Uploaded by dian imanina

Enhancing Financial Performance of Islamic Banks in Indonesia: The Mediating Effect of Green Banking Disclosure on Corporate Governance Practices

advertisement
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia
Vol. 5, No. 3, Sep 2022
ISSN 2615-7896
Received : 26 Mei 2022 Revised: 20 Agustus 2022 Accepted: 26 Agustus 2022 Published : 30 Sept 2022
ANALISIS DETERMINAN PENGUNGKAPAN INFORMASI
LINGKUNGAN MENGGUNAKAN VOLUNTARY DISCLOSURE
THEORY: KOMPARASI PADA INDUSTRI YANG BERBEDA
Dian Imanina Burhany; Arif Afriady, Vina Citra Mulyandani
Politeknik Negeri Bandung
Email : dian.imanina@polban.ac.id, arif.afriady@polban.ac.id,
vina.citra@polban.ac.id
Abstract
This study aims to determine whether there are differences in the environmental
information disclosure in different industries and whether environmental
performance and profitability are determinants of environmental information
disclosure in different industries, namely environmentally sensitive industries and
environmentally insensitive industries. This research is comparative-quantitative
research. The research sample is companies listed on the Indonesia Stock Exchange
that publish sustainability report and annual report year 2021 and participate in
PROPER period 2020. The research model is analyzed and tested using difference
test and Partial Least Square with the Structural Equation Model (PLS-SEM).
Research data is secondary data sourced from company sustainability reports and
annual reports as well as PROPER publication by the Ministry of Environment and
Forestry. Study results found that there is no difference in environmental
information disclosure in different industries, environmental performance is a
determinant that has a positive effect on environmental information disclosure in
environmentally sensitive industries, environmental performance is not a
determinant of environmental information disclosure in environmentally insensitive
industries, profitability is a determinant that has a negative effect on environmental
information disclosure in environmentally sensitive industries, and profitability is
a determinant that has a negative effect on environmental information disclosure
in environmentally insensitive industries.
Keywords: Environmental performance; profitability; environmental information
disclosure; voluntary disclosure theory
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang berbeda serta apakah
kinerja lingkungan dan profitabilitas merupakan determinan pengungkapan
316
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
informasi lingkungan pada industri yang berbeda yaitu industri yang sensitif
terhadap lingkungan dan industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan.
Penelitian ini merupakan penelitian komparatif-kuantitatif. Sampel penelitian
adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang menerbitkan
laporan keberlanjutan dan laporan tahunan tahun 2021 dan berpartisipasi dalam
PROPER periode 2020. Model penelitian dianalisis dan diuji dengan menggunakan
uji beda dan Partial Least Square dengan Structural Equation Model (PLS-SEM).
Data penelitian adalah penelitian adalah data sekunder yang bersumber dari laporan
keberlanjutan dan laporan tahunan perusahaan serta publikasi PROPER oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hasil penelitian menemukan
bahwa tidak terdapat perbedaan pengungkapan informasi lingkungan pada industri
yang berbeda, kinerja lingkungan merupakan determinan yang berpengaruh positif
terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap
lingkungan, kinerja lingkungan bukan merupakan determinan pengungkapan
informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan,
profitabilitas merupakan determinan yang berpengaruh negatif terhadap
pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap
lingkungan, dan profitabilitas merupakan determinan yang berpengaruh negatif
terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif
terhadap lingkungan.
Kata kunci: Kinerja lingkungan; profitabilitas; pengungkapan informasi
lingkungan; voluntary disclosure theory
1.
PENDAHULUAN
Meningkatnya kesadaran stakeholder (termasuk investor) akan pentingnya
masalah lingkungan telah menekan perusahaan untuk lebih bertanggung jawab
terhadap lingkungan untuk melengkapi tanggung jawab lainnya yaitu tanggung
jawab ekonomi dan tanggung jawab sosial (triple bottom line) dan
mengungkapkannya. Perusahaan dituntut untuk melakukan pengungkapan
informasi lingkungan atau environmental information disclosure (EID) agar dapat
diketahui secara luas (Cho & Patten, 2013; Hassan & Guo, 2017; Acar & Temiz,
2020). Evolusi pengungkapan informasi lingkungan telah menjadi topik global
selama tiga dekade terakhir (Gray et al., 1995; Thorne et al., 2014).
Studi empiris di berbagai negara membuktikan bahwa regulasi merupakan
penekan yang kuat terhadap pengungkapan informasi lingkungan oleh perusahaan
(Leuz & Wysocki, 2016). Di Indonesia pun, pemerintah sebagai regulator telah
mengeluarkan berbagai regulasi seperti Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun
1997 (diubah dengan UU Nomor 23 Tahun 1997) yang memerintahkan perusahaan
untuk melakukan pelaporan sosial dan lingkungan atas operasinya; UU Nomor 40
Tahun 2007 yang mengatur bahwa laporan tahunan perseroan terbatas harus
317
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
memuat laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan; dan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51 Tahun 2017 yang mengatur bahwa lembaga jasa
keuangan, emiten, dan perusahaan publik wajib menyusun laporan keberlanjutan
yang memuat kinerja ekonomi, keuangan, sosial, dan lingkungan. Walaupun telah
cukup banyak regulasi, pengungkapan informasi lingkungan oleh perusahaan masih
belum maksimal, bukan hanya di Indonesia (Burhany, 2011; Solikhah & Winarsih,
2016; Deswanto & Siregar, 2018; Oktariyani & Rachmawati, 2021), tapi juga juga
di negara-negara lainnya (Hassan & Guo, 2017; Ahmadi & Bouri, 2017; Acar &
Temiz, 2020; Kilincarslan et al., 2020). Ini menjadikan penelitian untuk terus
mencari tahu faktor yang menjadi determinan pengungkapan informasi lingkungan
masih relevan.
Mengacu pada voluntary disclosure theory, kinerja lingkungan merupakan
faktor utama yang menjadi determinan pengungkapan informasi lingkungan yaitu
bahwa perusahaan dengan kinerja lingkungan yang lebih baik akan
mengungkapkan lebih banyak informasi lingkungan secara sukarela karena hal
tersebut merupakan good news (Burhany, 2011; Ahmadi & Bouri, 2017; Lu &
Taylor, 2018; Shima & Fung, 2019; Li et al., 2021). Namun, beberapa penelitian
masih menemukan hasil yang berbeda yaitu adanya pengaruh negatif (Smith et al.,
2007; Fontana et al., 2015) dengan justifikasi legitimacy theory di mana perusahaan
mengungkapkan lebih banyak informasi hanya jika mereka menghasilkan lebih
banyak pencemaran (kinerja lingkungan lebih rendah), sebagai kamuflase melalui
greenwashing untuk mendapatkan legitimasi dari stakeholder.
Masih mengacu pada voluntary disclosure theory, profitabilitas juga telah
ditemukan sebagai determinan yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan
informasi lingkungan (Solikhah & Winarsih, 2016; Ahmadi & Bouri, 2017; Ismail
et al., 2018; Li et al., 2021). Namun masih terdapat temuan yang berbeda yaitu yang
tidak berpengaruh (Meng et al., 2014; Qiu et al., 2016; Portella & Borba, 2020).
