Menjaga Momentum

advertisement
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
53864
PERKEMBANGAN TRIWULAN
PEREKONOMIAN INDONESIA
Menjaga momentum
Maret 2010
i
P E R K E MB A N G A N T R IW U L A N A N P E R E K O NO MIA N
INDO NE S IA
Menjaga Momentum
Ma r e t 2 0 1 0
i
K a ta P enga nta r
The Indonesian Economic Quarterly (perkembangan triwulanan perekonomian Indonesia)
melaporkan dan mengabungkan perkembangan indikator kunci perkeonomian Indonesia.
Ikhtisar ini menempatkan berbagai perkembangan tersebut dalam konteks jangka panjang
dan mengglobal, mengkaji berbagai implikasi perkembangan dan perubahan dalam
kebijakan yang ada sebagai acuan untuk perekonomian dan kesejahteraan social
Indonesia. Cakupan ikhtisar ini meliputi pembahasan berkenaan dengan perkembangan
makro ekonomi, perkembangan pasar finansial, sampai dengan indicator kesejahtraan
manusia dan pembangunan. Ini juga bermaksud untuk menjangkau audiens yang lebih
luas, termasuk di dalamnya para pembuat kebijakan, para pimpinan bisnis, pelaku pasar
keuangan, dan komunitas-komulitas analis serta profesional yang peduli dengan
perkembangan perekonomian Indonesia.
Laporan perkembangan perekonomian Indonesia ini dipersiapkan dan dikompilasikan
oleh tim penganalisa ekonomian makro Bank Dunia, Jakarta, di bawah asuhan Lead
Economist Shubham Chaudhuri dan Senior Country Economist Enrique Blanco Armas:
Andrew Blackman (arus perdagangan, neraca pembayaran dan ACFTA), Danrew Carter
(pendapatan pemerintah), Andrew Ceber (PDB dan permintaan domestik), Fitria Fitrani
(arus perdagangan dan ACFTA), Faya Hayati (harga-harga), Ahya Ihsan (pengeluaran
pemerintah dan pengganda fiskal), Telisa Falianty (kondisi moneter), Neni Lestari (sektor
perbankan), Peter McCawley (PRJMN), Hassan Noura (pengeluaran pendidikan), Ririn
Purnamasari dan Matt Wai-Poi (perkembangan terkini kesejahteraan rumahtangga),
Preya Sharma (pengganda fiskal), dan Diva Singh (pasar keuangan, sektor perbankan,
dan ongkos sterilisasi), dan Djauhari Sitorus (sektor perbankan). Enrique Blanco Armas,
Tim Bulman dan Andrew Ceber pada editing. Ashley Taylor, Nathan Dal Bon dan Jonas
Fallov memberikan saran-saran secara rinci pada rancangan awal, dan Diva Singh sangat
berterima kasih atas masukan yang diberikan oleh IMF Senior Resident Representative
Milan Zavadjil pada Bagian B-2.
Dokumen ini diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia oleh Ausilinda
Badib, dan diedit oleh Magda Adriani, Telisa Falianty, Fitria Fitrani, dan Ahya Ihsan.
Lebih jauh lagi analisa Bank Dunia membahas perekonomian
Indonesia …
Untuk informasi mengenai the World Bank dan aktifitasnya di Indonesia, silakan
berkunjung ke website ini www.worldbank.org/id
Untuk mendapatkan publikasi terkait melalui e-mail, silakan menghubungi
madriani@worldbank.org. Untuk pertanyaan dan saran berkaitan dengan publikasi ini,
silakan menghubungi tbulman@worldbank.org.
D a f ta r i s i
K a ta P en ga n ta r
ii
R in gk a s a n E k s e k utif: Menja g a Mo mentu m
ii
A.
1
IN F O R M A S I E K O N O MI T E R K IN I
1.
2.
3.
4.
5.
B.
B E B E R A P A P E R K E MB A N G A N T E R A K H IR D A L A M E K O N O MI IN DO N E S IA
1.
2.
3.
4.
C.
Momentum ekonomi Indonesia dibangun sepanjang 2009
1
a. P ertumbuhan mas ih tluas lintas kategori-kategori belanja maupun s ektor produks i .............. 1
b. V olume perdagangan mengalami aks eleras i s ejalan dengan kebangkitan kembali domes tik
dan internas ional ............................................................................................................................. 3
Pasar keuangan Indonesia mampu bertahan dengan baik menghadapi gejolak yang meningkat
5
pasar global
a. Mes ki menghadapi gejolak global, s aham Indones ia relatif mampu bertahan dan pas ar
keuangan berpendapatan tetap ( fixed income ) melanjutkan performa yang kuat .................... 5
b. S urplus nerac a pembayaran meningkat s edikit pada Q4, didukung oleh s urplus dan arus
mas uk modal .................................................................................................................................... 9
c . P ertumbuhan dalam uang beredar tetap relatif terkendalikan s ementara B I tetap
mempertahankan kebijakan s uku bunganya ................................................................................ 9
d. S ektor perbankan menunjukkan kes ehatan s ec ara kes eluruhan namun kinerja beberapa
kategori tidak s eluruhnya baik ..................................................................................................... 10
Kenaikan harga makanan adalah yang paling mempengaruhi pergerakan inflasi di tahun 2010 13
Defisit anggaran pemerintah tahun 2009 lebih kecil daripada perkiraan
14
a. P endapatan akhir tahun yang lebih bes ar, s ebagian offs et oleh belanja yang s egaris lebih
kuat mengurangi defis it menjadi 1.6 pers en dari P DB dalam 2009 ........................................... 14
Prospek ekonomi Indonesia cenderung terus mengalami perbaikan
18
a. T ingginya permintaan domes tic digharapkan dapat menutupi penurunan kontribus i net
eks por, s ementara s urplus nerac a berjalan kemungkinan akan mengec il .............................. 18
b. Inflas i kemungkinan akan tetap moderate s elama paruh pertama tahun 2010, meningkat
dalam bagian akhir tahun ............................................................................................................. 21
c . P erkembangan domes tik telah menghas ilkan res iko downs ide dalam pandangan Indones ia
ke depan s ementara lingkungan eks ternal dapat menjadi lebih mendukung daripada
perkiraan pada akhir 2009 ............................................................................................................. 22
d. P ada tahun 2010 pendapatan diperkirakan akan pulih s ejalan dengan ekonomi global yang
bangkit kembali ............................................................................................................................. 23
27
Paket stimulus fiskal Indonesia
27
a. B agaimana dampak ekonomi dari paket s timulus fis kal dapat diukur? ................................... 27
b. P enggunaan multiplier fis kal s ebagai alat untuk menges timas i dampak kebijakan s timulus
fis kal Indones ia 2009 ..................................................................................................................... 30
Implementasi keberlanjutan kesepakatan pedagangan bebas ASEAN-Cina (ACFTA)
31
a. P ada awal tahun 2010, Indones ia menetapkan pemotongan tarif lebih lanjut yang relatif kec il
untuk impor dari C ina ................................................................................................................... 31
b. Dengan menurunnya tingkat tarif bilateral, perdagangan antara Indones ia dan C ina telah
meningkat … .................................................................................................................................. 33
c . Has il s tudi menunjukan bahwa perekonomian Indones ia diuntungkan dengan adanya
AC F T A ............................................................................................................................................ 34
Arus masuk modal dan sterilisasi bank sentral
36
a. B I telah memilih untuk menangani arus modal mas uk dengan gabungan dari membiarkan
apres ias i rupiah dan melakukan intervens i di pas ar pertukaran mata uang dan bers amaan
dengan itu melakukan s terilis as i terhadap intervens i ters ebut ................................................ 36
b. Mes kipun terdapat perdebatan lama s eputar kemungkinan tingginya bia ya melakukan
s terilis as i, biaya yang diemban Indones ia s elama enam bulan relatif terbatas ....................... 38
Dampak ‘peraturan 20 persen’ terhadap tingkat dan mutu belanja pendidikan
40
IN DO N E S IA 2014 D A N S E T E L A H N Y A : S U A T U T IN J A U A N S E L E K T IF
45
1.
2.
Rumah tangga Indonesia tengah pulih dari gejolak yang terjadi sebagai imbas dari krisis
45
keuangan global
Beberapa fitur utama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-201448
a. R P J MN 2010-14 yang baru diumumkan akan memberikan pdanuan bagi rencana
pembangunan s ektoral dan daerah s erta anggaran s elama 5 tahun ke depan ....................... 48
b. R P J M menekankan kembali perlunya perc epatan pertumbuhan s elama s etengah das awars a
mendatang – s ementara memas tikan bahwa pertumbuhan ters ebut inklus if dan dibagi
antara s emua s egmen penduduk ................................................................................................. 52
c . R P J M juga memdanang kedepan berlanjutnya upa ya pemerintah untuk mengatas i
kemis kinan melalui program kemis kinan yang memiliki s as aran tertentu dan
mengidentifikas ikan peningkatan ketidaks etaraan s ebagai hambatan utama dalam
pembangunan yang berkes inambungan dan s eimbang ............................................................ 54
d. Indones ia yang telah terdes entralis as i menawarkan tantangan dan peluang dalam
mengimplementas ikan rencana pembangunan; reformas i pada kerangka kerja
des entralis as i mungkin diperlukan untuk meningkatkan efektifitas pemerintahan daerah
dalam menyediakan barang dan layanan utama bagi publik ..................................................... 57
e. T antangan ke depan: prioritas untuk meningkatkan pengelolaan dan efektifitas pemerintah 58
A P P E N D IX : S E K IL A S T E N T A N G IN DIK A T O R K U N C I P E R E K O N O MI IN DO N E S IA
62
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1: Akselerasi pertumbuhan PDP berlanjut............................................................................... 1
Grafik 2: Pertumbuhan dari semua mitra perdagangan Indonesia mengalami rebound pada
paruh kedua tahun 2009 ................................................................................................ 1
Grafik 3: Kontribusi pada pertumbuhan pengeluaran PDB ............................................................... 2
Grafik 4: Kontribusi sektor produksi pada pertumbuhan .................................................................. 2
Grafik 5: Penjualan kendaraan bermotor dan sepeda motor ............................................................ 2
Grafik 6: Penjualan retail BI dan kepercayaan konsumen ................................................................. 2
Grafik 7: Indikator produksi stabil pada awal 2010 ............................................................................ 3
Grafik 8: Arus perdagangan terus pulih … ......................................................................................... 4
Grafik 9: Kepulihan nilai ekspor telah berbasis luas … ..................................................................... 4
Grafik 10: …sementara nilai impor masih di bawah tingkat sebelum krisis .................................... 4
Grafik 11: JCI merupakan salah satu dari sejumlah kecil indeks saham yang terus naik pada
bulan Januari dan masih merupakan salah satu saham berprestasi terbaik ytd
dalam 2010 ...................................................................................................................... 5
Grafik 12: :…dan Rupiah mempertahankan posisinya terhadap USD meskipun terdapat
penguatan luas dari USD dengan permasalahan hutang Eropa selatan ................... 5
Grafik 13: Kurva yield untuk obligasi negara dalam rupiah pemerintah terus turun, mencapai
titik terendah dalam sejarah .......................................................................................... 6
Grafik 14: IDR sovereign bonds 5 tahun telah mencapai titik terkuatnya dalam sejarah, namun
demikian yield tetap atraktif dibandingkan negara lain dalam kawasan ini .............. 6
Grafik 15: Spread sovereign USD bond Indonesia terhadap US Treasuries masih belum
mencapai titik terendah seperti pada pertengahan tahun 2007 namun telah lebih
menguat dibandingkan hutang negara berkembang lainnya ..................................... 7
Grafik 16: Pihak asing banyak menanamkan modal dalam obligasi pemerintah bermata uang
rupiah (sovereign bonds) sejak pertengahan 2009, meningkatkan kepemilikan
mereka menjadi 20 persen dari obligasi outstanding ................................................. 7
Grafik 17: Fluktuasi dalam BoP sebagian besar diakibatkan oleh fluktuasi dalam financial
account............................................................................................................................ 8
Grafik 18: Fluktuasi dalam financial account sangat berkorelasi dengan perubahan reguler
dalam hutang dan pinjaman publik … .......................................................................... 8
Grafik 19: …sementara komponen utama hutang dan pinjaman publik memiliki pola yang
reguler ............................................................................................................................. 8
Grafik 20: Kenaikan tajam dalam cadangan sejak Juni tidak menyebabkan pertumbuhan M1
yang pesat, ukuran paling liquid dari uang beredar ................................................. 10
Grafik 21: …dan pertumbuhan uang M2 selama cukup terkendali, mencerminkan bahwa
kebijakan sterilisasi yang dilakukan BI berjalan cukup efektif ................................ 10
Grafik 22: Indikator financial kunci untuk sektor perbankan nampaknya kuat ............................. 11
Grafik 23: …namun beberapa kelompok bank memiliki angka yang kurang menonjol terutama
untuk NPL dan efisiensi operasional .......................................................................... 11
Grafik 24 : Pertumbuhan kredit 2009 turun tajam dibandingkan 2008 namun baru-baru ini telah
berganti haluan ............................................................................................................. 12
Grafik 25: Pertumbuhan kredit QoQ positif selama ketiga triwulan terakhir dan persetujuan
pinjaman baru telah meningkat................................................................................... 12
Grafik 26: Suku bunga pinjaman akhirnya turun di bawah 14 persen dan mulai mendekati
tingkat sebelum krisis .................................................................................................. 12
Grafik 27: Rata-rata net interest margin Indonesia secara signifikan lebih tinggi dibandingkan
negara lain dalam kawasan regional .......................................................................... 12
Grafik 28: Inflasi headline meningkat di awal tahun 2010 menjadi yang terendah selama 10
tahun terakhir di akhir 2009 ......................................................................................... 13
Grafik 29: Kenaikan harga makanan telah berdampak lebih luas terhadap inflasi poverty basket
disbanding inflasi headline ......................................................................................... 13
Grafik 30: Kenaikan harga komoditas dunia baru-baru ini telah meningkatkan inflasi yang
disebabkan barang impor ............................................................................................ 14
Grafik 31: Dibandingkan dengan 2008, total pendapatan tetap lemah hampir sepanjang 2009 …15
Grafik 32: … dengan realisasi yang ternyata kuat pada Desember karena pembayaran
tunggakan VAT yang hanya sekali saja...................................................................... 15
Grafik 33: Performa pembelanjaan di jajaran kementrian membaik di 2009… .............................. 15
Grafik 34: … tetapi pola pembelanjaan masih saja cenderung membesar di akhir tahun fiskal.. 15
Grafik 35: Pendapatan ekspor tak terduga telah berakhir dengan jatuhnya harga CPO … .......... 17
Grafik 36: Pendapatan ekspor tak terduga telah berakhir dengan jatuhnya harga CPO … .......... 17
Grafik 37: Posisi pertumbuhan Indonesia membaik ........................................................................ 18
Grafik 38: …seiring dengan posisi para mitra dagang .................................................................... 18
Grafik 39: Tingkat perputaran(roll-over) hutang luar negri Indonesia cukup tinggi disepanjang
tahun 2009..................................................................................................................... 21
Grafik 40: Ekspektasi inflasi mengindikasikan kenaikan inflasi pada pertengahan 2010 ............ 22
Grafik 41: …dan berdampak terbesar pada pertumbuhan 2010 ..................................................... 23
Grafik 42: Estimasi dampak stimulus 2009 pada PDB .................................................................... 30
Grafik 43: Sementara tarif menurun, nilai ekspor pertanian dan mineral Indonesia ke Cina telah
meningkat … ................................................................................................................. 34
Grafik 44: Impor alat modal Indonesia telah meningkat pesat sejak 2005 … ................................ 35
Grafik 45: Arus masuk modal dengan surplus perdagangan telah menyebabkan kenaikan tajam
dalam cadangan sejak bulan Juni 2009...................................................................... 37
Grafik 46: …dan apresiasi Rupiah sebesar 9 persen ....................................................................... 37
Grafik 47: BI telah melakukan sterilisasi pada separuh dari kenaikan cadangan melalui
peningkatan penerbitan SBI … ................................................................................... 38
Grafik 48:…sebagian besar melalui peningkatan penerbitan SBI berjangka 1 bulan dan 3 bulan38
Grafik 49: Dengan suku bunga Amerika Serikat yang hampir nol, antara biaya suku bunga BI
untuk SBI dan pendapatan suku bunga dari cadangan USD marginnya tinggi ...... 39
Grafik 50: Kebijakan moneter dan fiskal dapat membatasi dampak dari arus masuk modal,
namun sebagian besar opsi membutuhkan biaya tinggi .......................................... 40
Grafik 51: Belanja publik nasional pendidikan di Indonesia ........................................................... 41
Grafik 52: Jam kerja menurun dari bulan Mei ke Agustus, lalu pulih menjelang akhir tahun ...... 46
Grafik 53: Laporan tentang kesulitan memenuhi biaya konsumsi.................................................. 46
Grafik 54: Mengatasi kesulitan dengan menggunakan bahan pokok atau lauk-pauk bermutu
lebih rendah .................................................................................................................. 47
Grafik 55: Variasi dampak pada rumah tangga antar propinsi ....................................................... 48
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Prospek perekonomian Indonesia akan terus membaik .................................................... iii
Tabel 2: Cadangan devisa meningkat dengan naiknya surplus BoP, secara dominan
dikarenakan surplus perdagangan yang meningkat ................................................... 9
Tabel 3: Perkembangan pendapatan dan pengeluaran ................................................................... 16
Table 4: Tarif bea ekspor CPO didasarkan pada perkembangan dalam harga CPO internasional17
Tabel 5: Proyeksi ekonomi makro Indonesia ................................................................................... 19
Tabel 6: Surplus BoP diperkirakan akan mengecil melalui angka perkiraan berikut, ditandai
dengan menurunnya surplus neraca berjalan ........................................................... 20
Tabel 7: Indonesia saat ini menjadwalkan bahwa pembiayaan dari luar yang dibutuhkan 12
bulan mendatang sebanyak 29.3 milyar USD ............................................................ 21
Tabel 8: Proyeksi sumber pembiayaan menymbang surplus pada BOP sebesar 6 milyar USD . 21
Tabel 9: Hasil alternative untuk variabel utama ............................................................................... 23
Tabel 10: Defisit pada tahun 2009 lebih kecil dari perkiraan, didorong oleh kekuatan pendapatan
pemerintah. Pada tahun 2010 defisit diproyeksikan akan berkurang menjadi 1.1
persen PDB ................................................................................................................... 25
Tabel 11: Kebutuhan pendanaan yang lebih besar pada 2010 harus dapat dengan mudah
dipenuhi dengan surplus pendanaan 2009 ................................................................ 26
Tabel 12: Penggdana fiskal yang beragam di beberapa negara ..................................................... 30
Tabel 13: Tingkat tarif Indonesia untuk barang impor sesuai dengan kesepakatan perdagangan,
rata-rata sederhana ...................................................................................................... 31
Tabel 14: Tarif impor barang ACFTA, rata-rata sederhana .............................................................. 32
Tabel 15: Tarif Indonesia di ACFTA turun ke tingkat yang rendah pada tahun 2010, dengan
pengecualian dari berbagai peralatan transportasi dan barang pertanian ............. 32
Tabel 16: … dan bagian yang lebih besar dari total ekspor pertanian dan mineral Indonesia kini
dikirim ke Cina. ............................................................................................................. 34
Tabel 17: … dan now representing a far greater proportion of Indonesia’s total capital goods
imports. ......................................................................................................................... 35
Tabel 18: Belanja Publik untuk Pendidikan di Negara Tetangga Indonesia ................................... 41
Tabel 19: Evolusi alokasi pendidikan 2010 dalam anggaran negara .............................................. 43
Tabel 20: Seleksi Sasaran Pembangunan Utama dalam RPJMN 2010-2014 ................................. 50
Tabel 21: Kerangka kerja makro-ekonomi RPJMN 2010-2014 ......................................................... 51
DAFTAR KOTAK
Kotak 1: Mengidentifkasi fluktuasi regular dalam Neraca Keuangan Indonesia ............................. 8
Kotak 2: Naik dan turunya harga minyak sawit mentah telah berdampak drastis pada bea
ekspor............................................................................................................................ 17
i
R ingk a s a n E k s ek utif: Menja ga Mo mentum
Perekonomian Indonesia
terus membangun
momentumnya di
sepanjang tahun 2009
melalui kebijkan propertumbuhan yang
dilakukan pemerintah,
dan menjadi sebuah
tantangan agar
momentum ini terus
terjaga
Ekonomi Indonesia terus membangun momentumnya sampai dengan akhir tahun 2009.
Perekonomian terus melaju setiap triwulannya, sehingga sudah menyentuh pada level
puncak pertumbuhan yang pernah diraih di triwulan ke-empat sebelum krisis berlangsung.
Stimulus fiskal dan manajemen kebijakan moneter Bank Indonesia telah banyak berjasa
dalam membangun momentum ini, sementara berbagai perkembangan seperti dimulainya
implementasi perjanjian perdagangan bebeas ASEAN-China (ACFTA) sedikitnya sudah
memberikan sedikit dampak pada perekonomian dan menawarkan kesempatan jangka
menengah kepada Indonesia. Adapun Penundaan reformasi harga energi yang dilakukan
pemerintah memberikan pekerjaan rumah bagi keuangan negara dan juga efisiensi
pengeluaran pemerintah yang dikarenakan oleh ketidak jelasan harga energi dunia juga
nilai tukar rupiah. Lebih lanjut, terus membawa momentum baik ini ke jangka menengah
membutuhkan investasi sumber daya di sektor barang publik dan pelayanan sosial, yang
tentunga harus ditunjang oleh iklim investasi yang baik dan efisiensi birokrasi, sehingga
pertumbuhan ekonomi yang ada akan menjamin perbaikan stdanar hidup bagi seluruh
masyarakat Indonesia.
Pertumbuhan kembali
seperti pada saat puncak
di triwulan ke-kempat
sebelum krisis dan
indikator kunci lain
berada pada posisi yang
sangat berbeda
dibdaning dengan akhir
tahun 2008
Pada akhir triwulan 2009, pertumbuhan ekonomi secara umum telah melaju ke posisi
yang hampir mendekati puncak yang pernah dicapai sebulum krisis di akhir 2008.
Perlambatan yang terjadi di tahun lalu sepertinya tidak terlalu berdampak kepada
pekerjaan dan kesejahteraan rumah tangga, terutama pada akses untuk membeli makan
yang layak, dan bahkan dampak krisis sepertinya makin memudar di akhir 2009. Di awal
2010, beberapa indikator permintaan domestik masih tetap tinggi, adapun kecepatan
pertumbuhan sedikit moderat. Surplus perdagangan melebar dikarenakan meningkatnya
harga-harga komoditas, dan makin membaiknya kondisi perekonomian negara-negara
yang merupakan rekan perdagangan Indonesia. Secara umum inflasi relatif rendah walau
ada sedikit kenaikan untuk harg-harga makanan, hal ini khususnya mempengaruhi rumah
tangga miskin, sebelum adanya factor musiman yang muncul di bulan Maret.
Diluar dugaan, defisit
anggaran 2009 ternyata
sangat kecil, tak lain
berkat stimulus yang
pro-pertumbuhan …
Defisit negara 2009 sebesar 1,6 persen dari PDB ternyata 0,8 persen poin lebih rendah
dari yang diprediksikan. Hal ini dikarenakan oleh banyaknya penerimaan yang masuk di
bulan Desember, yang mencerminkan perbaikan ekonomi sekaligus perbaikan dalam
sistem pemungutan pajak. Kebijakan stimulus pemerintah, dan paket stimulus
pembelanjaan lainnya juga terkesan tidak terlalu terburu-buru untuk dibelanjakan seperti
tahun-tahun yang sudah, dan ini sedikitnya berkontribusi terhadap 1 persen poin
tambahan pertumbuhan.
…tapi saat ini sepertinya
pemerintah sedang
berproses dalam
menghadapi gejolak
harga energi 2010, hal ini
membuat defisit tahun
ini agak membengkak
Dalam rincian proposal revisi anggaran 2010 yang dibuat pemerintah, kunci utama dalam
anggaran revisi ini adalah makin besarnya defisit menjadi 2,1 persen terhadap PDB. Hal
ini terutama dikarenakan oleh penundaan penyesuaian harga-harga energi dan makin
tingginya asumsi harga minyak yang mengakibatkan tambahan biaya subsidi dan
meningkatnya kewajiban penyaluran transfer dana ke pemerintah daerah. Paket revisi
yang dibuat juga berisikan tambahan stimulus yang tujuannya mendorong ekonomi
secara riil, sekaligus memperbaiki kualitas pertanggungjawaban pajak, dimana di
dalamnya pemerintah menampilkan potongan pajak perusahaan menjadi 25 persend dari
sebelumnya 28 persen. Pemerintah juga dianggap dapat dengan mudahnya membiayai
defisit yang melebar melalui kelebihan anggaran yang terjadi di tahun 2009 dan melalui
perbaikan akses ke pasar kredit; hal ini ditunjukan dengan kemampuan pemerintah
mengeluarkan obligasinya dengan tingkat yield yang jauh lebih rendah dengan waktu
jatuh tempo yang setahun lebih lama dari sebelumnya; sampai dengan Maret ini.
pemerintah telah berhasil memenuhi sepertiga dari total target penjualan obligasi.
Keuangan publik dan membaiknya perekonomian Indonesia secara umum juga
mendapatkan apresiasi dari barbagai lembaga pe-rating, ditunjukan dengan dinaikannya
rating sovereign debt Indonesia.
Investor asing terus
memburu aset-aset
keuangan dalam negri,
membuat yield obligasi
negara terus keposisi
yang rendah…dan ini
Investor asing terus memperluas keberadaannya mendapatkan asset Indonesia, secara
signifikan membeli obligasi domestik, instrument keuangan jangka pendek, dan sahamsaham, membuat nilai tukar rupiah dan yield obligasi pemerintah menguat keposisi yang
terendah. Mengalirnya capital yang liquid dengan peningkatan suplus neraca berjalan,
telah mendorong lebih besar surplus neraca pembayaran dan memungkinkan cadangan
devisa meningkat hampir mencapai USD 70 milyar. Aliran dana asing ini juga merupakan
merupakan sebuah
tantangan bagi bank
sentral
tantangan bagi Bank Indonesia (BI, bank central), untuk menyeimbangkan appresiasi
rupiah tanpa kenaikan tajam dari money supply atau menjaga secara signifikan biayabiaya sterilisasi. Sejauh ini tampaknya Bank Indonesia telah berhasil mengatasi
tantangan-tantangan tersebut.
Prosek ekonomi sedikit
menguat sejak akhir
2009
Prospek ekonomi Indonesia sejak Maret 2010 sedikit lebih kuat dibandingkan dengan
kondisi tiga bulan lalu, sejalan dengan meningkatkan kondisi ekonomi global yang
mengurangi resiko-resiko
pelemahan dan keterpurukan usaha reformasi untuk
meningkatkan iklim dan efisiensi investasi dimana pemerintah menggunakan
sumberdayanya dan menyediakan pelayanan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Penguatan relative ekonomi Indonesia ini dipengaruhi oleh pertumbuhan impor yang lebih
tinggi daripada ekspor, juga kenaikan harga komoditas dan aktifitas yang mendorong
kearah yang lebih menguntungkan, penurunan surplus transaksi berjalan sampai
menjelang tahun 2011. Tingkat inflasi akan meningkat secara bertahap dari level terendah
saat ini disebabkan oleh disinflationary impact dimana apresiasi nilai rupiah menurun dan
peningkatan harga komoditas dan permintaan domestik termakan oleh tekanan harga;
control yang hati-hati dari Bank Indonesia terhadap money supply dan rendahnya
peningkatan pinjaman akan membatasi tekanan terhadap inflasi.
T abel 1: P ros pek perekonomian Indones ia akan terus membaik
2009
2010
2011
Gross domestic product
(Annual per cent change)
4.5
5.6
6.2
Consumer price index
(Annual per cent change)
4.8
5.3
6.1
Poverty rate
(Per cent of population)
14.2
13.5
11.4
4.7
Balance of payments
(USD b n)
12.5
6.2
Budget balance
(Per cent of GDP)
-1.6
-1.3
na
Major trading partner growth
(Annual per cent change)
-1.0
4.3
4.0
Sumber: DepKeu, BPS dan beberapa sumber statistic lain via CEIC dan World Bank
Menjaga momentum
ketahap jangka
menengah harus
didukung oleh investasi
yang kreatif (enterpreur’s
investment), dengan
berinvestasi di sektor
dan kualitas pelayanan
publik, dan memastikan
bahwa seluruh
komponen bangsa
diuntungkan oleh
pertumbuhan ekonomi
ini
Menjaga momentum pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan, tumbuh lebih
kuat menuju pertengahan decade ini merupakan tantangan besar bagi para pembuat
kebijakan. Saat situasi eksternal lebih terjaga, pembuat kebijakan domestik akan terus
ditantang oleh kebutuhan untuk dapat melanjutkan menyediakan iklim investasi yang lebih
mendukung kepada investor, penggunaan sumberdaya pemerintah yang terbatas secara
efektip, menjamin bahwa seluruh masyarakat Indonesia merasakan manfaat dari
pertumbuhan ekonomi melalui peningkatkan pendapatan, akses terhadap pelayanan
pemerintah dan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) menuliskan masalah-masalah ini dan memberikan
pembahasan umum bagaimana pemerintah melakukan pendekatan terhadap masalahmasalah ini, yang terfokus pada program-program yang sedang berlangsung maupun
pada program-program baru dengan prioritas (i) birokrasi dan reformasi tata-kelola
pemerintahan, (ii) pendidikan, (iii) kesehatan, (iv) penurunan tingkat kemiskinan, (v)
ketahanan pangan, (vi) infrastruktur, (vii) investasi dan iklim usaha, (viii) energy, (ix)
lingkungan dan managemen bencana, (x) wilayah-wilayah tertinggal, dan (xi) budaya,
kreatifitas, dan inovasi technologi.
A . IN F O R MA S I E K O N O MI T E R K IN I
1. M o m e n tu m e k o n o m i In do n e s ia diba n g u n s e p a n ja n g 20 09
Momentum ekonomi
Indonesia terus menanjak
dalam triwulan ke empat
(Q4), namun mungkin
akan melambat pada awal
2010
Memasuki akhir tahun 2009 momentum ekonomi Indonesia terus bergulir dengan
pertumbuhan ekonomi triwulanan meningkat sehingga jauh di atas rata-rata dasawarsa
terakhir (Grafik 1). Indikator parsial ekonomi Indonesia akhir-akhir ini telah mulai
melambat yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan pada triwulan pertama (Q1)
mungkin lebih menurun dibandingkan cepatnya pada Q4. Perbandingan PDB triwulan ke
triwulan (QoQ) meningkat sebesar 1.7 persen, seasonally adjuste atau sekitar 6.8 persen
secara annualized (dibandingkan dengan 6.0 persen dalam Q3). Perbandingan
pertumbuhan tahun ke tahun (YoY) meningkat tajam dari 4.2 persen menjadi 5.4 persen
karena beberapa penurunan pada Q4 tahun 2008 saat puncaknya perlambatan global.
Pertumbuhan PDB riil untuk keseluruhan tahun 2009 adalah 4.5 persen – jauh di atas
proyeksi para ekonom pada awal tahun. Pada akhir 2009 dan awal tahun 2010 kebutuhan
domestik dan beberapa indikator menjadi stabil, meskipun pada tingkat yang relatif tinggi,
mengindikasikan bahwa pertumbuhan Q1 mungkin tidak sekuat sebelumnya tahun 2010.
Pertumbuhan mitra
perdagangan utama terus
mendukung pertumbuhan
di Indonesia pada Q4,
dengan kecepatan yang
melambat
Akselerasi pertumbuhan PDB selama tahun 2009 mencerminkan peningkatan kondisi
internasional dan domestik. Di sisi internasional, banyak dari mitra perdagangan utama
(major trading partners - MTPs) Indonesia melaporkan pertumbuhan yang kuat pada Q4
(Grafik 2) dengan kembalinya ekonomi global setelah resesi, dididorong oleh inventory
restocking dan pulihnya perdagangan global. Namun setelah rebound awal dalam
pendorong pertumbuhan ini, pertumbuhan MTP secara triwulan telah melunak. Secara
keseluruhan pelunakan ini dibawah perkiraan pada awal 2009, dengan pertumbuhan Q4
di Cina dan AS lebih kuat dari yang diperkirakan.
G rafik 2: P ertumbuhan dari s emua mitra perdagangan
Indones ia mengalami rebound pada paruh kedua tahun 2009
G rafik 1: Aks eleras i pertumbuhan P DP berlanjut
(rata-rata pertumbuhan PDB, diboboti dengan pangsa pasar
ekspor Indonesia)
(persen pertumbuhan)
4
Persen
Persen
8
8
Persen
Persen
8
Year-on-year
Year on year
(RHS)
3
6
4
4
0
4
QoQ seas. adjust (LHS)
2
Average (LHS)*
1
2
-4
0
0
-8
Des- 02
Sep - 04
Jun - 06
Mar - 08
0
QoQ seasonally adjusted
Des - 09
Des - 02
-4
-8
Sep - 04
Jun - 06
Mar - 08
Des - 09
* rata-rata pertumbuhan triwulan-ke-triwulan antara Q1 2000 Sumber: Instansi statistik Nasional via CEIC dan Bank Dunia
dan Q4 2009. Sumber: BPS, Bank Dunia penyesuaian
musiman
a . P ertumbuha n mas ih tluas lintas k a tegori-k a tegori belanja maupun s ek tor
produk s i
Pertumbuhan pada Q4
tetap berbasis lintas
semua komponen
produksi dan
pengeluaran
Kontribusi pertumbuhan Q4 berbasis pada komponen pengeluaran dan produksi dari PDB
(Grafik 3 dan Grafik 4). Pertumbuhan didorong oleh konsumsi pemerintah yang tinggi
sementara kuatnya ekspor melebihi pulihnya impor. Di sisi produksi, sektor manufaktur
dan perdagangan eceran memberikan kontribusi yang menonjol setelah terpukul selama
tahun 2008, mengindikasikan bahwa kondisi ekternal dan domestik juga kokoh.
1
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Konsumsi melamban
pada Q4 setelah
pertumbuhan yang kuat
pada Q3
Pertumbuhan konsumsi swasta melambat pada Q4 dibandingkan dengan Q3, meningkat
sebesar 0.4 persen (seasonally adjusted). Pertumbuhan ini di bawah rata-rata data
historis (sekitar 1 persen selama 5 tahun terakhir). Perlambatan dalam konsumsi swasta
ini konsisten dengan pelemahan dalam indikator konsumen, meskipun tetap berada di
tingkat yang tinggi.
G rafik 3: K ontribus i pada pertumbuhan pengeluaran P DB
(kontribusi triwulan-ke-triwulan poin persentase
agregat pertumbuhan PDB, seasonally adjusted)
Percentage pont
4
Percentage point
Exports
Q3
Menjaga Momentum
Q4
G rafik 4: K ontribus i s ektor produks i pada pertumbuhan
pada (kontribusi triwulan-ke-triwulan poin persentase pada agregat
pertumbuhan PDB, seasonally adjusted)
4
1.0
Percentage point
Percentage point
GDP
Q3
1.0
Q4
0.8
2
0.8
Mining
and cons
2
Priv.
cons.
Investment
Retail trade
0.6
0
0.6
Agric.
0
Manufacturing
0.4
Govt. Cons.
-2
-2
Discrepency
(incl. stocks)
comm. and
transport
0.4
Other
0.2
0.2
Imports
0.0
-4
-4
Kontribusi dalam poin persentase disesuaikan musimnya mungkin tidak terjumlah menjadi total pertumbuhan GDP.
Sumber: BPS dan Bank Dunia
0.0
G rafik 5: P enjualan kendaraan bermotor dan s epeda motor
G rafik 6: P enjualan retail B I dan keperc ayaan kons umen
(pembelian bulanan)
(indeks)
800
'000
'000
80
120
Motor cycles
(LHS)
BI Retail
sales
600
230
BI Consumer
Survey Index
60
400
100
190
80
150
60
110
40
Motor vehicles
(RHS)
200
0
Jan-06
Index
Index
20
0
Jan-07
Jan-08
Jan-09
Sumber: GAI dan Astra via CEIC
Indikator parsial untuk
konsumsi dan kegiatan
telah stabil sejak akhir
2009, pada tingkat yang
tinggi
Jan-10
Jan-06
Jan-07
Jan-08
Jan-09
Jan-10
Indeks keyakinan konsumen BI ada pada titik 100 saat
jumlah responden dengan wawasan positif sama dengan
jumlah dengan wawasan negatif Sumber: BI via CEIC
Berbagai indikator parsial kebutuhan dan kegiatan domestik berkurang kembali pada
sekitar awal 2010 namun tetap berada pada tingkat yang tinggi. Kepercayaan konsumen
mencapai titik puncak pada bulan November 2009, namun bertahan pada ketinggian yang
tinggi memasuki Q1 2010. Sama halnya dengan indeks penjualan eceran (retail sales)
Bank Indonesia’s (BI) mengalami kemunduran pada awal 2010 (seperti lazimnya terjadi
pada bulan Januari) namun juga tetap berada di tingkat yang tinggi (Grafik 6). Penjualan
kendaraan bermotor dan sepeda motor mengalami fluktuasi sekitar titik tertingginya pada
Q3 dan Q4, namun turun di sekitar pergantian tahun; selama tahun 2009 secara
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
2
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
keseluruhan, penjualan sepeda motor turun hampir 6 persen dibanding dengan tahun
2008 dan penjualan kendaraan bermotor turun hampir 20 persen (Grafik 5).
Pembelanjaan pemerintah
meningkat
Konsumsi Pemerintah tumbuh sangat kuat pada Q4, meningkat 17.0 persen YoY, jauh di
atas pertumbuhan rata-rata lima tahun yaitu sekitar 7 persen dan mengikuti pertumbuhan
yang lebih besar pada awal tahun. Kebangkitan ini mungkin terjadi sebagian karena
adanya peningkatan pencairan stimulus pada triwulan Desember.
Penanaman modal terus
mengalami kepulihan
Pengeluaran investasi terus pulih dibandingkan dengan perlambatan tajam pada akhir
2008 dan awal 2009. Investasi tumbuh sekitar 2 persen antara Q3 an Q4 menjadi 4.5
persen lebih tinggi YoY. Hal ini didorong oleh akselerasi dalam investasi konstruksi yang
tengah mengalami pertumbuhan tahunan tercepatnya sejak awal tahun 2008. Investasi
mesin dan peralatan tetap lemah dari sisi YoY karena penurunan tajam pada bagian awal
tahun namun mulai naik kembali pada triwulan keempat, konsisten dengan pertumbuhan
yang diamati dari data impor. Tingkat investasi yang rendah ini mengikuti pembatasan
pinjaman bank untuk keperluan investasi dan investasi langsung aing (foreign direct
investment) yang lebih lemah selama tahun lalu.
