DASAR TELEKOMUNIKASI 3 Elfitrin Syahrul Universitas Gunadarma STALLINGS’ PLAN 1. DIGITAL DATA 2. DIGITAL DATA - DIGITAL SIGNALS ANALOG SIGNALS* 3. ANALOG DATA - DIGITAL SIGNALS* 4. ANALOG DATA - ANALOG SIGNALS* 3-2 Kenapa Gelombang FM Lebih Jernih Dibanding AM? Gelombang AM sudah lama ditinggal. Nyaris semua radio bermain di jalur FM. Kenapa sih FM lebih jernih? Hingga tahun delapan puluhan, stasiun radio broadcast (siaran) banyak menggunakan modulasi AM (Amplitude Modulation). Pada saat itu, umumnya enggak ada siaran radio yang mampu menampilkan suara bening, apalagi stereo. Belum lagi kalau cuaca sedang enggak mendukung. Wah, pokoknya kita enggak bisa menikmati indahnya suara musik senyaman saat ini. Setelah periode itu, mulai bermunculan stasiun radio siaran pengusung modulasi FM (Frequency Modulation). Jenis modulasi ini mampu memanjakan pendengar siaran karena menghasilkan suara yang lebih bening. Selain itu, ia dapat diterima dengan pola mono atau stereo. Maksudnya, jika radio penerima kita hanya bisa menerima siaran mode mono, maka ia menampilkan suara mono. Sedang radio penerima tipe stereo punya pilihan untuk menampilkan suara mono atau stereo beneran (real stereo) sesuai dengan yang dipancarkan oleh stasiun radio siaran. 3-3 Analogi modulasi Dalam istilah teknik, kata modulasi mempunyai definisi yang cukup panjang. Tapi, hal itu dapat dijelaskan dengan analogi sederhana berikut: kalau kita ingin pergi ke tempat lain yang jauh (yang tidak bisa di lakukan dengan jalan kaki atau berenang), kita harus menumpang sesuatu. Sinyal informasi (suara, gambar, data) juga begitu. Agar dapat dikirim ke tempat lain, sinyal informasi harus ditumpangkan pada sinyal lain. Dalam konteks radio siaran, sinyal yang menumpang adalah sinyal suara, sedangkan yang ditumpangi adalah sinyal radio yang disebut sinyal pembawa (carrier). Jenis dan cara penumpangan sangat beragam. Dari tinjauan "penumpang", cara menumpangkan manusia pasti berbeda dengan paket barang atau surat. Hal serupa berlaku untuk penumpangan sinyal analog yang berbeda dengan sinyal digital. Penumpangan sinyal suara juga akan berbeda dengan penumpangan sinyal gambar, sinyal film, atau sinyal lain. Dari sisi pembawa, cara menumpang di pesawat terbang akan berbeda dengan menumpang di mobil, bus, truk, kapal laut, perahu, atau kuda. Hal yang sama juga terjadi pada modulasi. Di mana cara menumpang ke amplitudo gelombang carrier akan berbeda dengan cara menumpang di frekuensi gelombang carrier. 3-4 Gelombang/sinyal "carrier" Gelombang/sinyal carrier adalah gelombang radio yang mempunyai frekuensi jauh lebih tinggi dari frekuensi sinyal informasi. Berbeda dengan sinyal suara yang mempunyai frekuensi beragam/variabel dengan range 20 Hz hingga 20 kHz, sinyal carrier ditentukan pada satu frekuensi saja. Frekuensi sinyal carrier ditetapkan dalam suatu alokasi frekuensi yang ditentukan oleh badan yang berwewenang. Di Indonesia, alokasi frekuensi sinyal carrier untuk siaran FM ditetapkan pada frekuensi 87,5 MHz hingga 108 MHz. Alokasi itu terbagi untuk 204 kanal dengan penganalan kelipatan 100 kHz. Kanal pertama berada pada frekuensi 87,6 MHz, sedangkan kanal ke 204 berada pada frekuensi 107,9 MHz. Penetapan tersebut dan aturan lainnya tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 15 Tahun 2003. Frekuensi carrier inilah yang disebutkan oleh stasiun radio untuk menunjukkan keberadaannya. Misalnya, Radio XYZ 100,2 FM atau Radio ABC 98,2 FM. 100,2 Mhz dan 98,2 MHz adalah frekuensi carrier yang dialokasikan untuk stasiun bersangkutan. Karena berupa gelombang sinusoida, sinyal carrier mempunyai beberapa parameter yang dapat berubah. Perubahan itu dapat terjadi pada amplitudo, frekuensi, atau parameter lain. Contoh perubahan amplitudo dan perubahan frekuensi dari suatu sinyal asal ditunjukkan dalam gambar. Kemampuan untuk diubah inilah yang menjadi ide dari teknik-teknik modulasi. 