Responses of milk quality to roasted soybeans, calcium soap and

advertisement
ADAWIAH et al.: Respon kualitas susu suplementasi kacang kedelai sangrai dan sabun kalsium serta mineral organik dalam ransum sapi perah
Respons Kualitas Susu pada Suplementasi Kacang Kedelai Sangrai dan
Sabun Kalsium serta Mineral Organik dalam Ransum Sapi Perah
ADAWIAH1, TOHA SUTARDI2, TOTO TOHARMAT2, WASMEN MANALU3 dan NAHROWI2
1.
Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor
2.
3.
(Diterima dewan redaksi 13 April 2006)
ABSTRACT
ADAWIAH, T. SUTARDI, T. TOHARMAT, W. MANALU and NAHROWI. 2006. Responses of milk quality to roasted soybeans, calcium
soap and organic mineral supplementation in dairy cattle diets. JITV 11(4): 280-286.
Milk quality is affected by feed nutrient either macronutrient or micronutrient. Roasted soybeans and calcium soap were
used to increase supply of by-pas protein and fat for dairy cattle. While organic mineral was used to increase bioavailability of
feed mineral to animal. The objective of this study was to evaluate roasted soybean, mineral soap and organic mineral
supplementation on milk quality of dairy cattle. Twenty lactating Frisian Holstein cows (initial weight 361.4 ± 40.39 kg) were
assigned into a randomized complete block design with 5 treatments and 4 blocks. The treatments were A: basal diet, B: A +
roasted soybean, C: B + calcium soap of corn oil, D: C + calcium soap of corn oil, E: C + calcium soap of fish oil. The
experimental diets were offered for 9 and 2 weeks preliminary. The results of the experiment showed that milk protein and
lactose were not affected by diets. Milk dry matter of cows fed A, B, and D diets were higher (P<0.05) than those of fed C and
E diets. Milk fat of cows fed A, B and D diets were higher (P<0.05) than those of fed C and E diets. Milk density of cows fed
B and E diets were higher (p<0.05) than those of fed A, C and D diets. Milk TPC of cows fed B diet were higher (0.05) than
those of fed A, C, D, and E diets. It is concluded that milk quality especially milk protein and lactose concentration are not
affected by roasted soybeans, Ca-soap, and organic mineral. Calcium soap of fish oil and organic mineral decrease population of
milk bacteria.
Key Words: Calcium Soap, Organic Mineral, Roasted Soyabeans, Dairy Cattle, Quality Milk
ABSTRAK
ADAWIAH, T. SUTARDI, T. TOHARMAT, W. MANALU dan NAHROWI. 2006. Respons kualitas susu pada suplementasi kacang kedelai
sangrai dan sabun kalsium serta mineral organik dalam ransum sapi perah. JITV 11(4): 280-286.
Kualitas susu dipengaruhi oleh nutrien pakan baik makronutrien maupun mikronutrien. Penggunaan kedelai sangrai dan
sabun kalsium adalah untuk memasok protein dan lemak tahan degradasi pada sapi perah. Selanjutnya, mineral organik adalah
untuk meningkatkan ketersediaan biologis mineral pakan pada ternak. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengevaluasi
pengaruh kedelai sangrai, sabun kalsium dan mineral organik pada kualitas susu sapi perah. Dua puluh sapi FH laktasi (bobot
hidup 361,4 ± 40,39 kg) dirancang pada percobaan rancangan Acak Kelompok dengan lima perlakuan dan empat kelompok.
Percobaannya adalah: A: Ransum basal; B: A + kedelai sangrai; C: B + mineral organik; D: C + sabun kalsium minyak jagung;
E: C + sabun kalsium minyak ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein dan laktosa susu tidak dipengaruhi oleh
ransum. Bahan kering ransum susu sapi yang diberi ransum A, B, dan D lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan ransum C
dan E. Lemak susu sapi yang diberi ransum A, B, dan D lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan ransum C dan E. Berat
jenis susu sapi yang diberi ransum B dan E lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan ransum A, C dan D. TPC susu sapi yang
diberi ransum B lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan ransum A, C, D dan E. Kesimpulan percobaan ini adalah kualitas
susu khususnya konsentrasi protein dan laktosa susu tidak dipaengaruhi oleh kedelai sangrai, sabun kalsium, dan mineral
organik. Sabun kalsium minyak ikan dan mineral organik menurunkan populasi bakteri susu.
