as part of a wider
programme of creating more vibrant, livable, sustainable cities.
Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Green_transport….. Diunduh 26/4/2012
TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN
The term sustainable transport came into use as a logical follow-on from
sustainable development, and is used to describe modes of transport, and
systems of transport planning, which are consistent with wider concerns of
sustainability. There are many definitions of the sustainable transport, and
of the related terms sustainable transportation and sustainable mobility.
The European Union Council of Ministers of
Transport, defines a sustainable transportation
system as one that:
1. Allows the basic access and development needs of
individuals, companies and society to be met safely
and in a manner consistent with human and ecosystem
health, and promotes equity within and between
successive generations.
2. Is affordable, operates fairly and efficiently, offers a
choice of transport mode, and supports a competitive
economy, as well as balanced regional development.
3. Limits emissions and waste within the planet’s ability to
absorb them, uses renewable resources at or below
their rates of generation, and uses non-renewable
resources at or below the rates of development of
renewable substitutes, while minimizing the impact on
the use of land and the generation of noise.
Sumber:
….. Diunduh 26/4/2012
ENVIRONMENTALLY SUSTAINABLE TRANSPORT
Transport systems are major emitters of greenhouse gases, responsible for 23% of
world energy-related GHG emissions in 2004, with about three quarters coming from
road vehicles. Currently 95% of transport energy comes from petroleum. [3] Energy is
consumed in the manufacture as well as the use of vehicles, and is embodied in
transport infrastructure including roads, bridges and railways.[19]
The greatest cities in the world have one thing in common; unity. Great cities have
residents that truly care about each other and their surroundings. They unite together in
order to create something for the better. Cities like New Orleans, New York, and
Chicago all have residents who are proud of where they are from and want to continue
to see that city prosper. Therefore the key to a city’s prosperity is unity. In order to
create unity there needs to be something the community can be proud of. New York
City has Central Park, San Francisco has the Golden Gate Park, and Chicago has
Grant Park. These cities all have a very strong sense of congruity. This should be an
ample amount of evidence to show that creating a city park creates a united community
which, in turn, creates a blooming city.
With Cities continuing to expand spaces are becoming limited, however with the
addition of parks and recreation areas, a community will come together and have
something to be proud of, as well as giving a place for the residents to socialize and
interact with one another.
“As children get older, this incidental outdoor activity; say, while waiting to be called to
eat--becomes less bumptious, physically and entails more loitering with others, sizing
people up, flirting, talking, pushing, shoving and horseplay.
Adolescents are always being criticized for this kind of loitering, but they can hardly
grow up without it. The trouble comes when it is done not within society, but as a form
of outlaw life.” Jane Jacobs said this in her book The Death and Life of Great American
Cities.
Parks provide an opportunity for the community
to see and interact with nature instead of
loitering, as well as, give the city a greener,
cleanlier look.
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Green_transport ….. Diunduh 26/4/2012..
ENVIRONMENTALLY SUSTAINABLE TRANSPORT
Public transportations is 170 times safer than riding in a vehicle (Driver Safety). It’s
reported in New York for every 10,000 commuters who leave their cars at home and
commute on an existing public transportation service for one year, end up saving
around 2.7 million gallons of gasoline (American Public Transportation Association).
The continued use of buses as transportation in New York City has proven to help out in
every standing aspect. If Lansing could establish a more rigid bus attitude and help to
develop more situations where people could ride a bus instead of drive their own car,
the changes would be enormous. New York City is giving us the numbers and the
example, it’s now necessary to implement these views into the Michigan Avenue
Corridor.
The environmental impacts of transport can be reduced by improving the walking and
cycling environment in cities, and by enhancing the role of public transport, especially
electric rail.
Green vehicles are intended to have less environmental impact than equivalent
standard vehicles, although when the environmental impact of a vehicle is assessed
over the whole of its life cycle this may not be the case. Electric vehicle technology has
the potential to reduce transport CO2 emissions, depending on the embodied energy of
the vehicle and the source of the electricity. Hybrid vehicles, which use an internal
combustion engine combined with an electric engine to achieve better fuel efficiency
than a regular combustion engine, are already common. Natural gas is also used as a
transport fuel. Biofuels are a less common, and less promising, technology; Brazil met
17% of its transport fuel needs from bioethanol in 2007, but the OECD has warned that
the success of biofuels in Brazil is due to specific local circumstances; internationally,
biofuels are forecast to have little or no impact on greenhouse emissions, at
significantly higher cost than energy efficiency measures.
In practice there is a sliding scale of green transport depending on the sustainability of
the option. Green vehicles are more fuel-efficient, but only in comparison with standard
vehicles, and they still contribute to traffic congestion and road crashes. Well-patronised
public transport networks based on traditional diesel buses use less fuel per passenger
than private vehicles, and are generally safer and use less road space than private
vehicles.
Green public transport vehicles including electric trains, trams and electric buses
combine the advantages of green vehicles with those of sustainable transport choices.
Other transport choices with very low environmental impact are cycling and other
human-powered vehicles, and animal powered transport. The most common green
transport choice, with the least environmental impact is walking.
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Green_transport ….. Diunduh 26/4/2012..
SOLAR POWER
Solar power is the conversion of sunlight into electricity, either directly
using photovoltaics (PV), or indirectly using concentrated solar power
(CSP). Concentrated solar power systems use lenses or mirrors and
tracking systems to focus a large area of sunlight into a small beam.
Photovoltaics convert light into electric current using the photoelectric
effect.
Commercial concentrated solar power plants were first developed in the
1980s. The 354 MW SEGS CSP installation is the largest solar power plant
in the world, located in the Mojave Desert of California. Other large CSP
plants include the Solnova Solar Power Station (150 MW) and the Andasol
solar power station (150 MW), both in Spain.
The 214 MW Gujarat Solar Park in India, is the world’s largest photovoltaic
plant.
APLIKASI
Solar power is the conversion of sunlight into electricity. Sunlight
can be converted directly into electricity using photovoltaics (PV),
or indirectly with concentrated solar power (CSP), which normally
focuses the sun's energy to boil water which is then used to
provide power.
Other technologies also exist, such as Stirling engine dishes which
use a Stirling cycle engine to power a generator.
Photovoltaics were initially used to power small and medium-sized
applications, from the calculator powered by a single solar cell to
off-grid homes powered by a photovoltaic array.
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_power ….. Diunduh 27/4/2012
CONCENTRATING SOLAR POWER
Concentrating Solar Power (CSP) systems use lenses or mirrors and
tracking systems to focus a large area of sunlight into a small beam. The
concentrated heat is then used as a heat source for a conventional power
plant. A wide range of concentrating technologies exists; the most
developed are the parabolic trough, the concentrating linear fresnel
reflector, the Stirling dish and the solar power tower. Various techniques
are used to track the Sun and focus light. In all of these systems a working
fluid is heated by the concentrated sunlight, and is then used for power
generation or energy storage.
A parabolic trough consists of a linear parabolic reflector that concentrates
light onto a receiver positioned along the reflector's focal line. The receiver
is a tube positioned right above the middle of the parabolic mirror and is
filled with a working fluid. The reflector is made to follow the Sun during the
daylight hours by tracking along a single axis. Parabolic trough systems
provide the best land-use factor of any solar technology.
The SEGS plants in California and Acciona's Nevada Solar One near
Boulder City, Nevada are representatives of this technology.
Compact Linear Fresnel Reflectors are CSP-plants which use many thin
mirror strips instead of parabolic mirrors to concentrate sunlight onto two
tubes with working fluid. This has the advantage that flat mirrors can be
used which are much cheaper than parabolic mirrors, and that more
reflectors can be placed in the same amount of space, allowing more of the
available sunlight to be used. Concentrating linear fresnel reflectors can be
used in either large or more compact plants.
.
The Stirling solar dish combines a parabolic concentrating dish with a
Stirling engine which normally drives an electric generator. The
advantages of Stirling solar over photovoltaic cells are higher efficiency
of converting sunlight into electricity and longer lifetime. Parabolic dish
systems give the highest efficiency among CSP technologies. The
50 kW Big Dish in Canberra, Australia is an example of this technology.
A solar power tower uses an array of tracking reflectors (heliostats) to
concentrate light on a central receiver atop a tower. Power towers are
more cost effective, offer higher efficiency and better energy storage
capability among CSP technologies.
The PS10 Solar Power Plant and PS20 solar power plant are examples
of this technology
Sumber:
….. Diunduh 27/4/2012
PHOTOVOLTAIC
A solar cell, or photovoltaic cell (PV), is a device that converts light into
electric current using the photoelectric effect. The first solar cell was
constructed by Charles Fritts in the 1880s. In 1931 a German engineer, Dr
Bruno Lange, developed a photo cell using silver selenide in place of
copper oxide. Although the prototype selenium cells converted less than
1% of incident light into electricity, both Ernst Werner von Siemens and
James Clerk Maxwell recognized the importance of this discovery.
Following the work of Russell Ohl in the 1940s, researchers Gerald
Pearson, Calvin Fuller and Daryl Chapin created the silicon solar cell in
1954. These early solar cells cost 286 USD/watt and reached efficiencies
of 4.5–6%
Solar cells produce direct current (DC) power, which fluctuates with the
intensity of the irradiated light. This usually requires conversion to certain
desired voltages or alternating current (AC), which requires the use of the
inverters. Multiple solar cells are connected inside the modules. Modules
are wired together to form arrays, then tied to inverter, which produces
power with the desired voltage, and frequency/phase (when its AC).
Many residential systems are connected to the grid wherever available,
especially in the developed countries with large markets. In these gridconnected PV systems, use of energy storages are optional. In certain
applications such as satellites, lighthouses, or in developing countries,
batteries or additional power generators are often added as back-ups,
which forms stand-alone power systems.
Simplified
schematics of a
grid-connected
residential PV
power system
Sumber:
….. Diunduh 27/4/2012
HYDROPOWER
Hydropower or water power is power derived from the energy of falling water, which
may be harnessed for useful purposes. Since ancient times, hydropower has been used
for irrigation and the operation of various mechanical devices, such as watermills,
sawmills, textile mills, dock cranes, and domestic lifts.
Since the early 20th century, the term is used almost exclusively in conjunction with the
modern development of hydro-electric power, which allowed use of distant energy
sources. Another method used to transmit energy used a trompe, which produces
compressed air from falling water. Compressed air could then be piped to power other
machinery at a distance from the waterfall.
Water's power is manifested in hydrology, by the forces of water on the riverbed and
banks of a river. When a river is in flood, it is at its most powerful, and moves the
greatest amount of sediment. This higher force results in the removal of sediment and
other material from the riverbed and banks of the river, locally causing erosion,
transport and, with lower flow, sedimentation downstream.
Hydropower is used primarily to generate electricity. Broad categories include:
1. Conventional hydroelectric, referring to hydroelectric dams.
2. Run-of-the-river hydroelectricity, which captures the kinetic energy in rivers or
streams, without the use of dams.
3. Small hydro projects are 10 megawatts or less and often have no artificial reservoirs.
4. Micro hydro projects provide a few kilowatts to a few hundred kilowatts to isolated
homes, villages, or small industries.
5. Pumped-storage hydroelectricity stores water pumped during periods of low demand
to be released for generation when demand is high.
A conventional dammedhydro facility
(hydroelectric dam) is the
most common type of
hydroelectric power
generation.
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Hydropower ….. Diunduh 27/4/2012
CALCULATING THE AMOUNT OF AVAILABLE POWER
A hydropower resource can be evaluated by its available power. Power is a function of
the hydraulic head and rate of fluid flow. The head is the energy per unit weight (or unit
mass) of water. The static head is proportional to the difference in height through which
the water falls. Dynamic head is related to the velocity of moving water. Each unit of
water can do an amount of work equal to its weight times the head.
The power available from falling water can be calculated from the flow rate and density
of water, the height of fall, and the local acceleration due to gravity. In SI units, the
power is:
Where: P is power in watts; η is the dimensionless efficiency of the turbine; ρ is the
density of water in kilograms per cubic metre; Q is the flow in cubic metres per second;
g is the acceleration due to gravity; h is the height difference between inlet and outlet
To illustrate, power is calculated for a turbine that is 85% efficient, with water at 62.25
pounds/cubic foot (998 kg/cubic metre) and a flow rate of 2800 cubic-feet/second (79.3
cubic-meters/second), gravity of 9.80 metres per second squared and with a net head
of 480 ft (146.3 m).
In SI units:
which gives 96.4 MW In English units, the density is given in pounds per cubic foot so
acceleration due to gravity is inherent in the unit of weight. A conversion factor is
required to change from foot lbs/second to kilowatts:
which gives 96.4 MW Operators of hydroelectric plants will compare the total electrical
energy produced with the theoretical potential energy of the water passing through the
turbine to calculate efficiency.
Procedures and definitions for calculation of efficiency are given in test codes such as
ASME PTC 18 and IEC 60041. Field testing of turbines is used to validate the
manufacturer's guaranteed efficiency. Detailed calculation of the efficiency of a
hydropower turbine will account for the head lost due to flow friction in the power canal
or penstock, rise in tail water level due to flow, the location of the plant and effect of
varying gravity, the temperature and barometric pressure of the air, the density of the
water at ambient temperature, and the altitudes above sea level of the forebay and
tailbay. For precise calculations, errors due to rounding and the number of significant
digits of constants must be considered.
Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Hydropower….. Diunduh 27/4/2012
GREEN HYDROPOWER
Some hydropower systems such as water wheels can draw power from the
flow of a body of water without necessarily changing its height. In this case,
the available power is the kinetic energy of the flowing water. Over-shot
water wheels can efficiently capture both types of energy.
The water flow in a stream can vary widely from season to season.
Development of a hydropower site requires analysis of flow records,
sometimes spanning decades, to assess the reliable annual energy supply.
Dams and reservoirs provide a more dependable source of power
by smoothing seasonal changes in water flow. However reservoirs
have significant environmental impact, as does alteration of
naturally-occurring stream flow.
The design of dams must also account for the worst-case,
"probable maximum flood" that can be expected at the site; a
spillway is often included to bypass flood flows around the dam.
A computer model of the hydraulic basin and rainfall and snowfall
records are used to predict the maximum flood.
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah pembangkit yang
mengandalkan energi potensial dan kinetik dari air untuk menghasilkan
energi listrik. Energi listrik yang dibangkitkan ini biasa disebut sebagai
hidroelektrik.
Bentuk utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah Generator yang
dihubungkan ke turbin yang digerakkan oleh tenaga kinetik dari air.
Namun, secara luas, pembangkit listrik tenaga air tidak hanya terbatas
pada air dari sebuah waduk atau air terjun, melainkan juga meliputi
pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air dalam bentuk lain
seperti tenaga ombak.
Diunduh dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangkit_listrik_tenaga_air
Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Hydropower….. Diunduh 27/4/2012
UNIDO - UNEP
Greening of Industry is a method to attain sustainable economic
growth and promote sustainable economies.
It includes policymaking, improved industrial production
processes and resource-efficient productivity. (UNIDO)
What is RECP?
Resource Efficient and Cleaner Production (RECP) continuously
applies preventive environmental strategies to processes,
products and services. This increases efficiency and reduces risks
to humans and the environment.
RECP recognises similar types of preventive measures are
needed to advance the three sustainability dimensions:
1.
Production Efficiency: optimisation of productive use of
natural resources (materials, energy and water);
2.
Environmental management: minimisation of impacts on
environment and nature;
3.
Human Development: minimisation of risks to people and
communities and support for their development.
Sumber: http://www.unep.or.jp/ietc/spc/newsnov09/UNIDO_UNEP_RECP_Programme.pdf ….. Diunduh 27/4/2012
PERTUMBUHAN HIJAU
GREEN GROWTH
Pendahuluan
Economic growth is a necessary precondition for reducing poverty. At the
same time, growing consumption of non-renewable resources, the
degradation of the environment (including decreasing biodiversity), the
global growth in emissions and waste, and the steady increase in energy
consumption show that current economic processes are undermining the
natural basis for future development.
To meet these challenges and satisfy the international agreements
foreseeable in the course of the post-Kyoto process (e.g. on concrete
commitments to reducing greenhouse gases), development strategies and
measures in development cooperation must also be further developed.
At the same time, ecologically sustainable growth paths can tap substantial
potentials, depending on the national context. There are, in fact, many
examples showing how ecologically sustainable economic activity can
unleash new dynamism, creating income and jobs along with new markets
in ‘green sectors’. Particularly in view of the medium-term increase in
commodity prices, many companies are increasingly aware of their own
interest in environmentally sound management. Companies can, for
example, significantly improve their competitiveness by optimising resource
efficiency. There is also growing public sector interest in green growth
paths, not least since the search for appropriate answers to the financial
and economic crisis.
Poverty reduction without economic growth?
Economic growth generates funds and additional income to
reduce poverty in developing countries.
Growth is also associated with optimisation processes and
innovation in products, technologies and services. The resulting
opportunities for improved utilisation of energy and resources also
contribute to improving the quality of life and expanding individual
opportunities for choice and personal development.
Economic growth is accordingly a necessary condition for
reducing poverty, particularly in developing countries.
Sumber: http://www.enterprise-development.org/page/greengrowth ….. Diunduh 27/4/2012
PERTUMBUHAN HIJAU
UNESCAP (United Nations Economic and Social Commission of Asia and the
Pacific) has been working on formulating a green growth strategy since 2005.
The UN organisation defines Green Growth as follows:
... a regional strategy for achieving sustainable development .... Green
Growth advocates growth in GDP that maintains or restores environmental
quality and ecological integrity, while meeting the needs of all people with
the lowest possible environmental impacts. It is a strategy that seeks to
maximise economic output while minimising the ecological burdens. This
new approach seeks to harmonise economic growth and environmental
sustainability by promoting fundamental changes in the way societies
produce and consume ...................
UNEP (United Nations Environment Programme) subsumes its ‘green
approaches’ under the terms Green Economy or Global Green New Deal.
Similarly to UNESCAP’s Green Growth concept, these emphasise the
importance of modifying patterns of production and consumption.
In contrast to the UNESCAP concept, the definition of the Green Economy
concept operationalises the environmental pollutions to be reduced and
explains the positive social and economic effects of a green economy.
A green economy is one in which the vital links between economy, society,
and environment are taken into account and in which the transformation of
production processes, production and consumption patterns while
contributing to a reduction per unit in reduced waste, pollution, and the use
of resources, materials, and energy, waste, and pollution emission will
revitalise and diversify economies, create decent employment
opportunities, promote sustainable trade, reduce poverty, and improve
equity and income distribution.
UNEP and UNESCAP emphasise the importance and relevance of the issue
in an interagency statement issued together with other UN organisations.
Beyond the United Nations also other international organisations look at
green growth: in June 2009 the OECD was asked to formulate a Green
Growth strategy at the Council Meeting at Ministerial Level, in order to seek
rapid economic recovery in the global economic and financial crisis through
ecologically and socially sustainable development.
Sumber: http://www.enterprise-development.org/page/greengrowth ….. Diunduh
. While the European Commission is not presenting any explicit green
growth strategy, the path to a ‘greener economy’ is a key element in the
Lisbon Strategy for Growth and Jobs. Particularly in view of climate
change, the EU goal is:
… to reduce the environmental impact of economic growth by saving
energy and promoting new, environment-friendly technologies.7
In the context of the economic and financial markets crisis in particular, the
European Commission is stressing the importance of green innovation, so
that companies can improve their competitiveness and keep pace in
international competition.
In its concept for ecological industrial policy, the German Federal Ministry
for the Environment, Nature Conservation and Nuclear Safety (BMU)
stresses the need to decouple economic growth from resource
consumption, because this is the only way of satisfying the needs of a
growing world population without causing irreparable damage to nature.
Despite the topical nature of green growth strategies and their presence in
current political discourse, the definition of the term Green Growth remains
vague. There is no uniform concept of what green growth might mean in
the current literature, and there is a lack of distinction between the terms
Green Growth, Green Economy, Global Green New Deal, which have been
cast together in the brew of green growth strategies.
The key aspects of the discussion on green growth can be
summarised as follows:
1.
2.
Economic growth is needed to achieve development policy
goals. However, there is a clear emphasis on the quality of
growth in environmental policy as well as social terms.
The environmental burdens resulting from economic growth
must be significantly reduced. This requires modifying
patterns of consumption and production, boosting resource
and energy efficiency, and minimising greenhouse gases,
pollutants and waste.