3-5 Modulasi AM Dari banyak teknik modulasi, AM dan FM adalah modulasi yang banyak diterapkan pada radio siaran. Keduanya dipakai karena tekniknya relatif lebih mudah dibandingkan dengan teknik-teknik lain. Dengan begitu, rangkaian pemancar dan penerima radionya lebih sederhana dan mudah dibuat. Di pemancar radio dengan teknik AM, amplitudo gelombang carrier akan diubah seiring dengan perubahan sinyal informasi (suara) yang dimasukkan. Frekuensi gelombang carrier-nya relatif tetap. Kemudian, sinyal dilewatkan ke RF (Radio Frequency) Amplifier untuk dikuatkan agar bisa dikirim ke jarak yang jauh. Setelah itu, dipancarkan melalui antena. Tentu saja dalam perjalanannya mencapai penerima, gelombang akan mengalami redaman (fading) oleh udara, mendapat interferensi dari frekuensi-frekuensi lain, noise, atau bentuk-bentuk gangguan lainnya. Gangguan-gangguan itu umumnya berupa variasi amplitudo sehingga mau tidak mau akan memengaruhi amplitudo gelombang yang terkirim. Akibatnya, informasi yang terkirim pun akan berubah dan ujung-ujungnya mutu informasi yang diterima jelas berkurang. Efek yang kita rasakan sangat nyata. Suara merdu Andien yang mendayu akan terdengar serak, aransemen Dewa yang bagus itu jadi terdengar enggak karuan, dan suara Iwan Fals benar-benar jadi fals. Cara mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh redaman, noise, dan interferensi cukup sulit. Pengurangan amplitudo gangguan (yang mempunyai amplitudo lebih kecil), akan berdampak pada pengurangan sinyal asli. Sementara, peningkatan amplitudo sinyal asli juga menyebabkan peningkatan amplitudo gangguan. Dilema itu bisa saja diatasi dengan menggunakan teknik lain yang lebih rumit. Tapi, rangkaian penerima akan menjadi mahal, sementara hasil yang diperoleh belum kualitas Hi Fi dan belum tentu setara dengan harga yang harus dibayar. Itulah barangkali yang menyebabkan banyak stasiun radio siaran bermodulasi AM pindah ke modulasi FM. Konsekuensinya, mereka juga harus pindah frekuensi carrier karena aturan alokasi frekuensi carrier untuk siaran AM berbeda dengan siaran FM. Frekuensi carrier untuk siaran AM terletak di Medium Frequency (300 kHz - 3 MHz/MF), sedangkan frekuensi carrier siaran FM terletak di Very High Frequency (30 MHz - 300 MHz/VHF). 3-6 Modulasi FM Di pemancar radio dengan teknik modulasi FM, frekuensi gelombang carrier akan berubah seiring perubahan sinyal suara atau informasi lainnya. Amplitudo gelombang carrier relatif tetap. Setelah dilakukan penguatan daya sinyal (agar bisa dikirim jauh), gelombang yang telah tercampur tadi dipancarkan melalui antena. Seperti halnya gelombang termodulasi AM, gelombang ini pun akan mengalami redaman oleh udara dan mendapat interferensi dari frekuensi-frekuensi lain, noise, atau bentuk-bentuk gangguan lainnya. Tetapi, karena gangguan itu umumnya berbentuk variasi amplitudo, kecil kemungkinan dapat memengaruhi informasi yang menumpang dalam frekuensi gelombang carrier. Akibatnya, mutu informasi yang diterima tetap baik. Dan, kualitas audio yang diterima juga lebih tinggi daripada kualitas audio yang dimodulasi dengan AM. Jadi, musik yang kita dengar akan serupa dengan kualitas musik yang dikirim oleh stasiun radio sehingga enggak salah kalau stasiun-stasiun radio siaran lama (yang dulunya AM) pindah ke teknik modulasi ini. Sementara stasiun-stasiun radio baru juga langsung memilih FM. Selain itu, teknik pengiriman suara stereonya juga tidak terlalu rumit. Jadinya, rangkaian penerima FM stereo mudah