undang-undang republik indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang

advertisement
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2004
TENTANG
PRAKTIK KEDOKTERAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa
pembangunan
kesehatan
ditujukan
untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus
diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya
kesehatan
kepada
seluruh
masyarakat
melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas
dan terjangkau oleh masyarakat;
c.
bahwa
penyelenggaraan
praktik
kedokteran
yang
merupakan
inti
dari
berbagai
kegiatan
dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh
dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang
tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terusmenerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan
dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi,
serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar
penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian
hukum kepada penerima pelayanan kesehatan, dokter, dan
dokter
gigi,
diperlukan
pengaturan
mengenai
penyelenggaraan praktik kedokteran;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang
tentang Praktik Kedokteran;
2
Mengingat:
Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan
dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
2.
Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter
gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam
maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
3.
Konsil Kedokteran Indonesia adalah suatu badan otonom, mandiri,
nonstruktural, dan bersifat independen, yang terdiri atas Konsil Kedokteran
dan Konsil Kedokteran Gigi.
4.
Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan
seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di
seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
5.
Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu
lainnya serta diakui secara hukum untuk melakukan tindakan profesinya.
6.
Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap dokter dan dokter gigi
yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
7.
Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada
dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah
memenuhi persyaratan.
3
8.
Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi
yang telah diregistrasi.
9.
Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya
pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau
kedokteran gigi.
10.
Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.
11.
Profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran
atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan,
kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik
yang bersifat melayani masyarakat.
12.
Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan
Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.
13.
Kolegium kedokteran Indonesia dan kolegium kedokteran gigi Indonesia
adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing
cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.
14.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang
berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter
dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi,
dan menetapkan sanksi.
15.
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kesehatan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai
ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan
keselamatan pasien.
Pasal 3
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
a. memberikan perlindungan kepada pasien;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan
oleh dokter dan dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
4
BAB III
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
Pasal 4
(1) Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi dibentuk
Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil
Kedokteran Gigi.
(2) Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana
bertanggung jawab kepada Presiden.
Konsil Kedokteran
Indonesia.
Pasal 5
Indonesia berkedudukan
dimaksud
pada
ayat
(1)
di ibu kota negara Republik
Bagian Kedua
Fungsi, Tugas, dan Wewenang
Pasal 6
Konsil Kedokteran
Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan,
penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik
kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.
Pasal 7
(1) Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas :
a. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan
c. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran
yang dilaksanakan
bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi
masing-masing.
(2) Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan bersama oleh Konsil
Kedokteran Indonesia dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran
gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan
kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.
Pasal 8
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Konsil Kedokteran
Indonesia mempunyai wewenang :
a.
b.
menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi;
menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;
5
c.
d.
e.
f.
g.
mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi;
melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;
mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;
melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai
pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; dan
melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi
oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika
profesi.
Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi dan tugas Konsil Kedokteran Indonesia
diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran
dan Konsil Kedokteran Gigi.
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 11
(1) Susunan organisasi Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas:
a. Konsil Kedokteran; dan
b. Konsil Kedokteran Gigi.
(2) Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) masing-masing terdiri atas 3 (tiga) divisi, yaitu :
a. Divisi Registrasi;
b. Divisi Standar Pendidikan Profesi; dan
c. Divisi Pembinaan.
Pasal 12
(1) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas :
a. pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas 3 (tiga) orang
merangkap anggota;
b. pimpinan Konsil Kedokteran dan pimpinan Konsil Kedokteran Gigi masingmasing 1 (satu) orang merangkap anggota; dan
c. pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi
masing-masing 1 (satu) orang merangkap anggota.
(2) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bekerja secara kolektif.
(3) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah penanggung jawab tertinggi.
6
Pasal 13
(1) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua dan
(dua) orang wakil ketua.
(2) Pimpinan Konsil Kedokteran
ketua divisi.
2
terdiri atas seorang ketua dan 3 (tiga) orang
(3) Pimpinan Konsil Kedokteran Gigi terdiri atas seorang ketua dan 3 (tiga) orang
ketua divisi.
Pasal 14
(1) Jumlah anggota Konsil Kedokteran Indonesia 17 (tujuah belas) orang yang
terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
organisasi profesi kedokteran 2 (dua) orang;
organisasi profesi kedokteran gigi 2 (dua) orang;
asosiasi institusi pendidikan kedokteran 1 (satu) orang;
asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi 1 (satu) orang;
kolegium kedokteran 1 (satu) orang;
kolegium kedokteran gigi 1 (satu) orang;
asosiasi rumah sakit pendidikan 2 (dua) orang;
tokoh masyarakat 3 (tiga) orang;
Departemen Kesehatan 2 (dua) orang; dan
Departemen Pendidikan Nasional 2 (dua) orang.
(2) Tata cara pemilihan tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
(3) Keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas usul
Menteri.
(4) Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia harus
berdasarkan usulan dari organisasi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(5) Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil Kedokteran
Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 15
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia, pimpinan Konsil Kedokteran, pimpinan
Konsil Kedokteran Gigi, pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil
Kedokteran Gigi dipilih oleh anggota dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota.
Pasal 16
Masa bakti keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia adalah 5 (lima) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
7
Pasal 17
(1) Anggota Konsil Kedokteran Indonesia sebelum memangku jabatan wajib
mengucapkan sumpah/janji, menurut agamanya di hadapan Presiden.
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai
berikut :
?Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk
melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan
menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung
atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya dalam menjalankan tugas ini,
senantiasa menjunjung tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan
mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan dokter atau dokter
gigi.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara,
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik
Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas
dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh saksama, obyektif, jujur,
berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan
golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaikbaiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha
Esa, masyarakat, bangsa dan negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak
menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga
dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang
diamanatkan Undang-Undang kepada saya ?.
Pasal 18
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Konsil Kedokteran Indonesia, yang
bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. warga negara Republik Indonesia;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
d. berkelakuan baik;
8
e. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65
(enam puluh lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Kedokteran
Indonesia;
f. pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan
memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi,
kecuali untuk wakil dari masyarakat;
g. cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki
reputasi yang baik; dan
h. melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat
dan selama menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 19
(1) Anggota Konsil Kedokteran Indonesia berhenti atau diberhentikan karena :
a. berakhir masa jabatan sebagai anggota;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. meninggal dunia;
d. bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;
e. tidak mampu lagi melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga)
bulan; atau
f. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Dalam hal anggota Konsil Kedokteran Indonesia menjadi tersangka tindak
pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.
(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
oleh Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.
(4) Pengusulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
oleh Menteri kepada Presiden.
Pasal 20
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil Kedokteran Indonesia
dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris.
(2) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan anggota Konsil
Kedokteran Indonesia.
(4) Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan
Konsil Kedokteran Indonesia.
(5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil
Kedokteran Indonesia.
9
Pasal 21
(1) Pelaksanaan tugas sekretariat dilakukan oleh pegawai Konsil Kedokteran
Indonesia.
(2) Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tunduk pada peraturan
perundang-undangan tentang kepegawaian.
Bagian Keempat
Tata Kerja
Pasal 22
(1) Setiap keputusan Konsil Kedokteran Indonesia yang bersifat mengatur
diputuskan oleh rapat pleno anggota.
(2) Rapat pleno Konsil Kedokteran Indonesia dianggap sah jika dihadiri oleh
paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah satu.
(3) Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(4) Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
maka dapat dilakukan pemungutan suara.
Pasal 23
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia melakukan pembinaan terhadap
pelaksanaan tugas anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Konsil Kedokteran Indonesia diatur
dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 25
Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil Kedokteran Indonesia dibebankan
kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB IV
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN
DAN KEDOKTERAN GIGI
Pasal 26
(1) Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi
kedokteran gigi disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi
kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
10
a. untuk pendidikan profesi dokter atau dokter gigi disusun oleh asosiasi
institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi; dan
b. untuk pendidikan profesi dokter spesialis atau dokter gigi spesialis disusun
oleh kolegium kedokteran atau kedokteran gigi.
(3) Asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun
standar pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
berkoordinasi dengan organisasi profesi, kolegium, asosiasi rumah sakit
pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional, dan Departemen Kesehatan.
(4) Kolegium kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun standar
pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berkoordinasi
dengan organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi, asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen Pendidikan
Nasional, dan Departemen Kesehatan.
BAB V
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KEDOKTERAN DA N KEDOKTERAN GIGI
Pasal 27
Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi, untuk memberikan
kompetensi kepada dokter atau dokter gigi, dilaksanakan sesuai dengan standar
pendidikan profesi kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 28
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan
pelatihan
kedokteran
atau
kedokteran
gigi
berkelanjutan
yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi
oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar
yang ditetapkan oleh organisasi profesi kedokteran atau kedokteran gigi.
BAB VI
REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI
Pasal 29
(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang
melakukan praktik kedokteran di
Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi.
(2) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia.
11
(3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi
dokter gigi harus memenuhi persyaratan :
a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi
spesialis;
b. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter
atau dokter gigi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki sertifikat kompetensi; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
(4) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi berlaku
selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali
dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c dan huruf d.
(5) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi dalam melakukan
registrasi ulang harus mendengar pertimbangan ketua divisi registrasi dan
ketua divisi pembinaan.
(6) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi berkewajiban untuk
memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi.
Pasal 30
(1) Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik
kedokteran di Indonesia harus dilakukan evaluasi.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kesahan ijazah;
b. kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan dengan
surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat
kompetensi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau
dokter gigi;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
(3) Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan
berbahasa Indonesia.
(4) Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diberikan surat tanda registrasi dokter
atau surat tanda registrasi dokter gigi oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
12
Pasal 31
(1) Surat tanda registrasi sementara dapat diberikan kepada dokter dan dokter
gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan,
pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau
kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia.
(2) Surat tanda registrasi sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
(3) Surat tanda registrasi sementara diberikan apabila telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2).
Pasal 32
(1) Surat tanda registrasi bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan
dokter spesialis atau dokter gigi spesialis warga negara asing yang mengikuti
pendidikan dan pelatihan di Indonesia.
(2) Dokter atau dokter gigi warga negara asing yang akan memberikan
pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi
untuk waktu tertentu, tidak memerlukan surat tanda registrasi bersyarat.
(3) Dokter atau dokter gigi warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus mendapat persetujuan dari Konsil Kedokteran Indonesia.
(4) Surat tanda registrasi dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (3) diberikan melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.
Pasal 33
Surat tanda registrasi tidak berlaku karena :
a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;
c. atas permintaan yang bersangkutan;
d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. dicabut Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi
sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesia.
