LAPORAN LATAR BELAKANG TENTANG FILIPINA SELATAN

advertisement
LAPORAN LATAR BELAKANG TENTANG FILIPINA SELATAN:
TERORISME DAN PROSES PERDAMAIAN
13 Juli 2004
ICG Asia Report N°80
Singapore/Brussels
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................................................... i
I.
II.
III.
IV.
V.
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
LATAR BELAKANG KONFLIK DI FILIPINA SELATAN .................................... 4
TEROR DAN PROSES PERDAMAIAN ..................................................................... 7
TEROR DAN FRAKSI DI MILF ............................................................................... 11
KAMP HUDAIBIYAH DAN AKADEMI MILITER ISLAMI .............................. 16
A.
B.
CIKAL BAKAL KERJASAMA JI - MILF.................................................................................17
PERKEMBANGAN KAMP HUDAIBIYAH ...............................................................................19
VI. AL-GHOZI DAN BOM JAKARTA SERTA PEMBOMAN HARI RIZAL, 2000
22
VII. ZULKIFLI, BOM DEPARTMENT STORE FITMART, DAN HUBUNGAN
ABU SAYYAF ....................................................................................................................... 24
A.
B.
RUMAH AMAN DI GENERAL SANTOS CITY ........................................................................26
MEMBANGUN KEMBALI HUBUNGAN ABU SAYYAF ..........................................................27
VIII. BOM DAVAO ............................................................................................................... 28
IX. KERJASAMA BERJALAN MILF DENGAN KELOMPOK JIHAD................... 31
X. KESIMPULAN ............................................................................................................. 32
LAMPIRAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
PETA FILIPINA.....................................................................................................................34
KRONOLOGI PERISTIWA BOM DAN PERKEMBANGAN TERKAIT DI FILIPINA ........................36
PROSES PERDAMAIAN GRP-MILF......................................................................................38
KOMUNIKE BERSAMA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA DAN MORO ISLAMIC
LIBERATION FRONT ............................................................................................................43
ABOUT THE INTERNATIONAL CRISIS GROUP .......................................................................44
ICG REPORTS AND BRIEFING PAPERS .................................................................................45
ICG BOARD OF TRUSTEES, INTERNATIONAL ADVISORY BOARD AND SENIOR MEMBERS .....48
ICG Asia Report N°80
13 Juli 2004
LAPORAN LATAR BELAKANG TENTANG FILIPINA SELATAN:
TERORISME DAN PROSES PERDAMAIAN
RINGKASAN EKSEKUTIF
Laporan yang terus mengalir mengenai kaitan antara
kelompok separatis Moro Islamic Liberation Front
(MILF /Front Pembebasan Islam Moro) dan jaringan
teror Jemaah Islamiyah (JI) membawa suasana
mendung dan merupakan ancaman bagi proses
perdamaian antara MILF dan pemerintah Filipina.
Kendati pimpinan MILF tetap menampik segala
kaitan tersebut, seluruh bukti menunjuk adanya
hubungan operasional dan pelatihan yang masih
berjalan. Yang belum jelas, apakah pucuk pimpinan
mengetahui keberadaan kegiatan tersebut dan
enggan mengakuinya, atau anggota JI serta
kelompok jihad yang sealiran menjalin hubungan
dengan komandan MILF secara perorangan tanpa
sepengetahuan pimpinan MILF.
Laporan latar belakang ini, yang merupakan
kelanjutan serangkaian laporan mengenai terorisme
di Asia Tenggara, menilik sejarah persekutuan
antara JI dan MILF, seberapa jauh kerjasama yang
dijalin di masa lalu, serta status hubungan saat ini.
Paradoks sentris pada proses perdamaian di Filipina
selatan adalah bahwa proses tersebut merupakan
hambatan jangka pendek utama mendongkel
jaringan teroris sekaligus unsur yang senantiasa
perlu bagi setiap upaya jangka panjang
penanggulangan teror. Upaya bergerak langsung
melawan teroris yang tertanam di wilayah yang
dikuasai MILF membawa risiko terjadinya
peningkatan kekerasan serta macetnya perundingan.
Akan tetapi tanpa kesepakatan perdamaian yang
berhasil, daerah tersebut akan tetap ditandai iklim
ketiadaan hukum yang merupakan lahan subur bagi
terorisme.
Yang perlu dicapai pada jangka pendek adalah
mencegah kemungkinan meletusnya kembali perang.
Salah satu langkah yang dapat diambil, yaitu segera
memberlakukan mekanisme kerjasama antara
pemerintah Filipina dan MILF yang telah disepakati
kedua belah pihak pada tahun 2002 namun belum
pernah dijalankan, untuk bertindak terhadap unsur
kriminal yang mencari suaka di wilayah MILF. Hal
ini perlu diperkuat agar teroris asing diperhatikan
secara khusus.
Peningkatan akuntabilitas MILF terhadap proses
perdamaian melalui cara tersebut dapat diimbangi
dengan menunjuk dewan perdamaian tetap di pihak
pemerintah Filipina, yang dilengkapi sumber daya
yang memadai guna membangun kesepakatan
diantara para stakeholder utama, mengenai bentuk
otonomi yang lebih sempurna.
JI yang kini mempunyai reputasi buruk akibat
kegiatannya, terutama di Indonesia, mulai bercokol
di daerah Filipina selatan pada tahun 1994 dengan
memperdalam hubungannya dengan kelompok
separatis MILF yang dirintis ketika sama-sama
berada di Afghanistan pada tahun 1980an. Hubungan
pribadi yang terjalin antara ketua MILF pertama
Salamat Hashim dengan pimpinan JI seperti
Abdullah Sungkar dan Zulkarnaen memungkinkan
berdirinya kamp pelatihan dibawah perlindungan
MILF yang meniru sistim kamp di Afghanistan
dimana organisasi tersebut pertama dibentuk, serta
pengalihan keterampilan yang mematikan kepada
generasi baru operator.
Selain mengisi jajaran JI di Indonesia yang terkikis
akibat penangkapan yang dilakukan pada masa pasca
bom Bali, beberapa lulusan tersebut telah
melancarkan serangan teror di Filipina bersama
unsur MILF setempat dan Kelompok Abu Sayyaf.
Menurut informasi yang diperoleh ICG, ada indikasi
bahwa arsitek dari serangan-serangan yang
dilakukan belum lama ini adalah lulusan kamp di
Mindanao yang berasal dari Jawa bernama Zulkifli.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Zulkifli ditangkap di Malaysia pada akhir tahun
2003, namun sebelum itu ia berhasil mengarahkan
aksi bom di Davao pada Maret dan April 2003, yang
menewaskan 38 orang dan hingga saat ini
merupakan hambatan besar bagi perundingan
perdamaian.
Hubungan JI-MILF jelas tengah berlanjut, namun
dengan cara yang lebih didesentralisasi. Semenjak
tentara Filipina melibas kamp-kamp utama MILF
pada tahun 2000, pasukan MILF tersebar menjadi
satuan-satuan yang lebih kecil dan bersifat otonom,
dan kadang kala tidak diakui pimpinan MILF yang
menyebutnya “komando-komando yang hilang”.
Sebelumnya bentuk MILF memang sudah agak
longgar, akan tetapi menyusul gebrakan tahun 2000
serta kematian Salamat Hashim di bulan Juli 2003,
satuan-satuan tersebut menjadi kian mandiri.
Saat ini belum begitu jelas bagaimana pandangan
pimpinan baru MILF yang mengitari pengganti
Hashim, yaitu Al-Haj Murad, terhadap ikatan
dengan JI. Secara resmi, MILF telah menafikkan
terorisme. Karena itu, mengingat apa yang kini
terungkap mengenai kaitan JI-MILF, ada tiga
kemungkinan menafsirkan sikap resmi tersebut,
yang seluruhnya menunjukkan dampak buruk bagi
proses perdamaian.
Jika pucuk pimpinan MILF yang terlibat
perundingan perdamaian memang tidak tahumenahu tentang kerjasama dengan JI pada tingkat
lokal, atau menganut sikap “jangan bertanya,
jangan ungkapkan” yang memberi keleluasaan bagi
komandan setempat untuk bertindak sendiri-sendiri,
maka lepasnya kendali dari pusat tersebut bisa jadi
berarti kesepakatan tidak mungkin dilaksanakan.
Jika setidaknya beberapa pejabat utama MILF
bukan saja mengetahui adanya hubungan dengan JI,
bahkan memandangnya sebagai unsur penting
dalam menerapkan strategi “berunding sambil
berperang”, maka itikad baik yang mutlak
diperlukan agar perundingan berhasil menjadi tanda
tanya. Ketiga kemungkinan tersebut dapat dikaitkan
dengan pengelompokan menjadi faksi yang terjadi
didalam tubuh MILF yang tampaknya kian
menajam sejak kematian Salamat Hashim.
Singapore/Brussels, 13 Juli 2004
Page ii
ICG Asia Report N°80
13 Juli 2004
LAPORAN LATAR BELAKANG TENTANG FILIPINA SELATAN :
TERORISME DAN PROSES PERDAMAIAN
I.
PENDAHULUAN
Bayang-bayang terorisme tengah menghantui proses
perdamaian di Filipina selatan. Laporan yang terus
mengalir tentang kaitan antara kelompok separatis
Moro Islamic Liberation Front (Front Pembebasan
Islami Moro/MILF), jaringan Jemaah Islamiyah (JI)
yang bergerak di kawasan ini, serta kelompok Abu
Sayyaf (ASG) membawa suasana mendung bagi
perundingan di Kuala Lumpur antara MILF dan
pemerintah Filipina, serta menggarisbawahi kemelut
yang kian tumbuh antara berbagai gerakan
pemberontakan yang telah berakar yang telah
berakar di dalam negeri, dengan “perang melawan
terorisme” yang dilancarkan secara global. Dalam
perseteruan ini, Mindanao kian dipandang sebagai
lahan garis depan.1
MILF dipandang luas sebagai organisasi revolusi
yang berjuang untuk mencapai hak menentukan
nasib sendiri bagi rakyat Muslim di negara Filipina
(Moro). Demikianlah MILF mencanangkan diri,
dan kepada dunia luas telah menyatakan
penafikannya terhadap terorisme. Hingga saat ini,
AS belum memasukkan MILF di dalam daftar
organisasi teroris, tidak seperti halnya ASG, Gang
Pentagon, dan New People's Army (Tentara Rakyat
Baru/NPA), yang juga melakukan perlawanan
terhadap tentara Filipina.2 Namun demikian Manila
maupun Washington meyakini MILF menjalin
1
Laporan ini mengikuti kebiasaan setempat dalam penggunaan
istilah "Mindanao" dan "Filipina" secara bergantian bagi pulau utama
Mindanao di wilayah selatan bersama dengan gugusan kepulauan
Sulu.
2
NPA yang komunis dan kelompok Abu Sayyaf masuk dalam
klasifikasi Organisasi Teror Asing (Foreign Terorist Organizations
/FTOs). Gang Pentagon, sebuah sindikat penculikan yang memiliki
hubungan tidak begitu jelas dengan MILF, termasuk dalam Terorist
Exclusion List (TEL) yang tidak begitu ketat, bersama kelompok
pecahan NPA yaitu Brigade Alex Boncayao. Lihat Departemen
Luar Negeri AS, "Patterns of Global Terorism 2003".
hubungan kerjasama dengan seluruh kelompok
tersebut, terutama dengan JI yang konon
menyelenggarakan pelatihan pada kamp-kamp
yang dikuasai MILF dan yang selnya di Mindanao
merencanakan sejumlah besar tindakan teror yang
terjadi di Filipina antara tahun 2000 hingga 2003.
MILF menyangkal seluruh kaitan tersebut.
Ada perbedaan dasar antara Negara Filipina dengan
tetangga-tenagganya di Asia Tenggara yang samasama menjadi sasaran JI. Di Filipina terdapat
gerakan pemberontakan Islami yang telah
berlangsung lama dengan kekuatan yang mampu
menghambat penyelenggaraan tugas negara di
sebagian besar wilayah selatan, akan tetapi dalam
keadaan desentralisasi yang sedemikian sehingga
apa yang terwujud bukannya pemerintah bayangan,
melainkan kantong-kantong anarki. Daerah-daerah
kekuasaan tersebut didominasi oleh “komandankomandan” pemberontak setempat dengan kadar
keterikatan yang berbeda-beda terhadap koalisikoalisi payung semacam MILF atau ASG, namun
dengan kekuasaan yang lebih berakar pada piramida
loyalitas marga dan suku yang bersifat khusus.
Tidak jelas seberapa jauh pimpinan pusat MILF
dapat mengendalikan komandan-komandan tersebut.
Proses negosiasi dengan MILF yang telah berjalan
sejak tahun 1996 kerap mengalami kemacetan
akibat permasalahan “komando yang hilang”
maupun “unsur-unsur tak terkendalikan” yang
bernaung di wilayah MILF namun tidak diakui oleh
pimpinan MILF. Laporan ini mengkaji hubungan
MILF dengan organisasi-organisasi teroris setempat,
dengan lebih menyorot kepada JI. Laporan
menonjolkan kesulitan-kesulitan khusus yang
dihadapi negara Filipina dalam menumpas jaringan
teroris yang tertanam pada sebuah pemberontakan
domestik dengan kerumitan dinamika tersendiri.
Perlawanan yang efektif terhadap jaringan-jaringan
tersebut menuntut sebuah gabungan langkah-
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
langkah yang khas dari polisi,
diplomasi.
militer dan
Negara Filipina pernah digambarkan sebagai mata
rantai yang paling lemah dalam upaya menghambat
ancaman serangan lanjutan oleh jaringan teroris JI di
wilayah Asia Tenggara, yang kegiatannya terganggu
namun tidak hilang akibat dilancarkannya
serangkaian lebih 200 penangkapan
diseluruh
wilayah, yang sebagian besar terjadi di Indonesia,
Malaysia dan Singapura. Peradilan yang transparan
disertai cepatnya vonis yang dijatuhkan terhadap
pelaku utama bom Bali, berandil besar
menghilangkan sikap berdiam diri terhadap
keberadaan JI di Indonesia, selain itu segudang bukti
yang telah diterbitkan ikut membantu mencerahkan
wacana yang terjadi di masyarakat tentang sifat dari
ancaman tersebut.
Sebaliknya di Filipina tidak banyak dilakukan
penangkapan, kendati telah diketahui keberadaan
operator senior JI selama bertahun-tahun. Salah
satu proses peradilan yaitu terhadap Fathur
Rahman al-Ghozi, pelaku bom "Hari Peringatan
Rizal" – keberhasilannya segera pudar ketika yang
bersangkutan melarikan diri dari penjara,
tampaknya dengan cara sangat mudah, yang secara
memalukan terjadi tepat pada hari dimana Manila
menandatangani kesepakatan baru melawan
terorisme dengan Perdana Menteri Australia John
Howard yang tengah berkunjung.3 Pelarian AlGhozi selama tiga bulan melintasi negara tersebut
disusul dengan kematiannya secara mengenaskan
di propinsi Cotabato pada bulan Oktober 2003
menjadi kontroversi yang membuahkan teori-teori
komplotan yang merupakan makanan sehari-hari
masyarakat Filipina seputar perdebatan mengenai
isu JI.
Beberapa penangkapan yang dilakukan sehubungan
dengan peristiwa bom teroris – yang kian meningkat
di Filipina sejak tahun 2000 (lihat Lampiran B) –
didasarkan atas bukti yang sangat lemah. Tidak ada
upaya yang berkelanjutan maupun terkoordinasi
untuk meyakinkan publik yang skeptis terhadap
keonaran JI, terutama kepada para pengarah opini di
Mindanao.
Alih-alih, justru penangkapan yang
berdasarkan pekerjaan reserse polisi yang kurang
3
Serangan pada Hari Rizal terhadap lima sasaran di Metro Manila
pada 30 Desember 2000, yang merupakan hari libur memperingati
pahlawan nasional Filipina Jose Rizal, mengakibatkan 22 orang
tewas.
page 2 - - -
memadai
kebanyakan
dimanipulasi
untuk
kepentingan politik jangka pendek, yang selanjutnya
cepat terlupakan – atau bahkan membuahkan
kemarahan yang mendalam – ketika kasus yang
dikedepankan jaksa tercecer. Isu teroris lebih sering
disepelekan sebagai jurus pemerintahan atau militer
untuk membenarkan tindakan terhadap MILF, atau
bahkan penerapan keadaan darurat militer.
Laporan ini mengkaji peristiwa pemboman di Davao
pada bulan Maret dan April 2003 dalam rangka
upaya memahami mengapa pola tersebut terus
bertahan, serta bagaimana hal tersebut merongrong
upaya lebih luas memerangi terorisme di kawasan
ini.4 Peristiwa bom di Bandara Internasional Davao
dan dermaga Sasa menimbulkan korban tewas
sebanyak 38 jiwa, peristiwa serangan yang paling
dahsyat terjadi di Asia Tenggara setelah Bali,
dimana JI memegang peran kunci. Akan tetapi tidak
seperti kasus Bali, setahun kemudian kasus-kasus
tersebut masih terkatung-katung. Kerancuan pun
melanda bencana kecelakaan kapal feri di Teluk
Manila pada akhir Februari 2004 yang menewaskan
lebih 100 penumpang. Kelompok Abu Sayyak
mengklaim bertanggung jawab atas pengeboman
terhadap kapal feri, dan pelaku yang mengaku
bertanggung jawab kini berada didalam tahanan,
akan tetapi penyelidikan yang dilakukan pihak
pemerintahan tidak menghasilkan kesimpulan
apapun
dan
serangan
tersebut
belum
dikonfirmasikan.
Ada tiga sebab utama mengapa peran negara
Filipina sangat penting dalam perkembangan
ancaman teroris yang tengah berlangsung di Asia
Tenggara. Pertama, sebagaimana diurai dalam
laporan ini, sejak pertengahan 1990an Filipina
menjadi salah satu lahan pelatihan utama bagi JI
maupun kelompok sealiran, yang bertekad membina
kekuatan militer untuk tujuan mendirikan negara
Islam di Indonesia, atau secara lebih umum
membela agamanya terhadap musuh-musuhnya.
Kedua, tidak mampunya negara tersebut untuk
4
Laporan ini disusun oleh konsultan ICG yang bekerja dengan staf
ICG, berdasarkan wawancara luas dengan anggota MILF di
Filipina; orang-orang yang hadir pada Kamp Hudaibiyah; serta
pejabat-pejabat di Indonesia dan Filipina. Selain itu ICG
menggunakan berbagai berita acara pemeriksaan terhadap para
tersangka di Indonesia dan Filipina, dengan melakukan pengecekan
silang terhadap keterangan yang diperoleh saat wawancara.
Keterangan yang diperoleh saat wawancara dan dari berita acara
pemeriksaan diperkuat dengan bahan dari sumber-sumber yang
tersedia bagi publik.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
secara efektif memantau perbatasan maupun arus
pergerakan penduduk, dana dan barang selundupan,
terutama
di
kawasan
selatan,
senantiasa
menjadikannya mudah dimanfaatkan oleh operator
“serigala tunggal” (yang bekerja sendiri) maupun
oleh sel-sel dari berbagai organisasi jihad.5
Ketiga –- dan yang paling mendasar – operator
kelompok jihad, termasuk al-Qaeda dimasa lalu,
mengandalkan suasana yang memungkinkan yang
ditimbulkan oleh adanya perlawanan kaum separatis
yang sudah lama berjalan di kawasan selatan
Filipina. Konflik-konflik yang saling terkait tersebut
masih bekum cukup dilaporkan, dan masih secara
merupakan sumber keprihatinan yang sangat besar;
sejak tahun 1972 diperkirakan sekitar 120.000 jiwa
telah hilang. Ancaman yang paling signifikan bagi
Filipina maupun wilayah lebih luas adalah
kemungkinan meningkatnya keterkaitan antara
terorisme internasional dengan gerakan perlawanan
dalam negeri yang saling menopang. Ini menjadikan
upaya mencari perdamaian di Mindanao hal yang
sangat mendesak.
MILF menikmati dukungan terselubung yang luas di
kawasan selatan Filipina yang masyarakatnya
dominan Muslim, akan tetapi upaya utama dari
organisasi tersebut dilakukan untuk memperoleh
dukungan diplomasi dan materi dari dunia Muslim di
luar negeri. Pada era dimana solidaritas Islam di
kancah internasional kian meningkat sejak Soviet
meyerbu Afghanistan, MILF menjadi semakin rentan
terhadap infiltrasi dari kekuatan-kekuatan luar yang
mempunyai agenda tersendiri. Laporan ini menunjuk
adanya pola kolusi yang lama terbentuk antara MILF,
ASG dan JI, yang sebagian besar didasarkan atas
hubungan-hubungan pribadi yang terjalin melalui
pengalaman bersama dalam pelatihan dan
peperangan. Sejumlah besar ikatan penting tersebut
mengalir dari pendiri dan ketua MILF pertama
Salamat Hashim.
Menyusul kematian Hashim pada Juli 2003, MILF
tiba
pada
sebuah
persimpangan
jalan.
Kepemimpinannya terpecah berdasarkan berbagai
5
Sel Al-Qaeda yang paling terkenal di Filipina yaitu yang pernah
dikepalai Ramzi Yousef dan Khalid Sheikh Mohammad yang
menjadi otak peristiwa 11 September, hingga tahun 1995. Lihat
Simon Reeve, The New Jackals: Ramzi Yousef, Osama bin Laden
and The Future of Terorism (London, 1999). Ipar Osama bin
Laden, Muhammad Jamal Khalifa, mendirikan jaringan organisasi
berkedok di Filipina pada awal tahun 1990an yang hingga kini
masih menjadi sumber keprihatinan.
page 3 - - -
alur: kesukuan, generasi, orientasi agama
berhadapan dengan yang sekuler, serta komando
militer lawan komando politik. Menjelang
dilanjutkannya perundingan, dan Angkatan
Bersenjata Filipina (AFP) yang menunggu di latar
samping serta siap bertindak terhadap setiap
pelanggaran oleh MILF, tentunya Manila sangat
tergoda untuk menempuh salah satu dari dua opsi
yang mudah. Salah satu opsi tersebut adalah
menghindari permasalahan yang pelik dalam rangka
mencapai kesepakatan secara cepat serta
memperoleh keuntungan perdamaian jangkapendek. Hal ini berarti memupuk budaya yang
nampak di beberapa bagian pemerintahan, media
dan masyarakat madani, serta dalam pernyataanpernyataan MILF dimuka umum, yang cenderung
menyangkal permasalahan JI.
Opsi mudah lainnya yang dapat ditempuh Manila
adalah memainkan kartu perang, dengan
menggalang sentimen anti-Muslim, melepaskan
kekangan terhadap AFP, dan memaksimalkan
bantuan dari AS dalam rangka perang terhadap
terorisme. Hal ini dapat membawa keuntungan
jangka pendek yang cukup memuaskan, akan tetapi
kemungkinan besar akan berujung dengan
terjadinya
polarisasi
masyarakat
Filipina,
peningkatan
gerakan
perlawanan,
serta
terkonsolidasinya MILF seputar kepemimpinan
garis keras yang berkomitmen mempererat ikatan
dengan organisasi-organisasi jihad internasional.
Opsi yang lebih sulit namun pada akhirnya satusatunya yang menjanjikan, adalah untuk mengakui
realita ancaman JI serta bekerja dengan sabar
namun gigih untuk memilah antara aspirasi sah
masyarakat Muslim di Filipina memperoleh hak
penentuan nasib sendiri, dengan upaya eksploitasi
terhadap aspirasi tersebut untuk tujuan lain. Hal ini
menuntut komitmen yang lebih kuat untuk
mengimplementasikan kesepakatan otonomi yang
sungguh-sungguh dan lebih baik pada kawasan
selatan Filipina yang mayoritas Islam.
Selain itu MILF harus menghadapi beberapa
pilihan yang sulit. Akankah jajaran pimpinan
melanjutkan kolusi dengan sponsor dari luar negeri
yang terlibat terorisme dalam rangka memperoleh
dukungan luar bagi upayanya mencapai
kemerdekaan atau otonomi? Akankah mereka tetap
menganggap sudah semestinya penduduk Muslim
setempat
mendukung
mereka
berdasarkan
polarisasi etnis, atau dapatkah mereka memberi
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
layanan yang sungguh-sungguh kepada konstituen
yang katanya mereka wakilkan, serta mengisolasi
para ekstremis? Dilema yang dihadapi MILF
sebagian timbul dari persamaan latarbelakang dan
pengalaman formatif bersama kalangan Islami
yang berasal dari negara lain, dan sebagian lagi
akibat pilihan yang dibuat secara sadar untuk
menyimpan opsi terorisme yang mudah
ditampikkan bila perlu, diantara perangkat strategi
yang dimilikinya. Hal ini merupakan permainan
yang terlalu berbahaya dalam dunia pasca 11
September tersebut, karena itu Manila, dengan
dukungan dari komunitas internasional, harus
membantu sedapat mungkin agar MILF
menjatuhkan pilihan yang tepat.
II.
page 4 - - -
LATAR BELAKANG KONFLIK DI
FILIPINA SELATAN
Konflik yang terjadi di kawasan selatan Filipina
sudah lama rentan terhadap keterlibatan dalam
pergelutan untuk merebut kekuasaan secara
regional maupun global. Istilah “Moro” untuk
pertama kalinya diperuntukkan bagi penduduk
Muslim pada kepulauan tersebut oleh orang
Spanyol yang mulai melakukan kolonisasi terhadap
bagian utara dan tengah gugusan pulau itu pada
tahun 1565, saat ingatan mereka masih segar akan
perang salib yang dilakukannya selama berabadabad melawan penjajahan kaum Moor. Akan tetapi
ketika Spanyol pada akhirnya menyerah kepada
AS dalam perebutan Filipina tahun 1898, wilayahwilayah luas yang dikuasai penduduk Muslim di
bagian selatan sebagian besar masih belum
terjamah. Pemukiman kaum Kristen yang berarti
baru dimulai pada awal abad kedua puluh. Dengan
diperolehnya kemerdekaan Filipina pada tahun
1946, proses integrasi politik dan ekonomi di
bagian selatan dipercepat, seiring dengan
tersisihnya kaum Muslim.
Pada tahun 1950an, orang Filipina Muslim semakin
mulai
mengenal
jatidiri
mereka
setelah
memperoleh beasiswa ke Manila dan negara Timur
Tengah, terutama di Universitas Al-Azhar di Cairo.
Salamat Hashim, yang secara etnis berasal dari
Maguindanao dari daerah Cotabato, menempuh
pendidikan di Al-Azhar dari tahun 1959 hingga
1969, dan akhirnya meninggalkannya dengan nyaris
memperoleh gelar doktor yang “hanya kurang
skripsi”, selain membawa bekal berupa jaringan siap
jadi dari berbagai ikatan Islami internasional. Ia
menjadi ketua pendiri Ikatan Mahasiswa Filipina
(Philippine Student's Union) (1962) dan sekretaris
jenderal Organisasi Mahasiswa Asia, selain itu,
terlebih lagi ia dipengaruhi oleh pemikiran tokoh
radikal dari Persaudaraan Muslim (Muslim
Brotherhood) Syed Qutb, yang oleh presiden Mesir
Gamel Abdul Nasser dihukum mati pada tahun
1966.6 Diantara rekan-rekan Hashim di Al-Azhar
termasuk Burhanuddin Rabbani dan Abdul Rasul
Sayyaf, yang dikemudian hari menjadi pimpinan
pada kelompok mujahidin yang anti-Soviet di
6
Wawancara dengan Hashim Salamat yang dimuat Nida'ul Islam,
April-Mei
1998,
dapat
dilihat
pada
www.islam.org.au/articles/23/ph2.htm.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Afghanistan.7 Sekembalinya ke Cotabato, Hashim
mulai tertarik kepada politik separatis, serta menjadi
salah satu calon pertama untuk memimpin Front
Pembebasan Nasional Moro (Moro National
Liberation Front/MNLF), yang menganut julukan
orang Spanyol dahulu dalam upaya mencetak
jatidiri baru guna mempersatu ke tigabelas suku
Muslim di kawasan selatan tersebut.8
Konflik massa yang terus mendidih di kawasan
Selatan akhirnya memuncak menjadi perang
saudara setelah Presiden Ferdinan Marcos
menyatakan diberlakukannya keadaan darurat
militer pada bulan September 1972, akan tetapi
MNLF sudah melakukan persiapan yang baik.
