government regulation of the republic of indonesia

advertisement
1
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
GOVERNMENT REGULATION OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2010
NUMBER 17 OF 2010
TENTANG
REGARDING
PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN
MANAGEMENT AND ORGANIZATION OF EDUCATION
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BY THE GRACE OF GOD THE SUPREME ONE
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PRESIDENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
Menimbang
: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 12 ayat (4), Pasal 17 ayat (3), Pasal
18 ayat (4), Pasal 20 ayat (4), Pasal 21
ayat (7), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat
(3), Pasal 26 ayat (7), Pasal 27 ayat (3),
Pasal 28 ayat (6), Pasal 31 ayat (4), Pasal
32 ayat (3), Pasal 41 ayat (4), Pasal 42
ayat (3), Pasal 43 ayat (3), Pasal 50 ayat
(7), Pasal 51 ayat (3), Pasal 52 ayat (2),
Pasal 54 ayat (3), Pasal 55 ayat (5), Pasal
56 ayat (4), Pasal 62 ayat (4), Pasal 65
ayat (5), dan Pasal 66 ayat (3) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional,
perlu
menetapkan
Peraturan
Pemerintah
tentang
Pengelolaan
dan
Penyelenggaraan Pendidikan;
Considering :
that for implementing the provisions of Article
12 paragraph (4), Article 17 paragraph (3),
Article 18 paragraph (4), Article 20 paragraph
(4), Article 21 paragraph (7), Article 24
paragraph (4), Article 25 paragraph (3), Article
26 paragraph (7), Article 27 paragraph (3),
Article 28 paragraph (6), Article 31 paragraph
(4), Article 32 paragraph (3), Article 41
paragraph (4), Article 42 paragraph (3), Article
43 paragraph (3), Article 50 paragraph (7),
Article 51 paragraph (3), Article 52 paragraph
(2), Article 54 paragraph (3), Article 55
paragraph (5), Article 56 paragraph (4), Article
62 paragraph (4), Article 65 paragraph (5), and
Article 66 paragraph (3) of Law Number 20 of
2003 regarding National Education System, it is
deemed necessary to stipulate a Government
Regulation regarding Education Management
and Organization;
Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
In view of
1. Article 5 paragraph (2) of State Constitution
of the Republic Indonesia of 1945;
2. Law Number 20 of 2003 regarding National
Education System (State Gazette of the
Republic of Indonesia of 2003 Number 78,
Supplement to State Gazette of the Republic
of Indonesia Number 4301);
:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PENGELOLAAN
DAN
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN.
HAS DECIDED:
To stipulate
:
GOVERNMENT
REGULATION
REGARDING EDUCATION MANAGEMENT
AND ORGANIZATION
BAB I
KETENTUAN UMUM
CHAPTER I
GENERAL PROVISIONS
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan
dalam penyelenggaraan system pendidikan nasional oleh
Pemerintah,
pemerintah
provinsi,
pemerintah
kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang
didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan agar proses
pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan
Article 1
In this Government Regulation meant by :
1. Education Management is the
authority in organizing
national education system by the central Government,
provincial government, regency/municipal government,
organizers of educational institutions established by the
community and educational unit in order that the process of
education may run and operate in accordance with the
1
pendidikan nasional.
Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan
pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada
satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat
berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional.
3. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.
4. Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat TK,
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak
usia dini pada jalur pendidikan formal yang
menyelenggarakan program pendidikan bagi anak
berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam)
tahun.
5. Raudhatul Athfal, yang selanjutnya disingkat RA,
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak
usia dini pada jalur pendidikan formal yang
menyelenggarakan program pendidikan dengan
kekhasan agama Islam bagi anak berusia 4 (empat)
tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
6. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
7. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada
jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang
pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada
satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar dan
Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat
serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan
pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah
Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau
bentuk lain yang sederajat.
8. Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD,
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal
yang menyelenggarakan pendidikan umum pada
jenjang pendidikan dasar.
9. Madrasah Ibtidaiyah, yang selanjutnya disingkat MI,
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal
dalam
binaan
Menteri
Agama
yang
menyelenggarakan pendidikan umum
dengan
kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan
dasar.
10. Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya
disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan
formal
yang
menyelenggarakan
pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar
sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang
sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui
sama atau setara SD atau MI.
11. Madrasah Tsanawiyah, yang selanjutnya disingkat
MTs, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal dalam binaan Menteri Agama yang
menyelenggarakan pendidikan umum
dengan
kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan
2.
objective of national education.
2. Education organization is the act of arranging an educational
system covering field of studies, grade, and types of
education to ensure the the educational process may run in
accordance with the national education objective.
3. Education for children at an early age means any efforts to
develop children since their birth up to the age of 6 (six)
years which is conducted by means of stimulating them to
help them grow and develop physically and spiritually and to
make them ready to enter a higher or further educational
level.
4. Kindergarten which is hereinafter referred to as TK is a
school or a class for children aged four (4) to six (6) which is
normally organized through a formal education.
5. Raudhatul Athfal (Islamic Kindergarten) which is hereinafter
referred to as RA, is one of the forms of education unit for
early age children within the formal education lane typical of
Islamic religion for children of four (4) to six(6) years of age.
6. Formal education is a structured and graded education made
up of primary education, secondary education, and tertiary
education.
7. Primary education is education grade in formal education
line underlying the grade of secondary education, which is
organized in education unit having the form of Elementary
School and Madrasah Ibtidaiyah (Islamic Elementary School)
or other forms, which are equivalent as well as becoming
one unit of further education in the education unit having the
form of Junior High School and Madrasah Tsanawiyah
(Islamic Junior High School), or other forms that are
equivalent.
8. Elementary School, which hereinafter is abbreviated SD, is
one of the forms of formal education unit organizing general
education in the grade of primary education.
9. Madrasah Ibtidaiyah (Islamic Elementary School), which
hereinafter is abbreviated MI, is one of the formal education
units under the guidance of Minister Religious Affairs who
organizes general education with typical Islamic religion at
the same level as elementary school.
10. Junior High School, which is hereinafter abbreviated to
SMP, is a formal education organizing general education
starting from elementary school (known as SD), MI, or any
other forms of equal level or any other education recognized
to be the same level as SD or MI.
11. Madrasah Tsanawiyah (Islamic Junior High School), which is
hereinafter abbreviated to MTs, is one of the forms of formal
education unit under the guidance of the Minister of
Religious Affairs who organizes general education with
typical Islamic religion in the grade of primary education as
2
dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain
yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang
diakui sama atau setara SD atau MI.
Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan
pada jalur pendidikan formal yang merupakan
lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah
Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah
Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan
atau bentuk lain yang sederajat.
Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat
SMA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal yang menyelenggarakan pendidikan umum
pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan
dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau
lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara
SMP atau MTs.
Madrasah Aliyah, yang selanjutnya disingkat MA,
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal
dalam
binaan
Menteri
Agama
yang
menyelenggarakan pendidikan umum
dengan
kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau
bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil
belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya
disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan
formal
yang
menyelenggarakan
pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau
bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil
belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
the continuation of SD, MI, or other forms which are
equivalent or a continuation of
any other education
recognized to be the same level as SD or MI.
12. Secondary Education is an education grade within formal
education which is the continuation of primary education,
that takes the forms of Senior High School, Madrasah Aliyah
(Islamic Senior High School), Vocational Junior High School
and Vocational Madrasah Aliyah or other forms which are
equivalent.
13. Senior High School, is which hereinafter abbreviated to
SMA, is one of the forms of formal education unit organizing
general education in the grade of secondary education as a
continuation of SMP, MTs, or other forms which are
equivalent or continuation of any from the result of study as
recognized equal to/equivalent with SMP or MTs.
16. Madrasah Aliyah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat
MAK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal dalam binaan Menteri Agama yang
menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan
kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau
bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil
belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
16. Madrasah Aliah Kejuruan (Vocational Senior High School),
which is hereinafter abbreviated to MAK, is one of the forms
of formal education unit under the guidance of Minister of
Religious Affairs who organizes vocational education with
typical Islamic religion in the grade of secondary education
as a continuation of SMP, MTs, or other forms which are
equivalent or as a continuation of any other education
recognized to be equal to or equivalent with SMP or MTs.
17. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan pada
jalur pendidikan formal setelah pendidikan menengah
yang dapat berupa program pendidikan diploma,
sarjana, magister, spesialis, dan doktor, yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
18. Politeknik
adalah
perguruan
tinggi
yang
menyelenggarakan
pendidikan
vokasi
dalam
sejumlah bidang pengetahuan khusus.
19. Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau
vokasi dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu dan
jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan
pendidikan profesi.
20. Institut
adalah
perguruan
tinggi
yang
menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau
pendidikan vokasi dalam sekelompok disiplin ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika
memenuhi
syarat
dapat
menyelenggarakan
pendidikan profesi.
21. Universitas
adalah
perguruan
tinggi
yang
17. Tertiary education is a formal education of university or
college level after secondary education which can be in the
form of education program for diploma, bachelor’s degree,
master’s degree, specialist, and PhD degree organized by
college/university.
18. Polytechnic is a college organizing vocational education in a
number of special knowledge.
12.
13.
14.
15.
14. Madrasah Aliyah (Islamic Senior High School), which
hereinafter is abbreviated MA, is one of the forms of formal
education unit under the fostering of Minister of Religious
Affairs who organizes general education with typical Islamic
religion in the grade of secondary education as a
continuation from SMP, MTs, or other forms which are
equivalent or continuation of any other education recognized
to be the same level to SMP or MTs.
15. Vocational Junior High School, which is hereinafter
abbreviated to SMK, is one of the forms of formal education
unit organizing vocational studies in the grade of secondary
education as a continuation of SMP, MTs, or other forms
which are equivalent or continuation of any other education
recognized to be equal to or equivalent with SMP or MTs.
19. College is a higher education organizing academic and/or
vocational education within
the scope of one certain
scientific discipline and if complying with the requirements
can organize professional education.
20. Institute is a college organizing academic education and/or
vocational education in a group of scientific disciplines,
technologies, and/or arts and if complying with the
requirements can organize professional education.
21. University is a college organizing academic education and/or
3
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau
pendidikan vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat
dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.
Program studi adalah unsur pelaksana akademik
yang menyelenggarakan dan mengelola jenis
pendidikan akademik, vokasi, atau profesi dalam
sebagian atau satu bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan/atau olahraga tertentu.
Jurusan atau nama lain yang sejenis adalah
himpunan sumber daya pendukung program studi
dalam satu rumpun disiplin ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan/atau olahraga.
Fakultas atau nama lain yang sejenis adalah
himpunan sumber daya pendukung, yang dapat
dikelompokkan
menurut
jurusan,
yang
menyelenggarakan dan mengelola pendidikan
akademik, vokasi, atau profesi dalam satu rumpun
disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau
olahraga.
Standar Nasional Pendidikan adalah criteria minimal
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal
berupa nilai kumulatif pemenuhan Standar Nasional
Pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan
pendidikan.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan pada
perguruan
tinggi
dengan
tugas
utama
mentransformasikan,
mengembangkan,
dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat.
Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan
belajar pada perguruan tinggi.
Sivitas akademika adalah komunitas dosen dan
mahasiswa pada perguruan tinggi.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang.
Kelompok belajar adalah satuan pendidikan
nonformal yang terdiri atas sekumpulan warga
masyarakat yang saling membelajarkan pengalaman
dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu
dan taraf kehidupannya.
Pusat kegiatan belajar masyarakat adalah satuan
pendidikan nonformal yang menyelenggarakan
berbagai kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan
masyarakat atas dasar prakarsa dari, oleh, dan untuk
masyarakat.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal adalah
pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi
Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan
keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah.
Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan
yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar
vocational education in a number of science, technologies,
and/or arts and if complying with the requirements can
organize professional education.
22. Study program is the element of academic executive
organizing and managing types of academic, vocational or
professional education in part or one certain sector of
science, technology, arts and/or sports.
23. Department or any other names of the same type is an
association of supporting resources of study program in one
cluster of scientific disciplines, arts, and/or sports.
24. Faculty or any other names of the same type is an
association of supporting resources which can be grouped
by its department, organizing and managing academic,
vocational or professional education in a cluster of scientific
disciplines, technologies, arts and/or sports.
25. National Standard of Education is minimal criteria concerning
education system in the whole state jurisdiction territory of
the Unitary Republic of Indonesia.
26. Minimal service standard is minimal criteria in the form of
cumulative value for complying with educational national
standard which has to be fulfilled by each education unit.
27. Curriculum is a set of plans and arrangements concerning
the aim, content, and learning materials, as well as the
method employed to serve as the guidance on organizing
learning activities to achieve the education aim.
28. Lecturer is a professional educator and scientist in the
college whose main assignment is to transform, develop and
disseminate the science, technology and arts through the
education, research, and devotion to the community.
29. Student is education participant who is registered and
studying in the college/university.
30. Civitas academia is a community of lecturers and students
in the college/university.
31. Non-formal education is education organized outside formal
education which can be implemented in a structured and
gradual way.
32. Study group is a non-formal education unit consisting of a
group of community members who teach each other on the
experience and capability in the framework of improving the
quality and level of their life.
33. Center of community learning society is a non-formal
education unit which organizes various learning activities
according to the needs of community based on the initiative
from, by, and for the community.
34. Local advantage based-education is an education organized
upon complying with National Standard of Education and
enriched with competitive advantage and/or comparative
regional advantage.
35. International level education is an education which is
organized upon complying with National Standard of
4
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar
pendidikan negara maju.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan/atau sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.
Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang
peserta didiknya terpisah dari pendidik dan
pembelajarannya menggunakan berbagai sumber
belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan
media lain.
Pendidikan
berbasis
masyarakat
adalah
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan
agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi
masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari,
oleh, dan untuk masyarakat.
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga
dan lingkungan.
Organisasi profesi adalah kumpulan anggota
masyarakat yang memiliki keahlian tertentu yang
berbadan hukum dan bersifat nonkomersial.
Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang
beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang
peduli pendidikan.
Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri
yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik,
komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang
peduli pendidikan.
43. Kementerian
adalah
kementerian
yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan nasional.
44. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
45. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
46. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional.
Education and enriched with education standard of
advanced countries.
36. Learning is the process of education participant interaction
with the educator and/or source of study in a learning
environment.
37. Distant learning education is an education in which the
education participants are separated from their educators
and its learning applies various learning resources through
the communication and information technology and other
media.
38. Community based-education is the organization of education
based on typical religion, social, culture, aspiration and
community potential as manifestation of education from, by,
and for the community.
39. Information education is the lane of family education and
environment.
40. Professional organization is a collection of community
members which have certain expertise which has legal entity
and non-commercial in character.
41. Education council is an independent institute which
membership is of various elements of community who care
for education.
42. School/Madrasah (Islamic School) committee is an
independent
institute
which
membership
is
of
parents/guardians of education participants, school
community, as well as community figures who care for
education.
43. Ministry is the ministry which organizes governmental affairs
in the sector of national education.
44. Government is Central Government
45. Regional government is provincial government, regency
government or municipal government.
46. Minister is the minister who organizes governmental affairs
in the sector of national education.
BAB II
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
CHAPTER II
EDUCATION MANAGEMENT
Bagian Kesatu
Umum
Part One
General
Pasal 2
Pengelolaan pendidikan dilakukan oleh:
a. Pemerintah;
b. pemerintah provinsi;
c. pemerintah kabupaten/kota;
d. penyelenggara satuan pendidikan
masyarakat; dan
e. satuan atau program pendidikan.
yang
didirikan
Pasal 3
Pengelolaan pendidikan ditujukan untuk menjamin:
a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang
mencukupi, merata, dan terjangkau;
b. mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya
dengan kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat; dan
c. efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan
pendidikan.
Article 2
The education organization is conducted by:
a. The government
b. The provincial government
c. The regency/municipal government
d. The organizer of education sector as established by the
community, and
e. Education unit or program
Article 3
Education management is aimed at guaranteeing :
a. Access of the community to education service which is
adequate, evenly distributed, and affordable.
b. Education quality and competitiveness as well as its
relevancy with the needs and/or condition of the community,
and
c. Effectiveness, efficiency, and accountability of education
management
5
Pasal 4
Pengelolaan pendidikan didasarkan pada kebijakan
nasional bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Article 4
Education management is based on national policy in education
sector in accordance with the provisions of laws and regulations.
Bagian Kedua
Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah
Part Two
Education Management by the Government
. Pasal 5
Menteri bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan
nasional serta merumuskan dan/atau menetapkan
kebijakan nasional pendidikan
Article 5
The Minister shall be responsible for managing national
education system as well as formulating and/or adopting national
policy of education.
Pasal 6
(1) Kebijakan nasional pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dituangkan dalam:
a. rencana pembangunan jangka panjang;
b. rencana pembangunan jangka menengah;
c. rencana strategis pendidikan nasional;
d. rencana kerja Pemerintah;
e. rencana kerja dan anggaran tahunan; dan
f. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pendidikan.
(2) Kebijakan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup pelaksanaan strategi pembangunan
nasional yang meliputi:
a. pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia;
b. pengembangan
dan
pelaksanaan
kurikulum
berbasis kompetensi;
c. proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
d. evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang
memberdayakan;
e. peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga
kependidikan;
f. penyediaan sarana belajar yang mendidik;
g. pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip
pemerataan dan berkeadilan;
h. penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan
merata;
i. pelaksanaan wajib belajar;
j. pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan;
k. pemberdayaan peran masyarakat;
l. pusat
pembudayaan
dan
pembangunan
masyarakat; dan
m. pelaksanaan
pengawasan
dalam
system
pendidikan nasional.
Article 6
(1) National policy of education as referred to in Article 5 is laid
down in:
a. Plan of long-term development
b. Plan of medium-term development
c. Plan of national education strategy
d. Government work plan
e. Work plan and annual budget; and
f. Provisions on laws and regulations in education sector
(3) Kebijakan nasional pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi:
a. Kementerian;
b. Kementerian Agama;
c. kementerian lain atau lembaga pemerintah
nonkementerian yang menyelenggarakan satuan
pendidikan;
d. pemerintah provinsi;
e. pemerintah kabupaten/kota;
f. penyelenggara
pendidikan
yang
didirikan
masyarakat;
g. satuan atau program pendidikan;
h. dewan pendidikan;
(3) The education national policy as referred to in paragraph (1)
and paragraph (2) constitutes guidance for:
a. The Ministry
b. The Ministry of Religious Affairs
c. Other ministries or non-ministerial government institutes
organizing the education unit
(2) National policy of education as referred to in paragraph (1)
includes the implementation of national development
strategy which includes:
a. Implementation of religious education as well as noble
morality
b. Development and implementation of competency-based
curriculum
c. Learning process which is educating and dialogical
d. Evaluation, accreditation, and certification of education
which are empowering
e. Improving the professionalism of educator and
pedagogical staff
f. Availability of learning facilities which are educating
g. Financing the education which is in accordance with the
principal of even distribution and justice
h. Organizing the education which is open and evenly
distributed.
i. Implementation of compulsory study
j. Implementation of education management autonomy
k. Empowerment of community role
l. Center of community culture and development, and
m. Implementation of supervision in national education
system
d.
e.
f.
g.
h.
Provincial government
Regency/municipal government
Organizer of education as established by the community
Education unit or program
Education council
6
i. komite sekolah/madrasah atau nama lain yang
sejenis;
j. peserta didik;
k. orang tua/wali peserta didik;
l. pendidik dan tenaga kependidikan;
m. masyarakat; dan
n. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di
Indonesia.
(4) Pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan agar
sistem pendidikan nasional dapat dilaksanakan secara
efektif, efisien, dan akuntabel.
(5) Pengalokasian anggaran pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dikonsolidasikan oleh Menteri.
Pasal 7
Pemerintah mengarahkan, membimbing, menyupervisi,
mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi,
dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan secara nasional.
Pasal 8
(1) Menteri menetapkan target tingkat partisipasi
pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan
yang harus dicapai pada tingkat nasional.
(2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur
pendidikan formal dan nonformal.
(3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah
mengutamakan perluasan dan pemerataan akses
pendidikan melalui jalur pendidikan formal.
Pasal 9
(1) Menteri menetapkan target tingkat pemerataan
partisipasi pendidikan pada tingkat nasional yang
meliputi:
a. antarprovinsi;
b. antarkabupaten;
c. antarkota;
d. antara kabupaten dan kota; dan
e. antara laki-laki dan perempuan.
(2) Menteri menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta
didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi
peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu
membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan
khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus.
Pasal 10
(1) Menteri menetapkan standar pelayanan minimal
bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan masing-masing untuk:
a. pemerintah daerah; atau
b. satuan atau program pendidikan.
(3) Standar pelayanan minimal bidang pendidikan untuk
pemerintah daerah merupakan syarat awal yang harus
dipenuhi untuk:
a. mencapai target tingkat partisipasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 secara bertahap; dan
b.menyelenggarakan
atau
memfasilitasi
i.
School/Madrasah committee or other name of the same
type
j. Education participant
k. Parent/guardian of education participant
l. Educator and pedagogical staff
m. The community, and
n. Other parties related to education in Indonesia
(4) The government shall allocate education budget so as the
national education system can be implemented effectively,
efficiently, and accountably.
(5) The allocation of education budget as referred to in
paragraph (4) shall be consolidated by the Minister.
Article 7
The government shall direct, guide, supervise, watch,
coordinate, monitor, evaluate, and control the organizer, unit,
lane, grade, and type of education nationwide.
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
Article 8
The Minister shall set the target of education participating
level in all grades and types of education which have to be
reached at national level.
The target of education participating level as referred to in
paragraph (1) shall be complied with through the lane of
formal and non-formal education.
In complying with the target of education participating level
as referred to in paragraph (2), the government shall
prioritize the expansion and even distribution of education
access through the line of formal education.
Article 9
The Minister shall set the target of even distribution level in
education participation at national level which includes:
a. Inter province
b. Inter regency
c. Inter municipality
d. Between regency and municipality, and
e. Between male and female
The Minister shall adopt the policy to guarantee the
education participant to acquire access to service,
education for education participant whose parent/guardian
is unable to finance the education, special education
participant and/or education participant in special area.
Article 10
The Minister shall stipulate minimal service standard in
education sector pursuant to the provisions of laws and
regulations.
Minimal service standard as referred to in paragraph (1)
shall be set respectively for:
a. Regional government, or
b. Education unit or program
Minimal service standard in education sector for regional
government constitutes initial requirements which have to
be observed for:
a. Reaching the target of participant level as referred to
in Article 8 gradually, and
b. Organizing or facilitating the organizing of education
7
penyelenggaraan satuan pendidikan sesuai Standar
Nasional Pendidikan secara bertahap.
(4) Standar pelayanan minimal bidang pendidikan untuk
satuan pendidikan ditetapkan sebagai syarat awal yang
harus dipenuhi dalam mencapai Standar Nasional
Pendidikan secara bertahap dengan menerapkan
otonomi satuan pendidikan atau manajemen berbasis
sekolah/madrasah.
Pasal 11
Menteri menetapkan Standar Nasional Pendidikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
(1) Pemerintah
melakukan
dan/atau
memfasilitasi
penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman
pada kebijakan nasional pendidikan dan Standar
Nasional Pendidikan.
(2) Dalam
rangka
penjaminan
mutu
pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi:
a. akreditasi program pendidikan;
b. akreditasi satuan pendidikan;
c. sertifikasi kompetensi peserta didik;
d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.
(3) Akreditasi dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) yang diselenggarakan dan/atau difasilitasi oleh
Pemerintah atau masyarakat didasarkan pada Standar
Nasional Pendidikan.
Pasal 13
(1) Pemerintah mengakui, memfasilitasi, membina, dan
melindungi program dan/atau satuan pendidikan
bertaraf internasional sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah memfasilitasi perintisan program dan/atau
satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi
Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan
menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf
internasional.
(3) Pemerintah memfasilitasi akreditasi internasional
program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Pemerintah memfasilitasi sertifikasi internasional pada
program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 14
Pemerintah melakukan pembinaan berkelanjutan
kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi
puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan,
kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional.
(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif
bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
Pemerintah
menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara
teratur dan berjenjang kompetisi di bidang:
a. ilmu pengetahuan;
(1)
(4)
unit according to the educational national standard
gradually
Minimal service standard in education sector for education
unit shall be set as initial requirement which has to be
complied with in reaching National Standard of Education
gradually by applying the autonomy of education unit or
school / madrasah based-management.
Article 11
The Minister shall stipulate National Standard of Education
pursuant to the provisions of laws and regulations.
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
Article 12
The Government shall conduct and/or facilitate education
quality assurance under the guidance of national education
policy and National Standard of Education.
In the framework of education quality assurance as
referred to in Article (1), the Government shall organize
and/or facilitate:
a. Accreditation of education program
b. Accreditation of education unit
c. Certification of education participant competency
d. Certification of educator in competency and/or
e. Certification of pedagogical staff competency
The accreditation and certification as referred to paragraph
(2) which is organized and/or facilitated by the government
or the community shall be based on National Standard of
Education.
Article 13
The Government shall recognize, facilitate, develop and
protect the program and or unit education of international
level pursuant to the provisions of laws and regulations.
The Government shall facilitate the pioneering of program
and/or education unit which has or almost has complied
with National Standard of Education for being developed to
become program and/or unit of education with international
level.
The Government shall facilitate the international
accreditation of program and/or unit of education as
referred to in paragraph (1) and paragraph (2)
The Government shall facilitate international certification in
the program and or unit of education as referred to in
paragraph (1) and paragraph (2)
Article 14
The Government shall conduct sustainable development to
the education participant having potential intelligence
and/or special talent for reaching peak achievement in the
sector of science, technology, arts and/or sports at
education unit for regency, municipal, provincial, national
and international level.
For growing competitive climate which is conducive for
reaching peak achievement as referred to in paragraph (1)
the Government shall organize and/or facilitate regularly
and gradually the competition in the sector of:
a. Science
8
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
(3) Pemerintah memberikan penghargaan kepada peserta
didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
b. Technology
c. Arts, and/or
d. Sports
(3)The Government shall award appreciation to the education
participant who has reached peak achievement as referred to
in paragraph (1) and paragraph (2) pursuant to
the
provisions of laws and regulations.
(4)Further provisions regarding the implementation of
sustainable development as referred to in paragraph (1) and the
organization and facilitation of competition as referred to in
paragraph (2) shall be stipulated by Ministerial Regulation.
Pasal 15
Menteri menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan
untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas
pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi:
a. Kementerian;
b. Kementerian Agama;
c. kementerian
lain
atau
lembaga
pemerintah
nonkementerian yang menyelenggarakan program
dan/atau satuan pendidikan;
d. pemerintah provinsi;
e. pemerintah kabupaten/kota;
f. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat;
dan
g. satuan atau program pendidikan.
Article 15
The Minister shall adopt the policy of education management to
ensure the efficiency, effectiveness and accountability of
education management which constitutes guidelines for:
a.
The Ministry
b.
The Ministry of Religious Affairs
c.
Other Ministries or non-ministerial government institutes
which organize education program and/or unit
Pasal 16
(1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem
pendidikan nasional, Kementerian mengembangkan
dan melaksanakan sistem informasi pendidikan
nasional berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh jejaring
informasi nasional yang terhubung dengan system
informasi pendidikan di kementerian lain atau lembaga
pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan
pendidikan, sistem informasi pendidikan di semua
provinsi, dan sistem informasi pendidikan di semua
kabupaten/kota.
(3) Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan
akses informasi administrasi pendidikan dan akses
sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada
semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan.
d.
e.
f.
Provincial government
Regency/Municipal government
Education executive as established by the community, and
g.
Education unit or program
(1)
(2)
(3)
Article 16
In organizing and managing national education system, the
Ministry shall develop and carry out information-andcommunication-technology based national education
information system
The national education information system as referred to in
paragraph (1) shall be facilitated by national information
network which is connected with education information
system in other ministries or non-ministerial government
institutes organizing the education, education information
system in all provinces, and education information system
in all regencies/municipalities.
The national education information system as referred to in
paragraph (1) and paragraph (2) shall provide access to
education administration information and access to
learning sources to the unit of education in all grades,
types, and lines of education.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi
Part Three
Education Management by Provincial Government
Pasal 17
Gubernur bertanggung jawab mengelola system
pendidikan nasional di daerahnya serta merumuskan dan
menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai
kewenangannya.
Article 17
The governor shall be responsible for managing national
education system in his/her area as well as formulating and
stipulating the regional policy in the sector of education in line
with his/her authority.
Pasal 18
(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 merupakan penjabaran dari kebijakan
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
(1)
Article 18
The policy of education as referred to in Article 17 shall
constitute the elaboration of education policy as referred
to in Article 5 and according to the provisions of laws and
regulations.
9
undangan.
(2) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam:
a. rencana pembangunan jangka panjang provinsi;
b. rencana pembangunan jangka menengahprovinsi;
c. rencana strategis pendidikan provinsi;
d. rencana kerja pemerintah provinsi;
e. rencana kerja dan anggaran tahunan provinsi;
f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan
g. peraturan gubernur di bidang pendidikan.
(3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan
pedoman bagi:
a. semua jajaran pemerintah provinsi;
b. pemerintah kabupaten/kota di provinsi yang
bersangkutan;
c. penyelenggara
pendidikan
yang
didirikan
masyarakat di provinsi yang bersangkutan;
d. satuan atau program pendidikan di provinsi yang
bersangkutan;
e. dewan pendidikan di provinsi yang bersangkutan;
f. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di
provinsi yang bersangkutan;
g. peserta didik di provinsi yang bersangkutan;
h. orang tua/wali peserta didik di provinsi yang
bersangkutan;
i. pendidik dan tenaga kependidikan di provinsi yang
bersangkutan;
j. masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan
k. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di
provinsi yang bersangkutan.
(4) Pemerintah
provinsi
mengalokasikan
anggaran
pendidikan agar sistem pendidikan nasional di provinsi
yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif,
efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan daerah
bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3).
Pasal 19
Pemerintah
provinsi
mengarahkan,
membimbing,
menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau,
mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara,
satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di provinsi
yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
Pasal 20
(1) Gubernur menetapkan target tingkat partisipasi
pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan
yang harus dicapai pada tingkat provinsi.
(2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur
pendidikan formal dan nonformal.
(3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah
provinsi mengutamakan perluasan dan pemerataan
akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal.
Pasal 21
(1) Gubernur menetapkan target tingkat pemerataan
partisipasi pendidikan pada tingkat provinsi yang
(2)
(3)
(4)
The regional policy in education sector as referred to in
paragraph (1) shall be laid down in:
a. Plan of long-term provincial development
b. Plan of medium-term provincial development
c. Provincial government strategic plan
d. Work plan of provincial government
e. Provincial annual work plan and budget
f. Regional regulation in education sector, and
g. Governor regulation in the sector of education
Regional policy in education sector as referred to in
paragraph (1) and paragraph (2) which shall serve as
guidelines for:
a. All ranks and files of provincial government
b. Regency/municipal government in the relevant
province
c. Education organizer as established by the
community in the relevant province
d. Education unit or program in the relevant province
e. Education council in the relevant province
f. School committee or any other name of the same
type in the relevant province
g. Education participant in the relevant province
h. Parent/guardian of the education participant in the
relevant province
i. Educator and pedagogical staff in the relevant
province
j. The community in the relevant province, and
k. Other parties related to education in the relevant
province
The provincial government shall allocate education
budget in order that the national education system in the
relevant province can be implemented effectively,
efficiently, and accountably in accordance with the
regional policy in education sector as referred to in
paragraph (1), paragraph (2) and paragraph (3).
Article 19
The provincial government shall direct, guide, supervise, watch,
coordinate, monitor, evaluate, and control the organizer, unit,
lane, grade, and type of education in the relevant province in
accordance with the regional policy in education sector as
referred to in Article 17.
(1)
(2)
(3)
(1)
Article 20
The government shall set the target of education
participation level in all grades and types of education
which have to be reached at provincial level.
The target of education participation level as referred to in
paragraph (1) shall be complied with through the lane of
formal and non-formal educations.
In complying with the target of education participation level
as referred to in paragraph (1), the provincial government
shall prioritize the expansion and even distribution for
access of education through formal education line.
Article 21
The Governor shall set the target of even distribution level
in education participation at provincial level which includes:
10
meliputi:
a. antarkabupaten;
b. antarkota;
c. antara kabupaten dan kota; dan
d. antara laki-laki dan perempuan.
(2) Gubernur menetapkan kebijakan untuk menjamin
peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan
bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu
membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan
khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus.
Pasal 22
Gubernur
melaksanakan
dan
mengoordinasikan
pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang
pendidikan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Pemerintah provinsi melakukan dan/atau memfasilitasi
penjaminan mutu pendidikan di daerahnya dengan
berpedoman pada kebijakan nasional pendidikan dan
Standar Nasional Pendidikan.
(2) Dalam
melaksanakan
tugasnya
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi
berkoordinasi
dengan
unit
pelaksana
teknis
Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan
mutu pendidikan.
(3) Dalam
rangka
penjaminan
mutu
pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah
provinsi mengoordinasikan dan memfasilitasi:
a. akreditasi program pendidikan;
b. akreditasi satuan pendidikan;
c. sertifikasi kompetensi peserta didik;
d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.
Pasal 24
(1) Pemerintah provinsi menyelenggarakan, mengakui,
memfasilitasi, membina, dan melindungi program
dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
(2) Pemerintah provinsi menyelenggarakan, mengakui,
memfasilitasi, membina, dan melindungi program
dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir
memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dirintis
dan dikembangkan menjadi bertaraf internasional
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Pemerintah
provinsi
memfasilitasi
akreditasi
internasional program dan/atau satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Pemerintah
provinsi
memfasilitasi
sertifikasi
internasional
pada
program
dan/atau
satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2).
Pasal 25
(1) Pemerintah
provinsi
melakukan
pembinaan
berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki
(2)
a. Inter regency
b. Inter municipality
c. Between agency and municipality, and
d. Between male and female
The Government shall adopt a policy for ensuring the
education participant to acquire access of education
service for education participant whose parent/guardian is
unable to finance the education, the education participant
of special education, and/or the education participant in
special area.
Article 22
The Governor shall carry out and coordinate the implementation
of minimal service standard in education sector in accordance
with the provisions of laws and regulations.
(1)
(2)
(3)
(1)
Article 23
The provincial government shall conduct and/or facilitate
education quality assurance in its area under the guidance
of national policy and National Standard of Education.
In carrying out its assignment as referred to in paragraph
(1) the provincial government shall coordinate with
Government technical executive unit which shall carry out
the duty for education quality assurance.
In the framework of education quality assurance as
referred to in paragraph (1), the provincial government
shall coordinate and facilitate:
a. Education program accreditation
b. Education unit accreditation
c. Certification of education participant competency
d. Certification of educator competency, and/or
e. Certification of pedagogical staff competency
Article 24
The provincial government shall organize, recognize,
facilitate, develop and protect the program and/or unit of
education of international level in accordance with the
provisions of laws and regulations
(2)
The provincial government shall organize, recognize,
facilitate, develop, and protect the program and or unit
education which has or almost has complied with National
Standard of Education for pioneering and developing to
become international standard in accordance with the
provisions of laws and resolutions.
(3)
The provincial government shall facilitate the program of
international accreditation and/or education unit as referred
to in paragraph (1) and paragraph (2).
The provincial government shall facilitate international
certification in the program and/or unit of education as
referred to in paragraph (1) and paragraph (2).
(4)
(1)
Article 25
The provincial government shall conduct sustainable
development of an education participant who has potential
11
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan
pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan
internasional.
(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif
bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pemerintah provinsi
menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara
teratur dan berjenjang kompetisi di bidang:
a. ilmu pengetahuan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
(3) Pemerintah provinsi memberikan penghargaan kepada
peserta didik yang meraih prestasi puncak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Gubernur.
Pasal 26
Gubernur menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan
untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas
pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi:
a. semua jajaran pemerintah provinsi;
b. pemerintah
kabupaten/kota
di
provinsi
yang
bersangkutan;
c. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat
di provinsi yang bersangkutan;
d. satuan atau program pendidikan di provinsi yang
bersangkutan;
e. dewan pendidikan di provinsi yang bersangkutan;
f. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di provinsi
yang bersangkutan;
g. peserta didik di provinsi yang bersangkutan;
h. orang tua/wali peserta didik di provinsi yang
bersangkutan;
i. pendidik dan tenaga kependidikan di provinsi yang
bersangkutan;
j. masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan
k. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di provinsi
yang bersangkutan.
Pasal 27
(1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola system
pendidikan nasional di daerah, pemerintah provinsi
mengembangkan dan melaksanakan system informasi
pendidikan provinsi berbasis teknologi informasi dan
komunikasi.
(2) Sistem informasi pendidikan provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari
sistem informasi pendidikan nasional.
(3) Sistem informasi pendidikan provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan
akses informasi administrasi pendidikan dan akses
sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada
intelligence and/or special talent for reaching peak
achievement in the sector of science, technology, arts,
and/or sports and unit level of education for regency,
municipal, provincial, national, and international level.
(2)
(3)
(4)
For growing competitive climate which is conducive for
reaching peak achievement as referred to in paragraph (1)
the provincial government shall organize and/or facilitate
regularly and gradually the competition in the sector of:
a. Science
b. Technology
c. Arts, and/or
d. Sports
The provincial government shall award appreciation to the
education participant who has reached peak achievement
as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) in
accordance with the provisions of laws and regulations.
Further provisions regarding the implementation
sustainable development as referred to in paragraph
and the organization and facilitation of competition
referred to in paragraph (2) shall be stipulated
Government Regulation.
of
(1)
as
by
Article 26
The Governor shall adopt the policy of education management to
ensure the efficiency, effectiveness and accountability of
education management which shall serve as guidelines for:
a. All ranks and files of the provincial government
b. Regency/municipal government in the relevant province
c.
d.
e.
f.
Education organizer as established by the community in the
relevant province
Unit of program of education in the relevant province
i.
Education council in the relevant province
School committee or other name of the same type in the
relevant province
Education participant in the relevant province
Parents/guardian of education participant in the relevant
province
Educator and pedagogy staff in the relevant province
j.
k.
The community in the relevant province, and
Other parties related to education in the relevant province
g.
h.
(1)
(2)
(3)
Article 27
In organizing and managing national education system in
the region, the provincial government shall develop and
carry
out
information-and-communication-technology
based provincial education information system.
Provincial education information system as referred to in
paragraph (1) constitutes a sub-system of national
education information system.
The provincial education information system as referred to
in paragraph (1) and paragraph (2) shall provide education
administration information access and learning sources
access to the unit of education in all grades, types, and
12
semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan sesuai
kewenangan pemerintah provinsi.
lines of education in accordance with the authority of
provincial government.
Bagian Keempat
Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota
Part Four
Education Management by Regency/Municipal
Government
Pasal 28
Bupati/walikota bertanggung jawab mengelola sistem
pendidikan nasional di daerahnya dan merumuskan serta
menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai
kewenangannya.
Article 28
The Regent/Mayor shall be responsible for managing national
education system in his/her area as well as formulating and
adopting the regional policy in the sector of education in
accordance with his/her authority.
Pasal 29
(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 merupakan penjabaran dari kebijakan
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan
Pasal 17, serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam:
a. rencana
pembangunan
jangka
panjang
kabupaten/kota;
b. rencana
pembangunan
jangka
menengah
kabupaten/kota;
c. rencana strategis pendidikan kabupaten/kota;
d. rencana kerja pemerintah kabupaten/kota;
e. rencana
kerja
dan
anggaran
tahunan
kabupaten/kota;
f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan
g. peraturan bupati/walikota di bidang pendidikan.
(3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan
pedoman bagi:
a. semua jajaran pemerintah kabupaten/kota;
b. penyelenggara
pendidikan
yang
didirikan
masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan;
c. satuan atau program pendidikan di kabupaten/kota
yang bersangkutan;
d. dewan pendidikan di kabupaten/kota yang
bersangkutan;
e. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di
kabupaten/kota yang bersangkutan;
f. peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan;
g. orang tua/wali peserta didik di kabupaten/ kota yang
bersangkutan;
h. pendidik
dan
tenaga
kependidikan
di
kabupaten/kota yang bersangkutan;
i. masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan;
dan
j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di
kabupaten/kota yang bersangkutan.
(4) Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan anggaran
pendidikan agar sistem pendidikan nasional di
kabupaten/kota yang bersangkutan dapat dilaksanakan
secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan
kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Pasal 30
(1)
(2)
(3)
Article 29
The policy of education as referred to in Article 28 shall
constitute the spell-out of education policy as referred to in
Article 5 and Article 17, as well as pursuant to the
provisions of laws and regulations.
The regional policy in education sector as referred to in
paragraph (1) shall be laid down in:
a. Plan of long-term regency/municipal development
b.
Plan of medium-term regency/municipal development
c.
d.
e.
Regency/Municipal education strategic plan
Work plan of regency/municipal government
Regency/Municipal annual work plan and budget
f.
Regional regulation in education sector, and
g. Regent/Mayor regulation in the sector of education
Regional policy in education sector as referred to in
paragraph (1) and paragraph (2) shall serve as guidelines
for:
a. All ranks and files of regency/municipal government
b. Education organizer as established by the community
in the relevant regency/municipality
c. Education unit or program in the relevant
regency/municipality
d. Education council in the relevant regency/municipality
e.
(4)
School committee or any other name of the same type
in the relevant regency/municipality
f.
Education
participant
in
the
relevant
regency/municipality
g. Parent/guardian of the education participant in the
relevant regency/municipality
h. Educator and pedagogical staff in the relevant
regency/municipality
i.
The community in the relevant regency/municipality,
and
j.
Other parties related to education in the relevant
regency/municipality
The regency/municipal government shall allocate education
budget in order that the national education system in the
relevant regency/municipality can be implemented
effectively, efficiently, and accountably in line with the
regional policy in education sector as referred to in
paragraph (1), paragraph (2) and paragraph (3).
Article 30
13
Pemerintah kabupaten/kota mengarahkan, membimbing,
menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau,
mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara,
satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di
kabupaten/kota yang bersangkutan sesuai kebijakan
daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28.
Pasal 31
(1) Bupati/walikota menetapkan target tingkat partisipasi
pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan
yang harus dicapai pada tingkat kabupaten/kota.
(2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur
pendidikan formal dan nonformal.
(3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah
kabupaten/kota
mengutamakan
perluasan
dan
pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan
formal.
Pasal 32
(1) Bupati/walikota menetapkan target tingkat pemerataan
partisipasi pendidikan pada tingkat kabupaten/kota
yang meliputi:
a. antarkecamatan atau sebutan lain yang sejenis;
b. antardesa/kelurahan atau sebutan lain yang sejenis;
dan
c. antara laki-laki dan perempuan.
(2) Bupati/walikota menetapkan kebijakan untuk menjamin
peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan
bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu
membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan
khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus.