Pasal 35
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai
wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan
kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental pasien;
c. menentukan pemeriksaan penunjang;
d. menegakkan diagnosis;
e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
13
f.
g.
h.
i.
j.
melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
menulis resep obat dan alat kesehatan;
menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan
meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah
terpencil yang tidak ada apotek.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kewenangan
lainnya diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
BAB VII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN
Bagian Kesatu
Surat Izin Praktik
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia
wajib memiliki surat izin praktik.
Pasal 37
(1) Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh
pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik
kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.
(2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.
(3) Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 38
(1) Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36,
dokter atau dokter gigi harus :
a. memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter
gigi yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31,
dan Pasal 32;
b. mempunyai tempat praktik; dan
c. memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
(2) Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :
a. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih
berlaku; dan
b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin
praktik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan
Menteri.
14
Bagian Kedua
Pelaksanaan Praktik
Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter
atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan
pemulihan kesehatan.
Pasal 40
(1) Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik
kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter
gigi pengganti.
(2) Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik.
Pasal 41
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan
menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
wajib memasang papan nama praktik kedokteran.
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan kesehatan,
pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau
dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.
Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter
gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di
sarana pelayanan kesehatan tersebut.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan praktik kedokteran diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pemberian Pelayanan
Paragraf 1
Standar Pelayanan
Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib
mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut
jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
15
(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi
Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara
tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko
tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh
yang berhak memberikan persetujuan.
(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Rekam Medis
Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi
setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan
petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
16
Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan
milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi
rekam medis merupakan milik pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Rahasia Kedokteran
Pasal 48
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan
Menteri.
Paragraf 5
Kendali Mutu dan Kendali Biaya
Pasal 49
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.
(2) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diselenggarakan audit medis.
(3) Pembinaan dan pengawasan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan oleh organisasi profesi.
Paragraf 6
Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional;
17
c.
d.
memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;
dan
menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban :
a.
b.
c.
d.
e.
memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan;
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia;
melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.
Paragraf 7
Hak dan Kewajiban Pasien
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
kewajiban :
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Paragraf 8
Pembinaan
Pasal 54
(1) Dalam rangka terselenggaranya praktik kedokteran yang bermutu dan
melindungi masyarakat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini, perlu dilakukan pembinaan terhadap dokter atau
dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.
18
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia bersama-sama dengan organisasi profesi.
BAB VIII
DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI
Bagian Kesatu
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Pasal 55
(1) Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia.
(2) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga
otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia.
(3) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam menjalankan
tugasnya bersifat independen.
Pasal 56
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertanggung jawab kepada
Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 57
(1) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia berkedudukan di ibu kota
negara Republik Indonesia.
(2) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh
Konsil Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia.
Pasal 58
Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang
ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris.
Pasal 59
(1) Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas 3
(tiga) orang dokter dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari organisasi profesi
masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi
rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum.
(2) Untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Kehormatan
Kedokteran Indonesia harus dipenuhi syarat sebagai berikut :
a.
b.
warga negara Republik Indonesia;
sehat jasmani dan rohani;
Disiplin
19
c.
d.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
berkelakuan baik;
e.
berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam
puluh lima) tahun pada saat diangkat;
bagi dokter atau dokter gigi, pernah melakukan praktik kedokteran paling
sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda registrasi dokter atau
surat tanda registrasi dokter gigi;
bagi sarjana hukum, pernah melakukan praktik di bidang hukum paling
sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki pengetahuan di bidang hukum
kesehatan; dan
cakap, jujur, memiliki moral, etika, dan integritas yang tinggi serta
memiliki reputasi yang baik.
f.
g.
h.
Pasal 60
Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri
atas usul organisasi profesi.
Pasal 61
Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 62
(1) Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebelum
memangku jabatan wajib mengucapkan sumpah/janji sesuai dengan agama
masing-masing di hadapan Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
?Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk
melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan
nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu
apapun kepada siapapun juga.
Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung
atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya dalam menjalankan tugas ini, senantiasa
menjunjung tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan mempertahankan
serta meningkatkan mutu pelayanan dokter atau dokter gigi.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia.
20
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas dan
wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh saksama, obyektif, jujur, berani,
adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan
golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaikbaiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
masyarakat, bangsa dan negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak
menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan
saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang
diamanatkan Undang-Undang kepada saya ?.
Pasal 63
(1) Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
ditetapkan oleh rapat pleno anggota.
dipilih dan
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil
Kedokteran Indonesia.
Pasal 64
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas :
a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran
disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan
b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin
dokter atau dokter gigi.
Pasal 65
Segala pembiayaan kegiatan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
dibebankan kepada anggaran Konsil Kedokteran Indonesia.
Bagian Kedua
Pengaduan
Pasal 66
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
dapat
mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia.
(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
a. identitas pengadu;
b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu
tindakan dilakukan; dan
c. alasan pengaduan.
21
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak
pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata
ke pengadilan.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan
keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter
gigi.
Pasal 68
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.
Bagian Keempat
Keputusan
Pasal 69
(1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat
dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa dinyatakan
tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik;
dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
Bagian Kelima
Pengaturan Lebih Lanjut
Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
fungsi dan tugas Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara
pengaduan, dan tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
22
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 71
Pemerintah pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah daerah, organisasi
profesi membina serta mengawasi praktik kedokteran sesuai dengan fungsi dan
tugas masing-masing.
Pasal 72
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diarahkan
untuk :
a. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter dan dokter
gigi;
b. melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan dokter dan dokter gigi;
dan
c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, dokter, dan dokter gigi.
Pasal 73
(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain
yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan
adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
dan/atau surat izin praktik.
(2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolaholah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki
surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundangundangan.
Pasal 74
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan dokter dan dokter gigi yang
menyelenggarakan praktik kedokteran dapat dilakukan audit medis.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
(1)
Pasal 75
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
23
(2)
Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat tanda registrasi
sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3)
Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat tanda registrasi
bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau
bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki
surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin
praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi
yang :
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
24
Pasal 80
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan
berupa pencabutan izin.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 81
Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundangundangan yang merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik kedokteran, masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan
Undang-Undang ini.
Pasal 82
(1) Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki surat penugasan dan/atau surat
izin praktik, dinyatakan telah memiliki surat tanda registrasi dan surat izin
praktik berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Surat penugasan dan surat izin praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disesuaikan dengan surat tanda registrasi dokter, surat tanda registrasi
dokter gigi, dan surat izin praktik berdasarkan Undang-Undang ini paling lama
2 (dua) tahun setelah Konsil Kedokteran Indonesia terbentuk.
Pasal 83
(1) Pengaduan atas adanya dugaan pelanggaran disiplin pada saat belum
terbentuknya Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditangani oleh
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di Tingkat Pertama dan Menteri pada Tingkat
Banding.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri dalam menangani pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membentuk Tim yang terdiri dari unsurunsur profesi untuk memberikan pertimbangan.
(3) Putusan berdasarkan pertimbangan Tim dilakukan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi atau Menteri sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
Pasal 84
(1) Untuk pertama kali anggota Konsil Kedokteran Indonesia diusulkan oleh
Menteri dan diangkat oleh Presiden.
25
(2) Keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun sejak diangkat.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 85
Dengan disahkannya Undang-Undang ini maka Pasal 54 Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan dokter dan dokter gigi,
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 86
Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) harus
dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 87
Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus dibentuk
paling lambat
1 (satu) bulan sebelum masa jabatan keanggotaan Konsil
Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) berakhir.
Pasal 88
Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 6 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Oktober 2004
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 116
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2004
TENTANG
PRAKTIK KEDOKTERAN
I.
UMUM
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu
unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dokter dan dokter gigi sebagai salah satu komponen utama pemberi
pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat
penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan
mutu pelayanan yang diberikan.
Landasan utama bagi dokter dan dokter gigi untuk dapat melakukan tindakan
medis terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan
kompetensi yang dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan.
Pengetahuan yang dimilikinya harus terus menerus dipertahankan dan
ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu
sendiri.
Dokter dan dokter gigi dengan perangkat keilmuan yang dimilikinya
mempunyai karakteristik yang khas. Kekhasannya ini terlihat dari pembenaran
yang diberikan oleh hukum yaitu diperkenankannya melakukan tindakan
medis terhadap tubuh manusia dalam upaya memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan. Tindakan medis terhadap tubuh manusia yang dilakukan
bukan oleh dokter atau dokter gigi dapat digolongkan sebagai tindak pidana.
Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter dan dokter gigi,
maraknya tuntutan hukum yang diajukan masyarakat dewasa ini seringkali
diidentikkan dengan kegagalan upaya penyembuhan yang dilakukan dokter
dan dokter gigi. Sebaliknya apabila tindakan medis yang dilakukan dapat
berhasil, dianggap berlebihan, padahal dokter dan dokter gigi dengan
perangkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya hanya berupaya
untuk menyembuhkan, dan kegagalan penerapan ilmu kedokteran dan
kedokteran gigi tidak selalu identik dengan kegagalan dalam tindakan.
2
Berbagai upaya hukum yang dilakukan dalam memberikan perlindungan
menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan, dokter dan
dokter gigi sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang
sangat cepat tidak seimbang dengan perkembangan hukum.
Perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran dan
kedokteran gigi dirasakan belum memadai, selama ini masih didominasi oleh
kebutuhan formal dan kepentingan pemerintah, sedangkan porsi profesi masih
sangat kurang.
Oleh karena itu untuk menjembatani kepentingan kedua belah pihak serta
untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan obyektif seorang dokter dan
dokter gigi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan
pembentukan Konsil Kedokteran
Indonesia yang terdiri atas Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
Konsil Kedokteran Indonesia merupakan suatu badan yang independen yang
akan menjalankan fungsi regulator, yang terkait dengan peningkatan
kemampuan dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran.
Disamping itu, peran dari berbagai organisasi profesi, asosiasi institusi
pendidikan yang ada saat ini juga perlu diberdayakan dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter atau
dokter gigi.
Dengan demikian, dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran selain tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, juga harus
menaati ketentuan kode etik yang disusun oleh organisasi profesi dan
didasarkan pada disiplin ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Dalam menjalankan fungsinya Konsil
Kedokteran
Indonesia bertugas
melakukan registrasi terhadap semua dokter dan dokter gigi yang akan
menjalankan praktik kedokteran, mengesahkan standar pendidikan profesi
dokter dan dokter gigi, dan melakukan pembinaan bersama lembaga terkait
lainnya terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran.
Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, untuk
meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata
kembali berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik
kedokteran agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi maka perlu diatur praktik kedokteran dalam suatu
undang-undang. Untuk itu, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Praktik
Kedokteran.
