Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia Vol. 5, No. 3, Sep 2022 ISSN 2615-7896 Received : 26 Mei 2022 Revised: 20 Agustus 2022 Accepted: 26 Agustus 2022 Published : 30 Sept 2022 ANALISIS DETERMINAN PENGUNGKAPAN INFORMASI LINGKUNGAN MENGGUNAKAN VOLUNTARY DISCLOSURE THEORY: KOMPARASI PADA INDUSTRI YANG BERBEDA Dian Imanina Burhany; Arif Afriady, Vina Citra Mulyandani Politeknik Negeri Bandung Email : dian.imanina@polban.ac.id, arif.afriady@polban.ac.id, vina.citra@polban.ac.id Abstract This study aims to determine whether there are differences in the environmental information disclosure in different industries and whether environmental performance and profitability are determinants of environmental information disclosure in different industries, namely environmentally sensitive industries and environmentally insensitive industries. This research is comparative-quantitative research. The research sample is companies listed on the Indonesia Stock Exchange that publish sustainability report and annual report year 2021 and participate in PROPER period 2020. The research model is analyzed and tested using difference test and Partial Least Square with the Structural Equation Model (PLS-SEM). Research data is secondary data sourced from company sustainability reports and annual reports as well as PROPER publication by the Ministry of Environment and Forestry. Study results found that there is no difference in environmental information disclosure in different industries, environmental performance is a determinant that has a positive effect on environmental information disclosure in environmentally sensitive industries, environmental performance is not a determinant of environmental information disclosure in environmentally insensitive industries, profitability is a determinant that has a negative effect on environmental information disclosure in environmentally sensitive industries, and profitability is a determinant that has a negative effect on environmental information disclosure in environmentally insensitive industries. Keywords: Environmental performance; profitability; environmental information disclosure; voluntary disclosure theory Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang berbeda serta apakah kinerja lingkungan dan profitabilitas merupakan determinan pengungkapan 316 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani informasi lingkungan pada industri yang berbeda yaitu industri yang sensitif terhadap lingkungan dan industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan. Penelitian ini merupakan penelitian komparatif-kuantitatif. Sampel penelitian adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang menerbitkan laporan keberlanjutan dan laporan tahunan tahun 2021 dan berpartisipasi dalam PROPER periode 2020. Model penelitian dianalisis dan diuji dengan menggunakan uji beda dan Partial Least Square dengan Structural Equation Model (PLS-SEM). Data penelitian adalah penelitian adalah data sekunder yang bersumber dari laporan keberlanjutan dan laporan tahunan perusahaan serta publikasi PROPER oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hasil penelitian menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang berbeda, kinerja lingkungan merupakan determinan yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan, kinerja lingkungan bukan merupakan determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan, profitabilitas merupakan determinan yang berpengaruh negatif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan, dan profitabilitas merupakan determinan yang berpengaruh negatif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan. Kata kunci: Kinerja lingkungan; profitabilitas; pengungkapan informasi lingkungan; voluntary disclosure theory 1. PENDAHULUAN Meningkatnya kesadaran stakeholder (termasuk investor) akan pentingnya masalah lingkungan telah menekan perusahaan untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan untuk melengkapi tanggung jawab lainnya yaitu tanggung jawab ekonomi dan tanggung jawab sosial (triple bottom line) dan mengungkapkannya. Perusahaan dituntut untuk melakukan pengungkapan informasi lingkungan atau environmental information disclosure (EID) agar dapat diketahui secara luas (Cho & Patten, 2013; Hassan & Guo, 2017; Acar & Temiz, 2020). Evolusi pengungkapan informasi lingkungan telah menjadi topik global selama tiga dekade terakhir (Gray et al., 1995; Thorne et al., 2014). Studi empiris di berbagai negara membuktikan bahwa regulasi merupakan penekan yang kuat terhadap pengungkapan informasi lingkungan oleh perusahaan (Leuz & Wysocki, 2016). Di Indonesia pun, pemerintah sebagai regulator telah mengeluarkan berbagai regulasi seperti Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 1997 (diubah dengan UU Nomor 23 Tahun 1997) yang memerintahkan perusahaan untuk melakukan pelaporan sosial dan lingkungan atas operasinya; UU Nomor 40 Tahun 2007 yang mengatur bahwa laporan tahunan perseroan terbatas harus 317 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani memuat laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan; dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51 Tahun 2017 yang mengatur bahwa lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik wajib menyusun laporan keberlanjutan yang memuat kinerja ekonomi, keuangan, sosial, dan lingkungan. Walaupun telah cukup banyak regulasi, pengungkapan informasi lingkungan oleh perusahaan masih belum maksimal, bukan hanya di Indonesia (Burhany, 2011; Solikhah & Winarsih, 2016; Deswanto & Siregar, 2018; Oktariyani & Rachmawati, 2021), tapi juga juga di negara-negara lainnya (Hassan & Guo, 2017; Ahmadi & Bouri, 2017; Acar & Temiz, 2020; Kilincarslan et al., 2020). Ini menjadikan penelitian untuk terus mencari tahu faktor yang menjadi determinan pengungkapan informasi lingkungan masih relevan. Mengacu pada voluntary disclosure theory, kinerja lingkungan merupakan faktor utama yang menjadi determinan pengungkapan informasi lingkungan yaitu bahwa perusahaan dengan kinerja lingkungan yang lebih baik akan mengungkapkan lebih banyak informasi lingkungan secara sukarela karena hal tersebut merupakan good news (Burhany, 2011; Ahmadi & Bouri, 2017; Lu & Taylor, 2018; Shima & Fung, 2019; Li et al., 2021). Namun, beberapa penelitian masih menemukan hasil yang berbeda yaitu adanya pengaruh negatif (Smith et al., 2007; Fontana et al., 2015) dengan justifikasi legitimacy theory di mana perusahaan mengungkapkan lebih banyak informasi hanya jika mereka menghasilkan lebih banyak pencemaran (kinerja lingkungan lebih rendah), sebagai kamuflase melalui greenwashing untuk mendapatkan legitimasi dari stakeholder. Masih mengacu pada voluntary disclosure theory, profitabilitas juga telah ditemukan sebagai determinan yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan (Solikhah & Winarsih, 2016; Ahmadi & Bouri, 2017; Ismail et al., 2018; Li et al., 2021). Namun masih terdapat temuan yang berbeda yaitu yang tidak berpengaruh (Meng et al., 2014; Qiu et al., 2016; Portella & Borba, 2020). Pada beberapa