Pasal 33
Bupati/walikota melaksanakan dan mengoordinasikan
pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang
pendidikan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Pasal 34
(1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan dan/atau
memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di
daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan
nasional pendidikan, kebijakan provinsi bidang
pendidikan, dan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Dalam
melaksanakan
tugasnya
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota
berkoordinasi
dengan
unit
pelaksana
teknis
Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan
mutu pendidikan.
(3) Dalam
rangka
penjaminan
mutu
pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah
kabupaten/kota memfasilitasi:
a. akreditasi program pendidikan;
b. akreditasi satuan pendidikan;
c. sertifikasi kompetensi peserta didik;
d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.
The regency/municipal government shall direct, guide, supervise,
watch, coordinate, monitor, evaluate, and control the organizer,
unit, lane, grade, and type of education in the relevant
regency/municipality in accordance with the regional policy in
education sector as referred to in Article 28.
(1)
(2)
(3)
(1)
Article 31
The Regent/Mayor shall set the target of education
participation level in all grades and types of education which
have to be reached at regency/municipal level.
The target of education participation level as referred to in
paragraph (1) shall be complied with through the lane of
formal and non-formal education.
In complying with the target of education participation level
as referred to in paragraph (1), the regency/municipal
government shall prioritize the expansion and even
distribution for access of education through formal
education lane.
Article 32
The Regent/Mayor shall set the target of even distribution
level in education participation at regency/municipal level
which includes:
a. Inter sub-district or other name which is of the same
type
b. Inter village/kelurahan or other name which is the
same type, and
c. Between male and female
(2)
The regent/mayor shall adopt a policy for ensuring the
education participant to acquire access of education service
for education participant whose parent/guardian is unable to
finance the education, the education participant of special
education, and/or the education participant in special area.
Article 33
The regent/mayor shall carry out and coordinate the
implementation of minimal service standard in education sector
in accordance with the provisions of laws and regulations.
(1)
Article 34
The regency/municipal government shall conduct and/or
facilitate education quality assurance in its area under the
guidance of education national policy, provincial policy in
education sector, and National Standard of Education.
(2)
In carrying out its assignment as referred to in paragraph
(1) the regency/municipal government shall coordinate with
Government technical executive unit which shall carry out
the duty for education quality assurance.
(3)
In the framework of education quality assurance as referred
to in paragraph (1), the regency/municipal government shall
facilitate:
Education program accreditation
Education unit accreditation
Certification of education participant competency
Certification of educator competency, and/or
Certification of pedagogical staff competency
a.
b.
c.
d.
e.
14
Pasal 35
(1) Pemerintah kabupaten/kota mengakui, memfasilitasi,
membina, dan melindungi program dan/atau satuan
pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis
keunggulan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan dan/atau
memfasilitasi perintisan program dan/atau satuan
pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar
Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi
program dan/atau satuan pendidikan bertaraf
internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.
(3) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi akreditasi
internasional program dan/atau satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi sertifikasi
internasional
pada
program
dan/atau
satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2).
Pasal 36
(1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan
berkelanjutan kepada peserta didik di daerahnya yang
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada
tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi, nasional, dan internasional.
(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif
bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota
menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara
teratur dan berjenjang kompetisi di bidang:
a. ilmu pengetahuan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
(3) Pemerintah kabupaten/kota memberikan penghargaan
kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) serta penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Bupati/Walikota.
Pasal 37
Bupati/walikota menetapkan kebijakan tata kelola
pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan
akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan
pedoman bagi:
a. semua jajaran pemerintah kabupaten/kota;
b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat
di kabupaten/kota yang bersangkutan;
c. satuan atau program pendidikan di kabupaten/kota
yang bersangkutan;
d. dewan
pendidikan
di
kabupaten/kota
yang
bersangkutan;
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
(3)
(4)
Article 35
The regency/municipal government shall recognize,
facilitate, develop and protect the program and/or unit of
education of international level and/or local advantage
based level in accordance with the provisions of laws and
regulations
The regency/municipal government shall carry out and/or
facilitate the program pioneering and/or unit of education
which has or almost has complied with National Standard of
Education for being developed to become the program
and/or unit of education of international level and/or local
advantage based-level.
The regency/municipal government shall facilitate the
program of international accreditation and/or education unit
as referred to in paragraph (1) and paragraph (2).
The regency/municipal government shall facilitate
international certification in the program and/or unit of
education as referred to in paragraph (1) and paragraph (2).
Article 36
The regency/municipal government shall
conduct
sustainable development to the education participant in its
area who has potential intelligence and/or special talent for
reaching peak achievement in the sector of science,
technology, arts, and/or sports at unit level of education for
regency, municipal, provincial, national, and international
level.
For growing competitive climate which is conducive for
reaching peak achievement as referred to in paragraph (1)
the regency/municipal government shall organize and/or
facilitate regularly and gradually the competition in the
sector of:
a. Science
b. Technology
c. Arts, and/or
d. Sports
The
regency/municipal
government
shall
award
appreciation to the education participant who has reached
peak achievement as referred to in paragraph (1) and
paragraph (2) in accordance with the provisions of laws and
regulations.
Further provisions regarding the implementation of
sustainable development as referred to in paragraph (1)
and the organization and facilitation of competition as
referred to in paragraph (2) shall be regulated by
Regent/Mayor Regulation.
Article 37
The Regent/Mayor shall adopt the policy of education
management to ensure the efficiency, effectiveness and
accountability of education management which serve as the
guidelines for:
a. All ranks and files of the regency/municipal government
b. The organizer of education as established by the community
in the relevant regency/municipality
c. Unit or program of education in the relevant
regency/municipality
d. Education council in the relevant regency/municipality
15
e. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di
kabupaten/kota yang bersangkutan;
f. peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan;
g. orang tua/wali peserta didik di kabupaten/kota yang
bersangkutan;
h. pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten/kota
yang bersangkutan;
i. masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; dan
j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di
kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pasal 38
(1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola system
pendidikan
nasional
di
daerah,
pemerintah
kabupaten/kota mengembangkan dan melaksanakan
sistem informasi pendidikan kabupaten/kota berbasis
teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Sistem
informasi
pendidikan
kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional.
(3) Sistem
informasi
pendidikan
kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
memberikan akses informasi administrasi pendidikan
dan akses sumber pembelajaran kepada satuan
pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur
pendidikan
sesuai
kewenangan
pemerintah
kabupaten/kota.
e. School committee or other name of the same type in the
relevant regency/municipality
f. Education participant in the relevant regency/municipality
g. Parents/guardian of education participant in the relevant
regency/municipality
h. Educator
and
pedagogy
staff
in
the
relevant
regency/municipality
i. The community in the relevant regency/municipality, and
j. Other parties related to education in the relevant
regency/municipality
(1)
(2)
(3)
Article 38
In organizing and managing national education system in
the region, the regency/municipal government shall
develop and carry out regency/municipal education
information
system
based
on
information
and
communication technology.
Regency/municipal education information system as
referred to in paragraph (1) constitutes a sub-system of
national education information system.
The regency/municipal education information system as
referred to in paragraph (1) and paragraph (2) shall
provide education administration information access and
learning sources access to the unit of education in all
grades, types, and lines of education in accordance with
the authority of regency/municipal government.
Bagian Kelima
Pengelolaan Pendidikan oleh Penyelenggara
Satuan Pendidikan yang didirikan Masyarakat
Part Five
Education Management by Organizer of Education
Unit Established by the Community
Pasal 39
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat bertanggung jawab mengelola sistem
pendidikan nasional serta merumuskan dan menetapkan
kebijakan pendidikan pada tingkat penyelenggara satuan.
Article 39
The organizer of education unit as established by the community
shall be responsible for managing national education system as
well as formulating and adopting education policy at unit
organizing level.
Pasal 40
(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 merupakan penjabaran dari kebijakan
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
Pasal 17, dan Pasal 28, serta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dituangkan dalam peraturan penyelenggara
satuan pendidikan yang didirikan masyarakat.
(3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi:
a. penyelenggara
pendidikan
yang
didirikan
masyarakat yang bersangkutan;
b. satuan atau program pendidikan yang terkait;
c. lembaga representasi pemangku kepentingan
satuan atau program pendidikan yang terkait;
d. peserta didik di satuan atau program pendidikan
yang terkait;
e. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program
pendidikan yang terkait;
f. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau
program pendidikan yang terkait; dan
g. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program
(1)
(2)
(3)
Article 40
The policy of education as referred to in Article 39 shall
constitute the elaboration of education policy as referred to
in Article 5, Article 17, and Article 28, as well as pursuant
to the provisions of laws and regulations.
The education policy as referred to in paragraph (1) shall
be laid down in the organizer regulation of education unit
as established by the community:
The education policy as referred to in paragraph (1) and
paragraph (2) shall constitute guidelines for:
a. Organizer of education as established by the relevant
community
b. Unit or program related education
c. Institute of representation of stakeholder for unit or
program of related education
d. The education participant in the unit of program of
related education
e. Parent/guardian of education participant in the unit or
program of relevant education
f. Educator and pedagogy staff in the unit or program of
related education, and
g. Other parties as bound by the unit or program of
16
pendidikan yang terkait.
(4) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat mengalokasikan anggaran pendidikan agar
sistem pendidikan nasional pada tingkat satuan atau
program pendidikan yang terkait dapat dilaksanakan
secara efektif, efisien, dan akuntabel.
(4)
related education.
The organizer of education unit as established by the
community shall allocate education budget in order that
the national education system at unit or program of related
education level can be carried out effectively, efficiently
and accountably.
Pasal 41
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat mengarahkan, membimbing, menyupervisi,
mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi,
dan mengendalikan satuan atau program pendidikan yang
terkait sesuai dengan kebijakan pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau
Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Article 41
The organizer of education unit as established by the community
shall direct, guide, supervise, watch, coordinate, monitor,
evaluate, and control the unit or program of related education
according to the policy of education as referred to in Article 5,
Article 17, Article 28, and/or Article 39, as well as according to
the provisions of laws and regulations.
Pasal 42
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat menetapkan kebijakan untuk menjamin
peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan,
bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu
membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus,
atau peserta didik di daerah khusus.
Article 42
The organizer of education unit as established by the community
shall adopt a policy to guarantee education participant to acquire
access to education service for education participant whose
parent/guardian is unable to finance the education, education
participant for special education, or education participant in
special area.
Pasal 43
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat menjamin pelaksanaan standar pelayanan
minimal pendidikan pada satuan atau program pendidikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Article 43
The organizer of education unit as established by the community
shall guarantee the implementation of education minimal service
standard in the unit of program education according to the
provisions of laws and regulations.
Pasal 44
(1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat
melakukan
dan/atau
memfasilitasi
penjaminan mutu pendidikan di satuan atau program
pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta Standar
Nasional Pendidikan.
(2) Dalam
melaksanakan
tugasnya
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan
pendidikan
yang
didirikan
masyarakat
menyelenggarakan
satuan
dan/atau
program
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan/atau
pendidikan menengah bekerja sama dengan unit
pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan
tugas penjaminan mutu pendidikan.
(3) Dalam
rangka
penjaminan
mutu
pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara
satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
memfasilitasi:
a. akreditasi program pendidikan;
b. akreditasi satuan pendidikan;
c. sertifikasi kompetensi peserta didik;
d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.
Pasal 45
(1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat memfasilitasi, membina, dan melindungi
satuan atau program pendidikan yang bertaraf
(1)
Article 44
The organizer of education unit as established by the
community shall conduct and/or facilitate education quality
assurance in the unit or program education as guided in
the policy of education as referred to Article 5, Article 17,
Article 28, and/or Article 39, as well as National Standard
of Education.
(2)
In carrying out its assignment as referred in paragraph (1),
the organizer of education unit as established by the
community shall organize one and/or education program
for early age child, primary education and/or secondary
education in cooperation with government technical
executive unit which has carried out assignment of
education quality assurance.
(3)
In the framework of education quality assurance, as
referred to in paragraph (1), the organizer of education unit
as established by the community shall facilitate:
a. Education program accreditation
b. Education unit accreditation
c. Certification of education participant competency
d. Certification of educator competency, and/or
e. Certification of pedagogy staff competency
(1)
Article 45
The organizer of education unit as established by the
community shall facilitate, develop, and protect the unit or
program of education of international level and or based on
17
internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat melaksanakan dan/atau memfasilitasi
perintisan satuan atau program pendidikan yang sudah
atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan
untuk dikembangkan menjadi satuan atau program
pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis
keunggulan lokal.
(3) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat memfasilitasi akreditasi internasional
satuan atau program pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat memfasilitasi sertifikasi internasional pada
satuan atau program pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 46
(1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat memfasilitasi pembinaan berkelanjutan
kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi
puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan,
kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan
internasional.
(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif
bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan
pendidikan
yang
didirikan
masyarakat
menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara
teratur kompetisi di satuan atau program pendidikan
dalam bidang:
a. ilmu pengetahuan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) serta penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
peraturan penyelenggara satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat.
Pasal 47
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan
untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas
pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi:
a. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat yang bersangkutan;
b. satuan dan/atau program pendidikan;
c. lembaga
representasi
pemangku
kepentingan
pendidikan pada satuan dan/atau program pendidikan;
d. peserta didik satuan dan/atau program pendidikan;
e. orang tua/wali peserta didik di satuan dan/atau
program pendidikan;
f. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan dan/atau
local advantage pursuant to the provisions of laws and
regulations.
(2)
The organizer of education unit as established by the
community shall carry out and/or facilitate the pioneering of
unit or program of education which has or almost has
complied with National Standard of Education for being
develop to become the unit or program of education of
international level and/or based on local advantage.
(3)
The organizer of education unit as established by the
community shall facilitate international accreditation of unit
or program and education as referred to in paragraph (1)
and paragraph (2)
The organizer of education unit as established the
community shall facilitate international certification in the
unit of program of education as referred to in paragraph (1)
and paragraph (2)
(4)
(1)
(2)
(3)
Article 46
The organizer of education unit as established by the
community shall facilitate sustainable development to the
education participant who has potential intelligence and/or
special talent for reaching peak achievement in the sector
of science, technology, arts, and/or sports at education unit
of sub-district, regency, municipal, provincial, national and
international level.
For growing competitive climate which is conducive for
reaching peak achievement as referred to in paragraph (1),
the organizer of education unit as established by the
community shall organize and/or facilitate regularly the
competition in the unit or program and education in the
sector of:
a. Science
b. Technology
c. Arts, and/or
d. Sports
Further provisions regarding the implementation of
sustainable development as referred to in paragraph (1) as
well as the competition organization and facilitation as
referred to in paragraph (2) shall be regulated by the
organizer regulation of education unit as established by the
community
Article 47
The organizer of education unit as established by the community
shall adopt policy of education management to guarantee the
efficiency, effectiveness, and accountability of education
management which constitute guidelines for:
a. Organizer of education as established by the relevant
community
b. Unit or program related education
c. Institute of representation of stakeholder for unit or program
of related education
d. The education participant in the unit and/or education
program
e. Parent/guardian of education participant in the unit and/or
education program
f. Educator and pedagogy staff in the unit and/or education
18
program pendidikan; dan
g. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program
pendidikan.
Pasal 48
(1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem
pendidikan nasional di satuan atau program
pendidikan, penyelenggara satuan pendidikan yang
didirikan
masyarakat
mengembangkan
dan
melaksanakan
sistem
informasi
pendidikan
penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat berbasis teknologi informasi dan
komunikasi.
(2) Sistem informasi pendidikan penyelenggara atau
satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional.
(3) Sistem informasi pendidikan penyelenggara satuan
pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan
akses informasi administrasi pendidikan dan akses
sumber pembelajaran kepada satuan dan/atau
program pendidikan.
program, and
g. Other parties as bound by the unit or program of education.
(1)
(2)
(3)
Bagian Keenam
Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan atau Program
Pendidikan
Pasal 49
(1) Pengelolaan satuan atau program pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal
dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/
madrasah.
(2) Pengelolaan satuan atau program pendidikan tinggi
dilaksanakan
berdasarkan
prinsip
otonomi,
akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang
transparan.
Pasal 50
Satuan atau program pendidikan wajib bertanggung jawab
mengelola sistem pendidikan nasional di satuan atau
program
pendidikannya
serta
merumuskan
dan
menetapkan kebijakan pendidikan sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 51
(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 merupakan penjabaran dari kebijakan
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) oleh satuan pendidikan anak usia dini, satuan
pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah
dituangkan dalam:
a. rencana kerja tahunan satuan pendidikan;
b. anggaran pendapatan dan belanja tahunan satuan
pendidikan; dan
c. peraturan satuan atau program pendidikan.
(3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
Article 48
In organizing and managing national education system in
the unit or program education, the organizer of education
unit as established by the community shall develop and
carry out organizer education information system or unit of
education as established by the community based on
technology of information and communication.
The organizer’s education information system or unit of
education as established by the community as referred to
in paragraph (1) constitutes a sub system of national
education information system.
The organizer’s education information system of education
unit as established by the community as referred to in
paragraph (1) and paragraph (2) shall provide access to
education administration information and access to
learning sources to the unit and/or program of education.
Part Six
Education Management by Education Unit or Program
(1)
(2)
Article 49
The management of education unit or program for child of
early age, primary education, and secondary education
shall be carried out based on minimal service standard
with the principal of school/madrasah based-management.
The management of education higher education unit or
program shall be implemented based on autonomy,
accountability, quality assurance, and transparent
evaluation.
Article 50
The education unit or program shall be obliged to be responsible
for managing national education system in the unit or program of
its education as well as formulating and adopting policy of
education in accordance with its authority.
(1)
(2)
(3)
Article 51
The education policy as referred to in Article 50 constitutes
the spell-out of education policy as referred to in Article 5,
Article 17, Article 28 and/or Article 39 as well as according
to the provisions of laws and regulations.
The education policy as referred to in paragraph (1) by unit
of education for early-age child, the unit of primary
education and the unit of secondary education shall be laid
down in:
a. Annual work plan of education unit
b. Annual budget of education unit, and
c. Regulation on unit or program of education
The education policy as referred to in paragraph (1) by
19
(4)
(5)
(6)
(7)
ayat (1), oleh perguruan tinggi dituangkan dalam:
a. rencana pembangunan jangka panjang perguruan
tinggi;
b. rencana strategis perguruan tinggi;
c. rencana kerja tahunan perguruan tinggi;
d. anggaran pendapatan dan belanja tahunan
perguruan tinggi;
e. peraturan pemimpin perguruan tinggi; dan
f. peraturan pimpinan perguruan tinggi lain.
Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengikat bagi:
a. satuan
atau
program
pendidikan
yang
bersangkutan;
b. lembaga representasi pemangku kepentingan
satuan
atau
program
pendidikan
yang
bersangkutan;
c. peserta didik di satuan atau program pendidikan
yang bersangkutan;
d. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program
pendidikan yang bersangkutan;
e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau
program pendidikan yang bersangkutan; dan
f. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program
pendidikan yang bersangkutan.
Kebijakan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan penjabaran dan selaras
dengan:
a. kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5;
b. kebijakan
pemerintah
provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17;
c. kebijakan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28; dan
d. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39.
Kebijakan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) merupakan penjabaran dan selaras
dengan:
a. kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5; dan
b. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39.
Satuan atau program pendidikan mengalokasikan
anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional
di satuan dan/atau program pendidikan yang
bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif,
efisien, dan akuntabel.
college/university shall be laid down in:
a. Long term plan of college/university
b. Strategic plan of college/university
c. Annual work plan of college/university
d. Annual budget of college/university
(4)
e. Regulation of college/university management, and
f. Regulation of other college/university management
The education policy as referred to in paragraph (1),
paragraph (2) and paragraph (3) shall be binding for:
a. Unit or program relevant education
b. Institute of representation of stakeholder of unit or
program of relevant education
c.
(5)
Education participant in the unit program of relevant
education
d. Parent/guardian of education participant in the unit or
program of relevant education
e. Educator and pedagogical staff in the unit or program
of relevant education, and
f. Other parties related with the unit or program of
relevant education
The policy of education unit as referred to in paragraph (2)
constitutes the elaboration of and in harmony with:
a. Government policy as referred to in Article 5
b. Provincial Government policy as referred to in Article
17
c. Regency/municipal government policy as referred to in
Article 28, and
d. The policy of education organizer as established by
the company as referred to in Article 39.
(6)
The policy of college/university as referred to in paragraph
(3) constitutes the spell-out and in harmony with:
a. Government policy as referred to in Article 5, and
b. Education organizer’s policy as established by the
community as referred to in Article 39.
(7)
The unit or program of education shall allocate education
budget so as the national education system in the unit
and/or program of relevant education can be carried out
effectively, efficiently and accountably.
Pasal 52
Satuan atau program pendidikan mengelola pendidikan
sesuai dengan kebijakan pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau
Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Article 52
The unit or program of education shall manage the education in
accordance with the education policy as referred to in Article 5,
Article 17, Article 28, and/or Article 39, as well as according to
the provisions of laws and regulations.
Pasal 53
Satuan atau program pendidikan sesuai dengan
kewenangannya wajib menetapkan kebijakan untuk
menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan
Article 53
The unit or program of education in accordance with its authority
shall be obliged to adopt a policy to guarantee the education
participant acquire access to education service for education
20
pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak
mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan
khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus.
participant whose parent/guardian is unable to finance to
education, the education participant for special education, and/or
education participant in special area.
Pasal 54
Satuan atau program pendidikan wajib menjamin
terpenuhinya standar pelayanan minimal bidang
pendidikan.
Article 54
The unit or program of education shall be obliged to guarantee
the fulfillment of minimal service standard in education sectors.
Pasal 55
(1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan
penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman
pada kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39,
serta Standar Nasional Pendidikan.
(2) Dalam
melaksanakan
tugasnya
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), satuan atau program
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, atau
pendidikan menengah bekerja sama dengan unit
pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan
tugas penjaminan mutu pendidikan.
(3) Dalam
rangka
penjaminan
mutu
pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau
program pendidikan, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, mengikuti:
a. akreditasi program pendidikan;
b. akreditasi satuan pendidikan;
c. sertifikasi kompetensi peserta didik;
d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.
Pasal 56
(1) Satuan atau program pendidikan yang telah atau
hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat
merintis dirinya untuk dikembangkan menjadi satuan
atau program pendidikan bertaraf internasional
dan/atau berbasis keunggulan lokal.
(2) Satuan atau program pendidikan yang telah atau
hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat
mengikuti akreditasi dan/atau sertifikasi internasional
satuan atau program pendidikan.
Pasal 57
(1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan
pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada
tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi, nasional, dan internasional.
(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif
bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) satuan dan/atau program
pendidikan melakukan secara teratur kompetisi di
satuan atau program pendidikan dalam bidang:
a. ilmu pengetahuan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
(3) Satuan atau program pendidikan memberikan
penghargaan kepada peserta didik yang meraih
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
Article 55
The unit or program of education shall be obliged to
conduct education quality assurance with the guidance to
the education policy as referred to in Article 5, Article 17,
Article 28, and/or Article 39, as well as National Standard
of Education.
In performing its duties as referred to in paragraph (1), the
unit or program of education for early-age child, the
primary education, or secondary education shall cooperate
with Government technical executive unit which carried out
the duty for education quality assurance.
In the framework of education quality assurance as
referred to in paragraph (1), the unit or program of
education, pursuant to the provisions of laws and
regulations shall follow:
a. Education program accreditation
b. Education unit accreditation
c. Education participant competency certification
d. Educator competency certification, and/or
e. Pedagogy staff competency certification
Article 56
The unit or program of education which has or almost has
complied with National Standard of Education can pioneer
itself for being develop to become unit or program of
education of international level and/or based on local
advantage.
The unit or program of education which has or almost has
complied with National Standard of Education can follow
the accreditation and/or certification of international unit or
program of education.
Article 57
The unit or program of education shall be obliged to
conduct sustainable development to the education
participant who has potential intelligence and/or special
talent for reaching peak achievement in the sector of
science, technology, arts, and/or sports at education unit,
sub district, regency/municipal, provincial, national and
international level.
For encouraging competitive and conducive climate for
reaching peak achievement as referred to paragraph (1)
education unit and /or program shall conduct competition
regularly in education unit or program in the sector of ;
a.
b.
c.
d.
For
science ;
technology
art; and /or
sports
growing competitive climate which is conducive for
21
prestasi
puncak
sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan satuan
atau program pendidikan.
Pasal 58
Satuan atau program pendidikan wajib menetapkan
kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi,
efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang
mengikat:
a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
b. lembaga representasi pemangku kepentingan
pendidikan pada satuan atau program pendidikan yang
bersangkutan;
c. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program
pendidikan yang bersangkutan;
e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau
program pendidikan yang bersangkutan; dan
f. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program
pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 59
(1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan,
satuan dan/atau program pendidikan mengembangkan
dan melaksanakan system informasi pendidikan
berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Sistem informasi pendidikan satuan atau program
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan
nasional.
(3) Sistem informasi pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi
administrasi
pendidikan
dan
akses
sumber
pembelajaran kepada pendidik, tenaga kependidikan,
dan peserta didik.
reaching peak achievement pursuant to the provisions of
laws and regulations.
(4)
Article 58
The unit or program of education shall be obliged to adopt a
policy of management to ensure the efficiency, effectiveness,
and accountability of education management which is binding:
a.
b.
Unit and program of relevant education
Representation institute of education stakeholders in unit
or program of education
c.
Parent/guardian of education participant in the unit or
program of relevant education
Educator and pedagogy staff in the unit or program of
relevant education
Other parties which are bound by the unit or program of
relevant education.
e.
f.
(1)
(2)
(3)
BAB III
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN FORMAL
Part One
General
Article 60
The organizing of formal education includes:
a. Early-age child education
b. Primary education
c. Secondary education
d. Tertiary education
Bagian Kedua
Pendidikan Anak Usia Dini
Part Two
Early-age Age Education
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 61
(1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina,
menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi
anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk
perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap
Article 59
In organizing and managing the education, the unit and/or
program of education shall develop and carry out the
information-and-communication-technology
based
education information system.
The education information system of education unit or
program as referred to in paragraph (1) shall constitute
sub-system of national education information system.
The education information system as referred to in
paragraph (1) and paragraph (2) shall provide access of
education administration information and access of
learning sources to the educator, pedagogical staff, and
education participant.
CHAPTER III
ORGANIZING FORMAL EDUCATION
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 60
Penyelenggaraan pendidikan formal meliputi:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar;
c. pendidikan menengah; dan
d. pendidikan tinggi.
Further provisions regarding the implementation of
paragraph (1), paragraph (2), and paragraph (3) shall be
regulated by regulation on unit or program of education.
Paragraph 1
Function and Aim
(1)
Article 61
Early-age education has the function to foster, grow, and
develop the whole potential of early-age child optimally so
that it forms the basic behavior and capability according to
22
perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk
memasuki pendidikan selanjutnya.
(2) Pendidikan anak usia dini bertujuan:
a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap,
kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab; dan
b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual,
intelektual, emosional, kinestetis, dan social peserta
didik pada masa emas pertumbuhannya dalam
lingkungan
bermain
yang
edukatif
dan
menyenangkan.
the phase of its development so as to possess
preparedness for entering further education.
(2)
Paragraf 2
Bentuk dan Jenis Satuan Pendidikan
Pasal 62
(1) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
berbentuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat.
(2) TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
memiliki
program
pembelajaran 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun.
(3) TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan
menyatu dengan SD, MI, atau bentuk lain yang
sederajat.
Paragraph 2
Function and Aim
(1)
(2)
(3)
Paragraf 3
Penerimaan Peserta Didik
Pasal 63
Peserta didik TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat
berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
Pasal 64
(1) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan
anak usia dini dilakukan secara objektif, transparan,
dan akuntabel.
(2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan
anak usia dini dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi
satuan pendidikan yang secara khusus dirancang
untuk melayani peserta didik dari kelompok gender
atau agama tertentu.
(3) Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi
peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat
dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan
pendidikan.
Pasal 65
(1) Satuan pendidikan anak usia dini dapat menerima
peserta didik pindahan dari satuan pendidikan anak
usia dini lain.
(2) Syarat-syarat dan tatacara penerimaan peserta didik
pindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
Paragraf 4
Program Pembelajaran
Early-age education has the aim:
a. To build foundation for the development of education
participant potential so as to become faithful human
being and devoted to God the Supreme One, having
noble
morality,
lofty
personality,
healthy,
knowledgeable, capable, critical, creative, innovative,
independent,
self-confident,
and
becomes
a
democratic and responsible citizen; and
b. To develop the potentials of spiritual, intellectual,
emotional, kinesthetic and social intelligence of the
education participant in the golden age of their
growth in the educative and enjoyable playing
environment.
Article 62
Early-age child education within the lane of formal
education has the forms of TK, RA, or other equivalent
forms.
TK, RA, or other equivalent forms as referred to in
paragraph (1) have study program of 1 (one) year or 2
(two) years.
TK, RA, or other equivalent forms as referred to in
paragraph (1) can be organized integrally with SD, MI, or
other equivalent forms.
Paragraph 3
Admission of Education Participant
Article 63
Education participant of TK, RA, or other equivalent forms has
the age of 4 (four) years up to 6 (six) years.
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
Article 64
The admission of education participant in the education
unit of early-age child shall be conducted objectively,
transparently, and accountably.
The admission of education participant in the education
unit of early-age child shall be conducted without any
discrimination, except for education unit which is specially
designed to serve education participant from certain
gender group or religion.
The decision on the admission of education participant
candidate shall be made independently by the teachers’
council meeting as chaired by head of education unit.
Article 65
The education unit of early-age child can admit transferred
education participant from other education unit of early-age
child.
The requirements and procedure for the admission for
transferred education participant as referred to in
paragraph (1) shall be arranged by the relevant education
unit.
Paragraph 4
Learning program
23
Pasal 66
(1) Program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang
sederajat dikembangkan untuk mempersiapkan
peserta didik memasuki SD, MI, atau bentuk lain yang
sederajat.
(2) Program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang
sederajat dilaksanakan dalam konteks bermain yang
dapat dikelompokan menjadi:
a. bermain dalam rangka pembelajaran agama dan
akhlak mulia;
b. bermain dalam rangka pembelajaran sosial dan
kepribadian;
c. bermain dalam rangka pembelajaran orientasi dan
pengenalan pengetahuan dan teknologi;
d. bermain dalam rangka pembelajaran estetika; dan
e. bermain dalam rangka pembelajaran jasmani,
olahraga, dan kesehatan.
(3) Semua
permainan
pembelajaran
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(2)
dirancang
dan
diselenggarakan:
a. secara
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan,
menantang, dan mendorong kreativitas serta
kemandirian;
b. sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental anak serta kebutuhan dan
kepentingan terbaik anak;
c. dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat,
dan kemampuan masing-masing anak;
d. dengan mengintegrasikan kebutuhan anak terhadap
kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial; dan
e. dengan memperhatikan latar belakang ekonomi,
sosial, dan budaya anak.
(1)
(2)
(3)
Article 66
The learning program of TK, RA, and other equivalent
forms shall be developed for preparing the education
participant to enter SD, MI, or other equivalent forms.
The learning program of TK, RA, and other equivalent
forms shall be carried out in playing context that can be
grouped into:
a. Playing in the framework of religion and noble morality
learning.
b. Playing in the framework social and personality
learning.
c. Playing in the framework orientation learning and
science and technology recognition.
d. Playing in the framework of esthetical learning; and
e. Playing in the framework of physical, sport, and health
learning.
All learning plays as referred to in paragraph (2) shall be
designed and organized:
a. Interactively, inspiringly, pleasantly, challengingly, and
driving the creativity and independence.
b. In accordance with the phase of physical growth and
mental development of the child as well as the
capability of each child.
c.
By observing the difference of talent, interest and the
capability of each child.
d. By integrating the child’s needs against health,
nutrition, and psychosocial stimulation.
e. By observing the economic, social, and cultural
background of the child.
Bagian Kedua
Pendidikan Dasar
Part Two
Primary Education
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Paragraph 1
Function and Aim
Pasal 67
(1) Pendidikan pada SD/MI atau bentuk lain yang sederajat
berfungsi:
a. menanamkan
dan
mengamalkan
nilai-nilai
keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur;
b. menanamkan
dan
mengamalkan
nilai-nilai
kebangsaan dan cinta tanah air;
c. memberikan dasar-dasar kemampuan intelektual
dalam bentuk kemampuan dan kecakapan
membaca, menulis, dan berhitung;
d. memberikan pengenalan ilmu pengetahuan dan
teknologi;
e. melatih
dan
merangsang
kepekaan
dan
kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan
keindahan, kehalusan, dan harmoni;
f. menumbuhkan minat pada olahraga, kesehatan,
dan kebugaran jasmani; dan
g. mengembangkan kesiapan fisik dan mental untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs atau bentuk
lain yang sederajat.
(2) Pendidikan pada SMP/MTs atau bentuk lain yang
(1)
(2)
Article 67
The education in SD/MI or other equivalent forms has the
function of:
a. Planting and putting into practice the values of
faithfulness, noble morality, and lofty personality.
b. Planting and putting into practice the values of
nationality and the love to fatherland.
c. Providing the fundamentals of intellectual capability in
the form of capability and proficiency in reading,
writing, and arithmetic.
d. Providing the introduction to science and technology.
e. Training and stimulating the sensitivity and capability
of appreciating as well as expressing the beauty,
fineness, and harmony.
f. Growing the interest to sports, health, and physical
fitness; and
g. Developing physical and mental preparedness for
continuing the education to SMP/MTs or other
equivalent forms.
The education in SMP/MTs or other equivalent forms has
24
sederajat berfungsi:
a. mengembangkan, menghayati, dan mengamalkan
nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian
luhur yang telah dikenalinya;
b. mengembangkan, menghayati, dan mengamalkan
nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air yang telah
dikenalinya;
c. mempelajari dasar-dasar ilmu pengetahuan dan
teknologi;
d. melatih dan mengembangkan kepekaan dan
kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan
keindahan, kehalusan, dan harmoni;
e. mengembangkan bakat dan kemampuan di bidang
olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran
jasmani maupun prestasi; dan
f. mengembangkan kesiapan fisik dan mental untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan
menengah dan/atau untuk hidup mandiri di
masyarakat.
(3) Pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
the function of:
a. Developing, inspiring, and putting into practice the
values of faithfulness, noble morality, and lofty
personality as have been recognized.
b. Developing, inspiring, and putting into practice the
values of nationality and love to fatherland as has
been recognized.
c. Studying the principles of science and technology
(3)
c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung
jawab.
Paragraf 2
Bentuk Satuan Pendidikan
Pasal 68
(1) SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas 6
(enam) tingkatan kelas, yaitu kelas 1 (satu), kelas 2
(dua), kelas 3 (tiga), kelas 4 (empat), kelas 5 (lima),
dan kelas 6 (enam).
(2) SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas
3 (tiga) tingkatan kelas, yaitu kelas 7 (tujuh), kelas 8
(delapan), dan kelas 9 (sembilan).
Paragraph 2
Form of Education Unit
(1)
(2)
Paragraf 3
Penerimaan Peserta Didik
Pasal 69
(1) Peserta didik pada SD/MI atau bentuk lain yang
sederajat paling rendah berusia 6 (enam) tahun.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan pada ayat (1) dapat
dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari psikolog
profesional.
(3) Dalam hal tidak ada psikolog profesional, rekomendasi
dapat dilakukan oleh dewan guru satuan pendidikan
yang bersangkutan, sampai dengan batas daya
tampungnya.
(4) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima
warga negara berusia 7 (tujuh) tahun sampai dengan
12 (dua belas) tahun sebagai peserta didik sampai
dengan batas daya tampungnya.
(5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau
bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil
d. Training and developing sensitivity and capability for
appreciating as well as expressing deputy, the
fineness and the harmony.
e. Developing the talent and capability in the sector of
sports, both for health and physical fitness as well as
achievement, and
f. Developing physical and mental preparedness for
continuing the education to the grade of secondary
education and/or for leaving independently in the
community
Primary education has the aim to build the foundation for
the development of potential education participant so as to
become human being who:
a. Is faithful and pious to God the Supreme One, having
noble morality and lofty personality
b. Is knowledgeable, proficient, critical, creative, and
innovative
c. ls healthy, independent, and self confident, and
d. is tolerant, socially sensitive, democratic, and
responsible.
Article 68
SD, MI or other equivalent forms consisting of 6 (six) levels
of grade, namely grade 1 (one), grade 2 (two), grade 3
(three), grade 4 (four), grade 5 (five), and grade 6 (six)
SMP, MTs, or other equivalent form consisting of 3 (three)
levels of grade, namely grade 7 (seven), grade 8 (eight)
and grade 9 (nine)
Paragraph 3
Admission of Education Participant
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Article 69
The education participant in SD, MI or other equivalent
forms the lowest one having age of 6 (six) years
Exception to the provisions of paragraph (1) can be
conducted based on written recommendation from
professional physiologist
In the event that there is no professional physiologist, the
recommendation can be conducted by the teachers’
council of relevant education unit up to the limit of
admission capacity.
SD/MI or other equivalent forms shall be obliged to admit
citizen having age of 7 (seven) years up to 12 (twelve)
years as education participant up to the limit of admission
capacity.
The admission of education participant of grade 1 (one) of
SD/MI or other equivalent forms shall be based on the
25
tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung,
atau bentuk tes lain.
(6) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib
menyediakan akses bagi peserta didik berkelainan.
Pasal 70
(1) Dalam hal jumlah calon peserta didik melebihi daya
tampung satuan pendidikan, maka pemilihan peserta
didik pada SD/MI berdasarkan pada usia calon peserta
didik dengan prioritas dari yang paling tua.
(6)
(1)
(2) Jika usia calon peserta didik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sama, maka penentuan peserta didik
didasarkan pada jarak tempat tinggal calon peserta
didik yang paling dekat dengan satuan pendidikan.
(2)
(3) Jika usia dan/atau jarak tempat tinggal calon peserta
didik dengan satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sama, maka
peserta didik yang mendaftar lebih awal diprioritaskan.
(3)
Pasal 71
(1) Peserta didik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang
sederajat sudah menyelesaikan pendidikannya pada
SD, MI, Paket A, atau bentuk lain yang sederajat.
(2) SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat wajib
menerima warga negara berusia 13 (tiga belas) tahun
sampai dengan 15 (lima belas) tahun sebagai peserta
didik sampai dengan batas daya tampungnya.
(3) SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat wajib
menyediakan akses bagi peserta didik berkelainan.
Pasal 72
(1) SD/MI dan SMP/MTs yang memiliki jumlah calon
peserta didik melebihi daya tampung wajib melaporkan
kelebihan calon peserta didik tersebut kepada
pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.
(2) Pemerintah
kabupaten/kota
wajib
menyalurkan
kelebihan calon peserta didik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pada satuan pendidikan dasar lain.
Pasal 73
(1) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat
diterima di SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat
tidak pada awal kelas 1 (satu) setelah lulus tes
kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh
satuan pendidikan formal yang bersangkutan.
(2) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat
diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat
sejak awal kelas 7 (tujuh) setelah lulus ujian
kesetaraan Paket A.
(3) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat
diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat
tidak pada awal kelas 7 (tujuh) setelah memenuhi
persyaratan:
a. lulus ujian kesetaraan Paket A; dan
b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal
yang bersangkutan.
(4) Peserta didik pendidikan dasar setara SD di Negara
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
result of capability test for reading, writing, and arithmetic
or other forms of test.
SD/MI or other equivalent forms shall be obliged to provide
access for education participant bearing abnormality.
Article 70
In the event that the number of education participant
candidate exceeds the admission capacity of the education
unit, then the selection of education participant in SD/MI
shall be based on the age of the education participant with
priority to the oldest one.
If the age of education participant candidate as referred to
in paragraph (1) is equal, then the determination of
education participant shall be based on the distance of
residence of the education participant candidate which is
the nearest to the education unit.
If the age and/or distance of resident of the education
participant candidate with education unit as referred to in
paragraph (1) and paragraph (2) is equal, then the
education participant who has registered earlier shall be
prioritized.
Article 71
The education participant in SMP/MTs or other equivalent
forms has completed his/her education in SD, MI, Package
A, or other equivalent forms.
SMP/MTs or other equivalent forms shall be obliged to
admit citizen having age 13 (thirty) years up to 15 (fifteen)
years as education participant up to the limit of its
admission capacity.
SMP/MTs or other equivalent forms shall be obliged to
provide access for education participant bearing
abnormality.
Article 72
SD/MI and SMP/MTs which have the number of education
participant candidate exceeding the admission capacity
shall be obliged to report the excess of education
participant candidate to the relevant regency, municipal
government.
The regency, municipal government shall be obliged to
channel the excess of education participant candidate as
referred to in paragraph (1) to other primary education
units.
Article 73
Education participant of non formal and informal line can
be admitted in SD, MI or other equivalent forms not in the
initial period of grade 1 (one) after passing feasibility and
placement test as organized by the relevant formal
education unit.
Education participant of non-formal and informal line can
be admitted in SMP, MTs, or other equivalent forms since
the initial period of grade 7 (seven) after passing equality
test of Package A.
Education participant of non-formal and informal line can
be admitted in SMP, MTs, or other equivalent forms not in
the initial period of grade 7 (seven) after meeting with the
requirements:
a. Passing equality test of Package A, and
b. Passing feasibility and placement test as organized by
relevant formal education unit.
Education participant with primary education equivalent to
26
lain dapat pindah ke SD, MI, atau bentuk lain yang
sederajat di Indonesia setelah memenuhi persyaratan
lulus tes kelayakan dan penempatan yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang
bersangkutan.
(5) Peserta didik pendidikan dasar setara SMP di negara
lain dapat pindah ke SMP, MTs, atau bentuk lain yang
sederajat di Indonesia setelah memenuhi persyaratan:
a. menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang
membuktikan bahwa yang bersangkutan telah
menyelesaikan pendidikan dasar setara SD; dan
b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang
bersangkutan.
(6) Peserta didik pendidikan dasar setara SD yang
mengikuti sistem dan/atau standar pendidikan negara
lain dapat diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang
sederajat pada awal tahun kelas 7 (tujuh) setelah
memenuhi persyaratan:
a. lulus ujian kesetaraan Paket A; atau
b. dapat menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang
membuktikan bahwa yang bersangkutan telah
menyelesaikan pendidikan dasar yang memberikan
kompetensi lulusan setara SD.
(7) SD, MI, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat
memberikan bantuan penyesuaian akademik, sosial,
dan/atau mental yang diperlukan oleh peserta didik
berkelainan dan peserta didik pindahan dari satuan
pendidikan formal lain atau jalur pendidikan lain.
(8) Menteri dapat membatalkan keputusan satuan
pendidikan tentang pemenuhan persyaratan pada
pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) sampai dengan ayat (6) apabila setelah
dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal
Kementerian atas instruksi Menteri terbukti bahwa
keputusan tersebut melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan, tidak benar, dan/atau tidak jujur.
