Pharm Care Pada TB

advertisement
KONSEP TERKINI PELAYANAN
KEFARMASIAN PADA TUBERKULOSIS
Dr. Widyati, MClin Pharm, Apt
Pokok Bahasan
•
•
•
•
Epidemiologi
Farmakoterapi pada berbagai situasi
Farmakoterapi pada berbagai populasi
Pharmaceutical care
PENDAHULUAN
• Tuberculosis tetap menjadi penyebab kematian utama
di seluruh dunia.
• The rise and spread of drug resistance and synergistic
interaction with the HIV epidemic are posing difficult
challenges and threatening global efforts at
tuberculosis control.
• In 2011, there were 8.7 million new cases of active
tuberculosis worldwide (13% of which involved
coinfection with the human immunodeficiency virus
[HIV]) and 1.4 million deaths, including 430,000 deaths
among HIV-infected patients (WHO, 2012)
REJIMEN OAT
LATENT Vs ACTIVE INFECTION
TREATMENT
LATENT TB INFECTION
• (+) Tuberculin test, tanpa
gejala
• Risiko tinggi untuk jadi infeksi
aktif
• INH 5-10mg/kg selama 9
bulan atau 2x900mg/minggu
selama 9 bulan
• Minum saat lambung kosong
hindari antasida 2 jam
• Bila resisten INH, intoleransi
INH: Rifampicin 600mg 4 bulan
ACTIVE INFECTION
OAT Standar: INH, Rif, PZA,
Ethambutol
Relapse
• Biasanya terjadi 6-12 bulan setelah terapi berakhir
• Risk factors: cavitation, extensive disease
immunosuppression, and a sputum culture that
remains positive at 8 weeks.
• If any of these risk factors is present, therapy may be
extended for up to 9 months.
• Resisten?
• Non-adherence?
• INH, RIF, and PZA plus an additional two
(Fluoroquinolon + Streptomycin/Kanamycin)
MDR - TB
• MDR TB disebabkan oleh bakteri yang sudah
bermutasi yang mampu menolak 2 OAT atau
lebih .
• Rejimen baru: minimal mengandung 4 obat
• Bila resisten INH & Rif : Z , E, Fluoroquinolon
(levofloxacin, ciprofloxacin, moxifloxacin) +
streptomycin/amikacin
• Lama terapi 18-24 bulan
Extrapulmonary tuberculosis
1. TB can occur outside the lungs, which is known as
extrapulmonary TB.
2. The risk of extrapulmonary tuberculosis and
mycobacteremia increases with advancing
immunosuppression.
3. Macam:
• lymph nodes (lymph node TB)
• bones and joints (skeletal TB)
• the digestive system (gastrointestinal TB)
• the bladder and reproductive system (genitourinary TB)
• the nervous system (central nervous system TB)
4. Perlu periksa HIV
5. Chest X-ray biasanya normal, Mantoux test (+)
Limfadenitis TB
• The most commonly occurring form of extrapulmonary
tuberculosis.
• Cervical adenopathy is most common, but inguinal, axillary,
mesenteric, mediastinal, and intramammary
• Patients without HIV infection typically present with
chronic, nontender lymphadenopathy.1
• During therapy affected nodes may enlarge or new nodes
may appear, representing an immune response to killed
mycobacteria.
• A six- to nine-month regimen (two months of INH, rifampin,
PZA, and ethambutol, followed by 4-7 months of INH+Rif )
is recommended as initial therapy for all forms of
extrapulmonary tuberculosis
Tuberculous Meningitis
• Meningitis results from intense inflammation following
rupture of a subependymal tubercle into the subarachnoid
space.
• Cerebral edema causes impairment of consciousness,
seizures, and raised intracranial pressure, whereas
tuberculomas can manifest as space-occupying lesions.
• R/H therapy selama 9-12 bulan.8
• Adjunctive corticosteroid therapy with dexamethasone for
the initial 6-8weeks in patients with tuberculous meningitis
has been associated with reduced mortality and fewer
neurologic sequelae.
• Early initiation of ARV therapy in coinfected with HIV does
not improve outcomes and results in an increased risk of
adverse events (WHO, 2012)
TB in HIV
• Risiko terinfeksi MDR-TB tinggi daripada pasien
dg immunocompetent. Sebaiknya ditest TB setiap
tahun
• Seringkali undiagnosed karena asimtomatik,
presentasi atipikal
• Infeksi laten: INH 1x300/hari or
2x900mg/minggu selama 9 bulan =Vit B6 50mg
(Kaplan JE, Benson C, Holmes KK, et al, 2009)
• Manifestasi extrapulmonal lebih sering
• Infeksi aktif: Fase awal H/R/Z/E selama 2 bulan,
dilanjutkan H/R 4 bulan.
TB in HIV
• Pasien dengan CD4+ <100/µl harus mendapat
Rejimen 1/1A atau Rejimen 3/3A setiap hari
atau 3x seminggu
• CD4 counts ≥ 100/µl terapi 2x seminggu
• Lama terapi minimum 6 bulan meskipun
culture-negative TB.
