PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA

advertisement
PEMBANGUNAN
KARAKTER BANGSA
Pusat Kurikulum & Perbukuan, Balitbang
Kementerian Pendidikan Nasional
Jakarta, 2011
Pembangunan karakter : cita-cita
luhur pendiri bangsa Indonesia &
tertulis dalam Pancasila &
Pembukaan UUD 1945
Pembangunan karakter
merupakan merupakan amanat
pendiri negara dan telah dimulai
sejak awal kemerdekaan.
 Keajegan perhatian terhadap
pembangunan karakter bangsa
belum terjaga dg baik, sehingga
hasilnya belum optimal.
Fenomena keseharian
menunjukkan perilaku
masyarakat belum sejalan
dengan karakter bangsa yang
dijiwai oleh Falsafah Pancasila
(religius, humanis, nasionalis,
demokratis, keadilan &
kesejahteraan rakyat)
PERLU REVITALISASI PEMBANGUNAN
KARAKTER BANGSA
10 tanda-tanda zaman sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran, i,
yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja;
Membudayanya ketidak jujuran
Sikap fanatik terhadap kelompok/peer group;
Rendahnya rasa hormat kepada orang tua & guru;
Semakin kaburnya moral baik & buruk;
Penggunaan bahasa yang memburuk;
Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba,
alkohol, & seks bebas;
8. Rendahnya rasa tanggung jawab sebagai individu & sebagai warga
negara;
9. Menurunnya etos kerja & adanya rasa saling curiga;
10. Kurangnya kepedulian di antara sesama
(Lickona. Educating for Character: How our school can teach respect &
responsibility., New Yor Bantam Books, 1992:12-22)
Alur Pikir Pembangunan Karakter Bangsa
PERMASALAHAN
BANGSA DAN NEGARA
1. Disorientasi dan belum
dihayatinya nilai-nilai
Pancasila.
2. Keterbatasan perangkat
kebijakan terpadu dalam
mewujudkan nilai-nilai
Pancasila.
3. Bergesernya nilai etika
dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
4. Memudarnya kesadaran
terhadap nilai-nilai budaya
bangsa.
5. Ancaman disintegrasi
bangsa
6. Melemahnya kemandirian
bangsa.
LINGKUNGAN
STRATEGIS
Global,
Regional,
Nasional
BANGSA
BERKARAKTER
R A N:
POLHUKAM,
KESRA,
PEREKONOMIAN
pembagunan
karakter bangsa
+
STRATEGI:
1.Sosialisasi/
Penyadaran
2.Pendidikan
3.Pemberdayaan
4.Pembudayaan
5.Kerjasama
KONSENSUS
NASIONAL
1. PANCASILA
2. UUD 45
3. Bhineka
Tunggal Ika
4. NKRI
1. Tangguh,
2. kompetitif, 3.
berakhlak mulia,
4. bermoral, 5.
bertoleran, 6.
bergotong
royong, 7.
berjiwa patriotik,
8. berkembang
dinamis, 9.
berorientasi
Iptek yang
semuanya dijiwai
oleh IMTAQ
kepada Tuhan
Yang Maha Esa
berdasarkan
Pancasila.
BANGSA YANG
MERDEKA,
BERSATU,
BERDAULAT,
ADIL DAN
MAKMUR
5
Tujuan, Fungsi, Ruang Lingkup
FUNGSI:
TUJUAN:
Mengembangkan karakter
bangsa agar mampu
mewujudkan nilai-nilai luhur
Pancasila
• Pengembangkan potensi dasar,
agar “berhati baik, berpikiran baik &
berperilaku baik”.
• Pebaikan thd perilaku yg kurang
baik dan penguatan perilaku yg
sudah baik.
• Penyaring budaya yg kurang sesuai
dg nilai-nilai luhur Pancasila.
RUANG LINGKUP
Keluarga; satuan pendidikan; masyarakat sipil; masyarakat politik;
pemerintah; dunia usaha; media massa.
6
Konsep Karakter Bangsa
PENGARUH LINGKUNGAN
JATI DIRI
Fitrah
Illahi
JATI
JATIDIRI
DIRI
K
A
R
A
K
T
E
R
P
E
R
I
L
A
K
U
PENGARUH LINGKUNGAN
...jati diri berinteraksi dengan lingkungan sehingga membentuk
karakter, sedangkan karakter akan mempengaruhi perilaku...
1. Sifat-sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan orang lain (Kamus Bahasa Indonesia,
2008).
2. “Distinctive trait, distinctive quality, moral strength, the
pattern of behavior found in an individual or group”
(Webster New Word Dictionary).
3. Kata karakter berasal dari Yunani, charassein, yang berarti to
engrave atau mengukir di atas batu permata atau permukaan
besi yang keras. Kemudian diartikan”…an individuals
pattern of behavior…his moral constitution …”(Karen E. Bohlin, Deborah Farmer, Kevin Ryan. Building Character in School. 2001:1). Ada 2 pengertian
karakter; (1) bagaimana orang bertingkah laku; (2),
personality, seseorang yang berkarakter (a person of
character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.
4. Teori Kepribadian: character is personality evaluated (Gordon
W. Alport). Sigmund Freud: character is striving system which
underly behavior . Kumpulan tata nilai yang menuju pada
suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku
yang ditampilkan).
5. Imam Ghozali menganggap karakter lebih dekat dengan
akhlaq, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau
perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga
ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi
KESIMPULAN:
1. Karakter berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi
‘positif’, bukan netral.
2. Orang berkarakter adalah seseorang yang memiliki kualitas
moral positif.
3. Dengan demikian, pendidikan membangun karakter, secara
implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku
yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang
positif atau yang baik, bukan yang negatif atau yang buruk.