Sumber:
….. Diunduh 27/4/2012
PERTUMBUHAN HIJAU
On this basis, the concept of Green Growth underlying the present
discussion paper is defined as follows:
Green Growth is a strategy for promoting economic growth with the goal of
adding an ecological quality to existing economic processes and creating
additional jobs and income opportunities with a minimal environmental
burden.
This primarily means seeking a relative or absolute decoupling of economic
growth and environmental degradation, depending on the local context. It is
also essential to take into account the risks involved with future changes in
the environment, e.g. by adapting to climate change and international
obligations within the framework of an environmentally qualitative policy.
Qualitative instead of quantitative growth
Green growth strategies move away from the current growth paradigm
with its primarily quantitative focus towards a qualitative approach to
growth. The dormant debate about economic systems concerned
exclusively with quantitative growth flared up again in the context of the
global economic crisis and the sharp rise in food and commodity prices
in 2007/2008.
It is necessary at this point to clarify the difference between qualitative
and quantitative growth. The goal of quantitative economic growth is the
increase in gross domestic product (GDP), i.e. the total monetary value
of all the goods produced in a national economy from one period to the
next. Quantitative growth becomes qualitative growth where the factors
generating economic growth, e.g. technologies and human capital, are
enhanced so that they create added value beyond the increase in GDP.
In the case of the Green Growth approach, this added value lies in
decoupling resource consumption (and in turn, environmental
degradation) from economic output.
This also provided a context for reviving the debate about how to
measure prosperity and economic progress. For example, French
President Sarkozy set up a commission of prominent academics in 2008
to study the explanatory power of current statistics (first and foremost
GDP) for evaluating the economic performance of an economy.
Sumber: http://www.enterprise-development.org/page/greengrowth ….. Diunduh 27/4/2012
UNSUR-UNSUR PERTUMBUHAN HIJAU
In the Growth Report published in 2008, the following key aspects were identified as
key requirements for sustained economic growth: high savings and investment rates,
particularly in infrastructure and education, functioning competition and acceptance of
structural change, effective government, a functional capital market, and a good
environment for business and investment.
Besides these prerequisites for generating economic growth, the Green Growth
approach calls for further measures.
The creation of incentives by the state which ensure that ecological aspects are
reflected in production and consumption decisions has decisive importance for an
environmental quality of economic growth. Eco-friendly action is encouraged by setting
positive incentives; environmentally damaging action loses its appeal through
sanctioning mechanisms.
The state can create the necessary incentives specifically through (1) state regulation,
e.g. caps on emissions or labelling requirements, (2) environmental fiscal reform
(market-based instruments), and (3) improving market transparency, e.g. by promoting
voluntary eco labels.
Another area for state activity is the promotion of innovation. Enhancing resource and
energy efficiency is only possible through a large number of innovations in economic
processes.
According to the OECD definition, ‘eco innovation’ is distinguished from other kinds of
innovation by the following characteristics:
Eco-innovation represents innovation that results in a reduction of environmental impact, no
matter whether that effect is intended or not.
The scope of eco-innovation may go beyond the conventional organisational
boundaries of the innovating organisation and involve broader social arrangements that
trigger changes in existing socio-cultural norms and institutional structures.
Governments can use various promotional measures to tap the potentials of eco
innovation and to increase a country’s innovative capacities. These measures can be
applied on both the supply and the demand side. Supply side measures may involve
improving access to finance for environmentally qualitative private investments,
supporting the commercialisation of new technologies, adding an ecological orientation
to training programmes, and establishing networks and platforms for information sharing
between companies and research institutions. Possible measures for strengthening
demand for eco innovations include introducing standards, increasing public sector
demand and promoting technology transfers. Measures to promote technology transfer,
as well as the development of local expertise to utilise, adapt and improve these
technologies, are regarded as highly significant. As it can be assumed that many
technological innovations will come about in industrialised countries, developing and
emerging countries must try to gain access to new technologies and relevant
knowledge, e.g. through international cooperation. However, such technology transfer is
complicated by the existing regulations to protect intellectual property. Furthermore, the
use of new technologies in developing and emerging countries is often difficult because
of a lack of know-how, e.g. concerning maintenance or application. Training
programmes must accordingly take into account the need to acquire relevant skills.
Sumber: http://www.enterprise-development.org/page/greengrowth ….. Diunduh 27/4/2012
PERTUMBUHAN HIJAU
Sustainable reorientation of the energy and transport infrastructure,
enhancing the energy efficiency of buildings, training employees for
appropriate qualifications all continue to play a vital role in the
environmental orientation of an economy.
A large share of global greenhouse gas emissions arises from energy
production from fossil fuels. Increasing the share of renewable energies in
the energy mix and increasing the energy efficiency of power stations are
therefore important measures for reducing greenhouse gases.
Freight and passenger transport as well as operating buildings involve
significant energy consumption. It is thus important to expand public
transport, use efficient vehicles and sustainable fuels and improve the
energy efficiency of buildings.
Ecological aspects should also be taken into account in urban planning.
Finally, for implementing a Green Growth strategy, corresponding
funding is also crucial. Many of the measures mentioned above require
large-scale investment by both the public sector and private actors. For
example, shifting the transport infrastructure to public transport is only
possible with high financial investment.
Stricter environmental regulations in turn can mean that companies and
private households have to invest in new technologies.
Supplying the funds needed for these investments can be very difficult,
particularly in developing and emerging countries, as these generally
have very limited public budgets and underdeveloped capital markets.
If funding is not possible through public funds or borrowing on the
financial markets, financing must come from international donors or
private investors. With regard to donor financing, the development of a
green growth strategy can be an important means to show that
environmental concerns are being taken seriously, and that funds will
be used transparently and effectively.
In many cases, financing by private investors initially requires creating
markets for environmental goods, such as water and clean air. In many
developing countries it is also necessary to improve the business and
investment environment in order to attract private investors.
Sumber:
….. Diunduh 27/4/2012
MENUJU EKONOMI HIJAU
Pesan-Pesan Kunci
1. As currently configured, manufacturing has a large material impact on economy and the
environment. Manufacturing is responsible for around 35 per cent of the global electricity
use, over 20 per cent of CO2 emissions and over a quarter of primary resource extraction.
Along with extractive industries and construction, manufacturing currently accounts for 23
per cent of global employment. It also accounts for up to 17 per cent of air pollution-related
health damages. Gross air pollution damages are equivalent to between 1 and 5 per cent of
global GDP. This cost of air pollution-control policies is projected to increase in a businessas-usual scenario by a factor of three by 2030.
2. Key resource scarcities – including limited recoverable oil reserves, metal ores and water –
will challenge the sector. As industries resort to lower-grade ores, more energy is required to
extract useful metal content. Improved recovery and recycling will increasingly become a
decisive factor for both economic performance and environmental sustainability. The same
applies to water use by industry, which is expected to grow to over 20 per cent of global total
demand by 2030.
3. Win-win opportunities exist, if manufacturing industries pursue life-cycle approaches and
introduce resource efficiency and productivity improvements to get more useful output from
resource inputs. This requires supply and demand-side approaches, ranging from the redesign of products and systems to cleaner technologies and closed-cycle manufacturing. If
the life of all manufactured products were to be extended by 10 per cent, for example, the
volume of resources extracted could be cut by a similar amount.
4. Key components of a supply-side strategy include remanufacturing – for example of vehicle
components – and the recycling of heat waste through combined heat and power
installations. Closed-cycle manufacturing extends the life-span of manufactured goods and
reduces the need for virgin materials. Repair, reconditioning, remanufacturing and recycling
are fairly labour-intensive activities, requiring relatively little capital investment.
Remanufacturing operations worldwide save about 10.7 million barrels of oil each year, or
an amount of electricity equal to that generated by five nuclear power plants.
5. While direct job effects of greening manufacturing may be neutral or small, the indirect
effects are significantly higher. Manufacturing has become increasingly automated and
efficient, which has been accompanied by job losses. This can be countered by life-cycle
approaches and secondary production, for example in the form of recycling, to secure jobs,
for which safe and decent working conditions are of paramount importance.
6. Green-investment-scenario modelling for manufacturing suggests considerable
improvements in energy efficiency can be achieved. By 2050, projections indicate that
industry can practically “decouple” energy use from economic growth, particularly in the
most energyintensive industries. Green investment will also increase employment in the
sector. Tracking progress will require governments to collect improved data on industrial
resource efficiency.
7. Innovation needs to be accompanied by regulatory reform, new policies and economic
instruments to enable energy and broader resource-efficiency improvements.
8. Environment related levies, including carbon taxes, will be required to ensure producers
include the cost of externalities into their pricing calculations.
9. Governments are challenged to find mixes of policies and regulatory mechanisms that best
suit national circumstances. In particular, developing countries have a strong potential to
leapfrog inefficient technologies by adopting cleaner production programmes, particularly
those that support smaller companies, many of which serve global value chains. Of special
importance to manufacturing is the introduction of recognised standards and labels, backed
by reliable methodologies.
Sumber: http://www.enterprise-development.org/page/greengrowth….. Diunduh 27/4/2012.
EKO-EFISIENSI
Eco-efficiency provides a graphic tool for combining different measures, yet
still has shortcomings in allowing quantification and comparison based on
empirical indicators. The guidelines behind eco-efficiency include reducing
the material and energy intensity of products, enhancing material
recyclability, extending product durability and increasing the service
intensity of products.
Eco-efficiency in manufacturing can be measured through indicators
related to (i) resourceuse intensity and (ii) environmental-impact intensity.
Considering its application at national level, UNESCAP (2009) has defined
the following as key indicators for manufacturing in the Asia Pacific Region:
Resource-use intensity:
Energy intensity [J/GDP]
Water intensity [m3/GDP]
Material intensity [DMI/GDP]
Environmental impact intensity:
CO2 intensity [t/GDP]
BOD intensity [t/GDP]
Solid waste intensity [t/GDP]
A supply-side strategy involves
redesign and improving the efficiency
of processes and technologies
employed in the major materialsintensive subsectors of the
manufacturing sector (ferrous metals,
aluminium, cement, plastics, etc.).
A demand-side strategy involves
changing the composition of demand,
both from within industry and from final
consumption.
This requires modifying output, i.e. to use
final goods embodying materials and
energy much more efficiently and/or to
design products that require less material
in their manufacturing.
For instance, the need for primary iron
and steel from energy-intensive
integrated steel plants can be reduced by
using less steel downstream in the
economy (i.e. in construction, automobile
manufacturing, and so on).
On the other hand, if a green economy
means improving not only productivity
but also efficiency by a factor of four or
more, a demand-side strategy is also
required.
Sumber:
….. Diunduh 27/4/2012
INNOVATION IN SUPPLY AND DEMAND
Making society more efficient with regard to the use of energy, water, land and other
resources is a challenge that requires changes along the full chain of production and
consumption.
The supply-side and demand-side approaches consist mainly of the
following components:
■■ Re-design products and/or business models so that the same
functionality can be delivered with fundamentally less use of materials and
energy. This also requires extending the effective life-time of complex
products and improving quality, by incorporating repair and
remanufacturing into a closed-cycle system.
■■ Substitute “green” inputs for “brown” inputs wherever possible. For
example, introduce biomass as a source of chemical feedstocks.
Emphasise process integration and upgrade of process auxiliaries such as
lighting, boilers, electric motors, compressors and pumps. Practice good
housekeeping and employ professional management.
■■ Recycle internal process wastes, including waste-water, high
temperature heat, back pressure, etc. Introduce combined heat and power
(CHP) if there is a local market for surplus electric power. Use materials
and energy with less environmental impact, e.g. renewables or waste as
inputs for production processes. Find or create markets for other process
wastes, especially organics.
■■ Introduce new, cleaner technologies and improve the efficiency of
existing processes to leapfrog and establish new modes of production that
have a fundamentally higher material- and energy efficiency. To start with,
major savings potential in manufacturing lies in improving the resource
efficiency of existing processes.
■■ Redesign systems, especially the transportation system and urban
infrastructure down-stream, to utilise less resource-intensive inputs. The
first target must be to reduce the need for and use of automotive vehicles
requiring liquid fuels in comparison to rail-based mass
transportation, bus rapid transit and bicycles.
Sumber:
….. Diunduh 27/4/2012
PERTUMBUHAN HIJAU DAN EKO-INOVASI
Innovation in technologies and how they are applied are key to enabling
industry to create new business values while also benefiting people and the
planet.
In recent years, manufacturing companies have been upgrading their
efforts towards sustainable manufacturing from pollution prevention to
integrated approaches that take into account product lifecycles and wider
impacts.
Eco-innovation helps to enable this evolution through a combination of
technological and non-technological changes that can yield substantial
environmental improvements.
The current economic crisis and climate change negotiations should be
taken as a great opportunity to move towards a green economy by
accelerating eco-innovation.
Improving resource and energy use and engaging in a
broad range of innovations to improve environmental
performance will lead to new industries and new jobs in
coming years. Incremental improvement is not enough,
however. Industry must be restructured, and existing and
breakthrough technologies must be more innovatively
applied to realise green growth. Short-term relief packages
deployed today can stimulate investments in technologies
and infrastructures that help innovation and enable
changes in the way we produce and consume goods and
services.
Eco-innovation has three dimensions: its
targets (the main focus), its mechanisms
(methods for introducing changes in the
target) and its impacts (the effects on
environmental conditions).
Eco-innovation also involves both
technological and non-technological
changes.
Sumber:
http://www.oecd.org/document/37/0,3746,en_2649_34173_40695077_1_1_1_1,00.html…..
Diunduh 27/4/2012
MENGAPA HARUS PERTUMBUHAN-HIJAU ?
The crisis convinced many countries that a different kind of economic
growth is needed. In response, many governments are putting in place
measures aimed at a green recovery. Together with innovation, going
green can be a long-term driver for economic growth, through, for example,
investing in renewable energy and improved efficiency in the use of energy
and materials.
By analysing economic and environmental policies together, by looking at
ways to spur eco-innovation and by addressing other key issues related to
a transition to a greener economy such as jobs and skills,
investment, taxation, trade and development, the OECD can show the way
to make a cleaner low-carbon economy compatible with growth.
Towards Green Growth provides recommendations to help
governments to identify the policies that can help achieve the most
efficient shift to greener growth, focusing, for example, on:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sumber:
green jobs and social aspects
green taxes and regulatory approaches
industrial restructuring and renewal
fiscal consolidation
green technologies
peer reviews
co-operation between OECD countries and emerging
economies
involvement of stakeholders.
http://www.oecd.org/document/10/0,3746,en_2649_37417_44076170_1_1_1_37417,00.html…..
Diunduh 27/4/2012
SUSTAINABLE INDUSTRY
The earliest mention of the phrase sustainable industries appeared in
1990 in a story about a Japanese group reforesting a tropical forest to help
create sustainable industries for the local populace. (Dietrich, Bill. "Our
Troubled Earth – Japan." The Seattle Times. November 13, 1990. Page F2.). Soon after, a study entitled “Jobs in a Sustainable Economy” by
Michael Renner of the Worldwatch Institute was published, using the term
sustainable industries.
This 1991 report concluded, "Contrary to the jobs-versus-owls rhetoric that
blames environmental restrictions for layoffs, the movement toward an
environmentally sustainable global economy will create far more jobs than
it eliminates. The chief reason: non-polluting, environmentally sustainable
industries tend to be intrinsically more labour intensive and less resource
intensive than traditional processes." While the conclusion may be subject
to some debate, it nevertheless formed an important foundation of the
sustainability movement.
Among the features of sustainable industry offered in the
paper were energy efficiency, resource conservation to
meet the needs of future generations, safe and skillenhancing working conditions, low waste production
processes, and the use of safe and environmentally
compatible materials.
Some of the benefits, however would be offset by higher
prices (due to labor costs) and a theoretically larger
population needed to perform the same amount of work,
increasing the agricultural and other loads on the system.
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Sustainable_industries ….. Diunduh 27/4/2012
ECO-EFFICIENCY dan SUSTAINABLE PRODUCTION
Eco-efficiency is a management philosophy that links financial and
environmental performance to create more value with less ecological
impact. It focuses on business opportunities and allows companies to
become more environmentally responsible and more profitable. Originally
developed by the World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD) it is a key business contribution to sustainable societies.
Eco-efficiency enables more efficient production processes, creating better
products and services while reducing resource use, waste and pollution
along the entire value chain.
In essence it is about creating more value with less impact. Not only can
eco-efficiency save production costs but it can also create new sources of
revenue for companies.
Climate Change Response’s eco-efficiency and sustainable production
services have a specific focus on the optimisation and innovation of
industrial and commercial processes, products, and services.
Prinsip Ekoefisiensi dalam Pemanfaatan Tambang
Barang tambang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui.
Prinsip ekoefisiensi pemanfaatan tambang dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Penghematan dalam pemakaian dengan selalu mengingat
generasi penerus
Melakukan ekspor bahan tambang sebagai barang jadi atau
setengah jadi
Mengadakan penyelidikan dan penelitian untuk menemukan
daerah penambangan baru
Diusahakan bahan pengganti. Misalnya pemakaian BBM diganti
dengan tenaga surya, gas atau alkohol
Diunduh dari: http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/03/prinsipekoefisiensi.html
Sumber: http://www.climatechangeresponse.com.au/eco-efficiency-and-sustainable-production.html …..
Diunduh 27/4/2012.
ECO-EFFICIENCY dan SUSTAINABLE PRODUCTION
Eko-efisiensi dan Produksi bersih
Cleaner production and eco-efficiency are key overarching and related
approaches to assist businesses with improving the way they produce and
consume resources. Cleaner production and eco-efficiency enable more
efficient production processes and create better products and services
while reducing resource use, wastes, and pollution. Climate Change
Response provides eco-efficiency and cleaner production assessments
that assist businesses to improve their operations and create more value
with less impact.
Prinsip Ekoefisiensi dalam Pemanfaatan Air
Usaha pelestarian air dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Mempertahankan keberadaan hutan agar mata air tidak kering,
terutama hutan di daerah hulu sungai
Menjaga air sungai agar tidak tercemar. Pembuangan limbah
industri ke sungai harus dinetralkan terlebih dahulu
Mengusahakan air sumur agar tetap bersih. Misalnya, menjaga
jarak antara sumur dan tempat pembuangan kotoran minimal 10
meter
Mencegah pembuangan limbah nuklir atau limbah cair industri
secara langsung ke laut.
Menghindari kebocoran pada kapal tanker pengangkut minyak.
Menghindari kecerobohan laut, seperti tabrakan antar kapal
tanker dan tidak membuang limbah dan sampah ke laut
Sumber: http://www.climatechangeresponse.com.au/eco-efficiency-and-sustainable-production.html …..
Diunduh 27/4/2012.
ECO-EFFICIENCY dan SUSTAINABLE PRODUCTION
Industrial Ecology and Symbiosis
While the main focus of cleaner production and eco-efficiency is at the
individual plant level, industrial ecology analyses industrial operations in
relationship to their surrounding industrial and natural systems. It employs
a holistic view to assess and improve the utilisation of natural resources
including water, energy and raw materials. Climate Change Response’s
industrial ecology and symbiosis services include:
Identification, assessment, facilitation, and implementation of regional
synergies between industries. These synergies often relate to by-products,
utilities, services and supply chains.
Enhancing the sustainable design and resource efficiency of companies in
an industrial estate.
Design and planning of eco-industrial or sustainability parks.
Prinsip Ekoefisiensi dalam Industri
Bahan (material) dan energi yang tidak termanfaatkan dalam suatu
sistem proses produksi akan terbuang menjadi limbah dan
menyebabkan meningkatnya social cost untuk proses lanjutannya.
Oleh karena itu, perlu penerapan prinsip ekoefisiensi dalam industri
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
Meminimalkan penggunaan bahan baku dan energi
Meminimalkan pelepasan limbah beracun ke lingkungan
Menghasilkan produk yang dapat didaur ulang
Pemanfaatan SDA yang dapat diperbaharui (renewable
resources)
Mampu menghasilkan produk yang tahan lama.
Sumber: http://www.climatechangeresponse.com.au/eco-efficiency-and-sustainableproduction.html ….. Diunduh 27/4/2012.
