PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007
TENTANG
IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 38 Ayat (3) dan Pasal
43 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, telah diatur penyelenggaraan praktik dokter
dan dokter gigi
dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1419/ Menkes / Per/X/2005;
b. bahwa sesuai tugasnya Konsil Kedokteran Indonesia telah
mengatur / menetapkan
tata cara registrasi dokter dan
dokter gigi, penyelenggaraan praktik kedokteran yang baik,
kemitraan dalam hubungan dokter-pasien, tata cara
penanganan kasus dugaan pelanggaran
disiplin dokter
dan dokter gigi, serta pedoman penegakan disiplin profesi
kedokteran yang harus ditaati oleh dokter dan dokter gigi
dalam penyelenggaraan praktik kedokteran;
c. bahwa dalam rangka
memenuhi kebutuhan dalam
penyelenggaraan praktik dokter dan dokter gigi,
perlu
mengatur kembali Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran dengan Peraturan Menteri Kesehatan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3495);
1
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
3. Undang-Undang
Pemerintahan
Nomor
Daerah
32
Tahun
(Lembaran
2004
Negara
tentang
Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3952);
6. Peraturan
Presiden
Nomor
9
Tahun
2005
tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan
Tatakerja
Kementerian
Negara
Republik
Indonesia
sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 94 Tahun 2006;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
2004
tentang
Pedoman
Penyusunan
81/Menkes/SK/I/
Perencanaan
Sumberdaya Manusia Kesehatan Di Tingkat Propinsi,
Kabupaten/Kota Serta Rumah Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131/Menkes/SK/II/
2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional;
2
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/
2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN
MENTERI
KESEHATAN
TENTANG
IZIN
PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter
dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dokter
gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik
Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis yang
diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan dokter gigi
yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran.
4. Surat tugas adalah bukti tertulis yang diberikan Dinas Kesehatan Propinsi
kepada dokter atau dokter gigi dalam rangka pelaksanaan praktik
kedokteran pada sarana pelayanan kesehatan tertentu.
3
5. Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi yang selanjutnya disebut STR
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia
kepada dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi.
6. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya
pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau
kedokteran gigi.
7. Pelayanan medis adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter
dan dokter gigi sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya yang dapat
berupa pelayanan promotif, preventif, diagnostik, konsultatif, kuratif, atau
rehabilitatif.
8. Standar Pelayanan adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau
dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran.
9. Standar Profesi Kedokteran adalah batasan kemampuan (knowledge, skill
and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang dokter
atau dokter gigi
untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada
masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.
10.
Standar Prosedur Operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkahlangkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin
tertentu, dimana standar prosedur operasional memberikan langkah yang
benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan
berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan
kesehatan berdasarkan standar profesi.
11.
Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan
Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.
12.
Konsil Kedokteran Indonesia adalah suatu badan otonom, mandiri, non
struktural, dan bersifat independen yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan
Konsil Kedokteran Gigi.
4
13.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang
berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan
dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan
kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi.
14.
Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
BAB
II
IZIN PRAKTIK
Pasal 2
(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran
wajib memiliki SIP.
(2) Untuk memperoleh SIP, dokter dan dokter gigi yang bersangkutan harus
mengajukan
Kabupaten/Kota
permohonan
tempat
kepada
praktik
Kepala
kedokteran
Dinas
Kesehatan
dilaksanakan
dengan
melampirkan :
a. fotokopi surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter
gigi yang diterbitkan dan dilegalisir asli oleh Konsil Kedokteran
Indonesia, yang masih berlaku.
b. surat pernyataan mempunyai tempat praktik, atau surat keterangan
dari sarana pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya;
c.
surat rekomendasi dari organisasi profesi, sesuai tempat praktik;
d. pas foto berwarna ukuran 4 X 6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3 x 4
sebanyak 2 (dua) lembar;
(3) Dalam pengajuan permohonan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus dinyatakan secara tegas permintaan SIP untuk tempat praktik
Pertama, Kedua atau Ketiga.
5
(4) Untuk memperoleh SIP kedua dan ketiga pada jam kerja, dokter dan dokter
gigi yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan sarana
pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah harus melampirkan
surat izin dari pimpinan instansi/sarana pelayanan kesehatan dimana
dokter dan dokter gigi dimaksud bekerja.
(5) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) seperti contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir I Peraturan ini.
Pasal 3
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan SIP untuk 1 (satu) tempat
praktik.
(2) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sepanjang STR masih
berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam
SIP.
(3) Bentuk format SIP dokter atau dokter gigi seperti contoh sebagaimana
tercantum pada Formulir II Peraturan ini.
Pasal 4
(1) SIP dokter atau dokter gigi diberikan paling banyak untuk 3 (tiga) tempat
praktik, baik pada sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta
maupun praktik perorangan.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota langsung/otomatis memberikan
SIP kepada dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR yang
ditempatkan di sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah setempat
berdasarkan permohonan yang bersangkutan, dan SIP di tempat tersebut
sudah terhitung sebagai 1 (satu) tempat praktik.
6
(3) SIP 3 (tiga) tempat praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berada dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota atau Kabupaten/Kota lain baik dari
Propinsi yang sama maupun Propinsi lain.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan SIP harus
mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah dokter atau dokter gigi
dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Pasal 5
(1) SIP bagi dokter dan dokter gigi dapat berupa SIP dokter, SIP dokter gigi,
SIP dokter spesialis, SIP dokter gigi spesialis,
SIP dokter spesialis
konsultan dan SIP dokter gigi spesialis konsultan.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik dokter, dokter gigi, dokter
spesialis, dokter gigi spesialis, dokter spesialis konsultan dan dokter gigi
spesialis konsultan berkaitan dengan
pemberian SIP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan STR yang diberikan, ditetapkan
oleh Konsil Kedokteran Indonesia
dengan mengikutsertakan Organisasi
Profesi, Kolegium Kedokteran dan Kolegium Kedokteran Gigi yang terkait.