Pada beberapa penelitian, digunakan variabel industri dengan temuan bahwa
perusahaan pada industri yang sensitif (berdampak besar) terhadap lingkungan
mengungkapkan lebih banyak informasi lingkungan dibandingkan industri yang
tidak sensitif terhadap lingkungan (Deegan & Gordon, 1996; Cormier & Gordon,
2001; Cho & Patten, 2007; Dawkins & Fraas, 2011; Said et al., 2013). Industri
yang sensitif terhadap lingkungan adalah perusahaan-perusahaan pertambangan
dan sumber daya seperti bahan kimia, minyak, gas dan bahan bakar, utilitas, hutan,
kertas dan pulp, sedangkan industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan adalah
perusahaan-perusahaan lainnya (Christ & Burritt, 2013).
Masih belum maksimalnya pengungkapan informasi lingkungan dan masih
terdapatnya research gap mengenai derterminan pengungkapan informasi
lingkungan memotivasi penulis untuk melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan pengungkapan informasi lingkungan pada
industri yang berbeda serta apakah kinerja lingkungan dan profitabilitas merupakan
determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif
318
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
terhadap lingkungan dan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan.
Pemisahan dan komparasi pada industri yang berbeda merupakan kebaruan pada
penelitian ini yang belum dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya.
Hasil penelitian ini akan menambah dan memperkaya referensi teoritis
mengenai pengungkapan informasi lingkungan khususnya dikaitkan dengan kinerja
lingkungan dan profitabilitas serta dapat menjadi rujukan bagi perusahaan pada
industri yang sensitif terhadap lingkungan maupun pada industri yang tidak sensitif
terhadap lingkungan untuk meningkatkan pengungkapan informasi lingkungan.
Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat menjadi rujukan bagi regulator untuk
memperkuat regulasi pengungkapan informasi lingkungan.
2.
KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Voluntary disclosure theory menjelaskan bahwa perusahaan memiliki
dorongan untuk mengungkapkan lebih banyak hal baik (good news) mengenai
perusahaan untuk membedakannya dari perusahaan lain yang memiliki hal buruk
(bad news), dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan itu
sendiri (Verrecchia, 1983; Verrecchia, 2001). Dengan mengungkapkan kelebihan
atau kebaikan perusahaan, diharapkan reputasi perusahaan akan meningkat di mata
investor dan stakeholder lainnya sehingga pada akhirnya kinerja perusahaan juga
akan meningkat (Fekrat et al., 1996; Seifert et al., 2003). Kinerja lingkungan yang
baik adalah good news sehingga perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik
akan terdorong untuk memublikasikan hal tersebut dengan cara mengungkapkan
lebih banyak informasi lingkungan secara sukarela (Clarkson et al., 2008).
Informasi yang diungkapkan dapat berupa strategi, kebijakan, aktivitas, kinerja
lingkungan, dan pengeluaran yang berkaitan dengan lingkungan. Sebaliknya,
perusahaan berkinerja buruk akan memilih untuk “diam” atau membatasi
pengungkapan lingkungannya agar stakeholder tidak dapat mendeteksi kondisi
yang sebenarnya (Milgrom, 1981).
Salah satu asumsi voluntary disclosure theory adalah adanya pemahaman
umum bahwa perusahaan memiliki informasi privat (Darrough, 1993). Asumsi ini
dapat dihubungkan dengan jenis perusahaan yang berada pada industri yang sensitif
terhadap lingkungan. Publik mengetahui bahwa ada banyak informasi mengenai
lingkungan yang tidak mereka ketahui jika perusahaan tidak mengungkapkannya
sehingga perusahaan harus mengungkapkannya untuk mengurangi asimetri
informasi, khususnya dalam hubungan agen (manajemen) dan prinsipal (investor)
(Wagenhofer, 1990; Connelly et al., 2011).
Pengungkapan informasi lingkungan atau environmental information
disclosure (EID) adalah sekumpulan item informasi yang berhubungan dengan
sikap, kebijakan, aktivitas, dan implikasi keuangan terkait pengelolaan dan
pengendalian lingkungan, dampak lingkungan, paparan polusi, jenis dan volume
polusi, keterlibatan dengan regulasi lingkungan, keterlibatan dengan kelompok
319
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
lingkungan, masalah dan risiko lingkungan, proses daur ulang, dan penghargaan
lingkungan yang diperoleh atas tanggung jawab lingkungan perusahaan (AlTuwaijri et al., 2004; Berthelot et al., 2003; Clarkson et al., 2013). Pengungkapan
informasi lingkungan merupakan bentuk pengungkapan kepada stakeholder
eksternal perusahaan dengan kepentingan yang berbeda-beda. Investor, kreditor,
dan perusahaan asuransi berkepentingan dengan informasi seperti jumlah dana yang
investasikan pada peralatan pengolah limbah atau pengendali polusi, nilai potensial
asuransi bagi peralatan tersebut, dan sebagainya. Pelanggan ingin mengetahui
informasi yang lebih banyak mengenai aspek lingkungan perusahaan dan akan
mempengaruhi perilakunya dalam membeli produk perusahaan. Regulator ingin
mengetahui kepatuhan perusahaan terhadap regulasi lingkungan (Dunk, 2002).
Perusahaan memiliki banyak saluran untuk mengungkapkan informasi
lingkungannya, seperti pada website perusahaan, laporan tahunan, atau laporan
non-keuangan yang berdiri sendiri seperti laporan keberlanjutan. Walaupun banyak
negara sudah memiliki regulasi yang mewajibkan perusahaan mengungkapkan
informasi lingkungan, namun pada umumnya bentuk dan konten pengungkapan
masih bersifat sukarela (voluntary). Untuk menilai atau mengukur kualitas
pengungkapan, peneliti menggunakan pendekatan yang bervariasi. Salah satu cara
pengukuran adalah dengan melihat kelengkapan item informasi yang diungkapkan
berdasarkan hard item yaitu pengungkapan tentang tata kelola dan struktur
manajemen, kredibilitas, indikator kinerja lingkungan, dan pengeluaran untuk
masalah lingkungan, serta soft item yaitu item pengungkapan secara umum seperti
visi dan strategi lingkungan perusahaan, yang dinyatakan dalam indeks
pengungkapan informasi lingkungan (Clarkson et al., 2008). Indeks pengungkapan
informasi lingkungan yang paling banyak digunakan adalah yang mengacu pada
GRI (Global Reporting Initiatives), suatu panduan pengungkapan sosial dan
lingkungan yang berlaku global (Al-Tuwaijri et al., 2004; Burhany, 2011; Ahmadi
& Bouri, 2017). Dimulai pada tahun 2000, saat ini GRI sudah memasuki generasi
keenam yaitu GRI Standards yang mulai berlaku pada tahun 2018. Cara lain untuk
mengukur kualitas pengungkapan informasi lingkungan adalah dengan menghitung
jumlah kata, kalimat, atau halaman laporan (Neu et al., 1998). Namun cara ini
dianggap kurang objektif karena berpotensi dimanfaatkan sebagai alat
greenwashing dengan menuliskan dan mengungkapkan sebanyak mungkin
walaupun kenyataannya yang dilakukan hanya sedikit.
Definisi umum dari kinerja lingkungan adalah pencapaian perusahaan dalam
mengelola setiap interaksi antara kegiatan perusahaan, produk atau jasa dan
lingkungan (Lober, 1996). Secara lebih teknis, kinerja lingkungan adalah rasio nonfinansial berdasarkan tingkat emisi polusi yang dikeluarkan oleh organisasi atau
jumlah relatif dari limbah berbahaya yang didaur ulang (Al-Tuwaijri et al., 2004).
