MEDIA DAN POPULISME: PENGARUH MEDIA MASSA TERHADAP KEMENANGAN JAIR BOLSONARO DALAM PEMILIHAN PRESIDEN DI BRAZIL TAHUN 2018 Putra Dinantio Nugroho 2106746032 Makalah Ujian Akhir Semester Pembangunan Politik dan Studi Demokratisasi - B Dosen Pengampu: Dr. Phil. Aditya Perdana, S. IP., M. Si. FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2023 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerakan, dan kepemimpinan populis merupakan sesuatu yang sering muncul di berbagai belahan dunia dalam beberapa dekade terakhir. Munculnya populisme tersebut sering dikaitkan dengan permasalahan, seperti krisis demokrasi perwakilan, sentimen anti-sistem, dan xenofobia.1 Kategori yang ambigu dan semantik dimunculkan oleh populisme. Ia telah membangun pandangan yang menyatakan bahwa masyarakat terbagi ke dalam dua kelompok, yakni orang-orang “murni” dan korup. Penentuannya sendiri disesuaikan dengan elemen antielitis dan moralistik para tokoh populis. Berangkat dari itu, tulisan ini ingin membahas strategi politik populisme oleh Jair Bolsonaro melalui media massa, utamanya pers Brazil dan lnstagram Bolsonaro, dalam pemilihan presiden di Brazil tahun 2018. Pertimbangan yang akan digunakan di sini adalah elemen analitik dan kategori populisme. Editorial yang diterbitkan setelah pemilihan putaran pertama dan kedua serta isi Instagram Bolsonaro dengan fokus pada beberapa ciri utama dari retorika populis akan menjadi fokus bahasan kali ini. Editorial-editorial tersebut di antaranya diterbitkan oleh surat kabar Brazil, seperti O Globo, Folha de S. Paulo, dan O Estado. Hal yang ingin dilihat atau ditelusuri di sini di antaranya adalah pandangan publikasi Brazil tentang politik di Brazil, kualifikasi yang dikaitkan dengan Jair Bolsonaro, dan konsekuensi yang ia miliki terhadap demokrasi di Brazil.2 Selain itu, pengaruh citra yang dibangun oleh Bolsonaro 1 Bruno Araujo & Helder Prior, “Framing Political Populism: The Role of Media in Framing the Election of Jair Bolsonaro,” Journalism Practice, No. 2 (Januari, 2020), hal. 226-242 2 Ibid., hal. 1 di instagramnya juga ingin ditelusuri pengaruhnya terhadap kenaikan elektabilitasnya dalam pemilihan presiden Brazil tahun 2018. Bolsonaro sendiri merupakan tokoh sayap kanan ekstrem yang memenangkan pemilihan presiden di Brazil pada tahun 2018. Dia memenangkan pemilihan presiden di Brazil tersebut dengan meraih 55% suara. 3 Dalam kampanyenya, wacana anti-elitis, moralis, dan anti-korupsi digunakan secara gencar oleh Bolsonaro. Ia juga menjanjikan kepemimpinannya nanti akan melawan gerakan sosial, seperti “ideologi gender” dan “mengasihani” kaum minoritas. Momentum yang menguntungkan posisi Bolsonaro saat pemilihan presiden tahun 2018 di Brazil adalah saat operasi cuci mobil terjadi. Operasi cuci mobil sendiri merupakan penyelidikan tentang pencucian uang dan tindak pidana korupsi terhadap partai buruh yang masih berkuasa. Setelah kejadian itu, pidato Bolsonaro tentang kriminalisasi partai politik tradisional, terutama partai buruh, dan wacana anti-sistem jadi menguat. Itu juga menguntungkannya karena pesaing terkuatnya, Lula da Silva, dicopot dari kompetisi pemilihan presiden waktu itu. Lula dituntut atas tuduhan kasus korupsi yang membuat legalitasnya menurun setelah publikasi berita daring oleh The Intercept Brazil.4 Semua data tersebut diperlukan untuk melihat hubungan antara konteks sosial-politik pemilihan presiden di Brazil tahun 2018 dan pengaruh media jurnalistik terhadap kebangkitan sayap kanan di Brazil. 