MATA KULIAH FILSAFAT ILMU

advertisement
MATA KULIAH
FILSAFAT ILMU
1
MENGAPA HARUS BELAJAR
FILSAFAT?
 Untuk mengetahui sejak kapan
munculnya ilmu pengetahuan
 Agar mampu berpikir sistematis, kritis
untuk memperoleh kebenaran.
2
PENGERTIAN FILSAFAT
1. Dari sisi kebahasaan
 Kata filsafat berasal dari bahasa
Yunani, yaitu philosophia. Philo=cinta
Sophia= kebijaksanaan/kebenaran. Jadi
philosophia adalah orang yang
mencintai kebenaran, sehingga
berupaya memperoleh dan memilikinya.
3
lanjutan
 Kata philosophia ditransformasikan ke
berbagai bahasa. Dalam bahsa arab
disebut falsafah. Dalam bahsa
Indonesia disebut falsafat/filsafat.
Dalam bahsa Belanda dan Jerman
disebut Philosophie.
4
lanjutan
Dari sisi filsafat sebagai ilmu
 Plato, fisuf besar Yunani mengatakan,
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
berusaha mencapai kebenaran yang asli,
karena kebenaran mutlak di tangan
Tuhan. Atau dengan singkat dikatakan
pengetahuan tentang segala yang ada.
5
lanjutan
 Aristoteles, murid Plato mengatakan,
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu matafisika, logika,
retorika, politik, sosial budaya dan
estetika.
6
 Alfarabi, Filsuf besar muslim dengan
gelar Aristoteles ke 2, mengatakan
Filsafat adalah pengetahuann tentang
yang ada menurut hakikatnya yang
sebenarnya.
7
lanjutan
 Immanuel Kant, Filsuf barat dengan
gelar raksasa pemikir Eropa,
mengatakan filsafat adalah ilmu
pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup di
dalamnya empat persoalan:
8
lanjutan
1. apa dapat kita ketahui, dijawab oleh
metafisika
2. apa yang boleh kita kerjakan,
dijawab oleh etika
3. apa yang dinamakan manusia,
dijawab oleh antropologi.
4. sampai dimana harapan kita,
dijawab oleh agama.
9
lanjutan
 Hasbullah Bakry, filsafat adalah ilmu
yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai Ketuhanan, alam
semesta, dan manusia sehingga dapat
melahirkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang
dicapai manusia.
10
lanjutan
3. Filsafat dari sisi benda
 Titus dkk, mengajukan dua pengertian
filsafat.
- filsafat adalah sekumpulan problemproblem yang langsung dan mendapat
perhatian dari manusia yang dicarikan
jawabannya oleh ahli filsafat.
11
lanjutan
Filsafat adalah sekumpulan
sikap dan kepercayaan
terhapadap kehidupan dan alam
yang biasanya diterima secara
tidak kritis.
12
lanjutan
4. Filsafat sebagai suatu aktifitas
 Filsafat adalah sebagai suatu proses berpikir
untuk memperoleh jawaban-jawaban dari
berbagai problem.
 Titus dkk, memberikan 3 pengertian filsafat sbg
aktifitas:
- Filsafat adlah suatu proses kritik atau pemikiran
terhadap kepercayaan diri dari sikap yang
sangat kita junjung tinggi.
13
lanjutan
- Filsafat adalah sebagai analisi logis dari
bahasa serta penjelasan tentang arti kata
dan konsep.
- Filsafat adalah suatu usaha untuk
memperoleh gambaran keseluruhan
14
BERDASARKAN KONSEP DAN TEORI
TERSEBUT PROSES BERFILSAFAT
TERSEBUT MELALUI EMPAT TAHAP
1. LOGIS, yaitu berpikir dengan menggunakan
logika (undang-undang berpikir) yaitu melalui
tiga tahap; pemahaman, keputusan dan
argumentasi
contoh;:
- Alam berubah-ubah (premis minor)
- Setiap berubah-ubah baru (premis mayor)
- Alam baru (simpulan)
15
lanjutan
2. SISTEMATIS, yaitu berpikir melalui alur yang
sistemik sehingga ditemukan adanya koheren
(saling runtut), diantara satu pertanyaan
dengan pertanyaan lainnya.
3. RADIKAL, berpikir sampai kepada akar
masalah.
4. UNIVERSAL, berpikir secara umum bukan
khusus. Disini perbedaannya ilmu berpikir
secara khusus, filsafat berpikir secara umum.
16
SEJARAH TIMBULNYA
FILSAFAT
 KAPAN MUNCULNYA FILSAFAT?
Filsafat muncul sejak manusia ada dan sejak
adanya pembicaraan manusia. Maka sejarah
lahirnya filsafat dimana-mana Yunani, India,
Persia. Karena filsafat memiliki kualifikasi
tertentu, maka lahirnya filsafat diidentikan
dengan Yunani. Hal ini sesuai dengan karakter
orang yunani ialah Rasional
17
APA YANG MENYEBABKAN
LAHIRNYA FILSAFAT?
1. PERTENTANGAN ANTARA MITOS DAN
LOGOS
Dikalangan masyarakat Yunani dikenal
adanya mitos, sebagai suatu keyakinan lama
yang berkembang dengan pesat misalnya
mite kosmologi yang melukiskan kejadian
alam. Lama-lama mitos hilang dikalahkan
oleh logos, maka logos penyebab pertama
lahirnya filsafat.
18
lanjutan
2. RASA INGIN TAHU
Karena mite hanya bersifat dongeng
belaka, maka orang mulai berpikir
rasional, untuk mencari jawaban-jawaban
yang logis. Keingintahuan terhadap alam
semesta, keingintahuan terhadap
penciptanya dsb.
19
lanjutan
3. RASA KAGUM
Menurut Plato, filsafat lahir adanya
kekaguman manusia tentang dunia dan
lingkungannya. Para filsuf atas
kekagumannya mencoba merumuskan
asal mula alam semesta.
Thales bapak filsafat Yunani, mengatakan
alam semesta berasal dari air.
20
lanjutan
 Anaximandros, alam berasal dari
apairon (api)
 Democrios, alam berasal dari atom
 Empedokles, alam berasal dari empat
unsur; air, api, angin, tanah.
4. PERKEMBANGAN KESUSASTRAAN
Faktor lain yang menyebakan lahirnya
filsafat adalah kesusastraan.
21
KARAKTERISTIK
FILSAFAT
1. SKEPTISIS
Skeptisis adalah keraguan terhadap
suatu kebenaran sebelum mendapat
argumen yang kuat terhadap kebenaran
tersebut. Dikelompokan;
-bersifat Gradasi , dari ragu ke yakin
-bersifat degradasi, dari yakin ke ragu
-bertahan sophisme, terus menurus
ragu.
22
Lanjutan
 Sifat gradasi diungkapkan oleh RENE
DECARTES Filsuf Prancis cagito ergo sum
(saya berpikir maka saya ada)
2.KOMUNALISME
Hasil pemikiran filsafat dimiliki masyarakat
umum tidak memandang ras, kelas, ekonomi,
dan keyakinan. Misalnya hasil pemikiran
Yunani bermanfaat untuk orang Eropa, Asia
Afrika dsb.
23
lanjutan
3. DISENTERESTEDNESS
YANG BERASAL DARI KATA INTEREST, yaitu
suatu kegiatan filsafat yang tidak dimotivasi
untuk suatu kepentingan tertentu.
4. UNIVERSALISME
Filsafat bersifat umum, berati filsafat adalah
hak seluruh umat manusia secara umum atau
sifatnya internasional. Semua umat manusia
berhak mengadakan kajian filsafat.
24
APA GUNANYA FILSAFAT BAGI
MANUSIA?
 Filsafat mampu memberikan
pemahaman yang menyeluruh
(general) terhadap suatu wujud
(ontologi) sekaligus memberikan
konsep kebenaran
( justifikasi) terhadap wujud tersebut.
Dengan kebenaran manusia akan
bertindak bijaksana (wesdom)
25
lanjutan
 Filsafat dapat memberikan kepuasan
bagi filsuf/seseorang karena
kemampuannya dalam
menggambarkan problem kehidupan
yang sedang dan akan dihadapi
sesuai dengan leluasan
pemahamannya.
Plato mengatakan, berpikir dan memikirkan itu suatu
kenikmatan yang luar biasa dan kebahagian yang paling
berharga.
26
lanjutan
 Filsafat dapat dijadikan sebagai bahan
pijakan untuk merubah dunia.
Karl Marx mengatakan, filsafat tidak
hanya hanya menjelaskan pada
dunia(interferd the world) melainkan juga
merubahnya.
27
PROBLEMATIKA FILSAFAT
 Secara Umum terbagi menjadi tiga;
1. ONTOLOGI, yaitu mengkaji hakikat
segala
sesuatu, terbagi 2:
1. Kualitas;
- Monisme, asal lam terdiri dari satu
unsur (mono=satu). Thales dari air,
Anaximandros dari apairon,
Anaximenes dari udara, Democritos
dari tanah.
28
lanjutan
- Dualisme, yang mengatakan alam
semesta terdiri dari dua unsur yaitu
materi dan roh. Tokohnya Anaxagoras
dan Aristolteles.
- Pluralisme, alam semesta terdiri dari
empat unsur; air, angin, api, tanah.
Tokohnya Empedokles, Leukippos.
29
lanjutan
2. Kualitas
Pandangan ini membicarakan bagaimana
alam berproses, dalam kaitannya muncul 4
teori:
-Mekanisme, yang mengatakan bahwa segala
sesuatu berproses secara mekanik.
-Teleologi, mengatakan bahwa segala sesuatu yang
terjadi di alam raya berproses menuju suatu
tujuan, yaitu Tuhan.
30
-Determinisme, kejadian di alam iniberproses
melalui suatu ketentuan yang telah
ditetapkan sebelumnya, baik oleh hukum
alam maupun oleh Tuhan
-Indeterminisme, segala kejadian di alam ini
berlangsung secara bebas, tanpa kendali
tertentu dari Tuhan atau kekuatannya.
31
PROBLEM FILSAFAT
2. EPISTEMOLOGI, membicarakan 2 hal;
a. Hakikat pengetahuan, muncul 2
pandangan;
- realisme, yaitu pengetahuan manusia riil
adanya dalam kehidupan.
- idealisme, yaitu hakikat ilmu
pengetahuan tidak terdapat dalam dunia
riil, melainkan konsep ideal atau dunia
ide-ide.
32
lanjutan
b. Sumber Pengetahuan, muncul 3 pandangan;
- rasionalisme, mengatakan bahwa sumber
pengetahuan muncul dari rasio (akal) manusia.
- Empirisme, sumber pengetahuan adalah
indera manusia.
- Kritisme, pengetahuan manusia bersumber
dari luar diri manusia, yaitu Tuhan.
33
PROBLEM FILSAFAT
3. AXIOLOGI,
TERBAGI MENJADI 6
PANDANGAN;
a. naturalisme, yang menyatakan ukuran
baik buruk ialah sesuai tidaknya
perbuatan tersebut sesuai dengan
fitrah (natura) manusia.
b. Hedonisme, yang menyatakan bahwa
ukuran baik buruk ialah sejauh mana
suatu perbuatan mendatangkan
kenikmatan (hedone) bagi manusia.
34
lanjutan
a. Vitalisme, ukuran baik buruk
ditentukan oleh sejauh mana suatu
perbuatan tersebut dapat mendorong
manusia untuk hidup lebih maju.
b. Ultitarianisme, Ukuran baik buruk
ditentukan oleh ada tidaknya suatu
perbuatan mendatangkan manfaat
bagi manusia.
35
lanjutan
e. Idealisme, ukuran baik buruk ditentukan oleh
sesuai tidaknya sesuatu perbuatan dengan
konsep ideal (rancang bangun) pikiran
manusia.
f. Teologis, baik buruknya suatu perbuatan
ditentukan oleh sesuai tidaknya suatu
perbuatan dengan ketentuan agama
(teos=Tuhan, agama)
36
lanjutan
Berdasarkan uraian problematika di
atas kebenaran itu bersifat relatif
tergantung pada latar belakang
pendidikan, sosial, budaya, agama
dan sebagainya.
37
BAGAIMANA HUBUNGAN
ILMU, FILSAFAT, DAN AGAMA
 Ilmu adalah sistem dari berbagai
pengetahuan yang masing-masing
mengenai suatu pengalaman tertentu
yang disusun melalui sistem tertentu,
sehingga menjadi suatu kesatuan.
 Menuurut Harsojo, ilmu terdiri dari tiga
kesimpulan, yaitu;
38
lanjutan
1. Merupakan akumulasi pengetahuan
yang disistematikan
2. Suatu pendekatan/metode pendekatan
terhadap seluruh dunia empiris, yaitu
dunia yang terikat oleh faktor ruang dan
waktu, dunia yang pada prinsipnya
dapat diamati oleh panca indra
manusia, dan
39
lanjutan
1. Suatu cara yang mengijinkan
kepada ahli-ahli lainnya untuk
menyatakan suatu proporsi.
40
lanjutan
 Filsafat menurut Plato dan Al Faraby;
filsafat adalah pengetahuan tentang
segala yang ada.
AGAMA
Terdapat perbedaan pengertian agama
dikalangan tokoh agama. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan bidik
terhadap agama.
41
lanjutan
Agama diartikan secara praktis, adalah
suatu keyakinan akan adanya
aturan/jalan hidup (way of life) yang
bersumber dari suatu kekuatan yang
absolut (Tuhan).
 Agama memiliki empat perangkat
sbb:
1. Adanya pengatur (Tuhan) sebagai
kebenaran yang pertama dan
terakhir.
42
lanjutan
2. adanya aturan (code hukum) yang harus
dipahami yang termaktub dalam kitab
suci dan kebenarannya bersifat ansolut.
