Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pembangunan di

advertisement
67534
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Pengelolaan Keuangan Daerah
dan Pembangunan
di Bumi Nyiur Melambai
KANTOR BANK DUNIA JAKARTA
Gedung Bursa Efek Indonesia Menara II Lt. 12-13
Jln. Jenderal Sudirman, Kav. 52-53
Jakarta – 12190
Telp. (+6221) 5299 3000
Fax. (+6221) 5299 3111
Dicetak pada Bulan Agustus 2011
Foto Sampul: Hak Cipta © Bastian Zaini: Latar Belakang, Pojok kanan, Pojok kiri. Hak Cipta © Guntur Sutiyono: Foto tengah.
Foto Dalam: Hak Cipta © Bastian Zaini: Bab 1, Bab 2, Bab 3, Bab 4. Hak Cipta © Guntur Sutiyono: Rangkuman Eksekutif, Bab 6, Lampiran,
Halaman antar Bab. Hak Cipta © Indira Maulani Hapsari: Bab 5.
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011. Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pembangunan di Bumi Nyiur Melambai
merupakan kerjasama tim peneliti Universitas Sam Ratulangi, Pemerintah Daerah Sulawesi Utara, dan staf Bank Dunia. Temuan,
interpretasi, dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Dewan Eksekutif Bank Dunia maupun pemerintah yang
mereka wakili.
Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang terdapat dalam laporan ini. Batasan, warna, angka, dan informasi lain yang tercantum
pada setiap peta dalam laporan ini tidak mencerminkan penilaian Bank Dunia tentang status hukum suatu wilayah atau merupakan
bentuk pengakuan dan penerimaan atas batasan tersebut.
Untuk pertanyaan lebih lanjut tentang laporan ini, silakan hubungi Bastian Zaini (bzaini@worldbank.org).
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Pengelolaan Keuangan Daerah
dan Pembangunan
di Bumi Nyiur Melambai
Ucapan Terima Kasih
Laporan ini disusun atas kerja sama antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Fakultas Ekonomi Universitas
Sam Ratulangi, pemerintah Kanada lewat CIDA, dan Bank Dunia. Terima kasih kepada tim peneliti yang
dikepalai oleh Veckie Masinambow, beranggotakan Vekie Rumate, Agus Tony Poputra, Lendy Siar, Margaretha
Bolang, Richard Tumilaar, Caroline Pakasi, Magdalena Wullur, Victor Lengkong, Bobby Hamenda, Patrick
Wauran, dan Bode Lumanauw.Tim data FE Unsrat yang dikoordinasi oleh Bobby Hamenda, beranggotakan
Raymond Dirks, Feyne Kairupan, Meiggy Irooth, dan Gita Randang, telah membantu menyiapkan data
fiskal untuk kebutuhan penulisan. Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi (FE UNSRAT) di bawah
koordinasi Bapak David Paul E. Saerang dibantu saudara Joy Elly Tulung telah mengelola administrasi dan
pelaporan. Tim Bank Dunia dipimpin oleh Guntur Sutiyono dan Bastian Zaini, dibantu oleh Erryl Davy, Ihsan
Haerudin, Indira Maulani Hapsari, Chandra Sugarda, Magda Galingging, dan Adrianus Hendrawan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada anggota Project Management Committee (PMC) yang secara
aktif berpartisipasi memberi masukan selama proses pembuatan laporan, dinas-dinas dan pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara yang berkontribusi dalam pengumpulan data. Secara khusus,
tim menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas kerja keras dan dukungan yang
diberikan oleh Kepala BAPPEDA Provinsi Sulawesi Utara sebagai Ketua PMC, Bapak Noldy Tuerah dan Bapak
Lucky Longdong, Kepala Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara sebagai sekretaris PMC, Bapak Praseno
Hadi, serta Bapak Charles Kepel dari Pokja Forum Kawasan Timur Indonesia.
Proses pembuatan laporan ini diarahkan oleh Daan Pattinasarany dan Amin Subekti. Terima kasih kepada
Wolfgang Fengler, Bill Wallace, Soekarno Wirokartono, Cut Dian Rahmi, Ahya Ihsan, Elaine A. Tinsley, serta
rekan-rekan dari World Bank dan CIDA atas saran dan masukannya. Terima kasih juga kami berikan kepada
Sarah Sagitta Harmoun dan Sandra Buana Sari atas dukungan logistiknya. Tak lupa apresiasi kami sampaikan
untuk Caroline Tupamahu dan Yayasan BaKTI yang memfasilitasi PEACH di Sulawesi Utara. ii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Kata Pengantar
Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi termaju di Kawasan Timur Indonesia. Banyak
perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Saat ini Provinsi Sulawesi Utara
memiliki angka Indeks Pembangunan Manusia kedua tertinggi di Indonesia dengan angka kemiskinan
yang rendah dibanding dengan provinsi-provinsi lain. Dalam sepuluh tahun terakhir PDRB riil per kapita
meningkat dua kali lipat dan belanja Pemerintah Daerah meningkat dengan signifikan.
Namun demikian, masih ditemukan berbagai tantangan pembangunan yang harus diatasi serta berbagai
peluang/potensi yang dapat dimanfaatkan. Walaupun secara umum Pengelolaan Keuangan Daerah
memiliki kinerja yang cukup baik, namun masih terlihat adanya kesenjangan kinerja dan kapasitas baik
antara satuan kerja di dalam pemerintah daerah maupun antara pemerintah daerah di Sulawesi Utara.
Dengan ketersediaan sumber daya fiskal yang terus meningkat, pemerintah daerah di Sulawesi Utara
harus memastikan bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan-evaluasi anggaran sesuai dengan
karakteristik, kebutuhan, dan arah pembangunannya.
Dalam rangka mengatasi tantangan, memanfaatkan peluang, serta meningkatkan kinerja pembangunan
tersebut, Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara, khususnya Pemerintah Provinsi perlu berupaya lebih keras
dalam memanfaatkan sumber daya fiskal yang dimilikinya. Upaya dalam memperjelas visi, misi, indikator
dan target pembangunan perlu dilakukan dan diiringi dengan upaya yang lebih keras untuk menyusun
anggaran yang lebih terarah, serta merumuskan program dan kegiatan yang lebih berkualitas dan konsisten
dengan target yang dicanangkan.
Laporan ini merupakan sebuah upaya untuk membantu Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara
dalam meningkatkan kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah, meningkatkan kualitas perencanaan dan
penganggaran, dan pada akhirnya berkontribusi dalam kinerja pembangunannya. Laporan ini merupakan
hasil kerjasama yang erat antara Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara, Fakultas Ekonomi Universitas
Sam Ratulangi, serta dukungan dari CIDA, AusAID, dan Bank Dunia. BAPPEDA Provinsi Sulawesi Utara
berperan penting dalam memfasilitasi seluruh proses pembuatan laporan ini.
Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara,
Pemerintah Daerah lainnya, dan Pemerintah Pusat sebagai alat acuan untuk upaya meningkatkan kinerja
Pengelolaan Keuangan Daerah serta proses pembangunan daerah. Akhirnya, kami berharap laporan ini
dapat berkontribusi kepada pengelolaan keuangan daerah dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik
dan efektif.
S.H. Sarundajang
Gubernur Provinsi Sulawesi Utara
Stefan G. Koeberle
Kepala Perwakilan Bank Dunia Indonesia
iii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Isi
Ucapan Terima Kasih
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Istilah
Ringkasan Eksekutif
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Sekilas Provinsi Sulawesi Utara
1.2 Kondisi Demografi, Tenaga Kerja, dan Kemiskinan
1.3 Perekonomian Sulawesi Utara
1.4 Keunggulan Kompetitif Sulawesi Utara di Kawasan Timur Indonesia
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
2.1 Pendahuluan
2.2 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah
2.3 Perencanaan dan Penganggaran
2.4 Pengelolaan Kas, Pengadaan, Pengelolaan Aset, serta Hutang dan Investasi Daerah
2.5 Akuntansi dan Pelaporan, Internal Audit, serta Audit dan Pengawasan Eksternal
2.6 Rekomendasi
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
3.1 Pendapatan Daerah Sulawesi Utara
3.1.1 Gambaran Umum Pendapatan Daerah Sulawesi Utara
3.1.2 Pendapatan Asli Daerah
3.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU)
3.1.4 Dana Alokasi Khusus (DAK)
3.1.5 Dana Bagi Hasil (DBH)
3.2 Pembiayaan
3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab 4 Belanja Daerah
4.1 Gambaran Umum Belanja Daerah
4.2 Belanja Menurut Klasifikasi Ekonomi
4.3 Belanja Menurut Sektor
4.4 Hubungan Belanja dan Gender
4.5 Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab 5 Analisis Sektor Strategis
5.1 Sektor Kesehatan
5.1.1 Analisis Belanja Sektor Kesehatan
5.1.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Kesehatan
5.1.3 Analisis Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara
5.1.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan
iv
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
ii
iii
iv
xi
1
9
10
13
17
21
23
24
25
26
28
30
31
33
34
34
37
40
41
42
43
44
45
46
48
50
53
56
57
58
58
60
61
64
Daftar Isi
5.1.5 Kesimpulan dan Rekomendasi
65
5.2 Sektor Pendidikan
65
5.2.1 Belanja Pendidikan
65
5.2.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Pendidikan
67
5.2.3 Analisa kabupaten/kota di Sulawesi Utara
70
5.2.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Pendidikan
72
5.2.5 Kesimpulan dan Rekomendasi
72
5.3 Sektor Infrastruktur
73
5.3.1 Belanja Infrastruktur
73
5.3.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Infrastruktur
74
5.3.3 Analisa kabupaten/kota di Sulawesi Utara
77
5.3.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Infrastruktur
79
5.3.5 Kesimpulan dan Rekomendasi
79
5.4 Sektor Pertanian dan Perkebunan
80
5.4.1 Belanja Sektor Pertanian dan Perkebunan
80
5.4.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Pertanian dan Perkebunan
81
5.4.3 Kesimpulan dan Rekomendasi
83
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Pintu Gerbang Indonesia menuju Asia Timur
dan Pasifik
85
6.1 Potensi yang Dimiliki Sulawesi Utara
86
6.1.1 Geografi dan Aksesibilitas
86
6.1.2 Produk Jasa dan Perkebunan
87
6.1.3 Kualitas Sumber Daya Manusia
89
6.2 Aspek Gender dalam Pembangunan di Sulawesi Utara
90
6.3 Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Sulawesi Utara di Masa Datang 93
Daftar Pustaka
95
Lampiran
97
Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Belanja Pemerintah Sulawesi Utara?
98
Lampiran B. Catatan Metodologi
99
Lampiran C. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi
101
Lampiran D. Budget Master Table
106
Lampiran E. Indikator-indikator Gender
114
Lampiran F. Tabel SWOT Sulawesi Utara sebagai Pusat Pertumbuhan di Kawasan Timur Indonesia 117
v
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Isi
Daftar Gambar
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gambar 1.3
Sulawesi Utara berkembang seiring dengan perkembangan provinsi-provinsi lain
2
Seperti provinsi lain di Indonesia, masih ada ketimpangan yang terjadi di Sulawesi Utara 3
Provinsi Sulawesi Utara memiliki lokasi yang strategis
10
Sulawesi Utara berkembang seiring dengan perkembangan provinsi-provinsi lain
11
Hampir seluruh Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara mengalami penurunan angka
kemiskinan dalam kurun waktu 2005-2009
12
Gambar 1.4
Seperti provinsi lain di Indonesia, masih ada ketimpangan yang terjadi di Sulawesi Utara12
Gambar 1.5 Walaupun tingkat pengangguran menurun, namun masih relatif tinggi
15
Gambar 1.6 Kemiskinan di Sulawesi Utara tergolong yang paling rendah dibandingkan
Provinsi lain di Indonesia
16
Gambar 1.7 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara terus meningkat
17
Gambar 1.8 Sektor pertanian masih merupakan kontributor terbesar terhadap perekonomian
Sulawesi Utara
18
Gambar 1.9 PDRB riil per kapita Sulawesi Utara masih yang tertinggi dibanding dengan provinsi
lain di Sulawesi
18
Gambar 1.10 Sub-sektor bangunan, perdagangan besar dan kecil, serta pengangkutan
memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB dan pertumbuhan
19
Gambar 1.11 Sejak tahun 2005, Sulawesi Utara telah berusaha mengejar ketertinggalan
tingkat pertumbuhan dengan provinsi-provinsi lain di Sulawesi
20
Gambar 1.12 Tingkat harga di Manado cenderung lebih rendah dibandingkan dengan harga
di kota besar lainnya di Sulawesi
20
Gambar 2.1 Skor PKD Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara
24
Gambar 2.2 Kinerja Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara dalam Bidang Peraturan
Perundangan Daerah
26
Gambar 2.3 Kinerja Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara dalam Bidang Perencanaan
dan Penganggaran
27
Gambar 2.4 Kinerja Daerah dalam Empat Bidang Terkait Pelaksanaan Anggaran
30
Gambar 3.1 Perbandingan Pendapatan Perkapita Daerah per Provinsi di Indonesia tahun 2009
34
Gambar 3.2 Perkembangan Pendapatan Daerah Riil, 2005-2009
34
Gambar 3.3 Komposisi Pendapatan Daerah Sulawesi Utara 2005-2009
35
Gambar 3.4 Perbedaan Komposisi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
Sulawesi Utara tahun 2008
35
Gambar 3.5 Komposisi Pendapatan Per Kapita Daerah Sulawesi Utara per Kabupaten/Kota
tahun 2009
37
Gambar 3.6 Perkembangan Komposisi Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Utara 2005-2009
37
Gambar 3.7 Perbandingan Komposisi Pendapatan Asli Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
Sulawesi Utara tahun 2009
38
Gambar 3.8 Perbandingan PAD per kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara tahun 2009
39
Gambar 3.9 Perbandingan PAD per kapita antara Daerah yang mengalami Pemekaran
dan Non-Pemekaran
40
vi
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Isi
Gambar 3.10
Gambar 3.11
Gambar 3.12
Gambar 3.13
Gambar 3.14
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Gambar 5.4
Gambar 5.5
Gambar 5.6
Gambar 5.7
Gambar 5.8
Gambar 5.9
Gambar 5.10
Gambar 5.11
Gambar 5.12
Gambar 5.13
Gambar 5.14
Gambar 5.15
Gambar 5.16
Gambar 5.17
Gambar 5.18
Perkembangan DAU Sulawesi Utara selama 2005-2010 berdasarkan Level Pemerintahan
Perkembangan DAU Per Kapita Kabupaten/kota selama 2005-2009
Perkembangan DAK Provinsi dan Kabupaten/Kota 2005-2009
Perkembangan Total DBH Sulawesi Utara periode 2005-2009
Surplus dan defisit anggaran di Provinsi Sulawesi Utara
Perkembangan Belanja Daerah Sulawesi Utara (termasuk Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan) tahun 2005-2009
Belanja Riil Perkapita Provinsi di Indonesia tahun 2009
Belanja Per kapita Kabupaten/kota di Sulawesi Utara tahun 2009
Belanja Perkapita Kabupaten Hasil Pemekaran dan Non Pemekaran tahun 2009
Perkembangan Belanja Daerah Sulawesi Utara berdasarkan Klasifikasi Ekonomi,
tahun 2005-2009
Porsi Belanja Klasifikasi Ekonomi di Tingkat Provinsi dan Kabupaten kota,
tahun 2005-2009
Belanja Konsolidasi Provinsi+Kabupaten/Kota Berdasarkan Sektor, 2005-2009
Kategori Anggaran Responsif Gender (Sharp and Budlender, 1985)
Belanja kesehatan Sulawesi Utara cenderung meningkat, ketergantungan terhadap
transfer pusat juga berkurang
Jumlah dan komposisi belanja modal meningkat pesat.
Mayoritas belanja provinsi dialokasikan untuk pegawai, sementara di kabupaten
untuk belanja modal.
Jumlah masyarakat Sulawesi Utara yang menggunakan fasilitas kesehatan publik
merupakan yang terendah di Sulawesi
Proporsi masyarakat berpendapatan rendah yang memilih pengobatan modern
lebih besar dari proporsi yang memilih pengobatan lain
Kabupaten kepulauan memiliki belanja kesehatan per kapita terbesar
Kabupaten kepulauan memiliki angka keluhan sakit terendah di Sulawesi Utara
Akses ke fasilitas kesehatan gratis dan rasio tenaga kesehatan tidak menunjukkan
pola yang serupa
Cakupan kelahiran yang dibantu tenaga medis di wilayah perkotaan lebih baik
Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan kesehatan pemerintah
Belanja pendidikan Sulawesi Utara secara stabil meningkat dengan proporsi di atas
20 persen dari total belanja
Belanja pegawai sektor pendidikan di Sulawesi Utara sangat tinggi
Pembagian peran antara provinsi dan kabupaten/kota dalam urusan pendidikan
tercermin dari komposisi belanjanya
Perkembangan angka melek huruf di Sulawesi 2003-2009
Angka melek huruf berdasarkan kelompok umur di Sulawesi
Angka partisipasi murni setiap jenjang pendidikan di Sulawesi Utara
Angka melek huruf perempuan untuk berbagai kelompok umur di Sulawesi
Angka partisipasi murni perempuan di Sulawesi
40
41
42
43
43
46
47
47
48
49
49
50
54
58
59
59
60
61
62
62
63
64
64
66
66
67
68
68
69
69
70
vii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Isi
Gambar 5.19 Seperti halnya belanja kesehatan, belanja pendidikan di Sulawesi Utara didominasi
oleh kabupaten kepulauan
70
Gambar 5.20 Angka partisipasi murni kabupaten/kota di Sulawesi Utara
71
Gambar 5.21 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan pendidikan di Sulawesi Utara
72
Gambar 5.22 Belanja infrastruktur di Sulawesi Utara meningkat empat kali lipat selama 5 tahun,
terutama didorong belanja kabupaten/kota
73
Gambar 5.23 Komposisi belanja pegawai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota menurun
74
Gambar 5.24 Capaian indikator infrastruktur dasar di Sulawesi
74
Gambar 5.25 Perbandingan akses air bersih dan sanitas di Sulawesi berdasarkan kelompok
pendapatan
75
Gambar 5.26 Arus barang di pelabuhan utama Sulawesi Utara meningkat sementara arus
penumpang cenderung fluktuatif
76
Gambar 5.27 Belanja infrastruktur terbesar terdapat di kabupaten yang baru terbentuk
77
Gambar 5.28 Masih terdapat kesenjangan cakupan infrastruktur dasar antara kota dan
kabupaten di Sulawesi Utara
78
Gambar 5.29 Sebagian masyarakat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memiliki akses ke sanitasi78
Gambar 5.30 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan infrastruktur di Sulawesi Utara
79
Gambar 5.31 Separuh dari belanja pertanian di Sulawesi Utara bersumber dari transfer pusat
80
Gambar 5.32 Belanja pegawai di tingkat kabupaten/kota menurun yang diikuti peningkatan
belanja modal
81
Gambar 5.33 Belanja pertanian tertinggi justru berada di wilayah perkotaan
83
Gambar 6.1 Kontribusi sektor jasa di Sulawesi Utara terhadap PDRB meningkat
88
Gambar 6.2 Tingkat hunian hotel dan kontribusi sektor jasa di Sulawesi Utara
(angka konstan tahun 2000)
88
Gambar 6.3 Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 – 2008
90
Gambar 6.4 Jenis Pekerjaan Perempuan per-Provinsi
91
Gambar 6.5 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Indeks Pembangunan
Gender (IPG) di Sulawesi Utara tahun 2005 - 2008
91
Gambar 6.6 Perbandingan IPM dan IPG antara tahun 2005 dan 2008 di Sulawesi
92
Gambar 6.7 Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008
92
viii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Isi
Daftar Tabel
Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 1.3
Tabel 1.4
Tabel 2.1
Penduduk Sulawesi Utara terkonsentrasi di wilayah-wilayah perkotaan
13
Tenaga Kerja Menurut Sektor Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2006 –Februari 2010
14
Pengangguran terbanyak terdapat di Kota Manado
15
Sulawesi Utara memiliki angka IPM yang tertinggi di Kawasan Indonesia Timur
21
Skor Kapasitas PKD antar Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara Berdasarkan Bidang
Strategis. 2010
25
Tabel 2.2 Skor Persepsi Responden terhadap Berbagai Indikator Musrenbang Berdasarkan Tahapan. 28
Tabel 2.3 Hasil Audit BPK Provinsi dan Kabupaten serta Kota di Sulawesi Utara 2007 – 2009
31
Tabel 3.1 Komposisi Pendapatan Fiskal Sulawesi Utara 2005-2009
36
Tabel 4.1 Belanja Pemerintah Provinsi Berdasarkan Sektor (Dalam Rp. Miliar dan Proporsi
terhadap Total Belanja), 2005-2009
51
Tabel 4.2 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota Berdasarkan Sektor (Dalam Rp. Miliar dan Proporsi
terhadap Total Belanja), 2005-2009
52
Tabel 4.3 Anggaran yang Berkaitan dengan Pemberdayaan Perempuan pada APBD Pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara, 2008 – 2009
55
Tabel 5.1 Capaian indikator kesehatan dasar di Sulawesi
60
Tabel 5.2 Tingkat melek huruf di kabupaten/kota di Sulawesi Utara dari berbagai kelompok umur
71
Tabel 5.3 Jumlah penumpang dan barang yang melewati Bandar Udara Sam Ratulangi meningkat 75
Tabel 5.4 Terjadi penambahan proporsi jalan berkualitas baik di Sulawesi Utara
77
Tabel 5.5 Luas lahan panen dan produksi komoditas pertanian di Sulawesi Utara
82
Tabel 5.6 Luas lahan panen dan produksi komoditas perkebunan di Sulawesi Utara
82
Tabel 6.1 Jarak Pelabuhan Laut Bitung dengan beberapa pelabuhan laut internasional di Pasifik
86
Tabel C.1 Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Sulut
101
Tabel C.2 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Penerimaan dan Belanja
102
Tabel C.3 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Sektoral
103
Tabel C.4 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Sulawesi Utara
105
Tabel D.1.1 Pendapatan Berdasarkan Sumber (dalam Juta Rupiah)
106
Tabel D.1.2 Belanja berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (dalam Juta Rupiah)
107
Tabel D.1.3 Belanja berdasarkan Sektor (dalam Juta Rupiah)
108
Tabel D.2.1 Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Sulawesi Utara
(dalam Juta Rupiah)
109
Tabel D.3.1 Pendapatan Riil Perkapita Daerah berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2009
(dalam Rupiah)
110
Tabel D.3.2 Belanja Riil Perkapita Daerah berdasarkan Klasifikasi Ekonomi, per Kabupaten/Kota
tahun 2009 (dalam Rupiah)
111
Tabel D.3.3 Belanja Riil Perkapita Daerah berdasarkan Urusan, per Kabupaten/Kota tahun 2009
(dalam Rupiah)
112
Tabel E.1 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2005 - 2008
114
Tabel E.2 Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008
115
Tabel E.3 Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008
116
ix
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Isi
Tabel F.1
Tabel F.2
Tabel F.3
Tabel F.4
Tabel F.5
Tabel F.6
Opportunities (O) and Strengths (S) – Weaknesses (W)
Opportunities (O) and Strengths (S)
Opportunities (O) and Weaknesses (W)
Threats (T) and Strengths (S) – Weaknesses (W)
Threats (T) and Strengths (S)
Threats (T) and Weaknesses (W)
117
119
121
123
125
126
Daftar Kotak
Kotak 6.1
Kotak 6.2
Kotak 6.3
x
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
87
89
93
Daftar Istilah
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APEC
Asia-Pacific Economic Cooperation
APM
Angka Partisipasi Murni
ASB
Analisis Standar Belanja
ASEAN
Association of South East Asia Nation
Bawasda
Badan Pengawas Daerah
BIMP-EAGA
Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area
BKPRS
Badan Kerja Sama Pembangunan Regional Sulawesi
BLUD
Badan Layanan Umum Daerah
Bolmong
Bolaang Mongondow (kabupaten)
Boltim
Bolaang Mongondow Timur (kabupaten)
Bolmut
Bolaang Mongondow Utara (kabupaten)
Bolsel
Bolaang Mongondow Selatan (kabupaten)
BPK
Badan Pemeriksa Keuangan
BP Kapet
Badan Pengelola Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
BUMD
Badan Usaha Milik Daerah
CTI
Coral Triangle Initiative
DAK
Dana Alokasi Khusus
DAU
Dana Alokasi Umum
DBH
Dana Bagi Hasil
DPA
Dokumen Pelaksanaan Anggaran
DPPKAD
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
IHP
International Hub Port
IDG
Indeks Pemberdayaan Gender
IPG
Indeks Pembangunan Gender
IPM
Indeks Pembangunan Manusia
KEK
Kawasan Ekonomi Khusus
KUA/PPA
Kebijakan Umum Anggaran/Prioritas dan Plafon Anggaran
MICE
Meeting Incentives Convention Event
Minut
Minahasa Utara (kabupaten)
Minsel
Minahasa Selatan (kabupaten)
Mitra
Minahasa Tenggara (kabupaten)
MLO
Main Lane Operator
xi
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Istilah
Musrenbang
Musyawarah Perencanaan Pembangunan
PBJ
Pengadaan Barang dan Jasa
PDB
Produk Domestik Bruto
PDRB
Produk Domestik Regional Bruto
Perda
Peraturan Daerah
Perkada
Peraturan Kepala Daerah
PKD
Pengelolaan Keuangan Daerah
PLTP
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Posyandu
Pos Pelayanan Terpadu
PUG
Pengarus-Utamaan Gender
Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat
Renja
Rencana Kerja
Renstra
Rencana strategis
RKPD
Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RPJMD
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
SB
Standar Biaya
SDKI
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
SiKPA
Selisih Kurang Penggunaan Anggaran
SiLPA
Selisih Lebih Penggunaan Anggaran
Sitaro
Siau Tagulandang Biaro (kabupaten)
SKPD
Satuan Kerja Perangkat Daerah
Susenas
Survey Sosial Ekonomi Nasional
UMP
Upah Minimum Provinsi
WDP
Wajar Dengan Pengecualian
WOC
World Ocean Conference
WTP
Wajar Tanpa Pengecualian
xii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif
Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi termaju di Kawasan Timur Indonesia. Sebagai sebuah
provinsi perbatasan, Sulawesi Utara memiliki lokasi yang strategis sebagai penghubung ke Asia Timur dan
kawasan Maluku serta Papua. Provinsi ini dikaruniai sumber daya alam, khususnya kekayaan alam laut.
Jumlah penduduknya sebesar 2,2 juta jiwa tersebar di kawasan pulau Sulawesi dan kawasan kepulauan di
utara pulau Sulawesi. Dari segi sumber daya manusia, kondisinya relatif lebih baik dibandingkan provinsiprovinsi lain di Kawasan Timur Indonesia.
Sulawesi Utara mengalami perkembangan pesat dalam 10 tahun terakhir. Dalam kurun waktu
tersebut, perekonomian Sulawesi Utara berkembang dua kali lipat dan belanja pemerintah daerah
meningkat hampir sepuluh kali lipat. Peningkatan belanja pemerintah daerah merupakan karakteristik dari
proses desentralisasi fiskal. Pada tahun 2009, walaupun tingkat pendapatan per kapita masih dibawah ratarata provinsi secara nasional, namun tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara lebih kecil dibanding tingkat
kemiskinan nasional. Walaupun hal ini juga dipengaruhi oleh berpisahnya Provinsi Gorontalo – yang dulu
merupakan bagian dari Sulawesi Utara sebagai Kabupaten Gorontalo – peningkatan kinerja ini disebabkan
juga oleh kemajuan-kemajuan yang dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Utara.
PDRB 1999 Per Kapita
PDRB 2008 Per Kapita
Gambar 1 Sulawesi Utara berkembang seiring dengan perkembangan provinsi-provinsi lain
Belanja Pemerintah Daerah per Kapita tahun 1999 (Rp. Juta)
Belanja Pemerintah Daerah per Kapita tahun 2009 (Rp. Juta)
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara
Catatan: Angka kemiskinan (BPS, 2009); PDRB per kapita (BPS, 2008); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementrian Keuangan, 2008)
Sumber daya manusia atau human capital merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki oleh
Sulawesi Utara. Sulawesi Utara memiliki nilai IPM paling tinggi di antara seluruh provinsi yang ada di
kawasan timur Indonesia dan juga menduduki peringkat kedua secara nasional setelah DKI Jakarta. Nilai
IPM provinsi terus mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir di mana pada tahun 2009
tercatat sebesar 75,7. Angka kemiskinan provinsi lebih rendah di bandingkan dengan rata-rata provinsi di
Indonesia dan merupakan yang terendah di Kawasan Timur Indonesia. Tingginya nilai IPM dan rendahnya
angka kemiskinan menunjukkan bahwa pembangunan sosial-ekonomi di Sulawesi Utara relatif lebih baik
dibanding Kawasan Indonesia Timur.
Sulawesi Utara sedang berada dalam transisi ekonomi. Disatu pihak, provinsi ini mengalami pertumbuhan
ekonomi yang terus meningkat secara stabil dengan rata-rata 5,1 persen pertahun dalam delapan tahun
terakhir hingga mencapai 7,9 persen ditahun 2009. Pertumbuhan ini sebagian besar disumbangkan oleh
sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa transportasi dan komunikasi. Disaat yang sama,
sektor pertanian yang merupakan kontributor terbesar terhadap ekonomi dan menyerap tenaga kerja
terbesar justru mengalami pertumbuhan yang rendah dan serapan tenaga kerjanya cenderung menurun.
2
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
Tantangan pembangunan yang dihadapi oleh Sulawesi Utara adalah pembangunan wilayah yang
belum merata. Seperti di provinsi-provinsi lain di Indonesia, pembangunan yang belum merata terlihat di
antara Kab/Kota di Sulawesi Utara. Daerah yang memiliki akses lebih baik terhadap kegiatan perekonomian
berkembang jauh lebih cepat dibandingkan daerah yang terbatas aksesnya. Secara umum, Kab/Kota di
Sulawesi Utara bisa dikelompokkan menjadi Kab/Kota yang memiliki belanja pemerintah daerah per kapita
tinggi dan rendah. Namun demikian, kab/kota dengan belanja per kapita tinggi belum tentu memiliki
kondisi yang lebih baik, hal ini terlihat dari relatif lebih tingginya tingkat kemiskinan pada kab/kota dengan
belanja per kapita tinggi dibanding kab/kota dengan belanja per kapita rendah.
Gambar 2 Seperti provinsi lain di Indonesia, masih ada ketimpangan yang terjadi di Sulawesi Utara
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara
Catatan: Angka kemiskinan Kabupaten Kota ditunjukkan oleh ukuran lingkaran dan angka didalamnya.
Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) secara umum baik, namun masih banyak ditemukan
kesenjangan kinerja dan kapasitas. Kinerja PKD di Sulawesi Utara secara umum berada di atas rata-rata.
Namun masih terlihat ada berbagai aspek yang masih perlu diperbaiki atau ditingkatkan seperti kerangka
peraturan daerah, pengelolaan aset, serta pelaporan. Lebih jauh lagi, perbandingan antara pemerintah
daerah menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan kapasitas yang cukup besar antar daerah pada bidang
perencanaan dan penganggaran.
Pendapatan pemerintah daerah masih belum merata dan masih tergantung kepada pemerintah
pusat. Pendapatan pemerintah daerah Sulawesi Utara terus meningkat, baik secara jumlah maupun dalam
per kapita. Sebagian besar dari pendapatan tersebut merupakan dana perimbangan dari pemerintah pusat.
Seiring dengan terus meningkatnya dana perimbangan dari pemerintah pusat, ketergantungan itu semakin
jelas terlihat. Sebagai daerah yang mengalami transisi dari sektor pertanian ke arah perdagangan dan jasa,
masih banyak potensi-potensi pendapatan yang belum optimal dimanfaatkan. Selain itu, pendapatan per
3
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
kapita pemerintah daerah masih belum merata. Kabupaten kepulauan cenderung memiliki pendapatan
per kapita yang lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah di bagian selatan, khususnya daerah-daerah yang
baru dimekarkan.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas belanja
pemerintah daerah. Walaupun komposisi belanja secara umum mengalami perbaikan dimana porsi
belanja modal terus meningkat, namun komposisi belanja terbesar masih didominasi oleh belanja pegawai.
Porsi belanja untuk sektor-sektor yang strategis juga masih relatif kecil. Belanja pemerintah daerah yang
dialokasikan untuk sektor pertanian, perikanan dan kelautan, serta pariwisata masih dibawah 5 persen
walaupun sektor-sektor tersebut merupakan sumber penghidupan sebagian besar penduduk, khususnya
yang tinggal di kawasan pedesaan.
Kinerja sektor strategis
Secara umum, sektor-sektor strategis (Kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pertanian) memiliki
kinerja yang baik dibandingkan dengan provinsi lain di Kawasan Timur Indonesia. Dalam hal kesehatan
dan pendidikan, kinerja tersebut memang sudah dimiliki sejak dulu. Dampak meningkatnya belanja
pemerintah daerah secara umum belum memberikan hasil yang optimal walaupun ada kecenderungannya
peningkatan kinerja, khususnya dalam hal peningkatan capaian-capaian sektoral.
Kesehatan
Indikator kesehatan di Sulawesi Utara secara garis besar baik. Secara umum dapat dikatakan kondisi
Sulawesi Utara lebih baik dari propinsi tetangganya di Sulawesi dan rata-rata nasional. Ini terlihat dari
berbagai indikator capaian kesehatan. Yang menjadi tantangan bagi sektor kesehatan adalah distribusi
pelayanan diantara Kab/Kota yang memiliki karakteristik berbeda. Untuk daerah perkotaan output dan
capaian relatif merata, tetapi di kabupaten yang lebih luas wilayahnya terutama kabupaten kepulauan,
capaian sektor kesehatan beragam. Untuk kabupaten kepulauan, akses terhadap tenaga kesehatan
seringkali terkendala faktor transportasi dan geografi.
Belanja pemerintah daerah untuk kesehatan meningkat walaupun masih rendah porsinya. Secara
riil, belanja kesehatan meningkat dua kali lipat dari tahun 2005-2009. Namun, proporsi belanja kesehatan
terhadap total belanja (Provinsi maupun Kab/Kota) mayoritas masih di bawah 10 persen. Belanja kesehatan di
tingkat Provinsi sebagian besar dialokasikan untuk belanja pegawai. Pada level kabupaten/kota didominasi
oleh belanja pegawai dan belanja modal dengan porsi yang seimbang (49 persen). Belanja kesehatan per
kapita di kabupaten kepulauan lebih tinggi dengan daerah lain di Provinsi Sulawesi Utara.
Pendidikan
Kualitas capaian pendidikan di Sulawesi Utara merupakan yang tertinggi di Indonesia, seperti yang
ditunjukkan oleh indikator-indikator pendidikan seperti angka partisipasi murni sekolah dan tingkat melek
huruf. Capaian indikator pendidikan tersebut juga tersebar relatif merata di tiap kab/kota di Sulawesi
Utara, tidak hanya terfokus di wilayah perkotaan atau ibukota provinsi saja. Peningkatan kualitas capaian
pendidikan cenderung rendah karena capaian yang dimiliki sudah relatif tinggi. Selain itu, ketimpangan
indikator pendidikan di Sulawesi Utara relatif kecil, baik antar kab/kota, dari kelompok usia, maupun jenis
kelamin. Hal ini merupakan salah satu karakteristik provinsi ini yang telah ada sejak dulu.
Belanja sektor pendidikan di Sulawesi Utara meningkat lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun,
dan porsinya rata-rata selalu berada di atas 20 persen. Meski demikian, kenaikan itu juga diikuti oleh
4
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
kenaikan belanja pegawai yang juga mencapai dua kali lipat. Di tingkat kabupaten kota, porsi belanja
pendidikan hampir seluruhnya di atas 20 persen, bahkan di 2 kabupaten mencapai 40 persen. Namun ada
catatan bahwa ketergantungan Sulawesi Utara terhadap belanja pendidikan dari pusat semakin meningkat,
ini ditunjukkan dari meningkatnya dana dekonsentrasi sektor pendidikan setiap tahun.
Infrastruktur
Permasalahan utama infrastruktur adalah akses ketersediaan air bersih. Dari tiga infrastruktur
dasar, cakupan air bersih merupakan yang terendah dibandingkan akses ke sanitasi dan cakupan listrik.
Masih dijumpai ketimpangan antar kabupaten dan antar kelompok pendapatan. Ketimpangan tersebut
dapat dijumpai di beberapa kabupaten seperti yang baru terbentuk seperti Minahasa Tenggara, Bolaang
Mongondow Utara, dan Kepulauan Sitaro.
Selain akses terhadap air bersih, tantangan infrastruktur berikutnya adalah ketersediaan sarana
transportasi bagi daerah-daerah kepulauan. Ketiga kepulauan di Sulawesi Utara yang juga merupakan
daerah terluar memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap angkutan laut, khususnya pelayaran
perintis yang sangat terbatas jumlahnya dan sangat rentan terhadap perubahan cuaca. Walaupun jumlah
penumpang angkutan laut menurun karena pergeseran moda transportasi ke angkutan udara, angkutan
laut tetap masih akan menjadi andalan masyarakat di kepulauan.
Pemerintah daerah menyadari bahwa infrastruktur adalah kebutuhan penting bagi pembangunan
Sulawesi Utara. Hal ini diperlihatkan oleh belanja sektor infrastruktur meningkat empat kali lipat selama
lima tahun terakhir. Selain itu, proporsi belanja pemerintah pusat pada belanja infrastruktur di Sulawesi
Utara juga meningkat dari tahun ke tahun.
Pertanian
Kinerja komoditas di sektor pertanian masih bervariasi. Produksi padi di Sulawesi Utara meningkat
hampir 100 ribu ton (24 persen) dalam waktu 5 tahun. Produksi jagung meningkat lebih tinggi, 161 persen
dalam waktu 5 tahun. Produktifitas lahan jagung meningkat hampir 50 persen sementara produktifitas
lahan padi cenderung stagnan di 4,9 ton per hektar. komoditas perkebunan yang potensial, pala dan kakao
menunjukkan peningkatan produksi antara tahun 2005-2008. Produksi cengkeh cenderung fluktuatif
disebabkan siklus panen raya cengkeh yang tidak terjadi setiap tahun. Walaupun produksi kelapa pada
tahun 2008 meningkat dibanding tahun 2005, trennya menurun sejak tahun 2006.
Peningkatan belanja pertanian belum dimanfaatkan secara optimal. Belanja pertanian di Sulawesi
Utara meningkat lebih dari 2 kali lipat selama kurun waktu 2005-2009, hampir separuhnya berasal dari
dana dekonsentrasi pemerintah pusat. Belanja pertanian mengambil proporsi sebesar 6 persen dari total
belanja pemerintah daerah, dimana separuhnya dialokasikan untuk belanja pegawai. Secara umum, ada
penurunan porsi belanja pegawai yang diikuti oleh peningkatan belanja modal. Namun mayoritas belanja
modal ini diperuntukkan untuk pembangunan gedung-gedung pemerintahan.
Pemberdayaan/Pengarusutamaan Gender
Walaupun angka capaian gender cenderung tinggi, namun itu belum dapat memberikan gambaran
keseluruhan tentang gender di Sulawesi Utara. Indeks Pembangunan Gender dan Indeks Pemberdayaan
Gender provinsi Sulawesi Utara berada diatas provinsi lain di Sulawesi, bahkan diatas rata-rata nasional. Hal
ini seiring dengan kondisi sumber daya manusia Sulawesi Utara yang cenderung lebih baik dibandingkan
dengan provinsi lain di Sulawesi. Wawancara dengan para pihak menunjukkan bahwa ada permasalahan
5
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
perdagangan perempuan dan anak di provinsi ini. Namun data jumlah kasus masih sulit untuk didapat,
karena minimnya kasus yang terdeteksi atau dilaporkan.
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara masih relatif kecil. Walaupun secara umum permasalahan
terkait gender di Sulawesi Utara relatif sedikit, provinsi ini dihadapkan pada permasalahan trafficking. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut dan permasalahan terkait gender lainnya, pemerintah provinsi telah
mengalokasi anggaran. Namun besarnya anggaran tersebut masih terbatas. Perlu ada peningkatan alokasi
belanja yang dapat membantu pengembangan perdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi
Sulawesi Utara sehingga dapat meningkatkan derajat kehidupan kaum perempuan.
Pembangunan Regional
Sulawesi Utara berpeluang untuk memimpin pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Ada
tiga aspek yang memungkinkan Sulawesi Utara untuk berperan lebih besar dalam pembangunan di KTI:
(i) lokasi provinsi Sulawesi Utara yang strategis sebagai penghubung dengan kawasan Asia Pasifik serta
penghubung wilayah Maluku dan Papua dengan kawasan Indonesia lainnya; (ii) perekonomian yang sedang
dalam transisi dari pertanian ke sektor perdagangan dan jasa; serta (iii) kualitas sumber daya manusia yang
lebih kompetitif dibandingkan daerah lain di Kawasan Timur Indonesia.
Namun, peluang-peluang tersebut masih belum optimal dimanfaatkan. Penyebabnya bukan hanya
keterbatasan sumber daya dan kapasitas, namun juga karena masih dibutuhkan perencanaan pembangunan
daerah yang sesuai dengan karakteristik dan kemampuan provinsi. Walaupun memiliki lokasi yang strategis,
perlu dipertimbangkan apakah keunggulan Sulawesi Utara adalah sebagai pusat pertumbuhan atau
sebagai daerah penghubung. Pergeseran kegiatan ekonomi dari pertanian ke perdagangan dan jasa juga
membutuhkan jenis infrastruktur pendukung yang berbeda.
