Kumpulan Abstrak Tesis Semester Genap 2009/2010 Pendidikan Bahasa Indonesia (IND) 90 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2009/2010 Program Studi S2 IND 91 Korelasi antara Kemampuan Berpikir dan Kemampuan Berbicara Argumentatif dalam Ujian Lisan Mahasiswa PBSI/ FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2010 Eko Suroso Suroso, Eko. 2010. Korelasi antara Kemampuan Berpikir dan Kemampuan Berbicara Argumentatif dalam Ujian Lisan Mahasiswa PBSI/FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2010. Tesis. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing (1) Prof. Dr. H. Dawud, M.Pd., (2) Prof. Dr. H. Suparno. Abstrak Fenomena yang terjadi di kalangan para mahasiswa adalah banyaknya para mahasiswa itu yang kurang terampil berbicara pada situasi yang formal; terlebih berbicara argumentatif. Kekurangmampuan mahasiswa dalam berbicara secara formal dan argumentatif tersebut tampaknya juga dialami oleh para mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universtas Muhammadiyah Purwokerto 2010. Gejala itu terlihat pada waktu para mahasiswa mengadakan komunikasi resmi maupun pada waktu menjawab pertanyaan-pertanyaan dosen. Jawaban mahasiswa itu sering tidak tertuju pada pertanyaan yang diajukan kepadanya dan tidak didukung dengan argumentasi yang baik. Penelitian ini hendak melihat kekurangmampuan para mahasiswa berbicara dalam ragam formal itu dari segi kemampuan berpikirnya agar proses pengajaran serta tenaga pengajar tidak selalu dipersalahkan dalam menanggapi permasalahan tersebut. Secara umum, penelitian ini bertujuan mengaji korelasi kemampuan berpikir dengan kemampuan berbicara argumentatif dalam ujian lisan mahasiswa prodi PBSI/ FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Secara khusus, penelitian ini berusaha mengaji: (1) kemampuan berpikir mahasiswa pada ujian lisan, (2) kemampuan berbicara argumentatif mahasiswa pada ujian lisan, (2a) kemampuan mahasiswa dalam membuat opini/ pendirian pada ujian lisan, (2b) kemampuan mahasiswa dalam menyusun bukti pada ujian lisan, (2c) kemampuan mahasiswa dalam melakukan penalaran pada ujian lisan, (2d) kemampuan mahasiswa dalam upaya meyakinkan/ mempengaruhi pada ujian lisan, dan (3) korelasi kemampuan berpikir dengan kemampuan berbicara argumentatif mahasiswa pada ujian lisan. Populasi penelitian ini berjumlah 44 mahasiswa. Seluruh populasi diteliti. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir (variabel X) adalah Tes Inteligensi (Tes IQ). Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara argumentatif (variabel Y) adalah lembar pengamatan yang berupa Instrumen Penilaian Kemampuan Berbicara Argumentatif. Untuk menghindari subyektivitas yang tinggi, peneliti meminta dua orang teman dosen yang telah bergelar magister untuk melakukan pengamatan secara langsung tentang bagaimana kemampuan berbicara argumentatif mahasiswa. Situasi yang dipilih adalah situasi ujian lisan sebab situasi ini lebih bersifat formal dan spontan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi dengan program SPSS for Windows. Untuk mengetahui hal yang belum terjangkau oleh nalisis statistik dalam penelitian ini, dilakukan analisis mixing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan berpikir mahasiswa pada ujian lisan adalah di bawah normal (65,91% ber IQ di bawah 90), (2) kemampuan berbicara argumentatif mahasiswa pada ujian lisan mendapat skor 13.974 atau nilai 6,05 terkategori cukup, (2a) kemampuan mahasiswa dalam membuat opini/ pendirian pada ujian lisan mendapat skor 3.445 atau nilai 6,52 terkategori cukup, (2b) kemampuan mahasiswa dalam menyusun bukti pada ujian lisan mendapat skor 3.422 atau nilai 5,76 terkategori kurang, (2c) kemampuan mahasiswa dalam melakukan penalaran pada ujian lisan mendapat skor 4.056 atau nilai 6.15 terkategori cukup, (2d) kemampuan mahasiswa dalam upaya meyakinkan/ mempengaruhi pada ujian lisan mendapat skor 3.051 atau nilai 5,78 terkategori kurang, (3) kemampuan berpikir dengan kemampuan berbicara argumentatif mahasiswa pada ujian lisan memiliki korelasi yang signifikan dengan koefisien korelasi 0, 961 dalam derajat signifikansi 0,01. Kemampuan berpikir mahasiswa berdasarkan hasil penelitian adalah di bawah standar dengan mean 86, 18 dan standar deviasi 8, 73. Kondisi kemampuan berpikir mahasiswa yang demikian itu (di bawah standar) disebabkan oleh dua hal yaitu faktor keturunan (bawaan) dan faktor lingkungan. Namun demikian, dari berbagai pendapat mengatakan bahwa sebagian besar kemampuan berpikir itu terbentuk karena faktor keturunan. Faktor lingkungan memiliki andil sangat kecil dalam proses pembentukan kemampuan berpikir ini. Kemampuan mahasiswa dalam berbicara argumentatif terkategori cukup (nilai 6,05). Ada dua kemungkinan mengapa mahasiswa mendapat nilai cukup. Kemungkinan pertama karena memang kemampuan dasar (IQ) mahasiswa di bawah standar. Kemungkinan kedua karena kurangnya berlatih. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara kemampuan berpikir dengan kemampuan berbicara argumentatif. Oleh karenanya, melalui kemampuan berbicara argumentatif ini dapat diduga bagaimana kemampuan berpikir seseorang. Apabila kemampuan berbicara argumentatif seseorang itu 92 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2009/2010 kurang baik maka dapat diduga bahwa kemampuan berpikirnya juga akan kurang baik; demikian juga sebaliknya. Dari analisis mixing yang dilakukan dalam penelitian ini diketahui bahwa secara umum para mahasiswa belum mampu meyakinkan dan atau mempengaruhi mitra tutur. Berdasarkan hasil ini disarankan agar program-program pembelajaran yang semula dimungkinkan untuk mahasiswa yang standar (rata-rata) sebaiknya diubah dan disesuaikan untuk mahasiswa yang di bawah standar. Kecapatan waktu penyampaian materi perkuliahannyapun hendaknya juga perlu mendapat perhatian (tidak secepat apabila menyampaikan materi kepada mahasiswa yang standar). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kemampuan berpikir dengan kemampuan berbicara argumentatif. Oleh karenanya, disarankan agar para mahasiswa tersebut lebih sering dilatih secara lebih intensif dalam hal berbicara argumentatif agar secara perlahan namun pasti kemampuan berpikir para mahasiswa dapat ditingkatkan. Kata kunci: kemampuan berpikir, kemampuan berbicara argumentatif, ujian lisan mahasiswa The correlation between the thinking ability and the speaking ability argumentatively in the oral test on PBSI students FKIP Muhammadiyah University Purwokerto 2010 Eko Suroso Suroso, Eko. 2010. The correlation between the thinking ability and the speaking ability argumentatively in the oral test on PBSI students FKIP Muhammadiyah University Purwokerto 2010. Tesis. Indonesian education program. Post graduate program. State University of Malang. Advisors (1)Prof. Dr. H. Dawud, M.Pd. (2) prof. DR. H. Suparno Abstract The phenomenon among students’ college is that there are some students who have inadequate skill to speak in formal situation especially in argumentative speaking. The inadequacy in formal and argumentative speaking was experienced by the PBSI students FKIP Muhammadiyah Purwokerto 2010. The indication can be seen when those students carried out an official communication or when they answered the lecturers’ questions. Their answers were mostly inappropriate and were not supported with reasonable argumentations. This study aimed to see thoroughly the inadequacy of the students in a formal register from the thinking ability aspect teaching process and the teachers are not always blamed in reacting those problems. Generally speaking, this study aimed to recite the correlation between the thinking ability and the speaking ability argumentatively in the oral test on PBSI students FKIP Muhammadiyah. Especially, this study tried to describe (1) the thinking ability of the students to in the oral test, (2) the students’ ability in argumentative speaking in the oral test, (2a) the students’ ability to state facts/opinions in the oral test, (2b) the ability to provide evidence in the oral test, (2c) the students’ ability in reasoning in the oral test, (2d) the students’ ability in convincing/influencing in the oral test, and (3) The correlation between the thinking ability and the argumentative speaking ability. The population of this study was 44 students. All population was observed. The instrument used to measure the thinking ability (variable X) was the intelligence test (IQ test). The instrument used to measure the argumentative speaking (variable Y) was the observation sheets in the form of the instrument of the argumentative speaking ability. To avoid the high subjectivity the researcher asked two fellow lecturers who have already got their master degree to observe directly on how the students’ argumentative speaking ability. The situation chosen was in the oral test for this situation is more formal and spontaneous. The data analysis in this study used correlation technique with SPSS program for windows. To know the aspects that cannot be reached the researcher used statistics analysis that is mixing analysis. The findings showed that (1) the students’ thinking ability in the oral test was under normal (65.91% students have IQ under 90), (2) the students’ argumentative speaking ability in the oral test was scored 13974 or score 6.05 was considered fair, (2a) the students’ ability to state facts/opinions in the oral test was scored 3.445 or score 6.52 was categorized fair, (2b) the ability to provide evidence in the oral test was scored 3.442 or score 5.76 was considered poor, (2c) the students’ ability in reasoning in the oral test was scored 4.056 or score 6.15 was considered fair, (2d) the students’ ability in convincing/influencing in the oral test was scored 3.051 or score 5.78 was considered poor, and (3) The correlation between the thinking ability and the argumentative speaking ability has a significant correlation with the correlation coefficient 0.961 in the significance grade 0.01. Program