3. Adanya seorang nabi sebagai pembawa
aturan hukum.
4. Adanya komunitas (manusia) sebagai
pelaksana aturan yang bersumber dari
Tuhan.
43
HUBUNGAN ILMU,
FILSAFAT DAN AGAMA
ILMU, mencari kebenaran dengan cara
penyelidikan (riset) sesuai dengan
eksistensinya yang berhubungan
dengan alam empiris.Dalam penyelidikan
ilmu selalu mencari hukum sebab akibat.
Sebagai hukum sebab akibat maka
kebenaranya pasti ada.
44
lanjutan
ILSAFAT, karena selalu berhadapan
denga alam empiris, (metafisika, ghaib)
maka ia komit dengan organon (alatnya)
yaitu logika. Cara kerjanya selalu diawali
dengan pertanyaan apa…. Berpikir logis,
sistematis, radikal, dan universal.
45
lanjutan
AGAMA, menemukan konsep
kebenaran bersumber pada wahyu,
kebenarannya bersifat mutlak,
absolut sebagiai kebenaran
tertinggi.
46
 Ilmu kebenarannya bersifat empiris,
filsafat kebenarannya bersifat spekulatif
(berdasrkan nalar dan logika), keduanya
bersifat nisbi. Agama kebenarannya
bersifat absolut mutlak, dalam
penentuannya semua perlu perumusan
47
lanjutan
 Hubungan ilmu filsafat dan agama, Albert
Einstein menagatakan dengan singkat’
“science with out is blind, religion with out
science is blame” Ilmu tanpa agama
buta, agama tanpa ilmu lumpuh.
48
BAGAIMANAKAH
KATEGORI MANUSIA ITU?
1. MANUSIA ADA YANG TIDAK TAHU DALAM
KETIDAKAHUANNYA
2. MANUSIA TIDAK TAHU DALAM
KETAHUANNYA
3. MANUSIA TAHU AKAN
KETIDAKTAHUANNYA
4. MANUSIA TAHU AKAN KETAHUANNYA
Kategori manakah yang paling baik?
49
Manusia adalah akhluk ciptaan Tuhan
yang tercanggih. Memiliki banyak
kelebihan dibanding dengan makhluk lain
terutama akalnya.
 Memiliki rasa ingin tahu, maka
diaktuakisasikan dalam bentuk bertanya.
 Melalui rasio maka manusia memberikan
jawaban terhadap aneka pertanyaan
 Manusia bertanya, manusia pula menjawab
 Manusialah yang benar-benar bereksistensi
karena memiliki kesadaran dan otonomi
dirinya.
50
Lanjutan
DENGAN KATA LAIN
Malalui akalnya manusia mampu menyamai
makhluk lain.
 Burung terbang tinggi, manusia tefrbang
dengan pesawat ciptaannya.
 Angsa bisa berenang ke ujung pulau, manusia
berenang dengan kapal Feri ciptaannya.
 Ikan mampu menembus dasar lautan, manusia
menembus lautan dengan kapal selam
ciptaannya.
51
APAKAH SETIAP MANUSIA MAMPU
BERFILSAFAT? Tidak juga. Rule of the
game ( ada aturan mainnya)
 Berpikir logis, sistematis, radikal, dan
universal.
Dengan mengindahkan ke empat aturan
main tersebut, maka Anda bisa menjadi
seorang filsuf
52
LAHIRNYA ILMU PENGETAHUAN
SEJAK KAPAN LAHIRNYA ILMU
PENGETAHUAN?
 Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan
yang tercanggih.
 Dengan akalnya manusia mampu.
berpikir, dengan pikirannya memperoleh
pengetahuan, dengan pengetahuannya
manusia memiliki ilmu, dengan ilmunya
manusia mampu berpikir rasional, logis
dan sistematis.
53
JADI PENGETAHUAN LAHIR
SEJAK MANUSIA ITU ADA
SEJAK MANUSIA BERPIKIR
SEJAK MANUSIA BERINTERAKSI
DENGAN ALAM
54
BAGAIMANA HUBUNGAN (ILMU
PENGETAHUAN DENGAN FILSAFAT?
 Pengetahuan bagian dari kajian filsafat ilmu,
pengetahuan lahir sejak adanya peradaban
manusia dan berkembang pesat sesuai
dengan budayanya.
 Pengetahuan lahir dari aktivitas
 Aktivitas memerlukan metode
 Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.
 Ilmu dan pengetahuan tidak bisa dipisahkan.
55
lanjutan
 Aktivitas memerlukan metode
 Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.
 Ilmu dan pengetahuan tidak bisa
dipisahkan.
56
SIKLUS ILMU
ILMU
AKTIVITAS
METODE
PENGETAHUAN
57
PENGERTIAN ILMU
SEBAGAI PENGETAHUAN
Dari segi maknanya pengertian ilmu
sekurang-kurangnya merujuk tiga hal:
Pengetahuan
Aktivitas
metode
58
Pengertian Umum
 Ilmu adalah sesuatu kumpulan
yang sistematis dari pengetahuan.
 Ilmu berarti semua pengetahuan
yang dihimpun dengan perantara
metode ilmiah (John G. Kemeny).
59
lanjutan
 Menurut Norman Campbell :
Ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan
yang berguna dan praktis dan suatu
metode untuk memperoleh pengetahuan
Ilmu tidak bersangkutan dengan
kehidupan praktis dan tidak dapat
mempengaruhinya kecuali dalam cara
yang paling tak langsung, baik kebaikan
atau keburukan.
60
SIMPULAN
 Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang
rasional dan kognitif dengan berbagai metode
berupa aneka prosedur dan tata langkah
sehingga menghasilkan kumpulan
pengetahuan yang sistematis mengenai gejalagejala kealaman, kemasyarakatan atau
keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran,
memperoleh pemahaman, memberikan
penjelasan, ataupun melakukan penerapan.
61
LANJUTAN
ILMU SEBAGAI RANGKAIAN AKTIVITAS
MANUSIA:
1. Rasional: proses pemikiran yang
berpegang pada kaidah-kaidah logika
2. Kognitif : proses mengetahui dan
memperoleh pengetahuan
62
lanjutan
1. Teologis:
 mencapai kebenaran
memperoleh
pemahaman
 Memberi penjelasan
 Meakukan penerapan dengan peramalan
atau pengendalian
63
ILMU SEBAGAI METODE
ILMIAH





ANALISIS (analysis)
PEMERIAN (description)
PENGUKURAN (measurement)
PERBANDINGAN (comparison)
SURVAI (survey)
64
Pengelompokan
Pengetahuan
 Menurut Bertrand Russell, pengetahuan
dibedakan menjadi 2:
1. Pengetahuan mengenai fakta-fakta
(knowledge of facts)
2. Pengetahuan mengenai hubungan
umum antara fakta (knowledge of
general connection berween facts)
65
Ledger Wood membagi
pengetahuan menjadi:
1.Non inferential Apprehension;
pengetahuan nonpenyimpulan
yang merupakan pengenalan
terhadap benda, orang, atau sifat
tertentu.
66
Bentuknya:
 Perception ;pengenalan objek diluar diri
seseorang
 Introspection; pengenalan terhadap
dirinya sendiri dengan segenap
kemampuan, pikiran kehendak, dan
perasaan
67
Lanjutan
2. Inferential Knowledge, meliputi;
 Knowledge of other selves; pengetahuan
mengenai diri orang lain.
 Historical knowledge; pengetahuan
menyangkut masa lampau.
 Scientific knowledge; pengetahuan
ilmiah.
68
George Klubertanz
 Pengetahuan langsung berdasarkan
pengenalannya terhadap objek-objek
pengalaman.
 Pengetahuan kemanusian (humanistic
knowledge) yang diperoleh karena
mempelajari
 Pengetahuan Ilmiah (scientific knowledge)
berdasarkan azas-azas yang cocok dan dapat
membuktikan kesimpulannya kebenaran.
69
lanjutan
 Pengetahuan Ilmiah (scientific
knowledge) berdasarkan azas-azas
yang cocok dan dapat
membuktikan kesimpulannya
kebenaran.
70
HAKIKAT PENGETAHUAN
 Darimanakah hakikat pengetahuan itu?
1. Realisme; pengetahuan manusia riil
adanya dari kehidupan.
2. Idealisme; pengetahuan tidak terdapat
dalam dunia riil melainkan hanya dalam
dunia konsep ideal atau dunia ide-ide.
71
Dari manakah sumber
pengetahuan manusia?
1. Rasionalisme; sumber pengetahuan
berasal dari rasio (akal) manusia.
2. Empirisme; sumber pengetahuan
adalah indra manusia (empiri)
3. Kritisisme/transidentalisme;
pengetahuan manusia bersumber dari
luar diri manusia, yaitu Tuhan.
72
PENGETAHUAN SEBAGAI DASAR
TEORITIS YANG MELAHIRKAN
PENGETAHUAN ILMIAH






CAKUPAN PENGETAHUAN ILMIAH:
1. Jenis sasaran
2. Bentuk-bentuk pernyataan
3. Ragam-ragam proposisi
4. Ciri-ciri pokok
5. Pembagian sistematis
73
Lanjutan
Jenis sasaran Pengetahuan Ilmiah:
 Objek material; fenomena di dunia
ini yang ditelaah oleh ilmu
 Objek formal; pusat perhatian
penelaahan ilmuwan terhadap
fenomena itu.
74
lanjutan
OBJEK MATERIAL PENGETAHUAN ILMIAH
DIKELOMPOKAN MENJADI 6:






IDE ABSTRAK
BENDA FISIK
JASAD HIDUP
GEJALA ROHANI
PERISTIWA SOSIAL
PROSES TANDA
75
OBJEK MATERIAL
KONSEP GUNUNG MERAPI, BURUNG,
INGATAN DST
DITELAAH BERDASARKAN OBJEK
FORMAL
76
TELAAH OBJEK FORMAL
MANUSIA
 BIOLOGI
 PSIKOLOGI
 FILSAFAT KODRATI
OBJEK TELAAH
FORMAL
77
SEPERTI APA BENTUK
PENGETAHUAN ILMIAH
ITU?
•ANATOMI
1. DESKRIPTIF
•GEOGRAFI
2. PRESKRIPSI
•UKURAN
•AZAS-AZAS
•PETUNJUK
•PROSEDUR
78
LANJUTAN
3. EKSPOSISI POLA
 SOSIOLOGI
 POLA-POLA
BUDAYA
 ANTROPOLOGI
 PERKEMBANGAN
BUDAYA
79
LANJUTAN
4.
REKONTRUK
SI HISTORIS
 HISTORIOGRAFI
 PURBAKALA
 PALEONTOLOGI
80
PROPOSISI ILMU
PENGETAHUAN
1. AZAS ILMIAH
 MENGANDUNG
KEBENARAN UMUM
BERDASARKAN
FAKTA YANG TELAH
DIAMATI
ILMU SOSIAL
81
LANJUTAN
2. KAIDAH ILMIAH
 Mengungkapkan
keajegan atau hubungan
tertib yang dapat
diperiksa kebenarannya
diantara fenomena
secara umum berlaku
pula untuk berbagai
fenomena yang sejenis.
 Boyle, Newton, Pascal
82
LANJUTAN
3. TEORI ILMIAH
 Kemampuan
proposisi yang
saling berkaitan
secara logis untuk
memberi penjelasan
mengenai sejumlah
fenomena.
 Teori Darwin
Kau lahir dariku
bodoh
83
lanjutan
 Teori; sekumpulam proposisi yang
mencakup konsep-konsep tertentu
yang saling berhubungan
84
APA MANFAAT DAN PERANAN
TEORI?
 Mensistematiskan dan menyususn data
maupun pemikiran tentang data sehingga
tercapai pertalian yang logis diantara
aneka data yang semula kacau balau.
Jadi teori berfungsi sebagai kerangka,
pedoman, bagan sistematisasi atau
sistem acuan.
85
lanjutan
 Memberikan skema atau rencana
sementara mengenai medan yang
semula belum dipetakan sehingga
terdapat suatu orientasi
 Menunjukkan atau menyarankan araharah untuk penyelidikan lebih lanjut.
86
PEMBAGIAN ILMU
PENGETAHUAN
 Ilmu Pengetahuan dibedakan atas:
1. Ilmu Pengetahuan Sosial (social science);
membahas hubungan manusia sebagai
makhluk sosial.
a. Psikologi; ilmu pengetahuan yang
mempelajari proses mental dan tingkah laku.
b. Pendidikan; suatu perlakuan atau nproses
latihan yang terarah dan sistematis meneju
ke suatu tujuan.
87
Lanjutan
c. Antropologi; suatu ilmu pengetahuan yang
pempelajari asal-usul dan perkembangan
jasmani, sosial, kebudayaan serta tingkah
laku manusia.
d. Etnologi; studi antropologi dari aspek
sistem sosio ekonomi dan pewarisan
kebudayaan terutama keaslian,
perkembangan dan perubuhan dalam
masyarakat primitif.
88
Lanjutan
e. Sejarah; suatu pencataan peristiwa –
peristiwa yang telah terjadi pada suatu
bangsa, negara atau individu.
f. Ekonomi; ilmu penghetahuan yang
berhubungan dengan produksi, tukar
menukar barang produksi, pengelolaan
dalam lingkup rumah tangga,
perusahaan atau negara.
89
Lanjutan
g. Sosiologi; suatu studi tingkah laku sosial,
terutama asal-usul organisasi, institusi dan
perkembangan masyarakat manusia.
2. Ilmu Pengetahuan Alam; yang membahas
alam semesta dengan segala isinya, ilmu ini
terbagi atas:
a. Fisika (physics); suatu kajian tentang benda
mati dari aspek wujud dengan perubahan yang
bersifat sementara.
