File - LEMLIT

advertisement
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR’AN
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
Ilzamudin Ma’mur
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan
IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
ilzampasca@yahoo.co.id
Abstrak
Milenium ketiga diprediksikan sebagai milenium
kebangkitan, antara lain, wanita, agama dan bahasa Inggris.
Dalam kajian ini ketiga trend kebangkitan tersebut dilihat melalui
peran dan aktivitas wanita penerjemah al-Qur‟an ke dalam
bahasa Inggris serta kualitas karyanya. Pada milenium ketiga
ditemukan dua penerjemah mandiri, Laleh Bakhtiar (l.1938) dari
Chicago, Amerika Serikat dengan karyanya The Sublime Qur‟an
(2007) dan Tahereh Saffarzadeh (1936-2003) dari Tehran, Iran,
dengan karyanya The Holy Qur‟an: Translation whith
Commentary (2007). Kendatipun keduanya hidup pada zaman
yang sama dan menerbitkan karyanya pada tahun yang sama,
namun orientasi atau kekhasan, tujuan, arah pendektan, metode
dan strategi yang diterapkannya berbeda. Kekhasan Laleh pada
nuansa gender dengan penekanan pada an-Nisa 34, sedang
Tahereh pada asma al-husna. Perbedaannya selanjutnya dari
pendekatan : translation dan inverse translation; metode formal
equivalent teori gagasan Eugene A. Nida and Charles R. Taber
(1974) dan metode communicative translation teori gagasan Peter
Newmark (1988); strategi domesticizing translation dan
foreignizing translation dari teori yang diperkenalkan Lawrence
Venuti (1995). Sementara dari sudut tujuan keduanya hampir
sama bahwa Laleh dan Tahereh menyadari bahwa terjemahan
yang telah ada memiliki beberapa kelemahan, sehingga
diperlukan terjemahan baru yang diharapkan akan lebih mudah
dipahami, bersifat komprehensif, dan sekaligus menutupi
kekurangan yang ada dalam karya-karya terjemahan al-Qur‟an
dalam bahasa Inggris terdahulu.
Kata Kunci: Wanita Penerjemah, Terjemahan al-Qur‟an, Ulum
al-Qur‟an, Milenium Ketiga
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN 173
Ilzamudin Ma‟mur
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
A. Pendahuluan
Milenium ketiga sebagai milenium kebangkitan berbagai
bidang kehidupan umat manusia telah diprediksikan setidaknya
sejak satu dasawarsa terakhir milenium kedua oleh banyak
futurolog antara lain adalah oleh John Nisbitt dan Patricia
Aburdance dalam karya monumental bersama mereka
Megratrends 2000.1 Dalam karya Nasibit dan Aburdance tersebut
dipaparkan bahwa milenium ketiga akan menyaksikan 10 trend
kebangkitan utama, yang antara lain adalah kebangkitan kaum
perempuan atau kaum wanita dan kebangkitan agama-agama serta
kebangkitan atau dominasi bahasa internasional yang diduduki
oleh bahasa Inggris.
Kini milenium ketiga telah bergulir dan memasuki dua
dasawarsa pertamanya. Dalam konteks kebangkitan kaum wanita,
agama dan bahasa tersebut, yang menurut hemat penulis, hingga
tingkat tertentu mulai menunjukkan tanda-tanda kebenaran
prediksi tersebut, perlu mendapat pencermatan lebih lanjut. Di
dunia Islam, misalnya, kaum wanita mulai banyak terlibat peran
aktifnya dalam berbagai bidang publik mulai dari politik,
ekonomi; kebudayaan, teknologi, pendidikan hingga keagamaan.
Berkaitan dengan kajian ini, trend atau kecenderungan
kebangkitan wanita dan agama sekaligus akan dibatasi pada
akitivitas keagamaan wanita Muslimah dalam hal ini adalah
aktivitas penerjemahan al-Qur‟an ke dalam bahasa Inggris. AlQur‟an merupakan kitab suci yang dapat diklaim sebagai satusatunya kitab suci yang tidak mengalami perubahan selama 14
abad lebih, sebagaimana dipertegas Rashad bahwa ” Semua
agama besar dunia mempunyai kitab suci, tetapi klaim Islam yang
membanggakan bahwa al-Qur‟an merupakan satu-satunya kitab
suci yang hingga sekarang bertahan secara mutlak tanpa
mengalami perubahan sejak pertama kali diwahyukan dan
dituliskan empat belas abad yang lalu.”2
Kitab suci al-Qur‟an sejatinya perlu dibaca dan dipahami
khususnya oleh umat Islam yang kini berjumlah tidak kurang dari
1,5 miliar orang yang tersebar dan bermukim di lima benua : Asia,
Afrika, Australia, Amerika, dan Eropa. 3 Kenyataannya, dari
jumlah total kaum Muslimin tersebut, penutur asli bahasa Arab
berjumlah antara 180-250 juta orang, sedang kaum Muslimin nonbahasa Arab jumlahnya kira-kira 9-6 kali lipat dari penutur
bahasa Arab tersebut. Dengan demikian, bisa dipastikan banyak
Tela’ah
174 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
usaha yang telah dilakukan kaum Muslimin non-Arab untuk
memahami sumber ajaran agamanya, yakni al-Qur‟an yang
berbahasa Arab. Salah satunya adalah melalui penerjemahan ke
dalam bahasa Inggris.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, tulisan ini akan
membahas dan menjawab masalah-masalah yang bertalian dengan
: hakikat dan metodologi penerjemahan al-Qur‟an; para wanita
yang terlibat dalam penerjemahan secara mandiri pada milenium
ketiga; fokus dan kekhasan, tujuan, arah pendekatan, metode dan
strategi penerjemahan yang mereka terapkan dalam menghasilkan
kerya terjemahan al-Qur‟an dalam bahasa Inggris; dan persamaan
dan perbedaan yang terdapat dalam pribadi dan karya para
penerjemah milenium ketiga juga didiskusikan. Untuk mendukung
upaya pembahasan dan pencarian jawaban bagi masalah-masalah
tersebut, kajian ini menerapkan pendekatan atau metode eklektis
yang meliputi metode deskriptif, historis dan analisis isi.
B. Metodologi Penerjemahan Al-Qur’an
1. Al-Qur’an : Makna Etimologis dan Terminologis
Secara etimologis kata al-Qur‟an, yang derivannya
disebutkan 77 kali dalam kitab suci al-Qur‟an, berasal dari akar
kata q r a yang dihubungkan dengan gagasan tentang „mengoleksi
atau mengumpulkan.” Pemahaman etimologis ini dipercayai oleh
para sarjana Muslim dan non-Muslim yang memandang bahwa alQur‟an, di antara yang lain, adalah sebagai koleksi atau kumpulan
kisah dan ajaran. Selain makna dasar ini, akar kata q r a juga
dikaitkan dengan makna „membaca, menghapal, dan
mengucapkan.”4
Dilihat dari sudut definisi secara teknis dan terminologis,
istilah al-Qur‟an, sebagaimana dinyatakan al-Qattan, dikhususkan
sebagai nama kitab yang diturunkan kepada Muhammad SAW.5
Selanjutnya, dalam Mabahis fi al-‟Ulum al-Qur‟an, al-Qattan
menyatakan bahwa : ”Al-Qur‟an adalah kalam atau Firman Allah
yang diturunkan kepada Muhammad S.A.W. yang pembacaanya
merupakan suatu ibadah.”6 Denfer dalam karyana memberikatan
batasan al-Qur‟an secara lebih luas lagi. Ia manyatakan bahwa alQur‟an adalah ”The speech of Allah, sent down upon the last
Prophet Muhammad, through the Angel Gabriel, in its precise
meaning and precise wording, transmitted to us by numerous
persons (tawatur), both verbally and in writing. Inimitable and
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN 175
Ilzamudin Ma‟mur
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
unique, protected by God from corruption.7 Yakni, al-Qur‟an
merupakan firman Allah, yang diturunkan kepada Nabi terakhir
Muhammad, melalui Malaikat Jibril, dalam maknanya yang tepat
dan pengungkapan yang sama persis, yang ditransmisikan kepada
kita melalui berbagai saluran orang baik secara lisan maupun
tulisan. Bersifat tidak dapat ditiru dan unik, dijaga Allah dari
kerusakan.
2. Penerjemahan al-Qur’an : Batasan, Prasyarat, dan Tujuan
Selanjutnya, bertalian dengan penerjemahan. Secara
etimologis kata penerjemahan merupakan kata benda bentukan
dari akar kata terjemah yang diserap dari kata bahasa Arab
‟tarjamah‟ dan di sini, menurut hemat Tibawi, dapat diartikan
sebagai ”terjemahan” atau dalam ‟makna longgar dari penjelasan.8
Hal yang sama dinyatakan Ma‟rifat bahwa kata ”Tarjamah adalah
masadar fi‟il ruba‟i, artinya penjelasan.”9 Sedangan menurut Rohi
Baalbaki tarjamah adalah ”naqlun min lughatin ilal ukhra”10 yakni
mengatakan suatu bahasa dalam bahasa lain. Selanjutnya secara
terminologis, dengan mengutip Mu‟jam al-Washith, Ma‟rifat
mengatakan bahwa ”terjemah ialah pengalihabahasaan perkataan
dari satu bahasa ke bahasa lain.”11 Dalam literatur lain, menurut
David Crystal, istilah penerjemahan adalah istilah netral yang
digunakan untuk semua jenis tugas di mana makna ungkapan
dalam satu bahasa (BSu) diubah ke dalam makna ungkapan
bahasa yang lain (BSa), apakah mediumnya lisan, tulis, ataupun
tanda.”12 Kenadati banyak batasan yang diberikan para pakar
penerjemahan, batasan yang relevan dengan kajian ini adalah yang
diberikan Peter Newmark. Ia membedakan penerjemahan tertulis
dan lisan secara tidak langsung. Ia mengatakan bahwa
penerjemahan merupakan keterampilan yang terdiri dari upaya
mengganti pesan atau pernyataan tertulis dalam satu bahasa
dengan pesan atau pernyataan yang sama dalam bahasa lain.13
Sementara dalam karyanya yang lain, A Textbook of Translation,
penulis yang sama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
penerjermahan adalah menerjemahkan makna suatu teks ke dalam
bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang.14 Dari
penjelasan dan batasan penerjemahan dari sudut etimologi dan
terminilogis dapat dikatakan bahwa penerjemahan al-Qur‟an
adalah rangkaian proses untuk mengalihkan makna pesan alQur‟an dalam teks tulis bahasa sumber berbahasa Arab ke dalam
Tela’ah
176 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
makna pesan yang sepadan dalam teks tulis bahasa Inggris sesuai
dengan yang dikehendaki pewahyunya, Allah SWT,
dengan
mempertimbangkan khalayak pembacanya yang baru.
Untuk dapat melakukan tugas dengan baik, penerjemah alQur‟an dituntut memiliki beberapa persyaratan dan kompetensi
yang baik dan memadai. “Dibandingkan dengan menerjemahkan
teks-teks lainnya,” menurut hemat Ma‟rifat, ”menerjemahkan teks
al-Qur‟an sangat sulit karena nilai kemukjizatannya.”15 Bertalian
dengan penerjemahan al-Quran dalam bahasa Inggris, Abbas Sadr
Ameli menegaskan lebih lanjut bahwa : “Upaya penerjemahan alQur‟an tersebut tidak saja memerlukan pengetahuan dan
keterampilan dalam bahasa Inggris, tetapi juga pengetahuan
tentang bahasa Arab serta ilmu dan kebudayaan Islam, hal ini
dikerenakan penafasiran sejatinya merupakan sebuah upaya untuk
menganalisa dan menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur‟an.”16
Terlebih lagi, berbeda dengan diskursus teks pada
umumnya, diskursus al-Qur‟an sangatlah khas. Mengenai
kekhasan ini Abdul-Raof berpendapat bahwa : "The Quranic
discourse is characterised by prototypical linguistic, rhetorical,
textual and phonetic features."17 Selain itu, al-Qur‟an al-Karim
mengandung informasi ilmu pengetahuan dan formulasi hukum
sosial. Dengan demikian, menerjemahkan pesan suci al-Qur‟an
menunut penerjemah kuaklifikasi yang sangat khusus pula, yakni
penerjemah yang mempunyai pengetahuan yang menyeluruh
tentang berbagai bidang keahlian dan pengalaman.
Sejalan dengan pendapat-pendapat ini, penerjemah alQur‟an, menurut Ma‟rifat, harus memenuhi setidaknya empat
kualifikasi. Pertama, penerjemah al-Qur‟an harus menguasai dua
bahasa (bahasa asli dan bahasa penerjemahan) dengan baik. Dia
harus mengetahui kaidah-kaidah kedua bahasa secara sempurna.
Kedua, penerjemah al-Qur‟an harus memiliki pengetahuan agama
yang luas dan harus bisa merujuk tafsir-tafisr yang diakui dengan
tidak merasa puas terhadap hasil awal terjemahanhya. Ketiga,
penerjemah al-Qur‟an membebaskan dirinya dari segala bentuk
keinginan internal yang diciptakan oleh lingkungan atau
keyakinan-keyakinan taklid. Dia hanya wajib memahami maksud
ayat-ayat tanpa menambahkan apapun. Keempat, penerjemah alQur‟an yang tidak memiliki kelayakan untuk melakukan
pekerjaan penting tersebut hendaknya tidak melakukannya. Tentu
mereka yang berhak melakukan pekerjaan tersebut harus merasa
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN 177
Ilzamudin Ma‟mur
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
bertanggungjawab mengawasi naskah penerjemahan yang sudah
dilakukan.18
Sebagaimana dipersyaratkan oleh para pakar teori dan
kajian penerjemahan pada umumnya bahwa salah satu kualifikasi
utama yang harus dimiliki penerjemah adalah penguasaan
terhadap teks yang hendak diterjermahkan, dalam konteks ini
adalah teks al-Qur‟an. Hal ini berarti pula bahwa “penerjemah
makna al-Qur‟an harus sepenuhnya menguasai setiap pola makna
dalam Kitab Suci tersebut.” Dengan kata lain, menurut Raed,
penerjemah al-Qur‟an harus memiliki tingkat pengetahuan yang
sama seperti pengetahuan seorang mufassir atau ahli tafsir agar
dapat mengalihkan maka yang akurat.
Para ulama salaf berpandangan bahwa seorang mufasir
harus memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu. Dengan
demikian, seorang penerjemah makna al-Qur‟an harus pula
memenuhi persyaratan yang sama dengan persyararatan yang pada
umumnya diperpersyaratkan kepada para mufasir. Persyaratan ini
Nampak lebih berat dari kualifikasi yang dijelaskan Ma‟rifat di
atas. Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut :
a) Syarat mandasar utama bagi mufasir dan atau penerjemah
adalah ia harus mempunyai pengetahuan tentang bahasa
Arab yang sangat baik. Secara khusus pengetahuan tataba
hasa Arab merupakan faktor sangat penting dalam
menafsirkan al-Qur‟an.
b) Penerjemah al-Qur‟an harus memiliki pengetahuan yang
kokoh tentang hadist Nabi agar dapat memahami alQur‟an dengan baik.
c) Penerjemah al-Qur‟an harus mempunyai pengetahuan
yang menyeluruh tentang tafsir kesepakatan para pionir
sarjana Muslim mengenai al-Qur‟an (ijma' 'ulama' assalaf) disertai dengan pengetahuan yang baik tentang
penemuan-penemuan ilmiah mutakhir yang bertalian
dengan sebagian ayat al-Qur‟an yang membicarakan faktafakta ilmiah.
d) Penerjemah al-Qur‟an harus mengetahui al-Qur‟an dalam
hati dan mempunyai pengetahuan yang baik tentang
sejarah atau asbab al-nuzul.
e) Penerjemah al-Qur‟an harus memiliki pengalaman yang
memadai dalam penerjemahan baik secara teori maupun
parkatek.
Tela’ah
178 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
f) Penerjemah tidak seharusnya mencerminkan pandangan
sektarian ortodok.
g) Sebagai teks agama yang sensitif dan luar biasa, menurut
kaum Muslimin, penerjemahan al-Qur‟an memerlukan
penerjemah yang sangat sensitive.
h) Akhirnya, penerjemah al-Qur‟an harus pula memiliki rasa
spiritual sejati terhadap al-Qur‟an.19
Selanjunya, perlu dicatat di sini bahwa, betapapun
“qualifiednya” seorang penerjemah al-Qur‟an dan betapapun
akuratnya atau betapapun sempurnya sebuah karya terjemahan,
seandainya ada, terjemahan al-Qur‟an tetaplah terjemahan ia tidak
dapat, bahkan tidak akan pernah dapat, menggantikan kedudukan
al-Qur‟an aslinya dalam bahasa Arab. Ini merupakan pandangan
yang diyakini kalangan Muslim pakar penerjemahan al-Qur‟an
dan umat Islam pada umumnya, sebagaimana diwakili dalam
pernyataan Abdullah Saeed bahwa :
However, most Muslims would not consider a translation of
the Qur‟an to be equivalent to the Qur‟an itself. Since
Muslims believe the Qur‟an was directly revealed to the
Prophet Muhammad in Arabic, the preservation of the
linguistic form of the original Arabic is considered
paramount.20
C. Wanita Penerjemah Al-Qur’an : Biografi Sosial dan
Intelektual
Agar ketersebaran pesan-pesan al-Qur‟an dapat
menjangkau khalayak pembacanya secara lebih luas, al-Qur‟an
perlu diterjemahkan ke dalam bahasa semua pemeluk Islam
khususnya dan umat lain yang ingin mengetahui al-Qur‟an,
termasuk ke dalam bahasa Inggris.21 Kesadaran akan hal ini dan
prakteknya ternyata sudah berlangsung selama lima abad, abad 17
hingga abad 21. Idealnya, penerjemahan al-Qur‟an dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki komptensi paripurna seperti yang
disinggung di atas, namun pada saat yang sama, dikarenakan
mustahil menemukan orang-orang dengan kapasitas dan
kompetensi yang demikian, sementara kebutuhan terhadapnya
tidak terelakkan lagi, maka penerjemahan terus saja dilakukan,
dan terus saja dilakukan oleh orang yang berbeda, pada tempat
yang berbeda, pada zaman yang berbeda, untuk memenuhi tujuan
yang sama : “…untuk membantu mereka yang berusaha
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN 179
Ilzamudin Ma‟mur
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
mempunyai akses terhadap makna al-Qur‟an tetapi meraka hanya
dapat melakukan hal yang demikian melalui perantara bahasa
Inggris.”22
Penerjemahan al-Qur‟an ke dalam bahasa Inggris oleh
sarjana pria,
Alexander Ross berjudul
The Alcoran of
23
Mahomet, sudah dilakukan pada milenium kedua abad 17,
tapatnya terbit pada 1649. Tetapi wanita baru mulai terlibat dalam
penerjemahan al-Qur‟an tiga abad kemudian, yakni pada pada
akhir abad 20, tepatnya 1995. Wanita tersebut adalah Umm
Muhammad dengan karyanya berjudul The Quran, Arabic Text
with Corresponding English Meaning yang diterbitkan Abu
Qasim Publishing Company International Jeddah, Kerajaan Saudi
Arabia. Sejak itu, pada millennium kedua, wanita-wanita lain
penerjemah al-Qur‟an ke dalam bahasa Inggris pun bermunculan,
baik secara kolaborasi seperti Aisha Brewley24 maupun secara
mandiri seperti Camille Adams Helminski.25 Dengan demikian,
kalaupun penerjemahan al-Qur‟an merupakan dimensi penting
dalam kajian al-Qur‟an mutakhir, sebagaimana disinyalir
Abdullah Saeed,26 namun sejatinya keterlibatan kaum wanita
dalam penerjemahan al-Qur‟an dalam bahasa Inggris khususnya,
tidaklah salah kalau digambarkan Hassen, sebagai fenomena barubaru ini saja. Dalam kata-katanya : “Women‟s involvement in
Quran translation into English is a very recent phenomenon.”27
Sebagai fenomena mutakhir, trend ini bergerak ke arah
yang positif. Indikatornya adalah pada awal awal milenium ketiga
masih kita temukan dua wanita penerjemah al-Qur‟an ke dalam
bahasa Inggris mandiri. Mereka adalah pertama Dr. Laleh Muhree
Bakhtiar dengan karya terjemahan al-Qur‟an edisi monolingual
berbahasa Inggris berjudul The Sublime Qur‟an (2007) dan edisi
bilingual berbahasa Arab-Inggris berjudul sama The Sublime
Qur‟an (2009). Berdasarkan karya terjemahan tersebut Laleh juga
berhasil menyusun dan menerbitkan konkordansi berjudul The
Concordance of The Sublime Qur‟an (2011). Laleh adalah
seorang Muslimah berdarah Iran-Amerika yang saat ini menjabat
sebagai Pakar pada Qazi Publication yang bermarkas di Chicago,
dan presiden Institut Psikologi Tradisional (Institute of Traditional
Psychology) Kedua adalah Prof. Dr. Tahereh Saffarzadeh dengan
karya terjemahan al-Qur‟an dwi-bahasa Arab-Inggris berjudul The
Holy Qur‟an: Translation with Commentary (2007). Sementara
edisi tiga bahasanya Arab, Inggris dan Parsi berjudul The Holy
Tela’ah
180 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Qur‟an: English and Persian Translation with Commentary terbit
enam tahun sebelumnya (2001).28 Tahereh adalah Muslimah
berasal dari negara para Mullah, yakni Iran. Tahereh juga dikenal
pula sebagai sastrawan wanita kontemporer, selain sebagai
profesor dalam bidang bahasa dan penerjemahan di Iran.
1. Laleh Baktiar (1938- )
Laleh Bakhtiar, yang nama lengkapnya Laleh Muhree
Bakhtiar dan nama kecilnya Mary Nell, lahir di New York,
Amerika Serikat pada 1938 dari pasangan ibu berkebangsaan
Amerika bernama Helen Jeffreys yang beragama Kristen dan ayah
berkebangsaan Iran bernama Abol Ghassem yang beragama Islam.
Pendidikan dasar dan menengah Laleh Bakhtiar diselesaikannya
di sekolah Katolik di kota kelahirannya. Sementara pendidikan
lanjutan Laleh Bakhtiar diperolehnya di Pennsylvenia, di mana ia
memeproleh gelar BA (Bachelor of Arts) dalam bidang sejarah
dari Chatham College, Pitsburg, Pennsylvania, USA. Pada jenjang
pascasarjana, ia memperoleh dua gelar magister dalam bidang
yang berbeda, MA (Master of Arts) dalam bidang filsafat dengan
konsentrasi pada kajian agama (religious studies) dari MA
(Master of Arts) dan bidang psikologi konseling dari University of
New Mexico. Sedangan gelar Ph.D. (Philosophy Doctor) dalam
bidang Landasan Pendidikan diraihnya dari kampus yang sama.
Selain itu, ia juga seorang konselor yang telah bersertifikat
nasional. Laleh Bakhtiar adalah intelektual ternama dalam bidang
psikologi kesantunan spiritual (futuwwa, javanmardi) dan
pemersatu Sufi Enneagram. Ia telah menulis lebih dari 20 buku
tentang Islam, dan menerjemahkan 30 karya tentang Islam
lainnya.
2. Tahereh Saffarzadeh (1936-2003)
Dua tahun sebelum kelahiran Laleh Bakhtiar, tepatnya pada
1936, di Sirjan, Provinsi, Kerman, di wilayah selatan Iran, lahir
Tahereh Saffarzadeh, yang kemudian dikenal sebagai sastrawati,
penulis, peneliti, dosen dan sekaligus penerjemah. Tahereh
berasal dari keluarga kalangan kelas menengah yang berafiliasi
dengan tradisi sufisme yang kuat. Pendidikan awal Tahereh
Saffarzadeh dilalui di sekolah dasar tempat kelahirannya di distrik
Kerman. Di sekolah tersebut ia belajar dan diajar dua gaya cara
membaca dan menghafal al-Qur‟an. Pada usia 6 tahun, ia juga
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN 181
Ilzamudin Ma‟mur
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
belajar bahasa Arab, dengan cara mengkaji al-Qur‟an, bahkan usia
yang belia tersebut ia sudah berhasil menghafal kitab suci alQur‟an, khususnya juz terakhir, yakni juz ke 30. Selanjutnya,
stelah menyelesaikan pendidikan menengahnya, ia melakukan
studi lanjut pada jenjang pendidikan tinggi di Tehran, Iran.
Tahereh lulus ujian saringan masuk beberapa universitas dengan
tiga jurusan yang berbeda : jurusan Bahasa dan Sastra Parsi,
jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, serta jurusan Hukum. Setelah
melakukan shalat istikharah, akhirnya Tahereh memantapkan
dirinya untuk mengambil bidang bahasa dan sastra Inggris di
Universitas Tehran, Iran, di mana ia menerima gelar Bachelor of
Arts pada 1960. Untuk meningkatkan kapasitas pengetahuannya
lebih lanjut, Tahereh mula-mula ke Inggris dan kemudian ke
Amerika Serikat untuk memperdalam sastra Inggris pada jenjang
program pascasarjana. Di Iowa University, ia diterima pada
program khusus kelompok penulis internasional. Program ini
menghabiskan waktunya satu tahun setelah ia peroleh gelar MA.
Ketika ia direkrut bekerja di beberapa universitas di Amerika
Serkat, program dan kepakarannya disejajarkan dengan kualifikasi
Philosophy Doctor. Walaupun tidak seproduktrif Laleh Bakhtiar
dalam hal karya dan terjemahan, Saffarzadeh di sepanjang karir
intelektualnya juga telah menghasilkan karya akademis dan non
akademis. Tahereh telah mempublikasikan tidak kurang dari 14
buku yang berisikan kumpulan puisi dan 10 karya lainnya tentang
penerjemahan, kritik terjemahan, sastra, sains, sumber-sumber
Qur‟an dan Hadits, serta menulis artikel serta hasil wawancaa
mengenai masalah sosial dan keilmuan. Karya-karya puisinya
bahkan telah pula diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia.
Selain itu, atas prestasi dan kontribusi nyatanya dalam bidang
lterasi dan sastra, ia dianugerahi gelar sebagai “Woman Scholar
of the Islamic World of 2005” pada bulan Maret 2006 oleh
Organization of Afro-Asian Writers yang bermarkas di Mesir.
D. Al-Qur’an dalam Bahasa Inggris Pada Milenium Ketiga
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada
milenium ketiga ini ditemukan dua karya terjemahan al-Qur‟an
dalam bahasa Inggris yang masing-masing dihasilkan secara
mandiri oleh Laleh Bakhtiar dan Tahereh Saffarzdeh. Kedua
penerjemah tersebut relatif hidup sezaman, dan keduanya berdarah
Iran dan beragama Islam. Keduanya juga menerbitkan karya
Tela’ah
182 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
terjemahannya pada tahun yang sama, 2007. Tahereh yang
memang asli Iran telah wafat 2003, sedangkan Laleh yang
keturunan Amerika-Iran masih hidup dan tinggal di Chigago.
Namun demikian, persamaa-persamaan social-intelektual yang
mereka miliki tidak harus menjadikan karya mereka sama atau
pun serupa. Mereka masing-masing mempunyai ciri khas, fokus,
penekanan, arah, metode dan strategi yang berbeda.
Oleh sebab itu, pada halaman-halaman berikut akan
dibahas fokus atau penekanan dan kekhasan, tujuan, arah
pendekatan, metode dan stratgei penerjemahan yang mereka
terapkan dalam menghasilkan kerya terjemahan al-Qur‟an dalam
bahjasa Inggris; dan tentu saja persamaan dan perbedaan yang
terdapat dalam pribadi dan karya para penerjemah milenium
ketiga tersebut.
1. The Noble Qur’an : Tujuan, Arah, dan Strategi
Salah satu alasan utama Laleh untuk menerjemahkan alQur‟an ke dalam bahasa Inggris adalah dikarenakan sejauh ini
menurutnya : Pertama, tidak ada terjemahan al-Qur‟an berbahasa
Inggris yang memberikan perhatian terhadap pandangan
perempuan. Padahal ini berarti bahwa pengabaian tersebut telah
terjadi lebih dari 1400 tahun sejak al-Qur‟an pertama kali
diwahyukan. Ia telah ditafsirkan dan dikometari, tetapi tanpa
mempertimbangkan perempuan. Kedua, atas pertimbangan pada
poin pertama di atas, Laleh berharap hingga tingkat tertentu dapat
mengobati atau memperbaiki hal ini. Dalam bahasa Laleh
dinyatakan:
One of the major reasons behind my wanting to translate
the Quran was because I found that none of the English
translations paid attention to the women‟s point of view.
We are now more than 1400 years since the Quran was
revealed. It has been interpreted and commented upon, but
without regard to women. That is, half the view of half the
Muslim population has been ignored! I hoped to some
extent to remedy this.29
Ketiga, kurangnya konsistensi internal dalam karya-karya
terjemahan al-Qur‟an dalam bahasa Inggris sebelumnya.30
Dengan mempertimbangkan tugas alasan tersebut di atas,
Laleh telah melakukan upaya yang sangat serius untuk
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN 183
Ilzamudin Ma‟mur
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
menerjemahkan al-Qur‟an ke dalam bahasa Inggris. Setidaknya,
diperlukan waktu tidak kurang dari tujuh tahun lamanya bagi
Laleh untuk menggarap dan menyelesaikan karya terjemahan
tersebut. Karya tersebut dimulainya pada tahun 2000 dan berakhir
pada tahun 2007.
Sebagai penutur asli bahasa Inggris, dalam pendekatan arah
yang ia terapkan dalam menerjemahkan al-Qur‟an dalam bahasa
Arab ke dalam bahasa Inggris, tentu saja ini berarti sejatinya ia
menerapkan suatu pendekatan atau arah penerjemahan dalam teori
atau studi penerjemahan yang pada umumnya disebut dengan
translation. Translation adalah istilah yang umumnya digunakan
untuk mejelaskan arah penerjemahan dari bahasa asing ke dalam
bahasa ibu, dalam hal ini dari bahasa Arab ke dalam bahasa
Inggris Amerika.
Sementara
itu
metode
yang
diterapkan
untuk
menerjemahkan al-Qur‟an ke dalam bahasa Inggris adalah metode
yang disebut dengan formal equivalence. Metode ini diyakininya
sebagai metode yang paling obyektif untuk memperoleh hasil
yang sedekat mungklin dengan hahasa aslinya. Mengenai ini
Laleh menyatakan bahwa : “Ini merupakan jenis penerjemahan
yang paling obyekltif, dibanding-kan dengan penerjemahan yang
mengunakan dynamic equivalence atau pemadanan dinamis,
dimana penerjemah berupaya menerjemahkan gagasan atau fikiran
teks, bukannya kata-kata, yang menghasilkan terjemahan yang
lebih subyektif.”31
Sementara itu, sejauh berkaitan dengan strategi
penerjemahan, nampaknya Laleh menggunakan strategi yang
disebut Venuti dengan domesticating translation sebagaimana
diindikasikan oleh padanan-padanan yang diplihnya ketika, antara
lain, menerjemahkan nama Tuhan dan nama-nama nabi dalam
konteks teologi Islam, yang dibahas pada bagian berikut.
2. The Noble Qur’an : Fokus dan Penekanan
Selain mempunyai tujuan utama di atas, Laleh Bakhtiar,
dalam karyanya The Sublime Qur‟an, memberi tiga penekanan
khusus yang dipandang penting, setidaknya dalam penelitian ini:
surat an-Nisa ayat 34, khususnya ekspresi wadribu hunna; kata
God dalam bahasa Inggris sebagai padanan Allah dalam bahasa
Al-Qur‟an; dan nama-nama nabi yang menurutnya telah diarabkan
(arabized) dikembalikan ke dalam bahasa atau istilah yang
Tela’ah
184 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
dipahami umumnya oleh pembaca bahasa Inggris (Amerika).
Ketiga focus tersebut dibahas satu per-satu sebagai berikut.
Pertama, di antara ribuan ayat al-Qur‟an, Laleh
menemukan satu bagian ayat yang mengganggu pikirannya karena
menemukan kejanggalan padanan makna. Bagian ayat tersebut
adalah ungkapan “wadribu hunna” yang merupakan bagian dari
Surat An-Nisa ayat 34. Ungkapan wadribu hunna, khususnya
kata wadribu yang berasal dari akar kata daraba, di mana puluhan
terjemahan al-Qur‟an yang dibacanya semuanya penerjemahnya
mengartikannya dengan kata beat them, hit them, punish them,
chastise them, strike them yang kesemuanya berarti pukullah
mereka. Ungkapan wadribu hunna juga dimaknai senada oleh
para penerjemah al-Qur‟an lain dalam bahasa Inggris baik yang
dihasilkan pada milenium ketiga termasuk Tahareh Saffarzadeh,32
misalnya : Sayyid „Ali Quli Qara‟I,33 M.A.S.Abdel Haleem,34
Jalaluddin al-Suyuti dan Jalaluddin al-Mahali,35 dan Sayyid Abul
A‟la Maududi,36 maupun pada milenium sebelumnya, misalnya :
Abdullah Yusuf Ali,37 T. Belantine Irving,38 Muhammad Mahmud
Ghali,39 Rashad Khalifa,40 dan Umm Muhammd.41 Gambaran
serupa juga diperoleh dari terjemahan dan tafsir al-Qur‟an dalam
bahasa Indonesia, misalnya : Ahmad Hasan,42 Muhammad Ahsin
Sakha, et al.,43 T.M. Hasbi Ash Shiddieqy,44 dan M. Quarish
Shihab.45
Berbeda dengan para penerjemah dan mufasir tersebut,
Laleh memaknai wadribu hunna dengan “go away from them”
yang kira-kitra sepadan dengan “jauhilah mereka.” Proses untuk
memperoleh padanan yang lebih tepat dari kata d r b tersebut
menurut Laleh, sebagaimana terdapat dalam karyanya The
Sublime Qur‟an46 juga dalam karya Concordance of the Sublime
Qur‟an,47 diperlukan waktu tidak kurang dari tiga bulan lamanya.
Suatu makna yang akhirnya ia temukan padanannya yang
dianggap paling tepat dalam Arabic-English Lexicon, kamus
dengan ketebalan 3064 halaman, yang disusun oleh Edward
William Lane pada abad 19. Itupun setelah telaah dan bacaan
terhadap kamus tersebut berulang kali hingga yang kesepuluh
kalinya dilakukan Laleh. Terjemahan lengkap dari An-Nisa 34
sebagai berikut :
Men are supporters of wives because God gave some of
them an advantage over others and because they spent of
their wealth. So the females, ones in accord with morality
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN 185
Ilzamudin Ma‟mur
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
are the females, ones who are morally obligated and the
females, ones who guard the unseen of what God kept safe.
And those females whose resistance you fear, then admonish
them (f) and abandon them (f) in their sleeping places and
go away from them (f). Then if they (f) obeyed you, then
look not for any way against them (f). Truly, God had been
Lofty, Great.48
Menurut keyakinan Laleh, padanan (go away from them) itulah
barangkali yang dimaksudkan Nabi Muhammad SAW. Ketika
Nabi mempunyai masalah dengan para istrinya, apa yang ia
lakukan, tanyanya dalam fikiran. Ia tidak pernah memukul
siapapun, lalu mengapa ada orang Islam yang mau melalukan apa
yang Nabi tidak lakukan.
Laleh percaya bahwa padanan terjemahan “pukullah”
bertentangan dengan ayat yang lain, yang menyatakan apabila
wanita akan diceraikan, ia harus diperlakukan dengan baik-baik,
dengan cara yang terhormat sebagimana dinyatakan dalam surat
Al-Baqarah (2), ayat 231. Laleh menuliskan dalam prawacana The
Concordance of the Sublime Qur‟an: “I reflected on verse 231 in
Chapter 2. The Arabic as well as all translations basically say:
Husbands who wish to divorce their wives, must do it honorably.
They cannot harm their wives.”49
Bertalian dengan nama Tuhan, Laleh berpendapat bahwa,
bagai khalayak pembaca bahasa Inggris padanan kata Allah yang
tepat bagi khalayak pembacanya adalah God,50 suatu pilihan kata
yang juga dilakukan antara lain oleh Muhammad Asad, Rashad
Khalifa, dan Badel Halim. Kemudian, selain karena kata Allah
bukan monopoli umat Islam, Laleh juga beralasan bahwa :
. . . Many English speaking Muslims as well as many of the
English translations of the Quran to date, use Allah when
speaking English instead of God. . . .However well
intentioned a person may be, the use of the word Allah
instead of God when speaking English, first of all, does not
follow the Quranic verse that tells the Prophet to speak to
people in their own language. Subsequently, it does not follow
the Sunnah of the Prophet who did speak to people in their
own language.51
Tela’ah
186
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Demikian juga dengan nama-nama Nabi. Alih-alih
menggunakan nama-nama yang disebutkan dalam al-Qur‟an,
Laleh memilih nama-nama yang akrab atau disebutkan dalam
Bible. Kecuali Hud, Salih, Shuaib, Dhul Kifli, dan Muhammad,
nama-nama nabi yang lain ia tuliskan dengan nama sebagaimana
tampil dalam Tabel 1 berkut.
Tabel I:
Nama-nama Nabi dalam the Sublime Qur’an
Laleh
Bakhtiar
Adam
Enoch
Sumber
N0
QS 3:23
QS 21:85
14
15
Moses
Aaron
QS 5:24
QS 4:163
3
Noah
QS 3:33
16
QS 21:85
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Hud (Eber)
Salih (Shelah)
Lot
Abraham
Ishmael
Isaac
Jacob
Joseph
Job
Shuaib
(Jethro)
QS 11:50
QS 7:77
QS 50:13
QS 2:124
QS 2:125
QS 2:133
QS 2:132
QS 12:7
QS 4:163
QS 11:84
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Dhul Kifli
(Ezekiel)
David
Solomon
Elijah
Elisha
Jonah
Zachariah
John
Jesus
Muhammad
No
1
Laleh Bakhtiar
Sumber
2
QS 34:10
QS 4:163
QS 6:85
QS 6:86
QS 6:86
QS 3:37
QS 10:98
QS 2:87
QS 3:144
3. The Holy Qur’an, Translation with Commentary : Tujuan,
Arah, dan Strategi
Sebagaimana diungkapkan dalam pendahuluan The Holy
Qur‟an: Translation with Commentary, tujuan utama Tahereh
dalam menerjemahkan al-Qur‟an ke dalam bahasa Inggris yang
baru, selain karena melihat adanya beberapa kelemahan
mendasar yang terdapat dalam karya-karya terjemahan al-Qur‟an
dalam bahasa Inggris yang telah ada, adalah untuk menghasilkan
terjemahan al-Qur‟an dalam bahasa Inggris sebagaimana yang
diharapkan pembacanya, yakni : (a) ” a meaningful, easy, and
comprehendsive translation…”52 (terjemahan yang bermakna,
mudah, dan komprehensif) dan (b) “to make the text available to
people who cann not comprehend the language in which it was
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
187
Ilzamudin Ma‟mur
written.”53 (menjadikan teks tersebut tersedia bagi orang-orang
yang tidak memahaminya dalam bahasa di mana teks tersebut
ditulis). Yakni teks al-Qur‟an yang ditulis dalam bahasa Arab,
menjadi tersedia dalam bahasa Inggris yang bermakna, mudah
dibaca, dipahami, dan bersifat komprehensif.
Sementara itu, dilihat dari arah pendekatan penerjemahan
yang terapkan Tahereh, karena mameng dirinya bukan penutur
asli bahasa Inggris, maka kegiatan penerjemahyan yang
dilakukannya termasuk dalam wilayah arah penerjemahan nyang
disebut Mona Baker dan Peter Newmark dengan “inverse
translation.” Yakni, menerjemahkan al-Qur‟an ke dalam bahasa
yang tidak menjadi bahasa pertamanya atau bahasa sehari-hari.
Selanjutnya bertalian dengan strategi penerjemahan yang
diadopsi Tahereh dalam menerjemahkan al-Qur‟an ke dalam
bahjasa Inggris adalah strategi „foreignizing translation,” yakni
strategi penerejemahan di mana penerjemah tetap mempertahankan istilah dan padanan sesuai dengan bahasa aslinya.
Misalnya, alih-alih menggunakan kata God, yang lebih umum
digunakan oleh penutur asli bahasa Inggris, sebagai padanan kata
Allah dalam al-Qur‟an berbahasa Arab, ia tetap menggunakan dan
mempertahan kata Allah dalam terjemahan bahasa Inggrisnya.
Demikian juga ketika menerjemahkian nama-nama Nabi, ia tetap
mempertahankan nama tersebut dalam bahasa Arab dan
mentranslitersikannya dengan aksara Latin. Transleliterasi yang
umum dipakai dalam ensiklopedia Islam dan buku-buku teks
keislaman standar yang ditulis dalam bahasa Inggris. Suatu sikap
yang sejalan dengan anjuran Ismail Raji al-Faruqi yang
ditawarkanya melalui karyanya Towards Islamic English.54
4. The Holy Qur’an, Translation with Commentary: Asmaul
Husna dan Nama Nabi
Bertalian dengan penerjemahan nama Tuhan dalam al-Qur‟an,
Tahereh memilih tetap menggunakan kata Allah dalam bahasa
Inggris bukan kata God, seperti yang diterapkan Laleh. Kata Allah
juga tetap dipertahankan dalam karya terjemahan al-Quran dalam
bahasa Inggris pada umunya seperti karya Abdullah Yusuf Ali,
Umm Muahmmad, Sayydi Abul A‟la Maududi, Muhammad
Mahmud Ghali, dan Muhammad Mukhsin Khan serta Muhammad
Taqiuddin al-Hilalai, untuk menyebut beberapa nama saja.
Berbeda dengan kata God, kata Allah tidak bisa mempunyai
Tela’ah
188 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
bentuk jamak, jadi sejalan dengan prinsip tauhid dalam Islam.
Dalam Islam : The Key Concepts dinyatakan :
The word “Allah” is said to occur only in the singular,
although there is a plural of a related term al-ilah, i.e. alihah.
Grammar aside, Allah in the Qur‟an is definitely one and the
unity (tawhid) of the deity cannot be sufficiently stressed in
Islam. Q. 112:1 reflects this in its command “Say: He, Allah,
is One.”55
Selanjutnya, kalau penekanan utama Laleh Bakhtiar
dalam karyanya, antara lain, adalah surat An-Nisa, ayat 34,
penekanan Tahereh Saffarzadeh, antara lain, pada nama-nama
indah Allah atau asma al-husna. Berdasarkan pengamatannya, ia
berpendapat bahwa yang banyak diabaikan para penerjemah alQur‟an dalam bahasa Inggris adalah nama Tuhan dan asma alHusna, terutama asma al-husan yang ditulis ganda berurutan, atau
majemuk. Tahereh mengatakan bahwa:
The greatest values of the Holy Qur‟an which almost all
commentators and trsnaltors both in Engsh and Persian
have failed justly and accurately are Allah‟s names of
Outsanding Excellence known as Asmaul Hosna.56 Nilainilai terbesar Kitab Suci Al-Qur‟an yang hamper semua
penafsir dan penerhjemah dalam bahasa Inggris dan Parsi
gagal secara adil dan akurat adalah Nama-nama Allah yang
Luarbiasa yang dikenal dengan Asma al-Husna.
Kendatipun hakikat Allah berada di luar jangkauan
kecerdasan akal manusia, atribut-atribut atau asma-asma Allah
tersebut sejatinya benar adanya dan nyata sebagimana dinyatakan
dalam al-Qur‟an itu sendiri. Dalam Table II berikut ditampilkan
terjemahan atau padanan asma al-Husna serta sumber rujukan
dalam al-Qur‟an berdasarkan karya terjemahan Tahereh.57
Tabel II :
Nama-Nama Indah Tuhan dalam Al-Qur’an
1
Transliterasi
Asma alHusna
al-Rahman
2
al-Rahim
No
Tahereh
Saffarzadeh
The
Beneficent
The Merciful
Sumber
No
(1:2)
51
(1:2)
52
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
189
Translitera
si Asma alHusna
al-Mubin
alMusta‟an
Tahereh
Saffarzadeh
The Manifest
The One Whose
Help to be
Implored
Ilzamudin Ma‟mur
3
al-Malik
(59:23)
53
al-Warith
The Inheritor
al-Qudus
The
Sovereign
The Holy
4
(59:23
54
al-‟Akhir
The Last
5
al-Salam
The Peace
(59:23)
55
al-Zahir
The Outward
6
al-Mu‟min
(59:23)
56
al-Wali
The Defender
7
al-Muhaymin
The Keeper
of Faith
The Guardian
(59:23)
57
al-Wakil
The Trustee
8
al-„Aziz
The Majestic
(59:23)
58
al-Qahir
The Omnipotent
9
al-Jabbar
(59:23)
59
al-Nasir
The Helper
10
al-Mutakabbir
The
Compeller
The Superb
(59 :23)
60
al-Allam
The Omnicient
11
al-Khaliq
The Creator
(59:23)
61
al-Khallaq
The Creator
12
al-Bari
The Shaper
(59:23)
62
al-Mawla
The Patron
13
al-Hafi
The Gracious
(3:64)
63
al-A‟la
The Most High
14
al-Muhit
(41:54)
64
al-Qadir
The Mighty
15
al-Wali
(2:257)
65
al-Akram
The
MostBonteous
16
al-Wahid
The
Surrounding
The
Protecting
Friend
The One
(23:16)
66
al-Shakir
The Responsive
17
aI-Muqtadir
The Powerful
(54:42)
67
al-Hafiz
The Protector
18
al-Muqit
(4:85)
68
al-Kafi
The Surely
19
al-Hasib
The The
Sustainer
The Reckoner
(4:6)
69
al-Matin
The Firm One
20
al-Karim
The Bountiful
(82:6)
70
al-Ghalib
21
al-Raqib
(33:52)
71
al-Qabid
22
al-Qarib
The
Watchfull
The Ni
The
Predominant
The Grasping
(11:61)
72
al-Jalil
The Glorious
23
al-Mujib
(11:61)
73
al-Muhyi
24
al-Wasi‟
(2:247)
74
al-Mamit
25
al-Hakim
The
Responsive
The All
Embracing
The Wise
(2:129)
75
al-Ba‟ith
The Giver of
Life
The Giver of
Death
The Awakener
26
al-Wadud
The Loving
(11:90)
76
al-Baqi
27
al-Majid
(11:73)
77
al-Mubdi
28
al-Shahid
The Owner of
Glory
The Witness
The Ever
Lasting One
The Originator
(4:79)
78
al-Mannan
The Gracious
29
al-Haqq
The Truth
(22:6)
79
The Fashioner
30
al-Qawi
(22:74)
80
31
al-Fattah
The Most
Strong
The Judge
alMusawwir
al-Ghaffar
(34:26)
81
al-Qahhar
The Ever
Forgiving
The Almighty
32
al-„Alim
(34:26)
82
al-Wahhab
The Bestower
33
al-Sami‟
(3:38)
83
al-Razzaq
The Provider
34
al-Basir
The All
Knowing
The All
Hearing
The All
Seeing
(3:15)
84
al-‟Afw
The Forgiving
Tela’ah
190
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
35
al-Latif
The Subtle
(6:104)
85
al-Rauf
The
Compassionate
The Gatherer
36
al-Khabir
(34:1)
86
al-Jami‟
37
al-Halim
The All
Aware
The Clement
(17:44)
87
aI-Ghaniyy
38
al-„Azim
(2:225)
88
al-Hadi
39
al-Ghafur.
(42:23)
89
al-Nur
The Light
40
al-Shakur
(35:34)
90
al-Badi‟
The Originator
41
al-„Ali
The
Tremendous
The All
Foriving
The
Responsive
The Sublime
The Self
Suficient
The Guide
(2:225)
91
al-Fatir
The Creator
42
al-Kabir
The Great
(34:23)
92
al-Ghafir
The Forgiver
43
al-Hafiz
The Guardian
(11:57)
93
al-Malik
The Sovereign
44
al-Hayyu
The Alive
(3:2)
84
al-Rabb
The Sustainer
45
al-Qayyum
The Eternal
(3:2)
95
al-Rafi‟
The Sublime
46
al-Qadir
The Able
(6:65)
96
al-Kafi
47
al-Hamid
(12:64)
97
al-Awwal
48
al-Barr
The Owner of
Praise
The Benign
The Sufficient
One
The First
(52:28)
98
al-Batin
The Inward
49
al-Muta‟al
The Exalted
(13:9)
99
al-Samad
The Eternally
Besought
of All
50
al-Tawwab
The Acceptor
of
Repentance
(9:104)
Selain itu, nama-nama Allah yang ditulis berurutan sebagai
kata majemuk , yang disebut Tahereh dengah “twins” dan Ali
Quli Qara‟i “side by side”, dalam al-Qur‟an yang acapkali muncul
di akhir ayat, cara penerjemahannya menurut Tahereh harus
disatukan, bukan dipisahkan. Misalnya, Tahereh menerjemahkan
nama-nama Tuhan yang ditulis berurutan atau ganda adalah
dengan cara yang ditampilkan pada Table III berikut sebagai
contoh.
Tabel III :
Nama-Nama Allah Yang Muncul Ganda
No
1
2
Terjemahan Asma
Tuhan Yang Ditulis
Berurutan
The Source-Wisdom
Knower
The Merciful
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
Transliteri Asma QSA
al-Husna
Ganda/Senada
2:32
2:37
191
Ilzamudin Ma‟mur
Repentance Accepter
3 The Knowing Space2:115
Expander
4 The Knowing Hearer
2:127
5 The Source Wisdom
2:129
Supremepower
6 The Source Knowledge
2:158
Apparicater ?
7 The Merciful
2:163
Beneficent
8 The Merciful Forgiving
2:173
9 The Invicible Mighty
2:209
Decreer
10 The Tolerant Forgiving
2:235
11 The Knowing
2:247
Dominion Bestower
12 The Supreme-Exalted
2:255
Great
13 The Source Wisdom
2:260
Supremepower
14 The Forbearing Rich
2:263
15 The Prasiworthy Rich
2: 267
16 The Knowing Beauty
2:268
Increaser
Mengenai atribut kembar, ganda atau yang tertulis
bersebelahan, Tahereh lebih lanjut menandaskan bahwa:
...atribut-atribut tersebut harus diterjemahkan sesuai dengan
konteksnya, dan khususnya ketika nama-nama tersebut
muncul dalam bentuk berurutan/ganda, maka tugas para
penerjemah menjadi ganda: Tidak saja terjemahan harus
dilakukan sesuai dengan konteks, tetapi salah satu atribut
tersebut, berdasarkan konteks harus bertindak sebagai kata
sifat bagi atribut yang lain sebagai nominative case atau
sebagai kata benda; dengan demikian kedua atribut tersebut
tidak diperlakukan sebagai sinonim dan tidak dipisahkan
dengan tanda baca yang berkaitan, yakni koma; kalau tidak
demikian “the Mighty Forgiving” akan menjadi “the
Mighty, the Forgiving,” dan the Knowing Decreer („aliiman
hakiima) menjadi „the Knowing, the Wise.” 58
Tela’ah
192
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Berdasarkan contoh-contoh terjemahan anisa 34 di atas,
khusunya yang berkaitan dengan asma al-husna yang muncul
berseblahan yang biasanya muncul pada akhir ayat-ayat tertentu,
baik dari mileneium kedua maupun ketiga, baik dalam bahasa
Inggris maupun dalam bahasa Indonesia, semuanya berbeda dari
gagasan Tahereh sebagaimana disuguhkan dalam Tabel IV pada
halaman berikut. Tahereh menerjemahkannya dengan “Verily,
Allah is the Sublime Great,” yang bahasa Indonesianya kira-kira
“Sesungguhnya, Allah itu Maha Besar Mulia” atau “Sungguh
Allah itu Maha Agung Tinggi.
Tabel IV :
Terjemahan Asma Al-Husna
Yang Muncul Ganda dalam An-Nisa 34.
No Nama Penerjemah
Terjemahan Asma al-Husna
1 Tahereh Saffarzadeh
Verily, Allah is the Sublime Great
2 Laleh Bakhtiar
Truly, God had been Lofty, Great
3 Sayyid Ali Quli
Indeed Allah is all-exalted, allQara‟i
great
4 MAS Abdel Haleem
God is most high and great
5 Jalaludin al-Suyuti
God is ever High, Great,
dan Jaludin Al-Mahali
terjemahan Mokrane
6 Sayyid Abul A‟la
Allah is the Exalted, the Great.
Maududi, terj. Zafas
Ishhak Ansari
7 Abdullah Yusuf Ali
Allah is Most High, Great (above
all)
8 T.B. Irving
God is Sublime, Great.
9 Muhammad Mahmud surely Allah has been EverGhali
Exalted, Ever-Great,
10 Sayyid Qutub
God is indeed Most High, Great.
11 Rashad Khalifa
GOD is Most High, Supreme.
12 Muhammad Asad
Behold, God is indeed most high,
great!
13 Shahih International
Indeed, Allah is
(Umm Muhammad)
ever Exalted and Grand.
14 Ahmad Hasan
sesungguhnya Allah itu maha
Tinggi, maha Besar.
15 Muhammad Ahsin
Sungguh Allah Maha Tinggi,
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
193
Ilzamudin Ma‟mur
16
Sakho, et al.
T.M. Hashbi AshShiddieqy
17
M. Quraish Shihab
Maha Besar
Sesungguhnya –Allah, adalah Ia
senantiasa tinggi dan senantiasa
benar.
Sesungguhnya Allah Mahatinggi
lagi mahabesar
Menurut Tahereh, setidaknya ada tiga tujuan yang dapat
diidentifikasi mengapa nama-nama indah tersebut, juga namanama yang ditulis kembar atau bersebelahan, diciptkan Allah.
Pertama, tujuan monotesime. Kemahaesaan Allah swt
diperjelas dengan atribut-atrut-Nya yang muncul ganda,
kendati kadang nampak bertentangan, seperti (al hayyul
qayyuum – The Eternal Live), (al-waahidul qahhaar – The
One yet the Dominant), dan (al-malikul qudduus – The Holy
King). Kedua, untuk mengingat atau dhikir kepada Allah.
Mengingat dan mengucapkan nama-nama Allah yang indah
memberikan efek yang taksa dalam peningkatan kualitas
spiritual dan mental manusia. Allah telah membimbing
manusia untuk memandang Nama-nama Tuhan tersebut
sebagai model guna mengolah-diri menuju kesempurnaan.
Terakhir, apabila apresiasi terhadap makna diberikan dengan
tepat, orang yang beriman akan menerima ketentraman atau
sakinah dengan memanjatkan doa melalui asma-asma Allah
tersebut dan Mengingat atau dzikr kepada Allah yang
diperintahkan secara empati dalam al-Quran, dan orang
yang beriman, dapat berharap memperolah manfaat dengan
perantaraan asma al-husna.59
Selain asma al-husna, Tahereh juga concern pada
terjemahan nama-nama Nabi juga istilah lain yang khas dalam alQur‟an. Berbeda dengan Laleh, Tahereh menerjemahkan namanama Nabi seperti adanya dalam al-Qur‟an. Dengan kata lain,
padanan yang digunakan hanyalah melalui transliterasi dari
bahasa Arab dengan bahasa Latin saja.
E. Penutup: Simpulan dan Harapan
Pada mileniumn ketiga sekarang ini sejatinya banyak
wanita yang terlibat dalam penerjemahan al-Quran dan Tafsir alQur‟an ke dalam bahasa Inggris. Di antara mereka adalah Zaheen
Tela’ah
194 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Fatima Baig, Shehnaz Shaikh, Ms. Kausar Khatri, Amatul
Rahman 'Omar, Aisha Bewley, Laleh Bakhtiar dan Tahereh
Saffarzadeh. Namun, dari keenam nama tersebut, hanya Laleh
Bakhtiar dan Tahereh Saffarzadeh yang melakukan aktivitas
penerjemahnnya secara mandiri, sedang wanita penerjemah
selebihnya mereka melakukanya secara kolaboratif. Dengan
demikian, dua wanita ini saja dan karyannya yang diangkat dalam
penelitian ini.
Sesuai dengan rumusan tujuan penelitian, yang disinggung
pada bagian pendahuluan, beberapa poin penting perlu
disampaikan di bawah ini. Pertama, Berdasarkan pembahasan
terdahulu dapat dikatakan bahwa jumlah wanita atau muslimah
penerjemah al-Qur‟an ke dalam bahasa Inggris yang mandiri dan
individual pada milenium ketiga hanya ada dua orang saja : Dr.
Laleh Bakhtiar dengan karyanya berjudul The Sublime Qur‟an dan
Prof. Dr. Tahereh Saffarzadeh dengan karyanya bertajuk Holy
Qur'an English Translation with Commentary (2007). Walaupun
dari sudut tinjaun teoretis penerjemahan yang dibahas pada bab II
menyatakan bahwa penerjemahan al-Qur‟an yang ideal harus
dilakukan secara kolektif, namun upaya yang dilakukan kedua
penerjemah tersebut cukup mendapat respons yang positif dari
khalayak pembacanya.
Kedua, di antara para wanita penerjemah al-Qur‟an dalam
bahasa Inggris pada millennium ketiga nampaknya hanya dua
penerjemah yang paling dominan, yakni Dr. Laleh Bakhtiar dan
Prof. Dr. Tahereh Saffarzadeh. Selanjutnya, berdasarkan kajian
terhadap dua orang penerjemah manidiri tersebut : Laleh
Mukhree Bakhtiar dengan karyanya The Sublime Qur‟an (2007)
dan (2008) dan Tahereh Saffarzadeh dengan karyanya berjudul
Holy Qur'an : English Translation with Commentary (2001) dan
(2007), nampaknya karya Laleh Bakhtiar mendapat sambutan
lebih luas dibanding Tahereh, bahkan karya Laleh tersebut dapat
diakses langsung melalui situs Royal Aal al-Bayt Institute for
Islamic Thought, Amman, Jordan tepatnya melalui :
(http://www.aalalbayt.org)
Ketiga, dilihat dari biografi intelektual dan sosialnya,
Laleh Bakhtiar adalah seorang psikolog pendidikan yang juga
menekuni bidang psikologi tradisional dan sufisme serta
penerjemahan dan penulisan. Meskipun lahir dari kalangan
keluarga Kristen, perjalanan spiritual dan intelektualnya
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN 195
Ilzamudin Ma‟mur
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
menghantarkan dirinya menjadi seorang Muslimah pada usia 26
tahun, yang terus konsisten hingga sekarang ketika usianya sudah
menginjak 74 tahun. Sementara itu, Tahereh Saffarzadeh, yang
lahir 2 tahun lebih dahulu dari Laleh yakni pada 1936 dan wafat
pada 2008 dalam usia 72 tahun, selain dikenal sebagai sastrawati
terkemuka di Iran, beliau adalah seorang pengajar dan penerjemah
al-Qur‟an dalam bahasa Inggris. Beliau yang bermukim dan wafat
di Iran, pernah mengenyam pendidikan dalam bidang bahasa
Inggris di Amerika Serikat, negara tempat lahir dan bermukimnya
Laleh Bakhtiar. Dilihat dari karya intelektual, walaupun Tahereh
adalah pakar teori penerjemahan, namun karya terjemahannya
tidak sebanyak Laleh Bakhtiar termasuk karya akdemis dalam
bidangnya, Lalih dalam bidang pskologi pendidikan dan sufisme,
Tahereh dalam bidang sastra dan bahasa, seperti yang ditujukan
dalam bagian karya intelektual pada bab III. Keunggun Tahereh,
ia mendapat penghargaan internasional dari dunia Islam sebagai
pengakuan penulis wanita Muslimah dalam bidang sastra.
