Motor Bakar 1

advertisement
MOTOR BAKAR
Kuliah I
Pendahuluan
 Mesin Kalor :
 Mesin Pembakaran Luar
-Mesin uap
 Macam bahan bakar yang bisa
digunakan lebih banyak
 Mesin uap lebih bebas getaran
 Turbin uap lebih praktis untuk daya
tinggi, misal > 2000 PS
 Mesin Pembakaran Dalam
-Motor Bakar Torak
Mesin lebih sederhana, kompak, ringan
Temperatur seluruh bagian mesin lebih
rendah
Lebih efisien
Motor Bakar
Energi Kimia
Energi Panas
Power
Bahan Bakar
Daya
Motor Bakar
• Automobiles
• Power Generation
• Submarines
• Diesel Locomotive
Motor Bakar
• Motor bakar 4 langkah (four strokes engine)
Setiap satu siklus kerja memerlukan 4 kali langkah kerja, 2 putaran poros engkol
2. Langkah kompresi
1. Langkah hisap
- Torak dari TMA
TMB
- Torak dari TMB
TMA
- Katup isap (KI) terbuka
- KI dan KB tertutup
- Katup buang (KB) tertutup
- Tekanan dan Temperatur
naik akibat kompresi
- Campuran bahan bakar
dan udara masuk
3. Langkah Ekspansi
- Sebelum torak mencapai
TMA busi menyala dan
terjadi pembakaran.
- Terjadi langkah kerja torak
dari TMA TMB
- KI dan KB tertutup
4. Langkah buang
- Torak dari TMA
TMB
- KI tertutup
- KB terbuka
- Gas hasil pembakaran
keluar
Motor bakar 2 langkah (two strokes engine)
Setiap satu siklus kerja memerlukan 2 kali langkah kerja, 1 kali putaran poros
engkol.
Motor bakar 2 langkah tidak mempunyai katup isap maupun katup buang,
dan digantikan oleh dua lubang yaitu lubang buang dan lubang isap.
Siklus Ideal Motor Bakar
 Jenis Motor Bakar :
 Motor Bensin (Spark Ignition Engine)
 Motor Diesel (Compression Ignition Engine)
 Siklus Udara pada Motor Bakar :
 Siklus udara volume-konstan (siklus Otto)
 Siklus udara tekanan-konstan (siklus Diesel)
 Siklus udara tekanan terbatas (siklus Gabungan)
Siklus Ideal Otto
1. Fluida kerja dianggap gas ideal
2. Langkah isap (0 → 1) merupakan proses
tekanan konstan.
3. Langkah kompresi (1 → 2) merupakan
proses isentropik
4. Proses pembakanan pada volume konstan
(2 → 3) adalah proses pemasukan kalor.
5. Langkah kerja (3 → 4) merupakan proses
isentropik
6. Langkah pembuangan (4 → 1) dianggap
sebagai proses pengeluaran kalor pada
volume konstan.
7. Langkah buang (1 → 0) terjadi pada
tekanan konstan
0
Thermal Efficiency of the Otto cycle:
 th 
Wnet

Q in
Q net

Q in
Q in  Q out
Q in
 1
Q out
Q in
Now to find Qin and Qout.
Apply first law closed system to process 2-3, V = constant.
Thus, for constant specific heats,
Q n et , 2 3   U 2 3
Q n et , 2 3  Q in  m C v ( T3  T2 )
Apply first law closed system to process 4-1, V = constant.
Thus, for constant specific heats,
Q net , 41   U 41
Q net , 41   Q out  m C v ( T1  T4 )
Q out   m C v ( T1  T4 )  m C v ( T4  T1 )
The thermal efficiency becomes
 th , O tto  1 
 1
Q out
Q in
m C v ( T4  T1 )
m C v ( T3  T2 )
 th , O tto  1 
 1
( T4  T1 )
( T3  T2 )
T1 ( T4 / T1  1)
T2 ( T3 / T2  1)
Recall processes 1-2 and 3-4 are isentropic, so
Since V3 = V2 and V4 = V1, we see that
T2