3 Tom Daly, “Populism, public law, and democratic decay in Brazil: understanding the rise of Jair Bolsonaro,” This paper was prepared for the 14th International Human Rights Researchers’ Workshop:‘Democratic Backsliding and Human Rights’, organised by the Law and Ethics of Human Rights (LEHR) journal, (Maret, 2019), hal. 2-3 4 Bruno Araujo & Helder Prior, “Framing Political Populism: The Role of Media in Framing the Election of Jair Bolsonaro,” Journalism Practice, No. 2 (Januari, 2020), hal. 3 2 B. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana populisme melalui media massa dapat menaikkan elektabilitas Jair Bolsonaro dalam pemilihan presiden di Brazil pada tahun 2018? C. Hipotesis Penelitian 1. H0: Populisme melalui media massa tidak menaikkan elektabilitas Jair Bolsonaro dalam pemilihan presiden di Brazil pada tahun 2018 2. H1: Populisme melalui media massa menaikkan elektabilitas Jair Bolsonaro dalam pemilihan presiden di Brazil pada tahun 2018 3 BAB II PEMBAHASAN A. Kerangka Teori a. Konsep dan Karakteristik Populisme Populisme merupakan istilah yang masih tidak jelas maknanya. Konsep populisme sering digunakan untuk mengacu pada dua rezim politik yang berbeda dan berseberangan, yakni ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Menurut Mudde & Kaltwasser (2017), populisme merupakan fenomena politik yang menyandingkan antara kepentingan rakyat dengan kepentingan elite. 5 Tokoh populis biasanya menggunakan wacana kehendak umum untuk meraih simpati dari masyarakat. Dengan demikian terdapat dua pembagian kelompok dalam masyarakat yakni, rakyat versus elite atau kita versus mereka. Tokoh populis sendiri selalu menampilkan dirinya sebagai perwakilan sah dari rakyat murni dan menentang elite korup. Menurut Gidron dan Bart, populisme didefinisikan sebagai sebuah retorika yang membangun politik sebagai moral dan etika perjuangan antara rakyat dan oligarki. Sementara itu, menurut Kazin, populisme sebagai ideologi cenderung menunjukkan ekspresi politik yang secara strategis dan selektif dengan membedakan ideologi kiri dan kanan. Singkatnya, populisme ini lebih mengarah pada model ekspresi atau retorika dibandingkan identitas ideologi seorang aktor politik.6 5 Cas Mudde, Cristobal Rovira Kaltwasser, Populism (New York: Oxford University Press, 2017) 6 Alwi D. R. & Fernanda P. A., “Mencermati Populisme Prabowo sebagai Bentuk Gaya Diskursif saat Kampanye Politik pada Pemilihan Presiden 2019,” Jurnal Ilmu Politik , No. 1 (Juli, 2022), hal. 1-13 4 Sementara itu, pemikir lainnya menggambarkan populisme sebagai gaya komunikasi politik. Para pemikir tersebut biasanya memaknai sebagai gaya yang digunakan untuk menjalin hubungan antara rakyat dan pemimpin populis. Strategi para pemimpin populis melalui komunikasi biasanya menggunakan narasi “kita” dan “mereka”, anti kemapanan, dan anti-elite. Retorika yang dikeluarkan oleh para pemimpin populis umumnya dikemas dalam bahasa yang sederhana, linear, dan ditujukan untuk menciptakan ketegangan antar dua kutub yang berseberangan.7 Cannovan menyatakan bahwa populisme selalu menghantui demokrasi. Hubungan antara demokrasi populis yang demikian merupakan momentum untuk para populis memobilisasi masanya. Itu berfokus pada kompleksitas demokrasi perwakilan dan bentuk