Kata Kunci: Sabun Kalsium, Mineral Organik, Kedelai Sangrai, Sapi Perah, Kualitas Susu
PENDAHULUAN
Produktivitas dan kualitas hasil ternak sangat
ditentukan oleh kualitas pakan. Bahan pakan ternak
ruminansia yang mengandung protein dan lemak tinggi,
seringkali menjadi tidak efisien bagi ternak ruminansia
280
karena protein tersebut didegradasi dalam rumen,
sementara lemaknya tidak tersedia bagi mikroba rumen
karena terikat oleh struktur organik lainnya. Proses
pemanasan (sangrai) akan meningkatkan efisiensi pakan
kualitas tinggi sehingga protein akan diproteksi dari
degradasi rumen dan lemak menjadi tersedia bagi
JITV Vol. 11 No. 4 Th. 2006
mikroba rumen. Oleh karena itu diharapkan kacang
kedelai sangrai dapat meningkatkan mutu ransum
ternak ruminansia. Di samping itu, kacang kedelai
merupakan sumber asam linoleat yang merupakan asam
lemak esensial.
Suplementasi lemak dalam ransum ternak
ruminansia sering digunakan untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas ternak. Penggunaan minyak
dalam ransum ternak ruminansia dapat mengganggu
pertumbuhan mikroba rumen, karena asam lemak tak
jenuh toksik bagi mikroba rumen bahkan asam linoleat
adalah racun bagi protozoa. Oleh karena itu,
suplementasi minyak dalam bentuk lemak yang
diproteksi bertujuan supaya lemak tidak mengganggu
fermentasi dalam rumen dan menyediakan asam lemak
bagi induk semangnya. Penggunaan minyak jagung dan
minyak ikan dalam ransum ternak ruminansia selain
memasok asam lemak esensial juga diharapkan menjadi
prekursor bagi sintesis asam lemak yang bermanfaat
bagi kesehatan.
Suplementasi mineral esensial merupakan upaya
alternatif untuk mengatasi distorsi status mineral
khususnya defisiensi mineral. Pemakaian mineral
organik menjadi pilihan karena lebih mudah diserap
oleh tubuh dan resiko antagonis mineral lebih kecil.
Defisiensi status mineral Zn dilaporkan oleh LITTLE
(1986) bahwa kandungan Zn pakan ternak ruminansia
berkisar antara 20 dan 38 mg kg-1bahan kering. Jika
defisiensi
terus
terjadi,
dapat
menyebabkan
parakeratosis pada jaringan usus dan kelenjar ambing
sehingga menurunkan produksi dan kualitas susu.
Tembaga
dibutuhkan
sebagai
komponen
seruloplasmin, dismutase superoksida, oksida lisil dan
oksidase sitokrom (NRC, 2001). SUTRISNO (1983)
melaporkan bahwa pada ruminansia status Cu adalah
mulai dari marjinal sampai defisien. Sementara pada
kebanyakan ternak, Cu sangat sulit diserap, pada ternak
ruminansia hanya 1 sampai 3% (MCDOWELL, 1992).
Selenium merupakan bagian integral dari enzim
glutation peroksidase. Selenium kurang dapat
diabsorbsi oleh ternak ruminansia terutama dalam
bentuk selenit. Oleh karena itu, penggunaan bentuk
organik lebih efektif dibandingkan dengan anorganik
karena proses penyerapannya mengikuti proses
penyerapan nutrien yang mengikatnya.
Kromium
adalah
mineral
esensial
yang
berhubungan dengan kerja insulin. Kromium yang
esensial adalah Cr3+, namun sulit diserap, sedangkan
Cr6+ mudah larut tetapi bersifat toksik. Oleh karena itu,
satu-satunya bentuk pasokan kromium ke dalam tubuh
ternak adalah dalam bentuk ikatan ligand organik
(SUTARDI, 2002). Suplementasi Cr-organik dapat
meningkatkan kinerja insulin, sehingga penyerapan
glukosa pada sel meningkat. Pada sapi perah, hal ini
menjadi penting karena erat kaitannya dengan produksi
laktosa susu.
Percobaan bertujuan melihat respons kualitas susu
sapi perah yang diberi ransum dengan suplementasi
sabun kalsium, kedelai sangrai dan mineral organik.