4. Hal ini didukung oleh Peterson & Seligman (dalam Gedhe
Raka, 2007:5) character strength dipandang sebagai unsurunsur psikologis yang membangun kebajikan (virtues). Salah
satu kriteria utama character strength adalah karakter tersebut
berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi
dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang
baik, yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain.
Kesimpulan:
5. Memperhatikan berbagai pendefinisian (etimologi &
terminologi), Kemdiknas mendefinisikan karakter sebagai
nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat
baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap
lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan
dalam prilaku (Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa, 2010). Jadi
karakter yang menjadi ciri khas suatu bangsa merupakan
karakter bangsa. Simon Philips (2008:223) mengartikan
karakter bangsa sebagai kondisi watak yang merupakan
identitas bangsa.
6. Kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa
2010-2025
(2010:7): karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif
kebangsaan yang khas, baik yang tercermin dalam kesadaran,
pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa & bernegara
sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta
olah raga seseorang atau sekelompok orang.
DEFINISI KARAKTER & PENDIDIKAN KARAKTER
Karakter bangsa Indonesia akan menentukan
perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang
khas, baik yang tercermin dalam kesadaran,
pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku
berbangsa dan bernegara Indonesia yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD
1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka
Tunggal Ika dan komitmen NKRI.
1. Orang yang berkarakter dapat disebut dengan sifat
alami seseorang dalam merespon situasi secara
bermoral yang dimanefestasikan dalam tindakan
nyata melalui perilaku yang berkarakter.
2. Tinjauan karakter secara psikologis: merupakan
perwujudan dari potensi Intelligency Quotient (IQ),
Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ),
dan Adverse Quotient (AQ) yang dimiliki seseorang.
3. Menurut pandangan agama: orang yang berkarakter
pada dirinya terkandung potensi-potensi, yaitu:
Fathonah, Sidiq, Amanah, dan Tabliq.
4. Pandangan sosiologi dikenal dengan potensi
thinker, believer, doer dan networker.
5. Jadi seorang yang berkarakter memiliki
kemampuan berpikir, memiliki kemampuan
keyakinan/komitmen, mampu melakukan, &
membangun jaringan kerja. J. Bloom: pandangan
teori pendidikan menjelaskan bahwa orang yang
berkarakter memiliki potensi kognitif, afektif dan
psikomotor.
JENIS-JENIS KARAKTER: PSIKOLOGIS-SOSIOLOGIS-AGAMA
Logika
IntraPersonal
InterPersonal
FATHONAH
THINKER
IQ
OLAH PIKIR
AMANAH
DOER
AQ
OLAH RAGA
Rasa
SIDDIQ
BELIEVER
SQ
OLAH HATI
TABLIGH
NETWORKER
EQ
OLAH RASA & KARSA
6. Secara lebih khusus dalam Pendidikan Kewarganegaraan
dikenal civic disposition (Branson. The Role of Civic Education. 1999:23), yaitu
“…those attitudes and habit of mind of the citizen that are
conducive to the healthy functioning and common good of the
democratic system…”- sikap & kebiasaan berpikir WN yang
menopang berkembangnya fungsi sosial yang sehat & jaminan
kepentingan umum dari sistem demokrasi
7. Secara konseptual civic disposition meliputi sejumlah
karakteristik kepribadian, yaitu: “ civility (respect & civil
discourse), individual responsibility, self-discipline, civic
mindedness (openness, skepticism, recognition of ambiguity),
compromise (conflict of principles, compassion, generosity, and
loyalty to the nation and its principles” (Quigley, Buchanan, & Bahmueller.
Civitas: A Framework for Civic Education. 1991:13-14)
8. Lickona (1992), ahli pendidik karakter dari Cortland University
dikenal sebagai Bapak Pendikar Amerika yang menerapkan
idenya pada tingkat pendidikan dasar & menengah: (1) moral
knowing (pengetahuan tentang moral); (2) moral feeling
(perasaan tentang moral), dan (3) moral action (perbuatan
moral atau act morally).
Moral Knowing
Moral Feeling
Moral Action
1. Moral awareness
1. Conscience (nurani)
1. Competence
2. Knowing moral values
2. Self- esteem (percaya
diri
2. Will (keinginan )
3. Perspective taking
3. Empathy (merasakan
penderitaan orang lain)
3. Habit (kebiasaan )
4. Moral reasoning
4. Loving the good
(mencintai kebenaran)
5. Decision making
5. Self-control (mampu
mengontrol diri)
6. Self-knowledge
6. Humility (kerendahan
hati)
IHE
DIMERMEN
1. Cinta Tuhan &
segenap ciptaan-Nya
1. Respect
2. Kemandirian &
tanggung jawab
2. Responsibility
3. dermawan, suka
menolong & gotong
royong
3. Honesty
3. Percaya, kreatif &
pekerja keras
4. Empathy
4. Kepemimpinan &
keadilan
5. Fairness
5. Baik & rendah hati
6. Initiative
6. toleransi, kedamaian
& kesatuan
7. Courage
(Megawangi, 2004:94)
8. Perseverance
9. Optimism
10. Integrity
(Dimermen, 2009:9)
YJDB
5 Sikap Dasar: 1.
jujur; 2. terbuka; 3.
berani mengambil
resiko; 4. tanggung
jawab,;5. komitmen
3 Syarat: 1. niat; 2.
tidak mendahului
kehendak Tuhan; 3.
bersyukur.
3 Syarat lain: 1.
doa/ibadah; 2.
mewujudkan
perubahan; 3.
tauladan
(“Membangun
Kembali Jati Diri
Bangsa, Peran
Penting Karakter &
Hasrat untuk
Berubah”, 2008)
SITUS GOOGLE
1. Responsibility
2. Respect
3. Fairness
4. Courage
5. Honesty
6. Citizenship
7. Self-discipline
8. Caring
9. Perseverance
(www.google.com)
KESIMPULAN:
1. Pengkategorian nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakekatnya
perilaku seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas
psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif,
afektif, psikomotorik) + fungsi totalitas sosial kultural dalam konteks
interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, & masyarakat) &
berlangsung sepanjang hayat.
2. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis & sosialkultural dapat dikelompokkan dalam: 1. olah hati (spiritual & emotional
development); 2. olah pikir (intellectual development); 3. olah raga &
kinestetik (physical & kinesthetic development); 4. olah rasa & karsa
(affective & creativity development) .
3. Ke-4 proses psikososial tsb. secara holistik & koheren memiliki saling
keterkaitan & saling melengkapi, serta masing-masing proses psikososial
secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang di dalamnya
terkandung sejumlah nilai (Desain Induk Pendidikan Karakter, 2010:8-9)
cerdas, kritis,
kreatif, inovatif,
ingin tahu, berpikir
terbuka, produktif,
berorientasi Ipteks,
dan reflektif
bersih dan sehat,
disiplin, sportif,
tangguh, andal,
berdaya tahan,
bersahabat,
kooperatif,
determinatif,
kompetitif, ceria,
dan gigih
OLAH
PIKIR
OLAH
HATI
OLAH
RAGA
OLAH
RASA/K
ARSA
beriman dan bertakwa,
jujur, amanah, adil,
bertanggung jawab,
berempati, berani
mengambil resiko,
pantang menyerah, rela
berkorban, dan berjiwa
patriotik
ramah, saling
menghargai, toleran,
peduli, suka menolong,
gotong royong,
nasionalis, kosmopolit ,
mengutamakan
kepentingan umum,
bangga menggunakan
bahasa dan produk
Indonesia, dinamis,
kerja keras, dan beretos
kerja
KESIMPULAN (lanjutan):
4. Diantara berbagai nilai yang dikembangkan, maka dalam pelaksanaannya
dimulai dari sedikit, yang esensial, yang sederhana, yang mudah
dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah,
misalnya jujur, bertanggung jawab, cerdas, kreatif, bersih, disiplin, peduli,
suka menolong.
5. Peta nilai karakter, indikator-indikatornya, termasuk juga bagaimana
keterkaitannya dengan SK & SKD telah dikembangkan oleh Kemdiknas.
6. Kemdiknas mengidentifikasi 18 nilai dalam Pendidikan Budaya & Karakter
Bangsa yang bersumber dari: (1) Agama; (2) Pancasila; (3) Budaya; & (4)
Tujuan Pendidikan Nasional, yaitu: Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin,
Kerja keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat
Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli
Sosial, & Tanggung Jawab (Puskur. Pengembangan dan Pendidikan
Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10).
KESIMPULAN (lanjutan):
7. Begitu banyak & beragamnya jenis karakter yang teridentifikasi para
pemerhati pendikar. Dalam implementasinya jumlah & jenis karakter yang
dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu
dengan yang lain tergantung kepentingan & kondisinya masing-masing.
8. Tetapi secara nasional dapat dikembangkan nilai-nilai utama yang menjadi
penekanan sesuai kondisi bangsa & Negara Indonesia.
9. Sebagai contoh, karakter toleransi & cinta damai menjadi sangat penting
untuk lebih ditonjolkan karena kemajemukan bangsa & negara.
Nilai kejujuran & bertanggung jawab sangat urgen di saat bangsa ini
tengah menghadapi berbagai kasus korupsi.
Nilai disiplin menjadi sangat penting karena bangsa ini terkenal memiliki
mentalitas budaya tidak disiplin (Koentjaraningrat, 1999).
Nilai peduli & suka menolong menjadi sangat perlu dikembangkan di saat
berbagai musibah bencana alam melanda Indonesia & menelan banyak
korban.
OLAH
PIKIR
OLAH
RAGA
OLAH
HATI
Pertimbangan:
dimulai dari sedikit, yang
esensial, yang sederhana, yang
mudah dilaksanakan sesuai
dengan kondisi masing-masing
sekolah/wilayah.
OLAH
RASA/KARSA
BERSIH,
DISIPLIN, JUJUR,
BERTANGGUNG
JAWAB, CERDAS,
KREATIF, PEDULI,
SUKA MENOLONG.
1. Perilaku seseorang berkarakter dalam proses perkembangan &
pembentukannya dipengaruhi 2 faktor: 1. lingkungan (nature) & 2. bawaan
(nurture). Lingkungan sebagai faktor eksternal yang membentuk karakter
maka pendidikan menjadi sangat penting;
2. Socrates (469-399 SM): tujuan pendidikan yang paling mendasar
membentuk individu menjadi baik & cerdas (good & smart). “Goodness is
knowledge…to be good at something as a matter of knowledge.” (G.M.A.
Grube: 1980: 216-217);
3. Plato (428-348 SM) murid Socrates merefleksikan pemikiran gurunya
untuk hal yang lebih makro dari sekedar kebajikan individu menjadi
negarawan yang baik. Dalam bukunya yang terkenal “Republic”
menjelaskan bahwa agar anak dapat meraih kebenaran & kebajikan
diperlukan pedoman yang jelas agar moral dapat diaplikasikan dalam
kehidupan.