Studi S2 IND 93 The students’ thinking ability based on the findings is under the standard with the mean 86, 18 and the deviation standard 8.73. the condition of the of such students’ thinking ability which is under the standard was caused by two factors inherit/innate factor and domain factor. Nevertheless, some opinions said that the thinking ability mostly was constructed by the innate/inherit factor. The domain factor has a little contribution in the process of constructing this thinking ability. The students argumentative speaking ability was categorized fair (score 6.05). there are two possibilities why the students got a fair scores. The first possibility was because the basic ability (IQ) of the students was under the standard indeed. The second possibility was because of the inadequacy of the practices. The finding also showed that there was a significant correlation between the students’ thinking ability and the students’ argumentative speaking ability. Therefore, through the students’ argumentative speaking ability can be guessed how the students’ thinking ability was. If the students’ argumentative speaking ability was low, it can be guessed that the students’ thinking ability was also low and vice versa. From the mixing analysis done in this stud, it can be known that generally the students mostly cannot be able to convince or influence the listener yet. Based on the findings, it is suggested that the learning programs that was for the common students’ college should be adjusted to the under-standard students. The time-speed to deliver the material should be given more attention (not so fast as that for the standard-students) this finding showed that there is a significant correlation between the thinking ability and the argumentative speaking ability. Therefore, it was suggested to the students to have more practices intensively to speak argumentatively so that little by little but sure the students thinking ability can be improved. Keywords: thinking ability, speaking ability argumentatively, students’ oral test Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi melalui Metode Rekreasi Imajinasi Siswa Kelas X SMAN 1 Pagak Kabupaten Malang Putri Kumala Dewi Dewi, Putri Kumala. 2010. Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi melalui Metode Rekreasi Imajinasi Siswa Kelas X SMAN 1 Pagak Kabupaten Malang. Tesis. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Dr. Nurhadi, M.Pd, (II) Prof. Dr. Dawud, M.Pd. Abstrak Menulis narasi merupakan salah satu kompetensi dasar menulis yang diajarkan di kelas X. Melalui pembelajaran menulis narasi, siswa dilatih untuk fokus pada urutan dan detail peristiwa, menentukan tindakan pada setiap peristiwa, dan memilih detail penting dari suatu peristiwa agar membuat cerita lebih hidup. Kenyataannya ditemukan permasalahan dalam pembelajaran menulis narasi di kelas X SMAN 1 Pagak Kabupaten Malang. Permasalahan tersebut berasal dari metode guru yang tidak mengarahkan siswa untuk membangun materi dan ide untuk menulis. Akibatnya siswa mengalami kesulitan ketika akan menulis dan isi ceritanya kurang hidup karena tidak ada dimensi kontak emosi dan gagasan pribadi siswa dengan cerita yang ditulisnya. Untuk mengatasi masalah tersebut, dirancang penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode rekreasi imajinasi. Metode ini mendorong siswa untuk membangun materi dan ide sebagai bahan menulis melalui tahap mengembangkan, mengkreasikan, dan merekreasikan imajinasi. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus, masing-masing tiga pertemuan. Tujuannya adalah meningkatnya kemampuan menulis narasi siswa kelas X SMAN 1 Pagak Kabupaten Malang melalui metode rekreasi imajinasi pada tahap mengembangkan imajinasi, mengkreasikan imajinasi, dan merekreasikan imajinasi. Sumber data berasal dari pelaksanaan pembelajaran menulis narasi siswa kelas X SMAN 1 Pagak melalui metode rekreasi imajinasi. Data penelitian meliputi data kuantitatif berupa nilai tes awal kemampuan siswa menulis narasi, nilai kemampuan siswa menulis narasi setelah diterapkan tindakan, dan data penilaian proses aktivitas guru dan siswa selama pelaksanaan tindakan. Selain itu, juga data kualitatif berupa data hasil observasi dan wawancara tahap studi pendahuluan, catatan pengamatan aktivitas guru dan siswa selama pelaksanaan tindakan, serta data hasil wawancara dengan guru dan siswa pada setiap akhir tindakan. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Adapun analisis data dilakukan melalui reduksi data, penyajian data, dan pengambilan simpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan siswa pada tahap mengembangkan, mengkreasikan, dan merekreasikan imajinasi. Pada tahap mengembangkan imajinasi siklus 1, guru 94 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2009/2010 tidak menjelaskan tujuan membaca cerpen, serta tidak menjelaskan tujuan memberikan respons aktif dan merumuskan imajinasi. Akibatnya ketika waktu habis, siswa belum selesai membaca cerpen, dan kesulitan memahami isi cerpen, menentukan sudut pandang, bagian-bagian cerita, latar, tokoh, penokohan, dan merumuskan imajinasi. Pada siklus 2, guru mengarahkan siswa untuk memfokuskan membaca pada bagianbagian cerita, menyimpulkan isi cerita, serta memberikan pertanyaan pancingan dan mengarahkan siswa untuk menentukan sendiri sudut pandang, latar, tokoh, dan penokohan. Selain itu, guru menjelaskan bahwa imajinasi dirumuskan berdasarkan hasil telaah terhadap isi dan unsur-unsur cerpen. Hasilnya siswa masih kurang tepat dalam merumuskan imajinasi/kesan, menentukan bagian-bagian cerita, penokohan, dan latar. Pada siklus 3, guru menyampaikan tujuan membaca cerpen, meminta siswa fokus membaca pada bagianbagian cerita, disusul menyimpulkan isi cerita. Pada saat memberikan respons aktif, guru mengawali dengan memberikan pertanyaan lisan terkait kesan siswa setelah membaca cerpen dan bagian-bagian cerita dan menuliskan jawaban siswa di papan tulis. Guru juga memberikan pertanyaan pancingan tentang sudut pandang, penokohan, dan latar serta meminta siswa menuliskan jawabannya secara lengkap. Pada saat merumuskan imajinasi, guru mengingatkan bahwa imajinasi itu dirumuskan berdasarkan hasil telaah isi dan unsur-unsur cerita. Hasilnya siswa mampu menentukan bagian-bagian cerita, penokohan, dan isi cerita. Pada tahap mengkreasikan imajinasi siklus 1, guru Fisika terlalu cepat menyampaikan materi dan tidak memberikan kesempatan bertanya, guru Bahasa Indonesia tidak menyampaikan tujuan merumuskan imajinasi tentang seluk-beluk antariksa, dan tidak menjelaskan bahwa siswa seharusnya menggunakan imajinasinya untuk menjawab pertanyaan panduan. Akibatnya pemahaman siswa tentang konsep Fisika yang berhubungan dengan cerpen kurang tepat, sehingga lebih dari satu pertanyaan tidak dapat dijawab dengan tepat, dan tidak semua konsep Fisika digunakan secara tepat dalam cerita. Pada siklus 2, guru Biologi langsung menjelaskan materi yang berhubungan dengan cerpen dan memberikan kesempatan bertanya, dan guru meminta siswa berimajinasi menjadi tokoh dalam cerita dengan memanfaatkan pemahaman terhadap cerpen dan pengetahuan yang diperleh dari guru Biologi. Hasilnya masih banyak siswa yang pemahaman dan penggunaan konsep Biologi kurang tepat, serta hubungan antara imajinasi yang dikembangkan dan dikreasikan juga kurang tepat. Pada siklus 3, untuk membuat siswa mengingat-ingat pengalaman atau pengetahuan, guru memberikan pertanyaan lisan dan meminta siswa menggunakannya untuk menjawab pertanyaan panduan. Hasilnya hasil telaah siswa terhadap pengalaman atau pengetahuan hidupnya sangat sesuai dengan cerpen, hubungan antara imajinasi yang dikembangkan dan dikreasikan sangat tepat, dan digunakan secara tepat. Pada tahap merekreasikan imajinasi siklus 1, guru hanya mengarahkan siswa menulis narasi dengan tema, alur, dan sudut pandang yang sesuai dengan imajinasi yang telah dikembangkan dan dikreasikan. Namun, tema, alur, dan sudut pandang dalam karangan siswa kurang sesuai dengan imajinasi yang dikembangkan dan dikreasikan. Selain itu, hubungan antarkalimat kurang kohesif, penggunaan kalimat kompleks kurang efektif, dan banyak kesalahan ejaan dan tanda baca. Pada siklus 2, guru mengarahkan siswa dari segi unsur-unsur cerita, organisasi gagasan, tatabahasa, serta ejaan dan tanda baca dengan memberikan pertanyaan pancingan dan memberikan contoh. Hasilnya siswa kurang mampu memodifikasi tema yang dikembangkan dari cerpen (kelompok sedang dan rendah), siswa belum menggunakan pengetahuan yang diperoleh pada tahap mengkreasikan imajinasi untuk memodifikasi tokoh dan penokohan dalam cerpen (kelompok rendah), alur cerita kurang sesuai dengan imajinasi yang dikembangkan dan dikreasikan (kelompok sedang dan rendah), kurang ada pengembangan latar (kelompok sedang dan rendah), ada kekurangsesuaian sudut pandang antara imajinasi yang dikembangkan dan dikreasikan, hubungan antarkalimat kurang kohesif, beberapa kalimat kompleks kurang efektif, dan banyak kesalahan ejaan dan tanda. Pada siklus 3, guru menunjukkan hasil karangan siswa siklus 2 yang memiliki kekurangsesuaian antara imajinasi yang dikembangkan dan dikreasikan. Selain itu, guru mengarahkan siswa dari segi unsur-unsur cerita, organisasi gagasan, tatabahasa, serta ejaan dan tanda baca dengan pertanyaan provokatif serta memberikan contoh. Hasilnya karangan siswa, dari segi tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan sudut pandang sesuai dengan imajinasi yang dikembangkan dan dikreasikan. Selain itu, hubungan antarkalimat kohesif, penggunaan kalimat kompleks efektif, dan sedikit kesalahan ejaan dan tanda baca tetapi tidak mengganggu pemahaman makna. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disarankan kepada guru untuk lebih kreatif memilih bahan ajar yang lebih memudahkan siswa mengembangkan imajinasi, menjelaskan secara rinci cara menentukan unsur-unsur cerita, memanfaatkan media yang memudahkan siswa mengkreasikan imajinasi, mengajak siswa memanfaatkan pemahaman terhadap konsep tertentu dan pengalaman hidup untuk mengkreasikan imajinasi, mengarahkan siswa untuk menulis narasi dengan unsur-unsur cerita yang sesuai dengan imajinasi yang dikembangkan dan dikreasikan, dan memberi contoh cara melakukan highlighting dari segi unsur-unsur cerita dan unsur mekanis. Kata kunci: kemampuan, menulis narasi, metode rekreasi imajinasi Program Studi S2 IND 95 The Increasing of Narrative Writing Ability through Imaginative Recreation Method of Class X Students SMAN 1 Pagak, Malang Residence Putri Kumala Dewi Dewi, Putri Kumala. 2010. The Increasing of Narrative Writing Ability through Imaginative Recreation Method of Class X Students SMAN 1 Pagak, Malang Residence. Thesis. Indonesian Language Education Study. Graduate Program. State University of Malang. Advisors: (1) Dr. Nurhadi, M.Pd, (II) Prof. Dr. Dawud, M.Pd. Abstract Narrative writing is one of the writing basic competencies that are taught in class X. Through narratives writing learning, students are trained to focus on the sequence and details of events, and choose the important details of an events in order to make the story more lively. In fact, found problems in narratives writing learning in class X students of SMAN 1 Pagak, Malang. The problems come from the method of teachers who don’t lead students to develop materials and ideas for writing. As a result, students have difficulty when it will write story about life and the content because there is no emosional contact dimensions of and personal ideas of students with the story he had written. To overcome these problems, classroom action research is designed using imaginative recreation method. This method encourages students to develop ideas as raw materials and writing through developing, creation, and recreation imagination step. This research was conducted in three cycles, each of three meetings. The goal is to increase the narratives writing ability of class X students of SMAN 1 Pagak, Malang through imaginative recreation method at develop step, the creation step, and imaginative recreation step. Source of data derived from the implementation of narratives writing learning of class X students of SMAN 1 Pagak, Malang through imaginative recreational method. The research data includes quantitative data such as initial test scores on students ability to write narrative, the value of students' writing abilities after application the action, and the data assessment process of teacher and students activities during the implementation of the action. In addition, qualitative data such as observation and interview data from the preliminary study phase, observation note teacher and students activities during the implementation of the action, and data from interviews with teacher and students at each the end of the action. Collecting data through observation, interviews, and document analysis. The data analysis is done through reduction, presentation, and making inferences. The results showed that an increase in students' abilities in developing, creation, and imgination recreation step. In the first phase of the cycle to develop imagination, teachers did not explain the purpose of reading the short story, and did not explain the purpose of providing an active response and formulate the imagination. Consequently when the time runs out, students have not finished reading the short stories, and difficulty understanding the contents of short stories, determine the point of view, elements of the story, setting, characters, characterizations, and formulate the imagination. In the second cycle, the teacher directs students to focus on parts of reading the story, concluding the story, and to provide inducement questions and direct the students to determine their own point of view, setting, characters, and characterizations. In addition, the teacher explains that imagination is formulated based on the results of a review of the content and elements of stories. The result is students are still less precise in formulating imagination/impression, determining the elements of the story, character, and background. In the third cycle, the teacher read a short story convey purpose, asking students to read a focus on parts of the story, followed by the conclusion of the story. At the time of active response, the teacher began by giving oral questions related to the students the impression after reading the short stories and parts of the story and write down student answers on the blackboard. Teachers also provide inducement question about the point of view, character, and background as well as having students write the answers are complete. At the time of formulating the imagination, teachers are reminded that the imagination was formulated based on the results of the study contents and elements of the story. The result is students are able to determine the elements of the story, characterizations, and story content. In the first phase of cycle imagination creation, Physics teacher