Agenda Pembangunan
Sulawesi Utara memiliki beberapa keunggulan dan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh para
pembuat kebijakan untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada. Keunggulan tersebut berupa potensi
sumber daya manusia, posisi geografis, serta perekonomian yang mulai mengarah pada perdagangan dan
jasa. Sementara itu, pemerintah Daerah di Sulawesi Utara masih menghadapi tiga tantangan pembangunan
yang utama: (i) meningkatkan kualitas PKD dengan fokus pada kapasitas, area yang bermasalah, dan proses
perencanaan dan penganggaran yang lebih efektif; (ii) meningkatkan kualitas anggaran dan pelayanan
publik dengan menggeser fokus lebih ke arah peningkatan kualitas pelayanan serta akses/distribusi; serta
(iii) strategi pembangunan wilayah yang sesuai dengan karakteristik dan kekuatan provinsi.
Peningkatan Kualitas PKD
Pemerintah Provinsi perlu memfasilitasi proses peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan
daerah di Sulawesi Utara. Pemerintah provinsi serta Sangihe, Minahasa, dan Kotamobagu masing-masing
memiliki keunggulan pada satu atau lebih bidang lainnya. Keunggulan tersebut merupakan modal dasar
untuk mendorong proses saling-belajar dalam rangka mempersempit kesenjangan kapasitas antar-daerah
dalam berbagai bidang terkait PKD.
Memperbaiki mekanisme perencanaan dan penganggaran partisipatif (bottom-up) di tingkat
kabupaten/kota. Mekanisme Musrenbang tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten/kota merupakan
6
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
mekanisme yang tersedia untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran.
Namun demikian, kualitas dan efektifitasnya masih perlu ditingkatkan.
Peningkatan kualitas belanja dan pelayanan publik
Memperbaiki komposisi belanja (spending mix) pemerintah daerah. Masih besarnya porsi belanja
pegawai menunjukkan bahwa diperlukannya upaya untuk merasionalisasi jumlah pegawai pemerintah
daerah secara bertahap. Hal ini bisa dilaksanakan dengan: (1) pengurangan jumlah pegawai secara alami
yaitu melakukan penerimaan pegawai dengan jumlah yang lebih kecil dari jumlah pegawai yang pensiun;
(2) melakukan penerimaan pegawai yang berkualitas serta pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan
produktivitas pegawai; dan (3) melakukan realokasi pegawai dari bidang yang kelebihan pegawai ke bagian
yang kekurangan untuk mencegah penerimaan pegawai yang tidak diperlukan.
Memperbaiki kualitas dan akses pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan. Hasil pembangunan
di Sulawesi Utara di kedua sektor tersebut cukup baik, namun beberapa kebijakan masih perlu prioritaskan
seperti : (i) meningkatkan jumlah tenaga kesehatan untuk meningkatkan akses kesehatan penduduk di
daerah kepulauan dan daerah pedalaman Sulawesi Utara; (ii) meningkatkan kualitas hasil pendidikan atau
lulusan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pembangunan Sulawesi Utara (misalnya melalui
revitalisasi pendidikan kejuruan atau pelatihan di bidang pertanian, pariwisata, perdagangan, dan jasa),
Prioritas belanja infrastruktur perlu diarahkan pada peningkatan akses masyarakat miskin terhadap
sanitasi dan penyediaan sarana transportasi bagi daerah kepulauan. Peningkatan belanja sebanyak
empat kali lipat dalam lima tahun terakhir menunjukkan adanya komitmen pemerintah daerah terhadap
pembangunan infrastruktur. Namun demikian, prioritasnya ke depan perlu diarahkan pada upaya : (i)
memperbaiki pelayanan terhadap akses infrastruktur dasar masyarakat berpendapatan rendah, terutama
penyediaan air bersih dan akses sanitasi; (iv) mendukung pelayaran perintis, dikarenakan jalur-jalur ini sulit
diminati pelayaran swasta.
Meningkatkan dan memperbaiki prioritas belanja pertanian. Salah satu isu krusial di bidang pertanian
adalah tingginya resiko gagal panen pada komoditas pertanian seperti padi dan palawija yang rentan
akibat perubahan iklim. Pemerintah daerah di Sulawesi Utara harus menyiapkan program pendampingan
dan penyadaran petani untuk mengadaptasi perubahan iklim tersebut. Belanja modal untuk pembangunan
gedung pemerintahan sepatutnya sudah dikurangi untuk memberi porsi yang lebih besar bagi belanja
program-program pendampingan dan penyuluhan pertanian yang dapat berdampak langsung pada
kinerja sektoral.
Memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan serta sistem pengumpulan data korban kekerasan.
Perhatian masyarakat terhadap fenomena kekerasan terhadap perempuan di Sulawesi Utara sangat tinggi,
namun belum disertai sistem pencatatan dan pendataan mengenai korban kekerasan, terutama di Biro
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (bekerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan).
Diperlukan upaya lebih serius untuk memperbaiki sistem pelaporan, pencatatan, dan pendataan agar
dapat mempermudah akses para pengguna data dan informasi secara cepat, akurat, dan periodik, untuk
penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan dan anak.
7
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Ringkasan Eksekutif
Strategi Pembangunan wilayah yang sesuai dengan karakteristik dan kekuatan provinsi
Sulawesi Utara
Meningkatkan belanja pemerintah daerah yang berkaitan langsung dengan pembangunan
ekonomi daerah. Belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk sektor-sektor unggulan Sulawesi
Utara sangat kecil. Sektor pertanian hanya dialokasikan dana sekitar 3 persen, pariwisata sekitar 0,5 persen,
serta perikanan dan kelautan sekitar 1 persen. Oleh sebab itu, perlu dilakukan program-program yang
tepat dan efisien, termasuk pembangunan ketrampilan dan etos kerja pekerja di sektor-sektor tersebut,
yang dibiayai secara memadai agar sektor-sektor unggulan tersebut dapat mempercepat pencapaian
kesejahteraan masyarakat. Kebijakan tersebut juga harus diselaraskan dengan kebijakan industri pertanian
untuk menambah nilai tambah produk perkebunan Sulawesi Utara.
Strategi pembangunan wilayah harus sesuai dengan keunggulan kompetitif daerah. Karena lokasinya
yang strategis, strategi pembangunan wilayah sebaiknya berfokus pada peran provinsi Sulawesi sebagai
daerah penghubung yang menjadi pintu masuk dan keluar arus barang dan jasa dari dan ke Kawasan Timur
Indonesia, khususnya wilayah Maluku dan Papua, dan ke wilayah Asia Pasifik.
Diperlukannya kajian mendalam tentang potensi sumber daya alam dan potensi pajak dan retribusi
di Sulawesi Utara. Dalam kajian tersebut harus dipertimbangkan aspek konektifitas, yaitu hubungan
wilayah antara Sulawesi Utara sebagai sebuah provinsi; Sulawesi Utara sebagai bagian dari Sulawesi; dan
Sulawesi Utara sebagai bagian dari Kawasan Timur Indonesia dengan kawasan lain di Indonesia.
8
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1
Pendahuluan
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Sekilas Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi awal yang mengalami Pemekaran. Pada awalnya
Provinsi Sulawesi Utara terbentuk melalui Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 1964 dengan Manado
sebagai ibukotanya. Hingga awal tahun 2000, wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari lima
kabupaten dan tiga kotamadya. Pada tahun 2000, Provinsi Sulawesi Utara dimekarkan menjadi dua provinsi,
yaitu Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo berdasarkan UU Nomor 38 tahun 2000 dengan ibukota
masing-masing adalah Kota Manado dan Kota Gorontalo. Sejak itu, beberapa kabupaten di Sulawesi Utara
mengalami pemekaran. Pada tahun 2010, Provinsi Sulawesi Utara memiliki empat kota yaitu Kota Manado,
Kota Bitung, Kota Tomohon, dan Kotamobagu, sebelas Kabupaten yaitu Minahasa, Minahasa Utara, Talaud,
Sitaro, Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara, Sangihe, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara,
Bolaang Mongondow Selatan, dan Bolaang Mongondow Timur.
Gambar 1.1 Provinsi Sulawesi Utara memiliki lokasi yang strategis
Luas Wilayah
15.359 km2 (BPS, 2009)
Populasi
2.228.856 (BPS, 2009)
Angka kemiskinan
9,79 persen (BPS, 2009)
PDRB per kapita (konstan tahun dasar 2000)
Rp 6.987.000 (BPS, 2009)
Jumlah Kabupaten/Kota
11 Kabupaten, 4 kota (BPS, 2009)
10
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi perbatasan. Provinsi Sulawesi Utara terletak antara 0°15’ –
5°34’ Lintang Utara dan antara 123°07’ – 127°10’ Bujur Timur. Di Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi,
Filipina,dan Laut Pasifik dan di Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini. Di sebelah timur berbatasan
dengan Laut Maluku dan di sebelah barat dengan Provinsi Gorontalo.Luas wilayah provinsi adalah 15.273
km2. Bolaang Mongondow merupakan kabupaten terluas dengan luas wilayah 3.547km2 atau 23 persen
dari seluruh wilayah Sulawesi Utara dan Kota Manado memiliki wilayah terkecil dengan hanya 1 persen.
Sebagai sebuah provinsi perbatasan, Sulawesi Utara memiliki lokasi yang strategis sebagai penghubung ke
Asia Pasifik dan kawasan Maluku serta Papua.
PDRB Tahun 2008
PDRB Tahun 1999
Gambar 1.2 Sulawesi Utara berkembang seiring dengan perkembangan provinsi-provinsi lain
1999
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara
Catatan: Angka kemiskinan (BPS, 2009); PDRB per kapita (BPS, 2008); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementrian Keuangan, 2008)
Sulawesi Utara telah berkembang dalam 10 tahun terakhir seiring dengan provinsi lain pasca
desentralisasi. Dalam kurun waktu tersebut, perekonomian Sulawesi Utara berkembang dua kali lipat dan
belanja pemerintah daerah meningkat hampir sepuluh kali lipat. Peningkatan belanja pemerintah daerah
merupakan karakteristik umum daerah paska desentralisasi fiskal. Pada tahun 2009, wlaupun tingkat
pendapatan per kapita masih dibawah rata-rata provinsi secara nasional, namun tingkat kemiskinan di
Sulawesi Utara lebih kecil dibanding tingkat kemiskinan nasional. Walaupun hal ini juga dipengaruhi oleh
berpisahnya Provinsi Gorontalo – yang dulu merupakan bagian dari Sulawesi Utara sebagai Kabupaten
Gorontalo – peningkatan kinerja ini disebabkan juga oleh kemajuan-kemajuan yang dimiliki oleh
Provinsi Sulawesi Utara. Akibatnya, Sulawesi Utara sering disebut sebagai salah satu provinsi yang paling
berkembang dan maju di Kawasan Timur Indonesia.
Kecuali kota Manado, tingkat kemiskinan di berbagai kabupaten/kota di Sulawesi Utara menunjukkan
penurunan dalam 5 tahun terakhir. Meskipun dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Sulawesi Utara,
Minahasa Tenggara merupakan daerah yang berhasil menurunkan tingkat kemiskinan diatas rata-rata
daerah lainnya (turun hampir 5 basis poin dalam 5 tahun terakhir). Kota Manado merupakan satu-satunya
daerah yang justru menunjukkan kenaikan tingkat kemiskinan dalam 5 tahun terakhir. Di lihat dari distribusi
penduduk miskin, sebagian besar penduduk miskin berada di daerah dengan tingkat kemiskinan yang
sedang dan rendah, dengan besaran penurunan tingkat kemiskinan yang tidak terlalu berarti (bahkan
meningkat) seperti Bolmong, Kota Manado, Minahasa, dan Minahasa Selatan. Hal ini menggambarkan
pentingnya upaya untuk memberi perhatian tidak hanya pada daerah dengan tingkat kemiskinan yang
tinggi, tapi juga pada daerah dengan jumlah penduduk miskin yang tinggi.
11
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Gambar 1.3 Hampir seluruh Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara mengalami penurunan angka
kemiskinan dalam kurun waktu 2005-2009
Sumber : Badan Pusat Statistik
Gambar 1.4 Seperti provinsi lain di Indonesia, masih ada ketimpangan yang terjadi di Sulawesi Utara
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara
Catatan: Angka kemiskinan Kabupaten Kota ditunjukkan oleh ukuran lingkaran dan angka didalamnya.
Tantangan pembangunan yang dihadapi oleh Sulawesi Utara adalah distribusi pembangunan yang
belum berimbang. Seperti di provinsi-provinsi lain di Indonesia, pembangunan belum merata terlihat
di antara Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara. Daerah yang memiliki akses lebih baik terhadap kegiatan
perekonomian berkembang jauh lebih cepat dibandingkan daerah yang terbatas aksesnya. Kota Manado
dan Kota Bitung adalah dua kota yang paling maju di Sulawesi Utara dengan kegiatan ekonominya dan
pelabuhannya. Kota Manado memiliki PDRB Per Kapita lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan Kota
12
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Kotamobagu walaupun angka kemiskinan di kedua kota tersebut adalah yang terendah di tahun 2009.
Selain kedua kota tersebut, Kabupaten/Kota lainnya bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
Kabupaten/Kota yang memiliki belanja pemerintah daerah per kapita yang tinggi dan yang rendah. Belanja
per kapita yang tinggi umumnya karena daerah tersebut memiliki angka kemiskinan yang relatif tinggi.
1.2 Kondisi Demografi, Tenaga Kerja, dan
Kemiskinan
Pertumbuhan penduduk Provinsi Sulawesi Utara tergolong rendah. Jumlah penduduk Provinsi
Sulawesi Utara adalah 2,2 juta di tahun 2009 dengan pertumbuhan penduduk sekitar 0,7 persen pertahun
sejak tahun 2004. Tingkat pertumbuhan penduduk ini masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan penduduk nasional yang sebesar 1,3 persen.
Penduduk Provinsi Sulawesi Utara terkonsentrasi di Kota Manado. Daerah di Sulawesi Utara yang
memiliki jumlah penduduk terbesar pada tahun 2009 adalah Kota Manado, yaitu sebanyak 435 ribu jiwa
atau 20 persen dari penduduk total Sulawesi Utara. Sebaliknya, daerah yang memiliki jumlah penduduk
terkecil adalah Bolaang Mongondow Selatan yang hanya 2 persen dari penduduk total Sulawesi Utara
(Tabel 1.1). Dikaitkan dengan luas wilayah yang ada, terlihat adanya ketimpangan penyebaran penduduk
di Sulawesi Utara di mana penduduk Kota Manado yang merupakan 20 persen jumlah penduduk Sulawesi
Utara hanya mendiami 1 persen luas wilayah Sulawesi Utara. Di sisi lain, Kabupaten Bolaang Mongondow
Selatan yang memiliki penduduk sebesar 2 persen, mendiami 12 persen wilayah provinsi.
Tabel 1.1 Penduduk Sulawesi Utara terkonsentrasi di wilayah-wilayah perkotaan
No.
Nama Kabupaten/Kota
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
01.
Bolaang Mongondow
463.145
474.908
485.222
298.271
302.393
196.263
02.
Minahasa
834.640
288.539
293.081
296.142
298.179
300.226
03.
Kepulauan Sangihe
193.110
191.102
191.631
130.129
130.290
130.449
04.
Kepulauan Talaud
78.944
74.512
74.660
74.786
74.892
74.997
05.
Minahasa Selatan
n.a
275.997
276.928
182.017
182.292
182.818
06.
Minahasa Utara
n.a
165.758
170.340
172.690
174.455
176.480
07.
Bolaang Mongondow Utara
n.a
n.a
n.a
79.042
80.134
80.508
08.
Kepulauan Sitaro
n.a
n.a
n.a
61.576
61.652
61.781
09.
Minahasa Tenggara
n.a
n.a
n.a
95.002
95.145
95.525
10.
Bolaang Mongondow Selatan
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
52.122
11.
Bolaang Mongondow Timur
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
59.401
71
Manado
416.771
405.715
417.654
424.111
429.149
434.845
72
Bitung
167.625
163.837
169.243
174.003
178.266
180.618
73
Tomohon
n.a
80.649
81.882
82.684
83.200
83.718
74
Kotamobagu
n.a
n.a
n.a
116.357
117.965
119.105
2.154.234
2.121.017
2.160.641
2.186.810
2.208.012
2.228.856
Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
13
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Penduduk produktif Sulawesi Utara terus meningkat. Jumlah tenaga kerja di Sulawesi Utara meningkat
dari tahun ke tahun. Pada Februari 2006 tenaga kerja di seluruh sektor ekonomi sebanyak 855 ribu orang,
meningkat menjadi 962 ribu orang pada Februari 2010 atau meningkat rata-rata 1,5 persen per semester
(Tabel 1.2). Ini didukung dengan struktur usia Sulawesi Utara yang berbentuk piramida. Kelompok umur
5-9 tahun merupakan kelompok umur terbanyak dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Secara
umum juga penduduk perempuan lebih banyak dari pada laki-laki.
Sebagian besar tenaga kerja diserap oleh sektor pertanian1 walaupun cenderung menurun dalam
beberapa tahun terakhir. Sebagian besar tenaga kerja tersebut berada pada sub-sektor pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Pada bulan februari 2006, 47 persen tenaga kerja
bekerja di sektor tersebut. Namun, tenaga kerja di sektor tersebut cenderung menurun dengan rata-rata 2
persen per semester. Pada Februari 2010, tenaga kerja yang bekerja untuk sektor pertanian turun menjadi
37 persen. Di lain pihak, penurunan porsi tenaga kerja di sektor pertanian menimbulkan kenaikan di sektorsektor lainnya. Kenaikan yang terbesar terlihat di sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami
peningkatan sebesar 26 persen per semester (Tabel 1.2)
Tabel 1.2 Tenaga Kerja Menurut Sektor Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2006 –Februari 2010
Sektor Ekonomi
2006
2007
2008
2009
Feb
Agust
Feb
Agust
Feb
Agust
Agust
Feb
Pertanian,
Perkebunan,
Kehutanan,
Peternakan, dan
Perikanan
403.179
341.347
378.631
373.329
363.771
362.615
386.873
345.595
332.981
Pertambangan
dan Penggalian
4.756
10.402
18.229
8.703
14.806
12.804
19.048
18.301
31.052
49.813
42.273
65.290
44.497
61.270
43.846
57.094
57.520
57.452
3.123
3.888
2.872
1.338
3.223
3.915
4.312
4.048
4.747
40.168
65.268
54.819
61.209
56.406
67.121
53.091
68.843
57.296
Perdagangan,
Hotel dan Restoran
154.952
131.614
174.127
164.718
144.155
163.693
175.012
173.432
178.341
Transportasi,
Pergudangan, dan
Komunikasi
73.350
111.385
89.220
86.287
136.047
90.561
102.115
93.012
97.458
Lembaga
Keuangan, Real
Estate, Usaha
Persewaan dan
Jasa Perusahaan
12.254
12.021
12.900
15.627
10.127
13.850
14.496
16.546
19.300
Jasa
Kemasyarakatan,
Sosial dan
Perorangan
113.705
110.352
148.547
152.795
127.558
153.757
150.586
162.876
183.021
Industri
Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air
Minum
Konstruksi
Total
855.300 828.550 944.635 908.503 917.363 912.198
Feb
2010
962.627 940.173 961.648
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
1
Sektor pertanian mencakup sub-sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.
14
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Gambar 1.5 Walaupun tingkat pengangguran menurun, namun masih relatif tinggi
Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
Tidak ada preferensi khusus antara berwirausaha atau bekerja kepada orang lain. Sebanyak 31 persen
penduduk Sulawesi Utara memiliki usaha sendiri sedangkan yang bekerja untuk orang lain adalah 30
persen. Di daerah perkotaan, sebagian besar bekerja untuk orang lain (45 persen) sedangkan yang memiliki
usaha sendiri sebesar 31 persen. Di daerah rural lebih banyak penduduk yang memiliki usaha sendiri (30
persen) dibandingkan yang bekerja dengan orang lain (21 persen). Apabila dilihat dari aspek gender, lakilaki tidak memiliki kecenderungan untuk berwirausaha dimana 31 persen dari populasi memiliki usaha
sendiri, dibandingkan penduduk yang merupakan pekerja (29 persen). Namun, bagi perempuan, ada
kecenderungan untuk menjadi pekerja (35 persen) dibandingkan dengan wirausaha (29 persen). Hal ini bisa
dilihat dari dua sudut pandang, yang pertama, secara budaya perempuan memang terbatas kesempatan
untuk berwirausaha karena harus bertanggung jawab mengurus keluarga, dan yang kedua, ada keterbatasan
akses perempuan terhadap sumber-sumber pembiayaan yang dibutuhkan dalam berwirausaha.
Tingkat pengangguran di Sulawesi Utara cenderung berkurang namun masih tergolong tinggi.
Tingkat pengangguran di Sulawesi Utara cenderung menurun selama periode 2006-2009. Pada tahun
2006, tingkat pengangguran terbuka Sulawesi Utara sebesar 13,7 persen dan menurun menjadi 10,6 persen
pada tahun 2009. Namun demikian, tingkat pengangguran tersebut relatif lebih tinggi dibanding Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nasional (gambar 1.3).
Tabel 1.3 Pengangguran terbanyak terdapat di Kota Manado
No.
Kabupaten/Kota
2007
2008
2009
8,06
5,16
6,95
1
Kabupaten Bolaang Mongondow
2
Kabupaten Minahasa
11,46
10,49
9,45
3
Kabupaten Sangihe
12,16
13,32
10,68
4
Kabupaten Talaud
9,17
9,71
9,64
5
Kabupaten Minahasa Selatan
6
Kabupaten Minahasa Utara
7
8
9,34
9,54
9,30
13,68
13,20
11,95
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara
-
7,47
7,77
Kabupaten Sitaro
-
8,46
6,20
9
Kabupaten Minahasa Tenggara
-
7,26
7,08
10
Kota Manado
13,68
14,97
15,38
11
Kota Bitung
13,85
12,91
11,86
12
Kota Tomohon
9,84
8,45
10,29
13
Kota Kotamobagu
-
9,13
9,42
Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
15
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Tingginya pengangguran juga dipengaruhi oleh faktor-faktor selain keterbatasan lapangan
pekerjaan. Pada tingkat Kabupaten/Kota, angka pengangguran tertinggi adalah Kota Manado dengan
15persen di tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh adanya pergeseran lapangan pekerjaan dari pertanian ke
sektor lain seiring dengan menurunnya tenaga kerja yang berlibat di sektor pertanian. Hal ini merupakan
salah satu ciri dari perubahan struktur perekonomian (structural change) yang terjadi dimana ada
perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor manufaktur atau produksi. Selain itu, tingginya
angka pengangguran di Kota Manado juga disebabkan oleh meningkatnya arus urbanisasi dan juga migrasi
penduduk dari provinsi lain yang tertarik dengan perkembangan ekonomi yang tercermin oleh standar
Upah Minimum Provinsi (UMP) dan standar kesejahteraan yang relatif lebih tinggi.
Tingginya pengangguran di Sulawesi Utara tidak dipengaruhi oleh kemiskinan. Berbagai kajian
memperlihatkan adanya hubungan positif antara tingkat pengangguran dan kemiskinan, dimana daerah
yang miskin cenderung memiliki angka pengangguran yang besar. Namun tidak demikian di Provinsi
Sulawesi Utara. Walaupun memiliki angka pengangguran yang relatif tinggi dibandingkan provinsi
lain, angka kemiskinan Sulawesi Utara adalah yang paling rendah (gambar 1.6). Di tahun 2006, tingkat
kemiskinan Sulawesi Utara sebesar 10,8 persen dan menurun menjadi 9,8 persen di tahun 2009. Tingkat
kemiskinan provinsi ini lebih rendah dibandingkan dengan Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nasional.
Sebaliknya, tingkat pengangguran Sulawesi Utara lebih tinggi dibandingkan dengan dua provinsi lainnya
dan nasional.
Fenomena rendahnya tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara tidak terlepas dari disebabkan oleh
rendahnya ketergantungan provinsi terhadap pertanian. Porsi tenaga kerja di sektor pertanian,
perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan di Sulawesi Utara relatif lebih rendah dibanding
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Sektor ini pada umumnya memiliki tingkat pengangguran
tersembunyi2 yang tinggi. Data Badan Pusat Statistik masing-masing provinsi memperlihatkan bahwa pada
Februari 2009, porsi tenaga kerja Sulawesi Utara di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan,
dan perikanan sebesar 35 persen. Di lain pihak, porsi tenaga kerja sektor tersebut di Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tengah jauh lebih tinggi, yaitu 51 persen dan 68 persen.
Gambar 1.6 Kemiskinan di Sulawesi Utara tergolong yang paling rendah dibandingkan Provinsi lain
di Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik
2
Tenaga kerja yang dianggap tidak menganggur namun sesungguhnya tidak menggunakan waktu kerja secara optimal sehingga
pendapatan yang diperoleh sangat terbatas
16
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
1.3 Perekonomian Sulawesi Utara
Sulawesi Utara mengalami peningkatan PDRB yang stabil. Dalam 8 tahun terakhir secara riil PDRB
Sulawesi Utara sebesar 53 persen atau 5,1 persen pertahun. Data juga menunjukkan kalau pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara mengalami percepatan dari sekitar 4 persen di tahun 2002 menjadi hampir 7,9
persen di tahun 2009. Perbaikan dalam pertumbuhan ekonomi ini terutama disumbangkan oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang pada periode 2001-2009 tumbuh rata-rata sebesar 7,4 persen,
sektor bangunan yang tumbuh rata-rata sebesar 7 persen, dan sektor pengangkutan dan komunikasi yang
tumbuh rata-rata sebesar 7,7 persen.
Pertumbuhan sektor pertanian sebagai kontributor terbesar PDRB Sulawesi Utara tergolong rendah.
Pertumbuhannya secara rata-rata adalah 4,1 persen untuk kurun waktu yang 2001-2009. Pertumbuhan
sektor pertanian berhubungan dengan peningkatan produktivitas sektoral, dalam hal ini ekstensifikasi
atau intensifikasi pertanian. Situasi ini menjadi tantangan bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
untuk memikirkan strategi bagi sektor pertanian bisa memberikan kontribusi yang lebih besar lagi bagi
perekonomian Sulawesi Utara, misalnya dengan meningkatkan nilai tambah komoditas sektor pertanian.
Upaya pengembangan sektor pertanian tidak terbatas pada peningkatan hasil produksi, melainkan juga
pada pemasarannya. Oleh sebab itu, dibutuhkan strategi untuk memperkuat pemicu dari sisi permintaan
sehingga hasil produksi dapat terserap yang pada gilirannya akan mendorong semangat petani dan nelayan
untuk meningkatkan kegiatan produksi mereka. Pemicu untuk meningkatkan permintaan hasil produksi
sektor tersebut di antaranya pariwisata dan perdagangan antar pulau maupun ekspor.
Gambar 1.7 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara terus meningkat
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
Pertumbuhan yang rendah pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan
perikanan telah menyebabkan terjadinya pergeseran tenaga kerja sektor tersebut ke sektorsektor ekonomi yang lain. Kondisi ini juga menyebabkan terjadi penurunan kontribusi sektor tersebut
dalam PDRB sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1.8 Pada tahun 2001, kontribusi sektor pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan terhadap PDRB Sulawesi Utara sebesar 21,3 persen
dan menurun menjadi 19,3 persen pada 2009 atau mengalami penurunan rata-rata 1,2 persen per tahun.
Terjadinya penurunan kontribusi terhadap PDRB, rendahnya tingkat petumbuhan, dan migrasi tenaga kerja
ke sektor ekonomi yang lain, mengindikasi perlunya strategi dan program pembenahan yang tepat. Upaya
tersebut perlu dilakukan karena lebih dari sepertiga tenaga kerja di Sulawesi Utara masih berada di sektor
ini.
17
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Gambar 1.8 Sektor pertanian masih merupakan kontributor terbesar terhadap perekonomian
Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
Sulawesi Utara merupakan salah satu kekuatan ekonomi di Indonesia Timur. PDRB riil per kapita
Sulawesi Utara relatif lebih tinggi dibanding Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, serta rata-rata provinsi
di Pulau Sulawesi. Namun, nilai per kapita tersebut masih lebih rendah dibanding PDB Nasional. Ini
mengindikasikan, bahwa kinerja perekonomian Sulawesi Utara masih di bawah rata-rata nasional. PDRB riil
per kapita Sulawesi Utara pada 2009 sebesar Rp 7,0 juta, sebaliknya PDB Nasional sebesar Rp 9,1juta.
Gambar 1.9 PDRB riil per kapita Sulawesi Utara masih yang tertinggi dibanding dengan provinsi lain
di Sulawesi
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia
Subsektor bangunan, perdagangan, dan pengangkutan merupakan subsektor yang berkinerja
tinggi. Pemetaan potensi ekonomi sub sektoral Sulawesi Utara dilakukan dengan menggunakan tingkat
pertumbuhan rata-rata dan kontribusi terhadap PDRB riil total dari tiap sub sektor ekonomi selama kurun
waktu 2005-2009. Hasil pemetaan tersebut memperlihatkan, bahwa sub sektor bangunan, perdagangan
besar dan eceran, serta pengangkutan yang berada pada kuadran II merupakan beberapa sub sektor
”bintang” yang memberikan sumbangsih besar terhadap PDRB riil Sulawesi Utara. Di sisi lain, sub-sub
sektor yang ditekuni kebanyakan masyarakat Sulawesi Utara, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan,
18
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
perkebunan, dan perikanan masih berada di kuadran III, yaitu memiliki kontribusi relatif besar terhadap
PDRB namun pertumbuhannya rendah. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara ke
tingkat lebih tinggi, sub-sub sektor ini perlu lebih diberdayakan lewat suatu kesatuan dengan agro-industry.
Gambar 1.10 Sub-sektor bangunan, perdagangan besar dan kecil, serta pengangkutan memberikan
kontribusi yang besar terhadap PDRB dan pertumbuhan
Rendah
Tinggi
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Kontribusi terhadap PDRB Total (%)
Rendah
Tinggi
Kuadran I
Kuadran II
Penggalian (3,78:7,74)
Bangunan (15,98:7,29)
Listrik (0,60:10,80)
Perdagangan Besar & Eceran (12,22:8,46)
Hotel (1,52:16,47)
Pengangkutan (10,62:9,23)
Restoran (1,44:6,86)
Komunikasi (1,40:13,64)
Bank (3,33:7,55)
Lembaga Keuangan tanpa Bank (0,34:8,77)
Jasa Perusahaan (0,86:8,87)
Kuadran IV
Kuadran III
Peternakan dan Hasil-hasilnya (2,06:6,67)
Perikanan (4,50:4,60)
Kehutanan (0,32:-0,59)
Industri Tanpa Migas (7,82:6,18)
Pertambangan tanpa Migas (1,3:-0,28)
Tanaman Bahan Makanan (6,36:4,99)
Air Bersih (0,16:4,52)
Tanaman Perkebunan (7,61:2,85)
Sewa Bangunan (2,04:6,09)
Pemerintahan Umum (10,02:3,49)
Swasta (4,71:6,79)
4,50
6,86
Sumber: Diolah dari Data Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
Keterangan: Angka pertama dalam kurung adalah kontribusi terhadap PDRB (%), angka kedua adalah pertumbuhan ekonomi (%)
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara melampaui pertumbuhan rata-rata nasional. Ditahun 2006,
pertumbuhannya masih dibawah rata-rata nasional dan daerah lain di Sulawesi. Namun di tahun-tahun
berikutnya, Sulawesi Utara berusaha mengejar ketertinggalannya. Pada tahun 2009, capaian pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara mengalami peningkatan menjadi 7,9 persen. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
pada beberapa tahun terakhir terutama dipicu oleh peningkatankualitas infrastruktur dasar dari pemerintah
dan infrastruktur perdagangan dari kalangan swasta. Peningkatan kualitas infrastruktur tersebut merupakan
dampak dari pemekaran wilayah administrasi pemerintahan dan penyelenggaran perlehatan internasional
di bulan Mei 2009, yakni World Ocean Conference (WOC) dan Coral Initiative Triangle (CTI) di Sulawesi Utara.
Namun masih ada tantangan infrastruktur lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Peningkatan
kualitas infrastruktur dasar dan perdagangan yang menjadi modal utama untuk pembangunan ekonomi
Sulawesi Utara karena menjadi daya tarik investasi Sulawesi Utara di masa mendatang. Namun demikian,
tantangan terbesar dalam pembangunan infrastruktur adalah penyediaan listrik secara memadai untuk
mengantisipasi peningkatan investasi di masa mendatang. Tantangan lainnya muncul sebagai konsekuensi
Sulawesi Utara sebagai provinsi kepulauan, yaitu pembangunan infrastruktur di pulau terpencil yang sulit
untuk memperoleh skala keekonomian yang diharapkan.
19
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 1 Pendahuluan
Gambar 1.11 Sejak tahun 2005, Sulawesi Utara telah berusaha mengejar ketertinggalan tingkat
pertumbuhan dengan provinsi-provinsi lain di Sulawesi
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia
Dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, tingkat inflasi masih relatif terkendali. Pada periode
2006-2009, tingkat inflasi Sulawesi Utara relatif lebih rendah dibanding Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
dan nasional, kecuali untuk tahun 2007. Secara rata-rata, tingkat inflasi Sulawesi Utara selama empat tahun
tersebut tercatat 6,8 persen, sedangkan Sulawesi Tengah sebesar 8,2 persen, Sulawesi Selatan sebesar 7,0
persen, dan nasional sebesar 6,8 persen (gambar 1.12). Relatif rendahnya inflasi di Manado mengindikasikan
adanya kestabilan harga yang relatif lebih baik dibanding dua kota lainnya, dan bahkan nasional. Kestabilan
harga dalam bebarapa tahun terakhir terutama disebabkan semakin banyaknya pelaku bisnis dalam bidang
perdagangan di Sulawesi Utara yang memicu persaingan harga sehingga harga bisa terkendali. Selain itu,
perbaikan dan penambahan infrastruktur perhubungan telah memperlancar distribusi barang dan jasa.
Rendahnya inflasi di Sulawesi Utara menyebabkan inflasi tidak terlalu mempengaruhi daya beli masyarakat
setempat. Namun, tantangan dihadapi oleh Sulawesi Utara di masa depan adalah bagaimana menekan
harga barang dan jasa di wilayah kepulauan terkait masih adanya masalah infrastruktur perhubungan di
daerah-daerah terpencil.
Gambar 1.12 Tingkat harga di Manado cenderung lebih rendah dibandingkan dengan harga di kota
besar lainnya di Sulawesi
14,00
12,00
11,06
10,13
9,71
10,00
8,00
6,00
6,60
Manado
6,59
5,09
Palu
4,00
2,31
2,00
-
2,78
Makassar
Nasional
2006
2007
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
20
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
2008
2009
Bab 1 Pendahuluan
1.4 Keunggulan Kompetitif Sulawesi Utara di
Kawasan Timur Indonesia
Perkembangan yang Sulawesi Utara yang pesat disebabkan oleh keunggulan kompetitif yang dimilikinya:
1. Sulawesi Utara memiliki nilai IPM paling tinggi di antara seluruh provinsi yang ada di kawasan timur
Indonesia sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1.5 dan juga menduduki peringkat kedua secara
nasional setelah DKI Jakarta. Nilai IPM provinsi terus mengalami peningkatan selama beberapa
tahun terakhir di mana pada tahun 2008 tercatat sebesar 75,2. Tingginya nilai IPM mengindikasikan
bahwa Sulawesi Utara memiliki sumber daya manusia relatif lebih baik sehingga menunjang kegiatan
pembangunan di Sulawesi Utara.
Tabel 1.4 Sulawesi Utara memiliki angka IPM yang tertinggi di Kawasan Indonesia Timur
Provinsi
Sulawesi Utara
2004
2005
2006
2007
2008
73,40
74,21
74,37
74,68
75,16
Sulawesi Tenggara
66,70
67,52
67,80
68,32
69,00
Sulawesi Tengah
67,30
68,47
68,85
69,34
70,09
Sulawesi Selatan
67,80
68,06
68,81
69,62
70,22
Sulawesi Barat
64,40
65,72
67,06
67,72
68,55
Papua
60,90
62,08
62,75
63,41
64,00
Maluku Utara
66,40
66,95
67,51
67,82
68,18
Maluku
69,00
69,24
69,69
69,96
70,38
Irian Jaya Barat
63,70
64,83
66,08
67,28
67,95
Gorontalo
65,40
67,46
68,01
68,83
69,29
Indonesia
68,70
69,57
70,10
70,59
71,17
Sumber: Badan Pusat Statistik
2. Posisi geografis Sulawesi Utara yang sangat strategis, yaitu: (a) berada di tengah antara Indonesia dan
Australia dengan negara-negara di kawasan Pasifik; dan (b) merupakan provinsi perbatasan terdepan
Indonesia dengan negara-negara di Asia Pasifik. Dengan posisi strategis ini, Sulawesi Utara dapat
menjadi: (a) pusat hubungan transportasi Indonesia dan Australia di sebelah selatan dengan negaranegara maju di Asia Pasifik di utara; dan (b) menjadi ”Pintu Gerbang Indonesia Ke Asia Pasifik”.
3. Sulawesi Utara memiliki pelabuhan alam yang memiliki laut yang dalamdan dapat dikembangkan
lebih lanjut menjadi International Hub Port (IHP) untuk mendukung perekonomian kawasan timur
Indonesia dan Indonesia secara keseluruhan.
4. Kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi di Sulawesi Utara tidak memperlihatkan diskriminasi
gender sebab semangat kesetaraan dalam budaya dominan setempat, bahkan beberapa pemimpin
daerah di Sulawesi Utara datang dari kaum wanita. Selain itu, Sulawesi Utara merupakan provinsi
pertama di Indonesia yang menetapkan Peraturan Daerah Anti Perdagangan Wanita.
21
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2
Pengelolaan Keuangan Daerah
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
2.1 Pendahuluan
Analisa pengelolaan keuangan daerah didasarkan pada hasil penilaian PKD. Pengelolaan keuangan
daerah (PKD) merupakan serangkaian proses mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan
anggaran, sampai evaluasi dan pertanggungjawaban keuangan. Penilaian kapasitas PKD bertujuan untuk
melihat sejauh mana PKD di Provinsi Sulawesi Utara sesuai dengan mandat peraturan perundangan yang
berlaku atau mengarah pada praktek terbaik pengelolaan keuangan publik. Penilaian PKD di Sulawesi Utara
dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2010 meliputi 1 pemerintah provinsi dan 11 pemerintah kab/kota. Alat
penilaian yang digunakan adalah alat yang dikembangkan oleh Departemen Dalam Negeri dan Bank Dunia
berupa penilaian balance scorecard pada 9 bidang strategis PKD, yakni kerangka peraturan perundangan
daerah; perencanaan & penganggaran; pengelolaan kas; pengadaan barang/jasa; akuntansi & pelaporan;
pengawasan internal; hutang & investasi publik; pengelolaan asset; serta audit & pengawasan eksternal.
Secara umum kapasitas PKD Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara sudah baik, namun masih perlu
ditingkatkan. Sebagian besar pemerintah daerah memiliki kapasitas PKD yang cukup diatas 60 persen.
Pencapaian kinerja tertinggi diperoleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Sangihe,
sementara terendah diperoleh Kabupaten Minahasa Utara dan Talaud. Meskipun kinerja PKD cukup baik,
namun nilai berdasarkan masing-masing bidang menunjukkan adanya variasi. Secara rata-rata, pemerintah
kabupaten/kota masih perlu meningkatkan kinerjanya terutama pada bidang kerangka peraturan daerah,
pengelolaan aset, serta pengelolaan hutang dan investasi publik.
Gambar 2.1 Skor PKD Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010
Catatan: Panjang batang dalam diagram pada masing-masing bidang hanya untuk keperluan ilustrasi (belum menunjukkan nilai
sebenarnya); Angka persentase pada ujung gambar batang adalah skor total kapasitas PKD.
Pemerintah Provinsi memiliki nilai lebih tinggi dari rata-rata kabupaten/kota pada hampir seluruh
bidang PKD. Sebagaimana terlihat pada table 2.1, hanya pada bidang audit dan pengawasan eksternal
pemerintah provinsi memiliki nilai yang lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota. Meskipun masih
terdapat beberapa indikator yang belum terpenuhi, Pemerintah Provinsi telah berhasil mencapai kapasitas
sangat baik (> 80 persen) pada bidang pengelolaan kas, akuntansi dan pelaporan, serta pengelolaan
24
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
hutang dan investasi. Namun, Pemerintah Provinsi memiliki tantangan pengembangan kapasitas untuk
mempersempit kesenjangan kinerja PKD antar kabupaten/kota.
Beberapa kabupaten/kota sudah bisa dijadikan sebagai contoh baik (good practices) untuk daerah
lainnya pada bidang-bidang tertentu. Kabupaten Sangihe memperoleh nilai yang paling tinggi diantara
12 pemerintah daerah yang di survey pada bidang peraturan perundangan daerah, pengadaan barang dan
jasa, pengelolaan aset, serta audit dan pengawasan eksternal. Sementara itu, dibanding daerah lainnya,
Kabupaten Minahasa memperoleh skor kinerja tertinggi pada bidang perencanaan dan penganggaran, dan
Kota Kotamobagu pada bidang pengawasan internal. Meskipun masih terdapat beberapa indikator yang
belum terpenuhi, ketiga kabupaten/kota diatas (bersama pemerintah provinsi) dapat dijadikan contoh bagi
kabupaten/kota dalam beberapa bidang-bidang PKD.
Tabel 2.1 Skor Kapasitas PKD antar Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara Berdasarkan Bidang
Strategis. 2010
Pemerintah
Daerah
Kode Bidang Strategis PKD (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Skor
PKD
Bitung
70
72
72
61
71
72
71
47
69
67
Bolmong
58
39
88
66
46
63
67
58
61
61
Kotamobagu
18
64
81
66
73
84
43
53
61
60
Manado
42
76
87
66
81
56
22
83
69
65
Minahasa Utara
53
65
78
42
46
69
50
56
56
57
Sangihe
70
66
71
81
58
53
80
89
81
72
Talaud
53
53
62
67
81
53
57
28
75
59
Minahasa
68
83
77
66
65
63
83
43
74
69
Minahasa Selatan
63
82
65
67
69
78
67
59
75
69
Tomohon
53
41
73
61
77
75
50
53
66
61
Sitaro
53
71
76
66
63
81
40
69
44
63
Rata-rata Kab./Kota
55
65
75
64
66
68
57
58
66
64
Provinsi Sulawesi Utara
63
68
94
80
92
78
90
78
63
78
Keterangan Kode Bidang Strategis PKD:
1
Kerangka Peraturan Perundangan Daerah
4
Pengadaan
7
Hutang & Investasi Publik
2
Perencanaan & Penganggaran
5
Akuntansi & Pelaporan
8
Pengelolaan Aset
3
Pengelolaan Kas
6
Pengawasan Intern
9
Audit & Pengawasan Eksternal
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010
2.2 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah
Otonomi daerah menuntut daerah untuk menyusun kerangka hukum yang memadai untuk
melandasi pengelolaan keuangannya. Penilaian atas bidang peraturan perundangan daerah didasarkan
pada tiga sasaran : (i) adanya kerangka peraturan perundangan daerah terkait pengelolaan keuangan
sesuai dengan mandat peraturan perundangan nasional; (ii) adanya organisasi yang efektif; dan (iii) adanya
kerangka hukum untuk melaksanakan prinsip transparansi dan partisipasi.