Pasal 74
(1) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan
dasar dilakukan secara objektif, transparan, dan
akuntabel.
(2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan
dasar dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi satuan
pendidikan yang secara khusus dirancang untuk
melayani peserta didik dari kelompok gender atau
agama tertentu.
(3) Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi
peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat
dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan
pendidikan.
(4) Seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 7
(tujuh) pada satuan pendidikan dasar setingkat SMP
didasarkan pada hasil ujian akhir sekolah berstandar
nasional, kecuali bagi peserta didik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dan ayat (6).
(5) Di samping memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), satuan pendidikan dapat
melakukan tes bakat skolastik untuk seleksi
SD in other Country can be transferred to SD, MI, or other
equivalent forms in Indonesia after complying with the
requirements of passing feasibility and placement test as
organized by the relevant education unit
(5)
Education participant with primary education equivalent to
SMP in other country can be transferred to SMP, MTs, or
other equivalent forms in Indonesia after complying with
the requirements:
a. producing diploma or other documents proving that the
relevant person has completed primary education of
SD equivalent, and
b. passing feasibility and placement test as organize by
the relevant education unit
(6)
Education participant with primary education equivalent to
SD following the system and/or education standard of
other country can be admitted in SMP, MTs, or other
equivalent forms in the initial period of grade 7 (seven)
after complying with the requirements:
a. Passing equality test of Package A, and
b. Can produce diploma or other documents proving that
the relevant person has completed primary education
which provide competency of graduate equivalent to
SD.
SD, MI, SMP, MTs or other equivalent forms shall provide
assistance for academic, social, and or mental adjustment
which is required by education participant bearing
abnormality and transferred education participant from
other formal education unit or other education line.
The Minister may cancel the decision of education unit
regarding the compliance with requirements in non-formal
education as referred to in paragraph (3) up to paragraph
(6) if after an examination conducted by the Inspectorate
General of the Ministry upon instruction from the Minister
proves that such decision has violated the provisions of
laws and regulations, untrue, and/or unfair.
(7)
(8)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Article 74
The admission of education participant in primary
education
unit
shall be
conducted
objectively,
transparently, and accountably.
The admission of education participant in primary
education unit shall be conducted without any
discrimination except for education unit which is specially
design for serving education unit from certain group of
gender or religion.
The decision for admission of education participant
candidate to become participant candidate shall be
conducted independently by the meeting of teachers’
council as chaired by the head of education unit.
The selection of new education participant admission in
grade 7 (seven) in primary education unit of SMP
equivalent shall be based on the result of school final
examination of national standard, except for education
participant as referred to in Article 73 paragraph (2) and
paragraph (6)
Besides complying with the provisions as referred to in
paragraph (4), the education unit can conduct scholastic
talent test for selecting new education participants
27
penerimaan peserta didik baru di kelas 7 (tujuh).
Pasal 75
(1) Satuan pendidikan dasar dapat menerima peserta didik
pindahan dari satuan pendidikan dasar lain.
(2) Satuan pendidikan dapat menetapkan tata cara dan
persyaratan tambahan penerimaan peserta didik
pindahan selain persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 dan Pasal 74 dan tidak bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
admission in grade 7 (seven).
(1)
(2)
Article 75
The primary education unit can admit transferred
education participant from other primary education unit.
The education unit can establish a procedure and
additional requirements for the admission of transferred
education participant other than the requirements as
referred to Article 73 and Article 74 and not contradictory
to the provisions of laws and regulations.
Bagian Ketiga
Pendidikan Menengah
Part Three
Secondary Education
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Paragraph 1
Function and Aim
Pasal 76
(1) Pendidikan menengah umum berfungsi:
a. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilainilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur;
b. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilainilai kebangsaan dan cinta tanah air;
c. mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. meningkatkan
kepekaan
dan
kemampuan
mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan,
kehalusan, dan harmoni;
e. menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang
olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran
jasmani maupun prestasi; dan
f. meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi
dan/atau untuk hidup mandiri di masyarakat.
(2) Pendidikan menengah kejuruan berfungsi:
a. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilainilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur;
b. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilainilai kebangsaan dan cinta tanah air;
c. membekali peserta didik dengan kemampuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kecakapan
kejuruan pra-profesi sesuai dengan kebutuhan
masyarakat;
d. meningkatkan
kepekaan
dan
kemampuan
mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan,
kehalusan, dan harmoni;
e. menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang
olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran
jasmani maupun prestasi; dan
f. meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk
hidup mandiri di masyarakat dan/atau melanjutkan
pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi.
Pasal 77
Pendidikan menengah bertujuan membentuk peserta didik
menjadi insan yang:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung
(1)
Article 76
General secondary education has the functions:
a. To improve, inspire, and put into practices the values
of piety, noble morality, and lofty personality
b. To improve, inspire, and put into practices the values
of nationality and love to the fatherland.
c. To possess science and technology
d. To improve the sensitivity and capability for
appreciating as well as expressing the beauty,
fineness and harmony.
e. To channel the talent and capability in the sector of
sports, both for health and physical fitness as well as
achievement, and
f. To improve physical and mental preparedness for
continuing the education to higher education and/or for
living independently in the community.
(2)
Vocational secondary education has the functions:
a. To improve, inspire, and put into practices the values
of piety, noble morality, and lofty personality
b. To improve, inspire, and put into practices the values
of nationality and love to the fatherland.
c. To equip the education participant with capability of
science and technology as well as vocational
proficiency of the professionals according to the needs
of the community.
d. To improve the sensitivity and capability for
appreciating as well as expressing the beauty,
fineness and harmony.
e. To channel the talent and capability in the sector of
sports, both for health and physical fitness as well as
achievement, and
f. To improve physical and mental preparedness for
living independently in the community and/or
continuing the education to the grade of higher
education.
Article 77
Secondary education has the aim to form the education
participant to become a person who:
a. Is faithful and pious to God the Supreme One, having noble
morality and lofty personality
b. Is knowledgeable, proficient, critical, creative, and innovative
c. Healthy, independent, and self-confident, and
d. Tolerant, socially sensitive, democratic, and responsible.
28
jawab.
Paragraf 2
Bentuk Satuan Pendidikan
Paragraph 2
Form of Education Unit
Pasal 78
(1) Pendidikan menengah berbentuk SMA, MA, SMK, dan
MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(2) SMA dan MA terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas, yaitu
kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan kelas 12
(dua belas).
(3) SMK dan MAK dapat terdiri atas 3 (tiga) tingkatan
kelas, yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan
kelas 12 (dua belas), atau terdiri atas 4 (empat)
tingkatan kelas yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11
(sebelas), kelas 12 (dua belas), dan kelas 13 (tiga
belas) sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Pasal 79
(1) Penjurusan pada SMA, MA, atau bentuk lain yang
sederajat berbentuk program studi yang memfasilitasi
kebutuhan pembelajaran serta kompetensi yang
diperlukan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan
pada jenjang pendidikan tinggi.
(2) Program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. program studi ilmu pengetahuan alam;
b. program studi ilmu pengetahuan sosial;
c. program studi bahasa;
d. program studi keagamaan; dan
e. program studi lain yang diperlukan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjurusan dan
program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 80
(1) Penjurusan pada SMK, MAK, atau bentuk lain yang
sederajat berbentuk bidang studi keahlian.
(2) Setiap bidang studi keahlian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat terdiri atas 1 (satu) atau lebih
program studi keahlian.
(3) Setiap program studi keahlian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat terdiri atas 1 (satu) atau lebih
kompetensi keahlian.
(4) Bidang studi keahlian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. bidang studi keahlian teknologi dan rekayasa;
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
b. bidang studi keahlian kesehatan;
c. bidang studi keahlian seni, kerajinan, dan pariwisata;
d. bidang studi keahlian teknologi informasi dan
komunikasi;
e. bidang studi keahlian agribisnis dan agroteknologi;
f. bidang studi keahlian bisnis dan manajemen; dan
g. bidang studi keahlian lain yang diperlukan masyarakat.
(5) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
penjurusan
(5)
Article 78
Secondary education in the form of SMA, MA, SMK, and
MAK, or other equivalent forms
SMA and MA shall consist of 3 (three) levels of grade,
namely grade 10 (ten), grade 11 (eleven), and grade 12
(twelve)
SMK and MAK can consist of 3 (three) levels of grade
class, namely grade 10 (ten), grade 11 (eleven), and grade
12 (twelve) or consisting of 4 (four) levels of grade namely
grade 10 (ten), grade 11 (eleven), grade 12 (twelve) and
grade 13 (thirteen) according to the demand of working
world.
Article 79
The dividing up into the departments in SMA, MA or other
equivalent forms in the form of study program which
facilitates the needs of learning as well as competency as
required by the education participants for continuing the
education to higher education.
The study program as referred to in paragraph (1) consist
of:
a. Study program in natural science
b. Study program in social science
c. Study program in languages
d. Study program in religion, and
e. Other study program as required by the community
Further provisions regarding the dividing up into the
department and study program as referred to in paragraph
(1) and paragraph (2) shall be provided for in a Ministerial
Regulation.
Article 80
The dividing up into the departments in SMK, MAK, or
other equivalent forms in the form of study program of
expertise.
Each study program of expertise as referred to in
paragraph (1) can consist of 1 (one) or more study
programs of expertise.
Each study program of expertise as referred to in
paragraph (2) can consist of 1 (one) or more expertise
competencies.
The sector of expertise study as referred to in paragraph
(1) consists of:
a. Sector of study in technology and engineering
expertise
b. Sector of study in heath expertise
c. Sector of study in arts, handicraft, and tourism
expertise
d. Sector of study in information and communication
technology expertise
e. Sector of study in agribusiness and agro-technology
expertise
f. Sector of study in business and management
expertise; and
g. Sector of study in other expertise as required by the
community.
Further provisions regarding the dividing up into
29
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
departments as referred to in paragraph (1) up to
paragraph (4) shall be stipulated by Ministerial Regulation.
Paragraf 3
Penerimaan Peserta Didik
Pasal 81
(1) Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk
lain
yang
sederajat
harus
menyelesaikan
pendidikannya pada SMP, MTs, Paket B, atau bentuk
lain yang sederajat.
(2) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat
diterima di SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain
yang sederajat sejak awal kelas 10 (sepuluh) setelah
lulus ujian kesetaraan Paket B.
(3) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat
diterima di SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain
yang sederajat sesudah awal kelas 10 (sepuluh)
setelah:
a. lulus ujian kesetaraan Paket B; dan
b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal
yang bersangkutan.
(4) Peserta didik pendidikan dasar setara SMP yang
mengikuti sistem dan/atau standar pendidikan negara
lain dapat diterima di SMA, MA, SMK, MAK, atau
bentuk lain yang sederajat pada awal tahun kelas 10
(sepuluh) setelah:
a. lulus ujian kesetaraan Paket B; atau
b. dapat menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang
membuktikan bahwa yang bersangkutan telah
menyelesaikan pendidikan dasar yang memberikan
kompetensi lulusan setara SMP.
(5) Peserta didik pendidikan menengah setara SMA atau
SMK di negara lain dapat pindah ke SMA, MA, SMK,
MAK, atau bentuk lain yang sederajat di Indonesia
dengan syarat:
a. menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang
membuktikan bahwa yang bersangkutan telah
menyelesaikan pendidikan dasar setara SMP; dan
b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang
diselenggarakan
oleh
satuan
pendidikan
bersangkutan.
(6) SMA, MA, SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat
wajib menyediakan akses bagi peserta didik
berkelainan.
(7) Satuan pendidikan SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk
lain yang sederajat memberikan bantuan penyesuaian
akademik, sosial, dan/atau mental yang diperlukan
oleh peserta didik berkelainan dan peserta didik
pindahan dari satuan pendidikan formal lain atau jalur
pendidikan lain.
(8) Menteri dapat membatalkan keputusan satuan
pendidikan tentang pemenuhan persyaratan pada
SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan
ayat (6) apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh
Inspektorat Jenderal Kementerian atas instruksi
Menteri terbukti bahwa keputusan tersebut melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak benar,
dan/atau tidak jujur.
Paragraph 3
Admission of Education Participant
(1)
(2)
(3)
Article 81
The education participant in SMA, MA, SMK, MAK or other
equivalent forms has to complete his/her education in
SMP/MTs, Package B or other equivalent forms.
Education participant of non-formal and informal line can
be admitted in SMA, MA, SMK, MAK or other equivalent
forms since the initial period of grade 10 (ten) after passing
Package B equality examination.
Education participant of non-formal and informal line can
be admitted in SMA, MA, SMK, MAK or other equivalent
forms after the initial period of grade 10 (ten) after:
a. Passing equality test of Package B; and
b. Passing feasibility and placement test as organized by
relevant formal education unit.
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Education participant with primary education equivalent to
SMP following the system and/or education standard of
other countries can be admitted in SMA, MA, SMK, MAK
or other equivalent forms in the initial period of grade 10
(ten) after:
a. Passing equality test of Package B; or
b. Producing diploma or other documents proving that
the relevant person has completed primary education
which provides competency of graduate equivalent to
SMP.
Education participant with secondary education equivalent
to SMA or SMK in other countries can be transferred to
SMA, MA, SMK, MAK or other equivalent forms in
Indonesia with the requirements:
a. producing diploma or other documents proving that the
relevant person has completed primary education
which is equivalent to SMP; and
b. passing feasibility and placement test as organized by
relevant formal education unit.
SMA, MA, SMK, MAK or other equivalent forms shall be
obliged to provide access to education participant bearing
abnormality.
Education unit of SMA, MA, SMK, MAK or other equivalent
forms shall provide assistance for academic, social, and/or
mental adjustment which is required by education
participant bearing abnormality and transferred education
participant from other formal education units or other
education lines.
The Minister can cancel the decision of education unit
regarding the compliance with requirements in SMA, MA,
SMK, MAK or other equivalent forms as referred to in
paragraph (3) up to paragraph (6) if after an examination
is conducted by the Inspectorate General of Ministry upon
instruction from the Minister proves that such decision has
violated the provisions of laws and regulations, untrue,
and/or unfair.
30
Pasal 82
(1) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan
menengah dilakukan secara objektif, transparan, dan
akuntabel.
(2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan
menengah dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi
satuan pendidikan yang secara khusus dirancang
untuk melayani peserta didik dari kelompok gender
atau agama tertentu.
(3) Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi
peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat
dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan
pendidikan.
(4) Seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 10
(sepuluh) pada satuan pendidikan menengah
didasarkan pada hasil Ujian Nasional, kecuali bagi
peserta didik sebagaimana dimaksud pada Pasal 81
ayat (2), ayat (4), dan ayat (5).
(5) Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), satuan pendidikan dapat melakukan tes
bakat skolastik untuk seleksi penerimaan peserta didik
baru di kelas 10 (sepuluh).
(6) Penerimaan peserta didik baru dapat dilaksanakan
pada setiap semester bagi satuan pendidikan yang
menyelenggarakan sistem kredit semester.
Pasal 83
(1) Peserta didik satuan pendidikan menengah dapat
pindah ke:
a. jurusan yang sama pada satuan pendidikan lain;
b. jurusan yang berbeda pada satuan pendidikan yang
sama; atau
c. jurusan yang berbeda pada satuan pendidikan lain.
(2) Satuan pendidikan dapat menetapkan tatacara dan
persyaratan
tambahan
selain
persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dan Pasal 82
dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(1)
(2)
Article 82
The admission of education participant in secondary
education
unit
shall be
conducted
objectively,
transparently, and accountably.
The admission of education participant in secondary
education unit shall be conducted without any
discrimination except for education unit which is specially
designed for serving education participant from certain
group of gender or religion.
The decision for admission of education participant
candidate to become education participant shall be
conducted independently by the meeting of teachers’
council as chaired by the head of education unit.
The selection of new education participant admission in
grade 10 (ten) in secondary education unit is based on the
result of national examination, except for education
participant as referred to in Article 81 paragraph (2)
paragraph (4), and paragraph (5).
Besides complying with the provisions as referred to in
paragraph (4), the education unit can conduct scholastic
talent test for selecting new education participants
admission in grade 10 (ten).
The admission of new education participant can be
implemented in each semester for education unit
organizing the semester credit system.
Article 83
The education participant for secondary education can be
transferred to:
a. The same department in other education unit
b. Different department in the same education unit, or
c. Different departments in other education unit
The education unit can stipulate the procedure and
additional requirements other than the requirements as
referred to in Article 81 and Article 82 and not contradictory
with the provisions of laws and regulations.
Bagian Keempat
Pendidikan Tinggi
Part Four
Higher Education
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Paragraph 1
Function and Aim
Pasal 84
(1) Pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan atau
membentuk kemampuan, watak, dan kepribadian
manusia melalui pelaksanaan:
a. dharma pendidikan untuk menguasai, menerapkan,
dan menyebarluaskan nilai-nilai luhur, ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga;
b. dharma
penelitian
untuk
menemukan,
mengembangkan,
mengadopsi,
dan/atau
mengadaptasi nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan olahraga; dan
c. dharma pengabdian kepada masyarakat untuk
menerapkan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan olahraga dalam rangka
pemberdayaan masyarakat.
(1)
Article 84
Higher education has the function to develop or establish
the capability, character and human personality through
the implementation of:
a. Education services for controlling, applying, and
disseminating the lofty values, science, technology,
arts, and sports.
b. Research services for inventing, developing, adopting,
and/or adapting the lofty values, science, technology,
arts, and sports; and
c.
Devotion services for applying, lofty values, science,
technology, arts, and sports in the framework of
community empowerment.
31
(2) Pendidikan tinggi bertujuan
a. membentuk insan yang:
1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian
luhur;
2. sehat, berilmu, dan cakap;
3. kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan
berjiwa wirausaha; serta
4. toleran, peka sosial dan lingkungan, demokratis,
dan bertanggung jawab.
b. menghasilkan produk-produk ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, atau olahraga yang memberikan
kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa, negara,
umat manusia, dan lingkungan.
(2)
2. healthy, knowledgeable and proficient
3. critical, creative, innovative, independent, self
confident and having entrepreneur spirit; and
4. tolerant, socially sensitive, and environmentally
sensitive, democratic and responsible.
b. Resulting the products of science, technology, arts, or
sports which provide benefit to the community, nation,
mankind and environment.
Paragraph 2
Type, Form, and Education Program
Paragraf 2
Jenis, Bentuk, dan Program Pendidikan
Pasal 85
(1) Pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan
akademik, pendidikan profesi, dan/atau pendidikan
vokasi.
(2) Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,
sekolah tinggi, institut, atau universitas.
(3) Pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program:
a. diploma pada pendidikan vokasi;
b. sarjana, sarjana dan magister, atau sarjana,
magister, dan doktor pada pendidikan akademik;
dan/atau
c. spesialis dan/atau profesi pada pendidikan profesi.
(1)
(2)
(3)
Paragraf 3
Penerimaan Mahasiswa
Pasal 86
(1) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program
sarjana atau magister:
a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus
pendidikan 1 (satu) jenjang atau tingkat pendidikan
di bawahnya atau memperoleh pengakuan
setingkat atas hasil prestasi belajar melalui
pengalaman; dan
b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh
perguruan tinggi yang bersangkutan.
(2) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program
doktor:
a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus
pendidikan 1 (satu) jenjang atau tingkat pendidikan
di bawahnya atau memperoleh pengakuan
setingkat atas hasil prestasi belajar melalui
pengalaman atau lulusan program sarjana atau
diploma empat yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa; dan
b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh
perguruan tinggi yang bersangkutan.
(3) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program
diploma:
a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus
pendidikan 1 (satu) jenjang atau tingkat pendidikan
di bawahnya atau memperoleh pengakuan
setingkat atas hasil prestasi belajar melalui
Higher education has the aim at:
a. Forming a person who is:
1. faithful and pious to God the Supreme One, having
noble morality and lofty personality
Article 85
Higher education can organize academic education,
professional education, and/or vocational education
Higher education can be in the form of academy,
polytechnic, college, institute, or university
Higher education can organize the program of:
a. Diploma in vocational education
b. Bachelor’s degree, bachelor’s degree and master’s
degree or bachelor’s degree, master’s degree and
doctorate degree in academic education; and/or
c. Specialist and/or profession in professional education
Paragraph 3
Student Admission
(1)
(2)
Article 86
The requirements to become student in bachelor’s degree
or master’s degree program:
a. Possessing the diploma or certificate for completion of
education for 1 (one) grade or level of education below
it or acquiring recognition of the same level on the
result of study achievement through experience; and
b. Complying with the admission requirements as set by
the relevant college/university.
The requirements to become student in doctorate program:
a. Possessing the diploma or certificate for completion of
education for 1 (one) grade or level of education below
it or acquiring recognition of the same level on the
result of study achievement through experience or
graduate of degree program or diploma four which has
potential intelligence and special talent; and
(3)
b. Complying with the admission requirements as set by
the relevant college/university.
The requirements to become student in diploma program:
a. Possessing the diploma or certificate for completion of
education for 1 (one) grade or level of education below
it or acquiring recognition of the same level on the
result of study achievement through experience, and
32
pengalaman; dan
b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh
perguruan tinggi yang bersangkutan.
(4) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program
spesialis dan profesi:
a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus program
pendidikan sarjana atau diploma empat atau
memperoleh pengakuan setingkat atas hasil
prestasi belajar melalui pengalaman; dan
(4)
b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh
perguruan tinggi yang bersangkutan.
Paragraf 4
Sistem Kredit Semester
Pasal 87
(1) Pendidikan
tinggi
diselenggarakan
dengan
menerapkan sistem kredit semester yang bobot
belajarnya dinyatakan dalam satuan kredit semester.
(2) Tahun akademik dibagi dalam 2 (dua) semester yaitu
semester gasal dan semester genap yang masingmasing terdiri atas 14 (empat belas) sampai dengan 16
(enam belas) minggu.
(3) Di antara semester genap dan semester gasal,
perguruan tinggi dapat menyelenggarakan semester
antara untuk remediasi, pengayaan, atau percepatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai semester antara
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 88
(1) Perguruan tinggi dapat melakukan pengalihan kredit
dengan cara mengakui hasil belajar yang diperoleh
mahasiswa pada perguruan tinggi lain atau
satuan/program pendidikan nonformal untuk memenuhi
persyaratan kelulusan program studi.
(2) Perguruan tinggi dapat mengalihkan kredit dari suatu
program studi dengan cara mengakui hasil belajar
yang diperoleh pada program studi lain dari perguruan
tinggi yang sama.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan kredit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraph 4
Semester Credit System
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
(3)
Paragraf 5
Pengelolaan Pembelajaran di luar
Domisili Perguruan Tinggi
Pasal 89
(1) Pengelolaan pembelajaran pada perguruan tinggi
dapat diselenggarakan melalui program studi di luar
domisili perguruan tinggi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan
pembelajaran sebagaimana diatur pada ayat (1), diatur
dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 6
Kerja Sama
Pasal 90
b. Complying with the admission requirements as set by
the relevant college/university.
The requirements to become student in specialist and
professional program:
a. Possessing the diploma or certificate for completion of
bachelor’s degree education or diploma four education
program or acquiring recognition of the same level on
the result of study achievement through experience;
and
b. Complying with the admission requirements as set by
the relevant college/university.
Article 87
Higher education is organized by applying semester credit
system which study weight is stated in semester credit unit
(credit hours).
Academic year is divided into 2 (two) semesters, namely
odd semester and even semester each of which consists
of 14 (fourteen) up to 16 (sixteen) weeks.
Between the even semester and odd semester the college
is allowed organize mid-semester for remediation,
enrichment or acceleration.
Further provisions regarding mid semester as referred to in
paragraph (3) shall be stipulated by Ministerial Regulation.
Article 88
The college/university may conduct credit transfer by way
of acknowledging the result of study as acquired by the
student in other college/university or non-formal education
unit/program for complying with the requirements of study
program passing grade.
The college may transfer the credit of a study program by
way of acknowledging the result of study as acquired in
other study program of the same college/university.
Further provisions regarding credit transfer as referred to
in paragraph (1) and paragraph (2) shall be stipulated by
Ministerial Regulation.
Paragraph (5)
Study Management outside the
Domicile of College/University
(1)
(2)
Article 89
The study management in the college/university can be
organized through study program outside the domicile of
the college/university.
Further provisions regarding study management as
stipulated in paragraph (1), shall be stipulated in Ministerial
Regulation.
Paragraph 6
Cooperation
Article 90
33
(1) Perguruan tinggi dapat melakukan kerja sama
akademik dan/atau non-akademik dengan perguruan
tinggi lain, dunia usaha, atau pihak lain, baik dalam
negeri maupun luar negeri.
(2) Kerja sama perguruan tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertujuan meningkatkan efisiensi,
efektivitas, produktivitas, kreativitas, inovasi, mutu, dan
relevansi pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi.
(1)
(3) Kerja sama perguruan tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dengan prinsip:
a. mengutamakan
kepentingan
pembangunan
nasional;
b. menghargai kesetaran mutu;
c. saling menghormati;
d. menghasilkan peningkatan mutu pendidikan;
e. berkelanjutan; dan
f. mempertimbangkan keberagaman kultur yang
bersifat
lintas
daerah,
nasional,
dan/atau
internasional.
(4) Kerja sama akademik sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) dapat berbentuk:
a. pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat;
b. program kembaran;
c. pengalihan dan/atau pemerolehan kredit;
d. penugasan dosen senior sebagai pembina pada
perguruan tinggi yang membutuhkan pembinaan;
e. pertukaran dosen dan/atau mahasiswa;
f. pemanfaatan bersama berbagai sumber daya;
g. pemagangan;
h. penerbitan terbitan berkala ilmiah;
i. penyelenggaraan seminar bersama; dan/atau
j. bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu.
(5) Kerja sama non-akademik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berbentuk:
a. pendayagunaan aset;
b. usaha penggalangan dana;
c. jasa dan royalti hak kekayaan intelektual; dan/atau
(3)
d. bentuk lain yang dianggap perlu.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Menteri.
(2)
b.
c.
d.
e.
f.
(4)
(5)
(6)
Paragraf 7
Kebebasan Akademik dan Otonomi Keilmuan
Pasal 91
(1) Pimpinan perguruan tinggi wajib mengupayakan dan
menjamin agar setiap anggota sivitas akademika
melaksanakan kebebasan akademik dan kebebasan
mimbar akademik secara bertanggung jawab sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
dan dilandasi oleh etika dan norma/kaidah keilmuan.
(2) Dalam melaksanakan kebebasan akademik dan
kebebasan mimbar akademik, setiap anggota sivitas
akademika:
a. mengupayakan agar kegiatan dan hasilnya dapat
meningkatkan mutu akademik perguruan tinggi
yang bersangkutan;
The college/university may conduct academic and/or nonacademic cooperation with other colleges/universities,
business world or other parties, both domestically and
overseas.
The college/university cooperation as referred to in
paragraph (1) has the aim to improve the efficiency,
effectiveness, productivity, creativity, innovation, quality,
and the relevancy of three services (tri dharma) of the
college/university mission.
The college/university cooperation as referred to
paragraph (1) shall be carried out under the principles of:
a. Prioritizing the interest of national development
Appreciating quality equivalent
Respecting each other
Producing the improvement of education quality
Sustainability; and
Taking into account diversified cross-cultures which
are regional, national, and/or international in character.
The academic cooperation as referred to in paragraph (1)
can be in the form of:
a. education, research, and devotion to the community
b. dual degree program
c. credit transfer and/or acquisition
d. assignment of senior lecturer as builder in the
college/university requiring development
e. exchange of lecturer and/or student
f. joint utilization of various resources
g. apprenticeship
h. issuance of scientific publications
i. organizing joint seminar; and/or
j. other forms as deemed necessary.
The non-academic cooperation as referred to in paragraph
(1) can be in the forms of:
a. Assets empowerment
b. Fund raising business
c. Services and royalty to intellectual property rights;
and/or
d. Other forms as deemed necessary.
Further provisions regarding the cooperation as referred to
in paragraph (1) shall be stipulated in Ministerial
Regulation.
Paragraph 7
Academic Freedom and Scientific Autonomy
(1)
(2)
Article 91
The college/university management shall be obliged to
make efforts and guarantee in order that any member of
civitas academia (community of scholars) shall perform
academic freedom and academic podium freedom
responsibly pursuant to the provisions of laws and
regulations, and based on ethics and scientific norms.
In performing academic freedom and academic podium
freedom, any member of civitas academia (community of
scholars):
a. Shall make efforts in order that the activity and its
result can improve the academic quality of the relevant
college/university
34
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
b. mengupayakan agar kegiatan dan hasilnya
bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, negara, dan
kemanusiaan;
c. bertanggung
jawab
secara
pribadi
atas
pelaksanaan dan hasilnya, serta akibatnya pada diri
sendiri atau orang lain;
d. melakukannya
dengan
cara
yang
tidak
bertentangan dengan nilai agama, nilai etika, dan
kaidah akademik; dan
e. tidak melanggar hukum dan tidak mengganggu
kepentingan umum.
Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dalam upaya mendalami,
menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan/atau olahraga melalui kegiatan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat secara berkualitas dan bertanggung jawab.
Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan kebebasan setiap anggota
sivitas akademika dalam menyebarluaskan hasil
penelitian dan menyampaikan pandangan akademik
melalui kegiatan perkuliahan, ujian sidang, seminar,
diskusi, simposium, ceramah, publikasi ilmiah, dan
pertemuan ilmiah lain yang sesuai dengan kaidah
keilmuan.
Pelaksanaan
kebebasan
mimbar
akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (4):
a. merupakan tanggung jawab setiap anggota sivitas
akademika yang terlibat;
b. menjadi tanggung jawab perguruan tinggi, atau unit
organisasi di dalam perguruan tinggi, apabila
perguruan tinggi atau unit organisasi tersebut
secara resmi terlibat dalam pelaksanaannya; dan
c. sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, dan dilandasi etika dan norma/kaidah
keilmuan.
Kebebasan akademik dan kebebasan mimbar
akademik dimanfaatkan oleh perguruan tinggi untuk:
a. melindungi dan mempertahankan hak kekayaan
intelektual;
b. melindungi dan mempertahankan kekayaan dan
keragaman alami, hayati, sosial, dan budaya
bangsa dan negara Indonesia;
c. menambah dan/atau meningkatkan mutu kekayaan
intelektual bangsa dan Negara Indonesia; dan
d. memperkuat daya saing bangsa dan Negara
Indonesia.
Kebebasan akademik dan kebebasan mimbar
akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan
otonomi perguruan tinggi.
Pasal 92
(1) Pimpinan perguruan tinggi wajib mengupayakan dan
menjamin agar setiap anggota sivitas akademika
melaksanakan otonomi keilmuan secara bertanggung
jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan dilandasi etika dan norma/kaidah
keilmuan.
(2) Otonomi keilmuan sebagaimana dimaksud pada ayat
b. Shall make efforts in order that the activity and its
result are beneficial to the community, the nation, the
country, and mankind
c. Shall be responsible personally to the implementation
and its result as well as its consequence
d. Shall be conducted in a way that is not contradictory
with religious value, ethical value, and academic
norms, and
e. Not violating the law and not disturbing public interest.
(3)
The academic freedom as referred to in paragraph (1)
shall be carried out in efforts to study in-depth, applying
and developing the science, technology, arts, and/or sports
through the activities of education, research, and devotion
to the community in a qualitative and responsible manner.
(4)
Academic podium freedom as referred to in paragraph (1)
constitutes the freedom of each member of civitas
academia (community of scholars) in disseminating the
result of research and submitting the academic view
through the activities of lecturing, judgment examination,
seminar, discussion, symposium, extracurricular lecturing,
scientific publication, and other scientific meetings which
are conformed to scientific norms.
The implementation of academic podium freedom as
referred to in paragraph (1), paragraph (2) and paragraph
(4):
a. It constitutes the responsibility of each member of
involved civitas academia (community of scholars)
b. It becomes the responsibility of the college/university
or organizational unit within the college/university, if
the college/university or organizational unit is officially
involved in its implementation; and
c. Pursuant to the provisions of laws and regulations, and
based on scientific ethics and norms.
(5)
(6)
(7)
(1)
(2)
Academic freedom and academic podium freedom shall be
utilized by the college/university for:
a. Protecting and defending the intellectual property
rights
b. Protecting and defending natural, biological, social,
and cultural richness and diversity of the Indonesian
nation and country
c. Adding and/or increasing the quality of intellectual
property of the Indonesian nation and country; and
d. Strengthening the competitiveness of the Indonesian
nation and country.
The academic freedom and academic podium freedom as
referred to in paragraph (1) up to paragraph (6) shall be
carried out in line with the autonomy of college/university.
Article 92
The college/university management shall be obliged to
make efforts and guarantee in order that each member of
civitas academia (community of scholars) performs the
scientific autonomy responsibly according to the provisions
of laws and regulations and based on scientific ethics and
norms
The scientific autonomy as referred to in paragraph (1)
35
(1) merupakan kemandirian dan kebebasan sivitas
akademika suatu cabang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, dan/atau olahraga yang melekat pada
kekhasan/keunikan
cabang
ilmu
pengetahuan,
teknologi, seni, dan/atau olahraga yang bersangkutan,
dalam
menemukan,
mengembangkan,
mengungkapkan,
dan/atau
mempertahankan
kebenaran menurut kaidah keilmuannya untuk
menjamin keberlanjutan perkembangan cabang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga.
constitutes civitas academia (community of scholars)
independence and freedom of a discipline of science,
technology, arts, and/or sports which are attached to the
exclusivity /uniqueness of relevant discipline of science,
technology, arts, and/or sports in finding, developing,
disclosing, and/or defending the truth according to its
scientific norms to guarantee the sustainable development
of discipline of science, technology, arts, and/or sport.
Paragraf 8
Penelitian
Pasal 93
(1) Universitas, institut, dan sekolah tinggi wajib
melaksanakan penelitian dasar, penelitian terapan,
penelitian pengembangan, dan/atau penelitian industri.
(2) Akademi dan politeknik wajib melaksanakan penelitian
terapan, penelitian pengembangan, dan/atau penelitian
industri.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilaksanakan untuk:
a. mencari
dan/atau
menemukan
kebaruan
kandungan ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
dan/atau olahraga; dan/atau
b. menguji ulang teori, konsep, prinsip, prosedur,
metode, dan/atau model yang sudah menjadi
kandungan ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
dan/atau olahraga.
(4) Kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (3) dilaksanakan oleh dosen dan/atau
mahasiswa dengan mematuhi kaidah/norma dan etika
akademik sesuai dengan prinsip otonomi keilmuan.
(5) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus
dipublikasikan pada terbitan berkala ilmiah dalam
negeri terakreditasi atau terbitan berkala ilmiah
internasional yang diakui Kementerian.
(6) Hasil penelitian dilakukan oleh dosen untuk memenuhi
dharma
penelitian
wajib
diseminarkan
dan
dipublikasikan pada terbitan berkala ilmiah terakreditasi
atau yang diakui Kementerian.
(7) Hasil penelitian perguruan tinggi diakui sebagai
penemuan baru setelah dimuat dalam terbitan berkala
ilmiah terakreditasi yang diakui Kementerian dan/atau
mendapatkan hak kekayaan intelektual.
(8) Hasil penelitian perguruan tinggi yang dilaksanakan
oleh dosen dimanfaatkan untuk memperkaya materi
pembelajaran mata kuliah yang relevan.
Pasal 94
(1) Perguruan tinggi, fakultas, lembaga penelitian, program
studi, pusat studi, atau lembaga sejenis dapat
menerbitkan terbitan berkala ilmiah.
(2) Terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat artikel hasil penelitian.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berupa hasil penelitian empirik atau hasil penelitian
teoretis.
(4) Terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud pada
Paragraph 8
Research
(1)
(2)
(3)
Article 93
University, institute, and college shall be obliged to perform
basic research, applied research development research,
and/or industrial research.
Academy and polytechnic shall be obliged to perform
applied research, development research, and/or industrial
research
The researches as referred to in paragraphs (1) and (2)
shall be carried out for:
a. Searching and/or finding the new contents of science,
technology, arts, and/or sports; and/or
b. Retesting the theory, concept, principle, procedure,
method, and/model which have become the contents
of science, technology, arts, and/or sports
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(1)
(2)
(3)
(4)
Research activities as referred to in paragraph (1) and
paragraph (3) shall be carried out by the lecturer and/or
student by observing the academic norms and ethics
according to the principle of scientific autonomy.
The research as referred to in paragraph (4) shall be
publicized in the issuance of accredited nationally scientific
periodical or internationally scientific periodical as
recognized by the Ministry.
The result of research as conducted by the lecturer for
complying with the research devotion shall be obliged to
be discussed in seminar and publicized in the issuance of
accredited scientific periodical or recognized by the
Ministry.
The result of research of college/university is recognized as
new finding after it is issued in the publication of accredited
scientific periodical as recognized by the Ministry and/or
obtaining intellectual property rights.
The result of research of college/university as carried out by
the lecturer shall be utilized for enriching the study
materials of relevant subject.
Article 94
College/university, faculty, research institute, study
program, study center, or the same type of institute can
issue scientific periodical publication.
The scientific periodical publication as referred to in
paragraph (1) shall contain the result of research.
The research as referred to in paragraph (2) can be in the
form of empirical research or the result of theoretical
research.
The scientific periodical publication as referred to in
36
ayat (1) ditulis dalam bahasa Indonesia dan/atau
bahasa resmi Perserikatan Bangsa- Bangsa.
(5) Terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterbitkan secara tercetak dan secara
elektronik melalui jejaring teknologi informasi dan
komunikasi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai terbitan berkala ilmiah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
(5)
(6)
Paragraf 9
Pengabdian kepada Masyarakat
Paragraph 9
Devotion to the Community
Pasal 95
(1) Perguruan tinggi melaksanakan pengabdian kepada
masyarakat.
(2) Pelaksanaan
pengabdian
kepada
masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh sivitas akademika secara individu dan
berkelompok untuk menerapkan hasil pendidikan
dan/atau hasil penelitian dalam upaya pemberdayaan
masyarakat, pengembangan industri, jasa, dan wilayah
serta menuju pendidikan untuk perkembangan,
pengembangan dan/atau pembangunan berkelanjutan.
(3) Hasil pengabdian kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimanfaatkan
untuk pengayaan pembelajaran dan penelitian.
(4) Pengabdian
kepada
masyarakat
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan otonomi perguruan tinggi.
(1)
(2)
(3)
(4)
Paragraf 10
Penjaminan Mutu Hasil Belajar
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Article 96
The college/university shall guarantee its education quality
as responsibility to the stakeholders.
The implementation of quality guarantee by the
college/university has the aim at complying with and/or
exceeding National Standard of Education in order to be
able to develop sustainable education quality.
The quality assurance conducted internally by the
college/university and externally and periodically by the
National Board for College/University Accreditation or
other independent institute as provided with authority by
the Minister.
The result of periodical study program external evaluation
as referred to in paragraph (3) shall be used as the
materials of study program development by the Minister.
Further provision regarding the organization of internal and
external quality assurance as referred to in paragraph (3)
and (4) shall be stipulated by Ministerial Regulation.
Paragraph 11
Curriculum
Paragraf 11
Kurikulum
Pasal 97
perguruan tinggi
Article 95
College/university shall perform devotion to the
community.
The implementation of devotion to the community as
referred to in paragraph (1) shall be carried out by civitas
academia (community of scholars), both individually and in
group, for applying the result of education and/or the result
of research in the efforts of community empowerment,
industrial development, services and region as well as
leading to education for development, sustainable
development and/or construction.
The result of devotion to the community as referred to in
paragraph (1) and paragraph (2) shall be utilized for the
enrichment of study and research.
The devotion to the community as referred to in paragraph
(1) up to paragraph (3) shall be carried out in accordance
with the autonomy of college/university.
Paragraph 10
Guarantee of Study Result Quality
Pasal 96
(1) Perguruan tinggi melakukan penjaminan mutu
pendidikan sebagai pertanggungjawaban kepada
pemangku kepentingan.
(2) Pelaksanaan penjaminan mutu oleh perguruan tinggi
bertujuan untuk memenuhi dan/atau melampaui
Standar
Nasional
Pendidikan
agar
mampu
mengembangkan mutu pendidikan yang berkelanjutan.
(3) Penjaminan mutu dilakukan secara internal oleh
perguruan tinggi dan secara eksternal berkala oleh
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau
lembaga mandiri lain yang diberi kewenangan oleh
Menteri.
(4) Hasil evaluasi eksternal program studi secara berkala
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan
sebagai bahan pembinaan program studi oleh Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
penjaminan mutu internal dan eksternal sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Menteri.
(1) Kurikulum
paragraph (1) shall be written in Indonesian language
and/or official languages of the United Nations
Organization.
The scientific periodical publication as referred to in
paragraph (1) shall be issued as printed matter and
electronically through the network of information and
communication technology.
Further
provisions
regarding
scientific
periodical
publication as referred to in paragraph (1) up to paragraph
(5) will be stipulated in the Ministerial Regulation.
dikembangkan
dan
(1)
Article 97
The college/university curriculum shall be developed and
37
dilaksanakan berbasis kompetensi.
(2) Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap
program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan
ditetapkan oleh tiap-tiap perguruan tinggi dengan
mengacu Standar Nasional Pendidikan.
(3) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memenuhi elemen kurikulum sebagai
berikut:
a. landasan kepribadian;
b. penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
dan/atau olahraga;
c. kemampuan dan keterampilan berkarya;
d. sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat
keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang
dikuasai;
e. penguasaan kaidah berkehidupan bermasyarakat
sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.
(2)
(3)
a. Foundation of personality
b. Mastery in science, technology, arts, and/or sports
c. Working capability and skill
d. Attitude and behavior in working doing the work that
matches the level of expertise based on the science
and skills mastered
e. Mastering the norms of community life that matches
the choice of expertise in working.
Paragraf 12
Gelar Lulusan Pendidikan Tinggi
Pasal 98
(1) Lulusan pendidikan akademik, vokasi, profesi, atau
spesialis, berhak untuk menggunakan gelar akademik,
gelar vokasi, gelar profesi, atau gelar spesialis.
(2) Gelar untuk lulusan pendidikan akademik terdiri atas:
Paragraph 12
Title for Higher Education Graduate
(1)
(2)
a. sarjana, yang ditulis di belakang nama yang berhak
dengan mencantumkan huruf S. dan diikuti dengan
inisial program studi atau bidang ilmu;
b. magister, yang ditulis di belakang nama yang berhak
dengan mencantumkan huruf M. dan diikuti dengan
inisial program studi atau bidang ilmu; dan
c. doktor, yang ditulis di depan nama yang berhak
dengan mencantumkan singkatan Dr.
