COVER BUNGA RAMPAI MANAJEMEN OBJEK DAN ATRAKSI WISATA UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pembatasan Pelindungan Pasal 26 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap: i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual; ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan; iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran. Sanksi Pelanggaran Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). 2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). MANAJEMEN OBJEK DAN ATRAKSI WISATA Irmayanti Diah Jatiningsih I Nyoman Slamet Meizar Rusli Agus Dharma Rullyana Puspitaningrum Mamengko Edy Semara Putra I Gede Adiyana Putra I Gede Suhartawan N. Trianasari Sri Endah Nurhidayati Ni Wayan Sri Rahayu Komang Triawati Penerbit CV. MEDIA SAINS INDONESIA Melong Asih Regency B40 - Cijerah Kota Bandung - Jawa Barat www.medsan.co.id Anggota IKAPI No. 370/JBA/2020 MANAJEMEN OBJEK DAN ATRAKSI WISATA Irmayanti Diah Jatiningsih I Nyoman Slamet Meizar Rusli Agus Dharma Rullyana Puspitaningrum Mamengko Edy Semara Putra I Gede Adiyana Putra I Gede Suhartawan N. Trianasari Sri Endah Nurhidayati Ni Wayan Sri Rahayu Komang Triawati Editor: I Made Nuhari Anta Tata Letak: Enjellia Putri Zega Desain Cover: Manda Aprikasari Ukuran: A5 Unesco: 15,5 x 23 cm Halaman: iv, 248 ISBN: 978-623-195-533-3 Terbit Pada: September 2023 Hak Cipta 2023 @ Media Sains Indonesia dan Penulis Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis. PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA (CV. MEDIA SAINS INDONESIA) Melong Asih Regency B40 - Cijerah Kota Bandung - Jawa Barat www.medsan.co.id KATA PENGANTAR Puji Syukur dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya Buku Manajemen Objek dan Atraksi Wisata dapat diterbitkan dan dibaca oleh semua orang. Buku ini merupakan refleksi dari berbagai pemikiran oleh para tokoh, praktisi, akademisi dan peneliti yang bekecimpung di dunia kepariwisataan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Dalam dunia pariwisata terdapat banyak aspek yang sangat berkaitan dan menunjang sehingga kegiatan wisata dapat berjalan dengan baik. Salah satu komponen tersebut adalah dalam bidang manajemen wisata. Buku ini akan mengulas beberapa hal yang terkait dengan kegiatan manajemen objek dan atraksi wisata. Sehingga dapat memberikan gambaran dasar tentang manajemen objek dan atraksi wisata. Adapun hal-hal pokok yang dibahas adalah terkait dengan konsep manajemen objek dan atraksi wisata, potensi objek dan atraksi wisata Indonesia, standar keselamatan dan keamanan wisatawan, strategi pengelolaan dan promosi objek wisata, cinderamata khas objek wisata, peranan bahasa inggris dalam mengelola objek wisata dan berbagai penjelasan lain yang berhubungan dengan objek dan atraksi wisata.Terbitnya buku ini diharapakan dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap kegiatan manajemen objek dan atraksi wisata. Dengan segala kerendahan hati memohon kiranya ada masukan yang konstruktif untuk menyempurnakan buku ini ataupun membahas lebih lanjut dalam buku berikutnya. Kami mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada para penulis dan tim penerbit yang terlibat dalam proses penyusunan dan penerbitan buku ini. Semoga apa yang menjadi buah pemikiran para penulis didalamnya dapat memberikan sumbangsih pada kemajuan pariwisata di Indonesia. Salam Publikasi!!! Palu, Agustus 2023 I Made Nuhari Anta i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................... ii 1 INDUSTRI PARIWISATA ..........................................1 2 POTENSI OBJEK DAN ATRAKSI WISATA INDONESIA .............................................17 3 KONSEP MANAJEMEN DAYA TARIK WISATA .......45 Konsep Manajemen Daya Tarik Wisata .................52 Manajemen Atribut Daya Tarik Wisata .................55 4 STANDAR KEAMANAN DAN KESELAMATAN WISATAWAN................................61 Konsep Keamanan dan Keselamatan di Industri Pariwisata............................................61 Standar Keamanan dan Keselamatan Wisatawan .......................................62 Penerapan Standar Keamanan dan Keselamatan Wisatawan .......................................75 5 STRATEGI PENGELOLAAN DAN PROMOSI OBJEK DAN ATRAKSI WISATA .............................83 SWOT Analysis .....................................................84 Segmenting, Targeting, Positioning .........................94 Promotional Mix ................................................... 102 6 CENDERAMATA KHAS OBJEK WISATA ............. 115 Sejarah Cinderamata .......................................... 115 Jenis-Jenis Cenderamata dalam Objek Wisata ...118 Fungsi dan Manfaat Cenderamata bagi Pariwisata ................................................... 120 ii 7 PERANAN BAHASA INGGRIS DALAM MENGELOLA OBJEK DAN ATRAKSI WISATA .....133 Mempermudah Komunikasi dengan Wisatawan Asing................................................. 134 Meningkatkan Kualitas Layanan......................... 138 Meningkatkan Kemampuan dalam Menyediakan Informasi ....................................... 142 Menjadi Faktor Penting dalam Meningkatkan Reputasi Objek Wisata................. 147 8 OBJEK DAN ATRAKSI WISATA ALAM ................. 153 Konsep Wisata Alam ........................................... 153 Jenis Atraksi Wisata Alam .................................. 156 Pentingnya Wisata Alam ..................................... 158 9 OBJEK DAN ATRAKSI WISATA BUDAYA............. 171 Pariwisata Budaya .............................................. 171 Atraksi Budaya sebagai Bagian dari Produk Hospitaliti dan Pariwisata ....................... 174 Pasar Pariwisata Budaya .................................... 176 Objek dan Atraksi Wisata Budaya Indonesia.......179 Pengelolaan Objek dan Atraksi Wisata Budaya ...181 Ringkasan........................................................... 184 10 DAYA TARIK DAN ATRAKSI WISATA ALAM .........189 Peran Daya Tarik dan Atraksi Wisata Alam dalam Sektor Pariwisata ..................................... 193 Karakteristik dan Jenis Atraksi Wisata Alam ......196 Kekurangan dan Kelebihan Atraksi Wisata Alam........................................................ 201 iii 11 OBJEK DAN ATRAKSI WISATA SEJARAH DAN RELIGI ....................................... 209 12 OBJEK DAN ATRAKSI WISATA KULINER........... 225 Objek Wisata di Palu........................................... 230 Atraksi Wisata Kuliner ........................................ 232 iv 1 INDUSTRI PARIWISATA Irmayanti Diah Jatiningsih, S.Pd., M.Sc STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Pendahuluan Pariwisata memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara. Sejak beberapa tahun terakhir, banyak negara menggarap pariwisata dengan serius, menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan dalam perolehan devisa, penciptaan lapangan kerja, maupun pengentasan kemiskinan pariwisata dengan berbagai aspek positifnya, dipandang sebagai passport to development, new kind of sugar, tool for regional development, invisible export, non-polluting industry, dan sebagainya (Pitana, 2002). Diakui bahwa sumbangan sektor pariwisata terhadap perolehan devisa dan penciptaan lapangan kerja secara makro cukup signifikan. Laporan kajian ahli (Vorlaufer, 1996; Max, 2004; Roe, et.al, 2004; WTTC, 2006) menyimpulkan bahwa sumbangan pariwisata yang secara signifikan pada perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah tampat dalam bentuk perluasan peluang kerja, peningkatan pendapatan (devisa) dan pemerataan pembangunan spasial (Damanik, 2013: 2-3). Selanjutnya menurut Damanik (2013 : 17), apabila mengamati rangkaian data statistik pariwisata internasional, maka dapat terlihat dengan jelas alur pergerakan wisatawan. Salah satu gambaran yang paling mencolok adalah 1 dominasi penduduk negara-negara maju, khususnya Eropa Barat dan Amerika Utara, di dalam pergerakan arus wisatawan internasional maupun lokal. Penjelasan logis terhadap faktor yang berperan di balik gambaran ini adalah budaya berwisata yang sudah terbentuk dan mapan di negara-negara maju. Secara sederhana Damanik mengartikan budaya berwisata sebagai state of mind dan pola tindakan di dalam kegiatan pariwisata. Namun perlu diketahui bahwa budaya berwisata pada setiap mayarakat, bangsa, dan negara berbeda-beda. Pariwisata kini telah bertransformasi menjadi salah satu industri terbesar. Hal ini terlihat dari pertumbuhan industri pariwisata yang konsisten dari tahun ke tahun. Saat ini, pariwisata menjadi trend kehidupan manusia modern. Proses globalisasi dunia dipercaya sebagai penyebab lajunya pertumbuhan pariwisata modern yang mendorong terjadinya interkoneksi antar bidang, antar bangsa, dan antar individu di dunia ini. Perkembangan teknologi informasi juga dinilai memiliki andil yang cukup signifikan dalam percepatan dinamika globalisasi dunia, termasuk didalamnya perkembangan dunia hiburan, rekreasi dan pariwisata. Dari berbagai penelitian dan kajian yang pernah dilakukan di berbagai negara, dapat dibuktikan secara empiris bahwa besaran (volume) kunjungan wisatawan (number of tourist), lama tinggal wisatawan di destinasi wisata (length of stay) dan pembelanjaan wisman (money spending) serta jumlah pergerakan wisatawan domestik di suatu negara, di samping sebagai sumber perolehan devisa, juga berfungsi sebagai instrumen pemerataan pembangunan, merangsang munculnya berbagai lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja di sector pariwisata, serta sebagai roda penggerak peningkatan pendapatan regional bruto (PDRB) (Sunaryo, 2013: 8). 2 Disamping manfaat pada aspek pembangunan ekonomi, industri pariwisata juga akan berdampak positif pada aspek pembangunan non ekonomi (beyond economic benefit) bagi suatu negara. Beberapa dampak positif yang bersifat non ekonomi diantaranya yaitu sebagai instrument pembaharuan masyarakat seperti mempercepat proses adopsi teknologi dan berkembangnya nilai-nilai modernisasi maupun memberikan akselerasi pada pencapaian tujuan-tujuan pembangunan sosial budaya yang lain, seperti memupuk rasa cinta tanah air, persatuan bangsa, meningkatkan kebanggaan identitas serta persahabatan antar suku maupun antar bangsa. Namun demikian, bila dilihat dari segi besaran manfaat dari segi perolehan devisa bagi negara yang berfungsi menjadi destinasi, khususnya untuk devisa yang berasal dari pengeluaran atau pembelanjaan wisatawan mancanegara yang akan dinikmati oleh negara tersebut, maka faktor jumlah wisman, lama tinggal wisman, dan besaran pembelanjaan wisman. Pembahasan 1. Pariwisata sebagai Industri Industri adalah kegiatan ekonomi yang produktif menghasilkan produk tertentu yang komersial dan bernilai ekonomi tinggi, dikelola secara efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan lebih nyata dan lebih cepat bagi pelaku atau pengusaha industri (Arjana, 2015: 104). Menurut Sunaryo (2013: 32), apabila konstruk industri dimaknai sebagai pabrik (factory) yang menggambarkan sebuah bangunan dengan cerobong asap yang tebal dan menghasilkan sebuah produk berupa barang yang bersifat konkrit (tangible), tentu jawabannya kepariwisataan bukanlah suatu industri. Namun jika industri dimaknai sebagai sebuah 3 rangkaian proses aktivitas atau kegiatan produksi yang menghasilkan nilai tambah (value added), dan kemudian produknya bersifat tidak konkrit (intangible), jelas jawabannya kepariwisataan adalah sebuah industri. Oleh karena itu, meskipun para pakar mengartikan dengan kalimat yang berbedabeda namun demikian hampir semuanya memahami bahwa kepariwisataan sebagai suatu industri, baik itu industri jasa perjalanan (travel industry) maupun sebagai industri jasa yang menjual keramahtamahan (hospitalily industry). Industri pariwisata merupakan industri yang kompleks hal ini disebabkan karena industri pariwisata sangat erat kaitannya dengan industri lainnya. Kegiatan pariwisata sebagai sebuah industri melibatkan berbagai komponen, yakni pelaku pariwisata baik itu usaha terkait sarana wisata dan usaha jasa wisata. Maksud dalam konteks ini yaitu terdapat dua pihak yang saling terkait yaitu adanya produsen dan konsumen, dimana pihak produsen adalah pihak penghasil atau penyedia barang dan jasa yang dibutuhkan oleh wisatawan sebagai konsumen. Keterhubungan berbagai komponen ini merupakan bentuk dari sebuah sinergitas atau sistem yang saling terhubung, dan saling membutuhkan satu sama lain sehingga menyerupai suatu rantai kegiatan (Arjana, 2015: 145). Pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa industri pariwisata adalah industri yang menghasilkan produk baik itu berupa barang maupun jasa, melibatkan berbagai bidang kegiatan ekonomi yang produktif untuk mendukung kemajuan pariwisata, baik secara langsung maupun tidak langsung (Arjana, 2015: 104). Perspektif yang memahami kepariwisataan adalah sebuah industri jasa yang bergerak dibidang perjalanan wisata (travel industry) ataupun sebagai 4 industri jasa yang menjual keramahtamahan (hospitalily industry serta menghasilkan produk yang bersifat spesifik dan tidak nyata (intangible), inilah yang akan digunakan untuk menggambarkan peran strategis industri kepariwisataan dalam pembangunan serta penjelasan karakter-karakter positifnya yang bersifat spesifik untuk membedakannya dengan industri jenis lain (Sunaryo, 2013: 32). Meskipun terdapat berbagai definisi dan indikator pariwisata sebagai suatu industri, keberadaan pariwisata dapat dilihat dari adanya bentuk usaha pariwisata yang bergantung pada kunjungan wisatawan. Artinya keberadaan wisatawanlah yang menentukan eksistensi usaha di bidang pariwisata, karena ada pihak yang dilayani atau dipenuhi kebutuhan dan keinginannya. Untuk lebih memahami industri pariwisata, berikut ciri-ciri industri pariwisata menurut Suwena & Widyatmaja (2017) antara lain: a. Service industry Industri pariwisata bergerak karena adanya perusahaan-perusahaan jasa (service industry) yang menghasilkan produk berupa barang dan jasa yang dibutuhkan wisatawan selama melakukan perjalanan wisata. Faktor produksi yang tercakup di dalamnya adalah: 1) natural resources (Kekayaan alam); 2) capital (modal); 3) manpower (tenaga kerja); dan 4) skill (keterampilan). b. Labor intensive Industri pariwisata mampu menciptakan kesempatan kerja, baik sumber daya manusia yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan wisatawan. Oleh karena itu, sektor pariwisata dapat dikatakan sebagai sektor padat 5 karya, baik pada usaha yang berhubungan dengan pariwisata secara langsung atau yang merupakan dampak pengganda (multiflier effect), seperti yang terdapat pada pembangunan konstruksi sarana dan prasarana pariwisata. Pada akhirnya industri pariwisata yang terdapat pada suatu kawasan akan berperan dalam pengentasan kemiskinan bagi masyarakat setempat. c. Sensitive Industri pariwisata sangat peka atau reaktif terhadap keadaan politik dan sosial yang ada. Tujuan wisatawan akan perolehan kesenangan (pleasure), kenyamanan (comfort) dan keamanan (security) pada suatu destinasi, akan memengaruhi pilihan wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata atautidak pada suatu destinasi bergantung pada situasi yang ada pada kawasan tersebut. d. Seasonal Terdapat musim ramai (peak season) atau musim sepi (off season) pada permintaan akan perjalanan wisata. Pada peak season atau musim liburan, permintaan meningkat dibandingkan hari biasa meskipun terjadi kenaikan pada harga-harga. Sebaliknya, pada off season permintaan akan perjalanan wisata menurun. Naik atau turunnya permintaan wisata dapat menimbulkan masalah bagi industri pariwisata, karena banyak pekerja di sektor tersebut yang mengalami penurunan pendapatan saat sepi, namun bisa jadi kekurangan tenaga atau mendapati sarana prasarana yang kurang memadai dalam melayani wisatawan saat musim ramai. 6 e. Capital intensive Pembangunan sarana dan prasarana industri pariwisata tentunya memerlukan biaya dan modal yang besar dari investasi. f. Quick yielding industry Berkembangnya pariwisata sebagai industri lebih cepat mendatangkan kenaikan devisa atau foreign exchanges dibandingkan kegiatan ekspor yang dilakukan secara konvensional. Hal ini terjadi karena keharusan bagi wisatawan untuk membayar demi pemenuhan seluruh kebutuhan dan keinginannya. 2. Ruang Lingkup Industri Pariwisata Faktor utama yang sangat menentukan penyelenggaraan kegiatan adalah kepastian hukum. Dengan kepastian hukum, seseorang atau suatu lembaga dapat menyelenggarakan kegiatan dengan perasaan aman dan tenang. Hal ini berlaku juga untuk kegiatan bidang kepariwisataan dalam bentuk apapun. Terlebih lagi kepariwisataan merupakan kegiatan bisnis yang berdimensi internasional, kepastian hukum semakin menjadi suatu keniscayaan. Jika suatu saat terjadi perselisihan (dispute) antara pihak Indonesia dengan mitranya (pihak asing), maka situasi akan menjadi rumit, karena hal tersebut sudah masuk dalam kepastian hukum multi nasional. Kegiatan kepariwisataan melibatkan seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh sebab itu dalam upaya pengembangan kepariwisataan, kepastian hukum terkait seluruh aspek kehidupan manusia sangat diperlukan. Di Indonesia, peraturan perundang-undangan, khususnya pada tingkat nasional mencakup seluruh strata pengaturan, mulai dari yang tertinggi (Undang-Undang) sampai yang terendah yaitu Ketentuan Pelaksanaan (Bagyono, 2017: 11). 7 Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan pada tanggal 16 Januari 2009, maka pada prinsipnya keseluruhan kebijakan penyelenggaraan kepariwisataan di Indonesia harus berdasar pada prinsip dan kaidah yang tertuang dalam Undang-Undang Kepariwisataan tersebut beserta segenap peraturan pelaksanaannya. Prinsip penting tentang penyelenggaraan kepariwisataan di Indonesia telah diamanahkan oleh UU No.10 Tahun 2009 yaitu bahwa penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan di Indonesia harus dilakukan berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, dan kesatuan, yang kesemuannya diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata (Sunaryo, 2013: 99). Dalam UU No. 10 Tahun 2009, kepariwisataan dipandang bukan hanya sekedar sebagai bentuk interaksi antara wisatawan dan obyek wisata saja, akan tetapi dapat diartikan lebih luas sebagai suatu kesatuan sistem yang saling berkaitan antara empat komponen pembangunan kepariwisataan yaitu industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, dan kelembagaan periwisata. Berdasarkan penjelasan Pasal 7 huruf a UU No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang menjadi ruang lingkup mandat pembangunan industri pariwisata di Indonesia meliputi: 8 a. Struktur (fungsi, Industri Pariwisata hierarki, dan hubungan) Struktur industri pariwisata adalah fungsi, hierarki dan hubungan kumpulan usaha pariwisata yang diwadahi oleh asosiasi professional yang saling berkoordinasi dan bersinergi untuk meningkatkan daya saing kepariwisataan Indonesia yang meliputi: 1) Kaitan mata rantai antar industri pariwisata 2) Wadah asosiasi usaha pariwisata 3) Sistem koordinasi pariwisata 4) Sistem koordinasi antara asosiasi usaha pariwisata dengan pemerintah antar asosiasi usaha b. Daya Saing Produk Usaha Pariwisata Daya saing produk wisata dalam hal ini meliputi kualitas barang dan jasa yang mampu dinilai unggul oleh wisatawan, yang akan diukur melalui: 1) Sertifikasi 2) Standarisasi 3) Kompetensi sumberdaya manusia (jumlah, kualitas, dan kecocokan) Dalam bidang kepariwisataan, wisatawan adalah pihak yang menentukan produk apa yang berdaya saing. Dalam bidang pemasaran pariwisata, bukan standar produk wisata yang menarik, akan tetapi justru yang bernilai unik, beda, dan lain dari biasanya. c. Kemitraan Usaha Pariwisata Kemitraan usaha pariwisata dalam pemahaman ini dimaksudkan sebagai usaha bersama antar pelaku industri pariwisata dan dengan 9 masyarakat ataupun dengan pemerintah, yang menguntungkan semua pihak terlibat untuk menghasilkan produk dan jasa pariwisata yang akan dinilai melalui: 1) 2) Kemitraan antarpelaku usaha pariwisata Kemitraan antarpelaku usaha pariwisata dan masyarakat 3) Kemitraan antarpelaku usaha pariwisata dan pemerintah d. Kredibilitas Bisnis Kredibilitas bisnis sangat diperlukan dalam usaha pariwisata. Kredibilitas bisnis dalam hal ini dimaksudkan sebagai penyelenggara usaha yang dilakukan secara terpercaya, adil, transparan, dan akuntabel, yang akan diukur melalui: 1) Pembayaran pajak 2) Perizinan penyelenggaraan usaha 3) Jejaring usaha 4) Kepercayaan pasar Kredibilitas bisnis dalam usaha pariwisata pada dasarnya adalah kepercayaan pasar atau trust terhadap usaha kepariwisataan itu sendiri. Dari sisi pasar wisatawan, kredibilitas akan diraih melalui pelayanan yang konsisten dan bisa dipercaya. e. Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan Tanggung jawab terhadap lingkungan alam dan social budaya merupakan kewajiban penyelenggara usaha berdasarkan prinsipprinsip pelestarian lingkungan dan budaya, yang akan dinilai dari penyelenggaraan dan pemanfaatan: 10 1) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) 2) Coorporate Social Responsibility (CRS) 3) Sumberdaya Lokal (Local Content) 3. Sektor Utama Industri Pariwisata Sebagai salah satu sektor pembangunan, kepariwisataan terbukti telah menempati posisi penting dalam sejarah pembangunan perekonomian dibanyak negara dan menempatkan diri sebagai destinasi wisata dunia, khususnya pada dua dekade terakhir. Terlebih ketika tingkat kesejahteraan ekonomi negara-negara di dunia semakin baik dan maju, kegiatan kepariwisataan dunia juga akan semakin berkembang. Tingkat kesejahteraan yang semakin tinggi menjadikan kepariwisataan sebagai bagian pokok dari kebutuhan hidup atau gaya hidup manusia (life style), sehingga mampu menggerakkan jutaan manusia untuk mengenal alam dan budaya ke belahan atau kawasan dunia lainnya. Pergerakan jutaan manusia dalam bentuk kegiatan kepariwisataan selanjutnya akan menggerakkan roda perekonomian yang saling berkaitan menjadi industri jasa yang akan berkontribusi penting bagi perekonomian dunia, perekonomian bangsa-bangsa, hingga peningkatan kesejahteraan ekonomi di tingkat masyarakat lokal (Sunaryo, 2013: 135-136). Leiper (1990: 29-30) dalam Pitana & Diarta (2009: 63-64) mengklasifikasikan sektor utama dalam industri pariwisata terdiri dari tujuh poin penting yaitu sebagai berikut: a. Sektor pemasaran (the marketing sector) Mencakup semua unit pemasaran dalam industri pariwisata, misalnya kantor biro perjalanan dengan jaringan cabangnya, kantor pemasaran 11 maskapai penerbangan (air lines), kantor promosi daerah tujuan wisata tertentu, dan sebagainya. Umumnya sektor pemasaran ini berada di daerah traveller generating region di mana kegiatan promosi, advertising, publikasi, dan penjualan produk dan paket wisata dilakukan. Traveller generating region juga merupakan tempat calon wisatawan memutuskan dan merencanakan perjalanan wisatanya. Hal inilah yang menyebabkan pasar industri pariwisata sebagian besar bersumber dari traveller generating region. b. Sektor perhubungan (the carrier sector) Mencakup semua bentuk dan macam transportasi publik, khususnya yang beroperasi sepanjang jalur transit yang menghubungkan tempat asal wisatawan (traveller generating region) dengan tempat tujuan wisatawan (tourist destination region). Misalnya perusahaan penerbangan (airlines), bus (coachline), penyewaan mobil, kereta api, dan sebagainya. c. Sektor akomodasi (the accommodation sector) Sebagai penyedia tempat tinggal sementara (penginapan) dan pelayanan yang berhubungan dengan hal itu, seperti penyediaan makanan dan minuman (food and beverage). Sektor ini umumnya berada di daerah tujuan wisata dan tempat transit. d. Sektor daya tarik/atraksi wisata (the attraction sector) Sektor ini terfokus pada penyediaan daya tarik atau atraksi wisata bagi wisatawan. Lokasi utamanya terutama pada daerah tujuan wisata tetapi dalam beberapa kasus juga terletak pada daerah transit. Misalnya taman budaya, hiburan (entertainment), event olahraga dan sebagainya. 12 Jika suatu daerah tujuan wisata tidak memiliki sumberdaya atau daya tarik wisata alam yang menarik, biasanya akan dikompensasi dengan memaksimalkan daya tarik wisata lain. Usaha mengindustrialisasikan suatu objek atau event sering mengakibatkan daya tarik/ atraksi wisata yang bersifat artificial attractions. e. Sektor tour operator (the tour operator sector) Mencakup perusahaan penyelengara dan penyedia paket wisata. Perusahaan ini membuat dan mendesain paket perjalanan dengan memilih dua atau lebih komponen (baik tempat, paket, atraksi wisata) dan memasarkannya sebagai sebuah unit dalam tingkat harga tertentu yang menyembunyikan harga dan biaya masingmasing dalam komponen dalam paketnya. Paket yang ditawarkan umumnya disusun dalam format standar dan dibuat untuk mengantisipasi kecenderungan permintaan pasar. Komponen utamanya umumnya berupa transportasi dan akomodasi. Sektor ini umumnya terkonsentrasi pada daerah tujuan wisata (tourist destination region) dan sepanjang rute transit dari asal wisatawan menuju daerah tujuan wisata. f. Sektor pendukung/rupa-rupa (the miscellaneous sector) Sektor ini mencakup pendukung terselenggaranya kegiatan wisata baik di negara/ tempat asal wisatawan, sepanjang rute transit, maupun di negara/tempat tujuan asal wisata. Misalnya toko oleh-oleh (souvenir) atau took bebas bea (duty free shops), restoran, asuransi perjalanan wisata, travel cek (traveller cheque), bank dengan kartu kredit, dan sebagainya. Sektor ini merupakan sektor yang memperlancar pergerakan sistem pariwisata untuk menjangkau beragam batas geografis. 13 g. Sektor pengkoordinasi/regulator (the coordinating sector) Mencakup peran pemerintah selaku regulator dan asosiasi di bidang pariwisata selaku penyelenggara pariwisata, baik di tingkat lokal, regional, maupun internasional. Sektor ini biasanya menangani perencanaan dan fungsi manajerial untuk membuat sistem koordinasi antara seluruh sektor dalam industri pariwisata. Misalnya di tingkat lokal dan nasional seperti Departemen Pariwisata, Dinas Pariwisata Provinsi (Disparda), Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI), dan sebagainya. Di tingkat regional dan internasional seperti World Tourism Organization (WTO), Pacific Asia Travel Association (PATA), dan sebagainya. 14 Daftar Pustaka Arjana, I Gusti Bagus. 2015. Geografi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Bagyono. 2017. Pariwisata dan Perhotelan. Bandung: Alfabeta. Damanik, Janianton. 2013. Pariwisata Indonesia Antara Peluang dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pitana, I Gde. 2002. Pariwisata, Wahana Pelestarian Kebudayaan dan Dinamika Masyarakat Bali. Denpasar Bali: Universitas Udayana. Pitana, I Gde.,& Diarta, I Ketut Surya. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: C.V. Andi Offset. Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata. Yogyakarta: Gava Media. Suwena, I. K., & Widyatmaja, I. G. N. 2017. Pengetahuan Dasar Ilmu Larasan. Pariwisata. Bali: Pustaka Peraturan dan Perundang- undangan Undang-Undang Nomor Kepariwisataan 10 15 Tahun 2009 Tentang Profil Penulis Irmayanti Diah Jatiningsih Lulus S1 pada Program Sudi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako tahun 2012. Kemudian melanjutkan studi S2 pada Program Studi Kependudukan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada dan lulus pada tahun 2015. Penulis memulai karier sebagai Dosen Luar Biasa (LB) pada Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako Tahun 2015 – 2016. Saat ini adalah Dosen Tetap pada Program Studi Pariwisata Budaya dan Keagamaan Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Sentana Sulawesi Tengah. Pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Pariwisata Budaya dan Keagamaan STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah. Selain mengajar, saat ini penulis juga aktif sebagai peneliti, reviewer dan editor jurnal nasional, serta aktif dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Sebagai peneliti, penulis telah menghasilkan beberapa karya ilmiah berupa hasil penelitian dan telah dipublikasikan di beberapa jurnal nasional. Email Penulis: irmayantidiah23@gmail.com 16 2 POTENSI OBJEK DAN ATRAKSI WISATA INDONESIA Dr. I Nyoman Slamet, S.Pd., M.Si STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Pendahuluan Potensi wisata adalah segala sesuatu yang berpotensi menjadi daerah tujuan wisata serta memiliki daya tarik agar wisatawan berkunjung ke tempat tersebut. Potensi objek wisata salah satu yang banyak dikunjungi adalah Bali. Bali sebagai Pulau kecil yang memiliki sebuah titik di tengah Kepulauan memiliki berbagai keunikan dan karakteristiknya karena aktivitas kehidupan umkat hindu yang mempunyai dimensi baik secara kolektif maunpun individu. Bali menjadi tujuan wisata terbesar di Indonesia. Daerah bali disebut Pulau Dewata atau seribu pulau. Daya tarik wisata Bali selain Bangunan, pemandangan (gunung Agung, Gunung batur, Gunung batukau, Bukit Pecatu) menjadi pelindung bagi orang Bali di Bali. Keempat gunung ini merupakan simbol keagungan bagi orang Bali sehingga bali disebut sebagai kawasan ritual atau banua. Menurut Thomas A Reuter, (2005) mengatakan bahwa konsepsi banua untuk mempertahankan perasaan identitas dikalangan pengunungan. Suwantoro,(2002) mengatakan bahwa wisata alam adalah bentuk wisata yang memanfaatkan 17 potensi sumber daya alam dan lingkungan. Pemanfataan potensi alam dan ekosistem serta perpaduan buatan manusia. Menurut Rossadi, dkk (2018) atraksi atau daya tarik wisata merupakan keunikan, keindahan dan nilai baik kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia serta tujuan dan sasaran kunjungan wisatawan (UU no 10 tahun 2009). UU nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan menjelaskan bahwa kegiatan perjalanan seseorang mengunjungi tempat wisata baik untuk tujuan pengembangan pribadu, rekreasi, keunikan daya tarik dalam waktu sementara. Atraksi wisata atau daya tarik adalah sesuatu yang membuat wisatawan nyaman, puas, dan menikmati daya tarik baik alam, budaya dan buatan manusia. Salah satu yang menarik di bali khususnya daerah Bukit Pecatu yakni Pura Luhur Uluwatu selain keindahan alam fauna (monyet), laut, bukit, Pura dan tarian kecak semua ini merupakan rangkain satu kesatuan keragamaan budaya yang dimiliki Bali sebagai potensi dan aktrasi wisata Indonesia. Daya tarik suatu lokasi dikawasan wisata merupakan tujuan utama yang dikunjungi sebagai lokasi wisata, daya tarik kawasan wisata daerah Bali seperti Pura Luhur Uluwatu (Bukit Pecatu), Pura Agung Besakih (religi), dan Tanah Lot. Salah satu atraksi wisata adalah Pura Uluwatu. Daya tarik Pura Uluwatu bagi wisatawan ada dua yakni Pura Uluwatu yang terletak ditebing dan Tari Kecak yang setiap pukul 18.00 wita ketika matahari terbenam akan dilaksanakan untuk menarik penghujung yang ingin melihat keindahan alam dirangkaikan dengan tarian kecak. Pura uluwatu terkenal dengan pemandangan matahari terbenam (siluet) tak heran pura ini sebagai salah satu tempat untuk menikmati sunset di Bali. Serta areal pertunjukan tarian kecak merupakan salah satu aktrasi popluer di Pulau Dewata Bali. Kegiatan wisata alam dilakukan pengunjung dengan melestarikan kebudayaan Bali (tari kecak) sebagai 18 warisan budaya leluhur yang menjadi tari pertunjukan di area Pura Luhur Uluwatu. Pura Agung Besakih adalah sebuah kompleks Pura yang terletak di daerah Gunung Agung. Lokasi gunung Agung di Desa Besakih Karangasem dengan ketinggian 3142M diatas permukaan laut. Gunung Agung merupakan Gunung tertinggi di Bali. Pura Agung Besakih adalah pura terbesar yang diakui oleh UNESCO sejak tahun 1995 sebagai warisan situs dunia yang memiliki daya tarik wisata (pura suci yang sakral) bagi umat hindu karena didalam pura terdapat tiga arca sebagai simbol Tri Murti yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa, ketiga dewa ini merupakan lambang kekuatan Tuhan di Pura Agung Besakih. Ornamen Pura Besakih konsepnya Tri Hita bermakna keseimbangan manusia, alam dan tuhan. Keseimbangan ini membentuk konsep arsitektur benda megalitikum seperti Menhir, batu, piramid dan tahta. Kemudian tanah Lot berada di Kabupaten Tabanan merupakan bangunan suci umat Hindu yang berada di tengah Laut. Tanah Lot (laut) sendiri memiliki keunikan yakni adanya mata air suci yang berasal dari sumber mata iar tawar yang muncul di tengah lautan. Air yang keluar dari tengah lautan dipercaya membawa berkah. Pura Tanah Lot di bangun diatas batu karang dengan luas 3 hektar, sebuah pulau karang menawarkan pemandangan yang indah. Potensi Objek wisata telah banyak diteliti oleh beberapa peneliti antara lain Sediati Siregar, dkk (2012) mengatakan bahwa 1) potensi objek wisata (alam dan budaya) kurang berkembang baik itu fasilitas, aktrasi wisata menjadi faktor utama dalam kurang berkembangnya objek wisata, 2) pemerintah dan masyarakat belum optimal dalam mengembangkan objek wisata di Kabupaten Dairi, kurangnya promosi dan lainlain. Kemudian menurut Ida Ayu Sinta Devi, dkk (2018) mengatakan bahwa potensi wisata edukasi pada objek 19 wisata Giayar yang dikunjungi seperti Elaphant Safari Park, Keramas Park, Butterfly park, dan Taman Nusa memiliki syarat untuk objek wisata edukasi baik atraksi, sumber daya manusia, perencanaan perjalanan dan Tour Operator. Namun potensi objek dan wisata Indonesia belum banyak yang teliti sehingga peneliti mengkaji terkait hal tersebut. Pembahasan 1. Potensi Objek Wisata Indonesia a. Pura Uluwatu Potensi wisata menjadi kemampuan dalam mengembangkan wilayah untuk daya tarik wisata dan manfaat industri wisata. Adapun potensi objek wisata menurut Amdani, (2008) mengatakan bahwa potensi wisata sebagai kemampuan dalam memanfaatkan pembangunan manusia, alam dan kebudayaan. Pariwisata merupakan sektor andalan di Indonesia seperti Bali. Bali memiliki Potensi wisata dan atraksi wisata yang menjadi magnet bagi wisatawan seperti Pura Uluwatu (bukit Pecatu), Pura Besakih, dan tanah lot. Pengembangan pemanfataan potensi pariwisata dapat meningkatkan kunjungan diberbagai daerah tujuan wisata. Ni Luh Putu Candra Yastari, (2013) perkembangan Pura Uluwatu sebagi objek wisata di bali bagi pendidikan sejarah antara lain: 1) Pura tersebut terkandung amanat kisah sejarah (keberadaan pura Uluwatu), 2) menumbuhkan kecintaan siswa terhadap peninggalan sejarah sebagai warisan leluhur, 3) menumbuhkan kesadaran kesejarahan untuk menjaga dan melestarikan peninggalan purbakala, 4) pemahaman tentang 20 materi sejarah lokal. Pura Uluwatu sebagai pura suci di Bali dapat memberikan pemahaman terhadap peserta didik bahwa sejarah, peninggalan (warisan leluhur), kesadaran, dan sejarah lokal menjadi kunci dalam mengembangkan destinasi wisata di Pura Uluwatu itu sendiri. Selain sebagai tempat suci agama hindu ternyata keberadaan Pura Uluwatu memberikan kontribusi besar terhadap destinasi wisata, kekayaan budaya bali sebagai cagar budaya difungsikan untuk tempat sembahyang. Sejalan dengan perkembangannya Pura Uluwatu menjadi kawasan wisata dengan melihat pemandangan monyet, tarian kecak, dan sunset (matahari terbenam). Anthony Giddens, (2009) mengatakan bahwa ruang sebagai wadah tempat manusia beraktivitas serta berbagai makna sosial dalam wadah tertulis. Menurut I Made Andika, dkk (2017) mengatakan bahwa perkembangan kawasan di Pura Uluwatu tidak terlepas dari order baru pada tahun 1968. Wisatawan yang berkunjung pada tahun 1965, pada tahun 1978 kedatangan wisatawan ke Bali mengalami perkembangan sehingga pembangunan wisata budaya sebagi konsep yakni pura uluwatu, dan Pura Besakih, sebagi salah satu pura dengan budaya yang sangat lhur, warisan budaya menjadi daya tarik wisata sehingga kawasan Pura uluwatu tersedianya jasa, toko, warung, kio, cinderamata, jajakan makanan dan minuman serta pendukung wisata lainnya. Salah satu gambar tari kecak menjadi potensi objek wisata di Pura Uluwatu dibawah ini: 21 Gambar 1: Pemandangan Pura Luhur Uluwatu, Dok BPCB Bali 2016 (Kebudayaan.kemendikbud.go.id) Tari kecak menjadi bagian dari seni di Bali. Tari kecak sendiri merupakan pertujukan dramatari yang menceritakan ramayana serta dimainkan oleh penari laki-laki. Tari kecak merupakan pertunjukan drama tari dimana berasal dari ritual sanghyang, tari kecak mempertontonkan penari laki-laki berbaris melingkar dan menyerukan cak secara berulang-ulang serta mengangkat kedua lengan. Makna tari kecak dalam Ramayana menyiratkan bahwa pasukan kera yang membantu Rama ketika melawan Rahmawan. Sehingga Tari Kecak bermakna filsofi bagi umat Hindu terutama masyarakat Bali terkait Ramayana. Tarian kecak sendiri sebagai komunukasi antara manusia dengan Tuhan untuk menyampaikan harapan pada manusia itu sendiri. Walter Spies pelukis Jerman pada tahun 1930an menciptakan tari kecak sebagai wujud pada tradisi Sanghyang (kisah Ramayana). Kemudian Wayan Limbak mempopulerkan tari kecak ketika berkeliling dunia bersama rombongan penari bali di sanggarnya. Sehingga 22 tradisi Tari Kecak di Pura Uluwatu menjadi kebiasaan yang dilaksanakan sejak lama serta bagian dari budaya masyarakat Bali di Pura Uluwatu. Tradisi atau kebiasaan merupakan sesuatu yang diteruskan oleh generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan karena tanpa adanya ini, tradisi akan punah sehingga tradisi sebagai warisan yang benar dari masa lalu. Tradisi menjadi kebiasaan yang merupakan norma keberadaannya diterima oleh masyarakat sebagai aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Sehingga adat-istiadat yang mengatur kebiasaan sebagai tata tertib. Pura Uluwatu memiliki potensi wisata yang menarik yang ada di Indonesia, harga tiket masukpun sangat terjangkau bagi masyarakat lokal maupun mancanegara yang ingin berkunjung ke Pura Uluwatu. Tiket masuk Dewasa (Asing) Rp50.000/orang, anak (6-12 tahun) Rp30.000/orang parkir mobil Rp5.000/mobil, motor Rp2000/motor. Selain harga tiket yang murah pemandangannya juga menjadi daya tarik serta Pura Uluwatu dengan konsep melestarikan budaya sebagai daya tarik wisata salah satunya adalah kesenian. Kesenian bagian dari tujuh unsur kebudayaan. Kebudayaan adalah suatu hakikat sesuatu yang dihasilkan manusia melalui akal budi baik itu Ide, Tindakan dan artefak (cipta, rasa dan karsa). Menurut Ary H Gunawan, (2008) mengatkan bahwa kata “budaya” berasal dari bahasa sangsekerta “buddhayah” yang artinya budi (akal). Oleh karena itu, budaya merupakan segala hal yang berkaitan dengan akal budi manusia itu sendiri melalui ide, pikiran dan tindakan manusia. Budaya adalah suatu cara 23 hidup yang dikembangkan sebuah kelompok dan diwariskan kepada generasi yang satu ke generasi yang lain dengan sistem bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, adat istiadat dan karya seni salah satunya adalah tarian kecak yang menjadi warisan budaya Pura Uluwatu menjadi daya tarik bagi wisatawan asing maunpun mancanegara yang ingin melihat keindahan Pura Uluwatu serta tarian kecak yang menjadi identitas Pura Uluwatu di Bali. Budaya tarian kecak membuktikan bahwa budaya tersebut dipelajari oleh masyarakat Bali sebagai warisan leluhur yang lestari hingga kini. Kemudian Ki Hajar Dewantara juga menggemukan bahwa kebudayaan merupakan buah budi hasil karya manusia itu sendiri. Unsur kebudayaan antara lain : sistem normal yang menguasai alam sekitar, organisasi ekonomi, organisasi, alat-alat, lembaga atau pendidikan. Sehingga kebudayaan memiliki fungsi sangat besar bagi masyarakat Bali di Pura Uluwatu dengan konsep kekuatan masyarakat yang selalu hidup bersama, rukun, saling menghargai serta memiliki nilai-nilai serta norma-norma dalam menjaga harmonisasi Pura Uluwatu. b. Pura Agung Besakih Pura Agung Besakih menjadi salah satu Potensi Objek Wisata di Indonesia, keindahan pura Agung Besakih yang begitu luas menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan. Pura Agung Besakih terletak di Desa Besakih Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem. Ini menjadi magnet tersendiri sebagai Ibunya Pura. Karena memiliki lokasi yang sangat luas dengan ketinggian 3142 24 meter di atas permukaan laut serta jarak tempuh 65,4 km atau satu jam 48 menit dengan berkendaraan. Pura Agung Besakih memiliki 18 Pura pendamping yaitu Pura Basukian dan 17 pura lainnya. Pura Agung Besakih menjadi pusat kegiatan dari seluruh pura yang ada di Bali karena terdapat 3 Arca di Pura Besakih sebagai simbol dari sifat Tuhan (Tri Murti) simbol utama Stana Ida Sang Hyang Widhi Wase lambang Dewa Brahma (Pencipta), Dewa Wisnu (Pemelihara) dan Dewa Siwa (Pelebur atau reinkarnasi). Pura Besakih menjadi warisan Situs dunia dari UNESCO sejak tahun 1995 menjadi potensi obyek wisata serta Atraksi wisata (daya tarik) bagi wisatawan mancanegara yang merupakan tempat suci yang sakral bagi umat Hindi di bali. Pura besakih di dirikan oleh Rsi Markandeya mendapat wahyu dan petunjuk dari Tuhan, Rsi Markandeya menanam Kendi berisi logam dan air suci. Kemudian di dalam kendi ada 5 logam yaitu logam mulia emas, perak, tembaga, besi dan perunggu (logam dikenal Pancadatu), 5 logam mutiara ini disebut juga sebagai Basuki (selamat) sehingga Pura ini disebut Ibunya Pura di Bali karena kompleks Pura terdapat 202 bangunan besar dan kecil serta 18 komplek dengan jarak 300 meter untuk mengelilingi pura diperlukan waktu 1 jam untuk menikmati dan melihat keindahan dan kemegahan Pura Besakih. Pura Besakih menjadi salah satu pura yang menganut konsep Tri Hita Karana dengan menyeimbangkan antara manusia dan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Menurut Komang Triawati, (2020) mengatakan bahwa Tri Hita Karana menjaga 25 kehidupan yang harmonis dan serasi karena orang bali dapat mengimplementasikan nilaiinilai ajaran hindu (tradisi) sebagai budaya lokal berdasarkan awig-awig atau aturan dengan tetap melestarika harmonis sosial. Konsep Tri Hita karana menjadi salah satu penyosong kehidupan yang harmonis di Pura Besakih. Adapun tiket masuk pengunjung dikenakan tarif Rp15.000/orang, parkir motor Rp2000/motor, dan Rp5000/mobil objek wisata buka setiap hari pukul 08.00 wita sampai 17.00 wita. Sehingga dalam kepariwisataan Budaya Bali menjadikan Tri Hita Karana sebagai kebahagiaan yang menjaga keseimbangan dan harmonis berbhakti kepada Tuhan, manusia dan alam. Pelaksanaan Pariwisata dan Pengelolaan sangat diperlukan dalam melestarikan, mengembangkan dan mengelola warisan budaya menjadi obyek dan daya tarik wisata. Dalam UU no. 5 tahun 1992 mengatakan bahwa benda cagar budaya serta situs dilindungi dengan tujuan melestarikan dan memiliki manfaat dalam memajukan budaya. Hal ini dipertegas oleh I Wayan Sudiarta, (2021) mengatakan bahwa konsep Tri Hita karana sebagai potensi dalam mengembangkan kepariwisataan sebagai wahana aktualisasi memiliki hubungan yang dinamis antara kebudayaan sehingga secara sinergis harmonis dan berkelanjutan (kesejahteraan, kelestarian dan lingkungan). Tri Hita Karana sebagai falsafah hidup orang Bali memuat tiga unsur utama dalam keseimbangan (Tuhan, manusia dan lingkungan) menjadi sumber kedamaian, kesejahteraan dan bahagia karena destinasi pariwisata di Bali menjadi kawasan pariwisata serta daya tarik sesuai dengan tata ruang, 26 memiliki potensi untuk pengembangan wisata seperti pertumbuhan ekonomi, budaya dan sosial. Sumber daya kawasan daya tarik wisata khusus (KDTWK) adalah strategis pariwisata yang berada diwilayah desa dengan tetap mempertahankan aksebilitas, fasilitas dan aktifitas sosial budaya masyarakat untuk mendukung pengembangan dalam melestarikan budaya dan lingkungan hidup umat hindu di Bali. Nilai-nilai dalam menerapkan Falsafah Tri Hita Karana antara lain asas manfaat, kekeluargaan, mandiri, lestari, keseimbangan, adil, kesetaraan dan partisipasi serta kesatuan menjadi budaya bali yang “ajeg”. Tri Hita Karana berasal dari kata tri (tiga) Hita (kesejahteraan) Karana (sebab) jadi Tri Hita karana tiga unsur penyebab mencapai kesejahteraan bagi manusia. Tri Hita Karana menekankan pada menjaga keserasian dan keharmonisan dalam hidup denngan penciptanya (tuhan, manusia dan alam (lingkungan) memiliki wawasan kesemestan. Konsep Hukum alam (Rta) Rna menjaga keseimbangan, keharmonisan dalam hidup alam semesta ini. Tri Hita Karana sebagai pondasi dalam membangun kearifan lokal masyarakat bali melalui konsep filsosofis yang dipercaya umat hindu dalam menjaga harmonisasi menuntun arah hidup yang selaras. Pura Besakih yang menganut konsep Tri Hita Karana sebagai budaya Bali yang lestari, menjaga keseimbangan alam. Gunawan, (2014) menyatakan bahwa Tri Hita Karana sebagai budaya organisasi menjadi konsep kehidupan dan sistem kebudayaan Bali. Konsep kehidupan yang memiliki prinsip kebersamaan, keseimbangan, keselarasan antara tujuan dan 27 budaya dalam melestarikan lingkungan serta estetika spritual. Hakekat konsep Tri Hita Karana sebagai implementasi untuk mendukung perkembangan wisata menjadi daya tarik Pura Besakih sebagai warisan budaya (megalitikum). Pura Besakih merupakan salah satu peninggalan zaman Megalitikum sesuai dengan desain arsitektur bangunananya. Arsitektur merupakan ilmu perancang bangunan mencakup kontruksi, dekorasi dan struktur bangunan itu sendiri. Pura Besakih menyimpan banyak benda-benda zaman Megalitikum seperti Menhir, struktur teras piramaid, dan tahta. Dolmen dan Menhir merupakan kebudayaan dari zaman Megalitkum dimana zaman batu besar ketika manusia sudah dapat membuat kebudayaan batu besar. Fungsi menhir sebagai pemujaan terhadap roh nenek moyang. Menhir terdiri dari dua kata men berarti batu, hir berarti berdiri. Jadi menhir adalah batu berdiri yang biasanya digunakan untuk pemujaan terhadap roh leluhur Kholiq, dkk (2010). Pura Besakih memiliki akses dari Ibu Kota sekitar 25km ke arah Kota Semarapura (Kabupaten Klungkung) dengan perjalanan menuju Pura Besakih melewati Panorama Bukit Jambul (obyek daya tarik wisata di Karangasem). Kompleks Pura Besakih dibangun berdasarkan keseimbangan alam dengan konsep Tri Hita Karana sesuai dengan arah mata angin serta mewakili simbolisme alam sebagai keseimbangan. Salah satu gambar Kemegahan Pura Besakih sebagai potensi dan daya tarik wisata di Bali sebagai berikut: 28 Gambar 2: Pura Agung Besakih Sumber : Internet (https://www.baligetaway.co.id/objek-wisata-puraagung-besakih) Pura Besakih melambangkan arah mata angin bagi umat Hindu di Bali. Dewa penguasa disebut Dewa catur Lokapala atau dimanisfestasikan lima mandala (panca dewata) sebagai porosnya di Pura Besakih. Konsep arah mata angin untuk memuja dewa siwa yakni Pura Gelap pada timur memuja (dewa Iswara), Pura kiduling Kereteg selatan (memuja (dewa Brahma) Pura Ulun Kulkuk Barat memuja (dewa Mahadewa), Pura Batumadeg Utara memuja (dewa Wisnu) ketiga dewa ini melambangkan Tri Mutri dalam konsep Dewa umat Hindu sebagai pencipta, pemeliharaan dan Pelebur. Mengunjungi Pura Besakih sebagai objek wisata perlu memahami etika dan pantangan dalam mengunjugi objek wisata pura sebagi spot pemandangan cantik termasuk mengenal sejarah berdirinya Pura. Sebagai pura terbesar di Indonesia Pura Besakih memiliki pusat persembahyangan disebut Penataran Agung Besakih atau penataran Agung yang wajib dikunjungi umat hindu untuk 29 persembahyangan. David J Stuart Fox (2010) mengatakan bahwa masyarakat bali di Pura Besakih hulung jagat bali atau “kepalanya Pulau bali”. Kepala merupakan bagian penting dari struktur tubuh manusia. Kepala memiliki kedudukan penting bagi orang bali disebut Siwadwara yaitu pintu keluar masuk roh Maha Agung (Siwa) secara mitis melalui ubun-ubun, hulu kepala (gunung), teben (kaki/laut). Hulu teben menjadi konteks tata ruang bagi masyarakat bali dan dianggap sebagai suci. Hulu bersemayamnya para dewa dan roh suci tidak dapat dipisahkan dari konsep Rwa Bhineda (dua yang berbeda). Huluhuning jagat bali dianggap sebagai Pura Besakih sendiri yang dikeramatkan oleh umat Hindu di Bali dan seluruh Indonesia yang beragama Hindu. Secara historis legenda menjelaskan bahwa Pura Besakih melalui sumber tertulis dikisahkan cerita rakyat bahwa Mpu Kuturan, Mpu Bhardah dikaitkan dengan Besakih karena secara tradisional Mpu Kuturan dihubungkan dengan peninjoan sebagai arsitek pembangunan pura Besakih tempat yang dipakai oleh Mpu Kuturan sebagai pangkal tertinggi merancang kawasan Pura Besakih. Pelaksanaan Upacara Eka Dasa Rudra di Pura “Besakih” sejak tahun 1979 karena Pura Besakih sejak abad ke 20 (1987) oleh masyarakat bali. Pura Besakih yang paling luhur memiliki potensi dan daya tarik wisata dengan atraksi wisata yang unik yakni tiga dewa Tri Murti umat hindu sebagai daya tarik utama Pura ini. Pura yang begitu unik dan luas ini memikat pandangan para wisatawan yang ingin berkunjung ke Pura Besakih. Karena Pura Besakih memiliki rangkaian upacara Eka dasa Rudra yang digelar 30 sejak tahun 1979 silam. Menurut David J Stuart Fox (2010) secara visual upacara tersebut memesona pura Besakih dengan negara pada masa pemerintahan kerajaan bali Kuno sampai kerajaan bali abad ke 19 dan perkembangan hubungan tersebut hingga abad ke 20 xaman kolonial Belanda hingga zaman kemerdekaan. Pura Besakih diberikan oleh dalem Ketut Ngulesir (penguasa kerajaan Gelgel) 1380-1480, karena yakin bahwa gunung tempat bersemayam para dewa. Gunung dipercaya sebagai Lingga Acala atau lingga alam semesta. Dua buah Purana (Prasasti yang dikenal dengan Raja Purana Besakih) di simpan di Besakih berasal dari Raja Gelgel. Kedua Prastati itu merupakan sebuah desa yang dilarang atau terlarang untuk dilewati oleh siapa saja karena Raja Purana Besakih “menjaga wilayah kesucian” Pura Besakihsebagai huluning jagat bali . Raja Pura menunjukkan ada tiga bagian divisi yang bertanggung jawab atas ritual di Pura Besakih yaitu Ida Dalem bersama-sama Anglurah Sidemen atas pura Penataran Agung, Arya Karangasem dan Ksatria TamanBali unuk Pura Kiduling Kreteng dan Batumadeg. Kawasan Suci Besakih yakni Pura penataran Agung sebagai pintu masuk menunjukkan keagungan, kesucian dan kesakralan kawasan ini. budaya menjadi keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, keperluan, sni, hukum, moral dan kebiasaan. Sehingga Pura Besakih menjadi warisan budaya yang disucikan oleh umat hindu sebab menurut Triguna, dkk (1993) masyarakat Hindu mempunyai ciri pertama percaya pada Panca srada, kedua percaya pada Tat Twam Asi, ketiga konsep Karma Marga dan keempat naruni 31 seni yang berkaitan dengan agama hindu. Inilah yang menambah daya tarik Wisata di Pura Besakih yang menjadi ajeg atau lestari hingga kini di bali dengan tetap memegang teguh empat konsep yang dianut dan dipercaya oleh umat hindu. c. Tanah Lot Tanah lot yang terletak di Desa Braban menjadi Destinasi wisata yang paling menarik dikunjungi oleh wisatawan mancanegara maupun lokal. Lokasi yang berada di tengah laut menjadi daya tarik sendiri bagi pelancong yang ingin melihat keindahan Pura Tanah Lot. Menurut Sujana (1994) mengatakan bahwa manusia bali adalah sebuah etnis. Etnis bali merupakan kumpulan orang yang mendiami suatu wilayah. Etnis bali di anggap memiliki kesadaran dalam sejarah dan ikatan sosial serta solidaritas budaya yang berpusat di pura. Pura sebagai kekuatan yang dimiliki masyarakat Bali karena Pura lambang kehidupan bagi Umat hindu yang disucikan. Kesadaran kolektif menjadi kekuatan agama hindu di Bali dengan tetap menjaga keseimbangan etnosentris kebalian baik segi bahasa bali, Upakara (upacara), kesenian. Kemudian I Made Girinata, (2018) mengatakan bahwa sejak awal merintis perkembangan pariwisata tanah lot, keberadaan Pakraman beraban merupakan pusat wisata tanah lot yang penting, karena hindu memiliki tataran pola hidup, budaya dan sosial, serta manusia yang religius dimana Pura tanah lota dijadikan sebagai “Pura Kahyangan jagat” oleh umat hindu di Bali. Tanah Lot memiliki ornaman yang sangat filosofis didirikannya Pura di Laut yakni Pura sebagai 32 simbol “gunung”. Gunung sebagai Sthana Ida Sang Hyang Widhi Wase, badan gunung merupakan “hutan” di dominasi pohon kayu disimbolkan dalam bentuk bhoma (tumbuhan kayu), kaki gunung bagian yang disimbolkan dengan candi bentar. Sehingga ornamen tanah lot disesuaikan dengan makhluk hidup yang berada di pesisir pantai. Pura tanah lot dilengkapi dengan bangunan Pelinggih yaitu Meru tumpang Lima menghadap barat, meru tumpang tiga ke selatan dan pelinggihan pepahatan. Tanda-tanda batas pura tanah lot disepakati sejak turun temurun yakni saluran air, jalan, sungai dan jenis tanaman pohon. Keberadaan tanah lot berkaitan dengan falsafat hindu yakni Tri mandala yang artinya bangunan candi bentar. Pengelolaan Pura tanah Lot sesuai perda nomor 2 tahun 2012 tentang kepariwisataan budaya bali berdasarkan konsep Tri Hita karana dan jiwa agama hindu. Sehinga fungsi tanah lot yang dikaitkan dengan pariwisata budaya dengan tujuan utama sembahyang ke pura tanah. Tanah lot juga dilambangkan sebagai wisata spritual oleh umat hindu. Menurut Putu Krisna Adwitya Sanjaya, dkk (2023) mengatakan bahwa wisata spiritual tanah lot menjadi trend baru dalam pengembangan pariwisata untuk kehidupan sosial budaya serta keunikan kualitas hidup amsyarakat serta mempercepat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di wisata spiritual tanah lot, sehingga diperlukan terobosan baru dalam memasarkan wsiata spiritual secara profesional kepada kalangan masyarakat. terkait dengan kawasan suci Pura tanah lot menjadi wilayah masyarakat desa Pakraman Beraban 33 yang harus menjaga kesucian Pura sehingga desa Pakraman Braban dapat memberikan pengaruh pada kesucian pura tanah Lot. Menurut Made Girinata, (2018) dalam Chambers dan Giddes mengatakan bahwa pengetahuan teknologi tradisional pengetahuan rakyat pedesaan yang diwariskan dari generasi ke generasi sehingga membentuk suatu tradisi. Tradisi berkaitan dengan memori kolektif melibatkan ritual sebagai strategi dalam mempertahankan budaya umat hindu di bali (tanah lot) tradisi penjaga dan muatan moral dalam membentuk karakter pengikat dalam bertindaj serta menjadi ruang lingkup dalam kearifan tradisional. Tradisi sebagai bentuk keyakinan, pemhaman dan wawasan dalam melaksanakan adat istiadat (kebiasaan) etika dan perilaku manusia untuk menjaga relasi alam, manusia dan komunitas ekologis itu sendiri. Bali memiliki potensi wisata salah satu tanah lot yang menarik wisatawan baik keindahan alam, budaya dan fanorama tanah lot ketika matahari terbenam, sektor pariwisata tak bisa diisahkan dari kehidupan masyarakat di bali. Sejak zaman kuno, ziarah dilakukan ke tempat suci dan keramat karena pandangan agama sehingga perjalanan wisata spritual menjadi solusi dari permasalahan yang mereka temukan. Wisata spritual ke tanah lot misalnya menjadi wisata yang dikembangkan di bali dengan melihat nilai laut sebagai aktifitas ekonomi atau daerah tempat wisata yang cocok untuk mengungkapkan gagasan perlindungan laut (segara) yakni tanah lot menjadi upacara samudra kertih yang menjadi komponen dalam menjaga keharmonisan hidup manusia dengan 34 Tuhan, dan keharmonisan hidup manusia itu sendiri, mengingat fungsi laut sebagai sumber kehidupan manusia untuk menjaga kelestarian alam agar hukum Rta mengambil amertha di tengah laut. Amertha yang berasal dari lautan dapat dikatakan mengandung sumber penghidupan dan amertha sebagai sumber rezeki, Putu Krisna Adwitya Sanjaya, dkk (2023). Destinasi wisata keindahan keunikan budaya di tanah lot. Salah satu pura di Bali yang sering dikunjungi sebagai objek wisata karena terletak di atas batu karang berjarak 300 meter berada di lokasi lepas pantai dengan deburan ombak pantai untuk mengakses pura akan melewati batu pada saat laut surut dan menaiki anak tangga batu untuk sampai di Pura tanah lot. Area batu karang denga goa kecil yang dihuni oleh ular berwarna belang putih hitam (ular suci di tanah lot bali). Gambar 3: Tanah Lot Sumber: Internet (Tanah Lot Bali) https://www.google.com/search?q=Tanah+Lot) 35 Menurut sejarahnya tanah lot merupakan tempat meditasi Dang Hyang Nirartha yang mampu memindahkan tempat meditasi dari daratan kelautan yang bermeditasi di tengah karang menyerupai burung beo (tanah lot). Disebut tanah lot karena lokasinya terletak di atas batu karang berada tengah laut. Sehingga dang Hyang Niratha memberikan keris kepada bandesa Beraban untuk menghilangkan segala penyakit yang menyerang tanaman karena kekuatan keris tersebut disimpan di Puri Kediri dan setiap 6 bulan akan dilaksanakan upacara keagamaan di tanah lot. Keris tersebut memberi kesejahteraan pada hasil pertanian penduduk Beraban serta hidup saling menghormati dan menjaga keseimbangan antara daratan dan lautan melestarikan pura tanah lot dan keris sebagai simbol kesejahteraan masyarakat beraban. Kawasan tanah lot berjarak 35 kilometer dari wisata ubud di Bali. Tiket masuk objek wisata tanah lot sebagai potensi wisata dan daya tarik wisata yakni Rp20.000/orang dan anak-anak Rp15.000/orang. Konsep karma yoga merupakan jalan kebahagiaan dengan dilandasi keharmonisan hidup berdasarkan konsep Tri Hita Karana menjadi proses terciptanya objek wisata di tanah lot sebagai pura Parhyangan dengan implementasi upakara. 2. Atraksi Wisata Indonesia Menurut Yoeti (2009) menyatakan potensi daya tarik wisata dikatakan sebagai atraksi wisata apabila daerah tersebut memiliki 3 karakteristik yakni (something to do) memiliki kegiatan wisata yang dilakukan oleh wisatawan, (something to buy) souvenir khas kerajinan tangan penduduk lokal, 36 Something to see (keunikan khusus). Jenis pariwisata dapat dibagi berdasarkan objek dan daya tariknya dimana jenis pariwisata ada tiga (alam (pariwisata pada keindahan alam), minat khusus (pariwisata minat-minat khusus), dan budaya (pariwisata hasil keindahan budaya setempat). Pulau Bali menjadi Wisata dengan daya tarik wisata budaya sebab ketiga Pura yang menjadi potensi wisata di Bali (Pura Uluwatu, Pura Agung Besakih, Pura Tanah Lot) ketiganya menjadi wisata budaya karena memiliki unsur kebudayaan seperti masyarakat, kerajinan tangan, bahasa, makanan, kesenian, sejarah dan agama, teknologi. Atraksi wisata dibedakan menjadi tiga yaitu pertama natural attractions meliputi pemandangan laut, pantai, air terjun, danau, kebun raya, gunung berapi dan argowisata. Kedua build attractions meliputi arsitek bangunan yang menarik, ketiga cultural attractions meliputi peninggalan sejarah, cerita rakyat, museum, upacara keagamaan dan kesenian tradisional. Weber, dkk (2006) mengatakan bahwa kriteria kualitas daya tarik wisata yang baik memiliki keunikan (daya tarik yang khas melekat pada objek wisata), originalitas (keaslian produk), otensitas (keaslian eksostisme budaya), keragaman (keaneka ragamaan produk yang ditawarkan. Kepuasaan wisatan merupakan tingkat perasaan atas hasil kinerja yang ditasakan dengan harapan perasaan senang dan kecewa atas produk. Daya tarik merupakan segala hal yang memiliki keunikan, indah dengan memiliki nilai keanekaragamaan budaya, alam dan buatan manusia menjadi tujuan wisata bagi wisatawan yang ingin melihat objek wisata di Indonesia. Bali sebagai bidang pariwisata memiliki seni, kerajinan tangan, peninggalan sejarah, adat istiadat, budaya (pura) menjadi daya tarik 37 wisatawan. Objek wisata adalah dasar kepariwisataan karena kawasan wisata memiliki 3 A (atraksi), accessility (mudah dicapai) dan fasilitas (amenities). Atraksi wisata meliputi elemen-elemen wisata yang menentukan konsumen dalam mempengaruhi wisatawan seperti atraksi alam (pantai, iklim. Atraksi wisata buatan manusia (bangunan dan infrastruktur) arsitek. Atraksi wisata budaya (sejarah, legenda, agama, seni, teater musik, tari dan pertunjukan lain. Atraksi wisata sosial (daerah yang memiliki pandangan suatu daerah baik bahasa dan kegiatan sosial. Atraksi wisata sangat penting peranannya yaitu atraksi wisata penyajian tepat, atraksi wisata mobilitas spasial, atraksi wisata dapat berkesan bagi wisatawan. Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan. Kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan secara sistematis, terencana, terpadu dan bertanggng jawab pada nilai agama, budaya serta hidup masyarakat dalam melestarikan lingkungan. Daya tarik wisata di bali sebagai daerah destinasi wisata memiliki atraksi wisata di Indonesia antara lain : Pura Uluwatu, Pura Agung Besakih, dan Pura tanah Lot. Ketiga Pura ini menjadi warisan budaya yang ketiganya memegang konsep Tri Hita Karana yang menjadi landasan Filosofis dalam mengembangkan objek wisata di Bali. Konsep Tri Hita Karana menjaga keseimbangan, keselarasan, keserasian, kelestarian dan menjaga hubungan antara manusia, alam dan Tuhan (pura) yang tetap dijadikan tempat untuk persembahyangan serta menampilkan sejumlah pertunjukan kesenian disetiap Pura yang masing-masing memiliki karakateristik didalam pengembangan pariwisata di bali. Pura Uluwatu memikat wisatawan dengan daya tarik wisata (sunset terbaik, tari kecak dan aneka fauna (monyet). Pura Agung Besakih menjadi daya tarik wisatawan karena 38 Pura yang dikeramatkan dan disucikan memiliki karakteristik (Pura terbesar di Indonesia memiliki tiga Arca melambangkan simbol dewata (Dewa Brahma sebagai pencipta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara, Dewa Siwa sebagai pelebur), serta warisan Situs dunia dari UNESCO sejak tahun 1995 menjadikan Pura Agung Besakih sebagai warisan budaya di Indonesia. Pura tanah Lot memiliki daya tarik sendiri yakni terletak ditengah batu karang menyerupai burung beo serta ular putih hitam (keramat yang disucikan) merupakan ular penjaga pura tanah Lot. Kesimpulan Potensi dan atraksi wisata menjadi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan bagaikan dua sisi mata uang yang saling berkaitan satu sama lain. Potensi menjadi tempat tujuan wisata. Atraksi menjadi magnet untuk menarik wisatawan berkunjung ke daerah wisata. Tiga daerah tujuan wisata yang berpotensi menjadi daya tarik adalah pertama Pura Uluwatu (tari kecak) menceritakan pewayangan Ramayana dengan pasukan kera yang berjuang melawan Rahwana yang telah menculik Dewi Sinta dengan menyerukan Cak!Cak!Cak. Kisah Pewayangan ini menjadi daya tarik wisatawan dengan menampilkan atraksi wisata (tari kecak) serta pemandangan Sunset terbaik di Pura Uluwatu ketika matahari terbenam. Kedua Pura Agung Besakih yang memiliki bangunan bersejarah peninggalan megalitukum bahkan disebut UNESCO sebagai Warisan Dunia karena arsitektur bangunan yang begitu unik dan terdapat tiga lambang Dewa umat Hindu yang disebut Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) dipenataran Agung pura Besakih. Dan terakhir Pura tanah Lot juga memiliki keunikan sebagai daya tarik wisata yakni Pura yang terletak dibatu karang menyerupai burung beo serta terdapat ular suci penjaga Pura yang diyakini masyarakat bali sebagai ular 39 keramat yang disucikan di tanah lot. Ketiga pura tersebut memiliki filsafat hindu yang tetap lestari dengan menggunakan konsep Tri Hita Karana sebagai wisata budaya yang dilestarikan, menjaga keseimbangan dan hubungan yang baik antara manusia, alam dan Tuhan. Konsep Tri Hita Karana (kesejahteraan bagi manusia) ajeg pada ketiga objek wisata di Pura Uluwatu, Pura Agung Besakih dan Pura Tanah Lot. 40 Daftar Pustaka Amdani, 2008. Analisis Potensi Objek Wisata Alam Pantai di Kabupaten Gunung Kidul. Skripsi, Surakarta : Fakultas Geografis UMS. Anthony Giddens, 2009. Problemetika Utama dalam Teori sosial, Aksi, Struktur, dan Kontradiksi dalam analisis sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Ary H Gunawan, 2008. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagia Problem Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta David J Suart Fox, 2010. Pura Besakih: pura, agama dan masyarakat Bali. Jakarta : Pustaka Larasan. Gunawan, 2014. Perubahan sosial di Pedesaan Bali: Dualitas, kebangkitan Adat, dan Demokrasi Lokal. Serpong Tanggera Selatan : Marjin Kiri I Made Andika, dkk. 2017.Identifikasi Pemanfataan Ruang di Kawasan suci Pura Uluwatu Menuju Pengelolaan kawasan Suci Berkelanjutan. Pascasarjana, Denpasar: Undayana Bali. I Made Girinata, 2018. Kawasan Suci Pura Tanah Lot dan destinasi wisata :apa, mengapa, bagaimana. Denpasar : IHDN Press. I Wayan Sudiarta, 2021. Konsep Tri Hita Karana dalam Pelaksanaan Pariwisata budaya hindu.Jurnal Cultoure Vol, 2 no 1 April 2021. E-ISSN 2745-7915 Ida Ayu Sinta Devi, dkk 2018. Potensi Objek wisata Edukasi di Kabupaten Gianyar. Jurnal Bosaparis: Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Volume 9, nomor 2 Juli 2018. https://doi.org/10.23887/jjpkk.v9i2.22136 Kholiq arif, dkk, 2010. Mata Air Peradaban : dua milenium Wonosobo. Yogyakarta : LKiS Printing Cemerlang. Ki Hajar Dewantara, 1994. Kebudayaan. Yogyakarta : Penerbit Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. 41 Komang Triawati, 2020. Pluralitas dan Harmonis Sosial; Orang Bali di Toili Kabupaten Banggai. Prosiding Seminar Nasional, Mataram: STAHN Gde Pudja Mataram ISBN 978-623-94877xx. Ni Luh Putu Candra Yastari, 2013. Pura Uluwatu di desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan Badung Bali” (studi tentang perkembangan pura sebagai destinasi Pariwisata serta kontribusinya bagi pendidikan sejarah). Fakultas Ilmu Sosial : Undhiksa. Putu Krisna Adwitya Sanjaya, 2023.Pengembangan tanah lot sebagai wisata Spiritual ; Suatu kreasi model pembangunan berkelanjutan. Edunomisc Journal, vol 4 e issn 2723-553X Sediati Siregar, dkk, 2012. Potensi Objek Wisata Kabupaten Dairi. Jurnal Geografi, ISSN:2549-7057 Suwantoro G, 2002. Yogyakarta: Andi Dasar-dasar pariwisata. Thomas A Reuter, 2005. Budaya dan Masyarakat di Pengunungan Bali.Jakarta : Yayasan Obor. Triguna, dkk, 1993. Sosiologi Hindu. Jakarta: Direktoral Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha dan Universitas terbuka. Weber,dkk. 2006. Perencanaan Ekowisata dari teori ke aplikasi. Yogyakarta : PUSPAR UGM Yoeti, 2009. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta Pradaya Paramita Dwi. 42 Profil Penulis Dr. I Nyoman Slamet, M.Si Lahir di Bangli pada tanggal 11 Nopember tahun 1970. Menempuh Pendidikan Sarjana Strata satu (S1) Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tadulako dan lulus pada tahun 1994. Kemudian melanjutkan studi magister (S2) di Universitas Hindu Indonesia mengambil Prodi Ilmu Agama dan Kebudayaan lulus pada tahun 2008. Beberapa tahun kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Doktoral (S3) di Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar dengan memilih Prodi Ilmu Agama dan Kebudayaan dan berhasil lulus pada tahun 2022. Sejak tahun 2008 mengabdikan diri menjadi tenaga pendidik di Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Sentana Sulawesi Tengah pada Program Studi Pendidikan Agama Hindu. Kemudian pada tahun 2016 penulis pindah home bose ke Prodi Pariwisata Budaya dan Keagamaan (PBK). Pada tahun 2019 dipercaya menjadi Kaprodi Pariwisata Budaya dan Keagamaan (PBK) hingga saat ini. Semenjak bergabung dengan Prodi Pariwisata Budaya dan Keagamaan penulis ikut terlibat dalam organisasi kepariwisataan yaitu menjadi ketua Dewa pimpinan Daerah Masyarakat Sadar Wisata (MASATA). Selain itu, penulis aktif melakukan penelitian dan pengabdian di bidang pariwisata dan Adapun karya penulis antara lain: Analisis Bentuk dan gaya souvenir pada produk Pariwisata di Kota Palu (2021), Strategi dan inovasi pengembangan industri kreatif kerajinan kayu hitam di Kota Palu di era industri 4.0 (2022), Strategi pemgembangan potensi bukit satu pohon sebagai objek wisata alam di Desa Sibedi Kabupaten Sigi (2019). Email :slametnyoman301@gmail.com 43 44 3 KONSEP MANAJEMEN DAYA TARIK WISATA Meizar Rusli SST.Par.,M.Sc Universitas Pancasila Pendahuluan Paradigma pembangunan yang keseragaman telah menunjukkan hasil yang kurang optimal, sehingga memerlukan kreatifitas pada masing-masing daerah. Sektor pariwisata mempunyai peran dan fungsi strategis dalam pembangunan dengan berbagai peluang aktivitas. Sektor pariwisata memiliki peran besar dalam memicu dan menggerakkan sektor ekonomi lain. Pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat di dalamnya taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Manajemen daya tarik wisata menjadi unit penting pada bidang kepariwisataan. Daya tarik wisata menjadi produk utama terjadinya aktivitas kepariwisataan. Menjadi faktor pendorong maupun penarik orang melakukan perjalanan sebelum faktor lainnya. Beberapa definisi yang dapat disampaikan penulis terkait daya tarik wisata, diantaranya: 1. Daya tarik wisata merupakan tujuan utama orang melakukan kunjungan dengan berbagai aktivitas yang mampu menarik pengunjung harian (Baker dan Crompton, 2000). 45 2. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan (Undang-Undang No. 10 Tahun 2009). 3. Daya tarik wisata adalah seluruh faktor yang membentuk arus wisatawan ke area tertentu (Goeldner dan Ritchie., 2012). 4. Daya tarik wisata merupakan faktor penarik utama wisatawan berkunjung dengan dua kategori umum: alam dan budaya (Weaver dan Lawton, 2014). 5. Daya tarik wisata merupakan komponen terpenting dalam sistem pariwisata, menjadi motivasi kunci wisatawan berkunjung dan merupakan inti dari produk wisata (Swarbrooke, 2002). Berdasarkan pemahaman para ahli, pemerhati pariwisata dan peraturan yang berlaku, dapat dimaknai bahwa daya tarik wisata merupakan segala aktivitas maupun ruang yang menjadi faktor kunci dari keberlangsungan produk wisata. Perubahan perspektif pariwisata internasional melalui quality tourism yang menjunjung tinggi keberlanjutan lingkungan, kelestarian budaya dan kesejahteraan masyarakat tentunya wajib kita pahami dalam pengelolaan daya tarik wisata. Daya tarik wisata tidak akan terlepas dari sumber daya lingkungan fisik, budaya dan masyarakat itu sendiri pada akhirnya membentuk ruang dan aktivitas pariwisata. Beberapa kata kunci dalam upaya pembentukan daya tarik wisata yang berkualitas, setidaknya terdiri atas: 1. Lingkungan bisnis yang berubah dengan cepat mengharuskan para pelaku yang terlibat berupaya adaptif sehingga mampu mengantisipasi dan menanggapi perubahan tersebut. Salah satu contoh 46 bergesernya target jumlah kunjungan menuju kualitas sebuah daya tarik wisata 2. Daya tarik wisata bergerak pada pasar yang kompetitif dan tidak selalu mudah untuk mengidentifikasi pesaing. Para pelaku harus memiliki komitmen di dalam analisa pasar secara berkelanjutan. Pasar yang dinamis harus direspon tanpa mengurangi kualitas dan kekhasan sebuah daya tarik wisata 3. Prinsip-prinsip pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata cenderung satu pola. Walaupun demikian penting untuk mengetahui bahwa terdapat perbedaan antara daya tarik wisata melalui pengelolaan pemerintah, swasta dan masyarakat yang mencerminkan perbedaan motivasi dan tujuan. Melalui uraian definisi daya tarik wisata yang merupakan sebagai satu ada dua hal yang memiliki karakteristik, memerlukan upaya membedah kedalaman melalui tipologi dan atribut daya tarik itu sendiri. Berikut ini digambarkan beberapa tipologi yang terbentuk atas keunikan, keindahan, dan nilai. Inskeep (1991) menggambarkan tiga kategori tipologi daya tarik wisata, yaitu: 1. Daya tarik wisata alam yang didasarkan pada fitur lingkungan alam 2. Daya tarik wisata budaya yang didasarkan pada aktivitas manusia 3. Daya tarik khusus yang diciptakan secara artifisial atau tidak alami Sedangkan Swarbrooke (2002) menjelaskan empat tipologi utama dari sebuah daya tarik wisata, terdiri atas: 47 1. Daya tarik berbasis lingkungan alam seperti pantai, gua, sungai, danau, hutan wildlife: flora dan fauna. 2. Daya tarik berbasis bangunan, struktur, dan situs buatan manusia yang dirancang untuk tujuan di luar aktivitas pariwisata, seperti tempat/bangunan ibadah keagamaan, yang berfungsi sebagai pusat wisata religi dan sumber ilmu pengetahuan dengan berbagai fasilitas yang ada. 3. Daya tarik berbasis bangunan, struktur, dan situs buatan manusia yang dirancang untuk aktivitas pariwisata dengan berbagai fasilitas, seperti kawasan wisata. 4. Special events seperti acara olahraga: menonton dan/atau berpartisipasi, festival seni, pekan raya, acara kebudayaan, peringatan bersejarah dan acara keagamaan. Gunn dan Var (2003) berfokus kepada dua kategori tingkat lama kunjungan daya tarik wisata. Tingkat ketergantungan waktu ini dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya alam dan budaya asal pengunjung maupun lokasi daya tarik wisata. 1. Kunjungan singkat seperti area pemandangan pada jalur perjalanan, area perkemahan, Rumah: teman/kerabat, tempat ibadah, tempat budaya, kuliner, tempat hiburan, bangunan/situs bersejarah, pusat perbelanjaan, pusat kerajinan, wisata edukasi, taman kota. 2. Kunjungan lama seperti resor, area perkemahan, area berburu, area olahraga air, organization camps, vacation home complexes, festival & event places, convention & meeting places. Pada Gambar 1, Goeldner dan Ritchie (2012) mengklasifikasikan daya tarik wisata pada kategori: Cultural Attractions, Natural Attractions, Events, Recreation Entertainment Attractions. 48 Gambar 1. Klasifikasi Daya Tarik Wisata (Goeldner dan Ritchie, 2012) Karakteristik dengan tipologi sumber daya alam (natural attraction) menjadi salah satu faktor utama motivasi wisatawan melalukan kunjungan. Pulau Padar Nusa Tenggara Timur, Kelingking Beach Nusa Penida, Taman Nasional Baluran Banyuwangi, Geopark Ciletuh Sukabumi, Taman Laut Bunaken Sulawesi Utara sebagai salah satu contoh daya tarik wisata diberbagai wilayah Indonesia. Keindahan alamiah, aktivitas berpetualang, olahraga, sumber pengetahuan dan memperoleh lingkungan sehat menjadi kebutuhan bagi wisatawan penikmat wisata alam. 49 Gambar 2. Kelingking Beach Nusa Penida (Klook, 2022) Karakteristik dengan tipologi sumber daya budaya (cultural attraction) memiliki faktor penarik bagi wisatawan yang terinspirasi untuk mempelajari lebih dalam mengenai sejarah peradaban manusia, budaya dan gaya hidup dari berbagai karakter waktu ataupun ruang daya tarik. Desa Penglipuran Bali, Desa Wae ReboNusa Tenggara Timur, Tana Toraja Sulawesi Selatan dan Candi Borobudur Jawa Tengah menjadi salah satu daya tarik yang mewakili cultural attraction di Indonesia. Gambar 3. Candi Borobudur (Koleksi Pribadi Penulis, 2018) 50 Penyelenggaraan event, baik khusus maupun rutin yang diselenggaran menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan untu mengunjungi satu area. Penyelenggaraan Event komunitas, musik, pameran, olahraga, corporate event, agama salah satu contoh dari berbagai aktivitas event sebagai salah satu tipologi daya tarik wisata. Ketersediaan fasilitas transportasi, keunikan kegiatan dan fasilitas pendukung baik fisik maupun manusia yang terlibat menjadi kunci keberhasilan dari penyelenggaraan event. Berbagai penyelenggaraan event di Indonesia salah satunya Jember Fashion Carnaval (JFC), Soundrenaline, Trade Expo Indonesia, Djakarta Warehouse Project, Perayaan Hari Waisak, Java Jazz dan MotoGP Mandalika. Gambar 4. Sirkuit Mandalika (Subaidi, 2022) Sedangkan daya tarik rekreasi dan hiburan salah satunya kolam renang, arena bowling, arena seluncur es, lapangan golf, resor ski, jalur pendakian, jalur sepeda, dan marina. Kawasan Blok M Jakarta Selatan, Kawasan Pecinan Glodok Jakarta Barat dan Kawasan Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara sebagai salah satu contoh area daya tarik wisata berbasis rekreasi dan hiburan menggabungkan daya tarik kota besar dengan belanja, 51 kuliner, budaya, dan hiburan untuk menarik ratusan ribu hingga jutaan pengunjung setiap tahun. Survei terbaru menunjukkan bahwa berbelanja adalah aktivitas nomor satu yang dilakukan oleh pengunjung domestik dan internasional. Oleh sebab itu, berbagai tipologi apapun di dalam konsep pengelolaan daya tarik wisata, hendaknya selalu diikuti oleh penyediaan area berbelanja dengan berbagai pilihan karakteristik khas buah tangan. Konsep Manajemen Daya Tarik Wisata Pemahaman atas konsep manajemen daya tarik wisata mengarah kepada panduan yang diberikan top leader kepada tim lapangan guna memaksimalkan potensi yang dimiliki. Sebagai salah satu jasa pelayanan, struktur formal organisasi dan budaya informal pada sebuah organisasi pengelolaan daya tarik wisata akan mempengaruhi kepuasan kerja tim pada akhirnya memuaskan wisatawan. Diakui secara luas bahwa keberhasilan daya tarik wisata pada akhirnya bergantung pada kompetensi dan kemampuan seluruh yang pelaku yang berperan, baik internal maupun eksternal. Kemampuan organisasi manajemen daya tarik yang baik diharapkan mampu memberikan pengalaman berkualitas tinggi kepada setiap wisatawan pada satu waktu. Karakteristik dan aktivitas dari organisasi public sector dan private sector sangat berpengaruh terhadap peran dalam upaya mempercepat peningkatan kualitas daya tarik wisata. Organisasi-organisasi ini memberikan kepemimpinan moral dan fungsional yang mengoordinasikan dan memperkuat visibilitas serta efektivitas organisasi pariwisata yang menyediakan fungsi manajemen. 52 Gambar 5. Organisasi Pariwisata (Goeldner dan Ritchie, 2012) Setelah memperoleh informasi posisi dimana peran kita sebagai bagian dari organisasi. Proses identifikasi kebutuhan ruang dan aktivitas pada sebuah daya tarik menjadi kunci keberhasilan manajemen daya tarik wisata. Profil dari sebuah daya tarik terbentuk atas potensi yang dimiliki, atau memungkinkan terbentuk atas kebutuhan dinamika sebuah pasar. Proses ini menjadi penting bagi manajemen sebuah daya tarik wisata melalui perencanaan, pengembangan, dan pemasaran diberbagai level organisasi manajemen kepariwisataan. Hasil identifikasi profil produk dan pasar kemudian diterjemahkan melalui produk perencanaan melalui program yang efektif dan efisien. Disinilah peran pemimpin akan terlihat, di dalam memutuskan hal-hal krusial berdasarkan kondisi fakta di lapangan. Setidaknya seperti pembahasan sebelumnya peran-peran ini dibawah organisasi public sector dan private sector. 53 Pada level nasional pemerintah melalui Kementerian Pariwisata mewakili public sector dan badan usaha pariwisata nasional mewakili private sector. Selanjutnya berjenjang pada tingkat provinsi hingga kota/kabupaten. Kolaborasi produktif antar sektor organisasi ini sebagai cerminan diawal keberhasilan manajemen daya tarik wisata. Proses pemasaran menjadi tahapan selanjutnya, setelah proses identifikasi produk dan pasar melalui sebuah perencanaan. Kehadiran daya tarik wisata dengan berbagai pengalaman yang ditawarkan wajib diketahui oleh pasar potensial maupun aktual. Kesuksesan seorang pemasar tentunya mampu menghadirkan pasar yang berkualitas baik dari finansial ataupun karakteristik yang mampu menghidupkan daya tarik wisata. Setidaknya ada beberapa manfaat dari kualitas pemasar yang efektif dan efisien dalam manajemen daya tarik wisata yaitu: 1. Menjadi katalis bagi perencanaan, pengembangan, dan pelaksanaan pada manajemen daya tarik wisata yang efektif. 2. Meningkatkan pemahaman produk wisata yang ditawarkan manajemen daya tarik wisata kepada pasar potensial maupun aktual. 3. Meningkatkan pemahaman manajemen dalam menentukan apakah produk wisata yang ditawarkan telah sesuai dengan dinamika perkembangan pasar. Setelah berbagai aktivitas kegiatan pada pemahaman konsep dasar manajemen daya tarik wisata telah dilaksanakan. Proses evaluasi menjadi penting dalam upaya memberikan pengurangan atau peningkatan program pada tahap perencanaan. Siklus manajemen ini akan terus berkelanjutan sehingga daya tarik wisata mampu bertahan dalam berbagai kondisi. Selain itu, tahap evaluasi memungkinkan manajemen daya tarik 54 wisata memperoleh informasi dampak yang terjadi pembentukan ruang dan kegiatan yang ada. Contohnya dampak positif atau negatif yang terjadi seperti seberapa tinggi penerimaan atas pengeluaran wisatawan, seberapa tinggi kontribusi dalam meningkatkan lapangan pekerjaan, kualitas lingkungan dan sosial budaya di sekitar daya tarik wisata. Manajemen Atribut Daya Tarik Wisata Pengelolaan atribut daya tarik wisata menjadi rincian pada pembahasan sebelumnya terkait konsep manajemen daya tarik wisata. Setidaknya ada sebelas atribut yang wajib dipahami oleh tim di dalam manajemen daya tarik wisata (Weaver dan Lawton, 2014), dapa dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Atribut Daya Tarik Wisata (Weaver dan Lawton, 2014) 55 Ownership dan Orientation. Ownership atau kepemilikan daya tarik wisata melalui kebijakan, pengambilan keputusan dan penetapan prioritas. Kepemilikan public sector sudah seharusnya lebih mengedepankan hak masyarakat lokal dan keberlanjutan lingkungan serta budaya walaupun tanpa menghilangkan dampak ekonomi. Sebaliknya private sector harus mampu mempertahankan eksistensi perusahaan melalui pendekatan ekonomi tanpa menghiraukan keberlanjutan lainnya. Gambaran ini terlihat pada atribut selanjutnya Orientation atau pekenanan mengenai target profit dan non-profit. Berbagai perspektif menawarkan manajemen terpadu untuk menjawab kebutuhan dua sektor ini. Melalui manajemen terpadu dan kolaborasi dua sektor ini diharapkan seluruh dampak positif mampu diperoleh dengan lebih cepat dan tepat tanpa mengurangi manfaat yang diterima. Spatial configuration. Konfigurasi spasial terkait bentuk dan ukuran geografis yang memiliki implikasi pada manajemen daya tarik wisata. Hal yang paling mudah ditemukan di Indonesia, walaupun kita memahami bersama bahwa produk wisata terlepas dari wilayah administratif. Pada pelaksanaannya masing-masing provinsi atau kota/kabupaten bahkan antar desa seakan bersaing bahkan memungkinkan untuk persaingan yang kurang sehat karena bersama-sama mengejar penerimaan atas pajak sektor pariwisata sebagai sebuah kinerja. Selain itu fungsi ruang pada beberapa area tertentu memerlukan perhatian khusus seperti area pertahanan militer, zona konservasi, area suci religi, area adat dan beberapa penguasaan lahan yang memerlukan perhatian khusus sebagai bahan pertimbangan pada manajemen daya tarik wisata. 56 Authenticity dan Scarcity. Authenticity atau keaslian terkait hal sesuatu yang dibuat-buat atau otentik sebagai sebuah sumber daya pada daya tarik wisata. Sedangkan Scarcity atau kelangkaan merupakan pandangan bahwa daya tarik yang dikunjungi tidak mudah ditemukan diberbagai tempat. Baik keaslian maupun kelangkaan sangat erat kaitannya dengan replikasi. Apakah replika dilihat secara positif atau negatif tergantung pada bagaimana replika disajikan dan ditafsirkan. Jika wisatawan diinformasikan bahwa daya tarik wisata merupakan replikasi tiruan, dan upaya itu sebagai bagian dari melestarikan yang asli. Selain itu dengan tujuan memberikan berbagi pengalaman pendidikan dan pengetahuan yang berkualitas tinggi, maka replikasi tersebut dapat dianggap positif. Atribut keaslian dan kelangkaan akan dikaitkan dengan sense of place, konsep manajemen yang semakin populer yang didefinisikan sebagai perpaduan karakteristik alam dan budaya yang membedakan suatu daya tarik wisata. Status dan daya dukung. Atribut status berfokus pada status daya tarik wisata primer dan sekunder atau utama serta pendukung. Diberbagai area destinasi pariwisata, pengklasifikasian status ini menjadi penting. Sebagai variasi atau alternatif kunjungan wisatawan pada area geografis tertentu. Sedangkan daya dukung dapat dilihat dari kemampuan sebuah daya tarik dalam menerima aktivitas kepariwisataan. Baik daya dukung sosial maupun fisik menjadi hal wajib diketahui pada tataran manajemen daya tarik wisata. Sehingga tindakan yang tepat dapat diambil untuk meningkatkan kualitas ruang dan mengurangi tekanan sehingga daya dukung yang ada tidak terlampaui. Secara umum kemudahan memperoleh pelayanan melalui akses yang baik, akomodasi besar dan berbagai fasilitas lainnya dianggap memaksimalkan kualitas daya dukung. Kenyataannya 57 kualitas maksimal fasilitas pendukung termasuk aksesibilitas wajib menyesuaikan karakteristik ruang daya tarik. Seperti contoh, pengerasan dan pelebaran jalan pada area konservasi dengan fasilitas kota akan mengarah kepada kuantitas kunjungan tinggi yang mengakibatkan kualitas kunjungan buruk karena ruang gerak terbatas. Contoh lain untuk daya dukung sosial, semakin tidak terbatasnya wisatawan dalam berekspresi pada ruang daya tarik mengakibatkan ketidaknyamanan bagi masyarakat lokal. Kondisi ini harus segera disikapi, guna memaksimal sisi kualitas. Aksesibilitas. Aksesibilitas dapat diukur setidaknya oleh ruang, waktu dan keterjangkauan. Ruang pada pemahaman aksesibilitas yaitu kemungkinankemungkinan dengan berbagai dampak atas pilihan manajemen pola kunjungan yang dibentuk. Sedangkan waktu mengarah pada pembatasan akses berdasarkan jam operasi, penyesuaian kondisi cuaca/musim dan kesesuaian karakteristik pasar. Keterjangkauan tidak jauh berbeda dengan pembahasan sebelumnya, melihat kesesuaian karakteristik kemampuan pasar. Pasar, Image dan Konteks. Segmen, target dan positioning pasar menjadi dasar untuk mengetahui pasar tujuan dari sebuah manajemen daya tarik wisata. Pendekatan manajemen ini memudahkan produsen membentuk pasar yang sesuai dengan konsekuensi image yang ditimbulkan. Sedangkan konteks menggambarkan karakteristik berbagai atribut ruang dan waktu pada daya tarik wisata. Kesesuaian antara produk yang ditawarkan dengan realita di lapangan, baik sementara ataupun alami tetap. 58 Daftar Pustaka Baker, D. A. dan Crompton, J. L. (2000). Quality, satisfaction, and behaviour intentions. Annals of Tourism Research, 27(3) 785-804 Goeldner, C. R., dan Ritchie J. R. B. (2012). Tourism: Principles Practices, Philosophies. (Twelve Edition). New Jersey: John Wiley & Sons. Gunn, C. A & Var, T. (2003). Tourism Planning: Basics, Concepts, Cases (4th ed.). New York (US): Routledge. Inskeep, Edward. (1991). Tourism Planning and Integrated Sustainable Development Approach. New York (US): Van Nostrand Reinhold. Klook Indonesia. (2022). Dua Puluh Tempat Wisata dengan Pemandangan Alam Terindah di Indonesia. Diakses pada Maret 27, 2023. https://www.klook.com/id/blog/pemandanganalam-indonesia/ Subaidi, Ahmad. (2022). Foto udara jalur lintasan Pertamina Mandalika International Street Circuit Diakses pada Maret 26, 2023. https://travel.kompas.com/read/2022/12/27/2045 00827/10-event-besar-pariwisata-sepanjang-2022ada-tingkat-internasional-?page=all Swarbrooke, Jhon. (2002). The Development and Management of Visitor Attractions: Second edition Oxford (UK): Butterworth-Heinemann Weaver, David dan Laura, Lawton. (2014). Tourism Management: fifth Edition. Milton (AUS): John Wiley & Sons Australia, Ltd. 59 Profil Penulis Meizar Rusli SST.Par.,M.Sc Meizar Rusli, dosen Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila dan peneliti di Pusat Kajian dan Pengembangan Pariwisata (PKP2) yang selama lebih dari 10 tahun melakukan penelitian kepariwisataan di Indonesia. Penelitiannya telah dipublikasikan di jurnal nasional terakreditasi maupun jurnal internasional bereputasi, antara lain dengan tema Tri Hita Karana dalam Pariwisata, Halal Tourism, Kebutuhan Ruang Pariwisata dan Peran Perempuan terhadap Pengembangan Pariwisata. Tertarik dengan pembahasan mengenai pengembangan pariwisata berbasis masyarakat. Email Penulis: meizar@univpancasila.ac.id 60 4 STANDAR KEAMANAN DAN KESELAMATAN WISATAWAN Agus Dharma Universitas Udayana Konsep Keamanan Pariwisata dan Keselamatan di Industri Keamanan adalah sebuah konsep yang semakin penting tidak saja bagi pariwisata tetapi bagi banyak sektor dan aspek kehidupan manusia. Hal ini bukan hanya karena kejadian-kejadian seperti penyerangan bom 11 September 2001 dan berbagai bencana terorisme; tetapi juga kondisi politik dunia; ekonomi; kesehatan dan kebugaran pribadi; serta bencana alam. Dalam konteks pariwisata, potensi ancaman tersebut tidak hanya berdampak bagi pengambilan keputusan oleh wisatawan secara individual, tetapi juga ekonomi, kepercayaan diri politik, dan kemudian industri pariwisata secara umum serta citra destinasi wisata. Pariwisata adalah sektor yang ‘delicate, vulnerable, and super sensitive” serta terikat kuat dengan konsep keamanan. Perilaku wisatawan dan konsekuensinya terhadap destinasi sangat dipengaruhi oleh persepsi wisatawan terhadap manajemen keamanan, keselamatan, dan resiko di sebuah destinasi atau daya tarik wisata. Bahkan, persepsi keamanan di sebuah daya tarik wisata sebuah negara dapat melebar atau meluas ke destinasi di sekitarnya, atau di negara tersebut secara menyeluruh. Dengan demikian, keamanan dan 61 keselamatan bukan saja merupakan aspek wisatawan secara individu, tetapi juga lingkungan secara makro. Moto “tourism as force for peace” seringkali tidak seindah istilahnya, karena pada kenyataannya sektor pariwisata tidak berdaya dan ringkih terhadap kejadian-kejadian yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan. Sebaliknya, pariwisata merupakan sektor yang paling terdampak dari kejadian-kejadian terkait keamanan dan keselamatan. Dengan kata lain, sektor pariwisata memiliki pengaruh yang lemah dan sedikit terhadap isuisu kedamaian dan keamanan serta keselamatan. Mungkin moto yang lebih tepat adalah “peace for tourism” daripada “tourism for peace’. Namun demikian, pariwisata tetap dapat menjadi salah satu alat atau berkontribusi untuk meraih visi kedamaian seperti pada peningkatan ekonomi dan taraf hidup; hubungan kerjasama antar negara; serta isu-isu dalam program pengembangan keberlanjutan. Standar Keamanan dan Keselamatan Wisatawan Setiap negara di dunia memiliki aturan dan peraturan, serta pedoman tersendiri terkait dengan keamanan dan keselamatan wisatawan tergantung pada kondisi yang ada di negara tersebut. Ada juga aturan dan peraturan lainnya yang diberlakukan secara lokal dapat bervariasi tergantung pada lokasi, jenis wisata, dan keadaan yang sedang terjadi di suatu negara. Namun, beberapa aturan dan peraturan yang umumnya terkait dengan keamanan dan keselamatan wisatawan di dunia adalah sebagai berikut: 1. Konvensi Internasional tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Chicago Convention) yang ditandatangani pada tahun 1944 dan menjadi dasar hukum untuk regulasi penerbangan internasional, termasuk aturan-aturan yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan penerbangan. 62 2. Konvensi Internasional tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara (Montreal Convention) yang ditandatangani pada tahun 1999 dan berisi aturan tentang tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap penumpang, termasuk keamanan dan keselamatan penumpang. 3. Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Semua Penumpang Kapal Udara (Warsaw Convention) yang ditandatangani pada tahun 1929 dan menjadi dasar hukum untuk regulasi penerbangan internasional, termasuk aturan-aturan yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan penerbangan. 4. Konvensi Internasional tentang Tanggung Jawab Sosial Korporat (UN Guiding Principles on Business and Human Rights) yang menetapkan standar global tentang hak asasi manusia yang harus dipatuhi oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di seluruh dunia, termasuk perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata. 5. Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Wisatawan (UN Declaration on the Rights of Tourists) yang menetapkan hak-hak dasar wisatawan, termasuk hak untuk mendapatkan informasi tentang destinasi wisata yang akan dikunjungi, hak untuk mendapatkan perlindungan dan bantuan dalam situasi darurat, dan hak untuk mendapatkan pengembalian uang jika perjalanan dibatalkan. 6. Konvensi Internasional tentang Keselamatan Kapal Penumpang (SOLAS Convention) yang ditandatangani pada tahun 1974 dan berisi aturan tentang keselamatan kapal penumpang, termasuk persyaratan tentang peralatan keselamatan, pengujian dan sertifikasi kapal, dan pelatihan awak kapal. 7. Konvensi Internasional tentang Keselamatan Jiwa di Laut (LSS Convention) yang ditandatangani pada tahun 1974 dan berisi aturan tentang keselamatan jiwa di laut, termasuk persyaratan tentang pelampung keselamatan, peralatan komunikasi, dan pengaturan evakuasi. 63 8. Konvensi Jenewa tentang Hukum Laut 1958 yang menetapkan aturan yang berkaitan dengan keamanan pelayaran internasional, termasuk keselamatan penumpang. Sementara itu, dalam penyelenggaraan keamanan dan keselamatan wisatawan, terdapat standar yang diacu yang berlaku di seluruh dunia. Organisasi penyelenggara perlu mendapat sertifikasi keamanan dan keselamatan wisatawan. Adapun beberapa standar yang terkait dengan keamanan dan keselamatan wisatawan di dunia antara lain: 1. ISO 31000 - Manajemen risiko: Prinsip dan panduan. Standar internasional ini memberikan panduan bagi organisasi untuk mengembangkan dan menerapkan manajemen risiko dalam berbagai konteks, termasuk risiko yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan. 2. ISO 21101 - Sistem manajemen keamanan petualangan wisata. Standar internasional ini memberikan persyaratan dan panduan untuk mengembangkan, menerapkan, dan memelihara sistem manajemen keamanan untuk aktivitas petualangan wisata seperti pendakian gunung, rafting, dan paralayang. 3. ASTM F2959 - Standar praktek untuk pengelolaan risiko dalam bisnis petualangan yang memberikan panduan bagi pengelola bisnis petualangan untuk mengelola risiko dan menjaga keamanan dan keselamatan tamu. 4. Global Safety and Security Standards for Tourism PBBWTO dan OSAC yang dibuat oleh Organisasi Pariwisata Dunia dan Overseas Security Advisory Council untuk memberikan panduan bagi industri pariwisata dalam hal keamanan dan keselamatan tamu. 5. BS ISO 22320 - Manajemen keadaan darurat - Panduan untuk perencanaan. Standar internasional ini memberikan panduan untuk perencanaan keadaan darurat dan manajemen dalam situasi yang mengancam keselamatan tamu. 64 6. ISO 14001 - Sistem manajemen lingkungan ini menetapkan persyaratan untuk mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen lingkungan dalam organisasi, yang mencakup aspek-aspek keselamatan dan keamanan bagi tamu. 7. Standar Keamanan Penerbangan yang menetapkan prosedur yang harus diikuti untuk memastikan keamanan penerbangan, termasuk pemeriksaan penumpang dan bagasi. 