25
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Bidang peraturan perundangan daerah merupakan bidang dengan skor paling rendah. Baik pada
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, nilai bidang peraturan perundangan daerah menempati urutan
paling rendah dengan kesenjangan kapasitas tertinggi (70 persen vs 18 persen). Rendahnya kinerja dalam
bidang ini antara lain disebabkan oleh belum terpenuhinya beberapa indikator oleh sebagian besar
daerah, seperti : Perda tentang Penanaman Modal Daerah; Perda tentang Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD); Perkada tentang Standar Biaya (SB) dan Analisa Standar Belanja (ASB); serta kerangka hukum terkait
transparansi dan partisipasi.
Meskipun kinerja bidang peraturan perundangan belum baik, terdapat beberapa perkembangan
yang cukup menggembirakan. Beberapa kemajuan positif tersebut antara lain : (i) telah disahkannya
RPJMD pada seluruh pemda (100 persen) yang disurvei; (ii) lebih dari 90 persen pemda juga telah menyusun
KUA/PPA serta mengesahkan APBD secara tepat waktu setiap tahunnya; dan (iii) Sebanyak 80 persen pemda
juga sudah mengesahkan Perda tentang Pokok-Pokok Keuangan Daerah. Selain itu, 7 dari 12 daerah sudah
melakukan penggabungan menyeluruh organisasi keuangan daerah kedalam satu organisasi yang terpadu
(terdiri dari bagian pendapatan, anggaran, akuntansi & pelaporan, aset daerah, dan bendahara). Sementara
itu, 2 daerah baru mengintegrasikan secara parsial, dan 3 daerah (yakni Manado, Minahasa Selatan, dan
Provinsi Sulawesi Utara) samasekali belum melakukan upaya penggabungan organisasi.
Gambar 2.2 Kinerja Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara dalam Bidang Peraturan Perundangan
Daerah
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010
2.3 Perencanaan dan Penganggaran
Kesenjangan kapasitas antar-daerah dalam bidang Perencanaan dan Penganggaran masih tinggi.
Bidang perencanaan dan penganggaran menyoroti tiga hal: (i) tersusunnya perencanaan dan penganggaran
multi-tahun; (ii) target anggaran yang layak dan berdasarkan proses penyusunan anggaran yang realistis;
dan (iii) sistem pemantauan dan evaluasi partisipatif dalam proses perencanaan dan penganggaran.
Minahasa dan Minahasa Selatan memiliki kinerja tertinggi dengan kinerja yang bisa dianggap sangat baik,
namun Tomohon dan Bolmong masih sangat rendah sehingga kesenjangan kapasitas antara-daerah dalam
bidang ini masih tinggi.
26
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Kualitas dokumen perencanaan dan penganggaran masih perlu ditingkatkan. Meskipun sebagian
besar daerah sudah memiliki dokumen RPJMD, RENSTRA, dan RENJA SKPD yang telah mencantumkan
program/kegiatan dengan pagu indikatif dan memperhatikan kendala anggaran, namun sebagian besar
daerah masih belum berhasil membuat standar analisa belanja setiap tahunnya. Hal ini mengakibatkan
pagu yang disusun masih belum didasarkan pada efesiensi-ekonomis dan efektivitas belanja (value for
money) untuk mencapai target kinerja yang diharapkan dan kewajaran belanja dalam satu tahun anggaran.
Gambar 2.3 Kinerja Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara dalam Bidang Perencanaan dan
Penganggaran
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010
Selain melalui survei kapasitas PKD, asesmen di bidang perencanaan juga dapat dilihat dari hasil
survey kualitas pelaksanaan Musrenbang. Musyarawah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
merupakan forum untuk menyepakati rencana kegiatan pemerintah daerah (RKPD) tahun anggaran
berikutnya yang melibatkan stakeholder masyarakat mulai dari tingkat desa sampai tingkat pusat. Survei
pelaksanaan Musrenbang dilakukan dengan metode wawancara di setiap kabupaten/kota terhadap
masing-masing 3 responden peserta Musrenbang pada 3 tahapan (desa, kecamatan, dan kabupaten/
kota). Masing-masing responden diminta untuk memberikan penilaian dalam skala 0 s.d. 100 terhadap 14
indikator. Secara umum, pada tingkat desa aspek yang menonjol adalah kurangnya keterlibatan elemenelemen dalam masyarakat; pada tingkat kecamatan, terlalu pendeknya waktu pelaksanaan Musrenbang
dan masih lemahnya keterwakilan berbagai elemen masyarakat; dan pada tingkat kabupaten/kota, masih
pendeknya waktu pelaksanaan Musrenbang.
Kehadiran DPRD dalam Musrenbang dipandang perlu oleh sebagian besar responden. Meskipun
terdapat pandangan bahwa perencanaan dan penganggaran merupakan domain eksekutif, namun 80
persen responden memandang perlu DPRD hadir dalam proses Musrenbang. Hal ini untuk memastikan
bahwa aspirasi yang disampaikan masyarakat dalam Musrenbang dapat terus dimonitor oleh anggota DPRD
sebagai wakil masyarakat dalam proses pembahasan dan penetapan anggaran. Dalam kenyataannya, hanya
20 persen responden yang menyatakan DPRD hadir dalam Musrenbang Desa, dan 30 persen responden
yang menyatakan DPRD hadir di Musrenbang Kecamatan.
27
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Tabel 2.2 Skor Persepsi Responden terhadap Berbagai Indikator Musrenbang Berdasarkan Tahapan.
Indikator
Skor Musrenbang
Desa/Kelurahan
Skor Musrenbang
Kecamatan
Skor Musrenbang
Kabupaten./Kota
Pemahaman Proses Perencanaan Pembangunan
72,73
74,12
81,25
Pemahaman Terhadap Pokok-Pokok Pembahasan
77,05
75,29
77,50
Merasa Dilibatkan dalam Musrenbang
71,59
77,35
79,30
Melibatkan Seluruh Elemen Masyarakat
65,00
66,36
71,10
Terlibat dan Berperan Aktif
68,64
72,21
76,10
Seluruh Elemen Masyarakat Terlibat dan Berpartisipasi Aktif
53,86
59,71
66,40
Mewakili Seluruh Elemen
72,27
67,35
69,60
Kapasitas/Kemampuan Peserta Musrenbang
63,41
64,41
65,70
Adanya Transparansi (dapat diakses banyak orang)
77,27
75,00
77,50
Kebebasan Menyampaikan Pendapat
77,73
78,24
77,50
Terakomodasikan Seluruh Sumbang Saran
62,05
71,97
61,40
Sepakat Dengan Hasil Musrenbang
77,05
67,35
77,50
Kesepakatan Seluruh Peserta
68,64
58,94
62,30
Ketersediaan Waktu Pelaksanaan Musrenbang
54,55
56,03
57,90
Rata-Rata
68,70
68,88
71,50
Sumber: Data Diolah dari Hasil Survei/Wawancara Langsung dengan Peserta Musrenbang
Proses perencanaan bottom-up masih belum berjalan optimal. Beberapa kendala dalam pelaksanaan
perencanaan bottom up antara lain adalah : (i) belum semua desa menjalankan musrenbang karena
kurangnya dana operasional untuk pelaksanaan; (ii) masih lemahnya pemahaman masyarakat terhadap
prioritas pembangunan pemerintah yang terdapat dalam berbagai dokumen perencanaan; (iii) usulan
masyarakat yang dihasilkan melalui Musrenbang sangat jarang yang diakomodasi dalam anggaran; (iv)
tidak ada klarifikasi atas hasil Musrenbang yang tidak diakomodasi dalam anggaran; dan (v) jangka waktu
yang terlalu pendek dalam proses Musrenbang3.
2.4 Pengelolaan Kas, Pengadaan, Pengelolaan Aset,
serta Hutang dan Investasi Daerah
Pengelolaan Kas merupakan bidang dengan skor paling tinggi diantara bidang lainnya. Pengelolaan
kas merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dari penentuan besaran kas yang dianggarkan,
pelaksanaan (realisasi) anggaran kas, sampai pertanggungjawaban atas kas tersebut. Skor kinerja rata-rata
daerah dalam bidang ini merupakan skor tertinggi diantara 9 bidang PKD. Empat daerah memiliki kapasitas
sangat baik adalah Provinsi Sulawesi Utara, Bolmong, Manado, dan Kotamobagu. Relatif tingginya nilai
yang diperoleh masing-masing daerah karena pada umumnya daerah telah memiliki kebijakan, prosedur
dan pengendalian pengelolaan kas yang baik .
Kecuali Minahasa Utara, kinerja daerah pada umumnya cukup baik pada bidang pengadaan barang
dan jasa. Pengadaan barang dan jasa diatur dalam Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 (direvisi
menjadi Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010) yaitu tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/
jasa pemerintah yang mewajibkan proses pengadaan barang/jasa dilaksanakan secara efisien, efektif,
3
Hasil wawancaran dengan stakeholder perencanaan dan penganggaran.
28
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Kecuali Minahasa Utara, daerah
pada umumnya telah mampu memenuhi lebih dari 60 persen indikator yang terkait pengadaan barang
dan jasa. Meskipun demikian bukan berarti bahwa proses pengadaan barang dan jasa sudah betul-betul
melaksanakan semua prinsip-prinsip diatas. Hal ini karena yang diteliti baru terbatas pada pemenuhan
prosedur formal, bukan pada investigasi menyeluruh yang dapat mengidentifikasi praktek-pratek inefisiensi
dalam PBJ seperti KKN.
Kesenjangan kapasitas antar-daerah dalam bidang pengelolaan aset masih cukup tinggi. Kegiatan
pengelolaan barang milik daerah mencakup keseluruhan siklus pengelolaan barang yang meliputi:
perencanaan kebutuhan, penganggaran; pengadaan; penggunaan; pemanfaatan; pemeliharaan; penilaian;
penghapusan; pemindahtanganan; penatausahaan; serta pengawasan/ pengendalian. Berdasarkan hasil
survey, hanya terdapat 4 daerah yang mendapatkan nilai diatas 60 persen sedangkan 8 daerah lainnya
masih dibawah 60 persen. Beberapa hal yang masih jarang dipenuhi oleh daerah adalah : (i) belum adanya
keputusan kepala daerah tentang status penggunaan barang; (ii) belum adanya aturan yang tegas tentang
sanksi terhadap pengelola/pembantu pengelola/pengguna/kuasa penguna dalam pengelolaan barang
atas perbuatan yang merugikan daerah; dan (iii) pembuatan kode lokasi dan kode barang pada setiap aset
daerah.
Pemerintah kabupaten/kota perlu melengkapi berbagai peraturan terkait dengan hutang, hibah,
dan investasi publik. Hasil survey menunjukkan bahwa pemerintah provinsi memiliki kerangka aturan
yang jauh lebih lengkap terkait hutang, dan investasi publik dibanding rata-rata kabupaten/kota. Berikut
gambaran kinerja daerah di Sulawesi Utara terkait hutang dan investasi publik :
1.
Pinjaman (Hutang) Daerah. Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pembiayaan APBD
atau untuk menutup kekurangan kas. Dalam hal akan melakukan pinjaman, daerah wajib membuat
kebijakan pengelolaan pinjaman sebagaimana dimandatkan oleh PP 54/2005. Dari 6 daerah yang
pernah melalukan pinjaman, 4 daerah telah membuat kebijakan sesuai yang dimandatkan, sementara
2 daerah belum membuat peraturan tersebut.
2.
Hibah. Dalam hal menerima hibah, daerah dimandatkan untuk menetapkan kebijakan, prosedur, dan
pengelolaan pendapatan hibah. Dari 10 daerah yang menerima hibah pada tahun 2010, 6 daerah telah
memiliki peraturan mengenai peneriman, pencatatan, pengelolaan, dan pelaporan hibah, sementara
4 daerah lainnya (Manado, Talaud, Tomohon dan Sitaro) belum memilikinya. Hal yang paling banyak
tidak dipenuhi daerah dalam pengelolaan hibah adalah pencantuman dana pendamping hibah dalam
DPA-SKPD.
3.
Investasi Daerah. Dalam hal akan melakukan investasi, daerah perlu memperoleh persetujuan dari DPRD
serta membuat kebijakan, prosedur serta pengendalian investasi daerah dengan memperhitungkan
resiko. Hasil survey yang ada menunjukkan daerah Kotamobagu, Manado, Sitaro dan Bitung perlu
memperkuat kebijakan mengenai pengelolaan investasi yang disesuaikan dengan kerangka kebijakan
nasional, menyajikan investasi ke BUMD dalam Laporan keuangan, dan mendapatkan persetujuan
DPRD atas transaksi investasi jangka panjang .
29
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Gambar 2.4 Kinerja Daerah dalam Empat Bidang Terkait Pelaksanaan Anggaran
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010
2.5 Akuntansi dan Pelaporan, Internal Audit, serta
Audit dan Pengawasan Eksternal
Kinerja akuntansi dan pelaporan menunjukkan nilai yang baik, namun masih menghadapi kendala
SDM. Dalam bidang ini, Provinsi Sulawesi Utara memiliki kinerja terbaik dibanding seluruh pemerintah
daerah di Sulawesi Utara dengan nilai sangat baik (diatas 90 persen), sementara Sangihe, Bolmong dan
Minahasa Utara masih dibawah 60 persen. Tingginya kinerja akuntansi dan keuangan Provinsi Sulawesi
Utara tidak terlepas dari dukungan SDM yang sudah relatif memadai, sudah tersedianya sistem informasi
akuntansi yang terintegrasi, dan adanya pencatatan untuk seluruh transaksi dan saldo keuangan. Hal ini
berbeda dengan kinerja tingkat kabupaten/kota yang secara rata-rata masih lemah dalam hal SDM, yakni
masih minimnya pegawai berlatarbelakang pendidikan akuntansi pada posisi-posisi penting seperti kepala
bagian dalam DPPKAD atau Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) di masing-masing SKPD.
Fungsi internal audit masih perlu didukung oleh SDM dan sumberdaya yang memadai. Beberapa
indikator bidang audit internal yang sudah dapat dipenuhi oleh sebagian besar daerah pada umumnya
terkait dengan pemenuhan prosedur dan tindaklanjut audit internal. Namun demikian, sebagian besar
daerah masih menghadapi kendala sumber daya pendukung operasional. Rata-rata daerah menganggarkan
kurang dari 1 persen APBD untuk fungsi audit internal. Selain itu, fungsi audit internal juga kurang didukung
oleh SDM yang memadai. Dari 12 daerah yang disurvei, hanya 33 persen daerah yang memiliki dukungan
SDM fungsional auditor atau berlatar belakang akuntansi lebih dari 50 persen staff pada instansi seperti
BAWASDA (Badan Pengawas Daerah).
Sebagian besar daerah masih terkendala oleh laporan hasil audit eksternal yang masih berstatus
Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Kinerja pemerintah dalam audit dan pengawasan eksternal tidak
terlepas dari kinerja laporan keuangan yang diaudit BPK, sosialisasi dan tindaklanjut dari hasil-hasil
tersebut, serta peran DPRD dalam pengawasan pelaksanaan APBD. Berdasarkan hasil survey, pada tahun
2009, baru Pemprov Sulawesi Utara yang telah memiliki status kinerja keuangan Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP), 8 daerah berstatus Wajar Dengan Pengeculian (WDP), 2 daerah berstatus Tidak Wajar, dan 1 daerah
berstatus Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Berdasarkan hasil survey, disamping masih lemah dalam hal
status laporan audit BPK, sebagian besar daerah juga masih lemah dalam memperkuat peran DPRD dalam
pengawasan anggaran.
30
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Tabel 2.3 Hasil Audit BPK Provinsi dan Kabupaten serta Kota di Sulawesi Utara 2007 – 2009
No Nama Daerah
2007
2008
2009
1
Prov. Sulawesi Utara
WDP
WDP
WTP
2
Kab. Bolaang Mongondow
WDP
WDP
WDP
3
Kab. Bolaang Mongondow Selatan
4
Kab. Bolaang Mongondow Utara
5
Kab. Minahasa
WDP
6
Kab. Minahasa Selatan
TMP
7
Kab. Minahasa Tenggara
8
Kab. Minahasa Utara
TMP
WDP
9
Kab. Kep. Sangihe
TMP
WDP
TW
10
Kab. Kep. Siau Tagulandang Biaro
WDP
WDP
11
Kab. Kep. Talaud
TMP
TMP
12
Kota Bitung
WDP
WDP
13
Kota Kotamobagu
WDP
WDP
14
Kota Manado
TMP
WDP
TW
15
Kota Tomohon
WDP
TW
WDP
WDP
WDP
WDP
WDP
TW
TMP
WDP
WDP
Sumber: Iktisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK, tahun 2010
WTP
Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified)
TW
Tidak Wajar (Adverse)
WDP
Wajar Dengan Pengecualian (Qualified)
TMP
Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)
2.6 Rekomendasi
Pemerintah Provinsi perlu memfasilitasi proses peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan
daerah di Sulawesi Utara. Pemerintah provinsi serta Sangihe, Minahasa, dan Kotamobagu masing-masing
memiliki keunggulan pada satu atau lebih bidang lainnya. Keunggulan tersebut merupakan modal dasar
untuk mendorong proses saling-belajar dalam rangka mempersempit kesenjangan kapasitas antar-daerah
dalam berbagai bidang terkait PKD. Beberapa agenda peningkatan kapasitas yang diperlukan antara lain
terangkum dalam tabel berikut.
Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Sulawesi Utara
Bidang
Rekomendasi
Usulan Program
Peraturan
Perundangan
Daerah
 Melengkapi berbagai aturan yang melandasi praktek
pengelolaan keuangan daerah yang baik sesuai
mandat peraturan perundangan dari pusat, antara lain
: (i) Perda tentang Penanaman Modal dan BLUD; (ii)
Perkada tentang Standar Biaya dan Analisis Standar
Belanja untuk mendukung anggaran berbasis kinerja;
dan (iii) Berbagai peraturan perundangan daerah lain
yang lebih teknis untuk pengelolaan keuangan daerah
 Menyusun peraturan daerah untuk mendorong
pelaksanaan prinsip transparansi dan partisipasi
(i)
Pelatihan tentang kerangka
peraturan daerah yang
komprehensif terkait
Pengelolaan Keuangan Daerah
(ii) Pendampingan Teknis
untuk melengkapi berbagai
peraturan daerah yang belum
dibuat dan disahkan
31
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Bidang
Rekomendasi
Usulan Program
Perencanaan &
Penganggaran
 Meningkatkan kapasitas dan keterlibatan DPRD dalam (i)
perencanaan dan penganggaran
 Menyusun dokumen perencanaan (RPJMD, RENSTRASKPD, RKPD, RENJA-SKPD) dan dokumen anggaran
(ii)
(KUA/PPA, RKA-SKPD, APBD) yang lebih terukur dan
berorientasi pada pencapaian target kinerja serta
memperkuat sinkronisasi dokumen perencanaan dan
penganggaran
(iii)
 Menyusun peraturan tentang Standar Biaya dan Analisa
Standar Belanja
Pengelolaan
kas,aset dan
pengadaan
 Meningkatkan kapasitas dalam manajemen
pendapatan
 Mempertahankan kinerja dalam pengelolaan dan
pengendalian pendapatan dan pembayaran kas serta
surplus kas temporer dikelola yang sudah cukup baik
 Mempertahankan dan meningkatkan kinerja dalam
bidang pengadaan barang dan jasa
(i)
Akuntansi&
Pelaporan
 Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang
pendidikan akuntansi pada posisi penting pengelolaan
keuangan daerah
 Mempertahankan sistem informasi yang sudah
terintegrasi di beberapa daerah dan mendorong
penerapan hal yang sama di kabupten Bolmong
(i)
Audit Internal,
serta Audit dan
Pengawasan
Eksternal
 Meningkatkan peran audit internal dalam pengelolaan
keuangan daerah melalui peningkatan sumberdaya
anggaran serta SDM auditor fungsional yang
berkualitas
 Meningkatkan komunikasi untuk mendukung audit
eksternal serta tindaklanjut temuan audit eksternal
(iv) Pelatihan dan pendampingan
teknis untuk memperkuat
fungsi audit internal dan
penambahan SDM auditor
fungsional
Pelatihan DPRD tentang
Perencanaan dan
Penganggaran
Pelaithan dan pendampingan
teknis untuk penyusunan
Standar Biaya dan Analisa
Standar Belanja
Pelatihan dan pendampingan
teknis untuk penyusunan
indikator dan target yang
layak pada berbagai
dokumen perencanaan dan
penganggaran
Pelatihan dan Pendampingan
Teknis untuk sistem
administrasi dan penagihan
pendapatan
(ii) Melengkapi aturan pengadaan
barang dan jasa didaerah
sesuai dengan kerangka
peraturan perundangan pusat
yang baru
Pelatihan dan Pendampingan
Teknis dibidang akuntansi
(ii) Pendampingan teknis untuk
sistem informasi akuntansi
yang terintegrasi
(iii) Peningkatan jumlah SDM
berlatar belakang akuntansi
Memperbaiki mekanisme perencanaan dan penganggaran partisipatif (bottom-up) di tingkat
kabupaten/kota. Mekanisme Musrenbang tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten/kota merupakan
mekanisme yang tersedia untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran.
Namun demikian, pelaksanaannya masih harus ditingkatkan melalui : (i) pemberdayaan masyarakat
untuk terlibat dalam Musrenbang (misalnya melalui sosialisasi mengenai pentingnya Musrenbang serta
manfaatnya bagi pembangunan daerah/kecamatan/desa); (ii) memberikan kepastian anggaran yang bisa
dijadikan patokan bagi perencanaan desa/kecamatan sebelum Musrenbang Desa/Kecamatan dilaksanakan
(misalnya melalui penyepakatan pagu indikatif Kecamatan/Desa antara Kepala Daerah dan DPRD sehungga
jumlah dana untuk direncanakan melalui Musrenabang Desa dan Kecamatan dapat diketahui sebelumnya);
(iii) meningkatkan kuantitas dan kualitas keterlibatan DPRD dalam Musrenbang sesuai dengan daerah
pemilihan yang diwakilinya; (iv) membuat mekanisme klarifikasi kepada masyarakat terkait program/
kegiatan yang tidak dapat diakomodasi dalam APBD sebagai bentuk transparansi kebijakan.
32
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3
Pendapatan dan Pembiayaan
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
3.1 Pendapatan Daerah Sulawesi Utara
3.1.1 Gambaran Umum Pendapatan Daerah Sulawesi Utara
Pendapatan daerah perkapita Sulawesi Utara berada di atas rata-rata nasional mencapai Rp. 2,8
juta pada tahun 2009. Meskipun demikian, pendapatan perkapita ini masih berada dibawah kebanyakan
provinsi di Kawasan Indonesia Timur lainnya seperti Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi
Tenggara. Pendapatan daerah perkapita nasional pada tahun 2009 mencapai Rp. 1,5 juta.
Gambar 3.1 Perbandingan Pendapatan Perkapita Daerah per Provinsi di Indonesia tahun 2009
Sumber: Data Anggaran APBD Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, 2009
Pendapatan daerah Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang stabil selama lima tahun terakhir
dengan sebagian besar pendapatan dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Pendapatan daerah
Sulawesi Utara meningkat dari Rp 3 triliun pada 2005 menjadi sekitar Rp 6,5 triliun pada 2009, dengan
rata-rata pertumbuhan sekitar 28 persen setiap tahunnya. Sebagian besar pendapatan ini dikelola oleh
Kabupaten/kota, mencapai 84 persen dari total pendapatan daerah tahun 2009. Pendapatan Provinsi
meningkat dari Rp 634 miliar pada 2005 menjadi Rp 1,02 triliun pada 2009 dengan tingkat pertumbuhan
rata-rata 15,4 persen per tahun, sedangkan pendapatan Kabupaten dan Kota meningkat dari Rp 2,45 triliun
pada 2005 menjadi Rp 5,5 triliun pada 2009 atau rata-rata 31 persen per tahun.
Gambar 3.2 Perkembangan Pendapatan Daerah Riil, 2005-2009
(Persen terhadap Total Pendapatan)
(Persen terhadap Total Pendapatan)
Sumber : Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010
Catatan : Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
34
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Dana Alokasi Umum merupakan sumber utama pendapatan daerah Sulawesi Utara, baik di level
Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/kota. Pada tahun 2009, 55 persen pendapatan daerah di level
provinsi dan 64 persen pendapatan daerah di level kabupaten/kota didominasi oleh DAU. Namun, terdapat
perbedaan yang signifikan antara komposisi pendapatan di level Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/
kota. Sumber pendapatan terbesar kedua di level Provinsi berasal dari Pendapatan Asli Daerah, sebesar
32 persen dari total pendapatan, sedangkan Dana Alokasi Khusus merupakan sumber pendapatan daerah
terbesar kedua untuk level pemerintah kabupaten/kota, sebesar 15 persen dari total pendapatan daerah.
Gambar 3.3 Komposisi Pendapatan Daerah Sulawesi Utara 2005-2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
Dalam lima tahun terakhir, transfer dari pemerintah pusat mendominasi pendapatan daerah Sulawesi
Utara. Sumber transfer ini merupakan Dana Alokasi Umum, yang mempunyai porsi sebesar rata-rata 65
persen dari total pendapatan. Selain itu, terdapat kecenderungan Dana Alokasi Khusus yang meningkat,
yaitu dari 5 persen pada tahun 2005 menjadi 14 persen dari total pendapatan pada tahun 2009. Dana
DAK ini digunakan untuk memfasilitasi perbaikan pelayanan publik dalam bidang pendidikan, kesehatan,
transportasi, fasilitas infrastruktur dasar, keluarga berencana, dan lain-lain.
Gambar 3.4 Perbedaan Komposisi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
Sulawesi Utara tahun 2008
Kabupaten/Kota
Provinsi
2%
DAU
4%
DAK
DAU
12%
6%
DAK
32%
55%
Dana Bagi
Hasil
6%
PAD
5%
Lain -Lain
15%
64%
Dana Bagi
Hasil
PAD
Lain -Lain
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2009
35
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Pada tingkat Provinsi, sumber pendapatan dari PAD mengalami penurunan secara signifikan
sementara pendapatan dari DAU mengalami peningkatan dan menguasai lebih dari 50 persen
pendapatan provinsi Sulawesi Utara. Pada tahun 2005, 51 persen (sebesar Rp. 322 miliar) dari pendapatan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara berasal dari DAU, dan meningkat menjadi 55 persen (sebesar Rp. 558,6
miliar) pada tahun 2009. Sementara itu, pendapatan asli daerah menurun dari 41 persen menjadi 32 persen
dari total pendapatan pemerintah provinsi. Sumber pendapatan dari DAK baru dimulai sejak tahun 2008
dan cenderung stabil seperti juga pendapatan dari dana bagi hasil.
Di tingkat Kabupaten/kota, pendapatan transfer pun mendominasi pendapatan kabupaten/kota dan
mengalami peningkatan selama 2005-2009. Porsi pendapatan dari DAK meningkat dari 6 persen di
tahun 2005 menjadi 15 persen di tahun 2009. PAD, seperti halnya dengan provinsi, mengalami penurunan
dari 5,5 persen di tahun 2005 menjadi 4 persen di tahun 2009. Sementara itu, pendapatan dari DAU dan
bagi hasil juga mengalami penurunan walaupun tidak sebesar porsi penurunan PAD.
Tabel 3.1 Komposisi Pendapatan Fiskal Sulawesi Utara 2005-2009
Provinsi
2005
2006
2007
2008
2009
Miliar
Rupiah
%
Miliar
Rupiah
%
Miliar
Rupiah
%
Miliar
Rupiah
%
DAU
322,0
50,8
499,8
61,9
501,8
55,4
545,2
55,2
558,6
54,6
DAK
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
28,7
2,9
52,9
5,2
Bagi Hasil
PAD
Lain-Lain
Total
Miliar
Rupiah
%
34,7
5,5
46,9
5,8
55,5
6,1
53,8
5,4
62,8
6,1
258,7
40,8
261,2
32,3
283,2
31,3
330,0
33,4
331,1
32,4
18,6
2,9
0,0
0,0
65,7
7,2
29,7
3,0
18,0
1,8
634,0
100
807,9
100
906,2
100
987,4
100
1.023,3
100
2005
2006
2007
2008
2009
Kabupaten
Miliar
Rupiah
%
Miliar
Rupiah
%
Miliar
Rupiah
%
Miliar
Rupiah
%
Miliar
Rupiah
%
DAU
1.675,6
68,3
2.911,0
76,8
2.746,2
65,0
2.964,0
65,2
3.492,6
63,6
DAK
142,8
5,8
388,8
10,3
677,8
16,1
659,1
14,5
836,4
15,2
Bagi Hasil
170,2
6,9
245,8
6,5
233,0
5,5
252,1
5,5
302,6
5,5
PAD
135,8
5,5
146,0
3,9
178,1
4,2
173,7
3,8
203,0
3,7
328,1
13,4
99,7
2,6
387,6
9,2
499,1
11,0
659,2
12,0
2.452,4
100
3.791,3
100
4.222,7
100
4.548,0
100
5.493,8
100
Lain-Lain
Total
Kapasitas fiskal kabupaten/kota di Sulawesi Utara sangat beragam dan timpang. Berdasarkan data
APBD tahun 2009, Kabupaten Kepulauan Sitaro mempunyai kapasitas fiskal terbesar mencapai Rp. 5,2 juta
per kapita, sedangkan Kab. Bolaang Mongondow Timur mempunyai kapasitas fiskal paling sedikit sebesar
Rp. 1,1 juta per kapita. Sumber pendapatan kabupaten ini paling besar berasal dari dana DAU pemerintah
pusat.
36
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Gambar 3.5 Komposisi Pendapatan Per Kapita Daerah Sulawesi Utara per Kabupaten/Kota tahun
2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2009
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
3.1.2 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Utara secara absolut mengalami peningkatan selama periode
2005-2010 walaupun peningkatan ini tetap mengalami penurunan secara proporsional terhadap
total pendapatan Sulawesi Utara. PAD Sulawesi Utara selama 2005-2009 meningkat dari Rp 394,4 miliar
menjadi Rp 534,1 miliar. Sumber PAD tersebut didominasi oleh komponen Pajak Daerah, yang mengalami
peningkatan dari Rp. 259,5 miliar di tahun 2005 menjadi Rp 364,8 miliar di tahun 2009.
Gambar 3.6 Perkembangan Komposisi Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Utara 2005-2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
Data Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009
37
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Namun, secara proporsi, pendapatan asli daerah ini menurun signifikan, khususnya dari tahun 2005
ke tahun 2006. Porsi PAD terhadap total pendapatan daerah ini menurun dari 13 persen di tahun 1005
menjadi 9 persen terhadap total pendapatan di tahun 2006. Setelah itu, porsi PAD cenderung stabil sebesar
9 persen dari total pendapatan hingga tahun 2008 sebelum akhirnya turun lagi menjadi 8 persen dari total
pendapatan di tahun 2009. Penurunan porsi PAD yang signifikan ini terjadi ketika jumlah DAU dan DAK
untuk Sulawesi Utara meningkat signifikan pada tahun yang sama, sedangkan total PAD hanya meningkat
sebesar 3 persen.
Pajak merupakan komponen terbesar pendapatan asli daerah Sulawesi Utara. Pendapatan dari pajak
menguasai sekitar 66 persen total PAD 2005 dan 68 persen total PAD 2009. Porsi Pajak ini bahkan mencapai
72 persen dari total PAD pada tahun 2008. Sumber kedua terbesar PAD merupakan Retribusi, dan diikuti
oleh keuntungan dari perusahaan daerah. Namun, porsi kedua komponen PAD ini semakin menurun selama
2005-2009. Sumber pajak terbesar di Sulawesi Utara berasal dari pajak kendaraan bermotor.
Gambar 3.7 Perbandingan Komposisi Pendapatan Asli Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Sulawesi
Utara tahun 2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
Data Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009
Sumber pendapatan pajak ini sebagian besar berasal dari Pemerintah Provinsi. Pajak merupakan
sumber utama pendapatan asli daerah pada kedua tingkat pemerintahan baik Provinsi maupun kabupaten/
kota. Namun, terlihat perbedaan komposisi PAD yang sangat signifikan antara pemerintah provinsi dan
pemerintah Kabupaten/kota. Di level provinsi, hampir seluruh PAD (sekitar 87 persen) bersumber dari Pajak,
sementara di level kabupaten/kota, porsi pajak (meskipun masih tetap paling besar) tidak berbeda jauh
dengan porsi pendapatan dari retribusi maupun pendapatan asli daerah lainnya. Di tingkat Kabupaten/
kota bahkan pendapatan asli daerah lainnya merupakan sumber PAD terbesar kedua setelah pajak. PAD
lainnya ini, sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004, mencakup penjualan aset yang dikuasai pemerintah daerah,
piutang bunga, dan piutang pengelolaan barang dan jasa.
Kabupaten Kepulauan Sangihe mempunyai pendapatan asli daerah perkapita tertinggi dibandingkan
kabupaten/kota lainnya. PAD percapita kabupaten tersebut mencapai Rp. 190 ribu, diikuti oleh Kota
Manado sebesar Rp. 166 ribu, serta Kabupaten Kepulauan Sitaro sebesar Rp. 137 ribu. Ketimpangan PAD
di Sulawesi Utara juga cukup besar. Kabupaten Bolaang Mongondow Timur sebagai salah satu kabupaten
hasil pemekaran selama lima tahun terakhir mempunyai PAD terendah sebesar Rp. 10 ribu.
38
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Gambar 3.8 Perbandingan PAD per kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara tahun 2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
Data Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009
Di tingkat Kabupaten/Kota, retribusi mempunyai peranan lebih besar dibandingkan pajak sebagai
sumber PAD. Selain itu, khusus untuk Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Sitaro, sumber PAD ini
juga lebih banyak bersumber dari PAD lainnya. Pada tahun 2009, khusus untuk kedua Kabupaten tersebut,
PAD ini sebagian besar bersumber dari bunga bank dan pengembalian atas temuan BPK.
Perbandingan PAD Daerah Pemekaran dan Non-Pemekaran
Kabupaten/kota hasil pemekaran mempunyai peningkatan PAD per kapita yang cukup pesat
dibandingkan kabupaten/kota non-pemekaran. Kabupaten dan Kota yang dikelompokkan ke dalam
daerah hasil pemekaran adalah Kabupaten dan Kota yang baru dipisahkan dari Kabupaten induknya
untuk lima tahun terakhir. Kabupaten dan Kota tersebut meliputi Kota Kotamobagu, Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan,
Kabupaten Minahasa Tenggara, dan Kabupaten Kepulauan Sitaro.
PAD kabupaten/kota hasil pemekaran meningkat pesat dan mengalahkan PAD perkapita kabupaten/
kota non-pemekaran tahun pada tahun 2009. Pada tahun 2008, PAD per kapita kabupaten/kota hasil
pemekaran hanya sebesar Rp. 19 ribu dan meningkat menjadi Rp. 54 ribu pada tahun 2009. Sedangkan
untuk Kabupaten/kota non-pemekaran, pada tahun 2008 mempunyai PAD perkapita sebesar Rp. 41 ribu
dan meningkat menjadi Rp. 44 ribu pada tahun 2009. Menariknya, sumber PAD perkapita untuk kab/kota
hasil pemekaran didominasi oleh PAD lainnya. Seperti halnya pola pendapatan secara keseluruhan, sumber
PAD lainnya untuk kabupaten pemekaran berasal dari penjualan aset daerah dan bunga bank.
39
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Gambar 3.9 Perbandingan PAD per kapita antara Daerah yang mengalami Pemekaran dan NonPemekaran
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
Data Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009
3.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU)
Ketergantungan Sulawesi Utara terhadap DAU meningkat selama 2005-2009, khususnya pada tahun 2006. Namun, porsi DAU terhadap pendapatan total daerah mengalami penurunan pada tahun 2007,
sebelum akhirnya relatif stabil sekitar 63 persen dari total pendapatan daerah. DAU meningkat lebih dari
dua kali lipat dari sebesar Rp 1,9 triliun pada 2005 menjadi Rp 4 triliun pada 2009. Peningkatan tajam terjadi
pada tahun 2006, seperti umumnya trend daerah-daerah lain di Indonesia, yang disebabkan oleh adanya
penurunan subsidi BBM pada tahun 2005. Pada tahun 2006, rata-rata transfer DAU pada pemerintah daerah
meningkat sebesar 65 persen untuk seluruh Indonesia (Bank Dunia, 2008).
Terlihat jelas bahwa di Sulawesi Utara, DAU lebih ditargetkan untuk pemerintah di level Kabupaten/
kota. Lebih dari 80 persen dari total DAU dialokasikan untuk pemerintah Kabupaten/Kota pada tahun
2005, dan porsi ini meningkat setiap tahunnya mencapai 86 persen pada tahun 2009. Pada tahun 2005 DAU
meningkat dari Rp. 322 miliar (Provinsi) dan Rp. 1,7 triliun (Kabupaten/kota) menjadi Rp. 559 miliar (Provinsi)
dan Rp. 3,5 triliun (kabupaten/kota). Selama periode 2005-2009, DAU mengalami peningkatan sebesar ratarata 18 persen per tahun untuk provinsi dan rata-rata 27 persen per tahun untuk kabupaten/kota.
RP. Miliar
Gambar 3.10 Perkembangan DAU Sulawesi Utara selama 2005-2010 berdasarkan Level Pemerintahan
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
Data Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009
40
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Transfer DAU untuk Kabupaten/kota di Sulawesi Utara cukup bervariasi, dengan Kabupaten
Kepulauan Talaud merupakan Kabupaten/kota dengan rata-rata DAU per kapita tertinggi. Pada tahun
2009, Kepulauan Talaud mempunyai DAU perkapita mencapai Rp. 3,5 juta, dengan perbedaan yang cukup
signifikan dibandingkan dengan Bolaang Mongondow Timur yang DAU perkapitanya hanya mencapai
Rp. 835 ribu. Sepertinya transfer dari pemerintah pusat kurang dapat mengatas kesenjangan pendapatan
antara kab/kota di Sulawesi Utara.
Gambar 3.11 Perkembangan DAU Per Kapita Kabupaten/kota selama 2005-2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
Data Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009
3.1.4 Dana Alokasi Khusus (DAK)
Selama 2005-2009, telah terjadi peningkatan pesat transfer DAK di Sulawesi Utara dengan sedikit
perlambatan pada pada 2008. Pada tahun 2005, total DAK adalah sebesar Rp 143 miliar dan meningkat
menjadi Rp 889 miliar pada 2009. Khusus untuk Provinsi, transfer DAK dari pemerintah pusat baru dimulai
sejak tahun 2008. Di sisi lain, DAK riil Kabupaten dan Kota mengalami peningkatan signifikan, yaitu dari Rp
143 miliar pada 2005 menjadi Rp 836 miliar pada 2009.
Seperti halnya transfer DAU, transfer DAK juga lebih difokuskan pada pemerintah Kabupaten/
kota. Pada tahun 2009, pangsa DAK Provinsi adalah sebesar 6 persen, sedangkan Kabupaten dan Kota
sebesar 94 persen dari total DAK di Sulawesi Utara. Pada tingkatan kabupaten dan Kota, lima penerima
DAK terbesar pada 2009 adalah: Kabupaten Kepulauan Sangihe Rp 104,8 miliar; Kabupaten Minahasa Rp 76
miliar; Kabupaten Bolaang Mongondow Rp. 74,8 miliar; Kabupaten Kepulauan Sitaro Rp. 72 miliar; dan Kota
Kotamobagu Rp 63,4 miliar.
Sebagian besar dana DAK ini digunakan untuk dana pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara.
Pembangunan infrastruktur ini mencakup perbaikan pada sarana jalan, irigasi, serta akses terhadap air
bersih. Namun, pembangunan fasilitas jalan sebagai penghubung antara kabupaten/kota ataupun antar
desa didalam kabupaten/kota yang sama merupakan alokasi terbesar, sebesar Rp. 112 miliar atau sekitar 26
persen dari total DAK di tahun 2008.
41
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Gambar 3.12 Perkembangan DAK Provinsi dan Kabupaten/Kota 2005-2009
Infrastruktur
Pendidikan
Kesehatan
Perikanan
Pertanian
Lain-lain
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur juga merupakan kabupaten/kota dengan pendapatan
DAK perkapita terendah tahun 2009. DAK perkapita antar kabupaten/kota di Sulawesi Utara ini juga
begitu timpang dengan DAK perkapita tertinggi mencapai Rp. 1,2 juta untuk Kabupaten Kepulauan Sitaro,
dan terendah sebesar Rp. 63 ribu oleh kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Sebagai kabupaten hasil
pemekaran, kedua kabupaten (Bolaang Mongondow Timur dan Selatan) mempunyai transfer DAK yang
sangat rendah.
3.1.5 Dana Bagi Hasil (DBH)
Secara absolut, terdapat peningkatan DBH selama periode 2005-2009, khususnya pada tahun
2006. Namun, jumlah peningkatan ini tetap lebih kecil dari peningkatan total pendapatan Sulawesi Utara,
sehingga porsi DBH selama 2005-2009 mengalami penurunan, khususnya pada tahun 2007. Dari 2005 ke
2009 terjadi peningkatan sebesar 79 persen. Pada tahun 2005 total DBH sebesar Rp 205 miliar meningkat
menjadi Rp 366 miliar pada 2009.