Ada tiga kategori utama pengukuran kinerja lingkungan yang umum digunakan
yaitu dampak lingkungan; kepatuhan terhadap regulasi; dan proses pengelolaan
lingkungan (Lober, 1996; Ilinitch et al., 1998; Delmas & Blass, 2010). Di
320
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
Indonesia, kepatuhan terhadap regulasi dalam bentuk peringkat PROPER (Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup)
yang dilakukan dan dipublikasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan juga sudah mencakup dampak lingkungan dan proses pengelolaan
lingkungan sehingga representatif sebagai ukuran kinerja lingkungan dan banyak
digunakan dalam berbagai penelitian (Burhany, 2011; Maryanti & Fithri, 2017;
Ningtyas & Triyanto, 2019; Zainab & Burhany, 2020). Peringkat PROPER dibagi
ke dalam lima peringkat yang diwakili oleh warna mulai dari yang tertinggi sampai
ke yang terendah yaitu emas, hijau, biru, merah, dan hitam.
Profitabilitas merupakan ukuran kinerja keuangan yang menggambarkan
kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan aset atau modal yang
dimilikinya. Ada beberapa ukuran profitabilitas yang dapat digunakan oleh
perusahaan, namun ukuran yang sering digunakan terkait aspek lingkungan adalah
return on assets atau ROA yang menggambarkan laba yang diperoleh dengan
menggunakan aset perusahaan (Al-Tuwaijri et al., 2004; Burhany, 2011; Solikhah
& Winarsih, 2016; Ahmadi & Bouri, 2017; Li et al., 2021). Pengelolaan lingkungan
membutuhkan tambahan aset seperti instalasi pengolah limbah, peralatan yang
ramah lingkungan, dan sebagainya sehingga tepat jika pengukuran profitabilitas
dilakukan dengan melihat kemampuan aset yang dimiliki dalam menghasilkan laba
bagi perusahaan.
Penelitian terdahulu mendokumentasikan hubungan yang signifikan antara
kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan, namun arah dan
kekuatan hubungannya bervariasi menurut jenis industri (Cho & Patten, 2007).
Sebagaimana dinyatakan oleh voluntary disclosure theory, perusahaan dengan
kinerja lingkungan yang unggul memiliki insentif untuk mengungkapkan lebih
banyak informasi lingkungan secara sukarela kepada investor dan stakeholder
lainnya dengan pengungkapan selengkap dan setegas (hard) mungkin. Sebaliknya,
perusahaan dengan kinerja lingkungan yang buruk cenderung untuk melaporkan
secara terbatas atau lunak (soft) berupa informasi yang bersifat umum (Clarkson et
al., 2008; Clarkson et al., 2011). Jadi, dapat dikatakan bahwa kinerja lingkungan
berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan, sebagaimana
telah dibuktikan secara empiris dalam penelitian terdahulu (Burhany, 2011;
Ahmadi & Bouri, 2017; Shima & Fung, 2019; Li et al., 2021). Penelitian lainnya
membuktikan bahwa perusahaan yang termasuk dalam industri yang sensitif
terhadap lingkungan (perusahaan pertambangan dan perusahaan utilitas) cenderung
membuat pengungkapan yang lebih tinggi (Gray et al., 1995; Ahmadi & Bouri,
2017).
Maka dirumuskan hipotesis penelitian berikut:
H1: Terdapat perbedaan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang
berbeda.
H2: Kinerja lingkungan merupakan determinan yang berpengaruh positif terhadap
321
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap
lingkungan.
H3: Kinerja lingkungan bukan merupakan determinan pengungkapan informasi
lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan.
Masih konsisten dengan voluntary disclosure theory, perusahaan yang
mengungkapkan informasi yang objektif tentang proses, praktik, dan kinerja
lingkungan dapat mengurangi biaya modal perusahaan (Cormier & Magnan, 1999).
Misalnya, pengungkapan informasi tentang teknologi, praktik, dan kinerja
lingkungan adalah menarik bagi regulator, karyawan, dan stakeholder seperti
kelompok aktivis lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan dengan profitabilitas
yang tinggi harus lebih bersedia menanggung biaya ini. Dengan membuat
pengungkapan yang objektif, perusahaan menanggung opportunity cost dari
kebijakan manajemen strategis masa depan yang lebih rendah (Brammer & Pavelin,
2008). Oleh karena itu, berdasarkan argumen ini, masuk akal untuk mengharapkan
bahwa perusahaan dengan profitabilitas yang lebih tinggi harus membuat
pengungkapan informasi lingkungan yang lebih luas dan objektif (Qiu et al., 2016).
Selain itu, perusahaan dengan profitabilitas yang lebih tinggi memiliki
kemungkinan yang lebih tinggi untuk menginvestasikan sumber daya yang lebih
besar dalam kegiatan lingkungan dan memiliki keinginan untuk menyebarkan
informasi ini (Wang et al., 2020). Pada penelitian Solikhah & Winarsih (2016);
Ahmadi & Bouri (2017); Li et al. (2021) ditemukan return on assets (ROA) sebagai
indikator profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi
lingkungan. Perusahaan yang menampilkan indeks pengungkapan lingkungan yang
lebih tinggi ditemukan pada jenis perusahaan kesehatan, minyak gas, logam, dan
pertambangan, yang termasuk dalam industri yang sensitif terhadap lingkungan
(Ahmadi & Bouri, 2017).
Maka dirumuskan hipotesis penelitian berikut:
H4: Profitabilitas merupakan determinan yang berpengaruh positif terhadap
pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap
lingkungan.
H5: Profitabilitas bukan merupakan determinan pengungkapan informasi
lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan.
3.
METODE RISET
Penelitian ini merupakan penelitian komparatif-kuantitatif yang akan
membandingkan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang berbeda
yaitu industri yang sensitif terhadap lingkungan dan industri yang tidak sensitif
terhadap lingkungan. Selanjutnya dilakukan pengujian model hubungan antar
variabel yang telah ditetapkan yaitu kinerja lingkungan, profitabilitas, dan
pengungkapan informasi lingkungan pada kedua industri tersebut.
322
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
Variabel penelitian terdiri atas dua variabel independen dan satu variabel
dependen. Variabel independen adalah kinerja lingkungan dan profitabilitas,
variabel dependen adalah pengungkapan informasi lingkungan.
Populasi penelitian adalah perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2020 dan 2021 sebanyak 798 perusahaan. Sampel penelitian
dipilih menggunakan teknik pursposive sampling dengan kriteria perusahaan yang
menerbitkan laporan keberlanjutan dan/atau laporan tahunan tahun 2021 dan
berpartisipasi pada PROPER tahun 2020. Adanya perbedaan tahun disebabkan
karena pengungkapan informasi lingkungan merupakan respon dari kinerja
lingkungan (PROPER) yang dicapai pada tahun sebelumnya. Hasil penelusuran
menemukan 71 perusahaan yang memenuhi kriteria sehingga jumlah ini yang
menjadi sampel penelitian.
Semua data penelitian merupakan data sekunder yang dikumpulkan dengan
teknik dokumentasi elektronik. Data variabel profitabilitas dan pengungkapan
informasi lingkungan bersumber dari laporan tahunan (annual report) dan laporan
keberlanjutan (sustainability report), sedangkan data variabel kinerja lingkungan
bersumber dari publikasi peringkat PROPER oleh Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Republik Indonesia.
Pengukuran variabel dilakukan sebagai berikut:
1. Kinerja lingkungan
Merujuk pada Burhany (2011); Maryanti & Fithri (2017); Ningtyas & Triyanto
(2019); Zainab & Burhany (2020) yaitu menggunakan peringkat PROPER
yang diberi skor berdasarkan lima kategori warna yaitu peringkat emas atau
sangat baik dengan skor 5, peringkat hijau atau baik dengan skor 4, peringkat
biru atau sedang dengan skor 3, peringkat merah atau buruk dengan skor 2, dan
peringkat hitam atau sangat buruk dengan skor 1. Data ini berskala interval.