4. Aristoteles (384-322 SM), murid Plato juga mengarahkan pendidikan
kepada kebajikan atau nilai (virtue) individu yang mengandung 2 aspek:
intelektual & moral ”…intellectual virtue in the main owes both its birth
and its growth to teaching, while moral virtue comes about as a result of
habit…”
5. Emile
Durkheim (1973): sosiolog Perancis,
menyatakan bahwa masyarakat harus memiliki nilainilai yang baik sebagai kontribusi warisan moral
“…Society must have some good to achieve, an
original contribution to bring to the moral patrimony
of mankind. Idleness is a bad counselor for
collectivities as well as individual. When individual
activity does not know where to take hold, it turns
against itself. When the moral forces of a society
remain unemployed, when they are not engaged in
some work to accomplish, they deviate from their
moral sense and are used up in a morbid and harmful
manner…”(13)
KESIMPULAN (1-12):
1. Secara filosofis & sosiologis, pendidikan adalah pendidikan karakter yang
diharapkan berguna bagi kehidupan seseorang dalam kedudukannya sebagai
pribadi, anggauta masyarakat, & sekaligus warga Negara suatu Negara
bangsa.
2. Megawangi (2004:95): Pendikar adalah sebuah usaha untuk mendidik
anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Nilai-nilai
karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-anak: adalah nilai universal
yang mana seluruh agama, tradisi, & budaya pasti menjunjung tinggi nilainilai tersebut. Nilai-nilai universal ini harus dapat menjadi perekat bagi
seluruh anggota masyarakat walaupun berbeda latar belakang budaya, suku,
& agama.
3. Pendikar ini merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk,
memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi Nasional Pendidikan
Karakter, 2010).
KESIMPULAN (lanjutan):
4. Dalam Kebijakan Nasional, pendidikan karakter didefinisikan
sebagai usaha sadar & terencana untuk mewujudkan suasana
serta proses pemberdayaan potensi & pembudayaan peserta
didik guna membangun karakter pribadi &/ kelompok yang
unik sebagai warga negara.
5. Lickona (1992) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai
“deliberate effort to help people understand, care about, and
act upon core ethical values” Lickona, menambahkan bahwa
usaha itu tidak terjadi secara otomatis melainkan melalui kerja
keras & tekun. Dalam bukunya “Educating for Character”, ia
menjelaskan berikut: “…when we think about the kind of
character we want for our children, it’s clear that we want them
to be able to judge what is right, and then do what they believe
to be right-even in the face of pressure from without and
temptation from within…”
KESIMPULAN (lanjutan):
6. Jadi Pendidikan Karakter, bukan sekedar mengajarkan mana
yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan
karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal
mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham
(kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan
(afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor)
7. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik, harus
melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik” (moral
knowing), tetapi juga “merasakan dengan baik” atau “loving the
good” (moral feeling), dan “perilaku yang baik” (moral action).
Jadi pendidikan karakter erat kaitannya dengan “habit” atau
kebiasaan yang terus menerus dipraktekkan dan dilakukan.
KESIMPULAN (lanjutan):
8. Karena pendidikan karakter adalah habit, pembentukan
karakter seseorang itu memerlukan communities of character
yang terdiri dari keluarga, sekolah, institusi keagamaan, media,
pemerintahan dan berbagai pihak yang mempengaruhi nilainilai generasi muda
9. Semua communities of character tersebut hendaknya
memberikan u keteladanan, intervensi, pembiasaan yang
dilakukan secara konsisten, dan penguatan. Dengan perkataan
lain, pembentukan karakter memerlukan pengembangan
keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses
pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus menerus dalam
jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan.
KESIMPULAN (lanjutan):
10. Peran sekolah dalam pendidikan karakter dalam konteks Communities of
Character, diletakkan di tengah. Lockwood (1997) mendefinisikan “…any
school-initiated program, design in cooperation with other community institutions,
to shape directly and systematically the behavior of young people by influencing
explicitly the non relativistic values believe to bring about behavior…”
11. Peran sekolah sebagai Communities of Character dalam pendidikan
karakter sangat penting. Sekolah mengembangkan proses pendidikan
karakter melalui proses pembelajaran, habituasi, kegiatan ekstrakurikuler dan bekerjasama dengan keluarga dan masyarakat dalam
pengembangannya.
12. Sekolah menjadi jembatan penghubung pendidikan karakter di satuan
pendidikan dengan keluarga-masyarakat melalui kontekstualisasi nilai
kehidupan sehari-hari siswa dalam pembelajaran, serta pemberdayaan
lembaga komite sekolah sebagai wahana partisipasi orang tua-masyarakat
dalam meningkatkan mutu pendidikan karakter.
1. Pembangunan karakter bangsa dipandang sebagai upaya
kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan
kehidupan berbangsa & bernegara yang sesuai dengan dasar &
ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya
dalam konteks kehidupan nasional, regional, & global yang
berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong
royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi
IPTEKS berdasarkan Pancasila & dijiwai oleh Iman & Takwa
Kepada Tuhan YME (Kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa, Tahun 2010-2025., 2010:7-8).
2. Pembangunan & pendidikan moral/karakter dengan berbagai
nama & metode sudah dilakukan semenjak awal kemerdekaan,
Masa Orde Lama & Baru, namun belum memberikan hasil
seperti yang diharapkan.
STRATEGI KEBIJAKAN
3. Misalnya, Orde Baru melalui penataran P4 datang dengan semangat
menjadikan rakyat Indonesia sebagai manusia Pancasila. Semangatnya
secara filosofi sudah betul seperti yang diamanahkan oleh UUD 1945, tetapi
metodenya bermasalah karena dengan cara-cara indoktrinasi.
4. Sementara itu di persekolahan diajarkan Pendidikan Moral Pancasila, tetapi
dengan penekanan pada moral knowing (kognitif) dan mengabaikan moral
feeling dan moral action (afektif & psikomotor), sehingga hasilnya tidak
efektif dalam pembentukan karakter.
5. Secara teoritik pendidikan karakter melibatkan bukan saja aspek “knowing
the good” (moral knowing0, tetapi juga “desiring the good” atau “loving the
good” (moral feeling) dan “acting the good” (moral action).
6. Karena pendidikan karakter yang hanya membelajarkan siswa moral
knowing, tidak menjamin seseorang dapat berkarakter, yaitu orang yang
sesuai antara pikiran, kata, dan tindakan. Wyne (1991) mengatakan bahwa
95% kemungkinan kita semua tahu mana perbuatan baik dan buruk.
Masalahnya adalah kita tidak mempunyai keinginan kuat, atau komitmen
untuk melakukannya dalam tindakan nyata.
STRATEGI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KARAKTER
1. STREAM TOP DOWN
SOSIALISASI
PENGEMBANGAN REGULASI
PENGEMBANGAN KAPASITAS
IMPLEMENTASI & KERJASAMA
MONITORING & EVALUASI
2. STREAM BOTTOM UP
ILUSTRASI BEST PRACTICE
Talent scouting; IHE; YPI Al Hikmah; The ESQ Way
165; MHMMD
DLL
3. STREAM REVITALISASI
PROGRAM
SOSIO PEDAGOGIS
Pramuka; Kantin Kejujuran;
UKS; PMR; Perlombaan/olimpiade sains & OR;
revitalisasi gugus sekolah
INTEGRASI 3
PENDEKATAN
1.KBM
2.Pengembangan Budaya
Satuan
Pendidikan;
3.Keg. KoKurikuler &/Ekstrakurikuler;
4.Kegiatan
keseharian di
rumah dan
masyarakat.
3 STREAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KARAKTER
1. Stream pertama: bersifat Top Down; inisiatif lebih banyak diambil oleh
Pemerintah/Kemdiknas & didukung secara sinergis oleh Pemda (Dinas
Pendidikan propinsi & Kab/Kota. Ada 5 (lima) strategi besar secara koheren,
yi:
a. SOSIALISASI: bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif tentang
pentingnya pendidikan karakter pada lingkup nasional, melakukan gerakan
kolektif & pencanangan pendidikan karakter untuk semua(Desain Induk
Pendidikan Karakter: 2010:41), yaitu: menempatkan pendidikan karakter
sebagai salah satu Program 100 hari pertama Kemdiknas, seperti:
Sarasehan Nasional Pengembangan Budaya & Karakter Bangsa (14 Januari
2010); membangun kerjasama dengan berbagai pihak dalam upaya
sosialisasi terutama dengan media massa (cetak & elektronik);
menyebarkan berbagai iklan karakter termasuk menyediakan pelayanan
portal nasional layanan informasi
b. PENGEMBANGAN REGULASI (1-9):
1) Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025
(Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat);
2) Desain Induk Pendidikan Karakter (2010);
3) Pengembangan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa, Pedoman
Sekolah (2010);
4) Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter; Buku-buku Petunjuk
Pelaksanaan & Teknis;
5) 4 (empat) prinsip dasar proses kebijakan pendidikan karakter, yaitu:
berkelanjutan, melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri
& budaya satuan pendidikan, nilai tidak diajarkan tapi
dikembangkan melalui proses belajar; proses pendidikan
dilakukan peserta didik secara aktif & menyenangkan;
6) pendekatan-pendekatan yang yang digunakan adalah: melalui
keteladanan; pembelajaran; pemberdayaan & pembudayaan; lalu
diikuti dengan penguatan terus menerus; dan baru semua proses
di evaluasi.
b. PENGEMBANGAN REGULASI (1-9):
7) Dalam konteks mikro, satuan pendidikan adalah tumpuan utama dari
pendidikan karakter. Kepala sekolah dan guru adalah pelaku terdepan dalam
pengembangan pendidikan karakter yang terintegrasi dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya
satuan pendidikan; kegiatan ko-kurikuler dan/ ekstra kurikuler, serta
mengupayakan bagaimana semua itu menjadi bagian dari kegiatan
keseharian di rumah & masyarakat.
8) Kepala sekolah & guru harus secara tajam melihat bagaimana
perkembangan anak didiknya dalam berbagai indikator nilai karakter yang
dituju. Guru harus dapat dan telaten dalam membuat anecdotal record
(catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenan
dengan nilai yang dikembangkan.
9) Diperlukan dedikasi yang tinggi untuk melihat indikator-indikator
kualitatif dari perkembangan siswa termasuk kejelian guru dalam melihat &
memaknai kegiatan spontan/insidental siswa dalam konteks karakter.
C. PENGEMBANGAN KAPASITAS (1-8):
Kemdiknas secara komprehensif & massif melakukan pengembangan
kapasitas sumber daya pendidikan karakter sbb.
1) Sistem pelatihan bagi para pemangku kepentingan: (a) pelatihan Tingkat
Utama; (b) pelatihan tingkat nasional; (c) pelatihan tingkat propinsi;
pelatihan tingkat kabupaten/kota; (d) pelatihan tingkat sekolah rintisan;
(e) pelatihan oleh unit utama
2) Proses pendampingan (mentoring) dan penelitian secara kontinyu.
3) Menggunakan sumber daya pelatih: yang dimulai pada tahun 2010 telah
melatih Kepala Sekolah, Pengawas sebagai bagian dari peningkatan
kompetensi dalam mengelola, memimpin, dan mensupervisi guru dalam
mengembangkan pembelajaran berbasis kreativitas, inovasi, pemecahan
masalah, berfikir kritis & nilai-nilai kewirausahaan dengan menginsersi
lebih banyak pendidikan karakter.
C. PENGEMBANGAN KAPASITAS:
4) Peran Kepala Sekolah diharapkan menjadi tokoh penggerak/tauladan
pertama & utama di sekolah serta peran sentral dalam menerjemahkan
kebijakan bersama dengan pemangku kepentingan sekolah lainnya dalam
perencanaan bingkai KTSP sebagai pedoman komunitas sekolah dalam
menyelenggarakan kegiatan pendidikan sesuai dengan karakteristik
sekolah, tahap perkembangan & kemampuan anak.
5) Peningkatan mutu pendidikan melalui program sertifikasi guru baik
melalui portofolio maupun Pelaksanaan Pendidikan & Latihan Profesi
Guru (PLPG).
6) Memasukan 90 jam pendidikan karakter untuk pelatihan guru.
7) Memasukan nilai-nilai pendidikan karakter dlm kegiatan sosialisasi
penyusunan KTSP
8) Sosialisasi program BOS tahun 2011 terhadap 200 ribu sekolah (Kepala
Sekolah, Komite Sekolah & Guru).
D. IMPLEMENTASI & KERJASAMA:
1) Kemdiknas mensinergikan berbagai hal yang terkait dengan
pelaksanaan pendidikan karakter di lingkup tugas pokok,
fungsi (TUSI), & sasaran Unit Utama Kemdiknas.
2) Sesuatu yang disinergikan bukan hanya dari sisi substansi
pendidikan karakter, akan tetapi juga tentang “siapa
melakukan apa” pada kelompok peserta didik, pendidik,
& tenaga kependidikan.
3) Implementasi & kerjasama juga dilakukan untuk memelihara
kesinambungan implementasi pendidikan karakter pada
lingkungan Unit Utama Kemdiknas.
4) Implementasi & kerjasama ini bermanfaat untuk
meminimalisir adanya tumpang tindih serta untuk
meningkatkan efektivitas & efisisiensi pelaksanaan pendidikan
karakter di lingkungan Unit Utama Kemdiknas.
E. MONITORING & EVALUASI (MONEV) (1-6):
1) MONEV, terfokus pada TUSI & sasaran masing-masing Unit
Kerja baik di Unit Utama, maupun di Dinas Pendidikan
Propinsi, Dinas Pendidikan Kab/Kota, serta stakeholder
pendidikan lainnya.
2) MONEV sangat berperan dalam mengontrol & mengendalikan pelaksanaan pendidikan karakter di setiap unit kerja
pelaksana pendidikan karakter. Monitoring internal untuk
mengetahui efektivitas program dilakukan oleh Kemdiknas
(Desain Induk Pendikar, 2010)
3) Monitoring: mengamati secara seksama keadaan/kondisi,
termasuk perilaku/kegiatan tertentu untuk pengambilan
keputusan tindakan.
4) Evaluasi menilai hasil yang diperoleh selama kegiatan
pemantauan berlangsung.
E. MONITORING & EVALUASI:
5) Dasar penilaian keberhasilan pendidikan karakter dilakukan baik
secara kuantitatif maupun kualitatif.
6) Beberapa contoh dasar evaluasi/penilaian, seperti:
(a) meningkatnya kesadaran di lingkungan sekolah tentang pendikar;
(b) meningkatnya kejujuran peserta didik; pendidik & tenaga
kependidikan;
(c) meningkatnya kebersihan, kesehatan, kebugaran peserta didik,
pendidik, dan tenaga kependidikan;
(d) jumlah satuan pendidikan formal dan non formal yang telah
mengimplementasikan program pendikar menurut Kab/Kota dan
Propinsi;
(e) jumlah mapel/kuliah yang telah mengintegrasikan pendikar di
satuan pendidikan;
(f) jumlah satuan pendidikan yang menerapkan sistem penilaian yang
memasukkan komponen karakter.
BOTTOM UP
1. Stream kedua: Bersifat Bottom Up; pembangunan pendikar dalam stream
ini, inisiatif lebih banyak dari satuan pendidikan, yi:
a. Pemerintah membantu talentscouting sekolah model; forum pertemuan
tahunan: dari tingkat kab/kota, naik ke propinsi, lalu pertemuan nasional;
sekolah piloting di 125 sekolah di 16 kab/kota (2011 menjadi 250
sekolah).
b. Berbagai best practice ditulis menjadi buku-buku, cakram padat (VCD),
e-document; buku ditulis oleh para pelaku di satuan pendidikan .
c. Sekolah mengembangkan program yang direncanakan baik pada tingkat
kelas maupun sekolah, seperti program kunjungan ke panti asuhan,
daerah kena musibah; kegiatan homestay di rumah penduduk di desa;
proyek: lomba, pentas; program service learning.
d. Kegiatan pengembangan diri/pembiasaan & ekstrakurikuler melalui
strategi pembelajaran, seperti: problem-based learning (PBL), authentic
instruction, inquiry-based learning, project-base learning, work-base
learning, service learning, cooperative learning (Ditjen. Dikdasmen,
2003:4-8)
BOTTOM UP
e. Bern & Erickson (2001:5-11), yaitu: PBL, cooperative learning, projectbase learning, service learning, & work-base learning. Komalasari
(2010:156), menambahkan dengan strategi pembelajaran nilai.
f. Indonesian Heritage Foundation (IHF), untuk PAUD; YLPI Al Hikmah
untuk SD; dan dua contoh dari lembaga pendidikan non formal, yaitu:
ESQ Training Leadership & MHMMD (Mengelola Hidup &
Merencanakan Masa Depan-Ibu Marwah Daud Ibrahim).
g. IHF: didirikan tahun 2000 oleh Dr. Ratna Megawangi & Dr. Sofyan
Djalil:- disajikan dalam kurikulum secara eksplisit dalam kurikulum
bukan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum)
-Pendidikan Holistik Berbasis Karakter (PHBK)
-Jalur pendidikan formal dan Non Formal;TK Karakter, SD Karakter, &
Semai Benih Bangsa (TK Non Formal berbasis masyarakat)
- Pengembangan model pendidikan karakter di jalur formal dengan
kurikulum karakter secara terpisah
- Mengacu pada konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (Diknas, 2002);
KBK (Kur, 2004), terakhir disesuaikan dengan KTSP dengan metode
Developmentally Appropriate Practice (DAP), Contextual Learning,
Collaborative Learning, SAL & MI termasuk konsep Brain-based
learning.
BOTTOM UP
h. YLPI Al Hikmah Surabaya:
1)pendekatan keteladanan & habituasi dari guru & OT (meskipun tidak
terlalu explisit pendidikan karakter);
2)berbasis pada Agama & budaya bangsa sebagai sumber nilai-nilai
karakter;
3)tiga kekuatan, yaitu niat yang ikhlas, ukhuwah & doa;
4)lima ruang lingkup akhlak, yaitu: akhlak kepada Allah & Rasul, akhlak
kepada orang tua & guru, akhlak kepada sesama, akhlak kepada
lingkungan dan akhlak pada diri sendiri;
5)membangun segitiga emas:antara wali kelas-orang tua-siswa dari ke-3
hubungan ini dibangun program pendidikan karakter, seperti:
silahturahmi wali murid baru; konferensi segitiga (anak-OT-G); buku
penghubung;;
6)home visit parenting skill class; praying subuh call; baca Al-quran; kajian
Dhuha; klub keluarga Al Hikmah; pusat pelayanan psikologi
REVITALISASI PROGRAM-PROGRAM
a. Kegiatan Ekstrakurikuler yang merupakan wahana sosio-pedagogis
untuk mendapatkan “hands-on experience” yang memberikan kontribusi
signifikan untuk menyeimbangkan antara penguasaan teori—praktek
pembiasaan perilaku—keterampilan dalam berkehidupan.
b. Kegiatan PRAMUKA: 1)ada semenjak tahun ‘60-an; 2)mengajarkan &
membentuk nilai-nilai karakter, yi: rasa cinta kpd Tuhan & tanah air,
membangun kesetiakawanan, membangun kejujuran, menumbuhkan sikap
toleransi, memupuk kebiasaan bekerjasama, menumbuhkan rasa tanggung
jawab, menegakkan disiplin, menumbuhkan semangat kerja keras,
menumbuhkan percaya diri, menumbuhkan sikap pantang menyerah &
tidak putus asa.
c. KANTIN KEJUJURAN: 1)membentuk watak kejujuran; 2)pendidikan
anti-korupsi di sekolah; 3)upaya pemerintah, pemda, & sekolah satu visi
untuk memberantas penyakit korupsi yang dimulai dari penghabituasian
nilai-nilai kejujuran.
REVITALISASI PROGRAM-PROGRAM
d. Perlombaan/olimpiade sains, seni & olah raga: 1)merupakan kegiatan
lain selain mengasah kemampuan akademik juga memiliki dimensi
pendidikan karakter, seperti: nilai kejujuran, kerja keras, penghargaan
terhadap perbedaan, rasa nasionalisme; 2) Mendiknas, menjelaskan
didapatkan nilai budaya berprestasi, budaya apresiasi positif, budaya
obyektif komprehensif, budaya rasa penasaran intelektual (intellectual
curiosity), & keinginan saling belajar; 3)beberapa perlombaan untuk
pendidikan dasar & menengah, seperti: olimpiade Sains Nasional (OSN),
Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN), Festival & Lomba Seni
Siswa Nasional (FLS2N), Olimpiade Penelitian Siswa Nasional (OPSI).
e. USAHA KESEHATAN SEKOLAH (UKS): memupuk kebiaasaan hidup
sehat, perilaku bersih, memiliki daya hayat & tangkal dari pengaruh
buruk, seperti: penyalahgunaan narkotika, obat-obatan terlarang.
REVITALISASI PROGRAM-PROGRAM
f. PMR:mengembangkan
kepalangmerahan kepada siswa,
mendidik kepedulian aktif dengan memberikan kegiatankegiatan: siaga bencana, pertolongan pertama, kesehatan
remaja, donor darah.
g. Revitalisasi GUGUS SEKOLAH: 1)wadah sekelompok
guru mapel dari wilayah tertentu untuk meningkatkan mutu
PBM & pengembangan profesi; 2) di SD-KKG, di SMP &
SMA-MGMP, di SMK-Musyawarah Guru Mata Diklat
(MGMD) yang memiliki peran penting di sekolah
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
Ketiga stream top-down bersifat INTERVENSI, bottom up bersifat
PENGGALIAN BEST PRACTICE & HABITUASI, serta revitalisasi
program bersifat PEMBERDAYAAN dilaksanakan secara integrasi, yaitu:
1. KEGIATAN PEMBELAJARAN DI KELAS:
a. Blanchard (2001:1) & Berns & Erikson (2001:2): “contextual teaching
and learning is a conception of teaching and learning that helps
teachers relate subject matter content to real world situations; and
motivates students to make connections between knowledge and its
applications to their lives as family members, citizens, and workers and
engage in the hard work that learning requires” (pembelajaran
kontekstual merupakan konsep belajar & mengajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa & mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja).
b. Siswa diharapkan memperoleh informasi komprehensif tidak hanya
pada tataran kognitif (olah pikir), tapi afektif (olah hati, rasa & karsa).
TIGA STREAM DALAM
PENDIDIKAN KARAKTER
Top Down
PENDIDIKAN KARAKTER
Bottom Up
Revitalisasi
54
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
1. KEGIATAN PEMBELAJARAN DI KELAS:
c. Berns & Erikson (2001:5-11): 5 strategi dalam mengimplementasikan
pembelajaran konstektual, yaitu:
1) Problem-based learning (pembelajaran berbasis masalah):integrasi
berbagai konsep & keterampilan dari berbagai disiplin ilmu.
Pendekatan dalam mengumpulkan & menyatukan informasi &
mempresentasikan penemuan.
2) Cooperative learning (pembelajaran kooperatif): mengorganisir
pembelajaran melalui kelompok belajar kecil.
3) Project-based learning (pembelajaran
berbasis proyek:
memusatkan pada prinsip & konsep utama disiplin, melibatkan
siswa dalam memecahkan masalah & tugas penuh makna,
mendorong siswa untuk bekerja mandiri membangun pembelajaran
untuk mengjhasilkan karya nyata berdasarkan suatu penyelidikan.
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
1. KEGIATAN PEMBELAJARAN DI KELAS:
c. Berns & Erikson (2001:5-11): 5 strategi dalam mengimplementasikan
pembelajaran konstektual, yaitu:
4) Service learning (pembelajaran pelayanan): menyediakan aplikasi
praktis suatu pengembangan pengetahuan & keterampilan baru
untuk kebutuhan di masyarakat melalui pelayanan & aktivitas
5) Work-based learning (pembelajaran berbasis kerja): pendekatan di
mana tempat kerja atau seperti tempat kerja, kegiatan integrasi
dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa & bisnis.
d. ke-5 strategi tsb. dapat memberikan nurturant effect pengembangan
karakter siswa, seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung
jawab, rasa ingin tahu
e. Pembelajaran kooperatif mengembangkan karakter toleransi,
bersahabat, saling menghargai, kooperatif, peduli, gotong-royong,
kompetitif.
f. Pembelajaran berbasis pelayanan mengembangkan karakter produktif,
kreatif, dinamis, beretos kerja, berani mengambil resiko.
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
1. KEGIATAN PEMBELAJARAN DI KELAS:
g. Komalasari (2010): menambahkan pembelajaran NILAI disamping
ke-5 pendekatan di atas, yang didasarkan pada rumusan & tipologi dari
Superka, et.al. (1976), meliputi:
1) Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach); tujuan
pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah: pertama,
diterimanya nilai-nilai tertentu oleh siswa, kedua: berubahnya
nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
diinginkan. Metoda yang digunakan dalam proses pembelajaran,
yaitu: keteladanan, penguatan positif
& negatif, simulasi,
permainan peranan.
2) Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral
development approach); tujuannya: 1) membuat pertimbangan
moral, 2) mendiskusikan alasan-alasan (Superka, et, al., 1976;
Banks, 1985). Penekanan pada aspek kognitf & perkembangannya,
mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah
moral & dalam membuat keputusan-keputusan moral
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
1. KEGIATAN PEMBELAJARAN DI KELAS:
3) Pendekatan analisis nilai (values analysis approach); tujuan: (a)
membantu siswa menggunakan berpikir logis & penemuan ilmiah
dalam menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai
moral tertentu; (b) membantu siswa untuk menggunakan proses
berpikir rasional & analitik, dalam menghubungkan & merumuskan
konsep-konsep tentang nilai. Penekanan pada perkembangan
kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis
masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai. Metoda pengajaran:
individu dan kelompok tentang masalah-masalah yang memuat nilai
moral, penyelidikan kepustakaan, penyelidikan lapangan, & diskusi
kelas berdasarkan pada pemikiran rasional (Superka, et. al., 1976).
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
1. KEGIATAN PEMBELAJARAN DI KELAS:
4) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach);
tujuannya: (a) membantu siswa menyadari & mengidentifikasi
nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain; (b)membantu
siswa supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka &
jujur dengan orang lain; (c) membantu siswa supaya mereka
mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir
rasional & kesadaran emosional untuk memahami perasaan, nilainilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri (Superka, et.al., 1976);
Untuk mengembangkan keterampilan tsb, Raths, et.al. (1978)
merumuskan 4 kunci pedoman: (a) tumpuan perhatian diberikan
pada kehidupan; (b) penerimaan sesuai dengan apa adanya; (c)
stimulus utk bertindak lebih lanjut; (d) pengembangan kemampuan
perseorangan.
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
1. KEGIATAN PEMBELAJARAN DI KELAS:
5) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach):
Tujuannya:
(a)memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan
moral, baik perorangan maupun bersama-sama;
(b)mendorong siswa untuk melihat diri mereka sebagai makhluk
individu &sosial dalam pergaulan dengan sesama, yang tidak
memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai warga dari
suatu masyarakat, yang harus mengambil bagian dalam suatu
proses demokrasi.
Memberi penekanan pada usaha melakukan perbuatan-perbuatan
moral baik perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu
kelompok.
Metoda yang digunakan seperti pendekatan analisis nilai &
klarifikasi nilai ditambah proyek baik di sekolah maupun
masyarakat.
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
2. PENGEMBANGAN BUDAYA SATUAN PENDIDIKAN:
a.Pengembangan budaya sekolah melalui kegiatan pengembangan diri
seperti: kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan
pengkondisian
b.Perlu dukungan intervensi pemerintah & dukungan pengalaman terbaik
(best practice) dan revitalisasi kegiatan
3. KEGIATAN KO-KURIKULER &/ EKSTRAKURIKULER
Perlu dukungan intervensi pemerintah & dukungan pengalaman terbaik
(best practice) dan revitalisasi kegiatan
4. KEGIATAN KESEHARIAN DI RUMAH DAN MASYARAKAT
TOP DOWN (INTERVENSI)
R
E
V
I
T
A
L
I
S
A
S
I
BOTTOM UP (BESTPRACTICE, HABITUASI)
Pendidikan Komprehensif:
Ilmu Pengetahuan, Budi Pekerti (Akhlak, Karakter), Kreativitas, Inovatif
“…pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya
budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Bagianbagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup
anak-anak kita..” (Ki Hajar Dewantoro)
PT
Pendidikan
AKADEMIK
DSB
SMA
SMP
PAUD
/SD
Pendidikan
KARAKTER
63
TERIMA KASIH
Download