Seperti halnya sumber dana perimbangan lain, DBH lebih banyak dihasilkan oleh Kabupaten/kota.
Apabila dilihat dari perbandingan Provinsi dengan gabungan Kabupaten dan Kota maka pangsa DBH
Provinsi pada tahun 2009 sebesar 17 persen, sementara pangsa Kabupaten/Kota adalah sebesar 83 persen
pada tahun yang sama. Dana Bagi Hasil terdiri dari dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil bukan pajak
(sumber daya alam). Kecuali untuk tahun 2009, klasifikasi dana bagi hasil ini digabung untuk pajak dan non
pajak. Selama periode 2005-2008, sumber DBH ini lebih banyak berasal dari DBH pajak dibandingkan nonpajak dengan perbandingan DBH pajak hampir menguasai seluruh pendapatan DBH (99 persen) dan DBH
non-pajak (SDA) sebesar kurang dari satu persen.
Pendapatan DBH per kapita di Sulawesi Utara juga cukup bervariasi. Kota Tomohon mempunyai
sumber pendapatan DBH tertinggi pada tahun 2009 dengan nilai mencapai Rp. 352 ribu, dengan perbedaan
cukup besar dibadingkan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur sebagai kabupaten dengan DBH
perkapita terendah sebesar Rp. 76 ribu. Kabupaten Bolaang Mongondow Timur secara umum mempunyai
pendapatan per kapita daerah paling rendah dibandingkan kabupaten/kota lainnya.
42
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Gambar 3.13 Perkembangan Total DBH Sulawesi Utara periode 2005-2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
3.2 Pembiayaan
Selama 2005-2009, Sulawesi Utara mengalami surplus pendapatan daerah kecuali pada tahun
2005. Pada tahun 2005, terdapat defisit pendapatan daerah sebesar Rp. 85,8 miliar, sebelum akhirnya
surplus selama 4 tahun berikutnya hingga mencapai surplus tertinggi pada tahun 2008 sebesar Rp. 380
Miliar. Surplus ini mencapai 6,8 persen pada tahun 2008 dan mengindikasikan adanya ketidak mampuan
pemerintah menyerap anggaran yang ada.
Pada tahun 2009, sebagian besar surplus dalam APBD digunakan untuk pengeluaran investasi
jangka pendek. Penggunaan surplus ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2004. Surplus
dalam APBD dapat digunakan untuk pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo; penyertaan modal
(investasi daerah); atau transfer ke rekening dana cadangan.
Sedangkan dalam kasus defisit, pada tahun 2005 kekurangannya didanai sebagian besar dari sisa
lebih penghitungan anggaran yang ditetapkan tahun lalu (SiLPA). Sesuai UU 32 Tahun 2004, sumber
pembiayaan ini dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu (SiLPA); transfer dari dana
cadangan; hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan pinjaman daerah. Peraturan Pemerintah
No. 58 tahun 2005 pasal 28 ayat 5 menyebutkan Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit
anggaran.
Gambar 3.14 Surplus dan defisit anggaran di Provinsi Sulawesi Utara
Sumber : Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
43
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan
Pada tahun 2009, Pemerintah provinsi mengalami deficit sedangkan pemerintah kabupaten/kota
mengalami surplus pendapatan daerah. Defisit yang dialami Pemerintah Provinsi dapat ditutupi oleh
pendapatan pembiayaan sehingga mendapatkan Selisih Lebih Hasil Perhitungan Anggaran (SiLPA). Pada
tingkat pemerintahan Kabupaten dan Kota, terdapat surplus serta pembiayaan neto positif sehingga SILPA
yang diperoleh lebih besar dari surplus yang mereka alami. Bila ditinjau lebih dalam lagi yang memiliki
SILPA terbesar adalah Kabupaten Minahasa Utara, sebaliknya yang memiliki Selisih Kurang Perhitungan
Anggaran (SiKPA) terbesar adalah Kabupaten Kepulauan Talaud karena melakukan pembayaran hutang
pada pihak ketiga.
3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi
PAD Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara relatif rendah dan ketergantungan pendapatan akan
transfer dari pemerintah pusat semakin besar. Hal ini kurang selaras dengan tujuan otonomi daerah. Oleh
sebab itu dibutuhkan upaya meningkatkan kajian tentang potensi pajak dengan dasar pajak (tax base) yang
luas, meningkatkan pengawasan untuk meminimalisasi kebocoran pendapatan pajak dan retribusi daerah,
serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang perpajakan. Namun perlu diperhatikan
bahwa pengenaan pajak yang berlebihan dapat menjadi disinsentif bagi kegiatan ekonomi, sehingga
pengenaan pajak harus dicermati agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
Sumber Dana Bagi Hasil dari non-pajak (Sumber Daya Alam) masih sangat kecil dibandingkan
dengan DBH pajak, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah potensi SDA di Sulawesi Utara belum
dimanfaatkan secara maksimal. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang potensi SDA di Sulawesi
Utara yang dapat menjadi salah satu sumber pendapatan daerah.
Ketimpangan pendapatan perkapita daerah antar kabupaten/kota masih tinggi. Beberapa kabupaten
hasil pemekaran sepertinya masih mempunyai sumber pendapatan yang sangat rendah (Kabupaten Bolaang
Mongondow Timur). Dibutuhkan dukungan dari pemerintah, misalnya melalui transfer dari pemerintah
pusat, untuk memulai pengembangan kabupaten/kota baru hasil pemekaran melalui peningkatan posisi
fiskal kabupaten/kota tersebut.
Pemerintah Provinsi dan kebanyakan Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara memiliki SILPA yang
besar. Ini menggambarkan bahwa Pemerintah Daerah kurang dapat menyerap anggaran yang ada dan
masih bisa melakukan program dan kegiatan yang penting dalam pelayanan kepada masyarakat. Bilamana
pelayanan pada masyarakat telah maksimal maka Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi tambahan
untuk memanfaatkan dana yang ada. Sebaliknya, masih terdapat beberapa daerah yang mengalami SiKPA.
Dalam menghadapi SiKPA, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam pengelolaan keuangan di tahun
berikutnya karena resiko bawaan yang terjadi pada saat terjadi SIKPA tahun berjalan.
44
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4
Belanja Daerah
Bab 4 Belanja Daerah
4.1 Gambaran Umum Belanja Daerah
Total belanja daerah Sulawesi Utara meningkat selama 2005-2009. Pada tahun 2005, total belanja
Sulawesi Utara (termasuk dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan/TP) sebesar Rp. 3,7 triliun dan dalam
empat tahun meningkat sebesar Rp. 3,4 triliun (menjadi Rp. 7,1 triliun) pada tahun 2009. Total belanja
Sulawesi Utara naik dengan rata-rata 23,5 persen per tahun selama 2005-2009.
Sebagian besar belanja daerah Sulawesi Utara ini dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/kota. Porsi
belanja yang dikelola pemerintah kabupaten/kota ini juga meningkat semenjak tahun 2005. Pada tahun
2005, sebesar 69 persen belanja daerah dikelola kabupaten/kota, dan meningkat menjadi 75 persen pada
tahun 2009. Pemerintah provinsi mengelola sebesar 13 persen total belanja Sulawesi Utara, dan sisanya
merupakan belanja pemerintah pusat yang berada di daerah, yaitu sebesar 12 persen. Belanja di level
Kabupaten/kota ini sebagian besar ditujukan untuk belanja pegawai, khususnya pada urusan pemerintahan
umum. Belanja ini digunakan untuk belanja gaji dan tunjangan, yaitu: gaji pokok pegawai (belanja terbesar),
tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, tunjangan fungsional, tunjangan umum, tunjangan khusus, serta
tambahan penghasilan pegawai (berdasarkan prestasi kerja).
Gambar 4.1 Perkembangan Belanja Daerah Sulawesi Utara (termasuk Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan) tahun 2005-2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
Data Belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan merupakan kalkulasi Staf Bank Dunia berdasarkan data dari Departemen
Keuangan
Total belanja pemerintah daerah per kapita Sulawesi Utara berada diatas tingkat rata-rata nasional
pada tahun 2009. Dengan menggunakan data anggaran Departemen Keuangan, total belanja daerah per
kapita Sulawesi Utara pada tahun 2009 adalah sebesar Rp. 2,8 juta, secara signifikan lebih besar dari belanja
perkapita nasional sebesar Rp. 1,7 juta. Dibandingkan provinsi lainnya di Sulawesi, belanja per kapita ini
cukup tinggi walaupun masih berada dibawah Sulawesi Tenggara sebesar Rp. 3,1 juta rupiah. Belanja
perkapita tertinggi dimiliki oleh Provinsi Papua Barat sebesar Rp. 10 juta rupiah.
46
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Gambar 4.2 Belanja Riil Perkapita Provinsi di Indonesia tahun 2009
Sumber: Data diambil dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan.
Data merupakan data anggaran.
Data Populasi didapat dari BPS, 2009
Serupa dengan pola pendapatan per kapita di Sulawesi Utara, Kabupaten Bolaang Mongodow Timur
sebagai salah satu kabupaten hasil pemekaran merupakan kabupaten dengan belanja perkapita
terendah. Belanja perkapita kabupaten/kota di Sulawesi Utara cukup bervariasi dan timpang. Belanja
perkapita tertinggi ditempati oleh Kabupaten Kepulauan Sitaro (yang juga mempunyai pendapatan
perkapita tertinggi) sebesar Rp. 4,5 juta. Sementara itu, perbedaan belanja perkapita ini cukup tinggi dengan
Kabupaten Bolaang Mongodow Timur dengan belanja perkapita sebesar Rp. 1,2 juta. Bolaang Mongodow
Timur dan Bolaang Mongodow Selatan adalah kabupaten paling muda yang dimekarkan pada tahun 2009.
Ini merupakan salah satu alasan mengapa kabuapten tersebut mempunya pendapatan dan belanja per
kapita terendah. Kedua kabupaten tersebut masih baru menata pemerintahannya dan bertransisi menjadi
pemerintahan baru, selain itu fasilitas infrastruktur di kabupaten ini juga masih minim sehingga kegiatan
ekonomi agak terhambat.
Gambar 4.3 Belanja Per kapita Kabupaten/kota di Sulawesi Utara tahun 2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2009
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
47
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Belanja Perkapita Kabupaten Hasil Pemekaran dan Non-Pemekaran
Berbeda dengan pola pendapatan perkapita antara kabupaten/kota pemekaran dan non-pemekaran,
belanja perkapita kabupaten/kota hasil pemekaran secara signifikan lebih tinggi dari kabupaten/
kota non-pemekaran, terutama pada belanja modal perkapita. Pada tahun 2009, belanja perkapita
kabupaten pemekaran mencapai Rp. 2,8 juta sedangkan belanja perkapita kabupaten non-pemekaran
kurang lebih sepertiga kabupaten pemekaran, sebesar Rp. 1 juta.
Belanja modal perkapita merupakan belanja dengan perbedaan terbesar antara kabupaten
pemekaran dan non-pemekaran. Belanja modal perkapita kabupaten pemekaran mencapai Rp. 1,2 juta
sedangkan kabupaten non-pemekaran hanya sebesar Rp. 273 ribu. Selain itu, belanja modal merupakan
belanja terbesar kabupaten pemekaran pada tahun 2009, sedangkan kabupaten non-pemekaran didominasi
oleh belanja pegawai pada tahun 2009. Kabupaten pemekaran sepertinya lebih banyak mengalokasikan
belanja daerahnya untuk pembangunan infrastruktur kabupaten, seperti pembangunan sekolah dan
kantor-kantor pemerintah baru, yang termasuk dalam belanja modal.
Gambar 4.4 Belanja Perkapita Kabupaten Hasil Pemekaran dan Non Pemekaran tahun 2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2009
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
4.2 Belanja Menurut Klasifikasi Ekonomi
Belanja pegawai merupakan sumber belanja terbesar untuk pemerintah daerah Sulawesi Utara
selama 2005-2009. Porsi belanja pegawai memang mengalami penurunan selama 2005-2009, namun
porsi ini tetap menjadi belanja terbesar pemerintah daerah Sulawesi Utara. Pada tahun 2009, porsi
belanja pegawai daerah Sulawesi Utara mencapai 47 persen dari total belanja, lebih kecil dibandingkan
porsinya pada tahun 2005 sebesar 56 persen. Belanja pegawai secara absolut meningkat dari Rp. 1,5 triliun
di tahun 2005 menjadi Rp. 2,8 triliun di tahun 2009.
Namun, terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada porsi belanja modal Sulawesi Utara.
Belanja modal pemerintah Sulawesi Utara meningkat 3.5 kali lipat selama 2005-2009 dari Rp. 420 miliar
di tahun 2005 menjadi Rp. 1,9 triliun di tahun 2009. Porsi belanja modal pemerintah daerah ini juga
meningkat signifikan dari yang paling rendah pada tahun 2005 dibandingkan belanja ekonomi lainnya
(modal dan pegawai), yaitu sebesar 14 persen dari belanja total, menjadi belanja ekonomi terbesar kedua
pada tahun 2009 sebesar 31 persen. Pada tahun 2009, Sulawesi Utara menjadi tuan rumah atas World
Ocean Conference (WOC), dan hal ini berdampak positif pada pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara.
Terdapat pembangunan infrastruktur seperti terminal baru dan perpanjangan landasan pacu Bandara
48
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Internasional Sam Ratulangi, perluasan jalan dari Kota Manado ke bandara, perbaikan prasarana dan sarana
penyeberangan ke Pulau Bunaken, terbangunnya jalan lingkar luar (ring road), serta terbangunnya fasilitas
pada objek-objek wisata dan perbaikan pada akses ke objek-objek wisata4.
Gambar 4.5 Perkembangan Belanja Daerah Sulawesi Utara berdasarkan Klasifikasi Ekonomi, tahun
2005-2009
%
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
Perubahan porsi belanja pegawai relatif lebih kecil dan stabil dibandingkan dengan porsi belanja
modal dan belanja barang dan jasa. Porsi belanja pegawai masih berfluktuasi tidak terlalu tajam selama
periode 2005-2009, yaitu berkisar antara 47-56 persen. Di pihak yang lain, porsi belanja barang dan jasa
(goods and services) mengalami penurunan tajam pada kurun waktu yang sama, yaitu 27 persen pada 2005
menjadi 17 persen pada 2009. Berdasarkan perubahan porsi ketiga kelompok belanja tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa kenaikan porsi belanja modal merupakan pergeseran dari belanja barang dan jasa,
bukannya dari belanja pegawai.
Gambar 4.6 Porsi Belanja Klasifikasi Ekonomi di Tingkat Provinsi dan Kabupaten kota, tahun 20052009
Provinsi
Kabupaten/Kota
100%
80%
29%
6%
60%
28%
19%
22%
21%
18%
17%
23%
24%
20%
36%
80%
0%
27%
40%
20%
37%
36%
39%
40%
2006
Pegawai
Modal
2007
2008
60%
11%
8%
5%
4%
14%
26%
27%
32%
25%
17%
16%
16%
57%
49%
49%
51%
48%
2005
2006
2007
2008
2009
2%
16%
24%
40%
23%
20%
0%
32%
0%
2005
100%
2009
Pegawai
Modal
Barang dan Jasa
Lain - lain
Barang dan Jasa
Lain - lain
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
4
Badan Kerja Sama Pembangunan Regional Sulawesi, Dampak WOC bagi Pengembangan Sulawesi Utara, 24 Maret 2009, http://
www.bkprs-news.com/index.php?option=com_content&task=view&id=190&Itemid=117
49
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Di level Provinsi, belanja pegawai juga merupakan belanja ekonomi terbesar pemerintah Sulawesi
Utara. Nampak bahwa dari tahun ke tahun belanja pegawai (personnel) mengambil porsi terbesar yaitu
37 persen pada 2005 dan 32 persen pada 2009 sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 4.5. Porsi jenis
belanja tersebut berfluktuatif namun masih di atas 30 persen. Pada 2005, belanja modal memiliki proporsi
terkecil dari semua jenis belanja yang ada yaitu sebesar 6 persen. Namun demikian, terdapat peningkatan
belanja modal dari tahun ke tahun dan sejak 2007 proporsi belanja modal mengalami kenaikan signifikan
hingga pada 2009 mencapai 23 persen dari total belanja, sama dengan belanja barang dan jasa.
Pemerintah Kabupaten/kota nampaknya mempunya pola belanja yang serupa dengan pola belanja
pemerintah provinsi, di mana belanja pegawai (personnel) memiliki porsi terbesar. Belanja modal
merupakan belanja terbesar kedua dengan porsi 32 persen dari total belanja pada tahun 2009. Porsi belanja
modal mengalami peningkatan yang cukup tinggi, khususnya di tahun 2007 dari 14 persen menjadi 26
persen dari total belanja. Namun, serupa dengan pola belanja keseluruhan pemerintah Sulawesi Utara,
sepertinya peningkatan belanja modal ini dibarengi dengan penurunan belanja barang dan jasa, sementara
belanja pegawai tetap memiliki porsi terbesar dari total belanja kab/kota Sulawesi Utara tahun 2009 sebesar
hampir setengahnya.
4.3 Belanja Menurut Sektor
Meskipun dengan proporsi yang menurun, belanja pemerintahan umum masih mendominasi belanja
pemerintah daerah (konsolidasi provinsi + kabupaten/kota) di Sulawesi Utara. Secara riil, belanja
gabungan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk sektor pemerintahan umum pada periode
2005-2009 menunjukkan peningkatan yang cukup konsisten dari Rp. 950 miliar (2005) menjadi Rp. 2 triliun
(2009). Peningkatan ini mengakibatkan belanja pemerintahan umum masih tetap mendominasi meskipun
mengalami penurunan proporsi dari 37 persen (2005) menjadi 33 persen (2009). Belanja infrastruktur
cenderung meningkat pesat meskipun masih lebih kecil dibanding sektor pendidikan yang merupakan
kedua terbesar. Belanja kesehatan dan pertanian cenderung berfluktuasi, sementara belanja kelautan dan
perikanan masih sangat kecil dengan proporsi rata-rata sebesar 1 persen.
Gambar 4.7 Belanja Konsolidasi Provinsi+Kabupaten/Kota Berdasarkan Sektor, 2005-2009
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010
Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
50
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Pada tingkat provinsi, belanja untuk sektor pemerintahan umum masih diatas 50 persen. Belanja
pemerintah provinsi untuk sektor pemerintahan umum meningkat dari Rp 418 miliar ( 2005) menjadi Rp 566
miliar (2009) atau tumbuh rata-rata 9 persen per tahun sehingga belanja sektor tersebut masih mendominasi
(diatas 50 persen). Belanja provinsi untuk infrastruktur dan pendidikan mengalami peningkatan dengan
proporsi tahun 2009 hampir 2 kali lipat dari proporsi tahun 2005. Sementara untuk sektor kesehatan,
meskipun secara riil meningkat, namun secara proporsi stagnan pada 5 persen.
Tabel 4.1 Belanja Pemerintah Provinsi Berdasarkan Sektor (Dalam Rp. Miliar dan Proporsi terhadap
Total Belanja), 2005-2009
2005
Kabupaten
Pemerintahan Umum
2006
2007
2008
2009
Miliar
Rupiah
%
Miliar
Rupiah
%
Miliar
Rupiah
%
Miliar
Rupiah
%
Miliar
Rupiah
%
418
69,2
507
63,1
474
54,5
546
58,4
566
54,7
Infrastruktur
65
10,8
98
12,2
167
19,2
150
16,1
198
19,1
Pendidikan
18
3,1
49
6,0
56
6,5
52
5,6
54
5,2
Kesehatan
30
4,9
39
4,8
47
5,5
46
4,9
54
5,2
Pertanian
17
2,8
29
3,6
51
5,9
50
5,3
58
5,7
5
0,9
9
1,1
9
1,1
10
1,1
13
1,2
Kelautan dan Perikanan
Kehutanan
12
2,1
16
2,0
8
0,9
9
1,0
10
1,0
Sosial dan Pemberdayaan
Perempuan
4
0,7
6
0,8
6
0,7
8
0,9
11
1,1
Perindutrian dan
Perdagangan
5
0,8
7
0,9
7
0,8
8
0,9
8
0,8
Ketenagakerjaan
8
1,3
10
1,3
11
1,3
12
1,2
14
1,4
Kependudukan dan
Transmigrasi
0
0,0
0
0,0
0
0,0
0
0,0
0
0,0
Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah
4
0,6
6
0,7
7
0,8
7
0,7
9
0,9
Pariwisata
10
1,6
14
1,7
8
0,9
8
0,8
14
1,4
Energi dan Sumber Daya
Mineral
4
0,6
6
0,7
7
0,8
6
0,7
6
0,6
Lingkungan Hidup
2
0,3
3
0,4
3
0,4
3
0,3
4
0,4
Penanaman Model
2
0,3
5
0,6
6
0,7
5
0,6
5
0,5
Perumahan
0
0,0
0
0,0
0
0,0
0
0,0
0
0,0
Pemuda dan Olah Raga
0
0,0
0
0,0
1
0,1
13
1,4
9
0,8
Penataan Ruang
0
0,0
0
0,0
0
0,0
1
0,1
0
0,0
Pertahanan
0
0,0
0
0,0
0
0,0
0
0,0
0
0,0
605
100
803
100
870
100
935
100 1.034
100
Total
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010
Masih tingginya belanja pemerintahan umum di tingkat provinsi terutama disumbang oleh
meningkatnya belanja transfer bagi hasil. Berbeda dengan belanja sektor pada umumnya, disamping
belanja pegawai, barang-jasa, dan modal, belanja sektor pemerintahan umum juga meliputi belanja
transfer5. Pada periode 2007-2009, belanja transfer rata-rata mencapai 42 persen dari belanja sektor
5
Belanja transfer meliputi belanja hibah, subsidi, bantuan sosial, bantuan keuangan kepada kabupaten/kota, dan belanja tidak
terduga. Berbeda dengan peraturan sebelumnya dimana setiap SKPD diperbolehkan menganggarkan dan menatausahakan
belanja transfer, berdasarkan Permendagri 13/2006, belanja tersebut hanya dialokasikan pada PPKD, yakni satuan kerja yang
berada pada sektor pemerintahan umum.
51
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
pemerintahan umum provinsi dan sebagian besar dialokasikan untuk belanja bagi hasil, diikuti oleh hibah
dan bantuan kepada kabupaten/kota. Meskipun demikian, belanja sektor pemerintahan umum diluar
belanja transfer tetap merupakan belanja dengan proporsi terbesar dibanding infrastruktur, pendidikan,
dan kesehatan. Hal ini menunjukkan belum adanya pergeseran prioritas belanja yang berarti dari sektor
pemerintahan umum ke sektor-sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Hampir sama dengan tingkat provinsi, belanja pemerintah kabupaten/kota juga didominasi oleh
sektor pemerintahan umum. Urusan yang mendominasi belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota sama
dengan yang yang ada pada provinsi, yaitu urusan pemerintahan umum, dengan pertumbuhan yang
cukup tinggi, yakni dari Rp 704 miliar (2005) menjadi Rp 1,5 triliun (2009). Sektor lain yang cukup dominan
belanjanya adalah pendidikan (rata-rata diatas 30 persen) diikuti oleh infrastruktur dan kesehatan. Sektor
intrastruktur merupakan sektor dengan peningkatan proporsi yang cukup signifikan pada kurun waktu
2005-2009 yakni dari 5 persen (2005) menjadi 19 persen (2009).
Tabel 4.2 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota Berdasarkan Sektor (Dalam Rp. Miliar dan Proporsi
terhadap Total Belanja), 2005-2009
Kabupaten/Kota
2005
Miliar
Rupiah
2006
2007
2008
%
Miliar
Rupiah
%
Miliar
Rupiah
%
Miliar
Rupiah
2009
%
Miliar
Rupiah
%
30,1
Pemerintahan Umum
704
29,8
1.162
34,2
1.511
37,6
1.300
31,2
1.580
Infrastruktur
119
5,0
493
14,5
596
14,9
702
16,8
1.015
19,3
Pendidikan
808
34,2
879
25,8
1.240
30,9
1.416
33,9
1.689
32,2
Kesehatan
199
8,4
355
10,4
278
6,9
325
7,8
424
8,1
Pertanian
39
1,6
107
3,1
137
3,4
131
3,1
157
3,0
Kelautan dan Perikanan
19
0,8
37
1,1
48
1,2
50
1,2
73
1,4
Kehutanan
14
0,6
22
0,6
18
0,4
21
0,5
28
0,5
Sosial dan Pemberdayaan
Perempuan
32
1,4
33
1,0
14
0,3
19
0,5
28
0,5
Perindutrian dan
Perdagangan
16
0,7
22
0,6
26
0,7
32
0,8
50
1,0
Ketenagakerjaan
7
0,3
55
1,6
11
0,3
13
0,3
14
0,3
17
0,7
22
0,7
17
0,4
23
0,6
23
0,4
5
0,2
8
0,2
13
0,3
13
0,3
13
0,2
Kependudukan dan
Transmigrasi
Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah
Pariwisata
7
0,3
15
0,4
11
0,3
12
0,3
18
0,3
Energi dan Sumber Daya
Mineral
6
0,3
9
0,3
11
0,3
12
0,3
14
0,3
12
0,5
19
0,5
40
1,0
49
1,2
53
1,0
Lingkungan Hidup
Penanaman Modal
Perumahan
Pemuda dan Olah Raga
Penataan Ruang
Pertahanan
Total
2
0,1
5
0,1
6
0,1
11
0,3
8
0,2
104
4,4
161
4,7
13
0,3
7
0,2
19
0,4
0,2
1
0,0
0
0,0
14
0,3
23
0,6
11
38
1,6
0
0,0
10
0,3
13
0,3
28
0,5
0
0,0
0
0,0
0
0,0
1
0,0
2
0,0
2.362
100
3.400
100
4.014
100
4.172
100
5.246
100
Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010
Catatan : Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P
52
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
4.4 Hubungan Belanja dan Gender
Anggaran Responsif Gender (ARG)
Pengarusutamaan Gender di Kementerian/Lembaga (K/L) baik pusat maupun daerah merupakan
implementasi Inpres No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Sesuai dengan Inpres tersebut K/L berkewajiban untuk mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi dari seluruh kebijakan, program, dan kegiatan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Inpres Nomor 9 Tahun 2000 diacu oleh Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010-2014, yang menetapkan Kebijakan
Pengarusutamaan Gender (PUG) lintas Bidang pembangunan, sebagai salah satu prinsip dan landasan
operasional bagi seluruh pelaksanaan pembangunan (RPJMN 2010-2014). Pengarusutamaan gender
dalam pembangunan adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi/menghilangkan kesenjangan
antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat
pembangunan, serta meningkatkan partisipasi keduanya dalam pengambilan keputusan dan penguasaan
terhadap sumberdaya pembangunan, seperti misalnya pengetahuan, keterampilan, informasi, kredit.
Anggaran Responsif Gender di Provinsi Sulawesi Utara
Di Sulawesi Utara, anggaran responsif gender mencakup:
Kategori anggaran khusus bagi perempuan dan anak, yaitu: anggaran untuk pemenuhan kebutuhan
prioritas perempuan dalam pelayanan publik (kesehatan, pendidikan, dan kesra); anggaran untuk kesehatan,
pendidikan dan perlindungan anak perempuan dan atau anak laki-laki; anggaran untuk peningkatan
keadaan ekonomi perempuan miskin; serta dana untuk anak yang dibayarkan untuk membiayai perawatan
anak di keluarga-keluarga miskin.
Kategori alokasi anggaran untuk affirmative action bagi kelompok marginal, yaitu: anggaran untuk
kelompok-kelompok marginal (seperti : kelompok miskin, etnis minoritas, suku terasing, dll); anggaran untuk
program-program pelatihan pemerintah yang mengutamakan keseimbangan gender; anggaran untuk
mewujudkan keseimbangan gender dalam sektor-sektor kepegawaian publik; anggaran untuk penyediaan
payung hukum untuk pelaksanaan affirmative action atau upaya mewujudkan kesetaraan kesempatan bagi
laki-laki dan perempuan di sektor-sektor publik.
Kategori alokasi anggaran untuk pengarusutamaan gender, yaitu: anggaran untuk program-program
PUG; anggaran untuk keperluan analisis gender termasuk penyediaan data terpilih; anggaran untuk
pelaksanaan pelatihan gender dan penyediaan modul-modul untuk PUG sesuai dengan sektor; anggaran
untuk penelitian dan evaluasi terhadap dampak program atau proyek terhadap laki-laki dan perempuan.
53
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Gambar 4.8 Kategori Anggaran Responsif Gender (Sharp and Budlender, 1985)
Kategori
Kategori I
Alokasi Anggaran Gender specific
targeted
Kategori II
Alokasi Anggaran untuk
Meningkatkan kesempatan setara
dalam pekerjaan
Kategori III
Alokasi Anggaran Umum yang
Mainstreaming
Belanja Yang Diperlukan bagi
perempuan atau laki-laki dalam
komunitas untuk memenuhi
kebutuhan khususnya
Sebagai affirmative action untuk
mewujudkan kesempatan yang
setara antar laki-laki dan perempuan
terutama dalam lingkungan
pemerintahan atau dunia kerja
lainnya
Alokasi anggaran umum yang
menjamin agar pelayanan publik
dapat diperboleh dan dinikmati oleh
semua anggota masyarakat (laki-laki
dan perempuan)
Contoh: Alokasi Anggaran untuk
Kesehatan reproduksi perempuan,
alokasi anggaran untuk penyediaan
alat kontrasepsi bagi laki-laki, alokasi
anggaran untuk pap smear, alokasi
anggaranuntuk penderita kanker
prostan, alokasi anggaran untuk
sunatan masal
Contoh: Alokasi anggaran untuk
pelatihan teknologi pertanian bagi
perempuan, alokasi anggaran untuk
fasilitas penitipan anak di tempat
kerja
Contoh: Alokasi anggaran untuk
fasilitas umum (wc umum) antara
laki-laki dan perempuan yang
proporsional, alokasi anggaran untuk
angkutan masing-masing khusus
perempuan dan laki-laki.
Kategori
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara pada tahun 2009 sebesar Rp 19,3 miliar atau 2,2 persen
dari total anggaran provinsi. Anggaran ini berkurang dari tahun sebelumnya (2008) yaitu sebesar Rp.
29,2 miliar. Penyebab berkurangnya anggaran yang terkait gender di tahun 2009 tidak diketahui, apakah
karena ada pengalihan anggaran atau anggaran tersebut sudah digabungkan dalam program lain yang
tidak dirinci. Rincian mengenai belanja pemberdayaan perempuan dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Sebagian besar anggaran pemberdayaan perempuan dialokasikan untuk anggaran kategori
perempuan dan anak, yaitu sebesar Rp 17.548 juta (91 persen). Di lain pihak, alokasi anggaran untuk
affirmative action bagi kelompok marginal dan pengarusutamaan, masing-masing sebesar Rp 1.346 juta (7
persen) dan Rp 416 juta (2 persen). Namun, porsi anggaran ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan
total APBD Provinsi Sulawesi Utara pada 2009. Alokasi anggaran khusus untuk perempuan dan anak hanya
sebesar 2 persen, affirmative action bagi kelompok marginal sebesar 0,15 persen, dan 0,05 persen untuk
pengarusutamaan gender.
54
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
Tabel 4.3 Anggaran yang Berkaitan dengan Pemberdayaan Perempuan pada APBD Pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara, 2008 – 2009
Program
Pemberdayaan Perempuan
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perempuan
Pendidikan Anak Usia Dini
Penguatan Kelembagaan
Pengarusutamaan Gender dan Anak
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Pembinaan Anak Terlantar
Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan
Pendidikan Non Formal
Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Gender Dalam Pembangunan
Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial (eks Narapidana, PSK, Narkoba dan
Penyakit Sosial)
- Pemberian Penyuluhan tentang Bahaya Narkoba bagi Masyarakat
Peningkatan Penanggulangan Narkoba, PMS termasuk HIV/AIDS
Manajemen Pelayanan Pendidikan
Peningkatan Mutu Pendidikan
Standarisasi Pelayanan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin
Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah
Pendidikan Menengah
Upaya Kesehatan Masyarakat
Biro Pemberdayaan Perempuan
Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perempuan
Pembinaan Anak Terlantar
Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial (eks Narapidana, PSK, Narkoba dan
Penyakit Sosial lainnya)
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Peningkatan Peran Serta Kepemudaan
- Penyuluhan Pencegahan Penggunaan Narkoba di Kalangan Generasi Muda
Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba
Pembinaan Panti Asuhan/Panti Jompo
Peningkatan Peran Perempuan di Perdesaan
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Perbaikan Gizi Masyarakat
Pengembangan Bahan Informasi tentang Pengasuhan dan Pembinaan Tumbuh
Kembang Anak
Wajib Belajar Dua Belas Tahun
Pembinaan Seni, Bakat, Kreativitas dan Prestasi Siswa
Balai Penyantunan Anak dan Remaja
TOTAL
Anggaran (Juta Rp)
2008
2009
1.196
322
205
40
95
165
608
707
347
1.188
68
968
705
111
113
359
115
1.111
449
210
373
322
3.262
13.746
45
455
1.730
1.727
1.345
83
811
40
111
373
334
111
5.896
4.386
231
1.214
213
651
740
47
319
44
94
29.213
1.333
2.350
200
19.309
Sumber: Diolah dari Data APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2008-2009
55
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 4 Belanja Daerah
4.5 Kesimpulan dan Rekomendasi
Belanja pegawai masih sangat mendominasi. Oleh karena itu, ke depan perlu dilakukan: (1) pengurangan
jumlah pegawai secara alami yaitu melakukan penerimaan pegawai dengan jumlah yang lebih kecil dari
jumlah pegawai yang pension; (2) melakukan penerimaan pegawai yang berkualitas serta pelatihan yang
sesuai untuk meningkatkan produktivitas pegawai; dan (3) melakukan realokasi pegawai dari bidang
yang kelebihan pegawai ke bagian yang kekurangan untuk mencegah penerimaan pegawai yang tidak
diperlukan.
Belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk sektor-sektor unggulan Sulawesi Utara sangat
kecil. Sektor pertanian hanya dialokasikan dana sekitar 3 persen, pariwisata sekitar 0,5 persen, serta
perikanan dan kelautan sekitar 1 persen. Oleh sebab itu, perlu dilakukan program-program yang tepat dan
efisien, termasuk pembangunan ketrampilan dan etos kerja pekerja di sektor-sektor tersebut, yang dibiayai
secara memadai agar sektor-sektor unggulan tersebut dapat mempercepat pencapaian kesejahteraan
masyarakat. Selain itu, perlu ada upaya mengarahkan tren belanja pada keseimbangan antara belanja
pegawai dan belanja infrastruktur. Belanja kesehatan yang hanya 8 persen perlu lebih ditingkatkan seiring
meningkatnya biaya kesehatan dan relatif tingginya angka kemiskinan dan pengangguran.
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara juga masih sangat kecil. Perlu ada peningkatan alokasi
belanja yang dapat membantu pengembangan perdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi
Sulawesi Utara.Perlu diperluas akses perempuan dalam sektor-sektor ekonomi sehingga dapat meningkatkan
derajat kehidupan kaum perempuan. Alokasi anggaran untuk pemberdayaan perempuan dan anak dapat
dilakukan sesuai kebutuhan. Perlu disediakan anggaran yang cukup untuk pembiayaan korban traficking,
perkosaan, kehamilan yang tidak di inginkan, anak-anak terlantar termasuk pendampingan (bantuan)
hukum. Perlu adanya alokasi belanja yang lebih baik untuk kesejahteraan kaum Lansia.
56
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5
Analisis Sektor Strategis
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
5.1 Sektor Kesehatan
Provinsi Sulawesi Utara mentargetkan untuk menyelesaikan sejumlah masalah kesehatan seperti
yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi SULAWESI
UTARA 2005-2010 Permasalahan tersebut diantaranya: besarnya disparitas status kesehatan antara
kelompok masyarakat, rendahnya jumlah, kualitas, pemanfaatan, keterjangkauan sarana, prasarana
kesehatan, pelayanan kesehatan kepada kelompok masyarakat miskin/terpencil, terbatasnya jumlah
sumber daya tenaga kesehatan, distribusi tidak merata, perilaku masyarakat untuk menumbuhkan budaya
hidup bersih/sehat berdasarkan sumberdaya lokal, kondisi sanitasi lingkungan pemukiman dan lingkungan
kerja
5.1.1 Analisis Belanja Sektor Kesehatan
Ketergantungan belanja kesehatan Provinsi Sulawesi Utara terhadap transfer pusat semakin
berkurang. Belanja kesehatan Provinsi Sulawesi Utara mengalami peningkatan, tahun 2005 sebesar Rp. 203
miliar meningkat lebih dua kali lipat menjadi Rp. 426 miliar pada Tahun 2009. Dibanding tahun 2005, porsi
belanja kesehatan yang bersumber dari APBD meningkat pesat yaitu sebanyak 90 persen dari keseluruhan
belanja kesehatan. Belanja kesehatan Sulawesi Utara terlihat fluktuatif. Peningkatan cukup tinggi terjadi di
tahun 2006, yaitu 60 persen dari tahun sebelumnya. Tetapi besaran belanja kesehatan menurun selama 3
tahun sebelum meningkat kembali di tahun 2009.
RP. Miliar
Gambar 5.1 Belanja kesehatan Sulawesi Utara cenderung meningkat, ketergantungan terhadap
transfer pusat juga berkurang.
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
Sebagian besar peningkatan belanja kesehatan disebabkan meningkatnya belanja pegawai dan
belanja modal. Gambar 5.2 menunjukkan secara nominal belanja pegawai meningkat dari Rp. 99 miliar
menjadi 203 miliar pada tahun 2009. Meski demikian, proporsinya dibanding 5 tahun sebelumnya relatif
tetap (48 persen). Peningkatan signifikan terjadi pada belanja modal yaitu dari Rp. 26 miliar menjadi Rp.
175 miliar, yang sebelumnya hanya 13 persen menjadi 41 persen dari porsi belanja kesehatan.
58
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
RP. Miliar
Gambar 5.2 Jumlah dan komposisi belanja modal meningkat pesat.
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
Mayoritas belanja kesehatan tingkat provinsi dialokasikan untuk belanja pegawai, sementara di
tingkat kabupaten porsi belanja pegawai dan belanja modal berimbang. Hampir 70 persen belanja
provinsi dibelanjakan untuk pegawai sementara alokasi belanja barang dan jasa, dan modal masing-masing
hanya 19 persen dan 12 persen. Jika dibandingkan dengan daerah studi PEA lain yang baru saja dilakukan,
yaitu Provinsi Maluku, komposisi belanja kesehatan provinsinya lebih berimbang, di mana mayoritas
dikeluarkan untuk belanja barang dan jasa (44 persen).
Di tingkat kabupaten, belanja modal dan belanja pegawai berimbang. Ini disebabkan kabupaten memang
memiliki tanggung jawab lebih dalam menyediakan fasilitas infrastruktur kesehatan dibanding provinsi.
Komposisi serupa juga bisa ditemui pada kasus studi PEA Maluku di mana belanja modal memiliki porsi
cukup tinggi (36 persen).
Gambar 5.3 Mayoritas belanja provinsi dialokasikan untuk pegawai, sementara di kabupaten untuk
belanja modal.
Lingkar luar: Provinsi
Lingkar Dalam: Kabupaten/kota
12%
Pegawai
19%
45%
45%
Barang dan Jasa
Modal
69%
10%
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
59
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
5.1.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Kesehatan
Kualitas kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara lebih baik dari provinsi lain di Sulawesi dan rata-rata
nasional. Angka kelahiran yang dibantu tenaga medis di Sulawesi menunjukkan ketimpangan yang tinggi.
Tujuh puluh enam persen kelahiran di Sulawesi Utara ditangani oleh tenaga medis profesional, sementara
yang terendah yaitu di Sulawesi Barat hanya tercakup 29 persen. Bagi Sulawesi Utara, angka ini masih
lebih tinggi dari Sulsel dan rata-rata nasional. Cakupan imunisasi di Sulawesi Utara juga yang tertinggi bila
dibandingkan dengan Sulawesi dan rata-rata nasional.
Tabel 5.1 Capaian indikator kesehatan dasar di Sulawesi
Wilayah
Cakupan imunisasi
bayi (%)
Kelahiran yang dibantu tenaga
medis profesional (%)
Morbiditas (%)
Sulawesi Utara
79
76
36
Sulteng
73
46
38
Sulawesi Selatan
76
59
32
Sultra
77
36
36
Gorontalo
75
37
48
Sulbar
68
29
38
Indonesia
77
65
34
Akses masyarakat kepada fasilitas kesehatan publik di Sulawesi Utara, merupakan yang terendah
di Sulawesi. Terlepas dari tingginya indikator kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, ternyata akses kepada
fasilitas kesehatan publik cukup rendah. Rata-rata akses tersebut hanya 7 persen untuk Sulawesi Utara atau
sama dengan rata-rata nasional, sementara Gorontalo memiliki angka rata-rata tertinggi yaitu sebesar 11
persen. Angka ini dapat pula berarti masyarakat Sulawesi Utara banyak yang memilih fasilitas kesehatan
yang disediakan oleh swasta. Jika dilihat dari penggunanya, kelompok masyarakat berpendapatan rendah
di Sulawesi Utara memiliki akses yang paling besar kepada fasilitas kesehatan publik.
Gambar 5.4 Jumlah masyarakat Sulawesi Utara yang menggunakan fasilitas kesehatan publik
merupakan yang terendah di Sulawesi
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
60
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Masyarakat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memilih metode pengobatan modern
dibanding metode lainnya. Hal ini dapat dilihat dari porsi masyarakat berpendapatan rendah (kuintil
1 dan kuintil 2) yang memilih menggunakan metode pengobatan modern daripada metode pengobatan
tradisional dan metode lainnya (mengobati sendiri). Dari ketiga macam metode pengobatan, 37 persen
adalah masyarakat berpendapatan rendah yang memilih pengobatan modern. Sementara yang memilih
pengobatan tradisional sebesar 34 persen dan metode pengobatan lainnya 29 persen.
