MENJALIN KOMUNIKASI EFEKTIF1[1] http://yanpraz.multiply.com/journal/item/5 Oleh: Dr. Nunung Prajarto, M.A.2[2] Komunikasi merupakan dasar interaksi antarmanusia. Kesepakatan atau kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama sehingga interaksi berjalan dengan baik. Persoalan mendasar dari masalah ini terletak pada hambatan yang muncul dalam membangun kesepahaman dan usaha mencapai tujuan secara maksimal. Hal ini biasanya melahirkan suatu kegalauan tentang komunikasi yang tidak sesederhana yang dibayangkan, yang kemudian menuntun pada pemikiran tentang usaha untuk melakukan komunikasi secara efektif. Uraian di bawah ini akan menyajikan sejumlah pemahaman dan persoalan dalam proses komunikasi yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk membangun dan menjalankan suatu komunikasi yang efektif. Memahami Komunikasi Secara sederhana komunikasi dapat dipahami sebagai suatu proses penyampaian dan penerimaan pesan dari komunikator (sumber) ke komunikan (penerima). Pada tataran ini, terlihat adanya tiga unsur atau elemen komunikasi yaitu, komunikator, pesan dan komunikan. Secara lebih luas, komunikasi bisa pula dipahami sebagai suatu proses penyampaian dan penerimaan pesan dari komunikator ke komunikan, dengan atau tanpa media, serta melibatkan dua individu atau lebih yang saling berhubungan. Pada tingkat yang lebih kompleks ini, elemen-elemen komunikasi yang nampak adalah komunikator (tunggal/jamak), komunikan (tunggal/jamak), pesan dan media. Biasanya, ikutan dari elemen-elemen yang demikian adalah munculnya pertimbangan tentang efek (pengaruh) serta umpan balik (feedback). Namun bila lebih dicermati dengan mengacu pada pendapat sejumlah ahli komunikasi, beberapa sub-elemen yang ada dalam suatu elemen komunikasi harus pula dipertimbangkan secara matang. Elemen pesan, misalnya, tidak sekadar dipandang sebagai sesuatu yang harus disampaikan komunikator dan diterima komunikan, melainkan harus pula ditilik dari proses terbentuknya pesan itu sendiri. Dari kesadaran terhadap hal ini, komunikasi kemudian bisa dipahami sebagai suatu proses perencanaan, penyusunan, penyampaian dan penerimaan pesan dari komunikator ke komunikan, dengan atau tanpa media, sehingga melahirkan efek tertentu dan berkemungkinan menghasilkan feedback tertentu. Dengan kata lain, keberhasilan suatu proses komunikasi tidak sekadar tergantung pada perhatian kita terhadap elemen-elemen komunikasi, namun perlu ditunjang oleh kecermatan kita terhadap sub-sub elemen komunikasi. Perhatikan Elemen Komunikasi Cermati Sub-Elemen Komunikasi Permasalahan-permasalahan komunikasi yang berpengaruh terhadap keberhasilan/kegagalan komunikasi dapat pula ditengarai dari problem-problem yang ada pada elemen dan sub-elemen komunikasi. Meminjam model Laswell (who-says what-in which channel-to whom-with what effect), misalnya, persoalan-persoalan yang menghambar tercapainya keberhasilan komunikasi dapat ditilik satu per satu dari hal itu. Sebagai contoh, persoalan apa yang ada pada komunikator atau pada unsur who-nya (kredibilitas, fisik dan mental untuk menyebut beberapa di antaranya)?, persoalan apa yang ada pada isi pesan atau says what (struktur, akurasi, menarik)?, serta bagaimana dengan efek yang muncul (positif, negatif atau tanpa hasil)?. Bila dibagankan, upaya mencapai keberhasilan komunikasi adalah dengan: hal yang bisa diperkuat dari source message channel target effect feedback menyiasati persoalan di Terhadap hal ini hasil analisis SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) terhadap sejumlah elemen dan sub-elemen komunikasi dapat dipakai untuk mempertajam dan memaksimalkan pencapaian hasil. Sudah efektifkah komunikasi bila proses komunikasi dipandang sudah berhasil dilakukan? Uraian berikut akan menyajikan sejumlah kajian tentang komunikasi efektif. Komunikasi Efektif Komunikasi efektif dipandang sebagai suatu hal yang penting