Uploaded by pdinantio18

Kekerasan Gender pada Perempuan Palestina di Israel

advertisement
Kekerasan Gender terhadap Perempuan Palestina di Israel: Fenomena
Femisida dan Diskriminasi Sistemik
Putra Dinantio Nugroho
2106746032
Makalah Ujian Akhir Semester
Perempuan dan Politik - B
Dosen Pengampu: Dra. Chusnul Mariyah, Ph.D.
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2023
1
Kekerasan Gender terhadap Perempuan Palestina di Israel: Fenomena
Femisida dan Diskriminasi Sistemik
Pil pahit berupa kekerasan merupakan sesuatu yang sulit dihindari bagi kelompok perempuan
Palestina yang bertempat tinggal di Israel. Jumlah kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan
secara intensional karena mereka adalah perempuan atau biasa yang disebut dengan femisida
mengalami peningkatan dalam satu dekade terakhir, tepatnya terhadap kelompok perempuan
Palestina di Israel. Dalam periode 2011-2020, 95 perempuan Palestina dibunuh oleh pasangannya
kerabat laki-laki lainnya (Kayan Feminist Organization, 2021). Merujuk pada statistik oleh
Kepolisian Israel, dalam periode 2015-2020, 149 perempuan telah dibunuh di Israel yang mana
65%-nya merupakan perempuan Arab yang hanya menempati sebagian 21% dari total seluruh
perempuan di Israel. Secara umum, laporan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan Arab
di Israel pada tahun 2020 telah mengalami peningkatan sebesar 40% dibandingkan sebelumnya
(Kayan Feminist Organization, 2021).
Femisida sendiri merupakan bentuk kejahatan tersendiri yang motifnya berkaitan dengan
struktur sosial patriarki, utamanya untuk melanggengkan inferioritas dan subordinasi perempuan
terhadap laki-laki dan melegitimasi kekerasan terhadap perempuan. Menurut Kelly, elemen
penting dari konsep femisida adalah pembingkaiannya sebagai bentuk kekerasan seksual dan
bentuk kekerasan ekstrem dalam kontinum kekerasan seksual terhadap perempuan (Kelly dalam
Grzyb, Magdalena, et al., 2018). Lebih lanjut, Kelly menyatakan bahwa femisida merupakan aksi
yang menonjolkan sifat alami gender oleh pria melalui cara kekerasan terhadap perempuan dalam
rangka memperoleh kekuasaan, dominasi, dan kendali.
Dalam konteks spesifik masyarakat Palestina di Israel, femisida dihasilkan dari kebijakan
opresif dari negara Israel yang bersinggungan dengan lingkungan sosial patriarki. Oleh karena itu,
perempuan Palestina mengalami penindasan secara tumpang tindih, yakni sebagai kelompok
minoritas dalam negara Yahudi religius-nasionalistik dan sebagai perempuan dalam masyarakat
patriarki. Itu ditambah lagi dengan adanya konflik Israel-Palestina yang intensitasnya meningkat
dalam beberapa waktu terakhir. Menurut Hilary Charlesworth dan Christine Chinkin, kontruksi
sosial dan gender yang berkombinasi dengan posisi ekonomi dan sosial perempuan yang secara
umum subordinat akan menghasilkan penderitaan terhadap perempuan baik selama konflik
2
berlangsung ataupun setelahnya (Charlesworth dan Chinkin dalam Lasut, Rosyidin, & Hanura,
2022)
Berdasarkan analisis Kayan-Feminist Organization terkait peran lembaga negara Israel,
seperti Kepolisian Israel, Kejaksaan Negara, dan Kementerian Kehakiman, terdapat pengabaian
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga negara tersebut saat didapati kasus kekerasan terhadap
perempuan di Israel, utamanya perempuan Palestina. Beberapa orang yang mereka wawancarai
bahkan mengaku polisi bekerja sama dengan pelaku kekerasan. Kesaksian tersebut makin
mempertegas tren nasional berupa diskriminasi yang melembaga oleh lembaga negara, dalam
konteks ini kepolisian, terhadap masyarakat Palestina, utamanya perempuan. Buruknya
penanganan yang dilakukan oleh aparat negara Israel terhadap kasus kekerasan terhadap
perempuan Palestina di antaranya ditunjukkan oleh adanya praktik pembebasan bersyarat dini
pelaku kekerasan, kegagalan secara terus menerus dalam memberikan perlindungan terhadap
perempuan yang menjadi sasaran ancaman, dan adanya permohonan berupa tawar-menawar untuk
mengurangi masa tahanan di dalam persidangan (Kayan Feminist Organization, 2021).
Data dari Knesset Research and Information Center menunjukkan bahwa penyelesaian
kasus kekerasan terhadap perempuan Palestina di Israel cenderung lebih lambat dan banyak yang
belum terselesaikan dibandingkan dengan penyelesaian kasus pembunuhan atau kekerasan
terhadap perempuan Yahudi (Knesset Research and Information Center dalam Kayan-Feminist
Organization, 2021). Berdasarkan pencarian data oleh Kayan terkait pembunuhan terhadap
perempuan Palestina melalui tiga institusi yang sudah disebutkan sebelumnya, institusi kepolisian
juga cenderung menutupi informasi apapun terkait kasus pembunuhan yang terjadi di tahun 20152020 dan mengarahkan Kayan untuk merujuk ke Kementerian Kehakiman. Namun, kementerian
tersebut pun meresponsnya dengan mengatakan bahwa pihaknya tidak dapat memberikan
informasi mengenai hal tersebut.