(3) Dalam hal terdapat keperluan pelayanan medis di daerah, Konsil
Kedokteran Indonesia dapat menetapkan STR dokter spesialis atau STR
dokter gigi spesialis, berkompeten pula sebagai dokter atau dokter gigi,
sesuai permintaan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri.
Pasal 6
(1) SIP bagi dokter dan dokter gigi sebagai staf pendidik yang melakukan
praktik kedokteran atau praktik kedokteran gigi pada Rumah Sakit
Pendidikan, berlaku juga untuk melakukan proses pendidikan kedokteran
dan kedokteran gigi di Rumah Sakit pendidikan lainnya dan rumah sakit
atau sarana pelayanan kesehatan lainnya yang dijadikan sebagai jejaring
pendidikannya.
7
(2) Penetapan rumah sakit menjadi rumah sakit pendidikan, standar rumah
sakit pendidikan dan standar rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan
lainnya sebagai jejaring pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri berdasarkan, standar rumah sakit
sebagai tempat pendidikan.
(3) Rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lainnya sebagai jejaring
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui
kerjasama Dekan Fakultas Kedokteran/Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
dengan Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan standar rumah sakit sebagai
tempat pendidikan.
(4) Dekan Fakultas Kedokteran/Dekan Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
wajib melaporkan
kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota mengenai kerjasama tersebut.
Pasal
7
(1) Dekan Fakultas Kedokteran/Dekan Fakultas kedokteran Gigi berdasarkan
surat persetujuan Konsil Kedokteran Indonesia yang diberikan pada awal
pendidikan PPDS/PPDGS, harus memberitahukan peserta PPDS dan
PPDGS yang sedang mengikuti pendidikan yang
meliputi nama
perorangan, jadwal, dan tahap pendidikan, kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dimana Rumah Sakit tempat pendidikan
spesialis berada.
(2) Dokter atau dokter gigi yang sedang mengikuti program pendidikan dokter
spesialis (PPDS) atau program pendidikan dokter gigi spesialis (PPDGS)
langsung/otomatis diberikan SIP secara kolektif oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dimana Rumah Sakit Pendidikan tersebut
berada, untuk menjalankan praktik kedokteran.
(3) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan melalui Dekan
Fakultas Kedokteran/Dekan Fakultas Kedokteran Gigi dan diberikan
selama proses pendidikan sesuai dengan sertifikat/surat keterangan
kompetensi peserta PPDS/PPDGS, yang dibuat oleh Ketua Program Studi
(KPS) PPDS/PPDGS Fakultas Kedokteran/Fakultas Kedokteran Gigi.
8
(4) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku di sarana tempat
program
pendidikan
dilaksanakan
dan
seluruh
sarana
pelayanan
kesehatan yang menjadi jejaring Rumah Sakit Pendidikan serta sarana
pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
Pasal 8
(1) SIP bagi dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran pada
suatu sarana pelayanan kesehatan pemerintah berlaku juga bagi sarana
pelayanan kesehatan pemerintah dalam wilayah binaannya.
(2) Sarana pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi Rumah Sakit milik Pemerintah, TNI dan POLRI, puskesmas, dan
balai kesehatan/balai pengobatan milik Pemerintah.
Pasal 9
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki SIP yang memberikan
pelayanan medis atau memberikan konsultasi keahlian dalam hal sebagai
berikut:
a. diminta oleh suatu sarana pelayanan kesehatan dalam rangka
pemenuhan pelayanan medis yang bersifat khusus, yang tidak terus
menerus atau tidak berjadwal tetap;
b. dalam rangka melakukan bakti sosial/kemanusiaan;
c. dalam rangka tugas kenegaraan;
d. dalam rangka melakukan penanganan bencana atau pertolongan
darurat lainnya;
e. dalam rangka memberikan pertolongan
keluarga,
tetangga,
teman,
pelayanan
pelayanan
kunjungan
medis kepada
rumah
pertolongan masyarakat tidak mampu yang sifatnya insidentil;
tidak memerlukan SIP di tempat tersebut .
9
dan
(2) Pemberian pelayanan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
b, c dan huruf d harus diberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat .
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh
institusi penyelenggaranya.
Pasal 10
(1) Untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pelayanan medis Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi atas nama Menteri
dapat memberikan surat tugas
kepada dokter spesialis atau dokter gigi spesialis tertentu yang telah
memiliki SIP untuk bekerja di sarana pelayanan kesehatan atau rumah
sakit tertentu tanpa memerlukan SIP di tempat tersebut, berdasarkan
permintaan Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota.
(2) Surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun.
(3) Perpanjangan surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dimungkinkan sepanjang mendapat persetujuan dari Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi setempat atas nama Menteri.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam mengajukan permintaan
surat tugas seorang dokter spesialis atau dokter gigi spesialis tertentu
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
harus
mempertimbangkan
keseimbangan antara kebutuhan pelayanan dengan kemampuan dokter
atau dokter gigi tersebut.
(5) Keseimbangan antara kebutuhan pelayanan dengan kemampuan dokter
atau dokter gigi yang harus dipertimbangkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
10
(6) Bentuk format surat tugas seperti contoh sebagaimana tercantum pada
Formulir III Peraturan ini.
Pasal 11
(1) Dokter atau dokter gigi yang bekerja di Rumah Sakit Pendidikan dan
sarana pelayanan kesehatan jejaringnya, dalam melaksanakan tugas
pendidikannya
dapat
memberikan
pembimbingan/pelaksanaan/
pengawasan untuk melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
kepada peserta pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang sedang
mengikuti pendidikan untuk melakukan pelayanan medis kepada pasien.