Keempat, ditilik dari aspek tujuan, pendekatan, metode dan
strategi penerjemahan al-Quran yang diterapkan dalam
menerjemahkan al-Qur‟an ke dalam bahasa Inggris oleh kedua
openerejemah tersebut agak berbeda. Bertalian dengan dengan
pendekatan penerjemahan atau directionality, Laleh memakai
pendekatan ”translation,” yakni arah penerjemahan dari bahasa
asing ke dalam bahasa ibu, yakni dari al-Qur‟an berbahasa Arab
sebagai bahasa asing ke dalam bahasa Inggris sebagai bahasa ibu
Laleh, yakni Laleh adalah penutur asli bahasa Inggris. Sedangkan,
Tahereh Saffarzadeh kendati sebagai pengajar bahasa Inggris, ia
bukan native speaker bahasa Inggris, ia penutur asli bahasa Parsi.
Dengan demikian, arah penerjemahan yang dilakukannya adalah
dari al-Qur‟an berbahasa Arab, yang baginya sebagai bahasa
asing, ke dalam bahasa Inggris, yang juga bahasa asing lainnya.
Pendekatan arah penerjemahan seperti ini dalam teori
penerjemahan disebut dengan ”inverse translation” atau ”service
translation.” Adapun dilihat dari strategi penerjemahan yang
diterapkan, nampaknya Laleh termasuk dalam pengguna atau
pengambil manfaat dari strategi domesticating translation, yakni
menekankan dan mengutamakan pada khalayak pembacanya
sehingga istilah yang digunbakan adalah istilah dan pandanan
yang lazim digunakanj dalam masyarakat bersangkutan.
Sedangkan, Saffarzadeh, sebaliknya menggunakan strategi yang
Tela’ah
196 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
disebut dengan foreignizing translation, yakni strategi yang
mempertahankan istilah yang digunakan dalam sumbernya, dalam
hal ini istilah dalam al-Qur‟an terutama menyangkut nama Tuhan
dan Nabi dalam Islam. Atau mungkin juga, mencoba mengikuti
anjuran dan gagasan Ismail Raji al-Faruqi yang dituangkan dalam
Towards Islamic English.
Selanjutnya, berkenaan dengan tujuan penerjemah-an, tujuan
di balik upaya penerjemahannya Laleh Bakhtiar dan Tahereh
Saffarzadeh baik secara langsung maupun tidak sebagaimana
disebutkan secara implisit dalam pendahuluan masing-masing
karyanya adalah untuk menyediakan terjemahan al-Qur‟an dalam
bahasa Inggris dengan bahasa dan makna yang lebih berterima
bagi masyarakat penutur dan penguasa bahasa Inggris, Muslim
dan non-Muslim.
Kelima, tentang persamaan dan perbedaan yang terdapat
dalam karaya Laleh dan Tahereh. Persmaan keduanya adalah
keinginan untuk menyediakan terjemahan al-Qur‟an dalam bahasa
Inggris yang mudah dipahami oleh khalayak pembacanya.
Sedangkan, dilihat dari sudut perbedaan, nampaknya perbedaan
keduanya terletak pada penekanan dan orientasi yang sedikit
berbeda terjemahan-terjemahan yang mengartikan wadlribu hunna
dengan dan pukulah mereka, suatu pemadanan makna yang
hampir sama dalam semua terjemahan dalam bahasa Inggris,
sementara Saffarzadeh menekankan pada aspek nama Tuhan dan
asma al-husna. Laleh menerapkan strategi domesticizing
translation, Tahereh memilih strategi foreignizing translation.
Laleh menerapkan arah pendekatan translation, Tahereh
mengaplikasikan inverse translation.
Keenam, menyangkut respon masyarakat dunia Islam
terhadap karya Laleh dan Saffarzadeh, walapun sejatinya Tahereh
telah menerbitkan karyanya lebih awal, terutama karya terjemahan
dalam tiga bahasa, yakni bahasa Arab, Parsi dan Inggris pada
2001, dan edisi bahasa Arab dan Inggris baru terbit pada 2007,
semantara Laleh baru meluncurkan terjemahannya pada 2007 dan
2009, sambutan masyarakat lebih luas diberikan pada karya Laleh
terutama bertalian dengan terjemahannya dari An-Nisa 34.
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
197
Ilzamudin Ma‟mur
Catatan akhir:
1
John Naisbitt dan Patricia Aburdence, Megatrends 2000. (New York:
Avon Book, 1991)
2
Muhammad Khalifa, The Sublime Qur‟an and Orientalism. (Karachi:
International Islamic Publishers, 2nd ed. 1989), p.3
3
John L. Esposito, John O. Voll, and Osman Bakar, Eds. Asian Islam
in the 21st Century. Oxford: OUP, 2008), p. 3 : dan Ahmed Akgunduz, Islamic
Law in Theory and Practice : Introduction to Islamic Law (Roterdam: IUR
Press, 2010), p.3
4
Martin R. Zammit, A Comparative Lexical Study of Qur'anic Arabic
(Leiden: Koninklyke Brill, 2002), p.43
5
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an. Penerj. Mudzakir
AS (Bogor: Litera Antar Nusa, 2001), p.17
6
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an. Cet.ke 6, Terj.
Mudzakir AS, (Bogor: Litera Antar Nusa,2001), p.17.
7
Ahmad von Denffer, Ulum al-Qur‟an: An Introduction to the
Science of the Qur‟an. (London: Islamic Foundation, 1996)
8
A.L. Tibawi, “Is the Qur‟an Translatable?: Early Muslim Respons”
dalam Muslim World, Vol. LII, No.52 (1962), p.10.
9
Muhammad Hadi Ma‟rifat, Sejarah Al-Qur‟an. Ter. Thoha Musawa,
(Jakarta: al-Huda, 2007), p.268.
10
Rohi Baalbaki, Al-Mawrid: A Modern Arabic English Dictionary
(Beirut: Dar Lil-Malyyin, 1992), p.307.
11
Muhammad Hadi Ma‟rifat, Sejarah Al-Qur‟an. Ter. Thoha Musawa,
(Jakarta: al-Huda, 2007), p.268.
12
David Crystal, Encyclopedia of Language (Cambridge: Cambridge
University Press, 1987), p.344.
13
Peter Newmark, “The Theory and the Craft of Translation,” dalam
Valerie Kinsella, ed., Language Teaching and Linguistics : Surveys
(Cambridge : Cambridge University Press, 1978), p.83. dan Peter Newmark,
Approaches to Translation (New York : Prentice Hall Inc., 1988b), p.7.
14
Peter Newmark, A Textbook of Translation (New York : Prentice
Hall Inc., 1988a), p.5.
15
Muhammad Hadi Ma‟rifat, Sejarah Al-Qur‟an. Ter. Thoha Musawa,
(Jakarta: al-Huda, 2007), p.269.
16
Sayyid Abbas Sadr Ameli, “Introduction,” to Sayyid Kamal Faghih
and a Group of Muslim Scholars., An Englightening Commentary into the light
of the Holy Qur‟an, Part I (Isfahan: The Scientific and Religious Research
center, 2003), pp.23-24.
Tela’ah
198
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
17
Hussein Abdul-Raof, Qur‟an Translation: Discourse, Texture, and
Exegesis. (Richmond: Curzon, 2001), p. 68.
18
Muhammad Hadi Ma‟rifat, Sejarah Al-Qur‟an. Ter. Thoha Musawa,
(Jakarta: al-Huda, 2007), pp.293-294.
19
Raed Al- Jabari, “Reasons for the Possible Incomprehensibility of
Some Verses of Three Translations of the Meaning of the Holy Quran into
English”. (Unpubslided Ph.D. Disertation, European Studies Research Institute
(ESRI) School of Languages, University of Salford, Salford, UK,
2008),pp.223-225
20
(Tetapi, sebagian besar kaum Muslimin tidak memandang
terjemahan al-Qur‟an sepadan dengan atau sama dengan al-Qur‟an itu sendiri.
Karena kaum Muslimin mempercayai bahwa al-Qur‟an diwahyukan secara
langsung kepada nabi Muhammad dalam bahasa Arab, pelestarian bentuk
linguistik dalam bahasa Arab aslinya dianggap sangat penting) Abdullah Saeed.
The Qur‟an: An Introduction, (London: Routledge, 2008), p.120 :
21
Hingga sekarang, al-Qur‟an secara utuh sudah diterjemahkan ke
dalam lebih dari enam puluh limja bahasa dunia. Lihat : Muhammad Hadi
Ma‟rifat, Sejarah Al-Qur‟an. Terj. Thoha Musawa, (Jakarta: al-Huda, 2007),
p.302.
22
Khursid Ahmad, “Preface,” dalam Abul A‟la Maududi, Towards
Understanding the Qur‟an : Abridged Version of Tafhim al-Qur‟an. Translated
and edited by Zafar Ishaq Ansari. (New Delhi: MMI Publishers, 2006), pp. xiiixiv.
23
Ilzamudin Ma‟mur. Penerjemahan al-Quran ke dalam Bahasa
Inggris: Antara Tradisi Historis dan Propagasi Islamis. (Serang: IAIN SMHB,
2009), p.16.
24
Aisha Bewley and Abdalhaqq Bewley, Tafsir Jalalyn: Complete
English Translation (2008) dan Abdalhaqq and Aisha Bewley. The Noble
Qur'an: A New Rendering of its Meaning in English. (London: Taha Publishers
Ltd, revised ed., 2005)
25
Camille Adams Helminski. The Light of Dawn: Daily Readings
from the Holy Qur‟an. Boston: A Shambhala Threshold Book, 1999/2000),
Lihat lebih lanjut : Hassen Rim. “English Translation of the Quran by Women:
The challenges of “Gender Balance” in and through Language,” dalam MonTI:
Monografías de Traducción e Interpretación 3, Universidad de Alicante España
ISSN 1889-4178 (2011), p.229.
26
Saeed, Abdullah. The Qur‟an : An Introduction, (London:
Routledge, 2008).
27
Rim Hassen. “English Translation of the Quran by Women: The
challenges of “Gender Balance” in and through Language,” dalam MonTI:
Monografías de Traducción e Interpretación 3, Universidad de Alicante España
ISSN 1889-4178 (2011), p.243
28
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
199
Ilzamudin Ma‟mur
29
lam, Interview by Tim King Salem-News.com http://www.salemnews.com/articles/april142011/bakhtiar-interview-tk.phphttp://www.salemnews.com/articles/april142011/bakhtiar-interview-tk.php (16-5-12)
30
Laleh Bakhtiar, Concordance of the Subime Qur‟an. (Chicago:
Library of Islam, 2011), p. lxiv.
31
Laleh Bakhtiar, “Introduction” dalam The Sublime Qur‟an
(Chicago: Kazi Publications, 2007), p.3.
32
Tahereh Saffarzadeh. The Holy Qur‟an: Translation with
Commentary (Tehran: Alhoda, 2007)
33
Sayyid „Ali Quli Qara‟i, The Qur‟an with an English Paraphrase
(Qum: The Center of Translation of the Holy Qur‟an, 2003)
34
M.A.S. Abdel Haleem. The Qur‟an, a New Translation. (Oxford:
Oxford University Press, 2005).
35
Jaludin al-Suti dan Jalaludin al-Mahalli, Tafsīr Al-Jalālyn, Terj.
Feraz Hamza (Amman, Jordan,: Royal Aal al-Bayt Institute for Islamic
Thought. 2007)
36
Sayyid Abul A‟la Maududi, Towards Understanding the Qur‟an:
Abriged Version of Tafhim al-Qur‟an. Terj. Zafar Ishaq Ansari (New Delhi:
Markazi Maktaba Islami Publishers, 2011)
37
Abdullah yusuf Ali. The Holy Qur‟an: Text, Translation, and
Commentaries. (Maryland: Amana Corporation, 1989)
38
T.B. Irving. The Noble Qur‟an : The First American Translation
and Commentary.(Vermont: Amana Books, 1992)
39
Muhammad Mahmud Ghali. Towards Understanding the EverGlorious Qur‟an. (Cairo: Dar An-Nashr Liljami‟at, 1996 5th ed., 2008)
40
Rashad Khalifa, Qur‟an: The Final Testament, Authorized English
Versions. (Tuscon: Islamic Producttions, 1989, 2003)
41
Umm Muhammad. The Qur‟an: Arabic Text with Corresponding
English Meanings, (Riyadh: Abul Qasim Publishing House, 1995).
42
Ahmad Hasan. Al-Furqan: Tafsir Qur‟an. (Surabaya: Al-Ikhwan,
cet ke 2, 1986)
43
Muhammad Ahsin Sakha, at al. Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid 2.
(Jakarta: Departemen Agama RI, 2004)
44
T.M. Hasbi Adh Shiddieqy. Tafsir al-Bayaan. (Bandung: Al-Maarif,
tt: 350-351)
45
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Mislbah: Pesan, Kesan, dan
Keserasian al-Qur‟an. Vol.2 (Jakarta: Lentera Hati, cet ke 5, 2011)
46
Laleh Bakhtiar, The Sublime Qur‟an. (Chicago: Kazi Publications,
2007)
47
Laleh Bakhtiar, Concordance of the Sublime Qur‟an. (Chicago:
Library of Islam, 2011)
48
Laleh Bakhtiar, The Sublime Qur‟an. (Chicago: Kazi Publications,
2007)
Tela’ah
200
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
49
Laleh Bakhtiar, Concordance of the Sublime Qur‟an. (Chicago: The
Library of Islam, 2011), p. lvi
50
Pembahasan menarik tentang nama Tuhan dalam berbagai agama
dibahas secara apik oleh Karen Amstrong dengan judul A History of God. ( )
51
Laleh Bakhtiar, The Sublime Qur‟an. (Chicago: Kaqzi Publications,
2007), p, 6.
52
Tahereh Saffarzadeh, The Holy Qur‟an: Translation with
Commentary, (Tehran: Alhoda, 2007), p.1207.
53
Ibid., p.1208.
54
Ismail Raji al-Faruqi. Towards Islamic English. (Herndon: IIIT,
1979).
55
Kecia Ali dan Oliver Leaman. Islam: The Key Concepts. (New
York: Routledge, 2008), p.6
56
Tahereh Saffarzadeh, The Holy Qur‟an: Translation with
Commentary, (Tehran: Alhoda, 2007),p.1204. Lihat dalam karya ini : (8:20)
57
See Muhammad Ibrahim H.I. Surty, The Qur‟an and al-Shirk,
(London: Ta Ha Publishers, 1990), pp.109-117.
58
Tahereh Saffarzadeh, The Holy Qur‟an: Translation with
Commentary, (Tehran: Alhoda, 2007),p.1205.
59
Tahereh Saffarzadeh, “The Book of Wisdom,” dalam The Holy
Qur‟an: Translation with Commentary. (Tehran: Alhoda, 2007), pp.1205-1207.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Khursid, “Preface,” dalam Abul A‟la Maududi, Towards
Understanding the Qur‟an : Abridged Version of Tafhim alQur‟an. Translated and edited by Zafar Ishaq Ansari. New
Delhi: MMI Publishers, 2006.
Akgunduz,Ahmed. Islamic Law in Theory and Practice :
Introduction to Islamic Law Roterdam: IUR Press, 2010.
Ali, Abdullah Yusuf. The Holy Qur‟an: Text, Translation, and
Commentaries. Maryland: Amana Corporation, 1989.
Ali, Kecia dan Oliver Leaman. Islam: The Key Concepts. New
York: Routledge, 2008.
Ameli, Sayyid Abbas Sadr, “Introduction,” to Sayyid Kamal
Faghih and a Group of Muslim Scholars., An Englightening
Commentary into the light of the Holy Qur‟an, Part I.
Isfahan: The Scientific and Religious Research center, 2003.
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
201
Ilzamudin Ma‟mur
Baalbaki. Al-Mawrid: A Modern Arabic English Dictionary.
Beirut: Dar Lil-Malyyin, 1992.
Bakhtiar, Laleh. Interview by Tim King Salem-News.com
http://www.salem-news.com/articles/april142011/bakhtiarinterview-tk.php (16-5-12)
Bakhtiar, Laleh. The Concordance of the Sublime Qur‟an.
Chicago: Library of Islam, 2011
Bakhtiar, Laleh. The Sublime Qur‟an. Chicago: Kazi Publications,
2007
Bewley, Aisha and Abdalhaqq Bewley, Tafsir Jalalyn: Complete
English Translation (2008)
Bewley, Aisha and Abdalhaqq Bewley. The Noble Qur'an: A New
Rendering of its Meaning in English. (London: Taha
Publishers Ltd, revised ed., 2005)
Camille Adams Helminski. The Light of Dawn: Daily Readings
from the Holy Qur‟an. Boston: A Shambhala Threshold
Book, 1999/2000
Crystal, David. Encyclopedia of Language. Cambridge:
Cambridge University Press, 1987. . Newmark, Peter “The
Theory and the Craft of Translation,” dalam Valerie
Kinsella, ed., Language Teaching and Linguistics : Surveys.
Cambridge : Cambridge University Press, 1978.
Denffer, Ahmad von Ulum al-Qur‟an: An Introduction to the
Science of the Qur‟an. London: Islamic Foundation, 1996.
Esposito, John L. John O. Voll, and Osman Bakar, Eds. Asian
Islam in the 21st Century. Oxford: OUP, 2008.
Ghali, Muhammad Mahmud. Towards Understanding the EverGlorious Qur‟an. Cairo: Dar An-Nashr Liljami‟at, 1996 5th
ed., 2008
Haleem, M.A.S. Abdel. The Qur‟an, a New Translation. Oxford:
Oxford University Press, 2005.
Hasan, Ahmad. Al-Furqan: Tafsir Qur‟an. (Surabaya: Al-Ikhwan,
cet ke 2, 1986
Tela’ah
202
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Hassen, Rim. “English Translation of the Quran by Women: The
challenges of “Gender Balance” in and through Language,”
dalam MonTI: Monografías de Traducción e Interpretación
3, Universidad de Alicante España ISSN 1889-4178 (2011).
Irving, T.B.. The Noble Qur‟an : The First American Translation
and Commentary.Vermont: Amana Books, 1992
Ismail Raji al-Faruqi. Towards Islamic English. Herndon: IIIT,
1979.
Jabari, Raed Al-. “Reasons for the Possible Incomprehensibility of
Some Verses of Three Translations of the Meaning of the
Holy Quran into English”. (Unpubslided Ph.D. Disertation,
European Studies Research Institute (ESRI) School of
Languages, University of Salford, Salford, UK, 2008)
Khalifa, Muhammad, The Sublime Qur‟an and Orientalism.
Karachi: International Islamic Publishers, 2nd ed. 1989.
Khalifa, Rashad. Qur‟an: The Final Testament, Authorized
English Versions. Tuscon: Islamic Producttions, 1989, 2003
Ma‟mur, Ilzamudin. Penerjemahan al-Quran ke dalam Bahasa
Inggris: Antara Tradisi Historis dan Propagasi Islamis.
Serang: IAIN SMHB, 2009.
Ma‟rifat, Muhammad Hadi, Sejarah Al-Qur‟an. Ter. Thoha
Musawa, Jakarta: al-Huda, 2007.
Mahalli, Jalaludin al- dan Jaludin al-Suyuti. Tafsīr Al-Jalālyn,
Terj. Feraz Hamza. Amman, Jordan,: Royal Aal al-Bayt
Institute for Islamic Thought. 2007.
Muhammad, Umm. The Qur‟an: Arabic Text with Corresponding
English Meanings, (Riyadh: Abul Qasim Publishing House,
1995.
Naisbitt, John dan Patricia Aburdence, Megatrends 2000. New
York: Avon Book, 1991.
Newmark, Peter A Textbook of Translation. New York : Prentice
Hall Inc., 1988a.
MUSLIMAH PENERJEMAH AL-QUR‟AN
DALAM BAHASA INGGRIS PADA MILENIUM KETIGA
203
Ilzamudin Ma‟mur
Newmark, Peter. Approaches to Translation. New York : Prentice
Hall Inc., 1988b.
Qara‟i, Sayyid „Ali Quli, The Qur‟an with an English Paraphrase.
Qum: The Center of Translation of the Holy Qur‟an, 2003.
Qattan, Manna Khalil al- Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an. Penerj.
Mudzakir AS. Bogor: Litera Antar Nusa, 2001.
Raof, Hussein Abdul-, Qur‟an Translation: Discourse, Texture,
and Exegesis. Richmond: Curzon, 2001.
Saeed, Abdullah. The Qur‟an: An Introduction, London:
Routledge, 2008.
Saffarzadeh, Tahereh. The Holy Qur‟an: Translation with
Commentary. Tehran: Alhoda, 2007.
Sakha, Muhammad Ahsin, at al. Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid 2.
Jakarta: Departemen Agama RI, 2004
Sayyid Abul A‟la Maududi, Towards Understanding the Qur‟an:
Abriged Version of Tafhim al-Qur‟an. Terj. Zafar Ishaq
Ansari . New Delhi: Markazi Maktaba Islami Publishers,
2011.
Shiddieqy, T.M. Hasbi Adh. Tafsir al-Bayaan. Bandung: AlMaarif, tt.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mislbah: Pesan, Kesan, dan
Keserasian al-Qur‟an. Vol.2. Jakarta: Lentera Hati, cet ke 5,
2011.
Surty, Muhammad Ibrahim H.I. The Qur‟an and al-Shirk,
London: Ta Ha Publishers, 1990/
Tahereh Saffarzadeh, “The Book of Wisdom,” dalam The Holy
Qur‟an: Translation with Commentary. Tehran: Alhoda,
2007.
Tibawi, A.L. “Is the Qur‟an Translatable?: Early Muslim
Respons” dalam Muslim World, Vol. LII, No.52 (1962),
p.10.
Zammit, Martin R. A Comparative Lexical Study of Qur'anic
Arabic. Leiden: Koninklyke Brill, 2002.
Tela’ah
204
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
MELACAK ”SINO JAVANESE MUSLIM CULTURE”
DI BANTEN; DESKRIPSI PENGARUH CINA PADA
MASJID KUNO DI BANTEN LAMA
Siti Fauziyah
Fakultas Ushuluddin, Dakwah dan Adab
IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Likfauzziyyah @yahoo.co.id
Abstrak
Tidak seperti pengaruh Hindu, pengaruh Cina terhadap
peradaban di Jawa kurang diketahui. Demikian juga dalam
sejarah perkembangan Islam di Indonesia, peran orang Cina
dalam penyebaran Islam kurang diperhitungkan. Selama ini
islamisasi di Indonesia selalu dikaitkan dengan Arab dan India.
Padahal orang Cina telah mengambil bagian penting dalam
penyebaran Islam di Jawa. Hasil dari intensnya hubungan antara
Cina dan Jawa adalah munculnya Sino-Javanese Muslim Culture
yang membentang dari Banten, Jakarta, Cirebon, Semarang,
Demak, Jepara, Lasem, sampai Gresik dan Surabaya.
Meskipun eksistensi Muslim Cina di Banten saat ini kurang
menonjol, namun bukan berarti di masa lampau mereka tidak
mempunyai peran sama sekali. Salah satu bukti bahwasannya
orang Cina punya andil dalam penyebaran Islam di Banten
adalalah kuatnya pengaruh unsur-unsur Cina pada arsitektur
masjid kuno di Banten, yaitu Masjid Kasunyatan dan Masjid
Agung Banten sebagai masjid utama dan terpenting di Banten.
Adanya pengaruh budaya Cina pada masjid sebagai pusat
kebudayaan Islam menunjukkan adanya peran orang Cina dalam
pengembangan budaya Islam pada masa kesultanan Banten.
Adanya pengaruh Cina pada masjid sebagai pusat ibadah umat
Islam menunjukkan adanya peran Cina Muslim dalam islamisasi
di Banten di masa lampau.
Kata Kunci : masjid kuno Banten, Sino Javanese Muslim
MELACAK”SINO JAVANESE
MUSLIM CULTURE” DI BANTEN
205
Siti Fauziyah
A. Pendahuluan
Adanya hubungan yang intens antara orang Cina dengan
orang Jawa dalam berbagai aspek menimbulkan apa yang disebut
oleh Sumanto al-Qurtuby sebagai “Sino Javanese Muslim
Culture” yang membentang dari Banten, Jakarta, Cirebon,
Semarang, Demak, Jepara, Lasem sampai Gresik. Bentuk SinoJavanese Muslim Culture tidak hanya tampak dalam berbagai
bangunan peribadatan Islam (baca : masjid) yang menunjukkan
adanya unsur Jawa, Islam, Cina, tetapi juga berbagai seni/sastra,
batik, seni ukir dan unsur kebudayaan lainnya. Sayangnya
fenomena Sino Javanese Muslim Culture itu tidak terpelihara
dengan baik, bahkan oleh masyarakat muslim Tionghoa sendiri.
Bahkan banyak diantara mereka yang tidak memahami asal usul/
geneologi mereka.
Sampai abad ke-15, seperti disimpulkan oleh Denys
Lombard, kebanyakan orang Cina yang menetap di pesisir pulaupulau Nusantara menganut Islam.1
Integrasi orang Cina
perantauan mulai terganggu sejak datangnya kolonialisme
Belanda yang kemudian menjadikan orang-orang Cina sebagai
middlemen atau brokers dalam perdagangan mereka dengan
masyarakat pribumi. Kehancuran ekonomi msyarakat Muslim
pribumi akibat praktek monopoli Belanda yang dibantu oleh Cina
akhirnya menimbulkan sikap antipati dari kalangan pribumi
terhadap masyarakat Cina keturunan.2
Oleh karena itu berdasarkan latar belakang tersebut
penelitian ini berupaya untuk mengungkap bagaimana pengaruh
Cina pada arsitektur masjid kuno di Banten, mengingat Musilm
Cina pun punya peran penting dalam perkembangan kebudayaan
Islam Indonesia meskipun eksistensinya di dalam dakwah Islam
tidak sejelas etnis Arab.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : Mengetahui
peran orang Cina dalam perkembangan Islam di Banten;
Mengetahui pengaruh budaya etnik Cina pada masyarakat Banten;
Mengetahui pengaruh arsitektur Cina pada masjid kuno di Banten.
Penelitian ini penting untuk merekontruksi peran orang
Cina dalam perkembangan Islam di Banten yang didukung
dengan peninggalan kebudayaan berupa pengaruh Cina pada
masjid kuno di Banten. Mengingat selama ini peran orang
Tionghoa dalam sejarah Indonesia khususnya di Banten yang
ditonjolkan adalah peran mereka dalam bidang ekonomi tidak
Tela’ah
206
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
dalam perkembangan Islam.
Penelitian ini penting dalam
memperkaya khazanah tentang umat Islam sekaligus sebagai
upaya mengikis citra negatif yang dilekatkan terhadap etnis Cina
sehingga tercipta hubungan yang harmonis di antara sesama warga
Indonesia.
B. Peran Orang Cina dalam Perkembangan Islam di Banten
Mengenai kapan tepatnya pertama kali keberadaan warga
etnis Cina di Banten, tidak diketahui secara jelas. Selama ini para
ahli menyimpulkan pendapatnya berdasarkan temuan dari bendabenda purbakala seperti pecahan keramik dan mata uang yang
memiliki persamaan dengan yang ditemukan di Cina. Di Banten
Girang, misalnya yang dianggap sebagai pusat pemerintahan
daerah Banten sebelum Islam, dalam sebuah penggalian yang
diakukan oleh pusat Penelitian Arkeologi Nasional, bekerjasama
dengan Ecole Francais d’Extreme-Orient (1989), ditemukan
antara lain pecahan keramik dari masa Dinasti Han(206SM220M) . Di berbagai tempat lain, ditemukan juga keramik Cina
dari masa Dinasti Tang (618-907M), Song (960-1279), dan Ming
(1368-1644M), yang semuanya dianggap sezaman dengan masa
sebelum Islam di Banten. bahkan kemudian ditemukan sejumlah
mata uang kepeng Cina di daerah Carita, Pandeglang.3
Banten yang berada di jalur perdagangan internasional
diduga sudah memiliki hubungan dengan dunia luar sejak awal
abad Masehi. Kemungkinan pada abad ke-7 Banten sudah
menjadi pelabuhan yang dikunjungi para saudagar dari luar. Cina
sudah mengenal daerah Nusantara sudah lama. Orang Cina
menyebut Banten dengan “Sin-t’o” ( teks Chau Jukua 1225) ,
“Wan-tan” (Shunfeng Xiansong ).4 Dalam sumber Cina yang
berjudul Shung Peng Hsiang Sung (1430), nama Banten disebut
sebagai tempat yang terletak dalam beberapa rute pelayaran:
Tanjung Sekong – Gresik Jaratan; Banten – Timor; Banten –
Demak; Banten – Banjarmasin; Kreung (Aceh) – Barus –
Pariaman – Banten. Rute pelayan ini dibuat oleh Mao’K’uan
pada sekitar tahun 1421. Dalam buku Ying-Yai-Sheng-Lan (1433)
Banten disebut “Shunt’a” (maksudnya, Sunda).5
Pada akhir abad ke-12 telah terjadi hubungan perdagangan
yang penting antara Cina dan Banten. Cina tampil sebagai rekan
dagang utama Banten Girang sekaligus sebagai penggerak utama
cara hidup setempat. Menurut Chau Jukua lada telah menjadi
MELACAK”SINO JAVANESE
MUSLIM CULTURE” DI BANTEN
207
Siti Fauziyah
penggerak ekonomi Banten Girang dan Cina sangat memerlukan
lada Banten yang bermutu tinggi. Orang Cina merupakan pembeli
lada terbesar di Banten sampai awal abad ke-17, yaitu sampai
jung-jung Cina dihalangi secara paksa oleh J.P.Coen untuk
mendatangi pelabuhan Banten.6
Jika melihat kondisi Banten sebagai pelabuhan penting
yang memperdagangkan rempah-rempah dan disinggahi oleh
pedagang dari berbagai negeri, mustahil kiranya Banten tidak
menjadi pintu gerbang bagi masuknya Islam di Jawa. Kiranya
perlu dibedakan antara munculnya Islam sebagai agama yang
dianut oleh masyarakat di Banten dengan munculnya Islam
sebagai kekuatan politik yang ditandai dengan berdirinya
Kerajaan Islam di Banten. Selama ini proses perluasan Islam di
Jawa Barat dan Banten lebih banyak dikisahkan melalui gerbang
Jawa Barat, yakni Cirebon. Proses ini menjadi mungkin karena
kondisi kekuasaan politik yang kuat waktu itu di Jawa adalah di
Jawa Tengah. Tetapi proses islamisasi sebenarnya bermula dari
pintu barat, mungkin dari Sunda Kelapa ataupun Banten. Hal ini
terjadi karena penyebaran Islam di Jawa melalui jalur perniagaan,
tidak melalui agresi militer ataupun agama. Dalam penyebaran ini
Islam tidak mengenal adanya organisasi missi ataupun semacam
zending. J.C. van Leur dalam hal ini menjelaskan bahwa setiap
pedagang Islam merangkap sebagai dai.7
Bila Islam masuk ke Indonesia abad ke-7 yang dinyatakan
J.C.van Leur berdasarkan berita Cina tentang adanya
perkampungan Arab Islam di Sumatra Barat dan pendapat Hamka
yang didasarkan pada berita Cina bahwa pada tahun 674 M atau
abad ke-7 telah terdapat pedagang Arab Islam, maka mustahil
kiranya bila ketiga pelabuhan penting Jawa Barat: Banten, Sunda
Kelapa, dan Cirebon belum disinggahi oleh pedagang Arab
Islam.8
Kemudian bagaimana peran orang Tionghoa dalam
islamisasi di Jawa Barat dan Banten? Berdasarkan naskah Pustaka
Rajyajya i bhumi Nusantara susunan Wangsakerta, ada seorang
Cina Muslim yang berasal dari Campa, yaitu Syaikh Hasanuddin
yang berperan penting dalam islamisasi di Jawa Barat. Syaikh
Hasanuddin sampai di Karawang Jawa Barat karena ikut
pelayaran Cheng Ho yang beragama Islam. Selain Cheng Ho, juru
tulisnya yang bernama Ma Huan juga Cina Muslim. Pelayaran itu
membawa perahu sebanyak 63 buah, prajurit 27800 orang,
Tela’ah
208
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
sedangkan tujuannya yang utama adalah menjalin persahabatan
dengan para raja dan penguasa tetangga Cina di lautan selatan.9
Ketika pelayaran menuju Majapahit, mereka singgah di
Pura Karawang. Hasanuddin yang memang ikut berlayar karena
bermaksud menyebarkan agama Islam di rantau, mendarat di situ,
tidak ikut melanjutkan perjalanan ke Majapahit. Ia mendirikan
pesantren pertama di Karawang, Hasanuddin adalah penganut
mazhab Hanafi. Anaknya dua orang, laki-laki dan perempuan.
Anaknya yang laki-laki bernama Seh Bentong alias Tan Go Wat,
yang perempuan bernama Siu Ban Ci, yang kemudian diperistri
oleh Prabu Kertabhumi dari Majapahit. Perkawinan mereka
melahirkan Raden Praba alias Jin Bun yang lebih dikenal sebagai
Raden Patah, raja pertama Demak.10
Pesantren Karawang karena digunakan untuk belajar
mengaji Alquran kemudian lebih dikenal sebagai Pondok Quro,
sedangkan Syaikh Hasanuddin pun lebih dikenal sebagai Syaikh
Quro. Di antara murid Syaikh Quro terdapat seorang perempuan
bernama Subanglarang, anak Ki Gedeng Tapa, juru labuhan
Muara Jati. Kelak dia kawin dengan salah seorang raja Pajajaran
atau Sunda.11
Kisah dalam naskah Wangsakerta ini berbeda dengan kisah
yang terdapat dalam Serat Kanda misalnya tentang hubungan
antara Seh Bentong atau Kyai Bentong dengan Putri Cina, Siu
Ban Ci. Dalam Serat Kanda Putri Cina adalah anak Kyai
Bentong, bukan saudara Kyai Bentong.12 Meskipun kedua naskah
tersebut belum dikaji kebenarannya, namun yang perlu
digarisbawahi adalah adanya
keterangan bahwa Syaikh
Hasanuddin adalah penganut
mazhab Hanafi.
Hal ini
menunjukkan adanya usaha islamisasi yang dilakukan oleh
Muslim Cina di Jawa Barat. Karena mazhab Hanafi merupakan
mazhab yang dianut oleh sebagian besar penduduk di daerah
Yunan 13 termasuk Cheng Ho dan Ma Huan. Mazhab Hanafi
kemudian tersebar ke daerah Jawa oleh orang-orang Tionghoa
yang ditugaskan oleh Kaisar Yung Lo untuk mengadakan
hubungan dagang dan politik di Asia Tenggara di bawah pimpinan
Laksamana Cheng Ho.14
Eksistensi Cina Islam pada abad pertengahan (terutama
abad ke-15 dan ke-16) tidak hanya terdapat di Jawa bagian timur
saja sebagaimana disaksikan Ma Huan, melainkan juga hampir
merata di sepanjang pesisir Jawa. Pengelana Belanda Wilem
MELACAK”SINO JAVANESE
MUSLIM CULTURE” DI BANTEN
209
Siti Fauziyah
Lodewycksz yang mengunjungi Banten pada abad ke-16
menyaksikan eksistensi komunitas Cina Islam yang dalam
dokumen VOC disebut geschoren Chineezen (orang-orang Cina
cukuran).15 Tentang keberadaan orang-orang Islam di Banten,
Tome Pires (1512- 1515) menyebutkan bahwa di daerah
Cimanuk, kota pelabuhan dan batas kerajaan Sunda dengan
Cirebon banyak dijumpai orang Islam. Ini berarti bahwa pada
akhir abad ke-15 M di wilayah kerajaan Sunda Hindu sudah ada
masyarakat yang beragama Islam. Karena hubungan yang
didorong oleh faktor ekonomi, maka mereka tinggal di kota
pelabuhan, seperti juga di Kalapa dan Banten. Sewaktu Sunan
Ampel Denta pertama datang ke Banten, sudah ia dapati penduduk
yang beragama Islam walaupun Bupatinya masih beragama
Hindu. Bahkan di Banten sudah berdiri satu masjid di Pecinan,
yang kemudian diperbaiki oleh Syarif Hidayatullah.16
Dalam
naskah
Pustaka
Pararatwan
i
17
Bhumijawadwipa Parwa
dijelaskan tentang peran Sunan
Ampel dalam islamisasi di Banten yang cukup signifikan.
Disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sang Surasowan di
Banten Pasisir, Islam sudah mulai bersemi. Ketika Ali
Rakhmatullah pindah ke Pulau Jawa, ia singgah sebentar di Negeri
Banten. Di sana Ali Rakhmatullah mengajarkan agama Rasul
(Islam) kepada penduduk. Tidak berapa lama dia berangkat
menuju ke Jawa Timur untuk menemui saudaranya di Kraton
Majapahit.
Sebagaimana buyut dan ayahnya (Sang Mahaprabu
Niskala Wastu Kancana dan Sri Baduga Maharaja), Sang
Surasowan bertindak adil dan bijaksana terhadap pemeluk agama
Islam. Atas seijin Sang Surasowan, dalam waktu yang relatif
singkat, Islam yang diajarkan Ali Rakhmatullah, banyak mendapat
simpati dari penduduk. Masyarakat Banten Pasisir banyak yang
menjadi murid Ali Rakhmatullah. Kelak, di kemudian hari,
masyarakat Banten Pasisir masih tetap mengenang dan
menghormati jasa Ali Rakhmatullah, dengan memberi gelar
Tubagus Rakhmat.
Sepeninggal Ali Rakhmatullah, kerinduan masyarakat
Banten Pesisir terhadap ajaran Islam, terobati dengan kehadiran
Syarif Hidayat, yang singgah di Negeri Banten sesudah singgah di
Pasai (Sumatera). Di sana Syarif Hidayat melihat banyak
penduduk yang sudah memeluk agama Islam. Karena berkat
Tela’ah
210
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
binaan Sayid Rakhmat (Ali Rakhmatullah) dari Ampel Gading
yang bergelar Susuhunan Ampel, yang terhitung masih
saudaranya juga
Sang Surasowan menyambut baik kehadiran Syarif
Hidayat di negerinya. Apalagi setelah diketahui, bahwa Syarif
Hidayat itu putera Larasantang, cucu Sri Baduga Maharaja, masih
saudaranya juga. Dalam waktu yang relatif singkat, Syarif Hidayat
mendapat simpati dan dihormati oleh masyarakat Banten Pesisir.
Untuk mempererat kekerabatan, Syarif Hidayat berjodoh dengan
Nyai Kawunganten, puteri Sang Surasowan. Dari pernikahan
Nyai Kawunganten dengan Syarif Hidayat, pada tahun 1478
Masehi, Sang Surasowan mempunyai cucu laki-laki. Oleh Sang
Surasowan, bayi laki-laki itu diberi nama Sabakingkin. Oleh
Syarif Hidayat, diberi nama Hasanuddin.
Selain Sunan Ampel, terdapat juga Syaikh Muhammad
Soleh yang dalam tradisi dikenal sebagai tokoh penyebar Islam di
Banten. Syaikh Muhammad Soleh diceritakan sebagai murid
Sunan Ampel yang telah membantu Maulana Hasanuddin dalam
mengalahkan Prabu Pucuk Umun. Setelah selesai membantu
Maulana Hasanuddin mengalahkan Prabu Pucuk Umun, Syaikh
Muhammad Soleh menetap di Gunung Santri untuk menyebarkan
agama Islam. Selain berdakwah Syaikh Muhammad Soleh juga
mengajarkan masyarakat sekitarnya bercocok tanam sehingga dia
dikenal sebagai Cili Kored. Di puncak dan kampung Gunung
Santri kecamatan Bojonegara kabupaten Serang inilah Syaikh
Muhammad Soleh dimakamkan.18
Maka jika dikaitkan dengan teori Slamet Muljana bahwa
Raden Rahmat atau Sunan Ampel adalah seorang pendatang dari
Yunan yang bernama asli Bong Swi Hoo, cucu penguasa tertinggi
di Campa, Bong Tak Keng yang ditugaskan oleh Laksamana Sam
Po Bo untuk mengepalai masyarakat Tionghoa Islam di Campa
pada tahun 1419.19 Maka orang Cina memiliki peran dalam
islamisasi di Banten. Bahkan jauh sebelum Sunan Ampel datang
di Banten sudah berdiri sebuah masjid di kawasaan Pecinan.
Artinya komunitas muslim Pecinan sudah ada pada saat itu dan
proses islamisasi terus berlangsung sampai masa kesultanan
Banten. Selain itu terdapat juga tokoh penyebar Islam di Banten
yang dalam tradisi disebutkan berdarah Cina, yaitu Ki Jong dan
Agus Jo yang menjadi pembantu setia Maulana Hasanuddin
dalam membangun kesultanan Banten .20
MELACAK”SINO JAVANESE
MUSLIM CULTURE” DI BANTEN
211
Siti Fauziyah
C. Warisan Cina Pada Budaya Banten
Pada awalnya kebudayaan Cina terbentuk di daerah-daerah
di sepanjang Huang Ho (sungai Kuning), melalui suatu osomosis
yang sedikit demi sedikit meresap di daerah selatan Cina sampai
akhirnya mencapai pantai yang kita saksikan selama sepuluh abad
Masehi yang pertama adalah kelanjutan dari gejala itu ke arah
Laut Cina Selatan.
Di Jawa, seperti juga di tempat-tempat lain, dapat
dikatakan bahwa osmosis berlangsung sangat lama dan sebagian
besar unsur Cina lambat laut melebur dengan unsur-unsur lainnya.
Oleh karena itu sulit menelusuri sejarah kelompok-kelompok Cina
yang pertama. Kaum pendatang mengawini perempuan pribumi,
dan untuk sebagian mengadopsi adat istiadat negeri setempat.
Pada abad ke-15 kebanyakan orang Cina yang menetap di pesisir
pantai utara menganut Islam 21 Oleh karena itu unsur-unsur
budaya Cina telah mempengaruhi budaya Islam masyarakat di
pesisir pantai utara terutama Banten. Beberapa unsur-unsur Cina
telah membaur dalam budaya masyarakat muslim pesisir antara
lain adalah upacara kematian, teknologi maritim, bangunan dan
ragam hias, batik, petasan, makanan, mata uang, arisan, sistem RT
dan RW, bahasa, pertanian, wayang, seni sastra, busana, setrika,
bakiak,dacing dan sipoa
D. Arsitektur Masjid Kuno di Indonesia
Dalam peristilahan arkeologi, masjid termasuk living
monumen, yaitu bangunan yang tetap digunakan sesuai fungsi
semula ketika bangunan itu dibuat.22 Arsitektur masjid-masjid
kuno di Indonesia bila dibandingkan dengan arsitektur masjidmasjid kuno di dunia Islam lainnya sangatlah sederhana, sehingga
keberadaannya kurang mendapat perhatian dalam literaturliteratur umumnya yang memaparkan arsitektural Islam di seluruh
dunia.
Padahal kemegahan arsitektural masa sebelumnya
(sebelum Islam masuk ke Indonesia) sangatlah menonjol. Hal ini
dapat kita saksikan pada karya-karya bangunan suci seperti candi
Borobudur atau candi Prambanan.
Menurut Wiyoso Yudoseputro, hal tersebut dikarenakan
gairah mencipta karya seni tidak begitu saja muncul, artinya perlu
ada rangsangan. Rupa-rupanya kondisi kebudayaan kurang
menguntungkan pada waktu itu untuk mendirikan bangunanbangunan yang serba megah dan serba besar dengan nilai-nilai
Tela’ah
212
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
monumental. Konsolidasi kekuasaan dan peperangan yang terus
menerus antar kekuasaan dan melawan kekuasaan asing dapat
mengurangi gairah mencipta. Keadaan tersebut menjadikan
arsitektur kuno Islam di Indonesia seakan-akan kembali kepda
tradisi bangunan kayu. Hal senada diungkapkan oleh Sutjipto
Wirjosuparto, bahwasannya tradisi bangunan kayu merupakan
tradisi yang berasal dari masa pra-sejarah, masa sebelum
masyarakat Indonesia menerima pengaruh Hindu-Budha yang
kemudian mengenalkan konstruksi batu dalam bidang seni
bangunan.23
Menurut G.F.Pijper Indonesia memiliki arsitektur masjid
kuno yang khas yang membedaknnya dengan bentuk masjidmasjid di negara lain. Tipe masjid Indonesia berasal dari Pulau
Jawa, sehingga orang dapat menyebut masjid tipe Jawa. Ciri khas
masjid tipe Jawa ialah :24
a. Fondasi bangunan yang berbentuk persegi dan pejal
(massive) yang agak tinggi.
b. Masjid tidak berdiri di atas tiang seperti rumah di
Indonesia model kuno dan langgar, tetapi di atas dasar
yang padat.
c. Masjid itu mempunyai atap yang meruncing ke atas, terdiri
dari dua sampai lima tingkat, ke atas makin kecil.
d. Masjid mempunyai tambahan ruangan di sebelah barat
atau barat laut, yang dipakai untuk mihrab.
e. Masjid mempunyai serambi di depan maupun di kedua
sisinya.
f. Halaman di sekeliling masjid dibatasi oleh tembok dengan
satu pintu masuk di depan, disebut gapura.
g. Denahnya berbentuk segi empat.
h. Dibangun di sebelah barat alun-alun.
i. Arah mihrab tidak tepat ke kiblat.
j. Dibangun dari bahan yang mudah rusak.
k. Terdapat parit, di sekelilingnya atau di depan masjid.
l. Dahulu dibangun tanpa serambi (intinya saja).
E. Arsitektur Cina
Arsitektur tradisional Cina hampir pasti dapat ditemukan di
seluruh kawasan dunia. Hal ini tidaklah mengherankan, karena
dalam setiap ekspedisi yang sering dilakukan oleh bangsa yang
dikenal tangguh ini, mereka senantiasa membawa serta budayanya
MELACAK”SINO JAVANESE
MUSLIM CULTURE” DI BANTEN
213
Siti Fauziyah
dan memberikan pengaruh di tiap tempat yang mereka singgahi.
Arsitektur Cina terbentuk atas gabungan dari dasar kebudayaan
masyarakatnya yang unik dan kondisi geografis daerahnya.
Keseimbangan antara lima elemen di alam (api-air-tanah-logamkayu) menjadi perhatian paling utama. Arsitektur Cina lebih
mengutamakan penggunaan struktur kayu, mengingat struktur ini
lebih tahan terhadap gempa. Juga terkait dengan perwujudan yang
mendalam tentang orang Cina menyangkut etika, estetika, tata
nilai, dan lingkungan alam. Lebih penting lagi arsitektur Cina
mendasarkan penampilan bangunannya pada tradisi budaya yang
kental dan mendalam, serta sangat mengutamakan hierarki dan
kekuasaan, menghormati alam, dan memperhatikan keserasian
dengan alam.
Pada umumnya bangunan tardisional Cina memiliki
beberapa alemen antara lain :25
1. Atap
Atap bangunan tradisional Cina, umumnya ditemukan
bentuk atap yang berbentuk tumpang (susun) yang semakin ke
atas akan semakin kecil.
Bentuk atap yang demikian
merupakan simbol adanya hubungan antara manusia dengan
Tuhan. Selain itu, atap bentuk ini juga melambangkan
tingkatan derajat yang tinggi dari bangunan tersebut.
Terdapat juga bentukan yang melengkung ke atap yang
menggambarkan pucuk daun cemara. Dalam kebudayan Cina
hal ini melambangkan ketenangan, sehingga diharapkan agar
setiap bangunan tradisional Cina, khususnya tempat
peribadatan, memiliki ketenangan di dalamnya.
2. Badan bangunan
Badan bangunan pada karya arsitektur tradisional Cina
umumnya menggunakan pola serta bentuk ruang yang
simetris, sehingga kemudian dihasilkan bentuk bangunan yang
simetris pula. Bentuk yang dipakai mayoritas adalah bentukbentuk geometri dasar.
3. Ragam sekat
Bangunan tradisional Cina umumnya menggunakan sekat
sebagai pemisah antar ruangnya. Biasanya, sekat ini terbuat
dari kayu dan berhiaskan motif ukiran serta corak yang unik.
4. Ragam Hias Cina
Arsitektur Cina banyak menampilkan bangunan-bangunan
berupa bangunan peribadatan (kelenteng), bangunan-bangunan
Tela’ah
214
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
rumah tinggal dan lain-lain yang dalam konsep dasar
arsitekturalnya tetap menggunakan fengsui. Prinsip ini sudah
banyak dan sudah lama diterapkan pada semua bangunan
Cina, karena konsep fengshui mempercayai bahwa setiap
manusia selalu harus selaras dengan alam, sehingga bangunan
apapun yang didirikan haruslah juga selaras dengan alam.
Arsitektur Cina banyak menekankan pada aspek ruang,
konstruksi, detail, serta simbolisasi, yang menjadikan
arsitektur Cina terlihat keunikannya. Sesuai dengan falsafah
dasar fengshui tadi, maka keselarasan bangunan Cina selalu
berorientasi pada kehidupan dan alam yang perwujudannya
akan selalu mendasarkan pada azas Yin dan Yang, yaitu azas
kehidupan yang positif dan negatif. Azas Yin dan Yang
menganggap bahwa segala sesuatu yang ada di dunia dan alam
semesta ini terdiri dari dua unsur yang saling bertentangan
tetapi selalu hidup berdampingan secara abadi.26
F. Unsur Cina Pada Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten dibangun pada masa pemerintahan
Sultan Maulana Hasanuddin, sultan pertama kerajaan Islam
Banten yang memerintah tahun 1552 – 1570. Masjid Agung
Banten terletak di wilayah Desa kasemen, Kabupaten Serang,
Provinsi Banten.
Masjid Agung Banten merupakan suatu
kompleks dengan luas tanah 1,3 ha dan dikelilingi pagar tembok
setinggi satu meter. Pada sisi tembok timur dan barat masingmasing terdapat dua buah gapura di bagian utara dan selatan yang
letaknya sejajar.
1. Menara masjid Agung Banten mirip dengan dagoba.
sedangkan bentuk menara yang berdenah segi delapan
mirip dengan pagoda di Cina yang berdenah segi delapan.
2. Di antara badan dan kepala menara atau disebut leher
menara terdapat susunan pelipit yang berperan sebagai
pelipit penyangga. Jika ditelaah lebih jauh lagi, pelipitpelipit tersebut merupakan corbelled brick yang disusun
untuk menyangga kepala menara, seperti yang terdapat
pada pagoda.
3. Ragam hias yang terdapat pada menara masjid Agung
Banten yang terpengaruh oleh unsur Cina adalah hiasanhiasan bermotif bingkai cermin sederhana dan bervariasi di
bagian atas menara dekat leher menara. Hiasan ini banyak
MELACAK”SINO JAVANESE
MUSLIM CULTURE” DI BANTEN
215
Siti Fauziyah
4.
5.
6.
7.
Tela’ah
ditemui di balok-balok kayu yang didekorasi pada kuilkuil ataupun kediaman-kediaman di Cina. Beberapa
bentuk hiasan cermin tersebut merupakan decorative
painting yang diselingi dengan motif suluran tumbuhan
dan hewan seperti naga dan burung phoenix. Bentuk
hiasan bingkai cermin pada menara Masjid Agung Banten
memiliki dua tipe, yang pertama berbentuk persegi
panjang dengan ujung yang agak meruncing, dan yang
kedua berbentuk persegi panjang dengan ujung yang
terdiri dari dua lingkaran yang bersusun secara horizontal
Ragam hias tradisional Cina terdapat juga pada pondasi
tembok serambi berupa lubang-lubang yang bercorak
geometris.
Pada anak tangga untuk mencapai serambi terdapat
pegangan pendek dengan motif yang juga geometrikal
sesuai dengan ragam hias tradisional Cina.
Pagar di sekeliling serambi yang berdiri di atas pondasi
tersendiri memiliki ragam hias berupa sulur tanaman dan
bunga, ditemukan pula pola bentukan balustrade yang
serupa dengan ragam hias pada arsitektur tradisional Cina.
Kepala mimbar memiliki bentukan yang sama dengan
atap bangunan tradisional Cina, pyramidal roof yang
bersusun dua.
Ujung atap dihiasi dengan memolo
berwujud kuncup bunga. Di pinggiran jurai atapnya
terdapat bentukan melengkung
ke atas yang
menggambarkan pohon cemara dengan makna ketenangan.
Terdapat beragam hiasan indah pada bagian mimbar.
Dinding bawahnya
berisi teratai mekar, tengahnya
bermotif bingkai cermin dan bagian atasnya berisi motif
oval dengan lubang berbentuk daun semanggi. Di tiap
sudut panil terdapat hiasan daun yang diapit oleh semacam
lukisan binatang. Warna hiasan didominasi oleh merah
dan kuning. Keseluruhan hal ini menunjukkan pengaruh
gaya tradisional Cina yang kental pada badan mimbar.
Wujud bagian kaki mimbar adalah pondasi dengan
ketinggian 90 cm yang dihiasi dengan dua buah lubang.
Pada bagian depan terdapat tangga yang terdiri atas 5 anak
tangga. Pada bagian ujung bawah tangga terdapat batu
hitam dengan bentukan yang mirip dengan bentukan
balustrade yang biasanya ada dalam arsitektur Cina.
216
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
8. Pondasi serambi dihiasi dengan lubang-lubang yang
bercorak geometris sesuai ciri ragam hias tradisional Cina.
Terdapat tangga pada sisi timur, utara, dan selatan untuk
mencapai bagian serambi. Tangga timur menghubungkan
serambi dengan bagian kolam dengan 5 buah anak tangga.
Di tangga ini terdapat pegangan pendek dengan motif yng
juga geometrikal sesuai dengan ragam hias tradisional
Cina. Terdapat pagar di sekeliling serambi yang berdiri di
atas pondasi tersendiri. Pagar memiliki ragam hias berupa
sulur tanaman dan bunga. Dapat ditemukan juga pola
bentukan balustrade yang serupa dengan ragam hias pada
arsitektur tradisional Cina.
9. Masjid Agung Banten memiliki atap lima tingkat yang
main ke atas makin mengecil. Atap masjid itu
memperlihatkan idiom kuil Cina, baik dari bentuk
ekspresi, hingga ukurannya.
10. Memolo pada bangunan utama Masjid Agung Banten
memiliki bentukan prisma segitiga bertumpuk dua.
Tingginya adalah 1,2 meter dan terbuat dari bahan tanah
liat. Selain penambah estetika, fungsi memolo adalah
sebagai penutup celah yang ada pada ujung atap agar air
hujan tidak masuk ke dalam masjid, sekaligus juga sebagai
perkuatan atap. Penggunaan memolo pada puncak atap
merupakan pengaruh yang berasal dari Cina.
11. Di sisi belakang ruang pawestren terdapat sebuah area
makam tertutup. Di bagian dindingnya terdapat dua buah
lubang angin yang mengapit dengan bentuk persegi
panjang . Lubang angin ini memilki unsur Cina berupa
motif yang memiliki bentuk dasar segitiga. Lubang angin
yang berbentuk tumpal bertumpuk mirip dengan bentuk
jendela yang terdapat pada miniatur rumah yang
ditemukan dari situs pekuburan Han dekat Guangzhou.
Jendela ini biasanya terletak dekat pintu atau berada di
sekeliling rumah dan banyak digunakan pada masa dinasti
Han sampai dinasti Tang.
12. Di dalam ruang masjid terdapat tiang-tiang yang berfungsi
sebagai penyangga atap susun yang menutupi ruang
tersebut, jumlahnya 24 buah. Tiang paling tinggi adalah
tiang sokoguru berjumlah 4 buah. Seluruh tiang disangga
oleh umpak (dalam ilmu konstruksi perletakan seperti itu
MELACAK”SINO JAVANESE
MUSLIM CULTURE” DI BANTEN
217
Siti Fauziyah
disebut sebagai perletakan sendi) dari batu andesit yang
ditatah membentuk motif buah labu dengan beberapa
variasi bentuk. Penyelesaian seperti itu menurut
Stutterheim, mengingatkan kita tentang batu umpak yang
ada di kelenteng-kelenteng sepanjang pantai Utara Jawa,
serta masjid-masjid Cina di Kanton tempat asal sebagian
orang Cina yang menetap di Jawa.
13. Bedug sebagai alat untuk memanggil jamaah menunaikan
salat yang terdapat di serambi masjid. Bedug sebenarnya
telah dikenal sejak masa pra Islam dan pada mulanya tidak
ada hubungannya dengan agama Islam. Bedug ini dapat
dihubungkan dengan nekara, yaitu benda perunggu yang
mirip dengan genderang. Di kuil-kuil Cina dan Jepang
sampai sekarang masih didapatkan genderang logam
seperti nekara yang berukuran besar dan dipukul dengan
sebuah balok kayu yang digantungkan merebah di
hadapannya, sebagai tanda akan dimulainya suatu upacara
agama.
14. Kentongan yang berbentuk ikan Ikan merupakan motif
populer bagi orang Tionghoa. Relief ikan menjadi simbol
yang bermaknsa baik dan mengandung arti “selalu
kelebihan/kelimpahan”.
15. Tiamah sebagai bangunan di kompleks masjid Agung
Banten yang dibangun oleh Sultan Abdul Kahar atau
Sultan Haji, dulunya berfungsi sebagai tempat
bermusyawarah dan berdiskusi masalah agama. Para ahli
sepakat bahwa bangunan tiamah adalah bangunan bergaya
kolonial yang dikenal dengan gaya landhuis yang
berkembang di Indonesia pada pertengahan abad ke-18.
Menurut
Lombard
gaya
landhuis
sebenarnya
diperkenalkan oleh orang Cina di berbagai kota pesisir.