dan kompleks (Mingay, 2005: 2; dan Soller, Lesgold, Linton dan Goodman, 1999: 1-8). Dianggap penting karena ragam dinamika kehidupan (bisnis, politik, misalnya) yang terjadi biasanya menghadirkan situasi kritis yang perlu penanganan secara tepat, munculnya kecenderungan untuk tergantung pada teknologi komunikasi, serta beragam kepentingan yang ikut muncul. Juga dipandang kompleks karena komunikasi efektif tidak serta merta berlaku untuk semua bentuk proses komunikasi yang terjalin. Dengan kata lain, rujukan komunikasi efektif hanya berlaku pada kasus-kasus tertentu dan kurang bisa digeneralisasi. Komunikasi Efektif Penting Dinamika kehidupan Penanganan krisis Teknologi komunikasi Ragam kepentingan Kompleks Banyak pertimbangan untuk penerapannya Bersifat kasuistik Hasil penelitian Johnson, Sutton dan Harris (2001: 81) menunjukkan cara-cara agar komunikasi efektif dapat dicapai. Menurut mereka, komunikasi efektif dapat terjadi melalui atau dengan didukung oleh aktivitas role-playing, diskusi, aktivitas kelompok kecil dan materi-materi pengajaran yang relevan. Meskipun penelitian mereka terfokus pada komunikasi efektif untuk proses belajar-mengajar, hal yang dapat dimengerti di sini adalah bahwa suatu proses komunikasi membutuhkan aktivitas, cara dan sarana lain agar bisa berlangsung dan mencapai hasil yang efektif. Penelitian lain menunjukkan hubungan antara komunikasi tidak efektif dan persoalan-persoalan yang tidak segera terpecahkan di dalam keluarga (Bray dan Heatherington, 1993). Terhadap hal ini, Green (2000) memberi sejumlah saran lain agar komunikasi efektif dapat terjalin antara orangtua dan anaknya. Saran yang diberikannya antara lain: 1. Memikirkan pihak yang diajak berkomunikasi. Dengan menyadari pihak yang diajak berkomunikasi akan memudahkan pilihan terhadap cara berkomunikasi dan keterbatasan perkembangan kepribadian yang mereka miliki. 2. Memberi perhatian pada pesan-pesan non-verbal yang bisa ditangkap. Perubahan rona muka, gerak tangan dan posisi duduk sebagai contoh, perlu disikapi secara benar agar komunikasi dapat menjadi efektif. 3. Memosisikan diri sebagai pendengar yang aktif. Cara seperti ini dapat menguatkan kejiwaan lawan bicara karena merasa omongannya didengar sehingga lebih memudahkannya untuk semakin terbuka. 4. Memperbanyak frekuensi komunikasi. Di satu sisi hal ini sangat positif dan mampu memberi peneguhan, di sisi yang lain berpeluang menimbulkan kejenuhan. 5. Berkomunikasi secara jelas dan langsung (tidak berbelit-belit). 6. Menggunakan pesan-Aku dan bukan pesan-Kamu. ”Aku pikir pekerjaanmu kemarin masih bisa diperbaiki” jauh lebih efektif daripada ”Kamu perbaiki pekerjaanmu kemarin ya.” Pesan-Aku ini dipandang tidak bernada mengancam, menghakimi, menjatuhkan, menyalahkan dan mengecilartikan. 7. Lebih memberi penekanan pada hal positif. Neuman (2002), secara khusus memberi arahan lain untuk menjalin komunikasi efektif, utamanya bila komunikannya bersifat jamak dan besar. Dalam hal ini komunikasi efektif yang disarankannya adalah untuk komunikasi kelompok (dalam kelas, sebagai contoh). Beberapa sarannya antara lain: 1. ”Kuasai” kelas; lihat susunan kursi, alat bantu yang ada dan mungkin dapat dipakai, lebar ruangan dan kategori audiensnya. 2. Bangkitkan partisipasi audiens, dengan menyatukan pengalaman yang sama-sama dimiliki. Dengan kata lain, ciptakan interaksi yang interaktif. 3. Mempertahankan kontak mata agar terjalin komunikasi non-verbal sebagai pendukung komunikasi verbal. 4. Komunikasi efektif membutuhkan ”suasana” yang menghibur. Lelucon atau sumber-sumber multimedia yang memungkinkan hal itu akan membuat transfer informasi mengenai sasaran secara efektif. 5. Mempertahankan kontak dengan mereka hingga di luar kelas sekalipun. Artinya, email atau pertukaran pesan lewat sarana lain sangat membantu efektifitas komunikasi sebelumnya (di dalam kelas). 