2. Profitabilitas
Profitabilitas diukur dengan ROA yang merujuk pada Solikhah & Winarsih
(2016); Ahmadi & Bouri (2017); Li et al. (2021). ROA adalah laba dibagi
dengan aset perusahaan sehingga merupakan data yang berskala rasio.
3. Pengungkapan informasi lingkungan
Merujuk pada Al-Tuwaijri et al. (2004); Burhany (2011); Ahmadi & Bouri
(2017) yaitu menggunakan indeks pengungkapan informasi lingkungan
berdasarkan GRI. GRI yang digunakan adalah generasi terbaru (keenam) yaitu
GRI Standards yang mulai berlaku pada tahun 2018. Penggunaan GRI untuk
mengukur pengungkapan informasi lingkungan dilakukan karena perusahaanperusahaan di Indonesia pada umumnya menggunakan GRI sebagai pedoman
dalam membuat laporan keberlanjutan karena belum ada standar pengungkapan
informasi lingkungan lainnya. Atas laporan ini dilakukan analisis konten yaitu
menelusuri isi laporan untuk menentukan ada atau tidaknya pengungkapan item
lingkungan. Jumlah item lingkungan menurut GRI Standards adalah 40. Jika
perusahaan mengungkapkan item tertentu akan diberi skor 1, sedangkan jika
323
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
tidak mengungkapkan akan diberi skor 0. Indeks pengungkapan informasi
lingkungan atau environmental information disclosure index (EIDI) dihitung
dengan membagi jumlah skor yang diperoleh dengan 40 yaitu jumlah skor jika
semua item diungkapkan.
Model penelitian akan dianalisis dan diuji menggunakan Partial Least Square
dengan Structural Equation Model (PLS-SEM). PLS-SEM merupakan model di
mana terdapat beberapa variabel yang memberikan efek terhadap variabel lain dan
dalam kondisi yang sama masih bisa menjadi penyebab bagi variabel terikat
lainnya. Keunggulan penggunaan PLS-SEM adalah mampu mengestimasikan
model dengan sejumlah data yang kompleks tanpa harus memenuhi asas normalitas.
Analisis PLS-SEM dalam penelitian ini menggunakan aplikasi WarpPLS 7.0.
Sebelum dianalisis, dilakukan evaluasi model fit untuk melihat apakah model
struktur sudah sesuai dengan ketentuan atau tidak.
Pengujian hipotesis dilakukan untuk menentukan signifikansi perbedaan antar
industri yang berbeda dan signifikansi pengaruh antar variabel pada model.
Pengujian hipotesis menggunakan tingkat signifikansi 5% sebagai dasar
pengambilan keputusan dengan ketentuan hipotesis akan diterima jika signifikansi
kurang dari 5% dan hipotesis akan ditolak jika signifikansi lebih dari 5%.
4.
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Deskriptif statistik variabel penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Deskriptif Statistik Variabel Penelitian
N
Minimum
Maximum
Mean
Kinerja Lingkungan PROPER)
71
2,000
5,000
3,023
Standard
Deviation
0,468
Profitabilitas (ROA)
Pengungkapan Informasi
Lingkungan (EIDI)
71
-0,876
8,894
0,181
1,058
71
0,150
0,875
0,521
0,174
Berdasarkan Tabel 1, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel kinerja lingkungan dengan indikator skor PROPER memiliki nilai
minimum 2,000 yang berarti kinerja lingkungan berada pada peringkat merah
atau buruk, nilai maksimum 5,000 yang berarti kinerja lingkungan berada pada
peringkat emas atau sangat baik, nilai rata-rata 3,023 yang berarti rata-rata
kinerja lingkungan berada pada peringkat biru atau sedang, dan standar deviasi
0,468 lebih kecil dari nilai rata-rata yang berarti data relatif homogen.
2. Variabel profitabilitas dengan indikator ROA memiliki nilai minimum -0,876
yang berarti perusahaan menderita rugi 87,6% dari aset yang dimiliki, nilai
324
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
maksimum 8,894 yang berarti perusahaan memperoleh laba 889,4% dari aset
yang dimiliki, nilai rata-rata 0,181 yang berarti rata-rata perusahaan
memperoleh laba 18,1% dari aset yang dimiliki, dan standar deviasi 1,058 lebih
besar dari nilai rata-rata yang berarti data relatif heterogen.
3. Variabel pengungkapan informasi lingkungan dengan indikator EIDI
(environmental information disclosure index) memiliki nilai minimum 0,150
yang berarti perusahaan mengungkapkan 15% atau 6 item dari 40 item
informasi lingkungan yang seharusnya diungkapkan, nilai maksimum 0,875
yang berarti perusahaan mengungkapkan 87,5% atau 35 item dari 40 item
informasi lingkungan yang seharusnya diungkapkan, nilai rata-rata 0,521 yang
berarti rata-rata perusahaan mengungkapkan 52,1% atau 21 item dari 40 item
informasi lingkungan yang seharusnya diungkapkan, dan standar deviasi 0,174
lebih kecil dari nilai rata-rata yang berarti data relatif homogen.
Hasil pengukuran model untuk menentukan kekuaatan model atau goodness of
fit untuk industri yang sensitif terhadap lingkungan disajikan pada Tabel 2 dan
untuk industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2. Overall Model Fit untuk Industri yang Sensitif terhadap Lingkungan
Quality
Indices
APC
ARS
AARS
AVIF
AFVIF
GoF
SPR
RSCR
SSR
NLBCDR
Hasil
P-values
Kriteria
Status
0.438
0.269
0.183
1.120
1.108
0.519
1.000
1.000
0.000
1.000
0.005
0.043
0.093
-
P < 0.05
P < 0.05
P < 0.05
Acceptable if <=5, Ideally <=3.3
Acceptable if <=5, Ideally <=3.3
Small >=0.1, Medium >=0.25, Large >=0.36
Acceptable if >=0.7, Ideally = 1
Acceptable if >=0.9, Ideally = 1
Acceptable if >=0.7
Acceptable if >=0.7
Fit
Fit
Tidak Fit
Fit
Fit
Fit (Large)
Fit
Fit
Tidak Fit
Fit
Tabel 2 memperlihatkan sebagian besar indeks kualitas adalah fit yaitu APC
dan ARS memiliki nilai p < 0,05, AVIF dan AFVIF memiliki nilai ideal yaitu
berada di bawah 3,3, Tenenhaus GoF (GoF) > 0,36 yang termasuk dalam kategori
besar, SPR dan RSCR, memiliki nilai yang ideal yaitu masing-masing sebesar
1.000, dan NLBCDR memiliki nilai 1.000 > 0,7. Hal ini menujukkan bahwa model
penelitian yang dibentuk untuk industri yang sensitif terhadap lingkungan memiliki
kemampuan prediksi yang kuat.