too quickly convey the material and not giving a chance to ask, Indonesian teachers did not convey the purpose to formulate the imagination about the intricacies of space, and did not explain that students should use his imagination to answer the question guide. As a result, students' understanding of physics concepts related to the short story is not quite right, so that more than one question can not be answered precisely, and not all physics concepts are used appropriately in the story. In the second cycle, Biology teachers explain the material directly related to the short story and provide the opportunity to ask, and the teacher asks the students to imagine a character in the 96 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2009/2010 story by using an understanding of short stories and knowledge from the Biology teacher. Results are still many students who are understanding and inappropriate use of biological concepts, and the relationship between developing and creation imagination also less precise. In the third cycle, to make the students to recall experiences or knowledge, the teacher gives oral questions and asking students to use it to answer the question guide. The result is students' experience or knowledge of his life were in line with the short story, the relationship between developing and creation imagination very rapidly and used properly. In the first stage of the cycle imagination recreation, teachers could lead students to write narratives with the theme, plot, and point of view in accordance with the imagination that has been developed and created. However, theme, plot, and point of view in the narrative essay’s students less in accordance with the imagination that are developed and created. In addition, the relationship sentences are less cohesive, the use of complex sentences are less effective, and many errors of spelling and punctuation. In the second cycle, teachers lead students in terms of story elements, organizational ideas, grammar, and spelling and punctuation by providing teaser questions and give examples. The result is students less able to modify the themes that developed from the short story (a group of medium and low), students are not using the knowledge gained in the imagination creation step to modify the characters and characterizations of the story (low group), the plot is less accordance with the imagination that are dveloped and created (groups of medium and low), there is less background development (medium and low groups), there is' lack of perspective between developed and creation imagination, the relationship sentences is less cohesive, some complex sentences are less effective, and many spelling errors and alerts. In the third cycle, the teacher shows the results of second cycle student essay that has developed 'lack of imagination and created. In addition, teachers lead students in terms of the elements of the story, the organization of ideas, grammar, and spelling and punctuation with provocative questions and provide examples. The result is the narratives essay’s students, in terms of themes, characters and characterizations, plot, setting, and point of view accordance with the imagination that are developed and created. In addition, the relationship senrtences are cohesive, effective use of complex sentences, and a bit of spelling and punctuation errors but does not interfere with understanding the meaning. Based on these results, it is advisable for teachers to be more creative in choosing teaching materials that make it easier for students to develop imagination, explains in detail how to determine the elements of the story, using media that facilitates the creation of imagination of students, encouraging students' use and understanding of certain concepts to life experiences the creation of imagination, directing students to write a narrative with elements that match the story developed and creation imagination, and gives examples of how to do highlighting in terms of story elements and mechanicals elements. Keywords: ability, writing narratives, imaginative recreation method Pengembangan Bahan Ajar Matakuliah Bahasa Indonesia dengan Web Interaktif Didin Widyartono Widyartono, D. 2010. Pengembangan Bahan Ajar Matakuliah Bahasa Indonesia dengan Web Interaktif. Tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof. Dr. Dawud, M.Pd, (II) Dr. Djoko Saryono, M.Pd. Abstrak Kegiatan perkuliahan Bahasa Indonesia membutuhkan bahan ajar. Bahan ajar ini diperlukan sebagai pedoman beraktivitas dalam proses perkuliahan sekaligus merupakan substansi kompetensi yang diajarkan kepada mahasiswa. Substansi kompetensi ini diajarkan dengan pendekatan komunikatif yang bertujuan pada pencapaian kemahiran berbahasa Indonesia agar mahasiswa dapat mengemukakan gagasan keilmuan dengan berbagai referensi cetak dan elektronik. Dengan membentuk kepribadian yang baik, pengemukakan gagasan dapat diutarakan secara terbuka, jujur, dan menghargai karya/pikiran orang lain. Bentuk bahan ajar mengalami perkembangan seiring kemajuan zaman. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengubah karakter peserta didik menjadi kaum digital native. Oleh karena itu, dibutuhkan bahan ajar yang sesuai dengan karakter peserta didik untuk meningkatkan kualitas perkuliahan Bahasa Indonesia di peguruan tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk bahan ajar matakuliah Bahasa Indonesia dengan web interaktif Bahasa Indonesia. Produk ini dikembangkan melalui empat tahap: (1) perencanaan, (2) produksi, (3) validasi, dan (4) uji coba. Program Studi S2 IND 97 Kegiatan perencanaan terdiri atas perencanaan isi dan sajian. Kegiatan perencanaan isi terdiri atas lima tahap, yaitu (1) pengidentifikasian tujuan umum pembelajaran, (2) penganalisisan pembelajaran, (3) pengidentifikasian karakter mahasiswa, (4) perumusan tujuan khusus pembelajaran, (5) penyusunan butirbutir tes, dan (6) penentuan strategi pembelajaran. Kegiatan perencanaan sajian terdiri atas enam tahap, yaitu (1) pengidentifikasian kebutuhan dan sajian bahan ajar, (2) perumusan tujuan, perumusan peta laman, (3) penentuan perangkat lunak, (4) pemilihan nama ranah (domain name) dan hos (hosting), (5) pendesainan web, dan (6) pengunggahan data. Kegiatan produksi terdiri atas (1) penyusunan silabus, (2) bahan ajar, dan (3) penyajian. Kegiatan produksi dilakukan secara berurutan. Penyusunan silabus, bahan ajar, dan penyajian bahan ajar disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter mahasiswa Universitas Negeri Malang. Untuk mengetahui kelayakan produk, dilakukan kegiatan validasi dan uji coba. Kegiatan validasi isi terdiri atas validasi isi, sajian web interaktif, dan bahasa. Kegiatan uji coba terdiri atas uji coba perseorangan, kelompok kecil, dan kelas. Hasil akhir kegiatan pengembangan bahan ajar dengan web interaktif berupa (1) silabus, (2) bahan ajar, (3) sajian bahan ajar, dan (4) petunjuk penggunaan. Silabus disusun dengan komponen-komponen: (1) standar kompetensi dan kompetensi dasar, (2) materi pembelajaran, (3) kegiatan pembelajaran, (4) indikator, (5) jenis penilaian, (6) alokasi waktu, dan (7) sumber belajar. Silabus dilengkapi dengan Rencana Perkuliahan Semester (RPS)/Satuan Acara Perkuliahan (SAP). Bahan ajar dijabarkan dalam empat bagian besar, yaitu (1) identitas bahasa Indonesia, (2) membaca untuk menulis, (3) menulis karya ilmiah, dan (4) berbicara untuk keperluan akademik. Penyajian ini bertujuan untuk mempermudah dosen dalam mengkreasikan urutan penyampaian materi ajar. Sajian bahan ajar diwujudkan dalam bentuk web interaktif dengan organisasi materi ajar bermodel tutorial klasik. Hasil akhir pengembangan bahan ajar matakuliah Bahasa Indonesia dengan web interaktif dapat diakses di http://bahasaindonesia.kataberkata.com. Sajian bahan ajar ini ditampilkan mulai dari (1) peta konsep, (2) identitas kompetensi, (3) petunjuk belajar, (4) aktivitas belajar, (5) informasi pendukung, (6) rangkuman, (7) latihan, (8) forum, (9) obrolan (chat), dan (10) glosarium. Bahan ajar Bahasa Indonesia dengan web interaktif memiliki kelebihan dan kekurangan dibanding versi cetak. Kelebihannya, bahan ajar ini (1) berdaya serap yang tinggi, (2) lebih menyenangkan dibanding versi cetak, (3) sangat sesuai dengan karakter mahasiswa, (4) konsultasi tanpa terbatasi tempat dan waktu dengan fitur forum diskusi dan obrolan (chat), (5) berfitur tautan (hyperlink), (6) berfitur multimedia, dan (7) berfitur olah informasi (simpan, sunting, sajikan). Kekurangannya, pemanfaatan bahan ajar ini adalah (1) mutlak membutuhkan ketersediaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi, khususnya komputer yang terakses internet, (2) akses pembelajaran tidak sepenuhnya dapat diatur karena dikembangkan melalui sistem manajemen pembelajaran (Learning Management System [LMS]), (3) fitur-fitur LMS tidak sepenuhnya dapat mengakomodasi harapan peneliti, (4) autentifikasi pengguna yang rawan penyalahgunaan, dan (5) kapasitas lebar pita (bandwith) berbanding lurus dengan biaya yang harus ditanggung. Berbagai kelebihan dan kekurangan produk pengembangan dapat dipertimbangkan melalui hasil perkuliahan yang dicapai. Untuk memperoleh hasil ini diperlukan uji coba efektivitas produk secara utuh selama satu semester. Kefektivitasan produk dalam mencapai tujuan perkuliahan belum diketahui. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas produk. Kata kunci: bahan ajar, matakuliah Bahasa Indonesia, web interaktif Development of Teaching Materials Bahasa Indonesia with Interactive Web Didin Widyartono Widyartono, D. 2010. Development of Teaching Materials Bahasa Indonesia with Interactive Web. Thesis, Indonesian Education Studies Program, Graduate Program, State University of Malang. Advisors: (1) Prof. Dr. Dawud, M. Pd, (2) Dr. Djoko Saryono, M. Pd. Abstract The lectures of Indonesian subjects needed teaching materials. These teaching materials are needed as a guide in the process of active substance of the lectures as well as a competence that is taught to students. The substances of these competencies are taught with a communicative approach which aims at the achievement of Indonesian language proficiency so that students can put scientific ideas with a variety of print and electronic reference. By establishing a good personality, disclosure of the idea can be expressed openly, honestly, and appreciate the work/thoughts of others. 