Orang-orang Belanda yang pertama kali mendarat di
Banten pada akhir abad ke-16 memperhatikan bahwa satusatunya rumah yang terbuat dari batu terdapat di Pecinan.
Pada abad ke-18, ketika Valentjn berada di Banten, masih
banyak tukang kayu dan tukang batu Cina, dan dapat
diperkirakan bahwa landhuis merupakan turunan dari
rumah Cina dan rumah Belanda sekaligus.
Tela’ah
218
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
G. Unsur Cina Pada Masjid Kasunyatan
Masjid Kasunyatan terletak di Desa Kasunyatan Kecamatan
Kasemen Kabupaten Serang. Masjid Kasunyatan diperkirakan
berdiri antara tahun 1552 sampai 1570, yakni masa pemerintahan
Maulana Yusuf beserta tokoh masyarakat (ulama) yang sangat
berperan pada masa itu, yaitu Syaikh Abdul Syukur. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya makam beliau di dalam cungkup masjid
di kompleks masjid, yang oleh masyarakat setempat sangat
dihormati dan dikeramatkan. Masjid Kasunyatan ini pernah
dipugar pada tahun 1932 oleh Bupati Serang pada masa
pemerintahan Belanda yang bernama R.T.A Soeria Nata Atmaja.
1. Kaki menara yang bentuk fondasinya persegi mengarah
pada bentuk pagoda yang berfondasi persegi. Pagoda
berfondasi persegi banyak dibangun pada masa Dinasti
Tang di Cina (618-906 M), ciri-ciri dari pagoda Tang
antara lain kebanyakan berbentuk persegi. Atap menara
masjid Kasunyatan terbuat dari konstruksi kayu yang
dibentuk seperti payung terbuka, dan di atasnya dipasang
genteng. Bentuk atap seperti ini mengingatkan pada
bentuk atap bangunan tradisional Cina yang disebut tsuan
tsien. Pada bagian paling atas terdapat memolo (mustaka)
yang terbuat dari bahan terakota berbentuk bola dunia
yang dikelilingi oleh empat ekor ular yang terinspirasi dari
tradisi Cina. Badan menara masjid Kasunyatan memiliki
kemiripan dengan pagoda pada masa Dinasti Tang, yaitu
tingkat pertama lebih tinggi daripada tingkat-tingkat
selanjutnya. Tingkat pertama memiliki 2,90 meter, tingkat
kedua tinggi 2,80 meter, tingkat ketiga tinggi 2,75 meter.
Antara tingkat kedua dengan tingkat ketiga terdapat pelipit
yang mengelilingi badan menara yang terlihat seperti
corbelled brick yang terdapat pada pagoda. Pada lantai
kedua terdapat tiga buah lubang yang menyerupai jendela,
tetapi tidak berdaun jendela, pada sisi selatan, barat, dan
utara. Lubang jendela seperti ini mirip dengan jendelajendela yang terdapat pada pagoda di Cina. Di kanan dan
kirinya lubang tersebut terdapat dua lubang semu (ceruk).
Lubang hiasan geometri yang merupakan pengaruh Cina
tampak pada lantai kedua dan lantai ketiga.
2. Di antara ketiga gapura yang terdapat dalam kompleks
masjid Kasunyatan, yang paling menarik adalah gapura
MELACAK”SINO JAVANESE
MUSLIM CULTURE” DI BANTEN
219
Siti Fauziyah
barat . Disamping bentuknya, juga lebih banyak ragam
hiasnya. Berbeda dengan gapura selatan yang pada tangga
ke arah dalam merupakan tangga naik, sedangkan pada
gapura barat merupakan tangga turun. Pintu masuk
gapura berbentuk lengkung. Bagian badan gapura diberi
hiasan pelipit, tiga pelipit rata dan lengkung/setengah
lingkaran pada masing-masing tiang semu, dan dua pelipit
yang sama pada kiri dan kanan pintu masuk. Di antara
tiang semu dan pintu masuk terdapat masing-masing
ragam hias geometris. Pada bagian samping tangga atau
pipi tangganya terbentuk hiasan sulur gelung. Pada bagian
atas gapura terdapat ragam hias meander atau pinggir
awan dan di tengahnya diberi lubang tembus berbentuk
bundar yang berdiameter 52 cm. Tampak luar atau sisi
timur gapura bagian atas polos, sedangkan bagian dalam
diberi bingkai segitiga, yang pada bagian tengahnya diberi
lubang tembus berbentuk bundar tadi. Di bawah bingkai
segitiga itu atau di atas pintu masuknya diberi tambahan
dari genteng, seperti pada gapura selatan. Keseluruhan
ragam hias pada gapura ini menunjukkan adanya pengaruh
Cina.
3. Mimbar Masjid Kasunyatan sebagian tiangnya diukir
dengan bentuk ukiran menyerupai hiasan sulur-suluran,
dan tepian atap mimbarnya dihias dengan bentuk yang
menyerupai ragam hias meander atau pinggir awan dengan
warna kuning keemasan. Dapat ditemukan juga pola
bentukan balustrade yang serupa dengan ragam hias pada
arsitektur tradisional Cina. Keseluruhan ornamen pada
mimbar menunjukkan adanya pengaruh Cina.
4. Pada mihrab Masjid Kasunyatan adanya pengaruh Cina
terdapat pada bagian atas mihrab berupa hiasan tepat di
atas lengkung yang berbentuk ragam hias sulur-suluran .
5. Di antara tiang balok penyangga pada dinding utara dan
selatan terdapat hiasan trawangan atau dinding yang
diberi lubang angin dengan motif geometris. Lubang angin
dengan hiasan geometris ini terdapat pada dinding
sepanjang 360 cm, tingginya 90 meter. Dikelilingi oleh
beberapa pelipit dalam satu perbingkaian. Dalam bingkai
tersebut terdapat pelipit rata, pelipit lengkung dan pelipit
sisi genta (padma). Motif geometris semacam ini juga
Tela’ah
220
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
ditemukan pada dinding menara yang merupakan
pengaruh Cina.
6. Bedug sebagai alat untuk menandakan waktu salat
merupakan pengaruh Cina yang juga terdapat di
kelenteng-kelenteng di Indonesia. Bedug menjadi bagian
dari masjid, seperti di negara Cina, Korea dan Jepang,
yang memposisikan bedug di kuil-kuil sebagai alat
komunikasi ritual keagamaan.
7. Atap tumpang bersusun tiga pada masjid Kasunyatan
menunjukkan adanya pengaruh atap pagoda di Cina .
8. Di tengah ruang utama terdapat empat buah (batang) tiang
atau soko guru disangga oleh umpak (dalam ilmu
konstruksi perletakan seperti itu disebut sebagai perletakan
sendi) yang berbentuk tempayan dengan warna kuning
keemasan Penyelesaian seperti itu menurut Stutterheim,
mengingatkan kita tentang batu umpak yang ada di
kelenteng-kelenteng sepanjang pantai Utara Jawa, serta
masjid-masjid Cina di Kanton tempat asal sebagian orang
Cina yang menetap di Jawa.
H. Penutup
Dari hasl penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa
pengaruh Cina ditemukan pada bangunan Masjid Kasunyatan dan
Masjid Agung Banten baik yang berupa bentuk bangunan maupun
ragam hias yang terdapat dalam komplek bangunan tersebut.
Selain itu ditemukan pula pengaruh etnik Cina yang menyebar
dalam unsur-unsur budaya masyarakat Banten.
Adanya
akulturasi antara budaya Cina dan Banten menunjukkan adanya
peran orang Cina dalam memperkaya khazanah kebudayaan
sehingga pencitraan negatif terhadap orang Cina seharusnya tidak
terus terjadi, mengingat hubungan yang sangat erat antara Cina
dan masyarakat Banten,
Catatan akhir:
1
Azyumardi Azra,” Perspektif Sejarah Muslim Keturunan Cina” dalam
Nusron Wahid (ed.) Telapak Sejarah Sam Po Kong Menelusuri Peran
Tionghoa dalam Penyebaran Islam di Indonesia ( Jakarta : DPP Golkar dan
Suara Karya, 2005), hlm.87.
2
Ibid.,
MELACAK”SINO JAVANESE
MUSLIM CULTURE” DI BANTEN
221
Siti Fauziyah
3
Ibid.
Claude Guillot dkk, Banten Sebelum Zaman Islam Kajian Arkeologi di
Banten Girang 932-1526 (Proyek Penelitian Arkeologi Jakarta Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 1996/1997), hlm.118-119.
5
Nina H.Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah Sultan Ulama
Jawara (Jakarta : LP3ES, 2004) hlm.25.
6
Gulillot, Banten Sebelum Zaman Islam, hlm.121
7
Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah Wacana
Pergerakan Islam di Indonesia (Bandung : Mizan,1996), hlm.97.
8
Ibid., hlm.97.
9
Ayatrohaedi, Sundakala Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan
Naskah-naskah Panitia Wangsakerta Cirebon (Jakarta : Pustaka Jaya, 2005),
hlm.133.
10
Ibid.,
11
Ibid
12
Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya
Negara-negara Islam di Nusantara (Yogyakarta : LKiS, 2009), hlm.48.
13
Agama Islam bangsa Tionghoa ( yaitu yang berbahasa Tionghoa,
berkebudayan Tionghoa, dan berketurunan Tionghoa selama lima ratus tahun
lebih) dapat digambarkan menurut beberapa sifat dasar. Pertama, sebuah tradisi
bercorak Islam Sunni Mazhab Hanafi yang sumbernya berasal dari pusat-pusat
spiritual besar di kawasan Asia Tengah, terutama Bukhara, sehingga bahasa
yang mula-mula digunakan adalah bahasa Persia. Kedua, literatur Islam asli di
Tiongkok terungkap seluruhnya dalam bahasa Tionghoa. Ketiga, tidak ada
pemisahan tegas antara dunia para imam masjid (dulu umumnya disebut ahong)
dengan dunia para alim-ulama, para syaikh sufi, bahkan para cendekiawan
beraliran Neo-Konfusianis (yakni para pembela filsafat etiko-politik resmi pada
abad ke-16 sampai abad ke-19, saat agama Islam mulai tampil sebagai tradisi
khas Tionghoa). Lihat Francoise Aubin, “Tiongkok” dalam Henri Chambert
Loir dan Claude Guillot , Ziarah dan Wali di Dunia Islam (Depok : Komunitas
Bambu , 2010), hlm.345.
14
Ibid., hlm.173.
15
Sumanto Al Qurtuby, “Sino-Javanese Muslim Cuktures Menelusuri
Jejak Cheng Ho di Indonesia “dalam Leo Suryadinata (ed) Laksamana Cheng
Ho dan Asia Tenggara (Jakarta : LP3ES.2007), hlm.117.
16
Halwani Michrob dan Mudjahid Chudari, Proses Islamisasi di Banten
Cuplikan Buku Masa Lalu Banten (Serang : Dinas Pendidikan Provinsi Banten,
2003), hlm.5.
17
Sejarah Kerajaan-kerajaan di Tatar Sunda Kumpulan Tulisan
Pengeran Wangsakerta , hlm.109-111. http://serbasejarah.files.wordpress.com/
diunduh 27 Oktober 2011 pukul 8:55.
4
18
Dokumentasi Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi
Banten ( Serang :Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten , 2011),
hlm.104.
19
Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa, hlm.96.
Tela’ah
222
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
20
Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII,(Jakarta :
Kepustakaan Populer Granedia,2008), hlm.104.
21
Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya Jaringan Asia Tenggara ,
Jilid 2 (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama., 2008), hlm.244.
22
Masjid Kuno Indonesia, ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1999), hlm.1.
23
Ibid., hlm.17
24
Ibid.,
25
Nandini Paramita. “Keragaman Elemen Arsitektural pada Masjid
Agung Banten”, Skripsi Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Teknik
Program Studi Arsitektur Bandung, 2009, hlm.34-37.
26
Moedjiono, “Ragam Hias dan Warna sebagai Simbol dalam Arsitektur
Cina” dalam Modul Vol.11 No.1 Januari 2011, hlm.18. dalam
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/modul/article/view/1449/1216 diunduh 30
September 2012 10.56 WIB.
DAFTAR PUSTAKA
Ayatrohaedi, Sundakala Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan
Naskah-naskah Panitia Wangsakerta Cirebon (Jakarta :
Pustaka Jaya, 2005)
Aubin, Francoise, “Tiongkok” dalam Henri Chambert Loir dan
Claude Guillot , Ziarah dan Wali di Dunia Islam
(Depok : Komunitas Bambu , 2010)
Azra, Azyumardi,” Perspektif Sejarah Muslim Keturunan Cina”
dalam Nusron Wahid (ed.) Telapak Sejarah Sam Po
Kong Menelusuri Peran Tionghoa dalam Penyebaran
Islam di Indonesia ( Jakarta : DPP Golkar dan Suara
Karya, 2005).
Dokumentasi Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi
Banten ( Serang :Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi
Banten , 2011), hlm.104.
Guillot, Claude Banten Sejarah dan Peradaban Abad XXVII,(Jakarta : Kepustakaan Populer Granedia,2008)
-------------, Claude dkk, Banten Sebelum Zaman Islam Kajian
Arkeologi di Banten Girang 932-1526 (Proyek
Penelitian Arkeologi Jakarta Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. 1996/1997).
MELACAK”SINO JAVANESE
MUSLIM CULTURE” DI BANTEN
223
Siti Fauziyah
http://serbasejarah.files.wordpress.com/
diunduh 27 Oktober
2011 pukul 8:55. Sejarah Kerajaan-kerajaan di Tatar
Sunda Kumpulan Tulisan Pengeran Wangsakerta.
Lombard, Denys, Nusa Jawa Silang Budaya Jaringan Asia
Tenggara , Jilid 2 (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.,
2008),
Lubis, Nina H., Banten dalam Pergumulan Sejarah Sultan
Ulama Jawara (Jakarta : LP3ES, 2004)
Masjid Kuno Indonesia, ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1999
Michrob, Halwani dan Mudjahid Chudari, Proses Islamisasi di
Banten Cuplikan Buku Masa Lalu Banten (Serang :
Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2003).
Moedjiono, “Ragam Hias dan Warna sebagai Simbol dalam
Arsitektur Cina” dalam Modul Vol.11 No.1 Januari
2011,
hlm.18.
dalam
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/modul/article/view
/1449/1216 diunduh 30 September 2012 10.56 WIB
Muljana,
Slamet, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan
Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara
(Yogyakarta : LKiS, 2009).
Nandini Paramita. “Keragaman Elemen Arsitektural pada Masjid
Agung Banten”, Skripsi
Universitas Katolik
Parahyangan Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur
Bandung, 2009,
Qurtuby,
Sumanto Al, “Sino-Javanese Muslim Cuktures
Menelusuri Jejak Cheng Ho di Indonesia “dalam Leo
Suryadinata (ed) Laksamana Cheng Ho dan Asia
Tenggara (Jakarta : LP3ES.2007)
Suryanegara, Ahmad Mansur, Menemukan Sejarah Wacana
Pergerakan Islam di Indonesia (Bandung : Mizan,1996)
Tela’ah
224
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
HADIS-HADIS MU‘ALLAL DALAM KITAB SUNAN
(Tela‘ah atas Hadis-hadis dalam Sunan al-Tirmidzi)
Masrukhin Muhsin
Fakultas Ushuluddin, Dakwah dan Adab
IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
masrukhinmuhsin@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini ingin membuktikan bahwa ‘Illat dalam hadis
lebih didominasi oleh sanad daripada matan. Bahwa hadis
mu‘allal dalam Kitab Sunan al-Tirmidzi bab al-Thaharah, dari
148 hadis yang terdapat di dalamnya, ada 39 hadis yang mu‘allal,
terjadi pada sanad, sementara hanya 2 hadis saja yang terjadi
pada matan. Term yang digunakan untuk menunjukkan suatu
hadis itu mu‘allal di antaranya: term yang jelas (‫خ‬٠‫ )صش‬dan term
yang tidak jelas ( ‫خ‬٠‫ش صش‬١‫)غ‬. Sementara latar belakag Imam alTirmidzi menyusun kitabnya dengan diawali hadis-hadis mu’allal
dan diakhiri dengan hadis-hadis shahîh adalah adanya keinginan
untuk menyusun kitab yang belum pernah dilakukan oleh ulama
sebelumnya.
Kata Kunci: ‘Ilal, Hadis, al-Tirmidzi
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu ‘Ilal dalam hadis sangat urgen untuk diketahui guna
menentukan shahîh tidaknya suatu hadis. Hadis yang secara lahir
tampak shahîh, setelah diteliti lebih mendalam ternyata ada cacat
di dalamnya. Inilah yang menjadi titik tolak pembahasan ilmu
‘ilal. Selain itu, ada juga ‘ilal yang bersumber dari hadis dla’if.
‘Ilal yang bersumber dari hadis dla’if ini relatif lebih mudah
ditentukan kecacatannya dari pada hadis yang bersumber dari
hadis yang tampak shahîh secara lahir.
Ilmu ‘ilal merupakan inti Ulumul Hadis, luas dan detail
bahasannya dibanding yang lain. Seandainya ilmu ini tidak
HADIS-HADIS MU‘ALLAL
DALAM KITAB SUNAN
225
Masrukhin Muhsin
dikuasai, maka akan bercampur aduk antara yang shahîh dan
yang lemah. Pada dasarnya hadis-hadis yang diriwayatkan perawi
tsiqat (kuat) bisa dijadikan argumen dan harus diterima kecuali
hadis tersebut terdapat 'ilal di dalamnya. Al-Hakim Abu Abdillah
berpendapat “Hadis yang diriwayatkan orang-orang tercela
(majrûhîn) adalah gugur (tidak bisa dijadikan argumen-pen),
sedang 'ilal al-hadîts banyak terjadi pada hadis-hadis riwayat
perawi tsiqat yang tak tampak ‘'ilalnya bagi mereka, sehingga
hadisnya menjadi hadis ma’lûl atau mu‘allal.1
Ulama yang mula-mula menekuni ilmu ini adalah Syu‟bah
bin al-Hajjâj Abû Busthâm (w.160 H). Dia adalah orang pertama
yang berbicara luas tentang al-Jarh wa al-Ta’dîl, ketersambungan
dan keterputusan sanad dan berbicara detail tentang ilmu 'ilal.
Adapun generasi berikutnya hanya mengikutinya saja.2 Imam
Syâfi‟i mengomentarinya dengan ucapan: ‫ش‬٠‫ال شؼجخ ِب ػشف اٌذذ‬ٌٛ3
(Jika tidak ada Syu‟bah maka tidak akan diketahui suatu hadis).
Abû Hâtim al-Râzi berkomentar: ٗٔ‫ذذس ػٓ سجً فبػٍُ ثؤ‬٠ ‫ذ شؼجخ‬٠‫إرا سأ‬
‫صمخ‬4 (Jika anda melihat Syu‟bah menerima hadis dari seseorang,
ketahuilah seorang itu pasti tsiqah). Sedang al-Sam‟âni (penulis
kitab al-Ansâb) berkomentar: ٓ١‫ي ِٓ فزش ثب ٌؼشاق ػٓ أِش اٌّذذص‬ٚ‫ أ‬ٛ٘5.
(Dia (Syu‟bah-pen) orang pertama yang menguak pribadi
muhadditsîn di Irak).
Generasi setelah Syu’bah adalah Yahyâ bin Sa’îd alQathân (w.198 H). Dialah orang pertama kali menulis kitab 'ilal.
Di antara murid-muridnya adalah Yahyâ bin Ma’în, Ahmad bin
Hambal, Ali bin al-Madîni.6
Semasa dengan Yahyâ bin Sa’îd al-Qaththân adalah
Abdurrahmân bin Mahdi (w. 198 H). Shâlih bin Ahmad bin
Hambal berkata: “Saya bertanya kepada ayahku: ‘Mana yang
lebih tsabat/tsiqah menurut Anda, apakah Abdurrahmân bin
Mahdi atau Waki’?’ Dia menjawab: “Abdurrahmân lebih jarang
salah dari pada Waki’ dalam (hadis yang diriwayatkan dari –pen)
Sufyân.7
Masa berikutnya adalah Yahyâ bin Ma’în (w. 233 H)
merupakan masa keemasan dalam ilmu 'ilal. Imam Ahmad
berkata: “Pada masa inilah Allah telah menciptakan seseorang
untuk urusan ini (ilmu 'ilal-pen.)8
Kemudian diikuti oleh Abu al-Hasan Ali bin Ja’far alMadîni, lebih dikenal dengan Ali bin al-Madîni (W. 234 H) salah
seorang guru imam al-Bukhâri. Lalu Imam Ahmad bin Hambal
Tela’ah
226
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
(W 241 H), Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhâri (W. 256 H),
Muslim bin al-Hajjâj, Imam Abu Isa al-Tirmidzi ( W.279 H ) dan
masih banyak lagi.
Ulama hadis mendefinisikan hadis mu‟allal atau hadis
ma‟lûl sebagai berikut :
9
‫ب‬ِٕٙ ‫ صذزٗ ِغ أْ اٌظب٘ش اٌغالِخ‬ٟ‫ ػٍخ رمذح ف‬ٍٝ‫ٗ ػ‬١‫ اغٍغ ف‬ٞ‫ش اٌز‬٠‫اٌذذ‬
“Hadis mu’allal yaitu hadis yang telah terungkap kecacatanya,
yang bisa menurunkan kredibilitas kesahihan suatu hadis,
padahal dari segi lahirnya selamat dari sifat cacat itu.‟‟
Sifat cacat atau mu‟allal bisa diketahui melalui indikasiindikasi antara lain: Perawi menyendiri dalam meriwayatkan
hadis, berbeda dengan perawi-perawi lain disertai tanda-tanda
yang telah diungkapkan oleh ahli hadis seperti mengirsalkan10
hadis maushûl11, memauqûfkan12 hadist marfû‟13, atau
memasukan satu hadis ke dalam hadis lain dan seterusnya. Ali alMadîni sebagai mana dikutip oleh Ibn al-Shalâh mengatakan,
bahwa suatu bab jika tidak dikumpulkan jalan-jalannya (sanadsanadnya-pen.) maka tak akan kelihatan kesalahanya („ilalnyapen.). „Ilal ini bisa terdapat oleh sanad maupun matan hadis.14
Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti hadis-hadis
mu‟allal yang terdapat pada Sunan al-Tirmidzi khususnya bâb alThahârah baik „ilal yang terdapat pada sanad maupun matan.
Penulis memilih Sunan al-Tirmidzi karena kitab ini disusun
dengan menggunakan manhaj diawali dengan hadis-hadis mu‟allal
dan diakhiri dengan hadis yang shahîh. Hadis yang terdapat dalam
bab ini berjumlah 148 hadis.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat diidentifikasikan
beberapa masalah sebagai berikut: 'Ilal bisa terdapat pada sanad
maupun matan. Dari 'ilal yang ada itu ada beberapa faktor
penyebab. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
'ilal pada suatu hadis. Latar belakang Imam al-Tirmidzi menulis
dalam Sunannya dengan metode Mu‟allalah, artinya dalam satu
bab didahului hadis-hadis mu‟allal kemudian baru diikuti dengan
hadis shahih.
HADIS-HADIS MU‘ALLAL
DALAM KITAB SUNAN
227
Masrukhin Muhsin
2. Batasan Malasah
Setelah permasalahan teridentifikasi peneliti bermaksud
membatasi masalah sebagai berikut: Latar belakang Imam alTirmidzi memasukan hadis mu‟allal dalam Sunannya,
Perbandingan antara 'ilal pada sanad dan pada matan, term-term
apa saja yang digunakan oleh Imam al-Tirmidzi dalam
mengidentifikasikan hadis mu‟allal.
3. Rumusan Masalah
Setelah permasalahan teridentifikasi dan dibatasi
selanjutnya peneliti merumuskan ke dalam beberapa pertanyaan,
sebagai berikut:
a. Apa latar belakang Imam al-Tirmidzi memasukan hadis
mu‟allal dalam Sunannya?
b. Bagaimana perbandingan antara 'ilal yang ada pada sanad
dan „ilal yang ada pada matan?
c. Term-term apa saja yang digunakan oleh Imam alTirmidzi untuk mengidentifikasikan hadis mu‟allal?
4. Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang Imam al-Tirmidzi
memasukkan hadis mu‟allal dalam Sunannya.
2. Untuk mengetahui perbandingan 'ilal pada sanad dan pada
matan
3. Untuk mengetahui term-term yang digunakan oleh Imam
al-Tirmidzi untuk mengidentifikasikan hadis mu‟allal.
5. Signifikansi Penelitian
Sedangkan signifikasi penelitian ini adalah:
1. Memberikan kontribusi ilmiah dalam bidang ulumul hadis,
khususnya yang berkaitan dengan 'ilal al-hadîts.
2. Memperkaya khazanah Islamiyah
3. Mampu membedakan antara hadis shahih dan hadis dha‟if.
6. Kerangka Konseptual
Ulama hadis menyebut hadis yang terdapat „llat dengan
sebutan “‫ي‬ٍٛ‫ ” ِؼ‬, yang berpendapat seperti ini antara lain alBukhâri, al-Tirmidzi, Dâruquthni, Hâkim dan lain-lain.15
Tela’ah
228
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Pendapat yang rajih adalah bahwa “ ‫ي‬ٍٛ‫ “ ِؼ‬berasal dari kata
‫خ‬١ٔ‫ عمبٖ اٌششثخ اٌضب‬ٕٝ‫ ػٍخ ثّؼ‬bukan ‫ اٌّشض‬ٕٝ‫ ػٍخ ثّؼ‬. Jadi hubungan
antara arti secara bahasa dan arti secara istilah bahwa ‫ ػٍخ‬bisa
diketahui dengan cara melihat berulang-ulang dalam suatu hadis.16
Sedang arti „ilal menurut istilah ulama hadis17 adalah:
.ِٕٗ ‫ظب٘شٖ اٌغالِخ‬ٚ ‫ش‬٠‫ صذخ اٌذذ‬ٟ‫مذح ف‬٠ ٟ‫ عجت خف‬: ‫ااٌؼٍخ‬
‘llat yaitu sebab yang samar yang dapat menurunkan
kredibilitas keshahîhan hadis, padahal secara lahir selamat dari
hal itu.
‘llat menurut mereka mencakup juga sebab yang tidak
mencela (menurunkan kredebilitas keshahîhan hadis).18
Adapun pengertian hadis mu’allal19 adalah:
‫ظب٘شٖ اٌغالِخ‬ٚ ٗ‫ صذز‬ٟ‫مذح ف‬٠ ٟ‫ عجت خف‬ٍٝ‫ٗ ػ‬١‫ اغٍغ ف‬ٞ‫ش اٌز‬٠‫ اٌذذ‬ٛ٘
.‫ش رٌه‬١‫اُ٘ ثغ‬ٚ ُ٘ٚ ٚ‫ أ‬,ً‫صً ِشع‬ٚ ٚ‫ف أ‬ٛ‫ل‬ِٛ ‫ وشفغ‬,ِٕٗ
Hadis mu’alal yaitu hadis yang terdapat sebab yang samar
yang dapat menurunkan kredibilitas keshahîhannya, padahal
secara lahir selamat darinya. Seperti memarfû’kan mauqûf, atau
memausûlkan mursal, atau dugaan orang yang menduga dengan
yang lain.
Ilmu ‘ilal adalah ilmu untuk mengetahui sebab-sebab ini
yang muncul dari prasangka. Ilmu ini lebih luas cakupannya
daripada hadis mu’allal, mencakup ilmu-ilmu ruwat, matan dan
sanad.
Menurut Al-Hâkim ‘llat20 adalah:
ً٠‫اٌزؼذ‬ٚ ‫اٌجشح‬ٚ ُ١‫اٌغم‬ٚ ‫خ‬١‫ش اٌصذ‬١‫ ػٍُ ثشأعٗ غ‬ٛ٘ٚ
Yaitu ilmu, yang dengan ilmu ini akan diketahui hadis tidak
shahîh dan cacat, jarh dan ta‘dil.
Menurut Ibn al-Shalâh,21
‫ب‬ِٕٙ ‫ صذزٗ ِغ أْ ظب٘شٖ اٌغالِخ‬ٟ‫ ػٍخ رمذح ف‬ٍٝ‫ٗ ػ‬١‫ اغٍغ ف‬ٞ‫ اٌز‬ٛ٘ ‫ي‬ٍٛ‫اٌّؼ‬
.‫ش اٌظب٘ش‬١‫غ اٌصذخ ِٓ د‬ٚ‫ سجبٌٗ صمبد اٌجبِغ شش‬ٜ‫ اإلعٕبد اٌز‬ٌٝ‫زطشق رٌه إ‬٠ٚ
Yaitu hadis yang terdapat cacat yang menurunkan
kredibelitas keshahîhan hadis, padahal dari segi lahir selamat
dari cacat itu. Hal itu akan terjadi pada sanad yang perawiHADIS-HADIS MU‘ALLAL
DALAM KITAB SUNAN
229
Masrukhin Muhsin
perawinya tsiqah, telah memenuhi semua persyaratan shahîh dari
segi lahir.
Dalam definisi ini terjadi daur22, karena memasukkan kata
‫ ػٍخ‬dalam mendefinisikan ‫ي‬ٍٛ‫ ِؼ‬. Di samping itu dalam definisi ini
hanya menyebut ‘llat sanad, tanpa menyebut ‘llat matan, padahal
‘llat matan tidak kalah pentingnya dibanding ‘llat sanad.
Menurut al-Iraqi23
‫ لذدذ‬ٜ‫ أ‬,ٗ١‫ش فؤصشد ف‬٠‫ اٌذذ‬ٍٝ‫خ غبِعخ غشأد ػ‬١‫اٌؼٍخ ػجبسح ػٓ أعجبة خف‬
.ٗ‫ صذز‬ٟ‫ف‬
‘llat adalah ungkapan tentang sebab-sebab yang samar,
tersembunyi, yang terdapat pada hadis lalu mempengaruhinya,
artinya memberi cacat dalam keshahîhan hadis.
Menurut al-Biqa‟i24
.‫ لبدح‬ٍٝ‫ش ػ‬١‫ٗ ثؼذ اٌزفز‬١‫ااٌّؼًٍ خجش ظب٘شٖ اٌغالِخ اغٍغ ف‬
Mu’allal yaitu khabar (hadis) yang lahirnya tampak
selamat, tapi setelah diteliti terdapat cacat (hal yang mencela).
Adapun pendapat yang rajih dan yang diikuti oleh peneliti
adalah pendapat al-Biqâ‟i yang menukil pendapat lain dari alIrâqi. Jadi pendapat ini adalah pendapat lain dari al-Irâqi.
C. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Dilihat dari segi tehnik pengumpulan data, penelitian ini
merupakam jenis penelitian kepustakaan (library research)25
karena sumber data yang diperoleh berupa naskah yang tertulis
dalam berbagai referensi atau rujukan yang terdapat di dalamnya.
Dilihat dari segi tujuannya, penelitian ini disebut
verifikatif dan developmental research. Verifikatif berarti
penelitian yang bertujuan untuk mengecek kebenaran hasil
penelitian yang pernah dilakukan terdahulu.26 Dalam penelitian ini
dimaksudkan apakah metode yang dipakai oleh Imam al-Tirmidzi
ini telah sesuai dengan kaedah-kaedah yang ada ataukah tidak.
Dan dalam penggunaan metode ini apakah Imam al-Tirmidzi
konsekuen ataukah tidak.
Tela’ah
230
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Adapun yang disebut developmental yang berarti
pengembangan, adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk
menyempurnakan dan mengembangkan yang telah ada.27 Dalam
hal ini penulis menyempurnakan dan mengembangkan apa yang
yang telah dilakukan oleh Imam al-Tirmidzi, yaitu dengan
menambahkan skema sanad untuk mempermudah pemahaman.
Jika dilihat dari cakupan atau wilayahnya, maka penelitian
ini dinamakan studi kasus (case study) . Pengertian studi kasus di
sini adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci
dan mendalam terhadap suatu organisme, lembaga atau gejala
tertentu, yang wilayahnya hanya meliputi daerah atau subyek yang
sempit tetapi pembahasannya bersifat lebih mendalam.28 Karena
penelitian ini hanya mencakup Bâb al-Thahârah saja dari Kitab
Sunan al-Tirmidzi.
1.
Sumber Penelitian
Karena penelitian ini penelitian kepustakaan, maka sumber
data semuanya diperoleh dari buku-buku, bahan bacaan, komputer
dan lain-lain yang menunjang pengumpulan data ini, semuanya
bersumber dari perpustakaan. Adapun sumber data di sini
dibedakan menjadi dua, sumber data primer dan sumber data
sekunder. Yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini
adalah Kitab Syarh 'ilal al-Tirmidzi karya Ibn Rajab al-Hambali
dan kitab Sunan al-Tirmidzi. Sedang yang menjadi sumber data
sekunder adalah kitab-kitab lain yang berkaitan dengan judul
penelitian yang berfungsi sebagai pelengkap data.
2.
Metode Analisis yang Digunakan
Mengingat data yang diperoleh adalah berupa naskah yang
tertulis dalam berbagai kitab, maka metode pertama yang penulis
gunakan adalah metode content analysis yaitu suatu metode
penelitian literer dengan menganalisa isi buku.29
Metode kedua yang penulis gunakan adalah verifikatif
analysis, yaitu suatu metode yang menghubungkan dunia teori
dengan dunia nyata atau faktual.30 Yang dimaksud dengan dunia
teori di sini adalah teori tentang „ilal yang sudah ada. Sedang yang
dimaksud dengan dunia nyata atau faktual adalah metode yang
dipakai oleh al-Tirmidzi dalam Sunannya.
Yang ketiga, penulis menggunakan metode khusus
penelitian hadis, yaitu metode takhrîj al-Hadîts. Adapun yang
HADIS-HADIS MU‘ALLAL
DALAM KITAB SUNAN
231
Masrukhin Muhsin
dimaksud dengan metode ini adalah meneliti
penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai
sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di
itu dikembangkan secara lengkap matan dan
tersebut.31
hadis dengan
kitab sebagai
dalam sumber
sanad hadis
D. Telaah Pustaka
Banyak sekali kitab yang membahas tentang 'ilal al-Hadîts.
Di antaranya al-'Ilal karya Ali al-Madîni. Dalam kitab ini Ali alMadîni membagi kepada empat pembahasan. Pertama,
Mukadimmah umum dalam ilmu 'ilal dan ilmu al-Rijâl, tingkatantingkatan perawi pada masing-masing kota, perawi-perawi yang
banyak meriwayatkan hadis. Kedua, meneliti riwayat dari para
perawi hadis, apakah ada kekeliruan dalam penetapan seorang
perawi pada suatu hadis tertentu atau tidak. Ketiga,
mengumpulkan beberapa hadis dan menjelaskan satu persatu
'ilalnya. Keempat, membahas Rijâl al-Hadîts baik yang „adil
maupun yang dla‟îf.
Selain Ali al-Madîni, Yahyâ bin Ma‟în juga menulis alTârîkh wa al-'Ilal. Kitab ini masih acak-acakan belum tersusun
secara sistematis. Berbicara tentang thabaqât, al-wafayât, al-jarh
wa al-ta‟dîl, al-kuna, dan hadîts al-musalsal.
Sementara penelitian yang dilakukan dengan tema 'ilal alhadîts, relatif masih sedikit. Salah satu di antaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Hammâm „Abd al-Rahîm Sa‟îd
(1980) dengan judul al-„Ilal fi al-Hadîts Dirâsah Manhajiyah fî
Dhau‟ Syarh „Ilal al-Tirmidzi karya Ibn Rajab al-Hanbali. Dalam
penelitiannya, Hammam membagi ke dalam dua pembahasan
besar, pertama mengupas tuntas Syarh „Ilal al-Tirmidzi karya Ibn
Rajab al-Hanbali, dan kedua Biografi Ibn Rajab al-Hanbali. Pada
pembahasan pertama, Hammam membahas teori „ilal al-Hadîts
dan tokoh-tokoh yang mendalaminya, Metode Ibn Rajab dan
kitab-kitab yang menjadi rujukannya, dan terakhir membahas ilmu
„ilal yang terdapat dalam kitab Syarh „Ilal al-Tirmidzi karya Ibn
Rajab.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Zaki (2008) dengan judul Metode Kritik Hadis Syaikh
Muhammad Nashiruddin al-Albani. Dalam penelitiannya ini, Zaki
mengupas tentang metode yang digunakan oleh Syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani dalam kritik hadis. yaitu kaedah kesahihan
Tela’ah
232
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
hadis atau syarat hadis shahih yang jumlahnya lima sebagai
acuannya. Kelima kaedah tersebut adalah sanad bersambung, perawi
„adil, perawi dhabith, tidak ada syadz, dan tidak ada „illat. Syarat
kelima inilah, yaitu tidak ada „illat, yang pembahasannya seputar
„ilal al-hadis.
Sementara penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah
berusaha untuk mengklasifikasi hadis-hadis mu‟allal yang terdapat
dalam kitab Sunan, khususnya Sunan al-Tirmidzi bab al-Tahârah.
Setelah terklasifikasi, peneliti ingin mengetahui term-term apa saja
yang digunakan oleh al-Tirmidzi dalam menyatakan suatu hadis
adalah hadîts mu‟allal. Dengan demikian, kita bisa membedakan
antara hadis shahîh dan hadis mu‟allal yang nota benenya
berkualitas dha‟îf dan tidak bisa dijadikan argumentasi dalam
bidang hukum. Inilah tujuan akhir dari penelitian ini.
E. Temuan Penelitian
Secara garis besar hadis-hadis yang termuat di dalam
Sunan al-Tirmidzi dikelompokkan menjadi dua kelompok besar,
yaitu kelompok pertama: Shahîh, Hasan, Hasan Shahîh, Shahîh
Gharîb, dan Hasan Gharîb. Kelompok kedua: Mu‟allal, yaitu yang
merupakan kajian dalam penelitian ini.
1. Kelompok Pertama: Hadîts Shahîh, Hasan, Hasan Shahîh,
Shahîh Gharîb dan Hasan Gharîb.
Hadis yang berkualitas sebagaimana tersebut di atas bisa
dijadikan argumentasi (al-hujjah) dalam menetapkan hukum
Islam. Term yang digunakan untuk menunjukkan kualitas di atas
antara lain: Hâdzâ al-Hadîts Ashahhu Syai’in fi Hâdzâ al-bâb wa
Ahsan, atau Hâdzâ Hadîts Hasan shahîh, Hâdzâ Hadîts Shahîh
Gharîb atau Hasan Gharîb, atau dengan term yang lain yang
senada. Untuk lebih jelasnya perhatikan teks di bawah ini.
ُ١‫ثغُ هللا اٌشدّٓ اٌشد‬
:ٞ‫سح اٌزشِز‬ٛ‫ ثٓ ع‬ٝ‫غ‬١‫ ِذّذ ثٓ ػ‬ٝ‫غ‬١‫ ػ‬ٛ‫لبي أث‬
‫بسح‬ٙ‫اة اٌط‬ٛ‫أث‬
ٍُ‫ع‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ي هللا ص‬ٛ‫ػٓ سع‬
‫ ما جاء ال تقبل صالة بغيس طهىز‬: ‫باب‬
)1(
‫دذصٕب ٕ٘بد دذصٕب‬ٚ ‫ ػٓ عّبن ثٓ دشة ح‬،‫أخ‬ٛ‫ ػ‬ٛ‫ دذصٕب أث‬،‫ذ‬١‫جخ ثٓ عؼ‬١‫ دذصٕب لز‬-1
ٍٝ‫ ص‬ٟ‫ ػٓ إٌج‬،‫ ػٓ اثٓ ػّش‬،‫ ػٓ ِصؼت ثٓ عؼذ‬،‫ ػٓ عّبن‬،ً١‫غ ػٓ إعشائ‬١‫و‬ٚ
."‫ي‬ٍٛ‫ال صذلخ ِٓ غ‬ٚ ،‫س‬ٛٙ‫ش غ‬١‫ "ال رمجً صالح ثغ‬:‫عٍُ لبي‬ٚ ٗ١ٍ‫هللا ػ‬
HADIS-HADIS MU‘ALLAL
DALAM KITAB SUNAN
233
Masrukhin Muhsin
‫لبي ٕ٘بد ف‪ ٟ‬دذ‪٠‬ضٗ‪ :‬إال ثط‪ٛٙ‬س‪.‬‬
‫لبي أث‪ ٛ‬ػ‪١‬غ‪ :ٝ‬هرا الحديث أصح شيئ في هرا الباب و أحسن‪.‬‬
‫‪ٚ‬ف‪ ٟ‬اٌجبة ػٓ أث‪ ٟ‬اٌٍّ‪١‬خ‪ ,‬ػٓ أث‪ٚ ٗ١‬أث‪٘ ٟ‬ش‪٠‬شح ‪ٚ‬أٔظ‪.‬‬
‫‪32‬‬
‫‪ٚ‬أث‪ ٛ‬اٌٍّ‪١‬خ ثٓ أعبِخ اعّٗ ػبِش‪٠ٚ ,‬مبي‪ :‬ص‪٠‬ذ ثٓ أعبِخ ثٓ ػّ‪١‬ش اٌ‪ٙ‬زٌ‪.ٟ‬‬
‫(‪ )2‬باب‪ :‬ما جاء في فضل الطهىز‬
‫‪ -2‬دذصٕب إعذبق ثٓ ِ‪ٛ‬ع‪ ٝ‬األٔصبس‪ ،ٞ‬دذصٕب ِؼٓ ثٓ ػ‪١‬غ‪ ٝ‬اٌمضاص‪ ،‬دذصٕب ِبٌه اثٓ‬
‫أٔظ ح دذصٕب لز‪١‬جخ‪ ،‬ػٓ ِبٌه‪ ،‬ػٓ ع‪ ً١ٙ‬ثٓ أث‪ ٟ‬صبٌخ‪ ،‬ػٓ أث‪ ،ٗ١‬ػٓ أث‪ٟ‬‬
‫٘ش‪٠‬شح لبي‪ :‬لبي سع‪ٛ‬ي هللا صٍ‪ ٝ‬هللا ػٍ‪ٚ ٗ١‬عٍُ ‪" :‬إرا ر‪ٛ‬ظؤ اٌؼجذ اٌّغٍُ أ‪ٚ‬‬
‫اٌّؤِٓ فغغً ‪ٚ‬ج‪ ٗٙ‬خشجذ ِٓ ‪ٚ‬ج‪ ٗٙ‬وً خط‪١‬ئخ ثطشز‪ٙ‬ب ‪٠‬ذاٖ ِغ اٌّبء أ‪ِ ٚ‬غ‬
‫آخش لطش اٌّبء‪ ،‬دز‪٠ ٝ‬خشط ٔم‪١‬ب ِٓ اٌزٔ‪ٛ‬ة"‬
‫لبي أث‪ ٛ‬ػ‪١‬غ‪ :ٝ‬هرا حديث حسن الصحيح ‪ ٛ٘ٚ 33‬دذ‪٠‬ش ِبٌه‪ ,‬ػٓ ع‪ ,ً١ٙ‬ػٓ أث‪ ,ٗ١‬ػٓ‬
‫أث‪٘ ٟ‬ش‪٠‬شح‪.‬‬
‫‪ٚ‬أث‪ ٛ‬صبٌخ ‪ٚ‬اٌذ ع‪ ٛ٘ ,ً١ٙ‬أث‪ ٛ‬صبٌخ اٌغّبْ‪ٚ ,‬اعّٗ رو‪ٛ‬اْ‪.‬‬
‫‪ٚ‬أث‪٘ ٛ‬ش‪٠‬شح اخزٍف ف‪ ٟ‬اعّٗ فمبٌ‪ٛ‬ا‪ :‬ػجذ شّش‪ٚ ,‬لبٌ‪ٛ‬ا‪ :‬ػجذ هللا ثٓ ػّش‪٘ٚ ,ٚ‬ىزا لبي‬
‫ِذّذ ثٓ اعّبػ‪ ٛ٘ٚ ً١‬األصخ‪.‬‬
‫لبي أث‪ ٛ‬ػ‪١‬غ‪ٚ :ٝ‬ف‪ ٟ‬اٌجبة ػٓ ػضّبْ ثٓ ػفبْ ‪ٚ‬ص‪ٛ‬ثبْ ‪ٚ‬اٌصٕبثذ‪ٚ ٟ‬ػّش‪ ٚ‬ثٓ ػجغخ‬
‫‪ٚ‬عٍّبْ ‪ٚ‬ػجذ هللا ثٓ ػّش‪.ٚ‬‬
‫‪ٚ‬اٌصٕبثذ‪ ٟ‬اٌز‪ ٞ‬س‪ ٜٚ‬ػٓ أث‪ ٟ‬ثىش اٌصذ‪٠‬ك ٌ‪١‬ظ ٌٗ عّبع ِٓ سع‪ٛ‬ي هللا صٍ‪ ٝ‬هللا‬
‫ػٍ‪ٚ ٗ١‬عٍُ ػٍ‪ٚ ٗ١‬عٍُ‪ٚ ,‬اعّٗ ػجذ اٌشدّٓ ثٓ ػغ‪ٍ١‬خ‪٠ٚ ,‬ىٕ‪ ٝ‬أثب ػجذ هللا‪ ,‬سدً إٌ‪ٝ‬‬
‫إٌج‪ ٟ‬صٍ‪ ٝ‬هللا ػٍ‪ٚ ٗ١‬عٍُ ػٍ‪ٚ ٗ١‬عٍُ فمجط إٌج‪ ٟ‬صٍ‪ ٝ‬هللا ػٍ‪ٚ ٗ١‬عٍُ ػٍ‪ٚ ٗ١‬عٍُ ‪ٛ٘ٚ‬‬
‫ف‪ ٟ‬اٌطش‪٠‬ك ‪ٚ‬لذ س‪ ٜٚ‬ػٓ إٌج‪ ٟ‬صٍ‪ ٝ‬هللا ػٍ‪ٚ ٗ١‬عٍُ أدبد‪٠‬ش‪.‬‬
‫‪ٚ‬اٌصٕبثخ ثٓ األػغش األدّغ‪ ٟ‬صبدت إٌج‪ ٟ‬صٍ‪ ٝ‬هللا ػٍ‪ٚ ٗ١‬عٍُ ػٍ‪ٚ ٗ١‬عٍُ ‪٠‬مبي ٌٗ‪:‬‬
‫اٌصٕبثذ‪ ٟ‬أ‪٠‬عب‪ٚ ,‬إّٔب دذ‪٠‬ضٗ لبي‪ :‬عّؼذ إٌج‪ ٟ‬صٍ‪ ٝ‬هللا ػٍ‪ٚ ٗ١‬عٍُ ‪٠‬م‪ٛ‬ي‪" :‬إٔ‪ِ ٟ‬ىبصش‬
‫ثىُ األُِ فال رمززٍٓ ثؼذ‪".ٞ‬‬
‫(‪ )3‬ثبة‪ِ :‬ب جبء أْ ِفزبح اٌصالح اٌط‪ٛٙ‬س‬
‫‪ -3‬دذصٕب لز‪١‬جخ ‪ٕ٘ٚ‬بد ‪ِٚ‬ذّ‪ٛ‬د ثٓ غ‪١‬الْ لبٌ‪ :ٛ‬دذصٕب ‪ٚ‬و‪١‬غ‪ ،‬ػٓ عف‪١‬بْ ح ‪ٚ‬دذصٕب ِذّذ‬
‫ثٓ ثشبس‪ ،‬دذصٕب ػجذ اٌشدّٓ ثٓ ِ‪ٙ‬ذ‪ ،ٞ‬دذصٕب عف‪١‬بْ‪ ،‬ػٓ ػجذهللا ثٓ ِذّذ اثٓ ػم‪،ً١‬‬
‫ػٓ ِذّذ ثٓ اٌذٕف‪١‬خ‪ ،‬ػٓ ػٍ‪ ،ٟ‬ػٓ إٌج‪ ٟ‬صٍ‪ ٝ‬هللا ػٍ‪ٚ ٗ١‬عٍُ لبي‪ِ" :‬فزبح اٌصالح‬
‫اٌط‪ٛٙ‬س ‪ٚ‬رذش‪ّٙ٠‬ب اٌزىج‪١‬ش ‪ٚ‬رذٍ‪ٍٙ١‬ب اٌزغٍ‪."ُ١‬‬
‫لبي أث‪ ٛ‬ػ‪١‬غ‪ :ٝ‬هرا الحديث أصح شيئ في هرا الباب وأحسن‪.‬‬
‫‪ٚ‬ػجذ هللا ثٓ ِذّذ ثٓ ػم‪ ٛ٘ ً١‬صذ‪ٚ‬ق‪ٚ ,‬لذ رىٍُ ف‪ ٗ١‬ثؼط أً٘ اٌؼٍُ ِٓ لجً دفظٗ‪.‬‬
‫لبي أث‪ ٛ‬ػ‪١‬غ‪ٚ :ٝ‬عّؼذ ِذّذ ثٓ إعّبػ‪٠ ً١‬م‪ٛ‬ي‪ :‬وبْ أدّذ ثٓ دٕجً ‪ٚ‬إعذبق ثٓ‬
‫أثشا٘‪ٚ ُ١‬اٌذّ‪١‬ذ‪٠ ٞ‬ذزج‪ ْٛ‬ثذذ‪٠‬ش ػجذ هللا ثٓ ِذّذ ثٓ ػم‪ ,ً١‬لبي‪ِ :‬ذّذ ‪ِ ٛ٘ٚ‬مبسة‬
‫‪34‬‬
‫اٌذذ‪٠‬ش‪.‬‬
‫لبي أث‪ ٛ‬ػ‪١‬غ‪ٚ :ٝ‬ف‪ ٟ‬اٌجبة ػٓ جبثش ‪ ٚ‬أث‪ ٟ‬عؼ‪١‬ذ‪.‬‬
‫‪ -4‬دذصٕب اث‪ ٛ‬ثىش ِذّذ ثٓ صٔج‪٠ٛ‬خ اٌجغذاد‪ٚ ٞ‬غ‪١‬ش ‪ٚ‬ادذ لبي‪ :‬دذصٕب اٌذغ‪ ٓ١‬ثٓ ِذّذ‪،‬‬
‫دذصٕب عٍ‪ّ١‬بْ ثٓ لشَ‪ ،‬ػٓ أث‪٠ ٟ‬ذ‪ ٝ١‬اٌمزبد‪ ،‬ػٓ ِجب٘ذ‪ ،‬ػٓ جبثش ثٓ ػجذ هللا سظ‪ٟ‬‬
‫)‪Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013‬‬
‫‪234‬‬
‫‪Tela’ah‬‬
‫ِفزبح‬ٚ ‫ "ِفزبح اٌجٕخ اٌصالح‬: ٍُ‫ع‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ي هللا ص‬ٛ‫ لبي سع‬:‫ّب لبي‬ٕٙ‫هللا ػ‬
35
."‫ء‬ٛ‫ظ‬ٌٛ‫اٌصالح ا‬
Demikian tadi beberapa hadis dalam Sunan al-Tirmidzi yang
mempunyai kualitas shahîh dan hasan shahîh. Masih banyak lagi
term-term yang digunakan yang senada dengan kelompok pertama
ini. Sekedar sebagai contoh peneliti menyebutkan empat saja.
2. Kelompok Kedua: Hadis Mu’allal
Kelompok kedua ini yang menjadi fokus penelitian kali
ini. yaitu ingin mengetahui term-term apa yang digunakan oleh alTirmidzi untuk menunjukkan suatu hadis itu mu’allal. Juga
penulis ingin membandingkan antara ‘illat yang terdapat pada
sanad dan ‘illat yang terdapat pada matan. Dalam melakukan
penelusuran terhadap term-term yang digunakan, penulis
mengklasifikasikan hadis-hadis mu’allal berdasar term yang
digunakan. Misalnya hadis mu’allal yang menggunakan term
idlthirab, umpamanya, akan dikelompokkan menjadi satu
kelompok, atau menggunakan term al-khotho’ maka
dikelompokkan menjadi satu kelompok, dan begitu seterusnya.
Dari penelitian yang penulis lakukan, paling tidak ada enam belas
belas term yang digunakan al-Tirmidzi untuk menunjukkan suatu
hadis itu mu’allal.
Term-term itu adalah sebagai berikut:
1. Idlthirab (‫)اظطشاة‬
Hadis mu’allal yang menggunakan term ini adalah sebagai
berikut:
a. Hadis nomor 5 dan nomor bab 4, yaitu yang berbunyi
sebagai berikut:
‫ي إرا دخً اٌخالء‬ٛ‫م‬٠ ‫ ِب‬:‫) ثبة‬4(
‫ ػٓ أٔظ‬،‫ت‬١ٙ‫ض ثٓ ص‬٠‫ ػٓ ػجذ اٌؼض‬،‫ ػٓ شؼجخ‬،‫غ‬١‫و‬ٚ ‫ دذصٕب‬:‫ٕ٘بد لبال‬ٚ ‫جخ‬١‫ دذصٕب لز‬-5
"‫ر ثه‬ٛ‫ أػ‬ٟٔ‫ُ إ‬ٌٍٙ‫ "ا‬:‫عٍُ إرا دخً اٌخالء لبي‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ ص‬ٟ‫ وبْ إٌج‬:‫ثٓ ِبٌه لبي‬
36
."‫اٌخجبئش‬ٚ ‫ اٌخجش‬ٚ‫ش أ‬١‫اٌخج‬ٚ ‫ر ثه ِٓ اٌخجش‬ٛ‫ "أػ‬ٜ‫لذ لبي ِشح أخش‬ٚ ‫ شؼجخ‬:‫لبي‬
.‫د‬ٛ‫اثٓ ِغؼ‬ٚ ‫جبثش‬ٚ ُ‫ذ ثٓ أسل‬٠‫ص‬ٚ ٍٟ‫ اٌجبة ػٓ ػ‬ٟ‫ف‬ٚ :ٝ‫غ‬١‫ ػ‬ٛ‫لبي أث‬
.ٓ‫أدغ‬ٚ ‫ ٘زا اٌجبة‬ٟ‫ئ ف‬١‫ش أٔظ أصخ ش‬٠‫ دذ‬:ٝ‫غ‬١‫ ػ‬ٛ‫لبي أث‬
ٟ‫ذ ثٓ أث‬١‫عؼ‬ٚ ‫ائ‬ٛ‫ ٘شبَ اٌذعز‬ٜٚ‫ س‬,37 ‫ إعٕبدٖ اظطشاة‬ٟ‫ذ ثٓ أسلُ ف‬٠‫ش ص‬٠‫دذ‬ٚ
‫لبي‬ٚ ُ‫ذ ثٓ أسل‬٠‫ ػٓ ص‬,ٟٔ‫جب‬١‫ف اٌش‬ٛ‫ ػٓ اٌمبعُ ثٓ ػ‬,‫ذ‬١‫ ػٓ لزبدح فمبي عؼ‬,‫ثخ‬ٚ‫ػش‬
‫ ػٓ إٌعش‬,‫ ػٓ لزبدح‬,‫ِؼّش‬ٚ ‫اٖ شؼجخ‬ٚ‫س‬ٚ .ُ‫ذ ثٓ أسل‬٠‫ ػٓ ص‬,‫ ػٓ لزبدح‬,‫ائ‬ٛ‫٘شبَ اٌذعز‬
HADIS-HADIS MU‘ALLAL
DALAM KITAB SUNAN
235
Masrukhin Muhsin
ٓ‫ ػ‬,ٗ١‫ ػٓ أث‬,‫ ػٓ إٌعش ثٓ أٔظ‬,‫لبي ِؼّش‬ٚ ُ‫ذ ثٓ أسل‬٠‫ ػٓ ص‬,‫ثٓ أٔظ فمبي شؼجخ‬
. ٍُ‫ع‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ ص‬ٟ‫إٌج‬
.‫ؼب‬١ّ‫ّب ج‬ٕٙ‫ ػ‬ٜٚ‫ْ لزبدح س‬ٛ‫ى‬٠ ْ‫ذزًّ أ‬٠ :‫ عؤٌذ ِذّذا ػٓ ٘زا فمبي‬:ٝ‫غ‬١‫ ػ‬ٛ‫لبي أث‬
Sanad hadis ini ada syahidnya, yaitu dari Ali, Zaid bin
Arqom, Jabir dan Ibn Mas‟ud. Hadis Anas bin Malik dalam bab
ini paling shahîh dan paling bagus.
Terdapat kerancuan (idlthirab) dalam sanad hadis Zaid bin
Arqom. Letak kerancuannya adalah bahwa Qatadah terkadang
mengatakan menerima hadis dari al-Qasim bin Auf, terkadang
mengatakan menerima hadis dari al-Nadlr, dan terkadang
mengatakan menerima hadis dari Zaid bin Arqam secara langsung.
Untuk lebih jelasnya perhatikan skema sanad di bawah ini:
Sanad yang mudltharib
Sanad pertama, Ma‟mar meriwayatkan dari Qatadah dari
al-Nadlr dari Bapaknya dari Nabi SAW. Sanad kedua, Syu‟bah
meriwayatkan dari Qatadah dari al-Nadlr bin Anas dari Zaid bin
Arqam dari Nabi SAW. Sanad ketiga, Sa‟id meriwayatkan dari
Qatadah dari al-Qasim bin Auf dari Zaid bin Arqam. Dan Sanad
terakhir, keempat, Hisyam meriwayatkan hadis dari Qatadah dari
Zaid bin Arqam secara langsung dari Nabi SAW.
Kalau diperhatikan sanad tersebut di atas, maka dapat
dipahami bahwa terkadang Qatadah menerima dari al-Nadlr, dan
terkadang dari al-Qasim bin Auf, dan terkadang menerima
Tela’ah
236
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
langsung dari Zaid bin Arqam. Dengan kata lain sanad ini telah
terjadi idlthirab di dalamnya.
Tapi menurut al-Bukhari dia punya pandangan lain, yaitu
ada kemungkinan bagi Qatadah ini meriwayatkan dari keduanya,
yakni dari al-Nadlr bin Anas dan al-Qasim bin Auf.