Mulai tahun 1969, kader-kader dikirim ke luar
negeri untuk menjalani latihan militer dengan
bantuan dari kaum ningrat Muslim yang menyimpan
rasa tidak puas. Rombongan pertama, yang dikenal
sebagai “Top 90” dan termasuk ketua MNLF Nur
Misuari yang orang asli Tausag/Sama, menetap
lebih satu tahun di Pulau Pangkor dekat Pulau
Pinang di Malaysia. Pada tahun 1970, menyusul
“Gelombang 300” termasuk Al-Haj Murad, yang
menggantikan Hashim selaku ketua MILF setelah
kematiannya pada Juli 2003. Kemudian berangkat
“Gelombang 67” atau Kelompok Bombardir, yang
membawa keahlian baru dalam penggunaan artileri
ringan dari Malaysia. Selanjutnya Libya
menggantikan Malaysia sebagai tempat pelatihan
utama mulai pertengahan 1970an, dan selama tahun
1980an ditambah lagi dengan Syria, kamp-kamp
PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) di Timur
Tengah, dan Pakistan.
Sejak awal, orientasi dari gerakan separatis tersebut
lebih kepada mencari dukungan komunitas Islam
internasional ketimbang membangun lembagalembaga untuk menjalankan pemerintahan sendiri
di negerinya. Komite sentral MNLF bermarkas di
7
Wawancara ICG dengan kerabat Hashim, Manila, Januari 2004.
Warga Muslim di Filipina ("Bangsamoro") merupakan 5 persen
dari penduduk negara itu yang berjumlah 83 juta. Mereka
merupakan mayoritas hanya di propinsi Maguindanao, Lanao del
Sur, Sulu, Tawi-Tawi dan Basilan, yang bersama Marawi City,
membentuk Daerah Otonomi di Mindanao Muslim (Autonomous
Region in Muslim Mindanao/ARMM), yang tercipta pada tahun
1990. Lima suku terbesar yaitu Maguindanao ("Bangsa dari
Bantaran Pasang") dan Maranao ("Bangsa dari Danau"); Iranun,
yang merupakan daerah asal dua suku tersebut diatas sebelum
berpisah berabad-abad yang lalu, masing-masing menuju daerah
Cotabato dan Lanao; serta Tausug ("Bangsa Arus") dan Sama,
yaitu sandaran pokok MNLF nya Nur Misuari, yang terpusat di
kepulauan Sulu dan daerah pesissir Zamboanga selatan.
8
page 5 - - -
Libya pada 1974-1975 dan seterusnya, selain itu
pasokan senjata dari Libya diselundupkan melalui
negara bagian Sabah di Malaysia timur dengan
bantuan dari ketua dewan menterinya, Tun
Mustapha Harun, ketika perang berada pada
puncaknya hingga akhir 1975. Sementara para
komandan di lapangan menggalang dukungan
berdasarkan akses terhadap pasokan tersebut,
anggota-anggota komite sentral melakukan upaya
diplomatis dengan melakukan perjalanan ke ibukota
negara-negara di Timur Tengah dan Asia Barat,
serta membawa permasalahan mereka ke hadapan
Organisasi Konferensi Islam (Organization of the
Islamic Conference/OIC), yang memberi status
pengamat khusus kepada MNLF pada Mei 1977.
Hashim memimpin upaya-upaya tersebut serta
memperluas kontak-kontak internasionalnya dalam
kedudukannya selaku ketua urusan luar negeri
MNLF.
Nyatanya, di akhir 1977 kepada OIC dan Rabitat alAlam al-Islami lah fraksi Hasim menyampaikan
“Instrumen Pengambil Alihan” yang disusunnya
ketika persaingannya dengan Misuari dan
pengikutnya yang orang Tausug tidak lagi
terbendung. Secara umum diyakini bahwa lepasnya
sayap “Kepemimpinan Baru” dibawah Hasyim,
yang kemudian menjadi MILF di tahun 1984,
berakar dari agendanya yang lebih militan dan
berbasis agama, dan yang tidak mengenal
kompromi dalam hal kemerdekaan. Namun
sebenarnya Hasyim mencari dukungan dari negaranegara OIC dengan menekankan kesediaannya
untuk mematuhi ketentuan perjanjian perdamaian
Tripoli, yang ditandatangani Misuari pada tahun
1976. Perjanjian tersebut bukannya menuntut
kemerdekaan melainkan otonomi dikawasan selatan
yang Muslim, akan tetapi Misuari kemudian
kembali ke tuntutan semula yaitu sesesi penuh,
setelah Manila bersikeras mengadakan referendum
dengan persyaratan yang ditentukannya sendiri.
Hingga saat ini sebagian besar MILF lebih bersikap
pragmatis ketimbang ideologis seperti yang
digambarkan secara umum, akan tetapi sebagaimana
MNLF yang mendahuluinya, organisasi tersebut
rentan terhadap perpecahan, terutama setelah
pendirinya mangkat.
Kendati OIC masih mengakui MNLF sebagai wakil
bangsa Moro pada tingkat pemerintahan, secara
pribadi Hashim sudah lama menikmati akses dan
dukungan dari kalangan tingkat atas diseluruh
kawasan Timur Tengah. Sementara Misuari tetap
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
dikaitkan erat dengan pendukung utamanya Libya,
Hashim menghabiskan dasawarsa 1978-1987
denghan berulang-alik antara Cairo, Jeddah, Karachi,
Islamabad dan Lahore, seraya membangun jaringan
dukungan terbuka maupun rahasia, termasuk ikatan
dengan Osama bin Laden. Kaitan utama dengan bin
Laden dibentuk dengan perantaraan teman kelas
Hashim di Al-Azhar, Sayyaf. Menurut laporan,
mulai tahun 1980 fraksi Hashim di MNLF mengirim
hingga 500 orang ke perbatasan AfghanistanPakistan untuk dilatih bersama warga negara Asia
Tenggara lainnya.9 Hashim bermarkas di Pakistan
pada tahun 1982, dan baru kembali ke Filipina pada
Desember 1987. Jumlah warga Moro yang
mengikuti pelatihan di perbatasan Afghanistan
tampaknya mencapai puncaknya antara 1986 dan
1988; hanya segelintir yang tiba setelah 1991.
Sebagian besar datang dalam gelombang terdiri dari
lima atau sepuluh orang yang dikirim oleh
komandan lapangannya di Mindanao. Selebihnya
sampai di Afghanistan setelah gagal menyelesaikan
program akademis pada sekolah-sekolah Islam
dikawasan tersebut, dan mengadakan kontak dengan
fraksi-fraksi Sayyaf, Rabbani atau Gulbuddin
Hekmatyar. Alih-alih pulang tanpa membawa gelar
sarjana, meraih pengalaman di Afghanistan
membawa kemungkinan peningkatan status yang
lebih tinggi.10
Kembalinya Hashim dan para pejuang veteran dari
Afghanistan memberi semangat baru bagi MILF,
yang tetap merupakan sayap yang tidak begitu
menonjol dalam gerakan tersebut, hingga tahun 1996
ketika tercapai kesepakatan “final” di Jakarta antara
pemerintah dan MNLF pimpinan Misuari. Sebuah
sekolah pelatihan perwira, yaitu Akademi
Abdulrahman Bedis didirikan pada tahun 1987
dibawah pimpinan para alumnus Aghanistan seperti
Benjie Midtimbang, yang mengawali program
pelatihan secara besar-besaran. Menurut pengakuan
seorang mantan anggota komite sentral, antara 1987
dan 1990 sebanyak 122.000 pendukung MILF
menjalani latihan dasar, serta dapat dimobilisasi
untuk mendukung anggota tetap angkatan bersenjata
gerakan tersebut yang berjumlah
hingga 15.000 personil.11
Wawancara ICG dengan anggota komite sentral MILF, Maret
2003.
10
Wawancara ICG dengan berbagai anggota dan mantan anggota
komite sentral MILF, Maret 2003 dan Januari 2004.
antara 10.000
Jaringan luas kamp-kamp MILF diawali pada
bulan-bulan setelah Kesepakatan Tripoli tahun
1976 sebagai kawasan “perkemahan” yang diakui
pemerintah bagi Komite Revolusioner Kutawato
dari MNLF (inti dari fraksi Hashim yang kelak
pecah dengan Misuari pada 1977).12 Kamp Abu
Bakar as-Siddique, yang kedepan menjadi lokasi
Akademi Bedis serta merupakan kamp MILF
terbesar hingga direbut pasukan pemerintah pada
bulan Juli 2000, sudah berdiri secara tetap pada
tahun 1981. Sampai dengan tahun 1985, diseluruh
Mindanao telah berdiri setidaknya tujuh kamp:
Abu Bakar, Busrah, Ali, Omar, Khalid, Othman
dan Salman.13 Ketika rundingan perdamaian
ambruk dan pemerintah melancarkan serangan
terbesar terhadap MILF di tahun 2000, gerakan
tersebut tengah mencari pengakuan resmi bagi
tigabelas kamp “besar” dan 33 kamp “kecil”.
Saat ini pimpinan MILF tetap menyangkal bukti
bahwa kamp-kampnya melindungi teroris asing,
termasuk JI. Mengingat riwayatnya yang panjang
bersama berbagai asosiasi internasional Islam,
solidaritas perorangan yang diperkuat sepanjang
masa-masa perjuangan bahkan jauh sebelum dunia
luas mengenal nama Osama bin Laden, serta
kekuatan yang dihimpun MILF berkat pelatihan
yang diberi warga Muslim asing, kiranya bukan hal
mudah memutus ikatan-ikatan timbal balik
tersebut. Namun demikian masa telah berganti,
dan kepergian Salamat Hashim bisa jadi memberi
peluang bagi organisasi tersebut untuk melakukan
perubahan mengikuti zaman.
11
9
page 6 - - -
Ibid. Perkiraan terhadap kekuatan bersenjata MILF sangat
berbeda-beda oleh karena jumlah personil paruh-waktu yang besar.
12
Salah Jubair, Bangsamoro: A Nation under Endless Tyranny
(Kuala Lumpur, 1999), hal.168.
13
W.K. Che Man, Muslim Separatism: The Moros of Southern
Philippines and the Malays of Southern Thailand (Oxford, 1990),
hal.93.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
III. TEROR DAN PROSES PERDAMAIAN
Adapun yang menjadi paradoks inti pada proses
perdamaian Filipina selatan yaitu bahwa proses
tersebut merupakan penghalang jangka pendek
yang utama dalam upaya mendongkel jaringan
terorisme, namun sekaligus menjadi unsur yang
sangat diperlukan bagi setiap jalan keluar
berjangka panjang. Upaya untuk bertindak
langsung melawan para teroris yang tertanam di
wilayah yang dikuasai maupun dipengaruhi MILF
tak urung berhadapan dengan risiko terjadinya
eskalasi gerakan dan ambruknya perundingan.
Akan tetapi tanpa kesepakatan damai yang
berhasil, kawasan tersebut tetap tidak mengenal
hukum sehingga terorisme dapat tumbuh subur.
Kesulitan lain bagi masing-masing pihak dalam
proses perdamaian adalah mengenal siapa saja
yang patut dihadapi lawan berunding. Apakah
lawan berunding tersebut sepenuhnya menguasai
pasukannya di lapangan? Dapatkah mereka
mempertahankan kesepakatan ketika menghadapi
perlawanan garis keras yang berasal dari dalam
timnya masing-masing? Kajian singkat terhadap
proses perdamaian menunjukkan betapa sulitnya
mengatasi masalah-masalah tersebut.
Ketika pemerintahan Ramos menandatangani
perjanjian dengan MNLFnya Misuari di Jakarta pada
September 1996, terbersit harapan cukup besar
tercapainya perdamaian. Tujuan perjanjian tersebut
sebagai implementasi “akhir” dari kesepakatan
Tripoli tahun 1976 yang dipertentangkan,
berlandaskan Wilayah Otonom di Minadanao
Muslim yang lahir dari sebuah perjanjian yang
dibuat di Jeddah tahun 1976.14 MILF tidak terlibat
dalam proses menuju Jakarta, dan hasil proses
tersebut yang mengecewakan meningkatkan
kedudukan mereka dimata warga Muslim. Bantuan
yang dijanjikan sebagian besar tidak terwujud, dan
yang adapun hilang lantaran korupsi, selain itu
dorongan untuk mencapai kesepakatan tanpa
memikirkan
implementasinya
membuat
mekanismenya tak berdaya. Sejumlah besar
pendukung MNLF mulai beralih ke MILF, Abu
Sayyaf dan Dewan Komando Islam,15 yang kini
page 7 - - -
menjadi gugus depan baru perjuangan kaum Moro.
Pasukan MNLF di Sulu yang setia kepada Misuari
pun telah melanjutkan pertempuran sejak November
2001, kadangkala dengan bergabung bersama unsurunsur ASG.
Sebelum Jakarta, MILF tidak dipandang sebagai
ancaman besar, selain itu upaya keduabelah pihak
untuk bernegosiasi dengan setengah hati selama
Misuari menjadi pusat perhatian. Pada Juli 1993
Hasyim menyatakan tidak mungkin melakukan
perundingan sebelum pemerintah menyelesaikan
usrusannya dengan MNLF, dan tidak ada yang
dihasilkan selain beberapa kesepahaman yang sangat
terlokalisir. Sementara itu, MILF secara diam-diam
membangun kekuatannya. Ketika pembicaraan
dimulai secara tentatif pada Agustus 1996, MILF
melakukan manuver untuk mencapai posisi taktis
yang menguntungkan, sementara pemerintah Filipina
berupaya agar pembicaraan tidak mencapai tingkatan
internasional karena khawatir MILF bakal
memperoleh status setengah berperang seperti yang
pernah dinikmati Misuari.
"Perjanjian bagi Penghentian Permusuhan Secara
Umum" yang dicapai pada 18 Juli 1997, setelah
hampir setahun terlibat pertemuan-pertemuan tak
menonjol di berbagai kota propinsi sekitar
Mindanao, bersama pedoman pelaksanaanya
menjadi rujukan dasar bagi seluruh perjanjian yang
dicapai selanjutnya. Pedoman pelaksanaan tersebut
menetapkan Komite-Komite Kordinasi pemerintah
dan MILF bagi Penghentian Permusuhan. Hal ini
merupakan mekanisme utama pemantauan gencatan
senjata (selain itu ada juga Tim-tim Pemantauan
Lokal). Pada intinya, strategi negosiasi MILF
menggunakan konsep inkrementasi dan tidak dapat
diubah – artinya setiap kesepakatan merupakan
langkah maju yang kecil dan kumulatif. Bahkan
setelah peperangan besar di tahun 2000 dan 2003,
gencatan senjata tahun 1997 dan CCCH dapat
dibangun
kembali.
Sebaliknya,
pemerintah
mengupayakan penyelesaian akhir yang sejalan
dengan yang dicapai di Jakarta, dan kadangkala
tampaknya bersedia meninggalkan kerangka yang
14
Lihat Lampiran C untuk keterangan rinci mengenai hal ini serta
seluruh perjanjian yang disebut selnjutnya pada tulisan ini
15
Dewan Komando Islam, yakni fraksi MNLF terkuat di
semenanjung Zamboanga, mulai memasang jarak dengan Misuari
pada awal 1990an, akan tetapi baru mencanangkan keberadaannya
pada Maret 2000. Dipimpin Melham Alam dan Hashim Bogdadi,
bersama Abu Sayyaf terlibat dalam penjarahan terhadap kota Ipil di
Zamboanga del Sur (kini Zamboanga Sibugay), pada April 1995.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
telah dibangun guna mencapai penyelesaian yang
tuntas secepatnya.16
Sepanjang 1997-1999, mekanisme pemantauan
gencatan senjata lambat laun diperkuat, sementara
MILF berupaya agar kamp-kampnya diakui.
Dengan tiadanya mediasi internasional, dewan
pemberontak memandang hal tersebut sebagai
bentuk awal kedaulatan bagi kaum Bangsamoro,
yang
secara
simbolis
menyamaratakan
kedudukannya dengan pemerintah sebelum
diselenggarakannya perundingan untuk mencapai
penyelesaian yang menyeluruh. Kamp-kamp
tersebut pun yang nyata merupakan pusat kekuatan
politik, religius dan militer bagi MILF, dan
mekanisme gencatan senjata menambah garis
pertahanan mereka.
Bagi pemerintah Filipina, hak untuk melakukan
pengejaran yang gencar menjadi permasalahan yang
genting. Perjanjian untuk menghentikan permusuhan
tahun 1997 dicapai menyusul pertempuran yang
paling sengit yang pernah terjadi, ketika pasukan
tentara Filipina (AFP) yang konon tengah melacak
penculik, bentrok dengan oknum MILF disekitar
Kamp Rajahmuda pada bulan Juni. MILF
beranggapan penculikan semata-mata menjadi alasan
untuk melancarkan operasi militer. Serangan bunuh
diri yang dilancarkan dua warga Arab terhadap
sebuah markas divisi tentara Filipina pada buldan
Oktober menambah ketegangan disekitar Kamp Abu
Bakar, dimana para penyerang diyakini berbasis.
“Memberi suaka atau bantuan kepada unsur kriminil
atau yang tidak mengenal hukum” selanjutnya
ditetapkan sebagai “tindakan provokasi yang
terlarang” berdasarkan perjanjian November 1997.17
Tidak adanya bahasa khusus menyangkut terorisme
merupakan hal luar biasa: tidak seperti pada
tudingan penculikan di Rajahmuda, seranganserangan bunuh diri tidak mengundang operasi dari
AFP.
MILF memperoleh "pengakuan" atas kamp-kamp
Abu Bakar dan Busrah pada Februari 1999, dan atas
16
Wawancara ICG dengan perunding MILF, Cotabato City, Maret
2003.
17
Pasal 1, ayat 4 (b), Pelaksanaan Pedoman Operasional Perjanjian
GRP-MILF tentang Penghentian Permusuhan, 14 November 1997.
Bahasa tersebut diulang pada Pedoman Pelaksanaan tentang Aspek
Keamanan dari Perjanjian GRP-MILF Tripoli tentang Perdamaian
tahun 2001 (pasal 2, ayat 3.2.2), serta Komunike Bersama tentang
Larangan Terhadap Tindakan Kriminal tanggal 6 Mei 2002 yang
dibahas lebih lanjut dibawah ini.
page 8 - - -
lima kamp lagi -- Bilal, Rajahmuda, Darapanan,
Omar dan Badr -- pada Oktober 1999. Inspeksi dan
verifikasi yang dilakukan terhadap 39 kamp lain yang
diklaim oleh MILF rencananya diakhiri dengan
pengakuan selambatnya pada 31 Desember 1999.
Bagi pemerintah, tujuannya adalah untuk
menegaskan batas-batas pengaruh MILF agar
kelompok tersebut dapat dituntut tanggung jawab
apabila terjadi tindakan melawan hukum atau
bentrokan. Akan tetapi bagi MILF, setiap pengakuan
merupakan langkah maju menuju status berperang
secara de facto, sehingga dewannya bersikeras agar
proses tersebut diselesaikan sebagai syarat untuk
melakukan rundingan resmi
Pemerintahan Estrada bersama dengan tokoh politik
setempat serta anggota Konggres Filipina yang
menentang perjanjian Jakarta serta dengan keras
pemberian konsesi lebih banyak lagi kepada MILF,
mulai bersikap menahan terhadap pengakuan
tersebut. Ketika perundingan formal diresmikan
pada 25 Oktober 1999, keadaan dilapangan sudah
jauh memburuk, dan perundingan pun tidak pernah
mencapai tahap yang substansiil. Peristiwa
pengeboman diatas kapal feri dilepas Kota Ozamis
pada 25 Februari 2000 menewaskan 39 penumpang
dan mengakibatkan eskalasi besar-besaran. Sekali
lagi, para tersangka disebut mencari suaka di sebuah
kamp MILF: John Mack di Inudaran, Lanao del
Norte. Komandan kamp tersebut, Abdullah
Macaapar, alias Komandan Bravo, membalas
serangan yang dilancarkan AFP dengan menduduki
pusat kota Kauswagan pada 17 Maret 2000. Maka
terjadilah pertempuran sengit.
Konflik di Lanao pun menyebar ke Maguindanao
pada April 2000 ketika AFP mencanangkan
tekadnya untuk membersihkan jalan CotabatoMarawi ("Narciso Ramos") dari pasukan MILF
yang mendirikan pos pemeriksaan dan memungut
pajak atas penggunaan jalan. Perang besar-besaran
yang kemudian menyusul mengakibatkan 900.000
warga sipil mengungsi dan berakhir dengan
jatuhnya Kamp Abu Bakar pada 9 Juli 2000. Akan
tetapi kemenangan Presiden Estrada hanya
berlangsung sesaat. Sebuah skandal korupsi
mengakibatkan posisinya diguling ketika warga
militer maupun sipil bangkit di Manila pada
tanggal 20 Januari 2001. Penggantinya adalah
wakil presiden Gloria Macapagal-Arroyo, yang
bahkan sebelum mengambil alih kekuasaan sudah
mulai menghubungi Malaysia menyangkut mediasi
pihak ketiga. MILF, yang mundur dari
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
perundingan pada 15 Juni 2000, menuntut adanya
keterlibatan pihak asing sebagai prasyarat
melanjutkan pembicaraan.
Menyusul pertemuan di Kuala Lumpur dan Tripoli,
Libya, kedua belah pihak menetapkan agenda yang
substantif hingga Juni 2001, dengan membangun
diatas perjanjian-perjanian yang lalu dan berputar
pada tiga aspek: keamanan, rehabilitasi, serta
wilayah leluhur. Dua aspek pertama tersebut sudah
mulai mengalami kemajuan ketika perang meletus
lagi pada tangal 11 Februari 2003. Sebagaimana
pada tahun 1997, tentara Filipina membenarkan
serangan oleh beberapa batalyon terhadap
“kompleks Buliok” – yang menggantikan Kamp
Abu Bakar sebagai markas besar Salamat Hashim –
sebagai operasi pembersihan terhadap sindikat
penculikan Geng Pentagon yang mencari
perlindungan di kawasan Rajamudah. Akan tetapi
skala operasinya, keganasannya, serta waktunya –
rencananya pada hari yang sama perunding dari
pemerintah memaparkan sebuah rancangan usulan
perdamaian “fast track” – pada umumnya
menambah kesangsian warga Muslim, media dan
masyarakat madani terhadap motivasi AFP.
Sehingga yang ditinggal adalah kesenjangan
kredibilitas yang parah, sementara kekhawatiran
atas terorisme melampaui permasalahan “pemanjaan
kriminal” oleh MILF pada wacana resmi.
Pada tahun sebelum terjadinya serangan Buliok,
serangan bom di kota-kota propinsi di Mindanao
menimbulkan korban tewas terus menerus: General
Santos City, Tacurong, Kidapawan dan Zamboanga
semuanya terkena berkali-kali (Lampiran B). Kendati
berbagai penyelidikan polisi menunjuk adanya
keterlibatan langsung MILF, dan polisi menerbitkan
surat penangkapan terhadap para tersangka termasuk
pimpinan MILF, selama perundingan berlangsung,
yang disebut belakangan itu menikmati kekebalan
berdasarkan jaminan keselamatan dan keamanan
yang ditandatangani pada tahun 2000.18 Menyusul
seruan dari Hashim untuk melancarkan “perang jihad
habis-habisan” setelah peristiwa Buliok, tempo
serangan kian meningkat. Pada empat pekan pertama
enam serangan bom dilancarkan terhadap kota
Kabacan, bandara Cotabato City, Koronadal, bandara
Davao City, Tagum dan Tacurong.
18
Rundingan resmi terputus pada Maret 2002 namun telah
dilanjutkan melalui “jalan belakang” hingga saat ini.
page 9 - - -
Beberapa di antara serangan tersebut pelaksanaannya
kurang sempurna dan jumlah korban yang
ditimbulkan tidak besar. Mindanao mempunyai
riwayat panjang pelemparan granat tangan dan “pillbox” ke medan kota maupun lapangan bola basket,
berupa tindak kekerasan sambil lalu yang biasanya
berakar pada perselisihan antar lingkungan. Hingar
bingar dilatarbelakang tersebut mengelabui gejala
baru yang nampak pada peristiwa kekerasan, yang
semakin nyata sejak tahun 2000 namun tidak
dihiraukan sampai dengan peristiwa pemboman pada
tanggal 4 Maret 2003 di Bandara Internasional Davao
City. Serangan tersebut menewaskan 22 orang serta
membawa konflik kedalam jantung kawasan
metropolitan di Filipina, sehingga ancaman teroris
kini tampil lain pada agenda Manila.19
Pemerintahan Arroyo telah berupaya agar konflik
dengan MILF dipisahkan dari perang melawan
terorisme, dengan mengimbau kepada AS supaya
organisasi tersebut tidak dimasukkan dalam daftar
hitam.20 Akan tetapi menyusul pemboman besar
untuk kedua kalinya di Davao pada tanggal 2 April
2003 dan di Korondal pada 10 Mei, disertai
serangan MILF terhadap Maigo, Lanao del Norte
dan Siocon, Zamboanga del Norte, yang
menewaskan puluhan warga sipil, Arroyo akhirnya .
membalas
tantangan
tersebut.
Seraya
memerintahkan serangan udara dan artileri terhadap
“sel-sel teroris yang tertanam” didalam MILF
sebelum keberangkatannya ke Washington tanggal
17 Mei 2003 dalam rangka kunjungan kenegaraan,
ia berseru kepada organisasi tersebut agar
“meninggalkan semua ikatan teroris” selambatnya 1
Juni, atau menghadapi risiko ditetapkan sebagai
sebuah Organisasi Teroris Asing.
19
Persitiwa bom pada Hari Peringatan Rizal tanggal 30 Desember di
Manila tidak segera dipahami. Ketika itu timbul anggapan yang
dirangsang dengan pernyataan MILF, bahwa hal tersebut berkaitan
dengan manuver militer serta jatuhnya Presiden Estrada yang
diambang pintu. Baru setelah Fathur Rahman al-Ghozi tertangkap
lebih satu tahun kemudian terungkap kaitannya dengan JI dan MILF.
20
Hal ini kendati ada kerjasama militer yang erat antara pemerintah
dengan AS melawan Abu Sayyaf, dan di Irak. Latihan bersama
“Balikatan” selama enam bulan di pulau Basilan mulai Februari
2002 yang bertujuan menumpas habis sarang ASG dimana sejumlah
besar warga setempat maupun warga asing ditawan dengan tuntutan
tebusan, selanjutnya berkembang menjadi upaya hubungan sipil dan
pelatihan militer dengan AS yang tengah berjalan, bernama
“Bayanihan” dan berpusat di Zamboanga City. Pelatihan bersama
telah diumumkan mulai pada 26 Juli 2004 hingga pertengahan
Agustus 2004. Terhadap kiprah tersebut secara resmi MILF
bersikap netral dan waspada, seraya menekan keinginannya agar
dilakukan “koordinasi” sebelumnya apabila pasukan AS mendekati
“wilayah” MILF.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Hingga saat ini para jurubicara MILF tetap
menyangkal adanya ikatan seperti yang dimaksud
itu. Sekembalinya dari AS, Arroyo sekali lagi
memilih untuk berunding, maka ditandatanganilah
sebuah Penghentian Permusuhan secara Timbal
Balik yang baru pada 19 Juli 2003. Lima putaran
pembicaraan rintisan dilakukan di Kuala Lumpur
hingga akhir Februari 2004 dalam rangka
menyiapkan landasan bagi sebuah Tim Survei Awal
Malaysia untuk mengunjungi Mindanao selama satu
pekan mulai 22 Maret 2004 untuk menyiapkan
pengiriman sebuah Tim Pemantau Internasional
yang dipimpin OIC. Adapun kurang jelas apakah
pengamat internasional tersebut mengawali atau
menyusul perjanjian yang komprehensif. Lembaga
Perdamaian Amerika Serikat telah menawarkan jasa
fasilitasi serta paket bantuan senilai $30 juta apabila
dibuat perjanian, akan tetapi bersikap hati-hati agar
tidak mengusik peran utama Malaysia sebagai
mediator.21 Secara terpisah para donatur dari Bank
Dunia dan Jepang menjanjikan bantuan “pasca
konflik” lainnya. Namun demikian, kelanjutan
pembicaraan formal di Kuala Lumpur telah
mengalami penundaan berkali-kali sejak Agustus
2003.