(2) Pelaksanaan pelayanan medis kepada pasien sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dibawah pengawasan dan tanggung jawab
pembimbing.
Pasal 12
(1) Dokter dan dokter gigi yang akan menghentikan kegiatan praktik
kedokteran
atau
praktik
kedokteran
gigi
di
suatu
tempat,
wajib
memberitahukan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota setempat.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
tertulis dengan mengembalikan SIP kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota
ditempat tersebut.
(3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus mengembalikan fotokopi STR yang dilegalisir asli oleh
Konsil Kedokteran Indonesia milik dokter atau dokter gigi tersebut segera
setelah SIP dikembalikan.
(4) Apabila dalam keadaan tertentu fotokopi STR yang dilegalisir asli oleh
Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hilang
maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tersebut harus membuat
pernyataan mengenai hilangnya STR dimaksud untuk permintaan fotokopi
STR legalisir asli kepada Konsil Kedokteran Indonesia.
11
Pasal 13
(1) Dokter atau dokter gigi warga negara asing dapat diberikan SIP sepanjang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (2).
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga harus :
a. telah melakukan evaluasi di perguruan tinggi di Indonesia berdasarkan
permintaan tertulis Konsil Kedokteran Indonesia;
b. memiliki surat izin kerja dan izin tinggal sesuai ketentuan perundangundangan;
c.
mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang dibuktikan dengan
bukti lulus bahasa Indonesia dari Pusat Bahasa Indonesia.
(3) Dokter atau dokter gigi warga negara asing yang akan memberikan
pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk waktu tertentu, harus
memiliki persetujuan dari Konsil
Kedokteran Indonesia, dan memberitahukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
BAB
III
PELAKSANAAN PRAKTIK
Pasal 14
(1) Praktik
kedokteran
dilaksanakan
berdasarkan
pada
kesepakatan
berdasarkan hubungan kepercayaan antara dokter atau dokter gigi dengan
pasien dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
(2) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya
maksimal pengabdian profesi kedokteran yang harus dilakukan dokter dan
dokter gigi dalam penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien sesuai
dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional
dan kebutuhan medis pasien.
12
(3) Upaya maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sesuai
dengan situasi dan kondisi setempat.
Pasal 15
(1) Dokter dan dokter gigi dapat memberikan pelimpahan suatu tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi kepada perawat, bidan atau tenaga
kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki
dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelimpahan wewenang kepada perawat, bidan atau tenaga lainnya dalam
keadaan tertentu dimana pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan dan
tidak terdapat dokter dan dokter gigi di tempat tersebut diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri .
Pasal 16
(1) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter dan
dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan
kesehatan yang bersangkutan
(2) Daftar dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
dokter atau dokter gigi yang memiliki
SIP pada sarana pelayanan
kesehatan yang bersangkutan.
(3) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib menempatkan daftar dokter
dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada tempat yang
mudah dilihat.
13
Pasal 17
(1) Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan
praktik perorangan wajib memasang papan nama praktik kedokteran.
(2) Papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat nama
dokter atau dokter gigi dan nomor registrasi, sesuai dengan SIP yang
diberikan.
(3) Dalam hal dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud ayat (2)
berhalangan melaksanakan praktik dapat menunjuk dokter dan dokter gigi
pengganti.
(4) Dokter dan dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
harus dokter atau dokter gigi yang memiliki SIP yang setara dan tidak harus
SIP di tempat tersebut.
(5) Dalam keadaan tertentu untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan
pelayanan, dokter atau dokter gigi yang memiliki SIP dapat menggantikan
dokter spesialis atau dokter gigi spesialis, dengan memberitahukan
penggantian tersebut kepada pasien.
Pasal
18
(1) Dokter dan dokter gigi yang berhalangan melaksanakan praktik atau telah
menunjuk dokter pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(3) wajib membuat pemberitahuan.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditempelkan
atau ditempatkan pada tempat yang mudah terlihat.
14
Pasal 19
(1) Dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran harus
sesuai
dengan
kewenangan
dan
kompetensi
yang
dimiliki
serta
kewenangan lainnya yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Dokter dan dokter gigi, dalam rangka memberikan pertolongan pada
keadaan gawat darurat guna penyelamatan jiwa atau pencegahan
kecacatan, dapat melakukan tindakan kedokteran dan kedokteran gigi
diluar kewenangannya sesuai dengan kebutuhan medis.
(3) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) harus dilakukan sesuai dengan standar profesi.
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melakukan pencatatan
terhadap semua SIP dokter dan dokter gigi yang telah dikeluarkannya.
(2) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara berkala
minimal 3 (tiga) bulan sekali kepada Menteri, Konsil Kedokteran Indonesia,
dan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi serta organisasi
profesi setempat.
(3) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi wajib melakukan pencatatan terhadap
semua surat tugas dokter spesialis dan dokter gigi spesialis tertentu yang
telah dikeluarkannya.
(4) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara berkala
minimal 3 (tiga) bulan sekali kepada Menteri c.q. Sekretaris Jenderal
Departemen Kesehatan.
15
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1) Menteri, Konsil Kedokteran Indonesia, Pemerintah Daerah, dan organisasi
profesi melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini
sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan pada pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi.
Pasal 22
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
dapat
mengambil
tindakan
administratif
terhadap
pelanggaran peraturan ini.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
peringatan lisan, tertulis sampai dengan pencabutan SIP.
(3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu dapat
mendengar pertimbangan organisasi profesi.
Pasal 23
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIP dokter dan
dokter gigi dalam hal:
a. atas dasar rekomendasi MKDKI ;
b. STR dokter atau dokter gigi dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia;
c.
tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIP-nya; dan
d. dicabut rekomendasinya oleh organisasi profesi melalui sidang yang
dilakukan khusus untuk itu;
16
Pasal 24
(1) Pencabutan SIP yang dilakukan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
wajib disampaikan kepada dokter dan dokter gigi yang bersangkutan dalam
waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
keputusan ditetapkan.