Mayoritas masyarakat yang memilih metode pengobatan lainnya justru berasal dari kelompok pendapatan
menengah ke atas (kuintil 4 dan kuintil 5) sebesar 51 persen.
Gambar 5.5 Proporsi masyarakat berpendapatan rendah yang memilih pengobatan modern lebih
besar dari proporsi yang memilih pengobatan lain
100%
21%
20%
21%
25%
23%
80%
60%
28%
Kuintil 5
Kuintil 4
23%
18%
40%
Kuintil 3
19%
Kuintil 2
20%
18%
19%
16%
18%
13%
Tradisional
Modern
Lainnya
16%
Kuintil 1
0%
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
5.1.3 Analisis Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara
Kabupaten-kabupaten kepulauan mendominasi belanja kesehatan terbesar di Sulawesi Utara.
Kabupaten Sitaro adalah kabupaten dengan belanja kesehatan per kapita terbesar yaitu Rp. 392 ribu diikuti
Kabupaten Sangihe, akan tetapi Kabupaten Sangihe memiliki porsi belanja kesehatan terbesar dengan 11,5
persen. Kota Manado, Kab Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) dan Bolaang Mongondow Timur (Boltim)
adalah kabupaten/kota dengan belanja kesehatan per kapita terendah di Sulawesi Utara
Kabupaten-kabupaten dengan belanja kesehatan tertinggi sebaliknya memiliki angka keluhan
kesehatan (morbidity) yang terendah. Kabupaten-kabupaten kepulauan seperti Sangihe, Talaud, dan
Sitaro yang belanja kesehatan per kapitanya tertinggi, memiliki keluhan kesehatan yang terendah di
Provinsi Sulawesi Utara. Akses ke fasilitas kesehatan di Kabupaten Sangihe juga termasuk yang tertinggi (8
persen). Data Dinas Kesehatan tahun 2009, menyebutkan jumlah kematian ibu di propinsi Sulawesi Utara
tertinggi di Kabupaten Bolmong dgn jumlah 16 kasus/1000 kelahiran hidup dan pada beberapa kab/kota
dibawah 5 kasus/1000 kelahiran hidup.
61
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.6 Kabupaten kepulauan memiliki belanja kesehatan per kapita terbesar
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
Kabupaten hasil pemekaran cenderung memiliki belanja kesehatan per kapita yang rendah. Empat
kabupaten hasil pemekaran terakhir yaitu kabupaten hasil pemekaran Bolaang Mongondow – Bolmut, Bolsel,
Boltim – dan Minahasa Tenggara (Mitra). Pengecualian terlihat pada Mitra yang justru belanja kesehatannya
terbesar keempat di Sulawesi Utara. Kabupaten baru hasil pemekaran cenderung banyak membelanjakan
anggarannya untuk administrasi pemerintahan atau belanja modal berbentuk pembangunan gedung atau
perkantoran pemerintahan.
Gambar 5.7 Kabupaten kepulauan memiliki angka keluhan sakit terendah di Sulawesi Utara
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
Ketimpangan dalam ketersediaan tenaga kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara masih terlihat, wilayah
perkotaan umumnya memiliki ketersediaan yang lebih baik. Hal ini terutama terlihat pada rasio dokter
per 10.000 penduduk yang ketimpangannya lebih tinggi daripada rasio bidan per 10.000 penduduk. Rasio
dokter tertinggi dapat ditemui di Kota Manado (13,5) dan Kota Tomohon (7,8). Tomohon juga memiliki rasio
62
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
bidan yang cukup tinggi di Sulawesi Utara, yaitu 9,9 per 10.000 penduduk. Kabupaten Kepulauan Talaud
menunjukkan performa penyediaan bidan yang terbaik di Sulawesi Utara (10,7 per 10.000 penduduk),
sementara rasio dokternya adalah tertinggi keempat (4,4 per 10.000 penduduk). Hal ini melanjutkan kinerja
baik dari Talaud yang memiliki belanja kesehatan per kapita tertinggi ketiga dan angka keluhan kesehatan
terendah kedua di Provinsi Sulawesi Utara.
Tetapi ketersediaan tenaga kesehatan tidak berbanding lurus dengan tingkat akses masyarakat ke
kesehatan gratis. Kota Manado dan Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) memiliki tingkat akses ke
kesehatan gratis tertinggi (18 persen), meskipun Kabupaten Bolmong memiliki rasio dokter yang terendah
di Sulawesi Utara. Akses kepada kesehatan gratis lebih banyak dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas
seperti Puskesmas dan Posyandu, di mana Kabupaten Bolmong merupakan kabupaten dengan jumlah
Puskesmas (21 unit) dan Posyandu (251 unit) terbanyak di Sulawesi Utara.
Gambar 5.8 Akses ke fasilitas kesehatan gratis dan rasio tenaga kesehatan tidak menunjukkan pola
yang serupa
Sumber: Estimasi Bank Dunia dan tim PEA Sulawesi Utara dari Podes 2008
Cakupan imunisasi di Provinsi Sulawesi Utara relatif merata, sementara kelahiran yang dibantu
tenaga medis professional menunjukkan ketimpangan. Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut)
memiliki tingkat kelahiran yang dibantu tenaga medis yang terkecil (33 persen). Dari Gambar 5.7 Dan 5.8
di atas dapat dilihat bahwa Kabupaten Bolmut juga memiliki angka morbiditas tertinggi, sementara rasio
tenaga kesehatan dan akses ke fasilitas kesehatan gratisnya termasuk yang terendah di Provinsi Sulawesi
Utara.
Hubungan antara output (rasio dokter dan bidan per 10.000 penduduk) dengan capaian (cakupan
imunisasi dan kelahiran dibantu tenaga medis) beragam. Untuk daerah perkotaan output dan capaian
relatif merata, tetapi di kabupaten yang lebih luas wilayahnya terutama kabupaten kepulauan, capaian
sektor kesehatan beragam. Kabupaten Sitaro memiliki rasio bidan yang tinggi, dan rasio dokter yang
sangat rendah, sehingga cakupan imunisasi di Sitaro termasuk yang terendah tetapi kelahiran dibantu
tenaga medisnya lebih baik. Sementara di Talaud, walaupun rasio bidannya tertinggi, kelahiran dibantu
tenaga medisnya termasuk yang terendah di Sulawesi Utara. Hal ini disebabkan distribusi dan akses tenaga
kesehatan di kabupaten kepulauan masih banyak terkendala transportasi dan lokasi geografis.
63
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.9 Cakupan kelahiran yang dibantu tenaga medis di wilayah perkotaan lebih baik
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
5.1.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan
Tim peneliti PEA Sulawesi Utara melakukan survey untuk mendapatkan gambaran persepsi masyarakat
terhadap pelayanan publik di sejumlah sektor. Survey ini dilakukan dengan mewawancarai responden dari
seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara.
Untuk mengevaluasi respon pelayanan publik pada bidang kesehatan, terdapat 8 (Delapan) indikator pelayanan
kesehatan, yaitu: kemudahan dan kepastian mendapatkan pelayanan, terdapat prosedur tetap, kewajaran biaya
pengobatan, kehandalan penyedia layanan, kelengkapan dan kebersihan peralatan/ruangan, penggunaan fasilitas
kesehatan, pelayaan kepada pasien, dan penilaian mengenai realisasi program pemerintah.
Dari delapan indikator persepsi yang ditanyakan kepada masyarakat, indikator Prosedur Pelayanan
mendapat persepsi terbaik. Sementara masyarakat menilai kelengkapan dan kebersihan alat dan ruangan
kesehatan sebagai hal yang masih kurang dari pelayanan kesehatan.
Gambar 5.10 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan kesehatan pemerintah
100
80
60
40
20
0
Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Universitas Sam Ratulangi
64
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
5.1.5 Kesimpulan dan Rekomendasi
Indikator kesehatan di Sulawesi Utara secara umum lebih baik dari propinsi tetangganya di Sulawesi
dan rata-rata nasional. Yang masih perlu diperhatikan adalah distribusi di antara kabupaten/kota. Oleh
karena itu Kabupaten perlu memiliki tenaga kesehatan yang memadai dilengkapi dengan akses untuk
menjangkau penduduk.
Proporsi belanja kesehatan terhadap total Belanja (Provinsi maupun Kabupaten/Kota) mayoritas
masih di bawah 10 persen. Belanja kesehatan di tingkat Provinsi sebagian besar dialokasikan untuk
belanja pegawai. Pada level kabupaten/kota didominasi oleh belanja pegawai dan belanja modal dengan
porsi yang seimbang (49 persen). Belanja kesehatan per kapita di kabupaten kepulauan lebih tinggi dengan
daerah lain di Provinsi Sulawesi Utara. Proporsi belanja kesehatan terhadap total Belanja (Provinsi maupun
Kabupaten/Kota) masih perlu ditingkatkan. Hal ini penting untuk meningkatkan alokasi belanja pemerintah
daerah pada masyarakat.
Hubungan antara output (rasio dokter dan bidan per 10.000 penduduk) dengan capaian (cakupan
imunisasi dan kelahiran dibantu tenaga medis) beragam. Untuk daerah perkotaan output dan capaian
relatif merata, tetapi di kabupaten yang lebih luas wilayahnya terutama kabupaten kepulauan, capaian sektor
kesehatan beragam. Untuk kabupaten kepulauan, akses terhadap tenaga kesehatan seringkali terkendala
faktor transportasi dan geografi. Kabupaten kepulauan perlu mendapat perhatian khusus dalam hal akses
dan mobilitas tenaga kesehatan. Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap pelayanan kesehatan relatif
baik, tetapi penyedia jasa kesehatan perlu meningkatkan standar kebersihan alat dan fasilitasnya.
5.2 Sektor Pendidikan
Pemerintah Sulawesi Utara menjamin semua anak mempunyai akses yang sama mendapatkan
pendidikan berkualitas. Rencana strategis Dinas Pendidikan Nasional Sulawesi Utara Tahun 20052010 disusun sebagai pedoman dalam rangka mempercepat pencapaian sasaran pembangunan yaitu:
pemerataan dan perluasan pendidikan yang bermutu agar dapat menjamin bahwa menjelang Tahun 2015
semua anak, termasuk anak perempuan, anak kurang beruntung dan minoritas etnik, mempunyai akses
yang sama dan dapat menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan berkualitas yang baik
(Kerangka Aksi Dasar Pendidikan Untuk Semua).
5.2.1 Belanja Pendidikan
Belanja Pendidikan di Sulawesi Utara berkisar di atas 20 persen tiap tahunnya, meningkat lebih
dari dua kali lipat dalam 5 tahun. Tidak seperti halnya figur belanja kesehatan yang fluktuatif, belanja
pendidikan cenderung meningkat stabil. Pertumbuhan tertinggi terjadi di tahun 2007, meningkat 40
persen dari tahun sebelumnya.
Porsi belanja pendidikan yang bersumber dari transfer pusat cenderung meningkat. Hal ini terlihat
dari meningkatnya dana dekonsentrasi yang diperuntukkan untuk pendidikan yang meningkat hampir 4
kali lipat dari Rp. 128 miliar di tahun 2005 sampai Rp. 431 miliar di tahun 2009. Porsi belanja pendidikan
yang bersumber dari APBD semakin berkurang dari 85 persen menjadi 78 persen di tahun 2009. Pendidikan
dasar dan menengah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sementara pendidikan tinggi menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat lewat dana dekonsentrasi. Meningkatnya dana dekonsentrasi dapat
diartikan semakin tinggi pula peran pemerintah pusat dalam menyediakan pelayanan pendidikan tinggi
di Sulawesi Utara.
65
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.11 Belanja pendidikan Sulawesi Utara secara stabil meningkat dengan proporsi di atas 20
persen dari total belanja
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
Belanja pegawai di sektor pendidikan sangat tinggi. Selama periode tahun 2005-2009 komponen
belanja pegawai mengalami peningkatan hampir 2 kali lipat dari Rp. 657 miliar menjadi Rp 1,2 triliun.
Proporsi belanja pegawai memang mengalami penurunan dari 88 persen pada tahun 2005 menjadi 77
persen di tahun 2009. Meski demikian, angka ini masih terbilang tinggi. Sebagai pembanding, studi analisis
belanja publik di Maluku menunjukkan bahwa proporsi belanja pegawai di Maluku pada tahun 2009 adalah
69 persen. Penurunan di belanja pegawai diimbangi dengan kenaikan proporsi belanja modal. Kenaikannya
secara proporsi sangat besar, yaitu dari hanya 3 persen menjadi 17 persen.
Gambar 5.12 Belanja pegawai sektor pendidikan di Sulawesi Utara sangat tinggi
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
66
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Pemerintah provinsi mengalokasikan belanja pendidikan paling besar pada komponen barang
dan jasa, sedangkan kabupaten/kota pada belanja pengawai. Besarnya komponen belanja pegawai
dikarenakan untuk membayar gaji guru SD dan SMP di masing-masing kabupaten/kota. Terdapat
perbedaan mencolok belanja barang dan jasa antara pemerintah provinsi dengan gabungan kabupaten/
kota. Pemerintah provinsi mengalokasikan sebesar 59 persen sebaliknya gabungan kabupaten/kota
hanya sebesar 5 persen. Perbedaan lainnya pada alokasi belanja pengawai, dimana pemerintah Provinsi
mengalokasikan sebesar 37 persen sebaliknya gabungan Kabupaten/Kota sebesar 78 persen.
Hasil studi PEA di provinsi lain menunjukkan pola serupa seperti di Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan
Gorontalo.
Gambar 5.13 Pembagian peran antara provinsi dan kabupaten/kota dalam urusan pendidikan
tercermin dari komposisi belanjanya
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
5.2.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Pendidikan
Provinsi Sulawesi Utara memiliki capaian pendidikan yang sangat baik di Indonesia. Tingkat melek
huruf di Sulawesi Utara umumnya selalu yang terbaik di Indonesia. Jika dibandingkan dengan provinsi
tetangganya di Sulawesi dan rata-rata nasional, terlihat bahwa angka melek huruf Sulawesi Utara jauh
lebih baik. Provinsi-provinsi lain yang biasanya memiliki tingkat melek huruf tinggi di Indonesia antara lain
Maluku dan DKI Jakarta, yang pada tahun 2009 masing-masing memiliki angka melek huruf sebesar 97,4
dan 98,9.
Angka melek huruf di Sulawesi Utara pun lebih merata antar kelompok umur. Gambar 5.15
menunjukkan bahwa relatif tidak banyak perbedaan antara kelompok usia produktif (15-60 tahun) dan usia
non produktif (60 tahun ke atas). Lazimnya, tingkat melek huruf yang lebih rendah akan dijumpai pada
tingkat usia 60 tahun ke atas, seperti pada Provinsi Sulawesi Selatan (55,6 persen) dan Sulawesi Barat (58,6
persen). Provinsi Sulsel juga memiliki ketimpangan angka melek huruf terbesar di Sulawesi.
67
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.14 Perkembangan angka melek huruf di Sulawesi 2003-2009
Sumber: Estimasi Bank Dunia dan tim PEA Sulawesi Utara dari Susenas 2009
Gambar 5.15 Angka melek huruf berdasarkan kelompok umur di Sulawesi
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
Angka partisipasi murni untuk setiap tingkat pendidikan di Sulawesi Utara adalah yang tertinggi
bila dibandingkan dengan rata-rata nasional dan provinsi lain di Sulawesi. Untuk tingkat pendidikan
dasar, APM di Sulawesi cukup merata, namun di tingkat pendidikan menengah, Sulawesi Utara memiliki
APM yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di Sulawesi Utara lebih merata di tiap jenjang.
Jarak antara APM SD (97,9 persen) dan APM SMP (87,2 persen) tidak terlampau jauh, dapat dikatakan bahwa
upaya pemerintah Sulawesi Utara menerapkan wajib belajar 9 tahun sudah mendekati targetnya.
68
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.16 Angka partisipasi murni setiap jenjang pendidikan di Sulawesi Utara
Sumber: Estimasi Bank Dunia dan tim PEA Sulawesi Utara dari Susenas 2009
Perempuan di Sulawesi Utara memiliki pendidikan yang lebih baik jika dibandingkan dengan
perempuan di provinsi tetangganya. Di Sulawesi Utara tidak terlihat ketimpangan angka melek huruf di
antara kelompok umur. Selain itu APM untuk seluruh tingkat pendidikan Di Sulawesi Utara juga merupakan
yang tertinggi di Sulawesi.
Gambar 5.17 Angka melek huruf perempuan untuk berbagai kelompok umur di Sulawesi
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
69
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.18 Angka partisipasi murni perempuan di Sulawesi
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
5.2.3 Analisa kabupaten/kota di Sulawesi Utara
Seperti halnya belanja kesehatan, alokasi belanja pendidikan per kapita di kabupaten kepulauan
juga mendominasi di Sulawesi Utara. Pola yang sama juga dapat terlihat pada kabupaten dengan belanja
terendah yaitu Bolmut, Bolsel, dan Boltim. Ketiga kabupaten tersebut merupakan kabupaten baru yang
mekar pada tahun 2008. Dengan pengecualian kabupaten Mitra, kabupaten hasil pemekaran dari Bolmong
memiliki belanja pendidikan dan kesehatan yang rendah.
Proporsi belanja pendidikan kabupaten/kota di Sulawesi Utara termasuk tinggi. Mayoritas belanja
pendidikan di Sulawesi Utara pada tahun 2009 mengambil proporsi di atas 30 persen dari total belanja.
Kabupaten Minahasa memiliki proporsi tertinggi dengan 45 persen. Sementara proporsi terendah ditemui
di Kabupaten Bolmut. Kabupaten baru biasanya mengalokasikan belanja untuk pembangunan fisik fasilitas
perkantoran pemerintahan, sehingga memiliki alokasi belanja untuk kebutuhan dasar yang lebih rendah.
Gambar 5.19 Seperti halnya belanja kesehatan, belanja pendidikan di Sulawesi Utara didominasi
oleh kabupaten kepulauan
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
70
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Jika dibandingkan dengan belanja di provinsi lain, proporsi belanja pendidikan di kabupaten/kota di
Sulawesi Utara terbilang tinggi. Sebagai contoh Provinsi Maluku yang memiliki indikator pendidikan
sangat baik di Indonesia. Belanja pendidikan di Maluku mencapai 40 persen di Kota Ambon dan 38 persen
di Kabupaten Maluku Tengah. Sementara mayoritas justru berada di bawah 20 persen. Ini menunjukkan
bahwa peningkatan capaian pendidikan di Sulawesi Utara lebih merata daripada di Maluku yang lebih
didorong oleh indikator Kota Ambon. Capaian yang merata tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2, yang
menunjukkan tingkat melek huruf pada berbagai kelompok usia. Perbedaan yang relatif kecil baru terlihat
pada kelompok usia di atas 60 tahun, hal ini dapat dimaklumi karena generasi terdahulu belum tentu
memiliki akses pendidikan seperti saat ini.
Tabel 5.2 Tingkat melek huruf di kabupaten/kota di Sulawesi Utara dari berbagai kelompok umur
Usia
15-29 tahun
Laki-laki
30-44 tahun
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
45-59 tahun
Laki-laki
Perempuan
60 tahun ke atas
Laki-laki
Perempuan
Bolmong
99,4%
99,6%
99,3%
99,3%
99,6%
97,2%
93,9%
82,9%
Minahasa
100,0%
100,0%
99,5%
99,7%
100,0%
100,0%
100,0%
97,9%
Sangihe
100,0%
100,0%
99,7%
100,0%
98,7%
98,4%
93,8%
90,9%
Talaud
100,0%
100,0%
99,3%
100,0%
98,5%
98,3%
99,0%
98,4%
Minsel
99,6%
100,0%
99,7%
100,0%
99,1%
99,5%
97,3%
97,6%
Minut
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
97,6%
95,8%
Bolmut
98,3%
100,0%
99,0%
98,5%
98,1%
95,4%
93,8%
91,2%
Sitaro
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
99,4%
96,5%
95,3%
Mitra
100,0%
100,0%
100,0%
99,5%
98,7%
100,0%
100,0%
98,4%
Manado
100,0%
100,0%
100,0%
99,6%
99,0%
99,5%
100,0%
96,7%
Bitung
99,5%
100,0%
99,9%
98,1%
100,0%
99,9%
100,0%
97,6%
Tomohon
99,0%
99,8%
99,2%
99,3%
99,4%
99,5%
100,0%
99,1%
Kotamobagu
98,7%
100,0%
100,0%
99,6%
100,0%
99,5%
100,0%
98,6%
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
Angka partisipasi sekolah untuk tingkat pendidikan dasar di Sulawesi Utara sudah merata, walaupun
masih ada kesenjangan untuk pendidikan menengah atas. Kepulauan Talaud merupakan kabupaten
dengan angka partisipasi murni tingkat SMA yang tertinggi di Sulawesi Utara (67,5 persen) diikuti Kota
Tomohon (64,7 persen). Angka ini juga mendukung komitmen Talaud di pendidikan yang terlihat dari alokasi
anggarannya. Perbedaan APM SD dengan APM SMP di Talaud juga termasuk yang terkecil di Sulawesi Utara,
menunjukkan bahwa pendidikan wajib 9 tahun relatif dapat dipenuhi.
Gambar 5.20 Angka partisipasi murni kabupaten/kota di Sulawesi Utara
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
71
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
5.2.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Pendidikan
Tim peneliti PEA Sulawesi Utara melakukan survey untuk mendapatkan gambaran persepsi masyarakat
terhadap pelayanan publik di sejumlah sektor. Survey ini dilakukan dengan mewawancarai responden dari
seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara.
Untuk mengevaluasi respon pelayanan publik pada bidang pendidikan yang diberikan Pemerintah Kabupaten/Kota
di SULAWESI UTARA, terdapat 7 (Tujuh) indikator pelayanan pendidikan, yaitu: kemudahan mendaftar, terdapat
prosedur tetap, kewajaran biaya, pendidikan bebas pungutan, keterlibatan orang tua, pengelolaan BOS, dan
penyelenggaraan pendidikan.
Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap pelayanan pendidikan relatif baik. Dari hasil survey,
diketahui bahwa masyarakat Sulawesi Utara relatif puas dengan pendidikan bebas pungutan yang
diprogramkan pemerintah. Masyarakat Sulawesi Utara juga berpendapat bahwa keterlibatan orang tua
murid dan prosedur pelayanan pendidikan relatif baik.
Gambar 5.21 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan pendidikan di Sulawesi Utara
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
5.2.5 Kesimpulan dan Rekomendasi
Kualitas capaian pendidikan di Sulawesi Utara merupakan yang tertinggi di Indonesia, seperti yang
ditunjukkan oleh indikator-indikator pendidikan seperti angka partisipasi murni sekolah dan tingkat
melek huruf. Capaian indikator pendidikan tersebut juga tersebar relatif merata di tiap kabupaten/kota di
Sulawesi Utara, tidak hanya terfokus di wilayah perkotaan atau ibukota provinsi saja. Rekomendasi yang
dapat diberikan adalah untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan atau lulusan sehingga mendukung
penciptaan lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran.
Ketimpangan indikator pendidikan di Sulawesi Utara relatif kecil, baik antar kabupaten/kota, dari
kelompok usia, maupun jenis kelamin. Pemerataan akses pendidikan di kabupaten kepulauan dalam hal
mobilisasi murid dan guru masih perlu diperhatikan.
Belanja sektor pendidikan di Sulawesi Utara meningkat lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun,
dan porsinya rata-rata selalu berada di atas 20 persen. Meski demikian, kenaikan itu juga diikuti oleh
kenaikan belanja pegawai yang juga mencapai dua kali lipat. Di tingkat kabupaten kota, porsi belanja
pendidikan hampir seluruhnya di atas 20 persen, bahkan di 2 kabupaten mencapai 40 persen. Proporsi
72
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
belanja pegawai di sektor pendidikan masih perlu diturunkan. Proporsi belanja pegawai ini termasuk tinggi
bila dibandingkan dengan belanja pegawai sektor pendidikan di beberapa daerah studi PEA.
Ketergantungan Sulawesi Utara terhadap belanja pendidikan dari pusat semakin meningkat, ini
ditunjukkan dari meningkatnya dana dekonsentrasi sektor pendidikan setiap tahun. Meningkatnya
dana dekonsentrasi pendidikan berarti semakin kuat pula peran pemerintah pusat dalam penyediaan
pendidikan tinggi di Sulawesi Utara. Rekomendasi lainnya adalah perguruan tinggi di Sulawesi Utara harus
meningkatkan kualitas dan kemandirian sehingga mengurangi pada transfer dari pusat, misalnya melalui
output akademik berupa penelitian atau pelatihan.
5.3 Sektor Infrastruktur
Keberadaan Provinsi Sulawesi Utara yang strategis di bibir pasifik semestinya dapat dimanfaatkan untuk
mendorong perannya dalam perdagangan dan arus lintas barang dan jasa. Salah satu syarat mutlak
tercapainya tujuan tersebut adalah penyediaan infrastruktur yang berkualitas.
5.3.1 Belanja Infrastruktur
Terjadi peningkatan belanja infrastruktur sebanyak empat kali lipat antara 2005 hingga 2009.
Peningkatan yang cukup signifikan terlihat pada belanja kabupaten/kota pada tahun 2006 dan 2009, yang
disebabkan munculnya kabupaten-kabupaten baru pada kedua tahun tersebut. Hal itu juga mendorong
peningkatan proporsi belanja infrastruktur di Sulawesi Utara dari 6 persen pada tahun 2005 menjadi 19
persen. Namun perlu dicermati jika peningkatan ini disebabkan oleh kemunculan kabupaten baru, maka
belanja infrastruktur yang tinggi kemungkinan banyak terserap di pembangunan fasilitas pemerintahan.
Seiring meningkatnya belanja tingkat kabupaten/kota, ketergantungan pada transfer pusat pun menurun.
Separuh dari belanja infrastruktur pada tahun 2005 merupakan transfer pusat lewat dana dekonsentrasi.
Angka tersebut berkurang drastis pada tahun-tahun berikutnya hingga menjadi hanya 14 persen di tahun
2009.
Gambar 5.22 Belanja infrastruktur di Sulawesi Utara meningkat empat kali lipat selama 5 tahun,
terutama didorong belanja kabupaten/kota
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
73
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Komposisi belanja pegawai di sektor infrastruktur semakin menurun. Di level provinsi, proporsi belanja
pegawai turun dari 42 persen menjadi 22 persen, sementara di kabupaten proporsinya turun dari 21 persen
menjadi hanya 7 persen. Di sisi lain kenaikan proporsi belanja modal sangat besar terutama setelah tahun
2007
Gambar 5.23 Komposisi belanja pegawai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota menurun
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
5.3.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Infrastruktur
Secara umum akses kepada infrastruktur dasar di Sulawesi Utara adalah yang terbaik di Sulawesi.
Berdasarkan Susenas 2009 terlihat bahwa cakupan tiga indikator infrastruktur dasar di Sulawesi Utara lebih
tinggi dari provinsi lain di Sulawesi. Dua provinsi terakhir yang terbentuk di Sulawesi memiliki tingkat akses
ke sanitasi dan akses air bersih yang lebih kecil. Hal ini bisa disebabkan provinsi-provinsi baru tersebut
merupakan daerah yang dahulunya relatif tertinggal. Sementara penyediaan listrik masih lebih banyak
didominasi oleh kewenangan pusat.
Gambar 5.24 Capaian indikator infrastruktur dasar di Sulawesi
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
74
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Masih ada ketimpangan antar kelompok pendapatan dalam mengakses infrastruktur dasar di
Sulawesi dan Sulawesi Utara. Dari seperlima penduduk berpendapatan terendah di Sulawesi Utara, baru
18 persen di antaranya yang memiliki akses ke air bersih dan 51 persen yang memiliki akses ke sanitasi layak.
Kecuali seperlima penduduk termakmur, akses air bersih di kelompok pendapatan lain tidak mencapai
50 persen, ini berarti terlepas dari tingkat kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara, separuhnya tidak
memiliki akses ke air bersih yang layak. Pada seperlima penduduk termakmur, 76 persen di antaranya
memiliki akses ke air bersih dan hampir seluruhnya (99 persen) memiliki akses ke sanitasi.
Ketimpangan juga tertlihat di provinsi lain. Untuk akses ke sanitasi, Sulawesi Utara tidak memiliki
ketimpangan sebesar Gorontalo misalnya. Hanya 20 persen dari penduduk berpendapatan terendah di
Gorontalo yang memiliki akses ke sanitasi, dibandingkan dengan 90 persen dari masyarakat berpendapatan
tertinggi. Untuk akses ke air bersih, Gorontalo dan Sulbar terlihat memiliki ketimpangan yang lebih besar.
Dari 80 persen penduduk di Sulbar cakupan akses air bersihnya tidak sampai 30 persen, sementara dari
20 persen masyarakat berpendapatan tinggi 68 persen memiliki akses air bersih. Ketimpangan seperti ini
perlu mendapat perhatian Pemprov Sulawesi Utara, terutama dalam penyediaan dan pengawasan kualitas
air bersih.
Gambar 5.25 Perbandingan akses air bersih dan sanitas di Sulawesi berdasarkan kelompok
pendapatan
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
Di sektor transportasi, terjadi peningkatan pada penggunaan moda angkutan udara baik untuk
pergerakan manusia maupun barang. Data BPS Provinsi Sulawesi Utara tahun 2009 menunjukkan bahwa
jumlah penumpang maupun barang yang keluar masuk lewat Bandar Udara Sam Ratulangi meningkat.
Dalam waktu lima tahun jumlah penumpang meningkat 22 persen, jumlah total kargo yang dilayani
meningkat 27 persen, dan jumlah pengiriman lewat pos udara meningkat lebih dari 2 kali lipat (122 persen).
Tabel 5.3 Jumlah penumpang dan barang yang melewati Bandar Udara Sam Ratulangi meningkat
2004
Penumpang (jiwa)
2005
2006
2007
2008
1.042.002
802.371
1.139.334
1.132.657
1.275.405
Bagasi (Kg)
14.278.850
13.720.566
14.898.766
14.758.286
16.016.042
Kargo (Kg)
8.687.025
7.911.961
9.553.703
9.866.495
11.004.635
214.333
160.928
170.478
229.292
475.136
Pos (Kg)
Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik
75
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Penumpang yang menggunakan transportasi laut berkurang, tetapi arus barang tetap meningkat.
Mobilitas manusia di Sulawesi Utara diukur dari dua pelabuhan utama yaitu Pelabuhan Bitung dan
Pelabuhan Manado, sementara arus barang diukur dari pelabuhan utama barang yaitu Pelabuhan Bitung.
Selama kurun waktu 15 tahun, secara umum pengguna jasa kapal menurun dari total 524 ribu penumpang
menjadi 491 ribu penumpang. Walalaupun pada akhir 1990-an dan awal 2000-an terlihat tren peningkatan
jumlah penumpang, tetapi peningkatan jasa angkutan udara relatif membuat jumlah penumpang angkutan
laut berfluktuatif dan cenderung menurun. Tidak demikian halnya dengan arus barang, meskipun arus
barang yang keluar dari Sulawesi Utara cenderung menurun sejak tahun 2005, terjadi peningkatan yang
besar pada arus barang yang masuk ke Sulawesi Utara. Dalam 15 tahun, total arus barang yang dilayani
Pelabuhan Bitung meningkat hampir 2 kali lipat. Jika tren ini terus berlangsung, Pemerintah Sulawesi Utara
perlu mempertimbangkan kapasitas dan kualitas layanan pelabuhan serta infrastruktur pendukung seperti
jalan raya.
Gambar 5.26 Arus barang di pelabuhan utama Sulawesi Utara meningkat sementara arus penumpang
cenderung fluktuatif
Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik
Pelayaran di kabupaten kepulauan masih bergantung pada layanan kapal perintis. Undang-undang
nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran menyebutkan bahwa Pelayaran- Perintis adalah pelayanan
angkutan di perairan pada trayek-trayek yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melayani daerah atau
wilayah yang belum atau tidak terlayani oleh angkutan perairan karena belum memberikan manfaat
komersial. Kabupaten kepulauan seperti Sangihe dan Talaud masih sangat bergantung pada layanan
pelayaran perintis yang hingga 2008 hanya memiliki 3 unit. Dalam UU Pelayaran juga disebutkan bahwa
76
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
wewenang dan pembiayaan operasional kapal perintis dapat berada pada pemerintah pusat dan/atau
pemerintah daerah.
Kualitas jalan nasional di Sulawesi Utara menurun, sementara jalan provinsi lebih baik. Salah satu
infrastruktur dasar pendukung mobilitas barang dan manusia dari pelabuhan laut dan udara adalah jalan
raya. Berdasarkan data BPS Sulawesi Utara, terlihat penurunan kualitas jalan nasional yang berkategori
mantap sebesar 10 persen. Sementara jalan nasional berstatus kritis meningkat dari 4 persen menjadi 7
persen. Sebaliknya pada jalan provinsi yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara,
terjadi peningkatan panjang jalan yang berkategori mantap hampir 2 kali lipat. Melihat tren peningkatan
arus barang dan manusia di Sulawesi Utara, sudah selayaknya perhatian diberikan pada kualitas jalan
sebagai pendukung utama.
Tabel 5.4 Terjadi penambahan proporsi jalan berkualitas baik di Sulawesi Utara
Jalan Nasional
2003
Mantap (Km)
Tidak Mantap (Km)
Kritis (Km)
persen Mantap
Jalan Provinsi
2007
2003
2007
655,06
893,44
408,69
511,82
116
272,95
649,77
273,7
38,36
101
252,06
47,5
81%
70,5%
31%
61%
Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik
5.3.3 Analisa kabupaten/kota di Sulawesi Utara
Umumnya kabupaten/kota yang baru terbentuk memiliki belanja infrastruktur yang lebih besar. Hal
ini lazim ditemui di berbagai daerah dikarenakan kabupaten/kota yang baru terbentuk akan membelanjakan
anggarannya untuk pembangunan gedung-gedung pemerintahan baru. Di Provinsi Sulawesi Utara hal ini
ditunjukkan dari 4 kabupaten/kota dengan belanja infrastruktur terbesar – baik secara per kapita maupun
persentase terhadap total belanja – merupakan kabupaten/kota yang relatif baru terbentuk.
Gambar 5.27 Belanja infrastruktur terbesar terdapat di kabupaten yang baru terbentuk
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
77
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Daerah perkotaan di Sulawesi Utara umumnya memiliki akses terhadap air bersih yang tinggi, tetapi
beberapa kabupaten masih jauh tertinggal. Kabupaten-kabupaten yang umumnya memiliki tingkat
akses yang rendah adalah kabupaten kepulauan dan kabupaten yang baru saja terbentuk. Permasalahan lain
adalah kesenjangan antar kelompok pendapatan, meskipun hal tersebut ditemui juga di perkotaan seperti
Kota Kotamobagu. Di Kabupaten Bolmut dan Sitaro, dari 20 persen penduduk termakmur sepertiganya
memiliki akses ke air bersih. Tetapi dari 80 persen penduduk sisanya, kurang dari 10 persen saja yang
memiliki akses air bersih. Dari 40 persen masyarakat berpendapatan terendah, yang memiliki akses ke air
bersih rata-rata 28 persen, jauh lebih rendah dari angka rata-rata kota sebesar 63 persen
Gambar 5.28 Masih terdapat kesenjangan cakupan infrastruktur dasar antara kota dan kabupaten
di Sulawesi Utara
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
Pada umumnya rakyat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memiliki akses ke sanitasi yang
layak. Jika diambil 2 kelompok masyarakat berpendapatan terendah di Sulawesi Utara, mayoritas di
atas 90 persen dari mereka memiliki akses sanitasi. Beberapa daerah yang memiliki yang masih rendah
angka aksesnya adalah Bolmong, Sangihe, Bolmut, dan Kotamobagu. Hanya 40 persen dari penduduk
berpendapatan terendah di Kotamobagu yang memiliki sanitasi layak, sementara rata-rata di kota tersebut
mencapai 80 persen. Di Bolmong, persentase akses sanitasi masyarakat berpendapatan rendah hampir
sama dengan rata-rata kabupaten. Kedua contoh tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang
tinggi di Kotamobagu sementara di Bolmong, secara keseluruhan akses sanitasi layak memang rendah.
Gambar 5.29 Sebagian masyarakat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memiliki akses ke
sanitasi
Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009
78
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
5.3.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Infrastruktur
Untuk mengevaluasi respon pelayanan publik khususnya pada pelayanan infrastruktur dasar terdapat 7 (Tujuh)
indikator, yaitu persepsi masyarakat atas kualitas jalan dan jembatan, ketersediaan irigasi, ketersediaan drainase,
ketersediaan sanitasi, ketersediaan air bersih dan air baku, ketersediaan listrik, ketersediaan telekomunikasi.
Persepsi masyarakat terhadap pelayanan infrastruktur relatif rendah jika dibandingkan dengan
pelayanan kesehatan dan pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata skor penilaian yang diberikan
responden sebesar 62 (skala 1 sampai 100) dibandingkan rata skor pelayanan kesehatan yang di atas 70.
Dari penyediaan infrastruktur yang ditanyakan, persepsi masyarakat terbaik diberikan pada ketersediaan
telekomunikasi, meskipun untuk penyediaan jasa ini hampir seluruhnya disediakan swasta. Indikator lain
yang mendapat persepsi relatif baik adalah ketersediaan air bersih, walaupun hal ini bertentangan dengan
hasil capaian berdasarkan Susenas 2009 yang menunjukkan bahwa cakupan akses air bersih di Sulawesi
Utara tidak lebih baik dari akses sanitasi dan listrik. Hal ini bisa disebabkan responden yang dipilih berada
pada wilayah perkotaan atau ibukota kabupaten, atau berada pada kelompok pendapatan yang lebih tinggi.
Gambar 5.30 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan infrastruktur di Sulawesi Utara
100
50
0
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
5.3.5 Kesimpulan dan Rekomendasi
Belanja sektor infrastruktur meningkat 4 kali lipat selama 5 tahun terakhir, komposisi belanja
pegawai juga cenderung menurun. Meski demikian, proporsi belanja pusat pada belanja infrastruktur di
Sulawesi Utara juga meningkat dari tahun ke tahun. Empat Kabupaten/Kota hasil pemekaran di Sulawesi
Utara mendominasi besaran belanja di sektor infrastruktur. Mayoritas belanja infrastruktur yang berasal dari
kabupaten hasil pemekaran harus diperhatikan, sebab hal ini tidak serta merta mencerminkan penyediaan
layanan dasar yang lebih baik.
Dari tiga infrastruktur dasar, cakupan air bersih merupakan yang terendah dibandingkan dengan
akses ke sanitasi dan cakupan listrik. Masih dijumpai ketimpangan antar kabupaten dan kelompok
pendapatan. Ketimpangan tersebut dapat dijumpai di beberapa kabupaten seperti yang baru terbentuk
seperti Mitra, Bolmut, dan Sitaro. Rekomendasinya adalah pelayanan terhadap akses infrastruktur dasar
difokuskan pada masyarakat berpendapatan rendah, terutama penyediaan air bersih dan akses sanitasi.
Terjadi pergeseran moda transportasi untuk arus penumpang dari angkutan laut ke angkutan udara.
Hal ini disebabkan makin meningkatnya pariwisata di Sulawesi Utara disertai peran Sulawesi Utara yang
79
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
makin penting dalam penyediaan jasa MICE, di mana mayoritas konsumennya adalah pengguna angkutan
udara. Sementara itu, angkutan laut masih menjadi pilihan untuk transportasi barang. Rekomendasi
utama adalah perlunya peningkatan kapasitas tampung dan kualitas layanan di pelabuhan udara untuk
mengantisipasi pertumbuhan penumpang. Rekomendasi lainnya adalah peningkatan efisiensi layanan
bongkar muat di pelabuhan harus dilakukan untuk mengantisipasi pertumbuhan arus barang dan
meningkatkan daya saing dengan pelabuhan lain.
Masyarakat Sulawesi Utara yang tinggal di kabupaten terluar masih sangat bergantung kepada
pelayaran perintis, tetapi jumlah kapal perintis di Sulawesi Utara masih sangat sedikit. Walaupun
jumlah penumpang angkutan laut menurun, angkutan laut tetap masih akan menjadi andalan masyarakat
di kepulauan. Tetapi layanan transportasi di kabupaten terluar terkendala frekuensi dan cuaca. Rekomendasi
yang penting diperhatikan adalah perlunya alokasi belanja infrastruktur khusus untuk mendukung
pelayaran perintis, dikarenakan jalur-jalur ini sulit diminati pelayaran swasta.
5.4 Sektor Pertanian dan Perkebunan
Komoditi tanaman perkebunan yang potensial di Sulawesi Utara adalah kelapa, cengkeh, pala, kopi
dan coklat. Akan tetapi output dari sub-sektor perkebunan ini terlihat tidak konsisten. Tanaman kelapa
sebagai primadonanya masyarakat Sulawesi Utara dari tahun ke tahun tidak mengalami peningkatan yang
signifikan, baik dari segi luas tanam maupun produksi. Hal yang sama terjadi pada tanaman cengkeh yang
justru pada tahun 2008 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Di sisi lain produksi pertanian seperti
padi dan palawija seperti jagung, kacang tanah, dan kedelai, meningkat.
5.4.1 Belanja Sektor Pertanian dan Perkebunan
Belanja sektor pertanian cenderung meningkat tiap tahunnya walaupun proporsinya masih sangat
kecil. Belanja pertanian pada tahun 2009 meningkat lebih dari 2 kali lipat dibanding tahun 2005, dengan
proporsi 6 persen dibanding 3 persen pada tahun 2005. Komitmen pemerintah daerah dalam belanja
sektor ini belum dapat dikatakan maksimal sebab 43 persen dari belanja pertanian bersumber dari transfer
pemerintah pusat. Dari Rp. 192 miliar belanja pertanian pemerintah Sulawesi Utara tahun 2009, 49 persen
atau Rp. 94 miliar dialokasikan untuk belanja pegawai.