dibuat, sampai-sampai dapat dibuat seukuran kotak korek api. Produk FM autotuner seukuran kotak korek api ini sudah gampang diperoleh di kaki lima dengan harga yang murah. Kualitasnya cukup memadai untuk peralatan semurah dan sekecil itu. 3-7 Rangkaian "squelch" Pada penerima FM (yang juga ada di pesawat televisi), sinyal radio yang hilang akan menyebabkan terdengar suara desis noise yang cukup keras. Karena mengganggu, sebagian besar penerima FM dilengkapi dengan rangkaian squelch yang berfungsi untuk mematikan audio jika tidak terdeteksi adanya sinyal siaran. Pada radio komunikasi VHF dan UHF (yang juga menggunakan FM), rangkaian squelch dapat diatur sedemikian rupa sehingga masih dapat mendengarkan sinyal suara yang volumenya sedikit di atas desis noise. 3-8 Pembagian kanal FM di Indonesia Jumlah kanal yang disiapkan dalam alokasi frekuensi 87,5 MHz hingga 108 MHz memang sebanyak 204 kanal. Tapi, tentu saja hal itu tidak menyebabkan 204 stasiun radio bisa didirikan di kota kita. Sebab jarak antarkanal yang terlalu rapat akan menyebabkan interferensi antarstasiun radio. Karena itu, aturan dalam Keputusan Menteri Perhubungan No KM 15 Tahun 2003 mensyaratkan jarak minimal antarkanal dalam satu area pelayanan (yang umumnya se-Kota atau se-Kabupaten) adalah 800 kHz. Kecuali pada kota besar semacam Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan yang sudah telanjur mempunyai stasiun cukup banyak. Jarak minimal untuk kota-kota itu adalah 400 kHz. Pembagian kanal untuk tiap area layanan tentunya juga disesuaikan dengan faktor-faktor seperti : kepadatan penduduk, perkembangan kawasan, dan lainnya. Sebab, apalah gunanya menyediakan banyak kanal jika pendirian stasiun-stasiun baru di suatu area layanan tidak menjanjikan. 3-9 1.DIGITAL DATA – DIGITAL SIGNALS • Encoding Formats • Synchronization • Spectral Density • Modulation Rate 3-10 ENCODING FORMATS The concept to remember is that we construct actual signals to represent the data to be transferred. •These encoding formats are usually voltages (as a function of time) on guided media. •The different formats were devised because of needed benefits due to transmission impairments encountered, availability of particular circuits to detect (interpret) the signals, and particular known characteristics of the data represented. •These formats can be transmitted directly as shown or “carried” by more basic transport techniques, e.g. AM, FM, PAM, PWM, PPM, etc. 3-11 •Encoding Formats •NRZ-L (“L” for Level). If a 0 is zero volts, then long strings of 0s will be indistinguishable from no signal. •NRZI encodes 1s as changes from high to low or low to high. Again, long strings of 0s will result in “no signal”. •RTZ is not shown. RTZ establishes a null level which can be same as 0 encoding or a neutral level. •AMI formats are ternary signals that alternate polarity of 1s (or 0s in Pseudoternary). Other level is sent as no signal. Problems with long strings of these bits. 3-12 B8ZS & HDB3 are schemes to avoid long runs of no signal. AMI Notice that lots of 0s in a row look just like a broken wire! Knowledge of expected bit times get lost. B8ZS is a method of using “polarity violations” to encode a usable signal—without those long strings of nothing—into a “signal” to the receiver to substitute the real bits for the code word. HDB3 is similar to B8ZS used in international systems. Code word is different but purpose is the same. This scheme works on strings of 4 0s. 3-13 Manchester encoding schemes provide another method of providing the receiver with bit timing information. No addition timing signal is required for bit detection. Manchester encodes 0s as a down going signal in the center