penelitian, digunakan variabel industri dengan temuan bahwa perusahaan pada industri yang sensitif (berdampak besar) terhadap lingkungan mengungkapkan lebih banyak informasi lingkungan dibandingkan industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan (Deegan & Gordon, 1996; Cormier & Gordon, 2001; Cho & Patten, 2007; Dawkins & Fraas, 2011; Said et al., 2013). Industri yang sensitif terhadap lingkungan adalah perusahaan-perusahaan pertambangan dan sumber daya seperti bahan kimia, minyak, gas dan bahan bakar, utilitas, hutan, kertas dan pulp, sedangkan industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan adalah perusahaan-perusahaan lainnya (Christ & Burritt, 2013). Masih belum maksimalnya pengungkapan informasi lingkungan dan masih terdapatnya research gap mengenai derterminan pengungkapan informasi lingkungan memotivasi penulis untuk melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang berbeda serta apakah kinerja lingkungan dan profitabilitas merupakan determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif 318 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani terhadap lingkungan dan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan. Pemisahan dan komparasi pada industri yang berbeda merupakan kebaruan pada penelitian ini yang belum dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Hasil penelitian ini akan menambah dan memperkaya referensi teoritis mengenai pengungkapan informasi lingkungan khususnya dikaitkan dengan kinerja lingkungan dan profitabilitas serta dapat menjadi rujukan bagi perusahaan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan maupun pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan untuk meningkatkan pengungkapan informasi lingkungan. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat menjadi rujukan bagi regulator untuk memperkuat regulasi pengungkapan informasi lingkungan. 2. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Voluntary disclosure theory menjelaskan bahwa perusahaan memiliki dorongan untuk mengungkapkan lebih banyak hal baik (good news) mengenai perusahaan untuk membedakannya dari perusahaan lain yang memiliki hal buruk (bad news), dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan itu sendiri (Verrecchia, 1983; Verrecchia, 2001). Dengan mengungkapkan kelebihan atau kebaikan perusahaan, diharapkan reputasi perusahaan akan meningkat di mata investor dan stakeholder lainnya sehingga pada akhirnya kinerja perusahaan juga akan meningkat (Fekrat et al., 1996; Seifert et al., 2003). Kinerja lingkungan yang baik adalah good news sehingga perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik akan terdorong untuk memublikasikan hal tersebut dengan cara mengungkapkan lebih banyak informasi lingkungan secara sukarela (Clarkson et al., 2008). Informasi yang diungkapkan dapat berupa strategi, kebijakan, aktivitas, kinerja lingkungan, dan pengeluaran yang berkaitan dengan lingkungan. Sebaliknya, perusahaan berkinerja buruk akan memilih untuk “diam” atau membatasi pengungkapan lingkungannya agar stakeholder tidak dapat mendeteksi kondisi yang sebenarnya (Milgrom, 1981). Salah satu asumsi voluntary disclosure theory adalah adanya pemahaman umum bahwa perusahaan memiliki informasi privat (Darrough, 1993). Asumsi ini dapat dihubungkan dengan jenis perusahaan yang berada pada industri yang sensitif terhadap lingkungan. Publik mengetahui bahwa ada banyak informasi mengenai lingkungan yang tidak mereka ketahui jika perusahaan tidak mengungkapkannya sehingga perusahaan harus mengungkapkannya untuk mengurangi asimetri informasi, khususnya dalam hubungan agen (manajemen) dan prinsipal (investor) (Wagenhofer, 1990; Connelly et al., 2011). Pengungkapan informasi lingkungan atau environmental information disclosure (EID) adalah sekumpulan item informasi yang berhubungan dengan sikap, kebijakan, aktivitas, dan implikasi keuangan terkait pengelolaan dan pengendalian lingkungan, dampak lingkungan, paparan polusi, jenis dan volume polusi, keterlibatan dengan regulasi lingkungan, keterlibatan dengan kelompok 319 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani lingkungan, masalah dan risiko lingkungan, proses daur ulang, dan penghargaan lingkungan yang diperoleh atas tanggung jawab lingkungan perusahaan (AlTuwaijri et al., 2004; Berthelot et al., 2003; Clarkson et al., 2013). Pengungkapan informasi lingkungan merupakan bentuk pengungkapan kepada stakeholder eksternal perusahaan dengan kepentingan yang berbeda-beda. Investor, kreditor, dan perusahaan asuransi berkepentingan dengan informasi seperti jumlah dana yang investasikan pada peralatan pengolah limbah atau pengendali polusi, nilai potensial asuransi bagi peralatan tersebut, dan sebagainya. Pelanggan ingin mengetahui informasi yang lebih banyak mengenai aspek lingkungan perusahaan dan akan mempengaruhi perilakunya dalam membeli produk perusahaan. Regulator ingin mengetahui kepatuhan perusahaan terhadap regulasi lingkungan (Dunk, 2002). Perusahaan memiliki banyak saluran untuk mengungkapkan informasi lingkungannya, seperti pada website perusahaan, laporan tahunan, atau laporan non-keuangan yang berdiri sendiri seperti laporan keberlanjutan. Walaupun banyak negara sudah memiliki regulasi yang mewajibkan perusahaan mengungkapkan informasi lingkungan, namun pada umumnya bentuk dan konten pengungkapan masih bersifat sukarela (voluntary). Untuk menilai atau mengukur kualitas pengungkapan, peneliti menggunakan pendekatan yang bervariasi. Salah satu cara pengukuran adalah dengan melihat kelengkapan item informasi yang diungkapkan berdasarkan hard item yaitu pengungkapan tentang tata kelola dan struktur manajemen, kredibilitas, indikator kinerja lingkungan, dan pengeluaran untuk masalah lingkungan, serta soft item yaitu item pengungkapan secara umum seperti visi dan strategi lingkungan perusahaan, yang dinyatakan dalam indeks pengungkapan informasi lingkungan (Clarkson et al., 2008). Indeks pengungkapan informasi lingkungan yang paling banyak digunakan adalah yang mengacu pada GRI (Global Reporting Initiatives), suatu panduan pengungkapan sosial dan lingkungan yang berlaku global (Al-Tuwaijri et al., 2004; Burhany, 2011; Ahmadi & Bouri, 2017). Dimulai pada tahun 2000, saat ini GRI sudah memasuki generasi keenam yaitu GRI Standards yang mulai berlaku pada tahun 2018. Cara lain untuk mengukur kualitas pengungkapan informasi lingkungan adalah dengan menghitung jumlah kata, kalimat, atau halaman laporan (Neu et al., 1998). Namun cara ini dianggap kurang objektif karena berpotensi dimanfaatkan sebagai alat greenwashing dengan menuliskan dan mengungkapkan sebanyak mungkin walaupun kenyataannya yang dilakukan hanya sedikit. Definisi umum dari kinerja lingkungan adalah pencapaian perusahaan dalam mengelola setiap interaksi antara kegiatan perusahaan, produk atau jasa dan lingkungan (Lober, 1996). Secara lebih teknis, kinerja lingkungan adalah rasio nonfinansial berdasarkan tingkat emisi polusi yang dikeluarkan oleh organisasi atau jumlah relatif dari limbah berbahaya yang didaur ulang (Al-Tuwaijri et al., 2004). Ada tiga