Gambar 5.31 Separuh dari belanja pertanian di Sulawesi Utara bersumber dari transfer pusat
%
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
80
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Belanja pegawai sektor pertanian di Sulawesi Utara masih tinggi, terutama di tingkat pemerintah
provinsi. Gambar 5.32 menunjukkan belanja pegawai di provinsi rata-rata di atas 60 persen, berbeda
dengan tingkat kabupaten yang menunjukkan penurunan porsi belanja pegawai dari 65 persen menjadi 42
persen. Pada sektor pertanian, umumnya program-program terkait ketahanan pangan, atau peningkatan
produksi berada dalam alokasi belanja barang dan jasa. Belanja barang dan jasa di tingkat kabupaten
meningkat dari hanya Rp. 6 miliar (19 persen dari belanja pertanian) di tahun 2005 menjadi Rp. 31 miliar di
tahun 2009 (22 persen dari belanja pertanian). Meski demikian, belanja barang dan jasa juga memasukkan
biaya perjalanan dinas. Proporsi belanja modal di tingkat kabupaten meningkat dari 8 persen (Rp. 3 miliar)
pada tahun 2005 menjadi 36 persen (Rp. 50 miliar) 5 tahun berikutnya. Akan tetapi untuk sektor pertanian,
seringkali belanja modal ini digunakan untuk pembangunan atau pengadaan barang pada perkantoran
pemerintahan.
Gambar 5.32 Belanja pegawai di tingkat kabupaten/kota menurun yang diikuti peningkatan belanja
modal
8%
10%
9%
12%
9%
12%
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
5.4.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Pertanian dan Perkebunan
Produksi padi di Sulawesi Utara meningkat, tetapi produktifitasnya cenderung stagnan dalam 3
tahun terakhir. Komoditas pertanian yang konsisten meningkat adalah padi, jagung, kacang-kacangan.
Produktifitas padi di Sulawesi Utara juga meningkat dalam 5 tahun terakhir dari 4,7 ton per hektar menjadi 4,97
ton per hektar, meskipun dalam 3 tahun terakhir cenderung stagnan. Sulitnya meningkatkan produktifitas
padi dikarenakan metode penanaman dan kualitas input sudah hampir mencapai titik maksimal pada saat
ini. Sementara tanaman padi yang membutuhkan air dalam jumlah besar sangat terpengaruh oleh faktor
iklim, misalnya curah hujan yang tinggi dapat membanjiri lahan pertanian dan menambah kadar air dalam
gabah sehingga sulit untuk dikeringkan dan menurunkan kualitas beras yang dihasilkan. Melihat luas lahan
padi yang terus bertambah dan produktifitas yang relatif stagnan, kebijakan yang dilakukan pemerintah di
Sulawesi Utara untuk meningkatkan produksi padi masih terbatas pada ekstensifikasi lahan.
Produksi jagung di Sulawesi Utara meningkat hampir tiga kali lipat dan produktifitasnya naik 50
persen dalam kurun waktu 5 tahun. Produksi jagung meningkat dari 195 ton pada tahun 2005 menjadi
509 ton di tahun 2009. Pada tahun 2007 jumlah lahan meningkat pesat menjadi 115 ribu hektar dari 82 ribu
hektar pada tahun sebelumnya, hal ini diikuti oleh kenaikan produksi 68 persen di tahun 2007. Dilihat dari
peningkatan produksi dan produktifitas jagung di Sulawesi Utara, tampak bahwa pemerintah di Sulawesi
81
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Utara menitikberatkan produksi jagung dalam 5 tahun terakhir. Program peningkatan serupa juga ditemui
di sejumlah provinsi lain di Sulawesi seperti Gorontalo dan Sulawesi Selatan.
Tabel 5.5 Luas lahan panen dan produksi komoditas pertanian di Sulawesi Utara
Lahan (Hektar)
Produksi (Ton)
2005
2006
2007
2008
Padi Sawah
88.772
89.159
94.528
98.416 103.887 417.659 441.573 473.940 492.177 516.522
Padi Ladang
6.174
5.558
38.020
11.535
71.644
82.189
6.695
6.058
Jagung
Ubi Kayu
2009
10.858
2005
14.966
2006
2007
13.328
2008
92.957
28.014
2009
27.657
115.664 131.791 126.349 195.305 242.713 406.759 466.041 509.261
5.709
6.388
5.907
68.463
82.919
74.406
83.654
79.471
Ubi Jalar
4.457
3.755
3.618
4.278
5.430
38.670
37.345
35.485
42.059
39.980
Kacang tanah
5.668
5.821
5.756
6.573
6.450
6.267
7.206
7.553
8.639
8.896
Kedelai
3.179
3.321
2.662
5.227
5.652
4.113
4.875
4.573
7.217
7.342
Kacang Hijau
1.417
1.506
1.614
1.791
2.123
1.463
2.079
2.153
2.381
2.553
Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik
Selain pala dan kakao, produksi perkebunan di Sulawesi Utara cenderung menurun. Berbeda dengan
tanaman pangan seperti padi dan palawija, tanaman perkebunan (cash crop) sangat dipengaruhi oleh harga
komoditas tersebut. Walaupun pemerintah telah menetapkan harga beli nasional, harga beli di tingkat
petani lokal sering lebih rendah. Selain itu ada pula komoditas yang panen besarnya setiap 2 tahun sekali
seperti cengkeh. Pala dan kakao sebagai komoditas unggulan di Sulawesi Utara terlihat meningkatkan
produksinya. Produktifitas lahan pala meningkat dari 0,26 ton per hektar di tahun 2005 menjadi 0,7 ton per
hektar di tahun 2008. Tidak dijadikannya vanila sebagai tanaman prioritas menyebabkan turunnya produksi
secara drastis dalam kurun waktu 2005-2008.
Tabel 5.6 Luas lahan panen dan produksi komoditas perkebunan di Sulawesi Utara
Lahan (Hektar)
Produksi (Ton)
2005
2006
2007
2008
2005
2006
2007
2008
262.347
259.306
267.652
272.137
187.719
246.262
229.613
209.995
Cengkeh
70.721
68.106
72.248
74.383
12.672
8.862
19.329
285
Pala
11.330
13.814
12.319
13.774
2.946
4.815
1.887
9.646
Kopi
9.689
9.579
9.488
9.143
5.929
5.951
3.323
3.305
Kakao
10.556
9.743
10.071
11.695
3.144
3.069
1.924
5.141
Vanila
5.239
5.273
5.755
5.404
1.165
717
436
Kelapa
Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik
Belanja per kapita sektor pertanian tertinggi terdapat di wilayah perkotaan. Kota Tomohon dan
Kota Kotamobagu adalah wilayah dengan belanja pertanian per kapita terbesar pertama dan ketiga di
Sulawesi Utara. Kota Tomohon dikenal sebagai penghasil sayuran di Sulawesi Utara. Data BPS Sulawesi
Utara menunjukkan pada tahun 2008 Kotamobagu memiliki produktifitas lahan padi tertinggi di Sulawesi
Utara, sebesar 5 ton per hektar. Dari kedua kota ini terlihat bahwa komitmen anggaran ditujukan untuk
peningkatan komoditas pertanian.
Beberapa kabupaten hasil pemekaran juga memiliki belanja pertanian yang tinggi seperti Bolmut.
Meskipun kabupaten baru, data tahun 2008 menunjukkan Bolmut sebagai penghasil beras terbesar ke lima
dan penghasil jagung terbesar ke empat di Sulawesi Utara.
82
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 5 Analisa Sektor Strategis
Gambar 5.33 Belanja pertanian tertinggi justru berada di wilayah perkotaan
Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi
5.4.3 Kesimpulan dan Rekomendasi
Belanja pertanian di Sulawesi Utara meningkat lebih dari 2 kali lipat selama kurun waktu 2005-2009,
hampir separuhnya berasal dari dana dekonsentrasi pemerintah pusat. Belanja pertanian mengambil
proporsi sebesar 6 persen dari total belanja, di mana separuhnya dialokasikan untuk belanja pegawai.
Menurunnya belanja pegawai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. diikuti peningkatan belanja modal.
Namun mayoritas belanja modal ini diperuntukkan untuk pembangunan gedung-gedung pemerintahan.
Rekomendasi yang utama adalah mengurangi belanja modal untuk pembangunan gedung sementara di
sisi lain belanja program-program pendampingan dan penyuluhan pertanian yang biasanya terdapat di
belanja barang dan jasa perlu ditingkatkan.
Produksi padi di Sulawesi Utara meningkat hampir 100 ribu ton (24 persen) dalam waktu 5 tahun.
Produksi jagung meningkat lebih tinggi, 161 persen dalam waktu 5 tahun. Produktifitas lahan jagung
meningkat hampir 50 persen sementara produktifitas lahan padi cenderung stagnan di 4,9 ton per hektar.
Komoditas pertanian seperti padi dan palawija rentan terhadap perubahan iklim, pemerintah Sulawesi
Utara harus menyiapkan program pendampingan dan penyadaran petani untuk mengadaptasi perubahan
iklim.
Dari beberapa komoditas perkebunan yang potensial di Sulawesi Utara, pala dan kakao menunjukkan
peningkatan produksi antara tahun 2005-2008. Produksi cengkeh cenderung fluktuatif disebabkan
siklus panen raya cengkeh yang tidak terjadi setiap tahun. Walaupun produksi kelapa pada tahun 2008
meningkat dibanding tahun 2005, trennya menurun sejak tahun 2006. Sulawesi Utara perlu mengambil
kebijakan strategis berfokus pada produk perkebunan tertentu untuk meningkatkan keunggulan. Kebijakan
tersebut juga harus diselaraskan dengan kebijakan industri pertanian untuk menambah nilai tambah
produk perkebunan Sulawesi Utara.
83
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6
Pembangunan Sulawesi Utara
sebagai Pintu Gerbang Indonesia
menuju Asia Timur dan Pasifik
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai
Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Untuk berkembang lebih cepat, Sulawesi Utara tidak dapat hanya tergantung pada keunggulan
sektor pertanian yang selama ini mendominasi atau sebagai penggerak utama ekonomi daerah.
Untuk mempercepat gerak ekonomi daerah, dibutuhkan transformasi pembangunan ekonomi daerah,
melalui penguatan industri berbasis pertanian dan perikanan yang sudah berkembang, serta melakukan
terobosan untuk mempercepat gerak perkembangan sektor jasa dan kegiatan terkait lainnya.
Potensi sumber daya daerah, posisi strategis di Pasifik, serta didukung dengan sumberdaya
manusia yang memadai, menjadi modal utama untuk mengembangkan Sulawesi Utara menjadi
pintu gerbang Indonesia menuju kawasan Asia Timur dan Pasifik. Visi ini tertuang dalam rancangan
Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 yang dipresentasikan
oleh Kementrian koordinasi Perekonomian di Bogor pada tanggal 21 Februari 2011. Di dalam Master Plan
tersebut, Sulawesi Utara berperan pada sektor perikanan dan kelautan yang diandalkan dalam koridor
ekonomi Sulawesi. Dan kedua, dalam isu konektifitas nasional, Pelabuhan Bitung diarahkan untuk menjadi
pelabuhan penghubung global di Indonesia. Bab ini memetakan potensi pendukung Sulawesi Utara
sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi baru di KTI, sekaligus melihat tantangan yang dihadapi baik dari
internal Sulawesi Utara maupun secara nasional.
6.1 Potensi yang Dimiliki Sulawesi Utara
6.1.1 Geografi dan Aksesibilitas
Secara geografis Provinsi Sulawesi Utara berada dekat dengan Samudera Pasifik. Kedekatan ini
dapat dimanfaatkan untuk menarik lalu lintas barang dari kawasan Asia Timur jika didukung oleh sejumlah
kemudahan akses laut, akses darat, dan birokrasi dalam transportasi. Badan Pengelola Kawasan Ekonomi
Terpadu (BP KAPET) Manado-Bitung membuat estimasi perbedaan jarak, waktu tempuh, dan selisih biaya
sewa kapal dari beberapa pelabuhan di Pasifik menuju Pelabuhan Bitung jika harus melewati Tanjung Priok
dan jika langsung menuju Bitung, seperti ditunjukkan Tabel 6.1.
Tabel 6.1 Jarak Pelabuhan Laut Bitung dengan beberapa pelabuhan laut internasional di Pasifik
Pelabuhan Negara Tujuan
Kaohsiung,
Taiwan
Hong Kong,
Cina
Shanghai,
Cina
Busan,
Korea
Tokyo, Los Angeles,
Jepang
A.S
Jarak dengan Bitung via Tanjung Priok
(Mil Laut)
3.526
3.365
4.142
4.408
3.429
9.574
Jarak langsung dengan Bitung(Mil Laut)
1.346
1.423
1.901
2.113
2.220
6.651
Estimasi beda jarak dibanding via Tanjung Priok (Mil Laut)
2.180
1.942
2.241
2.295
1.209
2.923
Estimasi beda waktu tempuh dibanding
via Tanjung Priok (Jam)
346,46
336,11
349,11
351,46
364,24
378,76
Estimasi beda hari dibanding via Tanjung Priok (Hari)
14,44
14,00
14,55
14,64
15,18
15,78
Selisih Biaya Charter Kapal (ribu US$)
2.887
2.909
2.929
3.035
Sumber: Badan Pengelola (BP KAPET) Manado-Bitung, 2008.
Catatan: Asumsi kecepatan Kapal Ocean going 23 knot
Asumsi kecepatan kapal feeder domestik 10 knot
Asumsi waktu transit di Tanjung Priok adalah 3 hari.
86
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
2.801
3.156
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai
Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Lalu lintas barang melalui laut dan darat menuju Sulawesi Utara bertambah, kualitas jalan provinsi
juga meningkat. Dari Gambar 5.26 diketahui bahwa volume barang yang melalui pelabuhan laut dan
udara cenderung meningkat. Tabel 5.4 juga menunjukkan persentase jalan provinsi yang berkualitas baik
bertambah dalam kurun waktu 5 tahun. Dikarenakan tidak adanya angkutan kereta, maka kualitas jalan
yang menghubungkan pelabuhan laut dan udara dengan pasar domestik di Sulawesi Utara menjadi sangat
vital untuk mendukung transportasi barang dan penumpang yg meningkat.
Untuk meningkatkan peran Pelabuhan Laut Bitung, perlu dukungan dari sisi regulasi. Undangundang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran yang didukung oleh Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun
2009 tentang Pelabuhan, diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan badan usaha pelabuhan.
Terbitnya kedua aturan tersebut memberi peluang untuk terciptanya kompetisi dalam penyediaan layanan
pelabuhan, yang pada akhirnya meningkatkan produk dan kualitas layanan.
Kotak 6.1
Tahun 2001, pemerintah Sulawesi Utara melalui Badan Pengelola Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
(KAPET) Manado-Bitung melakukan inisiatif bekerjasama dengan SWIRE Shipping Company membuka pelayaran
kontainer langsung dari Bitung ke Singapura. Pelayaran ini sebagai perintis reguler yang membuka pelayaran
langsung ke Singapura dimulai dengan 3 kontainer dan selang hampir 2 tahun jumlah kontainer 20 kaki
berkembang menjadi lebih dari 200 kontainer sekali angkut setiap 2 minggu. Jumlah kontainer untuk tujuan
luar negeri dari pelabuhan Bitung jauh lebih besar. Karena sebagian pabrik perikanan tetap menggunakan jalur
konventional yaitu tetap melalui Tanjung Priok atau Tanjung Perak.
Umumnya yang menggunakan jasa pelayaran langsung ini adalah eksportir kelas menengah dan kecil.
Dibandingkan dengan pengiriman melalui Jakarta atau Surabaya biaya pengiriman lebih murah, selisihnya
bervariasi antara USD 250-USD 300 per kontainer 20 kaki.
PT. Pelindo IV memberikan keringanan untuk pembayaran sewa container yard. Hanya saja insentif ini tidak
berlangsung lama, sekitar 3 bulan. Insentif yang diberikan oleh PT. Pelindo IV tidak sebanding dengan biaya untuk
mereposisi ocean going container dari Singapura ke Bitung. Pelayaran langsung ini berlangsung kurang dari 3
tahun, disebabkan pelayanan dan insentif diberikan pelabuhan Bitung kalah bersaing dengan pelabuhan Madang
(Papua New Guinea) di mana jalur pelayaran Madang-Bitung-Singapura ini berawal.
Sementara proses perluasan pelabuhan kontainer tahap II berjalan, dan dikeluarkannya UU no. 17/2008 dan PP
no 61/2009, Pemprov Sulawesi Utara terus berupaya untuk mengajak para Main Lane Operators (MLO) untuk turut
serta dalam pemanfaatan pelabuhan Bitung. Yang sudah menunjukkan minat antara lain adalah Maersk Line
Singapore. Tindak lanjut pelaksanaan masih menunggu kejelasan pelaksanaan teknis dari PP no. 61/2009.
Pengembangan Pelabuhan Bitung dapat membantu mengurangi biaya pengangkutan dan distribusi
produk-produk ekspor dari kawasan timur Indonesia. Kawasan timur Indonesia memiliki hasil sumber
daya alam yang berorientasi ekspor, misalnya hasil perikanan dari perairan Banda dan hasil perkebunan
unggulan seperti kakao dan rempah-rempah. Mayoritas hasil laut dan perkebunan ini diekspor melalui
pelabuhan-pelabuhan utama di Jawa yang berujung pada meningkatkan biaya transportasi produk
tersebut. Mendukung perkembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di kawasan timur Indonesia, dalam
hal ini Sulawesi Utara, diharapkan dapat membantu mengurangi biaya dan menjaga kualitas produk yang
pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing produk kita di pasar internasional.
6.1.2 Produk Jasa dan Perkebunan
Sumbangan sektor jasa terhadap PDRB Sulawesi Utara meningkat dalam 10 tahun terakhir. Gambar
6.1 menunjukkan bahwa kontribusi sektor jasa (gabungan jasa pemerintahan, jasa keuangan dan asuransi,
dan jasa lainnya) meningkat, sementara sektor pertanian relatif menurun.
87
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai
Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Gambar 6.1 Kontribusi sektor jasa di Sulawesi Utara terhadap PDRB meningkat
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara, 2010.
Jika kontribusi jasa pemerintahan dipisahkan, jasa non pemerintah menyumbang 39 persen terhadap PDRB
Sulawesi Utara pada tahun 2008, di mana sektor perdagangan, hotel, dan restauran tumbuh 14 persen
antara tahun 2001 dan 2008. Pertumbuhan tersebut didukung oleh tingkat hunian hotel yang meningkat
pesat dari 35 persen menjadi 55 persen. Jumlah wisawatan mancanegara yang berkunjung ke Sulawesi
Utara dalam 5 tahun (2003-2008) meningkat 64 persen, jika memperhitungkan World Ocean Conference
(WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) pada tahun 2009, angka kunjungan dan tingkat hunian hotel akan
jauh meningkat.
Gambar 6.2 Tingkat hunian hotel dan kontribusi sektor jasa di Sulawesi Utara (angka konstan tahun
2000)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara, 2006 dan 2009.
Jasa non pemerintah adalah kontribusi sektor terkait terhadap PDRB; mencakup sektor perdagangan, hotel, dan restauran, sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa tanpa jasa pemerintahan.
Tingkat hunian hotel mencakup seluruh hotel kelas berbintang.
Pariwisata dapat menjadi unggulan dalam sektor jasa di Sulawesi Utara, meski demikian
pemanfaatannya masih terbatas pada obyek wisata tertentu. Sejak awal tahun 1980an, industri
pariwisata hanya terfokus mengeksploitasi keunikan dan kekayaan bawah laut taman nasional Bunaken,
sehingga berkembang sangat cepat dan menjadi ikon tujuan wisata bawah laut di Indonesia, sehingga
saat ini menunjukkan gejala kepadatan pengunjung. Belum banyak digarap potensi industri pariwisata
lainnya seperti wisata memancing, hiking dan trekking, olahraga pantai, community based eco-tourism, dan
88
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai
Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
sebagainya. Tren wisata di Sulawesi Utara saat ini adalah jasa MICE (Meeting, Incentive, Convention, Event)
yang sangat bergaung sejak penyelenggaraan WOC dan CTI tahun 2009.
Kotak 6.2
Pada tahun 2009 Sulawesi Utara menjadi tuan rumah penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC) dan
Coral Triangle Initiative (CTI) Summit yang dihadiri dari 76 negara, 12 lembaga internasional, dan 6 kepala negara.
Kedua perhelatan internasional tersebut dilaksanakan pada bulan Mei dan dihadiri lebih dari 6000 orang, dan
menghasilkan suatu kesepakatan pengelolaan kelautan yang disebut “Manado Ocean Declaration”. Kedua
perhelatan tersebut kemudian dilanjutkan dengan Sail Bunaken pada bulan Agustus yang diikuti dari 33 negara.
Sail Bunaken mencatat sejarah dengan diizinkannya kapal perang milik Amerika Serikat USS. George Washington
masuk dalam perairan Indonesia dan melakukan manuver di teluk Manado bersama dengan kapal-kapal perang
dari negara peserta lainnya. Helatan ini dihadiri lebih dari 10.000 pengunjung luar negeri, domestik, dan lokal.
Setelah menyelenggarakan beberapa perhelatan akbar selang waktu 2006-2009, Sulawesi Utara menjadi salah
satu tujuan MICE internasional di Indonesia, walaupun sebelumnya Manado sudah dikenal pelancong dunia
dengan taman laut Bunaken dan Selat Lembeh. Marine tourism industries ditetapkan pemerintah daerah menjadi
backbone pengembangan industri pariwisata di Sulawesi Utara. Saat ini kota Manado dan wilayah sekitarnya
sedang dipersiapkan oleh pemerintah provinsi untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan acara dalam
forum ASEAN 2011 dan APEC 2013. Pada bulan Maret 2011, Sulawesi Utara menjadi tuan rumah pelaksanaan
Management Disaster Exercise yang akan dihadiri oleh 26 negara peserta dan sejumlah negara peninjau yang
memiliki wilayah pantai. Pelaksanaan kegiatan ini merupakan kolaborasi kerjasama antara pemerintah Indonesia
dengan pemerintah Jepang.
Nilai ekspor bersih Sulawesi Utara meningkat setiap tahunnya.6 Meskipun nilai eskpor bersih (setelah
dikurangin impor) Sulawesi Utara tidak terlalu besar, jumlahnya meningkat setiap tahun. Ekspor bersih
Sulawesi Utara pada tahun 2008 adalah Rp. 1,5 miliar atau setara dengan 10 persen dari PDRB (atas dasar
harga konstan tahun 2000). Angka ini naik dari Rp. 1,03 miliar pada tahun 2004 yang setara dengan 14,5
persen PDRB. Turunnya kontribusi ekspor terhadap PDRB disebabkan tidak berkembangnya komoditas
ekspor Sulawesi Utara, sementara arus barang masuk dari daerah lain cenderung meningkat pesat.
Ekspor dari Sulawesi Utara didominasi oleh produk perkebunan dan olahannya. Sektor perkebunan
yang didominasi oleh komoditas tradisional seperti kopra, minyak kelapa kasar (crude coconut oil), bungkil,
dan arang tempurung, masih tetap memiliki kontribusi terbesar terhadap total ekspor Sulawesi Utara sampai
saat ini. Walaupun Sulawesi Utara tidak memiliki perkebunan sawit, bahan baku disuplai dari beberapa
daerah di Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua Barat. Proses pengolahan dilakukan di 2 pabrik di Bitung
untuk sekaligus diekspor lewat pelabuhan Bitung. Komoditas ekspor terbesar kedua adalah hasil produk
perikanan. Keterbatasan produk yang dapat diekspor hanya pada produk agro industri berbasis kelapa dan
perikanan. Untuk mengatasinya diperlukan inovasi dan penguasaan teknologi untuk menghasilkan produk
turunan (pertanian dan perkebunan) berbasis teknologi tinggi.
6.1.3 Kualitas Sumber Daya Manusia
Capaian pendidikan dan kesehatan di Sulawesi Utara menunjukkan kualitas sumber daya manusia
yang tinggi. Gambar 5.14 dan 5.16 menunjukkan angka melek huruf dan partisipasi sekolah di Sulawesi
Utara adalah yang tertinggi di Sulawesi. Capaian Sulawesi Utara di kedua indikator tersebut juga lebih
baik dari rata-rata nasional. Hal serupa terlihat pada capaian kesehatan, Tabel 5.1 menunjukkan cakupan
imunisasi dan kelahiran yang dibantu tenaga medis profesional di Sulawesi Utara lebih baik dari provinsi
lain di Sulawesi dan rata-rata nasional.
6
Terminologi ekspor dan impor yang digunakan mencakup perdagangan domestik dengan daerah lain di Indonesia.
89
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai
Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Bias gender di Sulawesi Utara relatif kecil. Gambar 5.17 dan 5.18 memperlihatkan bahwa capaian
pendidikan perempuan di Sulawesi Utara tidak timpang dengan angka provinsi. Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir pada tahun 2007 juga memperlihatkan 96 persen wanita di Sulawesi
Utara mendapat layanan kesehatan paska melahirkan, angka ini lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar
93 persen. Dari sisi lapangan pekerjaan, Gambar 6.4 menunjukkan persentase perempuan yang bekerja
sebagai profesional atau di level manajerial sebanyak 14 persen, sementara yang bekerja di bidang jasa dan
penjualan sebanyak 49 persen. Hali ini mengindikasikan pendidikan perempuan di Sulawesi Utara yang
baik. Persentase tertinggi perempuan yang menikah yang memiliki andil dalam keputusan rumah tangga
terdapat di Sulsel yaitu 86 persen, Sulawesi Utara memiliki angka tertinggi kedua sebanyak 81 persen.
Angka ini jauh di atas rata-rata nasional sebesar 66 persen.
6.2 Aspek Gender dalam Pembangunan di Sulawesi
Utara
Indeks Pembangunan Gender (IPG) di Sulawesi Utara menduduki posisi tertinggi di Sulawesi dan
berada diatas rata-rata Indeks Pembangunan Gender Nasional. Pada tahun 2005, IPG Sulawesi Utara
sebesar 64,1, diatas IPG Nasional yang 63,9. Tahun 2006, IPG Sulawesi Utara sedikit lebih rendah dari IPG
Nasional yaitu 64,9 dan 65,1, namun di tahun berikutnya (2007) IPG Sulawesi Utara meningkat lagi menjadi
66, sementara IPG Nasional 65,3. Demikian pula dengan tahun berikutnya 2008, dimana IPG Sulawesi Utara
mencapai angka 67,3, sementara IPG nasional 66,4. Dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, Indeks
Pembangunan Gender Sulawesi Utara menempati posisi ke-empat, setelah DKI Jakarta, Yogyakarta dan
Bali7.
Gambar 6.3 Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 – 2008
Sumber: Pembangunan berbasis Gender, Kementerian PP&PA bekerjasama dengan BPS.
Tingginya Indeks Pembangunan Gender di Sulawesi Utara merupakan cerminan tingginya angka
harapan hidup dan angka melek huruf yang sudah dibahas sebelumnya, serta angkatan kerja di
provinsi ini. Dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi, 47,8 persen perempuan di Sulawesi Utara
bekerja di bidang jasa dan perdagangan, angka ini lebih tinggi dari angka pekerja perempuan di bidang
yang sama pada provinsi lain di Sulawesi. Hal yang sama terlihat pada bidang profesional dan manajerial
yang lebih membutuhkan skill. Sebanyak 14 persen pekerja perempuan di Sulawesi Utara bekerja di bidang
profesional dan manajerial; tertinggi dibanding dengan provinsi lain di Sulawesi.
7
Lihat lampiran Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008
90
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai
Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Gambar 6.4 Jenis Pekerjaan Perempuan per-Provinsi
Sumber: IDHS 2007.
Namun IPG Sulawesi Utara yang berada diatas rata-rata nasional, masih berada dibawah angka
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di provinsi ini. Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan
pembangunan antara laki-laki dan perempuan di provinsi ini. Kesenjangan ini bisa dilihat pada tahun
2005, saat IPG Sulawesi Utara 64,1, IPM di provinsi ini mencapai angka 73,4. Demikian pula di tahun-tahun
berikutnya, 2006 dan 2007, saat IPG Sulawesi Utara berada di angka 64,9 dan 66, IPM berada di angka 74,2
dan 74,4. Kondisi yang sama juga terjadi di tahun 2008.
Gambar 6.5 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Indeks Pembangunan
Gender (IPG) di Sulawesi Utara tahun 2005 - 2008
Sumber: Pembangunan berbasis Gender, Kementerian PP&PA bekerjasama dengan BPS.
Kesenjangan gender juga masih terjadi di provinsi lain di Sulawesi, bahkan di tingkat nasional. Di
Sulawesi, kesenjangan gender paling besar terdapat di provinsi Gorontalo, dimana pada tahun 2005 nilai
IPM vs IPG nya adalah 65,4 dan 50,2 atau selisih 15,2 poin. Sementara di tahun 2008, selisih IPM dan IPG
Gorontalo masih berada di angka 14. Kesenjangan paling kecil terdapat di Sulawesi Barat yang selisihnya
berkisar pada angka 4,3 poin.
91
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai
Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Gambar 6.6 Perbandingan IPM dan IPG antara tahun 2005 dan 2008 di Sulawesi
Sumber: Pembangunan berbasis Gender, Kementerian PP&PA bekerjasama dengan BPS.
Sementara itu, sama halnya dengan Indeks Pembangunan Gender, Indeks Pemberdayaan Gender
(IDG) Sulawesi Utara menduduki posisi tertinggi di Sulawesi dan berada diatas rata-rata Nasional.
Bahkan untuk tahun 2005 dan 2006, Sulawesi Utara menduduki posisi tertinggi nasional yaitu 62,7 dan 63,6;
angka ini berada diatas angka rata-rata nasional 59,7 dan 61,3 di tahun yang sama. Tahun 2007 dan 2008,
IDG Sulawesi Utara masih berada diatas rata-rata angka nasional yaitu 64,2 dan 65,5, namun provinsi ini
menduduki posisi kedua setelah Kalimantan Tengah8.
Gambar 6.7 Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008
Sumber: Pembangunan berbasis Gender, Kementerian PP&PA bekerjasama dengan BPS.
Meski Sulawesi Utara memiliki angka Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan
Gender (IDG) yang tinggi, bahkan berada diatas rata-rata nasional, namun masih tingginya kasus
kekerasan dan perdagangan perempuan di provinsi ini, masih perlu mendapat perhatian khusus
pemerintah setempat. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab IPG Sulawesi Utara berada dibawah
IPM-nya atau masih terjadi kesenjangan gender di provinsi ini. Data LSM Swara Parangpuan Sulawesi Utara
menyoroti banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan di provinsi ini. Tahun 2002, terdapat 376 kasus,
tahun 2003 meningkat drastis menjadi 577 kasus, sementara di tahun 2004 angka itu menurun lagi menjadi
334 kasus, masih terlalu tinggi untuk kasus kekerasan. Tiga kasus dominan dalam kasus-kasus kekerasan
adalah penganiayaan, perkosaan dan pencabulan.
8
Lihat lampiran Indeks Pemberdayaan Gender Tahun 2005 – 2008
92
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai
Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur
Sementara kasus trafficking atau perdagangan perempuan dan anak, juga cukup menonjol di provinsi ini.
Kasus trafficking di Sulawesi Utara terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
 Kasus perempuan yang dijual untuk menjadi ‘pelayan’ bar atau restoran
 Kasus pengiriman penari ke Jepang dengan visa entertainment, lalu dijadikan wanita penghibur
setibanya di negara tujuan. Untuk kasus ini tercatat di tahun 2003, sebanyak 500 perempuan Sulawesi
Utara yang dijual ke Jepang dengan modus ini.
 Kasus perdagangan bayi.
Namun mencari data yang akurat mengenai kekerasan terhadap perempuan maupun trafficking,
bukanlah hal yang mudah. Tidak semua kasus terdeteksi. Tidak semua kasus dilaporkan. Misalnya,
kepolisian mencatat tahun 2002-2007, ada sebanyak 170 kasus trafficking. Sementara satu LSM menemukan
500 perempuan diperdagangkan ke Jepang pada tahun 2003 saja.
Kotak 6.3
Indeks Pembangunan Manusia (IPM): pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan
dan standar hidup. untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Disebut juga
Human Development Index (HDI)
Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia
yang sama seperti IPM dengan memperhitungkan ketimpangan gender. IPG dapat digunakan untuk mengetahui
kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender terjadi apabila nilai IPM
sama dengan IPG. Disebut juga Gender-related Development Index (GDI)
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) adalah indeks komposit yang mengukur peran aktif perempuan dalam
kehidupan ekonomi dan politik. Peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik mencakup
partisipasi berpolitik, partisipasi ekonomi dan pengambilan keputusan serta penguasaan sumber daya ekonomi.
Disebut juga Gender Empowerment Measure (GEM)
6.3 Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Pembangunan Sulawesi Utara di Masa Datang
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara masih relatif kecil.Walaupun secara umum permasalahan
terkait gender di Sulawesi Utara relatif sedikit, provinsi ini dihadapkan pada permasalahan trafficking. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut dan permasalahan terkait gender lainnya, pemerintah provinsi telah
mengalokasi anggaran. Namun besarnya anggaran tersebut masih terbatas. Perlu ada peningkatan alokasi
belanja yang dapat membantu pengembangan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi
Sulawesi Utara sehingga dapat meningkatkan derajat kehidupan kaum perempuan.
Walaupun angka capaian gender cenderung tinggi, namun itu belum dapat memberikan gambaran
keseluruhan tentang gender di Sulawesi Utara. Indeks Pembangunan Gender dan Indeks Pemberdayaan
Gender provinsi Sulawesi Utara berada diatas provinsi lain di Sulawesi, bahkan diatas rata-rata nasional. Hal
ini seiring dengan kondisi sumber daya manusia Sulawesi Utara yang cenderung lebih baik dibandingkan
dengan provinsi lain di Sulawesi. Wawancara dengan para pihak menunjukkan bahwa ada permasalahan
perdagangan perempuan dan anak di provinsi ini. Namun data jumlah kasus masih sulit untuk didapat,
karena minimnya kasus yang terdeteksi atau dilaporkan.
Kerja sama tingkat regional dapat dijadikan peluang bagi provinsi yang dilibatkan secara aktif oleh
pemerintah pusat. Kerja sama seperti BIMP-EAGA (Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East
93
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
ASEAN Growth Area, merupakan salah satu contoh bentuk kerja sama di mana pemerintah pusat melibatkan
beberapa provinsi di Sulawesi untuk menjadi pemangku kepentingan. Meski demikian, komitmen
pemerintah daerah dalam kerja sama ini juga perlu direspon pemerintah pusat dalam menetapkan regulasi
yang mendukung seperti di bidang kepelabuhanan, imigrasi, dan bea cukai. Salah satu contoh adalah
rencana menetapkan Bitung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Komitmen untuk menjaga kualitas infrastruktur diperlukan, termasuk yang berada di bawah
tanggung jawab pemerintah pusat. Infrastruktur yang dimaksud seperti jalan nasional, ketenagalistrikan,
pelabuhan, bandar udara, dan sebagainya. Tabel 5.4 menunjukkan bahwa persentase jalan nasional yang
berkualitas baik di Sulawesi Utara justru menurun, berbanding terbalik dengan kualitas jalan provinsi.
Beberapa layanan infrastruktur seperti penyediaan tenaga listrik sebagian memang telah didesentralisasikan,
tetapi mekanisme penjualan dan distribusinya masih berada di tingkat pusat. Dukungan infrastruktur
diperkuat dengan direncanakannya Pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan penghubung global di Indonesia
seperti yang dituangkan dalam rancangan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia 2011-2025 milik Kementrian Koordinasi Perekonomian.
Pemerintah daerah di Sulawesi Utara perlu mengembangkan sektor pariwisata dan jasa di Sulawesi
Utara. Provinsi Sulawesi Utara memiliki keunggulan di sektor jasa dan pariwisata. Keunggulan tersbeut
didukung terutama oleh kualitas SDM yang memadai, penyedia jasa perhotelan yang berkembang setelah
WOC dan CTI, serta infrastruktur yang baik. Ekonomi Sulawesi Utara di masa depan dapat didorong oleh
industri pariwisata yang saat ini belum berkembang secara optimal. Stimulus fiskal dan regulasi dari
pemerintah daerah sangat dibutuhkan. Misalnya dengan promosi parwisata, menggiatkan pariwisata
berbasis partisipasi masyarakat, menggiatkan eko-wisata, membenahi dan menerapkan standar kualitas
biro perjalanan, dan sebagainya.
Pemerintah daerah harus mendukung industri energi yang ramah lingkungan. Kebutuhan energi
listrik di luar Jawa-Bali sangat tinggi, tetapi penyediaannya sangat terbatas. Saat ini mayoritas energi ramah
lingkungan di Sulawesi Utara bersumber dari tenaga panas bumi, dan telah dimanfaatkan lewat PLTP
Lahendong di Tomohon. Ke depannya, pemerintah daerah bisa memberikan insentif baik pajak maupun
bukan pajak untuk industri energi terbarukan, atau kepada industri yang memproduksi barang secara
ramah lingkungan.
Industri pendidikan menjadi penopang dan penggerak utama berkembangnya industri daerah. Salah
satu keunggulan Provinsi Sulawesi Utara adalah di bidang pendidikan. Pendidikan yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi negeri dan swasta harus mampu mendukung pengembangan industri-industri
yang diidentifikasi diatas. Selanjutnya perlu dibangun kerjasama pemerintah daerah, perguruan tinggi,
dan sektor industri untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja bidang industri turunan kelapa, perikanan,
industri pariwisata bahari dan pariwisata ekologis, industry energi, dan teknologi informasi. Sehingga
tercipta hubungan permintaan dan penawaran yang seimbang antara tenaga kerja dan pencari kerja, dan
pada akhirnya mampu mengurangi tingkat pengangguran di Sulawesi Utara.
Membangun kerjasama dan jaringan dengan provinsi tetangga mutlak dilakukan. Kerjasama dengan
provinsi tetangga berupa meningkatkan perdagangan antara daerah, dan kerjasama promosi daerah
bersama. Misalnya dengan memanfaatkan forum-forum yang sudah ada seperti BKPRS atau Forum Kepala
Bappeda sebagai wadah komunikasi dan keselarasan kebijakan kawasan. Salah satu contoh yaitu provinsi
tetangga juga dapat memanfaatkan pelabuhan Bitung sebagai pintu utama untuk ekspor dan impor daerah
dengan biaya yang jauh lebih murah dibandingkan menggunakan pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung
Priok di pulau Jawa. Implikasinya, diharapkan produk petani dan nelayan di kawasan sekitar dapat menjadi
lebih kompetitif di pasar internasional
94
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Daftar Pustaka
Badan Pengelola KAPET Manado-Bitung. ”Kajian Strategis Pelabuhan Bitung Sebagai International Hub
Port”. Manado (2007).
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara (2009). “Sulawesi Utara Dalam Angka 2009”. BPS, Manado.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara (2006). “Sulawesi Utara Dalam Angka 2006”. BPS, Manado.
Badan Kerja Sama Pembangunan Regional Sulawesi. “Dampak WOC bagi Pengembangan Sulut”, diakses
pada 24 Maret 2009,
http://www.bkprs-news.com/index.php?option=com_content&task=view&id=190&Itemid=117
Badan Pusat Statistik (2009). ”Kajian Awal Penyusunan Indeks Pembangunan Regional”. CV. Nario Sari,
Jakarta
Hamel. G., dan Prahalad, C.K., (1995). ”Kompetisi Masa Depan. Strategi-Strategi Terobosan untuk Merebut
Kendali Atas Industri anda dan Menciptakan Pasar Masa Depan”. Binarupa Aksara. Jakarta.
Kasali. R., (2005). “Change!. Tak Peduli Berapa Jauh Jalan Salah Yang Anda Jalani, Putar Arah Sekarang Juga”.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Lasserre. P., and Shutte. H., (2006). “Strategies For Asia Pasific. Meeting New Challenges”. Third Edition.
Palgrave Macmillan. New York.
Prabawa. T.S., (2010). “The Tourism Indutry Under Crisis. The Struggle of Small Tourism Enterprises in
Yogyakarta (Indonesia)”. Vrije Universiteit, Netherland.
__________(2009) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan.
World Bank (2010). ”Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pelayanan Publik di Provinsi Seribu Pulau. Analisis
Pengeluaran Publik Provinsi Maluku”. World Bank Technical Report.
World Bank (2007). ”Gorontalo Public Financial Management Survey”. World Bank Technical Report.
Ratulangi, G.S.S.J, (1981). ”Indonesia di Pasifik”. Sinar Harapan. Jakarta.
The Asia Foundation, 2008. ”Biaya Transportasi Barang. Angkutan, Regulasi, dan Pungutan Jalan di Indonesia”.
Jakarta.
__________(2008) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran.
Wahyuningsih, Rina., (tidak ada tahun). ”Potensi dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di Indonesia.
Pusat Sumber Daya Geologi”. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
__________(2011) “Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.”
Kementrian Koordinasi Perekonomian
95
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lampiran
Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan
Analisis Belanja Pemerintah Sulawesi Utara?
Melihat pengalaman dari pelaksanaan analisis belanja Pemerintah dan Penyelarasan Kemampuan
(PEACH) di berbagai daerah di kawasan timur Indonesia Pemerintah Sulawesi Utara (Sulut) berinisiatif
untuk melakukan program serupa.
Pengalaman PEACH di provinsi lain menunjukkan bahwa analisis partisipatif atas belanja pemerintah
merupakan titik awal yang baik untuk memperbaiki kualitas pengelolaan belanja pemerintah untuk
melaksanakan fungsi dan tanggung jawab yang baru diperoleh pemerintah daerah di indonesia yang
mulai terdesentralisasi.