8. Standar Keselamatan Transportasi yang menetapkan tindakan keselamatan yang harus diambil oleh operator transportasi seperti bus, kereta api, kapal laut, dan lain-lain. 9. Standar Kesehatan yang menetapkan persyaratan kesehatan yang harus dipenuhi oleh wisatawan untuk memastikan kesehatan mereka sendiri dan mencegah penyebaran penyakit. 10. Standar Keamanan Pariwisata yang menetapkan prosedur keamanan yang harus diikuti oleh operator pariwisata, seperti operator tur, hotel, dan restoran. 11. Standar Keamanan Cyber yang menetapkan tindakan keamanan yang harus diambil untuk melindungi data pribadi dan keuangan wisatawan dari serangan siber. 12. Standar Keamanan Makanan dan Minuman yang menetapkan prosedur keamanan yang harus diikuti oleh operator restoran dan produsen makanan dan minuman untuk memastikan keamanan dan kualitas produk yang mereka sediakan. 13. Standar Keamanan Rekreasi yang menetapkan tindakan keamanan yang harus diambil oleh operator taman rekreasi, taman air, dan tempat hiburan lainnya untuk memastikan keamanan pengunjung. Sementara itu, ada juga standar lain yang berkaitan dengan aspek-aspek khusus bagi industri pariwisata yang biasanya dikeluarkan oleh badan-badan internasional seperti Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan lain-lain. Negaranegara kemudian menerapkan standar ini sesuai dengan keadaan dan regulasi yang berlaku di masing-masing negara, yaitu sebagai berikut. 65 1. ISO 9001 - Standar manajemen kualitas yang dapat digunakan oleh perusahaan pariwisata dan perjalanan untuk memastikan keamanan dan keselamatan wisatawan serta memberikan layanan yang baik. 2. ISO 14001 - Standar manajemen lingkungan yang dapat membantu perusahaan pariwisata dan perjalanan untuk mengelola dampak lingkungan dari aktivitas mereka, termasuk dampak terhadap keamanan dan keselamatan wisatawan. 3. ISO 45001 - Standar manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat membantu perusahaan pariwisata dan perjalanan untuk memastikan bahwa lingkungan kerja dan aktivitas yang dilakukan aman bagi karyawan dan wisatawan. Standar-standar tersebut dapat membantu perusahaan pariwisata dan perjalanan untuk memastikan keamanan dan keselamatan wisatawan serta memberikan layanan yang berkualitas. Namun, setiap negara juga memiliki aturan dan regulasi yang berbeda terkait dengan keamanan dan keselamatan wisatawan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terlibat dalam industri pariwisata sebagai berikut. 1. Standar ISO 22301:2019 - Manajemen Ketahanan Bisnis: Standar ini menetapkan kerangka kerja untuk manajemen ketahanan bisnis dan termasuk manajemen risiko, rencana pemulihan bencana, dan pemantauan kinerja. 2. Standar ISO 31000:2018 - Manajemen Risiko: Standar ini menetapkan prinsip-prinsip, kerangka kerja, dan proses manajemen risiko yang terkait dengan semua jenis organisasi. 3. Standar ISO 21101:2014 - Sistem Manajemen Petualangan Wisata - Keselamatan: Standar ini menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen petualangan wisata dan keselamatan petualangan wisata. 66 4. Standar ASTM F1487-11 (2017) - Standar Keamanan dan Kinerja Perangkat Bermain Publik: Standar ini menetapkan persyaratan keamanan dan kinerja perangkat bermain publik. 5. Standar ASTM F1918-12 (2017) - Standar Keselamatan untuk Olahraga Air: Standar ini menetapkan persyaratan keselamatan untuk olahraga air seperti ski air, jet ski, dan wakeboarding. 6. Standar BS 8848:2014 - Spesifikasi untuk Penyelenggaraan Perjalanan dan Petualangan Lapangan: Standar ini menetapkan persyaratan untuk penyelenggaraan perjalanan dan petualangan lapangan termasuk kelayakan peralatan dan pelatihan staf. 7. Standar NFPA 101 - Kode Kebakaran Nasional: Standar ini menetapkan persyaratan keselamatan dan evakuasi untuk gedung-gedung termasuk hotel dan resor. 8. ISO 21101:2014 - Adventure tourism - Safety management systems - Requirements: Standar ini mengatur sistem manajemen keselamatan untuk pariwisata petualangan, seperti aktivitas ekstrem, olahraga air, dan paralayang. 9. ISO 22320:2018 - Emergency management Guidelines for incident management: Standar ini mengatur pengelolaan kejadian darurat, termasuk untuk industri pariwisata. 10. ISO 31000:2018 - Risk management - Guidelines: Standar ini membahas tentang manajemen risiko yang dapat diaplikasikan pada berbagai sektor, termasuk pariwisata. 11. UNWTO Global Code of Ethics for Tourism: Standar etika global yang dibuat oleh Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) untuk mengatur industri pariwisata. 67 12. The International Air Transport Association (IATA) Operational Safety Audit (IOSA): Standar keselamatan untuk maskapai penerbangan, yang diakui secara internasional dan diikuti oleh lebih dari 440 maskapai penerbangan di seluruh dunia. 13. Global Sustainable Tourism Council (GSTC) Criteria: Standar global untuk pariwisata berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. 14. The American National Standards Institute (ANSI) Standards for Health and Safety in Outdoor Recreation: Standar kesehatan dan keselamatan untuk rekreasi di luar ruangan seperti hiking, camping, dan kegiatan di alam terbuka. 15. The World Health Organization (WHO) International Health Regulations (IHR): Standar internasional untuk mengidentifikasi dan merespons wabah penyakit yang mempengaruhi kesehatan masyarakat, termasuk wisatawan. 16. Standar Keselamatan Pangan ISO 22000: Standar internasional ini berkaitan dengan manajemen keamanan pangan dalam industri pariwisata, termasuk hotel dan restoran. 17. Standar Keamanan Informasi ISO/IEC 27001: Standar ini berkaitan dengan manajemen keamanan informasi, termasuk perlindungan data pribadi wisatawan. 18. Standar Keamanan Sistem Manajemen Keselamatan Penerbangan (SMS) dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO): Standar ini mengatur tentang manajemen keselamatan di industri penerbangan, termasuk keamanan penumpang. 19. Standar Internasional untuk Keselamatan Turis (ISTO): Standar ini mengatur tentang keselamatan turis dan standar keamanan dalam sektor pariwisata. 68 20. Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja ISO 45001: Standar ini berkaitan dengan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di industri pariwisata, termasuk hotel dan restoran. 21. Standar Keselamatan Kapal Pesiar dari Asosiasi Kapal Pesiar Internasional (CLIA): Standar ini berkaitan dengan keselamatan penumpang dan kru di kapal pesiar. 22. Standar Keselamatan Transportasi Darat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN): Standar ini berkaitan dengan keselamatan transportasi darat, termasuk bus wisata dan taksi. Pada prakteknya, ada juga standar lainnya yang terkait dengan keamanan dan keselamatan di bidang pariwisata yang mungkin dapat bervariasi tergantung pada jenis wisata, lokasi, dan keadaan yang sedang terjadi dan masih banyak lagi standar yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan di dunia. Standar-standar tersebut diharapkan dapat membantu meningkatkan keamanan dan keselamatan wisatawan dan mendorong industri pariwisata untuk lebih bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan dan keamanan wisatawan. Di Indonesia terdapat beberapa organisasi yang bergerak di bidang pariwisata yang memiliki peran dalam memastikan keamanan dan keselamatan wisatawan di Indonesia, yaitu Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) dan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Sementara itu, aturan terkait dengan keamanan dan keselamatan wisatawan yang berlaku di Indonesia adalah: 1. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Undang-Undang ini mengatur mengenai prinsip-prinsip dan tujuan pembangunan pariwisata, serta tugas dan wewenang pemerintah dan pengusaha dalam mengelola sektor pariwisata. Undang-Undang ini mengatur tentang pengembangan pariwisata, termasuk mengenai keamanan dan keselamatan wisatawan, baik dalam hal transportasi, akomodasi, maupun atraksi wisata. 69 2. Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 - Undang-Undang ini melindungi hakhak konsumen, termasuk wisatawan sebagai konsumen, dari praktek-praktek bisnis yang merugikan. 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang mengatur tentang prosedur kekarantinaan kesehatan bagi wisatawan yang masuk ke Indonesia untuk mencegah penyebaran penyakit. 4. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang Pariwisata. Peraturan ini mengatur mengenai pelaksanaan Undang-Undang Kepariwisataan tentang perizinan dalam bidang pariwisata, termasuk juga mengenai persyaratan keamanan dan keselamatan dalam operasional bisnis pariwisata. Peraturan 5. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 7 Tahun 2013 tentang Standardisasi Pelayanan Publik Pariwisata Peraturan ini mengatur mengenai standar pelayanan publik di sektor pariwisata, termasuk mengenai keselamatan dan keamanan wisatawan. Beberapa aspek yang diatur dalam peraturan ini antara lain penerangan, transportasi, akomodasi, serta keamanan dan kesehatan lingkungan. 6. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 2 Tahun 2020 tentang Pedoman Penerapan Protokol Kesehatan Pada Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Peraturan ini mengatur mengenai protokol kesehatan yang harus dipatuhi oleh pelaku usaha pariwisata dan wisatawan dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19. 7. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 6 Tahun 2020 tentang Pedoman dan Protokol Kesehatan Pada Destinasi Pariwisata di Era Pandemi Covid-19, yang menetapkan protokol kesehatan yang harus diikuti oleh pelaku industri pariwisata untuk memastikan keamanan dan kesehatan wisatawan. 70 8. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 7 Tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan dalam Pelaksanaan Kegiatan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif - Peraturan ini mengatur protokol kesehatan yang harus dipatuhi oleh para pelaku usaha pariwisata dalam melaksanakan kegiatan pariwisata di masa pandemi Covid-19. 9. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pedoman Operasional Penanganan COVID-19 di Sektor Pariwisata Peraturan ini mengatur tentang tata cara operasional dalam menghadapi pandemi COVID-19 dalam sektor pariwisata, termasuk di dalamnya adalah protokol keamanan dan keselamatan wisatawan. 10. Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 13 Tahun 2020 tentang Panduan Protokol Kesehatan Pada Industri Pariwisata Dalam Adaptasi Kebiasaan Baru, yang memberikan panduan tentang protokol kesehatan yang harus dipatuhi oleh industri pariwisata selama pandemi COVID-19. 11. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 5 Tahun 2021 tentang Pedoman Pembukaan Kembali Usaha Pariwisata Selama Pandemi Covid-19 Peraturan ini memberikan pedoman bagi pelaku usaha pariwisata dalam mengoperasikan usahanya selama pandemi Covid-19 dengan memperhatikan protokol kesehatan yang telah ditetapkan. 12. Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor KM.16/HK.304/MPEK/2021 tentang Protokol Kesehatan pada Destinasi Wisata Keputusan ini memuat protokol kesehatan yang harus diterapkan pada destinasi wisata untuk menjaga keamanan dan keselamatan wisatawan dari penyebaran COVID-19. 13. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021 tentang Penerapan Protokol Kesehatan dalam Pelaksanaan Kegiatan di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID71 19) Peraturan ini mengatur tentang penerapan protokol kesehatan dalam semua kegiatan, termasuk dalam bidang pariwisata, untuk mencegah penyebaran COVID-19. 14. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Peraturan ini mengatur tentang keselamatan dan kesehatan kerja bagi seluruh pekerja, termasuk juga dalam sektor pariwisata yang bertujuan untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. 15. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 185 Tahun 2015 tentang Pelayanan Publik Transportasi Penumpang Angkutan Jalan, yang menetapkan standar keamanan dan keselamatan dalam transportasi penumpang angkutan jalan, termasuk bus pariwisata. 16. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 3 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Penanggulangan Bencana di Bidang Pariwisata, yang menetapkan standar minimal dalam penanggulangan bencana yang harus diikuti oleh pelaku industri pariwisata. 17. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 4 Tahun 2014 tentang Keamanan dan Ketertiban Wisata, yang menetapkan peraturan tentang keamanan dan ketertiban wisata di provinsi Bali. 18. Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 386 Tahun 2021 tentang Penetapan Standar Pengamanan di Lingkungan Objek Wisata, yang menetapkan standar pengamanan yang harus diikuti oleh pelaku industri pariwisata untuk memastikan keamanan wisatawan di lingkungan objek wisata. 19. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 13 Tahun 2018 tentang Standar Nasional Akomodasi Pariwisata, yang memberikan panduan standar minimal yang harus dipenuhi oleh pengelola akomodasi pariwisata, termasuk tentang aspek keamanan dan keselamatan bagi tamu. 72 20. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengurangan Risiko Bencana: Peraturan ini mengatur tentang upaya pengurangan risiko bencana yang harus dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan pelaku industri pariwisata. 21. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemandu Wisata, yang mengatur tentang persyaratan untuk menjadi pemandu wisata, termasuk tentang kualifikasi dan sertifikasi keamanan dan keselamatan bagi wisatawan yang menjadi tanggung jawab pemandu wisata. 22. Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 592 Tahun 2020 tentang Klasifikasi Usaha Pariwisata, yang mengatur tentang klasifikasi usaha pariwisata berdasarkan standar kualitas dan keselamatan. 23. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 6 Tahun 2020 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pariwisata Selama Pandemi Covid-19 Peraturan ini menetapkan SOP yang harus diikuti oleh pelaku usaha pariwisata dalam mengoperasikan usahanya selama pandemi Covid-19, termasuk protokol kesehatan, pengaturan kapasitas, dan peningkatan sanitasi. 24. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 10 Tahun 2020 tentang Penerapan Protokol Kesehatan pada Destinasi Pariwisata Peraturan ini menetapkan protokol kesehatan yang harus diterapkan di destinasi pariwisata untuk memastikan keamanan dan keselamatan wisatawan. 25. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 11 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kampanye Pariwisata Aman Covid-19 Peraturan ini menetapkan langkah-langkah kampanye untuk mempromosikan pariwisata yang aman dan memperhatikan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19. 73 26. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 14 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keamanan di Kawasan Pariwisata Peraturan ini menetapkan standar keamanan yang harus diterapkan di kawasan pariwisata untuk memastikan keamanan wisatawan dan lingkungan sekitar. 27. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 23 Tahun 2014 tentang Standardisasi Pengelolaan dan Keselamatan Pantai Peraturan ini menetapkan standar pengelolaan dan keselamatan pantai yang harus diterapkan untuk memastikan keamanan dan keselamatan wisatawan serta pelestarian lingkungan pantai. 28. Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait pariwisata SNI merupakan standar yang mengatur persyaratan mutu dan keselamatan dalam produk dan jasa pariwisata, termasuk di dalamnya mengatur tentang keamanan dan keselamatan wisatawan. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI dibuat oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). 29. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengamanan Objek Vital Nasional, yang mengatur tentang pengawasan dan pengamanan objek vital nasional termasuk objek wisata. 30. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengamanan Keamanan Pariwisata, yang mengatur tentang pengawasan dan pengamanan keamanan pariwisata. 31. Peraturan Daerah (Perda) setiap daerah terkait Pariwisata - Setiap daerah di Indonesia memiliki peraturan-peraturan daerah terkait pariwisata, termasuk aturan-aturan yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan di daerah tersebut. 74 32. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan pada Destinasi Pariwisata dan Usaha Mikro Kecil Menengah Sektor Pariwisata: Peraturan ini mengatur protokol kesehatan yang harus dipatuhi oleh wisatawan dan pelaku industri pariwisata di Bali selama pandemi COVID-19. Selain aturan-aturan di atas, terdapat pula beberapa panduan dan pedoman terkait keselamatan dan keamanan wisatawan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga terkait, seperti panduan keselamatan saat berwisata di pantai, panduan keselamatan saat berwisata di gunung, dan sebagainya. Aturan-aturan ini menjadi acuan bagi para pelaku industri pariwisata, baik operator wisata, pemerintah, maupun masyarakat umum untuk memastikan keamanan dan keselamatan wisatawan saat berkunjung ke Indonesia. Para wisatawan harus memahami aturan-aturan tersebut dan berusaha untuk mematuhi semua peraturan tersebut demi keselamatan dan kenyamanan selama liburan di Indonesia. Perlu diingat bahwa aturan-aturan tersebut dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan situasi dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, wisatawan diharapkan untuk selalu memperbarui informasi terbaru sebelum melakukan perjalanan ke Indonesia. Penerapan Wisatawan Standar Keamanan dan Keselamatan Aktifitas pariwisata di Indonesia berjalan sepanjang tahun. Penerapan standar keamanan dan keselamatan umumnya diberlakukan di setiap aktiftias pariwisata. Beberapa contoh standar keselamatan dan keamanan wisatawan antara lain: 1. Kualitas dan keamanan akomodasi, seperti penggunaan kunci elektronik atau kartu kunci untuk menghindari akses tidak sah ke kamar, pengecekan tamu, pengawasan keamanan langsung maupun melalui CCTV, dan penerapan standar sanitasi yang tinggi. 75 2. Standar keselamatan pada transportasi, termasuk penggunaan sabuk pengaman, memastikan kendaraan dalam kondisi baik, dan pengecekan pemandu wisata atau supir yang memiliki lisensi dan kompetensi dalam mengemudi. 3. Pemberian informasi mengenai resiko dan keselamatan dalam berwisata, seperti informasi cuaca, kondisi tempat wisata, tindakan yang harus dilakukan dalam keadaan darurat, serta penggunaan jasa penyedia perjalanan yang terdaftar dan memiliki izin resmi. 4. Pelaksanaan aktivitas wisata dengan memperhatikan standar keselamatan, seperti kegiatan olahraga air, hiking, atau aktivitas petualangan lainnya yang memerlukan penggunaan alat pelindung diri dan perlengkapan keselamatan yang memadai seperti Life Jacket, Body Harness, helmet, dll. 5. Perlindungan terhadap wisatawan terhadap kejahatan seperti pencurian, perampokan, atau tindakan kriminal lainnya. Standar keselamatan pada transportasi sangat penting untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan selama perjalanan wisata. Penyedia layanan transportasi wisata harus memperhatikan standar keselamatan ini dan mengimplementasikannya dengan baik, agar dapat memberikan pengalaman wisata yang aman dan menyenangkan bagi wisatawan. Selain penggunaan sabuk pengaman, memastikan kendaraan dalam kondisi baik, dan pengecekan pemandu wisata atau supir yang memiliki lisensi dan kompetensi dalam mengemudi, berikut adalah beberapa standar keselamatan pada transportasi yang penting: 1. Memastikan kapasitas penumpang yang aman: Kendaraan harus dilengkapi dengan kapasitas penumpang yang sesuai dengan standar 76 keselamatan. Kapasitas penumpang yang berlebih dapat membahayakan keselamatan penumpang dan pengemudi. 2. Memastikan kondisi kenyamanan dan kebersihan kendaraan: Penyedia layanan transportasi harus memastikan kondisi kenyamanan dan kebersihan kendaraan, seperti sistem pendingin ruangan, pencahayaan, dan fasilitas toilet yang berfungsi dengan baik. Hal ini dapat memastikan kenyamanan dan keamanan penumpang selama perjalanan. 3. Menjaga jarak aman: Pengemudi harus memastikan jarak aman dengan kendaraan di depannya dan menghindari berkendara terlalu dekat dengan kendaraan lain. Hal ini dapat mengurangi risiko kecelakaan dan memastikan keselamatan penumpang. 4. Menjaga kecepatan yang aman: Pengemudi harus menghindari berkendara dengan kecepatan yang terlalu tinggi dan mengikuti batas kecepatan yang ditentukan. Hal ini dapat meminimalkan risiko kecelakaan dan memastikan keselamatan penumpang. 5. Menyediakan fasilitas keselamatan tambahan: Penyedia layanan transportasi harus menyediakan fasilitas keselamatan tambahan seperti alat pemadam kebakaran, palu darurat, dan jalan keluar yang jelas dan mudah diakses oleh penumpang. Dengan memenuhi standar keselamatan pada transportasi, penyedia layanan transportasi dapat memberikan pengalaman perjalanan yang aman dan nyaman bagi wisatawan. Hal ini juga dapat memperkuat citra dan reputasi penyedia layanan transportasi tersebut di mata wisatawan, sehingga berpotensi meningkatkan jumlah pengunjung dan keuntungan bisnis. 77 Selanjutnya, seiring dengan perkembangan lingkungan eksternal pariwisata, perlu dilakukan upaya pemberian informasi mengenai risiko dan keselamatan dalam berwisata yang mencakup informasi sebagai berikut: 1. Risiko kesehatan: Informasi mengenai risiko kesehatan dapat berupa ancaman penyakit yang dapat menular di lokasi wisata, vaksinasi yang disarankan, obat-obatan yang perlu dibawa, dan kondisi medis yang perlu diwaspadai. 2. Kondisi lingkungan: Informasi mengenai kondisi lingkungan dapat mencakup ancaman bencana alam seperti banjir, gempa bumi, dan angin kencang, serta tindakan yang harus diambil dalam keadaan darurat. 3. Kejahatan: Informasi mengenai kejahatan di lokasi wisata, seperti pencurian dan penipuan, serta tindakan yang harus dilakukan untuk menghindari menjadi korban kejahatan. 4. Transportasi: Informasi mengenai keselamatan transportasi dapat berupa risiko di jalan, kondisi kendaraan, dan tindakan keselamatan yang perlu diambil selama perjalanan. 5. Aktivitas wisata: Informasi mengenai aktivitas wisata yang berisiko, seperti olahraga ekstrem atau pendakian gunung, serta tindakan keselamatan yang perlu diambil selama melakukan aktivitas tersebut. 6. Informasi mengenai aktivitas wisata yang berisiko tinggi: Beberapa aktivitas wisata seperti olahraga ekstrem, pendakian gunung, dan aktivitas air dapat berisiko tinggi dan memerlukan persiapan khusus untuk memastikan keselamatan. Wisatawan perlu diberikan informasi mengenai risiko dan persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan aktivitas tersebut. 78 7. Informasi mengenai hewan liar: Beberapa tempat wisata mungkin memiliki hewan liar seperti ular, buaya, dan singa. Wisatawan perlu diberikan informasi mengenai risiko dan cara menghindari atau menghadapi hewan liar tersebut. 8. Etika dan kebudayaan: Informasi mengenai etika dan kebudayaan di lokasi wisata, seperti norma-norma sosial yang berlaku dan kebiasaan makan, serta tindakan yang perlu diambil untuk menghormati kebudayaan lokal. Pemberian informasi ini dapat membantu wisatawan untuk mempersiapkan diri dengan baik sebelum pergi, sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya kecelakaan atau insiden yang tidak diinginkan. Hal ini juga dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian wisatawan terhadap lingkungan sekitar, dan meningkatkan rasa hormat mereka terhadap budaya dan tradisi lokal. Beberapa standar keselamatan lainnya yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan aktivitas wisata antara lain: 1. Penggunaan alat pelindung diri: Selain aktivitas olahraga air dan hiking, aktivitas wisata lainnya seperti berkendara motor, bersepeda, atau berkuda juga memerlukan penggunaan alat pelindung diri seperti helm, sarung tangan, dan sepatu yang sesuai. 2. Penerapan protokol kesehatan: Selama pandemi COVID-19, penerapan protokol kesehatan seperti menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan perlu dilakukan dalam pelaksanaan aktivitas wisata. 3. Penerapan standar keselamatan di tempat wisata: Tempat wisata seperti taman hiburan atau wahana permainan memiliki standar keselamatan yang perlu dipenuhi seperti penggunaan alat keselamatan, batasan usia, dan pengawasan oleh petugas yang terlatih. 79 4. Mematuhi aturan dan regulasi: Aktivitas wisata perlu dilakukan sesuai dengan aturan dan regulasi yang berlaku, seperti menghindari perjalanan ke wilayah yang dilarang atau melakukan aktivitas yang melanggar hukum. 5. Menjaga kondisi fisik dan kesehatan: Sebelum melakukan aktivitas wisata, wisatawan perlu memastikan kondisi fisik dan kesehatan yang memadai, seperti tidak melakukan aktivitas yang terlalu melelahkan jika sedang sakit atau lelah. Ringkasan Keamanan dan keselamatan wisatawan merupakan komponen penting dalam aktifitas pariwisata. Tidak adanya manajemen keamanan dan keselamatan wisatawan dapat berdampak pada citra daya tarik wisata, destinasi wisata terkait, bahkan negara atau kawasan wisata. Walaupun tiap negara memiliki aturan tersendiri, organisasi pariwisata dunia telah merumuskan berbagai aturan terkait dengan keamanan dan keselamatan wisatawan yang berlaku secara global. Penerapan standar dan pedoman keamanan dan keselamatan wisatawan akan membantu kenyamanan wisatawan dan tentunya citra destinasi wisata terkait. 80 Daftar Pustaka Damasdino, Fian; Afrini, Dian; Hatno, Pri. (2021). Pengaruh keamanan dan keselamatan wisatawan terhadap citra destinasi di obyek wisata alam air terjun Sri Gethuk di Gunung Kidul. Journal of Tourism and Economic, 4 (2). Hall, M.C.; Timothi, D.G.; Duval, D,T. (2003). Security and Tourism: Toward a new understanding? Safety and Security in Tourism: Relationship, Management, and Marketing, Journal of Travel and Tourism Marketing, 15(2/3/4). Kovari, I & Zimanyi, K. (2010). Safety and security in the age of global tourism, APSTRACT 4(5-6), 67-69. Rachel J. C. Chen & Pender Noriega (2004) The Impacts of Terrorism, Journal of Travel & Tourism Marketing, 15:2-3, 8197, DOI: 10.1300/J073v15n02_05 Wang, Y & Pizam, A.(2011). Destination and Marketing Management: Theory and Application. UK: CABI Org 81 Profil Penulis Agus Dharma Penulis adalah seorang staff dosen di Prodi Teknik Elektro, Fakultas Teknik di Universitas Udayana, Bali. Penulis menamatkan kuliah pada Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, ITS di Surabaya, Jawa Timur dari sarjana bergelar Insinyur tahun 1991 (Ir), Program Master bergelar Master Teknik (M.T.) tahun 2007 hingga program Doktor bergelar Dr tahun 2013. Sempat belajar di UMIST, Manchester UK dan mendapat gelar Postgraduate Diploma di Bidang Electrical Power Engineering tahun 2001 dan sempat sebagai mahasiswa pertukaran pelajar S3(Student Exchange) ITS di Jurusan Elektro, Universitas Kumamoto, Jepang tahun 2010. Penulis melakukan kegiatan Tri Dharma dibidang Pendidikan yaitu pengajaran dan penelitian umumnya di bidang Renewable Energy, Artificial Inteligent, dan Electrical Power Engineering. Pengalaman kerja dimulai setelah tamat sarjana berkarir di kontraktor Teknik bidang Mekanikal Elektrikal dan Plumbing (MEP) sebagai Supervisor hingga Head of MEP pada proyek-proyek besar pemerintah. Di bidang Energy Efficiency, penulis juga adalah sebagai seorang Tenaga Ahli Nasional di bidang Compress Air System UNIDO. Di bidang pengabdian kemasyarakatan, penulis terlibat dalam pembinaan Pokdarwis desa wisata, pengembangan wisata kesehatan kontemporer (Terasirtam), dan sebagai ketua organisasi Balawista Buleleng. Penulis juga adalah seorang instruktur, narasumber dan sekaligus asesor dibidang program pencegahan tenggelam dari International Life Saving Society (ILS) dan WHO serta aktif membina lifeguard-lifeguard baru di Kabupaten Buleleng dan Nippers (Balawista Cilik). Dari hasil kegiatan Tri Dharma Pendidikan, penulis telah menghasilkan karya berupa artikel ilmiah di jurnal nasional maupun internasional, produk-produk yang di-HKI-kan, serta menjadi pembicara pada konferensi ilmiah baik tingkat nasional maupun internasional. Penulis juga menjadi reviewer beberapa jurnal nasional dan pertemuan internasional. Dalam karirnya di kampus, penulis saat ini menduduki posisi sebagai Koordinator PUSLIT Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan serta Pembina Mapala Wanaprastha Dharma Universitas Udayana. Email Penulis: agus_dharma@unud.ac.id 82 5 STRATEGI PENGELOLAAN DAN PROMOSI OBJEK DAN ATRAKSI WISATA Rullyana Puspitaningrum Mamengko, S.Pd., M.M. Universitas Negeri Yogyakarta Pendahuluan Pengelolaan objek dan atraksi wisata adalah salah satu hal yang penting dilakukan oleh para pengelola destinasi wisata agar destinasi wisata tersebut dapat terus berkelanjutan memberikan manfaat ekonomi, melestarikan budaya dan lingkungan, serta meningkatkan kehidupan sosial masyarakat setempat. Tidaklah mudah mengelola suatu destinasi wisata, perlu adanya kolaborasi antar pihak untuk sama-sama membangun suatu destinasi wisata. Hal ini adalah pekerjaan besar yang tidak hanya dibebankan pada salah satu pihak saja misalnya Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata), tetapi perlu adanya kontribusi dari pemerintah daerah, pemerintah kabupaten, BUMDES (Badan Usaha Milik Desa), asosiasi, akademisi, para UMKM, maupun company yang berada di sekitar destinasi wisata, dan masyarakat untuk bersama-sama turut ambil bagian dalam memajukan suatu destinasi wisata. Hal ini penting, karena kemajuan suatu destinasi wisata dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan ekonomi masyarakat setempat, memberikan nilai lebih 83 pada daerah setempat, yang mana akan berpengaruh juga pada pencapaian pemangku kepentingan (stakeholders) yang berada di sekitar destinasi wisata tersebut. Suatu destinasi wisata memiliki sifat yang unik yang membedakannya dengan destinasi-destinasi wisata lainnya. Meskipun terdapat beberapa atraksi yang hampir sama, misalnya curug, embung, pemandangan sawah, tarian tradisional, permainan tradisional, pertunjukan memainkan alat musik tradisional, budaya lokal, dan lain sebagainya, tetapi perlu dirumuskan unsur pembeda (differentiation) dari satu destinasi wisata dengan destinasi wisata lainnya. Unsur pembeda inilah yang nantinya menjadi identitas bagi suatu destinasi wisata sehingga akan mempermudah dalam memasarkan produk-produk destinasi wisata. SWOT Analysis Sebelum membahas strategi promosi objek/atraksi wisata lebih jauh, hal pertama yang perlu dilakukan oleh pengelola/pemasar adalah mengetahui SWOT yang dimiliki oleh objek/atraksi wisata tersebut. SWOT analysis yaitu suatu alat sederhana yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengembangkan strategi suatu bisnis atau usaha. SWOT merupakan kepanjangan dari Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats. Melakukan analisis SWOT merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh pengelola objek/atraksi wisata sebelum melangkah untuk membuat strategi promosi/pemasaran. Mengapa melakukan SWOT analisis itu penting? Berikut ini adalah beberapa manfaat pengelola objek/atraksi wisata jika melakukan analisis SWOT, yaitu: 84 1. Pengelola objek/atraksi wisata menjadi lebih memahami kekuatan yang dimiliki daerahnya dan dapat terus mengembangkannya. 