90
lanjutan
b. Kimia (chemistry); mempelajari benda
hidup dan tidak hidup dari aspek susunan
materi dan perubahan-perubahan yang
bersifat tetap;
Kimia secara garis besar dibagi menjadi:
 Kimia anorganik
 Kimia organik
c. Biologi (biological science); ilmu
pengetahuan yang mempelajari makhluk
hidup dan gejala-gejalanya.
91
lanjutan
 Cabang-cabang biologi:
1. Botani; mempelajari seluk beluk
tumbuhan
2. Zoologi; mempelajari hewan
3. Anatomi; mempelajari strukur dalam
makhluk hidup
4. Fisiologi; studi tentang fungsi tubuh
92
5. Sitologi; studi tentang sel secara
mendalam
6. Sitologi; studi tentang jaringan tubuh
atau organ makhluk hidup
7. Palaentologi:studi tentang makhluk
masa lampau yang kebanyakan
hanya berupa fosil
93
lanjutan
3. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa
(earth science and space)
a. Geologi; studi tentang struktur bumi
 Petrologi membahas batu-batuan
 Vulkanologi, membahas gempa bumi
 Mineralogi, membahas bahan
mineral/bahan galian
 Kristalografi, membahas bentuk-bentuk
kristal dari mineral.
94
lanjutan
b. Astronomi; suatu ilmu pengetahuan yang
membahas benda-benda ruang angkasa
dan alam semesta.
b. Geografi; ilmu pengetahuan tentang
muka bumi dan produk ekonomi
sehubungan dengan makhluk hidup
terutama manusia.
95
ILMU PENGETAHUAN
BERDASARKAN KURUN
WAKTUNYA
 ILMU PENGETAHUAN
KONVENSIONAL
 ILMU PENGETAHUAN MODERN
96
Lanjutan
 Ilmu penetahuan konvensional
mengedepankan mitos, daripada logos.
 Ilmu pengetahuan modern
mengutamakan rasio, akal sehingga
segala sesuatu harus bersifat rasional.
Mengedepankan logos daripada mitos.
97
PERKEMBANGAN
PENGETAHUAN MODERN
 Konsep atau teori Pengetahuan modern
berkembang berabad-abad, sejak manusia
mempelajari alam semesta. Thales sebagai
Bapak ilmu pengetahuan, Aristoteles,
Scorattes sampai ke generasi Newton.
Berdasarkan pemikiran manusia pengetahuan
terus berkembang hingga melahirkan teoriteori dan wujud untuk kepentingan umat
manusia.
98
lanjutan
Berdasarkan pemikiran manusia
pengetahuan terus berkembang hingga
melahirkan teori-teori dan wujud untuk
kepentingan umat manusia.
99
lanjutan
 Aristoteles berpendapat, berdasarkan
pengamatan bebnda-benda hidup itu
mungkin dapat timbul dari benda tak
hidup. Contoh cacing berasal dari
lumpur, ulat berasal dari daging yang
membusuk dan lain lain.
100
ILMU PENGETAHUAN
ABAD KE-13
 TOKOH; NIKOLAS KOPERNIKUS
Berkebangsaan Polandia yang
mencetuskan revolusi dunia ilmu.
Teorinya menyatakan bahwa matahari
merupakan pusat tata surya yang diedari
oleh bumi serta planet lainnya.
101
ILMU PENGETAHUAN
ABAD KE-16
 TOKOH; SIR ISAAC NEWTON
Berkebangsaan Inggris yang
mencetuskan hukum gravitasi
bumi,pencipta teleskop cermin.
Teorinya sangat mempengaruhi alam
pikiran abad-18
102
lanjutan
 Perkembangan ilmu pengetahuan abad
18, 19 melahirkan ilmu ilmu yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan umat
manusia.
 Thomas Alpha Edison, dengan lampu
listriknya
 Albert Enstain dengan teori atomnya
103
PUNCAK PENGETAHUAN
DI ABAD 20
 Para ilmuwan memanfatkan materi dan
energi. Materi merupakan benda
sedangkan energi yang memiliki
kekuatan.
 Materi merupakan benda-benda hasil
olahan
104
lanjutan
 Dalam kehidupan modrn penggunaan
energi semakin meluas.
 Energi berwujud dalam berbagai bentuk;
cahaya, kimia, panas, gerak, nuklir dan
sebagainya.
105
TERIMA KASIH
SELAMAT BELAJAR
106
REFERENSI
 Nasution, HB. 2001. Filsafat Umum.
Jakarta :Gaya Media Pratama
 Haryono Imam. 1994. Filsafat Ilmu
Pengetahuan. Jakarta : Gramedia
 The Lian Gie. 1991. Pengantar Filsafat
Ilmu. Yogyakarta : Liberty
107
108
Bab 3
Filsafat dan Ilmu dalam Sejarah
109
Orientasi Sejarah
Hubungan Sejarah
• Filsafat dan ilmu di dalam filsafat ilmu berhubungan dengan
sejarah barat
• Berpusat di Eropa, terutama Eropa Barat
Pembabakan Sejarah
• Sejarah dibagi ke dalam sejumlah babak, dari zaman dahulu
sampai sekarang
• Pembabakan sejarah mengikuti pembabakan yang lazim di
sejarah Eropa
Filsafat dan Ilmu
• Di dalam sejarah ini, filsafat dan ilmu tidak diuraikan secara
110
Pembabakan Zaman
 Zaman Kuno
sebelum abad ke-5 sM
 Zaman Yunani Kuno
abad ke-5 sM sampai abad ke-1 sM
 Zaman Romawi
abad ke-1 sM sampai abad ke-5
 Zaman Gelap (Dark Ages)
abad ke-5 sampai abad ke-10
 Zaman Pertengahan (Medieval)
abad ke-10 sampai abad ke-15
 Zaman Kebangkitan (Rennaissance)
abad ke-15 sampai abad ke-18
 Zaman Modern
111
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Keteraturan Alam (Louis de Broglie)
• Gembala Chaldea di Mesopotamia memperhatikan gejala di
langit terutama di malam hari
• Gerak benda langit teratur sehingga mereka yakin akan
keteraturan alam
• Muncul pengetahuan astronomi termasuk kalender bulan
dan muncul ilmu
• Mereka juga mengenal musim, sehingga satu tahun terdiri
atas 12 bulan (tidak tepat)
Keteraturan Alam (Dennis Gabor)
• Manusia percaya bahwa ada keteraturan pada dasar gelaja
alam
• Keteraturan ini layak dinyatakan melalui logika
112
THE HISTORY OF SCIENCE
On the simplest level, science is knowledge of the world of
nature. There are many regularities in nature that mankind has had
to recognize for survival since the emergence of Homo Sapiens as
a species. The Sun and the Moon periodically repeat their
movements. Some motions, like the daily “motions” of the Sun, are
simple to observe; others, like the annual “motion” of the Sun, are
far more difficult. Both motions correlate with important terrestial
events. Day and night provide the basic rhythm of human
existence; the seasons determine the migration of animals upon
which human depended for millennia for survival. With the
invention of agriculture, the seasons became even more crucial, for
failure to recognize the proper time for planting could lead to
starvation. Science defined simply as knowledge of natural
processes is universal among mankind, and it has existed since the
dawn of human existence.
The mere recognition of regularities does not exhaust the full
meaning, however. In the first place, regularities may be simply
constructs of the human mind. Humans leap to conclusions; the
mind cannot tolerate chaos, so it constructs regularities even when
none objectively exists. Thus, for example, one of the
113
astronomical “laws” of the Middle Ages was that the appearance of
comets presaged a great upheaval, as the Norman Conquest of
Britain followed the comet of 1066. True regularities must be
established by detached examinations of data. Science, therefore,
must employ a certain degree of skepticism to prevent premature
generalization.
Regularities, even when expressed mathematically as laws of
nature, are not fully satisfactory to everyone. Some insist that
genuine understanding demand explanations of the causes of the
laws, but it is in the realm of causation that there is the greatest
disagreement. Modern quantum mechanics, for example, has given
up the quest for causation and today rests only on mathematical
expression . Modern biology, on the other hand, thrives on causal
chains that permit the understanding of physiological and
evolutionary processes in terms of the physical activities of entities
such as molecules, cells, and organism. But even if causation and
explanation are admitted as necessary, there is little argument on
the kinds of causes that are permissible, or possible in science. If
the history of science is to make any sense whatsoever it is
necessary to deal with the past on its own terms, and the fact in
that for most of the history of science natural philosophers
appealed to causes that
114
would be summarily rejected by modern scientists. Spiritual and
divine forces were accepted as both real and necessary until the
end of 18th century and, in areas such as biology, deep into the 19th
century as well.
Certain conventions governed the appeal to God or the gods or
the spirits, it was held, could not be completely arbitrary in their
actions; otherwise the proper response would be propitiation, not
rational investigation. But since the deity or deities were
themselves rational, or bound by rational principles, it was possible
for humans to uncover the rational order of the world. Faith in the
world could actually stimulate original scientific work. Kepler’s laws,
Newton’s absolute space, and Einstein’s rejection of the
probabilistic nature of quantum mechanics were all based on
theological, not scientific, assumptions. For sensitive interpreters of
phenomena, the ultimate intelligibility of nature has seemed to
demand some rational guiding spirit. A notable expression on this
idea is Einstein’s statement that the wonder is not that mankind
comprehends the world, but that the world is comprehensible.
Science, then is to be considered in this article as knowledge of
natural regularities that is subjected to some degree of skeptical
vigour and explained by rati-
115
onal causes. One final caution is necessary. Nature is known only
through the senses, of which sight, touch, and hearing are the
dominant ones, and the human notion of reality is skewed toward
objects of these senses. The invention of such instruments as the
telescope, the microscope, and the Geiger counter has brought an
ever-increasing range of phenomena with the scope of the senses.
Thus, scientific knowledge of the world is only partial, and progress
of science follows the ability of humans to make phenomena
perceivable.
116
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Keteraturan Alam (di Mesir Kuno)
• Sungai Nil banjir setiap tahun secara teratur menghapus batas
tanah sehingga lahir ilmu ukur untuk menemukan kembali
batas itu
• Ilmu ukur digunakan juga untuk membuat piramida
• Secara teratur, gerak naik bintang sothis (sirius) sinkron
dengan siklus banjir sungai Nil, dan berlangsung setahun
sekali
• Muncul pengetahuan astronomi dan kalender matahari di
samping kalender bulan
Keteraturan Alam (di Yunani Kuno)
• Pengetahuan dari Mesopotamia dan Mesir Kuno masuk ke
Yunani Kuno
117
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Keteraturan Alam (di Romawi Kuno)
• Sebelum Romawi menjadi negara adikuasa (abad ke-1 sM),
mereka juga menerima kalender dari Yunani Kuno
• Romawi menyusun kalender matahari yang berubah-ubah yang
kemudian distandardisasi oleh Julius Ceaser
• Kalender inilah yang kemudian menjadi kalender internasional
yang kita pergunakan sekarang (disempurnakan oleh Paus
Gregorius)
Keteraturan Alam (Kalender)
• Salah satu pengetahuan astronomi (mungkin tertua) yang
dilahirkan oleh keteraturan alam adalah kalender
• Di samping astronomi, muncul pula pengetahuan lain yang
dikenal sebagai astrologi
118
LUNAR CALENDAR
Any dating system based on a year consisting of synodic
months—i.e. complete cycles of phases of the Moon. In every solar
year (or year of the seasons), there are about 12.37 synodic
months. Therefore, if a lunar-year calendar is to be kept in step with
the seasonal year, a periodic intercalation (addition) of days is
necessary.
The Sumerians were probably the first to develop a
calendar based entirely on the recurrence of lunar phases. Each
Sumero-Babylonian month began on the first day of visibility of the
new Moon. Although an intercalary month was used periodically,
intercalations were haphazard, inserted when the royal astrologers
realized that the calendar had fallen severely out of step with the
seasons. Starting about 380 BC, however, fixed rules regarding
intercalations were established, providing for the distribution of
seven intercalary months at designated intervals over 19-year
periods. Greek astronomers also devised rules for intercalations to
coordinate the lunar and solar years. It is likely that the Roman
119
Lunar calendars remain in use among certain religious
groups today. The Jewish calendar, which supposedly dates from
3,760 and three months before the Christian Era (BCE) is one
example. The Jewish religious year begins in autumn and consists
of 12 months alternating between 30 and 29 days. It allows for a
periodic leap year and an intercalary month. Another lunar
calendar, the Muslim, dates from the Hegira—July 15, AD 622, the
day on which sthe prophet Muhammad began his migration from
Mecca to Medina. It makes no effort to keep calendric and
seasonal years together.
SOLAR CALENDAR
Any dating system based on the seasonal year of
approximately 365¼ days, the time it takes the earth to revolve
once around the Sun. The Egyptians appear to have been the first
to develop a solar calendar, using as a fixed point the annual
sunrise reappearance of the Dog Star—Sirius, or Sothis--in the
eastern sky, which coincided with the annual flooding of the Nile.
They constructed a calendar of 365 days, consisting of 12
120
months of 30 days each, with a 5 days added at the year’s end.
The Egyptian’s failure to account for the extra fraction of a day,
however, caused their calendar to drift gradually into error.
Ptolemy III Euergetes of Egypt, in the Decree of Canopus
(237 BC), introduced an extra day every four years to the basic
365-day calendar (this practice also having been introduced in the
Seleucid calendar adopted in 312 BC). In the Roman Republic,
Julius Ceaser in 45 BC replaced the confused Roman Republican
calendar. Which probably was based on the lunar calendar of the
Greeks, with the Julian calendar. The Julian calendar assigned 30
or 31 days to 11 months but fewer to February; it allowed for a leap
year every four years. The Julian calendar, however, made the
solar year slightly too long by adding a full quarter of day
annually—the solar year actually runs 365.2422 days. By mid-16th
century the extra time had resulted in an accumulated error of
about 10 days. To correct this error, Pope Gregory XIII instituted the
Gregorian calendar in 1582, dropping October 5-14 that year and
omitting leap years when they fell on centurial years not divisible by
400—e.g., 1700, 1800, 1900.