(3) Gelar untuk pendidikan vokasi terdiri atas:
a. ahli pratama untuk lulusan program diploma satu,
yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan
mencantumkan singkatan A.P. dan diikuti dengan
inisial program studi atau bidang keahlian;
(3)
b. ahli muda untuk lulusan program diploma dua, yang
ditulis di belakang nama yang berhak dengan
mencantumkan singkatan A.Ma. dan diikuti dengan
inisial program studi atau bidang keahlian;
c. ahli madya untuk lulusan program diploma tiga,
yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan
mencantumkan singkatan A.Md. dan diikuti dengan
inisial program studi atau bidang keahlian; dan
d. sarjana sains terapan untuk program diploma
empat, yang ditulis di belakang nama yang berhak
dengan mencantumkan singkatan S.S.T. dan diikuti
dengan inisial program studi atau bidang keahlian.
(4) Gelar untuk lulusan pendidikan profesi ditulis di depan
atau di belakang nama yang berhak dengan
mencantumkan singkatan bidang profesinya.
implemented based on competency.
The curriculum of education unit level for each study
program in college/university shall be developed and
designated by each college/university by referring to the
National Standard of Education.
The competency as referred to in paragraph (1) shall at
least comply with the elements of curriculum as follows:
(4)
Article 98
The graduate from academic, vocational, professional or
specialist education shall be entitled to use academic title,
vocational title, professional title or specialist title.
The title for the graduate of academic education shall
consist of:
a. Bachelor’s degree, which is written behind the name of
the title holder by mentioning the letter of S and
followed by the initial of study program or scientific
discipline.
b. Master’s degree which is written behind the name of
the title holder by mentioning the letter of M and
followed by the initial of study program or scientific
discipline, and
c. Doctor, which is written before the name of the title
holder by mentioning the abbreviation of Dr.
The title for vocational education shall consist of:
a. Ahli pratama (First expert) for the graduate of diploma
one program, which is written behind the name of the
title holder by mentioning the abbreviation of A.P. and
followed by the initial of study program or expertise
subject
b. Ahli muda (Junior expert) for the graduate of diploma
two program, which is written behind the name of the
title holder by mentioning the abbreviation of A.Ma.
and followed by the initial of study program or
expertise subject
c. Ahli madya (Senior expert) for the graduate of diploma
three program, which is written behind the name of the
title holder by mentioning the abbreviation of A.Md.
and followed by the initial of study program or
expertise subject; and
d. Sarjana sains terapan (Bachelor of applied science)
for diploma four program, which is written behind the
name of the title holder by mentioning the abbreviation
S.S.T. and followed the initial of study program or
expertise subject.
The title for the graduate of professional education before
or behind the title holder by mentioning the abbreviation of
his/her professional subject.
38
(5) Gelar untuk lulusan pendidikan spesialis ditulis di
belakang nama yang berhak dengan mencantumkan
singkatan Sp. dan diikuti dengan singkatan bidang
spesialisasinya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai gelar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 99
(1) Pencantuman gelar lulusan perguruan tinggi luar
negeri tetap menggunakan gelar sesuai singkatan dan
penempatan yang berlaku di negara asal.
(2) Menteri menetapkan kesetaraan ijazah perguruan
tinggi luar negeri dengan ijazah dan gelar perguruan
tinggi Indonesia.
(5)
(6)
(1)
(2)
The title for the graduate of specialist education is written
behind the name of the title holder by mentioning the
abbreviation of Sp. and followed by the abbreviation of
his/her specialization subject.
Further provisions regarding the title as referred to in
paragraph (2) up to paragraph (5) shall be stipulated by
Ministerial Regulation.
Article 99
The incoprporation of title for graduated of foreign college /
university remains to bear the title according to the
abbreviation and placement as applicable in the country of
origin.
The Minister shall stipulate the diploma equality of foreign
college / university with the diploma and title of Indonesian
college/ university.
BAB IV
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NONFORMAL
CHAPTER IV
NON-FORMAL EDUCATION ORGANIZATION
Bagian Kesatu
Umum
Part One
General
Pasal 100
(1) Penyelenggaraan pendidikan nonformal meliputi
penyelenggaraan satuan pendidikan dan program
pendidikan nonformal.
(2) Penyelenggaraan satuan pendidikan nonformal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi satuan
pendidikan:
a. lembaga kursus dan lembaga pelatihan;
b. kelompok belajar;
c. pusat kegiatan belajar masyarakat;
d. majelis taklim; dan
e. pendidikan anak usia dini jalur nonformal.
(3) Penyelenggaraan program pendidikan nonformal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pendidikan kecakapan hidup;
b. pendidikan anak usia dini;
c. pendidikan kepemudaan;
d. pendidikan pemberdayaan perempuan;
e. pendidikan keaksaraan;
f. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja; dan
g. pendidikan kesetaraan.
(1)
(2)
(3)
Article 100
Non-formal education organization includes the organizing
of non-formal education unit and program.
The organizing of non-formal education unit and program
as referred to in paragraph (1) includes education unit of:
a. Course institute and training institute
b. Study group
c. Center for community study activity
d. Islamic study group; and
e. Early-age child education of non-formal line
The organizing of non-formal education program as
referred to in paragraph (1) includes:
a. Life proficiency education
b. Early-age child education
c. Youth education
d. Women empowerment education
e. Literacy education
f. Skill education and work training; and
g. Equality education
Pasal 101
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan
hasil program pendidikan formal.
Article 101
The result of non-formal education can be equally appreciated
with the result of formal education.
Bagian Kedua
Fungsi dan Tujuan
Part Two
Function and Aim
Pasal 102
(1) Pendidikan nonformal berfungsi:
a. sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan
formal
atau
sebagai
alternatif
pendidikan; dan
b. mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional, serta pengembangan
sikap dan kepribadian profesional dalam rangka
(1)
Article 102
Non-formal education has the function:
a. As substitute, addition, and/or supplement of formal
education or as education alternative; and
b. To develop the potential of education participant with
emphasis on the mastery of knowledge and functional
skill, as well as attitude development and professional
personality in the framework of supporting lifetime
39
mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal bertujuan membentuk manusia
yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan
fungsional, sikap dan kepribadian profesional, dan
mengembangkan jiwa wirausaha yang mandiri, serta
kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu,
dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
(3) Pendidikan nonformal diselenggarakan berdasarkan
prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat.
(2)
(3)
education.
Non-formal education has the aim to form a person who
has life proficiency, functional skill, professional attitude
and personality, and developing independent entrepreneur
spirit, as well as competency for working in certain sector,
and/or continuing the education to higher level in the
framework of realizing the aim of national education.
Non-formal education is organized based on the principle
of from, by and for the community.
Bagian Ketiga
Satuan Pendidikan
Part Three
Education Unit
Paragraf 1
Lembaga Kursus dan Lembaga Pelatihan
Paragraph 1
Course Institute and Training Institute
Pasal 103
(1) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan serta bentuk
lain yang sejenis menyelenggarakan pendidikan bagi
warga masyarakat untuk:
a. memperoleh keterampilan kecakapan hidup;
b. mengembangkan
sikap
dan
kepribadian
profesional;
c. mempersiapkan diri untuk bekerja;
d. meningkatkan kompetensi vokasional;
e. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri;
dan/atau
f. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(2) Lembaga kursus dapat menyelenggarakan program:
a. pendidikan kecakapan hidup;
b. pendidikan kepemudaan;
c. pendidikan pemberdayaan perempuan;
d. pendidikan keaksaraan;
e. pendidikan keterampilan kerja;
f. pendidikan kesetaraan; dan/atau
g. pendidikan nonformal lain yang diperlukan
masyarakat.
(3) Lembaga pelatihan menyelenggarakan program
pelatihan kerja dan pelatihan lain untuk meningkatkan
kompetensi kerja bagi pencari kerja dan pekerja.
(4) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan yang
terakreditasi
oleh
Badan
Akreditasi
Nasional
Pendidikan Nonformal dan/atau lembaga akreditasi lain
dapat menyelenggarakan uji kompetensi kepada
peserta didik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) memberikan sertifikat
kompetensi kepada peserta didik yang lulus uji
kompetensi.
(6) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan
pembelajaran di lembaga kursus dan lembaga
pelatihan dapat mengikuti ujian kesetaraan hasil
belajar dengan pendidikan formal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Peserta didik yang telah memenuhi syarat dan/atau
lulus dalam ujian kesetaraan sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) memperoleh ijazah sesuai dengan
program yang diikutinya.
(1)
Article 103
Course institute and training institute as well as other
equivalent forms shall organize education for the
community member for:
a. Acquiring life skill and proficiency
b. Developing professional attitude and personality
c. Preparing himself/herself for working
d. Improving vocational competency
e. Preparing himself/herself to be independent; and/or
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
f. Continuing the education to higher level
The course institute can organize the programs as follows:
a. Life proficiency education
b. Youth education
c. Woman empowerment education
d. Literacy education
e. Working skill education
f. Equality education
g. Other non-formal education as required by the
community
The training institute shall organize work training program
and other trainings for improving the work competency for
job seekers and workers
The course institute and training institute as accredited by
National Board for Non-formal Education Accreditation
and/or other accreditation institutes can organize
competency testing to the education participant in
accordance with the provisions of laws and regulations
The course institute and training institute as referred to in
paragraph (4) shall provide competency certificate to the
education participant who has passed the competency
testing.
The education participant who has completed the study
activities in the course institute and training institute can
follow equality examination for the result study with formal
education in accordance with the provisions of laws and
regulations
The education participant who has complied with the
requirements and/or passed the equality examination as
referred to in paragraph (6) shall acquire diploma
commensurate with program he/she has followed.
40
Paragraf 2
Kelompok Belajar
Pasal 104
(1) Kelompok belajar dan bentuk lain yang sejenis dapat
menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat
untuk:
a. memperoleh pengetahuan dan keterampilan dasar;
b. memperoleh keterampilan kecakapan hidup;
c. mengembangkan
sikap
dan
kepribadian
profesional;
d. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri;
dan/atau
e. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(2) Kelompok belajar dapat menyelenggarakan program:
a. pendidikan keaksaraan;
b. pendidikan kesetaraan;
c. pendidikan kecakapan hidup;
d. pendidikan pemberdayaan perempuan; dan/atau
e. pendidikan nonformal lain yang diperlukan
masyarakat.
(3) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan
pembelajaran di kelompok belajar dapat mengikuti
ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan
formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan
pembelajaran di kelompok belajar dan/atau lulus dalam
ujian kesetaraan hasil belajar sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) memperoleh ijazah sesuai dengan
program yang diikutinya.
Paragraph 2
Study Group
(1)
a. Acquiring basic knowledge and skill
b. Acquiring life skill and proficiency
c. Developing professional attitude and personality
(2)
(3)
(4)
Paragraf 3
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
Pasal 105
(1) Pusat kegiatan belajar masyarakat serta bentuk lain
yang sejenis dapat menyelenggarakan pendidikan bagi
warga masyarakat untuk:
a. memperoleh pengetahuan dan keterampilan;
b. memperoleh keterampilan kecakapan hidup;
c. mengembangkan
sikap
dan
kepribadian
profesional;
d. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri;
dan/atau
e. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(2) Pusat
kegiatan
belajar
masyarakat
dapat
menyelenggarakan program:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan keaksaraan;
c. pendidikan kesetaraan;
d. pendidikan pemberdayaan perempuan;
e. pendidikan kecakapan hidup;
f. pendidikan kepemudaan;
g. pendidikan keterampilan kerja; dan/atau
h. pendidikan nonformal lain yang diperlukan
masyarakat.
(3) Pusat kegiatan belajar masyarakat yang terakreditasi
oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal
dapat menyelenggarakan uji kompetensi kepada
Article 104
A study group and other form of the same type can
organize education for the community member for:
d. Preparing
himself/herself
for
doing
business
independently; and/or
e. Continuing the education to higher level.
The study group can organize the program as follows:
a. Literacy education
b. Equality education
c. Life proficiency education
d. Women empowerment education; and/or
e. Other non-formal educations as required by the
community.
The education participant who has completed the learning
activities in the study group can follow equality
examination for the result of study with formal education in
accordance with the provisions of laws and regulations.
The education participant who has completed the learning
activities in the study group and/or has passed the equality
examination for the result of study as referred to in
paragraph (3) shall acquire diploma commensurate with
the program he/she has followed.
Paragraph 3
Center for Community Study Activities
(1)
(2)
(3)
Article 105
A center for community study activities as well as other
forms of the same type can organize education for
community member for:
a. Acquiring knowledge and skill
b. Acquiring life skill and proficiency
c. Developing professional attitude and personality
d. Preparing
himself/herself
for
doing
business
independently; and/or
e. Continuing the education to higher level
The center for community study activity can organize the
following programs:
a. Early-age child education
b. Literacy education
c. Equality education
d. Women empowerment education
e. Life proficiency education
f. Youth education
g. Working skill education, and/or
h. Other non-formal education as required by the
community.
The center for community study activity as accredited by the
National Board for Non-formal Education Accreditation can
organize competency testing to the education participant
41
peserta didik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Pusat kegiatan belajar masyarakat yang terakreditasi
oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal
memberikan sertifikat kompetensi kepada peserta didik
yang lulus uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
(5) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan
pembelajaran di pusat kegiatan belajar masyarakat
dapat mengikuti ujian untuk mendapatkan pengakuan
kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal
sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
(6) Peserta didik yang telah memenuhi syarat dan/atau
lulus dalam ujian kesetaraan hasil belajar dengan
pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) memperoleh ijazah sesuai dengan program yang
diikutinya.
according to the provisions of laws and regulations.
(4)
(5)
(6)
Paragraf 4
Majelis Taklim
Pasal 106
(1) Majelis taklim atau bentuk lain yang sejenis dapat
menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat
untuk:
a. memperoleh pengetahuan dan keterampilan;
b. memperoleh keterampilan kecakapan hidup;
c. mengembangkan
sikap
dan
kepribadian
profesional;
d. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri;
dan/atau
e. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(2) Majelis taklim atau bentuk lain yang sejenis dapat
menyelenggarakan program:
a. pendidikan keagamaan Islam;
b. pendidikan anak usia dini;
c. pendidikan keaksaraan;
d. pendidikan kesetaraan;
e. pendidikan kecakapan hidup;
f. pendidikan pemberdayaan perempuan;
g. pendidikan kepemudaan; dan/atau
h. pendidikan nonformal lain yang diperlukan
masyarakat.
(3) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan
pembelajaran di majelis taklim atau bentuk lain yang
sejenis dapat mengikuti ujian kesetaraan hasil belajar
dengan pendidikan formal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Peserta didik yang telah memenuhi syarat dan/atau
lulus dalam ujian kesetaraan hasil belajar dengan
pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) memperoleh ijazah sesuai dengan program yang
diikutinya.
Paragraph 4
Islamic Study Group
(1)
Article 106
Islamic study group or other forms of the same type can
organize education for community member for:
a. Acquiring knowledge and skill
b. Acquiring life skill and proficiency
c. Developing professional skill and personality
(2)
(3)
(4)
Paragraf 5
Pendidikan Anak Usia Dini Jalur Nonformal
Pasal 107
(1) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
nonformal berbentuk kelompok bermain, taman
penitipan anak, dan satuan pendidikan anak usia dini
The center for community study activity as accredited by the
National Board for Non-formal Education Accreditation shall
provide competency certificate to the education participant
who has passed the competency testing as referred to in
paragraph (3).
The education participant who has completed learning
activities in the center for community study activity can
follow the examination for obtaining recognition for study
result equality with formal education commensurate with
the National Standard of Education.
The education participant who has complied with the
requirements and/or has passed equality examination on
the result of study with formal education as referred to in
paragraph (5) shall acquire diploma commensurate with
the program he/she has followed.
d. Preparing
himself/herself
for
doing
business
independently, and/or
e. Continuing the education to higher level.
The Islamic study group or other forms of the same type
can organize the following programs:
a. Islamic religion education
b. Early-age child education
c. Literacy education
d. Equality education
e. Live proficiency education
f. Women empowerment education
g. Youth education, and/or
h. Other non-formal education as required by the
community
The education participant who has completed learning
activities in Islamic study group or other form of the same
type can follow equality testing on the result of study with
formal education pursuant to the provisions of laws and
regulations.
The education participant who has complied with the
requirements and/or has passed equality examination on
the result of study with formal education as referred to in
paragraph (3) shall acquire a diploma commensurate with
the program he/she has followed.
Paragraph 5
Early-age Child Education of Non Formal Line
(1)
Article 107
Early-age child education in non-formal lane is in the form
of play group, child care nursery, and education unit for
early age child of the same type.
42
yang sejenis.
(2) Kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan
pendidikan
anak
usia
dini
yang
sejenis
menyelenggarakan pendidikan dalam konteks:
a. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran
agama dan ahlak mulia;
b. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran
sosial dan kepribadian;
c. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran
estetika;
d. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran
jasmani, olahraga, dan kesehatan; dan
e. bermain sambil belajar dalam rangka merangsang
minat kepada ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3) Peserta didik kelompok bermain, taman penitipan
anak, dan satuan pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan nonformal yang sejenis dapat dievaluasi
perkembangannya tanpa melalui proses yang bersifat
menguji kompetensi.
(2)
Play group, child care nursery and education unit for earlyage child of the same type shall organize the education
within the context of:
a.
(3)
Playing while learning in the framework of learning
religion and noble morality.
b. Playing while learning in the framework of social and
personality learning
c. Playing while learning in the framework of esthetical
learning
d. Playing while learning in the framework of physical,
sport and health learning, and
e. Playing while learning in the framework of stimulating
interest in science and technology
Education participant of play group, child care nursery and
education unit for early-age child of non-formal education
lane of the same type can be evaluated for its
development without going through the process which has
the character of competency testing.
Bagian Ketiga
Program Pendidikan
Part Three
Education Program
Paragraf 1
Pendidikan Kecakapan Hidup
Paragraph 1
Life Proficiency Education
Pasal 108
(1) Pendidikan kecakapan hidup merupakan program
pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
pendidikan nonformal dengan kecakapan personal,
kecakapan sosial, kecakapan estetis, kecakapan
kinestetis, kecakapan intelektual, dan kecakapan
vokasional yang diperlukan untuk bekerja, berusaha,
dan/atau hidup mandiri di tengah masyarakat.
(2) Pendidikan kecakapan hidup bertujuan meningkatkan
kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan
estetis, kecakapan kinestetis, kecakapan intelektual
dan kecakapan vokasional untuk menyiapkan peserta
didik agar mampu bekerja, berusaha, dan/atau hidup
mandiri di tengah masyarakat.
(3) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan
secara terintegrasi dengan program pendidikan
nonformal lain atau tersendiri.
(4) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan oleh
lembaga pendidikan nonformal bekerja sama dengan
lembaga pendidikan formal.
(5) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan
secara terintegrasi dengan program penempatan
lulusan di dunia kerja, baik di dalam maupun di luar
negeri.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Paragraf 2
Pendidikan Anak Usia Dini
Pasal 109
(1) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal
merupakan program yang diselenggarakan secara
fleksibel berdasarkan tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak.
(2) Program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Article 108
Life proficiency education shall constitute education
program which prepares the education participant of nonformal education with personal proficiency, social
proficiency, esthetical proficiency, kinesthetic proficiency,
intellectual proficiency, and vocational proficiency as
required for working, doing business, and/or living
independently in the middle of the community.
Life proficiency education has the aim to improve personal
proficiency, social proficiency, esthetical proficiency,
kinesthetic proficiency, intellectual proficiency, and
vocational proficiency for preparing the education
participant so as to be able to work, do business, and/or
live independently in the middle of the community.
Life proficiency education can be implemented integrally
with other non-formal education programs or separately
Life proficiency education can be implemented by nonformal education institute in cooperation with formal
education institute.
Life proficiency education can be implemented integrally
with the program of graduate placement in the working
world, both domestically and overseas.
Paragraph 2
Early-age Child Education
(1)
(2)
Article 109
Early-age child education of non-formal education lane
shall constitute a program which is organized in a flexible
way based on the child growth and development.
Early-age child education program of non-formal education
lane as referred to in paragraph (1), has the function for
43
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
berfungsi menumbuhkembangkan dan membina
seluruh potensi anak sejak lahir sampai dengan usia
anak 6 (enam) tahun sehingga terbentuk prilaku dan
kemampuan
dasar
sesuai
dengan
tahap
perkembangannya dalam rangka kesiapan anak
memasuki pendidikan lebih lanjut.
Program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
memprioritaskan pelayanan pendidikan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia 4 (empat) tahun.
Program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
nonformal bertujuan:
a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap,
kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab; dan
b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual,
intelektual, emosional, estetis, kinestetis, dan sosial
peserta didik pada masa emas pertumbuhannya
dalam lingkungan bermain yang edukatif dan
menyenangkan.
Program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
nonformal dirancang dan diselenggarakan:
a. secara
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan,
menantang, dan mendorong kreativitas serta
kemandirian;
b. sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental anak serta kebutuhan dan
kepentingan terbaik anak;
c. dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat,
dan kemampuan tiap-tiap anak; dan
d. dengan mengintegrasikan kebutuhan anak terhadap
kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial.
Pengembangan program pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) didasarkan pada:
a. prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya
bermain;
b. memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan
kemampuan masing-masing peserta didik;
c. memperhatikan latar belakang sosial, ekonomi, dan
budaya peserta didik; dan
d. memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat
setempat.
Pengelompokan peserta didik untuk program
pendidikan pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan nonformal disesuaikan dengan kebutuhan,
usia, dan perkembangan anak.
Penyelenggaraan program pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan nonformal dapat diintegrasikan dengan
program lain yang sudah berkembang di masyarakat
sebagai upaya untuk memperluas pelayanan
pendidikan anak usia dini kepada seluruh lapisan
masyarakat.
Paragraf 3
Pendidikan Kepemudaan
(3)
(4)
(5)
growing developing and fostering the whole child potential
since its birth up to the child age of 6 (six) years so that it
has been established basic behavior and capability
according to the phase of its development in the
framework of child preparedness for entering further
education.
Early-age child education program of non-formal education
line as referred to in paragraph (2), shall prioritize
education services to the child since its birth up to the age
of 4 (four) years.
Early-age child education program of non-formal education
line has the aim of:
a. Building the foundation for potential development of
education participant so as to become faithful person
and pious to God the Supreme One, having noble
morality, lofty personality, healthy, knowledgeable,
proficient, critical, creative, innovative, independent,
self-confident, and to become a democratic and
responsible citizen, and
b. Developing the potential of spiritual, intellectual,
emotional, esthetical, kinesthetic, and social
intelligences in the golden period of their growth in
the playing environment which is educative and
enjoyable.
The early-age child education program of non-formal
education line shall be designed and organized:
a. Interactively, imperatively, enjoyable, challenging and
driving the creativity as well as independency.
b.
(6)
(7)
(8)
According to the phase of physical growth and mental
development of the child as well as the needs and the
best interest of the child.
c. By observing the difference of talent, interest, and
ability of each child, and
d. By integrating the child needs into health, nutrition,
and psychosocial stimulation.
The education program development for early-child in nonformal education child as referred to in paragraph (4) shall
be based on:
a. The principle of playing while learning and learning
while playing.
b. Observing the difference of talent, interest, and ability
of each education participant.
c. Observing the social, economic and cultural
background of the education participant, and
d. Observing the condition and needs of local
community
The grouping of education participant for education
program in early-age child education of non-formal
education line shall be adjusted with the needs, age, and
child development.
The organizing of early-age child education program of
non-formal education lane can be integrated with other
programs which have been developing in the community
as the efforts to extend the services of early-age child
education to the whole layers of the community.
Paragraph 3
Youth Education
44
Pasal 110
(1) Pendidikan kepemudaan merupakan pendidikan yang
diselenggarakan
untuk
mempersiapkan
kader
pemimpin bangsa.
(2) Program
Pendidikan
kepemudaan
berfungsi
mengembangkan potensi pemuda dengan penekanan
pada:
a. penguatan nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia;
b. penguatan wawasan kebangsaan dan cinta tanah
air;
c. penumbuhkembangan etika, kepribadian, dan
estetika;
d. peningkatan wawasan dan kemampuan di bidang
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau
olahraga;
e. penumbuhan sikap kewirausahaan, kepemimpinan,
keteladanan, dan kepeloporan; dan
f. peningkatan keterampilan vokasional.
(3) Program
pendidikan
kepemudaan
memberikan
pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat yang
berusia antara 16 (enam belas) tahun sampai dengan
30 (tiga puluh) tahun.
(4) Pendidikan kepemudaan dapat berbentuk pelatihan
dan bimbingan atau sejenisnya yang diselenggarakan
oleh:
a. organisasi keagamaan;
b. organisasi pemuda;
c. organisasi kepanduan/kepramukaan;
d. organisasi palang merah;
e. organisasi pecinta alam dan lingkungan hidup;
f. organisasi kewirausahaan;
g. organisasi masyarakat;
h. organisasi seni dan olahraga; dan
i. organisasi lain yang sejenis.
(1)
(2)
Youth Education Program has the function to develop
youth potential with emphasis on:
a. Reinforcement of value of faithfulness, piety, and
noble morality
b. Reinforcement of national insight and love to the
fatherland.
c. Growing and developing the ethics, personality, and
esthetics.
d. Improvement of insight and capability in the sector of
science, technology, arts, and/or sports
(3)
(4)
e. Growing the attitude of entrepreneurship, leadership,
exemplary model, pioneering, and
f. Improvement of vocational skill.
Youth education program shall provide education services
to the community members having age between 16
(sixteen) years up to 30 (thirty) years.
Youth education can be in the form of training and
guidance or the same type as organized by:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Paragraf 4
Pendidikan Pemberdayaan Perempuan
Pasal 111
(1) Pendidikan
pemberdayaan
perempuan
merupakanpendidikan untuk meningkatkan harkat dan
martabat perempuan.
(2) Program pendidikan pemberdayaan perempuan
berfungsi untuk meningkatan kesetaraan dan keadilan
gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara melalui:
a. peningkatan keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia;
b. penguatan wawasan kebangsaan dan cinta tanah
air;
c. penumbuhkembangan etika, kepribadian, dan
estetika;
d. peningkatan wawasan dan kemampuan dibidang
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau
olahraga;
e. penumbuhan sikap kewirausahaan, kepemimpinan,
keteladanan, dan kepeloporan; dan
f. peningkatan keterampilan vokasional.
(3) Pendidikan pemberdayaan perempuan bertujuan:
a. meningkatkan kedudukan, harkat, dan martabat
Article 110
Youth education shall constitute education as organized
for preparing national cadre of leader.
Religious organization
Youth organization
Boy-scout/girl-guide organization
Red Cross organization
Nature and life environment loving organization
Entrepreneurship organization
Community organization
Arts and sports organization; and
Other organizations of the same type.
Paragraph 4
Women Empowerment Education
(1)
(2)
Article 111
Women empowerment education shall constitute
education for enhancing women status and dignity.
Women empowerment education program has the function
to improve the equality and fairness of gender in the life of
family, community, nation and state through:
a. Improving the faithfulness, piety, and noble morality
b. Reinforcement of national insight and love to the
fatherland.
c. Growing and developing the ethics, personality, and
esthetics
d. Improvement of insight and capability in the sector of
science, technology, arts, and/or sports
(3)
e. Growing the attitude of entrepreneurship, leadership,
exemplary model, pioneering, and
f. Improvement of vocational skill.
Women empowerment education has the aim:
a. To increase the position, status, and dignity of women
45
perempuan hingga setara dengan laki-laki;
b. meningkatkan akses dan partisipasi perempuan
dalam pendidikan, pekerjaan, usaha, peran sosial,
peran politik, dan bentuk amal lain dalam
kehidupan;
c. mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak
asasi manusia yang melekat pada perempuan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan
pemberdayaan perempuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri.
until it is equal to that of men.
b. To increase the access and participation of women in
education, work, business, social role, political role,
and other forms of charity in life.
c.
(4)
Paragraf 5
Pendidikan Keaksaraan
Pasal 112
(1) Pendidikan keaksaraan merupakan pendidikan bagi
warga masyarakat yang buta aksara Latin agar mereka
dapat membaca, menulis, berhitung, berbahasa
Indonesia
dan
berpengetahuan
dasar,
yang
memberikan peluang untuk aktualisasi potensi diri.
(2) Pendidikan
keaksaraan
berfungsi
memberikan
kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung, dan
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, serta
pengetahuan dasar kepada peserta didik yang dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
(3) Program
pendidikan
keaksaraan
memberikan
pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat usia
15 (lima belas) tahun ke atas yang belum dapat
membaca, menulis, berhitung dan/atau berkomunikasi
dalam bahasa Indonesia.
(4) Pendidikan
keaksaraan
meliputi
pendidikan
keaksaraan dasar, pendidikan keaksaraan lanjutan,
dan pendidikan keaksaraan mandiri.
(5) Penjaminan mutu akhir pendidikan keaksaraan
dilakukan melalui uji kompetensi keaksaraan.
(6) Peserta didik yang telah lulus uji kompetensi
keaksaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
diberi surat keterangan melek aksara.
(7) Pendidikan keaksaraan dapat dilaksanakan terintegrasi
dengan pendidikan kecakapan hidup.
Paragraph 5
Literacy Education
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Paragraf 6
Pendidikan Keterampilan dan Pelatihan Kerja
Pasal 113
(1) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja ditujukan
bagi peserta didik pencari kerja atau yang sudah
bekerja.
(2) Pendidikan
keterampilan
dan
pelatihan
kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
untuk:
a. meningkatkan motivasi dan etos kerja;
b. mengembangkan kepribadian yang cocok dengan
jenis pekerjaan peserta didik;
c. meningkatkan wawasan tentang aspek lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan;
d. meningkatkan kemampuan keterampilan fungsional
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pekerjaan;
e. meningkatkan kemampuan membangun jejaring
pergaulan sesuai dengan tuntutan pekerjaan; dan
To prevent the occurrence of violation against human
rights as attach to the women
Further provision regarding women empowerment
education as referred to in paragraph (1) and paragraph
(2) shall be stipulated in the Ministerial Regulation.
Article 112
Literacy education shall constitute education for
community members who are Roman characters illiterate
so as they are able to read, write, calculate, speak
Indonesian language and have basic knowledge which
provides opportunity for actualizing their own potential.
Literacy education has the function to provide basic ability
to read, write, calculate, and communicate in Indonesian
language, as well as basic knowledge to the education
participants which can be utilized in daily life.
Literacy education program shall provide education
services to the members of community having age of 15
(fifteen) years and above which have not been able to
read, write, calculate and/or communicate in Indonesian
language.
Literacy education includes basic literacy education,
advanced literacy education and independent literacy
education.
The assurance of final quality of literacy education shall be
conducted through literacy competency testing.
Education participant who has passed the literacy
competency testing as referred to in paragraph (5) shall be
awarded with certificate of literacy.
Literacy education can be implemented integrally with life
proficiency education.
Paragraph 6
Skill Education and Job Training
(1)
(2)
Article 113
Skill education and job training is aimed for the education
participants who are job seeker or those who have been
working.
Skill education and job training as referred to in paragraph
(1) shall be implemented for:
a. Improving the motivation and work ethos
b. Developing personality which is suitable with the type
of job of the education participant.
c. Improving the insight on the aspect of environment
which is suitable with the needs of the job
d. Improving the capability of functional skill that meets
the demand and need of the job
e. Improving the capability to build the network of
association that meets the demand of the job, and
46
f. meningkatkan kemampuan lain sesuai dengan
tuntutan pekerjaan.
(3) Kemampuan keterampilan fungsional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi keterampilan
vokasional, keterampilan manajerial, keterampilan
komunikasi, dan/atau keterampilan sosial.
(4) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja dapat
dilaksanakan secara terintegrasi dengan:
a. program pendidikan kecakapan hidup;
b. program pendidikan kesetaraan Paket B dan Paket
C;
c. program pendidikan pemberdayaan perempuan;
dan/atau
d. program pendidikan kepemudaan.
f.
(3)
(4)
(4) Peserta didik program Paket B adalah anggota
masyarakat yang memenuhi ketentuan wajib belajar
setara SMP/MTs melalui jalur pendidikan nonformal.
(5) Program Paket B sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) membekali peserta didik dengan keterampilan
fungsional, sikap dan kepribadian profesional yang
memfasilitasi proses adaptasi dengan lingkungan kerja.
(6) Persyaratan mengikuti program Paket B adalah lulus
SD/MI, program Paket A, atau yang sederajat.
(7) Peserta didik program Paket C adalah anggota
masyarakat yang menempuh pendidikan menengah
umum melalui jalur pendidikan nonformal.
(8) Peserta didik program Paket C Kejuruan adalah
anggota masyarakat yang menempuh pendidikan
menengah kejuruan melalui jalur pendidikan nonformal.
(9) Program Paket C sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) membekali peserta didik dengan kemampuan
akademik dan keterampilan fungsional, serta sikap dan
kepribadian profesional.
(10) Program Paket C Kejuruan sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) membekali peserta didik dengan
kemampuan akademik, keterampilan fungsional, dan
kecakapan kejuruan paraprofesi, serta sikap dan
kepribadian profesional.
(11) Persyaratan mengikuti program Paket C dan Paket C
Kejuruan adalah lulus SMP/MTs, Paket B, atau yang
sederajat.
(12) Program pendidikan kesetaraan dapat dilaksanakan
Skill education and job training can be implemented
integrally with:
a. Life environment education program
b. Package B and Package C equality education program
c.
Women empowerment education program, and/or
d. Youth education program
Paragraf 7
Pendidikan Kesetaraan
Pasal 114
(1) Pendidikan kesetaraan merupakan program pendidikan
nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum
setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang
mencakupi program Paket A, Paket B, dan Paket C
serta pendidikan kejuruan setara SMK/MAK yang
berbentuk Paket C Kejuruan.
(2) Pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai pelayanan
pendidikan nonformal pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah.
(3) Peserta didik program Paket A adalah anggota
masyarakat yang memenuhi ketentuan wajib belajar
setara SD/MI melalui jalur pendidikan nonformal.
Improving other capabilities that meets the demand of
the job.
The functional skill capability as referred to in paragraph
(1) shall include vocational skill, managerial skill,
communication skill, and/or social skill.
Paragraph 7
Equality Education
Article 114
Equality education shall constitute non-formal education
program organizing general education of SD/MI,
SMP/MTs, and SMA/MA equivalent which includes
Package A, Package B, Package B, and Package C
programs as well as vocational education of SMK/MAK
equivalent in the form of vocational Package C.
(2) Equality education has the function as non-formal
education service in the grade of primary and secondary
educations.
(3) Education participant of Package A program is community
member who complies with the provision of compulsory
study for SD/MI equivalent through non-formal education
lane.
(4) Education participant of Package B program is community
member who complies with the provision of compulsory
study for SMP/MTs equivalent through non-formal
education lane.
(5) Package B program as referred to in paragraph (4) shall
equip the education participant with functional skill,
professional attitude and personality which facilitate the
process of adaptation with work environment.
(6) The requirements to follow Package B program is graduate
from SD/MI, Package A program or equivalent.
(7) Education participant of Package C program is member of
community who has taken general secondary education
through non-formal education lane.
(8) Education participant of Vocational Package C program is
member of community who has taken vocational
secondary education through non-formal education line.
(9) Package C program as referred to in paragraph (7) shall
equip the education participant with academic capability
and functional skill, as well as professional attitude and
personality.
(10) Vocational Package C program as referred to in paragraph
(8) shall equip the education participant with academic
capability, functional skill, and paraprofessional vocational
proficiency, as well as professional attitude and
personality.
(11) The requirements to follow Package C and Vocational
Package C Program are graduated from SMP/MTs,
Package B or equivalent.
(12) Equality education program can be implemented integrally
(1)
47
terintegrasi dengan:
a. program pendidikan kecakapan hidup;
b. program pendidikan pemberdayaan perempuan;
dan/atau
c. program pendidikan kepemudaan.
with:
a. Life proficiency education program
b. Women empowerment education program, and/or
c.
Bagian Kelima
Penyetaraan Hasil Pendidikan
Pasal 115
(1) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara
dengan hasil pendidikan formal setelah melalui uji
kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional
Pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh
Pemerintah
atau
pemerintah
daerah
sesuai
kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk Program Paket A, Program Paket B, Program
Paket C, dan Program Paket C Kejuruan dilaksanakan
oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.
(3) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk program kecakapan hidup dapat dilaksanakan
untuk:
a. memperoleh pengakuan kesetaraan dengan
kompetensi mata pelajaran vokasi pada jenjang
pendidikan menengah; atau
b. memperoleh pengakuan kesetaraan dengan
kompetensi mata kuliah vokasi pada jenjang
pendidikan tinggi.
(4) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a dapat dilaksanakan oleh SMK atau MAK yang
paling rendah berakreditasi B dari Badan Akreditasi
Nasional Sekolah/Madrasah.
(5) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b dapat dilaksanakan oleh suatu perguruan tinggi
melalui program studi vokasinya paling rendah
berakreditasi B dari Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi.
(6) Peserta didik yang lulus uji kesetaraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diberi sertifikat
kompetensi.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kesetaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.
Youth education program
Part Five
Education Result Equalization
(1)
(2)
(3)
Article 115
The result of non formal education can be appreciated
equal with the result of formal education after going
through equality examination in compliance with National
Standard of Education by the institute as appointed by the
government or regional government according to the
respective authority and according to the provisions of
laws and regulations.
Equality examination as referred to in paragraph (1) for
Package A program, Package B program, Package C
program and vocational Package C program shall be
implemented by the Board of National Standard of
Education.
The equality examination as referred to in paragraph (1)
for life proficiency program can be implemented for:
a. Acquiring recognition of equality with the competency
of vocational subject in the grade of medium
education, or
b. Acquiring equality recognition with competency in
vocational subject in higher education grade.
(4)
(5)
(6)
(7)
Equality testing as referred to in paragraph (3) point a can
be implemented by SMK or MAK of at the lowest bearing
accreditation B from the National Accreditation Board for
School/Madrasah
The equality testing as referred to in paragraph (3) point B
can be implemented by college/university through its
vocational study program at the lowest bearing
accreditation B from the National Accreditation Board for
college/university
The education participant who has passed equality testing
as referred to in paragraph (4) and paragraph (5) shall be
awarded with competency certificate.
Further provisions regarding equality testing as referred to
in paragraph (1) up to paragraph (6) shall be stipulated by
Ministerial Regulation.
BAB V
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INFORMAL
CHAPTER V
ORGANIZING INFORMAL EDUCATION
Pasal 116
Pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan
lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri.
Article 116
Informal education shall be conducted by the family and the
environment in the form of independent learning activities.
Pasal 117
(1) Hasil pendidikan informal dapat dihargai setara dengan
hasil pendidikan nonformal dan formal setelah melalui
uji kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional
Pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh
Pemerintah
atau
pemerintah
daerah
sesuai
(1)
Article 117
The result of informal education can be appreciated
equally with the result of non-formal and formal education
after going through equality testing which complies with
National Standard of Education by an agency as appointed
by the Government or regional government according to
48
kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui:
a. Uji kesetaraan yang berlaku bagi peserta didik
pendidikan nonformal sebagaimana diatur dalam
Pasal 115; dan
b. Uji kesetaraan yang diatur dengan Peraturan
Menteri untuk hasil pendidikan informal lain yang
berada di luar lingkup ketentuan dalam Pasal 115.
the provisions of laws and regulations.
(2)
BAB VI
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN JARAK JAUH
Pasal 118
(1) Pendidikan jarak jauh bertujuan meningkatkan
perluasan dan pemerataan akses pendidikan, serta
meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan.
(2) Pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai karakteristik terbuka, belajar
mandiri, belajar tuntas, menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi pendidikan, dan/atau
menggunakan teknologi pendidikan lainnya.
Pasal 119
(1) Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada
semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai Standar
Nasional Pendidikan dengan:
a. menggunakan moda pembelajaran yang peserta
didik dengan pendidiknya terpisah;
b. menekankan prinsip belajar secara mandiri,
terstruktur, dan terbimbing dengan menggunakan
berbagai sumber belajar;
c. menjadikan media pembelajaran sebagai sumber
belajar yang lebih dominan daripada pendidik;
d. menggantikan pembelajaran tatap muka dengan
interaksi pembelajaran berbasis teknologi informasi
dan komunikasi, meskipun tetap memungkinkan
adanya pembelajaran tatap muka secara terbatas.
(3) Pendidikan jarak jauh memberikan pelayanan berbasis
teknologi informasi dan komunikasi untuk kegiatan:
a. penyusunan bahan ajar;
b. penggandaan dan distribusi bahan ajar;
c. proses pembelajaran melalui kegiatan tutorial,
praktik, praktikum, dan ujian; dan
d. administrasi serta registrasi.
(4) Pendidikan jarak jauh yang memberikan pelayanan
berbasis
teknologi
informasi
dan
komunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
tanpa mengesampingkan pelayanan tatap muka.
Pasal 120
(1) Pengorganisasian pendidikan jarak jauh dapat
diselenggarakan dalam modus tunggal, ganda, atau
konsorsium.
(2) Pengorganisasian pendidikan jarak jauh modus tunggal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk
satuan pendidikan yang menyelenggarakan program
pendidikan hanya dengan moda jarak jauh.
The equality testing as referred to in paragraph (1) shall be
implemented through:
(a) Equality testing as applicable for education participant
of non-formal education as stipulated in Article 115;
and
(b) Equality testing as stipulated in the Ministerial
Regulation for the result of other informal education as
available outside the scope of provisions in Article 115.
CHAPTER VI
ORGANIZING DISTANT LEARNING EDUCATION
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
Article 118
Distant learning education has the aim to enhance the
expansion and even distribution of education access, as
well as improving education quality and relevancy.
Distant learning as referred to in paragraph (1) has open
characteristic, independent study, thorough study, using
education information and technology, and/or using other
education technologies.
Article 119
Distant learning education can be organized at all lanes,
grades, and types of education.
Organizing distant learning education as referred to in
paragraph (1) shall be implemented according to National
Standard of Education by:
a. applying mode of teaching in which education
participant and its educator are separated;
b. Emphasizing the principle of learning independently,
structured, and guided by applying various sources of
learning.
c. Making the media of learning as source of learning
which is more dominant than the educator
d. Replacing face-to-face learning by interaction of
learning based on information and communication
technology, even though it remains possible to the
presence of face-to-face learning in a limited way.
Distant learning education shall provide informationcommunication-technology based service for the activities:
a. Compiling learning material
b. Multiplying and distributing learning materials
c. Learning process through tutorial, practical, practicum,
and testing activities and
d. Administration and registration
Distant learning education which provides information-andcommunication based service as referred to in paragraph
(3) shall be implemented without putting aside face to face
service
Article 120
The organizing of distant learning education can be
organized in single, double, or consortium modes.
The organizing of distant learning education of single
mode as referred to in paragraph (1) is in the form of
education unit which organizes education program only
with distant learning mode.
49
(3) Pengorganisasian
modus
ganda
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbentuk satuan pendidikan
yang menyelenggarakan program pendidikan baik
secara tatap muka maupun jarak jauh.