ECO-EFFICIENCY dan SUSTAINABLE PRODUCTION
Design for the Environment, Lifecycle Assessment and Supply Chain
Management
Producing a system-wide view of a product or service allows a Life Cycle
Assessment (LCA) to help optimise the eco-efficiency of an entire product
system as opposed to just a particular facility or process.
Eco-innovation and Design for the Environment (DfE) help organisations
integrate eco-efficiency where it is most needed at the conceptual planning
and design stage.
Environmental Supply Chain Management (ESCM) can help organisations
identify eco-efficiency opportunities in their supply chain.
Climate Change Response offers the following related services:
1.
2.
3.
Eco-innovation and Design for the Environment to help
organisations integrate sustainable production practices
where it is most needed at the conceptual planning and
design stage.
Life-cycle assessment (LCA) and management of products,
technologies, processes and services to determine their
environmental performance from cradle to grave.
Supply chain management including extended user
responsibility and end-of-life product management to help
organisations identify and manage sustainability opportunities
through their supply chain.
Sumber: http://www.climatechangeresponse.com.au/eco-efficiency-and-sustainableproduction.html ….. Diunduh 27/4/2012.
EFISIENSI SUMBERDAYA
What is resource efficiency?
The people continue to consume more goods and services as our standard of living
increases. Consequently we generate more waste and put more pressure on our
natural environment and its resources. Environmental impacts include resource
depletion and pollution from emissions to air and water. These occur at each stage of a
product's life, from the sourcing of raw materials, to production, distribution and then
recovery or disposal.
The amount and nature of waste produced is a direct measure of the resource
efficiency of the economy. Being more resource efficient – producing more with less and
generating less waste – provides significant economic and environmental benefits.
Resource efficiency brings together efforts to help human-being:
1. Reduce waste generation through waste avoidance strategies
Waste generation can be avoided by appropriate and efficient resource use. The
impact of the life cycle of goods and services can be minimised with sustainable
design, production and product stewardship approaches.
2. Increase recycling and reuse of resources
While Victoria has excellent rates of resource recovery with 55% of waste materials
being diverted from landfill and recovered, potential exists for improving this
performance further. Part of this potential lies in the processing of waste streams, that
are otherwise destined for landfill, to separate materials that can be reused or
recycled.
3. Manage safe disposal of wastes
Despite best efforts and intentions to reduce waste and recover resources, Victoria will
continue to produce wastes from which further recovery of resources is either
impracticable or not possible with available technology. Well designed and operated
landfills can provide safe and secure containment of non-recyclable wastes and avoid
contamination of the surrounding environment.
Sumber: http://www.dse.vic.gov.au/conservation-and-environment/sustainability/waste-management-andresource-efficiency/resource-efficiency ….. Diunduh 27/4/2012
HINTS AND TIPS FOR IMPROVING
RESOURCE EFFICIENCY IN YOUR BUSINESS
Publication 1255 October 2008
These tips will help identify ways to improve business environmental
performance while increasing productivity and reducing costs of production.
Resource efficiency is often a cheap and fast way to solve problems as
reducing waste will reduce the size and cost of any subsequent treatment
process and/or disposal costs.
1.
2.
3.
4.
5.
Your business can look forward to:
• Increased cost saving
• Process efficiency
• Improved occupational health and safety management
• Enhanced shareholder relations
• Improved reputation.
The hints and tips have been grouped for ease of reference and the broad
categories are listed below. They are intended to help you focus on specific
areas in your business and guide your subsequent actions.
The impacts of any actions on other resources should always be assessed
prior to implementation.
Ekoefisiensi dalam Memenuhi Kebutuhan Sumber Energi
Berbagai aktivitas manusia membutuhkan energi seperti batu
bara, minyak bumi, geothermal, hidro karbon, air, sinar matahari,
angin, dan ombak. Permasalahan global saat ini adalah semakin
berkurangnya cadangan minyak bumi dunia, sementara
kebutuhan bahan bakar harus selalu tersedia.
Penerapan prinsip ekoefisiensi dalam memenuhi kebutuhan
bahan bakar antara lain : penggunaan sumber energi alternatif
yang dapat diperbaharui seperti tenaga angin, sinar matahari, air,
biomassa, dan bahan-bahan organik.
Diunduh dari: http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/03/prinsipekoefisiensi.html
Sumber:
http://epanote2.epa.vic.gov.au/EPA/publications.nsf/2f1c2625731746aa4a256ce90001cbb5/956a37b8e608cd
e4ca2574dc00189ac3/$FILE/1255.pdf ….. diunduh 27/4/2012
WASTE ASSESSMENT
If it's your factory, it's your waste and it's your money!
One way of assessing your current environmental performance is to conduct a waste
assessment. A waste assessment will help you to better understand where your efforts
will gain most value.
What is the purpose of a waste assessment?
The main aims of a waste assessment are to:
1. Identify each waste stream on or leaving the site.
2. Quantify and characterise each waste stream to establish benchmark data.
3. Establish how and why each waste stream is generated.
4. Calculate costs incurred with treatment, storage, handling and disposal of wastes,
including quantifying associated labour, energy, water and lost raw material costs
where possible.
5. Determine liabilities associated with waste generation.
6. Identify options for more efficient and effective waste management (for example
identify reduction/diversion opportunities).
What's involved?
The following are the key tasks involved in a waste assessment:
1. Select waste assessment team — this should include at least one company
employee.
2. Determine audit scope — this depends on size of assessment required and
parameters set.
3. Collect available data.
4. Identify and characterise waste streams.
5. Evaluate data.
6. Identify and prioritise options.
7. Prepare a report and plan of action.
What happens?
There are three main stages involved in a waste assessment.
These are:
1. Preliminary assessment – aims to identify major
environmental issues, major opportunities for improvement
and major economic issues.
2. Detailed study and improvement plan – aims to find the best
options for minimisation in the site.
3. Monitoring and review – aims to monitor and confirm the
indicators and targets previously established.
Sumber:
http://epanote2.epa.vic.gov.au/EPA/publications.nsf/2f1c2625731746aa4a256ce90001cbb5/9
56a37b8e608cde4ca2574dc00189ac3/$FILE/1255.pdf ….. Diunduh 27/4/2012
MEMPERBAIKI PEMBELIAN/ PENGADAAN
Cleaner production starts with cleaner procurement
By improving your purchasing, your resource use and waste output will be
reduced. Buying recycled materials can reduce the amount of waste sent to
landfill.
Memperbaiki Pembelian/Pengadaan untuk …...
1.
2.
3.
4.
5.
Mereduksi produksi limbah
Match package quantities to your batch sizes to avoid over ordering of
raw materials.
Investigate whether a different raw material would produce less waste.
Set environmental standards for your suppliers, their products and
services, and request substantiation of their claims. There should be
no premium for this.
Check for damaged or tainted goods when received as these are a
source of costly waste.
Ask your suppliers to accept their empty drums in return for full ones.
Menghargai Minimisasi Limbah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Purchase recycled materials where possible, if you do not
'buy recycled', you're not recycling.
Give preference to products that are designed for long life, are
reusable or recyclable, and are made and packaged with
minimum material.
Consider service contracts with a definable process outcome
(for example, a clean, safe, efficient cooling tower) rather than
chemical inputs regardless of effect.
Ask your supplier to help you reduce chemical usage, and
share the savings.
Produce efficiency benchmarks for the use of raw materials
with the help of your suppliers.
Avoid buying new products or services, which will increase
the risk to your business.
Sumber:
….. Diunduh 27/4/2012
MEMPERBAIKI SIMPANAN / GUDANG
Perbaikan dapat dilakukan untuk ….....
SIMPANAN / Storage
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Only store what you need. Good inventory management can save
money.
Keep all storage areas uncluttered, clean and clearly labelled.
Ensure that materials in storage cannot collect, contaminate or mix
with rainwater.
Ensure storage tanks, including those underground, are not leaking.
Store all materials and wastes in separate clearly designated areas.
Store hazardous materials undercover and on a sealed surface, ideally
in a bunded area. A bund is a hump around a work or storage area that
prevents oil, water, and other fluids from escaping to stormwater
drains. Bunds are usually permanent installations made from concrete
or steel, but they can also be portable plastic or rubber construction.
Keep storage areas well ventilated.
Ensure chemicals cannot react with others stored nearby. For
example, battery acid should not be stored beside brake fluid as they
can react violently.
Ensure that your store always operates on a ’first in, first out’ basis, so
that old materials and packages do not accumulate in your store.
Check expiry dates for all stored materials.
Use drum pumps and/or tilters to completely drain drums before their
return to the supplier, alternatively triple rinse drums and other
containers and recycle them.
Avoid keeping empty containers, unless they have a specific use.
Establish clearly signed, segregated areas for appropriate storage of
all equipment, materials and wastes.
14. Ensure storage of materials only occurs in
designated areas.
Sumber:
….. Diunduh 27/4/2012
MEMPERBAIKI SIMPANAN / GUDANG
Perbaikan dapat dilakukan untuk ….....
Housekeeping
• Establish and enforce standards for housekeeping.
• Identify activities that add value to your business to improve time
efficiency.
1.
2.
3.
4.
5.
Memiimumkan Limbah
Only stockpile wastes if this enables more cost effective recycling.
Avoid accumulation of unnecessary items – if you do not need it, get
rid of it.
Ensure all employees are responsible for the waste they produce.
Make sure your staff know what to do with any wastes they produce.
Look at what other industries, or companies within your industry, are
doing.
Spill response
• Keep a spill kit easily and quickly accessible in your chemicals storage
area.
• Ensure spills are cleaned immediately with a spill kit, and recycled or
disposed of correctly.
If you manage storage properly you can
improve workplace safety, reduce risks to
the environment and save money through
reduced storage losses.
Sumber:
….. Diunduh 27/4/2012
KONSERVASI ENERGI
Menggunakan sedikit – Biaya sedikit
If you reduce your energy consumption you can save money and reduce greenhouse
gases caused by burning fossil fuels.
Perbaikan dapat dilakukan ….....
Di Tempat Kerja
1. Turn off all lights and equipment when they do not need to be operating.
2. Use energy efficient office equipment and power saving functions where they will be
most effective.
3. Use the most efficient motors, make sure equipment is the right size for the job, that
is, not too big.
4. Use the most efficient lights — triphosphor tubes are cheaper to run than fluorescent
lights.
5. Replace incandescent globes with fluorescent tubes to save power as well as
reduce air conditioning loads and reduce labour needed to change globes.
6. Install skylights in the roof or walls to reduce the need for artificial lighting.
7. Minimise expenditure on space heating. At 20 °C, a 1 °C increase can cost about 20
per cent more.
8. Insulate rooms to minimise energy waste.
9. Fit self closing doors to reduce heat (or cold) loss from draughts.
10. Consider installing a co-generation plant to reduce energy costs and increase
energy efficiency.
11. Minimise the use of hot water as it costs much more than cold water.
Di Dalam Proses
1. Improve insulation of all hot process items and steam lines to minimise simple heat
loss.
2. Remove frost on refrigerated coolant lines through better insulation. This will keep
the ice where you need it and where it can add value to your business.
3. Avoid steam leaks. A 1 kg/min steam leak costs about $1/hour and $2/hour in an airconditioned space.
4. Find ways to transfer heat from hot process streams into cold streams.
5. Ensure your boiler is tuned properly and that blowdown losses are minimised.
Improved feedwater quality (for example rainwater) may help reduce blowdown
losses.
6. Require suppliers to quote the energy consumption and costs of a new piece of
equipment.
Sumber:
….. Diunduh 27/4/2012
KONSERVASI ENERGI
Pada saat memilih sumber-sumber energi
1. Investigate alternative energy sources such as solar hot water, waste, bio-ethanol
and wind energy.
2. Use a clean fuel such as LPG or methanol.
3. Use fuels with the least greenhouse impact.
Methane
LEAST
LPG
Oil
Diesel
Black coal
Brown coal
MOST
Energi dalam pengetahuan teknologi dan fisika dapat diartikan sebagai
kemampuan melakukan kerja. Energi di dalam alam adalah suatu besaran
yang kekal (hukum termodinamika pertama).
Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat
dikonversikan/berubah dari bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang
lain, misalnya pada kompor di dapur, energi yang tersimpan dalam minyak
tanah diubah menjadi api. Selanjutnya jika api digunakan untuk memanaskan
air dalam panci, energi berubah bentuk lagi menjadi gerak molekul-molekul
air. Perubahan bentuk energi ini disebut konversi. Sedangkan perpindahan
energi disebabkan adanya perbedaan temperatur yang disebut kalor.
Energi juga dapat dipindahkan dari suatu sistem ke sistem yang lain melalui
gaya yang mengakibatkan pergeseran posisi benda. Transfer energi ini
adalah kemampuan suatu sistem untuk menghasilkan suatu kerja yang
pengaruh/berguna bagi kebutuhan manusia secara positif. Jadi energi adalah
suatu kuantitas yang kekal, dapat berubah bentuk, dan dapat pindah dari
satu sistem ke sistem yang lain, akan tetapi jumlah keseluruhannya adalah
tetap.
Sumber: http://mjpcenter.blogspot.com/2011/02/pengertian-konversi-energi.html ….. Diunduh 27/4/2012
KONSERVASI AIR
Jangan menggunakan uang seperti air, gunakanlah air seperti uang!!
Untuk menghemat air …….....
Mengurangi penggunaan = Reduce
1. Determine the minimum volume of water you need. Compare your
performance to others and make improvements where possible.
2. Fix dripping taps and leaking pipes — a dripping tap wastes more than
$100 a year.
3. Install water saving accessories around your business, contact your local
water authority for ideas.
4. Compare water usage on volume per unit production, not per unit time
(for example, use litres/bottle of soda, not litres/minute).
5. Avoid using water wherever possible — use a dry technique such as a
broom, vacuum cleaner or compressed air jet.
6. Use a dry method as a materials conveyor instead of water.
7. Use counter flow rinsing with as many rinse stages as possible, as most
contaminants are removed in the first rinse. Two short rinse stages are
much more water efficient than one long one.
8. Minimise contaminant ‘drag out’ to additional rinse stages by optimising
your counter flow rinse system.
Menggunakan-kembali = Reuse
1. Determine the cheapest way to treat wastewater. It may be more
profitable to treat the water for reuse rather than disposal.
2. Investigate the possibility of rainwater harvesting for use as boiler feed or
cooling tower makeup. This can be a cost effective way of reducing water
related costs such as reducing the size of drainage systems in new
structures.
3. Account for all losses involved in the disposal of water. Heat, chemicals,
labour and plant capacity may also be thrown away.
4. Consider using wastewater for lower grade uses where water quality does
not have to be so high (check, however, that it does not compromise
product quality).
Sumber: ….. diunduh 27/4/2012
PRESERVASI SALURAN AIR
Preservasi saluran air …....
Melindungai drainage
1. Ensure that all stormwater drains and sewer entry points are correctly and
clearly marked, and protected where appropriate.
2. Ensure that all staff know the difference between stormwater and sewer.
3. Fit litter traps onto stormwater inlets to stop rubbish going to the local creek.
4. Identify stormwater drains to reduce accidental discharges to the local creek.
5. Prevent sediment from construction sites entering stormwater drains by
using straw bales or fabric filters.
6. Ensure that all waste streams including wash pads, triple interceptor traps,
and filter separators are not connected to stormwater drains but are
connected to the sewer, where appropriate, in accordance with the trade
waste agreement with your sewer authority.
7. Make sure all rainwater downpipes connect to stormwater and not to the
sewer.
8. Prevent contamination of rainwater by roofing over areas where spills can
occur.
Mengendalikan Pencucian dan Tumpahan
1.
Avoid washing equipment, transferring chemicals, opening liquid containers
and filling tanks where spillage could flow to a creek or stormwater drain.
2. Use a broom and dust pan (that is, dry methods) instead of hosing down
paved areas.
3. Keep large exterior work areas clean to significantly improve water quality.
4. Never tip oils, paints, solvents or any pollutant onto the ground or down a
drain.
5. Prevent spilt materials or wastewater from flowing into stormwater drains.
6. Store wastes, oils and chemicals where spills cannot contaminate
stormwater.
7. Ensure your staff can quickly and effectively block your stormwater drains in
an emergency.
8. Be prepared for spills and respond to them immediately (do not hose them
away).
9. Use a tray or bucket to catch spills under work areas.
10. Keep machinery clean to identify and rectify faults or leaks.
11. Keep a spill kit on site for cleaning up any spills.
Sumber: ….. diunduh 27/4/2012
MEREDUKSI LIMBAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Reduce
Quantify the waste you produce. Waste is the difference between the
materials you pay for and the materials your customer pays for.
Account for the difference between the tonnage of raw materials and the
tonnage of products you produce. This will allow you to identify reduction
opportunities.
Examine each process step to determine where wastes are produced and
to devise measures for waste prevention or reduction. Many wastes occur
because of process inefficiency.
Calculate the theoretical minimum waste production from your processes.
You should aim to keep within 10 per cent of this figure.
Devise ways of reducing your waste with your employees and suppliers so
they too can share in the savings, for example rewards for employees and
suppliers who reduce waste.
Remember, your waste management contractor is a key supplier for
assisting with waste minimisation. Ask them how they can help and work in
partnership.
Keep a running tally of waste production so you can track your
improvement. Make sure you include internal wastes such as rework and
recycle streams.
Reuse
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
Reuse drums and containers where possible. Ask suppliers to exchange
empties.
Identify ways of reusing materials in the process at different stages, for
example recirculating cooling water.
Identify possible ways of selling your waste to other organisations for their
production processes.
Recycle
Segregate wastes wherever possible — this will aid recycling and provide
an indication of why waste is forming (do not mix waste streams).
Investigate alternative uses for organic waste that cannot be reduced or
reused, for example compost or convert the waste to energy.
Divert recyclable wastes from the general waste bin, identify recyclers or
waste disposal contractors and organise regular collections.
Join with neighbouring businesses to get common wastes recycled cost
effectively and talk to your waste contractor about cost off-sets by efficient
serving of the area.
Less waste = less pollution = less effort = less cost
Sumber: ….. diunduh 27/4/2012
MEREDUKSI RISIKO
Mencegah Pencemaran dan Meminimumkan Risiko dnegan jalan ….....
Improving management
• Keeping up-to-date and accurate records.
• Regular maintenance programs.
Assessing chemical use
• Substituting toxic materials with non-toxic materials where possible.
• Insist on a material safety data sheet (MSDS) from suppliers before
accepting and new batches of chemicals.
This will explain the safety and environmental measures that are required
to store and use the product properly.
Training
Train staff to handle materials as directed by the information on the
MSDS.
Ensure staff know who to contact if they encounter an environmental
problem beyond their capability.
Provide adequate training to employees in all aspects of their roles
including environmental management skills and obligations.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Menggunakan teknik simpanan yang benar
Ensure lighting is adequate to avoid accumulation of mess and to
allow fault detection.
Store materials where a spill cannot contaminate the soil.
Store liquids indoors or undercover, on a sealed surface and within
a bunded area.
Store oils and chemicals in closed containers.
Maintain stock levels of raw materials and wastes below one
month's production needs.
Keep a list of all chemicals stored, together with their material
safety data sheets MSDS.
Ensure chemicals cannot react with others stored nearby. For
example, acids should not be stored beside alkalis as they can
react together violently.
Include planning for fire and other emergencies when planning
storage locations.
Sumber: ….. diunduh 27/4/2012
REDUCING RISK
Prevent pollution and minimise risk by...
Correct handling and disposal techniques
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Make sure you know where every type of waste should go – talk to
your waste contractor, neighbouring companies or contact EPA if you
are unsure of your environmental responsibilities.
Develop a management or removal plan for any asbestos or
polychlorinated biphenyls (PCBs) that maybe in the structure or
equipment of your factory.
Dispose of materials using a reputable and correctly licensed
contractor.
Ensure unwanted substances are disposed of promptly, in accordance
with EPA guidelines.
Organise a specialist contractor to remove old/suspect stock.
Develop handling methods for chemicals that minimise potential for
spillage.
Ensure that all staff have an appropriate level of induction and
operational skills training to fulfil their duties safely and efficiently.
By identifying the risks in
your business due to the
storage of oils, fuels and
chemicals, the potential costs
and chance of air, water or
soil pollution can be reduced.
Sumber: ….. diunduh 27/4/2012
IMPROVING INFORMATION
Improvements can be made to...
Measurement
• Measure and track your usage rates for energy, water and ingredients.