121

Penanggalan Romawi mula-mula hanya 10 bulan, dari Martius sampai
December. Oleh kaisar Romawi ke-2, ditambah 2 bulan pada musim
dingin sehingga menjadi
Martius
Aprilis
Maius
Junius
Quintilis (Julius)
Sextilis (Augustus)
September
October
November
December
Januarius
Februarius
122
Pada tahun ke-45 sebelum Masehi, penanggalan Romawai cukup
kacau. Julius Ceaser minta Sosigenes membenahi kalender.
Dasar pembenahan adalah 365 ¼ hari setahun sehingga setahun
365 hari dan interkalasi 4 tahun sekali dengan 366 hari. Dimulai
tahun 44 sebelum Masehi sehingga tahun 45 sM menjadi 400 hari
lebih.
Senat menghormati Julius Ceaser dan mengganti Quintilis menjadi
Julius. Pada tahun 4 sM, Senat menghormati Augustus Ceaser dan
mengganti Sextilis menjadi Augustus. Bulan Julius dan Augustus
dibuat sama 31 hari.
Ternyata setahun mengandung 365 ¼ hari kurang sedikit sehingga
kelebihan. Pada abad ke-16 kelebihan sampai 10 hari. Agar cocok
pada tahun 1527, 10 hari itu dihilangkan pada bulan Oktober
(tanggal 5 lompat ke 15) dan selanjutnya setiap 400 tahun
dikurangi 3 hari pada tahun ratusan.
123

Penanggalan












Masehi
Hijrah
Jawa
Yahudi
Koptik
Ethiopia
Persia
Hindu
Konghucu
Jepang
Romawi
Thailand
: 1 – 1 – 2000
: 24 Ramadhan 1420
: 24 Pasa 1932
: 5761
: 1717
: 1993
: 1379
: 5101
: 25 – 11 – 2550
: 1 – 1 – 2660
: 2753
: 1 – 1 - 2543
124



















TANGGAL JULIAN DI DALAM KOMPUTER
Oleh Dali S. Naga
Abstract. Database management systems uses Julian date in calculating calendar days. To understand Julian date, we have to trace it into the
history of our calendar. Our calendar is based on the movement of the moon and the sun. Intercalations and cycles are needed to come back to the previous
positions of the moon and the sun. One of the intercalation and system of cycle is Julian date. Julian date begins from 1 January 4713, B.C.
Di dalam komputer, seperti pada program manajemen basis data, tanggal yang digunakan adalah tanggal Julian. Apa sebenarnya tanggal Julian
itu? Untuk itu, kita perlu menelaah sejarah kalender yang sekarang kita gunakan. Namun, sebelumnya, kita perlu membedakan dua hal yakni kalender dan era.
Tanggal kita 2 April, hari Rabu, jam 12.00 adalah kalender, tetapi tahun kita 2003 adalah era. Gabungan mereka, kalender dan era Masehi menghasilkan
tanggal 2 April 2003.
Era Masehi
Era yang digunakan pada penanggalan kita adalah era Masehi, di samping era lain seperti era Hijrah, era Saka, dan era Konghucu. Era Masehi
dihitung sejak kelahiran Yesus. Sekalipun demikian, pada waktu kelahiran Yesus, belum ada era Masehi. Era Masehi baru kemudian disusun dan diusulkan
oleh seorang rahib bernama Denys le Petit pada tahun 532 Masehi. Pada waktu itu, Denys mencoba menghitung mundur untuk menemukan tanggal lahir
Yesus. Menurut hasil hitung Denys, Yesus lahir pada tanggal 25 Desember, 532 tahun lalu. Dengan demikian, Denys menetapkan bahwa era Masehi dimulai
pada hari Sabtu, tanggal 1 Januari 532 tahun sebelumnya.
Walaupun Denys le Petit telah menciptakan era Masehi pada tahun 532, namun era Masehi baru dipakai di Barat setelah tiga atau empat abad
kemudian. Dengan demikian, era Masehi baru ada di dalam pemakaian pada abad ke-9 atau ke-10. Sebelum abad ke-9 atau ke-10, belum ada penggunaan
era Masehi. Selanjutnya, era Masehi tidak mengenal tahun 0. Di dalam perhitungan mundur, hanya ada tahun 1 Masehi dan tahun 1 sebelum Masehi.
Kalender
Kini kita beralih ke kalender. Di dalam kalender, kita mengenal hari. Kapan suatu hari dimulai? Ternyata banyak caranya. Ada orang yang
menghitungnya sejak subuh ke subuh, ada orang yang menghitungnya sejak senja ke senja, ada orang yang menghitungnya sejak tengah hari ke tengah hari.
Orang Romawi kuno menghitungnya dari tengah malam ke tengah malam. Tradisi Romawi inilah yang kita gunakan sekarang pada kalender kita yakni hari kita
dimulai sejak tengah malam ke tengah malam berikutnya.
Sehari dibagi menjadi 24 jam berasal dari zaman kuno yakni dari zaman Babylonia. Mereka menggunakan bilangan Sumeria yakni bilangan yang
berbasis 60. Dari basis 60 inilah ditemukan bilangan 12 yang masing-masing digunakan untuk siang dan untuk malam sehingga sehari menjadi 2 x 12 jam = 24
jam. Hal ini pun diterima di mana-mana. Hari kita pada saat ini juga terdiri atas 2 x 12 jam = 24 jam. Satu jam sebanyak 60 menit dan satu menit sebanyak 60
detik juga berasal dari bilangan berbasis enam puluh (sexagesimal) yang digunakan oleh orang Sumeria.
Siklus Minggu kita yang 7 hari panjangnya berasal dari Babylonia dan Yahudi. Di Afrika Barat, siklus itu adalah 4 hari; di Asia Tengah dan juga di
Jawa dikenal siklus 5 hari; Mesir kuno mengenal siklus 10 hari; dan Romawi kuno mengenal siklus 8 hari. Diduga bahwa siklus 7 hari berasal dari penanggalan
bulan yakni waktu selama seperempat bulan. Pengguaan siklus 7 hari di dalam kalender kita didasarkan atas dekrit Kaisar Constantine I dan dimulai pada
tahun 321 dengan hari Minggu sebagai hari pertama. Di dalam dekrit Kaisar Constantine I itu, hari Minggu dinyatakan sebagai hari libur. Dan libur Minggu itu
masih terus kita gunakan sampai sekarang.
Bulan merupakan satu bagian dari kalender. Perhitungan bulan dilakukan melalui fasa bulan. Perhitungan bulan menimbulkan masalah karena
satu bulan terdiri atas 29 hari lebih sekian jam, pada hal jumlah hari di dalam bulan adalah bulat. Demikian pula dengan tahun. Satu tahun matahari terdiri atas
365 hari lebih sekian jam, pada hal jumlah hari di dalam setahun adalah bulat. Akibatnya, pada ulang bulan, kedudukan bulan tidak tepat sama seperti
kedudukannya pada bulan lalu. Pada ulang tahun, kedudukan matahari tidak tepat sama seperti kedudukannya pada tahun lalu.
Untuk menyelesaikan masalah sekian jam yang lebih pada setiap bulan dan pada setiap tahun, maka pada bulan dan tahun tertentu diberikan tambahan hari.
Hal ini dikenal sebagai interkalasi. Interkalasi merupakan hal yang cukup rumit di dalam kalender. Tidak mudah untuk menemukan interikalasi yang
menyebabkan kedudukan bulan atau matahari tepat kembali sama seperti pada waktu sebelumnya.
Kalender Romawi
Kita tinggalkan dulu interkalasi ini dan menengok ke sejarah kalender kita. Kalender kita berasal dari kalender Romawi kuno. Konon kabarnya,
kalender Romawi kuno ditetapkan oleh raja pertamanya pada abad ke-7 atau ke-8 sebelum Masehi. Pada ketentuan raja Romulus ini, awal tahun dimulai pada
bulan Martius dan diakhiri pada bulan December (desi = 10). Panjang tahun adalah 10 bulan. Setiap bulan terdiri atas 30 atau 31 hari sehingga di dalam
setahun terdapat 304 hari. Setelah itu terdapat celah musim dingin yang tidak ada kalendernya.
Raja kedua Numa Pompilius membagi celah musim dingin itu menjadi dua bulan yakni bulan Januarius dan Februarius. Dua bulan tambahan
sebanyak 50 hari ini diletakkan di akhir tahun sehingga di dalam setahun terdapat 354 hari. Kemudian pada bulan Januarius ditambahkan satu hari lagi
sehingga di dalam setahun terdapat 355 hari.
Raja kelima Tarquinius Priscus (616 – 579 sM) adalah orang Etruscan. Kalender diubah menjadi kalender republik. Pada kalender republik ini, Februarius 28
hari; Martius, Maius, Julius (waktu itu masih bernama Quintilis), dan October, masing-masing 31 hari; serta Januarius, Aprilis, Junius, Augustus (waktu itu
masih bernama Sextilis), dan December, masing-masing 29 hari. Di dalam setahun terdapat 355 hari. Raja ini juga memindahkan awal tahun ke bulan
Januarius namun pada tahun 510 sM, melalui pengusiran orang Estrucan, awal tahun dikembalikan ke bulan Maret.
Pada setiap akhir tahun, orang Romawi melakukan pembayaran upah. Sering upah berkenaan dengan pekerjaan di dalam musim yang dipengaruhi oleh
kedudukan matahari. Namun dengan 355 hari setahun, kedudukan matahari bergeser dari akhir tahun ke akhir tahun. Karena itu orang Romawi menambahkan
22 dan 23 hari selang-seling pada setiap dua tahun, dan tambahan diselipkan di antara tanggal 23 dan 24 Februarius. Dengan demikian, setiap empat tahun
terdapat 1465 hari atau rerata di dalam setahun terdapat 366,25 hari.
Julius Ceaser memanggil Sosigenes untuk membenahi kalender. Sosigenes menggunakan tahun dengan 365,25 hari. Pada tahun 46 sM, Sosigenes
125
126
127

Tanggal Julian (tahun 1583 oleh Joseph Justus Scaliger)
 Menggabungkan tiga siklus interkalasi

19 x 15 x 28 = 7980 tahun
 Titik temu terakhir pada tahun 4713 sM
 Patokan tanggaln Julian 1 Januari 4713 sM sebagai tanggal 1
(dimulai tengah hari)
 2 Oktober 2004 = 2 454 178
128
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Keteraturan Alam (Ramuan Bahan)
• Keteraturan alam lainnya terdapat pada ramuan bahan
(material, logam, obat)
• Mereka menjadi ilmu bahan dan farmasi
• Di samping ilmu bahan dan farmasi, terdapat pula ramuan
bercampur kepercayaan dan mistik yang dikenal sebagai
alkemi
Keteraturan Alam (Pengobatan)
• Keteraturan alam juga terdapat pada pengobatan orang sakit
• Mereka menjadi tabib dan dukun
• Di samping itu, terdapat pula kepercayaan dan mistik yang
129
dikenal sebagai tenung
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Keteraturan Alam (Pertukangan)
• Keteraturan alam lainnya adalah pembuatan alat
• Mereka dikenal sebagai pertukangan
• Salah satu kegiatan arkeologi adalah mencari karya
pertukangan pada zaman purbakala
Tenung
• Merupakan kekuatan gaib yang dapat menyembuhkan atau
menyakitkan orang
• Sekalipun tidak ada dasar ilmiahnya, sampai sekarang pun,
kalangan tertentu masih percaya akan kekuatan tenung (gunaguna)
130
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Astrologi
• Di samping astronomi, muncul juga pengetahuan lain yang
dikenal sebagai astrologi
• Menurut astrologi, dunia bintang-bintang adalah
makrokosmos dan dunia manusia adalah mikrokosmos
• Mikrokosmos adalah refleksi dari makrokosmos sehingga
nasib manusia dapat diramal dari gejala bintang-bintang di
langit
• Jam dan tanggal lahir menjadi patokan untuk ramalan
nasib manusia
Peranan Astrologi
• Peranan astrologi melampau batas zaman kuno
• Sampai sekarang pun masih muncul ramalan astrologi di
131
ASTROLOGY
Astrology is the type of divination that consists in
interpreting the influence of planets and the stars on earthly
affairs in order ot predict the destinies of individuals, groups, or
nations. At times regarded as science, astrology has exerted an
extensive or a peripheral influence in many civilizations, both
ancient and modern. Astrology has also been defined as a
pseudoscience and considered to diametrically opposed to the
theories and findings of modern science.
Astrology originated in Mesopotamia, perhaps in the 3rd
millenium BC, but attained its full development in the Western
world much later, within the orbit of Greek civilization of the
Hellenistic period. It spread to India in its older Mesopotamian
form. Islamic culture absorbed it as part of the Greek heritage;
and in the Middle Ages, when Western Europe was strongly
affected by Islamic science, European astrology also felt the
influence of the Orient.
The Egyptian also contributed though less
132
directly, to the rise of astrology. They constructed a calendar,
containing 12 months of 30 days each with five days added at the
end of the year, that was subsequently taken over by the Greeks as
a standard of reference for astronomical observations. In order that
the starry sky might serve them as a clock, the Egyptians selected
a successian of 36 bright stars whose risings were separated from
each other by intervals of 10 days. Each of these stars, called
decans by Latin writers, was conceived of as a spirit with power
over the period of time for which it served; they later centered the
zodiac as subdivisions of its 12 signs.