MATERI DAN METODE
Percobaan in vivo pada sapi perah dilaksanakan di
Peternakan Swadaya Sapi Perah Pondok Ranggon,
Jakarta. Suplemen yang diberikan pada ransum sapi
perah adalah sabun kalsium, kedelai sangrai, dan
mineral organik. Metode pembuatan suplemen tersebut
adalah:
Pembuatan sabun kalsium
Sebelum membuat sabun kalsium atau sabun zink,
bilangan penyabunan minyak yang digunakan
ditentukan terlebih dahulu. Bilangan penyabunan
digunakan untuk mengetahui KOH yang dibutuhkan
untuk mengikat gugus karboksil dari asam lemak yang
terdapat dalam minyak tersebut.
Bilangan penyabunan
Lima mililiter minyak dimasukkan ke dalam tabung
erlenmyer 250 ml, kemudian ditambahkan 50 ml KOH
0,5 N. Erlenmeyer tersebut dihubungkan dengan refluks
selama 30 menit sampai tidak ada lapisan minyak.
Selanjutnya ditambahkan 1 ml fenolftalein dalam
erlenmeyer kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N.
Bilangan penyabunan = (Vb – Vs) x 0,02805 g/5 x BJ
Vb: volume titer blanko
Vs: volume titer sampel
Bj: berat jenis minyak.
Sabun kalsium
Dua ratus gram minyak jagung atau minyak ikan
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 1000 ml,
kemudian ditambahkan 500 ml KOH alkohol dan
dipanaskan dengan menggunakan hot plate. Labu
erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak
hingga semua minyak larut. Setelah itu ditambahkan
mineral CaCl2 atau ZnCl2 sampai jenuh, sehingga
larutan tersebut mengendap. Endapan dipisahkan dan
ditambahkan onggok sebagai carrier dengan
perbandingan 1:1 dan siap dicampurkan ke dalam
konsentrat.
Pembuatan mineral organik
Enam ratus gram singkong segar dicampurkan
dengan 400 ml larutan mineral (Zn, Cu, Se dan Cr)
dalam plastik tahan panas. Mineral yang digunakan
adalah ZnCl2, CuCl2.2H2O, CrCl3.6H2O, SeO2.
281
ADAWIAH et al.: Respon kualitas susu suplementasi kacang kedelai sangrai dan sabun kalsium serta mineral organik dalam ransum sapi perah
Konsentrasi larutan mineral untuk unsur Zn, Se dan Cr
adalah 1000 ppm, sementara untuk Cu digunakan 500
ppm. Singkong bermineral tersebut dikukus atau
diautoklaf hingga matang. Setelah itu singkong
diangkat dan disimpan dalam wadah plastik. Sebanyak
0,5 g ragi tape komersial ditaburkan di atas singkong
tersebut. Wadah dibungkus kertas dan diinkubasikan
selama 3 hari. Pada hari ke-3 mineral organik dipanen
lalu ditambahkan pollard sebagai carrier dengan rasio
2:1 dan dikeringkan dengan oven pada suhu 42ºC.
Setelah kering kemudian digiling dan siap untuk
digunakan dalam ransum. Khusus pada pembuatan
kromium organik, sebanyak 100 ppm asam amino
triptofan ditambahkan ke dalam media tumbuh yeast.
Sampel produk yang dihasilkan, diambil untuk
penentuan kadar mineral yang terinkorporasi ke dalam
protein yeast dengan menggunakan AAS. Satu gram
sampel dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan
10 ml larutan TCA 20%. Tabung disentrifuse dengan
kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan
dibuang, endapan yang didapatkan ditimbang sebanyak
0,8 g dan dimasukkan ke dalam labu destruksi lalu
ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 10 ml. Labu
dipanaskan mula-mula dengan api kecil kemudian
ditingkatkan dan larutan dibiarkan mendidih selama 5
menit. Setelah larutan dingin ditambah 2 ml H2SO4
pekat, 2 ml HClO4 70% dan 0,2 ml AgNO3 10% dan
pemanasan kembali dilakukan sampai larutan jernih.
Kadar mineral dibaca dengan menggunakan AAS
sebagai mineral yang terinkorporasi dalam ragi.
Pembuatan kedelai sangrai
Kacang kedelai sangrai dipanaskan dengan
menggunakan kompor minyak selama 20 menit pada
suhu mencapai 100°C, kemudian didinginkan dan
digiling untuk dicampurkan ke dalam ransum.