• Ensure that your suppliers measure, and are accountable for, the quality
of their product or service, including environmental impacts.
• Define the optimum start up conditions for each process, and train staff to
minimise start up losses.
• Measure what you sell or package and ensure you do not give your
product away.
• Assess your environmental performance regularly.
Recording
• Keep maintenance/material safety data sheet manuals in an easily
accessible place (and keep them up-todate).
• Keep current records up to date and manage your historical records
effectively.
Reporting
1.
2.
3.
4.
5.
Devise reports in terms of products that you sell. For example, litres of
water per tonne of product, or kilograms of waste per tonne of product.
Track usage rates of raw materials, for example, product yields,
number of spills and waste output rates.
Develop a system to record your measurements, and determine full
cost attribution for each waste product (that is, know how much each
waste really costs).
Be consistent when taking and recording measurements.
Establish regular reports for major resource consumables including
water and energy. Report all consumption by a per unit production
basis, not by time (for example, litres of water/unit of production not
litres of water/minute).
Sumber: ….. diunduh 27/4/2012
IMPROVING SYSTEMS
Managing compliance is managing waste, managing efficiently will
ensure compliance
By developing and documenting sound work systems and procedures
(such as an environmental management system), you can ensure that you
are in control of your business and are less likely to experience failures,
unexpected wastage or non-compliances.
Improvements can be made to...
Systems management
Identify and assess environmental impacts of your business activities – a good
way to start is to conduct a waste assessment.
2. Review the effectiveness of all existing controls and work instructions.
3. Identify what issues that need to be addressed and what practices need to be
changed, and record this information.
4. Develop an effective waste management plan as a minimum.
5. Devise procedures and plans to reduce environmental impacts.
6. Establish an environmental policy (that is achievable in your business) and
communicate it to staff and external stakeholders such as suppliers and
customers.
7. Consider integrating environmental management activities into existing systems
such as quality and/or safety.
8. Plan for emergencies, develop contingency plans for potential incident scenarios.
9. Measure and monitor your environmental performance on a regular basis.
10. Involve staff, suppliers, customers, local community and other stakeholders in
developing a long-term environmental improvement plan for your business.
11. Consider establishing an environmental management system to ISO 14001
standard.
1.
Staff responsibilities
1.
2.
3.
4.
5.
Ensure environmental management is an integral part of your
business responsibilities.
Form a cleaner production team and nominate a team leader.
Brainstorm with the team (and other staff if possible) to
develop a list of improvement options for eliminating or
reducing wastage.
Integrate environmental responsibilities such as for materials
and energy efficiency into position descriptions.
Use trained staff (or train your staff if required) to undertake
monitoring of environmental performance and to review your
systems on a yearly basis.
Sumber: ….. diunduh 27/4/2012
REDUCING ODOUR AND AIR EMISSIONS
There are simple ways to reduce or eliminate odour and/or other air
emissions, including........
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
When working with solvents and odorous materials, use a fume hood
or spray booth to reduce the vapours leaving the area.
Closing doors and windows of the premises when using odorous
materials.
Using low odour products and materials.
Minimising the quantities of solvents and other volatile materials used.
Seeking advice on reducing odour emissions or other such air
emission issue.
Remembering that odours can be irritating to neighbours and other
commercial/industrial premises in the vicinity, so improve
communication with neighbours to avoid conflict.
Improving housekeeping.
For dust, improve communication with neighbours and 'damp down'
dusty surfaces/materials.
Many air emissions may be
negligible in terms of
quantity, but they may still
provide an odour that is
irritating to others nearby.
Sumber: ….. diunduh 27/4/2012
EKONOMI PRODUKSI
Produksi adalah kegiatan menciptakan dan menambah daya guna barang
dan jasa.
Tujuan produksi adalah menjaga kesinambungan usaha, meningkatkan
keuntungan, meningkatkan jumlah, mutu, dan metode barang, serta
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Faktor produksi merupakan semua benda dan alat-alat y6ang digunakan
untuk menghasilkan atau menambah daya guna barang. Faktor produksi
meliputi sumber daya alam, manusia, modal, dan sumber daya
kewirausahaan.
Sumberdaya alam meliputi tanah, air, hutan , udara, sinar matahari, dan
barang-barang tambang. Sumber daya manusia dibedakan atas sifat
kerja dan kualitas kerja. Sumber daya modal dibedakan menurut sifat,
fungsi, bentuk, dan menurut sumber.
Fungsi pengusaha meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengendalian. Fungsi produksi adalah
mengkombinasikan sumber daya alam, manusia, modal, dan teknologi
yang digunakan. Total produksi adalah produksi keseluruhan. Produksi
marginal adalah produk tambahan karena bertambahnya faktor produksi.
Hukum produk marginal yang semakin menurun menyatakan bahwa
apabila faktor-faktor produksi bertambah terus menerus sebanyak unit
tertentu, pada mulanya total produksi meningkat, tetapu sesudah
mencapai tingkat tertentu produk marginal akan semakin menurun.
Prinsip ekonomi adalah asas berusaha dengan pengorbanan tertentu
untuk memperoleh hasil semaksimal mungkin atau bertindak dengan
alat yang tersedia untuk memperoleh hasil yang sebesar-besarnya.
Motif ekonomi adalah dorongan untuk melakukan tindakan ekonomi.
Motif ekonomi yang umumnya melatari kegiatan ekonomi :
a. ingin makmur
b. ingin menguasai sector-sektor ekonomi
c. ingin terpandang di masyarakat
d. ingin berbakti terhadap sesame manusia (berbuat social)
Polotik ekonomi adalah tindakan yang diambil di bidang ekonomi untuk
memperbaiki perekonomian dalam rangka mencapai kemakmuran.
Sumber: … http://rhemine.blogspot.com/2010/02/ekonomi-produksi.html.. diunduh 28/4/2012
“Fungsi produksi”
Fungsi Produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan
hubungan fisik atau teknis antara jumlah faktor-faktor produksi yang
dipergunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu,
tanpa memperhatikan harga-harga, baik harga faktor-faktor produksi
maupun harga produk.
Fungsi Produksi juga dapat diartikan sebagai suatu
persamaan matematis yang menunjukkan hubungan
fungsional antara jumlah output maksimum yang dapat
dihasilkan dalam satu proses produksi tertentu dan satu set
input yang digunakan oleh produsen pada tingkat teknologi
yang tertentu pula.
Fungsi produksi dapat dirumuskan :
Y = f (X1, X2, X3, ……….., Xn) ;
dimana Y = tingkat produksi (output) yang dihasilkan dan X1, X2,
X3, ……, Xn adalah berbagai faktor produksi (input) yang
digunakan.
Sumber: ….. diunduh 28/4/2012
Teori Ekonomi Produksi :
Satu Input Variabel (Analisis Jangka Pendek)
Fungsi produksi dengan satu faktor produksi adalah
hubungan antara tingkat
produksi dengan satu macam faktor produksi yang
digunakan , sedangkan faktorfaktor
produksi yang lain dianggap penggunaannya tetap
pada tingkat tertentu
(ceteris paribus).
Secara matematis fungsi produksi tersebut dapat dinyatakan :
“Y = f (X1/ X2, X3, ….., Xn)”
Fungsi ini dibaca : produk Y adalah fungsi dari faktor produksi
X1, jika faktor-faktor produksi X2, X3, ……, Xn ditetapkan
penggunaannya pada suatu tingkat tertentu.
Jadi, satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlah
penggunaannya adalah faktor produksi X1.
Sumber: ….. diunduh 28/4/2012
Teori Ekonomi Produksi :
Dua Input Variabel (Analisis Jangka Panjang)
Dalam analisis ini dimisalkan hanya ada dua faktor produksi
yang dapat diubah-ubah penggunaannya di dalam proses
produksi.
Misalnya kedua faktor produksi tersebut dapat saling
menggantikan. Faktor produksi X1 dapat menggantikan faktor
produksi X2, demikian pula sebaliknya X2 dapat
menggantikan X1.
Dalam proses produksi yang digunakan dua input
variabel, alat analisis yang digunakan untuk melihat
hubungan fungsional antara output dan input adalah
garis isoquant.
Garis Isoquant/Isoproduct/Kurve Produk adalah
garis yang menunjukkan berbagai kemungkinana
kombinasi 2 input yang menghasilkan jumlah
produksi (output) yang sama besar.
Sumber: ….. diunduh 28/4/2012
Biaya Produksi
Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk
memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk
menghasilkan barang-barang produksi oleh perusahaan tersebut.
Secara garis besar biaya produksi dapat dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu biaya produksi eksplisit dan biaya produksi implisit.
Untuk analisis biaya produksi perlu diperhatikan dua jangka waktu, yaitu :
(1) jangka panjang, yaitu jangka waktu di mana semua faktor produksi dapat
mengalami perubahan dan
(2) jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana sebagian faktor produksi dapat
berubah dan sebagian lainnya tidak dapat berubah.
Biaya produksi dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu :
(1) Biaya tetap(fixed cost) dan
(2) Biaya variabel (variable cost).
Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang
dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktorfaktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan
digunakan untuk menciptakan barang-barang yang
diproduksikan oleh perusahaan tersebut.
Jenis biaya produksi :
Biaya eksplisit adalah pengeluaran perusahaan yang
berupa pembayaran dengan uang untuk mendapatkan
faktor produksi dan bahan mentah yang dibutuhkan
perusahaan.
Biaya implisit adalah perkiraan pengeluaran (biaya) atas
faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri.
Sumber: http://aandhimas.blogspot.com/2011/06/teori-ekonomi-mikro-biaya-produksi.html ….. diunduh
28/4/2012
Teori Biaya Produksi Jangka Pendek
“Biaya produksi jangka pendek adalah periode produksi
di mana produsen tidak dapat mengubah input tetap
tersebut”
Dalam periode produksi jangka pendek berlaku Hukum Pertambahan Hasil
yang semakin berkurang. Di dalam teori biaya jangka pendek, hal ini terlihat
pada bentuk kurva-kurva biaya variabel dan total yang tidak linier terhadap
jumlah output.
Biaya marjinal (MC) pada tingkat permulaan menurun, dan mulai titik tertentu
menaik.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Biaya tetap total (Total fixed cost/TFC) : keseluruhan biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor produksi yang
bersifat tetap.
Biaya variabel total (total variable cost/TVC) : keseluruhan biaya yang
dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh faktor produksi yang bersifat
variabel.
Biaya total (total cost/TC) : keseluruhan biaya produksi yang digunakan
untuk menghasilkan sejumlah output tertentu baik yang bersifat tetap
maupun variabel (TC = TFC + TVC).
Biaya rata-rata (average cost/AC) : biaya diproduksi yang diperhitungkan
untuk setiap unit output (AR = TC/Q)
Biaya tetap rata-rata (average fixed cost/AFC) : biaya tetap yang
dibebankan kepada satu unit output (AFC = TFC / Q)
Biaya variabel rata-rata (average variable cost/AVC) : biaya variabel
yang dibebankan kepada kepada setiap unit output (AVR = TVC/Q)
Biaya marjinal (marginal cost/MC) : kenaikan biaya yang dikeluarkan
perusahaan sebagai akibat kenaikan satu unit output (MCn = TCn - TCn-1)
Sumber: http://aandhimas.blogspot.com/2011/06/teori-ekonomi-mikro-biaya-produksi.html ….. diunduh
28/4/2012
Teori Biaya Produksi Jangka Panjang
“Biaya produksi jangka panjang adalah periode
produksi di mana produsen dapat mengubah
faktor produksi tetap”
Dalam periode produksi jangka panjang ada kecenderungan bahwa pada
tingkat permulaan dengan semakin diperluasnya skala usaha akan
meningkatkan efisiensi usaha, tetapi mulai titik tertentu perluasan usaha yang
lebih lanjut akan berakibat semakin menurunnya efisiensi usaha secara
keseluruhan.
Skala usaha di mana tingkat efisiensi perusahaan mencapai nilai tertinggi
disebut dengan skala usaha yang optimal (optimum scale of plant).
Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk
memperoleh factor-faktor produksi yang akan digunakan untuk
menghasilkan barang-barang produksi oleh perusahaan
tersebut.
Untuk analisis biaya produksi perlu diperhatikan dua jangka
waktu, yaitu
1. Jangka panjang, yaitu jangka waktu di mana semua faktor
produksi dapat mengalami perubahan dan
2. Jangka pendek, yaitu jangka waktu dimana sebagian faktor
produksi dapat berubah dan sebagian lainnya tidak dapat
berubah.
Biaya produksi dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu
1. Biaya tetap (fixed cost)
2. Biaya variabel (variable cost).
Sumber: http://harihsusanto.blogspot.com/2010/03/biaya-produksi_21.html….. diunduh 28/4/2012
Kurva Biaya Produksi
Kurve biaya produksi adalah kurve yang menunjukkan hubungan antara jumlah
biaya produksi yang dipergunakan dan jumlah produk yang dihasilkan.
Pada umumnya biaya produksi ditunjukkan oleh sumbu vertikal dan jumlah
produk oleh sumbu horizontal.
FC
Kurva Biaya tetap (FC), Biaya variabel (VC) dan Biaya Total (TC)
Permintaan dalam industri pariwisata terdiri dari beberapa fasilitas atau produk
yang berbeda, namun sangat erat kaitannya dengan kebutuhan wisatawan
selama dalam perjalanan wisata yang dilakukannya (composite demand).
Lebih lanjut menurut Shmoll, faktor-faktor yang menentukan permintaan
terhadap daerah kunjungan wisata antara lain :
1. Harga (price)
2. Daya tarik wisata (tourist attractions), fasilitas yang tersedia (tourist facilities), bentukbentuk pelayanan lainnya (services) seperti transportasi lokal, telekomunikasi, dan
hiburan.
3. Kemudahan-kemudahan untuk berkunjung (accessibilities) seperti sarana jalan,
jembatan, tenaga listrik, atau persediaan air bersih.
4. Pre travel services and informations
5. Images of tourist destination.
Sumber: http://www.infowisata.web.id/2011/05/aspek-ekonomi-pariwisata.html ….. diunduh 28/4/2012
Kurve ini bisa diperoleh dengan diketahuinya : (1) kurve produk tetap (KPT), dan (2) hargaharga per unit input yang digunakan.
Sebuah fungsi produksi menghubungkan input dengan output. Fungsi tersebut
menentukan kemungkinan output maksimum yang bisa diproduksi dengan
sejumlah input tertentu atau sebaliknya, kuantitas input minimum yang diperlukan
untuk memproduksi suatu tingkat Output tertentu.
Fungsi produksi ditentukan oleh teknologi yang tersedia bagi sebuah perusahaan.
Oleh karena itu, input/output untuk setiap sistem produksi merupakan suatu fungsi
dari hubungan tingkat teknologi dari pabrik, peralatan, tenaga kerja, bahan-bahan
dan lain-lain yang digunakan perusahaaan tersebut.
Setiap perbaikan teknologi seperti pemakaian komputer untuk melakukan proses
pengendalian yang memungkinkan sebuah perusahaan industri bisa memproduksi
sejumlah output tertentu dengan bahan baku yang lebih sedikit, energi dan tenaga
kerja yang sedikit, atau adanya suatu program latihan yang bisa meningkatkan
produktivitas tenaga kerja, akan menghasilkan sebuah fungsi produksi yang baru.
Sifat-sifat dasar dari fungsi produksi bisa dilukiskan melalui penelaahan sebuah
fungsi produksi sederhana dengan fungsi produksi baru yang lebih kompleks.
Sumber: http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=39542 ….. diunduh 28/4/2012
PENGERTIAN DAN PENERAPAN
TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS
Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara masukan prosuksi (Input) dan
Produksi (output).
Analisis fungsi produksi dilakukan untuk mengetahui bagaimana sumberdaya yang
terbatas, seperti lahan, teaga kerja dan modal dapat dikelola dengan baik untuk
mencapai produksi maksimum.
Proses produksi merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh stakeholders
ekonomi (dalam hal ini firm / perusahaan) dengan mengoptimalkan Input untuk
memaksimalkan output. Berkaitan dengan eksistensi input diatas, maka input
tersebut sesungguhnya didapat dari stakeholders ekonomi yang lain (dalam hal ini
Households / Rumah tangga).
Hal ini merupakan gambaran kecil proses prosuksi dalam ranah ekonomi mikro,
yang hanya melibatkan dua stakeholders ekonomi saja.
Pada tahun 1982 fungsi Cobb-Douglas
dikembangkan oleh peneliti sehingga namanya
bukan saja “fungsi produksi”, tetapi juga yang lain,
yaitu “fungsi biaya dan fungsi keuntungan”.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi Cobb-Douglas
memang dianggap penting.
Sumber: http://gangsarnovianto.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-penerapan-teori-produksi.html …..
diunduh 28/4/2012
PENGERTIAN DAN PENERAPAN
TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS
Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara masukan prosuksi (Input)
Fungsi produksi Cobb-Douglas diperkenalkan oleh Cobb, C.W dan
Douglass, P.H (1982), yang dituliskan dan dijelaskan Cobb, C.W dan
Douglass, P.H dalam artikelnya “A Theory of Production”. Artikel ini dimuat
dalam majalah American Economic Review 18, halaman 139-165.
Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang
melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut
dengan variabel dependen (yang dijelaskan/Y), dan yang lain disebut
variabel independen (yang menjelaskan/X). (Soekarwati,1993).
Dalam fungsi produksi, maka fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu
fungsi produksi yang ingin memperlihatkan pengaruh input yang
digunakan dengan output yang diinginkan. Pentingnya pendugaan
menggunakan EKONOMETRIKA (Ekonomi, Matematika, Statistika).
Dalam dunia ekonomi, pendekatan Cobb-Douglas merupakan bentuk
fungsional dari fungsi produksi secara luas digunakan untuk mewakili
hubungan output untuk input.
Untuk produksi, fungsi dapat digunakan rumus :
Y = AL α K β , Y = K α β AL,
Keterangan: Ø Y = total produksi (nilai moneter semua barang yang diproduksi
dalam setahun) ; Ø L = tenaga kerja input ; Ø K = modal input ; Ø A = produktivitas
faktor total ; Ø α dan β adalah elastisitas output dari tenaga kerja dan modal,
masing-masing.
Nilai-nilai konstan ditentukan oleh teknologi yang tersedia.
Sumber: http://gangsarnovianto.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-penerapan-teori-produksi.html …..
TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS
Bentuk umum dari fungsi Cobb Douglas adalah sebagai berikut:
Q = δ L^α M^β
Bentuk transformasi:
Ln Qn = konstanta + L ln Ln + M ln Mn
Bentuk asli:
Qn = e^konstanta Ln^L Mn^M
Keterangan: Q = output; L = input jam kerja efektif (tenaga kerja); M = input
jam kerja mesin efektif; δ = koefisien intersep (indeks efisiensi); α =
elastisitas output dari input L; β = elastisitas output dari input M
Karena penyelesaian fungsi Cobb Douglass harus diubah bentuk
fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada persyaratan yang harus
dipenuhi sebelum menggunakan persamaan tersebut:
1.
2.
3.
4.
Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol sebab logaritma
dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui.
Dalam fungsi produksi,perlu asumsi bahwa tidak ada
perbedaan tehnologi dalam setiap pengamatan, ini artinya
kalau fungsi produksi yang dipakai dalam pengamatan
memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan tersebut
terletak pada intersep dan bukan pada kemiringan (slope)
model tersebut.
Tiap variabel x adalah perfect competition.
Perbedaan lokasi seperti iklim adalah tercakup pada faktor
kesalahan u (disturbance term).
Sumber: ….. diunduh 28/4/2012
PENGERTIAN DAN PENERAPAN
TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS
Bentuk umum fungsi produksi Cobb-Douglas adalah:
Q = δ.I α
Keterangan:
Ø Q = Output
Ø I = Jenis input yang digunakan dalam proses produksi dan
dipertimbangkan untuk dikaji
Ø δ = indeks efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output
Ø α = elastisitas produksi dari input yang digunakan
Persamaan Regresi Linier:
Sebelum data dapat diolah dan dianalisis lebih lanjut, data-data yang
diperoleh harus terlebih dulu ditransformasikan ke dalam bentuk
Logaritma Natural (Ln).