Perdagangan eceran dan
penjualan partai besar
memberikan kontribusi
yang kuat pada sisi
produksi ekonomi pada
Q4
Sektor perdagangan eceran dan partai besar memberikan kontribusi terkuat pada
pertumbuhan PDB di sisi produksi ekonomi pada Q4. Kontribusi yang kuat dari
perdagangan dalam beberapa triwulan terakhir konsisten dengan survei penjualan eceran
Bank Indonesia yang pulih dalam paruh kedua tahun 2009 dan perasaan konsumen yang
berada di tingkat yang tinggi pada umumnya (Grafik 6).
G rafik 7: Indikator produks i s tabil pada awal 2010
(persentase perubahan, tahun-ke-tahun)
30
Persen
Persen
30
20
20
10
10
0
0
- 10
- 10
Produksi Industri
- 20
- 20
Listrik (Industri)
Cement sales
- 30
Jan - 07
- 30
Oct - 07
Jul - 08
Apr - 09
Sumber: CIEC
Jan - 10
Sektor manufaktur juga terus memberikan kontribusi yang
mantap dalam Q4 setelah adanya kelemahan pada paruh
pertama tahun 2009. Sebagian besar sub-sektor
manufaktur tumbuh dengan kuat pada Q4, terutama yang
berhubungan dengan ekspor. Indikator lainnya juga
mengindikasikan bahwa kegiatan manufaktur sedang
naik. Misalnya, penjualan semen dan produksi listrik naik
pada Q4 sejalan dengan peningkatan YoY indeks
produksi industri (Grafik 7).
Komunikasi dan transportasi terus memberikan kontribusi
yang signifikan pada pertumbuhan, dengan pertumbuhan
yang sangat pesat dalam volume komunikasi (16 persen
lebih tinggi YoY). Transportasi udara telah mengalami
akselerasi, tumbuh sebesar 21.6 persen YoY,
dibandingkan pertumbuhan negatif pada akhir 2008. Hal
ini konsisten dengan impor pesawat udara yang signifikan
dalam beberapa bulan terakhir yang mengembangkan
kapasitas industri. Kegiatan perbankan menjadi sedikit
lebih lambat dari Q3, namun tetap tumbuh dari sisi
perbandingan tahun ke tahun. Output dari lembaga
keuangan dan penyedia layanan bisnis lainnya secara
umum telah mengalami akselerasi, tumbuh sekitar 10
persen YoY.
b. V olume perda ga nga n mengalami ak s eleras i s eja la n dengan k ebangk ita n k embali
domes tik dan internas ional
Kebangkitan kembali
volume perdagangan
mengalami akselerasi,
memberikan kontribusi
pada pertumbuhan dan
meningkatkan surplus
perdagangan …
Volume perdagangan
yang disesuaikan kondisi musim (seasonally adjusted) terus
mengalami akselerasi pada Q4, dengan impor lebih cepat dibandingkan dengan ekspor
untuk pertama kalinya sejak masa kepulihan mulai. Impor lebih melambat dibandingkan
dengan ekspor dengan impor minyak, besi dan baja dan kendaraan bermotor tetap
berada jauh di bawah tingkat sebelum krisis. Namun net ekspor terus mendukung
pertumbuhan ekonomi pada Q4, meskipun kontribusinya lebih kecil dibandingkan triwulan
sebelumnya. Arus perdagangan bulanan terus mengalami kepulihan sejak titik rendahnya
pada awal 2009 (Grafik 8). Ekspor yang lebih tinggi didukung oleh kebutuhan yang
meningkat sejalan dengan bangkitnya ekonomi dari resesi dan naiknya harga komoditas
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
3
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
global yang berlanjut – membawa harga ekspor Indonesia semakin tinggi.
Pulihnya perdagangan layanan jasa juga terjadi pada Q4, setelah mengalami stagnasi
pada Q3. Ekspor layanan jasa naik 15 persen pada triwulan ini, didorong oleh layanan
bisnis sementara impor jasa naik 30 persen dalam Q3 (pertumbuhan QoQ tertinggi dalam
catatan), dengan pertumbuhan yang kuat dalam transportasi dan bisnis jasa dilengkapi
dengan peningkatan perjalanan pribadi oleh penduduk Indonesia.
…mendukung
peningkatan dalam
surplus dalam neraca
berjalan (current
account).
Surplus neraca berjalan meningkat pada Q4, dengan naiknya neraca perdagangan
melampaui peningkatan defisit pendapatan. Naiknya defisit pendapatan didorong oleh
transfer laba yang lebih besar oleh perusahaan minyak & gas, karena harga komoditas
yang lebih tinggi mengakibatnya repatriasi laba yang lebih besar.
G rafik 8: Arus perdagangan terus pulih …
G rafik 9: K epulihan nilai eks por telah berbas is luas …
(nilai dan neraca perdagangan, milyar USD)
(milyar USD, 3mma)
6
5
USD billion
USD billion
Trade Balance (LHS)
USD bn
USD bn
5
15
Exports (RHS)
Manufacturing
4
10
2
5
0
0
-2
-5
4
3
4
3
Agriculture
2
-4
2
Mining
-10
1
1
Oil & Gas
Imports (RHS)
-6
-15
Jan-08
Jul-08
Jan-09
0
Jan-10
Jul-09
Jan-07
Sumber: BPS
0
Jan-08
Jan-09
Jan-10
Sumber: BPS dan kalkulasi Bank Dunia
G rafik 10: …s ementara nilai impor mas ih di bawah tingkat
s ebelum kris is
(milyar USD, 3mma)
5
USD bn
USD bn
4
Capital
Intermediate
3
5
4
3
2
2
Oil & Gas
1
1
Consumption
0
Jan-07
0
Jan-08
Jan-09
Jan-10
Sumber: BPS dan kalkulasi Bank Dunia
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
4
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
2. P a s a r k e u a n g a n In do n e s ia m a m pu b e r ta h a n de n g a n b a i k m e n g h a d a pi g e jo l a k
y a n g m e n in g k a t p a s a r g lo ba l
a . Mes k i menghadapi gejolak globa l, s aham Indones ia rela tif mampu berta ha n da n
pas ar k euangan berpendapa ta n teta p ( fix ed inc ome ) mela njutk a n performa ya ng
k ua t
Walaupun saham dunia
cenderuk menurun,
Jakarta Composite Index
(JCI) mengalami
pergerakan positif di
bulan Januari dan
mendekati level yang
pernah dicapai di awal
2008
Meskipun terdapat kemunduran 5 sampai 6 persen dalam pasar saham global pada awal
tahun (termasuk penurunan 8 persen untuk Cina dan 6 persen untuk India), JCI
merupakan salah satu dari hanya sejumlah kecil indeks saham yang naik pada bulan
Januari (Grafik 11). Ini merupakan kontras dengan tren umum dari pasar keuangan
Indonesia yang lazimnya bergerak sejalan dengan pasar global dan mendemonstrasikan
tendensi beta yang tinggi, yaitu over-perform dalam bull markets dan underperform dalam
tren penurunan. Walaupun Meskipun net penjualan saham oleh pihak asing selama bulan
Februari mengakibatkan indeks mengalami penurunan kembali, JCI kembali menguat di
bulan Maret dan naik sebesar 5,6 persen year-to-date (ytd), menjadikannya sebagai salah
satu pemain terbaik di dunia.
G rafik 11: J C I merupakan s alah s atu dari s ejumlah kec il
indeks s aham yang terus naik pada bulan J anuari dan mas ih
merupakan s alah s atu s aham berpres tas i terbaik ytd dalam
2010
(indeks saham mencapai indeks 100 pada 2 Januari 2008)
115
Index 2 Jan 08=100
Index 2 Jan 08=100
120
IDR per USD
Index
8500
Jan 2010
100
Singapore
Jakarta
85
(Broad Dollar Index, mencapai indeks 100 pada 21 Januari
1997)
Jan 2010
Dow Jones
100
115
G rafik 12: : …dan R upiah mempertahankan pos is inya
terhadap US D mes kipun terdapat penguatan luas dari US D
dengan permas alahan hutang E ropa s elatan
IDR/USD
(RHS)
110
9500
85
FTSE
70
70
100
Dollar Index
(LHS)
10500
Nikkei
55
55
11500
90
Shanghai
40
40
IDR Appreciation
Bombay
25
Jan-08
25
Jul-08
Feb-09
Aug-09
Sumber: FRB, CEIC dan Bank Dunia
Mar-10
80
Jan-08
12500
Jul-08
Feb-09
Aug-09
Mar-10
Sumber: CEIC dan Bank Dunia
Rupiah tidak kehilangan
posisinya terhadap USD
meskipun USD menguat
luas setelah krisis hutang
Eropa
Setelah mengalami apresiasi 22 persen terhadap USD dari Maret-Desember 2009, rupiah
megalami depresiasi sedikit pada Januari namun menguat kembali pada bulan Februari
sehingga menjadi flat terhadap USD hingga saat ini (year to date) (Grafik 12). Sedikit
melunaknya IDR pada bulan Januari tidak terisolir namun merupakan bagian dari
penguatan luas dari USD terhadap mata uang utama (terutama G7) dipicu oleh
kekhawatiran tentang hutang publik yang tinggi dan semakin membesar dalam beberapa
negara Uni Eropa. The Federal Reserve Board’s Broad Dollar Index (yang meliputi 26
mata uang yang mewakili mitra perdagangan utama Amerika) meningkat 1.7 persen dan
lalu mundur sedikit pada bulan Februari dan awal Maret (Grafik 12).
Arus masuk modal asing
dan surplus perdagangan
merupakan dua faktor
kunci yang telah
membantu melindungi
Rupiah
Dua faktor yang telah membantu memperkuat posisi rupiah adalah masuknya arus modal
dan adanya surplus perdagangan. Sejak Juni 2006, net arus masuk modal asing ke
Indonesia mencapai USD 6.6 milyar, meningkatkan kepemilikan saham, obligasi
pemerintah dan instrumen pasar yang jangka pendek Indonesia oleh non-penduduk
sebesar 36 persen. Arus masuk ini, digabungkan dengan surplus dagang yang berjalan
(Grafik 8), telah menyokong berlanjutnya kekuatan Rupiah selama periode ini dengan
apresiasi mata uang sebesar 8.7 persen terhadap USD sejak Juni.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
5
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
G rafik 13: K urva yield untuk obligas i negara dalam rupiah
pemerintah terus turun, menc apai titik terendah dalam
s ejarah
(yields pada IDR sovereign bonds atau obligasi negara 1 hingga 15
tahun, persen)
14.5
Percent
Percent
Menjaga Momentum
Grafik 14: IDR sovereign bonds 5 tahun telah mencapai titik
terkuatnya dalam sejarah, namun demikian yield tetap
atraktif dibandingkan negara lain dalam kawasan ini
(yields IDR sovereign bonds atau obligasi negara 5 tahun dalam
bentuk persen
14.5
24
13.5
21
12.5
18
Percent
Percent
24
2 March 2009
13.5
12.5
18
Indonesia
1 May 2009
11.5
10.5
21
1 Sept 2009
11.5
15
10.5
12
15
12
Philippines
1 December 2009
9.5
23 February 2010
8.5
9.5
9
8.5
6
9
Thailand
6
Malaysia
26 March 2007
7.5
7.5
3
3
United States
6.5
6.5
1Y
2Y
3Y
4Y
5Y
6Y
7Y
8Y
9Y
10Y 11Y 12Y 13Y 14Y 15Y
Sumber: CEIC dan Bank Dunia
0
Jan-08
0
Jul-08
Jan-09
Jul-09
Jan-10
Sumber: JP Morgan, Datastream dan Bank Dunia
Yield obligasi negara
dalam rupiah saat ini
mencapai titik terendah
sepanjang sejarahnya…
Pasar keuangan berpendapatan tetap Indonesia juga telah mencatatkan performa yang
kokoh sampai saat ini pada tahun 2010, dengan mata uang lokal dan USD mendominasi
sovereign bonds menunjukkan kekuatan yang kontinyu. Sejak bulan Desember, kurva
yield untuk obligasi mata uang setempat terus mengarah turun ke tingkat rendah yang
belum pernah terjadi sebelumnya dalam seluruh tenor atau jangka waktu jatuh tempo,
tetapi terutama untuk obligasi berjanga empat hingga sepuluh tahun (Grafik 13). Pada
bulan Januari, yield pada IDR sovereigns berangka 5 tahun mencapai tingkat
terendahnya (sekitar 8.04 persen) sejak obligasi ini pertama diterbitkan pada tahun 2003
(Grafik 14)
…dan spread EMBI
terhadap USD sovereigns
juga terus menjadi
semakin kecil menuju ke
tingkat rendah yang
pernah terjadi di tahun
2007
Spread Indonesian EMBI USD bond juga telah kembali pulih ke tingkat yang sama
dengan akhir 2007 namun masih berada di atas titik terendah dalam sejarah yang terjadi
pada pertengahan tahun 2007 (Grafik 15). Spread Indonesia telah bertahan di bawah
rata-rata spread global untuk negara berkembang terhadap US Treasuries sejak bulan
Juli 2009. Sejauh bahwa spread EMBI dianggap sebagai pengganti atau proxy pengukur
“country risk,” spread Indonesia yang semakin mengecil mungkin telah berperan dalam
mengindikasikan penurunan resiko negara dan mendorong kepercayaan dalam beberapa
bulan terakhir. Bersamaan dengan upgrade rating pada hutang negara valuta asing dan
mata uang lokal oleh Moody’s pada bulan September 2009 dan oleh Fitch and Standard &
Poor’s pada Maret 2010, sehingga mengecilnya spread EMBI kemungkinan telah
membantu menarik investasi ke dalam pasar keuangan Indonesia.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
6
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
G rafik 15: S pread s overeign US D bond Indones ia terhadap
US T reas uries mas ih belum menc apai titik terendah s eperti
pada pertengahan tahun 2007 namun telah lebih menguat
dibandingkan hutang negara berkembang lainnya
(Spread EMBI Indonesia terhadap US Treasuries dan selisih antara
spread Indonesia dan rata-rata negara berkembang, dalam basis pts)
1200
Basis points
Basis points
Indonesian EMBI
USD Bond Spreads
(LHS)
1000
800
600
Indonesian Spreads Less
Global EMBI Average
(RHS)
400
200
0
Jan-05
Apr-06
Aug-07
Nov-08
Sumber: CEIC dan Bank Dunia
G rafik 16: P ihak as ing banyak menanamkan modal dalam
obligas i pemerintah bermata uang rupiah (s overeign bonds )
s ejak pertengahan 2009, meningkatkan kepemilikan mereka
menjadi 20 pers en dari obligas i outs tanding
(kepemilikan obligasi pemerintah IDR konvensional oleh nonpenduduk dan net pembelian bond yang sama, dalam milyar
rupiah)
400
140,000
300
120,000
200
100,000
100
80,000
0
60,000
-100
40,000
-200
20,000
Mar-10
Menjaga Momentum
IDR billion
Jan-07
IDR billion
Foreign holdings of
SUN outstanding
(LHS)
15,000
10,000
5,000
0
-5,000
Net Foreign
Purchases of SUN
(RHS)
-10,000
-15,000
Feb-08
Feb-09
Mar-10
Sumber: JP Morgan, Datastream dan Bank Dunia
Investasi asing di obligasi
pemerintah dalam rupiah
tidak terhentikan sejak
September, menyerap 90
persen dari penerbitan
bersih baru pada Q4 2009
dan lebih dari 50 persen
dalam beberapa bulan
pertama tahun 2010
Penanaman modal asing dalam obligasi pemerintah IDR sangat kuat dalam beberapa
bulan terakhir dan telah membantu mendorong harga obligasi (Grafik 16). Dalam triwulan
terakhir 2009 sekitar USD 4.4 milyat net arus masuk modal, lebih dari 40 persen di
antaranya ditanamkan dalam obligasi pemerintah IDR. Faktanya, lebih dari 90 persen dari
net peninkatan obligasi pemerintah IDR pada Q4 2009 diserap oleh pihak asing. USD 1
milyar dalam obligasi Rupiah sejak Januari, menyerap sekitar 50 persen dari penerbitan
baru (Grafik 16). Selain itu proporsi total obligasi pemerintah IDR outstanding yang dimiliki
oleh pihak asing telah meningkat sebesar 20 persen pada bulan Februari 2010, dari 14
persen pada bulan Maret 2009.
Pemerintah telah
menerbitkan 28 persen
dari target kotor
penerbitan obligasi untuk
2010 dan fundamental
yang kuat dan
penghasilan atau yield
yang tinggi akan terus
menarik penanaman
modal asing
Sampai saat ini dalam tahun 2010, pemerintah telah menerbitan IDR 49 trilyun obligasi
pemerintah (dalam satuan mata uang IDR dan non-IDR), setara dengan 28 persen dari
target gross penerbitan obligasi pemerintah yaitu IDR 175 trilyun. Meskipun Departemen
Keuangan telah mengajukan revisi proyeksi defisit anggaran 2010 sebesar 2.2 persen
dari PDB (IDR 129 trilyun) dari 1.6 persen (IDR 98 trilyun), surplus pendanaan pemerintah
2009 sebesar IDR 38 trilyun (mengalir dari defisit below-target) mengindikasikan bahwa
penerbitan obligasi awalnya kemungkinan tidak akan dinaikka.
Dalam melangkah ke depan, posisi fiskal Indonesia dan pandangan masa depan
pertumbuhan yang kuat, meningkatnya cadangan, pertumbuhan inflasi yang moderat dan
fakta bahwa obligasi pemerintah masih merupakan penghasil terbesar secara regional (di
antara pasar yang lebih cair dan terbuka), seharusnya dapat mendukung permintaan
untuk obligasi pemerintah Indonesia.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
7
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
K otak 1: Mengidentifkas i fluktuas i regular dalam Nerac a K euangan Indones ia
Para pengamat dan komentator secara rutin mengidentifikasikan gejolak dalam Neraca Pembayaran (BoP) Indonesia sebagai
kekhawatiran utama sehubungan dengan stabilitas makroekonomi negara. Perubahan yang besar dalam BoP seringkali dikaitkan
dengan kombinasi dari keterbukaan dan kurang berkembangnya pasar modal Indonesia serta sentiment investor asing yang
sensitif – yang dapat memicu arus modal yang besar. Meskipun hal ini jelas merupakan faktor penting yang memberikan kontribusi
pada bergejolaknya BoP Indonesia, terdapat pula fluktuasi reguler yang berkaitan dengan strategi penerbitan hutang dan jadwal
pelunasannya. Menyadari arus reguler ini meningkatkan analisa perubahan dalam posisi neraca pembayaran Indonesia secara
keseluruhan.
G rafik 17: F luktuas i dalam B oP s ebagian bes ar diakibatkan
oleh fluktuas i dalam financial account
(milyar USD)
6
$billion
$billion 6
G rafik 18: F luktuas i dalam financial account s angat
berkorelas i dengan perubahan reguler dalam hutang dan
pinjaman publik …
(milyar USD)
6
$billion
$billion 6
Public Portfolio
Debt and Loans
BoP balance
4
4
4
4
2
2
2
2
0
0
0
0
-2
-2
-2
-4
-6
Mar-04
Mar-05
Mar-06
Mar-07
Mar-08
-2
Financial Account
Balance
Financial Account
Balance
Mar-09
Sumber: BI
-4
-4
-6
-6
Mar-04
-4
-6
Mar-05
Mar-06
Mar-07
Mar-08
Mar-09
Sumber: BI, perhitungan Bank Dunia
Fluktuasi dalam BoP sebagian besar diakibatkan oleh fluktuasi dalam neraca keuangan (korelasi antara keseluruhan BoP dan
saldo neraca keuangan adalah 75 persen dan kurang dari 60 persen dengan neraca berjalan) (Grafik 17) yang kemudian sebagian
besar disebabkan oleh kenaikan dan penuruna secara reguler dalam arus hutang dan pinjaman portfolio publik (Grafik 18). Lebih
memahami pola rguler dalam arus ini dapat membantu memberikan pencerahan tentang potensi fluktasi dalam saldo neraca
keuangan. Yang terutama adalah pentingnya memahami mengapa arus tersebut rutin dalam masa lampau dan mengapa arus
tersebut reguler atau tidak reguler dalam masa mendatang.
G rafik 19: …s ementara komponen utama hutang dan
Portfolio hutang publik terdiri dari net pembelian SUN dan SBI pinjaman publik memiliki pola yang reguler
oleh pihak asung baik dalam pasar primer maupun sekunder.
(milyar USD)
Dengan besarnya penerbitan baru, pembelian dalam pasar
$billion 6
primer lazimnya akan mendominasi net pembelian dalam pasar
6 $billion
sekunder. Apabila kita mengasumsikan bahwa SUN and SBI
Public Portfolio
Debt (SUN & SBI)
dalam kepemilikan asing stabil maka determinan utama dari
4
4
fluktuasi daam pembelian asing adalah rencana penerbitan
Public Loans:
pemerintah. Maka, praktek pemerintah saat ini yang
Drawings
menerbitkan mayoritas SUN baru dalam paruh pertama tahun
2
2
berarti bahwa mayoritas pembelian asing terjadi dalam Q1 dan
Q2, menghasilkan net arus masuk yang besar. Dalam Q3 dan
0
0
Q4 – dimana penerbitan pemerintah berkurang– net arus
menjadi negatif karena arus masuk yang kecil didominasi oleh
pelunasan hutang yang jatuh tempo (Grafik 19). Dengan
-2
-2
kecenderungan bahwa praktek pemerintah akan terus berlanjut
Public Loans:
maka pola net arus masuk asing dalam hutang publik akan
Repayments
berlanjut, bermuara pada berlanjutnya fluktuasi neraca -4
-4
keuangan antara surplus dan defisit. Namun, pola fluktuasi ini
berkemungkinan akan cukup reguler (dengan asumsi tidak
-6
adanya goncangan yang signifikan)– dengan surplus yang lebih -6
Mar-04 Mar-05 Mar-06 Mar-07 Mar-08 Mar-09
besar pada Q1 dan Q4, dan surplus yang lebih kecil atau defisit
pada Q2 dan Q3.
Sumber: BI, perhitungan Bank Dunia
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
8
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
b. S urplus nera c a pemba ya ra n meningk a t s edik it pa da Q4, diduk ung oleh s urplus
dan a rus ma s uk modal
Surplus neraca
pembayaran (BoP) naik
pada Q4, karena surplus
perdagangan lebih besar
daripada penurunan
surplus neraca keuangan
urplus Neraca Pembayaran (BoP) meningkat sedikit menjadi USD 4.0 milyar pada Q4
dengan meningkatnya surplus perdagangan yang melampaui penurunan surplus akun
keuangan yang menurun sesuai perkiraan. Mengurangi dari alokasi SDR, surplus akun
keuangan meningkat dari Q3 ke Q4, didorong oleh arus masuk modal yang lebih besar ke
dalam obligasi pemerintah domestik dan ke obligasi swasta Indonesia, dengan net arus
masuk ke dalam hutang swasta secara total sebesar USD 1.2 milyar dalam Q4, tingkat
tertinggi dalam sejarah. Surplus dalam BoP berujung pada peningkatan cadangan devisa
Indonesia menjadi USD 69.6 milyar pada akhir Januari, hampir USD 10 milyar lebih tinggi
dibandingkan dengan titik tertinggi sebelum krisis pada Juli 2008 (Tabel 2). Cadangan
kemudian stabil pada nilai sedikit di bawah USD 70 milyar setelah triwulan pertama.
Arus modal dalam neraca
keuangan terus
mengalami ‘normalisasi’
Meskipun bersifat penuh gejolak, arus keuangan eksternal Indonesia terus kembali ke
pola-pola yang nampak sebelum titik puncak turbulensi pasar keuangan global (Kotak 1).
Penduduk telah kembali memasuki pasar saham asing dan arus masuk asing bersih yang
besar yang nampak pada Q4 telah mengkonfirmasikan kembalinya investor asing dengan
kuat ke aset keuangan lancar Indonesia.
T abel 2: C adangan devis a meningkat dengan naiknya s urplus B oP , s ec ara dominan
dikarenakan s urplus perdagangan yang meningkat
(milyar USD kecuali tidak dicantumkan)
Balance of Payments
Per cent of GDP
2006 2007 2008
14.5 12.7
-1.9
5.1
3.5
-0.5
Q1
1.0
0.8
2008
Q2
Q3
1.3
-.1
1.0 -0.1
Q4
-4.2
-3.8
Q1
4.0
3.5
2009
Q2
Q3
1.1
3.5
0.8
2.4
Q4
4.0
2.6
Current Account
Per cent of GDP
Trade Balance
Net Inome & Current Transfers
10.9
3.8
19.8
-8.9
10.5
2.9
20.9
-10.4
.1
0.0
9.9
-9.8
2.7
2.3
4.5
-1.7
-1.0
-0.8
2.1
-3.1
-1.0
-0.7
2.5
-3.4
-.6
-0.6
.9
-1.6
2.7
2.4
4.3
-1.6
2.9
2.2
5.4
-2.5
1.7
1.2
4.6
-2.9
3.4
2.2
6.9
-3.4
Capital & Financial Accounts
Per cent of GDP
Direct Investment
Portfolio Investment
Other Investment
3.0
1.1
2.2
4.3
-3.8
3.6
1.0
2.3
5.6
-4.8
-1.9
-0.4
3.4
1.7
-7.3
-.5
-0.4
.6
2.0
-3.2
2.1
1.6
.2
4.2
-2.3
2.4
1.6
1.9
-.1
.4
-5.8
-5.2
.7
-4.4
-2.2
1.9
1.7
.8
1.9
-.8
-2.2
-1.7
.2
2.0
-4.5
3.0
2.0
-.1
3.4
-.4
1.4
0.9
1.0
3.3
-2.9
.6
-1.4
-.2
-1.2
.2
-1.5
2.2
-.7
.4
-1.2
-.9
42.6
56.9
51.6
59.0
59.5
57.1
51.6
54.8
57.6
62.3
69.6
Errors & Ommissions
Foreign Reserves*
Sumber: BI, BPS via CEIC dan Bank Dunia
c . P ertumbuha n da lam uang bereda r teta p rela tif terk endalik an s ementara B I teta p
mempertahank an k ebijak an s uk u bunganya
Meskipun terdapat
surplus BoP dan
peningkatan cadangan
yang tinggi , hingga kini
gabungan kebijakan BI
yang terdiri dari
sterilisasi dan apresiasi
nampaknya efektif dalam
membatasi inflasi sejauh
ini
Meskipun surplus BoP dan peningkatan cadangan yang terkait mungkin berujung pada
akselerasi dalam uang yang beredar (money supply) dan tekanan inflasioner yang terkait,
hal ini belum terjadi dalam triwula pertama 2010, mengindikasikan bahwa kebijakan BI
untuk melakukan sterilisasi peningkatan uang yang beredar (melalui peningkatan
penerbitan instrumen pasar keuangan berjangka pendek) dan apresiasi IDR sudah cukup
efektif hingga saat ini (Silahkan melihat bagian B untuk analisa yang lebih terperinci
tentang sterilisasi arus masuk modal dan biaya terkait yang diemban oleh bank sentral).
Pertumbuhan dalam M2
and M1 tetap terkendali
terutama dibandingkan
dengan tingkat 2006-2008
Melihat uang yang beredar dengan lebih dekat, peningkatan cadangan sebesar USD 12
milyar sejak Juni mewakili 5.6 persen pada tinggal M2 pada bulan Juni, mengindikasikan
bahwa M2 mungkin telah mengalami akselerasi mendekati tingkat ini selain tren
pertumbuhannya. Namun, sejak bulan Juni, M2 telah meningkat sebesar USD 16 milyar
atau 13 persen annualized basis, lebih rendah dar rata-rata pertumbuhan tahunan M2
sebesar 18.3 persen dari 2006-2008 (Grafik 21) M1 hanya meningkat sebesar USD 2.5
milyar, atau 4.8 persen sejak bulan Juni (Grafik 20). Tingkat tahunan 8.1 persen ini jauh di
bawah rata-rata pertumbuhan M1 sebesar 24 per cent antara 2006 ke 2008.
Dengan adanya tekanan
Pertumbuhan uang beredar yang terkendali ini terjadi bersamaan dengan outcome inflasi
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
9
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
inflasioner yang tertahan
dan tingkat pinjaman
menurun yang kaku,
secara umum BI
diperkirakan akan terus
mempertahankan
kebijakannya pada
tingkat yang sama
yang lunak akhir-akhir ini (inflasi inti berada pada tingkat paling pelan selama satu
dasawarsa pada bulan Februari). Dengan tidak adanya tekanan inflasioner segera dan
fakta bahwa tingkat pinjaman telah bertahan pada titik yang relatif tinggi (dibahas di
bawah ini), para pengamat pasar keuangan secara umum mempercayai bahwa BI
cenderung tidak akan menaikkan suku bunga kebijakannya dari 6.50 persen dalam waktu
dekat. Sebagian besar partisipan pasar tidak memperkirakan kenaikan suku bunga
sebelum paruh kedua 2010 dengan beberapa di antaranya memprediksikan kenaikan
pertama hanya akan terjadi dalam Q1 2011.
G rafik 21: …dan pertumbuhan uang M2 s elama c ukup
terkendali, menc erminkan bahwa kebijakan s terilis as i yang
dilakukan B I berjalan cukup efektif
G rafik 20: K enaikan tajam dalam c adangan s ejak J uni tidak
menyebabkan pertumbuhan M1 yang pes at, ukuran paling
liquid dari uang beredar
(M2 dalam trilyun rupiah; total cadangan devisa dalam milyar
USD)
(M1 dalam trilyun rupiah; cadangan dalam milyar USD)
600
Menjaga Momentum
IDR trillion
USD billion
80
2250
IDR trillion
USD billion
500
70
2000
60
1750
50
1500
40
1250
30
1000
70
M1 "Narrow" Money
(LHS)
400
300
Total Reserves
(RHS)
200
100
Jan-06
Jul-06
Jan-07
Jul-07
Jan-08
Jul-08
Jan-09
Sumber: BI, CEIC dan Bank Dunia
Jul-09
80
June 2009
June 2009
Jan-10
Total Reserves
(RHS)
60
50
M2 Broad Monetary
Aggregates (LHS)
Jan-06
40
30
Jul-06
Jan-07
Jul-07
Jan-08
Jul-08
Jan-09
Jul-09
Jan-10
Sumber: BI, CEIC dan Bank Dunia
d. S ek tor perba nk an menunjuk k a n k es eha ta n s ec a ra k es eluruhan na mun k inerja
beberapa k a tegori tidak s eluruhnya baik
Sektor perbankan secara
umum dalam kondisi
yang cukup sehat, hal ini
di dasari oleh rasio
keuangan dan laporan
penghasilan bank-bank
Penghasilan bank utama dan indikator agregat seperti kelayakan modal dan
pengembalian dari aset mengindikasikan bahwa kesehatan sektor perbankan secara
keseluruhan tetap kokoh. Pada bulan Desember, rasio kredit macet bank komersial turun
ke 3.3 persen, yaitu dibawah rata-rata 2008 sebesar 3.6 persen dan jauh di bawah ratarata 2007 dan 2008 sebesar masing-masing 5.6 persen dan 8.0 persen. (Grafik 22)
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
10
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
G rafik 22: Indikator financ ial kunc i untuk s ektor perbankan
nampaknya kuat
(Ratio LDR, ROA, CAR and NPL dalam persen)
100
Percent
Percent
80
Loan to Deposit Ratio
(LHS)
10
Menjaga Momentum
G rafik 23: …namun beberapa kelompok bank memiliki angka
yang kurang menonjol terutama untuk NP L dan efis iens i
operas ional
(rasio kunci untuk sektor keseluruhan dan sub-kategori dalam
persen)
250
Percent
Percent
 Private National
Banks (excl top 14)
 Top 14 Banks
5
8
200
4
6
150
3
4
100
2
50
1
 Overall Banks
60
Non-Performing Loans
(RHS)
40
20
Return on Assets Ratio
(RHS)
2
Capital Adequacy Ratio
(LHS)
0
Jan-06
0
Oct-06
Jul-07
May-08
Feb-09
Sumber: BI dan Bank Dunia
Dec-09
0
0
CAR
(LHS)
LDR
(LHS)
Opex/Opinc
(LHS)
NPL
(RHS)
ROA
(RHS)
Sumber: BI dan Bank Dunia
…tapi kondisi kesehatan
perbankan di lapis tengah
cukup mervariasi (di luar
14 bank tertinggi)
Meskipun indikator agregat untuk sektor perbankan secara keseluruhan nampaknya kuat,
penting untuk mengingat bahwa 14 bank teratas mewakili 70 persen dari total aset sektor
perbankan dan dengan demikian mendominasi rasio agregat. Setelah mengeluarkan bank
teratas dari gambaran tersebut, indikator untuk sub-kategori lainnya dalam sektor
perbankan mungkin tidak sekuat perkiraan. Masalah ini telah dimunculkan dengan
problema yang baru-baru ini dialami Bank Eksekutif, bank tingkat menengah yang
memiliki rasio kredit macet 15.5 persen serta modal yang tidak memadai dan telah diberi
tenggat waktu sampai akhir Maret untuk membenahi keuangannya atau harus
menghadapi tindakan tegas dari bank sentral.
BI menkategorikan bank komersial di Indonesia menjadi enam kategori: bank milik
negara, bank daerah, bank milik asing, bank joint venture, bank swasta nasional dengan
valuta asing dan bank nasional tanpa valuta asing. Bila difokuskan pada dua sub-kategori
terakhir yang meliputi banyak dari bank tingkat menengah Indonesia seperti Bank
Eksekutif, maka rata-rata rasio kredit macet melonjak ke 4.43 persen, 16 persen lebih
tinggi daripada NPL rata-rata sektor keseluruhan dan 14 bank teratas (Grafik 23).
Terlebih, rasio efisiensi seperti return on assets (ROA) dan pengeluaran operasional
terhadap pedapatan operasional jelas lebih buruk dalam segmen ini. ROA untuk 14 bank
teratas adalah 60 persen lebih tinggi dibandingkan dengan bank nasional swasta dan
rasio belanja operasional terhadap pendapatan operasional untuk bank teratas adalah 71
persen lebih rendah (Grafik 23). Krisis Bank Eksekutif telah menunjukkan pentingnya
tidak mengabaikan bank dalam sub-kategori ini dan rasio efisiensi yang rendah dalam
sub-kategori ini mengindikasikan bahwa konsolidasi di antara tingkat bank ini dapat
meningkatkan kinerja sektor keseluruhan.
Pertumbuhan kredit agak
melambat sepanjang
tahun 2009 tetapi
persetujuan kredit sedikit
membaik di akhir-akhir
tahun, memberikan
harapan akan perbaikan
lebih lanjut di tahun 2010
Pertumbuhan kredit tetap lemah selama 2009 dengan pinjaman keseluruhan hanya naik
11.5 persen dalam 2009 dibandingkan dengan 32 persen pada 2008 (Grafik 24). Namun
pertumbuhan pinjaman naik dalam tiga triwulan terakhir (Grafik 25) dan dengan
ekspektasi pertumbuhan GDP yang kuat dan partisipan pasar tidak mengantisipasi
adanya peningkatan suku bunga dalam masa dekat, pinjaman diperkirakan akan lebih
membangun momentum selama enam bulan ke depan, Bahkan, persetujuan untuk
pinjaman baru kembali ke tingkat medio 2008 pada Q3 2009 (Grafik 26) , Dengan adanya
jeda/keterlambatan dua atau tiga bulan data persetujuan pinjama baru, akselerasi lebih
lanjut cenderung akan terjadi dalam paruh pertama tahun 2010.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
11
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
G rafik 25: P ertumbuhan kredit QoQ pos itif s elama ketiga
triwulan terakhir dan pers etujuan pinjaman baru telah
meningkat
G rafik 24 : P ertumbuhan kredit 2009 turun tajam
dibandingkan 2008 namun baru-baru ini telah berganti
haluan
(Persetujuan pinjaman baru triwulanan dalam trilyun IDR;
pertumbuhan kredit dalam persentase perubahan quarter-on
quarter)
(Total pinjaman dalam IDR trilyun; persentase perubahan
pertumbuhan kredit year-on-year)
Percent YoY
Percent QoQ
IDR trillion
45
Total Loans
(RHS)
40
Menjaga Momentum
IDR trillion (quarterly)
1600
12
1400
10
1200
8
1000
6
700
800
4
550
600
2
400
400
0
250
200
-2
35
1000
Credit Growth
(LHS)
New Loan Approvals
(RHS)
30
25
Credit Growth
(LHS)
1150
850
20
15
10
5
Jan-07
Aug-07
Mar-08
Oct-08
May-09
Dec-09
Sumber: BI dan Bank Dunia
Suku bunga pinjaman
akhirnya turun di bawah
14 persen namun margin
suku bunga tetap besar
Percent
Percent
Lending Rates
(RHS)
Jun-08 Sep-08 Dec-08
Mar-09
Jun-09 Sep-09 Dec-09
G rafik 27: R ata-rata net interes t margin Indones ia s ec ara
s ignifikan lebih tinggi dibandingkan negara lain dalam
kawas an regional
(rata-rata net interest margins untuk 2008 dan 2009, dalam
persen)
16
14
8
12
6
Mar-08
Salah satu unsur yang paling menonjol seputar perlambatan kredit tahun lalu adalah
tingginya biaya melakukan pinjaman dan fakta bahwa suku bunga pinjaman tidak
bergerak meskipun BI menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 300 basis point antara
Desember 2008-Augustus 2009. Pada November dan Desember 2009, suku bunga
pinjaman jatuh di bawah 14 persen untuk pertama kalinya dalam setahun dan akhirnya
kini sudah mulai mendekati tingkat sebelum September 2008 (Grafik 26). Namun, suku
bunga deposito juga terus menurun sehingga net interest margins (NIMs) jauh lebih besar
dibandingkan dengan lainnya dalam kawasan regional. Di titik di atas 5.5 persen,
Indonesia memiliki NIMs tertinggi dari negara manapun di kawasan regional dengan
Filipina dan Thailand sebagai negara lain yang NIMnya di atas 3 persen (Grafik 27).