Rancangan percobaan
Percobaan
menggunakan
Rancangan
Acak
Kelompok 5 x 4. Pengelompokan dilakukan
berdasarkan kepemilikan ternak. Penelitian dilakukan
dalam waktu dua bulan dengan masa preliminari dua
minggu. Bobot hidup awal sapi perah laktasi percobaan
adalah 361,4 ± 40,39 kg. Ransum basal yang digunakan
disesuaikan dengan ransum yang diberikan pada
peternakan tersebut. Pemberian pakan adalah konsentrat
1,4 kg hari-1 ekor-1, ampas tahu 36 kg hari-1 ekor-1 dan
rumput 10 kg hari-1 ekor-1. Pakan diberikan dua kali
sehari yaitu pada waktu pagi dan sore. Air minum
diberikan ad libitum. Perlakuan pada sapi perah laktasi
adalah:
A = Ransum Basal
B = A + Kedelai sangrai
C = B + Zn, Cu, Se, Cr-organik
282
D = C+ Sabun kalsium minyak jagung
E = C + Sabun kalsium minyak ikan
Komposisi dan nutrien bahan pakan ransum
percobaan sapi perah pada Tabel 1 dan 2. Peubah yang
diukur adalah bahan kering susu, lemak susu, protein,
dan laktosa susu (dengan menggunakan lactoscope
Model C4/2.0 LK.419 218 1) serta total plate count
(TPC). Data dianalisis dengan Sidik Ragam (Analysis of
Variance) dan efek perlakuan dibandingkan dengan
kontras ortogonal (STEEL dan TORRIE, 1980).
Tabel 1. Komposisi bahan pakan komponen ransum sapi
perah laktasi
Bahan (bahan kering)
Ransum
A
B
C
D
E
Rumput lapangan (%)
55
50
Ampas tahu (%)
35
35
35
35
35
Konsentrat (%)
47,37 44,37 44,37
10
10
10
10
10
Kedelai sangrai (%)
-
5
5
5
5
Mineral/CM(%)
-
-
2,63
2,63
2,63
CaMJ (%)
-
-
-
3
-
CaMI (%)
-
-
-
-
3
CM = Campuran mineral Zn, Cu, Cr dan Se organik
CaMJ = Sabun kalsium minyak jagung
CaMI = Sabun kalsium minyak ikan
PEMBAHASAN
Kadar bahan kering susu sapi yang diberi ransum
dengan suplementasi dan kedelai sangrai (B) lebih
tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kadar bahan
kering susu sapi yang diberi ransum suplementasi
campuran mineral, sabun kalsium minyak jagung, dan
sabun kalsium minyak ikan. Kadar lemak susu sapi
perah yang diberi ransum basal dan suplementasi
kedelai sangrai, dan sabun kalsium minyak jagung lebih
tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kadar lemak susu
sapi yang mendapat ransum suplementasi campuran
mineral dan sabun kalsium minyak ikan. Berat jenis
(BJ) susu pada sapi percobaan berkisar antara 1,0280
dan 1,0294. Berat jenis susu yang dihasilkan sapi yang
mendapat ransum basal lebih rendah (P<0,5)
dibandingkan dengan yang dihasilkan sapi yang
mendapat ransum suplementasi kedelai sangrai, mineral
organik, sabun kalsium minyak ikan dan sabun kalsium
minyak jagung. Sapi perah yang diberi ransum
suplementasi campuran mineral dan sabun kalsium
minyak ikan menghasilkan TPC susu lebih rendah
(P<0,05) dibandingkan dengan yang diberi ransum
basal, ransum basal yang disuplementasi kedelai
sangrai, dan sabun kalsium minyak jagung (Tabel 3).