Kemudian data-data dalam bentuk Logaritma Natural tersebut diolah
kembali untuk mendapatkan persamaan regresi Y = a + bX, atau
dikembalikan pada variabel aslinya dengan Y = Ln Q dan X = Ln I.
Maka persamaan regresi menjadi Ln Q = a + b(Ln I).
Selanjutnya regresi linier tersebut ditransformasikan ke dalam fungsi
produksi Cobb-Douglas, dengan langkah:
Ln Q = a + b(Ln I)
Ln Q = a + Ln Ib
Ln Q – Ln Ib = a
Q = eaIb
Sumber: http://gangsarnovianto.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-penerapan-teori-produksi.html …..
PENGERTIAN DAN PENERAPAN
TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS
Dengan demikian persamaan Cobb-Douglas telah didapat dengan ea
merupakan indeks efisiensi dari proses transformasi, serta a dan b
merupakan elastisitas produksi dari input yang digunakan.
Return to scale (RTS) digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan dari
usahatani tersebut mengalami kaidah increasing, konstan atau
decreasing return to scale serta dapat menunjukkan efisiensi produksi
secara teknis.
Ada tiga alternatif yang dapat terjadi dalam RTS, yaitu :
1. Decreasing return to scale, apabila (b1 + b2) <>
2. Constant return to scale, apabila (b1 + b2) = 1, artinya bahwa proporsi
penambahan faktor produksi akan sama dengan proporsi
penambahan produksi .
3. Increasing return to scale, apabila (b1 + b2) > 1, artinya bahwa
proporsi penambahan produksi melebihi proporsi penambahan faktor
produksi .
Return to Scale:
Berdasarkan persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas, terdapat tiga
situasi yang mungkin dalam tingkat pengembalian terhadap skala.
1. Jika kenaikan yang proporsional dalam semua input sama dengan
kenaikan yang proporsional dalam output (εp = 1), maka tingkat
pengembalian terhadap skala konstan (constant returns to scale).
2. Jika kenaikan yang proporsional dalam output kemungkinan lebih
besar daripada kenaikan dalam input (εp > 1), maka tingkat
pengembalian terhadap skala meningkat (increasing returns to scale).
3. Jika kenaikan output lebih kecil dari proporsi kenaikan input (εp < 1),
maka tingkat pengembalian terhadap skala menurun (decreasing
returns to scale).
Sumber: http://gangsarnovianto.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-penerapan-teori-produksi.html …..
PENGERTIAN DAN PENERAPAN
TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS
Kelebihan dari fungsi produksi Cobb-Douglas:
1. Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas bersifat sederhana dan mudah
penerapannya.
2. Fungsi produksi Cobb-Douglas mampu menggambarkan keadaan
skala hasil (return to scale), apakah sedang meningkat, tetap atau
menurun.
3. Koefisien-koefisien fungsi produksi Cobb-Douglas secara langsung
menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang digunakan
dan dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi CobbDouglas itu.
4. Koefisien intersep dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan
indeks efisiensi produksi yang secara langsung menggambarkan
efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output dari sistem
produksi yang dikaji
5. Alasan mengapa Fungsi Cobb-Douglas banyak digunakan oleh
peneliti, antara lain:
6. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan
dengan fungsi produksi
7. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan
menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan
elstisitas
8. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran
Return to Scale .
Sumber: http://gangsarnovianto.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-penerapan-teori-produksi.html …..
diunduh 28/4/2012
PENGERTIAN DAN PENERAPAN
TEORI PRODUKSI COBB-DOUGLAS
Kekurangan dari fungsi produksi Cobb-Douglas:
1. Spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan elastisitas
produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil.
2. Kesalahan pengukuran variabel ini terletak pada validitas data,
apakah data yang dipakai sudah benar, terlalu ekstrim ke atas atau
sebaliknya. Kesalahan pengukuran ini akan menyebabkan besaran
elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah.
3. Dalam praktek, faktor manajemen merupakan faktor yang juga
penting untuk meningkatkan produksi, tetapi variabel ini kadangkadang terlalu sulit diukur dan dipakai dalam variabel independent
dalam pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas.
Fungsi cobb douglas ini juga mempunyai kelemahankelemahan, antara lain :
1.
2.
3.
4.
Spesifikasi variabel yang keliru, hal ini menyebabkan nilai elastisitas
produksi yang diperoleh negatif atau nilainya terlalu besar atau kecil.
Spesifikasi ini akan menimbulkan terjadinya multikolinearitas pada
variabel bebas.
Kesalahan pengukuran variabel, hal ini terjadi bila data kurang valid
sehingga menyebabkan besaran elastisitas produksi yang terlalu besar
atau kecil.
Bias terhadap variabel manajemen. Faktor manajemen merupakan
faktor penting untuk meningkatkan produksi karena berhubungan
langsung dengan variabel terikat seperti manajemen penggunaan faktor
produksi yang akan mendorong besaran elastisitas tehnik dari fungsi
produksi ke arah atas. Manajemen ini berhubungan dengan
pengambilan keputusan dalam pengalokasian variabel input dan kadang
sulit diukur dalam pendugaan fungsi cob douglas.
Multikolinearitas, dalam fungsi ini sulit dihindarkan meskipun telah
diusahakan agar besaran korelasi antara variabel indipenden tidak
terlalu tinggi seperti memperbaiki spesifikasi variabel yang dipakai.
Sumber: http://gangsarnovianto.blogspot.com/2011/04/pengertian-dan-penerapan-teori-produksi.html …..
diunduh 28/4/2012
ANALISA EFISIENSI PROSES PRODUKSI
Efisiensi merupakan penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk
mendapatkan jumlah produksi sebesar-besarnya tanpa melupakan kualitas
dari produk yang dihasilkan.
Efisiensi proses produksi dapat dilihat dari koefisien intersep fungsi produksi
Cobb-Douglas, yaitu:
Indeks efisiensi = ea
Keterangan: e = 2,71828
a = koefisien intersep persamaan regresi
Indeks efisiensi akan didapat dari perhitungan, dengan semakin tinggi indeks
efisiensi produksi berarti proses transformasi input menjadi output menjadi
semakin efisien.
Selain indeks efisiensi, rasio efisiensi juga akan didapat dari perhitungan.
Rasio efisiensi menunjukkan perbandingan kemampuan
menghasilkan output dengan memakai inputyang tersedia.
Pertanian Terpadu Sebagai Salah Satu Kunci Efisiensi
Konsep pertanian terpadu memang bukan konsep baru tetapi cukup
membantu petani untuk aman dari krisis pangan yang terjadi. Saya
punya cita-cita untuk menerapkankonsep ini karena sudah merasakan
manfaatnya.
Ketika harga cabai naik, maka keluarga saya tidak merasakan
dampaknya.
Ketika harga daging ayam mahal, justru saya dan keluarga makan
daging ayam hampir dua kali dalam seminggu.
Ketika harga beras mahal, justru tetangga kami membelinya dari kami
karena bisa dibeli dengan kualitas baik dan harga lebih murah
dibandingkan harga pasar.
Diunduh dari: http://muhammadyusufansori.blogspot.com/2011/12/malam-ke-13efisiensi-produksi.html
Sumber: http://statistikceria.blogspot.com/2012/01/teori-cobb-douglass.html ….. diunduh 28/4/2012
RETURN TO SCALE
Berdasarkan persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas, terdapat
tiga situasi yang mungkin dalam tingkat pengembalian terhadap
skala.
Jika kenaikan yang proporsional dalam semua input sama dengan
kenaikan yang proporsional dalam output (εp = 1), maka tingkat
pengembalian terhadap skala konstan (constant returns to scale).
Jika kenaikan yang proporsional dalam output kemungkinan lebih
besar daripada kenaikan dalam input (εp > 1), maka tingkat
pengembalian terhadap skala meningkat (increasing returns to
scale).
Jika kenaikan output lebih kecil dari proporsi kenaikan input
(εp < 1), maka tingkat pengembalian terhadap skala menurun
(decreasing returns to scale).
Pengukuran Efisiensi Produksi
Hasil panen per hektar
Efisiensi dapat dinyatakan dengan jumlah produksi fisik per satuan luas
lahan dan dibandingkan dengan tingkat produksi rata-rata di wilayah
yang sama. Misalnya produksi jagung 2 ton/hektar. Bila produksi ratarata di wilayah tersebut 1,75 ton/hektar maka efisiensi produksinya 1,14
atau 114 persen dari produksi rata-rata wilayah.
Cara ini hanya akurat bagi pengukuran efisienssi produksi tanaman
tunggal, tanpa ada tanaman lain atau ternak. Karena ada variasi yang
ccukup besar disebabkan oleh keadaan tubuh tanah, cuaca, cara
pengolahan dan pemeliharaan tanaman antar berbagai daerah, maka
membandingkan tingkat efisiensi hanya dapat dilakukan untuk usaha
sejenis di wilayah yang sama.
Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/2089826pengukuran-efisiensi-produksi/#ixzz1tnF2uvu2
Sumber: http://statistikceria.blogspot.com/2012/01/teori-cobb-douglass.html ….. diunduh 28/4/2012
ELASTISITAS PRODUKSI PARSIAL
Elastisitas produksi parsial berkenaan dengan input tertentu merupakan
ukuran perubahan proporsional pada input-nya ketika inputlainnya konstan.
Sebelum elastisitas produksi parsial dapat dihitung, terlebih dahulu dicari
nilai Total Physical Product, Average Physical Product, dan Marginal Physical
Product .
Total Physical Product (TPP) dianggap sebagai hubungan teknis antara satu
variabel faktor produksi (input) dan output dapat ditunjukkan oleh suatu fungsi
produksi.
Average Physical Product (APP) dari suatu fungsi produksi adalah total
produksi dibagi dengan jumlah faktor produksi yang digunakan untuk
menghasilkan produk tersebut. APP adalah perbandingan output faktor
produksi untuk setiap tingkat output dan faktor produksi yang bersangkutan.
Marginal Physical Productivity (MPP) dari suatu faktor produksi adalah
bertambahnya total produksi yang disebabkan oleh bertambahnya satu unit
faktor produksi variabel ke dalam proses produksi di mana faktor produksi
yang lain tetap tidak berubah jumlahnya.
Elastisitas produksi parsial berkenaan
dengan input tertentu merupakan ukuran
perubahan proporsional output-nya
disebabkan oleh perubahan proporsional
pada input-nya ketika input-input yang lain
konstan
Sumber: http://statistikceria.blogspot.com/2012/01/teori-cobb-douglass.html ….. diunduh 28/4/2012
OPTIMALISASI SUMBERDAYA
Five steps to resource optimization
Any process can be improved, but it takes alignment to get it optimized
The best way to allocate resources depends on the nature of the resources,
the constraints at hand and the organization’s mission.
Optimization involves designing a system or process to be as good as
possible in some defined sense. Of course, it’s the “defined sense” that makes
things murky. What’s optimal for you – with your goals and values – could very
well be suboptimal for the next person. Every performance management
paradigm, every mission statement, could point to a different definition of
success – and therefore to a different way to “optimally” allocate resources.
How do you optimize resources in poorly defined decision-making
environments – or in cases where scenarios are well-defined or ineffective?
Effective resource optimization requires a certain rigor, consistency and
agreement on processes. Whether you are developing a mathematical
optimization or just trying to drive more effective and efficient use of resources
across the organization, the resource optimization model should be based on
the objective, decision variables and constraints.
Within this framework the purpose is to maximize or minimize, as appropriate,
the performance metric in the objective by assigning values to the decision
variables that satisfy the constraints. The following five steps can help you
make the most of this optimization framework.
Sumber: http://www.sas.com/news/sascom/2008q4/column_emerging.html….. diunduh 1/5/2012
OPTIMALISASI SUMBERDAYA
Five steps to resource optimization
Step 1: Define the objective to reflect organizational mission and strategy
The resource optimization model must reflect not only the well-defined, often narrow
departmental objectives but also the objectives that are most important to the organization
as a whole. There also needs to be an understanding of how activities will support these
objectives, and how success or failure will be measured.
Step 2. Get executive buy-in and foster accountability
It’s not enough for executives to agree on the goals, business rules and constraints, and
decisions that will be made. Putting the “best” choice for each decision variable into action
requires accountability and commitment from implementers and executives.
Step 3: Define the conceptual resource optimization model
To define the model, you first need to determine what input data is available. The cleaner
and more accurate the data, the better. The more historical depth and relevance, the better.
Next, identify variables that can actually be changed and decisions that can realistically be
made in this organization within the given time frame.
Step 4. Formulate the resource optimization model
This step is the translation of your conceptual model into an analytic model with more rigor
and detail, represented in mathematical terms. In this step you begin to formally code the
key elements of the optimization model – objective, constraints and decision variables.
There is no single “right” way to use mathematical expressions to represent the elements
of a decision problem. Every formulation represents a compromise because no
mathematical representation can reflect every detail of a real-world scenario. Good
modeling balances realism and workability.
Step 5. Implement and update the model
Using analytical software such as SAS, build and implement the model. Its output can
provide recommendations as to the best values of the decision variables to support the
objective, given the constraints and data available.
Sumber: http://www.sas.com/news/sascom/2008q4/column_emerging.html….. diunduh 1/5/2012
OPTIMALISASI SUMBERDAYA
Analytical models must be validated and continually updated. Best practices
for resource optimization are tied to
performance management by answering questions such as: “Were
recommended decisions put into action?” and “Were those decisions effective
in driving improved alignment with organizational goals?” If the results were
not what you would expect, revisit the model to determine whether objectives,
decisions, constraints, resources and other elements are properly identified to
reflect your current reality.
Commit to resource optimization
Changing conditions will warrant corresponding changes in your resource
optimization models. Periodically cycling through this five-step process will
help organizations highlight areas to improve as they update their models to
generate insights that continue to be relevant and valuable. A commitment to
resource optimization will help to ensure that your organization remains
focused and productive in an ever-changing competitive environment.
Sumber: http://www.sas.com/news/sascom/2008q4/column_emerging.html….. diunduh 1/5/2012
OPTIMALISASI SUMBERDAYA
Integrated Resource Management System
Highlights
It is critical in this highly competitive telecom market that all telecom operators
should come up with an efficient network resource management system for all
departments to make effective use of network resources and sharpen their
competitiveness with faster service delivery. IRMS projects the various
physical equipment within the telecom network into complete and
standardized resource maps and sets up logic resources through resource
allocation so that the resource is under centralized management, unified
allocation and dynamic deployment, contributing to the development of open
services, network optimization and strategic analysis.
IRMS is a system integrating the network resource
scheduling, equipment management and services
management and capable of rapid quality delivery of
telecom resources in a streamlined operation flow,
which helps sharpen the operators’ market
competitiveness.
Each internal department making more effective use
and allocation of resources, explore the network
stock potential fully at a higher level of network
resource utilization and maximize customer needs
fulfillment and operators’ network synergy.
Sumber: http://wwwen.zte.com.cn/en/products/vas/others/oss_bss/200709/t20070906_157792.html…..
diunduh 1/5/2012
OPTIMALISASI SUMBERDAYA
IRMS Functionality
IRMS mainly deals with resources stock management, resource allocation, resource
optimization, resource migration, resource statistical analysis and resource scheduling
planning.
Resource Stock Management
The management and maintenance of communication resource data of a telecom concern.
Resource Allocation
Rapid communication resource allocation and services configuration in terms of customer
requirements.
Resource Optimization
Providing basis and approaches to the overall planning and optimizing communication
resources by incorporating other tools, methods and processes.
Resource Migration
It is a process of, in view to the needs of technological innovations, public works and network
planning and optimization, adjusting to varied degrees and partially or wholly modifying
customer networking schemes and reorganizing the scheme.
Resource Statistical
Analysis
Establishing correlations
between resource stocks
and resource allocation for
the purpose of
management as well as
offering an external
interface.
Resource Planning
Based on the system
resource management and
allocation management
designs, end-to-end routers
in terms of the applications
(service orders) from
various departments with
reference to related
resources checkup and
specific deployment rules,
and marks the resource for
exclusive use.
Sumber: http://www.sas.com/news/sascom/2008q4/column_emerging.html….. diunduh 1/5/2012
ENERGI TERBARUKAN: TEKNOLOGI SURYA
Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas
surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam
bentuk lain.
Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air,
uap,angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi. Teknik pemanfaatan energi
surya mulai muncul pada tahun 1839, ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia
menggunakan kristal silikon untuk mengkonversi radiasi matahari, namun
sampai tahun 1955 metode itu belum banyak dikembangkan. Selama kurun
waktu lebih dari satu abad itu, sumber energi yang banyak digunakan adalah
minyak bumi dan batu bara.
Upaya pengembangan kembali cara memanfaatkan energi surya baru muncul
lagi pada tahun 1958.
Sel silikon yang dipergunakan untuk mengubah energi surya menjadi sumber
daya mulai diperhitungkan sebagai metode baru, karena dapat digunakan
sebagai sumberdaya bagi satelit angkasa luar.
Energi surya telah banyak diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Beberapa aplikasinya antara lain :
1.
2.
3.
4.
Pencahayaan bertenaga surya
Pemanasan bertenaga surya, untuk
memanaskan air, memanaskan dan
mendinginkan ruangan,
Desalinisasi dan desinfektisasi
Untuk memasak, dengan menggunakan
kompor tenaga surya.
Sumber: ….. diunduh 28/4/2012
TEKNOLOGI ENERGI SURYA
Solar Technology refers to the capture and use of energy from the sun,
usually in the form of photovoltaic panels or solar tubes.
Solar technologies are probably the most widely-deployed green technology
within the world.
The main applications have been for non-electricity passive solar applications
for space and water heating.
Sumber: seekingalpha.com/article/83296-promising-sola... ….. diunduh 28/4/2012
ENERGI TERBARUKAN:
KONVERSI ENERGI ANGIN DAN AIR
Wind and water energy conversion refers to the capture of energy from
oceans, rivers, and wind.
The coastal currents, offshore waves, and rich wind corridors provides the
natural environmental for companies within this sector to both deploy and test
their technologies.
Sumber: www.energyhimalaya.com/sources/micro-hydro.html .. diunduh 28/4/2012
KONVERSI BIOMASA = BIOMASS CONVERSION
Penggunaan biomassa untuk menghasilkan panas secara sederhana
sebenarnya telah dilakukan oleh manusia beberapa abad yang lalu.
Penerapannya masih sangat sederhana, biomassa langsung dibakar dan
menghasilkan panas. Di zaman modern sekarang ini panas hasil pembakaran
akan dikonversi menjadi energi listrik melalui turbin dan generator. Panas
hasil pembakaran biomassa akan menghasilkan uap dalam boiler. Uap akan
ditransfer kedalam turbin sehingga akan menghasilkan putaran dan
menggerakan generator. Putaran dari turbin dikonversi menjadi energi listrik
melalui magnet-magnet dalam generator. Pembakaran langsung terhadap
biomassa memiliki kelemahan, sehingga pada penerapan saat ini mulai
menerapkan beberapa teknologi untuk meningkatkan manfaat biomassa
sebagai bahan bakar. Beberapa penerapan teknologi konversi yaitu :
DENSIFIKASI
Praktek yang mudah untuk meningkatkan manfaat biomassa adalah
membentuk menjadi briket atau pellet. Briket atau pellet akan memudahkan
dalam penanganan biomassa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
densitas dan memudahkan penyimpanan dan pengangkutan. Secara umum
densifikasi (pembentukan briket atau pellet) mempunyai beberapa
keuntungan (bhattacharya dkk, 1996) yaitu : menaikan nilai kalor per unit
volume, mudah disimpan dan diangkut, mempunyai ukuran dan kualitas yang
seragam.
KARBONISASI
Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan
orgranik menjadi arang.
Pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah terbakar
seperti CO, CH4, H2, formaldehid, methana, formik dan acetil acid serta
zat yang tidak terbakar seperti seperti CO2, H2O dan tar cair.
Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang
tinggi dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada
proses karbonisasi.
Sumber: http://wwwen.zte.com.cn/en/products/vas/others/oss_bss/200709/t20070906_157792.html…..
diunduh 1/5/2012
KONVERSI BIOMASA = BIOMASS CONVERSION
ANAEROBIC DIGESTION
Anaerobic-digestion yaitu proses dengan melibatkan mikroorganisme tanpa
kehadiran oksigen dalam suatu digester. Proses ini menghasilkan gas produk
berupa metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta beberapa gas yang
jumlahnya kecil, seperti H2, N2, dan H2S.