baru komunikasi politik yang sekarang tersebar ke dalam ekosistem. Menurut beberapa penulis, media digital dan praktik komunikasi langsung ini merupakan hal yang penting untuk memberikan surplus, sirkulasi, dan perluasan retorika populis. Jalinan berupa hubungan langsung dengan rakyat dan penghilangan mediasi dari institusi tradisional sebenarnya merupakan ciri khas dari populisme. b. Media dan Populisme Media massa sekarang ini memudahkan partai politik dan anggotanya untuk membangun citra publiknya, menyebarkan gagasan, dan meraup simpati massanya. Media massa seperti media sosial dan surat kabar biasanya digunakan oleh para tokoh politik untuk mencitrakan dirinya. Aktivitas dan karakteristik suatu tokoh politik atau partai politik secara umum dapat dipahami oleh masyarakat melalui liputan berita politik. Berdasarkan teori penyusunan agenda atau teori 7 Bruno Araujo & Helder Prior, “Framing Political Populism: The Role of Media in Framing the Election of Jair Bolsonaro,” Journalism Practice, No. 2 (Januari, 2020), hal. 5 5 pembingkaian, media memiliki kapasitas untuk mempengaruhi opini publik dan perilaku publik sambil memaksakan kerangka penafsiran atas peristiwa politik dan aktornya.8 Gaya dan wacana oleh para tokoh populis menghasilkan beberapa nilai atau kriteria yang sekarang menjadi bagian dari logika media. Dalam usahanya mendapatkan atensi dari publik, ketidaknormalan yang ada di dalam kehidupan normal sehari-hari cenderung disoroti oleh media. Itu sesuai dengan narasi para tokoh populis yang biasanya bersifat mengganggu dan tidak benar secara politis. Beberapa logika media, seperti personalisasi, dramatisasi, dan emosionalisme tertentu memilikin kemiripan dengan gaya populis sehingga menunjukkan bahwa keduanya sesuai.9 Menurut Mudde, penekanan pada peristiwa politik yang memalukan atau tidak konvensional memberikan pemimpin populis audiens dan media yang reseptif. Persepsi publik cenderung dipengaruhi oleh kerangka kerja yang diperebutkan saat retorika populis disuarakan di seluruh media. Salah satu jenis kerangka dalam perjuangan diskursif untuk membangun narasi politik yang biasa muncul, yakni para pemimpin populis yang menantang tatanan dan sistem sosial serta mencoba untuk memperbaiki kerangka ketidakadilan. B. Analisis Studi Kasus Populisme melalui Media Massa terhadap Jair Bolsonaro pada Pemilihan Presiden di Brazil tahun 2018 a. Analisis terhadap Surat Kabar Brazil 8 9 Ibid. Ibid. 6 Kerangka penting dalam editorial Folha de. S. Paulo adalah kekhawatiran atas demokrasi Brazil. Dua kandidat presiden pada pemilihan presiden di Brazil tahun 2018, Bolsonaro dan Hadad dilihat sebagai pembela ide-ide yang akan mengancam demokrasi di Brazil. Isi dari editorial oleh Folha waktu itu cenderung berfokus pada kebutuhan untuk menghormati aturan permainan demokrasi oleh kedua kandidat. Bolsonaro sendiri dalam kampanyenya cenderung tidak menghormati dasar-dasar demokrasi dan, mengabaikan minoritas, dan tidak menghormati institusi negara. Itu selanjutnya direspons oleh Folha dengan menerbitkan editorial yang bertajuk “Konstitusi di atas segalanya”.10 Itu dilatarbelakangi oleh slogan kampanye Bolsonaro yang menyatakan bahwa “Tuhan di atas segalanya.” Selanjutnya, surat kabar O estado de S. Paulo juga lebih memfokuskan pada kekurangan politik dari kedua kandidat yang menurut mereka dapat mengancam demokrasi di Brazil. Dalam