Sementara NIM setinggi ini mungkin membuat bank Indonesia menjadi di antara yang
paling untung di kawasan regional, membesarnya spread antara suku bunga pinjaman
dan deposito dan tabungan meningkatkan biaya investasi dan konsumsi kelancaran dan
dengan demikian mungkin membatasi pertumbuhan ekonomi.
(net interest margin, tingkat pinjaman dan deposito, persen)
Net Interest Margin
(LHS)
Jun-07 Sep-07 Dec-07
Sumber: BI dan Bank Dunia
G rafik 26: S uku bunga pinjaman akhirnya turun di bawah 14
pers en dan mulai mendekati tingkat s ebelum kris is
10
100
Mar-07
Net Interest Margin (%)
6
2008
2009
5
4
Deposit Rates
(RHS)
10
3
8
BI Policy Rate
(RHS)
6
4
2
1
0
4
2
2
Sep-07
Jun-08
Mar-09
Sumber: BI dan Bank Dunia
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Dec-09
Sumber: Fitch Ratings dan Bank Dunia
Maret 2010
12
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
3. K e n a ik a n h a r g a m a k a n a n a da l a h y a n g pa lin g m e m p e n g a r u h i pe r g e r a k a n in fl a s i
di ta h u n 2 01 0
Tingkat inflasi bergerak
menjauhi titik rendah
2009
Tingkat inflasi terus meningkat meninggalkan kerendahan selama ini pada pergantian
tahun 2010 dan pada bulan 2010 telah naik 3.8 persen (YoY), tingkat tertingginya dalam
bulan. Meskipun dengan peningkatan headline rate, masih jauh di bawah tingkat sebelum
krisis (Grafik 28). Harga konsumen naik pada 2009 dengan paling lambat dalam satu
dasawarsa. Outcome inflasi untuk dua bulan pertama 2010 digabungkan dengan outcome
Januari di atas ekspektasi pasar dan outcome Februari di bawah ekspektasi.
Tingkat inflasi Indonesia dalam beberapa bulan terakhir stabil bila dibandingkan dengan
mitra dagang regionalnya dan tetap bertahan lebih tinggi dibanding sebagian besar
disebabkan oleh pass-through dari apresiasi Rupiah dan dari sistem regulasi harga energi
pemerintah yang memutuskan rumah tangga dari kenaikan kembali harga energi global.
Dengan pengecualian Jepang, semua mitra dagang utama Indonesia mengalami tingkat
inflasi positif dengan Filipina saat ini telah di atas 4 persen dan Thailand 3.7 persen.
G rafik 28: Inflas i headline meningkat di awal tahun 2010
menjadi yang terendah s elama 10 tahun terakhir di akhir
2009
G rafik 29: K enaikan harga makanan telah berdampak lebih
luas terhadap inflas i poverty bas ket dis banding inflas i
headline
(tahun-ke-tahun dan bulan-ke-bulan inflasi harga konsumen) (persen perubahan tahun-ke-tahun)
4
Per cent
Per cent
Inflation
(RHS)
3
BI Rate
(RHS)
16
25
12
20
8
15
Per cent
Per cent
25
Food
20
Core inflation
(RHS)
2
15
Poverty Basket
Inflation
1
4
10
10
Headline
inflation
0
0
5
-4
0
5
Inflation (monthly)
(LHS)
-1
Mar-07
Mar-08
Mar-09
Sumber: BI, BPS dan Bank Dunia
Mar-10
Mar 07
0
Mar 08
Mar 09
Mar 10
Sumber: BPS dan Bank Dunia
Pergerakan baik dalam
harga pangan lokal dan
global berdampak
berbeda pada IHK barubaru ini
90 persen pertumbuhan harga konsumen dalam bulan-bulan pertama 2010 berasal dari
=pangan yang lebih tinggi terutama harga biji-bijian. Harga ini lzimnya naik pada
pergantian tahun karena musim hujan mengganggu pasokan dan menjelang panen baru;
antara November dan Februari harga biji-bijian eceran naik sebesar rata-rata 3.4 persen
antara 2003 dan 2009. Namun peningkatan tahun ini lebih kuat dibanding biasanya,
hampir 4.2 persen, sebagian mencerminkan peningkatan harga biji-bijian global setelah
kondisi budidaya yang buruk. Harga retail beras domestik, yang agak terlindung dari
pergerakan harga global dengan pembatasan perdagangan beras, naik 14 persen pada
tahun tersebut ke Januari. Harga gula global naik dua kali lipat setelah cuaca buruk di
India dan Brazil sehingga juga mengakibatkan peningkatan harga retail domestik (dalam
tahun tersebut hingga Januari) dengan apresiasi Rupiah sebagian menyeimbangkan
naiknya harga internasional
…terutama
mempengaruhi rumah
tangga yang lebih miskin
Peningkatan dalam harga bahan pangan pokok ini terutama berdampak pada rumah
tangga lebih miskin. Bahan pangan mewakili 63 persen dari keranjang konsumsi rumah
tangga ini secara rata-rata dan pertumbuhan yang relatif kuat dalam biaya hidup mereka
pada tahun 2010 mengangkat inflasi keranjang miskin menjadi 3 persen di atas tingkat
headline. (G rafik 29 )
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
13
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Sementara inflasi inti
menjadi lebih pelan
Menjaga Momentum
Ukuran inti inflasi terus melunak dari November menjadi 3.8 persen, yang paling pelan
sejak awal tahun 2000an dengan banyaknya gejolak harga bahan pangan meningkatkan
tingkat tingkat inflasi headline dikecualikan dari ukuran inti (G rafik 28 ).
G rafik 30: K enaikan harga komoditas dunia baru-baru ini
telah meningkatkan inflas i yang dis ebabkan barang impor
Harga petanian mendominasi inflasi penjualan partai
besar; pertumbuhan harga pertambangan dan konstruksi
(harga komoditas global berindeks dalam Rupiah pada Jan tetap terbatas. Harga produsen meningkat secara
keseluruhan pada 2008 namun sebagian besar dari
2007; tingkat inflasi tradeable)
kenaikan terurai pada tahun 2009. Harga dangan
Per cent
Per cent
18 perlahan tetap naik memasuki Januari meskipun Rupiah
100
lebih kuat.
Tradeable inflation
Global energy
(lagged 3 months)
(RHS)
prices
(LHS)
Inflasi harga konsumen yang lebih pelan selama tahun
50
12 terakhir ini juga telah membatasi pertumbuhan harga
0
dalam ekonomi keseluruhan seperti yang terukur dalam
deflator PDB, menjadi 6.6 persen dalam tahun hingga Q4.
Pertumbuhan yang relatif lebih cepat dalam barang
investasi dan harga pelayanan pemerintah terus
memisahkan deflator PDB di atas harga konsumen
(diuraikan dalam Bagian B). Untuk keseluruhan tahun
2009, rata-rata harga PDB naik sekitar 8.5 persen, yang
paling pelan sejak 2003.
6
Global
non-energy
prices
(LHS)
0
-50
Feb-07
Feb-08
Feb-09
Feb-10
Sumber: BPS via CEIC dan Bank Dunia
4. D e fi s it a n g g a r a n p e m e r in ta h ta h u n 20 09 le bih k e c il da r ip a da pe r k ir a a n
a . P enda pa ta n ak hir ta hun ya ng lebih bes a r, s eba gian offs et oleh belanja ya ng
s egaris lebih k ua t mengurangi defis it menja di 1.6 pers en da ri P DB dalam 2009
Defisit 2009 lebih rendah
dari perkiraan …
Sementara penerimaan dan belanja pemerintah mencatat penurunan yang signifikan
pada 2009, penerimaan yang cukup tinggi pada akhir tahun 2001 menghasilkan defisit
yang lebih kecil dari perkiraan, yaitu 1.6 persen dari PDB, lebih rendah dari proyeksi
sebelumnya bahwa defisit anggaran 2009 akan sebesar antara 2.3 dan 2.4 persen PDB.
… namun, meskipun
kekuatan pada akhir
tahun, total penerimaan
pemerintah tetap lemah
selama 2009, sejalan
dengan pemotongan
pajak, harga komoditas
yang lebih rendah dan
pertumbuhan nominal
PDB yang lebih pelan
Total penerimaan pemerintah 1.5 persen lebih lemah dibandingkan tahun 2008. Terdapat
penerimaan yang siknifikan pada bulan Desember yang menyeimbangkan penurunan
umum sepanjang 2009 (Grafik 31). Total penerimaan pada November 2009 adalah 17.9
persen lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada 2008, dan pada akhir tahun
telah meningkat hampir 6.5 persen. (Grafik 32)
Terjadi penguatan pada bulan Desember yang disebabkan oleh dua hal, alasan pertama,
penyebab 60 persen dari penguatan, karena pembayaran oleh korporasi yang cukup
tinggi pada bulan Desember. Penguatan ini didorong oleh penerimaan non-pajak dari gas;
yang memiliki kinerja terbaik pada 2009 dengan kontribusi sekitar 15 persen dari
penerimaan non-pajak. Penerimaan non-pajak berasal dari gas disebabkan ekstraksi
yang kuat dari komoditas gas. Selain itu, pajak pendapatan memberikan performa yang
lebih baik daripada yang diperkirakan.
Alasan kedua, meliputi 40 persen dari penguatan yang tak terduga adalah karena
pembayaran penerimaan tunggakan VAT pada bulan Desember. Pembayaran ini menjadi
bagian dari penegakan kepatuhan kantor Pajak dalam mengumpulkan pendapatan dari
wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
14
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 32: … dengan realis as i yang ternyata kuat pada
G rafik 31: Dibandingkan dengan 2008, total pendapatan tetap Des ember karena pembayaran tunggakan V AT yang hanya
s ekali s aja
lemah hampir s epanjang 2009 …
(pemisahan persentase bulanan dari total realisasi)
20
Per cent
(kumulatif persentase perubahan year-on-year)
Per cent
20
-8
16
16
-10
12
12
2008
2009
December strength
Per cent
Per cent
IEQ Q2
IEQ Q3
-10
-12
-12
Growth excluding the VAT payment
-14
8
8
4
4
-14
-16
0
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
-8
-16
Realized growth
-18
-18
Previous forecast
-20
-20
Jun-09
Jul-09
Aug-09
Sep-09
Oct-09
Nov-09
Dec-09
Sumber: MoF
Pendapatan pajak pada
tahun 2009 di bawah
tahun 2008,
mencerminkan tingkat
penurunan pajak, namun
lebih tinggi dari perkiraan
Pendapatan pajak pada akhir 2009 adalah 2.5 persen lebih lemah dibandingkan 2008
sejalan dengan tingkat pemotongan pajak sebagai bagian dari paket stimulus pemerintah
dan pertumbuhan PDB nominal. Hal ini terutama disebabkan melemahnya pengumpulan
pajak pendapatan sehubungan dengan jatuhnya harga minyak internasional dan turunnya
tingkat pajak korporat dari 30 persen menjadi 28 dan 25 persen (T abel 3 ). Selain itu pajak
perdagangan internasional menurun karena melemahnya permintaah eksternal dan
jatuhnya harga minyak sawit mentah (CPO), sehingga berdampak pada penerimaan dari
pajak ekspor (Lihat Kotak 2.) Bea cukai yang diterapkan pada produk tembakau dan
alcohol, tetap tumbuh tinggi pada 2009, tercatat sedikit di atas 10 persen.
G rafik 33: P erforma pembelanjaan di jajaran kementrian
membaik di 2009…
G rafik 34: … tetapi pola pembelanjaan mas ih s aja c enderung
membes ar di akhir tahun fis kal
(penyaluran anggaran aktual dan anggaran revisi)
(pengeluaran triwulanan terdap pengeluaran total tahunan)
160%
Actual vs Revised Budget (APBN-P)
2007
2008
2009
50%
Line ministries quarterly spending of total actual (%)
2007
140%
2008
2009
40%
120%
100%
30%
80%
20%
60%
40%
10%
20%
0%
0%
Personal Materials Capital
Int. Subsidies Social
payments
Others Total CG Transf.
Total
Q1
Q2
Q3
Q4
Sumber: Departemen keuangan
Pendapatan non-pajak
juga tetap sangat lemah
pada tahun 2009, namun
mengakhiri tahun dengan
lebih kuat dari perkiraan
Pendapatan non-pajak mengakhiri tahun 30.1 persen lebih lemah dibandingkan 2008.
Pendapatan non-pajak jauh lebih banyak bergejolak dibandinhgkan pendapatan pajak
dan lazimnya tidak memiliki korelasi yang baik dengan pergerakan dalam ekonomi.
Seperti halnya dengan pendapatan pajak, jatuhnya harga minyak internasional adalah
faktor yang besar dalam kelemahan secara umum. Pendapatan minyak non-pajak
mengurangi 41.5 percentage points dari total pertumbuhan non-pajak yang sebagian
diseimbangkan oleh kekuatan pendapatan gas. Pendapatan non-pajak lainnya mengakhiri
tahun 2009 secara luas selaras dengan ekspektasinya (T abel 3 )
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
15
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Kinerja belanja
kementerian negara telah
meningkat meskupun
selama 2009 tingkat
pencairan segaris
dibawah tingkat 2008
Secara total pemerintah membelanjakan 95 persen dari anggaran hasil revisi (APBN-P)
pada tahun 2009. Perbaikan yang perlu dicatat dilihat dari belanja modal dan material
dimana hampir 100 persen dan 88 persen dari alokasi anggaran dicairkan. Belanja di
bawah anggaran untuk subsidi energi dan pembayaran bunga mendorong keseluruhan
tingkat pencairan di bawah tahun 2008, mencerminkan harga minyak yang moderat dan
apresiasi Rupiah selama tahun tersebut (Grafik 33). Pencairan 2009 merupakan kontras
dengan tahun 2008. Pada 2008, pemerintah membelanjakan hampir 100 persen dari
anggaran hasil revisi disebabkan oleh belanja subsidi yang besar (120 per cent) namun
kinerja belanja kementerian negara yang lebih rendah.
… namun pola pencairan
masih miring ke akhir
tahun anggaran
Meskipun belanja untuk program inti telah meningkat, pola belanja keseluruhan masih
miring ke akhir tahun anggaran dengan 37 persen anggaran total dibelanjakan dalam
akhir triwulan 2009. Hal ini meliputi sekitar 49 persen belanja modal, 42 persen belanja
material, 57 persen subsidi dan 49 persen belanja bantuan sosial (Grafik 34).
Sebagian besar belanja
stimulus fiskal telah
dicairkan, mendukung
pertumbuhan output pada
2009
Menurut Departemen Keuangan, paket stimulus sebesar IDR 73.3 trilyun atau 1.4 persen
dari PDB akan memberikan kontribusi pertumbuhan PDB sebesar 1.28 percentage points.
Pada sisi belanja, kementerian negara mampu menyelenggarakan program stimulus
mendekati jumlah yang dianggarkan. Secara total, pemerintah membelanjakan IDR
10.6 trilyun, atau 96.9 persen dari IDR 11.6 trilyun stimulus fiskal yang dianggaran
(Bagian B membahas dengan lebih terperinci dampak belanja publik pada pertumbuhan).
T abel 3: P erkembangan pendapatan dan pengeluaran
(pendapatan dan pengeluaran pemerintah pusat)
2006
2007
2008
2009 Explanation for 2009
Annual percent change and percentage
point contributions
Total cental gov't
revenue
28.8
11.3
38.2
Tax revenue
17.9
20.4
33.4
-2.5
2.8
-4.1
0.7
-0.2
-11.5 Global economic slow dow n and falls in international oil prices
Cuts in tax rates, low er profits and formal w ages w ith low er commodity prices
and slow er activity grow th
Low er profits w ith low er commodity prices & demand; cuts in tax rates
Around a 50% fall in the international oil price; slightly low er production
Less discretionary spending, partic. for goods subject to luxury tax rates
Slow er investment
Non-oil and gas
Oil and gas
VAT
Land and building tax
Duties on land and
building transfer
Excise
Other taxes
Import duties
Export duties
7.3
2.3
6.3
1.3
7.1
0.5
7.8
0.7
11.0
6.4
11.1
0.4
-0.1
0.7
-0.1
1.3
0.1
-0.8
0.2
1.7
0.1
1.1
0.8
1.3
0.1
1.2
1.9
0.8
0.0
-0.7
-2.0
Slow ing in consumption, offsetting the increase in cigarette excise rate
Slow ing of economic activity
Reduced import values w ith low er commodity prices and destocking
Low er CPO price
Non-tax revenue
Oil
Gas
Mining
Forestry
Fishery
SOE transfer
Other
54.5
35.6
1.4
2.4
-0.6
0.0
6.9
8.8
-5.2
-13.9
-0.8
-0.4
-0.1
0.0
0.1
9.9
49.1
35.0
5.3
1.4
0.2
0.0
2.7
4.6
-30.1
-41.5
14.8
0.2
-0.1
0.0
-1.0
-4.4
Significant falls in oil prices
Around a 50 per cent fall in international oil prices
Strength in production
Low er prices and some w eakening in volume demand reducing profits
Slow ing demand for w oods and related products
A small item w here contributions to grow th remain low
Reduced domestic demand reducing activity
Low er fee collection through the slow ing of domestic activity
21.8
14.7
37.3
5.3
5.0
6.1
4.4
1.0
3.9
1.7
2.1
2.1
-5.0
4.4
0.5
1.6
1.4
2.9
3.8
0.2
1.7
-3.7
9.7
24.8
Central gov't
expenditure
Salaries
Goods and services
Capital
Social assistance
Others
Interest payments
Subsidies
0.1 Reduced economic activity
-7.5 Grow th in programmatic spending offset by a sharp decline in subsidies
Grow th in line w ith previous years' and streamlined 13th month salary payment
Increase in government consumption and early procurement
Planned government investment being spent earlier in the year
Grow th in social expenditure and the BLT program
Election spending and increased 'planned expenditure'
In line w ith projections, w ith appreciation in IDR offsetting higher interest costs
0.7
on new debt
Refined fuel prices have halved and the government continues to encourage
-16.8
less consumption of higher cost-energy
2.2
2.7
0.2
2.4
1.2
Poin persen perubahan tahunan ditulis tebal, poin persen kontribusi ditulis tidak tebal,Sumber: MoF dan World Bank
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
16
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
K otak 2: Naik dan turunya harga minyak s awit mentah telah berdampak dras tis pada bea eks por
Bea ekspor dalam sejarahnya merupakan sumber pendapatan pemerintah yang T able 4: Tarif bea eks por C P O didas arkan pada
sangat kecil, stabil, dengan rata-rata sekitar 0.2 persen dari total pendapatan perkembangan dalam harga C P O internas ional
dari 2001 hingga 2007. Namun, 2008 membawa pertumbuhan yang kuat dimaa
(USD per ton metric, persen)
bea ekspor meningkat menjadi 2.1 persen sebagai bagian total pendapatan
International CPO price
CPO tariff
pemerintah. Sejak titik puncak tertinggi yang belum pernah terjadi, bea ekspor
(USD/MT)
(per cent)
jatuh tajam ke 0.1 persen dari total pendapatan dalam 2009 dan cenderung
akan tetap lemah pada 2010.
Hampir semua pendapatan bea ekspor bersumber dari tariff pada minyak sawit
mentah (crude palm oil - CPO) dan produk terkait, beberapa di antaranya
komoditas ekspor kunci Indonesia. Porsi ‘non-Cpo’ yang sangat kecil dari bea
diperoleh dari ekspor kayu, pasir dan produk kulit, namun lazimnya hanya
mewakili kurang dari 2 persen dari pendapatan ekspor.
< 700
701 - 750
751 - 800
801 - 850
851 - 900
901 - 950
951 - 1,000
1,001 - 1,050
1,051 - 1,100
1,101 - 1,150
1,151 - 1,200
1,201 - 1,250
> 1,250
0.0
1.5
3.0
4.5
6.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
Bergejolaknya pendapatan ekspor baru-baru ini diciptakan oleh struktur tariff
variable yang diterapkan pada ekspor komoditas CPO dimana tariffnya
tergantung pada harga CPO internasional (Table 4). Struktur tariff ini
menjelaskan sebagian besar keuntungan pendapatan tak terduga pada tahun
2008 pada saat harga CPO internasional melonjak tinggi (Grafik 35). Misalnya,
pada tahun 2008, saat harga CPO berada di atas USD1,250/MT, bea tariff
maksimum diterapkan pada pendapatan ekspor CPO. Sebaliknya pada 2009
harga CPO bertahan di bawah USD700/MT selama sebagian besar tahun
Sumber: Ministry of Finance
tersebut yang setara dengan ekspor bebas bea.
Tujuan dari struktur tariff ini adalah untuk melindungi konsumen komoditas CPO
domestik dengan memastikan adanya pasokan dengan harga yang relatif stabil
untuk pasar domestik sementara menghasilkan pendapatan saat harga CPO
melampaui USD 700/MT dan menciptakan pemisah antara harga yang dapat
diterima produsen dari pasar internasional dan domestik.
Namun, sisi buruknya adalah bahwa mekanisme pricing ini dapat menciptakan disinsentif sisi penawaran (supply side) berjangka
panjang untuk produsen minyak sawit apabila mereka tidak mampu secara utuh mempertahankan penghasilan dari perdagangan
internasional saat terdapat peningkatan harga CPO yang signifikan. Dengan jalannya waktu, hal ini dapat berujung pada
penurunan investasi dalam produksi CPO atau bermuara pada substitusi dari produksi CPO ke produksi komoditas lainnya yang
tidak memberlakukan bea ekspor.
Selama masa booming penerimaan bea ekspor ini, pertumbuhan volume ekspor CPO tetap relatif stabil, sebagian mencerminkan
keterlambatan dalam kemampuan produsen untuk memperluas output sebagai tanggapan pada pergerakan harga pasar
internasional (Grafik 36). Sementara bea ekspor diharapakan akan pulih pada 2010, kemungkinannya kecil bahwa akan mencapai
titik puncak tahun 2008 kecuali terdapat kenaikan baru dalam harga minyak dunia.
G rafik 35: P endapatan eks por tak terduga telah berakhir
dengan jatuhnya harga C P O …
G rafik 36: P endapatan eks por tak terduga telah berakhir
dengan jatuhnya harga C P O …
(tingkatan dalam milyar rupiah and USD)
(tingkatan dalam milyar rupiah and USD)
2,500
IDR billion
USD
2,000
MT
MT
1,500
18,000
18,000
1,250
15,000
15,000
1,000
12,000
12,000
USD700 threshold
1,500
1,000
750
9,000
International CPO price (RHS)
500
500
0
250
Export duties (LHS)
-500
9,000
Exports of CPO (volumes)
0
Dec-02 Dec-03 Dec-04 Dec-05 Dec-06 Dec-07 Dec-08 Dec-09
6,000
6,000
3,000
3,000
0
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Sumber: Departemen Keuangan, BPS
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Sources BPS; * Asosiasi Pengusaha CPO Indonesia 2009
Maret 2010
17
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
5. P r o s p e k e k o n o m i In do n e s i a c e n d e r u n g te r u s m e n g a la m i p e r b a i k a n
a.
T ingginya permintaa n domes tic digha ra pk an da pa t menutupi penuruna n
k ontribus i net ek s por, s ementa ra s urplus nerac a berja la n k emungk inan ak an
mengec il
Prospek ekonomi
Indonesia cenderung
membaik disepanjang
Desember 2009 – Maret
2010
Pandangan ke depan untuk ekonomi Indonesia telah menguat sedikit antara Desember
2009 dan Maret 2010 (Grafik 37). Pada tahun 2010, ekonomi Indonesia diperkirakan akan
tubuh sebesar 5.6 persen. Meskipun pandangan ke depan untuk beberapa di antara
pendorong pertumbuhan Indonesia telah meningkat terutama mitra perdagangan utama
dan pertumbuhan kredit domestik, ekonmi masih menghadapi resiko yang substansial
(lihat di bawah). Menjelang 2011 pertumbuhan diperkirakan akan kembali ke tren sekitar
6.2 persen atau lebih.
Pertumbuhan investasi
diperkirakan akan
mengalami kebangkitan
sementara belanja
pemerintah kemungkinan
akan tetap kuat
Pendorong utama pertumbuhan Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan akan terus
berasal dari permintaan domestik, dengan sektor eksternal memberikan kontribusi kurang
dari tahun 2009 (Tabel 5). Belanja konsumsi swasta diperkirakan akan mengalami
percepatan, tumbuh sekitar 5.3 persen pada 2010, dengan pertumbuhan tetap moderat,
mengangkat daya beli riil. Pertumbuhan investasi juga diharapkan akan mengalami
akselerasi pada tahun 2010, didukung oleh harga komoditas dan permintaan eksternal
yang meningkat. Konsumsi pemerintah diperkirakan akan terus tumbuh dengan belanja
yang lebih besar untuk program inti pemerintah dan peningkatan tingkat pencairan.
G rafik 38: …s eiring dengan pos is i para mitra dagang
G rafik 37: P os is i pertumbuhan Indones ia membaik
(rata-rata pertumbuhan PDB tahunan mitra dagang ekspor
Indonesia, persen)
(rata-rata pertumbuhan PDB tahunan, persen)
Per cent
Per cent
Per cent
Per cent
8
6
6
6
4
4
4
4
2
2
2
2
0
0
0
-2
8
December
Forecasts
Current
0
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: BPS dan Bank Dunia forecasts
Perbaikan di arus
perdagangan sepertinya
akan terus belanjut …
December
2011
Forecasts
Current
6
-2
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: CEIC, Consensus Forecasts Inc dan Bank Dunia
Bangkit kembalinya ekonomi dunia dan harga komoditas diperkirakan akan mendukung
pertumbuhan kokoh yang kontinyu dalam ekspor Indonesia (Tabel 5). Pertumbuhan
diperkirakan akan berbasis luas, meskipun peningkatan permintaan untuk bahan mentah
dari Cina dan India berpotensi membawa ekspor komoditas jauh lebih pesat
percepatannya daripada barang lain memasuki tahun 2011. Impor diperkirakan akan pulih
lebih cepat daripada ekspor dengan ekonomi domestik mengalami pertumbuhan yang
lebih cepat daripada mitra dagang inti (MTP) Indonesia dan produksi untuk memenuhi
pertumbuhan yang berkesinambungan dalam ekspor non-komoditas membutuhkan lebih
banyak input impor. Hal ini diperkirakan akan mengecilkan surplus perdagangan dari USD
21.2 milyar pada 2009 menjadi sekitar USD 14 milyar pada tahun 2010. Surplus
diperkirakan akan stabil pada 2011, dengan ekspor dan impor nominal keduanya
mempertahankan pertumbuhan yang kokoh.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
18
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
T abel 5: P royeks i ekonomi makro Indones ia
(persen perubahan, atau yang lainnya bila di catat berbeda)
Annual
Year to December quarter
Revision to Annual
2009
2010
2011
2009
2010
2011
2010
2011
6.2
5.7
5.4
5.9
5.9
5.7
0.1
0.0
0.0
1. Main econom ic indicators
Total Consumption expenditure
4.9
5.3
5.3
4.0
5.4
5.6
0.2
Government consumption
Private consumption expenditure
15.7
8.1
6.1
17.0
7.9
6.2
-0.7
0.3
Gross fixed capital formation
3.3
8.4
7.2
4.2
8.2
6.6
-0.6
-0.2
Exports of goods and services
-9.7
15.7
10.8
3.7
7.9
12.6
6.9
-0.1
Imports of goods and services
-15.0
18.5
12.1
1.6
10.4
13.6
5.9
0.0
4.5
5.6
6.2
5.4
5.7
6.4
0.0
0.1
Trade balance (USD bn)
21.2
14.0
13.7
n/a
n/a
n/a
4.0
2.8
Balance of payments (USD bn)
12.5
6.2
4.7
n/a
n/a
n/a
1.2
1.7
4.0
3.2
3.5
n/a
n/a
n/a
-0.9
0.8
4.8
5.3
6.1
2.6
5.9
6.5
-0.1
0.2
Gross Dom estic Product
2. External indicators
Financial account balance (USD bn)
3. Other econom ic m easures
Consumer price index
Poverty basket Index
5.8
6.0
6.3
2.9
6.0
6.5
0.6
0.4
GDP Deflator
8.5
10.2
12.0
6.6
11.5
12.3
1.0
1.1
Nominal GDP
13.4
16.3
18.9
12.4
17.8
19.5
1.1
1.4
10356
9400
9400
9475
9400
9400
-100.0
-100.0
4. Econom ic assum ptions
Exchange rate (IDR/USD)
7.1
6.5
6.5
6.5
6.5
6.5
0.0
0.0
Indonesian crude price (USD/bl)
Interest rate (SBI, 1 month)
61.6
78.3
81.3
75.1
79.6
82.0
-0.7
-2.3
Major trading partner grow th
-1.0
4.3
4.0
3.3
3.2
4.4
0.5
0.1
Catatan: Arus perdagangan yang diproyeksikan berkaitan dengan akun nasional yang mungkin terlalu tinggi menyatakan
pergerakan sebenarnya dalam volume perdagangan dan kurang menyatakan pergerakan harga akibat selisih seri harga.
Surplus neraca
pembayaran diperkirakan
akan mengecil pada 2010
dan 2011, dengan
pemulihan harga
komoditas dan impor
membawa neraca
berjalan mendekati
keseimbangan (balance)
Surplus Neraca Pembayaran diperkirakan akan mengecil selama 2010 dan 2011,
sementara tetap memiliki surplus atau mendekati surplus, mendukung akumulasi
cadangan lebih lanjut (Tabel 6) Neraca berjalan diperkirakan akan bergerak menuju
keseimbangan melalui cakrawala prakiraan karena surplus dari perdagangan dan current
transfers hampir seluruhnya diseimbangkan oleh perluasan defisit pendapatan. Defisit
pendapatan diperkirakan akan meluas secara penuh karena adanya repatriasi laba yang
lebih besar pada pemegang saham asing, karena nilai minyak dan gas, batubara dan
CPO output meningkatkan produksi dan harga energi dunia yang relatif tinggi. Pengiriman
uang (remittance) dari tenaga kerja Indonesia yang berkerja di luar negeri diharap akan
stabil.
Net investasi langsung kemungkinan akan naik, didasari oleh pertumbuhan domestik
yang kuat dan peningkatan kondisi keuangan internal. Yang menyeimbangan hal ini
adalah proyeksi surplus yang segaris lebih rendah dalam investasi portfolio, dengan
penduduk domestik terus melakukan investasi ulang dalam saham dan pasar hutang
asing, dan Pemerintah menghadapi amortisasi SUN yang lebih tinggi. Namun, alur masuk
investasi portfolio baik dalam kelas jangka menengah dan jangka panjang diperkirakan
akan tetap kokoh, dengan asumsi tidak ada kemunduran kegiatan transaksi akhir-akhir
ini.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
19
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
T abel 6: S urplus B oP diperkirakan akan mengecil melalui
angka perkiraan berikut, ditandai dengan menurunnya
s urplus nerac a berjalan
(milyar USD)
Balance of Payments
Current Account
Trade Balance
Income Balance
Transfers Balance
2007
2008
2009
2010
2011
12.7
-1.9
12.5
6.2
4.7
10.5
0.1
10.8
2.7
0.9
20.9
-15.5
5.1
9.9
-15.2
5.4
21.2
-15.2
4.8
14.0
-16.4
5.1
13.7
-18.2
5.4
Menjaga Momentum
Selama 2010, kewajiban pendanaan eksternal Indonesia
adalah sebesar USD 29.3 milyar (Tabel 7). Selama masa
yang sama, proyeksi perdagangan dan arus modal yang
berkaitan dengan investasi ditambah net pembelian aset
lancer (liquid), menghasilkan proyeksi net arus masuk
berkisar USD 35.6 milyar. Digabungkan, maka surplus
BoP adalah sekitar USD 6.2 milyar, konsisten dengan
proyeksi yang dipaparkan dalam Tabel 6.
Asumsi yang mendasari proyeksi ini relatif konservatif
dengan tren-tren terbaru. 95 persen tingkat roll-over pada
SBI lebih rendah daripada tingkat yang direalisasikan
selama tahun 2009 dan BI dapat mengurangi stok SBI
Capital & Financial Accounts 3.6
-1.9
4.1
3.5
3.8
yang diterbitkan. 90 persen tingkat roll-over untuk hutang
Capital Account
0.5
0.3
0.1
0.3
0.3
swasta berjangka pendek mencerminkan kondisi kredit
Financial Account
3.0
-2.2
4.0
3.2
3.5
global yang masih mengalami pemulihan ditambah
Direct Investment
2.3
3.4
2.0
2.5
2.7
penurunan skala beberapa proyek setelah adanya
Portfolio Investment
5.6
1.7
10.5
6.6
6.8
perlambatan global dan harga komoditas yang lebih
Other Investment
-4.8
-7.3
-8.5
-5.9
-6.0
rendah. Tingkat roll-over ini dapat dibandingkan dengan
Foreign Reserves (a)
56.9
51.6
66.1
69.6
tingkat roll-over yang positif dalam total hutang eksternal
(a) Nilai rata-rata cadangan devisa 2010 selama Q1. Sumber: dengan semakin banyak hutang yang diterbitkan daripada
BI dan proyeksi Bank Dunia.
yang jatuh selama 2009 (Grafik 39).
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
20
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
T abel 7: Indones ia s aat ini menjadwalkan bahwa pembiayaan
dari luar yang dibutuhkan 12 bulan mendatang s ebanyak
Tabel 8: P royeks i s umber pembiayaan menymbang s urplus
29.3 milyar US D
pada B OP s ebes ar 6 milyar US D
(milyar USD)
(milyar USD)
EXTERNAL FINANCING NEEDS
PROJECTED EXTERNAL FINANCING SOURCES
29.3
Maturing short-term FCU private debt
9.9
Am ortization of m edium and long-term FCU debt
6.9
Private (a)
3.2
Short-term IDR liabilities to non-residents
14.0
Net income and transfers balance
-11.3
Net FDI Inflow s
2.5
Official Foreign Financing
8.6
Am ortization of m edium and long-term IDR debt
to non-residents
2.7
Trade balance
10.0
Public
35.6
Current account balance
-2.1
Draw ings
4.4
Repayments
.8
-6.5
New Debt Issuances
30.8
(a) kecuali hutang stdanstill 6.5 milyar USD . Sumber: BI dan
Short-Term Debt Instruments
World Bank
18.8
Public (SBIs) (a)
7.1
Private (notes)
G rafik 39: T ingkat perputaran (roll-over) hutang luar negri
Indones ia c ukup tinggi dis epanjang tahun 2009
(pembayaran kembali principal bulanan dan issuances)
8
USD billion
USD billion
8
6
Issuance
4
4
2
IDR debt (b)
1.0
FCU debt
10.6
o/w loans
Cumulative net
Issuance
6
11.6
2
0
0
-2
-2
12.5
o/w trade credits (c)
-3.5
Medium and Long-Term Bonds
12.0
Public (SUN)
5.5
Foreign investment in IDR bonds (d)
2.0
FCU bonds
3.5
Private (bonds)
Non-residents' net purchases of debt and
equity on secondary m arkets (e)
6.5
Public (SUN and SBIs)
2.9
Private (debt and equity)
-4
Jan
Mar
May
Jul
Sep
Sumber: BI dan Bank Dunia
3.0
Net investm ent offshore by residents (f)
-4.3
o/w outflow s on currency and deposits (f,g)
Repayment
-4
Nov
5.9
.0
(a) dengan asumsi 95 persen tingkat roll-over; (b) asumsi 90
persen tingkat roll-over; (c) diperkirakan naik dengan
peningkatan arus perdagangan; (d) dengan asumsi 18
persen kepemilikan asing dalam SUN baru (government IDR
bonds); (e) mencerminkan net pembelian aset domestik oleh
pihak asing; (f) negatif mencerminkan arus keluar; dan (g)
mencerminkan penduduk memindahkan aset kembali dari
rekening bank asing. Proyeksi Bank Dunia.
b. Inflas i k emungk ina n ak a n teta p modera te s ela ma paruh pertama tahun 2010,
meningk a t da la m ba gia n ak hir ta hun
Inflasi pada tahun 2010
kemungkinan akan tetap
lamban pada paruh
pertama tahun ini
sebelum mulai bangkit
memasuki 2011
Tingkat inflasi tahunan untuk 2010 kemungkinan akan sekitar 5.4 per cent, menuju target
tinggi BI yaitu 5.0 persen (± 1 persen). Tingkat inflasi bulanan diperkirakan akan moderat
memasuki pertengahan 2010 sejalan dengan musim panen domestik pada bulan Maret
dan April memenuhi kekurangan pasokan dan menekan harga pangan dan meningkatkan
kondisi pertumbuhan untuk komoditas global menguraikan sebagian pertumbuhan dalam
harga global menjelan pergantian tahun. Yang juga akan membatasi inflasi adalah
berlanjutnya penjalaran apresiasi Rupiah pada tahun 2009 memasuki harga retail
domestik. Paruh kedua tahun 2010 kemungkinan akan mengalami outcome inflasi yang
lebih kuat, yang didorong oleh peningkatan harga inti dan administered (proyeksi ini
mengakomodir beberapa peningkatan tariff listrik). Prakiraan akselerasi PDB sejak
pertengahan 2010 kemungkinan akan meningkatkan kapasitas pemanfaatan, menyokong
pertumbuhan harga sementara kurs yang lebih stabil akan lebih banyak melihat pendorong
inflasioner dari harga tradable.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
21
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
G rafik 40: E ks pektas i inflas i mengindikas ikan kenaikan
inflas i pada pertengahan 2010
(ekspektasi inflasi dalam 6 bulan; inflasi year-on-year)
200
180
Index
Per cent
Fresh Food
inflation
(RHS)
24
16
Inflation
expectations
(LHS)
160
8
Inflation
(RHS)
140
Aug-07
0
Aug-08
Aug-09
Menjaga Momentum
Ekspektasi inflasi terus meningkat memasuki awal 2010,
mencapai tingkat tertingginya sejak Oktober 2008.
Ekspektasi yang lebih tinggi tentang harga pangan 6 bulan
ke depan, sejalan dengan harga bahan pangan aktual yang
lebih tinggi mendorong peningkatan ini dengan ekspektasi
harga lainnya termasuk perumahan, transportasi dan baju
menurun. (G rafik 40 ). Apabila ekspektasi inflasi
keseluruhan mencerminkan gerakan yang setara dalam
pergerakan harga makanan maka penguraian kenaikan
harga pangan seharusnya berujung pada ekspektasi inflasi
yang mungkin berimplikasi pada permintaan gaji dan
tekanan pada harga upstream.