(4) Pengorganisasian modus konsorsium sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbentuk jejaring kerja sama
penyelenggaraan pendidikan jarak jauh lintas satuan
pendidikan dengan lingkup wilayah nasional dan/atau
internasional.
(5) Struktur organisasi satuan pendidikan jarak jauh
ditentukan berdasarkan modus, cakupan, dan sistem
pengelolaan yang diterapkan.
Pasal 121
(1) Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan dengan
lingkup mata pelajaran atau mata kuliah, program
studi, atau satuan pendidikan.
(2) Pendidikan jarak jauh dengan lingkup mata pelajaran
atau mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan pada 1 (satu) atau lebih mata pelajaran
atau mata kuliah dalam 1 (satu) program studi.
(3) Pendidikan jarak jauh dengan lingkup program studi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dalam 1 (satu) atau lebih program studi secara utuh
dalam 1 (satu) satuan pendidikan.
(4) Pendidikan jarak jauh dengan lingkup satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan penyelenggaraan pendidikan jarak jauh
secara utuh pada 1 (satu) satuan pendidikan.
Pasal 122
(1) Penyelenggara satuan pendidikan jarak jauh wajib
mengembangkan sistem pengelolaan dan sistem
pembelajaran berbasis teknologi informasi dan
komunikasi.
(2) Basis teknologi informasi dan komunikasi pada sistem
pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit mencakup:
a. perencanaan program dan anggaran;
b. administrasi keuangan;
c. administasi akademik;
d. administrasi peserta didik; dan
e. administrasi personalia.
(3) Basis teknologi informasi dan komunikasi pada sistem
pembelajaran jarak jauh jenjang pendidikan dasar dan
menengah paling sedikit mencakup:
a. sarana pembelajaran;
b. kompetensi pendidik;
c. sumber belajar;
d. proses pembelajaran; dan
e. evaluasi hasil belajar;
(4) Basis teknologi informasi dan komunikasi pada sistem
pembelajaran jarak jauh jenjang pendidikan tinggi
paling sedikit mencakup:
a. sarana pembelajaran;
b. kompetensi dosen;
c. kompetensi tenaga kependidikan;
d. kompetensi mahasiswa;
e. sumber belajar;
f. proses pembelajaran;
g. proses penelitian;
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
(3)
(4)
The organizing of double mode as referred in paragraph
(1) is in the form of education unit which organizes
education program, both by way of face-to-face and distant
learning.
The organizing of consortium mode as referred to in
paragraph (1) is in the form of network of cooperation for
organizing distant learning education of cross-education
unit with the scope of national and/or international areas
The structure of organization of distant learning education
unit shall be determined based on the modes, coverage,
and management system as applied.
Article 121
Distant learning education can be organized with the
scope of lessons and subjects, study program or education
unit.
Distant learning education with the scope of lesson or
subject as referred to in paragraph (1) shall be
implemented in 1 (one) or more lessons or subjects in 1
(one) study program.
Distant learning education with the scope of study program
as referred to in paragraph (1) shall be implemented in 1
(one) or more study programs in intact manner in 1 (one)
education unit.
Distant learning education with the scope of education unit
as referred to in paragraph (1) constitutes the organization
of distant learning education in an intact manner in 1 (one)
education unit.
Article 122
The organizing of distant learning education unit shall be
obliged to develop management system learning system
based on information and communication technology
The basis of information and communication information in
the management system as referred to in paragraph (1)
shall at least include:
a. Program and budget planning
b. Financial administration
c. Academic administration
d. Education participant administration, and
e. Personnel administration
The basis of information and communication technology in
distant learning education system, the primary and
secondary grade of college/university shall at least include:
a. Learning facilities
b. Educator’s competency
c. Source of learning; and
d. Learning process; and
e. Evaluation on study result;
The basis of information and communication technology in
distant learning system of college/university shall at least
include:
a. Learning facilities
b. Lecturer competency
c. Teaching staff competency
d. College/University student competency
e. Source of learning
f. Learning process
g. Research process
50
h. proses pengabdian kepada masyarakat; dan
i. evaluasi hasil belajar.
Pasal 123
(1) Penjaminan mutu pendidikan jarak jauh pada satuan
pendidikan dasar dan menengah dilakukan dengan
berpedoman pada:
a. Standar Nasional Pendidikan;
b. ketentuan tentang Ujian Nasional;
c. ketentuan tentang akreditasi; dan
d. sistem pembelajaran berbasis teknologi informasi
dan komunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 122 ayat (3).
(2) Penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan
karakteristik
pendidikan jarak jauh.
Pasal 124
(1) Penjaminan mutu pendidikan jarak jauh pada
perguruan tinggi meliputi:
a. penjaminan mutu sebagaimana diatur dalam Pasal
96; dan
b. penjaminan mutu untuk memastikan bahwa
pembelajaran berbasis teknologi informasi dan
komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
122 ayat (4) dipenuhi.
(2) Penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai
dengan
karakteristik
pendidikan jarak jauh.
Pasal 125
(1) Pendidikan jarak jauh pada jalur pendidikan informal
bagi warga masyarakat dapat dilakukan melalui:
a. penyiaran televisi dan radio;
b. penayangan film dan video;
c. pemasangan situs internet;
d. publikasi media cetak;
e. pengiriman informasi melalui telepon seluler; dan
f. bentuk-bentuk lain dari penyebarluasan informasi
kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pendidikan jarak jauh pada jalur pendidikan informal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
dengan
penuh
tanggung
jawab
dan
mempertimbangkan kemungkinan dampak negatif
terhadap moralitas masyarakat.
h. Process of devotion to the community, and
i. Evaluation on study result
(1)
(2)
(1)
Article 123
The quality assurance of distant learning education in
primary and secondary education unit shall be conducted
under the guidance to:
a. National Standard of Education
b. Provisions regarding National Examination
c. Provisions regarding accreditation, and
d. Information-and-communication-technology
based
learning system as referred to in Article 122 paragraph
(3)
Quality assurance as referred to in paragraph (1) shall be
implemented according to the characteristics of distant
learning education
Article 124
Quality assurance of distant learning education
college/university includes:
a. Quality assurance as stipulated in Article 96, and
in
b. Quality assurance to ascertain that information-andcommunication-technology based learning as referred
to in Article 122 paragraph (4) is fulfilled
(2)
(1)
(2)
Quality assurance as referred to in paragraph (1) shall be
implemented according to the characteristics of distant
learning education
Article 125
Distant learning education in informal education for
community members can be conducted through:
a. Television and radio broadcasting
b. Film and video showing
c. Internet site installation
d. Printed media publication
e. Information delivery through cellular telephone, and
f. Other forms of information dissemination to the
community according to the provisions of laws and
regulations.
Distant learning education in informal education lane as
referred to in paragraph (1) shall be organized with full
responsibility and taking into account the possibility of
negative impact against community morality.
Pasal 126
Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan
pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 118 sampai dengan Pasal 124 diatur dengan
Peraturan Menteri.
Article 126
Further provisions regarding the organizing of distant learning
education as referred to in article 118 up to article 124 shall be
stipulated in Ministerial Regulation.
BAB VII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN
PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
CHAPTER VII
ORGANIZING SPECIAL EDUCATION AND
SPECIAL SERVICE EDUCATION
Bagian Kesatu
Umum
Part One
General
Pasal 127
Article 127
51
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,
mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa.
Special education shall constitute education for education
participant who has level of difficulty in following learning process
due to physical, emotional, mental, social abnormalities and/or
having potential intelligence and extraordinary talent.
Pasal 128
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi
ekonomi.
Article 128
Special service education shall constitute education for
education participant in isolated or backward area, isolated
traditional community, and/or undergoing national disaster, social
disaster and unability from the aspect of economy.
Bagian Kedua
Pendidikan Khusus
Part Two
Special Education
Paragraf 1
Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik Berkelainan
Paragraph 1
Special Education for Education Participant bearing
Abnormality
Pasal 129
(1) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
berfungsi memberikan pelayanan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau sosial.
(2) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
secara optimal sesuai kemampuannya.
(3) Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik
yang:
a. tunanetra;
b. tunarungu;
c. tunawicara;
d. tunagrahita;
e. tunadaksa;
f. tunalaras;
g. berkesulitan belajar;
h. lamban belajar;
i. autis;
j. memiliki gangguan motorik;
k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat
terlarang, dan zat adiktif lain; dan
l. memiliki kelainan lain.
(4) Kelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
juga berwujud gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis
kelainan, yang disebut tunaganda.
Pasal 130
(1) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah.
(2) Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan
melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan
umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan
pendidikan keagamaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai program pendidikan
khusus pada satuan pendidikan khusus, satuan
pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan,
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
Article 129
Special education for education participant bearing
abnormality has the function to provide education service
for education participant who has difficulty following the
process of learning due to physical, emotional, mental,
intellectual, and/or social abnormalities.
Special education for education participant having
abnormality has the objective to develop the education
participant potential optimally according to his/her
capability.
Education participant who has abnormality consists of
education participant who is:
a. Blind
b. Deaf
c. Dumb
d. Mentally handicapped
e. Physically handicapped
f. Deaf and dumb
g. Difficulty in study
h. Retarded in study
i. Autism
j. Having motoric disorder
k. Becoming victim of abuse of narcotics, illicit drugs, and
other addictives substances, and
l. Having other abnormalities
The abnormality as referred to in Article 3 can also be
manifested in the combination of 2 (two) or more types of
abnormalities, which is called mentally and physically
handicapped.
Article 130
Special education for education participant having
abnormality can be organized in all lanes and types of
education in primary and secondary education grades.
(2)
The organizing of special education can be conducted
through special education unit general education unit,
vocational education unit and/or religious education unit.
(3)
Further provisions regarding special education program in
special education unit, general education unit, vocational
education unit, and/or religious education unit a referred to
52
dan/atau satuan pendidikan keagamaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 131
(1) Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1
(satu) satuan pendidikan khusus untuk setiap jenis
kelainan dan jenjang pendidikan sebagai model sesuai
dengan kebutuhan peserta didik.
(2) Pemerintah
kabupaten/kota
menjamin
terselenggaranya pendidikan khusus pada satuan
pendidikan umum dan satuan pendidikan kejuruan
sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
(3) Penjaminan terselenggaranya pendidikan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan menetapkan paling sedikit 1 (satu) satuan
pendidikan umum dan 1 (satu) satuan pendidikan
kejuruan yang memberikan pendidikan khusus.
(4) Dalam menjamin terselenggaranya pendidikan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah
kabupaten/kota menyediakan sumberdaya pendidikan
yang berkaitan dengan kebutuhan peserta didik
berkelainan.
(5) Perguruan tinggi wajib menyediakan akses bagi
mahasiswa berkelainan.
(6) Pemerintah
provinsi
membantu
tersedianya
sumberdaya pendidikan yang berkaitan dengan
kebutuhan peserta didik berkelainan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4).
(7) Pemerintah membantu tersedianya sumberdaya
pendidikan yang berkaitan dengan kebutuhan peserta
didik
berkelainan
pada
pendidikan
khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), ayat
(5), dan ayat (6) pada semua jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan.
Pasal 132
Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan pada
jalur formal diselenggarakan melalui satuan pendidikan
anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan
pendidikan menengah.
Pasal 133
(1) Satuan pendidikan khusus formal bagi peserta didik
berkelainan untuk pendidikan anak usia dini berbentuk
taman kanak-kanak luar biasa atau sebutan lain untuk
satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat.
(2) Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik
berkelainan pada jenjang pendidikan dasar terdiri atas:
a. sekolah dasar luar biasa atau sebutan lain untuk
satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat; dan
b. sekolah menengah pertama luar biasa atau sebutan
lain untuk satuan pendidikan yang sejenis dan
sederajat.
(3) Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik
berkelainan pada jenjang pendidikan menengah adalah
sekolah menengah atas luar biasa, sekolah menengah
kejuruan luar biasa, atau sebutan lain untuk satuan
pendidikan yang sejenis dan sederajat.
(4) Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat
dilaksanakan
secara
terintegrasi
antarjenjang
in paragraph (2) shall be stipulated by Ministerial
Regulation.
(1)
(2)
(3)
Article 131
The provincial government shall organize at least 1 (one)
special education unit for each type of abnormality and
education grade as a model to better suit the needs of
education participant.
The regency/municipal government shall guarantee the
organizing of special education in general education unit
and vocational education unit according to the needs of
education participant
The guarantee for organizing special education as referred
to in paragraph (2) shall be conducted by designating at
least 1 (one) general education unit and 1 (one) vocational
education unit which provide special education
(4)
In ensuring the organizing of special education as referred
to in paragraph (3), the regency/municipal government
shall provide education resources relating to the needs of
education participants having abnormalities
(5)
College/university shall be obliged to provide access for
student having abnormalities.
The provincial government shall assist to make available
education resources which are related to the needs of
education participants having abnormalities as referred to
in Article 4.
The government shall assist in making available education
resources which are related to the needs of education
participants having abnormalities in the special education
as referred to in paragraph (1), paragraph (4), paragraph
(5) and paragraph (6) in all lines, grades and types of
education.
(6)
(7)
Article 132
Special education for education participant bearing abnormalities
in the formal line shall be organized through the education unit
for early-age child, primary education unit, and secondary
education unit.
(1)
(2)
(3)
(4)
Article 133
Formal special education unit for education participant
bearing abnormalities for early-age child education shall be
in the form of extraordinary kindergarten or other names
for education unit of the same type and equivalent.
Special education unit for education participant bearing
abnormality in primary education grade shall consist of:
a. Extraordinary elementary school or other name for
education unit of the same type and equivalent, and
b. Extraordinary junior high school or other name for
education unit which is of the same type and
equivalent
Special education unit for education participant bearing
abnormalities in secondary education grade is
extraordinary senior high school, extraordinary vocational
secondary school, or other names for education unit of the
same type or equivalent.
The organizing of special education unit can be
implemented integrally in inter-education grades and/or
53
pendidikan dan/atau antarjenis kelainan.
(5) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan pada
jalur pendidikan nonformal.
(5)
Paragraf 2
Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik yang Memiliki
Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa
Pasal 134
(1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berfungsi
mengembangkan potensi keunggulan peserta didik
menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik
keistimewaannya.
(2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan
mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya
tanpa mengabaikan keseimbangan perkembangan
kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial,
estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain.
Pasal 135
(1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat
diselenggarakan pada satuan pendidikan formal
TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat.
(2) Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
dapat berupa:
a. program percepatan; dan/atau
b. program pengayaan.
(3) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dengan persyaratan:
a. peserta didik memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa yang diukur dengan tes psikologi;
b. peserta didik memiliki prestasi akademik tinggi
dan/atau bakat istimewa di bidang seni dan/atau
olahraga; dan
c. satuan pendidikan penyelenggara telah atau hampir
memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
(4) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat dilakukan dengan menerapkan sistem
kredit semester sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk:
a. kelas biasa;
b. kelas khusus; atau
c. satuan pendidikan khusus.
inter-type abnormalities.
Special education for education participant bearing
abnormalities can be organized by education unit in the
non-formal education line.
Paragraph 2
Special Education for Education Participant
Who has Potential Intelligence and/or Special Talent
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Article 134
Special education for education participant who has
potential intelligence and/or special talent has the function
to develop potential advantage of education participant to
become real achievement according to the characteristic of
his/her particularity.
Special education for education participant who has
potential intelligence and/or special talent has the function
to actualize the whole potential of his/her particularity
without neglecting the balance of development of his/her
spiritual, intellectual, emotional, social esthetic, kinesthetic
intelligences and other intelegancies.
Article 135
Special education for education participant who has
potential intelligence and/or special talent can be
organized in formal education unit of TK/RA, SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK or other forms which are
equivalent.
Special education program for education unit who has
potential intelligence and or special talent can be in the
forms of:
a. Acceleration program; and/or
b. Enrichment program.
The acceleration program as referred to in paragraph (2)
shall be conducted with the requirements:
a. The education participant has potential intelligence
and or special talent as measured by psychological
test.
b. The education participant has high academic
achievement and/or special talent in the sector of arts
and/or sports; and
c. Education unit of the organizer has or almost has
complied with National Standard of Education.
The acceleration program as referred to in paragraph (3)
can be conducted by applying semester credit system
(credit hours) in accordance with the provisions of laws
and regulations.
The organizing of special education program for education
participant who has potential intelligence and/or special
talent as referred to in paragraph (2) can be conducted in
the form of:
a. Regular class
b. Special class; or
c. Special education unit.
Pasal 136
Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1
(satu) satuan pendidikan khusus bagi peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
Article 136
The provincial government shall organize at least 1 (one) special
education unit for education participant who has potential
intelligence and/or special talent.
Pasal 137
Article 137
54
Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat
diselenggarakan oleh satuan pendidikan pada jalur
pendidikan nonformal.
Special education for education participant who has potential
intelligence and/or special talent can be organized by education
unit in non-formal education lane.
Pasal 138
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal
129 sampai dengan Pasal 137 diatur dengan Peraturan
Menteri.
Article 138
Further provisions regarding the organizing of special education
as referred to Article 137 shall be stipulated by Ministerial
Regulation.
Part Three
Special Service Education
Bagian Ketiga
Pendidikan Layanan Khusus
Pasal 139
(1) Pendidikan layanan khusus berfungsi memberikan
pelayanan pendidikan bagi peserta didik di daerah:
a. terpencil atau terbelakang;
b. masyarakat adat yang terpencil;
c. yang mengalami bencana alam;
d. yang mengalami bencana sosial; dan/atau
e. yang tidak mampu dari segi ekonomi.
(2) Pendidikan layanan khusus bertujuan menyediakan
akses pendidikan bagi peserta didik agar haknya untuk
memperoleh pendidikan terpenuhi.
Pasal 140
(1) Pendidikan layanan khusus dapat diselenggarakan
pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(2) Pendidikan layanan khusus pada jalur pendidikan
formal diselenggarakan dengan cara menyesuaikan
waktu, tempat, sarana dan prasarana pembelajaran,
pendidik, tenaga kependidikan, dan/atau sumber daya
pembelajaran lainnya dengan kondisi kesulitan peserta
didik.
(1)
(2)
(1)
(2)
Article 139
Special service education has the function to provide
education service for education participant in the following
areas:
a. Isolated and less developed
b. Isolated traditional community
c. Undergoing natural disaster
d. Undergoing social disaster; and/or
e. Unable from aspect of economy
Special service education can be organized in the formal
education lane so as his/her right to acquire education is
complied with.
Article 140
Special service education can be organized in formal, nonformal, and informal education lanes.
Special service education in formal education lane shall be
organized by way of adjusting the time, place, facility and
infrastructure of learning, educator, pedagogy staff, and/or
other learning resources with the condition of hardship of
the education participant,
Pasal 141
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangan
masing-masing
menyelenggarakan
pendidikan layanan khusus.
Article 141
The Government and/or the regional government in accordance
with their respective authorities shall organize special service
education.
Pasal 142
Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan
pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 139 sampai dengan Pasal 141 diatur dengan
Peraturan Menteri.
Article 142
Further provisions regarding the organizing of special service
education as referred to in Article 139 up to Article 141 shall be
stipulated by Ministerial Regulation.
BAB VIII
SATUAN PENDIDIKAN BERTARAF INTERNASIONAL
CHAPTER VIII
INTERNATIONAL STANDARD BASED EDUCATION UNIT
Pasal 143
Satuan pendidikan bertaraf internasional merupakan
satuan pendidikan yang telah memenuhi Standar Nasional
Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan
negara maju.
Article 143
International standard based education unit is an education unit,
which has met Education National Standard and been enriched
by high country education standard.
Pasal 144
(1) Pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan paling
sedikit 1 (satu) SD bertaraf internasional dan/atau
memfasilitasi penyelenggaraan paling sedikit 1 (satu)
(1)
Article 144
Regency/municipal government shall organize at least (1)
international
elementary
school
and/or
facilitate
organization at least 1 (one) International standard held by
55
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
SD bertaraf internasional yang diselenggarakan
masyarakat.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dapat dipenuhi, maka pemerintah
kabupaten/kota menyelenggarakan paling sedikit 1
(satu) SD yang dikembangkan menjadi satuan
pendidikan bertaraf internasional.
Penyelenggaraan
pendidikan
pada
SD
yang
dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf
internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilaksanakan secara parsial menurut rombongan
belajar atau mata pelajaran.
Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) memenuhi penjaminan mutu SD bertaraf
internasional yang diatur oleh Menteri.
Pengembangan SD menjadi satuan pendidikan
bertaraf internasional dilaksanakan paling lama 7
(tujuh) tahun.
Pemerintah
kabupaten/kota
membantu
dan
memfasilitasi
penyelenggaraan
SD
bertaraf
internasional atau rintisan bertaraf internasional yang
diselenggarakan oleh masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 145
(1) Pemerintah provinsi memfasilitasi dan membantu
penyelenggaraan SD bertaraf internasional di
kabupaten/kota di wilayahnya.
(2) Fasilitasi dan bantuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. pendanaan investasi sarana dan prasarana;
b. pendanaan biaya operasional;
c. penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan; dan
d. penyelenggaraan supervisi dan penjaminan mutu
SD bertaraf internasional atau yang dikembangkan
menjadi
bertaraf
internasional
yang
diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 146
(1) Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1
(satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK bertaraf
internasional dan/atau memfasilitasi penyelenggaraan
paling sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu)
SMK bertaraf internasional yang diselenggarakan
masyarakat di setiap kabupaten/kota di wilayahnya.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) belum dapat dipenuhi, pemerintah provinsi
menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1
(satu) SMA, dan 1 (satu) SMK yang dikembangkan
menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
(3) Penyelenggaraan
rintisan
pendidikan
bertaraf
internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilaksanakan secara parsial menurut rombongan
belajar atau mata pelajaran.
(4) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) memenuhi pedoman penjaminan mutu
SMP, SMA, dan SMK bertaraf internasional yang diatur
oleh Menteri.
(5) Pengembangan SMP, SMA, dan SMK menjadi satuan
pendidikan bertaraf internasional dilaksanakan paling
lama 6 (enam) tahun.
local community.
(2)
In the event of failure to meet the provisions as referred to
in paragraph (1), regency/municipal government shall
organize at least 1 (one) Elementary School developed
into international standard based education unit.
(3)
Education organization at elementary school developed
into international standard based education unit as referred
to in paragraph (2) may be partially conducted by the
group of study or subject.
(4)
Education organization as referred to in paragraph (3) shall
meet secured quality of international standard elementary
school as regulated by Minister.
Development of SD into international standard based
education unit shall be peraturmade at the latest by 7
(seven) years.
Regency/municipality government shall assist and facilitate
the organization of international standard SD or pioneered
international standard held by people as referred to in
paragraph (1).
(5)
(6)
(1)
(2)
(1)
(2)
Article 145
Provincial government shall facilitate and assist
organization
of
international
standard
SD
in
regency/municipality in their region.
Facilitation and assistance as referred to in paragraph (1)
shall include:
a. Investment financing of facilities and infrastructures;
b. Operating cost financing;
c. Education procurement and pedagogic; and
d. Implementation of supervision and security of quality
of international standard SD or developed into
international standard held by regency/municipal
government.
Article 146
Provincial government shall organize at least 1 (one)
international standard SMP, SMA, and SMK, and /or
facilitate the organization of at least one (1) SMP, one
SMA, and one (1) SMK having international standards
held by community at each regency/municipality in their
region.
In the event of failure to meet the provisions as referred to
in paragraph (1), provincial government shall organize at
least 1 (one) SMP, SMA and SMK to be developed into an
International standard education.
(3)
Organization of pioneered international standard education
as referred to in paragraph (2) may be partially conducted
by the study group or subjects.
(4)
Organization of education as referred to in paragraph (3)
shall meet guidelines on security of quality for international
standard SMP, SMA, and SMK so regulated by Minister.
(5)
Development of SMP, SMA and SMK into an international
standard education shall be conducted at most 6 (six)
years.
56
(6)
Pemerintah kabupaten/kota dapat membantu
penyelenggaraan SMP, SMA, dan SMK bertaraf
internasional atau yang dikembangkan menjadi
satuan pendidikan bertaraf internasional.
(6)
Regency/municipal government may help organize an
international standard SMP, SMA, and SMK or developed
into international education unit.
Pasal 147
Pemerintah provinsi merencanakan kebutuhan,
mengangkat,
menempatkan,
memutasikan,
memberikan
kesejahteraan,
memberikan
penghargaan, memberikan perlindungan, melakukan
pembinaan
dan
pengembangan,
dan
memberhentikan pendidik dan tenaga kependidikan
pegawai negeri sipil pada SD, SMP, SMA, dan SMK
bertaraf internasional atau yang dikembangkan
menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional
yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi.
Mutasi pendidik dan tenaga kependidikan pegawai
negeri sipil pada SD bertaraf internasional atau yang
dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf
internasional menjadi kewenangan pemerintah
provinsi.
Pengangkatan,
pemberhentian,
dan/atau
pemindahan guru pegawai negeri sipil pada satuan
pendidikan SMP, SMA, dan SMK yang sedang
dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf
internasional atau yang sudah bertaraf internasional
menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
Mutasi kepala satuan pendidikan pegawai negeri
sipil pada satuan pendidikan bertaraf internasional
atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan
bertaraf internasional harus seizin Kementerian.
Pemerintah provinsi dapat menugaskan pendidik
pegawai negeri sipil pada satuan pendidikan bertaraf
internasional atau yang dikembangkan menjadi
satuan pendidikan bertaraf internasional yang
diselenggarakan masyarakat.
Article 147
(1) Provincial government plans requirement, appoints, places,
transfers, gives welfare, gives awards, protects, establishes
and develops, and terminates educator and civil servant
teaching staff at international standard SD, SMP, SMA, and
SMK held by provincial government.
Pasal 148
(1) Pemerintah dapat membantu penyelenggaraan satuan
pendidikan
bertaraf
internasional
atau
yang
dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf
internasional.
(2) Pemerintah dapat menghentikan bantuan kepada
satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang
dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf
internasional yang gagal menjadi satuan pendidikan
bertaraf internasional dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 144 ayat (5) dan Pasal 146
ayat (5).
Article 148
(1) Government may help organize an international standard
based education unit or develop it into an international
standard based education unit.
Pasal 149
Pemerintah dapat menyelenggarakan sekolah/madrasah
bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi
satuan pendidikan bertaraf internasional.
Article 149
Government may organize international standard Islamic school
(madrasah) or develop it into international standard based
education unit.
Pasal 150
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan dan
penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 sampai dengan
Pasal 148 diatur dalam Peraturan Menteri.
Article 150
Further provisions on development and organization of
international standard based education unit as referred to in
Article 144 through Article 148 shall be provided in Regulation of
Minister.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(2) Transfer of educator and civil servant teaching staff at
international standard SD or developed becomes
international standard based education unit to authority of
provincial government.
(3) Appointment, termination, and/or movement of civil servant
teacher at education unit of SMP, SMA and SMK, which is
being developed to international standard education or has
served as international standard will be under authority of
provincial government.
(4) Transfer of head of civil servant education at international
standard or developed into international standard based
education unit shall obtain approval from the Ministry.
(5) Provincial government may assign civil servant educator at
international standard based education unit or developed into
international standard held by community.
(2) Government may stop assistance to international education
unit or developed into international standard based
education unit, which fails to become international standard
based education unit within time limit as referred to in Article
144 paragraph (5) and Article 146 (5).
57
Pasal 151
Pemerintah menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu)
program studi dan/atau 1 (satu) perguruan tinggi dan/atau
memfasilitasi paling sedikit 1 (satu) program studi
dan/atau 1 (satu) perguruan tinggi yang diselenggarakan
masyarakat untuk dikembangkan menjadi program studi
dan/atau perguruan tinggi bertaraf internasional.
Pasal 152
(1) Satuan pendidikan dasar dan menengah yang
dikembangkan
menjadi
bertaraf
internasional
melakukan penjaminan mutu pendidikan sesuai
dengan penjaminan mutu sekolah/madrasah bertaraf
internasional yang diatur oleh Menteri.
(2) Pemerintah,
pemerintah
provinsi,
pemerintah
kabupaten/kota, atau masyarakat dapat mendirikan
sekolah/madrasah baru yang bertaraf internasional
dengan persyaratan harus memenuhi:
a. Standar
Nasional
Pendidikan
sejak
sekolah/madrasah berdiri; dan
b. Pedoman penjaminan mutu sekolah/madrasah
bertaraf internasional yang ditetapkan oleh Menteri
sejak sekolah/madrasah berdiri.
Pasal 153
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat
dapat menyelenggarakan satuan pendidikan khusus
dan satuan atau program pendidikan nonformal
bertaraf internasional.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai satuan pendidikan
khusus dan satuan atau program pendidikan nonformal
bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Article 151
Government shall organize at least 1 (one) study program and/or
1 (one) university and/or facilitate at least 1 (one) study program
and/or 1 (one) university held by community to be developed into
study program and/or international standard university.
(1)
(2)
Article 152
Basic and secondary education unit developed to be
international standard shall conduct security of education
quality in accordance with that of international standard
school/madrasah so provided by Minister.
Government, provincial government, regency/municipal
government, or community may establish international
standard based new school on condition that it shall meet:
a. National
Education
Standard
since
the
school/madrasah is established; and
b. Guidelines on security of international standard based
school/madrasah stipulated by Minister since the
establishment of the school/madrasah.
(1)
(2)
Article 153
Government, local government, or community may
organize special education unit and unit or non-formal
international standard education program.
Further provisions on special education unit and unit or
non-international standard based non-formal education
program as referred to in paragraph (1) shall be regulated
by Regulation of Minister.
Pasal 154
Penyelenggara
dan
satuan
pendidikan
dilarang
menggunakan kata internasional untuk nama satuan
pendidikan, program, kelas, dan/atau mata pelajaran
kecuali mendapatkan penetapan atau izin dari pejabat
yang berwenang mengeluarkan penetapan atau izin
penyelenggaraan satuan pendidikan yang bertaraf
internasional.
Article 154
No organization and education unit shall be allowed to use the
word “international” for unit name of education, program, class,
and/or subjects unless stipulated or permitted by the competent
authority who issues the stipulation or organizational permit of
the international standard based education unit.
BAB IX
SATUAN PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN
LOKAL
CHAPTER IX
LOCAL ADVANTAGE BASED EDUCATION UNIT
Pasal 155
Satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal merupakan
satuan pendidikan yang telah memenuhi Standar Nasional
Pendidikan dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif
dan/atau komparatif daerah.
Article 155
Local advantage based education unit constitutes education unit
which has already met National Education Standard and is
enriched with local competitive and/or comparative advantage.
Pasal 156
(1) Pemerintah
kabupaten/kota
mengelola
dan
menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah yang berbasis keunggulan lokal.
(2) Pemerintah
kabupaten/kota
memfasilitasi
penyelenggaraan
satuan
pendidikan
berbasis
(1)
(2)
Article 156
Regency/municipal government shall manage and
organize at least 1 (one) education unit at local advantage
based basic and secondary education level.
Regency/municipal government shall facilitate organization
of local advantage based education unit at basic and
58
keunggulan lokal pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah yang diselenggarakan masyarakat.
Pasal 157
(1) Keunggulan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
156 dikembangkan berdasarkan keunggulan kompetitif
dan/atau komparatif daerah di bidang seni, pariwisata,
pertanian, kelautan, perindustrian, dan bidang lain.
(2) Satuan pendidikan dasar dan menengah yang
dikembangkan menjadi berbasis keunggulan local
harus diperkaya dengan muatan pendidikan kejuruan
yang terkait dengan potensi ekonomi, sosial, dan/atau
budaya setempat yang merupakan keunggulan
kompetitif dan/atau komparatif daerah.
Pasal 158
(1) Satuan pendidikan dasar dan menengah yang
dikembangkan menjadi satuan pendidikan berbasis
keunggulan lokal melakukan penjaminan mutu
pendidikan sesuai dengan penjaminan mutu sekolah
atau madrasah berbasis keunggulan lokal yang diatur
oleh Menteri.
(2) Pemerintah,
pemerintah
provinsi,
pemerintah
kabupaten/kota, atau masyarakat dapat mendirikan
sekolah/madrasah baru yang berbasis keunggulan
lokal dengan persyaratan memenuhi:
a. Standar
Nasional
Pendidikan
sejak
sekolah/madrasah berdiri; dan
b. Pedoman penjaminan mutu sekolah/madrasah
berbasis keunggulan local yang ditetapkan oleh
Menteri sejak sekolah/madrasah berdiri.
Pasal 159
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat
dapat menyelenggarakan satuan atau program
pendidikan nonformal berbasis keunggulan lokal.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai satuan atau program
pendidikan nonformal berbasis keunggulan lokal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
secondary education level held by community.
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
(2)
Article 157
Local advantage as referred to in Article 156 shall be
developed based on local competitive and/or comparative
advantage in the field of arts, tourism, agriculture,
maritime, industry and other field.
Basic and secondary education unit developed to based
local advantage shall be enriched with content of the
related vacation education with local potential economy,
social, and/or culture being local competitive and/or
comparative edge.
Article 158
Basic and secondary education unit developed into local
advantage based education unit shall secure education
quality in accordance with quality security of local
advantage based school or madrasah quality as provided
by Minister.
Government, provincial government, regency/municipal
government, or community may establish local advantage
based new school/madrasah as long as they meet the
following items:
a. National Education Standard since the establishment
of the school/madrasah; and
b. Guidelines on security of international standard based
school/madrasah stipulated by Minister since the
establishment of the school/madrasah.
Article 159
Government, local government, or community may
organize special education unit and unit or non-formal
international standard education program.
Further provisions on unit or local advantage based nonformal education program as referred to in paragraph (1)
shall be regulated by Regulation of Minister.
BAB X
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH
PERWAKILAN NEGARA ASING
DAN KERJA SAMA SATUAN PENDIDIKAN ASING
DENGAN
SATUAN PENDIDIKAN NEGARA INDONESIA
CHAPTER X
ORGANIZATION OF EDUCATION BY FOREIGN COUNTRY
REPRESENTATIVE
AND COOPERATION OF FOREIGN EDUCATION UNIT WITH
NATIONAL
EDUCATION UNIT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Pendidikan oleh Perwakilan Negara
Asing
Part One
Organization of Education by Foreign Country
Representative
Pasal 160
(1) Perwakilan negara asing di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dapat menyelenggarakan satuan
pendidikan bagi warga negaranya sesuai dengan
sistem pendidikan di negaranya atas persetujuan
Pemerintah Republik Indonesia.
(2) Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilarang menerima peserta didik warga negara
Indonesia.
(1)
(2)
Article 160
Foreign representatives in the territory of the Republic of
Indonesia may organize education unit for their citizens in
accordance with education system of each country at the
approval of the Government of Republic of Indonesia.
Education units are forbidden to receive Indonesian
students as referred to in paragraph (1).
59
Bagian Kedua
Kerja Sama Lembaga Pendidikan Asing dengan
Satuan Pendidikan di Indonesia
Part Two
Cooperation of Foreign Education Institute with
Indonesian Unit Institute
Paragraf 1
Kerja Sama Penyelenggaraan Pendidikan
Paragraph 1
Education Organization Cooperation
Pasal 161
(1) Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau
yang diakui di negaranya dapat menyelenggarakan
pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib dilaksanakan bekerja sama dengan
lembaga pendidikan di Indonesia pada tingkat program
studi atau satuan pendidikan.
(3) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan syarat:
a. memperoleh izin Menteri;
b. mengikuti Standar Nasional Pendidikan;
c. mengikuti ujian nasional bagi peserta didik
pendidikan dasar dan menengah warga negara
Indonesia;
d. mengikuti akreditasi oleh badan akreditasi nasional;
dan
e. mematuhi
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
(4) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) pada pendidikan anak usia
dini dan jenjang pendidikan dasar dan menengah
bekerja sama dengan satuan pendidikan di Indonesia
yang berakreditasi A atau yang setara dari Badan
Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah atau dari Badan
Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal sesuai
kewenangannya.
(5) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) pada jenjang pendidikan
tinggi bekerja sama dengan perguruan tinggi di
Indonesia yang memiliki program studi terkait
berakreditasi A atau yang setara dari Badan Akreditasi
Nasional Perguruan Tinggi atau dari Badan Akreditasi
Nasional
Pendidikan
Nonformal
sesuai
kewenangannya.
(6) Kepemilikan lembaga asing dalam program atau
satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(7) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan
bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (5) wajib mengikutsertakan paling sedikit
30% (tiga puluh persen) pendidik warga negara
Indonesia.
(8) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan
bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (5) wajib mengikutsertakan paling sedikit
80% (delapan puluh persen) tenaga kependidikan
warga Negara Indonesia.
(9) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan
bersama di daerah tertentu diatur dengan Peraturan
(1)
(2)
(3)
Article 161
Accredited foreign education institute in its country may
organize education in the territory of the Republic of
Indonesia.
Organization of education shall be conducted in
cooperation with educational institution in Indonesia at
study program level or education unit as referred to in
paragraph (1).
Organization of education as referred to in paragraph (1)
shall be conducted as long as it shall:
a. Obtain permit from the Minister;
b. Follow National Education Standard;
c. Take in national examination for basic and secondary
Indonesian students.
d. Take accreditation by national accreditation board; and
e. Abide by the prevailing laws and regulation.
(4)
Organization of education as referred to in paragraphs (1)
and (2) in early age child education shall cooperate with
Indonesian education unit accredited A or equivalent from
National Accreditation Board of School/Madrasah or
National Non-formal Education Accreditation Board in
accordance with its authority.
(5)
Organization of education as referred to in paragraphs (1)
and (2) at university level shall cooperate with Indonesian
university having study program in relation to Accreditation
A or equivalent from National University Accreditation
Board or National Non-Formal Education Accreditation
Board in accordance with its authority.
(6)
Ownership of foreign institute in an educational program or
unit jointly organized as referred to in paragraphs (1) to (5)
shall be conducted in accordance with the prevailing laws
and regulation.
(7)
The program or unit of education which is jointly organized
as referred to in paragraphs (1) through (5) shall hire the
services of Indonesian national educators for at least 30%
(thirty percent) of the total number of educators.
(8)
The education program or unit as referred to in paragraphs
(1) through (5) shall participate at least 80% (eighty
percent) Indonesian teaching staff.
(9)
Education program or unit shall be regulated by Regulation
60
Menteri.
Pasal 162
(1) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161
ayat (2) merupakan program atau satuan pendidikan
bertaraf internasional atau satuan pendidikan berbasis
keunggulan lokal.
(2) Program atau satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menerapkan sistem
remunerasi yang berkeadilan bagi semua pendidik dan
tenaga kependidikan.
Pasal 163
(1) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161
dapat menggunakan sistem pendidikan yang berlaku di
negara lain.
(2) Penggunaan
sistem
pendidikan
negara
lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memperoleh izin dari Menteri.
(3) Dalam hal penggunaan sistem pendidikan Negara lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan
disiplin ilmu agama, Menteri memberikan izin setelah
memperoleh pertimbangan dari Menteri Agama.
of Minister.
(1)
(2)
(1)
Education program or unit as referred to in paragraph (1)
shall apply fair remuneration system for all educators and
teaching staff.
Article 163
Education program or unit held jointly as referred to in
Article 161 may use the prevailing foreign country
education system.
(2)
Use of foreign country education system as referred to in
paragraph (1) shall obtain permit from the Minister.
(3)
In the event that the use of other country education system
as referred to in paragraph (1) in connection with discipline
of religion, the Minister shall grant the permit after
obtaining consideration from the Minister of Religious
Affairs.
Paragraph 2
Cooperation of Education Management
Paragraf 2
Kerja Sama Pengelolaan Pendidikan
Pasal 164
(1) Satuan pendidikan anak usia dini dan satuan
pendidikan dasar dan menengah Indonesia dapat
bekerja sama dalam bidang akademik dengan satuan
pendidikan asing dalam pengelolaan pendidikan.
(2) Program studi, pusat studi, lembaga penelitian,
lembaga pengabdian kepada masyarakat, fakultas,
atau unit kerja lain pada perguruan tinggi Indonesia
dapat bekerja sama dalam bidang akademik dan/atau
non-akademik dengan unit kerja sejenis dari perguruan
tinggi asing dalam pengelolaan pendidikan.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) bertujuan:
a. meningkatkan mutu pendidikan;
b. memperluas jaringan kemitraan; dan/atau
c. menyelenggarakan satuan pendidikan atau program
studi
bertaraf
internasional
atau
berbasis
keunggulan lokal.
(4) Kerja sama akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berbentuk:
a. pertukaran pendidik dan/atau tenaga kependidikan;
b. pertukaran peserta didik;
c. pemanfaatan sumber daya;
d. penyelenggaraan program kembaran;
e. penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler; dan/atau
f. kerja sama lain yang dianggap perlu.
(5) Kerja sama akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berbentuk:
a. pertukaran pendidik dan/atau tenaga kependidikan;
b. pertukaran peserta didik;
c. pemanfaatan sumber daya;
d. penyelenggaraan pertemuan ilmiah;
Article 162
Education program or unit held jointly as referred to in
Article 161 paragraph (2) shall constitute international
standard based education program or unit or local
advantage based education unit.
(1)
Article 164
Early age-child education unit and Indonesian basic and
secondary education may cooperate with foreign education
unit in the academic field to manage education.
(2)
Study program, study center, research institute, public
dedication institute, faculty, or other working units at
Indonesian university may cooperate with similar working
unit in the field of academic and/or non-academic from
foreign university to manage education.
(3)
Cooperation as referred to in paragraphs (1) and (2) aims
at:
a. Improving education quality;
b. Expanding partnership network; and/or
c.. Organizing international standard or local advantage
based education unit or study program.
(4)
Academic cooperation as referred to in paragraph (1) shall
be in the form of:
a. Educator and/or teaching staff exchange;
b. Student exchange;
c. Use of resources;
d. Organization of identical program;
e. Organization of extracurricular activity; and/or
f. Other cooperation considered necessary.
Academic cooperation as referred to in paragraph (2) shall
be in the form of:
a. Educator and/or teaching staff exchange;
b. Student exchange;
c. Use of resources;
d. Organization of scientific meeting;
(5)
61
e. penyelenggaraan program kegiatan perolehan
kredit;
f. penyelenggaraan program transfer kredit;
g. penyelenggaraan program studi kembaran;
h. penyelenggaraan program studi gelar ganda;
i. penyelenggaraan program studi tumpang lapis;
j. penyelenggaraan program penelitian;
k. penyelenggaraan program pengabdian kepada
masyarakat; dan/atau;
l. kerja sama lain yang dianggap perlu.
Pasal 165
(1) Kerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (5) huruf
g dan huruf h dilaksanakan oleh program studi
perguruan tinggi Indonesia yang berakreditasi A dari
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.
(2) Program studi perguruan tinggi luar negeri yang
bekerja sama dengan program studi di Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
terakreditasi atau diakui di negaranya.