JITV Vol. 11 No. 4 Th. 2006
Tabel 2. Nutrien bahan pakan komponen ransum sapi perah laktasi
Bahan pakan
Nutrien
Konsentrat yang diberi suplemen
AT
RL
87,74
32,45
37,37
7,78
1,16
3,97
10,81
13,74
8,24
2,83
2,65
6,10
5,92
3,01
0,42
9,98
11,13
8,60
9,00
7,13
11,79
65,0
74,9
76,4
77,6
78,0
80,7
69,0
A
B
C
D
E
Bahan kering(%)
87,39
87,55
87,36
88,30
Abu (%)
11,01
7,93
7,07
7,68
Protein (%)
10,26
12,06
14,62
Lemak (%)
5,71
4,57
Serat Kasar (%)
11,76
TDN (%)
ME (Mkal/kg)
2,44
2,89
2,95
3,01
3,02
3,15
2,62
Zn (ppm)
56
226
280
170
253
27
53
Cu (ppm)
6
5
28
14
24
5
7
Cr (ppm)
1,70
0,77
6,28
7,65
5,52
0,33
1,28
Se (ppm)
-
1,29
1,03
1,45
0,26
-
1,38
Pb (ppm)
-
1,05
0,76
0,66
0,83
0,18
2,31
AT= Ampas tahu; RL= Rumput lapang
Tabel 3. Kualitas susu sapi perah yang diberi ransum yang disuplementasi sabun kalsium, kedelai sangrai dan mineral organik
Ransum
Peubah
A
B
b
Bahan kering (%)
C
b
D
E
11,08± 0,4a
12,16± 1,0
Lemak (%)
4,37±0,6b
4,53±0,8b
3,51±0,8a
4,13±0,7b
3,82±0,6a
BKTL (%)
7,80±0,5
7,63±0,3
7,52±0,2
7,61±0,3
7,26±0,6
Protein (%)
3,11±0,2
3,02±0,3
3,16±0,1
3,20±0,2
3,20±0,3
Laktosa (%)
4,54±0,2
4,59±0,1
a
pH
5
-1
TPC (10 CFU ml )
11,32± 0,9
a
12,17± 1,0
BJ
11,04± 1,0
a
4,41±0,1
4,44±0,1
1,0296±0,001
1,0288±0,001
1,0288±0,001
1,0294±0,001c
6,65±0,04
6,63±0,08
6,65±0,08
6,66±0,02
6,61±0,06
b
c
a
b
0,40±0,1a
2,07±1,0
b
4,56±0,1
1,0280±0,001
1,06±1,2
c
0,86±0,4
b
1,03±1,1
Huruf sama pada peubah yang sama, tidak berbeda nyata (P>0,05)
A= Ransum basal; B = B + Kedelai sangrai; C= B + Campuran mineral Zn, Cu, dan Se
D= CM+ Ca-minyak jagung; E= CM+ Ca-minyak ikan
BKTL = Bahan kering tanpa lemak; BJ = Berat jenis; TPL = Total Plate Count
Penurunan kadar bahan kering susu diindikasikan
oleh kecenderungan penurunan kadar bahan kering
tanpa lemak. Kisaran bahan kering tanpa lemak adalah
7,26 sampai 7,80%. Kisaran kadar lemak dalam
percobaan ini adalah 3,51 sampai 4,53%.
Suplementasi lemak pada sapi perah tidak selalu
meningkatkan kadar lemak susu bahkan cenderung
selalu menurun atau tidak berubah (CHILLIARD et al.,
2001). Suplementasi mineral organik dan sabun kalsium
minyak ikan pada ransum sapi perah menurunkan kadar
lemak susu, namun pada sapi perah yang mendapat
ransum suplementasi sabun kalsium minyak jagung
tetap. TANUWIRIA (2004) melaporkan kadar lemak susu
cenderung menurun pada sapi yang disuplementasi
dengan Zn-Cu proteinat dan Ca-minyak ikan. Sapi
perah yang diberi ransum suplementasi campuran
mineral Zn, Cu, Cr dan Se menurunkan kadar lemak
susu. Penurunan kadar lemak susu tersebut diduga
283
ADAWIAH et al.: Respon kualitas susu suplementasi kacang kedelai sangrai dan sabun kalsium serta mineral organik dalam ransum sapi perah
karena adanya peran mineral Cu. ESSIG et al. (1972)
melaporkan bahwa sapi Angus yang mendapat ransum
konsentrat 75% dengan kadar Cu 4,4 g CuSO4 per 100
kg bobot hidup (melalui bolus) dapat menurunkan
asetat, propionat, butirat dan VFA total cairan rumen in
vivo setelah 2 jam diberi makan. Penurunan asam lemak
rantai pendek dan VFA total dalam rumen menurunkan
kadar lemak susu, karena VFA selain sebagai sumber
energi untuk ternak juga sebagai prekursor sintesis
komponen susu. Asetat adalah prekursor utama lemak
susu (COLLIER, 1985).