kategori utama pengukuran kinerja lingkungan yang umum digunakan yaitu dampak lingkungan; kepatuhan terhadap regulasi; dan proses pengelolaan lingkungan (Lober, 1996; Ilinitch et al., 1998; Delmas & Blass, 2010). Di 320 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani Indonesia, kepatuhan terhadap regulasi dalam bentuk peringkat PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) yang dilakukan dan dipublikasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga sudah mencakup dampak lingkungan dan proses pengelolaan lingkungan sehingga representatif sebagai ukuran kinerja lingkungan dan banyak digunakan dalam berbagai penelitian (Burhany, 2011; Maryanti & Fithri, 2017; Ningtyas & Triyanto, 2019; Zainab & Burhany, 2020). Peringkat PROPER dibagi ke dalam lima peringkat yang diwakili oleh warna mulai dari yang tertinggi sampai ke yang terendah yaitu emas, hijau, biru, merah, dan hitam. Profitabilitas merupakan ukuran kinerja keuangan yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan aset atau modal yang dimilikinya. Ada beberapa ukuran profitabilitas yang dapat digunakan oleh perusahaan, namun ukuran yang sering digunakan terkait aspek lingkungan adalah return on assets atau ROA yang menggambarkan laba yang diperoleh dengan menggunakan aset perusahaan (Al-Tuwaijri et al., 2004; Burhany, 2011; Solikhah & Winarsih, 2016; Ahmadi & Bouri, 2017; Li et al., 2021). Pengelolaan lingkungan membutuhkan tambahan aset seperti instalasi pengolah limbah, peralatan yang ramah lingkungan, dan sebagainya sehingga tepat jika pengukuran profitabilitas dilakukan dengan melihat kemampuan aset yang dimiliki dalam menghasilkan laba bagi perusahaan. Penelitian terdahulu mendokumentasikan hubungan yang signifikan antara kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan, namun arah dan kekuatan hubungannya bervariasi menurut jenis industri (Cho & Patten, 2007). Sebagaimana dinyatakan oleh voluntary disclosure theory, perusahaan dengan kinerja lingkungan yang unggul memiliki insentif untuk mengungkapkan lebih banyak informasi lingkungan secara sukarela kepada investor dan stakeholder lainnya dengan pengungkapan selengkap dan setegas (hard) mungkin. Sebaliknya, perusahaan dengan kinerja lingkungan yang buruk cenderung untuk melaporkan secara terbatas atau lunak (soft) berupa informasi yang bersifat umum (Clarkson et al., 2008; Clarkson et al., 2011). Jadi, dapat dikatakan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan, sebagaimana telah dibuktikan secara empiris dalam penelitian terdahulu (Burhany, 2011; Ahmadi & Bouri, 2017; Shima & Fung, 2019; Li et al., 2021). Penelitian lainnya membuktikan bahwa perusahaan yang termasuk dalam industri yang sensitif terhadap lingkungan (perusahaan pertambangan dan perusahaan utilitas) cenderung membuat pengungkapan yang lebih tinggi (Gray et al., 1995; Ahmadi & Bouri, 2017). Maka dirumuskan hipotesis penelitian berikut: H1: Terdapat perbedaan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang berbeda. H2: Kinerja lingkungan merupakan determinan yang berpengaruh positif terhadap 321 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan. H3: Kinerja lingkungan bukan merupakan determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan. Masih konsisten dengan voluntary disclosure theory, perusahaan yang mengungkapkan informasi yang objektif tentang proses, praktik, dan kinerja lingkungan dapat mengurangi biaya modal perusahaan (Cormier & Magnan, 1999). Misalnya, pengungkapan informasi tentang teknologi, praktik, dan kinerja lingkungan adalah menarik bagi regulator, karyawan, dan stakeholder seperti kelompok aktivis lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi harus lebih bersedia menanggung biaya ini. Dengan membuat pengungkapan yang objektif, perusahaan menanggung opportunity cost dari kebijakan manajemen strategis masa depan yang lebih rendah (Brammer & Pavelin, 2008). Oleh karena itu, berdasarkan argumen ini, masuk akal untuk mengharapkan bahwa perusahaan dengan profitabilitas yang lebih tinggi harus membuat pengungkapan informasi lingkungan yang lebih luas dan objektif (Qiu et al., 2016). Selain itu, perusahaan dengan profitabilitas yang lebih tinggi memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk menginvestasikan sumber daya yang lebih besar dalam kegiatan lingkungan dan memiliki keinginan untuk menyebarkan informasi ini (Wang et al., 2020). Pada penelitian Solikhah & Winarsih (2016); Ahmadi & Bouri (2017); Li et al. (2021) ditemukan return on assets (ROA) sebagai indikator profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan. Perusahaan yang menampilkan indeks pengungkapan lingkungan yang lebih tinggi ditemukan pada jenis perusahaan kesehatan, minyak gas, logam, dan pertambangan, yang termasuk dalam industri yang sensitif terhadap lingkungan (Ahmadi & Bouri, 2017). Maka dirumuskan hipotesis penelitian berikut: H4: Profitabilitas merupakan determinan yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan. H5: Profitabilitas bukan merupakan determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan. 3. METODE RISET Penelitian ini merupakan penelitian komparatif-kuantitatif yang akan membandingkan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang berbeda yaitu industri yang sensitif terhadap lingkungan dan industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan. Selanjutnya dilakukan pengujian model hubungan antar variabel yang telah ditetapkan yaitu kinerja lingkungan, profitabilitas, dan pengungkapan informasi lingkungan pada kedua industri tersebut. 322 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani Variabel penelitian terdiri atas dua variabel independen dan satu variabel dependen. Variabel independen adalah kinerja lingkungan dan profitabilitas, variabel dependen adalah pengungkapan informasi lingkungan. Populasi penelitian adalah perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2020 dan 2021 sebanyak 798 perusahaan. Sampel penelitian dipilih menggunakan teknik pursposive sampling dengan kriteria perusahaan yang menerbitkan laporan keberlanjutan dan/atau laporan tahunan tahun 2021 dan berpartisipasi pada PROPER tahun 2020. Adanya perbedaan tahun disebabkan karena pengungkapan informasi lingkungan merupakan respon dari kinerja lingkungan (PROPER) yang dicapai pada tahun sebelumnya. Hasil penelusuran menemukan 71 perusahaan yang memenuhi kriteria sehingga jumlah ini yang menjadi sampel penelitian. Semua data penelitian merupakan data sekunder yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi elektronik. Data variabel profitabilitas dan pengungkapan informasi lingkungan bersumber dari laporan tahunan (annual report) dan laporan keberlanjutan (sustainability report), sedangkan data variabel kinerja lingkungan bersumber dari publikasi peringkat PROPER oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Pengukuran variabel dilakukan sebagai berikut: 1. Kinerja lingkungan Merujuk pada Burhany (2011); Maryanti & Fithri (2017); Ningtyas & Triyanto (2019); Zainab & Burhany (2020) yaitu menggunakan peringkat PROPER yang diberi skor berdasarkan lima kategori warna yaitu peringkat emas atau sangat baik dengan skor 5, peringkat hijau atau baik dengan skor 4, peringkat biru atau sedang dengan skor 3, peringkat merah atau buruk dengan skor 2, dan peringkat hitam atau sangat buruk dengan skor 1. Data ini berskala interval. 