Bandingkan dengan sanad yang shahîh sebagaimana
tercantum di bawah ini:
Sanad Shahîh
b. Hadis nomor 17 dan nomor bab 13
‫ ما جاء في االستنجاء بالحجسين‬:‫) باب‬13(
،‫ذح‬١‫ ػج‬ٟ‫ ػٓ أث‬،‫ إعذبق‬ٟ‫ ػٓ أث‬،ً١‫ ػٓ إعشائ‬،‫غ‬١‫و‬ٚ ‫ دذصٕب‬:‫جخ لبال‬١‫لز‬ٚ ‫ دذصٕب ٕ٘بد‬-17
ٌٟ ‫عٍُ ٌذبجبرٗ فمبي "اٌزّظ‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ ص‬ٟ‫ خشط إٌج‬:‫ػٓ ػجذ هللا لبي‬
:‫لبي‬ٚ ‫صخ‬ٚ‫ اٌش‬ٝ‫أٌم‬ٚ ٓ٠‫صخ فؤخز اٌذجش‬ٚ‫س‬ٚ ٓ٠‫زٗ ثذجش‬١‫ فؤر‬:‫صالصخ أدجبس" لبي‬
38
."‫ب سوظ‬ٙٔ‫"إ‬
ٟ‫ ػٓ أث‬،‫ إعذبق‬ٟ‫ ػٓ أث‬،‫ش‬٠‫غ ٘زا اٌذذ‬١‫ظ ثٓ اٌشث‬١‫ ف‬ٜٚ‫٘ىزا س‬ٚ :ٝ‫غ‬١‫ ػ‬ٛ‫لبي أث‬
.ً١‫ش إعشائ‬٠‫ دذ‬ٛ‫ذح ػٓ ػجذ هللا ٔذ‬١‫ػج‬
.‫ ػٓ ػجذ هللا‬،‫ ػٓ ػٍمّخ‬،‫ إعذبق‬ٟ‫ ػٓ أث‬،‫ك‬٠‫ػّبس ثٓ سص‬ٚ ‫ ِؼّش‬ٜٚ‫س‬ٚ
،‫ذ‬٠‫ض‬٠ ٓ‫د ث‬ٛ‫ٗ األع‬١‫ ػٓ أث‬،‫د‬ٛ‫ ػٓ ػجذ اٌشدّٓ ثٓ األع‬،‫ إعذبق‬ٟ‫ ػٓ أث‬،‫ش‬١٘‫ ص‬ٜٚ‫س‬ٚ
.‫ػٓ ػجذ هللا‬
ٓ‫د ث‬ٛ‫ ػٓ األع‬،‫ذ‬٠‫ض‬٠ ٓ‫ ػٓ ػجذ اٌشدّٓ ث‬،‫ إعذبق‬ٟ‫ ػٓ أث‬،‫ صائذ‬ٟ‫ب ثٓ أث‬٠‫ صوش‬ٜٚ‫س‬ٚ
.‫ ػٓ ػجذ هللا‬،‫ذ‬٠‫ض‬٠
.‫ٗ اظطشاة‬١‫ش ف‬٠‫٘زا دذ‬ٚ
HADIS-HADIS MU‘ALLAL
DALAM KITAB SUNAN
237
Masrukhin Muhsin
‫دذصٕب ِذّذ ثٓ ثشبس اٌؼجذ‪ ،ٞ‬دذصٕب ِذّذ ثٓ جؼفش‪ ،‬دذصٕب شؼجخ‪ ،‬ػٓ ػّش‪ ٚ‬ثٓ ِشح‬
‫لبي عؤٌذ أثب ػج‪١‬ذح ثٓ ػجذ هللا ً٘ رزوش ِٓ ػجذ هللا ش‪١‬ئب لبي‪ :‬ال‪.‬‬
‫لبي أث‪ ٛ‬ػ‪١‬غ‪ :ٝ‬عؤٌذ ػجذ هللا ثٓ ػجذ اٌشدّٓ أ‪ ٞ‬اٌش‪ٚ‬ا‪٠‬بد ف‪٘ ٟ‬زا اٌذذ‪٠‬ش‪ ،‬ػٓ أث‪ٟ‬‬
‫إعذبق أصخ؟ فٍُ ‪٠‬مط ف‪ ٗ١‬ثش‪ٟ‬ء‪ٚ ،‬عؤٌذ ِذّذا‪ ،‬ػٓ ٘زا فٍُ ‪٠‬مط ف‪ ٗ١‬ثش‪ٟ‬ء ‪ٚ‬وؤٔٗ‬
‫سأ‪ ٜ‬دذ‪٠‬ش ص٘‪١‬ش‪ ،‬ػٓ أث‪ ٟ‬إعذبق‪ ،‬ػٓ ػجذ اٌشدّٓ ثٓ األع‪ٛ‬د‪ ،‬ػٓ أث‪ ،ٗ١‬ػٓ ػجذ هللا‬
‫أشجٗ ‪ٚٚ‬ظؼٗ ف‪ ٟ‬وزبة اٌجبِغ‪.‬‬
‫لبي أث‪ ٛ‬ػ‪١‬غ‪ٚ :ٝ‬أصخ ش‪ٟ‬ء ف‪٘ ٟ‬زا ػٕذ‪ ٞ‬دذ‪٠‬ش إعشائ‪ٚ ً١‬ل‪١‬ظ‪ ،‬ػٓ أث‪ ٟ‬إعذبق‪،‬‬
‫ػٓ أث‪ ٟ‬ػج‪١‬ذح‪ ،‬ػٓ ػجذ هللا‪ ،‬ألْ إعشائ‪ ً١‬أصجذ ‪ٚ‬أدفع ٌذذ‪٠‬ش أث‪ ٟ‬إعذبق ِٓ ٘ؤالء‬
‫‪ٚ‬ربثؼٗ ػٍ‪ ٝ‬رٌه ل‪١‬ظ ثٓ اٌشث‪١‬غ‪.‬‬
‫لبي أث‪ ٛ‬ػ‪١‬غ‪ٚ :ٝ‬عّؼذ أثب ِ‪ٛ‬ع‪ِ ٝ‬ذّذ ثٓ اٌّضٕ‪٠ ٝ‬م‪ٛ‬ي‪ :‬عّؼذ ػجذ اٌشدّٓ اثٓ‬
‫ِ‪ٙ‬ذ‪٠ ٞ‬م‪ٛ‬ي‪ِ :‬ب فبرٕ‪ ٟ‬اٌز‪ ٞ‬فبرٕ‪ ِٓ ٟ‬دذ‪٠‬ش عف‪١‬بْ اٌض‪ٛ‬س‪ ،ٞ‬ػٓ أث‪ ٟ‬إعذبق إال ٌّب‬
‫ارىٍذ ثٗ ػٍ‪ ٝ‬إعشائ‪ ً١‬ألٔٗ وبْ ‪٠‬ؤر‪ ٟ‬ثٗ أرُ‪.‬‬
‫لبي أث‪ ٛ‬ػ‪١‬غ‪ٚ :ٝ‬ص٘‪١‬ش ف‪ ٟ‬أث‪ ٟ‬إعذبق ٌ‪١‬ظ ثزٌه ألْ عّبػٗ ِٕٗ ثآخشح‪.‬‬
‫لبي‪ٚ :‬عّؼذ أدّذ ثٓ اٌذغٓ اٌزشِز‪٠ ٞ‬م‪ٛ‬ي‪ :‬عّؼذ اٌذذ‪٠‬ش ػٓ صائذح ‪ٚ‬ص٘‪١‬ش فال‬
‫رجبٌ‪ ٟ‬أْ ال رغّؼٗ ِٓ غ‪١‬شّ٘ب إال دذ‪٠‬ش أث‪ ٟ‬إعذبق‪.‬‬
‫‪ٚ‬أث‪ ٛ‬إعذبق اعّٗ ػّش‪ ٚ‬ثٓ ػجذ هللا اٌغج‪١‬ؼ‪ ٟ‬اٌ‪ّٙ‬ذأ‪.ٟ‬‬
‫‪ٚ‬أث‪ ٛ‬ػج‪١‬ذح ثٓ ػجذ هللا ثٓ ِغؼ‪ٛ‬د ٌُ ‪٠‬غّغ ِٓ أث‪ٚ ٗ١‬ال ‪٠‬ؼشف اعّٗ‪.‬‬
‫‪Hadis ini mempunyai beberapa sanad, dan ada‬‬
‫‪kerancuan/idlthirab dalam sanadnya.‬‬
‫‪Sanad yang paling shahîh menurut al-Tirmidzi adalah‬‬
‫‪riwayat Hannad dan Qutaibah dari Waki‟ dan riwayat Qais bin al‬‬‫‪Rabi‟ dari Abi Ishak. Kerena Israil Atsbat dan ahfadz dalam hadis‬‬‫‪hadis riwayat Abi Ishak. Dan dikuatkan pula riwayat Qais bin Al‬‬‫‪Rabi‟.‬‬
‫‪Sedang sanad lain yang juga bermuara pada Abi Ishak dan‬‬
‫‪dihukumi idlthirab oleh al-Tirmidzi adalah riwayat Ammar dan‬‬
‫‪Ma‟mar dari Ruzaik dan Zuhair dari Abi Ishak. Lebih jelasnya‬‬
‫‪perhatikan skema sanad berikut ini.‬‬
‫‪Sanad Hadis Shahîh‬‬
‫)‪Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013‬‬
‫‪238‬‬
‫‪Tela’ah‬‬
Sanad Hadis Mu’allal/mudlthorib
Letak kerancuannya adalah terkadang Abi Ishak
meriwayatkan dari „Alqamah, terkadang meriwayatkan dari
Abdurrahman bin Al-Aswad dan terkadang meriwayatkan dari
Abdurrahman bin Yazid. Pelaku kesalahan adalah murid-murid
Abi Ishak. Mereka tidak ada yang sepakat dalam menyebut guru
Abi Ishak. Hanya Israil dan Qais yang dinilai shahîh oleh alTirmidzi. Karena Israel adalah murid paling tsabt dan ahfadz
dalam meriwayatkan hadis-hadis dari Abi Ishak.
Zuhair mendengar dari Abi Ishak dalam usia senja atau
setelah mengalami ikhthilath.
c. Hadis Nomor 55 dan Nomor Bab 41
‫ فيما يقال بعد الىضىء‬:‫) باب‬41(
‫خ‬٠ٚ‫ ػٓ ِؼب‬،‫ذ ثٓ دجبة‬٠‫ دذصٕب ص‬،ٟ‫ف‬ٛ‫ اٌى‬ٟ‫ دذصٕب جؼفش ثٓ ِذّذ ثٓ ػّشاْ اٌضؼٍج‬-55
ٓ‫ ػ‬،ْ‫ ػضّب‬ٟ‫أث‬ٚ ٟٔ‫ال‬ٛ‫ظ اٌخ‬٠‫ إدس‬ٟ‫ ػٓ أث‬،ٟ‫ذ اٌذِشم‬٠‫ض‬٠ ٓ‫ؼخ ث‬١‫ ػٓ سث‬،‫ثٓ صبٌخ‬
ٓ‫ظؤ فؤدغ‬ٛ‫ "ِٓ ر‬: ٍُ‫ع‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ي هللا ص‬ٛ‫ لبي سع‬:‫ػّش ثٓ اٌخطبة لبي‬
ٖ‫ذ أْ ِذّذا ػجذ‬ٙ‫أش‬ٚ ،ٌٗ ‫ه‬٠‫دذٖ ال شش‬ٚ ‫ذ أْ ال إٌٗ إال هللا‬ٙ‫ صُ لبي أش‬،‫ء‬ٛ‫ظ‬ٌٛ‫ا‬
‫اة‬ٛ‫خ أث‬١ٔ‫ٓ فزذذ ٌٗ صّب‬٠‫ش‬ٙ‫ ِٓ اٌّزط‬ٍٟٕ‫اجؼ‬ٚ ٓ١‫اث‬ٛ‫ ِٓ اٌز‬ٍٟٕ‫ُ اجؼ‬ٌٍٙ‫ ا‬،ٌٗٛ‫سع‬ٚ
39
."‫ب شبء‬ٙ٠‫ذخً ِٓ أ‬٠ ‫اٌجٕخ‬
.‫ش‬٠‫ ٘زا اٌذذ‬ٝ‫ذ ثٓ دجبة ف‬٠‫ٌف ص‬ٛ‫ش ػّش لذ خ‬٠‫ دذ‬:ٝ‫غ‬١‫ ػ‬ٛ‫لبي أث‬
ٓ‫ ػ‬,‫ذ‬٠‫ض‬٠ ٓ‫ؼخ ث‬١‫ ػٓ سث‬,‫خ ثٓ صبٌخ‬٠ٚ‫ ػٓ ِؼب‬,ٖ‫ش‬١‫غ‬ٚ ‫ ػجذ هللا ثٓ صبٌخ‬ٜٚ‫س‬ٚ :‫لبي‬
ٓ‫ش اث‬١‫ ػٓ جج‬,ْ‫ ػضّب‬ٝ‫ ػٓ أث‬,‫ؼخ‬١‫ػٓ سث‬ٚ ‫ ػٓ ػّش‬,‫ ػٓ ػمجخ ثٓ ػبِش‬,‫ظ‬٠‫ إدس‬ٝ‫أث‬
.‫ ػٓ ػّش‬,‫ش‬١‫ٔف‬
‫ ٘زا اٌجبة‬ٝ‫عٍُ ف‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ ص‬ٝ‫صخ ػٓ إٌج‬٠ ‫ال‬ٚ ‫ إعٕبدٖ اظطشاة‬ٝ‫ش ف‬٠‫٘زا دذ‬ٚ
.‫ء‬ٟ‫ش ش‬١‫وج‬
.‫ئب‬١‫غّغ ِٓ ػّش ش‬٠ ٌُ ‫ظ‬٠‫ إدس‬ٛ‫أث‬ٚ :‫لبي ِذّذ‬
HADIS-HADIS MU‘ALLAL
DALAM KITAB SUNAN
239
Masrukhin Muhsin
Ada kerancuan/idlthirab dalam sanad hadis ini. Letak
kerancuannya, dalam hadis riwayat Zaid bin Hubab disebutkan
Abu Idris menerima hadis dari Umar bin Khathab, sedang pada
riwayat lain yaitu riwayat Abdullah bin Shalih, ada perantara
antara Abu Idris dengan Umar bin Khotob, yaitu Uqbah bin Amir.
Menurut al-Bukhari, Abu Idris tidak pernah mendengar hadis dari
Umar.
Lebih jelasnya perhatikan skema sanad di bawah ini,
ketiga sanad di bawah ini dihukumi mudltharib. Karena tidak ada
satu sanad pun yang ditarjihkan.
Pada hadis riwayat Zaid bin Hubbab dikatakan Abu Idris telah
meriwayatkan dari Umar bin Khathab, padahal menurut alBukhari bahwa Abu Idris tidak pernah mendengar hadis dari
Umar. Hal ini dikuatkan oleh hadis riwayat Abdullah bin Shalih
yang mengatakan bahwa antara Abu Idris dan Umar ada perantara
yaitu „Uqbah bin „Amir dan atau Jubair bin Nufair.
Tela’ah
240
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
2. Dla’if
Hadis mu’allal yang menggunakan term ini adalah sebagai
berikut:
a. Hadis Nomor 10 dan Nomor Bab 7
‫ ماجاء من السخصت في ذلك‬:‫) باب‬7(
ٗٔ‫ لزبدح أ‬ٟ‫ ػٓ أث‬،‫ ػٓ جبثش‬،‫ش‬١‫ اٌضث‬ٟ‫ ػٓ أث‬،‫ؼخ‬١ٌٙ ٓ‫ش اث‬٠‫ ٘زا اٌذذ‬ٜٚ‫لذ س‬ٚ -10
.‫ؼخ‬١ٌٙ ٓ‫ دذصٕب اث‬،‫جخ‬١‫ دذصٕب ثزٌه لز‬،‫ي ِغزمجً اٌمجٍخ‬ٛ‫ج‬٠ ٍُ‫ع‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ ص‬ٟ‫ إٌج‬ٜ‫سأ‬
‫ؼخ‬١ٌٙ ٓ‫اث‬ٚ ,‫ؼخ‬١ٌٙ ٓ‫ش اث‬٠‫عٍُ أصخ ِٓ دذ‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ ص‬ٝ‫ش جبثش ػٓ إٌج‬٠‫دذ‬ٚ
40
.ٗ‫شٖ ِٓ لجً دفظ‬١‫غ‬ٚ ْ‫ذ اٌمطب‬١‫ ثٓ عؼ‬ٝ١‫ذ‬٠ ٗ‫ش ظؼف‬٠‫ف ػٕذ أً٘ اٌذذ‬١‫ظؼ‬
Term yang digunakan untuk menunjukkan bahwa sanad
hadis ini mu’allal adalah kata dla’if (‫ف‬١‫ ) ظؼ‬atau lemah. Perawi
yang dianggap lemah adalah Ibn Lahi‟ah. Karena menurut Yahya
bin Sa‟id al-Qathan, Ibn Lahi‟ah adalah lemah dari segi
hafalannya.
Sanad yang shahîh terdapat pada hadis no. 9 yaitu yang
diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar dan Muhammad bin alMutsnna dari Wahab bin Jarir dari Bapaknya dari Muhammad bin
Ishak dari Aban bin shalih dari Muajahid dari Jabir bin Abdullah.
Sedang sanad yang mu’allal terdapat pada hadis no. 10
yaitu yang diriwayatkan oleh Qutaibah dari Ibn Lahi‟ah dari Abi
Zubair dari Jabir dari Abi Qotadah.
Lebih jelasnya perhatikan skema sanad di bawah ini:
HADIS-HADIS MU‘ALLAL
DALAM KITAB SUNAN
241
Masrukhin Muhsin
Ibn Lahi‟ah dinilai lemah dari segi hafalannya oleh Ahl
Hadis terutama Yahya bin Sa‟id al-Qathan.
b. Hadis Nomor 12 dan Nomor Bab 8
‫ ما جاء في النهي عن البىل قائما‬:‫) باب‬8(
ٓ‫ ػ‬،ٗ١‫ ػٓ أث‬،‫خ‬٠‫ ػٓ اٌّمذاَ ثٓ شش‬،‫ه‬٠‫ أخجشٔب شش‬،‫ ثٓ دجش‬ٍٟ‫ دذصٕب ػ‬-12
‫ي‬ٛ‫ج‬٠ ْ‫عٍُ وب‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ ص‬ٟ‫ ِٓ دذصىُ أْ إٌج‬:‫ػبئشخ لبٌذ‬
.‫ي إال لبػذا‬ٛ‫ج‬٠ ْ‫ٖ ِب وب‬ٛ‫ لبئّب فال رصذل‬41
Sanad hadis ini terdapat syahidnya yaitu Umar, Buraidah
dan Abdurrahman bin Hasanah. Hadis Aisyah paling bagus dan
paling shahîh dalam bab ini.
Sanad yang shahîh adalah riwayat Ali bin Hujr dari Syarik
dari al-Miqdam bin Syuraih dari bapaknya dari Aisyah (mauqûf).
Sedang sanad yang mu’allal adalah riwayat Abdul Karim
bin Abi al-Mukhoriq dari Nafi‟ dari Ibn Umar dari Umar, Nabi
bersabda (marfû’). Yang memarfû’kan hadis ini adalah Abdul
Karim bin Abi al-Mukhoriq, padahal ia seorang perawi dla’if
menurut ahli hadis.
Term yang digunakan adalah memarfû’kan hadis mauqûf.
(‫ف‬ٛ‫ل‬ٌّٛ‫ ) سفغ ا‬yaitu dengan mengatakan „ ُ٠‫ش ػجذ اٌىش‬٠‫إّٔب سفغ ٘زا اٌذذ‬ٚ
‫ش‬٠‫ف ػٕذ أً٘ اٌذذ‬١‫ ظؼ‬ٛ٘ٚ ‫ اٌّخبسق‬ٟ‫‟ثٓ أث‬.
Lebih jelasnya perhatikan skema sanad di bawah ini:
Sanad yang shahîh
Sanad mu’allal
c. Hadis nomor 53 dan Nomor bab 40
Tela’ah
242
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
‫ء‬ٛ‫ظ‬ٌٛ‫ اٌزّٕذي ثؼذ ا‬ٝ‫ ِب جبء ف‬:‫) ثبة‬40(
ٓ‫ ػ‬،‫ذ ثٓ دجبة‬٠‫ ػٓ ص‬،‫٘ت‬ٚ ٓ‫ دذصٕب ػجذ هللا ث‬،‫غ ثٓ اٌجشاح‬١‫و‬ٚ ٓ‫بْ ث‬١‫ دذصٕب عف‬-53
ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ي هللا ص‬ٛ‫ ػٓ ػبئشخ لبٌذ وبْ ٌشع‬،‫ح‬ٚ‫ ػٓ ػش‬،ٞ‫ ػٓ اٌض٘ش‬،‫ ِؼبر‬ٟ‫أث‬
.‫ء‬ٛ‫ظ‬ٌٛ‫ب ثؼذ ا‬ٙ‫ٕشف ث‬٠ ‫عٍُ خشلخ‬ٚ
ٝ‫عٍُ ف‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ ص‬ٝ‫صخ ػٓ إٌج‬٠ ‫ال‬ٚ ُ‫ظ ثبٌمبئ‬١ٌ ‫ش ػبئشخ‬٠‫ دذ‬:ٝ‫غ‬١‫ ػ‬ٛ‫لبي أث‬
.‫ء‬ٝ‫٘زا اٌجبة ش‬
.‫ش‬٠‫ف ػٕذ أً٘ اٌذذ‬١‫ ظؼ‬ٛ٘ٚ ُ‫ّبْ ثٓ أسل‬١ٍ‫ ع‬:ٛ٘ ٌْٛٛ‫م‬٠ ‫ ِؼبر‬ٛ‫أث‬ٚ
42
.ً‫ اٌجبة ػٓ ِؼبر ثٓ جج‬ٝ‫ف‬ٚ :‫لبي‬
d. Hadis nomor 54 dan nomor bab 40
‫ء‬ٛ‫ظ‬ٌٛ‫ اٌزّٕذي ثؼذ ا‬ٝ‫ ِب جبء ف‬:‫) ثبة‬40(
ٓ‫ ػٓ ػزجخ ث‬،ُ‫بد ثٓ أٔؼ‬٠‫ ػٓ ػجذ اٌشدّٓ ثٓ ص‬،‫ٓ ثٓ عؼذ‬٠‫ دذصٕب سشذ‬،‫جخ‬١‫ دذصٕب لز‬-54
ٟ‫ذ إٌج‬٠‫ ػٓ ِؼبر ثٓ ججً لبي سأ‬،ُٕ‫ ػٓ ػجذ اٌشدّٓ ثٓ غ‬،ٟ‫ ػٓ ػجبدح ثٓ ٔغ‬،‫ذ‬١ّ‫د‬
.ٗ‫ث‬ٛ‫ٗ ثطشف ص‬ٙ‫ج‬ٚ ‫ظؤ ِغخ‬ٛ‫عٍُ إرا ر‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ص‬
ٓ‫ػجذ اٌشدّٓ اث‬ٚ ‫ٓ ثٓ عؼذ‬٠‫سشذ‬ٚ ,‫ف‬١‫إعٕبدٖ ظؼ‬ٚ ‫ت‬٠‫ش غش‬٠‫ ٘زا دذ‬:ٝ‫غ‬١‫ ػ‬ٛ‫لبي أث‬
.‫ش‬٠‫ ععؼفبْ اٌذذ‬ٝ‫م‬٠‫بد ثٓ أٔؼُ األفش‬٠‫ص‬
ٝ‫ِٓ ثؼذُ٘ ف‬ٚ ٍُ‫ع‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ ص‬ٝ‫َ ِٓ أً٘ اٌؼٍُ ِٓ أصذبة إٌج‬ٛ‫لذ سخص ل‬ٚ
.‫ء‬ٛ‫ظ‬ٌٛ‫اٌزّٕذي ثؼذ ا‬
ٓ‫ذ ث‬١‫ ػٓ عؼ‬,‫ رٌه‬ٜٚ‫س‬ٚ ْ‫ص‬ٛ٠ ‫ء‬ٛ‫ظ‬ٌٛ‫ً إْ ا‬١‫ِٓ وش٘ٗ إّٔب وش٘ٗ ِٓ لجً أٔٗ ل‬ٚ
.ٜ‫اٌض٘ش‬ٚ ‫ت‬١‫اٌّغ‬
ٛ٘ٚ – ٕٝ‫ ػ‬,‫ ثٓ ِجب٘ذ‬ٍٝ‫ٗ ػ‬١ٕ‫ دذص‬:‫ش لبي‬٠‫ دذصٕب جش‬,ٜ‫ذ اٌشاص‬١ّ‫دذصٕب ِذّذ ثٓ د‬
‫ء‬ٛ‫ظ‬ٌٛ‫ء ألْ ا‬ٛ‫ظ‬ٌٛ‫ً ثؼذ ا‬٠‫ إّٔب وشٖ إٌّذ‬:‫ لبي‬ٜ‫ ػٓ اٌض٘ش‬,‫ ػٓ صؼٍجخ‬-‫ صمخ‬ٜ‫ػٕذ‬
43
.ْ‫ص‬ٛ٠
Dalam bab 40 ini ada dua hadis dan keduanya mu’allal.
Pertama riwayat Sufyan bin Waki‟ bin al-Jarrah dari Abdullah bin
Wahab dari Zaid bin Hubab dari Abi Mu‟adz dari al-Zuhri dari
„Urwah dari „Aisyah r.a.
Imam al-Tirmidzi berkomentar mengenai hadis yang
diriwayatkan Aisyah ini bahwa hadis riwayat Aisyah ini tidak
benar ( ُ‫ظ ثبٌمبئ‬١ٌ ‫ش ػبئشخ‬٠‫)دذ‬. Dan tidak ada satu hadis pun dalam
bab ini yang datang dari Nabi saw. yang shahîh. Juga dalam sanad
hadis ini terdapat perawi bernama Abu Mu‟adz (Sulaiman bin
Arqom) yang dihukumi dla’if oleh ulama hadis. Selain dari dua
term tersebut masih ada beberapa term-term lain yang digunakan
oleh al-Tirmidzi dalam menunjukkan suatu hadis itu adalah
mu’allal.
F. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
menjadi beberapa poin sebagai berikut:
HADIS-HADIS MU‘ALLAL
DALAM KITAB SUNAN
243
Masrukhin Muhsin
1. Ada beberapa term yang digunakan untuk menunjukkan suatu
hadis itu mu’allal. Dari beberapa term itu dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok, yaitu pertama, term yang jelas (‫خ‬٠‫) صش‬
seperti: ،‫ف‬١‫ ظؼ‬،‫ي‬ٍٛ‫ ِؼ‬،‫ إخزالغ‬،‫ٗ اظطشاة‬١‫ ف‬،‫ي‬ٛٙ‫ سجً ِج‬dan lainlain. Kedua, term yang tidak jelas ( ‫خ‬٠‫ش صش‬١‫ ) غ‬seperti: ‫غّغ‬٠ ٌُ
ٗ١ٍ‫عٍُ ػ‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ػ‬ٍٝ‫ ص‬ٟ‫ي إٌج‬ٛ‫ ٘زا ِٓ ل‬ٞ‫ ال أدس‬،‫ش وزا‬٠‫فالْ ِٓ فالْ دذ‬
‫ش إال‬٠‫ ال ٔؼشف ٘زا اٌذذ‬،ْ‫ش إال ػٕذ فال‬٠‫ ٌُ ٔجذ ٘زا اٌخذ‬،ْ‫ي فال‬ٛ‫ ِٓ ل‬ٚ‫عٍُ أ‬ٚ
.ْ‫ ِٓ فال‬dan lain-lain.
2. Perbandingan ‘illat yang terdapat pada matan dan yang terdapat
pada sanad adalah dari 148 hadis yang terdapat dalam bab alThahârah Sunan al-Tirmidzi ada 39 hadis yang mu’allal, dua
diantaranya terdapat pada matan dan selebihnya, 37 terdapat
pada sanad. Ini menunjukkan bahwa perhatian al-Tirmidzi
lebih cenderung kepada sanad daripada matan.
3. Latar belakag Imam al-Tirmidzi menyusun kitabnya dengan
diawali hadis-hadis mu’allal dan diakhiri dengan hadis-hadis
shahîh adalah adanya keinginan untuk menyusun kitab yang
belum pernah dilakukan oleh ulama sebelumnya. Juga supaya
kitab ini lebih bermanfaat kepada orang banyak, karena ulama
sebelumnya meskipun sudah ada yang menyusun kitab khusus
hadis shahîh ada pula ulama yang menyusun kitab dengan
mencampur antara yang shahîh dan yang tidak dan tidak
dijelaskan kualitasnya masing-masing. Imam al-Tirmidzi ingin
tampil beda dengan pendahulunya yaitu menyusun kitab
diawali dengan hadis mu’allal dan diakhiri dengan hadis
shahîh dan dijelaskan pula kualitasnya masing-masing. Hal
inilah yang menjadikan nilai plus bagi al-Tirmidzi.
Catatan akhir:
1
Al-Hakim, Ma ‘rifah Ulûm al-Hadîts, Cairo, 1935 M, h. 112-113.
Ibn Rajab, Syarh 'ilal al-Tirmidzi, (Riyadh: Dar al-„Atha‟, , 2001 M1421 H), h. 391.
3
Abdurrahman bin Abi Hatim, Tuquddimah al-Ma’rifah, (Haidr
Abad: Dairat al-Ma‟arif al-Utsmaniyyah, 1371 H / 1951 M), h. 27.
4
Abdurrahman bin Abi Hatim, Tuquddimah …, Ibid.
5
Abi Sa‟id Abd Karim bin Abi Bakr al-Sam‟ani, al-Ansab, (Baghdad:
Maktabah al-Mutsanna, 1912 M), h. 384.
2
Tela’ah
244
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
6
Ibn al-Atsir, al-Lubab fi Tahdzib al-Ansab, (Baghdad: al-Mutsanna, ,
t.t.), h. 3: 44.
7
Ahmad bin Hambal, al-'ilal wa Ma’rifat al-Rijal , Ankara, 1963, h. 1:
140.
8
Ibn Rajab, Syarh 'ilal at-Tirmidzi, h. 17.
9
Ibn al-Shalâh, Muqaddimah Ibn al-Shalâh fi Ulûm al-Hadîts, (T. tp.:
Dar Zahid al-Qudsi, t.th), h. 42.
10
Irsal/Mursal, yaitu hadis Tabi‟in besar yang bertemu dengan
sahabat seperti Ubaidillah bin „Adi, Sa‟id bin Musayyab atau yang lain berkata:
“Rasulullah SAW bersabda ….” Lihat Ibn al-Shalâh, Ibid., h. 25.
11
Mausûl atau muttashil, yaitu hadis yang bersambung sanadnya,
setiap perawi mendengar dari orang sebelumnya sampai akhir sanad. Lihat Ibn
al-Shalâh, Ibid., h. 21.
12
Mauqûf yaitu hadis yang diriwayatkan dari sahabat baik berupa
perkataan, perbuatan atau yang lain. Lihat Ibn al-Shalâh, Ibid., h. 22.
13
Marfu’ yaitu hadis yang disandarkan kepada Rosulullah SAW.
Lihat Ibn al-Shalâh, Ibid., h. 22. atau disebut juga dengan musnad.
14
Ibn Rajab, Syarh ‘Ilal al-Tirmidzi, h. 43.
15
al-Suyuthi, Tadrîb ar-Râwi: 1: 251
16
Hammâm, al-‘Ilal fi al-Hadîts, t.tp, 1980 M. hal. 16
17
Ibn Rajab, Syarah al-‘Ilal at-Tirmidzi, Tahqiq dan Ta‟liq Nurudin
„itr, Dar al-„Atha‟, Riyadh, hal. 17
18
Ibn as-Shalâh, Ulûm al-Hadîts, hal. 84. Al-Iraqi, Syarh al-Alfiyah,
Juz: 1, hal. 237-238. Al-Suyuthi, Tadrîb ar-Râwi, hal. 161.dll.
19
Ibn Rajab, Syarh … , hal. 18
20
al-Hakim, Ma’rifat Ulûm al-Hadîts, hal. 112
21
Ibn al-Shalâh, Muqqaddimah Ibn Shalâh, hal. 81. lihat juga al-Ba’îts
al-Hatsîts Syarah Ikhtishâr Ulûm al-Hadîts karya Ahmad Muhammad Syakir,
hal. 55
22
Daur artinya perputaran, dari A ke B kemudian ke A lagi dst.
23
Al-Iraqi, Fath al-Mughîts, hal. 104.
24
Al-Iraqi, al-Hasyiah, hal. 105
25
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 10.
26
Suharsini Arikunto, Prosedur …, h. 7
27
Suharsini Arikunto, Prosedur …, h. 7
28
Suharsini Arikunto, Prosedur …, h. 15
29
Suharsini Arikunto, Prosedur …, h. 10.
30
Talaziduhu Ndraha, Reseach Teori Metodologi Administrasi,
(Jakarta: Bina Aksara, 1985), h. 103
31
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1992), h. 43.
32
Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Thaharoh, Bab: Wujub alThaharoh li al-Shalâh (224). Abu Daud, Kitab al-Thaharoh, Bab Fardl alWudlu’ (95) dari Abi al-Malih dari bapaknya. Ibn Majah, Kitab al-Thaharoh
wa Sunanuha, Bab La Yaqbal Allah Shalatan Bighairi Thuhur (272-274).
HADIS-HADIS MU‘ALLAL
DALAM KITAB SUNAN
245
Masrukhin Muhsin
33
Hasan Shahîh. Untuk memahami istilah ganda (murokkab) terlebih
dahulu harus dipahami definisi hadis hasan itu sendiri. Hadis hasan menurut
Imam al-Tirmidzi yaitu: ُٙ‫ إعٕبدٖ ِز‬ٟ‫ْ ف‬ٛ‫ى‬٠ ‫فغش دغٓ اإلعٕبد ثؤْ ال‬ٚ ,‫ِب وبْ دغٓ اإلعٕبد‬
ٖٛ‫جٗ ٔذ‬ٚ ‫ش‬١‫ ِٓ غ‬ٜٚ‫ش‬٠ٚ ,‫ْ شبرا‬ٛ‫ى‬٠ ‫ال‬ٚ ,‫ثبٌىزة‬. “Yaitu hadis yang sanadnya bagus,
tidak ada perawi yang tertuduh berdusta, tidak janggal dan diriwayatkan
maknanya melalui jalan yang banyak.” Apabila hadis hasan tersebut dikuatkan
lagi dengan riwayat perawi tsiqat, adil, hafidz, maka hadis tersebut menjadi
hasan shahîh. Lihat: Syarh ‘ilal al-Tirmidzi karya Ibn Rajab al-Hambali,
Tahqiq dan Ta’liq Nuruddin „Itr, Dar al-„Atha‟, Riyadl, 2001 M/1412 H, Juz I:
384-385.
34
‫ش‬٠‫ِمبسة اٌذذ‬: dengan dibaca fathah ra’-nya atau kasrah. Menurut
as-Sakhawi, kata ini berasal dari kata ‫ اٌمشة‬lawan kata ‫اٌجؼذ‬. Kalau dibaca kasrah
maka maknanya adalah
‫شٖ ِٓ اٌضمبد‬١‫ش غ‬٠‫ضٗ ِمبسة ٌذذ‬٠‫ أْ دذ‬bila dibaca fathah
ra’nya maka maknanya ٖ‫ش‬١‫ش غ‬٠‫مبسثٗ دذ‬٠ ٗ‫ض‬٠‫ دذ‬keduanya adalah arti sama, yaitu
bahwa hadis ini, berada pada posisi tengah-tengah, tidak sampai menggugurkan
hadis atau mengagungkannya. Kata ini merupakan salah sartu kata untuk
memuji )‫(ِذح‬. Ibn Rusyd berkata: “Hadisnya tidak syadz juga tidak mungkar.”
Menurut al-Iraqi kata ‫ش‬٠‫ ِمبسة اٌذذ‬merupakan peringkat ta’dil nomer
empat/terakhir setelah pertama yaitu dengan mengulang-ulang lafadz tautsiq
seperti .‫ صجذ دجخ‬،‫ صمخ صمخ‬Kedua .‫ ِزفك‬،‫ صمخ‬Ketiga .‫ق‬ٚ‫ صذ‬،ٗ‫ الثؤط ث‬،‫ظ ثٗ ثؤط‬١ٌ Dan
keempat (terakhir) ‫ٍخ‬٠ٛ‫ ص‬،‫ق إْ شبء هللا‬ٚ‫ صذ‬،‫ش‬٠‫ش ِمبسة اٌذذ‬٠‫ذ اٌذذ‬١‫ ج‬dll. Lihat arra’yu wa at-takmil fi al-Jarh wa at-Ta’dil karya al-laknawi, Tahqiq Abdul
Fatah Abu Ghadah, Dar-al-aqsha, Darrasah, Beirut, 1978 M/1407 H. h. 147150.
35
Diriwayatkan oleh al- Bukhari, Kitab al-Wudlu’, Bab Ma Yaqul
‘inda al-Khola’, Kitab al-Da’awat, Bab al-Du’a ‘inda al-Khola’. Muslim,
Kitab al-Haidl Bab Ma Yaqul idza Aroda al-Khola’ (122-375). Abu Daud,
Kitab al-Thoharoh, Bab Ma Yaqul al-Rojul idza Aroda al-Khola’ (4). AlNasa‟i, Kitab al-Thoharoh, Bab al-Qaul ‘inda Dukhul al-Khola’. Ibn Majah,
Kitab al-Thoharoh wa Sunanuha, Bab Ma Yaqul al-Rojul idza Dakhola alKhola’ (297).
36
Diriwayatkan al-Bukhari, Kitab al-Wudlu’, Bab Ma Yaqul ‘inda alKhola’. Kitab al-Da’awat, Bab al-Du’a ‘inda al-Khola’. Muslim, Kitab alHaidl, Bab Ma Yaqul idza Aroda al-Khola’ (122-375). Abu Daud, Kitab alThoharoh, Bab Ma Yaqul al-Rojul idza Dakhola al-Khola’ (4). Al-Nasa‟i,
Kitab al-Thoharoh, Bab al-Qaul ‘inda Dukhul al-Khola’ (19). Ibn Majah, Kitab
al-Thoharoh Wa Sunanuha, Bab Ma Yaqul al-Rojul idza Dakhola al-Khola’
(298).
37
Idlthirab atau mudlthorib yaitu perawi hadis berbeda dalam
menyebut nama guru atau dari segi lain saling bertentangan yang tidak bisa
dirajihkan salah satunya atas yang lain. Bisa terjadi pada sanad juga bisa terjadi
pada matan. Bila ada hadis saling bertentangan, dalam matan atau sanad, dari
seorang perawi atau lebih, jika bisa dilakukan tarjih maka lakukanlah. Tapi
kalau tidak bisa dilakukan tarjih, maka hadis tersebut tetap mudltharib dan
otomatis dihukumi dla‟if. Kecuali satu hal, yaitu perbedaan yang terjadi dalam
nama perawi, atau nama bapaknya atau nisbatnya dan perawi tadi tsiqah, maka
Tela’ah
246
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
hadis itu tetap dihukumi shahîh. Dalam dua kitab shahîh (shahîh Bukhari dan
shahîh Muslim) banyak hadis semacam ini. lihat al-Ba’it al-Hatsits Syarh
Ikhtishar Ulûm al-Hadîts li al-Hafidz ibn Katsir, karya Ahmad Muhammad
Syakir, Dar at-Turats, Cairo, 1979 M/1399 H. h. 60.
38
Diriwayatkan oleh al-Thabrani (10/74) (9952). Ahmad dalam
Musnadnya (1/388, 418).
39
Diriwayatkan juga oleh Muslim, Kitab al-Thahârah, Bab al-Dzikr
al-Mustahab ‘Aqiba al-Wudlu’ (234). Abu Daud, Kitab al-Thahârah, Bab Ma
Yaqul al-Rajul Idza Tawadla’a (169). Al-Nasa‟i, Kitab al-Thahârah, Bab alQaul Ba’da al-Firagh Min al-Wudlu’ (148). Ibn Majah, Kitab al-Thahârah,
Bab Ma Yuqal Ba’da al-Wudlu’.
40
Diriwayatkan juga oleh Abu Daud, Kitab al-Thahârah, Bab alRukhshah fi Dzalika (13). Ibn Majah, Kitab al-Thahârah Wa Sunanuha, Bab alRukhshah fi Dzalika fi al-Kanif (325).
41
Diriwayatkan Oleh al-Nasa‟i, Kitab al-Thahârah Bab al-Baul fi alBait Jalisan (29) Ibn Majah, Kitab al-Thahârah Bab Fi al-Baul Qa’idan (307308).
42
Diriwayatkan al-Hakim, al-Mustadrak (1/154), Kitab al-Thahârah.
Al-Baihaqi (1/185), Kitab al-Thahârah, bab al-Tamassuh al-Mandil, al-‘Ilal li
Ibni Abi Hatim (1/19). Athraf (al-Afrad wa al-Gharaib li al-Daruquthni) li Ibni
al-Qaisarani (11)
43
Diriwayatkan al-Baihaqi (1/236).
DAFTAR PUSTAKA
Abu
Rayyah, Mahmud, Adwa’ ‘ala al-Sunnah alMuhammadiyyah aw Difa’ an al-Hadits, Dar al-Ma‟rifah,
Mesir, t.th.
Abu Syuhbah, Muhammad Muhammad, Fi Rihab al-Sunnah alShihah al-Sittah, Silsilah al-Buhuts al-Islamiyyah, Mesir,
1969 M.
Abu Zahwu, Muhammad Muhammad, al-Hadits
Muhadditsun, Maktabah Misr, Mesir, t.th.
wa al-
Ahmad bin Hambal, al-‘Ilal wa Ma’rifat al-Rijal, Ankara, 1963.
Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktis, Rineka Cipta, Jakarta, 1993 M.
al-Azdi, Yazid bin Muhammad, bin Iyas Tarikh al-Mushil, alMajlis al-A‟la Li as-Syu‟un al Islamia, Cairo, 1967 M.
HADIS-HADIS MU‘ALLAL
DALAM KITAB SUNAN
247
Masrukhin Muhsin
Badran, Badran al-Ainan, al-Hadits al-Nabawi
Mathba‟ah Fainus, Iskandariyyah, 1983.
al-Syarif,
Badruddin Muhammad Ibn Ibrahim, al-Manhaj al-Rawi fi
Mukhtasar ‘Ulum al-Hadits al-Nabawi, Dar al-Kutub alIlmiyyah, Beirut, 1990 M.
al-Baghdadi, Al-Khatib, al-Kifayah fi ‘Ilm ar-Riwayah, Dar alKutub al-Haditsah, Cairo, 1972.
al-Darimi, Sunan al-Darimi, Dar al-Ma‟arif, Cairo, t.th.
al-Dzahabi, Syamsuddin, Siyar al-A’lam al-Nubala, Mu‟assasah
al-Risalah, Beirut, 1990 M.
……., Mizan al-I’tidal fi Naqd al-Rijal, Mathba‟ah Isa al-Babi alHalabi, Beirut, 1963 M.
al-Fairuz Abadi, Majduddin, al-Qamus al-Muhith, Musthafa alHalabi, Cairo, cet ke-2, 1952 M.
Al-Hakim, Ma’rifat Ulum al-Hadits, Ofset, Cairo, 1935 M.
……., Al-Mustadrok, Da‟irot al-Ma‟arif al-Usmaniyyah, al-Hind,
1334 H
al-Hambali, Ibn Rajab, Syarah ‘Ilal at-Tirmidzi, Dar al-„Atha‟,
Riyadh, 2001 M.
H. AR. & JH Kraemers (ed.). Dairat al-Ma’arif al-Islamiyyah,
Teran Buser Hanbary, t.p, 1983.
Ibn Abi Hatim, Abdurrahman, al-‘Ilal, Mathba‟ah Salafiah, Cairo,
1343 H.
......., Tuquddimah al-Ma’rifah, Dairoh al-Ma‟arif al-Usmaniyyah,
Hyder Abad, 1951 M
Ibn al-Atsir, al-Lubab fi Tahdzib al-Ansab, al-Mutsanna,
Baghdad, T. th.
Ibn Fadlil, Lisan al-Mizan, Dar al-Fikr, Beirut, 1987 M.
Ibn Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah, Mushtafa al-Halabi, Cairo.
Ibn Hajar, Tahdzib at-Tahdzib, Dar Shadir, Beirut, 1325 H.
Ibn al-Jauzi, Aburrahman, Talqih Fuhum Ahli al-Atsar, Maktabah
al-Adab, Cairo, 1975 M.
Tela’ah
248
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Ibn Katsir, Isma‟il bin Umar al-Qurasyi al-Dimasyqi, Jami’ alMasanid wa al-Sunnah, Mathba‟ah al-Jannah al-Ta‟lif wa
al-Tarjamah, Beirut, 1970 M.
Al-Laknawi, al-Raf’u wa al-Takmil fi al-Jarh wa al-Ta’dil,
Maktabah al-Mathba‟ah al-Islamiyyah, Hilb, 1962.
Ibn Mandzur, Jamaluddin Muhammad, Lisan al-Arab, Thaba‟ah
Bulaq, ad-Dar al-Mishriyah li-Ta‟lif wa Tarjamah.
Ibn as-Shalah, Muqaddimah Ibn as-Shalah, al-Maktabah alIlmiah, Madinah Munawarah, 1972 M.
Ismail, Muhammad Syuhudi, Metodologi Kritik Hadits, Bulan
Bintang, Jakarta, 1992.
......., Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Bulan Bintang, Jakarta,
1992 M.
al-Iraqi, Zainuddin, Fath al-Mughits Syarh Alfiah al-Hadits, T.tp,
1937 M.
„Itr, Nuruddin, al-Imam al-Tirmidzi wa Muwazanatuh bain
Jami’ih wa Shahîhaain, Mathba‟ah al-Jannah al-Ta‟lif wa
al-Tarjamah, 1970 M.
al-Khathib, Muhammad „Ajjaj, Ushul al-Hadits ‘Ulumuhu wa
Mushthalahuhu, Dar al-Fikr, Beirut, 1989 M.
al-Madini, Ali bin Ja‟far, al-‘Ilal, al-Maktab al-Islami, Beirut,
1972 M.
al-Mubarakfuri, Muhammad, Tuhfat al-Ahwadzi bi Syarh Jami’
al-Tirmidzi, Ba‟at al-Madani, Mesir, 1963 M.
Muslim , Shahîh Muslim, Isa al-Halabi, Cairo, 1965 M.
Al-Nasa‟i, Sunan al-Nasa’i, dengan syarah Jalaluddin al-Suyuthi,
al-Maktabah al-ilmiyyah, Beirut, t.th.
Ndraha, Talaziduhu, Reseach Teori Metodologi Administrasi,
Bina Aksara, Jakarta, 1985 M.
Al-Qasimi, Qawa’id al-Tahdits, al-Halab „Isa al-Babi, Mesir,
1963.
ar-Razi, Muhammad bin Abi Bakr bin Abdul Qadir, Mukhtar asShahah, Dar Nahdlah, Mesir.
HADIS-HADIS MU‘ALLAL
DALAM KITAB SUNAN
249
Masrukhin Muhsin
as-Sakhawi, Muhammad bin Abdurrahman, Fath al-Mughits
Syarh Alfiah al-Hadits, Maktabah Salafiah, Madinah
Munawarah, 1968 M.
Sa‟id, Hammam Abdurrahim, al-‘Ilal fi al-Hadits, T.tp, 1980 M.
Al-Sam‟ani, al-Ansab, al-Mutsanna, Baghdad, 1912 M.
as-Suyuthi, Jalaluddin, Tadrib ar-Rawi fi Syarh Taqrib anNawawi, Dar al-Kutub al-Haditsiyah, Cairo, cet ke-2, 1966
M.
Sutarmadi, Ahmad, al-Imam al-Tirmidzi Peranannya dalam
Pengembangan Hadits dan Fiqh, Logos, Jakarta, 1998 M.
Syakir, Ahmad Muhammad, (pentahqiq). Al-Jami’ al-Shahîh, alHalabi, Cairo, 1973 M.
……., al-Ba’its al-Hatsits Syarh Ikhtishar Ulum al-Hadits, Dar alTurats, Cairo, 1979 M
Al-Tirmidzi, al-Jami’ al-Shahîh au Sunan al-Tirmidzi, Musthafa
al-Halabi, 1965 M
Zaidan, Mursi, Tarikh al-‘Arab al-‘Arobiyyah, Dar al-Hilal,
Beirut, t.th.
al-Zaila‟i, Muhammad bin Abdillah bin Yusuf, Nasb al-Royah li
Takhrij al-Ahadits al-Hidayah, Dar al-Ma‟mun, Cairo,
1357 Hadits
Tela’ah
250
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
MIGRASI MICRO TEACHING DARI ANALOG
KE DIGITAL BERBASIS KOMPUTER MENGGUNAKAN
ULEAD VISUAL STUDIO STUDI KASUS IAIN SULTAN
MAULANA HASANUDDIN BANTEN
Aan Ansori
Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam
IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Abstrak
Migrasi adalah proses penyalinan data digital secara
periodik dari media lama ke dalam media yang lebih baru,
dengan format yang standard. Migrasi merupakan proses transfer
koleksi digital dari konfigurasi perangkat keras dan perangkat
lunak tertentu ke dalam konfigurasi lainnya, atau dari satu
generasi teknologi komputer ke dalam teknologi komputer yang
lebih baru, migrasi micro teaching dari analog ke digital
merupakan perpidahan/pergantian sebagian alat yang di gunakan
untuk
memudahkan
pengguna,
menghemat
tempat
arsip/dokumentasi penyimpanan dan efesiensi biaya.
Kampus IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
merupakan penyumbang alumni guru yang setiap tahun mewisuda
2 (dua) kali, berupaya untuk mengoptimalkan dalam metode
pengajaran kelas yang perlu untuk mendigitalisasi data dalam
bentuk file digital yang dapat disimpan dalam media harddisk,
flashdisk dan compaq disk (CD) baik dalam format VCD atau
DVD.Penelitian ini dilakukan untuk merancang dan
mengimplementasikan migrasi data analog menjadi data digital
untuk memudahkan pengarsipan data, dengan copy file
mahasiswa atau dosen dapat mengevaluasi langsung kegiatan
yang sedang berjalan tanpa harus menunggu proses
pembelajaran di kelas yang sedang berlangsung berhenti. Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi literatur
mengenai migrasi data analog ke data digital yang selanjutnya
diimplementasikan di IAIN SMH Banten.Hasil penelitian
diperoleh bahwa implementasi migrasi data analog ke data digital
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengambil file dapat
dicopy dalam bentuk cakram padat atau copy flashdisk yang
setiap mahasiswa dan dosen punya.
Kata kunci : Migrasi analog ke digital.
MIGRASI MICRO TEACHING DARI
251
ANALOG KE DIGITAL
Aan Ansori
A. Pendahuluan
1) Latar Belakang
Dunia multimedia pada ere globalisasi sangat berkembang
dengan pesat setelah komputer sebagai media atau alat yang
sangat membantu dalam menyelesaikan pekerjaan manusia dalam
melakukan tugas-tugas dalam kaitanya dengan digitalisasi.
Digitalisasi Video dewasa ini sudah mulai banyak diminati
oleh banyak kalangan non-profesional untuk merekam data dari
video kameran dan dapat mengedit video sederhana hingga tingkat
menengah, seperti video dokumentasi video pembelajaran
mahasiswa/i sebelumnya yang terdapat pada ruangan micro
teaching, kelas, dan lain-lain.
Dewasa ini telah banyak software ataupun hardware yang
mempermudah orang awam untuk mengedit video sendiri. Salah
satu software video editing untuk semi-profesional yang cukup
banyak diminati adalah Ulead Video Studio, Ulead Video Studio
sekarang sudah memeliki banyak versi dari versi pertama sampai
sekarang sudah sampai versi 12. Alasan mengapa memilih
program ini di karenakan selain program ini cukup populer juga
program ini kecil, sederhana, ringan dan amat sangat mudah
dipergunakan dan dipelajari.
Bagaimana mengolah file-file gambar dan potongan video
menjadi sebuah video yang menarik sesuai dengan keinginan.
Nanti akan coba diuraikan, bisa menambahkan Effect, Title,
Overlay dan Sound dalam video. Cara memotong video, Setelah
selesai bisa dilanjutkan menjadikan kedalam banyak format
seperti dalam bentuk mpg video dengan mengklik “Share”
kemudian Create Video File - Pilih VCD PAL Masukkan nama file
- Save. Setelah selesai Anda bisa memburning file mpg tadi
mejadi VCD, atau file format digital video disk yang akan
dijadikan format DVD.
2) Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Bagaimana konsep dasar Migrasi data analog ke data
digital?
b. Bagaimana rancangan Migrasi Micro Teaching dari analog
menjadi digital berbasis komputer menggunakan Ulead
Tela’ah
252
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Video studio di kampus IAIN Sultan Maulana Hasanuddin
Banten?
c. Bagaimana implementasi Migrasi Micro Teaching dari
analog menjadi digital berbasis komputer menggunakan
Ulead Video studio di kampus IAIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten?
3) Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Maksud penelitian ini adalah untuk merancang dan
mengimplementasikan Migrasi Micro Teaching dari analog
menjadi digital berbasis komputer menggunakan Ulead Video
studio di kampus IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui konsep dasar Migrasi Micro Teaching dari
analog menjadi digital berbasis komputer.
b. Untuk mengimplementasikan Migrasi Micro Teaching dari
analog menjadi digital berbasis komputer menggunakan
Ulead Video studio di kampus IAIN SMH Banten.
c. Untuk membatu
dan
memudahkan migrasi media
penyimpanan analog menjadi data digital dengan berbasis
komputer.
Penelitian ini sangat bermanfaat, karena dengan
melakukan penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Dikuasainya konsep dasar migrasi data analog menjadi data
digital sebagai media dokumentasi file dalam bentuk digital
b. Dimilikinya rancangan migrasi data analog ke digital.
c. Dimilikinya aplikasi perangkat lunak untuk mengolah data
digital dengan konveter USB Easycap sebagai sarana
dokumentasi dalam bentuk digital pada kelas pembelajaran
microteaching.
B. Metodologi Penelitian
1) Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai
dengan September 2013 di IAIN Sultan Maulana Hasanuddin
Banten Jl. Jendral Sudirman 30 Serang.
2) Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari dua jenis, yaitu perangkat keras (hardware) dan perangkat
MIGRASI MICRO TEACHING DARI
ANALOG KE DIGITAL
253
Aan Ansori
lunak (software). Perangkat keras yang digunakan adalah Personal
Computer (PC), Konveter USB EasyCap dan Video Kamera Putar
dengan spesifikasi sebagai berikut :
Tabel .1. Alat dan Bahan Penelitian
No
1
Nama Perangkat
PC
2
3
Konveter USB EasyCap
Video Camera Putar/Webcam
Spesifikasi
Intel Pentium Dual Core 2.2 GHz, 1
MB DDR2, 250 GB HDD
USB EasyCap 2.0
Video camera/Webcam
Sedangkan perangkat lunak yang digunakan dengan
spesifikasi sebagai berikut:
Tabel .2. Spesifikasi Perangkat Lunak
No
1
2
3
Nama Software
Driver USB EasyCap
Ulead VideoStudio
Dierctx
Spesifikasi
Somagic
Hangzhou
Technology
Co.Ltd
Ulead VideoStudio 10.0
Directx 9
3) Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode studi literatur
mengenai Konveter USB EasyCap sebagai perangkat
kerasnya yang selanjutnya mengimplementasikan Migrasi
data analog ke digital dengan aplikasi pengolah citra Ulead
VideoStudio sebagai perangkat lunaknya di IAIN SMH
Banten.
4) Langkah Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk merancang dan
mengimplementasikan Migrasi data analog ke digital dengan
Ulead Video Studio sebagai bentuk digitalisasi data kedalam
bentuk yang lebih simple atau padat berupa file bentukan
yang dapat disimpat pada hardisk, compac disc dan flashdisk
di IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Secara garis
besar, tahapan penelitian terdiri atas 2 tahap, yaitu tahap
perancangan/instalasi perangkat lunak dan perangkat keras
serta tahap implementasi
C. Kerangka Teori
2.1. Migrasi
Migrasi adalah proses penyalinan data digital secara
Tela’ah
254
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
periodik dari media lama ke dalam media yang lebih baru, dengan
format yang standard. Migrasi merupakan proses transfer koleksi
digital dari konfigurasi perangkat keras dan perangkat lunak
tertentu ke dalam konfigurasi lainnya, atau dari satu generasi
teknologi komputer ke dalam teknologi komputer yang lebih
baru.1
Migration is periodic transfer of digital materials from one
hardware/ software configuration to another or from one
generation of computer to a subsequent generation so as to
preserve the integrity of digital objects and to retain the ability of
user to retrieve, display and otherwise use them in the face of
constantly changing technology.“ 2
Definisi tersebut menyatakan bahwa migrasi merupakan
proses transfer koleksi digital secara periodik dari konfigurasi
perangkat keras dan perangkat lunak tertentu ke dalam konfigurasi
lainnya, atau dari satu generasi teknologi komputer ke generasi
yang lebih baru dengan tujuan untuk melestarikan objek digital
agar para pengguna dapat menemukan kembali, menampilkan dan
menggunakan objek digital tersebut seiring dengan perubahan
teknologi yang terjadi. Migrasi memuat perubahan konfigurasi
yang mendasari data, tanpa mengubah isi intelektualnya. Strategi
migrasi ini dilakukan agar koleksi digital yang tersimpan dapat
terus diakses oleh penggunanya.
Strategi migrasi mencakup transfer data antar media
penyimpanan eksternal (contohnya dari disket ke CD atau DVD),
media penyimpanan internal (contohnya dari hardisk ke hardisk
yang dapat diakses secara online), produk perangkat lunak
(melaksanakan up date terhadap perangkat lunak yang digunakan),
serta fomat penyimpanan (mengikuti format standar yang
berlaku).3
Strategi migrasi memiliki beberapa kelebihan dan
kelemahan. Beberapa kelebihan strategi migrasi tersebut antara
lain pertama, perpustakaan tidak perlu meyimpan aplikasi
originalnya. Kedua, memungkinkan manajemen dan perawatan
secara aktif. Ketiga, format standar menawarkan akses yang stabil
dan berkelanjutan. Keempat, dengan strategi migrasi isi intelektual
dari koleksi digital ini dapat dilestarikan. Adapun kelemahankelemahan strategi ini adalah diperlukannya perawatan secara
berkelanjutan seiring dengan perkembangan teknologi sehingga
menghabiskan banyak biaya.
MIGRASI MICRO TEACHING DARI
ANALOG KE DIGITAL
255
Aan Ansori
2.2.
Pengajaran Mikro (Micro Teaching)
Definisi tentang Pengajaran Mikro (Micro Teaching) yang
dapat dikemukakan, diantaranya adalah :
Micro teaching is a method that has been used since
1960’s in teacher educationand in other teaching-learning
environments. Its application showed that ineducation, medicine,
anthropology classes teacher behaviors are affected considerably
by micro teaching, and micro teaching improves
teachers’behaviors in learning environment. It can be used for a
range of functions fromteacher education to teacher employment
and in-service courses.4
Micro Teaching is a Performance training method
designed to isolated the component partof teaching process, so
that the trainee can master each component one by one in a
simplified teaching situation.
Micro Teaching adalah suatu metode belajar mengajar atas
dasar Performance yang tekniknya dengan cara mengisolasikan
komponen–komponen proses belajar mengajar sehingga calon
guru dapat menguasai setiap komponen satu per satu dalam situasi
yang disederhanakan atau dikecilkan.5
Pengajaran Mikro (Micro-Teaching) merupakan salah satu
bentuk model praktek kependidikan atau pelatihan mengajar.
Micro teaching dapat didefinisikan sebagai sebuah konteks
pelatihan yang mana situasi telah direduksi dalam suatu skop atau
disederhanakan dalam beberapa cara yang sistematis.
Menurut Wikipedia: Microteaching is a training technique
where by the teacher reviews a videotape of the lesson after each
session, in order to conduct a "post-mortem". Teachers find out
what has worked, which aspects have fallen short, and what needs
to be done to enhance their teaching technique. Dengan kata lain
Micro teaching adalah teknik pelatihan dimana guru melakukan
review dari sesi pembelajaran yang dilakukan untuk melihat
bagaimana proses pembelajaran yang telah dilakukannya, apa
kekurangan yang harus dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan mengajarnya.
Dewasa ini telah banyak beredar fungsi dan kegunaan dari
berbagai macam Laboratorium Microteaching, ada beberapa
perusahaan yang mengembangkan Laboratorium Microteaching
berbasis Multimedia, yaitu perubahan dari Microteaching
Tela’ah
256
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Konvensional ke Digital. Record evaluasi dengan output
berbentuk VCD/ DVD yang siap ditelaah, distance learning
(pembelajaran jarak jauh), materi belajar dengan penyampaian
yang komprehensif dan interaktif, simulasi berbasis multimedia
dan penayangan video pembelajaran.
2.3.
Ulead Video Studio
Merupakan program aplikasi komputer yang digunakan
untuk keperluan editing video dan gambar yang dapat berjalan
pada komputer dengan Sistem Operasi windows XP, maupun
windows 7 dan windows vista. Ulead Video Studio Anda juga
dapat mengedit video-video yang di hasilkan dari divicam, kamera
digital, handphone, atau perangkat lainnya. Dan dapat
menggabungkan video dengan gambar, musik, dan suara.
Ulead Video Studio adalah program aplikasi komputer
yang digunakan untuk keperluan editing video. Program ini
dirancang untuk dapat digunakan pada komputer dengan Sistem
Operasi Windows XP, maupun 7 dan Vista. Seperti hal nya
dengan Windows Movie Maker, dengan Ulead Video Studio Anda
juga dapat mengedit video-video yang Anda hasilkan dari
divicam, kamera digital, handphone, atau perangkat lainnya. Di
sini Anda juga dapat menggabungkan video dengan gambar,
musik, dan suara.
Ulead Video Studio memiliki fasilitas pengeditan yang
cukup lengkap seperti adanya efek transisi, title, memotong video,
menggabungkan video dengan gambar, musik, dan sebagainya.
Ulead Video Studio ini sangat cocok digunakan untuk kalangan
pemula yang ingin belajar editing video, selain itu program ini
memiliki tampilan yang menarik dan menu-menu yang mudah
dipahami.
2.4. Keuntungan Ulead
1. Memiliki tampilan yang menarik, sederhana dan menu-menu
yang mudah dipahami sehingga bagi tingkat pemula yang
ingin belajar editing video akan lebih cepat menguasai dalam
waktu yang singkat.
2. Dapat menghasilkan video dan musik dalam berbagai format
seformat video yaitu avi, wmv, mpeg, asf, dan mp4.
Sedangkan yang dihasilkan yaitu waf, wma, mpa, dan mp4.
MIGRASI MICRO TEACHING DARI
ANALOG KE DIGITAL
257
Aan Ansori
3. Tersedianya pilihan efek transisi, video filter, dan tema teks
yang banyak dan menarik.
4. Terdapat fasilitas overlay track manager, dimana anda dapat
menjalankan dua video secara bersamaan di dua track yang
berbeda.
5. Dapat melakukan import video atau gambar dari perangkat
mobile, seperti handphone, PDA, atau smartphone.
D. Pembahasan dan Temuan Penelitian
1) Hasil Studi Literatur
Migrasi merupakan perpindahan dari satu tempat/media ke
tempat/media yang lain atau penyalinan secara periodik kedalam
media yang lebih baru, dan format yang standar. Migrasi dalam
hal ini merupakan proses tranfer koleksi digital dari konfigurasi
perangkat keras dan perangkat lunak tertentu ke dalam konfigurasi
lainnya, atau dari satu generasi teknologi komputer ke dalam
teknologi komputer yang lebih baru.
Migrasi disini adalah migrasi data yang terdahulu pada lab
microteaching untuk media penyimpanan hasil pengajaran dikelas
pada mata kuliah pengajaran di kelas menggunakan kaset video
betamax yang memerlukan tempat ata media yang besar ukuranya,
pada proses yang dilakukan sekarang ini cukup dengan peralatan
komputer desktop/laptop yang terhubung dengan konverter
perubah (USB EasyCap) saja data keluaran tersebut dapat di
simpan dalam bentuk data digital yang dapat di copy dan di
perbanyak tanpa memerlukan waktu yang lama dan juga
mempermudah mahasiswa mencopy-nya dalam bentuk kepingan
compaq disk (CD) atau dapat salin/copy kedalam media ekternal
media penyimpanan seperti flashdisk, MMC Card dan eksternal
hardisk.
2) Hasil Studi Lapangan
IAIN SMH Banten merupakan salah satu perguruan tinggi
negeri yang berada di Provinsi Banten. Saat ini, IAIN SMH
Banten memiliki 3 fakultas yaitu Fakultas Syariah dan Ekonomi
Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, dan Fakultas Ushuluddin,
Dakwah dan Adab, dengan total keseluruhan memiliki 14 jurusan.
Saat ini IAIN SMH Banten memiliki lab microteaching
sebagai sarana mahasiswa/i melakukan pengajaran di kelas
dengan di dampingi oleh dosen pengajar pada lab microteaching
Tela’ah
258
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
dan di rekam pada saat pembelajaran di kelas untuk
dokumentasinya, namun fasilitas yang digunakan masih
menggunakan video player rekam untuk dokumentasinya.
Dengan migrasi data analog ke digital ini dapat
mendokumentasikan data tersebut dengan mudah dan tidak
memerlukan banyak tempat.
Aplikasi yang terdapat ada microteaching yang ada pada
awalnya terdiri dari beberapa alat diantara:
a. Video Kamera putar yang berfungsi untuk menggambil
gambar dari depan kamera video.
b. Konveter USB Easycap yang berfungsi untuk mengkonversi
data analog yang diterima dari camera video di jadikan data
digital untuk memudahkan pembacaan data pada computer
(PC).
c. Komputer (PC) berfungsi untuk memonitor atau melihat
gambar/video yang dihasilkan dari kamera video putar dan di
olah menjadi file video dalam bentuk data digital yang bisa di
bentuk dalam format file movie berupa DV/DVD, VCD,
ataupun file bentukan untuk ipad dan handphone file format
3gp.
d. Kontrol Kamera Video yaitu untuk mengendalikan putaran
kamera video, yang bisa di set manual maupun otomatis, dan
dapat melakukan zoom pada objek yang sedang diambil
gambar/videonya.
Adapun cara kerja pada Microteaching data digital, dapat
dilihat pada gambar berikut ini;
Komputer
USB Easycap
Video
Camera
Gambar .1.
Skema Microteaching Data Digital
Gambar/Video gambar yang di tangkap (capture) oleh
Video Kamera di rekam/save oleh Komputer (PC) melalui
interface USB Easycap yang membentuk data digital dari data
siyal analog yang dihasilkan oleh kamera video, dan dari usb
easycap ini masuk kedalam port usb computer dimana data
tersebut di monitor oleh aplikasi ulead video studio yang dapat di
olah menjadi file video dan format bentukan filenya dapat di pilih
sesuai dengan pilihan dari operator pengguna computer.
Berdasar kondisi objektif di atas, maka dalam penelitian
MIGRASI MICRO TEACHING DARI
ANALOG KE DIGITAL
259
Aan Ansori
ini dipilih perangkat-perangkat sebagai berikut:
a. Kebutuhan Hardware Komputer (PC)
Kebutuhan Hardware (PC) atau Perangkat Keras untuk
migrasi microteaching dari Analog ke digital sangat mudah di
terapkan dan juga dengan fasilitas yang minimal sekali pun dapat
berjalan ;
1. Intel Pentium 4 atau yang lebih tinggi
2. Microsoft Windows XP SP2 Home Edition/Professional,
Windows XP Media Center Edition, Windows XP
Professional, Windows Vista dan Windows Seven.
3. Kapasitas RAM 1 Gb atau lebih untuk membuat dump
memori lebih leluasa dalam mengkonversi data.
4. Ruang hard disk hendaknya lebih dari 120 GB, untuk sistem
menggunakan windows seven membutuhkan ruang 20 Gb
dan untuk data lebih baik menggunakan kapasitas lebih dari
100 Gb sebagai media penyimpan sementara data capture
video, yang selanjutnya dapat di burning ke CD/DVD.
5. CD/DVD ReWrite untuk membackup data pada
CD/VCD/DVD sebagai media eksternal data backup.
b. Kebutuhan Hardware Konveter USB EasyCap.
1. USB EasyCap yang terdiri dari USB Input, konektor
video, Konektor Audio Left dan Audio Left.
2. CD driver installernya.
c. Kebutuhan Software
Software atau perangkat lunak yang dibutuhkan untuk
membuat Migrasi Analog ke Digital adalah :
1. Sistem Operasi windows Xp atau ke windows yang lebih
2. tinggi yaitu windows vista atau windows 7.
3. Perangkat lunak yang digunakan adalah Driver Instal yang
terdapat pada CD bawaan dari USB EasyCap yaitu driver
Chipset Somagic Hangzhou Technology Co.Ltd.
4. Aplikasi perangkat lunak directx versi 9 yang terdapat dalam
CD bawaan EasyCap atau dapat juga di ganti dengan bawaan
dari windowsnya dengan kompatibel direct drawnya, jika bisa
memungkan, akan tetapi kecenderungannya dengan
mengintalkan directx 9 untuk proses lebih baiknya.
5. Aplikasi perangkat lunak Ulead Video Studio untuk layar
kerja pada komputer yang digunakan, sebagai interface antara
video kamera, konveter Usb EasyCap, komputer dan aplikasi
Ulead videoStudio.
3) Perancangan Microteaching
Tela’ah
260 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Microteaching yang diterapkan dalam rancangan ini
memanfaatkan bagian-bagian yang sudah ada dengan
menambahkan konveter yang merubah data analog menjadi digital
(USB Easycap) dan komputer (PC) untuk mengolah data tersebut
dalam bentuk data digital, yang dapat di copy langsung pada
media internal (hardisk) atau media ekternal (hardisk ekternal,
flashdisk, Compaq Disk [CD] dan lain-lain), sehingga para
mahasiswa/i yang melaksanakan pembelajaran di kelas
microteaching dapat meng-copy file dan dosen pembimbing di
kelas juga dapat meng-copy file untuk dikoreksi atau memberikan
penilaian pada masing-masing mahasiswa yang melakukan
peraktek pengajaran di kelas microteaching. Adapun peralatan
yang dapat digunakan seperti kamera video yang ada di ruangan
microteaching masih dapat di gunakan, yang berbeda adalah
media penyimpanan akhir dari microteaching.
Pada gambar .2. menjelaskan perangkat microteaching
data sinyal analog yang terdapat pada laboratorium IAIN SMH
Banten yaitu, data video gambar di tangkap oleh kamera yang
terpasang pada kelas microteaching yang disalurkan oleh kabel
coaxtial/kabel yang di pakai untuk antena televisi atau sebagai
penghubung pada alat perekam video/video player yang dapat
merekam gambar pada pita kaset video gambar yang pada hal ini
masih menggunakan kaset VHS sebagai media penyimpanan akhir
yang digunakan sebagai dokumentasi, dan selanjutnya di
hubungkan pada televisi untuk melihat atau menampilkan gambar
yang diperoleh dari kemera yang terdapat pada ruang kelas
microteaching.
Video
Gambar .2. Microteaching
Perekam Data Analog
TV
Kamera
Pada gambar .3. menjelaskan data gambar yang diperoleh dari
kamera yang terpasang pada ruangan microteaching di salurkan
melalui kabel coaxtial/kabel antena televisi yang masuk pada port
line in untuk video yang biasanya kabel video tersebut berwarna
kuning dan untuk suara pada port atau kabel yang berwarna merah
untuk suara left (kiri) dan port atau kabel warna putih untuk suara
MIGRASI MICRO TEACHING DARI
ANALOG KE DIGITAL
261
Aan Ansori
right (kanan), selanjutnya masuk kedalam USB easycap yang
akan merubah data yang masuk berupa sinyal analog menjadi data
sinya digital yang akan di lanjutkan masuk kedalam port usb yang
terhubung pada port usb pada komputer (PC) yang digunakan
untuk menampilkan gambar dan sekaligus menyimpan data video
gambar pada komputer dalam bentuk digital dan format gambar
yang dapat dibentuk sesuai dengan keinginan user untuk
menyimpanan, adapun format yang disediakan oleh aplikasi ulead
video studio yaitu; format DV, DVD, SVCD, VCD, Mpeg, 3Gp
dan lain-lain.
Gambar
.3. Microteaching
Data
Konveter
USBDigital
P
Easycap
C
Kamera
a
4) Implementasi Microteaching
Langkah-langkah dalam implementasi yang di lakukan
adalah sebagai berikut :
 Install Driver Easycap
 Install Directx 9
 Install Video Studio
5) Pengujian Microteaching
Video studio merupakan aplikasi peralatan/tools yang
diguakan untuk mengolah data gambar atau video yang
dihasilkan dari kamera yang terhubung pada easycap dan
dari easycap yang terhubung melalui port usb yang terdapat
pada computer dan di baca dan di monitor pada aplikasi
video studio ini
Pada system microteaching yang menggunakan data
storage menggunakan hardisk yang terdapat pada
computer (PC) dan dalam penyimpananya data digital file
video/movie dalam bentuk format file dari yang ukuran
untuk terkecilsampai dengan ukuran yang terbesar dan
dengan format kualitas rendah sampai format kualitas tinggi
Tela’ah
262
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Gambar .4. Layar Kerja Ulead Video Studio
6) Evaluasi Migrasi Microteaching Analog ke Digital
Kelebihan dan Kekurangan Migrasi Microteaching
Analog ke Digital
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, maka dapat
diambil kesimpulan dari migrasi microteaching data analog ke
data digital, yaitu:
1) Dari sisi user, migrasi data analog ke data digital dapat
menekan biaya lebih rendah di badingkan menggunakan data
analog, terutama dalam proses copy hasil videonya, dengan
data digital cukup di copy pada flashdisk atau di buat data
sharing sedangkan pada data analog di perlukan data kaset
video yang dan perlu alat penggandaan untuk merepika kaset
video tersebut.
2) Dilihat dari sisi Peralatan, microteaching digital lebih ringkas
cukup dengan satu computer (PC) dapat menangani semua
kegiatan dan tidak perlu ruangan yang besar untuk
dokumentasi hasil dari video gambar tersebut, cukup dengan
copy ke harddisk eksternal yang mempunyai kapasitas
terabyte atau bias burning ke Compaq disk (CD). Mampu
mereplika/menggandakan dalam jumlah banyak dengan
waktu yang realtif singkat, terganting dari besar kecilnya file
yang dihasilkan.
Berdasarkan pengujian dan analisis kinerja migrasi data
analog ke data digital baik berupa penanganan kesalahan ataupun
pengujian sistem, dapat diperoleh beberapa kekurangan dan
kelebihan sistem, diantaranya:
1) Kelebihan
a. Ulead Video studio dirancang khusus untuk membangun
video gambar yang dinamis dan dengan fasilitas yang
legkap dan mudah di gunakan.
MIGRASI MICRO TEACHING DARI
263
Aan Ansori
ANALOG KE DIGITAL
b. Migrasi dari data analog ke data digital dapat menghemat
biaya di bandingkan dengan data microteaching analog.
c. Migrasi dari data analog ke data digital dapat mereplika
hasil dari video gambar dengan cepat dan mudah.
d. Migrasi dari data analog ke data digital dapat menyimpan
file dengan format yang beragam, dari kualitas format 3gp
sampai dangan format DV/DVD yang mempunyai kualitas
gambar sangat tinggi.
e. Media penyimpanan bisa menggunakan internal memori
(hardisk internal) dan eksternal memori (flashdisk, mmc
card, hardisk eksternal dan media storage lainnya) dan
juga langsung burning CD dalam bentuk VCD atau DVD
tergantung pada fasilitas computer (PC) yang disediakan,
jika yang terdapat pada CD-Writer maka hanya dapat
mereplika dalam format VCD akan tetapi jika DVDWriter maka format replikanya DVD.
2) Kekurangan
a) Ulead Video studio hanya dapat berjalan di platform
system operasi windows saja.
b) Membutuhkan kartu grafis/card vga adapter yang bagus
untuk menghasilkan kualitas gambar yang baik.
c) Membutuhkan memori (SDRAM/DDR) yang lebih untuk
menghasilkan kualitas movie yang baik.
Pada USB easycap yang digunakan pada penelitian masih
menggunakan satu channel gambar video yang dapat di rekam,
sedangkan pada versi berikutnya sudah ada yang empat channel
gambar video yang sekaligus dapat di rekam.
E. Kesimplan dan Saran
1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan pada penelitian ini, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
a. Migrasi microteaching dari data analog ke data digital
merupakan salah satu solusi untuk mempermudah dalam
dokumentasi data video gambar yang memerlukan tempat
yang yang luas untuk menampung data video gambar karena
dalam bentuk kaset video gambar dimana satu kaset video
hanya menampung satu mahasiswa/i dalam praktek
mengajar di kelas, sedangkan menggunakan data digital satu
Tela’ah
264
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
b.
c.
kelas bisa di tampung dalam satu format DVD dengan
penamaan file masing-masing nama mahasiswa dan nomor
induk mahasiswa (NIM) yag di bundel dalam satu folder
kelas yang di tampung dalam satu DVD atau dapat di
tampung dalam hardisk yang terdapat pada komputer (PC)
yang hanya memerlukan space satu giga byte, bahkan
mahasiswa/i dapat meng-copy file melalui flashdisk dengan
sangat mudah dan lebih cepat di bandingkan dengan
microteaching data analog, mahasiswa/i harus membawa
kaset video kosong untuk meng-copy video gambar tersebut
dan memerlukan waktu yang lama karena tidak bisa
multitasking (video player yang sedang berjalan merkam
kegiatan di kelas tidak dapat meng-copy ke video gambar
yang lainnya, berbeda dengan komputer yang dapat
melakukan dua kegiata tersebut).
Implementasi microteaching data digital dirancang dengan
lebih sederhana dan mudah digunakan karena dalam
implemantasinya menggunakan peralatan yang sudah ada di
ruangan microteaching yang ada hanya menambahkan
komputer dan usb easycap guna memudahkan pengendalian
gambar dengan aplikasi desktop ulead video studio, yang
biasanya operator/dosen pengampu pengajaran kelas
microteaching harus bekerja ekstra dengan melihat kontrol
televisi kontrol video player atau dengan kata lain banyak
tombol yang digunakan dengan microteaching data digital
cukup dengan satu tombol.
Migrasi microteaching dari data analog ke data digital dapat
menyimpan dalam format yang dapat di sesuaikan
bergantung kebutuhan yang diiginkan dari format 3gp untuk
handphone, format untuk ipod dengan mp4, format video
compaq disk (VCD) dengan format Mpeg dan format digital
video disk (DVD) dengan dormat dvd atau dv.
2. Saran
Migrasi microteaching dari data analog ke data digital
merupakan perubahan alat perekam yang dipakai untuk lebih
memudahkan dalam dokumentasi data video gambar kedalam
bentuk data digital dengan menggunakan usb easycap yang
berfungsi sebagai konvert data analog ke data digital dengan
model yang masih sederhana yang masih menggunakan satu line
MIGRASI MICRO TEACHING DARI
ANALOG KE DIGITAL
265
Aan Ansori
video atau satu chanel video padahal sekarang ini sudah ada versi
terbaru dengan empat chanel video.
Catatan akhir:
1
Daryono,
Kekurangan
Cara
Preservasi
Perpustakaan
Preseravasi
Digital
Digital),
di
(Kelebihan
Dan
http://daryono.staff.
uns.ac.id/2011/12/08/preservasi-perpustakaan-digital-kelebihan-dankekurangan-cara-preseravasi-digital-4/
2
Chowdhury, G.G dan Sudatta Chowdhury, Introduction to Digital
Libraries, London : Facet Publishing,
3
Stielow, Frederick. A How to do it manual for Archivist and librarian:
Building digital archives, description and display. (New York: Neal-Schuman
Publisher, 2004)
4
Brown G, Microteaching a Program of Teaching Skills,
Methaun:London, 1975
5
Asmawatie Rosyidah, Urgensi Micro Teaching sebagai Upaya
Meningkatkan Kompetensi Guru Peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Bahasa
Pada
Balai
Diklat
Keagamaan
Surabaya
di
http://bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/ urgensimicroteaching.pdf
DAFTAR PUSTAKA
Agus Munir, 2013. Perekaman Kaset Video Atau VCR (Video
Cassette Recorder) http://agusmunir.mywapblog.com/
perekaman- kaset-video-atau-vcr-video-cas-2.xhtml, [28
Agustus 2013]
Anggi,
2013. Sinyal analog dan Sinyal Digilat, di
http://anggiagia16.blogspot.com/2013/03/sinyal-analogdan-sinyal-digital.html
Asmawatie Rosyidah, 2013. Urgensi Micro Teaching sebagai
Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru Peserta Diklat
Guru Mata Pelajaran Bahasa Pada Balai Diklat
BDK Surabaya 2012. Urgensi Microteaching. http://bdksurabaya
.kemenag.go.id/file/ dokumen/urgensimicroteaching.pdf
Tela’ah
266 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Brown G. 1975. Microteaching a Program of Teaching Skills,
Methaun :London.
Chowdhury, G.G dan Sudatta Chowdhury. 2003. Introduction to
Digital Libraries, London : Facet Publishing,
Daryono, 2011. Preservasi Perpustakaan Digital (Kelebihan Dan
Kekurangan
Cara
Preseravasi
Digital),
di
http://daryono.staff.uns.ac.id/2011/12/08/preservasiperpustakaandigital-kelebihan-dan-kekurangan-carapreseravasi-digital-4/
Didik Haryanto, 2013. Analog To Digital Conveter, di
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Teknik%20Antar
muka%20-%20ADC.pdf
Fikri, 2013. System Digital http://fikridesain.blogspot.com/2013/
04/system-digital.html, [23 Agustus 2013].
Hendrisman. 2010. Kamera Video. http:// hendrahendrisman.
blogspot.com/2010/12/pengertian-camera-video.html [22
agustus 2013]
Rifqi Ahmad, 2012. Pengkodean data atau Data Encoding
http://riifqyahmad.wordpress.com/2012/03/25/pengkodea
n-data-data-encoding/, [27 Agustus 2013]
Rumah Ilmu, 2013. Definisi Video Kamera, http://roemahilmu.
wordpress.com/video/kamera-video/definisi-kameravideo. [29 Agustus 2013]
Stielow, Frederick. 2004. A How to do it manual for Archivist and
librarian: Building digital archives, description and
display. New York: Neal-Schuman Publisher.
Tengku Putri. 2013. http://tengkuputri-multimedia.blogspot.com/
2011/03/pengertian-kamera-video_25.html [29 Agustus
2013]
Yulpan, 2012. Mengenal Ulead Video Studio, http://yulpanfaisal.blogspot.com/2012/11/
mengenal-ulead-videostudio.html [27 Agustus 2013]
MIGRASI MICRO TEACHING DARI
ANALOG KE DIGITAL
267
Aan Ansori
Tela’ah
268
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
ANALISA SYARAH NATSAR
AL- AWAMIL Al- MIAH ABD AL- QAHIR AL-JURJANI
KARYA ULAMA BANTEN
Arma
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan
IAIN”Sultan Maulana Hasanuddin “Banten
e-mail: arma907@ yahoo.com
Abstrak
Kitab ilmu nahwu karya Abd al-Qahir al-Jurjani ini
dinamai al-Awamil al-Miah, karena hanya terdiri dari seratus
amil yang meropakan,menasabkan, menjerkan, dan menjazamkan
kalimah isim dan fi’il. Kitab Awamil ini wajib dipelajari di
pesantren-pesantren salafi di Banten.Kitab ini dijelaskan oleh
K.H. Muhammad Ali,K.H. Ahmad Khaerudin
dan
K.H.Muhammad Hasanuddin.
Perumusan penelitian ini adalah:Bagaimana cara mereka
mensyarahi kosa kata,dan membuat jumlah dalam menjelaskan
al- Awamil? Apa kelebihan dan atau kekurangan mereka dalam
mensyarahi al-Awamil? Dan tujuan penelitian iniingin
mengetahui cara mereka mensyarahi kosa kata dan membuat
jumlah dalam menjelaskan al- Awamil.Dan ingin mengetahui
kelebihan dan atau kekurangan mereka dalam menjelaskan alAwamil.
Usaha ulama nahwu dari masa ke masa membuat syarah,
hasyiyah,taqrir,ta’liq, dan i’rab terhadap matan ilmu nahwu. KH
Muhammad Ali mensyarahi kosa kata dan membuat jumlah yang
menunjukkan posisi kosa kata di dalam jumlah tersebut. Cara KH
Ahmad Khaeruddin mensyarahi kosa kata dan membuat contoh
berupa jumlah relative sama dengan yang dikemukakan oleh KH
Muhammad Ali. Kemudian mengi’rabnya dengan bahasa Jawa
Banten. Dan KH Muhammad Hasanuddin mengi’rabnya dengan
bahasa Sunda.
Kata kunci: al-‘awamil almi’ah, Abdul Qahir al-Jurjani
Tela’ah
268
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Pada setiap kabupaten dan kota di propinsi Banten telah
berdiri berbagai macam pesantren salafi. Di semuapesantren
salafi disajikan literature kitab-kitab turatsiyah klasik yang
disusun pada awal perkembangan Islam oleh ulama kelompok
mutaqaddimin dan diteruskan oleh para muridnya dari kelompok
ulama mutaakhirin yang biasa disebut “kitab kuning”. Tujuan
menyajikan kitab-kitab turatsiyah ini agar alumninya mampu
membaca,menterjemahkan,dan memahami isi wacana untuk
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat,yang
berkaitan dengan aqidah,ibadah dan muamalah
Di pesantren salafi pada umumnya
tidak disusun
kurukulum tertentu melainkan hanya dipilih kitab-kitab yang
sesuai dengan kemampuan dan keahlian para pengasuhnya.
Seorang kiyai yang menguasai ilmu alat, akan memilih kitab kitab
alat sebagai mata pelajarannya, kitab-kitab dengan disiplin ilmu
yang lain hanya dipelajari sekedar penunjang saja. Dipesantrenpesantren yang berlokasi di daerah Cangkudu kecamatan Baros
kab.Serang misalnya, santri focus mendalami ilmu-ilmu alat
mulai dari kitab Awamil dan kitab-kitab lain sebagai
kelanjutannya,
karena saking sangat mementingkan kitab
Awamil,pesantren di sini dinamai “Riyadlul Awamil”.
Untuk mampu membaca,menterjemahkan dan memahami
isi kitab kuning,para santriwajib mempelajariilmu nahwu,ilmu
sharaf,dan ilmu-ilmu alat lanjutannya, sebelum belajar ilmu-ilmu
dalam disiplin yang lain.Di pesantren-pesantren salafi di daerah
Banten kitab nahwu yang pertama diajarkan adalah al-Awamil alMiah karangan Abd al-Qahir al-Jurjani. Jadi santri pemula mesti
belajar ilmu nahwu al-Awamil al-Miah terlebih dahulu, sebelum
mempelajari kitab-kitab dengan disiplin ilmu yang lain.
Kitab ilmu nahwu karya Abd al-Qahir al-Jurjani ini
dinamai al-Awamil al-Miah, karena hanya terdiri dari seratus amil
yang meropakan,menasabkan, menjerkan, dan menjazamkan
kalimah isim dan fi’il. Kitab Awamil yang digunakan di
pesantren-pesantren di Banten ditemukan ada dua macam, yang
pertama berbentuk natsar, dan yang kedua berupa nadzam.Yang
berbentuk natsar yaitu:Murad al-Awamil Mandaya karya KH
Muhammad Ali,Tanbih al-Mubtadiin karya KH.Ahmad
Khairuddin, dan Tashil al-Mubtadiinkarya KH.Muhammad
ANALISA SYARAH NATSAR AL- AWA269
MIL Al- MIAH ABD AL- QAHIR AL-JURJANI
Arma
Hasanuddin. Adapun kitab Awamil yang berbentuk nadzam
digunakan di pesantren Pelamunan Kramatwatu Serang .
Tiga orang ulama Banten yaitu KH. Muhammad Ali,KH.
Ahmad Khaerudin dan KH.Muhammad Hasanuddin berusaha
menjelaskan kitab Al-Awamil al-Miah karangan Abd al-Qahir alJurjani agar mudah dipahami oleh para santri pemula.Tiga
penjelasan al-Awamil ini menarik untuk di teliti dan dianalisa
karena tidak banyak ulama yang berkemauan menyusun karya
tulis dalam membantu para santri untuk mempermudah mereka
belajar ilmu-ilmu keagamaan.Karya mereka akan terus beredar
selagi pondok pesantren salafi masih eksis di propinsi
Banten.Penelitian ini diberi judul: Analisa Syarah Natsar AlAwamil Al- Miah Abd Al- Qahir Al-Jurjani Karya Ulama
Banten
2. Perumusan MasalahdanTujuan Penelitian
Adapun perumusan penelitian ini adalah:Bagaimana cara
K.H. Muhammad Ali,K.H.A. Khaerudin,danK.H.M. Hasanuddin
mensyarahi kosa kata,dan membuat jumlah dalam menjelaskan alAwamil? Apa kelebihan dan atau kekurangan K.H.Muhammad
Ali,K.H.A.Khaerudin dan K.H.M. Hasanudin dalam mensyarahi
al-Awamil?
Adapun tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui
lebih detail mengenai: Cara K.H. Muhammad Ali, K.H.A.
Khaerudin,danK.H.M.
Hasanuddin mensyarahi kosa kata
danmembuat jumlahdalam menjelaskan al- Awamil.Dan ingin
mengetahui kelebihan dan atau kekurangan K.H.Muhammad
Ali,K.H.A.Khaerudin dan K.H.M. Hasanudin dalam menjelaskan
al-Awamil.
B. Analisa Teoritis Syarah Natsar Al-Awamilal-Miah
1. Ilmu Nahwu Unsur Bahasa Arab
a. Definisi Ilmu Nahwu
Definisi ilmu nahwu telah dikemukakan oleh para ulama
bermacam-macam, diantaranya sebagai berikut:
a. Abd al-Karim mengemukakan definisi ilmu nahwu yang dibuat
oleh Ibnu Jinny( wafat tahun 392 H.) ia mengatakan ilmu
nahwu, adalah ilmu bahasa Arab yang menjaga perubahan
seperti i’rab dan lainya seperti tatsniyah,jama’,tahkir, taksir,
idlafah, nisbah, tarkib dan sebagainya.1.
Tela’ah
270
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
b. Menurut Ali Muhammad Fakhir,nahwu menurut istilah adalah
ilmu yang dengannya diketahui ahir kata dalam i’rab atau
mabni.Al-nahwiy adalah orang yang pintar dalam ilmu nahwu
jama’nya nahwiyun dan juga disebut al-nahy yang jama’nya
nuhat seperti kata daai’n dan dua’t.2
c. Menurut Abd al-Qahir al-Jurjanynahwu yaitu ilmu yang
membahasi’rab ahir kalimat dan aturan kalam.Ia
berkata:Ketahuilah bahwasanya, tidak bisa disebut susunan
kalimat yang benar, kecuali apabila kamu mengatakan suatu
ungkapan sesuai dengan tuntutan ilmu nahwu,menggunakan
kaidah-kaidahnya,dan dalil-dalilnya yang dikenal dengan
metode yang tidak menyimpang dan menjaga aturan yang telah
ditetapkan.3
d. Abd al-Rahman berkata: Abu Aswad kemudian memberi
batasan ilmu nahwu sebagai berikut:Ilmu nahwu adalah ilmu
untuk mengetahui hukum-hukum kalimah bahasa Arab dalam
keadaan mufrad dan dalam keadaan jumlah.Dan ada pula
definisi ilmu nahwu yang paling masyhur yaitu yang
disampaikan oleh Ibnu Ushfur:Nahwu adalah ilmu yang
dihasilkan dengan kaidah yang diambil dari penelitian bahasa
Arab yang bisa digunakan untuk mengetahui hukum-hukum
bagian-bagian kalam yang dari bagian-bagian itu kalam
disusun.4
Dari bermacam-macam definisi yang dikemukaka oleh
para ulama itu dapat disimpulkan bahwa: Ilmu nahwu,yaitu ilmu
yang disimpulkan dari hasil penelitian bahasa Arab berkaitan
dengan hukumbagian-bagian yang menjadikan kalam ini tersusun
dari bagian-bagian itu, yang menjaga perubahan seperti i’rabatau
mabni yang diketahui pada ahir kata dan lainnya, seperti
mufrad,tatsniyah,jama,tahkir, taksir, idlafah, nisbah, tarkib i’lal,
idgham,hadzf, ibdal, dan penjelasan syarat-syarat untuk
nawasikh,membuang a’id mengkasrahkan hamzah inna atau
memfatahkannya dan sebagainya.
2. Sebab-Sebab Ilmu Nahwu Dibuat
Menurut Ali Muhammad Fakhir sebab-sebab tumbuhnya
ilmu nahwu adalah:
Pertama, karena kebutuhan manusia akan ilmu nahwu.Ilmu
Nahwu sangat dibutuhkan oleh semua orang yang menekuni alQur’an,hadits, fiqih dan ilmu-ilmu yang lainnya.
ANALISA SYARAH NATSAR AL- AWA271
MIL Al- MIAH ABD AL- QAHIR AL-JURJANI
Arma
Kedua, ada atsar yang menyatakan bahwa Rasulullah saw
dan Khulafaurrasyidin mengajak menjauhi kekeliruan dan
mewajibkan agar benar dalam berbicara, menulis terjemahan dan
menyusun karangan.
Abu Bakar dan Umar berkata:Sungguh menjaga i’rab al-Qur’an,
lebih kami sukai dari pada menjaga serbagian huruf-hurufnya.
Umar bin al-Khathab ra berkata: Belajarlah bahasa Arab karena
bahasaa Arab menambah harga diri.
Ke tiga munculnya ilmu al-Nahwu karena satu sebab yaitu
terjadinya kesalahan dan kekeliruan pada ucapan pada umumnya,
dan kesalahan membaca al-Qur’an hususnya, terutama setelah
banyak orang a’jam yang masuk Islam,sedangkan mereka senang
belajar bahasa Arab untuk melaksanakan ibadah shalat dan
membaca al-Qur’an.5
Menurut Tamam Hasan ada tiga faktor yang
mempengaruhi munculnya ilmu nahwu sebagai pendorong untuk
study bahasa Arab dengan sistimatis dan untuk membuat kaidahkaidahnya.Tiga faktor itu adalah :faktor agama, faktor
nasionalisme dan faktor politik.6
Ahmad bin Atha (wafat 369 H.) mengatakan bahwa:
Dengan ilmu nahwu ucapan jadi sempurna ceramah jadi baik dan
menarik, dan semua ilmu pengetahuan membutuhkan ilmu nahwu.
Artinya setiap orang yang bergaul dengan orang lain dengan
menggunakan ucapan atau tulisan, wajib baginya memahami ilmu
nahwu ini, agar bisa terjaga lidahnya dari kesalahan, dan
terhindar dari kekeliruan.7
Menurut Mahmud Sulaiman Yaqut sangat besar perhatian
para ulama muslimin generasi awal pada abad pertama hijriyah
terhadap tiga perkara yang dianggap pondasi bahasa Arab
yaitu:Nasya’atu al-Nahwi (tumbuhnya ilmu nahwu),Rasmi alArabiyah (meng i’rabi al-Qur’an),dan Naqtu al-I’jam (memberi
titik).
Generasi awal kaum muslimin sangat mementingkan tiga
perkara yaitu:Memikirkan bahasa Arab karena telah rusak sebab
pergaulan dengan orang-orang a’jam,sehinggadibuat kaidah
bahasa Arab untuk dijadikan pegangan dan dijadikan rujukan.ke
dua usaha mengi’rab al-Qur’an dengan cara memberi harkat pada
ahir kalimah-kalimah dalam al-Qur’an,dan ke tiga membuat titik
pada huruf-huruf di dalam mushhaf yang membedakan huruf-
Tela’ah
272
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
huruf yang serupa, seperti ba, ta, tsa, jim, ha, kha, dal, dzal, ra, za,
sin, syin, shad, dla, tha, dha dan lain-lainya.
3. Peletak Pertama Pondasi Ilmu Nahwu
Riwayat semuanya sepakat bahwa peletak pertama ilmu
nahwu adalah Abu Aswad al-Dualy.Hal itu disebabkan oleh
kekeliruan atau kesalahan yang terjadi secara luas dalam
pembicaraan, terutama dalam membaca al-Qur’an.Kemudian
timbul perselisihan tentang siapa yang memerintah Abu Aswad
dalam menyusun ilmu nahwu.Satu riwayat menyatakan bahwa
yang memerintah adalah Umar bin al-Khaththab.Riwayat ke dua
mengatakan bahwa yang memerintah adalah Ali bin Abi Thalib,
dan riwayat ke tiga menyatakan bahwa yang memerintah adalah
amir Basrah yaitu Ziyad bin Abih.
Menurut semuariwayatAbu Aswad al-Duali adalah orang
yang pertama menyususn ilmu nahwu, dan menulis sebagian ilmu
nahwu, sekalipun ilmu nahwu pada saat itu belum di bagi-bagi
dan belum bercabang-cabang, dan istilah-istilah ilmu nahwu baru
muncul pada masa berikutnya.Riwayat juga sepakat bahwa, Abu
Aswad yang kreatif membentuk mushhaf al-Qur’an dan memberi
harkat dan sukun dalam mushhaf,sekalipun belum berbentuk
seperti sekarang.Akan tetapi walau bagaimanapun hal itu
menunjukkan seseorang yang sungguh-sungguh berupaya dalam
urusan bahasa Arab dan mengabdikan diri untuk al-Qur’an alKarim, karena sesungguhnya ilmu nahwu adalah perkara yang
sangat dibutuhkan dalam bahasa Arab, apalagi dalam mempelajari
al-Qur’an.
4. Bab-bab Yang Pertama Disusun Dalam Ilmu Nahwu
Terjadi pula perselisihan tentang babawal ilmu nahwu
yang disusun,pendapat tentang ini ada dua macam yaitu:
a. Jumhur ulama berpendapat bahwa bab-bab awal yang disusun
adalah yang menyebabkan terjadinya kekeliruan,kemudian
diteruskan dengan membuat bab-bab yang menurut riwayatriwayat terjadi kekeliruan berikutnya.
b. Sebagian ulama berpendapat bahwa awal bab nahwu yang
dibuat adalah yang paling sering digunakan dalam
pembicaraan.Hal itu karena pemikiran dan kesimpulan ketika
itu menjadi dasar dibuatnya kaidah-kaidah dari ucapan yang
menjadi sebab terjadinya kekeliruan pada umumnya.Jadi babANALISA SYARAH NATSAR AL- AWA273
MIL Al- MIAH ABD AL- QAHIR AL-JURJANI
Arma
bab awal yang buat adalah yang banyak digunakan dalam
pembicaraan kemudian seterusnya.Oleh karena itu mereka
berpendapat bahwa bab awal yang dibuat adalah tentang
faai’l,maf’ul bih,kemudian mubtada ,khabar dan seterusnya.
5. Sejarah Perkembangan Ilmu Nahwu
Diketahui bahwa pembentukan ilmu nahwu dimulai sejak
awal Islam,karena ilmu nahwu ini seperti semua aturan yang
dituntut oleh peristiwa dan kebutuhan.Ali Muhammad Fakhir
berpendapat:Sejarah meriwayatkan bahwa ulama Basrah-setelah
Abi Aswad al-Dualy- adalah orang-orang yang membuat pondasi
kaidah-kaidah ilmu nahwu yang pertama,mereka menjaga dan
memelihara ilmu nahwu yang baru tumbuh dan masih kecil. Ilmu
nahwu ini tumbuh di Basrah saja hampir seratus tahun.Pada masa
itu ulama Kufah masih menekuni dan menghapalkan syi’ir,
meriwayatkan cerita-cerita, dan saling bertukar dongeng-dongeng
yang aneh-aneh.Kemudian dua kelompok Basrah dan Kufah
bersama-sama menyempurnakan kaidah-kaidah ilmu nahwu.Dan
muncullah diantara keduanya persaingan dan pertentangan untuk
saling mengalahkan.dalam menyempurnakan kekurangan dan
menambah yang tertinggal oleh ulama pendahulu.8
Hal itu terjadi terus menerus lebih dari seratus tahun.Pada
saat itu muncul madzhab Kufah yang mulai menantang madzhab
Basrah.Dan banyak orang-orang yang senang memancing ulama
nahwu dari Kufah supaya berselisih dengan ulama nahwu dari
Basrah.Maka kemudian muncullah dalam ilmu nahwu dua
madzhab yaitu madzhab Basrah yang berdomisili di kota Basrah
sebelah Selatan Iraq di ujung Timur Laut Jazirah Arab.Dan
madzhab Kufah yang berdomisili di kota Kufah yang terletak di
Selatan negara Irak sebelah Utara jazirah Arab.
Madzhab Basrah yang pertama hidup dibawah lindungan
Daulah Amawiyah pada ahir abad pertama hijriyah dan
pertengahan abad ke dua.Sebagaimana hidup dua madzhab Basrah
dan Kufah yang bertentangan dibawah naungan daulah Abasiyah
pertama, pada pertengahan kedua dari abad ke dua hijriyah dan
terus berlangsung sepanjang abad ke tiga hijriyah.
Berdasarkan keterangan yang lalu, di Basrah, Kufah,
Bagdad, dan di kota-kota yang lain tempat berkembang ilmu
nahwu, dan persaingan para ulama nahwu di kota-kota itu,maka
terbentuklah aturan bahasa Arab yang diperlukan oleh umat
Tela’ah
274
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Islam.Ahli sejarah membagi perkembangan ilmu nahwu pada
masa yang lalu menjadi empat periode,yaitu: periode peletakan
dan pembentukkan, terjadi di Basrah, periode tumbuh dan
berkembang,terjadi di Basrah dan
Kufah, masa matang dan
sempurna,di Basrah dan Kufah, dan
periode tarjih dan
berkembangnya penyusunan kitab-kitab nahwu, dilakukan
bersama-sama oleh para ulama dari berbagai madrasah Bagdad,
Andalus, Mesir dan Syam.9
a. Periode Peletakan Dan Pembentukan Ilmu Nahwu
Periode awal yaitu masa peletakan dasar dan
pembentukkan, tempatnya hanya di Basrah.Masa ini hampir satu
abad yaitu mulai dari pertengahan ke dua dari abad pertama
sampai pertengahan pertama dari abad ke dua yakni sejak tumbuh
ilmu nahwu oleh Abu Aswad al-Dualy dan para penerusnya dari
para tokoh ulama Basrah hingga masa al-Khalil,dan
Sibaweih.Tokoh ulama periode ini menyaksikan ahir daulah
Amawiyah pada tahun 132 H. dan munculnya daulah Abasiyah.
b. Periode Tumbuh Dan Berkembang Ilmu Nahwu
Periode ke dua adalah periode tumbuh dan
meningkat.Lokasinya di Basrah dan Kufah. Masanya setengah
tahun yang ke dua dari abad ke dua H.Dimulai sejak masa alKhalil, dan Sibaweih, sehingga muncul abad ke tiga hijriyah
dengan perginya semua dari al-Akhfasy( wafat 215 H. dan alFarra wafat 207 H.)
c. Periode Matang Dan Sempurna Ilmu Nahwu
Periode ke tiga adalah periode kematangan dan
kesempurnaan ilmu nahwu,tempatnya Basrah dan Kufah.Periode
ini dari abad ke tiga hijriyah sampai ahirnya.Selesai sampai
berangkatnya para ulama Basrah dan Kufah,dan mereka
meninggalkan pertentangan dan kebencian kemudian mereka
bersatu setelah kematian pimpinan mereka yaitu al-Mubarad yang
wafat tahun 258 H. dan Tsa’lab yang wafat tahun 291 H.Para
ulama periode ini se masa dengan khilafah Abasiyah dalam
puncak keemasannya,khalifahnya kuat-kuat,sampai datang masa
daulah Buweihiyah tahun 334 H.
ANALISA SYARAH NATSAR AL- AWA275
MIL Al- MIAH ABD AL- QAHIR AL-JURJANI
Arma
d. Periode Tarjih Dan Penyusunan Kitab-Kitab Ilmu
Nahwu
Periode ke empat adalah periode tarjih dan perluasan
dalam karangan,tempatnya adalah:Bagdad,Andalus,Mesir dan
Syam.Masa terjadinya sebagai berkut:
1) Madrasah Bagdad berlangsung tiga setengah abad yaitu abad
ke empat,lima ,enam dan sampai pertengahan abad ke tujuh
hijriyah sampai masa jatuhnya kota Bagdad ke tangan
bangsa Tartar tahun 656 H.Madrasah Bagdad,terbagi dua
masa,yaitu masa mutaqaddimin dan masa mutakhirin,dan
tercapai puncak pada keduanya.
2) Madrasah Andalus berlangsung pada masa kejayaan
Andalus pada dua abad yaitu abad ke enam dan ke tujuh
hijriyah sampai Andalus jatuh ke tangan orang-orang kristen
Spanyol tahun 668 hijriyah.
3) Madrasah Mesir dan Syam.Perjalanan ilmu nahwu di Mesir
dalam masa yang lama sejak munculnya sampai sekarang
dengan periode yang berbeda-beda dan masa yang berubahubah
mengalami
kelemahan,kekuatan,mandeg
dan
pesat.Setelah memperhatikan masa yang panjang itu,maka
madrasah
Mesir
bisa
dibagi
kedalam
empat
periode,yaitu:masa permulaan dan pembentukan, masa
mengarang dan menyusun kitab, masa hasyiyah dan
ta’liq,masa mentahqiq dan mempermudah.
5. Metode Penyusunan Ilmu Nahwu Dari Masa Ke Masa
Sepanjang perjalanan sejarahmetode dan tehnik
penyusunan ilmu nahwu dilakukan dengan cara berbedabeda.Generasi ulama mutaqaddimin memilih sistim penyusunan
ilmu nahwu bercampur dengan ilmu bahasa dan sastra.Dan kitab
ulama mutaqaddimin di susun berisi materi ilmu nahwu tanpa
ditentukan tentang matan atau syarahnya.10
Semangat persaingan yang terjadi pada mereka,mendorong
ahli nahwu ini menjadi giat memberi komentar,mensyarahi,
memperluas
pembahasan,
memperbaiki,
meringkas,dan
menyempurnakan yang ketinggalan oleh ulama sebelumnya.Tidak
cukup hanya itu mereka menambah contoh-contoh, syawahid,
(bukti pendukung), menta’wil, mentakhrij, menghukumi syadz
dan nawadir,bagi pendapat yang berbeda dengan pendapat jumhur
yang lebih kuat.Mereka menguasai seluruh kaidah-kaidah ilmu
Tela’ah
276
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
nahwu.Maka sempurnalah dalil-dalilnya dan berkembang cabangcabangnya.dan selesailah ijtihad dalam ilmu nahwu di tangan dua
imam besar yaitu al-Mubarrad imam ulama Basrah ,dan Tsa’lab
imam ulama Kufah.11
Pada abad sepuluh hijriyah muncul metode yang lain
dalam penyusunan kitab yaitu sistem Hasyiyah dan
Taqrir.Hasyiyah adalah menjelaskan sebagian ungkapan syarah
dan masalah-masalah yang ada di dalam syarah yang
pengungkapannya masih sulit di pahami,atau menyempurnakan
kekurangan syarahdalam fakta-fakta dan syarat-syarat yang tidak
dipenuhi oleh syarah.Adapun Taqrir adalah komentar terhadap
hasyiyah untuk menjelaskan hasil-hasil penelitian atau
menyempurnakan yang kurang atau lainnya.12
Munculnya
hasyiyah dan taqrir adalah dari sistim
pengajaran yang asalnya adalah pengajaran kitab yaitu ungkapan
guru dalam menjelaskan kandungan matan dan syarah ketika
menemukan kesulitan,terlalu singkat atau ada kekurangan
penjelasan (hasyiyah)itu ditulis untuk menanggulangi kekurangan
tersebut.Kemudian oleh penerbit hasyiyah itu ikut dicetak beserta
syarah,kadang-kadang syarah disimpan di pinggir kitab ,hasyiyah
ditengahnya,kadang-kadang sebaliknya.Hal itu sesuai dengan
aturan yang ditetapkan oleh penerbit kitab dan memperhitungkan
panjang pendeknya matan, dan hasyiyah yang dibuat oleh guru
untuk mengajar kumpulan yang terdiri dari matan,syarah dan
hasyiyah yang ditulis di dalam kitab. Dan ditambahkan pula taqrir
(komentar) di cetak di sebagian pinggir kitab atau ditempat lain
yang kosong sesuai ukurannya.Ternyata sistim ini di dalam
karangan mengandung manpaat dari segi bertahap dalam
memperoleh ilmu pengetahuan.Pelajar pemula cukup dengan
belajar matan dan berusaha memahami isinya yang
ringkas,kemudian pindah ke syarah yang lebih luas dan lebih
sempurna,kemudian meningkat ke hasyiyah dan taqrir untuk
menyempurnakan penjelasan dan tambahanyang tidak ada di
dalam syarah.13
Perkembangan ilmu nahwu selanjutnya setelah para ulama
menyarahi,memberi hasyiyah,mengomentari dengan taqrir adalah
mentahqiq.Pengertian tahqiq yang dikemukakan oleh Qaasim alSamiraiy adalah perhatian dengan menjelaskan matan,meneliti
perbedaan riwayat-riwayat matan dalam naskah yang berbeda-
ANALISA SYARAH NATSAR AL- AWA277
MIL Al- MIAH ABD AL- QAHIR AL-JURJANI
Arma
beda yang ditentukan oleh mereka kemudian diambil mana yang
benar dari riwayat-riwayat itu.
Ahmad bin Muhammad berkata.Metode tahqiq adalah
membatasi nash dan membandingkannya dengan sumber-sumber
lain yang berbeda-beda dan ditakhrij dengan ayat-ayat alQur’an,hadits syarif, bait-bait syi’ir.Dan masalah yang ditahqiq
ditulis pada samping kanan,dan hawamisy (catatan pinggir) dan
sumber-sumber lain disimpan ditempat sebaliknya dengan
diurutkan semuanya kemudian diteliti tulisan itu dengan
seksama,dijelaskan ma’na-ma’nanya,dihilangkan yang sulitnya
diperkuat dengan hasyiyah kemudian dibuat indeks nama:Ayatayat al-Qur’an,Hadits Syarif,dan bait-bait dan masalah yang
ditahqiq dibagi dua,kemudian dibuat indeks(daftar) sumbr-sumber
tahqiqnya.14
Aktivitas para ulama selain menulis syarah,hasyiyah dan
taqrir adalah mentahqiq yaitu menjelaskan matan dan meneliti
perbedaan periwayatan matan di dalam naskah yang berbedabeda. Usaha ini untuk menentukan yang benar di antara naskahnaskah itu.Ketika mereka menemukan yang aneh dalam tulisan
naskah misalnya mengenai isytiqaq yaitu pembentukan kata dari
akarnya, terjadi kesalahan dan penyimpangan,mereka berusaha
mentahqiqnya.Di dalam pentahqikan sekalipun mereka
menemukan banyak sekali kesalahan, penyimpangan dan hal-hal
yang meragukan, mereka tidak bosan-bosan mengerahkan usaha
dan bekerjasama dengan para ahli bahasa yang lain,.Dan
merekapun menggunakan kamus untuk menemukan bahasa yang
benar.15
Ahmad bin Muhammad berpendapat: metode tahkik
adalah menentukan suatu teks kemudian membandingkannya
dengan sumber-sumber lain yang berbeda, seperti ayat-ayat alQur’an , hadits-hadits syarif, dan bait-bait syi’ir Arab.16
Menurut Abd al-Rahman cara al-Murady mentahkik
adalah menyampaikan satu bait kemudian disyarahi secara garis
besar dan dijelaskan dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an,
Hadits Nabawy ,ungkapan-ungkapan bangsa Arab, dan syi’irsyi’ir mereka.17
Jadi setelah sempurna pembentukan ilmu nahwu dan telah
sempurna permasalahannya, para ulama yang sudah tidak
menemukan lagi materi ilmu nahwu untuk ditambahkan kepada
yang sudah ada, mereka melakukan interpretasi (mensyarahi)
Tela’ah
278
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
kitab-kitab ulama mutaqaddimin dan memperjelas apa-apa yang
sulit dipahami setelah jauh dari masa disusunnya kitab-kitab
ini.Syarah-syarah kitab ilmu nahwu, ilmu-ilmu bahasa Arab, dan
ilmu keagamaan yang lain dijelaskan lagi dengan diberi
hasyiyah,kemudian kata-kata yang sulit yang dikemukakan di
dalam hasyiyah lebih diperjelas lagi dengan ditaqrir atau dita’liq.
Usaha lain para ulama untuk menambah luasnya wawasan
ilmu pengetahuan dalam disiplin ilmu nahwu adalah mengi’rabi
kadang-kadang disebut “menarkib” yaitu menentukan mauqiul
i’rab atau kedudukan kalimah-kalimah di dalam jumlah dari segi
I’rab seperti marfu’,manshub, majrur ,atau majzum.Misalnya
karena jadi Mubtada,khabar,fa’il maful bih,mudlap ilaih dan
sebagainya.Seperti karya tulis al-Kafrawi dalam mengi’rabi kitab
Jurimiyah.
Menurut Tamam Hasan studi bahasa Arab berkembang
setelah abad ke lima Hijrah,pada saat itu para ulama berusaha
dengan gigih mengembangkannya dengan mensyarahi atau
mengomentari atau mentahqiqnya dan membetulkan yang keliru.
Kreativitas ini dilaksanakan pada masa kekuasaan Turki atas
perintah khalifah setelah pemikiran sudah buntu dan kurang minat
mengembangkan ilmu, pakta ini terus menerus terjadi di dunia
Islam sebagai akibat pemahaman bahwa pintu ijtihad telah
tertutup.18
C. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode content
analisys yaitu menganalisa karya tulis tiga orang ulama Banten
dalam menjelaskan al-Awamil al-Miah karangan Abd al-Qahir alJurjani.Metode content analysis biasanya digunakan dalam
penelitian komunikasi.Namun demikian ia dapat digunakan untuk
penelitian pemikiran yang bersifat normatif.Umpamanya
penelitian mengenai teks al-Qur’an dan pemikiran ulama di dalam
berbagai ktab fiqih dapat menggunakan metode ini.Isi teks alQur’an atau pemikiran ulama tersebut dapat dianalisis dengan
menggunakan kaidah-kaidah bahasa atau kaidah-kaidah lain yang
telah dikenal,seperti kaidah mantik,kaidah ushul,dan kaidah
fiqih.Dalam tulisan Issac dan Michael di bidang ilmu-ilmu sosial
dan pendidikan dikemukakan nine basic methods of research,yaitu
metode historis,deskriptif,developmental,study kasus (case and
ANALISA SYARAH NATSAR AL- AWA279
MIL Al- MIAH ABD AL- QAHIR AL-JURJANI
Arma
field)
korelasional,causal
comparatif
atau
ex
post
facta,eksperimen,kuasi eksperimen, dan aksi (action).Lima dari
sembilan metode itu diadaftasi oleh Jalaluddin Rahmat (1983)
dalam Metode Penelitian Komunikasi.Dalam penelitian Noeng
Muhajir,khususnya metode penelitian kualitatif dikemukakan
tentang metode study kasus,survai, dan analisis isi.Dalam tulisan
Sudarto,di bidang filsafat dikemukakan tentang berbagai metode
penelitian fisafat,di antaranya metode induksi, deduksi,analisis,
sintesis dan hermeneutik.19
Winarna Surachmad menyatakan bahwa beberapa
penyelidik menggunakan istilah metode dokumenter untuk metode
historis, karena sumber-sumber yang kebanyakan dipakai adalah
sejenis dokumen.Dengan meneliti berbagai jenis data,dapat
dibedakan sumber-sumber data historis dokumenter sebagai
berikut:
1. Peninggalan materil:fosil, piramida, senjata, alat atau
perkakas, hiasan, bangunan, benda-benda budaya.
2. Peninggalan tertulis:papyrus,daun lontar bertulis,kronik,
relief candi,catatan kasus,buku harian,arsip negara dan
lain-lain.
3. Peninggalan tak tertulis,seperti:adat, bahasa, dongeng,
kepercayaan dan sebagainya.
Dalam penelitian ini sumber data terdiri dari dua golonan;
1. sumber data primer
2. sumber data skunder
Sumber data primer adalah sumber data langsung dari tangan
pertama,dan sumber yang mengutip dari sumber lain disebut data
skunder.20
Menurut A.Chaedar Alwasilah bahwa dalam metode
Analitik,peneliti memiliki pemahaman terhadap bahasa
sasaran,namun ia lebih bersandar pada generalisasi dari korpus
yang digeluti,bukan pada intuisi seperti pada metode
introspeksi.Analisis wacana dan stilistika misalnya hampir tidak
mungkin dilakukan tanpa analisis terhadap data atau
korpus.Dengan bersandar pada data, para peneliti akan mampu
menganalisis dan medeskripsikan bahasa atau variasi bahasa yang
tidak dikenalnya sekalipun.21
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas penulis
memilih metode content analitis terhadap korpus yaitu karya tulis
Tela’ah
280
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
tiga orang ulama Banten dalam menjelaskan al-Awamil al-Miah
karangan Abd al-Qahir al-Jurjany. Kemudian melakukan study
komparasi yaitu membandingkan ketiga karya tulis itu untuk
mengetahui segi-kelebihan dan atau kekurangan masing-masing.
2-Waktu Penelitian
Waktu penelitian sesuaidengan jadwal kegiatanyang
ditentukan oleh Lembaga Penelitian IAIN “Sultan Maulana
Hasanuddin” Banten, yaitu:
1-Penyusunan peroposal penelitian dalam rentang waktu sejak
pengumuan sampaiproposal paling ahir tanggal 15 Maret 2013
2-Mengikuti seleksi proposal penelitian dan menandatangani
kontrak kerja penelitian dalam rentang waktu dari tanggal 18
sampai 22 Maret 1013
3-Pelaksanaan penelitian dari bulan April sampai Agustus 2013
4-Seminar hasil penelitian dari tanggal 15 sampai 20 Oktober
2013
3.Subyek Penelitian
Abd al-Qahir al-Jurjany adalah peletak dasar ilmu-ilmu
balaghah dua kitabnya yang terkenak adalah Asrar al-Balaghah
dan Dalail al-I’jaz,ia juga termasuk imam besar dalam bahasa dan
ilmu nahwu.dia menyusun kitab al-Awamil al-Miah dalam ilmu
nahwu.22
Menurut Mahmud Muhammad Syakir:Abd al-Qahir
adalah orang yang membuat ilmu balaghah dan sebaagai pencetus
ilmu balaghah ini.Banyak ulama-ulama yang ulung menjelaskan
tentang dirinya.Ia adalah orang yang mulia kedudukannya,orang
yang sangat terkenal,ia disebut Amir al-Mu’minin muhyi al-Ulum
wa al-Din.Yahya bin Hamzah al-Husaeni pemilik kitab al-Thiraz
tentang ilmu-ilmu hahikat i’jaz menyatakan di dalam pembukaan
kitabnya,dan dia odalah orang yang paling baik di dalam
menulius kitab balaghah setelah Abd al-Qahir,ia menyatakan
bahwa ,orang pertama yang membuat pondasi dari ilmu ini.yang
menjelaskan
dalil-dalilnya,dan
menerangkan
manpaatmanpaatnya dan mengatur susunannya adalah al-Syeikh ahli
Tahrir daan ahli tahqqiq Abd al-Qahir al-Jurjany.Ia telah
melepaskan ikatan keanehan,telah merobohkan pagar kesulitan
dengan tali yang kuat, memekarkan
bunga
dari
kuncupnya,memecahkan kancing yang telah terkunci.Semoga
ANALISA SYARAH NATSAR AL- AWA281
MIL Al- MIAH ABD AL- QAHIR AL-JURJANI
Arma
Allah membalasnya dengan balasan yang lebih utama.Dan
menjadikan pahalanya lebih sempurna sebagai balasan amalnya.
Ia mempunyai dua karangan di dalam dua kitab;salah satunya di
beri nama Dalail al-I’jaz, yang lain di namai Asrar alBalaghah,saya sangat mengaguminya dan dijadikan rujukan para
ulama ketika mereka membuat komentar dalam ilmu balaghah.23
Tajuddin al-Subky dalam kitab Thabaqat Al-Syafi’iyah alKubra mengatakan:Abdal-Qahir al-Jurjany al-Nahwy pengikut
madzhab Asy’ariyah,seorang ahli Fiqih madzhab alSyafi’iy,belajar ilmu nahwu di Jurjan dari Abi al-Husein
Muhammad bin al-Husein al-Farisy,ia seorang imam yang
masyhur menjadi tujuan orang-orang dari berbagai jihat ia
seorang ahli agama yang kuat,wara’ dan ahli ibadah.Al-Salafy
berkata:Ia orang yang wara’,qanaah, pada suatu waktu masuk
maling ke dalam rumahnya,sedangkan dia sedang shalat.Maling
mengambil barang-barang yang ada,Abd al-Qahir melihatnya dan
dia tidak menghentikan salatnya.24
Al-Subky berkata:Diantara karangannya adalah alMughny syarah kitab al-Idlah sebanyak 30 jilid,dan kitab alMuqtashid syarah kitab al-Idlah juga sebanyak tiga jilid,kitab
I’jaz al-Qur’an,,kitab al-Awamil al-Miah,Syarah al-Fatihah, kitab
al-Umdah dalam ilmu tashrif,dan kitab al-Jumal al-Mukhtashar
yang terkenal.25
Penyusun kitab al-Awamil ini Abd al-Qahir al-Jurjani
,beliau seorang ulama ahli Nahwu dan ahli Balaghah termasuk
generasi mutaakhirin dari ulama madrasah Baghdad, meninggal di
Jurjan wilayah Parsi pada tahun 474 H. Masa Abd al-Qahir alJurjani menyusun kitab Awamil, pada saat ilmu nahwu sudah
mencapai perkembangan yang sangat pesat dan luas.Abd al-Qahir
al-Jurjani meringkas ilmu nahwu yang telah berkembang luas dan
mendalam menjadi seratus amil saja.Usaha beliau ini diasumsikan
untuk memudahkan para pelajar pemula agar mereka mudah
mempelajari ilmu nahwu yang sudah sangat rumit karena terjadi
perdebatan yang sangat sengit diantara para ulama berbagai
madzhab. Perdebatan yang terkenal adalah antara ulama Basrah
lawan ulama Kufah sehingga hal ini cukup mempersulit para
santri mempelajari ilmu nahwu apalagi santri pemula.
Kitab ilmu nahwu karya Abd al-Qahir al-Jurjani ini
dinamai al-Awamil al-Miah karena hanya terdiri dari seratus amil
yang meropakan,menasabkan, menjerkan, dan menjazamkan
Tela’ah
282
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
kalimah isim dan fi’il. Kitab Awamil yang digunakan di
pesantren-pesantren di Banten ditemukan ada dua macam yang
pertama berbentuk natsar dan yang kedua berupa nadzam.Yang
berbentuk natsar ada empat macam yaitu:satu, syarah Tashil Nail
al-Amani fi syarhi al-Awamil al-Jurjani karya Ahmad bin
Muhammad Zain bin Mushthafa al-Fathani Tailan;dua, Murad alAwamil Mandaya karya KH Muhammad Ali bin Ahmad bin Abu
Bakar Mandaya Carenang Banten;tiga,Tanbih al-Mubtadiin syarah
awamil dengan bahasa Jawa Banten karya KH.Ahmad Khairuddin
Bagawati Serang Banten; empat, Tashil al-Mubtadiin syarah
Awamil dengan bahasa Sunda campur bahasa Jawa Banten karya
KH.Muhammad Hasanuddin Bojong Cikupa Tangerang Banten.
Tiga orang ulama Banten
yaitu KH. Muhammad
Ali,KH.Ahmad Khaerudin bin Salwan dan KH.Muhammad
Hasanuddin bin Muhammad Syafi’i, berusaha menjelaskan kitab
Al-Awamil al-Miah Abd al-Qahir al-Jurjani, agar mudah dipahami
oleh para santri pemula, sebelum mereka mempelajari kitab-kitab
yang lain sebagai lanjutan ilmu nahwu, maupun kitab-kitab dalam
disiplin ilmu yang lain seperti ilmu sharaf, ilmu fiqh,tafsir, hadits,
ilmu tasawuf dan lain-lainnya.
4-Prosedur Penelitian
Penulis bersilaturahmi ke berbagai pesantren salafi,seperti
pesantren-pesantren di Pelamunan Kramat Watu,pesantrenpesantren di Cangkudu Baros,pesantren di Bagawati Kasemen
Serang,pesantren di Bojong Cikupa Tangerang.untuk mencari data
tentang materi ilmu nahwu yang diajarkan.Disamping itu penulis
menyebarkan angket keberbagai pesantren salafi yang berlokasi di
kabupaten kota di wilayah propinsi Banten.
5-Data Penelitian
Data penelitian terdiri dari data primer dan data
skunder.Data primer yaitu: Murad al-Awamil Mandaya karya KH
Muhammad Ali bin Ahmad bin Abu Bakar Mandaya Carenang
Banten;Tanbih al-Mubtadiin syarah awamil dengan bahasa Jawa
Banten karya KH.Ahmad Khairuddin Bagawati Serang
Banten;dan Tashil al-Mubtadiin syarah Awamil dengan bahasa
Sunda campur bahasa Jawa Banten karya KH.Muhammad
Hasanuddin Bojong Cikupa Tangerang Banten.
ANALISA SYARAH NATSAR AL- AWA283
MIL Al- MIAH ABD AL- QAHIR AL-JURJANI
Arma
Data skunder adalah berbagai karya tulis yang erat
kaitannya dengan al-Awamil seperti kitab-kitab ilmu nahwu dan
sejarahnya, ilmu lughah,ilmu hadits, ilmu tafsir,ilmu fiqih dan
sebagainya.
6-Tehnik Analisa Data
Data yang terkumpul adalah data kualitatif .Kemudian data
tersebut dianalisa dengan menggunakan analisa logic ilmu bahasa
untuk mengetahui tehnik K.H. Muhammad Ali,K.H. Ahmad
Khaeruddin dan K.H. Muhammad Hasanuddin menjelaskan kosa
kata dan membuat contoh kosa kata di dalam jumlah dalam
menjelaskan al-Awamil al-Miah.Hasilnya diharapkan dapat
diketahui kelebihan dan atau kekurangannya.
D. Analisa Data
1. Cara KH Muhammad Ali menjelaskaan kosa kata dan membuat
contoh dalam bentuk jumlah,misalnya:
‫الؼْاهل اللفظية ها يتلفظ ّيذرك ًحْ إى سيذا قائن ّضزب سيذ‬-1
‫الوؼٌْية هاال يتلفظ ّال يذرك إ خلٍْ ػي الؼْاهل اللفظية ماالتتذاء فٔ الوثتذاء‬-2
‫ًحْ سيذ قائن ّالتجزد فٔ الوضارع ًحْ سيذ يضزب‬
‫السواػية ها يتْقف ػولَ ػلٔ سثيل السواع موا تقْل إى الثاء تجز ًحْ تشيذ ّلن‬-.3
ّ ‫تجشم ًحْ لن يضزب‬
‫ّإى تٌصة االسن ّتزفغ الخثز ًحْ إى سيذا قائن ًّحُْا‬
‫تطزيق سواػل هٌِن‬
‫ّمل‬.‫القياسية ها أخذ قياسا فتقْل الوثال مل فؼل الالسم يزفغ الفاػل فقط ًحْ قام سيذ‬-4
‫ّمل اسن‬.‫فؼل الوتؼذٓ يزفغ الفاػل ّيٌصة الوفؼْل تَ ًحْ ضزب سيذ ػوزا‬
‫اصيف الٔ اسن آخز فاألّل تجز الثأً ًحْ غالم سيذ إ غالم لشيذ‬
Begitulah cara K.H. Muhammad Ali menjelaskan kalimah (kosa
kata) dan cara menjelaskan fungsi kosa kata di dalam
jumlah.Semuanya dikemukakan dengan contoh yang mudah
dipahami oleh para santri pemula.
2. K.H. Ahmad Khaeruddin dalam karya tulisnya menjelaskaan
kosa kata kemudian memberi contoh
jumlah yang
mengandung kosa kata tersebut, contohnya :
‫ اللفظية ها يتلفظ ّيذرك ًحْ إى سيذا قائن‬- 1
‫ الوؼٌْية تخالفِا إ هاال يتلفظ ّاليذرك ماالتتذاء فٔ الوثتذاء ًحْ سيذ قائن‬- 2
‫ّالتجزد فٔ الوضارع‬
‫السواػية ها يتْقف ػولَ ػلٔ سثيل السواع موا تقْل إى الثاء تجز ًحْ تشيذ ّلن‬-3
ّ ‫تجشم ًحْ لن يضزب‬
‫ّإى تٌصة االسن ّتزفغ الخثز ًحْ إى سيذا قائن ًّحُْا‬
‫تطزيق سواػل هٌِن‬
Tela’ah
284
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
‫القياسية ها أخذ قياسا فتقْل مل ها ماى مذا فاًَ يؼول مذا إ تقْل مل فؼل الالسم‬-4
َ‫ّمل فؼل الوتؼذٓ يزفغ الفاػل ّيٌصة الوفؼل ت‬.‫يزفغ الفاػل فقط ًحْ قام سيذ‬
‫ّمل اسن اصيف الٔ اسن آخز فاألّل تجز الثأً ًحْ غالم‬.‫ًحْ ضزب سيذ ػوزا‬
‫سيذ إ غالم لشيذ‬
Cara KH Ahmad Khaeruddin menjelaskan kosa kata dan
membuat contoh berupa jumlah relative sama dengan yang
dikemukakan oleh KH Muhammad Ali.
Perbedaannya,semua ungkapan dalam karya tulisnya
diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa Banten dan ditarkib (di
i’rab).
K.H. Ahmad Khaeruddin adalah mengi’rab matan alAwamil Miah karya Tulis Abd al-Qahir al-Jurjani berikut
syarahnya yang dilakukan oleh K.H. Muhammad Ali.
3. K.H. Muhammad Hasanuddin dalam karya tulisnya memberi
contoh amil-amil dengan jumlah yang relative sama dengan
yang dikemukakan oleh KH Muhammad Ali. Dan semua
karya tulisnya diterjemahakan ke dalam bahasa Jawa Bantern
dan di tarkib (di I’rab )dengan bahasa Sunda. Karya tulis K.H.
Muhammad Hasanuddin termasuk kepada karya ulama
mutaakhirin yaitu urutan terahir dari syarah, hasyiyah, ta’liq,
taqrir, tahqiqi dan i’rab, karena dalam karyanya ia meng i’rab
semua matan al-Awamil.
4. Karya tulis K.H. Muhammad Ali mensyarahi matan al-Awamil
al-Miah Abd al-Qahir al-Jurjany suatu karya yang perlu
diteladani dan diteruskan oleh generasi berikutnya yaitu
melengkapi syarah kosa kata maupun jumlah yang perlu lebih
dipertegas
misalnya
tentang
pengertian
amil,ilmu
nahwu,rafa,nasab,jar,isim
fi’il,huruf,mubtada,khabar
dan
sebagainya.
5. Karya tulis K.H. Ahmad Khaeruddin mengikuti karya K.H.
Muhammad Ali dalam menjelaskan kosa kata dan membuat
jumlah.Kemudian menterjemahkan ke dalam bahasa Jawa
Banten dan mengi’rab seluruhnya.Apabila dijelaskan
pengertian istilah-istilah yang terkandung dalam kitab alAwamil akan lebih mudah dipahami oleh santri pemula.
6. Karya
tulis
K.H.
Muhammad
Hasanuddin
yang
menterjemahkan kedalam bahasa Jawa Banten dan mengi’rab
dengan bahasa Sunda,akan lebih mudah dipahami oleh
ANALISA SYARAH NATSAR AL- AWA285
MIL Al- MIAH ABD AL- QAHIR AL-JURJANI
Arma
santri,apabila dijelaskan semua istilah yang dikandung di
dalamnya.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Sebagai penutup laporan hasil penelitian ini disimpulkan
sebagai berikut:
a. KH Muhammad Ali karya tulisnya dapat dikategorikan
sebagai syarah bagi kitab al-awamil al-miah kitab nahwu
karangan Abd al-Qahir al-Jurjani ,karena dalam tulisannya
menjelaskan tiap kosa kata yang dianggap penting dan dibuat
jumlah yang menunjukkan posisi kosa kata di dalam jumlah
tersebut. Begitulah cara KH Muhammad Ali menjelaskan
kalimah (kosa kata) dan cara menjelaskan fungsi kosa kata di
dalam jumlah.Semuanya dikemukakan dengan contoh yang
mudah dipahami oleh para santri pemula.
b. KH Ahmad Khaeruddin dalam karya tulisnya menjelaskaan
kosa kata kemudian memberi contoh
jumlah yang
mengandung kosa kata. Cara KH Ahmad Khaeruddin
menjelaskan kosa kata dan membuat contoh berupa jumlah
relative sama dengan yang dikemukakan oleh KH Muhammad
Ali.Perbedaannya,semua ungkapan dalam karya tulisnya
diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa Banten dan ditarkib (di
i’rab).
c. KH Muhammad Hasanuddin dalam karya tulisnya memberi
contoh amil-amil dengan jumlah yang relative sama dengan
yang dikemukakan oleh KH Muhammad Ali. Dan semua
karya tulisnya diterjemahakan ke dalam bahasa Jawa Bantern
dan di tarkib (di I’rab ) dengan bahasa Sunda. Karya tulis KH
Muhammad Hasanuddin termasuk kepada karya ulama
mutaakhirin yaitu urutan terahir dari syarah, hasyiyah, ta’liq,
taqrir, tahqiqi dan i’rab, sebagaimana yang dilakukan oleh
Syekh al-Kafrawy.
d. Karya tulis KH Muhammad Ali mensyarahi matan al-Awamil
al-Miah Abd al-Qahir al-Jurjany suatu karya yang perlu
diteladani dan diteruskan oleh generasi berikutnya yaitu
melengkapi syarah kosa kata maun jumlah yang perlu lebih
dipertegas
misalnya
tentang
pengertian
amil,ilmu
nahwu,rafa,nasab,jar,isim
fi’il,huruf,mubtada,khabar
dan
sebagainya.
Tela’ah
286
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
e. Karya tulis KH Ahmad Khaeruddin mengikuti karya KH
Muhammad Ali dalam menjelaskan kosa kata dan membuat
jumlah.Kemudian menterjemahkan ke dalam bahasa Jawa
Banten dan mengi’rab seluruhnya.Apabila dijelaskan
pengertian istilah-istilah yang terkandung dalam kitab alAwamil akan lebih mudah dipahami oleh santri pemula.
f. Karya tulis KH Muhammad Hasanuddin yang menterjemahkan
kedalam bahasa Jawa Banten dan mengi;rab dengan bahasa
Sunda,akan lebih mudah dipahami oleh santri,apabila
dijelaskan semua istilah yang dikandung di dalamnya.
2-Saran-saran
a. Pesantren adalah salah satu benteng akhlak umat Islam yang
mendidik generasi penerus agar menjadi orang-orang yang
saleh sebagai pemimpin masa yang akan datang.Materi
pelajaran di pesantren perlu dipikirkan agar sesuai dengan
kebutuhan masyarakat masa kini.
b. Al-Awamil al-Miah ktab ilmu nahwu susunan Abd al-Qahir alJurjani adalah kitab wajib dipelajari oleh para santri di
pesantren-pesantren salafi yang tersebar di wilayah propinsi
Banten,perlu dipikirkan.cara yang mudah dipalajari dan
dipahami oleh para santri pemula.Apabila mudah dipahami
para santri akan bergairah belajarnya.
c. Perlu dipikirkan tentang syarah al-Awamil yang lebih lengkap
agar mudah dipahami ketika diperlajari oleh santri pemula,
karena ilmu nahwu sangat penting,tidak mungkin bias
mempelajarai literature keagamaan dengan baik tanpa
memahami kaidah-kaidah nawu sharaf dan cabang ilmu bahasa
Arab lainnya.
Catatan akhir:
1
Abd al-Karim,Al-Wasith fii Tarikh al-Nahwy al-Araby,Dar alSyaufi,al-Riyadl,1992 hal: 14
2
Ali Muhamad Fakhir,op.cit. hal:11
3
Abd al-Karim,loc.cit. :
4
Al-Murady,2001 Hal:266
5
Ali Muhammad Fakhir,op.cit. hal:8
6
Tamam Hasan loc.cit hal:
7
Ibid
ANALISA SYARAH NATSAR AL- AWA287
MIL Al- MIAH ABD AL- QAHIR AL-JURJANI
Arma
8
Ali Muhammad Fakhir,loc.cit.,hal: 12
Ali Muhammad Fakhir,op. cit. Hal:14
10
Ibid hal:288
11
Ibid hal: 23
12
Abd al-Karim,lok.cit. hal:289
13
ibid
14
Ahmad bin Muhammad,1995 hal:14
15
Ibid
16
Ahmad bin Muhammad,lok.cit. hal:14
17
Abd al-Rahman,2001,hal:255
18
Tamam Hasan,lok.cit. hal:11
19
Cik Hasan Bisri,Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan
penulisan Skripsi Bidang Ilmu Agama Islam,Ulul Albab Press,Bandung,1997,
hal: 52-53
20
Winarno Surachmad,Dasar dan Tehnik Research,Tarsito,Bandung,1972,
9
hal:123-125
21
A.Chaedar
Alwasilah,Pokoknya
Jaya,Bandung,2002,hal:69
Kualitatif,PT
Dunia
Pustaka
22
Abd al-Karim,lok.cit. hal:14
Mahmud Muhammad Syakir,1991, hal:16
24
Ibid
25
Ibid
23
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Karim al-As’ad, al-Wasith fi Tarikhi al-Nahwy alAraby,Dar al-Syawaf,al-Riyadl,1992
Abdu Shabur Syahin, Fi Tathawuri al-Lughah,Maktabah alSyabab,al-Qahira,1992
Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhandan Perkembangan Lembagalembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Grasindo,
Jakarta
Abduh Rajihi, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah, Dar al-Ma’rifah alJami’ah Iskandariyah,1993
Ahmad Maky, Al-Nahwu al-Qur’any, Dinamika Baakah Utama,
Jakarta
Tela’ah
288
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Ahmad bin Muhammad, Shinaat al-Kitab, Dar al-Ulum alArabiyah,Beirut,1990
Ahmad Warson Munawir, Kamus Araby-Indunisy, Krapyak
Yogyakarta,1984
Ahmad Syafii Maarif, Studi Tentang Percaturan dalam
Konstituante Islam Dan Masalah Kenegaraan, LP3ES
Jakarta,1985
Ali
Abd al-Wahid Wafy,
Nahdlah,Qairo,1945
Fiqh
al-Lughah,
Daral-
Ali Muhammad Faakhir, Tarikh al-Nahwi al-Arabi Mundzu
Nasyatihi hatta al-Ana, Jamiah al-Azhar,2003
Carl Broclemen, Tarikh Adab Araby, Leipzig
Endang Sutari AD, Ilmu Hadits kajian riwayah dan dirayah,
Amal Bakti Press,Bandung
Ibnu Umi Qasim al-Murady, Taudlih al-Maqashid wa al-Masalik
bi al-Syarhi Alfiyah Ibnu Malik
Ibrahim Madzkur, al-Mu’jam al-Wajiz, Wizarat al-Tarbiyah wa
al-Ta’lim ,Mesir,1984
Karim Zaky Hisam al-Din,Ushul Turastsiyah, Maktabah al-Anjalu
al-Mishriyah,1993
Mahmud Fahmi Hijazy, Ilmu al-Lughah al-Arabiyah,Wikalah alMathbuah,al-Kuweit 1973
Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an,
Mansyurat al-Ashri al-Hadits
Mazin Mubarak, al-Nahwu al-Araby al-‘ilah al-Nahwy Nasyatuha
wa Tathawuruha, Dar al-Fikr , Beirut, 1981
Muhammad Abu Zahu, Al-Hadits wa al-Muhadditsun, Dar alKitab al-Araby, Beirut ,1984
Muhammad Hasbi al-Shidqi, Ilmu-lmu al-Qur’an, Bulan Bintang
Jakarta, 1972
Mahmud Muhammad Syakir, Kitab Asrar al-Balaghah li Abd alQahir al-Jurjani, Dar al-Madany,Jiddah 1991
ANALISA SYARAH NATSAR AL- AWA289
MIL Al- MIAH ABD AL- QAHIR AL-JURJANI
Arma
Maisyal Zakariya, Buhuts Alsuniyah al-Arabiyah, al-Muassasat alJam’iyah al-Dirasat wa al-Nasyri wa al-Tauzi,Beirut
Muhammad Sulaiman Yakut, Manhaj al-Bahts al-Lughawy,Dar
al-Ma’rifah al-Jami’ah al-Kuweit
Muhammad al-Thanthawy, Nasyatu al-Nahwi Tarikhu Asyhar alNuhat,Jamiat AL-Sayyid Muhammad bin Ali al-Sanusi
,Libiya
Qasim al-Samiraiy, Ilmu al-Iktinah al-Arabiyah al-Islamy,alRiyadl,2001
Ruhy al-Ba’labaky, al-Maurid Qamus Araby-Injlizy, Dar al-ilm
Lilmalayin,1995
Tamam Hasan, al-Lughah al-Arabiyah Ma’naha wa Mabnaha,Dar
al-Tsaqafah,al-Dar al-Baidla,al-Maghrib, 1994
-----------,Ushlub Dirasat Evistemologiah lil fikri al-Lughawi
i’nda al-Arabiyah –al-Nahwi- Fiqh al-Lughah-alBalaghah, Alam al-Kutub al-Qahira,2000
Al-Zarkasyi, al-Burhan fi ulum al-Qur’an.
Tela’ah
290
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
ANALISIS TAX AUDIT LAPORAN KEUANGAN
PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Hendrieta Ferieka
Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam
IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Abstrak
Optimalisasi pendapatan negara melalui penerimaan
pajak pusat memiliki dampak besar terhadap peningkatan taraf
hidup masyarakat serta kelancaran transaksi bisnis pada skala
ekonomi yang lebih luas. Dana pembangunan yang dihimpun
melalui pungutan pajak secara tidak langsung akan digunakan
pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur penunjang
kegiatan ekonomi, bisnis, dan sosial budaya yang lebih memadai.
Iklim bisnis sehat yang tercipta melalui pemanfaatan secara
optimal dana masyarakat melalui pajak, pada akhirnya akan
semakin mendorong pengusaha untuk mengikuti kebijaksanaan
fiskal yang digulirkan pemerintah.
Kata Kunci: tax audit, perusahaan manufaktur
A. Latar Belakang Penelitian
Reformasi perpajakan tahun 1983 telah menempatkan
Wajib Pajak pada posisi penting sebagai subjek dalam pencapaian
target penerimaan negara. Sistem perpajakan Indonesia mulai
pada saat itu menganut sistem self assessment, yang memberikan
kewenangan kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang. Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan,
berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan
terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Dalam sistem ini diharapkan wajib pajak memiliki
kesadaran terhadap kewajibannya, kejujuran dalam menghitung
ANALISIS TAX AUDIT LAPORAN KE291
UANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Hendrieta Ferieka
pajaknya, memiliki hasrat atau keinginan yang baik untuk
membayar pajak, dan komitmen dalam menjalankan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Hampir setiap Wajib Pajak, khususnya Wajib Pajak
Badan, menginginkan agar jumlah kewajiban pembayaran
pajaknya serendah mungkin dan berbagai macam cara mungkin
dilakukan, baik dengan melakukan cara yang diperkenankan oleh
Undang-undang perpajakan, ataupun cara yang melanggar aturan
perpajakan. Cara pertamalah yang seharusnya dilakukan oleh
Wajib Pajak, karena disamping diperkenankan oleh Undangundang perpajakan, juga tidak merugikan negara.
Bertolak dari pemikiran pentingnya pelaksanaan
penghitungan kewajiban perpajakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka penulis ingin
mengetahui seberapa jauh kepatuhan Wajib Pajak Badan berkaitan
dengan penghitungan pajak terutangnya, untuk itu penulis
mencoba meneliti dalam bentuk penelitian yang berjudul: Analisis
Tax Audit Laporan Keuangan Perusahaan Manufaktur.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang
akan dirumuskan adalah seberapa jauh kepatuhan Wajib Pajak
Badan dalam melaporkan Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang
dengan sebenarnya. Karena bila terdapat indikasi adanya
kesalahan ataupun kekeliruan dalam penyetoran pajak, ada potensi
Wajib Pajak Badan tersebut akan diperiksa oleh aparat pajak.
Bahkan bila mengarah kepada kesengajaan, bisa memunculkan
penyidikan pajak, yang hukumannya berupa sanksi pidana.
C. Pembatasan Masalah
Data yang akan diteliti adalah Laporan Keuangan
perusahaan manufaktur pada tahun pajak yang sama. Hanya akan
dibatasi untuk 40 perusahaan manufaktur yang sejenis. Akan
dilihat trend (kecenderungan) dalam pembayaran pajak
penghasilannya, termasuk indikasi kewajaran dan kepatuhannya.
Periode laporan keuangan yang dijadikan sampel hanya
tahun 2008. Peneliti sengaja memilih tahun 2008 dikarenakan
pada periode tahun tersebut sedang terjadi krisis ekonomi global
yang menyebabkan beberapa negara mengalami stagnasi dalam
pertumbuhan ekonominya, khususnya penurunan laba beberapa
Tela’ah
292
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
perusahaan. Sehingga peneliti ingin membuktikan apakah pada
periode krisis tersebut, beberapa perusahaan manufaktur yang ada
di Indonesia menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan
melaporkan Pajak Penghasilan Badannya dengan jujur atau tidak.
D. Signifikansi Penelitian
Diharapkan dari penelitian ini akan diperoleh gambaran
mengenai kewajiban Wajib Pajak, khususnya Wajib Pajak Badan,
dalam kewajibannya melaporkan SPT Tahunannya dan menyetor
kewajiban pajaknya apabila pada penghitungannya ternyata ada
kekurangan pajak yang masih harus dibayar, atau Wajib Pajak
dapat meminta kembali pajak yang sudah dibayarkan apabila
Wajib Pajak ternyata telah membayar pajak lebih besar daripada
yang seharusnya.
Manfaat penelitian ini adalah supaya masyarakat bisa
mengetahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam
menghitung dan membayar pajaknya, sehingga opini yang beredar
dimasyarakat tentang kepatuhan membayar pajak suatu
perusahaan, didasarkan pada fakta dan data yang ada. Kesan
masyarakat atas kinerja suatu perusahaan atau badan akan baik,
apabila kepatuhan membayar pajaknya juga baik.
E. Pembahasan Teoritik
Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro,
dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak
Pendapatan”1 adalah sebagai berikut:
Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara
(peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor
pemerintah) berdasarkan Undang-undang (dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal
(tegen-prestatie/kontra prestasi) yang langsung
dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum (publieke uitgaven).
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki unsur-unsur:
a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undangundang serta aturan pelaksanaannya.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontra prestasi individual oleh pemerintah.
ANALISIS TAX AUDIT LAPORAN KE293
UANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Hendrieta Ferieka
c. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat
maupun daerah.
d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah; yang bila
dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan
untuk membiayai public investment.
e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter,
yaitu mengatur.
Pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah dalam
rangka menjalankan roda pembangunan yang bersumber dari
masyarakat. Landasan hukum pemerintah dalam memungut pajak
dari masyarakat, yaitu:
a. UUD 1945, Pasal 23 ayat (2), menyatakan “Segala pajak
untuk keperluan negara berdasarkan Undang-undang”.
b. Undang-undang Perpajakan yang sudah disempurnakan, yang
meliputi:
1) UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (KUP).
2) UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
3) UU No. 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPN dan PPn BM).
4) UU No. 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa (PPSP).
5) UU No. 20 tahun 2000 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB).
Salah satu ketentuan yang mendasari penelitian ini adalah
Undang-undang No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, dan telah diperbaharui dengan Undangundang No. 28 tahun 2007, yang meliputi beberapa pasal sebagai
berikut:
a. Pasal 28 ayat (1) yang menyatakan: “Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan
pembukuan”.
b. Pasal 28 ayat (3) yang menyatakan: “Pembukuan atau
pencatatan tersebut
harus diselenggarakan dengan
memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau
kegiatan usaha yang sebenarnya”.
Tela’ah
294
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
c. Pasal 29 ayat (1) yang menyatakan: “Direktur Jenderal Pajak
berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Seperti telah dibahas di muka, pajak memiliki peranan yang
sangat besar dalam pelaksanaan pembangunan, oleh karena itu,
sekurang-kurangnya pajak akan memiliki 4 fungsi atau peranan
utama di dalam pembangunan ekonomi2, yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi Budgetaire (sebagai sumber utama kas negara)
b. Fungsi Alokasi (sumber dana untuk pembiayaan
pembangunan)
c. Fungsi Distribusi (sebagai alat pemerataan pendapatan)
d. Fungsi Regulasi (alat pengatur kegiatan ekonomi)
Pengertian kepatuhan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah sifat patuh, ketaatan. Jadi kepatuhan pajak dapat
diartikan sebagai sifat patuh atau ketaatan dalam melaksanakan
kewajiban perpajakan. Didalam penelitian ini kepatuhan yang
dianalisis adalah kepatuhan dalam menghitung sendiri pajak yang
terutang dengan benar.
Pemeriksaan pajak kadangkala merupakan sesuatu yang
mengandung ancaman bagi wajib pajak. Hal ini sangat dirasakan
ketika petugas pajak dianggap mengada-ada dan selalu mencari
kesalahan wajib pajak, padahal menurut wajib pajak telah benar.
Untuk memahami pemikiran wajib pajak yang demikian,
kiranya pemeriksa pajak harus dapat memberikan pengertian
kepada wajib pajak bahwa apa yang dilakukannya semata-mata
untuk menjalankan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan.
Agar wajib pajak dapat memahami apa yang dilakukan
oleh petugas pajak telah sesuai dan benar, hendaknya pemeriksa
pajak dalam setiap dan segala hal bertindak harus dapat
menjelaskan bahwa apa yang dilakukannya telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Untuk itu, pemeriksa pajak harus dapat
memahami pengertian pemeriksaan dan dasar hukum yang
mengaturnya.
Pada dasarnya yang menjadi sasaran pemeriksaan pajak
adalah mencari adanya 1) interpretasi undang-undang yang tidak
benar, 2) kesalahan, 3) penggelapan secara khusus dari
ANALISIS TAX AUDIT LAPORAN KE295
UANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Hendrieta Ferieka
penghasilan, dan 4) pemotongan dan pengurangan tidak
sesungguhnya yang dilakukan Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya.
Untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak dalam
menghitung besar pajak yang harus dibayar, pemeriksa harus
memeriksa pembukuan yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Pengertian pembukuan berdasarkan Pasal 1 ayat 26 UU No. 28
tahun 2007 adalah:
Suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan
dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan
laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.
Pada umumnya pembukuan Wajib Pajak di Indonesia
berdasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Untuk
menghitung pajak yang terutang Wajib Pajak tidak perlu membuat
dua pembukuan, cukup menyelenggarakan satu pembukuan
berdasarkan SAK atau yang lainnya. Namun saat menghitung
pajak terutang perlu dilakukan rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi
fiskal ini diperlukan karena terdapat beberapa perbedaan antara
SAK dengan Undang-undang perpajakan, terutama mengenai
objek yang dikenakan pajak atau penghasilan dan biaya-biaya
yang dapat mengurangi penghasilan tersebut.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara teratur untuuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya,
serta jumlah harga perolehan dan penyerahan jasa, yang ditutup
dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan
laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Pembukuan tersebut harus diselenggarakan dengan
memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau
kegiatan usaha
yang sebenarnya. Pembukuan harus
diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin,
angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri
Keuangan. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan
mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak
setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
Tela’ah
296
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan
mengenai harta kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak
yang terutang. Jadi diharapkan pembukuan tersebut dapat
digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang terutang.
Pembukuan tersebut tidak hanya digunakan untuk menghitung
besarnya Pajak Penghasilan , tetapi juga pajak-pajak lainnya. Agar
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dapat dihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat juga
jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual nilai
ekspor, jumlah harga jual dari pembayaran atas pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar daerah pabean di dalam daerah pabean, jumlah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.
Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara
atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundangundangan perpajakan menentukan lain.
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga
macam3, yaitu:
a. Official Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan
yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
b. Self Assessment System, merupakan suatu sistem pemungutan
pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
c. Withholding System, adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus
dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan
untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang.
Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara
untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu
penghitungan dengan cara biasa dan penghitungan dengan
menggunakan norma penghitungan.
ANALISIS TAX AUDIT LAPORAN KE297
UANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Hendrieta Ferieka
Berdasarkan Pasal 16 Undang-undang No. 36 tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan, dijelaskan penghitungan Penghasilan
Kena Pajak sebagai berikut:
Bagi Wajib Pajak dalam negeri (khususnya Wajib Pajak
Badan) yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena
Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara penghitungan biasa,
seperti contoh berikut:
Peredaran bruto
Rp.
xxx
Biaya untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan
xxx (-)
Laba usaha (penghasilan neto usaha)
Rp.
xxx
Penghasilan lainnya
Rp.
xxx
Biaya untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan
lainnya tersebut
xxx (-)
Rp.
xxx (+)
Jumlah seluruh penghasilan neto
Rp.
xxx
Kompensasi kerugian
xxx (-)
Penghasilan Kena Pajak (bagi Wajib Pajak Badan)
Rp. Xxx
Penghitungan pajak terutang untuk Wajib Pajak badan
dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan tarif PPh terutang
(PKP x tarif PPh)
Sesuai dengan pasal 17 UU PPh, besarnya tarif pajak
penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan
bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut:
a. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Tabel 1. Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
sampai dengan Rp50.000.000,00
di atas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp250.000.000,00
di atas Rp250.000.000,00 sampai dengan Rp500.000.000,00
di atas Rp500.000.000,00
Tela’ah
298
Tarif
Pajak
5%
15%
25%
30%
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
b. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap
adalah sebesar 28%
F. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, data yang didapat diolah dan
dikembangkan, dan berbagai macam cara dapat digunakan,
misalnya dari jenis datanya, tahun yang diobservasi, teknik
analisis, dan lain sebagainya. Akan tetapi mengingat keterbatasan
waktu, tenaga, dan pikiran, maka ruang lingkup yang dibahas
hanyalah sebagai berikut:
1. Penelitian hanya akan difokuskan pada seberapa besar tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam rangka menghitung pajak yang
terutang, untuk mengetahui apakah sistem self assessment
yang dijalankan di 40 perusahaan manufaktur yang telah
listing di BEI, telah dijalankan dengan cukup baik atau tidak.
2. Data yang diperlukan diperoleh dengan melakukan riset dan
observasi pada laporan keuangan perusahaan yang telah
dipublikasikan di perpustakaan BEI.
3. Data yang digunakan adalah khusus untuk jenis Pajak
Penghasilan Badan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha. Yang termasuk sebagai badan adalah
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.
Dalam riset ini digunakan metode sampling, lebih khusus
lagi yaitu menggunakan metode purposive sampling. Data yang
diambil berasal dari hasil publikasi laporan keuangan tahunan
perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia
(BEI), dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Laporan Keuangan tahun 2008 untuk 40 perusahaan
manufaktur yang telah listing di BEI.
ANALISIS TAX AUDIT LAPORAN KE299
UANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Hendrieta Ferieka
2. Jenis kriteria pemeriksaan yang dilakukan hanyalah pada item
(akun) jumlah Penjualan (Peredaran Usaha) dan jumlah Pajak
Penghasilan (PPh) terutang.
3. Jenis pajak yang digunakan hanyalah kewajiban PPh Wajib
Pajak Badan.
4. Beberapa rasio keuangan yang penting digunakan untuk
mengetahui perkembangan usaha pada tahun 2008, laba
perusahaan, dan tingkat kesehatan perusahaan secara
finansial.
Data akan disusun berdasarkan kode emiten yang
dikeluarkan oleh BEI, kriteria tahun Wajib Pajak dan dari tahun
peredaran usaha Wajib Pajak. Selain penggolongan berdasarkan
peredaran usaha, juga dibuat penggolongan berdasarkan ratio
antara PPh terutang dan peredaran usaha.
Hal-hal yang dilakukan dalam menganalisa laporan
keuangan adalah sebagai berikut4:
1. Membandingkan laporan laba rugi tahun pajak yang diaudit
dengan peredaran usaha, dengan membuat persentase
(vertikal);
2. Membandingkan laporan laba rugi dan neraca dari tahun ke
tahun, minimal dua tahun terakhir, dengan membuat
persentase (horizontal);
3. Melakukan analisis rasio;
4. Membuat daftar permasalahan apabila dalam melakukan
perbandingan vertikal dan horizontal terdapat perubahan yang
cukup material dan diperkirakan tidak sebanding atau tidak
wajar;
5. Membuat daftar pertanyaan atau interview kepada wajib pajak
atas permasalahan yang timbul setelah dilakukan analisis;
6. Memfokuskan pemeriksaan terhadap hal yang menonjol yang
ditemukan saat melakukan analisis laporan keuangan;
7. Memperhatikan akun/perkiraan dalam laporan keuangan
dengan membandingkan jenis usaha WP dan perkiraan yang
sesuai.
Hasil yang diharapkan adalah:
1. Memastikan kewajaran atas pembebanan yang sebanding
dengan peredaran usaha.
Tela’ah
300
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
2. Memastikan kewajaran atas kenaikan dan penurunan dalam
laporan laba rugi dan neraca dari tahun sebelumnya.
3. Memastikan bahwa WP tidak mengalami kesulitan dalam
membayar pajak, hal ini terbukti dengan rasio likuiditas lebih
dari satu. Bila lebih dari dua, dipastikan terdapat kapasitas
yang menganggur yang harus ditelusuri lebih mendalam,
misalnya dari mana kas tersebut? Dari mana persediaan dan
piutang yang masih ada? Kenapa masih ada persediaan dan
piutang yang banyak padahal kas perusahaan bertambah
besar? Dan lain-lain.
4. Tepat sasaran dalam menentukan sejauhmana pemeriksaan
harus dilakukan, bukti dan dokumen apa yang harus diminta,
hal ini akan mempercepat penyelesaian pemeriksaan.
Tabel 2. Operasional Variabel Penelitian
Variabel
Kepatuhan
Sub Variabel
Kewajiban
perpajakan
Pemeriksaan
Penghitungan
perpajakannya
Pembukuan
Perpajakan
Data dan
informasi
Keuangan
Indikator
Tepat waktu
Tidak ada tunggakan pajak
Tidak terkena sanksi administrasi
berupa denda atau bunga
Menghitung dan melaporkan
dengan benar
Interpretasi UU yang tidak benar
Kesalahan atau kekeliruan
SPT lebih/ kurang bayar
Pelaporan dan pembayaran tidak
tepat waktu
Harta
Kewajiban
Modal
Penghasilan dan Biaya
Harga perolehan
Penyerahan barang dan jasa
Laporan Keuangan
G. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
kecenderungan Wajib Pajak perusahaan manufaktur dalam
menghitung pajak yang terutang. Analisis tersebut menggunakan
metode statistik deskriptif, yaitu dengan metode rata-rata dan
modus untuk mengetahui gejala pusat dari data yang ada sehingga
bisa ditarik sebuah kesimpulan. Perusahaan manufaktur (industri
ANALISIS TAX AUDIT LAPORAN KE301
UANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Hendrieta Ferieka
pengolahan) di BEI meliputi sektor industri dasar dan kimia,
sektor aneka industri, dan sektor industri barang konsumsi.
Dari populasi yang berjumlah 123 perusahaan manufaktur
yang terdaftar pada tahun 2008, diambil sampel sejumlah 40 buah
perusahaan. Sebelum pembahasan dimulai, ada baiknya untuk
mengetahui kode emiten5 dan nama perusahaan manufaktur yang
dijadikan sampel penelitian, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3. Daftar Sampel Penelitian
No
1
Emiten
AALI
2
ADES
3
AKPI
4
ALKA
5
ALMI
6
AQUA
7
8
9
10
ARGO
ASII
BRNA
CEKA
11
CPIN
12
DLTA
13
DVLA
14
15
16
FASW
GGRM
GJTL
17
HMSP
18
INAF
19
INDF
20
INTP
21
JECC
22
KAEF
Tela’ah
Nama Emiten
Tgl Berdiri
Astra Agro Lestari
03-10-1988
Akasha Wira
06-03-1985
International
Argha Karya Prima
07-03-1980
Industry
Alakasa Industrindo
21-02-1972
Alumindo Light Metal
26-06-1978
Industry
Aqua Golden
23-02-1973
Mississippi, Tbk
Argo Pantes
12-07-1977
Astra International
20-02-1957
Berlina
18-08-1969
Cahaya Kalbar
03-02-1968
Charoen Pokphand
07-01-1972
Indonesia
Delta Djakarta
15-06-1970
Darya Varia
05-02-1976
Laboratoria
Fajar Surya Wisesa
13-06-1987
Gudang Garam
30-06-1971
Gajah Tunggal
24-08-1951
Hanjaya Mandala
19-10-1963
Sampoerna
Indofarma
02-01-1996
Indofood Sukses
14-08-1990
Makmur, Tbk
Indocement Tunggal
16-01-1985
Prakarsa
Jembo Cable
17-04-1973
Company
Kimia Farma, Tbk
16-08-1971
302
Tgl Listing
09-12-1997
14-06-1994
16-11-1992
12-07-1990
02-01-1997
01-03-1990
07-01-1991
1990
15-11-1989
25-09-1998
1991
27-02-1984
11-11-1994
19-12-1994
24-06-1992
08-05-1990
15-08-1990
17-04-2001
14-07-1994
18-03-1991
18-11-1992
04-07-2001
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
23
KDSI
24
25
26
27
KLBF
LION
MAIN
MERK
28
MLBI
29
30
31
32
MRAT
MYOR
POLY
PYRI
33
SCPI
34
SOBI
35
TCID
36
37
TOTO
TRST
38
TSCP
39
ULTJ
40
UNVR
Kedawung Setia
Industrial
Kalbe Farma, Tbk
Lion Metal Works
Malindo Feedmill
Merck, Tbk
Multi Bintang
Indonesia
Mustika Ratu, Tbk
Mayora Indah, Tbk
Asia Pacific Fibers
Pyridam Farma
Schering-Plough
Indonesia
Sorini Agro Asia
Corporindo
Mandom Indonesia,
Tbk
Surya Toto Indonesia
Trias Sentosa
Tempo Scan Pacific,
Tbk
Ultrajaya Milk
Industry & Trading
Company
Unilever Indonesia,
Tbk
09-01-1973
29-07-1996
10-09-1966
16-08-1972
10-06-1997
14-10-1970
30-07-1991
1996
10-02-2006
23-07-1981
03-06-1929
15-12-1981
14-03-1978
17-02-1977
15-02-1984
27-11-1976
27-07-1995
04-07-1990
12-03-1991
16-10-2001
07-03-1972
18-04-1990
07-02-1983
03-08-1992
05-11-1969
30-09-1993
11-07-1977
23-11-1979
30-10-1990
07-07-1993
20-05-1970
19-06-1994
29-12-1971
15-05-1990
05-12-1933
11-01-1982
Terlihat bahwa perusahaan manufaktur yang dijadikan
sampel penelitian adalah perusahaan yang relatif sudah lama
berdiri dan melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Serta sudah
cukup lama terdaftar (listing) di BEI (Bursa Efek Indonesia)6. Hal
ini berarti bahwa mayoritas saham beredar perusahaan tersebut
dimiliki oleh publik, karena sudah berbentuk Perseroan Terbatas
(PT) dan Tbk. (terbuka).
Untuk dapat memperoleh gambaran tentang perkembangan
finansial suatu perusahaan, perlu mengadakan analisa atau
interprestasi terhadap data finansial dari perusahaan bersangkutan,
dimana data finansial itu tercermin didalam laporan keuangan.
Ukuran yang sering digunakan dalam analisa finansial adalah
rasio.
Analisa Laporan Keuangan menyangkut pemeriksaaan
keterkaitan angka–angka dalam laporan keuangan dan trend
ANALISIS TAX AUDIT LAPORAN KE303
UANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Hendrieta Ferieka
angka-angka dalam beberapa periode, satu tujuan dari analisis
laporan keuangan menggunakan kinerja perusahaan yang lalu
adalah untuk memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang
akan datang.
Meskipun analisis rasio mampu memberikan informasi
yang bermanfaat sehubungan dengan keadaan operasi dan kondisi
keuangan perusahaan, terdapat juga unsur keterbatasan informasi
yang membutuhkan kehati-hatian dalam mempertimbangkan
masalah yang terdapat dalam perusahaan tersebut.
Rasio keuangan dapat dibagi kedalam tiga bentuk umum
yang sering dipergunakan, yaitu: Rasio Likuiditas, Rasio
Solvabilitas (Leverage), dan Rasio Rentabilitas. Rasio likuiditas
itu sendiri terdiri atas Current Ratio, Quick Ratio, dan Cash Ratio.
Rasio solvabilitas terbagi atas Total Debt to Equity Ratio dan
Total Debt to Total Asset Ratio. Sedangkan rasio rentabilitas
terdiri atas Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Earning
Power of Total Investment, dan Return on Equity.
Suatu rasio finansial perusahaan dikatakan baik bila diatas
angka 100% (atau 1). Hal ini menunjukkan bahwa performa dan
kinerja keuangan intern perusahaan cukup baik dalam mengelola
keuangan internalnya sehingga mampu melunasi utangnya
ataupun memberikan laba yang cukup besar kepada para
pemegang sahamnya. Tabel berikut adalah data laba usaha yang
dicapai perusahaan pada tahun 2007 dan 2008.
Tabel 4. Data Laba Usaha Tahun 2007 dan 2008
No
Emiten
1
2
AALI
ADES
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Tela’ah
AKPI
ALKA
ALMI
AQUA
ARGO
ASII
BRNA
CEKA
CPIN
Laba (Rugi) 2007
Laba (Rugi) 2008
% Kenaikan/
Penurunan
1,253,170,000
1,670,760,000
(154,851,000,000)
(15,208,000,000)
(90,17%)
1,133,170,817,000
68,111,984,000
(93,99%)
2,394,116,000
4,523,903,000
88,96%
31,726,079,871
4,566,862,211
(85,61%)
65,913,000,000
82,337,000,000
24,92%
(179,143,654,000)
(188,504,459,000)
(5,23%)
8,501,000,000,000
9,191,000,000,000
8,12%
10,380,000,000
19,410,295,985
87%
24,676,361,894
27,867,555,443
12,93%
185,448,000,000
253,977,000,000
36,95%
304
33,32%
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
DLTA
DVLA
FASW
GGRM
GJTL
HMSP
INAF
INDF
INTP
JECC
KAEF
KDSI
KLBF
LION
MAIN
MERK
MLBI
MRAT
MYOR
POLY
PYRI
SCPI
SOBI
TCID
TOTO
TRST
TSCP
ULTJ
UNVR
47,330,712,000
83,754,358,000
76,96%
49,917,853,000
70,819,094,000
41,87%
121,970,185,307
36,553,869,861
(70,03%)
1,443,585,000,000
1,880,492,000,000
30,27%
90,841,000,000
(624,788,000,000)
(787,78%)
3,624,000,000,000
3,895,280,000,000
7,49%
11,080,000,000
5,030,000,000
980,357,000,000
1,034,389,000,000
5,51%
980,103,086,314
1,745,500,936,215
78,09%
22,921,580,000
78,504,000
(99,66%)
20,228,061,291
11,001,387,246
(45,61%)
14,500,297,724
5,716,267,895
(60,58%)
705,694,196,679
171,681,979,429
0,15%
25,298,384,327
37,840,393,046
49,58%
28,151,030,000
4,210,460,000
(85,04%)
89,484,528
98,620,070
10,21%
84,385,000,000
222,307,000,000
163,44%
5,838,656,195
6,806,390,005
16,57%
141,590,000,000
196,230,049,693
38,59%
(2,120,676,460,197)
(892,609,000,000)
57,91%
1,740,000,000
2,308,877,329
32,69%
2,568,850,071
6,620,764,829
157,73%
94,184,632,000
142,496,317,000
51,29%
111,200,000,000
114,854,035,121
3,25%
56,376,502,262
63,286,993,788
12,26%
17,747,291,109
58,025,393,373
226,95%
278,357,723,400
320,647,898,367
15,19%
56,376,502,262
63,286,993,788
12,26%
1,580,000,000,000
Rata-rata
2,407,231,000,000
22,52%
(1,88%)
(54,6%)
Berdasarkan tabel diatas, didapat rata-rata pertumbuhan
laba adalah sebesar (1,88%); yaitu negatif. Hal ini berarti bahwa
pada tahun 2008 rata-rata perusahaan mengalami kerugian
sehingga menyebabkan terjadi penurunan laba, atau bahkan
merugi. Bahkan ada beberapa perusahaan yang mengalami
ANALISIS TAX AUDIT LAPORAN KE305
Hendrieta Ferieka
UANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
kerugian ataupun penurunan laba yang sangat signifikan sehingga
mempengaruhi rata-rata perubahan laba perusahaan lainnya.
Contohnya adalah emiten ADES dan GJTL. Sangat jauh bila
dibandingkan dengan laba pada periode tahun sebelumnya.
Dimana hampir semua perusahaan mendapatkan laba. Hal ini bisa
jadi disebabkan oleh krisis ekonomi global yang sedikit ataupun
banyak mempengaruhi juga laba yang dihasilkan oleh 40
perusahaan manufaktur tersebut. Walaupun untuk beberapa
emiten, ada juga yang mendapatkan laba dua kali lipat dari
periode tahun sebelumnya.
Tabel berikut ini menunjukkan hasil penghitungan
beberapa rasio keuangan yang penting bagi perusahaan.
Tabel 5. Data Rasio Keuangan Tahun 2008
No
Emiten
1
2
AALI
ADES
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Tela’ah
AKPI
ALKA
ALMI
AQUA
ARGO
ASII
BRNA
CEKA
CPIN
DLTA
DVLA
FASW
GGRM
GJTL
HMSP
INAF
INDF
INTP
JECC
Debt Ratio
Net Profit Margin
ROE
0.2295
0.0002
0.0003
0.7195
(0.1174)
(0.2930)
1.1733
0.0428
0.0930
4.2828
0.0035
0.1507
2.7552
0.0019
0.0105
0.4110
0.0353
0.1415
14.3308
(0.1727)
(1.6761)
1.2141
0.0947
0.2778
1.2894
0.0404
0.1080
0.5916
0.0142
0.1128
2.9116
0.0192
0.1924
0.2496
0.0712
0.1611
0.2035
0.1226
0.1394
1.8432
0.0121
0.0279
0.3553
0.0622
0.1211
4.2828
(0.0785)
(0.3788)
0.5010
0.1123
0.4840
0.6929
0.0034
0.0169
0.6675
0.0267
0.1217
0.3253
0.1785
0.2053
6.7230
0.0001
0.0009
306
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
KAEF
KDSI
KLBF
LION
MAIN
MERK
MLBI
MRAT
MYOR
POLY
PYRI
SCPI
SOBI
TCID
TOTO
TRST
TSCP
ULTJ
UNVR
Rata-rata
0.3445
0.0239
0.0585
0.5303
0.0053
0.0250
0.0451
0.0985
0.1951
0.2581
0.1648
0.1881
17.6567
0.0024
0.0912
0.1272
0.0002
0.3012
0.6342
0.1677
0.6652
0.1441
0.1001
0.0734
0.5632
0.0502
0.1576
1.5419
(0.2386)
(0.0984)
0.4246
0.0193
0.0333
0.9581
0.0325
0.7930
0.9503
0.0954
0.2621
0.1038
0.0926
0.1407
1.8391
0.0563
0.1743
1.0811
0.0320
0.0559
0.2210
0.0882
0.6459
0.3469
0.0464
0.2675
0.5223
0.1545
0.7764
1.8511
0.0366
0.1206
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa:
1) Rata-rata debt ratio sebesar 1,8511 atau 185,11%; hal ini
berarti bahwa modal internal yang dimiliki perusahaan cukup
banyak untuk memenuhi seluruh kewajibannya (hutang
perusahaan kepada pihak ketiga).
2) Rata-rata net profit margin sebesar 0,0366 atau 3,66%; hal ini
berarti laba bersih sesudah pajak sangat kecil bila
dibandingkan dengan volume penjualan. Bahkan untuk
beberapa perusahaan, NPM-nya negatif, yang artinya bahwa
pada tahun tersebut perusahaan mengalami kerugian. Ada
indikasi bahwa perusahaan mendapatkan keuntungan
(penghasilan) yang lebih besar dari transaksi selain penjualan.
Sehingga bila pajak yang dibayarkannya kecil, ada
kemungkinan perusahaan tidak jujur dalam melaporkan dan
membayar PPh terutangnya.
ANALISIS TAX AUDIT LAPORAN KE307
UANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Hendrieta Ferieka
3) Rata-rata return on equity (ROE) sebesar 0,1206 atau
12,06%; hal ini menunjukkan bahwa modal/ekuitas yang
dimiliki oleh perusahaan masih belum cukup mampu untuk
menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham,
baik saham biasa maupun saham preferen. Sehingga mau
tidak mau pihak manajemen harus lebih meningkatkan
kinerjanya untuk dapat memberikan hasil yang terbaik
(khususnya laba) bagi para pemegang saham.
Walaupun data rasio keuangan pada tahun 2008 tidak
menunjukkan angka yang cukup bagus, khususnya untuk
pertumbuhan laba, tetapi tidak menjadi alasan bagi perusahaan
yang dijadikan sampel penelitian untuk tidak jujur dalam
melaporkan pajak penghasilan terutangnya.
Analisis di bawah ini akan mengukur sejauh mana
kewajaran pembayaran dan pelaporan pajak penghasilan terutang
untuk 40 perusahaan manufaktur.
Tabel 6. Analisis Rasio Pajak Penghasilan
Terutang Tahun 2008
No Emiten
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
AALI
ADES
AKPI
ALKA
ALMI
AQUA
ARGO
ASII
BRNA
CEKA
CPIN
DLTA
DVLA
FASW
GGRM
GJTL
Tela’ah
Penjualan
Beban PPh
8,161,217,000,000
129,542,000,000
1,590,795,300,000
1,287,962,132,000
2,376,798,079,053
2,331,533,000,000
1,091,775,925,000
97,064,000,000,000
479,934,277,855
1,963,637,631,257
13,212,988,000,000
1,177,061,258,000
577,598,911,000
3,027,012,493,144
30,251,643,000,000
7,963,473,000,000
308
1,233,917,000,000
1,517,000,000
25,765,009,000
1,284,277,000
798,480,153
34,189,000,000
72,253,015,000
4,065,000,000,000
7,858,289,460
12,979,581,947
118,518,000,000
32,122,663,000
38,380,548,000
1,059,817,078
775,852,000,000
149,411,000,000
Tax
Ratio
15.12%
1.17%
1.62%
0.10%
0.03%
1.47%
6.62%
4.19%
1.64%
0.66%
0.90%
2.73%
6.64%
0.04%
2.56%
1.88%
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
HMSP
INAF
19 INDF
20 INTP
21 JECC
22 KAEF
23 KDSI
24 KLBF
25 LION
26 MAIN
27 MERK
28 MLBI
29 MRAT
30 MYOR
31 POLY
32 PYRI
33 SCPI
34 SOBI
35 TCID
36 TOTO
37 TRST
38 TSCP
39 ULTJ
40 UNVR
Jumlah
Rata-rata
17
18
34,680,445,000,000
1,478,580,000,000
38,799,279,000,000
9,780,498,326,080
1,131,138,415,000
460,605,391,306
1,078,022,869,431
1,743,278,327,141
229,607,016,136
1,729,647,254,000
637,134,080,000
1,325,661,000,000
67,997,044,813
3,907,674,046,231
3,740,569,008,582
119,580,973,204
204,011,932,188
1,493,210,885,000
1,239,775,396,779
1,124,346,781,952
1,810,919,828,384
3,633,789,178,647
1,362,606,580,492
15,577,811,000,000
291,881,944,342,675
7,297,048,608,567
1,900,169,000,000
9,860,000,000
801,553,000,000
587,204,749,158
1,655,382,000
6,891,304,363
7,182,816,864
86,866,941,907
19,220,208,746
7,302,460,000
44,391,358,000
91,594,000,000
2,326,632,272
72,480,681,870
68,013,023,512
1,337,041,982
6,661,581,918
80,727,177,000
53,665,699,507
27,471,391,576
33,018,985,104
109,291,724,053
35,075,393,948
1,036,643,000,000
10,427,592,234,418
260,689,805,860
5.48%
0.67%
2.07%
6.00%
0.15%
1.50%
0.67%
4.98%
8.37%
0.42%
6.97%
6.91%
3.42%
1.85%
1.82%
1.12%
3.27%
5.41%
4.33%
2.44%
1.82%
3.01%
2.57%
6.65%
114.13%
2.85%
Hasil penghitungan tax ratio didapat dengan membagi
nominal PPh Terutang dengan volume penjualan, kemudian
dikalikan dengan 100% (seratus persen). Di dalam perpajakan,
lazim dipakai istilah peredaran usaha sebagai ganti kata penjualan.
Sehingga, guna menghitung rasio PPh terutang, harus membagi
jumlah PPh yang telah dibayarkan dengan jumlah penjualan.
Tabel diatas menunjukkan rasio pembayaran PPh terutang dengan
Penjualan.
ANALISIS TAX AUDIT LAPORAN KE309
UANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Hendrieta Ferieka
Dari tabel bisa disimpulkan bahwa rata-rata rasio PPh
terutang dari 40 perusahaan yang dijadikan sampel penelitian
adalah sebesar 2,85%. Dengan asumsi bahwa perusahaan yang
rasio PPh terutangnya di atas angka 2,85% relatif jujur dalam
menghitung dan membayar PPh terutangnya, maka ada 24
perusahaan yang dicurigai tidak cukup jujur dalam melaporkan
PPh terutangnya. Sehingga perlu dilakukan suatu koreksi.
Berdasarkan penghitungan di atas, maka selanjutnya bisa
dibuat koreksi penghitungan PPh terutang dan laba usaha yang
dilaporkan untuk perusahaan lainnya, yang dianggap tidak wajar
dalam menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan pajak penghasilan terutangnya. Dengan asumsi, bagi
3 perusahaan yang pada tahun 2008 mengalami kerugian tetapi
tetap membayar pajak, perusahaan tersebut dianggap wajar dalam
melaporkan PPh terutangnya. Hasil dari penghitungan dan koreksi
tersebut akan ditampilkan dalam tabel berikut.
Tabel 7. Hasil Koreksi Penghitungan PPh Terutang
No
Emiten
1
2
3
4
5
6
7
8
AALI
ADES
AKPI
ALKA
ALMI
AQUA
ARGO
ASII
9
10
11
12
13
14
15
16
17
BRNA
CEKA
CPIN
DLTA
DVLA
FASW
GGRM
GJTL
HMSP
18
INAF
Tela’ah
Penjualan
PPh Terutang
8,161,217,000,000
129,542,000,000
1,590,795,300,000
1,287,962,132,000
2,376,798,079,053
2,331,533,000,000
1,091,775,925,000
97,064,000,000,000
479,934,277,855
1,963,637,631,257
13,212,988,000,000
1,177,061,258,000
577,598,911,000
3,027,012,493,144
30,251,643,000,000
7,963,473,000,000
34,680,445,000,000
1,478,580,000,000
310
1,233,917,000,000
1,517,000,000
45,337,666,050
36,706,920,762
67,738,745,253
66,448,690,500
72,253,015,000
4,065,000,000,000
13,678,126,919
55,963,672,491
376,570,158,000
33,546,245,853
38,380,548,000
86,269,856,055
862,171,825,500
149,411,000,000
1,900,169,000,000
42,139,530,000
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
19
20
INDF
INTP
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
JECC
KAEF
KDSI
KLBF
LION
MAIN
MERK
MLBI
MRAT
MYOR
POLY
PYRI
SCPI
SOBI
TCID
TOTO
TRST
TSCP
ULTJ
UNVR
38,799,279,000,000
9,780,498,326,080
1,131,138,415,000
460,605,391,306
1,078,022,869,431
1,743,278,327,141
229,607,016,136
1,729,647,254,000
637,134,080,000
1,325,661,000,000
67,997,044,813
3,907,674,046,231
3,740,569,008,582
119,580,973,204
204,011,932,188
1,493,210,885,000
1,239,775,396,779
1,124,346,781,952
1,810,919,828,384
3,633,789,178,647
1,362,606,580,492
15,577,811,000,000
1,105,779,451,500
587,204,749,158
32,237,444,828
13,127,253,652
30,723,651,779
86,866,941,907
19,220,208,746
49,294,946,739
44,391,358,000
91,594,000,000
2,326,632,272
111,368,710,318
68,013,023,512
3,408,057,736
6,661,581,918
80,727,177,000
53,665,699,507
32,043,883,286
51,611,215,109
109,291,724,053
38,834,287,544
1,036,643,000,000
Kode emiten yang bertanda bold dan italic menunjukkan
bahwa perusahaan tersebut diasumsikan kurang wajar dalam
melaporkan PPh terutangnya. Sehingga dibuatlah koreksian atas
nominal PPh terutangnya seperti tercantum pada tabel di atas. Bisa
ditarik kesimpulan bahwa dari 40 perusahaan yang dijadikan
sampel penelitian, terdapat 24 perusahaan yang kurang wajar
dalam menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan
Pajak Penghasilan Terutangnya. Tetapi dari ke-24 perusahaan
tersebut, ada 3 perusahaan yang mengalami kerugian tetapi tetap
membayar pajak. Sedangkan bagi perusahaan yang sedang
mengalami kerugian, diperkenankan untuk tidak membayar Pajak
Penghasilan Badan.
Bila kondisi ketidakpatuhan ini terus berlanjut, ada
kemungkinan ke-21 perusahaan tersebut akan diperiksa oleh
ANALISIS TAX AUDIT LAPORAN KE311
Hendrieta Ferieka
UANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
petugas pajak (fiscus). Dan bila mengarah pada tindakan yang
disengaja dan berulang, sanksinya adalah pidana penjara.
H. Kesimpulan dan Saran
Wajib Pajak cenderung melaporkan peredaran usaha
(volume penjualan) dengan benar atau patuh, hal ini ditunjukkan
dengan diterimanya kesimpulan Wajib Pajak cenderung
melaporkan peredaran usahanya dengan benar atau sama dengan
perhitungan pemeriksa pajak.
Tetapi Wajib Pajak cenderung melaporkan PPh
terutangnya lebih kecil daripada pemeriksaan atau tidak patuh.
Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dikarenakan tidak dilakukannya
koreksi fiskal, tidak diadakannya pembukuan dengan baik, tidak
disimpannya bukti pendukung dengan baik, adanya usaha untuk
mengecilkan pajak yang terutang dengan cara melawan peraturan,
atau terjadi perbedaan pengertian Undang-undang perpajakan
dengan petugas pajak.
Hal ini dibuktikan dengan hasil penghitungan ulang
dengan metode persentase guna menghitung tax ratio. Dari 40
perusahaan yang dijadikan sampel penelitian, 21 perusahaan
diantaranya tidak patuh atau tidak wajar dalam menghitung PPh
terutangnya, yaitu untuk Pajak Penghasilan Badan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat disarankan
beberapa hal, antara lain :
1. Perlu dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak-Wajib
Pajak yang meminta pencabutan NPWP dan Wajib Pajak
yang
meminta
dinonefektifkan.
Pencabutan
dan
penonefektifan NPWP ini juga dapat membantu mengurangi
bias pada data yang ada sehingga dapat memprediksikan
seberapa besar pajak yang dapat dipungut dari Wajib Pajak
yang terdaftar dan efektif secara lebih akurat.
2. Membuat daftar alamat-alamat dan atau nomor-nomor
pengusaha yang sering tidak melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Daftar ini dibuat untuk membatasi pengusaha
seperti ini untuk mempunyai NPWP.
3. Diadakan pelatihan secara terus menerus kepada petugas
pajak yang dapat berupa pelatihan dalam pengetahuan
perpajakan agar ada pengertian yang seragam diantara
petugas pajak terhadap Undang-undang dan juga pelatihan
dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat.
Tela’ah
312
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
4. Diadakan penyuluhan mengenai perpajakan dan pembukuan
minimal dimiliki oleh Wajib Pajak agar tidak ada alasan dari
Wajib Pajak bahwa mereka tidak tahu akan kewajiban mereka
dan tidak tahu cara melakukan pencatatan.
5. Petugas pajak dihimbau untuk tidak menyulitkan Wajib Pajak
dalam pemeriksaan maupun dalam pelayanan pajak lainnya.
6. Diadakan ekstensifikasi pajak yaitu dengan menghimbau
Wajib Pajak yang belum mempunyai NPWP untuk segera
membuat NPWP.
Catatan akhir:
1
Mardiasmo. 2002. Perpajakan edisi revisi tahun 2001. Yogyakarta:
Andi. Hlm. 1
2
Kosim. 2001. Ekonomi. Bandung: Grafindo Media Pratama. Hlm. 103
3
Mardiasmo. Hlm, 8
4
Ibid. Hlm. 13
5
Emiten adalah Perusahaan yang memperoleh dana melalui pasar
modal, baik dengan menerbitkan saham ataupun obligasi
6
Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange
(IDX)) merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ)
dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas operasional dan
transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta
sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan
derivatif. Bursa hasil penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember
2007.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Setiawan dan Basri Musri. 2007. Tax Audit dan Tax Review.
Jakarta: Rajawali Press.
Anastasia Diana. 2009. Perpajakan Indonesia, Konsep, Aplikasi,
dan Penuntun Praktis. Yogyakarta: Andi.
Boediono. 2001. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Diadit Media.
Departemen Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pajak. 2001. Buku Panduan Perpajakan Bagi BUMN/D.
Jakarta: Direktorat Penyuluhan Perpajakan.
ANALISIS TAX AUDIT LAPORAN KE313
UANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Hendrieta Ferieka
Hananta Bwoga, dkk. 2005. Pemeriksaan Pajak di Indonesia.
Jakarta: Grasindo.
Husaini Usman. 2008. Pengantar Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
Indra Ismawan. 2001. Memahami Reformasi Perpajakan 2000.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 443/KMK.01/2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor
Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, dan Kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tentang
Tata Cara Pemeriksaan Pajak.
Kosim. 2001. Ekonomi. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Mardiasmo. 2002. Perpajakan
Yogyakarta: Andi.
edisi
revisi
tahun
2001.
Mohammad Zain. 2008. Manajemen Perpajakan. Jakarta:
Salemba Empat.
Surat Edaran SE-03/PJ.7/1999 tentang Kebijaksanaan dan
Rencana Pemeriksaan tahun 1999 (Seri Pemeriksaan 0199).
Sophar Lumbantoruan. 1990. Ensiklopedi Perpajakan Indonesia.
Jakarta: Erlangga.
Y. Sri Pudyatmoko. 2008. Pengantar Hukum Pajak Edisi Revisi.
Yogyakarta: Andi.
Tela’ah
314
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK DAN REMAJA
BANTEN TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA JAWA
DIALEK BANTEN DALAM PERCAKAPAN SEHARI-HARI
(Studi di Daerah PontangTirtayasa, Kabupaten Serang
Banten)
Uyu Muawanah
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan
IAIN”Sultan Maulana Hasanuddin “Banten
Abstrak
Hasil dari penelitian ini menunjukkan penggunaan bahasa
Jawa Banten masih mendominasi dalam percakapan sehari-hari
anak-anak dan remaja di kecamatan Pontang dan Tirtayasa, baik
itu di lingkungan keluarga, masyarakat maupun di sekolahsekolah. Ini artinya minat dan kecenderungan anak dan remaja di
dua kecamatan ini masih sangat tinggi terhadap peggunaan
Bahasa Jawa Banten. Ini juga menunjukkan bahwa
perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat serta
semakin banyaknya program-program televisi yang meninabobokan anak dan remaja Indonesia dengan acara-acara yang
umumnya tidak mendidik dan melupakan identitas kulturalnya,
tidak banyak memberi pengaruh terhadap minat dan
kecenderungan serta frequensi penggunaan Bahasa Jawa Banten
di dua kecamatan ini.
Kata Kunci: Bahasa Jawa Dialek Banten, Pontang, Tirtayasa
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi yang memiliki banyak
fungsi. Bahasa bisa digunakan untuk mengungkapkan ide dan
gagasan seseorang kepada orang lain, ia juga bisa berfungsi untuk
mengkomunikasikan emosi seseorang dalam bentuk kata, kalimat
atau dalam bentuk- bentuk lain yang lebih komplit. Bahasa juga
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK 315
Uyu Muawanah
DAN REMAJA BANTEN TERHADAP
PENGGUNAAN BAHASA JAWA
dipergunakan oleh manusia untuk melakukan interaksi sosial
dengan sesama dan bahasa juga bisa menjadi satu karakter budaya
dari suatu masyarakat atau bangsa tertentu.Bahkan untuk
mengembangkan sebuah peradaban, bahasa menjadi alat yang
paling efektif.
Sebagai bangsa yang terdiri dari berbagai suku dan bahasa,
sekalipun masyarakat Indonesia memiliki bahasa persatuan, yaitu
Bahasa Indonesia, namun bangsa Indonesia masih mengakui
keberadaan bahasa daerah yang jumlahnya ratusan. Bahkan,
keberadaan bahasa daerah ini dipelihara dan dipertahankan oleh
UUD 1945 pasal 36 yang berbunyi, “Bahasa negara adalah bahasa
Indonesia. Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri,
yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa
Jawa, Sunda, Madura, dan sebagainya) bahasa-bahasa itu akan
dihormati dan dipelihara juga oleh Negara, dan bahasa-bahasa itu
pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup”.
Dengan demikian, keberadaan bahasa persatuan tidak dianggap
harus menghapus atau menggeser bahasa-bahasa daerah
sepanjang masih dipelihara oleh para pendukungnya.1
Bahasa senantiasa mengalami perkembangan, demikian
pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan, dari bahasa
Jawa Kuno berkembang menjadi bahasa Jawa Tengahan, dan
kemudian menjadi bahasa Jawa Baru.Perubahan itu dapat terjadi
baik pada struktur, kosakata, makna dan juga penggunanya.
(Sumarlan, 2005: 92). Bahasa Jawa digunakan dibeberapa wilayah
di Indonesia, terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta,
dan sebagian daerah Jawa Barat dan Banten. Bahasa Jawa yang
digunakan dibeberapa daerah itu tentu saja memiliki karakter khas
yang berbeda antara satu daerah dengan yang lain baik dari sisi
leksikal, fonologi, morfologi, semantik, maupun dialeknya.
Perbedaan tersebut menurut Guiraud, sebagaimana dikutip oleh
Ayatrohaedi, disebabkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhinya: 1) keadaan alam bisa mempengaruhi ruang
gerak penduduk setempat, sehingga jarak dan kondisi alam bisa
mempermudah atau mengurangi intensitas penduduk setempat
untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar; 2)
adanya batas-batas politik yang menjadi jembatan terjadinya
pertukaran budaya, yang menjadi salah satu sarana terjadinya
pertukaran bahasa; 3) adanya keunggulan dan hubungan bahasabahasa yang terbawa ketika terjadi perpindahan penduduk,
Tela’ah
316 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
penyebaran atau bahasa yang bertetangga, sehingga masuklah
anasir-anasir kosakata, struktur, dan cara pengucapan atau lafal
(Ayatrohaedi, 1983:6)
Bahasa Jawa Banten merupakan salah satu ragam bahasa
Jawa dialek Banten.Dikatakan sebagai salah satu ragama bahasa
Jawa karena pada dasarnya memiliki kesamaan struktur dengan
bahasa Jawa di Jawa Tengah, Yogyakarta, maupun Jawa Timur.
Namun demikian, dalam beberapa hal berbeda dengan bahasa
Jawa yang digunakan di daerah yang lain, seperti dalam hal
penggunaan kosakata, akses, dan dialek. Hal ini barangkali sesuai
dengan apa yang diungkapkan oleh Guiraud di atas bahwa
perbedaan dialek disebabkan oleh beberapa faktor sebagaimana
yang disebutkan di atas.
Sebagai sebuah bahasa yang pernah menjadi bahasa resmi
kesultanan Banten pada masanya, bahasa Jawa dialek Banten ini
mengalami perkembangan yang cukup pesat terutama di daerah
Banten Utara.Bahasa Jawa menjadi bahasa yang digunakan di
lingkungan keraton dan keluarga Sultan, sehingga tidak
mengherankan jika bahasa Jawa ini menyebar keberbagai daerah
Banten.Bahkan, bahasa ini menjadi bahasa pengantar dalam
berbagai kegiatan pengajian kitab kuning dibanyak pesantren dan
majelis talim di Banten.Penggunaan bahasa Jawa Banten begitu
massif di tengah-tengah masyarakat dan menjadi bahasa interaktif
dalam kegiatan sehari-hari.Bahkan, di masa lalu, penggunaan
bahasa Jawa Banten oleh anak-anak sekolah di luar jam belajar
masih sering terdengar. Artinya bahwa, pada masa lalu
menggunakan bahasa Jawa Banten, baik di keluarga, di
masyarakat, maupun di sekolah, bukan menjadi hal yang aneh,
bahkan nampak sangat hidup dibanding dengan bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan.
Namun demikian, seiring perkembangan zaman, kondisi di
atas mengalami banyak perubahan.Dewasa ini banyak orang yang
enggan menggunakan bahasa Jawa Banten dalam pergaulan hidup
dan dalam berinterkasi sehari-hari, apalagi menggunakannya di
sekolah atau di tempat-tempat formal.Keengganan untuk
menggunakan bahasa Jawa Banten dalam aktifitas sehari-hari juga
ternyata tidak hanya terjadi di masyarakat perkotaan, tetapi sudah
meresap
ke
masyarakat
pedesaan.Dan
yang
lebih
mengkhawatirkan lagi, para orangtua, terutama para keluarga
(suami-istri) yang baru menikah dan punya anak, enggan
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK 317
Uyu Muawanah
DAN REMAJA BANTEN TERHADAP
PENGGUNAAN BAHASA JAWA
mengajarkan dan menggunakan Bahasa jawa Banten untuk
berkoumikasi dengan anak-anak mereka di rumah.Mereka lebih
suka dan lebih percaya diri jika anak-anak mereka diajarkan untuk
berbicara dengan bahasa Indonesia, bahakan kalau bisa bahasa
asing.
Kondisi menurunnya minat dan kecenderungan
masyarakat Banten terhadap penggunaan bahasa Jawa Banten
dalam berkomunikasi dan berinterkasi tentu tidak lepas dari
beberapa faktor: pertama, pengaruh gaya hidup modern yang
secara pesat disebarkan melalui berbagai media seperti televisi,
internet, dan lain sebagainya. Kedua, tidak adanya kebijakan
pemerintah pusat maupun lokal untuk mewajibkan atau
menganjurkan penggunaan bahasa daerah di sekolah.Bahkan
dalam mulok kurikulum di sekolah, mulok bahasa daerah hanya
sampai pada tingkat Sekolah Dasar, itupun bukan bahasa Jawa
Banten, tetapi Bahasa Sunda Priangan.Ketiga, tidak adanya atau
kurangnya media berbahasa Jawa Banten yang bisa menjadi alat
untuk menyebarkan ide-ide dan gagasan masyarakat
Banten.Keempat, adanya anggapan yang salah bahwa
menggunakan bahasa daerah (Jawa Banten) terkesan kampungan
dan „ndeso‟. Kelima, pengaruh pendidikan modern yang lebih
mengedepankan aspek matrealistis ketimbang mencari identitas
dan karakterisik lokal (Kebantenan).
Berdasarkan penjelasan di atas, mengkaji tentang minat
dan kecenderungan anak dan remaja di Banten terhadap
penggunaan bahasa Jawa Banten menarik untuk dikaji karena
beberapa alasan.Pertama, bahasa Jawa Banten merupakan salah
satu bahasa yang digunakan oleh mayoritas masyarakat Banten,
namun penggunaannya sekarang mengalami penurunan dan
menjadi kurang diminati. Kedua, banyak keluarga yang tidak lagi
mau mengajarkan dan berkomunikasi dalam kegiatan sehari-hari
dengan anak-anak mereka dengan menggunakan bahasa Jawa
Banten. Jika ini dibiarkan, akan banyak generasi muda Banten
yang melupakan bahasa daerahnya. Ketiga, perlu adanya sebuah
penelitian yang mendalam dan komprehensif untuk mengetahui
sebab-sebab utama yang mempengaruhi menurunnya tingkat
penggunaan bahasa Jawa Banten dalam aktifitas sehari-hari,
sehingga mampu ditemukan solusi yang tepat agar tidak terjadi
kepunahan bahasa Jawa Banten di masa yang akan datang, karena
bagaimanapun bahasa daerah (Jawa Banten) merupakan bagian
Tela’ah
318 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
penting dari kebudayaan Banten yang menjadi identitas dan
karakteristik masyarakat Banten. Jika bahasa Jawa Banten ini
punah, maka tidak akan pernah ada lagi masyarakat Banten,
karena identitas kulturalnya sudah hilang dan tergantikan oleh
budaya lain yang baru.
2. Rumusan Masalah
Menurunnya minat dan kecenderungan masyarakat
Banten, terutama kalangan anak-anak dan remaja, dewasa ini
terhadap penggunaan bahasa Jawa Banten sebagai bahasa
komunikasi sehari-hari memunculkan berbagai asumsi dari para
ahli.Banyak seminar dan workshop sudah dilakukan untuk
mencari akar masalah dan solusi mengatasi masalah penggunaan
bahasa daerah ini. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mencari
tahu apa yang menjadi permasalahan empiris di lapangan sehingga
bisa ditemukan solusi yang tepat atas permasalahan krusial yang
bisa menghilangkan identitas khas sebuah masyarakat.
Adapun yang menjadi fokus permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
a) Bagaimana minat dan kecenderungan anak-anak dan remaja
Banten terhadap penggunaan bahasa Jawa Banten dalam
percakapan sehari-hari?
b) Bagaimana solusi yang diperlukan untuk mengatasi masalah
berkurangnya minat dan kecenderungan anak-anak dan
remaja Banten terhadap penggunaan bahasa Jawa Banten
dalam percakapan sehari-hari?
c) Bagaimana pandangan anak-anak dan remaja Banten
terhadap penggunaan bahasa Jawa Banten dalam percakapan
sehari-hari?
3. Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode survey dengan
menggunakan pendekatan sosiologis yang bersifat desriptif
kualitatif. Metode survey digunakan karena peneliti ingin
mengetahui prosentasi jumlah masyarakat (anak dan remaja) yang
masih atau kurang memiliki minat dan kecenderungan dalam
menggunakan bahasa Jawa Banten dalam percakapan sehari-hari,
baik di rumah, di lingkungan, maupun di sekolah.
Populasi yang digunakan adalah seluruh masyarakat
Banten yang tinggal di wilayah Pontang
dan Tirtayasa,
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK 319
Uyu Muawanah
DAN REMAJA BANTEN TERHADAP
PENGGUNAAN BAHASA JAWA
Kabupaten Serang, Banten. Dua daerah ini diambil karena
keduanya merupakan daerah yang basis kuat dalam penggunaan
bahasa Jawa Banten dalam aktifitas sehari-hari. Dari populasi
tersebut, tehnik pengambilan sampel diambil dengan cara
Snawball Sampling dan sampel diambil dari beberapa orang
dibeberapa desa dimasing-masing daerah tersebut. Selanjutnya
data yang terkumpul akan dianalisis dengan teknik analisis
induktif sehingga menghasilkan suatu laporan yang reliable
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah
dengan menggunakan teknik – teknik berikut ini: Kajian Pustaka,
Pengamatan Terlibat, dan Wawancara.
4. Kerangka Teori
Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan
oleh manusia untuk bisa saling mengungkapkan ide, gagasan,
perasaan dan pengalaman antara satu dengan yang lain. Bahasa
merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan
kita.Dalam hal ini, Bloomfield berpendapat bahwa “language
plays a great rule in our life. Perhaps because of its familiarity, we
rarely observe it, taking it rather for granted, as we do breathing or
walking. The effects of language are remarkable, and include
much of what distinguishes man from the animals, but language
has no place in our educational program or in the speculations of
our philosophers.”2
Bahasa, menurut Robert M. Martin, merupakan symbol
dari kekuatan dan kekuasaan manusia atas mahluk lain. Dengan
bahasa seseorang bisa menguasai apa saja yang ada disekitarnya,
termasuk menguasai pikiran dan perasaan orang lain. Bahan
binatang dan mahluk gaib pun bisa tunduk kepada seseorang yang
memahami bahasa mereka.Dengan memahami dan menguasai
bahasa, kita bisa menjadi kuat dan percaya diri.3
Bahasa Jawa Banten adalah suatu dialek Jawa yang
tumbuh dan berkembang sejak permulaan abad ke-16, ketika
terjadi penyebaran agama Islam oleh Sunan Gunung Jati dan
puteranya, Sultan Hasanuddin.Oleh karena itu, pada taraf
permulaannya, bahasa Jawa di Banten tumbuh dan berkembang
bersamaan dengan penyebaran agama Islam oleh orang-orang
Jawa. Dengan didirikannya Kesultanan Islam Banten, bahasa Jawa
semakin mengakar kuat di Banten karena ia dijadikan bahasa
resmi kesultanan. Jadi, tidak mengherankan jika bahasa Jawa ini
Tela’ah
320 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
tumbuh dan berkembang cukup pesat di Banten karena Sultan dan
orang-orangnya berasal dari Jawa.Jadi pengaruh keratonlah yang
membuat bahasa Jawa dapat berkembang dengan pesat di Banten,
terutama di daerah Banten Utara.4
Akibat terputusnya hubungan dengan sumber asalnya, baik
yang berpusat di Demak maupun di Solo dan Jogja, maka bahasa
Jawa di Banten berkembang berdasarkan lingkungan sekitarnya.
Dalam hal ini, Padma berpendapat bahwa sebagai suatu dialek
yang lama terpisah dengan sumber asalnya, Bahasa Jawa Banten
mungkin masih menyimpan sejumlah kosakata dan struktur
bahasa yang pernah berkembang di Jawa Tengah pada permulaan
abad ke tujuh belas. Hal itu didasarkan pada teori yang
menyatakan bahwa bahasa lingkungan yang hidup jauh terpisah
dengan pusatnya, tidak akan banyak mengalami perubahan
dibandingkan dengan keadaan di pusatnya sendiri.5
Menurt Mas Mangoen Di Karia, bahasa Jawa dialek
Banten berbeda dengan bahasa Jawa dialek Solo bukan karena
jalan (struktur) bahasanya, karena struktur kedua bahasa itu sama,
yang membedakan kedua bahasa itu adalah karena : 1) perbedaan
pada language nya (Lentong dalam Bahasa Sunda); 2) perbedaan
pada penyebutan satu persatu katanya; 3) perbedaan pada
kosakatanya.6
B. Pembahasan dan Hasil Temuan
1. Intensifitas Penggunaan Bahasa Jawa Dialek Banten Di
Pontang Dan Tirtayasa
Berdasarkan hasil wawancara dengan 44 remaja di
Pontang dan Tirtayasa, semuanya (100 %) mengatakan mampu
dan lancar berkomunikasi dalam bahasa Jawa dialek Banten. Ini
menunjukan bahwa Bahasa Jawa Banten masih ditradisikan dan
menjadi bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari,
baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Namun
demikian, untuk penggunaan bahasa Jawa bebasan (Bahasa Jawa
halus), sebagian mengatakan tidak lancar berkomunikasi dengan
bahasa bebasan, tapi mereka semua memahami ketika orang
bertutur dengan menggunakan bahasa Jawa bebasan.
Selain bahasa Jawa Banten, 44 remaja tersebut juga
mampu berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia
dengan lancar. Menurut mereka, penggunaan Bahasa Indonesia
lebih sering digunakan di sekolah, terutama ketika mereka
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK 321
Uyu Muawanah
DAN REMAJA BANTEN TERHADAP
PENGGUNAAN BAHASA JAWA
berkomunikasi dengan guru dan kepala sekolah. sedangkan
komunikasi dengan teman-teman di sekolah, adakalanya
menggunakan Bahasa Indonesia, tapi tidak jarang menggunakan
bahasa Jawa, terutama pada saat di luar jam belajar. Hal ini dapat
dipahami karena mayoritas siswa yang sekolah di dua kecamatan
ini adalah berasal dari keluarga yang berbahasa Jawa. Selanjutnya,
dari 44 informan tersebut, empat diantaranya juga mengaku
menguasai dan mampu berkomunikasi dalam Bahasa Sunda.
Padahal umumnya masyarakat di dua kecamatan ini kesulitan
dalam melakukan percakapan dalam Bahasa Sunda. Mereka
mengerti percakapan dalam Bahasa Sunda, tapi kesulitan dalam
mengucapkan Bahasa Sunda. Ini terjadi hampir di tiap desa di dua
kecamatan ini. Dua dari remaja yang jadi sampel dalam penelitian
ini ternyata dapat berkomunikasi dalam bahasa Sunda karena
salah satu dari orang tua mereka berasal dari daerah yang
berbahasa Sunda, sehingga tidak jarang mereka juga mendengar
dan melakukan percakapan dengan orang tua dan keluarga mereka
yang berbahasa Sunda. Yang menarik, ada juga dua informan
yang memiliki kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris
dan Arab, walaupun tidak sampai pada tingkat mahir.
Nampaknya, kemampuan mereka ditunjang oleh kursus Bahasa
Inggris di sebuah tempat kursus di Serang, sedangkan yang
mampu berkomunikasi dalam bahasa Arab, walaupun hanya
tingkat dasar berasal dari pondok pesantren.
Sebagai masyarakat yang kuat dengan penggunaan Bahasa
Jawanya, percakapan sehari-hari di rumah dan di lingkungan
masyarakat pun mayoritas (96,48 %) masih menggunakan bahasa
Jawa dialek Banten atau bahasa Jawa Serang. Hanya ada 2 orang
yang mengaku menggunakan Bahasa Indonesia dalam percakapan
sehari-hari di rumah; sedangkan 6 dari 44 remaja yang jadi sampel
menyatakan bahwa mereka kadang-kadang menggunakan bahasa
Jawa, tapi tidak jarang juga menggunakan bahasa Indonesia dalam
percakapan sehari-hari. Ini menunjukan bahwa intensitas
penggunaan Bahasa Jawa Banten di dua kecamatan ini masih
tinggi. Bahkan, mayoritas dari remaja ini tidak hanya
menggunakan Bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari di
lingkungan keluarga dan masyarakat, tetapi juga di sekolah,
khsususnya ketika mereka bercakap-cakap dengan teman-teman
sebaya mereka. Frekuensi penggunaan Bahasa Jawa dalam
percakapan sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat
Tela’ah
322 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
juga sekolah menunjukkan adanya continuitas pentradisian bahasa
lokal serta menjadi upaya konkrit masyarakat terhadap pelestarian
bahasa lokal terhadap generasi-generasi muda di dua kecamatan
ini. Sebagian mengatakan bahwa mereka menggunakan bahasa
Jawa Banten selama 24 jam, ada juga yang hanya 12 jam, 16 jam,
8 jam, 6 jam, atau 5 jam. Artinya bahwa semakin banyak orang
yang terus mempertahankan dan melestarikan penggunaan bahasa
lokal ini dalam percakapan sehari-hari, semakin kuat
kemungkinan
bertahannya
bahasa
lokal
ini
dalam
mempertahankan identitas budaya mereka.
2. Pandangan anak-anak dan remaja Pontang dan Tirtayasa
terhadap bahasa Jawa Banten
Ada banyak pendapat yang dikemukakan oleh anak-anak
dan remaja di dua kecamatan ini (Pontang dan Tirtayasa) terkait
pandangan mereka mengenai Bahasa Jawa Banten. Berikut
adalah beberapa pandangan yang dikemukakan oleh mereka:
1. Bahasa Jawa Banten itu menarik
2. Bahasa Jawa Banten itu unik, apalagi ketika
berkomunikasi dengan sesama orang Jawa
3. Bahasa Jawa Banten itu bahasa yang bagus dan saya
sebagai orang banten itu harus melestarikannya
4. Bahasa Jawa Banten itu spektakuler
5. Bahasa Jawa Banten itu baik, tetapi seringkali kedengaran
kurang sopan atau kasar ketika diucapkan
6. Bahasa Jawa Banten itu unik, lebih enak di ucapkan
7. Bahasa Jawa Banten itu gampang dimengerti
8. Bahasa Jawa Banten itu sopan
9. Bahasa Jawa Banten itu bagus,tapi agak mirip dengan
bahasa Jawa Timuran
10. Bahasa Jawa Banten itu sangat bagus karena itu
merupakan ciri khas orang banten,jadi harus selalu di
lestarikan
11. Bahasa Jawa Banten itu adalah bahasa wong Serang
12. Bahasa Jawa Banten itu sopan, tetapi susah untuk di
ucapkan
13. Bahasa Jawa Banten itu rumit, tapi mudah untuk di pelajari
14. Bahasa Jawa Banten itu bagus dan baik karena tidak
meninggalkan unsur kebudayaan sendiri
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK
DAN REMAJA BANTEN TERHADAP
PENGGUNAAN BAHASA JAWA
323
Uyu Muawanah
15. Bahasa Jawa Banten itu Bahasa yang wajib di lestarikan
dilingkungan masyarakat Banten agar lebih melekat dalam
pengucapannya
Dari berbagai pandangan remaja dan anak-anak di dua
kecamatan ini, nampak bahwa mayoritas anak-anak dan remaja
memang menyukai dan mencintai bahasa lokal mereka. Mereka
nampaknya bangga dan percaya diri dengan bahasa lokal yang
mereka miliki. Bahasa Jawa Banten (Jawa Serang) buat mereka
merupakan identitas diri mereka sebagai orang Banten. Menurut
mereka, jangan mengaku sebagai orang Banten kalau tidak bisa
menggunakan Bahasa Jawa Banten. Mereka merasa bahwa bahasa
Jawa Banten merupakan sebuah kebutuhan bagi masyarakat
Banten, khususnya Pontang dan Tanara, karena itu sebagai ciri
pengenal bagi masyarakat di dua kecamatan ini.
99 % dari remaja dan anak-anak yang diwawancarai
mengaku tidak merasa malu berkomunikasi dalam Bahasa Jawa
Banten ketika mereka sedang berada di luar kampung atau sedang
di kota dan berada di tempat umum. Bahkan buat mereka itu
sebagai kebanggaan, dan orang akan cepat mengenal asal mereka
hanya dengan mendengar bahasa yang mereka gunakan dalam
percakapan.
Secara umum anak dan remaja di dua kecamatan ini
merasa percaya diri ketika menggunakan bahasa Jawa Banten di
sekolah atau di tempat umum, dengan beberapa alasan sebagai
berikut:
1. Karena itu sudah jadi bahasa saya dari mulai bisa bicara
2. Karena lucu,orang yang tidak bisa bahasa Jawa pun ingin
bisa
3. Karena bahasa Jawa Banten itu bahasa sehari-hari saya
4. Karena bahasa Jawa Banten itu unik
5. Karena banyak yang menggunakan bahasa Jawa Banten
6. Karena bahasanya baik dan bagus
7. Karena itu sudah menjadi bahasa kebiasaan kita sehari-hari
8. Karena itu sebuah cirri khas kita sebagai orang banten
9. Karena kita sebagai sebagai orang Banten asli,kita harus
bangga dengan bahasa kita sendiri
Hanya ada enam dari 44 informan yang merasa malu dan
sedikit kurang percaya diri ketika menggunakan bahasa Jawa
Banten di sekolah atau di tempat umum dengan alasan: 1) bahwa
mayoritas siswa di sekolah dan masyarakat di luar sana,
Tela’ah
324 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
khususnya di kota, menggunakan bahasa Indonesia; 2) karena
orang-orang di sekolah dan yang ada di luar sana banyak yang
tidak menggunakan bahasa Jawa Banten; 3) karena kita kurang
terbiasa dalam menggunakan bahasa Jawa Banten di sekolah atau
di tempat umum; dan 4) karena takut orang-orang tidak mengerti
dengan apa yang saya ucapkan. Ada 1 informan yang terkadang
merasa malu dalam menggunakan Bahasa Jawa Banten ketika ada
di luar Pontang dan Tirtayasa, dan merasa seperti terlihat
kampungan kalau menggunakan bahasa Jawa Banten. Oleh
karenanya, ia merasa lebih nyaman menggunakan bahasa
Indonesia ketika sedang ada di tempat umum atau di kota.
Terkait penerapan Bahasa Jawa Banten dalam kurikulum
atau Muatan Lokal (Mulok) dalam kurikulum sekolah, 40
informan mengatakan bahwa bahasa Jawa Banten sangat perlu
bahkan harus dimasukkan dalam kurikulum sekolah dengan
alasan:
1) Di daerah daerah lain sudah di wajibkan mempelajari bahasa
Jawa dalam kurikulum sekolah seperti bahasa Jawa Cirebon.
2) Perlu,karna banyak remaja sekarang yang kurang faham
bahkan ada yang tidak tahu dan tidak mampu menggunakan
bahasa Jawa Banten
3) Sangat perlu, karena kita hidup dan mencari/menurut ilmu di
Banten yang sebagian masyarakatnya menggunakan Bahasa
Jawa Banten
4) Perlu supaya masyarakat cinta dan peduli akan bahasa Jawa
Banten
5) Perlu,supaya bahasa Jawa Banten tidak hilang atau punah
Namun demikian, tidak semua informan memandang perlu
dan menganggap penting penerapan Bahasa Jawa Banten dalam
kurikulum sekolah. Empat dari 44 informan mengatakan bahwa
Bahasa Jawa Banten tidak perlu dimasukkan dalam kurikulum
sekolah dengan alasan bahwa: 1) bahasa Jawa Banten cukup
diajarkan orang tua dan keluarga di rumah; 2) sudah banyak
bahasa yang sudah dijadikan kurikulum sekolah seperti Bahasa
Indonesia, Bahasa Arab, dan Bahasa Inggris. Jadi, tidak perlu
ditambah lagi dengan bahasa Jawa Banten yang sebenarnya sudah
kita pelajari sejak kecil di rumah dan di masyarakat.
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK
DAN REMAJA BANTEN TERHADAP
PENGGUNAAN BAHASA JAWA
325
Uyu Muawanah
3. Minat dan kecendrungan anak-anak dan remaja Pontang
dan Tirtayasa terhadap penggunaan Bahasa Jawa Dialek
Banten dalam percakapan sehari-hari
Anak-anak dan remaja di Pontang dan Tirtayasa secara
umum sangat suka dan senang menggunakan Bahasa Jawa Banten
dalam percakapan sehari-hari. Ini terindikasi dari jawaban mereka
yang antusias ketika ditanya kecenderungan dan preferensi
mereka terhadap bahasa Jawa Banten. Dari 44 anak dan remaja
yang menjadi sampel, 40 menjawab sangat suka dan senang
menggunakan bahasa Jawa Banten dalam percakapan sehari-hari
dengan alasan sebagai berikut:
a. Karena bahasa Jawa Banten banyak sekali peminatnya,
dan bahasa Jawa Banten merupakan bahasa ibu dan bahasa
yang digunakan sehari-hari
b. Karena sudah terbiasa menggunakanya sejak kecil
c. Karena bahasanya mudah untuk dipelajari dan juga
nyaman untuk didengar
d. Karena bahasa Jawa Banten adalah bahasa lokal daerah
Banten sehingga kita perlu mentradisikan dan
melestarikannya
e. Karena bahasanya asyik
f. Karena merasa lidah saya cocok dengan Bahasa Jawa
g. Karena bahasa Jawa Banten, terutama bahasa Jawa
bebasaan terdengar lebih sopan
h. Karena bahasanya unik dan menarik
i. Karena mudah di pahami
j. Karena bahasa Jawa sudah menjadi bahasa sehari-hari di
dalam menjalaankan aktivitas, dan ia sudah mendarah
daging di dalam jiwa
k. dan lain-lain
Sedangkan 2 informan menyatakan kurang suka atau
kurang senang dengan Bahasa Jawa Bsnten dalam percakapan
sehari-hari dengan alasan bahwa masyarakat juga kurang
menggunakan bahasa ini. Dengan alasan itu lah mereka lebih
senang menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan seharihari. Namun demikian, pendapat dua informan ini nampak tidak
berdasar karena faktanya mayoritas masyarakat di dua kecamatan
ini memang lebih banyak menggunakan Bahasa Jawa Banten
dalam berbagai aktifitas komunikasi, kecuali dalam acara-acara
formal seperti di Sekolah, di pertemuan dan lain sebagainya.
Tela’ah
326 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Mungkin yang mereka berdua maksud adalah masyarakat yang
memang sehari-harinya tidak menggunakan Bahasa Jawa Banten
adalah masyarakat Sunda yang mendominasi wilayah Pandeglang
dan Lebak, atau masyarakat kota yang cenderung lebih suka
menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi antar individu
dengan individu, maupun antar individu dengan anggota
masyarakat yang lain, baik dalam acara formal maupun nonformal. A
Ada 1 remaja yang dalam lingkungan keluarga
menggunakan Bahasa Sunda karena salah satu orang tua dan
keluarga besarnya di luar Pontang dan Tirtayasa adalah pengguna
Bahasa Sunda. Namun demikian, ia sendiri menyatakan minat dan
kecenderungannya serta rasa sukanya terhadap Bahasa Jawa
Banten sangat tinggi, oleh karenanya, komunikasi yang ia bangun
dengan teman-teman sebayanya di lingkungan sekitar lebih
banyak menggunakan Bahasa Jawa Banten.
Di sekolah, minat dan kecenderungan siswa dalam
menggunakan bahasa Jawa juga terbilang cukup tinggi. Ini
nampak dari pengakuan 26 dari 44 siswa (59, 09 %) yang
mengaku sering menggunakan bahasa Jawa dalam percakapan di
sekolah. Sedangkan sisanya mengaku lebih sering menggunakan
Bahasa Indonesia jika mereka ada di sekolah.
Untuk lingkungan keluarga dan masyarakat, komunikasi
yang dibangun oleh anak dan remaja di Pontang dan Tirtayasa
lebih sering menggunakan bahasa Jawa Banten. Ini terlihat dari
respon 42 dari 44 informan yang menyatakan lebih banyak
menggunakan bahasa Jawa Banten dalam percakapan sehari-hari
di keluarga dan lingkungan sekitar. Orang tua mereka pun
cenderung lebih senang mengajak anak-anak dan remaja
berkomunikasi dengan bahasa Jawa Banten, ketimbang
menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa yang lain.
Sedangkan 1 orang menggunakan bahasa Sunda, dan 1 yang lain
menggunakan bahasa Indonesia.
Dari pernyataan di atas, jelas bahwa penggunaan bahasa
Jawa Banten masih mendominasi dalam percakapan sehari-hari
anak-anak dan remaja di kecamatan Pontang dan Tirtayasa, baik
itu di lingkungan keluarga, masyarakat maupun di sekolahsekolah. Ini artinya minat dan kecenderungan anak dan remaja di
dua kecamatan ini masih sangat tinggi terhadap peggunaan Bahasa
Jawa Banten. Ini juga menunjukkan bahwa perkembangan
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK 327
Uyu Muawanah
DAN REMAJA BANTEN TERHADAP
PENGGUNAAN BAHASA JAWA
teknologi dan informasi yang begitu pesat serta semakin
banyaknya program-program televisi yang menina- bobokan anak
dan remaja Indonesia dengan acara-acara yang umumnya tidak
mendidik dan melupakan identitas kulturalnya, tidak banyak
memberi pengaruh terhadap minat dan kecenderungan serta
frequensi penggunaan Bahasa Jawa Banten di dua kecamatan ini.
4. Tantangan dan kendala penggunaan bahasa jawa dialek
Banten di sekolah dan di luar sekolah?
Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat
dan sudah merambah ke berbagai daerah pedesaan dan
perkampungan tidak hanya memberi pengaruh positi bagi
kemajuan kebudayaan dan peradaban bangsa, tapi di sisi lain juga
cukup memberikan dampak yang kurang bagi eksistensi budaya
lokal atau budaya daerah, termasuk bahasa lokal atau bahasa
daerah. Persebaran kebudayaan dan interaksi antar anggota
masyarakat dengan anggota masyarakat yang lain yang saling
meniru dan menyerap kebudayaan yang lain juga turut andil
dalam menggeser, untuk tidak mengatakan menghapus, jejak
identitas kultural lokal masyarakat.
Bahasa merupakan aspek vital dalam komunikasi antar
budaya. Setiap golongan atau suku di Indonesia hampir semuanya
memiliki bahasa daerah sebagai bahasa ibunya. Namun demikian,
seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan bahasa daerah
semakin tergerus dan tergeser keberadaan dan fungsinya oleh
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan juga bahasa Inggris
sebagai bahasa asing yang sangat diminati oleh masyarakat
Indonesia. Hal ini tentu tidak lepas dari peran pemerintah yang
kurang mengapresiasi kebudayaan daerah, khususnya bahasa
daerah, sehingga sedikit demi sedikit, bahasa lokal mulai
kehilangan peminat dan penggunaanya. Tidak terhitung
jumlahnya bahasa-bahasa daerah di berbagai tempat di seluruh
Indonesia yang sudah tidak lagi dikenal, tidak lagi digunakan,
bahkan hilang sama sekali dari memori masyarakat penggunanya.
Perubahan kebudayaan telah merubah tatanan tradisi yang
selama ini sudah dibangun oleh nenek moyang kita. Masuknya
beragam kebudayaan baru yang gencar disebarkan dan disiarkan
melalui beragam acara televisi dan internet menjadi salah satu
faktor berkurangnya minat dan kecenderungan masyarakat untuk
meninggalkan kebudayaan daerah, dan mengadopsi kebudayaan
Tela’ah
328 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
baru (khususnya kebudayaan Barat) yang dianggap lebih modern.
Banyak orang tua yang mulai enggan mengajarkan dan
mentradisikan anak-anak mereka dengan bahasa daerah. Mereka
lebih senang berkomunikasi dengan anak-anak mereka di
lingkungan keluarga dengan menggunakan bahasa Indonesia,
bahkan ada beberapa keluarga yang berupaya agar anaknya mahir
dalam bahasa Inggris dengan mengirimkan anak-anak mereka
untuk belajar Bahasa Inggris di beberapa tempat kursus. Ini
mengindikasikan bahwa budaya baru sudah semakin dominan
menguasai berbagai sendi kebudayaan daerah, tidak terkecuali
dalam hal penggunaan bahasa.
Menurunnya minat dan kecenderung masyarakat terhadap
penggunaan bahasa daerah sangat nampak pada masyarakat
perkotaan. Mayoritas masyarakat perkotaan, khususnya yang
tinggal di kompleks-kompleks perumahan, lebih senang
menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari,
baik dengan anggota keluarga maupun dengan anggota
masyarakat yang lain. Kecenderungan ini nampaknya menjadi
trend di abad ke-21 ini sehingga hasilnya saat ini banyak anakanak dan remaja yang kesulitan dalam berkomunikasi dalam
bahasa daerah. Kondisi ini juga sudah mulai merambah ke
masyarakat yang tinggal di pedesaan. Mereka merasa bahwa
dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan seharihari di rumah, mereka terlihat lebih modern, anak-anak mereka
pun terlihat lebh cerdas dan lebih gaul dan mudah berinteraksi
dengan orang-orang yang ada di luar lingkungannya. Mereka tidak
pernah berfikir bahwa bahasa daerah merupakan salah satu unsur
kebudayaan yang menjadi identitas diri dari komunitasnya.
Dengan melestarikan kebudayaan lokal, khususnya dalam hal
pentradisian penggunaan bahasa daerah, mereka ikut
mempertahankan identitas budaya mereka dan melestarikan
budaya lokal yang sudah dibentuk dan diwariskan oleh nenek
moyang mereka.
Kondisi di atas juga bisa ditemukan di daerah Banten.
Banyak orang yang mulai enggan mengajarkan dan mengajak
anak-anak mereka untuk berkomunikasi dengan bahasa daerah
Banten, baik itu Jawa Banten maupun Sunda Banten. Sebagian
orang menilai bahwa penggunaan bahasa daerah Banten dalam
komunikasi sehari-hari sudah tidak lagi menjadi keharusan bagi
generasi sekarang karena zamannya sudah berubah. Orang
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK 329
Uyu Muawanah
DAN REMAJA BANTEN TERHADAP
PENGGUNAAN BAHASA JAWA
dituntut untuk menguasai bahasa asing, terutama Bahasa Inggris
untuk dapat menyongsong masa depan. Bagi mereka, jika anak
tidak dibiasakan berbicara dalam bahasa Indonesia dan tidak
diajarkan untuk menguasai bahasa asing, terutama bahasa Inggris,
maka ke depan anak-anak mereka akan tergilas oleh perubahan
zaman yang menuntut penguasaan bahasa asing. Oleh karena itu ,
membudayakan bahasa nasional dan memberikan anak-anak bekal
penguasaan bahasa asing menjadi salah satu upaya orang tua agar
anak-anak mereka memiliki masa depan yang cerah. Karena jika
anak-anak sampai tidak mahir atau tidak mampu berkomunikasi
dengan baik dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, bukan
tidak mungkin anak-anak mereka akan kesulitan mendapatkan
pekerjaan yang layak di masa yang akan datang.
Dalam konteks ini, bahasa Jawa Banten juga mengalami
problematika yang sama. Saat ini, hanya masyarakat dengan basis
bahasa Jawa Banten yang kental dan kuat saja yang masih
mentradisikan penggunaan bahasa Jawa dialek Banten dalam
percakapan sehari-hari, seperti daerah Pontang, Tanara, Kasemen,
Bojonegara, dan Merak. Meskipun begitu, masih ditemukan
beberapa kasus di mana ada beberapa keluarga yang tidak lagi
menganggap penting mentradisikan dan melestarikan bahasa Jawa
Banten dalam lingkungan keluarga. Menurut sebagian orang,
kondisi bahasa Jawa Banten saat ini sangat memprihatinkan dan
sudah semakin tergerus oleh zaman karna mereka lebih sering
menggunakan Bahasa Indonesia. Bahasa Jawa Banten atau Jaseng
(Jawa Serang) semakin ditinggalkan oleh sebagian masyarakat
penggunanya. Bahkan kondisi ini tidak hanya terjadi di perkotaan
saja, tetapi juga di kampung-kampung kecil. Banyak orang yang
semakin enggan menggunakan bahasa Jawa Banten karena merasa
kurang percaya diri dan khawatir dianggap kampunganjaseng
katnya lebih PD pake berbahasa Indonesia. Kondisi Bahasa Jjawa
Dialek Banten kurang diimplementasikan dan dipraktikka dalam
percakapan sehari-hari dan tergantikan oleh bahasa Indonesia dan
atau bahasa asing. Apalagi untuk bahasa Jawa bebasan, banyak
anak dan remaja yang sudah tidak lagi mampu mengucapkan atau
berkomunikasi denga bahasa bebasaan baik di lingkungan
keluarga, masyarakat maupun sekolah. Bahasa Jawa Banten saat
ini mulai kurang diminati oleh masyarakat terutama remaja dan
anak-anak di perkotaan karena bahasa Jawa dianggap kuno dan
tidak gaul. Ini mengindikasikan kurangnya kesadaran masyarakat
Tela’ah
330 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
akan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal, terutama
dalam aspek bahasa. Mereka lupa bahwa kebudayaan lokal
termasuk bahasa mencerminkan kepribadian dan identitas kultural
masyarakat yang bersangkutan, bukan sekedar sebagai alat
komunikasi.
Terkait minat dan kecenderungan masyarakat saat ini,
terutama remaja dan anak-anak, terhadap penggunaan bahasa
Jawa Dialek Banten dalam percakapan sehari-hari, ada beberapa
pendapat yang dikemukakan oleh beberapa elemen masyarakat,
seperti:
a. Saat ini, bahasa Jawa Banten kurang begitu diminati dan
jarang digunakan karena sekarang sudah terpengaruh oleh
bahasa asing dan bahasa gaul
b. Kebanyakn masyarakat terutama remaja dan anak-anak
merasa malu menggunakan Bahasa Jawa Banten dalam
pergaulan sehari-hari, apalagi untuk bercakap-cakap di
tempat umum
c. Banyak masyarakat yang sudah tidak antusias lagi terhadap
bahasa Jawa Banten, terutama bahasa Jawa halus (bebasan).
Masyarakat, terutama anak-anak dan remaja cenderung
menyukai bahasa Indonesia dan bahasa gaul yang alay yang
sedang marak dewasa ini akibat pengaruh tontonan televisi.
d. Minat masyarakat semakin berkurang karena tidak mau
terlihat seperti orang Jawa banget karena menggunakan
Bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari
e. Remaja dan anak-anak yang ada di desa-desa sekarang ini
tidak mau kalah dengan anak-anak dan remaja yang ada di
perkotaan yang memiliki bahasa gaul, sehingga mereka
banyak yang meninggalkan penggunaan bahasa Jawa
Banten dalam pergaulan sehari-hari.
f. Banyak masyarakat yang mulai mengajarkan dan
membiasakan bahasa Indonesia dalam percakapan di rumah
atau keluarga karena menganggap lebih modern dan lebih
terdidik.
g. Ada juga yang berpendapat bahwa minat dan kecenderungan
masyarakat Banten, khususnya anak-anak dan remaja yag
tinggal di perkampungan, saat ini masih terbilang bagus.
Hanya beberapa orang saja yang terpengaruh oleh bahasa
gaul karena pengaruh media maupun interaksi dengan orang
luar.
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK 331
Uyu Muawanah
DAN REMAJA BANTEN TERHADAP
PENGGUNAAN BAHASA JAWA
Dari pendapat tersebut di atas, nampak bahwa
kecenderungan terhadap bahasa Jawa Banten dewasa ini mulai
mengalami penurunan. Anak-anak dan remaja leboh cenderung
meniru gaya bahasa yang ditampilkan di televisi denganbahasa
Indonesia gaul, dan seringkali sedikit dicampur dengan bahasa
asing (Inggris). Menurunnya kecenderungan dan minat
masyarakat , terutama remaja dan anak ini, tentu karena
dipengaruhi oleh berbagai aspek. Berbagai pendapat terkait
masalah ini dikemukakan oleh beberapa informan dari berbagai
elemen masyarakat. Menurut mereka, bahasa dialek banten
semakin ditinggalkan oleh masyarakat penggunanya disebabkan
oleh:
1) Karena semua orang ingin terlihat modern dan gaul dengan
menggunakan bahasa gaul dalam berkomunikasi dan
berinteraksi
2) Kurangnya rasa percaya diri terhadap penggunaan Bahasa
Jawa
3) Adanya perasaan malu ketika di tengah-tengah keramaian
menggunakan bahasa Jawa Serang. Ada kecenderungan
anak dan remaja sekarang untuk menggunakan bahasa
Sunda ketimbang menggunakan bahasa Jawa Serang,
karena merasa terlihat kampungan atau Jawa banget
4) Karena banyak orang tua sekarang yang mulai
mengajarkan anak-anak mereka sejak lahir dengan
percakapan dalam bahasa Indonesia, ketimbang bahasa
Jawa, sehingga pada saat anak-anak tumbuh besar, mereka
kesulitan berkomunikasi dengan orang lain dalam bahasa
Jawa.
5) Adanya anggapan dan perasaan rendah diri ketika
menggunakan bahasa Jawa karena terkesan norak dan
kuno. Sehingga mereka lebih suka menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional
6) Karena zamannya yang sudah berubah, perkembangan
teknologi informasi juga sangat memperngaruhi
kecenderungan dan minat orang terhadap penggunaan
bahasa Jawa
7) Karena merasa gengsi dan bahasa Jawa dianggap kurang
modern
8) Karena banyak bahasa yang sedang popular sehingga
mereka berfikir bahwa bahasa Jawa itu kuno/jadul
Tela’ah
332 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
9) Karena masyarakat kurang begitu peduli dengan
keberadaan bahasa Jawa Banten, dan kurang ada minat
untuk melestarikan bahasa lokal, baik dari pihak
pemerintah, institusi pendidikan, maupun masyarakat
sendiri.
Kondisi demikian tentu diakibatkan oleh berbagai faktor.
Beragam tantangan dan kendala yang semakin kompleks terkait
berkurangnya minat dan kecenderung penggunan bahasa jawa di
lingkungan anak dan remaja ini, diantaranya:
a) Masuknya bahasa asing yang mengakibatkan kurangnya
minat dan kecenderungan remaja dan anak-anak sekarang
untuk mempelajari bahasa sendiri
b) Berkurangnya kecintaan mereka terhadap bahasa Jawa
Dialek Banten dan keharusan lingkungan untuk
menggunakan bahasa selain bahasa Jawa sehingga menjadi
kebiasaan mereka untuk tidak memakai bahasa Jawa
c) Malasnya untuk belajar bahasa Jawa Banten
d) Faktor pergaulan juga sangat berpengaruh terhadap minat
dan kecenderungan anak dan remaja sekarang terhadap
Bahasa Jawa Banten
e) Tidak ada lagi orang yang mau mengajari anak dan remaja
dalam menggunakan bahasa Jawa Banten, baik di
lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sekolah.
f) Karena di zaman modern sekarang ini, banyak bermunculan
bahasa yang kurang mendidik, yang penting terkesan gaul
g) Factor orang tua juga punya andil besar terhadap
menurunnya minat dan kecenderungan masyarakat dalam
menggunakan bahasa Jawa Banten karena sejak dini, anak
selalu diajak berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia,
sehingga anak tidak mampu berkomunikasi dalam Bahasa
Jawa dan pada akhirnya kehilangan minat dalam
menggunakan bahasa itu
h) Perkembangan zaman dan pesatnya
teknologi dan
komunikasi juga turut menjadi faktor penting bagi
berkurangnya minat masyarakat terhadap bahasa Jawa
Banten.
i) Karena bahasa Jawa Banten tidak diajarkan di sekolah (SD
& SMP)
j) Kendalanya adalah anak lebih diwajibkan berbahasa
Indonesia di sekolah, bahkan sekarang Bahasa Inggris sudah
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK 333
Uyu Muawanah
DAN REMAJA BANTEN TERHADAP
PENGGUNAAN BAHASA JAWA
di jadikan kurikulum wajib, sementara bahasa daerah hanya
sekedar Muatan Lokal, bahkan seringkali tidak dimasukkan
dalam mata pelajaran sekolah.
k) Kurangnya kesadaran orang tua mengajarkan anaknya
berbahasa Jawa Banten
l) Kurangnya intensitas komunikasi dengan menggunakan
Bahasa Jawa dalam pergaulan dan percakapan sehari-hari.
5. Solusi mengatasi masalah berkurangnya minat dan
kecendrungan anak-anak dan remaja Banten terhadap
penggunaan bahasa Jawa Banten dalam percakapan
sehari-hari.
Melihat berbagai masalah, tantangan dan kendala terkait
minat dan kecenderungan anak dan remaja terhadap penggunaan
Bahasa Jawa Banten tersebut di atas, tentu perlu ada upaya-upaya
yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah menurunnya minat
dan kecenderungan tersebut. Ada beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh beberapa informan terkait solusi yang
ditawarkan sebagai upaya untuk meningkatkan kembali minat dan
kecenderungan anak dan remaja terhadap penggunaan bahasa
Jawa Banten, diantaranya:
1) Seharusnya orang tua berusaha mendidik anak-anaknya
dengan menggunakan Bahasa Jawa Banten dalam
percakap sehari-hari supaya anak-anak dan remaja Banten
terbiasa berkomunikasi dalam bahasa Jawa Banten sejak
dini.
2) Anak dan remaja disuruh untuk membiasakan memakai
bahasa Jawa
3) Dengan selalu mengingatkan dalam hati bahwa kita ini
adalah orang Banten dan tidak harus mengikuti
perkembangan bahasa
gaul dan asing dan selalu
mendepankan bahasa daerahnya sendiri
4) Sebaiknya bahasa Jawa Banten lebih sering diajarkan di
sekolah
5) Bahasa Jawa Banten harus masuk dalam kurikulum
sekolah, terutama pada tingkat SD - SLTA
6) Terus menggalakkan penggunaan Bahasa daerah Banten
supaya anak-anak dan remaja lebih mengenal dan
menyukai bahasa daerahnya
Tela’ah
334
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
7) Mendidik anak-anak supaya menonjolkan bahasa Jawa
Banten dalam percakapan sehari-hari diluar jam sekolah
8) Harus adanya ruang untuk bahasa Jawa Banten, misalnya
ada acara khusus yang diadakan pemerintah, dinas
pendidikan dan kebudayaan untuk mengapresiasi
keberadaan bahasa daerah Banten
9) Menanamkan rasa cinta bahasa daerah kepada anak dan
remaja sejak dini dengan membiasakan bercakap-cakap
dalam bahasa daerah baik di rumah, lingkungan, maupun
di sekolah
10) Dengan cara mengingatkan kembali tentang pentingnya
menggunakan bahasa daerah (khususnya bahasa Jawa
Banten) dengan mengadakan berbagai event dan kegiatan
seperti lomba-lomba yang menggunakan bahasa Jawa
dialek Banten
11) Berupaya meningkatkan rasa kecintaan terhadap Bahasa
Jawa Banten dengan cara minimal 1 jam saja berbahasa
Jawa Banten dalam sehari
12) Memperkenalkan kembali kepada anak-anak atau remaja
bahwa bahasa Jawa Banten adalah bahasa yang
santun,sopan,dan halus yang mengandung nilai dan makna
budaya yang baik
13) Pertama-tama kita pelajari dulu, kemudian kita ingat dan
kita pakai untuk percakapan sehari-hari dan kita kenalkan
bahasa tersebut kepada anak-anak dan remaja Banten
14) Solusinya kita sering-sering berbicara dengan sesama dan
jangan pernah malu menggunakan bahasa Jawa Banten
kapanpun dan dimanapun, kecuali dalam acara-acara
formal.
Terkait upaya pemerintah dalam melestarikan keberadaan
Bahasa Jawa Banten, sebagian informan berpendapat bahwa
pemerintah daerah Banten belum melakukan upaya untuk
melestarikan Bahasa Jawa Banten. Apa yang dikatakan
pemerintah dalam berbagai seminar dan acara pemerintahan
dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kecintaan masyarakat
Banten terhadap bahasa daerah Banten adalah hanya sekedar
ungakapan seremonial belaka, tidak diikuti dengan programprogram yang konkrit untuk menunjang hal tersebut. Mestinya
pemerintah membuat aturan yang jelas, masukkan Bahasa Jawa
Banten sebagai mata pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah,
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK 335
Uyu Muawanah
DAN REMAJA BANTEN TERHADAP
PENGGUNAAN BAHASA JAWA
dari sejak tingkat SD-SLTA. Jika ini berhasil dilakukan,
kekhawatrian kita akan hilangnya atau punahnya bahasa Jawa
Banten pada masa yang akan datang tidak mungkin terjadi karena
bahasa lokal ini sudah menjadi bagian dari Mata Pelajaran wajib
yang harus diperkenalkan, diajarkan, dan dipraktikkan oleh para
siswa. Siswa juga diberikan tempat untuk bisa mempertunjukkan
kemampuan dan kemahirannya dalam berbahasa Jawa Banten
dengan mengadakan beragam program yang dapat mengapresiasi
usaha siswa. Bila perlu, ada waktu satu hari yang dikhususkan
bagi seluruh elemen sekolah, dari kepala sekolah, guru, staf
administrasi dan para siswa untuk menggunakan bahasa Jawa
Banten di sekolah. Hal yang sama juga bisa diberlakukan di
perkantoran-perkantoran. Dengan demikian, Bahasa Jawa Banten
akan tetap hidup dan bertahan sampai generasi-generasi
berikutnya, dan akan semakin meningkatkan minat dan
kecenderungan masyarakat dalam menggunakan Bahasa Jawa
Banten.
C. Kesimpulan
Pontang Tirtayasa merupakan wilayah yang masuk pada
Kabupaten Serang yang masih kental penggunaan bahasa Jawa
dialek Banten. Masyarakat Pontang Tirtayasa sehari-hari
menggunakan bahasa Jawa Dialek Banten. Bahasa Jawa di Banten
terdapat dua tingkatan. Yaitu tingkatan bebasan (krama) dan
standar. Dalam bahasa Jawa dialek Banten (Jawa Serang),
pengucapan huruf 'e', ada dua versi. ada yang diucapkan 'e' saja,
seperti pada kata "teman". Dan juga ada yang diucapkan 'a',
seperti pada kata "Apa". Daerah yang melafalkan 'a' adalah
Kecamatan Tirtayasa. Sedangkan daerah yang melafalkan 'e'
adalah Kecamatan Pontang.
Sebagai masyarakat yang kuat dengan penggunaan Bahasa
Jawanya, percakapan sehari-hari di rumah dan di lingkungan
masyarakat pun mayoritas (96,48 %) masih menggunakan bahasa
Jawa dialek Banten atau bahasa Jawa Serang. Hanya ada 2 orang
yang mengaku menggunakan Bahasa Indonesia dalam percakapan
sehari-hari di rumah; sedangkan 6 dari 44 remaja yang jadi sampel
menyatakan bahwa mereka kadang-kadang menggunakan bahasa
Jawa, tapi tidak jarang juga menggunakan bahasa Indonesia dalam
percakapan sehari-hari. Ini menunjukan bahwa intensitas
penggunaan Bahasa Jawa Banten di dua kecamatan ini masih
Tela’ah
336 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
tinggi. Bahkan, mayoritas dari remaja ini tidak hanya
menggunakan Bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari di
lingkungan keluarga dan masyarakat, tetapi juga di sekolah,
khsususnya ketika mereka bercakap-cakap dengan teman-teman
sebaya mereka. Frekuensi penggunaan Bahasa Jawa dalam
percakapan sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat
juga sekolah menunjukkan adanya continuitas pentradisian bahasa
lokal serta menjadi upaya konkrit masyarakat terhadap pelestarian
bahasa lokal terhadap generasi-generasi muda di dua kecamatan
ini.
Penggunaan bahasa Jawa Banten masih mendominasi
dalam percakapan sehari-hari anak-anak dan remaja di kecamatan
Pontang dan Tirtayasa, baik itu di lingkungan keluarga,
masyarakat maupun di sekolah-sekolah. Ini artinya minat dan
kecenderungan anak dan remaja di dua kecamatan ini masih
sangat tinggi terhadap peggunaan Bahasa Jawa Banten. Ini juga
menunjukkan bahwa perkembangan teknologi dan informasi yang
begitu pesat serta semakin banyaknya program-program televisi
yang menina- bobokan anak dan remaja Indonesia dengan acaraacara yang umumnya tidak mendidik dan melupakan identitas
kulturalnya, tidak banyak memberi pengaruh terhadap minat dan
kecenderungan serta frequensi penggunaan Bahasa Jawa Banten
di dua kecamatan ini.
Catatan akhir:
1
Ajip Rosidi, Sastra dan Budaya Kedaerahan Dalam Keindonesiaan,
Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995, h. 325-326.
2
Leonard Bloemfield, Language, Toronto: Holt, Rinehart, and
Winston, 1933, hlm. 3.
3
Robert M. Martin, The Meaning Of Language, Cambridege The MIT
Press, 1994, Hlm.5.
4
Munadi Patmadiwiria, Kamus Dialek Jawa Banten-Indonesia,
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1977, H.1.
5
Ibid.
6
Mas mangoen Di Karia, Dialect Djawa Banten, Batavia:Bataviaasch
genootschap Van Kunsten: G.Kolff & Co., 1914, h.1
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK
DAN REMAJA BANTEN TERHADAP
PENGGUNAAN BAHASA JAWA
337
Uyu Muawanah
DAFTAR PUSTAKA
Bloemfield, Robert M, 1933. Language. Toronto: Holt, Rinehart,
and Winston.
Chudari, A. Mudjahid. Tata Bahasa Bahasa Jawa Banten. Pustaka
Sarana Cipta.
Danasasmita, Saleh. 1978-1979. Pengaruh Migrasi Penduduk
Terhadap Perkembangan Kebudayaan Daerah Jawa
Barat, Bandung: Proyek Penelitian dan Pencatatan
Kebudayaan Daerah, Jawa Barat.
Pusat
Di
Pembinaandan Pengembangan Bahasa Depaertemen
Pendidikandan Kebudayaan.1979. Dialektologi Sebuah
Pengantar. Jakarta.
Karia, Mas Mangoen. 1914. Dialect DjawaBanten.
BataviaaschGenootschap Van Kunsten: G. Kolff& Co.
Iskandarwasid, dkk. 1985. Struktur Bahasa Jawa Dialek Banten.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
DepartemenPendidikandanKebudayaan.
Martin, Robert M. 1994. The Meaning Of Language.Cambridege:
The MIT Press.
Michrob, Halwany. dkk. 1993. CatatanMasaLaluBanten. Serang:
Saudara.
Michrob, Halwany. 1993.Sejarah Perkembanga nArsitektur Kota
Islam Banten.Jakarta: Yayasanbaluwarti.
Patmadiwiria, Munadi. 1977. Kamus Dialek Jawa BantenIndonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pusat Pembinaan dan PengembanganBahasa. 1979. Dialektologi
Sebuah Pengantar. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Raharjo, Supratikno. dkk.2011. Kota Banten Lama Mengelola
Warisan Untuk Masa Depan, Jakarta: Wedatama Widya
Sastra.
Tela’ah
338
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Rosidi, Ajip. 1995. Sasteradan Budaya Kedaerahandalam
Keindonesiaan. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya,
Verhaar, J.m.M, PengantarLinguistik, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1977.
Winarsih, Arifin. 1980. Babad Wilis, Jakarta: Ecole Francaised
‟ExtremeOrien, (Lembaga Penelitian Prancis untuk
Timur Tengah Jauh.
MINAT DAN KECENDERUNGAN ANAK
DAN REMAJA BANTEN TERHADAP
PENGGUNAAN BAHASA JAWA
339
Uyu Muawanah
Tela’ah
340
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
MODEL PEMBELAJARAN
BERBASIS KONSTRUKTIVISME
PADA KONSEP PECAHAN DAN OPERASINYA
(PENELITIAN TINDAKAN KELAS DI JURUSAN PGMI-A
SEMESTER V T.A. 2013/2014)
Wida Rachmiati
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan
IAIN”Sultan Maulana Hasanuddin “Banten
Abstrak
Pecahan merupakan salah satu materi penting dalam
matematika. Pecahan mencakup konsep-konsep dasar dan
merupakan materi prasyarat untuk mempelajari dan memahami
jenis bilangan lain. Selain itu, dalam mempelajari pecahan siswa
materi pecahan juga sangat diperlukan siswa untuk
mengembangkan kemampuan penalaran. Namun demikian,
konsep pecahan bukanlah konsep yang sederhana melainkan
merupakan konsep yang cukup kompleks dan unik. Kompleksitas
dan keunikan dari bilangan pecahan, menjadikannya sulit untuk
dipahami oleh siswa SD/MI.Agar pembelajaran bilangan pecahan
dan operasinya dapat terjadi sebagai belajar pemahaman sangat
memerlukan guru yang memiliki pemahaman yang baik terhadap
konsep pecahan itu sendiri dan juga kemampuan guru dalam
merancang
pembelajaran
yang
mampu
menjembatani
karaktreistik bilangan pecahan sebagaimana diungkapkan di atas
dengan karakteristik kemampuan berfikir siswa SD/MI. Di antara
temuan penelitian adalah bahwa kendala yang ditemukan adalah
mahasiswa tidak terbiasa mengkomunikasikan ide-ide matematika
secara lisan sehingga ketika presentasi/diskusi kelompok di siklus
awal masih belum maksimal, tetapi di siklus berikutnya menjadi
lebih baik. Pemahaman mahasiswa PGMI-A semester V T.A.
2013/2014 terhadap konsep pecahan dan operasinya menjadi
lebih baik. Respon mahasiswa terhadap pembelajaran matematika
dengan pendekatan konstruktivisme sangat baik. Mereka menjadi
lebih termotivasi dan terinspirasi ketika nanti betul-betul menjadi
guru mereka ingin mengajar matematika dengan menggunakan
pendekatan konstruktivis.
Kata Kunci: bilangan pecahan, Matematika, Jurusan PGMI.
Tela’ah
340 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Pada saat siswa pertama kali belajar matematika di tingkat
SD/MI, yang dipelajari adalah mengenal bilangan dan
lambangnya. Hal ini dikarenakan pemahaman siswa terhadap
konsep bilangan akan sangat membantu anak dalam
kesehariannya. Di tingkat sekolah dasar kelas satu dan dua siswa
awalnya mempelajari konsep bilangan cacah atau bilangan bulat
positif (0, 1, 2, 3,...) yang dapat digunakan untuk
merepresentasikan benda-benda yang berbentuk utuh. Sehingga
pada proses pembelajaran konsep bilangan cacah dan operasinya
guru biasanya menggunakan media pembelajaran berupa bendabenda konkrit atau semi konkrit untuk mempermudah siswa dalam
memahaminya.
Setelah siswa mempelajari konsep bilangan cacah,
selanjutnya siswa mempelajari konsep bilangan yang lebih
kompleks lagi yaitu bilangan pecahan. Konsep pecahan muncul
ketika ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada benda-benda
yang dapat disajikan tidak dalam bentuk utuh. Sehingga
dibutuhkan lambang bilangan untuk merepresentasikan benda
yang tidak utuh tersebut. Misalnya ketika ada sebuah (1 buah) kue
tart yang akan dimakan oleh sebuah keluarga yang terdiri dari 4
orang. Maka masing-masing anggota keluarga akan mendapat
bagian kue tart secara tidak utuh yaitu masing-masing mendapat
seperempat ( ) bagian dari kue tart.
Pecahan merupakan salah satu materi penting dalam
matematika. Pecahan mencakup konsep-konsep dasar dan
merupakan materi prasyarat untuk mempelajari dan memahami
jenis bilangan lain. Selain itu, dalam mempelajari pecahan siswa
materi pecahan juga sangat diperlukan siswa untuk
mengembangkan kemampuan penalaran. Namun demikian,
konsep pecahan bukanlah konsep yang sederhana melainkan
merupakan konsep yang cukup kompleks dan unik. Kompleksitas
dan keunikan dari bilangan pecahan, menjadikannya sulit untuk
dipahami oleh siswa SD/MI.
Agar pembelajaran bilangan pecahan dan operasinya dapat
terjadi sebagai belajar pemahaman sangat memerlukan guru yang
memiliki pemahaman yang baik terhadap konsep pecahan itu
sendiri dan juga kemampuan guru dalam merancang pembelajaran
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
KONSTRUKTIVISME PADA KONSEP
PECAHAN DAN OPERASINYA
341
Wida Rachmiati
yang mampu menjembatani karaktreistik bilangan pecahan
sebagaimana diungkapkan di atas dengan karakteristik
kemampuan berfikir siswa SD/MI.
Namun faktanya, masih banyaknya praktek pembelajaran
matematika khususnya pokok bahasan pecahan dan operasinya
yang dilakukan hanya dengan memberikan rumus-rumus tanpa
didasari penanaman pemahaman. Secara logika seseorang yang
telah melewati jenjang SLTA seharusnya memiliki pemahaman
yang baik terhadap konsep pecahan dan operasinya karena konsep
ini selalu ada mulai dari tingkat SD sampai dengan SLTA.
Namun ternyata dilihat dari hasil observasi terhadap mahasiswa
S1 jurusan PGMI IAIN “SMH” Banten, guru-guru MI yang
mengikuti program penyetaraan S1 di Jurusan PGMI program
Dual Mode System IAIN “SMH” Banten dan guru-guru SD yang
mengikuti perkuliahan di Jurusan PGSD UT UPBJJ diperoleh
fakta sebagai berikut:
a. Mahasiswa calon guru banyak yang tidak memahami
konsep pecahan dan operasinya, sebagian besar
pengetahuan yang dimiliki berupa hafalan mengenai rumus
(prosedur) dan hafalan yang mereka milikipun banyak yang
sudah dilupakan. Sehingga ketika mereka lupa rumus
mereka tidak bisa mengerjakan soal lagi
b. Kurangnya mendalamnya pemahaman calon guru
(mahasiswa S1 PGMI) dan guru terhadap konsep pecahan
itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dengan ketidakmampuan
guru yang biasa mengajar konsep pecahan dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti berikut:
 Mengapa siswa perlu mempelajari pecahan?
 Apa makna penyebut dan pembilang?
 Mengapa pecahan yang berbeda penyebut tidak bisa
dioperasikan dengan operasi jumlah dan kurang secara
langsung?
 Mengapa muncul rumus-rumus dalam operasi hitung
pecahan?
 Mengapa ada istilah “kali silang” dalam rumus
penjumlahan, pengurangan dan membandingkan
pecahan?
c. Pada pembelajaran matematika di SD/MI tahap
pengenalan konsep pecahan guru tidak mengalami
Tela’ah
342
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
kesulitan. Siswa biasanya mulai dikenalkan dengan bentuk
atau simbol pecahan, cara membaca dan menuliskan
bilangan pecahan dengan bantuan alat peraga atau bangun
datar yang dapat dibagi dengan sama rata. misalnya
yang digambarkan dalam bentuk seperti berikut ini.
d. Guru mulai merasa mengalami kesulitan dalam melakukan
pembelajaran pokok bahasan membandingkan pecahan dan
operasi hitung pecahan. Sehingga, dari waktu ke waktu guru
selalu menggunakan cara yang sama, yaitu cenderung
menggunakan cara yang mekanistik dengan memberikan
rumus atau prosedur pengerjaan soal-soal secara langsung
untuk dihafal, diingat, dan diterapkan. Akibatnya belajar yang
dilakukan oleh siswa adalah belajar menghafal bukan belajar
memahami. Padahal, menurut Noddings1 pengetahuan yang
bersifat hafalan hampir tidak pernah memberikan jaringan
yang berguna antara ide-ide yang ada, karena belajar hafalan
dipandang sebagai sebuah “konstruksi yang lemah”.
Gaya mengajar guru juga tidak terlepas dari
pengalamannya ketika mengikuti perkuliahan saat menempuh
pendidikan sebagai calon guru. Profil dosen cenderung menjadi
contoh bagi mahasiswa calon guru yang pada gilirannya ditiru
ketika kelak mereka mengajar di kelas.
Pemodelan dalam rangka mencontohkan cara mengajarkan
matematika sudah memberikan informasi tentang materi kuliah
dan lebih lama diingat (retensi) daripada informasi yang dilakukan
secara lisan. Pemodelan dalam rangka pembelajaran matematika
yang dilakukan oleh dosen dalam perkuliahan secara
komperhensif dapat menggabungkan materi yang terkait dengan
konsep matematika dan Pedagogiknya. Mengajarkan keterampilan
proses, pendekatan dan metode mengajar lain, serta asesmen tidak
lagi diajarkan secara lisan, tetapi dapat dilakukan melalui
pemodelan.
Berdasarkan analisis pendahuluan terhadap proses
pembelajaran pecahan yang berlangsung di SD/MI dan
pemahaman mahasiswa calon guru SD/MI terhadapa konsep
pecahan dan operasinya seperti yang diuraikan di atas, maka
dipandang perlu untuk mengembangkan suatu model
pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa
terhadap konsep pecahan dan operasinya serta membantu
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
343
Wida Rachmiati
KONSTRUKTIVISME PADA KONSEP
PECAHAN DAN OPERASINYA
mahasiswa dalam mengkomunikasikan konsep pecahan kepada
peserta didik dengan baik ketika mereka menjadi guru.
Adapun model pembelajaran yang dikembangkan dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran yang berbasis pada teori
konstruktivisme. Sehingga mahasiswa dalam belajar matematika
dalam hal ini konsep pecahan diarahkan untuk membangun sendiri
pengetahuannya melalui berbagai kegiatan yang sudah dirancang
oleh dosen. Sebagaimana diungkapkan Van De Walle, untuk
membangun sesuatu dalam dunia nyata diperlukan alat, bahan dan
usaha. Begitu pula dengan mengkonstruksi ide (pengetahuan).
Alat-alat yang diperlukan untuk membangun pemahaman adalah
ide-ide yang telah ada (pengetahuan yang sudah dimiliki)2.
2. Batasan Masalah
Pokok bahasan yang berkaitan dengan pecahan mencakup
pecahan biasa (bagian dari keseluruhan), pecahan campuran,
perbandingan dan pecahan desimal. Karena keterbatasan waktu,
maka materi pecahan yang
disajikan dengan model
konstruktivisme dibatasi hanya pecahan biasa saja.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan
di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dicari
jawabannya yaitu:
a. Bagaimana merancang langkah-langkah yang paling
efektif dalam pengembangan perangkat pembelajaran
matematika berbasis konstruktivisme pada pokok bahasan
pecahan dan operasinya?
b. Bagaimana pelaksanaan dan kendala-kendala yang
ditemukan dalam implementasi perangkat pembelajaran
matematika berbasis konstruktivisme pada pokok bahasan
pecahan dan operasinya?
c. Bagaimana pemahaman mahasiswa calon guru SD/MI
terhadap pokok bahasan pecahan dan operasinya setelah
melalui proses pembelajaran matematika pokok bahasan
pecahan dan operasinya dengan menggunakan perangkat
pembelajaran berbasis konstruktivisme?
d. Bagaimana respon mahasiswa calon guru SD/MI terhadap
proses pembelajaran matematika pokok bahasan pecahan
Tela’ah
344
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
dan operasinya dengan menggunakan
pembelajaran berbasis konstruktivisme?
perangkat
4. Tujuan
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah
diuraikan pada latar belakang masalah, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
a. Membentuk kerangka berpikir matematika sekolah dasar
pada mahasiswa calon guru SD/MI bahwa materi
matematika yang dipelajari di SD bukanlah untuk dihafal
melainkan difahami.
b. Menghasilkan perangkat pembelajaran matematika SD/MI
pokok bahasan pecahan dan operasinya yang
berlandasakan pada teori belajar konstruktivisme
5. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini dirasa penting untuk dilakukan berdasarkan
beberapa pertimbangan berikut ini:
1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu mencetak guru SD/MI
yang mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran
matematika di SD/MI sesuai dengan tuntutan kurikulum
pembelajaran matematika saat ini. Karena sebagaimana
diketahui bersama guru mempunyai peranan yang sangat
strategis dalam pencapaian hasil belajar matematika siswa di
masa yang akan datang. Pencapaian hasil belajar siswa
tentunya akan ditentukan oleh proses pembelajaran yang
dialami dan dinamika perubahan proses pembelajaran
matematika kepada siswa harus diimbangi dengan
kemampuan
calon
guru
matematika
dalam
mengimplementasikan tuntutan baru itu di lapangan.
2. Setelah penelitian ini selesai akan dihasilkan produk berupa
perangkat pembelajaran matematika SD/MI (scenario
pembelajaran dan alat peraga) yang berkaitan dengan konsep
pecahan dan operasinya yang bisa disosialisaikan kepada
guru-guru SD/MI, sehingga bisa menjadi bahan belajar bagi
guru-guru SD/MI yang selama ini masih melakukan praktik
pembelajaran matematika pokok bahasan pecahan dan
operasinya dengan cara menekankan hafalan rumus saja.
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
KONSTRUKTIVISME PADA KONSEP
PECAHAN DAN OPERASINYA
345
Wida Rachmiati
6. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang
berlandaskan pada penelitian tindakan (action research), karena
peneliti berusaha untuk mendeskripsikan, menginterpretasi dan
menjelaskan situasi pembelajaran pada waktu yang bersamaan
dengan melakukan perubahan atau intervensi dengan tujuan
perbaikan atau partisipasi. Oleh sebab itu, penelitian ini melalui
beberapa tahapan sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan,
yaitu:3
1. Melakukan diagnosa (diagnosing), melakukan identifikasi
masalah-masalah pokok serta kebutuhan berkaitan dengan
pembelajaran matematika pokok bahasan pecahan dan
operasinya.
2. Membuat rencana tindakan (action planning), yaitu
memahami pokok permasalahan untuk tujuan perumusan
rencana tindakan yang tepat sebagai solusi.
3. Melakukan
tindakan
(action
taking),
yaitu
mengimplementasikan rencana tindakan dengan harapan
dapat menyelesaikan masalah yang terjadi.
4. Melakukan evaluasi (evaluating), bersama-sama antara
peneliti dan partisipan setelah masa tindakan dianggap cukup.
5. Pembelajaran (learning), yang merupakan bagian akhir siklus
yang telah dilalui dengan melaksanakan review tahappertahap yang telah berakhir.
Adapun subjek yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah
mahasiswa PGMI A IAIN “SMH” Banten semester V. Penetapan
ini dilakukan mengingat peneliti adalah pengampu mata kuliah
Materi dan Pembelajaran Matematika SD/MI Kelas Tinggi.
Sementara untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan
instrumen penelitian berupa tes yang terdiri dari (1) Pre tes, yang
dilakukan sebelum memasuki siklus (pra siklus) untuk mengukur
pemahaman mahasiswa terhadap konsep pecahan sebelum
pembelajaran (2) post tes, yang diberikan setiap satu siklus
selesai, (3) kuesioner, untuk menggali informasi mengenai respon
mahasiswa terhadap pelaksanaan proses pembelajaran dan (4)
video recorder untuk menggali informasi kekurangan dan
kelebihan implementasi bahan ajar. Kemudian data yang sudah
terkumpul berupa jawaban tes siswa, hasil observasi kegiatan
pembelajaran dan jawaban kuesiuoner dianalisis secara deskriptif
dan komprehensif
Tela’ah
346 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
7. Kerangka Teori
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks
filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya
membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)
pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata4.
Menurut De Walle, pada dasarnya setiap orang sepanjang
waktu mengkonstruksi atau memberi arti terhadap sesuatu yang
mereka rasakan atau pikirkan, dan untuk mengkonstruksi atau
membangun suatu ide diperlukan alat-alat seperti ide-ide yang
telah ada atau material yang ada di alam sekitar yang dapat dilihat,
didengar atau disentuh. Usaha yang perlu dilakukan dalam
pengkonstruksian adalah berfikir secara aktif dan reflektif.5
Tasker mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar
konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa
dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua
adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam
pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan
antara gagasan dengan informasi baru yang diterima. Wheatley
mendukung pendapat Tasker dengan mengajukan dua prinsip
utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme.
Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi
secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi
bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui
pengalaman nyata yang dimiliki anak6.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat dikatakan
bahwa dalam proses pembelajaran penekanan terhadap
keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah
gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui
lingkungannya merupakan hal yang penting. seseorang akan lebih
mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa
yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk
mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman
belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya
proses belajar matematika tersebut.
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
347
Wida Rachmiati
KONSTRUKTIVISME PADA KONSEP
PECAHAN DAN OPERASINYA
Adapun Implikasi teori konstruktivisme terhadap
pembelajaran matematika diantaranya adalah: pembelajaran
matematika di semua tingkat harus memfasilitasi siswa dengan
peluang untuk : memperoleh pengalaman praktis dan konkret,
menyelidiki dan mencari hubungan, menemukan pola-pola dan
memecahkan masalah, bicara tentang matematika, menulis tentang
pekerjaan mereka, merumuskan hasil dan solusi, latihan
keterampilan, pengetahuan dan prosedur; memberi alasan, dan
menarik kesimpulan, kerja kooperatif pada tugas dan masalah
(Phillips, DC, 2000).7
Sejalan dengan munculnya teori belajar konstruktivisme
maka pendekatan seperti Matematika Realistik (Realistik
Mathematics Education), Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning), Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif
Learning) dan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching &
Learning) merupakan pendekatan-pendekatan yang sangat
dianjurkan untuk digunakan selama proses pembelajaran
matematika.8 Dengan strategi pembelajaran baru ini, diharapkan
adanya perubahan dari:
1. Mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke
arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding)
2. Model ceramah ke pendekatan: discovery learning, inductive
learning, atau inquiry learning.
3. Belajar individual ke kooperatif.
4. Positivist (behaviorist) ke konstruktivisme, yang ditandai
dengan perubahan paradigma pembelajaran, dari paradigma
pengetahuan dipindahkan dari otak guru ke otak siswa
(knowledge transmitted) ke bentuk interaktif, investigatif,
eksploratif, open ended, keterampilan proses, modeling,
ataupun pemecahan masalah.
5. Subject centred Ke clearer centred (terkonstruksinya
pengetahuan siswa)9.
Pecahan merupakan salah satu materi penting dalam
matematika. Pecahan mencakup konsep-konsep dasar dan
merupakan materi prasyarat untuk mempelajari dan memahami
jenis bilangan yang lain seperti bilangan riil dan bilangan
kompleks. Selain itu, materi pecahan juga sangat diperlukan siswa
untuk mengembangkan kemampuan penalaran aljabar untuk kelas
berikutnya (Yusof & Malone, 2003), dan untuk mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah khususnya pada materi aljabar,
Tela’ah
348 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
dan peluang dalam statistika (Clarke, Mitchell, and Roche,
2007).10
Namun demikian, konsep pecahan bukan merupakan
konsep yang sederhana. Keunikan dari bilangan pecahan, yang
berbeda dengan bilangan asli dan bilangan bulat, terkadang
menjadikannya sulit untuk dipahami siswa (Pitkethly & Hunting,
1996; Gould, 2005) dan menjadikan sulit untuk dikenalkan kepada
siswa (Clarke, et al., 2007)11. Beberapa penelitian telah dilakukan
untuk menginvestigasi kesulitan-kesulitan dalam memahami dan
membelajarkan materi pecahan antara lain:
1. Clarke (2007) menemukan bahwa metode dan strategi
pembelajaran yang kurang tepat juga dapat memberikan
kontribusi pada miskonsepsi siswa.
2. Vale (2007) menemukan bahwa siswa akan lebih banyak
berpeluang untuk melakukan kesalahan pada operasi pecahan
jika pembelajaran materi pecahan hanya menitikberatkan
pada menghafal rumus dan prosedur operasi tanpa ada
perhatian yang cukup pada makna pecahan.
3. Hartung (2003) menyimpulkan kekomplekan karakteristik
dan konsep pecahan membutuhkan tahapan pemahaman yang
membuatnya tidak bisa dipahami dalam waktu yang relative
singkat12.
4. Mack (1995) menyimpulkan kesalahan konsep dikernakan
siswa cenderung mentransfer konsep bilangan asli ke dalam
pecahan.13
Salah satu faktor yang menambah kompleksitas
pembelajaran pecahan adalah adanya multi makna dari pecahan
yaitu pecahan sebagai bagian atau partisi (part-whole), pecahan
sebagai perbandingan (ratio), pecahan sebagai operator
(operator), pecahan sebagai hasil pembagian (quotient) dan
pecahan sebagai ukuran (measure) (Kieren, 1979 in Charalambous
& Pantazi, 2005, p. 233; Clarke, et al., 2007).14
Selain itu, kurangnya kompetensi guru terutama
kompetensi profesional dan pedagogik juga menjadi hal yang
menjadikan pecahan menjadi konsep yang semakin dipandang
sulit karena guru dominan menggunakan metode ceramah dan
pendekatan yang bersifat abstrak yaitu hanya mengajarkan prinsip
dan prosedur (rumus) daripada konsepnya. Akibatnya peserta
didik cenderung pasif dan kurang memahami obyek-obyek
matematika yang dipelajari (P4TK Matematika, 2009).15
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
349
Wida Rachmiati
KONSTRUKTIVISME PADA KONSEP
PECAHAN DAN OPERASINYA
B. Hasil Penelitian
Proses penelitian ini melalui 3 tahapan kegitan, yaitu
kegiatan pra sikulus, siklus I dan siklus II.
1. Hasil Pra Siklus
Data yang diperoleh dari kegiatan pra siklus merupakan
data yang menunjukkan tingkat penguasaan/pemahaman awal
mahasiswa terhadap konsep pecahan sebelum dilakukan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran berdasar teori
konstruktivisme. Data yang dianalisa berupa hasil jawaban 29
orang mahasiswa PGMI-A terhadap tes yang diberikan sebelum
dilakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran yang
berdasarkan pada teori pembelajaran konstruktivisme. Adapun
temuan yang diperoleh dari jawaban soal pre tes adalah sebagai
berikut.
1) Terjadi miskonsepsi makna pecahan yang seharusnya
difahami sebagai aktivitas “membagi sama rata” atau “sama
besar”. Hal ini ditunjukkan oleh data bahwa 100 % (29 orang)
mahasiswa menjawab daerah yang diarsir berikut ini sebagai
pecahan
2) Sebagian besar mahasiswa tidak dapat menunjukkan gambar
utuh (1 unit) ketika diketahui pecahannya. Hal ini ditunjukkan
oleh data 82,76% (24 orang) yang tidak dapat menjawab
dengan benar soal berikut ini.
Berikut ini adalah gambar
potong roti, gambarlah
keseluruhan roti tersebut.
3) Sebanyak 34,48% (10 orang) mahasiswa yang tidak dapat
menjawab dengan benar pecahan yang ditanyakan pada soal
berikut ini.
Arsirlah daerah yang menunjukkan pecahan
Tela’ah
350
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
4) Sebanyak 65,52% (19 orang) tidak dapat memberikan alasan
ketika membandingkan dua buah pecahan mengapa mereka
membubuhkan tanda > atau < yang tertera di beberapa lembar
jawaban adalah coretan yang menunjukkan pengerjaan
menggunakan “kali silang”. Dari 34,48% (10 orang)
mahasiswa yang menjawab benar dan memberikan alasan
muncul berbagai versi alasan mengapa mereka membubuhkan
tanda > atau <. Beberapa alasan yang muncul tersebut adalah:
(1) menggunakan garis bilangan untuk membandingkan dua
pecahan dengan penyebut sama, namun untuk pecahan
dengan penyebut tidak sama mahasiswa tersebut tidak dapat
memberi alasan yang tepat, (2) menggunakan gambar daerah
persegi panjang yang menunjukkan pecahan-pecahan yang
akan dibandingkan, (3) menyatakan pecahan biasa yang
dibandingkan dalam bentuk pecahan desimal, (4) menentukan
pecahan senilai dari pecahan-pecahan yang akan
dibandingkan yang memiliki penyebut sama. Namun hal ini
tidak menunjukkan pemahaman mahasiswa tersebut, karena
ketika diminta membandingkan dan , mahasiswa tersebut
masih menentukan pecahan senilai kedua pecahan yang akan
dibandingkan. Padahal pecahan dan dapat dengan segera
diketahui mana yang lebih besar atau lebih kecil.
5) Sebanyak 75,87% (22 orang) mahasiswa mampu
mengerjakan prosedur penjumlaha dan pengurangan pecahan
akan tetapi tidak ada satupun yang memberi alasan mengapa
harus ada proses penyamaan penyebut.
6) Sebanyak 41,38% (12 orang) mahasiswa mampu
mengerjakan prosedur perkalian bilangan bulat dengan
pecahan. Tetapi dari 12 orang tersebut tidak satupun yang
menjelaskan alasanya.
7) Sebanyak 10,34% (3 orang) mahasiswa yang mampu
mengerjakan prosedur perkalian pecahan dengan pecahan.
Tetapi dari 3 orang tersebut tidak satupun yang menjelaskan
alasanya.
8) Sebanyak 24,14% (7 orang) mahasiswa yang mampu
mengerjakan prosedur pembagian pecahan oleh bilangan
bulat. Tetapi dari 7 orang tersebut tidak satupun yang
menjelaskan alasanya.
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
KONSTRUKTIVISME PADA KONSEP
PECAHAN DAN OPERASINYA
351
Wida Rachmiati
9) Sebanyak 17,24% (5 orang) mahasiswa yang mampu
mengerjakan prosedur pembagian bilangan bulat oleh
pecahan. Tetapi dari 5 orang tersebut tidak satupun yang
menjelaskan alasanya.
10) Sebanyak 13,79% (4 orang) mahasiswa yang mampu
mengerjakan prosedur pembagian pecahan oleh pecahan.
Tetapi dari 4 orang tersebut tidak satupun yang menjelaskan
alasanya.
2. Hasil Siklus I
Perencanaan
Membuat perencanaan pembelajaran konsep pengenalan pecahan
dan pecahan senilai dengan menggunakan metode penemuan
terbimbing dan eksperimen.
Pelaksanaan
Mahasiswa secara berkelompok melakukan aktivitas yang tertera
pada Lembar Aktivitas Mahasiswa (LAM) kemudian
mengungkapkan hasil kerja kelompok di depan kelas. Adapun
informasi (data) kegiatan mahasiswa yang dilakukan secara rinci
adalah sebagai berikut:
 Membagi sama rata benda utuh (gambar roti) dengan berbagai
kemungkinan. Dari kegiatan ini mahasiswa mampu
menyimpulkan bahwa pecahan sangat erat kaitannya dengan
kegiatan pembagian/pengelompokkan secara merata.
 Membagi sama rata benda yang tidak utuh ( potong roti)
kemudian diminta mengamati pecahan berapa yang muncul.
Dari kegiatan ini mahasiswa mampu menyimpulkan bahwa
ketika akan merepresentasikan benda yang tidak utuh lagi
dalam bentuk bilangan pecahan maka perlu dilihat dahulu
bentuk utuhnya.
 Melakukan percobaan pembuktian adanya pecahan-pecahan
yang terlihat berbeda penyebut dan pembilangnya namun
memiliki nilai yang sama (pecahan senilai). Percobaan yang
dilakukan adalah dengan mencoba mencari pecahan-pecahan
yang senilai dengan melalui kegiatan melipat kertas menjadi
2 bagian kemudian melipatnya kembali beberapa kali. Dari
kegiatan ini mahasiswa menjadi tahu mengapa beberapa
pecahan dikatakan senilai selain itu mahasiswa mampu melihat
adanya pola yang terbentuk pada pecahan-pecahan senilai. Pola
Tela’ah
352 Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
ini akhirnya mengarahkan mahasiswa pada kesimpulan
mengenai bagaimana menentuka pecahan yang senilai dengan
pecahan tertentu.
Refleksi
 Hasil tes yang berkaitan dengan pemahaman mahasiswa
terhadap konsep awal pecahan dan pecahan senilai
menunjukkan perolehan yang cukup memuaskan, tetapi masih
ada 13,79% (4 orang) yang masih belum tepat menunjukkan
daerah pecahan dan menentukan bentuk utuh (1 unit) jika
diketahui pecahannya.
 Proses pembelajaran masih belum mencapai proses
pembelajaran yang ideal, hal ini ditunjukkan oleh data hasil
pengamatan yaitu: (1) mahasiswa masih membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk membahas konsep yang masih
sederhana (2) ketika mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya tiap anggota kelompok masih saling mendorong
teman sekelompoknya untuk tampil, (3) mahasiswa masih
terlihat kesulitan mengungkapkan ide-ide (kesimpulan) setelah
melakukan aktivitas dalam LAM .
3. Hasil Siklus II
Perencanaan
Membuat perencanaan pembelajaran konsep membandingkan
pecahan dan dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis
masalah (PBM) dan penemuan terbimbing.
Pelaksanaan
Mahasiswa secara berkelompok melakukan aktivitas yang tertera
pada Lembar Aktivitas Mahasiswa (LAM) kemudian
mengungkapkan hasil kerja kelompok di depan kelas. Tetapi
sebelumnya
peneliti
mengemukakan kekurangan
yang
teridentifikasi di pertemuan sebelumnya. Adapun informasi (data)
kegiatan mahasiswa yang dilakukan secara rinci adalah sebagai
berikut:
 Memahami tiga buah masalah kontekstual (cerita) yang berbeda
tetapi berkaitan dengan masalah perbandingan pecahan.
Penyelesaian masalah diarahkan untuk diselesaikan dengan
menggunakan media gambar yang sudah disediakan. Dari gambar
pecahan yang menunjukan penyelesaian tiga masalah tersebut: (1)
mahasiswa dapat menyimpulkan bahwa kemungkinan pecahan
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
353
Wida Rachmiati
KONSTRUKTIVISME PADA KONSEP
PECAHAN DAN OPERASINYA
yang dapat dibandingkan ada tiga (sesuai denga banyaknya
masalah yang diberikan), (2) Mahasiswa dapat membandingkan
pecahan-pecahan yang ada dalam masalah tersebut walaupun
tidak menggunakan rumus (dengan mengamati gambar yang
mereka buat), (3) menyimpulkan bahwa membandingkan
pecahan-pecahan yang memiliki penyebut sama ternyata yang
paling mudah dikerjakan karena mereka tinggal menghitung
banyaknya kotak yang menunjukkan bilangan pembilang, (4)
pecahan dengan penyebut berbeda dapat ditentukkan tanpa rumus
(dengan gambar) tetapi untuk pecahan yang penyebutnya besar
akan sulit membuat pembagian 1 unit menjadi bagian-bagian yang
ukuranya sama besar, (5) menyimpulkan bahwa pecahan-pecahan
yang berbeda penyebut dapat dengan mudah dibandingkan jika
diubah ke pecahan senilai yang memiliki penyebut sama.
 Mengamati pola-pola yang terbentuk dari pecahan-pecahan
berbeda penyebut yang dibandingkan dengan menggunakan
pendekatan pecahan senilai. Setelah mengamati mahasiswa
menyimpulkan pola bilangan yang terlihat seperti mengalikan
silang penyebut dan pembilang serta mengalikan penyebut dan
penyebut pecahan-pecahan yang akan dibandingkan (proses
penyimpulan dibantu dengan arahan tambahan dari peneliti).
Refleksi
 Hasil tes pada siklus ke II menunjukkan hasil yang sangat baik.
Seluruh mahasiswa (100%) mampu mengerjakan soal
perbandingan pecahan yang diberikan.
 Berdasarkan hasil pengamatan, ketika presentasi mahasiswa
tidak lagi saling dorong. Setiap mahasiswa memiliki peluang
yang sama untuk presentasi karen pemilihan mahasiswa yang
tampil dilakukan dengan cara diundi. Tetapi, mahasiswa masih
kesulitan dalam proses penalaran secara induktif hal ini
ditunjukkan oleh kebingungan mereka dalam menyimpulkan
rumus untuk menentukan perbandingan dua buah pecahan
dengan penyebut yang berbeda.
4. Hasil Siklus III
Perencanaan
Membuat perencanaan pembelajaran konsep operasi (tambah,
kurang, kali dan bagi) pada pecahan dengan menggunakan metode
Tela’ah
354
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
pembelajaran berbasis masalah (PBM), penemuan terbimbing dan
jigsaw.
Pelaksanaan
Mahasiswa secara berkelompok melakukan aktivitas yang tertera
pada Lembar Aktivitas Mahasiswa (LAM). Tiap kelompok
mendapatkan lembar aktivitas yang berbeda yaitu LAM
penjumlahan, LAM pengurangan, LAM perkalian (2 kelompok),
dan LAM pembagian (2 kelompok). kemudian mengungkapkan
hasil kerja kelompok di depan kelas. Tetapi sebelumnya peneliti
mengemukakan kekurangan yang teridentifikasi di pertemuan
sebelumnya. Adapun informasi (data) kegiatan mahasiswa yang
dilakukan secara rinci adalah sebagai berikut:
 Mahasiswa kelompok I memahami dua permasalahan
kontekstual yang berhubungan dengan konsep penjumlahan
pecahan yang memiliki penyebut sama dan peyebut berbeda.
Dengan menggunakan media yang dapat dimanipulasi
(dipindah tempat) mahasiswa mampu menentukan dengan
mudah hasil penjumlahan pecahan dengan penyebut sama.
Tetapi untuk penyebut berbeda mereka hanya bisa
menentukan nilai pecahan yang mendekati (penjumlahan
dengan penyebut berbeda sulit menentukan dengan tepat hasil
penjumlahannya). Mahasiswa juga menyimpulkan pecahan
yang berbeda penyebut bisa dijumlahkan dengan
menggunakan bantuan konsep pecahan senilai (mahasiswa
jadi tahu mengapa dalam penjumlahan pecahan harus
disamakan penyebutnya).
 Mahasiswa kelompok II memahami dua permasalahan
kontekstual yang berhubungan dengan konsep pengurangan
pecahan yang memiliki penyebut sama dan peyebut berbeda.
Dengan menggunakan media yang dapat dimanipulasi
(dipindah tempat) mahasiswa mampu menentukan dengan
mudah hasil pengurangan pecahan dengan penyebut sama.
Tetapi untuk penyebut berbeda mereka hanya bisa
menentukan nilai pecahan yang mendekati (pengurangan
dengan penyebut berbeda sulit menentukan dengan tepat hasil
penjumlahannya). Mahasiswa juga menyimpulkan pecahan
yang berbeda penyebut bisa dijumlahkan dengan
menggunakan bantuan konsep pecahan senilai (mahasiswa
jadi tahu mengapa dalam pengurangan pecahan harus
disamakan penyebutnya).
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
355
Wida Rachmiati
KONSTRUKTIVISME PADA KONSEP
PECAHAN DAN OPERASINYA




Mahasiswa kelompok III memahami dua permasalahan
kontekstual yang berhubungan dengan konsep perkalian
pecahan dengan bilangan cacah. Dengan menggunakan media
gambar yang dapat dimanipulasi (dipindah tempat)
mahasiswa mampu menentukan dengan mudah hasil
perkaliannya dan menyimpulkan bentuk umum (cara/rumus)
menentukan perkalian pecahan dengan bilangan cacah.
Mahasiswa kelompok IV memahami dua permasalahan
kontekstual yang berhubungan dengan konsep perkalian
pecahan dengan bilangan pecahan. Dengan menggunakan
media gambar mahasiswa mampu menentukan dengan mudah
hasil perkaliannya dan menyimpulkan bentuk umum
(cara/rumus) menentukan perkalian pecahan dengan bilangan
pecahan.
Mahasiswa kelompok V memahami dua permasalahan
kontekstual yang berhubungan dengan konsep pembagian
pecahan oleh bilangan cacah. Dengan menggunakan media
gambar yang dapat dimanipulasi (digunting) mahasiswa
mampu menentukan dengan mudah hasil pembagiannya dan
menyimpulkan bentuk umum (cara/rumus) menentukan
pembagian pecahan dengan bilangan cacah.
Mahasiswa kelompok VI memahami dua permasalahan
kontekstual yang berhubungan dengan konsep pembagian
pecahan oleh pecahan. Dengan menggunakan media gambar
yang dapat dimanipulasi (digunting) mahasiswa mampu
menentukan dengan mudah hasil pembagiannya dan
menyimpulkan bentuk umum (cara/rumus) menentukan
pembagian pecahan oleh pecahan.
Refleksi
 Berdasarkan hasil tes 100% mahasiswa memahami konsep
operasi hitung pada pecahan.
 Mahasiswa sudah dengan baik mengkomunikasikan
permasalahan matematika yang diberikan dalam LAM,
sehingga sharing hasil diskusi masing-masing kelompok
dapat difahami teman-teman di kelompok lain.
 Proses diskusi dalam kelompok terlihat lebih interaktif.
Hanya saja untuk kelompok yang mendapat permasalah
perkalian pecahan dengan pecahan dan kelompok pembagian
Tela’ah
356
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
oleh pecahan sedikit mengalami kesulitan dalam memahami
permasalahan. Tetapi setelah diberi sedikit arahan dari
peneliti akhirnya mereka bisa menyelesaikan LAM.
5. Respon
Seluruh mahasiswa memberikan reapon yang positif
terhadap pembelajaran konsep pecahan dengan pendekatan
konstruktivis. Pembelajaran matematika konsep pecahan dan
operasinya dengan menggunakan pendekatan konstruktivis
ternyata membuat mahasiswa terbuka mata bahwa selama ini
mereka mempelajari pecahan hanya sebatas menghafal rumus
(kurang bermakna). Sebagai calon guru, mereka menjadi lebih
termotivasi dan terinspirasi ketika nanti betul-betul menjadi guru
mereka ingin mengajar matematika dengan menggunakan
pendekatan konstruktivis.
C. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Agar pembelajaran konsep pencahan menggunakan pendekatan
konstruktivisme efektif, maka dalam perangkat pembelajaran
perlu disertakan media pembelajaran yang bisa dimanipulasi
oleh mahasiswa.
b. Kendala yang ditemukan adalah mahasiswa tidak terbiasa
mengkomunikasikan ide-ide matematika secara lisan sehingga
ketika presentasi/diskusi kelompok di siklus awal masih belum
maksimal, tetapi di siklus berikutnya menjadi lebih baik.
c. Pemahaman mahasiswa PGMI-A semester V T.A. 2013/2014
terhadap konsep pecahan dan operasinya menjadi lebih baik.
d. Respon mahasiswa terhadap pembelajaran matematika dengan
pendekatan konstruktivisme sangat baik. Mereka menjadi lebih
termotivasi dan terinspirasi ketika nanti betul-betul menjadi
guru mereka ingin mengajar matematika dengan menggunakan
pendekatan konstruktivis.
2. Saran
Proses pembelajaran matematika khususnya pada konsep
pecahan dan operasinya
harus memperhatikan tahap-tahap
konstruksi mental mahasiswa (siswa), materi-materi prasyarat apa
yang telah dimiliki mahasiswa (siswa) perlu diingatkan kembali,
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
357
Wida Rachmiati
KONSTRUKTIVISME PADA KONSEP
PECAHAN DAN OPERASINYA
sehingga tidak ada bagian-bagian konsep sebelumnya yang tidak
diketahui siswa atau siswa memiliki konsep yang salah.
Sebenarnya aturan-aturan operasi tambah, kurang kali dan bagi
pada pecahan sangat terkait dengan (dan dapat dipahami melalui)
operasi tambah, kurang kali dan bagi pada bilangan bulat positif
yang sudah akrab bagi siswa. Guru dapat mengembangkan
pengajaran pecahan dengan menggunakan benda-benda konkrit
untuk menggantikan bangun-bangun visual yang digambarkan di
atas, siswa-siswa dapat mempraktekkan operasi tambah, kurang
kali dan bagi dengan memotong benda konkrit yang dapat
dijadikan alat peraga, atau jika benda-benda konkrit tersebut tidak
ada, siswa dapat menggambar benda tersebut pada kertas manila
atau mencari gambar dari internet atau majalah, kemudian
dipotong-potong . Semua ini diupayakan untuk pembelajaran yang
menyenangkan. Dengan demikian diharapkan konsep pecahan dan
konsep operasi tambah, kurang kali dan bagi pada pecahan
tertanam dengan baik dan benar dalam pikiran siswa dan
diharapkan mereka trampil menyelesaikan soal-soal pemecahan
masalah.
Catatan akhir:
1
Van De Walle, A.J, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 1,
Erlangga, Jakarta, 2007, h.25
2
Ibid, h. 23
3
Davison, R. M., Martinsons, M. G., Kock N., (2004), Journal :
Information Systems Journal : Principles of Canonical Action Research 14,
65–86
4
Baharuddin dan Esa Nur, W., Teori Belajar dan Pembelajaran, Arruzz Media, Jogjakarta:2007, h.116
5
Van De Walle, A.J, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 1,
Erlangga, Jakarta, 2007, h.23
6
Hamzah (2007) Pembelajaran Matematika dengan Teori Belajar
Konstruktivisme. tersedia di www.pascasarjanagorontalo.com
7
Mariani, S., Pengajaran Konsep Pecahan dan Kabataku Pecahan di
Sekolah
Dasar,
Tersedia
di
http://journal.unnes.ac.id/nju/
index.php/kreano/article/view/1495
8
Shadiq, F., Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Matematika
Sekolah
Dasar,
tersedia
di
http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2007/09/med2-konstruksdok_median_.pdf
9
ibid
Tela’ah
358
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
10
Setyaningrum, W., Strategi Pembelajaran Materi Pecahan untuk
Meminimalisir
Miskonsepsi
Siswa,
tersedia
di
http://digilib.unimed.ac.id/public/
11
ibid
12
Setyaningrum, W., Kajian Pustaka: Starategi Pembelajaran Materi
Pecahan
untuk
Meminimalisir
Miskonsepsi
Siswa
dalam
ebookbrowse.com/pecahan-pdf-d47048560
13
Van De Walle, A.J, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2,
Erlangga, Jakarta, 2008, h.46
14
Ibid
15
Mariani, S., Pengajaran Konsep Pecahan dan Kabataku Pecahan di
Sekolah Dasar,
Tersedia
di
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/
kreano/article/view/1495
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin dan Esa Nur, W., (2007) Teori Belajar dan
Pembelajaran, Jogjakarta:Ar-ruzz Media
Hamzah (2007) Pembelajaran Matematika dengan Teori Belajar
Konstruktivisme.
tersedia
di
www.pascasarjanagorontalo.com
Karso dkk (2009) Pendidikan Matematika I, Jakarta : Universitas
Terbuka
Mariani, S., Pengajaran Konsep Pecahan dan Kabataku Pecahan di
Sekolah Dasar, Tersedia di http://journal.unnes.ac.id/nju/
index.php/kreano/article/view/1495
Setyaningrum, Wahyu, Kajian Pustaka: Starategi Pembelajaran
Materi Pecahan untuk Meminimalisir Miskonsepsi Siswa
dalam ebookbrowse.com/pecahan-pdf-d47048560
Shadiq, F., Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Matematika
Sekolah
Dasar,
tersedia
di
http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2007/09/med2konstruksd-ok_median_.pdf
Turmudi (2008) Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran
Matematika, Jakarta: Leuser Cita Pustaka.
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
359
Wida Rachmiati
KONSTRUKTIVISME PADA KONSEP
PECAHAN DAN OPERASINYA
Van De Walle, A.J (2007) , Matematika Sekolah Dasar dan
Menengah Jilid 1, Jakarta: Erlangga
Van De Walle, A.J (2008) , Matematika Sekolah Dasar dan
Menengah Jilid 2, Jakarta: Erlangga
Tela’ah
360
Vol. 08 No. 02 (Juli-Desember 2013)
Volume 08 No. 02, 2013
ISSN 0852-1204
Jurnal Penelitian Sosial dan Keagamaan
Susunan Dewan Penyunting Tela’ah:
Penanggung Jawab: Rektor IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
Redaktur: Wazin Baihaqi Penyunting: Masduki, E. Zaenal Muttaqin,
Redaktur Pelaksana: Ayatullah Humaeni Sekretaris: Nuraeni
Distribusi: Ilis, Hadlani
Tela’ah, ISSN 085-1204, diterbitkan enam bulan sekali oleh Pusat
Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (LP2M) IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten,
berdasarkan SK. Rektor No.: In.10/H.K.00.5/550/2007 tanggal 16
Februari 2007.
Tela’ah merupakan Jurnal yang memuat hasil penelitian para dosen dan
akademisi dari berbagai lembaga dan perguruan tinggi.
Penerbit:
PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN
KEPADA MASYARAKAT (LP2M)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN,
Gedung Rektorat Lt. III, Jl. Jend. Sudirman No. 30
Serang-Banten 42118, Telp. [0254] 200323
Fax. [0254] 200022
Volume 08 No. 02, 2013
ISSN 0852-1204
Jurnal Penelitian Sosial dan Keagamaan
Daftar Isi:
Muslimah Penerjemah Al-Qur’an
dalam Bahasa Inggris Pada Milenium Ketiga
Ilzamudin Ma’mur
173-204
Melacak ”Sino Javanese Muslim Culture”
di Banten; Deskripsi Pengaruh Cina
pada Masjid Kuno di Banten Lama
Siti Fauziyah
205-224
Hadis-Hadis Mu‘Allal dalam Kitab Sunan
(Tela‘ah atas Hadis-hadis dalam Sunan al-Tirmidzi)
Masrukhin Muhsin
Migrasi Micro Teaching dari Analog ke Digital
Berbasis Komputer Menggunakan Ulead Visual Studio
Studi Kasus IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Aan Ansori
Analisa Syarah Natsar Al- Awamil Al- Miah Abd AlQahir Al-Jurjani Karya Ulama Banten
Arma
225-250
251-267
268-290
Analisis Tax Audit Laporan Keuangan
Perusahaan Manufaktur
Hendrieta Ferieka
291-314
Minat dan Kecenderungan Anak dan Remaja Banten
Terhadap Penggunaan Bahasa Jawa Dialek Banten
Dalam Percakapan Sehari-hari (Studi di Daerah
PontangTirtayasa, Kabupaten Serang Banten)
Uyu Muawanah
315-339
Kehidupan dan Kemandirian Ekonomi
Para Janda di Banten
(Studi Kasus pada Janda di Serang Banten)
Wazin
340-355
Download