Tahun Ke-XVI Disebarkan Secara Gratis Tahun Ke-XVI Minggu ini Jemaat kami diberkati dengan berita berita kemajuan pekerjaan Tuhan di Indonesia yang diceritakan Pendeta Michael Palar, Direktur HOPE CHANNEL Indonesia. Beliau sedang dalam perjalanannya ke General Conference untuk meeting dengan para managers HOPE CHANNEL sedunia di Maryland, USA. Kami dibuat kagum mendengar bagaimana 4 gereja-gereja yang bergabung dengan misi CMC mendapat sambutan besar dan positif melalui metode health ministry mendekati umat non-Advent. Begitu suksesnya program ini, CMC diundang ke General Conference untuk membagi cerita keberhasilan mereka. Begitu juga cerita mengenai bagaimana siaran TV dari 3ABN Amerika telah menjamah hati seorang pemirsa non-Advent di Pondok Indah dan berakhir dengan terbentuknya sebuah jemaat yang baru di Pondok Indah. Kemudian Pendeta Palar menceritakan sebuah permintaan doa dari Pulau Aru yang jauh tetapi penetrasi siaran Hope Channel telah membuahkan satu jiwa lagi bagi Yesus. Dalam misi membawakan kabar selamat ke seluruh Indonesia, berbagai macam pendekatan perlu dirancang dan dilaksanakan dengan doa dan iman. Memanfaatkan satellite memancarkan kebenaran dan kabar selamat, perlu kita doakan dan dukung agar lebih banyak orang lagi yang menerima Yesus sebagai Juruselamat. KADNet Media Ministry welcome relawan-relawan yang bersemangat menyumbang karya tulisannya. Sampai saat ini kami berpendapat internet masih memberikan peluang besar untuk mengabarkan Injil. Walaupun misi utama KADNet adalah menyajikan tulisan-tulisan rohani yang layak untuk dibaca pada hari Sabat, kami percaya ada juga kontent setiap edisi yang bisa dimanfaatkan oleh orang-orang non-Advent. Terima kasih kepada semua kontributor untuk edisi minggu ini, kami sangat menghargai karya saudara-saudara semua. Kami tetap mengundang partisipasi Pembaca menulis berita, kesaksian-kesaksian, kemajuan di jemaat, kegiatan anak-anak muda, solusi terhadap masalah-masalah yang sering mengganggu jemaat, dsb. Salam dan Selamat Sabat. JAMES WAWOROENDENG Disebarkan Secara Gratis Februari 2014 14 COBAAN = BAHAGIA OLEH PDTM. DALE SOMPOTAN “Saudara-saudaraku anggaplah sebagai suatu kebahagiaan apabila kamu jatuh ke dalam berbagai bagai pencobaan sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.” Yakobus 1:2-3. Pembaca setia KADNet di mana saja berada, ada satu pepatah mengatakan berakit rakit ke hulu berenang renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang senang kemudian. Kurang lebih artinya adalah awalnya mungkin ada kesulitan tetapi harus tabah menjalaninya karena didepan nantinya akan ada kesenangan dan sukacita. Saudara yang dikasihi Tuhan, menurut Yakobus Orang Kristen disuruh untuk menganggap bahwa cobaan itu sebagai kesempatan untuk berbahagia, mengapa? Jawabannya sederhana karna Kebahagiaan terbesar yang bisa dirasakan orang Kristen apabila imannya bertumbuh, dan cobaan menjadi alat yang ampuh untuk membuat dan membangun iman yang dari padanya kerohanian orang kristen menjadi berkembang dan bertumbuh lebih baik. Itulah sebabnya kita harus berbahagia bila berhadapan dengan cobaan karna kita tahu itulah yang akan menuntun kita kepada ketekunan yang berujung pada kesempurnaan dalam iman. Dalam pengalaman kami dalam pelayanan, biasanya sesuatu yang dimulai dengan sulit pasti akan berakhir dengan happy ending, karna secara manusia normal tentunya ketika berhadapan dengan kesulitan maka kita akan berusaha untuk menyelesaikan kesulitan itu, berusaha tabah tekun sabar untuk menghadapinya tentunya dengan pertolongan dan kekuatan dari Tuhan. Jadi syukuri semua cobaan yang datang sebagai batu loncatan menuju kepada kebaikan dalam perjalanan iman kita diatas dunia ini. Apa yang akan menjadi cobaanmu atau masalahmu setiap hari? Hadapi itu dengan penuh kebahagiaan, mungkin itu datang dari keluarga kita, teman kerja kita, sahabat kita, bahkan yang sengaja mungkin direncanakan oleh musuh kita, mintalah kekuatan dari Tuhan untuk menghadapi semua itu karena itulah jalan yang akan membuat engkau menjadi sempurna, mematangkanmu, membuat dewasa imanmu dan akan membuat karaktermu muncul bagaikan emas murni yang sdh teruji. Selamat Hari Sabat dan Tuhan Yesus Memberkati pembaca KADNet semuanya. Penulis adalah Gembala Jemaat Kalasan Madiun & Gracia Magetan 3 Februari 2014 14 MENGIKUTI WORKING POLICY/AD/ART- BAGIAN DARI GOOD CHURCH GOVERNANCE OLEH GUNAWAN TJOKRO Di dalam Manual dari GCG yang dikeluarkan oleh OECD salah satunya berbunyi: GCG membutuhkan kebijakan-kebijakan dan prosedur yang tertulis rapi yang harus diikuti oleh seluruh pemangku jabatan dan setiap pemangku jabatan (stakeholders) harus menjaga agar apa yang tertulis di dalam peraturan dan prosedur diatas diikuti secara bijak. Di setiap organisasi perusahaan (baik profit maupun non profit organization) selalu ada apa yang disebut AD/ART yang memuat seluruh hal-hal penting yang harus diikuti dan di dalam organisasi gereja kita, kita semua mengenal apa yang disebut working policy. Pimpinan kita dari divisi selalu merujuk pada buku tsb ketika ada pertanyaan-pertanyaan yang datang dari utusan konferensi dan ketika pasal atau ayat dibacakan dari buku tsb, maka semua akan diam dan menerimanya karena buku tsb sudah kita jadikan panduan operational kita. Di dalam AD/ART dari Asosiasi Emiten Indonesia (asosiasi yang memayungi lebih dari 400 perusahaan publik di Indonesia) dikatakan bahwa Ketua Umum hanya boleh dipilih selama 2 x tapi ada kalimat tambahan yang mengatakan, “kecuali anggota menginginkan lain”. Ketika itu penulis sebagai sekjen dari AEI dan bp Airlangga Hartarto( anak dari bekas menteri perindustrian di zaman Soeharto) sebagai Ketua Umum kami sudah menjalankan tugasnya selama 2 periode dan beliau sebagai orang yang tahu betul mengenai organisasi, menolak untuk dicalonkan kembali untuk yang ke 3 x. Di dalam anggaran dasar kami dikatakan calon ketua umum harus diusulkan oleh sedikitnya 20 % dari anggota, artinya seorang calon ketua umum harus diangkat atau didukung oleh sedikitnya 80 perusahaan. Sayangnya ketika itu ada beberapa calon namun jumlah dukungan tidak memenuhi syarat diatas sehingga satu satunya calon yang mendapat dukungan lebih dari 20 % adalah Bp. Airlangga Hartarto. Di dalam musang( musyawarah anggota) ketika itu terjadi jalan buntu karena Bp. Airlangga merasa melanggar AD/ART kalau terus untuk ke 3 x nya dilain pihak tidak ada calon lain yang memenuhi syarat. Untungnya sekretariat cukup jeli melihat tambahan kalimat yang saya sebut diatas yang mengatakan “kecuali anggota menginginkan lain”. Setelah ditemukan kalimat tsb maka musang menjadi lancar kembali dan bp Airlangga meneruskan untuk ke 3 x tanpa merasa melanggar AD/ART Kasus serupa bisa saja terjadi di organisasi gereja kita baik di tingkat GC,Divisi maupun Konferens/Daerah. Ada barangkali beberapa pimpinan kita yang umurnya mencapai 65 th( usia pensiun) tapi secara periode 4 Februari 2014 kepemimpinan belum berakhir. Sebagai contoh barangkali ada pimpinan kita baik di konferens, UNI maupun Divisi bahkan ke GC yang akan pensiun sebelum th 2015 sedangkan pemilihan baru akan dilaksanakan th 2015, jadi bagaimana? Apakah harus dipilih pimpinan baru untuk menyelesaikan tugas tsb atau lewat KLB di mana konstituent memiliki hak tertinggi untuk menentukan arah organisasi. Beberapa hari yang lalu ada seorang teman lama yang menelepon penulis dan menanyakan hal tsb diatas yang akan segera terjadi dalam waktu dekat di salah satu organisasi gereja kita di Indonesia. Tentunya kalau working policy diikuti secara sempurna maka tidak akan terjadi pros and cons, namun bila ditemukan celah untuk menerobos working policy, bisa jadi hal tsb akan menimbulkan pros and cons yang harus di manage secara baik agar tidak menjadi konflik. Sebagai penutup, penulis hanya ingin mengingatkan apa yang ditulis di dalam kalimat awal