Tabel 3. Overall Model Fit pada Industri yang Tidak Sensitif terhadap Lingkungan
Quality
Hasil
P-values
Kriteria
Status
325
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
Indices
APC
ARS
AARS
AVIF
AFVIF
GoF
SPR
RSCR
SSR
NLBCDR
0.167
0.059
0.020
1.001
1.022
0.243
1.000
1.000
1.000
1.000
0.053
0.167
0.222
-
P < 0.05
P < 0.05
P < 0.05
Acceptable if <=5, Ideally <=3.3
Acceptable if <=5, Ideally <=3.3
Small >=0.1, Medium >=0.25, Large >=0.36
Acceptable if >=0.7, Ideally = 1
Acceptable if >=0.9, Ideally = 1
Acceptable if >=0.7
Acceptable if >=0.7
Tidak Fit
Tidak Fit
Tidak Fit
Fit
Fit
Fit (Small)
Fit
Fit
Fit
Fit
Tabel 3 memperlihatkan sebagian besar indeks kualitas adalah fit yaitu
AVIF dan AFVIF memiliki nilai ideal yaitu berada di bawah 3,3, Tenenhaus GoF
(GoF) > 0,36 yang termasuk dalam kategori kecil namun sudah fit, PR, RSCR, dan
RSCR memiliki nilai yang ideal yaitu masing-masing sebesar 1.000, dan NLBCDR
memiliki nilai 1.000 > 0,7. Hal ini menujukkan bahwa model yang dibentuk untuk
industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan memiliki kemampuan prediksi
yang kuat atau dengan kata lain model memenuhi kriteria goodness of fit.
Hipotesis pertama (H1) menyatakan terdapat perbedaan pengungkapan
informasi lingkungan pada industri yang berbeda. Tabel 4 menyajikan deskriptif
statistik data pengungkapan informasi lingkungan berdasarkan jenis industri dan
Tabel 5 menyajikan hasil uji beda pengungkapan informasi lingkungan
menggunakan t-test untuk pengujian hipotesis pertama.
Tabel 4. Deskripsi Statistik Data Pengungkapan Informasi Lingkungan
Industri
Sensitif terhadap lingkungan
Tidak sensitif terhadap lingkungan
N
20
51
Mean
0,518
0,523
Standard Deviation
0,182
0,173
Tabel 5. Hasil Uji Beda Pengungkapan Informasi Lingkungan
Equal
variances
assumed
Equal
variances
not
assumed
t-test for Equality of Means
Sig. (2- Mean
t
df
tailed)
Difference
Std. Error
Difference
Hasil
Keputusan
-0.109
69
0.913
-0.0050490
0.0462234
Tidak
signifikan
H1 ditolak
-0.107
33.163
0.916
-0.0050490
0.0473464
Tidak
signifikan
H1 ditolak
Terlihat pada Tabel 4 bahwa dengan jumlah perusahaan pada industri yang
326
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
sensistif terhadap lingkungan sebanyak 20 perusahaan, nilai rata-rata
pengungkapan informasi lingkungan adalah 0,518 yang berarti rata-rata
perusahaan mengungkapkan 51,8% atau 20,72 item dari 40 item informasi
lingkungan yang seharusnya diungkapkan dan standar deviasi 0,182 lebih kecil dari
nilai rata-rata yang berarti data ini relatif homogen. Sedangkan untuk perusahaan
pada industri yang sensistif terhadap lingkungan yang berjumlah 51 perusahaan,
nilai rata-rata pengungkapan informasi lingkungan adalah 0,523 yang berarti ratarata perusahaan mengungkapkan 52,3% atau 20,92 item dari 40 item informasi
lingkungan yang seharusnya diungkapkan dan standar deviasi 0,173 juga lebih kecil
dari nilai rata-rata yang berarti data ini relatif homogen.
Selanjutnya, Tabel 5 memperlihatkan hasil uji beda t-test dengan signifikansi
yang lebih besar dari tingkat signifikansi 5% atau 0,05, baik dengan equal variances
assumed maupun equal variances not assumed, yaitu masing-masing sebesar 0,913
dan 0,916. Dengan demikian, H1 yang menyatakan terdapat perbedaan
pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang berbeda ditolak. Dapat
dikatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pengungkapan informasi
lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan dan industri yang tidak
sensitif terhadap lingkungan.
Hipotesis kedua (H2) menyatakan kinerja lingkungan merupakan determinan
yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada
industri yang sensitif terhadap lingkungan dan hipotesis keempat (H4) menyatakan
profitabilitas merupakan determinan yang berpengaruh positif terhadap
pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap
lingkungan. Tabel 6 menyajikan hasil pengujian hipotesis kedua dan keempat.
Tabel 6. Hasil Pengujian Hipotesis pada Industri yang Sensitif terhadap
Lingkungan
X1 (PROPER) → Y (EIDI)
Path Coefficient
0,372
P-Value
0,025
X2 (ROA) → Y (EIDI)
-0,504
0,003
Hasil
Signifikan
Signifikan
(negatif)
Keputusan
H2 diterima
H4 ditolak
Hasil pengujian yang disajikan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa untuk
pengaruh kinerja lingkungan (PROPER) terhadap pengungkapan informasi
lingkungan (EIDI), nilai path coefficient adalah sebesar 0,372 dengan P-value 0,025
yang berarti signifikan karena lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05. Dengan
demikian, H2 yang menyatakan kinerja lingkungan merupakan determinan yang
berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri
yang sensitif terhadap lingkungan dapat diterima. Selanjutnya, untuk pengaruh
profitabilitas (ROA) terhadap pengungkapan informasi lingkungan (EIDI), nilai
path coefficient adalah sebesar -0,504 dengan P-value 0,003 yang berarti signifikan
karena lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05, namun dengan arah negatif.
327
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
Dengan demikian, H4 yang menyatakan profitabilitas merupakan determinan yang
berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri
yang sensitif terhadap lingkungan ditolak. Dengan hasil uji yang signifikan namun
dengan arah negatif, dapat dikatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif
terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap
lingkungan. Model struktural yang dihasilkan disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Model Struktural pada Industri yang Sensitif terhadap Lingkungan
Hipotesis ketiga (H3) menyatakan kinerja lingkungan bukan merupakan
determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif
terhadap lingkungan dan hipotesis kelima (H5) menyatakan profitabilitas bukan
merupakan determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang
tidak sensitif terhadap lingkungan. Tabel 7 berikut menyajikan hasil pengujian
hipotesis ketiga dan kelima.
Tabel 7. Hasil Pengujian Hipotesis pada Industri yang Tidak Sensitif terhadap
Lingkungan
X1 (PROPER) → Y (EIDI)
Path Coefficient
0,116
P-Value
0,196
X2 (ROA) → Y (EIDI)
-0,217
0,049
Hasil
Tidak Signifikan
Signifikan
(negatif)
Keputusan
H3 diterima
H5 ditolak
Hasil pengujian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa untuk pengaruh kinerja
lingkungan (PROPER) terhadap pengungkapan informasi lingkungan (EIDI), nilai
path coefficient adalah sebesar 0,116 dengan P-value 0,196 yang berarti tidak
signifikan karena lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05. Dengan demikian, H3
yang menyatakan kinerja lingkungan bukan merupakan determinan pengungkapan
informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan dapat
328
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
diterima. Selanjutnya, untuk pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap pengungkapan
informasi lingkungan (EIDI), nilai path coefficient adalah sebesar -0,217 dengan Pvalue 0,049 yang berarti signifikan karena lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05,
namun dengan arah negatif. Dengan demikian, H5 yang menyatakan profitabilitas
bukan merupakan determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri
yang tidak sensitif terhadap lingkungan ditolak. Dengan hasil uji yang signifikan
namun dengan arah negatif, dapat dikatakan bahwa profitabilitas berpengaruh
negatif terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak
sensitif terhadap lingkungan. Model strukturalnya disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Model Struktural pada Industri yang Tidak Sensitif terhadap
Lingkungan
Perbedaan Pengungkapan Informasi Lingkungan pada Industri yang Berbeda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengungkapan
informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan dan industri
yang tidak sensitif terhadap lingkungan. Maka dapat dikatakan bahwa
pengungkapan informasi lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan bukan
ditentukan oleh jenis industri di mana perusahaan itu berada. Tingkat dan kualitas
pengungkapan informasi lingkungan oleh perusahaan pada industri yang sensitif
terhadap lingkungan yaitu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan
sumber daya seperti bahan kimia, minyak, gas dan bahan bakar, utilitas, hutan,
kertas dan pulp (Christ & Burritt, 2013) mungkin saja lebih tinggi atau sebaliknya
lebih rendah dibandingkan tingkat dan kualitas pengungkapan informasi
lingkungan oleh perusahaan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan.