2. Profitabilitas Profitabilitas diukur dengan ROA yang merujuk pada Solikhah & Winarsih (2016); Ahmadi & Bouri (2017); Li et al. (2021). ROA adalah laba dibagi dengan aset perusahaan sehingga merupakan data yang berskala rasio. 3. Pengungkapan informasi lingkungan Merujuk pada Al-Tuwaijri et al. (2004); Burhany (2011); Ahmadi & Bouri (2017) yaitu menggunakan indeks pengungkapan informasi lingkungan berdasarkan GRI. GRI yang digunakan adalah generasi terbaru (keenam) yaitu GRI Standards yang mulai berlaku pada tahun 2018. Penggunaan GRI untuk mengukur pengungkapan informasi lingkungan dilakukan karena perusahaanperusahaan di Indonesia pada umumnya menggunakan GRI sebagai pedoman dalam membuat laporan keberlanjutan karena belum ada standar pengungkapan informasi lingkungan lainnya. Atas laporan ini dilakukan analisis konten yaitu menelusuri isi laporan untuk menentukan ada atau tidaknya pengungkapan item lingkungan. Jumlah item lingkungan menurut GRI Standards adalah 40. Jika perusahaan mengungkapkan item tertentu akan diberi skor 1, sedangkan jika 323 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani tidak mengungkapkan akan diberi skor 0. Indeks pengungkapan informasi lingkungan atau environmental information disclosure index (EIDI) dihitung dengan membagi jumlah skor yang diperoleh dengan 40 yaitu jumlah skor jika semua item diungkapkan. Model penelitian akan dianalisis dan diuji menggunakan Partial Least Square dengan Structural Equation Model (PLS-SEM). PLS-SEM merupakan model di mana terdapat beberapa variabel yang memberikan efek terhadap variabel lain dan dalam kondisi yang sama masih bisa menjadi penyebab bagi variabel terikat lainnya. Keunggulan penggunaan PLS-SEM adalah mampu mengestimasikan model dengan sejumlah data yang kompleks tanpa harus memenuhi asas normalitas. Analisis PLS-SEM dalam penelitian ini menggunakan aplikasi WarpPLS 7.0. Sebelum dianalisis, dilakukan evaluasi model fit untuk melihat apakah model struktur sudah sesuai dengan ketentuan atau tidak. Pengujian hipotesis dilakukan untuk menentukan signifikansi perbedaan antar industri yang berbeda dan signifikansi pengaruh antar variabel pada model. Pengujian hipotesis menggunakan tingkat signifikansi 5% sebagai dasar pengambilan keputusan dengan ketentuan hipotesis akan diterima jika signifikansi kurang dari 5% dan hipotesis akan ditolak jika signifikansi lebih dari 5%. 4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Deskriptif statistik variabel penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Deskriptif Statistik Variabel Penelitian N Minimum Maximum Mean Kinerja Lingkungan PROPER) 71 2,000 5,000 3,023 Standard Deviation 0,468 Profitabilitas (ROA) Pengungkapan Informasi Lingkungan (EIDI) 71 -0,876 8,894 0,181 1,058 71 0,150 0,875 0,521 0,174 Berdasarkan Tabel 1, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Variabel kinerja lingkungan dengan indikator skor PROPER memiliki nilai minimum 2,000 yang berarti kinerja lingkungan berada pada peringkat merah atau buruk, nilai maksimum 5,000 yang berarti kinerja lingkungan berada pada peringkat emas atau sangat baik, nilai rata-rata 3,023 yang berarti rata-rata kinerja lingkungan berada pada peringkat biru atau sedang, dan standar deviasi 0,468 lebih kecil dari nilai rata-rata yang berarti data relatif homogen. 2. Variabel profitabilitas dengan indikator ROA memiliki nilai minimum -0,876 yang berarti perusahaan menderita rugi 87,6% dari aset yang dimiliki, nilai 324 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani maksimum 8,894 yang berarti perusahaan memperoleh laba 889,4% dari aset yang dimiliki, nilai rata-rata 0,181 yang berarti rata-rata perusahaan memperoleh laba 18,1% dari aset yang dimiliki, dan standar deviasi 1,058 lebih besar dari nilai rata-rata yang berarti data relatif heterogen. 3. Variabel pengungkapan informasi lingkungan dengan indikator EIDI (environmental information disclosure index) memiliki nilai minimum 0,150 yang berarti perusahaan mengungkapkan 15% atau 6 item dari 40 item informasi lingkungan yang seharusnya diungkapkan, nilai maksimum 0,875 yang berarti perusahaan mengungkapkan 87,5% atau 35 item dari 40 item informasi lingkungan yang seharusnya diungkapkan, nilai rata-rata 0,521 yang berarti rata-rata perusahaan mengungkapkan 52,1% atau 21 item dari 40 item informasi lingkungan yang seharusnya diungkapkan, dan standar deviasi 0,174 lebih kecil dari nilai rata-rata yang berarti data relatif homogen. Hasil pengukuran model untuk menentukan kekuaatan model atau goodness of fit untuk industri yang sensitif terhadap lingkungan disajikan pada Tabel 2 dan untuk industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan disajikan pada Tabel 3. Tabel 2. Overall Model Fit untuk Industri yang Sensitif terhadap Lingkungan Quality Indices APC ARS AARS AVIF AFVIF GoF SPR RSCR SSR NLBCDR Hasil P-values Kriteria Status 0.438 0.269 0.183 1.120 1.108 0.519 1.000 1.000 0.000 1.000 0.005 0.043 0.093 - P < 0.05 P < 0.05 P < 0.05 Acceptable if <=5, Ideally <=3.3 Acceptable if <=5, Ideally <=3.3 Small >=0.1, Medium >=0.25, Large >=0.36 Acceptable if >=0.7, Ideally = 1 Acceptable if >=0.9, Ideally = 1 Acceptable if >=0.7 Acceptable if >=0.7 Fit Fit Tidak Fit Fit Fit Fit (Large) Fit Fit Tidak Fit Fit Tabel 2 memperlihatkan sebagian besar indeks kualitas adalah fit yaitu APC dan ARS memiliki nilai p < 0,05, AVIF dan AFVIF memiliki nilai ideal yaitu berada di bawah 3,3, Tenenhaus GoF (GoF) > 0,36 yang termasuk dalam kategori besar, SPR dan RSCR, memiliki nilai yang ideal yaitu masing-masing sebesar 1.000, dan NLBCDR memiliki nilai 1.000 > 0,7. Hal ini menujukkan bahwa model penelitian yang dibentuk untuk industri yang sensitif terhadap lingkungan memiliki kemampuan prediksi yang kuat. Tabel 3. Overall Model Fit pada Industri yang Tidak Sensitif terhadap Lingkungan Quality Hasil P-values Kriteria Status 325 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani Indices APC ARS AARS AVIF AFVIF GoF SPR RSCR SSR NLBCDR 0.167 0.059 0.020 1.001 1.022 0.243 1.000 1.000 1.000 1.000 0.053 0.167 0.222 - P < 0.05 P < 0.05 P < 0.05 Acceptable if <=5, Ideally <=3.3 Acceptable if <=5, Ideally <=3.3 Small >=0.1, Medium >=0.25, Large >=0.36 Acceptable if >=0.7, Ideally = 1 Acceptable if >=0.9, Ideally = 1 Acceptable if >=0.7 Acceptable if >=0.7 Tidak Fit Tidak Fit Tidak Fit Fit Fit Fit (Small) Fit Fit Fit Fit Tabel 3 memperlihatkan sebagian besar indeks kualitas adalah fit yaitu AVIF dan AFVIF memiliki nilai ideal yaitu berada di bawah 3,3, Tenenhaus GoF (GoF) > 0,36 yang termasuk dalam kategori kecil namun sudah fit, PR, RSCR, dan RSCR memiliki nilai yang ideal yaitu masing-masing sebesar 1.000, dan NLBCDR memiliki nilai 1.000 > 0,7. Hal ini menujukkan bahwa model yang dibentuk untuk industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan memiliki kemampuan prediksi yang kuat atau dengan kata lain model memenuhi kriteria goodness of fit. Hipotesis pertama (H1) menyatakan terdapat perbedaan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang berbeda. Tabel 4 menyajikan deskriptif statistik data pengungkapan informasi lingkungan berdasarkan jenis industri dan Tabel 5 menyajikan hasil uji beda pengungkapan informasi lingkungan menggunakan t-test untuk pengujian hipotesis pertama. Tabel 4. Deskripsi Statistik Data Pengungkapan Informasi Lingkungan Industri Sensitif terhadap lingkungan Tidak sensitif terhadap lingkungan N 20 51 Mean 0,518 0,523 Standard Deviation 0,182 0,173 Tabel 5. Hasil Uji Beda Pengungkapan Informasi Lingkungan Equal variances assumed Equal variances not assumed t-test for Equality of Means Sig. (2- Mean t df tailed) Difference Std. Error Difference Hasil Keputusan -0.109 69 0.913 -0.0050490 0.0462234 Tidak signifikan H1 ditolak -0.107 33.163 0.916 -0.0050490 0.0473464 Tidak signifikan H1 ditolak Terlihat pada Tabel 4 bahwa dengan jumlah perusahaan pada industri yang 326 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani sensistif terhadap lingkungan sebanyak 20 perusahaan, nilai rata-rata pengungkapan informasi lingkungan adalah 0,518 yang berarti rata-rata perusahaan mengungkapkan 51,8% atau 20,72 item dari 40 item informasi lingkungan yang seharusnya diungkapkan dan standar deviasi 0,182 lebih kecil dari nilai rata-rata yang berarti data ini relatif homogen. Sedangkan untuk perusahaan pada industri yang sensistif terhadap lingkungan yang berjumlah 51 perusahaan, nilai rata-rata pengungkapan informasi lingkungan adalah 0,523 yang berarti ratarata perusahaan mengungkapkan 52,3% atau 20,92 item dari 40 item informasi lingkungan yang seharusnya diungkapkan dan standar deviasi 0,173 juga lebih kecil dari nilai rata-rata yang berarti data ini relatif homogen. Selanjutnya, Tabel 5 memperlihatkan hasil uji beda t-test dengan signifikansi yang lebih besar dari tingkat signifikansi 5% atau 0,05, baik dengan equal variances assumed maupun equal variances not assumed, yaitu masing-masing sebesar 0,913 dan 0,916. Dengan demikian, H1 yang menyatakan terdapat perbedaan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang berbeda ditolak. Dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan dan industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan. Hipotesis kedua (H2) menyatakan kinerja lingkungan merupakan determinan yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan dan hipotesis keempat (H4) menyatakan profitabilitas merupakan determinan yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan. Tabel 6 menyajikan hasil pengujian hipotesis kedua dan keempat. Tabel 6. Hasil Pengujian Hipotesis pada Industri yang Sensitif terhadap Lingkungan X1 (PROPER) → Y (EIDI) Path Coefficient 0,372 P-Value 0,025 X2 (ROA) → Y (EIDI) -0,504 0,003 Hasil Signifikan Signifikan (negatif) Keputusan H2 diterima H4 ditolak Hasil pengujian yang disajikan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa untuk pengaruh kinerja lingkungan (PROPER) terhadap pengungkapan informasi lingkungan (EIDI), nilai path coefficient adalah sebesar 0,372 dengan P-value 0,025 yang berarti signifikan karena lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05. Dengan demikian, H2 yang menyatakan kinerja lingkungan merupakan determinan yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan dapat diterima. Selanjutnya, untuk pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap pengungkapan informasi lingkungan (EIDI), nilai path coefficient adalah sebesar -0,504 dengan P-value 0,003 yang berarti signifikan karena lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05, namun dengan arah negatif. 327 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani Dengan demikian, H4 yang menyatakan profitabilitas merupakan determinan yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan ditolak. Dengan hasil uji yang signifikan namun dengan arah negatif, dapat dikatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan. Model struktural yang dihasilkan disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Model Struktural pada Industri yang Sensitif terhadap Lingkungan Hipotesis ketiga (H3) menyatakan kinerja lingkungan bukan merupakan determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan dan hipotesis kelima (H5) menyatakan profitabilitas bukan merupakan determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan. Tabel 7 berikut menyajikan hasil pengujian hipotesis ketiga dan kelima. Tabel 7. Hasil Pengujian Hipotesis pada Industri yang Tidak Sensitif terhadap Lingkungan X1 (PROPER) → Y (EIDI) Path Coefficient 0,116 P-Value 0,196 X2 (ROA) → Y (EIDI) -0,217 0,049 Hasil Tidak Signifikan Signifikan (negatif) Keputusan H3 diterima H5 ditolak Hasil pengujian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa untuk pengaruh kinerja lingkungan (PROPER) terhadap pengungkapan informasi lingkungan (EIDI), nilai path coefficient adalah sebesar 0,116 dengan P-value 0,196 yang berarti tidak signifikan karena lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05. Dengan demikian, H3 yang menyatakan kinerja lingkungan bukan merupakan determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan dapat 328 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani diterima. Selanjutnya, untuk pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap pengungkapan informasi lingkungan (EIDI), nilai path coefficient adalah sebesar -0,217 dengan Pvalue 0,049 yang berarti signifikan karena lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05, namun dengan arah negatif. Dengan demikian, H5 yang menyatakan profitabilitas bukan merupakan determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan ditolak. Dengan hasil uji yang signifikan namun dengan arah negatif, dapat dikatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan. Model strukturalnya disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Model Struktural pada Industri yang Tidak Sensitif terhadap Lingkungan Perbedaan Pengungkapan Informasi Lingkungan pada Industri yang Berbeda Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan dan industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan. Maka dapat dikatakan bahwa pengungkapan informasi lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan bukan ditentukan oleh jenis industri di mana perusahaan itu berada. Tingkat dan kualitas pengungkapan informasi lingkungan oleh perusahaan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan yaitu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan sumber daya seperti bahan kimia, minyak, gas dan bahan bakar, utilitas, hutan, kertas dan pulp (Christ & Burritt, 2013) mungkin saja lebih tinggi atau sebaliknya lebih rendah dibandingkan tingkat dan kualitas pengungkapan informasi lingkungan oleh perusahaan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan. Namun dalam penelitian ini ditemukan kecenderungannya adalah sama yaitu ratarata baru mengungkapkan 20 item dari seharusnya 40 item yang