98 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2009/2010 The form of teaching materials had been developed in accordance with the advancement in information technology and communications. Learner’s character was transformed into the digital native. Therefore, the necessary teaching materials which are in accordance with learner’s characteristics are required in order to improve the quality of teaching of Bahasa Indonesia for university students. The purpose of this research is to produce materials for Bahasa Indonesia. This research is aimed at producing Bahasa Indonesia teaching materials which are presented through web interactive. Besides its appropriateness with the student’s character, this format of material presentation also enables students to have smooth interaction without being limited by place and time as it employs internet connection. Problem encountered during the learning session can be discussed or solved online without having to wait for the next meeting session. The intended product of this research would be (1) syllabus, (2) teaching materials, and (3) interactive web contains the materials. These products are developed through four stages: (1) planning, (2) production, (3) validation, and (4) try out. The planning activity consists of planning the content and materials presentation. Contents and materials presentation are planned based on the decree of the Directorate General of Higher Education and the result of need analysis conducted previously in the field. Planning includes the identification of the contents of general purpose learning, analyzing lessons learned, identification of student characteristics, the formulation of specific goals of learning, preparation of test items, and the determination of learning strategies. Materials presentation planning includes identification of teaching materials needs and presentation, formulation of objectives, formulation of web map pages, the determination of software developers/LMS (Learning Management System)/LCMS (Learning Content Management System), the selection of the domain and hosting, web design, and data upload. Production activities consist of the development of syllabus presentation, teaching materials, and material presentation. Syllabus, teaching materials, and interactive web are adapted to the needs and character of students from the University of Malang. Validation and try out are done to determine to quality of the products. Content validation activities consist of the validation of the content, interactive web serving, and language. The try out pilot test consist of individuals, small groups, and classes. The final result of the development of teaching materials through interactive web can be accessed at http:///bahasaindonesia.kataberkata.com. Teaching materials are presented from the concept map, the identity of competence, learning instructions, learning activities, supporting information, summaries, exercises, discussion forums, direct online discussion/via chat, and glossary. Indonesian teaching materials with interactive web have their advantages and disadvantages. Bahasa Indonesia teaching materials a presented through interactive web provides differentiation in printed media with the following reasons: (1) enables higher absorption quality, (2) provides more fun compared with printed media, (3) appreciate with the students characteristic, (4) forum and chat feature provides unlimited consultation, (5) provides hyperlink, (6) the multimedia feature is available and is equipped with (information editing (save, edit, and upload). However, this format has its drawbacks as follow (1) the need of information techno and communication device is absolute, (2) the absolute central is not fully determed by reshearcher since it is developed by LMS/LCMS, (3) the features provided LMS/LCMS cannot fully accommodate the hope of researchers, (4) authenticated users are prone to abuse, and (5) domain and bandwidth capacity is proportional to the cost to be borne. Various advantages and disadvantages of product development can be considered through the result of the teaching and learning achieved. To get the needed result the researcher need to be conducted in one complete semester.This product has not been tested so that the effectiveness of the product is not yet known. Various products have not revealed deficiencies when applied in college activities. Therefore, further research is needed to examine the effectiveness of the product. Keywords: development of teaching materials, Bahasa Indonesia, interactive web