Sebagai tanggapan, Bank Dunia bekerja sama dengan tim peneliti yang diorganisasi Fakultas Ekonomi
Universitas Sam Ratulangi melakukan analisis menyeluruh atas pengelolaan belanja pemerintah, yang
dihubungkan dengan suatu program kegiatan untuk memperkuat kapasitas pemerintah-pemerintah
daerah. Tujuan yang diharapkan dari PEACH Sulut adalah perbaikan alokasi sumber daya anggaran yang
mengarah pada penyediaan barang umum yang lebih baik di tingkat daerah yang disesuaikan dengan
preferensi dan pertimbangan di tingkat daerah. Hal tersebut dapat dicapai dengan keterlibatan para
pengambil keputusan di tingkat daerah serta para pemangku kepentingan lainnya dalam pengidentifkasian
prioritas belanja pemerintah dan pengelolaan keuangan. Tujuan utama dari komponen PEA adalah:
(i)
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pengelolaan belanja pemerintah di suatu provinsi
khususnya sehubungan dengan proses perencanaan dan penganggaran parsitipatif dan pemberian
layanan dasar.
(ii) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang reformasi kepegawaian negeri sipil yang saat ini
sedang dijalankan, khususnya sehubungan dengan pelaksanaan tunjangan kesejahteraan Daerah;
(iii) mengembangkan strategi-strategi untuk memperbaiki pengelolaan keuangan Sulawesi Utara
untuk mencapai layanan umum dan penanaman modal umum yang lebih baik untuk merangsang
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
(iv) membentuk sistem yang lebih baik untuk menganalisis dan mengawasi anggaran daerah. Sistem
tersebut dapat berupa:
•
•
membentuk jaringan rekan imbangan dari universitas-universitas lokal di Sulawesi Utara dan
instansi pemerintah daerah yang akan memimpin pelaksanaan PEACH Sulawesi Utara dan dengan
demikian akan membangun kapasitas untuk dapat melaksanakan analisis belanja pemerintah
secara mandiri di masa mendatang;
memberikan bantuan teknis/peningkatan kapasitas pada jaringan ini untuk melakukan analisis
serupa di masa mendatang.
98
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lampiran B. Catatan Metodologi
B.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah atau APBD adalah anggaran tahunan yang dialokasikan dan/
atau dibelanjakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Anggaran tersebut terdiri dari dua
kategori: rencana (untuk disetujui oleh DPR) dan realisasi (pengeluaran yang sebenarnya atau laporan
pertanggungjawaban dari kepala daerah).
Rentang data dari tahun 2005 hingga 2009, diperoleh dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di
Sulawesi Utara. Departemen keuangan memberikan data sebagai perbandingan skala nasional.
B.2 Kerangka kerja Pengelolaan Keuangan Publik (PFM): Bidang
Strategis, Hasil, dan Indikator
Bank Dunia dan Kementerian Dalam Negeri Pemerintah indonesia akan menilai kapasitas pengelolaan
keuangan dari pemerintah kabupaten/kota dalam mengembangkan kerangka kerja PFM. Kerangka kerja
tersebut terbagi dalam sembilan bidang yang menjadi kunci pengelolaan keuangan pemerintah oleh
pemerintah kabupaten/kota:
(1) Kerangka Peraturan Perundangan Daerah,
(2) Perencanaan dan Penganggaran,
(3) Pengelolaan Kas,
(4) Pengadaan,
(5) Akuntansi dan Pelaporan,
(6) Pengawasan Intern,
(7) Hutang dan Investasi Publik,
(8) Pengelolaan Aset, dan
(9) Audit dan Pengawasan Eksternal.
Setiap bidang strategis dibagi menjadi antara 1 sampai 5 hasil, dan daftar indikator dicantumkan untuk
setiap hasil. Hasil mewakili pencapaian yang dikehendaki dalam setiap bidang strategis, dan indikator
digunakan untuk menilai bagaimana kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam bidang tersebut. Perlu
dicatat bahwa praktik-praktik-praktik internasional yang terbaik belum diterapkan untuk menetapkan
dasar-dasar bagi hasil-hasil tersebut karena pada praktiknya, jarak antara hasil-hasil tersebut dan kenyataan
yang ada saat ini terlalu besar untuk dapat membuahkan hasil yang nyata.
Para responden diminta untuk menjawab “ya” atau “tidak” untuk setiap pernyataan yang diwakili oleh
masing-masing indikator.
Jawaban setuju ditambahkan untuk setiap hasil, dan skor dihitung berdasarkan persentase jawaban “ya”.
Beberapa bidang strategis memiliki indikator lebih banyak daripada bidang-bidang lainnya, sehingga
bidang-bidang tersebut memiliki bobot lebih dalam hasil keseluruhan. Misalnya, perencanaan dan
penganggaran mencakup 49 indikator, tetapi hutang dan investasi publik meliputi hanya 8 indikator.
Indikator strategis lainnya yang berbobot lebih termasuk pengadaan (41 indikator) dan pengelolaan uang
(31 indikator).
99
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lokasi survey kerangka kerja PFM diterapkan di Sulawesi Utara, dan meliputi pemerintah provinsi dan 15
kabupaten/kota. universitas Sam Ratulangi dilibatkan dalam penelitian untuk survei tersebut. Pada akhir
tahun 2007, survei PFM telah diadakan di sekitar 60 kabupaten/kota di seluruh indonesia.
Metodologi
Hasil diperoleh melalui wawancara dan FGD (diskusi kelompok terfokus) dengan perwakilan pemerintah
daerah dari departemen terkait. Diskusi-diskusi ini melibatkan bappeda, departemen keuangan; DPRD,
dinas pendapatan daerah; kantor bendahara daerah; badan pekerjaan umum; dan badan pengawas
pemerintah daerah. untuk menjamin akurasi data, maka setiap jawaban “ya” harus didukung
dengan dokumen terkait dan/atau diperiksa silang dengan responden tambahan.
Interpretasi hasil
skor diberikan untuk setiap bidang strategis dan lokasi survei, dan skor menyeluruh diberikan untuk
setiap lokasi survei. untuk perbandingan dan evaluasi, skor bidang strategis dapat dinilai sesuai dengan
kategori berikut ini. akan tetapi, interpretasi hasil berisiko menimbulkan subyektivitas, karena hasilnya
sangat bergantung pada interpretasi pihak yang mengadakan survei. Saat ini, Bank Dunia dan Kementerian
Dalam Negeri bekerja sama untuk memperbaiki survei tersebut, khususnya mencoba memperkecil risiko
subyektivitas.
Skor menyeluruh (%)
80–100 sempurna/dapat diterima sepenuhnya
60–79 sangat baik/sangat dapat diterima
40–59 baik/dapat diterima
20–39 sedang/cukup dapat diterima
0–19 kurang/tidak dapat diterima
100
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lampiran C. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi
Tabel C.1 Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Sulut
Bidang
Rekomendasi
Usulan Program
Peraturan
Perundangan
Daerah
 Melengkapi berbagai aturan yang melandasi praktek pengelolaan
keuangan daerah yang baik sesuai mandat peraturan perundangan
dari pusat, antara lain : (i) Perda tentang Penanaman Modal dan
BLUD; (ii) Perkada tentang Standar Biaya dan Analisis Standar
Belanja untuk mendukung anggaran berbasis kinerja; dan (iii)
Berbagai peraturan perundangan daerah lain yang lebih teknis
untuk pengelolaan keuangan daerah
 Menyusun peraturan daerah untuk mendorong pelaksanaan prinsip
transparansi dan partisipasi
(i) Pelatihan tentang kerangka
peraturan daerah yang
komprehensif terkait
Pengelolaan Keuangan Daerah
(ii) Pendampingan Teknis untuk
melengkapi berbagai peraturan
daerah yang belum dibuat dan
disahkan
Perencanaan &
Penganggaran
 Meningkatkan kapasitas dan keterlibatan DPRD dalam perencanaan
dan penganggaran
 Menyusun dokumen perencanaan (RPJMD, RENSTRA-SKPD, RKPD,
RENJA-SKPD) dan dokumen anggaran (KUA/PPA, RKA-SKPD, APBD)
yang lebih terukur dan berorientasi pada pencapaian target
kinerja serta memperkuat sinkronisasi dokumen perencanaan dan
penganggaran
 Menyusun peraturan tentang Standar Biaya dan Analisa Standar
Belanja
(i) Pelatihan DPRD tentang
Perencanaan dan Penganggaran
(ii) Pelaithan dan pendampingan
teknis untuk penyusunan
Standar Biaya dan Analisa
Standar Belanja
(iii) Pelatihan dan pendampingan
teknis untuk penyusunan
indikator dan target yang
layak pada berbagai
dokumen perencanaan dan
penganggaran
Pengelolaan
kas,aset dan
pengadaan
 Meningkatkan kapasitas dalam manajemen pendapatan
 Mempertahankan kinerja dalam pengelolaan dan pengendalian
penerimaan dan pembayaran kas serta surplus kas temporer
dikelola yang sudah cukup baik
 Mempertahankan dan meningkatkan kinerja dalam bidang
pengadaan barang dan jasa
(i) Pelatihan dan Pendampingan
Teknis untuk sistem administrasi
dan penagihan pendapatan
(ii) Melengkapi aturan pengadaan
barang dan jasa didaerah sesuai
dengan kerangka peraturan
perundangan pusat yang baru
Akuntansi &
Pelaporan
 Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang pendidikan
akuntansi pada posisi penting pengelolaan keuangan daerah
 Mempertahankan sistem informasi yang sudah terintegrasi di
beberapa daerah dan mendorong penerapan hal yang sama di
kabupten Bolmong
(i) Pelatihan dan Pendampingan
Teknis dibidang akuntansi
(ii) Pendampingan teknis untuk
sistem informasi akuntansi yang
terintegrasi
(iii) Peningkatan jumlah SDM
berlatar belakang akuntansi
Audit Internal,
serta Audit dan
Pengawasan
Eksternal
 Meningkatkan peran audit internal dalam pengelolaan keuangan
daerah melalui peningkatan sumberdaya anggaran serta SDM
auditor fungsional yang berkualitas
 Meningkatkan komunikasi untuk mendukung audit eksternal serta
tindaklanjut temuan audit eksternal
(iv) Pelatihan dan pendampingan
teknis untuk memperkuat
fungsi audit internal dan
penambahan SDM auditor
fungsional
101
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Tabel C.2 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Penerimaan dan Belanja
Penerimaan
Kesimpulan
Rekomendasi
PAD Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara relatif rendah dan
ketergantungan pendapatan akan transfer dari pemerintah
pusat semakin besar. Hal ini kurang selaras dengan tujuan
otonomi daerah.
Oleh sebab itu dibutuhkan upaya meningkatkan kajian
tentang potensi pajak dengan dasar pajak (tax base) yang luas,
meningkatkan pengawasan untuk meminimalisasi kebocoran
pendapatan pajak dan retribusi daerah, serta meningkatkan
kapasitas sumber daya manusia di bidang perpajakan.
Sumber Dana Bagi Hasil dari non-pajak (Sumber Daya Alam) Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang potensi SDA
masih sangat kecil dibandingkan dengan DBH pajak, sehingga di Sulawesi Utara yang dapat menjadi salah satu sumber
menimbulkan pertanyaan apakah potensi SDA di Sulawesi Utara pendapatan daerah.
belum dimanfaatkan secara maksimal.
Ketimpangan pendapatan perkapita daerah antar kabupaten/
kota masih tinggi. Beberapa kabupaten hasil pemekaran
sepertinya masih mempunyai sumber pendapatan yang sangat
rendah (Kabupaten Bolaang Mongondow Timur).
Dibutuhkan dukungan dari pemerintah, misalnya melalui
transfer dari pemerintah pusat, untuk memulai pengembangan
kabupaten/kota baru hasil pemekaran melalui peningkatan
posisi fiskal kabupaten/kota tersebut.
Pemerintah Provinsi dan kebanyakan Kabupaten dan Kota di Bilamana pelayanan pada masyarakat telah maksimal maka
Sulawesi Utara memiliki SILPA yang besar. Ini menggambarkan Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi tambahan untuk
bahwa Pemerintah Daerah kurang dapat menyerap anggaran memanfaatkan dana yang ada.
yang ada dan masih bisa melakukan program dan kegiatan yang
penting dalam pelayanan kepada masyarakat.
Belanja
Kesimpulan
Belanja pegawai masih sangat mendominasi.
Rekomendasi
(1) Pengurangan jumlah pegawai secara alami yaitu melakukan
penerimaan pegawai dengan jumlah yang lebih kecil dari
jumlah pegawai yang pensiun.
(2) Melakukan penerimaan pegawai yang berkualitas serta
pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan produktivitas
pegawai.
(3) Melakukan realokasi pegawai dari bidang yang kelebihan
pegawai ke bagian yang kekurangan untuk mencegah
penerimaan pegawai yang tidak diperlukan.
Belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk sektor- (1) Perlu dilakukan program-program yang tepat dan efisien,
sektor unggulan Sulawesi Utara sangat kecil. Sektor pertanian
termasuk pembangunan ketrampilan dan etos kerja pekerja
hanya dialokasikan dana sekitar 3%, pariwisata sekitar 0,5%,
di sektor-sektor tersebut, yang dibiayai secara memadai
serta perikanan dan kelautan sekitar 1%.
agar sektor-sektor unggulan tersebut dapat mempercepat
pencapaian kesejahteraan masyarakat.
(2) Perlu ada upaya mengarahkan tren belanja pada
keseimbangan antara belanja pegawai dan belanja
infrastruktur.
(3) Belanja kesehatan yang hanya 8% perlu lebih ditingkatkan
seiring meningkatnya biaya kesehatan dan relatif tingginya
angka kemiskinan dan pengangguran.
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara juga masih sangat (1) Perlu ada peningkatan alokasi belanja yang dapat
kecil.
membantu pengembangan perdayaan perempuan dalam
pembangunan ekonomi Sulawesi Utara.
(2) Perlu diperluas akses perempuan dalam sektor-sektor
ekonomi sehingga dapat meningkatkan derajat kehidupan
kaum perempuan.
(3) Perlu disediakan anggaran yang cukup untuk pembiayaan
korban traficking, perkosaan, kehamilan yang tidak di
inginkan, anak-anak terlantar termasuk pendampingan
(bantuan) hukum.
(4) Perlu adanya alokasi belanja yang lebih baik untuk
kesejahteraan kaum Lansia.
102
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Tabel C.3 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Sektoral
Kesehatan
Kesimpulan
Rekomendasi
Indikator kesehatan di Sulut secara umum lebih baik dari Oleh karena itu Kabupaten perlu memiliki tenaga kesehatan
propinsi tetangganya di Sulawesi dan rata-rata nasional. Yang yang memadai dilengkapi dengan akses untuk menjangkau
masih perlu diperhatikan adalah distribusi di antara kabupaten/ penduduk.
kota.
Proporsi belanja kesehatan terhadap total Belanja (Provinsi
maupun Kabupaten/Kota) mayoritas masih di bawah
10%. Belanja kesehatan di tingkat Provinsi sebagian besar
dialokasikan untuk belanja pegawai. Belanja kesehatan per
kapita di kabupaten kepulauan lebih tinggi dengan daerah lain
di Provinsi Sulut.
Proporsi belanja kesehatan terhadap total Belanja (Provinsi
maupun Kabupaten/Kota) masih perlu ditingkatkan. Hal ini
penting untuk meningkatkan alokasi belanja pemerintah daerah
pada masyarakat.
Hubungan antara output (rasio dokter dan bidan per 10.000
penduduk) dengan capaian (cakupan imunisasi dan kelahiran
dibantu tenaga medis) beragam. Untuk daerah perkotaan
output dan capaian relatif merata, tetapi di kabupaten terutama
kabupaten kepulauan, capaian sektor kesehatan beragam. Akses
terhadap tenaga kesehatan di kabupaten kepulauan seringkali
terkendala faktor transportasi dan geografi.
Kabupaten kepulauan perlu mendapat perhatian khusus dalam
hal akses dan mobilitas tenaga kesehatan. Persepsi masyarakat
Sulut terhadap pelayanan kesehatan relatif baik, tetapi penyedia
jasa kesehatan perlu meningkatkan standar kebersihan alat dan
fasilitasnya.
Pendidikan
Kesimpulan
Rekomendasi
Kualitas capaian pendidikan di Sulut merupakan yang tertinggi Rekomendasi yang dapat diberikan adalah untuk meningkatkan
di Indonesia. Capaian indikator pendidikan tersebut juga kualitas hasil pendidikan atau lulusan sehingga mendukung
tersebar relatif merata di tiap kabupaten/kota di Sulut.
penciptaan lapangan kerja dan mengurangi angka
pengangguran.
Ketimpangan indikator pendidikan di Sulut relatif kecil, baik
antar kabupaten/kota, dari kelompok usia, maupun jenis
kelamin.
Pemerataan akses pendidikan di kabupaten kepulauan dalam
hal mobilisasi murid dan guru masih perlu diperhatikan.
Belanja sektor pendidikan di Sulut meningkat lebih dari dua
kali lipat dalam lima tahun, dan porsinya rata-rata selalu berada
di atas 20%. Kenaikan itu juga diikuti oleh kenaikan belanja
pegawai yang juga mencapai dua kali lipat. Di tingkat kabupaten
kota, porsi belanja pendidikan hampir seluruhnya di atas 20%.
Proporsi belanja pegawai di sektor pendidikan masih perlu
diturunkan. Proporsi belanja pegawai ini termasuk tinggi bila
dibandingkan dengan belanja pegawai sektor pendidikan di
beberapa daerah studi PEA.
Ketergantungan Sulut terhadap belanja pendidikan dari Rekomendasi lainnya adalah perguruan tinggi di Sulut harus
pusat semakin meningkat. Ini berarti semakin kuat pula peran meningkatkan kualitas dan kemandirian sehingga mengurangi
pemerintah pusat dalam penyediaan pendidikan tinggi di Sulut. pada transfer dari pusat, misalnya melalui output akademik
berupa penelitian atau pelatihan.
Infrastruktur
Kesimpulan
Rekomendasi
Belanja sektor infrastruktur meningkat 4 kali lipat selama 5 tahun Mayoritas belanja infrastruktur yang berasal dari kabupaten
terakhir, komposisi belanja pegawai juga cenderung menurun. hasil pemekaran harus diperhatikan, sebab hal ini tidak serta
Empat Kabupaten/Kota hasil pemekaran di Sulut mendominasi merta mencerminkan penyediaan layanan dasar yang lebih baik.
besaran belanja di sektor infrastruktur.
Dari tiga infrastruktur dasar, cakupan air bersih merupakan yang Rekomendasinya adalah pelayanan terhadap akses infrastruktur
terendah dibandingkan dengan akses ke sanitasi dan cakupan dasar difokuskan pada masyarakat berpendapatan rendah,
listrik. Masih dijumpai ketimpangan antar kabupaten dan terutama penyediaan air bersih dan akses sanitasi.
kelompok pendapatan terutama pada kabupaten baru.
103
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Terjadi pergeseran moda transportasi untuk arus penumpang Rekomendasi utama adalah perlunya peningkatan kapasitas
dari angkutan laut ke angkutan udara. Sementara itu, angkutan tampung dan kualitas layanan di pelabuhan udara untuk
laut masih menjadi pilihan untuk transportasi barang.
mengantisipasi pertumbuhan penumpang.
Rekomendasi lainnya adalah peningkatan efisiensi layanan
bongkar muat di pelabuhan harus dilakukan untuk
mengantisipasi pertumbuhan arus barang dan meningkatkan
daya saing dengan pelabuhan lain.
Masyarakat Sulut yang tinggal di kabupaten terluar masih Rekomendasi yang penting diperhatikan adalah perlunya alokasi
sangat bergantung kepada pelayaran perintis, tetapi jumlah belanja infrastruktur khusus untuk mendukung pelayaran
kapal perintis di Sulut masih sangat sedikit.
perintis, dikarenakan jalur-jalur ini sulit diminati pelayaran
swasta.
Pertanian
Kesimpulan
Rekomendasi
Belanja pertanian di Sulut meningkat lebih dari 2 kali lipat
selama kurun waktu 2005-2009, hampir separuhnya berasal
dari dana dekonsentrasi pemerintah pusat. Belanja pertanian
mengambil proporsi sebesar 6% dari total belanja, di mana
separuhnya dialokasikan untuk belanja pegawai.
Rekomendasi yang utama adalah mengurangi belanja modal
untuk pembangunan gedung sementara di sisi lain belanja
program-program pendampingan dan penyuluhan pertanian
yang biasanya terdapat di belanja barang dan jasa perlu
ditingkatkan.
Produksi padi di Sulut meningkat hampir 100 ribu ton (24%)
dalam waktu 5 tahun. Produksi jagung meningkat lebih
tinggi, 161% dalam waktu 5 tahun. Produktifitas lahan jagung
meningkat hampir 50% sementara produktifitas lahan padi
cenderung stagnan di 4,9 ton per hektar.
Komoditas pertanian seperti padi dan palawija rentan terhadap
perubahan iklim, pemerintah Sulut harus menyiapkan program
pendampingan dan penyadaran petani untuk mengadaptasi
perubahan iklim.
Dari beberapa komoditas perkebunan yang potensial di Sulut,
pala dan kakao menunjukkan peningkatan produksi antara
tahun 2005-2008. Walaupun produksi kelapa pada tahun 2008
meningkat dibanding tahun 2005, trennya menurun sejak tahun
2006.
Sulut perlu mengambil kebijakan strategis berfokus pada
produk perkebunan tertentu untuk meningkatkan keunggulan.
Kebijakan tersebut juga harus diselaraskan dengan kebijakan
industri pertanian untuk menambah nilai tambah produk
perkebunan Sulut.
104
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Tabel C.4 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Sulawesi Utara
Kesimpulan
Rekomendasi
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara masih relatif
kecil.Walaupun secara umum permasalahan terkait gender
di Sulawesi Utara relatif sedikit, provinsi ini dihadapkan pada
permasalahan trafficking.
Perlu ada peningkatan alokasi belanja yang dapat membantu
pengembangan perdayaan perempuan dalam pembangunan
ekonomi Sulawesi Utara sehingga dapat meningkatkan derajat
kehidupan kaum perempuan
Walaupun angka capaian gender cenderung tinggi, namun Perlu ada studi perbandingan indikator dalam IPG dan IPM
itu belum dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang untuk mengetahui dengan pasti kesenjangan yang terjadi (di
gender di Sulawesi Utara.
bidang apa saja) dan setelah itu melakukan langkah tertentu
untuk mempersempit kesenjangan yang ada.
Kerja sama tingkat regional dapat dijadikan peluang bagi
provinsi yang dilibatkan secara aktif oleh pemerintah pusat.
Komitmen dan kerja sama pemerintah daerah dan pemerintah
pusat dalam menetapkan regulasi yang mendukung seperti di
bidang kepelabuhanan, imigrasi, dan bea cukai.
Komitmen untuk menjaga kualitas infrastruktur diperlukan, Harus ada peningkatan kualitas pada infrastruktur yang
termasuk yang berada di bawah tanggung jawab pemerintah menunjang aktifitas ekonomi seperti bandar udara, pelabuhan,
pusat.
jalan, kelistrikan, dan sebagainya.
Pemerintah daerah di Sulut perlu mengembangkan sektor Stimulus fiskal dan regulasi dari pemerintah daerah sangat
pariwisata dan jasa di Sulut.
dibutuhkan. Misalnya dengan promosi parwisata, menggiatkan
pariwisata berbasis partisipasi masyarakat, menggiatkan ekowisata, membenahi dan menerapkan standar kualitas biro
perjalanan, dsb.
Pemerintah daerah harus mendukung industri energi yang Ke depannya, pemerintah daerah bisa memberikan insentif baik
ramah lingkungan. Kebutuhan energi listrik di luar Jawa-Bali pajak maupun bukan pajak untuk industri energi terbarukan,
sangat tinggi, tetapi penyediaannya sangat terbatas.
atau kepada industri yang memproduksi barang secara ramah
lingkungan.
Industri pendidikan menjadi penopang dan penggerak utama Perlu dibangun kerjasama pemerintah daerah, perguruan tinggi,
berkembangnya industri daerah.
dan sektor industri untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja
bidang industri turunan kelapa, perikanan, industri pariwisata
bahari dan pariwisata ekologis, industry energi, dan teknologi
informasi.
Membangun kerjasama dan jaringan dengan provinsi tetangga Memanfaatkan forum-forum yang sudah ada seperti BKPRS
mutlak dilakukan.
atau Forum Kepala Bappeda sebagai wadah komunikasi dan
keselarasan kebijakan kawasan.
105
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lampiran D. Budget Master Table
Lampiran D.1 Konsolidasi Anggaran Pemerintah Sulawesi Utara
Tabel D.1.1 Pendapatan Berdasarkan Sumber (dalam Juta Rupiah)
Provinsi
2005
2006
2007
2008
2009
258.686
261.186
283.220
330.032
331.084
205.752
206.191
238.424
294.955
289.215
Retribusi Daerah
10.563
10.272
5.302
6.331
7.567
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
33.373
30.787
30.311
13.201
16.369
PAD
Pajak Daerah
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
8.998
13.936
9.183
15.545
17.933
DANA PERIMBANGAN
356.746
546.750
557.289
627.740
674.268
Dana Bagi Hasil Pajak
34.642
46.406
55.451
53.786
62.754
Bagi Hasil Bukan Pajak
100
541
0
0
0
Dana Alokasi Umum
322.003
499.804
501.838
545.227
558.635
Dana Alokasi Khusus
0
0
0
28.728
52.879
18.567
0
65.663
29.670
17.998
Pendapatan Hibah
0
0
0
0
0
Dana Darurat
0
0
40.408
28.647
0
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan
Pemerintah Daerah Lainnya
0
0
0
0
0
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
0
0
22.449
0
17.998
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau
Pemerintah Daerah Lainnya
0
0
2.806
0
0
Bagi Hasil Bukan Pajak dari Propinsi dan
Pemerintah Daerah Lainnya
0
0
0
0
0
BAGIAN LAIN-LAIN PENERIMAAN YANG SAH
Pendapatan lainnya
0
0
0
1.023
0
TOTAL PENDAPATAN
633.998
807.936
906.172
987.442
1.023.349
Kabupaten/Kota
2005
2006
2007
2008
2009
PAD
135.761
145.968
178.078
173.704
202.969
Pajak Daerah
53.819
62.103
77.265
66.700
75.605
Retribusi Daerah
51.721
49.492
47.371
51.940
57.160
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
11.245
9.043
13.720
10.542
7.931
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
18.976
25.330
39.722
44.522
62.273
DANA PERIMBANGAN
1.988.548
3.545.670
3.657.013
3.875.255
4.631.587
Dana Bagi Hasil Pajak
165.183
182.706
207.978
250.802
302.574
4.977
63.138
25.053
1.275
0
1.675.550
2.911.000
2.746.160
2.964.050
3.492.574
Bagi Hasil Bukan Pajak
Dana Alokasi Umum
106
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Kabupaten/Kota
Dana Alokasi Khusus
BAGIAN LAIN-LAIN PENERIMAAN YANG SAH
Pendapatan Hibah
2005
2006
2007
2008
2009
142.838
388.825
677.823
659.129
836.439
328.125
99.683
387.646
499.066
659.247
0
0
19.643
46.286
42.539
Dana Darurat
0
0
121.896
89.521
64.663
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan
Pemerintah Daerah Lainnya
0
0
68.521
82.736
137.803
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
0
0
165.439
214.857
285.315
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau
Pemerintah Daerah Lainnya
0
0
0
21.951
65.727
Bagi Hasil Bukan Pajak dari Propinsi dan
Pemerintah Daerah Lainnya
0
0
2.909
13.788
40.847
Pendapatan lainnya
0
0
9.238
29.925
22.352
TOTAL PENDAPATAN
2.452.435
3.791.322
4.222.737
4.548.025
5.493.803
Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009)
Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P
Tabel D.1.2 Belanja berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (dalam Juta Rupiah)
Provinsi
2005
2006
2007
2008
2009
Belanja pegawai
223.549
292.218
337.084
376.161
335.167
- Tidak langsung
0
0
269.717
300.717
297.466
- Langsung
0
0
67.367
75.445
37.701
Belanja barang & jasa
172.173
218.900
209.487
188.620
236.257
- Barang & jasa
76.640
111.819
0
0
0
- Perjalanan dinas
22.689
36.588
0
0
0
- Pemeliharaan
72.844
70.492
0
0
0
Belanja modal
34.528
0
155.122
161.371
241.284
Belanja lain-lain
174.275
292.081
167.808
208.944
221.720
Kabupaten/Kota
2005
2006
2007
2008
2009
Belanja pegawai
1.340.998
1.679.041
1.950.867
2.135.423
2.540.743
- Tidak langsung
0
0
1.674.886
1.873.269
2.279.056
- Langsung
0
0
275.981
262.154
261.688
Belanja barang & jasa
578.611
854.964
700.572
676.420
826.537
- Barang & jasa
297.619
393.038
0
0
0
99.080
143.198
0
0
0
- Pemeliharaan
181.912
318.728
0
0
0
Belanja modal
385.435
480.245
1.055.598
1.144.036
1.690.853
Belanja lain-lain
57.312
385.977
306.679
215.709
188.347
- Perjalanan dinas
Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009)
Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P.
107
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Tabel D.1.3 Belanja berdasarkan Sektor (dalam Juta Rupiah)
Provinsi
Sektor
Pemerintahan Umum
Infrastruktur
Pendidikan
Kesehatan
Pertanian
Kelautan dan Perikanan
Kehutanan
Sosial dan Pemberdayaan Perempuan
Perindutrian dan Perdagangan
Ketenagakerjaan
Kependudukan dan Transmigrasi
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Pariwisata
Energi dan Sumber Daya Mineral
Lingkungan Hidup
Penanaman Model
Perumahan
Pemuda dan Olah Raga
Penataan Ruang
Pertahanan
Total
Kabupaten/Kota
Sektor
Pemerintahan Umum
Infrastruktur
Pendidikan
Kesehatan
Pertanian
Kelautan dan Perikanan
Kehutanan
Sosial dan Pemberdayaan Perempuan
Perindutrian dan Perdagangan
Ketenagakerjaan
Kependudukan dan Transmigrasi
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Pariwisata
Energi dan Sumber Daya Mineral
Lingkungan Hidup
Penanaman Model
Perumahan
Pemuda dan Olah Raga
Penataan Ruang
Pertahanan
Total
2005
418.403
64.995
18.476
29.542
16.894
5.450
12.485
4.169
4.852
7.769
0
3.810
9.580
3.918
2.090
2.091
0
0
0
0
604.525
2006
506.778
98.367
48.532
38.898
28.690
8.655
16.339
6.257
7.206
10.151
0
5.698
14.054
5.672
2.994
4.904
0
0
0
0
803.199
2005
2006
703.826
118.986
808.341
198.801
38.737
18.844
13.942
32.002
15.631
7.052
16.933
4.997
7.083
5.943
11.690
1.921
103.985
987
38.034
52
2.362.356
2007
473.746
167.038
56.251
47.405
50.945
9.361
8.172
6.254
6.851
11.135
0
7.379
7.786
6.886
3.235
6.378
0
680
0
0
869.501
2007
1.161.697
492.742
878.788
354.740
106.726
36.518
21.555
32.975
21.888
54.784
22.337
8.109
14.831
8.607
18.622
4.696
160.612
0
0
0
3.400.228
2008
545.796
150.251
52.225
46.117
49.818
10.014
9.373
8.235
8.243
11.687
0
6.655
7.919
6.162
3.259
5.335
0
13.370
635
0
935.096
2008
1.510.709
596.184
1.240.227
277.985
136.974
48.441
17.502
13.613
26.349
11.018
17.397
12.517
11.026
10.919
39.827
5.858
13.375
13.596
10.198
0
4.013.717
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
2009
1.299.571
701.786
1.415.790
325.420
131.227
49.745
21.398
18.778
31.971
12.710
23.029
13.178
11.787
12.206
48.555
11.036
6.660
23.474
12.610
656
4.171.588
Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009)
Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P.
108
2009
566.058
197.910
53.987
53.915
58.452
12.850
10.225
11.187
8.162
14.413
215
8.805
14.167
6.198
4.080
5.241
0
8.518
45
0
1.034.428
1.580.388
1.014.713
1.688.736
424.495
157.105
73.067
27.863
27.541
49.981
14.029
23.210
12.723
17.652
14.220
53.033
8.113
19.437
10.750
27.583
1.842
5.246.480
Lampiran
Lampiran D.2 Belanja Pemerintah Pusat Ke Provinsi Sulawesi Utara
Tabel D.2.1 Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Sulawesi Utara (dalam Juta
Rupiah)
2005
PELAYANAN UMUM
28.588
2006
2007
47.284
12.494
6.144
KETERTIBAN DAN KEAMANAN
100
7
311
389
551
221.497
179.792
173.085
207.975
217.337
1.841
2.359
4.918
92.569
21.566
44.866
104.697
145.063
KESEHATAN
66.811
113.407
93.849
33.168
49.006
AGAMA
PENDIDIKAN
KEPENDUDUKAN DAN PERLINDUNGAN
SOSIAL
PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM
PARIWISATA DAN BUDAYA
6.279
3.167
910
LINGKUNGAN HIDUP
2009
PERTAHANAN
EKONOMI
2008
4.791
12
4.773
4.250
3.626
7.430
166.738
277.525
278.255
311.871
430.574
40.995
55.266
39.211
20.966
18.551
Keterangan: Data diambil Dari Direktorat Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan
Data merupakan data realisasi (riil tahun dasar 2009).
109
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
110
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
-
459.137
Bagi Hasil Bukan Pajak dari
Propinsi dan Pemerintah Daerah
Lainnya
Pendapatanl ainnya
TOTALPENDAPATAN
1.488.277
-
27.416
-
-
10.276
86.642
-
124.334
128.050
967.592
-
101.794
1.197.436
22.323
2.754
38.342
103.089
166.508
Kota
Manado
2.253.762
-
-
-
205.345
75.547
-
-
280.892
243.996
1.501.643
-
134.091
1.879.729
29.273
7.462
21.813
34.593
93.140
Kota
Bitung
3.920.898
-
-
-
363.199
77.326
-
-
440.525
599.381
2.445.012
-
352.456
3.396.850
6.570
11.945
25.263
39.745
83.523
Kota
Tomohon
2.589.216
-
38.262
-
-
164.707
62.660
-
265.628
532.253
1.616.497
-
123.268
2.272.018
20.878
-
16.333
14.359
51.570
Kota
Kotamobagu
1.916.582
-
-
218.924
35.688
-
-
-
254.611
253.386
1.239.344
-
90.146
1.582.876
22.649
6.193
21.889
28.363
79.095
Kab.
Minahasa
2.246.187
29.743
61.668
-
170.622
-
-
-
262.034
342.662
1.453.499
-
121.379
1.917.540
37.628
-
18.480
10.504
66.613
Kab.Minut
2.380.585
-
-
-
-
323.174
42.042
-
365.216
312.048
1.529.155
-
126.300
1.967.504
22.215
-
12.706
12.945
47.866
Kab.
Minsel
Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009)
Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P.
-
Bantuan Keuangandari Provinsi
atau Pemerintah Daerah Lainnya
-
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi
dan Pemerintah Daerah Lainnya
8.075
-
Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus
-
8.075
BAGIAN LAIN-LAIN PENERIMAAN
YANG SAH
Dana Darurat
23.725
Dana Alokasi Khusus
Pendapatan Hibah
250.638
Dana Alokasi Umum
-
28.155
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak
302.517
8.046
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yangS ah
Dana Bagi Hasil Pajak
7.344
Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan
DANA PERIMBANGAN
3.395
129.759
Retribusi Daerah
148.544
Pajak Daerah
Provinsi
Sulut
PAD
5.013.058
-
73.236
-
-
131.455
59.847
227.200
491.737
799.672
3.401.343
-
265.886
4.466.901
28.754
-
13.334
12.333
54.421
Kab.
Kepulauan
Talaud
3.588.039
62.323
-
-
215.768
49.281
-
-
327.373
803.532
2.151.782
-
114.131
3.069.445
76.609
7.438
86.659
20.515
191.222
Kab.
Kepulauan
Sangihe
5.297.110
129.054
77.946
-
256.464
-
13.758
16.186
493.408
1.166.006
3.277.912
-
222.561
4.666.478
98.650
-
24.257
14.317
137.223
Kab.
Kepulauan
Sitaro
Tabel D.3.1 Pendapatan Riil Perkapita Daerah berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah)
Lampiran D.3 Anggaran Daerah Berdasarkan Provinsi dan Kabupaten Kota
2.156.541
-
-
-
274.553
34.604
-
-
309.156
381.267
1.274.674
-
150.748
1.806.690
19.131
7.929
12.510
1.125
40.695
Kab.
Bolmong
4.076.301
-
-
-
645.195
61.729
-
-
706.924
673.324
2.436.233
-
197.762
3.307.320
40.877
-
11.442
9.737
62.056
Kab.
Bolmut
1.165.614
-
53.484
-
-
-
-
126.261
179.744
63.349
835.458
-
76.962
975.769
3.367
-
3.199
3.535
10.101
Kab.Boltim
1.512.583
-
-
-
-
-
47.964
153.486
201.450
72.196
1.062.631
-
149.176
1.284.003
2.782
-
19.247
5.100
27.129
Kab.Bolsel
3403437.55
10468.4638
0
0
284480.712
67710.6517
41873.855
94216.1738
498749.856
587563.465
2152286
0
124501.933
2864351.4
11571.8398
0
20499.6074
8264.85213
40336.2994
Kab.Mitra
Lampiran
2.691,96
1.011,22
Bantuan
ke Daerah
Bawahan
Tidak Terduga
335.987,17
181.257,83
99.956,32
-
2.299,50
-
249,59
63.753,80
25.538,12
-
885.498,10
1.594.540,42
Kota
Manado
2.199.465,69
535.884,91
353.639,46
165.999,17
-
8.280,46
-
-
66.418,56
8.245,79
2.810,50
1.058.186,83
Kota Bitung
4.085.135,88
1.130.254,56
933.171,49
360.864,16
-
1.791,73
25.084,21
-
105.354,09
23.292,48
-
1.505.323,15
Kota
Tomohon
2.391.296,78
1.106.902,36
328.811,07
80.870,52
-
-
2.518,79
-
12.287,57
16.582,01
-
843.324,47
Kota
Kotamobagu
1.817.021,34
512.814,29
197.538,17
33.782,71
-
51,88
34.457,38
-
20.596,36
2.831,20
-
1.014.949,36
Kab.
Minahasa
805.758,50
320.065,98
83.178,29
-
-
-
52.008,39
90.728,67
10.341,12
-
961.422,80
2.323.503,74
Kab. Minut
3.826.880,17
2.377.273,47
702.750,86
223.508,82
-
16.000,64
73.640,28
2.172,94
56.762,87
87.081,22
-
1.662.262,68
1.002.699,87
Kab.
Kepulauan
Talaud
452.769,24
585.512,45
79.742,05
-
10.939,84
85.330,77
-
38.289,45
65.639,05
-
1.059.050,62
Kab. Minsel
Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009)
Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P
464.107,09
108.254,48
Total
105.999,44
Modal
16.914,76
Barang dan
Jasa
Pegawai
Belanja langsung
-
61.326,48
Bagi Hasil
ke Daerah
Bawahan
Bantuan kepada
Lembaga
Vertikal
9.896,22
24.551,24
-
133.461,29
Bantuan Sosial
Provinsi
Sulut
Hibah/subsidi
Bunga
Pegawai
Belanja tidak
langsung
Belanja Menurut
Klasifikasi Ekonomi
3.565.356,16
1.236.295,66
378.064,77
119.552,96
-
5.366,07
105.088,00
-
36.693,34
105.215,40
-
1.579.079,96
Kab.
Kepulauan
Sangihe
4.554.557,14
2.025.615,78
730.297,51
179.256,09
-
24.847,72
153.732,22
-
43.059,03
49.972,81
-
1.347.775,99
Kab.
Kepulauan
Sitaro
795.237,44
206.379,00
-
1.846,72
77.401,00
-
30.044,81
33.415,93
-
794.478,80
Kab. Bolmut
58.458,21
182.950,86
110.886,69
-
3.577,38
15.004,80
-
10.760,76
6.144,68
-
621.918,35
Kab. Boltim
2.121.696,18 3.718.536,53 1.209.701,73
703.372,04 1.779.732,83
278.272,93
126.436,09
-
2.547,60
72.596,46
-
31.992,79
28.915,28
-
877.562,99
Kab.
Bolmong
Tabel D.3.2 Belanja Riil Perkapita Daerah berdasarkan Klasifikasi Ekonomi, per Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah)
1.533.015,61
456.651,33
206.276,63
117.204,83
-
7.674,30
9.592,88
-
27.147,85
3.837,15
-
704.630,65
Kab. Bolsel
589.653,31
19.745,25
4.899,24
83.280,82
-
107.692,23
27.260,82
-
885.859,25
3.498.214,36
1.679.823,45
Kab. Mitra
Lampiran
111
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
112
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
4.475
6.467
3.951
2.352
1.375
3.822
URUSAN
KETENAGAKERJAAN
URUSAN KOPERASI
DAN UKM
URUSAN
PENANAMAN MODAL
URUSAN
KEBUDAYAAN
URUSAN
KEPEMUDAAN DAN
OLAHRAGA
92
URUSAN KELUARGA
BERENCANA
DAN KELUARGA
SEJAHTERA
URUSAN SOSIAL
544
-
URUSAN
PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN
ANAK
-
URUSAN
KEPENDUDUKAN
DAN CATATAN SIPIL
1.831
URUSAN
PERTANAHAN
URUSAN
LINGKUNGAN HIDUP
20
URUSAN PENATAAN
RUANG
6.540
-
URUSAN
PERUMAHAN RAKYAT
URUSAN
PERHUBUNGAN
82.255
URUSAN PEKERJAAN
UMUM
3.951
24.189
URUSAN KESEHATAN
URUSAN
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
22.847
Provinsi
Sulut
URUSAN
PENDIDIKAN
URUSAN WAJIB
Belanja Menurut
Urusan
3.914
19.002
-
4.826
6.658
6.873
10.445
-
7.269
-
29.372
30.430
15.090
14.406
10.538
204.088
81.664
639.414
Kota
Manado
4.807
-
11.531
11.073
13.641
13.128
18.295
-
11.118
-
57.832
20.740
16.267
23.619
18.171
258.789
221.692
25.523
19.787
17.631
21.930
24.161
1.495
34.451
4.720
28.581
-
48.657
62.487
34.037
30.468
56.067
590.047
217.194
-
-
-
-
-
15.454
28.221
-
14.693
-
25.805
38.004
31.964
53.913
-
640.313
193.479
591.381
Kota
Kota
Tomohon Kotamobagu
636.751 1.037.637
Kota
Bitung
-
-
3.642
6.291
5.454
5.795
12.772
-
7.118
-
6.595
11.405
7.384
-
-
288.599
156.371
817.592
Kab.
