ADMINISTRASI PEMBANGUNAN Program Doktor Bidang Ilmu Sosial Universitas Pasundan Bandung 2012 1 Sistimatika Pembangunan dan Kemiskinan a. Hipotesis Kuznet b. Teori dan Konsep kemiskinan Kemiskinan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia a. Data dan Angka b. Indeks Pembangunan Manusia c. MP3EI 2 Literatur 3 Pembangunan dan Kemiskinan 4 Pro Poor Kemiskinan Masalah Pembangunan Pro Growth?? Pro Job Pengangguran Ketidaadilan 5 HIPOTESIS KUZNETS Data data ekonomi periode 1970–1980, pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan -terutama di LDS (Less Developing Countries)menunjukan korelasi positif antara laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesenjangan ekonomi. Demikian pula, studi yang dilakukan di negara negara Eropa Barat, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi justru membuat ketimpangan antara kaum miskin dan kaum kaya semakin melebar. Hipotesis Kuznets menegaskan, yaitu, dalam jangka pendek ada korelasi positif antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan kesenjangan pendapatan. Namun dalam jangka panjang hubungan keduanya menjadi korelasi yang negatip. Fenomena ini dikenal dengan nama “Kurva U terbalik dari Hipotesis Kuznets”. Pertanyaannya adalah berapa lama jangka pendek itu? Dan berapa lama jangka panjang itu? Kapan titik balik dicapai? Kurva Kuznet 7 Hubungan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesenjangan ekonomi adalah hubungan positif. Deininger dan Squire (1995, 1996) menyimpulkan bahwa ada korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan peningkatan angka kemiskinan. Studi yang dilakukan oleh World Bank (1990), Fields dan Jakobson (1989) dan Ravallion (1995), menunjukan tidak ada korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kemiskinan. Kedua studi yang mempunyai hasil bertolak belakang tersebut, justru menguatkan hipotesis dari Kuznets dengan kurva U terbalik. Kuznets menyimpulkan bahwa pola hubungan yang positif kemudian menjadi negatif, menunjukkan terjadi proses evolusi dari distribusi pendapatan dari masa transisi suatu ekonomi pedesaan (rural) ke suatu ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industri. Pengertian konvensional kemiskinan hanya berdimensi tunggal yakni kekurangan, ketidakmerataan, atau diartikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal, serta diikuti dengan ketidakadilan dalam distribusi pendapatan. Semuanya berciri kuantitatif dan moneymetric. 9 The poor shall be taken to mean persons, families and groups of persons whose resources material, cultural and social are so limited as to exclude them from the minimum acceptable way of life in the member state where they live. (Inequality and Poverty Reexamined, Stephen P Jenkins & John Micklewright, 147). 10 Kemiskinan bukan saja ketidakmampuan ekonomi namun juga menyentuh masalah ketidakmandirian atau ketergantungan pada individu dan kelompok atau negara lain. 11 Ketergantungan [Dependency is]…an historical condition which shapes a certain structure of the world economy such that it favors some countries to the detriment of others and limits the development possibilities of the subordinate economics…a situation in which the economy of a certain group of countries is conditioned by the development and expansion of another economy, to which their own is subjected. (Theotonio Dos Santos, “The Structure of Dependence,” in K.T. Fann and Donald C. Hodges, eds., Readings in U.S. Imperialism. Boston: Porter Sargent, 1971, p. 226) 12 Teori Ketergantungan (Dependency Theory) dikembangkan pada akhir tahun 1950-an oleh Raul Presibich (Direktur Economic Kebijakan Publik Commission for Latin America, ECLA). 13 World System Theory Globalisasi Ekonomi Neoliberalisme 14 Kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif. Kemiskinan subyektif. 15 Perspektif kultural (cultural perspective). Perspektif struktural atau situasional (situational perspective). Michael Sherraden (2006:46-54) 16 Masalah Struktural Masalah Kultural Ketergantungan ekonomi; Rendahnya derajat kesehatan; Rendahnya tingkat pendidikan; Tekanan masalah Sosial Kondisi keterisolasian LIngkaran Kemiskinan 17 Kebijakan negara mengakibatkan adanya kelompok masyarakat yang terjebak dalam kemiskinan (poverty trap), deprivasi (social deprivation), isolasi, ketidakberdayaan dan ketiadaan akses kepada sumberdaya alam, sarana dan prasarana sosial ekonomi dan kesenjangan. (Chambers 1983). 