T1
T3
T4
or
T4
T1

T3
T2
The Otto cycle efficiency becomes
 th , O tto  1 
T1
T2
Is this the same as the Carnot cycle efficiency?
Since process 1-2 is isentropic,
where the compression ratio is r = V1/V2 and
 th , O tto  1 
1
r
k 1
We see that increasing the compression ratio increases the thermal
efficiency. However, there is a limit on r depending upon the fuel.
Fuels under high temperature resulting from high compression ratios
will prematurely ignite, causing knock.
 th , O tto  1 
13
1
r
k 1
Siklus Ideal Diesel
(Tekanan Konstan)
1. Fluida kerja dianggap gas ideal
2. Langkah isap (0 → 1) merupakan proses
tekanan konstan.
3. Langkah kompresi (1 → 2) merupakan
proses isentropik
4. Proses pembakanan pada tekanan konstan
(2 → 3) adalah proses pemasukan kalor.
5. Langkah kerja (3 → 4) merupakan proses
isentropik
6. Langkah pembuangan (4 → 1) dianggap
sebagai proses pengeluaran kalor pada
volume konstan.
7. Langkah buang (1 → 0) terjadi pada
tekanan konstan
Thermal efficiency of the Diesel cycle
 th , D iesel 
W net
 1
Q in
Q out
Q in
Now to find Qin and Qout.
Apply the first law closed system to process 2-3, P = constant.
Thus, for constant specific heats
Q net , 23   U 23  P2 (V 3  V 2 )
Q net , 23  Q in  m C v ( T3  T2 )  m R ( T3  T2 )
15
Q in  m C p ( T3  T2 )
Apply the first law closed system to process 4-1, V = constant (just as
we did for the Otto cycle)
Thus, for constant specific heats
Q net , 41   U 41
Q net , 41   Q out  m C v ( T1  T4 )
Q out   m C v ( T1  T4 )  m C v ( T4  T1 )
The thermal efficiency becomes
 th , D iesel  1 
 1
16
Q out
Q in
m C v ( T4  T1 )
m C p ( T3  T2 )
 th , D iesel  1 
 1
C v ( T4  T1 )
C p ( T3  T2 )
1 T1 ( T4 / T1  1)
k T2 ( T3 / T2  1)
What is T3/T2 ?
P3V 3

T3
T3
T2
P2V 2
T2

V3
V2
w here P3  P2
 rc
where rc is called the cutoff ratio, defined as V3 /V2, and is a measure of the duration
of the heat addition at constant pressure. Since the fuel is injected directly into the
cylinder, the cutoff ratio can be related to the number of degrees that the crank
rotated during the fuel injection into the cylinder.
17
What is T4/T1 ?
P4V 4

T4
T4
T1
P1V 1
T1

w h ere V 4  V 1
P4
P1
Recall processes 1-2 and 3-4 are isentropic, so
PV
 P2V 2
1 1
k
k
and
P4V 4  P3V 3
k
k
Since V4 = V1 and P3 = P2, we divide the second equation by the first equation and
obtain
18
Therefore,
 th , D iesel  1 
1 T1 ( T4 / T1  1)
k T2 ( T3 / T2  1)
1 T1 rc  1
k
 1
k T2 ( rc  1)
1
 1
r
k 1
rc  1
k
k ( rc  1)
When rc > 1 for a fixed r,  th , D iesel   th , O tto . But, since rD iesel  rO tto ,  th , D iesel   th , O tto .
19
Siklus Tekanan Terbatas
1. Fluida kerja dianggap gas ideal
2. Langkah isap (0 → 1) merupakan proses
tekanan konstan.
3. Langkah kompresi (1 → 2) merupakan
proses isentropik
4. Proses pemasukan kalor pada volume
konstan (2 → 3).
5. Proses pemasukan kalor pada tekanan
konstan (3 → 3a)
6. Langkah kerja (3a → 4) merupakan proses
isentropik
7. Langkah pembuangan (4 → 1) dianggap
sebagai proses pengeluaran kalor pada
volume konstan.
8. Langkah buang (1 → 0) terjadi pada
tekanan konstan
 Proses 0-1 (langkah isap)
Pada langkah ini udara mengisi silinder yang bertambah
besar karena torak bergerak dari TMA → TMB, dalam hal ini
seolah-olah udara melakukan kerja sebesar
W0-1 = P0 (V1 – V0)
(positif, fluida melakukan kerja)
 Proses 1-2 (langkah kompresi)
Pada langkah kompresi dilakukan secara isentropik.
Jadi Q = 0 dan ΔS = 0, sehingga kerja yang dilakukan
W1-2 = - ΔU = U1 – U2 = m Cv (T1 – T2)
Karena isentropik berlaku :
dengan
r
V1