Sapi yang mendapat ransum suplementasi sabun
kalsium minyak ikan menghasilkan kadar lemak susu
rendah (3,82%). Penurunan kadar lemak susu dengan
suplementasi Ca-minyak ikan diduga karena peranan
Pufa (omega-3) yang terdapat dalam minyak ikan.
Konsumsi Pufa (n=3) mempengaruhi transkripsi gen
hati yang menyebabkan perubahan yang signifikan
terhadap metabolisme lemak. Asam lemak tersebut
menekan ekspresi gen lipogenik dan secara simultan
mempengaruhi transkripsi protein kode gen dalam
oksidasi dan termogenesis lemak (BERARD et al., 2004).
Oleh karena itu CaMI yang disuplementasi pada sapi
perah justru menurunkan kadar lemak. Penelitian pada
kambing yang diberi perlakuan kontrol dan minyak ikan
tuna tanpa proteksi dan diproteksi menghasilkan kadar
lemak susu 4,15, 4,33 dan 4,07%. Hasil tersebut
menunjukkan minyak ikan yang diproteksi cenderung
menurunkan kadar lemak dibandingkan dengan tanpa
proteksi dan kontrol. Hasil ini juga memperlihatkan
asam lemak omega-3 yang terproteksi dapat lolos dari
degradasi rumen sehingga mempengaruhi sintesis
lemak susu (KITESSA et al., 2001). Hal yang sama
dilaporkan oleh TANUWIRIA (2004) bahwa kadar lemak
cenderung menurun pada saat sapi disuplementasi
dengan Ca-minyak ikan. Namun hal ini berbeda dengan
hasil penelitian MUHTARUDIN (2002) bahwa kadar
lemak meningkat dengan penambahan lisin-Zn-minyak
ikan lemuru.
Kadar protein susu yang dihasilkan pada penelitian
ini berkisar antara 3,02 dan 3,20%. Menurut LARSON
(1985) kadar protein susu sapi Holstein adalah 3,11% ±
0,25. Pada sapi yang mendapat suplementasi campuran
mineral relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang
tidak disuplementasi dengan campuran mineral. Salah
satu mineral tersebut adalah mineral Zn. Mineral ini
berperan dalam enzim polimerase DNA, RNA dan
sintesis protein. Di samping itu mineral Cr juga
berperan dalam metabolisme protein khususnya
inkorporasi asam amino. Oleh karena itu, penambahan
mineral dapat meningkatkan sintesis protein susu.
Kadar laktosa susu sapi pada percobaan ini sekitar
4,41 sampai 4,56%. Kadar laktosa susu sapi Holstein
4,61% (LARSON, 1985), dan sapi Holstein di Indonesia
3,6 sampai 5,5% (HADIWIYOTO, 1994). Suplementasi
mineral Cr dalam ransum sapi perah tidak
284
meningkatkan kadar laktosa susu. Fungsi mineral
kromium adalah meningkatkan kinerja insulin untuk
memasok glukosa ke dalam sel. Glukosa tersebut tidak
dipakai untuk sintesis laktosa tetapi untuk menghasilkan
energi atau disimpan sebagai glikogen. Oleh karena itu,
sapi perah yang diberi ransum yang disuplementasi
mineral mempunyai pertambahan bobot hidup yang
cukup tinggi namun produksi susu dan kadar laktosa
yang lebih rendah. MUKTIANI (2002) melaporkan kadar
laktosa susu tidak berbeda melalui suplementasi mineral
Cr-organik. Kadar laktosa yang dihasilkan dari
percobaan tersebut mencapai 3,71 sampai 4,57%.
Total plate count (TPC) adalah metode
penghitungan
mikroba
dalam
susu
untuk
menggambarkan kesehatan ambing sapi perah. Jumlah
bakteri patogen dalam susu dapat menjadi petunjuk
adanya gejala mastitis subklinis (HOLMES dan WILSON,
1984). Jumlah bakteri yang dihitung dengan metode
tersebut tidaklah murni berasal dari bakteri pada
ambing, tapi ada kaitannya dengan manajemen atau
kebersihan dalam pemerahan. Oleh karena itu TPC
merupakan indikator kehigienisan susu. Jumlah bakteri
(TPC) pada percobaan ini berkisar mulai dari 0,4
sampai 2,07 x 105 CFU ml-1.