Proses ini bisa diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu anaerobic digestion
kering dan basah.
Perbedaan dari kedua proses anaerobik ini adalah kandungan biomassa
dalam campuran air.
Pada anaerobik kering memiliki kandungan biomassa 25 – 30 % sedangkan
untuk jenis basah memiliki kandungan biomassa kurang dari 15 %.
GASIFIKASI
Gasifikasi adalah suatu proses konversi untuk merubah
material baik cair maupun pada menjadi bahan bakar cair
dengan menggunakan temperatur tinggi.
Proses gasifikasi menghasilkan produk bahan bakar cair
yang bersih dan efisien daripada pembkaran secara
langsung, yaitu hidrogen dan karbon monoksida.
Gas hasil dapat di bakar secara langsung pada internal
combustion engine atau eaktor pembakaran.
Melalui proses Fische-Tropsch gas hasil gasifikasi dapat di
ekstak menjadi metanol.
Sumber: http://wwwen.zte.com.cn/en/products/vas/others/oss_bss/200709/t20070906_157792.html…..
diunduh 1/5/2012
GREEN BUILDINGS
Gedung Hijau atau gedung yang ramah lingkungan saat ini menjadi tren bagi para
pengembang untuk memasarkan produk andalan mereka. Para pengembang berharap,
dengan mengusung konsep gedung hijau, mereka bisa membuat konsumen tertarik untuk
membeli atau minimal menyewa bangunan yang mereka tawarkan.
Hijau bangunan standar fokus pada pembuatan pemukiman dan bangunan komersial lebih
ramah lingkungan, berkelanjutan dan sehat bagi penghuninya. Banyak bangunan dan
desainer yang menerapkan standar bangunan-hijau, mereka membuat desain bangunan
yang menggunakan bahan ramah lingkungan, sangat hemat energi dan kualitas udara
yang sangat baik. Berbagai negara telah mengadopsi standar bangunan hijau, mungkin
karena banyaknya energi yang murah dan bahan bangunan, tetapi dengan meningkatnya
popularitas "perkembangan kembali," itu menjadi lebih banyak dan lebih utama dari
praktek.
US Green Building Council (USGBC) adalah otoritas terkemuka gedung-hijau standar di
Amerika Serikat.
Mukadimah mereka menyatakan komitmen mereka untuk adhering ke lima utama nilai-nilai
berikut:
1. Kesinambungan: Sebuah bangunan harus menggunakan kaidah pengembangan
sumberdaya dan teknologi.
2. Ekuitas: Desain harus menunjukkan rasa hormat kepada masyarakat dan budaya yang
ada bersama-sama di dalamnya. Operator harus mempertimbangkan semua tingkatan
sosial ekonomi yang ada.
3. Inclusiveness: USGBC mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengembangkan
masyarakat dan desain.
4. Kemajuan: Desain harus quantifiable, sebuah bangunan merupakan hasil dari dampak
terhadap lingkungan, masyarakat dan perekonomian daerah.
5. Connectedness: Green desain suatu bangunan harus menghormati hubungan antara
manusia dan alam, serta mengakui hasil ciptaan-Nya.
Sumber: http://wwwen.zte.com.cn/en/products/vas/others/oss_bss/200709/t20070906_157792.html…..
diunduh 1/5/2012
PERENCANAAN KOTA RAMAH LINGKUNGAN
Salah satu cara untuk mengurangi pencemaran adalah dengan menjadikan
lingkungan lebih hijau.
Berbagai penelitian membuktikan, satu hektar ruang terbuka hijau (RTH) yang
dipenuhi pohon besar menghasilkan 0,6 ton O2 untuk 1500 penduduk/hari,
menyerap 2,5 ton CO2/tahun (6 kg CO2/batang per tahun, menyimpan 900
m3 air tanah per tahun, mentransfer air 4000 liter per hari, menurunkan suhu
5-8 derajat Celcius, meredam kebisingan 25-80 persen dan mengurangi
kekuatan angin 75-80 persen. (Kompas 25/04/2008).
Menerapkan urban planning dengan memperbanyak Ruang Terbuka Hijau
(RTH) diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara kecepatan membuang
karbondioksida (CO2) dan produksi oksigen (O2) yang dilakukan tumbuhan.
Keterbatasan lahan yang ada di perkotaan mengilhami Pemerintah untuk
menetapkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (pasal 29) dan
Permendagri no. 1 tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan
(pasal 9) yang menetapkan RTH minimal 30 persen dari total luas kota
dengan komposisi 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat.
Apabila perhitungan luas RTH kurang dari 10 persen dari luas persil
maka wajib untuk menambah keluasan RTH tersebut dengan
menanam pohon perindang, taman, taman atap, taman pergola,
taman pot dan sejenisnya sampai memenuhi keluasan 10 persen dari
luas persil.
Penanaman berjuta-juta pohon harus dilakukan dan terus dilakukan.
Pohon sebagai bagian terpenting dari RTH menghasilkan O2 dan
menyerap CO2.
Hijaunya pepohonan dapat menyaring gas polutan, menyimpan air,
meredam kebisingan, meredam angin dan sinar matahari, dan
menurunkan suhu kota yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
ekosistem dan tentunya seluruh warga kota.
Sumber: http://wwwen.zte.com.cn/en/products/vas/others/oss_bss/200709/t20070906_157792.html…..
diunduh 1/5/2012
ATAP HIJAU = GREEN ROOFS
Atap hijau adalah upaya intensifikasi taman-atap, atau upaya memadukan
sistem bangunan dengan sistem penghijauan atap sehingga dapat diciptakan
taman melayang (sky garden). Berbeda dengan atap-hijau ekstensif yang
hanya menghasilkan taman pasif, atap-hijau intensif dapat berperan sebagai
taman aktif sebagaimana taman di darat. Dengan lapisan tanah mencapai
kedalaman hingga dua meter, atap hijau intensif mensyaratkan struktur
bangunan khusus dan perawatan tanaman cukup rumit. Jenis tanaman tidak
hanya sebatas tanaman perdu, tetapi juga pohon besar sehingga mampu
menghadirkan satu kesatuan ekosistem.
Manfaat atap hijau bukan hanya sebatas peningkatan nilai estetika dan
penghematan energi, pengurangan gas rumah kaca, peningkatan kesehatan,
pemanfaatan air hujan, serta penurunan insulasi panas, suara dan getaran,
tetapi juga penyediaan wahana titik temu arsitektur dengan jaringan biotop
lokal. Perannya sebagai “batu loncatan” menjembatani bangunan dengan
habitat alam yang lebih luas seperti taman kota atau area hijau kota lainnya.
Walaupun investasi yang dibutuhkan untuk membuat atap hijau cukup tinggi,
bukan berarti upaya peduli lingkungan ini bertentangan dengan semangat
mengejar keuntungan ekonomi, terbukti kini banyak fasilitas komersial yang
menerapkan konsep atap hijau intensif.
Atap hijau terbukti mampu mengurangi dampak panas akibat
kegiatan di dalam bangunan maupun panas yang dihantarkan
sosok bangunan.
Hasil pengukuran suhu yang dilakukan perusahaan Obayashi
selama tiga hari pada musim panas Agustus 2003
menunjukkan, rata-rata suhu atap hijau mencapai 17° Celsius
lebih rendah dibandingkan dengan atap parkir di dekatnya.
Sedangkan panas yang ditransmisikan atap hijau ke dalam
bangunan hanya mencapai sepersepuluh dari transmisi panas
atap beton konvensional.
Sumber: ….. diunduh 28/4/2012
ATAP HIJAU
. Green Roofs are an extension of the existing roof which involves a high
quality water proofing and root repellent system, a drainage system, filter
cloth, and a lightweight growing medium and plants. Green roofs reduce storm
water runoff, energy consumption, and greenhouse gas emissions. They also
represent opportunities for significant social, economic and environmental
benefits, particularly in urban settings.
Sumber: blogs.trb.com/.../blog/renee_kwok/
….. diunduh 28/4/2012
EKONOMI HIJAU
Sumber: UNEP GREEN ECONOMY ….. diunduh 28/4/2012
EKONOMI HIJAU
Green Segments
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Energy Generation
Energy Efficiency
Transportation
Energy Storage
Air & Environment
Recycling & Waste
Water &
Wastewater
Agriculture
9. Research & Advocacy
10. Business Services
11. Finance & Investment
12. Advanced Materials
13. Green Building
14. Manufacturing &
Industrial
15. Energy Infrastructure
Sumber: UNEP GREEN ECONOMY ….. diunduh 28/4/2012
EKONOMI HIJAU
adalah sebuah rezim ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan
sosial, yang sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan. Ekonomi Hijau juga berarti
perekonomian yang rendah karbon atau tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan, hemat
sumber daya alam dan berkeadilan sosial.[1] Sedangkan ekonomi hijau ekologis merupakan
sebuah model pembangunan ekonomi yang berlandaskan pembangunan berkelanjutan dan
pengetahuan ekonomi ekologis.
Ciri ekonomi hijau yang paling membedakan dari rezim ekonomi lainnya adalah penilaian langsung
kepada modal alami dan jasa ekologis sebagai nilai ekonomi dan akuntansi biaya di mana biaya
yang diwujudkan ke masyarakat dapat ditelusuri kembali dan dihitung sebagai kewajiban, kesatuan
yang tidak membahayakan atau mengabaikan aset
GENERATE ENERGY
FROM RENEWABLE
RESOURCES
LIMIT NEGATIVE
IMPACT ON
ENVIRONMENT
CONSERVE
NATURAL
RESOURCES
ENHANCE
ENERGY
EFFICIENCY
EXPAND
ENERGY
STORAGE
CAPACITY
Sumber: UNEP GREEN ECONOMY ….. diunduh 28/4/2012
TEKNOLOGI BERSIH
. We believe clean technologies are poised for dramatic growth in a manner that will offer
significant and tangible economic, environmental, and social benefits. Based on our
research, our extensive network, and our analysis of a wide range of research from other
credible sources, we conclude that:
The markets for clean technologies, while still nascent, will rise significantly. For
example, we estimate the markets for clean energy technologies growing from less than
US$7 billion today to US$82 billion by 2010. Some clean technologies, such as wind
power, photovoltaics, and fuel cells, will continue to experience double-digit annual growth.
However, the growth of clean technologies will be uneven, with some experiencing faster
commercial ramp-up than others.
The number of companies offering clean-tech goods and services will experience a
similar growth curve, with hundreds of start-ups reminiscent of early markets for ebusiness, telecom, and wireless technologies. The significant differences that exist
between clean-tech and e-biz companies likely will result in fewer boom-and-bust business
cycles than were experienced among many high-tech companies.
Investment money will pour into clean technology firms at an accelerating rate as
investors, though chastened by the nosedive in technology stocks, view clean tech's
attractive growth potential. During 2000, more than US$1.4 billion of equity investments
were made in clean-tech companies by angels and venture capital firms. Adding the money
invested in clean-tech firms through initial public offerings the total escalates to more than
US$2 billion. Company research-and development investments in clean tech will skyrocket,
too, with a few leadership companies in each sector leading the way.
Clean technologies stand to provide significant relief to shortages in energy, water,
and other natural resources, while providing a path for both developed and developing
countries to address such pressing concerns as greenhouse gas emissions, deforestation,
resource scarcity, and air and water pollution.
Clean technologies will engender a variety of social benefits, from reduced illness and
infant mortality to citizens' improved ability to hold meaningful jobs and raise families. As
such, clean tech increasingly will become a cornerstone of the growing global movement
toward a more just and sustainable society.
The success of clean technologies will depend nearly as
much on government investments and policies as on
companies' entrepreneurial and marketing skills.
Some countries -- in northern Europe, for example, as well as
Japan -- recognize this and are aggressively promoting cleantech agendas.
Other countries may be forcing clean-tech companies to
compete on an uneven playing field through subsidies and
policies that favor coal mining, oil drilling, clearcutting, and other
"dirty" technologies.
Sumber: http://www.cleanedge.com/reports/clean-tech-profits-and-potential ….. diunduh 28/4/2012
Today's clean-tech revolution is the result of a convergence of
environmental, tech-nological, economic, and social factors. Among them:
.
Energy uncertainty, exemplified by electricity shortages in California, has
increased demand for "distributed generation," technologies such as
microturbines, wind turbines, and solar photovoltaics, which enable electricity
to be generated at or near where it is needed, rather than being shipped
hundreds of miles over power lines.
Technological advances, including continued innovations in
microelectronics, biology, chemistry, and physics, have significantly improved
the performance of many clean technologies.
Pressing environmental issues, including global climate change,
deforestation, air pollution, and inadequate supplies of clean water, have
stepped up pressure to find more environmentally benign ways to meet the
needs of a growing world. The concern over climate change in particular has
led to new focus in alternative transportation and energy technologies.
Changing political winds have led many business and government leaders
to recognize that their future competitiveness is directly linked to their ability to
be more resource-efficient and less reliant on older, polluting technologies.
The sustainable development imperative, which aims to balance
environmental, economic, and social interests as a means of addressing the
needs of the world's citizens, has increased the demand for clean, affordable,
and resource-efficient technologies in the newly open markets of China, India,
Latin America, Africa, and Eastern Europe.
Vast new business opportunities presented by the clean-tech
revolution have prompted investors to pour billions into new
technologies and the companies that can bring them to market.
Forward-thinking entrepreneurs are coming forth with a rapidly
expanding array of innovations, accelerating the development of
many clean technologies.
Sumber: http://www.cleanedge.com/reports/clean-tech-profits-and-potential….. diunduh 28/4/2012
TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH
Waste minimization represents those activities that prevent or minimize the
amount of waste generated. This will allow for the most efficient use of
resources, minimize the impact on health and the environment and lower
disposal costs.
Researchers and laboratory workers have the most knowledge of chemical
analyses and processes, and for that reason they are best suited to make
determinations on how to minimize waste.
There are five main categories of activity that can help to minimize the amount
of hazardous chemical waste that is generated:
Good Housekeeping
By purchasing chemicals in appropriate volumes, maintaining an inventory of
purchased chemicals, and ensuring that materials are clearly identified, a
laboratory can significantly reduce the volume of its chemical wastes. The
following tips will assist in achieving this goal:
1. Centralize purchasing of chemicals through one person in the lab so that
purchases are not duplicated.
2. Purchase the size container that can be completely used up in two to four
months, whenever possible. Purchasing large containers because of the
apparent quantity discount has been shown to increase total cost
because the cost of disposing residuals in containers more than off-sets
the saving of purchasing in bulk quantities.
3. Maintain an accurate chemical inventory in your laboratory to reduce or
eliminate the number of redundant chemical containers purchased. A
successful laboratory inventory will catalog chemicals at least once a
year, identify the storage locations of chemicals, and eliminate chemicals
from the inventory when they are consumed. Remember to date chemical
containers when they are received so that older ones will be used first.
Any unwanted or unneeded chemicals should be tagged and labeled as
hazardous waste so that they can be removed by Environmental Affairs
and purged from the inventory.
4.
Make sure that each chemical container is labeled with the full chemical
name (no chemical formulas or abbreviations), and the potential hazard
associated with the contents (corrosive, flammable, toxic, etc.).
Containers are to be labeled in English. This decreases the amount of
unknown waste generated in the laboratory.
Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh
28/4/2012
TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH
SUBSTITUSI PRODUK ATAU PROSES
By substituting a material or a process that will not become or generate a
chemical hazardous waste for one that will, some laboratories can significantly
reduce their chemical waste volumes. Consider the following practices:
1. Avoid the use of reagents containing the following metals: barium, arsenic,
cadmium, chromium, lead, mercury, selenium, and silver. Solutions of these
metals meet EPA's criteria for the toxicity characteristic (and will be
considered hazardous waste) if metal concentrations exceed the low
regulatory levels.
2. Avoid the use of reagents containing the following solvents: benzene,
carbon tetrachloride, chlorobenzene, chloroform, cresol, dichlorobenzene,
methyl ethyl ketone, nitrobenzene, pyridine, tetrachloroethylene,
trichloroethylene, trichlorophenol, and vinyl chloride. Solutions of these
solvents meet EPA's criteria for the toxicity characteristic (and will be
considered hazardous waste) if solvent concentrations exceed the low
regulatory levels.
3. Avoid the use of a listed chemical wherever possible. For example, ethanol
can be used in place of methanol (listed waste) for some blotting
techniques. If the concentration of non-listed alcohols in an aqueous solution
is less than 24%, it is not considered an ignitable hazardous waste by the
EPA. Contact OEHS for a list of potential substitutes for different processes.
4. Eliminate the use of chromic acid cleaning solution, if possible, for cleaning
glassware. Where possible, use less hazardous or non-hazardous agents
such as alconox, no-chromix, terg-a-zime or other non toxic detergents.
5. Substitute non-hazardous liquid scintillation cocktails for xylene and toluene
based cocktails.
6. Use the least amount of fixing/washing solutions for fixing/washing DNA
sequencing gels, as possible. Doing so may reduce waste by 90%.
7. For fixing and washing DNA sequencing gels: replace 10% acetic acid and
10% methanol with deionized water for indistinguishable results in the
autoradiograph.
8. Substitute red liquid (alcohol) thermometers (range up to 150 degrees C) or
digital thermometers for mercury thermometers, wherever possible.
9. Consider the quality and type of waste produced when purchasing new
equipment. Purchase equipment that enables the use of procedures that
produce less waste.
10. Consider using microscaling techniques to reduce waste.
11. In teaching labs, use demonstrations or video presentations as a substitute
for some student experiments that generate chemical wastes.
Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh
28/4/2012
TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH
Segregation
By following these segregation guidelines, researchers can reduce a
significant amount of waste in their laboratories.
1.
2.
3.
4.
5.
Hazardous waste and non-hazardous waste should always be
segregated. When non-hazardous waste is mixed with hazardous waste,
it creates a mixture that is considered hazardous waste.
Avoid experiments that produce mixed wastes that contain both
radioactive and hazardous chemical waste. Currently there are no
available disposal outlets for certain types of mixed waste. The Radiation
Safety Section must also be contacted prior to generation of a mixed
waste.
Collect halogenated solvents and non-halogenated solvents in separate
containers. This allows for some solvents generated in the laboratory to
be recycled and used for other laboratory applications.
Keep organic wastes separate from metal containing or inorganic wastes.
Collect highly toxic chemical waste (i.e. cyanides, osmium tetroxide) and
all other chemical waste in separate containers.
Bagaimana cara kita untuk memilah limbah?
Berdasarkan golongannya, limbah dibedakan menjadi dua:
Limbah organik
-----> Limbah yang dapat terurai dengan sendirinya
dalam tanah dan membutuhkan waktu yang relatif cepat. Limbah ini
biasanya berasal dari bahan – bahan alami. Contoh dari limbah organik
adalah daun – daun kering, kulit buah, dan bahan – bahan lainnya.
Limbah anorganik ------> Limbah – limbah yang sulit terurai dengan
sendirinya.
Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh
28/4/2012
TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH
Recycling, Redistillation and Neutralization Hints
The following guidelines outline methods that can be used in the laboratory to
eliminate unnecessary amounts of chemical waste:
1.
2.
3.
Determine if there are other uses for chemicals. Establish a recycling
program for the laboratory and consult with neighboring labs,
departments or areas to find a use for the chemicals. Unopened
containers are ideal for redistribution.
Conduct treatment, neutralization and/or detoxification of hazardous
waste in laboratories where the actual treatment procedure is part of the
experiment. These procedures must be part of the experimental protocol
prior to generating a waste due to strict EPA guidelines that prohibit the
treatment of waste without a permit. Please contact the Office of
Environmental Health and Safety at 785 -3550 regarding the proper
instructions and information for any treatment procedures.
Be sure to purchase compressed gas cylinders, including lecture bottles,
from suppliers who will accept the empty cylinders. Empty gas cylinders
should be returned to the supplier.
Daur ulang
adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru
dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat
menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku
yang baru, mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi,
kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan
proses pembuatan barang baru.
Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang
terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan,
pendistribusian dan pembuatan produk / material bekas pakai, dan
komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga
adalam proses hierarki sampah 3R (Reuse, Reduce, and Recycle).
Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh
28/4/2012
TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH
Mencegah Limbah Campuran
A "mixed waste" is a waste that contains any combination of chemical,
radioactive or biological hazards. These "multi-hazardous" wastes are
extremely difficult and expensive to dispose of because the treatment method
for one of the hazards is often inappropriate for the treatment of another. For
example, an infectious agent mixed with a volatile hazardous solvent can not
be autoclaved due to the potential release of solvent into the work
environment. For some multi-hazardous wastes (radioactive/chemical) there
may be no disposal outlets available today.
Researchers should review the processes that generate mixed waste and find
practical methods to eliminate or at least minimize and effectively manage the
mixed waste generated.
Minimization of mixed waste can be
achieved by modifying laboratory
processes, improving operations, or using
substitute materials.
Whenever possible a multi-hazardous
waste should be reduced to a waste with a
single hazard so that it can be managed
and treated accordingly.
Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh
TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH
Chemical/Radioactive Mixed Waste
A mixed waste of this type contains a chemical hazardous waste regulated by
the EPA and a radioactive component regulated by the NRC. Currently there
are no available disposal outlets for certain types of mixed waste.
Chemical/Radioactive waste with long lived isotopes is placed for indefinite
storage on site at the University until future treatment and disposal options
become available. If a research protocol requires the generation of a mixed
waste, please contact the Radiation Safety Section at 737-2140 to discuss
possible protocol alternatives.
Examples include:
Used flammable liquid scintillation cocktails
Phenol-Chloroform mixtures generated from the extraction of nucleic
acids and radiolabeled cell components
Aqueous solutions containing radioactive material and more than 6 ppm
chloroform (exceeding TCLP test limit)
Certain gel electrophoresis waste (e.g., methanol or acetic acid
containing radionuclides)
Lead contaminated with radioactivity .
1.
2.
3.
4.
5.
Methods for minimization and/or elimination of chemical/radioactive
mixed waste include:
1.
2.
3.
4.
Keep radioactive waste separate from hazardous chemical waste.
Substitute non-hazardous solvents for hazardous liquid scintillation
cocktails.
Substitute short lived isotopes such as 32P and 35S for long lived
isotopes such as 14C and 3H.
Decontaminate lead shielding.
Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh
28/4/2012
TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH
Biological Mixed Waste
A Chemical/Biological mixed waste is a laboratory waste that is chemically
hazardous and is also considered biomedical waste (infectious or
pathological).
Examples of this type of laboratory waste include:
1. Animal carcasses and tissues that contain a toxic chemical
2. Blood or body fluids containing toxic chemicals
3. Chemically contaminated labware (such as cultures, stocks, petri plates,
gloves, pipettes and tips)
The following guidelines provide methods to manage
and effectively reduce the generation of
chemical/biological mixed waste:
1.
2.
3.
Designate and mark a red bucket and/or sharps container for
Biological and Chemical mixed waste. If the bucket has been
designated for a hazardous waste it should be labeled as
"Hazardous Waste" and with its specific chemical contents.
Chemical and biological contaminated syringes, cuvettes, gloves,
needles, pipettes, Eliza plates, and gels should be placed in the
appropriate labeled container.
When mixed waste containers are full, DO NOT AUTOCLAVE.
Place in appropriately labeled box/bag unit and call Environmental
Affairs at 785-3551 for box/bag unit disposal.
Sumber: http://www.yale.edu/ehs/onlinetraining/hazwaste/WasteMinimizationTechniques.pdf….. diunduh
TEKNIK-TEKNIK MEMINIMUMKAN LIMBAH
MINIMISASI LIMBAH
1.
2.
3.
4.
Significant reduction of the waste generated in health-care establishments
and research facilities may be encouraged by the implementation
of certain policies and practices, including the following:
Source reduction: measures such as purchasing restrictions to
ensure the selection of methods or supplies that are less wasteful or
generate less hazardous waste.
Recyclable products: use of materials that may be recycled, either onsite or off-site.
Good management and control practices: apply particularly to the
purchase and use of chemicals and pharmaceuticals.
Waste segregation: careful segregation (separation) of waste matter
into different categories helps to minimize the quantities of hazardous
waste.
Careful management of stores will prevent the accumulation of large
quantities of outdated chemicals or pharmaceuticals and limit the waste
to the packaging (boxes, bottles, etc.) plus residues of the products remaining
in the containers. These small amounts of chemical or pharmaceutical
waste can be disposed of easily and relatively cheaply, whereas
disposing of larger amounts requires costly and specialized treatment,
which underlines the importance of waste minimization.
Waste minimization usually benefits the waste producer: costs for both
the purchase of goods and for waste treatment and disposal are reduced
and the liabilities associated with the disposal of hazardous waste are
lessened.
All health-service employees have a role to play in this process and
should therefore be trained in waste minimization and the management
of hazardous materials. This is particularly important for the staff of
departments that generate large quantities of hazardous waste.
Suppliers of chemicals and pharmaceuticals can also become responsible
partners in waste minimization programmes. The health service can
encourage this by ordering only from suppliers who provide rapid delivery
of small orders, who accept the return of unopened stock, and who
offer off-site waste management facilities for hazardous wastes.
Reducing the toxicity of waste is also beneficial, by reducing the problems
associated with its treatment or disposal.
Sumber: http://www.who.int/water_sanitation_health/medicalwaste/058to060.pdf….. diunduh 28/4/2012
Examples of policies and practices that encourage waste
minimization
Source reduction
1. Purchasing reductions: selection of supplies that are less wasteful or less
hazardous.
2. Use of physical rather than chemical cleaning methods (e.g. steam
disinfection instead of chemical disinfection).
3. Prevention of wastage of products, e.g. in nursing and cleaning activities.
Management and control measures at hospital level
1. Centralized purchasing of hazardous chemicals.
2. Monitoring of chemical flows within the health facility from receipt as raw
materials to disposal as hazardous wastes.
Stock management of chemical and
pharmaceutical products:
1.
2.
3.
4.
Frequent ordering of relatively small quantities
rather than large amounts at one time
(applicable in particular to unstable products).
Use of the oldest batch of a product first.
Use of all the contents of each container.
Checking of the expiry date of all products at the
time of delivery.
Sumber: ….. diunduh 28/4/2012
MINIMISASI LIMBAH
In the Waste Minimization category schools compete to see which produces the least
amount of both recyclables and trash on a per person basis. Where other categories
recognize school efforts to collect the recyclables generated on campus, this competition
focuses on their efforts to reduce the amount of waste generated, including
recyclables. Results are calculated by combining the core recyclable materials (paper,
cardboard and cans and bottles) and with the total trash weights for a campus and dividing
this number with the campus’s population figure. Schools are recognized based on the
lowest overall per person quantity.
Results are calculated using the following equation:
Weight of Recyclables + Weight of Trash ------------------------------------------- Campus
Population Waste Minimization is unique from other categories by requiring participating
schools to pledge to undertake at least three specific waste reduction practices in addition
to reporting their waste generation. Schools indicate on their registration form the three
practices they are or intend to implement, either choosing from a preselected list or writing
in their own. The actual practices are not benchmarked or measured as part of the 8 week
ranking, but rather are intended as a simple pledge of action the school will undertake.
Participation in the Waste Minimization competition may be credited by a school as one of
their two required “tangible actions” under the Presidents Climate Commitment. For more
information about the Commitment rules, visit:
http://www.presidentsclimatecommitment.org/.
The reduction of bio-waste
Bio-waste is kitchen waste (raw or cooked food waste) and green waste
(garden and park waste). Reducing bio-waste can mainly be obtained by
limiting food waste and by practicing collective or individual composting
of food and green waste.
According to studies, an average European produces between 100 kg
and 250 kg of organic waste per year. 10% of this waste can be avoided
by limiting food waste and almost 30 to 70% can be composted, including
at source.
Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Miniwaste
Sumber: http://recyclemaniacs.org/participate/rules/divisions-categories/waste-minimization….. diunduh
28/4/2012.
MINIMISASI LIMBAH
Contoh Aktivitas Meminimumkan Limbah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Purchasing office equipment with waste prevention in mind (e.g. electronic interface,
double-sided capabilities; sourcing and purchasing for durability, etc.)
Creating accrual mechanisms to use savings in disposal costs to fund further waste
reduction initiatives.
Active program to sell or donate campus surplus property.
Working with vendors to reduce transportation packaging (e.g. require vendors
shipping on a pallet to take it back with the next delivery; redesign shipping
packaging for waste minimization or recyclability, etc).
Reusing and/or redistribute packing materials from central stores and campus
distribution centers.
Promoting inter-office reusable envelopes for campus mail and review/improve
campus systems for reclaiming extra envelopes for reuse.
Replacing paper documents with online alternatives wherever possible (e.g.
telephone directories, course catalogs, room selection, bill payment, grade
distribution, etc.) .
Active program to reduce unwanted bulk mail from off-campus sources (e.g. creating
an opt-out registry for staff and faculty; housing mail room send out bulk mail removal
postcards on behalf of former residents, encouraging the cancellation of unnecessary
or duplicate subscriptions etc.).
Implementing campus printing initiatives which prohibit or discourage unlimited
printing in computer labs and copy rooms (e.g. pay-per sheet pricing, etc.).
Promoting the use of printer settings and paper reduction software (e.g. GreenPrint).
Creating an office supplies exchange program on campus.
Offering discounts or other incentives for using reusable mugs in campus dining
operations.
Offering reusable dinnerware and utensils in all sit-down dining facilities.
Converting all-you-can-eat dining facilities to pay-per-portion system.
Establishing post-consumer waste and biodegradable dinnerware composting
program.
Creating and promoting a system for the campus community to report wasteful
practices and offer suggestions for waste reduction.
Creating active program to educate employee and students about waste minimization
practices (e.g. incorporating waste minimization information into new employee / new
student orientation programs; giving regular presentations to campus groups and
departments; setting up public displays, etc.).
Recognizing waste reduction / materials management roles in relevant staff job
descriptions including administrative assistants, purchasing officials, and building
proctors.
Sumber: http://recyclemaniacs.org/participate/rules/divisions-categories/waste-minimization….. diunduh
28/4/2012.
ZERO WASTE MEANS BETTER ENVIRONMENT AND HUMAN
LIFE
Considering the tons of waste products dumped on landfills every year, aiming
for zero waste is now an advocacy of many different environmentally
concerned groups. CCE or Citizens Campaign for the Environment, which
came to life in 1985, is one of the groups that seek to preserve the
environment. Other international organizations include the Greenpeace,
United Nations Environment Programme (UNEP), World Wildlife Fund.
In a study conducted by the NYS Department of Health in 2008, it was found that there was
an increase in cancer levels in the area around the Chemical Waste Management area in
Porter, New York. Children were particularly affected, such as those from Lewiston-Porter
school district. The presence of Polychlorinated biphenyls (PCBs), a known carcinogen
found in waste materials, contributed to the waste pollution affecting residents in the
area.Although the report did not affirm the relationship between the carcinogen and health,
there is a growing concern on the matter.
Benefits of Zero Waste
While the obvious reason in aiming for zero waste is for environmental
protection, there are other real benefits to consider. Opting for zero waste
improves one’s economic efficiency. Through repurposing items at home, you
will reduce consumption. This act will lower various living expenses. These
benefits are not just appreciated at home. Businesses that made an effort to
reduce their waste products also achieved significant cost savings.
How to Become Zero Waste
Steps that you can take towards becoming zero waste include purchasing
products with minimal or reduced packaging. When the option is available,
buy in bulk or larger quantities to reduce individualized packaging.
Composting is another helpful step. You can make your own natural compost
and reduce your food waste.
Whenever possible, donate your usable goods instead of throwing them in the
trash. Freecycle.org encourages people to think of ways to make home items
usable for others. It is an environmentally friendly way of giving. One example
of free cycling is to give old prescription eyeglasses to charitable groups who
give them away to deserving individuals. Another way to reduce your waste is
to donate old books and magazines. Libraries, schools, establishments with
waiting areas or third-world countries that lack such materials can all benefit
from considerate donations.
Sumber: http://www.ecoevaluator.com/lifestyle/recycling/zero-waste.html….. diunduh 28/4/2012
ZERO WASTE
Zero waste is a philosophy that encourages the redesign of resource life
cycles so that all products are reused. Any trash sent to landfills and
incinerators is minimal. The process recommended is one similar to the way
that resources are reused in nature. A working definition of zero waste, often
cited by experts in the field originated from a working group of the Zero Waste
International Alliance in 2004. The definition is as follows: "Zero Waste is a
goal that is ethical, economical, efficient and visionary, to guide people in
changing their lifestyles and practices to emulate sustainable natural cycles,
where all discarded materials are designed to become resources for others to
use. Zero Waste means designing and managing products and processes to
systematically avoid and eliminate the volume and toxicity of waste and
materials, conserve and recover all resources, and not burn or bury them.
Implementing Zero Waste will eliminate all discharges to land, water or air that
are a threat to planetary, human, animal or plant health."
In industry this process involves creating commodities out of traditional waste
products, essentially making old outputs new inputs for similar or different
industrial sectors. An example might be the cycle of a glass milk bottle. The
primary input (or resource) is silica-sand, which is formed into glass and then
into a bottle. The bottle is filled with milk and distributed to the consumer. At
this point, normal waste methods would see the bottle disposed in a landfill or
similar. But with a zero-waste method, the bottle can be saddled at the time of
sale with a deposit, which is returned to the bearer upon redemption. The
bottle is then washed, refilled, and resold. The only material waste is the wash
water, and energy loss has been minimized.
Zero waste can represent an economical alternative to
waste systems, where new resources are continually
required to replenish wasted raw materials.
It can also represent an environmental alternative to
waste since waste represents a significant amount of
pollution in the world.
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Zero_waste….. diunduh 28/4/2012
THE CASE FOR ZERO WASTE
Zero Waste - What is it all about?
The visionary goal of Zero Waste expresses the need for a closed-loop
industrial/societal system as suggested in Figure 1. Waste is a sign of
inefficiency. Our use of the term Zero Waste includes "Zero Solid Waste",
"Zero Hazardous Waste", "Zero Toxics" and "Zero Emissions".
Goals of Zero Waste
Downcycling is the process of converting waste materials or useless
products into new materials or products of lesser quality and reduced
functionality.
The goal of downcycling is to prevent wasting potentially useful materials,
reduce consumption of fresh raw materials, reduce energy usage, reduce
air pollution and water pollution, and lower greenhouse gas emissions
(though re-use of tainted toxic chemicals for other purposes can have the
opposite effect) as compared to virgin production. A clear example is
plastic recycling, which turns the material into lower grade plastics.
Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Downcycling
Sumber: http://www.zerowaste.org/case.htm ….. diunduh 28/4/2012
ZERO WASTE
Zero waste suggests that the entire concept of waste should be
eliminated. Instead, waste should be thought of as a “residual product” or
simply a “potential resource” to counter our basic acceptance of waste as a
normal course of events. Opportunities such as reduced costs, increased
profits, and reduced environmental impacts are found when returning these
“residual products” or “resources” as food to either natural and industrial
systems. This may involve redesigning both products and processes in order
to eliminate hazardous properties that make them unusable and
unmanageable in quantities that overburden both industry and the
environment.
Zero Waste strategies consider the entire life-cycle of our products,
processes and systems in the context of a comprehensive systems
understanding of our interactions with nature and search for inefficiencies at
all stages. With this understanding, wastes can be prevented through designs
based on full life-cycle thinking. Indeed, we should work to "design" our
wastes, if any, so that they have future applications.
The comprehensive nature of a Zero Waste Strategy is shown in the following
input-output diagram:
Application of Zero Waste Strategy
A Zero Waste strategy leads us to look for inefficiencies in the use of materials, energy and
human resources. To achieve a sustainable future, extreme efficiency in the use of all
resources will be required in order to meet the needs of all of the earth’s inhabitants. A Zero
Waste strategy directly supports this requirement.
Sumber: http://www.zerowaste.org/case.htm#top….. diunduh 28/4/2012
MANFAAT ZERO-WASTE
Saving money.
Since waste is a sign of inefficiency, the reduction of waste usually reduces
costs.
1. For example, Hewlett Packard in Roseville, CA reduced its waste by
95% and saved $870,564 in 1998.
2. Epson in Portland, OR has reduced its waste to zero and has saved
$300,000.
3. Interface, Inc. in Atlanta, GA has eliminated over $90M in waste.
4. Xerox Corp., Rochester, NY has had a Waste-Free Factory
environmental performance goal since the early 1990s.
The criteria include reductions in solid and hazardous waste, emissions,
energy consumption, and increased recycling. Savings were $45M in 1998.
Faster Progress
A Zero Waste strategy improves upon "cleaner production" and
"pollution prevention" strategies by providing a visionary
endpoint that leads us to take larger, more innovative steps.
Because of its visionary endpoint, Zero Waste strategies lead
to breakthrough improvements as opposed to small step-bystep actions.
This not only results in significant cost savings, greater
competitiveness and reduced environmental impacts, but also
will move us more quickly toward sustainability.
Sumber: http://www.zerowaste.org/case.htm#top….. diunduh 28/4/2012
MANFAAT ZERO-WASTE
Supports sustainability.
A Zero Waste strategy supports all three of the generally accepted goals of
sustainability - economic well being, environmental protection, and social well
being:
1.
Economic well-being is improved by:
a. Enabling organizations to identify inefficiencies in processes,
products and services and thereby to find cost-saving solutions to
them.
b. Waste Reduction=Improved efficiency and lowers costs.
c. Costs of compliance with regulations is reduced
2.
Environmental protection is enhanced by:
a. Reducing (ideally to zero) hazardous and solid wastes to nature
and
b. Reducing the need for energy generation and hydrocarbon
extraction.
c. Reduces demand for resources and energy from nature .
d. Reduces wastes to nature
3.
Social well being is enhanced through:
a. Efficiency improvements that allow more
resources to be available for all.
b. More complete use of "wastes" will create
jobs in return logistics and reprocessing
activities.
c. Waste managers become resource
managers
d. Opportunities in return logistics
e. New products from recovered materials.
Sumber: http://www.zerowaste.org/case.htm#top….. diunduh 28/4/2012
ALIRAN BAHAN YANG DISEMPURNAKAN
Improved material flows.
Today’s system uses large amounts of new raw materials as shown in the
following diagram. In addition, large amounts of materials are sent to landfills
or incinerated.
Material flows in today's society
Resource productivity and resource intensity are key concepts used in sustainability
measurement as they measure attempts to decouple the connection between
resource use and environmental degradation.
Their strength is that they can be used as a metric for both economic and
environmental cost. Although these concepts are two sides of the same coin, in
practice they involve very different approaches and can be viewed as reflecting, on
the one hand, the efficiency of resource production as outcome per unit of resource
use (resource productivity) and, on the other hand, the efficiency of resource
consumption as resource use per unit outcome (resource intensity).
The sustainability objective is to maximize resource productivity while minimizing
resource intensity.
Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Resource_intensity
Sumber: http://www.zerowaste.org/case.htm#top….. diunduh 28/4/2012
ALIRAN BAHAN YANG IDEAL
A Zero Waste society would use far fewer new raw materials and send no
waste materials to landfills. As shown in figure , below, all materials would
either return as reusable or recycled materials or would be suitable for use as
compost.
Ideal material flows
Resource intensity is a measure of the resources (e.g. water, energy,
materials) needed for the production, processing and disposal of a unit of
good or service, or for the completion of a process or activity; it is
therefore a measure of the efficiency of resource use. It is often
expressed as the quantity of resource embodied in unit cost e.g. litres of
water per $1 spent on product.
In national economic and sustainability accounting it can be calculated as
units of resource expended per unit of GDP. When applied to a single
person it is expressed as the resource use of that person per unit of
consumption. Relatively high resource intensities indicate a high price or
environmental cost of converting resource into GDP; low resource
intensity indicates a lower price or environmental cost of converting
resource into GDP.
Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Resource_intensity
Sumber: http://www.zerowaste.org/case.htm#top….. diunduh 28/4/2012
INDUSTRI PARIWISATA
Ada beberapa pengertian tentang industri pariwisata, antara lainnya sebagai
kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersama
menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and service) yang
dibutuhkan para wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya,
selama dalam perjalanannya.
Pengertian tentang industri pariwisata yang lainnya adalah suatu susunan
organisasi, baik pemerintah maupun swasta yang terkait dalam
pengembangan, produksi dan pemasaran produk suatu layanan yang
memenuhi kebutuhan dari orang yang sedang bepergian.