of the bit time and a 1 as an up going signal in mid bit time. Differential Manchester encodes the changes of bit states as up going mid bit time transitions and no change of bit as down going signals in mid bit times. Choice of one scheme over the other depends on circuitry and characteristics of expected data. 3-14 • BIT SYNCHRONIZATION & MODULATION RATE Both Manchester schemes (and there are more) result in EVERY bit time having a transition. The receiver can determine the CLOCK signal from the actual data. Both B8ZS (or HDB3) and Manchester are solutions for obtaining clock (timing) signals at the receiver. Another approach is to send a separate timing signal. The cost of using Manchester encoding is that higher bandwidths are required to transmit the signals. In the extreme, twice the number of transitions per second are required for the same data to be transmitted. 3-15 3-16 * 2. DIGITAL DATA – ANALOG SIGNALS • Keying (ASK, FSK, PSK, etc.) • QAM *NOTE THAT TOPICS MARKED WITH THIS SYMBOL ARE INCLUDED IN THE SPRING TLEN 5330 SYLLABUS AS SOME STUDENTS WHO HAVE TAKEN TLEN 5310 EARLIER OR WAIVED THE PRE-PREQUISITES MAY NOT HAVE BEEN EXPOSED TO THESE TOPICS OR AT LEAST WOULD LIKE A REMINDER OF THIS MATERIAL. FOR EXAMPLE, THE ANALOG MODULATION CONCEPTS WILL BE COVERED IN THIS AND FUTURE SEMESTERS IN TLEN 5310. CURRENT TLEN 5330 STUDENTS WILL NOT BE TESTED IN THESE TOPICS BUT ARE INVITED TO ATTEND THE OTHER CLASS’ LECTURES FOR IN DEPTH TREATMENT AND FOR ENRICHMENT. 3-17 3-18 QUADRATURE AMPLITUDE MODULATION •QAM is major technique used in Cable Modems and DTV/HDTV transmission on cable. (DTV/HDTV in the US employs 8 or 16VSB, a digital version of the traditional analog TV b’cast method) •Analog QAM is used for the color information for analog TV as used in the US and many places in North and South America, Japan, plus some others. •Digital QAM is same idea with discrete levels. •QAM idea can be expanded to TRELLIS MODULATION used in telephone modems, Cable Modems, and many other systems. •“QAM” is really how it’s made. The results can be obtained in other ways. However, the resultant Trellis Modulation means that combinations of discrete amplitude and phase modulation can be used to represent many possible states per signal state (i.e. bits per baud). 3-19 QAM is made by combining 90 degree shifted sine wave with original to obtain combination of phase and amplitude modulation. The more possible amplitudes of the original and shifted sine waves, the more possible bits per baud. 3-20 TRELLIS ENCODING DIAGRAM AND A TRELLIS 3-21 3. ANALOG DATA – DIGITAL SIGNALS • PAM (A/D conversion: sampling, quantizing, encoding; D/A conversion) becomes PCM • DM (fewer bits needed but can get overloaded) 3-22 PAM – PULSE AMPLITUDE MODULATION CONCEPTS PCM – PULSE CODE MODULATION CONCEPTS 3-23 PAM Encoding* *Simplified diagram probably show not enough samples. 3-24 PAM Encoding to PCM Encoding - The D/A process •When PAM samples are digitized by quantizing and encoding into numbers, the result in Pulse Code Modulation (PCM). •Since all possible values can not be encoded digitally, a QUANTIZING ERROR is always the result of converting PAM to PCM. This error can not be corrected. •Samples above become 011 001 110 001 011 110 100 as data to be saved or transmitted. (Note spaces are shown here only for clarity as real schemes need to identify “words” of data some other way.) 3-25 What is the quantizing and coding scheme used for music CDs? (From Page 331 of Noll book) •NUMBER OF CHANNELS 2 •FREQUENCY RANGE 20 Hz to 20,000 Hz •DYNAMIC RANGE 90 dB •SIGNAL TO NOISE RATIO 90 dB •HARMONIC DISTORTION < 0.05% •SAMPLING FREQUENCY 44,100 samples per