Penurunan TPC pada susu yang dihasilkan oleh sapi
yang mendapat ransum suplementasi mineral
disebabkan oleh pengaruh mineral terhadap fungsi
kekebalan. Beberapa mineral mikro, terutama yang
paling banyak dilaporkan adalah Zn, Cu, Cr dan Se,
sebagai suplemen nutrien dalam pakan yang berpotensi
memperbaiki fungsi kekebalan (GALYEAN et al., 1999).
Mineral Zn sudah lama dikenal sebagai nutrien yang
mampu mencegah mastitis. Defisiensi mineral Zn dapat
menyebabkan parakeratosis yaitu penebalan atau
hiperkeratinisasi kulit akibat gagalnya degenerasi inti
sel secara lengkap pada sel epitel kulit atau jaringan
usus. Penebalan tersebut mengakibatkan puting susu
keras, rapuh, pecah, dan mengundang infeksi bakteri
patogen ke dalam kelenjar ambing sehingga
menyebabkan mastitis. SCALETTI et al. (2003)
melaporkan suplementasi Cu (20 ppm) menghasilkan
jumlah bakteri, somatic cell count (SCC), nilai
kesehatan, dan suhu rektal lebih rendah. Respons
tersebut diduga akibat peningkatan kemampuan
neutrofil dalam ternak yang disuplementasi untuk
membunuh invasi bakteri E. coli. Kemampuan ternak
yang mendapat Cu untuk membatasi pertumbuhan E.
coli dalam kelenjar ambing mungkin dapat dilihat dari
respons temperatur tubuh yang lebih rendah. NRC
(2001) merekomendasikan level Cu dalam ransum 10
ppm. Level itu tampaknya cukup untuk pertumbuhan
dan produksi susu tetapi mungkin tidak cukup untuk
respons dan fungsi kekebalan optimal (SCALETTI et al.,
2003).
Suplementasi Se pada sapi perah mampu
menurunkan jumlah bakteri kelenjar ambing, SCC dan
JITV Vol. 11 No. 4 Th. 2006
meningkatkan kemampuan neutrofil dalam membunuh
bakteri (SWECKER et al., 1995). Pemberian vitamin E
dan Se mampu mencegah mastitis (ERSKINE dan
BARLETT, 1993). Jumlah bakteri susu terendah
diproduksi oleh sapi yang diberikan ransum yang
disuplementasi
sabun
kalsium
minyak
ikan.
Suplementasi sabun kalsium minyak ikan mampu
menurunkan TPC dengan populasi bakteri 0,4 x 105
CFU ml-1. Hal tersebut diduga karena EPA dan DHA
pada minyak ikan berperan dalam produksi leukotrien
(LT4) yaitu komponen sel darah putih dan mediator
dalam sistem pembentukan kekebalan tubuh (SINCLAIR,
1993).
KESIMPULAN DAN SARAN
Suplementasi kacang kedelai sangrai, sabun
kalsium, dan mineral organik tidak mempengaruhi
kadar laktosa, protein, dan bahan kering tanpa lemak
susu. Campuran mineral organik menurunkan kadar
lemak susu, sementara itu berat jenis susu meningkat
dengan penambahan kedelai sangrai, sabun kalsium
minyak ikan, dan campuran mineral. Total plate count
(TPC) menurun dengan penambahan campuran mineral
dan sabun kalsium minyak ikan pada ransum.
Kemampuan mineral organik dan sabun kalsium
menurunkan TPC pada penelitian ini belum memberi
jawaban apakah bakteri tersebut adalah akibat mastitis.
Oleh karena itu, dapat dilanjutkan dengan melihat
pengaruh mineral organik dan sabun kalsium minyak
ikan pada mastitis.
DAFTAR PUSTAKA
BERARD, A.M., M.F. DUMON and M. DARMON. 2004. Dietary
fish oil up-regulates cholesterol 7α-hydroxylase mRNA
in mouse liver leading to an increase in bile acid and
cholesterol excretion. FEBS Letters 559: 125-128.
CHILLIARD, Y., A. FERLAY and M. DOREAU. 2001. Effect of
different types of forage, animal fat or marine oils in
cows diet on milk fat secretion and composition,
especially conjugated linoleic acids (CLA) and
polyunsaturated fatty acids. Livest. Prod. Sci. 70: 31:48.
COLLIER, R.J. 1985. Nutritional metabolic and environmental
aspect of lactation. In: Larson BL. Lactation. The Iowa
State University Press-USA. Ames, Iowa.
