Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized 58458 PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Desember 2010 Kata Pengantar Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia menyajikan perkembangan utama ekonomi Indonesia dalam tiga bulan terakhir. Laporan ini menempatkan perkembangan dalam konteks jangka panjang dan global, serta menilai terhadap prospek ekonomi dan kesejahteraan social Indonesia. Laporan ini ditujukan untuk khalayak termasuk pembuat kebijakan, pemimpin bisnis, pelaku pasar keuangan, serta komunitas analis dan professional yang terlibat dalam ekonomi Indonesia. Laporan Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia ini disusun dan dihimpun oleh tim analisa makroekonomi kantor perwakilan Bank Dunia di Jakarta dan dipandu oleh Shubham Chaudhuri (Lead Economist) dan Enrique Blanco Armas (Senior Economist): Magda Adriani (harga beras), Andrew Blackman (arus perdagangan, neraca pembayaran), Andrew Carter (penerimaan pemerintah), Andrew Ceber (rekening nasional), Faya Hayati (harga-harga), Ahya Ihsan (belanja pemerintah dan pencairan fiskal), Diva Singh (pasar keuangan, kondisi moneter, sektor perbankan dan arus modal). Tambahan kontribusi diterima dari Pandu Harimurti (Jamkesmas), Amri Ilmma (kemiskinan), Jon Jellema (Bantuan Langsung Tunai), Paavo Monkkonen (perumahan), Jemima Sy (air dan sanitasi), Victoria A. Beard, Retno Sri Handini, dan Anna I. Gueorguieva (Pengawasan dan Evaluasi). Tia Chandra, Kiyoshi Taniguchi dan Ashley Taylor berbagi tugas penyuntingan dan produksi, Enrique Blanco Armas dan Hassan Noura memberikan komentar mendetil pada draft-draft yang lebih awal. Dokumen ini diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Nicolas Novianto dan diedit oleh Magda Adriani, Victoria A. Beard, Fitria Fitrani, Retno Sri Handini, Rythia Afkar, Soekarno Wirokartono, dan Ahya Ihsan. Untuk mendapatkan lebih banyak analisa Bank Dunia atas ekonomi Indonesia: Untuk informasi mengenai the World Bank serta kegiatannya di Indonesia, silakan berkunjung ke website ini www.worldbank.org/id Untuk mendapatkan publikasi terkait melalui e-mail, silakan menghubungi madriani@worldbank.org. Untuk pertanyaan dan saran berkaitan dengan publikasi ini, silakan menghubungi ataylor2@worldbank.org. iii Daftar isi Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif: Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko A . UPDATE EKONOMI DAN FISKAL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 2. 3. 4. 5. 1 13 Mengelola Aliran Masuk Modal: Pilihan Kebijakan bagi Indonesia 13 a. Aliran masuk modal telah meningkat tahun ini di Indonesia, membawa manfaat dan juga risiko yang membutuhkan tanggapan kebijakan yang sesuai .................................................. 13 b. Peningkatan aliran masuk portofolio meninggikan keprihatinan terhadap prinsip kehatihatian dan ekonomi makro dan memperbesar risiko aliran keluar yang mengganggu .......... 14 c. Kebijakan jangka menengah harus bertujuan untuk menarik lebih banyak PMA dan memperkuat sistem keuangan melalui peraturan makro yang berhati-hati ............................. 16 d. Indonesia memiliki berbagai pilihan kebijakan untuk jangka pendek, yang mana penguatan dan pengamanan pengumpulan cadangan merupakan dua pilihan yang paling tepat ........... 16 Kualitas belanja publik dan pola pencairan anggaran di Indonesia 18 a. Peningkatan kualitas belanja publik merupakan prioritas utama bagi Pemerintah ................ 18 b. Pencairan anggaran masih condong pada akhir tahunmenghadapi tantangan yang cukup besar ............................................................................................................................................... 18 c. Perbandingan internasional juga menyoroti tantangan pelaksanaan anggaran di Indonesia 19 d. Realisasi di bawah anggaran dan pola pencairan yang tidak merata dapat mengurangi efektivitas dan efisiensi belanja publik ....................................................................................... 20 e. Tantangan pencairan anggaran dan reformasi kebijakan yang baru ditetapkan..................... 22 f. Melihat ke Depan ........................................................................................................................... 23 C . INDONESIA 2014 KE DEPAN: SEBUAH PANDANGAN SELEKTIF 1. 2. viii Pendorong global dari neraca luar negeri Indonesia telah menguat 1 Ramalan akan pertumbuhan domestik akan tetap kuat untuk tahun 2011 1 Didorong pembangunan global, aliran masuk neraca pembayaran terus meningkat 3 Pasar keuangan domestik telah didorong oleh aliran masuk modal 5 Goncangan harga bahan pangan sekali lagi mendominasi pergerakan terakhir dalam inflasi 8 Lemahnya pembelanjaan fiskal berlanjut dan pertumbuhan penerimaan pajak telah melambat 9 Risiko jangka pendek pada umumnya berasal dari luar negeri, tetapi kebijakan domestik akan menentukan lintasan pertumbuhan jangka menengah 11 B . PERKEMBANGAN TERBARU PEREKONOMIAN INDONESIA 1. iii 25 Menilai kinerja bantuan langsung tunai (BLT) Indonesia 27 Apakah JAMKESMAS mampu melindungi penduduk dari goncangan akibat pengeluaran untuk kesehatan? 32 Perumahan dan Layanan bagi Rumah Tangga Berpenghasilan Rendah di Indonesia 37 Memberi insentif kepada pemerintah daerah agar mengambil tanggung jawab bagi layanan air dan sanitasi 40 Pemantauan dan Evaluasi (P&E) Nasional di Indonesia 45 a. Pergeseran internasional menuju penyusunan, perencanaan dan penganggaran kebijakan yang didukung informasi .............................................................................................................. 45 b. P&E di Indonesia ........................................................................................................................... 46 c. Bergerak menuju penganggaran yang didukung informasi kinerja dan membangun suatu sistem P&E yang terkoordinasi .................................................................................................... 48 LAMPIRAN: GAMBARAN EKONOMI INDONESIA 50 DAFTAR GRAFIK Gambar 1: Peningkatan aliran ekuitas dan obligasi ke pasar –pasar emerging.............................. 1 Gambar 2: Harga komoditas global mulai meningkat ........................................................................ 1 Gambar 3: Pertumbuhan sedikit melemah di triwulan 3… ................................................................ 2 Gambar 4: …perlemahan terutama pada bidang pertanian............................................................... 2 Gambar 5: Ekspor pertanian telah meningkat .................................................................................... 4 Gambar 6: …termasuk Italia dan Belgia .............................................................................................. 6 Gambar 7: Hutang publik Indonesia telah menurun dan cadangan meningkat .............................. 6 Gambar 8: Pengamanan pengumpulan cadangan berlanjut ............................................................. 7 Gambar 9: Pertumbuhan kredit telah didorong oleh pinjaman modal kerja .................................... 7 Gambar 10: Inflasi telah meningkat sepanjang tahun tetapi masih berada di bawah rata-rata historis ............................................................................................................................ 8 Gambar 11: Inflasi inti telah meningkat dengan mantap sementara harga yang cepat berubah (terutama pangan) telah mendorong inflasi headline ................................................. 8 Gambar 12: Peningkatan aliran masuk portofolio telah mendominasi neraca keuangan sejak tahun 2009… ................................................................................................................. 14 Gambar 13: …dengan mayoritas investasi portofolio menuju pembelian SUN bukan oleh penduduk ...................................................................................................................... 14 Gambar 14: Rupiah menguat dalam nilai riil dan nominal di tahun 2009, tetapi lebih bertahap di tahun 2010..................................................................................................................... 15 Gambar 15: Kepemilikan aset domestik oleh asing telah meningkat, tetapi cadangan juga meningkat ..................................................................................................................... 15 Gambar 16: Belanja modal sangat condong pada akhir tahun fiskal ............................................. 19 Gambar 17: Belanja seringkali berada di bawah tingkat Anggaran ................................................ 19 Gambar 18: Pola pencairan Indonesia yang tidak merata terlihat mencolok antar negara lain dikawasan ..................................................................................................................... 19 Gambar 19: Kemiskinan secara keseluruhan menurun ................................................................... 25 Gambar 20: Disparitas kemiskinan antar propinsi masih dijumpai ................................................ 26 Gambar 21: Cakupan program bantuan sosial Pemerintah Indonesia, 2008 dan 2009................. 30 Gambar 22: Cakupan dan pelaksanaan BLT, 2005 dan 2008 .......................................................... 30 Gambar 23: Asuransi kesehatan Jamkesmas melindungi hampir setengah penduduk miskin .. 33 Gambar 24: Individu yang tercakup oleh Jamkesmas lebih mungkin memanfaatkan layanan rawat inap...................................................................................................................... 34 Gambar 25: Perubahan dalam Kondisi Perumahan di Daerah Perkotaan, 1988 - 2007................. 37 Gambar 26: Bahan Bangunan, Prasarana dan Hak Tanah per Desil Pengeluaran, 2007 .............. 38 Gambar 27: Rasio Sewa terhadap Pendapatan dan Peningkatannya, 2001/2002-2007................. 38 Gambar 28: Menurunnya akses keseluruhan terhadap pasokan air yang ditingkatkan ............... 40 Gambar 29: Penggunaan pasokan air yang tidak ditingkatkan telah meningkat di perkotaan .... 40 Gambar 30: Kualitas akses terhadap pasokan air dan pendapatan rumah tangga memiliki korelasi yang tinggi ...................................................................................................... 41 Gambar 31: Depresiasi dalam perusahaan daerah air minum (PDAM) dapat melampaui investasi baru ............................................................................................................................... 41 Gambar 32: Akses terhadap sanitasi yang ditingkatkan ................................................................. 42 Gambar 33: Pengelolaan yang Baik di Kota Palembang Menghasilkan Layanan yang Lebih Baik43 DAFTAR GRAFIK LAMPIRAN Gambar 1:Pertumbuhan PDB ............................................................................................................. 50 Gambar 2: Kontribusi terhadap PDB (pengeluaran) ........................................................................ 50 Gambar 3: Kontribusi terhadap PDB (sektor) ................................................................................... 50 Gambar 4: Penjualan sepeda motor dan kerndaraan bermotor ...................................................... 50 Gambar 5: Indikator konsumen ......................................................................................................... 50 Gambar 6: Indikator kegiatan industri ............................................................................................... 50 Gambar 7: Aliran perdagangan riil..................................................................................................... 51 Gambar 8:Balance of Payments......................................................................................................... 51 Gambar 9: Neraca perdagangan ........................................................................................................ 51 Gambar 10: Cadangan internasional dan dana capital asing .......................................................... 51 Gambar 11: Term of trade dan implicit ekspor dan impor berdasarkan chained Fisher-Price indices ........................................................................................................................... 51 Gambar 12: Inflasi dan kebijakan moneter ....................................................................................... 51 Gambar 13: Rincian tingkat harga konsumen .................................................................................. 52 THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 Gambar 14: Tingkat inflasi negara tetangga ..................................................................................... 52 Gambar 15: Harga beras domestic dan internasional..................................................................... 52 Gambar 16: Tingkat kemiskinan, bekerja, dan tidak bekerja .......................................................... 52 Gambar 17: Indeks saham regional ................................................................................................... 52 Gambar 18: Indeks spot dollar dan rupiah ........................................................................................ 52 Gambar 19: Yield obligasi 5 tahunan mata uang lokal..................................................................... 53 Gambar 20: Spread EMBI obligasi pemerintah dengan obligasi dollar amerika ........................... 53 Gambar 21: Perbandingan tingkat kredit bank umum ..................................................................... 53 Gambar 22: Indikator keuangan sektor perbankan .......................................................................... 53 Gambar 23: Realisasi dan estimasi anggaran belanja pemerintah* ............................................... 54 Gambar 24: Neraca pembayaran ....................................................................................................... 54 DAFTAR TABEL Tabel 1: Kuatnya pertumbuhan akan berlanjut pada tahun 2011 .................................................. viii Tabel 2: Proyeksi PDB agregat pada tahun 2010 dan 2011 umumnya tidak berubah ..................... 3 Tabel 3: Rekor aliran masuk neraca pembayaran diperkirakan untuk tahun 2010.......................... 4 Tabel 4: Spread CDS negara Indonesia berada jauh di bawah beberapa negara dengan peringkat layak investasi… ........................................................................................... 6 Tabel 5: APBN 2011 yang telah disahkan memproyeksikan defisit yang lebih besar dibanding proyeksi tahun 2010 ..................................................................................................... 11 Tabel 6: Alokasi anggaran dan sasaran kinerja Kementerian Kesehatan ...................................... 21 Tabel 7: Ringkasan temuan audit BPK dari sektor jalan ................................................................. 22 Tabel 8: Penerima BLT mendapat pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi ................................. 29 Tabel 9: Rumah tangga BLT juga menghindari penurunan keturutsertaan sekolah dan peningkatan pekerja anak............................................................................................ 29 Tabel 10: Frekuensi Pemotongan BLT, Jumlahnya, Pelakunya dan Penggunaannya .................. 31 Tabel 11: Sistem P&E.......................................................................................................................... 46 Tabel 12: Indikator Tingkat Nasional yang digunakan oleh Pemerintah Pusat ............................. 46 Tabel 13: Lembaga dan Mandat P&E di Indonesia ........................................................................... 47 DAFTAR KOTAK Kotak 1: Moody’s menempatkan obligasi negara Indonesia dalam penilaian peningkatan peringkat ......................................................................................................................... 6 Kotak 2: Alokasi dan belanja bagi Kementerian Kesehatan ............................................................ 20 Kotak 3: Peningkatan kendali dan pengawasan internal dapat meningkatkan kualitas belanja .. 22 Kotak 4: Pengenalan singkat Program Jamkesmas......................................................................... 32 THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 Ringkasan Eksekutif: Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Pendorong global bagi neraca luar negeri Indonesia, termasuk aliran modal, yang menguat Pendorong global utama bagi neraca luar negeri Indonesia, khususnya aliran modal masuk dan harga-harga komoditas, makin menguat. Tantangan bagi Indonesia adalah bagaimana memaksimalkan kesempatan-kesempatan yang terjadi, yang berhubungan dengan penguatan pertumbuhan ke depan dan menjadikannya investasi untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat, sekaligus mengelola risiko-risiko terkait. Aliran masuk modal yang kuat, terutama portofolio, dijumpai pada pasar-pasar ekonomi baru, termasuk di Indonesia. Aliran masuk tersebut didorong oleh perbedaan yield, prospek pertumbuhan yang lebih kuat, dan peningkatan kelayakan kredit, dari ekonomiekonomi baru relatif terhadap ekonomi dengan pendapatan dan hutang yang tinggi. Lanjutan pembanjiran likuiditas ke pasar di AS telah memberikan tambahan dorongan siklikal terhadap tren tersebut. Harga komoditas mengalami peningkatan Harga-harga komoditas dunia mulai meningkat pada beberapa bulan terakhir. Di bulan November, harga komoditas non-energi dalam dolar AS, harga bahan pangan dan bahan mentah masing-masing meningkat sebesar 3,4 persen, 4,9 persen dan 7,6 persen. Pendorong utama adalah kuatnya permintaan dari ekonomi-ekonomi baru, terutama Cina, tetapi juga gangguan pasokan pada sektor pertanian. Secara domestik, pertumbuhan melambat pada triwulan 3… Pertumbuhan PDB tahunan untuk pertama kali melemah pada triwulan 3/2010 sejak triwulan 2/2009. Akan tetapi pada tingat pertumbuhan 5,8 persen tahun-ke-tahun, Indonesia tetap relatif kuat dibanding negara-negara lain di wilayah yang sama. Faktorfaktor domestik memainkan peran yang besar termasuk gangguan terhadap pertanian dan pertambangan dan penggalian yang disebabkan oleh cuaca. Pertumbuhan triwulanan dari kinerja perdagangan eceran, jasa dan manufaktur juga melemah karena faktor yang berhubungan dengan masa bulan puasa dan Idul Fitri. Pada sisi pengeluaran, sedikit penurunan pada kontribusi konsumsi swasta yang diimbangi oleh peningkatan yang cukup besar dari konsumsi dan investasi pemerintah dan juga ekspor bersih (net exports). …tetapi ramalan pertumbuhan untuk tahun 2011 tetap pada 6,2 persen Karena angka-angka triwulan 3 yang menurun, ramalan pertumbuhan tahun 2010 sedikit mengalami revisi turun menjadi 5,9 persen. Ekspektasi ke depan, kuatnya investasi yang belakangan terjadi diperkirakan akan terus berlanjut. Indikator frekuensi konsumsi yang lebih tinggi juga mendukung. Dalam hal permintaan luar negeri, ramalan untuk pertumbuhan ekspor riil telah sedikit diturunkan untuk tahun 2011 karena pengaruh dasar dari kuatnya kinerja di tahun 2010 dan revisi turun terhadap ramalan pertumbuhan mitra perdagangan utama. Dampak buruk dari bencana alam beberapa bulan terakhir, seperti letusan Gunung Merapi, diperkirakan akan terlokalisasi. Secara keseluruhan, ramalan pertumbuhan untuk tahun 2011 tetap tidak berubah dari Triwulanan edisi September pada 6,2 persen. Tabel 1: Kuatnya pertumbuhan akan berlanjut pada tahun 2011 2009 2010 2011 4,5 5,9 6,2 Produk Domestik Bruto (Persen perubahan tahunan) Indeks harga konsumen* (Persen perubahan tahunan) 2,6 6,2 6,0 Saldo anggaran** Pertumbuhan mitra dagang utama (Persen PDB) -1,6 -1,5 -1,8 (Persen perubahan tahunan) -0,8 6,6 4,0 Catatan: * triwulan 4 pada laju inflasi triwulan 4. ** Proyeksi Kementerian Keuangan, angka 2011 adalah APBN yang telah disahkan. Sumber: Kementerian Keuangan, BPS dan badan statistik nasional lainnya lewat CEIC, Consensus Forecasts Inc., dan Bank Dunia THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 vi i i Pergerakan dalam harga bahan pangan yang cepat berubah terus mendekati inflasi umum (headline) Gangguan yang berhubungan dengan cuaca terhadap produksi bahan pangan menggerakan inflasi menjadi 6,3 persen tahun-ke-tahun di bulan November, naik dari 5,7 persen di bulan Oktober. Harga padi-padian (termasuk beras) meningkat sebesar 25 persen tahun-ke-tahun, tingkat tertinggi sejak krisis bahan pangan di tahun 2006. Karena kaum miskin mengkonsumsi porsi bahan pangan yang lebih besar dalam susunan konsumsi mereka, celah antara inflasi headline dan inflasi kelompok konsumsi warga miskin (The World Bank poverty basket) yang dibuat Bank Dunia makin melebar. Inflasi inti masih tetap lemah (pada 4,3 persen tahun-ke-tahun di bulan November). Walaupun meningkat secara bertahap, tingkatnya masih di bawah tingkat yang dicatat pada tahun 2008. Berdasarkan pada inflasi yang stabil, Bank Indonesia tidak mengubah suku bunga rujukannya pada 6,5 persen untuk bulan Desember. Akibat perkembangan global, aliran masuk neraca pembayaran meningkat Aliran masuk neraca pembayaran didorong oleh aliran masuk neraca keuangan dan kuatnya neraca perdagangan. Pada tiga triwulan pertama tahun 2010, aliran masuk modal dan keuangan bersih Indonesia bergerak jauh di atas tingkat rata-rata pra-krisis, dengan didominasi oleh aliran masuk portofolio bersih. Aliran masuk PMA juga mengalami tren naik, tetapi tetap lebih rendah dibanding negara lain di wilayah yang sama. Aliran keluar portofolio bersih terjadi di bulan November, yang umumnya disebabkan oleh turunnya kepemilikan SBI oleh pihak asing karena pembekuan lelang SBI 3 bulanan. Pada awal Desember dijumpai kembali aliran masuk asing yang mengarah kepada sekuritas pemerintah dan ekuitas lokal. DPR telah mengesahkan APBN tahun 2011 Program dan prioritas dalam APBN tahun 2011 yang disahkan oleh DPR pada umumnya sejalan dengan anggaran yang diusulkan. Belanja modal yang sangat dibutuhkan akan menerima peningkatan yang cukup besar. Keseluruhan defisit dinaikkan menjadi 1,8 persen PDB, dibanding 1,7 persen pada usulan anggaran. Pertumbuhan penerimaan pemerintah pada tahun berjalan melambat sejak Triwulanan edisi September. Selain itu, seperti pada tahun-tahun yang lalu, pencairan yang lemah dijumpai pada sebelas bulan pertama tahun 2010. Tentang hal ini, walaupun beberapa reformasi untuk meningkatkan pelaksanaan anggaran telah diluncurkan, beberapa masalah yang telah ada sejak lama masih menghambat pencairan anggaran yang tepat waktu (lihat pembahasan pada Bagian B). Mencerminkan kedua tren ini, proyeksi Bank Dunia bagi keseluruhan defisit di tahun 2010 adalah 1,1 persen PDB, lebih kecil dari proyeksi Pemerintah untuk Semester I sebesar 1,5 persen PDB. Risiko jangka pendek pada umumnya berasal dari luar negeri, terutama dari aliran masuk modal Meningkatnya aliran masuk modal sepanjang 2010 menimbulkan tantangan kebijakan bagi banyak pasar ekonomi baru, termasuk Indonesia. Pada jangka pendek, Indonesia masih tetap rentan terhadap goncangan yang merusak sentimen investor. Upaya lanjutan untuk memindahkan aliran masuk menuju aliran dengan jangka yang lebih panjang dapat membantu memitigasi risiko ini, terutama kebijakan untuk meningkatkan insentif bagi investasi PMA. Pada jangka menengah, risiko domestik utama adalah apakah kebijakan yang diperlukan untuk untuk mendorong pertumbuhan menjadi 7 persen telah dipahami dan diterapkan. Risiko ini memberikan potensi naik dan turun disekitar garis dasar. Tindakan terkoordinasi dibutuhkan untuk menangani kebutuhan prasarana Indonesia, menghadapi rintangan pertumbuhan dari iklim investasi, meningkatkan penciptaan lapangan kerja berkualitas, dan memastikan bahwa manfaat pertumbuhan dinikmati oleh seluruh masyarakat. Kebijakan yang ditujukan untuk menangani kerentanan terhadap kemiskinan dan meningkatkan akses terhadap layanan dasar terhadap penduduk dapat membantu mendorong pertumbuhan di masa depan Aspek yang berbeda dari kemiskinan dan dan penyampaian layanan adalah fokus dari artikel kebijakan jangka menengah pada Triwulanan ini. Program-program perlindungan sosial pemerintah dapat membantu mengurangi kerentanan rumah tangga terhadap kemiskinan. Sebagai contoh, Pemerintah Indonesia menggunakan program bantuan langsung tunai (BLT) bagi rumah tangga miskin secara nasional di tahun 2005 dan 2008 untuk membatasi dampak penyesuaian naik harga bahan bakar minyak. Memberikan perlindungan keuangan dari pengeluaran kesehatan merupakan satu dari sasaran pembangunan kesehatan di Indonesia. Asuransi kesehatan Jamkesmas yang didanai oleh pajak ditujukan bagi kaum miskin. Jamkesmas berperan penting yang mencakup hampir duapertiga masyarakat Indonesia yang memiliki asuransi kesehatan formal THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 ix Dalam hal akses terhadap layanan prasarana dasar, rencana pembangunan jangka menengah Pemerintah (RPJMN 2010-2014) menetapkan agenda yang ambisius untuk air dan sanitasi. Anggaran pemerintah nasional untuk sektor tersebut akan meningkat dan alokasi hibah khusus tahunan akan disediakan untuk mendukung investasi pemerintah daerah dalam sistem air dan sanitasi berbasis masyarakat. Terdapat tanda-tanda bahwa langkah-langkah positif telah di ambil untuk mengurangi tren menurunnya tingkat layanan air dan sanitasi yang dialami pada dekade yang lalu. Kondisi perumahan di Indonesia juga telah meningkat secara moderat, terutama pada bidang-bidang yang membutuhkan koordinasi seperti layanan prasarana dan hak kepemilikan properti. Terakhir, pengawasan dan evaluasi (P&E) dapat menginformasikan penilaian terhadap perkembangan pemerintah dalam menangani kemiskinan melalui meningkatkan pemahaman tentang kemampuan pemerintah untuk menyampaikan barang-barang dan jasa. Indonesia bergeser menuju sistem penganggaran berbasis informasi kinerja dan informasi P&E merupakan salah satu masukan yang penting. Langkah ke depan untuk menyusun sistem P&E terkoordinasi tampaknya akan menyertakan pembagian informasi yang lebih besar, peningkatan sistem dan menyepakati indikator, format dan koordinasi lintas lembaga dan badan. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 x Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko A. UPDATE EKONOMI DAN FISKAL 1. Pendorong global dari neraca luar negeri Indonesia telah menguat Modal portofolio global yang mengalir ke pasarpasar kekuatan ekonomi baru (emerging markets) telah meningkat tajam pada beberapa triwulan terakhir Pertumbuhan aliran masuk modal yang kuat telah terlihat pada pasar-pasar kekuatan ekonomi baru (emerging markets) (Gambar 1). Aliran dana global ke pasar ekonomi baru itu, yang mencakup ekuitas dan penerbitan obligasi dan pinjaman bank, mencapai 403 miliar dolar Amerika pada sepuluh bulan pertama tahun ini, walaupun melemah di bulan Oktober. Bandingkan nilainya dengan jumlah 353 miliar dolar Amerika yang tercatat di sepanjang tahun 2009. Aliran masuk modal itu telah didorong oleh perbedaan yield dan prospek pertumbuhan yang lebih kuat, dan peningkatan kelayakan kredit yang dimiliki oleh ekonomi-ekonomi baru relatif terhadap ekonomi negara berpenghasilan lebih tinggi yang kini terbenam dalam timbunan hutang. Kebijakan lanjutan pelimpahan banjir likuiditas ke pasar di Amerika Serikat telah memberikan tambahan dorongan siklikal kepada tren ini. Para penyusun kebijakan pada seluruh ekonomi baru sedang berjuang menyusun kebijakan tanggapan yang tepat untuk memitigasi keprihatinan makro dan kehati-hatian yang berkaitan dengan melimpahnya aliran masuk modal tersebut (Bagian B membahas masalah-masalah tersebut dengan lebih rinci). Harga komoditas telah makin meningkat Harga-harga komoditas dunia juga meningkat pada beberapa bulan terakhir (Gambar 2). Di bulan November harga komoditas non-energi meningkat sebesar 3,4 persen pada bulan tersebut dalam dolar AS, harga bahan pangan meningkat 4,9 persen dan bahan mentah meningkat sebesar 7,6 persen. Pendorong utama adalah kuatnya pertumbuhan permintaan dari kekuatan ekonomi-ekonomi baru, terutama Cina, dan juga karena gangguan supply komoditas tertentu, terutama pada sektor pertanian. Melihat ke depan, Bank Dunia merevisi ramalan komoditas dunia (dalam US dollar) untuk tahun 2010 dan 2011 (dengan tingkat ramalan bagi masing-masing indeks non-energi dan energi ditingkatkan sebesar 9,8 persen dan 6,7 persen di tahun 2011). Gambar 1: Peningkatan aliran ekuitas dan obligasi ke pasar Gambar 2: Harga komoditas global mulai meningkat (indeks harga komoditas global dolar AS, Indeks Jan –pasar emerging 2009=100) (aliran modal ke pasar berkembang, miliar dolar AS) 500 500 180 180 400 400 160 160 300 300 140 200 200 120 100 100 100 Banks Equity Bonds Energi Non-energi 140 120 Pertanian 0 0 2008 2009 2010 Jan-Oct Sumber: Bank Dunia DECPG Setelah pembalikan arah yang kuat, mitra-mitra perdagangan utama Indonesia telah lebih melunak 100 80 Jan-09 80 Jul-09 Jan-10 Jul-10 Sumber: Bank Dunia Mengikuti pembalikan arah yang kuat, pertumbuhan pada sebagian besar mitra perdagangan utama (MTP) Indonesia telah mulai melandai. Bobot pertumbuhan MTP mencapai 7-8 persen pada semester pertama tahun 2010 tetapi melunak menjadi 6 persen pada triwulan 3. Normalisasi laju pertumbuhan di antara para MTP ini diperkirakan akan terus berlanjut. 2. Ramalan akan pertumbuhan domestik akan tetap kuat untuk tahun 2011 Pertumbuhan pada triwulan 3 sedikit lebih rendah dari perkiraan Pertumbuhan PDB tahun-ke-tahun pada triwulan 3 melemah untuk pertama kali sejak triwulan 2/2009 (Gambar 3). Prestasi ini sedikit lebih rendah dari yang diperkirakan pada 5,8 persen tahun-ke-tahun (yoy), atau 1,2 persen triwulan-ke-triwulan (qoq), disesuaikan THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 1 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko secara musiman. Akan tetapi laju pertumbuhan itu tetap relatif kuat dibanding dengan negara-negara lain pada wilayah yang sama. Sebagai contoh, Malaysia dan Thailand mengalami kontraksi triwulanan pada basis penyesuaian musiman. Sementara kinerja pada ekonomi-ekonomi regional lainnya umumnya didorong oleh sektor manufaktur, di Indonesia, faktor-faktor sementara dalam negeri juga memegang peranan. Karena gangguan cuaca, produksi pertanian cukup lemah pada triwulan 3, turun 0,1 persen qoq dengan hitungan penyesuaian musiman (seasonally adjusted). Kinerja konstruksi, pertambangan dan penggalian juga berkurang karena faktor serupa. Akan tetapi dalam hal pengaruh terhadap pertumbuhan triwulanan juga terdapat penurunan dalam perdagangan eceran, jasa dan manufaktur (tampaknya karena faktor-faktor yang berhubungan dengan bulan Ramadan). Pertumbuhan komunikasi dan transportasi bertahan dengan baik (Gambar 4). Gambar 3: Pertumbuhan sedikit melemah di triwulan 3… Gambar 4: …perlemahan terutama pada bidang pertanian (persentase perubahan) (kontribusi kepada pertumbuhan dengan penyesuaian musim, persen) Percent 4 Agriculture Manufacturing Retail trade GDP* Percent 8 Year on year (RHS) triwulan-ke-triwulan Mining and construction Com & trans Other (incl services) 6 Percent 2 4 1 1 1 2 0 0 0 0 -1 -1 3 2 Sep-03 QoQ seas. adjust (LHS) Jun-05 Mar-07 Average (LHS)* Dec-08 Sep-10 Percent 2 Sep-07 Mar-08 Sep-08 Mar-09 Sep-09 Mar-10 Sep-10 Catatan: * Rata-rata pertumbuhan QoQ antara triwulan Catatan: Kontribusi mungkin tidak berjumlah sama dengan keseluruhan pertumbuhan PDB karena penyesuaian 1/2000 dan triwulan 2/2010 musiman dari tiap rangkaian Sumber: BPS, Bank Dunia Sumber: BPS dan perhitungan staf Bank Dunia Pertumbuhan investasi memberi kontribusi yang kuat pada sisi pengeluaran Pada sisi pengeluaran untuk pertumbuhan triwulanan, sedikit perlambatan kontribusi konsumsi swasta telah diimbangi dengan peningkatan konsumsi dan investasi pemerintah yang besar (lihat Lampiran). Peningkatan belanja investasi didorong oleh investasi peralatan mesin, yang dapat disebabkan oleh kuatnya kurs nilai tukar yang menurunkan harga investasi tetapi juga karena adanya perkiraan akan permintaan berkelanjutan atas produksi di masa depan. Ekspor bersih juga memberi pengaruh yang kuat, walaupun hal ini diimbangi dengan perbedaan statistika (statistical diescrepancy) yang besar. Pertumbuhan untuk tahun 2011 diramalkan sebesar 6,2 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun 2010 sebesar 5,9 persen Melambatnya ertumbuhan ekonomi pada triwulan 3 sedikit menurunkan ramalan Bank Dunia untuk tahun 2010 menjadi 5,9 persen dari 6,0 persen pada Triwulanan edisi September (Tabel 2). Harapan ke depan, indikator konsumsi dan investasi bulanan tetapmendukung. Sebagai contoh, kepercayaan konsumen telah berbalik arah setelah mengalami penurunan ketika harga bahan pangan melonjak. Penjualan kendaraan bermotor juga berbalik arah di bulan Oktober setelah mengalami penurunan selama Ramadan. Dampak riil ekonomi dari rangkaian bencana alam yang menimpa Indonesia pada beberapa bulan terakhir, seperti letusan Gunung Merapi, diperkirakan dampaknya terbatas terhadap PDB nasional. Pertumbuhan ekspor riil telah diturunkan sedikit untuk tahun 2011, karena pengaruh dasar dari kinerja yang kuat dari tahun 2010 dan revisi ramalan pertumbuhan mitra perdagangan utama. Revisi penurunan bagi pertumbuhan konsumsi pemerintah mencerminkan kelemahan pencairan anggaran. Ramalan pertumbuhan untuk tahun 2011 tidak berubah pada 6,2 persen. Akan tetapi pencapaian pertumbuhan sesuai rencana pembangunan nasional jangka menengah THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 2 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko (RPJM-N) dengan sasaran sekitar 7 persen untuk tahun 2013 dan 2014 akan membutuhkan tindakan kebijakan yang mengena pada tahun-tahun ke depan seperti penekanan pada bidang-bidang prasarana dan iklim investasi. Tabel 2: Proyeksi PDB agregat pada tahun 2010 dan 2011 umumnya tidak berubah (persentase perubahan, kecuali dinyatakan lain) Annual 2009 2010 6.2 4.4 4.9 5.0 Year to December quarter 2011 Revision to Annual 2009 2010 2011 2010 2011 5.5 5.9 7.0 3.6 -0.8 0.1 5.1 4.0 5.7 4.3 -0.3 -0.2 1. Main econom ic indicators Total Consumption expenditure Private consumption expenditure Government consumption 15.7 1.2 8.6 17.0 13.4 0.4 -4.3 2.2 Gross fixed capital formation 3.3 8.6 10.0 4.2 9.7 9.6 0.3 0.8 Exports of goods and services -9.7 12.5 10.3 3.7 5.8 11.6 1.0 -0.7 Imports of goods and services -15.0 13.4 10.3 1.6 3.9 13.5 -1.6 -1.3 4.5 5.9 6.2 5.4 5.8 6.5 -0.1 0.0 4.1 2.3 3.5 4.6 1.0 4.3 -1.2 0.4 Gross Dom estic Product Agriculture Industry 3.5 4.3 5.0 5.1 4.3 5.0 0.0 -0.3 Services 5.7 8.4 8.0 5.9 8.4 8.4 0.2 0.1 12.5 23.5 11.2 n/a n/a n/a 4.5 2.4 10.5 6.9 -1.9 n/a n/a n/a 5.1 -0.7 2. External indicators Balance of payments (USD bn) Current account balance (USD bn) Trade balance (USD bn) Financial account balance (USD bn) 21.0 20.6 10.9 n/a n/a n/a 6.7 0.4 3.6 18.3 12.8 n/a n/a n/a 1.9 3.1 3. Other econom ic m easures Consumer price index 4.8 5.1 6.3 2.6 6.2 6.0 0.0 -0.1 Poverty basket Index 5.8 8.4 8.5 2.9 11.1 6.8 0.6 1.1 GDP Deflator 8.5 7.4 10.0 6.6 8.0 9.9 -1.3 -2.2 Nominal GDP 13.4 13.7 16.9 12 14.2 17.1 -1.6 -2.3 10356 9080 9000 9475 9000 9000 -11.1 0.0 7.3 6.4 6.5 6.5 6.5 6.5 0.0 0.0 Indonesian crude price (USD/bl) 61.6 76.6 75.3 75.1 75.3 75.3 -0.8 -1.7 Major trading partner grow th -0.8 6.6 4.0 3.4 5.6 4.9 0.1 -0.3 4. Econom ic assum ptions Exchange rate (IDR/USD) Interest rate (SBI, 1 month) Catatan: Proyeksi aliran perdagangan berkaitan dengan neraca nasional, yang dapat melebihkan pergerakan sebenarnya dalam volume perdagangan dan mengecilkan pergerakan dalam harga karena perbedaan dalam rangkaian harga. Sumber: Menkeu, BPS, BI, CEIC dan proyeksi Bank Dunia 3. Didorong pembangunan global, aliran masuk neraca pembayaran terus meningkat Neraca perdagangan dan neraca keuangan mendukung peningkatan aliran masuk neraca pembayaran Surplus neraca pembayaran dari tiga triwulan pertama tahun 2010 telah melampaui aliran masuk tahunan tertinggi yang pernah tercatat (19 miliar dolar Amerika dibanding 14,5 miliar dolar Amerika pada tahun 2006). Cadangan devisa telah meningkat menjadi 93 miliar dolar Amerika pada akhir bulan November. Neraca keuangan dan neraca berjalan mencatat kinerja yang kuat pada triwulan 3. Pada neraca berjalan, surplus neraca perdagangan telah berbalik arah dengan kuat dari defisit tipis yang terjadi pada bulan Juli. Pada bulan Oktober neraca itu mencapai 2,1 miliar dolar Amerika, setelah surplus sebesar 2,6 miliar dolar Amerika di bulan September. Ekspor pertanian mulai meningkat dengan kuat, berlawanan dengan lemahnya kinerja PDB pertanian (Gambar 5). Hal ini mencerminkan bobot yang lebih THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 3 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko besar pada tanaman pangan dalam PDB pertanian (sedikit di bawah 80 persen pada tiga triwulan pertama tahun 2010). Tanaman non-pangan, seperti minyak goreng, merupakan sebagian besar dari ekspor pertanian (67 persen pada periode yang sama) dan telah menerima manfaat dari peningkatan harga komoditas dunia. Pertumbuhan ekspor manufaktur tersendat di bulan September (walaupun mungkin merupakan cerminan pengaruh masa liburan). Di sisi impor, modal dan barang setengah jadi masih menjadi pendorong utama pertumbuhan, mencerminkan investasi yang membumbung. Aliran masuk neraca keuangan juga didorong oleh aliran portofolio yang kuat, dan juga peningkatan PMA Kuatnya neraca keuangan Indonesia selama tahun 2010 harus dipandang dalam konteks aliran dunia yang mengalir ke pasar-pasar baru. Faktor-faktor penarik juga berperan, termasuk kuatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, pengelolaan kebijakan makro dan peningkatan permintaan domestik (lihat diskusi pada Bagian B mengenai pengelolaan aliran modal). Sebagai hasilnya, aliran masuk neraca keuangan bergerak lebih tinggi pada triwulan 3, dan angka-angka untuk triwulan 1 dan 2 juga direvisi naik. Aliran portofolio merupakan bagian terbesar dari aliran masuk keuangan bersih, dan di dalamnya pembelian sekuritas pemerintah berjangka lebih panjang (5,9 miliar dolar Amerika dari jumlah 12,4 miliar dolar Amerika aliran masuk portofolio bersih dari tiga triwulan pertama tahun 2010). Penanaman modal asing (PMA) juga tampaknya mengalami tren yang meningkat (walaupun sulit untuk memisahkan pengaruh penambahan investasi baru dari penerimaan yang diinvestasikan kembali, yang diambil dari data neraca pembayaran). Gambar 5: Ekspor pertanian telah meningkat Tabel 3: Rekor aliran masuk neraca pembayaran diperkirakan untuk tahun 2010 (miliar dolar AS, rata-rata bergerak 3 bulanan) (miliar dolar AS) Balance of Payments Current Account 2007 2008 2009 2010 2011 12.7 -1.9 12.5 23.5 11.2 10.5 0.1 10.7 6.9 -1.9 20.9 -15.5 5.1 9.9 -15.2 5.4 21.0 -15.1 4.9 20.6 -18.6 4.9 10.9 -18.1 5.4 Capital & Financial Accounts 3.6 -1.8 3.5 18.4 13.1 Capital Account 0.5 0.3 0.1 0.1 0.3 Financial Account Direct Investment Portfolio Investment Other Investment 3.0 2.3 5.6 -4.8 -2.1 3.4 1.8 -7.3 3.5 1.9 10.3 -8.8 18.3 7.9 15.9 -5.5 12.8 5.4 14.3 -6.8 Foreign Reserves (a) 56.9 51.6 66.1 92.8 Trade Balance Income Balance Transfers Balance (a) 2010 value reflects value at end of November Sumber: BPS dan perhitungan staf Bank Dunia Keseluruhan ramalan neraca pembayaran telah ditingkatkan untuk tahun 2010 dan 2011 Sumber: BI dan proyeksi Bank Dunia Meramalkan komponen neraca pembayaran Indonesia pada lingkungan global yang sedang berlangsung merupakan tugas yang sulit. Proyeksi-proyeksi bersifat peka terhadap ramalan global harga-harga komoditas dan sentimen investasi terhadap pasarpasar kekuatan baru (emerging markets). Akan tetapi, berlanjutnya aliran masuk modal bersih sejak paruh kedua tahun 2010 diperkirakan akan mendorong surplus Neraca Pembayaran tahunan untuk melampaui catatan nilai tertinggi sebesar 14,5 miliar dolar Amerika di tahun 2006 (Tabel 3). Pada neraca berjalan, tren pertumbuhan impor yang lebih tinggi dari ekspor, yang mencerminkan kekuatan relatif permintaan domestik, diperkirakan akan mendorong pergeseran bertahap dari neraca berjalan dari surplus menjadi defisit. Amortisasi obligasi yang lebih tinggi juga akan mempengaruhi kontraksi keseluruhan neraca di tahun 2011. Fluktuasi umum dalam penerbitan hutang publik dan penarikan dan pembayaran kembali hutang akan terus menimbulkan perubahan arah yang cepat dalam Neraca Pembayaran triwulanan. Selain kesulitan peramalan karena faktor-faktor internasional, fitur-fitur statistika juga menambah kerumitan. Secara khusus, sejak triwulan 1 telah terdapat perbedaan yang melebar antara data perdagangan neraca nasional, yang merupakan dasar peramalan perdagangan Bank Dunia, dan data perdagangan neraca pembayaran. Perbedaan itu THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 4 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko pada dasarnya berkaitan dengan valuasi impor barang-barang: impor barang menurut neraca pembayaran berjumlah 9,1 miliar dolar Amerika lebih tinggi pada triwulan 1 hingga triwulan 3 tahun 2010 dibanding angka neraca nasionalnya. 4. Pasar keuangan domestik telah didorong oleh aliran masuk modal Melonjaknya aliran masuk modal telah menimbulkan serangkaian usulan kebijakan untuk menangani kerentanan terhadap aliran dana keluar dan dampak lanjutan dari makin menguatnya kurs tukar Melonjaknya aliran masuk modal selama tahun 2010 berjalan telah memicu debat tentang kebijakan dengan kisaran yang luas di dalam ekonomi-ekonomi yang baru muncul. Tanggapan yang tepat bergantung kepada sifat aliran tersebut, keadaan negara dan sejauh mana berbagai keprihatinan akan ekonomi makro dan kehati-hatian dan kerentanan terhadap perubahan arah aliran. Hal-hal itu dibicarakan secara lebih rinci pada Bagian B. Obligasi domestik dan harga ekuitas telah memperoleh manfaat dari aliran masuk modal… Tren aliran masuk modal portofolio berbalik arah di bulan November, walaupun data-data awal untuk bulan Desember menunjukkan berlanjutnya aliran masuk. Terdapat aliran keluar portofolio asing berjumlah sekitar 18 triliun rupiah pada bulan November, sekitar 80 persen yang disebabkan oleh penurunan kepemilikan sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hal ini mengikuti penangguhan penjualan SBI 3 bulanan pada pertengahan bulan November. Selain itu aliran keluar tersebut juga tercatat selama peningkatan keprihatinan pasar keuangan akan krisis hutang Irlandia. Data awal untuk bulan Desember menunjukkan kembalinya aliran masuk portofolio bersih dan peningkatan kepemilikan sekuritas pemerintah oleh pihak asing. Selama tahun 2010 berjalan, Bank Indonesia (BI) telah menjalankan serangkaian upaya kebijakan kehati-hatian untuk memindahkan aliran dana investasi menuju ke arah yang 1 lebih stabil. Pada bulan Juni diumumkan jangka waktu penyimpanan minimum Bank Indonesia Sertifikat (SBI) selama minimum 1 bulan, berlaku bagi investor dalam maupun luar negeri. Baru-baru ini lelang SBI 1 bulan dan yang 3 bulan, yang umumnya disimpan oleh para investor jangka pendek, juga telah dibekukan. Di bulan Desember keputusan kebijakan moneter BI menunjukkan bahwa BI sedang menyiapkan upaya lebih lanjut untuk “memitigasi dampak negatif dari aliran masuk modal dan juga untuk memperkuat daya tahan sistem perbankan”. Hal itu sebagian berkaitan dengan peraturan mengenai giro wajib minimum dalam valuta asing dan rekening vostro (rekening giro rupiah yang dimiliki oleh pihak asing pada bank-bank domestik). Melihat berjalannya tahun 2010, harga-harga ekuitas dan obligasi terus mencapai nilai tertinggi yang pernah tercatat. Indeks harga saham gabungan Jakarta telah menguat 40 persen sejak awal tahun 2010, dibanding peningkatan sebesar 5,6 persen dalam indeks Dunia MSCI dalam mata uang lokal, dan meningkat 190 persen dibanding tingkat rendahnya pada bulan Maret 2009. Yield obligasi negara dalam mata uang lokal berada pada tingkat paling rendahnya. Yield untuk satu, lima dan sepuluh tahunan turun sekitar 180 hingga 230 basis poin selama setahun berjalan. Spread antara obligasi negara Indonesia dalam dolar AS dan surat treasuri AS telah kembali ke nilai rendah seperti masa pra-krisis tahun 2007, yaitu di bawah 200 basis poin, dan lebih dari 100 basis poin di bawah spread indeks obligasi pasar ekonomi baru dunia. Selain peningkatan dalam indikator pasar tentang kelayakan kredit, lembaga pemeringkat Moody’s mengumumkan bahwa peringkat obligasi negara Indonesia ditempatkan dalam daftar pertimbangan peningkatan peringkat (Kotak 1). 1 Untuk rincian lebih lanjut mengenai tanggapan kebijakan Bank Indonesia lihat Nanang Hendarsah (2010), ‘Challenges and Policy Options in Managing Portofolio Investment Flows: Bank Indonesia’s Recent Experiences’, Direktorat Penelitian dan Kebijakan Ekonomi, Bank Indonesia, November. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 5 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Kotak 1: Moody’s menempatkan obligasi negara Indonesia dalam penilaian peningkatan peringkat Pada tanggal 1 Desember 2010, Moody’s Tabel 4: Spread CDS negara Indonesia berada menempatkan obligasi pemerintah jauh di bawah beberapa negara dengan Indonesia dalam mata uang lokal dan peringkat layak investasi… asing ke dalam penilaian yang dapat meningkatkan peringkatnya, yang akan Spread Peringkat memindahkan mereka dari Ba2 ke kelas CDS layak investasi. Sebelumnya pada bulan (Nov 30 Moody's S&P Juni tahun ini, Moody’s telah menggeser 2010) ramalan obligasi negara Indonesia dari stabil menjadi positif. Indikator-indikator Indonesia 147 Ba2 BB pasar kini menempatkan tingkat Thailand 105 Baa1 BBB+ kelayakan kredit Indonesia pada tingkat sebanding, atau lebih tinggi dari peringkat Malaysia 85 A3 Ainvestasi obligasi negara-negara lainnya (Tabel 4). Korea 110 A1 A Yunani Alasan utama keputusan Moody’s di bulan Desember termasuk ketahanan Indonesia terhadap krisis keuangan dunia dan kuatnya dasar-dasar ekonomi makro yang berkelanjutan, mantapnya peningkatan posisi hutang pemerintah, dan peningkatan cadangan devisa yang dapat menjadi peredam terhadap goncangan neraca pembayaran. 973 Ba1 BB+ Portugal 532 A1 A- Irlandia 608 Aa2 A Spanyol 343 Aa1 AA Brasil 119 Baa3 BBB- Belgia 183 Aa1 AA+ Italia 244 Aa2 A+ Seperti kredit Asia lainnya, Indonesia relatif tidak terpengaruh oleh krisis Sumber: Thomson Financial Datastream, hutang Irlandia di zona Euro (Gambar 6). Moody’s dan S&P Sesungguhnya jatuhnya tingkat hutang Catatan: Spread CDS 5 tahunan dalam dolar AS publik Indonesia dan neraca fiskal yang kokoh sangat mencolok bila dibandingkan dengan sebagian besar negara-negara OECD, terutama yang berada di Eropa yang telah menghadapi krisis hutang publik besar pada tahun ini. Dari di atas 100 persen di tahun 1999, rasio hutang publik Indonesia terhadap PDB telah turun rata-rata sebesar 7 poin persentase setiap tahun dan mencapai 28 persen di tahun 2009 (Gambar 7). Cadangan juga telah bergerak naik, seperti telah disinggung di atas dalam konteks meningkatnya aliran masuk modal. Gambar 6: …termasuk Italia dan Belgia Gambar 7: Hutang publik Indonesia telah (spread CDS obligasi negara 5 tahunan dalam menurun dan cadangan meningkat dolar AS dalam basis poin) (hutang publik terhadap PDB, persen; cadangan, miliar dolar AS) Basis points 1400 Basis points 1400 Percent USD billion 120 120 1200 1200 Indonesia Greece 100 1000 1000 800 800 80 Public Debt to GDP (LHS) Foreign Reserves (RHS) 100 80 60 60 40 40 20 20 600 600 Ireland 400 400 200 200 Italy Belgium 0 Mar-08 Nov-08 Jul-09 Mar-10 0 Nov-10 Sumber: Thomson Financial Datastream THE WORLD BANK | BANK DUNIA 0 0 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 Sumber: BI, CEIC dan Bank Dunia Catatan: Cadangan 2010 adalah data akhir November dan data hutang publik terhadap PDB adalah perkiraan Bank Dunia Desember 2010 6 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia … tetapi intervensi telah membatasi pergerakan kurs tukar valuta Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Kurs tukar rupiah telah bertahan stabil pada beberapa bulan terakhir (dan telah menguat sebesar 4 persen tahun-berjalan). Pergerakan harian cukup rendah. Kurs nilai tukar nominal efektif (yaitu kurs tukar bilateral Indonesia dengan negara-negara yang berbeda sesuai pembobotan perdagangan mereka) sebenarnya melemah sebesar 2,9 persen dari bulan Agustus hingga November (naik 2,7 persen pada bulan Desember 2009). Kurs nilai tukar riil efektif, yang menyertakan perbedaan dalam harga relatif, juga melemah dari bulan August hingga November (turun 2,5 persen) tetapi telah meningkat sebesar 5 persen sejak bulan Desember 2010. Intervensi oleh BI pada pasar valuta asing telah meningkatkan cadangan dari 81 miliar dolar Amerika pada akhir bulan Agustus menjadi 93 miliar dolar Amerika pada akhir bulan November (walaupun laju peningkatan menurun di bulan November). Akan tetapi, karena pengamanan pengumpulan cadangan, laju pertumbuhan moneter tidak meningkat secara mencolok (Gambar 8). Pola pengamanan melalui operasi pasar terbuka pada beberapa bulan terakhir makin bergantung pada fasilitas deposito berjangka dan fasilitas simpanan overnight BI daripadapada penerbitan SBI (FASBI). Jumlah SBI yang beredar telah menurun, dengan BI melakukan operasinya untuk menggeser dana-dana menjauh dari SBI jangka pendek (yang merupakan aliran masuk portofolio yang lebih rentan terhadap perubahan arah aliran). Gambar 8: Pengamanan pengumpulan cadangan berlanjut (uang dasar dan operasi pasar terbuka, OMO, triliun rupiah beredar; cadangan, miliar dolar AS) 500 IDR trillion 400 USD billion M0 Base Money (LHS) 100 Gambar 9: Pertumbuhan kredit telah didorong oleh pinjaman modal kerja (pertumbuhan M1 dan M2 dalam perubahan persentase tahun-ke-tahun) 50 Total Reserves (RHS) 80 Percent Percent YOY 40 Investment Loan Growth (LHS) Lending Rate (RHS) 30 300 100 Total stock of OMOs to reduce net domestic assets (LHS) 40 20 0 0 Jan-08 15 12 60 20 200 18 Dec-08 Nov-09 Sumber: BI, CEIC dan Bank Dunia Kondisi kredit tampaknya terus mendukung investasi dan pertumbuhan di masa depan Oct-10 10 0 9 Consumer Loan Growth (LHS) Total Loan Growth (LHS) Working Capital Loan Growth (LHS) -10 Jan-07 6 3 0 Mar-08 Jun-09 Sep-10 Sumber: BI, CEIC dan Bank Dunia Pada sisi kuantitas, pertumbuhan kredit telah didorong oleh pinjaman modal kerja. Keseluruhan kredit bertumbuh menjadi 21 persen yoy di bulan September, dengan berbalik arahnya pinjaman untuk modal kerja (Gambar 9). Pinjaman konsumen, yang merupakan sepertiga dari keseluruhan kredit, tumbuh sebesar 25 persen. Persetujuan kredit (walaupun dilaporkan terlambat) juga meningkat. Dalam hal biaya kredit, tingkat pinjaman nominal telah menurun sepanjang tahun (turun 100 basis poin menjadi 13,4 persen di bulan September). Hal ini mengikuti penurunan dalam yield obligasi negara seperti disinggung di atas. Diukur dengan dasar ex-post, tingkat pinjaman riil adalah sekitar 7 persen dengan tingkat simpanan hampir nol. Indikator neraca sektor perbankan, seperti rasio kecukupan modal, kredit macet dan rasio pinjaman terhadap simpanan, tetap relatif kuat dan tidak berubah sejak Triwulanan edisi sebelumnya. Tentang berita yang berkaitan, DPR Indonesia telah memberikan persetujuan awal bagi pendirian pengatur keuangan yang baru, yang akan bertanggung jawab untuk mengawasi bank, broker dan perusahaan pengelolaan dana dan akan mengambil alih fungsi pengaturan yang sekarang berada di tangan Bank Indonesia dan Bapepam. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 7 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko 5. Goncangan harga bahan pangan sekali lagi mendominasi pergerakan terakhir dalam inflasi Pergerakan harga bahan pangan terus mendorong inflasi Gangguan kepada harga-harga bahan pangan yang berhubungan dengan cuaca mendorong inflasi IHK headline menjadi 6,3 persen yoy di bulan November, naik dari 5,7 persen di bulan Oktober (Gambar 10). Secara khusus, harga padi-padian (yang termasuk beras) meningkat 25 persen yoy, tingkat tertinggi sejak krisis bahan pangan di tahun 2006. Peningkatan ini menghantam kaum miskin secara tidak proporsional mengingat besarnya bobot bahan pangan itu di dalam susunan konsumsi mereka. Celah antara inflasi keranjang kemiskinan Bank Dunia, yang memberi bobot lebih besar pada bahan pangan tersebut, dan keseluruhan inflasi IHK telah meningkat di atas 5 poin persentase – celah terbesar sejak rangkaian tersebut dimulai pada tahun 2002. Harga beras domestik tetap bertahan pada kisaran 50 persen lebih mahal dibanding harga beras internasional pembandingnya (lihat Kotak 1 pada Triwulanan edisi September untuk rincian lebih lanjut). Pemerintah juga mengumumkan serangkaian pembelian beras dari pasar internasional untuk membangun persediaan pada Badan Urusan Logistik (BULOG). Inflasi inti, walaupun beringsut meningkat, tetap relatif lemah Inflasi inti masih tetap lemah (pada 4,3 persen yoy di bulan November). Sementara meningkat secara bertahap, inflasi inti masih jauh berada di bawah tingkat yang dicatat, misalnya, pada tahun 2008. Mencerminkan pengaruh dari item-item yang cepat berubah arah (Gambar 11), seperti harga bahan pangan, terhadap angka inflasi terakhir, dan menganggap angka inflasi inti sebagai dapat dikelola, BI mempertahankan suku bunga rujukannya pada 6,5 persen di bulan Desember. Perbedaan antara inflasi IHK dan deflator PDB berangsur menyusut Pertumbuhan harga-harga seluruh ekonomi, seperti diukur oleh deflator PDB, makin mendekati harga-harga IHK. Seperti disinggung di atas, hal ini membawa implikasi untuk membandingkan proyeksi neraca fiskal Pemerintah dan Bank Dunia karena kedua indeks itu membentuk dasar harga yang berbeda bagi peramalan penerimaan pajak. Pada triwulan 3, deflator PDB bertumbuh sebesar 7,1 persen yoy, yang hanya 0,9 poin persentase di atas inflasi IHK triwulanan. Jatuhnya inflasi harga investasi dan konstruksi berperan dalam penyatuan ini (sama seperti ketika peningkatan mereka menambah celah antara dua tingkat inflasi tersebut yang mencapai 10 persen pada triwulan 2/2008). Gambar 10: Inflasi telah meningkat sepanjang tahun tetapi masih berada di bawah rata-rata historis Gambar 11: Inflasi inti telah meningkat dengan mantap sementara harga yang cepat berubah (terutama pangan) telah mendorong inflasi headline (persentase perubahan tahun-ke-tahun) (kontribusi terhadap inflasi bulanan) 24 Persen Persen 18 Per cent Per cent 24 1.8 18 1.2 12 0.6 0.6 6 0.0 0.0 0 -0.6 -0.6 Volatile Administered Core Headline Inflation 1.8 1.2 Inflasi pangan 12 Inflasi Keranjang Kemiskinan 6 Inflasi Headline 0 Nov-07 May-08 Nov-08 May-09 Nov-09 May-10 Nov-10 Sumber: BPS dan Bank Dunia Perkiraan ke depan terdapat perimbangan antara tekanan naik dan turun, baik dari dalam maupun luar negeri, Nov-08 May-09 Nov-09 May-10 Nov-10 Sumber: BPS dan Bank Dunia Ramalan rata-rata inflasi untuk tahun 2010 tetap tidak berubah di 5,1 persen. Ramalan inflasi pada triwulan 4 telah sedikit direvisi turun menjadi 6,2 persen yoy dari 6,4 persen, karena ramalan yang lebih lemah bagi pertumbuhan PDB triwulan 4. Revisi naik terhadap inflasi kelompok konsumsi warga miskin mencerminkan goncangan pasokan yang THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 8 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia terhadap inflasi Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko berimbas terhadap harga bahan pangan dan peningkatan harga komoditas dunia. Ramalan-ramalan tersebut tidak menyertakan asumsi penyesuaian apapun terhadap harga-harga yang diatur atau subsidi untuk tahun 2011. Untuk tahun 2011, tekanan naik harga-harga datang dari komoditas dunia dan potensi goncangan pasokan berikut terhadap harga bahan. Akan tetapi, baik perkiraan inflasi maupun inflasi inti belum meningkat secara mencolok pada beberapa bulan terakhir. Pertumbuhan mitra perdagangan utama telah direvisi turun. Inflasi untuk triwulan 4 tahun 2011 diproyeksikan pada 6,0 persen yoy. Ramalan untuk pertumbuhan deflator PDB juga telah sedikit diturunkan untuk tahun 2010 dan 2011, sejalan dengan tren yang belakangan dijumpai. Hal ini berlanjut pada revisi turun untuk PDB nominal, yang merupakan kunci bagi ramalan fiskal pada sisi penerimaan. 6. Lemahnya pembelanjaan fiskal berlanjut dan pertumbuhan penerimaan pajak telah melambat Pertumbuhan penerimaan pajak di tahun 2010 melambat Pertumbuhan penerimaan pemerintah telah melambat sejak Triwulanan edisi September, yang disebabkan oleh prestasi pajak penghasilan dan PPN. Jumlah penerimaan pemerintah pusat pada sebelas bulan pertama tahun 2010 berada pada 18 persen di atas periode yang sama di tahun 2009. Sebagai pembanding, penerimaan pada delapan bulan pertama mencapai 21 persen di atas tahun yang lalu (yaitu pada waktu proyeksi Triwulanan edisi September dibuat). Baik kegiatan ekonomi maupun upaya kebijakan memainkan peran untuk menjelaskan tren ini. Pertama, pertumbuhan dalam kegiatan ekonomi nominal lebih rendah dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini telah menurunkan proyeksi tahun 2010 bagi pajak dan penerimaan non migas bukan pajak (yang juga turun karena proyeksi harga minyak yang sedikit lebih rendah). Kedua, penurunan tingkat pajak perusahaan di tahun 2010, dari 28 persen di tahun 2009 menjadi 25 persen di tahun 2010, juga dapat menjelaskan sebagian perlemahan tersebut. Perubahan kebijakan juga akan mempengaruhi pertumbuhan pajak di tahun 2011. Sebagai contoh, pajak atas pemindahan hak atas tanah dan bangunan tidak lagi menjadi penerimaan pemerintah pusat tetapi menjadi penerimaan pemerintah daerah. Sejalan dengan itu, sejak tahun 2011 penerimaan pajak bumi dan bangunan direncanakan akan mulai berangsur dipindahkan dari pemerintah pusat, sebelum benarbenar dihapuskan pada tahun 2014. Lemahnya tingkat pencairan masih merupakan masalah, walaupun upaya untuk meningkatkan pelaksanaan anggaran telah diluncurkan Seperti pada tahun-tahun yang lalu, pencairan yang lemah juga terlihat pada sebelas bulan pertama tahun 2010. Pada akhir bulan November, jumlah pencairan hanyalah 73 persen dari anggaran dengan perubahan, di bawah tingkat 76 persen di tahun 2009 dan 83 persen di tahun 2008. Hal ini umumnya didorong oleh rendahnya belanja pada item-item di bawah golongan modal dan lainnya, tetapi juga oleh bahan dan pembayaran bunga. Sebagai akibatnya, proyeksi belanja Bank Dunia untuk tahun 2010 juga telah disesuaikan dengan sedikit penurunan. Walaupun reformasi untuk meningkatkan pelaksanaan anggaran telah diluncurkan, beberapa masalah yang telah lama ada yang merintangi pencairan anggaran secara tepat waktu masih bertahan. Bagian B mencermati masalah itu secara lebih rinci, termasuk tren terakhir dalam laju pencairan, potensi dampak mereka terhadap efisiensi belanja publik dan reformasi kebijakan yang berkaitan. Defisit fiskal di tahun 2010 diramalkan akan lebih rendah dari yang tercantum dalam Anggaran awal Dengan adanya berbagai tren tersebut, defisit di tahun 2010 tampaknya akan berada jauh di bawah proyeksi APBN-P sebesar 2,1 persen PDB atau 134 triliun rupiah. Per bulan November, neraca pemerintah untuk tahun 2010 berjalan masih berada pada surplus 16 triliun rupiah. Walaupun demikian, seperti disinggung di atas, belanja dibebankan pada bulan terakhir di penghujung tahun, kinerja berjalan telah menyebabkan revisi turun pada proyeksi defisit fiskal pada Laporan Pemerintah Semester I menjadi 1,5 persen PDB atau 95,1 triliun rupiah. Proyeksi Bank Dunia adalah defisit sebesar 69,1 triliun rupiah atau 1,1 persen PDB (Tabel 5). Angka ini naik sebesar 9,9 triliun rupiah (0,2 poin persentase dari PDB) dari proyeksi Triwulanan edisi September. Pendorong utama dari perbedaan antara proyeksi fiskal Pemerintah dan Bank Dunia adalah perbedaan indeks harga yang digunakan untuk meramalkan PDB nominal yang juga mempengaruhi penerimaan pajak (lihat Triwulanan edisi Juni 2010 untuk THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 9 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko pembahasan lebih rinci). Pemerintah menggunakan IHK, sementara Bank Dunia menggunakan deflator PDB untuk mencerminkan dasar seluruh ekonomi bagi penerimaan pajak. Dengan makin dekatnya pertumbuhan dari kedua indeks tersebut, perbedaan di antara ramalan penerimaan juga tampaknya akan makin menyempit. RAPBN 2011 telah disahkan pada akhir bulan Oktober Program dan prioritas pada RAPBN tahun 2011 yang disahkan oleh DPR pada umumnya sejalan dengan anggaran yang diusulkan. Keseluruhan belanja meningkat sebesar 2,3 persen dibanding anggaran yang diusulkan, naik 6,7 persen dari APBN 2010. Asumsi pertumbuhan dan kekuatan kurs tukar nominal terhadap dolar AS mengalami sedikit penyesuaian naik. Defisit ditingkatkan menjadi 1,8 persen PDB, naik tipis dari 1,7 persen pada anggaran yang diusulkan. APBN tahun 2011 menyertakan peningkatan yang relatif besar dalam alokasi dana terhadap belanja modal (naik hampir 30 persen dari APBN-P tahun 2010). Tentang subsidi, usulan untuk meningkatkan tarif listrik sebesar 15 persen ditolak oleh DPR. Sebaliknya, DPR mengusulkan agar Pemerintah meningkatkan efisiensi operasi PLN. Pemerintah baru-baru ini tampaknya mengusulkan pembatasan penggunaan bahan bakar bersubsidi bagi kendaraan pribadi yang akan dimulai pada bulan Januari 2011. Mengenai berita lain yang berkaitan dengan subsidi, Kementerian Pertanian sedang melakukan percobaan bagi subsidi pupuk langsung kepada petani dan bukan kepada produsen pupuk. Aliran masuk modal mendukung posisi pendanaan Pemerintah menuju masa depan Posisi pendanaan di tahun 2010 telah dibantu oleh kuatnya permintaan investor asing akan surat utang pemerintah (SUN). Pembiayaan bersih hingga akhir bulan November mencapai 78 triliun rupiah. Penjualan obligasi domestik bersih berkontribusi sebesar 93,5 triliun rupiah dari jumlah tersebut. APBN 2011 memproyeksikan pembiayaan bersih dari sumber domestik sebesar 125,3 triliun rupiah (hampir seluruh 124,7 triliun jumlah pembiayaan bersih dibutuhkan untuk proyeksi defisit). Penjualan bersih obligasi domestik diproyeksikan 121,6 triliun rupiah. Terus berlanjutnya permintaan asing terhadap SUN memasuki tahun 2011 akan mendukung posisi pendanaan untuk tahun tersebut. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 10 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Tabel 5: APBN 2011 yang telah disahkan memproyeksikan defisit yang lebih besar dibanding proyeksi tahun 2010 (triliun rupiah, kecuali dinyatakan lain) 2009 2010 2010 (p) 2010 (p) 2011 (p) Actual Revised Budget Semester 1 report WB estimates Budget A. State revenues and grants 1. Tax revenues o/w natural resources - Oil and gas - Non oil and gas 2. Non tax revenues o/w natural resources - Oil and gas - Non oil and gas 848.8 619.9 317.6 50.0 267.5 227.2 139.0 125.8 12.8 992.4 743.3 362.2 55.4 306.8 247.2 164.7 151.7 13.0 994.7 738.9 360.9 55.3 305.6 253.9 164.7 151.5 13.2 968.4 708.9 349.4 52.2 297.2 257.5 157.3 141.2 16.2 1,104.9 850.3 420.5 55.6 364.9 250.9 163.1 149.3 13.8 B. Expenditure 1. Central government 2. Transfers to the regions 937.4 628.8 308.6 1,126.1 781.5 344.6 1,089.8 742.4 347.4 1,037.5 694.6 342.9 1,229.6 836.6 393.0 5.2 -28.1 5.7 26.0 -9.4 (88.6) (1.6) (133.7) (2.1) (95.1) (1.5) (69.1) (1.1) (124.7) (1.8) 5,613 4.5 2.8 10,408 6.6 61.5 950 6,254 5.8 5.3 9,200 6.5 80.0 965 6,254 5.8 5.3 9,200 6.5 80.0 965 6,385 5.9 5.1 9,080 6.4 76.6 965 7,020 6.4 5.3 9,250 6.5 80.0 970 C. Primary balance D. SURPLUS / DEFICIT Deficit (per cent of GDP) Economic assumptions/outcomes Gross domestic product (GDP) Economic growth (per cent) CPI (per cent) Exchange rate (IDR/USD) Interest rate of SBI (average %) Crude oil price (USD/barrel) Oil production ('000 barrels/day) Catatan: Ramalan penerimaan Bank Dunia berdasarkan metodologi yang berbeda dari yang digunakan oleh Pemerintah untuk mendapatkan proyeksi bagi PDB nominal (lihat Bagian C dari Triwulanan Juni 2010 untuk pembahasan lengkap Sumber: Menkeu dan proyeksi Bank Dunia 7. Risiko jangka pendek pada umumnya berasal dari luar negeri, tetapi kebijakan domestik akan menentukan lintasan pertumbuhan jangka menengah Risiko jangka pendek pada umumnya berasal dari luar negeri, terutama dari aliran masuk modal Pendorong global posisi luar negeri Indonesia membawa risiko dan kesempatan. Ramalan untuk pendorong likuiditas global dan harga komoditas, yang baru-baru ini mendorong neraca luar neger Indonesia, tetap rentan terhadap pemindahan secara tibatiba. (Untuk pembicaraan lebih lanjut tentang dampak goncangan harga komoditas terhadap posisi fiskal, harga-harga dan ekspor Indonesia, lihat Bagian B dari Triwulanan edisi Juni 2010). Dalam kaitannya dengan aliran modal, suatu revisi naik yang kuat terhadap lintasan pemulihan AS, dan penyesuaian yang berkaitan pada kebijakan pelimpahan likuiditas ke pasar berikutnya (QE2, quantitative easing 2), dapat menyebabkan goncangan sementara kepada aliran yang mengalir kepada pasar ekonomi-ekonomi baru (EME). Selain itu, tanggapan kebijakan terhadap tekanan kurs tukar dan aliran modal di antara pasar ekonomi baru tidaklah terkoordinasi dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan potensi arbitrasi peraturan, dengan investor “uang panas” memindahkan fokus karena negaranegara menggunakan kebijakan dan peraturan yang berbeda terhadap aliran demikian. Dengan latar belakang demikian, faktor-faktor struktural, seperti pembangunan neraca korporat dan rumah tangga dalam G7 dan tingginya tabungan di Cina, bersama-sama dengan penyesuaian risiko relatif dari EME vs ekonomi dengan pendapatan dan hutang yang tinggi, menunjuk kepada terus berlanjutnya aliran likuiditas menuju EME. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 11 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Dalam jangka pendek, Indonesia masih tetap rentan terhadap goncangan yang merusak sentimen investor. Sebagai contoh, ekonomi Indonesia mengalami pelarian keluar modal pada bulan Mei 2010. Informasi pasar menunjukkan bahwa sentimen demikian tidaklah besar pada investor asing dalam sekuritas pemerintah dengan jangka yang lebih panjang. Namun demikian, kebijakan untuk meningkatkan insentif bagi investasi PMA tidak hanya dapat membantu memindahkan aliran ke investasi yang lebih stabil tetapi juga memenuhi kebutuhan investasi bagi dorongan investasi yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk memenuhi sasaran pertumbuhannya. Risiko domestik umumnya berkaitan dengan tantangan kebijakan jangka menengah yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ke lintasan yang bahkan lebih tinggi lagi Secara domestik dalam jangka pendek, sementara peningkatan dalam inflasi inti hanyalah terbatas, terdapat peningkatan risiko akan goncangan lanjutan harga bahan pangan yang menambah kepada inflasi inti melalui pengaruh tahap kedua dan dampaknya terhadap perkiraan inflasi. Pada sisi fiskal, risiko utama untuk tahun 2011 tetaplah merupakan pencairan dana secara tepat waktu, terutama bagi proyek-proyek prasarana modal. Mungkin risiko jangka menengah utama terhadap Indonesia adalah apakah kebijakan yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan menjadi 7 persen ditambah laju pertumbuhan yang mungkin telah diperoleh dan diterapkan. Risiko ini memberikan potensi naik dan turun dari garis dasar. Secara khusus, akan dibutuhkan tindakan yang terkoordinasi untuk menangani kebutuhan prasarana Indonesia, untuk menangani pembatasan pertumbuhan dari iklim investasi, untuk meningkatkan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas, dan untuk memastikan bahwa pertumbuhan itu dinikmati oleh seluruh penduduk. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 12 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko B. PERKEMBANGAN TERBARU PEREKONOMIAN INDONESIA 1. Mengelola Aliran Masuk Modal: Pilihan Kebijakan bagi Indonesia a. Aliran masuk modal telah meningkat tahun ini di Indonesia, membawa manfaat dan juga risiko yang membutuhkan tanggapan kebijakan yang sesuai Stimulus moneter di negara-negara OECD bersama dengan yield yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang kuat di negaranegara ekonomi baru (emerging economies) tampaknya akan terus mendapatkan aliran masuk modal pada jangka pendek dan menengah, yang membawa manfaat dan sekaligus risiko kepada negara-negara penerima aliran dana Pertanyaan bagaimana sebaiknya mengelola peningkatan aliran masuk modal menjadi masalah kebijakan yang makin mendesak pada 18 bulan terakhir di Indonesia dan pasarpasar ekonomi baru lainnya. Kuatnya pertumbuhan ekonomi dan landasan ekonomi makro serta tingginya yield secara relatif pada kekuatan ekonomi baru menarik modal dari ekonomi-ekonomi maju yang masih menghadapi pertumbuhan yang lemah dan yield yang rendah. Pada jangka pendek, ronde kedua pelepasan uang dalam jumlah besar ke pasar di Amerika Serikat makin mendukung likuiditas global dan aliran masuk ke pasar-pasar baru yang kuat seperti Indonesia tampaknya akan terus berlanjut. Pada jangka menengah, walaupun setelah stimulus moneter secara bertahap ditarik dari negaranegara OECD, perbedaan pertumbuhan tampaknya akan terus bertahan seperti juga penyeimbangan ulang sekuler dari portofolio uang riil menuju ekonomi yang baru, mendukung ramalan aliran masuk. Aliran masuk bersih ke Indonesia jauh melebihi tingkat pra-krisis di tahun ini, didominasi oleh aliran portofolio juga meningkatnya PMA Pada tiga triwulan pertama tahun 2010, aliran masuk neraca keuangan dan modal bersih Indonesia meningkat menjadi 15,7 miliar dolar Amerika, bergerak cukup jauh di atas tingkat rata-rata pra-krisis. Aliran portofolio bersih sebesar 13,3 miliar dolar Amerika mendominasi jumlah tersebut, diikuti dengan aliran masuk PMA bersih sebesar 6,8 miliar dolar Amerika. Aliran lain, kebanyakan aliran perbankan, menunjukkan aliran keluar bersih sebesar 4,4 miliar dolar Amerika (Gambar 12). Sementara aliran masuk modal dapat secara signifikan memangkas biaya kredit dan meningkatkan ketersediaan pendanaan di negara-negara penerima, aliran dana masuk berukuran besar dan cepat berubah arah juga dapat meningkatkan resiko makroekonomi dan dampak buruk mengalirnya dana keluar dimasa depan yang mengganggu. Perimbangan risiko-risiko dan manfaat tersebut sangat bergantung pada komposisi aliran masuk modal, terutama PMA dengan jangka yang lebih panjang dibandikandengan aliran portofolio dengan jangka yang lebih pendek, dan ketepatan kebijakan untuk menanggapinya. Diskusi berikut membahas komposisi arus masuk modal yang belakangan mengalir ke Indonesia, risiko-risiko yang berhubungan dan kemungkinan tanggapan kebijakan jangka pendek dan menengah. Di dalam aliran portofolio, pembelian surat utang negara (SUN) dalam mata uang rupiah oleh pihak asing merupakan 73 persen dari aliran masuk bersih untuk tahun ini, dengan pembelian bersih instrumen pasar uang jangka pendek (SBI) dan ekuitas masing-masing sebesar 12 persen dan 15 persen (Gambar 13). Sebagai pembanding, seluruh aliran masuk portofolio bersih di tahun 2007 berjumlah 7 miliar dolar Amerika, dan rata-rata sebesar 4 miliar dolar Amerika di tahun 2004-2006. Sementara aliran masuk PMA bersih tahun ini juga melebihi jumlah sepenuh tahun 2007 dan 2008 (masing-masing 2,2 miliar dan 3,4 miliar dolar Amerika), nilai absolutnya masih tetap lebih rendah dibanding negara-negara lain. Aliran masuk portofolio masih merupakan kekuatan pendorong yang dominan dari surplus neraca keuangan dan permodalan. Dengan penyempitan neraca berjalan yang diperkirakan akan terjadi tahun depan, kebergantungan yang besar pada pendanaan luar negeri lewat aliran masuk portofolio ini, dan bukan kepada PMA yang memiliki jangka waktu yang lebih panjang, tetap merupakan sumber kerentanan ekonomi makro. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 13 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Gambar 12: Peningkatan aliran masuk portofolio telah mendominasi neraca keuangan sejak tahun 2009… Gambar 13: …dengan mayoritas investasi portofolio menuju pembelian SUN bukan oleh penduduk (aliran neraca keuangan, dalam miliar dolar Amerika) (pembelian bersih ekuitas oleh investor bukan penduduk, SUN dan SBI dalam triliun rupiah; cadangan dalam miliar dolar Amerika) 25 25 Net Other Investment Net Portfolio Investment Net FDI Investment Financial Account 20 20 Triliun Rp 60 Miliar dolar AS Cadangan Devisa (RHS) 105 15 40 90 10 10 20 75 5 5 0 60 0 0 -5 -5 -10 -10 -15 -15 15 2006 2007 2008 2009 2010 Q1-Q3 Sumber: BI 45 -20 Pembelian Asing Bersih (LHS): -40 SBI JCI 30 SUN 15 -60 Nov-08 May-09 Nov-09 May-10 Nov-10 Sumber: CEIC, BI dan Menkeu Catatan: SBI dan SUN dihitung sebagai perubahan dalam kepemilikan bukan penduduk Nilai aliran dana masuk dibanding dengan PDB di Indonesia tidaklah mencolok, tetapi aliran dana masuk dibandingkan dengan dana cadangan relatif tinggi Selain itu, walaupun aliran dana masuk bersih dibandingkan dengan PDB berada pada kisaran pola historis (walaupun meningkat) dan tidak mencolok disamping negara-negara pembanding, aliran masuk portofolio bersih Indonesia yang menuju ke cadangan adalah relatif besar (pada 16 persen tahun berjalan dibanding dengan 3-4 persen di Thailand dan Brasil). Tingkat cadangan devisa perlu mendapat perhatian di Indonesia karena pihak asing memiliki aset pasar keuangan yang relatif tinggi, sehingga cadangan devisa dapat memainkan peran yang kritis dalam meredam gejolak bila terjadi penjualan besar-besaran dan aliran keluar modal dalam skala besar. b. Peningkatan aliran masuk portofolio meninggikan keprihatinan terhadap prinsip kehati-hatian dan ekonomi makro dan memperbesar risiko aliran keluar yang mengganggu Penguatan mata uang sebagai akibat dari aliran masuk modal dapat mempengaruhi daya saing dan kinerja ekspor Bagi para penyusun kebijakan tantangan utama ekonomi makro yang ditimbulkan oleh aliran masuk modal berukuran besar adalah tekanan menguat terhadap kurs tukar valuta. Investor asing yang terus menerus membeli aset-aset lokal akan memberikan tekanan naik pada mata uang lokal. Sampai suatu titik penguatan akan membawa pengaruh yang mengganggu daya saing dan ekspor, yang dapat menyebabkan hasil pertumbuhan yang lebih rendah dan merusak sektor-sektor tertentu di dalam ekonomi. Rupiah telah menguat sebesar 24 persen secara nominal dan riil sejak bulan Maret 2009. Dari bulan Januari hingga November 2010, rupiah telah menguat sebesar 2 persen secara riil dan 4 persen secara nominal (14). Aliran dana masuk juga membantu meningkatkan harga-harga di pasar ekuitas dan pendapatan tetap, memangkas biaya pinjaman pemerintah di satu sisi, tetapi di sisi lain membuat sistem lebih rentan terhadap pembalikan arah aliran dana secara tiba-tiba karena tingginya kepemilikan oleh pihak asing Aliran masuk modal juga dapat menggelembungkan harga aset dan mengganggu kestabilan pasar keuangan. Walaupun harga properti tampaknya tidak banyak meningkat di Indonesia sejak awal tahun 2009, harga ekuitas dan pendapatan tetap telah banyak meningkat. Bursa saham Indonesia telah meningkat lebih dari 40 persen pada tahun berjalan atau 190 persen sejak bulan Maret 2009. Sejalan dengan itu, yield obligasi pemerintah dalam mata uang lokal berada pada titik rendah yang pernah tercatat, dengan yield 10 tahunan jatuh sebesar 280 basis poin sejak bulan Januari (dari 9,9 menjadi 7,1 persen) dan 5 tahunan jatuh sebesar 230 basis poin (8,8 menjadi 6,5 persen). Kecilnya ukuran pasar modal berarti hal itu tampaknya tidak akan membawa dampak yang berarti pada ekonomi yang lebih luas, misalnya dalam hal peningkatan konsumsi karena efek pendapatan meningkat. Sementara penurunan yield obligasi merupakan penghematan besar dalam biaya pinjaman pemerintah, tingginya proporsi kepemilikan asing dalam pasar pendapatan tetap dan ekuitas membuat sistem menjadi lebih rentan terhadap THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 14 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko pembalikan arah aliran dana secara tiba-tiba. Pada akhir bulan September 2010, pihak asing memiliki 67 persen dari nilai kepemilikan ekuitas (sekitar 126 miliar dolar Amerika), 28 persen SUN (lebih dari 20 miliar dolar Amerika) dan 26 persen SBI (7 miliar dolar Amerika). Gambar 14: Rupiah menguat dalam nilai riil dan nominal di tahun 2009, tetapi lebih bertahap di tahun 2010 Gambar 15: Kepemilikan aset domestik oleh asing telah meningkat, tetapi cadangan juga meningkat (aliran masuk modal bersih, kepemilikan saham dan obligasi (kurs tukar efektif riil dan kurs tukar efektif nominal diindeks oleh asing, hutang LN jangka pendek dan cadangan, dalam ke 100 pada Januari 2002; tingkat rupiah per dolar AS) miliar dolar AS) 400 Jan 2002=100 IDR per USD 350 2000 IDR Appreciation 300 250 4000 IDR/USD Spot (RHS) 200 REER (LHS) 150 NEER (LHS) 50 6000 8000 Jun-03 Dec-05 Jun-08 Sumber: CEIC, JPMorgan dan Bank Dunia Rekening permodalan Indonesia yang terbuka meningkatkan kerentanannya terhadap aliran dana keluar, tetapi cadangan devisa telah meningkat sebanding dengan aliran masuk yang baru terjadi dan hutang luar negeri jangka pendek tetap bertahan stabil May 2010 Foreign Holdings of Bonds Sept 2010 Foreign Holdings of Stocks Private Short-Term External Debt 12000 Total Short-Term External Debt 14000 FX Reserves 16000 Dec-00 Sept 2008 USD bn 0 Jun-98 Foreign Holdings of SBI 10000 100 Jan-96 0 0 20 40 60 80 100 120 140 Nov-10 Sumber: BI, Menkeu dan Bank Dunia Risiko pembalikan arah aliran modal secara tiba-tiba sangatlah relevan dengan pasar permodalan Indonesia yang bersifat terbuka. Jika terjadi aliran keluar modal yang deras secara tiba-tiba, maka akan terjadi tekanan ke bawah terhadap kurs tukar valuta (memperbesar kerentanan terhadap hutang dalam denominasi mata uang asing), dan juga menyebabkan peningkatan yield dan biaya pinjaman. Gambar 15 membandingkan kerentanan Indonesia terhadap aset keuangan yang dimiliki pihak asing dan hutang luar negeri jangka pendek di bulan September 2008, Mei 2010 dan September 2010.2 Nilai kepemilikan obligasi oleh pihak asing telah berlipat dua sejak bulan September 2008, dan nilai kepemilikan ekuitas oleh asing telah meningkat sebesar 60 persen (walaupun sebagian besar peningkatan ekuitas disebabkan oleh tingginya pencatatan valuasi ekuitas). Akan tetapi, peningkatan dalam hutang luar negeri jangka pendek lebih tidak kentara. Jumlah hutang meningkat sebesar 20 persen pada periode tersebut, dan hutang luar negeri jangka pendek swasta meningkat kurang dari 7 persen. Selain itu, sementara aliran masuk modal dapat menyebabkan ketidakcocokan waktu jatuh tempo dan valuta, dengan bank-bank meminjam dengan waktu jatuh tempo yang singkat sementara memberi pinjaman kepada proyek-proyek dengan waktu jatuh tempo yang panjang, dan porsi hutang dalam mata uang asing yang signifikan, sejauh ini tampaknya tidak ada bukti bahwa ketidakcocokan itu sering terjadi. Cadangan devisa juga meningkat sebesar lebih dari 50 persen pada periode tersebut dan pada 93 miliar dolar Amerika (setara dengan sekitar 6,7 bulan impor dan 2,4 kali hutang luar negeri jangka pendek) akan cukup memadai untuk bertahan terhadap penjualan aset lancar berukuran besar seperti obligasi maupun SBI. Namun demikian, makin besarnya kerentanan keuangan Indonesia terhadap pihak asing menunjukkan bahwa mungkin diinginkan adanya tingkat cadangan yang lebih besar yang lebih sebanding dengan pembandingnya yang berada pada wilayah yang sama. 2 Penting untuk menunjukkan bahwa indikator yang berbeda pada bagan ini mengukur jenis kerentanan yang berbeda pula: sebagai contoh, tingkat hutang eksternal jangka pendek adalah untuk menunjukkan seberapa baik cadangan dapat memenuhi kebutuhan amortisasi tetap jika pasar modal asing ditutup. Di lain pihak, nilai kepemilikan ekuitas oleh asing menunjukkan kemungkinan aliran keluar jika terjadi penjualan tiba-tiba, walaupun nilai ini akan menyesuaikan ke bawah karena penjualan akan menyebabkan tingkat harga yang lebih rendah. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 15 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko c. Kebijakan jangka menengah harus bertujuan untuk menarik lebih banyak PMA dan memperkuat sistem keuangan melalui peraturan makro yang berhati-hati Dengan kemungkinan berlanjutnya aliran masuk modal, kebijakan untuk menarik aliran PMA dengan jangka yang lebih panjang dan memperkuat sistem keuangan dapat membantu memaksimalkan manfaat dan membatasi risiko Seperti disoroti di atas, aliran masuk modal ke Indonesia tampaknya bukanlah suatu keadaan yang berlangsung hanya untuk jangka pendek. Selain tanggapan kebijakan yang segera, terdapat upaya-upaya yang dapat diambil oleh pihak berwenang untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan risiko dari aliran masuk pada jangka menengah. Dua prioritas kebijakan jangka menengah yang utama adalah meningkatkan aliran masuk PMA yang berjangka lebih panjang dan memperkuat sistem keuangan melalui upaya kelembagaan dan kehati-hatian makro untuk memangkas kerentanan. Meningkatkan iklim investasi akan membantu mendorong aliran dana PMA yang bermanfaat Untuk mendukung pertumbuhan PDB riil yang lebih tinggi dari 7 persen, Indonesia harus memperbesar tingkat investasinya secara signifikan. Hal ini pada gilirannya akan membutuhkan pendanaan asing, karena simpanan dalam negeri tampaknya tidak cukup untuk menutupi jurang investasi. Aliran masuk PMA pada umumnya memiliki sifat 3 bertahan lebih kuat dan berjangka lebih panjang dibanding aliran portofolio, dan dapat menjadi sumber pendanaan yang berguna untuk membantu Indonesia memenuhi kebutuhan investasinya yang berkembang. Aliran PMA ke Indonesia yang ada bila dilihat sebagai bagian dari PDB adalah cukup rendah, tetapi Indonesia dapat menarik lebih banyak aliran ini dengan melakukan berbagai upaya demi meningkatkan iklim investasi. Secara khusus, langkah-langkah dapat diambil untuk merendahkan rintangan masuk dan biaya operasi, meningkatkan logistik, merevisi UU tenaga kerja dan mengendalikan penyebaran rintangan non-tarif. Penanganan kelemahan prasarana Indonesia juga dapat menjadi hal yang penting untuk mendorong investasi dalam dan luar negeri. Peraturan prinsip kehatihatian tingkat makro dan mikro dapat membantu memperkuat sistem keuangan Aliran masuk modal juga dapat mendorong perkembangan kredit yang cepat dan gelembung harga aset dan memicu kerentanan sektor keuangan yang berhubungan. Untuk meredam sebagian kerentanan itu, Indonesia dapat lebih memperkuat sistem keuangannya melalui berbagai peraturan prinsip kehati-hatian tingkat mikro dan makro. Pada tingkat makro, dapat dilakukan upaya-upaya untuk menangani kelemahan dalam kerangka hukum, kelembagaan dan pengelolaan, menetapkan suatu kerangka pengawasan keuangan yang baru, memperkuat neraca BI, dan membangun pasar modal untuk melakukan diversifikasi sumber pendanaan. Pada tingkat yang lebih mikro, peraturan dapat ditempatkan untuk memangkas kerentanan bank-bank dengan meningkatkan rasio kecukupan modal minimum, memperkuat cadangan kerugian hutang, menetapkan batasan paparan valuta asing, dan memberi plafon bagi pinjaman jangka pendek luar negeri. d. Indonesia memiliki berbagai pilihan kebijakan untuk jangka pendek, yang mana penguatan dan pengamanan pengumpulan cadangan merupakan dua pilihan yang paling tepat Pilihan kebijakan jangka pendek sebaiknya disesuaikan dengan keadaan negara Tergantung pada keadaan negara, tanggapan kebijakan jangka pendek terhadap aliran masuk modal dapat berupa penguatan dan pengumpulan cadangan (diamankan dan tidak diamankan) hingga penurunan suku bunga atau pengetatan kebijakan fiskal dan menetapkan kendali pada aliran masuk dan keluar modal. Masing-masing kebijakan tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Penguatan mata uang meningkatkan keprihatinan akan daya saing tetapi juga memiliki manfaat Bila tidak ada intervensi dari bank sentral, akibat langsung dari aliran masuk modal adalah penguatan mata uang. Keuntungan dari penguatan valuta adalah peningkatan daya beli konsumen dalam negeri, memangkas inflasi, membuat impor lebih murah, dan menurunkan beban mata uang lokal terhadap hutang dalam denominasi valuta asing. Di lain pihak, penguatan mata uang meningkatkan tekanan daya saing pada eksportir dan sektor persaingan impor. Alokasi ulang sektoral yang terjadi dapat memiliki akibat sosial bergantung bagaimana proses penyesuaian dikelola. Akan tetapi, tekanan daya saing seperti itu dapat mendorong peningkatan produktivitas yang dibutuhkan, dan kecuali mata uangnya mengalami kelebihan nilai yang terlalu berlebihan, yang menurut Pasal IV dari 3 Kekuatan daya tahan ini dapat dilihat pada Gambar 12, dengan tahun krisis 2008 merupakan satu tahun di mana aliran masuk PMA melampaui aliran masuk portofolio. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 16 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko laporan terakhir terbitan IMF tidak terjadi di Indonesia, membiarkan tambahan penguatan mata uang dapat menjadi pilihan yang baik, walaupun pada laju yang bertahap. Penguatan kurs tukar dapat diimbangi atau diperlambat dengan pengumpulan cadangan devisa oleh bank sentral Untuk mencegah penguatan mata uang atau melambatkan lajunya menghadapi aliran masuk modal, bank sentral dapat mengumpulkan cadangan (dengan membeli valuta asing dan menjual mata uang lokal kembali ke pasar). Pengumpulan cadangan dapat menjadi pilihan yang baik bagi Indonesia dengan tetap tingginya tingkat kerentanannya terhadap aliran keluar investasi asing. Akan tetapi, bila tambahan likuiditas ditinggalkan di pasar (tidak diamankan) maka ia dapat menimbulkan tekanan inflasi. Bank sentral dapat mengamankan tambahan likuiditas tersebut melalui operasi pasar terbuka (OMO) atau upaya pengetatan likuiditas lain seperti peningkatan kewajiban giro wajib. Di Indonesia pada tahun yang lalu, BI telah melakukan intervensi untuk mencegah penguatan rupiah yang terlalu cepat, terutama pada bulan-bulan terakhir. Hal ini terlihat jelas dari peningkatan cadangan devisa yang signifikan, dari 66 miliar dolar Amerika pada awal bulan Januari 2010 menjadi 93 miliar dolar Amerika pada akhir bulan November. Walaupun BI telah mengamankan sebagian intervensinya melalui penerbitan SBI, peningkatan penerbitan SBI meningkatkan biaya kuasi-fiskal bagi bank sentral karena perbedaan suku bunga antara pembayaran BI bagi SBI dan pendapatan dari cadangan. Di bulan September, BI mengambil pendekatan yang berbeda untuk menurunkan likuiditas di pasar dan meningkatkan kewajiban giro minimum dari 5 persen menjadi 8 persen, suatu tindakan yang akan menguras sekitar 53 triliun rupiah dari sistem. Dengan tekanan yang baru terhadap neraca BI dan biaya kuasi-fiskal dari upaya pengamanan dengan OMO, upaya pengetatan likuiditas seperti peningkatan giro wajib di bulan September akan menjadi lebih tepat untuk maju ke depan. Kebijakan fiskal dan moneter dapat juga digunakan bila keadaannya mendukung Kebijakan fiskal dan moneter juga dapat disesuaikan untuk menanggapi aliran masuk. Penurunan suku bunga memangkas insentif bagi aliran masuk, tetapi dengan tekanan inflasi, tampaknya bukan merupakan pilihan yang baik bagi Indonesia pada tahap ini. Pengetatan fiskal dapat membantu menyeimbangkan aliran masuk lewat penurunan suku bunga melalui penurunan permintaan agregat. Akan tetapi Indonesia saat ini memiliki sikap fiskal yang relatif konservatif dan pengetatan akan membawa dampak negatif terhadap belanja pembangunan yang penting untuk prasarana, kesehatan dan pendidikan. Jika pilihan lain tidak layak, maka pengendalian modal yang terencana dan bersifat sementara mungkin lebih cocok, akantetapi akan membutuhkan kapasitas pengurusan dan pengelolaan yang baik Jika pilihan lain tidaklah mungkin, pengendalian modal dapat digunakan untuk membatasi aliran masuk atau keluar modal jangka pendek dan berukuran besar, tetapi membutuhkan kapasitas pengurusan yang memadai dan pengelolaan yang baik agar pengaturannya dapat berjalan secara efektif. Pengendalian itu merupakan solusi jangka pendek karena jika aliran masuk terus berlanjut, para investor umumnya akan menemukan cara untuk mengelakkannya. Kendali itu juga dapat membutuhkan biaya penerapan yang besar sehingga menimbulkan persaingan yang tidak adil dalam akses terhadap dana asing (dengan kerugian yang diderita oleh perusahaan berukuran kecil dan menengah). Akhirnya, penerapan kendali dapat menimbulkan ketidakpastian mengenai sikap kebijakan suatu negara, yang menyebabkan pembalikan arah aliran modal secara tibatiba. Contoh pengendalian modal termasuk pajak pada aliran masuk portofolio, larangan pembelian instrumen keuangan tertentu oleh pihak asing, dan periode waktu penyimpanan minimum bagi jenis-jenis investasi tertentu. Beberapa ekonomi baru di seluruh dunia telah menetapkan berbagai jenis pengendalian modal untuk melambatkan aliran masuk sejak tahun lalu. Pendekatan BI sampai saat ini adalah menekankan pada upaya peraturan yang berhati-hati untuk mengalihkan aliran dari instrumen jangka pendek, terutama SBI. Termasuk adalah aturan yang diumumkan pada bulan Juni yang mengharuskan periode penyimpanan selama 28 hari bagi investasi dalam SBI. Penerbitan SBI satu dan tiga bulanan juga telah ditunda bagi penerbitan surat berjangka enam dan sembilan bulanan. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 17 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko 2. Kualitas belanja publik dan pola pencairan anggaran di Indonesia a. Peningkatan kualitas belanja publik merupakan prioritas utama bagi Pemerintah Peningkatan kualitas belanja publik merupakan prioritas utama Pemerintah, terutama kapasitas penyerapan secara keseluruhan dan pelaksanaan anggaran secara tepat waktu Pemerintah Indonesia telah menguraikan komitmen jangka menengahnya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010-2014) untuk meningkatkan belanja prasarana secara signifikan dan juga untuk melanjutkan programprogram sosial dan pengentasan kemiskinan. Tujuan-tujuan pembangunan yang ambisius telah ditetapkan untuk dicapai pada tahun 2014, termasuk membangun jalan tol dengan jumlah panjang 1.900 km, meningkatkan sambungan listrik ke lebih banyak rumah tangga dan menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 8-10 persen pada tahun 2014. Akan tetapi, pengalaman menunjukkan bahwa kapasitas penyerapan (yaitu kemampuan membelanjakan) dan pencairan belanja publik masih merupakan suatu tantangan. Peningkatan lebih lanjut terhadap sistem dan kelembagaan pendanaan dan pengelolaan publik (PFM) dapat membantu memastikan bahwa belanja yang direncanakan akan direalisasikan secara efisien dan tepat waktu. Penilaian apapun terhadap kualitas keseluruhan belanja publik akan menyertakan evaluasi keseluruhan proses dan kelembagaan pengelolaan keuangan publik (PFM). Catatan ini hanya menekankan pada satu hal yang masih menjadi perhatian khususdi Indonesia: pelaksanaan anggaran. Masalah-masalah yang telah lama masih mengakibatkan pencairan di bawah anggaran dan sangat condong kepada triwulan paling akhir tahun anggaran. Hal ini menimbulkan keprihatinan akan kapasitas penyerapan dana, dan potensi pembelanjaan yang tidak efisien atau tidak sesuai. b. Pencairan anggaran masih condong pada akhir tahunmenghadapi tantangan yang cukup besar Pola belanja anggaran masih terus condong pada akhir tahun anggaran Pelaksanaan anggaran Indonesia mengikuti suatu pola yang ditandai dengan pencairan yang lambat diawal tahun dan meningkat tajam diakhir tahun. Realisasi belanja sangatlah lambat pada awal tahun fiskal (triwulan 1); lalu pengeluaran mulai meningkat setelah bulan Juli dan Agustus ketika DPR menyelesaikan revisi anggaran, diikuti dengan belanja besar-besaran pada tiga bulan terakhir (triwulan 4). Belanja modal khususnya sangat condong pada bulan-bulan terakhir tahun anggaran (Gambar 16). Dalam empat tahun terakhir, kira-kira setengah dari seluruh belanja modal dilakukan pada triwulan 4. Sebagai akibatnya keseluruhan belanja selama setahun berada di bawah anggaran pada kebanyakan kasus (Gambar 17). Kemajuan dalam mempercepat siklus pencairan terlihat di tahun 2009…… Kemajuan dalam mempercepat siklus pencairan belanja modal terlihat di tahun 2009, dimana pencairan tidak begitu condong pada akhir tahun dibanding beberapa tahun sebelumnya. Peningkatan ini mencerminkan upaya-upaya kebijakan dan juga komitmen Pemerintah untuk merealisasikan paket stimulusnya. Seperti telah didiskusikan lebih lanjut dibawah, beberapa permasalahan yang telah lama yang menghambat pencairan tepat waktu masih ada. Namun demikian, pengalaman yang dapat dipetik dari tahun 2009 menunjukkan bahwa peningkatan yang signifikan dapat dilakukan dan dapat dicapai dengan komitmen politis yang kuat dari seluruh badan pemerintahan dalam mempercepat pelaksanaan anggaran. …tetapi laju belanja telah kembali melambat di tahun 2010 Sayangnya, tingkat pencairan di tahun 2010 kembali melemah. Pada tahun berjalan hingga bulan November, hanya 73 persen yang telah dibelanjakan dari anggaran (APBNP). Belanja modal dan material secara khusus cukup rendah, masing-masing pada 50 persen dan 64 persen. Bandingkan dengan belanja pada sebelas bulan pertama di tahun 2009 yang masing-masing mencapai 68 persen dan 69 persen dari total belanja. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 18 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Gambar 16: Belanja modal sangat condong pada akhir tahun Gambar 17: Belanja seringkali berada di bawah tingkat fiskal Anggaran (belanja modal aktuil bulanan dan kumulatif sebagai (persentase celah antara belanja aktuil dan Anggaran dengan persentase dari jumlah aktuil) perubahan) 100 2007 2008 2009 20 80 10 60 0 2010* 80 60 100 Garis = kumulatif Batang = bulanan 40 40 20 20 0 2007 2008 2009 2010* 20 43 10 0 -10 -10 -20 -20 0 Sumber: Kementerian Keuangan, staf Bank Dunia Catatan: * 2010 berdasarkan perkiraan staf Bank Dunia Sumber: Kementerian Keuangan, staf Bank Dunia Catatan: * 2010 berdasarkan perkiraan staf Bank Dunia c. Perbandingan internasional juga menyoroti tantangan pelaksanaan anggaran di Indonesia Dibandingkan dengan negara-negara pembandingnya dikawasan, pola pencairan anggaran Indonesia sangat condong kepada akhir tahun fiskal Pola pencairan anggaran di Indonesia sangat condong pada akhir tahun anggaran dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan (Gambar 18). Pada tahun 2009, lebih dari 20 persen anggaran pemerintah pusat direalisasikan pada bulan terakhir dari tahun fiskal, dan tampaknya akan sangat terkonsentrasi pada bulan Desember di tahun 2010. Sebaliknya, Thailand, Filipina dan hingga titik tertentu India menunjukkan penyebaran pencairan yang lebih merata lintas bulanan. Gambar 18: Pola pencairan Indonesia yang tidak merata terlihat mencolok antar negara lain dikawasan (belanja aktual bulanan sebagai persentase jumlah tahunan) 25 25 Philippines (2009) Thailand (2008) India (2007) Indonesia (2009) 20 20 15 15 10 10 5 5 0 0 1 2 3 4 5 6 7 Bulan 8 9 10 11 12 Sumber: CEIC dan Bank Dunia Pengalaman dari negara lain menunjukkan bahwa fleksibilitas prosedur revisi anggaran dan pemberian fleksibilitas yang cukup bagimanajer di kementerian dan badan-badan dapat meningkatkan ketepatan Suatu analisis mendalam akan sistem Pengelolaan Keuangan Publik (PFM) dari negaranegara yang dicantumkan pada Gambar 18 berada di luar cakupan bagian ini. Akan tetapi tinjauan awal menunjukkan bahwa fleksibilitas aturan revisi anggaran, yaitu administrasi transfer anggaran dari satu bagian anggaran ke bagian yang lain, dan memberikan lebih banyak fleksibilitas bagi manajer-manajer di kementerian dan lembaga akan membantu pola pencairan yang lebih merata. Akan tetapi langkah menuju pengendalian yang lebih terdekonsentrasi harus disertai dengan penguatan prosedur audit dan pelaporan. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 19 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia waktu pelaksanaan anggaran Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Hal-hal tersebut merupakan beberapa poin yang disoroti oleh Schiavo-Campo dan 4 Tommasi (1999) sebagai hal yang umumnya dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi belanja publik, terutama pelaksanaan anggaran. Bidang-bidang lain termasuk otorisasi komitmen dan belanja multi-tahun, setidaknya untuk belanja modal, tetapi prosedurnya harus diatur dengan ketat dan digabungkan dengan kendali komitmen yang kuat. Pengujian pasar dan outsourcing juga dapat memainkan peranan, walaupun dibutuhkan kehati-hatian dalam penyusunan kontrak dan pengelolaan dan memastikan adanya penawaran-penawaran yang bersaing bagi kegiatan-kegiatan yang dikontrakan kepada pihak luar. Malaysia memberikan contoh pemberian fleksibilitas kepada jajaran manajer, mengaitkannya kepada beberapa kesepakatan akan kinerja dan tujuan. Di bawah Sistem Anggaran Dimodifikasi (MBS) yang diluncurkan pada tahun 1990 di Malaysia, para Pejabat Pengendali bertanggung jawab untuk menentukan kinerja departemennya dalam 5 hal output dan dampak, yang dicatat pada kesepakatan program untuk departemennya. Kesepakatan program adalah dokumen yang mencatat input, output dan dampak dari suatu kegiatan seperti yang disepakati antara Bendahara Federal dan departemen tersebut selama pelaksanaan anggaran. Agar para Pejabat Pengendali dapat mengelola sumber daya mereka secara lebih efektif, Pejabat Pengendali diberi kuasa yang lebih besar dalam pemanfaatan sumber daya organisasi. Sebagai contoh, mereka dapat memindahkan sumber-sumber daya lintas kegiatan di dalam suatu program tertentu tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari Bendahara. d. Realisasi di bawah anggaran dan pola pencairan yang tidak merata dapat mengurangi efektivitas dan efisiensi belanja publik Pola pencairan yang lambat dan condong pada akhir tahun dan anggaran yang tidak direalisasikan menunjukkan kapasitas penyerapan yang rendah atau tantangan dalam melaksanakan investasi publik… Tingkat realisasi yang berada di bawah anggaran di Indonesia dapat mencerminkan kapasitas penyerapan kementerian/lembaga yang tidak sejalan dengan meningkatnya alokasi anggaran. Pada kasus tertentu anggaran yang tidak dicairkan juga dapat disebabkan oleh peningkatan efisiensi pada beberapa kelompok belanja (sehingga tidak selalu mencerminkan rendahnya kapasitas penyerapan). Akan tetapi, tampaknya bukan hal itu yang dialami oleh Indonesia karena terdapat suatu insentif bagi badan-badan untuk menghabiskan seluruh anggaran mereka dalam suatu tahun fiskal dengan adanya sistem anggaran tahun yang ketat. Kotak 2: Alokasi dan belanja bagi Kementerian Kesehatan meninjau alokasi anggaran dan belanja di dalam Kementerian Kesehatan dan indikator potensial bagi kapasitas penyerapan. Kotak 2: Alokasi dan belanja bagi Kementerian Kesehatan Sebagai bagian dari inputnya bagi persiapan Nota Keuangan Tahun 2010, Kementerian Kesehatan meninjau penerapan kebijakan dan program-program dalam sektor kesehatan antara tahun 2004 dan 2009. Tinjauan itu memberikan penilaian singkat akan kemajuan dalam mencapai sasaran hasil-hasil kesehatan, alokasi anggaran, dan juga realisasi anggaran dari setiap program. Tabel 6: Alokasi anggaran dan sasaran kinerja Kementerian Kesehatan di bawah memuat ringkasan dari penilaian tersebut. Walaupun belanja aktual tidak pernah mencapai realisasi sepenuhnya, dalam banyak hal Kementerian Kesehatan terus menerima peningkatan anggaran yang signifikan. Hal ini dapat didorong oleh kebutuhan yang mendesak dan relatif rendahnya tingkat belanja di sektor kesehatan saat ini. Akan tetapi di tahun 2008 Kementerian Kesehatan tidak dapat memenuhi sasarannya untuk mencapai lebih dari sepertiga indikator sasaran kesehatan. Di antaranya, hal ini dapat berhubungan dengan kurangnya kapasitas penyerapan dan ketidakefisienan alokasi. Hal-hal di atas menunjukkan bahwa peningkatan kebutuhan anggaran harus dilakukan bersama-sama dengan peningkatan kapasitas lembaga dalam perencanaan dan penerapan untuk mencapai tujuan pembangunan mereka. 4 Schiavo-Campo dan Tommasi, 1999, “Managing Government Expenditure”, Asian Development Bank (ADB). 5 Dari Tan Sri Dato' Seri Ahmad Sarji bin Abdul Hamid, Chief Secretary Pemerintah Malaysia, “Improvements in the Public Service for the year 1992,1993” dalam Schiavo-Campo dan Tommasi (ibid). THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 20 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Tabel 6: Alokasi anggaran dan sasaran kinerja Kementerian Kesehatan Alokasi anggaran dan belanja aktual 2005 2006 2007 2008 Anggaran tahunan (miliar rupiah) 11,110 13,980 18,750 18,420 % peningkatan dari tahun sebelumnya Realisasi anggaran (miliar rupiah) 89% 26% 34% -2% 8,260 12,270 15,210 15,880 74% 88% 81% 86% 15 14 14 14 % realisasi dari anggaran Program dan indikator sasaran (output / hasil-hasil) Jumlah program Jumlah indikator, yang mana: 45 63 62 58 Di atas target 11 19 23 10 Sesuai target 14 28 20 22 Di bawah target 20 16 19 26 Sumber dan catatan: Staf Bank Dunia dari Laporan Kementrian Kesehatan sebagai Bahan Penyusunan (i) Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2010, (ii) Laporan Pelaksanaan APBN Semester I Tahun 2009 dan Prognosa Semester II Tahun 2009, (iii) Nota Keuangan dan RAPBN-P Tahun 2009 … dan dapat menyebabkan distorsi terhadap efektivitas dan efisiensi belanja publik dan juga menghalangi pencapaian keluaran pembangunan Pola belanja yang tidak merata dapat mengganggu investasi infrstruktur dan pelaksanaan proyek. Proyek-proyek infrastruktur membutuhkan perencanaan pendanaan multi-tahun dan kepastian arus kas selama sepanjang tahun. Kecondongan pencairan diakhir tahun dapat mengganggu perencanaan dan pengelolaan kas dan menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaan anggaran modal. Selain itu, sementara penggunaan kontrak multitahun secara berhati-hati dapat dipahami—dengan penekanan pada siklus anggaran tahun, ketidakmampuan untuk meneruskan anggaran antar tahun dan kelemahan dalam perencanaan dan pengelolaan multi-tahun—hal ini yang umumnya menyebabkan pelaksanaan proyek-proyek secara tergesa-gesa pada akhir tahun, yang dapat menyebabkan penggunaan dana publik yang tidak sesuai. Kotak 3 memberikan suatu gambaran akan biaya potensial dari masalah pelaksanaan anggaran pada sektor jalan dan jembatan. Seperti disebutkan diatas, rendahnya kapasitas penyerapan juga berarti bahwa beberapa bagian dari anggaran yang dialokasikan bagi program-program pembangunan tidak dibelanjakan. Hal ini dapat mempengaruhi pencapaian target pembangunan yang telah ditetapkan bersama dengan anggarannya. Pada akhirnya juga terdapat biaya kesempatan bagi dana yang tidak dimanfaatkan, yang sebetulnya dapat digunakan bagi investasi dengan tingkat pengembalian yang tinggi. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 21 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Kotak 3: Peningkatan kendali dan pengawasan internal dapat meningkatkan kualitas belanja Setiap tahun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit terhadap pelaksanaan anggaran pusat, propinsi dan daerah untuk menilai pelaksanaan program-program atau kegiatan yang terpilih. Kotak ini memfokuskan pada penilaian pelaksanaan prasarana jalan dan jembatan. Audit tersebut mencakup penerapan anggaran jalan dan jembatan tingkat nasional, propinsi dan daerah di tahun fiskal 2007, 2008 dan 2009. Tinjauan tersebut menyertakan unit pelaksana di dalam Dirjen Bina Marga-Kementerian Pekerjaan Umum, 18 Dinas Bina Marga Provinsi, dan 26 Dinas Bina Marga Kabupaten/Kota. Jumlah anggaran sampel adalah 6,9 triliun rupiah, atau 12,6 persen dari jumlah realisasi anggaran sebesar 55 triliun rupiah. Audit itu menemukan bahwa jumlah anggaran yang tampaknya tidak digunakan dengan baik atau tidak digunakan secara efektif dan efisien bernilai sekitar 315 miliar rupiah atau 4,6 persen dari sampel anggaran. Tabel 7: Ringkasan temuan audit BPK dari sektor jalan Jumlah kasus Nilai (miliar rupiah) Kerugian keuangan pemerintah (pusat dan daerah) 199 149,1 Potensi kerugian keuangan 65 45,2 Penerimaan di bawah target (pusat dan daerah) 42 25,1 Administrasi 89 Tidak ada Ketidakefisienan 30 62,9 Ketidakefektifan 26 32,7 Jumlah 451 314,9 Temuan yang menyebabkan hal berikut: Penilaian tersebut menunjukkan bahwa banyak kasus yang berhubungan dengan potensi kerugian keuangan disebabkan oleh kelemahan dalam sistem pengendalian. Termasuk di dalamnya adalah pelaksanaan proyek yang tidak selesai, volume pekerjaan yang tidak selesai, kelebihan pembayaran (kelebihan harga) dan juga lemahnya perencanaan. Penilaian juga melaporkan beberapa ketidakefisienan dan ketidakefektivan dalam pelaksanaan proyek, kebanyakan karena kelemahan dalam pengendalian dan pengawasan internal. Sebagai contoh, penggunaan bahan input dengan harga, kuantitas atau kualitas dengan standar yang lebih tinggi, jumlah atau kualitas yang melebihi yang dibutuhkan, dan harga yang lebih tinggi dibanding pengadaan yang dilakukan pada waktu yang bersamaan. Ketidakefektivan belanja pada umumnya disebabkan oleh lemahnya perencanaan, pengawasan dan pengendalian oleh atasan. Penilaian itu menemukan bahwa beberapa proyek tidak memberikan manfaat apapun atau hasil-hasil yang dikehendaki. Sebagai contoh, beberapa belanja tidak ditargetkan dengan baik atau pemanfaatan barang-barang dan jasa tidak seperti direncanakan, atau pembelian barang-barang yang tidak atau belum dimanfaatkan. Masalah lain termasuk penundaan atau penghentian kegiatan yang merintangi pencapaian tujuan organisasi, penyampaian layanan yang tidak optimal, atau fungsi atau tugas kelembagaan yang tidak sesuai. Sumber dan catatan: Staf Bank Dunia dari Laporan Audit BPK, 2009. Laporan diterbitkan secara on-line di situs web BPK: www.bpk.go.id e. Tantangan pencairan anggaran dan reformasi kebijakan yang baru ditetapkan Pemerintah telah mengambil langkahlangkah untuk menangani keterlambatan pencairan dan pelaksanaan anggaran Pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk meningkatkan pelaksanaan anggaran pada beberapa tahun terakhir. Dalam pengadaan termasuk kebijakan di tahun 2008 yang memperkenankan prosedur-prosedur pengadaan untuk dimulai pada bulan Oktober di tahun sebelumnya. Akan tetapi hal ini akan memiliki dampak yang bahkan lebih besar jika anggaran telah dialokasikan untuk mendukung proses persiapan pengadaan dini ini. Kementerian Keuangan juga telah menetapkan standar-standar baru untuk memangkas waktu yang dibutuhkan untuk memproses pembayaran, dan meluncurkan upaya-upaya untuk meningkatkan perencanaan dan pengelolaan uang tunai. Dalam hal unit pelaksana (Satker), Pemerintah menerbitkan PP No. 53/2010 yang menyatakan bahwa penugasan dan pembebasan tugas pejabat unit pelaksana tidak lagi terikat pada tahun fiskal. Akan tetapi agar efektif, peraturan teknis baru juga harus diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. Pemerintah juga telah menerbitkan keputusan presiden yang memberikan keleluasaan yang lebih besar bagi kontrak multi-tahun dan kegiatan musiman seperti penanaman benih, penghijauan kembali atas hutan, dan THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 22 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko pengadaan obat-obatan. Lebih lanjut, Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah mengeluarkan Surat Edaran untuk membentuk tim tetap pada tingkat kementrian dan kantor wilayah/KPPN untuk memantau kinerja pencairan anggaran Satker. Kemajuan juga telah dibuat dalam penerbitan dokumen Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) secara tepat waktu. Sejak tahun 2007, DIPA diterbitkan pada awal bulan Januari (yaitu awal tahun fiskal). Sebelumnya, DIPA dapat tertunda bila komisi DPR yang berkaitan gagal menyelesaikan tinjauan anggarannya sebelum awal tahun. Tantangan yang berjalan terhadap pelaksanaan anggaran mencakup periode sebelum, selama dan pada akhir tahun fiskal Lemahnya penyusunan anggaran, rumitnya prosedur revisi, sangat terincinya dokumentasi anggaran dan hambatan pengadaan adalah beberapa tantangan utama bagi pelaksanaan anggaran secara tepat waktu. Selain itu, sistem tahunan yang ketat (“jalan dan berhenti: atau gunakan atau kehilangan) memberi tekanan kepada kementerian/lembaga untuk menghabiskan seluruh anggaran yang dialokasikan di dalam satu tahun. Walaupun terdapat reformasi seperti disebutkan di atas, yang diluncurkan untuk mempercepat pelaksanaan anggaran, tantangan masih tetap ada. Tantangan tersebut termasuk masalah dari sebelum, selama dan pada akhir Tahun Fiskal: Sebelum tahun fiskal, sebuah kegiatan dapat diberikan tanda bintang untuk menunda pelaksanaan item anggaran yang telah disahkan oleh DPR. Pendekatan ini dirancang untuk memberikan perpanjangan waktu bagi kementerian/lembaga yang berkaitan untuk menyelesaikan dokumentasi proyek yang dibutuhkan. Akan tetapi dalam praktiknya ia memberikan insentif kepada kementerian/lembaga untuk menyampaikan proyek yang belum lengkap dan memberi ruang bagi “negosiasi tidak resmi”. Sebagai akibatnya, proyek yang ditandai dengan bintang harus melalui proses pengesahan yang rumit dan kadangkala tidak pernah dapat dilaksanakan. Masalah-masalah utama selama tahun fiskal adalah prosedur revisi anggaran dan transfer dana antar item belanja yang rumit, dan kendali pelaksanaan anggaran yang sangat rinci. Sebagian besar masalah yang berkaitan dengan tantangan jangka panjang juga harus ditangani, seperti: kelangkaan staf pengadaan yang memenuhi syarat; kebutuhan penguatan kapasitas staf Satker; dan perlunya peningkatan koordinasi dan komunikasi antara Kementerian Keuangan dan kementerian/lembaga. Masalah-masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran pada akhir tahun fiskal termasuk proses melanjutkan anggaran ke tahun berikutnya yang sulit dan rumit, terutama bagi proyek investasi multi-tahun. Masalah-masalah tersebut membutuhkan pertimbangan yang berhati-hati, untuk mendorong penyerapan anggaran yang fleksibel dan tepat waktu. f. Melihat ke Depan Sejumlah peningkatan kebijakan utama harus dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas pembelanjaan anggaran: Reformasi pada serangkaian bidang dapat membantu untuk lebih meningkatkan kualitas pembelanjaan, terutama dalam hal pola pencairan anggaran. Hal ini termasuk: Pertama, menyederhanakan prosedur revisi anggaran dengan meningkatkan fleksibilitas kepada pemegang anggaran dalam mengelola sumber daya mereka; Kedua, menyederhanakan dan meringkas kendali pelaksanaan anggaran; Ketiga, untuk meringkas proses persiapan anggaran dengan menghentikan praktik penggunaan bintang. Meneruskan agenda reformasi untuk meningkatkan pengadaan publik juga sama pentingnya. Secara khusus, adalah bergerak dari pendekatan ad-hoc yang berlaku sekarang untuk komite pengadaan menjadi suatu fungsi pengelolaan pengadaan yang berkelanjutan, bersama-sama dengan program peningkatan kapasitas secara nasional. Prioritas kedua adalah meningkatkan kerangka peraturan dengan melandaskannya pada UU pengadaan sektor publik nasional yang menyeluruh. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 23 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Mereformasi aturan layanan sipil dan… Kekakuan aturan pegawai negeri sipil dan praktik yang berlaku sekarang juga merintangi operasi lembaga publik yang efisien dan penerapan upaya reformasi yang efektif. Modifikasi terhadap struktur organisasi yang ada sangat memakan tenaga dan waktu, karena harus mendapatkan persetujuan dari Kementerian Aparatur Negara. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi para manajer dalam memilih, melatih, mendukung dan mendorong staf mereka. Hal itu juga membatasi kemampuan kementerian dan lembaga publik dalam meluncurkan reformasi pengelolaan yang lebih berbasis kinerja. ….mendorong fokus jangka menengah dan orientasi kinerja juga penting Pemerintah juga meluncurkan suatu MTEF dan program berbasis penganggaran bagi anggaran tahun 2011. Kedua hal ini adalah prakarsa yang ambisius yang dirancang, dengan berjalannya waktu, untuk membantu mendorong fokus yang lebih besar terhadap output anggaran dan secara bertahap mengubah sifat pengendalian belanja, memberi tanggung jawab kepada para manajer dan penyusun kebijakan untuk menyampaikan peningkatan kinerja yang lebih tinggi dan tidak hanya demi mematuhi peraturan keuangan belaka. Hal itu merupakan tujuan dari reformasi anggaran berbasis kinerja dari Pemerintah. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 24 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko C. INDONESIA 2014 KE DEPAN: SEBUAH PANDANGAN SELEKTIF Kemiskinan memiliki segi pendapatan dan bukan pendapatan Kemiskinan suatu rumah tangga dapat diukur dengan berbagai cara. Tingkat kemiskinan berbasis pendapatan atau pengeluaran menekankan pada jumlah rumah tangga dengan konsumsi di bawah suatu tingkat kemiskinan tertentu. Akan tetapi konsumsi yang mencukupi hanyalah satu dari sejumlah segi yang berbeda dari kesejahteraan manusia. Segi lain termasuk berkurangnya kerentanan terhadap kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan akses terhadap prasarana dasar seperti air dan sanitasi, perumahan dan 6 tenaga listrik. Berbagai segi kemiskinan ini dapat tercermin dari strategi pengentasan kemiskinan yang memiliki banyak jalur, termasuk pertama-tama membuat pertumbuhan ekonomi bermanfaat bagi kaum miskin dalam hal memangkas disparitas dalam pendapatan lintas sektoral dan daerah dan menurunkan kerentanan terhadap kemiskinan. Langkah berikut adalah memastikan bahwa layanan sosial benar-benar bermanfaat bagi kaum miskin, dan akhirnya belanja publik dapat membantu mengentaskan kemiskinan melalui belanja yang ditujukan kepada kaum miskin, misalnya dengan bantuan sosial. Kemiskinan dan penyampaian layanan adalah fokus bagi bagian ini dari Triwulanan edisi bulan Desember Artikel-artikel berikut menekankan pada sejumlah topik pilihan tentang beragam aspek kemiskinan dan penyampaian layanan. Artikel pertama berkaitan dengan masalah kerentanan terhadap kemiskinan, yang mencermati tingkat efektivitas program bantuan langsung tunai (BLT) bagi rumah tangga miskin yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia di tahun 2005 dan 2008 untuk membatasi dampak terhadap kesejahteraan rumah tangga yang disebabkan oleh penyesuaian kenaikan harga bahan bakar karena pemotongan subsidi. Artikel kedua mencakup kerentanan dan akses terhadap layanan kesehatan dengan menganalisis program asuransi kesehatan Jamkesmas bagi kaum miskin. Dua artikel berikutnya, masing-masing tentang perumahan dan air dan sanitasi, membahas tantangan-tantangan dalam pemberian akses terhadap layanan prasarana dasar tersebut. Artikel terakhir menimbang bagaimana pengawasan dan evaluasi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman tentang kemampuan pemerintah untuk menyampaikan barang-barang dan akses terhadap layanan dasar, yang dapat membantu mengentaskan kemiskinan. Untuk memberi latar belakang sebelum menuju artikel-artikel tersebut, berikut adalah gambaran ringkas tentang tingkat kemiskinan berbasis konsumsi di tahun 2010. Tingkat kemiskinan telah menurun sejak tahun 2006 Bagian penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan telah menunjukkan penurunan yang berkelanjutan sejak tahun 2006, turun dari 17,8 persen menjadi 13,3 persen. Jumlah kaum miskin telah turun menjadi 31 juta jiwa. Pertumbuhan PDB agregat dan konsumsi yang berkelanjutan pada periode ini turut berperan dalam menurunkan kemiskinan perkotaan maupun pedesaan. Perbedaan antara kedua tingkat kemiskinan telah bertahan relatif stabil dengan tingkat kemiskinan perkotaan lebih rendah dengan nilai perbedaan sedikit di bawah 7 poin persentase. Tanpa mencoba melakukan analisis yang mendalam, cukup menarik untuk membandingkan tren agregat ini dengan beberapa layanan yang dibicarakan pada artikel-artikel berikut. Sebagai contoh, kondisi perumahan perkotaan juga telah meningkat secara moderat. Akses perkotaan dan pedesaan terhadap layanan sanitasi juga mengalami tren yang meningkat tetapi bagian penduduk perkotaan yang memiliki akses Gambar 19: Kemiskinan secara keseluruhan menurun (tingkat kemiskinan, persen penduduk 25 25 Desa 20 20 Kota+Desa 15 10 15 Kota 10 5 5 0 0 6 Untuk analisis mendetil akan tren kemiskinan di Indonesia, termasuk segi kemiskinan bukan pendapatan, lihat pada Bank Dunia (2006), Making the New Indonesia Work for the Poor. Untuk analisis penyampaian layanan lihat juga Bank Dunia (2006), Making Services Work for the Poor. Kedua laporan tersebut tersedia pada http://go.worldbank.org/XEIS8O8SE0. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 25 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Disparitas tingkat kemiskinan antar propinsi tetap dijumpai Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko terhadap pasokan air lewat pipa telah menurun. Sumber: Susenas 2010 Di antara angka-angka pokok tersebut, masih tetap dijumpai variasi tingkat kemiskinan antar propinsi yang kuat. Sebagai contoh, tingkat kemiskinan antar propinsi memiliki kisaran yang cukup besar dari 37 persen di Papua hingga 3,5 persen di DKI Jakarta. Akses terhadap layanan dasar juga sangat bervariasi sesuai dengan geografi. Sesungguhnya akses terhadap layanan dasar dan prasarana ternyata berhubungan dengan tingkat konsumsi rumah tangga, dan juga pendidikan, jender dan pekerjaan. Sebagai contoh, tingkat kemiskinan per sektor kerja di tahun 2010 berkisar dari 19 persen bagi pertanian hingga 1,4 persen bagi industri dan turun menjadi 6,2 persen untuk sektor jasa. Gambar 20: Disparitas kemiskinan antar propinsi masih dijumpai (tingkat kemiskinan sebagai persentase penduduk, sesuai propinsi) Sumber: Susenas 2010 THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 26 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko 1. Menilai kinerja bantuan langsung tunai (BLT) Indonesia Bantuan sosial dapat membantu rumah tangga miskin menghadapi perubahan mendadak dalam kondisi ekonomi makro… Pengaturan perubahan harga, seperti yang berulang kali dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2000an, merupakan sumber risiko yang penting bagi kelangsungan hidup keluarga miskin. Perubahan yang serupa, umumnya pengurangan atau penghapusan subsidi akan kelompok konsumsi penting seperti bahan pangan, bahan bakar dan tenaga listrik, dapat membantu pemerintah untuk bergerak menuju alokasi pendapatan nasional yang lebih mendukung kaum miskin, dengan membebaskan ruang fiskal untuk dibelanjakan pada bidang lain seperti pendidikan dan kesehatan. Dengan mengelola perubahan kebijakan secara berhati-hati, pemerintah dapat mencapai realokasi sumber daya yang efisien dan mendukung kaum miskin itu sementara memitigasi turunnya pendapatan dan produktivitas yang kemudian pasti akan dihadapi oleh rumah tangga miskin. Sementara Pemerintah Indonesia mempertimbangkan perubahan lebih lanjut kepada sistem subsidinya, dan juga menyiapkan diri terhadap goncangan ekonomi makro internasional atau bencana alam berikutnya, pemerintah berada pada posisi yang baik untuk menggunakan pengalaman Indonesia dalam menyampaikan bantuan sosial langsung bagi rumah tangga miskin yang menerima dampak yang merugikan dari goncangan-goncangan tersebut. … dan Pemerintah Indonesia memiliki pengalaman yang tak diragukan dalam menyampaikan program pengiriman bantuan berskala besar kepada mereka yang terpengaruh oleh reformasi – Bantuan Langsung Tunai atau BLT Sebelumnya Pemerintah Indonesia menggunakan program nasional pemberian uang tunai sementara bagi rumah tangga miskin, Bantuan Langsung Tunai (BLT), untuk meredam dampak peningkatan harga yang diatur dan memberikan waktu dan anggaran kepada rumah tangga miskin untuk menyesuaikan diri kepada harga-harga yang baru. Di tahun 2005 pemotongan subsidi menyebabkan peningkatan harga bahan bakar rumah tangga sebesar rata-rata di atas 125 persen. BLT, pembayaran uang tunai langsung dengan empat kali pembayaran selama setahun, merupakan prakarsa pemerintah yang dirancang untuk memitigasi pengaruh dampak-dampak yang disebabkan oleh peningkatan harga bahan bakar tersebut. BLT berikutnya diberikan pada tahun 2008 ketika terjadi lagi pemotongan subsidi bahan bakar yang bersamaan waktunya dengan krisis harga bahan pangan dunia; dan kemudian kedua hal itu juga diikuti oleh kelesuan ekonomi dunia karena krisis keuangan. Pada dua tahun tersebut, disiratkan bahwa dana untuk BLT (bagi pembayaran dana dan operasinya) dialokasikan dari penghematan anggaran yang terjadi karena pemotongan subsidi itu sendiri. Program BLT membantu sepertiga rumah tangga di Indonesia BLT menyampaikan bantuan uang tunai secara langsung kepada sepertiga rumah tangga di Indonesia – suatu prestasi yang mengagumkan karena program itu dirancang dan dilaksanakan dalam waktu kurang dari 5 bulan. Kantor pos mendistribusikan BLT ke 19 juta rumah tangga di setiap propinsi di Indonesia pada tahun 2005. Di tahun 2008, terdapat lebih sedikit (fewer?!?) pihak penerima bantuan tetapi bantuan tetap diberikan ke setiap propinsi. Rumah tangga yang menerima BLT adalah yang paling tidak diuntungkan dari aturan subsidi yang lama dan yang paling menanggung risiko penurunan konsumsi yang disebabkan oleh peningkatan harga dan perubahan dalam kebijakan pemerintah. Dengan pembayaran uang tunai yang setara dengan sekitar 15 persen pengeluaran rumah tangga normal (100.000 rupiah per bulan) dan jadwal penerimaan selama setahun, para rumah tangga tersebut memiliki ruang anggaran dan juga waktu untuk menyesuaikan pola pengeluaran terhadap perubahan harga maupun krisis dunia. Manfaat BLT bagi para penerima dapat terlihat dari survei rumah tangga dan pekerjaan lapangan kualitatif Bantuan tunai BLT yang tepat waktu memiliki dampak positif bagi rumah tangga dan kalangan masyarakat pada tingkat manfaat yang tidak menimbulkan insentif bagi perilaku yang tidak produktif. Penilaian ini berdasar pada analisis Bank Dunia atas sejumlah rumah tangga dengan karakteristik dan perilaku yang tercatat pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Periode yang diteliti termasuk masa sebelum tanggal peluncuran BLT di tahun 2005 dan 2008 dan sekali lagi setelah dua atau tiga pencairan pembayaran BLT. Survei kualitatif pada sejumlah daerah terbatas yang dilaksanakan oleh 7 lembaga riset SMERU juga digunakan untuk mengukur dampak pembayaran. 7 Untuk rincian lengkapnya, lihat “Social Safety Nets Indonesia: Bantuan Langsung Tunai (BTL), Temporary Unconditional Cash Transfer”, Bank Dunia, 2010. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 27 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Manfaat BLT cukup memadai bagi kebutuhan konsumsi pokok dan memberi manfaat bagi rumah tangga dan masyarakat yang lebih luas Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Besaran uang tunai BLT cukup memadai bagi rumah tangga yang lemah dan dananya disampaikan pada waktu yang tepat. Penerima manfaat mengatakan bahwa BLT dihabiskan dalam waktu seminggu setelah diterima dan digunakan untuk membeli bahanbahan pokok (terutama beras karena dapat disimpan) atau kebutuhan biaya satu kali yang mendesak seperti uang sekolah atau pakaian untuk hari raya Idul Fitri. Belanja untuk bahan bakar dan transportasi (yang mengandung komponen biaya bahan bakar) juga merupakan penggunaan dana BLT yang umum dijumpai. Pencairan BLT yang pertama kali di bulan Oktober 2005 berkaitan dengan peningkatan harga bahan bakar nasional tertinggi dan rumah tangga dapat mengandalkan dana dari pembayaran BLT untuk dua belas bulan berikutnya.8 Pada jangka pendek, rumah tangga yang menerima BLT memang menurunkan konsumsi bahan bakar mereka walaupun dana BLT setara dengan sekitar dua kali lipat tambahan biaya yang dibutuhkan oleh rumah tangga untuk memelihara konsumsi bahan bakar mereka pada tingkat yang sama sebelum pemotongan subsidi. Untuk jangka panjang, dan sebelum pemotongan subsidi (di tahun 2005 dan 2008), bahan bakar sebagai bagian dari keseluruhan pengeluaran pada rumah tangga yang dituju berada di bawah sembilan persen, sehingga BLT tidak mengubah keputusan konsumsi bahan bakar rumah tangga secara signifikan. Di daerah dengan kondisi ekonomi makro yang paling lemah– didefinisikan dengan menggunakan kinerja pengeluaran rata-rata rumah tangga – rumah tangga penerima BLT dapat meningkatkan pengeluaran mereka pada tingkat yang lebih tinggi secara signifikan dibanding rumah tangga lain yang tidak menerima BLT.9 Selain itu, dengan memperbesar kemampuan belanja bagi rumah tangga yang lebih miskin, BLT juga memiliki efek pengganda yang positif terhadap pengeluaran pada keseluruhan lingkungan sekitar. Rumah tangga penerima BLT lebih sering mendapat pekerjaan… Para rumah tangga yang menerima BLT juga mendapatkan pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi (Tabel 8). Antara tahun 2005 (pra-BLT) dan 2007, pengurangan tipis pada jam kerja secara jangka panjang secara umum adalah sama bagi rumah tangga penerima BLT dan yang tidak menerima BLT. Akan tetapi di tahun 2008, kepala rumah tangga BLT yang sebelumnya tidak bekerja dan tanpa pekerjaan maupun usaha memiliki kemungkinan yang lebih tinggi (sebesar 10 poin persentase) untuk melaporkan bahwa mereka telah memiliki pekerjaan. Selain itu, hampir di seluruh sektor, kepala rumah tangga yang menerima BLT lebih cenderung untuk bertahan pada pekerjaannya. Hal ini tercermin pada pernyataan yang dibuat oleh para penerima BLT di tahun 2005 dan anggota masyarakat lain yang mengatakan bahwa “Nilai BLT tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan hidup” dan dengan demikian tidak cukup untuk menciptakan kelesuan dalam dunia kerja. …lebih sering menggunakan layanan kesehatan… Dampak-dampaknya juga dapat dilihat pada penggunaan layanan kesehatan. Para rumah tangga yang menerima BLT menghindari penghematan dalam pengeluaran untuk kesehatan yang dapat memiliki pengaruh negatif yang berlangsung lama. Sangatlah nyata bahwa pada daerah-daerah yang paling terpengaruh oleh epidemi kemiskinan, rumah tangga BLT lebih sering mencari layanan kesehatan dibanding rumah tangga yang tidak menerima BLT. Terdapat variasi dampak positif BLT terhadap penggunaan layanan kesehatan ini; sebagai contoh, pemanfaatan layanan kesehatan lebih besar untuk rawat inap dibanding rawat jalan, dan juga lebih besar bagi rumah tangga yang terlindung asuransi. 8 Di tahun 2008 ketika harga-harga meningkat lebih landai, penyampaian BLT di semua tempat tidak seketika mengikuti peningkatan harga tetapi di beberapa daerah dilakukan satu atau dua triwulan setelahnya, dan baik jumlah nilai maupun jumlah pencairan mengalami penurunan (masing-masing dari 1,2 juta rupiah menjadi 900.000 rupiah dan dari 4 menjadi tiga). 9 Daerah-daerah yang lemah (kuat) didefinisikan sebagai yang memiliki pertumbuhan rata-rata pengeluaran per kapita sama dengan persentil ke-25 atau di bawahnya (persentil ke-75 dan di atasnya) dari distribusi nasional rata-rata pertumbuhan pengeluaran per kapita daerah. Mulai tahun 2004, pertumbuhan PDB riil Indonesia berada pada rata-rata lima setengah persen per tahun dan secara nasional rumah tangga yang lebih miskin mengalami peningkatan yang lebih besar dalam hal pengeluaran dibanding rumah tangga yang lebih mampu pada kedua periode BLT di tahun 2005 dan 2008. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 28 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia …lebih sering tetap menyekolahkan anakanak mereka dan tidak mengirimkan mereka ke pasar tenaga kerja… Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Selain itu, rumah tangga penerima BLT menghindari peningkatan dalam pekerja anak dan penurunan pemberian pendidikan (Tabel 9) yang juga akan membawa pengaruh negatif jangka panjang bagi kesejahteraan dan kesempatan anak-anak dan generasi berikut dari rumah tangga tersebut. Dari tingkat awal yang lebih tinggi, tingkat penurunan pekerja anak adalah sedikit lebih tinggi bagi rumah tangga BLT dari tahun 2008 hingga 2009. Sementara rata-rata penyerapan tenaga kerja nasional bruto adalah konstan antara tahun 2008 dan 2009, dampak BLT terhadap tingkat keturutsertaan anak usia 6 hingga 18 tahun adalah positif. Dampak positif ini lebih jelas pada anak-anak usia sekolah menengah, dari 12 hingga 18 tahun, dengan pengaruh yang mendekati dua kali lipat dari pengaruh yang terlihat bagi anak-anak usia 6 hingga 12 tahun. Tabel 8: Penerima BLT mendapat pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi Dampak BLT: peningkatan persentase kemungkinan mendapatkan pekerjaan, 2008-09 Dampak BLT, 2008-2009: Poin persentase 32** Partisipasi sekolah BLT non-BLT 36 30 2005 39,2 41,0 2007 37,7 39,8 -1,5 -1,2 Persentase mendapatkan pekerjaan, 2008-09 Tabel 9: Rumah tangga BLT juga menghindari penurunan keturutsertaan sekolah dan peningkatan pekerja anak Seluruh usia 6-18 thn +1,2 Usia 12-18 tahun +2,6* Jam Kerja Partisipasi kerja Perubahan Seluruh usia 6-18 thn -2,3*** BLT papa Semu a BLT Semu a nonBLT Tingkat peserta sekolah 72 76 84 Tingkat partisipasi kerja 13 13 9 Rata-rata rumah tangga 2008 (persen) Sektor kerja BLT 2009: Paling umum #1 Pertanian Paling umum #2 Jasa Paling umum #3 Ritel, konstruksi Catatan: **Signifikan pada tingkat 5 persen. Dampak diukur sebagai tingkat kenaikan dari rumah tangga miskin dan non-BLT yang sesuai dengan kriteria rumah tangga penerima BLT (hanya untuk kepala rumah tangga yang sebelumnya tidak bekerja). Susenas 2008/2009 tidak mempunyai data jam kerja. Pilihan sektor kerja bagi kepala rumah tangga BLT dengan peringkat yang sama tanpa mengindahkan status pekerjaan di tahun 2008. Sumber: Susenas dan perhitungan staf Bank Dunia …dan menjaga pilihan konsumsi yang umum Catatan: *Signifikan pada tingkat 10 persen. *** Signifikan pada tingkat 1 persen. Dampak diukur sebagai tingkat kenaikan dari rumah tangga miskin dan non-BLT yang sesuai dengan kriteria rumah tangga penerima BLT. Sumber: Susenas dan perhitungan staf Bank Dunia Rumah tangga BLT dapat membuat pilihan konsumsi umum atau “biasanya”. Dengan tajamnya peningkatan harga bahan pangan di tahun 2008, seluruh rumah tangga Indonesia menghemat konsumsi daging dan beralih mengkonsumsi lebih banyak ikan, sayur-mayur, beras dan produk susu; rumah tangga BLT beralih kepada bahan-bahan pangan itu pada laju yang serupa dengan rumah tangga non-BLT. Rumah tangga BLT sebetulnya memiliki laju peningkatan pengeluaran rokok yang sedikit lebih kecil relatif terhadap penduduk miskin yang lain sementara laju peningkatan konsumsi alkohol berada pada kisaran yang sama. Menurut penerima BLT, pensiun atau mengambil hutang baru adalah penggunaan BLT yang umum; pengelolaan keuangan demikian adalah perilaku pencegahan dan mitigasi yang umum di Indonesia. Dana BLT di tahun 2008 lebih banyak digunakan untuk pendidikan, tampaknya karena pusat-pusat perkotaan besar menerima dana pertama pada akhir bulan Mei, atau setidaknya satu bulan sebelum tahun ajaran baru dengan uang pungutan bagi sekolah dan kegiatan pendidikan lain akan dimulai. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 29 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Pengalaman rumah tangga menunjukkan bahwa keraguan tentang dampak perilaku dari bantuan tunai di Indonesia tidaklah beralasan Setelah terlaksana, jelaslah bahwa seluruh ramalan pesimistis mengenai BLT – bahwa ia akan menimbulkan kebergantungan, memangkas jam kerja, atau pilihan konsumsi yang buruk – tidaklah beralasan. Para rumah tangga menerima manfaat selama setahun untuk menyesuaikan perilaku mereka dan mereka dapat melakukan penyesuaian tersebut tanpa harus keluar dari pasar tenaga kerja atau terpaksa bekerja lebih singkat. Mereka juga tidak memanfaatkan tenaga anak usia sekolah untuk bekerja membantu anggota keluarga yang lebih dewasa dan bahkan menikmati peningkatan pemanfaatan layanan pendidikan dan kesehatan. Sejauh pilihan konsumsi atas makanan dan rokok, rumah tangga BLT menghabiskan jumlah yang sama seperti rumah tangga Indonesia yang miskin dan tidak miskin. Akan tetapi, terdapat kelemahan yang besar dalam operasi BLT dan penerapannya lintas badan pelaksana Operasi dan penerapan BLT – dari penetapan tujuan hingga penyelesaian keluhan – lemah dan perlu ditingkatkan. Jadwal penyampaian yang dipadatkan, tidak cukupnya pedoman dan insentif, tidak adanya tanggung jawab yang jelas antara lembaga operasional pelaksana BLT, buruknya teknologi dan lingkungan kemiskinan yang sulit dan beraneka ragam merupakan gabungan hal yang mempersulit seluruh operasi yang tidak berhubungan dengan penyampaian. Pandangan yang meremehkan sumber daya administrasi yang diperlukan juga dapat berperan dalam kelemahan operasi. Penargetan BLT kepada rumah tangga miskin relatif berhasil (Gambar 21 menunjukkan cakupan BLT relatif terhadap program-program bantuan sosial Pemerintah Indonesia lainnya), tetapi proporsi manfaat yang signifikan berakhir pada rumah tangga yang tidak miskin. Sosialisasi yang umumnya gagal, termasuk prosedur penargetan, menyebabkan kegiatan protes dan gangguan penyampaian bantuan dan juga hasil penargetan yang lebih buruk. Akhirnya, tidak adanya pengawasan keluhan, manajemen informasi atau sistem audit menghalangi perbaikan dari penerapan program apapun baik pada waktu itu atau pada tahun-tahun non-BLT antara tahun 2006 dan 2008 (Gambar 22 menunjukkan kinerja penargetan yang umumnya konstan di tahun 2005 dan 2008). Gambar 21: Cakupan program bantuan sosial Pemerintah Indonesia, 2008 dan 2009 Gambar 22: Cakupan dan pelaksanaan BLT, 2005 dan 2008 (persentase desil penerima/pengguna program) (persen rumah tangga) 100 Rumah tangga miskin 100 Rumah tangga nonmiskin 60 60 Insiden 2005 Cakupan 2005 Insiden 2008 Cakupan 2008 80 80 45 Raskin 2009 60 30 Cakupan Jamkesmas 2009 40 40 60 BLT 2008 40 20 20 20 15 Penggunaan Jamkesmas 2009 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Desil pengeluaran Sumber: Susenas dan perhitungan staf Bank Dunia Kurangnya pengawasan mengakibatkan peningkatan pemotongan manfaat pada tingkat administratif 0 0 1 2 3 4 Kuintil pengeluaran 5 Catatan: Insiden adalah bagian dari seluruh manfaat BLT yang sampai kepada kuintil tersebut sementara cakupan adalah persentase kuintil yang menerima manfaat BLT. Sumber: Susenas dan perhitungan staf Bank Dunia Terlalu minimnya rincian dalam pengaturan implementasi program dan lemahnya rantai kendali dan kewenangan turut menambah kurangnya pengawasan; akibatnya pemotongan manfaat BLT meningkat di antara tahun 2005 dan 2008 – lihat Tabel 10 di bawah. Pada banyak kasus tidak diketahui apakah pemotongan itu adalah korupsi kecilkecilan atau apakah mereka memberikan hasil-hasil yang diinginkan oleh kalangan THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 30 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko masyarakat. Namun demikian, mereka tidaklah dicatat, diawasi atau dievaluasi. Pedoman BLT maupun pejabat resmi tidak dilengkapi dengan kewenangan pengelolaan atau penghentian distribusi ulang, dan kurangnya sosialisasi menghambat para rumah tangga dari menyela, melaporkan atau bertindak terhadap “perubahan” atas program tersebut. Secara keseluruhan BLT memberi dampak keuangan bersih yang positif bagi rumah tangga, tetapi bantuan tunai sementara dan tanpa syarat harus dilengkapi dengan tambahan prakarsa jaring sosial yang ditujukan pada faktor penentu kemiskinan berjangka lebih panjang Data dari penerima BLT langsung menunjukkan bahwa BLT telah berhasil meredam dampak dari peningkatan harga bahan bakar, transportasi dan bahan pangan, atau goncangan keuangan dan ekonomi makro yang berasal dari luar negeri, tetapi BLT tidak dirancang untuk menjadi suatu sistem pengentasan kemiskinan. BLT memberikan perlindungan terhadap rumah tangga miskin dalam cara yang lebih progresif dibanding subsidi yang digantikannya. Manfaat berukuran menengah disampaikan pada waktu yang tepat, dengan lama waktu yang tepat, dan dengan aparat administrasi yang sangat ramping. Akan tetapi BLT tidak tepat untuk tujuan pengentasan kemiskinan jangka panjang. Meneruskan investasi dalam bidang kesehatan, pendidikan dan usaha, yang dapat membantu memutus rantai kemiskinan antar generasi, lebih baik didorong oleh program-program seperti bantuan tunai bersyarat, asuransi kesehatan bebas biaya, beasiswa sekolah menengah dan universitas, dan kredit mikro bagi wirausahawan (lihat “Indonesia Social Assistance Public Expenditure Review”, segera diterbitkan oleh Bank Dunia). Tabel 10: Frekuensi Pemotongan BLT, Jumlahnya, Pelakunya dan Penggunaannya 2005 - 2006 2008 - 2009 10 46 - 54 Frekuensi (%) Jumlah (ribuan Rp) Mean Median Modus Potongan 1 53 20 10 Potongan 2 72 60 100 67 50 100 Dipotong oleh: Paling umum 1 Pengurus sub-desa (51%) Tidak ada Paling umum 2 Pengurus desa (25%) Tidak ada Paling umum 1 Distribusi ulang setara (63%) Distribusi ulang setara (42%) Paling umum 2 Transportasi kolektif (26%) Kartu identitas baru (29%) Dipotong untuk: Catatan: Modus adalah jumlah yang paling banyak dipotong. Frekuensi pemotongan diperoleh di tahun 2005 tidak dapat dihitung di tahun 2008. Pada tahun 2008, frekuensi pemotongan dihitung 1) sebagai proporsi penerima manfaat yang menerima jumlah yang kurang dari jumlah yang ditetapkan (46 %) dan 2) sebagai satu kurang proporsi penerima manfaat yang menjawab “Tidak” pada seluruh pertanyaan apakah potongan dilakukan oleh pelaku yang berbeda, termasuk golongan “lainnya”. Sumber: Susenas 2005, 2008 dan perhitungan staf Bank Dunia THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 31 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko 2. Apakah JAMKESMAS mampu melindungi penduduk dari goncangan akibat pengeluaran untuk kesehatan? Pemerintah menghadapi tantangan berat dalam upaya perluasan asuransi kesehatan kepada lebih dari separo penduduknya Salah satu tujuan pembangunan di bidang kesehatan Indonesia seperti tercantum pada Rencana Strategi Nasional untuk bidang Kesehatan adalah memberikan jaminan perlindungan keuangan terhadap goncangan akibat pengeluaran ynang besar untuk biaya kesehatan. Pemerintah telah berkomitmen di tahun 2004 untuk mencapai cakupan asuransi kesehatan semesta melalui Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Akan tetapi, untuk melaksanakannya, Pemerintah menghadapi tantangan yang besar karena kini lebih dari setengah jumlah penduduk tidak memiliki asuransi kesehatan dalam bentuk apapun. Program Askeskin (sekarang dikenal dengan nama Jamkesmas), suatu program asuransi kesehatan bagi kaum miskin yang didanai pajak, merupakan salah satu program bantuan sosial yang diluncurkan untuk meredam sebagian dampak akibat pemangkasan subsidi bahan bakar yang diumumkan pada tanggal 1 Maret 2005 (lihat Kotak 4 untuk rinciannya). Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2009, program tersebut telah mencakup 76,4 juta jiwa termasuk kelompok ‘hampir miskin’. Di antara mereka yang memiliki salah satu bentuk asuransi kesehatan di Indonesia, dua per tiganya dilindungi oleh Jamkesmas. Jamkesmas terbukti mampu meningkatkan akses penduduk miskin kepada asuransi kesehatan... Walaupun terdapat bukti yang menunjukkan kekeliruan sasaran dan kebocoran dalam program, Jamkesmas tampaknya memang telah membantu menyeimbangkan distribusi akses penduduk terhadap asuransi kesehatan. Sebelum program Jamkesmas dimulai di tahun 2005, cakupan perlindungan asuransi bagi kaum miskin berada pada kisaran 16,5 persen di tahun 2004, angka yang didasari dari program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin sebelumnya. Di tahun 2009 cakupan masyarakat miskin telah meningkat hampir tiga kali lipat menjadi 43 persen. Mengingat cakupan skema asuransi kesehatan lainnya relatif stabil, Jamkesmas merupakan penyebab utama peningkatan cakupan asuransi kesehatan hingga mencapai hampir setengah dari jumlah penduduk. Gambar 23 memperlihatkan ketimpangan distribusi berbagai jenis asuransi kesehatan 10 lainnya. Cakupan asuransi jenis yang lain (termasuk Askes, Jamsostek dan programprogram yang lebih kecil) terkonsentrasi pada tiga desil teratas, dengan 33 persen individu yang hidup di rumah tangga yang memiliki asuransi jenis lain, dibanding hanya 4,4 persen rumah tangga pada tiga desil terbawah. Dengan menyertakan program Jamkesmas, keseluruhan cakupan asuransi pada tiga desil termiskin meningkat hingga 48 persen, lebih tinggi dari cakupan perlindungan bagi tiga desil terkaya (45 persen) dan empat desil pertengahan (40 persen). Kotak 4: Pengenalan singkat Program Jamkesmas Program Jamkesmas memberikan perlindungan kesehatan dengan manfaat yang menyeluruh bagi kaum miskin dan hampir miskin (sama dengan tiga desil belanja paling bawah dari seluruh penduduk) yang menjadi sasaran setelah melalui uji penghasilan secara statistika. Program ini dibiayai melalui anggaran pemerintah pusat dan tidak membutuhkan biaya atau pembayaran premi dalam bentuk apapun dari pihak penerima manfaat maupun dari pemerintah daerah. Anggaran biaya perlindungan untuk tiap individu pada awalnya ditetapkan sebesar Rp 5.000 per bulan, dan sekarang telah meningkat menjadi Rp 6.500, sehingga jumlah anggaran untuk program Jamkesmas yang sedang berjalan berkisar sekitar 20 persen dari anggaran kesehatan pemerintah pusat. Program ini pada intinya serupa dengan prakarsa-prakarsa lain yang diluncurkan di negaranegara lain di wilayah yang sama, seperti India (program Rashtriya Swastha Bima Yojna), skema Perlindungan Semesta Thailand dan program asuransi kesehatan bagi kaum miskin di Vietnam. Paket manfaat yang diberikan cukup lengkap dan tidak membutuhkan biaya dari penerima manfaat (walaupun bukan berarti sama sekali tidak ada biaya yang dibayar oleh penerima manfaat), akan tetapi jaringan pemberi layanan (PPK) pada umumnya terbatas kepada fasilitas kesehatan umum milik pemerintah. Paket manfaat Jamkesmas bahkan lebih lengkap dibanding 10 Apabila digabung skema –skema asuransi kesehatan lain mencakup kurang dari 10 persen jumlah penduduk. Termasuk diantara skema-skema ini adalah semua jenis asuransi / perlindungan kesehatan yang disebutkan dalam urvei SUSENAS sebagai ‘selain program Jamkesmas, seperti (i) JPK (Jaminan Perawatan Kesehatan) bagi pegawai negeri/veteran/pensiun, (ii) Penggantian Biaya oleh perusahaan atau Asuransi Mandiri, (iii) JPK Jamsostek bagi tenaga kerja formal, (iv) asuransi kesehatan swasta, (v) dana kesehatan berbasis masyarakat dan (vi) JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 32 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko yang diberikan oleh skema asuransi sosial lainnya, termasuk asuransi beriuran pegawai negeri Askes, dan program bagi pegawai sektor formal Jamsostek. Sebagai contoh, penerima manfaat Akses umumnya harus membayar sebagian biaya layanan kesehatan (terutama bagi pasien rawat inap), memiliki akses yang sangat terbatas kepada pemberi layanan swasta, dan penerima manfaat terbatas hanya kepada anggota, pasangan resmi dan sampai dua anak yang belum bekerja dan belum menikah. PPK yang termasuk dalam jaringan program Jamkesmas pada umumnya adalah fasilitas layanan kesehatan yang dimiliki oleh pemerintah dan dibayar dengan kombinasi kapitasi, layanan berbayar (fee-for-service), atau Diagnostic Related Group (DRG), tergantung dari jenis pemberi layanannya. Program Jamkesmas membayar PPK tingkat pertama melalui kapitasi, membayar kembali layanan rawat inap pada fasilitas kesehatan primer dengan dasar layanan berbayar dan baru saja mulai menggunakan metode DRG untuk membayaran PPK untuk layanan rawat inap di rumah sakit. Proyek percontohan DRG dilakukan pada 15 rumah sakit vertikal di tahun 2008 dan diperluas ke seluruh rumah sakit di dalam jaringan PPK di tahun 2009. Selain pembayaran DRG, PPK milik pemerintah menerima subsidi dalam bentuk gaji pekerja dan beberapa biaya modal. Hanya sedikit jumlah dan jenis pemberi layanan swasta yang dikontrak, dan sebagian besar terletak pada daerah perkotaan di pulau Jawa (di tahun 2009, rumah sakit swasta berjumlah lebih dari 30% dari jumlah rumah sakit di dalam jaringan, tetapi dengan kapasitas tempat tidur yang lebih jauh kecil dibanding rumah sakit pemerintah). Sumber: staf Bank Dunia Gambar 23: Asuransi kesehatan Jamkesmas melindungi hampir setengah penduduk miskin Persentase individu dalam rumah tangga dengan akses terhadap asuransi kesehatan, per desil pengeluaran, tahun 2009 Tanpa asuransi 100 4.4 Jamkesmas/Askeskin Semua asuransi lainnya 12.0 33.0 80 43.3 28.0 11.8 60 40 52.3 20 60.1 55.3 4 desil tengah 3 desil teratas 0 3 desil terbawah Sumber: Susenas 2009 ...yang meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan, sebagian besar pada fasilitasfasilitas kesehatan pemerintah Individu yang memiliki akses terhadap Jamkesmas memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk menggunakan layanan kesehatan. Berdasarkan data survei rumah tangga Susenas tahun 2009, mereka yang menjadi anggota Jamkesmas lebih banyak menggunakan layanan rawat jalan dibanding mereka yang tidak memiliki asuransi kesehatan apapun, terutama pada tiga desil paling bawah (Gambar 24). Akses terhadap Jamkesmas juga berkorelasi dengan potensi peningkatan pemanfaatan layanan rawat inap, dan juga masa inap yang sedikit lebih panjang. Anggota-anggota Jamkesmas jauh lebih banyak menggunakan layanan pemerintah ketimbang swasta, yang tampaknya mencerminkan struktur manfaat program tersebut yang paket manfaatnya hanya memiliki sejumlah kecil pemberi layanan swasta dalam jaringan PPK (Pemberi Pelayanan Kesehatan). THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 33 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Gambar 24: Individu yang tercakup oleh Jamkesmas lebih mungkin memanfaatkan layanan rawat inap a) Seluruh responden b) Tiga desil belanja terbawah Persentase individu yang menggunakan fasilitas pemerintah dan swasta bagi rawat inap, antar mereka yang menggunakan layanan rawat inap, per jenis asuransi, tahun 2009 100 100 80 80 60 60 60 60 40 40 40 40 20 20 20 20 0 0 0 0 100 Fasilitas Pemerintah Fasilitas Swasta 80 Tanpa asuransi Jamkesmas Semua asuransi lainnya Fasilitas Pemerintah Fasilitas Swasta Tanpa asuransi 100 80 Jamkesmas Semua asuransi lainnya Sumber: Susenas 2009 Penerima manfaat Jamkesmas lebih terlindung dari goncangan keuangan negatif yang disebabkan oleh pengeluaran kesehatan Data Susenas 2009 juga menunjukkan bahwa secara rata-rata penerima manfaat Jamkesmas lebih terlindungi dari dampak keuangan yang negatif akibat goncangan di bidang kesehatan. Dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak memiliki asuransi, dan juga terhadap rumah tangga dengan jenis asuransi yang lain, rumah tangga yang dilindungi Jamkesmas secara sistematis memiliki pengeluaran pembayaran sendiri (Out of Pocket, OOP) yang lebih rendah, bergantung pada pemanfaatannya. Sepertinya hal ini disebabkan karena paket manfaat Jamkesmas lebih lengkap dibanding jenis asuransi lainnya, karena memberi perlindungan yang mencakup hampir seluruh jenis layanan kesehatan tanpa pembayaran sendiri dan hanya memiliki sedikit pembatasan layanan. Lebih penting lagipengaruh dari perlindungan ini lebih tampak jelas pada rumah tangga dengan tingkat ekonomi yang lebih rendah. Penerima manfaat Jamkesmas juga menunjukkan tingkat insidensi pengeluaran katastrofik yang lebih kecil dibanding mereka yang tidak memiliki asuransi atau bahkan dibanding mereka yang memiliki asuransi jenis lain. Selain itu, dampak pemiskinan akibat pengeluaran kesehatan yang tidak dilindungi oleh asuransi, baik diukur dari peningkatan insidensi kemiskinan atau peningkatan selisihkemiskinan (poverty gap), juga lebih kecil. Tetapi, pemanfaatan Jamkemas masih lebih rendah dibanding penerima manfaat asuransi kesehatan lain, menunjukkan masih terdapat rintangan akses layanan kesehatan bagi masyarakat miskin Namun demikian, sangatlah penting untuk mencatat bahwa walaupun paket manfaat Jamkesmas lengkap, tingkat pemanfaatan layanan kesehatan bagi penerima manfaat Jamkesmas tetaplah rendah dibanding mereka yang dilindungi oleh asuransi jenis lain. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada rintangan lain yang menghalangi kaum miskin untuk mendapatkan layanan kesehatan. Rintangan-rintangan itu dapat berupa biaya yang harus dibayar sendiri, biaya kesempatan (opportunity cost), jarak fasilitas kesehatan, anggapan rendahnya kualitas layanan kesehatan yang diberikan PPK dalam jaringan, dan ketersediaan layanan. Pengeluaran biaya sendiri (OOP) untuk kesehatan masih menjadi kendala bagi penerima manfaat Jamkesmas Juga penting untuk dicatat bahwa pengeluaran OOP untuk layanan kesehatan – walaupun lebih kecil dibanding mereka yang tidak terlindung asuransi – tetap cukup berarti bagi penerima manfaat Jamkesmas. Hal ini dapat menunjukkan bahwa mereka yang tidak memiliki perlindungan asuransi menggunakan lebih sedikit layanan kesehatan sehingga memiliki pengeluaran biaya sendiri yang lebih rendah. Temuan ini juga menunjukkan bahwa program tersebut meskipun telah membuktikan adanya efek perlindungan akan tetapi belum memberikan perlindungan yang memadai terhadap goncangan kesehatan. Hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut, misalnya melalui diskusi kelompok fokus antar penerima manfaat untuk mendapatkan jawaban: Apakah biaya transportasi memegang peranan? Apakah pengguna menghadapi pembayaran tidak resmi atau biaya “terselubung” lainnya? THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 34 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Kebocoran dalam penetapan sasaran merupakan kelemahan serius yang harus ditangani Program Jamkesmas berprestasi cukup baik dalam meningkatkan pemanfaatan dan perlindungan keuangan, meskipun seperti disinggung di atas, masih tetap belum memadai. Salah satu masalahnya adalah sebagian penduduk yang status sosial ekonominya seharusnya berhak untuk turut serta di dalam Jamkesmas, tetapi saat ini belum tercakup di dalam program tersebut. Tidak semua masyarakat miskin dapat dijangkau oleh program tersebut dan terdapat kebocoran yang cukup berarti yang mengalir kepada mereka yang bukan kaum miskin. Salah satu penyebabnya mungkin karena adanya kelemahan dalam mekanisme penetapan sasaran program, tetapi kemungkinan penyebab lainnya adalah desainrancangan dan penerapan pengelolaan kepesertaan Jamkesmas itu sendiri. Hal itu merupakan kelemahan program yang cukup serius yang perlu ditangani. Namun demikian, peserta Jamkesmas secara rata-rata memiliki tingkat sosial ekonomi yang lebih lemah dibanding mereka yang tidak dilindungi oleh Jamkesmas, yang memperjelas bahwa program tersebut memang mendukung masyarakat miskin. Peranan Jamkesmas untuk terlaksananya program Cakupan Semesta Sehubungan dengan rencana Pemerintah untuk mencapai Cakupan Semesta (Universal Coverage) bagi seluruh penduduk, maka perlu dicermati peran yang akan dimainkan oleh program Jamkesmas, yang saat ini digunakan oleh dua per tiga dari penduduk yang dilindungi asuransi. Terdapat beberapa pilihan, termasuk memperluas cakupan program ke semua penduduk yang belum dilindungi, atau hanya kepada kelompok penduduk rentan saja, seperti perempuan dan anak-anak. Tiap pilihan memiliki tantangan penerapannya masing-masing dan tiap pilihan juga memiliki pengaruh fiskal yang cukup berarti. Perluasan ke kelompok penduduk tambahan yang didanai oleh penerimaan umum akan memiliki dampak fiskal yang cukup berarti Pilihan dengan perluasan program ke mereka yang saat ini belum memiliki asuransi kesehatan, biaya program cakupan semesta, yang akan mencapai cakupan semesta sepenuhnya tahun 2020, diperkirakan akan menghabiskan biaya antara 1,04 persen PDB (skenario biaya rendah) dan 1,46 persen PDB (skenario biaya tinggi, kedua skenario hanya menyertakan biaya asuransi kesehatan saja dan tidak menyertakan belanja 11 pemerintah lainnya untuk bidang kesehatan) . Untuk meletakkan hal ini dalam konteks, keseluruhan jumlah belanja bidang kesehatan di tahun 2008 sebesar 2,2 persen dari PDB (WHO 2010) yang hampir terbagi dua sama banyak antara sektor swasta dan pemerintah. Walaupun proyeksi biaya keseluruhan menyertakan subsidi umum terhadap gaji pegawai pemerintah dan fasilitas kesehatan pemerintah, besarnya angka-angka tersebut tetap meningkatkan keprihatinan akan keberlanjutan jangka panjang dari pilihan ini. Selain itu, 1,46 persen tidak termasuk belanja bagi kesehatan masyarakat dan layanan kesehatan dasar dan preventif yang cukup besar, yang perkiraan jumlahnya dapat mencapai 1 persen dari PDB. Agar tetap dapat terjangkau, perluasan program dalam bentuk apapun harus diiringi dengan peningkatan efisiensi Agar tetap terjangkau, perluasan program dalam bentuk apapun harus diiringi dengan peningkatan efisiensi. Peluncuran Diagnostic Related Group (DRG)12 di rumah sakit sebagai upaya pembatasan biaya merupakan awal yang baik. Akan tetapi, penerapan DRG masih harus diperbaiki, dan juga upaya pembatasan biaya lain termasuk tinjauan pemanfaatan, profil pemberi layanan dan metode pembayaran pemberi layanan lain, dan fungsi penjaga pintu dari pemberi layanan tingkat dasar sebagai bagian kunci dari sistem rujukan, semuanya harus diperkuat. 11 Yves Guerard, “Actuarial Costing of UC Coverage Options: Model and Summary Results”, Laporan Konsultan, Bank Dunia Indonesia, Jakarta 2010. Dasar bagi Pemerintah untuk menetapkan premi program Jamkesmas, Rp 5.000 atau sekarang Rp 6.500, tiap anggota per bulan, tidak dibuat berdasarkan perhitungan aktuaris. Bank Dunia melakukan penelitian aktuaris sebagai bagian dari kegiatan Tinjauan Sektor Kesehatannya. Penelitian aktuaris itu menggunakan data dari program ASKES Pegawai Negeri dan dilakukan penyesuaian terhadap seluruh penduduk. Penelitian itu menghitung bahwa biaya garis dasar untuk tiap anggota per bulan di tahun 2010 berkisar antara Rp 18.704 (garis dasar rendah) dan Rp 25.662 (garis dasar yang lebih tinggi). 12 Diagnostic Related Group (DRG) adalah mekanisme pembayaran PPK yang didasarkan atas kelompok diagnosis yang telah didefinisikan memiliki kesamaan dan tingkat intensitas kohesif dan serupa dalam intensitas sumber daya yang digunakan. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 35 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Beberapa keputusan penting perlu diambil dalam perluasan program pendanaan kesehatan untuk mencapai Cakupan Semesta Berdasarkan program-program pendanaan bidang kesehatan yang saat ini berlangsung, Pemerintah Indonesia masih harus mengambil keputusan untuk menggunakan pendekatan yang akan digunakan untuk mencapai asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat sebagai tujuan akhir. Pendekatan-pendekatan tersebut termasuk program yang mirip dengan Sistem Kesehatan Nasional (NHS) atau Asuransi Kesehatan Sosial (SHI), atau variasi atau gabungannya, atau keduanya. UU Jaminan Sosial memandatkan model SHI dengan biaya dari penerima manfaatnya. Apapun pilihan yang diputuskan mengenai paket manfaat dasar, harus dibuat mekansime pembayaran pemberi layanan dan pengaturan kontrak dan strategi untuk menghadapi keterbatasan sisi suplai layanan kesehatan. Tantangan jangka pendek untuk meningkatkan penetapan sasaran dan pengelolaan program Jamkesmas yang telah ada Yang lebih mendesak, sementara debat akan perluasan program di masa datang terus berlangsung, adalah tantangan jangka pendek untuk meningkatkan ketepatan penetapan sasaran dan perbaikan pengelolaan program Jamkesmas yang sudah ada. Upaya-upaya untuk meningkatkan penetapan sasaran saat ini sedang berlangsung, termasuk upaya yang menyelenggarakan database gabungan bagi penerima manfaat potensial, tetapi selain upaya-upaya tersebut, terdapat maslah-masalah khusus tambahan yang berhubungan dengan penetapan sasaran program Jamkesmas, termasuk perbedaan data di tingkat pusat dan daerah, dan juga penggunaan kriteria penetapan sasaran yang berbeda antar daerah. Peningkatan pengelolaan program sangatlah penting untuk meningkatkan kinerja Jamkesmas. Tidak adanya sistem informasi yang handal, sebagai contoh, menghalangi Pemerintah, dan juga pemangku kepentingan yang lain, untuk melakukan evaluasi efektivitas program dalam mencapai tujuannya. Catatan pemanfaatan layanan kesehatan pasien rawat inap dan jalan, layanan rujukan dan obat-obatan dan klaim rumah sakit, dapat menjadi titik awal bagi gudang data (data warehouse) yang memberikan informasi dasar yang dapat diawasi dan dievaluasi sehingga dapat digunakan untuk pengembangan selanjutnya program Jamkesmas, terutama jika dipandang sebagai batu loncatan untuk mencapai Cakupan Semesta. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 36 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko 3. Perumahan dan Layanan bagi Rumah Tangga Berpenghasilan Rendah di Indonesia Indonesia menghadapi masalah perumahan dengan perkembangan kota-kotanya Indonesia kini menghadapi makin meningkatnya tekanan pada kota-kota seiring dengan perkembangannya. Dengan urbanisasi di banyak negara, perhatian pemerintah mengenai perumahan di perkotaan menjadi makin penting karena dibutuhkan koordinasi untuk memastikan pengadaan prasarana, dukungan hak kepemilikan, penegakkan aturan yang tepat dan mengurangi faktor negatif eksternal seperti kemacetan dan polusi. Tanpa perhatian ke masalah-masalah tersebut, lingkungan hidup perkotaan dapat mengalami kemunduran dengan cepat, sehingga menyebabkan masalah kesehatan dan sosial, dan memangkas manfaat dari pengelompokan di perkotaan. Utamanya kelompok dengan penghasilan rendah sangat terpengaruh , dan hal ini dapat membawa dampak negatif kepada masyarakat secara keseluruhan Perhatian yang lebih besar terhadap kondisi perumahan dan akses terhadap infrastruktur bagi kelompok berpenghasilan rendah juga diperlukan, karena mereka menerima pengaruh yang tidak proporsional dari masalah perumahan dan hal itu dapat membawa dampak negatif kepada masyarakat secara keseluruhan. Sebagai contoh, terbatasnya akses terhadap layanan dapat berakibat kepada pembuangan sampah di sungai-sungai, danau dan ruang terbuka publik lainnya, sehingga mencemari air tanah dan lain-lain. Kondisi perumahan yang buruk tidak hanya memberi dampak negatif kepada lingkungan perkotaan, mereka juga menurunkan potensi pembangunan negara secara keseluruhan. Rumah dengan kualitas yang pantas adalah penting sebagai ruang untuk hidup, dan perumahan berkualitas baik, terutama akses terhadap prasarana dasar, dapat membawa manfaat kesehatan dan stabilitas sosial untuk keluarga dan anak-anak. Kualitas perumahan dan layanan di Indonesia tertinggal dari negaranegara sebanding, terutama dalam akses terhadap air dan fasilitas sanitasi Kualitas perumahan dan layanan di Indonesia tertinggal di belakang negara-negara sebanding, dan tampaknya terjadi kelangkaan pasokan yang makin membesar. Selain itu, rumah tangga berpenghasilan rendah terpaksa menerima perumahan dengan kualitas rendah tanpa layanan, walaupun mereka mengeluarkan bagian pendapatan yang lebih besar untuk perumahan. Dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara, walaupun terhadap negara dengan pendapatan per kapita yang lebih rendah, Indonesia tertinggal dalam pengadaan air dan sanitasi bagi rumah tangga perkotaan. Buruknya akses terhadap sanitasi sangatlah mencolok. Sebagai contoh, bagian penduduk perkotaan Indonesia dengan akses terhadap sanitasi yang baik tidak mencapai 70 persen dan sama rendahnya dengan Kamboja, yang hanya memiliki sekitar sepertiga pendapatan per kapita dibanding Indonesia. Kondisi perumahan di Indonesia telah meningkat tetapi hanya terbatas Kondisi perumahan di Indonesia telah meningkat, tetapi tidak cukup besar. Gambar 1 menunjukkan bagian rumah tangga perkotaan yang memiliki akses terhadap layanan prasarana, seperti pipa air, listrik dan fasilitas pembuangan limbah yang ditingkatkan, bagian rumah tangga yang dibangun dengan bahan yang permanen (seperti beton), dan bagian rumah tangga dengan hak kepemilikan resmi atas properti mereka dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Peningkatan terbesar dalam kondisi perumahan adalah dalam hal bahan bangunan; bagian rumah yang dibangun dengan bahan permanen meningkat dari 60 menjadi 85 persen dari tahun 1988 ke 2007. Akses terhadap layanan dan hak tanah meningkat jauh lebih lambat, masingmasing bertumbuh sebesar 6 dan 7 persen. Akan tetapi, keberadaan rumah berkualitas tinggi memiliki distribusi yang sangat tidak merata. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Gambar 25: Perubahan dalam Kondisi Perumahan di Daerah Perkotaan, 1988 - 2007 (persen rumah tangga perkotaan) 100 100 1988 2007 80 80 60 60 40 40 20 20 0 0 Access to services Permanent Offical land materials title Sumber: Struyk dkk., 1990; Biro Pusat Statistik, 2007 Catatan: # Hak tanah menunjukkan hak yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Desember 2010 37 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Rumah tangga dengan penghasilan rendah menerima layanan dasar dan perumahan yang lebih sedikit… Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Rumah tangga berpenghasilan rendah memiliki tingkat ketersediaan terhadap air dan sanitasi yang jauh lebih rendah, kondisi perumahan yang lebih buruk, dan hak kepemilikan yang lebih tidak aman dibanding rumah tangga dengan penghasilan yang lebih tinggi. Gambar 26menunjukkan bagian rumah tangga dengan akses terhadap prasarana dasar seperti air, pembuangan limbah dan listrik; rumah yang dibangun dengan bahan permanen dan lantai yang bukan tanah, dan perumahan dengan akses terhadap hak kepemilikan tanah yang resmi, bagi rumah tangga pada desil pengeluaran yang berbeda. Cukup jelas perbedaan dalam kualitas perumahan dan keamanan hak kepemilikan bagi rumah tangga yang lebih miskin. Sebagai contoh, kurang dari setengah rumah tangga pada desil pengeluaran paling bawah memiliki akses terhadap prasarana, sementara pada desil tertinggi tingkat ketersediaan prasarana mencapai hampir 90 persen. Gambar 26: Bahan Bangunan, Prasarana dan Hak Tanah per Gambar 27: Rasio Sewa terhadap Pendapatan dan Desil Pengeluaran, 2007 Peningkatannya, 2001/2002-2007 (bagian rumah tangga, persen) (sewa sebagai bagian pengeluaran; peningkatan persentase dalam sewa sebagai bagian dari pengeluaran) 100 100 35 Persentase peningkatan sewa terhadap pengeluaran (2001-2007) Bahan Permanen 80 80 30 25 60 Akses terhadap Prasarana 40 Hak BPN 60 20 40 15 20 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Desil Pengeluaran Rumah Tangga Sumber: Biro Pusat Statistik, 2007 30 25 Sewa terhadap Pengeluaran, 2007 20 15 Sewa terhadap Pendapatan , 2001 10 20 35 10 5 5 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Desil Pengeluaran Rumah Tangga Sumber: Biro Pusat Statistik, 2001, 2002, 2007 … tetapi membayar lebih besar secara relatif terhadap seluruh pengeluaran mereka Walaupun rumah tangga berpenghasilan rendah mengalami kondisi perumahan yang jauh lebih buruk, rumah tangga termiskin menghabiskan bagian pendapatan mereka yang lebih besar untuk perumahan dibanding rumah tangga dengan pendapatan yang lebih tinggi. Gambar 27 menunjukkan rasio sewa-terhadap-pendapatan bagi rumah tangga, sekali lagi dikelompokkan sesuai pengeluaran sebagai wakil untuk pendapatan. Pada tahun 2001 rumah tangga yang lebih miskin rata-rata menghabiskan lebih dari 20 persen pendapatan mereka untuk perumahan, sementara rumah tangga berpenghasilan tinggi hanya sekitar 17 persen. Perbedaan sewa-terhadap-pengeluaran, dari tahun 2007, lebih tidak kentara, walaupun desil yang paling miskin secara proporsional masih membayar lebih banyak untuk perumahan dibanding yang desil yang paling mampu. Terdapat peningkatan bagian pengeluaran rumah tangga untuk perumahan, terutama di antara kelompok berpenghasilan rendah Tren yang lebih dramatis adalah peningkatan bagian pengeluaran rumah tangga untuk perumahan, yang lebih besar bagi kaum miskin. Pengeluaran untuk perumahan telah meningkat lebih cepat (sekitar 1,4 kali lebih cepat) dibanding pengeluaran untuk kelompok pendapatan lainnya sejak pemulihan krisis keuangan di akhir tahun 90an. Peningkatan ini tidak selalu menunjukkan adanya masalah, akan tetapi sampai suatu batas tertentu hal itu berasal dari peningkatan pendapatan dan elastisitas pendapatan yang positif dari permintaan akan perumahan dengan kualitas dan harga yang lebih tinggi. Sejauh mana peningkatan itu berasal dari permintaan akan kualitas juga bergantung pada pasar perumahannya – di beberapa kota harga rumah meningkat karena meningkatnya permintaan akan tanah sementara peningkatan harga rumah di kota-kota lain disebabkan oleh peningkatan pendapatan. Indonesia menghadapi masalah pasokan perumahan… Indonesia juga menghadapi masalah pasokan perumahan. Pemerintah seringkali mengutip perkiraan kelangkaan perumahan sebesar 800.000 unit. Analisis tingkat pembentukkan rumah tangga menguatkan hal kelangkaan ini, dan dengan menggunakan THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 38 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko pengukuran lain kelangkaan itu dapat berjumlah dua kali lipat dari perkiraan pemerintah. Pengukuran tersebut sangatlah dipengaruhi asumsi, sehingga lebih baik melaporkan fakta tentang pembentukkan rumah tangga, dibanding perkiraan kelangkaan pasokan. Dalam suatu sistem perumahan dengan pasokan yang memadai, mereka yang hendak membentuk rumah tangga baru dengan pindah ke unit tempat tinggal yang independen akan dapat melakukannya. Mencermati ukuran rumah tangga dan jumlah orang dewasa yang hidup di rumah orang tua mereka, yang dapat dianggap sebagai rumah tangga baru yang potensial, maka dapat diukur besaran kecukupan pasokan perumahan. … seperti diperlihatkan oleh penurunan dalam tingkat pembentukkan rumah tangga… Dalam suatu negara yang mengalami urbanisasi dan pertumbuhan seperti Indonesia, diperkirakan bahwa ukuran rumah tangga akan menyusut dan orang-orang dewasa membentuk rumah tangga baru pada tingkat yang makin meningkat. Faktanya, kedua tren tersebut mengikuti perkiraan itu pada seperempat abad terakhir dari abad 20. Akan tetapi tren itu mulai berbalik arah di tahun 2001. Bagian mereka yang berusia 30 hingga 40 tahun yang digolongkan sebagai anak, yaitu tinggal dengan orang tua mereka, meningkat dari 8,7 menjadi 12,8 persen antara tahun 2001 dan 2007, dan bagian mereka yang berada dalam kelompok usia ini yang digolongkan sebagai anak mantu meningkat hampir dua kali lipat dari 2,2 menjadi 3,9 persen. Hal ini berarti makin banyak pasangan yang telah menikah tetap hidup bersama orangtua mereka, kemungkinan besar karena mereka tidak dapat menemukan perumahan yang sesuai. … terutama mempengaruhi rumah tangga berpenghasilan rendah Tidaklah mengejutkan bahwa perubahan ini memiliki dampak yang lebih besar kepada rumah tangga berpenghasilan kecil, yang telah memiliki tingkat pembentukkan rumah tangga yang lebih rendah. Hal ini terutama dialami mereka yang muda, karena mereka yang baru beranjak dewasa tanpa penghasilan yang memadai harus tinggal bersama keluarga walaupun setelah membentuk keluarga mereka sendiri. Sebagai contoh, pada kota-kota besar di Indonesia, jumlah mereka yang telah membentuk rumah tangga pada kelompuk umur 18 hingga 30 tahun pada kuintil pendapatan yang paling rendah adalah 24 persen sementara mereka yang berada pada kuintil pendapatan yang lebih tinggi mencapai 39 persen. Akses terhadap tanah mungkin menjadi hal yang penting dalam terbatasnya pasokan perumahan Walaupun penyebab pasti dari penurunan pembentukkan rumah tangga belumlah jelas, korelasi yang kuat antara keterjangkauan harga perumahan dan pembentukkan rumah tangga pada berbagai kota menunjukkan bahwa pasokan perumahan memainkan peran yang besar. Dengan pentingnya pembangunan rumah sendiri, tampaknya akses terhadap tanah memainkan peran yang penting dalam pembatasan pasokan rumah baru. Akan tetapi, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menemukan faktor-faktor yang menyebabkan keterbatasan pasokan perumahan. Dimensi terakhir, tetapi penting, dari evaluasi sektor perumahan adalah hubungan kepada efisiensi perkotaan dan lingkungan perkotaan Dimensi terakhir yang penting dari evaluasi sektor perumahan adalah hubungan kepada efisiensi perkotaan dan lingkungan perkotaan. Sebagai contoh, lokasi perumahan di dalam kota-kota relatif terhadap lapangan kerja berdampak pada efisiensi dalam hal kemacetan dan waktu perjalanan menuju tempat kerja. Dengan berpindahnya rumah tangga berpenghasilan tinggi ke daerah pinggiran kota, tetapi mereka tetap bekerja di pusat kota, maka jarak menuju tempat kerja meningkat, yang mengakibatkan pemborosan waktu dan kemacetan. Selain itu, penyusunan petak-petak perumahan dalam lingkungan tempat tinggal dapat memiliki dampak yang penting terhadap transportasi dan kemacetan. Sebagai contoh, blok-blok super dengan jalan masuk yang terbatas dapat berakibat pada kepadatan setempat. Perumahan berkualitas rendah, dapat membawa dampak negatif yang cukup berarti bagi kualitas lingkungan di perkotaan. Selain itu, perumahan dengan kualitas yang buruk, terutama dalam hal sistem pembuangan sampah dan limbah, dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan yang cukup berarti di daerah perkotaan. Terlalu banyak rumah tangga pada kota-kota di Indonesia membuang limbah ke sungai atau daerah terbuka lainnya, sementara penggunaan tanki septik berkualitas rendah pada daerah perkotaan yang padat dapat mencemari air tanah. Sama seperti terdapat pendapat yang kuat akan skala ekonomi dan efisiensi dalam prasarana yang terhubung, seperti sistem pembuangan limbah dan air, terdapat eksternalitas negatif berukuran besar yang berhubungan dengan tidak dimilikinya sistem tersebut di daerah-daerah perkotaan. Bukti-bukti yang terbatas akan pengaruh efisiensi perkotaan dari pengaturan dan lokasi perumahan di Indonesia, dan dampak lingkungan dari terbatasnya sistem pembuangan air dan limbah yang tersedia tersebut menunjukkan perlunya pengambilan kebijakan dan penelitian lebih lanjut.. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 39 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko 4. Memberi insentif kepada pemerintah daerah agar mengambil tanggung jawab bagi layanan air dan sanitasi Investasi pemerintah di air dan sanitasi diproyeksikan akan meningkat secara signifikan pada lima tahun yang akan datang. Investasi dalam penyediaan air dan sanitasi merupakan investasi pembangunan dan diakui sebagai hal yang penting untuk mencapai sasaran Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals, MDG) lainnya seperti pengentasan kemiskinan dan kelaparan, mencapai kesetaraan jender dan menurunkan tingkat kematian anak. RPJMN (2010-2014) Pemerintah menetapkan agenda yang ambisius akan air dan sanitasi untuk lima tahun ke depan. Anggaran pemerintah bagi sektor tersebut, pada umumnya melalui Kementerian Pekerjaan Umum, diperkirakan akan meningkat dua kali lipat bagi pasokan air dan meningkat empat kali lipat bagi sanitasi lingkungan, dibanding periode pembangunan yang lalu. Dana Alokasi Khusus (DAK) juga telah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak tahun 2005 dan akan tersedia untuk mendukung investasi pemerintah daerah dalam sistem pengadaan air dan sanitasi berbasis masyarakat. Hal-hal tersebut menandakan bahwa langkah-langkah positif telah diambil untuk menghentikan kecenderungan turunnya tingkat layanan air dan sanitasi yang terjadi pada dekade yang lalu. Bagian ini pertama-tama akan meninjau kecenderungan tersebut dan kemudian beralih fokus pada insentif kepada pemerintah daerah untuk memberikan layanan air dan sanitasi serta reformasi kebijakan terkait yang bertujuan untuk meningkatkan pemberian layanan pada tingkat daerah. Gambar 28: Menurunnya akses keseluruhan terhadap pasokan air yang ditingkatkan Gambar 29: Penggunaan pasokan air yang tidak ditingkatkan telah meningkat di perkotaan (persen penduduk dengan pasokan air yang ditingkatkan) (jenis pasokan air, persen penduduk perkotaan) 90 90 Tidak ditingkatkan Ditingkatkan lainnya 100 Perkotaan 80 80 Total 70 70 Pedesaan 60 60 2006 2007 2008 2009 Dipipakan 100 80 80 60 60 40 40 20 20 0 0 2006 2007 2008 2009 Sumber: Susenas (berbagai tahun) Sumber: Susenas (berbagai tahun) Catatan: Pasokan air yang ditingkatkan adalah air pipa dan Catatan: Pasokan air lain yang ditingkatkan adalah sumur, mata air dan pompa yang terlindung. Tidak ditingkatkan sumur, mata air dan pompa yang terlindung adalah penduduk dikurangi pasokan lewat pipa dan pasokan lain yang ditingkatkan Rendahnya tingkat akses terhadap air pipa disebabkan oleh pemulihan biaya yang buruk selama bertahuntahun… Tingkat akses terhadap pasokan air lewat pipa di daerah perkotaan telah menurun (Gambar 28). Tren ini telah dimulai pada awal abad ini dan bukti-bukti terakhir menunjukkan bahwa tren tersebut tampaknya masih berlanjut.. Saat ini hanya 15 persen penduduk – 25 persen di daerah perkotaan (Gambar 29) – atau sekitar 27 juta jiwa – memiliki akses terhadap pipa air – suatu tingkat cakupan yang sangat rendah dibanding negara-negara dengan tingkat pendapatan yang sebanding dengan Indonesia. Pada wilayah dengan cakupan rendah, kaum miskin yang paling tidak diuntungkan – sebagai contoh, sekitar setengah dari 10 persen penduduk yang paling miskin menggunakan sumber air minum yang tidak aman, dibandingkan dengan cakupan air hingga 90 persen bagi 10 persen penduduk yang paling mampu. Tingkat cakupan saat ini berada jauh di bawah sasaran Pemerintah sebesar 32 persen penduduk yang terhubung dengan sumber air aman melalui pipa dan jumlah 70 persen penduduk yang memiliki akses terhadap air yang aman. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 40 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia …dengan menurunnya investasi modal prasarana air perkotaan Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Keadaan sektor tersebut mencerminkan modal perusahaan yang makin menurun pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang disebabkan oleh buruknya kesehatan keuangan dan rendahnya tingkat investasi selama bertahun-tahun. Penelitian atas 42 laporan yang diterbitkan pada tahun 2009 menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat investasi PDAM berada di bawah tingkat depresiasi aset, yang berarti harta tetap/modal sedang menurun. Gambar 30: Kualitas akses terhadap pasokan air dan pendapatan rumah tangga memiliki korelasi yang tinggi Gambar 31: Depresiasi dalam perusahaan daerah air minum (PDAM) dapat melampaui investasi baru (persen desil, 2007) (depresiasi, miliar rupiah pada tahun 2006, skala logaritma) 100000.0 Sumber tidak ditingkatkan Sumber lain yang ditingkatkan Air botol Air Pipa 10000.0 100% 100% 1000.0 80% 80% 100.0 60% 60% 10.0 40% 40% 1.0 20% 20% 0% 0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Desil Pendapatan Rumah Tangga Sumber: Susenas 2007 Layanan sanitasi perkotaan mulai membaik 10 0.1 0.0 0.0 1.0 100.0 10000.0 Investasi (miliar rupiah di 2007), skala logaritma Sumber: Laporan Teraudit BPKP PDAM Catatan: Sampel dari 42 PDAM Tidak seperti halnya dengan gambaran pasokan air, akses daerah perkotaan terhadap layanan sanitasi mulai meningkat secara perlahan. Perlu dicatat, bahwa layanan sanitasi perkotaan pada umumnya berarti pembuangan limbah kamar kecil ke tanki septik (sekitar 70 persen) atau lubang pembuangan (sekitar 20 persen) sebagai titik pembuangan akhir. Mayoritas prasarana sanitasi yang ada adalah hasil investasi dari rumah tangga itu sendiri yang menekankan pada fasilitas dalam rumah atau dalam lokasi dan tidak pada pengolahan ataupun pembuangan. Tidaklah jelas berapa bagian limbah rumah tangga yang tanpa dioleh kembali langsung dibuang ke tanah atau jalur air, tetapi secara konservatif diperkirakan setidaknya setengah dari limbah itu akan kembali ke dan mencemari lingkungan. Menurut laporan tahun 2008 dari Program Air dan Sanitasi Bank Dunia, Asia Timur dan Pasifik, diperkirakan bahwa Indonesia telah kehilangan sekitar 2,3 13 persen PDB-nya di tahun 2006 karena buruknya sanitasi . Dari dampak yang dievaluasi, pengaruh terhadap kesehatan dan sumber daya air paling banyak menambah kepada keseluruhan kerugian ekonomi yang diperkirakan, yang juga termasuk kerugian terhadap penerimaan turis dan kepada lingkungan. 13 Bank Dunia (2008), Economic Impacts of Sanitation in Indonesia: A five-country study conducted in Cambodia, Indonesia, Lao PDR, the Philippines, and Vietnam, under the Economics of Sanitation Initiative (ESI). THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 41 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Gambar 32: Akses terhadap sanitasi yang ditingkatkan (persen penduduk) 100 100 Target MDG 80 76,8 62,4 Perkotaan 60 80 60 55,6 Jumlah 40 40 20 20 Pedesaan 0 0 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013 2015 Sumber: Disadur dari Bappenas (2010), “Laporan Pencapaian Millennium Development Goals 2010" Catatan: MDG adalah Millenium Development Goals Pemerintah daerah memiliki peran yang penting dalam pendanaan sektor tersebut Walaupun kebutuhan yang mendesak akan pemeliharaan, pembaruan dan investasi sudah diketahui secara luas, sektor tersebut menghadapi agenda yang besar untuk memperbesar tingkat investasi. Pemain utama dalam upaya ini adalah pemerintah daerah yang sekarang ini bertanggung jawab bagi layanan air dan sanitasidengan telah berlangsungnya desentralisasi. Pengelolaan daerah yang baik erat kaitannya dengan peningkatan dalam layanan air dan sanitasi Analisis yang mendalam terhadap enam kota menunjukkan bahwa pengelolaan daerah yang baik merupakan faktor utama bagi peningkatan layanan. Pengelolaan yang baik berarti suatu keadaan di mana pemerintah daerah menanggapi permintaan layanan air dan sanitasi dari warganya dengan membuat pilihan kebijakan (umumnya investasi dalam fasilitas umum dan tingkat tarif yang mendukung) dan juga dengan menempatkan pengelola fasilitas umum bertanggung gugat terhadap kinerja mereka. Kota-kota dengan pengelolaan yang baik dapat dilihat dari peningkatan layanan, sementara permintaan bagi layanan yang lebih baik tidak dijawab oleh kota-kota dengan pengelolaan yang buruk. Di Ciamis, Malang dan Palembang, layanan dan investasi telah meningkat dengan jelas sejak lima tahun terakhir. Pada kasus-kasus itu, peningkatan bermula ketika walikota baru mulai bekerja dan menempatkan peningkatan sektor air menjadi prioritas. Walikota Palembang menunjuk Direktur baru bagi PDAM. Walikota dan Direktur PDAM kemudian menyepakati suatu rencana usaha untuk meningkatkan layanan dengan cepat. Pemerintah daerah mendukung pendanaan PDAM, dan kemudian PDAM berhasil mencapai peningkatan yang telah disepakati. Di Palembang, rata-rata jumlah sambungan baru per tahun telah meningkat 2,5 kali lebih besar sejak peningkatan pengelolaan. Di Palembang dan Malang, para walikotanya kemudian berhasil dipilih kembali, sebagian karena keberhasilan mereka dalam meningkatkan layanan air. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 42 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Gambar 33: Pengelolaan yang Baik di Kota Palembang Menghasilkan Layanan yang Lebih Baik (jumlah sambungan perumahan) Sumber: Program Air dan Sanitasi, karya yang tidak diterbitkan Pemerintah telah memprakarsai sejumlah program reformasi baru untuk membantu pemerintah daerah dalam memenuhi peran layanan air dan sanitasi mereka dan meningkatkan tanggung gugat mereka Keberhasilan pengelolaan dalam meningkatkan kualitas layanan di tingkat pemerintah daerah menimbulkan pertanyaan, apakah cara bagaimana program nasional diterapkan mendorong pengelolaan yang baik? Sejalan dengan ambisi RPJMN, pemerintah telah memulai sejumlah program reformasi yang menggunakan pendekatan baru dalam membantu pemerintah daerah untuk memenuhi peran mereka dan membuat mereka lebih bertanggung jawab. Sebagai contoh, program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (“PPSP”) adalah program penting yang ditujukan untuk membangun kapasitas di tingkat daerah untuk merintis jalan bagi penyampaian layanan sanitasi. Program itu akan mendukung lebih dari 300 kota/kabupaten di Indonesia untuk mengembangkan strategi sanitasi berdasarkan dukungan investasi yang akan diberikan oleh pemerintah pusat bagi prasarana sanitasi. Kementerian Pekerjaan Umum juga terus bekerja untuk membangkitkan kembali ‘kesehatan’ PDAM, pertama-tama memastikan bahwa lingkungan kebijakan yang mendukung fasilitasi antara mereka dan pemerintah daerah. Sehubungan dengan program restrukturisasi hutang PDAM, Kementerian Keuangan telah menempatkan sanksi bagi para pemilik PDAM, seperti hak untuk memotong kiriman fiskal, jika terjadi tunggakan. Hal ini dan prakarsa-prakarsa lain menunjukkan upaya untuk menemukan strategi baru yang sesuai dengan kenyataan yang baru. Akan tetapi pemerintah daerah masih menghadapi insentif yang buruk untuk beroperasi dan memelihara prasarana air dan sanitasi Dukungan teknis bagi perencanaan dan penguraian kebuntuan pendanaan yang berhubungan dengan hutang PDAM merupakan langkah yang penting untuk menimbulkan peningkatan kapasitas bagi penyampaian layanan yang bertanggung jawab oleh daerah. Akan tetapi, kapasitas yang dikembangkan dapat dengan cepat tenggelam bila insentif-insentif buruk lainnya tetap tidak ditangani. Salah satu masalah kritis potensial adalah kurangnya insentif bagi pemerintah daerah dalam mengoperasikan dan memelihara investasi yang dikarenakan cara pemerintah nasional mendanai pembangunan prasarananya. Hal ini sebagian besar masih dilakukan melalui penyerahan aset yang dibentuk oleh lembaga pusat melalui dana dekonsentrasi. Selain jebakan yang berasal dari rancangan yang buruk dan pemburuan sewa, pendekatan di luar anggaran kepada pendanaan investasi memutuskan kaitan pengeluaran modal dengan penempatan biaya berulang pada sistem perencanaan dan penganggaran. Pada penyediaan air, badan layanan umum daerah harus meningkatkan biaya pemulihan dan menerima suntikan modal dari pemiliknya, yaitu pemerintah daerah. Di sektor air, terdapat kebutuhan untuk membalik kecenderungan buruknya biaya pemulihan dan PDAM sangat membutuhkan suntikanmodal. Saat ini, selain kas yang dihasilkan secara internal, yang tidak menghasilkan surplus yang cukup besar bahkan hanya untuk pemeliharaan, modal pada umumnya hanya datang dari hibah pemerintah pusat lewat dana dekonsentrasi. Pada skenario ini, pemerintah daerah tetap tidak memiliki insentif untuk berinvestasi dengan menggunakan dana mereka sendiri, sehingga tidak ada alasan untuk membawa PDAM untuk memanfaatkan uang itu secara efisien dan tidak ada insentif untuk meningkatkan tarif ke tingkat yang memungkinkan terjadinya THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 43 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko pemulihan biaya. Tarif dapat tetap pada tingkat terdeflasi karena anggaran investasi datang dari sumber-sumber eksternal – situasi serupa seperti sebelum desentralisasi, tanpa sumber daya yang cukup untuk memperbaharui aset yang pada akhirnya akan mempengaruhi operasi mereka. Tantangan sanitasi perkotaan adalah menempatkan pembagian biaya yang tepat antara pemerintah pusat dan daerah dan memberi insentif untuk operasi dan pemeliharaan yang baik Pada sanitasi perkotaan, yang kesediaan membayarnya sangat rendah untuk layanan pengumpulan, pengolahan dan pembuangan dan sifat barang publik dari layanan itu lebih nyata, terdapat alasan bagi pembagian biaya antara pemerintah pusat dan daerah – pertanyaannya adalah bagaimana pengaturannya sehingga pemerintah daerah memiliki insentif untuk mengoperasikan dan memelihara sistem tersebut? Tampaknya tidak mungkin bahwa pengguna akan membayar sepenuhnya biaya sanitasi perkotaan karena rumah tangga tidak terkena secara langsung dampak menyeluruh dari sanitasi yang buruk. Artinya agar sistem tersebut memiliki dana yang berkelanjutan, pemerintah pusat tampaknya harus memberi subsidi bagi operasi dan pemeliharaan (O&M). Biaya O&M dapat berkisar antara 3 hingga 5 persen, kadangkala mencapai 10 persen, dari investasi modal yang disetahunkan. Bergantung pada teknologi yang dipilih dan kapasitas sistem, hal itu dapat dipandang sebagai biaya yang cukup besar dengan adanya berbagai prioritas belanja pemerintah daerah. Apakah terdapat insentif bagi pemerintah daerah untuk mengoperasikan dan memelihara prasarana tersebut, sementara di sisi lain masyarakat umum tidak mencari layanan tersebut (rendahnya kebersediaan untuk membayar, umumnya bukan masalah yang diangkat sewaktu Pemilu), dan di sisi lainnya, program-program yang mendorong sanitasi, sebaik-baiknya, hanya memberikan hibah kepada belanja modal? Kementerian Keuangan sedang menyelidiki pendekatan-pendekatan untuk meningkatkan tanggung jawab pemerintah daerah dalampenyediaan air dan sanitasi Kementerian Keuangan telah mendorong dan menyelidiki berbagai pendekatan untuk meningkatkan tanggung jawab daerah melalui peningkatan penggunaan mekanisme anggaran untuk mendanai pemerintah daerah – seperti reformasi DAK tahunan, dan peluncuran dana hibah insentif (Hibah Air) bagi pemerintah daerah melalui mekanisme pemberian hibah. Saat ini, reformasi-reformasi tersebut hanya menekankan pada pendanaan belanja modal, tetapi dapat memiliki implikasi yang lebih luas untuk memberi insentif kepada perilaku pemeliharaan dan operasi yang baik. Kini program Hibah Air bertujuan untuk membayar kembali sebagian dari investasi pemerintah daerah bagi pembangunan pasokan air yang ditujukan bagi rumah tangga miskin. Pendekatan ini telah melibatkan inovasi dalam penyampaian insentif karena program itu mendorong pemerintah daerah untuk memastikan bahwa fasilitasnya mampu memberikan hubungan yang baik dan karena dana hibah itu merupakan kesatuan dengan pemerintah daerah dalam menyuntikkan dana dalam fasilitas umum. Di tahap berikutnya, mekanisme serupa dapat dirancang, misalnya, untuk membayar kembali sebagian biaya membawa sejumlah limbah rumah tangga ke fasilitas pengolahan, sementara pendanaan modal dapat berasal dari sumber lain, seperti sektor swasta. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 44 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko 5. Pemantauan dan Evaluasi (P&E) Nasional di Indonesia Pemantauan dan evaluasi kinerja program-program pemerintah memberi informasi sampai sejauh mana tingkat keberhasilan belanja pemerintah dalam menghadapi permasalahan kemiskinan yang paling mendesak Informasi program pemantauan dan evaluasi (P&E) meningkatkan pemahaman kita mengenai kemampuan pemerintah dalam pemberian barang dan jasa. Bagi rumah tangga miskin, akses terhadap barang dan jasa pemerintah sangatlah penting karena mereka tidak mampu membeli barang sejenis dari sektor swasta. Selain melihat perubahan pada tingkat kemiskinan secara keseluruhan, yang pada umumnya diukur dengan belanja rumah tangga, cara lain untuk mengukur kemajuan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan adalah melalui penyampaian dan penerimaan barang-barang pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari output dan hasil-hasil dari program pemerintah yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan meningkatkan kesempatan terhadap akses pendidikan, layanan kesehatan dan prasarana. Dalam konteks P&E, output adalah produk, barang-barang dan jasa yang dihasilkan dengan suatu intervensi pembangunan. Sebaliknya, hasil adalah perubahan perilaku atau kondisi tertentu yang disebabkan oleh intervensi tersebut. Lebih rinci lagi, informasi P&E dapat membantu menjawab pertanyaan seperti: Apakah anak-anak miskin memiliki akses terhadap pendidikan dasar? Apakah perempuan miskin menerima layanan kesehatan pra-persalinan? Apakah programprogram jaring pengaman sosial mencapai penerima manfaat yang ditujunya? Jawaban dari pertanyaan di atas memberi informasi akan tingkat efektivitas program-program pemerintah yang ditekankan untuk mengentaskan permasalahan kemiskinan yang paling mendesak. a. Pergeseran internasional menuju penyusunan, perencanaan dan penganggaran kebijakan yang didukung informasi Di seluruh dunia, para pemangku kepentingan meminta pertanggungjawaban dan transparansi yang lebih besar dari pemerintah Secara global terdapat peningkatan permintaan akan informasi P&E dan tekanan untuk menyusun sistem yang dapat menghasilkan informasi tersebut. Pergeseran ini adalah merupakan jawaban terhadap permintaan pemangku kepentingan akan peningkatan dalam transparansi dan pertanggungjawaban, dan tekanan kepada pemerintah untuk menunjukkan hasil-hasil pembangunan yang nyata. Pergeseran ini sebagian besar didorong oleh pengalaman dari negara-negara OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development). Sistem P&E yang berhasil melibatkan penggunaan informasi yang berkualitas dan handal secara intensif di dalam sistem untuk mengubah administrasi pemerintahan Di dunia internasional, terdapat beragam konfigurasi pengaturan sistem P&E. Walaupun terdapat berbagai keragaman, terdapat konsensus internasional akan tiga karakteristik yang umum dimiliki oleh sistem yang berhasil (1) penggunaan informasi yang intensif dalam penyusunan, perencanaan dan penganggaran kebijakan; (2) sistem tersebut dapat menghasilkan informasi dengan kualitas yang memadai dan dianggap dapat dipercaya; dan (3) sistem tersebut memiliki keberlanjutan dalam hal dapat bertahan terhadap 14 Selain karakteristik perubahan dalam administrasi pemerintahan (Mackay, 2010). tersebut, terdapat tiga model umum dari sistem P&E. Badan eksternal yang independen dapat bertanggung jawab terhadap P&E atau sistem pemerintah dapat digunakan dalam struktur terpusat atau terdesentralisasi Sistem jenis pertama yaitu menggunakan badan eksternal yang independen yang terletak di luar pemerintahan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan P&E. Contoh dari badan independen adalah organisasi masyarakat sipil, universitas dan lembaga penelitian. Sistem seperti ini memungkinkan transparansi, akuntabilitas dan kredibilitas informasi yang paling besar, termasuk: kurangnya akses terhadap informasi yang memadai, tidak adanya pengetahuan sesuai konteks, dan ketidakmampuan untuk memberikan informasi menyeluruh terhadap keseluruhan program-program dan kelembagaan pemerintah. Sebuah contoh badan eksternal adalah prakarsa Bogotá Cómo 15 Vamos di Kolombia (Briceño, 2010). Model kedua adalah sistem terpusat. Jenis sistem ini adalah alat yang kuat untuk perencanaan dan penganggaran. Di Chile, sebagai contoh, Divisi Pengendalian Manajemen DIPRES terletak pada departemen anggaran Kementrian Keuangannya. Sistem tersebut mengelola empat bidang pekerjaan: evaluasi program dan lembaga, alat 14 Mackay, Keith. 2010. Conceptual Framework for Monitoring and Evaluation. PREM Notes, Special Series on the Nuts and Bolts of Government M&E Systems. Nomor 1. Bank Dunia: Washington D.C. 15 Briceño, Bertha. 2010. Defining the Type of M&E System: Clients, Intended Uses, and Actual Utilization. PREM Notes, Special Series on the Nuts and Bolts of Government M&E Systems. Nomor 2. Bank Dunia: Washington D.C. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 45 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko bagi pengawasan dan pemantauan, insentif gaji kelembagaan, dan dana modernisasi manajemen pemerintah. Bagi anggaran tahun 2010, 150 lembaga pemerintah menggunakan sekitar 1.200 indikator kinerja dan terdapat 28 evaluasi terhadap program dan lembaga (Briceño, 2010). Model ketiga adalah sistem pemerintahan terdesentralisasi. Keunggulan sistem ini termasuk: kemudahan akses terhadap informasi dan tingginya kemungkinan bahwa informasi tersebut akan digunakan secara internal. Kekurangan termasuk kurangnya standardisasi, ketegasan metodologi yang tidak merata dan beragamnya kualitas informasi. Dalam konteks terdesentralisasi, suatu dewan nasional dapat mengawasi sistem tersebut dan menjaga konsistensi; sebagai contoh, Dewan Nasional bagi Evaluasi Kebijakan Pembangunan Sosial (CONEVAL) di Meksiko menetapkan standar-standar dan pedoman bersama bagi 130 program-program federal (Briceño, 2010). Tabel 11: Sistem P&E Model Keunggulan Kekurangan Contoh Transparansi, akuntabilitas, dan Kurangnya akses terhadap kredibilitas informasi informasi, tidak adanya pengetahuan kontekstual, ketidakmampuan memberikan P&E yang menyeluruh Terpusat, Kemampuan standardisasi Membutuhkan mandat yang dimiliki praktik terbaik P&E, integrasi jelas, kapasitas P&E dan pemerintah yang lebih baik ke dalam siklus manajerial yang memadai dari lembaga pelaksana perencanaan dan untuk koordinasi antarpenganggaran, kuasa untuk menegakkan rekomendasi yang lembaga dihasilkan dari P&E Kurangnya standardisasi, Terdesentralisa Akses yang mudah terhadap tidak meratanya ketegasan si, dimiliki informasi, tingginya metodologi dan kualitas kemungkinan informasi akan pemerintah informasi yang dihasilkan digunakan secara internal Badan eksternal yang independen Kolombia Chile Meksiko Sumber: Briceño (2010) b. P&E di Indonesia Indonesia sedang mengubah perencanaan, penyusunan kebijakan dan penganggarannya dari sistem berbasis input menjadi sistem berbasis kinerja Sebelum sistem P&E terkoordinasi dapat tercapai, harus diselenggarakan pemahaman yang lebih baik akan kebutuhan Indonesia sedang mentransformasikan perencanaan, penyusunan kebijakan dan penganggarannya dari suatu sistem yang berdasarkan input menjadi sistem yang berdasarkan pada kinerja. Keberhasilan perubahan ini bergantung pada ketersediaan informasi P&E yang handal, tepat waktu dan relevan. Indonesia kini memiliki 76 kementerian yang bertanggung jawab atas 524 program dengan sekitar 3.000 kegiatan, dan lebih dari 10.000 indikator output dan hasil. Angka tersebut tidak termasuk program-program yang dibangun dan didanai pada tingkat daerah. Tabel 2 membandingkan jumlah indikator tingkat nasional yang digunakan oleh berbagai pemerintah pusat yang berbeda. Tabel 12: Indikator Tingkat Nasional yang digunakan oleh Pemerintah Pusat Negara dan Tahun Indikator Kanada (2003) 400 Prancis (2005) 1.178 Indonesia (2010) 10.000+ Korea (2007) 2.037 Belanda (2002) 454 Inggris (1998) 153 Sumber: Thomas (2010) 16 Dengan berjalannya waktu sebagian besar negara mencoba untuk menurunkan jumlah indikator yang digunakan. Di Indonesia, tiap program nasional yang dikelola melalui kementerian dibagi menjadi kegiatan dan sub-kegiatan. Banyak program nasional utama memiliki suatu sistem pengawasan output pada tingkat kegiatan dan sub-kegiatan. Keadaan ini makin diperumit dalam konteks desentralisasi, dan pertanyaan mengenai 16 Thomas, Theo. 2010. Performance Based Budgeting and Monitoring and Evaluation Workshop Introduction, Overview and International Experiences. Presentasi. Bank Dunia: Jakarta. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 46 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko informasi badan-badan koordinasi pusat mandat kementerian dan lembaga pusat yang meminta pelaporan dari pemerintah daerah. Sebelum suatu sistem P&E yang terkoordinasi dapat tercapai, perlu ditetapkan suatu pemahaman yang lebih baik akan kebutuhan informasi dari lembaga-lembaga koordinator pusat. Sistem P&E harus mengusahakan suatu keseimbangan antara kebutuhan lembaga koordinator pusat dan kebutuhan manajer dan pelaksana program. Aturan P&E yang baru telah menimbulkan keprihatinan mengenai kualitas informasi yang dilaporkan, akses terhadap informasi dan keseluruhan koordinasi kebijakan P&E Pada beberapa tahun terakhir sejumlah lembaga koodinator nasional telah menyusun aturan mereka sendiri yang memberikan mandat pelaporan informasi P&E dari kementerian, lembaga dan kantor yang lebih kecil yang bertanggung jawab untuk pengelolaan dan penerapan program (Tabel 13). Aturan-aturan tersebut telah menimbulkan keprihatinan akan beban pelaporan, tumpang tindih dan permintaan informasi yang redundan, jurang informasi, akses terhadap informasi dan koordinasi kebijakan P&E secara keseluruhan. Tabel 13: Lembaga dan Mandat P&E di Indonesia Lembaga Bappenas Mandat PP 39/2006: evaluasi rencana pembangunan UKP4 Inpres 1/2010: percepatan prioritas pembangunan nasional MenPAN & RB PP 09/2005: evaluasi tanggung jawab lembaga pemerintahan Mendagri PP 03/2007: Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) kepada pemerintah PP 06/2008: pedoman evaluasi menajemen pemerintah daerah PP 21/2004: rancangan rencana kerja dan anggaran kementerian PP 08/2006: laporan kinerja lembaga keuangan dan pemerintah Kementerian Keuangan Sumber: staf Bank Dunia Rencana nasional lima tahun yang kini berlangsung memiliki matriks indikator output dan hasil bagi tiap kegiatan dan program dalam hubungannya dengan prioritas pembangunan nasional Mandat pelaporan P&E dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) didasarkan pada PP 39/2006. Selain informasi yang dikumpulkan oleh PP 39/2006, rencana nasional lima tahun yang sedang berjalan (RPJMN, 2010-2014) menyertakan suatu matriks dengan indikator output dan hasil, untuk tiap kegiatan dan program yang berhubungan dengan prioritas pembangunan nasional yang dirinci di dalam rencana tersebut. Bappenas bekerja sama dengan setiap kementerian dari keseluruhan kementerian yang berjumlah 76 untuk menyusun indikator yang diterbitkan di dalam matriks tersebut. Karena tahun ini merupakan tahun pertama penerbitan indikatorindikator tersebut, sehingga masih belum jelas mengenai bagaimana Bappenas akan mengumpulkan informasi tersebut dan bagaimana informasi itu akan digunakan untuk mendukung keputusan penganggaran dan perencanaan nasional. UKP4 mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan bentuk nyata pencapaian program setiap dua bulan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dibangun untuk membantu presiden dalam hal mengisi jurang informasi di Indonesia. Informasi yang dikumpulkan menekankan pada bentuk pencapaian program jangka pendek yang dilaporkan ke Presiden dan kabinetnya sebagai suatu cara untuk memantau pekerjaan para menteri, kementerian mereka dan program-program khusus (dibanding perencanaan dan penyusunan kebijakan untuk jangka waktu yang lebih panjang yang dilakukan oleh lembaga koordinator lainnya). Saat ini sistem tersebut mengumpulkan informasi dari 370 indikator yang berhubungan dengan 155 rencana aksi, yang mewakili 70 program yang diterapkan oleh 45 kementerian. MenPAN & RB hendak melakukan evaluasi terhadap lembaga pemerintahan lainnya Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN & RB) melakukan evaluasi kinerja dan tanggung jawab dari seluruh lembaga pemerintahan. Mandat MenPAN & RB dapat dibedakan dari lembaga koordinator lain karena hendak melakukan evaluasi atas lembaga pemerintahan secara keseluruhan, dibanding menekankan pada output atau hasil dari program tertentu (walaupun juga merupakan suatu faktor dalam rumus penilaian mereka). Evaluasi mereka menekankan pada lima aspek kinerja: perencanaan, pengukuran, laporan, evaluasi dan pencapaian. Tiap aspek diberi bobot dan jumlah nilainya digunakan untuk memberi peringkat kelembagaan. Tidak ada bentuk standar dalam pengumpulan informasi; metodologi yang digunakan merupakan gabungan dari wawancara, pengamatan langsung dan data sekunder. Hasil evaluasi dilaporkan setiap tahun kepada Presiden. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 47 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Kementerian Dalam Negeri memantau dan mengevaluasi pembangunan pada tingkat daerah Kementerian Dalam Negeri (Depdagri) juga memiliki mandat P&E untuk melakukan tiga jenis evaluasi yang menekankan pada tingkat daerah: (1) Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD), (2) Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah (EKPOD), dan (3) Evaluasi Daerah Otonom Baru (EDOB). Evaluasi tersebut merupakan kolaborasi antara suatu tim nasional (yang dipimpin oleh Kementerian Dalam Negeri) dan tim teknis daerah. Hasil dari ketiga evaluasi tersebut dilaporkan pada jeda jangka waktu yang berbeda kepada Presiden. Kementerian Keuangan sedang menyusun suatu sistem P&E berdasarkan prinsip penganggaran berdasar kinerja Kementerian Keuangan sedang menyusun suatu sistem P&E untuk diterapkan di tahun 2011. Sistem itu akan memiliki sejumah indikator termasuk realisasi anggaran, realisasi sasaran output dan berbagai indikator akan kualitas perencanaan dan kualitas belanja. Kinerja yang diukur dengan indikator-indikator tersebut akan menjadi dasar rekomendasi bagi “hadiah atau hukuman” melalui alokasi anggaran. Sebagai ringkasan, lembaga-lembaga koordinator nasional yang telah disinggung memiliki pengaruh dan mandat P&E yang berbeda; akan tetapi terdapat kebutuhan akan informasi yang tumpang-tindih, terutama dalam hal informasi output dan hasil-hasil dan informasi dari daerah. c. Bergerak menuju penganggaran yang didukung membangun suatu sistem P&E yang terkoordinasi informasi kinerja dan Indonesia sedang bergeser menuju sistem penganggaran yang didukung informasi kinerja dan input yang penting bagi sistem ini adalah informasi P&E Indonesia sedang bergerak menuju sistem penganggaran yang didukung oleh informasi kinerja. Input utama bagi sistem ini adalah informasi P&E. Proses bagaimana pemerintah akan menggunakan informasi ini untuk mengambil keputusan alokasi sumber daya belum ditentukan. Penggunaan informasi P&E akan membutuhkan kesepakatan akan indikator dan target, nuansa analisis informasi P&E, pengaman untuk melindungi sistem dari insentif yang keliru yang berhubungan dengan penetapan target dan juga pelaporan informasi P&E, dan pengembangan suatu sistem untuk memeriksa kredibilitas dari informasi yang dilaporkan. Langkah ke depan dalam mengembangkan sistem P&E terkoordinasi tampaknya akan menyertakan pembagian informasi yang lebih besar, peningkatan sistem dan penyusunan kesepakatan atas indikator, bentuk dan koordinasi antar lembaga Dengan bergeraknya Indonesia menuju pengembangan sistem P&E yang terkoordinasi, langkah-langkah masa depan tampaknya akan menyertakan suatu rangkaian diskusi antar lembaga-lembaga utama. Prioritas bidang untuk pengembangan sistem P&E termasuk pembagian informasi akan perubahan masa kini dan yang direncanakan pada sistem P&E, penanganan kelemahan pada sistem P&E tingkat lembaga yang sekarang dialami, dan kemajuan untuk mencapai sistem P&E yang lebih terkoordinasi. Karena banyak peraturan P&E masih relatif baru dan pergeseran perencanaan dan penganggaran dari sistem yang sebelumnya berdasar input menjadi yang berdasar pada kinerja, sejumlah lembaga kini sedang menyusun sistem baru atau merevisi aturan P&E yang lama. Tampaknya terdapat kebutuhan dan cakupan bagi lebih banyak pembagian informasi antar lembaga mengeni perubahan yang kini terjadi dan yang direncanakan. Kementerian-kementerian secara individu seringkali sadar akan kelemahan sistem P&E mereka. Beberapa contoh kelemahan termasuk kualitas informasi yang dilaporkan, tingkat rincian yang dikumpulkan, beban pelaporan pada staf program, waktu yang dibutuhkan oleh informasi itu sebelum menjadi tersedia bagi pengguna, dan ketaatan pelaporan. Lebih banyak dukungan harus diberikan kepada upaya kementerian untuk meningkatkan kualitas dan kredibilitas secara keseluruhan dari informasi P&E. Lembaga-lembaga yang membutuhkan informasi P&E lintas sektor memiliki mandat tersendiri untuk mengumpulkan informasi ini, dan memiliki lingkup pengaruh dan kebutuhan informasi mereka sendiri. Sayangnya banyak dari mandat tersebut mengharuskan pengumpulan informasi yang sama atau serupa, misalnya output kegiatan dan informasi hasil program. Sementara secara bersamaan, terdapat jurang informasi yang membutuhkan penanganan. Beberapa tantangan terbesar dalam membangun P&E terkoordinasi adalah menyusun kesepakatan mengenai indikator-indikator khusus, bentuk pelaporan dan protokol pembagian informasi. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 48 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Sistem harus dimulai dengan ukuran kecil terlebih dahulu dan menggunakan pelajaran internasional akan pemanfaatan informasi, kualitas informasi dan keberlanjutan di garis terdepan Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Sebagai kesimpulan, berdasarkan pengalaman internasional, tampaknya Indonesia akan membutuhkan beberapa tahun untuk membangun sistem P&E yang berfungsi sepenuhnya. Sistem itu harus mulai dengan ukuran kecil dan menggunakan pelajaranpelajaran internasional mengenai pemanfaatan informasi, kualitas informasi dan keberlanjutan sistem di garis terdepan. Proses ini akan membutuhkan dialog yang intensif dan koordinasi kebijakan antar lembaga utama, kementerian, manajer program, pelaksana program dan unit pemerintahan daerah. Pengembangan sistem P&E terkoordinasi juga membutuhkan pembangunan kapasitas di setiap tingkatan, terutama dalam hal mereka yang merancang sistem, membuat keputusan metodologis, memilih indikator, dan mereka yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan informasi di lapangan. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 49 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko LAMPIRAN: GAMBARAN EKONOMI INDONESIA Gambar 1:Pertumbuhan PDB Gambar 2: Kontribusi terhadap PDB (pengeluaran) (persen pertumbuhan) (pertumbuhan trimulan-ke-triwulan), seasonally adjusted) Per cent 4 Per cent 8 Per cent 4 Per cent 4 Year on year (RHS) 3 6 QoQ seas. adjust (LHS) 2 2 2 0 0 4 Average (LHS)* 1 2 -2 0 0 Sep-03 Jun-05 Mar-07 Dec-08 Sep-10 -2 Sep-07 Jun-08 Discrepancy Government *rata-rata pertumbuhan triwulanan dari Q12000-Q32010 Sumbers: BPS, World Bank Private cons Sep-10 Investment GDP Sumber: BPS via CEIC dan World Bank Gambar 4: Penjualan sepeda motor dan kerndaraan bermotor Gambar 3: Kontribusi terhadap PDB (sektor) (pertumbuhan trimulan-ke-triwulan, seasonally adjusted) Per cent 2 Mar-09 Dec-09 Net Exports Per cent (unit) 2 '000 800 '000 80 Motor cycles (LHS) 1 1 0 0 600 60 400 40 200 -1 -1 Sep-07 Jun-08 Mar-09 Other (incl services) Com & trans Mining and construction Dec-09 Sep-10 Retail trade Manufacturing Agriculture 0 0 Oct-06 Sumber: BPS via CEIC Oct-07 Oct-08 Oct-09 Gambar 5: Indikator konsumen Sumber: CEIC Gambar 6: Indikator kegiatan industri (index level) (pertumbuhan tahun-ke-tahun) 120 Index Index BI Retail sales (RHS) BI Consumer Survey Index (LHS) 310 270 30 Per cent Oct-10 Per cent Industrial Production 20 10 100 20 Motor vehicles (RHS) 30 20 10 230 0 190 80 60 Nov-06 Nov-07 Nov-08 Nov-09 Sumber: BI via CEIC THE WORLD BANK | BANK DUNIA -10 150 -20 110 -30 Nov-10 0 -10 Electricity Cement Oct-07 -20 -30 Jul-08 Apr-09 Jan-10 Oct-10 Sumber: CEIC Desember 2010 50 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Gambar 7: Aliran perdagangan riil Gambar 8: Balance of Payments (pertumbuhan trimulan-ke-triwulan) (USD billions) Per cent 10 Per cent 10 USD bn 8 USD bn Balance 8 Current Account 4 4 0 0 0 0 Exports Errors -10 -10 -4 -4 Imports -20 -20 Sep-07 Sep-08 Sep-09 Financial & Capital Account -8 Sep-10 Sep-07 Sep-08 Sep-09 -8 Sep-10 Sumber: CEIC Gambar 9: Neraca perdagangan Sumber: BI dan World Bank Gambar 10: Cadangan internasional dan dana capital asing (values, USD billions) ( miliar dolar Amerika) USD bn 6 USD bn Exports (RHS) 15 100 USD bn USD bn Capital inflows, (RHS) 50 4 10 90 2 5 80 10 0 70 -10 -5 60 -30 -10 50 0 Trade Balance (LHS) -2 -4 Imports (RHS) -6 Oct-07 Oct-08 Oct-09 250 Terms of trade 200 200 150 150 Jun-04 100 Jun-08 Sumber: BPS dan World Bank THE WORLD BANK | BANK DUNIA 3 Per cent 2 Nov-10 Jun-10 Per cent Headline Inflation YoY (RHS) Core Inflation, YoY (RHS) 15 10 BI Rate (RHS) 1 5 Inflation MoM (LHS) 50 0 Jun-06 Dec-09 Bulan-ke-bulan & tahun-ke-tahun) 250 0 Jan-09 Gambar 12: Inflasi dan kebijakan moneter 300 Chained import price Feb-08 Sumber: BI dan World Bank 300 Chained export price -70 Mar-07 index 2000=100 50 40 -15 Oct-10 ( miliar dolar Amerika) 100 -50 Reserves (LHS) Sumber: BPS dan World Bank Gambar 11: Term of trade dan implicit ekspor dan impor berdasarkan chained Fisher-Price indices index 2000=100 30 0 Nov-07 0 Nov-08 Nov-09 Nov-10 Sumber: BPS dan World Bank Desember 2010 51 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Gambar 13: Rincian tingkat harga konsumen Gambar 14: Tingkat inflasi negara tetangga (persentasi dari kontribusi inflasi bulanan) (tahun-ke-tahun, november 2010) 1.8 Per cent Per cent Volatile Administered Core Headline Inflation 1.2 1.8 0 2 4 0 2 4 Per cent 6 8 Indonesia 1.2 *China Korea 0.6 0.6 *Thailand *Phillipines 0.0 0.0 *Malaysia *Japan -0.6 -0.6 Nov-08 May-09 Nov-09 May-10 6 Per cent Nov-10 Sumbers: BPS dan World Bank 8 Gambar 15: Harga beras domestic dan internasional *Oktober data terakhir yang tersedia Sumbers: National statistical agencies via CEIC, dan BPS Gambar 16: Tingkat kemiskinan, bekerja, dan tidak bekerja (Persentasi perbedaan harga; Rupiah) (data tahunan) 100 Per cent Percentage spread (LHS) Rp/kg 10,000 Vietnamese rice 25% broken (RHS) Per cent 50 Per cent 20 Poverty rate (RHS) 40 15 Unemployment and Formal employment rate (LHS) 7,000 50 30 10 4,000 0 20 5 10 Domestic rice , IR-III (RHS) -50 Nov-04 Nov-06 1,000 Nov-08 0 0 2006 Nov-10 2007 2008 2009 2010 Sumbers: PIBC, FAO dan World Bank Gambar 17: Indeks saham regional Sumber: BPS (Sakernas Februari, danWorld Bank Gambar 18: Indeks spot dollar dan rupiah (harian, indeks) (harian, indeks dan tingkat harga) Index Jan09=100 Index Jan09=100 300 250 200 Index IDR per USD 8500 110 9500 200 100 BSE 150 10500 Dollar Index (LHS) 150 SET 90 Shanghai 100 11500 100 IDR Appreciation SGX 80 50 Jan-09 120 IDR/USD (RHS) JCI 250 300 50 Jul-09 Jan-10 Dec-08 12500 Jun-09 Dec-09 Jun-10 Dec-10 Jul-10 Sumbers: World Bank dan CEIC THE WORLD BANK | BANK DUNIA Sumbers: World Bank dan CEIC Desember 2010 52 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Gambar 19: Yield obligasi 5 tahunan mata uang lokal Gambar 20: Spread EMBI obligasi pemerintah dengan obligasi dollar amerika (harian, persen) (harian,basis poin) Per cent 20 Per cent Basis points Basis points 20 1050 200 900 750 10 10 Indonesia Philippines 5 Thailand 5 Malaysia 0 0 Dec-08 Jun-09 Dec-09 Jun-10 Dec-10 Sumbers: World Bank dan CEIC 100 600 50 450 0 300 -50 150 United States 150 Indonesian EMBI USD bond spreads (LHS) 15 15 -100 Indo sreads less Global EMBI average (RHS) 0 -150 Dec 08 Jun 09 Dec 09 Jun 10 Dec 10 Gambar 21: Perbandingan tingkat kredit bank umum Sumbers: World Bank dan CEIC Gambar 22: Indikator keuangan sektor perbankan (bulanan, indeks) (bulanan, persen) Index Jan08=100 170 Index Jan08=100 170 100 Indonesia 150 150 Percent Percent Loan to Deposit Ratio (LHS) 80 10 8 India 60 Malaysia Singapore 110 Non-Performing Loans (RHS) 40 Thailand 110 Sep-08 May-09 Jan-10 Sep-10 2 Capital Adequacy Ratio (LHS) 90 90 0 Jan-06 Sumbers: World Bank dan CEIC THE WORLD BANK | BANK DUNIA 4 Return on Assets Ratio (RHS) 20 USA Jan-08 6 130 130 0 Dec-06 Nov-07 Nov-08 Oct-09 Sep-10 Sumbers: BI dan World Bank Desember 2010 53 Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia Memaksimalkan kesempatan, mengelola risiko Gambar 23: Realisasi dan estimasi anggaran belanja pemerintah* (triliun rupiah) 2009 2010 2010 (p) 2010 (p) 2011 (p) Actual Revised Budget Semester 1 report WB estimates Budget A. State revenues and grants 1. Tax revenues o/w natural resources - Oil and gas - Non oil and gas 2. Non tax revenues o/w natural resources - Oil and gas - Non oil and gas 848.8 619.9 317.6 50.0 267.5 227.2 139.0 125.8 12.8 992.4 743.3 362.2 55.4 306.8 247.2 164.7 151.7 13.0 994.7 738.9 360.9 55.3 305.6 253.9 164.7 151.5 13.2 968.4 708.9 349.4 52.2 297.2 257.5 157.3 141.2 16.2 1,104.9 850.3 420.5 55.6 364.9 250.9 163.1 149.3 13.8 B. Expenditure 1. Central government 2. Transfers to the regions 937.4 628.8 308.6 1,126.1 781.5 344.6 1,089.8 742.4 347.4 1,037.5 694.6 342.9 1,229.6 836.6 393.0 5.2 -28.1 5.7 26.0 -9.4 (88.6) (1.6) (133.7) (2.1) (95.1) (1.5) (69.1) (1.1) (124.7) (1.8) C. Primary balance D. SURPLUS / DEFICIT Deficit (per cent of GDP) Catatan: *Ramalan penerimaan Bank Dunia disusun berdasarkan metodologi yang berbeda dengan Pemerintah untuk mendapatkan proyeksi bagi PDB nominal (lihat Bagian C dari Triwulanan edisi Juni 2010 untuk pembahasan lengkap) Sumber: MoF dan perkiraan Bank Dunia Gambar 24: Neraca pembayaran (milyar dollar amerika) 2010 2009 Balance of Payments Per cent of GDP Current Account Per cent of GDP 2008 2009 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 -1.9 12.5 4.0 1.1 3.5 4.0 6.6 5.4 7.0 -0.4 2.3 3.5 0.8 2.4 2.6 4.1 3.1 3.8 .1 10.7 2.5 2.5 2.1 3.6 2.0 1.8 1.3 0.0 2.0 2.2 1.9 1.5 2.4 1.2 1.0 0.7 Trade Balance 9.9 21.0 4.1 5.1 5.0 6.8 5.2 5.2 5.2 Net Inome & Current Transfers -9.8 -9.2 -1.6 -2.1 -2.3 -3.2 -3.2 -3.4 -3.9 Capital & Financial Accounts Per cent of GDP Direct Investment Portfolio Investment Other Investment -1.8 -0.4 3.4 1.8 -7.3 3.5 0.6 1.9 10.3 -8.8 1.6 1.4 .5 2.0 -.8 -1.8 -1.4 .4 1.9 -4.1 2.5 1.7 .5 3.0 -1.0 1.3 0.8 .6 3.5 -2.9 4.8 3.0 2.3 6.2 -3.6 4.4 2.5 2.0 1.1 1.3 6.5 3.5 2.5 6.1 -2.1 -.2 -1.8 -.1 .4 -1.1 -.9 -.2 -.8 -.8 51.6 66.1 54.8 57.6 62.3 66.1 71.8 76.3 86.6 Errors & Ommissions Foreign Reserves* Catatan: * Cadagan pada akhir periode Sumber: BI dan BPS. THE WORLD BANK | BANK DUNIA Desember 2010 54