second •QUANTIZING 16 bits/sample •ENCODING Linear •CHANNELS 2 •RAW BIT RATE 1.4112 Mbps •BIT RATE WITH OVERHEAD BITS 4.3218 (includes FEC plus add’l o/h) •PHYSICAL SIZE 120 mm (4.75 inches) diameter •ROTATIONAL SPEED 500 – 200 rpm (reads from center out at a constant LINEAR speed) •MAXIMUM PLAYING TIME 75 minutes 3-26 COMPANDING UNDERSTANDING NON-LINEAR ENCODING – THE ANALOG COUNTERPART •Consider voice analog transmission, such as in an old fashioned local telephone call. •In the "local loop" (the connection from the local switching office to your location) random noise can be picked up by the twisted pair wires. •This noise--which sounds like a hiss in the phone--is most annoying as you would imagine when you are listening to a soft spoken person. •One solution to this problem is to use a technique called "companding" which increases the soft levels of voice before transmission so that the average signal to noise ratio of the voice signal is higher. •This is because the average SIGNAL on local loop is higher, but the noise is of course the same. •When the signal is received, the circuit reduces the entire received signal to the correct average, thus reducing the apparent signal to noise ratio. •The hiss sounds like it's less. •Success! 3-27 NON-LINEAR ENCODING ALLOWS FOR MORE LEVELS TO BE ENCODED FOR SMALLER SIGNALS, THUS IMPROVING THE S/N RATIO 3-28 Delta (Differential) Modulation DM is the digital version of companding. Problems occur when changes in signal occur too fast. Method works best when characteristics of original material prevent this effect. 3-29 4. ANALOG DATA – ANALOG SIGNALS • AM • FM • PM We’ll review these concepts quickly realizing that ASK, FSK, and PSK are really AM, FM, and PM with the modulating signals being pulses. Maybe Stallings was correct after all when he says that all transmission is analog. 3-30 THE MODULATION CONCEPT (old stuff you already know) •A carrier wave is a sine wave. •By modulating the amplitude, frequency, or phase of the sine wave according to another much lower frequency (i.e. baseband) signal, a band of frequencies is created. •This modulated signal bandwidth occupies a small part of the electromagnetic spectrum and can be easily transmitted. •Another advantage of modulated signals is that they can be share the same facility as a FDM scheme. •The modulating signals can be analog (continuously varying) or digital (representing numbers). •AM can be combined with either FM or PM on the same carrier, but FM and PM can not be combined as they are redundant. 3-31 SOME POINTS TO REMEMBER •Amplitude Modulation is relatively low bandwidth but provides low noise and crosstalk immunity. •FM and PM can require more bandwidth for the same modulating signal than AM but then provides increases noise immunity as well as “capture effect” that minimizes co-channel interference. •FM and PM are mathematically related—not independent as FM is the derivative of PM. 3-32 3-33 AMPLITUDE MODULATION •AM process produces upper and lower sidebands plus original carrier. •Sidebands are original signal bandwidth and spectrum shifted in frequency. Total bandwidth is 2 times original bandwidth. •Significant energy remains in carrier. •DSB-SC and SSB are techniques that provide for more energy efficient transmission and lower modulated signal bandwidth requirements. 3-34 3-35 FM BANDWIDTH Despite what Stallings tries to say, FM bandwidth is complicated. Actually it’s described by a Bessel Function, but the following works pretty well. See page 165 which ends with: This says that the occupancy of a channel by an FM modulated signal is approximately twice the diviation plus twice the baseband bandwidth. 3-36