Namun dalam penelitian ini ditemukan kecenderungannya adalah sama yaitu ratarata baru mengungkapkan 20 item dari seharusnya 40 item yang diungkapkan
(20,72 item pada industri yang sensitif terhadap lingkungan dan 20,92 item pada
industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan). Ini juga menunjukkan masih
329
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
belum maksimalnya pengungkapan informasi lingkungan oleh perusahaan di
Indonesia yaitu rata-rata 51,8% pada industri yang sensitif terhadap lingkungan dan
52,3% pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan, walaupun sudah ada
peningkatan dibandingkan pengungkapan di masa yang lalu yaitu 49,70%
(Burhany, 2011); 49,69% (Solikhah & Winarsih, 2016); 28,38% (Deswanto &
Siregar, 2018); 45,20% (Oktariyani & Rachmawati, 2021).
Dengan demikian, temuan penelitian ini tidak mengonfirmasi temuan dari
beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa perusahaan pada industri
yang sensitif (berdampak besar) terhadap lingkungan cenderung mengungkapkan
lebih banyak informasi lingkungan atau membuat pengungkapan yang lebih tinggi
dibandingkan industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan (Gray et al., 1995;
Deegan & Gordon, 1996; Cormier & Gordon, 2001; Cho & Patten, 2007; Dawkins
& Fraas, 2011; Said et al., 2013; Ahmadi & Bouri, 2017).
Temuan ini memberikan pesan penting bahwa pengungkapan informasi
lingkungan bukanlah suatu hal yang identik dengan industri yang sensitif terhadap
lingkungan. Semakin meningkatnya kesadaran dan penguatan regulasi yang terus
dilakukan oleh pemerintah sebagai regulator sedikit banyaknya telah disikapi secara
positif oleh perusahaan yang berada pada industri apapun di Indonesia. Ini perlu
dipertahankan dan ditingkatkan agar semangat sustainabilitas untuk menjaga
keberlangsungan lingkungan dan bumi dapat dicapai.
Kinerja Lingkungan sebagai Determinan Pengungkapan Informasi
Lingkungan pada Industri yang Sensitif terhadap Lingkungan
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kinerja lingkungan merupakan
determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif
terhadap lingkungan dengan pengaruh positif. Ini berarti, semakin tinggi kinerja
lingkungan perusahaan maka semakin tinggi pula pengungkapan informasi
lingkungan yang dilakukannya. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya
oleh Burhany (2011); Ahmadi & Bouri (2017); Shima & Fung (2019); Li et al.
(2021) yang juga menemukan kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap
pengungkapan informasi lingkungan. Selain itu, hasil ini juga mengonfirmasi
kembali voluntary disclosure theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki
dorongan untuk mengungkapkan lebih banyak good news mengenai perusahaan
untuk membedakannya dari perusahaan lain yang memiliki bad news, dengan
tujuan untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan itu sendiri (Verrecchia,
1983; Dye, 1985; Verrecchia, 2001). Kinerja lingkungan yang baik dan tinggi jelas
merupakan good news sehingga perusahaan akan mengungkapkannya secara
sukarela. Tujuan akhirnya adalah agar reputasi perusahaan terlihat baik dalam
pandangan investor dan stakeholder lainnya sehingga kinerja keuangan perusahaan
akan meningkat (Fekrat et al., 1996; Seifert et al., 2003).
Implikasi penting dari temuan ini adalah bahwa perusahaan yang berada pada
industri yang sensitif terhadap lingkungan perlu meningkatkan kinerja
330
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
lingkungannya melalui pengelolaan lingkungan yang terorganisir dengan baik
sehingga akan meningkatkan pula pengungkapan informasi lingkungan yang pada
akhirnya juga akan meningkatkan kinerja keuangannya. Ini disebabkan karena
perhatian stakeholder khususnya investor mengenai aspek lingkungan akan lebih
tinggi kepada perusahaan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan.
Kinerja Lingkungan Bukan Determinan Pengungkapan Informasi
Lingkungan pada Industri yang Tidak Sensitif terhadap Lingkungan
Penelitian ini juga menemukan bahwa kinerja lingkungan bukan merupakan
determinan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif
terhadap lingkungan. Ini berarti, tinggi atau rendahnya kinerja lingkungan
perusahaan tidak akan mempengaruhi tinggi atau rendahnya pengungkapan
informasi lingkungan yang dilakukannya. Hasil ini mendukung hasil penelitian
sebelumnya oleh Cho & Patten (2007) yang menemukan bahwa kekuatan hubungan
kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan bervariasi menurut
jenis industri.
Dengan temuan ini, bukan berarti perusahaan pada industri yang tidak sensitif
terhadap lingkungan tidak perlu meningkatkan kinerja lingkungannya. Bisa jadi
kinerja lingkungan bukanlah determinan pengungkapan informasi lingkungan pada
industri ini, namun kinerja lingkungan penting bagi perusahaan karena pada
berbagai penelitian terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan
(Burhany, 2011; Shakil et al., 2019; Partalidou et al., 2020; Kalyar et al., 2020).
Selain itu, temuan ini membawa implikasi bagi regulator tentang perlunya semakin
menghilangkan batasan kewajiban pengungkapan informasi lingkungan hanya pada
perusahaan tertentu yang dikategorikan sensitif atau berdampak terhadap
lingkungan agar dapat menjadi dorongan bagi semua perusahaan (pada industri
apapun) untuk meningkatkan kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi
lingkungannya.
Profitabilitas sebagai Determinan Pengungkapan Informasi Lingkungan pada
Industri yang Sensitif terhadap Lingkungan
Penelitian ini menemukan profitabilitas sebagai determinan pengungkapan
informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap lingkungan namun
dengan pengaruh negatif. Ini berarti, semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka
semakin rendah pengungkapan informasi lingkungan yang dilakukannya dan
sebaliknya. Temuan ini tidak sejalan dengan temuan sebelumnya yaitu profitabilitas
berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi lingkungan (Solikhah &
Winarsih, 2016; Ahmadi & Bouri, 2017; Ismail et al., 2018; Li et al., 2021). Temuan
ini juga tidak berhasil mengonfirmasi voluntary disclosure theory yang menyatakan
bahwa perusahaan yang mengungkapkan informasi yang objektif tentang proses,
praktik, dan kinerja lingkungan dapat mengurangi biaya modal perusahaan
sehingga perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi lebih bersedia menanggung
331
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
biaya ini (Cormier & Magnan, 1999; Qiu et al., 2016). Maka pada penelitian ini
voluntary disclosure theory tidak terbukti dalam hubungan profitabilitas terhadap
pengungkapan informasi lingkungan.
Berdasarkan temuan ini dapat dikatakan bahwa kecenderungan yang terjadi
pada industri yang sensitif terhadap lingkungan adalah dengan profitabilitas yang
tinggi justru perusahaan mengurangi pengungkapan informasi lingkungan.