V2
VL  Vs
k 1
T 2  P2 

 
T1  P1 
Vs
V L  volume langkah torak
V s  volume sisa
  berat
jenis udara
(negatif, fluida dikenai kerja)
k
 V1
 
 V2




k 1
2
k 1
 (r )
 
 1




k 1
 Proses 2-3 (pemasukan kalor pada volume konstan)
Pemasukan kalor setelah torak mencapai TMA (titik 2)
Fluida kerja tidak melakukan atau dikenai kerja, sehingga
W2-3 = 0
Q2-3 = m Cv (T3 – T2)
(positif, pemasukan kalor)
 Proses 3-3a (pemasukan kalor pada tekanan konstan)
Pemasukan kalor tekanan konstan berlangsung setelah Temperatur kerja
mencapai T3.
Volume fluida kerja berubah dari V3 – V3a,
sehingga fluida kerja melakukan kerja sebesar:
W3-3a = P3 (V3 – V3a) = P3a (V3 – V3a)
(positif, fluida melakukan kerja)
Sehingga jumlah pemasukan kalor
Q3-3a = m Cv (T3a – T3) + W3-3a
= U3a – U3 + P3 (V3 – V3a)
= (U3a+V3a) – (U3 + P3 V3)
= H3a – H3 = m Cp (T3a – T3)
(positif, pemasukan kalor)
 Proses 3a-4 (langkah ekspansi atau langkah kerja)
Pada langkah kerja berlangsung secara isentropik.
Jadi Q = 0 dan ΔS = 0, sehingga kerja yang dilakukan
W3a-4 = ΔU = U3a – U4 = m Cv (T3a – T4)
(positif, fluida melakukan kerja)
Karena isentropik berlaku :
k 1
T4
T3 a
 P 
  4 
 P3 a 
k
V
  3 a
 V4




k 1
 
  4
  3a




k 1
 Proses 4-1 (langkah pembuangan kalor)
Proses ini dilakukan pada volume konstant. Torak telah mencapai TMB.
Karena V4 = V1 , sehingga besar kerja 4-1, W4-1 = 0
Jumlah kalor yang dibuang
Q4-1 = -ΔU = U1 – U4 = m Cv (T1 – T4)
(negatif, pembuangan kalor)
 Proses 1-0 (langkah buang)
Torak bergerak dari TMB → TMA
Fluida kerja dikenai kerja, sebesar :
W1-0 = P0 (V1 – V0)
(negatif, fluida kerja dikenai kerja)
 Kerja yang dihasilkan oleh siklus tiap kg udara
w = (u3 – u2) + (h3a – h3) + (u1 – u4)
qmasuk
 Effisiensi siklus
kerja siklus
t 
qkeluar
1 
Q out
kalor input
 1
Q in
c v (T 4  T1 )
c v (T 3  T 2 )  c p (T 3 a  T 3 )
atau


 T4




1


T

T1 
 1


t 1 
T 2   T3


 T3   T3 a


 1   k 
 
 T  1  
T
T

 2  3
 
  2
bila
 
P3
dan r c 
P2
V3a
V3

V3a
V2
maka
1
t 1   
r
k 1


 rc  1


   1   k  r c  1  

Untuk jumlah pemasukan kalor sama dan perbandingan
kompresi sama
ηvolume-konstan > ηtekanan-terbatas > ηtekanan-konstan

Untuk jumlah pemasukan kalor sama dan tekanan
maksimum yang sama
ηtekanan-konstan > ηtekanan-terbatas > ηvolume-konstan
The compression ratio r of an engine is the ratio of the maximum
volume to the minimum volume formed in the cylinder.
r 
V m ax
V m in

V BDC
VTDC
The mean effective pressure (MEP) is a fictitious pressure that, if it operated on the
piston during the entire power stroke, would produce the same amount of net work as
that produced during the actual cycle.
26
M EP 
Wnet
V m ax  V m in

w net
v m ax  v m in
Download