2. Pengelola objek/atraksi wisata dapat melihat adanya peluang sehingga dapat Menyusun strategi yang tepat untuk meraih peluang tersebut. 3. Pengelola objek/atraksi wisata dapat mengetahu kelemahan yang dimiliki oleh daerahnya sehingga dapat mencari solusi untuk mengurangi kelemahan tersebut. 4. Pengelola objek/atraksi wisata dapat mengidentifikasikan ancaman yang mungkin akan terjadi dan mencari cara untuk dapat menghadapi/ menanggulangi ancaman tersebut. 5. Pengelola objek/atraksi wisata dapat menganalisa kondisi internal yang dimilikinya serta kondisi lingkungan pribadi. 6. Pengelola objek/atraksi wisata dapat menganalisa kondisi eksternal yang mungkin dapat mempengaruhi perkembangan destinasi wisatanya. 7. Pengelola objek/ atraksi wisata dapat mengetahui sejauh mana kemampuannya di area lingkungannya. 8. Pengelola objek/atraksi wisata dapat mengetahui value/nilai lebih yang dimilikinya sehingga memudahkan dalam mempromosikan produkproduk yang dimilikinya. 9. Pengelola objek/atraksi wisata dapat mengetahui dimana letak posisinya apabila dibandingkan dengan objek/ atraksi wisata lainnya. 85 1. Strengths Strengths memiliki arti kekuatan, kelebihan, kemampuan, atau segala sumber daya yang dimiliki oleh objek/atraksi wisata. Untuk menjawab strengths apa saja yang dimiliki oleh objek/atraksi wisata Anda, contoh pertanyaan yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: a. Apa daya tarik/keunikan yang dimiliki oleh objek/atraksi wisata Anda? b. Dimana dan bagaimana lokasi objek/atraksi wisata Anda? c. Bagaimana aksesibilitasnya? Apakah mudah dijangkau atau tidak? Apakah dilewati oleh transportasi publik atau tidak? Apakah semua kendaraan dapat dengan mudah mencapai lokasi objek/atraksi wisata Anda? Apakah bus dapat dengan mudah mencapai lokasi tersebut? Apakah wisatawan perlu berjalan kaki? Apabila iya, berapa lama waktu tempuhnya dari turun dari kendaraan untuk berjalan kaki hingga sampai ke objek/atraksi wisata Anda? Apakah lokasi objek/atraksi wisata Anda dapat dengan mudah diakses oleh ojek online/taxi online? Dan lain sebagainya. d. Apa saja produk/layanan jasa unggulan yang dimiliki oleh objek/atraksi wisata Anda? e. Apakah memiliki value/nilai lebih yang membedakannya dengan produk/ layanan jasa dari para pesaing? Apa sajakah itu? f. Bagaimana harganya? Apakah harga yang ditawarkan sama rata untuk semua wisatawan? Bagaimana harga untuk wisatawan domestik dan wisatawan asing? Apakah terdapat harga group? 86 Bagaimana mekanisme struktur harga untuk group? Apakah ada harga paket wisata? Apa saja fasilitas yang diterima oleh wisatawan apabila mengambil harga paket wisata? g. Selama ini, struktur harga mana yang paling banyak diminati oleh wisatawan? Mengapa? h. Apa saja yang sudah Anda lakukan dalam mempromosikan objek/atraksi wisata Anda? Pemasaran konvensional apa yang sudah Anda lakukan? Pemasaran digital apa yang sudah Anda lakukan? Bagaimana dampak dari strategi pemasaran tersebut? Wisatawan lebih menyukai pendekatan pemasaran yang mana? i. Darimana wisatawan mengetahui tentang objek/atraksi wisata Anda? informasi j. Bagaimana kualitas SDM pengelola objek/ atraksi wisata Anda? Apakah mereka memiliki keterampilan (skill) yang baik dalam melayani wisatawan? Apakah mereka memiliki skill manajerial (pemasaran, keuangan, SDM, legal) yang baik? Apa sebagian besar lulusan pendidikannya? Apakah mereka pernah mengikuti training/pelatihan terkait dengan tugas pokok dan fungsinya? Apakah mereka memiliki sertifikat kompetensi? Apakah ada regenerasi dalam pengelolaan objek/atraksi wisata Anda? k. Dan lain sebagainya. Intinya, buatlah pertanyaan yang dapat mengukur informasi internal tentang objek/atraksi wisata yang Anda miliki. 2. Weaknesses Weaknesses memiliki arti kelemahan, kekurangan, kerentanan, dan keterbatasan. 87 Untuk menjawab weaknesses apa saja yang dimiliki oleh objek/atraksi wisata Anda, contoh pertanyaan yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: a. Apakah nama objek/atraksi wisata Anda sudah dikenal oleh masyarakat luas? b. Berapa banyak jumlah kunjungan wisatawan per hari/ per bulan? Apakah jumlah tersebut stabil sepanjang tahun? Apakah jumlah tersebut sudah memenuhi harapan pengelola objek/atraksi wisata? c. Bagaimana kemampuan SDM yang Anda miliki dalam melayani wisatawan? d. Apakah ada wisatawan yang complaint? Mengapa? Bagaimana solusi yang sudah diambil untuk menangani wisatawan yang complaint tersebut? Apakah wisatawan puas dengan penanganan complaint yang diberikan? e. Apakah para pengelola objek/atraksi wisata sebagian besar bisa menggunakan bahasa Internasional (bahasa Inggris) dalam berkomunikasi dengan wisatawan asing? f. Fasilitas apa sajakah yang dimiliki oleh objek/ atraksi wisata Anda? g. Bagaimana tingkat keamanan di objek/atraksi wisata Anda? Misalnya dalam hal penitipan motor, sepeda, helm, sandal, tas, dan lain sebagainya. h. Bagaimana tingkat kebersihan di objek/atraksi wisata Anda? Apakah ada tempat sampah dengan jumlah yang memadai di titik-titik strategis di objek/atraksi wisata? Apakah tempat sampah tersebut sudah dibedakan antara untuk sampah organik dan anorganik? Bagaimana 88 siklus pengambilan sampahnya? Siapa yang bertanggung jawab dalam hal pengelolaan sampah di objek/atraksi wisata? i. Bagaimana kondisi toilet di objek/atraksi wisata Anda? Berapa jumlahnya? Apakah mencukupi ketika objek/atraksi wisata penuh pengunjung? Bagaimana persentasi toilet pria dan toilet wanita? Apakah kondisi toiletnya aman? Bagaimana siklus pembersihannya oleh pengurus? Siapa yang bertanggung jawab? j. Makanan atau oleh-oleh apa saja yang ditawarkan oleh objek/atraksi wisata Anda? Apa saja variannya? Apakah mudah dibawa oleh wisatawan? Bagaimana kemasannya? Berapa lama ketahanannya? Apakah jumlah produksinya memenuhi permintaan dari wisatawan? Apakah ada jenis produk yang diharapkan ada oleh wisatawan tetapi tidak dimiliki oleh objek/atraksi wisata Anda? k. Dan lain sebagainya. Intinya, buatlah pertanyaan yang dapat mengukur informasi internal tentang objek/atraksi wisata yang Anda miliki. 3. Opportunities Opportunities memiliki arti kesempatan, peluang, dan pengembangan. Untuk menjawab opportunities apa saja yang dimiliki oleh objek/atraksi wisata Anda, contoh pertanyaan yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: a. Apakah ada trend wisata yang diminati oleh wisatawan saat ini? b. Seberapa besar minat calon wisatawan untuk berkunjung ke objek/atraksi wisata Anda? 89 c. Apa preferensi, kebutuhan, wisatawan saat ini? dan keinginan d. Apa yang mereka harapkan ketika berkunjung ke objek/ atraksi wisata Anda? e. Apakah terdapat fasilitas publik yang dekat dengan lokasi objek/atraksi wisata Anda? Misalnya Puskesmas, Rumah Sakit, Kantor Polisi, Bank, ATM, Money Changer, dan lain sebagainya. f. Apakah ada dukungan dari pemerintah setempat kepada objek/atraksi wisata Anda? Dalam bentuk apa dukungan tersebut? g. Apakah ada dukungan dari akademisi (Perguruan Tinggi) kepada objek/atraksi wisata Anda? Dalam bentuk apa dukungan tersebut? h. Apakah ada dukungan dari perusahaan setempat kepada objek/atraksi wisata Anda? Dalam bentuk apa dukungan tersebut? i. Apakah ada dukungan dari asosiasi/komunitas kepada objek/atraksi wisata Anda? Dalam bentuk apa dukungan tersebut? j. Apakah ada pelatihan peningkatan kompetensi SDM yang bisa diikuti oleh tim Anda? k. Apakah ada kerjasama dengan pihak lain yang dapat dijalin untuk mengembangkan objek/ atraksi wisata Anda? l. Dan lain sebagainya. Intinya, buatlah pertanyaan yang dapat mengukur informasi eksternal tentang objek/atraksi wisata yang Anda miliki. 90 4. Threats Threats memiliki arti ancaman, hambatan, dan resiko. Untuk menjawab threats apa saja yang dimiliki oleh objek/ atraksi wisata Anda, contoh pertanyaan yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: a. Apakah ada objek/ atraksi wisata lain di sekitar lokasi objek/ atraksi wisata Anda Anda? Berapa jumlahnya? Bagaimana mereka? Apa yang mereka tawarkan kepada wisatawan? Apa nilai lebih yang mereka miliki? Berapa harga yang mereka tawarkan? Bagaimana respons wisatawan terhadap penawaran mereka? b. Bagaimana kepengurusan objek/ atraksi wisata pesaing Anda? Apakah mereka lebih kompak dalam mengelola objek/ atraksi wisata? Apakah mereka aktif dalam organisasi? Apakah mereka lebih agresif dalam melakukan pemasaran? c. Bagaimana daya beli wisatawan saat ini? d. Apakah ada potensi cuaca atau alam yang dapat mengganggu kunjungan wisatawan? e. Apakah ada kenaikan bahan baku yang dapat menaikkan harga jual produk di objek/ atraksi wisata Anda? Misalnya bahan baku untuk membuat makanan/ souvenir/ oleh-oleh. f. Apakah ada ancaman penyakit/ virus di objek/ atraksi wisata Anda? g. Dan lain sebagainya. Intinya, buatlah pertanyaan yang dapat mengukur informasi eksternal tentang objek/ atraksi wisata yang Anda miliki. Selanjutnya, berikut ini adalah cara melakukan SWOT analysis, yaitu: 91 a. Kumpulkan seluruh pengelola objek/ atraksi wisata yang Anda miliki, pastikan ada yang mewakili dari masing-masing divisi/ bidang. b. Minta setiap orang untuk menulis di secarik kertas tentang strengths, weaknesses, opportunities, dan threats, baik secara umum (objek/ atraksi wisata) maupun secara khusus (pada bidang/ divisinya). c. Berikan waktu sekitar 15 – 20 menit untuk menuangkan hasil analisisnya ke dalam kertas tersebut. d. Minta semua orang untuk menempelkan kertas tersebut ke papan tulis, lalu minta mereka secara bergiliran membaca hasil analisis temannya dan memberikan tambahan atau koreksi jika diperlukan. e. Lakukan diskusi tentang semua analisis yang sudah dibuat oleh tim. f. Ambil kesepakatan tentang poin-poin terkait strengths, weaknesses, opportunities, dan threats yang disetujui banyak pihak dan tuliskan notulensinya. g. Pemimpin diskusi membacakan analisis SWOT tersebut. hasil akhir h. Selanjutnya secara bersama-sama memberikan ide tentang strategi untuk mempertahankan strengths, mengantisipasi weaknesses, mengambil opportunities, dan menghadapi threats. Berikutnya adalah menyusun strategi kombinasi SWOT. Terdapat 4 (empat) strategi yaitu sebagai berikut: 92 a. Strategi yang berfokus pada Peluang (Strengts – Opportuities) Kekuatan dan Artinya: buatlah strategi dengan berdasarkan pada kekuatan internal untuk dapat memanfaatkan peluang dari eksternal. b. Strategi yang berfokus pada Kelemahan dan Ancaman (Weaknesses – Threats) Artinya: buatlah strategi alternatif defensive dengan cara memanfaatkan kelemahan internal untuk mengurangi ancaman dari eksternal. c. Strategi yang berfokus pada Ancaman (Strengts – Threats) Kekuatan dan Artinya: buatlah strategi dengan menggunakan kekuatan internal untuk mengurangi ancaman dari eksternal. d. Strategi yang berfokus pada Kelemahan dan Peluang (Weaknesses – Opportunities) Artinya: buatlah strategi dengan cara menopang kelemahan internal untuk mengambil keuntungan dari kesempatan eksternal. Untuk dapat merencanakan strategi pemasaran objek/ atraksi wisata yang efektif, diperlukan identifikasi banyak hal. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan Analisa SWOT. Dengan melakukan Analisa SWOT, kita dipaksa untuk melihat dari banyak perspektif dan sudut pandang, sehingga kita dapat melihat kekuatan, kelemahan, potensi/peluang, dan ancaman secara obyektif. Dengan demikian, kita akan dapat merencanakan strategi pemasaran untuk pengembangan objek/atraksi wisata dengan lebih jelas, rasional, dan terukur. Hal ini dalam rangka untuk dapat meraih target pemasaran sesuai dengan yang telah dirumuskan. 93 Segmenting, Targeting, Positioning STP atau yang dikenal sebagai Segmenting, Targeting, dan Positioning adalah pendekatan strategic dalam pemasaran modern yang memungkinkan pemasar untuk dapat mengkomunikasikan produknya dengan baik kepada konsumen. Strategi STP juga sangat berguna bagi pemasar untuk merumuskan strategi marketing communication maupun marketing mix. 1. Segmenting Yaitu: suatu proses dimana seorang pemasar (marketer) mengkategorikan, mengklasifikasikan, dan menggolongkan seluruh target market potensial. Mengapa mengelompokkan market itu penting bagi objek/atraksi wisata? Berikut ini adalah peran penting market segmentation bagi objek/ atraksi wisata: a. Menjadikan objek/ atraksi wisata Anda lebih fokus dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki. b. Market segmentation (pengelompokan pasar) merupakan dasar untuk merencakan strategi pemasaran objek/ atraksi wisata. c. Dengan mengetahui pengelompokan pasar, hal ini merupakan faktor kunci untuk dapat bersaing dengan competitor. Selanjutnya, berikut ini adalah jenis-jenis market segmentation. Untuk dapat mengelompokkan/ membedakan pasar wisatawan, umumnya dilakukan melalui 3 (tiga) cara, yaitu: a. Segmentasi Geografis Yaitu suatu proses membagi/ mengelompokkan market berdasarkan lokasinya. Misalnya 94 wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara, atau wisatawan Malaysia, Australia, Saudi Arabia, India, China, Jakarta, Bali, Yogyakarta, Medan, Manado, dan lain sebagainya. b. Segmentasi Demografis Yaitu suatu proses membagi/mengelompokkan market berdasarkan aspek-aspek demografis seperti jenis kelamin, rentang usia, pekerjaan, pendidikan terakhir, pendapatan per bulan, dan lain sebagainya. c. Segmentasi Psikografis Yaitu suatu proses membagi/mengelompokkan market berdasarkan kelas sosial, gaya hidup, dan kepribadian. Misalnya backpacker dan traveller, leasure dan business, middle-up dan middle-low, dan lain sebagainya. Setelah mengelompokkan pasar sesuai dengan kategori di atas, selanjutnya Anda perlu memilih market segment yang potensial. Berikut ini adalah 5 (lima) syarat dalam memilihnya, yaitu: 1) Measurable Artinya kelompok market tersebut harus dapat diukur besarannya. Terdapat data terukur yang tersedia tentang profile dan daya beli kelompok market tersebut. Hindari membagi market yang tidak dapat diketahui/ diukur besarannya/ jumlahnya. Karena nanti ketika Anda membuat campaign pemasaran, Anda harus tahu siapa yang akan Anda sasar dan berapa besar potensi market yang akan menerima campaign Anda. Misalnya jika Anda ingin membuat campaign 95 di social media, apakah market segment yang akan Anda tuju sering mengakses social media tersebut? 2) Substantial Artinya kelompok pasar (market) yang hendak Anda tuju harus memiliki jumlah yang besar. Hal ini karena Anda tidak seharusnya membuang-buang sumber daya yang Anda miliki dengan memilih market segment yang jumlahnya kecil sehingga bisnis Anda akan berpotensi tidak menguntungkan. Untuk itu, dalam mengelompokkan market, hendaknya Anda betul-betul mengumpulkan data tentang usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, dan daya beli mereka, hal ini akan membantu Anda untuk memilih market segment yang benar. 3) Accessible Artinya kelompok pasar tersebut harus mudah dijangkau oleh Anda dan dengan biaya yang terjangkau. Hal ini dapat membantu Anda untuk menentukan jenis campaign seperti apa yang akan mudah diakses/ dijangkau oleh para konsumen Anda di kelompok market tersebut. Misalnya jika Anda ingin melakukan campaign pameran objek/ atraksi wisata, apakah konsumen di dalam kelompok segment yang Anda tuju itu dimungkinkan akan mudah datang ke pameran yang akan Anda selenggarakan? Atau jika Anda ingin iklan di televisi dengan channel tertentu, apakah konsumen di dalam kelompok segment 96 tersebut bisa dengan mudah dan sering mengakses channel televisi tersebut? 4) Differentiable Artinya kelompok pasar tersebut dapat dibedakan. Karena kelompok pasar yang berbeda akan dapat merespons campaign yang sama maupun yang berbeda yang Anda berikan ke mereka. Misalnya ketika Anda mengiklankan objek/ atraksi wisata Anda ke social media dan melalui brosur, maka respons yang akan diterima oleh generasi muda dan para wisatawan senior tentu akan berbeda. 5) Actionable Artinya kelompok pasar tersebut harus dapat ditindaklanjuti (di follow up). Penting untuk memilih market segment yang dapat merespons campaign atau strategi pemasaran yang Anda berikan sehingga Anda dapat menindaklanjutinya dan memungkinkan terjadinya konversi/ pembelian. 2. Targeting Yaitu suatu proses dalam menentukan sasaran atau pasar yang ditargetkan atau dibidik. Berikut ini adalah kriteria dalam menentukan target pasar bagi objek/atraksi wisata, yaitu: a. Membidik/menargetkan pasar yang memiliki segment pasar yang jumlahnya besar atau memiliki potensi tumbuh besar. b. Membidik/menargetkan pasar yang sesuai dengan keunggulan yang dimiliki oleh objek/ atraksi wisata Anda. 97 c. Membidik/menargetkan pasar yang mungkin belum disentuh/tidak diperkirakan oleh pesaing lain tetapi memiliki potensi yang besar. d. Membidik/menargetkan pasar berdasarkan situasi persaingan Anda dengan competitor. e. Membidik/menargetkan pasar sesuai dengan kemampuan sumber daya yang Anda miliki (misalnya keuangan, sumber daya manusia, dan lain sebagainya). 3. Positioning Yaitu bagaimana suatu objek/atraksi wisata menempatkan posisinya di mata pelanggan jika dibandingkan dengan competitor lain sehingga terbentuk image khusus terhadapnya. Sebelum suatu objek/atraksi wisata menentukan dimana positioningnya, terlebih dahulu perlu melakukan kajian/mengumpulkan informasi tentang siapa saja wisatawannya, bagaimana karakteristik mereka, apa saja value/keunggulan yang dimiliki oleh objek/ atraksi wisata tersebut, dan siapa saja pesaing (competitor) nya. Selanjutnya, berikut ini adalah landasan dalam menentukan positioning suatu objek/atraksi wisata, yaitu: a. Apa saja nilai dan manfaat yang dapat diberikan oleh objek/atraksi wisata kepada para wisatawan? b. Apa nilai lebih yang ditawarkan kepada para wisatawan? c. Bagaimana objek/atraksi wisata mengambil hati mereka/menempati khusus di hati/pikiran para wisatawan? dapat ruang d. Capaian apa yang pernah objek/atraksi wisata raih selama ini? 98 e. Karakteristik market segment seperti apa yang identik dengan karakter objek/atraksi wisata? f. Originalitas apa yang dimiliki? g. Kebaharuan apa yang dimiliki? h. Posisi objek/atraksi wisata jika dibandingkan dengan competitor. Apakah objek/atraksi wisata Anda adalah pioneer, market leader, challenger, atau follower? Berikutnya perlu upaya untuk mengkomunikasikan positioning objek/atraksi wisata Anda kepada calon wisatawan potensial, karena hal ini berkenaan dengan branding. Branding adalah salah satu upaya dalam strategi pemasaran untuk membuat objek/ atraksi wisata Anda menjadi lebih dikenal oleh masyarakat, mendatangkan banyak wisatawan, dan akhirnya berkelanjutan memberikan pendapatan. Jadi, mengetahui positioning artinya Anda mengetahui mengapa calon wisatawan akan lebih memilih untuk mengunjungi objek/atraksi wisata Anda dibandingkan dengan objek/atraksi wisata lainnya. Cara mengkomunikasikan positioning objek/ atraksi wisata ke calon wisatawan, yaitu: Be creative Artinya upayakan mengkomunikasikan objek/ atraksi wisata Anda secara kreatif kepada calon wisatawan. Suatu hal yang kreatif akan lebih lama membekas dalam ingatan. Hal ini akan memungkinkan objek/atraksi wisata Anda menjadi lebih mudah diingat. b. Simplicity Artinya upaya Anda dalam mengkomunikasikan hal tersebut harus dilakukan secara sederhana dan mudah untuk dimengerti oleh calon wisatawan. Tidak perlu menggunakan istilah a. 99 yang rumit atau terkesan berpendidikan tinggi yang mana justru akan membuat pesan yang Anda bawa menjadi tidak dapat dimengerti oleh mereka. c. Consistent yet flexible Artinya Anda harus secara konsisten mengkomunikasikan hal tersebut kepada calon wisatawan Anda, jangan berubah-ubah terlalu fluktuatif. Anda harus menentukan identitas apa yang akan Anda komunikasikan ke para wisatawan dan konsisten untuk mengkomunikasikan hal tersebut. Tetapi dalam hal ini Anda juga perlu flexible dengan kemampuan sumber daya yang Anda miliki, tetapi diharapkan jangan keluar dari identitas objek/atraksi wisata Anda. Misalnya: jika Anda mengkomunikasikan bahwa objek/atraksi wisata Anda ramah anak dengan memiliki arena playground dan tempat wisata yang aman bagi anak-anak kecil, maka konsistenlah dengan hal itu, jangan setiap waktu berubah menjadi objek/ atraksi wisata yang penuh dengan petualangan yang mendebarkan/permainan-permainan yang menantang, dan lain sebagainya. Jika memang objek/atraksi wisata Anda memiliki keduanya, maka pilihlah mana yang akan diunggulkan? Mana yang akan menjadi informasi utama dan mana yang akan menjadi informasi pendukung. d. Own, dominate, protect Artinya dalam mengkomunikasikan positioning objek/atraksi wisata Anda, gunakanlah kata yang mempengaruhi calon wisatawan. Gunakanlah kata yang ampuh yang dapat mengambil hati mereka. e. Use their language Artinya tentu saja dalam mengkomunikasikan hal tersebut, Anda perlu menggunakan bahasa yang dimengerti oleh calon wisatawan yang Anda targetkan. 100 4. Differentiating Selain membuat analisis STP, seorang pemasar juga perlu membuat strategi differentiating, yaitu suatu strategi yang membuat nilai pembeda pada produk/ paket yang ditawarkan oleh objek/atraksi wisata yang membedakannya dengan objek/atraksi wisata lainnya. Berikut ini adalah syarat-syarat membuat produk/paket wisata yang memenuhi kriteria diferensiasi, yaitu: Important Produk/paket wisata yang ditawarkan harus bisa memberikan nilai yang penting dan bermanfaat/ bernilai tinggi bagi wisatawan. b. Distinctive Produk/paket wisata yang ditawarkan harus disampaikan dengan cara yang khas/unik sesuai dengan identitas objek/atraksi wisata. c. Superior Produk/paket wisata yang ditawarkan harus lebih unggul dari produk/paket wisata lain yang ditawarkan oleh competitor. d. Communicable Produk/paket wisata yang ditawarkan harus dapat dikomunikasikan dan dapat dijangkau informasinya dengan mudah oleh wisatawan. e. Pre-emptive Produk/paket wisata yang ditawarkan harus tidak mudah ditiru oleh competitor. f. Affordable Produk/paket wisata yang ditawarkan harus dapat terjangkau dengan daya beli wisatawan. g. Profitable a. Produk/paket wisata yang ditawarkan harus mampu membawa keuntungan bagi objek/ atraksi wisata. 101 Promotional Mix Dalam menawarkan produk maupun paket wisata kepada calon wisatawan, suatu objek/atraksi wisata perlu melakukan promosi. Promosi adalah suatu usaha dari marketer dalam menginformasikan dan mempengaruhi calon wisatawan sehingga mereka tertarik untuk membeli produk/paket wisata atau mengunjungi objek/atraksi wisata yang ditawarkan. Mengapa melakukan promosi itu penting? Berikut ini adalah tujuan marketer perlu melakukan promosi, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Menyebarkan informasi produk/paket wisata kepada target calon wisatawan yang potensial. Untuk mendapatkan pengunjung baru dan mempertahankan/menjaga loyalitas para pengunjung lama. Untuk membedakan atau memberikan keunggulan pada produk/paket wisata yang dimiliki dibandingkan dengan produk/paket wisata para pesaing. Untuk membentuk citra (image) produk/paket wisata atau bahkan objek/atraksi wisata itu sendiri di mata wisatawan. Untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, mendatangkan pendapatan, dan meningkatkan keuntungan. Untuk menjaga kestabilan pendapatan ketika jumlah kunjungan menurun dikarenakan suatu hal. Selanjutnya, dalam upaya melakukan promosi, dikenal istilah promotional mix. Promotional mix adalah gabungan dari berbagai jenis promosi untuk produk/paket wisata yang sama agar hasil dari kegiatan promosi yang dilakukan tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal. Promotional mix umumnya terdiri dari: (1) advertising, (2) sales promotion, (3) public relation/publicity, (4) personal selling, (5) direct marketing, (6) digital marketing, dan (7) social media marketing. 102 1. Advertising Advertising bagi objek/atraksi wisata yaitu segala bentuk presentasi dan promosi tentang gagasan, ide, produk, paket wisata, maupun jasa wisata yang dibayar oleh sponsor yang teridentifikasi. Misalnya iklan di media cetak (koran, majalah), iklan di media elektronik (televisi, radio), iklan di media seluler (sms bulk, sms blast), iklan dalam kemasan produk (mug, kaos, payung, topi, pulpen, kalender, dll), brosur/ poster/leaflet/flyer/direktori/fact sheet, pajangan, logo, symbol, dan lain sebagainya. Melakukan iklan adalah penting bagi objek/atraksi wisata. Berikut ini adalah manfaat iklan, yaitu: a. Membangun citra jangka panjang produk/paket wisata yang ditawarkan, bahkan dapat juga membangun citra jangka panjang dari objek/ atraksi wisata itu sendiri. b. Iklan dapat mempengaruhi calon wisatawan untuk melakukan pembelian segera atau segera berkunjung ke objek/atraksi wisata yang diiklankan tersebut, terutama apabila dipadukan dengan promosi penjualan, misalnya berupa discount, harga khusus, atau paket khusus. c. Iklan dapat menjangkau calon wisatawan yang tersebar luas secara geografis. Hal ini tentu saja tergantung dari jenis iklan yang dipilih serta keterjangkauannya dengan calon wisatawan. Selanjutnya, dalam strategi 5M, yaitu: a. membuat iklan diperlukan Mission Artinya sasaran/target wisatawan yang dibidik iklan harus jelas. 103 b. Money Artinya biaya iklan harus dapat dijangkau dengan ketersediaan uang yang dimiliki oleh objek/atraksi wisata. c. Message Artinya pesan dalam iklan harus dirancang, dipilih, dan dievaluasi sehingga pesan iklan terbaiklah yang akan dieksekusi atau diterbitkan dalam iklan. d. Media Artinya harus memilih media yang tepat sesuai dengan isi pesan dan calon wisatawan yang dibidik. e. Measurement Artinya iklan harus dapat diukur. Pengukuran iklan umumnya dilihat dari segi communicationeffect, sales-effect, maupun convertion ratio yang terjadi setelah iklan diterbitkan. 2. Sales Promotion Sales promotion bagi objek/atraksi wisata yaitu upaya promosi dengan cara memberikan berbagai macam insentif jangka pendek untuk mendorong calon wisatawan melakukan pembelian produk/paket wisata atau berkunjung ke lokasi objek/ atraksi wisata. Misalnya: dengan memberikan discount, harga promosi, harga paket khusus, promo bundling, undian, games, kontes, gimmick, souvenir, kupon, dan lain sebagainya. Berikut ini adalah beberapa manfaat melakukan sales promotion, yaitu: a. Komunikasi Artinya melalui promosi, marketer memberikan informasi yang menarik perhatian calon wisatawan agar mereka tertarik berkunjung ke objek/ atraksi wisata atau membeli produk/ paket wisata yang ditawarkannya. 104 b. Insentif Artinya melalui promosi, marketer memberikan dorongan kepada calon wisatawan untuk mengambil manfaat yang lebih banyak dalam waktu yang terbatas selama masa promosi dengan melakukan pemesanan/ pembelian. c. Invitasi Artinya melalui promosi, marketer mengharapkan calon wisatawan berkunjung/ membeli produk/ paket wisata yang ditawarkan. 3. Public Relation/Publicity Public relation bagi objek/atraksi wisata yaitu berbagai aktivitas pemasaran yang dirancang untuk mempromosikan sekaligus mempertahankan citra (image) baik objek/atraksi wisata maupun produk/ paket wisata yang ditawarkannya kepada calon wisatawan. Contoh aktivitas public relation yaitu press release di surat kabar maupun majalah, kegiatan donasi, sponsorship, pidato, kegiatan seminar/webinar, membuat event (offline/online) sebagai upaya publikasi objek/atraksi wisata melalui kontes, games, challenge, dan lain sebagainya. Berikut ini adalah fungsi aktivitas public relation bagi objek/atraksi wisata, yaitu: Melalui aktivitas public relation, marketer dapat mengetahui secara pasti pendapat publik tentang produk/paket wisata yang ditawarkan atau bahkan pendapat mereka tentang objek/ atraksi wisata. Hal ini memungkinkan marketer dapat mengevaluasi semua aktivitas pemasaran yang dapat memungkinkannya untuk merubah opini publik menjadi lebih positif. b. Melalui aktivitas public relation, marketer dapat memberikan masukan dan nasehat kepada seluruh pengambil keputusan/pengelola objek/ a. 105 c. atraksi wisata untuk merespons pendapat umum yang muncul terkait dengan objek/atraksi wisata sehingga para pengelola dapat mengambil keputusan secara lebih bijak. Melalui aktivitas public relation, marketer dapat mengambil hati publik dan menggunakan komunikasinya dalam mempengaruhi perspektif mereka terhadap objek/atraksi wisata. Selanjutnya, berikut ini adalah beberapa kegiatan utama public relation pada objek/atraksi wisata, yaitu: a. Menjalankan program yang telah direncanakan sebelumnya secara berkesinambungan sebagai bagian dari manajemen objek/atraksi wisata. b. Menjadi kepanjangan tangan dari objek/atraksi wisata untuk berkomunikasi dengan publik. c. Memantau tanggapan, pendapat, sikap, dan perilaku publik terhadap objek/atraksi wisata. d. Menganalisis pengaruh kebijakan atau keberadaan objek/atraksi wisata terhadap publik. e. Memberikan saran kepada pengelola mengenai kebijakan, aturan, dan tindakan yang dianggap menimbulkan konflik antara kepentingan publik dengan keberadaan objek/atraksi wisata. f. Membangun dan memelihara komunikasi dua arah antara publik dengan objek/atraksi wisata. g. Mengupayakan citra positif objek/atraksi wisata di mata publik. h. Menciptakan hubungan baru atau memelihara hubungan yang sudah terjalin antara publik dengan objek/atraksi wisata. 106 4. Personal Selling Personal selling bagi objek/atraksi wisata yaitu suatu interaksi tatap muka dengan satu atau lebih calon wisatawan, baik wisatawan sebagai pengguna langsung maupun konsumen business to business, melalui sebuah presentasi, tanya jawab, maupun komunikasi khusus sehingga terjadi pembelian produk/paket wisata. Contoh kegiatan pemasaran melalui personal selling yaitu: presentasi paket wisata melalui event table top/travel fair/pameran lainnya, presentasi tender pada company maupun government, telemarketing, dan lain sebagainya. Berikut ini adalah keunggulan melakukan strategi pemasaran melalui personal selling, yaitu: Personal confrontation Artinya melalui personal selling, terjadi hubungan langsung dan interaktif antara marketer objek/atraksi wisata dengan calon wisatawan potensial yang dibidik. b. Cultivation Artinya melalui personal selling, dimungkinkan terjadinya hubungan yang akrab antara marketer objek/ atraksi wisata dengan calon wisatawan potensial, sehingga marketer bahkan bisa dipercaya menjadi konsultan calon wisatawan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya dalam berwisata. c. Response Artinya melalui personal selling, dimungkinkan adanya response dari calon wisatawan potensial karena mereka berada dalam kondisi yang mengharuskannya mendengarkan, memperhatikan, atau bahkan menanggapi apa yang disampaikan/dipresentasikan oleh marketer objek/atraksi wisata. a. 107 5. Direct Marketing Direct marketing bagi objek/atraksi wisata yaitu segala bentuk upaya kegiatan penjualan produk/ paket wisata dan pemasarannya yang berhubungan secara langsung dengan calon wisatawan potensial. Contoh bentuk pemasaran melalui direct marketing yaitu pameran, event, exhibition, table top, travel mart, travel fair, email marketing, telemarketing, dan lain sebagainya. Berikut ini adalah keunggulan pemasaran objek/ atraksi wisata melalui direct marketing, yaitu: a. Non-public communication Artinya pesan yang disampaikan oleh marketer objek/atraksi wisata melalui aktivitas pemasaran direct marketing ini tidak bersifat massal. Umumnya dalam komunikasi antara marketer dengan calon wisatawan potensial terdapat paket khusus yang ditawarkan sehingga akan lebih menarik calon wisatawan untuk melakukan pembelian. b. Customized Artinya pesan pemasaran/paket wisata maupun produk yang ditawarkan kepada calon wisatawan dapat dikustomisasi sehingga dapat menarik mereka untuk melakukan transaksi pembelian. Umumnya kustomisasi dilakukan menyesuaikan dengan keinginan calon wisatawan, bisa dikarenakan budgetnya, pemilihan akomodasinya/transportasinya, pantangan makanan tertentu, atraksi yang dipilih, waktu kunjungannya, jumlah pesertanya, dan lain sebagainya. 108 c. Up-to-date Artinya pesan yang disampaikan oleh marketer objek/atraksi wisata kepada calon wisatawan adalah pesan yang paling baru terkait dengan segala sesuatu yang dimiliki oleh objek/atraksi wisata tersebut, misalnya ada tambahan wahana baru, akses baru, fasilitas baru, paket wisata terbaru, dan lain sebagainya. d. Interactive Artinya aktivitas pemasaran melalui direct marketing ini memungkinkan adanya interaksi dua arah antara marketer dan calon wisatawan potensial sehingga wisatawan bisa memperoleh informasi yang lengkap dan marketer juga dapat memberikan penawaran terbaiknya kepada mereka. 6. Digital Marketing Digital marketing bagi objek/atraksi wisata yaitu segala bentuk aktivitas penjualan dan pemasaran objek/atraksi wisata yang menggunakan media digital atau internet dalam penyampaiannya kepada calon wisatawan. Contohnya adalah penggunaan website, search engine optimization, email marketing, social media marketing (Instagram marketing, Facebook marketing, YouTube marketing, dan lain lain), e-commerce marketing, Whatsapp group, Telegram, dan lain sebagainya. Berikut ini adalah keunggulan aktivitas pemasaran menggunakan digital marketing, yaitu: a. Real time Artinya informasi yang disampaikan kepada calon wisatawan bersifat real time, saat itu juga, 109 dan terbaru. Marketer dapat meng-update content di media digital sewaktu-waktu dibutuhkan. b. Komunikasi global 24 jam Artinya calon wisatawan dapat mengakses informasi yang diberikan dalam waktu 24 jam, kapanpun mereka ingin mencari informasinya, tidak terbatas dengan jam kerja maupun hari kerja. c. Fleksibilitas yang tinggi Artinya marketer dapat mengakses aktivitas pemasaran menggunakan media digital dimanapun, kapanpun, termasuk jenis dan isi pesan dapat ditambah, dikurangi, maupun dihapus sesuai dengan instruksi dari pengelola objek/atraksi wisata. 7. Social Media Marketing Social media marketing bagi objek/atraksi wisata yaitu semua aktivitas pemasaran dengan menggunakan social media sebagai sarana komunikasi dengan calon wisatawan. Agar marketer berhasil dalam social media marketing, terdapat 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan, yaitu: (1) marketer mau mendengar kritik dan saran dari publik maupun dari pihak internal; (2) selalu membuat content yang menarik; dan (3) menggunakan gambar dan video yang menarik. Selanjutnya, berikut ini adalah tips untuk mengoptimalkan social media marketing, yaitu: a. Gunakanlah profil bisnis pada semua social media. Hal ini akan membuat objek/atraksi wisata Anda terlihat professional dan lebih dipercaya publik. 110 b. Jangan setting private. Hal ini agar calon wisatawan yang penasaran dengan objek/atraksi wisata Anda dapat mudah mengakses informasinya sekaligus memudahkan mereka apabila ingin memfollow akun Anda. c. Tuliskan profile bio yang menarik, singkat dan jelas. Masukkan alamat website (jika ada) dan nomor telepon yang mudah untuk dihubungi. d. Tampilkan profile picture yang mendukung identitas objek/atraksi wisata Anda. e. Optimalkan semua fitur-fitur yang dimiliki oleh social media tersebut. f. Perbanyak gambar dan video yang kreatif untuk menarik perhatian viewer. g. Buatlah caption yang dapat menarik viewer untuk like maupun comment di postingan Anda. h. Gunakan hashtag yang tepat yang sesuai dengan content yang Anda upload. i. Perhatikan hari-hari penting/hari besar dan ikut sertalah memperingatinya dengan membuat content yang berhubungan dengan hari penting tersebut dan objek/ atraksi wisata Anda. j. Cobalah membuat games, challenge, contest, gimmick, maupun give away di social media Anda lalu perhatikan berapa follower yang mengikutinya, lakukan evaluasi dan konsistenlah hingga objek/atraksi wisata Anda diingat di benak publik. k. Postinglah di waktu yang tepat, waktu dimana banyak orang biasanya meluangkan waktu untuk membuka social media, misalnya waktu makan 111 siang, waktu makan malam, waktu setelah pulang kerja, waktu sebelum tidur, dan lain sebagainya. l. Konsisten dalam memposting content. Content sebaiknya diposting 2 kali sehari. Apabila Anda tidak bisa melakukannya, Anda dapat menjadwalkannya misalnya 3 kali dalam seminggu atau sehari sekali, terus dan konsisten. m. Kerjasama dengan influencer/blogger/Youtuber/ selebgram untuk membuat objek/atraksi wisata Anda lebih dikenal oleh publik. n. Optimalkan search engine optimization agar social media Anda selalu di posisi paling atas pada search engine ketika ada calon wisatawan yang mencari informasi tentang paket wisata seperti yang Anda tawarkan. o. Cobalah menggunakan ads berbayar untuk menjangkau publik yang lebih luas dan meningkatkan terjadinya konversi penjualan. 112 Daftar Pustaka Baker, Michael J. (2003). The Marketing Book 5th Edition. Burlington. Butterworth Heinemann Dave, Chaffey and PR Smith. (2017). Digital Marketing Excellence. Planning, Optimizing and Integrating Online Marketing fifth edition. Oxon. Routledge. Fill, Chris and Turnbull, Sarah. (2016). Marketing Communication 7th edition; discovery, creation, and conversation. United Kingdom. Pearson 113 Profil Penulis Rullyana Puspitaningrum Mamengko, S.Pd., M.M. Ketertarikan penulis terhadap pariwisata dimulai ketika penulis mengenyam pendidikan S1 di Universitas Negeri Yogyakarta dengan mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Prancis konsentrasi Pariwisata. Selama mengenyam Pendidikan, penulis juga bekerja di Travel Agent sebagai marketing dan tour leader. Lulus pada tahun 2011, penulis meniti karir di industri perhotelan, berawal dari sebagai Front Desk Agent, Guest Relation Officer, Sales Executive, hingga Director of Sales and Marketing. Pengalaman penulis bekerja di hotel bintang tiga hingga hotel bintang lima, menghantarkannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2. Penulis mengambil S2 Manajemen konsentrasi Pariwisata di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Pariwisata Indonesia, Semarang. Lulus S2 pada tahun 2016 penulis meniti karir sebagai Dosen di Akademi Pariwisata Buana Wisata dan menjabat sebagai Ketua Jurusan Perhotelan Program Diploma. Saat ini penulis bekerja sebagai Dosen Tetap PNS di Universitas Negeri Yogyakarta pada Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan sedang menempuh pendidikan doctoral (S3) di National Kaohsiung University of Science and Technology, Taiwan, dengan mengambil program Business Intelligence berfokus pada hospitality and tourism business. Penulis memiliki kepakaran di bidang pariwisata, pemasaran, hospitality, MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition), manajemen, dan bisnis. Tugas utama penulis adalah melaksanakan Tridarma yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat sesuai bidangnya. Selain melaksanakan Tridarma, penulis juga adalah Assessor BNSP, Certified ASEAN National Trainer – Toolboxes Trainer, Certified Pendamping UMKM, Mentor di Jogja Tourism Training Center Yogyakarta, dan pernah menjabat sebagai Manajer Kerjasama Dalam dan Luar Negeri di Inkubator Bisnis UNY, Koordinator Praktik Industri dan Pembimbing Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen FEB UNY. Email Penulis: rullyana.mamengko@uny.ac.id 114 6 CENDERAMATA KHAS OBJEK WISATA Edy Semara Putra. S.Pd., M.Sn STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Sejarah Cinderamata Cenderamata atau cenderamata merupakan barang kerajinan yang bernilai kenangan yang sering kali ditemukan secara khusus pada daerah tertentu. Kata “cenderamata” berasal dari bahasa Prancis dan secara sederhana diartikan sebagai “ingatan” atau “kenangan”. Selanjutnya disadur ke dalam bahasa Inggris sekitar abad ke-18 menjadi kata “cenderamata” yang telah digunakan untuk merujuk pada benda-benda yang mengingatkan kita pada tempat atau waktu tertentu (Clarke, 2022). Cenderamata erat kaitannya dengan wisatawan, di mana cenderamata menjadi benda pengingat yang tidak terlupakan bagi wisatawan terhadap tempat yang mereka tuju ketika melakukan perjalanan liburan. Selain itu, cenderamata juga memiliki kesan khusus terhadap pengalaman perjalanan liburan wisatawan. Setiap cenderamata yang dibeli oleh wisatawan mewakili dan memiliki pengalaman yang berdeba. Secara sederhana, cenderamata menjadi penghubung memori seseorang dengan tempat yang pernah mereka kunjungi. Menurut Holiday Inn Cenderamata Study, yang mensurvei 115 kebiasaan dan preferensi wisatawan dari seluruh wilayah AMEA (Asia, Middle East and Africa), hampir setengah dari responden mengaitkan hal ini dengan keinginan untuk membawa sesuatu dari tempat liburan, meskipun hanya satu dari 10 responden yang merupakan penghobi cenderamata. Juga ditemukan bahwa wisatawan yang lebih muda lebih cenderung mementingkan untuk membeli oleh-oleh jika dibandingkan dengan wisatawan yang lebih tua. Dalam survei tersebut menyebutkan bahwa wisatawan membeli cenderamata motivasi utamanya adalah untuk diberikan kepada keluarga dengan pengeluaran rata-rata US$30 per hadiah. Namun berbeda halnya dengan wisatawan yang berasal dari Australia, Asia Tenggara, dan Timur Tengah memiliki motivasi utama yang berbeda, yaitu untuk diberikan kepada pasangan mereka terlebih dahulu. Sedangkan motivasi lain wisatawan membeli cenderamata adalah untuk diberikan kepada teman atau rekan kerja, kecuali bagi wisatawan dari Jepang, di mana biasanya memberikan cenderamata kepada rekan kerja. Adapaun anggaran rata-rata yang disisihkan untuk membeli cenderamata untuk teman atau rekan kerja adalah sekitar US$13. Keberadaan cenderamata diyakini telah ada sejak zaman Mesir kuno, Yunani dan Romawi di mana orang-orang mengumpulkan barang-barang dan membawa pulang artefak dan produk langka dari ekspedisi mereka di negeri asing (Clarke, 2022). Selain itu, pada masa-masa peradaban kuno cenderamata menjadi benda aktik dan artefak otentik dijadikan sebagai benda pertukaran, hadiah maupun persembahan pada masanya. Pada abad ke-17 penguasa negara-negara bagian Jerman mulai merancang 'Wunderkammer' (ruang ajaib), yaitu sebuah ruangan yang dibuat khusus untuk menyimpan bendabenda eksotis dan artefak koleksi pribadi mereka. Namun abad ke-17 dan ke-18 menjadi periode transisi 116 cinderamata, di mana peserta Grand Tour membawa pulang replika miniatur situs Eropa yang mereka kunjungi. Selanjutnya pada abad ke-19, menandai dimulainya produksi massal produk-produk industrial yang juga mempengaruhi produksi cinderamata. Namun demikian, produksi massal cenderamata menjadi fenomena global setelah Perang Dunia II. Hal tersebut dipengaruhi oleh gerakan pariwisata yang menjadi hak istimewa kelas menengah masyarakat barat (Paraskevaidis & Andriotis, 2015). Revolusi industri di dunia Barat dan perluasan aktivitas pariwisata nyatanya mengubah pencarian barang aktik dan artefak otentik era pra-industri menjadi peningkatan permintaan akan cenderamata yang diproduksi secara massal. Perbedaan utama antara cenderamata pra-produksi massal dan cenderamata yang diproduksi secara massal adalah bahwa cenderamata pra-produksi massal dibuat murni sebagai keaslian dari situs atau suatu tempat dan karya yang dibuat memiliki nilai artistik yang tinggi dan autentik, sedangkan cenderamata yang diproduksi massal diidentifikasi sebagai produk komersial yang murah dan tidak autentik (Thompson, Hannam, & Petrie, 2012). Kemajuan industri memberi dampak dua mata pisau terhadap keberadaan cinderamata. Di satu sisi dengan kemajuan industri, produk-produk cenderamata dapat diproduksi secara massal, cepat dan murah. Namun di sisi lain, cenderamata yang diproduksi secara massal telah dipengaruhi oleh globalisasi, di mana banyak cenderamata yang dijual merupakan produk impor diproduksi di negara-negara dengan tenaga kerja murah seperti Cina, Indonesia dan Vietnam (Kaell, 2012). Cenderamata murah yang diproduksi massal dan cenderamata yang diproduksi secara khusus dan autentik nyatanya dibuat untuk memenuhi permintaan pasar pariwisata. Hal tersebut memberikan pilihan kepada wisatawan untuk membeli cenderamata yang 117 ingin dimilikinya yang disesuaikan dengan status sosial ataupun kemampuan finansialnya. Bagi wisatawan yang memiliki kemampuan finansial yang baik tentunya dapat dengan mudah mendapatkan berbagai macam cenderamata yang diproduksi secara khusus, esklusif, dan autentik serta dapat menunjukkan strata sosial yang dimiliki. Sedangkan bagi wisatawan yang memiliki kemampuan finansial terbatas tentunya akan berlaku hemat terhadap pengeluaran keuangannya saat melakukan perjalanan wisata, sehingga cenderung akan membeli berbagai macam bentuk dan jenis cenderamata yang sesuai dengan kemampuan finansial mereka. Jenis-Jenis Cenderamata dalam Objek Wisata Cenderamata menggunakan visual yang mudah dikenali dan mengingatkan kita tentang suatu lokasi yang menjadi ikonya. Visual-visual tertentu yang dipromosikan juga dapat mengungkapkan banyak hal tentang budaya di mana cenderamata tersebut diproduksi dan dijual. Ada dua jenis cinderamata, yaitu untuk kepentingan event dan yang bisa didapatkan di suatu tempat: 1. Cenderamata Event Cenderamata event diberikan pada saat menghadiri suatu acara, seperti seminar, workshop, maupun pesta penikahan. Cenderamata event biasanya berupa produk yang dicetak tulisan maupun gambar yang mewakili atau yang memiliki keterkaitan dengan acara yang bersangkutan. Contohnya adalah cenderamata yang didapatkan dari seminar bisa berupa pulpen, tote bag, dan lain sebagainya. Pada produk cenderamata tersebut dapat dipastikan terdapat tulisan atau gambar yang berhubungan dengan tema seminar yang diselenggarakan. 118 2. Cenderamata Tempat Cenderamata tempat merupakan produk kenangkenangan yang bisa didapat di suatu lokasi atau tempat wisata. Biasanya tempat-tempat wisata atau kota-kota tujuan wisata terdapat toko-toko atau pusat penjualan cenderamata menyediakan berbagai macam produk yang menampilkan tulisan nama, slogan, gambar, ilustrasi atau miniatur dari tempat atau kota tersebut. Contohnya adalah gantungan kunci yang berbentuk candi Borobudur atau kaos yang bertuliskan “Candi Borobudur” yang banyak dijual di sekitar obyek wisata candi Borobudur. Untuk memahami perbedaan cenderamata, Gordon (dalam Goo & Shen, 2011) mengklasifikasikannya ke dalam lima kategori sebagai berikut: a. Gambar Ikonik Gambar ikonik merupakan produk cenderamata yang menampilkan gambar ikon populer suatu tempat, wilayah maupun negara seperti poster, kartu pos, buku bergambar, foto maupun gambar ilustrasi yang dicetak di atas kertas, kaos, tas, dan lain sebagainya. b. Cenderamata Alam Cenderamata alam merupakan produk cenderamata yang mana bahan baku utama pembuatannya adalah bahan alami dari alam, seperti cangkang, bambu, tempurung kelapa, rotan, bebatuan, rerumputan, kayu apung, kerucut pinus, tanah liat, boneka rusa atau kepala rusa, gigi paus, biji-bijian dan lain sebagainya. Cenderamata alam menunjukkan berbagai potensi yang ada di daerah tujuan wisata. c. Singkatan Simbolis 119 Termasuk dalam kategori cenderamata simbolis adalah replika atraksi terkenal serta miniatur gambar ikon yang umumnya terbuat dari bahan sintetis. d. Penanda Penanda merupakan produk cenderamata yang tidak memiliki desain unik tetapi menampilkan logo atau ikon lokal yang disajikan diberbagai media, seperti mug kopi, t-shirt, tatakan gelas, tote bag, dan lain sebagainya. Misalnya, gantungan kunci berbentuk papan selancar berisi tulisan "Pantai Kuta" menjadi penanda Bali, membantu melestarikan kenangan indah Bali. e. Produk Lokal Produk lokal merupakan produk asli yang diproduksi masyarakat lokal, seperti minuman keras, makanan, peralatan memasak, kerajinan tangan, dan pakaian Fungsi dan Manfaat Cenderamata bagi Pariwisata Cenderamata biasanya digunakan sebagai kenangkenangan atau pengingat tentang suatu tempat atau momen. Namun, selain itu, cenderamata juga bisa digunakan sebagai media promosi, branding, atau kampanye untuk perusahaan, lembaga, atau organisasi. Selain sebagai hadiah atau kenang-kenangan, cenderamata juga memiliki fungsi lain. Saat ini, banyak orang yang menggunakan cenderamata sebagai alat promosi dan branding, terutama untuk perusahaan dan kantor. Dengan memberikan cenderamata promosi kepada klien yang ditentukan, hal ini memberikan kesan menarik dan menggugah minat untuk lebih mengenal produk atau layanan yang sedang diperkenalkan. Seperti yang sering kita lihat, cenderamata promosi berupa botol tumbler yang 120 diberikan dengan logo perusahaan agar klien selalu mengingatnya. Selain logo, visi dan moto perusahaan juga bisa ditampilkan pada cenderamata promosi tersebut. 1. Media Promosi dan Branding Suatu contoh penggunaan cenderamata, seperti gelas yang dicetak dengan gambar atau tulisan yang mencerminkan ciri khas suatu daerah, tempat, lembaga, perusahaan, atau organisasi sehingga dapat berfungsi sebagai alat promosi dan branding untuk membangun citra suatu entitas. Sebagai contoh, seorang turis dari Eropa yang mengunjungi Candi Borobudur membeli gelas cenderamata dengan gambar dan nama Candi Borobudur sebagai kenangkenangan atau oleh-oleh untuk keluarga dan temantemannya yang kurang familiar dengan Candi Borobudur. Ketika gelas cenderamata tersebut diberikan kepada keluarga dan teman-temannya, mereka akan melihat gambar dan membaca tulisan yang tercetak di gelas tersebut. Hal ini akan menimbulkan rasa kagum terhadap keindahan Candi Borobudur. Kemudian, mereka akan tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang Candi Borobudur dari cerita turis tersebut. Minat mereka pun mungkin meningkat dan ada yang merencanakan perjalanan untuk mengunjungi Candi Borobudur. Dengan demikian, gelas cenderamata tersebut berperan sebagai media promosi dan branding yang efektif dalam mempromosikan Candi Borobudur. 2. Media Kampanye Cenderamata tidak hanya berfungsi sebagai kenangkenangan, tetapi juga dapat menjadi media kampanye. Meskipun banyak dari kita mengaitkan kampanye dengan kegiatan politik, seperti konvoi atau pemasangan bendera partai politik, namun 121 sebenarnya kampanye tidak terbatas pada politik. Menurut KBBI, kampanye memiliki dua arti, yaitu gerakan atau tindakan serentak untuk melawan atau mengadakan aksi, serta kegiatan yang dilakukan oleh organisasi politik atau calon dalam memperoleh dukungan massa pemilih pada pemungutan suara. Oleh karena itu, kampanye tidak selalu harus terkait dengan politik. Setiap kegiatan atau tindakan yang mengajak masyarakat untuk melakukan perbuatan positif juga bisa dianggap sebagai kampanye. Salah satu contoh media kampanye yang dapat digunakan adalah cenderamata, seperti kipas. Sebagai contoh, dalam sebuah pesta pernikahan, para tamu undangan diberikan cenderamata berupa kipas yang pada satu sisi dicetak dengan nama pasangan pengantin, sementara sisi lainnya berisi pesan yang mengajak masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan. Menggunakan cenderamata sebagai media kampanye dapat lebih efektif daripada menggunakan brosur atau selebaran lainnya, karena para tamu undangan umumnya menerima cenderamata dengan senang hati. Sementara itu, orang-orang di keramaian mungkin tidak tertarik untuk menerima brosur dari seseorang yang dianggap sebagai "orang asing". Dengan demikian, cenderamata dapat menjadi media yang efektif dalam kampanye yang bertujuan untuk mengajak masyarakat melakukan perbuatan positif, tanpa harus terkait dengan politik. Cenderamata memiliki berbagai fungsi, tidak hanya sebagai kenang-kenangan dari pengalaman perjalanan seseorang. Cenderamata juga dapat digunakan sebagai pelengkap atau pemanis dalam interior rumah, serta memiliki nilai fungsional yang dapat dipakai dan dimanfaatkan (Thabrani, 2018), 122 Selain itu, dari perspektif pemerintahan, cenderamata dapat menjadi media promosi. Tujuan utama cenderamata sebagai media promosi adalah sebagai berikut: a. Mengenalkan hasil seni budaya daerah b. Meningkatkan pendapatan masyarakat c. Meningkatkan pemasukan devisa negara Cenderamata juga dapat berperan sebagai media untuk membentuk citra yang baik bagi suatu daerah dalam perkembangannya. Cenderamata memiliki peran penting dalam upaya menjalin komunikasi dengan para wisatawan. Hal ini sesuai dengan konsep komunikasi sebagai mekanisme yang memungkinkan hubungan antara manusia dan pengembangan ide yang disampaikan melalui media sebagai perantara untuk menyebarkannya. Cenderamata bisa berupa kerajinan tangan, produk tradisional, atau produk mewah, dan telah menjadi titik sentral dalam pengalaman wisata yang mewakili apa yang dilihat, tempat yang dikunjungi, dan kenangan yang dibuat oleh wisatawan. Potensi manfaat dari penjualan oleh-oleh sangat penting untuk tujuan wisata. Saat ini, industri oleh-oleh menjadi alat pendukung yang sangat signifikan dalam mempromosikan Dampak sosial ekonomi dari perkembangan sektor pariwisata dapat dirasakan secara signifikan oleh pedagang cenderamata, seperti yang dijelaskan oleh Marzouki (2020). Beberapa dampak tersebut antara lain: a. Dampak Terhadap Kesempatan Kerja Perkembangan sektor pariwisata memberikan dampak positif terhadap kesempatan kerja, 123 dengan memperluas lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar. Respon positif dari masyarakat, terutama para produsen, seniman dan pedagang cenderamata, terhadap hal ini sangat nyata. Pariwisata memberikan peluang bagi mereka untuk membuka usaha, seperti memproduksi dan berdagang berbagai jenis cenderamata, sehingga dapat mengurangi angka pengangguran. b. Dampak Terhadap Pendapatan Pendapatan yang diperoleh pedagang cenderamata masih tergolong minim. Misalnya, pedagang cenderamata di Pura Gunung Kawi Tampaksiring di mana pendapatan yang diperoleh masih tergolong rendah. Dalam satu bulan sebagian besar dari mereka hanya mampu memperoleh penghasilan rata-rata sebesar Rp.500.000–Rp.1.500.000. Hal ini disebabkan oleh persaingan yang tinggi akibat keseragaman produk yang dijual, serta kurangnya etika dalam berjualan yang terkadang terkesan memaksa wisatawan untuk membeli produk mereka. c. Dampak Terhadap Harga Jual Produk Penurunan harga jual produk cenderamata disebabkan oleh adanya persaingan yang tidak sehat, di mana harga jual produk seringkali ditetapkan sangat rendah, dan banyaknya cenderamata yang diproduksi secara massal oleh pabrik. Hal ini mengakibatkan harga jual produk cenderamata menjadi semakin murah, sehingga keuntungan yang diperoleh oleh pedagang cenderamata sangat minim. 124 Strategi Pengembangan Produk Cenderamata Khas Objek Wisata Cenderamata dapat dijelaskan sebagai produk kerajinan yang dihasilkan melalui konsep-konsep dari pikiran manusia dan diwujudkan melalui tindakan menjadi sebuah benda kerajinan. Cenderamata ini sangat mencerminkan lingkungan budaya dan kondisi geografis tempat di mana kerajinan tersebut dibuat (Putra, 2022). Sebagai contoh, daerah yang memiliki banyak tanah liat akan menjadi pusat kerajinan gerabah karena ketersediaan bahan baku yang melimpah, sementara daerah yang banyak tumbuh bambu akan menjadi pusat kerajinan bambu, begitu pula dengan daerah pesisir akan banyak dijumpai kerajinan yang terbuat dari kerang-kerangan. Selain itu, cenderamata juga didesain untuk mewakili sifat wisata dan kebudayaan daerah tertentu, seperti objek wisata air terjun Bantimurung di Maros yang sering diwakili dengan cenderamata berbentuk kupu-kupu karena merupakan daerah penangkaran kupu-kupu, atau wisata Yogyakarta yang dikenal dengan cenderamata berornamen batik, ukiran Jawa, candi, dan bentuk budaya lainnya. Begitu pun dengan tempat-tempat wisata populer, seperti di Bali, Lombok, Makassar, Toraja, Malang dan lain-lain tentu memiliki cenderamata yang khasnya sendiri (Putra, 2021). Pengaruh dalam pembuatan bentuk cenderamata bisa sangat beragam tergantung pada berbagai faktor, yaitu: 1. Budaya Dan Tradisi Lokal Budaya dan warisan lokal dari suatu daerah atau negara dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap bentuk cenderamata. Cenderamata sering kali mencerminkan unsur-unsur budaya dan tradisi setempat, seperti simbol-simbol, motif, atau desain yang khas dari daerah tersebut. Sebagai contoh, di 125 Jepang, cenderamata mungkin berupa gantungan kunci dengan gambar kuil atau gunung suci, sementara di Afrika, cenderamata bisa berupa patung atau kerajinan tangan yang menggambarkan warisan budaya dari suku-suku lokal maupun bentuk-bentuk binatang Afrika. 2. Preferensi Wisatawan Preferensi wisatawan juga dapat mempengaruhi produksi bentuk cenderamata. Produsen cenderamata biasanya menciptakan cenderamata yang menarik bagi para wisatawan yang mengunjungi suatu daerah tertentu. Sebagai contoh, jika suatu daerah terkenal dengan pantainya, cenderamata yang diproduksi mungkin berbentuk gantungan kunci dengan motif pohon kelapa atau mainan pasir pantai. Produsen cenderamata juga dapat melakukan riset pasar atau mengikuti tren wisatawan untuk memahami preferensi mereka dalam memilih cenderamata. 3. Bahan Dan Teknik Produksi Tersedia nya bahan dan teknik produksi juga dapat mempengaruhi bentuk cenderamata. Ketersediaan bahan seperti kayu, keramik, logam, atau plastik dapat membatasi atau memengaruhi bentuk cenderamata yang dapat diproduksi. Selain itu, teknik produksi yang digunakan, seperti cetakan, pahatan, atau percetakan, juga dapat mempengaruhi bentuk akhir dari cenderamata tersebut. 4. Tujuan Cenderamata Tujuan dari cenderamata juga dapat memengaruhi bentuknya. Beberapa cenderamata mungkin dirancang untuk tujuan dekoratif, sementara yang lain mungkin lebih difungsikan sebagai barang yang 126 praktis atau fungsional. Sebagai contoh, cenderamata yang dibeli sebagai kenang-kenangan pribadi mungkin akan memiliki bentuk dan desain yang berbeda dibandingkan dengan cenderamata yang dibeli sebagai hadiah untuk orang lain atau untuk tujuan promosi pariwisata. 5. Aspek Ekonomi Dan Produksi Massal Bentuk cenderamata dan produksi juga dipengaruhi oleh biaya produksi, harga jual, dan potensi keuntungan yang merupakan aspek ekonomi. Produsen cenderamata harus mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi ini dalam memilih bentuk, ukuran dan bahan cenderamata yang akan diproduksi dan dijual. Selain itu, produksi massal cenderamata juga dapat memengaruhi bentuk cenderamata, karena bentuk yang sederhana dan mudah dihasilkan secara massal dapat menjadi pilihan yang lebih ekonomis bagi produsen. 6. Tren Desain Dan Inovasi Tren desain dan inovasi dalam industri cenderamata juga dapat mempengaruhi pembuatan bentuk cenderamata. Seperti halnya dalam industri lainnya, tren desain dan inovasi dalam cenderamata juga dapat berubah seiring waktu. Selain memperhatikan faktor-faktor diatas, menurut Said (dalam Thabrani, 2018), ada beberapa aspek yang mempengaruhi minat pembelian cenderamata oleh konsumen yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan dan pengembangan cenderamata, yaitu: 127 a. Aspek Seni Cenderamata harus memiliki sentuhan seni, dengan keindahan, bentuk, dan ukuran yang menarik. b. Ciri Khas Daerah Cenderamata harus dapat mewakili ciri khas daerah tempatnya berada, dengan mengandung ornament atau corak daerah tersebut. c. Daya Tarik Cenderamata harus memiliki daya tarik yang unik, berbeda dari daerah lain, seperti desain yang menarik perhatian konsumen. d. Kualitas Yang Baik Kualitas menjadi faktor penting dalam produk cinderamata, dengan menggunakan bahan yang baik dalam pembuatannya untuk menarik minat konsumen. e. Harga Yang Terjangkau Harga produk cenderamata harus terjangkau, sehingga dapat menarik wisatawan untuk membelinya. relatif minat Pengembangan inovasi produk dapat meningkatkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan produk berkualitas. Dengan menghasilkan produk berkualitas, perusahaan dapat meningkatkan kemampuan pengembangan produk yang selalu siap untuk inovasi berkelanjutan. Meskipun inovasi memiliki risiko, proses ini berpotensi menguntungkan di masa depan karena inovasi sangat penting dalam pemasaran, mengingat pasar yang selalu berubah. Inovasi memainkan peran penting dalam mengatasi hambatan, meningkatkan perhatian, dan mendapatkan dukungan pasar (Putra & Slamet, 2022). Terdapat tiga inovasi strategis 128 dalam pengembangan produk cendramata, yaitu sebagai berikut: 1. Inovasi Produk Inovasi produk adalah pengenalan barang atau jasa yang benar-benar baru atau perbaikan yang signifikan terhadap karakteristik fungsi atau kegunaan, seperti peningkatan spesifikasi teknis, komponen, bahan, atau kegunaan. Dalam menyediakan produk, termasuk cenderamata, aspek penting yang harus dipertimbangkan adalah kualitas dan keunikan produknya. Kualitas dan keunikan produk, serta promosi yang efektif, dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membelinya (Putra, Potensi Pengembangan Cenderamata di Sulawesi Tengah, 2021). 2. Inovasi Proses Inovasi proses adalah pengenalan kebaharuan metode dan proses produksi atau metode pengiriman yang baru atau perbaikan yang signifikan terhadap suatu produk. Perubahan signifikan dapat terjadi dalam hal teknik, peralatan, dan/atau perangkat lunak. Metode pengiriman melibatkan aspek logistik perusahaan, termasuk peralatan, perangkat lunak, dan teknik untuk mengelola sumber daya input, alokasi pasokan dalam perusahaan, atau pengiriman produk akhir. 3. Inovasi Pasar Inovasi pemasaran adalah pengenalan metode pemasaran baru yang melibatkan perubahan dalam pengepakan, desain, penempatan, promosi produk, serta penetapan harga. Dalam hal desain produk, perubahan terjadi pada bentuk dan penampilan, tanpa mengubah fungsi dan karakteristik produk tersebut. 129 Daftar Pustaka Clarke, A. (2022, Oktober 13). We've been collecting souvenirs for thausands of years. They are valuable cultural artefacts-but what does their future hold? Retrieved from The Conversation: https://theconversation.com/weve-been-collectingsouvenirs-for-thousands-of-years-they-are-valuablecultural-artefacts-but-what-does-their-future-hold189449 Goo, Y. J., & Shen, M. J. (2011). The Relationship Between Authenticity and The Cenderamata Purchase Intent. Pan-Pacific Management Review, 14(2), 109-129. Kaell, H. (2012). Of gifts and grandchildren: American Holy Land souvenirs. Journal of Material Culture, 133-151. Marzouki, S. Y. (2020). Studying the Vital Role of Cenderamatas Industry as an Essential Componentof Tourist Experience: A Case Study of the United Arab Emirates (UAE). Journal of Tourism, Hospitality and Sports, 46, 24-33. Paraskevaidis, P., & Andriotis, K. (2015). Values of souvenirs as commodities. Tourism Management, 110. Peters, K. (2011). Negotiating the ‘place’ and ‘placement’ of banal tourist souvenirs in the home. Tourism Geographies, 234-256. Putra, E. S. (2021). Potensi Pengembangan Souvenir di Sulawesi Tengah. Jurnal Pariwisata PaRAMA, 16-23. Putra, E. S. (2022). Industri Kerajinan Nusantara. In Pranoto, S. E. Nurhidayati, D. A. Putri, Trianasari, I. D. Jatiningsih, E. S. Komang Triawati, . . . R. P. Mamengko, Pariwisata Nusantara (pp. 127-142). Bandung: Media Sains Indonesia. 130 Putra, E. S., & Slamet, I. N. (2022). Strategi dan Inovasi Pengembangan Industri Kreatif Kerajinan Kayu Hitam Kota Palu di Era Industri 4.0. Jurnal Pariwisata PaRAMA : Panorama, Recreation, Accomodation, Merchandise, Accessbility, 66-75. Thabrani. (2018). Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Souvenir di Objek Wisata Tanjung Lapin Desa Tanjung Pinang Kecamatan Rupat Utara. JOM FISIP, 1-12. Thompson, F., Hannam, K., & Petrie, K. (2012). Producing ceramic art works through tourism research. Annals of Tourism Research, 336-360. 131 Profil Penulis Edy Semara Putra, S.Pd., M.Sn Lahir pada tanggal 6 Oktober 1991 di Malili, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Memiliki hobby di bidang seni rupa, traveling dan membaca. Pada tahun 2013 menyelesaikan pendidikan S1 di Prodi Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Makassar. Pada tahun yang sama melanjutkan studi magister Pengkajian Seni dengan program beasiswa BPPDN di Pascasarjana ISI Yogyakarta dan lulus pada tahun 2016. Meniti karir sebagai dosen tetap di Prodi Pariwisata STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah sejak 2016 sampai sekarang. Perjalanan karir lainnya, yaitu menjadi Ketua Prodi PGSD STAH Dharma Sentana tahun 2018-2019, Kepala Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STAH Dharma Sentana tahun 2019-sekarang. Menjadi anggota dan pengurus organisasi Dosen Hindu Indonesia (DHI) Sulawesi Tengah sejak 2020-sekarang. Selain mengajar, juga aktif melakukan penelitian di bidang seni dan pariwisata serta aktif melaksanakan pengabdian pada masyarakat. Motto penulis: “Kita lebih baik dan lebih besar dari apa yang kita pikirkan, dan bekerja keraslah dalam diam, maka sukses akan menjadi suaramu”. Email Penulis: edysemaraputra@gmail.com 132 7 PERANAN BAHASA INGGRIS DALAM MENGELOLA OBJEK DAN ATRAKSI WISATA I Gede Adiyana Putra, S.Pd., M.Pd. STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Pendahuluan Industri pariwisata adalah salah satu sektor yang terus berkembang dan memberikan kontribusi besar bagi perekonomian dunia. World Travel & Tourism Council (WTTC) pada Economic Impact Report (EIR) tahun 2022, memprediksi bahwa dalam sepuluh tahun ke depan, sektor pariwisata akan menciptakan 126 juta lapangan pekerjaan baru di seluruh dunia. Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa berperan penting dalam keberhasilan industri pariwisata, dan bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang paling umum digunakan dalam industri ini. Pengelolaan objek dan atraksi wisata memiliki kaitan yang erat dengan keahlian bahasa Inggris. Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional sangat penting dalam pengembangan objek wisata, terutama dalam hal pemasaran, promosi, dan layanan kepada wisatawan mancanegara. Pemasaran dan promosi objek wisata memerlukan kemampuan berbahasa Inggris yang baik. Dalam upaya mempromosikan objek wisata, bahasa 133 Inggris umum dipergunakan dalam pembuatan brosur, iklan, atau situs web. Hal ini memungkinkan objek wisata dapat menjangkau wisatawan potensial di seluruh dunia. Penggunaan bahasa Inggris dalam pemasaran dan promosi objek wisata juga memudahkan wisatawan untuk memahami informasi dan fasilitas yang tersedia. Dalam kaitannya dengan pengelolaan objek dan atraksi wisata, bahasa Inggris memiliki berbagai peranan sebagai berikut; Mempermudah Komunikasi dengan Wisatawan Asing 1. Pentingnya Komunikasi Wisatawan Asing yang Efektif dengan Komunikasi yang efektif dengan wisatawan asing menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam pengelolaan objek dan atraksi wisata di suatu daerah. Koneksi yang baik antara pengelola dan wisatawan asing memungkinkan wisatawan menjelajahi dan menikmati tempat yang mereka kunjungi dan dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan. Dalam konteks ini, bahasa menjadi sarana utama untuk berkomunikasi dengan wisatawan asing, sehingga pentingnya bahasa dalam komunikasi dengan wisatawan asing tidak dapat diabaikan (Damayanti, 2019). Komunikasi yang efektif dengan wisatawan dapat meliputi komunikasi verbal dan non-verbal. Komunikasi verbal meliputi kemampuan berbicara dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh wisatawan asing. Oleh karena itu, pelaku industri pariwisata, khususnya pada objek dan atraksi wisata, perlu memiliki kemampuan berbahasa asing yang baik, seperti bahasa Inggris, Mandarin, atau bahasa lainnya yang banyak digunakan oleh wisatawan. 134 Selain itu, Komunikasi non-verbal juga sangat penting dalam interaksi dengan wisatawan asing. Gestur tubuh, bahasa isyarat, dan sikap ramah dapat membantu membangun komunikasi yang lebih baik dan membuat wisatawan merasa nyaman. Cara untuk memastikan agar para wisatawan asing dapat berkomunikasi dengan mudah dan efektif adalah dengan mempersiapkan staf atau pengelola pariwisata agar memiliki kemampuan dasar bahasa internasional seperti salah satunya adalah bahasa Inggris. Bahasa Inggris memiliki peran yang sangat penting dalam mempermudah komunikasi dengan wisatawan asing. Sebagai bahasa internasional, bahasa Inggris digunakan oleh banyak orang di seluruh dunia, termasuk di industri pariwisata. Kemampuan berbahasa Inggris yang baik sangat dibutuhkan oleh pelaku industri pariwisata, dalam mengelola objek dan atraksi wisata, untuk dapat berkomunikasi dengan wisatawan asing dengan lebih mudah dan efektif. 2. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dengan Menguasai Bahasa Inggris Pada era globalisasi saat ini, banyak wisatawan yang berasal dari berbagai negara dan kebanyakan dari mereka berbahasa Inggris sebagai “lingua franca” atau bahasa penghubung. Oleh karena itu, dengan menguasai bahasa Inggris, para pengelola objek wisata dapat berkomunikasi dengan wisatawan asing dengan lebih mudah dan efektif. Bagi pengelola objek dan atraksi wisata, kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik kepada wisatawan adalah hal yang wajib. Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional menjadi sebuah keharusan untuk dikuasai oleh para pengelola objek wisata agar dapat meningkatkan kemampuan komunikasi 135 mereka dengan wisatawan asing. Menguasai bahasa Inggris dapat membuka peluang baru bagi para pengelola objek wisata untuk memperluas jangkauan pasar mereka ke tingkat internasional. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dengan wisatawan asing, pengelola objek wisata dapat mengambil berbagai langkah, seperti mengikuti kursus bahasa Inggris, membaca buku atau artikel dalam bahasa Inggris, menonton film atau tayangan dalam bahasa Inggris atau memperbanyak latihan berbicara dengan penutur asli bahasa Inggris. Hal ini dapat membantu para pengelola objek wisata untuk memperbaiki kemampuan bahasa Inggris mereka dan meningkatkan kemampuan komunikasi mereka dengan wisatawan asing. 3. Implementasi Bahasa Inggris dalam Komunikasi Pengelola objek dan atraksi wisata harus memahami implementasi bahasa Inggris mulai dari fungsi bahasa sederhana, seperti; Menanyakan kebutuhan wisatawan: "Good morning, sir/madam. How can I assist you today? Do you need any help or information about the tourist attraction?" b. Menawarkan bantuan: "If you need any assistance during your visit, feel free to approach me or any of our staff. We are more than happy to assist you." c. Menjelaskan fitur objek wisata: "This museum showcases various historical artifacts from the colonial era. You can learn about the culture and heritage of the country by exploring the exhibits." d. Memberikan instruksi: "To get to the observation deck, you need to take the elevator to the 30th a. 136 e. f. floor. The entrance is on the left side of the elevator." Memberikan rekomendasi: "If you enjoy hiking, I recommend visiting the national park. The view from the top is breathtaking and you can see a wide variety of wildlife." Mengucapkan selamat tinggal: "Thank you for visiting our tourist attraction. We hope you had a pleasant experience and we look forward to welcoming you back in the future." Dengan memahami fungsi bahasa Inggris yang umum dikomunikasikan, para staf atau pengelola objek dan atraksi wisata akan siap untuk berkomunikasi dan memberikan layanan terhadap wisatawan asing yang berkunjung. Contohnya, seperti; a. Staf Hotel: Ketika seorang wisatawan asing check-in di hotel, staf hotel dapat menyapa mereka dengan bahasa Inggris seperti "Good morning! Welcome to our hotel. How may I assist you?" dan memberikan informasi tentang kamar, fasilitas, atau layanan yang tersedia. b. Tour Guide (Pemandu Wisata): Seorang pemandu wisata dapat memberikan informasi tentang tempat-tempat wisata dengan bahasa Inggris yang lancar dan jelas, serta menjawab pertanyaan dari wisatawan asing dengan baik. Mereka juga dapat memberikan rekomendasi tentang makanan, belanja, atau atraksi lainnya di daerah tersebut. c. Staf Restoran: Staf restoran dapat berkomunikasi dengan wisatawan asing menggunakan bahasa Inggris untuk memberikan informasi tentang menu, merekomendasikan hidangan, dan 137 menjawab pertanyaan tentang makanan atau minuman yang disajikan. d. Operator Transportasi: Seorang operator transportasi seperti sopir taksi atau pengemudi bus juga dapat berkomunikasi dengan wisatawan asing menggunakan bahasa Inggris, memberikan informasi tentang rute perjalanan, biaya, atau waktu tempuh. Meningkatkan Kualitas Layanan 1. Pentingnya pariwisata kualitas layanan dalam bisnis Kualitas layanan adalah hal yang sangat penting dan dapat mempengaruhi kesuksesan bisnis pariwisata. Kualitas layanan yang baik dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, memperkuat citra perusahaan, dan meningkatkan loyalitas pelanggan. Oleh karena itu, penting bagi pengelola objek dan atraksi wisata untuk memperhatikan kualitas layanan yang mereka berikan kepada pelanggan. Keuntungan yang bisa didapatkan jika suatu objek atau atraksi wisata mampu memberikan pelayanan yang berkualitas, seperti; a. Dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan Pelanggan cenderung akan kembali ke penyedia jasa pariwisata yang memberikan pelayanan yang memuaskan (Damayanti, 2019). Kualitas layanan yang baik juga dapat memperbaiki citra objek dan atraksi wisata di mata pelanggan, yang dapat membantu meningkatkan kesadaran mereka dan memperluas pasar bisnis pariwisata. 138 b. Dapat meningkatkan loyalitas pelanggan Pelanggan yang merasa puas dengan layanan yang mereka terima cenderung akan menjadi pelanggan yang setia. Selain itu, pelanggan yang loyal juga cenderung merekomendasikan bisnis pariwisata kepada orang lain, yang dapat membantu meningkatkan jumlah pelanggan dan keuntungan bisnis. c. Dapat membedakan pesaingnya bisnis pariwisata dari Dalam persaingan industri pariwisata yang ketat, bisnis yang memberikan layanan yang lebih baik cenderung akan lebih sukses. Bisnis yang memiliki kualitas layanan yang baik juga cenderung memiliki keunggulan kompetitif yang lebih besar, yang dapat membantu meningkatkan keuntungan bisnis dan memperkuat posisi bisnis di pasar. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan. Pengelola objek dan atraksi wisata dapat melakukan berbagai tindakan, seperti; meningkatkan pelatihan staf, memperbaiki infrastruktur dan fasilitas, mengambil masukan dan umpan balik dari pelanggan, dan mengembangkan strategi pemasaran yang lebih baik. 2. Meningkatkan kualitas layanan dengan menguasai bahasa Inggris Meningkatkan kemampuan bahasa Inggris dapat membantu meningkatkan kualitas layanan dalam mengelola objek dan atraksi wisata. Beberapa hal harus disadari oleh pengelola terkait penguasaan bahasa Inggris untuk meningkatkan kualitas layanan, yaitu; Pertama, kemampuan berbahasa 139 Inggris memungkinkan pengelola objek wisata untuk berkomunikasi dengan wisatawan asing dengan lebih mudah. Wisatawan asing dengan penutur asli bahasa Inggris akan merasa lebih nyaman dan terbantu ketika berinteraksi dengan pengelola objek wisata yang juga memahami bahasa Inggris. Hal ini dapat meningkatkan kualitas layanan yang diberikan kepada wisatawan asing karena mereka dapat dengan mudah memahami informasi dan instruksi yang diberikan oleh pengelola objek wisata. Kedua, kemampuan berbahasa Inggris dapat membantu pengelola objek wisata untuk memahami kebutuhan dan keinginan wisatawan asing. Dalam industri pariwisata, memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan sangat penting dalam memberikan kualitas layanan yang baik. Dengan menguasai bahasa Inggris, pengelola objek wisata dapat lebih mudah berkomunikasi dengan wisatawan asing dan memahami kebutuhan dan keinginan mereka dengan lebih baik. Hal ini dapat membantu pengelola objek wisata untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan memuaskan kepada wisatawan asing. Ketiga, kemampuan berbahasa Inggris dapat membantu pengelola objek wisata dalam menjelaskan informasi dan menawarkan layanan tambahan kepada wisatawan asing. Dalam bisnis pariwisata, menjelaskan informasi dengan jelas dan menawarkan layanan tambahan dapat membantu meningkatkan pengalaman wisatawan asing. Dengan menguasai bahasa Inggris, pengelola objek wisata dapat memberikan penjelasan dan menawarkan layanan tambahan dengan lebih mudah dan efektif kepada wisatawan asing. 140 3. Implementasi bahasa Inggris dalam meningkatkan kualitas layanan Beberapa contoh penerapan bahasa Inggris dalam meningkatkan kualitas layanan dalam pengelolaan objek dan atraksi wisata adalah sebagai berikut; a. Menyediakan informasi dalam bahasa Inggris Salah satu penerapan bahasa Inggris dalam meningkatkan kualitas layanan adalah dengan menyediakan informasi dalam bahasa Inggris. Pengelola objek wisata dapat membuat brosur, peta, atau panduan wisata dalam bahasa Inggris untuk memudahkan wisatawan asing dalam memahami informasi tentang objek wisata tersebut. Selain itu, pengelola objek wisata juga dapat menyediakan informasi dalam bahasa Inggris di situs web atau media sosial mereka untuk memudahkan wisatawan asing dalam merencanakan perjalanan mereka (Suadnyana, dkk. 2021). b. Pelatihan bahasa Inggris bagi pegawai Dengan menguasai bahasa Inggris, pegawai pengelola objek wisata dapat berkomunikasi dengan wisatawan asing dengan lebih mudah dan efektif. Selain itu, pegawai yang menguasai bahasa Inggris dapat memahami kebutuhan dan keinginan wisatawan asing dengan lebih baik, sehingga dapat memberikan layanan yang lebih baik dan memuaskan. c. Menyediakan penerjemah atau pemandu wisata berbahasa Inggris Wisatawan asing yang tidak menguasai bahasa lokal dapat merasa kesulitan dalam berkomunikasi dan memahami informasi tentang objek wisata tersebut. Dengan menyediakan penerjemah atau 141 pemandu wisata yang mampu berbahasa Inggris, wisatawan asing akan dapat terbantu ketika berinteraksi dengan pegawai pengelola objek wisata. Tersedianya penerjemah akan dapat mencegah kurangnya ketersediaan informasi terkait kepariwisataan (Nugroho, dkk. 2017). d. Menyediakan pelatihan wisatawan asing budaya lokal bagi Dalam bisnis pariwisata, memahami budaya lokal sangat penting dalam memberikan pengalaman yang berkesan bagi wisatawan asing. Dengan menguasai bahasa Inggris, pengelola objek dan atraksi wisata dapat memberikan pelatihan budaya lokal kepada wisatawan asing. Meningkatkan Informasi Kemampuan dalam Menyediakan 1. Pentingnya Menyediakan Informasi yang Akurat dan Jelas dalam Bisnis Pariwisata Pengelolaan objek atau atraksi wisata sangat bergantung pada penyediaan informasi yang jelas dan akurat. Informasi yang tidak akurat atau tidak jelas dapat menyebabkan kerugian finansial dan reputasi yang buruk bagi pengelola objek wisata. Oleh karena itu, penting bagi pengelola objek wisata untuk menyediakan informasi yang akurat dan jelas kepada wisatawan. Berikut adalah beberapa alasan mengapa menyediakan informasi yang akurat dan jelas sangat krusial dalam pengelolaan objek dan atraksi wisata. a. Memberikan kepercayaan dan kenyamanan bagi wisatawan Wisatawan yang merencanakan perjalanan mereka akan mencari informasi yang akurat dan jelas untuk membuat keputusan yang tepat. Jika informasi yang diberikan tidak akurat atau tidak 142 jelas, wisatawan mungkin merasa tidak percaya dan khawatir dalam membuat keputusan untuk mengunjungi objek atau atraksi wisata tersebut. Oleh karena itu, menyediakan informasi yang akurat dan jelas dapat memberikan kepercayaan dan kenyamanan bagi wisatawan dalam membuat keputusan perjalanan mereka. b. Meningkatkan pengalaman wisatawan Pengalaman wisatawan merupakan hal yang sangat penting. Informasi yang akurat dan jelas dapat membantu wisatawan merencanakan perjalanan mereka dengan lebih baik dan menghindari masalah atau kekecewaan selama perjalanan. Selain itu, informasi yang akurat dan jelas juga dapat membantu wisatawan mengeksplorasi objek wisata dengan lebih baik, sehingga memberikan pengalaman yang lebih baik dan memuaskan. c. Menghindari masalah dan klaim dari wisatawan Jika informasi yang diberikan tidak akurat atau tidak jelas, wisatawan dapat mengalami masalah atau kekecewaan selama perjalanan mereka. Masalah ini dapat berdampak pada reputasi pengelola objek wisata dan dapat menyebabkan klaim dari wisatawan yang merugikan finansial. Oleh karena itu, menyediakan informasi yang akurat dan jelas dapat membantu menghindari masalah dan klaim dari wisatawan. d. Meningkatkan reputasi pengelola objek wisata Reputasi pengelola objek wisata sangat penting dalam bisnis pariwisata. Menyediakan informasi yang akurat dan jelas dapat membantu meningkatkan reputasi pengelola objek wisata dan membantu menarik lebih banyak wisatawan untuk mengunjungi objek wisata tersebut. 143 Sebaliknya, jika informasi yang diberikan tidak akurat atau tidak jelas, reputasi pengelola objek wisata dapat terganggu dan mengurangi minat wisatawan untuk mengunjungi objek wisata tersebut. Menyediakan informasi yang akurat dan jelas sangat penting dalam mengelola objek dan atraksi wisata. Informasi yang akurat dan jelas dapat memberikan kepercayaan dan kenyamanan bagi wisatawan, meningkatkan pengalaman wisatawan, menghindari masalah dan klaim dari wisatawan, serta meningkatkan reputasi pengelola objek wisata. Oleh karena itu, pengelola objek atau atraksi wisata harus memastikan untuk menyediakan informasi yang akurat dan jelas. 2. Meningkatkan Kemampuan dalam Menyediakan Informasi Dengan Menguasai Bahasa Inggris Untuk meningkatkan kemampuan dalam menyediakan informasi dalam bahasa Inggris, diperlukan adanya kemauan untuk belajar dan berlatih secara teratur. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti kursus bahasa Inggris atau memanfaatkan sumber belajar online seperti aplikasi atau website yang tersedia. Selain itu, diperlukan juga latihan dalam berkomunikasi dengan penutur asli bahasa Inggris. Latihan komunikasi dengan penutur asli bahasa Inggris telah terbukti sangat efektif. Seperti contoh, para pedagang di pasar tradisional Bali mampu berkomunikasi dan memahami bahasa Inggris dengan cukup baik tanpa adanya pendidikan formal. Intensitas interaksi dengan wisatawan asing yang tinggi, secara tidak langsung “mengajari” mereka dalam berbahasa Inggris. 144 Bahasa Inggris harus dipelajari sesuai dengan tujuannya. Dalam kaitannya dengan pariwisata, pengelola objek dan atraksi wisata semestinya mempelajari bahasa Inggris yang memang didesain untuk karir kepariwisataan, mulai dari belajar kosakata terkait dengan pengelolaan objek atau atraksi wisata. Dalam bahasa Inggris, ada banyak istilah yang digunakan dalam ilmu pariwisata seperti departure, tour, ticket, dan lain sebagainya. Dengan mempelajari kosakata terkait, kita dapat menyampaikan informasi dengan lebih jelas dan akurat. Terakhir, penting juga untuk mengasah kemampuan mendengar dan berbicara dalam bahasa Inggris. Umumnya, terdapat empat keahlian dasar dalam bahasa Inggris yakni; mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Dalam hal komunikasi lisan, keahlian mendengarkan dan berbicara memegang peran yang lebih dominan, karena pada umumnya penyampaian komunikasi lebih efektif bila disampaikan secara verbal. 3. Implementasi Bahasa Inggris dalam Menyediakan Informasi Kepada Wisatawan Berikut adalah beberapa contoh penerapan bahasa Inggris dalam menyediakan informasi kepada wisatawan: a. Memberikan informasi tentang objek wisata: Seorang pemandu wisata harus dapat memberikan informasi tentang sejarah, budaya, dan hal-hal menarik dari suatu tempat wisata dengan menggunakan bahasa Inggris yang mudah dipahami oleh wisatawan asing. Dalam hal ini, pemandu wisata harus mampu 145 menguasai kosakata serta tata bahasa Inggris yang baik untuk memudahkan wisatawan dalam memahami informasi. b. Memberikan informasi tentang fasilitas akomodasi: Seorang staf hotel atau pengelola akomodasi harus dapat memberikan informasi tentang fasilitas yang tersedia, seperti kamar, kolam renang, makanan, dan lain-lain dalam bahasa Inggris. Dengan begitu, wisatawan asing dapat lebih mudah memahami fasilitas yang disediakan dan membuat keputusan yang tepat untuk memilih akomodasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. c. Memberikan informasi tentang harga: Seorang penjual tiket atau petugas informasi harus dapat memberikan informasi tentang harga dengan jelas dan akurat menggunakan bahasa Inggris. Dalam hal ini, kemampuan untuk berbicara dan menulis dalam bahasa Inggris yang baik dan benar sangatlah penting untuk menghindari kesalahpahaman. d. Memberikan informasi tentang transportasi: Selain akomodasi, transportasi juga merupakan hal yang selalu ada dalam pengelolaan objek dan atraksi wisata. Seorang staf atau petugas informasi harus mampu memberikan informasi tentang rute, jadwal, dan harga transportasi dalam bahasa Inggris yang mudah dipahami oleh wisatawan asing. 146 Menjadi Faktor Penting Reputasi Objek Wisata dalam Meningkatkan 1. Pentingnya Reputasi Objek Wisata dalam Bisnis Pariwisata Reputasi objek wisata dapat mempengaruhi minat wisatawan untuk berkunjung ke suatu tempat wisata. Reputasi objek wisata dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti kualitas layanan, keindahan alam, nilai sejarah, dan masih banyak lagi. Berikut adalah beberapa alasan mengapa reputasi objek wisata dalam bisnis pariwisata penting: a. Mempengaruhi Keputusan Wisatawan: Wisatawan akan lebih tertarik untuk berkunjung ke suatu tempat wisata yang memiliki reputasi baik daripada yang buruk. Hal ini karena wisatawan biasanya mencari pengalaman yang menyenangkan dan berkesan saat berkunjung ke suatu tempat wisata. Jika reputasi objek wisata buruk, maka kemungkinan besar wisatawan akan menghindari tempat tersebut dan memilih tempat wisata lain. b. Mempengaruhi Ulasan dan Testimoni: Wisatawan biasanya memberikan ulasan dan testimoni setelah mengunjungi suatu tempat wisata. Jika reputasi objek wisata buruk, maka ulasan dan testimoni yang diberikan oleh wisatawan juga akan negatif. Hal ini dapat mempengaruhi keputusan wisatawan lain yang ingin berkunjung ke tempat tersebut di masa depan. c. Meningkatkan Jumlah Kunjungan Wisatawan: Reputasi objek wisata yang baik dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Hal ini karena wisatawan akan merekomendasikan tempat wisata yang mereka kunjungi kepada 147 orang lain, dan jika reputasi objek wisata baik, maka kemungkinan besar akan ada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan di masa depan. d. Meningkatkan pendapatan: Jumlah kunjungan wisatawan yang meningkat dapat berdampak positif pada pendapatan usaha pariwisata. Dengan reputasi objek wisata yang baik, maka kemungkinan besar akan ada peningkatan pendapatan dari penjualan tiket, akomodasi, dan jasa lainnya. 2. Meningkatkan Reputasi Objek Menguasai Bahasa Inggris Wisata dengan Reputasi yang baik dapat membuat wisatawan kembali berkunjung atau merekomendasikan tempat tersebut kepada orang lain. Oleh karena itu, penting bagi pengelola objek dan atraksi wisata untuk meningkatkan reputasi mereka dengan menguasai bahasa Inggris. Dengan ini, pengelola objek wisata dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada wisatawan asing, seperti memberikan informasi tentang objek wisata, menjawab pertanyaan wisatawan, atau membantu dalam situasi darurat. Dengan kemampuan bahasa Inggris yang baik, pengelola objek wisata dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi wisatawan asing dan membantu meningkatkan reputasi objek wisata. Selain itu, pengelola objek dan atraksi wisata juga dapat memanfaatkan kemampuan bahasa Inggris untuk mempromosikan objek wisata mereka di dunia maya. Dengan menulis deskripsi atau ulasan dalam bahasa Inggris, pengelola objek wisata dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan meningkatkan visibilitas objek wisata mereka di platform daring seperti situs web pariwisata, media sosial, atau aplikasi perjalanan. Menguasai bahasa Inggris juga dapat membantu pengelola objek wisata 148 dalam berkomunikasi dengan mitra bisnis internasional. Banyak objek wisata bekerja sama dengan agen perjalanan atau operator tur internasional, dan kemampuan bahasa Inggris yang baik dapat memudahkan pengelola objek wisata dalam menjalin kerja sama yang saling menguntungkan. 3. Implementasi Bahasa Inggris dalam Meningkatkan Reputasi Objek Wisata Berikut adalah beberapa contoh penerapan bahasa Inggris dalam meningkatkan reputasi objek wisata: a. Menyediakan Informasi Lengkap di Situs Web: Menggunakan bahasa Inggris untuk menyediakan informasi lengkap dan akurat di situs web objek wisata dapat membantu meningkatkan reputasi objek wisata. Hal ini dapat membantu wisatawan yang berbicara bahasa Inggris untuk memahami informasi tentang objek wisata dan memperoleh gambaran yang jelas tentang apa yang diharapkan dari pengalaman mereka. b. Meningkatkan Layanan Pelanggan: Dalam memperbaiki reputasi objek wisata, pelayanan yang baik kepada wisatawan sangat penting. Dengan menguasai bahasa Inggris, pegawai objek wisata dapat berkomunikasi secara efektif dengan wisatawan, memberikan panduan, menanggapi pertanyaan, dan memenuhi kebutuhan mereka. Menggunakan Media Sosial untuk Berpromosi: Media sosial dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam meningkatkan reputasi objek wisata. Dalam menggunakan bahasa Inggris dalam postingan media sosial, objek wisata dapat mencapai audiens global dan menarik wisatawan asing ke lokasi mereka. 149 Daftar Pustaka Damayanti, L., S. (2019) Peranan Keterampilan Bahasa Inggris dalam Industri Pariwisata. Jurney, 2 (1). Nugroho, R., A., Septemuryantoro, S., A., dan Lewa, A., H. (2017) Penerjemahan: Sebuah Cara untuk Meningkatkan Kualitas Pariwisata Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu & Call for Papers Unisbank ke-3 (SENDI_U3). Semarang, Siregar, A. (2022, April 21). WTTC: Sektor Pariwisata Ciptakan 126 Juta Pekerjaan Baru pada 2032. IDN Times. Diambil dari http://bitly.ws/CsF9 Suadnyana, I., W., dkk. (2021) Rona Bahasa dalam Pariwisata. Denpasar, Bali. IPB International Press. 150 Profil Penulis I Gede Adiyana Putra, S.Pd., M.Pd. Kecintaan penulis terhadap bahasa Inggris pada masa sekolah, melatarbelakangi penulis untuk lebih mendalami bahasa tersebut. Penulis memutuskan untuk menempuh pendidikan tinggi di Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah di tahun 2014 pada program studi pendidikan bahasa Inggris dan berhasil lulus pada tahun 2018. Menguasai bahasa Inggris memberi penulis peluang besar di dunia kerja. Setelah menyelesaikan studi S1, penulis mendapat kesempatan untuk bisa bekerja di salah satu hotel di Bali. Dari sanalah kemudian penulis memahami tentang pariwisata secara prakteknya. Setahun kemudian, penulis memutuskan untuk melanjutkan studi S2 di Universitas Pendidikan Ganesha dengan mengambil bidang studi yang sama pada tahun 2019 dan berhasil menyelesaikan studi pada tahun 2021. Setelah menyelesaikan segala urusan di Bali, penulis memutuskan untuk kembali ke Sulawesi Tengah dan mendapat kesempatan untuk menjadi dosen tetap di Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Sentana Sulawesi Tengah. Hingga saat ini, penulis dipercaya untuk mengajar mata kuliah bahasa Inggris pada homebase program studi pariwisata. Selain itu penulis juga dipercaya untuk mengampu mata kuliah yang berkaitan dengan kepariwisataan. Email Penulis: adiyanaputra97@gmail.com 151 152 8 OBJEK DAN ATRAKSI WISATA ALAM I Gede Suhartawan, S.P., M.P STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Konsep Wisata Alam Wisata alam adalah jenis wisata yang menawarkan pengalaman berinteraksi dengan lingkungan alam yang indah dan asri dengan berbagai aktivitas seperti trekking, camping, bersepeda, menyelam, dan banyak lagi yang bertujuan untuk memungkinkan wisatawan menikmati keindahan alam dan mengalami alam secara langsung. Beberapa ahli/organisasi memberikan definisi yang berbeda tentang wisata alam, berikut beberapa definisinya: 1. The International Ecotourism Society (TIES) menyebutkan bahwa Wisata alam adalah "sebuah bentuk pariwisata yang mempromosikan pemahaman terhadap lingkungan alam, melestarikan keanekaragaman hayati, dan membantu masyarakat setempat". 2. Menurut World Tourism Organization (UNWTO): Wisata alam adalah "sebuah bentuk pariwisata yang menekankan pada pengalaman alami dan pemahaman terhadap lingkungan alam, serta mempromosikan pemeliharaan lingkungan dan sumber daya alam". 