Minahasa
1.203
2.260
8.184
11.621
5.587
15.718
4.151
16.732
10.736
503
18.044
15.252
28.211
7.316
11.237
355.424
203.785
711.432
Kab.
Minut
-
-
3.452
-
-
14.164
16.475
-
-
-
7.223
-
18.052
-
-
344.888
178.959
831.970
Kab.
Minsel
963
11.010
7.375
14.854
-
12.560
27.940
109
12.162
-
24.035
41.581
76.567
-
1.147
526.671
295.867
1.283.969
Kab.
Kepulauan
Talaud
5.861
12.937
-
1.257
2.360
13.466
23.381
-
18.521
13.441
24.232
48.394
33.246
28.888
28.385
483.363
411.309
1.232.320
Kab.
Kepulauan
Sangihe
-
3.520
10.669
1.437
3.341
16.020
9.628
17.474
25.101
-
51.807
24.313
54.518
28.275
-
1.132.127
439.892
1.157.638
Kab.
Kepulauan
Sitaro
17.152
-
-
5.526
10.043
12.011
15.282
-
4.707
-
10.964
12.096
29.638
-
-
361.946
204.660
650.980
Kab.
Bolmong
Tabel D.3.3 Belanja Riil Perkapita Daerah berdasarkan Urusan, per Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah)
7.114
1.384
2.154
1.120
3.796
5.849
19.789
2.384
17.729
-
33.664
34.034
68.789
3.189
7.119
1.228.354
202.093
549.891
Kab.
Bolmut
-
-
-
-
-
-
-
-
13.569
-
5.960
16.191
44.187
-
-
117.960
48.765
246.963
Kab.
Boltim
20.241
576
-
5.895
-
-
-
16.796
18.334
-
10.308
17.196
28.381
19.526
-
302.921
75.113
412.214
Kab.
Bolsel
-
14.704
-
-
12.904
6.091
21.093
5.339
7.342
-
23.723
13.658
22.246
-
5.584
1.296.584
270.264
669.013
Kab. Mitra
Lampiran
6.356
5.765
3.238
URUSAN PARIWISATA
URUSAN KELAUTAN
DAN PERIKANAN
URUSAN
PERDAGANGAN
97
-
-
6.974
10.153
-
-
-
13.664
6.421
-
5.530
1.994
-
5.192
-
419.246
41.375
Kota
Manado
116.065
77
20.558
18.381
27.851
12.814
-
57
30.005
12.385
-
12.293
-
-
10.169
-
-
21.313
10.775
25.929
9.842
23.488
46.639
148.282
-
-
794
10.106
-
23.900
-
-
-
28.319
-
-
-
-
121.221
-
8.229
-
-
-
-
-
572.444
27.858
Kota
Kota
Tomohon Kotamobagu
663.812 1.393.127
53.609
Kota
Bitung
-
9.323
14.056
16.715
10.551
3.633
17.103
45.809
5.581
1.300
-
-
-
13.804
-
334.460
15.670
Kab.
Minahasa
-
11.876
4.544
31.299
28.209
7.759
19.227
84.029
5.406
2.197
5.720
30
-
9.952
-
644.241
41.620
Kab.
Minut
-
19.530
19.530
26.932
8.544
6.063
9.901
88.438
11.962
2.692
-
-
-
34.955
-
709.903
23.638
Kab.
Minsel
Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009)
Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P
URUSAN
KETRANSMIGRASIAN
424
2.781
URUSAN ENERGI
DAN SUMBER DAYA
MINERAL
URUSAN INDUSTRI
4.587
URUSAN
KEHUTANAN
URUSAN PERTANIAN
23.483
2.741
KETAHANAN
PANGAN
URUSAN PILIHAN
3.255
PERPUSTAKAAN
31
URUSAN KEARSIPAN
1.461
-
URUSAN STATISTIK
URUSAN
KOMUNIKASI DAN
INFORMATIKA
2.119
-
238.207
4.853
Provinsi
Sulut
URUSAN
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DAN
DESA
-URUSAN
KEPEGAWAIAN
URUSAN
PEMERINTAHAN
UMUM
URUSAN KESATUAN
BANGSA DAN
POLITIK DALAM
NEGERI
Belanja Menurut
Urusan
-
267
9.464
65.534
556
-
16.302
102.055
17.958
-
-
280
1.032
45.244
-
1.210.447
20.933
Kab.
Kepulauan
Talaud
-
1.576
27.834
84.135
8.985
16.074
4.333
98.241
8.598
6.478
7.138
498
1.083
15.916
-
859.154
43.951
Kab.
Kepulauan
Sangihe
-
24.369
22.263
151.238
21.177
27.205
13.120
109.984
-
13.111
29.546
-
3.535
56.786
-
1.033.411
73.052
Kab.
Kepulauan
Sitaro
-
10.850
6.437
28.113
7.460
6.932
20.013
62.938
9.023
1.175
12.039
-
-
17.507
-
581.126
23.078
Kab.
Bolmong
1.988
23.273
5.145
89.627
8.615
33.289
37.771
135.968
-
-
18.693
13.999
-
81.614
-
1.040.995
39.108
Kab.
Bolmut
-
10.861
-
35.058
-
-
-
-
-
-
-
-
-
55.747
-
602.427
12.012
Kab.
Boltim
-
16.186
1.343
1.401
2.411
-
-
52.064
-
-
-
-
-
-
-
510.453
21.657
Kab.
Bolsel
-
22.100
-
61.376
-
9.082
42.327
61.991
8.983
-
-
-
-
29.382
-
862.499
31.929
Kab. Mitra
Lampiran
113
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lampiran E. Indikator-indikator Gender
Tabel E.1 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2005 - 2008
Propinsi/ Kabupaten/ Kota
1. Nanggroe Aceh Darussalam
2. Sumatera Utara
3. Sumatera Barat
4. Riau
5. Jambi
6. Sumatera Selatan
7. Bengkulu
8. Lampung
9. Bangka Belitung
IPM
2005
68,7
71,4
70,5
72,2
70,1
69,6
69,9
68,4
2006
69
72
71,2
73,6
71
70,2
71,1
68,8
2007
69,4
72,5
71,6
73,8
71,3
71,1
71,3
69,4
2008
70,76
73,29
72,96
75,09
71,99
72,05
72,14
70,3
69,6
70,7
71,2
72,19
10. Kepulauan Riau
70,8
72,2
72,8
74,18
11. DKI Jakarta
75,8
76,1
76,3
77,03
12. Jawa Barat
69,1
69,9
70,3
71,12
13. Jawa Tengah
68,9
69,8
70,3
71,6
14. Yogyakarta
72,9
73,5
73,7
74,88
15. Jawa Timur
62,2
68,4
69,2
70,38
16. Banten
69,2
68,8
69,1
69,7
17. Bali
69,1
69,8
70,1
70,98
18. Nusa Tenggara Barat
60,6
62,4
63
64,12
19. Nusa Tenggara Timur
62,7
63,6
64,8
66,15
20. Kalimantan Barat
65,4
66,2
67,1
68,17
21. Kalimantan Tengah
71,7
73,2
73,4
73,88
22. Kalimantan Selatan
66,7
67,4
67,7
68,72
23. Kalimantan Timur
72,2
72,9
73,3
74,52
24. Sulawesi Utara
73,4
74,2
74,4
75,16
25. Sulawesi Tengah
67,3
68,5
68,8
70,09
26. Sulawesi Selatan
67,8
68,1
68,8
70,22
27. Sulawesi Tenggara
66,7
67,5
67,8
69
28. Gorontalo
65,4
67,5
68
69,29
29. Sulawesi Barat
64,4
65,7
67,1
68,55
30. Maluku
69
69,2
69,7
70,38
31. Maluku Utara
32. Irian Jaya Barat
33. Papua
INDONESIA
66,4
63,7
60,9
68,7
67
64,8
62,1
69,6
67,5
66,1
62,8
70,1
68,18
67,95
64
71,17
Sumber: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008, Kementerian PP&PA bekerjasama BPS
114
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Tabel E.2 Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008
IPG
Propinsi/ Kabupaten/ Kota
2005
2006
2007
2008
1. Nanggroe Aceh Darussalam
59,3
59,6
62,8
64,12
2. Sumatera Utara
61,7
63
66,7
68,87
3. Sumatera Barat
62,3
63
66,3
67,46
4. Riau
61,2
62
64
65,41
5. Jambi
58,6
59,6
61,1
62,49
6. Sumatera Selatan
57
58,5
62,4
64,8
7. Bengkulu
62,3
63,9
65,3
67,05
8. Lampung
58
59,5
60,4
62,18
9. Bangka Belitung
54,3
55,4
57,8
59,69
10. Kepulauan Riau
55,1
56,7
60,5
62,5
11. DKI Jakarta
67,7
68,1
71,3
72,7
12. Jawa Barat
58,2
59,8
60,8
61,81
13. Jawa Tengah
59,8
60,8
63,7
64,66
14. Yogyakarta
69,9
70,2
70,3
71,5
15. Jawa Timur
58,1
59,7
60,5
62,97
16. Banten
56,7
58,1
59
61,49
17. Bali
64,3
66
66
67,08
18. Nusa Tenggara Barat
52,1
53,9
54,6
55,6
19. Nusa Tenggara Timur
58,6
59,6
61,3
63,44
20. Kalimantan Barat
57,9
58,8
61
62,78
21. Kalimantan Tengah
60,8
62,3
67,3
68,31
22. Kalimantan Selatan
60,7
61,8
62,2
63,8
23. Kalimantan Timur
54,2
54,9
56,6
58,12
24. Sulawesi Utara
64,1
64,9
66
67,32
25. Sulawesi Tengah
55,6
56,8
59,8
61,42
26. Sulawesi Selatan
56,9
57,4
59
61,04
27. Sulawesi Tenggara
59,1
60
61,4
62,48
28. Gorontalo
50,2
52,3
53,6
55,25
29. Sulawesi Barat
60,1
61,5
63,6
64,18
30. Maluku
61,9
62,5
64,6
66,75
31. Maluku Utara
59,6
60,3
60,5
62,87
32. Irian Jaya Barat
51,4
52,6
56,1
57,36
33. Papua
57,4
58,6
59,3
61,4
INDONESIA
63,9
65,1
65,3
66,38
Sumber: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008, Kementerian PP&PA bekerjasama BPS
115
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Tabel E.3 Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008
IDG
Propinsi/ Kabupaten/ Kota
2005
2006
2007
2008
1. Nanggroe Aceh Darussalam
42,1
46,5
49,7
50,67
2. Sumatera Utara
49,5
51,2
54,8
56,95
3. Sumatera Barat
55,3
55,8
59,1
59,56
4. Riau
43,6
47,3
49,9
51,91
5. Jambi
56,1
55,7
58
60,18
6. Sumatera Selatan
56,1
57,1
60,1
62,46
7. Bengkulu
56,4
58,8
60
62,05
8. Lampung
59,3
60,6
61,4
62,81
9. Bangka Belitung
39,6
40,2
42,4
44,11
10. Kepulauan Riau
35,6
37,7
42,8
43,71
11. DKI Jakarta
57,8
57,9
62
63,37
12. Jawa Barat
49,2
53
54,4
55,51
13. Jawa Tengah
56,5
56,9
59,3
59,76
14. Yogyakarta
62,3
62,4
62,4
62,87
15. Jawa Timur
56,8
57,6
58
59,81
16. Banten
40,1
45,4
46,5
49,02
17. Bali
56
57,7
57,8
58,95
18. Nusa Tenggara Barat
53,2
54,3
54,5
55,32
19. Nusa Tenggara Timur
56,3
57,3
59
61,14
20. Kalimantan Barat
48,7
49,4
51,3
53,96
21. Kalimantan Tengah
57,1
60,1
65,1
66,45
22. Kalimantan Selatan
57,4
57,4
57,7
59,86
23. Kalimantan Timur
43,8
46,5
48,9
49,74
24. Sulawesi Utara
62,7
63,6
64,2
65,48
25. Sulawesi Tengah
58,3
59,6
62,5
63,23
26. Sulawesi Selatan
49,2
50
51,8
52,96
27. Sulawesi Tenggara
53
53,4
55,3
55,56
28. Gorontalo
51,3
53,5
54,1
55,63
29. Sulawesi Barat
60,2
60,6
62,8
63,06
30. Maluku
51,4
52,2
53,9
56,28
31. Maluku Utara
40,1
44,1
44,1
46,63
32. Irian Jaya Barat
41
50,5
55
55,89
33. Papua
57,1
61,9
63,5
64,56
INDONESIA
59,7
61,3
61,8
62,27
Sumber: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008, Kementerian PP&PA bekerjasama BPS
116
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Lampiran F. Tabel SWOT Sulawesi Utara sebagai
Pusat Pertumbuhan di Kawasan Timur Indonesia
Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang
Indonesia Ke Asia Timur Dan Pasifik
Tabel F.1 Opportunities (O) and Strengths (S) – Weaknesses (W)
STRENGTHS (S)
-
-
-
-
-
WEAKNESSES (W)
Posisi geografi strategis terhadap Asia Timur
dan Samudera Pasifik;
Posisi semenanjung wilayah Sulawesi Utara
yang terletak di tepian samudra Pasifik,
diapit Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
II dan ALKI II;
Situasi keamanan yang terkendali dengan
masyarakat berpikiran terbuka, hidup rukun
dalam perbedaan agama dan budaya;
Kekayaan sejarah sebagai pusat
perdagangan rempah di dunia;
Kekayaan alam baik di laut maupun di darat
seperti terumbu karang, satwa endemik,
rempah-rempah, laut dalam, dsb;
Industri yang telah ada: kelapa, perikanan,
ekoturisme, pariwisata kelautan;
Infrastruktur yang ada: misalnya pelabuhan
udara/laut internasional, sekolah tinggi
khusus pengolahan kelapa;
Kepemimpinan SHS dengan dianugerahi
Bintang Mahaputra.
-
-
-
Kesiapan SDM minim: kurangnya
pengetahuan dan pelatihan
(aktifitas sasaran misalnya
pariwisata dan industri
pengolahan kelapa);
Kerja sama institusi lokal antara
politisi dan birokrat;
Akses permodalan untuk dunia
usaha;
Kurangnya pendanaan baik dari
donor maupun investor untuk
proyek-proyek besar;
Lokal: infrastruktur pelabuhan,
landasan bandara, suplai listrik;
Nasional: perpajakan, pandangan
umum tentang korupsi;
Dukungan pengelolaan keuangan
Pemkab/Pemkot
117
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
OPPORTUNITIES (O)
SO STRATEGY
WO STRATEGY
- Pusat pertumbuhan
ekonomi dunia telah
bergeser dari wilayah
Atlantik ke wilayah
Asia Timur dan
Pasifik.
- Keunggulan jangka
pendek: momentum
WOC; dukungan
presiden misalnya
untuk landas pacu
bandara; ketertarikan
perusahaan besar
– Maersk; minat
politik dari luar
negeri – duta besar
dan konsul Amerika
Serikat.
- Rekonsiliasi nasional
dan otonomi daerah/
desentralisasi.
- Kiprah BPD menuju
asset 1T
- Keberadaan tiga
universitas negeri
dan beberapa PTS
terkemuka di KTI.
- Kebutuhan untuk
memperpendek
jarak Indonesia-Asia
Pasifik (PP).
- Momentum
Pemerintah
Nasional untuk
mengembangkan
wilayah perbatasan
dan pinggiran
(periphery).
- Sulut dan wilayah
sekitarnya banyak
memiliki komoditi
eksport
- Kebjakan Pemeritah
Nasional untuk
mengembangkan
pusat-pusat
pertumbuhan,
dan pintu gerbang
Indonesia selain
Jakarta, dan Bali.
Strategi Peningkatan Industri dan
Perdagangan
1. Mewujudkan peran aktif Indonesia (melalui
Sulawesi Utara) di kawasan Asia Timur dan
Pasifik.
2. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat
konsolidasi dan distribusi kontainer dari Indonesia ke pasar Asia Timur dan Pasifik dan
kontainer dari Asia Timur dan Pasifik masuk
ke Indonesia.
Strategi Peningkatan Kualitas SDM
- Program Pelatihan SDM; diarahkan
kepada aktifitas pariwisata, industri
pengolahan kelapa, dsb;
- Meningkatkan pemahaman tentang
Pintu Gerbang Pertumbuhan
kepada masyarakat melalui
sosialisasi.
- Membangun keahlian spesifik
misalnya pelatihan kewirausahaan
untuk mahasiswa, pengalaman
keahlian yang diperoleh dari lulusan
luar negeri;
- Keterlibatan peran akademisi.
- Peningkatan peran Institusi
pendidikan
- Meningkatkan kerjasama regional dalam
perdagangan dengan provinsi tetangga
(Gorontalo, Sulawesi Tengah, Maluku Utara,
Maluku, Papua Barat, and Papua)
- Kerjasama regional seperti BIMP-EAGA,
ASEAN, EAST ASIA, dan APEC melalui regional
integration arrangement.
- Menjadikan pusat operasional dan distribusi
kapal kontainer untuk pasar Asia Timur dan
Pasifik;
- Menjadikan Sulut sebagai basis regional bagi
perusahaan bisnis dan jasa di kawasan timur
Indonesia
Strategi Peningkatan Infrastruktur
- Peningkatan pelabuhan bitung/bandara Sam
Ratulangi
- Menjadi salah satu pelabuhan penguhubung
skala internasional di Indonesia.
- Menjadikan bandara Sam Ratulangi sebagai
salah satu penhubung udara;
- Pembangunan infrastruktur dasar dan fasilitas
pendukung melalui Pemerintah Nasional .
Strategi Peningkatan Industri dan
Perdagangan
- Membangun industri pengangkutan
untuk distribusi logistik dengan
asumsi telah terciptanya integrasi
dan kolaborasi
- Membangun industri berbasis
potensi lokal yang mampu
memenuhi skala keekonomisan,
misalnya dengan tenaga kerja
terlatih di produksi kelapa kita bisa
mengembangkan industri tersebut;
Strategi Peningkatan Kewirausahaan
- Membangun usaha lokal
masyarakat dengan perencanaan
ekspansinya;
- Membangun UKM dengan
Strategi Peningkatan Pariwiasata
dukungan kewirausahaan
1. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat
(meningkatkan kuantitas dan
distribusi wisatawan wisata bahari dan ecomemperluas jangkauan);
wisata masuk dan keluar di kawasan timur
- Meningkatkan jiwa
Indonesia.
entrepreneurship baik itu
2. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai Pusat Kaintrapreneurship maupun
jian Kelautan dan Pusat Kajian Industri Wisata
interpreneurship masyarakat.
Bahari dan Community Based Eco-Tourism.
Keterlibatan peran perbankan.
3. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat
kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and
Exhibition (MICE) di Kawasan Timur Indonesia. Strategi Good Government
Governance
4. Mewujudkan Sulawesi Utara pusat belanja,
hiburan, makanan khas lokal, dan pembelaja- - Membangun kepercayaan,
komitmen, dan tindakan; kerjasama
ran kerukunan antar umat beragama.
tingkat lokal antara institusi publik
(politik dan birokrasi);
- Membangun tanpa korupsi
118
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang
Indonesia ke Asia Timur dan Pasifik
Tabel F.2 Opportunities (O) and Strengths (S)
OPPORTUNITIES (O)
STRENGTHS (S)
SO STRATEGY
- Pusat
pertumbuhan
ekonomi dunia
telah bergeser
dari wilayah
Atlantik ke
wilayah Asia
Timur dan Pasifik.
-
Posisi geografi strategis terhadap
Asia Timur dan Samudera Pasifik;
Strategi Peningkatan Industri dan Perdagangan
melalui
- Mewujudkan peran aktif Indonesia (melalui
Sulawesi Utara) di kawasan Asia Timur dan
Pasifik.
- Kerjasama regional seperti BIMP-EAGA,
ASEAN, EAST ASIA, dan APEC melalui
regional integration arrangement.
- Menjadikan Sulut sebagai basis regional bagi
perusahaan bisnis dan jasa di kawasan timur
Indonesia.
- Kebijakan
Pemeritah
Nasional untuk
mengembangkan
pusat-pusat
pertumbuhan,
dan pintu
gerbang
Indonesia selain
Jakarta, dan Bali.
- Momentum
Pemerintah
Nasional untuk
mengembangkan
wilayah
perbatasan
dan pinggiran
(periphery).
- Kebutuhan untuk
memperpendek
jarak IndonesiaAsia Pasifik (PP).
-
Posisi semenanjung wilayah Sulawesi
Utara yang terletak di tepian
samudra Pasifik, diapit ALKI II dan
ALKI II.
Infrastruktur yang ada: misalnya
pelabuhan udara/laut internasional,
sekolah tinggi khusus pengolahan
kelapa
-
- Keunggulan
jangka pendek:
momentum
WOC; dukungan
presiden misalnya
untuk landas
pacu bandara;
ketertarikan
perusahaan besar
– Maersk; minat
politik dari luar
negeri – duta
besar dan konsul
Amerika Serikat.
-
-
-
-
-
-
Situasi keamanan yang terkendali
dengan masyarakat berpikiran
terbuka, hidup rukun dalam
perbedaan agama dan budaya;
Adanya hubungan baik pemerintah
daerah dengan pemerintah nasional,
khususnya kepemimpinan SHS
dengan SBY
-
-
Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat
konsolidasi dan distribusi kontainer dari
Indonesia ke pasar Asia Timur dan Pasifik
dan kontainer dari Asia Timur dan Pasifik
masuk ke Indonesia.
Meningkatkan kerjasama regional dalam
perdagangan dengan provinsi tetangga
(Gorontalo, Sulawesi Tengah, Maluku Utara,
Maluku, Papua Barat, and Papua).
Peningkatan Infrastruktur; Peningkatan
pelabuhan bitung/badara Sam Ratulangi;
International hub port in Eastern part of
Indonesia.
Pembangunan infrastruktur dasar dan
fasilitas pendukung melalui Pemerintah
Nasional .
Meningkatkan aktivitas MICE di SULUT (10%
MICE di Indonesia).
Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat
kegiatan Meeting, Incentive, Convention,
and Exhibition (MICE) di Kawasan Timur
Indonesia.
Mewujudkan Sulawesi Utara pusat
belanja, hiburan, makanan khas lokal,
dan pembelajaran kerukunan antar umat
beragama
119
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
OPPORTUNITIES (O)
STRENGTHS (S)
- Rekonsiliasi
nasional dan
otonomi daerah/
desentralisasi
-
- Kiprah BPD
menuju asset 1T
- Keberadaan tiga
universitas negeri
dan beberapa
PTS terkemuka di
KTI.
- Sulut dan wilayah
sekitarnya
banyak memiliki
komoditi eksport.
- SULUT memiliki
potensi
pariwisata.
-
-
-
-
-
SO STRATEGY
Kepemimpinan SHS dengan
dianugerahi Bintang Mahaputra
Predikat WTP satu-satunya provinsi
di Indonesia
Strategi Good Government Governance
- Membangun kepercayaan, komitmen, dan
tindakan; kerjasama tingkat lokal antara
institusi publik (politik dan birokrasi)
- “Membangun Tanpa Korupsi” dalam
mewujudkan Good Government
Governance
- Pro Job, Poor, and Growth
Kekayaan sejarah sebagai pusat
perdagangan rempah di dunia;
Kekayaan alam baik di laut maupun
di darat seperti terumbu karang,
satwa endemik, rempah-rempah,
laut dalam, dsb;
Industri yang telah ada: kelapa,
perikanan, ekoturisme, pariwisata
kelautan
Meningkatnya aktivitas bisnis retail
di Manado 5 tahun terakhir, yang
melibatkan pebisnis dari beberapa
daerah di luar SULUT.
-
-
-
-
120
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Memfasilitasi pihak penyedia jasa keuangan
dengan pebisnis, khususnya UMKM.
Kemitraan dengan pihak perbankan dalam
pembagunan infrastruktur.
Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat
distribusi wisatawan wisata bahari dan ecowisata masuk dan keluar di kawasan timur
Indonesia.
Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat
distribusi wisatawan wisata bahari dan ecowisata masuk dan keluar di kawasan timur
Indonesia
Kemitraan dengan universitas dalam
mewujudkan Sulawesi Utara sebagai Pusat
Kajian Kelautan dan Pusat Kajian Industri
Wisata Bahari dan Community Base EcoTourism.
Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai Pusat
Kajian Kelautan dan Pusat Kajian Industri
Wisata Bahari dan Community Based EcoTourism.
Lampiran
Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang
Indonesia ke Asia Timur kan Pasifik
Tabel F.3 Opportunities (O) and Weaknesses (W)
OPPORTUNITIES (O)
-
-
-
-
-
Pusat
pertumbuhan
ekonomi dunia
telah bergeser
dari wilayah
Atlantik ke
wilayah Asia
Timur dan Pasifik.
Kebijakan
Pemeritah
Nasional untuk
mengembangkan
pusat-pusat
pertumbuhan,
dan pintu
gerbang
Indonesia selain
Jakarta, dan Bali.
Momentum
Pemerintah
Nasional untuk
mengembangkan
wilayah
perbatasan
dan pinggiran
(periphery).
Kebutuhan untuk
memperpendek
jarak IndonesiaAsia Pasifik (PP).
WEAKNESSES (W)
--
-
-
-
-
Keunggulan
jangka pendek:
momentum
WOC; dukungan
presiden misalnya
untuk landas
pacu bandara;
ketertarikan
perusahaan besar
– Maersk; minat
politik dari luar
negeri – duta
besar dan konsul
Amerika Serikat.
Pemerintah daerah belum
mengoptimalkan kerjasama
regional seperti BIMP-EAGA, ASEAN,
EAST ASIA, dan APEC melalui
regional integration arrangement.
Kurangnya pendanaan baik dari
donor maupun investor untuk
proyek-proyek besar.
Pemerintah daerah belum
memprioritaskan pengembangan
ekonomi perbatasan.
SULUT Tidak memiliki perusahaan
skala besar atau kantor pusat.
KABIMA, KEK, KAPET belum optimal
sebagai suatu kawasan bisnis
terpadu.
Belum tersedia Cargo Air, HIP (Local:
infrastructure- port, airport runway,
power).
Kesiapan SDM minim: kurangnya
pengetahuan dan pelatihan
(aktifitas sasaran misalnya
pariwisata dan industri pengolahan
kelapa)).
WO STRATEGY
Strategi Peningkatan Industri dan Perdagangan
melalui
- Mewujudkan peran aktif Indonesia (melalui
Sulawesi Utara) di kawasan Asia Timur dan
Pasifik.
- Kerjasama regional seperti BIMP-EAGA,
ASEAN, EAST ASIA, dan APEC melalui
regional integration arrangement.
- Menjadikan Sulut sebagai basis regional bagi
perusahaan bisnis dan jasa di kawasan timur
Indonesia.
Strategi Peningkatan Industri dan
Perdagangan
- Membangun industri pengangkutan untuk
distribusi logistik dengan asumsi telah
terciptanya integrasi dan kolaborasi
- Membangun industri berbasis potensi lokal
yang mampu memenuhi skala keekonomisan,
misalnya dengan tenaga kerja terlatih di
produksi kelapa kita bisa mengembangkan
industri tersebut;
- Mengembangkan ekonomi perbatasan.
- SULUT menjadi surge investor melalui
perbaikan iklim investasi.
- Mengoptimalkan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi.
- Peningkatan infrastruktur, bandara dan
pelabuhan.
- Mendorong percepatan dukungan
pemerintah pusat untuk merealisasikan
gateway, dalam bentuk perudangundangan.
- Kemitraan dengan investor (BOT) dalam
pembangunan infrastruktur.
121
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Lampiran
OPPORTUNITIES (O)
-
-
-
-
Rekonsiliasi
nasional dan
otonomi daerah/
desentralisasi
WEAKNESSES (W)
WO STRATEGY
-
Strategi Good Government Governance
- Membangun kepercayaan, komitmen, dan
tindakan; kerjasama tingkat lokal antara
institusi publik (politik dan birokrasi)
- “Membangun Tanpa Korupsi” dalam
mewujudkan Good Government Governance
- Pro Job, Poor, and Growth
-
Kiprah BPD
menuju asset 1T
Keberadaan tiga
universitas negeri
dan beberapa PTS
terkemuka di KTI.
Sulut dan wilayah
sekitarnya banyak
memiliki komoditi
eksport.
SULUT memiliki
potensi
pariwisata.
Kurangnya dukungan pengelolaan
keuangan Pemkab/Pemkot;
Kerja sama institusi lokal antara
politisi dan birokrat.
Nasional: perpajakan, pandangan
umum tentang korupsi.
Akses permodalan untuk dunia
usaha;
Kemitraan Pemerintah Daerah
dengan Universitas belum
maksimal.
122
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
Strategi Peningkatan Kualitas SDM
- Program Pelatihan SDM; targeted activities
e.g. tourism, coconut industri etc)
- Meningkatkan pemahaman Gateway kepada
masyarakat melalui sosialisasi.
- Membangun keahlian spesifik misalnya
pelatihan kewirausahaan untuk mahasiswa,
pengalaman keahlian yang diperoleh dari
lulusan luar negeri;
- Keterlibatan peran akademisi.
- Peningkatan peran Institusi pendidikan
Strategi Peningkatan Kewirausahaan
- Membangun usaha lokal masyarakat dengan
perencanaan ekspansinya;
- Membangun UKM dengan dukungan
kewirausahaan (meningkatkan kuantitas dan
memperluas jangkauan);
- Meningkatkan jiwa entrepreneurship baik itu
intrapreneurship maupun interpreneurship
masyarakat.
- Keterlibatan peran perbankan.
Strategi Peningkatan Pariwisata
- Mengefektifkan pemasaran dan pencitraan
Sulawesi Utara.
- Meningkatkan pegelaran budaya dan promosi
daerah.
- Pembangungan industry pariwisata yang
berkelanjutan.
- Penegakan aturan lingkungan hidup
- Meningkatkan belanja pariwisata
- Kualitas infrastruktur angkutan udara
, ketersediaan kursi, dan penerbangan
internasional.
- Meningkatkan jumlah operator penerbangan.
- Infrastruktur angkutan darat, kualitas jalan,
-
-
-
-
-
-
-
-
Posisi geografi strategis terhadap Asia Timur
dan Samudera Pasifik;
Posisi semenanjung wilayah Sulawesi Utara
yang terletak di tepian samudra Pasifik,
diapit Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
II dan ALKI II;
Situasi keamanan yang terkendali dengan
masyarakat berpikiran terbuka, hidup rukun
dalam perbedaan agama dan budaya;
Kekayaan sejarah sebagai pusat
perdagangan rempah di dunia;
Kekayaan alam baik di laut maupun di darat
seperti terumbu karang, satwa endemik,
rempah-rempah, laut dalam, dsb;
Industri yang telah ada: kelapa, perikanan,
ekoturisme, pariwisata kelautan;
Infrastruktur yang ada: misalnya pelabuhan
udara/laut internasional, sekolah tinggi
khusus pengolahan kelapa;
Kepemimpinan SHS dengan dianugerahi
Bintang Mahaputra
STRENGTHS (S)
Tabel F.4 Threats (T) and Strengths (S) – Weaknesses (W)
-
-
-
Kesiapan SDM minim: kurangnya pengetahuan dan pelatihan (aktifitas sasaran
misalnya pariwisata dan industri pengolahan kelapa);
Kerja sama institusi lokal antara politisi dan birokrat;
Akses permodalan untuk dunia usaha;
Kurangnya pendanaan baik dari donor maupun investor untuk proyek-proyek
besar;
Lokal: infrastruktur pelabuhan, landasan bandara, suplai listrik;
Nasional: perpajakan, pandangan umum tentang korupsi;
Dukungan pengelolaan keuangan Pemkab/Pemkot
WEAKNESSES (W)
Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang Indonesia ke Asia Timur dan
Pasifik
Lampiran
123
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
124
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
3.
2.
1.
Pulau Morotai (Maluku Utara
) memiliki
infrastruktur
potensial untuk menjadi
penghubung
udara.
Kemauan
politik untuk
membangun
kawasan
timur Indonesia.
Paradigma
Kebijakan
Pembangunan.
THREATS (T)
ST STRATEGY
Strategi Penguatan Regulasi
- Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai salah
satu simpul kunci memperkuat daya saing
ekonomi nasional.
- Merubah paradigm dan meyakinkan
pemerintah nasional (pusat) pentingnya
gateway.
- Mendapatkan dukungan kebijakan dengan
peraturan hukum, untuk menunjang
pembangunan gateway bukan hanya pada
saat pemerintahan SHS, sehingga membawa
arah kebijakan pembangunan gateway.
- Kekayaan sejarah sebagai pusat
perdagangan rempah di dunia, jika didukung
kemauan politik untuk membangun
kawasan timur Indonesia.
Strategi Promosi Gateway
- Meningkatkan pemahaman Gateway kepada
masyarakat melalui sosialisasi. Sehingga
melalui pengetahuan ini akan memberikan
arah yang lebih baik menanggapi national
political.
- Situasi keamanan yang terkendali dengan
masyarakat berpikiran terbuka, hidup
rukun dalam perbedaan agama dan budaya
selama masih ada Paradigma Kebijakan
Pembangunan.
-
-
-
-
-
-
-
-
WT STRATEGY
Menyiapkan SDM melalui peningkatan aktivitas DIKLAT terkait dengan gateway.
Mendapatkan dukungan dari pemerintah nasional dan daerah sekitar mengenai
keunggulan geoposition SULUT dalam mewujudkan gateway.
Mendapatkan dukungan pemerintah daerah di KTI dan Pemerintah Nasional.
Menawarkan insentif dan regulasi khususnya dalam bidang kepelabuhanan,
kebandaraan, imigrasi, dan bea cukai kepada mitra/investor.
Kesiapan infrastruktur; Gateway bandara internasional Sam Ratulangi, pelabuhan
hub internasional Bitung, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung perlu
mendapatkan kebijakan khusus oleh pemerintah nasional melalui penetapan
Undang Undang khusus seperti pemerintah nasional telah lakukan untuk
Pelabuhan Bebas Sabang dan Kawasan Perdagangan Bebas Batam, Bintan, dan
Karimun, sejak masa orde baru sampai masa transisi.
Regulasi daerah berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, Bandara, dan
Pelabuhan, Prosedur Investasi dan Promosi Daerah, Lingkungan, Kawasan
Strategis Nasional dan Daerah, Strategi Pembangunan Infrastruktur Daerah,
mendesak untuk segera diwujudkan oleh masing-masing pemerintah daerah.
Reformasi birokrasi yang selama ini belum sepenuhnya tuntas dilaksanakan oleh
masing-masing pemerintah daerah perlu menjadi prioritas untuk terus dilanjutkan
pelaksanaannya. Program tersebut termasuk perampingan struktur pemerintah
daerah dan jumlah pegawai daerah, pelayanan administrasi publik dan investasi
terpadu, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar.
Pengembangan industri daerah kedepan perlu diarahkan pada pengembangan
produk turunan perikanan dan kelautan, industri jasa pengelolaan kepelabuhanan
dan kebandaraan, industri pariwisata bahari, industri skala kecil dan menengah
berbasis knowledge and technology, industri mikro dan kecil penghasil kerajinan
tangan, makanan, dan minuman, dan industri kreatif yang dapat memperkuat
produk dan ekspor daerah serta dapat mempengaruhi berkembang kegiatan ekonomi baru lainnya di daerah.
Perbaikan pengelolaan keuangan Pemkab/Pemkot.
Peningkatan promosi dan pencitraan daerah dalam segala aspek.
Mendesak pemerintah nasional dengan dukungan daerah-daerah sekitar (KTI) untuk mengubah paradigm pembangunan yang hanya terfokus di Pulau Jawa dan
Bali.
Mempertahankan stabilitas keamanan daerah dan regional dari bahaya teroris,
trafficking, peredaran obat terlarang yang dapat memperburuk pencitraan SULUT.
Lampiran
1. Pulau Morotai
(Maluku Utara
) memiliki
infrastruktur
potensial untuk
menjadi penghubung udara.
2. Kemauan
politik untuk
membangun
kawasan timur
Indonesia.
3. Paradigma
Kebijakan Pembangunan
THREATS (T)
-
-
-
-
-
Posisi geografi strategis terhadap Asia Timur dan
Samudera Pasifik;
Posisi semenanjung wilayah Sulawesi Utara yang
terletak di tepian samudra Pasifik, diapit Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI) II dan ALKI II;
Infrastruktur yang ada: misalnya pelabuhan udara/
laut internasional, sekolah tinggi khusus pengolahan
kelapa.
Situasi keamanan yang terkendali dengan
masyarakat berpikiran terbuka, hidup rukun dalam
perbedaan agama dan budaya;
Adanya hubungan baik pemerintah daerah dengan
pemerintah nasional, khususnya kepemimpinan SHS
dengan SBY
STRENGTHS (S)
Tabel F.5 Threats (T) and Strengths (S)
Strategi Promosi Gateway
- Meningkatkan pemahaman Gateway kepada masyarakat melalui
sosialisasi. Sehingga melalui pengetahuan ini akan memberikan arah
yang lebih baik menanggapi national political.
- Situasi keamanan yang terkendali dengan masyarakat berpikiran
terbuka, hidup rukun dalam perbedaan agama dan budaya selama
masih ada Paradigma Kebijakan Pembangunan.
Strategi Penguatan Regulasi
- Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai salah satu simpul kunci
memperkuat daya saing ekonomi nasional.
- Merubah paradigma dan meyakinkan pemerintah nasional (pusat)
pentingnya gateway.
- Mendapatkan dukungan kebijakan dengan peraturan hukum,
untuk menunjang pembangunan gateway bukan hanya pada saat
pemerintahan SHS, sehingga membawa arah kebijakan pembangunan
gateway.
- Kekayaan sejarah sebagai pusat perdagangan rempah di dunia,
jika didukung kemauan politik untuk membangun kawasan timur
Indonesia.
ST STRATEGY
Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang Indonesia ke Asia Timur dan
Pasifik
Lampiran
125
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
1. Pulau Morotai
(Maluku Utara
) memiliki
infrastruktur
potensial untuk
menjadi penghubung udara.
2. Kemauan
politik untuk
membangun
kawasan timur
Indonesia.
3. Paradigma
Kebijakan Pembangunan
THREATS (T)
126
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011
-
-
-
-
-
-
-
Kesiapan SDM minim:
kurangnya pengetahuan
dan pelatihan (aktifitas
sasaran misalnya
pariwisata dan industri
pengolahan kelapa);
Kerja sama institusi
lokal antara politisi dan
birokrat;
Akses permodalan untuk
dunia usaha;
Kurangnya pendanaan
baik dari donor maupun
investor untuk proyekproyek besar;
Lokal: infrastruktur
pelabuhan, landasan
bandara, suplai listrik;
Nasional: perpajakan,
pandangan umum
tentang korupsi;
Dukungan pengelolaan
keuangan Pemkab/
Pemkot
WEAKNESSES (W)
Tabel F.6 Threats (T) and Weaknesses (W)
-
-
-
-
-
-
-
-
Menyiapkan SDM melalui peningkatan aktivitas DIKLAT terkait dengan gateway.
Mendapatkan dukungan dari pemerintah nasional dan daerah sekitar mengenai keunggulan
geoposition SULUT dalam mewujudkan gateway.
Mendapatkan dukungan pemerintah daerah di KTI dan Pemerintah Nasional.
Menawarkan insentif dan regulasi khususnya dalam bidang kepelabuhanan, kebandaraan,
imigrasi, dan bea cukai kepada mitra/investor.
Kesiapan infrastruktur; Gateway bandara internasional Sam Ratulangi, pelabuhan hub
internasional Bitung, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung perlu mendapatkan kebijakan
khusus oleh pemerintah nasional melalui penetapan Undang Undang khusus seperti pemerintah
nasional telah lakukan untuk Pelabuhan Bebas Sabang dan Kawasan Perdagangan Bebas Batam,
Bintan, dan Karimun, sejak masa orde baru sampai masa transisi.
Regulasi daerah berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD),
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, Kabupaten, dan Kota, Bandara, dan Pelabuhan, Prosedur Investasi dan Promosi Daerah,
Lingkungan, Kawasan Strategis Nasional dan Daerah, Strategi Pembangunan Infrastruktur
Daerah, mendesak untuk segera diwujudkan oleh masing-masing pemerintah daerah.
Reformasi birokrasi yang selama ini belum sepenuhnya tuntas dilaksanakan oleh masing-masing
pemerintah daerah perlu menjadi prioritas untuk terus dilanjutkan pelaksanaannya. Program tersebut termasuk perampingan struktur pemerintah daerah dan jumlah pegawai daerah, pelayanan
administrasi publik dan investasi terpadu, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar.
Pengembangan industri daerah kedepan perlu diarahkan pada pengembangan produk turunan
perikanan dan kelautan, industri jasa pengelolaan kepelabuhanan dan kebandaraan, industri pariwisata bahari, industri skala kecil dan menengah berbasis knowledge and technology, industri mikro dan kecil penghasil kerajinan tangan, makanan, dan minuman, dan industri kreatif yang dapat
memperkuat produk dan ekspor daerah serta dapat mempengaruhi berkembang kegiatan ekonomi baru lainnya di daerah.
Perbaikan pengelolaan keuangan Pemkab/Pemkot.
Peningkatan promosi dan pencitraan daerah dalam segala aspek.
Mendesak pemerintah nasional dengan dukungan daerah-daerah sekitar (KTI) untuk mengubah
paradigm pembangunan yang hanya terfokus di Pulau Jawa dan Bali.
Mempertahankan stabilitas keamanan daerah dan regional dari bahaya teroris, trafficking, peredaran obat terlarang yang dapat memperburuk pencitraan SULUT.
WT STRATEGY
Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang Indonesia ke Asia Timur dan
Pasifik
Lampiran
Laporan ini dicetak menggunakan
kertas daur ulang
Download