6. Kerjasama tim biasanya lebih memberi hasil yang efektif. Bila receiver (penerimanya) adalah murid dan hal ini untuk tujuan komunikasi pendidikan yang efektif, maka hal-hal yang juga perlu dikembangkan menurut University of California Davis adalah ketrampilan menulis, berbicara, serta komunikasi antarpersona dan komunikasi kelompok.3[3] Seperti telah diuraikan di muka, effective communication dapat dicapai dengan dasar pemahaman atas proses komunikasi serta didukung oleh pertimbangan, sarana dan suasana lain yang mendukung ke arah itu. The Foundation Coalition menegaskan tentang hal itu dengan memberi gambaran tentang proses komunikasi dan hal-hal pendukung lainnya sebagai berikut4[4]: Sender Message Channel Receiver Feed-forward and Feedback 1. 2. 3. 4. 5. 6. communication skills 1. content attitudes 2. context knowledge level 3. treatment social position culture feedback received by sender 1. sensory channels see: sender (indra manusia) 2. institutional channels (tatap muka, cetak, elektronik) (Sumber: adaptasi dari The Foundation Coalition) Sejumlah hasil penelitian dan saran serta pendapat di atas mengantar pada suatu pemahaman tentang komunikasi efektif. Pertama, terdapat kejelasan aktor komunikasi atau antarsiapa sesungguhnya komunikasi efektif itu hendak dicapai. Komunikasi efektif untuk guru ke murid berbeda dengan komunikasi efektif dari murid ke guru. Komunikasi efektif untuk keluarga berbeda dengan komunikasi efektif untuk pertemanan. Kedua, keefektifan komunikasi juga ditentukan oleh kejelasan tujuan komunikasi yang dijalankan. Efektifitas untuk penyampaian informasi berbeda dengan efektifitas tujuan pendidikan, persuasi, hiburan atau pengawasan lingkungan. Efektifitas komunikasi bisnis akan berbeda dengan efektifitas komunikasi untuk bimbingan dan konseling. Ketiga, komunikasi efektif ditentukan oleh kesediaan antaraktor serta dukungan elemen dan subelemen komunikasi untuk berbentuk dan bersikap efektif. Komunikator yang pro-efektif tidak akan banyak membantu bila komunikan tidak bersikap dan berperilaku efektif. Lebih lanjut, apa yang dimaksud dengan komunikasi efektif? Mengingat beragamnya unsur untuk tercapainya komunikasi efektif seperti sudah dijabarkan di depan, maka pemahaman tentang komunikasi efektif pun tidak bisa diberikan dengan satu pengertian belaka. Sebagai contoh, ada yang menyebutkan bahwa komunikasi efektif adalah proses komunikasi yang dilakukan dengan metode yang tepat. Secara luas memang bisa dipahami bahwa penggunaan metode yang tepat tentu didasari oleh banyak pertimbangan tentang efektifitas itu sendiri terlebih dahulu. multi-considerations of effective effective communication method effective communication Pendapat lain menyebutkan bahwa komunikasi efektif akan tercapai bila proses yang terjadi dilakukan secara sadar dengan mengenali hambatan atau potensi hambatan dan memahami serta menyiapkan pemecahan masalahnya. Sejumlah hambatan yang ditengarai di antaranya adalah kecenderungan saling menyalahkan, menutup diri terhadap usaha mencapai kebaikan bersama, melemahnya tanggung jawab personal, ketidaksiapan menerima perbedaan pendapat dan kelemahan pihak lain, serta disequilibrium sikap yang mengarah pada efektifitas tindakan (lihat http://www.dawnfarm.org/articles/communication.pdf). Sepaham dengan itu Perry (2003) memetakan hambatan-hambatan untuk komunikasi efektif sebagai berikut: Environment: Room Temperature Room Set-up Room Color Technology Emotional: Attitude: aggressive, shy, etc No affinity for the audience No entry point of agreement Physical: Clothes - Ties Jewelry - Name tags Perfume - Meals Eye contact - Posture Tattoo’s - Piercing Language: Use of jargon - Humor Swear words - Ah’s etc Lack of word pictures More interested in self, not the audience Cultural differences Lack of vocal variety No “road map”; hard to follow Johnson, Sutton dan Harris (2001: 82), melalui modul