dari tulisan ini di 14 mana di dalam menjalankan Good Church Governance sebaiknya hal hal yang sudah ditulis di dalam working policy diikuti secara seksama, kecuali ada jalan buntu seperti yang dialami oleh AEI diatas dan ternyata ada kalimat yang memungkinkan beliau meneruskan tugasnya untuk ke 3 x, kalau tidak sebaiknya diikuti saja dan jangan menciptakan suasana untuk menerobos working policy kita. Menurut pengakuan Pdt Wendel Mandolang yang pernah beberapa tahun bekerja di divisi, Pdt Gulfan, pimpinan divisi kita selalu mengacu kepada working policy dan beliau banyak menghafal isi dari working policy tsb , sehingga kemanapun beliau pergi dan menghadapi masalah, maka working policy menjadi acuhannya. Tuhan memberkati. COVER PAGE: Jemaat GMAHK Babussalam Duri place in the heavenly courts, He could dispense these blessings to all who receive Him. The church was baptized with the Spirit's power. The disciples were fitted to go forth and proclaim Christ, first in Jerusalem, where the shameful work of dishonoring the rightful King had been done, and then to the uttermost parts of the earth. The evidence of the enthronement of Christ in His mediatorial kingdom was given. TO ENDOW ME WITH POWER FROM ABOVE BY MRS. ELLEN G. WHITE But ye shall receive power, after that the Holy Ghost is come upon you: and ye shall be witnesses unto me both in Jerusalem, in all Judaea, and in Samaria, and unto the uttermost part of the earth. Acts 1:8 The Holy Spirit was to descend on those who love Christ. By this they would be qualified, in and through the glorification of their Head, to receive every endowment necessary for the fulfilling of their mission. The Life-giver held in His hand not only the keys of death but a whole heaven of rich blessings. All power in heaven and earth was given to Him, and having taken His God desires that the receivers of His grace shall be witnesses to its power. Those whose course has been most offensive to Him He freely accepts; when they repent, He imparts to them His divine Spirit, places them in the highest positions of trust, and sends them forth into the camp of the disloyal to proclaim His boundless mercy. Provision is made by God Himself for every soul that turns to the Lord, to receive His immediate cooperation. The Holy Spirit becomes His efficiency. It is the Spirit's power that we need. This can do more for us in one minute than we can ever accomplish by talking. Only to those who wait humbly upon God, who watch for His guidance and grace, is the Spirit given. The power of God awaits their demand and reception. This promised blessing, claimed by faith, brings all other blessings in its train. From My Life Today - Page 51 5 Februari 2014 JANGAN MEMANDANG MUKA “S audara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka.” (Yak 2:1) Suka atau tidak suka, seringkali kita sebagai manusia justru lebih sering menilai seseorang dari penampilan luarnya. Pernahkah kita mencoba datang ke mal hanya menggunakan kaos oblongf, celana pendek dan sandal jepit kemudian kita datang melihat-lihat barang yang ada? Mungkin saja tidak akan ada penjaga toko yang mendatangi kita dan menawarkan barang kepada kita. Tetapi coba kita datang dengan berdasi rapi, sambil menenteng handphone canggih, pasti ketika kita masuk ke dalam toko, para penjaga toko langsung menyambut kita. Seperti itulah kondisi manusia yang memang secara kodrat lebih melihat penampilan luar saja. Alkitab mengatakan bahwa kita sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, kita tidak boleh mengamalkan iman kita dengan memandang muka (ay. 1). Kita harus meneladani Yesus Kristus yang dalam melakukan pelayananNya tidak pernah memandang muka. Jika kita perhatikan, kedua belas murid Yesus berasal dari latar belakang yang sangat berbeda, mulai dari nelayan yang mungkin adalah orang yang miskin, pemungut cukai yang pastinya kaya walaupun mungkin uangnya berasal dari hal-hal yang tidak baik, pemberontak Zelot, dan lain sebagainya. Bahkan dalam pelayananNya, Tuhan Yesus tidak pernah menolak orang-orang dari status sosialnya. Ia memang dekat dengan orang-orang miskin, tetapi Tuhan Yesus pun juga pernah menyembuhkan anak seorang perwira, dan bahkan banyak perempuan-perempuan kaya yang pernah disembuhkan oleh Tuhan Yesus (Luk 8:1-3). Pelayanan yang dilakukan Tuhan Yesus tidak melihat status sosial dari orang yang menerima pelayananNya. Demikian juga seharusnya kita di Gereja. Terutama bagi kita yang sering menjadi penerima tamu atau usher. Sayangnya, masih ada beberapa Gereja yang menyediakan kursi khusus kepada orang-orang yang 14 dianggap spesial. Mungkin tidak terlalu masalah jika orang yang dianggap spesial tersebut adalah hamba Tuhan yang diundang untuk memberitakan Firman Tuhan di gereja tersebut, tetapi akan cukup menjadi masalah jika gereja mulai membeda-bedakan tempat duduk jemaat berdasarkan status sosial jemaat tersebut. Saya tidak bisa membayangkan jika ada suatu gereja yang mempunyai pengaturan tempat duduk, misalkan yang paling depan adalah jemaat-jemaat yang perpuluhannya paling besar, yang tengah adalah jemaat yang perpuluhannya sedang-sedang saja, dan yang paling belakang adalah jemaat yang perpuluhannya paling sedikit. Semoga tidak ada gereja yang menerapkan sistem tempat duduk seperti itu. Tuhan tidak ingin kita sebagai murid-murid Tuhan dan orang percaya membuat perbedaan seperti itu, terlebih membeda-bedakan orang dalam pelayanan (ay. 4). Mungkin bagi kita yang sudah melayani Tuhan, pernahkah kita menolak untuk melayani hanya karena isi “amplop”nya kecil? Atau justru sebaliknya kita memasang tarif jika ada orang lain yang membutuhkan pelayanan kita? Saya sendiri juga tidak mau menghakimi, tetapi saya percaya bahwa sebagai orang percaya, terlebih jika kita sendiri sudah mengambil bagian dalam pelayanan Tuhan, kita tidak boleh memandang muka dan membeda-bedakan orang yang kita layani hanya karena penampilan luar. Di mata Tuhan, semua jiwa berharga, bukan karena penampilan dari luarnya, tetapi justru karena apa yang ada di hati orang tersebut. Jangan sampai kita justru memandang muka dan menghakimi orang karena pikiran kita hanya melihat tampilan luarnya saja. Bacaan Alkitab: Yakobus 2:1-4 2:1 Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. 2:2 Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, 2:3 dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: "Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!", sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: "Berdirilah di sana!" atau: "Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!", 2:4 bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat? R. Herawan 6 Februari 2014 14 . Bilamana dari pembaca memiliki pertanyaan yang berhubungan Pelajaran Alkitab dan kehidupan berjemaat, silahkan mengirimkannya ke redaksi KADNet: KADNet@aol.com atau ke email : victorjoesinaga@yahoo.com KORDINATOR KOLOM: VICTOR JOE SINAGA Pertanyaan: Bagaimana pengertian karunia bahasa roh yang sebenarnya dalam Alkitab? Apakah bahasa roh yang dipraktekkan oleh sekelompok Kristen tertentu sekarang ini berupa luapan emosi ditambah dengan ungkapan kata-kata yang tidak dapat dimengerti oleh yang mengucapkan dan yang mendengar, apakah itu termasuk dalam bahasa roh yang terjadi pada zaman rasul-rasul itu? Jawaban BAHASA ROH DALAM KISAH 2 1. Karunia Bahasa Roh Mengatasi Masalah Bahasa. Perintah agung dari Yesus Kristus adalah mengabarkan injil kepada semua bangsa, suku, dan kaum. Sejak perintah ini diamarkan, telah menjadi pekerjaan yang sangat besar karena adanya rintangan yaitu masalah bahasa. Masalah inilah yang diatasi oleh mujizat yang terjadi pada hari Pentakosta dalam waktu yang sangat singkat. “Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit” (Kisah 2:5). Orang-orang yang berkumpul ini bukanlah penghuni tetap kota Yerusalem, tetapi mereka adalah