Kemungkinan ini dilakukan karena dengan menggunakan laba yang diperolehnya,
perusahaan dapat memilih cara lain untuk meningkatkan reputasi perusahan dalam
rangka meningkatkan kinerja keuangannya. Selain itu, hubungan antara
profitabilitas dan pengungkapan informasi lingkungan juga masih bervariasi karena
berbagai penelitian justru menemukan pengungkapan informasi lingkunganlah
yang berpengaruh positif terhadap profitabilitas (Chandok & Singh, 2017; Buallay,
2018; Saini & Singhania, 2019; Alareeni & Hamdan, 2020).
Profitabilitas Bukan Determinan Pengungkapan Informasi Lingkungan pada
Industri yang Tidak Sensitif terhadap Lingkungan
Sebagaimana halnya pada industri yang sensitif terhadap lingkungan,
penelitian ini juga menemukan profitabilitas sebagai determinan pengungkapan
informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan dengan
pengaruh negatif. Maka dapat dikatakan bahwa tindakan manajemen pada
perusahaan yang tidak sensitif terhadap lingkungan atas laba yang diperoleh sama
saja dengan perusahaan yang sensitif terhadap lingkungan yaitu mengurangi
pengungkapan informasi lingkungannya karena dapat menempuh cara lain untuk
meningkatkan reputasi perusahan dalam rangka meningkatkan kinerja
keuangannya.
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang berbeda, kinerja
lingkungan merupakan determinan yang berpengaruh positif terhadap
pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap
lingkungan, kinerja lingkungan bukan merupakan determinan pengungkapan
informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan,
profitabilitas merupakan determinan yang berpengaruh negatif terhadap
pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang sensitif terhadap
lingkungan., dan profitabilitas merupakan determinan yang berpengaruh negatif
terhadap pengungkapan informasi lingkungan pada industri yang tidak sensitif
terhadap lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka disarankan
kepada perusahaan yang berada pada industri yang sensitif terhadap lingkungan
untuk meningkatkan kinerja lingkungannya dengan berbagai upaya pengelolaan
332
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
lingkungan agar pengungkapan informasi lingkungannya juga meningkat. Kepada
perusahan pada kedua jenis industri, baik industri yang sensitif terhadap lingkungan
maupun industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan, disarankan untuk
menggunakan laba yang diperolehnya ke dalam aktivitas yang mendukung
lingkungan dan mengungkapkannya. Kepada pemerintah dan lembaga terkait
selaku regulator, disarankan untuk menghilangkan batasan kewajiban
pengungkapan informasi lingkungan hanya pada perusahaan tertentu yang
dikategorikan sensitif atau berdampak terhadap lingkungan agar dapat menjadi
dorongan bagi semua perusahaan (pada industri apapun) untuk meningkatkan
kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungannya. Kepada peneliti
selanjutnya, disarankan untuk menguji variabel determinan pengungkapan
informasi lingkungan selain kinerja lingkungan dan profitabilitas serta
menggunakan rujukan yang berbeda dalam mengelompokkan industri yang sensitif
terhadap lingkungan dan industri yang tidak sensitif terhadap lingkungan agar
diperoleh temuan lainnya yang akan memperkaya referensi ilmiah mengenai
determinan pengungkapan informasi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Acar, M., & Temiz, H. (2020). Empirical analysis on corporate environmental
performance and environmental disclosure in an emerging market context:
Socio-political theories versus economics disclosure theories. International
Journal of Emerging Markets, 15(6), 1061–1082.
Ahmadi, A., & Bouri, A. (2017). The relationship between financial attributes,
environmental performance and environmental disclosure: Empirical
investigation on French firms listed on CAC 40. Management of
Environmental Quality: An International Journal, 28(4), 490–506.
Al-Tuwaijri, S. A., Christensen, T. E., & Hughes, K. E. (2004). The relations among
environmental disclosure, environmental performance, and economic
performance: A simultaneous equations approach. Accounting, Organizations
and Society, 29(5–6), 447–471.
Alareeni, B. A., & Hamdan, A. (2020). ESG impact on performance of US S&P
500-listed firms. Corporate Governance (Bingley), 20(7), 1409–1428.
Berthelot, S., Cormier, D., & Magnan, M. (2003). Environmental disclosure
research: Review and synthesis. Journal of Accounting Literature, 22(1), 1–
44.
Brammer, S., & Pavelin, S. (2008). Factors influencing the quality of corporate
environmental disclosure. Business Strategy and the Environment, 17(2), 120–
136.
Buallay, A. (2018). Is sustainability reporting (ESG) associated with performance?
333
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
Evidence from the European banking sector. Management of Environmental
Quality: An International Journal, 30(1), 98–115.
Burhany, D. I. (2011). Pengaruh implementasi akuntansi lingkungan terhadap
kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan serta dampaknya
terhadap kinerja keuangan perusahaan. Indonesian Journal of Economics and
Business, 1(2), 257–270.
Chandok, R. I. S., & Singh, S. (2017). Empirical study on determinants of
environmental disclosure. Managerial Auditing Journal, 32(4/5), 332–355.
Cho, C. H., & Patten, D. M. (2007). The role of environmental disclosures as tools
of legitimacy: A research note. Accounting, Organizations and Society, 32(7–
8), 639–647.
Cho, C. H., & Patten, D. M. (2013). Green accounting: Reflections from a CSR and
environmental disclosure perspective. Critical Perspectives on Accounting,
24(6), 443–447.
Christ, K. L., & Burritt, R. L. (2013). Environmental management accounting: The
significance of contingent variables for adoption. Journal of Cleaner
Production, 41, 163–173.
Clarkson, P. M., Fang, X., Li, Y., & Richardson, G. (2013). The relevance of
environmental disclosures: Are such disclosures incrementally informative?
Journal of Accounting and Public Policy, 32(5), 410–431.
Clarkson, P. M., Li, Y., Richardson, G. D., & Vasvari, F. P. (2008). Revisiting the
relation between environmental performance and environmental disclosure:
An empirical analysis. Accounting, Organizations and Society, 33(4–5), 303–
327.
Clarkson, P. M., Overell, M. B., & Chapple, L. (2011). Environmental Reporting
and its Relation to Corporate Environmental Performance. Abacus, 47(1), 27–
60.
Connelly, B. L., Certo, S. T., Ireland, R. D., & Reutzel, C. R. (2011). Signaling
Theory: A Review and Assessment. Journal of Management, 37(1), 39–67.
Cormier, D., & Gordon, I. M. (2001). An examination of social and environmental
reporting strategies. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 14(5),
587–617.
Cormier, D., & Magnan, M. (1999). Corporate Environmental Disclosure
Strategies: Determinants, Costs and Benefits. Journal of Accounting, Auditing
& Finance, 14(4), 429–451.
Darrough, M. N. (1993). Disclosure policy and competition: Cournot vs. Bertrand.
The Accounting Review, 68(3), 534–561.
Dawkins, C., & Fraas, J. W. (2011). Coming Clean: The Impact of Environmental
Performance and Visibility on Corporate Climate Change Disclosure. Journal
of Business Ethics, 100(2), 303–322.
Deegan, C., & Gordon, B. (1996). A study of the environmental disclosure practices
of Australian corporations. Accounting and Business Research, 26(3), 187–
334
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
199.
Delmas, M., & Blass, V. D. (2010). Measuring Corporate Environmental
Performance: The Trade-Offs of Sustainability Ratings. Business Strategy and
the Environment, 19(4), 245–260.
Deswanto, R. B., & Siregar, S. V. (2018). The associations between environmental
disclosures with financial performance, environmental performance, and firm
value. Social Responsibility Journal, 4(1), 180–193.
Dunk, A. S. (2002). Product quality, environmental accounting and quality
performance. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 15(5), 719–732.