18 Pengukuran Poverty severity index (P2): This measure gives more weight to the very poor by taking the square of the distance from poverty line. It is calculated by squaring the relative shortfall of per capita consumption to the poverty line and then averaging across population while assigning zero values to those above the poverty line. When a transfer is made from a poor person to someone who is poorer, this registers a decrease in aggregate poverty. US$1 and US$2 PPP per day poverty measures: To compare poverty across countries, the World Bank uses estimates of consumption converted into US dollars using purchasing power parity (PPP) rates rather than exchange rates. The PPP exchange rate shows the numbers of units of a country’s currency needed to buy in that country the same amount of goods and services that US$1 would buy in the US. These exchange rates are computed based on prices and quantities for each country collected in benchmark surveys, which are usually undertaken every five years. Chen and Ravallion (2001) present an update on world poverty using a US$1-a-day poverty line. According to their calculations, in 1993 the US$1-a-day PPP poverty line was equivalent to Rp 20,811-a-month (US$2). The PPP poverty lines are adjusted over time by relative rates of inflation, using consumer price index (CPI) data. So in 2006, the US$1 PPP poverty line is equivalent to Rp 97,218 per person per month while the US$2 PPP poverty line is equivalent to Rp 194,439 per person per month. 19 Poverty headcount index (Po): This is the share of the population whose consumption is below the poverty line. The headcount index, sometimes referred to as the ‘poverty incidence’, is the most popular poverty measure. However, this measure fails to differentiate between sub-groups of the poor and does not indicate the extent of poverty. It remains unchanged even if a poor person becomes poorer or better off, provided that they remain below the poverty line. Therefore, in order to develop a comprehensive understanding of poverty, it is important to complement the headcount index with the other two poverty measures of Foster, Green and Thorbecke (FGT). Poverty gap index (P1): The mean aggregate consumption shortfall relative to the poverty line across the whole population, with a zero value assigned to those above the poverty line. The poverty gap can provide an indication of how many resources would be needed to alleviate poverty through cash transfers perfectly targeted to the poor. This index better describes the depth of the poverty but does not indicate the severity of poverty. However, it does not change if a transfer is made from a poor person to someone who is even poorer. 20 Tiga Langkah Pokok Kebijakan Pemerintah Incentives and Skills Clarity of Functions Results Orientation Information, Participation and Consultation www.ginandjar.com Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York tahun 2000 mengurangi separuh proporsi penduduk dunia yang berpenghasilan kurang dari 1 dollar AS per hari dan proporsi penduduk yang menderita kelaparan; mengurangi separuh proporsi jumlah penduduk yang tidak memiliki akses pada air minum yang sehat; menjamin semua anak, laki-laki dan perempuan, menyelesaikan sekolah dasar; Memerangi kemiskinan harus dicapai pada tahun 2015 menurunkan hingga 2/3 kematian bayi & anak dibawah usia lima tahun; menghentikan penyebaran penyakit HIV / AIDS, malaria dan jenis penyakit menular lainnya; menghilangkan ketidaksetaraan gender di sekolah; menerapkan dengan konsekuen kebijakan pembangunan berkelanjutan; mengembangkan kemitraan untuk pembangunan di semua tingkatan. 22 Dasar Pembangunan Nasional Building community capacity as social capital Providing economic capital Through Community Block Grants/BLM GSAPS-2008 Enhancing social entrepreneurship at community level through facilitators/community leaders www.ginandjar.com 23 1. 2. 3. Social development is economic development. Investasi di bidang sosial tidak kalah penting dari segi ekonomi. Dari kajian di 90 negara, Birdsall antara lain menunjukkan adanya asosiasi positif antara angka partisipasi sekolah (school enrollment) dengan angka rata-rata pertumbuhan ekonomi. Birdsall, Nancy, Social Development is Economic Development. Policy Research Development. World Bank, 1993. 24 26 27 28 29 Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta. Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta orang, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada periode Maret 2008 – Maret 2009, perubahan persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 0,93 persen, dan di perdesaan mencapai 0,58 persen. Menurut Badan Pusat Statistik (2000) kemiskinan didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan. Menurut hasil survey Susenas (1999), kemiskinan disetarakan dengan pengeluaran untuk bahan makanan dan non makanan sebesar Rp.89.845,/kapita/bulan dan Rp.69.420,-/kapita/bulan. Ukuran kemiskinan yang dianut oleh negara negara dari standar Bank Dunia, ternyata secara empiris kadang kadang kurang bisa menjelaskan fenomena kemiskinan. Terutama, membandingkan kemiskinan dengan kesejahteraan. 38 39 Tujuan MDGs di Indonesia 40 41 42 43 Wasalam 54