pendatang musiman dari berbagai bangsa. Mereka datang ke Yerusalem untuk berjiarah dan mengikuti pesta hari raya Pentakosta tahunan.Mereka adalah orang-orang Yahudi yang sudah lama tinggal di negara-negara lain, sehingga sebagian besar diantara mereka sudah lupa akan bahasa mereka sendiri karena mereka menggunakan bahasa tempat di mana mereka tinggal. Sebagai contoh: “misalnya terjadi di AS bagi orang Eropah atau orang Asia yang sudah tinggal di sana selama 2 sampai 3 generasi, mereka sudah lupa akan bahasa ibu mereka. Dan bahasa mereka sekarang adalah bahasa negeri tempat mereka tinggal.” Orang-orang Yahudi yang berasal dari berbagai negara itu sekarang berada di satu tempat untuk mengikuti hari raya itu. Tetapi saling tidak mengerti bahasa satu dengan yang lainnya karena sudah terlalu lama merantau. Dalam situasi seperti itu merupakan satu kesempatan yang besar bagi murid-murid untuk menyatakan sukacita besar bahwa nubuatan telah digenapi, Yesus telah mati di salib dan sudah bangkit beberapa hari yang lewat. Muridmurid penuh semangat untuk memberitakan berita keselamatan itu seandainya mereka dapat berbicara dalam bahasa-bahasa daerah orang-orang penjiarah tersebut, dan orang-orang itu akan membawa kabar yang sama jika mereka kembali ke tempat tinggal mereka masing-masing. Tapi sayang murid-murid itu tidak terpelajar dalam menguasai bahasa-bahasa daerah tersebut. Maka karunia Roh Kudus diberikan untuk mengatasi hal ini dan melenyapkan penghalang dalam berkomunikasi. 2. Bahasa Roh Adalah Bahasa Yang Dimengerti. Bahasa roh yang diucapkan pada hari Pentakosta adalah bahasa asing atau bahasa yang berasal dari satu daerah tertentu dan bukan bahasa yang tidak dimengerti. Kisah 2:6,”Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri.” 7 Februari 2014 Kisah 2:11,”Baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatanperbuatan besar yang dilakukan Allah." Ayat-ayat ini menjelaskan pada kita bahwa bahasa roh dan bahasa asing dapat saling ditukarkan atau disamakan. Jadi bahasa roh itu adalah bahasa-bahasa asing/bahasa daerah yang digunakan orang-orang yang datang ke Yerusalem saat itu. 3. Murid-murid Itu Berbicara Dalam BahasaBahasa Asing. Murid-murid itu diberikan kemampuan oleh Roh kudus untuk berbicara dalam bahasa-bahasa suku bangsa asing tersebut. Bukan bahasa asing yang tidak ada suku atau bangsa yang mengerti bahasa itu. Kalau saya orang Batak Karo, maka bahasa Sunda atau bahasa Jawa menjadi bahasa asing bagi saya. Dan inilah karunia bahasa roh itu. Ada juga beberapa pendapat yang mengatakan bahwa murid-murid berbicara dalam satu bahasa dan dengan mujizat semua orang itu mendengar dalam bahasa yang berbeda-beda, sesuai dengan bahasa mereka masing-masing. Inipun tidak benar karena mujizat terjadi pada mulut orang yang berkhotbah dalam hal ini murid-murid Yesus, bukan pada telingga yang mendengar. Jadi murid-murid itu mengucapkan bahasa-bahasa daerah orang yang berkumpul saat itu, walaupun mereka tidak terpelajar dalam hal itu. Tapi Roh Allah sendiri yang memberikan kesanggupan itu. 4. Murid-Murid Itu Khotbahkan Injil. Murid-murid itu berbicara bukan dalam bahasa yang tidak di mengerti. Para pendengar mengerti apa yang mereka dengarkan dan murid-murid itu juga mengerti apa yang mereka ucapkan. Satu hal yang sangat penting kita ketahui adalah karena para pendatang itu berkata, “Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita:” (Kisah 2:8). 14 Yerusalem itupun boleh jadi tidak mengerti bahasa para pendatang yang diucapkan murid-murid itu. (Kisah 2:14,15). 5. Bahasa Itu Adalah Bahasa Yang Permanen. Bahasa-bahasa yang diucapkan oleh murid-murid adalah bahasa yang berfungsi sebagai alat komunikasi dalam salah satu suku bangsa. Bahasa itu adalah bahasa yang permanen penggunaannya dalam satu suku tertentu. Jadi bahasa itu adalah bahasa yang permanen dan ada satu suku bangsa yang mempergunakannya, kemudian orang yang menggunakannya mengerti dan yang mendengar juga mengerti apa yang dia dengar. Perbandingan bahasa roh dalam Alkitab dan “bahasa roh” yang dipraktekkan sekarang ini. Dalam Alkitab bahasa yang diucapkan dapat dimengerti oleh pembicara dan pendengar atau keduanya. Sedangkan dalam “bahasa roh” yang umum dipraktekkan sekarang ini, baik pendengar dan pembicara tidak mengerti apa yang dibicarakan. Dalam Kisah Rasul 2 dan I Korintus 14, Injil diberitakan oleh pembicara untuk menguatkan pendengar. Sedangkan “bahasa roh” yang umum dipraktekkan sekarang ini, kata-katanya saja tidak bisa dimengerti. Kata-katanya hanya sebagai luapan emosi para pembicara. Alkitab berbicara tentang karunia berbicara dalam bahasa roh menyatakan karunia dari satu bahasa yang permanen digunakan oleh satu suku tertentu. Sedangkan “bahasa roh” yang umum dipraktekkan sekarang iniadalah kata-kata ekstatik, pengalaman emosi yang meluap saja. Sangat tidak mungkin mereka memberitakan Injil dengan menggunakan bahasa yang mereka sendiri tidak mengerti dan pendengarpun tidak mengerti. Jikalau hal ini terjadi bagaimana mungkin pesan Injil dapat disampaikan? Tetapi orang-orang yang tinggal dan menetap di Yerusalem menuduh murid-murid itu sedang mabuk, karena mereka melihat murid-murid itu berbicara dalam bahasa-bahasa daerah/asing, karena orang-orang yang tinggal menetap di Jawaban ini disediakan oleh: Pdt. Ebenezer Sembiring, Gembala Jemaat Dukuh Kupang – Surabaya 8 Februari 2014 IN EL SALVADOR, ADVENTIST LITERACY PROGRAM BRINGS NEW OPPORTUNITIES TO THOUSANDS February 07, 2014 | Soyapango, San Salvador, El Salvador | Gustavo Menendez/IAD Staff/ANN staff Angelica Pania, left, National Literacy Coordinator for the Ministry of Education in El Salvador, hands one of thousands of graduates a literacy completion certificate at a recent ceremony in San Salvador. Pania said Adventists are the country’s “main partner” in curbing illiteracy in the Central American country. [photos: Luis Pedro Menendez] 930 LOCAL CHURCHES SET TO SERVE AS COMMUNITY LITERACY CENTERS IN 2014 A literacy program coordinated by the Seventh-day Adventist Church in El Salvador has reduced the 14 country’s illiteracy rate from 17 to 13 percent, officials say, bringing new opportunities to thousands and bolstering the influence and unity of the church in Central America. More than 2,500 students received literacy completion certificates at a recent ceremony in San Salvador, making it the largest graduation in a single event held in the church’s Inter-American Division. Angelica Pania, National Literacy Coordinator for the Ministry of Education in the Central American country, applauded the efforts of the Adventist Church, its volunteers in El Salvador and Hope for Humanity, a humanitarian ministry run by the church’s North American Division. “I have no words to express our gratitude on behalf of the Ministry of Education in El Salvador … because [you] are our main partner in the process of eradicating illiteracy in the country,” she said. The Ministry of Education provides materials, training and an accreditation process for literacy program volunteers. In a keynote address, Maitland DiPinto of Hope for Humanity thanked the hundreds of volunteers who tutor the graduates. “I am so impressed by the commitment of volunteers who invest more than two hours every day, four times per week, eight months every year and then begin the cycle again the following year to help transform lives,” he said. According to the Adventist Development and Relief Agency in El Salvador, more than 6,000 people have received certification through some 650 literacy circles in the country. The program is staffed by 520 volunteers. 