Prospek tercapainya penyelesaian sangatlah muram.
Di jangka pendek, permasalahan penarikan tentara
Filipina dari kompleks Buliok, dakwaan kriminal
terhadap pimpinan MILF sehubungan peristiwa
pemboman di Davao, serta kaitan MILF dengan
terorisme merupakan rintangan utama bagi
keberlanjutan
perundingan.
Masalah-masalah
tersebut dibahas secara berkala pada pertemuan
CCCH maupun “jalur belakang”, akan tetapi sebuah
Kelompok Ad Hoc untuk Aksi Bersama dibawah
CCCH yang diberi mandat untuk melarang
“komando hilang” pada Mei 2002, masih belum
juga operasional.22 Begitu rundingan formal dimulai
21
Untuk keterangan rinci, lihat PeaceWatch, United States Institute
of Peace,Vol.X, N°1, Desember 2003. Kecuali disebut lain, seluruh
nilai dollar ($) pada laporan ini adalah dollar AS. Akibat tidak
adanya kemajuan dalam rundingan perdamaian, maka hingga Juli
2004 ada risiko hilangnya paket bantuan sebesar $30 juta. "RP
loses $30-M US fund for Mindanao", Manila Times, 7 Juli 2004.
22
Naskah perjanjian 6 Mei 2002 yang memberi mandat kepada
Kelompok Ad Hoc untuk Aksi Bersama terlampir sebagai
Lampiran D. Pada pertemuan CCCH yang kelimabelas pada 7-8
Februari 2004, telah disepakati “formalisasi” Tim Aksi Interim
bersama (Interim Action Team /I-ACT) "sebagai mekanisme
transisi hingga dimulainya operasionalisasi Kelompok Ad Hoc
untuk Aksi Bersama (Ad Hoc Joint Action Group /AHJAG)".
Tidak jelas mengapa AHJAG belum juga terbentuk setelah
disepakati lebih dua tahun lalu, dan tidak jelas pula apakah tim
interim sudah berfungsi atau belum.
page 10 - - -
kembali, agenda yang tersisa pada kerangka Tripoli
tahun 2001 – yaitu wilayah leluhur – menjadi yang
paling sulit. Pada akhirnya, masing-masing pihak
menghendaki
penyelesaian
yang
berbeda.
Pemerintah Filipina memandang pembangunan
ekonomi sebagai kunci mencapai stabilitas jangka
panjang, dan bahwa hal ini akan terwujud secara
alami begitu senapan tidak lagi bersuara. Sementara
itu sasaran MILF tak terpisahkan dari politik – akan
tetapi Manila tidak akan pernah berkompromi soal
kedaulatan.
Menghadapi keadaan remis tersebut, masing-masing
pihak telah menunjukkan kesediaannya melanjutkan
konflik berskala rendah. Bagi MILF, bertempur
seraya melakukan perundingan memberi peluang
untuk membangun kekuatan sambil menahan tindak
balasan AFP. Status semi perang yang tidak jelas
yang diperoleh MILF bagi kamp-kampnya memaksa
AFP menanggapi sikap tersebut secara terselubung
dengan menggunakan bahasa pemburuan tindak
kriminal, seperti yang terjadi pada tahun 2000 dan
2003. Tindak balasan berupa pemboman di perkotaan
telah mengalihkan perhatian pasukan keamanan,
serta meningkatkan seruan bagi perdamaian dari para
“pencinta damai” di pemerintahan dan masyarakat
madani, sementara memperbesar perbedaan mereka
dengan para “pemburu perang”. Selain itu
pemerintah pun bermaksud memecah belah MILF,
seraya merayu kaum “moderat” dengan janji-janji
pembangunan, seperti pada tahun 1996, sementara
tetap melakukan tekanan militer terhadap “penganut
garis keras” – yang oleh beberapa pengamat disebut
strategi “salami” dimana perlawanan dikelupas lapis
demi lapis
Meningkatnya serangan teror sejak tahun 2000 telah
menambah kerumitan pada keadaan skakmat yang
bertahan lama dan bertingkat rendah tersebut.
Sejauh terorisme membawa urgensi baru untuk
menyelesaikan konflik di Filipina selatan, maka hal
tersebut bisa jadi merupakan salah satu elemen
dalam strategi politik campuran yang sengaja
dianut pada tingkat tertinggi MILF – dengan
demikian meningkatkan pertaruhan pasca 11
September hingga ambang yang bahaya.
Kemungkinan lainnya, bahwa serangan teror
merupakan inisiatif mandiri di pihak fraksi MILF
yang lebih militan yang bergandengan dengan Abu
Sayyaf, JI atau unsur luar lainnya, hal mana dipupuk
atau ditolerir oleh pimpinan MILF. Akhirnya, bisa
juga sebagian atau seluruh pimpinan MILF yang
tengah menjalankan rundingan dengan Manila
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
sesungguhnya tidak mengetahui, atau tidak berdaya
mengendalikan kegiatan teroris yang memanfaatkan
wilayah territorial, sumber daya, maupun personil
MILF. Untuk mengevaluasi alternatif-alternatif
tersebut, maka perlu kajian lebih dalam terhadap
dinamika internal di MILF.
page 11 - - -
IV. TEROR DAN FRAKSI DI MILF
Kendati MILF merupakan kelompok separatis
bersenjata yang paling ampuh di Asia Tenggara,
tidak banyak yang tercatat maupun yang dipahami
mengenai cara kerja didalamnya.
Organisasi
tersebut sering disebut monolitis. Sedemikian kental
kerahasiaan yang menyelimuti kepemimpinanya
sehingga kematian Hashim pada tanggal 13 Juli
2003 tidak lama setelah hari ulang tahunnya yang ke
61 berlalu, tidak diungkapkan kepada umum sampai
5 Agustus ketika Al-Haj Murad Ebrahim
diumumkan sebagai ketua yang baru. Hashim yang
menderita penyakit jantung, asma, dan maag, berada
dalam keadaan kesehatan memburuk setelah
dievakuasi dari markas besarnya, yaitu Islamic
Centre
di
Buliok,
Pagalungan,
propinsi
Maguindanao, sebelum serangan AFP pada Februari
2003. Kabar terlambat mengenai kematiannya di
sebuah kamp terpencil dikelilingi oleh segelintir
ajudan-ajudan terpercaya, segera disusul berita
meningkatnya perpecahan kedalam fraksi-fraksi di
MILF, sehingga menambah ketidakpastian sekitar
keberlanjutan perundingan perdamaian.
Ternyata pengganti terpilih Hashim bukan Murad
melainkan Alim Abdulaziz Mimbantas, 58, yang
juga alumnus Universitas Al-Azhar (B.A. 1974), dan
sekaligus mertuanya dari isteri pertama. Selaku
wakil ketua urusan dalam, Mimbantas, yang juga
dikenal sebagai Abu Widad, merupakan yang paling
terpercaya dari tiga letnan utama Hashim, dengan
memegang kendali atas jaringan intelijen lokal
MILF, Pasukan Keamanan Dalam Negeri (Internal
Security Forces / ISF), serta pasukan pengawal
ketua, Internal Brigade. Akan tetapi Mimbantas
tidak memiliki daftar kontak pribadi yang luas
diantara dunia Muslim, dan juga tidak menguasai
kedalaman pengetahuan tentang agama yang
merupakan sumber pokok dari pamor sang ketua
pendiri.
Demikian pula, sebagai orang asli Maranao totok,
ia kurang mampu menjembatani penggolongan
menurut suku yang terjadi didalam gerakan
tersebut, dibanding Hashim yang ayahnya orang
Maguindanao dan ibunya orang Maranao/Iranun.
Mimbantas memperoleh dukungan kuat para ulama
Maranao – yang sebagian besar dipimpin oleh
rekan Hashim di Al-Azhar, Mahid Mutilan (yang
juga wakil gubernur Daerah Otonom di Mindanao
Muslim (ARMM) serta mantan gubernur Lanao del
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Sur) – dan dari komandan lapangan yang lebih
militan, yang asli orang Maranao, namun jumlah
pengikutnya yang bersenjata mungkin ridak
melebihi beberapa ratus orang. Bandingkan dengan
sekitar 5,000 orang bersenjata yang setia kepada
saingannya untuk merebut tampuk pimpinan, yaitu
Murad.
"Kagi" Murad, yang juga nama julukannya, berumur
55 tahun, lama menjadi wakil ketuanya Hashim
membidangi urusan militer dan didukung para
komandan lapangan dan pejuang biasa yang basis
agamanya tidak terlalu kuat, terutama dari sesama
orang Maguindanao. Naiknya ke pucuk pimpinan
MILF dimulai 30 tahun yang silam ketika dirinya
mengantikan Komandan Ali
"Cassius Clay"
Sansaluna selaku ketua bidang militer pada Komite
Revolusioner Kutawato (Kutawato Revolutionary
Committee / KRC) di MNLF. Komandan Clay, yang
ketika itu bertanggung jawab untuk mendapatkan
senjata melalui kepala suku MNLF Nur Misuari
yang berbasis di Sabah, tewas ditangan salah
seorang pengawalnya pada Juni 1974, mungkin
akibat persaingannya dengan ketua KRC bidang
politik Amelil "Ronnie" Malaguiok, sesama rekan
pada gelombang Top 90. Ketika Malaguiok
menyerahkan diri kepada pemerintah pada April
1980, seraya menggagalkan perundingan yang
belum lama dirintis dengan rezim Marcos dan
sebagai imbalan menerima jabatan politik yang
menggiurkan, ia digantikan oleh Murad selaku ketua
umum KRC. Popularitas pribadi Murad diantara
basis massa gerakan tersebut banyak membantu
sayap MNLF “Kepemimpinan Baru” dibawah
Hashim untuk memulihkan diri menyusul
hengkangnya Malaguiok, sebelum berganti nama
menjadi MILF pada Maret 1984.
Dua dasawarsa kemudian pengumuman tentang
kematian Hashim yang tertunda menutup suatu titik
balik yang lebih penting lagi bagi Murad dan MILF.
Kendati menurut Mimbantas dirinya menyerahkan
kedudukan ketua umum secara sukarela kepada
Murad dimana transisinya cukup lancar,23 adanya
tenggang waktu tiga pekan – dimana diduga
Mimbantas sendiri menderita penyakit jantung –
tampaknya menunjukkan bukan demikian halnya.
Pada akhirnya Mimbantas memperoleh jabatan yang
sebelumnya diduduki Murad, yakni dibidang urusan
militer, sementara Murad menduduki jabatan ketua
23
"GMA does not listen to peace advisers", Philippine Daily
Inquirer, 14 Desember 2003, hal.1, 21.
page 12 - - -
umum dengan dukungan dari wakil ketua III MILF
Ghazali Jafaar, yang juga sesama orang
Maguindanao. Jafaar yang membidangi urusan
politik adalah saudara sepupu Murad dari pamannya
dipihak ibu, Sheikh Omar Pasigan. Selaku Mufti
Besar Kutawato, Pasigan sendiri merupakan tokoh
tetua yang berpengaruh yang duduk di komite pusat
membidangi urusan da’wah. Hubungan tersebut
banyak membantu membawa para ulama asal
Maguindanao kedalam pihak Murad.
Hambatan penting terhadap kekuasaan yang baru
dipegang Mimbantas selaku wakil ketua bidang
militer, yang mungkin mencerminkan manuver oleh
fraksi-fraksi yang berdasarkan golongan etnis
tersebut, adalah pemisahan jabatan yang
didudukinya dari jabatan kepala staf sayap
bersenjata MILF, yaitu Tentara Islam Bangsamoro
(Bangsamoro Islamic Armed Forces / BIAF).
Kendati selama Murad menjabat sebagai wakil
ketua kedua jabatan tersebut dirangkapnya, namun
kastaf yang baru adalah Sammy Al-Mansour
(Sammy Gambar), juga asal Maguindanao, yang
semula menduduki jabatan deputi kastaf dibawah
Murad. Sementara itu jabatan semula Mimbantas
sebagai wakil ketua urusan dalam negeri tampaknya
dibiarkan kosong, dan ISF dikonsolidasikan menjadi
bagian yang tak terlepas dari BIAF yang sifatnya
tetap, sehingga -- setidaknya secara resmi – berada
dibawah komando Murad dan Gambar.24
Perubahan-perubahan terhadap Dewan Harian Jihad
yang beranggotakan kurang lebih tujuh orang dan
yang menjalankan urusan sehari-hari komite pusat
yang lebih besar, merupakan tindak lanjut atas
perubahan organisasi yang penting menyusul
serangan pemerintah tahun 2000 yang dapat
menambah tekanan-tekanan sentrifugal didalam
gerakan tersebut di masa pasca Hashim. Sebelum
tahun 2000, sebagian besar pasukan tetap MILF
yang terdiri dari enam divisi menduduki posisi-posisi
tetap dalam mempertahankan kamp-kampnya,
dimana dua kamp terbesar, Abu Bakar dan Busrah,
merentang melintasi beberapa kotamadya. Keduanya
menjadi model bagi masyarakat Islam yang
didambakan dimasa depan, maupun sebagai simbol
status perang secara de facto yang tengah
dirundingkan.
24
Wawancara ICG dengan anggota komite pusat MILF di
Cotabato dan Manila, Desember 2003-Januari 2004.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Strategi tersebut memudahkan komunikasi dan
menyediakan struktur komando yang relatif lebih
merekat. Dengan hilangnya bagian bawah kamp
Abu Bakar pada Juli 2000, satuan-satuan tetap yang
besar yang sebelumnya bermarkas disana – yaitu
divisi-divisi Markas Besar dan Pengawal Negara –
tidak dapat dipertahankan dan terpecah menjadi
formasi yang lebih kecil. Sampai dengan
pertengahan 2001, struktur divisi lama yang kurang
lebih mengikuti model AFP diganti dengan sistim
Komando Markas yang lebih menyerupai pasukan
gerilyanya Tentara Rakyat Baru (New People's
Army / NPA) yang komunis, yang melakukan
pemberontakan diseluruh negara sejak akhir
1960an. Perubahan ini dimaksudkan untuk
memudahkan melakukan taktik hit-and-run yang
lebih gesit dan pengelakan, ketimbang memiliki
pasukan konvensional yang terikat pertahanan yang
sifatnya statis
Kendati sebagian besar komandan divisi berpangkat
sama dibawah struktur baru tersebut, mereka kini
menikmati otonomi yang lebih besar dari Staf
Umum yang dikepalai Murad, sebagaimana pula
pimpinan di tingkat lebih rendah menikmatinya dari
Komando Markas masing-masing. Pada struktur
lama, masing-masing divisi BIAF yang seluruhnya
berjumlah enam divisi terdiri dari enam brigade yang
masing-masing terdiri dari enam battalion. Enam
divisi tersebut ditambah ISF, dijadikan sembilan
Komando Markas yang terbagi atas komando satuan
dan seksi. Komandan divisi pasukan pemberontak
senantiasa menjadi “pusat kekuasaan mandiri yang
bergerak atas prakarsanya sendiri”, begitulah yang
dituliskan mengenai MNLF seperempat abad yang
lalu, selain itu wilayah operasi dan pengikut
bersenjatanya yang berasal dari wilayah itu
cenderung bertahan terus kendati organisasinya telah
berubah nama.25 Dengan demikian Divisi Lapangan I
dibawah Komandan Jack Abdullah menjadi
Komando Markas 105 yang berpusat di Rawa
Liguasan, dan Divisi Lapangan II dibawah Tops
Julhanie di kawasan Cotabato selatan kini berfungsi
sebagai
Komando Markas 104. Divisi Markas
Besar dibawah pimpinan Komandan Gordon
Saifullah saat ini telah menjadi Komando Markas
101 di wilayah Kamp Abu Bakar, selain itu
setidaknya satu batalyon dari Divisi Pengawal
Negara dibawah Samir Hashim masih tetap berada
dibawah komandonya sebagai bagian dari Komando
25
T.J.S. George, Revolt in Mindanao: The Rise of Islam in
Philippine Politics (Oxford, 1980), hal. 230.
page 13 - - -
Markas 106 yang terpusat di Cotabato Utara. Amelil
Umbra yang mantan komandan Brigade 206 masih
beroperasi disekitar Kamp Omar, Maguindanao,
sebagai Komandan Komando Markas 109.
Sementara Komandan Jack beroperasi diatas lahan
yang cukup mudah dicapai di Maguindanao di pusat
jantung
wilayah
pemberontak
dan
jalur
komunikasinya dengan kepimpinan Murad mungkin
cukup erat, daerah yang dikuasai Julhanie mencakup
wilayah adat lumad di pegunungan serta pusat-pusat
penduduk Kristen yang membentang hingga garis
pantai Sultan Kudarat dan propinsi Sarangani.26
Daerah tersebut merupakan titik pusat operasi
pengejaran AFP terhadap pemimpin Abu Sayyaf
yang buron, Kadaffy Janjalani, selain lokasi dari
serangkaian pemboman kota selama dua tahun
terakhir. Komandan Gordon diketahui mempunyai
kaitan langsung dengan JI pada akhir 1990an, dan
pejuang Iranun yang konon masih melindungi unsurunsur JI di daerah perbatasan Maguindanao-Lanao
kemungkinan ada di bawah komandonya. Samir
Hashim, adik mendiang ketua, yang konon
menentang aksesi Murad, mempunyai ambisi sendiri
untuk menduduki pucuk pimpinan tersebut, dan tidak
lagi menghiraukan perintah dari pusat.27
Yang juga berpotensi masalah bagi kepemimpinan
pusat adalah Komando Markas 107 dan 108 yang
beroperasi dikejauhan, masing-masing di daerah
Davao dan Zamboanga. Penduduk Muslim di Davao
yang jumlahnya sedikit dan tersebar luas, tidak
mampu menunjang divisi tetap sendiri. Komando
Markas 107 dibawah Cosain "Sonny" Soso yang
ada disana dibangun dari Brigade 101 yang lama
(Divisi 1). Di Zamboanga, bahkan orang Muslim
dari suku Maguindanao, Tausug, Sama, Iranun dan
Kalibugan yang merupakan minoritas bercampur
aduk dengan penduduk lumad dan Kristen yang
dominan. Hal ini menjadikan pemberontakan Moro
di semenanjung tersebut yang dipimpin Komandan
MILF Aloy Al-Ashrie mempunyai ciri khas
tersendiri yang anarkis. Selain itu unsur-unsur ASG
serta sebuah kelompok pecahan MNLF yang keras,
yakni Dewan Komando Islam, menambah kondisi
bergejolak pada daerah tersebut.
26
Istilah Lumad digunakan untuk suku asli non Muslim seperti
misalnya Tiruray, Subanen dan Tboli, yang biasanya penganut
animisme tetapi adakalanya sudah menjadi Kristen
27
"MILF refutes military claim of internal rift", Mindanews, 2
April 2004.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Basis massa Muslim yang jumlahnya sedikit dan
terpencar di semenanjung Zamboanga membatasi
pengaruh sayap politik serta mengurangi keterikatan
dengan pusat maupun pengumpulan zakat. Komando
Markas 108 dibawah Ashrie (dahulu Divisi Lapangan
4) diketahui mencari sumber pendapatan alternatif
dengan melakukan penculikan dan pemerasan,
terkadang disertai taktik militer liar dengan
mengambil sandera dan menjarah kota propinsi yang
mayoritas penduduknya orang Kristen. Kendati
kegiatan kriminal bukannya tidak dilakukan di
jantung tanah MILF, akan tetapi pada umumnya
lebih bersifat rutin dan mudah dikendalikan oleh
pimpinan pusat apabila diperlukan dalam konteks
kesepakatan perdamaian baru.
Namun demikian yang menjadi tantangan paling
besar bagi Murad adalah pasukan-pasukan Maranao
yang dahulunya tergabung dalam Divisi Lapangan 3
dibawah Alim Solaiman Pangalian, dan unsur-unsur
ISF dibawah Abdulaziz Mimbantas. Saat ini mereka
tersebar diseantero Komando Markas 102 dan 103
yang menurut laporan dipimpin Rajahmuda
Balindong dan Yayah Luksadatu – yang disebut
terakhir ini juga menjadi kepala staf Gambar. Jika
pada akhir 1970an persatuan antar suku antara para
Tausug dari daerah kepulauan dan para Maguindanao
dari daerah daratan tidak dapat dipertahankan dalam
MNLF, maka demikian pula perbedaan antara orang
Maguindanao dan orang Maranao mempunyai
potensi yang sama dalam MILF saat ini. "Orangorang di Lanao berbeda dengan kami", tutur seorang
petinggi Dewan Harian Jihad asal Maguindanao
dengan gamblang. “Para ulamanya terbagi atas begitu
banyak kelompok, dan banyak yang merasa Lanao
sudah bebas karena tidak ada orang Kristen didalam
pemerintahan, oleh karena itu tidak dirasakan perlu
melakukan organisasi”. Akan tetapi hal ini berarti
juga bahwa beberapa orang Maranao, terutama yang
lebih muda, “tertarik kepada kelompok ekstremis
sebagai tahapan lebih lanjut dalam perjuangan
mereka”. Menurutnya, cukup banyak orang Maranao
yang “fanatik".28
page 14 - - -
orang Maguindanao mempunyai pengalaman cukup
lama tentang kekuasaan relatif terpusat dibawah dua
kesultanan utama, sejak dahulu kekuasaan Maranao
lebih terpecah dimana berbagai daerah kekuasaan
kecil saling berebut pengaruh. Saat ini hal tersebut
tercermin dalam cabang kotamadya yang jumlahnya
tak terhingga di sekitar Danau Lanao, yang masingmasing jumlah penduduknya jauh lebih kecil
dibanding ditempat lain di negara itu. Selain itu para
komandan lapangan di Lanao tampaknya beroperasi
dengan tingkat otonomi dari pusat yang lebih
khusus.
Berbagai kecenderungan perpecahan politik tersebut
cukup penting mengingat apa yang telah diketahui
tentang kaitan MILF dengan kegiatan teroris.
Kesaksian Saifullah "Mukhlis" Yunos yang
tertangkap pada 25 Mei 2003 memberi indikasi
bahwa unsur-unsur Divisi Lapangan 3 BIAF yang
didominasi orang Maranao lah yang memegang andil
dalam melakukan pemboman Hari Rizal di Manila
dengan bermitra bersama operator JI Fathur Rahman
al-Ghozi, dan dibawah pengawasan lepas Hambali,
yang merupakan teroris yang paling diburu di Asia
Tenggara sampai dengan tertangkapnya di Thailand
pada bulan Agustus 2003. Menurut Mukhlis, lima
peristiwa pemboman yang terkoordinasi di ibukota
Filipina pada 30 Desember 2000, dan menewaskan
22 orang, dijalankan sesuai instruksi yang diberi
Komandan Divisi 3 Solaiman Pangalian kepada “staf
khususnya” – agar mewujudkan seruan Salamat
Hashim untuk melakukan jihad menyusul serangan
Abu Bakar, dengan membawa perjuangan ke wilayah
musuh dan meringankan tekanan terhadap kampkamp MILF.
Sebagaimana di Zamboanga, lemahnya organisasi
pada tingkat akar rumput di Lanao menghambat
keterpaduan MILF secara lembaga maupun
pengawasan politik terhadap sayap militer. Asal
usul riwayat perbedaan antara politik Maguindanao
dan Maranao tersebut cukup panjang; sementara
Petinggi MILF Ghazali Jafaar dan Sammy Gambar,
maupun juru bicara Eid Kabalu, tercatat menyangkal
hubungan Mukhlis dengan MILF.29 Akan tetapi
menurut Mukhlis, dirinya tetap bekerja pada
Komando Markas 102 dan 103 sebagai pelatih untuk
taktik gerilya dan peledakan selama 2001 – 2003,
bahkan ikut ambil bagian dalam serangan MILF
terhadap kota Maigo sebulan sebelum tertangkap.
Ada beberapa kemungkinan dibalik sikap MILF
tersebut, yang semuanya berimplikasi kurang baik
bagi proses perdamaian. Sudah pasti salah satu
kemunghkinannya adalah bahwa pejabat MILF
tersebut tidak mengatakan yang sebenarnya, atau
memangkas keterangannya berdasarkan hal-hal
28
29
Wawancara ICG, December 2003.
Today, 28 Mei 2003 dan Philippine Star, 29 Mei 2003.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
teknis yang kurang jelas. Selain itu bukannya
mustahil bahwa para petinggi tersebut memang
disekat dari pengetahuan tentang detil operasi yang
dapat menempatkan mereka dalam posisi yang sulit.
Jika mereka sendiri yang merekayasa penyekatan ini,
maka yang tersirat adalah bahwa kegiatan teror sudah
merupakan kebijakan pada pucuk pimpinan .30
Kenyataannya mungkin lebih rumit. Mengingat sifat
MILF yang tidak begitu kompak dan lebih bersandar
kepada kepribadian perorangan, kemungkinannya
pimpinan tertinggi disekitar Salamat Hashim sudah
dari awal memutuskan untuk memanfaatkan apa
adanya , dan membiarkan setiap satuan menghimpun
kekuatannya dengan cara masing-masing, dengan
hanya berpedoman pada perintah yang samar. Disini
mungkin dapat dilihat kesejajaran dengan garis
strategi yang dianut Tentara Rakyat Baru (NPA) pada
tahun 1974 yang dikenal sebagai “sentralisasi
kepemimpinan,
desentralisasi
operasional”.
Keleluasaan yang diperoleh bagi inisiatif setempat
menimbulkan tumbuhnya sebuah fraksi pemberontak
perkotaan di Mindanao yang hingga pertengahan
1980an telah menjadi basis kekuatan utama
kelompok tersebut. Ketika sikap ortodoks ala Mao
untuk “mengelilingi kota-kota dari pedesaan”
diterapkan kembali diawal 1990an, para pemberontak
kemudian lari atau ditumpas, dan Partai Komunis di
Filipina, yang memimpin organisasi tersebut,
terpecah belah.
Dalam kasus MILF, keterampilan dalam penggunaan
bahan peledak, yang adakalanya diperoleh dari
perbatasan Afghanistan, untuk pertama kalinya
dimanfaatkan di medan perang di Mindanao melalui
pembuatan ranjau darat yang diimprovisasi dan
granat yang diluncurkan dengan roket serta melalui
operasi sabotase seperti peledakan menara kabel
listrik. Pelatihan sistematis pembuatan bom di kampkamp MILF setidaknya dimulai akhir 1980an, dan
kian banyak lulusan kamp yang melihat peluang baru
untuk mencari dana dengan menggunakan
keterampilan tersebut. Perusahaan angkutan bis dan
30
Penjelasan lainnya – bahwa Mukhlis dimanfaatkan untuk
melibatkan MILF didalam kegiatan teroris - diyakini oleh
beberapa simpatisan MILF. Pendapat tersebut tidak didukung oleh
berita acara pemeriksaan terhadap Mukhlis yang diperoleh ICG,
yang menunjuk keengganan melibatkan MILF serta pengecekan
silang hal-hal penting dengan pernyataan tersangka teroris lainnya
seperti al-Ghozi. Mukhlis menarik kembali pengakuan bersalah
yang dibuatnya berkaitan dengan kasus Hari Rizal pada tanggal 9
September 2003, dimana ia mengaku telah disiksa dan tidak
mengetahui tata cara pengadilan. Lihat "Moclis recants: I'm a fall
guy", Manila Times, 10 September 2003.
page 15 - - -
toko serba ada di kota-kota propinsi Mindanao sudah
sering dijadikan sasaran pemerasan yang disertai
ancaman bom sejak awal 1990an. Sejumlah satuan,
terutama Kelompok-Kelompok Operasi Khusus
(Special Operations Groups/SOG ) yang terikat divisi
dan brigade BIAF, mungkin menjadi semakin
tergantung kepada perolehan pendapatan melalui
terorisme komersial tersebut dalam upaya memberi
subsidi bagi biaya operasi MILF secara keseluruhan
Dengan semangat kewiraswastaan tersebut, para
komandan SOG setempat seperti Mukhlis
menyambut baik sokongan dari sesama rekan
lulusan Afghanistan untuk mengembangkan
program-program spesialis. Hal ini dimanfaatkan
para komandan divisi di MILF jika diperlukan, akan
tetapi inisiatifnya lebih berada pada para spesialis
yang kegiatannya mendapat momentum tersendiri
serta mencerminkan agenda campuran. Motivasi
pemboman bisa saja mencakup gabungan dari yang
tergolong biasa (misalnya pemerasan, pelampiasan
dendam pribadi), yang sifatnya taktis (serangan
pengalihan atau destabilisasi) dan yang berupa jihad
(dengan sponsor dari luar negeri). Sebagaimana
pengalaman NPA dalam hal pemberontakan
perkotaan, kian meningkatnya cabang kelompok
teroris tersebut direstui oleh pimpinan MILF
sepanjang maksud mereka tercapai. Sebagaimana
runtuhnya resim Marcos mengubah lingkungan
strategi NPA dan pada akhirnya memaksa
memuncaknya ketegangan antara para Maois dan
para pemberontak, maka peristiwa 11 September dan
Bali bisa jadi mengubah sifat kemampuan MILF
untuk melakukan tindakan teror dari asset taktis
menjadi hambatan strategis. Hal ini dapat
memperburuk perselisihan yang ada antar golongan
etnis dan fraksi sebagaimana telah diuraikan diatas.
Seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap
kepemimpinan MILF baru untuk menurunkan
kapasitas teror yang dimilikinya, maka hubungan
antara para spesialis teror dan persatuan MILF
mungkin akan mengalami ujian. Oleh karena pada
umumnya keterlibatan MILF dalam tindakan teror
didasarkan atas motivasi pragmatis dan hubungan
antar
perorangan,
maka
kurang
tepat
menggambarkan keadaan ini sebagai konflik antara
orang Maguindanao yang “moderat” dengan orang
Maranao yang “ekstremis”. Namun demikian,
perlunya penegasan kontrol dari pusat oleh
kepemimpinan
yang
didominasi
orang
Maguindanao guna mengendalikan para spesialis
teror, dapat berdampak paling besar terhadap
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
pesaing asal Maranao yang otonominya tidak boleh
diganggu gugat. Jika Murad mencapai kesepakatan
perdamaian dengan pemerintah atas dasar paket
otonomi yang lebih sempurna, yang konon siap
dipertimbangkannya, maka para pejuang militan
yang tersingkir bisa jadi akan memperkuat kembali
ikatannya dengan sekutu jihad dari luar negeri.31
Cikal bakal ikatan tersebut lah yang akan kami tilik
pada bagian berikut..
V.
page 16 - - -
KAMP HUDAIBIYAH DAN
AKADEMI MILITER ISLAMI
Ikatan MILF dengan al-Qaeda, Jemaah Islamiyah,
dan kelompok jihad lainnya dijalin di kamp-kamp
pelatihan di Afghanistan pada pertengahan 1980an,
dan upaya mengulang pengalaman tersebut di
Mindanao lah yang kini merupakan ancaman
terbesar bagi proses perdamaian. Sebuah sel alQaeda didirikan di Filipina pada tahun 1991, akan
tetapi lebih berdasarkan kontak dengan Kelompok
Abu Sayyaf ketimbang dengan MILF. Hingga akhir
1990an anggota sel telah berhubungan dengan
komandan puncak MILF, namun belum jelas apa
sifat
hubungan
tersebut.32
Baru
setelah
tertangkapnya limabelas orang tersangka di
Singapura pada Desember 2001, serta penangkapan
Fathur Rahman al-Ghozi di Manila pada Januari
2002, mulai terungkap adanya jaringan Jemaah
Islamiyah. Dalam laporannya yang terdahulu, ICG
pernah menguraikan tentang program pelatihan JI di
Mindanao.33 Informasi baru yang diperoleh ICG
lebih mengungkap secara rinci pentingnya upaya
tersebut untuk mendidik generasi baru dalam
keahlian teroris seperti misalnya membuat bom, dan
memperluas pengaruh JI di Filipina maupun
kawasan yang lebih luas.
Persekutuan dengan JI, kendati sifatnya lebih
pragmatis ketimbang ideologis, lebih mendalam
daripada dengan al-Qaeda. Persekutuan tersebut
diperkokoh melalui kesepakatan Salamat Hashim
dengan pimpinan JI di tahun 1994 untuk mendirikan
kamp pelatihan yang dikelola JI bagi rekrut MILF,
bernama Kamp Hudaibiyah, didalam Kamp Abu
Bakar milik MILF di Maguindanao and belakangan,
di tahun 1998, untuk mendirikan sebuah akademi
32
31
Wawancara ICG, Marawi City, Januari 2004.
Anthony Spaeth, "Rumbles in the Jungle", Time Asia, 4 Maret
2002. Keberadaan sel menjadi perhatian dunia pada tahun 1995
ketika Ramzi Yousef, yang belakangan terbukti bersalah dalam
peristiwa bom World Trade Centre pada tahun 1993, terpaksa lari
dari sebuah apartemen di Manila setelah bahan kimia yang
digunakan untuk membuat bom terbakar. Bom tersebut sedianya
digunakan dalam komplotan untuk meledakkan sebelas pesawat
udara yang berada diatas Laut Pasifik. Sel tersebut, yang didirikan
oleh ipar Osama bin Laden, Mohammed Khalifa, diyakini dibentuk
melalui kontak dengan Kelompok Abu Sayyaf Group, ketimbang
dengan MILF. Akan tetapi pada November 2001, dua warga
Palestina dan seorang warga Jordania yang diyakini sebagai
anggota sel yang sama ditangkap dan diketahui telah mengadakan
kontak dengan Wakil Ketua MILF Ghazali Jafaar disamping
pemimpin lainnya.
33
ICG Asia Report N°63, Jemaah Islamiyah in South East Asia:
Damaged But Still Dangerous, 26 Agustus 2003.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
militer yang juga berada didalam kompleks Kamp
Abu Bakar.34 Pengaturan tersebut berlanjut hingga
Juli 2000 ketika tentara Filipina menyerbu Kamp
Abu Bakar. Akibat serbuan tersebut, JI terpaksa
memindahkan operasinya keluar Abu Bakar dan
lebih dalam ke pegunungan dimana kemudian
didirikan kamp pelatihan baru yang dikenal sebagai
Jabal Quba.
Setelah serangan tahun 2000, operator JI dan MILF
bekerjasama dalam berbagai operasi, termasuk
pemboman Hari Rizal di Manila pada Desember
2000, serta dalam pelatihan militer yang tengah
diselenggarakan di Mindanao, kendati pada skala
yang lebih kecil dan bersifat lebih terpencar.
Gambaran bagaimana persisnya sifat hubungan
kerja MILF dengan JI masih suram, akan tetapi
tampaknya para lulusan Kamp Hudaibiyah
memegang peran kunci dalam sejumlah serangan
teroris di Filipina, termasuk persitiwa bom di Davao
tahun 2003. JI masih tetap mengirim pemudapemuda ke Mindanao untuk mengikuti latihan,
seperti juga kelompok jihad kecil lainnya yang
berbasis di Indonesia, namun belum jelas apakah
kesepakatannya dibuat dengan para komandan
secara perorangan atau dengan MILF secara umum.
Namun demikian pemahaman terhadap sejarah
program pelatihan di Mindanao mungkin dapat
memberi gambaran mengenai susunannya saat ini.
Diantara yang menjadi pelatih atau instruktur di
Kamp Hudaibiyah termasuk banyak anggota JI
yang paling terakit dengan peristiwa bom Bali
maupun tindakan kekejaman lainnya di Indonesia
dan Filipina. Beberapa diantaranya -- Hambali,
Thoriqudin, Faiz Abu Bakar Bafana, Mustofa
(Mustopa, Mustafa), Utomo Pamungkas alias
Mubarok, dan Nasir Abbas – kini sudah ditahan
atau secara aktif bekerjasama dengan polisi.
Beberapa lainnya, sepert al-Ghozi, sudah tewas.
Akan tetapi banyak lagi yang masih bebas. Para
lulusan tersebut mewujudkan ikatan timbal balik
yang kuat antara operator jihad di Asia Tenggara
dan Moro. Dan saat ini ikatan tersebutlah yang
merupakan hambatan yang paling besar bagi
tercapainya kesepakatan perdamaian di Filipina
selatan
34
Salah seorang yang terlibat dalam pendirian Camp Hudaibiyah
menegaskan kamp tersebut didirikan dengan tujuan JI melatih
MILF ketimbang anggota JI lainnya. Komunikasi dengan Jakarta,
Juli 2004.
A.
page 17 - - -
CIKAL BAKAL KERJASAMA JI - MILF
Kaitan antara pejuang militan Islam di Indonesia
dengan Mindanao sudah ada jauh sebelum
terciptanya MILF atau Jemaah Islamiyah. Pulau
Sulawesi di Indonesia telah menjalin ikatan
perdagangan dengan Mindanao sejak berabad-abad.
Pada tahun 1960an, setelah kekalahan Kahar
Muzakkar dan pemberontakan Darul Islam (DI) di
Sulawesi Selatan, banyak pengikutnya yang lari ke
Filipina selatan, selain ke Malaysia (Sabah, terutama
Tawao), dan tempat lain di Indonesia, terutama
Balikpapan dan Samarinda di Kalimantan Timur.
Dari sekitar 7,000 hingga 8,000 warga Indonesia
yang saat ini berada di Filipina selatan yang
terkonsentrasi di kota-kota General Santos City,
Cotabato serta Davao dan sekitarnya, maupun di
pulau-pulau Sarangani dan Balut dilepas ujung
selatan Mindanao, mayoritasnya merupakan
penduduk taat hukum dan beragama Kristen, tidak
sebagaimana diklisekan secara umum di Filipina.35
Mungkin segelintir dari mereka mempunyai ikatan
dengan pejuang DI yang lama, dan segelintir
lainnya masih tetap terlibat pergerakan illegal
manusia, senjata dan bahan peledak antara
Indonesia dan Filipina, terutama melalui pulau
Sangihe dan Talaud dilepas pantai Sulawesi Utara.
Kerjasama yang paling sistematis antara keompok
jihad di Filipina dan di Indonesia terjadi antara MILF
dan JI. Sebagaimana telah disebut, hubungan tersebut
dimulai pada pertengahan hingga akhir 1980an di
Afghanistan, ketika para pejuang Filipina dilatih
dibawah instruktur Indonesia, yang sebagian besar
merupakan anggota Darul Islam, bertempat di kampkamp milik seorang pemimpin Afghanistan, Abdul
Rasul Sayyaf, dengan dana dari Saudi.36
35
Wawancara ICG, Davao City, Januari 2004. Konsulat Jenderal
Indonesia telah melakukan survei terhadap 6,900 warga Indonesia
di Mindanao, dan hanya beberapa bagian di Mindanao Tengah
yang belum diliput karena kekurangan dana. Sekitar 85 persen
beragama Kristen.
36
Lihat Laporan ICG, Jemaah Islamiyah, op. cit. Tidak ada kamp
pelatihan di Afghanistan selama pendudukan Soviet, 1979-1989.
Kamp pelatihan Sayyaf dinamakan Akademi Militer Afghanistan Mujahidin Ittihad-e-Islamiy, mengikuti partai politiknya, Ittihad-i
Islami Bara-yi Azadi-yi Afghanistan. Di Pushtun, namanya Harbi
Pohantun Ittihad-e-Islamiy Mujahidin Afghanistan; pada beberapa
dokumen Indonesia, ada disebut "Pohantun" tetapi yang dimaksud
adalah kamp Sayyaf. Partai Sayyaf memiliki jaringan yang paling
lemah di Afghanistan diantara tujuh partai mujahidin besar, akan
tetapi dari awal berhasil menggalang dukungan dari intelijen
Pakistani dan dari dermawan kaya asal Saudi . Lihat Jason Burke,
Al-Qaeda: Casting a Shadow of Teror (I.B.Taurus, 2003), hal.66.
Anggota JI warga Indonesia pernah dilatih bersama Sayyaf
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Diperkirakan ada empat warga Moro yang
bergabung dengan sekitar 60 warga Indonesia yang
membentuk gelombang kedua DI menuju akademi
militer dibawah Sayyaf yaitu Kamp Saddah,
Parachinar, Kurram Agency, dekat perbatasan
Pakistan dengan Afghanistan. Gelombang kedua
tersebut mulai berlatih sejak tahun 1986 dan
termasuk Mustofa, yang dikemudian hari mengawasi
program pelatihan di Mindanao selaku ketua JI di
wilayah Mantiqi III. Dua warga Moro pada
gelombang kedua ini pada gilirannya melatih
gelombang-gelombang susulan, diantaranya Mukhlis
Yunos, yang termasuk dalam gelombang keempat
peserta akademi militer di Afghanistan, dan Nasir
Abbas, yang kelak menggantikan Mustofa selaku
ketua Mantiqi III.
Pada Januari 1993, Abdullah Sungkar, seorang
pemimpin DI dan bersama Abu Bakar Ba'asyir
merupakan pendiri pesantren al Mukmin (dikenal
juga sebagai Pondok Ngruki) diluar Solo, Jawa
Tengah, pecah dari Darul Islam dan mendirikan
Jemaah Islamiyah. Tidak lama kemudian ketika
pelatihan di Afghanistan tidak mungkin lagi
diteruskan, bersama pemimpin JI lainnya ia
memutuskan memindahkan pelatihan ke Mindanao
dengan alasan lebih murah dan lebih dekat. Saat itu
beberapa pemimpin JI sudah akrab dengan Salamat
Hashim, termasuk Sungkar sendiri, serta ketua
operasi militer JI Zulkarnaen, yang bertemu dengan
Hashim di Pakistan sekitar 1984.37
Selanjutnya pada Oktober 1994, Zulkarnaen
memberi perintah kepada lima anggota JI untuk
berpindah dari Afghanistan ke Mindanao guna
mendirikan kamp baru dalam rangka melatih
pejuang MILF. Mereka adalah Mustofa, mantan
ketua Mantiqi III maupun ketua satuan operasi
khususnya, yang dihukum penjara tujuh tahun pada
Mei 2004; Nasir Abbas, yang ditangkap pada April
2003 dan kemudian dihukum penjara selama
sepuluh bulan; Qotadah alias Basyir, seorang ahli
peledak; Okasha alias Zubair, warga Malaysia dari
Sabah; seorang bernama Nasrullah, yang pernah
mengunjungi Mindanao di 1989-90 dan yang
menjadi pemandu kelompok.38
mendirikan kamp tersendiri di Torkham, Afghanistan, pada
tahun1993.
37
Wawancara ICG, Mei 2004.
38
Tiga orang kemudian pergi setelah satu bulan, dan hanya tinggal
Nasir Abbas dan Qutadah sebagai instruktur.
page 18 - - -
Mereka tiba di Kamp Abu Bakar, namun ternyata
rekan mereka dari MILF belum melakukan
persiapan bagi program pelatihan, yang sedianya
termasuk pelajaran ketat tentang penggunaan
peluncur granat, mortir, senjata anti-tank serta
howitzer, selain senjata kecil. Nasir Abbas, dengan
restu Hashim, mengambil prakarsa untuk mencari
lokasi yang relatif aman dan terpencil untuk
menjalankan
pelatihan.
Lokasi
tersebut
ditemukannya di bagian atas Abu Bakar, berdekatan
dengan perbatasan propinsi antara Maguindanao dan
Lanao del Sur, dan dialah yang menamakan kamp
baru tersebut Hudaibiyah.39
Kelompok pelatihan pertama di Kamp Hudaibiyah
yang terdiri dari 60 orang, seluruhnya warga Moro
dari MILF, terpaksa menggunakan parang untuk
membersihkan lahan tersebut. Sedemikian keras
kerja yang dikerahkan untuk tugas tersebut sehingga
tidak diperlukan lagi latihan fisik lainnya. Mereka
tinggal selama dua bulan, dan selanjutnya diganti
dengan kelompok lain. Hingga Maret-April 1995,
kamp baru tersebut telah berjalan lancar. Pada Mei
1995, Zulkarnaen membawa dana sebanyak kurang
lebih 60,000 pesos (ketika itu sama dengan $2,500),
untuk pembangunan dua buah barak di Hudaibiyah,
satu untuk para instruktur, dan yang satunya lagi
untuk siswa.
Pada Desember 1996, Fathur Rahman al-Ghozi,
anggota JI asal Jawa dan veteran perjuangan di
Afghanistan, tiba di Mindanao untuk kunjungan
satu bulan guna menggantikan Nasir Abbas dan
mengembangkan program pelatihan. Ketika
mengajar pada sebuah kamp yang dikelola JI di
Torkham, Afghanistan antara 1993-1994, AlGhozi menjadi akrab dengan dua pejuang MILF,
Solahudin dan Habib.40 Sahabat lama tersebut
menyambut al-Ghozi setibanya di Kamp Abu
Bakar, dan dikemudian hari bergabung
bersamanya untuk melakukan pemboman Hari
Rizal di Manila pada Desember 2000.
39
Wawancara ICG, Januari 2004. Kamp tersebut dinamakan
berdasarkan Perjanjian Hudaibiyah, gencatan senjata yang
disepakati antara Muhammad dengan kaum Quraysh di tahun 628
dimana beliau kemudian diperbolehkan berdakwah dengan bebas.
40
Zulkarnaen mendirikan kamp di Torkham sekitar tahun 1993.
Seluruh instruktur terdiri dari anggota JI asal Indonesia, dan peserta
latihan pun sebagian besar warga Indonesia. Ada juga beberapa
orang Filipina, sekitar limabelas warga Bangladesh, sekitar
limabelas warga Pakistan, tiga orang dari Tajikistan dan segelintir
warga Arab. Wawancara ICG, Mei 2004.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Dengan dipanggilkannya kembali Nasir ke Malaysia
oleh Zulkarnaen guna membantu menjalankan
pesantren JI yang sekaligus tempat perekrutan, yaitu
Pesantren Lukman al-Hakiem di Johor, Qotadah
mengambil alih tugas selaku instruktur utama di
Hudaibiyah hingga pertengahan 1997. Pada bulan
Juli tahun yang sama, JI, yang saat itu baru
mempunyai dua divisi wilayah, mendirikan Mantiqi
III guna memberi dukungan jarak dekat bagi
kegiatan JI yang kian meningkat di kawasan SabahKalimantan Timur-Sulawesi-Mindanao. Qotadah
diganti selaku kepala instruktur oleh Ilyas, alias
Hanif, anggota JI yang berasal dari Kudus, Jawa
Tengah. Pada akhir 1997 Hanif diganti oleh Omar
Patek, tersangka bom Bali yang masih buron, yang
tinggal hingga pertengahan 1998.
Maka dari 1994 hingga 1998, MILF secara aktif
membantu JI dalam mendirikan akademi pelatihan
militer yang dicontoh sesuai induknya di
Afghanistan, dimana warga Filipina maupun warga
Indonesia sama-sama merupakan pelatih maupun
siswa. Semua ini terjadi sebelum keterlibatan anggota
JI dalam tindakan teror di kawasan ini, dan ketika itu
belum ada bukti kuat mengenai kaitan MILF dengan
al-Qaeda, kendati yang disebut belakangan itu
keberadaanya di Filipina sudah mapan. Kiranya sulit
bagi siapapun untuk memaparkan bahwa MILF pada
tahapan itu tengah membantu dan terlibat terorisme
di kawasan tersebut.
B.
PERKEMBANGAN KAMP HUDAIBIYAH
Hingga tahun 1998, sebuah akademi militer yang
berkembang penuh telah beroperasi di halaman
Kamp Hudaibiyah lengkap dengan pelatihan kadet
perwira (Kuliah Harbiyah Dauroh-1 atau KHD1).41 Kuliah tersebut terdiri dari tiga semester
yang masing-masing berjangka waktu enam
bulan, dengan jeda selama dua pekan pada akhir
semester pertama dan kedua. Syarat bagi peserta
akademi adalah pria lajang berusia antara
depalanbelas dan 23 tahun, lulusan SMU atau
madrasah aliyah dengan nilai cukup dan
penguasaan atas empatbelas mata pelajaran
41
Wan Min bin Wan Mat, warga Malaysia yang ditahan
sehubungan keterkaitannya dengan JI, menyebut tahun 1997
sebagai awal dimulainya akademi militer. Berita acara
pemeriksaan, 11 Maret 2003. Pada tahun 1996 Wan Min ikut serta
dalam program tambahan selama dua bulan di Hudaibiyah yang
diatur oleh Hambali dengan tujuan memperdalam motivasi diantara
warga Malaysia yang tergabung dalam JI.
page 19 - - -
agama. Mereka juga disyaratkan sudah menjadi
anggota JI setidaknya selama dua tahun, sekalipun
demikian, di kemudian hari kriteria seleksi
tampaknya menjadi lebih mudah.
Faiz Bafana, anggota JI yang ditahan di Singapura,
menyebut akademi tersebut sebagai "proyek
markaziyah (dibawah komando JI pusat) yang
merupakan tanggung jawab Abu Bakar Baasyir",
dimana biaya operasionalnya pun berasal dari yang
bersangkutan. Pada awal 1998, Hambali, yang ketika
itu memimpin Mantiqi I JI yang berbasis di
Malaysia, menyuruh Bafana mengirim RM20,000
($5,200) melalui Maybank kepada Fathur Rahman
al-Ghozi, yang saat itu menjabat sebagai bendahara
kamp. Bafana selaku bendahara Mantiqi I mencari
tambahan dana sebesar RM40,000 ($10,400) dengan
memungut iuran khusus dari anggota, yang
dimaksudkan untuk membeli senjata bagi pelatihan
di Mindanao. Ketika Bafana mengunjungi Kamp
Hudaibiyah pada bulan Juni 1998, sebanyak
duapuluh kadet dari Mantiqi II tengah menjalani
latihan senjata api dengan menggunakan duabelas
pucuk senapan M-16.
Menurut Bafana ia
mendengar dari Hambali bahwa pungutan tersebut
telah menjadi sumbangan wajib tetap sebesar
RM40,000 yang ditarik dari Mantiqi I dan II dan
dari markaziyah setiap enam bulan, khusus bagi
kebutuhan kamp di Mindanao.42
Hingga awal September 1998, Kamp Hudaibiyah
telah berkembang mencakup lima bangunan
permanen dengan asrama untuk menampung
duapuluh siswa, asrama staf pelatih yang
menampung sepuluh orang, dapur, dan mushollah
yang dapat menampung antara 30 hingga 40
orang.43 Menjelang akhir bulan, mulailah pelatihan
semester pertama akademi militer. Kelompok
pertama yang terdiri dari sepuluh peserta disusul
kemudian dengan tujuh peserta lagi yang dikawal
al-Ghozi, sehingga seluruhnya berjumlah tujuhbelas
siswa.44 Anggota paling penting dari kelompok yang
42
Berita acara pemeriksaan terhadap Faiz Abu Bakar Bafana, 13
Desember 2002, dan 19 Februari 2003.
43
Sebagian besar keterangan pada bagian ini berasal dari berita
acara pemeriksaan terhadap Taufiq Rifqi, yang ditangkap di
Cotabato City, Filipina, pada Oktober 2003.
44
Kelompok sepuluh siswa pertama terdiri dari:Taufiq Rifqi,
Said, Anwar, Abdurrohman, Tolhah (nama lain dari
Herlambang, yang ditangkap sehubungan dengan bom Bali),
Musthofa, Muadz, Hamzah, Ibu Sirin, dan Zubeir. Tujuh
orang yang menyusul yang dikawal al-Ghozi adalah Zulkifli,
Abu Farhan, Zaid, Usman, Mustaqim, Ibrahim dan
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
tiba belakangan adalah seorang lulusan Ngruki
bernama Zulkifli, yang dikemudian hari mengepalai
divisi regional JI atau wakalah di Mindanao (disebut
Wakalah Hudaibiyah) dan menjadi perancang
sejumlah besar tindakan pemboman disana.
Direktur akademi, Mustaqim alias Muzayyin,
seorang veteran Afghanistan, menjadi inspektur
upacara pada acara peresmian. Selama semester
pertama, dari akhir September 1998 hingga Maret
1999, ia dibantu Fathur Rahman Al-Ghozi yang
ditugaskan
dibidang pelajaran agama; Ihsan;
Haris; Nu'im alias Abu Irsyad; dan Qotadah alias
Basyir, yang mengajarkan tentang taktik dan bahan
peledak. Basyir – yang kadangkala dipanggil Abu
Basyir tetapi bukan Abu Bakar Ba'asyir – memberi
orientasi keseluruhan bagi KHD-1, mencakup
empat topik baru setiap pekan.
Faris alias Mukhlas menjadi direktur pada semester
kedua. Para instruktur terdiri dari Surya alias Qital
alias Abu Humam; Qotadah; Al-Ghozi; dan
Thoriqudin alias Abu Rusdan. Pada semester ketiga,
Mustofa alias Abu Tolut alias Hafiz Ibrahim
mengambil alih jabatan direktur, dengan susunan
instruktur: Abu Dujanah alias Abu Musa; Al-Ghozi;
Muhaimin alias Ziad yang mengajarkan pembacaan
peta; Wahyudin; dan Nasir Abbas, alias Khairuddin.
Latihan dasar senjata termasuk penggunaan senapan
berkaliber .45, M-1 Garand, M-16, M-14 dan
senapan serbu 7.62mm FN FAL, dan M-60, .30 dan
senapan mesin berkaliber .50. Para siswa diberi
jatah amunisi tiga peluru untuk setiap senapan, dan
dibiasakan menggunakan mortir 60mm dan 81mm
dengan contoh dari instruktur. Latihan taktik
meliputi pengawasan, pengamatan, manuver,
penyerbuan, penyergapan dan pengunduran. Setiap
siswa diberi jatah amunisi sepuluh peluru untuk
praktek latihan keterampilan penggunaan pistol.
Latihan dasar praktek peledakan meliputi
Hudaifah. Dari kelompok ini Zulkifli ditahan sejak
September 2003; Hamzah alias Hasanuddin kembali ke
Jawa, dan terakhir diketahui berada di Poso (ia merupakan
menantu Adnan Arsal, salah seorang pemimpin mujahidin
setempat); Said tewas ketika sedang bertempur; Muadz
masih berada di Filipina; Mustaqim (bukan Mustaqim yang
veteran dari Afghanistan dan menjadi direktur akademi)
masih berada di Filipina dan menjadi seorang ahli bahan
peledak ; Usman masih buron; Ibrahim, yang menjadi
instruktur senjata, kembali ke Indonesia; dan Hudaifah
tertangkap di Malaysia pada tahun 2004.
page 20 - - -
pengenalan, identifikasi, dan penanganan TNT, C-4,
black powder, ammonium nitrat dan RDX, sumbu
peledak dan peledak, alat peledak yang
diimprovisasi (improvised explosive devices / IEDs)
menggunakan mortir 60mm, black powder dengan
katup peledak dan kawat peledak, serta gabungan
ammonium nitrat dan bensin.
Para siswa mendapatkan latihan yang lebih
mendalam tentang peledakan sebelum menjalankan
latihan praktek untuk pertama kalinya pada
Februari 2000. Latihan tersebut diadakan secara
berkelompok dengan empat orang per kelompok,
dengan pemusatan kepada penggunaan TNT, katup
peledak dan komponen kawat peledak berjangka
waktu, dengan tombol listrik maupun nonlistrik.
Rangkaian latihan praktek kedua diadakan pada
hari terakhir pelatihan pada Februari 2000,
beberapa pekan sebelum hari wisuda.
Selama semester kedua, dari April hingga
September 1999, Muklas mengarahkan pelatihan
dengan bantuan Hambali dan Nuim alias Zuhroni,
seorang veteran Afghanistan dan ahli peledak serta
ajudan terpercaya Zulkarnaen, yang masih buron.
Thoriqudin, alias Abu Rusdan, ketua urusan militer
untuk Mantiqi II dan anggota komando pusat JI,
turut menjadi instruktur.45
Pada akhir semester kedua, jeda selama dua pekan
dimanfaatkan untuk melakukan “pengalaman jihad”
dengan dukungan MILF. Melalui kesepakatan tetap
dengan Komandan MILF Gordon Saifullah dari
Divisi Markas Besar, kelompok-kelompok terdiri
dari delapan atau sembilan kadet dibawa ke Markas
Sultan di Barangay Minabay Atas,46 Buldon, dekat
Sungai Banganan berhadapan dengan garis depan
pemerintahan. Sebelumnya Minabay Atas pernah
menjadi ajang bentrokan sengit antara MILF dan
pasukan pemerintah antara Januari 1997 dan
Oktober 1998, dan tingkat ketegangan di tempat itu
masih tinggi. Para kadet dibagi menjadi dua
kelompok, dimana kelompok pertama mendapat
pengalaman selama pekan pertama pada jeda
semester tersebut, sedangkan kelompok kedua
mendapat pengalaman pada pekan berikutnya. Para
kadet melakukan patroli, berjaga dan menjalankan
45
Dikemudian hari Thoriqudin menggantikan Abu Bakar Ba'asyir
selaku amir “penjabat” setelah Ba'asyir melepaskan tugas
hariannya di JI pada pertengahan 2000 guna memusatkan perhatian
kepada Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).
46
"Barangay" adalah istilah Filipina untuk desa atau wilayah
perkotaan.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
pengintaian didalam radius berjarak 250 meter dari
garis lingkar kamp.
Pelatihan semester ketiga yang berlangsung dari
Oktober 1999 hingga kurang lebih Maret 2000,
diselenggarkan dibawah pengarahan Mustofa, ketua
Mantiqi III. Selain kurikulum penuh pelatihan kadet
selama delapan belas bulan, juga disediakan kursus
pendek berjangka waktu dua dan empat bulan.
Yang
pertama
tersebut
pada
umumnya
diperuntukkan bagi anggota Mantiqi I dari Malaysia
atau Singapura yang sulit meninggalkan pekerjaan
untuk jangka waktu yang lama. Terutama pegawai
negeri dan warga Singapura tidak mempunyai
waktu cukup; siswa dari Singapura bahkan
kadangkala tinggal di Hudaibiyah hanya selama tiga
pekan. Setidaknya disediakan kursus pendek dengan
instruktur tamu dari Indonesia, sekitar bulan
September 1999 dan Maret 2000. Diantara
delapanbelas tersangka JI yang ditahan di Singapura
pada September 2002, tiga orang "memiliki
hubungan yang erat dengan MILF", menurut
pemerintah Singapura.47
Satu pekan sebelum wisudanya gelombang pertama
yang terdiri dari tujuhbelas kadet di bulan Maret atau
April 2000, Mustofa memilih sembilan orang untuk
tetap tinggal sebagai instruktur bagi gelombang
berikutnya.48 Abu Bakar Ba'asyir sendiri hadir pada
acara wisuda yang diadakan untuk pertama kalinya
oleh akademi, dengan menginap di Kamp
Hudaibiyah selama beberapa malam. Gelombang
kedua yang terdiri dari limabelas kadet mulai
menjalankan latihan pada April 2000.49
47
"The Jemaah Islamiyah Arrests and the Threat of Terorism",
Kementerian Dalam Negeri, Singapura, Januari 2003, hal.18.
Menurut pemerintahan Singapura, Husin Aziz, Zulkifli Jaffar dan
Habibullah Hameed "telah melakukan bai'ah (baiat) dihadapan
ketua MILF Hashim Salamat", dan Hussin dan Habibullah
mendapatkan latihan militer dari MILF, serta menjalankan tugas
penjagaan pada Kamp Abu Bakar terhadap serangan dari tentara
Filipina dan juga membantu MILF membeli bahan untuk
pembuatan alat peledak.
48
Instruktur tersebut termasuk: Hamzah (pelatih utilitas), Zulkifli
(pelatih senjata), Said (perbekalan), Muadz (taktik), Mustaqim
(peledakan), Usman (latihan jasmani), Ibrahim (senjata), Hudaifah
(agama), dan Taufiq Rifqi (logistik). Said tewas pada bulan
September 2000. Mustaqim ditangkap di Jawa Tengah pada Juli
2004.
49
Mereka adalah: Waqid, Aqil, Abu Aiman, Khalid, Ibnu Gholib,
Ibnu Tahsin, Ibnu Suroqoh, Amir, Kholad, Musab, Ukasyah,
Tsaqof, Shoify, Abu Salmah dan Mukhriz. Gelombang kedua lulus
pada tahun 2002, tanpa Kholad, Musab dan Ukasyah, yang tewas
dalam kecelakaan saat menjalankan latihan. Amir alias Yusuf dan
page 21 - - -
Latihan tersebut dikacaukan oleh pecahnya perang
antara pasukan pemerintah dan pasukan MILF di
awal 2000. Sebelumnya ketegangan mulai
memuncak sejak September 1999, dan pada Februari
2000 pertempuran terbuka pecah di propinsi Lanao
del Norte dan Maguindanao. Pada Juni 2000,
pasukan pemerintah meninggalkan kebijakan lama
yang memberi “pengakuan” atas kontrol MILF
terhadap Kamp Abu Bakar, dan pusat kompleks
kamp tersebut dikuasainya pada tanggal 9 Juli.
Kendati Kamp Hudaibiyah sendiri baru diduduki
pada April 2001, namun evakuasi segera dilakukan,
dan akademi militer tersebut dipindahkan ke Kamp
Jabal Quba di Gunung Kararao, dimana Gunung Api
Makaturing terletak pada perbatasan Lanao del Sur
dan Maguindanao. Kantor Salamat Hashim yang
terletak di bagian pusat kompleks Abu Bakar juga
dievakuasi ketika pasukan pemerintah berhasil
menembus pertahanan luar kamp, dan barang-barang
miliknya dibawa ke Hudaibiyah. Kararao, yang
merupakan jalan belakang dari Abu Bakar melalui
jalan tapak kuda menuju ke Butig, Lanao del Sur,
menjadi suaka bagi para pejuang MILF dan
keluarganya yang terusir oleh pertempuran. Kamp
Jabal Quba, yang letaknya diluar jangkauan biasa
senjata artileri, tidak pernah direbut pasukan
pemerintah, dan kini menjadi pusat dugaan bahwa
MILF tetap melindungi personil JI.
Program pelatihan JI di Mindanao sangat penting
untuk menghasilkan generasi baru operator yang
mampu menggantikan peran para veteran
Afghanistan yang kian menipis seiring dengan
penangkapan pasca bom Bali yang dilakukan di
Indonesia, Malaysia, Singapore dan Thailand.
Program tersebut telah disetujui pada tingkat
tertinggi MILF, atas dasar hubungan pribadi antara
Salamat Hashim, Abdullah Sungkar dan Zulkarnaen.
Hubungan JI-MILF mendahului timbulnya JI
sebagai organisasi teror, namun tetap dilanjutkan di
masa sesudah peristiwa bom Bali di Oktober 2002.
Mungkin karena kegiatan pelatihan dilakukan di
daerah terpencil sejak jatuhnya Abu Bakar – dan
oleh karenanya lebih mudah disangkal dan/atau lebih
sulit dikendalikan – tidak ada upaya dari pimpinan
MILF untuk memberangusnya. Bisa jadi pula
pimpinan MILF kurang menyadari sejauh mana para
komandan lokal membuat kesepakatan dengan JI
maupun kelompok lainnya. Ada bukti yang kian
Shoify alias Siswanto ditangkap di Semarang, Jawa Tengah, pada
Juli 2003 berkaitan dengan persembunyian senjata besar-besaran.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
berkembang bahwa para lulusan Hudaibiyah
menerapkan latihan yang diperolehnya bukan saja
untuk menghidupkan kembali jajaran JI di
kandangnya di Indonesia, melainkan juga untuk
menjalankan aksi teror di Filipina serta
menghidupkan kembali Kelompok Abu Sayyaf.
page 22 - - -
VI. AL-GHOZI DAN BOM JAKARTA
SERTA PEMBOMAN HARI RIZAL,
2000
Petunjuk awal mengenai ikatan yang kian erat
antara kelompok jihad di Indonesia dan Filipina
terlihat pada serangan terhadap rumah tinggal
Leonides Caday, duta besar Filipina di Jakarta
pada 1 Agustus. (Bukan aksi bom yang pertama
kali dilakukan oleh JI diatas wilayah Indonesia,
sebagaimana pada awalnya dilaporkan. Bukti baru
menunjukkan bahwa beberapa pelaku bom Bali,
termasuk Imam Samudra, terlibat upaya
meledakkan gereja-gereja di Medan pada Mei
2000.) Dua orang yang berada di dekat lokasi
kejadian tewas dalam aksi bom terhadap dutabesar,
yang juga mengalami luka berat.
Kendati al-Ghozi sendiri tidak berada langsung
dibawah perintah Hambali selaku ketua Mantiqi I,
namun demikian Hambali, yang tampaknya
memimpin operasi terhadap Caday, “meminjamnya”
pada bulan Juli melalui kawan lama al-Ghozi di
MILF sejak Torkham, Solahudin.50 Juga terlibat erat
adalah dua alumni Afghanistan, Edi Setiono, alias
Usman,
yang
melakukan
sebagian
besar
perencanaan, serta Sarjiyo alias Sawad, yang
mencampurkan bahan peledaknya. Sarjiyo pernah
tinggal di Mindanao selama dua tahun antara 19951997, bertempur melawan tentara Filipina.51 Pelaku
bom Bali dikemudian hari termasuk Dul Matin,
Amrozi, Mubarok dan Ali Imron juga mengambil
bagian dalam operasi terhadap duta besar.
Kontak utama Al-Ghozi di MILF adalah Mukhlis
Yunos, teman kelas Hambali di Kamp Saddah milik
Sayyaf.52 Mukhlis, orang Maranao asal Masiu,
Lanao del Sur, menempuh perjalanan ke perbatasan
Afghanistan dengan bantuan mantan walikota Masiu
Macaangcos Mimbantas, dan pada bulan September
1989, beberapa bulan setelah ia kembali, diterima
dalam Angkatan Keamanan Dalam Negeri MILF
yang dipimpin saudara Macaangcos, Alim Abdulaziz
Mimbantas – yang saat ini menduduki jabatan wakil
ketua MILF urusan militer. Setelah mengemban
50
Wawancara ICG, Bali, Januari 2004, dan Berita Acara
Pemeriksaan terhadap Fathur Rahman al-Ghozi, 4 Maret2003.
51
Berita Acara Pemeriksaan terhadap Edi Setiono, 24 Maret 2003.
52
Al-Ghozi dan Mukhlis bukan rekan sekelas di Afghanistan
sebagaimana sering disebut. Mukhlis merupakan kakak kelas alGhozi dan sudah pergi beberapa bulan sebelum kedatangannya.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
tugas selama dua tahun, pangkatnya dinaikkan
menjadi komandan kompi dan selanjutnya ia
ditugaskan di Kelompok Operasi Khusus (Special
Operations Group / SOG) dari Divisi Lapangan 3
dibawah Alim Solaiman Pangalian, dimana antara
1991 dan 1999 ia menjalani latihan peledakan serta
memimpin operasi peledakan seperti pengeboman
terhadap menara listrik.53
Mukhlis mengaku bertemu dengan al-Ghozi di
Marawi pada tahun 1996, agaknya di bulan
Desember, saat Ghozi mengunjungi Mindanao
untuk pertama kalinya. Pertemuan pertama tersebut
berlangsung di rumah seseorang bernama Abdulatif;
dan al-Ghozi ditemani seorang warga Singapura
bernama Hussin. Mukhlis sudah mengetahui
keberadaan Kamp Hudaibiyah serta kunjungan yang
sering dilakukan al-Ghozi kesana. Kehadiran warga
Indonesia, Malaysia dan Singapura sudah umum
diketahui diantara warga setempat disana, yang
sering melihatnya berada di pasar yang berdekatan.
Sebaliknya Al-Ghozi, yang tiba di Kamp Saddah
pada tahun 1990, setidaknya enam bulan setelah
kepergian Mukhlis, mengaku baru bertemu
dengannya pada bulan Maret 1998, juga di
Marawi.54
Apapun kebenaran mengenai riwayat perkenalan
mereka, pada November 2000 keduanya sudah
bekerja sama secara erat dalam rangka mewujudkan
seruan Salamat Hashim untuk melakukan perang
besar-besaran menanggapi tertangkapnya Kamp Abu
Bakar.
Al-Ghozi sebelumnya telah kembali ke
Filipina pada Oktober 2000 usai memimpin serangan
terhadap Duta Besar Caday di Jakarta. Saat itu,
menurut sumber-sumber ICG, ia lebih banyak
menghabiskan waktu dengan MILF ketimbang
dengan JI dan sudah dianggap bergabung dengan
yang pertama disebut itu.55 Ketika ia mengunjungi
Mukhlis dirumahnya di Marawi City pada November
2000, ia bertutur telah bertemu dengan Salamat
Hashim dan Al-Haj Murad di Kamp Hudaibiyah, dan
bahwa Mukhlis harus membentuk tim untuk mencari
bahan peledak bagi operasi jihad di Manila dalam
rangka melakukan pembalasan atas hilangnya Kamp
Abu Bakar. Hal ini sepenuhnya sejalan dengan
pemahaman Mukhlis atas seruan Salamat untuk
melakukan jihad, sebagaimana juga disampaikan
page 23 - - -
kepadanya oleh komandan divisinya, Solaiman
Pangalian. Penawaran Al-Ghozi berupa bantuan dana
yang diperlukan melengkapi kebulatannya.
Pada pertengahan November 2000, al-Ghozi,
Mukhlis, perantara pembelian bahan peledak
bernama Cosain Ramos, alias Abu Ali, dan salah
seorang peserta pelatihan dari MILF, "Amir Paute",
melakukan perjalanan ke Cebu City untuk mencari
komponen bom. Mereka segera disusul dua lagi
siswa Mukhlis yang tergabung dalam Divisi 3 SOG,
"Zainal Pax" dan "Salman Moro". Ramos
menghubungi pemasoknya, dengan panggilan Tony
dari Tanke, Talisay (oleh jaksa Cebu City
diidentifikasi sebagai Antonio Reyes) dan membeli
30 kilo TNT seharga 80,000 pesos (ketika itu sekitar
$2,000).56
Petang berikutnya, Mukhlis dan Amir menumpang
feri menuju Manila, dengan TNT yang
disembunyikan dibawah buah mangga. Beberapa
hari kemudian mereka disusul oleh Al-Ghozi, Pax,
Moro dan dua lagi rekan Mukhlis dari SOG,
"Ustadz Said" dan "Osama Ara". Pada tanggal 1
Desember, Hambali dan Faiz Abu Bakar Bafana
tiba di Manila untuk melakukan survei terhadap
sasaran mereka; al-Ghozi, Mukhlis, dan Mohammad
Guindolongan, alias Abu Zainab, bertemu dengan
mereka di bandara udara, dan pada hari berikutnya
mereka menginap di Hotel Dusit di Makati,
kawasan bisnis di kota Manila. Sedianya Hambali
mentargetkan kedutaan Israel dan AS tetapi ketika
menemukan hal itu tidak dimungkinkan, ia beserta
Bafana memberi keleluasaan kepada tim untuk
menyelesaikan tugasnya, dan kemudian pergi
dengan pesawat udara setelah tinggal selama satu
pekan.
Ketika Mukhlis dan tim al-Ghozi berhasil
melakukan lima pemboman hampir secara serentak
di Manila pada tanggal 30 Desember 2000, yang
merupakan hari raya Rizal, tidak banyak orang yang
menduga ada kaitan dengan Indonesia. Rencana AlGhozi selanjutnya untuk melakukan serangan
terhadap kepentingan AS di Singapura dengan
menggunakan bahan peledak yang dibeli dari
sumber yang sama di Cebu City, berhasil
digagalkan hanya berkat keberuntungan dan
kordinasi intelijen yang baik antara pihak berwajib
di Singapura dan di Filipina. Al-Ghozi tertangkap di
53
"Debriefing Report, Haji Mukhlis Umpara Yunos aka Saiffula
Yunos", 27 Mei 2003.
54
"Tactical Interrogation Report on Fathur Rohman Al-Ghozi".
55
Wawancara ICG, Mei 2004.
56
Philippine Star, 27 Agustus 2003, dan Debriefing Report, Mukhlis
Yunos.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Manila pada 15 Januari 2002, dan dua hari
kemudian lebih satu ton bahan peledak dengan
tujuan Singapura berhasil di sita dari sebuah rumah
aman di General Santos City.
page 24 - - -
VII. ZULKIFLI, BOM DEPARTMENT
STORE FITMART, DAN
HUBUNGAN ABU SAYYAF
Zulkifli merupakan salah seorang dari enam warga
Indonesia yang ditangkap pada bulan September
2003 di lepas pantai Sabah ketika tengah kembali
dari Filipina. Konon ia tengah pulang guna
menemui pentolan JI, Abu Dujana, untuk membahas
pengambil alihan Mantiqi III.57 Berbagai sumber
ICG telah membenarkan bahwa Zulkifli tersebut
sama dengan yang diidentifikasi oleh Taufiq Rifqi
sebagai salah seorang dari tujuhbelas kadet peserta
gelombang pertama pelatihan perwira di Kamp
Hudaibiyah pada September 1998, dan yang
kemudian ditunjuk sebagai pemimpin (qaid)
Wakalah Hudaibiyah pada Juli 2000. Zulkifli, yang
juga dikenal sebagai Julkipli, Gul Kipli, Jul, Geol,
Zol, Jol, Jabbar dan (mungkin) Badrudin dan Bro,
juga merupakan arsitek beberapa peristiwa
pemboman di Mindanao dari tahun 2000 sampai
dengan penangkapan terhadap dirinya.58
Kutipan-kutipan bukti dari operator ASG dan MLF
yang tertangkap, yang kemudian dibenarkan oleh
sumber ICG, mengkaitkan Zulkifli dengan
serangkaian serangan pembakaran dan bom
terhadap berbagai toko serba ada di General Santos
City dan Tacurong di awal 2002, selain dengan
pemboman terhadap bandara udara Cotabato dan
57
Komunikasi kepada ICG, Juni 2004. Berita tentang penangkapan
Zulkifli baru diketahui umum pada Februari 2004, setelah
tertangkapnya salah seorang rekannya di Belfast, Irlandia Utara,
bernama Jaybe Ofrasio. Zulkifli melakukan perjalanan dengan
menggunakan paspor Filipina atas nama Doni Ofrasio dan ditahan
polisi Malaysia karena pelanggaran imigrasi, kemungkinan dalam
perjalanan menuju atau dari pertemuan Mantiqi. Jaybe Ofrasio
tampaknya memberi bantuan kepada Zulkifli untuk memperoleh
paspor dengan mangaku bersaudara. Tampaknya, setidaknya salah
satu dari beberapa rumah aman di Cotabato City juga diperoleh
melalui jasa Ofrasio. Sebuah rumah yang diduga menjadi rumah
aman JI di Bagua, Cotabato City, yang di gerebeg setelah
penangkapan terhadap Taufiq Rifqi, konon milik seorang Jordan
Abdullah, yang mungkin masih ada hubungan keluarga dengan isteri
Jaybe Ofrasio, Indira Abdullah. Jordan Abdullah ditangkap pada 3
April 2004, atas dugaan menjalankan transfer dana untuk JI. Lihat
Today, 11 November 2003; "Filipino held in Belfast wanted for
helping JI", The Australian, 6 Februari 2004, hal. 7, dan "JI hand
starting to be visible in bank accounts", Philippine Daily Inquirer, 9
Mei 2004.
58
Wwancara ICG, Juni 2004. Lihat juga keterangan dari Direktur
Polisi Nasional Filipina (PNP) bidang Intelijen Gen. Roberto
Delfin, termasuk "PNP hunts Indons linked to Davao blasts",
Today, 8 April 2003.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Davao pada awal 2003.59 Iapun dikaitkan dengan
sejumlah rumah aman JI di daerah Cotabato,
termasuk lokasi persembunyian bahan peledak milik
al-Ghozi yang konon diperuntukkan bagi serangan
terhadap sasaran Barat di Singapura.
Zulkifli merupakan otak pemboman toko serba ada
Fitmart pada 4 Maret 2002 di Tacurong dan 21
April di General Santos City, dimana dalam
peristiwa yang belakangan tersebut limabelas orang
tewas. Di Tacurong, ia dibantu operator MILF
bernama Abdulbasit Usman dan beberapa orang
lainnya. Pada serangan di General Santos City, baik
operator Abu Sayyaf maupun MILF diyakini terlibat
bersama anggota lain JI.
Seorang mantan anggota JI bertutur kepada ICG
bagaimana Zulkifli dengan cermat merencanakan
peletakan dan pengaturan waktu dari ketiga bom di
Fitmart General Santos City, satu didalam toko,
satu lagi dekat pintu keluar untuk menangkap
orang yang lari setelah bom pertama meledak, dan
satu lagi di halaman parkir yang dimaksudkan
untuk mengenai orang yang masih juga berhasil
lolos melalui pintu keluar.60
Pernyataan yang dibuat tahanan Abu Sayyaf Noor
Mohammad Umug merupakan kunci dalam
mengkaitkan Zulkifli dan Wakalah Hudaibiyah
dengan pemboman terhadap Fitmart dan peristiwa
bom lainnya di Mindanao.61 Umug yang ditangkap
pada Mei 2002 di Cotabato City, mengungkapkan
kepada pemeriksa dari Polisi Nasional Filipina
(PNP) pada April 2003 bahwa "Julkipli alias Zol/Jol,
Hamdan alias Hamja (Hamzah), Usman, Ibrahim dan
Mustakim" termasuk pimpinan atau anggota Jemaah
Islamiyah di Mindanao yang diketahuinya. Ke lima
nama tersebut sesuai dengan yang dikemudian hari
diungkapkan oleh Taufiq Rifqi sebagai anggota
gelombang pertama pada Akademi Militer Islam di
Kamp Hudaibiyah (1998-2000).62 Terlebih lagi,
empat dari lima orang tersebut, termasuk Zulkifli,
tiba secara bersama dalam kelompok tujuh orang
yang dikawal Fathur Rahman al-Ghozi, dan seingat
Rifqi, nama-nama Usman, Mustaqim dan Ibrahim
terdaftar berurutan.
59
Wawancara ICG, Juni 2004.
Ibid.
61
Sebagian besar pernyataan tersebut di muat secara ringkas pada
artikel yang dikutip Laporan ICG, Jemaah Islamiyah, op. cit., fn.
67.
62
"Debriefing Report, Taufiq Rifqi alias Amy Erza", 13 November
2003.
60
page 25 - - -
Dalam keterangannya, Umug mengaku bertemu
dengan kelima orang tersebut dalam sebuah
apartemen yang disewa "Julkipli" di Campo Muslim,
Cotabato City, "sekitar 2001". Ketika itu kelima
alumni Kamp Hudaibiyah tersebut memegang posisi
puncak di Wakalah Hudaibiyah atau aktif di Kamp
Jabal Quba, dimana yang tiga pertama -- Zulkifli,
Hamzah dan Usman paling besar kemungkinannya
berinteraksi erat dengan operator senior ASG seperti
Umug. Seperti tercatat diatas, Zulkifli merupakan
ketua wakalah sementara Hamzah adalah pejabat
keuangan, yang kemudian hari dijabat Rifqi, dan
Usman merupakan pejabat penghubung. Ibrahim
bertanggungjawab menjalankan program pelatihan
di Jabal Quba, sementara Mustaqim adalah sekretaris
kamp.
Menurut Umug, perencanaan bagi pemboman toko
serba ada Fitmart di General Santos City berlangsung
di apartemen yang sama tersebut pada Maret 2002.
Menurut Umug, kepadanya Zulkifli sendiri
memperlihatkan keahliannya merakit bom yang
menurutnya diperoleh dari MILF di Kamp Abu
Bakar.
Abdulbasit Usman, yang diidentifikasi oleh Umug
sebagai rekan teras Zulkifli pada pemboman
Fitmart, secara sukarela membuat pengakuan telah
bertemu dengan seorang warga Indonesia "alias
Badrudin/alias Jul", di Cotabato City pada
Desember 2001. Menurut Usman, ia bertemu dua
kali dengan Zulkifli dirumah yang disewa yang
bersangkutan di Kimpo St., Bagua, Cotabato City,
dimana, seperti halnya Umug, ia "sesungguhnya
menyaksikan pembuatan [sebuah] bom rakitan"
yang dilengkapi alat pengukur waktu.
Pada Februari 2002, Usman bertemu Zulkifli di
General Santos City. Berdua mereka mengawasi
mal pertokoan Kimball Plaza sebelum meletakkan
alat penyebab kebakaran didalam gedung tersebut,
yang kemudian terbakar pada dini hari berikutnya
tanggal 19 Maret, yang mengakibatkan hancurnya
sebagian kawasan bisnis kota tersebut.63 Pada
tanggal 31 Maret, mal lainnya di General Santos
City, yakni Koronadal Commercial Centre, juga
terbakar. Kerugian yang ditimbulkan diperkirakan
senilai puluhan juta dollar, dan ribuan orang
kehilangan pekerjaan atau terpaksa direlokasikan.
63
"Partial Tactical Interrogation Report, Ahmad Akmad Usman y
Batabol, alias Basit Usman", 22 Juli 2002.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Dalam pengakuannya yang dibuat sehari setelah ia
ditangkap pada Juli 2002, Abdulbasit Usman
meremehkan arti dirinya, seraya mengatakan ia
cuma "pemandu" bagi warga Indonesia dan
seorang komandan peleton di MILF. Ia
menyangkal terlibat dalam pemboman Fitmart dan
menuding
Zulkifli sebagai pelaku yang
sesungguhnya.64
A.
RUMAH AMAN DI GENERAL SANTOS
CITY
Setibanya di General Santos City pada Februari
2002, Zulkifli menemani Abdulbasit Usman menuju
alamat yang tampaknya menjadi rumah aman JI di
Purok 39.2, Barangay Fatima,65 yang milik seorang
Hadji Sarsi Malagat. Rumah yang sama juga disebut
sebagai salah satu dari tiga rumah yang digunakan
oleh warga Indonesia yang diduga merupakan
teroris senior, "Abdul Sasamu" dan "Baem Samuya"
pada September 2002, selain oleh orang lain yang
terkait JI.66 Satu lagi adalah rumah seorang nelayan
yang berasal dari Kepulauan Sangihe Talaud, Uskar
Makawata, di Barangay Tambler, General Santos
City; dan yang ketiga milik seorang Fernando Sala
di Barangay Fatima. Makawata adalah pengurus dua
kapal nelayan milik Sala yang bersandar di dermaga
pada pantai desa, yang digunakan untuk
perdagangan tukar barang antara General Santos
City dan Indonesia, yang kerap dijadikan kedok
untuk gerak-gerik JI.
Pada petang hari tanggal 14 September 2002, rumah
Sala digerebeg, yang berujung dengan ditangkapnya
page 26 - - -
Makawata, seseorang bernama Hassim Sumangkay,
dan tiga warga Indonesia yang tidak memiliki
dokumen.67 Nomor telepon seluler Makawata
ditemukan tersimpan dalam kartu SIM milik
Abdulbasit Usman, seperti juga nomor milik seorang
"Badrudin/Bro", warga Kimpo, Bagua, Cotabato
City, yang hampir pasti Zulkifli. Polisi Filipina
menduga Makawata, yang lahir di General Santos
City dengan ayah yang warga Indonesia dan ibu asal
Maguindanao, memandu para teroris dari Indonesia
menuju kontak mereka di MILF dan tempat-tempat
perlindungan.68
Menurut sumber ICG, teroris Indonesia Abdul
Sasamu, Baem Samuya dan Nasruddin Sulayan,
yang seluruhnya diidentifikasi sebagai pelaku bom
Fitmart, melarikan diri ketika dilakukan
penggerebegan pada tanggal yang sama – mungkin
pada penggerebegan yang sama. Tampaknya
mereka pergi ke Indonesia untuk beberapa waktu
sebelum dilaporkan kembali ke General Santos
City pada tanggal 15 Oktober 2002, dengan
ditemani warga Indonesia keempat, "Abu Narih",
yang telah mereka jemput di Indonesia.
Selanjutnya mereka menjadi bagian dari kisah bom
Davao.
Kemungkinannya, Hadji Malagat yang disebut
dalam laporan pemeriksaan Abdulbasit Usman
maupun Uskar Makawata ada hubungannya dengan
ketiga Malagat bersaudara yang ditahan pada 17
Januari 2002, dua hari setelah ditangkapnya Fathur
Rahman
al-Ghozi
di
Manila,
karena
menyembunyikan bahan peledak milik al-Ghozi.69
Menurut ketiga bersaudara tersebut, pada November
64
Akan tetapi dua hari kemudian, oleh petinggi polisi dan militer
Filipina ia dihadirkan dalam sebuah konferensi pers di istana
kepresidenan
di
Manila.
Kemudian
laporan
Pers
menggambarkannya sebagai pernah dilatih di Afghanistan dan
Libya (dalam pengakuannya tanggal 22 Juli, ia mengaku pernah
mengikuti latihan di Kamp Abu Bakar namun hanya untuk tiga
bulan, dan pernah bekerja di Saudi Arabia di awal 1990an). Bahkan
ia dibawa ke perhatian Kelompok Pengamat PBB sebagai orang
yang secara pribadi terkait al-Qaeda. Lihat United Nations,
Security Council, S/2002/1338, Annex II, Hal. 27. Oleh karena itu
pelariannya yang mudah tiga bulan kemudian justru merupakan hal
luar biasa. Pada tanggal 23 Oktober 2002, saat diizinkan
berkeliaran tanpa pengawasan di halaman Kelompok Mobil Polisi
propinsi di Alabel, Sarangani, tampaknya ia berjalan keluar begitu
saja. Polisi setempat menjelaskan ia tidak dapat dibuikan karena
belum didakwa ataupun termasuk dalam tuntutan kasus Fitmart.
SunStar (General Santos City), 28 Oktober 2002.
65
Purok adalah lingkungan warga yang kecil didalam sebuah
barangay (desa atau wilayah perkotaan).
66
"Initial Tactical Interrogation Report, Uskar Malo Makawata
alias Kar", 15 September 2002.
67
Warga Indonesia tersebut, yang merupakan saudara sepupu asal
Kepulauan Sangir, mengaku dipekerjakan sebagai tukang kayu di
rumah Sala pada Juli 2002. Tiga warga Indonesia lainnya tinggal
di rumah itu selama hampir sepekan sebelum terjadi
penggerebegan, dan baru pergi sepuluh hingga limabelas menit
sebelumnya, menurut kedua saudara sepupu itu. Hal ini sesuai
dengan keterangan sumber ICG kedua, yang mengidentifikasi ke
tiga orang yang berhasil lolos itu sebagai teroris senior.
68
Makawata masih menjadi tahanan di Biro Imigrasi di Manila. Ia
dilapor telah dilepaskan karena kurang bukti akan tetapi ditahan
kembali ketika disebut oleh Suryadi Masud pernah menjadi tuan
rumah bagi alias Marwan (Zulkifli bin Hir), yang diduga menjadi
ketua Kumpulan Mujahidin Malaysia, selama berkunjung di
Mindanao. Wawancara ICG, Davao City, Januari 2004.
69
Dalam Laporan Pemeriksaan Taktis tertanggal 17 Januari 2002,
Malagat bersaudara, Muhaladin "Datu", Mohammad "Odtud", dan
Almoktar "Amok", mengaku memiliki rumah keluarga di desa
39.2. Ini merupakan rumah utama Mohammad dan salah satu
saudaranya, Amin, tetapi tidak disinggung tentang kemungkinan
hubungan mereka dengan Hadji Sarsi.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
2001 mereka dihampiri oleh tiga warga Indonesia
yang menginap di kota tetapi terganggu dengan
orang-orang yang minum-minum disana, oleh
karena itu mereka tengah mencari penginapan baru.
Ke tiga orang tersebut adalah Abu Saad (al-Ghozi),
Taupik (mungkin Taufiq Rifqi) dan seseorang
bernama Hassan, dan mereka mengaku sebagai
pengusaha dari Marori, sebuah pulau Indonesia
tidak jauh dari Mindanao. Diantara mereka sendiri
mereka berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi
ketika berada di tempat umum berbicara dalam
bahasa Tagalog. Malagat bersaudara kemudian
setuju menyewakan rumah untuk mereka.70
Di antara Hari Natal dan Tahun Baru, menurut
Muhaladin "Datu" Malagat, yang paling tua dari
ketiga bersaudara tersebut, al-Ghozi, Taupik dan
Hassan menurunkan beberapa peti dari truk, yang
menurut pengakuannya adalah barang dagangan
untuk dijual di Marori. Pada 17 Januari 2002 pagi
hari, Taupik dan Hassan kembali tanpa al-Ghozi,
yang baru saja ditahan. Mereka meminta bantuan
Datu dan saudaranya Odtud untuk mengubur peti
tersebut dihalaman rumah sewaan itu. Mereka
kemudian memanggil saudara ketiga, Amok, dari
SMU untuk membantu menggali lubang. Ketika
kemudian disiang hari rumah tersebut digerebeg,
warga Indonesia sudah hengkang, namun polisi
berhasil menemukan barang terlarang yang dikubur –
lebih dari satu ton bahan peledak, tali peledak, katup
peledak, dan tujuhbelas pucuk senapan M-16 yang
dikemas dengan lemak agar tidak berkarat akibat air
laut.71
B.
MEMBANGUN KEMBALI HUBUNGAN
ABU SAYYAF
Antara awal 2001 dan penangkapan terhadap
mereka masing-masing pada September dan
Oktober 2003, Zulkifli dan Taufiq Rifqi
memperkokoh hubungan baru antara JI dan
Kelompok Abu Sayyaf. Upaya terdahulu oleh
operator al-Qaeda Omar al-Faruq di 1994 untuk
"meyakinkan ASG agar menyatukan dan
mengkonsolidasi kekuatan bersama MILF" pernah
70
Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Taktis, dan wawancara ICG
dengan Datu dan Odtud Malagat, Penjara General Santos City, 15
Januari 2004. Kedua bersaudara tersebut ketika diperiksa
menyangkal adanya kaitan organisasi, akan tetapi ketika
diwawancara oleh ICG Datu mengaku "pernah" menjadi anggota
MILF.
71
Dallas Morning News, 17 Maret 2002.
page 27 - - -
ditolak oleh pendiri Abu Sayyaf amir Abdurajak
Janjalani, yang beranggapan MILF lebih
memperhatikan uang ketimbang jihad.72 Akan tetapi
seperti JI, kemampuan melakukan teror yang
dimiliki Abu Sayyaf sebagian karena kamp
pelatihan MILF, dan khususnya karena sebuah
akademi yang tidak terkenal yang didanai al-Qaeda
bernama Darul Imam Shafi'ie.73 Zulkifli tampaknya
menganggap pemulihan ikatan pelatihan yang lalu,
kali ini melalui Kamp Jabal Quba, sebagai bagian
yang penting dari tugas JI di Filipina.
Darul Imam Shafi'ie didirikan dibawah International
Islamic Relief Organisation antara 1988-1989, ketika
masih dipimpin di Filipina oleh saudara ipar Osama
Bin Laden, Muhammad Jamal Khalifa, dan
diperkirakan telah menghasilkan tiga gelombang
peserta latihan antara 1990 dan 1993.74 Pelajaran
agama diberikan di kampus Marawi City dan latihan
militer di Kamp Busrah milik MILF di Lanao del
Sur. Setiap kelas berjumlah 50 siswa dan kurang
lebih hampir sama terbagi antara siswa MILF dan
Abu Sayyaf. Mungkin alumnus yang paling penting
adalah Kadaffy Janjalani, yang tidak seperti kakakkakaknya Abdurajak dan Hector, tidak pernah
mengikuti latihan di luar negeri. Keahliannya
dibidang peledakan, yang menjadi sumber utama
kewenangannya selaku amir ASG setelah kematian
Abdurajak di 1998, diperoleh di Kamp Busrah.75
Kadaffy Janjalani sudah lama menghendaki
pengiriman personil untuk dilatih di Kamp
Hudaibiyah akan tetapi MILF menolak gagasan
tersebut. Namun pada awal 2001, ASG konon
melakukan pendekatan terhadap Zulkifli selaku ketua
Wakalah Hudaibiyah, guna memperoleh latihan dari
JI. Zulkifli setuju menerima siswa dari Abu Sayyaf
dengan imbalan orang-orangnya sendiri memperoleh
72
"Summary of Information: Umar Faruq", Badan Intelijen
Nasional, Indonesia. Abdurajak Janjalani merupakan alumnus tahun
1989-1990 pada akademi militer Abdul Rasul Sayyaf di Afghanistan
dan menamakan Kelompok Abu Sayyaf untuk menghargainya .
73
Nama tersebut merujuk kepada empat mashab hukum Islam
Sunni, dan yang paling umum dipakai di Asia Tenggara.
74
Yang terakhir ini mungkin "kelas 1993" yang disebut komandan
ASG Hamsiraji Sali pada serangkaian pemboman terhadap menara
listrik diawal 2003, akan tetapi pelatihan disebutnya berlangsung di
Kamp Abu Bakar, sedangkan kelompok berjumlah 90 peserta.
Jurubicara MILF Eid Kabalu secara terbuka mengakui keberadaan
kelas tersebut, yang ditangani seseorang bernama Benjie Gundang.
Philippine Daily Inquirer, 1 Maret 2003, hal.1.
75
Kadaffy Janjalani adalah lulusan kelas 1992, dan karenanya
mungkin menerima pelajaran tentang peledakan dari Wali Khan
Amin Shah, anggota sel Manila dibawah Ramzi Yousef yang
diduga pernah mengajar di Darul Imam Shafi'ie pada tahun itu.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
pengalaman praktis pada kamp-kamp ASG.
Selanjutnya sedikitnya dua peserta latihan JI dikirim
ke Basilan atau Jolo, sementara Zulkifli menerima
peserta perorangan maupun kelompok-kelompok
kecil dari Abu Sayyaf untuk mengikuti kursus
pendek selama beberapa pekan atau bulan.76
Menyusul beberapa ledakan bom di Zamboanga City
pada Oktober 2002, yang diduga diawasi oleh
Janjalani,77 dimana diantara sebelas orang yang
tewas termasuk seorang tentara AS, Zulkifli
melakukan kunjungan di Zamboanga dari Desember
sampai dengan Januari untuk mengadakan kontak
dengan pemimpin ASG. Seorang operator JI
bernama Zaki kemudian selama paruh awal 2003
tinggal di Zamboanga dan Basilan, berbaur dengan
ASG dalam rangka mempersiapkan diri mengikuti
program pelatihan bersama di Kamp Jabal Quba.
Gelombang kedua kadet asal JI lulus dari akademi
militer JI di Kamp Jabal Quba pada November 2002,
dan selanjutnya pelantikan seorang perwira
penghubung tambahan dari JI bernama Mustaqim
dua bulan kemudian guna memberi dukungan
kepada Usman mungkin mencerminkan kerjasama
yang meningkat dengan ASG.
Pada Juli 2003, sekembalinya dari Basilan, di
Cotabato City Zaki bertemu dengan seorang Abu
Nadjan dari ASG (kemungkinannya rekan satu
gelombang dengan Kadaffy Janjalani pada tahun
1992 di Kamp Busrah), yang bermaksud melakukan
perjalanan ke Kamp Jabal Quba untuk mengikuti
program pelatihan selama dua bulan. Tidak jelas
apakah rencana tersebut terwujud, akan tetapi
adanya tanda-tanda bangkitnya kemampuan Abu
Sayyaf belum lama ini mungkin ada kaitannya
dengan ikatan tersebut bersama pelaku jihad dari
luar negeri, yang tidak terbatas pada pelatihan,
sebagaimana kemudian diketahui ICG, tetapi
berkelanjutan dengan penyelenggaraaan operasi
bersama dengan kesertaan JI, ASG dan MILF.
Serangan terhadap bandara internasional Davao dan
pelabuhan feri, yang kasusnya masih belum
terungkap dan merupakan hambatan utama bagi
proses perdamaian, bisa jadi merupakan salah satu
aksi operasi bersama tersebut.
page 28 - - -
VIII. BOM DAVAO
Serangan bom terhadap Bandara Internasional Davao
pada 4 Maret 2003 dan terhadap pelabuhan Davao di
Sasa pada 2 April 2003 masing-masing menewaskan
22 dan enambelas orang, sehingga merupakan
serangan teroris yang dipastikan terburuk di Asia
Tenggara sesudah Bali. Keduanya merupakan operasi
JI, konon dengan keterlibatan MILF
Meski skala kejadian cukup besar serta kaitan MILF
tersebut menjadi hambatan bagi rundingan
perdamaian, perhatian dunia terhadap peristiwaperistiwa pemboman tersebut tidak besar. Jauh
berbeda dengan Bali, kasusnya belum berhasil
dibawa ke pengadilan. Polisi Nasional Filipina
(Philippine National Police / PNP) yang memimpin
penyelidikan telah menahan dua kelompok
tersangka dari MILF secara tersendiri, serta
menuding 160 anggota lainnya, termasuk sebagian
besar pucuk pimpinan MILF. PNP juga telah
mengidentifikasi lima warga Indonesia yang
diyakininya berkomplot dengan MILF dalam
serangan tersebut.
Akan tetapi pihak intelijen militer Filipina
memaparkan versi yang samasekali berbeda, yang
menampilkan
kelompok
tersangka
ketiga.
Keterangan ini – yang tidak sesuai dengan berkas
yang telah disusun oleh pihak jaksa terhadap lima
orang tersangka yang ditahan PNP – menjadi dasar
bagi tudingan terhadap kepemimpinan MILF.
Komisi yang dibentuk Presiden Gloria Arroyo pada
September 2003 dengan mandat menyusun laporan
dalam jangka waktu 30 hari tentang tudingan
keterlibatan militer dalam peristiwa pemboman
tersebut – tudingan yang dibuat oleh oknum
pemberontak militer pada Juli 2003 – baru
menyerahkan hasil temuannya pada Maret 2004.
Komisi tersebut tidak menemukan bukti keterlibatan
militer, namun juga membebaskan MILF dari
tuduhan terhadap mereka.
Kendati timbul kebingungan, baik PNP maupun
pihak intelijen militer bersikeras bahwa MILF
bertanggung jawab atas peledakan di Davao, dan
setelah melakukan beberapa penyelidikan kembali,
pihak jaksa menolak membatalkan tuduhan terhadap
pemimpin MILF.78 Walikota Davao City Rodrigo
76
Wawancara ICG, Juni 2004.
"Debriefing Report, Abdulmukim Ong Edris", Polisi Nasional
Filipina.
77
78
"MILF hasn't refuted CPO bomb charges", Mindanews, 3 April
2004.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Duterte – yang sebelumnya bersikap lunak terhadap
MILF – menuduhnya melakukan kerjasama dengan
JI dan al-Qaeda untuk melancarkan serangan
tersebut. Direktur bidang intelijen PNP Roberto
Delfin yang mendukung tuduhan Duterte tersebut,
secara terbuka mengidentifikasi kelima tersangka
warga Indonesia: Nasruddin, Sulaiman, Zulkifli, Haji
Akhmad dan Hamja (Hamzah). Menurut Delfin,
Nasruddin juga terlibat peristiwa bom Bali dan oleh
sumber ICG diidentifikasi sebagai ketua Mantiqi III
Mustofa; Delfin menuding Sulaiman telah membantu
al-Ghozi menyembunyikan bahan peledak di General
Santos City. Menurut tuturan Delfin identitas tiga
orang Indonesia lainnya yang menjadi tersangka
tersebut belum jelas, begitu pula peranannya dalam
serangan di Davao.79
Pihak intelijen militer Filipina juga menduga adanya
keterlibatan warga Indonesia, namun dengan nama
yang berbeda: Hadji Abdul Sasamu, Ustadz Baem
Samuya, Nasruddin Sulayan[g], Abu Narih dan
"alias Jul" – yang bersama tiga orang pertama
diidentifikasi sebagai pelaku bom Fitmart, dan
hampir dapat dipastikan adalah Zulkifli.80 Kendati
pihak intelijen militer dapat merinci gerakan warga
Indonesia tersebut serta hubungannya dengan MILF
pada bulan-bulan menjelang peledakan di Davao,
bagaimana persis peran yang dimainkannya tidak
begitu jelas, sebagaimana halnya dengan versi yang
disampaikan PNP. Menurut sumber ICG, Zulkifli
lah yang memimpin strategi dalam kedua peristiwa
tersebut.81 Tidak satupun tersangka warga Indonesia
yang disebut oleh Delfin atau pihak intelijen militer
termasuk dalam surat dakwaan yang diserahkan
PNP ke pihak jaksa.
Sebaliknya, penyelidikan yang dipimpin PNP
memusatkan perhatian terhadap anggota MILF yang
diduga menjalankan serangan tersebut. Kelompok
tersangka pertama, Terso dan Undungan Sudang,
ditangkap sehari setelah kejadian bom di bandara
Davao semata-mata atas dasar bukti tidak langsung.
Pada 11 April 2003 menyusul peristiwa pemboman
di dermaga Sasa, tuduhan terhadap dua bersaudara
Sudang dibatalkan tetapi sempat memperdalam
sikap sinis dari banyak pengamat setempat, yang
79
Lihat "PNP hunts Indons linked to Davao blasts", Today, 8 April
2003, dan "Suspected key planner of Davao wharf bombing
nabbed", Philippine Star, 8 April 2003.
80
Dokumen intelijen militer Filipina rahasia, Maret 2003, yang
berhasil diperoleh ICG.
81
Wawancara ICG, Juni 2004.
page 29 - - -
kini sama sekali menolak pemikiran bahwa MILF
terlibat peristiwa peledakan.82
Lima tersangka baru ditangkap di Cotabato City pada
8 April 2003: Esmael Akmad, Tohami Bagundang,
Esmael Mamalangkas, Idar dan Jimmy Balulao, yang
masih ditahan hingga saat ini. Setelah ditahan dua
hari, Balulao memberi pengakuan telah meletakkan
bom di bandara, dan Bagundang mengakui
keterlibatannya dalam operasi di bandara dan
dermaga. Tampaknya kasus yang disusun jaksa
terpusat pada pengakuan tersebut, akan tetapi banyak
keterangan didalam kedua dokumen tersebut tidak
sesuai, selain itu tidak melibatkan petinggi MILF.83
Sebaliknya tuduhan terhadap pimpinan MILF
didasarkan atas keterangan yang samasekali terpisah,
yang tidak melibatkan kelima tersangka yang ditahan
itu.
Keterangan alternatif tersebut yang disusun pihak
intelijen militer, menunjukkan bahwa kedua
kejadian bom di Davao dilakukan oleh operator dari
Brigade 212 MILF, dan mereka diidentifikasi
sebagai Guindatu Mamintal Dulang, alias
Komandan Bimbo, yang komandan brigade;
Nasruddin Ibrahim, perwira yang mengkomandoi
Kelompok Operasi Khusus 212, dan keponakan dari
Al-Haj Murad; Dongdong Pidtukasan, Rex Mohir,
Mori Ali Usman dan Tong Abbas, yang semuanya
terlibat dalam peristiwa peledakan ganda tanggal 3
Mei 2000 di General Santos City; dan seorang pria
lainnya, yang merupakan anggota tim yang paling
berpengalaman, yang meletakkan bom di gedung
ruang tunggu di bandara. Tiga orang lain yang
belum diketahui identitasnya menuju Tagum untuk
menjalankan serangan untuk mengalihkan perhatian
(meledak satu jam setelah bom bandara dan
menewaskan satu orang). Tong Abbas, Rex Mohir
dan pelaku bom bandara juga menjalankan serangan
bom di dermaga. Menurut keterangan ini, Bimbo
82
Terso dan Undungan merupakan ayah dan paman dari Montaser
Sudang, korban ledakan di bandara yang pada awalnya diduga
sebagai pelaku bom bunih diri berdasarkan keanggotaannya dalam
MILF. Sikap sinis masyarakat bertambah dengan pembersihan
secara dini dari tempat kejadian perkara di bandara, yang
menghambat penyidikan forensik.
83
"Sworn Statement of Jimmy Balulao", 9 April 2003, dan "Sworn
Statement of Tohami Bagundang", 9 April 2003. Penangkapan
terhadap Akmad dan Bagundang dilakukan berdasarkan sketsa yang
dibuat dari keterangan saks; Bagundang kemudian melibatkan
Mamalangkas, Idar dan Balulao. Noor Mohammad Umug, rekan
Zulkifli di Abu Sayyaf, mengidentifikasi Akmad sebagai komandan
MILF commander dan Idar sebagai keponakannya; Balulao adalah
ipar Idar.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
menerima perintahnya langsung dari wakil ketua
urusan militer pada saat itu Al-Haj Murad pada 12
Februari 2003; banyak lagi perwira MILF yang
terlibat dalam perencanaan serangan bom.84
Sementara itu, pihak intelijen militer menemukan
jejak anggota JI yang diduga pelaku bom Fitmart,
yakni Sasamu, Samuya dan Sulayang pada
pertengahan Oktober 2002, satu bulan setelah mereka
nyaris tertangkap ketika rumah aman Fernando Sala
digerebeg.85 Setelah mengadakan kontak dengan
komandan lapangan Brigade 205 Manawe Ibrahim di
Kamp Khalid Ibn al-Walid, di propinsi Sarangani,
warga Indonesia tersebut yang kini bergabung
bersama Abu Narih dilaporkan menetap disana
selama empat bulan, dengan hanya keluar untuk
bertemu dengan rekan mereka dari MILF di kota
Cotabato dan General Santos.
Zulkifli tampaknya kembali ke General Santos City
dari Indonesia pada pertengahan Desember 2002,86
bergabung dengan warga Indonesia lainnya di Kamp
Khalid, sampai akhir bulan ketika ia mendampingi
Sulayang menuju Cotabato City untuk menemui
seorang warga Afghanistan yang sedang berkunjung.
Menurut Taufiq Rifqi, Zulkifli mungkin terus ke
Zamboanga, dimana ia tinggal untuk beberapa waktu
pada Januari 2003, dengan mengadakan kontak
bersama Kadaffy Janjalani dari ASG.87
page 30 - - -
menanggapi serangan yang dilancarkan pemerintah
pada 11 Februari, serta kemungkinan melakukan
serangan bom – yang akan “diawasi” oleh warga
Indonesia tersebut namun dilaksanakan oleh SOG -konon dibahas sebelum Sasamu dan Samuya kembali
ke Kamp Khalid.88
Zulkifli satu-satunya warga Indonesia yang disebutsebut oleh PNP maupun pihak intelijen militer
berkaitan dengan peristiwa bom di Davao, akan tetapi
identitasnya tidak dijelaskan, selain itu ia tidak
didakwa dan belum dikeluarkan surat penangkapan
terhadapnya. Keterangan dari berbagai sumber
independen meyakini ICG bahwa Zulkifli – pelaku
bom dan pembakaran di toko Fitmart yang lulusan
Ngruki dan mantan ketua Wakalah Hudaibiyah, dan
yang ditahan oleh pihak berwajib di Malaysia sejak
September 2003 – memang benar pelaku utama
dalam komplotan serangan bom di Davao.
Kemungkinannya, serangan tersebut dilaksanakan
dibawah pengawasannya dengan bantuan dari
mitranya di MILF dan Abu Sayyaf, mungkin dengan
menggunakan bahan dari MILF dan pelaku di
lapangan dari Abu Sayyaf.89 Namun belum jelas
siapa di hirarki MILF yang menyetujui serangan
tersebut.90 Proses pengadilan yang transparan
terhadap Zulkifli diperlukan untyuk mengungkapkan
seberapa jauh, dan sifat sesungguhnya, kerjasama JI
– MILF tersebut.
Menyusul pertemuan Staf Umum MILF disekitar
daerah Buliok pada 1-16 Januari 2003, ketua operasi
Achmad Pasigan konon bertemu dengan warga
Indonesia yang tersisa di Kamp Khalid. Selagi
mendung perang mulai menyelimutu Buliok pada
awal Februari 2003, pertemuan-pertemuan konon
diselenggarakan di Cotabato City yang dihadiri wakil
kepala staf MILF ketika itu, Sammy Gambar,
Achmad Pasigan, Samir Hashim, Manawe Ibrahim,
dan lima warga Indonesia yang dipimpin Sasamu dan
Samuya. Agenda pertemuan didominasi perlunya
84
Dokumen rahasia intelijen militer Filipina, Maret 2003, yang
diperoleh ICG. Bimbo ditangkap pada Oktober 2003 selaku
tersangka dalam kasus pemboman tahun 2000 di General Santos
City, dimana ia tengah ditahan, akan tetapi para jaksa tampaknya
tidak mengenakan dakwaan berkaitan dengan persitiwa Davao
terhadapnya.
85
Lihat bagian VII diatas.
86
Tidak jelas berapa lama Zulkifli pergi, namun konon ia berada di
Malaysia dari akhir April 2002 (mungkin menyusul bom Fitmart)
hingga 20 Mei 2002, ketika ia kembali melalui Cotabato City.
Wawancara ICG, Davao City, Januari 2004.
87
"Debriefing Report, Taufiq Rifqi alias Amy Erza", 13 November
2003.
88
Dokumen rahasia intelijen militer Filipina, Maret 2003, yang
diperoleh ICG.
89
Menurut sebuah sumber kepada ICG, ASG menghasilkan pelaku
di lapangan yang lebih baik ketimbang MILF karena umunya
menguasai lebih banyak bahasa. Operator MILF cukup memadai
sepanjang beroperasi di Maguindanao atau Lanao . Wawancara
ICG, Juni 2004.
90
Wawancara ICG, Juni 2004.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
IX. KERJASAMA BERJALAN MILF
DENGAN KELOMPOK JIHAD
Pada 20 Juni 2003 setelah mengalami tekanan
intensif dari pemerintah, Salamat Hashim
mengeluarkan pernyataan tiga ayat yang isinya
menolak penggunaan teror. Dalam pernyataan
tersebut, menurutnya "MILF selaku organisasi
pembebasan telah berulang kali secara terbuka
menolak penggunaan terorisme untuk mencapai
tujuan politik".91 Penolakan yang dinyatakan
berulang kali hingga saat itu terhadap setiap
keterlibatan dalam kegiatan teror mungkin
bukannya kebohongan yang disengaja melainkan
keengganan mengakui bahwa tindakan yang
dilakukan MILF patut dicap "terorisme".
page 31 - - -
juga hal yang sama sebaliknya terjadi dengan
anggota MILF dan JI.94
ICG memperoleh keterangan dari beberapa sumber
di Indonesia bahwa sejak awal 2004, warga
Indonesia masih dikirim menuju kamp-kamp MILF
dan Abu Sayyaf untuk mengikuti latihan dalam
kelompok-kelompok kecil. Tampaknya beberapa
diantara mereka merupakan anggota JI, akan tetapi
ada juga anggota dari fraksi-fraksi Darul Islam,
kelompok yang berbasis di Sulawesi, dan setidaknya
satu kelompok kecil yang berbasis di Jakarta.
Akan tetapi tudingan mengenai kerjasama JI-MILF
tetap berlanjut. Pada April 2004, seorang anggota
MILF bernama Sammy Abdulgani yang mengaku
bergabung dengan JI, ditahan karena diduga
merencanakan pemboman terhadap beberapa
pelabuhan di Mindanao. Menurut beberapa laporan
pers ia mengaku terlibat peristiwa bom di bandara
Cotabato pada Februari 2003 dan di terminal bis di
Parang, Maguindanao pada April 2003.92 Abdulgani
yang ditangkap bersama tiga warga Filipina yang
konon juga anggota JI, mengaku mereka semua
termasuk dalam sel beranggotakan enam orang yang
menerima perintah dari seorang warga Indonesia
bernama Usman, yang dilaporkan menggantikan
Zulkifli setelah yang disebut belakangan tersebut
ditangkap.93
Pengakuan Abdulgani perlu dicermati lebih lanjut,
karena sebuah sumber yang mengenal operasi JI di
Mindanao menyampaikan kepada ICG bahwa tidak
seorangpun warga Filipina (bahkan juga warga
Thailand) pernah menjadi anggota JI, kendati jelas
sudah mengenai adanya operasi bersama dengan
warga Filipina. Namun demikian beberapa anggota
JI pada akhirnya bekerjasama begitu erat dengan
MILF sehingga dianggap anggota, dan mungkin
91
Carolyn O. Arguillas, "Salamat issues policy statement rejecting
teror; Ermita welcomes move", Mindanews, 22 Juni 2003.
92
Edith Regalado, "JI Suspect Says Indon JI Teror Group Linked
With MILF", The Philippine Star, 27April 2004.
93
Ibid.
94
Al-Ghozi termasuk didalamnya; seorang lagi adalah Mustafa
alias Usama yang berasal dari Jawa yang datang di Filipina sekitar
tahun 1996 serta menikah dengan warga Filipina. Wawancara ICG,
Juni 2004.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
X.
KESIMPULAN
Tidak disangsikan bahwa MILF selaku organisasi
memiliki hubungan kerjasama yang erat dengan
pimpinan Jemaah Islamiyah yang sudah ada
sebelum mencuatnya JI secara resmi pada tahun
1993. Hubungan tersebut sifatnya sangat pragmatis
yang lebih berdasarkan kepentingan bersama
ketimbang kepercayaan dan tujuan yang sama.
Hubungan itu dibina didalam kamp pelatihan
mujahidin dan diperkokoh dengan didirikannya
kamp dihalaman Kamp Abubakar milik MILF pada
tahun 1994. Hubungan tersebut pun direstui di
tingkat puncak MILF, yaitu oleh Salamat Hashim
sendiri.
Setelah tahun 2000 ketika Kamp Abu Bakar diserbu
tentara Filipina, keadaan menjadi lebih lentur.
Operator JI di Mindanao memilih bekerjasama dengan
MILF maupun Kelompok Abu Sayyaf, terkadang
dengan mengadu domba antara yang satu dengan yang
lainnya. Meningkatnya secara tajam jumlah maupun
kepiawaian serangan bom di Filipina sejak tahun 2000
bisa jadi mencerminkan sikap yang lebih agresif
dipihak pimpinan JI di Mindanao dibawah Zulkifli,
yang membentuk jaringan luas terdiri dari pelaku
lapangan asal lokal. Gambaran tersebut dibuat lebih
rumit dengan kenyataan bahwa baik MILF maupun
Abu Sayyaf telah menjalin hubungan dengan
kelompok asal Indonesia selain JI, karenanya
ketimbang satu pusat pelatihan yang besar, tampaknya
saat ini ada beberapa tempat latihan yang lebih kecil.
Bahkan “pelatihan” bisa berupa satu orang Filipina
yang melatih satu orang Indonesia, atau sebaliknya.
Ada tiga pertanyaan yang penting untuk
mengevaluasi hubungan MILF dengan organisasi
teroris saat ini, dan dengan demikian pula
prospek bagi keberhasilan setiap kesepakatan
perdamaian antara MILF dengan pemerintah
Filipina.
Apakah persetujuan menyelenggarakan pelatihan
dari pihak pimpinan MILF termasuk menyetujui
tindakan bom ataupun serangan lainnya yang
dengan sengaja menjadikan warga sipil sebagai
sasarannnya? Pada beberapa kasus, ya. Kendati
MILF menyangkal kaitan apapun dengan Mukhlis
Yunos yang bekerjasama dengan al-Ghozi pada aksi
bom Hari Rizal, pernyataan tersebut terdengar
sumbang. Tidak tercatat adanya pernyataan dari
pimpinan MILF yang mengutuk serangan terhadap
page 32 - - -
dutabesar Filipina di Jakarta beberapa bulan
sebelumnya. Aksi bom pasca Buliok, sebagaimana
telah dicatat, tampaknya setidaknya memperoleh
persetujuan tersirat dari pimpinan puncak MILF.
Adakah indikasi bahwa kerjasama MILF dengan
JI atau kelompok jihad lainnya tetap dilanjutkan
setelah pernyataan Salamat Hashim pada Juni
2003 yang isinya menolak tindakan terorisme?
Ya, jelas sekali. Pengakuan Abdulgani menunjuk
adanya hubungan yang tengah berjalan, selain itu
ada konfirmasi dari sumber ICG sendiri bahwa
pelatihan, dan mungkin juga perencanan aksi
teroris, masih tetap berlanjut.
Apakah hubungan yang tengah berjalan tersebut
direstui kepemimpinan di masa pasca Hashim?
Inilah pertanyaan yang paling penting, dan
jawabannya belum menunjukkan kejelasan. Struktur
MILF yang longgar dan di desentralisasi
memungkinkan pimpinan politik didalamnya
menafikkan pengetahuan tentang setiap kegiatan,
termasuk program pelatihan tindak teror, yang
diselenggarakan oleh komandan setempat secara
perorangan – yang kerap disebut “komando yang
hilang”.
Ada tiga kemungkinan tentang
kesungguhan pernyataan tersebut, yang semuanya
tidak memberikan petunjuk yang menggembirakan
untuk mencapai perdamaian abadi. Pertama,
pimpinan puncak MILF yang tengah melakukan
negosiasi dengan pemerintah Filipina benar tidak
tahu menahu tentang kesepakatan yang terjalin pada
tingkat lokal dengan kelompok jihad dari Indonesia
maupun tempat lain. Jika mereka tidak dapat
mengendalikan pimpinan lokal, maka kemampuan
organisasi tersebut untuk mematuhi setiap
kesepakatan disangsikan. Kedua, mereka tidak
mengetahui keberadaan program semacam itu, tetapi
mereka pun tidak mencari tahu, dengan menganut
sikap “jangan bertanya, jangan bertutur”.
Kemungkinan ketiga, bahwa setidaknya beberapa
petinggi MILF bukan hanya mengetahui keberadaan
program tersebut, bahkan menganggapnya sebagai
elemen penting dalam strategi mempertahankan
kapasitas militer dan solidaritas dengan kelompok
jihad internasional bersamaan dengan negosiasi yang
tengah dijalankan.
Belum jelas apakah pemimpin MILF yang baru, AlHaj Murad, memiliki kewenangan ataupun
keinginan untuk menutup kamp-kamp dimaksud
dan membatasi ikatan organisasi tersebut dengan JI
dan organisasi serupa.
Agar kesepakatan
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
perdamaian dapat berjalan, pemerintah Filipina
perlu memastikan bahwa pimpinan MILF
setidaknya memiliki komitmen untuk mengakhiri
setiap pelatihan keterampilan militer terhadap
pasukan atau perorangan asing
dan untuk
menjatuhkan sanksi terhadap setiap anggota yang
ditemukan telah melakukan latihan atau terlibat
komplotan melakukan tindak kekerasan terhadap
warga sipil. Perlu ditarik garis yang tegas antara
mereka yang menjalankan upaya proses perdamaian
dan hirarki MILF, dengan mereka yang berada
diluar proses tersebut serta mungkin tidak lagi
berkomunikasi dengan hirarki. Adanya anggota
MILF “paruh waktu”, peralihan menuju “komando
markas” sejak tahun 2000, serta kematian Salamat
Hashim kesemuanya meniadakan kemungkinan
tersebut. Tiang sentral proses perdamaian
seyogyanga terdiri dari formalisasi dan regulasi
secara bertahap terhadap sayap militer MILF,
sebagai awal integrasi kedalam angkatan bersenjata
dari sebuah daerah dengan otonomi yang lebih
sempurna.
Pemerintah Arroyo dapat menunjukkan itikad
baiknya dengan memperhatikan kepentingan serupa
dari MILF sehubungan dengan pertanggungan
jawaban. Dewan negosiasi pemerintah perlu
memiliki kesinambungan serta status diplomatik.95
Dalam rangka persiapan melanjutkan pembicaraan
resmi di Kuala Lumpur, perlu dibentuk dewan
perdamaian tetap yang bekerja penuh waktu serta
dilengkapi dengan staf yang memadai untuk
berhubungan dan membina konsensus dengan
stakeholder utama pada Konggres Filipina, pihak
militer dan polisi, serta politisi setempat dan
kelompok masyarakat madani. Hal ini supaya proses
perdamaian memiliki daya tahan dan membangun
dasar bagi implementasi yang berkelanjutan terhadap
setiap kesepakatan yang mungkin tercapai.
Dalam jangka pendek, yang penting adalah
mencegah meletusnya konflik seperti yang terjadi
pada tahun 2000 dan 2003. Yang paling besar
kemungkinannya menjadi pemicu adalah timbulnya
kembali tuduhan mengenai kaitan dengan terorisme,
ataupun bahkan keberadaan kaitannya dengan
terorismenya sendiri. Guna memperkecil bahaya
95
Keluhan utama MILF dalam menjalankan negosiasi adalah
kecepatan pergantian lawan bicara mereka dari GRP. Sejak Mei
2003 sudah ada tiga ketua GRP yang pernah memimpin, yakni
Jesus Dureza, Eduardo Ermita dan Silvestre Afable. Tim
pendukung senantiasa silih berganti ketika anggota dewan
mengundurkan diri untuk mengurus prioritas lain.
page 33 - - -
tersebut ketika perundingan berlanjut, pemerintah
dan MILF harus segera melengkapi dan
merealisasikan komunike bersama yang dicetuskan
pada tanggal 6 Mei 2002 (Lampiran D). Untuk itu
kepada MILF pemerintah perlu menyampaikan daftar
orang yang diduga melakukan tindakan kriminal
yang mencari suaka di “wilayah” MILF. Juga
diperlukan sebuah Ad Hoc Joint Action Group yang
melakukan kerjasama untuk menahan para tersangka.
Komunike tersebut hendaknya diperkuat agar secara
tersurat memperhatikan para tersangka tindak
kriminal yang berasal dari luar negeri dan hal ini
harus segera ditindak lanjuti.
Namun demikian, mungkin langkah yang terpenting
yang dapat diambil Manila dalam rangka
membangun perdamaian yang abadi adalah
menjamin penawaran sebuah paket otonomi yang
layak kepada MILF. Apabila tercapai kesepakatan
perdamaian, maka kemampuan Murad untuk
mengikutsertakan
dan
menyelaraskan
para
komandannya akan sangat tergantung pada persepsi
mereka bahwa tidak akan terulang kegagalan
kesepakatan Jakarta tahun 1996 dengan MNLF.
Otonomi yang sungguh-sungguh dan terlaksana
penuh bagi kaum Muslim di Filipina merupakan
syarat mutlak guna mencapai kemenangan jangka
panjang dalam perang terhadap teror di Mindanao.
Singapore/Brussels, 13 Juli 2004
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
LAMPIRAN A
PETA FILIPINA
page 34 - - -
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
page 35 - - -
Peta berdasarkan versi asli pada ‘Mindanao on the Mend’, terbitan bersama Anvil Publishing dan Southern
Philippines Center for Arts and Ecology (SPACE).
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
page 36 - - -
LAMPIRAN B
KRONOLOGI PERISTIWA BOM DAN PERKEMBANGAN TERKAIT DI FILIPINA
2000
1. M/V Our Lady of Mediatrix, Ozamis City, 25 Februari. 39 korban tewas.
27 April: “Perang besar-besaran” dilancarkan terhadap MILF.
2. General Santos City, 3 Mei. Empat bom, tiga korban tewas.
3. SM Megamall, Manila, 21 Mei. Satu korban tewas.
4. General Santos City, 24 Juni. Enam bom, dua korban tewas.
9 Juli: Kamp Abu Bakar Jatuh.
5. Rumah Tinggal Duta Besar Filipina, Jakarta, 1 Agustus. Dua korban tewas.
6. Serangan Hari Rizal, Manila, 30 Desember. Lima bom, 22 korban tewas.
2001
7. Terminal bis di Pagadian, 4 September. Tiga korban tewas.
8. Zamboanga City, 28 Oktober. Lima korban tewas.
2002
15 Januari: Al-Ghozi tertangkap di Manila.
17 Januari: Serangan terhadap kompleks Malagat, General Santos City, berhasil mengungkapkan keberadaan
satu ton bahan peledak, katup peledak, tali peledak, tujuhbelas armalites.
9. Fitmart Store, Tacurong , 4 Maret. Dua korban luka-luka.
19 Maret: pembakaran Kimball Plaza, General Santos City.
31 Maret: pembakaran Koranadal Commercial Centre, General Santos City.
10. Fitmart Store, General Santos City, 21 April. Limabelas korban tewas.
11. Malagutay, Zamboanga City, 2 Oktober. Tiga korban tewas termasuk seorang tentara AS.
12. Terminal bis Kidapawan, 10 Oktober. Sembilan korban tewas.
13. Shop-O-Rama dan Shoppers' Plaza, Zamboanga City, 2 bom, 17 Oktober. Tujuh korban tewas.
14. Balintawak, Quezon City, bom didalam bis, 18 Oktober. Dua korban tewas.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
page 37 - - -
15. Fort Pilar Shrine, Zamboanga City, 20 Oktober. Satu orang tewas.
16. Datu Piang, 24 Desember. Delapan belas korban tewas termasuk walikota Saudi Ampatuan.
17. Tacurong, 31 Desember. Sembilan korban tewas.
2003
18. Kidapawan, 28 Januari. Satu korban tewas.
11 Februari 2003: Serangan tentara Filipina terhadap Buliok dimulai.
19. Pasar umum Kabacan, 20 Februari. Satu korban tewas.
20. Bandara udara Cotabato City, 20 Februari. Satu korban tewas.
21. Bandara udara Davao City, 4 Maret. 22 korban tewas.
22. Tagum, 4 Maret. Satu orang tewas.
23. Tacurong, 7 Maret. Pelaku bom tewas.
24. Dermaga Sasa, Davao City, 2 April. Enambelas korban tewas.
25. Terminal bis Parang, 5 April. Sembilan korban luka-luka.
26. Koronadal, 10 Mei. Sembilan orang tewas.
17 Mei: Presiden Filipina Gloria Arroyo mengunjungi Washington, D.C.
25 Mei: Mukhlis Yunos tertangkap, Cagayan de Oro City.
27. Koronadal, 10 Juli. Tiga korban tewas.
13 Juli: Salamat Hashim wafat.
14 Juli: Al-Ghoz melarikan diri.
September: Tertangkapnya Zulkifli alias Jul, Sabah, Malaysia.
2 Oktober: Tertangkapnya Taufiq Rifqi, Cotabato City.
12 Oktober: Kematian Al-Ghozi, Pigkawayan, Cotabato.
19 Oktober: Kunjungan Presiden AS George W. Bush ke Manila.
2004
28. Parang, 3 Januari. Lima hingga 22 korban tewas (berbagai laporan berbeda).
29. (Belum ada konfirmasi apakah kebakaran akibat serangan atau kecelakaan) Superferry Fourteen, Manila
Bay, 27 Februari. Kurang lebih 100 korban tewas.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
page 38 - - -
LAMPIRAN C
PROSES PERDAMAIN GRP-MILF
PEMERINTAHAN MARCOS (Desember 1965-Februari 1986)
23 Desember 1976 Perjanjian Tripoli dengan MNLF
Menetapkan wilayah otonomi yang mencakup tigabelas propinsi di Filipina selatan. Pembicaraan macet akibat
permasalahan plebisit untuk menentukan cakupan territorial.
Februari 1979: Pertemuan di Istana Malacanang dengan wakil MILF Abukhalil Yahya, Omar Pasigan, Zacaria
Candao. Tidak ada kemajuan lagi.
PEMERINTAHAN AQUINO (Februari 1986-Juni 1992)
3 Januari 1987 Kesepakatan Jeddah dengan MNLF
Membangkit kembali perjanjian 1976, berujung dengan Daerah Otonomi di Mindanao Muslim (Autonomous
Region in Muslim Mindanao / ARMM) meliputi empat propinsi yang disepakati dalam plebisit November
1989.
13 Januari 1987: Serangan MILF menanggapi Kesepakatan Jeddah.
16 Januari 1987: Al-Haj Murad bertemu dengan wakil GRP Aquilino Pimentel.
17 Januari 1987: Perjanjian gencatan senjata mengakhiri serangan MILF.
18 Januari 1987: Presiden Corazon Aquino bertemu dengan Murad di Cotabato City.
Tidak ada kemajuan lebih lanjut.
PEMERINTAHAN RAMOS (Juni 1992-Juni 1998)
24 November 1992: Utusan GRP Haydee Yorac bertemu dengan Murad dekat Kamp Abu Bakar.
Desember 1992: MILF membentuk dewan perdamaian, menetapkan butir-butir pembicaraan.
Juli 1993: Salamat Hashim mengumumkan akan menantikan hasil pembicaraan MNLF.
Tidak ada kemajuan hingga 1996.
PERJANIAN TINGKAT LOKAL
3 September 1994: Memorandum Kesepakatan Murad-Rosario Diaz, berkaitan dengan perselisihan sehubungan
proyek irigasi Malitubog-Maridagao ("MalMar") di Carmen, Cotabato. Pasukan MILF menuntut peran keamanan
didaerah itu.
29 Januari 1995: Kesepakatan MalMar.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
page 39 - - -
18 April 1996 Memorandum Kesepahaman MILF-AFP (Narciso Ramos Highway).
2 September 1996 Kesepakatan Jakarta dengan MNLF
Sasarannya pelaksanaan "final" dari Perjanjian Tripoli di empatbelas propinsi melalui proses dua tahap. Nur
Misuari menjadi gubernur ARMM ditengah janji-janji bantuan pembangunan, namun digulingkan pada 2001,
dan kembali bertempur, dia ditahan sejak November 2001. Plebisit memperluas ARMM meliputi lima propinsi
pada 2001, ditunjang dengan bantuan dari United Nations Multi-Donor Trust Fund.
3 Agustus 1996: Pertemuan pertama antara sekretaris eksekutif GRP Ruben Torres dan wakil ketua MILF
Ghazali Jafaar, Davao City.
10 September 1996: Pembentukan Komite Teknis GRP dan MILF (masing-masing sebelas anggota) dan
dewan perdamaian, di Cagayan de Oro. Selanjutnya komite teknis diperluas menjadi duabelas anggota dan
dikelompokkan menjadi Sub komite Penghentian Permusuhan, dan Penetapan Agenda
25 Oktober 1996: General Fortunato Abat, ketua dewan GRP melantik anggota komite.
7 Januari 1997: Jafaar melantik anggota MILF; pertemuan Komite Teknis di Simuay, markas dewan MILF dekat
Cotabato City: pembukaan resmi perundingan tingkat bawah.
16-22 Januari 1997: Pertempuran di Buldon, Maguindanao (Kamp Abu Bakar).
27 Januari 1997: "Interim Cessation of Hostilities in Buldon" (Penghentian Sementara Permusuhan di Buldon).
Ditandatangani di Simuay.
26 Februari 1997: "Administrative Procedures in the Conduct of GRP-MILF Technical Committee Meetings".
(Tata Tertib Administrasi dalam Penyelenggaraan Pertemuan Komite Teknis GRP-MILF). Pembentukan sub
komite, sekretariat (masing-masing enam anggota), petugas penghubung (masing-masing satu), jurubicara
(masing-masing tiga), format rapat, keamanan, kerahasiaan. Ditandatangani di Simuay.
25 Maret 1997: "Composition of the Interim Ceasefire Monitoring Committee and Assigned Tasks and Functions”
(Komposisi Komite Sementara Pemantauan Gencatan Senjata). Pembentukan Komite Sementara Pemantauan
Gencatan Senjata (ICMC) dengan delapan anggota dari masyarakat madani. Ditandatangani di Simuay.
16 Juni 1997: Serangan TENTARA FILIPINA di Rajahmuda
18 Juli 1997: "Agreement for General Cessation of Hostilities" (Perjanjian Penghentian Umum Permusuhan).
Ditandatangani di Cagayan de Oro.
4 September 1997: "Agreement by the GRP and MILF" (Kesepakatan antara GRP dan MILF). Ditandatangani di
Cotabato. GRP harus mundur dari Rajahmuda dalam waktu limabelas hari; pengungsi dihimbau untuk kembali;
Penegakan hukum setempat dengan koordinasi bersama “penghubung khusus” dari MILF.
12 September 1997: "Implementing Administrative Guidelines of the GRP-MILF Agreement on the
General Cessation of Hostilities" (Pelaksanaan Pedoman Administrasi Kesepakatan Penghentian Umum
Permusuhan). Ditandatangani di Cotabato. Pembentukan Komite Koordinasi Penghentian Permusuhan (CCCH),
masing masing enam anggota; Sekretariat bersama CCCH, masing-masing tiga anggota, berbasis di Cotabato;
CCCH bertemu setiap bulan; Komite Penemuan Fakta (Independent Fact Finding Committee / IFFC)
menggantikan ICMC; CCCH akan melakukan verifikasi terhadap lokasi dan posisi kamp MILF; sosialisasi
tuntas kesepakatan kepada seluruh satuan.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
page 40 - - -
14 November 1997: "Implementing Operational Guidelines of the GRP-MILF Agreement on the General
Cessation of Hostilities" (Pelaksanaan Pedoman Operasional Kesepakatan GRP-MILF tentang Penghentian Umum
Permusuhan). Ditandatangani di Marawi. Menetapkan ketentuan dasar; MILF agar tidak bergerak "diluar
wilayah yang telah ditentukan" tanpa kliring; pengawal keamanan bersenjata agar mendampingi CCCH;
"memberi suaka kepada unsur kriminal atau tanpa mengenal hukum" ditetapkan sebagai "tindakan provokasi
terlarang".
6 Februari 1998: "Agreement to Sustain the Quest for Peace" (Kesepakatan Melanjutkan Upaya Perdamaian).
Ditandatangani di Marawi. GRP agar mundur lima kilometer dari sungai Baganan, Buldon; menyelesaikan
permasalahan kunci setempat dan menghentikan kegiatan penebangan kayu Cotabato Timber Company;
mengoperasikan kantor Pemantauan CCCH Monitoring di Cotabato, dan kantor cabang di Marawi dan tempat
lain; memperluas IFFC; dan pembentukan Tim Gerak Cepat (Quick Response Team / QRT).
11 Maret 1998: "Agreement Creating a Quick Response Team" (Kesepakatan Pembentukan Tim Gerak Cepat).
Ditandatangani di Sultan Kudarat, Maguindanao. QRT terdiri dari tiga ketua dari masyarakat madani, dan tiga
anggota tetap, dan tiga anggota pengganti masing-masing dari GRP dan MILF.
PEMERINTAHAN ESTRADA (Juni 1998-Januari 2001)
27 Agustus 1998 "General Framework of Agreement of Intent between the GRP and the MILF" (Kerangka Umum
Kesepakatan Maksud antara GRP dan MILF). Ditandatangani di Simuay.
17-18 September 1998: Pertemuan pleno Komite Teknis; MILF serahkan daftar tigabelas kamp besar dan 33
kamp kecil sesuai kesepakatan 12 September 1997.
16 Oktober 1998: "A Resolution Creating a Joint Monitoring Contingent to Oversee the Peace Situation in
Upper Minabay, Buldon, Maguindanao" (Ketetapan Pembentukan Kontingen Pemantauan Bersama untuk
Pengawasan Keadaan Perdamaian di Minabay Atas, Buldon, Maguindanao). Ditandatangani di Simuay.
24 Oktober 1998: "A Resolution for the Immediate Cessation of Hostilities at Datu Piang, Shariff Aguak and
Talayan, Maguindanao" (Ketetapan Penghentian Segera Permusuhan di Datu Piang, Shariff Aguak dan
Talayan, Maguindanao). Ditandatangani di Cotabato City.
10 Februari 1999: "First Joint Acknowledgement" (Pengakuan Bersama Pertama). Ditandatangani di Sultan
Kudarat. Pengakuan terhadap Kamp-kamp Abu Bakar dan Busrah sesuai penghentian permusuhan selama
perundingan perdamaian, penugasan CCCH menjadwalkan penentuan perbatasan kamp untuk pertemuan
berikut.
10 Februari 1999: "Agreement to Reaffirm the Pursuit of Peace" (Kesepakatan Penegasan Kembali Upaya
Perdamaian). Ditandatangani di Sultan Kudarat. Pengaktifan CCCH, Penentuan perbatasan kamp untuk
dimulai dalam waktu tujuh hari.
17 Februari 1999: "Joint CCCH Statement" (Pernyataan Bersama CCCH). Ditandatangani di Cotabato City.
Prioritas untuk Kamp-kamp Omar, Badr, Bilal, Rajahmuda, dan Darapanan untuk verifikasi sesuai Ketentuan
V pada kesepakatan 12 September 1997; inspeksi oleh CCCH untuk dimulai segera setelah penentuan
pedoman dan tata tertib identifikasi dan verifikasi.
18 Mei 1999: "Rules and Procedures in the Determination and Verification of the Coverage of Cessation of
Hostilities" (Ketentuan dan Tata Tertib Penentuan dan Verifikasi Peliputan Penghentian Permusuhan).
Ditandatangani di Cotabato City. "Tahap Satu" verifikasi oleh CCCH terhadap Kamp Abu Bakar pada 10 Juni;
Kamp Bilal pada 12 Juni; Kamp Busrah pada 13 Juni; Kamp-kamp Darapanan dan Rajahmuda pada 21 Juni;
Kamp-kamp Omar dan Badr pada 23 Juni. "Tahap Dua" verifikasi terhadap Kamp-kamp Abu Ubaidah dan
Khalid pada 22 Juli; Jabalsur pada 24 Juli; Othman pada 25 Juli dan Salahudin pada 27 Juli.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
page 41 - - -
2 September 1999: "Agreement on Joint Effort to Pursue a Just, Equitable and Lasting Peace" (Kesepakatan
Bersama Upaya Perdamaian yang Adil dan Abadi). Ditandatangani di Sultan Kudarat. Jadwal pembukaan
pembicaraan resmi, inspeksi, verifikasi dan pengakuan terhadap kamp agar selesai selambatnya 31 Desember.
6 Oktober 1999: "Second Joint Acknowledgement" (Pengakuan Bersama Kedua). Ditandatangani di Sultan
Kudarat. Pengakuan terhadap Kamp-kamp Bilal, Rajahmuda, Darapanan, Omar dan Badr.
6 Oktober 1999: "Agreement Authorizing the GRP-MILF CCCH to relay orders to the military field
commanders of both parties" (Kesepakatan Pemberian Wewenang kepada CCCH GRP-MILF untuk
menyampaikan perintah kepada komandan lapangan militer di kedua belah pihak). Ditandatangani di Sultan
Kudarat. Mewajibkan komandan lapangan militer untuk segera dan secara ketat mengikuti perintah dari
CCCH.
25 Oktober 1999: Peresmian Perundingan Perdamaian di Dawah Centre, Simuay, Sultan Kudarat,
Maguindanao.
17 Desember 1999: "Agreement on the Rules and Procedures on the Conduct of the Formal Peace Talks between the
GRP and MILF Peace Panels" (Kesepakatan tentang Ketentuan dan Tata Tertib Perundingan Resmi Perdamaian
antara Dewan Perdamaian GRP dan MILF). Ditandatangani di Sultan Kudarat. Pembentukan dewan resmi
perdamaian masing-masing beranggotakan enam orang; pedoman dan mandat; tata tertib perundingan oleh dewan,
peliputan media dan ketentuan umum.