ERSKINE, R.J. and P.C. BARLETT. 1993. Serum concentration
of copper, iron, and zinc during Escherichia coli
induced mastitis. J. Dairy Sci. 76: 408-413.
ESSIG, H. W., J.D. DAVIS and L.J. SMITHSON. 1972. Copper
sulfate in steer ration. J. Dairy Sci. 35: 436-439.
GALYEAN, M.L., L.J. PERINO and G.C. DUFF. 1999. Interaction
of cattle health/immunity and nutrition. J. Anim. Sci. 77:
1120-1134.
HADIWIYOTO, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu
Susu dan Hasil Olahannya. Liberty. Jogyakarta.
HOLMES, C.W. and G.F. WILSON. 1984. Milk Production
from Pasture. Butterworth. New Zealand.
KITESSA, S.M., S.K. GULATI, J.R. ASHES, E. FLECK, T.W.
SCOTT and P.D. NICOLOSI. 2001. Utilization of fish oil
in ruminant II. Transfer of fish oil fatty acids into goats
milk. Anim. Feed Sci. Technol. 89: 210-218.
LARSON, B.L. 1985. Biosynthesis and cellular Secretion. In:
Larson BL, editor. Lactation. The Iowa State University
Press. Iowa.
LITTLE, D.A. 1986. The mineral content of ruminant feeds and
potential for mineral supplementation in South-East
Asia with particular reference to Indonesia. In: Dixon
RM (Ed). Ruminant Feeding Systems Utilizing Fibrous.
Agricultural Residues, IDP. Canberra.
MCDOWELL, L.R. 1992. Minerals in Animal and Human
Nutrition. Academic Press. London.
MUHTARUDIN. 2002. Pengaruh Amoniasi Hidrolisat Bulu
Ayam Daun Singkong dan Campuran Lisin-Zn-Minyak
Lemuru terhadap Penggunaan Pakan pada Ruminansia.
Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
MUKTIANI, A. 2002. Penggunaan Hidrolisat Bulu Ayam dan
Sorgum serta Suplemen Kromium Organik untuk
Meningkatkan Produksi Susu pada Sapi Perah.
Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
NATIONAL RESEARCH COUNCIL. 2001. Nutrient Requirement
of Dairy Cattle. Updated 2001. National Academy
Press. Washington D.C.
SCALETTI, R.W., D.S. TRAMMELL, B.A. SMITH and R.J.
HARMON. 2003. Role of dietary copper in enhancing
resistance to Esherichia coli mastitis. J. Dairy Sci. 86:
1240-1249.
SINCLAIR, A.J. 1993. The nutritional significant of omega-3
polyunsaturated fatty acid for human. Asean Food J. 8:
3-10.
STEEL, R.G.D. nad J.H. TORRIE. 1980. Principles and
Procedures of Statistics. Ed ke-2. McGraw-Hill.
International Book Co. Singapore.
SUTARDI, T. 2002. Teknologi pakan dan aplikasinya.
Dikemukakan pada Pelatihan Manajemen Pengelolaan
Ternak Potong. Pemerintah Propinsi Kepulauan Bangka
Belitung
Dinas
Pertanian
dan
Kehutanan.
Pangkalpinang, 29 Oktober-2 November 2002.
SUTRISNO, CI. 1983. Pengaruh Minyak Nabati dalam
Mengatasi Defisiensi Zn pada Sapi yang Memperoleh
Ransum Berbahan Dasar Jerami Padi. Disertasi.
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
SWECKER, JR.W.S., C.D. THATCHER, D.E. EVERSOLE, D.J.
BOLDGETT and G.G. SCHUNG. 1995. Effect of selenium
supplementation on colostral IgG concentration in cos
grazing selenium-deficient pastures and possuckle
285
ADAWIAH et al.: Respon kualitas susu suplementasi kacang kedelai sangrai dan sabun kalsium serta mineral organik dalam ransum sapi perah
serum IgG concentration in their calves. Am. J. Vet. Res.
56: 450-453.
TANUWIRIA UH. 2004. Suplemen Seng dan Tembaga Organik
serta Kompleks Kalsium-Minyak Ikan dalam Ransum
286
Berbasis Limbah Industriagro untuk Pemacu
Pertumbuhan dan Produksi Susu pada Sapi Perah.
Disertasi. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Download