(2) Dalam hal keputusan dimaksud dalam pasal 23 huruf c dan d tidak dapat
diterima, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi untuk diteruskan kepada Menteri Kesehatan
dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah keputusan diterima.
(3) Menteri setelah menerima keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meneruskan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
paling lambat 14 (empat belas) hari.
Pasal 25
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIP
dokter dan dokter gigi kepada Menteri Kesehatan, Ketua Konsil Kedokteran
Indonesia dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, serta tembusannya
disampaikan kepada organisasi profesi setempat.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
(1) Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki Surat Penugasan dan atau SIP
berdasarkan peraturan perundang-undangan sebelum berlakunya Undangundang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dinyatakan telah
memiliki Surat Tanda Registrasi dan SIP.
17
(2) Terhadap dokter atau dokter gigi yang masa berlaku SIPnya habis periode
6 Oktober 2005 sampai dengan 29 April 2007 dinyatakan SIPnya masih
tetap berlaku sampai dengan STR diterbitkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia..
(3) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diperbaharui dengan
menggunakan STR yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 27
Dokter atau dokter gigi yang memiliki SIP lebih dari 3 (tiga) tempat praktik
sebelum berlakunya Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, harus menetapkan 3 (tiga) tempat praktik yang
dipilih sesuai
peraturan yang berlaku.
Pasal 28
Rumah sakit pendidikan yang memiliki jejaring rumah sakit pendidikan pada
saat ditetapkan peraturan ini wajib menyesuaikan jejaring rumah sakit
pendidikannya sesuai dengan ketentuan peraturan ini paling lambat dalam
jangka waktu 6 ( enam) bulan sejak peraturan ini ditetapkan.
Pasal 29
(1) Surat tugas yang diberikan
kepada dokter spesialis dan dokter gigi
spesialis tertentu berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1419/Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter
dan Dokter Gigi dinyatakan masih berlaku sampai dengan habis masa
berlakunya
(2) Ketentuan pembaharuan surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan dalam
Peraturan ini.
18
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1419/Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan
Dokter Gigi, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal
31
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta:
pada tanggal 20 April 2007
MENTERI KESEHATAN,
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp. JP (K)
19
Formulir I
Perihal : Permohonan Surat Izin
Praktik (SIP)
Kepada Yth,
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.............................
……………………………………….
Di
……………………………….
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama Lengkap
: .........................................................................
Alamat
: .........................................................................
Tempat, tanggal lahir
: .........................................................................
Jenis kelamin
: .........................................................................
Tahun Lulusan
: .........................................................................
Nomor STR
: .........................................................................
Nomor rekomendasi OP :..........................................................................
Dengan ini mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP)
untuk tempat praktik yang ke …… dengan alamat di ......
Sebagai bahan pertimbangan bersama ini dilampirkan :
a.
Fotokopi surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
yang diterbitkan dan dilegalisir asli oleh Konsil Kedokteran Indonesia yang
masih berlaku ;
b.
surat pernyataan mempunyai tempat praktik atau surat keterangan dari
sarana pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya;
c.
surat rekomendasi dari organisasi profesi, sesuai tempat praktik;
d.
pas foto berwarna ukuran 4 X 6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3 x 4 sebanyak
2 (dua) lembar;
e.
surat izin dari pimpinan instansi/sarana pelayanan kesehatan dimana dokter
dan dokter gigi dimaksud bekerja (khusus bagi dokter dan dokter gigi yang
bekerja di sarana pelayanan kesehatan pemerintah atau sarana pelayanan
kesehatan yang ditunjuk pemerintah);
Demikian atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
.....................,....................................
Pemohon ,
........................................
Formulir II
KOP
DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA
SURAT IZIN PRAKTIK (SIP) DOKTER / DOKTER GIGI
No. ………………………………….
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran, yang bertanda tangan dibawah ini, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota*) .................................... memberikan Izin Praktik pada :
____________________________________
(Nama Lengkap)
Tempat/Tgl. Lahir
: .............................................................
Alamat
: .............................................................
Untuk Praktik
: dr/drg/dr.spesialis/drg. spesialis *)
Alamat Tempat Praktik
: ...............................................................
Nomor STR
: ................................................................
STR berlaku sampai dengan : .............................................( tgl/bln/tahun)
Nomor rekomendasi OP
:.................................................................
Ditetapkan di........................
pada tanggal......................
Pasfoto
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota………………………
(………………………………….)
Tembusan :
1. Menteri Kesehatan
2. Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.
3. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi;
4. Organisasi Profesi;
*) Coret yang tidak perlu.
Formulir III
KOP
DINAS KESEHATAN PROPINSI
SURAT TUGAS DOKTER SPESIALIS/ DOKTER GIGI SPESIALIS
No. ………………………………….
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran, yang bertanda tangan dibawah ini, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
.................................... memberikan Surat Tugas kepada :
____________________________________
(Nama Lengkap)
Tempat/Tgl. Lahir
Alamat
Untuk Praktik
: .............................................................
: .............................................................
: dr. spesialis./drg spesialis*)
Alamat Tempat Praktik
Nomor STR
: .........................................................
: ................................................................
Nomor SIP Pertama
Nomor SIP Kedua
Nomor SIP Ketiga
:
:
:
Surat tugas ke
:
Surat tugas berlaku sampai dengan tanggal.................................................
Ditetapkan di........................
pada tanggal......................
Pasfoto
a.n. Menteri Kesehatan RI
Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi………………………
(………………………………….)
Tembusan :
1. Menteri Kesehatan
2. Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.
3. Organisasi Profesi;
*) Sebutkan spesialisasinya.