diungkapkan (20,72 item pada industri yang sensitif terhadap lingkungan dan 20,92 item pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan). Ini juga menunjukkan masih 329 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani belum maksimalnya pengungkapan informasi lingkungan oleh perusahaan di Indonesia yaitu rata-rata 51,8% pada industri yang sensitif terhadap lingkungan dan 52,3% pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan, walaupun sudah ada peningkatan dibandingkan pengungkapan di masa yang lalu yaitu 49,70% (Burhany, 2011); 49,69% (Solikhah & Winarsih, 2016); 28,38% (Deswanto & Siregar, 2018); 45,20% (Oktariyani & Rachmawati, 2021). Dengan demikian, temuan penelitian ini tidak mengonfirmasi temuan dari beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa perusahaan pada industri yang sensitif (berdampak besar) terhadap lingkungan cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi lingkungan atau membuat pengungkapan yang lebih tinggi dibandingkan industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan (Gray et al., 1995; Deegan & Gordon, 1996; Cormier & Gordon, 2001; Cho & Patten, 2007; Dawkins & Fraas, 2011; Said et al., 2013; Ahmadi & Bouri, 2017). Temuan ini memberikan pesan penting bahwa pengungkapan informasi lingkungan bukanlah suatu hal yang identik dengan industri yang sensitif terhadap lingkungan. Semakin meningkatnya kesadaran dan penguatan regulasi yang terus dilakukan oleh pemerintah sebagai regulator sedikit banyaknya telah disikapi secara positif oleh perusahaan yang berada pada industri apapun di Indonesia. Ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar semangat sustainabilitas untuk menjaga keberlangsungan lingkungan dan bumi dapat dicapai. Kinerja Lingkungan sebagai Determinan Pengungkapan Informasi Lingkungan pada Industri yang Sensitif terhadap Lingkungan Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kinerja lingkungan merupakan determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan dengan pengaruh positif. Ini berarti, semakin tinggi kinerja lingkungan perusahaan maka semakin tinggi pula pengungkapan informasi lingkungan yang dilakukannya. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya oleh Burhany (2011); Ahmadi & Bouri (2017); Shima & Fung (2019); Li et al. (2021) yang juga menemukan kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan. Selain itu, hasil ini juga mengonfirmasi kembali voluntary disclosure theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki dorongan untuk mengungkapkan lebih banyak good news mengenai perusahaan untuk membedakannya dari perusahaan lain yang memiliki bad news, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan itu sendiri (Verrecchia, 1983; Dye, 1985; Verrecchia, 2001). Kinerja lingkungan yang baik dan tinggi jelas merupakan good news sehingga perusahaan akan mengungkapkannya secara sukarela. Tujuan akhirnya adalah agar reputasi perusahaan terlihat baik dalam pandangan investor dan stakeholder lainnya sehingga kinerja keuangan perusahaan akan meningkat (Fekrat et al., 1996; Seifert et al., 2003). Implikasi penting dari temuan ini adalah bahwa perusahaan yang berada pada industri yang sensitif terhadap lingkungan perlu meningkatkan kinerja 330 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani lingkungannya melalui pengelolaan lingkungan yang terorganisir dengan baik sehingga akan meningkatkan pula pengungkapan informasi lingkungan yang pada akhirnya juga akan meningkatkan kinerja keuangannya. Ini disebabkan karena perhatian stakeholder khususnya investor mengenai aspek lingkungan akan lebih tinggi kepada perusahaan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan. Kinerja Lingkungan Bukan Determinan Pengungkapan Informasi Lingkungan pada Industri yang Tidak Sensitif terhadap Lingkungan Penelitian ini juga menemukan bahwa kinerja lingkungan bukan merupakan determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan. Ini berarti, tinggi atau rendahnya kinerja lingkungan perusahaan tidak akan mempengaruhi tinggi atau rendahnya pengungkapan informasi lingkungan yang dilakukannya. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya oleh Cho & Patten (2007) yang menemukan bahwa kekuatan hubungan kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan bervariasi menurut jenis industri. Dengan temuan ini, bukan berarti perusahaan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan tidak perlu meningkatkan kinerja lingkungannya. Bisa jadi kinerja lingkungan bukanlah determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri ini, namun kinerja lingkungan penting bagi perusahaan karena pada berbagai penelitian terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan (Burhany, 2011; Shakil et al., 2019; Partalidou et al., 2020; Kalyar et al., 2020). Selain itu, temuan ini membawa implikasi bagi regulator tentang perlunya semakin menghilangkan batasan kewajiban pengungkapan informasi lingkungan hanya pada perusahaan tertentu yang dikategorikan sensitif atau berdampak terhadap lingkungan agar dapat menjadi dorongan bagi semua perusahaan (pada industri apapun) untuk meningkatkan kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungannya. Profitabilitas sebagai Determinan Pengungkapan Informasi Lingkungan pada Industri yang Sensitif terhadap Lingkungan Penelitian ini menemukan profitabilitas sebagai determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan namun dengan pengaruh negatif. Ini berarti, semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin rendah pengungkapan informasi lingkungan yang dilakukannya dan sebaliknya. Temuan ini tidak sejalan dengan temuan sebelumnya yaitu profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan (Solikhah & Winarsih, 2016; Ahmadi & Bouri, 2017; Ismail et al., 2018; Li et al., 2021). Temuan ini juga tidak berhasil mengonfirmasi voluntary disclosure theory yang menyatakan bahwa perusahaan yang mengungkapkan informasi yang objektif tentang proses, praktik, dan kinerja lingkungan dapat mengurangi biaya modal perusahaan sehingga perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi lebih bersedia menanggung 331 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani biaya ini (Cormier & Magnan, 1999; Qiu et al., 2016). Maka pada penelitian ini voluntary disclosure theory tidak terbukti dalam hubungan profitabilitas terhadap pengungkapan informasi lingkungan. Berdasarkan temuan ini dapat dikatakan bahwa kecenderungan yang terjadi pada industri yang sensitif terhadap lingkungan adalah dengan profitabilitas yang tinggi justru perusahaan mengurangi pengungkapan informasi lingkungan. Kemungkinan ini dilakukan karena dengan menggunakan laba yang diperolehnya, perusahaan dapat memilih cara lain untuk meningkatkan reputasi perusahan dalam rangka meningkatkan kinerja keuangannya. Selain itu, hubungan antara profitabilitas dan pengungkapan informasi lingkungan juga masih bervariasi karena berbagai penelitian justru menemukan pengungkapan informasi lingkunganlah yang berpengaruh positif terhadap profitabilitas (Chandok & Singh, 2017; Buallay, 2018; Saini & Singhania, 2019; Alareeni & Hamdan, 2020). Profitabilitas Bukan Determinan Pengungkapan Informasi Lingkungan pada Industri yang Tidak Sensitif terhadap Lingkungan Sebagaimana halnya pada industri yang sensitif terhadap lingkungan, penelitian ini juga menemukan profitabilitas sebagai determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan dengan pengaruh negatif. Maka dapat dikatakan bahwa tindakan manajemen pada perusahaan yang tidak sensitif terhadap lingkungan atas laba yang diperoleh sama saja dengan perusahaan yang sensitif terhadap lingkungan yaitu mengurangi pengungkapan informasi lingkungannya karena dapat menempuh cara lain untuk meningkatkan reputasi perusahan dalam rangka meningkatkan kinerja keuangannya. 5. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang berbeda, kinerja lingkungan merupakan determinan yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan, kinerja lingkungan bukan merupakan determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan, profitabilitas merupakan determinan yang berpengaruh negatif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan., dan profitabilitas merupakan determinan yang berpengaruh negatif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka disarankan kepada perusahaan yang berada pada industri yang sensitif terhadap lingkungan untuk meningkatkan kinerja lingkungannya dengan berbagai upaya pengelolaan 332 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani lingkungan agar pengungkapan informasi lingkungannya juga meningkat. Kepada perusahan pada kedua jenis industri, baik industri yang sensitif terhadap lingkungan maupun industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan, disarankan untuk menggunakan laba yang diperolehnya ke dalam aktivitas yang mendukung lingkungan dan mengungkapkannya. Kepada pemerintah dan lembaga terkait selaku regulator, disarankan untuk menghilangkan batasan kewajiban pengungkapan informasi lingkungan hanya pada perusahaan tertentu yang dikategorikan sensitif atau berdampak terhadap lingkungan agar dapat menjadi dorongan bagi semua perusahaan (pada industri apapun) untuk meningkatkan kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungannya. Kepada peneliti selanjutnya, disarankan untuk menguji variabel determinan pengungkapan informasi lingkungan selain kinerja lingkungan dan profitabilitas serta menggunakan rujukan yang berbeda dalam mengelompokkan industri yang sensitif terhadap lingkungan dan industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan agar diperoleh temuan lainnya yang akan memperkaya referensi ilmiah mengenai determinan pengungkapan informasi lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Acar, M., & Temiz, H. (2020). Empirical analysis on corporate environmental performance and environmental disclosure in an emerging market context: Socio-political theories versus economics disclosure theories. International Journal of Emerging Markets, 15(6), 1061–1082. Ahmadi, A., & Bouri, A. (2017). The relationship between financial attributes, environmental performance and environmental disclosure: Empirical investigation on French firms listed on CAC 40. Management of Environmental Quality: An International Journal, 28(4), 490–506. Al-Tuwaijri, S. A., Christensen, T. E., & Hughes, K. E. (2004). The relations among environmental disclosure, environmental performance, and economic performance: A simultaneous equations approach. Accounting, Organizations and Society, 29(5–6), 447–471. Alareeni, B. A., & Hamdan, A. (2020). ESG impact on performance of US S&P 500-listed firms. Corporate Governance (Bingley), 20(7), 1409–1428. Berthelot, S., Cormier, D., & Magnan, M. (2003). Environmental disclosure research: Review and synthesis. Journal of Accounting Literature, 22(1), 1– 44. Brammer, S., & Pavelin, S. (2008). Factors influencing the quality of corporate environmental disclosure. Business Strategy and the Environment, 17(2), 120– 136. Buallay, A. (2018). Is sustainability reporting (ESG) associated with performance? 333 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani Evidence from the European banking sector. Management of Environmental Quality: An International Journal, 30(1), 98–115. Burhany, D. I. (2011). Pengaruh implementasi akuntansi lingkungan terhadap kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan serta dampaknya terhadap kinerja keuangan perusahaan. Indonesian Journal of Economics and Business, 1(2), 257–270. Chandok, R. I. S., & Singh, S. (2017). Empirical study on determinants of environmental disclosure. Managerial Auditing Journal, 32(4/5), 332–355. Cho, C. H., & Patten, D. M. (2007). The role of environmental disclosures as tools of legitimacy: A research note. Accounting, Organizations and Society, 32(7– 8), 639–647. Cho, C. H., & Patten, D. M. (2013). Green accounting: Reflections from a CSR and environmental disclosure perspective. Critical Perspectives on Accounting, 24(6), 443–447. Christ, K. L., & Burritt, R. L. (2013). Environmental management accounting: The significance of contingent variables for adoption. Journal of Cleaner Production, 41, 163–173. Clarkson, P. M., Fang, X., Li, Y., & Richardson, G. (2013). The relevance of environmental disclosures: Are such disclosures incrementally informative? Journal of Accounting and Public Policy, 32(5), 410–431. Clarkson, P. M., Li, Y., Richardson, G. D., & Vasvari, F. P. (2008). Revisiting the relation between environmental performance and environmental disclosure: An empirical analysis. Accounting, Organizations and Society, 33(4–5), 303– 327. Clarkson, P. M., Overell, M. B., & Chapple, L. (2011). Environmental Reporting and its Relation to Corporate Environmental Performance. Abacus, 47(1), 27– 60. Connelly, B. L., Certo, S. T., Ireland, R. D., & Reutzel, C. R. (2011). Signaling Theory: A Review and Assessment. Journal of Management, 37(1), 39–67. Cormier, D., & Gordon, I. M. (2001). An examination of social and environmental reporting strategies. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 14(5), 587–617. Cormier, D., & Magnan, M. (1999). Corporate Environmental Disclosure Strategies: Determinants, Costs and Benefits. Journal of Accounting, Auditing & Finance, 14(4), 429–451. Darrough, M. N. (1993). Disclosure policy and competition: Cournot vs. Bertrand. The Accounting Review, 68(3), 534–561. Dawkins, C., & Fraas, J. W. (2011). Coming Clean: The Impact of Environmental Performance and Visibility on Corporate Climate Change Disclosure. Journal of Business Ethics, 100(2), 303–322. Deegan, C., & Gordon, B. (1996). A study of the environmental disclosure practices of Australian corporations. Accounting and Business Research, 26(3), 187– 334 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani 199. Delmas, M., & Blass, V. D. (2010). Measuring Corporate Environmental Performance: The Trade-Offs of Sustainability Ratings. Business Strategy and the Environment, 19(4), 245–260. Deswanto, R. B., & Siregar, S. V. (2018). The associations between environmental disclosures with financial performance, environmental performance, and firm value. Social Responsibility Journal, 4(1), 180–193. Dunk, A. S. (2002). Product quality, environmental accounting and quality performance. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 15(5), 719–732. Dye, R. A. (1985). Disclosure of nonproprietary information. Journal of Accounting Research, 23(1), 123–145. Fekrat, M. A., Inclan, C., & Petroni, D. (1996). Corporate environmental disclosures: Competitive disclosure hypothesis using 1991 annual report data. International Journal of Accounting, 31(2), 175–195. Fontana, S., D’Amico, E., Coluccia, D., & Solimene, S. (2015). Does environmental performance affect companies’ environmental disclosure? Measuring Business Excellence, 19(3), 42–57. Gray, R., Kouhy, R., & Lavers, S. (1995). Corporate social and environmental reporting: A review of the literature and a longitudinal study of UK disclosure. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 8(2), 47–77. Hassan, A., & Guo, X. (2017). The relationships between reporting format, environmental disclosure and environmental performance: An empirical study. Journal of Applied Accounting Research, 18(4), 425–444. Ilinitch, A. Y., Soderstrom, N. S., & E. Thomas, T. (1998). Measuring corporate environmental performance. Journal of Accounting and Public Policy, 17(4– 5), 383–408. Ismail, A. H., Abdul Rahman, A., & Hezabr, A. A. (2018). Determinants of corporate environmental disclosure quality of oil and gas industry in developing countries. International Journal of Ethics and Systems, 34(4), 527– 563. Kalyar, M. N., Shoukat, A., & Shafique, I. (2020). Enhancing firms’ environmental performance and financial performance through green supply chain management practices and institutional pressures. 11(2), 451–476. Kilincarslan, E., Elmagrhi, M. H., & Li, Z. (2020). Impact of governance structures on environmental disclosures in the Middle East and Africa. Corporate Governance (Bingley), 20(4), 739–763. Leuz, C., & Wysocki, P. D. (2016). The Economics of Disclosure and Financial Reporting Regulation: Evidence and Suggestions for Future Research. Journal of Accounting Research, 54(2), 525–622. Li, Y., Zhang, X., Yao, T., Sake, A., Liu, X., & Peng, N. (2021). The developing trends and driving factors of environmental information disclosure in China. Journal of Environmental Management, 288, 1–11. 335 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani Lober, D. J. (1996). Evaluating the environmental performance of corporations. Journal of Managerial Issues, 8(2), 184–205. Lu, L. W., & Taylor, M. E. (2018). A study of the relationships among environmental performance, environmental disclosure, and financial performance. Asian Review of Accounting, 26(1), 107–130. Maryanti, E., & Fithri, W. N. (2017). Corporate Social Responsibilty, Good Corporate Governance, Kinerja Lingkungan terhadap Kinerja Keuangan dan Pengaruhnya pada Nilai Perusahaan. Journal of Accounting Science, 1(1), 21– 37. Meng, X. H., Zeng, S. X., Shi, J. J., Qi, G. Y., & Zhang, Z. B. (2014). The relationship between corporate environmental performance andenvironmental disclosure: An empirical study in China. Journal of Environmental Management, 145, 357–367. Milgrom, P. R. (1981). Good news and bad news: Representation theorems and applications. The Bell Journal of Economics, 12(2), 380–391. Neu, D., Warsame, H., & Pedwell, K. (1998). Managing public impressions: Environmental disclosures in annual reports. Accounting, Organizations and Society, 23(3), 265–282. Ningtyas, A. A., & Triyanto, D. N. (2019). Pengaruh Kinerja Lingkungan dan Pengungkapan Lingkungan terhadap Profitabilitas Perusahaan. JASa (Jurnal Akuntansi, Audit, Dan Sistem Informasi Akuntansi), 3(1), 14–26. Oktariyani, A., & Rachmawati, Y. (2021). Analisis pengaruh profitabilitas, leverage, kinerja lingkungan dan diversifikasi gender terhadap kualitas pengungkapan lingkungan pada perusahaan pertambangan di Indonesia. Akuntansi Dan Manajemen, 16(1), 1–20. Partalidou, X., Zafeiriou, E., Giannarakis, G., & Sariannidis, N. (2020). The effect of corporate social responsibility performance on financial performance: the case of food industry. Benchmarking, 27(10), 2701–2720. Portella, A. R., & Borba, J. A. (2020). Environmental disclosure in corporate websites: A study in Brazil and USA companies. RAUSP Management Journal, 55(3), 309–324. Qiu, Y., Shaukat, A., & Tharyan, R. (2016). Environmental and social disclosures: Link with corporate financial performance. British Accounting Review, 48(1), 102–116. Said, R., Omar, N., & Abdullah, W. N. (2013). Empirical investigations on boards, business characteristics, human capital and environmental reporting. Social Responsibility Journal, 9(4), 534–553. Saini, N., & Singhania, M. (2019). Performance relevance of environmental and social disclosures: The role of foreign ownership. Benchmarking, 26(6), 1845– 1873. Seifert, B., Morris, S. A., Bartkus, B. R., & Bartkus, R. (2003). Comparing big givers and small givers: Correlates of of corporate philanthropy. Journal of 336 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady & Mulyandani Business Ethics, 45, 195–211. Shakil, M. H., Mahmood, N., Tasnia, M., & Munim, Z. H. (2019). Do environmental, social and governance performance affect the financial performance of banks? A cross-country study of emerging market banks. Management of Environmental Quality: An International Journal, 30(6), 1331–1344. Shima, K., & Fung, S. (2019). Voluntary disclosure of environmental performance after regulatory change: Evidence from the utility industry. Meditari Accountancy Research, 27(2), 287–324. Smith, M., Yahya, K., & Marzuki Amiruddin, A. (2007). Environmental disclosure and performance reporting in Malaysia. Asian Review of Accounting, 15(2), 185–199. Solikhah, B., & Winarsih, A. M. (2016). Pengaruh Liputan Media, Kepekaan Industri, dan Struktur Tata Kelola Perusahaan terhadap Kualitas Pengungkapan Lingkungan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 13(1), 1–22. Thorne, L., Mahoney, L. S., & Manetti, G. (2014). Motivations for issuing standalone CSR reports: A survey of Canadian firms. Accounting, Auditing and Accountability Journal, 27(4), 686–714. Verrecchia, R. E. (1983). Discretionary disclosure. Journal of Accounting and Economics, 5, 179–194. Verrecchia, R. E. (2001). Essays on disclosure. Journal of Financial Economics, 32, 97–180. papers3://publication/uuid/BE69A206-2663-48F1-BCB846ED22FA6FAF Wagenhofer, A. (1990). Voluntary disclosure with a strategic opponent. Journal of Accounting and Economics, 12(4), 341–363. Wang, Z., Walker, G. W., Muir, D. C. G., & Nagatani-Yoshida, K. (2020). Toward a Global Understanding of Chemical Pollution: A First Comprehensive Analysis of National and Regional Chemical Inventories. Environmental Science and Technology, 54(5), 2575–2584. Zainab, A., & Burhany, D. I. (2020). Biaya Lingkungan, Kinerja Lingkungan, dan Kinerja Keuangan pada Perusahaan Manufaktur. The 11th Industrial Research Workshop and National Seminar, 992–998. 337 * Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI