1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA GOVERNMENT REGULATION OF THE REPUBLIC OF INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 NUMBER 17 OF 2010 TENTANG REGARDING PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MANAGEMENT AND ORGANIZATION OF EDUCATION DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BY THE GRACE OF GOD THE SUPREME ONE PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (4), Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (4), Pasal 20 ayat (4), Pasal 21 ayat (7), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (7), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (6), Pasal 31 ayat (4), Pasal 32 ayat (3), Pasal 41 ayat (4), Pasal 42 ayat (3), Pasal 43 ayat (3), Pasal 50 ayat (7), Pasal 51 ayat (3), Pasal 52 ayat (2), Pasal 54 ayat (3), Pasal 55 ayat (5), Pasal 56 ayat (4), Pasal 62 ayat (4), Pasal 65 ayat (5), dan Pasal 66 ayat (3) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan; Considering : that for implementing the provisions of Article 12 paragraph (4), Article 17 paragraph (3), Article 18 paragraph (4), Article 20 paragraph (4), Article 21 paragraph (7), Article 24 paragraph (4), Article 25 paragraph (3), Article 26 paragraph (7), Article 27 paragraph (3), Article 28 paragraph (6), Article 31 paragraph (4), Article 32 paragraph (3), Article 41 paragraph (4), Article 42 paragraph (3), Article 43 paragraph (3), Article 50 paragraph (7), Article 51 paragraph (3), Article 52 paragraph (2), Article 54 paragraph (3), Article 55 paragraph (5), Article 56 paragraph (4), Article 62 paragraph (4), Article 65 paragraph (5), and Article 66 paragraph (3) of Law Number 20 of 2003 regarding National Education System, it is deemed necessary to stipulate a Government Regulation regarding Education Management and Organization; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); In view of 1. Article 5 paragraph (2) of State Constitution of the Republic Indonesia of 1945; 2. Law Number 20 of 2003 regarding National Education System (State Gazette of the Republic of Indonesia of 2003 Number 78, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 4301); : MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN. HAS DECIDED: To stipulate : GOVERNMENT REGULATION REGARDING EDUCATION MANAGEMENT AND ORGANIZATION BAB I KETENTUAN UMUM CHAPTER I GENERAL PROVISIONS Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan system pendidikan nasional oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan Article 1 In this Government Regulation meant by : 1. Education Management is the authority in organizing national education system by the central Government, provincial government, regency/municipal government, organizers of educational institutions established by the community and educational unit in order that the process of education may run and operate in accordance with the 1 pendidikan nasional. Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. 3. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 4. Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat TK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. 5. Raudhatul Athfal, yang selanjutnya disingkat RA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. 6. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. 7. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat. 8. Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar. 9. Madrasah Ibtidaiyah, yang selanjutnya disingkat MI, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar. 10. Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI. 11. Madrasah Tsanawiyah, yang selanjutnya disingkat MTs, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan 2. objective of national education. 2. Education organization is the act of arranging an educational system covering field of studies, grade, and types of education to ensure the the educational process may run in accordance with the national education objective. 3. Education for children at an early age means any efforts to develop children since their birth up to the age of 6 (six) years which is conducted by means of stimulating them to help them grow and develop physically and spiritually and to make them ready to enter a higher or further educational level. 4. Kindergarten which is hereinafter referred to as TK is a school or a class for children aged four (4) to six (6) which is normally organized through a formal education. 5. Raudhatul Athfal (Islamic Kindergarten) which is hereinafter referred to as RA, is one of the forms of education unit for early age children within the formal education lane typical of Islamic religion for children of four (4) to six(6) years of age. 6. Formal education is a structured and graded education made up of primary education, secondary education, and tertiary education. 7. Primary education is education grade in formal education line underlying the grade of secondary education, which is organized in education unit having the form of Elementary School and Madrasah Ibtidaiyah (Islamic Elementary School) or other forms, which are equivalent as well as becoming one unit of further education in the education unit having the form of Junior High School and Madrasah Tsanawiyah (Islamic Junior High School), or other forms that are equivalent. 8. Elementary School, which hereinafter is abbreviated SD, is one of the forms of formal education unit organizing general education in the grade of primary education. 9. Madrasah Ibtidaiyah (Islamic Elementary School), which hereinafter is abbreviated MI, is one of the formal education units under the guidance of Minister Religious Affairs who organizes general education with typical Islamic religion at the same level as elementary school. 10. Junior High School, which is hereinafter abbreviated to SMP, is a formal education organizing general education starting from elementary school (known as SD), MI, or any other forms of equal level or any other education recognized to be the same level as SD or MI. 11. Madrasah Tsanawiyah (Islamic Junior High School), which is hereinafter abbreviated to MTs, is one of the forms of formal education unit under the guidance of the Minister of Religious Affairs who organizes general education with typical Islamic religion in the grade of primary education as 2 dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat. Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP atau MTs. Madrasah Aliyah, yang selanjutnya disingkat MA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. the continuation of SD, MI, or other forms which are equivalent or a continuation of any other education recognized to be the same level as SD or MI. 12. Secondary Education is an education grade within formal education which is the continuation of primary education, that takes the forms of Senior High School, Madrasah Aliyah (Islamic Senior High School), Vocational Junior High School and Vocational Madrasah Aliyah or other forms which are equivalent. 13. Senior High School, is which hereinafter abbreviated to SMA, is one of the forms of formal education unit organizing general education in the grade of secondary education as a continuation of SMP, MTs, or other forms which are equivalent or continuation of any from the result of study as recognized equal to/equivalent with SMP or MTs. 16. Madrasah Aliyah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat MAK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. 16. Madrasah Aliah Kejuruan (Vocational Senior High School), which is hereinafter abbreviated to MAK, is one of the forms of formal education unit under the guidance of Minister of Religious Affairs who organizes vocational education with typical Islamic religion in the grade of secondary education as a continuation of SMP, MTs, or other forms which are equivalent or as a continuation of any other education recognized to be equal to or equivalent with SMP or MTs. 17. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang dapat berupa program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. 18. Politeknik adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. 19. Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. 20. Institut adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. 21. Universitas adalah perguruan tinggi yang 17. Tertiary education is a formal education of university or college level after secondary education which can be in the form of education program for diploma, bachelor’s degree, master’s degree, specialist, and PhD degree organized by college/university. 18. Polytechnic is a college organizing vocational education in a number of special knowledge. 12. 13. 14. 15. 14. Madrasah Aliyah (Islamic Senior High School), which hereinafter is abbreviated MA, is one of the forms of formal education unit under the fostering of Minister of Religious Affairs who organizes general education with typical Islamic religion in the grade of secondary education as a continuation from SMP, MTs, or other forms which are equivalent or continuation of any other education recognized to be the same level to SMP or MTs. 15. Vocational Junior High School, which is hereinafter abbreviated to SMK, is one of the forms of formal education unit organizing vocational studies in the grade of secondary education as a continuation of SMP, MTs, or other forms which are equivalent or continuation of any other education recognized to be equal to or equivalent with SMP or MTs. 19. College is a higher education organizing academic and/or vocational education within the scope of one certain scientific discipline and if complying with the requirements can organize professional education. 20. Institute is a college organizing academic education and/or vocational education in a group of scientific disciplines, technologies, and/or arts and if complying with the requirements can organize professional education. 21. University is a college organizing academic education and/or 3 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. Program studi adalah unsur pelaksana akademik yang menyelenggarakan dan mengelola jenis pendidikan akademik, vokasi, atau profesi dalam sebagian atau satu bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga tertentu. Jurusan atau nama lain yang sejenis adalah himpunan sumber daya pendukung program studi dalam satu rumpun disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga. Fakultas atau nama lain yang sejenis adalah himpunan sumber daya pendukung, yang dapat dikelompokkan menurut jurusan, yang menyelenggarakan dan mengelola pendidikan akademik, vokasi, atau profesi dalam satu rumpun disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga. Standar Nasional Pendidikan adalah criteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan pada perguruan tinggi dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi. Sivitas akademika adalah komunitas dosen dan mahasiswa pada perguruan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Kelompok belajar adalah satuan pendidikan nonformal yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang saling membelajarkan pengalaman dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya. Pusat kegiatan belajar masyarakat adalah satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat atas dasar prakarsa dari, oleh, dan untuk masyarakat. Pendidikan berbasis keunggulan lokal adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar vocational education in a number of science, technologies, and/or arts and if complying with the requirements can organize professional education. 22. Study program is the element of academic executive organizing and managing types of academic, vocational or professional education in part or one certain sector of science, technology, arts and/or sports. 23. Department or any other names of the same type is an association of supporting resources of study program in one cluster of scientific disciplines, arts, and/or sports. 24. Faculty or any other names of the same type is an association of supporting resources which can be grouped by its department, organizing and managing academic, vocational or professional education in a cluster of scientific disciplines, technologies, arts and/or sports. 25. National Standard of Education is minimal criteria concerning education system in the whole state jurisdiction territory of the Unitary Republic of Indonesia. 26. Minimal service standard is minimal criteria in the form of cumulative value for complying with educational national standard which has to be fulfilled by each education unit. 27. Curriculum is a set of plans and arrangements concerning the aim, content, and learning materials, as well as the method employed to serve as the guidance on organizing learning activities to achieve the education aim. 28. Lecturer is a professional educator and scientist in the college whose main assignment is to transform, develop and disseminate the science, technology and arts through the education, research, and devotion to the community. 29. Student is education participant who is registered and studying in the college/university. 30. Civitas academia is a community of lecturers and students in the college/university. 31. Non-formal education is education organized outside formal education which can be implemented in a structured and gradual way. 32. Study group is a non-formal education unit consisting of a group of community members who teach each other on the experience and capability in the framework of improving the quality and level of their life. 33. Center of community learning society is a non-formal education unit which organizes various learning activities according to the needs of community based on the initiative from, by, and for the community. 34. Local advantage based-education is an education organized upon complying with National Standard of Education and enriched with competitive advantage and/or comparative regional advantage. 35. International level education is an education which is organized upon complying with National Standard of 4 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Organisasi profesi adalah kumpulan anggota masyarakat yang memiliki keahlian tertentu yang berbadan hukum dan bersifat nonkomersial. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. 43. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional. 44. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 45. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota. 46. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional. Education and enriched with education standard of advanced countries. 36. Learning is the process of education participant interaction with the educator and/or source of study in a learning environment. 37. Distant learning education is an education in which the education participants are separated from their educators and its learning applies various learning resources through the communication and information technology and other media. 38. Community based-education is the organization of education based on typical religion, social, culture, aspiration and community potential as manifestation of education from, by, and for the community. 39. Information education is the lane of family education and environment. 40. Professional organization is a collection of community members which have certain expertise which has legal entity and non-commercial in character. 41. Education council is an independent institute which membership is of various elements of community who care for education. 42. School/Madrasah (Islamic School) committee is an independent institute which membership is of parents/guardians of education participants, school community, as well as community figures who care for education. 43. Ministry is the ministry which organizes governmental affairs in the sector of national education. 44. Government is Central Government 45. Regional government is provincial government, regency government or municipal government. 46. Minister is the minister who organizes governmental affairs in the sector of national education. BAB II PENGELOLAAN PENDIDIKAN CHAPTER II EDUCATION MANAGEMENT Bagian Kesatu Umum Part One General Pasal 2 Pengelolaan pendidikan dilakukan oleh: a. Pemerintah; b. pemerintah provinsi; c. pemerintah kabupaten/kota; d. penyelenggara satuan pendidikan masyarakat; dan e. satuan atau program pendidikan. yang didirikan Pasal 3 Pengelolaan pendidikan ditujukan untuk menjamin: a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang mencukupi, merata, dan terjangkau; b. mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat; dan c. efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan. Article 2 The education organization is conducted by: a. The government b. The provincial government c. The regency/municipal government d. The organizer of education sector as established by the community, and e. Education unit or program Article 3 Education management is aimed at guaranteeing : a. Access of the community to education service which is adequate, evenly distributed, and affordable. b. Education quality and competitiveness as well as its relevancy with the needs and/or condition of the community, and c. Effectiveness, efficiency, and accountability of education management 5 Pasal 4 Pengelolaan pendidikan didasarkan pada kebijakan nasional bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Article 4 Education management is based on national policy in education sector in accordance with the provisions of laws and regulations. Bagian Kedua Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Part Two Education Management by the Government . Pasal 5 Menteri bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional serta merumuskan dan/atau menetapkan kebijakan nasional pendidikan Article 5 The Minister shall be responsible for managing national education system as well as formulating and/or adopting national policy of education. Pasal 6 (1) Kebijakan nasional pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang; b. rencana pembangunan jangka menengah; c. rencana strategis pendidikan nasional; d. rencana kerja Pemerintah; e. rencana kerja dan anggaran tahunan; dan f. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan. (2) Kebijakan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pelaksanaan strategi pembangunan nasional yang meliputi: a. pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; b. pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; c. proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; d. evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; e. peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; f. penyediaan sarana belajar yang mendidik; g. pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; h. penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; i. pelaksanaan wajib belajar; j. pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; k. pemberdayaan peran masyarakat; l. pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan m. pelaksanaan pengawasan dalam system pendidikan nasional. Article 6 (1) National policy of education as referred to in Article 5 is laid down in: a. Plan of long-term development b. Plan of medium-term development c. Plan of national education strategy d. Government work plan e. Work plan and annual budget; and f. Provisions on laws and regulations in education sector (3) Kebijakan nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi: a. Kementerian; b. Kementerian Agama; c. kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan satuan pendidikan; d. pemerintah provinsi; e. pemerintah kabupaten/kota; f. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat; g. satuan atau program pendidikan; h. dewan pendidikan; (3) The education national policy as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) constitutes guidance for: a. The Ministry b. The Ministry of Religious Affairs c. Other ministries or non-ministerial government institutes organizing the education unit (2) National policy of education as referred to in paragraph (1) includes the implementation of national development strategy which includes: a. Implementation of religious education as well as noble morality b. Development and implementation of competency-based curriculum c. Learning process which is educating and dialogical d. Evaluation, accreditation, and certification of education which are empowering e. Improving the professionalism of educator and pedagogical staff f. Availability of learning facilities which are educating g. Financing the education which is in accordance with the principal of even distribution and justice h. Organizing the education which is open and evenly distributed. i. Implementation of compulsory study j. Implementation of education management autonomy k. Empowerment of community role l. Center of community culture and development, and m. Implementation of supervision in national education system d. e. f. g. h. Provincial government Regency/municipal government Organizer of education as established by the community Education unit or program Education council 6 i. komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis; j. peserta didik; k. orang tua/wali peserta didik; l. pendidik dan tenaga kependidikan; m. masyarakat; dan n. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di Indonesia. (4) Pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel. (5) Pengalokasian anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikonsolidasikan oleh Menteri. Pasal 7 Pemerintah mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan secara nasional. Pasal 8 (1) Menteri menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat nasional. (2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. (3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Pasal 9 (1) Menteri menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat nasional yang meliputi: a. antarprovinsi; b. antarkabupaten; c. antarkota; d. antara kabupaten dan kota; dan e. antara laki-laki dan perempuan. (2) Menteri menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus. Pasal 10 (1) Menteri menetapkan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan masing-masing untuk: a. pemerintah daerah; atau b. satuan atau program pendidikan. (3) Standar pelayanan minimal bidang pendidikan untuk pemerintah daerah merupakan syarat awal yang harus dipenuhi untuk: a. mencapai target tingkat partisipasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 secara bertahap; dan b.menyelenggarakan atau memfasilitasi i. School/Madrasah committee or other name of the same type j. Education participant k. Parent/guardian of education participant l. Educator and pedagogical staff m. The community, and n. Other parties related to education in Indonesia (4) The government shall allocate education budget so as the national education system can be implemented effectively, efficiently, and accountably. (5) The allocation of education budget as referred to in paragraph (4) shall be consolidated by the Minister. Article 7 The government shall direct, guide, supervise, watch, coordinate, monitor, evaluate, and control the organizer, unit, lane, grade, and type of education nationwide. (1) (2) (3) (1) (2) (1) (2) (3) Article 8 The Minister shall set the target of education participating level in all grades and types of education which have to be reached at national level. The target of education participating level as referred to in paragraph (1) shall be complied with through the lane of formal and non-formal education. In complying with the target of education participating level as referred to in paragraph (2), the government shall prioritize the expansion and even distribution of education access through the line of formal education. Article 9 The Minister shall set the target of even distribution level in education participation at national level which includes: a. Inter province b. Inter regency c. Inter municipality d. Between regency and municipality, and e. Between male and female The Minister shall adopt the policy to guarantee the education participant to acquire access to service, education for education participant whose parent/guardian is unable to finance the education, special education participant and/or education participant in special area. Article 10 The Minister shall stipulate minimal service standard in education sector pursuant to the provisions of laws and regulations. Minimal service standard as referred to in paragraph (1) shall be set respectively for: a. Regional government, or b. Education unit or program Minimal service standard in education sector for regional government constitutes initial requirements which have to be observed for: a. Reaching the target of participant level as referred to in Article 8 gradually, and b. Organizing or facilitating the organizing of education 7 penyelenggaraan satuan pendidikan sesuai Standar Nasional Pendidikan secara bertahap. (4) Standar pelayanan minimal bidang pendidikan untuk satuan pendidikan ditetapkan sebagai syarat awal yang harus dipenuhi dalam mencapai Standar Nasional Pendidikan secara bertahap dengan menerapkan otonomi satuan pendidikan atau manajemen berbasis sekolah/madrasah. Pasal 11 Menteri menetapkan Standar Nasional Pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 (1) Pemerintah melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan nasional pendidikan dan Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. (3) Akreditasi dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diselenggarakan dan/atau difasilitasi oleh Pemerintah atau masyarakat didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan. Pasal 13 (1) Pemerintah mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah memfasilitasi perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional. (3) Pemerintah memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Pemerintah memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 14 Pemerintah melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang: a. ilmu pengetahuan; (1) (4) unit according to the educational national standard gradually Minimal service standard in education sector for education unit shall be set as initial requirement which has to be complied with in reaching National Standard of Education gradually by applying the autonomy of education unit or school / madrasah based-management. Article 11 The Minister shall stipulate National Standard of Education pursuant to the provisions of laws and regulations. (1) (2) (3) (1) (2) (3) (4) (1) (2) Article 12 The Government shall conduct and/or facilitate education quality assurance under the guidance of national education policy and National Standard of Education. In the framework of education quality assurance as referred to in Article (1), the Government shall organize and/or facilitate: a. Accreditation of education program b. Accreditation of education unit c. Certification of education participant competency d. Certification of educator in competency and/or e. Certification of pedagogical staff competency The accreditation and certification as referred to paragraph (2) which is organized and/or facilitated by the government or the community shall be based on National Standard of Education. Article 13 The Government shall recognize, facilitate, develop and protect the program and or unit education of international level pursuant to the provisions of laws and regulations. The Government shall facilitate the pioneering of program and/or education unit which has or almost has complied with National Standard of Education for being developed to become program and/or unit of education with international level. The Government shall facilitate the international accreditation of program and/or unit of education as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) The Government shall facilitate international certification in the program and or unit of education as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) Article 14 The Government shall conduct sustainable development to the education participant having potential intelligence and/or special talent for reaching peak achievement in the sector of science, technology, arts and/or sports at education unit for regency, municipal, provincial, national and international level. For growing competitive climate which is conducive for reaching peak achievement as referred to in paragraph (1) the Government shall organize and/or facilitate regularly and gradually the competition in the sector of: a. Science 8 b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Pemerintah memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. b. Technology c. Arts, and/or d. Sports (3)The Government shall award appreciation to the education participant who has reached peak achievement as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) pursuant to the provisions of laws and regulations. (4)Further provisions regarding the implementation of sustainable development as referred to in paragraph (1) and the organization and facilitation of competition as referred to in paragraph (2) shall be stipulated by Ministerial Regulation. Pasal 15 Menteri menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi: a. Kementerian; b. Kementerian Agama; c. kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan program dan/atau satuan pendidikan; d. pemerintah provinsi; e. pemerintah kabupaten/kota; f. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat; dan g. satuan atau program pendidikan. Article 15 The Minister shall adopt the policy of education management to ensure the efficiency, effectiveness and accountability of education management which constitutes guidelines for: a. The Ministry b. The Ministry of Religious Affairs c. Other Ministries or non-ministerial government institutes which organize education program and/or unit Pasal 16 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional, Kementerian mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan nasional berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh jejaring informasi nasional yang terhubung dengan system informasi pendidikan di kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan pendidikan, sistem informasi pendidikan di semua provinsi, dan sistem informasi pendidikan di semua kabupaten/kota. (3) Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan. d. e. f. Provincial government Regency/Municipal government Education executive as established by the community, and g. Education unit or program (1) (2) (3) Article 16 In organizing and managing national education system, the Ministry shall develop and carry out information-andcommunication-technology based national education information system The national education information system as referred to in paragraph (1) shall be facilitated by national information network which is connected with education information system in other ministries or non-ministerial government institutes organizing the education, education information system in all provinces, and education information system in all regencies/municipalities. The national education information system as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) shall provide access to education administration information and access to learning sources to the unit of education in all grades, types, and lines of education. Bagian Ketiga Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi Part Three Education Management by Provincial Government Pasal 17 Gubernur bertanggung jawab mengelola system pendidikan nasional di daerahnya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya. Article 17 The governor shall be responsible for managing national education system in his/her area as well as formulating and stipulating the regional policy in the sector of education in line with his/her authority. Pasal 18 (1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- (1) Article 18 The policy of education as referred to in Article 17 shall constitute the elaboration of education policy as referred to in Article 5 and according to the provisions of laws and regulations. 9 undangan. (2) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang provinsi; b. rencana pembangunan jangka menengahprovinsi; c. rencana strategis pendidikan provinsi; d. rencana kerja pemerintah provinsi; e. rencana kerja dan anggaran tahunan provinsi; f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan g. peraturan gubernur di bidang pendidikan. (3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi: a. semua jajaran pemerintah provinsi; b. pemerintah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; c. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di provinsi yang bersangkutan; d. satuan atau program pendidikan di provinsi yang bersangkutan; e. dewan pendidikan di provinsi yang bersangkutan; f. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di provinsi yang bersangkutan; g. peserta didik di provinsi yang bersangkutan; h. orang tua/wali peserta didik di provinsi yang bersangkutan; i. pendidik dan tenaga kependidikan di provinsi yang bersangkutan; j. masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan k. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di provinsi yang bersangkutan. (4) Pemerintah provinsi mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di provinsi yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Pasal 19 Pemerintah provinsi mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di provinsi yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. Pasal 20 (1) Gubernur menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat provinsi. (2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. (3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Pasal 21 (1) Gubernur menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat provinsi yang (2) (3) (4) The regional policy in education sector as referred to in paragraph (1) shall be laid down in: a. Plan of long-term provincial development b. Plan of medium-term provincial development c. Provincial government strategic plan d. Work plan of provincial government e. Provincial annual work plan and budget f. Regional regulation in education sector, and g. Governor regulation in the sector of education Regional policy in education sector as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) which shall serve as guidelines for: a. All ranks and files of provincial government b. Regency/municipal government in the relevant province c. Education organizer as established by the community in the relevant province d. Education unit or program in the relevant province e. Education council in the relevant province f. School committee or any other name of the same type in the relevant province g. Education participant in the relevant province h. Parent/guardian of the education participant in the relevant province i. Educator and pedagogical staff in the relevant province j. The community in the relevant province, and k. Other parties related to education in the relevant province The provincial government shall allocate education budget in order that the national education system in the relevant province can be implemented effectively, efficiently, and accountably in accordance with the regional policy in education sector as referred to in paragraph (1), paragraph (2) and paragraph (3). Article 19 The provincial government shall direct, guide, supervise, watch, coordinate, monitor, evaluate, and control the organizer, unit, lane, grade, and type of education in the relevant province in accordance with the regional policy in education sector as referred to in Article 17. (1) (2) (3) (1) Article 20 The government shall set the target of education participation level in all grades and types of education which have to be reached at provincial level. The target of education participation level as referred to in paragraph (1) shall be complied with through the lane of formal and non-formal educations. In complying with the target of education participation level as referred to in paragraph (1), the provincial government shall prioritize the expansion and even distribution for access of education through formal education line. Article 21 The Governor shall set the target of even distribution level in education participation at provincial level which includes: 10 meliputi: a. antarkabupaten; b. antarkota; c. antara kabupaten dan kota; dan d. antara laki-laki dan perempuan. (2) Gubernur menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus. Pasal 22 Gubernur melaksanakan dan mengoordinasikan pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 23 (1) Pemerintah provinsi melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan nasional pendidikan dan Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi berkoordinasi dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. (3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi mengoordinasikan dan memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. Pasal 24 (1) Pemerintah provinsi menyelenggarakan, mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Pemerintah provinsi menyelenggarakan, mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dirintis dan dikembangkan menjadi bertaraf internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Pemerintah provinsi memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Pemerintah provinsi memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 25 (1) Pemerintah provinsi melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki (2) a. Inter regency b. Inter municipality c. Between agency and municipality, and d. Between male and female The Government shall adopt a policy for ensuring the education participant to acquire access of education service for education participant whose parent/guardian is unable to finance the education, the education participant of special education, and/or the education participant in special area. Article 22 The Governor shall carry out and coordinate the implementation of minimal service standard in education sector in accordance with the provisions of laws and regulations. (1) (2) (3) (1) Article 23 The provincial government shall conduct and/or facilitate education quality assurance in its area under the guidance of national policy and National Standard of Education. In carrying out its assignment as referred to in paragraph (1) the provincial government shall coordinate with Government technical executive unit which shall carry out the duty for education quality assurance. In the framework of education quality assurance as referred to in paragraph (1), the provincial government shall coordinate and facilitate: a. Education program accreditation b. Education unit accreditation c. Certification of education participant competency d. Certification of educator competency, and/or e. Certification of pedagogical staff competency Article 24 The provincial government shall organize, recognize, facilitate, develop and protect the program and/or unit of education of international level in accordance with the provisions of laws and regulations (2) The provincial government shall organize, recognize, facilitate, develop, and protect the program and or unit education which has or almost has complied with National Standard of Education for pioneering and developing to become international standard in accordance with the provisions of laws and resolutions. (3) The provincial government shall facilitate the program of international accreditation and/or education unit as referred to in paragraph (1) and paragraph (2). The provincial government shall facilitate international certification in the program and/or unit of education as referred to in paragraph (1) and paragraph (2). (4) (1) Article 25 The provincial government shall conduct sustainable development of an education participant who has potential 11 potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah provinsi menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang: a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Pemerintah provinsi memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 26 Gubernur menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi: a. semua jajaran pemerintah provinsi; b. pemerintah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; c. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di provinsi yang bersangkutan; d. satuan atau program pendidikan di provinsi yang bersangkutan; e. dewan pendidikan di provinsi yang bersangkutan; f. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di provinsi yang bersangkutan; g. peserta didik di provinsi yang bersangkutan; h. orang tua/wali peserta didik di provinsi yang bersangkutan; i. pendidik dan tenaga kependidikan di provinsi yang bersangkutan; j. masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan k. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di provinsi yang bersangkutan. Pasal 27 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola system pendidikan nasional di daerah, pemerintah provinsi mengembangkan dan melaksanakan system informasi pendidikan provinsi berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. (3) Sistem informasi pendidikan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada intelligence and/or special talent for reaching peak achievement in the sector of science, technology, arts, and/or sports and unit level of education for regency, municipal, provincial, national, and international level. (2) (3) (4) For growing competitive climate which is conducive for reaching peak achievement as referred to in paragraph (1) the provincial government shall organize and/or facilitate regularly and gradually the competition in the sector of: a. Science b. Technology c. Arts, and/or d. Sports The provincial government shall award appreciation to the education participant who has reached peak achievement as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) in accordance with the provisions of laws and regulations. Further provisions regarding the implementation sustainable development as referred to in paragraph and the organization and facilitation of competition referred to in paragraph (2) shall be stipulated Government Regulation. of (1) as by Article 26 The Governor shall adopt the policy of education management to ensure the efficiency, effectiveness and accountability of education management which shall serve as guidelines for: a. All ranks and files of the provincial government b. Regency/municipal government in the relevant province c. d. e. f. Education organizer as established by the community in the relevant province Unit of program of education in the relevant province i. Education council in the relevant province School committee or other name of the same type in the relevant province Education participant in the relevant province Parents/guardian of education participant in the relevant province Educator and pedagogy staff in the relevant province j. k. The community in the relevant province, and Other parties related to education in the relevant province g. h. (1) (2) (3) Article 27 In organizing and managing national education system in the region, the provincial government shall develop and carry out information-and-communication-technology based provincial education information system. Provincial education information system as referred to in paragraph (1) constitutes a sub-system of national education information system. The provincial education information system as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) shall provide education administration information access and learning sources access to the unit of education in all grades, types, and 12 semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan sesuai kewenangan pemerintah provinsi. lines of education in accordance with the authority of provincial government. Bagian Keempat Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Part Four Education Management by Regency/Municipal Government Pasal 28 Bupati/walikota bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di daerahnya dan merumuskan serta menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya. Article 28 The Regent/Mayor shall be responsible for managing national education system in his/her area as well as formulating and adopting the regional policy in the sector of education in accordance with his/her authority. Pasal 29 (1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 17, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang kabupaten/kota; b. rencana pembangunan jangka menengah kabupaten/kota; c. rencana strategis pendidikan kabupaten/kota; d. rencana kerja pemerintah kabupaten/kota; e. rencana kerja dan anggaran tahunan kabupaten/kota; f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan g. peraturan bupati/walikota di bidang pendidikan. (3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi: a. semua jajaran pemerintah kabupaten/kota; b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; c. satuan atau program pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; d. dewan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; e. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di kabupaten/kota yang bersangkutan; f. peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan; g. orang tua/wali peserta didik di kabupaten/ kota yang bersangkutan; h. pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; i. masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; dan j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan. (4) Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di kabupaten/kota yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Pasal 30 (1) (2) (3) Article 29 The policy of education as referred to in Article 28 shall constitute the spell-out of education policy as referred to in Article 5 and Article 17, as well as pursuant to the provisions of laws and regulations. The regional policy in education sector as referred to in paragraph (1) shall be laid down in: a. Plan of long-term regency/municipal development b. Plan of medium-term regency/municipal development c. d. e. Regency/Municipal education strategic plan Work plan of regency/municipal government Regency/Municipal annual work plan and budget f. Regional regulation in education sector, and g. Regent/Mayor regulation in the sector of education Regional policy in education sector as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) shall serve as guidelines for: a. All ranks and files of regency/municipal government b. Education organizer as established by the community in the relevant regency/municipality c. Education unit or program in the relevant regency/municipality d. Education council in the relevant regency/municipality e. (4) School committee or any other name of the same type in the relevant regency/municipality f. Education participant in the relevant regency/municipality g. Parent/guardian of the education participant in the relevant regency/municipality h. Educator and pedagogical staff in the relevant regency/municipality i. The community in the relevant regency/municipality, and j. Other parties related to education in the relevant regency/municipality The regency/municipal government shall allocate education budget in order that the national education system in the relevant regency/municipality can be implemented effectively, efficiently, and accountably in line with the regional policy in education sector as referred to in paragraph (1), paragraph (2) and paragraph (3). Article 30 13 Pemerintah kabupaten/kota mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. Pasal 31 (1) Bupati/walikota menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat kabupaten/kota. (2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. (3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Pasal 32 (1) Bupati/walikota menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat kabupaten/kota yang meliputi: a. antarkecamatan atau sebutan lain yang sejenis; b. antardesa/kelurahan atau sebutan lain yang sejenis; dan c. antara laki-laki dan perempuan. (2) Bupati/walikota menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus. Pasal 33 Bupati/walikota melaksanakan dan mengoordinasikan pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 (1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan nasional pendidikan, kebijakan provinsi bidang pendidikan, dan Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota berkoordinasi dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. (3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. The regency/municipal government shall direct, guide, supervise, watch, coordinate, monitor, evaluate, and control the organizer, unit, lane, grade, and type of education in the relevant regency/municipality in accordance with the regional policy in education sector as referred to in Article 28. (1) (2) (3) (1) Article 31 The Regent/Mayor shall set the target of education participation level in all grades and types of education which have to be reached at regency/municipal level. The target of education participation level as referred to in paragraph (1) shall be complied with through the lane of formal and non-formal education. In complying with the target of education participation level as referred to in paragraph (1), the regency/municipal government shall prioritize the expansion and even distribution for access of education through formal education lane. Article 32 The Regent/Mayor shall set the target of even distribution level in education participation at regency/municipal level which includes: a. Inter sub-district or other name which is of the same type b. Inter village/kelurahan or other name which is the same type, and c. Between male and female (2) The regent/mayor shall adopt a policy for ensuring the education participant to acquire access of education service for education participant whose parent/guardian is unable to finance the education, the education participant of special education, and/or the education participant in special area. Article 33 The regent/mayor shall carry out and coordinate the implementation of minimal service standard in education sector in accordance with the provisions of laws and regulations. (1) Article 34 The regency/municipal government shall conduct and/or facilitate education quality assurance in its area under the guidance of education national policy, provincial policy in education sector, and National Standard of Education. (2) In carrying out its assignment as referred to in paragraph (1) the regency/municipal government shall coordinate with Government technical executive unit which shall carry out the duty for education quality assurance. (3) In the framework of education quality assurance as referred to in paragraph (1), the regency/municipal government shall facilitate: Education program accreditation Education unit accreditation Certification of education participant competency Certification of educator competency, and/or Certification of pedagogical staff competency a. b. c. d. e. 14 Pasal 35 (1) Pemerintah kabupaten/kota mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal. (3) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 36 (1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik di daerahnya yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang: a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Pemerintah kabupaten/kota memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota. Pasal 37 Bupati/walikota menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi: a. semua jajaran pemerintah kabupaten/kota; b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; c. satuan atau program pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; d. dewan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; (1) (2) (3) (4) (1) (2) (3) (4) Article 35 The regency/municipal government shall recognize, facilitate, develop and protect the program and/or unit of education of international level and/or local advantage based level in accordance with the provisions of laws and regulations The regency/municipal government shall carry out and/or facilitate the program pioneering and/or unit of education which has or almost has complied with National Standard of Education for being developed to become the program and/or unit of education of international level and/or local advantage based-level. The regency/municipal government shall facilitate the program of international accreditation and/or education unit as referred to in paragraph (1) and paragraph (2). The regency/municipal government shall facilitate international certification in the program and/or unit of education as referred to in paragraph (1) and paragraph (2). Article 36 The regency/municipal government shall conduct sustainable development to the education participant in its area who has potential intelligence and/or special talent for reaching peak achievement in the sector of science, technology, arts, and/or sports at unit level of education for regency, municipal, provincial, national, and international level. For growing competitive climate which is conducive for reaching peak achievement as referred to in paragraph (1) the regency/municipal government shall organize and/or facilitate regularly and gradually the competition in the sector of: a. Science b. Technology c. Arts, and/or d. Sports The regency/municipal government shall award appreciation to the education participant who has reached peak achievement as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) in accordance with the provisions of laws and regulations. Further provisions regarding the implementation of sustainable development as referred to in paragraph (1) and the organization and facilitation of competition as referred to in paragraph (2) shall be regulated by Regent/Mayor Regulation. Article 37 The Regent/Mayor shall adopt the policy of education management to ensure the efficiency, effectiveness and accountability of education management which serve as the guidelines for: a. All ranks and files of the regency/municipal government b. The organizer of education as established by the community in the relevant regency/municipality c. Unit or program of education in the relevant regency/municipality d. Education council in the relevant regency/municipality 15 e. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di kabupaten/kota yang bersangkutan; f. peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan; g. orang tua/wali peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan; h. pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; i. masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; dan j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan. Pasal 38 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola system pendidikan nasional di daerah, pemerintah kabupaten/kota mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan kabupaten/kota berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. (3) Sistem informasi pendidikan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan sesuai kewenangan pemerintah kabupaten/kota. e. School committee or other name of the same type in the relevant regency/municipality f. Education participant in the relevant regency/municipality g. Parents/guardian of education participant in the relevant regency/municipality h. Educator and pedagogy staff in the relevant regency/municipality i. The community in the relevant regency/municipality, and j. Other parties related to education in the relevant regency/municipality (1) (2) (3) Article 38 In organizing and managing national education system in the region, the regency/municipal government shall develop and carry out regency/municipal education information system based on information and communication technology. Regency/municipal education information system as referred to in paragraph (1) constitutes a sub-system of national education information system. The regency/municipal education information system as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) shall provide education administration information access and learning sources access to the unit of education in all grades, types, and lines of education in accordance with the authority of regency/municipal government. Bagian Kelima Pengelolaan Pendidikan oleh Penyelenggara Satuan Pendidikan yang didirikan Masyarakat Part Five Education Management by Organizer of Education Unit Established by the Community Pasal 39 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan pada tingkat penyelenggara satuan. Article 39 The organizer of education unit as established by the community shall be responsible for managing national education system as well as formulating and adopting education policy at unit organizing level. Pasal 40 (1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, dan Pasal 28, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam peraturan penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat. (3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi: a. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat yang bersangkutan; b. satuan atau program pendidikan yang terkait; c. lembaga representasi pemangku kepentingan satuan atau program pendidikan yang terkait; d. peserta didik di satuan atau program pendidikan yang terkait; e. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang terkait; f. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan yang terkait; dan g. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program (1) (2) (3) Article 40 The policy of education as referred to in Article 39 shall constitute the elaboration of education policy as referred to in Article 5, Article 17, and Article 28, as well as pursuant to the provisions of laws and regulations. The education policy as referred to in paragraph (1) shall be laid down in the organizer regulation of education unit as established by the community: The education policy as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) shall constitute guidelines for: a. Organizer of education as established by the relevant community b. Unit or program related education c. Institute of representation of stakeholder for unit or program of related education d. The education participant in the unit of program of related education e. Parent/guardian of education participant in the unit or program of relevant education f. Educator and pedagogy staff in the unit or program of related education, and g. Other parties as bound by the unit or program of 16 pendidikan yang terkait. (4) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional pada tingkat satuan atau program pendidikan yang terkait dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel. (4) related education. The organizer of education unit as established by the community shall allocate education budget in order that the national education system at unit or program of related education level can be carried out effectively, efficiently and accountably. Pasal 41 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan satuan atau program pendidikan yang terkait sesuai dengan kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Article 41 The organizer of education unit as established by the community shall direct, guide, supervise, watch, coordinate, monitor, evaluate, and control the unit or program of related education according to the policy of education as referred to in Article 5, Article 17, Article 28, and/or Article 39, as well as according to the provisions of laws and regulations. Pasal 42 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan, bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, atau peserta didik di daerah khusus. Article 42 The organizer of education unit as established by the community shall adopt a policy to guarantee education participant to acquire access to education service for education participant whose parent/guardian is unable to finance the education, education participant for special education, or education participant in special area. Pasal 43 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menjamin pelaksanaan standar pelayanan minimal pendidikan pada satuan atau program pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Article 43 The organizer of education unit as established by the community shall guarantee the implementation of education minimal service standard in the unit of program education according to the provisions of laws and regulations. Pasal 44 (1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di satuan atau program pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menyelenggarakan satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan/atau pendidikan menengah bekerja sama dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. (3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. Pasal 45 (1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi, membina, dan melindungi satuan atau program pendidikan yang bertaraf (1) Article 44 The organizer of education unit as established by the community shall conduct and/or facilitate education quality assurance in the unit or program education as guided in the policy of education as referred to Article 5, Article 17, Article 28, and/or Article 39, as well as National Standard of Education. (2) In carrying out its assignment as referred in paragraph (1), the organizer of education unit as established by the community shall organize one and/or education program for early age child, primary education and/or secondary education in cooperation with government technical executive unit which has carried out assignment of education quality assurance. (3) In the framework of education quality assurance, as referred to in paragraph (1), the organizer of education unit as established by the community shall facilitate: a. Education program accreditation b. Education unit accreditation c. Certification of education participant competency d. Certification of educator competency, and/or e. Certification of pedagogy staff competency (1) Article 45 The organizer of education unit as established by the community shall facilitate, develop, and protect the unit or program of education of international level and or based on 17 internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan satuan atau program pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan atau program pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal. (3) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi akreditasi internasional satuan atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi sertifikasi internasional pada satuan atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 46 (1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur kompetisi di satuan atau program pendidikan dalam bidang: a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat. Pasal 47 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi: a. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat yang bersangkutan; b. satuan dan/atau program pendidikan; c. lembaga representasi pemangku kepentingan pendidikan pada satuan dan/atau program pendidikan; d. peserta didik satuan dan/atau program pendidikan; e. orang tua/wali peserta didik di satuan dan/atau program pendidikan; f. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan dan/atau local advantage pursuant to the provisions of laws and regulations. (2) The organizer of education unit as established by the community shall carry out and/or facilitate the pioneering of unit or program of education which has or almost has complied with National Standard of Education for being develop to become the unit or program of education of international level and/or based on local advantage. (3) The organizer of education unit as established by the community shall facilitate international accreditation of unit or program and education as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) The organizer of education unit as established the community shall facilitate international certification in the unit of program of education as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) (4) (1) (2) (3) Article 46 The organizer of education unit as established by the community shall facilitate sustainable development to the education participant who has potential intelligence and/or special talent for reaching peak achievement in the sector of science, technology, arts, and/or sports at education unit of sub-district, regency, municipal, provincial, national and international level. For growing competitive climate which is conducive for reaching peak achievement as referred to in paragraph (1), the organizer of education unit as established by the community shall organize and/or facilitate regularly the competition in the unit or program and education in the sector of: a. Science b. Technology c. Arts, and/or d. Sports Further provisions regarding the implementation of sustainable development as referred to in paragraph (1) as well as the competition organization and facilitation as referred to in paragraph (2) shall be regulated by the organizer regulation of education unit as established by the community Article 47 The organizer of education unit as established by the community shall adopt policy of education management to guarantee the efficiency, effectiveness, and accountability of education management which constitute guidelines for: a. Organizer of education as established by the relevant community b. Unit or program related education c. Institute of representation of stakeholder for unit or program of related education d. The education participant in the unit and/or education program e. Parent/guardian of education participant in the unit and/or education program f. Educator and pedagogy staff in the unit and/or education 18 program pendidikan; dan g. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan. Pasal 48 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional di satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. (3) Sistem informasi pendidikan penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan dan/atau program pendidikan. program, and g. Other parties as bound by the unit or program of education. (1) (2) (3) Bagian Keenam Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan atau Program Pendidikan Pasal 49 (1) Pengelolaan satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah. (2) Pengelolaan satuan atau program pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan. Pasal 50 Satuan atau program pendidikan wajib bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di satuan atau program pendidikannya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan sesuai dengan kewenangannya. Pasal 51 (1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah dituangkan dalam: a. rencana kerja tahunan satuan pendidikan; b. anggaran pendapatan dan belanja tahunan satuan pendidikan; dan c. peraturan satuan atau program pendidikan. (3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Article 48 In organizing and managing national education system in the unit or program education, the organizer of education unit as established by the community shall develop and carry out organizer education information system or unit of education as established by the community based on technology of information and communication. The organizer’s education information system or unit of education as established by the community as referred to in paragraph (1) constitutes a sub system of national education information system. The organizer’s education information system of education unit as established by the community as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) shall provide access to education administration information and access to learning sources to the unit and/or program of education. Part Six Education Management by Education Unit or Program (1) (2) Article 49 The management of education unit or program for child of early age, primary education, and secondary education shall be carried out based on minimal service standard with the principal of school/madrasah based-management. The management of education higher education unit or program shall be implemented based on autonomy, accountability, quality assurance, and transparent evaluation. Article 50 The education unit or program shall be obliged to be responsible for managing national education system in the unit or program of its education as well as formulating and adopting policy of education in accordance with its authority. (1) (2) (3) Article 51 The education policy as referred to in Article 50 constitutes the spell-out of education policy as referred to in Article 5, Article 17, Article 28 and/or Article 39 as well as according to the provisions of laws and regulations. The education policy as referred to in paragraph (1) by unit of education for early-age child, the unit of primary education and the unit of secondary education shall be laid down in: a. Annual work plan of education unit b. Annual budget of education unit, and c. Regulation on unit or program of education The education policy as referred to in paragraph (1) by 19 (4) (5) (6) (7) ayat (1), oleh perguruan tinggi dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang perguruan tinggi; b. rencana strategis perguruan tinggi; c. rencana kerja tahunan perguruan tinggi; d. anggaran pendapatan dan belanja tahunan perguruan tinggi; e. peraturan pemimpin perguruan tinggi; dan f. peraturan pimpinan perguruan tinggi lain. Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengikat bagi: a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; b. lembaga representasi pemangku kepentingan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; c. peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; d. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; dan f. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan. Kebijakan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penjabaran dan selaras dengan: a. kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; b. kebijakan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; c. kebijakan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan d. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39. Kebijakan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penjabaran dan selaras dengan: a. kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan b. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39. Satuan atau program pendidikan mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel. college/university shall be laid down in: a. Long term plan of college/university b. Strategic plan of college/university c. Annual work plan of college/university d. Annual budget of college/university (4) e. Regulation of college/university management, and f. Regulation of other college/university management The education policy as referred to in paragraph (1), paragraph (2) and paragraph (3) shall be binding for: a. Unit or program relevant education b. Institute of representation of stakeholder of unit or program of relevant education c. (5) Education participant in the unit program of relevant education d. Parent/guardian of education participant in the unit or program of relevant education e. Educator and pedagogical staff in the unit or program of relevant education, and f. Other parties related with the unit or program of relevant education The policy of education unit as referred to in paragraph (2) constitutes the elaboration of and in harmony with: a. Government policy as referred to in Article 5 b. Provincial Government policy as referred to in Article 17 c. Regency/municipal government policy as referred to in Article 28, and d. The policy of education organizer as established by the company as referred to in Article 39. (6) The policy of college/university as referred to in paragraph (3) constitutes the spell-out and in harmony with: a. Government policy as referred to in Article 5, and b. Education organizer’s policy as established by the community as referred to in Article 39. (7) The unit or program of education shall allocate education budget so as the national education system in the unit and/or program of relevant education can be carried out effectively, efficiently and accountably. Pasal 52 Satuan atau program pendidikan mengelola pendidikan sesuai dengan kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Article 52 The unit or program of education shall manage the education in accordance with the education policy as referred to in Article 5, Article 17, Article 28, and/or Article 39, as well as according to the provisions of laws and regulations. Pasal 53 Satuan atau program pendidikan sesuai dengan kewenangannya wajib menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan Article 53 The unit or program of education in accordance with its authority shall be obliged to adopt a policy to guarantee the education participant acquire access to education service for education 20 pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus. participant whose parent/guardian is unable to finance to education, the education participant for special education, and/or education participant in special area. Pasal 54 Satuan atau program pendidikan wajib menjamin terpenuhinya standar pelayanan minimal bidang pendidikan. Article 54 The unit or program of education shall be obliged to guarantee the fulfillment of minimal service standard in education sectors. Pasal 55 (1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, atau pendidikan menengah bekerja sama dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. (3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengikuti: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. Pasal 56 (1) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat merintis dirinya untuk dikembangkan menjadi satuan atau program pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal. (2) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat mengikuti akreditasi dan/atau sertifikasi internasional satuan atau program pendidikan. Pasal 57 (1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satuan dan/atau program pendidikan melakukan secara teratur kompetisi di satuan atau program pendidikan dalam bidang: a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Satuan atau program pendidikan memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih (1) (2) (3) (1) (2) (1) (2) (3) Article 55 The unit or program of education shall be obliged to conduct education quality assurance with the guidance to the education policy as referred to in Article 5, Article 17, Article 28, and/or Article 39, as well as National Standard of Education. In performing its duties as referred to in paragraph (1), the unit or program of education for early-age child, the primary education, or secondary education shall cooperate with Government technical executive unit which carried out the duty for education quality assurance. In the framework of education quality assurance as referred to in paragraph (1), the unit or program of education, pursuant to the provisions of laws and regulations shall follow: a. Education program accreditation b. Education unit accreditation c. Education participant competency certification d. Educator competency certification, and/or e. Pedagogy staff competency certification Article 56 The unit or program of education which has or almost has complied with National Standard of Education can pioneer itself for being develop to become unit or program of education of international level and/or based on local advantage. The unit or program of education which has or almost has complied with National Standard of Education can follow the accreditation and/or certification of international unit or program of education. Article 57 The unit or program of education shall be obliged to conduct sustainable development to the education participant who has potential intelligence and/or special talent for reaching peak achievement in the sector of science, technology, arts, and/or sports at education unit, sub district, regency/municipal, provincial, national and international level. For encouraging competitive and conducive climate for reaching peak achievement as referred to paragraph (1) education unit and /or program shall conduct competition regularly in education unit or program in the sector of ; a. b. c. d. For science ; technology art; and /or sports growing competitive climate which is conducive for 21 prestasi puncak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan satuan atau program pendidikan. Pasal 58 Satuan atau program pendidikan wajib menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat: a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; b. lembaga representasi pemangku kepentingan pendidikan pada satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; c. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; dan f. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan. Pasal 59 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan, satuan dan/atau program pendidikan mengembangkan dan melaksanakan system informasi pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan satuan atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. (3) Sistem informasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. reaching peak achievement pursuant to the provisions of laws and regulations. (4) Article 58 The unit or program of education shall be obliged to adopt a policy of management to ensure the efficiency, effectiveness, and accountability of education management which is binding: a. b. Unit and program of relevant education Representation institute of education stakeholders in unit or program of education c. Parent/guardian of education participant in the unit or program of relevant education Educator and pedagogy staff in the unit or program of relevant education Other parties which are bound by the unit or program of relevant education. e. f. (1) (2) (3) BAB III PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN FORMAL Part One General Article 60 The organizing of formal education includes: a. Early-age child education b. Primary education c. Secondary education d. Tertiary education Bagian Kedua Pendidikan Anak Usia Dini Part Two Early-age Age Education Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 61 (1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap Article 59 In organizing and managing the education, the unit and/or program of education shall develop and carry out the information-and-communication-technology based education information system. The education information system of education unit or program as referred to in paragraph (1) shall constitute sub-system of national education information system. The education information system as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) shall provide access of education administration information and access of learning sources to the educator, pedagogical staff, and education participant. CHAPTER III ORGANIZING FORMAL EDUCATION Bagian Kesatu Umum Pasal 60 Penyelenggaraan pendidikan formal meliputi: a. pendidikan anak usia dini; b. pendidikan dasar; c. pendidikan menengah; dan d. pendidikan tinggi. Further provisions regarding the implementation of paragraph (1), paragraph (2), and paragraph (3) shall be regulated by regulation on unit or program of education. Paragraph 1 Function and Aim (1) Article 61 Early-age education has the function to foster, grow, and develop the whole potential of early-age child optimally so that it forms the basic behavior and capability according to 22 perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. (2) Pendidikan anak usia dini bertujuan: a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab; dan b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis, dan social peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan. the phase of its development so as to possess preparedness for entering further education. (2) Paragraf 2 Bentuk dan Jenis Satuan Pendidikan Pasal 62 (1) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat. (2) TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki program pembelajaran 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun. (3) TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan menyatu dengan SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat. Paragraph 2 Function and Aim (1) (2) (3) Paragraf 3 Penerimaan Peserta Didik Pasal 63 Peserta didik TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. Pasal 64 (1) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. (2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi satuan pendidikan yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu. (3) Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan. Pasal 65 (1) Satuan pendidikan anak usia dini dapat menerima peserta didik pindahan dari satuan pendidikan anak usia dini lain. (2) Syarat-syarat dan tatacara penerimaan peserta didik pindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. Paragraf 4 Program Pembelajaran Early-age education has the aim: a. To build foundation for the development of education participant potential so as to become faithful human being and devoted to God the Supreme One, having noble morality, lofty personality, healthy, knowledgeable, capable, critical, creative, innovative, independent, self-confident, and becomes a democratic and responsible citizen; and b. To develop the potentials of spiritual, intellectual, emotional, kinesthetic and social intelligence of the education participant in the golden age of their growth in the educative and enjoyable playing environment. Article 62 Early-age child education within the lane of formal education has the forms of TK, RA, or other equivalent forms. TK, RA, or other equivalent forms as referred to in paragraph (1) have study program of 1 (one) year or 2 (two) years. TK, RA, or other equivalent forms as referred to in paragraph (1) can be organized integrally with SD, MI, or other equivalent forms. Paragraph 3 Admission of Education Participant Article 63 Education participant of TK, RA, or other equivalent forms has the age of 4 (four) years up to 6 (six) years. (1) (2) (3) (1) (2) Article 64 The admission of education participant in the education unit of early-age child shall be conducted objectively, transparently, and accountably. The admission of education participant in the education unit of early-age child shall be conducted without any discrimination, except for education unit which is specially designed to serve education participant from certain gender group or religion. The decision on the admission of education participant candidate shall be made independently by the teachers’ council meeting as chaired by head of education unit. Article 65 The education unit of early-age child can admit transferred education participant from other education unit of early-age child. The requirements and procedure for the admission for transferred education participant as referred to in paragraph (1) shall be arranged by the relevant education unit. Paragraph 4 Learning program 23 Pasal 66 (1) Program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang sederajat dikembangkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat. (2) Program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang sederajat dilaksanakan dalam konteks bermain yang dapat dikelompokan menjadi: a. bermain dalam rangka pembelajaran agama dan akhlak mulia; b. bermain dalam rangka pembelajaran sosial dan kepribadian; c. bermain dalam rangka pembelajaran orientasi dan pengenalan pengetahuan dan teknologi; d. bermain dalam rangka pembelajaran estetika; dan e. bermain dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan. (3) Semua permainan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirancang dan diselenggarakan: a. secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan mendorong kreativitas serta kemandirian; b. sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak serta kebutuhan dan kepentingan terbaik anak; c. dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing anak; d. dengan mengintegrasikan kebutuhan anak terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial; dan e. dengan memperhatikan latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya anak. (1) (2) (3) Article 66 The learning program of TK, RA, and other equivalent forms shall be developed for preparing the education participant to enter SD, MI, or other equivalent forms. The learning program of TK, RA, and other equivalent forms shall be carried out in playing context that can be grouped into: a. Playing in the framework of religion and noble morality learning. b. Playing in the framework social and personality learning. c. Playing in the framework orientation learning and science and technology recognition. d. Playing in the framework of esthetical learning; and e. Playing in the framework of physical, sport, and health learning. All learning plays as referred to in paragraph (2) shall be designed and organized: a. Interactively, inspiringly, pleasantly, challengingly, and driving the creativity and independence. b. In accordance with the phase of physical growth and mental development of the child as well as the capability of each child. c. By observing the difference of talent, interest and the capability of each child. d. By integrating the child’s needs against health, nutrition, and psychosocial stimulation. e. By observing the economic, social, and cultural background of the child. Bagian Kedua Pendidikan Dasar Part Two Primary Education Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Paragraph 1 Function and Aim Pasal 67 (1) Pendidikan pada SD/MI atau bentuk lain yang sederajat berfungsi: a. menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur; b. menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air; c. memberikan dasar-dasar kemampuan intelektual dalam bentuk kemampuan dan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung; d. memberikan pengenalan ilmu pengetahuan dan teknologi; e. melatih dan merangsang kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; f. menumbuhkan minat pada olahraga, kesehatan, dan kebugaran jasmani; dan g. mengembangkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat. (2) Pendidikan pada SMP/MTs atau bentuk lain yang (1) (2) Article 67 The education in SD/MI or other equivalent forms has the function of: a. Planting and putting into practice the values of faithfulness, noble morality, and lofty personality. b. Planting and putting into practice the values of nationality and the love to fatherland. c. Providing the fundamentals of intellectual capability in the form of capability and proficiency in reading, writing, and arithmetic. d. Providing the introduction to science and technology. e. Training and stimulating the sensitivity and capability of appreciating as well as expressing the beauty, fineness, and harmony. f. Growing the interest to sports, health, and physical fitness; and g. Developing physical and mental preparedness for continuing the education to SMP/MTs or other equivalent forms. The education in SMP/MTs or other equivalent forms has 24 sederajat berfungsi: a. mengembangkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur yang telah dikenalinya; b. mengembangkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air yang telah dikenalinya; c. mempelajari dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi; d. melatih dan mengembangkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; e. mengembangkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan f. mengembangkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan menengah dan/atau untuk hidup mandiri di masyarakat. (3) Pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang: a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; the function of: a. Developing, inspiring, and putting into practice the values of faithfulness, noble morality, and lofty personality as have been recognized. b. Developing, inspiring, and putting into practice the values of nationality and love to fatherland as has been recognized. c. Studying the principles of science and technology (3) c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab. Paragraf 2 Bentuk Satuan Pendidikan Pasal 68 (1) SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas 6 (enam) tingkatan kelas, yaitu kelas 1 (satu), kelas 2 (dua), kelas 3 (tiga), kelas 4 (empat), kelas 5 (lima), dan kelas 6 (enam). (2) SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas, yaitu kelas 7 (tujuh), kelas 8 (delapan), dan kelas 9 (sembilan). Paragraph 2 Form of Education Unit (1) (2) Paragraf 3 Penerimaan Peserta Didik Pasal 69 (1) Peserta didik pada SD/MI atau bentuk lain yang sederajat paling rendah berusia 6 (enam) tahun. (2) Pengecualian terhadap ketentuan pada ayat (1) dapat dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari psikolog profesional. (3) Dalam hal tidak ada psikolog profesional, rekomendasi dapat dilakukan oleh dewan guru satuan pendidikan yang bersangkutan, sampai dengan batas daya tampungnya. (4) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima warga negara berusia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun sebagai peserta didik sampai dengan batas daya tampungnya. (5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil d. Training and developing sensitivity and capability for appreciating as well as expressing deputy, the fineness and the harmony. e. Developing the talent and capability in the sector of sports, both for health and physical fitness as well as achievement, and f. Developing physical and mental preparedness for continuing the education to the grade of secondary education and/or for leaving independently in the community Primary education has the aim to build the foundation for the development of potential education participant so as to become human being who: a. Is faithful and pious to God the Supreme One, having noble morality and lofty personality b. Is knowledgeable, proficient, critical, creative, and innovative c. ls healthy, independent, and self confident, and d. is tolerant, socially sensitive, democratic, and responsible. Article 68 SD, MI or other equivalent forms consisting of 6 (six) levels of grade, namely grade 1 (one), grade 2 (two), grade 3 (three), grade 4 (four), grade 5 (five), and grade 6 (six) SMP, MTs, or other equivalent form consisting of 3 (three) levels of grade, namely grade 7 (seven), grade 8 (eight) and grade 9 (nine) Paragraph 3 Admission of Education Participant (1) (2) (3) (4) (5) Article 69 The education participant in SD, MI or other equivalent forms the lowest one having age of 6 (six) years Exception to the provisions of paragraph (1) can be conducted based on written recommendation from professional physiologist In the event that there is no professional physiologist, the recommendation can be conducted by the teachers’ council of relevant education unit up to the limit of admission capacity. SD/MI or other equivalent forms shall be obliged to admit citizen having age of 7 (seven) years up to 12 (twelve) years as education participant up to the limit of admission capacity. The admission of education participant of grade 1 (one) of SD/MI or other equivalent forms shall be based on the 25 tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain. (6) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib menyediakan akses bagi peserta didik berkelainan. Pasal 70 (1) Dalam hal jumlah calon peserta didik melebihi daya tampung satuan pendidikan, maka pemilihan peserta didik pada SD/MI berdasarkan pada usia calon peserta didik dengan prioritas dari yang paling tua. (6) (1) (2) Jika usia calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka penentuan peserta didik didasarkan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik yang paling dekat dengan satuan pendidikan. (2) (3) Jika usia dan/atau jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sama, maka peserta didik yang mendaftar lebih awal diprioritaskan. (3) Pasal 71 (1) Peserta didik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat sudah menyelesaikan pendidikannya pada SD, MI, Paket A, atau bentuk lain yang sederajat. (2) SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima warga negara berusia 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun sebagai peserta didik sampai dengan batas daya tampungnya. (3) SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat wajib menyediakan akses bagi peserta didik berkelainan. Pasal 72 (1) SD/MI dan SMP/MTs yang memiliki jumlah calon peserta didik melebihi daya tampung wajib melaporkan kelebihan calon peserta didik tersebut kepada pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan. (2) Pemerintah kabupaten/kota wajib menyalurkan kelebihan calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada satuan pendidikan dasar lain. Pasal 73 (1) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat tidak pada awal kelas 1 (satu) setelah lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal yang bersangkutan. (2) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat sejak awal kelas 7 (tujuh) setelah lulus ujian kesetaraan Paket A. (3) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat tidak pada awal kelas 7 (tujuh) setelah memenuhi persyaratan: a. lulus ujian kesetaraan Paket A; dan b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal yang bersangkutan. (4) Peserta didik pendidikan dasar setara SD di Negara (1) (2) (3) (1) (2) (1) (2) (3) (4) result of capability test for reading, writing, and arithmetic or other forms of test. SD/MI or other equivalent forms shall be obliged to provide access for education participant bearing abnormality. Article 70 In the event that the number of education participant candidate exceeds the admission capacity of the education unit, then the selection of education participant in SD/MI shall be based on the age of the education participant with priority to the oldest one. If the age of education participant candidate as referred to in paragraph (1) is equal, then the determination of education participant shall be based on the distance of residence of the education participant candidate which is the nearest to the education unit. If the age and/or distance of resident of the education participant candidate with education unit as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) is equal, then the education participant who has registered earlier shall be prioritized. Article 71 The education participant in SMP/MTs or other equivalent forms has completed his/her education in SD, MI, Package A, or other equivalent forms. SMP/MTs or other equivalent forms shall be obliged to admit citizen having age 13 (thirty) years up to 15 (fifteen) years as education participant up to the limit of its admission capacity. SMP/MTs or other equivalent forms shall be obliged to provide access for education participant bearing abnormality. Article 72 SD/MI and SMP/MTs which have the number of education participant candidate exceeding the admission capacity shall be obliged to report the excess of education participant candidate to the relevant regency, municipal government. The regency, municipal government shall be obliged to channel the excess of education participant candidate as referred to in paragraph (1) to other primary education units. Article 73 Education participant of non formal and informal line can be admitted in SD, MI or other equivalent forms not in the initial period of grade 1 (one) after passing feasibility and placement test as organized by the relevant formal education unit. Education participant of non-formal and informal line can be admitted in SMP, MTs, or other equivalent forms since the initial period of grade 7 (seven) after passing equality test of Package A. Education participant of non-formal and informal line can be admitted in SMP, MTs, or other equivalent forms not in the initial period of grade 7 (seven) after meeting with the requirements: a. Passing equality test of Package A, and b. Passing feasibility and placement test as organized by relevant formal education unit. Education participant with primary education equivalent to 26 lain dapat pindah ke SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat di Indonesia setelah memenuhi persyaratan lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. (5) Peserta didik pendidikan dasar setara SMP di negara lain dapat pindah ke SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di Indonesia setelah memenuhi persyaratan: a. menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan dasar setara SD; dan b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. (6) Peserta didik pendidikan dasar setara SD yang mengikuti sistem dan/atau standar pendidikan negara lain dapat diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat pada awal tahun kelas 7 (tujuh) setelah memenuhi persyaratan: a. lulus ujian kesetaraan Paket A; atau b. dapat menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan dasar yang memberikan kompetensi lulusan setara SD. (7) SD, MI, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat memberikan bantuan penyesuaian akademik, sosial, dan/atau mental yang diperlukan oleh peserta didik berkelainan dan peserta didik pindahan dari satuan pendidikan formal lain atau jalur pendidikan lain. (8) Menteri dapat membatalkan keputusan satuan pendidikan tentang pemenuhan persyaratan pada pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (6) apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian atas instruksi Menteri terbukti bahwa keputusan tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak benar, dan/atau tidak jujur. Pasal 74 (1) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan dasar dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. (2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan dasar dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi satuan pendidikan yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu. (3) Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan. (4) Seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 7 (tujuh) pada satuan pendidikan dasar setingkat SMP didasarkan pada hasil ujian akhir sekolah berstandar nasional, kecuali bagi peserta didik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dan ayat (6). (5) Di samping memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), satuan pendidikan dapat melakukan tes bakat skolastik untuk seleksi SD in other Country can be transferred to SD, MI, or other equivalent forms in Indonesia after complying with the requirements of passing feasibility and placement test as organized by the relevant education unit (5) Education participant with primary education equivalent to SMP in other country can be transferred to SMP, MTs, or other equivalent forms in Indonesia after complying with the requirements: a. producing diploma or other documents proving that the relevant person has completed primary education of SD equivalent, and b. passing feasibility and placement test as organize by the relevant education unit (6) Education participant with primary education equivalent to SD following the system and/or education standard of other country can be admitted in SMP, MTs, or other equivalent forms in the initial period of grade 7 (seven) after complying with the requirements: a. Passing equality test of Package A, and b. Can produce diploma or other documents proving that the relevant person has completed primary education which provide competency of graduate equivalent to SD. SD, MI, SMP, MTs or other equivalent forms shall provide assistance for academic, social, and or mental adjustment which is required by education participant bearing abnormality and transferred education participant from other formal education unit or other education line. The Minister may cancel the decision of education unit regarding the compliance with requirements in non-formal education as referred to in paragraph (3) up to paragraph (6) if after an examination conducted by the Inspectorate General of the Ministry upon instruction from the Minister proves that such decision has violated the provisions of laws and regulations, untrue, and/or unfair. (7) (8) (1) (2) (3) (4) (5) Article 74 The admission of education participant in primary education unit shall be conducted objectively, transparently, and accountably. The admission of education participant in primary education unit shall be conducted without any discrimination except for education unit which is specially design for serving education unit from certain group of gender or religion. The decision for admission of education participant candidate to become participant candidate shall be conducted independently by the meeting of teachers’ council as chaired by the head of education unit. The selection of new education participant admission in grade 7 (seven) in primary education unit of SMP equivalent shall be based on the result of school final examination of national standard, except for education participant as referred to in Article 73 paragraph (2) and paragraph (6) Besides complying with the provisions as referred to in paragraph (4), the education unit can conduct scholastic talent test for selecting new education participants 27 penerimaan peserta didik baru di kelas 7 (tujuh). Pasal 75 (1) Satuan pendidikan dasar dapat menerima peserta didik pindahan dari satuan pendidikan dasar lain. (2) Satuan pendidikan dapat menetapkan tata cara dan persyaratan tambahan penerimaan peserta didik pindahan selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dan Pasal 74 dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. admission in grade 7 (seven). (1) (2) Article 75 The primary education unit can admit transferred education participant from other primary education unit. The education unit can establish a procedure and additional requirements for the admission of transferred education participant other than the requirements as referred to Article 73 and Article 74 and not contradictory to the provisions of laws and regulations. Bagian Ketiga Pendidikan Menengah Part Three Secondary Education Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Paragraph 1 Function and Aim Pasal 76 (1) Pendidikan menengah umum berfungsi: a. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilainilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur; b. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilainilai kebangsaan dan cinta tanah air; c. mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi; d. meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; e. menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan f. meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi dan/atau untuk hidup mandiri di masyarakat. (2) Pendidikan menengah kejuruan berfungsi: a. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilainilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur; b. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilainilai kebangsaan dan cinta tanah air; c. membekali peserta didik dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecakapan kejuruan pra-profesi sesuai dengan kebutuhan masyarakat; d. meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; e. menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan f. meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk hidup mandiri di masyarakat dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Pasal 77 Pendidikan menengah bertujuan membentuk peserta didik menjadi insan yang: a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung (1) Article 76 General secondary education has the functions: a. To improve, inspire, and put into practices the values of piety, noble morality, and lofty personality b. To improve, inspire, and put into practices the values of nationality and love to the fatherland. c. To possess science and technology d. To improve the sensitivity and capability for appreciating as well as expressing the beauty, fineness and harmony. e. To channel the talent and capability in the sector of sports, both for health and physical fitness as well as achievement, and f. To improve physical and mental preparedness for continuing the education to higher education and/or for living independently in the community. (2) Vocational secondary education has the functions: a. To improve, inspire, and put into practices the values of piety, noble morality, and lofty personality b. To improve, inspire, and put into practices the values of nationality and love to the fatherland. c. To equip the education participant with capability of science and technology as well as vocational proficiency of the professionals according to the needs of the community. d. To improve the sensitivity and capability for appreciating as well as expressing the beauty, fineness and harmony. e. To channel the talent and capability in the sector of sports, both for health and physical fitness as well as achievement, and f. To improve physical and mental preparedness for living independently in the community and/or continuing the education to the grade of higher education. Article 77 Secondary education has the aim to form the education participant to become a person who: a. Is faithful and pious to God the Supreme One, having noble morality and lofty personality b. Is knowledgeable, proficient, critical, creative, and innovative c. Healthy, independent, and self-confident, and d. Tolerant, socially sensitive, democratic, and responsible. 28 jawab. Paragraf 2 Bentuk Satuan Pendidikan Paragraph 2 Form of Education Unit Pasal 78 (1) Pendidikan menengah berbentuk SMA, MA, SMK, dan MAK, atau bentuk lain yang sederajat. (2) SMA dan MA terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas, yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan kelas 12 (dua belas). (3) SMK dan MAK dapat terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas, yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan kelas 12 (dua belas), atau terdiri atas 4 (empat) tingkatan kelas yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), kelas 12 (dua belas), dan kelas 13 (tiga belas) sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Pasal 79 (1) Penjurusan pada SMA, MA, atau bentuk lain yang sederajat berbentuk program studi yang memfasilitasi kebutuhan pembelajaran serta kompetensi yang diperlukan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi. (2) Program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. program studi ilmu pengetahuan alam; b. program studi ilmu pengetahuan sosial; c. program studi bahasa; d. program studi keagamaan; dan e. program studi lain yang diperlukan masyarakat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjurusan dan program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 80 (1) Penjurusan pada SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat berbentuk bidang studi keahlian. (2) Setiap bidang studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas 1 (satu) atau lebih program studi keahlian. (3) Setiap program studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri atas 1 (satu) atau lebih kompetensi keahlian. (4) Bidang studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. bidang studi keahlian teknologi dan rekayasa; (1) (2) (3) (1) (2) (3) (1) (2) (3) (4) b. bidang studi keahlian kesehatan; c. bidang studi keahlian seni, kerajinan, dan pariwisata; d. bidang studi keahlian teknologi informasi dan komunikasi; e. bidang studi keahlian agribisnis dan agroteknologi; f. bidang studi keahlian bisnis dan manajemen; dan g. bidang studi keahlian lain yang diperlukan masyarakat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjurusan (5) Article 78 Secondary education in the form of SMA, MA, SMK, and MAK, or other equivalent forms SMA and MA shall consist of 3 (three) levels of grade, namely grade 10 (ten), grade 11 (eleven), and grade 12 (twelve) SMK and MAK can consist of 3 (three) levels of grade class, namely grade 10 (ten), grade 11 (eleven), and grade 12 (twelve) or consisting of 4 (four) levels of grade namely grade 10 (ten), grade 11 (eleven), grade 12 (twelve) and grade 13 (thirteen) according to the demand of working world. Article 79 The dividing up into the departments in SMA, MA or other equivalent forms in the form of study program which facilitates the needs of learning as well as competency as required by the education participants for continuing the education to higher education. The study program as referred to in paragraph (1) consist of: a. Study program in natural science b. Study program in social science c. Study program in languages d. Study program in religion, and e. Other study program as required by the community Further provisions regarding the dividing up into the department and study program as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) shall be provided for in a Ministerial Regulation. Article 80 The dividing up into the departments in SMK, MAK, or other equivalent forms in the form of study program of expertise. Each study program of expertise as referred to in paragraph (1) can consist of 1 (one) or more study programs of expertise. Each study program of expertise as referred to in paragraph (2) can consist of 1 (one) or more expertise competencies. The sector of expertise study as referred to in paragraph (1) consists of: a. Sector of study in technology and engineering expertise b. Sector of study in heath expertise c. Sector of study in arts, handicraft, and tourism expertise d. Sector of study in information and communication technology expertise e. Sector of study in agribusiness and agro-technology expertise f. Sector of study in business and management expertise; and g. Sector of study in other expertise as required by the community. Further provisions regarding the dividing up into 29 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri. departments as referred to in paragraph (1) up to paragraph (4) shall be stipulated by Ministerial Regulation. Paragraf 3 Penerimaan Peserta Didik Pasal 81 (1) Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat harus menyelesaikan pendidikannya pada SMP, MTs, Paket B, atau bentuk lain yang sederajat. (2) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat sejak awal kelas 10 (sepuluh) setelah lulus ujian kesetaraan Paket B. (3) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat sesudah awal kelas 10 (sepuluh) setelah: a. lulus ujian kesetaraan Paket B; dan b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal yang bersangkutan. (4) Peserta didik pendidikan dasar setara SMP yang mengikuti sistem dan/atau standar pendidikan negara lain dapat diterima di SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat pada awal tahun kelas 10 (sepuluh) setelah: a. lulus ujian kesetaraan Paket B; atau b. dapat menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan dasar yang memberikan kompetensi lulusan setara SMP. (5) Peserta didik pendidikan menengah setara SMA atau SMK di negara lain dapat pindah ke SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat di Indonesia dengan syarat: a. menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan dasar setara SMP; dan b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan bersangkutan. (6) SMA, MA, SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat wajib menyediakan akses bagi peserta didik berkelainan. (7) Satuan pendidikan SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat memberikan bantuan penyesuaian akademik, sosial, dan/atau mental yang diperlukan oleh peserta didik berkelainan dan peserta didik pindahan dari satuan pendidikan formal lain atau jalur pendidikan lain. (8) Menteri dapat membatalkan keputusan satuan pendidikan tentang pemenuhan persyaratan pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (6) apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian atas instruksi Menteri terbukti bahwa keputusan tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak benar, dan/atau tidak jujur. Paragraph 3 Admission of Education Participant (1) (2) (3) Article 81 The education participant in SMA, MA, SMK, MAK or other equivalent forms has to complete his/her education in SMP/MTs, Package B or other equivalent forms. Education participant of non-formal and informal line can be admitted in SMA, MA, SMK, MAK or other equivalent forms since the initial period of grade 10 (ten) after passing Package B equality examination. Education participant of non-formal and informal line can be admitted in SMA, MA, SMK, MAK or other equivalent forms after the initial period of grade 10 (ten) after: a. Passing equality test of Package B; and b. Passing feasibility and placement test as organized by relevant formal education unit. (4) (5) (6) (7) (8) Education participant with primary education equivalent to SMP following the system and/or education standard of other countries can be admitted in SMA, MA, SMK, MAK or other equivalent forms in the initial period of grade 10 (ten) after: a. Passing equality test of Package B; or b. Producing diploma or other documents proving that the relevant person has completed primary education which provides competency of graduate equivalent to SMP. Education participant with secondary education equivalent to SMA or SMK in other countries can be transferred to SMA, MA, SMK, MAK or other equivalent forms in Indonesia with the requirements: a. producing diploma or other documents proving that the relevant person has completed primary education which is equivalent to SMP; and b. passing feasibility and placement test as organized by relevant formal education unit. SMA, MA, SMK, MAK or other equivalent forms shall be obliged to provide access to education participant bearing abnormality. Education unit of SMA, MA, SMK, MAK or other equivalent forms shall provide assistance for academic, social, and/or mental adjustment which is required by education participant bearing abnormality and transferred education participant from other formal education units or other education lines. The Minister can cancel the decision of education unit regarding the compliance with requirements in SMA, MA, SMK, MAK or other equivalent forms as referred to in paragraph (3) up to paragraph (6) if after an examination is conducted by the Inspectorate General of Ministry upon instruction from the Minister proves that such decision has violated the provisions of laws and regulations, untrue, and/or unfair. 30 Pasal 82 (1) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan menengah dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. (2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan menengah dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi satuan pendidikan yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu. (3) Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan. (4) Seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 10 (sepuluh) pada satuan pendidikan menengah didasarkan pada hasil Ujian Nasional, kecuali bagi peserta didik sebagaimana dimaksud pada Pasal 81 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5). (5) Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), satuan pendidikan dapat melakukan tes bakat skolastik untuk seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 10 (sepuluh). (6) Penerimaan peserta didik baru dapat dilaksanakan pada setiap semester bagi satuan pendidikan yang menyelenggarakan sistem kredit semester. Pasal 83 (1) Peserta didik satuan pendidikan menengah dapat pindah ke: a. jurusan yang sama pada satuan pendidikan lain; b. jurusan yang berbeda pada satuan pendidikan yang sama; atau c. jurusan yang berbeda pada satuan pendidikan lain. (2) Satuan pendidikan dapat menetapkan tatacara dan persyaratan tambahan selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dan Pasal 82 dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (1) (2) (3) (4) (5) (6) (1) (2) Article 82 The admission of education participant in secondary education unit shall be conducted objectively, transparently, and accountably. The admission of education participant in secondary education unit shall be conducted without any discrimination except for education unit which is specially designed for serving education participant from certain group of gender or religion. The decision for admission of education participant candidate to become education participant shall be conducted independently by the meeting of teachers’ council as chaired by the head of education unit. The selection of new education participant admission in grade 10 (ten) in secondary education unit is based on the result of national examination, except for education participant as referred to in Article 81 paragraph (2) paragraph (4), and paragraph (5). Besides complying with the provisions as referred to in paragraph (4), the education unit can conduct scholastic talent test for selecting new education participants admission in grade 10 (ten). The admission of new education participant can be implemented in each semester for education unit organizing the semester credit system. Article 83 The education participant for secondary education can be transferred to: a. The same department in other education unit b. Different department in the same education unit, or c. Different departments in other education unit The education unit can stipulate the procedure and additional requirements other than the requirements as referred to in Article 81 and Article 82 and not contradictory with the provisions of laws and regulations. Bagian Keempat Pendidikan Tinggi Part Four Higher Education Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Paragraph 1 Function and Aim Pasal 84 (1) Pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan atau membentuk kemampuan, watak, dan kepribadian manusia melalui pelaksanaan: a. dharma pendidikan untuk menguasai, menerapkan, dan menyebarluaskan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga; b. dharma penelitian untuk menemukan, mengembangkan, mengadopsi, dan/atau mengadaptasi nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga; dan c. dharma pengabdian kepada masyarakat untuk menerapkan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga dalam rangka pemberdayaan masyarakat. (1) Article 84 Higher education has the function to develop or establish the capability, character and human personality through the implementation of: a. Education services for controlling, applying, and disseminating the lofty values, science, technology, arts, and sports. b. Research services for inventing, developing, adopting, and/or adapting the lofty values, science, technology, arts, and sports; and c. Devotion services for applying, lofty values, science, technology, arts, and sports in the framework of community empowerment. 31 (2) Pendidikan tinggi bertujuan a. membentuk insan yang: 1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; 2. sehat, berilmu, dan cakap; 3. kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan berjiwa wirausaha; serta 4. toleran, peka sosial dan lingkungan, demokratis, dan bertanggung jawab. b. menghasilkan produk-produk ilmu pengetahuan, teknologi, seni, atau olahraga yang memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa, negara, umat manusia, dan lingkungan. (2) 2. healthy, knowledgeable and proficient 3. critical, creative, innovative, independent, self confident and having entrepreneur spirit; and 4. tolerant, socially sensitive, and environmentally sensitive, democratic and responsible. b. Resulting the products of science, technology, arts, or sports which provide benefit to the community, nation, mankind and environment. Paragraph 2 Type, Form, and Education Program Paragraf 2 Jenis, Bentuk, dan Program Pendidikan Pasal 85 (1) Pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan/atau pendidikan vokasi. (2) Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. (3) Pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program: a. diploma pada pendidikan vokasi; b. sarjana, sarjana dan magister, atau sarjana, magister, dan doktor pada pendidikan akademik; dan/atau c. spesialis dan/atau profesi pada pendidikan profesi. (1) (2) (3) Paragraf 3 Penerimaan Mahasiswa Pasal 86 (1) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program sarjana atau magister: a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus pendidikan 1 (satu) jenjang atau tingkat pendidikan di bawahnya atau memperoleh pengakuan setingkat atas hasil prestasi belajar melalui pengalaman; dan b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. (2) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program doktor: a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus pendidikan 1 (satu) jenjang atau tingkat pendidikan di bawahnya atau memperoleh pengakuan setingkat atas hasil prestasi belajar melalui pengalaman atau lulusan program sarjana atau diploma empat yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa; dan b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. (3) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program diploma: a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus pendidikan 1 (satu) jenjang atau tingkat pendidikan di bawahnya atau memperoleh pengakuan setingkat atas hasil prestasi belajar melalui Higher education has the aim at: a. Forming a person who is: 1. faithful and pious to God the Supreme One, having noble morality and lofty personality Article 85 Higher education can organize academic education, professional education, and/or vocational education Higher education can be in the form of academy, polytechnic, college, institute, or university Higher education can organize the program of: a. Diploma in vocational education b. Bachelor’s degree, bachelor’s degree and master’s degree or bachelor’s degree, master’s degree and doctorate degree in academic education; and/or c. Specialist and/or profession in professional education Paragraph 3 Student Admission (1) (2) Article 86 The requirements to become student in bachelor’s degree or master’s degree program: a. Possessing the diploma or certificate for completion of education for 1 (one) grade or level of education below it or acquiring recognition of the same level on the result of study achievement through experience; and b. Complying with the admission requirements as set by the relevant college/university. The requirements to become student in doctorate program: a. Possessing the diploma or certificate for completion of education for 1 (one) grade or level of education below it or acquiring recognition of the same level on the result of study achievement through experience or graduate of degree program or diploma four which has potential intelligence and special talent; and (3) b. Complying with the admission requirements as set by the relevant college/university. The requirements to become student in diploma program: a. Possessing the diploma or certificate for completion of education for 1 (one) grade or level of education below it or acquiring recognition of the same level on the result of study achievement through experience, and 32 pengalaman; dan b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. (4) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program spesialis dan profesi: a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus program pendidikan sarjana atau diploma empat atau memperoleh pengakuan setingkat atas hasil prestasi belajar melalui pengalaman; dan (4) b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Paragraf 4 Sistem Kredit Semester Pasal 87 (1) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan menerapkan sistem kredit semester yang bobot belajarnya dinyatakan dalam satuan kredit semester. (2) Tahun akademik dibagi dalam 2 (dua) semester yaitu semester gasal dan semester genap yang masingmasing terdiri atas 14 (empat belas) sampai dengan 16 (enam belas) minggu. (3) Di antara semester genap dan semester gasal, perguruan tinggi dapat menyelenggarakan semester antara untuk remediasi, pengayaan, atau percepatan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai semester antara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 88 (1) Perguruan tinggi dapat melakukan pengalihan kredit dengan cara mengakui hasil belajar yang diperoleh mahasiswa pada perguruan tinggi lain atau satuan/program pendidikan nonformal untuk memenuhi persyaratan kelulusan program studi. (2) Perguruan tinggi dapat mengalihkan kredit dari suatu program studi dengan cara mengakui hasil belajar yang diperoleh pada program studi lain dari perguruan tinggi yang sama. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraph 4 Semester Credit System (1) (2) (3) (4) (1) (2) (3) Paragraf 5 Pengelolaan Pembelajaran di luar Domisili Perguruan Tinggi Pasal 89 (1) Pengelolaan pembelajaran pada perguruan tinggi dapat diselenggarakan melalui program studi di luar domisili perguruan tinggi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan pembelajaran sebagaimana diatur pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 6 Kerja Sama Pasal 90 b. Complying with the admission requirements as set by the relevant college/university. The requirements to become student in specialist and professional program: a. Possessing the diploma or certificate for completion of bachelor’s degree education or diploma four education program or acquiring recognition of the same level on the result of study achievement through experience; and b. Complying with the admission requirements as set by the relevant college/university. Article 87 Higher education is organized by applying semester credit system which study weight is stated in semester credit unit (credit hours). Academic year is divided into 2 (two) semesters, namely odd semester and even semester each of which consists of 14 (fourteen) up to 16 (sixteen) weeks. Between the even semester and odd semester the college is allowed organize mid-semester for remediation, enrichment or acceleration. Further provisions regarding mid semester as referred to in paragraph (3) shall be stipulated by Ministerial Regulation. Article 88 The college/university may conduct credit transfer by way of acknowledging the result of study as acquired by the student in other college/university or non-formal education unit/program for complying with the requirements of study program passing grade. The college may transfer the credit of a study program by way of acknowledging the result of study as acquired in other study program of the same college/university. Further provisions regarding credit transfer as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) shall be stipulated by Ministerial Regulation. Paragraph (5) Study Management outside the Domicile of College/University (1) (2) Article 89 The study management in the college/university can be organized through study program outside the domicile of the college/university. Further provisions regarding study management as stipulated in paragraph (1), shall be stipulated in Ministerial Regulation. Paragraph 6 Cooperation Article 90 33 (1) Perguruan tinggi dapat melakukan kerja sama akademik dan/atau non-akademik dengan perguruan tinggi lain, dunia usaha, atau pihak lain, baik dalam negeri maupun luar negeri. (2) Kerja sama perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, kreativitas, inovasi, mutu, dan relevansi pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi. (1) (3) Kerja sama perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan prinsip: a. mengutamakan kepentingan pembangunan nasional; b. menghargai kesetaran mutu; c. saling menghormati; d. menghasilkan peningkatan mutu pendidikan; e. berkelanjutan; dan f. mempertimbangkan keberagaman kultur yang bersifat lintas daerah, nasional, dan/atau internasional. (4) Kerja sama akademik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk: a. pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat; b. program kembaran; c. pengalihan dan/atau pemerolehan kredit; d. penugasan dosen senior sebagai pembina pada perguruan tinggi yang membutuhkan pembinaan; e. pertukaran dosen dan/atau mahasiswa; f. pemanfaatan bersama berbagai sumber daya; g. pemagangan; h. penerbitan terbitan berkala ilmiah; i. penyelenggaraan seminar bersama; dan/atau j. bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu. (5) Kerja sama non-akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk: a. pendayagunaan aset; b. usaha penggalangan dana; c. jasa dan royalti hak kekayaan intelektual; dan/atau (3) d. bentuk lain yang dianggap perlu. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. (2) b. c. d. e. f. (4) (5) (6) Paragraf 7 Kebebasan Akademik dan Otonomi Keilmuan Pasal 91 (1) Pimpinan perguruan tinggi wajib mengupayakan dan menjamin agar setiap anggota sivitas akademika melaksanakan kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dilandasi oleh etika dan norma/kaidah keilmuan. (2) Dalam melaksanakan kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik, setiap anggota sivitas akademika: a. mengupayakan agar kegiatan dan hasilnya dapat meningkatkan mutu akademik perguruan tinggi yang bersangkutan; The college/university may conduct academic and/or nonacademic cooperation with other colleges/universities, business world or other parties, both domestically and overseas. The college/university cooperation as referred to in paragraph (1) has the aim to improve the efficiency, effectiveness, productivity, creativity, innovation, quality, and the relevancy of three services (tri dharma) of the college/university mission. The college/university cooperation as referred to paragraph (1) shall be carried out under the principles of: a. Prioritizing the interest of national development Appreciating quality equivalent Respecting each other Producing the improvement of education quality Sustainability; and Taking into account diversified cross-cultures which are regional, national, and/or international in character. The academic cooperation as referred to in paragraph (1) can be in the form of: a. education, research, and devotion to the community b. dual degree program c. credit transfer and/or acquisition d. assignment of senior lecturer as builder in the college/university requiring development e. exchange of lecturer and/or student f. joint utilization of various resources g. apprenticeship h. issuance of scientific publications i. organizing joint seminar; and/or j. other forms as deemed necessary. The non-academic cooperation as referred to in paragraph (1) can be in the forms of: a. Assets empowerment b. Fund raising business c. Services and royalty to intellectual property rights; and/or d. Other forms as deemed necessary. Further provisions regarding the cooperation as referred to in paragraph (1) shall be stipulated in Ministerial Regulation. Paragraph 7 Academic Freedom and Scientific Autonomy (1) (2) Article 91 The college/university management shall be obliged to make efforts and guarantee in order that any member of civitas academia (community of scholars) shall perform academic freedom and academic podium freedom responsibly pursuant to the provisions of laws and regulations, and based on ethics and scientific norms. In performing academic freedom and academic podium freedom, any member of civitas academia (community of scholars): a. Shall make efforts in order that the activity and its result can improve the academic quality of the relevant college/university 34 (3) (4) (5) (6) (7) b. mengupayakan agar kegiatan dan hasilnya bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, negara, dan kemanusiaan; c. bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan dan hasilnya, serta akibatnya pada diri sendiri atau orang lain; d. melakukannya dengan cara yang tidak bertentangan dengan nilai agama, nilai etika, dan kaidah akademik; dan e. tidak melanggar hukum dan tidak mengganggu kepentingan umum. Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam upaya mendalami, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga melalui kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat secara berkualitas dan bertanggung jawab. Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebebasan setiap anggota sivitas akademika dalam menyebarluaskan hasil penelitian dan menyampaikan pandangan akademik melalui kegiatan perkuliahan, ujian sidang, seminar, diskusi, simposium, ceramah, publikasi ilmiah, dan pertemuan ilmiah lain yang sesuai dengan kaidah keilmuan. Pelaksanaan kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4): a. merupakan tanggung jawab setiap anggota sivitas akademika yang terlibat; b. menjadi tanggung jawab perguruan tinggi, atau unit organisasi di dalam perguruan tinggi, apabila perguruan tinggi atau unit organisasi tersebut secara resmi terlibat dalam pelaksanaannya; dan c. sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, dan dilandasi etika dan norma/kaidah keilmuan. Kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik dimanfaatkan oleh perguruan tinggi untuk: a. melindungi dan mempertahankan hak kekayaan intelektual; b. melindungi dan mempertahankan kekayaan dan keragaman alami, hayati, sosial, dan budaya bangsa dan negara Indonesia; c. menambah dan/atau meningkatkan mutu kekayaan intelektual bangsa dan Negara Indonesia; dan d. memperkuat daya saing bangsa dan Negara Indonesia. Kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan otonomi perguruan tinggi. Pasal 92 (1) Pimpinan perguruan tinggi wajib mengupayakan dan menjamin agar setiap anggota sivitas akademika melaksanakan otonomi keilmuan secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan dilandasi etika dan norma/kaidah keilmuan. (2) Otonomi keilmuan sebagaimana dimaksud pada ayat b. Shall make efforts in order that the activity and its result are beneficial to the community, the nation, the country, and mankind c. Shall be responsible personally to the implementation and its result as well as its consequence d. Shall be conducted in a way that is not contradictory with religious value, ethical value, and academic norms, and e. Not violating the law and not disturbing public interest. (3) The academic freedom as referred to in paragraph (1) shall be carried out in efforts to study in-depth, applying and developing the science, technology, arts, and/or sports through the activities of education, research, and devotion to the community in a qualitative and responsible manner. (4) Academic podium freedom as referred to in paragraph (1) constitutes the freedom of each member of civitas academia (community of scholars) in disseminating the result of research and submitting the academic view through the activities of lecturing, judgment examination, seminar, discussion, symposium, extracurricular lecturing, scientific publication, and other scientific meetings which are conformed to scientific norms. The implementation of academic podium freedom as referred to in paragraph (1), paragraph (2) and paragraph (4): a. It constitutes the responsibility of each member of involved civitas academia (community of scholars) b. It becomes the responsibility of the college/university or organizational unit within the college/university, if the college/university or organizational unit is officially involved in its implementation; and c. Pursuant to the provisions of laws and regulations, and based on scientific ethics and norms. (5) (6) (7) (1) (2) Academic freedom and academic podium freedom shall be utilized by the college/university for: a. Protecting and defending the intellectual property rights b. Protecting and defending natural, biological, social, and cultural richness and diversity of the Indonesian nation and country c. Adding and/or increasing the quality of intellectual property of the Indonesian nation and country; and d. Strengthening the competitiveness of the Indonesian nation and country. The academic freedom and academic podium freedom as referred to in paragraph (1) up to paragraph (6) shall be carried out in line with the autonomy of college/university. Article 92 The college/university management shall be obliged to make efforts and guarantee in order that each member of civitas academia (community of scholars) performs the scientific autonomy responsibly according to the provisions of laws and regulations and based on scientific ethics and norms The scientific autonomy as referred to in paragraph (1) 35 (1) merupakan kemandirian dan kebebasan sivitas akademika suatu cabang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga yang melekat pada kekhasan/keunikan cabang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga yang bersangkutan, dalam menemukan, mengembangkan, mengungkapkan, dan/atau mempertahankan kebenaran menurut kaidah keilmuannya untuk menjamin keberlanjutan perkembangan cabang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga. constitutes civitas academia (community of scholars) independence and freedom of a discipline of science, technology, arts, and/or sports which are attached to the exclusivity /uniqueness of relevant discipline of science, technology, arts, and/or sports in finding, developing, disclosing, and/or defending the truth according to its scientific norms to guarantee the sustainable development of discipline of science, technology, arts, and/or sport. Paragraf 8 Penelitian Pasal 93 (1) Universitas, institut, dan sekolah tinggi wajib melaksanakan penelitian dasar, penelitian terapan, penelitian pengembangan, dan/atau penelitian industri. (2) Akademi dan politeknik wajib melaksanakan penelitian terapan, penelitian pengembangan, dan/atau penelitian industri. (3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan untuk: a. mencari dan/atau menemukan kebaruan kandungan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga; dan/atau b. menguji ulang teori, konsep, prinsip, prosedur, metode, dan/atau model yang sudah menjadi kandungan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga. (4) Kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan oleh dosen dan/atau mahasiswa dengan mematuhi kaidah/norma dan etika akademik sesuai dengan prinsip otonomi keilmuan. (5) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dipublikasikan pada terbitan berkala ilmiah dalam negeri terakreditasi atau terbitan berkala ilmiah internasional yang diakui Kementerian. (6) Hasil penelitian dilakukan oleh dosen untuk memenuhi dharma penelitian wajib diseminarkan dan dipublikasikan pada terbitan berkala ilmiah terakreditasi atau yang diakui Kementerian. (7) Hasil penelitian perguruan tinggi diakui sebagai penemuan baru setelah dimuat dalam terbitan berkala ilmiah terakreditasi yang diakui Kementerian dan/atau mendapatkan hak kekayaan intelektual. (8) Hasil penelitian perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh dosen dimanfaatkan untuk memperkaya materi pembelajaran mata kuliah yang relevan. Pasal 94 (1) Perguruan tinggi, fakultas, lembaga penelitian, program studi, pusat studi, atau lembaga sejenis dapat menerbitkan terbitan berkala ilmiah. (2) Terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat artikel hasil penelitian. (3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa hasil penelitian empirik atau hasil penelitian teoretis. (4) Terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud pada Paragraph 8 Research (1) (2) (3) Article 93 University, institute, and college shall be obliged to perform basic research, applied research development research, and/or industrial research. Academy and polytechnic shall be obliged to perform applied research, development research, and/or industrial research The researches as referred to in paragraphs (1) and (2) shall be carried out for: a. Searching and/or finding the new contents of science, technology, arts, and/or sports; and/or b. Retesting the theory, concept, principle, procedure, method, and/model which have become the contents of science, technology, arts, and/or sports (4) (5) (6) (7) (8) (1) (2) (3) (4) Research activities as referred to in paragraph (1) and paragraph (3) shall be carried out by the lecturer and/or student by observing the academic norms and ethics according to the principle of scientific autonomy. The research as referred to in paragraph (4) shall be publicized in the issuance of accredited nationally scientific periodical or internationally scientific periodical as recognized by the Ministry. The result of research as conducted by the lecturer for complying with the research devotion shall be obliged to be discussed in seminar and publicized in the issuance of accredited scientific periodical or recognized by the Ministry. The result of research of college/university is recognized as new finding after it is issued in the publication of accredited scientific periodical as recognized by the Ministry and/or obtaining intellectual property rights. The result of research of college/university as carried out by the lecturer shall be utilized for enriching the study materials of relevant subject. Article 94 College/university, faculty, research institute, study program, study center, or the same type of institute can issue scientific periodical publication. The scientific periodical publication as referred to in paragraph (1) shall contain the result of research. The research as referred to in paragraph (2) can be in the form of empirical research or the result of theoretical research. The scientific periodical publication as referred to in 36 ayat (1) ditulis dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa resmi Perserikatan Bangsa- Bangsa. (5) Terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan secara tercetak dan secara elektronik melalui jejaring teknologi informasi dan komunikasi. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. (5) (6) Paragraf 9 Pengabdian kepada Masyarakat Paragraph 9 Devotion to the Community Pasal 95 (1) Perguruan tinggi melaksanakan pengabdian kepada masyarakat. (2) Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh sivitas akademika secara individu dan berkelompok untuk menerapkan hasil pendidikan dan/atau hasil penelitian dalam upaya pemberdayaan masyarakat, pengembangan industri, jasa, dan wilayah serta menuju pendidikan untuk perkembangan, pengembangan dan/atau pembangunan berkelanjutan. (3) Hasil pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimanfaatkan untuk pengayaan pembelajaran dan penelitian. (4) Pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan otonomi perguruan tinggi. (1) (2) (3) (4) Paragraf 10 Penjaminan Mutu Hasil Belajar (1) (2) (3) (4) (5) Article 96 The college/university shall guarantee its education quality as responsibility to the stakeholders. The implementation of quality guarantee by the college/university has the aim at complying with and/or exceeding National Standard of Education in order to be able to develop sustainable education quality. The quality assurance conducted internally by the college/university and externally and periodically by the National Board for College/University Accreditation or other independent institute as provided with authority by the Minister. The result of periodical study program external evaluation as referred to in paragraph (3) shall be used as the materials of study program development by the Minister. Further provision regarding the organization of internal and external quality assurance as referred to in paragraph (3) and (4) shall be stipulated by Ministerial Regulation. Paragraph 11 Curriculum Paragraf 11 Kurikulum Pasal 97 perguruan tinggi Article 95 College/university shall perform devotion to the community. The implementation of devotion to the community as referred to in paragraph (1) shall be carried out by civitas academia (community of scholars), both individually and in group, for applying the result of education and/or the result of research in the efforts of community empowerment, industrial development, services and region as well as leading to education for development, sustainable development and/or construction. The result of devotion to the community as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) shall be utilized for the enrichment of study and research. The devotion to the community as referred to in paragraph (1) up to paragraph (3) shall be carried out in accordance with the autonomy of college/university. Paragraph 10 Guarantee of Study Result Quality Pasal 96 (1) Perguruan tinggi melakukan penjaminan mutu pendidikan sebagai pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan. (2) Pelaksanaan penjaminan mutu oleh perguruan tinggi bertujuan untuk memenuhi dan/atau melampaui Standar Nasional Pendidikan agar mampu mengembangkan mutu pendidikan yang berkelanjutan. (3) Penjaminan mutu dilakukan secara internal oleh perguruan tinggi dan secara eksternal berkala oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau lembaga mandiri lain yang diberi kewenangan oleh Menteri. (4) Hasil evaluasi eksternal program studi secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai bahan pembinaan program studi oleh Menteri. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan penjaminan mutu internal dan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri. (1) Kurikulum paragraph (1) shall be written in Indonesian language and/or official languages of the United Nations Organization. The scientific periodical publication as referred to in paragraph (1) shall be issued as printed matter and electronically through the network of information and communication technology. Further provisions regarding scientific periodical publication as referred to in paragraph (1) up to paragraph (5) will be stipulated in the Ministerial Regulation. dikembangkan dan (1) Article 97 The college/university curriculum shall be developed and 37 dilaksanakan berbasis kompetensi. (2) Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh tiap-tiap perguruan tinggi dengan mengacu Standar Nasional Pendidikan. (3) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi elemen kurikulum sebagai berikut: a. landasan kepribadian; b. penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga; c. kemampuan dan keterampilan berkarya; d. sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai; e. penguasaan kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya. (2) (3) a. Foundation of personality b. Mastery in science, technology, arts, and/or sports c. Working capability and skill d. Attitude and behavior in working doing the work that matches the level of expertise based on the science and skills mastered e. Mastering the norms of community life that matches the choice of expertise in working. Paragraf 12 Gelar Lulusan Pendidikan Tinggi Pasal 98 (1) Lulusan pendidikan akademik, vokasi, profesi, atau spesialis, berhak untuk menggunakan gelar akademik, gelar vokasi, gelar profesi, atau gelar spesialis. (2) Gelar untuk lulusan pendidikan akademik terdiri atas: Paragraph 12 Title for Higher Education Graduate (1) (2) a. sarjana, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan huruf S. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu; b. magister, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan huruf M. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu; dan c. doktor, yang ditulis di depan nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan Dr. (3) Gelar untuk pendidikan vokasi terdiri atas: a. ahli pratama untuk lulusan program diploma satu, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan A.P. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang keahlian; (3) b. ahli muda untuk lulusan program diploma dua, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan A.Ma. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang keahlian; c. ahli madya untuk lulusan program diploma tiga, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan A.Md. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang keahlian; dan d. sarjana sains terapan untuk program diploma empat, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan S.S.T. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang keahlian. (4) Gelar untuk lulusan pendidikan profesi ditulis di depan atau di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan bidang profesinya. implemented based on competency. The curriculum of education unit level for each study program in college/university shall be developed and designated by each college/university by referring to the National Standard of Education. The competency as referred to in paragraph (1) shall at least comply with the elements of curriculum as follows: (4) Article 98 The graduate from academic, vocational, professional or specialist education shall be entitled to use academic title, vocational title, professional title or specialist title. The title for the graduate of academic education shall consist of: a. Bachelor’s degree, which is written behind the name of the title holder by mentioning the letter of S and followed by the initial of study program or scientific discipline. b. Master’s degree which is written behind the name of the title holder by mentioning the letter of M and followed by the initial of study program or scientific discipline, and c. Doctor, which is written before the name of the title holder by mentioning the abbreviation of Dr. The title for vocational education shall consist of: a. Ahli pratama (First expert) for the graduate of diploma one program, which is written behind the name of the title holder by mentioning the abbreviation of A.P. and followed by the initial of study program or expertise subject b. Ahli muda (Junior expert) for the graduate of diploma two program, which is written behind the name of the title holder by mentioning the abbreviation of A.Ma. and followed by the initial of study program or expertise subject c. Ahli madya (Senior expert) for the graduate of diploma three program, which is written behind the name of the title holder by mentioning the abbreviation of A.Md. and followed by the initial of study program or expertise subject; and d. Sarjana sains terapan (Bachelor of applied science) for diploma four program, which is written behind the name of the title holder by mentioning the abbreviation S.S.T. and followed the initial of study program or expertise subject. The title for the graduate of professional education before or behind the title holder by mentioning the abbreviation of his/her professional subject. 38 (5) Gelar untuk lulusan pendidikan spesialis ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan Sp. dan diikuti dengan singkatan bidang spesialisasinya. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai gelar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 99 (1) Pencantuman gelar lulusan perguruan tinggi luar negeri tetap menggunakan gelar sesuai singkatan dan penempatan yang berlaku di negara asal. (2) Menteri menetapkan kesetaraan ijazah perguruan tinggi luar negeri dengan ijazah dan gelar perguruan tinggi Indonesia. (5) (6) (1) (2) The title for the graduate of specialist education is written behind the name of the title holder by mentioning the abbreviation of Sp. and followed by the abbreviation of his/her specialization subject. Further provisions regarding the title as referred to in paragraph (2) up to paragraph (5) shall be stipulated by Ministerial Regulation. Article 99 The incoprporation of title for graduated of foreign college / university remains to bear the title according to the abbreviation and placement as applicable in the country of origin. The Minister shall stipulate the diploma equality of foreign college / university with the diploma and title of Indonesian college/ university. BAB IV PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NONFORMAL CHAPTER IV NON-FORMAL EDUCATION ORGANIZATION Bagian Kesatu Umum Part One General Pasal 100 (1) Penyelenggaraan pendidikan nonformal meliputi penyelenggaraan satuan pendidikan dan program pendidikan nonformal. (2) Penyelenggaraan satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi satuan pendidikan: a. lembaga kursus dan lembaga pelatihan; b. kelompok belajar; c. pusat kegiatan belajar masyarakat; d. majelis taklim; dan e. pendidikan anak usia dini jalur nonformal. (3) Penyelenggaraan program pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pendidikan kecakapan hidup; b. pendidikan anak usia dini; c. pendidikan kepemudaan; d. pendidikan pemberdayaan perempuan; e. pendidikan keaksaraan; f. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja; dan g. pendidikan kesetaraan. (1) (2) (3) Article 100 Non-formal education organization includes the organizing of non-formal education unit and program. The organizing of non-formal education unit and program as referred to in paragraph (1) includes education unit of: a. Course institute and training institute b. Study group c. Center for community study activity d. Islamic study group; and e. Early-age child education of non-formal line The organizing of non-formal education program as referred to in paragraph (1) includes: a. Life proficiency education b. Early-age child education c. Youth education d. Women empowerment education e. Literacy education f. Skill education and work training; and g. Equality education Pasal 101 Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal. Article 101 The result of non-formal education can be equally appreciated with the result of formal education. Bagian Kedua Fungsi dan Tujuan Part Two Function and Aim Pasal 102 (1) Pendidikan nonformal berfungsi: a. sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal atau sebagai alternatif pendidikan; dan b. mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional dalam rangka (1) Article 102 Non-formal education has the function: a. As substitute, addition, and/or supplement of formal education or as education alternative; and b. To develop the potential of education participant with emphasis on the mastery of knowledge and functional skill, as well as attitude development and professional personality in the framework of supporting lifetime 39 mendukung pendidikan sepanjang hayat. (2) Pendidikan nonformal bertujuan membentuk manusia yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian profesional, dan mengembangkan jiwa wirausaha yang mandiri, serta kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (3) Pendidikan nonformal diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat. (2) (3) education. Non-formal education has the aim to form a person who has life proficiency, functional skill, professional attitude and personality, and developing independent entrepreneur spirit, as well as competency for working in certain sector, and/or continuing the education to higher level in the framework of realizing the aim of national education. Non-formal education is organized based on the principle of from, by and for the community. Bagian Ketiga Satuan Pendidikan Part Three Education Unit Paragraf 1 Lembaga Kursus dan Lembaga Pelatihan Paragraph 1 Course Institute and Training Institute Pasal 103 (1) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan serta bentuk lain yang sejenis menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat untuk: a. memperoleh keterampilan kecakapan hidup; b. mengembangkan sikap dan kepribadian profesional; c. mempersiapkan diri untuk bekerja; d. meningkatkan kompetensi vokasional; e. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri; dan/atau f. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. (2) Lembaga kursus dapat menyelenggarakan program: a. pendidikan kecakapan hidup; b. pendidikan kepemudaan; c. pendidikan pemberdayaan perempuan; d. pendidikan keaksaraan; e. pendidikan keterampilan kerja; f. pendidikan kesetaraan; dan/atau g. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat. (3) Lembaga pelatihan menyelenggarakan program pelatihan kerja dan pelatihan lain untuk meningkatkan kompetensi kerja bagi pencari kerja dan pekerja. (4) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan yang terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal dan/atau lembaga akreditasi lain dapat menyelenggarakan uji kompetensi kepada peserta didik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memberikan sertifikat kompetensi kepada peserta didik yang lulus uji kompetensi. (6) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan pembelajaran di lembaga kursus dan lembaga pelatihan dapat mengikuti ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Peserta didik yang telah memenuhi syarat dan/atau lulus dalam ujian kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) memperoleh ijazah sesuai dengan program yang diikutinya. (1) Article 103 Course institute and training institute as well as other equivalent forms shall organize education for the community member for: a. Acquiring life skill and proficiency b. Developing professional attitude and personality c. Preparing himself/herself for working d. Improving vocational competency e. Preparing himself/herself to be independent; and/or (2) (3) (4) (5) (6) (7) f. Continuing the education to higher level The course institute can organize the programs as follows: a. Life proficiency education b. Youth education c. Woman empowerment education d. Literacy education e. Working skill education f. Equality education g. Other non-formal education as required by the community The training institute shall organize work training program and other trainings for improving the work competency for job seekers and workers The course institute and training institute as accredited by National Board for Non-formal Education Accreditation and/or other accreditation institutes can organize competency testing to the education participant in accordance with the provisions of laws and regulations The course institute and training institute as referred to in paragraph (4) shall provide competency certificate to the education participant who has passed the competency testing. The education participant who has completed the study activities in the course institute and training institute can follow equality examination for the result study with formal education in accordance with the provisions of laws and regulations The education participant who has complied with the requirements and/or passed the equality examination as referred to in paragraph (6) shall acquire diploma commensurate with program he/she has followed. 40 Paragraf 2 Kelompok Belajar Pasal 104 (1) Kelompok belajar dan bentuk lain yang sejenis dapat menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat untuk: a. memperoleh pengetahuan dan keterampilan dasar; b. memperoleh keterampilan kecakapan hidup; c. mengembangkan sikap dan kepribadian profesional; d. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri; dan/atau e. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. (2) Kelompok belajar dapat menyelenggarakan program: a. pendidikan keaksaraan; b. pendidikan kesetaraan; c. pendidikan kecakapan hidup; d. pendidikan pemberdayaan perempuan; dan/atau e. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat. (3) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan pembelajaran di kelompok belajar dapat mengikuti ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan pembelajaran di kelompok belajar dan/atau lulus dalam ujian kesetaraan hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memperoleh ijazah sesuai dengan program yang diikutinya. Paragraph 2 Study Group (1) a. Acquiring basic knowledge and skill b. Acquiring life skill and proficiency c. Developing professional attitude and personality (2) (3) (4) Paragraf 3 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Pasal 105 (1) Pusat kegiatan belajar masyarakat serta bentuk lain yang sejenis dapat menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat untuk: a. memperoleh pengetahuan dan keterampilan; b. memperoleh keterampilan kecakapan hidup; c. mengembangkan sikap dan kepribadian profesional; d. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri; dan/atau e. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. (2) Pusat kegiatan belajar masyarakat dapat menyelenggarakan program: a. pendidikan anak usia dini; b. pendidikan keaksaraan; c. pendidikan kesetaraan; d. pendidikan pemberdayaan perempuan; e. pendidikan kecakapan hidup; f. pendidikan kepemudaan; g. pendidikan keterampilan kerja; dan/atau h. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat. (3) Pusat kegiatan belajar masyarakat yang terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal dapat menyelenggarakan uji kompetensi kepada Article 104 A study group and other form of the same type can organize education for the community member for: d. Preparing himself/herself for doing business independently; and/or e. Continuing the education to higher level. The study group can organize the program as follows: a. Literacy education b. Equality education c. Life proficiency education d. Women empowerment education; and/or e. Other non-formal educations as required by the community. The education participant who has completed the learning activities in the study group can follow equality examination for the result of study with formal education in accordance with the provisions of laws and regulations. The education participant who has completed the learning activities in the study group and/or has passed the equality examination for the result of study as referred to in paragraph (3) shall acquire diploma commensurate with the program he/she has followed. Paragraph 3 Center for Community Study Activities (1) (2) (3) Article 105 A center for community study activities as well as other forms of the same type can organize education for community member for: a. Acquiring knowledge and skill b. Acquiring life skill and proficiency c. Developing professional attitude and personality d. Preparing himself/herself for doing business independently; and/or e. Continuing the education to higher level The center for community study activity can organize the following programs: a. Early-age child education b. Literacy education c. Equality education d. Women empowerment education e. Life proficiency education f. Youth education g. Working skill education, and/or h. Other non-formal education as required by the community. The center for community study activity as accredited by the National Board for Non-formal Education Accreditation can organize competency testing to the education participant 41 peserta didik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Pusat kegiatan belajar masyarakat yang terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal memberikan sertifikat kompetensi kepada peserta didik yang lulus uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan pembelajaran di pusat kegiatan belajar masyarakat dapat mengikuti ujian untuk mendapatkan pengakuan kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. (6) Peserta didik yang telah memenuhi syarat dan/atau lulus dalam ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memperoleh ijazah sesuai dengan program yang diikutinya. according to the provisions of laws and regulations. (4) (5) (6) Paragraf 4 Majelis Taklim Pasal 106 (1) Majelis taklim atau bentuk lain yang sejenis dapat menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat untuk: a. memperoleh pengetahuan dan keterampilan; b. memperoleh keterampilan kecakapan hidup; c. mengembangkan sikap dan kepribadian profesional; d. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri; dan/atau e. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. (2) Majelis taklim atau bentuk lain yang sejenis dapat menyelenggarakan program: a. pendidikan keagamaan Islam; b. pendidikan anak usia dini; c. pendidikan keaksaraan; d. pendidikan kesetaraan; e. pendidikan kecakapan hidup; f. pendidikan pemberdayaan perempuan; g. pendidikan kepemudaan; dan/atau h. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat. (3) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan pembelajaran di majelis taklim atau bentuk lain yang sejenis dapat mengikuti ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Peserta didik yang telah memenuhi syarat dan/atau lulus dalam ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memperoleh ijazah sesuai dengan program yang diikutinya. Paragraph 4 Islamic Study Group (1) Article 106 Islamic study group or other forms of the same type can organize education for community member for: a. Acquiring knowledge and skill b. Acquiring life skill and proficiency c. Developing professional skill and personality (2) (3) (4) Paragraf 5 Pendidikan Anak Usia Dini Jalur Nonformal Pasal 107 (1) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan pendidikan anak usia dini The center for community study activity as accredited by the National Board for Non-formal Education Accreditation shall provide competency certificate to the education participant who has passed the competency testing as referred to in paragraph (3). The education participant who has completed learning activities in the center for community study activity can follow the examination for obtaining recognition for study result equality with formal education commensurate with the National Standard of Education. The education participant who has complied with the requirements and/or has passed equality examination on the result of study with formal education as referred to in paragraph (5) shall acquire diploma commensurate with the program he/she has followed. d. Preparing himself/herself for doing business independently, and/or e. Continuing the education to higher level. The Islamic study group or other forms of the same type can organize the following programs: a. Islamic religion education b. Early-age child education c. Literacy education d. Equality education e. Live proficiency education f. Women empowerment education g. Youth education, and/or h. Other non-formal education as required by the community The education participant who has completed learning activities in Islamic study group or other form of the same type can follow equality testing on the result of study with formal education pursuant to the provisions of laws and regulations. The education participant who has complied with the requirements and/or has passed equality examination on the result of study with formal education as referred to in paragraph (3) shall acquire a diploma commensurate with the program he/she has followed. Paragraph 5 Early-age Child Education of Non Formal Line (1) Article 107 Early-age child education in non-formal lane is in the form of play group, child care nursery, and education unit for early age child of the same type. 42 yang sejenis. (2) Kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan pendidikan anak usia dini yang sejenis menyelenggarakan pendidikan dalam konteks: a. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran agama dan ahlak mulia; b. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran sosial dan kepribadian; c. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran estetika; d. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan; dan e. bermain sambil belajar dalam rangka merangsang minat kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Peserta didik kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang sejenis dapat dievaluasi perkembangannya tanpa melalui proses yang bersifat menguji kompetensi. (2) Play group, child care nursery and education unit for earlyage child of the same type shall organize the education within the context of: a. (3) Playing while learning in the framework of learning religion and noble morality. b. Playing while learning in the framework of social and personality learning c. Playing while learning in the framework of esthetical learning d. Playing while learning in the framework of physical, sport and health learning, and e. Playing while learning in the framework of stimulating interest in science and technology Education participant of play group, child care nursery and education unit for early-age child of non-formal education lane of the same type can be evaluated for its development without going through the process which has the character of competency testing. Bagian Ketiga Program Pendidikan Part Three Education Program Paragraf 1 Pendidikan Kecakapan Hidup Paragraph 1 Life Proficiency Education Pasal 108 (1) Pendidikan kecakapan hidup merupakan program pendidikan yang mempersiapkan peserta didik pendidikan nonformal dengan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan estetis, kecakapan kinestetis, kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional yang diperlukan untuk bekerja, berusaha, dan/atau hidup mandiri di tengah masyarakat. (2) Pendidikan kecakapan hidup bertujuan meningkatkan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan estetis, kecakapan kinestetis, kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional untuk menyiapkan peserta didik agar mampu bekerja, berusaha, dan/atau hidup mandiri di tengah masyarakat. (3) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan program pendidikan nonformal lain atau tersendiri. (4) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan oleh lembaga pendidikan nonformal bekerja sama dengan lembaga pendidikan formal. (5) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan program penempatan lulusan di dunia kerja, baik di dalam maupun di luar negeri. (1) (2) (3) (4) (5) Paragraf 2 Pendidikan Anak Usia Dini Pasal 109 (1) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal merupakan program yang diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. (2) Program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Article 108 Life proficiency education shall constitute education program which prepares the education participant of nonformal education with personal proficiency, social proficiency, esthetical proficiency, kinesthetic proficiency, intellectual proficiency, and vocational proficiency as required for working, doing business, and/or living independently in the middle of the community. Life proficiency education has the aim to improve personal proficiency, social proficiency, esthetical proficiency, kinesthetic proficiency, intellectual proficiency, and vocational proficiency for preparing the education participant so as to be able to work, do business, and/or live independently in the middle of the community. Life proficiency education can be implemented integrally with other non-formal education programs or separately Life proficiency education can be implemented by nonformal education institute in cooperation with formal education institute. Life proficiency education can be implemented integrally with the program of graduate placement in the working world, both domestically and overseas. Paragraph 2 Early-age Child Education (1) (2) Article 109 Early-age child education of non-formal education lane shall constitute a program which is organized in a flexible way based on the child growth and development. Early-age child education program of non-formal education lane as referred to in paragraph (1), has the function for 43 (3) (4) (5) (6) (7) (8) berfungsi menumbuhkembangkan dan membina seluruh potensi anak sejak lahir sampai dengan usia anak 6 (enam) tahun sehingga terbentuk prilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya dalam rangka kesiapan anak memasuki pendidikan lebih lanjut. Program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memprioritaskan pelayanan pendidikan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 4 (empat) tahun. Program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal bertujuan: a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab; dan b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, estetis, kinestetis, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan. Program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal dirancang dan diselenggarakan: a. secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan mendorong kreativitas serta kemandirian; b. sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak serta kebutuhan dan kepentingan terbaik anak; c. dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan tiap-tiap anak; dan d. dengan mengintegrasikan kebutuhan anak terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial. Pengembangan program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) didasarkan pada: a. prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain; b. memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing peserta didik; c. memperhatikan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya peserta didik; dan d. memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Pengelompokan peserta didik untuk program pendidikan pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal disesuaikan dengan kebutuhan, usia, dan perkembangan anak. Penyelenggaraan program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal dapat diintegrasikan dengan program lain yang sudah berkembang di masyarakat sebagai upaya untuk memperluas pelayanan pendidikan anak usia dini kepada seluruh lapisan masyarakat. Paragraf 3 Pendidikan Kepemudaan (3) (4) (5) growing developing and fostering the whole child potential since its birth up to the child age of 6 (six) years so that it has been established basic behavior and capability according to the phase of its development in the framework of child preparedness for entering further education. Early-age child education program of non-formal education line as referred to in paragraph (2), shall prioritize education services to the child since its birth up to the age of 4 (four) years. Early-age child education program of non-formal education line has the aim of: a. Building the foundation for potential development of education participant so as to become faithful person and pious to God the Supreme One, having noble morality, lofty personality, healthy, knowledgeable, proficient, critical, creative, innovative, independent, self-confident, and to become a democratic and responsible citizen, and b. Developing the potential of spiritual, intellectual, emotional, esthetical, kinesthetic, and social intelligences in the golden period of their growth in the playing environment which is educative and enjoyable. The early-age child education program of non-formal education line shall be designed and organized: a. Interactively, imperatively, enjoyable, challenging and driving the creativity as well as independency. b. (6) (7) (8) According to the phase of physical growth and mental development of the child as well as the needs and the best interest of the child. c. By observing the difference of talent, interest, and ability of each child, and d. By integrating the child needs into health, nutrition, and psychosocial stimulation. The education program development for early-child in nonformal education child as referred to in paragraph (4) shall be based on: a. The principle of playing while learning and learning while playing. b. Observing the difference of talent, interest, and ability of each education participant. c. Observing the social, economic and cultural background of the education participant, and d. Observing the condition and needs of local community The grouping of education participant for education program in early-age child education of non-formal education line shall be adjusted with the needs, age, and child development. The organizing of early-age child education program of non-formal education lane can be integrated with other programs which have been developing in the community as the efforts to extend the services of early-age child education to the whole layers of the community. Paragraph 3 Youth Education 44 Pasal 110 (1) Pendidikan kepemudaan merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa. (2) Program Pendidikan kepemudaan berfungsi mengembangkan potensi pemuda dengan penekanan pada: a. penguatan nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; b. penguatan wawasan kebangsaan dan cinta tanah air; c. penumbuhkembangan etika, kepribadian, dan estetika; d. peningkatan wawasan dan kemampuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga; e. penumbuhan sikap kewirausahaan, kepemimpinan, keteladanan, dan kepeloporan; dan f. peningkatan keterampilan vokasional. (3) Program pendidikan kepemudaan memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat yang berusia antara 16 (enam belas) tahun sampai dengan 30 (tiga puluh) tahun. (4) Pendidikan kepemudaan dapat berbentuk pelatihan dan bimbingan atau sejenisnya yang diselenggarakan oleh: a. organisasi keagamaan; b. organisasi pemuda; c. organisasi kepanduan/kepramukaan; d. organisasi palang merah; e. organisasi pecinta alam dan lingkungan hidup; f. organisasi kewirausahaan; g. organisasi masyarakat; h. organisasi seni dan olahraga; dan i. organisasi lain yang sejenis. (1) (2) Youth Education Program has the function to develop youth potential with emphasis on: a. Reinforcement of value of faithfulness, piety, and noble morality b. Reinforcement of national insight and love to the fatherland. c. Growing and developing the ethics, personality, and esthetics. d. Improvement of insight and capability in the sector of science, technology, arts, and/or sports (3) (4) e. Growing the attitude of entrepreneurship, leadership, exemplary model, pioneering, and f. Improvement of vocational skill. Youth education program shall provide education services to the community members having age between 16 (sixteen) years up to 30 (thirty) years. Youth education can be in the form of training and guidance or the same type as organized by: a. b. c. d. e. f. g. h. i. Paragraf 4 Pendidikan Pemberdayaan Perempuan Pasal 111 (1) Pendidikan pemberdayaan perempuan merupakanpendidikan untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan. (2) Program pendidikan pemberdayaan perempuan berfungsi untuk meningkatan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui: a. peningkatan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; b. penguatan wawasan kebangsaan dan cinta tanah air; c. penumbuhkembangan etika, kepribadian, dan estetika; d. peningkatan wawasan dan kemampuan dibidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga; e. penumbuhan sikap kewirausahaan, kepemimpinan, keteladanan, dan kepeloporan; dan f. peningkatan keterampilan vokasional. (3) Pendidikan pemberdayaan perempuan bertujuan: a. meningkatkan kedudukan, harkat, dan martabat Article 110 Youth education shall constitute education as organized for preparing national cadre of leader. Religious organization Youth organization Boy-scout/girl-guide organization Red Cross organization Nature and life environment loving organization Entrepreneurship organization Community organization Arts and sports organization; and Other organizations of the same type. Paragraph 4 Women Empowerment Education (1) (2) Article 111 Women empowerment education shall constitute education for enhancing women status and dignity. Women empowerment education program has the function to improve the equality and fairness of gender in the life of family, community, nation and state through: a. Improving the faithfulness, piety, and noble morality b. Reinforcement of national insight and love to the fatherland. c. Growing and developing the ethics, personality, and esthetics d. Improvement of insight and capability in the sector of science, technology, arts, and/or sports (3) e. Growing the attitude of entrepreneurship, leadership, exemplary model, pioneering, and f. Improvement of vocational skill. Women empowerment education has the aim: a. To increase the position, status, and dignity of women 45 perempuan hingga setara dengan laki-laki; b. meningkatkan akses dan partisipasi perempuan dalam pendidikan, pekerjaan, usaha, peran sosial, peran politik, dan bentuk amal lain dalam kehidupan; c. mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang melekat pada perempuan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan pemberdayaan perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. until it is equal to that of men. b. To increase the access and participation of women in education, work, business, social role, political role, and other forms of charity in life. c. (4) Paragraf 5 Pendidikan Keaksaraan Pasal 112 (1) Pendidikan keaksaraan merupakan pendidikan bagi warga masyarakat yang buta aksara Latin agar mereka dapat membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia dan berpengetahuan dasar, yang memberikan peluang untuk aktualisasi potensi diri. (2) Pendidikan keaksaraan berfungsi memberikan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, serta pengetahuan dasar kepada peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. (3) Program pendidikan keaksaraan memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat usia 15 (lima belas) tahun ke atas yang belum dapat membaca, menulis, berhitung dan/atau berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. (4) Pendidikan keaksaraan meliputi pendidikan keaksaraan dasar, pendidikan keaksaraan lanjutan, dan pendidikan keaksaraan mandiri. (5) Penjaminan mutu akhir pendidikan keaksaraan dilakukan melalui uji kompetensi keaksaraan. (6) Peserta didik yang telah lulus uji kompetensi keaksaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberi surat keterangan melek aksara. (7) Pendidikan keaksaraan dapat dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup. Paragraph 5 Literacy Education (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Paragraf 6 Pendidikan Keterampilan dan Pelatihan Kerja Pasal 113 (1) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja ditujukan bagi peserta didik pencari kerja atau yang sudah bekerja. (2) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk: a. meningkatkan motivasi dan etos kerja; b. mengembangkan kepribadian yang cocok dengan jenis pekerjaan peserta didik; c. meningkatkan wawasan tentang aspek lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan; d. meningkatkan kemampuan keterampilan fungsional sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pekerjaan; e. meningkatkan kemampuan membangun jejaring pergaulan sesuai dengan tuntutan pekerjaan; dan To prevent the occurrence of violation against human rights as attach to the women Further provision regarding women empowerment education as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) shall be stipulated in the Ministerial Regulation. Article 112 Literacy education shall constitute education for community members who are Roman characters illiterate so as they are able to read, write, calculate, speak Indonesian language and have basic knowledge which provides opportunity for actualizing their own potential. Literacy education has the function to provide basic ability to read, write, calculate, and communicate in Indonesian language, as well as basic knowledge to the education participants which can be utilized in daily life. Literacy education program shall provide education services to the members of community having age of 15 (fifteen) years and above which have not been able to read, write, calculate and/or communicate in Indonesian language. Literacy education includes basic literacy education, advanced literacy education and independent literacy education. The assurance of final quality of literacy education shall be conducted through literacy competency testing. Education participant who has passed the literacy competency testing as referred to in paragraph (5) shall be awarded with certificate of literacy. Literacy education can be implemented integrally with life proficiency education. Paragraph 6 Skill Education and Job Training (1) (2) Article 113 Skill education and job training is aimed for the education participants who are job seeker or those who have been working. Skill education and job training as referred to in paragraph (1) shall be implemented for: a. Improving the motivation and work ethos b. Developing personality which is suitable with the type of job of the education participant. c. Improving the insight on the aspect of environment which is suitable with the needs of the job d. Improving the capability of functional skill that meets the demand and need of the job e. Improving the capability to build the network of association that meets the demand of the job, and 46 f. meningkatkan kemampuan lain sesuai dengan tuntutan pekerjaan. (3) Kemampuan keterampilan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi keterampilan vokasional, keterampilan manajerial, keterampilan komunikasi, dan/atau keterampilan sosial. (4) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan: a. program pendidikan kecakapan hidup; b. program pendidikan kesetaraan Paket B dan Paket C; c. program pendidikan pemberdayaan perempuan; dan/atau d. program pendidikan kepemudaan. f. (3) (4) (4) Peserta didik program Paket B adalah anggota masyarakat yang memenuhi ketentuan wajib belajar setara SMP/MTs melalui jalur pendidikan nonformal. (5) Program Paket B sebagaimana dimaksud pada ayat (4) membekali peserta didik dengan keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian profesional yang memfasilitasi proses adaptasi dengan lingkungan kerja. (6) Persyaratan mengikuti program Paket B adalah lulus SD/MI, program Paket A, atau yang sederajat. (7) Peserta didik program Paket C adalah anggota masyarakat yang menempuh pendidikan menengah umum melalui jalur pendidikan nonformal. (8) Peserta didik program Paket C Kejuruan adalah anggota masyarakat yang menempuh pendidikan menengah kejuruan melalui jalur pendidikan nonformal. (9) Program Paket C sebagaimana dimaksud pada ayat (7) membekali peserta didik dengan kemampuan akademik dan keterampilan fungsional, serta sikap dan kepribadian profesional. (10) Program Paket C Kejuruan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) membekali peserta didik dengan kemampuan akademik, keterampilan fungsional, dan kecakapan kejuruan paraprofesi, serta sikap dan kepribadian profesional. (11) Persyaratan mengikuti program Paket C dan Paket C Kejuruan adalah lulus SMP/MTs, Paket B, atau yang sederajat. (12) Program pendidikan kesetaraan dapat dilaksanakan Skill education and job training can be implemented integrally with: a. Life environment education program b. Package B and Package C equality education program c. Women empowerment education program, and/or d. Youth education program Paragraf 7 Pendidikan Kesetaraan Pasal 114 (1) Pendidikan kesetaraan merupakan program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakupi program Paket A, Paket B, dan Paket C serta pendidikan kejuruan setara SMK/MAK yang berbentuk Paket C Kejuruan. (2) Pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai pelayanan pendidikan nonformal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (3) Peserta didik program Paket A adalah anggota masyarakat yang memenuhi ketentuan wajib belajar setara SD/MI melalui jalur pendidikan nonformal. Improving other capabilities that meets the demand of the job. The functional skill capability as referred to in paragraph (1) shall include vocational skill, managerial skill, communication skill, and/or social skill. Paragraph 7 Equality Education Article 114 Equality education shall constitute non-formal education program organizing general education of SD/MI, SMP/MTs, and SMA/MA equivalent which includes Package A, Package B, Package B, and Package C programs as well as vocational education of SMK/MAK equivalent in the form of vocational Package C. (2) Equality education has the function as non-formal education service in the grade of primary and secondary educations. (3) Education participant of Package A program is community member who complies with the provision of compulsory study for SD/MI equivalent through non-formal education lane. (4) Education participant of Package B program is community member who complies with the provision of compulsory study for SMP/MTs equivalent through non-formal education lane. (5) Package B program as referred to in paragraph (4) shall equip the education participant with functional skill, professional attitude and personality which facilitate the process of adaptation with work environment. (6) The requirements to follow Package B program is graduate from SD/MI, Package A program or equivalent. (7) Education participant of Package C program is member of community who has taken general secondary education through non-formal education lane. (8) Education participant of Vocational Package C program is member of community who has taken vocational secondary education through non-formal education line. (9) Package C program as referred to in paragraph (7) shall equip the education participant with academic capability and functional skill, as well as professional attitude and personality. (10) Vocational Package C program as referred to in paragraph (8) shall equip the education participant with academic capability, functional skill, and paraprofessional vocational proficiency, as well as professional attitude and personality. (11) The requirements to follow Package C and Vocational Package C Program are graduated from SMP/MTs, Package B or equivalent. (12) Equality education program can be implemented integrally (1) 47 terintegrasi dengan: a. program pendidikan kecakapan hidup; b. program pendidikan pemberdayaan perempuan; dan/atau c. program pendidikan kepemudaan. with: a. Life proficiency education program b. Women empowerment education program, and/or c. Bagian Kelima Penyetaraan Hasil Pendidikan Pasal 115 (1) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Program Paket A, Program Paket B, Program Paket C, dan Program Paket C Kejuruan dilaksanakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. (3) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk program kecakapan hidup dapat dilaksanakan untuk: a. memperoleh pengakuan kesetaraan dengan kompetensi mata pelajaran vokasi pada jenjang pendidikan menengah; atau b. memperoleh pengakuan kesetaraan dengan kompetensi mata kuliah vokasi pada jenjang pendidikan tinggi. (4) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dilaksanakan oleh SMK atau MAK yang paling rendah berakreditasi B dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. (5) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilaksanakan oleh suatu perguruan tinggi melalui program studi vokasinya paling rendah berakreditasi B dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. (6) Peserta didik yang lulus uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diberi sertifikat kompetensi. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri. Youth education program Part Five Education Result Equalization (1) (2) (3) Article 115 The result of non formal education can be appreciated equal with the result of formal education after going through equality examination in compliance with National Standard of Education by the institute as appointed by the government or regional government according to the respective authority and according to the provisions of laws and regulations. Equality examination as referred to in paragraph (1) for Package A program, Package B program, Package C program and vocational Package C program shall be implemented by the Board of National Standard of Education. The equality examination as referred to in paragraph (1) for life proficiency program can be implemented for: a. Acquiring recognition of equality with the competency of vocational subject in the grade of medium education, or b. Acquiring equality recognition with competency in vocational subject in higher education grade. (4) (5) (6) (7) Equality testing as referred to in paragraph (3) point a can be implemented by SMK or MAK of at the lowest bearing accreditation B from the National Accreditation Board for School/Madrasah The equality testing as referred to in paragraph (3) point B can be implemented by college/university through its vocational study program at the lowest bearing accreditation B from the National Accreditation Board for college/university The education participant who has passed equality testing as referred to in paragraph (4) and paragraph (5) shall be awarded with competency certificate. Further provisions regarding equality testing as referred to in paragraph (1) up to paragraph (6) shall be stipulated by Ministerial Regulation. BAB V PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INFORMAL CHAPTER V ORGANIZING INFORMAL EDUCATION Pasal 116 Pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Article 116 Informal education shall be conducted by the family and the environment in the form of independent learning activities. Pasal 117 (1) Hasil pendidikan informal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan nonformal dan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai (1) Article 117 The result of informal education can be appreciated equally with the result of non-formal and formal education after going through equality testing which complies with National Standard of Education by an agency as appointed by the Government or regional government according to 48 kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. Uji kesetaraan yang berlaku bagi peserta didik pendidikan nonformal sebagaimana diatur dalam Pasal 115; dan b. Uji kesetaraan yang diatur dengan Peraturan Menteri untuk hasil pendidikan informal lain yang berada di luar lingkup ketentuan dalam Pasal 115. the provisions of laws and regulations. (2) BAB VI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN JARAK JAUH Pasal 118 (1) Pendidikan jarak jauh bertujuan meningkatkan perluasan dan pemerataan akses pendidikan, serta meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan. (2) Pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai karakteristik terbuka, belajar mandiri, belajar tuntas, menggunakan teknologi informasi dan komunikasi pendidikan, dan/atau menggunakan teknologi pendidikan lainnya. Pasal 119 (1) Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. (2) Penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai Standar Nasional Pendidikan dengan: a. menggunakan moda pembelajaran yang peserta didik dengan pendidiknya terpisah; b. menekankan prinsip belajar secara mandiri, terstruktur, dan terbimbing dengan menggunakan berbagai sumber belajar; c. menjadikan media pembelajaran sebagai sumber belajar yang lebih dominan daripada pendidik; d. menggantikan pembelajaran tatap muka dengan interaksi pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, meskipun tetap memungkinkan adanya pembelajaran tatap muka secara terbatas. (3) Pendidikan jarak jauh memberikan pelayanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi untuk kegiatan: a. penyusunan bahan ajar; b. penggandaan dan distribusi bahan ajar; c. proses pembelajaran melalui kegiatan tutorial, praktik, praktikum, dan ujian; dan d. administrasi serta registrasi. (4) Pendidikan jarak jauh yang memberikan pelayanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan tanpa mengesampingkan pelayanan tatap muka. Pasal 120 (1) Pengorganisasian pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan dalam modus tunggal, ganda, atau konsorsium. (2) Pengorganisasian pendidikan jarak jauh modus tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan hanya dengan moda jarak jauh. The equality testing as referred to in paragraph (1) shall be implemented through: (a) Equality testing as applicable for education participant of non-formal education as stipulated in Article 115; and (b) Equality testing as stipulated in the Ministerial Regulation for the result of other informal education as available outside the scope of provisions in Article 115. CHAPTER VI ORGANIZING DISTANT LEARNING EDUCATION (1) (2) (1) (2) (3) (4) (1) (2) Article 118 Distant learning education has the aim to enhance the expansion and even distribution of education access, as well as improving education quality and relevancy. Distant learning as referred to in paragraph (1) has open characteristic, independent study, thorough study, using education information and technology, and/or using other education technologies. Article 119 Distant learning education can be organized at all lanes, grades, and types of education. Organizing distant learning education as referred to in paragraph (1) shall be implemented according to National Standard of Education by: a. applying mode of teaching in which education participant and its educator are separated; b. Emphasizing the principle of learning independently, structured, and guided by applying various sources of learning. c. Making the media of learning as source of learning which is more dominant than the educator d. Replacing face-to-face learning by interaction of learning based on information and communication technology, even though it remains possible to the presence of face-to-face learning in a limited way. Distant learning education shall provide informationcommunication-technology based service for the activities: a. Compiling learning material b. Multiplying and distributing learning materials c. Learning process through tutorial, practical, practicum, and testing activities and d. Administration and registration Distant learning education which provides information-andcommunication based service as referred to in paragraph (3) shall be implemented without putting aside face to face service Article 120 The organizing of distant learning education can be organized in single, double, or consortium modes. The organizing of distant learning education of single mode as referred to in paragraph (1) is in the form of education unit which organizes education program only with distant learning mode. 49 (3) Pengorganisasian modus ganda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan baik secara tatap muka maupun jarak jauh. (4) Pengorganisasian modus konsorsium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk jejaring kerja sama penyelenggaraan pendidikan jarak jauh lintas satuan pendidikan dengan lingkup wilayah nasional dan/atau internasional. (5) Struktur organisasi satuan pendidikan jarak jauh ditentukan berdasarkan modus, cakupan, dan sistem pengelolaan yang diterapkan. Pasal 121 (1) Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan dengan lingkup mata pelajaran atau mata kuliah, program studi, atau satuan pendidikan. (2) Pendidikan jarak jauh dengan lingkup mata pelajaran atau mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada 1 (satu) atau lebih mata pelajaran atau mata kuliah dalam 1 (satu) program studi. (3) Pendidikan jarak jauh dengan lingkup program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam 1 (satu) atau lebih program studi secara utuh dalam 1 (satu) satuan pendidikan. (4) Pendidikan jarak jauh dengan lingkup satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyelenggaraan pendidikan jarak jauh secara utuh pada 1 (satu) satuan pendidikan. Pasal 122 (1) Penyelenggara satuan pendidikan jarak jauh wajib mengembangkan sistem pengelolaan dan sistem pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Basis teknologi informasi dan komunikasi pada sistem pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup: a. perencanaan program dan anggaran; b. administrasi keuangan; c. administasi akademik; d. administrasi peserta didik; dan e. administrasi personalia. (3) Basis teknologi informasi dan komunikasi pada sistem pembelajaran jarak jauh jenjang pendidikan dasar dan menengah paling sedikit mencakup: a. sarana pembelajaran; b. kompetensi pendidik; c. sumber belajar; d. proses pembelajaran; dan e. evaluasi hasil belajar; (4) Basis teknologi informasi dan komunikasi pada sistem pembelajaran jarak jauh jenjang pendidikan tinggi paling sedikit mencakup: a. sarana pembelajaran; b. kompetensi dosen; c. kompetensi tenaga kependidikan; d. kompetensi mahasiswa; e. sumber belajar; f. proses pembelajaran; g. proses penelitian; (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (1) (2) (3) (4) The organizing of double mode as referred in paragraph (1) is in the form of education unit which organizes education program, both by way of face-to-face and distant learning. The organizing of consortium mode as referred to in paragraph (1) is in the form of network of cooperation for organizing distant learning education of cross-education unit with the scope of national and/or international areas The structure of organization of distant learning education unit shall be determined based on the modes, coverage, and management system as applied. Article 121 Distant learning education can be organized with the scope of lessons and subjects, study program or education unit. Distant learning education with the scope of lesson or subject as referred to in paragraph (1) shall be implemented in 1 (one) or more lessons or subjects in 1 (one) study program. Distant learning education with the scope of study program as referred to in paragraph (1) shall be implemented in 1 (one) or more study programs in intact manner in 1 (one) education unit. Distant learning education with the scope of education unit as referred to in paragraph (1) constitutes the organization of distant learning education in an intact manner in 1 (one) education unit. Article 122 The organizing of distant learning education unit shall be obliged to develop management system learning system based on information and communication technology The basis of information and communication information in the management system as referred to in paragraph (1) shall at least include: a. Program and budget planning b. Financial administration c. Academic administration d. Education participant administration, and e. Personnel administration The basis of information and communication technology in distant learning education system, the primary and secondary grade of college/university shall at least include: a. Learning facilities b. Educator’s competency c. Source of learning; and d. Learning process; and e. Evaluation on study result; The basis of information and communication technology in distant learning system of college/university shall at least include: a. Learning facilities b. Lecturer competency c. Teaching staff competency d. College/University student competency e. Source of learning f. Learning process g. Research process 50 h. proses pengabdian kepada masyarakat; dan i. evaluasi hasil belajar. Pasal 123 (1) Penjaminan mutu pendidikan jarak jauh pada satuan pendidikan dasar dan menengah dilakukan dengan berpedoman pada: a. Standar Nasional Pendidikan; b. ketentuan tentang Ujian Nasional; c. ketentuan tentang akreditasi; dan d. sistem pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (3). (2) Penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan karakteristik pendidikan jarak jauh. Pasal 124 (1) Penjaminan mutu pendidikan jarak jauh pada perguruan tinggi meliputi: a. penjaminan mutu sebagaimana diatur dalam Pasal 96; dan b. penjaminan mutu untuk memastikan bahwa pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (4) dipenuhi. (2) Penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan karakteristik pendidikan jarak jauh. Pasal 125 (1) Pendidikan jarak jauh pada jalur pendidikan informal bagi warga masyarakat dapat dilakukan melalui: a. penyiaran televisi dan radio; b. penayangan film dan video; c. pemasangan situs internet; d. publikasi media cetak; e. pengiriman informasi melalui telepon seluler; dan f. bentuk-bentuk lain dari penyebarluasan informasi kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pendidikan jarak jauh pada jalur pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab dan mempertimbangkan kemungkinan dampak negatif terhadap moralitas masyarakat. h. Process of devotion to the community, and i. Evaluation on study result (1) (2) (1) Article 123 The quality assurance of distant learning education in primary and secondary education unit shall be conducted under the guidance to: a. National Standard of Education b. Provisions regarding National Examination c. Provisions regarding accreditation, and d. Information-and-communication-technology based learning system as referred to in Article 122 paragraph (3) Quality assurance as referred to in paragraph (1) shall be implemented according to the characteristics of distant learning education Article 124 Quality assurance of distant learning education college/university includes: a. Quality assurance as stipulated in Article 96, and in b. Quality assurance to ascertain that information-andcommunication-technology based learning as referred to in Article 122 paragraph (4) is fulfilled (2) (1) (2) Quality assurance as referred to in paragraph (1) shall be implemented according to the characteristics of distant learning education Article 125 Distant learning education in informal education for community members can be conducted through: a. Television and radio broadcasting b. Film and video showing c. Internet site installation d. Printed media publication e. Information delivery through cellular telephone, and f. Other forms of information dissemination to the community according to the provisions of laws and regulations. Distant learning education in informal education lane as referred to in paragraph (1) shall be organized with full responsibility and taking into account the possibility of negative impact against community morality. Pasal 126 Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 sampai dengan Pasal 124 diatur dengan Peraturan Menteri. Article 126 Further provisions regarding the organizing of distant learning education as referred to in article 118 up to article 124 shall be stipulated in Ministerial Regulation. BAB VII PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS CHAPTER VII ORGANIZING SPECIAL EDUCATION AND SPECIAL SERVICE EDUCATION Bagian Kesatu Umum Part One General Pasal 127 Article 127 51 Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Special education shall constitute education for education participant who has level of difficulty in following learning process due to physical, emotional, mental, social abnormalities and/or having potential intelligence and extraordinary talent. Pasal 128 Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Article 128 Special service education shall constitute education for education participant in isolated or backward area, isolated traditional community, and/or undergoing national disaster, social disaster and unability from the aspect of economy. Bagian Kedua Pendidikan Khusus Part Two Special Education Paragraf 1 Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik Berkelainan Paragraph 1 Special Education for Education Participant bearing Abnormality Pasal 129 (1) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan berfungsi memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial. (2) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal sesuai kemampuannya. (3) Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l. memiliki kelainan lain. (4) Kelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat juga berwujud gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis kelainan, yang disebut tunaganda. Pasal 130 (1) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (2) Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai program pendidikan khusus pada satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, (1) (2) (3) (4) (1) Article 129 Special education for education participant bearing abnormality has the function to provide education service for education participant who has difficulty following the process of learning due to physical, emotional, mental, intellectual, and/or social abnormalities. Special education for education participant having abnormality has the objective to develop the education participant potential optimally according to his/her capability. Education participant who has abnormality consists of education participant who is: a. Blind b. Deaf c. Dumb d. Mentally handicapped e. Physically handicapped f. Deaf and dumb g. Difficulty in study h. Retarded in study i. Autism j. Having motoric disorder k. Becoming victim of abuse of narcotics, illicit drugs, and other addictives substances, and l. Having other abnormalities The abnormality as referred to in Article 3 can also be manifested in the combination of 2 (two) or more types of abnormalities, which is called mentally and physically handicapped. Article 130 Special education for education participant having abnormality can be organized in all lanes and types of education in primary and secondary education grades. (2) The organizing of special education can be conducted through special education unit general education unit, vocational education unit and/or religious education unit. (3) Further provisions regarding special education program in special education unit, general education unit, vocational education unit, and/or religious education unit a referred to 52 dan/atau satuan pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 131 (1) Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan khusus untuk setiap jenis kelainan dan jenjang pendidikan sebagai model sesuai dengan kebutuhan peserta didik. (2) Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan khusus pada satuan pendidikan umum dan satuan pendidikan kejuruan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. (3) Penjaminan terselenggaranya pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menetapkan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan umum dan 1 (satu) satuan pendidikan kejuruan yang memberikan pendidikan khusus. (4) Dalam menjamin terselenggaranya pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah kabupaten/kota menyediakan sumberdaya pendidikan yang berkaitan dengan kebutuhan peserta didik berkelainan. (5) Perguruan tinggi wajib menyediakan akses bagi mahasiswa berkelainan. (6) Pemerintah provinsi membantu tersedianya sumberdaya pendidikan yang berkaitan dengan kebutuhan peserta didik berkelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (7) Pemerintah membantu tersedianya sumberdaya pendidikan yang berkaitan dengan kebutuhan peserta didik berkelainan pada pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pasal 132 Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan pada jalur formal diselenggarakan melalui satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah. Pasal 133 (1) Satuan pendidikan khusus formal bagi peserta didik berkelainan untuk pendidikan anak usia dini berbentuk taman kanak-kanak luar biasa atau sebutan lain untuk satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat. (2) Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan pada jenjang pendidikan dasar terdiri atas: a. sekolah dasar luar biasa atau sebutan lain untuk satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat; dan b. sekolah menengah pertama luar biasa atau sebutan lain untuk satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat. (3) Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan pada jenjang pendidikan menengah adalah sekolah menengah atas luar biasa, sekolah menengah kejuruan luar biasa, atau sebutan lain untuk satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat. (4) Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara terintegrasi antarjenjang in paragraph (2) shall be stipulated by Ministerial Regulation. (1) (2) (3) Article 131 The provincial government shall organize at least 1 (one) special education unit for each type of abnormality and education grade as a model to better suit the needs of education participant. The regency/municipal government shall guarantee the organizing of special education in general education unit and vocational education unit according to the needs of education participant The guarantee for organizing special education as referred to in paragraph (2) shall be conducted by designating at least 1 (one) general education unit and 1 (one) vocational education unit which provide special education (4) In ensuring the organizing of special education as referred to in paragraph (3), the regency/municipal government shall provide education resources relating to the needs of education participants having abnormalities (5) College/university shall be obliged to provide access for student having abnormalities. The provincial government shall assist to make available education resources which are related to the needs of education participants having abnormalities as referred to in Article 4. The government shall assist in making available education resources which are related to the needs of education participants having abnormalities in the special education as referred to in paragraph (1), paragraph (4), paragraph (5) and paragraph (6) in all lines, grades and types of education. (6) (7) Article 132 Special education for education participant bearing abnormalities in the formal line shall be organized through the education unit for early-age child, primary education unit, and secondary education unit. (1) (2) (3) (4) Article 133 Formal special education unit for education participant bearing abnormalities for early-age child education shall be in the form of extraordinary kindergarten or other names for education unit of the same type and equivalent. Special education unit for education participant bearing abnormality in primary education grade shall consist of: a. Extraordinary elementary school or other name for education unit of the same type and equivalent, and b. Extraordinary junior high school or other name for education unit which is of the same type and equivalent Special education unit for education participant bearing abnormalities in secondary education grade is extraordinary senior high school, extraordinary vocational secondary school, or other names for education unit of the same type or equivalent. The organizing of special education unit can be implemented integrally in inter-education grades and/or 53 pendidikan dan/atau antarjenis kelainan. (5) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal. (5) Paragraf 2 Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa Pasal 134 (1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik keistimewaannya. (2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain. Pasal 135 (1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan formal TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat. (2) Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat berupa: a. program percepatan; dan/atau b. program pengayaan. (3) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan persyaratan: a. peserta didik memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa yang diukur dengan tes psikologi; b. peserta didik memiliki prestasi akademik tinggi dan/atau bakat istimewa di bidang seni dan/atau olahraga; dan c. satuan pendidikan penyelenggara telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan. (4) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan menerapkan sistem kredit semester sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk: a. kelas biasa; b. kelas khusus; atau c. satuan pendidikan khusus. inter-type abnormalities. Special education for education participant bearing abnormalities can be organized by education unit in the non-formal education line. Paragraph 2 Special Education for Education Participant Who has Potential Intelligence and/or Special Talent (1) (2) (1) (2) (3) (4) (5) Article 134 Special education for education participant who has potential intelligence and/or special talent has the function to develop potential advantage of education participant to become real achievement according to the characteristic of his/her particularity. Special education for education participant who has potential intelligence and/or special talent has the function to actualize the whole potential of his/her particularity without neglecting the balance of development of his/her spiritual, intellectual, emotional, social esthetic, kinesthetic intelligences and other intelegancies. Article 135 Special education for education participant who has potential intelligence and/or special talent can be organized in formal education unit of TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK or other forms which are equivalent. Special education program for education unit who has potential intelligence and or special talent can be in the forms of: a. Acceleration program; and/or b. Enrichment program. The acceleration program as referred to in paragraph (2) shall be conducted with the requirements: a. The education participant has potential intelligence and or special talent as measured by psychological test. b. The education participant has high academic achievement and/or special talent in the sector of arts and/or sports; and c. Education unit of the organizer has or almost has complied with National Standard of Education. The acceleration program as referred to in paragraph (3) can be conducted by applying semester credit system (credit hours) in accordance with the provisions of laws and regulations. The organizing of special education program for education participant who has potential intelligence and/or special talent as referred to in paragraph (2) can be conducted in the form of: a. Regular class b. Special class; or c. Special education unit. Pasal 136 Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Article 136 The provincial government shall organize at least 1 (one) special education unit for education participant who has potential intelligence and/or special talent. Pasal 137 Article 137 54 Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal. Special education for education participant who has potential intelligence and/or special talent can be organized by education unit in non-formal education lane. Pasal 138 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 sampai dengan Pasal 137 diatur dengan Peraturan Menteri. Article 138 Further provisions regarding the organizing of special education as referred to Article 137 shall be stipulated by Ministerial Regulation. Part Three Special Service Education Bagian Ketiga Pendidikan Layanan Khusus Pasal 139 (1) Pendidikan layanan khusus berfungsi memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik di daerah: a. terpencil atau terbelakang; b. masyarakat adat yang terpencil; c. yang mengalami bencana alam; d. yang mengalami bencana sosial; dan/atau e. yang tidak mampu dari segi ekonomi. (2) Pendidikan layanan khusus bertujuan menyediakan akses pendidikan bagi peserta didik agar haknya untuk memperoleh pendidikan terpenuhi. Pasal 140 (1) Pendidikan layanan khusus dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. (2) Pendidikan layanan khusus pada jalur pendidikan formal diselenggarakan dengan cara menyesuaikan waktu, tempat, sarana dan prasarana pembelajaran, pendidik, tenaga kependidikan, dan/atau sumber daya pembelajaran lainnya dengan kondisi kesulitan peserta didik. (1) (2) (1) (2) Article 139 Special service education has the function to provide education service for education participant in the following areas: a. Isolated and less developed b. Isolated traditional community c. Undergoing natural disaster d. Undergoing social disaster; and/or e. Unable from aspect of economy Special service education can be organized in the formal education lane so as his/her right to acquire education is complied with. Article 140 Special service education can be organized in formal, nonformal, and informal education lanes. Special service education in formal education lane shall be organized by way of adjusting the time, place, facility and infrastructure of learning, educator, pedagogy staff, and/or other learning resources with the condition of hardship of the education participant, Pasal 141 Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing menyelenggarakan pendidikan layanan khusus. Article 141 The Government and/or the regional government in accordance with their respective authorities shall organize special service education. Pasal 142 Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 sampai dengan Pasal 141 diatur dengan Peraturan Menteri. Article 142 Further provisions regarding the organizing of special service education as referred to in Article 139 up to Article 141 shall be stipulated by Ministerial Regulation. BAB VIII SATUAN PENDIDIKAN BERTARAF INTERNASIONAL CHAPTER VIII INTERNATIONAL STANDARD BASED EDUCATION UNIT Pasal 143 Satuan pendidikan bertaraf internasional merupakan satuan pendidikan yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. Article 143 International standard based education unit is an education unit, which has met Education National Standard and been enriched by high country education standard. Pasal 144 (1) Pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SD bertaraf internasional dan/atau memfasilitasi penyelenggaraan paling sedikit 1 (satu) (1) Article 144 Regency/municipal government shall organize at least (1) international elementary school and/or facilitate organization at least 1 (one) International standard held by 55 (2) (3) (4) (5) (6) SD bertaraf internasional yang diselenggarakan masyarakat. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, maka pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SD yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Penyelenggaraan pendidikan pada SD yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan secara parsial menurut rombongan belajar atau mata pelajaran. Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memenuhi penjaminan mutu SD bertaraf internasional yang diatur oleh Menteri. Pengembangan SD menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) tahun. Pemerintah kabupaten/kota membantu dan memfasilitasi penyelenggaraan SD bertaraf internasional atau rintisan bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 145 (1) Pemerintah provinsi memfasilitasi dan membantu penyelenggaraan SD bertaraf internasional di kabupaten/kota di wilayahnya. (2) Fasilitasi dan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pendanaan investasi sarana dan prasarana; b. pendanaan biaya operasional; c. penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan; dan d. penyelenggaraan supervisi dan penjaminan mutu SD bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Pasal 146 (1) Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK bertaraf internasional dan/atau memfasilitasi penyelenggaraan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK bertaraf internasional yang diselenggarakan masyarakat di setiap kabupaten/kota di wilayahnya. (2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat dipenuhi, pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. (3) Penyelenggaraan rintisan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan secara parsial menurut rombongan belajar atau mata pelajaran. (4) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memenuhi pedoman penjaminan mutu SMP, SMA, dan SMK bertaraf internasional yang diatur oleh Menteri. (5) Pengembangan SMP, SMA, dan SMK menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional dilaksanakan paling lama 6 (enam) tahun. local community. (2) In the event of failure to meet the provisions as referred to in paragraph (1), regency/municipal government shall organize at least 1 (one) Elementary School developed into international standard based education unit. (3) Education organization at elementary school developed into international standard based education unit as referred to in paragraph (2) may be partially conducted by the group of study or subject. (4) Education organization as referred to in paragraph (3) shall meet secured quality of international standard elementary school as regulated by Minister. Development of SD into international standard based education unit shall be peraturmade at the latest by 7 (seven) years. Regency/municipality government shall assist and facilitate the organization of international standard SD or pioneered international standard held by people as referred to in paragraph (1). (5) (6) (1) (2) (1) (2) Article 145 Provincial government shall facilitate and assist organization of international standard SD in regency/municipality in their region. Facilitation and assistance as referred to in paragraph (1) shall include: a. Investment financing of facilities and infrastructures; b. Operating cost financing; c. Education procurement and pedagogic; and d. Implementation of supervision and security of quality of international standard SD or developed into international standard held by regency/municipal government. Article 146 Provincial government shall organize at least 1 (one) international standard SMP, SMA, and SMK, and /or facilitate the organization of at least one (1) SMP, one SMA, and one (1) SMK having international standards held by community at each regency/municipality in their region. In the event of failure to meet the provisions as referred to in paragraph (1), provincial government shall organize at least 1 (one) SMP, SMA and SMK to be developed into an International standard education. (3) Organization of pioneered international standard education as referred to in paragraph (2) may be partially conducted by the study group or subjects. (4) Organization of education as referred to in paragraph (3) shall meet guidelines on security of quality for international standard SMP, SMA, and SMK so regulated by Minister. (5) Development of SMP, SMA and SMK into an international standard education shall be conducted at most 6 (six) years. 56 (6) Pemerintah kabupaten/kota dapat membantu penyelenggaraan SMP, SMA, dan SMK bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. (6) Regency/municipal government may help organize an international standard SMP, SMA, and SMK or developed into international education unit. Pasal 147 Pemerintah provinsi merencanakan kebutuhan, mengangkat, menempatkan, memutasikan, memberikan kesejahteraan, memberikan penghargaan, memberikan perlindungan, melakukan pembinaan dan pengembangan, dan memberhentikan pendidik dan tenaga kependidikan pegawai negeri sipil pada SD, SMP, SMA, dan SMK bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi. Mutasi pendidik dan tenaga kependidikan pegawai negeri sipil pada SD bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Pengangkatan, pemberhentian, dan/atau pemindahan guru pegawai negeri sipil pada satuan pendidikan SMP, SMA, dan SMK yang sedang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang sudah bertaraf internasional menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Mutasi kepala satuan pendidikan pegawai negeri sipil pada satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional harus seizin Kementerian. Pemerintah provinsi dapat menugaskan pendidik pegawai negeri sipil pada satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional yang diselenggarakan masyarakat. Article 147 (1) Provincial government plans requirement, appoints, places, transfers, gives welfare, gives awards, protects, establishes and develops, and terminates educator and civil servant teaching staff at international standard SD, SMP, SMA, and SMK held by provincial government. Pasal 148 (1) Pemerintah dapat membantu penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. (2) Pemerintah dapat menghentikan bantuan kepada satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional yang gagal menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 ayat (5) dan Pasal 146 ayat (5). Article 148 (1) Government may help organize an international standard based education unit or develop it into an international standard based education unit. Pasal 149 Pemerintah dapat menyelenggarakan sekolah/madrasah bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Article 149 Government may organize international standard Islamic school (madrasah) or develop it into international standard based education unit. Pasal 150 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan dan penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 sampai dengan Pasal 148 diatur dalam Peraturan Menteri. Article 150 Further provisions on development and organization of international standard based education unit as referred to in Article 144 through Article 148 shall be provided in Regulation of Minister. (1) (2) (3) (4) (5) (2) Transfer of educator and civil servant teaching staff at international standard SD or developed becomes international standard based education unit to authority of provincial government. (3) Appointment, termination, and/or movement of civil servant teacher at education unit of SMP, SMA and SMK, which is being developed to international standard education or has served as international standard will be under authority of provincial government. (4) Transfer of head of civil servant education at international standard or developed into international standard based education unit shall obtain approval from the Ministry. (5) Provincial government may assign civil servant educator at international standard based education unit or developed into international standard held by community. (2) Government may stop assistance to international education unit or developed into international standard based education unit, which fails to become international standard based education unit within time limit as referred to in Article 144 paragraph (5) and Article 146 (5). 57 Pasal 151 Pemerintah menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) program studi dan/atau 1 (satu) perguruan tinggi dan/atau memfasilitasi paling sedikit 1 (satu) program studi dan/atau 1 (satu) perguruan tinggi yang diselenggarakan masyarakat untuk dikembangkan menjadi program studi dan/atau perguruan tinggi bertaraf internasional. Pasal 152 (1) Satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan menjadi bertaraf internasional melakukan penjaminan mutu pendidikan sesuai dengan penjaminan mutu sekolah/madrasah bertaraf internasional yang diatur oleh Menteri. (2) Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau masyarakat dapat mendirikan sekolah/madrasah baru yang bertaraf internasional dengan persyaratan harus memenuhi: a. Standar Nasional Pendidikan sejak sekolah/madrasah berdiri; dan b. Pedoman penjaminan mutu sekolah/madrasah bertaraf internasional yang ditetapkan oleh Menteri sejak sekolah/madrasah berdiri. Pasal 153 (1) Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat dapat menyelenggarakan satuan pendidikan khusus dan satuan atau program pendidikan nonformal bertaraf internasional. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai satuan pendidikan khusus dan satuan atau program pendidikan nonformal bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Article 151 Government shall organize at least 1 (one) study program and/or 1 (one) university and/or facilitate at least 1 (one) study program and/or 1 (one) university held by community to be developed into study program and/or international standard university. (1) (2) Article 152 Basic and secondary education unit developed to be international standard shall conduct security of education quality in accordance with that of international standard school/madrasah so provided by Minister. Government, provincial government, regency/municipal government, or community may establish international standard based new school on condition that it shall meet: a. National Education Standard since the school/madrasah is established; and b. Guidelines on security of international standard based school/madrasah stipulated by Minister since the establishment of the school/madrasah. (1) (2) Article 153 Government, local government, or community may organize special education unit and unit or non-formal international standard education program. Further provisions on special education unit and unit or non-international standard based non-formal education program as referred to in paragraph (1) shall be regulated by Regulation of Minister. Pasal 154 Penyelenggara dan satuan pendidikan dilarang menggunakan kata internasional untuk nama satuan pendidikan, program, kelas, dan/atau mata pelajaran kecuali mendapatkan penetapan atau izin dari pejabat yang berwenang mengeluarkan penetapan atau izin penyelenggaraan satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Article 154 No organization and education unit shall be allowed to use the word “international” for unit name of education, program, class, and/or subjects unless stipulated or permitted by the competent authority who issues the stipulation or organizational permit of the international standard based education unit. BAB IX SATUAN PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL CHAPTER IX LOCAL ADVANTAGE BASED EDUCATION UNIT Pasal 155 Satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal merupakan satuan pendidikan yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah. Article 155 Local advantage based education unit constitutes education unit which has already met National Education Standard and is enriched with local competitive and/or comparative advantage. Pasal 156 (1) Pemerintah kabupaten/kota mengelola dan menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang berbasis keunggulan lokal. (2) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi penyelenggaraan satuan pendidikan berbasis (1) (2) Article 156 Regency/municipal government shall manage and organize at least 1 (one) education unit at local advantage based basic and secondary education level. Regency/municipal government shall facilitate organization of local advantage based education unit at basic and 58 keunggulan lokal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan masyarakat. Pasal 157 (1) Keunggulan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 dikembangkan berdasarkan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah di bidang seni, pariwisata, pertanian, kelautan, perindustrian, dan bidang lain. (2) Satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan menjadi berbasis keunggulan local harus diperkaya dengan muatan pendidikan kejuruan yang terkait dengan potensi ekonomi, sosial, dan/atau budaya setempat yang merupakan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah. Pasal 158 (1) Satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal melakukan penjaminan mutu pendidikan sesuai dengan penjaminan mutu sekolah atau madrasah berbasis keunggulan lokal yang diatur oleh Menteri. (2) Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau masyarakat dapat mendirikan sekolah/madrasah baru yang berbasis keunggulan lokal dengan persyaratan memenuhi: a. Standar Nasional Pendidikan sejak sekolah/madrasah berdiri; dan b. Pedoman penjaminan mutu sekolah/madrasah berbasis keunggulan local yang ditetapkan oleh Menteri sejak sekolah/madrasah berdiri. Pasal 159 (1) Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat dapat menyelenggarakan satuan atau program pendidikan nonformal berbasis keunggulan lokal. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai satuan atau program pendidikan nonformal berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. secondary education level held by community. (1) (2) (1) (2) (1) (2) Article 157 Local advantage as referred to in Article 156 shall be developed based on local competitive and/or comparative advantage in the field of arts, tourism, agriculture, maritime, industry and other field. Basic and secondary education unit developed to based local advantage shall be enriched with content of the related vacation education with local potential economy, social, and/or culture being local competitive and/or comparative edge. Article 158 Basic and secondary education unit developed into local advantage based education unit shall secure education quality in accordance with quality security of local advantage based school or madrasah quality as provided by Minister. Government, provincial government, regency/municipal government, or community may establish local advantage based new school/madrasah as long as they meet the following items: a. National Education Standard since the establishment of the school/madrasah; and b. Guidelines on security of international standard based school/madrasah stipulated by Minister since the establishment of the school/madrasah. Article 159 Government, local government, or community may organize special education unit and unit or non-formal international standard education program. Further provisions on unit or local advantage based nonformal education program as referred to in paragraph (1) shall be regulated by Regulation of Minister. BAB X PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH PERWAKILAN NEGARA ASING DAN KERJA SAMA SATUAN PENDIDIKAN ASING DENGAN SATUAN PENDIDIKAN NEGARA INDONESIA CHAPTER X ORGANIZATION OF EDUCATION BY FOREIGN COUNTRY REPRESENTATIVE AND COOPERATION OF FOREIGN EDUCATION UNIT WITH NATIONAL EDUCATION UNIT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA Bagian Kesatu Penyelenggaraan Pendidikan oleh Perwakilan Negara Asing Part One Organization of Education by Foreign Country Representative Pasal 160 (1) Perwakilan negara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat menyelenggarakan satuan pendidikan bagi warga negaranya sesuai dengan sistem pendidikan di negaranya atas persetujuan Pemerintah Republik Indonesia. (2) Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menerima peserta didik warga negara Indonesia. (1) (2) Article 160 Foreign representatives in the territory of the Republic of Indonesia may organize education unit for their citizens in accordance with education system of each country at the approval of the Government of Republic of Indonesia. Education units are forbidden to receive Indonesian students as referred to in paragraph (1). 59 Bagian Kedua Kerja Sama Lembaga Pendidikan Asing dengan Satuan Pendidikan di Indonesia Part Two Cooperation of Foreign Education Institute with Indonesian Unit Institute Paragraf 1 Kerja Sama Penyelenggaraan Pendidikan Paragraph 1 Education Organization Cooperation Pasal 161 (1) Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan bekerja sama dengan lembaga pendidikan di Indonesia pada tingkat program studi atau satuan pendidikan. (3) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan syarat: a. memperoleh izin Menteri; b. mengikuti Standar Nasional Pendidikan; c. mengikuti ujian nasional bagi peserta didik pendidikan dasar dan menengah warga negara Indonesia; d. mengikuti akreditasi oleh badan akreditasi nasional; dan e. mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada pendidikan anak usia dini dan jenjang pendidikan dasar dan menengah bekerja sama dengan satuan pendidikan di Indonesia yang berakreditasi A atau yang setara dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah atau dari Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal sesuai kewenangannya. (5) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada jenjang pendidikan tinggi bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki program studi terkait berakreditasi A atau yang setara dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau dari Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal sesuai kewenangannya. (6) Kepemilikan lembaga asing dalam program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) wajib mengikutsertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) pendidik warga negara Indonesia. (8) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) wajib mengikutsertakan paling sedikit 80% (delapan puluh persen) tenaga kependidikan warga Negara Indonesia. (9) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama di daerah tertentu diatur dengan Peraturan (1) (2) (3) Article 161 Accredited foreign education institute in its country may organize education in the territory of the Republic of Indonesia. Organization of education shall be conducted in cooperation with educational institution in Indonesia at study program level or education unit as referred to in paragraph (1). Organization of education as referred to in paragraph (1) shall be conducted as long as it shall: a. Obtain permit from the Minister; b. Follow National Education Standard; c. Take in national examination for basic and secondary Indonesian students. d. Take accreditation by national accreditation board; and e. Abide by the prevailing laws and regulation. (4) Organization of education as referred to in paragraphs (1) and (2) in early age child education shall cooperate with Indonesian education unit accredited A or equivalent from National Accreditation Board of School/Madrasah or National Non-formal Education Accreditation Board in accordance with its authority. (5) Organization of education as referred to in paragraphs (1) and (2) at university level shall cooperate with Indonesian university having study program in relation to Accreditation A or equivalent from National University Accreditation Board or National Non-Formal Education Accreditation Board in accordance with its authority. (6) Ownership of foreign institute in an educational program or unit jointly organized as referred to in paragraphs (1) to (5) shall be conducted in accordance with the prevailing laws and regulation. (7) The program or unit of education which is jointly organized as referred to in paragraphs (1) through (5) shall hire the services of Indonesian national educators for at least 30% (thirty percent) of the total number of educators. (8) The education program or unit as referred to in paragraphs (1) through (5) shall participate at least 80% (eighty percent) Indonesian teaching staff. (9) Education program or unit shall be regulated by Regulation 60 Menteri. Pasal 162 (1) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (2) merupakan program atau satuan pendidikan bertaraf internasional atau satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal. (2) Program atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menerapkan sistem remunerasi yang berkeadilan bagi semua pendidik dan tenaga kependidikan. Pasal 163 (1) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 dapat menggunakan sistem pendidikan yang berlaku di negara lain. (2) Penggunaan sistem pendidikan negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh izin dari Menteri. (3) Dalam hal penggunaan sistem pendidikan Negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan disiplin ilmu agama, Menteri memberikan izin setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Agama. of Minister. (1) (2) (1) Education program or unit as referred to in paragraph (1) shall apply fair remuneration system for all educators and teaching staff. Article 163 Education program or unit held jointly as referred to in Article 161 may use the prevailing foreign country education system. (2) Use of foreign country education system as referred to in paragraph (1) shall obtain permit from the Minister. (3) In the event that the use of other country education system as referred to in paragraph (1) in connection with discipline of religion, the Minister shall grant the permit after obtaining consideration from the Minister of Religious Affairs. Paragraph 2 Cooperation of Education Management Paragraf 2 Kerja Sama Pengelolaan Pendidikan Pasal 164 (1) Satuan pendidikan anak usia dini dan satuan pendidikan dasar dan menengah Indonesia dapat bekerja sama dalam bidang akademik dengan satuan pendidikan asing dalam pengelolaan pendidikan. (2) Program studi, pusat studi, lembaga penelitian, lembaga pengabdian kepada masyarakat, fakultas, atau unit kerja lain pada perguruan tinggi Indonesia dapat bekerja sama dalam bidang akademik dan/atau non-akademik dengan unit kerja sejenis dari perguruan tinggi asing dalam pengelolaan pendidikan. (3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertujuan: a. meningkatkan mutu pendidikan; b. memperluas jaringan kemitraan; dan/atau c. menyelenggarakan satuan pendidikan atau program studi bertaraf internasional atau berbasis keunggulan lokal. (4) Kerja sama akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk: a. pertukaran pendidik dan/atau tenaga kependidikan; b. pertukaran peserta didik; c. pemanfaatan sumber daya; d. penyelenggaraan program kembaran; e. penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler; dan/atau f. kerja sama lain yang dianggap perlu. (5) Kerja sama akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk: a. pertukaran pendidik dan/atau tenaga kependidikan; b. pertukaran peserta didik; c. pemanfaatan sumber daya; d. penyelenggaraan pertemuan ilmiah; Article 162 Education program or unit held jointly as referred to in Article 161 paragraph (2) shall constitute international standard based education program or unit or local advantage based education unit. (1) Article 164 Early age-child education unit and Indonesian basic and secondary education may cooperate with foreign education unit in the academic field to manage education. (2) Study program, study center, research institute, public dedication institute, faculty, or other working units at Indonesian university may cooperate with similar working unit in the field of academic and/or non-academic from foreign university to manage education. (3) Cooperation as referred to in paragraphs (1) and (2) aims at: a. Improving education quality; b. Expanding partnership network; and/or c.. Organizing international standard or local advantage based education unit or study program. (4) Academic cooperation as referred to in paragraph (1) shall be in the form of: a. Educator and/or teaching staff exchange; b. Student exchange; c. Use of resources; d. Organization of identical program; e. Organization of extracurricular activity; and/or f. Other cooperation considered necessary. Academic cooperation as referred to in paragraph (2) shall be in the form of: a. Educator and/or teaching staff exchange; b. Student exchange; c. Use of resources; d. Organization of scientific meeting; (5) 61 e. penyelenggaraan program kegiatan perolehan kredit; f. penyelenggaraan program transfer kredit; g. penyelenggaraan program studi kembaran; h. penyelenggaraan program studi gelar ganda; i. penyelenggaraan program studi tumpang lapis; j. penyelenggaraan program penelitian; k. penyelenggaraan program pengabdian kepada masyarakat; dan/atau; l. kerja sama lain yang dianggap perlu. Pasal 165 (1) Kerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (5) huruf g dan huruf h dilaksanakan oleh program studi perguruan tinggi Indonesia yang berakreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. (2) Program studi perguruan tinggi luar negeri yang bekerja sama dengan program studi di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terakreditasi atau diakui di negaranya. Pasal 166 (1) Kerja sama non-akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (2) dapat berbentuk: a. kontrak manajemen; b. pendayagunaan aset; c. penggalangan dana; d. pembagian jasa dan royalti atas hak kekayaan intelektual; dan/atau e. kerja sama lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kerja sama non-akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh perguruan tinggi yang sudah memiliki izin pendirian dari Kementerian. Pasal 167 (1) Satuan pendidikan nonformal Indonesia dapat menjalin kerja sama akademik dan/atau non-akademik dengan lembaga pendidikan Negara lain. (2) Kerja sama satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan/atau memperluas jaringan kemitraan untuk kepentingan satuan pendidikan nonformal. (3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh satuan pendidikan nonformal terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal yang memiliki izin pendirian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bentuk kerja sama pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 168 Menteri dapat membatalkan kerja sama pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 sampai dengan Pasal 167 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila setelah dilakukan pemeriksaan e. Organization of credit point achievement program; (1) (2) (1) (2) (1) (2) f. g. h. i. j. k. Organization of credit transfer program; Organization of identical study program; Organization of dual degree program; Organization of sandwich program; Organization of research program; Organization of public dedication program; and/or; l. Other cooperation considered necessary. Article 165 Cooperation with foreign university as referred to in Article 164 paragraph (5) items g and h shall be conducted by Indonesian university study program accredited A from National University Accreditation Board. Foreign university study program in cooperation with study program in Indonesia as referred to in paragraph (1) shall be accredited in its country. Article 166 Non-academic cooperation as referred to in Article 164 paragraph (2) may be in the form of: a. Management contract; b. Efficiency of assets; c. Fund raising; d. Distribution of service and royalty in respect of the intellectual assets’ rights; and/or e. Other cooperation in accordance with the prevailing laws and regulation. Non-academic cooperation as referred to in paragraph (1) may be conducted by the university already in possession of establishment permit from the Ministry. Article 167 Non-formal Indonesian education unit may build academic cooperation and/or non-academic with other country education institutions. Cooperation of non-formal education unit as referred to in paragraph (1) aims at improving education quality and/or expanding partnership network in the interest of non-formal education unit. (3) Cooperation as referred to in (1) may be only conducted by non-formal education unit accredited by National Accreditation Board on Non-formal Education having establishment permit in accordance with the prevailing laws and regulation. (4) Further provisions on the implementation of education as referred to in paragraph (1) shall be regulated by virtue of Regulation of Minister. Article 168 Minister may annul any cooperation to manage and carry out education as referred to in Article 161 up to Article 167, paragraphs (1), (2), and (3) if after being examined by the Inspectorate General within the Ministry upon the instruction of 62 oleh Inspektorat Jenderal Kementerian atas instruksi Menteri, terbukti melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Minister, it is proved that it violates the prevailing laws and regulation. BAB XI KEWAJIBAN PESERTA DIDIK Pasal 169 (1) Peserta didik berkewajiban: a. mengikuti proses pembelajaran sesuai peraturan satuan pendidikan dengan menjunjung tinggi norma dan etika akademik; b. menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya dan menghormati pelaksanaan ibadah peserta didik lain; c. menghormati pendidik dan tenaga kependidikan; d. memelihara kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni sosial; e. mencintai keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara, serta menyayangi sesame peserta didik; f. mencintai dan melestarikan lingkungan; g. ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, keamanan, dan ketertiban satuan pendidikan; h. ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, keamanan, dan ketertiban umum; i. menanggung biaya pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban; j. menjaga kewibawaan dan nama baik satuan pendidikan yang bersangkutan; dan k. mematuhi semua peraturan yang berlaku. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di bawah bimbingan dan keteladanan pendidik dan tenaga kependidikan, serta pembiasaan terhadap peserta didik. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. CHAPTER XI OBLIGATION OF STUDENTS (1) Article 169 Students shall: a. Take part in learning in accordance with rules of education unit by upholding academic norm and ethics; b. Perform worship in accordance with the religion he/she follows and respects worship performance of other students’ religious duties; c. Respect educator and teaching staff; d. Maintain harmony and peace to materialize social harmony; e. Love family, people, nation and state, and love their fellow students; f. Love and preserve environment; g. Take part in maintaining and keeping facilities and infrastructures, cleanliness, security and education unit order; h. Take part in maintaining and keeping facilities and infrastructures, cleanliness, security and public order; i. Bear costs of education management and organization, except those exempted from obligations; j. Keep prestige and reputation of the relevant education unit; and k. Abide by all prevailing regulations. (2) Obligations as referred to in paragraph (1) shall be performed under guidance and model of educator and teaching staff, and customary practices of the students. (3) Further provisions on obligations of student as referred to in paragraph (1) shall be regulated by the relevant education unit. BAB XII PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN CHAPTER XII STUDENT AND TEACHING STAFF Bagian Kesatu Umum Part One General Pasal 170 Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan dan program pendidikan merupakan pelaksana dan penunjang penyelenggaraan pendidikan. Article 170 Educators and teaching staff in an education unit and program shall act as executors and supports of education organization. Bagian Kedua Jenis, Tugas, dan Tanggung Jawab Part Two Type, Task and Responsibility Pasal 171 (1) Pendidik merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan (1) Article 171 Educator is a qualified teaching staff as teacher, lecturer, counselor, school teacher, tutor, instructor, facilitator, and other titles in accordance with the specialty, and participating in organizing education. 63 pendidikan. (2) Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. guru sebagai pendidik profesional mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah; b. dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, pada jenjang pendidikan tinggi; c. konselor sebagai pendidik professional memberikan pelayanan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi; d. pamong belajar sebagai pendidik professional mendidik, membimbing, mengajar, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, dan mengembangkan model program pembelajaran, alat pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran pada jalur pendidikan nonformal; e. widyaiswara sebagai pendidik professional mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik pada program pendidikan dan pelatihan prajabatan dan/atau dalam jabatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; f. tutor sebagai pendidik professional memberikan bantuan belajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran jarak jauh dan/atau pembelajaran tatap muka pada satuan pendidikan jalur formal dan nonformal; g. instruktur sebagai pendidik professional memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik pada kursus dan/atau pelatihan; h. fasilitator sebagai pendidik professional melatih dan menilai pada lembaga pendidikan dan pelatihan; i. pamong pendidikan anak usia dini sebagai pendidik profesional mengasuh, membimbing, melatih, menilai perkembangan anak usia dini pada kelompok bermain, penitipan anak dan bentuk lain yang sejenis pada jalur pendidikan nonformal; j. guru pembimbing khusus sebagai pendidik profesional membimbing, mengajar, menilai, dan mengevaluasi peserta didik berkelainan pada satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan; dan k. nara sumber teknis sebagai pendidik profesional melatih keterampilan tertentu bagi peserta didik pada pendidikan kesetaraan. Pasal 172 (1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kualifikasi akademik dan kompetensi guru dan dosen pada satuan pendidikan formal harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik selain (2) Educator as referred to in paragraph (1) shall be in charge of the following tasks and responsibilities: a. Teacher as professional educator shall educate, teach, guide, train, appraise, and evaluate educator in the early age child formal education, basic education, and secondary education; b. Lecturer as a professional educator and scientist shall transform, develop and disseminate knowledge, technology, and arts through education, research, and public dedication at university level; c. School teacher as professional educator shall provide counseling service to student at education level at basic, secondary and high education levels; d. School teacher as professional educator shall educate, guide, teach, train, appraise and evaluate student, and develop learning program model, learning device, and learning management in non-formal education lane; e. Teacher (Spokesman/woman) as professional educator shall educate, teach, and train students in an education program and pre-office and/or office in progress training held by Government and/or local government; f. Tutor as professional educator shall provide student with study assistance in long-distant learning process and/or face-to-face learning in formal and non-formal line education unit; g. Instructor as professional educator shall provide student technical at a training / course; h. Facilitator as professional educator shall train and evaluate in an education and training institute; i. Early age-child educator as professional educator shall take care, guide, train, appraise early age-child in play group, nursery and other similar types in nonformal education line; (1) (2) (3) j. Special teacher as professional educator shall guide, teach, appraise, and evaluate abnormal student in a general education unit, vocational education unit, and/or religious education unit; and k. Technical informant as professional educator shall train special skill for student in equivalency education. Article 172 Educator shall have academic and competent qualification in accordance with the prevailing laws and regulation. Academic and competent qualification of teacher and lecturer in formal education unit shall conform to the prevailing laws and regulation. Academic and competent qualification of educator other 64 guru dan dosen diatur dengan Peraturan Menteri. (4) Kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik pada jalur pendidikan nonformal diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 173 (1) Tenaga kependidikan selain pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 mencakup pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, pengembang, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi sumber belajar, tenaga administrasi, psikolog, pekerja sosial, terapis, tenaga kebersihan dan keamanan, serta tenaga dengan sebutan lain yang bekerja pada satuan pendidikan. (2) Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. pengelola satuan pendidikan mengelola satuan pendidikan pada pendidikan formal atau nonformal; b. penilik melakukan pemantauan, penilaian, dan pembinaan pada satuan pendidikan nonformal; c. pengawas melakukan pemantauan, penilaian, dan pembinaan pada satuan pendidikan formal anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah; d. peneliti melakukan penelitian di bidang pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, serta pendidikan nonformal; e. pengembang atau perekayasa melakukan pengembangan atau perekayasaan di bidang pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, serta pendidikan nonformal; f. tenaga perpustakaan melaksanakan pengelolaan perpustakaan pada satuan pendidikan; g. tenaga laboratorium membantu pendidik mengelola kegiatan praktikum di laboratorium satuan pendidikan; h. teknisi sumber belajar mempersiapkan, merawat, memperbaiki sarana dan prasarana pembelajaran pada satuan pendidikan; i. tenaga administrasi menyelenggarakan pelayanan administratif pada satuan pendidikan; j. psikolog memberikan pelayanan bantuan psikologis-pedagogis kepada peserta didik dan pendidik pada pendidikan khusus dan pendidikan anak usia dini; k. pekerja sosial pendidikan memberikan layanan bantuan sosiologis-pedagogis kepada peserta didik dan pendidik pada pendidikan khusus atau pendidikan layanan khusus; l. terapis memberikan pelayanan bantuan fisiologiskinesiologis kepada peserta didik pada pendidikan khusus; dan m. tenaga kebersihan dan keamanan memberikan pelayanan kebersihan lingkungan dan keamanan satuan pendidikan. (4) (1) (2) than teacher and lecturer shall be regulated by virtue of Regulation of Minister. Academic and competent qualification of educator in nonformal education lane shall be regulated by virtue of Regulation of Minister. Article 173 Teaching staff other than educator as referred to in Article 171 shall include education unit manager, inspector, supervisor, researcher, developer, librarian, laboratory staff, source of study technician, administrator, psychology, social worker, therapist, cleaning service and security, and experts with other terms dealing with education unit. Teaching staff as referred to in paragraph (1) shall have the following tasks and responsibilities: a. Manager of education unit shall manage education in a formal or non-formal education; b. Inspector shall monitor, evaluate and develop in a nonformal education unit; c. Supervisor shall monitor, evaluate, and develop in early age-child, basic and secondary education; d. Researcher shall do research in the sector of education in early age-child education unit, basic, secondary and high educations and non-formal education; e. Developer or engineer shall make development or engineering in the sector of early age-child unit, basic, secondary, and high and non-formal educations; f. Librarian shall manage library in an education unit; g. Laboratory staff shall help educator manage practice activity in education unit laboratory; h. Source of study technician shall prepare, treat, repair learning facilities and infrastructure in an education unit; i. j. k. Administrator shall organize administrative service in an education unit; Psychologist shall provide aids services on psychology-pedagogic to students and educators in a special education and early age-child education; Social worker of education shall provide aids service of sociologic-pedagogic to student and educator in a special education or special service education; l. Therapist shall provide aids service of physiologickinepsychologic to students in a special education; and m. Cleaning service personnel and security shall provide environmental cleaning service and security of education unit. 65 Bagian Ketiga Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan,dan Pemberhentian Pasal 174 (1) Pemerintah merencanakan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan pada satuan pendidikan secara nasional. (2) Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya merencanakan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan berdasarkan perencanaan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 175 (1) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dilaksanakan dalam rangka perluasan dan pemerataan akses pendidikan serta peningkatan mutu, daya saing, dan relevansi pendidikan. (3) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat berdasarkan perjanjian kerja dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Part Three Appointment, Placement, Movement and Termination (1) (2) (1) (2) (3) Article 174 Government shall plan requirements for educator or teaching staff which meets National Education Standard in education unit nationally. Local government in accordance with its authority shall plan requirement for educator and teaching staff meeting National Education Standard based on the planning as referred to in paragraph (1). Article 175 Appointment, placement, movement and termination of educator and teaching staff in an education unit organized by Government or local government shall be carried out in accordance with the prevailing laws and regulation. Appointment, placement, movement and termination of educator and teaching staff by Government and local government shall be implemented in the framework of expanding and equalizing access to education and quality education, competitiveness advantage, and education relevance. Appointment, placement, movement and termination of educator and teaching staff in an education unit organized by community shall be conducted by the organizer established by people based on employment agreement and pursuant to the prevailing laws and regulation. Bagian Keempat Pembinaan Karier, Promosi, dan Penghargaan Part Four Development of Career, Promotion and Awards Paragraf 1 Pembinaan Karier Paragraph 1 Development of Career Pasal 176 (1) Pemerintah mengembangkan dan menetapkan pola pembinaan karier pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib melakukan pembinaan karier pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan pola pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat wajib melakukan pembinaan karier pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya sesuai dengan pola pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Pembinaan karier pendidik dilaksanakan dalam bentuk peningkatan kualifikasi akademik dan/atau kompetensi sebagai agen pembelajaran dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. (5) Pembinaan karier tenaga kependidikan dilaksanakan dalam bentuk peningkatan kualifikasi akademik (1) (2) (3) (4) (5) Article 176 Government shall develop and stipulate career development patterns of educator and teaching staff in accordance with the prevailing laws and regulation. Government and/or local government shall conduct career development of educator and teaching staff in accordance with career development pattern as referred to in paragraph (1). Education organizer established by community shall conduct career development of educator and teaching staff in education unit organized by the same in accordance with career development pattern as referred to in paragraph (1). Career development of educator shall be conducted in the form of academic and/or competent qualification improvement as learning agent referring to National Education Standard. Career development of teaching staff shall be conducted in the form of improving academic and/or managerial and /or 66 dan/atau kompetensi manajerial dan/atau teknis sebagai tenaga kependidikan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. technical competent qualification as teaching staff referring to National Education Standard. Paragraf 2 Promosi dan Penghargaan Paragraph 2 Promotion and Awards Pasal 177 Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan. Article 177 Promotion and awards for educator and teaching staff shall be conducted based on background of education, experience, capability, and performance in education sector. Pasal 178 (1) Promosi bagi pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 diberikan dalam bentuk kenaikan pangkat/golongan, kenaikan jabatan, dan/atau bentuk promosi lain yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Promosi bagi pendidik dan tenaga kependidikan bukan pegawai negeri sipil pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilaksanakan sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga penyelenggara pendidikan serta ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 179 (1) Penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 diberikan oleh: a. Presiden atau Menteri pada tingkat nasional dan/atau internasional; b. gubernur pada tingkat provinsi; c. bupati/walikota pada tingkat kabupaten/ kota; d. camat pada tingkat kecamatan; e. kepala desa/kelurahan pada tingkat desa/kelurahan; dan f. pemimpin satuan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. (2) Penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dapat diberikan oleh masyarakat dan organisasi profesi pada tingkat internasional, nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan/atau tingkat satuan pendidikan. (3) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam bentuk: a. tanda jasa; b. promosi; c. piagam; d. uang; dan/atau e. bentuk penghargaan lainnya. Pasal 180 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan penghargaan kepada pendidik dan/atau tenaga kependidikan berdedikasi yang bertugas di daerah terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, (1) (2) (1) Article 178 Promotion for educator and teaching staff as referred to in Article 177 shall be provided in the form of promotion of rank/group, office promotion, and/or other types of promotion conducted in accordance with the prevailing laws and regulation. Promotion for educator and non-civil servant teaching staff in education unit organized by community shall be conducted in accordance with articles of association and by-laws of the education organizer and prevailing laws and regulation. Article 179 Awards for educator and teaching staff as referred to in Article 177 shall be provided by: a. President or Minister at national and/or international level; b. Governor at provincial level; c. Regent/mayor at regency/city level; d. Head sub-district at sub-district level; e. Head of village/village at village/city level; f. Leader of education unit at education unit level. (2) Award for educator and teaching staff may be provided by community and profession organization at international, national, province, regency/municipality, sub-district, village levels and/or education unit level. (3) Award as referred to in paragraphs (1) and (2) shall be provided in accordance with the prevailing laws and regulation in the form of: a. Merit; b. Promotion; c. Charter; d. Money; and/or e. Other forms awards (1) Article 180 Government or local government shall provide awards to the dedicated educator and/or teaching staff assigned in remote areas or underdeveloped regions, traditional people life in the remote area, border area with other countries, area hit by natural disaster, social disaster, underdeveloped region, or area in other emergency 67 bencana sosial, daerah tertinggal, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain. (2) Pemerintah memberikan penghargaan kepada pendidik dan/atau tenaga kependidikan yang berhasil menulis buku teks pelajaran dan/atau menemukan teknologi pembelajaran baru yang bermutu menurut penilaian Kementerian. (3) Pemerintah memberikan penghargaan kepada pendidik dan/atau tenaga kependidikan yang menghasilkan penelitian yang bermutu menurut penilaian Kementerian. (4) Pendidik atau tenaga kependidikan yang gugur dalam melaksanakan tugas memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau penyelenggara satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. regions. (2) Government shall provide awards to educator and/or teaching staff that are successful in writing a learning text book and/or invent the quality new learning technology/ method according to evaluation of the Ministry. (3) Government shall provide award to educator and/or teaching staff producing high quality research according to evaluation of the Ministry. (4) An educator or teaching staff who dies in performing tasks shall obtain award from Government, local government, and/or organizer of education unit in accordance with the prevailing laws and regulation. Bagian Keempat Larangan Part Four Prohibition Pasal 181 Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang: a. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan; b. memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik di satuan pendidikan; c. melakukan segala sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang menciderai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik; dan/atau d. melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Article 181 No educator and teaching staff, both individually and collectively, shall be allowed to: a. Sell textbook, materials, material equipment, uniform, or uniform materials in education unit; BAB XIII PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN CHAPTER XIII ESTABLISHMENT OF EDUCATION UNIT Pasal 182 (1) Pendirian program atau satuan pendidikan pendidikan anak usia dini formal, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi wajib memperoleh izin Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk TK, SD, SMP, SMA, dan SMK, yang memenuhi standar pelayanan minimum sampai dengan Standar Nasional Pendidikan, diberikan oleh bupati/walikota. (3) Izin pengembangan SD, SMP, SMA, dan SMK, yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan menjadi satuan dan/atau program pendidikan bertaraf internasional diberikan oleh Menteri. (4) Izin pengembangan SD, SMP, SMA, dan SMK, yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan menjadi satuan dan/atau program pendidikan berbasis keunggulan lokal, diberikan oleh bupati/walikota. (5) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan pendidikan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diberikan oleh gubernur. (6) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) b. Levy charges in providing study guidance or course to student at education unit; c. Take any good actions both directly and indirectly harming integrity of student evaluation; and/or d. Charge student both directly and indirectly in contradiction with the prevailing laws and regulation. (1) (2) (3) (4) (5) (6) Article 182 Establishment of program or formal early age-child education, basic, secondary and high education shall obtain permit of Government or local government in accordance with the authority. Establishment permit as referred to in paragraph (1) for TK, SD, SMP, SMA, and SMK, meeting minimum service standard through National Education Standard shall be provided by regent/mayor. Permits to develop SD, SMP, SMA, and SMK, meeting National Education Standard to unit and/or international based education program shall be provided by Minister. Development permit of SD, SMP, SMA, and SMK, meeting National Education Standard to become a local advantage based education unit/program shall be provided by regent/mayor. Establishment permit as referred to in paragraph (1) for a special education unit in basic and secondary level shall be provided by governor. Establishment permitt as referred to in paragraph (1) for 68 untuk RA, MI, MTs, MA, MAK, dan pendidikan keagamaan dikeluarkan oleh Menteri Agama. (7) Izin pengembangan RA, MI, MTs, MA, MAK, dan pendidikan keagamaan menjadi satuan dan/atau program pendidikan bertaraf internasional atau berbasis keunggulan lokal dikeluarkan oleh Menteri Agama. (8) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk program studi pada perguruan tinggi umum diberikan oleh Menteri. (9) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk program studi pada perguruan tinggi keagamaan diberikan oleh Menteri Agama. (10) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan pendidikan Indonesia di luar negeri diberikan oleh Menteri. (11) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pemberian izin satuan pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (10) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 183 (1) Pemerintah dapat menyelenggarakan satuan dan/atau program pendidikan yang bertaraf internasional sesuai dengan kebutuhan. (2) Izin pendirian satuan dan/atau program pendidikan yang bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri. Pasal 184 (1) Syarat-syarat pendirian satuan pendidikan formal meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan. (2) Syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan dalam Standar Nasional Pendidikan. (3) Selain syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian satuan pendidikan harus melampirkan: a. hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan formal dari segi tata ruang, geografis, dan ekologis; b. hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan formal dari segi prospek pendaftar, keuangan, sosial, dan budaya; c. data mengenai perimbangan antara jumlah satuan pendidikan formal dengan penduduk usia sekolah di wilayah tersebut; d. data mengenai perkiraan jarak satuan pendidikan yang diusulkan di antara gugus satuan pendidikan formal sejenis; e. data mengenai kapasitas daya tampung dan lingkup jangkauan satuan pendidikan formal sejenis yang ada; dan f. data mengenai perkiraan pembiayaan untuk kelangsungan pendidikan paling sedikit untuk 1 (satu) tahun akademik berikutnya. (4) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh kementerian lain atau lembaga pemerintah (7) RA, MI, MTs, MA, MAK, and religion education shall be issued by Minister of Religion. Establishment permitt of RA, MI, MTs, MA, MAK, and religion international based education program or local advantage shall be issued by Minister of Religious Affairs. (8) Establishment permit as referred to in paragraph (1) for study program in public university shall be provided by Minister. (9) Establishment permit as referred to in paragraph (1) for study program in university of theology shall be provided by Minister of Religious Affairs. (10) Establishment permit as referred to in paragraph (1) for Indonesian education unit abroad shall be provided by Minister. (11) Further provisions on procedures for granting permit of formal education unit as referred to in paragraph (1) through paragraph (10) shall be provided for in Regulation of Minister. (1) (2) (1) (2) (3) Article 183 Government may organize international based unit and/or education program as needed. Establishment permit of international based unit and/or education program as referred to in paragraph (1) shall be provided by Minister. Article 184 Requirements for establishment of a formal education unit include contents of education, number and qualification of educator and teaching staff, education facilities and infrastructure, education financing, evaluation and certification system, and management and education process as well. Requirements as referred to in paragraph (1) shall refer to the provisions in National Education Standard. Apart from requirements as referred to in paragraph (1), establishment of education unit shall attach: a. Result of feasibility study on prospect of establishing formal education unit in view of spatial plan, geography, and ecology; b. Result of feasibility study on prospect of establishing formal education unit in view of registrar prospect, financial, social and culture; c. Data on balancing between total number of formal education unit with school-age people in the region; d. Data on estimated distance of education unit proposed amongst groups of similar formal education unit; e. Data on capacity and scope of similar formal education reach; and f. (4) Data on estimated financing for maintaining education at least for 1 (one) academic year to come. Higher education unit organized by other ministries or nonministry government agency, in addition to meeting the 69 nonkementerian, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus pula memenuhi persyaratan: a. memiliki program-program studi yang diselenggarakan secara khas terkait dengan tugas dan fungsi kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang bersangkutan; dan b. adanya undang-undang sektor terkait yang menyatakan perlu diadakannnya pendidikan yang diselenggarakan secara khas terkait dengan tugas dan fungsi kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang bersangkutan. (5) Persyaratan dan tata cara pendirian program studi pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 185 (1) Pendirian satuan pendidikan nonformal wajib memperoleh izin dari pemerintah kabupaten/kota. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat-syarat pendirian dan tata cara pemberian izin satuan pendidikan nonformal diatur dengan Peraturan Menteri. requirements as referred to in paragraphs (2) and (3) shall also meet the following requirements: a. in possession of study programs typically organized related to tasks and functions of the ministry or nonministry or the relevant non-ministry government agency; and b. the existence of the relevant sector Law stating the necessity of education organized typically related to the tasks and functions of ministry or the non-relevant ministry government agency. (5) (1) (2) BAB XIV PERAN SERTA MASYARAKAT Part one General Article 186 Community may participate in organizing education through various public components, community based education, board of education, and school/madrasah committee. Bagian Kedua Fungsi Pasal 187 Peran serta masyarakat dalam pendidikan berfungsi memperbaiki akses, mutu, daya saing, relevansi, tata kelola, dan akuntabilitas pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Part Two Function Article 187 Public participation in education shall function to recover access, quality, competitiveness advantage, relevance, management, and accountability for management and organization of education. Bagian Ketiga Komponen Peran Serta Masyarakat Pasal 188 (1) Peran serta masyarakat meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan dalam bentuk: a. penyediaan sumber daya pendidikan; b. penyelenggaraan satuan pendidikan; c. penggunaan hasil pendidikan; d. pengawasan penyelenggaraan pendidikan; Article 185 Establishment of non-formal education unit shall obtain permit from regency/municipal government. Further provisions on requirements for establishment and procedures for the issuance of permitt of non-formal education unit shall be provided for by virtue of Regulation of Minister. CHAPTER XIV PUBLIC PARTICIPATION Bagian Kesatu Umum Pasal 186 Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan melalui berbagai komponen masyarakat, pendidikan berbasis masyarakat, dewan pedidikan, dan komite sekolah/madrasah. Requirements and procedures for establishment of study program at national university and private university shall be conducted based on the provisions provided for by virtue of Regulation of Minister. Part Three Components of Public Participation (1) (2) Article 188 Public participation shall include role and individual, group, family, professional organization, entrepreneur, and public organization in organizing and exercising control over education service quality. Public participation as referred to in paragraph (1) may become a source, executor, and user of education results in the form of: a. providing source of education; b. organizing education unit; c. using education unit; d. controlling over education organization; 70 e. pengawasan pengelolaan pendidikan; f. pemberian pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada pemangku kepentingan pendidikan pada umumnya; dan/atau g. pemberian bantuan atau fasilitas kepada satuan pendidikan dan/atau penyelenggara satuan pendidikan dalam menjalankan fungsinya. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e tidak termasuk pemeriksaan yang menjadi kewenangan otoritas pengawasan fungsional. (4) Peran serta masyarakat secara khusus dalam pendidikan dapat disalurkan melalui: a. dewan pendidikan tingkat nasional; b. dewan pendidikan tingkat provinsi; c. dewan pendidikan tingkat kabupaten/kota; d. komite sekolah/madrasah; dan/atau e. organ representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan. (5) Organisasi profesi dapat berperan serta dalam pendidikan melalui: a. pengendalian mutu pendidikan profesi; b. pemberian pertimbangan kurikulum program studi sarjana atau diploma empat yang lulusannya berpotensi melanjutkan pada pendidikan profesi; c. pemberian pertimbangan kurikulum program studi kejuruan atau vokasi yang relevan; d. uji kompetensi dan sertifikasi kompetensi yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan; e. akreditasi program studi atau satuan pendidikan; dan/atau f. peran lain yang relevan dengan keprofesiannya. e. controlling over education management; f. providing consideration in decision-making impacting on stakeholder of general education; and/or (3) (4) (5) Bagian Keempat Pendidikan Berbasis Masyarakat Pasal 189 (1) Pendidikan berbasis masyarakat dapat dilaksanakan pada satuan pendidikan formal dan/atau nonformal pada semua jenjang dan jenis pendidikan. (2) Masyarakat dapat menyelenggarakan satuan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan/atau nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Pasal 190 (1) Kurikulum satuan pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 memenuhi Standar Nasional Pendidikan. (2) Satuan pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 dapat mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan agama atau lingkungan sosial dan budaya masing-masing. Pasal 191 (1) Pengelolaan dan penyelenggaraan satuan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Penyelenggara satuan pendidikan berbasis masyarakat dapat mengembangkan pola g. providing assistance or facilities to education unit and/or organizer of education unit in performing the functions. Supervision as referred to in paragraph (2) items d and e shall exclude inspection being the authority of functional supervision. Specifically, public participation in education may be distributed through: a. National education board; b. Provincial education board; c. Regency/municipal education board; d. School/madrasah committee; and/or e. Stakeholder representative organ of education unit. Professional organization may participate in education through: a. Control over profession education quality; b. Provision of curriculum consideration of scholar study program or diploma four (IV) whose graduates are potentially able to continue to profession education; c. Provision of curriculum consideration of the relevant vocational study program or vacation; d. Competency test and competency certification implemented by education unit; e. Accreditation of study program or education unit; and/or f. Other relevant roles with the profession. Part Four Community Based Education (1) (2) (1) (2) (1) (2) Article 189 Community based education may be conducted in formal and/or non-formal education unit in all stages and kinds of education. Community may organize community based education unit in formal and/or non-formal education in accordance with special characteristics of religion, social environment, and culture for public purposes. Article 190 Curriculum of community based education unit as referred to in Article 189 shall meet National Education Standard. Community based education unit as referred to in Article 189 may develop a curriculum in accordance with special characteristics of religion or social environment and culture respectively. Article 191 Management and organization of community based education unit in formal and non-formal education shall be conducted in accordance with the prevailing laws and regulation. Organizer of community based education unit may develop organization pattern of education unit in accordance with 71 penyelenggaraan satuan pendidikan sesuai dengan kekhasan agama atau sosial budaya masing-masing. (3) Penyelenggara satuan pendidikan berbasis masyarakat dapat mengembangkan pola pengelolaan satuan pendidikan sesuai dengan kekhasan agama atau sosial budaya masing-masing. (3) Bagian Kelima Dewan Pendidikan Pasal 192 (1) Dewan pendidikan terdiri atas Dewan Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan Provinsi, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/ Kota. (2) Dewan pendidikan berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. (3) Dewan pendidikan menjalankan fungsinya secara mandiri dan profesional. (4) Dewan pendidikan bertugas menghimpun, menganalisis, dan memberikan rekomondasi kepada Menteri, gubernur, bupati/walikota terhadap keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan. (5) Dewan pendidikan melaporkan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada masyarakat melalui media cetak, elektronik, laman, pertemuan, dan/atau bentuk lain sejenis sebagai pertanggungjawaban publik. (6) Anggota dewan pendidikan terdiri atas tokoh yang berasal dari: a. pakar pendidikan; b. penyelenggara pendidikan; c. pengusaha; d. organisasi profesi; e. pendidikan berbasis kekhasan agama atau sosialbudaya; dan f. pendidikan bertaraf internasional; g. pendidikan berbasis keunggulan lokal; dan/atau h. organisasi sosial kemasyarakatan. (7) Rekrutmen calon anggota dewan pendidikan dilaksanakan melalui pengumuman di media cetak, elektronik, dan laman. (8) Masa jabatan keanggotaan dewan pendidikan adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. (9) Anggota dewan pendidikan dapat diberhentikan apabila: a. mengundurkan diri; b. meninggal dunia; c. tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap; atau d. dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (10) Susunan kepengurusan dewan pendidikan sekurangkurangnya terdiri atas ketua dewan dan sekretaris. (11) Anggota dewan pendidikan berjumlah gasal. (12) Ketua dan sekretaris sebagaimana dimaksud pada special characteristic of religion or socio-culture respectively. Organizer of community based education unit may develop pattern of managing education unit in accordance with special characteristics of religion or socio-culture respectively. Part Five Education Board (1) (2) (3) (4) Article 192 Education board consists of National Education Board, Provincial Education Board, and Regency/Municipal Education Board. Education board functions for improving education service quality by providing consideration, briefing and support of energy, facilities and infrastructures, and control for education at national, provincial, and regency/municipality level. Education board shall carry out the function independently and professionally. Education board is in charge of collecting, analyzing, and providing recommendation to Minister, governor, regent/mayor towards complaint, recommendation, critics and public aspiration towards education. (5) Education board shall report performance of tasks as referred to in paragraph (4) to community through printed media, electronic, laman, meeting, and/or other similar types for public accountability. (6) Members of education board consist of the figures coming from: a. Education expert; b. Education organizer; c. Entrepreneur; d. Profession organization; e. Special characteristic of religion or socio-culture based education; and f. International based education; g. Local advantage based education; and/or h. Public social organization. Recruitment of candidate members of education board shall be conducted through announcement in printed media, electronic and laman. Tenor of education board membership shall be 5 (five) years and may be re-elected for 1 (one) term of office. (7) (8) (9) Member of education board may be terminated in case of: a. Resignation; b. Demise; c. Failure to perform tasks due to permanent disability; or d. Sentenced on crimel due to committing criminal act based on ruling of the court that has already obtained permanent legal force. (10) Structure of education board management shall at least consist of chairman of board and secretary. (11) Member of education board shall have odd amount. (12) Chairman and secretary as referred to in paragraph (7) 72 ayat (7) dipilih dari dan oleh para anggota secara musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara. (13) Pendanaan dewan pendidikan dapat bersumber dari: a. Pemerintah; b. pemerintah daerah; c. masyarakat; d. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau e. sumber lain yang sah. Pasal 193 (1) Dewan Pendidikan Nasional berkedudukan di ibukota negara. (2) Anggota Dewan Pendidikan Nasional ditetapkan oleh Menteri. (3) Anggota Dewan Pendidikan Nasional paling banyak berjumlah 15 (lima belas) orang. (4) Menteri memilih dan menetapkan anggota Dewan Pendidikan Nasional atas dasar usulan dari panitia pemilihan anggota Dewan Pendidikan Nasional yang dibentuk oleh Menteri. (5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengusulkan kepada Menteri paling banyak 30 (tiga puluh) orang calon anggota Dewan Pendidikan Nasional setelah mendapatkan usulan dari: a. organisasi profesi pendidik; b. organisasi profesi lain; atau c. organisasi kemasyarakatan. Pasal 194 (1) Dewan Pendidikan Provinsi berkedudukan di ibukota provinsi. (2) Anggota Dewan Pendidikan Provinsi ditetapkan oleh gubernur. (3) Anggota Dewan Pendidikan Provinsi berjumlah paling banyak 13 (tiga belas) orang. (4) Gubernur memilih dan menetapkan anggota Dewan Pendidikan Provinsi atas dasar usulan dari panitia pemilihan anggota Dewan Pendidikan Provinsi yang dibentuk oleh gubernur. (5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengusulkan kepada gubernur paling banyak 26 (dua puluh enam) orang calon anggota Dewan Pendidikan Provinsi setelah mendapatkan usulan dari: a. organisasi profesi pendidik; b. organisasi profesi lain; atau c. organisasi kemasyarakatan. Pasal 195 (1) Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota berkedudukan di ibukota kabupaten/kota. (2) Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota ditetapkan oleh bupati/walikota. (3) Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang. (4) Bupati/walikota memilih dan menetapkan anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota atas dasar usulan dari panitia pemilihan anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota yang dibentuk oleh bupati/walikota. (5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengusulkan kepada bupati/walikota paling banyak 22 (dua puluh dua) orang calon anggota Dewan shall be elected from and by the members by meeting and deliberation or through voting. (13) Funding of education board may originate from: a. Government; b. Local government; c. People; d. Aids of non-binding foreign party; and/or e. Other valid sources. (1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (5) Article 193 National Education Board domiciled in state capital. Member of National Education Board shall be designated by Minister. Member of National Education Board shall numbers 15 (fifteen) people at the most. Minister shall select and stipulate members of National Education Board based on proposal from selection committee of member of National Education Board formed by the Minister. Selection committee as referred to in paragraph (4) shall propose to the Minister at most 30 (thirty) candidates members of National Education Board after getting proposal from: a. Organization of educator profession; b. Organization of other professions or c. Public organization. Article 194 Provincial Education Board domiciled in provincial capital. Member of Provincial Education Board shall be designated by Governor. Member of Provincial Education Board shall at most amount 13 (thirteen) people. Minister shall select and designate members of Provincial Education Board based on proposal from selection committee of member of Provincial Education Board formed by the governor. Selection committee as referred to in paragraph (4) shall propose to the governor at most 26 (twenty six) candidates members of Provincial Education Board after getting proposal from: a. Organization of educator profession; b. Organization of other professions or c Public organization. Article 195 Regency/Municipal Education Board domiciled in regency/municipal capital. Member of Regency/Municipal Education Board shall be designated by regent/mayor. Member of Regency/Municipal Education Board shall at most amount 11 (eleven) people. Regent/mayor shall select and stipulate members of Regency/Municipal Education Board based on proposal from selection committee of member of Regency/Municipal Education Board formed by regent/mayor. Selection committee as referred to in paragraph (4) shall propose to the Minister at most 22 (twenty two) candidates members of Regency/Municipal Education Board after 73 Pendidikan Kabupaten/Kota setelah usulan dari: a. organisasi profesi pendidik; b. organisasi profesi lain; atau c. organisasi kemasyarakatan. mendapatkan getting proposal from: a. Organization of educator profession; b. Organization of other professions or c. Public organization. Bagian Keenam Komite Sekolah/Madrasah Pasal 196 (1) Komite sekolah/madrasah berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. (2) Komite sekolah/madrasah menjalankan fungsinya secara mandiri dan profesional. (3) Komite sekolah/madrasah memperhatikan dan menindaklanjuti terhadap keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap satuan pendidikan. (4) Komite sekolah/madrasah dibentuk untuk 1 (satu) satuan pendidikan atau gabungan satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (5) Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik kurang dari 200 (dua ratus) orang dapat membentuk komite sekolah/madrasah gabungan dengan satuan pendidikan lain yang sejenis. (6) Komite sekolah/madrasah berkedudukan di satuan pendidikan. (7) Pendanaan komite sekolah/madrasah dapat bersumber dari: a. Pemerintah; b. pemerintah daerah; c. masyarakat; d. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau e. sumber lain yang sah. Pasal 197 (1) Anggota komite sekolah/madrasah berjumlah paling banyak 15 (lima belas) orang, terdiri atas unsur: a. orang tua/wali peserta didik paling banyak 50% (lima puluh persen); b. tokoh masyarakat paling banyak 30% (tiga puluh persen); dan c. pakar pendidikan yang relevan paling banyak 30% (tiga puluh persen). (2) Masa jabatan keanggotaan komite sekolah/madrasah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. (3) Anggota komite sekolah/madrasah dapat diberhentikan apabila: a. mengundurkan diri; b. meninggal dunia; atau c. tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap; d. dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (4) Susunan kepengurusan komite sekolah/madrasah terdiri atas ketua komite dan sekretaris. (5) Anggota komite sekolah/madrasah dipilih oleh rapat Part Six School/Madrasah Committee (1) (2) (3) (4) (5) Article 196 School/madrasah is functioning for improving education service quality by providing consideration, briefing and personnel support, facilities and infrastructure, and control over education at education unit level. School/madrasah shall carry out the function independently and professionally. School/madrasah shall pay attention to and follow up complaints, recommendations, critics and public aspiration for education unit. School/madrasah shall be formed for 1 (one) education unit or combined formal education unit at basic and secondary education level. Education unit having students less than 200 (two hundred) persons may form joint School/madrasah with other similar education units. (6) School/madrasah domiciled at education unit. (7) Funding of school/madrasah committee may originate from: a. Government; b. Local government; c. People; d. Aids of non-binding foreign party; and/or e. Other valid sources. (1) Article 197 Member of school/madrasah committee is at most 15 (fifteen) persons consisting of the following elements: a. Parents/guardian of student at most 50% (fifty percent); b. Public figure at most 30% (thirty percent); and c. (2) (3) (4) (5) The relevant education expert at most 30% (thirty percent). Tenor of school/madrasah committee membership shall be 3 (three) years and may be re-elected for 1 (one) time of tenor. Member of school/madrasah committee may be terminated for the following reasons : a. Resignation; b. Demise; or c. Failure to perform tasks due to permanent disability; d. Imposition on criminal due to committing criminal actions based on ruling of court already obtained permanent force of laws. Structure of school/madrasah committee membership consists of chairman of committee and secretary. Members of school/madrasah committee shall be elected 74 orangtua/wali peserta didik satuan pendidikan. (6) Ketua komite dan sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dipilih dari dan oleh anggota secara musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara. (7) Anggota, sekretaris, dan ketua komite madrasah ditetapkan oleh kepala sekolah. sekolah/ (6) (7) by meeting of parents/guardian of student of education unit. Chairman of committee and secretary as referred to in paragraph (4) shall be selected from and by members on the amicable basis or through voting. Members, secretary, and chairman of school/madrasah committee shall be stipulated by headmaster. Bagian Ketujuh Larangan Part Seven Prohibition Pasal 198 Dewan pendidikan dan/atau komite sekolah/madrasah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang: a. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan; b. memungut biaya bimbingan belajar atau les dari peserta didik atau orang tua/walinya di satuan pendidikan; c. mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara langsung atau tidak langsung; d. mencederai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru secara langsung atau tidak langsung; dan/atau e. melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas satuan pendidikan secara langsung atau tidak langsung. Article 198 No education board and/or school/madrasah committee, both individually and collectively, shall be allowed to: a. Sell textbook, materials, material equipment, uniform, or uniform materials in education unit; b. Levy charges in providing study guidance or course from students or their parents/guardian at education unit; c. Default integrity of student’s evaluation result both directly and indirectly; Default integrity of new student’s selection both directly and indirectly Carry out other activities defaulting integrity of education unit both directly and indirectly. d. e. CHAPTER XV SUPERVISION BAB XV PENGAWASAN Pasal 199 (1) Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. (2) Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 200 (1) Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan mencakup pengawasan administratif dan teknis edukatif yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah melaksanakan: a. pengawasan secara nasional terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan tinggi; b. pengawasan secara nasional terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang menjadi kewenangannya; c. pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan Indonesia di luar negeri; d. koordinasi pengawasan secara nasional terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah; dan e. pengawasan terhadap penggunaan dana Anggaran (1) (2) (1) (2) Article 199 Supervision over management and organization of education shall be conducted by Government, local government, education board and school/madrasah committee. Supervision over education management and organization as referred to in paragraph (1) shall be conducted pursuant to the prevailing laws and regulation. Article 200 Supervision over education management and organization includes administrative and technical-education supervisions conducted in accordance with the prevailing laws and regulation. Government shall implement: a. National supervision over higher education management and organization; b. National supervision towards early age-child education, basic education and secondary education under its authority; c. Supervision over Indonesian education management and organization abroad; d. National supervision coordination towards education management and organization in all lanes, stages and type of education under authority of local government; and e. Supervision over the use of funds of National 75 Pendapatan Belanja Negara oleh pemerintah daerah untuk pendidikan. (3) Pemerintah provinsi melaksanakan: a. pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang dirintis untuk menjadi bertaraf internasional; b. pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dan layanan khusus; dan c. koordinasi pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota; (4) Pemerintah provinsi melakukan pembinaan terhadap pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas koordinasi pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten atau kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c. (5) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal di wilayah yang menjadi kewenangannya. Pasal 201 (1) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, sesuai dengan kewenangan masingmasing, menindaklanjuti pengaduan masyarakat tentang penyimpangan di bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk klarifikasi, verifikasi, atau investigasi apabila: a. pengaduan disertai dengan identitas pengadu yang jelas; dan b. pengadu memberi bukti adanya penyimpangan. Pasal 202 (1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 dapat dilakukan dalam bentuk pemeriksaan umum, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan khusus, pemeriksaan tematik, pemeriksaan investigatif, dan/atau pemeriksaan terpadu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada instansi atau lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan oleh lembaga pengawasan fungsional yang memiliki kewenangan dan kompetensi pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 203 Dalam melaksanakan klarifikasi, verifikasi, atau investigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (2) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah (3) Revenues and Expenditures Budget by local government for education. Provincial government shall carry out: a. Supervision over management and organization of international based education unit or pioneered to become an international standard education unit; b. Supervision over management and organization of special education and unit and service; and c. (4) (5) (1) (2) (1) Coordination of supervision for management and organization of early age-child education, basic and secondary education under authority of regency/municipality; Provincial government shall coach school supervisors in performing their tasks of the supervision coordination over management and organization of early age-child education, basic education and secondary education under authority of regency and or municipal authority as referred to in paragraph (3) item c. Regency/municipal government shall conduct supervision towards management and organization of early age-child education, basic education, secondary education and nonformal education under authority of the regency/municipal government. Article 201 Government, provincial government and regency/municipal government, in accordance with their respective authority, shall follow up public complaints on deviation in the field of education in accordance with the prevailing laws and regulation. Follows-up as referred to in paragraph (1) shall be conducted in the form of clarification, verification, or investigation in case of: a. complaints accompanied with clear identity of complainant; and b. complainant shall provide evidence on any deviation. Article 202 Supervision as referred to in Article 199 may be conducted in the form of general, performed, special, thematic, investigative and/or integrated inspections in accordance with the prevailing laws and regulation. (2) Result of supervision as referred to paragraph (1) shall be reported to agency or institute in accordance with the prevailing laws and regulation. (3) Inspection as referred to in paragraph (1) shall only be conducted by functional supervision agency having authority and competency of the inspection in accordance with the prevailing laws and regulation. Article 203 In conducting clarification, verification, or investigation as referred to in Article 201 paragraph (2), Government, provincial government, and regency/municipal government may appoint an 76 kabupaten/kota dapat menunjuk lembaga pemeriksaan independen. Pasal 204 (1) Dewan pendidikan melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. (2) Hasil pengawasan oleh Dewan Pendidikan Nasional dilaporkan kepada Menteri. (3) Hasil pengawasan oleh Dewan Pendidikan Provinsi dilaporkan kepada gubernur. (4) Hasil pengawasan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dilaporkan kepada bupati/ walikota. Pasal 205 (1) Komite sekolah/madrasah melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. (2) Hasil pengawasan oleh komite sekolah/madrasah dilaporkan kepada rapat orang tua/ wali peserta didik yang diselenggarakan dan dihadiri kepala sekolah/madrasah dan dewan guru. independent examining institution. (1) (2) (3) (4) (1) (2) BAB XVI SANKSI Pasal 206 Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat menutup satuan pendidikan dan/atau program pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 dan Pasal 185 ayat (1). Pasal 207 Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan sanksi administratif berupa peringatan, penggabungan, penundaan atau pembatalan pemberian sumber daya pendidikan kepada satuan pendidikan, pembekuan, penutupan satuan pendidikan dan/atau program pendidikan yang melaksanakan pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 69 ayat (4), Pasal 71 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72, Pasal 81 ayat (6), Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 122 ayat (1), Pasal 131 ayat (5), Pasal 162 ayat (2), dan Pasal 184. Pasal 208 (1) Perseorangan atau kelompok anggota sivitas akademika perguruan tinggi yang melaksanakan kebebasan akademik dan/atau otonomi keilmuan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92, dikenai sanksi administratif oleh pemimpin perguruan tinggi yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Dalam hal pemimpin perguruan tinggi tidak mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mengenakan sanksi kepada pelanggar dan kepada pejabat yang tidak mengenakan Article 204 Education board shall exercise supervision towards management and organization of education at national, province, regency/municipality. Supervision results by National Education Board shall be reported to the Minister. Supervision results by Provincial Education Board shall be reported to the governor. Supervision results by Regency/Municipal Education Board shall be reported to regent/mayor. Article 205 School/madrasah committee shall exercise supervision towards management and organization of education at education unit level. Supervision results by school/madrasah committee shall be reported to parents/guardian of student in the presence of and attended by headmaster/madrasah and teacher board. CHAPTER XVI SANCTION Article 206 Government and/or local government in accordance with their authority may close education unit and/or education program organizing any education without permit as referred to in Articles 182 and 185 paragraph (1). Article 207 Government and/or local government in accordance with their authority may impose an administrative sanction in the forms of warning, combination, delay or cancellation to provide source of education to education unit, freezing, closure of education unit and/or education program implementing the education not in accordance with the provisions as referred to in Articles 51, 53, 54, 55, 57, 58, 69 paragraph (4), Article 71 paragraph (2) and paragraph (3), Articles 72, 81 paragraph (6), Article 95 paragraphs (1) and (2), Article 122 paragraph (1), Article 131 paragraph (5), Article 162 (2), and Article 184. (1) (2) Article 208 Individual or group of civitas academia (community of scholars) of university implementing academic and/or science autonomy violating the provisions as referred to in Articles 91 and 92, shall be subject to administrative sanction by chairman of the relevant university in accordance with the prevailing laws and regulation. In the event that the chairman of university fails to impose sanction as referred to in paragraph (1), Minister may impose sanction to the breaker and the officials who fail to impose sanction as referred to in paragraph (1), in 77 sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Perguruan tinggi atau unit dari perguruan tinggi yang melaksanakan kebebasan akademik dan/atau otonomi keilmuan, baik disengaja maupun tidak disengaja, yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 91 dan Pasal 92, dikenai sanksi administratif oleh Pemerintah berupa teguran tertulis, penggabungan, pembekuan, penutupan, dan/atau dicabut izin penyelenggaraannya. (4) Pemerintah dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis, penggabungan, pembekuan, dan/atau penutupan perguruan tinggi yang melaksanakan dharma perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. accordance with the prevailing laws and regulation. (3) University or unit from the university exercising their academic freedom and/or science autonomy, both intentionally and unintentionally, violating provisions as regulated in Articles 92 and 92, shall be subject to administrative sanction by Government in the form of written admonition, combination, freezing, closing, and/or revocation of the permit of the organization. (4) Government may impose an administrative sanction in the form of written admonition, combination, freezing, and/or closing to a university carrying out university association which is inappropriate with the provisions as provided in this Government Regulation. Pasal 209 Peserta didik yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan, skorsing, dan/atau dikeluarkan dari satuan pendidikan oleh satuan pendidikan. Article 209 Students who do not carry out obligation as referred to in Article 147 paragraph (1) shall be subject to administrative sanction in the forms of warning, suspension, and/or issued by education unit by education unit. Pasal 210 Perseorangan, kelompok, atau organisasi, yang menyelenggarakan pendidikan nonformal baik disengaja maupun tidak disengaja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 sampai dengan Pasal 115 dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, penggabungan, pembekuan, dan/atau penutupan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Article 210 Individual, group, or organization, carrying out non-formal education both intentionally and unintentionally in violation of the provisions as referred to in Article 103 up to Article 115 may be subject to administrative sanction in the forms of written admonition, combination, freezing, and/or closing from Government and/or local government. Pasal 211 Satuan pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2), Pasal 122, dan Pasal 123 dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, penggabungan, pembekuan, dan/atau penutupan oleh Menteri. Pasal 212 (1) Pendidik yang melalaikan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (2) tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Tenaga kependidikan yang melalaikan tugas dan/atau kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (2) tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Pendidik atau tenaga kependidikan pegawai negeri sipil yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Pendidik atau tenaga kependidikan bukan pegawai negeri sipil yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 ayat (3) dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja Article 211 Long distance education unit, which fails to meet the requirements as referred to in Article 119 paragraph (2), and Article 123 shall be subject to administrative sanction in the forms of written admonition, combination, freezing, and/or closing by the Minister. (1) Article 212 Students neglecting tasks and responsibilities as referred to in Article 171 paragraph (2) without reasons that can be accounted for shall be subject to administrative sanction in accordance with the prevailing laws and regulation. (2) Teaching staff neglecting tasks and/or obligations as referred to in Article 173 paragraph (2) without reasons that can be accounted for shall be subject to administrative sanctions in accordance with the prevailing laws and regulation. (3) Educator or teaching staff of civil servant violating the provisions as referred to in Article 181 shall be subject to administrative sanction in accordance with the prevailing laws and regulation. (4) Educator or non-civil servant teaching staff violating provisions as referred to in Article 175 paragraph (3) shall be subject to sanction in accordance with employment 78 bersama dan ketentuan peraturan perundangundangan. (5) Penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan masyarakat yang melalaikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 ayat (1), Pasal 47, dan Pasal 48 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis pertama, kedua, dan ketiga, apabila tidak diindahkan dilakukan pembekuan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Seseorang yang mengangkat, menempatkan, memindahkan, atau memberhentikan pendidik atau tenaga kependidikan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 tanpa alasan yang sah, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat, dan/atau pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya. Pasal 213 (1) Satuan pendidikan yang melanggar ketentuan tentang penyelenggaraan pendidikan: a. bertaraf internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1) dan Pasal 154; atau b. berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (2) dan Pasal 158 ayat (1); dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama, kedua, dan ketiga, penundaan atau penghentian subsidi hingga pencabutan izin oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diadakan pembinaan paling lama 3 (tiga) tahun oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pasal 214 (1) Penyelenggaraan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh perwakilan negara asing atau lembaga pendidikan asing yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 160 dan Pasal 161 ayat (2) sampai dengan ayat (8) dikenai sanksi oleh Menteri berupa teguran tertulis dan/atau penutupan satuan pendidikan. (2) Satuan pendidikan negara lain yang menyelenggarakan pendidikan bekerja sama dengan satuan pendidikan di Indonesia yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (2) dan Pasal 163 ayat (2) dikenai sanksi administrative berupa teguran tertulis, pembekuan, dan/atau penutupan satuan pendidikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Satuan pendidikan Indonesia yang melaksanakan kerja sama pengelolaan dengan satuan pendidikan negara lain yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (2), Pasal 166 ayat agreement or collective employment agreement and laws and regulation. (5) Organizer of education conducted by community neglecting the provisions as referred to in Article 40 paragraph (3), Articles 41, 42, 43, 44 paragraph (1), Article 45 paragraph (1), Article 46 paragraph (1), Article 47, and Article 48 paragraph (1) shall be subject to administrative sanction in the forms of the first, second, and third written warning, freezing will be made by Government or local government under their authority in accordance with the prevailing laws and regulation. (6) A person who appoints, places, moves or terminates educator or teaching staff in contradiction to the provisions as referred to in Article 175 without valid reasons, shall be subject to administrative sanction in the form of written admonition, delayed increase of periodical salary, delayed increase of rank, release from position, honorable termination, and/or dishonorable termination. (1) (2) (1) (2) (3) Article 213 Education unit violating provisions on organization of education: a. International standard as referred to in Article 152 paragraph (1) and Article 152 paragraph (1) and Article 154; or b. Based on local advantage as referred to in Article 157 paragraph (2) and Article 158 paragraph (1); Shall be subject to administrative sanction in the form of the first, second, and third written admonition or termination of subsidy through revocation of permit by Government or local government in accordance with their authority. Permit revocation as referred to in paragraph (1) shall be conducted after development is exercised for a maximum of 3 (three) years by Government or local government under their authority. Article 214 Organization of education in the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia by foreign representative or foreign education institute, which does not conform to the provisions as regulated in Articles 160 and 161 paragraph (2) through paragraph (8) shall be subject to sanction by Minister in the form of written admonition and/or delay of education unit. Education unit of other countries organizing education in collaboration with education unit in Indonesia, which does not conform to the provisions as referred to in Article 162 paragraph (2) and Article 163 paragraph (2) shall be subject to administrative sanction in the form of written admonition, freezing, and/or closing of education unit by Minister, governor, or regent/or mayor under their authority. Indonesian education unit implementing cooperation of managing with education unit of other countries, which does not conform to the provisions as referred to in Article 79 (2), dan Pasal 167 ayat (3) dikenai sanksi administrative berupa teguran tertulis, pembekuan, dan/atau penutupan satuan pendidikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. 165 paragraph (2), Article 166 paragraph (2), and Article 167 paragraph (3) shall be subject to administrative sanction in the form of written admonition, freezing, and/or closing of education unit by Minister, governor, or regent/mayor under their authority. Pasal 215 Satuan pendidikan yang melanggar ketentuan tentang pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55 ayat (1), Pasal 57 ayat (1), dan Pasal 58 dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, penggabungan, pembekuan, dan/atau penutupan satuan pendidikan oleh Pemerintah atau atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Article 215 Education unit violating provisions on management of education as referred to in Articles 50, Article 52, 53, 54, 55 paragraph (1), Article 57 paragraph (1), and Article 58 shall be subject to administrative sanction that takes the form of written admonition, combination, freezing, and/or closing of education unit by Government or local government under their authority. Pasal 216 (1) Anggota dewan pendidikan atau komite sekolah/madrasah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Pemerintah atau oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Anggota dewan pendidikan atau komite sekolah/madrasah yang dalam menjalankan tugasnya melampaui fungsi dan tugas dewan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (2) dan ayat (4) serta fungsi komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (1) (2) BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 217 Satuan pendidikan yang dinyatakan oleh pendirinya sebagai sekolah internasional sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku, wajib menyesuaikan menjadi: a. satuan pendidikan kategori standar atau katagori mandiri sesuai dengan peraturan yang mengatur tentang standar nasional pendidikan; b. satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal; c. satuan pendidikan bertaraf internasional; atau d. satuan pendidikan yang diselenggarakan atas dasar kerja sama satuan pendidikan asing dengan satuan pendidikan negara Indonesia. Pasal 218 (1) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan asing atau badan hukum asing yang ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini wajib menyesuaikan menjadi satuan pendidikan yang diselenggarakan atas dasar kerja sama satuan pendidikan asing dengan satuan pendidikan negara Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini, paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku. Article 216 Members of education board or school/madrasah committee violating provisions as referred to in Article 108 shall be subject to administrative sanction in terms of written admonition by Government or by local government under their authority. Members of education board or school/madrasah committee who in performing their tasks go beyond their functions and tasks of education board as referred to in Article 192 paragraph (2) and paragraph (4) as well as function of school/madrasah committee as referred to in Article 196 paragraph (1) shall be subject to administrative sanction in terms of written admonition by Government or local government under their authority. CHAPTER XVII TRANSITIONAL PROVISIONS Article 217 Education unit stated by the founder as international school prior to the validity of this Government Regulation no later than 3 (three) years as of validity of this Government Regulation, shall adjust to: a. education unit of standard or independent categories in accordance with the regulation providing national education standard; b. local advantage based education unit; c. international based education unit; or d. education unit organized based on cooperation of foreign education unit with Indonesian education unit. (1) Article 218 Education unit organized by the existing foreign education institution or legal entity prior to validity of this Government Regulation shall adjust to education unit based on the cooperation of foreign education and Indonesian education unit in accordance with this Government Regulation no later than 3 (three) years as of validity of this Government Regulation. 80 (2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan atas dasar kerja sama lembaga pendidikan asing atau badan hukum asing dengan lembaga pendidikan atau badan hukum di Indonesia yang ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, wajib menyesuaikan menjadi satuan pendidikan yang diselenggarakan atas dasar kerja sama satuan pendidikan asing dengan satuan pendidikan negara Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini, paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku. Pasal 219 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 220 Pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan, peraturan pelaksanaan: a. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3411); b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3412); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3763); c. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3413); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3764); d. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3460); e. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3461); f. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3484) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 (2) Education unit organized based on the existing cooperation of foreign education or foreign legal entity with education institution or legal entity in Indonesia prior to validity of this Government Regulation, shall adjust to education unit organized based on cooperation of foreign education unit with Indonesian education unit in accordance with this Government Regulation, no later than 3 (three) years as of validity of this Government Regulation. Article 219 Upon commencement of this Government Regulation, all regulations of the related legislation by managing and organizing education shall be stipulated to remain valid in so ar as it is not in conflict with and is not yet replaced based on this Government Regulation. Article 220 At the time this Government Regulation is enacted, implementing regulations: a. Government Regulation Number 27 of 1990 regarding Preschool Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1990 Number 35, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3411); b. Government Regulation Number 28 of 1990 regarding Basic Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1990 Number 36, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3412); as already amended by virtue of Government Regulation Number 55 of 1998 regarding Amendment to Government Regulation Number 28 of 1990 (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1998 Number 90, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3763); c. Government Regulation Number 29 of 1990 regarding Secondary Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1990 Number 37, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3413); as already amended by virtue of Government Regulation Number 56 of 1998 regarding Amendment to Government Regulation Number 29 of 1990 (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1998 Number 91, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3764); d. Government Regulation Number 72 of 1991 regarding Extraordinary Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1991 Number 94, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3460); e. Government Regulation Number 73 of 1991 regarding NonFormal Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1991 Number 95, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3461); f. Government Regulation Number 38 of 1992 regarding Teaching Staff (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1992 Number 68, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3484); as already amended by virtue of Government Regulation Number 39 of 2000 regarding Amendment to Government Regulation Number 38 of 1992 (State Gazette of the Republic of Indonesia of 2000 Number 91, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3974); 81 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3974); g. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3485); h. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3859); i. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3860); masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. g. Government Regulation Number 39 of 1992 regarding Public Participation in National Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1992 Number 69, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3485); h. Government Regulation Number 60 of 1999 regarding Higher Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1999 Number 115, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3859); i. Government Regulation Number 61 of 1999 regarding Stipulation of State University as Legal Entity (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1999 Number 116, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3860) shall remain valid in so far as it is not in conflict with and is not yet replaced based on this Government Regulation. CHAPTER XVIII CLOSING PROVISIONS BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 221 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: a. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3411); b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3412); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3763); c. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3413); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3764); d. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3460); e. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3461); f. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3484) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Article 221 When this Government Regulation becomes valid: a. Government Regulation Number 27 of 1990 regarding Preschool Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1990 Number 35, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3411); b. Government Regulation Number 28 of 1990 regarding Basic Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1990 Number 36, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3412); as already amended by virtue of Government Regulation Number 55 of 1998 regarding Amendment to Government Regulation Number 28 of 1990 (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1998 Number 90, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3763); c. Government Regulation Number 29 of 1990 regarding Secondary Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1990 Number 37, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3413); as already amended by virtue of Government Regulation Number 56 of 1998 regarding Amendment to Government Regulation Number 29 of 1990 (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1998 Number 91, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3764); d. Government Regulation Number 72 of 1991 regarding Extraordinary Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1991 Number 94, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3460); e. Government Regulation Number 73 of 1991 regarding NonFormal Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1991 Number 95, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3461); f. Government Regulation Number 38 of 1992 regarding Teaching Staff (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1992 Number 68, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3484); as already amended by virtue of Government Regulation Number 39 of 2000 regarding Amendment to Government Regulation Number 82 Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3974); g. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3485); h. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3859); i. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3860); dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 222 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Januari 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Januari 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 23 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, ttd. Wisnu Setiawan PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN 38 of 1992 (State Gazette of the Republic of Indonesia of 2000 Number 91, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3974); g. Government Regulation Number 39 of 1992 regarding Public Participation in National Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1992 Number 69, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3485); h. Government Regulation Number 60 of 1999 regarding Higher Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1999 Number 115, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3859); i. Government Regulation Number 61 of 1999 regarding Stipulation of State University as Legal Entity (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1999 Number 116, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3860) has been revoked and declared null and void. Article 222 This Government Regulation shall become effective as of the date of its enactment. For public cognizance, it is ordered to enact this Government Regulation by publishing the same in the State Gazette of the Republic of Indonesia. Issued in Jakarta Dated January 28, 2010 PRESIDENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA, Signed DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Enacted in Jakarta Dated January 28, 2010 MINISTER OF JUSTICE AND HUMAN RIGHTS OF THE REPUBLIC OF INDONESIA, Signed PATRIALIS AKBAR STATE GAZETTE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA OF 2010 NUMBER 23 True and accurate copies of the original STATE SECRETARIAT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA Head Bureau of Laws and Regulation For Political and Public Welfare, Signed Wisnu Setiawan ELUCIDATION ON GOVERNMENT REGULATION OF THE REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 17 OF 2010 REGARDING MANAGEMENT AND ORGANIZATION OF EDUCATION 83 I. I. UMUM Visi sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa mengisyaratkan bahwa pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus berlangsung sinergis. Visi sistem pendidikan nasional dimaksudkan untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dalam era globalisasi dan informasi saat ini, keterbukaan telah menjadi karakteristik kehidupan yang demokratis, dan hal ini membawa dampak pada cepat usangnya kebijakan maupun praksis pendidikan. Parameter kualitas pendidikan, baik dilihat dari segi pasokan, proses, dan hasil pendidikan selalu berubah. Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah, masyarakat dan orang tua. Oleh sebab itu, pendidikan harus secara terusmenerus perlu ditingkatkan kualitasnya, melalui sebuah pembaruan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan (stakeholders) agar mampu mempersiapkan generasi penerus bangsa sejak dini sehingga memiliki unggulan kompetitif dalam tatanan kehidupan nasional dan global. Dunia pendidikan khususnya dan tantangan masa depan umumnya telah berubah dan berkembang sedemikian cepatnya. Untuk mengantisipasi serta merespon perubahan dan perkembangan tersebut, perlu ditetapkan peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang responsif untuk memaksimalkan terselenggaranya sistem pendidikan nasional. Untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan perlu ditetapkan peraturan perundang-undangan yang mencakupi: a. pengelolaan pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan; b. penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan nonformal, pendidikan jarak jauh, pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus, pendidikan bertaraf internasional dan pendidikan berbasis keunggulan lokal, pendidikan oleh perwakilan negara asing dan kerjasama lembaga pendidikan asing dengan lembaga pendidikan Indonesia; c. penyetaraan pendidikan informal; d. kewajiban peserta didik; e. pendidik dan tenaga kependidikan; f. pendirian satuan pendidikan; g. peran serta masyarakat; h. pengawasan; dan i. sanksi. GENERAL Vision of national education system as strong and dignified social infrastructure requires that management and organization of education at all levels, stages and types of education by Government, local government, and people must be exercised synergically. This vision aims at empowering all Indonesian nationals in order for them to become quality people capable of responding to the ever changing challenges proactively. In the present globalization era and information, transparency has become democratic life characteristics, and this matter gives rise to the promptly invalid policy and praxis of education. Parameter of education quality always changes in terms of supply, process, and education results. Responsibility of education becomes responsibility of Government, community and parents. Therefore, quality of education shall be continually improved, through renewal that may be accounted for to the stakeholders in order to be able to prepare as earliest as possible generation responsible for continuing the national aspiration so as to create competitive mainstay in national and global life order. Education in particular and the challenges ahead in general have rapidly been changing and developing. In order to anticipate and respond to such change and development, laws and regulation regarding responsive education management and organization should be stipulated to maximize operation of the national education system. In order to implement provisions set forth in Law Number 20 of 2003 regarding National Education System relating to management and organization of education, a legislative regulation shall be stipulated which covers : a. Education management by Government, provincial government, regency/municipal government, education organizer established by people, and education unit; b. Organization of early age-child education, basic and secondary education, higher education, non-formal education, long-distance education, special education and special service education, international based education and local advantage based education, education by foreign country representative and foreign education institution cooperation with Indonesian education institution; c. d. e. f. g. h. i. Informal education equalization; Student obligation; Educator and teaching staff; Education unit establishment; Public participation; Supervision; and Sanction. 84 II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Standar pelayanan minimal merupakan batas minimal pemenuhan standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan dasar dan menengah, serta pencapaian target pembangunan pendidikan nasional. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas Yang dimaksud dengan “manajemen berbasis sekolah/madrasah” adalah bentuk otonomi satuan pendidikan. Dalam hal ini, kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu komite sekolah/madrasah dalam mengelola pendidikan. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Akreditasi program pendidikan dapat dinyatakan dalam bentuk sertifikasi program pendidikan. Huruf b Akreditasi satuan pendidikan dapat dinyatakan dalam bentuk sertifikasi satuan atau unit pelaksana satuan pendidikan. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e II. ARTICLE BY ARTICLE Article 1 Self-explanatory Article 2 Self-explanatory Article 3 Self-explanatory Article 4 Self-explanatory Article 5 Self-explanatory Article 6 Self-explanatory Article 7 Self-explanatory Article 8 Self-explanatory Article 9 Self-explanatory Article 10 Self-explanatory Paragraph (1) Minimum service standard constitutes a minimum limit to meet standard of contents, processes, graduation competency, educator and teaching staff, facilities and infrastructures, management, financing, and education appraisal that shall be met by each basic and secondary education unit, and target achievement of national education development. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) Self-explanatory “School/madrasah based management” means any type of education unit autonomy. In this case, headmaster/madrasah and teacher shall be assisted by school/madrasah committee in managing education. Article 11 Self-explanatory Article 12 Paragraph(1) Self-explanatory Paragraph (2) Item a Accreditation of education program may be stated in the form of education program certification. Item b Accreditation of education unit may be stated in the form of unit certification or implementing unit of education unit. Item c Self-explanatory Item d Self-explanatory Item e 85 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa meliputi bidang intelektual umum, akademik khusus, kreatif produktif, seni kinestetik, psikososial/kepemimpinan, dan psikomotorik/olahraga. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Penetapan target tingkat partisipasi pendidikan pada tingkat provinsi dilakukan berdasarkan target tingkat partisipasi nasional. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Ayat (1) Penetapan target tingkat partisipasi pendidikan pada tingkat kabupaten/kota dilakukan Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory Article 13 Self-explanatory Article 14 Paragraph (1) Potential intelligence and/or special talent shall include general intellectual sector, special academic, productive creative, kinesthetic arts, psycho-social leadership and psychomotoric/sports. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) Self-explanatory Article 15 Self-explanatory Article 16 Self-explanatory Article 17 Self-explanatory Article 18 Self-explanatory Article 19 Self-explanatory Article 20 Paragraph (1) Designation of education participation target level at province level shall be conducted based on the national participation target. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory. Article 21 Self-explanatory Article 22 Self-explanatory Article 23 Self-explanatory Article 24 Self-explanatory Article 25 Self-explanatory Article 26 Self-explanatory Article 27 Self-explanatory Article 28 Self-explanatory Article 29 Self-explanatory Article 30 Self-explanatory Article 31 Paragraph (1) Designation of the education participation target level at regency/municipality level shall be 86 berdasarkan target tingkat partisipasi provinsi dan target tingkat partisipasi nasional. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 conducted based on provincial participation target and national participation target. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory. Article 32 Self-explanatory Article 33 Self-explanatory Article 34 Self-explanatory Article 35 Self-explanatory Article 36 Self-explanatory Article 37 Self-explanatory Article 38 Self-explanatory Article 39 Self-explanatory Article 40 Self-explanatory Article 41 Self-explanatory Article 42 Self-explanatory Article 43 Self-explanatory Article 44 Self-sufficiently. Article 45 Self-explanatory Article 46 Self-explanatory Article 47 Self-explanatory Article 48 Self-explanatory Article 49 Self-explanatory Article 50 Self-explanatory Article 51 Self-explanatory Article 52 Self-explanatory Article 53 Self-explanatory Article 54 Self-explanatory Article 55 Self-explanatory Article 56 Self-explanatory Article 57 Self-explanatory Article 58 Self-explanatory Article 59 87 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “bentuk lain yang sederajat” dalam ketentuan ini antara lain Bustanul Athfal (BA), Tarbiyatul Athfal (TA), Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKQ), Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), Adi Sekha, dan Pratama Widyalaya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Bentuk diskriminasi, antara lain, pembedaan atas dasar pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi, dan kondisi fisik atau mental anak. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Huruf a Program pembelajaran agama dan akhlak mulia pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual peserta didik melalui contoh pengamalan dari pendidik agar menjadi kebiasaan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar sekolah sehingga menjadi bagian dari budaya sekolah. Huruf b Program pembelajaran sosial dan kepribadian pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk pembentukan kesadaran dan wawasan peserta didik atas hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat dan dalam interaksi sosial serta pemahaman terhadap diri dan peningkatan kualitas diri sebagai manusia sehingga memiliki rasa percaya diri. Huruf c Program pembelajaran orientasi dan pengenalan pengetahuan dan teknologi pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik secara akademik memasuki SD, MI, Self-explanatory Article 60 Self-explanatory Article 61 Self-explanatory Article 62 Paragraph (1) “Other equivalent types” mean in these provisions among others Bustanul Athfal (BA), Tarbiyatul Athfal (TA), Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an (TKQ), Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), Adi Sekha, and Pratama Widyalaya. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory Article 63 Self-explanatory Article 64 Paragraph (1) Self-explanatory Paragraph (2) The type of discrimination is among others discrimination against gender (gender bias), religion, ethnics, social status, economy capability, and child physical and mental condition. Paragraph (3) Self-explanatory Article 65 Self-explanatory Article 66 Paragraph (1) Self-explanatory Paragraph (2) Self-explanatory Item a Religion learning and noble morality programs at TK, RA, or other equivalent forms are intended to improve potential spiritual of student through sample of experiences from the educator in order that it can become a daily habit, both within and outside school thereby being a part of school culture. Item b Social and personality learning programs at TK, RA, or other equivalent forms are intended to form awareness and insight of students into their rights and obligations as social member and in social interaction and self-understanding and improvement of selfquality as human being thereby having selfconfidence. Item c Orientation learning program and knowledge skill and technology at TK, RA, or other equivalent forms are intended to prepare students academically to go into SD, MI or other equivalent forms by laying stress on 88 atau bentuk lain yang sederajat dengan menekankan pada penyiapan kemampuan berkomunikasi dan berlogika melalui berbicara, mendengarkan, pramembaca, pramenulis dan praberhitung yang harus dilaksanakan secara hatihati, tidak memaksa, dan menyenangkan sehingga anak menyukai belajar. Huruf d Program pembelajaran estetika pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan diri dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni yang terwujud dalam tingkah laku keseharian. Huruf e Program pembelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik dan menanamkan sportivitas serta kesadaran hidup sehat dan bersih. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “stimulasi psikososial” dalam ketentuan ini adalah rangsangan pendidikan yang menumbuhkan kepekaan memahami dan bersikap terhadap lingkungan sosial sekitarnya. Misalnya memahami dan bersikap sopan kepada orang tua, saudara, dan teman. Huruf e Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Ayat (1) Bentuk lain yang sederajat dengan SD dan MI antara lain Paket A, pendidikan diniyah dasar, sekolah dasar teologi Kristen (SDTK), adi widyalaya, dan culla sekha. Ayat (2) Bentuk lain yang sederajat dengan SMP dan MTs antara lain Paket B, pendidikan diniyah menengah pertama, sekolah menengah pertama teologi Kristen (SMPTK), madyama vidyalaya (MV), dan majjhima sekha. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. the preparation of communicating and expressing logic through speech, hearing, pre-reading, pre-writing and pre-calculating that shall be conducted carefully, not forcing, and should be enjoyable so that the students love to study. Item d Esthetics learning program at TK, RA, or other equivalent forms is intended to improve sensitivity, capability to express beauty and harmony materialized in routine behavior. Item e Physical learning, sports and health programs at TK, RA or other equivalent forms is intended to improve physical potentials and enhance sports and healthy and clean life awareness. Paragraph (3) Item a Self-explanatory Item b Self-explanatory Item c Self-explanatory Item d “psycho-socio stimulation” in this provision means an education stimulation which grows sensitivity to understand and behave towards social environment in the vicinity, for instance understanding and polite attitude to the parents, brothers, and friends. Item e Self-explanatory Article 67 Self-explanatory Article 68 Paragraph (1) Other equivalent forms to SD and MI among others Package A, basic diniyah education, Christian theology basic school (SDTK), adi widayalaya, and culia sekha. Paragraph (2) Other equivalent forms to SMP and MTs among others Package B, the first secondary diniyah education, first Christian theology secondary school (SMPTK), madyama vidyalaya (MV), and majjhima sekha. Article 69 Self-explanatory Article 70 Self-explanatory Article 71 Self-explanatory Article 72 Self-explanatory 89 Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud “tes bakat skolastik (scholastic aptitude test)” merupakan tes kemampuan umum anak. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Tujuan pendidikan menengah dalam ketentuan pasal ini dimaksudkan dalam rangka mengantarkan peserta didik agar mampu hidup produktif dan beretika dalam masyarakat majemuk, serta menjadi warga negara yang taat hukum dalam konteks kehidupan global yang senantiasa berubah. Pasal 78 Ayat (1) Bentuk lain yang sederajat dengan SMA dan MA antara lain Paket C, pendidikan diniyah menengah atas, sekolah menengah teologi Kristen (SMTK), sekolah menengah agama Kristen (SMAK), utama vidyalaya (UV), dan mahasekha. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Ayat (1) Penjurusan pada SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat akan menentukan cakupan mata pelajaran pada setiap jenis bidang studi keahlian. Bentuk bidang studi keahlian merupakan unit akademik terkecil dalam pendidikan kejuruan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Article 73 Self-explanatory Article 74 Paragraph (1) Self-explanatory Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) Self-explanatory Paragraph (5) “Scholastic aptitude test” means a child’s general capability test. Article 75 Self-explantory Article 76 Self-explanatory Article 77 Aims of the secondary education set forth in the provisions of this article hereof is intended to help students to be able to live more productively and more ethically within a pluralist community, and become obedient citizens within the context of the ever-changing global life. Article 78 Paragraph (1) Other equivalent forms to SMA and MA are among others Package C, secondary diniyah education, Christian theology secondary school (SMTK), Christian theology secondary school (SMAK), utama vidyalaya (UV), and mahsekha. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory Article (79) Self-explanatory Article 80 Paragraph (1) Departmentalization within the SMK, MAK, or other equivalent forms will determine coverage of subjects at each kind of program study program. The form of skill study program constitutes the smallest academic unit in vocational studies. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) Self-explanatory Paragraph (5) Self-explanatory Article 81 Self-explaantory Article 82 Self-explanatory Article 83 90 Cukup jelas. Pasal 84 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Termasuk produk ilmu pengetahuan, teknologi, seni, atau olahraga, antara lain, dalam bentuk artikel, desain, paten, atau bahan ajar. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “satuan kredit semester” dalam ketentuan ini adalah beban belajar mahasiswa dan beban kerja dosen dalam sistem kredit semester (SKS). Banyaknya SKS yang diberikan untuk mata kuliah atau proses pembelajaran lainnya merupakan pengakuan atas keberhasilan usaha untuk menyelesaikan kegiatan akademik bersangkutan. Dalam setiap semester, 1 (satu) sks sama atau setara dengan 3 (tiga) jam beban belajar yang mencakup kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri untuk kurun waktu 16 (enam belas) minggu efektif. Ayat (2) Dalam setiap semester, 1 (satu) satuan kredit semester sama dengan beban studi setiap minggu berupa 1 (satu) jam tatap muka, 1 (satu) jam kegiatan terstruktur, dan 1 (satu) jam kegiatan mandiri untuk kurun waktu 16 (enam belas) minggu efektif dengan 16 (enam belas) kali pertemuan. Satu mata kuliah berbobot 3 (tiga) satuan kredit semester berarti sama dengan kegiatan studi 3 (tiga) jam tatap muka, 3 (tiga) jam kegiatan terstruktur, dan 3 (tiga) jam kegiatan mandiri selama 16 (enam belas) minggu. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Self-explanatory Article 84 Paragraph (1) Self-explanatory Paragraph (2) Item a Self-explanatory Item b Included within a knowledge product, technology, arts, or sports are, among others, article, design, patent, or materials. Article 85 Self-explanatory Article 86 Self-explanatory Article 87 Paragraph (1) “Semester credit unit” in this provision means student’s learning load and lecturer’s workload within the semester credit system (SKS). The number of semester credit systems provided for subjects or other learning processes constitutes a recognition of their success in their efforts to complete the relevant academic activities. Within each semester, 1 (one) sks is equivalent to 3 (three) hours of study which covers a face to face activity, structured activity, and independent activity for a period of 16 (sixteen) effective weeks. Paragraph (2) Within each semester, 1 (one) semester credit unit is equal to study load every week in terms of 1 (one) hour face to face, 1 (one) hour structured activity, and 1 (one) hour independent activity for a period of 16 (sixteen) effective weeks with 16 (sixteen) meetings. One subject has load of 3 (three) semester credit units which is equal to study activity 3 (three) hours face to face, 3 (three) hours structured activity, and 3 (three) hours independent activity for 16 (sixteen) weeks. Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) Self-explanatory. Article 88 Self-explanatory Article 89 Self-explanatory Article 90 Paragraph (1) Self-explanatory Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) 91 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “program kembaran” dalam ketentuan ini adalah program yang dilaksanakan secara bersama oleh dua perguruan tinggi atau lebih untuk melaksanakan suatu program studi. Ijazah dan gelar yang diberikan dilakukan berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak dengan memperhatikan berbagai persyaratan pemberian ijazah maupun gelar akademik dari tiaptiap perguruan tinggi dalam rangka pengendalian mutu. Persetujuan senat akademik dalam hal ini diperlukan untuk menjamin bahwa kerjasama ini telah dikaji dengan baik sebelumnya. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Pertukaran dosen dapat dilakukan antara lain melalui program cuti sabatikal (sabatical leave), cuti panjang untuk mengadakan penelitian atau mengikuti kursus untuk menyegarkan ilmu, yang tata caranya dapat diatur oleh tiap-tiap perguruan tinggi. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penelitian dasar” dalam ketentuan ini adalah penelitian yang berorientasi tentang penjelasan fenomena alam (penelitian untuk ilmu) yang melandasi penelitian terapan dan penelitian pengembangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Item a Self-explanatory Item b “Twinning program” in these provisions means a program jointly conducted by two or more universities to carry out a study program. Certificate and degree conferred shall be based on agreement made by both parties with due observance of various requirements for granting the certificate and academic degree from each university in the framework of quality control. Approval of academic senate in this case shall be required to guarantee that this cooperation has been previously reviewed. Item c Self-explanatory Item d Self-explanatory Item e Exchange of lecturers may be conducted among others through sabbatical leave, longleave to conduct a research or take course for refreshing science, of which the procedures may be regulated by each university. Item f Self-explanatory Item g Self-explanatory Item h Self-explanatory Item i Self-explanatory Item j Self-explanatory Paragraph (5) Self-explanatory Paragraph (6) Self-explanatory Article 91 Self-explaantory Article 92 Self-explanatory Article 93 Paragraph (1) “Basic research” in this provision means natural phenomenon oriented research (research for science) which serves as the basis for applied research and development research. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) Self-explanatory Paragraph (5) Self-explanatory 92 Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Cukup jelas. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Contoh gelar lulusan pendidikan profesi antara lain Ak. untuk akuntansi, Apt. untuk apoteker yang ditulis di belakang nama yang berhak, dan dr. untuk dokter yang ditulis di depan nama yang berhak. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Ayat (1) Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal bagi peserta didik yang karena berbagai hal tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran pada satuan pendidikan formal atau peserta didik memilih jalur pendidikan nonformal untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Jenis-jenis pendidikan nonformal yang mempunyai fungsi pengganti pendidikan formal, adalah: Program Paket A setara SD, Program Paket B setara SMP, dan Program Paket C setara SMA serta kursus dan pelatihan. Pendidikan nonformal berfungsi sebagai penambah pada pendidikan formal apabila pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh peserta didik pada satuan pendidikan formal dirasa belum memadai. Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pelengkap apabila peserta didik pada satuan pendidikan formal Paragraph (6) Self-expalanatory Paragraph (7) Self-explanatory Paragraph (8) Self-explanatory. Article 94 Self-explanatory Article 95 Self-explanatory Article 96 Self-explanatory Article 97 Self-explanatory Article 98 Self-explanatory Paragraph (1) Self-explanatory. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) For instance degree of professional education graduation among others Ak. for Accounting, Apt. for pharmacist written at the back of the entitled name, and dr. for doctor written in the front of the name of the entitled person. Paragraph (5) Self-explaantory Paragraph (6) Self-explanatory Article 99 Self-explanatory Article 100 Self-explanatory Article 101 Self-explanatory Article 102 Paragraph (1) Non-formal education functions as complementary, supplementary of formal educations for students that for some reasons are unable to take learning activity in a formal education or students choose non-formal education program to meet their needs for their studies. The types of non-formal education having substituting function of for formal education are: Program Package A equivalent to SD, Program Package B equivalent to SMP, and Program Package C equivalent to SMA and course and training. Non-formal education functions as supplement to formal education if knowledge, skill and attitude obtained by students in a formal education unit are considered insufficient. Non-formal education functions as supplement if the students in formal education unit are considered necessary to add knowledge, skill and attitude through non-formal 93 merasa perlu untuk menambah pengetahuan, keterampilan, dan sikap melalui jalur pendidikan nonformal. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 103 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “lembaga akreditasi lain” seperti Lembaga Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja dan Lembaga Sertifikasi Profesi Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Yang dimaksud dengan “ujian kesetaraan” adalah ujian kesetaraan dengan hasil belajar pada akhir pendidikan formal. Pasal 104 Cukup jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 107 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kelompok bermain” adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan dalam bentuk bermain sambil belajar bagi anak usia 2 (dua) sampai 6 (enam) tahun dengan prioritas 2 (dua) sampai 4 (empat) tahun yang memperhatikan aspek kesejahteraan sosial anak. Yang dimaksud dengan “taman penitipan anak” adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan dalam bentuk bermain sambil belajar bagi anak usia nol sampai enam tahun dengan prioritas nol sampai empat tahun yang memperhatikan aspek pengasuhan dan kesejahteraan sosial anak. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang sejenis” adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan dalam bentuk bermain sambil belajar bagi anak usia nol sampai 6 (enam) tahun yang education program. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory Article 103 Paragraph (1) Self-explanatory Paragraph (2) Self-explanatroy Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) “Other accreditation institutions” mean such as Accreditation Institution, Work Training Institution and Profession Certification Institution. Paragraph (5) Self-explanatory Paragraph (6) Self-explanatory. Paragraph (7) “Equality test” means equality test with the study results at end of formal education. Article 104 Self-explanatory Article 105 Self-explanatory Article 106 Self-explanatory. Article 107 Paragraph (1) “Playgroup” means one of types of early age-child education unit in non-formal education program organizing education program in the form of playing while studying for children at the age of 2 (two) through 6 (six) years with priority of 2 (two) through 4 (four) years by duly observing the child social welfare aspects. “Child Care” means one of types of education units for early age-child of non-formal education organizing education program in the form of playing while studying for children of up to six years with priority for children of up to four years by duly observing child social care and welfare aspects. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) “Early age-child education unit for similar nonformal education” means one of types of age-child education unit in non-formal education organizing education program in the form of playing while studying for age-child under zero through 6 (six) years that may be organized in the form of independent or integrated program with various services of earlier age-child and in the religion 94 dapat diselenggarakan dalam bentuk program secara mandiri atau terintegrasi dengan berbagai layanan anak usia dini dan di lembaga keagamaan yang ada di masyarakat. Pasal 108 Ayat (1) Kecakapan personal mencakupi kecakapan dalam melakukan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya, kecakapan dalam pengenalan terhadap kondisi dan potensi diri, kecakapan dalam melakukan koreksi diri, kecakapan dalam memilih dan menentukan jalan hidup pribadi, percaya diri, kecakapan dalam menghadapi tantangan dan problema serta kecakapan dalam mengatur diri. Kecakapan sosial mencakupi kecakapan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kecakapan bekerja sama dengan sesama, kecakapan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, empati atau tenggang rasa, kepemimpinan dan tanggung jawab sosial. Kecakapan estetis mencakupi kecakapan dalam meningkatkan sensitifitas, kemampuan mengekspresikan, dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kecakapan kinestetis mencakupi kecakapan dalam meningkatkan potensi fisik untuk mempertajam kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan refleks, gerakan yang kompleks, dan gerakan improvisasi individu. Kecakapan intelektual mencakupi kecakapan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni sesuai dengan bidang yang dipelajari, berpikir kritis dan kreatif, kecakapan melakukan penelitian dan percobaanpercobaan dengan pendekatan ilmiah. Kecakapan vokasional mencakupi kecakapan dalam memilih bidang pekerjaan, mengelola pekerjaan, mengembang profesionalitas dan produktivitas kerja dan kode etik bersaing dalam melakukan pekerjaan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Cukup jelas. Pasal 111 Cukup jelas. Pasal 112 Cukup jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 institution in the community. Article 108 Paragraph (1) Personal competence includes competence in performing worship in accordance with the religion he/she follows, competence in knowing condition and self-potential, competence in making selfcorrection, competence in selecting and determining personal way of life, self-confidence, competence in facing challenge and problems and self-management competence. Social competence includes competence in familial life, social, national, competence in cooperation with other parties, self-adjustment to environment, empathy or tolerance, leadership and social corporate. Esthetical competence includes competence to improve sensitivity, express, and appreciate beauty and harmony. Kinesthetic competence includes competence to improve physical potency to sharpen readiness, guided, reflexive, complex, and improved movements and improvised individual movement. Intellectual competence includes competence towards scientific mastery, technology and/or arts in accordance with sectors of learning, critical and creative thoughts to do research and trial by scientific approaches. Vocational competence includes competence in selecting work section, managing work, developing professionalism and productivity and competitive ethical codes in carrying out the work. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) Self-explanatory Paragraph (5) Self-explanatory. Article 109 Self-explanatory Article 110 Self-explanatory Article 111 Self-explanatory Article 112 Self-explanatory Article 113 Self-expalanatory Article 114 95 Ayat (1) Program Paket C Kejuruan merupakan program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan setara SMK atau MAK. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Ayat (11) Cukup jelas. Ayat (12) Cukup jelas. Pasal 115 Cukup jelas. Pasal 116 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 118 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “karakteristik terbuka” adalah sistem pendidikan yang diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program. Peserta didik dapat belajar sambil bekerja, atau mengambil program pendidikan yang berbeda secara terpadu dan berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka atau jarak jauh. Yang dimaksud dengan “belajar mandiri” adalah proses belajar yang dilakukan peserta didik secara peseorangan atau kelompok dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar dan mendapat bantuan atau bimbingan belajar atau tutorial sesuai kebutuhan. Yang dimaksud dengan “belajar tuntas” adalah proses pembelajaraan untuk mencapai taraf penguasaan kompetensi (mastery level) sesuai dengan tuntutan kurikulum. Peserta didik dapat mencapai tingkat penguasaan kompetensi yang dipersyarakan dengan kecepatan yang berbedabeda. Proses belajar berlangsung secara bertahap dan berkelanjutan. Misalnya, seorang peserta didik baru dapat menempuh kegiatan belajar (learning tasks) berikutnya apabila telah menguasai kompetensi yang telah disyaratkan Paragraph (1) Program Package C Vocation is a non-formal education program organizing vocational education equivalent to SMK or MAK. Paragraph (2) Self-explanatory. Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) Self-explanatory Paragraph (5) Self-explanatory Paragraph (6) Self-explanatory Paragraph (7) Self-explanatory Paragraph (8) Self-explanatory Paragraph (9) Self-explanatory Paragraph (10) Self-explanatory Paragraph (11) Self-explanatory Paragraph (12) Self-explanatory Article 115 Self-explanatory Article 116 Self-explanatory Article 117 Self-explanatory Article 118 Paragraph (1) Self-explanatory. Paragraph (2) “Open characteristic” means an education system organized by flexible option and program completion time. Students may study while working, or take different education program on the integrated and continuous basis through face to face or long-distance learning. “Independent learning” means learning process conducted by students individually or group using various sources of study and obtaining assistance or guidance or tutorial as needed. “Complete study” means any learning process to reach and master competency (mastery level) as demanded by the curriculum. Students may reach mastery level so required at different speeds. Learning process lasts gradually and continually. For instance, a new student may take the subsequent learning tasks if the latter has mastered as required in the previous learning tasks. 96 dalam kegiatab belajar sebelumnya. Pasal 119 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “moda pembelajaran” adalah kerangka konseptual dan operasional yang digunakan untuk mengorganisasikan belajar dan pembelajaran. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 120 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pengorganisasian pendidikan jarak jauh modus tunggal” adalah penyelenggaraan pendidikan jarak jauh dalam satu satuan pendidikan formal pada berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pada tingkat pendidikan tinggi pengorganisasian modus tunggal adalah seperti yang diselenggarakan oleh Universitas Terbuka di Indonesia, Shukothai Thammathirat Open University di Thailand, dan University on the Air di China. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “pengorganisasian modus ganda” adalah penyelenggaraan pendidikan jarak jauh bersamaan dengan pendidikan tatap muka pada berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan tatap muka tersebut terikat dengan jadwal waktu dan tempat seperti yang berlangsung pada lembaga pendidikan umumnya. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “pengorganisasian modus konsorsium” adalah penyelenggaraan pendidikan jarak jauh pada berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan oleh beberapa satuan pendidikan secara bersama (kolaboratif). Misalnya, suatu perguruan tinggi bekerjasama dengan perguruan tinggi lain atau lembaga lain dalam bentuk program pendidikan tumpang lapis (sandwich) atau kembaran (twinning) jarak jauh, dan universitas maya (cyber university). Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 121 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pendidikan jarak jauh Article 119 Paragraph (1) Self-explanatory Paragraph (2) Item a “Learning mode” means conceptual and operational framework used to organize learning and teaching. Item b Self-explanatory Item c Self-explanatory Item d Self-explanatory. Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) Self-explanatory Article 120 Paragraph (1) Self-explanatory Paragraph (2) “single modus long-distance education organization” means organization of long-distance education in a formal education in various lines, grades, and type of education. At university level, single modus organization is as organized by Open University in Indonesia, Shukothai Thammathirat Open University in Thailand, and University on the Air in China. Paragraph (3) “Organization of twinning modus” means organization of long-distance education along with face to face education in various stages, levels and types of education. Such face to face education is bound by time schedule and place as happens in other general /conventional education institutions. Paragraph (4) “Consortium modus organization” means organization of long-distance education in various phases, stages, levels and types of education by various collaborative education units. For instance, a university cooperates with other universities or institutions in the form of sandwich education program or long-distance twinning, and cyber university. Paragraph (5) Self-explanatory Article 121 Paragraph (1) Self-explanatory Paragraph (2) “Long-distance education with scope of subject” 97 dengan lingkup mata pelajaran atau mata kuliah” adalah suatu satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh hanya untuk satu mata pelajaran, misalnya SMA menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh untuk mata pelajaran bahasa Inggris. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pendidikan jarak jauh dengan lingkup satuan pendidikan antara lain pendidikan yang diselenggarakan oleh SMP Terbuka dan SMA Terbuka yang menyelenggarakan pendidikan SMP dan SMA, dan Universitas Terbuka yang menyelenggarakan program pendidikan tinggi. Pasal 122 Cukup jelas. Pasal 123 Cukup jelas. Pasal 124 Cukup jelas. Pasal 125 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan “peraturan perundangundangan” dalam ketentuan ini, misalnya, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 126 Cukup jelas. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Cukup jelas. Pasal 129 Cukup jelas. Pasal 130 Cukup jelas. Pasal 131 Cukup jelas. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “menjamin” adalah: a. membantu tersedianya sarana dan prasarana serta pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan oleh peserta didik berkelainan; means any education unit organizing a longdistance education for one subject, for instance SMA organizes long-distance learning for English subject. Paragraph (3) Self-sufficiently. Paragraph (4) Long-distance education with scope of education unit among others education organized by Open SMP and SMA, and Open University organizing university program. Article 122 Self-explanatory Article 123 Self-explanatory Article 124 Self-explanatory Article 125 Paragraph (1) Item a Self-explanatory Item b Self-explanatory Item c Self-explanatory Item d Self-explanatory Item e Self-explanatory Item f “Laws and regulation” mean Law Number 32 of 2002 regarding Broadcasting, Law Number 14 of 2008 regarding Freedom to obtain Public Information. Paragraph (2) Self-explanatory Article 126 Self-explanatory Article 127 Self-explanatory Article 128 Self-explanatory Article 129 Self-explanatory Article 130 Self-explanatory Article 131 Self-explanatory Paragraph (1) Self-explanatory Paragraph (2) “Securing” means: a. Helping to make available facilities and infrastructure and educator and teaching staff required by problem students; or 98 atau b. memberi sanksi administratif kepada satuan pendidikan yang memiliki sumber daya yang tidak menerima peserta didik berkelainan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. b. Imposing administrative sanction to education unit having resources, which does not receive peculiar students. Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) Self-explanatory Paragraph (5) Self-explanatory Paragraph (6) Self-explanatory Paragraph (7) Self-explanatory Pasal 132 Cukup jelas. Article 132 Self-explanatory Pasal 133 Ayat (1) Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk taman kanak-kanak luar biasa, antara lain, taman kanak-kanak khusus, atau taman kanakkanak istimewa. Ayat (2) Huruf a Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk sekolah dasar luar biasa, antara lain, sekolah dasar khusus atau sekolah dasar istimewa. Huruf b Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk sekolah menengah pertama luar biasa, antara lain, sekolah menengah pertama khusus atau sekolah menengah pertama istimewa. Ayat (3) Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk sekolah menengah atas luar biasa, antara lain, sekolah menengah atas khusus atau sekolah menengah atas istimewa. Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk sekolah menengah kejuruan luar biasa, antara lain, sekolah menengah kejuruan khusus atau sekolah menengah kejuruan istimewa. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 134 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan manusia untuk memahami dan melaksanakan ajaran agama. Kecerdasan intelektual merupakan kecerdasan manusia yang terutama digunakan manusia untuk berhubungan dengan mengelola alam. Keceredasan emosional merupakan kecerdasan manusia yang terutama digunakan untuk mengelola emosi diri sendiri Article 133 Paragraph (1) Other similar and equivalent term for extraordinary kindergarten, among others special kindergarten. Paragraph (2) Item a Other similar and equivalent term for extraordinary elementary school, among others special elementary school. Item b Other similar and equivalent name for the first secondary extraordinary school, among others, special first secondary school. Paragraph (3) Other similar and equivalent term for extraordinary senior high school, among others, specific secondary school or special secondary school. Other similar and equivalent terms for extraordinary vocational secondary school, among others specific vocational school or special vocational secondary school. Paragraph (4) Self-explanatory Paragraph (5) Self-explanatory Article 134 Paragraph(1) Self-explanatory Paragraph (2) Spiritual intelligence is a human intelligence to understand and perform religious teaching. Intellectual wit is a human intelligence chiefly used by humans in connection with natural management. Emotional intelligence is a human intelligence chiefly used to manage self-emotion and relations with other parties and public with empathy attitude. 99 dan hubungan dengan orang lain dan masyarakat dengan sikap empati. Kecerdasan sosial merupakan kecerdasan manusia yang terutama digunakan untuk berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain dan masyarakat serta hubungan antarmanusia. Kecerdasan estetik merupakan kecerdasan manusia yang berhubungan dengan rasa keindahan, keserasian, dan keharmonisan. Kecerdasan kinestetik merupakan kecerdasan manusia yang berhubungan dengan koordinasi gerak tubuh seperti yang dilakukan penari dan atlet. Pasal 135 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Program percepatan adalah program pembelajaran yang dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan dalam waktu yang lebih singkat dari waktu belajar yang ditetapkan. Misalnya, lama belajar 3 (tiga) tahun pada SMA dapat diselesaikan kurang dari 3 (tiga) tahun. Huruf b Program pengayaan adalah program pembelajaran yang dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik guna mencapai kompetensi lebih luas dan/atau lebih dalam dari pada standar isi dan standar kompetensi lulusan. Misalnya, cakupan dan urutan mata pelajaran tertentu diperluas atau diperdalam dengan menambahkan aspek lain seperti moral, etika, aplikasi, dan saling keterkaitan dengan materi lain yang memperluas dan/atau memperdalam bidang ilmu yang menaungi mata pelajaran tersebut. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 136 Cukup jelas. Pasal 137 Cukup jelas Pasal 138 Cukup jelas. Pasal 139 Cukup jelas. Pasal 140 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penyelenggaraan pendidikan layanan khusus Social intelligence is human intelligence chiefly used to make coordination and cooperation with other parties and public and inter-human relationship. Esthetic intelligence is a human intelligence relating to sense of beauty, secrecy, and harmony. Kinesthetic intelligence is a human intelligence relating to gesture as is normally displayed by dancers and athletes. Article 135 Paragraph (1) Self-explanatory Paragraph (2) Item a Acceleration program shall be learning program designed to provide opportunity to the students in achieving standard of contents and graduation competency standard within the shortest period of time from the given learning study. For instance, length of learning 3 (three) years at SMA may be completed less than 3 (three) years. Item b Enrichment program shall mean a learning program designed to provide opportunity for students to reach wider and/or deeper competency compared to standard contents and graduate competency. For instance, coverage and order of special subjects are expanded or deepened by adding other aspects such as morality, ethics, application, and interconnected with other materials which expand and/or deepen the science which acts as the umbrella of the subject. Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) Self-explanatory Paragraph (5) Self-explanatory Article 136 Self-explanatory Article 137 Self-explanatory Article 138 Self-explanatory. Article 139 Self-explanatory Article 140 Paragraph (1) Self-explanatory Paragraph (2) Organization of special service education within 100 pada jalur pendidikan formal, antara lain, dalam bentuk: a. sekolah atau madrasah kecil; b. sekolah atau madrasah terbuka; c. pendidikan jarak jauh; d. sekolah atau madrasah darurat; e. pemindahan peserta didik ke daerah lain; dan/atau f. bentuk lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pasal 141 Cukup jelas. Pasal 142 Cukup jelas. Pasal 143 Yang dimaksud dengan “negara maju” adalah negara yang mempunyai keunggulan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni tertentu. Pasal 144 Cukup jelas. Pasal 145 Cukup jelas. Pasal 146 Cukup jelas. Pasal 147 Cukup jelas. Pasal 148 Cukup jelas. Pasal 149 Cukup jelas. Pasal 150 Cukup jelas. Pasal 151 Cukup jelas. Pasal 152 Cukup jelas. Pasal 153 Cukup jelas. Pasal 154 Cukup jelas. Pasal 155 Cukup jelas. Pasal 156 Cukup jelas. Pasal 157 Cukup jelas. Pasal 158 Cukup jelas. Pasal 159 Cukup jelas. Pasal 160 Cukup jelas. Pasal 161 Cukup jelas. Pasal 162 Cukup jelas. Pasal 163 Ayat (1) Sistem pendidikan negara lain meliputi kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan/atau formal education program shall be among others in the form of: a. Small school or madrasah; b. Open school or madrasah; c. Long-distance education; d. Emergency school or madrasah; e. Relocation of students to other regions; and/or f. Other forms, which are not in conflict with the prevailing laws and regulation. Article 141 Self-explanatory. Article 142 Self-explanatory Article 143 “Advanced country” means any country having superiorty in the field of particular science, technology and arts. Article 144 Self-explanatory Article 145 Self-explanatory Article 146 Self-explanatory Article 147 Self-explanatory Article 148 Self-explanatory Article 149 Self-explanatory Article 150 Self-explanatory Article 151 Self-explanatory Article 152 Self-explanatory Article 153 Self-explanatory Article 154 Self-explanatory Article 155 Self-explanatory Article 156 Self-explanatory Article 157 Self-explanatory Article 158 Self-explanatory Article 159 Self-explanatory Article 160 Self-explanatory Article 161 Self-explanatory. Article 162 Self-explanatory Article 163 Paragraph (1) Self-explanatory Other country education systems include curriculum, learning, evaluation, and/or 101 penjenjangan pendidikan yang secara resmi berlaku di negaranya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 164 Cukup jelas. Pasal 165 Cukup jelas. Pasal 166 Cukup jelas. Pasal 167 Cukup jelas. Pasal 168 Cukup jelas. Pasal 169 Cukup jelas. Pasal 170 Cukup jelas. Pasal 171 Ayat (1) Sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya antara lain pamong pendidikan anak usia dini, guru pembimbing khusus, dan narasumber teknis. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Konselor dalam ketentuan ini termasuk guru bimbingan dan konseling. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Pasal 172 Cukup jelas Pasal 173 Cukup jelas. Pasal 174 Cukup jelas. Pasal 175 Cukup jelas. Pasal 176 Cukup jelas. Pasal 177 staging of education officially valid in the relevant country. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-expalantory Article 164 Self-explanatory Article 165 Self-explanatory Article 166 Self-explanatory Article 167 Self-explanatory Article 168 Self-explanatory Article 169 Self-explanatory Article 170 Sel-explanatory Article 171 Paragraph (1) Other terms in accordance with specialty among others early-age child tutor, special guidance teacher, and technical informant. Paragraph (2) Item a Self-explanatory Item b Self-explanatory Item c Counselor in this provisions includes guidance teacher and counseling. Item d Self-explanatory Item e Self-explanatory Item f Self-explanatory Item g Self-explaantory Item h Self-explanatory Item i Self-explanatory Item j Self-explanatory Item k Self-explanatory Article 172 Self-explanatory Article 173 Self-explanatory Article 174 Self-explanatory Article 175 Self-explanatory Article 176 Self-explanatory Article 177 Self-explanatory 102 Cukup jelas. Pasal 178 Cukup jelas Pasal 179 Cukup jelas. Pasal 180 Cukup jelas. Pasal 181 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Apabila pendidik merasa bahwa peserta didik memerlukan pembelajaran tambahan, dengan kebutuhan itu dipenuhi melalui program remedial sesuai ketentuan kurikulum yang berlaku. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Pasal 182 Cukup jelas. Pasal 183 Cukup jelas. Pasal 184 Cukup jelas. Pasal 185 Cukup jelas. Pasal 186 Cukup jelas. Pasal 187 Cukup jelas. Pasal 188 Ayat (1) Masyarakat yang berperan serta, antara lain, orang tua atau wali peserta didik, keluarga peserta didik, komunitas di sekitar satuan pendidikan, organisasi profesi pendidik, organisasi orang tua atau wali peserta didik, organ representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan seperti komite sekolah/madrasah dan majelis wali amanah perguruan tinggi, dewan pendidikan, organisasi profesi lain, lembaga usaha, organisasi kemasyarakatan, serta orang, lembaga, atau organisasi lain yang relevan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 189 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Satu satuan pendidikan dapat memiliki kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya sekaligus. Kekhasan agama satuan pendidikan dapat berupa pendidikan umum yang Article 178 Self-explanatory Article 179 Self-explanatory Article 180 Self-explanatory Article 181 Item a Self-explanatory Item b If educators feel that students require additional learning, and the needs will be met through remedial program in accordance with the applicable curriculum provisions. Item c Self-explanatory Item d Self-explanatory Article 182 Self-explanatory Article 183 Self-explanatory Article 184 Self-explanatory Article 185 Self-explanatory Article 186 Self-explanatory Article 187 Self-explanatory Article 188 Paragraph (1) People who participate in, among others are students’ parents or guardian, family, community around the educational organization, educator’s professional organization, organization of parents or guardian of students, representation organ of stakeholder in education unit such as school/madrasah committee and trust board of university, education board, other profession organization, business institute, public organization, and people, institute, or other relevant organizations. Paragraph (2) Self-explanatory Paragraph (3) Self-explanatory Paragraph (4) Self-explanatory Paragraph (5) Self-explanatory Article 189 Paragraph (1) Self-explanatory Paragraph (2) One education unit may have religious special characeristics, social environment, and culture simultaneously. Specialty of religion in education unit may be in terms of general education 103 diselenggarakan oleh kelompok agama tertentu; pendidikan umum yang menyelenggarakan pendidikan umum dan ilmu agama seperti MI, MTs, dan MA; atau pendidikan keagamaan seperti pendidikan diniyah, pesantren, pabbajja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. Pendidikan dengan kekhasan lingkungan social dan budaya merupakan muatan pendidikan dan/atau pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi sosial dan budaya setempat. Pasal 190 Cukup jelas. Pasal 191 Cukup jelas. Pasal 192 Cukup jelas. Pasal 193 Cukup jelas. Pasal 194 Cukup jelas. Pasal 195 Cukup jelas. Pasal 196 Cukup jelas. Pasal 197 Ayat (1) Komposisi keanggotaan komite sekolah/madrasah, misalnya, perwakilan orang tua/wali peserta didik, hanya memenuhi 40% (empat puluh persen), sehingga unsure perwakilan tokoh masyarakat berjumlah 30% (tiga puluh persen) dan pakar pendidikan berjumlah 30% (tiga puluh persen). Apabila perwakilan orang tua/wali peserta didik sudah memenuhi 50% (lima puluh persen), unsur perwakilan tokoh masyarakat dapat berjumlah 25% (dua puluh lima persen) dan pakar pendidikan berjumlah 25% (dua puluh lima persen), atau tokoh masyarakat berjumlah 30% (tiga puluh persen) dan pakar pendidikan berjumlah 20% (dua puluh persen), atau tokoh masyarakat berjumlah 20% (dua puluh persen) dan pakar pendidikan berjumlah 30% (tiga puluh persen). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 198 Cukup jelas. Pasal 199 organized by particular group of religions; general education organizing general education and religion science such as MI, MTs and MA; or religious education such as diniyah education, pesantren (Islamic boarding school), pabbajja samanera, and other similar types. Education with specialty of social environmental and culture constitutes education quality and/or learning approach adjusted to the need and social potency and local culture. Article 190 Self-explanatory Article 191 Self-explanatory Article 192 Self-explanatory Article 193 Self-explanatory Article 194 Self-explanatory Article 195 Self-explanatory Article 196 Self-explanatory Article 197 Paragraph (1) Compositions of school/madrasah committee membership, for instance, representative of student’s parents/guardian, shall only meet 40% (forty percent), so that representative elements of public figure are 30% (thirty percent) and education expert 30% (thirty percent). If student’s parents/guardian representative have met 50% (fifty percent), representative elements of public figure may amount equal to 25% (twenty five percent) and education expert 25% (twenty five percent) or public figure 30% (thirty percent) and education expert 20% (twenty percent) or public figure 20% (twenty percent) and education expert 30% (thirty percent). Paragraph (2) Self-explanatory. Paragraph (3) Self-explanatory. Paragraph (4) Self-explanatory Paragraph (5) Self-explanatory Paragraph (6) Self-explanatory Paragraph (7) Self-explanatory Article 198 Self-explanatory Article 199 Self-explanatory 104 Cukup jelas. Pasal 200 Cukup jelas. Pasal 201 Cukup jelas. Pasal 202 Cukup jelas. Pasal 203 Cukup jelas. Pasal 204 Cukup jelas. Pasal 205 Cukup jelas. Pasal 206 Cukup jelas. Pasal 207 Cukup jelas. Pasal 208 Cukup jelas. Pasal 209 Cukup jelas. Pasal 210 Cukup jelas. Pasal 211 Cukup jelas. Pasal 212 Cukup jelas. Pasal 213 Cukup jelas. Pasal 214 Cukup jelas. Pasal 215 Cukup jelas. Pasal 216 Cukup jelas. Pasal 217 Cukup jelas. Pasal 218 Cukup jelas. Pasal 219 Cukup jelas. Pasal 220 Cukup jelas. Pasal 221 Cukup jelas. Pasal 222 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5105 Article 200 Self-explanatory Article 201 Self-explanatory Article 202 Self-explanatory Article 203 Self-explanatory Article 204 Self-explanatory Article 205 Self-explanatory Article 206 Self-explanatory Article 207 Self-explanatory Article 208 Self-explanatory Article 209 Self-explanatory Article 210 Self-explanatory Article 211 Self-explanatory Article 212 Self-explanatory Article 213 Self-explanatory Article 214 Self-explanatory Article 215 Self-explanatory Article 216 Self-explanatory Article 217 Self-explanatory Article 218 Self-explanatory Article 219 Self-explanatory Article 220 Self-explanatory Article 221 Self-explanatory Article 222 Self-explanatory SUPPLEMENT TO STATE GAZETTE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 5105 1 105