Diskriminasi hukum terhadap perempuan, terutama dari kalangan non-Yahudi tersebut
bukanlah sesuatu yang aneh bagi negara Israel mengingat itu merupakan negara yang sangat
mengistimewakan agama Yahudi dalam urusan hukumnya dan secara sosial-budaya bersifat
patriarkis. Israel sendiri merupakan negara yang mayoritas masyarakatnya berasal dari kalangan
Yahudi (Halperin-Kaddari, 2000). Pada tingkat legal-formal, agama yahudi memiliki pengaruh
3
yang siginfikan dalam pembentukan identitas kolektifnya melalui kombinasi undang-undang
kewarganegaraan, imigrasi, dan status pribadi (Halperin-Kaddari & Yadgar, 2010).
Salah satu undang-undang terpenting di Israel adalah Undang-Undang Pengembalian tahun
1950 yang menyatakan bahwa “Setiap orang Yahudi berhak datang ke Israel sebagai imigran dan
mengadopsi definisi ortodoks-religius tentang siapa yang ‘seorang Yahudi’ sebagai kriteria untuk
hak kembali (Halperin-Kaddari & Yadgar, 2010). Undang-undang pengembalian merupakan
bagian dari status pribadi keagamaan rezim yang lebih besar. Secara singkat, adanya undangundang tersebut telah membuat kesenjangan antara kalangan Yahudi dan kalangan non-Yahudi
(Arab) di Israel, terutama karena perlunya pemaksaan etno legal-formal eksternal sampai batas
tertentu.
Sementara itu, ketika membahas tentang kesetaraan gender dan status perempuan di Israel,
aturan agama dan masalah status pribadi memiliki konsekuensi yang signifikan, apalagi jika
dikaitkan dengan implikasi gender dari konflik nasional (Halperin-Kaddari & Yadgar, 2010).
Adanya konflik Arab-Israel dan ketakutan Yahudi-Israel atas ancaman demografis yang
ditimbulkan oleh masyarakat Arab menjadi faktor penentu bagi pandangan dan keberadaan
perempuan di Israel. Itu menyebabkan juga peran perempuan di Israel lebih sebagai ibu ditetapkan
di sana sebagai status sipil. Tidak hanya dilihat secara biologis, perempuan juga dilihat sebagai
penerus identitas yahudi akibat sifat matrilineal Yahudi. Pandangan-pandangan tersebut oleh
karenanya makin memperkuat diskriminasi dari orang-orang Israel terhadap perempuan Palestina
di sana.
Secara umum, perempuan non-Yahudi, arab, ataupun Palestina yang ada di Israel
merupakan kelompok yang rentan terhadap diskriminasi. Data dalam satu dekade terakhir
menunjukkan bahwa kasus femisida meningkat cukup signifikan di Israel, utamanya terhadap
perempuan di Palestina. Faktor-faktor seperti politik dan sosio-kultural memiliki pengaruh dalam
eksistensi hal tersebut. Itu ditambah lagi dengan adanya konflik Arab-Israel yang membuat orang
Israel-Yahudi takut akan habisnya generasi Yahudi di negara tersebut. Selain itu, konflik tersebut
juga telah membuat permasalahan sosial penting lain yang ada di Israel jadi dikesampingkan,
seperti kesetaraan gender. Dengan demikian, itu juga secara tidak langsung berkontribusi pada
banyaknya tindakan diskriminatif terhadap perempuan di Israel. Pelajaran yang bisa diambil untuk
4
Indonesia dalam melihat fenomena tersebut menurut saya adalah penegakan hukum yang harus
setara dan pembuatan produk hukum yang mengakomodasi semua agama.
DAFTAR PUSTAKA
Grzyb, M., Naudi, M., & Marcuello-Servos, C. (2018). Femicide across Europe. Bristoll: Bristoll
University Press.
Halperin-Kaddari, R. (2000). WOMEN, RELIGION AND MULTICULTURALISM IN ISRAEL.
UCLA
Journal
of
International
Law
and
Foreign
Affairs,
5(2),
339–366.
http://www.jstor.org/stable/45302145
Halperin-Kaddari, R., & Yadgar, Y. (2010). Between Universal Feminism and Particular
Nationalism: politics, religion and gender (in)equality in Israel. Third World Quarterly,
31(6), 905–920. http://www.jstor.org/stable/27896588
Kayan Feminist Organization. (2021). Input to the Special Rapporteur: Femicide in The Context
of
Palestinian
Society
in
Israel.
Diakses
dari:
https://www.ohchr.org/Documents/Issues/Women/SR/Femicide/2021submissions/CSOs/israel-kayan-1.pdf
Lasut, Y. A. D., Rosyidin, M., and Hanura, M. (2022). Perspektif Feminisme Standpoint Pada
Perjuangan Perempuan Palestina Terhadap Sikap Diskriminatif Tentara Israel Dalam
Konflik Israel-Palestina. Journal of International Relations Universitas Diponegoro, vol.
8, no. 4, pp. 690-704, Sep. 2022. https://doi.org/10.14710/jirud.v8i4.35483
5
Lampiran Publikasi di Media:
Link:
https://www.kompasiana.com/putradinantio/65827bb912d50f571a744c12/kekerasan-
gender-terhadap-perempuan-palestina-di-israel-fenomena-femisida-dan-diskriminasi-sistemik
6
Download