Inflasi yang dialami oleh rumah tangga miskin
kemungkinan akan tetap berada di atas headline rate
selama tahun 2010, dengan rata-rat sekitar 6.8 persen
karen rumah tangga ini kurang mendapatkan keuntungan
dari kurs yang naik dan yang lebih terpapar pada kenaikan
harga bahan pangan akhir-akhir ini.
Aug-10
Data ekspektasi inflasi berdasarkan survei oleh BI tentang
ekspektasi konsumen pada pergerakan harga selama 6
bulan ke depan. Garis ini dimajukan 6 bulan sehingga
pengamatan terakhir, untuk Januari nampak sebagai juli
2010. Sumber: BI and BPS via CEIC
Pada tahun 2011, akselerasi permintaan domestik dan
dunia diperkirakan akan berlanjut dan bagi beberapa
komoditas dan terutama di kawasan ini, memberikan
tekanan pada beberapa harga. Namun overhang dari
perlambatan global 2008-2009 pada penggunaan
kapasitas
global
seharusnya
terus
membatasi
pertumbuhan harga memasuki 2011, membatasi
peningkatan inflasi menjdi 6 person.
c . P erk embanga n domes tik telah mengha s ilk an res ik o downs ide da lam panda nga n
Indones ia k e depan s ementa ra lingk unga n ek s terna l da pa t menja di lebih
menduk ung da ripada perk ira an pa da a k hir 2009
Prospek resiko yang akan
terjadi pada
perekonomian Indonesia
berimbang dengan
prospek perbaikanya
Setelah periode bergejolak selama krisis keuangan global, pandangan ke depan untuk
sektor eksternal Indonesia telah menjadi lebih positif dalam beberapa bulan terakhir.
Sementara masih ada resiko – terutama pada ekonomi global – hal ini nampaknya mulai
menghilang. Beberapa perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini masih lebih kuat
daripada yang diperkirakan sebelumnya, beberapa kesenjangan internasional mengalami
stabilisasi dan prakiraan pertumbuhan internasional secara umum telah direvisi menjadi
lebih tinggi.
Namun beberapa ketidakpastian tetap ada, terutama sejalan dengan ekonomi utama
mulai menarik stimulus fiskal dan moneter pada tahun 2010. Permasalahan hutang
negara masih menjadi resiko namun tampaknya tidak banyak penularan dari negara yang
berada di bawah tekanan ke negara yang fundamentalnya lebih kuat. Resiko pasar
keuangan domestik juga nampaknya telah berkurang dalam beberapa bulan terakhir
dengan roll-over rates SBI tetap berada di tingkat yang tinggi, pemerintah terus memenuhi
target penerbitannya dengan harga yang lebih baik dan modal asing terus memasuki
pasar aset domestik. Sementara perdebatan tentang pelaksanaan pengendalian modal
terhadap kepemilikan asing atas instrumen pasar keuangan berjangka pendek
nampaknya telah agak menghilang sejak akhir 2009.
Resiko inflasi sepertinya
tidak terlalu signifikan
Ketidakpastian tentang bentuk dan kekuatan dari pemulihan global dalam 2010 dan 2011
menjadi resiko bagi prakiraan inflasi. Kepulihan yang lebih kuat daripada perkiraan dalam
permintaan dunia atau penyejajaran ulang yang signifikan dalam nilai tukar mata uang
mungkin akan mendorong harga komoditas ke atas dimana hal ini akan berdampak baik
pada harga impor maupun ekspor. Di sisi domestik, ambisi BI untuk naiknya pertumbuhan
kredit sebesar 15-17 persen (diturunkan dari target 20 persen pada Desember) mungkin
mendukung permintaan domestik dengan cara yang menekan harga konsumen. Pada
akhirnya, kemungkinan tariff listrik yang lebih tinggi atau penyesuaian harga yang tinggi
memberikan resiko yang paling besar yaitu inflasi headline IHK pada cakrawala prakiraan
namun kepentingan dari peningkatan ini mungkin terbatas sejauh bahwa peningkatan ini
hanya berujung pada peningkatan tingkat harga yang terjadi sekali saja dibandingkan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
22
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
dengan kenaikan ekspektasi inflasi yang persisten dan tingkat inflasi dasar. Pada sisi
downturn kondisi pertumbuhan yang semakin baik serta peningkatan tanaman panen baik
secara domestik dan internasional untuk komoditas pangan mungkin lebih jauh
mempengaruhi inflasi harga bahan pangan dibanding biasanya. Secara keseluruhan,
resiko pada prospek inflasi sepertinya tidak terlalu signifikan.
Perkembangan politik
dapat menciptakan
ketidakpastian dalam
pasar keuangan dan
peningkatan yang lamban
dalam iklim investasi
Selain itu, perkembangan politik sejak akhir 2009 terutama penyelidikan tentang talangan
Bank Century, telah mulai memunculkan beberapa pertanyaan tentang penjadwalan dan
dalamnya reformasi dan peningkatan ke depan untuk kondisi untuk para investor dan
perusahaan, dengan potensi resiko downside pada kondisi dan pertumbuhan investasi.
Hingga saat ini, perkembangan politik nampaknya tidak berdampak signifikan pada
persepsi investor pasar keuangan.
Apabila semua resiko
upside terjadi maka PDB
dapat menjadi ¾ persen
lebih tinggi
Analisa skenario mengindikasikan serangkaian outcome PDB Indonesia yang berpotensi
terjadi apabila resiko upside atau downside menjadi realitas (Tabel 9 dan Grafik 41).
‘Skenario pertumbuhan pesat’ untuk pemulihan yang lebih cepat dalam ekonomi global,
mendukung akselerasi harga ekspor. Skenario ini juga mempertimbangkan kondisi
domestik yang lebih kuat dengan peningkatan keyakinan investor dan konsumen
mempercepat kredit dan arus masuk modal mengapresiasikan Rupiah. Di dalam skenario
ini, pertumbuhan PDB adalah berkisaran ¾ dai satu persen di atas skenario referensi
yang dipaparkan di atas (Tabel 9) selama 2010 dan 2011.
T abel 9: Has il alternative untuk variabel utama
G rafik 41: …dan berdampak terbes ar pada pertumbuhan
2010
(persentase pertumbuhan tahunan; tingkat valuta)
(perubahan persentase tahunan)
MTP*
Credit
Export
Rupiah
prices (USD/IDR)
7
GDP
2010
Reference
4.3
17
1.0
9400
5.6
Low
3.1
14
0.8
11000
5.0
High
4.7
18
7.2
8500
6.2
Reference
4.0
25
5.7
9400
6.2
Low
1.7
15
4.1
10000
5.6
High
4.9
31
14.8
9000
6.4
Per cent
Per cent
7
Low High Reference
6
6
5
5
4
4
2011
* rata-rata tujuan ekspor utama dengan pembobotan.
Sumber: CEIC, Consensus Forecasts Inc. and Bank Dunia.
Apabila semua resiko
downside menjadi
kenyataan maka PDB bisa
menjadi 1¼ persen lebih
rendah
3
2002
2004
2008
2006
Sumber: BPS via CEIC dan Bank Dunia
3
2010
Skenario ‘pertumbuhan rendah’ mengasumsikan dampak dari rebound pada pertumbuhan
mitra dagang dan harga komoditas hanya sementara, dan bahwa iklim penanaman modal
domestik yang lebih lemah membuat pertumbuhan kredit melemah. Skenario ini
mengrangi hingga 1¼ percentage points dari pertumbuhan PDB dai 2010 ke 2010
sehubungan dengan skenario referensi.
d. P a da ta hun 2010 pendapata n diperk ira k an a k a n pulih s ejalan dengan ek onomi
globa l ya ng bangk it k embali
Pendapatan diperkirakan
akan mengalami
akselerasi pada tahun
2010, sejalan dengan PDB
nominal
Total pendapatan pada 2010 diperkirakan akan meningkat signifikan dibandingkan
dengan tahun 2009, meningkat sekitar 16 persen sebagai hasil ekpektasi PDB nominal
yang lebih kuat dan peningkatan yang kontinyu dalam kapasitas kantor Pajak
mengumpulkan pajak
Pemetaan pendapatan pajak lazimnya lebih dekat dengan PDB nominal, diperkirakan
akan tumbuh sebesar 18.1 persen. Penerimaan pajak minyak dan gas diharapkan akan
tetap relatif tertahan dengan sedikit kenaikan dalam asumsi harga minyak diseimbangkan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
23
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
oleh perubahan ekspektasi produksi. Secara keseluruhan, pajak pendapatan non-minyak
yang tetap mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2009, diperkirakan akan
mendemonstrasikan kekuatan khusus dengan meningkatnya laba korporat, gaji dan
sektor pekerjaan formal sejalan dengan kepulihan ekonomi dan harga komoditas yang
lebih tinggi. Namun demikian, peningkatan pajak pendapatan mungkin akan lebih rendah
sebagai hasil dari kerugian usaha dan modal selama tahun 2009. Pendapatan VAT (pajak
nilai tambah) diperkirakan akan meningkat kembali sebesar sekitar 16 persen mengikuti
kepulihan kepercayaan konsumen dan perkiraan bahwa belanja barang non-kebutuhan
atau discretionary goods, dimana umumnya VAT berlaku akan kembali ke tingkat
sebelum tahun 2008. Pajak perdagangan internasional diperkirakan akan kembali pulih
dengan kuat sebesar 25 persen dari tahun 2008 yang lemah dengan cakrawala
internasional yang meningkat dan harga CPO (minyak sawit mentah) yang meningkat.
Pendapatan non-pajak diperkirakan akan lebih kuat daripada perkiraan sebelumnya
karena pendapatan dari sumber minyak & gas yang lebih tinggi daripada perkiraan. Hal ini
sebagian dapat dijelaskan dengan asumsi harga minyak yang lebih tinggi dan ekspektasi
bahwa pendapatan gas akan tetap kuat dalam memenuhi permintaan, terutama secara
eksternal. Pemerintah telah mengalokasikan dana tambahan untuk mendorong eksplorasi
gas sebagai upaya untuk memenuhi permintaan yang meningkat. Pertumbuhan dalam
pendapatan non-pajak lainnya secara luas tetap sejalan dengan ekspektasi sebelumnya.
Kebijakan fiskal akan
terus memberikan
stimulus pada ekonomi
pada tahun 2010 namun
tidak sebesar pada tahun
2009
Kebijakan fiskal akan terus memberikan stimulus pada ekonomi pada tahun 2010 namun
pada tingkat yang lebih lambat daripada yang diamati pada tahun 2009 (stimulus fiskal
yang diumumkan sejumlah IDR 36.3 trilyun atau 0.6 persen dari PDB dibandingkan
dengan IDR73.3 trilyun atau 14 persen pada tahun 2009). Seperti stimulus tahun 2009,
mayoritas paket akan berberbentuk insentif pajak dengan bagian yang lebih kecil akan
diberian dalam bentuk belanja tambahan.
Reformasi pajak meneruskan reformasinya dengan tujuannya baik untuk mendukung
kegiatan yang riil maupun menvapai target tingkat kepatuhan pajak yang lebih tinggi.
Pada tahun 2010, pemerintah mengundangkan penurunan tingkat pajak perusahaan
menjadi 25 persen dari 28 persen yang diperkirakan akan mengurangi penerimaan pajak
pendapatan. Selain itu, perusahaan yang mendaftarkan lebih dari 40 persen saham
mereka dalam pasar saham , terdapat penurunan tambahan 5 persen dalam nilai pajak
pendapatan. Reformasi pajak lainnya meliputi peniadaan pajak barang mewah untuk
beberapa industri manufaktur high-end. Pemerintah mengharapkan bahwa pendapatan
yang hilang melalui tindakan stimulus ini akan diseimbangkan oleh upaya kantor Pajak
untuk mengumpulkan pendapatan yang lebih banyak melalui administrasi dan kepatuhan
wajib pajak yang lebih baik.
Pandangan ke depan
yang lebih kuat untuk
pendapatan dan
peningkatan belanja yang
tidak terlampau besar
telah menurunkan
pandangan tentang
defisit anggaran ke depan
…
Perubahan dalam asumsi anggaran dalam anggaran hasil revisi kemungkinan besar akan
meningkatkan belanja sebesar 3 persen dibandingkan dengan anggaran 2010 yang
disetujui pada 2009. Perubahan utama meliputi asumsi harga minyak yang lebih tinggi
dan pengubahan harga energi yang ditangguhkan yang meningkatkan alokasi untuk
subsidi energi dan proyeksi pembagian pendapatan sumberdaya alam yang lebih tinggi
dengan pemerintah daerah. Dengan asumsi bahwa tren luas dai beberapa tahun terakhir
ini berhubungan dengan pelaksanaan anggaran oleh kementerian negara yang meningkat
secara bertahap tetap berlanjut selama tahun 2010, total belanja diproyeksikan hanya
akan meningkat sebesar 3 persen. Pendapatan above-budget dan belanja below-budget
mungkin menghasilkan defisit anggaran sedikit di atas 1 persen PDB, jauh di bawah
defisit revisi anggaran yang diajukan pemerintah sebesar 2.1 persen PDB dan proyeksi
awal sebesar 1.6 persen dari PDB. Dibandingkan dengan pandangan ke depan
Desember, pendapatan diperkirakan akan lebih kuat pada tahun 2010 dengan adanya
outcome yang kuat untuk pendapatan pada Desember (bahkan dengan pembayaran
mundur satu kali) dan pengharapan akan PDB nominal yang lebih cepat. Pengharapan
tentang belanja sedikit berubah.
… namun pemerintah
telah meningkatkan
proyeksi defisitnya
menjadi 2.1 persen dari
PDB, didorong oleh
ditangguhkannya
APBN-P 2010 yang diajukan pemerintah memproyeksikan defisit yang lebih besar yaitu
2.1 persen dari PDB. Sejalan dengan naiknya harga minyak global sejak Q3 2009,
anggaran mengasumsikan harga rata-rata yang lebih tinggi dan inflasi yang segaris lebih
tinggi. APBN-P meningkatkan belanja sebesar IDR 57 trilyun dengan subsidi mewakili
dua-pertiga dari peningkatan setelah penangguhan reformasi harga energi dan proyeksi
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
24
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
reformasi biaya energi
dan tambahan stimulus
pemotongan pajak dan
belanja
Menjaga Momentum
harga minyak yang lebih tinggi dengan 20 persen lagi akan ditransfer ke pemerintah
daerah selaras dengan proyeksi pendapatan yang lebih tinggi (juga berkaitan dengan
asumsi harga minyak yang lebih tinggi). Sisa 13 persen akan dialokasikan pada prioritas
program yang diidentifikasikan dalam Rencana Program Jangka Menengah (RPJM 20102014) yang diumumkan pada bulan Februari.
T abel 10: Defis it pada tahun 2009 lebih kecil dari perkiraan, didorong oleh kekuatan pendapatan pemerintah. P ada tahun
2010 defis it diproyeks ikan akan berkurang menjadi 1.1 pers en P DB
(pendapatan dan belanja pemerintah pusat)
2007
2008
2009
2010
Actual
Actual
Actual
(prelim.)
Budget
2010
Proposed
Revised
Budget
2010 (p)
WB
Estimate
A. State revenues and grants
1. Tax revenues
a. Domestic tax
i. Income tax
- Oil and gas
- Non oil and gas
ii. Other domestic taxes
b. International trade tax
i. Import duties
ii.Export tax
2. Non tax revenues
o/w natural resources
i. Oil and gas
ii. Non oil and gas
707.8
491.0
470.1
238.4
44.0
194.4
231.6
20.9
16.7
4.2
215.1
132.9
124.8
8.1
981.6
658.7
622.4
327.5
77.0
250.5
294.9
36.3
22.8
13.6
320.6
224.5
211.6
12.8
868.9
641.4
622.7
317.6
50.0
267.6
305.1
18.7
18.1
0.6
226.4
137.9
125.7
12.2
949.7
742.7
715.5
351.0
47.0
303.9
364.6
27.2
19.6
7.6
205.4
132.0
120.5
11.5
974.8
733.2
710.3
356.0
54.7
301.4
354.3
22.9
17.3
5.6
239.9
160.5
149.0
11.5
1,002.4
757.4
734.0
381.8
62.6
319.2
352.2
23.4
19.8
3.6
245.1
166.5
153.5
13.0
B. Expenditures
1. Central government
- Personnel
- Material expenditure
- Capital expenditure
- Interest payments
- Subsidies
- Grants expenditure
- Social expenditure
- Other expenditures
2. Transfers to the regions
757.9
504.6
90.4
54.5
64.3
79.8
150.2
0.0
49.8
15.6
253.3
985.7
693.4
112.8
56.0
72.8
88.4
275.3
0.0
57.7
30.3
292.4
956.4
647.8
127.7
79.6
74.5
93.8
159.5
0.0
73.8
38.9
308.6
1,047.7
725.2
160.4
107.1
82.2
115.6
157.8
7.2
64.3
30.7
322.4
1,104.6
770.4
162.4
110.7
88.1
112.5
199.3
0.0
67.9
29.5
334.3
1,085.5
752.3
155.9
106.2
88.1
106.8
204.4
0.0
64.3
26.5
333.1
29.7
84.3
6.4
-98.0
-17.4
23.8
(50.1)
(1.3)
(4.1)
(0.1)
(87.4)
(1.6)
(98.0)
(1.6)
(129.8)
(2.1)
(83.0)
(1.3)
3,957.4
6.3
6.6
9,419
8.0
78.0
909
4,954.0
6.1
11.1
9,691
9.3
97.0
931
5,613.4
4.5
2.8
9,408
7.6
61.6
952
5,981.4
5.5
6.5
10,000.0
6.5
65.0
965
6,259.7
5.5
7.0
9,500.0
7.0
77.0
965
6,530.7
5.6
5.7
9,400
6.5
78.3
965
C. Primary balance
D. SURPLUS / DEFICIT
Deficit (per cent of GDP)
Economic assumptions/outcomes
Gross domestic product (GDP)
Economic growth (per cent)
Inflation (per cent)
Exchange rate (IDR/USD)
Interest rate of SBI (average %)
Crude oil price (USD/barrel)
Oil production ('000 barrels/day)
Sumber: MoF dan Bank Dunia
Proyeksi defisit yang
lebih besar untuk tahun
2010 dapat dipenuhi
dengan mudah oleh
surplus pendanaan
pemerintah tahun 2009
Pemerintah dapat mempergunakan surplus pendanaan 2009 untuk mendanai defisit
anggarannya yang meluas. Pada awal Maret, pemerintah telah sangat maju dalam
mengisi rencana pendanaan bersumber pasarnya, dengan menjual obligasi Rupiah
konvensional sejumlah IDR 27.3 trilyun dan IDR 10 trilyun obligasi Rupiah Syariah dan
USD 2 milyar obligasi USD. Harga yang diperoleh dari penjualan telah naik signifikan
dibandingkan setahun yang lalu dengan perubahan yang paling kontras untuk penjualan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
25
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
USD bond 5 lathun yang terjual dengan rata-rata penghasilan berbobot 6 persen, turun
450 bps dalam setahun. Dengan penjualan akhir-akhir maka pemerintah dapat
menurunkan rata-rata penghasilan portfolio obligasi outstanding, meskipun rata-rata jatuh
tempo juga telah menurun. Jatuh tempo yang lebih singkat dalam penerbitan baru dan
obligasi yang masih berjalan dari penerbitan sebelumnya memiliki implikasi kebutuhan
pendanaan yang signifikan selama tahun-tahun mendatang. Selama sisa tahun 2010,
pemerintah berencana untuk melakukan samurai offering baru dalam pasar JPY dan
offering sukuk global. Karena akses pemerintah Indonesia pada pendanaan komersial
dengan penghasilan yang menurun dan masa jatuh tempo yang semakin lama,
pemerintah sebelumnya tidak perlu menggunakan sarana dukungan belanja publik selain
penerbitan samurai bonds. Meskipun wawasan pada awal 2010 mengindikasikan kondisi
pasar keuangan akan tetap mendukung Indonesia selama sisa tahun namun fasilitas
tersebut tetap ada untuk mendukung pemerintah apabila diperlukan.
Kebutuhan pendanaan Indonesia yang lebih besar pada 2010 harus dapat dengan mudah
dipenuhi dengan surplus pendanaan 2009
T abel 11: K ebutuhan pendanaan yang lebih bes ar pada 2010 harus dapat dengan mudah
dipenuhi dengan s urplus pendanaan 2009
(trilyun rupiah kecuali bila disebutkan)
2010 (projections)
2005
2006
2007
2008
2009
-50.8
65.2
-49.9
79.1
-30.0
79.8
-84.3
97.0
-6.4
93.8
-17.6
115.6
17.4
112.5
-23.8
106.8
45.9
18.2
1.9
-37.1
14.4
58.0
22.8
3.6
-52.7
29.1
55.9
14.4
4.9
-57.9
49.8
66.8
15.3
8.9
-63.4
12.7
63.7
10.9
12.0
30.1
87.4
77.4
--38.2
98.0
74.1
--38.3
129.8
77.4
8.9
11.0
37.9
83.0
Amortizations:
C
Commercial bonds [2]
D
Official external loans
C+D
Total am ortization:
19.7
12.3
32.0
23.6
13.6
37.2
34.4
19.6
54.0
40.6
25.4
66.0
47.9
28.2
76.1
-67.5
67.5
-72.8
72.8
37.1
63.4
100.6
Gross financing needs:
A+B+C+D Total gross financing needs:
(in billions of USD)
46.4
4.8
66.3
7.3
103.9
11.3
78.7
8.1
163.5
17.4
165.5
16.5
202.6
21.3
183.6
19.5
Financing sources: [3]
Official borrow ing
Total commercial bonds:
Domestic banking
Other
Total gross financing sources:
(in billions of USD)
28.1
22.6
-2.6
6.6
54.6
5.6
26.1
36.0
18.9
3.1
84.1
9.2
34.1
57.2
8.4
2.7
102.4
11.2
50.2
85.9
16.2
2.9
155.2
15.9
69.3
142.4
56.6
3.1
271.3
28.8
57.6
67.3
7.1
1.2
133.2
13.3
72.3
69.2
45.5
9.16% 11.74% 8.04% 9.47% 7.60%
31.9% 33.1% 28.6% 23.9% 20.5%
9,751 9,141 9,164 9,757 9,408
3.7%
6.9%
8.0% 11.8% 14.8%
6.50%
Net financing needs:
A
Primary deficit
B
Total interest payments
of which:[1]
Total commercial bonds:
Variable interest rate
USD-denominated
Official external loans
A+B
Overall deficit:
M emo items:
Variable interest rate (SBI-90 day rate)
Share of bonds at variable interest rate
IDR/USD exchange rate
Share USD bonds (prevailing exchange rate)
APBN RAPBN-P WB
10,000
187.0
19.7
7.00% 6.50%
9,500
9,400
[1] Pembayaran bunga per komponen mungkin tidak terjumlah menjadi totalnya karan
sumber data yang berbeda, penjadwalan dan permasalahan pembulatan.
[2] Tidak ada obligasi USD yang jatuh tempo selama periode ini.
[3] Proyeksi sumber pendanaan dalam italics diambil dari APBN-P.
Sumber: CEIC, Departemen Keuangan, proyeksi Bank Dunia
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
26
B . B E B E R A P A P E R K E MB A N G A N T E R A K H IR D A L A M E K O N O MI IN DO N E S I A
1. P a k e t s ti m u lu s fi s k a l In do n e s ia
Pembuat kebijakan di
Indonesia dengan cepat
menanggapi krisis global
secara luas
Dari akhir tahun 2008 hingga tahun 2009, Indonesia dengan cepat bergerak menuju
kebijakan moneter dan fiskal yang ekspansioner dalam rangka mendukung kegiatan
domestik dalam menghadapi pengaruh harga eksternal yang merugikan dan goncangan
permintaan yang muncul akibat krisis ekonomi dan pengetatan kredit internasional. Bank
sentral Indonesia, mulai melonggarkan kebijakan moneter sejak November 2008, dengan
kelonggaran umum yang meliputi penurunan tingkat kebijakannya sebesar total 300 basis
points. Sementara itu Pemerintah Indonesia aktif dalam melonggarkan kebijakan fiskal
dengan paket stimulus fiskal yang disetujui oleh DPR pada bulan Februari 2009.
Paket stimulus fiskal
Indonesia setara dengan
1.4 persen dari PDB
Stimulus fiskal bernilai sekitar Rp 73.3 trilyun pada tahun 2009 atau 1.4 persen dari PDB
Indonesia. Stimulus ini dirancang untuk menyokong daya beli konsumen, melindungi
sektor bisnis dari perlambatan global dan menciptakan lapangan kerja sebagai mitigasi
dampak hilangnya pekerjaan di sektor swasta. Meskipun relatif kecil jumlahnya; ukuran
paket tersebut cukup lazim ditemukan di antara ekonomi regional lainnya.
.. sebagian besar dalam
bentuk potongan pajak
Namun paket stimulus Indonesia berbeda karena besarnya alokasi dalam bentuk
potongan pajak – sekitar Rp 61 trilyun dialokasikan untuk potongan pajak pendapatan dan
perusahaan dibdaningkan dengan Rp 12 trilyun untuk peningkatan belanja infrastruktur
dan lainnya pada 2009. Dengan permasalahan pencairan belanja yang lamban dan
terlambat, pemberatan pada potongan pajak dimaksudkan untuk memaksimalkan dampak
stimulus ini pada ekonomi. (Untuk perincian lebih lanjut tentang paket stimulus silahkan
melihat Kotak 1 dalam Indonesia’s Economic Quarterly Juni 2009.).
a . B a ga ima na dampak ek onomi da ri pak et s timulus fis k a l da pa t diuk ur?
Estimasi dari multiplier
fiskal memberikan
informasi kepada
pembuat kebijakan
tentang besaran dampak
dari kebijakan
ekspansioner terhadap
ekonomi
Multiplier fiskal seringkali dipergunakan untuk menilai dampak kebijakan fiskal pada
ekonomi. Multiplier fiskal adalah rasio perubahan dalam pertumbuhan ekonomi (output)
dibdaningkan perubahan kebijakan fiskal baik melalui potongan pajak atau belanja
pemerintah. Multiplier ini dapat diperkirakan pada titik waktu setelahnya yang berbedabeda sejak implementasi perubahan kebijakan. Multiplier fiskal dapat memberikan
informasi bagi para pembuat kebijakan seberapa jauh kebijakan ekspanioner seharusnya
dilakukan. Ekspansi yang terlalu besar dapat memicu resiko inflasioner dan dapat
memunculkan kekhawatiran tentang kesinambungan fiskal yang padda akhirnya dapat
merugikan potensi pertumbuhan; ekspansi yang terlalu kecil tidak akan mampu mencapai
tujuan para pembuat kebijakan untuk melawan siklus pada masa krisis.
Banyak perdebatan
tentang besaran
multiplier fiskal namun
beberapa studi
menemukan bahwa
multiplier belanja
cenderung lebih tinggi
dibdaningkan multiplier
pajak dan multiplier
keseluruhan cenderung
lebih kecil pada ekonomi
yang lebih kecil dan
berpendapatan lebih
rendah
Banyak perdebatan tentang besaran multiplier fiskal, bahkan di Negara maju, dengan
ukuran dampak kebijakan ekspansioner menjadi semakin tidak menentu selama
pelambatan ekonomi. Namun, dari serangkaian studi dan kasus negara, terdapat
beberapa pesan umum.
1) Pertama, multiplier fiskal cenderung lebih rendah dari satu dan sebagai
peraturan pedoman umum besarnya adalah antara 1 dan 0.5 untuk negara
berukuran menengah dan 0.5 atau kurang bagi negara kecil dan terbuka.
2) Kedua, multiplier untuk negara berpendapatan lebih rendah cenderung lebih
kecil, namun estimasi ini tidak terlalu akurat karena berdasarkan data yang
terbatas.
3) Ketiga, secara umum, multiplier belanja cenderung lebih tinggi dibdaningkan
dengan multiplier pajak. Hal ini konsisten dengan pdanangan bahwa dampak
belanja pemerintah lebih langsung terhadap ekonomi dibdaningkan dengan
pengurangan pajak yang lebih banyak bergantung pada respon perilaku
konsumen dan dunia usaha.
4) Keempat, multiplier belanja modal cenderung lebih tinggi dibdaningkan belanja
rutin. Misalnya, dalam krisis saat ini, pada bulan Maret 2009 IMF menyediakan
serangkai multiplier sebagai pedoman bagi pembahasan Menteri Keuangan G20
dimana multiplier belanja, tidak termasuk belanja modal, berkisar dari 0.3 hingga
1. Multiplier belanja modal kisarannya lebih tinggi yaitu 0.5 hingga 1.8.
5) Kelima, perbedaan khusus lembaga ekonomi dan sistem anggaran suatu Negara
dapat menghasilkan ukuran multiplier dengan rentang ukuran yang sangat luas.
27
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Studi terkini menemukan
bahwa di Indonesia
multiplier untuk belanja
fiskal lebih tinggi
dibdaningkan untuk pajak
namun multiplier pajak
lebih efektif dalam
menstabilkan dampak
dari goncangan
permintaan yang besar
Suatu studi1 yang mempelajari efektifitas kebijakan fiskal baik melalui kebijakan
discretionary dan penstabil otomatis (automatic stabilizer), di negara Bangladesh, Cina,
Indonesia, dan Filipina menggunakan model simulasi makro-ekonomi structural.
Efektifitas kebijakan discretionary dievaluasi berdasarkan ukuran multiplier jangka pendek
dan menengah dalam tiga skenario: i) peningkatan belanja pemerintah tanpa sasaran, ii)
peningkatan belanja yang ditargetkan untuk belanja modal, iii) dan pengurangan pajak.
Penstabil otomatis juga dianalisa dimana multiplier sisi belanja dan sisi pajak dibedakan.
Bagi Indonesia, multiplier fiskal jangka pendek2 dari belanja pemerintah tanpa sasaran
diestimasikan sebesar 0.22 (yaitu peningkatan 10 persen dalam belanja yang berkaitan
dengan peningkatan PDB sebesar 2.2 persen), yang lebih kecil daripada peningkatan
belanja modal namun lebih besar dari estimasi sebesar 0.76 untuk peningkatan belanja
modal namun lebih besar daripada estimasi multiplier pengurangan pajak yaitu 0.16. Dari
segi penstabil otomatis, ditemukan bahwa peningkatan belanja fiskal, meskipun
ekspansioner tidak terlalu efektif dalam stabilisasi, tetapi pengurangan pajak yang yang
kurang efektif sebagai instrumen ekspansioner lebih mampu menstabilisasi (yaitu lebih
efektif dalam meratakan variabilitas PDB, misalnya yang terjadi akibat goncangan
permintaan yang besar).
Data berfrekuensi tinggi
dan pendekatan
timeseries sederhana
menghasilkan estimasi
dampak yang lebih kecil
dari kebijakan belanja
yang lebih besar pada
pertumbuhan PDB di
Indonesia
Menggunakan dataset triwulan yang baru dan unik dari periode 1994-2009, analisa
timeseries sederhana menghasilkan estimasi baru tentang hubungan antara belanja
3
pemerintah dan pertumbuhan PDB. Model estimasi tersebut adalah:
∆ GDP t = c + a ∆ GE
t,t-1,t-2, t-3,t-4
+ b ∆ GDP t-1 + d ∆ GR
t, t-1
Dimana c merupakan konstanta, GE adalah komponen belanja pemerintah yang relevan
dengan masa tenggang waktu triwulan masing-masing (misalnya., t, t-1), dan GR adalah
pendapatan pemerintah. Menggunakan pendekatan yang relatif sederhana ini akan
menghasilkan arah korelasi antara belanja dan output daripada mengidentifikasikan
dampak sebab-akibat secara khusus. Variabel pengendali untuk pendapatan pemerintah
dimasukkan dalam setiap spesifikasi untuk mengisolir hubungan sebab-akibat, karena
fokusnya adalah pada belanja pemerintah daripada perubahan dalam posisi fiskal.
Ketiga spesifikasi yang dipergunakan adalah:
1)
2)
3)
Hasil awal
mengindikasikan bahwa
peningkatan dalam
belanja pemerintahan
menyokong pertumbuhan
PDB di Indonesia
Beberapa pendekatan untuk mengestimasi dampak belanja terhadap indikator
output:
a) Pertumbuhan belanja nominal terhadap indikator output riil disesuaikan dengan
musim (seasonally adjusted)
b) Pertumbuhan belanja nominal terhadap indikator output riil tidak disesuaikan
dengan musim
c) Pertumbuhan belanja riil (dengan deflasi Indeks Harga Konsumen atau CPI)
terhadap indikator output riil yang disesuaikan dengan musim
d) Belanja nominal terhadap indikator output nominal disesuaikan dengan musim
Memberikan koefisien yang berbeda apabila output dibawah potensinya
Mengizinkan pencairan yang jauh lebih tinggi pada setiap triwulan keempat
Dalam spesifikasi dasar (1), ditemukan bahwa peningkatan belanja pemerintah pusat
sebesar 10 persen berhubungan dengan peningkatan PDB sebesar 0.2 persen
(disesuaikan dengan musiman) dibdaningkan dengan tidak ada stimulus dalam triwulan
tersebut. Dalam jangka waktu yang lebih panjang, dampak kumulatif yang
mempertimbangkan koefisien dari dampak yang terlambat agak lebih kecil yaitu sedikit di
atas 0.1 persen. Tidak ada efek yang signifikan saat variabel nominal ataupun real
dipergunakan dalam spesifikasi alternatif.
Dalam spesifikasi kedua, menggunakan suatu pengganti buatan dalam triwulan terakhir,
mengindikasikan bahwa belanja yang dibebankan di belakang pada triwulan keempat
memberikan dorongan tambahan pada pertumbuhan PDB sebesar 0.026 (yaitu tambahan
1
Ducanes, Geoffrey, et al (2006). Macroeconomic Effects of Fiscal Policies: Empirical Evidence
from Bangladesh, China, Indonesia and the Philippines
2
3
Jangka pendek didefinisikan sebagai tahun saat kejadian dengan goncangan dan tahun setelahnya
Merupakan analisa yang masih berjalan, angka-angka tersebut merupakan hasil awal
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
28
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
belanja 10 persen menaikkan PDB sebesar 0.26 persen). Selama setahun penuh, dengan
mempertimbangkan kejadian triwulan keempat, dampak kumulatif dari peningkatan
belanja sebesar 10 persen adalah kenaikan PDB sebesar 0.15 persen.
…terutama ketika output
(PDB) di bawah
potensinya
Uji spesifikasi terakhir tentang apakah belanja pemerintah memiliki dampak yang lebih
besar ketika ekonomi berada di bawah potensinya. Variabel dummy disertakan dan sama
dengan 1 apabila terdapat gap output negatif. Seri output ‘potensial’ diestimasikan
menggunakan filter Hodrick-Prescott pada seri data PDB – metode statistik ini memiliki
keterbatasan karena tidak menyertakan informasi ekonomi tentang stok sumberdaya yang
tersedia untuk produksi, misalnya, selain output aktual, hal ini merupakan pendekatan
yang lazim dipergunakan. Estimasi ini mengindikasikan bahwa pembelanjaan tambahan
memang berdampak lebih besar pada PDB saat ekonomi memiliki cadangan kapasitas
dengan variabel dummy signifikan pada angka 5 persen. Mempertimbangkan gap output
meningkatkan estimasi dampak kumulatif dari tambahan belanja sebesar 10 persen
menjadi 0.18 persen.
Belanja pegawai
nampaknya memiliki
dampak terbesar pada
permintaan, khususnya
dalam menyokong
konsumsi swasta
Setelah mengestimasikan dampak belanja keseluruhan pada agregat PDB, menentukan
bagian PDB yang paling terdampak dan aspek belanja pemerintah yang dampaknya
terbesar pada PDB merupakan hal yang konstruktif. Misalnya, belanja kepegawaian akan
diharapkan berdampak secara langsung pada konsumsi swasta dan hal ini memang
ditemukan terjadi (dalam kaitannya dengan konsumsi yang tidak disesuaikan dengan
musimnya; seperti yang diperkirakan karena belanja kepegawaian merupakan relatif stabil
sepanjang waktu dan seasonally adjusted dapat lebih melancarkan dampak dari belanja
pemerintah). Dengan memasukkan dummy musiman, belanja pegawai meningkat
sebesar 0.5 persen setelah ada peningkatan belanja pemerintah sebesar 10 persen.
Komponen lain dari belanja pemerintah tidak memiliki dampak tunggal pada PDB atau
komponen output. Hal ini mungkin karena item belanja ini terlalu kecil dibdaningkan
belanja pemerintah secara keseluruhan untuk memiliki dampak yang dapat
diidentifikasikan pada PDB. Mungkin juga dikarenakan dampak belanja beroperasi pada
serangkaian komponen dan hanya dapat dilihat jelas pada tingkat agregat.
Keterlambatan dalam
proses anggaran dapat
memperlambat dampak
kebijakan pada ekonomi
Hasil awal ini mencerminkan proses penganggaran dan tantangan dalam pelaksanaan di
Indonesia dimana pencairan dana terkonsentrasi pada bulan terakhir dalam tahun
tersebut. Hal ini memicu pertanyaan tentang secepat apakah kebijakan fiskal mampu
memberikan respon dengan struktur kelembagaan seperti saat ini, dimana ketepatan
waktu dukungan untuk ekonomi bisa menjadi hal yang kritis dalam membatasi dampak
pada lapangan kerja dan kesejahteraan rumah tangga, terutama dengan tenggang waktu
antara keputusan untuk meningkatkan kebijakan belanja melalui proses penganggaran
yang panjang sebelum memasuki ekonomi yang riil.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
29
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Tabel 12: Penggdana fiskal yang beragam di beberapa negara
Method
Blanchard and
Perotti (2002)
Cogan et al (2009)
Countries
Impact multiplier
One quarter
One year
Quarterly structural VAR
US
Gov spending
0.8
0.5
Tax cut
0.7
0.7
New Keynesian simulation
US
Gov spending
1.0
0.7
Tax cut
1.0
0.9
27 Emerging
Gov spending
0.6
0.4
22 Advanced
Gov spending
0.4
0.7
Emerging Asia
Gov investment and
transfer
Ilzetzki and Végh
(2008)
Quarterly panel VAR
Freedman,
Laxton, and
Kumhof (2008)
Fiscal shock
Global Integrated Monetary
and Fiscal (GIMF) model
simulations with Taylor rule
0.7
0.4
Lump-sum transfer
IMF (2008)
Panel regression
Ducanes, et al.
(2006)
Emerging
Structural macroeconometric model
Indonesia
Gov spending
0.1-0.2
Tax cut
0.1-0.2
Gov spending 1 year
0.22
Capital spending 3 years
0.76
b. P enggunaa n multiplier fis k a l s eba ga i
k ebijak a n s timulus fis k al Indones ia 2009
Multiplier fiskal yang
relevan harus diterapkan
pada setiap kebijakan
stimulus
(pear on year growth in aggregate GDP)
Per cent, yoy
Per cent, yoy
8
6
6
4
4
2
2
Post Stimulus
menges tima s i
dampak
Apabila diasumsikan bahwa semua multiplier pajak
berkisar pada angka 0.3 dan multiplier belanja sekitar 0.5,
maka diestimasikan bahwa PDB pada tahun 2009 sekitar
1 persen lebih tinggi daripada tanpa tindakan stimulus
(Grafik 42)
Grafik menunjukkan bahwa meskipun kebijakan stimulus
efektif dalam membatasi parahnya perlambatan ekonomi,
Indonesia tetap akan menghindari resesi tanpa tindakan
stimulus tersebut.
Pre-stimulus
0
Dec-07
untuk
Multiplier fiskal dalam Tabel 12Tabel 12 dapat dipergunakan untuk membentuk estimasi
kasar dari dampak paket stimulus fiskal pada pertumbuhan PDB selama 2009. Metodologi
untuk menghitung dampak ekonomi riil dari stimulus membutuhkan penerapan multiplier
fiskal yang relevan pada setiap kebijakan stimulus. Untuk mengestimasi dampaknya pada
PDB riil, stimulus fiskal harus dideflasikan dengan indeks harga yang relevan (misalnya
Indeks Harga Konsumen atau CPI atau PDB deflator) untuk melakukan konversi pada
tingkat harga yang sama dengan seri PDB riil Indonesia saat ini. Misalnya, menggunakan
multiplier 0.3 berarti bahwa untuk setiap Rp. 1 juta (riil) yang dibelanjakan oleh
Pemerintah dalam tindakan tertentu, kegiatan ekonomi meningkat sejumlah Rp 300,000.
Sisanya ditabung oleh para individu dan bisnis atau bocor ke luar negeri melalui impor.
G rafik 42: E s timas i dampak s timulus 2009 pada P DB
8
alat
0
Sep-08
Jun-09
Mar-10
Dec-10
Sumber: BPS dan Bank Dunia
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
30
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
2. Im pl e m e n ta s i k e b e r l a n ju ta n k e s e p a k a ta n p e d a g a n g a n be b a s A S E A N -C in a
(AC F T A)
Babak baru kesepakatan
pemotongan tarif ACFTA
dikhawatirkan berdampak
negatif kepada para
produsen Indonesia
Sejak diimplementasikannya kesepakatan pasar bebas ASEAN-China (ACFTA) pada Juli
2005, negara-negara ASEAN telah secara perlahan menurunkan tarif mereka terhadapa
produk import China dan begitu juga sebaliknya. Kesepakatan ini pada hakekatnya
bertujuan untuk meningkatkan kesejateraan negera-negara yang berpartisipasi dengan
cara menurunkna harga yang dibebankan kepada konsumen maupun kepada produsen,
memperluas akses ke pasar serta meningkatkan pilihan barang dan layanan yang
tersedia.
Penjadwalan pemotongan tarif yang dilaksanakan pada awal Januari tahun ini telah
memicu kekhawatiran yang cukup meluas tentang membanjirnya barang impor murah
dari China dan juga kaitannya dengan kemungkinan negatif terhadapa perekonomian
Indonesia. Kenyataannya, penurunan tarif ini relatif kecil dan selaras dengan pemotongan
tarif yang dilakukan oleh negara pendana tangan kesepakatan lainnya. Bahkan, sejak
kesepakatan ini pertama dilaksanakan dan diikuti dengan penerapan pemotongan tarif,
ekspor Indonesia dan impor dari Cina telah ikut juga meningkat secara signifikan.
Berdasarkan hasil uji coba model ekonomi yang ada, secara umum kesepakatan ini
justru mengindikasikan adanya efek manfaat kepada Indonesia, terutama melalui
manfaat untuk menikmati harga yang yang lebih rendah, walaupun hal ini berefek pada
berkurangnya surplus perdagangan Indonesia dan beberpa dampak pada output di
beberapa sektor.
a . P a da awal ta hun 2010, Indones ia meneta pk a n pemotonga n ta rif lebih lanjut ya ng
rela tif k ec il untuk impor dari C ina
Indonesia memenuhi
kesepakatannya dalam
ACTFA dengan
meniadakan tarif pada 90
persen barang pada
tahun 2010
Di dalam kesepakatan pasar bebas ASEAN-Cina (ACFTA), ASEAN-64 dan Cina
bersepakat untuk meniadakan pemberlakuan tarif pada 90 persen dari barang yang
diperdagangkan pada tahun 2010 dan memberikan pengecualian pada empat negara
(Cambodia, Laos PDR, Myanmar dan Vietnam) untuk memenuhi kesepakatan ini di tahun
2015. Pada tanggal 1 Januari 2010 kesepakatan ini direalisasikan dengan
diberlakukannya tarif istimewa, yaitu dengan diturunkannya tarif menjadi nol persen untuk
hampir seluruh barang yang diperdagangkan antara ASEAN-6 dan Cina. Dalam hal ini,
Indonesia juga telah merealisasikan kesepakatan; mengurangi tingkat tarif istimewa
untuk 90 persen barang yang diimpor dari Cina menjadi nol; dengan menerapkannya
pada 99.11 persen dari tarif line . (Untuk memperoleh tarif yang lebih rendah, barangbarang tersebut harus memenuhi persyaratan konten lokal – bahwa sebagian dari nilai
barang tersebut diproduksi di Cina atau Indonesia).
Penurunan tarif ini
selaras dengan tingkat
tarif Indonesia di FTA
lainnya …
Penurunan tarif ACFTA – termasuk di dalamnya Indonesia – berawal pada tahun 2005,
dengan potongan tarif yang bertahap dan dilakukan setiap tahun. Penurunan tarif yang
diimplementasikan di bawah ACFTA konsisten dengan penurunan yang dilakukan
Indonesia bagi mitra perdagangan utamanya dalam ASEAN FTA (AFTA), ASEAN-Korea
FTA (AKFTA), the Perjanjian Kerjasama Ekonomi Indonesia-Japan(IJEPA), dan
kesepakatam penurunan tarif yang bersifat unilateral melalui tarif preferensi untuk Most
Favored Nation (MFN) (Tabel 13 ).
T abel 13: T ingkat tarif Indones ia untuk barang impor s es uai dengan kes epakatan
perdagangan, rata-rata s ederhana
(persen)
1995
2002
2003
MFN
15.5%
7.3%
7.2%
AFTA
4.32%
2.82%
ACFTA
AKFTA
IJEPA
Difference MFN - ACFTA
Sumber: Departemen Keuangan
4
2004
9.9%
3.42%
2005
9.9%
2.8%
9.6%
2006
9.5%
2.8%
9.5%
2007
7.8%
2.0%
6.4%
6.6%
0.3%
0.0%
1.4%
2008
7.6%
2.0%
6.4%
6.0%
5.2%
1.3%
2009
7.6%
1.9%
3.8%
2.6%
4.5%
3.8%
2010
7.5%
0.0%
2.9%
2.6%
3.0%
4.6%
Terdiri dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
31
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
… dan dengan tarif
negara lainnya dalam
ACFTA
Menjaga Momentum
Penurunan tarif yang dilakukan Indonesia juga konsisten dengan yang diimplementasikan
oleh negara lain termasuk Cina, dibawah ACFTA. (Tabel 14 ) Indonesia melakukan
pemotongan tarif dengan besar pada tahun 2007 dan 2009, sejalan dengan negara
lainnya di ACFTA. Namun, rata-rata tarif ndonesia pada tahun 2010 relatif kecil bila
dibdaningan dengan pemotongan di tahun-tahun sebelumnya.
T abel 14: T arif impor barang AC F T A, rata-rata s ederhana
(per cent)
Indonesia
Thailand
Philippines
China*
2005
9.57%
12.36%
2006
9.50%
12.36%
2007
6.37%
8.38%
2008
6.38%
8.38%
8.30%
8.30%
6.55%
6.55%
2009
3.83%
5.10%
3.54%
3.02%
2010
2.92%
2.67%
4.64%
1.05%
* rata-rata tarif barang yang diimpor dari Indonesia. Sumber: Departemen Keuangan
Di tahun 2010, hampir
seluruh sektor yang ada
di Indonesia hanya
mengalami penurunan
tarif yang kecil; adapun
tarif yang tinggi masih
berlaku pada beberapa
produk pertanian dan
peralatan transportasi
Di bawah ACFTA, Indonesia dan Cina menyepakati serangkaian pemotongan tarif ‘Early
Harvest, dimana rata-rata tarif pada serangkaian tarif line turun dengan cepat pada tahuntahun awal (terutama untuk produk-produk pertanian yang belum diproses, seperti ikan),
sementara pemotongan dalam sektor lainnya ditangguhkan hingga tahun-tahun
berikutnya. Hasilnya, hampir semua sektor memiliki rata-rata tarif yang mengalami
pemotongan besar di awal implementasi perjanjian atau terpangkas secara berthap
selama kurun lima tahun. Sebagai contoh, pemotongan tarif yang cukup substansial
terjadi pada produk-produk minyak bumi dan turunanya, dan peralatan transportasi di
tahun 2007, sementara hampir sebagian besar sektor lainnya mengalami pemotongan
tarif yang cukup drastik langsung di tahun 2009. (Tabel 15).
Namun untuk beberapa produk impor dari China masih dibebankan tarif yang relatif tinggi,
terutama pada sektor peralatan transportasi dan pertanian. Barang-barang tersebut lazim
dikenal sebagai ‘barang sensitif’ – dan ini mewakili 0.89 persen tarif line yang terakhir.
Dalam ACFTA tingkat tarif barang ini tetap dijadwalkan untuk dijadikan nol persen pada
tahun 2015. Adapun yang termasuk ke dalam daftar barang sensitif Indonesia adalah
beras, gula, alkohol, rokok, barang pecah belah keramik dan perselen, sepeda motor,
mobil dan truk.
… dan sebagian besar
barang sensitif akan
menikmati tarif 0 sampai
5 persen di tahun 2018
Dalam ACFTA, ASEAN-6 dan Cina juga telah menyepakati penjadwalan pengurangan
tarif untuk ‘barang sensitif’. Dari daftar ini, tidak lebih dari 40 persen dapat diklasifikasikan
lebih lanjut sebagai ‘sangat sensitif’, dengan sisa ‘barang sensitif’ diperkirakan akan
dikurangi tarifnya menjadi 20 persen pada tanggal 1 Januari 2012, dan menjadi 0 hingga
5 persen pada 1 Januari 2018. Tarif pada barang yang ‘sangat sensitif’ diperkirakan akan
turun menjadi tidak lebih dari 50 persen pada tanggal 1 Januari 2015.
T abel 15: Tarif Indones ia di AC F T A turun ke tingkat yang rendah pada tahun 2010, dengan
pengec ualian dari berbagai peralatan trans portas i dan barang pertanian
(tingkat tarif, persen)
2004
11.9
6.5
6.8
2005
10.5
6.5
6.8
2006
9.6
6.5
6.8
2007
9.4
5.4
4.6
2008
9.4
5.4
4.6
2009
6.9
2.4
2.1
2010
6.8
1.5
0.5
2011
6.8
1.5
0.5
2012
6.7
1.2
0.4
Perikanan
Kulit, Karet, Alas Kaki
4.7
8.7
0.1
8.7
0.1
8.7
0.2
7.3
0.2
7.3
0.1
4.3
0.1
3.5
0.1
3.5
0.0
3.0
Manufaktur Lainnya
Logam
Mineral
NE Machinery
Petroleum
Tekstil & Garmen
Peralatan Transpor
7.3
9.8
5.1
2.6
5.0
10.8
28.7
7.3
8.9
6.0
2.6
3.2
10.8
28.7
7.3
8.9
6.0
2.6
3.2
10.8
28.7
5.5
6.5
5.0
2.0
1.2
7.6
18.8
5.5
6.5
5.0
2.0
1.2
7.6
18.9
2.2
3.2
1.9
0.8
1.2
4.3
18.5
0.6
1.7
1.2
0.3
1.2
1.6
18.4
0.6
1.7
1.2
0.3
1.2
1.6
18.4
0.2
1.3
1.1
0.2
1.2
1.1
18.1
Kayu, Pulp, Kertas, Meubel
4.7
4.7
4.7
4.3
4.3
1.1
0.4
0.4
0.0
Rata-rata
9.9
9.6
9.5
6.4
6.4
3.8
2.9
2.9
2.6
Pertanian
Kimia
E. Machinery
Sumber: Departemen Keuangan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
32
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Saat ini, hanya sedikit
produk impor Cina yang
memanfaatkan tarif
istimewa ACFTA, namun
hal ini akan terus
meningkat seiring dengan
diberlakukannya
pemotongan tarif yang
terbaru
Menjaga Momentum
Sementara, bukti anekdotal menunjukan bahwa sebagian besar importir Cina belum
memanfaatkan tarif istimewa ACFTA, mereke justru masih memanfaatkan tarif Most
Favored Nation (MFN), yang – secara rata-rata – sedikit lebih tinggi dibdaningkan tarif
istimewa (Tabel 13). Dapat diartikan bahwa biaya administratif yang berkaitan dengan
pengajuan aplikasi ACFTA merupakan insentif keuangan yang kurang menguntungkan
untuk mempergunakan ACFTA.
Namun, dengan makin lebarnya perbedaan anatara MFN dan ACFTA di tahun 2009 dan
2010 (Tabel 13), Pemanfaatan tarif istimewa oleh impor Cina dapat memacu daya saing
bagi beberapa industri tanah air, sekaligus berpotensi menimbulkan dampak negatif
terhadap produksi domestik,Disaat yang sama, pemanfaatan bea istimewa ACFTA juga
dapat memberikan manfaat kepada konsumen, produsen dan export Indonesia karena
harga yang lebih rendah untuk produk akhir dan setengah-jadi.
b. Dengan menurunnya tingk a t tarif bila tera l, perda ga nga n anta ra Indones ia da n
C ina telah meningk a t …
Ekspor Indonesia ke Cina
telah meningkat secara
signifikan dalam
beberapa terakhir ini
terutama untuk produk
pertanian dan mineral
Sejak penurunan tarif ACFTA berawal pada tahun 2005, ekspor Indonesia ke Cina telah
meningkat sejumlah hampir 70 persen,5 didorong oleh peningkatan hampir tiga kali lipat
dalam ekspor mineral dan hampir dua kali lipat dalam produk pertanian (Grafik 43)Selain
mencerminkan harga yang lebih tinggi, komoditas yang diekspor Indonesia ke Cina juga
mencerminkan volume yang lebih besar. menunjukkan bahwa sejak tahun 2005 Indonesia
telah menunjukan peningkatan total ekspor komoditas (terutama, pertanian,
pertambangan dan logam) ke Cina. dan ditahun yang sama, ekspor komoditas Indonesia
secara
umum menunjukan peranannya yang cukup signifikan – dengan nilai
pertumbuhan ekspor yang lebih cepat dibdaning nilai (gabungan antara kuantitas yang
diekspor dan harganya) sektor ekspor lainnya.
Sementara itu impor
barang modal dari Cina
ke Indonesia juga makin
meningkat
Hal yang sama juga terjadi pada impor, sejak penurunan tarif pada tahun 2005, nilai impor
Indonesia dari Cina telah meningkat hampir sebesar 70 persen, didominasi oleh alat
elektronik (lebih dari lima kali lipat), alat non-elektronik (lebih dari tiga kali lipat) dan alatalat transportasi (lebih dari empat kali lipat) (Grafik 44Grafik 44). Sebagian besar dari
pertumbuhan ini adalah karena volume impor yang lebih besar, dengan fakta bahwa
harga untuk barang manufaktur ini cukup stagnan selama setengah dasawarsa terakhir
ini. Selain itu, Tabel 17 sekali lagi menyoroti bahwa sejak tahun 2005 proporsi impor
barang modal Indonesia secara signifikan lebih banyak bersumber dari Cina – terutama
untuk peralatan elektronik – dimana proporsi impor dari Cina semula hanya satu
perdelapan dari total impor meningkat menjadi menjadi hampir separuh total impor
Indonesia.
5
Nilai untuk 10 bulan sejak Januari – Oktober 2005 dibandingkan dengan Januari – Oktober 2009.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
33
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
G rafik 43: S ementara tarif menurun, nilai eks por pertanian
dan mineral Indones ia ke C ina telah meningkat …
Menjaga Momentum
Tabel 16: … dan bagian yang lebih bes ar dari total eks por
pertanian dan mineral Indones ia kini dikirim ke C ina.
(ekspor ke Cina sebagai persentase per sektor dan bagian dari
(USD millions dan simple average tarif rate across all goods) total ekspor ke Cina berdasarkan sektornya)
U USD
480 Juta
Persen
400
12
10
Tarif (RHS)
320
8
240
6
Mineral (LHS)
160
4
80
2
Pertanian (LHS)
0
Jan-05
0
Jan-06
Jan-07
Jan-08
Jan-09
2005 2006 2007 2008 2009 Prop 05 Prop 09
9
12
12
10
12
12
19
17
15
14
10
13
12
6
2
2
3
3
3
2
2
4
2
2
2
3
1
0
7
10
10
11
14
6
9
2
2
3
2
2
0
0
6
6
7
7
9
8
11
7
11
12
12
12
17
28
3
4
6
5
5
2
2
16
10
11
9
15
24
11
2
2
2
2
2
2
2
2
4
2
1
10
1
3
KAYU, KERTAS, PULP 10
11
9
11
9
13
7
TOTAL
8
8
8
9
10
100
100
AGRI (kec. IKAN)
KIMIA
ALAT ELEKTRONIK
PERIKANAN
KULIT, KARET
MANUFAKTUR
LOGAM
MINERAL
ALAT NON-E
PETRO
TEKSTIL
TRANSPORT
Sumber: BPS, Departemen Keuangan dan kalkulasi Bank Dunia
c . Ha s il s tudi menunjuk a n bahwa perek onomian Indones ia diuntungk an dengan
a da nya A C F T A
ACFTA diharapkan dapat
meningkatkan
kesejahteraan
perekonomian Indonesia,
sekaligus meningkatkan
hubungan perdagangan
bilateral dengan Cina
Bank Pembangunan Asia (ADB) melakukan sebuah studi komprehensif pada tujuh
negara pendanatangan ACFTA dan pada tujuh sektor ekonomi pada tahun 2008.
Makalah ini mencoba menganalisa dampak ACFTA pada output, ekspor, dan impor
6
masing-masing negara dan pada setiap tujuh sektor yang dianalisa. . Metode analisa
menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitif; dimana metoda kuantitatif yang
digunakan adalah model statis CompuTabel General Equilibrium (CGE) dengan
menggunakan basis data Global Trade Analysis Project (GTAP). Hasil studi ini
mendapati bahwa ACFTA ternyata memberikan dampak positif bagi kesejahteraan
Indonesia, terutama karena ACFTA sebagian mengakibatkan turunnya harga dan
sebagian lagi memperluas jangkauan ekspor Indonesia ke Cina secara signifikan.
Kesepakatan
menawarkan akses ke
pasar ekspor yang lebih
besar dan harga yang
lebih rendah bagi
konsumen dan produsen
Adapun secara kualitatif, diperkirakan Indonesia akan diuntungkan dengan peningkatan
akses ke pasar konsumen terbesar di dunia; peningkatan produktifitas dan efisiensi dalam
pasar domestik sebagai hasil dari persaingan yang lebih ketat; harga yang lebih rendah
untuk konsumen dan produsen domestik; dan perlindungan lebih dari goncangan yang
merugikan pada ekonomi global. Demikian besarnya ACFTA sehingga menawarkan
potensi penciptaan perdagangan yang besar ke Indonesia. ACFTA berpotensi dengan
populasinya yang sejumlah hampir 2 milyar, yang pada tahun 2008 berproduksi lebih dari
USD 6.6 trilyun dan mencataat transaksi perdagangan barang ke sesama anggota senilai
sekitar USD 4.3 trilyun. Dengan demikian, ACFTA merupakan pasar terbesar ketiga di
dunia, setelah Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (North America FTA) dan
Uni Eropa. Kesepakatan ini seharusnya menghasilkan penurunan harga dan pilihan yang
lebih banyak bagi konsumen dan produsen Indonesia, menurunkan biaya dan mendukung
integrasi Indonesia ke dalam jejaring produksi regional.
6
Sektor-sektor ini meliputi: Pertanian; Pangan; Industri Ekstraktif; Manufaktur Ringan; Manufaktur
Berat; Manufaktur Berteknologi Tinggi; dan Layanan.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
34
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 44: Impor alat modal Indones ia telah meningkat pes at T abel 17: … dan now repres enting a far greater proportion of
s ejak 2005 …
Indones ia’s total c apital goods imports .
(Juta USD dan tingkat tarif rata-rata sederhana untuk semua (Impor dari Cina, persentasi dari impor dunia berdasarkan
barang)
sektor, dan proporsi total impor dari Cina berdasarkan sektor)
350
USD mn
USD mn
300
350
300
Alat Non-Elektronik
250
250
200
200
150
150
Transportasi
100
100
Alat-alat Elektronik
50
0
Mar -05
50
0
Mar -06
Mar -07
Mar -08
Mar -09
Sektor
AGRI (kec.IKAN)
KIMIA
ALAT ELEKTRONIK
PERIKANAN
KULIT, KARET
MANUFAKTUR
LOGAM
MINERAL
ALAT NON-E
PETRO
TEKSTIL
TRANSPORT
KAYU, KERTAS, PULP
TOTAL
2005 2006 2007 2008 2009 Prop 05 Prop 09
8
10
11
10
13
5
7
9
10
11
13
14
11
11
15
18
31
45
45
5
14
2
3
2
2
6
0
1
12
15
15
15
16
1
2
24
30
29
29
31
3
2
17
17
22
18
16
19
10
20
23
17
20
17
4
3
11
14
17
22
25
15
25
8
5
3
1
2
24
3
14
15
17
19
23
4
4
8
11
8
15
16
8
17
7
9
10
11
12
2
2
10
11
12
12
15
100
100
Sumber: BPS, Departemen Keuangan, kalkulasi Bank Dunia. Sumber: BPS, Departemen Keuangan, kalkulasi Bank Dunia.
…dan perlindungan yang
lebih besar dari berbagai
goncangan ekonomi
global
Manfaat signifikan lainnya dengan integrasi yang lebih kuat antara Indonesia dan Cina
adalah integrasi berpotensi melindungi Indonesia dari goncangan negatif ekonomi global,
sejauh peningkatan peran pasar Cina bagi eksportir Indonesia menjadi penyeimbang
pasar utama lainnya. Hal ini terbukti dengan adanya krisis ekonomi global terakhir,
dimana pemulihan ekspor Indonesia jauh lebih cepat disbdaning dengan perdagangan di
negara lainnya, karena salah satunya didorong oleh permintaan Cina yang tetap kuat
7
untuk komoditas ekspor Indonesia. Diversifikasi pasar ekspor Indonesia pun makin
meningkat, dimana peningkatan peranan Cina dalam Indonesia Cina juga berarti
mengurangi dominasi pasar Jepang dan Amerika. Error! Reference source not found.)
Walau demikian , Indonesia jauh lebih sedikit keterpaparannya pada pasar Cina
dibdaningkan dengan negara tetangga seperti Filipina, Malaysia dan Thaildan – dimana
ekspor ke Cina mewakili sekitar 27 persen dari seluruh ekspor Filipina dan sekitar 15
persen untuk masing-masing Thaildan dan Malaysia
Meksipun seharusnya
mendukung
kesejahteraan ekonomi
Indonesia dan beberapa
sektor, modeling
mengindikasikan bahwa
berpotensi berujung pada
kemerosotan kecil dalam
output dan surplus
perdagangan
keseluruhan
Meskipun kesepakatan ini diperkirakan akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi
Indonesia secara keseluruhan, modeling ADB mengindikasikan bahwa kesepakatan ini
berkemungkinan akan berujung pada kontraksi kecil dalam output dan neraca
perdagangan. Output diperkirakan akan merosot sekitar 0.17 percentage points –
dibdaningkan dengan tidak mengimplementasikan kesepakatan – dengan keuntungan
dari produksi pertanian dan pangan tidak cukup untuk menyeimbangkan kerugian dalam
sektor menufaktur berat.
Selin itu, meskipun ACFTA diperkirakan akan meningkatkan neraca perdagangan bilateral
Indonesia dengan Cina, ACFTA diperkirakan akan menyebabkan penyempitan neraca
perdagangan Indonesia secara keseluruhan. Total ekspor diestimasikan hanya akan
meningkat sebesar 1.5 persen, sementara total impor diperkirakan akan meningkat
sekitar 4.4 persen. Proyeksi ini berdasarkan ekpor Indonesia saat ini ke AS dan Jepang
dialihkan ke Cina karena tarif yang lebih rendah berlaku untuk barang-barang yang
termasuk dalam kesepakatan dengan ekspor ke negara-negara tersebut diproyeksikan
akan turun sekitar 10 hingga 15 persen dibdaningkan dengan apabila kesepakatan tidak
diimplementasikan. Karena sebagian besar ekspor yang dialihkan ini adalah pertanian
dan mineral maka terdapat keterbatasan ruang bagi produsen untuk meningkatkan
pasokan.
7
Sejak masa paling terpuruk dalam krisis pada Februari 2009, ekspor Indonesia telah pulih lebih dari
62 persen sementara ekspor untuk semua negara berkembang hanya meningkat 26 persen dan
ekspor global hanya 13 persen.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
35
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Menurut sektornya, total ekspor pangan diperkirakan akan paling banyak meningkat yaitu
sekitar 20 persen, sebagian diseimbangkan dengan penurunan dalam ekspor pertanian
lainnya (sekitar 8 persen), layanan (6.5 persen), an peralatan manufaktur berat (sekitar 4
persen). Secara komparatif, impor diperkirakan akan meningkat dalam semya sektor,
dengan produk pangan meningkat paling tinggi, sekitar 16 persen.
ACFTA berpotensi akan
membawa manfaat
berjangka panjang
lainnya
Analisa ini hanya menangkap beberapa dari potensi manfaat yang mungkin akan diterima
oleh Indonesia sebagai hasil dari ACFTA. Keuntungan lain tersebut mulai dari transfer
teknologi yang lebih banyak melalui peningkatan spesialisasi dan penanaman modal
dalam kawasan ini hingga peningkatan kekuatan menawar (bargaining power) dalam
forum multilateral. Banyak keuntungan dari kesepakatan yang diperkiraan akan diperoleh
dalam jangka panjang – sehingga sulit untuk melakukan kuantifikasi, misalnya dengan
perusahaan Indonesia merealisasikan peluang pasar baru di Cina atau meningkatkan
daya saing mereka sehubungan dengan perluasan impor.
3. A r u s m a s u k m o d a l da n s te r i lis a s i b a n k s e n tr a l
a . B I telah memilih untuk mena ngani arus modal ma s uk denga n ga bunga n da ri
membia rk a n a pres ia s i rupia h da n melak uk a n intervens i di pas ar pertuk a ran
mata ua ng da n bers amaa n denga n itu melak uk an s terilis as i terhadap intervens i
ters ebut
BI telah menangani arus
modal masuk sejak bulan
Juni dengan
menggabungkan
apresiasi Rupiah dan
melakukan intervensi di
pasar pertukaran mata
uang dan bersamaan
dengan itu melakukan
sterilisasi terhadap
intervensi tersebut
Sejak bulan Juni 2009, arus masuk modal asing netto ke aset keuangan Indonesia
(ekuitas, obligasi pemerintah dan instrumen pasar uang jangka pendek) telah mencapai
hampir USD 6.6 milyar (Grafik 45). Tanpa adanya intervensi apapun dari bank sentral,
arus masuk ini bisa berujung pada apresiasi rupah yang tinggi yang kemudian berpotensi
menyebabkan kehilangan daya saing ekspor dan kemerosotan dalam neraca
perdagangan. Alternatifnya, apabila bank sentral melakukan intervensi untuk mencegah
kenaikan kurs yang tajam, dengan membeli mata uang asing dan menjual Rupiah
sehingga peningkatan pasokan uang yang dihasilkan bisa menjadi inflasioner. Hasilnya,
meskipun arus masuk modal tentunya dapat menjadi dorongan positif bagi ekonomi
domestik, dampaknya pada sistem moneter dan ekonomi riil juga bisa mengganggu
kestabilan. Sebagai mitigasi dampak destabilisasi akibat arus masuk modal pada pasar
modal domestik, terdapat beragam pilihan yang tersedia bagi bank sentral dan
keuangan—namun setiap pilihan memiliki beban biayanya masing-masing.
Dalam kasus Indonesia sejak pertengahan 2009 hingga awal 2010, kami menemukan
bahwa BI telah memilih untuk menangani arus masuk modal dengan cara membiarkan
apresiasi Rupiah ke tingkat tertentu, namun juga dengan membangun cadangan dalam
rangka mencegah kenaikan mata uang yang terlampau tajam dan kemudian menarik
kembali atau melakukan “sterilisasi” kelebihan likuiditas melalui operasi pasar terbuka.
Catatan ini membahas pro dan kontra sterilisasi cadangan arus masuk modal oleh bank
sentral, dalam upaya untuk menganalisis kesinambungan dan efektivitas strategi ini
dalam konteks Indonesia akhir-akhir ini.
Apresiasi Rupiah telah
meningkat sebesar
hampir 9 persen
Kami dapat melihat jelas gabungan kebijakan BI berdasarkan tren yang ditunjukkan oleh
nilai tukar mata uang, total cadangan dan uang primer. Kurs IDR/USD telah terapresiasi
sebesar 8.7 persen sejak bulan Juni—jadi membiarkan apresiasi Rupiah jelas merupakan
satu strategi (Grafik 46). Namun, dengan adanya arus netto sebesar USD 6.6 milyar
mewakili lonjakan total saham modal asing yang ditanamkan di Indonesia sebesar 36
persen, apresiasi tersebut kemungkinan besar seharusnya jauh lebih kuat apabila tidak
ada intervensi nilai tukar mata uang asing oleh BI.
Cadangan telah
meningkat sebesar USD
12 milyar namun uang
primer hanya meningkat
separuhnya,
mengindikasikan bahwa
BI telah mensterilisasikan
sisanya …
Cadangan internasional telah meningkat sebesar USD 12 milyar atau 21 persen sejak
bulan Juni, dengan adanya arus masuk modal dan surplus perdagangan (Grafik 45).
Meskipun sebagian dari peningkatan cadangan ini adalah dari pembayaran langsung
ekspor (direct export receivables) yang masuk ke rekening BI, BI belum mengkonversinya
ke Rupiah menggunakan nilai yang mungkin dipergunakan dalam masa ketika arus modal
masuk lebih lemah. Secara bersamaan diyakini bahwa BI secara aktif melakukan
intervensi dengan membeli mata uang asing sebagai respon terhadap arus masuk modal.
Maka, peningkatan cadangan kurang lebih juga mengindikasikan bahwa BI telah
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
36
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
melakukan intervensi dalam pasar pertukaran nilai mata uang asing untuk mencegah
kenaikan Rupiah yang terlalu tajam dengan cara membeli mata uang asing dari sektor
swasta dan menjual Rupiah. Tanpa sterilisasi, kelebihan likuiditas ini akan muncul
sebagai kenaikan yang signifikan dari uang primer (M0). Namun, kita menemukan bahwa
uang primer hanya naik sekitar USD 6.5 milyar (atau separuh dari peningkatan cadangan)
sejak Juni. (Grafik 47). Maka dengan demikian, bank sentral telah melakukan sterilisasi
pada sebagian dari kenaikan cadangan dengan melakukan operasi pasar terbuka untuk
menyerap kelebihan likuiditas yang ada.
G rafik 45: Arus mas uk modal dengan s urplus perdagangan
telah menyebabkan kenaikan tajam dalam c adangan s ejak
bulan J uni 2009
(Netto pembelian ekuitas, obligasi pemerintah IDR dan
instrumen pasar uang jangka pendek dalam trilyun Rupiah;
cadangan dalam milyar USD)
40
IDR trillion
USD billion
75
G rafik 46: …dan apres ias i R upiah s ebes ar 9 pers en
(Kurs spot IDR per USD; cadangan dalam milyar USD)
75000
USD million
IDR per USD
June 2009
June
JJ 2009
e
65000
Total Reserves
(RHS)
20
8500
60
9500
55000
0
Total Reserves
(LHS)
45
10500
45000
IDR/USD
(RHS)
-20
30
11500
35000
Net Foreign Capital Inflows
(LHS)
IDR Appreciation
-40
Jan-07
15
Jul-07
Jan-08
Jul-08
Jan-09
Jul-09
Sumber: Federal Reserve Board dan BI via CEIC
Jan-10
25000
Jan-07
12500
Jul-07
Jan-08
Jul-08
Jan-09
Jul-09
Jan-10
Sumber: JP Morgan dan BI via CEIC
…melalui peningkatan
penerbitan SBI berjangka
1 bulan dan 3 bulan
Instrumen pasar uang berjangka pendek yang dipergunakan oleh bank sentral Indonesia
dalam melakukan operasi pasar terbuka adalah SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Mirip
dengan US Treasury Bills, saat ini SBI memiliki jangka waktu 3 bulan dan 6 bulan, (BI
berencana untuk mulai meniadakan SBI berjangka 1 bulan). Kenaikan total SBI
outstdaning netto sejak bulan Juni telah ada sejumlah USD 7 milyar (kenaikan 29 persen).
Penerbitan SBI 1 bulan dan 3 bulan telah menjadi pendorong kenaikan ini, karena SBI
berjangka 6 bulan yang ada telah menurun sebesar 92 persen selama periode ini (Grafik
48)
Peningkatan SBI
outstdaning dan uang
primer sejak Juni
menyeimbangkan
naiknya cadangan
Naiknya SBI outstdaning dan uang primer (money base) secara bersama seharusnya
menyeimbangkan peningkatan cadangan, dengan asumsi tidak ada perubahan
fundamental dalam strategi manajemen uang bank sentral. Karena uang primer
meningkat sebesar USD 6.5 milyar dan SBI sebesar hampir USD 7 milyar maka hal ini
menyeimbangkan kenaikan cadangan sebesar USD 12 milyar (Mohon dicatat bahwa
adanya perbedaan sedikit dalam angka tersebut mungkin terjadi karena asumsi kurs yang
berbeda).
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
37
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 47: B I telah melakukan s terilis as i pada s eparuh dari
kenaikan c adangan melalui peningkatan penerbitan S B I …
G rafik 48: …sebagian bes ar melalui peningkatan penerbitan
S B I berjangka 1 bulan dan 3 bulan
(Uang primer dan SBI outstdaning dalam trilyun IDR)
(Outstanding SBI 1,3 dan 6 bulan dalam trilyun IDR)
450
IDR trillion
USD billion
80
June 2009
350
350,000
IDR billion
IDR billion
300,000
300,000
250,000
250,000
70
M0 Base Money
(LHS)
200,000
250
200,000
6m SBI
60
150,000
Total Reserves
(RHS)
150
150,000
3m SBI
100,000
100,000
50
50,000
Total SBI
Outstanding (LHS)
50
01-Jan-08
350,000
40
01-Jul-08
01-Jan-09
01-Jul-09
Sumber: CEIC dan Bank Dunia
01-Jan-10
50,000
1m SBI
0
0
Jan-08
Jul-08
Jan-09
Jul-09
Jan-10
Sumber: CEIC
b. Mes k ipun terda pa t perdebata n lama s eputa r k emungk inan tingginya bia ya
melak uk a n s terilis as i, bia ya ya ng diemban Indones ia s elama enam bulan rela tif
terbatas
Sterilisasi bisa menjadi
hal yang mahal bagi bank
sentral karena selisih
suku bunga antara yang
diperoleh dari cadangan
dan yang dibayarkan
dalam instrumen pasar
uang domestik
Perdebatan seputar sterilisasi dan potensi biayanya yang tinggi dalam negara
berkembang bukan hal baru dan muncul karena beberapa alasan. Pertama dan yang
paling kuat adalah biaya quasi-fiscal yang diemban oleh bank sentral karena rendahnya
suku bunga yang diperolehnya dari cadangannya (lazimnya USD) sementara harus
membayarkan suku bunga yang relatif tinggi dalam instrumen pasar uang domestik yang
diterbitkan untuk menyerap likuiditas melalui operasi pasar terbuka. Argumentasi ini
nampaknya lebih memiliki keterkaitan karena merosotnya nilai US Treasury Bill, karena
bagian yang besar dari cadangan internasional berada dalam bentuk Dolar AS. Dalam
kasus Indonesia, bank sentral membayarkan sekitar 6.5 persen (dihitung secara tahunan)
8
dalam SBI. Sejak nilai Treasury Bill berjangka 1 bulan jatuh hingga 0.0075 persen, selisih
suku bunga antara yang diperoleh BI dari cadangan dan yang dibayarkannya melalui SBI
adalah selisih yang signifikan (Grafik 49).
8
Meskipun bank sentral melakukan diversifikasi investasi cadangannya dari segi mata uang maupun
durasinya, pendapatannya dari cadangan dikalkulasikan di sini berdasarkan Treasury Bill rate 1
bulan karena hal ini memberikan estimasi pendapatan yang konservatif dan dengan demikian
memberikan plafon atas dari kemungkinan biaya sterilisasi yang diemban oleh bank sentral.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
38
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
selisih
suku
bunganya
tinggi,
biaya
G rafik 49: Dengan s uku bunga Amerika S erikat yang hampir Meskipun
nol, antara biaya s uku bunga B I untuk S B I dan pendapatan sesungguhnya dalam melakukan sterilisasi oleh BI antara
bulan Juni 2009-Januari 2010, dengan perubahan
s uku bunga dari c adangan US D marginnya tinggi
(tingkat suku bunga SBI 1 bulan dan Treasury Bill 1 bulan,
persen)
Percent
Percent
12
12
10
10
cadangan devisa dan SBI pada neraca keuangannya dan
selisih suku bunganya mengindikasikan bahwa biaya
aktualnya mungkin moderat. Estimasi ini mengindikasikan
bahwa biaya quasi-fiscal untuk 6 bulan hingga awal 2010
adalah sekitar USD 77.2 juta, setara dengan 0.01 persen
dari PDB Indonesia.