3
Dalam Undang-Undang ini diatur:
1. asas dan tujuan penyelenggaraan praktik kedokteran yang menjadi
landasan yang didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan,
kemanusiaan, keseimbangan serta
perlindungan dan keselamatan
pasien;
2. pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi disertai susunan organisasi,
fungsi, tugas, dan kewenangan;
3. registrasi dokter dan dokter gigi;
4. penyusunan, penetapan, dan pengesahan standar pendidikan profesi
dokter dan dokter gigi;
5. penyelenggaraan praktik kedokteran;
6. pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia;
7. pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran; dan
8. pengaturan ketentuan pidana.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. nilai ilmiah adalah bahwa praktik kedokteran harus didasarkan pada
ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh baik dalam
pendidikan termasuk pendidikan berkelanjutan maupun pengalaman
serta etika profesi;
b. manfaat adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan
dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat;
c. keadilan adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus
mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap
orang dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat serta
pelayanan yang bermutu;
d. kemanusiaan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik
kedokteran memberikan perlakuan yang sama dengan tidak
membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, dan ras;
e. keseimbangan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik
kedokteran tetap menjaga keserasian serta keselarasan antara
kepentingan individu dan masyarakat;
f. perlindungan
dan
keselamatan
pasien
adalah
bahwa
penyelenggaraan praktik kedokteran tidak hanya memberikan
pelayanan kesehatan semata, tetapi harus mampu memberikan
peningkatan derajat kesehatan dengan tetap memperhatikan
perlindungan dan keselamatan pasien.
4
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “standar pendidikan profesi dokter dan
dokter gigi” adalah pendidikan profesi yang dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
sistem pendidikan nasional.
Penyusunan standar pendidikan profesi bagi dokter dan dokter
gigi dilakukan oleh asosiasi institusi pendidikan kedokteran dan
asosiasi
institusi
pendidikan
kedokteran
gigi
dengan
mengikutsertakan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran
gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.
Penyusunan standar pendidikan profesi bagi dokter spesialis dan
dokter gigi spesialis dilakukan oleh kolegium kedokteran dan
kolegium kedokteran gigi dengan mengikutsertakan asosiasi
institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan
kedokteran gigi dan rumah sakit pendidikan.
Konsil Kedokteran Indonesia mengesahkan standar pendidikan
profesi dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
spesialis yang telah ditetapkan tersebut diatas.
Yang dimaksud dengan “asosiasi institusi pendidikan kedokteran”
adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh para dekan fakultas
kedokteran yang berfungsi memberikan pertimbangan dalam
rangka memberdayakan dan menjamin kualitas pendidikan
kedokteran yang diselenggarakan oleh fakultas kedokteran.
Yang dimaksud dengan “asosiasi institusi pendidikan kedokteran
gigi” adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh para dekan
fakultas
kedokteran
gigi
yang
berfungsi
memberikan
pertimbangan dalam rangka memberdayakan dan menjamin
kualitas pendidikan kedokteran gigi yang diselenggarakan oleh
fakultas kedokteran gigi.
5
Yang dimaksud dengan “asosiasi rumah sakit pendidikan” adalah
himpunan rumah sakit pendidikan dokter atau dokter gigi
(teaching hospital).
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Standar kompetensi disusun oleh asosiasi institusi pendidikan
kedokteran dan asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi
serta kolegium kedokteran dan kolegium kedokteran gigi.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi yang
disahkan, terlebih dahulu ditetapkan bersama kolegium terkait.
Huruf f
Etika profesi adalah kode etik dokter dan kode etik dokter gigi
yang disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan
Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
Huruf g
Pencatatan dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan untuk
pemberian surat tanda registrasi dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi dalam registrasi ulang.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
6
Pasal 14
Ayat (1)
Unsur dari asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen
Kesehatan dan Departemen Pendidikan Nasional yang masingmasing 2 (dua) orang terdiri atas 1 (satu) orang berlatar belakang
pendidikan profesi dokter dan 1 (satu) orang dokter gigi.
Yang dimaksud dengan “tokoh masyarakat” adalah orang yang
peduli dan mempunyai komitmen tinggi untuk kepentingan
pasien. Tokoh tersebut
mempunyai wawasan nasional dan
memahami masalah kesehatan tetapi bukan dokter atau dokter
gigi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
7
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Tidak menutup kemungkinan bagi dokter dan dokter gigi untuk
tetap dapat menjalankan
praktik kedokterannya. Hal ini
dimaksudkan agar tetap dapat meningkatkan kemampuan
profesinya.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Dalam ketentuan ini diatur pula mengenai penggantian antarwaktu
anggota Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 25
Pendapatan dari anggaran pendapatan dan belanja negara dalam
ketentuan ini antara lain biaya registrasi dan sumber dana lain yang
sah yang merupakan penerimaan negara bukan pajak .
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
8
Ayat (2)
Surat tanda registrasi dokter ditandatangani oleh Ketua Konsil
Kedokteran dan surat tanda registrasi dokter gigi ditandatangani
oleh Ketua Konsil Kedokteran Gigi. Dengan demikian, Ketua
Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi disebut
juga registrar.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Surat keterangan sehat fisik dan mental adalah bukti
tertulis yang dikeluarkan oleh dokter yang memiliki surat
izin praktik.
Huruf d
Sertifikat kompetensi dikeluarkan oleh kolegium yang
bersangkutan.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pertimbangan dimaksud dalam ayat ini untuk melihat apakah
dokter atau dokter gigi tersebut selama menjalankan praktik
kedokteran telah dikenakan sanksi oleh Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi, Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, atau putusan hakim.
Ayat (6)
Memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi
dilakukan dengan membuat daftar yang memuat nama dokter
atau dokter gigi yang memiliki surat tanda registrasi dokter atau
surat tanda registrasi dokter gigi dan hal lain yang terkait
dengan ketentuan tentang registrasi dokter atau dokter gigi.
9
Pasal 30
Ayat (1)
Evaluasi
dilakukan oleh perguruan tinggi di Indonesia
berdasarkan permintaan tertulis dari Konsil Kedokteran
Indonesia. Konsil Kedokteran Indonesia meminta pengujian
setelah dilakukan evaluasi terhadap kesahan ijazah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan
keimigrasian.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “surat tanda registrasi sementara dokter
dan dokter gigi” adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi kepada dokter dan dokter
gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan di bidang
kedokteran.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “surat tanda registrasi bersyarat dokter
dan dokter gigi” adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi kepada peserta didik
untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau
kedokteran gigi di Indonesia bagi dokter atau dokter gigi warga
negara asing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
10
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Ketentuan
ini
dimaksudkan
untuk
memberikan
kewenangan bagi dokter dan dokter gigi untuk menyimpan
obat selain obat suntik sebagai upaya untuk
menyelamatkan pasien.
Obat tersebut diperoleh dokter atau dokter gigi dari
apoteker yang memiliki izin untuk mengelola apotek.
Jumlah obat yang disediakan terbatas pada kebutuhan
pelayanan.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas.
11
Ayat (2)
Dokter atau dokter gigi yang diminta untuk memberikan
pelayanan medis oleh suatu sarana pelayanan kesehatan, bakti
sosial, penanganan korban bencana, atau tugas kenegaraan
yang bersifat insidentil tidak memerlukan surat izin praktik,
tetapi harus memberitahukan kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota tempat kegiatan dilakukan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal dokter atau dokter gigi pengganti bukan dari keahlian
yang sama, dokter atau dokter gigi tersebut harus
menginformasikan kepada pasien yang bersangkutan.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “standar pelayanan” adalah pedoman
yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam
menyelenggarakan praktik kedokteran.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “strata sarana
pelayanan” adalah
tingkatan pelayanan yang standar tenaga dan peralatannya
sesuai dengan kemampuan yang diberikan.
12
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau
penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan.
Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah
pengampuan (under curatele) persetujuan atau penolakan
tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain
suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudarasaudara kandung.
Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien
tidak diperlukan persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau
dalam kondisi yang sudah memungkinkan, segera diberikan
penjelasan dan dibuat persetujuan.
Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar,
maka penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang
mengantar. Apabila tidak ada yang mengantar dan tidak ada
keluarganya sedangkan tindakan medis harus dilakukan maka
penjelasan diberikan kepada anak yang bersangkutan atau pada
kesempatan pertama pasien sudah sadar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penjelasan hendaknya diberikan dalam bahasa yang mudah
dimengerti karena penjelasan merupakan landasan untuk
memberikan persetujuan. Aspek lain yang juga sebaiknya
diberikan penjelasan yaitu yang berkaitan dengan pembiayaan.
Ayat (4)
Persetujuan lisan dalam ayat ini adalah persetujuan yang
diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan
menganggukkan kepala yang diartikan sebagai ucapan setuju.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “tindakan medis berisiko tinggi” adalah
seperti tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya.
Ayat (6)
Cukup jelas.
13
Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “rekam medis” adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien.
Ayat (2)
Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada
rekam medis, berkas dan catatan tidak boleh dihilangkan atau
dihapus dengan cara apa pun. Perubahan catatan atau kesalahan
dalam rekam medis hanya dapat dilakukan dengan pencoretan
dan dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “petugas” adalah dokter atau dokter gigi
atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung
kepada pasien. Apabila dalam pencatatan rekam medis
menggunakan teknologi informasi elektronik, kewajiban
membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan
nomor identitas pribadi (personal identification number).
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kendali mutu” adalah suatu sistem
pemberian pelayanan yang efisien, efektif, dan berkualitas yang
memenuhi kebutuhan pasien.
Yang dimaksud dengan “kendali biaya” adalah pembiayaan
pelayanan kesehatan yang dibebankan kepada pasien benarbenar sesuai dengan kebutuhan medis pasien didasarkan pola
tarif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “audit medis” adalah upaya evaluasi
secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan
kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang
dilaksanakan oleh profesi medis.
Ayat (3)
Cukup jelas.
14
Pasal 50
Yang dimaksud dengan “standar profesi” adalah batasan kemampuan
(knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai
oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya
pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.
Yang dimaksud dengan “standar prosedur operasional” adalah suatu
perangkat
instruksi/langkah-langkah
yang
dibakukan
untuk
menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Standar prosedur
operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan
konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi
pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan
standar profesi.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penegakan disiplin” dalam ayat ini adalah
penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan
keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
dokter dan dokter gigi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “independen” dalam ayat ini adalah
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
dalam
menjalankan tugasnya tidak terpengaruh oleh siapa pun atau
lembaga lainnya.