INDUSTRI WISATA
Kegiatan usaha dng penyediaan atau penyelenggaraan fasilitas
perjalanan, akomodasi, makanan, rekreasi dan hiburan, atraksi
kebudayaan, serta fasilitas lain yg diperlukan wisatawan.
Terminologi Industri Kreatif Pariwisata mempunyai dua varibel
utama, yaitu “Pariwisata” dan “Industri Kreatif”. Keduanya
termasuk industri yang berkembang pesat dewasa ini.
Pariwisata umumnya terkenal sebagai industri yang tumbuh
cepat.
Di sisi lain, Industri Kreatif baru tumbuh sekitar 10 tahun yang
lalu. Keduanya memiliki nilai sangat strategis khususnya
dalam mengkombinasikan antara Pariwisata dan Industri
Kreatif.
Diunduh dari: http://dispobpar-kotaprobolinggo.com/?page_id=781
Sumber: http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/pengantar-industri-pariwisata-definisi.html ….. diunduh
5/5/2012
KEPARIWISATAAN DAN PARIWISATA
Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pariwisata.
Wisata merupakan suatu kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan
tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk
menikmati obyek dan daya tarik wisata. Sedangkan wisatawan adalah orang
yang melakukan kegiatan wisata.
“Tourism is an integrated system and can be viewed in terms of demand and supply.
The demand is made up of domestic and international tourist market. The supply is
comprised of transportations, tourist attractions and activities, tourist facilities,
services and related infrastructure, and information and promotion. Visitors are
defined as tourist and the remainder as same-day visitors”.
Definisi tersebut menunjukkan bahwa kepariwisataan memiliki arti
keterpaduan yang di satu sisi diperani oleh faktor permintaan dan faktor
ketersediaan.
Faktor permintaan terkait oleh
permintaan pasar wisatawan domestik
dan mancanegara.
Sedangkan faktor ketersediaan
dipengaruhi oleh transportasi, atraksi
wisata dan aktifitasnya, fasilitas-fasilitas,
pelayanan dan prasarana terkait serta
informasi dan promosi.
Sumber: http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/pengantar-industri-pariwisata-definisi.html ….. diunduh
5/5/2012
PENGERTIAN PARIWISATA
Menurut definisi yang luas pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke
tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok,
sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan
dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.
Suatu perjalanan dianggap sebagai perjalanan wisata bila memenuhi tiga
persyaratan yang diperlukan, yaitu :
Harus bersifat sementara
a. Harus bersifat sukarela (voluntary) dalam arti tidak terjadi karena
dipaksa.
b. Tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah ataupun bayaran.
Dalam kesimpulannya pariwisata adalah keseluruhan fenomena (gejala) dan
hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan
manusia di luar tempat tinggalnya.
Dengan maksud bukan untuk tinggal menetap dan tidak berkaitan dengan
pekerjaan-pekerjaan yang menghasilkan upah.
Ekowisata mempunyai nilai penting bagi konservasi karena :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Menghasilkan manfaat ekonomi bagi daerah yang mempunyai tujuan
kegiatan konservasi pada daerah yang dilindungi.
Mempunyai nilai ekonomi yang dapat digunakan untuk program
konservasi di daerah yang dilindungi.
Menghasilkan tambahan pendapatan secara langsung dan tidak
langsung kepada masyarakat disekitar lokasi ekowisata.
Mengembangkan konstituen yang mendukung konservasi baik
tingkat lokal, nasional dan internasional.
Mendorong pemanfaatan sumber daya alam secara ekoomis
berkelanjutan, dan
Mengurangi ancaman terhadap keanekaragaman-hayati.
Sumber: http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/pengantar-industri-pariwisata-definisi.html ….. diunduh
5/5/2012
PENGEMBANGAN PARIWISATA
Suatu obyek pariwisata harus memenuhi tiga kriteria agar obyek tersebut
diminati pengunjung, yaitu :
1.
2.
3.
Something to see adalah obyek wisata tersebut harus mempunyai
sesuatu yang bisa di lihat atau di jadikan tontonan oleh pengunjung
wisata. Dengan kata lain obyek tersebut harus mempunyai daya tarik
khusus yang mampu untuk menyedot minat dari wisatawan untuk
berkunjung di obyek tersebut.
Something to do adalah agar wisatawan yang melakukan pariwisata di
sana bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk memberikan perasaan
senang, bahagia, relax berupa fasilitas rekreasi baik itu arena bermain
ataupun tempat makan, terutama makanan khas dari tempat tersebut
sehingga mampu membuat wisatawan lebih betah untuk tinggal di sana.
Something to buy adalah fasilitas untuk wisatawan berbelanja yang pada
umumnya adalah ciri khas atau icon dari daerah tersebut, sehingga bisa
dijadikan sebagai oleh-oleh.
Dalam pengembangan pariwisata perlu ditingkatkan langkah-langkah yang
terarah dan terpadu terutama mengenai pendidikan tenaga-tenaga kerja dan
perencanaan pengembangan fisik. Kedua hal tersebut hendaknya saling
terkait sehingga pengembangan tersebut menjadi realistis dan proporsional.
Agar suatu obyek wisata dapat dijadikan sebagai salah
satu obyek wisata yang menarik, maka faktor yang
sangat menunjang adalah kelengkapan dari sarana
dan prasarana obyek wisata tersebut.
Sarana dan prasarana wisata sangat diperlukan untuk
mendukung dari pengembangan obyek wisata di suatu
lokasi.
Sumber: http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/pengantar-industri-pariwisata-definisi.html ….. diunduh
5/5/2012
PENGEMBANGAN PARIWISATA
Menurut Yoeti dalam bukunya Pengantar Ilmu Pariwisata (1985) :
“Prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana
kepariwisataan dapat hidup dan berkembang sehingga dapat memberikan pelayanan untuk
memuaskan kebutuhan wisatawan yang beraneka ragam”.
Prasarana tersebut antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.
Perhubungan : jalan raya, rel kereta api, pelabuhan udara dan laut, terminal.
Instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih.
Sistem telekomunikasi, baik itu telepon, telegraf, radio, televise, kantor pos
Pelayanan kesehatan baik itu puskesmas maupun rumah sakit.
Pelayanan keamanan baik itu pos satpam penjaga obyek wisata maupun pos-pos polisi
untuk menjaga keamanan di sekitar obyek wisata.
f. Pelayanan wistawan baik itu berupa pusat informasi ataupun kantor pemandu wisata.
g. Pom bensin
h. Dan lain-lain.
Sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan
pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung maupun tidak langsung
dan hidup serta kehidupannya tergantung pada kedatangan wisatawan.
Sarana kepariwisataan tersebut adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
Perusahaan akomodasi : hotel, losmen, bungalow.
Perusahaan transportasi : pengangkutan udara, laut atau kereta api dan bus-bus
yang melayani khusus pariwisata saja.
Rumah makan, restaurant, depot atau warung-warung yang berada di sekitar obyek
wisata dan memang mencari mata pencaharian berdasarkan pengunjung dari obyek
wisata tersebut.
Toko-toko penjual cinderamata khas dari obyek wisata tersebut yang notabene
mendapat penghasilan hanya dari penjualan barang-barang cinderamata khas obyek
tersebut.
Dan lain-lain.
Dalam pengembangan sebuah obyek wisata sarana dan prasarana
tersebut harus dilaksanakan sebaik mungkin karena apabila suatu
obyek wisata dapat membuat wisatawan untuk berkunjung dan betah
untuk melakukan wisata disana maka akan menyedot banyak
pengunjung yang kelak akan berguna juga untuk peningkatan
ekonomi baik untuk komunitas di sekitar obyek wisata tersebut
maupun pemerintah daerah.
Sumber:
….. diunduh 5/5/2012
PENTINGNYA PARIWISATA
Menurut IUOTO (International Union of Official Travel Organization) (dikutip
oleh Spillane, 1993), pariwisata disarankan dikembangkan oleh setiap negara
karena delapan alasan utama :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pariwisata sebagai faktor pemicu bagi perkembangan ekonomi nasional
maupun international.
Pemicu kemakmuran melalui perkembangan komunikasi, transportasi,
akomodasi, jasa-jasa pelayanan lainnya.
Perhatian khusus terhadap pelestarian budaya, nilai-nilai sosial agar
bernilai ekonomi.
Pemerataan kesejahtraan yang diakibatkan oleh adanya konsumsi
wisatawan pada sebuah destinnasi.
Penghasil devisa.
Pemicu perdagangan international.
Pemicu pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan profesi
pariwisata maupun lembaga yang khusus yang membentuk jiwa
hospitality yang handal dan santun, dan
Pangsa pasar bagi produk lokal sehingga aneka-ragam produk terus
berkembang, seiring dinamika sosial ekonomi pada daerah suatu
destinasi.
Konsep kombinasi Pariwisata dan Industri Kreatif harus disatukan dalam
satu wadah.
Secara umum, Pariwisata merupakan multi sektor dapat dilihat dari
berbagai sisi. Pariwisata berperan dalam perdagangan
dan perindustrian. Pariwisata berperan sebagai penghubung, dengan
mempertimbangkan tiga motivasi utama berwisata, yaitu untuk melihat
sesuatu, melakukan sesuatu dan membeli sesuatu.
Tiga motivasi utama berwisata ditawarkan dalam industri kreatif. Sebagai
pelengkap, pariwisata berperan dalam mendesain industri kreatif sesuai
agar bermanfaat dalam sektor pariwisata. Sehingga, desain harus
mengadopsi tiga motivasi utama berwisata.
Tujuannya menarik wisatawan datang dan menikmati proses pembuatan,
belajar dan membeli produk.
Sumber: http://tourismbali.wordpress.com/2011/04/10/dimensi-ekonomi-pariwisata-kajian-terhadapdampak-ekonomi-dan-refleksi-dampak-pariwisata-terhadap-pembangunan-ekonomi-provinsi-bali/ …..
diunduh 5/5/2012
TUJUAN PEMBANGUNAN PARIWISATA
Dari sisi kepentingan nasional, Menurut Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata RI (2005) , tujuan pembangunan kepariwisataan :
1.
2.
3.
4.
Persatuan dan Kesatuan Bangsa: Pariwisata dianggap mampu
memberikan perasaaan bangga dan cinta terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia melalui kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan
oleh penduduknya ke seluruh penjuru negeri. Dampak yang diharapkan,
dengan banyaknya warganegara yang melakukan kunjungan wisata di
wilayah-wilayah selain tempat tinggalnya akan menimbulkan rasa
persaudaraan dan pengertian terhadap sistem dan filosofi kehidupan
masyarakat yang dikunjungi sehingga akan meningkatkan rasa persatuan
dan kesatuan nasional.
Penghapusan Kemiskinan (Poverty Alleviation): Pembangunan
pariwisata diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi seluruh
rakyat Indonesia untuk berusaha dan bekerja. Kunjungan wisatawan ke
suatu daerah diharpkan mampu memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Harapannya
adalah bahwa pariwisata harusnya mampu memberi andil besar dalam
penghapusan kemiskinan di berbagai daerah yang miskin potensi
ekonomi lain selain potensi alam dan budaya bagi kepentingan
pariwisata.
Pembangunan Berkesinambungan (Sustainable Development):
Dengan sifat kegiatan pariwisata yang menawarkan keindahan alam,
kekayaan budaya dan keramah tamahan dan pelayanan, sedikit sekali
sumberdaya yang habis digunakan untuk menyokong kegiatan ini. Artinya
penggunaan sumberdaya yang habis pakai cenderung sangat kecil
sehingga jika dilihat dari aspek keberlanjutan pembangunan akan mudah
untuk dikelola dalam waktu yang relative lama.
Pelestarian Budaya (Culture Preservation): Pembangunan
kepariwisataan diharapkan mampu berkontribusi nyata dalam upayaupaya pelestarian budaya suatu negara atau daerah yang meliputi
perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan budaya negara
ataudaerah. UNESCO dan UN-WTO dalam resolusi bersama mereka di
tahun 2002 telah menyatakan bahwa kegiatan pariwisata merupakan alat
utama pelestarian kebudayaan. Dalam konteks tersebut, sudah
selayaknya bagi Indonesia untuk menjadikan pembangunan
kepariwisataan sebagai pendorong pelestarian kebudayaan diberbagai
daerah.
Sumber:
….. diunduh 5/5/2012
TUJUAN PEMBANGUNAN PARIWISATA
Dari sisi kepentingan nasional, Menurut Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata RI (2005) , tujuan pembangunan kepariwisataan :
5.
Pemenuhan Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi Manusia: Pariwisata
pada masa kini telah menjadi kebutuhan dasar kehidupan masyarakat
modern. Pada beberapa kelompok masyarakat tertentu kegiatan
melakukan perjalanan wisata bahkan telah dikaitkan dengan hak azasi
manusia khususnya melalui pemberian waktu libur yang lebih panjang
dan skema paid holidays.
6.
Peningkatan Ekonomi dan Industri: Pengelolaan kepariwisataan yang
baik dan berkelanjutan diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi
tumbuhnya ekonomi di suatu destinasi pariwisata. Penggunaan bahan
dan produk lokal dalam proses pelayanan di bidang pariwisata akan juga
memberikan kesempatan kepada industri lokal untuk berperan dalam
penyediaan barang dan jasa.
7.
Pengembangan Teknologi: Dengan semakin kompleks dan tingginya
tingkat persaingan dalam mendatangkan wisatawan ke suatu destinasi,
kebutuhan akan teknologi tinggi khususnya teknologi industri akan
mendorong destinasi pariwisata mengembangkan kemampuan
penerapan teknologi terkini mereka. Pada daerah-daerah tersebut akan
terjadi pengembangan teknologi maju dan tepat guna yang akan mampu
memberikan dukungan bagi kegiatan ekonomi lainnya.
Dengan demikian pembangunan kepariwisataan akan memberikan
manfaat bagi masyarakat dan pemerintahan di berbagai daerah yang
lebih luas dan bersifat fundamental.
Kepariwisataanakan menjadi bagian tidak terpisahkan dari
pembangunan suatu daerah dan terintegrasi dalam kerangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Sumber:
….. diunduh 5/5/2012
EKOWISATA
Apa yang disebut dengan ekowisata atau sering juga ditulis atau disebut
dengan ekoturisme, wisata ekologi, ecotoursism, eco-tourism, eco tourism,
eco tour, eco-tour dsb?
Rumusan 'ecotourism' sebenarnya sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan
oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sbb:
"Nature or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling to
relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific
objectives of studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plantas
and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and
present) found in the areas."
"Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat
alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari)
dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan,
tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya
masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini."
Rumusan oleh The International Ecotourism Society (TIES) pada awal tahun
1990 yaitu :
"Ecotourism is responsible travel to natural areas which conserved the
environment and improves the welfare of local people."
"Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang
alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan
kesejahtraan penduduk setempat”.
Definisi ini sebenarnya hampir sama dengan yang diberikan oleh Hector
Ceballos-Lascurain yaitu sama-sama menggambarkan kegiatan wisata di
alam terbuka, hanya saja menurut TIES dalam kegiatan ekowisata
terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap
kelestarian lingkungan dan kesejahtraan penduduk setempat.
Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan
sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam dan
budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang
berkesinambungan.
Dengan kata lain ekowisata adalah kegiatan wisata alam plus
plus. Definisi di atas telah telah diterima luas oleh para pelaku
ekowisata.
Sumber: http://www.ekowisata.info/definisi_ekowisata.html ….. diunduh 5/5/2012.
EKOWISATA
Adanya unsur plus plus di atas yaitu kepudulian, tanggung jawab dan
komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahtraan
masyarakat setempat ditimbulkan oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
Kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang
bersifat eksploatatif terhadap sumber daya alam.
Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat.
Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif
masyarakat setempat.
Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh
manfaat ekonomi ('economical benefit') dari lingkungan yang lestari.
Kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ke tempat-tempat yang
masih alami itu memberikan peluas bagi penduduk setempat untuk
mendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata,
porter, membuka homestay, pondok ekowisata (ecolodge), warung dan
usaha-usaha lain yang berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapat
meningkatkan kesejahtraan mereka atau meningkatkan kualitas hidpu
penduduk lokal, baik secara materiil, spirituil, kulturil maupun intelektual.
Ekowisata Berbasis Komunitas (community-based ecotourism)
merupakan usaha ekowisata yang dimiliki, dikelola dan diawasi oleh
masyarakat setempat.
Masyarakat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan ekowisata
dari mulai perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi.
Hasil kegiatan ekowisata sebanyak mungkin dinikmati oleh masyarakat
setempat. Jadi dalam hal ini masyarakat memiliki wewenang yang
memadai untuk mengendalikan kegiatan ekowisata.
Sumber: http://www.ekowisata.info/definisi_ekowisata.html ….. diunduh 5/5/2012.
KONSEP DASAR EKOWISATA
Pengertian dan konsep dasar ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke
area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan
melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat
Indonesia sebagai negara megabiodiversity nomor dua di dunia, telah dikenal
memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Para explorer
dari dunia barat maupun timur jauh telah mengunjungi Indonesia pada abad
ke lima belas vang lalu.
Perjalanan eksplorasi yang ingin mengetahui keadaan di bagian benua lain
telah dilakukan oleh Marcopollo, Washington, Wallacea, Weber, Junghuhn
dan Van Steines dan masih banyak yang lain merupakan awal perjalanan
antar pulau dan antar benua yang penuh dengan tantangan. Para adventnrer
ini melakukan perjalanan ke alam yang merupakan awal dari perjalanan
ekowisata. Sebagian perjalanan ini tidak memberikan keuntungan konservasi
daerah alami, kebudayaan asli dan atau spesies langka (Lascurain, 1993).
Pada saat ini, ekowisata telah berkembang. Wisata ini tidak hanya sekedar
untuk melakukan pengamatan burung, mengendarai kuda, penelusuran jejak
di hutan belantara, tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan
penduduk lokal. Ekowisata ini kemudian merupakan suatu perpaduan dari
berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi
dan sosial. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi. Oleh
karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata
bertanggungjawab.
Belantara tropika basah di seluruh kepulauan Indonesia merupakan suatu
destinasi. Destinasi untuk wisata ekologis dapat dimungkinkan mendapatkan
manfaat sebesarbesarnya aspek ekologis, sosial budaya dan ekonomi bagi
masyarakat, pengelola dan pemerintah.
Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan
prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata
juga menggunakan strategi konservasi.
Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam
mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih
alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan
kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler.
Sumber: http://www.ekowisata.info/konsep_ekowisata.html ….. diunduh 5/5/2012
WHAT IS ECOTOURISM?
The Nature Conservancy adopts the definition articulated by the World
Conservation Union (IUCN):
"Environmentally responsible travel to natural areas, in order to enjoy and
appreciate nature (and accompanying cultural features, both past and present) that
promote conservation, have a low visitor impact and provide for beneficially active
socio-economic involvement of local peoples."
Most tourism in natural areas today is not ecotourism and is not, therefore,
sustainable. Ecotourism is distinguished by its emphasis on conservation,
education, traveler responsibility and active community participation.
Specifically, ecotourism possesses the following characteristics:
1.
2.
3.
4.
5.
Conscientious, low-impact visitor behavior
Sensitivity towards, and appreciation of, local cultures and
biodiversity
Support for local conservation efforts
Sustainable benefits to local communities
Local participation in decision-making
Educational components for both the traveler and local communities
Increased tourism to sensitive natural areas without appropriate planning and management
can threaten the integrity of ecosystems and local cultures. The increase of visitors to
ecologically sensitive areas can lead to significant environmental degradation. Likewise,
local communities and indigenous cultures can be harmed in numerous ways by an influx
of foreign visitors and wealth. Additionally, fluctuations in climate, currency exchange rates,
and political and social conditions can make over-dependence upon tourism a risky
business.
However, this same growth creates significant opportunities for both
conservation and local communities. Ecotourism can provide much-needed
revenues for the protection of national parks and other natural areas -revenues that might not be available from other sources.
Additionally, ecotourism can provide a viable economic
development alternative for local communities with few other
income-generating options. Moreover, ecotourism can increase
the level of education and activism among travelers, making them
more enthusiastic and effective agents of conservation.
Sumber:
http://www.nature.org/greenliving/what-is-ecotourism.xml….. diunduh 5/5/2012
Download