1m SBI rate
8
8
6
6
4
4
1m TBill rate
2
2
0
0
Jan-07
Jul-07
Jan-08
Jul-08
Jan-09
Jul-09
Argumentasi lain yang beredar luas yang menentang
sterilisasi adalah bahwa sterilisasi menyebabkan suku
bunga domestik naik (atau tetap tinggi) karena
peningkatan penerbitan instrumen pasar uang dan dengan
demikian mungkin menyebabkan lingkaran setan dengan
lebih banyak sterilisasi dan tingkat bunga yang semakin
tinggi. Meskipun argumentasi ini pasti ada benarnya dalam
beberapa episode sterilisasi sebelumnya namun hal ini
tidak terealisasi di Indonesia selama enam bulan terakhir.
Suku bunga pada SBI 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan tetap
bertahan stabil dan bahkan turun sedikit sejak Juni.
Jan-10
Sumber: CEIC dan Bank Dunia
Efektivitas sterilisasi
tergantung pada sifat
goncangan yang
mendorong arus modal
masuk
Alasan untuk hal ini mungkin terdapat dalam argumentasi bahwa efektivitas sterilisasi
bergantung pada sifat goncangan yang menyebabkan arus modal masuk terjadi (Frankel
2004). Apabila arus masuk “didorong” masuk karena faktor eksternal seperti jatuhnya
suku bunga asing sehingga menjadikan aset keuangan domestik lebih menarik
dibdaningkan dengan aset asing maka sterilisasi bisa menjadi sangat efektif dan tidak
harus memberikan mendorong kenaikan suku bunga. Di sisi lain, apabila arus masuk
“ditarik” masuk karena adanya faktor internal positif yang meningkatkan permintaan uang
domestik maka sterilisasi mungkin bukan merupakan jawaban yang tepat karena orang
mencari likuiditas dan kredit yang lebih – bukan instrumen pasar uang berpenghasilan
tinggi. Dalam situasi seperti ini, sterilisasi dapat berujung pada suku bunga yang lebih
tinggi karena tidak akan ada permintaan untuk instrumen pasar uang seperti SBI.
Di Indonesia, arus modal
masuk sebagian besar
“didorong” masuk pada
paruh kedua tahun 2009
karena faktor eksternal
dan karenanya sterilisasi
nampaknya relatif efektif
Dalam kasus Indonesia selama enam bulan terakhir modal telah mengalir masuk karena
investor dari seluruh dunia telah mengejar penghasilan yang lebih tinggi dan melakukan
carry trades untuk mengambil keuntungan dari suku bunga yang rendah dalam
sejarahnya di Amerika Serikat. Maka nampaknya arus modal telah “didorong” masuk dan
bukan “ditarik” masuk akibat suatu perubahan dalam kebijakan domestik. Bahkan
faktanya adalah kebijakan moneter BI selama periode ini adalah ekspansioner dengan
penurunan suku bunga sebesar 300 basis points dari Desember hingga Agustus 2009
dan lalu tetap dari bulan September 2009.
Dalam iklim ini, kebijakan BI untuk meningkatkan pasokan surat berpenghasilan tinggi
berjangka pendek menghasilkan permintaan yang tinggi dan tidak memicu tingkat bunga
SBI yang lebih tinggi.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
39
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 50: K ebijakan moneter dan fis kal dapat membatas i dampak dari arus mas uk modal, namun s ebagian bes ar ops i
membutuhkan biaya tinggi
A: Mengijinkan alliran dana masuk (menggeser LM
ke kanan), bisa menjadi inflasioner
B: Sterilisasi aliran dana masuk dengan membangun
cadangan (Operasi Pasar Terbuka, tetap di B), dapat
mempertahankan arus dana masuk lebih lama
dengan suku bunga tetap tinggi
C: Mengijnkan apresiasi (menggeser IS dan BP ke
kiri) , ekspor kehilangan daya saing
D: Menetapkan pengendalian modal (menggeser BP
ke atas, kemiringan lebih tegak), kehilangan
efisiensi; harus mendanai investasi dengan biaya
dana domestik yang lebih tinggi daripada meminjam
dari luar negeri dengan biaya yang lebih rendah
E: Kontraksi fiskal (menggeser IS ke kiri), bisa
menjadi resesioner; secara politis sulit
i
BP '
LM
BP=0
D
C, E
B
IS'
A
LM'
IS
Y
Model IS-LM ini merupakan kerangka kerja Keynesian yang fokus pada interaksi antara elemen riil dan moneter dalam
ekonomi. Kurva IS (investasi-tabungan/savings) mewakili hubungan antara output dan suku bunga yang memberikan
ekuilibrium dalam pasar barang sementara kurva LM (preferensi likuiditas dan suplai uang/money supply) mewakili
hubungan antara pendapatan dan suku bunga yang memberikan ekuilibrium dalam pasar uang.
Karena Indonesia
memiliki rejim arus modal
yang terbuka penuh maka
sterilisasi merupakan
perangkat kebijakan yang
penting untuk
mempertahankan
kemdanirian moneter dan
kestabilan ekonomi yang
lebih luas
Salah satu argumentasi positif untuk sterilisasi adalah bahwa dengan melakukan
sterilisasi, negara berkembang dapat mempertahankan kemdanirian moneter. Dengan
fakta bahwa uang primer di suatu negara sama dengan nilai net aset domestik ditambah
net aset asing (cadangan), tanpa sterilisasi maka peningkatan atau penurunan cadangan
akan memiliki dampak yang terasa pada jumlah uang dalam ekonomi. Hal ini akan sangat
membatasi kendali bank sentral atas likuiditas domestik dan menjadikan ekonomi sangat
rentan pada arus masuk dan arus keluar modal. Karena Indonesia memiliki rejim arus
modal yang terbuka penuh (completely open capital account) dan dana seringkali
mengalir keluar secepat arus masuknya maka kebijakan untuk tidak mensterilisasi
intervensi pasar pertukaran mata uang asing berpotensi untuk mengganggu stabilitas.
4. D a m p a k ‘ pe r a tu r a n 20 pe r s e n ’ te r h a da p tin g k a t da n m u tu be l a n ja p e n didik a n
Peruntukan (earmark)
sebesar 20 persen dari
anggaran negara
Indonesia menjamin
tingkat pendanaan yang
relatif tinggi bagi sektor
prioritas namun juga
membuat pengelolaan
anggaran menjadi lebih
rumit dan memicu adanya
kekhawatiran tentang
mutu pembelanjaan dana
tersebut
Amandemen UUD 1945 Indonesia tahun 2002 mewajibkan bahwa setidaknya 20 persen
dari APBN atau anggaran Pemerintah Pusat dialokasikan untuk pendidikan, yang disebut
9
sebagai “peraturan 20 persen”. Meskipun cukup lama diperdebatkan selama beberapa
10
tahun tentang bagaimana persisnya peraturan ini akan diinterpretasikan , sejak tahun
2009, interpretasinya sedemikian rupa sehingga peraturan tersebut: (1) berlaku baik pada
anggaran negara APBN awal dan hasil revisi (APBN-P); (2) termasuk semua belanja
langsung Pemerintah Pusat untuk bidang pendidikan serta estimasi pembelanjaan daerah
untuk pendidikan yang didanai oleh transfer dari pusat (misalnya seperti gaji guru); dan
(3) dikalkulasikan sebagai bagian dari total belanja negara termasuk subsidi, pembayaran
bunga dan transfer ke daerah. Peraturan dua puluh persen menjamin adanya tingkat
pendanaan yang relatif tinggi untuk bidang prioritas dengan belanja yang mencapai titik
tertinggi pada tahun 2009 dan diperkirakan akan tetap relatif tinggi. Namun, peraturan 20
persen juga berpotensi untuk melemahkan efisiensi belanja publik dan yang lebih
mendesak, memperumit manajemen anggaran dengan mengadakan alokasi anggaran
tambahan untuk sektor pendidikan pada berbagai tahapan siklus anggaran – seringkali
dengan pemberitahuan yang singkat – yang memicu kekhawatiran tentang kualitas
pembelanjaan dana tersebut.
9
Peraturan ini juga berlaku bagi anggaran pemerintah daerah.
Perdebatan pertama terpusat pada apakah gaji guru seharusnya termasuk dalam alokasi 20
persen tersebut dan setelahnya tentang apakah 20 persen tersebut sebaiknya dikalkulasikan
berdasarkan total belanja termasuk subsidi, pembayaran bunga dan transfer atau apakah hal-hal
tersebut layaknya tidak dimasukkan dalam denominator.
10
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
40
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 51: B elanja publik nas ional pendidikan di Indones ia
(Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kotamadya)
250
Persen
IDR trilyun
4.0
200
3.2
150
2.4
100
1.6
50
0.8
0
0.0
2001
2002
2003
2004
Belanja riil, harga 2008 (LHS)
2005
2006
2007*
Nominal belanja (LHS)
2008*
2009**
% PDB (RHS)
Sumber dan catatan: Kalkulasi staf Bank Dunia berdasarkan data Depkeu dan SIKD. *Data daerah berdasarkan anggaran.
**Data Pemerintah Pusat berdasarkan anggaran APBN-P 2009, data anggaran daerah merupakan estimasi oleh staf.
Peruntukan 20 persen
telah membantu
meningkatkan tambahan
belanja publik untuk
pendidikan, yang
mencapai titik tertinggi
baru pada tahun 2009
Mencerminkan statusnya sebagai prioritas nasional utama, pembelanjaan dalam sektor
pendidikan
oleh
semua
tingkat
pemerintahan
(Pusat,
Propinsi
dan
Kabupaten/Kotamadya) telah meningkat tajam selama dasawarsa terakhir (Grafik 51).
Sejak tahun 2006, pembelanjaan nasional untuk sektor pendidikan secara rata-rata
adalah sekitar 15 persen dari total belanja nasional dan 3.1 persen dari PDB, yang
merupakan bagian terbesar dibdaningkan dengan sektor lainnya dalam anggaran (selain
subsidi dalam beberapa tahun). Selain itu, belanja dalam sektor pendidikan meningkat
tajam dan mencapai titik tertinggi baru pada tahun 2009 setelah Pemerintah Pusat
mengimplementasikan interpretasi terkini dari peraturan 20 persen. Diharapkan hal ini
meningkatkan pembelanjaan untuk sektor pendidikan sebesar sekitar 35 persen pada
tahun 2009, dalam nilai riil, menjadi Rp. 216 trilyun (USD 20.5 milyar), setara dengan
3.8 persen dari PDB. Tahun 2010 dan selanjutnya akan melihat stabilisasi pembelanjaan
untuk sektor pendidikan pada tingkat yang relatif tinggi. Dengan peningkatan akhir-akhir
ini maka pembelanjaan pendidikan Indonesia kini dapat dibdaningkan dengan positif
dengan negara regional lainnya serta dengan negara berpendapatan menengah ke
bawah (lower middle income), yang rata-rata menggunakan 16 persen dari anggarannya
dan 5.4 persen dari PDB-nya untuk sektor pendidikan (Tabel 18).
T abel 18: B elanja P ublik untuk P endidikan di Negara Tetangga Indones ia
Belanja pendidikan sebagai % PDB
Belanja pendidikan sebagai % belanja pemerintah
PDB per kapita, PPP (konstan 2005 int. $)
Populasi (juta)
Malaysia
4.7
25
12,766
27
Thailand
4.0
21
7,682
65
Indonesia
3.8
20
3,506
237
Negara
berpendapatan
Filipina Menengah bawah*
2.5
5.4
15
16
3,217
91
Sumber dan catatan: Kalkulasi staf Bank Dunia berdasarkan data Depkeu dan SIKD untuk Indonesia dan indikator
Pembangunan Dunia (tahun terkini yang tersedia) untuk negara lainnya. *Rata-rata sederhana untuk negara dimana
datanya tersedia.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
41
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Namun, peruntukan
tersebut juga dapat
melemahkan efisiensi
pembelanjaan dan yang
lebih mendesak,
memperumit pengelolaan
anggaran dengan adanya
“dana tak terduga”
(windfall) untuk sektor
pendidikan secara
mendadak, yang beresiko
mengurangi mutu
pembelanjaan anggaran
tersebut
Menjaga Momentum
Meskipun peraturan 20 persen telah berkontribusi meningkatkan tingkat pendanaan untuk
sektor prioritas ini, peraturan tersebut juga berpotensi melemahkan efisiensi
pembelanjaan publik dan memperumit pengelolaan anggaran. Pada umumnya
peruntukan anggaran 20 persen bisa problematis karena: (1) kakunya anggaran
mengurangi efisiensi alokasi dengan membatasi pemerintah dalam memindahkan
sumberdaya untuk memenuhi perubahan kebutuhan; (2) peruntukan alokasi mengurangi
efisiensi teknis dengan mengurangi insentif pengelolaan dan kapasitas perencanaan; dan
(3) terdapat kecenderungan untuk proliferasi peruntukan, yang meningkatkan ketatnya
anggaran secara keseluruhan. Yang lebih mendesak, karena adanya peraturan 20 persen
dan cara peraturan ini diinterpretasikan saat ini maka semua keputusan untuk
meningkatkan agregat pengeluaran (aggregate expenditures) dalam anggaran atau pagu
belanja dari sektor tertentu (misalnya kesehatan atau infrastruktur) pada siklus anggaran
manapun mewajibkan Pemerintah untuk mengalokasikan dana tambahan atau “dana tak
terduga” pada sektor pendidikan kecuali bagian dari total belanja negara sudah diatas 20
persen. Dana tak terduga ini dapat muncul secara mendadak pada tahapan akhir proses
anggaran (lihat di bawah) sehingga beresiko tidak dipergunakan dengan baik karena
waktu perencanaan yang singkat dapat menghasilkan program yang diimplementasikan
secara tergesa-gesa.
Permasalahan dana tak terduga semakin buruk dengan adanya sejumlah permasalahan
anggaran yang lebih luas. Pertama, DPR RI memainkan peran yang aktif dalam
menetapkan asumsi anggaran seperti pertumbuhan PDB, inflasi dan harga minyak
mentah. Perubahan pada asumsi setelah adanya pertimbangan/musyawarah dapat
menyebabkan perubahan yang signifikan dalam proyeksi pendapatan dan pembelanjaan
(terutama subsidi), yang berdampak pada besaran alokasi untuk pendidikan dalam
anggaran. Kedua, pencairan dana baik dalam berjalannya operasional pemerintah secara
konvensional dan melalui program belanja baru dan perluasan program yang telah ada,
tetap merupakan tantangan yang serius di Indonesia. Dalam sejarahnya pencairan
anggaran terjadi dengan lamban dan tidak merata. Tantangan tersebut dapat membatasi
kemampuan Pemerintah untuk secara signifikan memperluas belanja dalam sektor
pendidikan terutama dana tambahan dialokasikan pada sektor tersebut pada tahapan
akhir proses penganggaran. Ketiga, peraturan anggaran Indonesia biasanya tidak
mengijinkan adanya sisa dana yang tidak dibelanjakan diteruskan dari satu tahun ke
tahun berikutnya. Fleksibilitas akhir tahun ini akan meningkatkan insentif untuk
mengimplementasikan program dengan tergesa-gesa atau alternatifnya, dapat
menyebabkan adanya dana tak terduga pendidikan tak terbelanjakan yang dikembalikan
ke rekening umum pemerintah pada akhir tahun fiskal.
Permasalahan dana tak terduga juga dibuat semakin berat dengan ketidakstabilan harga
energi, kebijakan subsidi energi Pemerintah dan kebijakan berbagi pendapatan
sumberdaya turut terkait meskipun tidak seberat faktor lainnya. Pemerintah Indonesia
memberikan subsidi energi secara universal, terutama untuk bahan bakar dan listrik, pada
konsumen dan bisnis Indonesia dengan mengatur harga produk tersebut di bawah harga
pasar. Pemerintah juga membagi penerimaan dari minyak dan gas dengan daerah
dengan rumusan 15.5 persen realisasi pendapatan dari gas dan 30.5 persen dari minyak
ditransfer ke pemerintah daerah secara triwulan. Konsekuensi dari kebijakan ini adalah
bahwa lonjakan dalam harga energi secara otomatis meningkatan total belanja negara
dalam anggaran dengan memicu baik peningkatan belanja untuk subsidi dan naiknya
transfer ke daerah, yang kemudian secara otomatis menghasilkan dana tak terduga
tambahan untuk bidang pendidikan kapanpun anggaran negara direvisi.
Dana tak terduga bisa
muncul pada tiga tahap
yang berbeda dalam
siklus anggaran dengan
potensi adanya eskalasi
konsekuensi
Dana tak terduga bisa muncul pada tiga tahap yang berbeda dalam siklus penganggaran:
•
Pertama, dana tambahan bisa dialokasikan setelah pembahasan awal dengan DPR
berkaitan dengan rancangan anggaran negara (RAPBN), biasanya antara bulan Mei
dan Juni pada tahun penyiapan anggaran (tahun sebelum tahun fiskal). Hal ini terjadi
apabila ada perubahan pada asumsi-asumsi, proyeksi anggaran atau plafon/pagu
belanja.
•
Kedua, dan yang lebih kritis, dana tak terduga bisa muncul dengan alasan yang
sama selama pembahasan akhir dengan DPR perihal RAPBN, biasanya antara
pertengahan Agustus dan pertengahan November pada tahun penyiapan anggaran.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
42
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Dengan potensinya untuk berjumlah signifikan dan muncul di bagian akhir proses
penyiapan anggaran dana tak terduga tersebut mungkin membutuhkan
pengembangan program tambahan dengan tenggat waktu yang sangat singkat.
Misalnya, selama pembahasan tentang RAPBN 2010 Pemerintah, perubahan pada
asumsi anggaran meningkatkan proyeksi pendapatan dan pembelanjaan (sebagian
besar karena peningkatan belanja untuk subsidi dan transfer ke daerah) sehingga
menghasilkan tambahan Rupiah 7.6 trilyun (USD 0.8 milyar) yang dialokasikan pada
sektor pendidikan (Tabel 19). Mayoritas dari dana tersebut ( 5.8 trilyun) dialokasikan
ke Kementrian negara Pemerintah Pusat yang bertanggungjawab dalam bidang
pendidikan, terutama Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama.
•
Ketiga dan paling kritis, dana tak terduga yang berpotensi berjumlah besar bisa
muncul pada bagian akhir tahun fiskal aktual setelah pembahasan dengan DPR
tentang revisi rancangan anggaran negara Pemerintah (RAPBN-P), yang biasanya
diserahkan pada paruh kedua setiap tahun fiskal setelah evaluasi kinerja tengah
tahun pada bulan Juli. Maka hanya tersisa waktu beberapa bulan untuk
merencanakan dan melaksanakan belanja pendidikan tambahan. Analisa anggaran
sebelumnya mengindikasikan bahwa dana tak terduga/alokasi tambahan pada tahap
ini dalam siklus anggaran cenderung untuk berjumlah besar pada tahun-tahun
dimana harga minyak mengalami deviasi yang signifikan antara APBN dan APBN-P.
Pada tahun 2008, misalnya, belanja total dalam APBN-P sejumlah Rph 135 trilyun
(atau 16 persen) lebih tinggi dari APBN, hampir semuanya didorong oleh peningkatan
belanja subsidi energi sebagai tanggapan pada lonjakan harga energi global. Apabila
pada tahun 2008 peraturan 20 persen telah diterapkan maka dana tak terduga
(windfall) sejumlah Rupiah 27 trilyun (USD 3.0 milyar) akan diterima oleh sektor
pendidikan pada akhir tahun fiskal tersebut. Dengan telah ditetapkan interpretasi
peraturan pada saat ini maka resiko adanya dana tambahan tak terduga terjadi pada
masa mendatang sangat mungkin terjadi. Tanpa perencanaan yang baik maka dana
tak terduga serupa berpotensi untuk tidak dipergunakan dengan baik akibat
minimnya waktu yang tersisa untuk merencanakan dan melaksanakan alokasi
tambahan tersebut.
T abel 19: E volus i alokas i pendidikan 2010 dalam anggaran negara
(Trilyun Rupiah kecuali disebutkan secara khusus)
Rancangan
Anggaran Negara
(RAPBN)
Agustus 2009
A. Pendapatan Negara dan Hibah
B. Belanja Negara
o/w Subsidi
II. Transfer ke daerah
C. Defisit Fiskal (% GDP)
Alokasi Pendidikan (20% dari B. Belanja Negara)
Revisi Rancangan
Anggaran Negara
(RAPBN-P)
Mar 2010
911.5
949.7
974.8
1009.5
1047.7
1104.6
38.2
57.0
699.7
725.2
770.4
144.4
157.8
199.3
309.8
322.4
334.3
1.6
1.6
2.1
201.9
209.5
221.4
7.6
11.9
7.6
19.5
5.5
Perubahan
I. Belanja Pemerintah Pusat
Anggaran Negara
Disetujui
(APBN)
Sept 2009
Alokasi tambahan/dana tak terduga
Dana Tak Terduga Kumulatif (relatif dengan RAPBN)
Asumsi Anggaran
Pertumbuhan PDB Riil (%)
5.0
5.5
Inflasi (%)
5.0
5.0
5.7
60.0
65.0
77.0
Harga Minyak Mentah (USD/Barrel)
Sumber dan catatan: Depkeu dan kalkulasi staf Bank Dunia.
Resiko dana tambahan
tak terduga muncul pada
akhir tahun fiskal 2010
telah diminimalisir
dengan keputusan
Pemerintah untuk
membuat revisi dini pada
Pada bulan Januari 2010, hanya satu bulan setelah tahun fiskal 2010 berjalan,
Pemerintah mengumumkan rencana untuk membuat revisi dini pada anggaran negara
sebagai tanggapan pada berubahan kondisi makroekonomi- terutama harga minyak yang
lebih tinggi – untuk memastikan bahwa anggaran diimplementasikan dengan efektif.
Revisi anggaran yang diajukan (RAPBN-P) yang dirilis oleh Pemerintah pada bulan Maret
2010 meningkatkan total belanja negara sejumlah Rph 57.0 trilyun (5.4 persen), terutama
akibat meningkatnya pengeluaran untuk subsidi dan mengalokasikan tambahan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
43
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
anggaran negara
Rph 11.9 trilyun (US$1.2 milyar) pada sektor pendidikan dalam rangka mempertahankan
alokasi 20 persennya (Tabel 19). Dengan jumlah tersebut maka secara kumulatif dana
tambahan tak terduga untuk pendidikan pada 2010 adalah Rph 19.5 trilyun (US$2.1
milyar), 10 persen lebih tinggi dari jumlah yang dianggarkan dalam RAPBN. Seperti
sebelumnya, RAPBN-P bermaksud untuk mengalokasikan mayoritas dana tambahan tak
terduga tersebut (Rupiah 9.4 trilyun) pada Kementerian Pemerintah Pusat, terutama
Kemendiknas (yang anggarannya meningkat sebesar 11 persen atau or
Rupiah 6.2 trilyun) dan Kemenag (9 persen atau Rupiah 2.1 trilyun). Hal ini merupakan
alokasi tambahan yang relatif besar dan mungkin pencairannya akan menjadi tantangan
tersendiri sesuai dengan alasan yang telah dibahas sebelumnya. Namun demikian,
keputusan untuk melakukan revisi anggaran dini telah mengurangi resiko akan adanya
tambahan dana tak terduga muncul lebih lambat lagi pada masa fiskal 2010 dan dengan
asumsi bahwa rancangan anggaran disetujui oleh DPR sekitar bulan April 2010 maka
keputusan revisi dini tersebut memberikan waktu yang lebih lama (sekitar delapan bulan)
untuk kementerian terkait melakukan perencanaan dan pelaksanaan belanja tambahan
tersebut.
Anggaran revisi juga
meliputi sejumlah
pedoman dan membentuk
dana abadi (endowment
fund) pendidikan untuk
mendukung penggunaan
dana tambahan tak
terduga dengan baik
RAPBN-P juga meliputi sejumlah pedoman dan menspesifikasikan sejumlah bidang
belanja prioritas untuk membantu memastikan bahwa alokasi tambahan yang diberikan
pada kementerian negara dipergunakan dengan baik. Terutama, alokasi tersebut harus
dialokasikan untuk program dan kegiatan yang telah dirancang sebelumnya, dapat
diimplementasikan pada akhir tahun fiskal dan memiliki output dan outcome yang jelas.
Belanja baru ini juga harus mendukung program prioritas yang diumuman oleh
Pemerintah dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2010-14 yang
baru dirilis, seperti dana operasional sekolah (BOS), beasiswa, program makanan di
sekolah dan rehabilitasi sarana sekolah. Selain itu, RAPBN-P juga mengajukan untuk
mengalokasikan sisa Rupiah 2.4 trilyun (sekitar USD 250 juta) dari dana tambahan tak
terduga yang bertujuan untuk memastikan kesinambungan program pendidikan dalam
jangka waktu yang lebih panjang dan yang dapat dimanfaatkan untuk investasi
pendidikan (misalnya beasiswa). Dengan dana ini maka dana pencairan tambahan tak
terduga bisa lebih lancar dalam waktu yang lebih lama, membantu menangani
permasalahan dana yang tidak dibelanjakan sebelum akhir tahun fiskal (yang
mengakibatkan dana tersebut dikembalikan ke rekening pemerintah) karena kurangnya
waktu.
Namun demikian,
permasalahan dana tak
terduga tambahan akan
terjadi berulang kali dan
beberapa opsi kebijakan
dapat membantu
penanganan masalah
dalam jangka waktu yang
lebih panjang
Permasalahan dana tambahan tak terduga akan berulang kembali pada tahun-tahun
mendatang selama revisi anggaran dan pemantapan kriteria bagaimana alokasi
tambahan dapat dipergunakan dan pembentukan dana pendidikan akan membantu
pengelolaan permasalahan dan mitigasi resiko pemanfaatan dana yang kurang memadai
saat dana tambahan tak terduga muncul. Memperkuat perencanaan cadangan
(contingency planning) anggaran Kemendiknas dan Kemenag juga dapat membantu
meningkatkan penanganan masalah ini. Namun, seperti yang dicatat sebelumnya, dana
tambahan tak terduga pendidikan merupakan bagian dari masalah yang lebih luas yaitu
ketidakstabilan anggaran yang diakibatkan oleh subsidi energi dan fluktuasi dalam
pendapatan. Maka, alternatif kebijakan berjangka-panjang untuk menangani
permasalahan dana tambahan tak terduga dapat meliputi menyikapi masalah mendasar
ini secara langsung dengan cara menetapkan kebijakan reformasi subsidi energi dan/atau
“dana stabilisasi harga energi” untuk menangani fluktuasi pendapatan.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
44
C . IN DO N E S I A 2014 D A N S E T E L A H N Y A : S U A T U T IN J A U A N S E L E K T IF
1. R u m a h ta n g g a In do n e s ia te n g a h pu l ih d a r i g e jo la k y a n g te r ja d i s e ba g a i im ba s
da r i k r i s i s k e u a n g a n g l o ba l
Ekonomi Indonesia
bertahan dari terpaan
perlambatan global
namun belum banyak
diketahui dampak krisis
tersebut pada rumah
tangga di Indonesia
Ekonomi Indonesia mulai terdampak oleh krisis ekonomi global pada akhir tahun 2008
dengan penurunan ekspor yang tajam pada triwulan keempat. Akibatnya, pertumbuhan
PDB melambat pada triwulan keempat 2008 dan memasuki triwulan pertama tahun 2009.
Dengan pulihnya ekspor selama tahun 2009, ekonomi mengalami kepulihan yang stabil.
Konsumsi domestik yang kuat membantu makro-ekonomi Indonesia untuk menembus
badai. Pasar keuangan juga perdampak namun sejak itu telah pulih dengan kuat.
Namun dampak krisis pada rumah tangga mungkin akan terjadi belakangan setelah
pulihnya ekonomi dan hanya akan nampak beberapa bulan setelahnya. Selain itu,
pengalaman setiap kelompok dan daerah dalam mengalami gejolak mungkin berbeda dan
tingkat pemulihannya juga bisa berbeda. Dengan demikian maka indikator kunci I tingkat
rumah tangga perlu dimonitor agar lebih memahami bagaimana keluarga terdampak oleh
gejolak seperti krisis ekonomi global dan apakah mereka dalam pemulihan. Dengan
alasan tersebut maka Pemerintah Indonesia membentuk Sistem Pemantauan dan Sistem
Pemantauan dan Respon Krisis (Crisis Monitoring dan Response System-CMRS) agar
dapat memahami bagaimana gejolak diteruskan pada rumah tangga, bagaimana rumah
tangga menanggapinya dan seperti apakah hasil dampak sosialnya. Prakarsa ini
dilaksanakan oleh Bappenas dan BPS berkolaborasi dengan Bank Dunia, dengan
dukungan keuangan dari AusAID.
CMRS menggagaskan survei rumah tangga baru (CMRSS) yang dilaksanakan pada
bulan Agustus dan November 2009. Dua putaran pertama survei menunjukkan bahwa
pada pertengahan tahun 2009, rumah tangga mengalami penurunan jam kerja yang
berdampak negatif pada pendapatan rumah tangga. Para keluarga merespon dengan
mengkonsumsi barang bermutu lebih rendah atau bahan pangan yang lebih murah.
Tetapi menjelang akhir 2009, jam kerja telah meningkat sebagian dan menurut laporan,
para keluarga sudah tidak mengalami kesulitan memenuhi biaya konsumsi mereka.
Namun pengalaman di daerah mungkin berbeda dan pemulihannya terjadi pada tingkat
yang berbeda. Perubahan pada tingkat rumah tangga ini mungkin merupakan
konsekuensi dari krisis ekonomi global namun sulit untuk dipisahkan dari kemungkinan
faktor lainnya (misalnya musiman atau kejadian seperti pemilu nasional). Putaran ketiga
dan terakhir survei dimulai pada bulan Februari 2010 namun hasil temuannya masih
belum tersedia.
Pekerja mengalami
penurunan jam kerja yang
membuat tingkat
pendapatan rumah
tangga merosot
Hasil temuan CMRS menunjukkan bahwa hanya terdapat sedkit perubahan dalam
pengangguran atau tingkat partisipasi dalam angkatan tenaga kerja untuk kepala
keluarga. Sehubungan dengan upah formal dan informal, hal ini juga tetap stabil bagi
sebagian besar pekerja. Namun, pekerja mengalami pengurangan jam kerja. Jam kerja
dalam seminggu bagi kepala keluarga menurun sebesar rata-rata 1.3 jam antara bulan
Mei dan Agustus 2009, baik bagi rumah tangga miskin dan non-miskin. Wilayah pedesaan
mengalami penurunan yang lebih besar dibdaningkan wilayah perkotan. Rata-rata
nasional dari jam kerja mingguan kepala keluarga dalam CMRSS Agustus 2009 juga 0.8
jam dibawah rata-rata nasional dari survei Sakernas bulan Agustus 2008. Data Sakernas
juga menunjukkan bahwa jam kerja untuk kepala keluarga relatif sama antara Februari
dan Agustus 2009 (selisih 0.2), dimana terdapat peningkatan 0.8 jam antara Februari dan
Agustus 2008.
Merosotnya jam kerja berkaitan langsung dengan penurunan hampir 5 persen dalam
pendapatan pedesaan, dengan asumsi tingkat upah yang konstan. Konsekuensinya,
rumah tangga melaporkan bahwa mereka mengalami peningkatan kesulitan yang
signifikan dalam memenuhi biaya konsumsi mereka. Proporsi rumah tangga yang
melaporkan adanya kesulitan meningkat sejumlah tiga percentage points antara bulan
April dan Juli 2009, dengan proporsi diantara para miskin meningkat sejumlah 6
percentage points.
45
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 52: J am kerja menurun dari bulan Mei ke Agus tus ,
lalu pulih menjelang akhir tahun
G rafik 53: L aporan tentang kes ulitan memenuhi biaya
kons ums i
(perubahan dalam jam kerja mingguan kepala keluarga)
(persentase responden survei)
70
Mei hingga
August hingga
Mei hingga
Augustus 2009 November 2009 November 2009
63
per cent
Nasional
Pedesaan
Perkotaan
Non -miskin
Miskin
56
Nasional
-1.3
0.6
-0.8
49
Pedesaan
-1.5
1.1
-0.5
42
Perkotaan
-1.1
0.0
-1.1
Non-miskin
-1.3
0.3
-1.0
Miskin
-1.5
1.8
0.3
35
28
21
14
7
Kepala keluarga:
Laki-laki
-1.4
0.4
-1.0
Perempuan
-1.1
2.4
1.2
Sumber: CMRSS
Para keluarga
mengatasinya dengan
membeli bahan pangan
dengan harga atau mutu
yang lebih rendah
0
Apr 09
Jul 09
Okt 09
Sumber: CMRSS
Peningkatan harga beberapa bahan pangan pokok selama paruh kedua tahun 2009
mengakibatkan tekanan yang substansial pada rumah tangga yang mengalami
penurunan pendapatan. Para miskin terutama mengalami tekanan yang parah dimana
bahan pangan mewakili hampir tiga perempat dari konsumsi mereka.
Para rumah tangga mendemonstrasikan ketahanan resilience mereka dalam menghadapi
kesulitan ini. Mereka mengatasi merosotnya pendapatan rumah tangga dan
meningkatnya harga pangan dengan membeli bahan pangan yang lebih murah atau lebih
rendah mutunya. Proporsi rumah tangga yang menggantikan lauk-pauk (makanan utama)
mereka dengan bahan pangan yang harga atau mutunya lebih rendah naik dari 13
menjadi 15 persen. Rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan lebih banyak
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi mereka dan cenderung lebih
banyak melakukan substitusi bahan pangan pokok dan lauk-pauk.
Namun, para keluarga tidak terpaksa menggunakan mekanisme yang ekstrim dalam
mengatasi kesulitan. Pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan dan pendidikan tetap
konstan. Tidak ada bukti bahwa keluarga terpaksa memasukkan anaknya dalam
angkatan tenaga kerja demi meningkatkan pendapatan keluarga yang menurun. 3.6
persen rumah tangga memiliki seorang anak yang bekerja pada bulan April 2009; hal ini
tetap sama pada bulan Juli dan Oktober. Juga tidak ada perubahan dalam proporsi rumah
tangga dengan seorang perempuan yang bekerja, suatu peningkatan yang dapat menjadi
indikasi tentang masuknya mereka secara tidak sukarela ke dalam lapangan kerja demi
meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Menjelang akhir 2009,
rumah tangga Indonesia
mulai pulih
Hasil temuan dari putaran kedua CMRS mengindikasikan bahwa situasi telah membaik
bagi rumah tangga. Jam kerja meningkat 0.6 jam antara bulan Agustus dan November
2009, memberikan sebagian kompensasi untuk tren menurun sebelumnya. Rumah
tangga yang dikepalai oleh perempuan lebih cepat pulih. Kepala keluarga perempuan
lebih banyak memperoleh kembali jam kerja dibdaningkan dengan laki-laki, dengan jam
kerja mingguan lebih banyak dibdaningkan tingkat pada bulan April. Hal ini nampaknya
telah meningkatkan tingkat pendapatan rumah tangga. Persepsi rumah tangga tentang
kesulitan memenuhi biaya konsumsinya kembali ke tingkat triwulan April, seperti juga tren
substitusi bahan pangan.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
46
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 54: Mengatas i kes ulitan dengan menggunakan bahan pokok atau lauk-pauk bermutu
lebih rendah
(persen rumah tangga)
25
persen
Nasional
Desa
Kota
Non -miskin Miskin
20
15
10
5
0
Apr 09
Jul 09
Okt 09
Bahan Pangan Pokok
Apr 09
Jul 09
Okt 09
Lauk Pauk
Sumber: CMRSS
Namun tidak semua
propinsi mengalami
dampak yang sama
CMRS menunjukkan variasi yang signifikan dalam hasil temuan di tingkat propinsi baik
dalam indikator pasar tenaga kerja (jam kerja dan pengangguran) dan indikator kesulitan
(hardship) rumah tangga (termasuk persepsi perubahan dalam pendapatan rumah
tangga, kesulitan memenuhi biaya konsumsi dan subsitusi bahan pangan yang
dilaporkan). Beberapa propinsi secara garis besar tidak terdampak, beberapa mengalami
penurunan kondisi dari Mei hingga Agustus namun telah pulih pada bulan November,
sementara lainnya mengamati penurunan yang berlanjut atau terjadi kemudian. Propinsi
yang paling terdampak selama periode dari Mei hingga November adalah Lampung, Nusa
Tenggara Barat dan Gorontalo, diikuti oleh Sumatra Utara dan Barat, Kepulauan Riau,
Banten, Bali, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah dan Selatan. Menurut survei, yang
paling tidak terdampak selama masa enam bulan tersebut adalah Sumatra Selatan dan
Bengkulu.
Masih banyak yang perlu
dilakukan untuk
memahami dampak krisis
pada rumah tangga …
Hasil temuan survei CMRS dapat memberikan lebih banyak informasi tentang bagaimana
rumah tangga Indonesia mengalami penurunan dan bagaimana mereka menanganinya,
dan sejauh mana perubahan ini diakibatkan oleh krisis ekonomi global. Analisa lebih jauh
akan mengkaji hasil pendidikan dan pemanfaatan mekanisme pendanaan. Semua
dampak apapun dari berhenti sekolah dan absen dari sekolah beserta nutrisi dan
perawatan pra dan pasca melahirkan akan dikaji. Mekanisme pendanaan yang
dipergunakan oleh mereka yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan konsumsi
akan dipaparkan dalam konteks pola penggunaan rata-rata. Laporan CMRS mendatang
perihal hasil dari putaran pertama dan kedua akan segera siap dan akan memberikan
lebih banyak uraian tentang hasil temuan survei lengkap.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
47
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 55: V arias i dampak pada rumah tangga antar propins i
(perubahan triwulan dalam kondisi pasar tenaga kerja dan kesulitan rumah tangga secara Propinsi)
Sumber: CMRSS dan analisa Bank Dunia
… agar lebih siap untuk
melakukan monitoring
dan melindungi mereka
yang rentan dari gejolak
di masa depan
Mendadaknya krisis keuangan global menyoroti kesulitan dalam mendeteksi bagaimana
gejolak ini berdampak pada rumah tangga. Hal ini juga telah menekankan perlunya
mengembangkan sistem monitoring dan respon nasional tetap sehingga pemerintah
dapat dengan cepat memberikan dukungan yang sesuai untuk rumah tangga yang
terdampak oleh gejolak yang serious. CMRS dapat berfungsi sebagai prototype untuk
sistem permanen yang memantau gejolak dan kerentanan di tingkat rumah tangga.