• Perpanjang terapi menjadi 9 bulan (extend
continuation phase to 7 months) bila delayed
response (culture positive setelah 2 bulan)
TB in HIV
• Pada HIV dengan CD-4 < 50 sel/mm3 ARV dimulai
setelah OAT 2 minggu pada pasien ARV- naive (STRIDE
trial, CAMELIA study, SAPiT Trial)
• HIV dengan CD-4 >50 sel/mm3 ARV ditunda setelah
OAT 8-12 minggu
• HIV yang sedang mendapat ARV terinfeksi TB perlu
mengbuah rejimen TB atau menghentikan ARV.
• RIF is also the most potent inducer of the CYP3A4
enzyme yang akan mengurangi efektivitas PI and
NNRTIs sehingga OAT yang mengandung R tidak boleh
digunakan pada HIV yg mendapat PI and/or NNRTI
therapy.
TB IN SPECIAL POPULATION
TB IN PREGNANCY
• The initial treatment regimen should consist
of INH, RIF, and EMB.
• Hindari Streptomycin karena congenital
deafness
• PZA safely during pregnancy and is
recommended by WHO
• Bila PZA tidak masuk rejimen awal, maka
lama terapi 9 bulan.
TB in BREASTFEEDING
• Teruskan menyusui karena konsentrasi obat
dalam ASI tidak menyebabkan toksisitas pada
bayi.
• Kadar obat dalam ASI tidak bisa berfungsi
sebagai terapi infeksi laten bagi bayi.
• Suplementasi Pyridoxine 25 mg/day pada ibu
yang mendapat INH
TB IN ELDERLY
• Infeksi laten: INH 300mg selama 6-9 bulan
atau RIF 4 bulan
• Infeksi Aktif: sama seperti rejimen dewasa
atau INH+RIF+PZA+EMB setiap hari selama 2
minggu diikuti 2x seminggu selama 6 minggu,
kemudian INH+RIF 2x seminggu selama 16
minggu
TB IN PEDIATRICS
• Secara umum rejimen= rejimen dewasa
kecuali EMB karena jarang dijumpai resistensi
• EMB can be used safely at a dose of 15--20
mg/kg per day.
• Streptomycin, kanamycin, or amikacin also can
be used as the fourth drug, when necessary.
TB in Pediatrics
LTBI
INH-B6 9
bulan
TB Active
H:10 mg/kg
MD300 mg/day
R: 15 mg/kg
MD600 mg/day
Z:35 mg/kg
E: 20 mg/kg
Meningitis
HRZE 2 bulan
HR 10 bulan
TB in CKD
• LTBI: INH 6 bulan or HR 3bulan or R 4-6bulan
• Active TB: lihat tabel berikut
• In general, isoniazid and rifampicin can be used in
normal doses in renal impairment, during dialysis
and following transplantation
• CKD Stages 4 and 5, dosing intervals ethambutol,
pyrazinamida dan aminoglikosida menjadi 3x
seminggu
• Kemoprofilaksis sebelum atau sesudah
transplantasi dengan H 300 mg/hari selama 6 bulan
+Vit B6 10-25 mg/hari atau H+R+VitB6 selama 3
bulan atau R 4-6 bulan.
Active TB in CKD
Stage 1-3
Stage 4-5
Renal Transplant
H
300 mg daily
300 mg daily
or 15 mg/kg max 900
mg 33/week
300 mg daily
R
<50 kg: 450 mg daily
≥50 kg: 600 mg daily
<50 kg: 450 mg daily
≥50 kg: 600 mg daily
<50 kg: 450 mg daily
≥50 kg: 600 mg daily
Z
<50 kg: 1.5 g daily
≥50 kg: 2 g daily
25-30 mg/kg
3x/week
<50 kg: 1.5 g daily
≥50 kg: 2 g da
E
15 mg/kg daily
15-25 mg/kg
3X/week (max 2.5 g)
15 mg/kg daily
Moxifloxacin
400 mg daily
Not suitable for 3X
weekly regimen 400
mg
400 mg daily
END-STAGE RENAL DISEASE
• Hemodialisis, dosing intervals ditingkatkan
menjadi 3x seminggu untuk mengurangi risiko
akumulasi obat dan toksisitasy. Obat diberikan
setelah dialisis atau 4-6 jam sebelum dialisis
• There is little information concerning the
effects of peritoneal dialysis on clearance of
antituberculosis drugs.
TB in Liver disease
• INH, RIF, and PZA dapat menyebabkan hepatitis
yang memperparah preexisting liver disease.
• Namun karena efektivitas ketiga OAT tersebut
sebaiknya tetap digunakan bila mungkin.
• Bila SGOT > 3x: R/E/Z 6 bulan hindari INH atau
H/ R 9 bulan + E sampai H/R susceptibility are
demonstrated, thereby avoiding PZA.
• For severe liver disease : R/E 12 bulan, +
fluoroquinolone, for the first 2 months; however,
there are no data to support this
recommendation.