In pre-Imperial China, the belief in an intelligible cosmic
order, comprehended aspects of which would permit influences on
correlated incomprehended aspects, found expression in
correlation charts that juxtaposed natural phenomena with the
activities and the fate of man. The transition from the belief to a
truly astrological belief in the direct influence of the stars on human
affairs was slow, and numerous systems of observation and strains
of lore developed. When Western astronomy and astrology became
known in China through Arabic influence in
133
Mongol times, their data were also integrated into the Chinese
astrological corpus. In the later centuries of Imperial China it was
universal practice to have a horoscope case for each newborn child
and at all decisive junctures in life.
Once established in the classical world, the astrological
conception of causation invaded the sciences; particularly medicine
and allied disciplines. The Stoics, espousing the doctrine of a
universal “sympathy’ linking microcosm of man with the macrocosm
of nature, found in astrology a virtual map of such a universe.
Greek astrology was slow to be absorbed by the Romans,
who had their own native methods of divination, but by the times of
Augustus, the art had resumed its original role as a royal
prerogative. Attempts to stress its influence on the populace met
repeatedly with failure.
Throughout pagan antiquity the words astronomy and
astrology had been synonymous; in the first Christian centuries the
modern distinction between astronomy, the science of stars, began
to appear. As against the omnipotence of the stars, Christianity
134
taught the omnipotence of their Creator. To the determinism of
astrology Christianity opposed the freedom of the will. But within
these limits the astrological worldview was accepted. To reject it
would have been to reject the whole heritage of classical culture,
which had assumed an astrological complexion. Even at the centre
of Christian history, Persian magi were reported to have followed a
celestial omen to the scene of the Nativity.
Although various Christian councils condemned astrology
the belief in the worldview it implies was not seriously shaken. In
the late European Middle Ages, a number of universities, among
them Paris, Padua, Bologna, and Florence, had chairs of astrology.
The revival of ancient studies by the humanists only encouraged
this interest, which persisted into the Renaissance and even into
the Reformation.
It was Copernican revolution of the 16th century that dealt
with the geocentric worldview of astrology its shattering blow. As a
popular pastime or superstition, however, astrology continued into
modern times to engage the attention of millions of people.
135
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Alkemi
• Di samping ramuan bahan secara alamiah, muncul
kepercayaan dan mistik berkenaan dengan ramuan bahan itu
• Ramuan dengan kepercayaan seperti ini dikenal sebagai
alkemi
• Alkemi bertujuan untuk membuat emas dari bahan murah
serta membuat obat panjang umur yang membuat orang tidak
mati
• Ada alkemi yang hanya rajin menulis melalui sandi rahasia
serta ada alkemi yang rajin meramu bahan
Peranan Alkemi
• Peranan alkemi melampaui batas zaman kuno
136
• Mereka baru hilang pada zaman modern (abad ke-18 dan ke-
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Asas Determinisme Universal
• Ada keteraturan alam yang ditemukan oleh manusia
• Ada kepastian tentang keteraturan alam itu
• Mereka menjadi suatu asas yakni asas determinisme
universal
• Asas ini dikenal sejak Zaman Kuno dan terus berlangsung
sampai sekarrang
• Asas determinisme universal menjadi dasar untuk
menemukan dan mengembangkan ilmu
Asas Indeterminisme
• Dikenal sebagai uncertainty principle, ditemukan oleh
Heisenberg pada tahun 1928
• Bertentangan dengan asas determinisme universal, tetapi
hanya berlaku di fisika partikel subatomik dan dalam ukuran
yang sangat kecil
137
Zaman Yunani Kuno
5 sM sampai 1 sM
Kebudayaan Yunani
• Zaman ini merupakan zaman emas Yunani Kuno
• Budaya berkembang ke arah kecendekiaan
• Sekalipun Yunani Kuno mengenal dewa dan dewi, pemikiran
mereka tidak melibatkan dewa dewi itu
• Di zaman itu lahir filsafat dan demokrasi dan sangat
berpengaruh terhadap kebudayaan barat sampai sekarang
Babakan
• Zaman pra-Sokrates
• Zaman Sokrates
• Zaman pasca-Sokrates
138
Zaman Yunani Kuno
5 sM sampai 1 sM
Zaman Pra-Sokrates
• Ada tiga pemikiran besar pada zaman itu yang dibicarakan
di sini:
• Unsur dasar pembentuk alam dan bentuk alam
• Alam tunggal dan alam jamak
• Realitas bilangan
Zaman Sokrates (Sokrates, Plato, Aristoteles)
•
•
•
•
Dialog
Metafisika dan epistemologi
Logika
Etika dan estetika
Zaman Pasca-Sokrates
• Stoik, Epikurus, Cynics, dan Skeptik
139
Greece
Greece, officially called Hellenic Republic (Greek: Ελληνική
Δημοκρατία Eliniki Dhimokratia), is a country in the southeast of Europe
on the southern tip of the Balkan peninsula.
The historical name of Greece in Greek is Έλλάς Ellas. This
name is also written Hellas in English, following the ancient Greek
pronunciation. More commonly, it is called Ελλάδα Elladha in modern
Greek. The mythical ancestor of the Greek is the eponymous Hellen.
The name of Greece in European languages (English: Greece,
French: Grèce, Portuguese: Grécia, Spanish and Italian: Grecia,
German: Griechenland, Russian: Греция, etc) comes from a different
root: Γραικός Graikόs (via Latin Graecus) which according to Aristotle
was an ancient name of the Greeks. On the other hand, the name of
Greece in some Middle Eastern and Eastern languages (Turkish:
Yunanistan, Arabic (tulisan Arab Yunan), Hebrew (tulisan Hebrew),
ancient Persian: Yauná, Indian Pali: Yona, Malay and Indonesian:
Yunani) derives from the Greek toponym Ίωνία Iōnia. Norwegian is one
of the few languages apart from Greek in which the name Hellas
predominates.
140
THE HELLENISTIC WORLD
The history of the Greek-speaking world in antiquity may be
divided into three periods: that of the free City States, which was
brought to an end by Philip and Alexander; that of the Macedonian
domination, of which the last remnant was extinguished by the
Roman annexation of Egypt after the death of Cleopatra; and finally
that of the Roman Empire. Of these three periods, the first is
characterized by freedom and disorder, and the second by
subjection and disorder, the third by subjection and order.
The second of these periods is known as the Hellenistic age. In
science and mathematics, the work done during this period is the
best ever achieved by the Greeks. In philosophy, it includes the
foundation of the Epicurean and Stoic schools, and also of
scepticism as a definitely formulated doctrine; it is therefore still
important philosophically, though less so than the period of Plato
and Aristotle. After the third century BC, there is nothing really new
in Greek philosophy until the Neoplatonists in the third century AD.
But meanwhile the Roman world was being prepared for the victory
of Christianity. ...
After Alexander’s death, there was an attempt to preserve the
unity of his empire. But of his two sons,
141
one was an infant and the other was not yet born. Each had
supporters, but in the resultant civil war both were thrust aside. In
the end, his empire was divided between the families of three
generals, of whom, roughly speaking one obtained the European,
one the African, and one the Asiatic parts of Alexander’s
possessions. The European part fell ultimately to Antigonus’s
descendants; Ptolemy, who obtained Egypt, made Alexandria his
capital; Seleucus, who obtained Asia after many wars, was too
busy with campaigns to have a fixed capital, but at later times
Antioch was the chief city of his dynasty. …
From the point of view of Hellenistic culture, the most brilliant
success of the third century BC was the city of Alexandria. Egypt
was less exposed to war than the European and Asiatic parts of the
Macedonian domain, and Alexandria was in extraordinarily
favoured position for commerce. The Ptolemies were patrons of
learning, and attracted to their capital many of the best men of the
age. Mathematics became, and remained until the fall of Rome,
mainly Alexandrian … [from Bertrand Russell, History of Western
Philosophy]
142
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam
Unsur Dasar Alam
•
•
•
•
•
Menurut Thales dari Miletus (± 624 sM - ± 546 sM) adalah air
Menurut Anaximenes (± 570 sM - ± 500 sM) adalah udara
Menurut Xenophanes (± 570 sM - ± 480 sM) adalah tanah
Menurut Heraklitus (± 540 sM - ± 475 sM) adalah api
Menurut Empedokles (± 490 sM - ± 430 sM) adalah kombinasi
dari air, udara, tanah, dan api
Sifat Dasar Unsur
• panas dan dingin
• kering dan basah
143
THALES OF MILETUS
Thales of Miletus (fl. 6th century BC), philosopher
remembered for his cosmology based on water as the essence
of all matter. According to the Greek thinker Apollodorus, he was
born in 624; the Greek historian Diogenes Laeritus placed his
death in the 58th Olympiad (548-545) at the age of 78.
No writings by Thales survive, and no contemporary
sources exist; thus, his achievement are difficult to assess.
Inclusion of his name in the canon of legendary Seven Wise
Men led to his idealization, and numerous acts and sayings,
many of them no doubt spurious, were attributed to him.
According to Herodotus, Thales was a practical statesman who
advocated the federation of Ionian cities of the Aegian region.
The Greek scholar Callimachus recorded a traditional belief that
Thales advised navigators to steer by the Little Bear (Ursa
Minor) rather than by the Great Bear (Ursa Major), both
prominent constellation in the north.
144
He is also said to have used his knowledge of geometry to
measure the Egyptian pyramids and to calculate the distance from
the shore of ships at sea. Although such stories are probably
apocryphal, they illustrate Thales’ reputation. The Greek writer
Xenophanes claimed that Thales predicted the solar eclipse that
stopped the battle between the Lydian Alyattes and the Median
Cyaxares, evidently on May 48, 585. Modern scholars believe,
however, that he could not possibly have had the knowledge to
predict accurately either the locality or the character of an eclipse.
Thus, his feat was apparently isolated and only approximate;
Herodotus spoke of his foretelling the year only. That the eclipse
was nearly total and occurred during a crucial battle probably
contributed considerably to his exaggerated reputation as an
astronomer.
In geometry Thales has been credited with the discovery of
five theorems: (1) that a circle is bisected by its diameter, (2) that
angles at the base of a triangle having two sides of equal length are
equal, (3) the opposite angles of intersecting straight lines are
equal, (4) that the angle inscribed in a semicircle is a right angle,
and (5) that a triangle is determined if its base and the angles
relative to the base are given. His mathematical achievements are
difficult o assess, however, because of the ancient practice of
crediting particular discoveries to men with a general reputation for
wisdom.
145
The claim that Thales was the founder of a European
philosophy rests primarily on Aristotle, who wrote that Thales was
the first to suggest a single material substratum for the universe—
namely, water, or moisture. Even though Thales as philosopher
renounced mythology, his choice of water as the fundamental
building block of matter had its precedent in tradition. A likely
consideration in this choice was the seeming motion that water
exhibits, as seen in its ability to become vapour; for what changes
or moves itself was thought by the Greeks to be close to life itself.
To Thales the entire universe is a living organism, nourished by
exhalations from water.
Thales’ significance lies in his choice of water as the
essential substance than in his attempt to explain nature by the
simplification of phenomena and in his search for causes within
nature itself rather than in the caprices of anthropomorphic gods.
Like his successors Anaximander and Anaximenes, Thales is
important in bridging the worlds of myth and reason.
146
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam
Letak Unsur
• Tanah
di tengah alam, benda jatuh karena kembali ke letak asal
• Air
di tepi tanah, air keluar dari tanah melalui mata air karena
kembali ke letak asal
• udara
di tepi air, udara di dalam air bergelembung naik karena kembali
ke letak asal
• api
di tepi udara, dalam bentuk kilat di langit
• Unsur kelima (quintessential)
unsur pembentuk benda langit, unsur sempurna
147
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam
Sifat Unsur
tanah
air
udara
api
kering dingin
basah dingin
basah panas
kering panas
Benda
Benda merupakan kombinasi dari keempat unsur beserta sifat
mereka
Asumsi
Unsur alam beserta sifatnya ini dijadikan asumsi di dalam
pengetahuan kemudian
148
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam
Unsur dasar pembentuk alam dan sifat mereka
quintessential
(unsur kelima)
api
(kering dan panas)
udara
(basah dan panas)
air
(basah dan dingin)
tanah
(kering dan dingin)
149
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam
Bentuk Alam
• Menurut Anaximander (± 610 sM - ± 546 sM) dari Miletus
langit berentuk bola serta permukaan bumi melengkung dan
berbentuk silinder dengan sumbu timur-barat
• Menurut Anaximenes dari Miletus, bumi berbentuk meja
bundar (cakram)
• Menurut Pythagoras, bumi berbentuk bola
Alam
• alam terdiri atas substansi dan bentuk
Peta Zaman Kuno
• Timur (orient) terletak di atas
• Membaca peta, perlu mencari letak timur dulu
150
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Paham Alam Tunggal (Monisme)
•
•
•
•
•
Realitas alam adalah tunggal walaupun tampak jamak
Tidak ada celah
Tidak terbagi
Tiada gerakan (statis)
Penganut: perguruan Elea yang dipimpin oleh Parmenides
151
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Paham Alam Jamak (Pluralisme)
•
•
•
•
•
Realitas alam adalah jamah (banyak)
Ada celah
Terbagi
Ada gerakan (dinamis)
Penganut: Heraklitus dan Empedokles
152
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Perguruan Elea
• Dipimpin oleh Parmenides
• Pengikut terkenal adalah Zeno dari Elea
• Menganut alam tunggal (monisme)
Heraklitus
• Mengagumi api yang bergerak dan air yang mengalir
• Ucapan terkenal “panta rhei = semua mengalir”
• Menganut alam jamak
Empedokles
• Substansi alam terus bergerak, berpadu melalui kasih, dan
bercerai melalui benci, berulang-ulang terjadi secara
periodik
153
PARMENIDES
Parmenides (b. c. 515 BC), Greek philosopher of Elea in
southern Italy who founded Eleaticism, one of the leading perSocratic schools of Greek thought. His general teaching has been
diligently reconstructed from the few surviving fragments of his
principal work, a lengthy three-part verse composition titled On
Nature.