Sementara itu, banyak hal yang harus dilakukan untuk membentuk sistem tanggap
darurat dengan pedoman yang jelas tentang bagaimana mengaktifkan suatu respond an
program jaringan pengaman sosial sebaiknya dipergunakan. Sistem ini sebaiknya
mengakomodir tanggapan yang disesuaikan dan yang ditentukan oleh analisa tentang
siapa yang terdampak dan pengalaman mereka menghadapi gejolak tersebut. Instrumen
respon ini dapat mencakupi program yang telah terbukti efektif, termasuk (tetapi tidak
terbatas pada) menyediakan transfer dana tunai tanpa syarat (seperti Bantuan Tunai
Langsung, BLT) bagi rumah tangga yang rentan atau menyalurkan paket bantuan (block
grants) pada daerah yang terdampak oleh krisis melalui PNPM-Mdaniri. Untuk masa
mendatang, kerangka kerja pekerjaan umum (Padat Karya) dapat dibentuk untuk
menyediakan lapangan kerja sementara bagi yang paling membutuhkan dan segera
setelah gejolak terjadi. Pekerjaan umum dapat dilaksanakan melalui serangkaian program
terutama PNPM-Mdaniri, yang telah menunjukkan hasil berkurangnya tingkat
pengangguran di wilayah pedesaan.
2.
B e be r a pa f itu r u ta m a R e n c a n a P e m b a n g u n a n J a n g k a M e n e n g a h N a s i o n a l
( R P J M N ) 201 0-2 01 4
a . R P J MN 2010-14 ya ng ba ru diumumk a n ak an memberik an pda nua n ba gi renc a na
pemba nguna n s ek toral dan da erah s erta a ngga ran s ela ma 5 ta hun k e depa n
Pemerintah Indonesia
mengumumkan Rencana
Pembangunan Jangka
Menengah Nasional
periode 2010-2014 pada
tanggal 3 Februari, 2010
RPJMN 2010-2014, yang diundangkan melalui Keputusan Presiden No. 5/2010,
memberikan arahan kebijakan dan strategi dan menggarisbawahi prioritas nasional
sebagai pedoman untuk pembangunan Indonesia dalam 5 tahun mendatang. RPJMN
menetapkan pedoman garis besar bagi kementerian negara dalam merumuskan rencana
strategisnya (Renstra-KL) dan bagi pemerintahan propinsi dan kabupaten dalam
perumusan dan revisi rencana pembangunan jangka menengahnya yang mendukung
sasaran pembangunan nasional. RPJM 2010-2014 saat ini, fase kedua dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, merupakan terjemahan
dari visi dan misi Presiden dan dipdanu oleh arahan kebijakan umum dari RPJPN secara
keseluruhan. Penting untuk memahami prioritas dan arahan kebijakan yang tercantum
dalam RPJM saat ini karena baik rencana sektoral maupun anggaran tahunan untuk lima
tahun ke depan akan dipdanu oleh RPJMN.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
48
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
RPJMN terdiri oleh tiga
buku dan menetapkan 11
prioritas nasional
Menjaga Momentum
RPJMN terdiri dari tiga buku. Buku-buku ini memberikan garis besar prioritas nasional dan
sektoral dan strategi pembangunan daerah. Secara umum, rencana ini merupakan
dokumen yang komprehensif yang menguraikan prioritas program untuk periode 200102014 beserta keluaran (outputs)/hasil dampak (outcomes) dan anggaran indikatof untuk
setiap prioritas dan sektor. Fitur utama dari ketiga buku adalah:
• Buku I memberikan garis besar tentang strategi, kebijakan umum dan kerangka kerja
makro-ekonomi yang mencerminkan visi, misi dan 11 prioritas pembangunan nasional
RPJM. Hal ini sendiri mencerminkan prioritas yang ditetapkan oleh tim Presiden-Wakil
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Visi yang memayunginya adalah
“untuk merealisasikan Indonesia yang sejahtera, demokratis dan adil”.
• Buku II memberikan garis besar rencana pembangunan sektoral berdasarkan RPJPN
2005-2025 dengan tema “untuk memperkuat sinergi lintas sektor pembangunan”
dalam rangka mencapai visi pembangunan nasional dalam Buku I.
• Buku III memberikan garis besar rencana pembangunan daerah berdasarkan pulau:
Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua dengan
tema “untuk memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, daerah dan antar-daerah”
dalam rangka mencapai visi pembangunan nasional dalam Buku I.
Ke- 11 prioritas nasional yang dijabarkan dalam Buku I adalah: i) Reformasi birokrasi dan
tata kelola pemerintahan (governance), ii) Pendidikan, iii) Kesehatan, iv) Pengentasan
kemiskinan, v) Keamanan pangan, vi) Infrastruktur, vii) Iklim penanaman modal dan
bisnis, viii) Energi, ix) Pengelolaan lingkungan hidup dan bencana, x) Daerah tertinggal,
terdepan, terluar dan pasca konflik, xi) kebudayaan, keratifitas dan inovasi teknologi.
Prioritas-prioritas
tersebut merupakan
campuran dari program
pembangunan dan
prakarsa reformasi yang
telah ada dan yang baru
Sebagian besar dari program yang ditetapkan di bawah judul pengentasan kemiskinan,
pendidikan dan kesehatan merupakan lanjutan atau perluasan dari program
pembangunan yang telah ada seperti program bantuan sosial terpadu termasuk sistem
asuransi nasional (Jamkesmas), beasiswa bagi masyarakat miskin, transfer dana tunai
(BLT), bantuan untuk rumah tangga miskin (PKH), Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
dan perluasan program pembangunan masyarakat pedesaan (PNPM Mdaniri). Beberapa
prioritas program baru yang terpilih termasuk membangun sekitar 20,000 km jalan raya
yang melintasi kelima pulau terbesar, meningkatkan kapasitas pembangkitan listrik
sebesar 3,000 MW per tahun, membangun infrastruktur transportasi berdasarkan Sistem
Transportasi Nasional dan Cetak Biru Transportasi, memperkenalkan nomor identitas
tunggal yang akan diaplikasikan menjelang 2011, mengurangi jumlah daerah tertinggal
sejumlah 50 kabupaten/kotamadya menjelang 2014, mengembangkan sistem logistik
nasional dan mengimplementasikan lisensi penanaman modal dan sistem informasi
elektronik. Prioritas program baru ini mencerminkan fokus pemerintah pada infrastruktur
selama 5 tahun ke depan.
Pemerintah bertujuan
untuk menurunkan
tingkat kemiskinan
menjadi 8-10 persen
menjelang tahun 2014
Dengan adanya prioritas tersebut di atas maka diharapkan tingkat kemiskinan akan
menurun menjadi 8 – 10 persen dari tingkat saat ini yaitu 14.15 persen (2009). Untuk
mencapai hal ini, pemerintah berencana untuk meningkatkan efektifitas program
pengentasan
kemiskinan
dengan
mengintegrasikan
koordinasi
program
sosial/pengentasan kemiskinan dalam urusan kantor Wakil Presiden, memperluas
jangkauan program saat ini dan mengembangkan infrastruktur pedesaan. Komisi
Nasional untuk Pengentasan Kemiskinan tengah direvitalisasi untuk mengemban tugas
koordinasi. Pemerintah juga bertujuan untuk menurunkan tingkat pengangguran terbuka
menjadi 5-6 persen dari tingkat 2009 yaitu 7.9 persen.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
49
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
T abel 20: S eleks i S as aran P embangunan Utama dalam R P J MN 2010-2014
Seleksi Sasaran Pembangunan Utama
Pengangguran dan kemiskinan
Tingkat pengangguran (%)
Tingkat kemiskinan (%)
Pendidikan
Meningkatkan GER* untuk pendidikan sekolah menengah atas (%)
Meningkatkan GER untuk perguruan tinggi (usia 19 – 23, %)
Kesehatan
Meningkatkan harapan hidup (tahun)
Mengurangi malnutrisi (<Balita, usia 5 tahun, %)
Mengurangi angka kematian bayi per 1,000 kelahiran
2008/09
2014
7.9
14.15
5.0 - 6.0
8.0 - 10.0
64.28
21.26
85
30
70.7
72
18.4
<15
34
24
Infrastruktur (termasuk energi)
Membangun jalan tol sepanjang 19,370 km: Trans Sumatera, Trans Jawa, Trans
Kalimantan, Trans Sulawesi, Trans Nusa Tenggara Barat, Trans Nusa Tenggara Timur,
dan Trans Papua
Membenahi sistem dan jejaring transportasi di 4 kota terbesar (Jakarta, Bdanung,
Surabaya, Medan)
Meningkatkan rasio elektrifikasi
Kapasitas pembangkitan listrik
Rampung
Rampung
80%
Tambahan
3,000 MW per
tahun
GER Gross Enrollment Rate (Angka Partisipasi Kotor) Sumber: RPJMN 2010-2014, Bappenas
…dan untuk
meningkatkan secara
siknifikan elemenelement utama
pembangungan
Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan merupakan prioritas utama bidang
pendidikan. Hal ini akan dilakukan dengan berbagai cara termasuk, antara lain, dengan
menyediakan beasiswa untuk masyarakat miskin, mengimplementasikan indikator utama
kinerja pendidik, menyeimbangkan perbdaningan/rasio pendidik-anak didik dan mencapai
stdanar pendidikan nasional menjelang tahun 2013. GER Gross Enrollment Rate (Angka
Partisipasi Kotor) diharapkan akan mencapai 85 persen untuk pendidikan sekolah
menengah atas dan 30 persen untuk perguruan tinggi. Outcomes dalam bidang
pendidikan diharapkan akan membaik: harapan hidup diprakirakan akan meningkat
menjadi 72 tahun dan malnutrisi menurun di bawah 15 peren menjelang tahun 2014.
Untuk menyikapi tantangan lama dalam bidang infrastruktur, pemerintah berencana untuk
membangun lebih dari 19,000 km jalan tol di kelima pulau terbesar dan meningkatkan
pasokan listrik dengan menambah 3,000 MW per tahun.
Pemerintah
mengalokasikan IDR
1,287.6 trilyun selama 5
tahun mendatang dalam
mengimplementasikan 11
prioritas nasional
Total sumberdaya yang dialokasikan untuk mengimplementasikan 11 prioritas nasional
adalah IDR 1,288 trilyun (sekitar IDR 200-300 trilyun atau setara dengan USD 21-32
milyar pada kurs saat ini, per tahun). Pendidikan, infrastruktur dan pengentasan
kemiskinan memperoleh alokasi anggaran terbesar, mewakili dua pertiga dari total
anggaran yang dialokasikan untuk ke-11 prioritas nasional ini. Meksipun jangkauannya
komprehensif dan rencana programnya terperinci, RPJMN tidak memberikan estimasi pos
anggaran sumberdaya publik yang diperkirakan dalam lima tahun mendatang sehingga
analisa lebih mendalam tentang pos sumberdaya keseluruhan dan alokasi anggaran yang
lebih luas tidak dapat dilakukan.
Pemerintah mentargetkan
pertumbuhan ekonomi
6.3-6.8 persen pada
periode 2010-2014, dan
mencapai pertumbuhan 7
persen menjelang 2014
Pemerintah bertujuan untuk mencapai pertumbungan rata-rata sebesar 6.3-6.8 persen
per tahun selama periode 2010-2014, dengan pertumbuhan rata-rata meningkat ke 7
persen pertumbuhan PDB sebelum tahun Konsumsi swasta, sumber utama pertumbuhan
diproyeksikan akan tumbuh sebesar 5.3-5.4 persen per tahun, sementara penanaman
modal dan ekspor diproyeksikan akan meningkat sebesar 9.1-10.8 persen dan 10.7-11.6
persen setiap tahunnya. Pemerintah bermaksud mempertahankan inflasi di tingkat yang
sebdaning dengan tingkat inflasi di negara tetangga atau 3.5 – 5.5 persen menjelang
tahun 2014 dalam rangka mempertahankan stabilitas nilai tukar mata uang dan tingkat
suku bunga domestik yang rendah.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
50
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
…sementara
mempertahankan
kebijakan fiskal yang
relatif konservatif
Menjaga Momentum
Di garis depan fiskal, pemerintah mempertahankan kebijakan fiskalnya yang konservatif
dengan deficit anggaran moderat dengan rata-rata 1.5 persen dari PDB. Sebagai
hasilnya, rasio total hutang publik ke PDB diharapkan akan menurun menjadi 24 persen
dari PDB pada tahun 2014. Rasio pajak ke PDB diproyeksikan akan turun bertahap dari
12.4 persen PDB pada tahun 2010 menjadi 14.2 persen dari PDB pada tahun 2014,
dengan pertumbuhan tahunan penerimaan pajak sebesar 16.8 persen.
T abel 21: K erangka kerja makro-ekonomi R P J MN 2010-2014
2010
Proyeksi Jangka Menengah
2011
2012
2013
2014
Pertumbuhan dan Stabilitas
Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi
5.5 - 5.6
6.0 - 6.3
6.4 - 6.9
6.7 - 7.4
7.0 - 7.7
Inflation rate, CPI (%)
4.0 - 6.0
4.0 - 6.0
4.0 - 6.0
3.5 - 5.5
3.5 - 5.5
9,750 - 10,250
9,250 - 9,750
9,250 - 9,750
9,250 - 9,850
9,250 - 9,850
6.0 - 7.5
6.0 - 7.5
6.0 - 7.5
5.5 - 6.5
5.5 - 6.5
7.0 - 8.0
11.0 - 12.0
12.5 - 13.5
13.5 - 14.5
14.5 - 16.5
8.0 - 9.0
14.0 - 15.6
16.0 - 17.5
17.0 - 18.3
18.0 - 19.0
74.7 - 75.6
82.4 - 84.1
89.6 - 92.0
96.1 - 99.2
101.4 - 105.5
Nilai tukar (nominal) (IDR/USD)
3 bulan suku bunga SBI (%)
Neraca Pembayaran
Pertumbuhan ekspor non minyak
dan gas (%)
Pertumbuhan impor non minyak dan
gas (%)
Cadangan devisa (milyar USD)
Anggaran Negara
Surplus/Defisit APBN/PDB (%)
-1.6
-1.9
-1.6
-1.4
-1.2
Pendapatan Pajak/PDB (%)
12.4
12.6
13
13.6
14.2
29
28
27
25
24
Hutang Pemerintah /PDB (%)
Sumber: RPJMN 2010-2014, Bappenas
Transfer ke daerah
diperkirakan akan terus
meningkat
Transfer ke daerah diperkirakan akan terus meningkat karena meningkatnya alokasi DAU
dan DAK secara bertahap serta karena berlanjutnya perpindahan tanggung jawab untuk
implementasi program (dan dana yang terkait) pada daerah. Beberapa kebijakan utama
sehubungan dengan transfer ke daerah mencakup berikut:
• Secara bertahap meningkatkan proporsi alokasi DAU dari total net pendapatan
domestik
• Memperbaiki rumusan DAU dengan meniadakan variabel belanja pegawai dan
memperkenalkan variablel insentif sebagai penghargaan bagi daerah yang bagus
kinerjanya
• Memperbaiki estimasi kebutuhan fiskal agar lebih selaras dengan stdanar pelayanan
minimum.
• Secara bertahap meningkatkan alokasi DAK dalam rangka mencapai prioritas
pembangunan nasional dan mentransformasikan program kementerian negara
menjadi aliran keuangan DAK yang mendanai fungsi desentralisasi seperti program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan dana pembangunan infrastruktur desa.
• Meningkatkan ketepatan, transparansi dan pencairan pembagian pendapatan.
Beberapa prioritas
program diperkirakan
akan mendapatkan
peningkatan anggaran
yang signifikan atau
memiliki sasaran
pembangunan yang
relatif ambisius; namun
pendekatan ini memicu
kekhawatiran tentang
kapasitas implementasi
dan kesinambungan
fiskal
Beberapa prioritas program diperkirakan akan mendapatkan peningkatan sumberdaya
yang signifikan dan memiliki sasaran pembangunan yang relatif ambisius. Selayaknya
dengan peningkatan sumberdaya seperti ini maka ada peningkatan kapasitas
implementasi yang signifikan dari instansi yang bertanggungjawab. Perluasan program
tertentu juga akan menciptakan liabilitas terkait (contingent liabilities) yang sebaiknya
dipertimbangkan dalam perancangan perluasan program. Misalnya, alokasi anggaran
untuk sistem asuransi kesehatan nasional yang divisikan akan mencakup semua
penduduk menjelang tahun 2014 akan memberikan beban tambahan pada anggaran
nasional dan akan meningkatkan forward liabilities. Biaya fiskal dari kebijakan ini mungkin
belum dirasakan selama ini karena hambatan sisi permintaan mengakibatkan banyak
diantara mereka yang berhak memperoleh layanan kesehatan belum dapat
mengaksesnya. Namun dengan ditanganinya hambatan ini, biaya-biaya program akan
meningkat secara signifikan hingga memicu kekhawatiran tentang kesinambungannya.
Kementerian negara yang mengimplementasikan program prioritas telah menerima
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
51
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
peningkatan anggaran yang signifikan (seperti pertanian atau pengentasan kemiskinan).
Mereka juga perlu penempatan staf yang sesuai agar program dapat dikelola secara
efektif. Beberapa program prioritas akan membutuhkan koordinasi yang erat dengan
pemerintahan daerah (seperti meningkatkan akses untuk pendidikan dasar dan
penyediaan air bersih). Dengan demikian maka melakukan klarifikasi tentang peran dan
fungsi pemerintah pusat dan daerah merupakan hal yang kritis dalam memastikan
efektifitas program-program tersebut.
b. R P J M menek ank a n k emba li perlunya perc epa ta n pertumbuha n s elama s etenga h
das awars a menda ta ng – s ementa ra mema s tik an bahwa pertumbuhan ters ebut
ink lus if da n diba gi a ntara s emua s egmen penduduk
RPJM mengambil sudut
pdanang strategis
sehubungan dengan
pengembangan kebijakan
selama lima tahun
mendatang
Pada tingkat strategis secara keseluruhan, RPJM 2010-2014 memberikan pdanangan
yang komprehensif tentang kebijakan pembangunan Pemerintah Indonesia selama lima
tahun mendatang. Banyak aspek pembangunan yang dibahas. Namun, memdanang ke
depan selama periode lima tahun hingga tahun 2014, seperti yang diamati oleh RPJM itu
sendiri, ekpektasi pemerintah tinggi dan sumberdayanya terbatas. Bahkan, tuntutan pada
pemerintah hampir tidak terbatas. Tetapi, pemerintah tidak dapat melakukan segalanya.
Maka Pemerintahan yang efektif akan mensyaratkan bahwa prioritas tahunan yang ketat
ditetapkan untuk mempertajam fokus implementasi dari rencana luas secara keseluruhan.
Prioritas pembangunan
Pemerintah Indonesia
saat ini sangat cocok
dengan prioritas
masyarakat internasional;
pendekatannya konsisten
dengan ekspansi peran
internasional Indonesia
termasuk dalam G20
Baru-baru ini Indonesia telah menjadi negara anggota G20. Sebagai satu-satunya
anggota G20 dari kelompok negara ASEAN, posisi Indonesia berkaitan dengan
permasalahan utama dalam agenda pembangunan internasional saat ini penting adanya.
Dari sudut pdanang ini, diplomasi ekonomi RPJM memberikan dukungan yang kuat untuk
semua permasalahan utama yang saat ini tengah dibahas di seluruh komunitas
pembangunan internasional seperti Persatuan Bangsa-Banga, lembaga keuangan
internasional, organisasi regional Asia dan sebagainya. Misalnya, RPJM mencantumkan
pembahasan yang substansial tentang permasalahan berikut ini, antara lain:
• Pertumbuhan ekonomi dengan penekanan yang kuat tentang keadilan
• Demokrasi dan inklusi sosial
• Permasalahan lingkungan hidup dan perubahan iklim
• Produktifitas dan meningkatkan kebersaingan ekonomi
• Tata kelola pemerintahan yang baik
• Peraturan perundangan, termasuk reformasi hukum dalam bidang-bidang kunci
• Melawan korupsi
• Desentralisasi, untuk menggalakkan pemerintahan yang lebih inklusif
• Jender, anak, permasalahan sosial terkait
• Sektor utama, dengan permasalahan ekonomi dan sosial yang terkait, seperti
pertanian, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, lapangan kerja, perdagangan
domestik dan internasional
• Reformasi birokrasi
Penekanan yang kuat
tentang kebijakan
ekonomi yang baik
merupakan tema inti
RPJM
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, RPJM mentargetkan akselerasi pertumbuhan
ekonomi mencapai lebih dari 7 persen per tahun secara riil (real terms) pada akhir periode
lima tahun. Dalam mencapai hal ini, perhatian yang cukup banyak diberikan baik pada
mobilisasi semua jenis input ekonomi utama serta tindakan untuk meningkatkan
produktifitas. Pendekatan ini unggul karena memberikan sinyal yang kuat baik pada
instansi sektor publik maupun sektor swasta bahwa pemerintah memberikan prioritas
yang tinggi untuk menciptakan lingkungan untuk ekspansi kegiatan ekonomi yang
kokoh.Namun tantangan bagi pemerintah adalah dalam melaksanakan strategi ini karena
lebih mudah merumuskan kebijakan daripada melaksanakannya.
Pemanfaatan input yang
lebih baik merupakan
prioritas untuk mendasari
percepatan pertumbuhan
ekonomi
Di sisi input, diakui bahwa dengan berbagai alasan, input ekonomi seperti lahan, tenaga
kerja, modal dan kewirausahaan seringkali tidak dimobilisasikan dengan efektif di
Indonesia. RPJM mencatat bahwa berbagai permasalahan berkaitan dengan akuisisi dan
penggunaan lahan yang efisien menghambat banyak penanaman modal. Dipdanang juga
bahwa tenaga kerja kurang dimanfaatkan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, sebagian
besar pendatang baru dalam angkatan tenaga kerja telah diserap ke kegiatan
berproduktifitas rendah di sektor informal dalam usaha kecil dan mikro. Selain itu, dicatat
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
52
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
bahwa jumlah investasi yang besar akan dibutuhkan untuk mendasari pertumbuhan
ekonomi yang lebih cepat. Maka dengan demikian tindakan untuk meningkatkan iklim
penanaman modal baik bagi investor domestik maupun asing dimasukkan ke dalam
daftar prioritas. Dan peran krusial yang dimainkan oleh wirausahawan dalam
memperomosikan, terutama pertumbuhan sektor swasta diakui dalam strategi
pertumbuhan yang dicantumkan dalam RPJM.
… dan peningkatan
produktifitas juga penting
sebagai bagian dari
program untuk
mempercepat
pertumbuhan
Pendekatan terhadap teknologi yang telah ditingkatkan, baik melalui peluang pelatihan
yang meningkat dimana pelatihan tersebut fokus pada teknologi serta dukungan untuk
adopsi teknologi di seluruh sektor ekonomi, tercantum secara garis besar dalam RPJM.
Tindakan yang disarankan untuk mempromosikan daya sain internasional dengan
pertimbangan juga akan memacu peningkatan produktifitas meliputi langkah-langkah
untuk mengurangi biaya yang mendasari operasional berbagi sektor di Indonesia dan
program untuk mempromosikan ekspor.
RPJM menetapkan
strategi keberpihakan
pada pertumbuhan,
lapangan kerja dan
masyarakat miskin (pro
growth, pro jobs dan pro
poor )
Beragam tema dan pendekatan pada prioritas nasional ditetapkan dalam RPJM namun
penekanannya pada strategi mendukung pertumbuhan, mendukung penciptaan lapangan
kerja dan berpihak pada masyarakat miskin perlu dicatat. RPJM mengamati bahwa
pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equity) diperlukan dan bahwa serangkaian
kebijakan yang berhubungan dengan semua sektor selayaknya dirancang untuk
memastikan bahwa pembangunan tersebut berkesinambungan dan juga inklusif. Dalam
konteks ini, dua dari strategi yang digambarkan dalam RPJM membutuhkan perhatian
khusus. Berikut adalah strateginya:
•
•
Untuk mengembangkan infrastruktur dan
Untuk memperkuat agenda keberpihakan pada masyarakat miskin.
Investasi dalam infrastruktur – terutama infrastruktur yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat miskin – diperlukan dengan mendesak untuk memastikan bahwa
kurangnya layanan infrastruktur bukan hambatan bagi kemampuan para masyarakat
miskin untuk memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi nasional.
Pendekatan infrastruktur
yang berpihak pada
masyarakat miskin akan
menguatkan penekanan
keseluruhan
pertumbuhan yang
berpihak pada
masyarakat miskin
RPJM menetapkan agenda untuk ekspansi sektor infrastruktur. Tambahan pelengkap
yang berguna dalam pendekatan saat ini adalah menekankan pada proyek yang berpihak
pada masyarakat miskin dalam sektor infrastruktur. Elemen utama dalam pendekatan
seperti ini masyarakat miskin mendapatkan akses fisik yang memadai dan bahwa kedua,
harga yang ditetapkan untuk pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh masyarakat miskin.
Perlu pembedaan segmen
pasar dalam mendesain
proyek infrastruktur
Langkah pertama dalam mendesain proyek infrastruktur yang berpihak pada masyarakat
miskin adalah membedakan segmen pasar yang beragam pelayanan infrastrukturnya di
Indonesia. Pasar-pasar ini cenderung tersegmentasi dengan pemasok yang berbeda
menyediaaan jenis layanan yang berbeda bagi jenis konsumen yang berbeda. Di satu
sisi, terdapat konsumen yang termasuk dalam sektor ekonomi yang modern dan formal.
Konsumen ini cenderung menginginkan layanan infrastruktur yang bermutu tinggi dalam
jumlah yang besar. Mereka lazimnya bersedia membayar harga internasional atau lebih,
dengan syarat pelayanan yang disediakan memuaskan. Di sisi lainnya, juga terdapat
permintaan dari konsumen berskala kecil, kebanyakan di antaranya hidup dan bekerja
dalam sektor informal ekonomi. Para konsumen dalam sektor ini seringkali hanya mampu
membeli layanan infrastruktur dalam jumlah yang kecil (terkadang mikro) saja.
Dibutuhkan pengaturan
yang berbeda-beda untuk
pemasokan infrastruktur
pada segmen pasar
infrastruktur yang
berbeda
Dalam merumuskan kebijakan infrastruktur, sangat penting untuk membedakan antara
kedua pasar ini. Perusahaan layanan umum milik negara mungkin tidak mampu
menjangkau semua konsumen yang berpotensi, terutama dalam pasar informal. Hasilnya,
banyak bagian dari sektor infrastruktur – dalam transportasi darat dan air, kereta api,
listrik dan penyediaan air dan sanitasi – beragam pengaturan yang informal ada demi
menyediakan layanan tersebut. Sektor informal ‘bayangan’ ini, sebagian besar tidak diatur
oleh perundangan, telah muncul dan bahkan berkembang karena mampu mengakomodir
kebutuhan konsumen skala kecil. Para pemasok dalam sektor informal biasanya bersedia
memberikan pelayanan dalam jumlah kecil dengan biaya yang rencah. Memang benar
mutu pelayanan mereka lazimnya dibawah – seringkali jauh di bawah – mutu pelayanan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
53
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
yang disediakan dalam sektor formal, namun total tagihan untuk layanan yang disediakan
bagi konsumen seringkali rendah (meskipun biaya per unit layanan mereka seringkali jauh
lebih tinggi dari biaya per unit layanan dari sektor formal).
Diperlukan reformasi
untuk memastikan bahwa
layanan infrastruktur
memenuhi kebutuhan
masyarakat miskin
Pad prinsipnya, langkah-langkah yang perlu diambil untuk menyelenggarakan layanan
infrastruktur yang lebih baik pada konsumen berpendapatan rendah di Indonesia sudah
jelas. Di satu sisi, reformasi diperlukan untuk memacu perusahaan layanan umum milik
pemerintah (termasuk di tingkat propinsi dan kabupaten/kotamadya) dan pemasok lainnya
dalam sektor formal untuk mendesain dan memasok produk yang memenuhi kebutuhan
konsumen berskala kecil yang sederhana. Sebagai bagian dari pendekatan ini, cara-cara
ang lebih efektif dalam memfokuskan belanja pemerintah pada proyek infrastruktur
berskala kecil dengan cara yang efektif biayanya, terutama di tingkat propinsi dan
kabupaten/kotamadya level, seharusnya didesain. Di sisi lain, perlu ada pendekatan yang
lebih positif menuju ketergantungan pada pemasok layanan infrastruktur dari sektor
swasta. Pemasok sektor swasta yang berskala kecil sebaiknya dipdanang sebagai mitra
yang mampu membantu kesenjangan pasar yang penting dalam kaitannya dengan
layanan infrastruktur daripada sebagai wirausahawan yang tidak dapat dipercaya dan
perantara yang tidak menghiraukan peraturan pemerintah.
Infrastruktur yang
berpihak pada
masyarakat miskin akan
membantu menggalang
produktifitas dalam
sektor informal dan akan
mendukung pertumbuhan
ekonomi yang kuat
Terdapat argumentasi ekonomi yang kuat untuk mendesain program infrastruktur dalam
rangka menyediakan layanan infrastruktur yang juga bermanfaat bagi kelompok
berpendapatan lebih rendah. Dengan demikian maka peningkatan penyediaan
infrastruktur yang berpihak pada masyarakat miskin akan memperkuat penekanan yang
diberikan pemerintah dalam pendekatannya yang pro pertumbuhan dan pro lapangan
sehubungan dengan merumuskan RPJM. Pada saat ini, kehilangan produktifitas dalam
sektor informal akibat kurangnya akses pada infrastruktur yang memadai sangat besar.
Jutaan jam kerja-manusia terbuang percuma setiap tahunnya di seluruh Indonesia,
misanya karena para laki-laki, perempuan dan anak-anak yang harus meluangkan banyak
waktunya untuk menggotong sedikit air untuk penggunaan pribadi baik di wilayah
perkotaan maupun pedesaan. Sama halnya, usaha berskala kecil seringkali terbatas
dalam penggunaan alat listrik mereka karena pasokan listrik yang tidak menentu untuk
industri kecil dan pengguna komersil lainnya. Dan di wilayah pedesaan, keterpencilan
yang diakibatkan oleh tidak adanya jalan penghubung sederhana merupakan
penghambat utama bagi pembangunan. Biaya input seperti peralatan, pupuk dan
insektisida menggelembung di tingkat petani dimana sarana komunikasinya buruk dan
akses petani ke pasar untuk menjual hasil panennya sangat terbatas. Maka
pembangunan jalan pedesaan yang menghubungkan desa-desa dengan kota
disekitarnya akan meningkatkan kondisi perdagangan untuk petani dan memfasilitasi
akses untuk masyarakat desa untuk memperoleh infrastruktur sosial berbasis kota seperti
sekolah dan rumah sakit.
c . R P J M juga memdanang k edepan berla njutnya upa ya pemerinta h untuk
menga tas i k emis k ina n mela lui program k emis k inan ya ng memilik i s as a ran
tertentu dan mengidentifik a s ik an peningk atan k etida k s eta raa n s ebagai
hamba ta n utama dalam pemba ngunan ya ng berk es ina mbunga n dan s eimba ng
Menangani kemiskinan
dan ketidakadilan
Tema menyikapi baik kemiskinan dan bentuk ketidakadilan lainnya menonjol dalam
RPJM. Pentingnya merumuskan serangkaian kebijakan adalah untuk mengatasi beragam
permasalahan ketidakadilan di Indonesia disoroti:
a)
b)
c)
d)
e)
Tingkat kemiskinan seperti yang tercermin dalam garis kemiskinan nasional
Ketidaksetaraan pendapatan, seperti yang nampak dalam koefisien Gini yang
kian melebar
Perbedaan pedesaan dan perkotaan
Peluang lapangan kerja
Perbedaan antar daerah di seluruh Indonesia
Ini merupakan serangkaian masalah yang menantang. Setiap topik memunculkan materi
kebijakan khusus – dan setiap topik juga menjadi tambahan pada daftar yang panjang
dari hal yang saling berkaitan (cross cutting) dimana setiap pembuat kebijakan Indonesia
diharapkan akan memikirkannya saat mempersiapkan kebijakan sektoral.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
54
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Terdapat alasan ekonomi
yang kuat serta alasan
sosial untuk menangani
agenda pemerataan
Terdapat alasan ekonomi yang kuat serta alasan sosial untuk menangani permasalahan
ini. Satu hal, penggunaan sumberdaya yang tidak efisien mendasari ketidakadilan ini,
terutama tenaga kerja yang secara luas kurang dimanfaatkan di seluruh Indonesia,
merupakan kemubaziran yang sangat besar. Maka, tantangan utama bagi pembuat
kebijakan adalah membuat rancangan program yang memanfaatkan sumberdaya
manusia bangsa ini secara lebih efektif. Hal lainnya, pada masa lampau, ketegangan
yang dipicu oleh ketidakadilan di seluruh Indonesia telah berujung pada konflik terbuka.
Konflik ini kemudian membebankan biaya ekonomi yang tinggi dan telah memperlambat
pembangunan. Penanaman modal dan pertumbuhan di Aceh, misalnya, terhambat pada
tahun 1990an selama masa konflik di propinsi tersebut. Proses-proses pembangunan di
Aceh telah jauh lebih berhasil sejak resolusi konflik daerah itu pada tahun 2005.
Pengurangan kemiskinan
yang terukur diberi
prioritas tinggi dalam
RPJM
Pemerintah memberikan prioritas tinggi pada tujuan menurunkan tingkat kemiskinan yang
terukur. Satu tema utama dari RPJM adalah bahwa tingkat kemiskinan diperkirakan dapat
berkurang dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi menuju tingkat sasaran 7% per
tahun. Namun, percepatan pertumbuhan ekonomi mungkin tidak mencukupi untuk
mengurangi tingkat kemiskinan secara signifikan. Meskipun pemerintah menekankan
pada tujuan pengurangan kemiskinan, tingkat kemiskinan terukur belum menurun secepat
yang diinginkan pada tahun-tahun terakhir ini. Respon kebijakan terbaharui diperlukan
untuk memperkuat kaitan antara pertumbuhan ekonomi keseluruhan dan tingkat
kemiskinan. Langkah kebijakan yang, selain tingkat pertumbuhan ekonomi keseluruhan,
mungkin diberi lebih banyak dukungan agar memasukkan program untuk mengurangi
pekerjaan tidak penuh/tidak sesuai kapasitas dalam sektor informal dan intervensi
bertarget yang diarahkan ke tujuan pengurangan kemiskinan.
Namun juga dibutuhkan
fokus pada ketidakadilan
pendapatan
Tindakan untuk mengatasi tingkatan kemiskinan terukur saja tidak memadai karena
banyak rakyat Indonesia yang hidup hanya sedikit di atas garis kemiskinan. Terdapat
jutaan orang Indonesia yang dengan mudah dapat jatuh kembali dalam kemiskinan
terutama apabila harga komoditas dasar meningkat di luar perkiraan. Selain itu, seperti
yang tercatat dalam RPJM, ketidaksetaraan pendapatan di seluruh Indonesia (seperti
yang diukur oleh koefisien Gini) dapat semakin melebar bahkan saat tingkat kemiskinan
terukur menurun. Pendekatan yang lebih luas diperlukan untuk mengatasi permasalahan
ketidaksetaraan keseluruhan dalam rangka memastikan bahwa manfaat dari
pembangunan dibagi secara luas; kebijakan fiskal yang berpihak pada masyarakat miskin
adalah penting baik pada sisi pendapatan dan belanja dalam anggaran pemerintah;
peningkatan penyediaan infrastruktur sosial diperlukan untuk menjembatani
ketidaksetaraan sosial; dan perhatian perlu terus diberikan pada kebijakan penciptaan
lapangan kerja merupakan bagian dari paket yang sesuai untuk mengurangi
ketidaksetaraan.
Tantangan utama
pembangunan tengah
muncul dengan semakin
melebarnya kesenjangan
antara pedesaan dan
perkotaan
Tingkat urbanisasi Indonesia telah meningkat secara signifikan dalam beberapa
dasawarsa terakhir ini. RPJM mengakui bahwa sebagai hasil tren ini tantangan
pembangunan yang baru muncul baik di wilayah pedesaa dan perkotaan. Di satu sisi,
RPJM mencatat bahwa permasalahan yang muncul dari pertumbuhan yang cepat di
wilayah perkotaan menjadi semakin parah. Tuntutan baik pada infrastruktur ekonomi
maupun sosial menjadi semakin mendesak di wilayah perkotaan seperti Jakarta dan kota
besar lainnya. Namun perubahan ini juga berujung pada tekanan baru di wlayah
pedesaan dengan berpindahnya orang muda ke perkotaan dan semakin jelas adanya
tekanan pada sumberdaya setempat. Dengan demikian maka permasalahan pengelolaan
lahan dan perpindahan penduduk membutuhkan perhatian. Di wilayah perkotaan,
investasi infrastruktur berskala besar dalam sektor seperti transportasi, pengendalian
banjir dan perumahan dibutuhkan. Di wilayah pedesaan, masyarakat desa memberikan
prioritas tinggi pada jalan, penyediaan air setempat dan penyelenggaraan sarana
pendidikan dan kesehatan. Teknologi baru dalam pertanian juga diperlukan untuk
membantu mendorong produktifitas pedesaan.
Penciptaan lapangan
kerja juga dipdanang
sebagai konteks
pendekatan yang pro
lapangan kerja
Pembuat kebijakan di berbagai negara berkembang di Asia telah mengkhawatirkan
bahwa pertumbuhan pengangguran telah menjadi karakteristik dari ekspansi ekonomi di
beberapa negara regional pada tahun-tahun terakhir ini. Di Indonesia juga terdapat aspek
yang mengkhawatirkan. Satu hal, Indonesia telah tertinggal dari negara tetangga yang
makmur dalam mendorong produktifitas dengan menciptakan pekerjaan non-pertanian
dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Selain itu, pertumbuhan lapangan pekerjaan di
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
55
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Indonesia telah gagal untuk menyamai pertumbuhan penduduk sejak krisi ekonomi
regional pada tahun 1997-98. Antara tahun 1999 dan 2003, bagian dari pekerja yang
bekerja dalam sektor formal jelas merosot dari 43 persen menjadi 35 persen karena
adanya kecenderungan bagi pekerja yang digantikan dalam sektor formal untuk hijrah ke
sektor informal untuk memperoleh pekerjaan. Telah ada peningkatan yang signifikan
sejak itu namun tingkat pekerjaan di sektor formal masih dibawah tingkat sebelum krisis.