9 Februari 2014 Juan Pablo Ventura, ADRA El Salvador director, said the program is a chance to partner with the Adventist Church and expand the role ADRA plays in the community. Graduate Maria Elena Gonzalez, 70, displays her certificate during the graduation ceremony after completing a literacy course led by the Adventist Church in El Salvador. “ADRA is not only an agency that comes to the aid when disaster comes, but one that can be seen as an organization that can enable the Adventist Church in the fulfillment of its social responsibility,” he said. The program is expanding the influence of the Adventist Church in El Salvador, too. “This type of service to the community has allowed us to establish ties and be known to communities, government agencies and private entities as people who care for their fellow man,” said Abel Pacheco, president of the church’s El Salvador Union Mission. Among those who graduated from the literacy program is Fermin Requeno, mayor of the San Juan de la Reyna Municipal district in the state of San Miguel. “Knowing how to read and write has changed my life,” Requeno said. The mayor is now a main promoter of education in his community. Another graduate, Maria Elena Gonzalez, 70, works at a laundry service in a medical center in the Apopa municipal district and was among 22 people who attended the literacy circle there. “My family was so poor and I wasn’t able to get an education,” she said. “I felt so bad every time I went to the bank to cash my check because I didn’t know how to write my name, so I decided to make an effort to learn how to read and write.” Eradicating illiteracy across Inter-America is a priority of the church in the region, said Wally Amundson, ADRA director for the church in Inter-America. 14 Although statistics vary from country to country, Guatemala, Nicaragua and Honduras have seen their illiteracy rates go down significantly, Amudson said. “We want to explore all the possibilities to reach the illiterate population within the church as well as in the community,” he said. To date, Hope for Humanity has funded literacy programs in nine countries in Inter-America. Among the 3.6 million IAD church membership, it’s estimated that there are hundreds of thousands of church members who do not know how to read or write. “Literacy is a challenge in the Adventist Church in InterAmerica and other parts of the world,” DiPinto said. “We say that we are ‘people of the Word,’ but there are millions of church members worldwide who do not know how to read their Bibles or Sabbath School lessons.” Each graduate at the recent San Salvador event received a new Bible—a chance to practice newfound skills while learning about God. The Inter-American Division wants to implement more literacy programs based in the church, Amundson said. “These literacy programs which are led by the initiative and participation of church members make the program successful because there is an infrastructure available to bring together various ministries of the church to form groups of volunteers,” he said. Pacheco, the local Adventist president, said the church in El Salvador has set a goal for 2014 to see each of the country’s 930 Adventist churches begin serving as community literacy circles. So far, literacy circles in El Salvador have 175 facilitators, who meet with their students in homes and churches. MONTEIRO’S REFLECTIONS ON HIS DETAINMENT IN PRISON 10 Februari 2014 Antonio Monteiro was greeted by a crowd of supporters at the aiport in Cape Verde last month following his release from prison in Togo. His detainment had been the focus of several campaigns of the Adventist world church calling for his release. [photo courtesy Monteiro family] THE ADVENTIST PASTOR’S FIRST INTERVIEW SINCE HIS RELEASE February 07, 2014 | Dakar, Senegal | Delbert Baker Seventh-day Adventist minister Antonio Monteiro dos Anjos was arrested, charged and imprisoned at the Civil Prison in Lome, Togo on March 15, 2012. After 22 months, the Cape Verde native was found innocent of all charges against him by the Togo Appeals Court and released on January 13, 2014. Thousands of Seventhday Adventists, persons of various faiths, and human rights advocates around the world who had prayed and worked for the freedom of the minister were grateful at the news of his release. Still, others, including Adventist Church member Bruno Amah, remain in prison on charges related to the case. Monteiro and his family spent the first Sabbath of his freedom in Dakar, Senegal on their way home to Cape Verde. Delbert Baker, a Seventh-day Adventist world church vice president and representative of the world headquarters, met the Monteiros and accompanied them back to Cape Verde. Monteiro received a warm and jubilant welcome from more than a thousand supporters and friends at the Nelson Mandela International Airport in the capitol city of Praia. Baker interviewed Monteiro in Senegal, where he discussed his time in prison, how he felt about his time there, and what he plans to do next. The Portuguese to English translation was provided by Pastor Monteiro's daughter, Andreia. REFLECTIONS Delbert Baker: In brief, how do you summarize your experience of being falsely accused, arrested, and imprisoned for almost two years for a crime you did not commit? Antonio Monteiro: I helped a man who came to my office asking for assistance; a man who I had never seen before. Sometime later this same man, when in trouble with the police, blamed me and others for a crime that I knew nothing about nor had anything to do with. As a result of these false accusations I was arrested and held unjustly in prison. 14 When all this was happening it was if the sky had fallen in on me. The last sermon I preached before I was arrested was on personal revival and walking with God. Little did I know when I preached that sermon how much I would need to believe and follow the very Bible principles I spoke about. My faith was tested, but God sustained me. Baker: The Togo courts recently found you innocent of all charges. What were your emotions when you heard the verdict? Monteiro: I was thankful, relieved and glad. I remember when the judge was reading the declarations with all the legal terms and laws, the two guards who stood by me quietly turned to me and said, “Pastor, you are free!” It was an emotional and joyful moment. My first thought after hearing the verdict was I would be so happy to be with my wife and family! Baker: What were the factors that led to your eventual acquittal and freedom? Monteiro: First, it was the direct intervention of God. He moved through people. I could have been overlooked or forgotten in prison, but my wife and family, local Adventist church leaders and colleagues on all levels of the church did not forget me. Then God worked through the Cape Verde government and the attorneys for my defense. God's power was magnificent. TRIALS Baker: As you look back, do you have any idea why God may have allowed this experience to happen? Monteiro: I really can't explain why this happened. It seems God may have been accomplishing a bigger purpose. I realize I don't have to have the answers to all the things that happen in life. Some things you just have to live through. My biggest concern was for my family. If something befell them because of what happened to me—that would have been the worst thing. Baker: Did the accusations and time in prison ever make you angry or bitter? : No. I was not angry or bitter. I knew there were no basis for the charges against me and that I was being treated unjustly. At first I would always ask, “Why was this 11 Februari 2014 happening to me?’ Then I began to ask, “What did God want me to learn from this situation?’ That was a much better way to approach my predicament. I decided not to spend time being negative but to use it as a learning, growing experience. I saw so many other prisoners who were angry, mad, and upset all the time. I saw what anger and bitterness did to break them down and poison their relationships. I didn’t want to be like that. 14 than ever before. However, when helping others we should always be wise and thoughtful and take safe and sensible precautions. Baker: Do you feel your previous spiritual experience prepared you for this test? Baker: What about the others who were accused with you and not freed? Monteiro: God will not allow any experience or temptation to come to us that we cannot handle. I do believe that God prepares us for what we will face. Yes, my previous experience with God helped prepare me to cope and progress in this situation. It is not that one event will prepare you. Monteiro: Someone said to me, and I believe it: I was on a mission in prison. I would not leave that prison before my mission was done. It was true with me and it is true with the others as well. We have a mission to do and God will be with us when we remain to do it or when He wants us to leave. Like Jesus I said, “Lord if it be possible, let this cup pass from me.” But then I would add “not my will but Thy will be done.” These are thoughts that don’t come only once, but come back from time to time. Each time you must face and dismiss them in faith and move on believing. When departing from prison I said to Brother [Bruno] Amah, who I respect and believe to be innocent, and to the believers, that they must continue the work we started. I still to pray that the same God that worked with us in the past will continue to be with them. I remain concerned and supportive. MINISTRY ACQUITTAL Baker: What if your verdict had been different? What if you hadn’t been freed? Monteiro: That's a good question that I'm happy I don't have to deal with (laughter). When I was in prison I really believed that God would free me. He impressed me with that thought. Yet I knew that I could not say too much about that conviction. But even though I believed that God would free me, I was prepared to remain in prison or to make any sacrifice that might be called for. Baker: You did the work of a Christian by helping a person in need. Then the one you helped falsely accused you. Does this experience cause you to re-think about helping others? Monteiro: No. What happened doesn’t influence me against helping others. The fact that undesired things may happen when we do good shouldn’t stop us from doing good. Jesus did good and look how He was treated on the cross. In prison I was able to help more people Baker: Describe a typical day in prison. Monteiro: I lived in a prison that was built to hold 500 inmates, but there were almost 2,000 crammed into it. My particular facility had 25-28 men in it, very tight quarters, with no windows or air conditioner. We got up early. I would take time for personal prayer and Bible reading and then move out into the yard. Many prisoners considered the food to be not food at all. Of course we were denied the basic freedoms. At 5:30 p.m. every evening the guards would lock all of us in the room and you couldn't go out nor would they come in until the next morning at 6 a.m. We had no beds, just mats on the hard floor. There was a big pail in the middle of the floor that everyone used as a toilet. There was no privacy. Let me just say the living conditions were not desirable. Due to the environment there was sickness and the potential of fights. However, I was blessed for the way the other prisoners respected and treated me and the fact that I never once got sick. Baker: Many people visited you in prison from around the world. What impact did these visits have on you and your time in prison? Monteiro: Yes the visits were most encouraging. I better understand what the Bible means when it says that we 12 Februari 2014 should visit those in prison. Each visit was a witness and demonstrated love and support. 14 The highpoint of my day was when my wife visited. She was allowed to bring me food and she did so every day. Often my children would come as well. Then I received visits from Adventist Union and Mission leaders, pastors and members; visits from representatives of the Division and General Conference, and my country, Cape Verde. When people were hungry, needed money, discouraged, having home problems, I would step up and help whenever possible. Then when prisoners would get mad and fight, I sought to bring peace and reconciliation. Most of all when people were open, I shared the gospel. There is a Portuguese word, “morabeza,” which summarizes what I sought to demonstrate. It is a powerful word that means hospitality, kindness and love. One of the most special visits was from Pastor Ted, president of the General Conference of Seventh-day Adventists. Everyone—prisoners, guards, prison officials, members and community people—was impressed that the president took time to come and visit. Fourth, persistent trust in God. I kept believing that God was in prison with me. I would not give up. I thought of other Bible characters who spent time in prison—Joseph, Jeremiah, Paul, and others—and it gave me encouragement. Like Paul, I was not a prisoner of Togo, but of Jesus Christ. LESSONS Finally, spending time wisely. I had time on my hands. I could waste it or I could use it to grow mentally and spiritually. I read the Bible, books. I would pray, journal and develop devotionals. I could preach, teach and counsel others. I tried to use my time in constructive ways. Baker: What are some lessons you’ve gained from your prison experience? Monteiro: There are many lessons that I learned while in prison. Here are a few. I learned that there is great power in: First, forgiveness without resentment. There was a temptation to be bitter and mad about how I was treated. But I remembered that Jesus was also mistreated and wrongly accused, even by His own followers. So my plan was to forgive and hold no resentment. That’s why I was able to relate kindly to the man who falsely accused me; a man who was later confined in the same prison where I was held. That gave me spiritual fire and staying power. Next, acceptance without giving up. I didn’t know what my future would be but accepted my state in prison. I believed I would be freed at some point though I didn’t know where and how it would happen. Therefore I didn’t tell people what or how I would react if not released. Why? Because I didn’t want them to misunderstand me and think I was doubting and unsure. I would not give up on believing in and working for justice against the false accusations. Third, compassion and generosity. In prison there is always a need for helping people. Love and kindness were very important in that prison. We had many inmates in a small place. In this difficult situation there is a real need to show the love of Christ. EXAMPLE Baker: You talked about forgiving those who falsely accused you. How were you able to exercise the ministry of forgiveness? Monteiro: I just forgave. In light of my decision not to be angry or bitter, I resolved to forgive just like God forgave me. Revenge doesn’t pay, it costs. People saw me treat my accuser kindly and decently and they wanted to know how I could do that. This living demonstration of forgiveness opened many doors to witness and it began to make a difference. The prison became a more peaceful place. The people would say, “We can't fight like we used to with Pastor Monteiro around (laughter).” The example of forgiveness is powerful and contagious. Baker: You did widespread evangelism and witnessing. There are pictures of you conducting communion services and baptisms. Tell us about your outreach activities. Monteiro: The prison was an evangelistic territory and the inmates were persons to help and, if possible, win to Christ. The prison experiences of Paul and Daniel and 13 Februari 2014 Joseph and their witnessing habits were good examples. Paul witnessed and won souls for Christ while in chains. Daniel was thrown into prison for a time and witnessed to the king. Joseph was in prison unjustly and yet witnessed to and treated other prisoners kindly. When I arrived at prison they introduced me as a Seventh-day Adventist pastor. They wanted me to preach to them and so I did. I would regularly preach and give Bible studies. Then I also gave away truth-filled literature that the church brought to the prison. We used and gave away the “Conflict of the Ages” series; hundreds of Bible studies, the “Connected with Jesus” series, books such as “The Adventist Home,” “Steps to Christ” and more than 2,000 copies of “The Great Controversy.” Then we organized prayer and Bible study groups. We also organized a “Pray for Togo Day.” For the first time Muslims, Catholics, Protestants and other religions came together to fellowship and pray for the country and leaders of Togo. These activities created unity in the prison. 14 didn't do. While there I discovered that great needs existed. I had something special to offer, a special work to do and I did it. Baker: Your ministry will undoubtedly continue. What are some future possibilities that you see? Monteiro: My desire is to minister to and help people. I will see what God has in the future. I have a pastorate in the Cape Verde Conference. Further, I have a great interest in ministry in prisons and to those who are there. I think I can use my experience to minister in this area and make things better. This is the ministry that Christ encourages and there is much that can be done in this important area. Then I am willing to share my testimony with whoever wants to hear it. THANKFUL Baker: What message would you like to share with Adventists and other people around the world who prayed for you and are happy for your freedom? Baker: The typical model of prison ministry is people minister from the “outside to the inside.” In your case it was from the “inside to the inside.” Did you find it difficult to do prison ministry as a prisoner? Monteiro: I have a message, a message of thanks. Tell the whole world church thank you, thank you, thank you. I am grateful for the love, support and prayers during the whole time I was in prison. The love of my wife and family—yes, praise the Lord, the love of our whole church will stay with me. Monteiro: At times it was difficult ministering in prison but there was also joy, especially when you saw prayers answered and lives changed. I didn't go into prison with a developed or established outreach plan (laughter). The plan developed as opportunity presented itself. I’m thankful for the support of the Adventist Church that was a strong witness to the government and people of Togo. It was also a powerful picture to my own country that Adventists are unified and supporters. I preached on Tuesdays and Thursdays and gave Bible studies all through the week. I also had time to translate Bible and Spirit of Prophecy literature into Portuguese. Then there were the baptismal and communion services that were so meaningful. In one baptismal service nine inmates were baptized and joined the Seventh-day Adventist Church. FUTURE Baker: What do you think is the spiritual legacy of your time in prison? Monteiro: I’m not sure that I would call it a legacy, but I would like to think I accomplished the mission that Jesus wanted me to do. I went there accused of something I I am thankful to Pastor Ted Wilson for his prison visit and ongoing support. Then I am thankful to Pastor Wari and the West-Central Africa Division staff, Pastor Guy Roger (and his team), Pastor Solomon Assienin of the then Sahel Union. Special thanks to Dr. John Graz, Dr. Ganoune Diop and you of the GC and Religious Liberty Department who helped me, my family and gave leadership to the global movement to free me. Then I have deep appreciation for the defense attorneys and to Todd McFarland of the GC [Office of General Counsel] for their good legal advice and defense work. I have thanks to the GC, Dr. Baker for you coming to greet and accompany us to Cape Verde after my release from prison. So I’m thankful for everyone who supported me in every 14 Februari 2014 way. Words can never fully express my gratitude. I have so much to be thankful for. IN EUROPE, ADVENTISTS CALL ON SUNDAY ALLIANCE NOT TO DISCRIMINATE An alliance promoting work-life balance in Europe is lobbying members of the European Parliament to endorse work-free Sundays in the continent. Above, a committee room of the European Union in Brussels, Belgium. [photo: Wikimedia Commons] GOAL OF PROMOTING WORK-LIFE BALANCE COULD BACKFIRE AGAINST RELIGIOUS MINORITIES, EXPERTS SAY February 11, 2014 | Silver Spring, Maryland, United States | ANN staff An alliance promoting work-life balance and social cohesion in Europe reiterated its call for work-free Sundays at a conference in Brussels, Belgium last month. The European Sunday Alliance, a coalition of national Sunday alliances, trade unions, civil society organizations and faith communities established in 2011, is gaining some traction in the European Parliament but continues to trouble religious liberty advocates. At the Second Conference on Work-Free Sundays and Decent Work, the alliance launched a pledge targeting current and future members of the European Parliament, asking lawmakers to promote legislation that “respects” Sunday as a “day of rest” and guarantees fair work hours. “A work-free Sunday and decent working hours are of paramount importance for citizens and workers 14 throughout Europe,” a document distributed by the alliance said, adding that extending the workweek to “late evenings, nights, bank holidays and Sundays” is jeopardizing the health, safety, family and private lives of employees. The alliance also argues that a longer workweek with fewer holidays isn’t the answer to Europe’s entrenched financial woes—instead it favors job creation and competiveness. “Competitiveness needs innovation, innovation needs creativity and creativity needs recreation,” the document states. Economic arguments aside, religious minorities in Europe—among them Muslims, Jews and Seventh-day Adventists—worry the proposal could infringe on free expression of religious beliefs, despite its seemingly well-intentioned goals of reducing stress and overwork. “Millions of European citizens belonging to religious minorities could be affected by [the] EU Sunday Law aspirations,” said Liviu Olteanu, director of Public Affairs and Religious Liberty for the Adventist Church’s Inter-European Division (EUD). In a January 21 news release, the EUD endorsed the position of Hannu Takkula, a Finnish member of the European Parliament who has spoken out against workfree Sundays. “Legislation must never discriminate on religious grounds. A law setting up Sunday as the universal workfree day would do just that,” Takkula said in a recent news release. “Freedom of religion and belief is a core European value. … The European Union must guarantee everyone equal rights and freedoms to celebrate the rest day of their convictions,” he added. John Graz, director of Public Affairs and Religious Liberty for the Adventist world church, said he was pleased that Takkula and other Parliament members are taking a clear stand against work-free Sundays. “We encourage all lawmakers in Europe to protect the rights of all people of faith, including those who do not observe Sunday as a day of rest,” Graz said. Adventists in Europe have questioned the effects of work-free Sundays since the European Sunday Alliance was established. In 2011, Raafat Kamal, Public Affairs and Religious Liberty director for the Adventist Church in Northern Europe, said Adventists “support the notion that people need a day of rest to achieve a work-life balance,” but “at the same time, we want to be sure that those who don’t observe Sunday as a designated religious day of rest will be respected.” 15 Februari 2014 14 Now, Olteanu is directly calling on members of the European Parliament “not to interfere in matters relating to religious liberty and freedom of conscience, proposing or accepting laws that affect the religious liberty of religious minorities.” Olteanu encouraged Adventist Church members in Europe to pray for the situation and contact their respective Members of Parliament or MEP candidate to lobby for their religious liberties. “We should commit ourselves with wisdom, balance and [a] positive attitude to be ambassadors of liberty, hope and peace, loving others but looking always to promote and defend religious liberty for all people,” Olteanu said. Ketika Tuhan mengambil sesuatu dari genggamanmu, Dia tak menghukummu, Dia hanya membuka tanganmu tuk menerima yang lebih baik. Aku tak punya waktu untuk membenci orang yang membenciku, karena aku terlalu sibuk mencintai mereka yang mencintaiku. Kadang hal-hal buruk Tuhan hadirkan ke dalam hidupmu untuk mengingatkanmu pada hal-hal baik yang lupa kamu syukuri. 16 Februari 2014 14 PETUNJUK ALKITAB MENGENAI PINJAM-MEMINJAM OLEH BREDLY SAMPOUW TK RSA BANDUNG PRINSIP DASAR Di zaman yang serba instant ini di mana masyarakat cepat tergoda memiliki atau mengecap barang instant dapat mengakibatkan keuangan rumah tangga terganggu alias cepat habis. Hal ini disebabkan terlalu mengikuti keinginan anggota keluarga. Untuk memenuhi keinginan yang sebenarnya bukan kebutuhan ini seakan memaksa masyarakat atau rumah tangga terjebak pada masalah pinjam, karena ketidak cukupan uang untuk memperoleh yang diinginkan. Bila kita hidup di kota masalah ini akan lebih terasa dibandingkan bila hidup di pedesaan. Salah satu kiat menangkal masalah ini ialah berusahalah tinggal atau hidup di pemukiman yang agak jauh suasana kota yang banyak menggoda dan pemandangan iklan yang banyak. Tetapi bukan berarti didesa juga aman tetap ada media yang jika digunakan bisa menggoda juga yaitu Internet karena zaman di mana teknologi IT lagi ramai-ramainya maka Internet sudah masuk desa juga karena mungkin juga dengan sarana murah dan sederhana asal ada gadget, netbook dan PC selama itu juga masyarakat bisa tergoda. Ketika seseorang tidak memiliki cukup uang saat itu pasti akan timbul keinginan meminjam atau berhutang sini-sana. Nah, kembali pada prinsip dasar Alkitabiah. Apa sebenarnya yang diajarkan Alkitab tentang pinjam-meminjam. Dibawah ini kami berikan empat prinsip dasar tentang pinjam-meminjam (Sediakan Alkitab untuk membuka ayat-ayat) : 1. Alkitab mengajarkan memberi pinjaman daripada meminjam karena itu menghasilkan kebebasan dan pelayanan yang bijak (Ul. 15:5-6). 2. Peminjaman atau hutang yang tidak bijak bisa membuat kita diperbudak (Ams. 22:7). 3. Gunakan kredit sebijak mungkin dan hindari kredit sebisa mungkin. Walau tidak dihalangi oleh Alkitab, kredit pada umumnya dinyatakan dalam bentuk negatif. Roma 13:8 sering digunakan sebagai larangan untuk meminjam/berhutang, tapi ayat di atas tidak secara langsung melarang penggunaan kredit atau berhutang. Ayat tersebut jangan terlepas dari ayat-ayat sebelumnya, yang mana mengajarkan pentingnya seseorang membayar hutangnya baik secara fisik atau rohani diwaktu harus membayar. 4. Mengenai kredit ada 2 alternatif dasar: (a) Beli sekarang dengan kredit dan bayar bersama dengan bunga. (b) Tabung sekarang dan beli kemudian dengan tunai dan simpan bunganya. JAGA PINJAMAN SEKECIL MUNGKIN Seorang pebisnis yang handal pasti tidak lepas dari pinjaman agar bisnisnya bisa bergerak dan sukses, sudah tentu di dalam meminjam sudah diperhitungkan baikbaik serta di analisa untung ruginya. Lain hal bila di rumah tangga di mana pendapatan selalu diperhitungan dengan pengeluaran. Ketika seseorang mengeluarkan 17 Februari 2014 uangnya melebihi pendapatan saat itulah akan terjadi pinjaman. Berikut ini bagaimana rumah tangga menjaga agar pinjaman sekecil mungkin sesuai petunjuk Alkitab. Ada lima petunjuk yang berhubungan dengan pinjaman agar sekecil mungkin : 1. Bunga pinjaman menambah biaya hidup dan mengurangi kemampuan kita untuk melayani dengan baik. Jika kita harus meminjam, kita harus mencari bunga yang rendah dan jangka pendek. 2. Kredit bisa berbahaya karena itu bisa memperbudak orang kepada kreditor dan keinginan mereka daripada keinginan Tuhan. Itu membuat dorongan untuk terus membeli lebih kuat. Sistem dunia sangat tergantung pada pembelian sebagai penenang kebosanan dan frustasi hidup. 3. Kredit bisa menjadi pengganti kepercayaan pada Tuhan dan mendapatkan apa yang kita inginkan tanpa menunggu waktu Tuhan. Kita menggunakan itu untuk mengurangi ketergantungan pada Tuhan. Kenapa? Karena kita sering takut Dia tidak memberikan apa yang kita inginkan saat kita menginginkannya (Ps. 37:7-9, 34; 147:11; Matt. 6:30-34; Fil. 4:19). 4. Kredit mengurangi kemampuan kita memberi pada Tuhan dan mereka yang membutuhkan. 5. Penggunaan kredit sering merupakan kegagalan untuk puas dengan apa yang telah kita miliki (dosa ketidakpuasan) (Fil. 4:11; 1 Tim. 6:6-8; Ibr. 13:5). Orang yang materialistis tidak pernah puas, tapi yang mengandalkan Tuhan belajar untuk mencukupkan diri. Apa yang ‘Jangan’ dalam Meminjam Dibawah ini diberikan delapan hal yang perlu diperhatikan sebelum meminjam : 1. Jangan membeli sesuatu dengan hutang jika itu akan menghancurkan kebebasan keuangan kita. 2. Jangan berhutang sekarang atas alasan masa depan (seperti kenaikan harga atau penjualan yang lebih baik). Ini menyalahgunakan Tuhan dan kedaulatanNya. 3. Jangan berhutang untuk rumah sebelum anda memiliki sumber pendapatan (Ams. 24:27). 4. Jangan untuk kebutuhan sehari-hari, pengeluaran sehari-hari, atau untuk kesenangan. 5. Jangan menggunakannya untuk hal-hal yang nilainya berkurang dengan cepat, kecuali jangka waktunya sangat pendek (yaitu, 30-90 hari). 6. Mengenai barang benilai, seperti rumah atau investasi bisnis, jangan meminjam di luar kemampuan anda. 7. Jangan mengijinkan hutang (tidak termasuk gadai) lebih dari 20 % take-home pay. Ambil yang 10 persen atau kurang. 14 8. Jangan ijinkan pembayaran gadai (termasuk insuransi dan pajak) lebih dari 25 atau 30 persen takehome pay. PERTANYAAN YANG DIPERLUKAN SEBELUM MEMINJAM Perlu kita memperhatikan pertanyaan diatas sebelum kita atau rumah tangga meminjam. Perhatikan baik-baik dan praktekkan dalam hidup berumah tangga. Ada enam pertanyaan di mana masing-masing pertanyaan mempunyai maknanya masing-masing : 1. Apakah saya benar-benar membutuhkannya? 2. Apakah saya telah berdoa meminta Tuhan untuk itu dan menunggu cukup lama untuk dijawab olehNya? 3. Apakah saya tidak sabar dan ingin memuaskan kesenangan secepatnya? 4. Apakah Tuhan menguji iman, nilai, motivasi saya, dll.? 5. Apakah saya tidak membelanjakan uang yang Tuhan sediakan untuk barang itu dengan baik atau melanggar prinsip keuangan Tuhan? 