Parmenides held that the multiplicity of existing things, their
changing forms and motion, are but an appearance of a single
eternal reality (“Being”), thus giving rise to the Parmenidian
principle that “all is one.” From this concept of Being, he went on to
say that all claims of change or or bob-Being are illogical. Because
he introduced the method of basing claims about appearances on a
logical concept of Being, he is considered one of the founders of
metaphysics.
Plato’s dialogue the Parmenides deals with his thought. An
English translation of his work was edited by L. Taran (1965).
154
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Paradoks Zeno
• Zeno dari Elea (penganut paham alam tunggal) membantah
paham alam jamak melalui empat paradoks
• Paradoks dikotomi
• Paradoks Achilles
• Paradoks panah
• Paradoks stadion
Cara
• Menggunakan paham alam jamak (terbagi) dan menunjukkan
ketidaklogisan
155
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Paradoks Dikotomi
• Dari titik A bergerak menuju ke titik B
• Kalau jarak ini terbagi (paham jamak) maka jalan itu dibagi
dua
• Setelah tiba di tengah jalan, sisa jalan dibagi dua lagi
• Setelah mencapai titik tengahnya, sisa jalan dibagi dua lagi
• Demikian seterusnya, sehingga kita tidak mungkin tiba di B
A
B
156
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Paradoks Achilles
• Achilles adalah dewa Yunani yang larinya tercepat; kura-kura
adalah hewan yang jalannya paling lambat
• Achilles ingin menyusul kura-kura yang sudah lebih dahulu
berjalan
• Setiap kali Achilles tiba ke tempat kura-kura, sang kura-kura
sudah maju sedikit
• Demikian seterusnya, sehingga Achilles tidak mungkin
melewati kura-kura
• Bahkan menurut paradoks dikotomi, Achilles tidak mungkin
mencapai tempat kura-kura
Achilles
Kura-kura
157
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Teori Atom
• Leucippus dan Democritos muncul dengan teori atom ( a
tomos = tidak terpenggal)
• Menurut mereka segala sesuatu memiliki bagian terkecil
berupa atom
• Segala sesuatu itu meliputi benda dan bukan benda (berbeda
dengan atom unsur di kimia)
• Benda: kayu, batu, air; bukan benda: api, jiwa, perasaan,
pikiran
• Ada atom kasar seperti atom api; ada atom halus (eidola)
seperti atom jiwa (psyche)
• Pemenggalan sesuatu akan terhenti pada atom
• Tampaknya teori atom ini dapat menjawab paradoks Zeno 158
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
Perguruan Pythagoras
• Kita mengenal dalil Pythagoras di geometri (sebelum
Pythagoras, dalil ini sudah dikenal)
• Sebenarnya, banyak hal yang dikemukakan oleh Perguruan
Pythagoras, dan kesemuanya berkenaan dengan bilangan
Paham Pythagoras
• Segala sesuatu duduk di atas bilangan dan dapat dinyatakan
dalam bilangan
• Perguruan Pythagoras menemukan berbagai sifat bilangan
• Tugas ahli filsafat, menurut perguruan Pythagoras, adalah
mencari bilangan itu
159
PYTHAGOREAN PHILOSOPHY
Although much of the tradition about Pythagorean
philosophy is confused because of dissensions within the school
and on account of intermixture of later speculation with earlier
doctrine, yet some of the chief principles are quite clear.
Pythagoras’s discoveries in musical theory, such as that the basic
musical harmonies depend on very simple numerical ratios
between the dimensions of the instruments (such as strings, pipes,
disks) producing them, let him interpret the world as a whole
through numbers. The discovery was the basis for the Pythagorean
theory of numbers, of which the systematic study induced the
intense Pythagorean devotion to mathematics and the subsequent
development of this science by Greek scientists. Pythagoras taught
that number is the fundamental part of the world’s framework.
According to his theory that the dominant note of the universe are
proportion, order, and harmony. All three are expressible by
numerical relations. Pythagoreans thus considered that the
universe’s essential character is number, but they went beyond this
by asserting that the world is made of numbers—a doctrine that is
the core of Pythagorean
160
philosophy. In preaching this principle the Pythagoreans both
propounded several semi mystical speculations and discovered
more scientific truths.
On the speculative side occurs the celebrated Pythagorean
table of opposites, derived from their proposition that the universe
is composed of pairs of contradictories. The pairs are 10 in number:
(1) limited and unlimited; (2) odd and even; (3) one and many; (4)
right and left; (5) masculine and feminine; (6) rest and motion; (7)
straight and crooked; (8) light and darkness; (9) good and evil; (10)
square and oblong. Though this theory may not be so fantastic as it
appears, the Pythagorean development of numbers was quite
arbitrary in the following proposition. The number 1 is the point, 2 is
the line, 3 is the plane, 4 is the solid, 5 is physical qualities, 6 is
animation, 7 is intelligence and health, 8 is love, friendship,
wisdom. Identification of different numbers with different things
exemplifies no principle. The Pythagoreans themselves disagreed
on what number should be assigned to what things. Thus, since
justice is that which returns equal for equal, the only numbers
161
which do this are square numbers; thus 4 equals 2 into 2 and so
for equal; thus 4 must be justice. But since 9 is equally square of 3,
9 also can represent justice. Such speculation seems sterile, save
to numerologists.
Among the Pythagorean achievements in science were:
(1) The Pythagorean theorem, reliably reported to have
been discovered by Pythagoras, to whose speculation was owed
also, quite probably, most of the first book of Euclid’s Stoicheaia
(Elements) on geometry.
(2) By 500 BC the earth sphericity was proclaimed by
Pythagoreans, who were among the first, if not the first, to teach it.
(3) Hippasus (fl. 450 BC) discovered incommensurability
and elaborated a theory of proportions applicable to
incommensurables.
(4) By 400 BC the Pythagoreans taught the theory that the
earth, sun, and moon, planets, and fixed stars revolve around a
central fire—a denial of the earlier and later geocentric view of the
universe and an anticipation of Nicolaus Copernicus’ heliocentric
162
hypothesis announced in 1543. From this theory they
developed the doctrine of the music of the spheres, which lasted
into modern times.
(5) Archytas of Tarentum (fl. 360 BC) developed a very
advanced theory of acoustics and founded mechanics.
(6) At an undetermined date Pythagoreans developed the theory
of mathematical “means” and they also invented the theory of
polygonal numbers.
Pythagorean ethics consisted in ascetics practice. Happiness
was the perfection of the soul’s virtue, which was a kind of
harmony. The process of purification of the soul was accomplished
by metemorsychosis, the transmigration of the soul, a theory
imported by Pythagoreans from the Orient and one of their most
characteristic dogmas.
163
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
Harmoni
• Pythagoras menemukan bahwa nada dapat dinyatakan
dengan rasio panjang kawat yang menghasilkan nada (1 : ¾ :
2/3 : ½ ) atau (12 : 9 : 8: 6)
• oktaf (diaspason) 12 : 6; fourth (diatessaron) 8 : 6; fifth
(diapente) 12 : 8
• Rasio ini dinamakan harmoni
• Menurut mereka, jarak benda langit ke bumi juga memiliki
rasio harmonis (music of the sphere)
• Menurut mereka, tubuh manusia sehat memiliki tone yang
harmonis; sakit berarti tone tidak harmonis lagi, diobati dengan
tonikum
164
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
Arti Bilangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
=
=
=
=
=
=
=
=
=
titik; penalaran
garis; pendapat
bidang
bentuk ruang; keadilan
kualitas fisik; perkawinan
animasi; semangat
inteligensi; kesehatan
cinta; persahabatan; kearifan
keadilan
Genap Ganjil
• Bilangan genap (artios) tidak disukai karena mudah
terbagi/pecah
165
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
Bilangan 10
Bilangan 10 adalah ideal karena 1 + 2 + 3 +4 = 10
Ada 10 pasang lawanan










terbatas lawan tak terbatas
ganjil lawan genap
satu lawan banyak
kanan lawan kiri
lelaki lawan perempuan
diam lawan gerak
lurus lawan bengkok
terang lawan gelap
baik lawan jahat
bujur sangkar lawan lonjong
166
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
Bilangan dan Gambar
•
•
•
•
•
Bilangan bulat = bilangan segi tiga
Bilangan ganjil = bilangan bujur sangkar
Bilangan genap = bilangan persegi panjang
Bilangan segi lima
Bilangan kubik
Number and Figure
• Di dalam bahasa Inggris figure dapat diartikan number atau
bilangan; rupanya dari sini
Bilangan Irasional
167
• Bilangan 2, 3 membingungkan perguruan ini karena tidak
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
1 = 1
1 + 2 = 3
1 + 2 + 3 = 6
1 + 2 + 3 + 4 = 10
...
BILANGAN SEGITIGA
1
3
6
10
BILANGAN
BUJUR SANGKAR
1
4
1 =
1 + 3 =
1 + 3 + 5 =
1 + 3 + 5 + 7 =
9
16
2 =
2 + 4 =
2 + 4 + 6 =
2 + 4 + 6 + 8 =
BILANGAN
PERSEGI PANJANG
2
6
12
22
32
42
...
12
2
3
4
5
X
X
X
X
1
2
3
4
...
20
BILANGAN`SEGILIMA
1 = 1
1 + 4 = 5
1 + 4 + 7 = 12
1 + 4 + 7 + 10 = 22
...
1
5
12
BILANGAN KUBIK
1
8
22
1
1 + 7
1 + 7 + 19
1 + 7 + 19 + 37
27
=
=
=
=
13
23
33
43
...
168
THE SQUARE ROOT OF TWO
The square root of 2, which was the first irrational to be
discovered, was known to the early Pythagoreans, and ingenious
methods of approximating to its value was discovered. The best
was as follows: Form two columns of numbers, which we will call
the a’s and the b’s; each starts with 1. The next a, at each stage, is
formed by adding the last a and b already obtained; the next b is
formed by adding twice the previous a to the previous b. The first 6
pairs so obtained are (1,1), (2,3), (5,7), (12,17), (29,41), (70,99). In
each pair, 2a2b2 is 1 or 1. Thus b/a is nearly the square root of
two, and at each fresh step it gets nearer. For instance, the reader
may satisfy himself that the square of 99/70 is very nearly equal to
2. [from Bertrand Russell, History of Western Philosophy]
(a, b), (a’, b’), …
a’ = a + b
b’ = 2a +b
 = b/a
169
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
Sifat Bilangan
Bilangan sempurna
 jumlah faktor = bilangan
 mis. 1 + 2 + 3 = 6

1 + 2 + 4 + 7 + 14 = 28
Bilangan berkekurangan
 jumlah faktor < bilangan
 mis. 1 + 2 + 4 < 8
Bilangan berlimpahan
 jumlah faktor > bilangan
 mis. 1 + 2 + 3 + 4 + 6 > 12
Bilangan bersahabat
 jumlah faktor bilangan = bilangan sahabatnya
 mis. 1+2+4+5+10+11+20+22+44+55+110=284
170
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Protagoras
Protagoras (c. 500 sM)
• Menyatakan dirinya sebagai sophist
• Tidak mendirikan perguruan, menerima bayaran dari jasa
mengajar
Ukuran
• Menurut Protagoras, manusia adalah ukuran dari semua
benda, tentang benda yang ada dan tentang benda yang tidak
ada
• Akibatnya, menurut orang yang satu, benda adalah seperti ini,
tetapi menurut orang yang lain, bisa lain lagi
Baik dan benar
• Sesuatu bisa lebih baik tetapi belum tentu lebih benar
171
Zaman Yunani Kuno
Sokrates
Perguruan
• Sokrates adalah guru dari Plato
• Plato adalah guru dari Aristoteles
• Sokrates, Plato, Aristoteles adalah tiga ahli filsafat yang
terkenal dari zaman Yunani Kuno
• Setelah Aristoteles, Yunani ditaklukkan oleh Alexander, dan
mengalami kemunduran
Kegiatan Sokrates (± 470 sM - 399 sM)
•
•
•
•
•
Memiliki perguruan
Tidak menulis buku; karyanya terdapat di dalam tulisan Plato
Ikut dalam politik sehingga dihukum mati pada tahun 399 sM
Merintis metoda dialog
172
Filsafat moral dan hipotesis
Zaman Yunani Kuno
Plato
Perguruan
• Memberi pelajaran di taman Akademon di pinggir kota
Athena
• Dikenal sebagai Perguruan Akademia (asal usul dari kata
akademik) dari 387 sM sampai 529
Perguruan Akademia
• Akademia tua oleh Plato (387 sM), diteruskan oleh
pengikutnya (dan kemanakan) Speusippus, Xenokrates dari
Khalkedon, Polemon dari Athena, Krates
• Akademia pertengahan diteruskan oleh Arkesilaus (316 241 sM)
• Akademia baru oleh Kameades (214?sM - 129 sM)
• Dibubarkan oleh Kaisar Justinian pada tahun 529
173
Zaman Yunani Kuno
Plato
Kegiatan Plato (± 427 sM - ± 347 sM)
• Meninggalkan banyak karya; paling terkenal adalah
“Dialogue”
• Merintis teori bentuk (form, ide) yakni bentuk umum
(universal) dari sesuatu seperti kursi, biru, buku, pohon
• Diduga bahwa bentuk umum ini ada di dalam ide, maka
dikenal juga sebagai ide
• Berkarya juga di bidang epistemologi, logika, etika, hukum,
metoda dialektika (dialog)
Paham tentang Pengetahuan
• Menganut paham tunggal dari Parmenides, terutama
tentang ketidakubahan pengetahuan
• Benda berubah tetapi bentuk tidak berubah; pengetahuan
harus melalui bentuk atau ide yang tidak berubah
174
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles
Perguruan
• Memberi pelajaran sambil berjalan-jalan (peripatetik) di
taman Lyceum
• Dikenal sebagai Perguruan Lyceum
• Karena mengajar sambil berjalan-jalan, anggota perguruan
ini dikenal sebagai Peripatetik
• Pernah memberi pelajaran kepada anak Raja yang
kemudian menjadi Alexander Agung
Kegiatan Aristoteles (384 sM - 322 sM)
• Meninggalkan banyak sekali karya
• Merintis logika, terutama silogisme
• Merintis kategori: substansi, kuantitas, kualitas, relasi,
tempat, waktu, posisi, status, aksi, kepasifan (terkena aksi)
175
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles
Kegiatan Ilmiah
• Sebagai anak dokter, ia banyak menelaah alam terutama
biologi dan psikologi
• Tidak sepaham dengan Plato tentang bentuk (ide); Plato
bentuk sebelum materi, Aristotles bentuk di dalam materi
Bidang Karya Aristoteles
• Dari karya yang masih dapat ditemukan, karya Aristoteles
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bidang
• Filsafat teoretik atau spekulatif (teologi, fisik, metafisika,
biopsikologi)
• Filsafat Praktis (etika dan ilmu politik)
• Filsafat Produktif (retorika, estetika, kritik sastra)
176
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles
Karya Aristoteles
Logika di dalam Organon
 kategori, tentang interpretasi, prior analytics
 posterior analytics, topik, sophistical refutations
Filsafat Alam




tentang langit (meteorologi)
fisika (materi dan bentuk atau form)
tentang unsur (tanah, air, udara, api)
astronomi, geografi, kimia, biologi
Psikologi
 raga dan jiwa (materi dan bentuk)
 pikiran
Metafisika
Etika dan Politik
177
CATEGORY
Category, in logic, a term used to denote the several most
general or highest types of thought forms of entities, or to denote
any distinction such that, if a form or entity belonging to one
category is substituted into a statement in place of one belonging to
another a nonsensical assertion must result.