Pasal 166
(1) Kerja sama non-akademik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 164 ayat (2) dapat berbentuk:
a. kontrak manajemen;
b. pendayagunaan aset;
c. penggalangan dana;
d. pembagian jasa dan royalti atas hak kekayaan
intelektual; dan/atau
e. kerja sama lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kerja sama non-akademik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh perguruan
tinggi yang sudah memiliki izin pendirian dari
Kementerian.
Pasal 167
(1) Satuan pendidikan nonformal Indonesia dapat menjalin
kerja sama akademik dan/atau non-akademik dengan
lembaga pendidikan Negara lain.
(2) Kerja sama satuan pendidikan nonformal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan
mutu pendidikan dan/atau memperluas jaringan
kemitraan untuk kepentingan satuan pendidikan
nonformal.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dilakukan oleh satuan pendidikan
nonformal terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional
Pendidikan Nonformal yang memiliki izin pendirian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bentuk
kerja sama pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 168
Menteri dapat membatalkan kerja sama pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 161 sampai dengan Pasal 167 ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) apabila setelah dilakukan pemeriksaan
e. Organization of credit point achievement program;
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
(2)
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Organization of credit transfer program;
Organization of identical study program;
Organization of dual degree program;
Organization of sandwich program;
Organization of research program;
Organization of public dedication program; and/or;
l.
Other cooperation considered necessary.
Article 165
Cooperation with foreign university as referred to in Article
164 paragraph (5) items g and h shall be conducted by
Indonesian university study program accredited A from
National University Accreditation Board.
Foreign university study program in cooperation with study
program in Indonesia as referred to in paragraph (1) shall
be accredited in its country.
Article 166
Non-academic cooperation as referred to in Article 164
paragraph (2) may be in the form of:
a. Management contract;
b. Efficiency of assets;
c. Fund raising;
d. Distribution of service and royalty in respect of the
intellectual assets’ rights; and/or
e. Other cooperation in accordance with the prevailing
laws and regulation.
Non-academic cooperation as referred to in paragraph (1)
may be conducted by the university already in possession
of establishment permit from the Ministry.
Article 167
Non-formal Indonesian education unit may build academic
cooperation and/or non-academic with other country
education institutions.
Cooperation of non-formal education unit as referred to in
paragraph (1) aims at improving education quality and/or
expanding partnership network in the interest of non-formal
education unit.
(3)
Cooperation as referred to in (1) may be only conducted by
non-formal education unit accredited by National
Accreditation Board on Non-formal Education having
establishment permit in accordance with the prevailing
laws and regulation.
(4)
Further provisions on the implementation of education as
referred to in paragraph (1) shall be regulated by virtue of
Regulation of Minister.
Article 168
Minister may annul any cooperation to manage and carry out
education as referred to in Article 161 up to Article 167,
paragraphs (1), (2), and (3) if after being examined by the
Inspectorate General within the Ministry upon the instruction of
62
oleh Inspektorat Jenderal Kementerian atas instruksi
Menteri, terbukti melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Minister, it is proved that it violates the prevailing laws and
regulation.
BAB XI
KEWAJIBAN PESERTA DIDIK
Pasal 169
(1) Peserta didik berkewajiban:
a. mengikuti proses pembelajaran sesuai peraturan
satuan pendidikan dengan menjunjung tinggi norma
dan etika akademik;
b. menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang
dianutnya dan menghormati pelaksanaan ibadah
peserta didik lain;
c. menghormati pendidik dan tenaga kependidikan;
d. memelihara kerukunan dan kedamaian untuk
mewujudkan harmoni sosial;
e. mencintai keluarga, masyarakat, bangsa, dan
negara, serta menyayangi sesame peserta didik;
f. mencintai dan melestarikan lingkungan;
g. ikut menjaga dan memelihara sarana dan
prasarana, kebersihan, keamanan, dan ketertiban
satuan pendidikan;
h. ikut menjaga dan memelihara sarana dan
prasarana, kebersihan, keamanan, dan ketertiban
umum;
i. menanggung
biaya
pengelolaan
dan
penyelenggaraan
pendidikan,
kecuali
yang
dibebaskan dari kewajiban;
j. menjaga kewibawaan dan nama baik satuan
pendidikan yang bersangkutan; dan
k. mematuhi semua peraturan yang berlaku.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan di bawah bimbingan dan keteladanan
pendidik dan tenaga kependidikan, serta pembiasaan
terhadap peserta didik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban peserta
didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh
satuan pendidikan yang bersangkutan.
CHAPTER XI
OBLIGATION OF STUDENTS
(1)
Article 169
Students shall:
a. Take part in learning in accordance with rules of
education unit by upholding academic norm and
ethics;
b. Perform worship in accordance with the religion he/she
follows and respects worship performance of other
students’ religious duties;
c. Respect educator and teaching staff;
d. Maintain harmony and peace to materialize social
harmony;
e. Love family, people, nation and state, and love their
fellow students;
f. Love and preserve environment;
g. Take part in maintaining and keeping facilities and
infrastructures, cleanliness, security and education unit
order;
h. Take part in maintaining and keeping facilities and
infrastructures, cleanliness, security and public order;
i. Bear costs of education management and
organization, except those exempted from obligations;
j. Keep prestige and reputation of the relevant education
unit; and
k. Abide by all prevailing regulations.
(2)
Obligations as referred to in paragraph (1) shall be
performed under guidance and model of educator and
teaching staff, and customary practices of the students.
(3)
Further provisions on obligations of student as referred to
in paragraph (1) shall be regulated by the relevant
education unit.
BAB XII
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
CHAPTER XII
STUDENT AND TEACHING STAFF
Bagian Kesatu
Umum
Part One
General
Pasal 170
Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan dan
program pendidikan merupakan pelaksana dan penunjang
penyelenggaraan pendidikan.
Article 170
Educators and teaching staff in an education unit and program
shall act as executors and supports of education organization.
Bagian Kedua
Jenis, Tugas, dan Tanggung Jawab
Part Two
Type, Task and Responsibility
Pasal 171
(1) Pendidik merupakan tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta
berpartisipasi
dalam
menyelenggarakan
(1)
Article 171
Educator is a qualified teaching staff as teacher, lecturer,
counselor, school teacher, tutor, instructor, facilitator, and
other titles in accordance with the specialty, and
participating in organizing education.
63
pendidikan.
(2) Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. guru sebagai pendidik profesional mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah;
b. dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan
mentransformasikan,
mengembangkan,
dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat, pada jenjang pendidikan tinggi;
c. konselor sebagai pendidik professional memberikan
pelayanan konseling kepada peserta didik di satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi;
d. pamong belajar sebagai pendidik professional
mendidik, membimbing, mengajar, melatih, menilai,
dan
mengevaluasi
peserta
didik,
dan
mengembangkan model program pembelajaran,
alat pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran
pada jalur pendidikan nonformal;
e. widyaiswara
sebagai
pendidik
professional
mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik pada
program pendidikan dan pelatihan prajabatan
dan/atau dalam jabatan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;
f. tutor sebagai pendidik professional memberikan
bantuan belajar kepada peserta didik dalam proses
pembelajaran jarak jauh dan/atau pembelajaran
tatap muka pada satuan pendidikan jalur formal dan
nonformal;
g. instruktur
sebagai
pendidik
professional
memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik
pada kursus dan/atau pelatihan;
h. fasilitator sebagai pendidik professional melatih dan
menilai pada lembaga pendidikan dan pelatihan;
i. pamong pendidikan anak usia dini sebagai pendidik
profesional mengasuh, membimbing, melatih,
menilai perkembangan anak usia dini pada
kelompok bermain, penitipan anak dan bentuk lain
yang sejenis pada jalur pendidikan nonformal;
j. guru pembimbing khusus sebagai pendidik
profesional membimbing, mengajar, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik berkelainan pada
satuan pendidikan umum, satuan pendidikan
kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan;
dan
k. nara sumber teknis sebagai pendidik profesional
melatih keterampilan tertentu bagi peserta didik
pada pendidikan kesetaraan.
Pasal 172
(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kualifikasi akademik dan kompetensi guru dan dosen
pada satuan pendidikan formal harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik selain
(2)
Educator as referred to in paragraph (1) shall be in charge
of the following tasks and responsibilities:
a. Teacher as professional educator shall educate, teach,
guide, train, appraise, and evaluate educator in the
early age child formal education, basic education, and
secondary education;
b. Lecturer as a professional educator and scientist shall
transform, develop and disseminate knowledge,
technology, and arts through education, research, and
public dedication at university level;
c.
School teacher as professional educator shall provide
counseling service to student at education level at
basic, secondary and high education levels;
d. School teacher as professional educator shall educate,
guide, teach, train, appraise and evaluate student, and
develop learning program model, learning device, and
learning management in non-formal education lane;
e. Teacher
(Spokesman/woman)
as
professional
educator shall educate, teach, and train students in an
education program and pre-office and/or office in
progress training held by Government and/or local
government;
f. Tutor as professional educator shall provide student
with study assistance in long-distant learning process
and/or face-to-face learning in formal and non-formal
line education unit;
g. Instructor as professional educator shall provide
student technical at a training / course;
h. Facilitator as professional educator shall train and
evaluate in an education and training institute;
i. Early age-child educator as professional educator
shall take care, guide, train, appraise early age-child
in play group, nursery and other similar types in nonformal education line;
(1)
(2)
(3)
j.
Special teacher as professional educator shall guide,
teach, appraise, and evaluate abnormal student in a
general education unit, vocational education unit,
and/or religious education unit; and
k.
Technical informant as professional educator shall
train special skill for student in equivalency education.
Article 172
Educator shall have academic and competent qualification
in accordance with the prevailing laws and regulation.
Academic and competent qualification of teacher and
lecturer in formal education unit shall conform to the
prevailing laws and regulation.
Academic and competent qualification of educator other
64
guru dan dosen diatur dengan Peraturan Menteri.
(4) Kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik pada
jalur pendidikan nonformal diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 173
(1) Tenaga kependidikan selain pendidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 171 mencakup pengelola
satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti,
pengembang,
tenaga
perpustakaan,
tenaga
laboratorium,
teknisi
sumber
belajar,
tenaga
administrasi, psikolog, pekerja sosial, terapis, tenaga
kebersihan dan keamanan, serta tenaga dengan
sebutan lain yang bekerja pada satuan pendidikan.
(2) Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut:
a. pengelola satuan pendidikan mengelola satuan
pendidikan pada pendidikan formal atau nonformal;
b. penilik melakukan pemantauan, penilaian, dan
pembinaan pada satuan pendidikan nonformal;
c. pengawas melakukan pemantauan, penilaian, dan
pembinaan pada satuan pendidikan formal anak
usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah;
d. peneliti melakukan penelitian di bidang pendidikan
pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi, serta pendidikan nonformal;
e. pengembang
atau
perekayasa
melakukan
pengembangan atau perekayasaan di bidang
pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi, serta pendidikan nonformal;
f. tenaga perpustakaan melaksanakan pengelolaan
perpustakaan pada satuan pendidikan;
g. tenaga laboratorium membantu pendidik mengelola
kegiatan praktikum di laboratorium satuan
pendidikan;
h. teknisi sumber belajar mempersiapkan, merawat,
memperbaiki sarana dan prasarana pembelajaran
pada satuan pendidikan;
i. tenaga administrasi menyelenggarakan pelayanan
administratif pada satuan pendidikan;
j. psikolog
memberikan
pelayanan
bantuan
psikologis-pedagogis kepada peserta didik dan
pendidik pada pendidikan khusus dan pendidikan
anak usia dini;
k. pekerja sosial pendidikan memberikan layanan
bantuan sosiologis-pedagogis kepada peserta didik
dan pendidik pada pendidikan khusus atau
pendidikan layanan khusus;
l. terapis memberikan pelayanan bantuan fisiologiskinesiologis kepada peserta didik pada pendidikan
khusus; dan
m. tenaga kebersihan dan keamanan memberikan
pelayanan kebersihan lingkungan dan keamanan
satuan pendidikan.
(4)
(1)
(2)
than teacher and lecturer shall be regulated by virtue of
Regulation of Minister.
Academic and competent qualification of educator in nonformal education lane shall be regulated by virtue of
Regulation of Minister.
Article 173
Teaching staff other than educator as referred to in Article
171 shall include education unit manager, inspector,
supervisor, researcher, developer, librarian, laboratory
staff, source of study technician, administrator,
psychology, social worker, therapist, cleaning service and
security, and experts with other terms dealing with
education unit.
Teaching staff as referred to in paragraph (1) shall have
the following tasks and responsibilities:
a. Manager of education unit shall manage education in a
formal or non-formal education;
b. Inspector shall monitor, evaluate and develop in a nonformal education unit;
c. Supervisor shall monitor, evaluate, and develop in
early age-child, basic and secondary education;
d. Researcher shall do research in the sector of
education in early age-child education unit, basic,
secondary and high educations and non-formal
education;
e. Developer or engineer shall make development or
engineering in the sector of early age-child unit, basic,
secondary, and high and non-formal educations;
f.
Librarian shall manage library in an education unit;
g. Laboratory staff shall help educator manage practice
activity in education unit laboratory;
h. Source of study technician shall prepare, treat, repair
learning facilities and infrastructure in an education
unit;
i.
j.
k.
Administrator shall organize administrative service in
an education unit;
Psychologist shall provide aids services on
psychology-pedagogic to students and educators in a
special education and early age-child education;
Social worker of education shall provide aids service of
sociologic-pedagogic to student and educator in a
special education or special service education;
l.
Therapist shall provide aids service of physiologickinepsychologic to students in a special education;
and
m. Cleaning service personnel and security shall provide
environmental cleaning service and security of
education unit.
65
Bagian Ketiga
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan,dan
Pemberhentian
Pasal 174
(1) Pemerintah merencanakan kebutuhan pendidik dan
tenaga kependidikan yang memenuhi Standar Nasional
Pendidikan pada satuan pendidikan secara nasional.
(2) Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
merencanakan kebutuhan pendidik dan tenaga
kependidikan yang memenuhi Standar Nasional
Pendidikan berdasarkan perencanaan kebutuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 175
(1) Pengangkatan,
penempatan,
pemindahan,
dan
pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pengangkatan,
penempatan,
pemindahan,
dan
pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah dilaksanakan
dalam rangka perluasan dan pemerataan akses
pendidikan serta peningkatan mutu, daya saing, dan
relevansi pendidikan.
(3) Pengangkatan,
penempatan,
pemindahan,
dan
pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan
yang didirikan masyarakat berdasarkan perjanjian kerja
dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Part Three
Appointment, Placement, Movement and Termination
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
Article 174
Government shall plan requirements for educator or
teaching staff which meets National Education Standard in
education unit nationally.
Local government in accordance with its authority shall
plan requirement for educator and teaching staff meeting
National Education Standard based on the planning as
referred to in paragraph (1).
Article 175
Appointment, placement, movement and termination of
educator and teaching staff in an education unit organized
by Government or local government shall be carried out in
accordance with the prevailing laws and regulation.
Appointment, placement, movement and termination of
educator and teaching staff by Government and local
government shall be implemented in the framework of
expanding and equalizing access to education and quality
education, competitiveness advantage, and education
relevance.
Appointment, placement, movement and termination of
educator and teaching staff in an education unit organized
by community shall be conducted by the organizer
established by people based on employment agreement
and pursuant to the prevailing laws and regulation.
Bagian Keempat
Pembinaan Karier, Promosi, dan Penghargaan
Part Four
Development of Career, Promotion and Awards
Paragraf 1
Pembinaan Karier
Paragraph 1
Development of Career
Pasal 176
(1) Pemerintah mengembangkan dan menetapkan pola
pembinaan karier pendidik dan tenaga kependidikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib
melakukan pembinaan karier pendidik dan tenaga
kependidikan sesuai dengan pola pembinaan karier
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat
wajib melakukan pembinaan karier pendidik dan
tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarakannya sesuai dengan pola pembinaan
karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pembinaan karier pendidik dilaksanakan dalam bentuk
peningkatan kualifikasi akademik dan/atau kompetensi
sebagai agen pembelajaran dengan mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan.
(5) Pembinaan karier tenaga kependidikan dilaksanakan
dalam bentuk peningkatan kualifikasi akademik
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Article 176
Government shall develop and stipulate career
development patterns of educator and teaching staff in
accordance with the prevailing laws and regulation.
Government and/or local government shall conduct career
development of educator and teaching staff in accordance
with career development pattern as referred to in
paragraph (1).
Education organizer established by community shall
conduct career development of educator and teaching staff
in education unit organized by the same in accordance
with career development pattern as referred to in
paragraph (1).
Career development of educator shall be conducted in the
form of academic and/or competent qualification
improvement as learning agent referring to National
Education Standard.
Career development of teaching staff shall be conducted in
the form of improving academic and/or managerial and /or
66
dan/atau kompetensi manajerial dan/atau teknis
sebagai tenaga kependidikan dengan mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan.
technical competent qualification as teaching staff referring
to National Education Standard.
Paragraf 2
Promosi dan Penghargaan
Paragraph 2
Promotion and Awards
Pasal 177
Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga
kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang
pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja
dalam bidang pendidikan.
Article 177
Promotion and awards for educator and teaching staff shall be
conducted based on background of education, experience,
capability, and performance in education sector.
Pasal 178
(1) Promosi bagi pendidik dan tenaga kependidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 diberikan
dalam bentuk kenaikan pangkat/golongan, kenaikan
jabatan, dan/atau bentuk promosi lain yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Promosi bagi pendidik dan tenaga kependidikan bukan
pegawai negeri sipil pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat dilaksanakan sesuai
dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
penyelenggara pendidikan serta ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 179
(1) Penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 diberikan
oleh:
a. Presiden atau Menteri pada tingkat nasional
dan/atau internasional;
b. gubernur pada tingkat provinsi;
c. bupati/walikota pada tingkat kabupaten/ kota;
d. camat pada tingkat kecamatan;
e. kepala
desa/kelurahan
pada
tingkat
desa/kelurahan; dan
f. pemimpin satuan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan.
(2) Penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan
dapat diberikan oleh masyarakat dan organisasi profesi
pada tingkat internasional, nasional, provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan/atau
tingkat satuan pendidikan.
(3) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diberikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, dalam bentuk:
a. tanda jasa;
b. promosi;
c. piagam;
d. uang; dan/atau
e. bentuk penghargaan lainnya.
Pasal 180
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan
penghargaan kepada pendidik dan/atau tenaga
kependidikan berdedikasi yang bertugas di daerah
terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi
masyarakat adat terpencil, daerah perbatasan dengan
negara lain, daerah yang mengalami bencana alam,
(1)
(2)
(1)
Article 178
Promotion for educator and teaching staff as referred to in
Article 177 shall be provided in the form of promotion of
rank/group, office promotion, and/or other types of
promotion conducted in accordance with the prevailing
laws and regulation.
Promotion for educator and non-civil servant teaching staff
in education unit organized by community shall be
conducted in accordance with articles of association and
by-laws of the education organizer and prevailing laws and
regulation.
Article 179
Awards for educator and teaching staff as referred to in
Article 177 shall be provided by:
a. President or Minister at national and/or international
level;
b. Governor at provincial level;
c. Regent/mayor at regency/city level;
d. Head sub-district at sub-district level;
e. Head of village/village at village/city level;
f.
Leader of education unit at education unit level.
(2)
Award for educator and teaching staff may be provided by
community and profession organization at international,
national, province, regency/municipality, sub-district,
village levels and/or education unit level.
(3)
Award as referred to in paragraphs (1) and (2) shall be
provided in accordance with the prevailing laws and
regulation in the form of:
a. Merit;
b. Promotion;
c. Charter;
d. Money; and/or
e. Other forms awards
(1)
Article 180
Government or local government shall provide awards to
the dedicated educator and/or teaching staff assigned in
remote areas or underdeveloped regions, traditional
people life in the remote area, border area with other
countries, area hit by natural disaster, social disaster,
underdeveloped region, or area in other emergency
67
bencana sosial, daerah tertinggal, atau daerah yang
berada dalam keadaan darurat lain.
(2) Pemerintah
memberikan
penghargaan
kepada
pendidik dan/atau tenaga kependidikan yang berhasil
menulis buku teks pelajaran dan/atau menemukan
teknologi pembelajaran baru yang bermutu menurut
penilaian Kementerian.
(3) Pemerintah
memberikan
penghargaan
kepada
pendidik dan/atau tenaga kependidikan yang
menghasilkan penelitian yang bermutu menurut
penilaian Kementerian.
(4) Pendidik atau tenaga kependidikan yang gugur dalam
melaksanakan tugas memperoleh penghargaan dari
Pemerintah,
pemerintah
daerah,
dan/atau
penyelenggara satuan pendidikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
regions.
(2)
Government shall provide awards to educator and/or
teaching staff that are successful in writing a learning text
book and/or invent the quality new learning technology/
method according to evaluation of the Ministry.
(3)
Government shall provide award to educator and/or
teaching staff producing high quality research according to
evaluation of the Ministry.
(4)
An educator or teaching staff who dies in performing tasks
shall obtain award from Government, local government,
and/or organizer of education unit in accordance with the
prevailing laws and regulation.
Bagian Keempat
Larangan
Part Four
Prohibition
Pasal 181
Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan
maupun kolektif, dilarang:
a. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan
bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian
seragam di satuan pendidikan;
b. memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar
atau les kepada peserta didik di satuan pendidikan;
c. melakukan segala sesuatu baik secara langsung
maupun tidak langsung yang menciderai integritas
evaluasi hasil belajar peserta didik; dan/atau
d. melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara
langsung maupun tidak langsung yang bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Article 181
No educator and teaching staff, both individually and collectively,
shall be allowed to:
a. Sell textbook, materials, material equipment, uniform, or
uniform materials in education unit;
BAB XIII
PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN
CHAPTER XIII
ESTABLISHMENT OF EDUCATION UNIT
Pasal 182
(1) Pendirian program atau satuan pendidikan pendidikan
anak usia dini formal, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi wajib memperoleh
izin Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk TK, SD, SMP, SMA, dan SMK, yang memenuhi
standar pelayanan minimum sampai dengan Standar
Nasional Pendidikan, diberikan oleh bupati/walikota.
(3) Izin pengembangan SD, SMP, SMA, dan SMK, yang
memenuhi Standar Nasional Pendidikan menjadi
satuan dan/atau program pendidikan bertaraf
internasional diberikan oleh Menteri.
(4) Izin pengembangan SD, SMP, SMA, dan SMK, yang
memenuhi Standar Nasional Pendidikan menjadi
satuan dan/atau program pendidikan berbasis
keunggulan lokal, diberikan oleh bupati/walikota.
(5) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk satuan pendidikan khusus pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah diberikan oleh
gubernur.
(6) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
b. Levy charges in providing study guidance or course to
student at education unit;
c. Take any good actions both directly and indirectly harming
integrity of student evaluation; and/or
d. Charge student both directly and indirectly in contradiction
with the prevailing laws and regulation.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Article 182
Establishment of program or formal early age-child
education, basic, secondary and high education shall
obtain permit of Government or local government in
accordance with the authority.
Establishment permit as referred to in paragraph (1) for
TK, SD, SMP, SMA, and SMK, meeting minimum service
standard through National Education Standard shall be
provided by regent/mayor.
Permits to develop SD, SMP, SMA, and SMK, meeting
National Education Standard to unit and/or international
based education program shall be provided by Minister.
Development permit of SD, SMP, SMA, and SMK, meeting
National Education Standard to become a local advantage
based education unit/program shall be provided by
regent/mayor.
Establishment permit as referred to in paragraph (1) for a
special education unit in basic and secondary level shall
be provided by governor.
Establishment permitt as referred to in paragraph (1) for
68
untuk RA, MI, MTs, MA, MAK, dan pendidikan
keagamaan dikeluarkan oleh Menteri Agama.
(7) Izin pengembangan RA, MI, MTs, MA, MAK, dan
pendidikan keagamaan menjadi satuan dan/atau
program pendidikan bertaraf internasional atau
berbasis keunggulan lokal dikeluarkan oleh Menteri
Agama.
(8) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk program studi pada perguruan tinggi umum
diberikan oleh Menteri.
(9) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk program studi pada perguruan tinggi keagamaan
diberikan oleh Menteri Agama.
(10) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk satuan pendidikan Indonesia di luar negeri
diberikan oleh Menteri.
(11) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pemberian izin
satuan pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan ayat (10) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 183
(1) Pemerintah dapat menyelenggarakan satuan dan/atau
program pendidikan yang bertaraf internasional sesuai
dengan kebutuhan.
(2) Izin pendirian satuan dan/atau program pendidikan
yang bertaraf internasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan oleh Menteri.
Pasal 184
(1) Syarat-syarat pendirian satuan pendidikan formal
meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik
dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana
pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi
dan sertifikasi, serta manajemen dan proses
pendidikan.
(2) Syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman pada ketentuan dalam Standar Nasional
Pendidikan.
(3) Selain syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pendirian satuan pendidikan harus melampirkan:
a. hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian
satuan pendidikan formal dari segi tata ruang,
geografis, dan ekologis;
b. hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian
satuan pendidikan formal dari segi prospek
pendaftar, keuangan, sosial, dan budaya;
c. data mengenai perimbangan antara jumlah satuan
pendidikan formal dengan penduduk usia sekolah di
wilayah tersebut;
d. data mengenai perkiraan jarak satuan pendidikan
yang diusulkan di antara gugus satuan pendidikan
formal sejenis;
e. data mengenai kapasitas daya tampung dan lingkup
jangkauan satuan pendidikan formal sejenis yang
ada; dan
f. data mengenai perkiraan pembiayaan untuk
kelangsungan pendidikan paling sedikit untuk 1
(satu) tahun akademik berikutnya.
(4) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
kementerian
lain
atau
lembaga
pemerintah
(7)
RA, MI, MTs, MA, MAK, and religion education shall be
issued by Minister of Religion.
Establishment permitt of RA, MI, MTs, MA, MAK, and
religion international based education program or local
advantage shall be issued by Minister of Religious Affairs.
(8)
Establishment permit as referred to in paragraph (1) for
study program in public university shall be provided by
Minister.
(9) Establishment permit as referred to in paragraph (1) for
study program in university of theology shall be provided
by Minister of Religious Affairs.
(10) Establishment permit as referred to in paragraph (1) for
Indonesian education unit abroad shall be provided by
Minister.
(11) Further provisions on procedures for granting permit of
formal education unit as referred to in paragraph (1)
through paragraph (10) shall be provided for in Regulation
of Minister.
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
Article 183
Government may organize international based unit and/or
education program as needed.
Establishment permit of international based unit and/or
education program as referred to in paragraph (1) shall be
provided by Minister.
Article 184
Requirements for establishment of a formal education unit
include contents of education, number and qualification of
educator and teaching staff, education facilities and
infrastructure, education financing, evaluation and
certification system, and management and education
process as well.
Requirements as referred to in paragraph (1) shall refer to
the provisions in National Education Standard.
Apart from requirements as referred to in paragraph (1),
establishment of education unit shall attach:
a. Result of feasibility study on prospect of establishing
formal education unit in view of spatial plan,
geography, and ecology;
b. Result of feasibility study on prospect of establishing
formal education unit in view of registrar prospect,
financial, social and culture;
c. Data on balancing between total number of formal
education unit with school-age people in the region;
d. Data on estimated distance of education unit proposed
amongst groups of similar formal education unit;
e. Data on capacity and scope of similar formal education
reach; and
f.
(4)
Data on estimated financing for maintaining education
at least for 1 (one) academic year to come.
Higher education unit organized by other ministries or nonministry government agency, in addition to meeting the
69
nonkementerian, selain harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
harus pula memenuhi persyaratan:
a. memiliki
program-program
studi
yang
diselenggarakan secara khas terkait dengan tugas
dan fungsi kementerian atau lembaga pemerintah
nonkementerian yang bersangkutan; dan
b. adanya undang-undang sektor terkait yang
menyatakan perlu diadakannnya pendidikan yang
diselenggarakan secara khas terkait dengan tugas
dan fungsi kementerian atau lembaga pemerintah
nonkementerian yang bersangkutan.
(5) Persyaratan dan tata cara pendirian program studi
pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi
swasta dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 185
(1) Pendirian satuan pendidikan nonformal wajib
memperoleh izin dari pemerintah kabupaten/kota.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat-syarat
pendirian dan tata cara pemberian izin satuan
pendidikan nonformal diatur dengan Peraturan Menteri.
requirements as referred to in paragraphs (2) and (3) shall
also meet the following requirements:
a. in possession of study programs typically organized
related to tasks and functions of the ministry or nonministry or the relevant non-ministry government
agency; and
b. the existence of the relevant sector Law stating the
necessity of education organized typically related to
the tasks and functions of ministry or the non-relevant
ministry government agency.
(5)
(1)
(2)
BAB XIV
PERAN SERTA MASYARAKAT
Part one
General
Article 186
Community may participate in organizing education through
various public components, community based education, board
of education, and school/madrasah committee.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 187
Peran serta masyarakat dalam pendidikan berfungsi
memperbaiki akses, mutu, daya saing, relevansi, tata
kelola,
dan
akuntabilitas
pengelolaan
dan
penyelenggaraan pendidikan.
Part Two
Function
Article 187
Public participation in education shall function to recover access,
quality, competitiveness advantage, relevance, management,
and accountability for management and organization of
education.
Bagian Ketiga
Komponen Peran Serta Masyarakat
Pasal 188
(1) Peran serta masyarakat meliputi peran serta
perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi,
pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat menjadi sumber, pelaksana, dan
pengguna hasil pendidikan dalam bentuk:
a. penyediaan sumber daya pendidikan;
b. penyelenggaraan satuan pendidikan;
c. penggunaan hasil pendidikan;
d. pengawasan penyelenggaraan pendidikan;
Article 185
Establishment of non-formal education unit shall obtain
permit from regency/municipal government.
Further provisions on requirements for establishment and
procedures for the issuance of permitt of non-formal
education unit shall be provided for by virtue of Regulation
of Minister.
CHAPTER XIV
PUBLIC PARTICIPATION
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 186
Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui berbagai komponen masyarakat,
pendidikan berbasis masyarakat, dewan pedidikan, dan
komite sekolah/madrasah.
Requirements and procedures for establishment of study
program at national university and private university shall
be conducted based on the provisions provided for by
virtue of Regulation of Minister.
Part Three
Components of Public Participation
(1)
(2)
Article 188
Public participation shall include role and individual, group,
family, professional organization, entrepreneur, and public
organization in organizing and exercising control over
education service quality.
Public participation as referred to in paragraph (1) may
become a source, executor, and user of education results
in the form of:
a. providing source of education;
b. organizing education unit;
c. using education unit;
d. controlling over education organization;
70
e. pengawasan pengelolaan pendidikan;
f. pemberian pertimbangan dalam pengambilan
keputusan yang berdampak pada pemangku
kepentingan pendidikan pada umumnya; dan/atau
g. pemberian bantuan atau fasilitas kepada satuan
pendidikan
dan/atau
penyelenggara
satuan
pendidikan dalam menjalankan fungsinya.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d dan huruf e tidak termasuk pemeriksaan yang
menjadi kewenangan otoritas pengawasan fungsional.
(4) Peran serta masyarakat secara khusus dalam
pendidikan dapat disalurkan melalui:
a. dewan pendidikan tingkat nasional;
b. dewan pendidikan tingkat provinsi;
c. dewan pendidikan tingkat kabupaten/kota;
d. komite sekolah/madrasah; dan/atau
e. organ representasi pemangku kepentingan satuan
pendidikan.
(5) Organisasi profesi dapat berperan serta dalam
pendidikan melalui:
a. pengendalian mutu pendidikan profesi;
b. pemberian pertimbangan kurikulum program studi
sarjana atau diploma empat yang lulusannya
berpotensi melanjutkan pada pendidikan profesi;
c. pemberian pertimbangan kurikulum program studi
kejuruan atau vokasi yang relevan;
d. uji kompetensi dan sertifikasi kompetensi yang
dilaksanakan oleh satuan pendidikan;
e. akreditasi program studi atau satuan pendidikan;
dan/atau
f. peran lain yang relevan dengan keprofesiannya.
e. controlling over education management;
f. providing consideration in decision-making impacting
on stakeholder of general education; and/or
(3)
(4)
(5)
Bagian Keempat
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pasal 189
(1) Pendidikan berbasis masyarakat dapat dilaksanakan
pada satuan pendidikan formal dan/atau nonformal
pada semua jenjang dan jenis pendidikan.
(2) Masyarakat
dapat
menyelenggarakan
satuan
pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan
formal dan/atau nonformal sesuai dengan kekhasan
agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
kepentingan masyarakat.
Pasal 190
(1) Kurikulum satuan pendidikan berbasis masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 memenuhi
Standar Nasional Pendidikan.
(2) Satuan pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 189 dapat mengembangkan
kurikulum sesuai dengan kekhasan agama atau
lingkungan sosial dan budaya masing-masing.
Pasal 191
(1) Pengelolaan dan penyelenggaraan satuan pendidikan
berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan
nonformal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
(2) Penyelenggara
satuan
pendidikan
berbasis
masyarakat
dapat
mengembangkan
pola
g. providing assistance or facilities to education unit
and/or organizer of education unit in performing the
functions.
Supervision as referred to in paragraph (2) items d and e
shall exclude inspection being the authority of functional
supervision.
Specifically, public participation in education may be
distributed through:
a. National education board;
b. Provincial education board;
c. Regency/municipal education board;
d. School/madrasah committee; and/or
e. Stakeholder representative organ of education unit.
Professional organization may participate in education
through:
a. Control over profession education quality;
b. Provision of curriculum consideration of scholar study
program or diploma four (IV) whose graduates are
potentially able to continue to profession education;
c. Provision of curriculum consideration of the relevant
vocational study program or vacation;
d. Competency test and competency certification
implemented by education unit;
e. Accreditation of study program or education unit;
and/or
f. Other relevant roles with the profession.
Part Four
Community Based Education
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
(2)
Article 189
Community based education may be conducted in formal
and/or non-formal education unit in all stages and kinds of
education.
Community may organize community based education unit
in formal and/or non-formal education in accordance with
special characteristics of religion, social environment, and
culture for public purposes.
Article 190
Curriculum of community based education unit as referred
to in Article 189 shall meet National Education Standard.
Community based education unit as referred to in Article
189 may develop a curriculum in accordance with special
characteristics of religion or social environment and culture
respectively.
Article 191
Management and organization of community based
education unit in formal and non-formal education shall be
conducted in accordance with the prevailing laws and
regulation.
Organizer of community based education unit may develop
organization pattern of education unit in accordance with
71
penyelenggaraan satuan pendidikan sesuai dengan
kekhasan agama atau sosial budaya masing-masing.
(3) Penyelenggara
satuan
pendidikan
berbasis
masyarakat dapat mengembangkan pola pengelolaan
satuan pendidikan sesuai dengan kekhasan agama
atau sosial budaya masing-masing.
(3)
Bagian Kelima
Dewan Pendidikan
Pasal 192
(1) Dewan pendidikan terdiri atas Dewan Pendidikan
Nasional, Dewan Pendidikan Provinsi, dan Dewan
Pendidikan Kabupaten/ Kota.
(2) Dewan pendidikan berfungsi dalam peningkatan mutu
pelayanan
pendidikan
dengan
memberikan
pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana
dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada
tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
(3) Dewan pendidikan menjalankan fungsinya secara
mandiri dan profesional.
(4) Dewan
pendidikan
bertugas
menghimpun,
menganalisis, dan memberikan rekomondasi kepada
Menteri, gubernur, bupati/walikota terhadap keluhan,
saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap
pendidikan.
(5) Dewan pendidikan melaporkan pelaksanaan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada
masyarakat melalui media cetak, elektronik, laman,
pertemuan, dan/atau bentuk lain sejenis sebagai
pertanggungjawaban publik.
(6) Anggota dewan pendidikan terdiri atas tokoh yang
berasal dari:
a. pakar pendidikan;
b. penyelenggara pendidikan;
c. pengusaha;
d. organisasi profesi;
e. pendidikan berbasis kekhasan agama atau sosialbudaya; dan
f. pendidikan bertaraf internasional;
g. pendidikan berbasis keunggulan lokal; dan/atau
h. organisasi sosial kemasyarakatan.
(7) Rekrutmen calon anggota dewan pendidikan
dilaksanakan melalui pengumuman di media cetak,
elektronik, dan laman.
(8) Masa jabatan keanggotaan dewan pendidikan adalah 5
(lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan.
(9) Anggota dewan pendidikan dapat diberhentikan
apabila:
a. mengundurkan diri;
b. meninggal dunia;
c. tidak
dapat
melaksanakan
tugas
karena
berhalangan tetap; atau
d. dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana
kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(10) Susunan kepengurusan dewan pendidikan sekurangkurangnya terdiri atas ketua dewan dan sekretaris.
(11) Anggota dewan pendidikan berjumlah gasal.
(12) Ketua dan sekretaris sebagaimana dimaksud pada
special characteristic of religion or socio-culture
respectively.
Organizer of community based education unit may develop
pattern of managing education unit in accordance with
special characteristics of religion or socio-culture
respectively.
Part Five
Education Board
(1)
(2)
(3)
(4)
Article 192
Education board consists of National Education Board,
Provincial Education Board, and Regency/Municipal
Education Board.
Education board functions for improving education service
quality by providing consideration, briefing and support of
energy, facilities and infrastructures, and control for
education at national, provincial, and regency/municipality
level.
Education board shall carry out the function independently
and professionally.
Education board is in charge of collecting, analyzing, and
providing recommendation to Minister, governor,
regent/mayor towards complaint, recommendation, critics
and public aspiration towards education.
(5)
Education board shall report performance of tasks as
referred to in paragraph (4) to community through printed
media, electronic, laman, meeting, and/or other similar
types for public accountability.
(6)
Members of education board consist of the figures coming
from:
a. Education expert;
b. Education organizer;
c. Entrepreneur;
d. Profession organization;
e. Special characteristic of religion or socio-culture based
education; and
f. International based education;
g. Local advantage based education; and/or
h. Public social organization.
Recruitment of candidate members of education board
shall be conducted through announcement in printed
media, electronic and laman.
Tenor of education board membership shall be 5 (five)
years and may be re-elected for 1 (one) term of office.
(7)
(8)
(9)
Member of education board may be terminated in case of:
a. Resignation;
b. Demise;
c. Failure to perform tasks due to permanent disability;
or
d. Sentenced on crimel due to committing criminal act
based on ruling of the court that has already obtained
permanent legal force.
(10) Structure of education board management shall at least
consist of chairman of board and secretary.
(11) Member of education board shall have odd amount.
(12) Chairman and secretary as referred to in paragraph (7)
72
ayat (7) dipilih dari dan oleh para anggota secara
musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara.
(13) Pendanaan dewan pendidikan dapat bersumber dari:
a. Pemerintah;
b. pemerintah daerah;
c. masyarakat;
d. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
e. sumber lain yang sah.
Pasal 193
(1) Dewan Pendidikan Nasional berkedudukan di ibukota
negara.
(2) Anggota Dewan Pendidikan Nasional ditetapkan oleh
Menteri.
(3) Anggota Dewan Pendidikan Nasional paling banyak
berjumlah 15 (lima belas) orang.
(4) Menteri memilih dan menetapkan anggota Dewan
Pendidikan Nasional atas dasar usulan dari panitia
pemilihan anggota Dewan Pendidikan Nasional yang
dibentuk oleh Menteri.
(5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) mengusulkan kepada Menteri paling banyak 30
(tiga puluh) orang calon anggota Dewan Pendidikan
Nasional setelah mendapatkan usulan dari:
a. organisasi profesi pendidik;
b. organisasi profesi lain; atau
c. organisasi kemasyarakatan.
Pasal 194
(1) Dewan Pendidikan Provinsi berkedudukan di ibukota
provinsi.
(2) Anggota Dewan Pendidikan Provinsi ditetapkan oleh
gubernur.
(3) Anggota Dewan Pendidikan Provinsi berjumlah paling
banyak 13 (tiga belas) orang.
(4) Gubernur memilih dan menetapkan anggota Dewan
Pendidikan Provinsi atas dasar usulan dari panitia
pemilihan anggota Dewan Pendidikan Provinsi yang
dibentuk oleh gubernur.
(5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) mengusulkan kepada gubernur paling banyak 26
(dua puluh enam) orang calon anggota Dewan
Pendidikan Provinsi setelah mendapatkan usulan dari:
a. organisasi profesi pendidik;
b. organisasi profesi lain; atau
c. organisasi kemasyarakatan.
Pasal 195
(1) Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota berkedudukan di
ibukota kabupaten/kota.
(2) Anggota
Dewan
Pendidikan
Kabupaten/Kota
ditetapkan oleh bupati/walikota.
(3) Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota berjumlah
paling banyak 11 (sebelas) orang.
(4) Bupati/walikota memilih dan menetapkan anggota
Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota atas dasar usulan
dari panitia pemilihan anggota Dewan Pendidikan
Kabupaten/Kota yang dibentuk oleh bupati/walikota.
(5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) mengusulkan kepada bupati/walikota paling banyak
22 (dua puluh dua) orang calon anggota Dewan
shall be elected from and by the members by meeting and
deliberation or through voting.
(13) Funding of education board may originate from:
a. Government;
b. Local government;
c. People;
d. Aids of non-binding foreign party; and/or
e. Other valid sources.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Article 193
National Education Board domiciled in state capital.
Member of National Education Board shall be designated
by Minister.
Member of National Education Board shall numbers 15
(fifteen) people at the most.
Minister shall select and stipulate members of National
Education Board based on proposal from selection
committee of member of National Education Board formed
by the Minister.
Selection committee as referred to in paragraph (4) shall
propose to the Minister at most 30 (thirty) candidates
members of National Education Board after getting
proposal from:
a. Organization of educator profession;
b. Organization of other professions or
c. Public organization.
Article 194
Provincial Education Board domiciled in provincial capital.
Member of Provincial Education Board shall be designated
by Governor.
Member of Provincial Education Board shall at most
amount 13 (thirteen) people.
Minister shall select and designate members of Provincial
Education Board based on proposal from selection
committee of member of Provincial Education Board
formed by the governor.
Selection committee as referred to in paragraph (4) shall
propose to the governor at most 26 (twenty six) candidates
members of Provincial Education Board after getting
proposal from:
a. Organization of educator profession;
b. Organization of other professions or
c Public organization.
Article 195
Regency/Municipal Education Board domiciled in
regency/municipal capital.
Member of Regency/Municipal Education Board shall be
designated by regent/mayor.
Member of Regency/Municipal Education Board shall at
most amount 11 (eleven) people.
Regent/mayor shall select and stipulate members of
Regency/Municipal Education Board based on proposal
from selection committee of member of Regency/Municipal
Education Board formed by regent/mayor.
Selection committee as referred to in paragraph (4) shall
propose to the Minister at most 22 (twenty two) candidates
members of Regency/Municipal Education Board after
73
Pendidikan Kabupaten/Kota setelah
usulan dari:
a. organisasi profesi pendidik;
b. organisasi profesi lain; atau
c. organisasi kemasyarakatan.
mendapatkan
getting proposal from:
a. Organization of educator profession;
b. Organization of other professions or
c. Public organization.
Bagian Keenam
Komite Sekolah/Madrasah
Pasal 196
(1) Komite
sekolah/madrasah
berfungsi
dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan
tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
(2) Komite sekolah/madrasah menjalankan fungsinya
secara mandiri dan profesional.
(3) Komite
sekolah/madrasah
memperhatikan
dan
menindaklanjuti terhadap keluhan, saran, kritik, dan
aspirasi masyarakat terhadap satuan pendidikan.
(4) Komite sekolah/madrasah dibentuk untuk 1 (satu)
satuan pendidikan atau gabungan satuan pendidikan
formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
(5) Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik kurang
dari 200 (dua ratus) orang dapat membentuk komite
sekolah/madrasah
gabungan
dengan
satuan
pendidikan lain yang sejenis.
(6) Komite sekolah/madrasah berkedudukan di satuan
pendidikan.
(7) Pendanaan
komite
sekolah/madrasah
dapat
bersumber dari:
a. Pemerintah;
b. pemerintah daerah;
c. masyarakat;
d. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
e. sumber lain yang sah.
Pasal 197
(1) Anggota komite sekolah/madrasah berjumlah paling
banyak 15 (lima belas) orang, terdiri atas unsur:
a. orang tua/wali peserta didik paling banyak 50%
(lima puluh persen);
b. tokoh masyarakat paling banyak 30% (tiga puluh
persen); dan
c. pakar pendidikan yang relevan paling banyak 30%
(tiga puluh persen).
(2) Masa jabatan keanggotaan komite sekolah/madrasah
adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.
(3) Anggota komite sekolah/madrasah dapat diberhentikan
apabila:
a. mengundurkan diri;
b. meninggal dunia; atau
c. tidak
dapat
melaksanakan
tugas
karena
berhalangan tetap;
d. dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana
kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Susunan kepengurusan komite sekolah/madrasah
terdiri atas ketua komite dan sekretaris.
(5) Anggota komite sekolah/madrasah dipilih oleh rapat
Part Six
School/Madrasah Committee
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Article 196
School/madrasah is functioning for improving education
service quality by providing consideration, briefing and
personnel support, facilities and infrastructure, and control
over education at education unit level.
School/madrasah
shall
carry
out
the
function
independently and professionally.
School/madrasah shall pay attention to and follow up
complaints, recommendations, critics and public aspiration
for education unit.
School/madrasah shall be formed for 1 (one) education
unit or combined formal education unit at basic and
secondary education level.
Education unit having students less than 200 (two
hundred) persons may form joint School/madrasah with
other similar education units.
(6)
School/madrasah domiciled at education unit.
(7)
Funding of school/madrasah committee may originate
from:
a. Government;
b. Local government;
c. People;
d. Aids of non-binding foreign party; and/or
e. Other valid sources.
(1)
Article 197
Member of school/madrasah committee is at most 15
(fifteen) persons consisting of the following elements:
a. Parents/guardian of student at most 50% (fifty
percent);
b. Public figure at most 30% (thirty percent); and
c.
(2)
(3)
(4)
(5)
The relevant education expert at most 30% (thirty
percent).
Tenor of school/madrasah committee membership shall be
3 (three) years and may be re-elected for 1 (one) time of
tenor.
Member of school/madrasah committee may be terminated
for the following reasons :
a. Resignation;
b. Demise; or
c. Failure to perform tasks due to permanent disability;
d. Imposition on criminal due to committing criminal
actions based on ruling of court already obtained
permanent force of laws.
Structure of school/madrasah committee membership
consists of chairman of committee and secretary.
Members of school/madrasah committee shall be elected
74
orangtua/wali peserta didik satuan pendidikan.
(6) Ketua komite dan sekretaris sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dipilih dari dan oleh anggota secara
musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara.
(7) Anggota, sekretaris, dan ketua komite
madrasah ditetapkan oleh kepala sekolah.
sekolah/
(6)
(7)
by meeting of parents/guardian of student of education
unit.
Chairman of committee and secretary as referred to in
paragraph (4) shall be selected from and by members on
the amicable basis or through voting.
Members, secretary, and chairman of school/madrasah
committee shall be stipulated by headmaster.
Bagian Ketujuh
Larangan
Part Seven
Prohibition
Pasal 198
Dewan pendidikan dan/atau komite sekolah/madrasah,
baik perseorangan maupun kolektif, dilarang:
a. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan
bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian
seragam di satuan pendidikan;
b. memungut biaya bimbingan belajar atau les dari
peserta didik atau orang tua/walinya di satuan
pendidikan;
c. mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta
didik secara langsung atau tidak langsung;
d. mencederai integritas seleksi penerimaan peserta didik
baru secara langsung atau tidak langsung; dan/atau
e. melaksanakan kegiatan lain yang mencederai
integritas satuan pendidikan secara langsung atau
tidak langsung.
Article 198
No education board and/or school/madrasah committee, both
individually and collectively, shall be allowed to:
a.
Sell textbook, materials, material equipment, uniform, or
uniform materials in education unit;
b.
Levy charges in providing study guidance or course from
students or their parents/guardian at education unit;
c.
Default integrity of student’s evaluation result both directly
and indirectly;
Default integrity of new student’s selection both directly
and indirectly
Carry out other activities defaulting integrity of education
unit both directly and indirectly.
d.
e.
CHAPTER XV
SUPERVISION
BAB XV
PENGAWASAN
Pasal 199
(1) Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah,
dewan
pendidikan
dan
komite
sekolah/madrasah.
(2) Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 200
(1) Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan mencakup pengawasan administratif dan
teknis edukatif yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah melaksanakan:
a. pengawasan secara nasional terhadap pengelolaan
dan penyelenggaraan pendidikan tinggi;
b. pengawasan secara nasional terhadap pengelolaan
dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang
menjadi kewenangannya;
c. pengawasan
terhadap
pengelolaan
dan
penyelenggaraan pendidikan Indonesia di luar
negeri;
d. koordinasi pengawasan secara nasional terhadap
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada
semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang
menjadi kewenangan pemerintah daerah; dan
e. pengawasan terhadap penggunaan dana Anggaran
(1)
(2)
(1)
(2)
Article 199
Supervision over management and organization of
education shall be conducted by Government, local
government, education board and school/madrasah
committee.
Supervision over education management and organization
as referred to in paragraph (1) shall be conducted pursuant
to the prevailing laws and regulation.
Article 200
Supervision over education management and organization
includes
administrative
and
technical-education
supervisions conducted in accordance with the prevailing
laws and regulation.
Government shall implement:
a. National supervision over
higher education
management and organization;
b. National supervision towards
early age-child
education, basic education and secondary education
under its authority;
c.
Supervision over Indonesian education management
and organization abroad;
d. National supervision coordination towards education
management and organization in all lanes, stages and
type of education under authority of local government;
and
e. Supervision over the use of funds of National
75
Pendapatan Belanja Negara oleh pemerintah
daerah untuk pendidikan.
(3) Pemerintah provinsi melaksanakan:
a. pengawasan
terhadap
pengelolaan
dan
penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf
internasional atau yang dirintis untuk menjadi
bertaraf internasional;
b. pengawasan
terhadap
pengelolaan
dan
penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dan
layanan khusus; dan
c. koordinasi pengawasan terhadap pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang
menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota;
(4) Pemerintah provinsi melakukan pembinaan terhadap
pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas
koordinasi pengawasan terhadap pengelolaan dan
penyelenggaraan
pendidikan
anak
usia
dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang
menjadi kewenangan pemerintah kabupaten atau kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c.
(5) Pemerintah
kabupaten/kota
melaksanakan
pengawasan
terhadap
pengelolaan
dan
penyelenggaraan
pendidikan
anak
usia
dini,
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan nonformal di wilayah yang menjadi
kewenangannya.
Pasal 201
(1) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota, sesuai dengan kewenangan masingmasing, menindaklanjuti pengaduan masyarakat
tentang penyimpangan di bidang pendidikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam bentuk klarifikasi, verifikasi, atau
investigasi apabila:
a. pengaduan disertai dengan identitas pengadu yang
jelas; dan
b. pengadu memberi bukti adanya penyimpangan.
Pasal 202
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199
dapat dilakukan dalam bentuk pemeriksaan umum,
pemeriksaan
kinerja,
pemeriksaan
khusus,
pemeriksaan
tematik,
pemeriksaan
investigatif,
dan/atau pemeriksaan terpadu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaporkan kepada instansi atau lembaga sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dilakukan oleh lembaga pengawasan fungsional
yang
memiliki
kewenangan
dan
kompetensi
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 203
Dalam melaksanakan klarifikasi, verifikasi, atau investigasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (2)
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
(3)
Revenues and Expenditures Budget by local
government for education.
Provincial government shall carry out:
a. Supervision over management and organization of
international based education unit or pioneered to
become an international standard education unit;
b. Supervision over management and organization of
special education and unit and service; and
c.
(4)
(5)
(1)
(2)
(1)
Coordination of supervision for management and
organization of early age-child education, basic and
secondary
education
under
authority
of
regency/municipality;
Provincial government shall coach school supervisors in
performing their tasks of the supervision coordination over
management and organization of early age-child
education, basic education and secondary education under
authority of regency and or municipal authority as referred
to in paragraph (3) item c.
Regency/municipal government shall conduct supervision
towards management and organization of early age-child
education, basic education, secondary education and nonformal education under authority of the regency/municipal
government.
Article 201
Government, provincial government and regency/municipal
government, in accordance with their respective authority,
shall follow up public complaints on deviation in the field of
education in accordance with the prevailing laws and
regulation.
Follows-up as referred to in paragraph (1) shall be
conducted in the form of clarification, verification, or
investigation in case of:
a. complaints accompanied with clear identity of
complainant; and
b. complainant shall provide evidence on any deviation.
Article 202
Supervision as referred to in Article 199 may be conducted
in the form of general, performed, special, thematic,
investigative and/or integrated inspections in accordance
with the prevailing laws and regulation.
(2)
Result of supervision as referred to paragraph (1) shall be
reported to agency or institute in accordance with the
prevailing laws and regulation.
(3)
Inspection as referred to in paragraph (1) shall only be
conducted by functional supervision agency having
authority and competency of the inspection in accordance
with the prevailing laws and regulation.
Article 203
In conducting clarification, verification, or investigation as
referred to in Article 201 paragraph (2), Government, provincial
government, and regency/municipal government may appoint an
76
kabupaten/kota dapat menunjuk lembaga pemeriksaan
independen.
Pasal 204
(1) Dewan
pendidikan
melaksanakan
pengawasan
terhadap
pengelolaan
dan
penyelenggaraan
pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota.
(2) Hasil pengawasan oleh Dewan Pendidikan Nasional
dilaporkan kepada Menteri.
(3) Hasil pengawasan oleh Dewan Pendidikan Provinsi
dilaporkan kepada gubernur.
(4) Hasil
pengawasan
oleh
Dewan
Pendidikan
Kabupaten/Kota dilaporkan kepada bupati/ walikota.
Pasal 205
(1) Komite sekolah/madrasah melaksanakan pengawasan
terhadap
pengelolaan
dan
penyelenggaraan
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
(2) Hasil pengawasan oleh komite sekolah/madrasah
dilaporkan kepada rapat orang tua/ wali peserta didik
yang
diselenggarakan
dan
dihadiri
kepala
sekolah/madrasah dan dewan guru.
independent examining institution.
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
BAB XVI
SANKSI
Pasal 206
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya dapat menutup satuan pendidikan
dan/atau program pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 182 dan Pasal 185 ayat (1).
Pasal 207
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya dapat memberikan sanksi administratif
berupa peringatan, penggabungan, penundaan atau
pembatalan pemberian sumber daya pendidikan kepada
satuan pendidikan, pembekuan, penutupan satuan
pendidikan
dan/atau
program
pendidikan
yang
melaksanakan pendidikan yang tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Pasal
53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 69 ayat
(4), Pasal 71 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72, Pasal 81
ayat (6), Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 122 ayat
(1), Pasal 131 ayat (5), Pasal 162 ayat (2), dan Pasal 184.
Pasal 208
(1) Perseorangan atau kelompok anggota sivitas
akademika perguruan tinggi yang melaksanakan
kebebasan akademik dan/atau otonomi keilmuan yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 91 dan Pasal 92, dikenai sanksi administratif
oleh pemimpin perguruan tinggi yang bersangkutan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
(2) Dalam hal pemimpin perguruan tinggi tidak
mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Menteri dapat mengenakan sanksi kepada
pelanggar dan kepada pejabat yang tidak mengenakan
Article 204
Education board shall exercise supervision towards
management and organization of education at national,
province, regency/municipality.
Supervision results by National Education Board shall be
reported to the Minister.
Supervision results by Provincial Education Board shall be
reported to the governor.
Supervision results by Regency/Municipal Education
Board shall be reported to regent/mayor.
Article 205
School/madrasah committee shall exercise supervision
towards management and organization of education at
education unit level.
Supervision results by school/madrasah committee shall
be reported to parents/guardian of student in the presence
of and attended by headmaster/madrasah and teacher
board.
CHAPTER XVI
SANCTION
Article 206
Government and/or local government in accordance with their
authority may close education unit and/or education program
organizing any education without permit as referred to in Articles
182 and 185 paragraph (1).
Article 207
Government and/or local government in accordance with their
authority may impose an administrative sanction in the forms of
warning, combination, delay or cancellation to provide source of
education to education unit, freezing, closure of education unit
and/or education program implementing the education not in
accordance with the provisions as referred to in Articles 51, 53, 54,
55, 57, 58, 69 paragraph (4), Article 71 paragraph (2) and
paragraph (3), Articles 72, 81 paragraph (6), Article 95 paragraphs
(1) and (2), Article 122 paragraph (1), Article 131 paragraph (5),
Article 162 (2), and Article 184.
(1)
(2)
Article 208
Individual or group of civitas academia (community of
scholars) of university implementing academic and/or
science autonomy violating the provisions as referred to in
Articles 91 and 92, shall be subject to administrative
sanction by chairman of the relevant university in
accordance with the prevailing laws and regulation.
In the event that the chairman of university fails to impose
sanction as referred to in paragraph (1), Minister may
impose sanction to the breaker and the officials who fail to
impose sanction as referred to in paragraph (1), in
77
sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perguruan tinggi atau unit dari perguruan tinggi yang
melaksanakan kebebasan akademik dan/atau otonomi
keilmuan, baik disengaja maupun tidak disengaja,
yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 91
dan Pasal 92, dikenai sanksi administratif oleh
Pemerintah berupa teguran tertulis, penggabungan,
pembekuan, penutupan, dan/atau dicabut izin
penyelenggaraannya.
(4) Pemerintah dapat memberikan sanksi administratif
berupa teguran tertulis, penggabungan, pembekuan,
dan/atau
penutupan
perguruan
tinggi
yang
melaksanakan dharma perguruan tinggi yang tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini.
accordance with the prevailing laws and regulation.
(3)
University or unit from the university exercising their
academic freedom and/or science autonomy, both
intentionally and unintentionally, violating provisions as
regulated in Articles 92 and 92, shall be subject to
administrative sanction by Government in the form of
written admonition, combination, freezing, closing, and/or
revocation of the permit of the organization.
(4)
Government may impose an administrative sanction in the
form of written admonition, combination, freezing, and/or
closing to a university carrying out university association
which is inappropriate with the provisions as provided in
this Government Regulation.
Pasal 209
Peserta didik yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) dikenai
sanksi administratif berupa peringatan, skorsing, dan/atau
dikeluarkan dari satuan pendidikan oleh satuan
pendidikan.
Article 209
Students who do not carry out obligation as referred to in Article
147 paragraph (1) shall be subject to administrative sanction in
the forms of warning, suspension, and/or issued by education
unit by education unit.
Pasal 210
Perseorangan, kelompok, atau organisasi, yang
menyelenggarakan pendidikan nonformal baik disengaja
maupun tidak disengaja yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 sampai dengan
Pasal 115 dapat dikenai sanksi administratif berupa
teguran tertulis, penggabungan, pembekuan, dan/atau
penutupan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Article 210
Individual, group, or organization, carrying out non-formal
education both intentionally and unintentionally in violation of the
provisions as referred to in Article 103 up to Article 115 may be
subject to administrative sanction in the forms of written
admonition, combination, freezing, and/or closing from
Government and/or local government.
Pasal 211
Satuan pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119
ayat (2), Pasal 122, dan Pasal 123 dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis, penggabungan,
pembekuan, dan/atau penutupan oleh Menteri.
Pasal 212
(1) Pendidik yang melalaikan tugas dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (2)
tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Tenaga kependidikan yang melalaikan tugas dan/atau
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
173
ayat
(2)
tanpa
alasan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan dikenai sanksi administratif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Pendidik atau tenaga kependidikan pegawai negeri
sipil yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 181 dikenai sanksi administratif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Pendidik atau tenaga kependidikan bukan pegawai
negeri sipil yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 175 ayat (3) dikenai sanksi
sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
Article 211
Long distance education unit, which fails to meet the
requirements as referred to in Article 119 paragraph (2), and
Article 123 shall be subject to administrative sanction in the
forms of written admonition, combination, freezing, and/or
closing by the Minister.
(1)
Article 212
Students neglecting tasks and responsibilities as referred
to in Article 171 paragraph (2) without reasons that can be
accounted for shall be subject to administrative sanction in
accordance with the prevailing laws and regulation.
(2)
Teaching staff neglecting tasks and/or obligations as
referred to in Article 173 paragraph (2) without reasons
that can be accounted for shall be subject to administrative
sanctions in accordance with the prevailing laws and
regulation.
(3)
Educator or teaching staff of civil servant violating the
provisions as referred to in Article 181 shall be subject to
administrative sanction in accordance with the prevailing
laws and regulation.
(4)
Educator or non-civil servant teaching staff violating
provisions as referred to in Article 175 paragraph (3) shall
be subject to sanction in accordance with employment
78
bersama dan ketentuan peraturan perundangundangan.
(5) Penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan
masyarakat yang melalaikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3), Pasal 41, Pasal 42,
Pasal 43, Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 46
ayat (1), Pasal 47, dan Pasal 48 ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa peringatan tertulis pertama, kedua,
dan ketiga, apabila tidak diindahkan dilakukan
pembekuan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Seseorang
yang
mengangkat,
menempatkan,
memindahkan, atau memberhentikan pendidik atau
tenaga kependidikan yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175
tanpa alasan yang sah, dikenai sanksi administratif
berupa teguran tertulis, penundaan kenaikan gaji
berkala, penundaan kenaikan pangkat, pembebasan
dari jabatan, pemberhentian dengan hormat, dan/atau
pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya.
Pasal 213
(1) Satuan pendidikan yang melanggar ketentuan tentang
penyelenggaraan pendidikan:
a. bertaraf internasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 152 ayat (1) dan Pasal 154; atau
b. berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 157 ayat (2) dan Pasal 158 ayat (1);
dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis
pertama, kedua, dan ketiga, penundaan atau
penghentian subsidi hingga pencabutan izin oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah diadakan pembinaan paling lama 3
(tiga) tahun oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 214
(1) Penyelenggaraan pendidikan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia oleh perwakilan negara
asing atau lembaga pendidikan asing yang tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal
160 dan Pasal 161 ayat (2) sampai dengan ayat (8)
dikenai sanksi oleh Menteri berupa teguran tertulis
dan/atau penutupan satuan pendidikan.
(2) Satuan
pendidikan
negara
lain
yang
menyelenggarakan pendidikan bekerja sama dengan
satuan pendidikan di Indonesia yang tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 162 ayat (2) dan Pasal 163 ayat (2) dikenai
sanksi administrative berupa teguran tertulis,
pembekuan, dan/atau penutupan satuan pendidikan
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
(3) Satuan pendidikan Indonesia yang melaksanakan kerja
sama pengelolaan dengan satuan pendidikan negara
lain yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 165 ayat (2), Pasal 166 ayat
agreement or collective employment agreement and laws
and regulation.
(5)
Organizer of education conducted by community
neglecting the provisions as referred to in Article 40
paragraph (3), Articles 41, 42, 43, 44 paragraph (1), Article
45 paragraph (1), Article 46 paragraph (1), Article 47, and
Article 48 paragraph (1) shall be subject to administrative
sanction in the forms of the first, second, and third written
warning, freezing will be made by Government or local
government under their authority in accordance with the
prevailing laws and regulation.
(6)
A person who appoints, places, moves or terminates
educator or teaching staff in contradiction to the provisions
as referred to in Article 175 without valid reasons, shall be
subject to administrative sanction in the form of written
admonition, delayed increase of periodical salary, delayed
increase of rank, release from position, honorable
termination, and/or dishonorable termination.
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
Article 213
Education unit violating provisions on organization of
education:
a. International standard as referred to in Article 152
paragraph (1) and Article 152 paragraph (1) and
Article 154; or
b. Based on local advantage as referred to in Article 157
paragraph (2) and Article 158 paragraph (1);
Shall be subject to administrative sanction in the form of
the first, second, and third written admonition or
termination of subsidy through revocation of permit by
Government or local government in accordance with their
authority.
Permit revocation as referred to in paragraph (1) shall be
conducted after development is exercised for a maximum
of 3 (three) years by Government or local government
under their authority.
Article 214
Organization of education in the territory of the Unitary
State of the Republic of Indonesia by foreign
representative or foreign education institute, which does
not conform to the provisions as regulated in Articles 160
and 161 paragraph (2) through paragraph (8) shall be
subject to sanction by Minister in the form of written
admonition and/or delay of education unit.
Education unit of other countries organizing education in
collaboration with education unit in Indonesia, which does
not conform to the provisions as referred to in Article 162
paragraph (2) and Article 163 paragraph (2) shall be
subject to administrative sanction in the form of written
admonition, freezing, and/or closing of education unit by
Minister, governor, or regent/or mayor under their
authority.
Indonesian education unit implementing cooperation of
managing with education unit of other countries, which
does not conform to the provisions as referred to in Article
79
(2), dan Pasal 167 ayat (3) dikenai sanksi
administrative berupa teguran tertulis, pembekuan,
dan/atau penutupan satuan pendidikan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
165 paragraph (2), Article 166 paragraph (2), and Article
167 paragraph (3) shall be subject to administrative
sanction in the form of written admonition, freezing, and/or
closing of education unit by Minister, governor, or
regent/mayor under their authority.
Pasal 215
Satuan pendidikan yang melanggar ketentuan tentang
pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55 ayat (1),
Pasal 57 ayat (1), dan Pasal 58 dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis, penggabungan,
pembekuan, dan/atau penutupan satuan pendidikan oleh
Pemerintah atau atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Article 215
Education unit violating provisions on management of education
as referred to in Articles 50, Article 52, 53, 54, 55 paragraph (1),
Article 57 paragraph (1), and Article 58 shall be subject to
administrative sanction that takes the form of
written
admonition, combination, freezing, and/or closing of education
unit by Government or local government under their authority.
Pasal 216
(1)
Anggota
dewan
pendidikan
atau
komite
sekolah/madrasah
yang
melanggar
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis oleh Pemerintah
atau oleh pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(2)
Anggota
dewan
pendidikan
atau
komite
sekolah/madrasah yang dalam menjalankan tugasnya
melampaui fungsi dan tugas dewan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (2) dan
ayat (4) serta fungsi komite sekolah/madrasah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (1)
dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(1)
(2)
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 217
Satuan pendidikan yang dinyatakan oleh pendirinya
sebagai sekolah internasional sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini, paling lambat 3 (tiga) tahun
sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku, wajib
menyesuaikan menjadi:
a. satuan pendidikan kategori standar atau katagori
mandiri sesuai dengan peraturan yang mengatur
tentang standar nasional pendidikan;
b. satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal;
c. satuan pendidikan bertaraf internasional; atau
d. satuan pendidikan yang diselenggarakan atas dasar
kerja sama satuan pendidikan asing dengan satuan
pendidikan negara Indonesia.
Pasal 218
(1) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
lembaga pendidikan asing atau badan hukum asing
yang ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah
ini wajib menyesuaikan menjadi satuan pendidikan
yang diselenggarakan atas dasar kerja sama satuan
pendidikan asing dengan satuan pendidikan negara
Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini,
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan
Pemerintah ini berlaku.
Article 216
Members of education board or school/madrasah
committee violating provisions as referred to in Article 108
shall be subject to administrative sanction in terms of
written admonition by Government or by local government
under their authority.
Members of education board or school/madrasah
committee who in performing their tasks go beyond their
functions and tasks of education board as referred to in
Article 192 paragraph (2) and paragraph (4) as well as
function of school/madrasah committee as referred to in
Article 196 paragraph (1) shall be subject to administrative
sanction in terms of written admonition by Government or
local government under their authority.
CHAPTER XVII
TRANSITIONAL PROVISIONS
Article 217
Education unit stated by the founder as international school prior
to the validity of this Government Regulation no later than 3
(three) years as of validity of this Government Regulation, shall
adjust to:
a. education unit of standard or independent categories in
accordance with the regulation providing national education
standard;
b. local advantage based education unit;
c. international based education unit; or
d. education unit organized based on cooperation of foreign
education unit with Indonesian education unit.
(1)
Article 218
Education unit organized by the existing foreign education
institution or legal entity prior to validity of this Government
Regulation shall adjust to education unit based on the
cooperation of foreign education and Indonesian education
unit in accordance with this Government Regulation no
later than 3 (three) years as of validity of this Government
Regulation.
80
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan atas dasar
kerja sama lembaga pendidikan asing atau badan
hukum asing dengan lembaga pendidikan atau badan
hukum di Indonesia yang ada sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini, wajib menyesuaikan menjadi
satuan pendidikan yang diselenggarakan atas dasar
kerja sama satuan pendidikan asing dengan satuan
pendidikan negara Indonesia sesuai dengan Peraturan
Pemerintah ini, paling lambat 3 (tiga) tahun sejak
Peraturan Pemerintah ini berlaku.
Pasal 219
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan
belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 220
Pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan,
peraturan pelaksanaan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Prasekolah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3411);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3412);
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3763);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3413);
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3764);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang
Pendidikan Luar Biasa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1991 Nomor 94, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3460);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang
Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3461);
f. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang
Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3484)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
(2)
Education unit organized based on the existing
cooperation of foreign education or foreign legal entity with
education institution or legal entity in Indonesia prior to
validity of this Government Regulation, shall adjust to
education unit organized based on cooperation of foreign
education unit with Indonesian education unit in
accordance with this Government Regulation, no later than
3 (three) years as of validity of this Government
Regulation.
Article 219
Upon commencement of this Government Regulation, all
regulations of the related legislation by managing and organizing
education shall be stipulated to remain valid in so ar as it is not in
conflict with and is not yet replaced based on this Government
Regulation.
Article 220
At the time
this Government Regulation is enacted,
implementing regulations:
a. Government Regulation Number 27 of 1990 regarding Preschool Education (State Gazette of the Republic of Indonesia
of 1990 Number 35, Supplement to State Gazette of the
Republic of Indonesia Number 3411);
b. Government Regulation Number 28 of 1990 regarding Basic
Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of
1990 Number 36, Supplement to State Gazette of the
Republic of Indonesia Number 3412); as already amended
by virtue of Government Regulation Number 55 of 1998
regarding Amendment to Government Regulation Number
28 of 1990 (State Gazette of the Republic of Indonesia of
1998 Number 90, Supplement to State Gazette of the
Republic of Indonesia Number 3763);
c.
Government Regulation Number 29 of 1990 regarding
Secondary Education (State Gazette of the Republic of
Indonesia of 1990 Number 37, Supplement to State Gazette
of the Republic of Indonesia Number 3413); as already
amended by virtue of Government Regulation Number 56 of
1998 regarding Amendment to Government Regulation
Number 29 of 1990 (State Gazette of the Republic of
Indonesia of 1998 Number 91, Supplement to State Gazette
of the Republic of Indonesia Number 3764);
d. Government Regulation Number 72 of 1991 regarding
Extraordinary Education (State Gazette of the Republic of
Indonesia of 1991 Number 94, Supplement to State Gazette
of the Republic of Indonesia Number 3460);
e. Government Regulation Number 73 of 1991 regarding NonFormal Education (State Gazette of the Republic of
Indonesia of 1991 Number 95, Supplement to State Gazette
of the Republic of Indonesia Number 3461);
f. Government Regulation Number 38 of 1992 regarding
Teaching Staff (State Gazette of the Republic of Indonesia of
1992 Number 68, Supplement to State Gazette of the
Republic of Indonesia Number 3484); as already amended
by virtue of Government Regulation Number 39 of 2000
regarding Amendment to Government Regulation Number
38 of 1992 (State Gazette of the Republic of Indonesia of
2000 Number 91, Supplement to State Gazette of the
Republic of Indonesia Number 3974);
81
Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3974);
g. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang
Peranserta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3485);
h. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang
Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 115, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3859);
i. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang
Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan
Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3860); masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
g. Government Regulation Number 39 of 1992 regarding Public
Participation in National Education (State Gazette of the
Republic of Indonesia of 1992 Number 69, Supplement to
State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3485);
h. Government Regulation Number 60 of 1999 regarding
Higher Education (State Gazette of the Republic of
Indonesia of 1999 Number 115, Supplement to State
Gazette of the Republic of Indonesia Number 3859);
i. Government Regulation Number 61 of 1999 regarding
Stipulation of State University as Legal Entity (State Gazette
of the Republic of Indonesia of 1999 Number 116,
Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia
Number 3860) shall remain valid in so far as it is not in
conflict with and is not yet replaced based on this
Government Regulation.
CHAPTER XVIII
CLOSING PROVISIONS
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 221
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Prasekolah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3411);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3412);
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3763);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3413);
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3764);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang
Pendidikan Luar Biasa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1991 Nomor 94, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3460);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang
Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3461);
f. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang
Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3484)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Article 221
When this Government Regulation becomes valid:
a. Government Regulation Number 27 of 1990 regarding Preschool Education (State Gazette of the Republic of Indonesia
of 1990 Number 35, Supplement to State Gazette of the
Republic of Indonesia Number 3411);
b. Government Regulation Number 28 of 1990 regarding Basic
Education (State Gazette of the Republic of Indonesia of
1990 Number 36, Supplement to State Gazette of the
Republic of Indonesia Number 3412); as already amended
by virtue of Government Regulation Number 55 of 1998
regarding Amendment to Government Regulation Number
28 of 1990 (State Gazette of the Republic of Indonesia of
1998 Number 90, Supplement to State Gazette of the
Republic of Indonesia Number 3763);
c.
Government Regulation Number 29 of 1990 regarding
Secondary Education (State Gazette of the Republic of
Indonesia of 1990 Number 37, Supplement to State Gazette
of the Republic of Indonesia Number 3413); as already
amended by virtue of Government Regulation Number 56 of
1998 regarding Amendment to Government Regulation
Number 29 of 1990 (State Gazette of the Republic of
Indonesia of 1998 Number 91, Supplement to State Gazette
of the Republic of Indonesia Number 3764);
d. Government Regulation Number 72 of 1991 regarding
Extraordinary Education (State Gazette of the Republic of
Indonesia of 1991 Number 94, Supplement to State Gazette
of the Republic of Indonesia Number 3460);
e. Government Regulation Number 73 of 1991 regarding NonFormal Education (State Gazette of the Republic of
Indonesia of 1991 Number 95, Supplement to State Gazette
of the Republic of Indonesia Number 3461);
f. Government Regulation Number 38 of 1992 regarding
Teaching Staff (State Gazette of the Republic of Indonesia of
1992 Number 68, Supplement to State Gazette of the
Republic of Indonesia Number 3484); as already amended
by virtue of Government Regulation Number 39 of 2000
regarding Amendment to Government Regulation Number
82
Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3974);
g. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang
Peranserta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3485);
h. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang
Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 115, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3859);
i. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang
Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan
Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3860); dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 222
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Januari 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Januari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
2010 NOMOR 23
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
ttd.
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2010
TENTANG
PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN
38 of 1992 (State Gazette of the Republic of Indonesia of
2000 Number 91, Supplement to State Gazette of the
Republic of Indonesia Number 3974);
g. Government Regulation Number 39 of 1992 regarding Public
Participation in National Education (State Gazette of the
Republic of Indonesia of 1992 Number 69, Supplement to
State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3485);
h. Government Regulation Number 60 of 1999 regarding
Higher Education (State Gazette of the Republic of
Indonesia of 1999 Number 115, Supplement to State
Gazette of the Republic of Indonesia Number 3859);
i. Government Regulation Number 61 of 1999 regarding
Stipulation of State University as Legal Entity (State Gazette
of the Republic of Indonesia of 1999 Number 116,
Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia
Number 3860) has been revoked and declared null and void.
Article 222
This Government Regulation shall become effective as of the
date of its enactment.
For public cognizance, it is ordered to enact this Government
Regulation by publishing the same in the State Gazette of the
Republic of Indonesia.
Issued in Jakarta
Dated January 28, 2010
PRESIDENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA,
Signed
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Enacted in Jakarta
Dated January 28, 2010
MINISTER OF JUSTICE AND HUMAN RIGHTS OF
THE REPUBLIC OF INDONESIA,
Signed
PATRIALIS AKBAR
STATE GAZETTE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA OF 2010
NUMBER 23
True and accurate copies of the original
STATE SECRETARIAT OF THE
REPUBLIC OF INDONESIA
Head Bureau of Laws and
Regulation
For Political and Public Welfare,
Signed
Wisnu Setiawan
ELUCIDATION
ON
GOVERNMENT REGULATION OF THE REPUBLIC OF
INDONESIA
NUMBER 17 OF 2010
REGARDING
MANAGEMENT AND ORGANIZATION OF EDUCATION
83
I.
I. UMUM
Visi sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial
yang kuat dan berwibawa mengisyaratkan bahwa
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada
semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus
berlangsung sinergis. Visi sistem pendidikan nasional
dimaksudkan untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Dalam era globalisasi dan informasi saat ini,
keterbukaan telah menjadi karakteristik kehidupan
yang demokratis, dan hal ini membawa dampak pada
cepat usangnya kebijakan maupun praksis pendidikan.
Parameter kualitas pendidikan, baik dilihat dari segi
pasokan, proses, dan hasil pendidikan selalu berubah.
Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung
jawab bersama Pemerintah, masyarakat dan orang
tua. Oleh sebab itu, pendidikan harus secara terusmenerus perlu ditingkatkan kualitasnya, melalui sebuah
pembaruan yang dapat dipertanggungjawabkan
kepada pemangku kepentingan (stakeholders) agar
mampu mempersiapkan generasi penerus bangsa
sejak dini sehingga memiliki unggulan kompetitif dalam
tatanan kehidupan nasional dan global.
Dunia pendidikan khususnya dan tantangan masa
depan umumnya telah berubah dan berkembang
sedemikian cepatnya. Untuk mengantisipasi serta
merespon perubahan dan perkembangan tersebut,
perlu ditetapkan peraturan perundang-undangan
tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan
yang
responsif
untuk
memaksimalkan
terselenggaranya sistem pendidikan nasional.
Untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang
berkaitan
dengan
pengelolaan
dan
penyelenggaraan
pendidikan
perlu
ditetapkan
peraturan perundang-undangan yang mencakupi:
a. pengelolaan
pendidikan
oleh
Pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,
penyelenggara
pendidikan
yang
didirikan
masyarakat, dan satuan pendidikan;
b. penyelenggaraan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi,
pendidikan nonformal, pendidikan jarak jauh,
pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus,
pendidikan bertaraf internasional dan pendidikan
berbasis keunggulan lokal, pendidikan oleh
perwakilan negara asing dan kerjasama lembaga
pendidikan asing dengan lembaga pendidikan
Indonesia;
c. penyetaraan pendidikan informal;
d. kewajiban peserta didik;
e. pendidik dan tenaga kependidikan;
f. pendirian satuan pendidikan;
g. peran serta masyarakat;
h. pengawasan; dan
i. sanksi.
GENERAL
Vision of national education system as strong and dignified
social infrastructure requires that management and
organization of education at all levels, stages and types of
education by Government, local government, and people
must be exercised synergically. This vision aims at
empowering all Indonesian nationals in order for them to
become quality people capable of responding to the ever
changing challenges proactively.
In the present globalization era and information,
transparency has become democratic life characteristics,
and this matter gives rise to the promptly invalid policy and
praxis of education. Parameter of education quality always
changes in terms of supply, process, and education
results. Responsibility of education becomes responsibility
of Government, community and parents. Therefore, quality
of education shall be continually improved, through
renewal that may be accounted for to the stakeholders in
order to be able to prepare as earliest as possible
generation responsible for continuing the national
aspiration so as to create competitive mainstay in national
and global life order.
Education in particular and the challenges ahead in
general have rapidly been changing and developing. In
order to anticipate and respond to such change and
development, laws and regulation regarding responsive
education management and organization should be
stipulated to maximize operation of the national education
system.
In order to implement provisions set forth in Law Number
20 of 2003 regarding National Education System relating
to management and organization of education,
a
legislative regulation shall be stipulated which covers :
a. Education management by Government, provincial
government,
regency/municipal
government,
education organizer established by people, and
education unit;
b. Organization of early age-child education, basic and
secondary education, higher education, non-formal
education, long-distance education, special education
and special service education, international based
education and local advantage based education,
education by foreign country representative and
foreign education institution cooperation with
Indonesian education institution;
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Informal education equalization;
Student obligation;
Educator and teaching staff;
Education unit establishment;
Public participation;
Supervision; and
Sanction.
84
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Standar pelayanan minimal merupakan batas
minimal pemenuhan standar isi, proses,
kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga
kependidikan,
sarana
dan
prasarana,
pengelolaan,
pembiayaan,
dan
penilaian
pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap
satuan pendidikan dasar dan menengah, serta
pencapaian target pembangunan pendidikan
nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Yang dimaksud dengan “manajemen berbasis
sekolah/madrasah” adalah bentuk otonomi
satuan pendidikan. Dalam hal ini, kepala
sekolah/madrasah dan guru dibantu komite
sekolah/madrasah dalam mengelola pendidikan.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Akreditasi
program
pendidikan
dapat
dinyatakan dalam bentuk sertifikasi program
pendidikan.
Huruf b
Akreditasi
satuan
pendidikan
dapat
dinyatakan dalam bentuk sertifikasi satuan
atau unit pelaksana satuan pendidikan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
II. ARTICLE BY ARTICLE
Article 1
Self-explanatory
Article 2
Self-explanatory
Article 3
Self-explanatory
Article 4
Self-explanatory
Article 5
Self-explanatory
Article 6
Self-explanatory
Article 7
Self-explanatory
Article 8
Self-explanatory
Article 9
Self-explanatory
Article 10
Self-explanatory
Paragraph (1)
Minimum service standard constitutes a minimum limit
to meet standard of contents, processes, graduation
competency, educator and teaching staff, facilities and
infrastructures, management, financing, and education
appraisal that shall be met by each basic and secondary
education unit, and target achievement of national
education development.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
Self-explanatory
“School/madrasah based management” means any
type of education unit autonomy. In this case,
headmaster/madrasah and teacher shall be assisted by
school/madrasah committee in managing education.
Article 11
Self-explanatory
Article 12
Paragraph(1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
Item a
Accreditation of education program may be stated in the
form of education program certification.
Item b
Accreditation of education unit may be stated in the
form of unit certification or implementing unit of
education unit.
Item c
Self-explanatory
Item d
Self-explanatory
Item e
85
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
meliputi bidang intelektual umum, akademik
khusus, kreatif produktif, seni kinestetik,
psikososial/kepemimpinan,
dan
psikomotorik/olahraga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Penetapan target tingkat partisipasi pendidikan
pada tingkat provinsi dilakukan berdasarkan
target tingkat partisipasi nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Penetapan target tingkat partisipasi pendidikan
pada
tingkat
kabupaten/kota
dilakukan
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory
Article 13
Self-explanatory
Article 14
Paragraph (1)
Potential intelligence and/or special talent shall
include general intellectual sector, special
academic, productive creative, kinesthetic arts,
psycho-social
leadership
and
psychomotoric/sports.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
Self-explanatory
Article 15
Self-explanatory
Article 16
Self-explanatory
Article 17
Self-explanatory
Article 18
Self-explanatory
Article 19
Self-explanatory
Article 20
Paragraph (1)
Designation of education participation target level at
province level shall be conducted based on the
national participation target.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory.
Article 21
Self-explanatory
Article 22
Self-explanatory
Article 23
Self-explanatory
Article 24
Self-explanatory
Article 25
Self-explanatory
Article 26
Self-explanatory
Article 27
Self-explanatory
Article 28
Self-explanatory
Article 29
Self-explanatory
Article 30
Self-explanatory
Article 31
Paragraph (1)
Designation of the education participation target
level at regency/municipality level shall be
86
berdasarkan target tingkat partisipasi provinsi
dan target tingkat partisipasi nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
conducted based on provincial participation target
and national participation target.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory.
Article 32
Self-explanatory
Article 33
Self-explanatory
Article 34
Self-explanatory
Article 35
Self-explanatory
Article 36
Self-explanatory
Article 37
Self-explanatory
Article 38
Self-explanatory
Article 39
Self-explanatory
Article 40
Self-explanatory
Article 41
Self-explanatory
Article 42
Self-explanatory
Article 43
Self-explanatory
Article 44
Self-sufficiently.
Article 45
Self-explanatory
Article 46
Self-explanatory
Article 47
Self-explanatory
Article 48
Self-explanatory
Article 49
Self-explanatory
Article 50
Self-explanatory
Article 51
Self-explanatory
Article 52
Self-explanatory
Article 53
Self-explanatory
Article 54
Self-explanatory
Article 55
Self-explanatory
Article 56
Self-explanatory
Article 57
Self-explanatory
Article 58
Self-explanatory
Article 59
87
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “bentuk lain yang
sederajat” dalam ketentuan ini antara lain
Bustanul Athfal (BA), Tarbiyatul Athfal (TA),
Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKQ), Taman
Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), Adi Sekha, dan
Pratama Widyalaya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Bentuk diskriminasi, antara lain, pembedaan
atas dasar pertimbangan gender, agama, etnis,
status sosial, kemampuan ekonomi, dan kondisi
fisik atau mental anak.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Huruf a
Program pembelajaran agama dan akhlak
mulia pada TK, RA, atau bentuk lain yang
sederajat dimaksudkan untuk peningkatan
potensi spiritual peserta didik melalui contoh
pengamalan dari pendidik agar menjadi
kebiasaan sehari-hari, baik di dalam maupun
di luar sekolah sehingga menjadi bagian dari
budaya sekolah.
Huruf b
Program
pembelajaran
sosial
dan
kepribadian pada TK, RA, atau bentuk lain
yang
sederajat
dimaksudkan
untuk
pembentukan kesadaran dan wawasan
peserta didik atas hak dan kewajibannya
sebagai warga masyarakat dan dalam
interaksi sosial serta pemahaman terhadap
diri dan peningkatan kualitas diri sebagai
manusia sehingga memiliki rasa percaya diri.
Huruf c
Program
pembelajaran
orientasi
dan
pengenalan pengetahuan dan teknologi pada
TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat
dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta
didik secara akademik memasuki SD, MI,
Self-explanatory
Article 60
Self-explanatory
Article 61
Self-explanatory
Article 62
Paragraph (1)
“Other equivalent types” mean in these provisions
among others Bustanul Athfal (BA), Tarbiyatul
Athfal (TA), Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an (TKQ),
Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), Adi Sekha,
and Pratama Widyalaya.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory
Article 63
Self-explanatory
Article 64
Paragraph (1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
The type of discrimination is among others
discrimination against gender (gender bias),
religion, ethnics, social status, economy capability,
and child physical and mental condition.
Paragraph (3)
Self-explanatory
Article 65
Self-explanatory
Article 66
Paragraph (1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
Self-explanatory
Item a
Religion learning and noble morality
programs at TK, RA, or other equivalent
forms are intended to improve potential
spiritual of student through sample of
experiences from the educator in order that it
can become a daily habit, both within and
outside school thereby being a part of school
culture.
Item b
Social and personality learning programs at
TK, RA, or other equivalent forms are
intended to form awareness and insight of
students into their rights and obligations as
social member and in social interaction and
self-understanding and improvement of selfquality as human being thereby having selfconfidence.
Item c
Orientation learning program and knowledge
skill and technology at TK, RA, or other
equivalent forms are intended to prepare
students academically to go into SD, MI or
other equivalent forms by laying stress on
88
atau bentuk lain yang sederajat dengan
menekankan pada penyiapan kemampuan
berkomunikasi
dan
berlogika
melalui
berbicara, mendengarkan, pramembaca,
pramenulis dan praberhitung yang harus
dilaksanakan secara hatihati, tidak memaksa,
dan menyenangkan sehingga anak menyukai
belajar.
Huruf d
Program pembelajaran estetika pada TK, RA,
atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan
untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan
mengekspresikan diri dan kemampuan
mengapresiasi keindahan dan harmoni yang
terwujud dalam tingkah laku keseharian.
Huruf e
Program pembelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan pada TK, RA, atau bentuk lain
yang
sederajat
dimaksudkan
untuk
meningkatkan potensi fisik dan menanamkan
sportivitas serta kesadaran hidup sehat dan
bersih.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang
dimaksud
dengan
“stimulasi
psikososial” dalam ketentuan ini adalah
rangsangan pendidikan yang menumbuhkan
kepekaan memahami dan bersikap terhadap
lingkungan sosial sekitarnya. Misalnya
memahami dan bersikap sopan kepada
orang tua, saudara, dan teman.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Ayat (1)
Bentuk lain yang sederajat dengan SD dan MI
antara lain Paket A, pendidikan diniyah dasar,
sekolah dasar teologi Kristen (SDTK), adi
widyalaya, dan culla sekha.
Ayat (2)
Bentuk lain yang sederajat dengan SMP dan
MTs antara lain Paket B, pendidikan diniyah
menengah pertama, sekolah menengah pertama
teologi Kristen (SMPTK), madyama vidyalaya
(MV), dan majjhima sekha.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
the preparation of communicating and
expressing logic through speech, hearing,
pre-reading, pre-writing and pre-calculating
that shall be conducted carefully, not forcing,
and should be enjoyable so that the students
love to study.
Item d
Esthetics learning program at TK, RA, or
other equivalent forms is intended to improve
sensitivity, capability to express beauty and
harmony materialized in routine behavior.
Item e
Physical learning, sports and health programs
at TK, RA or other equivalent forms is
intended to improve physical potentials and
enhance sports and healthy and clean life
awareness.
Paragraph (3)
Item a
Self-explanatory
Item b
Self-explanatory
Item c
Self-explanatory
Item d
“psycho-socio stimulation” in this provision
means an education stimulation which grows
sensitivity to understand and behave towards
social environment
in the vicinity, for
instance understanding and polite attitude to
the parents, brothers, and friends.
Item e
Self-explanatory
Article 67
Self-explanatory
Article 68
Paragraph (1)
Other equivalent forms to SD and MI among others
Package A, basic diniyah education, Christian
theology basic school (SDTK), adi widayalaya, and
culia sekha.
Paragraph (2)
Other equivalent forms to SMP and MTs among
others Package B, the first secondary diniyah
education, first Christian theology secondary school
(SMPTK), madyama vidyalaya (MV), and majjhima
sekha.
Article 69
Self-explanatory
Article 70
Self-explanatory
Article 71
Self-explanatory
Article 72
Self-explanatory
89
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud “tes bakat skolastik (scholastic
aptitude test)” merupakan tes kemampuan
umum anak.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Tujuan pendidikan menengah dalam ketentuan
pasal ini dimaksudkan dalam rangka mengantarkan
peserta didik agar mampu hidup produktif dan
beretika dalam masyarakat majemuk, serta menjadi
warga negara yang taat hukum dalam konteks
kehidupan global yang senantiasa berubah.
Pasal 78
Ayat (1)
Bentuk lain yang sederajat dengan SMA dan MA
antara lain Paket C, pendidikan diniyah
menengah atas, sekolah menengah teologi
Kristen (SMTK), sekolah menengah agama
Kristen (SMAK), utama vidyalaya (UV), dan
mahasekha.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Ayat (1)
Penjurusan pada SMK, MAK, atau bentuk lain
yang sederajat akan menentukan cakupan mata
pelajaran pada setiap jenis bidang studi
keahlian. Bentuk bidang studi keahlian
merupakan unit akademik terkecil dalam
pendidikan kejuruan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Article 73
Self-explanatory
Article 74
Paragraph (1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
Self-explanatory
Paragraph (5)
“Scholastic aptitude test” means a child’s general
capability test.
Article 75
Self-explantory
Article 76
Self-explanatory
Article 77
Aims of the secondary education set forth in the
provisions of this article hereof is intended to help
students to be able to live more productively and
more ethically within a pluralist community, and
become obedient citizens within the context of the
ever-changing global life.
Article 78
Paragraph (1)
Other equivalent forms to SMA and MA are among
others Package C, secondary diniyah education,
Christian theology secondary school (SMTK),
Christian theology secondary school (SMAK),
utama vidyalaya (UV), and mahsekha.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory
Article (79)
Self-explanatory
Article 80
Paragraph (1)
Departmentalization within the SMK, MAK, or
other equivalent forms will determine coverage of
subjects at each kind of program study program.
The form of skill study program constitutes the
smallest academic unit in vocational studies.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
Self-explanatory
Paragraph (5)
Self-explanatory
Article 81
Self-explaantory
Article 82
Self-explanatory
Article 83
90
Cukup jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Termasuk
produk
ilmu
pengetahuan,
teknologi, seni, atau olahraga, antara lain,
dalam bentuk artikel, desain, paten, atau
bahan ajar.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “satuan kredit semester”
dalam ketentuan ini adalah beban belajar
mahasiswa dan beban kerja dosen dalam sistem
kredit semester (SKS).
Banyaknya SKS yang diberikan untuk mata
kuliah atau proses pembelajaran lainnya
merupakan pengakuan atas keberhasilan usaha
untuk
menyelesaikan
kegiatan
akademik
bersangkutan. Dalam setiap semester, 1 (satu)
sks sama atau setara dengan 3 (tiga) jam beban
belajar yang mencakup kegiatan tatap muka,
kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri untuk
kurun waktu 16 (enam belas) minggu efektif.
Ayat (2)
Dalam setiap semester, 1 (satu) satuan kredit
semester sama dengan beban studi setiap
minggu berupa 1 (satu) jam tatap muka, 1 (satu)
jam kegiatan terstruktur, dan 1 (satu) jam
kegiatan mandiri untuk kurun waktu 16 (enam
belas) minggu efektif dengan 16 (enam belas)
kali pertemuan. Satu mata kuliah berbobot 3
(tiga) satuan kredit semester berarti sama
dengan kegiatan studi 3 (tiga) jam tatap muka, 3
(tiga) jam kegiatan terstruktur, dan 3 (tiga) jam
kegiatan mandiri selama 16 (enam belas)
minggu.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Self-explanatory
Article 84
Paragraph (1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
Item a
Self-explanatory
Item b
Included within
a knowledge product,
technology, arts, or sports are, among others,
article, design, patent, or materials.
Article 85
Self-explanatory
Article 86
Self-explanatory
Article 87
Paragraph (1)
“Semester credit unit” in this provision means
student’s learning load and lecturer’s workload
within the semester credit system (SKS).
The number of semester credit systems provided
for subjects or other learning processes
constitutes a recognition of their success in their
efforts
to complete the relevant academic
activities. Within each semester, 1 (one) sks is
equivalent to 3 (three) hours of study which covers
a face to face activity, structured activity, and
independent activity for a period of 16 (sixteen)
effective weeks.
Paragraph (2)
Within each semester, 1 (one) semester credit unit
is equal to study load every week in terms of 1
(one) hour face to face, 1 (one) hour structured
activity, and 1 (one) hour independent activity for a
period of 16 (sixteen) effective weeks with 16
(sixteen) meetings. One subject has load of 3
(three) semester credit units which is equal to
study activity 3 (three) hours face to face, 3 (three)
hours structured activity, and 3 (three) hours
independent activity for 16 (sixteen) weeks.
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
Self-explanatory.
Article 88
Self-explanatory
Article 89
Self-explanatory
Article 90
Paragraph (1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
91
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “program kembaran”
dalam ketentuan ini adalah program yang
dilaksanakan secara bersama oleh dua
perguruan
tinggi
atau
lebih
untuk
melaksanakan suatu program studi. Ijazah
dan
gelar
yang
diberikan
dilakukan
berdasarkan kesepakatan dari kedua belah
pihak dengan memperhatikan berbagai
persyaratan pemberian ijazah maupun gelar
akademik dari tiaptiap perguruan tinggi dalam
rangka pengendalian mutu.
Persetujuan senat akademik dalam hal ini
diperlukan untuk menjamin bahwa kerjasama
ini telah dikaji dengan baik sebelumnya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pertukaran dosen dapat dilakukan antara lain
melalui program cuti sabatikal (sabatical
leave), cuti panjang untuk mengadakan
penelitian atau mengikuti kursus untuk
menyegarkan ilmu, yang tata caranya dapat
diatur oleh tiap-tiap perguruan tinggi.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penelitian dasar” dalam
ketentuan ini adalah penelitian yang berorientasi
tentang penjelasan fenomena alam (penelitian
untuk ilmu) yang melandasi penelitian terapan
dan penelitian pengembangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Item a
Self-explanatory
Item b
“Twinning program” in these provisions means
a program jointly conducted by two or more
universities to carry out a study program.
Certificate and degree conferred
shall be
based on agreement made by both parties with
due observance of various requirements for
granting the certificate and academic degree
from each university in the framework of quality
control.
Approval of academic senate in this case shall
be required to guarantee that this cooperation
has been previously reviewed.
Item c
Self-explanatory
Item d
Self-explanatory
Item e
Exchange of lecturers may be conducted
among others through sabbatical leave, longleave to conduct a research or take course for
refreshing science, of which the procedures
may be regulated by each university.
Item f
Self-explanatory
Item g
Self-explanatory
Item h
Self-explanatory
Item i
Self-explanatory
Item j
Self-explanatory
Paragraph (5)
Self-explanatory
Paragraph (6)
Self-explanatory
Article 91
Self-explaantory
Article 92
Self-explanatory
Article 93
Paragraph (1)
“Basic research” in this provision means natural
phenomenon oriented research (research for
science) which serves as the basis for applied
research and development research.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
Self-explanatory
Paragraph (5)
Self-explanatory
92
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Contoh gelar lulusan pendidikan profesi antara
lain Ak. untuk akuntansi, Apt. untuk apoteker
yang ditulis di belakang nama yang berhak, dan
dr. untuk dokter yang ditulis di depan nama yang
berhak.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Ayat (1)
Pendidikan
nonformal
berfungsi
sebagai
pengganti,
penambah,
dan
pelengkap
pendidikan formal bagi peserta didik yang
karena berbagai hal tidak dapat mengikuti
kegiatan pembelajaran pada satuan pendidikan
formal atau peserta didik memilih jalur
pendidikan
nonformal
untuk
memenuhi
kebutuhan belajarnya.
Jenis-jenis
pendidikan
nonformal
yang
mempunyai fungsi pengganti pendidikan formal,
adalah: Program Paket A setara SD, Program
Paket B setara SMP, dan Program Paket C
setara SMA serta kursus dan pelatihan.
Pendidikan
nonformal
berfungsi
sebagai
penambah pada pendidikan formal apabila
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
diperoleh peserta didik pada satuan pendidikan
formal dirasa belum memadai. Pendidikan
nonformal berfungsi sebagai pelengkap apabila
peserta didik pada satuan pendidikan formal
Paragraph (6)
Self-expalanatory
Paragraph (7)
Self-explanatory
Paragraph (8)
Self-explanatory.
Article 94
Self-explanatory
Article 95
Self-explanatory
Article 96
Self-explanatory
Article 97
Self-explanatory
Article 98
Self-explanatory
Paragraph (1)
Self-explanatory.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
For instance degree of professional education
graduation among others Ak. for Accounting, Apt. for
pharmacist written at the back of the entitled name,
and dr. for doctor written in the front of the name of the
entitled person.
Paragraph (5)
Self-explaantory
Paragraph (6)
Self-explanatory
Article 99
Self-explanatory
Article 100
Self-explanatory
Article 101
Self-explanatory
Article 102
Paragraph (1)
Non-formal
education
functions
as
complementary,
supplementary
of
formal
educations for students that for some reasons are
unable to take learning activity in a formal
education or students choose non-formal
education program to meet their needs for their
studies.
The types of non-formal education having substituting
function of for formal education are: Program Package
A equivalent to SD, Program Package B equivalent to
SMP, and Program Package C equivalent to SMA and
course and training.
Non-formal education functions as supplement to
formal education if knowledge, skill and attitude
obtained by students in a formal education unit are
considered insufficient. Non-formal education
functions as supplement if the students in formal
education unit are considered necessary to add
knowledge, skill and attitude through non-formal
93
merasa perlu untuk menambah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap melalui jalur pendidikan
nonformal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 103
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “lembaga akreditasi lain”
seperti Lembaga Akreditasi Lembaga Pelatihan
Kerja dan Lembaga Sertifikasi Profesi
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “ujian kesetaraan”
adalah ujian kesetaraan dengan hasil belajar
pada akhir pendidikan formal.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kelompok bermain”
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan program pendidikan dalam
bentuk bermain sambil belajar bagi anak usia 2
(dua) sampai 6 (enam) tahun dengan prioritas 2
(dua)
sampai 4
(empat)
tahun
yang
memperhatikan aspek kesejahteraan sosial
anak.
Yang dimaksud dengan “taman penitipan anak”
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan program pendidikan dalam
bentuk bermain sambil belajar bagi anak usia nol
sampai enam tahun dengan prioritas nol sampai
empat tahun yang memperhatikan aspek
pengasuhan dan kesejahteraan sosial anak.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “satuan pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan nonformal yang
sejenis” adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
nonformal yang menyelenggarakan program
pendidikan dalam bentuk bermain sambil belajar
bagi anak usia nol sampai 6 (enam) tahun yang
education program.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory
Article 103
Paragraph (1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
Self-explanatroy
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
“Other accreditation institutions” mean such as
Accreditation Institution, Work Training Institution
and Profession Certification Institution.
Paragraph (5)
Self-explanatory
Paragraph (6)
Self-explanatory.
Paragraph (7)
“Equality test” means equality test with the study
results at end of formal education.
Article 104
Self-explanatory
Article 105
Self-explanatory
Article 106
Self-explanatory.
Article 107
Paragraph (1)
“Playgroup” means one of types of early age-child
education unit in non-formal education program
organizing education program in the form of
playing while studying for children at the age of 2
(two) through 6 (six) years with priority of 2 (two)
through 4 (four) years by duly observing the child
social welfare aspects.
“Child Care” means one of types of education units
for early age-child of non-formal education
organizing education program in the form of
playing while studying for children of up to six
years with priority for children of up to four years
by duly observing child social care and welfare
aspects.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
“Early age-child education unit for similar nonformal education” means one of types of age-child
education unit in non-formal education organizing
education program in the form of playing while
studying for age-child under zero through 6 (six)
years that may be organized in the form of
independent or integrated program with various
services of earlier age-child and in the religion
94
dapat diselenggarakan dalam bentuk program
secara mandiri atau terintegrasi dengan
berbagai layanan anak usia dini dan di lembaga
keagamaan yang ada di masyarakat.
Pasal 108
Ayat (1)
Kecakapan personal mencakupi kecakapan
dalam melakukan ibadah sesuai dengan agama
yang dianutnya, kecakapan dalam pengenalan
terhadap kondisi dan potensi diri, kecakapan
dalam melakukan koreksi diri, kecakapan dalam
memilih dan menentukan jalan hidup pribadi,
percaya diri, kecakapan dalam menghadapi
tantangan dan problema serta kecakapan dalam
mengatur diri.
Kecakapan sosial mencakupi kecakapan dalam
hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, kecakapan bekerja sama
dengan
sesama,
kecakapan
dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan, empati
atau tenggang rasa, kepemimpinan dan
tanggung jawab sosial. Kecakapan estetis
mencakupi kecakapan dalam meningkatkan
sensitifitas, kemampuan mengekspresikan, dan
kemampuan mengapresiasi keindahan dan
harmoni.
Kecakapan kinestetis mencakupi kecakapan
dalam meningkatkan potensi fisik untuk
mempertajam kesiapan, gerakan terbimbing,
gerakan refleks, gerakan yang kompleks, dan
gerakan improvisasi individu.
Kecakapan
intelektual mencakupi kecakapan terhadap
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi
dan/atau seni sesuai dengan bidang yang
dipelajari, berpikir kritis dan kreatif, kecakapan
melakukan penelitian dan percobaanpercobaan
dengan pendekatan ilmiah.
Kecakapan vokasional mencakupi kecakapan
dalam memilih bidang pekerjaan, mengelola
pekerjaan, mengembang profesionalitas dan
produktivitas kerja dan kode etik bersaing dalam
melakukan pekerjaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
institution in the community.
Article 108
Paragraph (1)
Personal competence includes competence in
performing worship in accordance with the religion
he/she follows, competence in knowing condition
and self-potential, competence in making selfcorrection,
competence
in
selecting
and
determining personal way of life, self-confidence,
competence in facing challenge and problems and
self-management competence.
Social competence includes competence in
familial life, social, national, competence in
cooperation with other parties, self-adjustment to
environment, empathy or tolerance, leadership
and social corporate. Esthetical competence
includes competence to improve sensitivity,
express, and appreciate beauty and harmony.
Kinesthetic competence includes competence to
improve physical potency to sharpen readiness,
guided, reflexive, complex, and improved
movements and improvised individual movement.
Intellectual competence includes competence
towards scientific mastery, technology and/or arts
in accordance with sectors of learning, critical and
creative thoughts to do research and trial by
scientific approaches.
Vocational competence includes competence in
selecting work section, managing work, developing
professionalism and productivity and competitive
ethical codes in carrying out the work.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
Self-explanatory
Paragraph (5)
Self-explanatory.
Article 109
Self-explanatory
Article 110
Self-explanatory
Article 111
Self-explanatory
Article 112
Self-explanatory
Article 113
Self-expalanatory
Article 114
95
Ayat (1)
Program Paket C Kejuruan merupakan program
pendidikan nonformal yang menyelenggarakan
pendidikan kejuruan setara SMK atau MAK.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “karakteristik terbuka”
adalah sistem pendidikan yang diselenggarakan
dengan
fleksibilitas
pilihan
dan
waktu
penyelesaian program. Peserta didik dapat
belajar sambil bekerja, atau mengambil program
pendidikan yang berbeda secara terpadu dan
berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka
atau jarak jauh. Yang dimaksud dengan “belajar
mandiri” adalah proses belajar yang dilakukan
peserta didik secara peseorangan atau
kelompok dengan memanfaatkan berbagai
sumber belajar dan mendapat bantuan atau
bimbingan
belajar
atau
tutorial
sesuai
kebutuhan.
Yang dimaksud dengan “belajar tuntas” adalah
proses pembelajaraan untuk mencapai taraf
penguasaan kompetensi (mastery level) sesuai
dengan tuntutan kurikulum. Peserta didik dapat
mencapai tingkat penguasaan kompetensi yang
dipersyarakan dengan kecepatan yang berbedabeda. Proses belajar berlangsung secara
bertahap dan berkelanjutan. Misalnya, seorang
peserta didik baru dapat menempuh kegiatan
belajar (learning tasks) berikutnya apabila telah
menguasai kompetensi yang telah disyaratkan
Paragraph (1)
Program Package C Vocation is a non-formal
education
program
organizing
vocational
education equivalent to SMK or MAK.
Paragraph (2)
Self-explanatory.
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
Self-explanatory
Paragraph (5)
Self-explanatory
Paragraph (6)
Self-explanatory
Paragraph (7)
Self-explanatory
Paragraph (8)
Self-explanatory
Paragraph (9)
Self-explanatory
Paragraph (10)
Self-explanatory
Paragraph (11)
Self-explanatory
Paragraph (12)
Self-explanatory
Article 115
Self-explanatory
Article 116
Self-explanatory
Article 117
Self-explanatory
Article 118
Paragraph (1)
Self-explanatory.
Paragraph (2)
“Open characteristic” means an education system
organized by flexible option and program
completion time. Students may study while
working, or take different education program on
the integrated and continuous basis through face
to face or long-distance learning. “Independent
learning” means learning process conducted by
students individually or group using various
sources of study and obtaining assistance or
guidance or tutorial as needed.
“Complete study” means any learning process to
reach and master competency (mastery level) as
demanded by the curriculum. Students may reach
mastery level so required at different speeds.
Learning process lasts gradually and continually.
For instance, a new student may take the
subsequent learning tasks if the latter has
mastered as required in the previous learning
tasks.
96
dalam kegiatab belajar sebelumnya.
Pasal 119
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “moda pembelajaran”
adalah kerangka konseptual dan operasional
yang digunakan untuk mengorganisasikan
belajar dan pembelajaran.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 120
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pengorganisasian
pendidikan jarak jauh modus tunggal” adalah
penyelenggaraan pendidikan jarak jauh dalam
satu satuan pendidikan formal pada berbagai
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pada tingkat
pendidikan tinggi pengorganisasian modus
tunggal adalah seperti yang diselenggarakan
oleh Universitas Terbuka di Indonesia, Shukothai
Thammathirat Open University di Thailand, dan
University on the Air di China.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pengorganisasian
modus
ganda”
adalah
penyelenggaraan
pendidikan jarak jauh bersamaan dengan
pendidikan tatap muka pada berbagai jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan tatap
muka tersebut terikat dengan jadwal waktu dan
tempat seperti yang berlangsung pada lembaga
pendidikan umumnya.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pengorganisasian
modus konsorsium” adalah penyelenggaraan
pendidikan jarak jauh pada berbagai jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan oleh beberapa
satuan pendidikan secara bersama (kolaboratif).
Misalnya, suatu perguruan tinggi bekerjasama
dengan perguruan tinggi lain atau lembaga lain
dalam bentuk program pendidikan tumpang lapis
(sandwich) atau kembaran (twinning) jarak jauh,
dan universitas maya (cyber university).
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 121
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pendidikan jarak jauh
Article 119
Paragraph (1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
Item a
“Learning mode” means conceptual and
operational framework used to organize
learning and teaching.
Item b
Self-explanatory
Item c
Self-explanatory
Item d
Self-explanatory.
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
Self-explanatory
Article 120
Paragraph (1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
“single
modus
long-distance
education
organization” means organization of long-distance
education in a formal education in various lines,
grades, and type of education. At university level,
single modus organization is as organized by
Open University in Indonesia, Shukothai
Thammathirat Open University in Thailand, and
University on the Air in China.
Paragraph (3)
“Organization of twinning modus” means
organization of long-distance education along with
face to face education in various stages, levels
and types of education. Such face to face
education is bound by time schedule and place as
happens in other general /conventional education
institutions.
Paragraph (4)
“Consortium
modus
organization”
means
organization of long-distance education in various
phases, stages, levels and types of education by
various collaborative education units. For instance,
a university cooperates with other universities or
institutions in the form of sandwich education
program or long-distance twinning, and cyber
university.
Paragraph (5)
Self-explanatory
Article 121
Paragraph (1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
“Long-distance education with scope of subject”
97
dengan lingkup mata pelajaran atau mata kuliah”
adalah
suatu
satuan
pendidikan
yang
menyelenggarakan pendidikan jarak jauh hanya
untuk satu mata pelajaran, misalnya SMA
menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh
untuk mata pelajaran bahasa Inggris.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pendidikan jarak jauh dengan lingkup satuan
pendidikan antara lain pendidikan yang
diselenggarakan oleh SMP Terbuka dan SMA
Terbuka yang menyelenggarakan pendidikan
SMP dan SMA, dan Universitas Terbuka yang
menyelenggarakan program pendidikan tinggi.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang
dimaksud
dengan
“peraturan
perundangundangan” dalam ketentuan ini,
misalnya, Undang-undang Nomor 32 Tahun
2002 tentang Penyiaran, Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Kebebasan
Memperoleh Informasi Publik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “menjamin” adalah:
a. membantu tersedianya sarana dan prasarana
serta pendidik dan tenaga kependidikan yang
diperlukan oleh peserta didik berkelainan;
means any education unit organizing a longdistance education for one subject, for instance
SMA organizes long-distance learning for English
subject.
Paragraph (3)
Self-sufficiently.
Paragraph (4)
Long-distance education with scope of education
unit among others education organized by Open
SMP and SMA, and Open University organizing
university program.
Article 122
Self-explanatory
Article 123
Self-explanatory
Article 124
Self-explanatory
Article 125
Paragraph (1)
Item a
Self-explanatory
Item b
Self-explanatory
Item c
Self-explanatory
Item d
Self-explanatory
Item e
Self-explanatory
Item f
“Laws and regulation” mean Law Number 32
of 2002 regarding Broadcasting, Law Number
14 of 2008 regarding Freedom to obtain Public
Information.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Article 126
Self-explanatory
Article 127
Self-explanatory
Article 128
Self-explanatory
Article 129
Self-explanatory
Article 130
Self-explanatory
Article 131
Self-explanatory
Paragraph (1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
“Securing” means:
a. Helping to make available facilities and
infrastructure and educator and teaching staff
required by problem students; or
98
atau
b. memberi sanksi administratif kepada satuan
pendidikan yang memiliki sumber daya yang
tidak menerima peserta didik berkelainan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
b. Imposing administrative sanction to education
unit having resources, which does not receive
peculiar students.
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
Self-explanatory
Paragraph (5)
Self-explanatory
Paragraph (6)
Self-explanatory
Paragraph (7)
Self-explanatory
Pasal 132
Cukup jelas.
Article 132
Self-explanatory
Pasal 133
Ayat (1)
Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk
taman kanak-kanak luar biasa, antara lain,
taman kanak-kanak khusus, atau taman kanakkanak istimewa.
Ayat (2)
Huruf a
Sebutan lain yang sejenis dan sederajat
untuk sekolah dasar luar biasa, antara lain,
sekolah dasar khusus atau sekolah dasar
istimewa.
Huruf b
Sebutan lain yang sejenis dan sederajat
untuk sekolah menengah pertama luar biasa,
antara lain, sekolah menengah pertama
khusus atau sekolah menengah pertama
istimewa.
Ayat (3)
Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk
sekolah menengah atas luar biasa, antara lain,
sekolah menengah atas khusus atau sekolah
menengah atas istimewa. Sebutan lain yang
sejenis dan sederajat untuk sekolah menengah
kejuruan luar biasa, antara lain, sekolah
menengah kejuruan khusus atau sekolah
menengah kejuruan istimewa.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 134
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan
manusia untuk memahami dan melaksanakan
ajaran
agama.
Kecerdasan
intelektual
merupakan kecerdasan manusia yang terutama
digunakan manusia untuk berhubungan dengan
mengelola alam. Keceredasan emosional
merupakan kecerdasan manusia yang terutama
digunakan untuk mengelola emosi diri sendiri
Article 133
Paragraph (1)
Other similar and equivalent term
for
extraordinary kindergarten, among others special
kindergarten.
Paragraph (2)
Item a
Other similar and equivalent term for
extraordinary elementary school, among
others special elementary school.
Item b
Other similar and equivalent name for the first
secondary extraordinary school, among
others, special first secondary school.
Paragraph (3)
Other similar and equivalent term
for
extraordinary senior high school, among others,
specific secondary school or special secondary
school. Other similar and equivalent terms for
extraordinary vocational secondary school,
among others specific vocational school or
special vocational secondary school.
Paragraph (4)
Self-explanatory
Paragraph (5)
Self-explanatory
Article 134
Paragraph(1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
Spiritual intelligence is a human intelligence to
understand and perform religious teaching.
Intellectual wit is a human intelligence chiefly
used by humans in connection with natural
management. Emotional intelligence is a human
intelligence chiefly used to manage self-emotion
and relations with other parties and public with
empathy attitude.
99
dan hubungan dengan orang lain dan
masyarakat dengan sikap empati.
Kecerdasan sosial merupakan kecerdasan
manusia yang terutama digunakan untuk
berhubungan dan bekerja sama dengan orang
lain
dan
masyarakat
serta
hubungan
antarmanusia. Kecerdasan estetik merupakan
kecerdasan manusia yang berhubungan dengan
rasa keindahan, keserasian, dan keharmonisan.
Kecerdasan kinestetik merupakan kecerdasan
manusia yang berhubungan dengan koordinasi
gerak tubuh seperti yang dilakukan penari dan
atlet.
Pasal 135
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Program
percepatan
adalah
program
pembelajaran
yang
dirancang
untuk
memberikan kesempatan kepada peserta
didik mencapai standar isi dan standar
kompetensi lulusan dalam waktu yang lebih
singkat dari waktu belajar yang ditetapkan.
Misalnya, lama belajar 3 (tiga) tahun pada
SMA dapat diselesaikan kurang dari 3 (tiga)
tahun.
Huruf b
Program
pengayaan
adalah
program
pembelajaran
yang
dirancang
untuk
memberikan kesempatan kepada peserta
didik guna mencapai kompetensi lebih luas
dan/atau lebih dalam dari pada standar isi
dan standar kompetensi lulusan. Misalnya,
cakupan dan urutan mata pelajaran tertentu
diperluas
atau
diperdalam
dengan
menambahkan aspek lain seperti moral,
etika, aplikasi, dan saling keterkaitan dengan
materi lain yang memperluas dan/atau
memperdalam bidang ilmu yang menaungi
mata pelajaran tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penyelenggaraan pendidikan layanan khusus
Social intelligence is human intelligence chiefly
used to make coordination and cooperation with
other parties and public and inter-human
relationship. Esthetic intelligence is a human
intelligence relating to sense of beauty, secrecy,
and harmony.
Kinesthetic intelligence is a human intelligence
relating to gesture as is normally displayed by
dancers and athletes.
Article 135
Paragraph (1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
Item a
Acceleration program shall be learning
program designed to provide opportunity to
the students in achieving standard of
contents and graduation competency
standard within the shortest period of time
from the given learning study. For instance,
length of learning 3 (three) years at SMA
may be completed less than 3 (three) years.
Item b
Enrichment program shall mean a learning
program designed to provide opportunity for
students to reach wider and/or deeper
competency compared to standard contents
and graduate competency. For instance,
coverage and order of special subjects are
expanded or deepened by adding other
aspects such as morality, ethics, application,
and interconnected with other materials
which expand and/or deepen the science
which acts as the umbrella of the subject.
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
Self-explanatory
Paragraph (5)
Self-explanatory
Article 136
Self-explanatory
Article 137
Self-explanatory
Article 138
Self-explanatory.
Article 139
Self-explanatory
Article 140
Paragraph (1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
Organization of special service education within
100
pada jalur pendidikan formal, antara lain, dalam
bentuk:
a. sekolah atau madrasah kecil;
b. sekolah atau madrasah terbuka;
c. pendidikan jarak jauh;
d. sekolah atau madrasah darurat;
e. pemindahan peserta didik ke daerah lain;
dan/atau
f. bentuk lain yang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Yang dimaksud dengan “negara maju” adalah
negara yang mempunyai keunggulan di bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni tertentu.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163
Ayat (1)
Sistem pendidikan negara lain meliputi
kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan/atau
formal education program shall be among others
in the form of:
a. Small school or madrasah;
b. Open school or madrasah;
c. Long-distance education;
d. Emergency school or madrasah;
e. Relocation of students to other regions;
and/or
f.
Other forms, which are not in conflict with
the prevailing laws and regulation.
Article 141
Self-explanatory.
Article 142
Self-explanatory
Article 143
“Advanced country” means any country having
superiorty in the field of particular science, technology
and arts.
Article 144
Self-explanatory
Article 145
Self-explanatory
Article 146
Self-explanatory
Article 147
Self-explanatory
Article 148
Self-explanatory
Article 149
Self-explanatory
Article 150
Self-explanatory
Article 151
Self-explanatory
Article 152
Self-explanatory
Article 153
Self-explanatory
Article 154
Self-explanatory
Article 155
Self-explanatory
Article 156
Self-explanatory
Article 157
Self-explanatory
Article 158
Self-explanatory
Article 159
Self-explanatory
Article 160
Self-explanatory
Article 161
Self-explanatory.
Article 162
Self-explanatory
Article 163
Paragraph (1)
Self-explanatory
Other country education systems include
curriculum, learning, evaluation, and/or
101
penjenjangan pendidikan yang secara resmi
berlaku di negaranya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 164
Cukup jelas.
Pasal 165
Cukup jelas.
Pasal 166
Cukup jelas.
Pasal 167
Cukup jelas.
Pasal 168
Cukup jelas.
Pasal 169
Cukup jelas.
Pasal 170
Cukup jelas.
Pasal 171
Ayat (1)
Sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya
antara lain pamong pendidikan anak usia dini, guru
pembimbing khusus, dan narasumber teknis.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Konselor dalam ketentuan ini termasuk guru
bimbingan dan konseling.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 172
Cukup jelas
Pasal 173
Cukup jelas.
Pasal 174
Cukup jelas.
Pasal 175
Cukup jelas.
Pasal 176
Cukup jelas.
Pasal 177
staging of education officially valid in the
relevant country.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-expalantory
Article 164
Self-explanatory
Article 165
Self-explanatory
Article 166
Self-explanatory
Article 167
Self-explanatory
Article 168
Self-explanatory
Article 169
Self-explanatory
Article 170
Sel-explanatory
Article 171
Paragraph (1)
Other terms in accordance with specialty among
others early-age child tutor, special guidance teacher,
and technical informant.
Paragraph (2)
Item a
Self-explanatory
Item b
Self-explanatory
Item c
Counselor in this provisions includes guidance
teacher and counseling.
Item d
Self-explanatory
Item e
Self-explanatory
Item f
Self-explanatory
Item g
Self-explaantory
Item h
Self-explanatory
Item i
Self-explanatory
Item j
Self-explanatory
Item k
Self-explanatory
Article 172
Self-explanatory
Article 173
Self-explanatory
Article 174
Self-explanatory
Article 175
Self-explanatory
Article 176
Self-explanatory
Article 177
Self-explanatory
102
Cukup jelas.
Pasal 178
Cukup jelas
Pasal 179
Cukup jelas.
Pasal 180
Cukup jelas.
Pasal 181
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Apabila pendidik merasa bahwa peserta didik
memerlukan pembelajaran tambahan, dengan
kebutuhan itu dipenuhi melalui program remedial
sesuai ketentuan kurikulum yang berlaku.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 182
Cukup jelas.
Pasal 183
Cukup jelas.
Pasal 184
Cukup jelas.
Pasal 185
Cukup jelas.
Pasal 186
Cukup jelas.
Pasal 187
Cukup jelas.
Pasal 188
Ayat (1)
Masyarakat yang berperan serta, antara lain,
orang tua atau wali peserta didik, keluarga
peserta didik, komunitas di sekitar satuan
pendidikan,
organisasi
profesi
pendidik,
organisasi orang tua atau wali peserta didik,
organ representasi pemangku kepentingan
satuan
pendidikan
seperti
komite
sekolah/madrasah dan majelis wali amanah
perguruan tinggi, dewan pendidikan, organisasi
profesi lain, lembaga usaha, organisasi
kemasyarakatan, serta orang, lembaga, atau
organisasi lain yang relevan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 189
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Satu satuan pendidikan dapat memiliki kekhasan
agama, lingkungan sosial, dan budaya
sekaligus. Kekhasan agama satuan pendidikan
dapat
berupa
pendidikan
umum
yang
Article 178
Self-explanatory
Article 179
Self-explanatory
Article 180
Self-explanatory
Article 181
Item a
Self-explanatory
Item b
If educators feel that students require additional
learning, and the needs will be met through
remedial program in accordance with the applicable
curriculum provisions.
Item c
Self-explanatory
Item d
Self-explanatory
Article 182
Self-explanatory
Article 183
Self-explanatory
Article 184
Self-explanatory
Article 185
Self-explanatory
Article 186
Self-explanatory
Article 187
Self-explanatory
Article 188
Paragraph (1)
People who participate in, among others are
students’ parents or guardian, family, community
around the educational organization, educator’s
professional organization, organization of parents
or guardian of students, representation organ of
stakeholder
in
education
unit
such
as
school/madrasah committee and trust board of
university, education board, other profession
organization,
business
institute,
public
organization, and people, institute, or other
relevant organizations.
Paragraph (2)
Self-explanatory
Paragraph (3)
Self-explanatory
Paragraph (4)
Self-explanatory
Paragraph (5)
Self-explanatory
Article 189
Paragraph (1)
Self-explanatory
Paragraph (2)
One education unit may have religious special
characeristics, social environment, and culture
simultaneously. Specialty of religion in education
unit may be in terms of general education
103
diselenggarakan oleh kelompok agama tertentu;
pendidikan umum yang menyelenggarakan
pendidikan umum dan ilmu agama seperti MI,
MTs, dan MA; atau pendidikan keagamaan
seperti pendidikan diniyah, pesantren, pabbajja
samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
Pendidikan dengan kekhasan lingkungan social
dan budaya merupakan muatan pendidikan
dan/atau pendekatan pembelajaran yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi
sosial dan budaya setempat.
Pasal 190
Cukup jelas.
Pasal 191
Cukup jelas.
Pasal 192
Cukup jelas.
Pasal 193
Cukup jelas.
Pasal 194
Cukup jelas.
Pasal 195
Cukup jelas.
Pasal 196
Cukup jelas.
Pasal 197
Ayat (1)
Komposisi
keanggotaan
komite
sekolah/madrasah, misalnya, perwakilan orang
tua/wali peserta didik, hanya memenuhi 40%
(empat puluh persen), sehingga unsure
perwakilan tokoh masyarakat berjumlah 30%
(tiga puluh persen) dan pakar pendidikan
berjumlah 30% (tiga puluh persen).
Apabila perwakilan orang tua/wali peserta didik
sudah memenuhi 50% (lima puluh persen),
unsur perwakilan tokoh masyarakat dapat
berjumlah 25% (dua puluh lima persen) dan
pakar pendidikan berjumlah 25% (dua puluh lima
persen), atau tokoh masyarakat berjumlah 30%
(tiga puluh persen) dan pakar pendidikan
berjumlah 20% (dua puluh persen), atau tokoh
masyarakat berjumlah 20% (dua puluh persen)
dan pakar pendidikan berjumlah 30% (tiga puluh
persen).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 198
Cukup jelas.
Pasal 199
organized by particular group of religions; general
education organizing general education and
religion science such as MI, MTs and MA; or
religious education such as diniyah education,
pesantren (Islamic boarding school), pabbajja
samanera, and other similar types. Education with
specialty of social environmental and culture
constitutes education quality and/or learning
approach adjusted to the need and social potency
and local culture.
Article 190
Self-explanatory
Article 191
Self-explanatory
Article 192
Self-explanatory
Article 193
Self-explanatory
Article 194
Self-explanatory
Article 195
Self-explanatory
Article 196
Self-explanatory
Article 197
Paragraph (1)
Compositions of school/madrasah committee
membership, for instance, representative of
student’s parents/guardian, shall only meet 40%
(forty percent), so that representative elements of
public figure are 30% (thirty percent) and
education expert 30% (thirty percent).
If student’s parents/guardian representative have
met 50% (fifty percent), representative elements of
public figure may amount equal to 25% (twenty
five percent) and education expert 25% (twenty
five percent) or public figure 30% (thirty percent)
and education expert 20% (twenty percent) or
public figure 20% (twenty percent) and education
expert 30% (thirty percent).
Paragraph (2)
Self-explanatory.
Paragraph (3)
Self-explanatory.
Paragraph (4)
Self-explanatory
Paragraph (5)
Self-explanatory
Paragraph (6)
Self-explanatory
Paragraph (7)
Self-explanatory
Article 198
Self-explanatory
Article 199
Self-explanatory
104
Cukup jelas.
Pasal 200
Cukup jelas.
Pasal 201
Cukup jelas.
Pasal 202
Cukup jelas.
Pasal 203
Cukup jelas.
Pasal 204
Cukup jelas.
Pasal 205
Cukup jelas.
Pasal 206
Cukup jelas.
Pasal 207
Cukup jelas.
Pasal 208
Cukup jelas.
Pasal 209
Cukup jelas.
Pasal 210
Cukup jelas.
Pasal 211
Cukup jelas.
Pasal 212
Cukup jelas.
Pasal 213
Cukup jelas.
Pasal 214
Cukup jelas.
Pasal 215
Cukup jelas.
Pasal 216
Cukup jelas.
Pasal 217
Cukup jelas.
Pasal 218
Cukup jelas.
Pasal 219
Cukup jelas.
Pasal 220
Cukup jelas.
Pasal 221
Cukup jelas.
Pasal 222
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 5105
Article 200
Self-explanatory
Article 201
Self-explanatory
Article 202
Self-explanatory
Article 203
Self-explanatory
Article 204
Self-explanatory
Article 205
Self-explanatory
Article 206
Self-explanatory
Article 207
Self-explanatory
Article 208
Self-explanatory
Article 209
Self-explanatory
Article 210
Self-explanatory
Article 211
Self-explanatory
Article 212
Self-explanatory
Article 213
Self-explanatory
Article 214
Self-explanatory
Article 215
Self-explanatory
Article 216
Self-explanatory
Article 217
Self-explanatory
Article 218
Self-explanatory
Article 219
Self-explanatory
Article 220
Self-explanatory
Article 221
Self-explanatory
Article 222
Self-explanatory
SUPPLEMENT TO STATE GAZETTE OF THE REPUBLIC OF
INDONESIA NUMBER 5105
1
105
Related documents
Download