pelatihan, menyajikan gambaran cara pencapaian komunikasi efektif. Dalam hal ini mereka percaya bahwa dengan mempelajari modul pelatihan itu dapat diharapkan hasil suatu kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Modul ini sendiri berisi lima buah blok yang mengajarkan lima ketrampilan berbeda yaitu effective listening, disclosure, assertion, anger management dan problem solving. Dengan kata lain, komunikasi efektif bisa tercapai kalau lima ketrampilan itu diterapkan dalam suatu aktivitas komunikasi. Effective Communication Problem solving Anger management Assertion Disclosure Effective listening Mereka lebih lanjut menjelaskan, effective listening adalah ketrampilan untuk saling memahami komunikasi serta kemampuan untuk menunjukkan ketrampilannya itu baik secara verbal maupun non-verbal. Disclosure adalah ketrampilan yang dibentuk dari penyatuan antara kemampuan untuk menghargai legitimasi pihak lain dan kemampuan untuk menunjukkan penghargaannya itu dengan cara konstruktif dan tidak cenderung menyalahkan. Assertion adalah ketrampilan yang dibentuk dengan mengingat sejumlah perilaku assertive, aggressive dan non-assertive serta pemahaman terhadap keuntungan perilaku assertive (yakin atau percaya diri). Anger management merupakan hasil ketrampilan yang dibentuk dari latihan berhadapan dengan persoalan yang berkait dengan kemarahan, cara pencegahan, serta metode yang efektif untuk menunjukkan kemarahan. Sedangkan problem solving merupakan ketrampilan yang dibentuk dari pelatihan membedakan langkah-langkah pemecahan masalah yang collusive, competitive dan cooperative serta penentuan metode pemecahan masalah terefektif. Penutup Komunikasi efektif kesehatan reproduksi: studi kasus di Nepal Hasil sebuah penelitian di Nepal menunjukkan bahwa (CHREHPA, 2004): 1. Latar belakang sosio-demografi responden tidak memberi banyak pengaruh, tetapi kemelekhurufan memberi pengaruh yang signifikan. 2. Pelatihan dasar dan penyegaran, interaksi kelompok dan mobilisasi, event-event sosial serta beragam bentuk partisipasi sosial dipandang sebagai langkah positif dalam mencapai komunikasi efektif. 3. Komunikasi kelompok, pengetahuan serta partisipasi anggota banyak menentukan keberhasilan komunikasi efektif. Referensi: Bray, J.H. dan E.M. Heatherington. 1993. “Families in Transition: Introduction and Overview”. dalam Journal of Family Psychology. 7. hal. 3-8. CREHPA. 2004. “Determining an Effective and Replicable Communication-Based Mechanism for Improving Young Couples’ Access to and Use of Reproductive Health Information and Services in Nepal – An Operation Research Study”. Terarsip di: http://www.cedpa.org/nepal/news/Nepal_OR_Study.pdf Green, Stephen D. 2000. “Keys to Effective Father-Child Communication”. Terarsip di: fcs.tamu.edu/families/parenting/fathering/fathering_pdf/communication.pdf Johnson, Daniel; Peter Sutton dan Neil Harris. 2001. “Extreme Programming Requires Extremely Effective Communication: Teaching Effective Communication Skills to Students in an IT Degree.” Terarsip di: http://www.ascilite.org.au/conferences/melbourne01/pdf/papers/johnsond.pdf Mingay, Simon. 2005. “Effective Communication between IT Leaders and Stakeholders must be Structured and Contextual”. Terarsip di: http://www.gartner.com/resources/130000/130023/effective_commu.pdf Neuman. Cheryl McKenna. 2002. “Establishing Effective Communication with Large Science Classes”. Terarsip di: http://www.trentu.ca/academic/idc/TEP/CMN_21Oct02.PDF Perry, Roberta. 2003. “Barriers to Effective Communication”. Terarsip di: http://www.infopeople.org/training/past/2003/deliv/3BarrierstoEffcommunication .pdf Soller, Amy; Alan Lesgold, Frank Lintin dan Brad Goodman. 1999. “What Makes Peer Interaction Effective? Modelling Effective Communication in an Intelligent CSCL”. Terarsip di: http://www.mitre.org/work/tech_papers_99/peer_interaction/peer_interaction. pdf.