The term was used by Aristotle to denote a predicate type; i.e.,
the many things that may be said (or predicated) of a given subject
fall into classes—such as quantities, substances, relations, and
states—which Aristotle called categories. To the Greeks, the
clarification of predicate categories helped resolve questions that
seemed to be paradoxes. In the course of a year or so, for
example, Socrates could cease to be taller and come to be shorter
than Alcibiades; so he is not now what he was at an earlier date.
Yet he does not cease to be human being. One may wonder how
he can not be what he used to be (taller) and still be what he used
to be (a human being). The answer is that the categories are
different: a change of relation is not a change of substance.
Though the Stoics, philosophers of ancient Greece, had
recognized only 4 “most generic” notions, Aristotle’s 10 categories
were treated throughout the
178
Middle Ages as though they were definitive. In a commentary on Aristotle’s
Categoriae (Categories), the Neoplatonist Prophyry set the stage for the
entire medieval controversy over universals, or general abstract terms (see
Nominalism), and he thus posed the issues that any theory of categories
must resolve.
In the 18th century Immanuel Kant revived the term category to
designate the different types of judgments or ways in which logical
propositions function. It should thus be clear that, whereas Kant retained
the Aristotelian term “category” and even some of the subterms, such as
“quality,” “quantity,” and “relation,” his distinctions were different from those
of Aristotle. For Aristotle, for example, “quality” referred to such predicates
as “white” or “sweet,” whereas for Kant it designated the distinction
between affirmative and negative.
After Kant, G.W.F Hegel arranged many categories in a dialectical
structure of ascending triads and thus initiated the modern tendency to
regard them as many and as comprising the basic principles of a logical
and/or metaphysical system; thus, for Hegel the categories encompassed
both form and content. Early in the 20th century, Bertrand Russell, faced
with a “contradiction” in the foundations of mathematics, developed the
theory of types, which distinguished different levels of language and held
that the levels should not be intermixed .
Meanwhile, Charles Sanders Peirce, an American logician and
Pragmatist, arguing from Kant’s categories, proposed a
179
reduced list of categories. He defended the view that there can be
three and only three types of predicates: “firstness,” that of “pure
possibility”; “secondness,” that of “actual existence”; and
“thirdness,” that of “real generality.” Clearly, if universals belong to
the category of thirdness, then the Nominalist, who urges that
universals have no existence (the secondness category) is
confusing categories and, by the definition of “category,” is making
a nonsensical statement. Such misjudgments, made famous as
“category-mistakes” by Gilbert Ryle, a mind 20th-century Oxford
Analytical philosopher, have played an important role in recent
linguistic philosophy, which, with the proliferation of categories, has
applied this critique, with powerful therapeutic effect, to
philosophical discourse.
Stanislaw Lesniewski (1886-1939), a Polish logician, and Rudolf
Carnap
(1891-1970),
a
German-American
semanticist,
distinguished between syntactical categories (dealing with the
interrelations of concepts) and semantical categories (dealing with
concepts and referents). Distinctions akin to those of Aristotle are
thus apt to be described today as semantical, as distinctions
between kinds and modes of significance rather than kinds of
linguistic expressions or of things or happenings. P.F. Strawson,
another Oxford philosopher, discussed the implications of category
180
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles
Metoda Induksi dan Deduksi
• Dari Aristoteles
• Induksi: dari observasi ke penjelasan (teori)
• Deduksi: dari teori ke konklusi sesuatu
Sebab
•
•
•
•
Ada material cause (bahan pembuat)
Ada formal cause (bentuk buatan)
Ada efficient cause (pengerjaan pembuatan)
Ada final cause (niatan pembuatan)
181
CAUSE
Cause, in the philosophy of Aristotle, is a special generic term
referring to the four principles through which one arrives at
knowledge of any entity. In distinguishing between the material,
formal, efficient, and final causes of a substance, Aristotle
attempted to take into account everything necessary to produce it.
Background. The theories of the pre-Socratic philosophers
postulated the elements from which all things were formed: earth,
air, fire, and water. This view corresponds somewhat to Aristotle’s
concept of a material cause; however, it was too limited to account
for an ordered cosmos and its intelligibility.
Plato’s concept of the causes of things in part resembles
Aristotle’s formal cause. Plato made the mistake of treating the
essences of entities (the Platonic Forms or Ideas) as though they
were substances in their own right.
The Four Causes. Aristotle found unacceptable Plato’s view that
the essence of entities reside in a separate realm of Forms. He
attempted to describe the existence of all things in terms of the
things themselves, without postulating a special metaphysical
realm. According to Aristotelian analysis, all material things
(sensible substances) are composed of matter and form. Matter, or
182
of which a thing is made—brick is the material cause of a house. It
is important to note here that “matter” is a relative term for Aristotle;
by it he means the materials of a thing relative to the structure that
holds them together. Thus, the elements are the material cause of
organs; tissues are the material cause of the living body.
The form of an entity, either its “shape” or its structural plan, is
its formal cause. The blueprint, or the actual structure of a house,
are the formal causes of the house. The formal and material
causes are generally inseparable for Aristotle—each requires the
other.
Although each individual entity is a composite of matter and
form, these two categories do not sufficiently account for why
things are what they are. There must be an agent or force that
imposes the form on the matter. That something is Aristotle’s
sufficient cause, the vis a tergo, or “push from behind.” The builder
of a house (or the builder in the act of building) is the efficient
cause of the house. This cause most closely corresponds to the
ordinary meaning of “cause” today.
Just as the “push from behind” pushes the substance
183
to change in a specific direction, that direction is predetermined by
the vis a fronte, or “pull from the front”: the entelechy, or final cause.
This cause is the end, purpose, or goal at which the process of
change aims and terminates. The final cause of a house might be
“being comfortable to live in.”
Present-Day Implications. The Aristotelian account of causation
is not generally used in modern analysis of cause, which is
interested in clarifying statements concerning cause in ordinary and
scientific discourse. However, the subject of final causes
(teleological explanation) is still vigorously discussed, particularly in
the life and social sciences.
184
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles
Aristoteles tentang Alam
• Alam di bawah bulan (sublunar) terdiri atas tanah (berat), air,
udara, dan api (ringan). Alam di atas bulan terbuat dari unsur
kelima (quintessential) yang sempurna
• Gerakan di bawah bulan adalah lurus; gerakan di atas bulan
adalah melingkar
• Penggerak di alam adalah benda langit dan angin serta hewan
dan manusia
• Pertumbuhan terjadi karena adalah prinsip internal yang
merupakan potensi
• Tidak mungkin ada hampa
• Pandangan Aristoteles diadopsi oleh katedral sehingga sukar
dibantah. Ketika dibantah oleh ilmuwan zaman kebangkitan,
185
terjadi kontradiksi
Zaman Yunani Kuno
Pasca-Aristoteles
 Zaman Pasca-Arsitoteles
• Yunani Kuno dikuasai oleh Alexander Agung dan mengalami
kemunduran, serta terus mundur pada masa pascaAlexander Agung
• Ada empat paham dogmatis pada zaman itu, Stoik,
Epikurus, Skeptik, Cynics
Paham Stoik
• Dasar kebahagiaan adalah hidup dalam kecocokan dengan
diri sendiri (kemudian dengan alam)
• Kebaikan sejati adalah kebajikan dan bukan harta; dasar
kebajikan adalah kontrol diri
Paham Epikurus
186
Zaman Yunani Kuno
Pengetahuan Matematika dan Alam
Matematika
• Matematika cukup maju melalui tokoh seperti Euclides,
Eratosthenes, Pythagoras, Apollonius
Pengobatan
• Tokoh terkenal di bidang pengobatan mencakup Hippocrates,
Galen (zaman Romawi)
Fisika
• Tokoh terkenal di bidang fisika mencakup Archimedes (gaya
timbul, pengungkit, katrol)
Atronomi
187
Zaman Yunani Kuno
Pendidikan
Pendidikan Sophist
• Pendidikan tinggi (belum ada universsitas) berlangsung tanpa
perguruan dengan para sophist sebagai guru
Perguruan Philosopher
• Para philosopher seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles
sebagai guru; mereka membentuk perguruan
Pendidikan Anak
• Anak belajar pada waktu senggang
• Dalam bahasa Yunani, waktu senggang adalah “skhole,” dan
daripadanya lahir kata sekolah
• Guru adalah paidagogos yakni budak tua yang sudah
188
berpengalaman dan dipercaya
Zaman Romawi
Abad ke-1 sM - Abad ke-5
Karateristik Zaman
• Romawi menjadi besar pada abad ke-1 sM dengan
menaklukkan Yunani, Eropa, Asia Barat, dan Afrika Utara
• Tokoh terkenal: Julius Ceaser, Augustus Ceaser
• Lebih tertarik kepada peperangan, memerintah, hukum,
daripada kepada filsafat
• Membiarkan filsafat diteruskan oleh orang Yunani, sehingga
perguruan Akademia dapat terus hidup
• Mula-mula bukan nasrani, tetapi kemudian menjadi nasrani (di
mulai dari Romawi Timur)
• Dengan alasan bukan nasrani, Perguruan Akademia ditutup
oleh Kaisar Justinian pada tahun 529
189
Zaman Romawi
Abad ke-1 sM - Abad ke-5
Runtuhnya Romawi
• Romawi diserang oleh Goth dari Utara serta oleh Vandals
• Pada akhir abad ke-4, Romawi pecah menjadi Romawi Barat
(di Roma) dan Romawi Timur (di Konstantinopel)
• Romawi Barat runtuh pada abad ke-5
• Romawi Timur dapat bertahan sampai tahun 1475 namun
mereka lebih dikenal sebagai Byzantium daripada sebagai
Romawi
• Di sini, Zaman Romawi diakhiri dengan runtuhnya Romawi
Barat
• Dengan demikian, Zaman Romawi adalah dari abad ke-1 sM
sampai abad ke-5
190
Zaman Romawi
Filsafat dan Ilmu
Filsafat
• Diteruskan oleh orang Yunani
• Mereka meneruskan filsafat dari zaman Yunani Kuno
• Mereka dikenal sebagai Neo-Pythagoras, Neo-Plato, NeoAristoteles
Astronomi
• Pada waktu itu, Claudius Ptolemaeus mengemukakan paham
geosentris (benda langit beredar mengelilingi bumi)
• Asumsi ini cocok dengan anggapan bahwa manusia adalah
pusat alam dan dianut oleh katedral (gereja)
• Asumsi ini bertahan sampai Zaman Kebangkitan
191
Zaman Romawi
Filsafat dan Ilmu
Kalender
• Julius Ceaser menugaskan Sosigenes menstandarkan
kalender
• Sebelum menggunakan kalender baru, tahun terakhir
berlangsung selama 445 hari
• Kalender ini yang kita gunakan sekarang (pada abad ke-15
dikoreksi oleh Paus Gregorius) dengan mengurangi tiga hari
pada setiap empat abad; ketika diterapkan, terjadi lompatan
10 hari
Ilmu
• Sebagian ilmu diteruskan oleh orang Yunani dan sebagian
lagi oleh orang Romawi
• Tokoh terkenal pada waktu itu: Ptolemaeus (astronomi),
Sosigenes (astronomi), Galen, Celsus (medik), Vitruvius
(arsitek), Diophantus, Pappus, Hypatia (matematika)
192
Zaman Romawi
Karya
Karya Zaman Romawi
• Banyak karya peninggalan zaman ini