Pasal 56
Tanggung jawab dimaksud meliputi tanggung jawab administratif,
sedangkan dalam pelaksanaan teknis Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia adalah otonom dan mandiri.
15
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kata “dapat” dalam ayat ini dilakukan
dengan memperhatikan pengaduan terhadap dokter atau dokter
gigi yang praktik, dan luas wilayah kerja.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pengetahuan di bidang hukum kesehatan diperoleh melalui
pendidikan atau pelatihan yang menyangkut aspek hukum
dalam bidang kesehatan baik yang diselenggarakan oleh
institusi pendidikan maupun lembaga lainnya yang
terakreditasi.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
16
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan
atas tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik
kedokteran, tetapi tidak mampu mengadukan secara tertulis,
dapat mengadukan secara lisan kepada Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan
langsung mengetahui
tindakan dokter atau
kedokteran. Termasuk
korporasi (badan) yang
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
“setiap orang” adalah orang yang secara
atau kepentingannya dirugikan atas
dokter gigi yang menjalankan praktik
juga dalam pengertian “orang” adalah
dirugikan kepentingannya.
17
Ayat (3)
Tenaga kesehatan dimaksud antara lain bidan dan perawat yang
diberi kewenangan untuk melakukan tindakan medis sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 74
Lihat penjelasan Pasal 49 ayat (2).
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
18
Pasal 88
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4431
LAW OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
NUMBER 29 YEAR 2004
REGARDING
THE MEDICAL PRACTICE
WITH THE BLESSING OF GOD ALMIGHTY
THE PRESIDENT OF INDONESIA,
CONSIDERS : a. that the development of health is intended to enhance awareness, willingness,
and ability for healthy living of each and every citizen in the attempt to
achieve the optimum health degree as one of the elements of general welfare
as it has been stated in Constitutional Law of Indonesian Republic.
b. that health as the human right should be embodied in the effort of assuring
public health which is implemented through the initiation of the qualified
and affordable medical development.
c. that the establishment of medical practice as the essence of efforts in
providing medical treatment should be done by the doctors or dentists with
strong ethics and moral, capability and authority. The quality of these three
factors must be incessantly enhanced through continuous education and
training, certification, registration, license together with the supervision in
order that the medical practice is suitable with the development of science
and technology.
d. that it needs regulations concerning medical practice to ensure the protection
and legal guarantee for the receiver of medical practice, doctors and dentists.
e. that it is necessary to formulate the regulation concerning Medical Practice
after considering letter a, letter b, letter c and letter d.
REMEMBERS :
Article 20 and Article 21 Clause (1) of the 1945 Constitutional Law of the
Republic of Indonesia.
CHAPTER I
GENERAL INFORMATION
ARTICLE 1
This law defines some information as follows:
1. Medical Practice is the series of activity that doctor or dentist performs for the patients in
the efforts to give the medical treatment.
2. Doctor and dentist include doctor, doctor specialist, dentist and dentist specialist who
graduated from medical faculty of either Indonesian universities or other overseas
universities which have been acknowledged by the Indonesian government.
3. Indonesian Medical Council is an autonomous, non-structural and independent council
which consists of Doctor Council and Dentist Council.
4. Competence certificate is the letter of acknowledgement on the capability of doctor and
dentist, after passing the competency test, in performing medical practice all over
Indonesia.
5. Registration is the official record of the list of doctors or dentists who have gained the
certificate and have fulfilled other requirements. Further, these doctors and dentists have
been legally acknowledged to perform their medical practice.
6. Re-registration is the re-recording of the list of doctors and dentists’ names that have
fulfilled the requirements.
7. Medical Practice License is the written proof which the government gives to qualified
doctors and dentists before performing their medical practice.
8. Doctor and dentist registration letter is the written proof which Indonesian medical
Council gives to doctors and dentists who have been registered.
9. Medical Treatment Infrastructure is the place where the doctor or dentist performs
medical treatment as well as the place of medical or dentistry practice.
10. Patient is someone who consults his/her health problem in order to get direct or indirect
medical treatment from the doctor or dentist.
11. Medical or dentistry profession is medical or dentistry practice which is scientific based
performed. This profession also requires the competence gained from the continuous
education and follows the ethics code with the priority of serving the community.
12. Profession organization is Indonesian Doctor Association for the doctors and Indonesian
Dentist Association for dentists.
13. Indonesian Doctor Collegiums and Indonesian Dentist Collegiums are the associations
formed by profession organization for each branch of science.
14. The Discipline Board of Indonesian Doctor is the responsible assembly whose main
duties are to monitor whether or not the doctor or dentist makes the mistakes in
performing their medical practice and to give the sanctions.
15. Health Minister is the minister whose main responsibility is the medical sector.
CHAPTER II
PRINCIPLES AND OBJECTIVES
ARTICLE 2
Medical Practice is performed on the basis of Pancasila and relies heavily on the value of
science, benefit, justice, humanity, balance, protection and safety of the patient.
ARTICLE 3
The Regulation for Medical Practice mainly aims for:
a. giving the safety for the patient
b. maintaining and enhancing the quality of medical practice given by the doctor and
dentist.
c. giving legal guarantee for public, doctor, and dentist.
CHAPTER III
INDONESIAN MEDICAL COUNCIL
THE FIRST PART
NAME AND POSITION
ARTICLE 4
1. In the effort to ensure the protection for the society as the receiver of medical practice
and to enhance the quality of medical practice given by the doctor and dentist, Indonesian
Medical Council consisting of Doctor Council and Dentist Council is established.
2. Indonesian Medical Council as explained in the Clause (1) is fully responsible to the
President of Indonesia.
ARTICLE 5
Indonesia Medical Council’s headquarter is located in the capital city of the Republic of
Indonesia.
THE SECOND PART
FUNCTIONS, DUTIES, AND AUTHORITY
ARTICLE 6
Indonesian Medical Council has primary functions to regulate, to legalize, to stipulate, and to
train doctors and dentists who perform medical practice as the effort to enhance the quality of
medical service.
ARTICLE 7
1. Indonesian Medical Council has the main duties as follows
a. to initiate registration for doctors and dentists.
b. to legalize the standard of profession education for doctors and dentists.
c. to give training whose main emphasis is to provide new insight in medical practice. This
training is conducted by involving the participation of other institutions.
2. The establishment of the standard of profession education for doctor or dentist as has been
mentioned in Clause (1) is legalized after the intensive discussion with doctor collegiums, dentist
collegiums, association of medical school, association of dentistry school, and association of
teaching hospital.
ARTICLE 8
In performing the duties in Article 7, Indonesian Medical Council has the authorities as follows:
a. To give consent and to refuse the application for doctor and dentist’ registration
b. To issue and to withdraw the registration letter of doctor and dentist.
c. To legalize the competence standard for doctor and dentist.
d. To examine the requirements needed for the registration of doctor and dentist.
e. To legalize the application of medical or dentistry theories.
f. To provide training concerning profession ethics set by the profession organization for
doctor and dentist.
g. To record the names of doctor and dentists who get the sanction from profession
organization due to the violation of profession ethics.
ARTICLE 9
The advanced explanation about function and duty of Indonesian Medical Council is further
regulated in Indonesian Medical Council’s Regulation.
ARTICLE 10
The advanced explanation on the execution of duties, functions, and authority of Doctor Council
and Dentist Council is further regulated in Doctor Council and Dentist Council’s regulation.
PART THREE
THE ORGANIZATION AND MEMBERSHIP STRUCTURE
ARTICLE 11
1. The structural organization of Indonesian Medical Council consists of
a. Doctor Council
b. Dentist Council
2. Each Doctor Council and Dentist Council as mentioned in Clause (1) is divided into three
divisions as follows:
a. Registration Division
b. Profession Education Standard Division
c. Training Division.
ARTICLE 12
1. The Board of Head of Indonesian Medical Council consists of
a. The Head of Indonesian Medical Council who also have position as the members.
b. The Head of Doctor Council and Dentist Council consisting of 1 person who also serves as
the member.
c. The division leader of Doctor Council and Dentist Council consisting of 1 person who also
serves as the member.
2. The Head of Indonesian medical Council as mentioned in Clause (1) works collectively.
3 The Head of Indonesian medical Council as mentioned in Clause (1) is the highest authority.
ARTICLE 13
1. The Board of Head of Indonesian Medical Council consists of one head and two vice
heads.
2. The Board of Head of Medical Council consists of three division leaders.
3. The Board of Head of Dentist Council consists of three division leaders.
ARTICLE 14
1. The number of Indonesian Medical Council’s members consists of 17 persons which are
divided into several elements as follows:
a. Two members from the medical profession organization
b. Two members from the dentistry profession organization
c. One member from the association of medical schools or institutions.
d. One member from the association of dentistry schools or institutions.
e. One member from the medical collegiums
f. One member from the dentistry collegiums
g. Two members from the association of teaching hospitals.
h. Three members from society leaders.
i. Two members from the Department of Health.
j. Two members from the Department of National Education.
2. The procedures in selecting the society leaders to be the member of Indonesian Medical
Council as mentioned in Clause (1) are regulated in the Regulation of Indonesian Medical
Council.
3. The membership of Indonesian Medical Council is legalized by the President based on
the minister’s recommendation.
4. The Minister should consider the opinion from the organization and the association in
giving recommendation to the President as mentioned in Clause (1).
5. The regulation on the procedures of the appointment of the Indonesian Medical Council’s
members is regulated by the president’s decree.
ARTICLE 15
The head of Indonesian Medical Council, the head of Doctor Council and the head of dentist
council, the division leader of either Doctor Council or Dentist council is elected by the members
and is inaugurated by the general meeting of the members.
ARTICLE 16
The membership of Indonesian Medical Council lasts for 5 years and the member can be reelected for another one year of membership.
ARTICLE 17
1. The member of Indonesian Medical Council is obliged to declare the oath before being
legally appointed to be the board of head before the President.
2. The oath/swear that the member must declare as mention in Clause (1) is as follows ‘ I
swear with all my heart to undertake this job, and direct or indirectly, by risking name or
by whatsoever efforts will not give or promise something to everyone.
I swear that in performing the responsibility of this job, I will not receive any gifts or
promises from others. I swear to uphold tightly the medical or dentistry knowledge, to
defend and to enhance the quality of doctors and dentists’ service.
I swear to be loyal and faithful to Pancasila, to defend and to embody Pancasila in the
daily life as the fundamental principles of the nation, 1945 Constitutional Law and the
regulations of the Indonesian Republic.
I swear to perform job and authority meticulously, objectively, honestly, bravely, fairly
by not discriminating position, tribes, religion, race, gender, and specific group as well as
to undertake this responsibility faithfully in the name of God, society, and nation.