6. Apakah saya bersalah karena: Pelit: “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan” (Ams. 11:24; 11:25-27). Terburu-buru: “Orang yang dapat dipercaya mendapat banyak berkat, tetapi orang yang ingin cepat menjadi kaya, tidak akan luput dari hukuman” (Prov. 28:20). Malas: “maka datanglah kemiskinan seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata” (Prov. 24:34). Jadilah bijak dalam pinjam-meminjam dan ikutilah petunjuk-petunjuk diatas sebelum bertindak dengan demikian rumah tangga akan lebih bahagia, hidup lebih tentram. Ingat masih ada hari esok dengan pergumulan yang berbeda. Pergumulan hari ini untuk hari ini. Karena itu hiduplah sepadan dengan apa yang diterima niscaya klak kita aman. Ada pepatah yang sudah lasim kita dengar semoga tidak terjadi di dalam di rumah tangga kita: “Besar Pasak daripada Tiang” BREDLY SAMPOUW 18 Februari 2014 14 TARUH IMAN PADA TUHAN I Petrus 1:21 Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah Iman harus mempunyai obyek. Kita tidak bisa sekedar berkata memiliki iman; kita harus mempunyai iman di dalam sesuatu atau seseorang. Tanpa hal itu, iman tidaklah berarti. Bagi orang Kristen hanya ada satu obyek untuk iman : Allah yang hidup. Yang kurang dari itu tidaklah penting, tidak nyata, dan bahkan menyesatkan. Iman kita ada di dalam Allah yang menciptakan dunia ini dan turun ke dunia dalam wujud Putra-Nya, Yesus Kristus. Kita menaruh iman kita di dalam Kristus karena hanya Dialah Juruselamat. Alkitab berkata, "Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah" (I Petrus 1:21). pengetahuan dan humanisme. Tapi hanya Kristus yang dapat mewahyukan Allah pada kita, dan hanya Dia yang dapt menjembatani jurang antara kita dan Allah – jurang yang diakibatkan oleh dosa. Jangan ditipu atau disesatkan. Hanya Kristus saja tempat Anda menaruh iman. Jangan salah menaruh iman Anda; tempatkanlah itu hanya di dalam Tuhan Yesus Kristus, Allah yang hidup dan perkasa. Seberapa besar Anda mengimani janji-janji Allah, sebesar itu pulalah janji-janji Allah akan Anda nikmati. Beriman berarti yakin sungguh-sungguh akan hal-hal yang diharapkan, berarti mempunyai kepastian akan halhal yang tidak dilihat. (Ibrani 11:1, BIS) Tuhan memberkati kita. LORAN NAPITUPULU TK MEDAN Orang-orang di masa ini menaruh iman mereka di dalam segala bentuk gagasan dan kepercayaan, mulai dari astrologi dan "roh pembimbing" sampai ilmu 19 Februari 2014 14 PEMUDA KATOLIK TERIMA KEBENARAN MELALUI BAPTISAN DILAPORKAN OLEH: JIMI PINANGKAAN TONDANO [KADNET] – Sabat 8 Pebruari 2014 di kolam renang blessing Tondano adalah merupakan hari yang tak terlupakan bagi Joey Mamentu salah seorang pemenang kontes pemuda pemudi terbaik di tanah Toar Lumimuut Minahasa di tahun 2007 ketika ia menyerahkan dirinya untuk dibaptis. Sang Waraney ganteng ini adalah seorang Katolik yang taat berasal dari Kota Tomohon, setelah mempelajari kebenaran firman Tuhan akhirnya menemukan kebenaran dan mengambil keputusan untuk dibaptis oleh Pdt. Youke Welan untuk bergabung dengan anggota GMAHK sedunia. Meskipun mengalami pergumulan yang hebat namun tidak mengurungkan niat Joey untuk menerima Yesus. Mari tetap kita doakan agar dia tetap setia di dalam menunggu kedatangan Tuhan yang keduakali. 20 Februari 2014 Dalam persekutuan yang sejati orang mengalami kebersamaan. Kebersamaan adalah seni dalam menerima dan memberi. Itulah yang disebut saling ketergantungan. Alkitab berkata, "Cara Tuhan merancang tubuh kita adalah contoh untuk memahami hidup kita bersama sebagai sebuah gereja: setiap bagian bergantung kepada bagian lainnya." Kebersamaan adalah inti dari persekutuan: membangun hubungan timbal balik, berbagi tanggung jawab dan saling membantu. Paulus berkata, "Aku ingin kita saling membantu dengan iman kita. Imanmu akan membantuku dan imanku akan membantumu" 14 Kita semua lebih konsisten dalam iman jika orang-orang yang lain berjalan bersama kita dan memberikan dorongan kepada kita. Alkitab memerintahkan untuk saling bertanggung jawab, saling menguatkan, saling melayani, dan saling menghormati. Dalam Alkitab ditulis; "Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun". Salam pelayanan, PEGGY WOWOR ISKANDAR Persekutuan terjadi jika orang bersikap jujur tentang diri mereka sendiri dan apa yang sedang terjadi dalam kehidupan mereka. Marilah kita bertumbuh dalam melayani Tuhan. Kita akan mulai bertumbuh jika kita mengambil resiko, dan resiko yang paling sulit adalah bersikap jujur pada diri sendiri dan orang lain. Kebersamaan secara jujur dan fokus kepada Tuhan akan mendatangkan damai sejahtera. 21 Februari 2014 14 TEAM KADNET INTERNATIONAL 2013 Los Angeles, CA: Eric Sumanti; Highland, CA: Roger Tauran; Torrance, CA: Jerry Kiroyan; Seattle, WA: Glen Walean, Eddie E. Saerang, Hendrik Padmasana, Jobby Nelwan; Toledo, Ohio: Lina Cantwell; Thousand Oaks, CA: Lim T. Swee; Laguna, CA: Kenneth Mambo, Ferdie Santosa; New Jersey, NJ: Frederik Wantah, Roosye Mawuntu; San Bernardino, CA: Blihert Sihotang; Denver, CO: Megawaty Waworuntu Nielson Assa, Eli Waworundeng, Wayne Rumambi; Riverside: Harry Legoh SSD & Manila, Philippines:, Yane Sinaga; AIIAS, AUP & Manila: S Sonny Situmorang,Sydney, Australia: Irma Hill; Bangkok, Thailand: Sam Carolus; Africa: Max Langi; Jakarta: Peggy Iskandar-Wowor, Wilhon Silitonga, Bonar Panjaitan, Samuel Pandiangan, Ivan Kembuan, Erick Tumetel, Willy Wuisan, Early Hutapea, Dewi Muskita, Christo Tambingon, Ramlan Sormin, Stevanus Wijaya, Jannus Hutapea, Amir Manurung, Handry Sigar, Sondang Panjaitan-Sirait, Edison Mawikere, Wisyanti Siahaan, Lorraine Lesiasel, Stance Triwandono-Mambu, Arieta Pulumahuny, Ketty Sunarto, Gunawan Tjokro, Muriel Siagian, Ronie Panambunan, Michael Mangowal, Leonora Manullang, May Linda Manurung, Joice Manurung, Ricky Lomboan, Harry Legoh, Philips Marbun, Marvin R. Sigar, Joe Laluyan, Alvin Lumbanraja, Melati Silalahi, Lianto Napitupulu, Frankie Tambingon, Dolly Rumagit, Yoshen Danun, Eldrin Kumendong, Donald Weley, Randolp Glamond Manurung, Bruce Sumendap, David Panjaitan, Richard Tamba; Franklin Tambunan, Edmund Situmorang, Dave Sampouw, Jerry Karundeng, Reuben Supit; Janette Sepang, Medan: Loran Napitupulu; Friendly Purba, Pematang Siantar: Rudolf W. Sagala; Richard Sabuin, Riau: Melvin Simatupang, Christian Sihotang, Royke Sundalangi;Kepulauan Riau: Joy Sitompul, Donly Sinaga; Palembang, Sumatera Selatan: Lin Saputra, Dickson Simanungkalit, Pdt. Victor Sinaga; RSA Bandung: Reynold Malingkas, Bradly Sampouw, Indra Malingkas; UNAI, Bandung: Iim Heriyana, Albinur Limbong, Elmor Wagiu, Nelson Pandjaitan, Josua Tobing; Franklin Hutabarat; IPH, Bandung: Roy Hutasoit; Bandung: Athinson Naibaho, Nico Simbolon; Cimahi: Denny Kalangi, Albert Marbun; Batam: Jonathan Wagiran, Jones Napitupulu, Hadi Waluyo; Solo: Ari Palgunadi; Salatiga: Wiendy Kusuma;Jawa Tengah: Supriyono Sarjono; Jatim: Henky Wijaya, Dale Sompotan, Fabyo Rumagit; Surabaya: Henky Wijaya, Kristiyono Sarjono, Jerry Wauran, Hendra Kurniawan; Denpasar, Bali: Bobby Lalamentik; Nusa Tenggara: James Ulyreke; Balikpapan: Adiat Sarman, Yance Pua, Larry Martosiswoyo, Ronald Setiobowo, Meilien Langi; Bontang: Robby Tengor; Manado: Boldwin Sampouw, Yotam Bindosano, Lucky Mangkey, Robert Walean Jr., Tommy Pantouw, Caddy Malonda, Royke Yonathan, Jenry Rawung; Herschel Najoan, Glen Rumalag, Stephen Salainti, Linda Sumarauw, Bryan Sumendap; Bolaang Mongondow: Swingly D. Suak; UNKLAB: Douglas Sepang, Green Mandias, Cherry Lumingkewas, Freddy Kalangi; Sangihe Talaud: Brussi Soriton; Minahasa: Jimi Pinangkaan, Hentje Suoth; Ratahan: Lorraine Poneke, Refly Ompi; Tomohon: Larry Wenur, SLA Kawangkoan: Janice Losung; Daniel Lasut; Makassar: Wiesye Schrim, Davy Politon, Edwin Tumangkeng; Luwu-Tana Toraja: Irma Pakasi, Hartoyo Tismail, Manokwari: Harry Salainti, Hendy Sahetapy; Jayapura: Bruce Mauri; Timika: Frangky Watulingas, Harold Oijaitou, Herold Somba; Kuala Kencana:Samuel Rorimpandey, Stanly Keles; Sorong: Benny Yandeday Ontario-Bloomington, CA: Hudyard Muskita; Silver Spring, MD: Ellen Missah, Jonathan Kuntaraf; Azusa, CA: Harlond Naibaho; Sacramento, CA: Richard H. Hutasoit; Loma Linda, CA: Jackie Sihotang, Deborah Panggabean-Pardede, Shally Lendeng-Halim, Charles Pakpahan, Martein Moningka, Widdy Widitora, Denny Sondakh, Hamonangan Tambunan, Alberth Situmorang, Richard Legoh, Karen Wemay, James Waworoendeng. Guangzhou, China: Janette Najoan. Canada: Fransisca Manurung KADNet media ministry is a non-profit media project We publish religious news and articles for the Indonesian Seventh-Day Adventist community and their friends worldwide. Articles selected and the staff of KADNet support the beliefs and doctrines of the Seventh-day Adventist Church. Subscription is free. KADNet adalah proyek nirlaba. Penerbit, tulisan dan staff KADNet mendukung dan menghormati kepercayaan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, GMAHK. 22