HEALTH MINISTERIAL REGULATION OF THE REPUBLIC OF
INDONESIA
NUMBER 512/MENKES/PER/IV/2007
REGARDING
PRACTICE LICENSE AND MEDICAL PRACTICE
INDONESIAN MEDICAL COUNCIL
Considering:
a. Based on Article 38 Clause (3) and Article 43 of Law number 29
year 2004 regarding Medical Practice, doctor and dentist’s
practice is regulated with Health Ministerial Regulation number
1419/ Menkes/Per/X/2005
b. in relation with its duty, the Indonesian Medical Council
stipulates the procedure for registration of doctor and dentist,
implementation of proper medical practice, partnership in doctor
and patient relation, procedure for management of presumption of
discipline violation by doctor and dentist, and manual for
discipline enforcement for medical profession that must be
obeyed by doctor and dentist in medical practice;
c. in order to fulfill the requirement in the implementation of doctor
and dentist’s practice, Practice License and Implementation of
Medical Practice need to be rearranged with Health Ministerial
Regulation;
In View Of:
1.
Law number 23 year 1992 regarding Health (Statute of the
Republic of Indonesia year 1992 number 100, Addendum of the
Republic of Indonesia Statute number 3495) ;
2. Law Number 29 year 2004 regarding Medical Practice (Statute
number 116 year 2004. Addendum to the Statute number 4431);
3. Law number 32 year 2004 regarding Regional Government
(Statute Number 125 year 2004, Addendum to the Statute Number
4437);
4. Government Regulation number 32 year 1996 regarding Health
Officials (Statute year 1996 Number 49, addendum to the Statute
Number 3637);
5. Government Regulation 25 year 2000 regarding Central
Government Authority and Provincial Government Authority as
1
Autonomous Regions (Statute year 2000 Number 54, Addendum to
the Statute Number 3952);
6. Presidential Decree Number 9 year 2005 regarding Status, Tasks,
Function, Formation, and Work Order of the State Ministry of the
Republic of Indonesia as amended with Presidential Decree
Number 94 year 2006.
7. Health Ministerial Decree Number 81/Menkes/SKI/2004 regarding
Manual for Health-related Human Resources Development
Program at the Province, District/Municipality and Hospital.
8. Health Ministerial Decree Number 131/Menkes/SK/II/2004
regarding National Health System
9. Health Ministerial Decree Number 1575/Menkes/Per/XI/ 2005
regarding Organization and Work Order of the Health Department
DECIDED:
To stipulate: Health Ministerial Regulation Regarding Practice License and
Medical Practice
CHAPTER I
GENERAL
Article 1
Definition:
1. Medical practice is a series of activities conducted by doctor and dentist to a patient
as a medical treatment.
2. Doctor and dentist are doctors, specialists, dentists and dentist specialists graduated
from medical or dental education of domestic and overseas universities
acknowledged by the Government of the Republic of Indonesia in compliance with
the Law
3. Practice License is written evidence given by Health Office of District/Municipality
to doctor and dentist who have met the requirements to conduct medical practice.
4. Instruction Letter is written evidence given by a Provincial Health Office to doctor
and dentist in conducting medical practice at certain health service facilities.
5. Doctor and dentist’s Registration Letter that is further called STR is written
evidence given by Indonesian Medical Council to registered doctors and dentists.
2
6. Health service facility is a place where medical services takes place and can be used
by doctor and dentist.
7. Medical service is a health service provided by doctor and dentist in accordance
with their competence and authority in form of promotional, preventive,
diagnostic, consultative, curative or rehabilitative services.
8. Service standard is a manual to be followed by doctor and dentist in conducting
medical practice.
9. Standard of medical profession is minimal set of skills ((knowledge, skill and
professional attitude) that must be mastered by a doctor or dentist so that he/she
is capable to provide professional services to the public independently. This
standard is constructed by professional organization.
10.
Standard Operational Procedure is a set of standardized instruction/steps to
complete certain routine working activities. The standard provides precise and
best steps based on common consensus to do various activities and services
created by health service facilities based on professional standard
11.
Professional organization is Indonesian Doctor Association for doctor and
Indonesian Dentist Union for dentist.
12.
Indonesian Medical Council is an autonomous, stand alone, non-structural, and
independent body consisted of Medical Council and Dental Council.
13.
Indonesian Medical Disciplinary Board is an institution that has the authority to
determine the degree of doctor and dentist’s mistake in implementing medical
and dental knowledge and enforce sanction.
14.
Minister is a Minister whose responsibility is in health affair.
CHAPTER II
PRACTICE LICENSE
Article 2
(1) Every doctor and dentist who will conduct medical practice is obliged to possess
Practice License
(2) In obtaining a Practice License, doctor and dentist have to apply for it to the Head
of Health Office of the District/Municipality where the doctor’s practice takes
place completed with the following documents: :
a.
a copy of valid doctor’s registration letter and dentist’s registration letter
issued and legalized by the Indonesian Medical Council.
3
b.
a pronouncement of where the practice takes place, or recommendation from
health service facilities as the practice location.
c.
recommendation from professional organization in accordance with practice
location
d.
current color photographs 4 x 6 3 (three) sheets and 3 x 4 2 (two) sheets.
(3) In applying for Practice License as stated in Clause (2), the applicant should clearly
state the request of Practice License for the first, second and third locations.
(4) To obtain second and third Practice License on working hour, doctor and dentist
who work in government institution and health service facilities appointed by the
government must attach approval letter from the head of the institution/health
service facility where they work.
(5) Example of application form as stated in Clause (2) can be seen in form 1 on the
attachment section.
Article 3
(1) Doctor and dentist that have complied with the requirements as stated in Article (2)
are entitled to receive Practice License for 1 (one) location.
(2) Practice License as stated in Clause (1) is valid as long as Registration Letter is
valid and the practice location is the same as in the Practice License.
(3) The form of doctor and dentist’s Practice License can be seen in form II on the
attachment section.
Article 4
(1) Doctor or dentist is only allowed to possess 3 (three) practice locations at most,
either in governmental health facilities or private institution.
(2) The head of health office of the District/Municipality can directly/automatically
issue a practice License for doctor or dentist with Registration Letter that is
appointed to work in a government health facility based on the doctor/dentist’s
request.
(3) Practice licenses for three different locations as stated in Clause (1) can be located
in 1 (one) district/municipality or other district/municipality either in the same or
different province.
(4) In
giving
the
Practice
license,
the
Head
of
Health
Office
of
the
District/Municipality have to consider the balance of the number of doctors and
dentists with the health service demands.
4
Article 5
(1) Practice License for doctor and dentist can be in form of doctor’s Practice License,
dentist’s Practice License, specialist’s Practice License, dentist specialist’s Practice
License, consultant specialist’ Practice License, dentist consultant specialist’s
Practice License.
(2) The requirement concerning medical practice conducted by doctor, dentist,
specialist, dentist specialist, consultant specialist or dental consultant specialist in
relation with the issue of Practice License as stated in Clause (1) in accordance with
the given Registration Letter, is stipulated by the Indonesian Medical Council
together with the professional organization, Doctor collegiums and Dentist
collegiums.
(3) If medical service is required in a certain region, Indonesian Medical Council can
stipulate Registration Letter for specialist or dentist specialist that is also competent
to conduct doctor or dentist’s tasks, in accordance with the request of the head of
Provincial Health Office on behalf of the health Minister.
Article 6
(1) Practice License for doctor and dentist as an education staff that conduct medical or
dental practice in an educational hospital can also be applied for performing
medical or dental education process in other educational hospital and other hospital
or health service facilities as its networks.
(2) Stipulation of a hospital to become an educational hospital, standard of an
educational hospital or other health service facilities as educational networks as
stated in Clause (1) is done by Ministerial Decree based on the standard of a
hospital as an educational hospital.
(3) In order to be an education network as stated in Clause (1), the decision is
stipulated through cooperation of the Dean of Medical Faculty/Dean of Dental
Faculty with Educational Hospital based on the standard of hospital as an
educational institution.
(4) The Dean of Medical/Dental Faculty as stated in Clause (3) obliges to report to the
head of Health Office of the District/Municipality concerning the cooperation.
Article 7
5
(1) Based on Indonesian Medical council approval given at the beginning of
PPDS/PPDGS (Doctor / Dentist Specialist Education) education period, the Dean
of Medical/Dental Faculty must submit a report concerning the participants of
PPDS/PPDGS which should include the names, schedule, and educational stages,
to the head of the Health Office of the District/Municipality where the specialist
teaching hospital is located.
(2) Doctor or dentist participating in specialist education program (PPDS) or dentist
specialist education program (PPDGS) directly/automatically obtains Practice
License issued by the head of the Health Office of the District/Municipality where
the Educational Hospital is located, to conduct medical practice.
(3) Practice License as stated in Clause (2) is given through the Dean of the Medical
Faculty/Dental Faculty during the education process in accordance with the
certificate/competence certificate owned by the participants of PPDS/PPDGS that
are issued by the head of PPDS/PPDGS program at the Medical Faculty/Dental
Faculty.
(4) The practice license as stated in Clause (2) can be used in health service facility
where the education program takes place and its networks and also in the appointed
health service facilities.
Article 8
(1) Practice License for doctor and dentist who conduct medical practice in a
government health service facility can also be used in other government health
facility in the same region.
(2) Health service facilities as stated in Clause (1) include government health service
facilities, Army and Police, public health center, and clinic.
Article 9
(1) Doctor or dentist who already has Practice License and provide health service or
consultation on the following occasion:
a. requested by a health service facility to providing specific, temporary, and
unscheduled medical services;
b. in a social work;
c. conducting state assignment;
d. in a natural disaster rescue or other emergency situation;
e. in providing medical service to the family, neighbour, friend, home visit and
service for poor families that is conducted incidently
6
does not require specific Practice License.
(2) The medical service as stated in Clause (1) letter a, b, c, and d has to be informed to
the head of Health Office of the District/Municipality
(3) The information as stated in Clause (2) can be given by the institution.
Article 10
(1) To fulfill the need of medical service, the Provincial Health Office on behalf of the
Minister of Health can give assignment letter for certain specialist or dentist
specialist who already owns Practice License to work in a particular health service
facility or hospital without new Practice License in the institution based on the
request of Health Office of the District/Municipality
(2) The assignment letter as stated in Clause (1) is valid for 1 (one) year.
(3) Extension of assignment letter as stated in Clause (2) can be done by the local Head
of Health Office on behalf of the Minister of Health.
(4) The head of the Health Office of the District/Municipality in requesting for certain
specialist or dentist specialist’s assignment letter as stated in Clause (1) must
consider the balance between the demand of the service and the doctor or dental
capability.
(5) The balance between demand for the service and the doctor or dentist 's capability
that must be considered by Head of Health Office of the District/Municipality as
stated in Clause (4) should be based on a manual that is determined by the Minister.
(6) Example of assignment letter can be seen in Form III attached in this regulation.
Article 11
(1) Doctor or dentist who works in educational hospital and health service facilities as
its networks is allowed to give guidance/ implementation/ supervision to perform
medical or dental action to participants of medical or dental education who are
joining education to provide medical service to the patient.
(2) The implementation of medical service to the patient as stated in Clause (1) is
conducted under supervision and responsibility of the supervisor.
Article 12
(1) Doctor or dentist who will end medical or dental practice activity in a certain place
is obliged to inform the Head of Health Office of the District/Municipality.
(2) Written notification as stated in Clause (1) together with Practice License is sent to
Head of Health Office of the District/Municipality where the activity takes place.
7
(3) Head of Health Office of the District/Municipality as stated in Clause (1) must
return his/her copy of Registration letter that is originally legalized by Indonesian
Medical Council immediately after the Practice License is returned.
(4) If in a particular situation the copy of the Registration letter that is originally
legalized by Indonesian Medical Council as stated in Clause (3) is lost, the Head of
Health Office of the District/Municipality has to make a written statement
concerning the loss in order to request a copy of originally legalized document to
Indonesian Medical Council.
Article 13
(1) Overseas doctor or dentist can obtain practice license once he/she fulfills the
requirement as stated in Article 2 Clause (2)
(2) Other requirements as intended in Clause (1) are as follows:
a. undergo evaluation in a higher education institution in Indonesia based on the
written request by the Indonesian Medical Council;
b. possess working permit and visa in accordance with the regulation;
c. be capable to speak Indonesian language proven with certificate from the Center
of Indonesian Language.
(3) Overseas doctor or dentist who will conduct education and training in terms of
transfer of knowledge and technology for a certain period of time has to obtain
approval from Indonesian Medical Council, and inform it to the Head of Health
Office of the District/Municipality.
CHAPTER III
MEDICAL PRACTICE
Article 14
(1) The medical practice is conducted based on mutual agreement and trust between
doctor or dentist and the patient in the effort to maintain health, prevention of
illness, improve health quality, medication and recover the physical condition.
(2) The agreement as stated in Clause (1) is a dedication of the medical profession that
has to be conducted by doctor and dentist in medication and recovery of patient’s
health in accordance with the standard of service, standard of profession, standard
of operational procedure and patient’s medical requirement.
(3) The maximal efforts as stated in Clause (2) should be in accordance with the local
situation and condition.
8
Article 15
(1) Doctor and dentist can delegate a medical or dental action to the nurse, midwife or
other health practitioners in conducting the medical or dental action. The
delegation should be stated in written form.
(2) he medical or dental action as stated in Clause (1) must be in accordance with one’s
skill and competence and conducted in accordance with the regulation.
(3) Delegation of authority to the nurse, midwife or other health practitioners in a
certain situation where the service is highly demanded and there is no other doctor
and dentist in the area is arranged by Minister's Regulation.
Article 16
(1) The head of a health service facility obliges to make a list of the doctor and dentist
who conduct medical practice in his/her place.
(2) The list of doctor and dentist as stated in Clause (1) includes doctor or dentist that
possesses Practice License in the health service facility.
(3) The head of health service facility obliges to place the list of doctor and dentist as
stated in Clause (2) on an easily visible location.
Article 17
(1) Doctor or dentist that owns Practice License and conduct individual practice is
obliged to create and install a name plate of the medical practice.
(2) The name plate as stated in Article (1) must contain the name of the doctor or
dentist and registration number on the Practice License.
(3) When the doctor and dentist as stated in Clause (2) can not conduct medical
practice, he/she may appoint replacement doctor and dentist.
(4) The replacement doctor and dentist as stated in Clause (3) must be a doctor or
dentist that owns equal Practice License but does not require a License from the
same area.
(5) In a certain situation where the service is required, the doctor or dentist that
possesses Practice License may replace a specialist or dentist specialist. The doctor
or dentist must inform this replacement to the patient.
Article 18
(1) The doctor or dentist that is unable to conduct medical practice or has appointed the
substitute doctor as stated in Article 17 Clause (3) is obliged to make notification.
9
(2) The notification as stated in Clause (1) must be placed on an easily visible location.
Article 19
(1) The doctor or dentist in conducting medical practice must be in accordance with
the authority and competence they possess and other authority appointed by the
Indonesian Medical Council.
(2) The doctor or
dentist, in conducting emergency rescue or prevention of
disablement, may carry out medical and dental action outside his/her authority in
accordance with the requirement.
(3) The Implementation of authority as stated in Clause (1) and Clause (2) must be
conducted in accordance with the professional standard.
CHAPTER IV
RECORD AND REPORT
Article 20
(1) The Head of Health Office of the District/Municipality is obliged to make a record
of every Practice License that he/she has issued.
(2) The record as stated in Clause (1) should be sent periodically at least once every 3
(three) months to the Minister, Indonesian Medical Council, and the copy to the
Head of Provincial Health Office and professional organization.
(3) The Head of Provincial Health Office obliges to make a record on every
assignment letter for certain doctor specialist or dentist specialist that he/she has
issued.
(4) The record as stated in Clause (3) should be sent periodically at least once every 3
(three) months to the Minister c.q. Secretary General of the Department of Health
CHAPTER V
TRAINING AND SUPERVISING
Article 21
10
(1) The Minister, Indonesian Medical Council, Regional Government, and the
professional organization manage and supervise the implementation of this
regulation in accordance with their function, task and authority.
(2) Management and supervision as stated in Clause (1) is intended to create even
distribution and increase in service quality provided by the doctor and dentist.
Article 22
(1) In terms of management and supervision, the Head of Health Office of the
District/Municipality may give administrative sanction to any violation of this
regulation.
(2) Administrative sanctions as stated in Clause (1) can be in form of oral warning,
written warning and withdrawal of Practice License.
(3) The Head of the Health Department of the District/Municipality in giving
administrative sanctions as stated in Clause (2) should consider the opinion of the
professional organization.
Article 23
The Head of Health Office of the District/Municipality is allowed to withdraw the
doctor and dentist’s Practice License for the following reasons:
a.
based of MKDKI’s recommendation ;
b.
the doctor or dentist’s Registration letter is withdrawn by the Indonesian Medical
Council;
c.
the practice location is different from the Practice License; and
d.
the recommendation is withdrawn by professional organization through a session
that is specifically intended to do it.
Article 24
(1) Withdrawal of a Practice License conducted by Head of Health Office of the
District/Municipality obliges to be sent to the doctor and dentist at mostly 14
(fourteen) days after the decision is stipulated..
(2) If the doctor or dentist rejects the decision as stated in Clause 23 letters c and d,
he/she may appeal for objection to Head of Provincial Health Office
to be
forwarded to the Health Minister in a period of 14 (fourteen) days after the decision
is accepted.
11
(3) The Minister after accepting the decision as stated in Clause (2) forward it to the
Indonesian Medical Disciplinary Board at mostly 14 (fourteen) days after it is
accepted.
Article 25
The Head of the health office of the District/Municipality reports every withdrawal of
doctor and dentist Practice License to the Health Minister, head of Indonesian Medical
Council and Head of Provincial Health Office and the copy should be sent to the
professional organization.
CHAPTER VI
TRANSITORY STIPULATION
Article 26
(1) Doctor and dentist who possess the Assignment Letter and or Practice License
based on the regulation before Law number 29 year 2004 about the Medical
Practice is stipulated is regarded as already having the Registration letter and
Practice License.
(2) Practice License validity that expires at the period of October 6 2005 up to April 29
2007 is still valid until the Registration letter is issued by the Indonesian Medical
Council.
(3) The Practice License as stated in Clause (1) obliges to be renewed by using
Registration letter issued by Indonesian Medical Council.
Article 27
The doctor or dentist that possesses Practice License on more than 3 (three) places
before the Law number 29 year 2004 regarding Medical Practice is stipulated must
choose 3 (three) practice locations in accordance with the regulation.
Article 28
The teaching hospitals that have satellite hospitals by the time this regulation is
stipulated are obliged to adapt their satellite hospitals in accordance with the regulation
at mostly 6 (six) months since this regulation is stipulated.
Article 29
12
(1) The Assignment Letter given to certain doctor specialist and dentist specialist based
on Health Minister's Regulation number 1419/Menkes/Per/X/2005 regarding
Medical and Dental Practice is still valid until its expiry date.
(2) The renewal of assignment letter as stated in Clause (1) must be conducted in
accordance with the requirement and provision in this Regulation.
CHAPTER VII
CLOSING
Article 30
When this Regulation is stipulated, the Health Minister's Regulation number
1419/Menkes/Per/X/2005 regarding Doctor and Dentist’s practice is considered no
longer valid.
Article 31
The Minister's Regulation is valid on the date it is stipulated.
Enacted in Jakarta:
On April 20, 2007
HEALTH MINISTER,
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp. JP (K)
13
Form I
Objective: Application for Practice License
To
The Head of health Office of the District/Municipality
.............................
……………………………………….
In ……………………………….
Dear Sir,
Herewith I who sign the letter with the following identity:
Name
:.........................................................................
Address
:.........................................................................
Place, date birth
:.........................................................................
Gender
:.........................................................................
The Graduate's year :.........................................................................
The RC number
:.........................................................................
The number of the OP recommendation
:.................................................................
Apply for a practice License (PL) for the location of practice number …… located in
…......
I also have attached the following documents:
a. A copy of valid doctor or dentist’s registration letter issued and originally legalized by
Indonesian Medical Council;
b. A procurement of having practice location or a certificate from health service institution
as the practice location;
c. Recommendation from the professional organization in accordance with the practice
location;
d. A color photograph 4 X 6 3 (three) sheets and 3 x 4 2 (two) sheets;
e. Permit from the head of the institution/ health service facility where the doctor and
dentist work (particularly for doctor and dentist who work in government or health service
facilities or the health service facilities that are appointed by the government)
Thank you for your concern.
.....................,....................................
Applicant,
........................................
Form II
LETTERHEAD
HEALTH SERVICE OF THE DISTRICT/MUNICIPALITY
PRACTICE LICENSE FOR DOCTOR/DENTIST
No. ………………………………….
Based on Health Minister’s Regulation of the Republic of Indonesia number
512/Menkes/Per/IV/2007 regarding Practice License and the Implementation of Medical
Practice, I who that sign this letter, as the Head of Health Office of the
District/Municipality*).................................... grant Permit to practice for:
____________________________________
(Complete Name)
Place/Date of birth
: .............................................................
Address
: .............................................................
Practice For
: dr/drg/specialist/dentist specialist *)
Practice Location
: ...............................................................
Number of Reg. Letter
: ................................................................
Reg. Letter is valid through :.............................................( date/month/year)
Recommendation Number of OP :.................................................................
Stipulated in........................
On ......................
photograph
Head of health Office of the
District/Municipality………………………
(………………………………….)
C.C. :
1. Health Minister
2. head of Indonesian Medical Council.
3. Head of Provincial Health Office;
4. Professional Organization;
*) Strike-trough the wrong statement.
Form III
LETTERHEAD
PROVINCIAL HEALTH OFFICE
ASSIGNMENT LETTER FOR SPECIALIST/DENTIST SPECIALIST
No. ………………………………….
Based on Health Minister Regulation of the Republic of Indonesia number
512/Menkes/Per/IV/2007 regarding Practice License and the Implementation of Medical
Practice, I as the Head of the Provincial Health Office .................................... grant the
Assignment Letter to:
____________________________________
(Complete Name)
Place/Date of Birth
: .............................................................
Address
:
.............................................................
Practice
as :
specialist/dentist specialist*)
Practice :ocation
Number of Reg. Letter
: .........................................................
: ................................................................
Number of First Practice License
:
Number of Second Practice License
Number of Third Practice License
Assignment Letter number
:
:
:
The assignment letter is valid up to :.................................................
Stipulated in........................
On ......................
Photo
On behalf of Heath Minister
Head of Provincial Health Office
………………………
(………………………………….);
C.C. :
1. Health Minister
2. Head of Indonesian Medical Council.
3. Professional Organization;
*) Mention the specialties