Dye, R. A. (1985). Disclosure of nonproprietary information. Journal of Accounting
Research, 23(1), 123–145.
Fekrat, M. A., Inclan, C., & Petroni, D. (1996). Corporate environmental
disclosures: Competitive disclosure hypothesis using 1991 annual report data.
International Journal of Accounting, 31(2), 175–195.
Fontana, S., D’Amico, E., Coluccia, D., & Solimene, S. (2015). Does
environmental performance affect companies’ environmental disclosure?
Measuring Business Excellence, 19(3), 42–57.
Gray, R., Kouhy, R., & Lavers, S. (1995). Corporate social and environmental
reporting: A review of the literature and a longitudinal study of UK disclosure.
Accounting, Auditing & Accountability Journal, 8(2), 47–77.
Hassan, A., & Guo, X. (2017). The relationships between reporting format,
environmental disclosure and environmental performance: An empirical
study. Journal of Applied Accounting Research, 18(4), 425–444.
Ilinitch, A. Y., Soderstrom, N. S., & E. Thomas, T. (1998). Measuring corporate
environmental performance. Journal of Accounting and Public Policy, 17(4–
5), 383–408.
Ismail, A. H., Abdul Rahman, A., & Hezabr, A. A. (2018). Determinants of
corporate environmental disclosure quality of oil and gas industry in
developing countries. International Journal of Ethics and Systems, 34(4), 527–
563.
Kalyar, M. N., Shoukat, A., & Shafique, I. (2020). Enhancing firms’ environmental
performance and financial performance through green supply chain
management practices and institutional pressures. 11(2), 451–476.
Kilincarslan, E., Elmagrhi, M. H., & Li, Z. (2020). Impact of governance structures
on environmental disclosures in the Middle East and Africa. Corporate
Governance (Bingley), 20(4), 739–763.
Leuz, C., & Wysocki, P. D. (2016). The Economics of Disclosure and Financial
Reporting Regulation: Evidence and Suggestions for Future Research. Journal
of Accounting Research, 54(2), 525–622.
Li, Y., Zhang, X., Yao, T., Sake, A., Liu, X., & Peng, N. (2021). The developing
trends and driving factors of environmental information disclosure in China.
Journal of Environmental Management, 288, 1–11.
335
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
Lober, D. J. (1996). Evaluating the environmental performance of corporations.
Journal of Managerial Issues, 8(2), 184–205.
Lu, L. W., & Taylor, M. E. (2018). A study of the relationships among
environmental performance, environmental disclosure, and financial
performance. Asian Review of Accounting, 26(1), 107–130.
Maryanti, E., & Fithri, W. N. (2017). Corporate Social Responsibilty, Good
Corporate Governance, Kinerja Lingkungan terhadap Kinerja Keuangan dan
Pengaruhnya pada Nilai Perusahaan. Journal of Accounting Science, 1(1), 21–
37.
Meng, X. H., Zeng, S. X., Shi, J. J., Qi, G. Y., & Zhang, Z. B. (2014). The
relationship between corporate environmental performance andenvironmental
disclosure: An empirical study in China. Journal of Environmental
Management, 145, 357–367.
Milgrom, P. R. (1981). Good news and bad news: Representation theorems and
applications. The Bell Journal of Economics, 12(2), 380–391.
Neu, D., Warsame, H., & Pedwell, K. (1998). Managing public impressions:
Environmental disclosures in annual reports. Accounting, Organizations and
Society, 23(3), 265–282.
Ningtyas, A. A., & Triyanto, D. N. (2019). Pengaruh Kinerja Lingkungan dan
Pengungkapan Lingkungan terhadap Profitabilitas Perusahaan. JASa (Jurnal
Akuntansi, Audit, Dan Sistem Informasi Akuntansi), 3(1), 14–26.
Oktariyani, A., & Rachmawati, Y. (2021). Analisis pengaruh profitabilitas,
leverage, kinerja lingkungan dan diversifikasi gender terhadap kualitas
pengungkapan lingkungan pada perusahaan pertambangan di Indonesia.
Akuntansi Dan Manajemen, 16(1), 1–20.
Partalidou, X., Zafeiriou, E., Giannarakis, G., & Sariannidis, N. (2020). The effect
of corporate social responsibility performance on financial performance: the
case of food industry. Benchmarking, 27(10), 2701–2720.
Portella, A. R., & Borba, J. A. (2020). Environmental disclosure in corporate
websites: A study in Brazil and USA companies. RAUSP Management
Journal, 55(3), 309–324.
Qiu, Y., Shaukat, A., & Tharyan, R. (2016). Environmental and social disclosures:
Link with corporate financial performance. British Accounting Review, 48(1),
102–116.
Said, R., Omar, N., & Abdullah, W. N. (2013). Empirical investigations on boards,
business characteristics, human capital and environmental reporting. Social
Responsibility Journal, 9(4), 534–553.
Saini, N., & Singhania, M. (2019). Performance relevance of environmental and
social disclosures: The role of foreign ownership. Benchmarking, 26(6), 1845–
1873.
Seifert, B., Morris, S. A., Bartkus, B. R., & Bartkus, R. (2003). Comparing big
givers and small givers: Correlates of of corporate philanthropy. Journal of
336
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia - Vol. 5, No. 3, Sep 2022 - Burhany, Afriady &
Mulyandani
Business Ethics, 45, 195–211.
Shakil, M. H., Mahmood, N., Tasnia, M., & Munim, Z. H. (2019). Do
environmental, social and governance performance affect the financial
performance of banks? A cross-country study of emerging market banks.
Management of Environmental Quality: An International Journal, 30(6),
1331–1344.
Shima, K., & Fung, S. (2019). Voluntary disclosure of environmental performance
after regulatory change: Evidence from the utility industry. Meditari
Accountancy Research, 27(2), 287–324.
Smith, M., Yahya, K., & Marzuki Amiruddin, A. (2007). Environmental disclosure
and performance reporting in Malaysia. Asian Review of Accounting, 15(2),
185–199.
Solikhah, B., & Winarsih, A. M. (2016). Pengaruh Liputan Media, Kepekaan
Industri, dan Struktur Tata Kelola Perusahaan terhadap Kualitas
Pengungkapan Lingkungan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia,
13(1), 1–22.
Thorne, L., Mahoney, L. S., & Manetti, G. (2014). Motivations for issuing
standalone CSR reports: A survey of Canadian firms. Accounting, Auditing
and Accountability Journal, 27(4), 686–714.
Verrecchia, R. E. (1983). Discretionary disclosure. Journal of Accounting and
Economics, 5, 179–194.
Verrecchia, R. E. (2001). Essays on disclosure. Journal of Financial Economics,
32,
97–180.
papers3://publication/uuid/BE69A206-2663-48F1-BCB846ED22FA6FAF
Wagenhofer, A. (1990). Voluntary disclosure with a strategic opponent. Journal of
Accounting and Economics, 12(4), 341–363.
Wang, Z., Walker, G. W., Muir, D. C. G., & Nagatani-Yoshida, K. (2020). Toward
a Global Understanding of Chemical Pollution: A First Comprehensive
Analysis of National and Regional Chemical Inventories. Environmental
Science and Technology, 54(5), 2575–2584.
Zainab, A., & Burhany, D. I. (2020). Biaya Lingkungan, Kinerja Lingkungan, dan
Kinerja Keuangan pada Perusahaan Manufaktur. The 11th Industrial Research
Workshop and National Seminar, 992–998.
337
* Corresponding author’s e-mail: dian.imanina@polban.ac.id
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI
Download