12 Januari 2000: "Agreement to cease the fighting along the National Highway from Cotabato City to Isulan,
Sultan Kudarat [province]" (Kesepakatan penghentian pertempuran sepanjang Jalan Raya Nasional dari
Cotabato City hingga Isulan, [propinsi] Sultan Kadarat”. Ditandatangani di Sultan Kudarat. Gencatan senjata
mulai berlaku mulai pukul 6 petang, pemulihan kondisi pra perang (status quo ante bellum), CCCH agar
melakukan verifikasi terhadap pematuhan dan ketegangan yang dilaporkan sepanjang Jalan Raya Nasional di
Lanao del Sur; penguatan kemampuan CCCH dan IFFC.
20 Januari 2000: "Joint Communiqué of First Formal Meeting" (Komunike Bersama tentang Pertemuan Resmi
Pertama). Ditandatangani di Sultan Kudarat.
9 Maret 2000: "GRP-MILF Agreement on Safety and Security Guarantees" (Kesepakatan GRP-MILF tentang
Jaminan Keamanan dan Pertahanan). Jaminan kekebalan terhadap penahanan bagi perunding MILF selama
berlangsungnya pembicaraan perdamaian.
27 April - 9 Juli 2000: "Perang besar-besaran"
PEMERINTAHAN MACAPAGAL-ARROYO (20 Januari 2001-sekarang)
24 Maret 2001: "Agreement on the General Framework for the Resumption of Peace Talks between the GRP
and MILF" (Kesepakatan tentang Kerangka Umum Berlanjutnya Perundingan Perdamaian antara GRP dan MILF),
ditandatangani di Kuala Lumpur. (Kesepakatan Kerangka).
22 Juni 2001: "Agreement on Peace between the GRP and MILF" (Kesepakatan tentang Perdamaian antara GRP
dan MILF), ditandatangani di Tripoli. (Perjanjian Tripoli). Menetapkan agenda tiga butir: aspek keamanan;
aspek kemanusiaan dan rehabilitasi dan pembangunan; aspek wilayah leluhur (hak ulayat).
7 Agustus 2001: "Implementing Guidelines on the Security Aspect of the GRP-MILF Tripoli Agreement on
Peace of 2001" (Pelaksanaan Pedoman Aspek Keamanan dari Perjanjian Tripoli antara GRP-MILF tentang
Perdamaian 2001), ditandatangani di Putrajaya, Malaysia.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
page 42 - - -
6 Mei 2002: Komunike Bersama tentang Larangan terhadap Tindakan Kriminal, ditandatangani di Cyberjaya,
Malaysia. Seruan pembentukan Kelompok Ad Hoc Aksi Bersama dibawah CCCH (terlampir dalam Lampiran
D).
7 Mei 2002: "Implementing Guidelines on Humanitarian, Rehabilitation and Development Aspect of the GRPMILF Tripoli Agreement on Peace" (Pelaksanaan Pedoman Aspek Kemanusiaan, Rehabilitasi dan Pembangunan
dari Perjanjian Tripoli antara GRP-MILF tentang Perdamaian), ditandatangani di Putrajaya. Memberi mandat
kepada Lembaga Pengembangan Bangsamoro (Bangsamoro Development Agency / BDA) untuk mengelola
pembangunan di wilayah MILF.
30 Juni 2002: Pertemuan Bersama CCCH Kelima, Davao City. Pembahasan operasionalisasi AHJAG.
11 Februari 2003: Serangan Buliok oeh TENTARA FILIPINA.
28 Maret 2003: Putaran Pertama Perundingan Penjajakan, Kuala Lumpur. Pembahasan pengunduran dari
Buliok dan penarikan dakwaan tentang Bom Bandara Davao
23 Juni 2003: Putaran Kedua Perundingan Penjajakan, Kuala Lumpur.
19 Juli 2003: Penghentian Permusuhan Secara Timbal Balik (kesepakatan gencatan senjata yang berlaku saat
ini).
6 September 2003: Putaran Ketiga Perundingan Penjajakan, Kuala Lumpur.
2 Desember 2003: Pertemuan bersama CCCH, Davao City. Pembahasan tetap tertundanya operasionalisasi
AHJAG.
7-8 Februari 2004: Pertemuan bersama CCCH kelimabelas, Davao City. Meresmikan Tim Aksi Sementara (IACT) menjelang pengoperasionalisasi AHJAG.
19-20 Februari 2004: Putaran keempat Perundingan Penjajakan, Kuala Lumpur. Kesepakatan mengenai
penugasan Malaysian Advance Party dalam rangka persiapan pengiriman Tim Pemantauan Internasional OIC.
22 Maret 2004: Malaysian Advance Party tiba, mengunjungi kamp-kamp MILF di Mindanao.
3-4 Mei 2004: Pertemuan bersama CCCH Ketujuhbelas, Davao City.
15-16 June 2004: Pertemuan bersama CCCH kedelapanbelas, Davao City. Pembahasan kemungkinan inspeksi oleh
CCCH terhadap Mount Kararao.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
page 43 - - -
LAMPIRAN D
KOMUNIKE BERSAMA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA DAN FRONT
PEMBEBASAN ISLAM MORO (JOINT COMMUNIQUE BETWEEN THE GOVERNMENT
OF THE REPUBLIC OF THE PHILIPPINES AND THE MORO ISLAMIC LIBERATION
FRONT )
1. Pemerintah Republik Filipina (GRP) dan Front Pembebasan Islam (MILF) sepakat memberlakukan isolasi
dan larangan terhadap semua sindikat kriminal dan kelompok penculikan untuk memperoleh tebusan,
termasuk apa yang dinamakan “komando hilang” yang beroperasi di Mindanao.
2. Kedua belah pihak sepakat bahwa kegiatan yang dilakukan kelompok kriminal tersebut merupakan
hambatan bagi berlangsungnya proses perdamaian, upaya program pembangunan yang efektif, serta
penyampaian pelayanan dasar yang efisien bagi kaum miskin: untuk itu, diperlukan tindakan segera dan
bersama bagi tercapainya keamanan dan perbaikan masyarakat yang terkena dampak.
3. AFP/PNP wajib menyampaikan kepada MILF perintah pemerangan berisi nama dan identitas unsur
kriminal sebagaimana digariskan dalam Pelaksanaan Pedoman Aspek Keamanan dari Kesepakatan
Perdamaian Tahun 2001 antara GRP-MILF yang diduga bersembunyi didalam wilayah/lingkungan MILF.
4. MILF dan GRP wajib membentuk Kelompok Ad Hoc Aksi Bersama melawan unsur kriminal guna
mencari dan menahan unsur kriminal tersebut. Kelompok tersebut akan beroperasi bergandengan dengan
Komite Koordinasi Penghentian Permusuhan (CCCH) masing-masing.
5. Sistim koordinasi cepat akan dibentuk oleh Kelompok Ad Hoc Aksi Bersama GRP-MILF untuk
meningkatkan hubungan komunikasi dan kerja diantara mereka dalam rangka keberhasilan penahanan atau
penangkapan unsur kriminal sesuai kesepakatan ini dengan ketentuan unsur kriminal yang beroperasi
diluar wilayah/lingkungan MILF dianggap berada diluar cakupan proses perdamaian.
6. MILF wajib mencegah masuknya unsur kriminal kedalam wilayah/lingkungan MILF. MILF dapat
mengajukan permintaan bantuan dari AFP atau PNP dalam penyelenggaraan operasi terhadap unsur
kriminal yang berada didalam wilayah/lingkungan MILF.
7. Kesepakatan tersebut wajib di tegakkan oleh MILF dan GRP melalui Komite Koordinasi Penghentian
Permusuhan (CCCH) masing-masing. .
MILF dan GRP menyatakan kepatuhan yang sungguh-sungguh terhadap implementasi dari
kesepakatan ini, termasuk kesepakatan perdamain lain yang berlaku, agar perundingan perdamaian
terhadap berbagai permasalahan materiil dapat berlangsung menuju perdamaian yang adil dan abadi
di Mindanao.
Ditandatangani pada hari ini tangal 6 Mei 2002 di Cyberjaya.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
page 44 - - -
APPENDIX E
ABOUT THE INTERNATIONAL CRISIS GROUP
The International Crisis Group (ICG) is an independent,
non-profit, multinational organisation, with over 100
staff members on five continents, working through
field-based analysis and high-level advocacy to prevent
and resolve deadly conflict.
ICG's approach is grounded in field research. Teams of
political analysts are located within or close by countries at
risk of outbreak, escalation or recurrence of violent
conflict. Based on information and assessments from the
field, ICG produces regular analytical reports containing
practical recommendations targeted at key international
decision-takers. ICG also publishes CrisisWatch, a 12-page
monthly bulletin, providing a succinct regular update on
the state of play in all the most significant situations of
conflict or potential conflict around the world.
ICG's reports and briefing papers are distributed widely by
email and printed copy to officials in foreign ministries
and international organisations and made generally
available at the same time via the organisation's Internet
site, www.icg.org. ICG works closely with governments
and those who influence them, including the media, to
highlight its crisis analyses and to generate support for its
policy prescriptions.
The ICG Board -- which includes prominent figures from
the fields of politics, diplomacy, business and the media -is directly involved in helping to bring ICG reports and
recommendations to the attention of senior policy-makers
around the world. ICG is chaired by former Finnish
President Martti Ahtisaari; and its President and Chief
Executive since January 2000 has been former Australian
Foreign Minister Gareth Evans.
ICG's international headquarters are in Brussels, with
advocacy offices in Washington DC, New York,
London and Moscow. The organisation currently
operates seventeen field offices (in Amman, Belgrade,
Bogotá, Cairo, Dakar, Dushanbe, Islamabad, Jakarta,
Kabul, Nairobi, Osh, Pretoria, Pristina, Quito, Sarajevo,
Skopje and Tbilisi) with analysts working in over 40
crisis-affected countries and territories across four
continents. In Africa, those countries include Angola,
Burundi, Côte d'Ivoire, Democratic Republic of the
Congo, Eritrea, Ethiopia, Guinea, Liberia, Rwanda,
Sierra Leone, Somalia, Sudan, Uganda and Zimbabwe; in
Asia, Afghanistan, Kashmir, Kazakhstan, Kyrgyzstan,
Indonesia, Myanmar/Burma, Nepal, Pakistan, Tajikistan,
Turkmenistan and Uzbekistan; in Europe, Albania,
Armenia, Azerbaijan, Bosnia and Herzegovina, Georgia,
Kosovo, Macedonia, Moldova, Montenegro and Serbia; in
the Middle East, the whole region from North Africa to
Iran; and in Latin America, Colombia and the Andean
region.
ICG raises funds from governments, charitable
foundations, companies and individual donors. The
following governmental departments and agencies
currently provide funding: the Australian Agency for
International Development, the Austrian Federal
Ministry of Foreign Affairs, the Canadian Department of
Foreign Affairs and International Trade, the Canadian
International Development Agency, the Dutch Ministry of
Foreign Affairs, the Finnish Ministry of Foreign
Affairs, the French Ministry of Foreign Affairs, the
German Foreign Office, the Irish Department of Foreign
Affairs, the Japanese International Cooperation Agency,
the Luxembourgian Ministry of Foreign Affairs, the
New Zealand Agency for International Development,
the Republic of China Ministry of Foreign Affairs
(Taiwan), the Royal Danish Ministry of Foreign Affairs,
the Royal Norwegian Ministry of Foreign Affairs, the
Swedish Ministry for Foreign Affairs, the Swiss Federal
Department of Foreign Affairs, the Turkish Ministry of
Foreign Affairs, the United Kingdom Foreign and
Commonwealth Office, the United Kingdom
Department for International Development, the U.S.
Agency for International Development.
Foundation and private sector donors include Atlantic
Philanthropies, Carnegie Corporation of New York, Ford
Foundation, Bill & Melinda Gates Foundation, William &
Flora Hewlett Foundation, Henry Luce Foundation Inc.,
John D. & Catherine T. MacArthur Foundation, John
Merck Fund, Charles Stewart Mott Foundation, Open
Society Institute, Ploughshares Fund, Sigrid Rausing Trust,
Sasakawa Peace Foundation, Sarlo Foundation of the
Jewish Community Endowment Fund, the United States
Institute of Peace and the Fundação Oriente.
Further information about ICG can be obtained from our website: www.icg.org
July 2004
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
page 45 - - -
APPENDIX F
ICG REPORTS AND BRIEFING PAPERS ON ASIA SINCE 2001
ASIA
AFGHANISTAN/SOUTH ASIA
Afghanistan and Central Asia: Priorities for Reconstruction
and Development, Asia Report N°26, 27 November 2001
Pakistan: The Dangers of Conventional Wisdom, Pakistan
Briefing, 12 March 2002
Securing Afghanistan: The Need for More International
Action, Afghanistan Briefing, 15 March 2002
The Loya Jirga: One Small Step Forward? Afghanistan &
Pakistan Briefing, 16 May 2002
Kashmir: Confrontation and Miscalculation, Asia Report
N°35, 11 July 2002
Pakistan: Madrasas, Extremism and the Military, Asia Report
N°36, 29 July 2002
The Afghan Transitional Administration: Prospects and
Perils, Afghanistan Briefing, 30 July 2002
Pakistan: Transition to Democracy? Asia Report N°40, 3
October 2002
Kashmir: The View From Srinagar, Asia Report N°41, 21
November 2002
Afghanistan: Judicial Reform and Transitional Justice,
Asia Report N°45, 28 January 2003
Afghanistan: Women and Reconstruction, Asia Report
N°48. 14 March 2003
Pakistan: The Mullahs and the Military, Asia Report N°49,
20 March 2003
Nepal Backgrounder: Ceasefire -- Soft Landing or Strategic
Pause?, Asia Report N°50, 10 April 2003
Afghanistan's Flawed Constitutional Process, Asia Report
N°56, 12 June 2003
Nepal: Obstacles to Peace, Asia Report N°57, 17 June 2003
Afghanistan: The Problem of Pashtun Alienation, Asia
Report N°62, 5 August 2003
Peacebuilding in Afghanistan, Asia Report N°64, 29 September
2003
Disarmament and Reintegration in Afghanistan, Asia
Report N°65, 30 September 2003
Nepal: Back to the Gun, Asia Briefing, 22 October 2003
Kashmir: The View from Islamabad, Asia Report N°68, 4
December 2003
Kashmir: The View from New Delhi, Asia Report N°69, 4
December 2003
Kashmir: Learning from the Past, Asia Report N°70, 4
December 2003
Afghanistan: The Constitutional Loya Jirga, Afghanistan
Briefing, 12 December 2003
Unfulfilled Promises: Pakistan's Failure to Tackle Extremism,
Asia Report N°73, 16 January 2004
Nepal: Dangerous Plans for Village Militias, Asia Briefing,
17 February 2004
CENTRAL ASIA
Islamist Mobilisation and Regional Security, Asia Report
N°14, 1 March 2001 (also available in Russian)
Incubators of Conflict: Central Asia's Lokalised Poverty
and Social Unrest, Asia Report N°16, 8 June 2001 (also
available in Russian)
Central Asia: Fault Lines in the New Security Map, Asia
Report N°20, 4 July 2001 (also available in Russian)
Uzbekistan at Ten -- Repression and Instability, Asia Report
N°21, 21 August 2001 (also available in Russian)
Kyrgyzstan at Ten: Trouble in the "Island of Democracy",
Asia Report N°22, 28 August 2001 (also available in Russian)
Central Asian Perspectives on the 11 September and the
Afghan Crisis, Central Asia Briefing, 28 September 2001
(also available in French and Russian)
Central Asia: Drugs and Conflict, Asia Report N°25, 26
November 2001 (also available in Russian)
Afghanistan and Central Asia: Priorities for Reconstruction
and Development, Asia Report N°26, 27 November 2001
(also available in Russian)
Tajikistan: An Uncertain Peace, Asia Report N°30, 24
December 2001 (also available in Russian)
The IMU and the Hizb-ut-Tahrir: Implications of the
Afghanistan Campaign, Central Asia Briefing, 30 January 2002
(also available in Russian)
Central Asia: Border Disputes and Conflict Potential, Asia
Report N°33, 4 April 2002
Central Asia: Water and Conflict, Asia Report N°34, 30 May
2002
Kyrgyzstan's Political Crisis: An Exit Strategy, Asia Report
N°37, 20 August 2002
The OSCE in Central Asia: A New Strategy, Asia Report
N°38, 11 September 2002
Central Asia: The Politics of Police Reform, Asia Report N°42,
10 December 2002
Cracks in the Marble: Turkmenistan's Failing Dictatorship,
Asia Report N°44, 17 January 2003
Uzbekistan's Reform Program: Illusion or Reality?, Asia
Report N°46, 18 February 2003 (also available in Russian)
Tajikistan: A Roadmap for Development, Asia Report N°51,
24 April 2003
Central Asia: Last Chance for Change, Asia Briefing, 29
April 2003
Radical Islam in Central Asia: Responding to Hizb ut-Tahrir,
Asia Report N°58, 30 June 2003
Central Asia: Islam and the State, Asia Report N°59, 10 July
2003
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Youth in Central Asia: Losing the New Generation, Asia
Report N°66, 31 October 2003
Is Radical Islam Inevitable in Central Asia? Priorities for
Engagement, Asia Report N°72, 22 December 2003
The Failure of Reform in Uzbekistan: Ways Forward for the
International Community, Asia Report N°76, 11 March 2004
INDONESIA
Indonesia: Impunity versus Accountability for Gross Human
Rights Violations, Asia Report N°12, 2 February 2001
Indonesia: National Police Reform, Asia Report N°13, 20
February 2001 (also available in Indonesian)
Indonesia's Presidential Crisis, Indonesia Briefing, 21 February
2001
Bad Debt: The Politics of Financial Reform in Indonesia,
Asia Report N°15, 13 March 2001
Indonesia's Presidential Crisis: The Second Round, Indonesia
Briefing, 21 May 2001
Aceh: Why Military Force Won't Bring Lasting Peace, Asia
Report N°17, 12 June 2001 (also available in Indonesian)
Aceh: Can Autonomy Stem the Conflict? Asia Report N°18,
27 June 2001
Communal Violence in Indonesia: Lessons from Kalimantan,
Asia Report N°19, 27 June 2001
Indonesian-U.S. Military Ties, Indonesia Briefing, 18 July 2001
The Megawati Presidency, Indonesia Briefing, 10 September
2001
Indonesia: Ending Repression in Irian Jaya, Asia Report
N°23, 20 September 2001
Indonesia: Violence and Radical Muslims, Indonesia Briefing,
10 October 2001
Indonesia: Next Steps in Military Reform, Asia Report N°24,
11 October 2001
Indonesia: Natural Resources and Law Enforcement, Asia
Report N°29, 20 December 2001 (also available in Indonesian)
Indonesia: The Search for Peace in Maluku, Asia Report
N°31, 8 February 2002
Aceh: Slim Chance for Peace, Indonesia Briefing, 27 March 2002
Indonesia: The Implications of the Timor Trials, Indonesia
Briefing, 8 May 2002
Resuming U.S.-Indonesia Military Ties, Indonesia Briefing,
21 May 2002
Al-Qaeda in Southeast Asia: The case of the "Ngruki
Network" in Indonesia, Indonesia Briefing, 8 August 2002
Indonesia: Resources and Conflict in Papua, Asia Report
N°39, 13 September 2002
Tensions on Flores: Lokal Symptoms of National Problems,
Indonesia Briefing, 10 October 2002
Impact of the Bali Bombings, Indonesia Briefing, 24 October
2002
Indonesia Backgrounder: How the Jemaah Islamiyah
Terorist Network Operates, Asia Report N°43, 11 December
2002 (also available in Indonesian)
Aceh: A Fragile Peace, Asia Report N°47, 27 February 2003
(also available in Indonesian)
page 46 - - -
Dividing Papua: How Not to Do It, Asia Briefing, 9 April
2003 (also available in Indonesian)
Aceh: Why the Military Option Still Won't Work, Indonesia
Briefing, 9 May 2003 (also available in Indonesian)
Indonesia: Managing Decentralisation and Conflict in
South Sulawesi, Asia Report N°60, 18 July 2003
Aceh: How Not to Win Hearts and Minds, Indonesia
Briefing, 23 July 2003
Jemaah Islamiyah in South East Asia: Damaged but Still
Dangerous, Asia Report N°63, 26 August 2003
The Perils of Private Security in Indonesia: Guards and
Militias on Bali and Lombok, Asia Report N°67, 7
November 2003
Indonesia Backgrounder: A Guide to the 2004 Elections, Asia
Report N°71, 18 December 2003
Indonesia Backgrounder: Jihad in Central Sulawesi, Asia
Report N°74, 3 February 2004
MYANMAR
Myanmar: The Role of Civil Society, Asia Report N°27, 6
December 2001
Myanmar: The Military Regime's View of the World, Asia
Report N°28, 7 December 2001
Myanmar: The Politics of Humanitarian Aid, Asia Report
N°32, 2 April 2002
Myanmar: The HIV/AIDS Crisis, Myanmar Briefing, 2 April
2002
Myanmar: The Future of the Armed Forces, Asia Briefing, 27
September 2002
Myanmar Backgrounder: Ethnic Minority Politics, Asia
Report N°52, 7 May 2003
Myanmar: Sanctions, Engagement or Another Way
Forward? Asia Report Nº78, 28 May 2004
TAIWAN STRAIT
Taiwan Strait I: What's Left of "One China"?, Asia Report
N°53, 6 June 2003
Taiwan Strait II: The Risk of War, Asia Report N°54, 6 June
2003
Taiwan Strait III: The Chance of Peace, Asia Report N°55,
6 June 2003
Taiwan Strait IV: How an Ultimate Political Settlement Might
Look, Asia Report N°75, 26 February 2004
NORTH KOREA
North Korea: A Phased Negotiation Strategy, Asia Report
N°61, 1 August 2003
OTHER REPORTS AND BRIEFING PAPERS
For ICG reports and briefing papers on:
•
Africa
•
Europe
•
Latin America
•
Middle East and North Africa
•
Issues
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
•
CrisisWatch
Please visit our website www.icg.org
page 47 - - -
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
page 48 - - -
APPENDIX G
ICG BOARD OF TRUSTEES
Martti Ahtisaari, Chairman
Bronislaw Geremek
Former President of Finland
Former Minister of Foreign Affairs, Poland
Maria Livanos Cattaui, Vice-Chairman
I.K.Gujral
Secretary-General, International Chamber of Commerce
Former Prime Minister of India
Stephen Solarz, Vice-Chairman
Carla Hills
Former U.S. Congressman
Former U.S. Secretary of Housing; former U.S. Trade
Representative
Gareth Evans, President & CEO
Lena Hjelm-Wallén
Former Foreign Minister of Australia
Former Deputy Prime Minister and Foreign Affairs Minister,
Sweden
Morton Abramowitz
Former U.S. Assistant Secretary of State and Ambassador to
Turkey
Adnan Abu-Odeh
Former Political Adviser to King Abdullah II and to King
Hussein; former Jordan Permanent Representative to UN
Kenneth Adelman
Former U.S. Ambassador and Director of the Arms Control and
Disarmament Agency
Ersin Arioglu
Member of Parliament, Turkey; Honorary Chairman, Yapi Merkezi
Group
Emma Bonino
Member of European Parliament; former European Commissioner
Zbigniew Brzezinski
Former U.S. National Security Advisor to the President
Cheryl Carolus
Former South African High Commissioner to the UK; former
Secretary General of the ANC
Victor Chu
Chairman, First Eastern Investment Group, Hong Kong
Wesley Clark
Former NATO Supreme Allied Commander, Europe
Pat Cox
Former President of European Parliament
Ruth Dreifuss
Former President, Switzerland
Uffe Ellemann-Jensen
Former Minister of Foreign Affairs, Denmark
Mark Eyskens
James C.F. Huang
Deputy Secretary General to the President, Taiwan
Swanee Hunt
Founder and Chair of Women Waging Peace; former U.S.
Ambassador to Austria
Asma Jahangir
UN Special Rapporteur on Extrajudicial, Summary or Arbitrary
Executions, former Chair Human Rights Commission of Pakistan
Ellen Johnson Sirleaf
Senior Advisor, Modern Africa Fund Managers; former Liberian
Minister of Finance and Director of UNDP Regional Bureau for
Africa
Shiv Vikram Khemka
Founder and Executive Director (Russia) of SUN Group, India
Bethuel Kiplagat
Former Permanent Secretary, Ministry of Foreign Affairs, Kenya
Wim Kok
Former Prime Minister, Netherlands
Trifun Kostovski
Member of Parliament, Macedonia; founder of Kometal Trade
Gmbh
Elliott F. Kulick
Chairman, Pegasus International, U.S.
Joanne Leedom-Ackerman
Novelist and journalist, U.S.
Todung Mulya Lubis
Human rights lawyer and author, Indonesia
Barbara McDougall
Former Secretary of State for External Affairs, Canada
Ayo Obe
Former Prime Minister of Belgium
President, Civil Liberties Organisation, Nigeria
Journalist and author, France
Stanley Fischer
Christine Ockrent
Vice Chairman, Citigroup Inc.; former First Deputy Managing
Director of International Monetary Fund
Yoichi Funabashi
Chief Diplomatic Correspondent & Columnist, The Asahi
Shimbun, Japan
Journalist and author, France
Friedbert Pflüger
Foreign Policy Spokesman of the CDU/CSU Parliamentary
Group in the German Bundestag
Victor M Pinchuk
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
Member of Parliament, Ukraine; founder of Interpipe Scientific
and Industrial Production Group
page 49 - - -
Surin Pitsuwan
Former Minister of Foreign Affairs, Thailand
Itamar Rabinovich
President of Tel Aviv University; former Israeli Ambassador to the
U.S. and Chief Negotiator with Syria
Fidel V. Ramos
Former President of the Philippines
George Robertson
Former Secretary General of NATO; former Defence Secretary,
UK
Mohamed Sahnoun
Special Adviser to the United Nations Secretary-General on Africa
Ghassan Salamé
Former Minister Lebanon, Professor of International Relations,
Paris
Salim A. Salim
Former Prime Minister of Tanzania; former Secretary General of
the Organisation of African Unity
Douglas Schoen
Founding Partner of Penn, Schoen & Berland Associates, U.S.
Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process
ICG Asia Report N°80, 13 July 2004
page 50 - - -
William Shawcross
Chairman Emeritus, The Boston Globe, U.S.
Journalist and author, UK
Grigory Yavlinsky
George Soros
Chairman of Yabloko Party and its Duma faction, Russia
Chairman, Open Society Institute
Uta Zapf
Pär Stenbäck
Former Minister of Foreign Affairs, Finland
Chairperson of the German Bundestag Subcommittee on
Disarmament, Arms Control and Non-proliferation
Thorvald Stoltenberg
Ernesto Zedillo
Former President of Mexico; Director, Yale Center for the Study
of Globalization
Former Minister of Foreign Affairs, Norway
William O. Taylor
INTERNATIONAL ADVISORY BOARD
ICG's International Advisory Board comprises major individual and corporate donors who contribute their advice and experience
to ICG on a regular basis.
Rita E. Hauser (Chair)
Marc Abramowitz
George Kellner
Jay T. Snyder
Allen & Co.
George Loening
Anglo American PLC
Douglas Makepeace
Tilleke & Gibbins
International LTD
Michael J. Berland
Richard Medley
John Chapman Chester
Medley Global Advisors
Peter Corcoran
John Ehara
JP Morgan Global Foreign
Exchange and Commodities
Stanley Weiss
Westfield Limited
John C. Whitehead
Anna Luisa Ponti
Yasuyo Yamazaki
Quantm
Sunny Yoon
George Sarlo
SENIOR ADVISERS
ICG's Senior Advisers are former Board Members (not presently holding executive office) who maintain an association with
ICG, and whose advice and support are called on from time to time.
Zainab Bangura
Malcolm Fraser
Matt McHugh
Volker Ruehe
Christoph Bertram
Marianne Heiberg
George J. Mitchell
Michael Sohlman
Eugene Chien
Max Jakobson
Mo Mowlam
Leo Tindemans
Gianfranco Dell'Alba
Mong Joon Chung
Cyril Ramaphosa
Shirley Williams
Alain Destexhe
Allan J. MacEachen
Michel Rocard
As of July 2004
Related documents
Download