Bahkan, angka-angka yang tercantum dalam RPJM mengilustrasikan tantangan tersebut.
Di satu sisi, tingkat penciptaan lapangan kerja selama periode 2005-2009 adalah sekitar
2.7 juta per tahun, dengan nyaman melebihi peningkatan tenaga kerja yaitu sekitar 2 juta
per tahun. Hasilnya, tingkat pengangguran terbuka menurun dari hampir 10 persen pada
tahun 2004 ke 7.9 persen pada tahun 2009. Namun, yang mengecewakan adalah dari
total jumlah lapangan pekerjaan baru yang hampir 11 juta, hanya 30 persen (3.3 juta)
diciptakan dalam sektor formal. Sisa 70 persennya diciptakan dalam sektor informal yang
rendah produktifitas dan berpendapatan rendah. Dalam mengakui masalah ini, RJPM
mencatat bahwa ‘Perpindahan “surplus tenaga kerja” keluar dari lapangan pekerjaan
informal ke pekerjaan-pekerjaan formal yang lebih produktif dan memberikan upah yang
lebih tinggi merupakan tujuan utama dari siklus pembangun, pertumbuhan ekonomi dan
pengurangan kemiskinan’.
Fokus perhatian
diperlukan pada cara-cara
meningkatkan baik
peluang lowongan kerja
maupun kondisi
pekerjaan dalam sektor
informal serta sektor
formalnya
Dalam menanggapi tantangan lapangan kerja di Indonesia, pembedaan antara
pengangguran (unemployment) dan bekerja tidak penuh/tidak sesuai kapasitas
(underemployment). Perhatian resmi tentang permasalahan yang berkaitan dengan
kebijakan lapangan pekerjaan di Indonesia seringkali fokus pada tingkat pengangguran
dalam sektor formal. Namun, fenomena tingkat pengangguran dalam sektor informal yang
lebih relevan bagi mayoritas pekerja di seluruh Indonesia. Maka, meskipun benar bahwa
kebijakan diperlukan, seperti yang ditekankan dalam RPJM, untuk memfasilitasi
pergerakan tenaga kerja dari sektor informal ke formal, perhatian juga diperlukan untuk
kondisi pekerjaan dalam sektor informal. Prospeknya adalah bahwa mayoritas pekerja di
Indonesia akan terus dipekerjakan dalam sektor informal selama beberapa dekade
mendatang. Maka kebijakan diperlukan untuk mendukung peningkatan baik peluang
lapangan pekerjaan dan mutu pekerjaan dalam sektor informal.
Pertumbuhan yang telah
dipercepat mungkin tidak
cukup untuk menciptakan
jenis pekerjaan layak
yang dianggap
dibutuhkan
Dalam konteks ini maka perhatian yang diberikan pada RPJM untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi yang pro lapangan pekerjaan disambut dengan baik. Tetapi tidak
ada jaminan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dipercepat akan menciptakan
peningkatan jumlah pekerjaan yang layak yang sesuai saran RPJM dibutuhkan. Pada
tahun 1980an dan awal 1990an, banyak pekerjaan yang diciptakan dalam industri
manufaktur yang padat karya. Namun pertumbuhan dalam bidang manufaktur telah
menurun dalam beberapa tahun terakhir dan diproyeksikan akan tumbuh pada tingkat
yang relatif lamban yaitu sekitar 6 persen per tahun selama periode RPJM. Maka
tantangan inti bagi pembuat kebijakan adalah mempromosikan kebijakan yang akan
membantu menciptakan pekerjaan dalam sektor lainnya. Meski demikian, banyak firma
dalam sektor formal yang melaporkan bahwa beragam aspek dari perundangan tenaga
kerja saat ini merupakan hambatan bagi rekrutmen karyawan permanen yang bekerja
penuh waktu. Sistem pesangon saat ini di sektor formal perlu reformasi seperti aspek
lainnya dalam perundangan tenaga kerja saat ini. Namun kebijakan juga dibutuhkan untuk
menciptakan perluasan peluang pekerjaan dalam sektor informal, terutama industri
pelayanan seperti konstruksi, perdagangan dan transportasi.
Meskipun dalam jangka panjang dibutuhkan penciptaan lapangan kerja yang bersumber
dari peningkatan produktifitas dan daya saing dalam sektor padat karya (seperti
manufaktur dan beberapa sektor pelayanan), langkah jangka pendek yang dapat
dipertimbangkan oleh pemerintah sebagai stimulus lapangan pekerjaan terutama dalam
sektor informal, termasuk ketergantungan yang lebih besar pada program pekerjaan
umum padat karya terutama di wilayah pedesaan dan perluasan dukungan untuk sektor
usaha kecil dan menengah (UKM). Bahkan, RPJM menggarisbawahi tindakan untuk
mempromosikan UKM. Kebijakan serupa memiliki sejarah yang panjang di Indonesia
namun pada prakteknya, terbukti seringkali tidak efektif. Telah terbukti sulit bagi
pemerintahan yang berurutan untuk menemukan cara yang efektif untuk mendorong
pertumbuhan dalam sektor UKM. Faktanya, pengalaman baik di Indonesia dan di lain
tempat mengindikasikan bahwa cara terbaik untuk membantu perusahaan dalam sektor
UKM adalah, pertama, mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berbasis luas dan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
56
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
kuat, dan kedua, menciptakan iklim yang berpihak pada bisnis dalam semua sektor utama
dalam ekonomi dengan mengimplementasikan kebijakan dalam rangka mengatasi
hambatan yang dialami bisnis seperti pengendalian peraturan yang berlebihan dan
kemacetan infrastruktur.
d. Indones ia ya ng telah terdes entralis as i menawark an ta ntanga n dan pelua ng
dalam mengimplementas ik a n renc a na pembanguna n; reformas i pa da k erangk a
k erja des entra lis a s i mungk in diperluk an untuk meningk a tk an efek tifitas
pemerinta ha n da erah dalam menyedia k an ba ra ng dan la ya na n utama ba gi publik
Hubungan antara
pemerintah pusat dan
daerah banyak
diperhatikan sejak
desentralisasi
diperkenalkan selama
dasawarsa terakhir ini…
Dalam beberapa tahun terakhir, demokratisasi dan desentralisasi secara fundamental
telah mengubah proses akuntabilitas dan pengambilan keputusan pada semua tingkat
pemerintahan di seluruh Indonesia. Sebagian akibat “ledakan besar” langkah-langkah
desentralisasi yang diperkenalkan selama dasawarsa terakhir, warganegara dan
kelompok masyarakat semakin siap menyuarakan pendapatnya tentang pemerintah baik
di tingkat propinsi dan kabupaten/kotamadya. Hubungan antara pemerintah nasional dan
daerah juga semakin banyak diperhatikan. Peningkatan demokrasi dan partisipasi politik
di tingkat daerah telah mendorong kelompok lokal untuk semakin aktif dalam menuntut
lebih banyak dari Jakarta.
… sehingga kebijakan
untuk menanggapi
perbedaan daerah di
seluruh Indonesia
digambarkan dalam
RPJM
Permasalahan pembangunan daerah dan pemerataan, dan topik yang sangat erat
hubungannya yaitu kesatuan nasional, dipandang sebagai permasalahan utama
pengambil keputusan nasional sejak Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Dilema
bagi pembuat kebijakan di Jakarta dalam menyeimbangkan prioritas nasional dan derah
adalah: di satu sisi, dalam rangka mempromosikan pertumbuhan ekonomi nasional yang
cepat, terdapat argumentasi yang kuat untuk memfokuskan upaya promosi penanaman
modal dan pembangunan di beberapa daerah terdepan; untuk mengambil keuntungan
dari manfaat agglomerasi. Fokus untuk mempromosikan pertumbuhan di daerah terdepan
selayaknya disertai dengan transfer fiskal yang kontinyu dalam rangka memastikan
penyelenggaraan pelayanan minimum di daerah tertinggal. RPJM mencatat bahwa
permasalahan seperti ini membutuhkan perhatian khusus sehingga menggambarkan lima
langkah utama untuk membantu dalam mengatasi prioritas yang berbenturan dalam
kebijakan pembangunan daerah:
1. Mempromosikan pertumbuhan di daerah yang memiliki potensi yang baik di luar
Jawa- Bali dan Sumatra dan di saat yang tetap menjaga momentum pertumbuhan
yang terjadi di Jawa-Bali dan Sumatra.
2. Memperkuat keterkaitan antar-daerah dengan meningkatkan perdagangan antar
pulau agar dapat mendukung kegiatan ekonomi domestik.
3. Memperkuat daya saing daerah dengan mempromosikan sektor terdepan yang
memiliki spesialisasi keunggulan di setiap daerah.
4. Mempromosikan pembangunan daerah tertinggal, bidang strategis dan daerah
berpotensi, serta daerah perbatasan dan terpencil, dan daerah rawan bencana.
5. Mendukung pembangunan daerah dan sektor yang berorientasi pada kegiatan
berlaut dan kelautan.
Perlu menentukan pilihan
dalam pendekatan ini
untuk pembangunan
daerah. Pertukaran dalam
kebijakan diperlukan …
Tantangan yang menjadi bagian dari pendekatan pembangunan daerah ini merupakan
sesuatu yang harus disikapi dengan cermat. Hal ini dikarenakan RPJM tidak secara
langsung membahas tradeoff dalam suatu kemungkinan kebijakan yang perlu dilakukan,
tetapi cepat atau lambat harus ada kebijakan yang perlu disikapi. Contohnya, bila RPJM
menyarankan hanya akan fokus pada keunggulan komparatif daerah, dimana
sesungguhnya pendekatan ini akan cenderung membuat kesenjangan yang telah ada
semakin lebar dan tidak mengurangi kesenjangan tersebut. Maka contoh di atas dengan
mudah diidentifikasi, yaitu dengan langsung memilih daerah yang memiliki potensi
pertumbuhan yang kuat seperti di propinsi Sumatra Utara dan Sulawesi Selatan
dibandingkan dengan memilih propinsi-propinsi yang berada di kawasan Indonesia Timur.
Berbagai negara telah menciptakan mekanisme fiskal intra-pemerintahan yang
mendistribusikan kembali sumberdaya antara negara bagian atau propinsi khusus untuk
mengatasi konsekuensi nasional dari pola pertumbuhan daerah yang tidak merata seperti
ini.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
57
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
… dan reformasi
kapasitas dalam
pemerintahan daerah
yang diajukan dalam
rangka mendukung
pembangunan daerah
mungkin masih lama
realisasinya
Menjaga Momentum
Selain kelima langkah yang digambarkan di atas, salah satu cara utama dalam proposal
pemerintah Indonesia untuk memperkuat pembangunan daerah adalah dengan
mendukung penguatan kelembagaan pemerintah di tingkat kabupaten/kotamadya.
Namun, dengan cepatnya pertumbuhan jumlah pemerintahan daerah dalam beberapa
tahun terakhir ini yang dikenal sebagai ledakan pemekaran, kini terdapat lebih dari 500
pemerintahan propinsi dan kabupaten/kotamadya di seluruh Indonesia. Dalam
kebanyakan kasus, kapasitas administratif dari pemerintahan ini, terutama di tingkat
kabupaten/kotamadya saat ini hampir melampaui batasnya. Program untuk memperkuat
pemerintahan di tingkat ini akan disambut dengan baik. Namun penilaian yang realistis
adalah bahwa waktunya masih cukup lama sebelum peningkatan kinerja di tingkat
pemerintahan daerah dapat diharapkan akan nampak jelas. Dalam jangka pendek,
program untuk memperkuat kapasitas pemerintahan di tingkat daerah kemungkinan besar
tidak akan memberikan hasil yang semakin sering diharapkan oleh masyarakat setempat.
e. T anta ngan k e depan: prioritas untuk meningk a tk an pengelola an da n efek tifitas
pemerinta h
Tantangan ke depan: lima
permasalahan utama
dalam pengelolaan
pemerintah akan
mempengaruhi
bagaimana RPJM
dilaksanakan
Paparkan umum dalam RPJM sehubungan dengan tantangan pembangunan selama
periode hingga tahun 2014 merupakan pandangan yang komprehensif. Namun, seperti
yang ditekankan dalam RPJM itu sendiri, implementasi program secara efektif akan
membutuhkan fokus yang lebih tajam pada prioritas utama. Setelah menetapkan prioritas,
pendekatan pemerintah pada kelima permasalahan utama dalam pengelolaan pemerintah
akan memainkan peran yang besar dalam mempengaruhi bagaimana RPJM
diimplementasikan. Permasalahan tersebut adalah:
•
Peran yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dirinya sendiri
•
Reformasi pegawai negeri sipil
•
Posisi sikap kebijakan fiskal
• Penggunakan belanja publik secara efektif
• Pengelolaan desentralisasi
Satu resiko adalah bahwa
pemerintah akan
berusaha untuk
melakukan terlalu banyak
…
Tantangan yang besar adalah bahwa dalam mengimplementasikan RPJM, semua tingkat
pemerintah akan berupaya untuk melakukan terlalu banyak hal. Bila seperti ini maka
hasilnya adalah terlampau banyak program pemerintah akan tersebar dengan terlalu
minim dalam terlalu banyak kegiatan, sehingga sangat memperumit upaya pengelolaan
pemerintah yang efektif. Faktanya memang sudah banyak fragmentasi kegiatan di
berbagai bagian program pemerintah di Indonesia. Sumberdaya pemerintah yang terus
disebarkan dalam sejumlah kecil program yang tercerai-berai pada akhirnya akan
terbuang saja.
… sehingga perampinglancaran pemerintah dan
menetapkan prioritas
yang ketat diperlukan
Solusinya adalah pemerintah diharapkan dapat lebih mampu melakukan perampinglancaran (streamlining) dan juga menetapkan prioritas yang ketat. Semua tingkatan
pemerintahan dijharpakan mampu untuk mempertimbangkan apa yang “tidak” akan
mereka lakukan selain apa yang “akan” dilakukan. Hal ini tentu saja tidak mudah terutama
dalam situasi dan lingkungan Indonesia yang sangat demokratis seperti sekarang ini.
Ditandai dengan makin ketatnya persaingan politik untuk memperebutkan sumberdaya
dan pengaruh, yang melibatkan ratusan perwakilan rakyat di lembaga-lembaga
perwakilan yang ada di tingkat nasional dan daerah (DPR dan DPRD). RPJM dengan
jelas mengakui adanya keperluan untuk membuat pilihan dengan kondisi berikut ini:
‘Permasalahan dan tuntutan pembangunan yang dihadapi akan bertambah banyak,
sedangkan kemampuan dan sumber daya pembangunan yang tersedia cenderung
terbatas. Pemerintah harus mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia
untuk memenuhi tuntutan yang tidak terbatas dengan membuat pilihan dalam bentuk
skala prioritas. Dalam menentukan pilihan tersebut, pemerintah bersikap realistis, dengan
tidak membuat sasaran-sasaran yang sejak semula disadari tidak bisa dipenuhi.’ Masalah
dan permintaan akan pembangunan terus meningkat sementara kapasitas serta sumber
untuk membiayai tantangan pembangunan ini agak terbatas. Oleh karenanya pemerintah
harus dapat menetapkan target yang jelas sehingga sumber daya yang terbatas tersebut
dapat dimanfaatkan secara optimal serta dapat memenuhi permintaan virtual yang tak
terbatas dalam menetapkan prioritas pembangunan. Pemerintah dalam hal ini akan
realistis dalam membuat keputusan, karena sedari awal proses perencanaan
pembangunan pemerintah harus pdanai menghidari menetapkan target-target yang tidak
realistis.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
58
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Reformasi pegawai negeri
sipil sekarang merupakan
prioritas mendesak untuk
meningkatkan kapasitas
pemerintah …
Masalah yang erat kaitannya dalam mempengaruhi kemampuan pemerintah untuk
mengimplementasikan program yang tergambar dalam RPJM adalah keterbatasan
kapasitas baik dari pegawai negeri sipil Indonesia dan instansi pelaksana lainnya seperti
berbagai perusahaan milik negara dan daerah. Efektifitas pemerintah di Indonesia telah
dibatasi oleh kurang memadainya kapasitas dan akuntabilitas pegawai negeri sipil, baik di
tingkat nasional dan daerah.
...dan satu paket
permasalahan sebaiknya
disikapi dalam rangka
meningkatkan kinerja
pegawai negeri sipil
Serangkaian permasalah perlu diperhatikan di dalam rencana untuk reformasi pegawai
negeri sipil yang garis besarnya tercantum dalam RPJM. Satu hal - pengaturan gaji,
kondisi kerja dan terbatasnya peluang untuk pegawai negeri sipil untuk kemajuan karir
seringkali gagal menjadi insentif yang efektif bagi pegawai negeri sipil dalam
meningkatkan kinerjanya. Hal lainnya, akuntabilitas birokratis dibatasi oleh kakunya
peraturan pegawai negeri sipil yang berlaku baik di tingkat nasional maupun daerah.
Permasalah besar ketiga muncul dari kesulitan koordinasi horizontal dan vertikal dalam
perumusan kebijakan dan implmentasi antara instansi pemerintah di seluruh Indonesia.
Permasalahan koordinasi ini semakin buruk dengan kurang jelasnya kerangka kerja
desentralisasi Indonesia. Permasalahan lain yang juga membutuhkan perhatian meliputi
transparansi dalam pemerintah, akuntabilitas dan program pelatihan saat menjabat untuk
memastikan pegawai negeri sipil di semua strata memiliki kemahiran yang diperlukan
untuk menyediakan pelayanan yang kini diharapkan oleh masyarakat Indonesia.
Juga terdapat ruang
untuk perluasan
kebijakan fiskal secara
hati-hati...
Bidang ketiga dimana reformasi akan memperkenalkan fleksibilitas lebih dalam
kemampuan pemerintah untuk mengimplementasikan RPJM adalah kebijakan fiskal.
Dalam beberapa tahun terakhir kebijakan fiskal sudah cukup waspada dan berhati-hati.
Rata-rata deficit anggaran selama dasawarsa terakhir adalah kurang dari 2 persen PDB
dan dalam lima tahun terakhir, realisasi defisit adalah sekitar 1 persen PDB. Di satu sisi,
pendekatan yang berhati-hati ini berfungsi baik untuk Indonesia karena, yang penting,
defisit tersebut membantu mengurangi rasion hutang publik ke PDB Indonesia dari sangat
tinggi menjadi tingkat yang relatif rendah, mendasari ketahanan ekonomi Indonesia
selama krisis keuangan global Indonesia. Namun di sisi lain, terdapat biaya kesempatan
(opportunity costs) yang signifikan dalam mempertahankan defisit fiskal yang sedemikian
rendahnya juga. Ruang bahkan untuk peningkatan belanja dalam jumlah kecil dalam
bidang prioritas pilihan telah dibatasi dengan ketat. Memdanang ke depan sehubungan
dengan reformasi pro-pertumbuhan yang diperlukan selama periode RPJM, keputusan
untuk mengadopsi kebijakan fiskal yang lebih ekspansioner mengakomodir defisit yang
misalnya lebih tinggi 1 persen dari PDB dibdaningkan tahun-tahun terakhir – masih cukup
konservatif apabila dilatarbelakangi tolak ukur internasional saat ini – akan memberikan
sumberdaya tambahan yang sangat dibutuhkan oleh pemerintah untuk mengatasi
beberapa kemacetan utama yang menghambat pertumbuhan di Indonesia saat ini.
Pendekatan seperti ini akan konsisten dengan kebijakan pemerintah untuk
mempertahankan tingkat hutang nasional yang rendah dan dengan demikian melindungi
reputasi Indonesia yang telah terbangun bahwa Indonesia memiliki pengelolaan hutang
resmi internasional yang baik.
…yang akan
mengakomodir
peningkatan belanja
dalam sejumlah bidang
prioritas
Sumberdaya keuangan tambahan yang tersedia sebagai hasil kebijakan fiskal yang lebih
ekspansioner dapat dimanfaatkan secara efektif setidaknya dalam tiga bidang utama.
Pertama, kini terdapat kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan belanja
infrastruktur. Indonesia memiliki tingkat akses ke infrastruktur yang termasuk paling
rendah di kawasan ini. Survei perusahaan bisnis secara rutin mengindikasikan rendahnya
mutu infrastruktur Indonesia yang dipdanang sebagai faktor pencegah (deterrent) utama
bagi investasi yang menciptakan lapangan kerja dan telah menjadi kendala bagi daya
saing internasional Indonesia. Maka infrastruktur yang lebih baik menjadi dasar yang
penting untuk sasaran yang ditetapkan dalam RPJM yaitu akselerasi pertumbuhan.
Kedua, belanja pemerintah untuk program bantuan sosial langsung di Indonesia, kurang
dari 1 persen dari PDB, masih sangat rendah. Peningkatan dalam jumlah kecil dalam
belanja untuk program utama akan mendukung pendekatan berpihak pada masyarakat
miskin dalam RPJM, dan apabila dipaparkan dengan baik akan memberikan manfaat
tambahan yaitu membantu masyarakat agar dapat menerima arahan lain pemerintah
dalam pembelanjaan dalam bidang seperti subsidi bagi bahan bakar, listrik dan pupuk.
Ketiga, meskipun seringkali ada perlawanan yang populer terhadap proposal untuk
meningkatkan gaji dan pembelanjaan lainnya untuk pegawai negeri sipil di Indonesia,
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
59
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
peningkatan upah dan kondisi kerja merupakan prakondisi yang diperlukan untuk
reformasi keseluruhan pemerintah di seluruh Indonesia. Untuk memastikan hal ini,
peningkatan belanja untuk pegawai negeri sipil juga perlu disertai dengan rangkaian
reformasi yang lebih luas namun sulit untuk melihat bagaimana pemerintah bisa lebih
efektif di Indonesia kecuali sumberdaya ditingkatkan dan disediakan bagi instansi utama
dalam kepegawaian negeri sipil.
Peningkatan efisiensi
dalam pengelolaan
pembelanjaan publik juga
diperlukan …
Bidang keempat yang membutuhkan perhatian khusus selama implementasi RPJM
adalah efisiensi pengelolaan belanja publik. Memang benar bahwa sumberdaya yang
tersedia bagi pemerintah di Indonesia terbatas. Pembelanjaan tahunan pemerintah pusat
adalah sekitar USD 450 per tahun per kapita. Sebagai perbdaningan, angka yang sama di
negara OECD berada pada kisaran USD 8,000 - USD 10,000 per tahun. Penting untuk
mengakui bahwa kendala keterbatasan sumberdaya ini karena tantangan mengelola
program dengan kendala anggaran yang sangat ketat adalah kendala yang sangat nyata
bagi manajer pada semua strata pemerintahan di seluruh Indonesia.
... karena banyak yang
masih perlu dilakukan
untuk meningkatkan
efektifitas belanja
pemerintah di Indonesia
Bagaimanapun, masih banyak yang dapat dilakukan di Indonesia dalam meningkatkan
efektifitas belanja pemerintah. Satu hal, tujuan untuk program belanja pemerintah harus
didefinisikan dengan lebih jelas. Pada saat ini, tujuan program yang spesifik seringkali
kabur. Sulit mengetahui apakah program mencapai tujuan yang diinginkan apabila tujuan
tersebut sendiri tidak jelas. Dalam hal lainnya, pengaturan administratif baik untuk
pengeluaran dana dan pengecekan belanja perlu ditingkatkan. Dimana bentuk utama
pencairan dana berupa dana tunai seperti program bantuan sosial, pemeriksaan yang
teliti terhadap pengelolaan pembayaran dana tunai diperlukan. Dimana bentuk utama
pencairan dana adalah melalui pengadaan publik maka staf pegawai negeri sipil perlu
terlatih dengan baik dalam pengelolaan kontrak yang mengatur aliran dana. Ketiga,
informasi yang lebih baik dibutuhkan untuk meningkatkan pembelanjaan publik.
Diantaranya, peningkatan prosedur untuk monitoring dan evaluasi pembelanjaan publik
selayaknya diperkenalkan. Data yang diperlukan untuk mentargetkan belanja sosial atau
untuk pengelolaan pengadaan publik seringkali tidak memuaskan. Dan karena hanya
relatif sedikit evaluasi kinerja program belanja pemerintah di Indonesia, terdapat
kelemahan lingkaran umpan balik yang dapat menyediakan informasi yang dapat
dipercaya agar para manajer pemerintah dapat mendesain program yang lebih baik.
Pengelolaan
desentralisasi merupakan
pusat dari tata kelola
pemerintahan Indonesia
secara keseluruhan …
Prioritas kebijakan kelima berkaitan dengan pengelolaan desentralisasi. Hal ini juga
merupakan hal yang kini merupakan pusat dari administrasi dan tata kelola pemerintahan
secara keseluruhan di Indonesia. Mengikuti “ledakan besar” desentralisasi diperkenalkan
satu dasawarsa yang lalu, Indonesia telah beranjak dari memiliki sistem pemerintahan
yang sangat terpusat ke sistem yang sangat terdesentralisasi. Dengan tingginya tingkat
kerumitan transformasi tersebut, Indonesia telah mengatasinya dengan sangat baik
karena perubahan politik, administratif dan fiskal yang dialami begitu dramatis. Namun
demikian, seperti yang dicatat dalam RPJM, karena perubahan ini diperkenalkan dalam
jangka waktu yang relatif singkat maka banyak dalam pengaturan hukum dan peraturan
dalam reformasi desentralisasi yang masih tidak jelas.
… maka kajian ulang dari
peraturan perundangan
yang banyak berkaitan
dengan desentralisasi
semakin mendesak dalam
rangka meningkatkan
efektifitas dari
pemerintah di semua
strata.
Disepakati dengan luas bahwa peraturan perundangan yang banyak berkaitan dengan
desentralisasi seharusnya dikaji ulang dengan tujuan untuk memperjelas serangkaian
permasalah penting. Misalnya, terdapat cukup banyak ketidakpastian seputar posisi dan
peran gubernur propinsi: terdapat pdanangan yang berbeda tentang apakah peran utama
para gubernur adalah sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia di tingkat propinsi (yang
mencerminkan pdanangan sentralis tentang peran mereka) atau mewakili kepentingan
propinsi di tingkat pusat (yang mencerminkan pdanangan desentralis tentang peran
mereka). Begitupula, terdapat banyak hal yang tidak pasti sehubungan dengan
pembagian wewenang antara strata propinsi dan kabupaten/kota pemerintah. Selain itu,
pengaturan hukum dan administratif berkaitan dengan prosedur anggaran di tingkat
propinsi dan kabupaten/kotamadya perlu lebih didefinisikan. Pemerintahan di kedua strata
tersebut tetap sangat tergantung pada transfer fiskal dari pemerintah pusat meskipun,
secara prinsip, rangkaian fungsi yang luas telah dipindahkan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah propinsi dan kabupaten/kota. Dalam rangka meningkatkan koordinasi
dan efektifitas seluruh strata pemerintahan di seluruh Indonesia, klarifikasi akan
ketidakpastian tersebut dan hal-hal lain yang berdampak pada pengaturan desentralisasi
di Indonesia semakin mendesak untuk dilakukan.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
60
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Reformasi ini akan
mendukung percepatan
pertumbuhan,
memunculkan
kemungkinan bahwa
Indonesia akan beranjak
menuju jalur
pertumbuhan tinggi
dalam kisaran 8-9 persen
menjelang pertengahan
dasawarsa mendatang
Menjaga Momentum
Memandanng ke depan,prospek untuk percepatan pertumbuhan di Indonesia selama
periode RPJM menjanjikan. Faktanya, target yang ditetapkan dalam RPJM yaitu
mencapai tingkat pertumbuhan di atas 7 persen per tahun pada akhir periode
perencanaan bahkan mungkin mengecilkan potensi untuk pertumbuhan. Untuk pertama
kalinya sejak krisis ekonomi pada tahun 1997-98, kini waktunya untuk pembuat kebijakan
mulai mempertimbangkan apakah tingkat pertumbuhan yang mampu bertahan di atas 8
persen per tahun dapat dicapai di Indonesia. Tentunya beberapa hambatan utama pada
pertumbuhan yang dicatat sebelumnya dalam paparan informasi ini perlu disikapi agar
Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan ke kisaran 8-9 persen. Namun apabila
pemerintah dapat membangun pada dasar keberhasilan dalam beberapa tahun terakhir
ini, jalur pertumbuhan tinggi untuk Indonesia nampaknya semakin dalam jangkauan.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
61
A P P E N DIX : S E K IL A S T E N T A N G IN DIK A T O R K U N C I P E R E K O N O MI
IN DO N E S I A
G rafik 1: P ertumbuhan P DB terus melaju
G rafik 2: K ontribus i terhadap P DB (s is i pengeluaran)
(persen pertumbuhan)
(triwulan-ke-triwulan, seasonally adjusted)
Percentage pont
4
Percentage point
Exports
Q3
4
GDP
Q4
2
2
Investment
Priv.
cons.
0
0
Govt. Cons.
-2
-2
Discrepency
(incl. stocks)
Imports
-4
-4
Sumber: BPS, Bank Dunia seasonal adjustment
Sumber: BPS via CEIC, Bank Dunia seasonal adjustment
G rafik 3: K ontribus i terhadap P DB (s is i produks i)
G rafik 4: P enjualan motor dan mobil
(Triwulan-ke-triwulan, seasonally adjusted)
(level)
Percentage point
Percentage point
1.0
Q3
800
0.8
600
Q4
0.8
Mining
and cons
1.0
'000 80
Motor cycles
(LHS)
60
Retail trade
0.6
0.6
Agric.
'000
400
40
Manufacturing
0.4
comm. and
transport
0.4
Other
0.2
Motor vehicles
(RHS)
200
20
0.2
0
0.0
0.0
0
Feb-06
Feb-07
Feb-08
Sumber: BPS via CEIC Bank Dunia seasonal adjustment
Sumber: CEIC
G rafik 5: Indikator K ons ums i
G rafik 6: Arus perdagangan riil
(indeks)
(pertumbuhan kurtal-ke-triwulan)
120
100
Index
Index
BI Retail
sales
(RHS)
230
10
Per cent
Feb-10
Per cent
10
Exports
BI Consumer
Survey Index
(LHS)
80
Feb-09
190
0
150
-10
0
-10
Imports
60
Feb-06
110
Feb-07
Sumber: BI via CEIC
Feb-08
Feb-09
Feb-10
-20
Dec-05
-20
Dec-06
Dec-07
Dec-08
Dec-09
Sumber: BPS via CEIC
62
Indones ia E c onomic Q uarterly
Building momentum
G rafik 7: Nerac a P embayaran
G rafik 8: Nerac a perdagangan
(Milyar USD)
(Milyar USD)
6
USD bn
USD bn
Balance
6
USD bn
6
USD bn
Exports (RHS)
CA
3
15
4
10
2
5
0
0
-2
-5
3
0
0
Errors
-3
-3
-4
F&CA
-6
-6
Dec-06
Dec-07
Dec-08
Dec-09
Trade
Balance (LHS)
-10
Imports
(RHS)
-6
-15
Jan-07
Jan-08
Jan-09
Jan-10
Sumber: BPS dan Bank Dunia
Sumber: BPS dan Bank Dunia
G rafik 9: C adangan devis a as ing
G rafik 10: Terms of trade dan harga implis it eks por dan
impor, triwulanan
(Milyar USD)
(Milyar USD)
80
USD bn
USD bn
70
80
220
70
180
Index
Index
220
180
Reserves
Import Prices
60
60
140
50
50
100
40
40
60
140
Export Prices
100
Terms of Trade
Jan-07
Jan-08
Jan-09
Jan-10
60
Dec-00
Dec-03
Dec-06
Sumber: BPS
Sumber: BPS dan Bank Dunia
G rafik 11: Inflas i
G rafik 12: Inflas i diantara negara tetangga
(bulan-ke-bulan dan tahun-ke-tahun)
4
3
Per cent
Dec-09
(tahun-ke-tahun, Maret 2010)
Per cent
Inflation YoY
(RHS)
China*
12
Core Inflation
(RHS)
Per cent
Per cent
16
2
8
1
4
Phillipines*
Thailand*
Indonesia
0
0
-1
Mar-07
Inflation MoM
(LHS)
Mar-08
Korea*
Malaysia*
Japan*
-4
Mar-09
Mar-10
Sumber: BI dan BPS
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
-2
0
2
4
6
*Poin data terbaru adalah Februari
Sumber: National statistical agencies via CEIC dan BPS
March 2010
63
Indones ia E c onomic Q uarterly
Building momentum
G rafik 13: Inflas i, harga makanan, dan inflas i menggunakan
G rafik 14: K emis kinan dan tingkat pengangguran
poverty bas ket
(data poin tahunan)
(tahun-ke-tahun)
Per cent
25
Per cent
25
12
20
9
Per cent
Unemployment rate
(LHS)
Food inflation
20
Poverty
Basket
Inflation
15
18
6
5
Headline
Inflation
0
0
Mar 08
Mar 09
Mar 10
3
6
0
0
1999
2001
2003
2005
2007
2009
Sumber: BPS, Bank Dunia seasonal adjustment
Sumber: BPS, Sakernas dan Bank Dunia
G rafik 15: Indeks pas ar modal regional
G rafik 16: B road Dollar Indeks dan R upiah s pot
(harian, indeks)
(harian, indeks dan level)
115
Index Jan08=100
Index Jan08=100
SET
100
IDR per USD
55
55
100
9500
Dollar Index
(LHS)
10500
90
Shanghai
11500
40
BSE
25
25
Sep-08
Jun-09
IDR Appreciation
80
Jan-08
Mar-10
Sep-08
Jun-09
12500
Mar-10
Sumber: Bank Dunia dan CEIC
Sumber: Bank Dunia dan CEIC
G rafik 17: B ond yield 5-tahunan mata uang rupiah
G rafik 18: S overeign US D B ond E MB I S preads
(harian, persen)
(harian, basis poin)
24
Per cent
Per cent
24
1200
Basis points
1000
18
18
800
Indonesia
12
12
600
Philippines
6
0
Thailand
Sep-08
Malaysia
0
Jun-09
Basis Points
Indonesian EMBI
USD Bond Spreads
(LHS)
400
300
200
Indo Spreads Less
Global EMBI Average
(RHS)
100
400
0
200
-100
6
United States
Jan-08
8500
IDR/USD
(RHS)
85
70
Jan-08
Index
110
SGX
70
40
120
100
JCI
85
115
12
Poverty Rate
(RHS)
10
Mar 07
24
15
10
5
Per cent
Feb-10
Sumber: Bank Dunia dan CEIC
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
0
Jan-05
-200
Apr-06
Jul-07
Oct-08
Feb-10
Sumber: Bank Dunia dan CEIC
March 2010
64
Indones ia E c onomic Q uarterly
Building momentum
G rafik 19: P injaman bank komers ial Internas ional
G rafik 20: Indikator s ec tor
(bulanan, indeks)
(bulanan, persen)
250
Index Jan06=100
Index Jan06=100
India
210
250
100
210
80
Indonesia
170
Percent
Percent
Loan to Deposit Ratio
(LHS)
60
Singapore
40
Thailand
USA
130
130
20
90
Jan-06
Philippines
Malaysia
Jan-07
Jan-08
Jan-09
90
8
Non-Performing Loans
(RHS)
170
2
Capital Adequacy Ratio
(LHS)
0
Jan-06
Sumber: Bank Dunia dan CEIC
6
4
Return on Assets Ratio
(RHS)
0
Jan-10
10
Oct-06
Jul-07
May-08
Feb-09
Dec-09
Sumber: Bank Dunia dan BI
G rafik 21: Angka anggaran, realis as i dan es timas i
(trilyun rupiah)
2008
2009
2010
Actual
Actual (prelim.)
Budget
2010
Proposed revised
Budget
2010 (p)
WB estimate
A. State revenues and grants
1. Tax revenues
o/w natural resources
- Oil & gas
- Non oil & gas
2. Non tax receipts
o/w natural resources
i. Oil and gas
ii. Non oil and gas
981.6
658.7
327.5
77.0
250.5
320.6
224.5
211.6
12.8
868.9
641.4
317.6
50.0
267.6
226.4
137.9
125.7
12.2
949.7
742.7
350.9
47.0
303.9
205.4
132.0
120.5
11.5
974.8
733.2
356.0
54.7
301.4
239.9
160.5
149.0
11.5
1,002.4
757.4
381.8
62.6
319.2
245.1
166.5
153.5
13.0
B. Expenditures
1. Central government
2. Transfers to the regions
985.7
693.4
292.4
0.0
956.4
647.8
308.6
0.0
1,047.7
725.2
322.4
0.0
1,104.6
770.4
334.3
1,085.5
752.3
333.1
C. Primary Balance
84.3
0
0
6.4
0
0
(98.0)
0
0
(17.4)
23.8
00
0
0
D. SURPLUS / DEFICIT
Deficit (per cent of GDP)
(4.1)
(0.1)
(87.4)
(1.6)
(98.0)
(1.6)
(129.8)
(2.1)
(83.0)
(1.3)
Sumber: Estimasi Departemen Keuangan dan Bank Dunia
G rafik 22: Nerac a pembayaran
(milyar USD)
2009
2007
Balance of Paym ents
Per cent of GDP
12.7
2.9
Current Account
Per cent of GDP
Trade Balance
2008
2009
Q1
4.0
3.5
Q2
1.1
0.8
Q3
Q4
3.5
2.4
4.0
2.6
-1.9
-0.4
12.5
2.3
10.5
.1
10.6
2.5
2.5
2.2
3.4
2.4
0.0
1.9
2.2
1.9
1.5
2.2
20.9
9.9
21.0
4.1
5.1
5.0
6.9
-10.4
-9.8
-10.5
-1.6
-2.6
-2.8
-3.4
Capital & Financial Accounts
Per cent of GDP
Direct Investment
Portfolio Investment
Other Investment
3.6
0.8
2.3
5.6
-4.8
-1.9
-0.4
3.4
1.7
-7.3
3.7
0.7
2.3
10.1
-8.8
1.5
1.3
.5
1.9
-.8
-1.8
-1.3
.4
2.0
-4.1
2.5
1.7
.5
3.0
-1.0
1.4
0.9
1.0
3.3
-2.9
Errors & Om m issions
-1.4
-.2
-1.7
-.1
.3
-1.1
-.9
Foreign Reserves*
56.9
51.6
66.1
54.8
Net Inome & Current Transfers
57.6 62.3 66.1
Sumber: Estimasi Departemen Keuangan dan Bank Dunia
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
March 2010
65
Investing in Indonesia’s Institutions
for Inclusive and Sustainable Development
Download