• Karya arsitektur melalui bangunan besar yang reruntuhannya
masih tampak sampai sekarang
• Karya di bidang jalan untuk transportasi yang menghubungkan
banyak daerah
• Karya akuadak di bidang penyaluran air ke kota Roma
• Karya di bidang bahan (logam dan nonlogam)
Kegiatan di Luar Ilmu
• Astrologi
• Alkemi
• Tenung dan witchcraft
193
Zaman Romawi
Alkemi
Kemunculan
• Berkembang sekitar tahun 100 di Alexandria, Mesir
• Gabungan dari beberapa sumber
 Filsafat Yunani Kuno
 Tukang Mesir
 Astrologi Mesopotamia
Filsafat Yunani Kuno
• Semua bahan terbuat dari kombinasi panas, dingin, kering,
dan basah
• Kombinasi ini membentuk tanah (kering dingin), air (basah
dingin), udara (basah panas) dan api (kering panas)
194
• Benda lain terdiri atas kombinasi mereka
Zaman Romawi
Alkemi
Pertukangan Mesir
• Mereka mahir di dalam pembuatan logam dan bahan warna
• Mengetahui bahwa bahan dapat berubah
• Bahan yang sempurna dan langka adalah emas
Astrologi Mesopotamia
• Logam berkaitan dengan planet (makrokosmos)
• Planet berkaitan dengan kehidupan manusia (mikrokosmos),
hewan, dan tumbuhan yang bisa lahir, tumbuh, sakit, dan
mati
• Logam dapat lahir, tumbuh, sakit, dan mati
• Karena itu, logam dapat disempurnakan
195
• Emas adalah logam sempurna
Zaman Romawi
Alkemi
Kegiatan Alkemi
• Meramu berbagai bahan dengan harapan menghasilkan
emas dari bahan murah
• Membuat catatan yang dirahasiakan (emas tidak akan
berharga lagi kalau rahasia membuatnya dari bahan murah
diketahui orang lain)
Eksoterik dan Esoterik
• Pada abad keempat, alkemi pecah menjadi kelompok
eksoterik dan esoterik
• Eksoterik terus meramu bahan di laboratorium mereka
• Esoterik hanya menuliskannya dengan sandi rahasia
• Eksoterik melemah dan esoterik menguat sehingga alkemi
penuh dengan mistik
196
Zaman Gelap
Abad ke-5 sampai Abad ke-10
Karakteristik Zaman
• Berlangsung setelah keruntuhan Romawi (Barat) pada abad
ke-5 karena serangan Goth dan Vandal
• Penyerangan Goth dan Vandal berlangsung secara
barbarisme
• Terjadi kemunduran di bidang ekonomi dan demofrafi
• Terlalu sedikit dokumen yang ditemukan (survive) untuk
menceriterakan keadaan pada waktu itu, sehingga muncul
istilah Zaman Gelap (Dark Ages)
• Pada zaman itu, Arab bangkit dan memiliki pusat
kecendekiaan di Baghdad (Sultan Harun Al-Rasyid) dan di
Cordoba (Spanyol)
197
Zaman Gelap
Cendekiawan Arab
Sultan Harun Al-Rasyid
• Mula-mula penguasa adalah kalifat Umayyad dan kemudian
diganti oleh Kalifat Abbasid
• Kalifat Abbasid memindahkan pusat pemerintahan dari
Damaskus ke Baghdad
• Kalifat Abbasid mencapai puncaknya pada Sultan Harun AlRasyid yang mengumpulkan para cendekiawan
• Para cendekiawan ini mempelajari ajaran Plato dan Aristitoles
serta ajaran dari India dan Cina
Setelah Sultan Harun Al-Rasyid
• Kekuasaan kalifat terpecah-pecah
• Setelah abad ke-12, tidak lagi muncul cendekiawan penerus198
Zaman Gelap
Cendekiawan Arab
Cendekiawan Arab
• Arab bangkit setelah bangkitnya Islam pada abad ke-7
• Cendekiawan ini berpusat di Baghdad dan di Cordoba
• Mereka menerjemahkan karya Yunani Kuno ke dalam bahasa
Arab
• Mereka juga menyerap kebudayaan dari India dan dari Cina
• Terjemahan ini menyebabkan banyak karya Yunani Kuno
tidak sampai hilang
• Setelah Zaman Gelap, terjemahan bahasa Arab ini
diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Latin oleh cendekiawan
Eropa
199
Zaman Gelap
Cendekiawan Arab
Cendekiawan di Bidang Filsafat
Al-Kindi ( - 867)
Ar-Razi (± 865 - 925)
Al-Farabi (± 870 - 950)
Ibn-Sina (980 - 1037)
Al-Ghazali (1058 - 1111) Teologi
Ibn-Rushdi (1126 - 1198) Teologi
Cendekiawan di Bidang Ilmu
Ibn-Hayyam
Al-Khwarizmi
Al-Razi
Al-Battani
Ibn-Sani
: alkemi, kimia
: aljabar
: pengobatan
: astronomi
: fisika, pengobatan
200
Zaman Gelap
Abad ke-5 sampai Abad ke-10
Akhir Cendekiawan Arab
• Setelah tahun 1100, cendekiawan Arab terus berkurang
(tidak ada penerus)
Alkemi
• Arab juga meneruskan kegiatan alkemi
• Mereka memadukan alkemi dari Yunani dengan alkemi dari
Cina (dari Taoisme)
• Kelompok eksoterik menguat lagi sehingga kedua-duanya
esoterik dan eksoterik sama kuatnya
• Dari kegiatan mereka ditemukan bahan alkali caustik (soda
alkali)
Zaman Pertengahan
201
Zaman Gelap
Abad ke-5 sampai Abad ke-10
Akhir Cendekiawan Arab
• Setelah tahun 1100, cendekiawan Arab terus berkurang
(tidak ada penerus)
Alkemi
• Arab juga meneruskan kegiatan alkemi
• Mereka memadukan alkemi dari Yunani dengan alkemi dari
Cina (dari Taoisme)
• Kelompok eksoterik menguat lagi sehingga kedua-duanya
esoterik dan eksoterik sama kuatnya
• Dari kegiatan mereka ditemukan bahan alkali caustik (soda
alkali)
Zaman Pertengahan
• Zaman Gelap disusul oleh Zaman Pertengahan (Medieval) 202
pada abad ke-10
Zaman Pertengahan
Abad ke-10 sampai Abad ke-15
Karakteristik Zaman
• Kehidupan di Eropa relatif lebih tenang
• Kegairahan belajar mulai bangkit lagi. Mulai ada pendidikan
di luar katedral
• Karya Yunani dan Arab diterjemahkan dari bahasa Arab ke
bahasa Latin terutama oleh orang Yahudi
• Perhatian kepada filsafat tararah ke metafisika dan bahkan
diperdebatkan
• Filsafat digunakan untuk menjustifikasi agama
• Universitas dengan istilah universitas mulai muncul pada
zaman ini
• Metoda induktif mulai digunakan di dalam pencarian
203
pengetahuan
Zaman Pertengahan
Filsafat Metafisika
Aliran Filsafat
• Sejak zaman Yunani Kuno sudah ada perbedaan aliran di
bidang metafisika
• Pada zaman pertengahan, setiap aliran mengemukakan
argumentasi masing-masing
• Ada yang berpegang kepada Plato serta ada yang
berpegang kepada Aristoteles
Perdebatan
• Ada kalanya, aliran berbeda saling berdebat
• Argumentasi cukup marak pada abad ke-12 sampai ke-14;
Universitas juga mempelajari esensi universal pada filsafat 204
• Dari zaman ke zaman terjadi pergeseran anutan dari satu
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Studium
• Bermunculan studium yakni tempat orang mempelajari
bidang pengetahuan tertentu di bawah pengajar
• Ada tiga studium yang sangat terkenal yakni studium di
Salerno (medik), Bologna (hukum dan teologi), dan Paris
(seni dan teologi); semacam program studi sekarang
Studium Generale
• Studium generale adalah studium yang terbuka untuk semua
pelajar (dari berbagai negeri)
• Jadi generale di sini berarti terbuka untuk semua jenis
pelajar
205
• Biasanya studium yang terkenal berbentuk studium generale
Zaman Pertengahan
Studium dan Uunivesitas
Docendi, Doctor, Magister
• Pengajaran di studium dilakukan melalui docendi
(menggurui)
• Kemudian pengajar dibekali lisensi mengajar oleh katedral
atau kaisar berupa licentiae docendi dan ius ubique docendi
(berhak mengajar di mana-mana)
• Pelaksana docendi adalah doctor sehingga arti doctor
adalah pemberi docendi atau guru
• Pengajar juga dikenal sebagai magister yang artinya juga
guru
• Doctor dan magister adalah sejajar. Ada jenis studium yang
menggunakan istilah doctor dan ada yang menggunakan
istilah magister
206
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Legere
• Jarang ada buku sehingga buku hanya dimiliki oleh para
pengajar
• Pengajaran berlangsung melalui pembacaan (legere,
lectus) oleh pengajar dan pelajar mencatatnya
• Pengajar yang membaca dikenal sebagai lektor yakni
mereka yang membaca (sekarang dikenal sebagai lektor)
• Ada juga commentatio (komentar) dan summa (ringkasan)
Disputatio dan Tesis
• Sewaktu-waktu ada disputatio yakni perdebatan
• Di dalam disputatio, ada yang mendudukkan atau
menempatkan (thesis) pemikiran yang perlu
dipertahankannya terhadap sanggahan
• Secara harfiah, thesis berarti mendudukkan atau
207
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Tujuan Belajar
• Tujuan belajar di studium adalah untuk menjadi doctor atau
magister dengan hak mengajar (dengan semua hak yang
berkenaan dengan jabatannya)
Gelar
• Kecuali hukum, medik, dan teologi, semua lainnya adalah
filsasat, sehingga gelar lulusan menjadi PhD
• Lulusan medik adalah MD dan luluan hukum LLD (bukan
PhD)
Pakaian
• Di Oxford dan Cambridge, toga adalah pakaian sehari-hari
(kini dipakai pada upacara saja)
208
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Universitas Scholarium
• Dalam bahasa Latin, universitas berarti organisasi atau
korporasi
• Karena mahasiswa luar kota di Bologna mengalami
sejumlah kesulitan (pemondokan, makan), pada tahun ±
1158, mereka membentuk universitas scholarium (korporasi
pelajar)
• Mahasiswa berasal dari setiap negeri membentuk consiliarii
masing-masing
• Mereka mengangkat rector scholarium (rektor pelajar) untuk
menentukan kurikulum dan upah pengajar
• Dari Bologna, model universitas scholarium menyebar ke
Padua, Roma, Montpellier, Salamanca, Perancis bagian
selatan (umumnya di Eropa selatan)
209
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Universitas Magistrorum
• Di Paris, universitas dibentuk oleh para magister menjadi
universitas magistrorum (korporasi pengajar)
• Pimpinan dan organisasi universitas dipegang oleh para
magister
• Model universitas magistrorum menyebar ke Oxford,
Cambridge, dan Eropa utara (dan ke jajahan mereka)
Cessatio
• Cessastio adalah berhenti (mogok). Cessatio terjadi kalau
timbul masalah serius
• Pada tahun 1229, terjadi cessatio di Universitas Paris
210
selama hampir dua tahun. Banyak magister dan pelajar
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Tradisi di Universitas Paris
• Metoda ajar belajar: collatio (kuliah) dan lectio (penjelasan)
• Masa kuliah:
 1. St Remi (Okt) - Lent, dan
 2. Easter - St. Pierre (29 Juni)
• Lulusan: di bawah magister adalah determinatio
(baccaulaureate) dengan hak mengajar di bawah supervisi
magister
Upacara di Universitas Paris
• Di Paris terdapat upacara wisuda berupa pidato pengukuhan
(sekarang: untuk guru besar), duduk di kursi magister dan 211
memakai topi magister
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Pembentukan Universitas Baru
• Mula-mula reputasi universitas bergantung kepada
namanya yang terkenal
• Pengajar dari universitas kurang terkenal yang pindah ke
universitas lebih terkenal sering harus menempuh ujian
dulu
• Kaisar atau raja ingin mendirikan universitas. Agar memiliki
reputasi, pendiriannya dilakukan melalui keputusan kaisar
atau raja
• Sering terjadi bahwa kaisar atau raja sendiri yang menjadi
kepala dari universitas itu dan menjabat sebagai chancellor
• Dengan demikian, orang yang sehari-hari mengepalai
universitas menjadi vice chancellor. Di sejumlah
212
universitas, tradisi ini masih berlaku sampai sekarang
Zaman Pertengahan
Metoda Deduktif dan Induktif
Metoda Deduktif
• Dimulai dari yang telah diketahui (premis), melalui
penalaran, mencapai konklusi
• Metoda ini digemari karena argumentasinya sangat kuat
dan lagi pula mereka tidak usah melakukan kegiatan
manual (kegiatan manual dilakukan oleh para budak)
Asumsi
• Kelemahan metoda deduktif terletak pada kasus ketika
yang diketahui itu (premis) tidak ada
• Diciptakan asumsi untuk dijadikan yang diketahui itu yakni
dijadikan premis
213
• Asumsi tidak diuji, terserah mau diterima atau tidak
Zaman Pertengahan
Metoda Deduktif dan Induktif
Belantara Asumsi
• Karena banyak hal tidak memiliki atau menemukan
premis, maka asumsi bermunculan tanpa kendali
• Hal yang sama dapat diterangkan melalui asumsi yang
berbeda-beda
Parsimoni (Pisau Cukur Ockham)
• William Ockham mempopulerkan kegiatan untuk hanya
memilih argumentasi yang paling sederhana untuk diterima
dan yang lainnya ditolak (seperti dicukur)
• Prinsip untuk hanya menerima argumentasi yang paling
sederhana dikenal sebagai parsimoni atau pisau cukur
214
Ockham
Download