I swear to refuse or to avoid being intimidated from the infiltrations of any group and I
swear to faithfully perform my duties and authority as the 1945 Constitutional Law has
obliged.
ARTICLE 18
To be appointed to be the member of Indonesian Medical Council, someone must fulfill
following requirements
a. The citizen of Indonesian Republic
b. Physically and mentally healthy
c. Faithful to God and has good morality
d. Well Mannered
e. Has reached the age of 40 minimally and of 65 maximally when appointed to be
the member.
f. Has performed 10 year medical practice and holds the letter of registration for
doctor or dentist with the exception of the member from the society
representative.
g. The person is skillful, honest. In addition, she/he has good moral, strong ethic and
integrity as well as good reputation.
h. Has resigned structural position and other positions as long as he/she becomes the
member of Indonesian Medical Council
ARTICLE 19
1. The member of Indonesian Medical Council should resign or be fired due to these
following reasons
a. The work period has expired
b. The person resigns for his/her own willingness
c. The person passes away
d. The person lives in the area outside Indonesian territory.
e. The person is not able to perform the responsibility for 3 months.
f. The person is sent to jail for committing crime and the decision has been legalized
by the court.
2. If the member of Indonesian Medical Council becomes the suspect of particular case,
he/she will be temporarily resigned from the organization
3. The temporary dismissal as mentioned in Clause (2) is regulated by the head of
Indonesian Medical Council
4. The recommendation of dismissal as mentioned in Clause (1) is proposed by the Minister
to the President.
ARTICLE 20
1. Indonesian Medical Council is assisted by the secretarial team led by one secretary in
performing the responsibility and authority.
2. The secretary is appointed and dismissed by Minister
3. The secretary as mentioned in Clause (2) is not the member of Indonesian Medical
Council
4. The secretary is responsible to the head of Indonesian Medical Council
5. The function and duty of a secretary is further legalized by the head of Indonesian
Medical Council
ARTICLE 21
1. The implementation of secretarial duty is performed by the officer in Indonesian Medical
Council.
2. This officer as mentioned in Clause (1) should be faithful to the regulation of employee
affairs.
PART FOUR
WORK PROCEDURES
ARTICLE 22
1. Every decision whose aim is to establish regulation for conducting something is decided
in the general meeting.
2. This general meeting is valid if half of members attend the meeting.
3. The decision is taken by agreement-based discussion for shared goal
4. If the decision as mentioned in Clause (3) has not been reached, the members are allowed
to vote.
ARTICLE 23
The head of Indonesian Medical Council is responsible for giving training for the
implementation of duty for every member and officer to make sure that every job has been
implemented based on the regulation.
ARTICLE 24
The further regulation about the work procedures in Indonesian Medical Council will be
elaborated by the Indonesian Medical Council’s decree
PART FIVE
BUDGET
Article 25
The expense for performing the duties of Indonesian Medical Council comes from the national
budget.
CHAPTER FOUR
THE STANDARD FOR MEDICAL AND DENTISTRY
PROFESSION EDUCATION
ARTICLE 26
1. The standard for either medical or dentistry profession education is legalized by
Indonesian Medical Council
2. The standard for either medical or dentistry profession education as has been mentioned
in Clause (1):
a. is formulated by the association of medical/dentistry educational institutions for
doctor/dentist.
b. is formulated by the medical/dentistry collegiums for doctor/dentist specialist.
3. The association of medical educational institutions in formulating the standard as
mentioned in Clause (2) letter a must have the coordination with profession organization,
collegiums, the association of teaching hospitals, the department of national education
and the department of health.
4. The dentistry collegiums in formulating the standard as mentioned in Clause (2) letter b
must have the coordination with profession organization, the association of
medical/dentistry educational institutions, the association of dental hospitals, the
department of national education and the department of health.
CHAPTER V
THE MEDICAL/DENTISTRY EDUCATION AND TRAINING
ARTICLE 27
The medical and dentistry education and training, primarily functioning to provide the
competence for doctor or dentist, must be performed due to the education standard for
doctor/dentist.
ARTICLE 28
1. Every doctor who performs medical practice is obliged to join this continuous training
which is conducted by profession organization or other accredited institutions as the
effort to absorb the development of medical or dentistry sciences and technology.
2. The continual training for medical/dentistry as mentioned in Clause (1) must be
conducted by following the standard of medical/dentistry profession organization.
CHAPTER VI
REGISTRATION OF DOCTORS AND DENTISTS
ARTICLE 29
1. Every doctor and dentist who performs medical practice in Indonesia is obliged to possess
the letter of registration for doctor/dentist.
2. The letter of registration for doctor/dentist which has been mentioned in Clause (1) is issued
by Indonesian Medical Council.
3. In gaining the letter of registration, doctor/dentist must fulfill the following requirements
a. Owning the certificate of doctor, doctor specialist, dentist, dentist specialist.
b. Having the letter of statement of having had declared the oath of office.
c. Having the letter of statement of medical report for the physic and mental condition.
d. Having the competence certificate
e. Making the statement of being able to obey and perform the profession ethics.
4. The letter of registration for doctor/dentist is valid for 5 years and the doctor/dentist needs
another registration after 5 years by fulfilling the requirements mentioned in Clause (3) letter
c and d.
5. Both the head of doctor council and the head of dentist council need to consider the opinion
from the head of registration division and the head of training division in the process of reregistration.
6. The head of doctor council and the head of dentist council are obliged to maintain and
preserve the registration of dentist/doctor.
ARTICLE 30
1. The overseas graduated doctor/dentist who is going to perform medical practice in Indonesia
must undergo preliminary evaluation.
2. The evaluation as mentioned in Clause (1) covers following activities
a. The validity of certificate
b. The ability of conducting medical practice proven by the certificate of joining the
adaptation program and competence certificate
c. The letter of statement as a proof that the doctor has declared the doctor’s vow.
d. The medical record as a proof that the doctor is physically and mentally healthy.
e. The submission of letter of statement in which the doctor is willing to obey and conduct
the regulation and proven to be able to speak Indonesian.
3. Besides fulfilling the previous requirement as mentioned in Clause (2), the doctor/dentist
coming from overseas must have the letter of work permission which is regulated based on
the existing regulation and the ability to speak Indonesian.
4. The doctor/dentist who has passed the administration requirements as mentioned in Clause (2)
and Clause (3) has the right to own the letter of registration from Indonesian Medical
Council.
ARTICLE 31
1. The letter or registration is given temporarily to a doctor/dentist coming from foreign
countries who conducts the educational activities, training, research, and the temporary
medical practice in Indonesia.
2. The letter of registration is valid only for 1 year and it should be renewed for another one
year.
3. The temporary letter of registration is possible to be given if the doctor/dentist has fulfilled
the requirements as mentioned in Article 30 Clause (2)
ARTICLE 32
1. The conditional registration letter is given to the members of educational training for
doctor/dentist or to doctor/dentist coming from overseas who attends training and education
in Indonesia.
2. The overseas doctor/dentist who is going to give training in the attempt to transfer knowledge
and technology in particular period of time needs no conditional registration letter.
3. These overseas doctors/dentists as mentioned in Clause (2) must obtain permission from
Indonesian Medical Council.
4. The registration and approval letter as mentioned in Clause (1) and Clause (3) is given by the
board of education and training.
ARTICLE 33
The registration letter is invalid for following reasons
a. it is withdrawn based on law
b. it has reached its expired time and the owner has not done re-registration yet
c. the holder of the letter asks for the withdrawal
d. the holder of the letter passes away
e. it is withdrawn by Indonesian Medical Council
ARTICLE 34
The further explanation about the procedures for registration, re-registration, temporary
registration, and conditional registration is regulated by the regulation of Indonesian Medical
Council.
ARTICLE 35
1. Doctor/dentist who has already had the letter of registration has the authority to conduct
medical practice on the bases of some underlying education and competences such as
a. interview with the patient
b. examine the patient’s physical and mental health
c. determine the supportive treatment
d. decide the diagnosis
e. decide the procedure for the patient’s treatment
f. perform medical/dentistry treatment
g. write the prescription and medical tools
h. issue the doctor/dentist letter of statement
i. store the permitted types of drug in the right amount
j. blend the various types of drug and give it to the patient for the doctor who
conducts his/her medical practice in a remote area where there is no pharmacy
stores.
2. Besides these authorities as mentioned in Clause 1, other authorities of the doctor/dentist
will be further elaborated in the regulation of Indonesian Medical Council
CHAPTER VII
THE PROCEDURES OF MEDICAL PRACTICE
PART ONE
LICENSE FOR MEDICAL PRACTICE
ARTICLE 36
Every doctor/dentist who will conduct medical practice in Indonesia is obliged to have license
for medical practice.
ARTICLE 37
1. The license for medical practice as mentioned in Article 36 is issued by the officer of city
health office where the doctor/dentist conducts the medical practice.
2. The license for medical practice is given in minimally 3 places.
3. One license is only valid for one medical practice.
ARTICLE 38
1. In order to obtain the license for medical practice, a doctor/dentist should
a. have the valid registration letter for doctor/dentists as stated in Article 29, Article
31, and Article 32.
b. have the place for her/his medical practice
c. have the recommendation letter from profession organization.
2. The license for medical practice is valid if
a. the registration letter for doctor/dentist is also still valid.
b. the address of place for medical practice does not change.
3. The further explanation is regulated with the minister’s regulation.
PART TWO
THE IMPLEMENTATION OF MEDICAL PRACTICE
ARTICLE 39
The medical practice is conducted upon the agreement between doctor/dentist with the patient in
the effort to maintain health, to prevent the disease, to improve someone’s health, to cure the
disease and to recover someone’s health.
ARTICLE 40
1. Every doctor/dentist who is unable to perform medical practice must give preliminary
notice or appoint another doctor/dentist to substitute.
2. The substitute doctor/dentist as mentioned in Clause (1) must also have the license for
medical practice.
ARTICLE 41
1. The doctor/dentist who has already had the license for medical practice and has
conducted medical practice as mentioned in Article 36 must display the name of medical
practice.
2. If the doctor/dentist conduct medical practice in a health service center, the head of this
health center must make a list name for doctors/dentists who conduct medical practice
there
ARTICLE 42
The head of medical service center is not allowed to give permission for doctors/dentists who do
not have license for medical practice to give medical service in that place.
ARTICLE 43
The further explanation of the procedure in medical practice is regulated by the minister’s
regulation.
PART THREE
THE PROCEDURE IN GIVING THE MEDICAL SERVICE
Paragraph One
The Standard of Service
ARTICLE 44
1. Every doctor/dentist who conducts medical practice must follow the standard of service
for medical/dentistry treatment
2. The standard of service as mentioned in Clause (1) will be divided into several types
based on the various kinds and levels of medical service
3. The standard for giving medical service will be regulated by the minister’s regulation
Paragraph Two
The Consent for Medical/Dentistry Treatment
ARTICLE 45
1. Every medical/dentistry treatment that the doctor/dentist is going to take for the sake of
patient should be under the consent
2. The consent as mentioned in Clause (1) will be given after the patient gets the
comprehensive explanation
3. The comprehensive explanation as mentioned in Clause (2) must cover
a. diagnosis and the procedure of medical treatment
b. the objective of medical treatment
c. the alternative medical treatment and its risks
d. the risks and complication that is possible to happen
e. prognosis of the treatment
4. The consent as mentioned in Clause (2) can be given in written form or oral statement.
5. Every high risk medical/dentistry treatment needs the written consent which is signed by
everyone who deserves to give the consent
6. The procedures of giving consent for medical/dentistry treatment as mentioned in Clause
(1), Clause (2), Clause (3), Clause (4) and Clause (5) will be regulated by the minister’s
regulation.
Paragraph Three
Medical Record
ARTICLE 46
1. Every doctor/dentist is obliged to make medical record in conducting medical practice.
2. The medical record as mentioned in Clause (1) must be soon completed after the patient gets
medical treatment
3. Every medical record must consist of name, time, and the signature of the person who gives
the treatment
ARTICLE 47
1. The document of medical record belongs to doctor, dentist, or medical center while the
content of medical record belongs to the patient.
2. The doctor, dentist, or the head of medical center must keep the medical record as
mentioned in Clause (1) confidential.
3. The further explanation about this medical record as mentioned in Clause (1) and Clause
(2) will be regulated by the minister’s regulation.
Paragraph Four
The Medical Confidentiality
ARTICLE 48
1. Every doctor/dentist must keep the medical confidentiality in conducting medical practice
2. The medical confidentiality can be revealed for several reasons such as for the patient’s
health, for the sake of law investigation especially if the police needs the secret, for
fulfilling the patient’s request, or based on the regulation
3. The further explanation about the medical confidentiality revelation will be regulated by
the minister’s regulation.
Paragraph Five
The Control for Quality and Budget
ARTICLE 49
1.
Every doctor/dentist who conducts medical practice must consider the control for quality
and budget.
2.
In controlling the quality and budget of medical practice as mentioned in Clause (1), it is
necessary to have medical audit
3.
The maintenance and the supervision of these activities as mentioned in Clause (1) and
Clause (2) are the obligation of the profession organization.
Paragraph Six
The Obligations and Rights for Doctors/Dentists
ARTICLE 50
Every doctor/dentist in their duty to perform medical practice has following rights
a. get legal guarantee in performing medical practice as long as this practice follows the
standard of profession and of operational procedures.
b. give the medical service based on the standard of profession and of operational procedures.
c. get the complete and honest information both from the patient and the patient’s family.
d. get the reward (money) for the service
ARTICLE 51
The doctor/dentist has following obligations in conducting medical treatment
a. to give medical service in accordance with the standard of profession and of
operational procedures as well as the medical needs of the patient.
b. To give recommendation to another doctor/dentist who has better knowledge or
skill if unable to conduct medical treatment.
c. To keep the secret of everything he/she knows about the patients even if the
patients have died.
d. To give emergency treatment in the name of humanity unless he/she knows that
there is someone else who has more ability in giving the treatment
e. To enhance the knowledge and follow the development in the medical/dentistry
sciences.
Paragraph Seven
The Obligation and the Rights of the Patients
ARTICLE 52
In receiving the medical treatment, the patient has following rights
a. obtain the comprehensive explanation from the doctor about medical treatment as
explained in Article 45 Clause (3)
b. ask the opinion from another doctor/dentist.
c. receive the appropriate medical treatment
d. refuse particular medical treatment
e. receive the content of medical record
ARTICLE 53
In receiving the medical treatment, the patient has following obligations
a. give the complete and honest explanation about his/her health problems.
b. obey the advice and the instruction of doctor/dentist
c. obey the existing regulation in the medical center.
d. pay some amount of money for the received medical treatment.
Paragraph Eight
Training Program
ARTICLE 54
1. In the effort to perform the quality medical treatment which gives the best protection for
the society as it has been regulated in this Law, the training program for doctor/dentist
who conducts medical treatment is inevitably important.
2. The training program as mentioned in clause (1) is conducted by Indonesian Medical
council together with the profession organization.
CHAPTER VIII
THE DISCIPLINES OF DOCTOR/DENTIST
Part One
The Indonesian Medical Disciplinary Board
ARTICLE 55
1. To ensure the discipline of doctor/dentist in conducting medical practice, The Indonesian
Medical Disciplinary Board is established.
2. The Indonesian Medical Disciplinary board is an autonomy institution of Indonesian
medical Council.
3. The Indonesian Medical Disciplinary board is free from other institutions’ infiltration in
conducting its duty.
ARTICLE 56
The Indonesian Medical Disciplinary board is responsible to Indonesian Medical Council.
ARTICLE 57
1. The Indonesian Medical Disciplinary board is located in the capital city of the republic of
Indonesia.
2. The provincial Indonesian Medical Disciplinary board is established by Indonesian
Medical Council with the recommendation from the Indonesian Medical Disciplinary
board.
ARTICLE 58
The Head of Indonesian Medical Disciplinary board consists of one head, one vice head, and a
secretary.
ARTICLE 59
1. The membership of The Indonesian Medical Disciplinary board consists of 3 dentists as
the representatives from the profession organization, a doctor and a dentist as the
representative of the hospital association, and three persons graduating from the law
school.
2. The appointed member must fulfill following requirements:
a. the citizen of the Republic of Indonesia
b. physical and mentally healthy
c. has strong faith to God and has good morality
d. has good manners
e. has reached the age of minimally 40 and of maximally 65 when appointed to be
member.
f. if the member is doctor/dentist, he/she has conducted 10 year medical practice and has
owned the doctor/dentist’s registration letter.
g. if the member graduated from law school, he/she has conducted 10 year legal practice
and has adequate knowledge on the medical law.
h. skillful, honest, has high quality moral, ethics, and integrity as well as good reputation.
ARTICLE 60
The member of the Indonesian Medical Disciplinary board is appointed by the minister with the
recommendation from profession organization.
ARTICLE 61
The membership of the Indonesian Medical Disciplinary board’s period of time as mentioned in
Article 60 is 5 years and the member can be re-appointed for another one year membership
period.
ARTICLE 62
1. The member of the Indonesian Medical Disciplinary board is obliged to declare the oath
before being legally appointed to be the board of head before the President.
2. The oath as mentioned in Clause (1) that the member must declare is as follows
‘I swear with all my heart to undertake this job, and direct or indirectly, by risking name
or by whatsoever efforts will not give or promise something to everyone.
I swear that in performing the responsibility of this job, I will not receive any gifts or
promises from others. I swear to uphold tightly the medical or dentistry knowledge, to
defend and to enhance the quality of doctors and dentists’ service.
I swear to be loyal and faithful to Pancasila, to defend and to embody Pancasila in the
daily life as the fundamental principles of the nation, 1945 Constitutional Law and the
laws of the Indonesian Republic.
I swear to perform job and authority meticulously, objectively, honestly, bravely, fairly
by not discriminating position, tribes, religion, race, gender, and specific group as well as
to undertake this responsibility faithfully in the name of God, society, and nation.
I swear to refuse or to avoid being intimidated from the infiltrations of any group and I
swear to faithfully perform my duties and authority as the 1945 Constitutional Law has
obliged.
ARTICLE 63
1. The Head of the Indonesian Medical Disciplinary Board is elected and appointed by the
plenary session.
2. The further explanation concerning the procedures of election for the head of the
Indonesian Medical Disciplinary Board is regulated by the regulation of Indonesian
medical Council.
ARTICLE 64
The Indonesian Medical Disciplinary Board has following duties
a. Receive the complaint, examine, and decide the punishment for the violation of
disciplines done by doctor/dentist.
b. Arrange the guideline and procedure of handling the violation of disciplines done by
doctor/dentist
ARTICLE 65
The budget for funding all activities done by the Indonesian Medical Disciplinary Board is taken
from the budget plan of Indonesian Medical Council.
Part Two
Complaints
ARTICLE 66
1. Every one who knows or who suffers from loss due to insufficient medical treatment
done by doctor/dentist in conducting his/her medical practice is allowed to sent complaint
letter to the head of the Indonesian Medical Disciplinary Board This complaint must
include
a. the identity of the complainer
b. the name and the address of doctor/dentist where the medical practice is
conducted and the time when the medical treatment happens
c. the reason of complaint
2. The complaint will not eliminate the right for everyone to report the indication of
criminal law to the police or to claim the loss to the civil court.
Part Three
INVESTIGATION
ARTICLE 67
The Indonesian Medical Disciplinary Board investigates and decides the punishment for the
complaints regarding to the disciplines of doctor and dentist.
ARTICLE 68
If the violation of ethics is traced during the investigation of the case, The Indonesian Medical
Disciplinary Board will hand in this complaint to the profession organization.
Part Four
Decision
ARTICLE 69
1. The decision of The Indonesian Medical Disciplinary Board is tightly bound the doctor,
dentist, and Indonesian Medical Council.
2. The decision as explained in Clause (1) is the declaration whether or not the doctor or the
dentist is guilty. It can be also in the form of giving discipline sanction.
3. The discipline sanctions as mentioned in Clause (2) can be in the forms of
a. the written warning
b. the recommendation of the withdrawal of registration letter and license practice
c. the obligation to join educational program or training in the medical/dentistry
institutions.
Part Five
Further Regulation
ARTICLE 70
The further explanation concerning the function and the duty of The Indonesian Medical
Disciplinary Board, the procedures of case handling, the procedures of giving complaints, and
the procedure of investigation as well as the procedures of giving decision is regulated by the
regulation of Indonesian Medical Council.
CHAPTER IX
SUPERVISORY AND MONITORING
ARTICLE 71
The central government, Indonesian Medical Council, the local government, profession
organization has to supervise and monitor the medical practice based on each function and duty.
ARTICLE 72
The supervision and monitoring as stated in Article 71 is intended for several purposes as
follows
a. to enhance the quality of the doctor/dentist’s medical service
b. to protect the society from the violation of medical service performed by doctor and
dentist
c. to ensure the legal guarantee for society, doctor, and dentist.
ARTICLE 73
1. It is forbidden for everyone to use any title or other attributes which it eventually builds
an image for society as if he/she were a doctor/dentist who has owned the registration
letter and/or license for medical practice.
2. It is also forbidden for everyone to utilize tools, methods, or other alternative ways in
giving the medical service for the society which it eventually builds an image for society
as if he/she were a doctor/dentist who has owned the registration letter and/or license for
medical practice.
3. The previous explanation as mentioned in Clause (1) and Clause (2) is not valid for other
medical officers who have been given the authority by the regulation.
ARTICLE 74
In the effort to train and supervise doctor/dentist who conducts medical practice, it is necessary
to have medical audit.
CHAPTER X
THE PROCEDURE FOR GIVING PUNISHMENT
ARTICLE 75
1. Every doctor or dentist who intentionally performs medical practice without the registration
letter as previously explained in Article 29 Clause 1 is going to be imprisoned for 3 years
or is obliged to pay the penalty for Rp.100.000.000,00
2.
Every overseas doctor or dentist who intentionally performs medical practice without the
temporary registration letter as previously explained in Article 31 Clause (1) is going to be
imprisoned for 3 years or is obliged to pay the penalty for Rp.100.000.000,00
3.
Every overseas doctor or dentist who intentionally performs medical practice without the
conditional registration letter as previously explained in Article 32 Clause (1) is going to be
imprisoned for 3 years or is obliged to pay the penalty for Rp.100.000.000,00
ARTICLE 76
Every doctor or dentist who intentionally performs medical practice without the license for
medical practice as previously explained in Article 36 is going to be imprisoned for 3 years or is
obliged to pay the penalty for Rp.100.000.000,00
ARTICLE 77
Everyone who uses any title or other attributes which eventually builds an image for society as if
he/she were a doctor/dentist who has owned the registration letter and/or license for medical
practice as has been previously explained in article 73 Clause 1 is going to be imprisoned for 5
years or is obliged to pay the penalty for Rp.150.000.000,00 .
ARTICLE 78
Everyone who utilizes tools, methods, or other alternative ways in giving the medical service for
the society which eventually builds an image for society as if he/she were a doctor/dentist who
has owned the registration letter and/or license for medical practice as previously explained in
Article 73 Clause (2) is going to be imprisoned for 5 years or is obliged to pay the penalty for
Rp.150.000.000,00 .
ARTICLE 79
Every doctor/dentist is going to be imprisoned for 1 year or is obliged to pay the penalty for Rp.
50.000.000,00 if she/he commits following violations:
a. intentionally neglects to display the name billboard as mentioned in Article 41 Clause 1
b. intentionally ignores to make medical record as mentioned in Article 46 Clause 1
c. intentionally ignores to fulfill her/his obligations as mentioned in Article 51 letter a, letter
b, letter c, letter d or letter e.
ARTICLE 80
1. Everyone who intentionally hires doctor/dentist who mentioned in Article 42 is
going to be imprisoned for 10 years or is obliged to pay the penalty for
Rp.300.000.000, 00.
2. If the criminal action explained in Clause (1) is the result of corporation,
therefore, this alliance is going to pay the amount of money that has been
mentioned in article 1 plus a third of that amount. In addition, the withdrawal of
license is also given as the additional punishment.
CHAPTER XI
TRANSITORY STIPULATION
ARTICLE 81
In the time of the legalization of this Law, all prevailing regulations as the implementation of
Law no 23 Year 1992 Regarding the procedures of medical practice are still valid as long as
those regulations are still in accordance with this Law or have not been substituted with this
Law.
ARTICLE 82
1. Every doctor/dentist who has already had assignment letter and/or license for medical practice
is considered to have registration letter and license for medical practice based on this Law.
2. The assignment letter and/or license for medical practice as explained in Clause (1) must be
suitable with the doctor’s registration letter, dentist’s registration letter, and license for
medical practice based on this Law minimally two years after the establishment of
Indonesian Medical Council
ARTICLE 83
1. The complaint for the indication of the violation of disciplines which was received before the
Indonesian Medical Disciplinary Board had not been established yet is the responsibility of
the head of provincial health office in the first level and of minister in the higher court level.
2. The Head of Provincial Health Office and Minister involving in the process of complaints as
mentioned in Clause (1) establish a team consisting of several profession elements whose
main duty is to give opinion and consideration.
3.
The Head of Provincial Health Office and Minister eventually take the decision by
considering the team opinion.
ARTICLE 84
1. The member of Indonesian Medical Council is firstly recommended by the minister and
appointed by the president
2. The membership of Indonesian Medical Council as mentioned in Clause (1) is valid for 3
years since the member is appointed.
CHAPTER XII
CLOSING
ARTICLE 85
The legalization of this Law signifies that Article 54 Law No 23 Year 1992 Regarding the Health
Matter in its accordance with doctor/dentist is no longer valid.
ARTICLE 86
Indonesian Medical Council as explained in Article 84 Clause (2) must be immediately
established at least 6 months after the legalization of this Law.
ARTICLE 87
Indonesian Medical Council as explained in Article 4 must be immediately established at least 1
month before the membership period of Indonesian Medical Council as explained in Article 84
Clause (2) comes to an end.
ARTICLE 88
This Law is starting to be implemented one year after the legalization of this Law. In order to
provide socialization for the society, it is important to display this regulation in a Gazette of the
Republic of Indonesia.
Enacted in Jakarta
On 6 October 2004
PRESIDENT OF REPUBLIC OF INDONESIA
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Decreed in Jakarta
On 6 October 2004
State Secretary of Republic of Indonesia
Bambang Kesowo
STATUTE OF REPUBLIC OF INDONESIA YEAR 2004 NUMBER 116
THE EXPLANATION OF INDONESIAN LAW
NO 29 YEAR 2004
REGARDING
MEDICAL PRACTICE
I. GENERAL EXPLANATION
The development in health sector is basically intended to enhance the awareness, willingness,
and the ability of living healthy for every one in order to establish the optimum health degree as
one of the prosperity elements which has been declared in the Preface of the 1945 Constitutional
Law.
The main underlying principles which enable doctor and dentist to perform medical treatment for
others are knowledge, technology, and the competence gained from the continuous education and
training. The knowledge that they get should be maintained and enhanced in accordance with the
development of science and technology.
Doctor and dentist with the science have the specific characteristics. These characteristics can be
seen from the legal excuse that is the permission for medical treatment toward human body in the
effort maintain and enhance the health level. The medical treatment given by someone who is
neither doctor nor dentist is classified into criminal action.
The decrease of society trust toward doctor and dentist, the increase of law accusation from the
society nowadays are often associated with the failure of the healing process done by the doctor
or dentist. On the contrary, if the doctor or dentist succeeds in giving medical treatment, the
society will give exaggerated response. As a matter of fact, doctor and dentist only try to give
medical treatment based on the knowledge and the failure in the implementation of medical
sciences is not always associated with the failure in medical treatment.
Several legal efforts have been undertaken to ensure the overall protection to the society as the
receiver of medical service, doctor, and dentist as the giver of medical treatment. However, the
rapid development of medical sciences and knowledge is followed by the development of legal
sciences.
The law regulating the procedures of medical/dentistry is not suitable yet because it is dominated
by formal and government needs while the law for profession is still few.
Therefore, it needs to establish Indonesian Medical Council consisting of Doctor Council and
Dentist council as the bridge for the necessity of two sides in giving medical treatment for
society.
Indonesian Medical Council is an independent institution whose main duty is the regulator for
the improvement of dentist/doctor’s ability in the implementation of medical practice.
Besides, the participation of various profession organizations, the association of teaching
institution should be empowered in the effort to enhance the quality of medical service that the
doctors/dentists give.
Therefore, doctors/dentists in conducting medical practice must either obey the regulation or
obey the ethics code established by profession organization and based on the medical or dentistry
knowledge.
In conducting its function, Indonesian Medical Council has duties to conduct registration for
every doctor/dentist who is going to perform medical service, to legalize education standard of
doctor and dentist and to cooperate with other institutions to conduct training for medical
practice.
In order to provide the law guarantee and the law protection, to enhance, to give direction and to
provide legal principles as well as to re-organize the law which regulates the implementation of
medical practice so that it develops in accordance with the advance of science and technology, it
needs regulation in medical practice. Therefore, the regulation concerning medical practice is
established.
This regulation discusses
1. The underlying principles and the purpose of medical practice which must rely on the
scientific value, benefit, justice, humanity, balance, and the patient’s safety and protection.
2. The establishment of Indonesian Medical Council which consists of Doctor Council, Dentist
council strengthened by organization structure, functions, duties, and authority.
3. The registration of doctor and dentist
4. The arrangement, stipulation and the legalization of profession teaching standard for doctor
and dentist
5. The implementation of medical practice
6. The establishment of the Indonesian Medical Disciplinary Board
7. The training and the supervision of medical practice
8. The regulation of criminal law
II. THE EXPLANATION OF EACH ARTICLE
Article 1
Clear Enough
Article 2
There is the definition of some terms used
a. Scientific value carries the idea that medical practice must rely on the knowledge and
technology which are obtained either from education including continuous education or
experiences as well as profession ethic.
b. Benefit signifies the notion that medical practice should bring significant benefit for
humanity in order to maintain and enhance the level of society health quality
c. Justice represents the fair and overall medical service for everyone with cheap price and
high quality
d. Humanity carries the idea that in providing medical treatment, the doctor must give the
equal quality of treatment without distinguishing tribes, nation, religion, social status, and
race.
e. Balance signifies the notion that in medical practice, it is necessary to maintain balance
and harmony between individual and collective needs.
f. The patient’s safety and protection signifies the notion that medical practice provides not
only medical service but also ensures the better quality of the patient’s health by
upholding still the patient’s safety and protection.
Article 3
Clear Enough
Article 4
Clear Enough
Article 5
Clear Enough
Article 6
Clear Enough
Article 7
Clause (1)
Clear Enough
Clause (2)
The education standard of doctor and dentist profession is the profession education which is
suitable with the regulation closely related to national education system.
The formulation of profession education standard is conducted by the association of medical
teaching institution, the association of dentistry teaching institution together with medical and
dentistry collegiums as well as the association of teaching hospital.
The formulation of profession education standard for doctor/dentist specialist is conducted by the
association of medical teaching institution, the association of dentistry teaching institution
together with medical and dentistry collegiums as well as the association of teaching hospital.
Indonesian Medical Council legalizes the profession education standard for doctor, doctor
specialist, dentist, and dentist specialist that have mentioned before.
The association of medical teaching institution is an institution established by the deans of
medical faculty whose main duty is to give a consideration in the effort to empower and to
guarantee the quality of medical teaching held by the medical faculty.
The association of dentistry teaching institution is an institution established by the deans of
dentistry faculty whose main duty is to give a consideration in the effort to empower and to
guarantee the quality of dentistry teaching held by the dentistry faculty.