POTENTIAL ADVERSE DRUG
REACTION
Neuropati Perifer
• Dijumpai pada INH karena persaingan
metabolisme pyridoxin
• Terjadi pada dosis>6mg/kg/hari
• Pasien dengan underlying DM, HIV, malnutrisi,
gagal ginjal harus mendapat pyridoxin
• Pregnancy and Lactation harus mendapat
pyridoxin.
Thrombocytopenia
• Terjadi pada pemakaian RIF yang terputus
atau intermitten
• Mekanisme: pembentukan IgG dan Ig M
antibody terhadap RIF yang akan melekat
pada platelet sehingga destruksi platelet
• Bila terjadi thrombocytopenia hentikan terapi
ganti ke rejimen lain
• Penggunaan ulang dapat menyebabkan
thrombocytopenia berulang
Reaksi Lain
• Alergi dijumpai pada INH dg manifestasi: rash,
pembengkakan lidah, demam, arthritis.
• Mual, muntah , demam, rash dijumpai akibat
RIF
• Acute Kidney Injury (AKI) akibat RIF
• Optic Neuritis akibat EMB, tergantung dosis >
15mg/kg dan durasi
• Asymptomatic hyperuricemia oleh PZA,EMB
Hepatitis
• INH memicu lebih besar hepatotoksisitas
daripada RIF.
• Terjadi dalam mingguan-bulanan terapi awal
• RIF lebih menyebabkan cholestasis sehingga
manifestasi disertai jaundice dengan atau tanpa
peningkatan transaminase.
• Insiden hepatitis lebih besar pada kombinasi INHRIF daripada INH tunggal
• High risk: manula, alkoholik, pasien yang
mendapat hepatotoxic lain, disfungsi liver (CH,
Hepatoma, PBC)
Drug Interactions
• Relatively few drug interactions substantially change
concentrations of antituberculosis drugs
• Antituberculosis drugs sometimes change concentrations of
other drugs
-Rifamycins can decrease serum concentrations of many
drugs, (e.g., most of the HIV-1 protease inhibitors), to
subtherapeutic levels
-Isoniazid increases concentrations of some drugs (e.g.,
phenytoin) to toxic levels
Interaksi Obat
•
•
•
•
INH menghambat CYP2C9, CYP2C19, CYP2E1
INH menghambat metabolisme Fenitoin, CBZ
RIF menginduksi CYP3A4
RIF meningkatkan metabolisme ARV (Protease
inhibitor, NNRTI), makrolida, antijamur Azole,
kortikosteroid, warfarin,OC, teofilin, fenitoin,
SU, nifedipin, verapamil, diltiazem,enalapril,
simvastatin
Pelaksanaan Pharmaceutical Care
• Pengumpulan Data: Subyektif, Obyektif
• Analisis terapi obat dikaitkan dengan data
suyektif, obyektif menghasilkan DRP (Asesmen)
• Penyusunan Rencana Pelayanan (Plan):
penyusunan rekomendasi, rencana monitoring
dan konseling.
• Implementasi Rencana Pelayanan:
menyampaikan/mengkomunikasikan
rekomendasi, melaksanakan monitoring dan
konseling.
Pengumpulan Data Subyektif, Obyektif
Fungsi ginjal, liver?
Kehamilan, menyusui?
HIV?
Minum obat lain?
Penggunaan kontrasepsi oral?
Ada pengawas di rumah?
Pekerjaan?
Alamat?
Keluhan selama minu obat pada kunjungan ulang?
Asesmen
• Cek adherence pada kunjungan ulang
• Ada mual yang menetap setelah minum obat?
Rujuk ke dokter untuk memastikan apakah
terjadi ESO.
• Cek ketepatan obat, dosis pada CKD dan CLD,
kehamilan dan menyusui
• Cek potensi interaksi dengan obat lain yang
diminum.
• Cek keluhan selama minum obat
Monitoring Terapi Obat
Efektivitas Terapi:
• Sputum BTA setelah terapi 2 dan 6 bulan
– If positive at two months, repeat at 3
• If still smear positive at 3 months, continuation phase
(4HR) is still started while awaiting DST results
• Continue drug-susceptibility tests if smear-positive
after 3 months of treatment
• Consider noncompliance, malabsorption, and drug
resistance as possible reasons for delayed or
suboptimal response to appropriate therapyESO:
ESO: SGOT/SGPT, Vision test, audiometri, hematologi,
neuropati
KONSELING OBAT
 Pasien Baru:
• Motivasi pasien untuk mau minum obat, tidak malu
• Kontinuitas terapi
• Interaksi dengan obat lain dan pengatasannya
• Cara minum obat: lambung kosong untuk INH, RIF
• Dampak ketidakpatuhan
• Tanda hepatotoksisitas: mual menetap, urine gelap,
jaundice pada kulit/mata
 Pasien Lama:
• Motivasi untuk tetap adhere thd OAT
Penutup
 Penyebaran dan meningkatnya TB yang
resisten seiring dengan epidemi HIV
mempersulit penatalaksanaan.
 Farmasis dapat berperan aktif dalam
penatalaksanaan TB melalui Pharm care
Download