artikelnya yang berjudul “pilihan yang sangat sulit”, mereka menyatakan bahwa untuk pertama kalinya setelah berakhirnya kediktatoran militer, Brazil harus memilih yang ekstrem. Lebih lanjut, Bolsonaro dilihatnya sebagai tokoh yang menggunakan wacana kemarahan dan kosong yang menarik perasaan utama sebagian besar masyarakat yang sudah muak dengan partai buruh Lula. Kebosanan pemilih dengan “politik tradisional” tersebut merupakan wujud dari negativisme diskursif yang menunjukkan adanya retorika populis. Itu didasarkan atas perasaan anti elitism atau anti kemapanan.11 O Globo juga memiliki keresahan terkait potensi buruk yang dapat dihasilkan dari pemilihan presiden di Brazil tersebut, tetapi juga menyoroti gagasan pemilu yang masih ada di Brazil “kekuatan demokrasi” di Brazil. Menurut O Globo, Hadad dan Bolsonaro juga 10 11 Ibid. 8 Ibid. 9 7 merupakan kandidat yang sama-sama dapat mengancam demokrasi dan hukum di Brazil. O Globo lebih lanjut membingkai Bolsonaro sebagai kandidat anti-sistem karena ia sudah menjadi oposisi sejak tahun 1998. Hal itu membuat elektabilitas lawannya, Hadad, menjadi rusak karena ia digambarkan sebagai kandidat yang akan melanjutkan cara pemerintahan sebelumnya dan Bolsonaro dianggap sebagai pembaharuan.12 O Globo membingkai kekalahan partai buruh dan pergeseran kekuasaan di Brazil ke kanan sebagai mekanisme yang menghidupkan kembali pemerintahan melalui pemungutan suara. Bolsonaro hanya dilihat sebagai politisi sayap kanan dan hasil pemilunya dibingkai dengan citra yang sangat positif. b. Analisis terhadap Citra Bolsonaro di Instagram Keeksentrikan dan ketidakcanggihan yang membuat sikap, tubuh, dan perampasan fungsi kekuasaan institusional sebagai rangkaian parodi merupakan representasi citra Bolsonaro di Instagram. Penampilan dan sikapnya yang melebih-lebihkan aspek transgresif populisme telah memproduksi rasa pusing dan ambiguitas yang menyenangkan terhadap sosok pemimpin. Bolsonaro seringkali mencerminkan kelaziman rakyat di Instagramnya dan cenderung menonjolkan aspek horizontalisme. Pencitraan yang disajikan dalam Instagram Bolsonaro berusaha untuk menunjukkan pertunjukan politik yang berusaha beresonansi dengan khalayak di dalam konteks populer yang menolak kesucian institusional.13 Secara umum, hal yang ditemukan dalam pencitraan Bolsonaro di Instagram ini membantu untuk menerangi daya tarik yang ironis dan penguatan populisme. Selain pernyataan verbal 12 13 Ibid. 10 Ricardo F. Mendonca & Renato D. Caetano, “Populism as parody: The visual self-presentation of Jair Bolsonaro on Instagram,” The International Journal of Press/Politics, No. 1 (2021), hal. 210-235 8 yang membangun pandangan people-centric dan anti-elitis, emosi dan penemuan resonansi dengan konteks dari mana mereka muncul perlu dipicu oleh pemimpin populis. Penggambaran visual di media sosial dapat memainkan peran penting untuk menciptakan adegan dan menghadirkan tubuh yang dapat berinteraksi dengan keinginan sosial. Di instagramnya, citra diri yang menekankan kebiasaanya dan mendekonstruksi ritual institusional coba ditambilkan oleh Bolsonaro. Sebagai hasilnya, kebangkitan pemimpin populis telah berhasil dimunculkan olehnya melalui pengembalian jarak yang diperlukan.14 14 Ibid. 9 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Di atas sudah dijelaskan mengenai analisis yang mengidentifikasi retorika populis dalam surat kabar nasional dan Instagram Bolsonaro terkait terpilihnya Jair Bolsonaro dalam pemilu Brazil tahun 2018. Berbagai surat kabar nasional membingkai Jair Bolsonaro dengan menggunakan banyak kategori yang cenderung mengarahkannya pada pemimpin populis. Salah satu isu utama yang diangkat oleh surat kabar adalah ancaman yang dapat ditimbulkannya terhadap demokrasi. Meskipun demikian, terdapat surat kabar di Brazil yang menyatakan bahwa adanya pemilu telah membuktikan kekuatan dari demokrasi. Kedua kandidat, Haddad dan Bolsonaro, juga dinyatakan sama-sama akan membawa bahaya bagi Brazil. Surat kabar di Brazil lah yang telah berkontribusi pada normalisasi fenomena tersebut, terutama pencalonan Bolsonaro. Peran pers Brazil dan penentangannya terhadap partai buruh perlu diperhitungkan terutama dalam mendiskreditkan kelas politik setelah korupsi terang-terangan terungkap dalam operasi cuci mobil. Hal itu secara tidak langsung meningkatkan elektablilitas Jair Bolsonaro yang digambarkannya sebagai kandidat “anti-sistem”. Sentimen anti-partai buruh yang dikobarkannya secara tidak langsung mendapatkan dukungan dari liputan oleh media tentang sejumlah skandal yang melibatkan partai politik tersebut. Dengan demikian, meskipun surat kabar di Brazil juga menunjukkan potensi bahaya yang akan ditimbulkan dari kepemimpinan Bolsonaro, perbandingan antara kandidat sayap kiri dan sayap kanan yang dibuat olehnya telah berkontribusi keberpihakan opini publik pada kandidat sayap kanan, Jair Bolsonaro, sehingga elektabilitasnya juga meningkat. 10 Normalisasi populisme oleh Bolsonaro ini tidak bisa dilepaskan dari proses degradasi kelembagaan di Brazil. Terakhir, pencitraan yang dilakukan oleh Bolsonaro di Instagram dengan beresonansi dengan khalayak umum dan menolak kesucian institusional cenderung sukses dalam menaikkan keterpilihannya dalam pemilihan presiden di Brazil tahun 2018. Melalui dekonstruksi ritual institusional dan pengurangan unsur hierarkisme, dia sukses mendekatkan jarak yang diperlukan untuk kebangkitan pemimpin populis. Singkatnya, ia berhasil mendekatkan dirinya dengan masyarakat melalui citra di Instagram yang ia bangun sehingga ia memiliki arti tersendiri bagi mereka. 11 DAFTAR PUSTAKA Araujo, B. & Prior, H. (2022). Framing Political Populism: The Role of Media in Framing the Election of Jair Bolsonaro. Journalism Practice, 15(2), hlm 226-242. Diakses dari: https://doi.org/10.1080/17512786.2019.1709881 Daly, T. (2019, January). Populism, public law, and democratic decay in Brazil: understanding the rise of Jair Bolsonaro. This paper was prepared for the 14th International Human Rights Researchers’ Workshop:‘Democratic Backsliding and Human Rights’, organised by the Law and Ethics of Human Rights (LEHR) journal (pp. 2-3). Diakses dari: https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3350098 Mendonça, R. F., & Caetano, R. D. (2021). Populism as parody: The visual self-presentation of Jair Bolsonaro on Instagram. The International Journal of Press/Politics, 26(1), hlm 210235. Diakses dari: Mudde, C. & Kaltwasser, C. R. (2017). Populism. New York: Oxford University Press Ritonga, A. D. & Adela, F. P. (2020). Mencermati Populisme Prabowo sebagai Bentuk Gaya Diskursif saat Kampanye Politik pada Pemilihan Presiden 2019. Jurnal Ilmu Politik 12(1), hlm 1-13. Diakses dari: https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=4156045 12