The association of teaching hospital is the collaboration of either medical teaching hospital or
dentistry teaching hospital.
Article 8
Letter a
Clear Enough
Letter b
Clear Enough
Letter c
The standard of competence is established by the association of medical teaching institution, the
association of dentistry teaching institution together with medical and dentistry collegium.
Letter d
Clear Enough
Letter e
The implementation of medical and dentistry sciences is previously reached the agreement from
the involved collegiums.
Letter f
The ethic profession is the doctor code of ethic and dentist code of ethic which has been
formulated by The Association of Indonesian Doctor and The Association of Indonesian Dentist.
Letter g
The data record is intended as the matter of consideration for the approval of doctor registration
letter and dentist registration letter in re-registration
Article 9
Clear Enough
Article 10
Clear Enough
Article 11
Clear Enough
Article 12
Clear Enough
Article 13
Clear Enough
Article 14
Clause (1)
The element of the association of teaching hospital, the department of health, and the department
of national education consists of two representatives from each institution. One person has
medical educational background and another person has dentistry educational background.
The leader of society is a person who has the sense of caring and of high commitment about the
patient’s needs. This person has excellent national insight and good understanding on the health
sector; however, this person has no medical/dentistry educational background.
Clause (2)
Clear Enough
Clause (3)
Clear Enough
Clause (4)
Clear Enough
Clause (5)
Clear Enough
Article 15
Clear Enough
Article 16
Clear Enough
Article 17
Clear Enough
Article 18
Letter a
Clear Enough
Letter b
Clear Enough
Letter c
Clear Enough
Letter d
Clear Enough
Letter e
Clear Enough
Letter f
Clear Enough
Letter g
Clear Enough
Letter h
It is still possible for doctor/dentist to continue performing their medical practices. This activity
aims to enhance the profession ability.
Article 19
Clear Enough
Article 20
Clear Enough
Article 21
Clear Enough
Article 22
Clear Enough
Article 23
Clear Enough
Article 24
This regulation also discusses the membership time shift for the member of Indonesian Medical
Council
Article 25
The budget from the national budget plan covers the registration fee and other legal fund sources
which excludes taxes
Article 26
Clear Enough
Article 27
Clear Enough
Article 28
Clear Enough
Article 29
Clause (1)
Clear Enough
Clause (2)
The doctor registration letter is signed by the head of Doctor Council and the dentist registration
letter is signed by the head of Dentist council. Therefore, the head of Doctor Council and Dentist
council is considered as registrar
Clause (3)
Letter a
Clear Enough
Letter b
Clear Enough
Letter c
The physical and mental health statement of letter is written proof issued by the doctor has
owned the medical practice license.
Letter d
The competence certificate is issued by the competent collegiums
Letter e
Clear Enough
Clause (4)
Clear Enough
Clause (5)
Consideration has the purpose to find out whether or not the doctor and the dentist has gotten
sanction from the honorary board of medical ethic, the board of dentistry ethic, the board of
Indonesian Medical Disciplines, and the judges decision in conducting their medical practice.
Clause (6)
Maintenance and preserving the doctor/dentist registration is conducted by making a list of
doctor/dentist names who has owned registration letter and other involved regulations
concerning doctor/dentist
Article 30
Clause (1)
The evaluation is conducted of universities in Indonesia based on the written request from
Indonesian Medical Council. Indonesian Medical Council asks for the test after examining the
validity of certificate according the regulation.
Clause (2)
Clear Enough
Clause (3)
The regulation mentioned here is the regulation in immigration and employment
Clause (4)
Clear Enough
Article 31
Clause (1)
The temporary registration letter of doctor/dentist is the written proof issued by Medical Council
and Dentist council for overseas doctor/dentist who performs the medical activities
Clause (2)
Clear Enough
Clause (3)
Clear Enough
Article 32
Clause (1)
The conditional registration letter of doctor/dentist is the written proof issued by Doctor Council
and Dentist council for both doctor/dentist who joins the training or education and for overseas
doctor/dentist who performs the medical activities
Clause (2)
Clear Enough
Clause (3)
Clear Enough
Clause (4)
Clear Enough
Article 33
Clear Enough
Article 34
Clear enough
Article 35
Clause (1)
Letter a
Clear Enough
Letter b
Clear Enough
Letter c
Clear Enough
Letter d
Clear Enough
Letter e
Clear Enough
Letter f
Clear Enough
Letter g
Clear Enough
Letter h
Clear Enough
Letter i
This regulation is to give the authority for doctor/dentist to store the medicine besides injection
to save the patient’s lives. The medicine is obtained from the pharmacist who has license to
manage drugstore. The amount of drug must be suitable with the necessity of medical service.
Letter j
Clear Enough
Clause (2)
Clear Enough
Article 36
Clear Enough
Article 37
Clause (1)
Clear Enough
Clause (2)
Doctor/dentist who has duty to provide medical practice in particular medical center, social
activity, in taking care disaster’s victims, or official duty needs no license. However,
doctor/dentist must inform the provincial health office where he/she performs the duty.
Clause (3)
Clear Enough
Article 38
Clear Enough
Article 39
Clear Enough
Article 40
Clause (1)
Clear Enough
Clause (2)
If the substitute doctor/dentist has no the same ability, the doctor/dentist must inform the patient
Article 41
Clear Enough
Article 42
Clear Enough
Article 43
Clear Enough
Article 44
Clause (1)
The standard of service is the guideline that the doctor/dentist must follow in their medical
practice
Clause (2)
The level of service infrastructure is the degree of medical treatment whose medical officer and
infrastructure is suitable with the ability
Clause (3)
Clear Enough
Article 45
Clause (1)
Basically, the patient is the person who has ultimate right to give approval or disapproval for
particular medical treatment. However, if the patient is under curatele, the approval or
disapproval can be given by the closest relatives such as husband/wife, father/mother, children
and siblings.
Doctor needs no patient’s agreement in taking medical treatment in emergency situation to save
the lives. However, after the patient regains her/his consciousness, doctor immediately gives the
explanation.
If the patient is a child or unconscious person, the explanation is given to the closest relatives or
someone who takes the patients to hospital. If these persons in charge do not exist, the
explanation is given to the patient when he/she regains the consciousness.
Clause (2)
Clear Enough
Clause (3)
The explanation should be given in simple statement so the patient can understand it easily
because this explanation is so important in giving the agreement. The explanation must cover
also the finance.
Clause (4)
The oral agreement is the agreement uttered in saying yes or nodding the head.
Clause (5)
The high risk medical treatment is surgery and other invasive treatments
Clause (6)
Clear Enough
Article 46
Clause (1)
Medical record is the file containing the document about the patient’s identity, examination,
treatment, healing, and other services that has been given to the patient
Clause (2)
If the mistake happens in medical record, all documents should not be erased. The change in
medical record can be done only by drawing a line on wrong explanation and the officer signs it
Clause (3)
Officer is doctor, dentist, or other medical officer who gives treatment to the patient. If medical
record uses electronic information technology, the obligation to give signature can be substituted
by the use of personal identification number.
Article 47
Clear Enough
Article 48
Clear Enough
Article 49
Clause (1)
The quality control is a system of efficient, effective, and qualified medical service given to the
patient in order to fulfill the needs of patient.
The budget control is the medical service financing which is suitable with the medical treatment
that the patient needs. The fee has been regulated in the regulation
Clause (2)
Medical Audit is the professional evaluation effort toward the quality of medical service by using
medical record that has been conducted by medical profession
Clause (3)
Clear Enough
Article 50
The profession standard is the minimal limit of knowledge, skill and professional attitude that
someone must possess to be able to perform his/her professional activity for the sake of society
independently. This standard is formulated by profession organization.
The operational procedure standard is the valid instructions/steps to finish particular regular
work process. This operational procedure standard provides the right and best direction based on
collective consensus to initiate various activities and service functions. The operational
procedure standard is formulated by medical service infrastructure based on profession standard.
Article 51
Clear Enough
Article 52
Clear Enough
Article 53
Clear Enough
Article 54
Clear Enough
Article 55
Clause (1)
Disciplines reinforcement is the reinforcement of codes and/or the regulation in the
implementation of knowledge in conducting medical service that the doctor/dentist should
follow.
Clause (2)
Clear Enough
Clause (3)
Independence carries the idea that the Indonesian Medical Disciplinary Board is free from other
institutions’ influences in doing the duties.
Article 56
The responsibility covers the administration responsibility while the Indonesian Medical
Disciplinary Board is independent and autonym in performing technical duties.
Article 57
Clause (1)
Clear Enough
Clause (2)
The word ‘can’ is this Clause carries the idea that the activity considers the complaint for
doctor/dentist and also the width of work region.
Article 58
Clear Enough
Article 59
Clause (1)
Clear Enough
Clause (2)
Letter a
Clear Enough
Letter b
Clear Enough
Letter c
Clear Enough
Letter d
Clear Enough
Letter e
Clear Enough
Letter f
Clear Enough
Letter g
The knowledge in the aspect of medical law is gained from education or training on the topic
which is held by the educational institution or other accredited institutions.
Letter h
Clear Enough
Article 60
Clear Enough
Article 61
Clear Enough
Article 62
Clear Enough
Article 63
Clear Enough
Article 64
Clear Enough
Article 65
Clear Enough
Article 66
Clause (1)
Everyone is a person who knows directly or suffers from loss due to the mistakes of
doctor/dentists in giving medical practice; however, he/she is unable to propose written
complaint letter is allowed to give oral complaint to the honorary board of Indonesian Medical
disciplines
Clause (2)
Clear Enough
Clause (3)
Everyone is a person who knows directly or suffers from loss due to the mistakes of
doctor/dentists in giving medical practice. It also covers institution which suffers from loss.
Article 67
Clear Enough
Article 68
Clear Enough
Article 69
Clear Enough
Article 70
Clear Enough
Article 71
Clear Enough
Article 72
Clear Enough
Article 73
Clause (1)
Clear Enough
Clause (2)
Clear Enough
Clause (3)
Medical officers are nurses and maids who have the authority to perform medical practice due to
the regulation.
Article 74
See the explanation of Article 49 Clause (2)
Article 75
Clear Enough
Article 76
Clear Enough
Article 77
Clear Enough
Article 78
Clear Enough
Article 79
Clear Enough
Article 80
Clear Enough
Article 81
Clear Enough
Article 82
Clear Enough
Article 83
Clear Enough
Article 84
Clear Enough
Article 85
Clear Enough
Article 86
Clear Enough
Article 87
Clear Enough
Article 88
Clear Enough
ADDENDUM OF STATUTE OF REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 4431
Download