153 3. Tim Tisdell mengemukakan bahwa Wisata alam adalah "sebuah bentuk pariwisata yang memanfaatkan dan mempromosikan kekayaan alam dan budaya suatu daerah untuk memberikan pengalaman alami dan edukatif kepada wisatawan". Secara umum, definisi-definisi tersebut menekankan kepada kegiatan atau aktivitas yang melibatkan pengalaman dan kontemplasi terhadap alam liar dan lingkungan alam. Ini meliputi eksplorasi dan pengamatan alam, serta menikmati keindahan dan keunikan alam tersebut. Wisata alam juga sering dikenal sebagai "eco-tourism" atau "nature-based tourism", dan memberikan kesempatan bagi wisatawan untuk belajar dan menghargai lingkungan alam serta mempromosikan konservasi alam dan sumber daya alam. Secara khusus terdapat perbedaan antara konsep Pariwisata Alam secara umum dibandingkan dengan konsep ecotourism maupun wildlife tourism yang mana merupakan bagian dari wisata alam itu sendiri. Perbedaan tersebut bisa dilihat pada gambar berikut : Gambar 1. Penempatan Konsep Wisata Alam/Nature-Based Tourism dalam konteks Pariwisata Sumber: Cater et al., (2015) 154 Adapun alasan terdapat beberapa variasi diantara konsep wisata seperti diperlihatkan gambar diatas dikarenakan terdapat perbedaaan pandangan berdasarkan pengalaman, motivasi dan atraksi yang didapatkan dari Wisata Alam itu sendiri. Alasan lainnya juga karena adanya perbedaan dari fungsi wisata tersebut seperti konservasi hewan atau memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya, perbedaan antara konsep tersebut tergantung dari lokasi yang berbeda yang pada akhirnya akan memberikan motivasi sikap dan perilaku wistawan yang berbeda pula dan alasan itulah yang menyebabkan konsep wisata alam secarqa khusus memiliki frame yang berbeda dengan frame konsep wisata alam lainnya digambar diatas. Jika konsep Wisata Alam didefinisikan secara umum meliputi eksplorasi dan pengamatan alam, maka konsep Ecotourism lebih khusus lagi jenis pariwisata yang mengutamakan keberlanjutan lingkungan (sustainable tourism) dan konservasi alam, sambil memberikan pengalaman wisata yang unik dan mendalam bagi wisatawan. Ecotourism mengajak wisatawan untuk menjelajahi keindahan alam dan keanekaragaman hayati di suatu tempat, sambil memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan budaya setempat. Gambar 2. Salah satu Ecotourism di Indonesia yakni Taman Nasional Komodo (NTT) yang termasuk dalam 10 destinasi terbaik dunia versi Majalah National geographic Tahun 2017 155 Tujuan utama dari ecotourism adalah untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang keanekaragaman hayati, lingkungan, dan budaya setempat, serta mendorong pelestarian lingkungan hidup melalui pembangunan pariwisata yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Ecotourism biasanya dilakukan di daerah-daerah yang masih asli atau alami, seperti taman nasional, hutan tropis, dan daerah alam yang masih sangat terjaga. Dalam pelaksanaannya, ecotourism juga mengajak wisatawan untuk melakukan aktivitas yang ramah lingkungan, seperti hiking, birdwatching, snorkeling, dan lain sebagainya, sambil menghormati budaya dan tradisi setempat. Wildlife tourism adalah jenis pariwisata yang menawarkan pengalaman melihat satwa liar secara langsung di habitat alami mereka. Wildlife tourism dapat melibatkan kunjungan ke taman nasional, kawasan konservasi, atau tempat lain di mana satwa liar dapat dilihat dalam lingkungan yang relatif bebas dan terlindungi dari ancaman manusia. Tujuan utama dari wildlife tourism adalah untuk memberikan pengalaman melihat satwa liar yang unik dan mendalam bagi wisatawan, serta memberikan dukungan finansial untuk konservasi satwa liar dan habitat mereka. Melalui aktivitas pariwisata, kontribusi finansial yang dihasilkan dapat membantu pendanaan konservasi satwa liar dan membangun kesadaran tentang perlunya mempertahankan satwa liar dan habitat mereka. Jenis Atraksi Wisata Alam Berikut ini adalah beberapa jenis atraksi wisata alam: 1. Gunung dan Pegunungan Wisata alam gunung dan pegunungan menawarkan pengalaman mendaki dan menikmati pemandangan indah dari ketinggian. Beberapa atraksi wisata gunung dan pegunungan yang populer di antaranya adalah hiking, trekking, camping, rock climbing, dan paralayang. 156 2. Pantai dan Laut Wisata alam pantai dan laut menawarkan pengalaman menikmati keindahan alam dan keanekaragaman hayati laut. Beberapa atraksi wisata pantai dan laut yang populer di antaranya adalah diving, snorkeling, surfing, jet skiing, dan parasailing. 3. Taman Nasional dan Konservasi Alam Wisata alam taman nasional dan konservasi alam menawarkan pengalaman menikmati keindahan alam dan keanekaragaman hayati yang terlindungi dan terjaga dengan baik. Beberapa atraksi wisata taman nasional dan konservasi alam yang populer di antaranya adalah hiking, birdwatching, dan safari foto. 4. Air Terjun dan Sungai Wisata alam air terjun dan sungai menawarkan pengalaman menikmati keindahan air terjun dan keindahan alam sekitarnya. Beberapa atraksi wisata air terjun dan sungai yang populer di antaranya adalah rafting, canyoning, dan kayaking. 5. Pertanian, Hutan dan Kebun Botani Wisata alam pertanian, hutan dan kebun botani menawarkan pengalaman menikmati keindahan alam dan keanekaragaman hayati di lingkungan yang hijau dan sejuk. Beberapa atraksi wisata hutan dan kebun botani yang populer di antaranya adalah hiking, birdwatching, dan canopy walk. 6. Gua dan Karst Wisata alam gua dan karst menawarkan pengalaman menjelajahi keindahan alam bawah tanah dan keanekaragaman hayati di lingkungan gua dan karst. Beberapa atraksi wisata gua dan karst yang populer di antaranya adalah speleology, caving, dan rafting bawah tanah. 157 7. Tanaman dan Satwa Liar Wisata alam tanaman dan satwa liar menawarkan pengalaman mengamati keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa liar di habitat alami mereka. Beberapa atraksi wisata tanaman dan satwa liar yang populer di antaranya adalah jungle trekking, wildlife watching, dan botanical garden. Gambar 3. Salah satu Atraksi Wisata Alam Laut Taman Nasional Bunaken (Sulawesi Utara) mempunyai luas 89.085 hektar yang mana sebanyak 97% terdiri dari habitat laut, sementara 3%nya merupakan daratan. Pentingnya Wisata Alam Wisata alam atau biasa disebut Nature-Based Tourism sangat populer di seluruh dunia karena menawarkan pengalaman yang berbeda dan menyegarkan dibandingkan dengan jenis wisata lainnya seperti kesempatan untuk belajar tentang lingkungan dan alam, serta memahami betapa pentingnya melestarikan alam. Wisata alam juga memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat, karena meningkatkan perekonomian melalui pariwisata. Dalam beberapa kasus, wisata alam juga membantu memelihara dan melestarikan lingkungan, karena wisatawan dapat membantu dengan bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat setempat dalam melestarikan lingkungan. 158 Kepopuleran wisata alam tersebut bisa dilihat dari pangsa pasar disektor pariwisata mencapai 20% dibanding sektor lainnya dan kedepannya akan terus bertambah (Center for Responsible Travel, 2018). Pangsa pasar bervariasi tergantung pada negara atau wilayah tertentu. Beberapa negara memiliki lebih banyak pengunjung untuk wisata alam dibandingkan dengan wisata lainnya, sementara beberapa negara memiliki porsi yang lebih kecil. Di beberapa negara di Amerika Latin, seperti Brasil, Kolombia, dan Peru, wisata alam sangat populer dan memiliki porsi besar dari pasar pariwisata. Negara-negara ini memiliki beberapa destinasi wisata alam terkenal seperti Amazon Rainforest, Galapagos Islands, dan Machu Picchu. Gambar 4. Amazon Rainforest merupakan Objek Wisata Alam dengan hutan terluas di dunia dimana 80% berbagai varietas makanan di dunia berasal dari hutan ini. Di Negara bagian Afrika Selatan, pendapatan sektor wisata alam menyamai pendapatan total dari sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Adapun beberapa destinasi wisata alam yang sangat populer, seperti Taman Nasional Kruger, Cape of Good Hope, dan Boulders Penguin Colony. 159 Gambar 5. Taman Nasional Krueger merupakan Cagar Alam paling tua dan salah satu yang terluas di Afrika Sektor Pariwisata sendiri menyumbang PDB (Produk Domestik Bruto) kurang lebih sebesar 10% dari total PDB di seluruh dunia. Jenis wisata alam yakni Wildlife Observation dan Outdoor merupakan wisata yang dianggap paling penting kontribusinya dalam hal PDB ini. (Balmford, et. al, 2009). Data dari World Travel and Tourism Council pada tahun 2016 menyebutkan bahwa Pariwisata menyumbangkan PDB kurang lebih 7.5 Triliun USD (10.2%) dari total PDB serta sektor ini juga mampu menyumbang 1 dari setiap 10 pekerjaan di seluruh dunia. Menurut Bank Dunia (World Bank), wisata alam di Negara Tanzania meyumbang 10% dari total PDB. Sedang di Negara Namibia wisata alam meyumbang 19% dari total Pekerjaan di negara tersebut. Di australia pada tahun 2016, Wisata Alam menjadi jenis wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan asing yang mencakup 68% dari total wisatawan asing yang berkunjung di negara tersebut. Di tahun yang sama di sektor wisata alam, cina mempunyai pangsa pasar sekitar 17%, 11% di Inggris, 10% di selandia baru dan 9% di US. Selanjutnya, wistawan yang memilih aktivitas wisata alam cenderung digemari oleh anak muda dengan rentang usia 15-29 tahun yang mencapai 33% dari total wisatawan. 160 Kekayaan alam di Indonesia memiliki peran penting dalam sektor pariwisata. Indonesia memiliki kekayaan alam seperti iklim tropis, 17.508 pulau dengan 6.000 di antaranya tak berpenghuni, serta garis pantai terpanjang ketiga di dunia setelah Kanada dan Uni Eropa. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan berpenduduk terbanyak di Asia Tenggara, Indonesia menawarkan beragam objek wisata alam seperti pantai-pantai di Bali, tempat menyelam di Bunaken, Gunung Rinjani di Lombok, dan taman nasional di Sumatra yang didukung dengan warisan budaya yang kaya yang mencerminkan sejarah dan keberagaman etnis Indonesia dengan 719 bahasa daerah yang berbeda. Indonesia juga dikenal memiliki kawasan terumbu karang terkaya di dunia dengan lebih dari 18% terumbu karang dunia serta spesies laut yang melimpah kurang lebih dari 3.000 spesies ikan, 590 jenis karang batu, 2.500 jenis moluska, dan 1.500 jenis udang-udangan. Indonesia memiliki sekitar 600 titik selam yang tersebar dari Sabang hingga Merauke yang didukung oleh kekayaan biota laut tersebut. Raja Ampat, taman laut terbesar di Indonesia yang terletak di Provinsi Papua Barat, dikenal sebagai lokasi selam scuba yang populer karena memiliki daya pandang mencapai 30 meter pada siang hari dan beraneka ragam biota laut. Menurut riset lembaga Konservasi Internasional, setidaknya ada 1.300 spesies ikan, 600 jenis terumbu karang, dan 700 jenis kerang di kawasan Raja Ampat. Di Indonesia terdapat 50 taman nasional, di mana 6 di antaranya termasuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO. Taman Nasional Lorentz di Papua memiliki sekitar 42 spesies mamalia yang kebanyakan adalah hewan yang langka seperti kangguru pohon, landak irian, tikus air, walabi, dan kuskus. Puncak Gunung Jayawijaya di taman ini memiliki salju abadi. Taman Nasional Ujung Kulon adalah taman nasional tertua di 161 Indonesia dan dikenal karena populasi Badak Jawa bercula satu yang semakin menipis. Di Taman Nasional Komodo, pengunjung dapat melihat satwa endemik komodo dan satwa lain seperti rusa, babi hutan, dan burung. Indonesia juga memiliki lebih dari 400 gunung berapi, dan 130 di antaranya aktif. Gunung Bromo di Provinsi Jawa Timur merupakan lokasi wisata pegunungan yang terkenal untuk melihat matahari terbit atau menunggang kuda. Setiap bulan, masyarakat Gunung Bromo mengadakan upacara kebudayaan Yadnya Kasada. Gunung Tangkuban Parahu di Subang, Jawa Barat adalah lokasi wisata lain yang populer. Gunung aktif ini memiliki mata air panas di kaki gunung yang dikenal dengan nama Ciater dan biasa dimanfaatkan untuk spa dan terapi pengobatan. Keanekaragaman flora dan fauna di seluruh Indonesia membuat negara ini sangat cocok untuk pengembangan agrowisata. Kebun Raya Bogor adalah lokasi agrowisata populer yang telah ada sejak abad ke-19 dan merupakan kebun raya tertua di Asia dengan koleksi tumbuhan tropis terlengkap di dunia. Kebun Raya Bogor memiliki koleksi sekitar 3.397 spesies tumbuhan koleksi umum, 550 spesies tumbuhan anggrek, dan 350 spesies tumbuhan non-anggrek di rumah kaca. Taman Wisata Mekarsari adalah taman buah tropis terbesar dan terlengkap di dunia dengan koleksi sekitar 100.000 tanaman buah dari 78 famili, 400 spesies, dan 1.438 varietas. Pada tahun 2022, terdapat sekitar 5,29 juta orang yang berkunjung ke obyek wisata alam. Dari jumlah tersebut, sekitar 5,1 juta merupakan wisatawan dalam negeri dan sekitar 189 ribu merupakan wisatawan asing. Angka ini hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2021 ketika kunjungan wisatawan domestik sebanyak 2,9 juta dan 162 wisatawan mancanegara hanya 12 ribu. Dalam hal pungutan masuk, kunjungan tersebut berhasil menghasilkan PNBP sebesar Rp96,7 miliar pada tahun 2022 dan Rp34,2 miliar pada tahun 2021. Tidak hanya itu, kegiatan wisata alam juga memberikan efek berganda bagi masyarakat. Selain menciptakan lapangan kerja bagi pemegang izin usaha, sekitar 4.000 orang telah terlibat sebagai tenaga kerja dalam kegiatan wisata alam. Di sisi lain, masyarakat yang menjadi penyedia jasa makanan dan minuman, pemandu wisata, dan penyedia cinderamata juga berhasil memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Sejak Desember 2022, jumlah masyarakat yang terlibat dalam kegiatan wisata alam meningkat lebih dari 100% dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Contohnya, di Taman Nasional Rinjani terdapat peningkatan jumlah pelaku wisata alam seperti tour operator, tour guide, dan porter pada kurun waktu 2021 dan 2022 yakni tour operator yang melakukan usahanya meningkat dari 70 menjadi 109, tour guide meningkat dari 794 menjadi 3.907, porter dari 1.841 menjadi 11.577. Namun, berbagai peningkatan tersebut akan berdampak negatif dalam beberapa hal, misalnya polusi alam, masalah keanekaragaman hayati ataupun penyelundupan satwa terlindungi misalnya (World Bank). Untuk itu, perlu adanya manajemen yang terencana dalam mengelola sebuah objek ataupun atraksi wisata alam. Manajemen Wisata Alam 1. Siklus Hidup Destinasi Wisata Alam Sebelum mengelola objek dan atraksi wisata alam, perlu adanya pengetahuan tentang siklus dari destinasi wisata alam tersebut yang terbagi dari 5 tahapan yakni: 163 a. Tahap pertama adalah ketika para wisatawan seperti ilmuwan, pecinta alam, dan petualang menemukan area yang sulit diakses melalui sungai, jalan setapak, atau kendaraan off-road. Mereka biasanya menggunakan akomodasi sederhana seperti bivak atau berkemah tanpa fasilitas yang memadai. Dampak lingkungan pada tahap ini masih rendah dan mencapai tahap ini memakan waktu yang lama karena kesulitan akses yang tinggi. b. Tahap kedua terjadi ketika wisatawan mulai mengunjungi area tersebut melalui kelompok kecil tur menggunakan kendaraan four-wheel drive yang dikelola oleh tour operator. Mereka biasanya berkemah di tempat yang sudah digunakan sebelumnya dan meninggalkan dampak visual pada lingkungan sekitar. Area ini menjadi lebih dikenal dan tour operator mencari area baru untuk mengembangkan pariwisata. c. Tahap ketiga terjadi ketika tingkat penggunaan lahan meningkat dan infrastruktur seperti jalan mulai diperkeras, toilet, suplai air, dan pengumpulan sampah disediakan untuk wisatawan. Pengunjung mulai menghindari keramaian dan pecinta alam mulai meninggalkan lokasi ini. d. Tahap keempat terjadi ketika wisatawan mulai menggunakan area sebagai fasilitas pariwisata yang lebih besar. Kehidupan alam dilindungi dengan kebijakan yang berbeda dan akses menuju lokasi menjadi lebih mudah dengan kendaraan two-wheel drive. Kendaraan fourwheel drive beralih ke lokasi lain untuk mengembangkan pariwisata. 164 e. Tahap kelima adalah puncak siklus pengembangan pariwisata alam, di mana fasilitas jalan yang diperbaiki dan akomodasi seperti hotel, hostel, dan safari lodge disediakan untuk memudahkan akses ke wisata alam yang lebih ringan. Karena kepentingan lingkungan dan konservasi, wilayah tersebut menjadi taman nasional atau dilindungi oleh hukum untuk menjaga lokasi dan habitat di dalamnya 2. Manajemen Pengelolaan Objek dan Atraksi Wisata Setelah melihat pembahasan di atas dapat diketahui bahwa cara terbaik dalam melakukan suatu pengelolaan haruslah diperhatikan keberlanjutan untuk jangka Panjang terutama pariwisata yang berada di kawasan taman nasional dan area yang dilindungi. Pengelolaan merupakan sebuah proses sosial yang harus didedikasikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Dalam konteks kepariwisataan, pengelolaan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja karena pariwisata bersifat multisektor. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama dari semua pihak yang terkait dalam pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan. Sebagai konsekuensi dari menjadikan objek alam sebagai daya tarik wisata, Fay (1992) menyatakan bahwa keenam komponen perjalanan wisata seperti transportasi, akomodasi, restoran, daya tarik wisata, aktivitas wisata, dan pemandu serta souvenir harus disediakan dengan baik untuk memberikan pelayanan terbaik kepada wisatawan agar mereka merasa puas. Dalam pengelolaan objek dan atraksi wisata alam, penting untuk melibatkan masyarakat setempat, terutama ketika pariwisata menjadi sektor yang 165 memberikan manfaat bagi ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Konsep community-based tourism merupakan pendekatan yang tepat dalam hal ini. Namun, kawasan wisata alam juga harus diperhatikan dari tekanan dan stress yang dapat mempengaruhi flora dan fauna di dalamnya. Jika pariwisata tidak mampu mempertahankan daya dukung lingkungan, maka tidak akan ada keberlanjutan dalam kegiatan pariwisata. Oleh karena itu, manajemen pengelolaan yang berkelanjutan sangat penting untuk memperhatikan kelestarian alam dan pemanfaatannya dalam jangka panjang. Kunjungan wisatawan ke suatu wilayah alami dalam jumlah besar dalam waktu tertentu dapat memberikan tekanan pada lingkungan tersebut. Jika hal ini terjadi secara rutin, kerusakan lingkungan dapat terjadi dan sulit untuk direhabilitasi. Oleh karena itu, penghargaan dan sikap terhadap alam yang bersifat sustainable sangat penting dalam membentuk cycle of visitation. Untuk mengimplementasikan konsep keberlanjutan dalam hubungannya dengan objek wisata alam dan pariwisata, diperlukan cara baru dalam menjalankan bisnis. Menurut Woodley (1992) ada 4 elemen yang penting dalam manajemen ekosistem yang berkelanjutan yang harus dipahami yakni: a. Tujuan yang jelas, maksudnya adalah dengan menetapkan tujuan yang jelas untuk menjaga populasi dan habitat keanekaragaman hayati baik flora dan faunanya di taman nasional, dan membangun fasilitas infrastruktur yang sesuai dengan ekosistem. 166 b. Pengetahuan, memberikan Informasi untuk wisatawan tentang objek wisata dan bagaimana untuk tidak merusak flora, mengganggu fauna, atau mengubah fisik tanah. c. Kekuatan pengaturan kegiatan wisata, dimana Otoritas pengelola taman nasional juga harus mengatur kegiatan wisatawan dan membedakan kriteria wisatawan dan non-wisatawan. d. Umpan balik atau indikator, yang digunakan untuk mengukur keberlanjutan pariwisata dimana pendekatan ekosistem harus digunakan sebagai panduan untuk menetapkan tujuan keberlanjutan dan mengukur indikator seperti indikator hirarki, indikator fungsi dan struktur, manajemen ekosistem, adaptif, dan batasan ekosistem. 167 Daftar Pustaka Balmford, A., Beresford, J., Green, J., Naidoo, R., Walpole, M., & Manica, A. (2009). A global perspective on trends in nature-based tourism. PLoS biology, 7(6), e1000144, 1-6 Cater, C. I., Garrod, B., & Low, T. (2015). The encyclopedia of sustainable tourism. CABI. Center for Responsible Travel, The Case for Responsible Travel: Trends & Statistics 2017.https://www.responsibletravel.org/docs/The% 20Case%20for%20Responsible%20Travel%202017_Fi nal%20for%20Release.pdf Fay, Betsy. (1992). Essentials of Tour Management. New York: Prentice Hall Woodley, S., & Kay, J. (1993). Ecological Integrity and the Management of Ecosystems (1st ed.). CRC Press. https://doi.org/10.1201/9781003070542 168 Profil Penulis I Gede Suhartawan, S.P., M.P Penulis merupakan lulusan S1 Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Tahun 2012. Setahun kemudian melanjutkan studi S2 di Prodi Agribisnis Pascasarjana Universitas Tadulako dan berhasil menyelesaikan studi pada Tahun 2015. Penulis memulai karir sebagai Dosen Tetap pada tahun 2016 hingga sekarang di Sekolah Tinggi Agama Hindu Stah Dharma Sentana Sulawesi Tengah Jurusan Pariwisata dengan keahlian di Bidang Ekowisata terkhususnya Agrowisata. Selain sebagai seorang Dosen, Penulis menjabat sebagai Sekretaris prodi di Institusi tempat Penulis bekerja. Sampai saat ini penulis masih aktif sebagai author buku, peneliti dan Reviewer dibidang keahliannya. Sebagai author, ada 2 buku yang sudah pernah ditulis dan diterbitkan. Sebagai Peneliti, beberapa karya ilmiah telah penulis hasilkan berupa Hasil Penelitian baik yang didanai oleh Institusi Internal dan Kementrian Agama yang telah dipublikasikan di beberapa Jurnal Nasional. Dan sebagai Reviewer, pernah mereview beberapa Jurnal yang terbit di Jurnal Nasional. Selain itu, pada tahun 2022 penulis juga mulai berkecimpung di dunia menulis buku dengan harapan bisa memberikan kontribusi yang positif terutama di kalangan akademisi. Email Penulis: gedeshr@dharmasentana.ac.id ktu 2015-2018. 169 170 9 OBJEK DAN ATRAKSI WISATA BUDAYA N. Trianasari Universitas Pendidikan Ganesha Pariwisata Budaya Dalam literatur pariwisata disebutkan bahwa Pariwisata Budaya mulai menunjukkan pertumbuhan yang relatif menyolok sejak tahun 1980an. Pertumbuhan tersebut ditandai dengan semakin bertumbuhnya minat terhadap seni, budaya, serta sejarah dan warisan budaya. Dua komponen yang sering disebut secara berdampingan adalah budaya dan warisan budaya sehingga istilah yang digunakan menjadi Pariwisata Warisan Budaya. Bahkan, istilah pariwisata warisan budaya dan wisata budaya sering digunakan secara bergantian. Atraksi budaya merupakan daya tarik yang bersumber dari budaya, tradisi, atau kebiasaan masyarakat lokal yang berbeda dengan budaya di tempat tinggal pengunjung. Atraksi dalam Pariwisata Budaya memiliki keragaman, mulai dari pementasan seni tari dan musik tradisional, tempat dan peninggalan bersejarah, musium seni, dan sejenisnya. Di daerah wisata yang lebih modern, Pariwisata Budaya juga mencakup pementasan musik, tari, dan atau orkestra di areal sekitar musium seni budaya. Wisatawan rela bepergian jauh hanya untuk menyaksikan pertunjukan seni yang terkenal atau 171 mengunjungi situs peninggalan tertentu, atau galeri dan musium seni. Sementara di wilayah atau negara yang belum maju, atraksi budaya dan warisan budaya meliputi tradisi adat dan cara hidup masyarakat lokal, praktek religi dalam kehidupan sehari-hari, kerajinan tangan, dan pertunjukan seni tari dan musik tradisional. Dalam literatur pariwisata budaya, terdapat beberapa pendekatan yang digunakan periset terdahulu dalam mendefinisikan pariwisata budaya. Dalam buku International Cultural Tourism yang disusun Sigala dan Leslie (2005) dimuat beberapa pengertian pariwisata budaya. Salah satu definisi dari pariwisata budaya yang paling banyak disitasi adalah yang dicetuskan oleh Richard (1997). Menurutnya, pariwisata budaya adalah perjalanan seseorang di luar dari tempat tinggalnya sehari-hari, menuju tempat atraksi wisata budaya untuk mendapatkan informasi baru atau pengalaman untuk memenuhi kebutuhannya akan atraksi budaya. Richard (1997) juga mengkonseptualisasi pariwisata budaya melalui pendekatan teknis yaitu kunjungan yang dilakukan seseorang di luar tempatnya menetap menuju ke tempat-tempat atraksi budaya seperti situs peninggalan sejarah, manifestasi artistik dan seni budaya, seni atau drama. Sementara itu, beberapa penulis atau periset lain mendefinisikan pariwisata budaya hampir serupa dengan Richard. Pada intinya, pariwisata budaya menonjolkan tujuan berwisata adalah wisatawan mendapat eksposur budaya, sejarah, atau peninggalan dari masyarakat, komunitas, kelompok, maupun institusi tertentu termasuk perilaku, sisa cara hidup atau tradisi yang mulai memudar, dan tradisi lokal di sebuah daya tarik wisata. Bagi orang luar, tradisi dan budaya lokal mencerminkan atraksi di dalam dan dari dirinya sendiri. Namun, yang menarik adalah penekanan yang disampaikan oleh Fridgen (1991) bahwa unsur budaya yang disajikan biasanya merupakan pertunjukan 172 yang dikemas dan berbiaya (wisatawan membayar). Artinya, untuk menikmati pertunjukan budaya sebuah destinasi wisata, maka wisatawan harus membayar sejumlah uang. Sementara itu, sebagaimana definisinya, wisatawan berkunjung dan menonton sajian budaya itu dalam waktu singkat, bahkan tinggal di destinasi tersebut juga sebentar, sehingga unsur budaya menjadi cukup meragukan karena yang dilihat atau dialami atau dinikmati wisatawan adalah tampilan replika budaya, bukan budaya yang sesungguhnya yang ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat. Pada prakteknya, terdapat tiga komponen dari pariwisata budaya yaitu perjalanan, turis, dan situs budaya. Perjalanan dalam hal ini adalah yang terkait dengan kunjungan ke situs historis, musium, galeri, seni visual, dan pertunjukan seni. Ketiga komponen tersebut memperkuat basis pariwisata budaya yaitu pengalaman. Artinya, turis datang dan berkunjung langsung ke daya tarik wisata budaya. Dengan kata lain, pariwisata budaya adalah experiential tourism dalam konteks melakukan interaksi dengan alam budaya dan mencari pengalaman untuk menjadi bagian dari budaya dan sejarah dari suatu tempat. Secara ringkas, pariwisata budaya menitikberatkan pada motivasi budaya yang esensial dari wisatawan untuk berkunjung ke suatu tempat, meliputi studi tur, pertunjukan seni budaya, festival kesenian, kunjungan pada situs, monumen, dan bangunan bersejarah, perjalanan untuk mempelajari budaya, festival, ritual atau upacara keagamaan, cerita rakyat, pantun, karya tertulis legendaris, serta ziarah. Atraksi tersebut merupakan produk utama dari Pariwisata Budaya. 173 Atraksi Budaya sebagai Bagian dari Produk Hospitaliti dan Pariwisata Atraksi budaya sebuah destinasi tidak serta merta menjadikan budaya tersebut sebagai produk pariwisata. Hal ini dikarenakan oleh karakteristik industri pariwisata itu sendiri, yaitu tidak berdiri sendiri, melainkan bergandengan dengan elemen lain. Sebagai contoh adalah produk wisata budaya Bukakak yang ada di Desa Giri Emas, Kabupaten Buleleng, Bali. Jika dipandang sebagai produk wisata, maka atraksi budaya tersebut harus dikombinasikan dengan komponen lain yaitu biro perjalanan wisata yang menyediakan transportasi bagi wisatawan; pemandu wisata yang akan menemani dan menjelaskan budaya tersebut; akomodasi dan layanan restoran; dan sebagainya. Jadi, budaya sebagai sebuah produk tidak dapat dijual sebagai sebuah produk tunggal, karena harus ada produk dan layanan lain untuk menterjadikan sajian budaya tersebut sebagai produk wisata. Berpijak pada definisi mendasar dari produk wisata, maka produk inti (core product) dari wisata budaya adalah atraksi wisata; layanan budaya spefisik yang terkait seperti edukasi, studi, atau panduan. Sedangkan produk tambahan adalah elemen umum lainnya dari produk wisata. Baik yang terpisah maupun dipadukan dengan pariwisata budaya seperti 1) tourist organizations atau tourist intermediaries (tourist offices, national tourist organizations, tourist clubs, travel agencies, tour operators); 2) primary tourism enterprises (perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata sebagai bisnis intinya dan melayani turis sebagai pelanggan utamanya) seperti hotel, holiday parks, campsites; secondary tourism enterprises (perusahaan yang menyediakan produk dan layanan utamanya untuk masyarakat lokal, tetapi juga turis) seperti industri catering, restaurant, café; retail 174 shops, banks; 3) transportation infrastructure meliputi aksesibilitas, fasilitas parkir, fasilitas transportasi pribadi dan publik. Sementara itu, sebagai bagian dari primary tourism enterprises, hotel merupakan komponen inti dari pariwisata budaya. Produk hospitaliti perlu memahami dan memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan dari berbegai tingkatan: 1)core product (manfaat mendasar yang disediakan oleh hotel untuk tamu seperti kenyamanan kamar; 2) facilitating product (produk atau layanan yang harus ada agar tamu dapat menikmati produk inti); 3) supporting product (produk tambahan yang disediakan untuk memberi nilai tambah dari produk inti yang menentukan posisi produk melalui diferensiasi produk dari pesaing misalnya full service health spa. Gambar 10.1 Lapisan Produk Pariwisata Budaya 175 Elemen-elemen dalam produk wisata budaya dapat diilustrasikan sebagai lingkaran yang memiliki tiga buah lapisan yaitu lingkaran inti, lingkaran yang lebih luas, dan lingkaran terluar (lihat Gambar 10.1). Produk utama dari pariwisata budaya adalah atraksi budaya berikut informasi dan edukasi di dalamnya. Lebih luas dari produk utama adalah produk dan layanan pendukung. Komponen terluar adalah transportasi bagi tamu untuk ke dan dari tempat atraksi wisata budaya. Ilustrasi tersebut juga menunjukkan bahwa pariwisata adalah industri yang tidak berdiri sendiri, melainkan memerlukan kolaborasi dengan berbagai sektor. Pasar Pariwisata Budaya Dipandang dari segi segmen pasarnya, Pariwisata Budaya didefinisikan sebagai pariwisata yang segmennya menempatkan budaya sebagai produk atau daya tarik utama. Bali, sebagai destinasi wisata internasional juga sesungguhnya lebih dikenal karena seni budaya masyarakat setempat. Dalam laporan PATA tahun 2016 disebutkan bahwa daya tarik budaya menduduki urutan tertinggi (50%) diikuti oleh alam (30%), dan daya tarik wisata buadan (mademade, sebesar 20%). Pangsa pasar Pariwisata Budaya semakin berkembang dari waktu ke waktu dan dapat dibedakan dalam hal perubahan demografis, sosial dan budaya. Dalam aspek demografis, penelitian terdahulu menunjukkan bahwa minat terhadap wisata budaya bergerak sejalan dengan usia seseorang. Dalam konteks dunia Barat, riset terdahulu meyakinkan bahwa warga negara senior atau sudah berumur memperluas pasar bangunan bersejarah. Pasar “berambut putih” menjadi target yang menarik karena sudah pension, beruang, dan tergorlong orang-orang yang aktif dan memiliki kesehatan, serta memiliki ketertarikan pada sejarah. 176 Orang-orang beruang ini memiliki waktu yang bebas, uang yang dapat mereka habiskan untuk berlibur. Usia harapan hidup yang bertambah memberikan peluang bagi masyarakat senior untuk melakukan aktifitas wisata yang membuat mereka merasa lebih aktif dan muda. Tetapi di sisi yang berlawanan, masyarakat usia muda semakin memiliki kecenderungan untuk hidup beba dan sendiri atau tidak menikah. Sementara itu, jumlah pasangan yang tidak memiliki anak bertambah. Bagi usia muda dan produktif ini, liburan merupakan aktifitas yang menyenangkan untuk keluar dari kesibukan beraktifitas secara rutin. Aktifitas wisata budaya merupakan salah satu jenis wisata yang menjadi pilihan mereka. Hal ini menstimulasi pengembangan kota-kota bersejarah sebagai produk wisata budaya. Dalam aspek sosial dan budaya, terdapat pola peningkatan edukasi yang berdampak pada keinginan untuk bepergian atau berlibur dan minat terhadap seni budaya. Orang-orang seperti ini cenderung berupaya mencari informasi secara detil tentang destinasi dan atraksi wisata, familiar dengan aktifitas wisata, dan menginginkan produk wisata yang bernilai bagi sejumlah uang yang mereka keluarkan. Sedangkan, bagi orang yang lebih berumur, keamanan dan keselamatan lebih diutamakan, sementara uang menjadi urutan terpenting kedua. Selanjutnya, orang-orang yang memiliki pendapatan ganda (suami istri bekerja), liburan merupakan saat yang penting untuk memanjakan diri setelah menjalani kesibukan bekerja pada periode tertentu. Tentu saja, target pasar ini menginginkan liburan yang nyaman, hotel yang berstandar baik, layanan yang berkualitas dan perhatian yang bersifat personalized dari pemberi layanan. 177 Riset terdahulu menyebutkan bahwa konsumen hidup dalam era “experience economy” di mana produk dan layanan yang mereka konsumsi berdampak pada kehidupan mereka. Dalam kaitan dengan wisata budaya, wisatawan tidak semata-mata ingin melihat fakta atraksi budaya sebuah destinasi wisata, berada di tempat atraksi budaya tersebut, dan bagaimana sebuah atraksi wisata budaya, melainkan ada proses belajar di dalamnya di mana wisatawan memahami, berpartisipasi, menjadi bagian dari, dan mengalami keberadaan dirinya di tempat atraksi budaya ditawarkan. Penelitian terdahulu juga menyebutkan bahwa berlibur merupakan salah satu cara untuk pemenuhan diri, peningkatan identitas atau jati diri, dan ekspresi diri. Wisatawan semakin senang mencari atraksi-atraksi wisata yang unik, menantang, dan beragam hiburan yang melibatkan fisik, emosi, dan estetika atau adventur. Tren lain yang meningkat adalah wisata seni dan budaya. Wisatawan semakin tertarik pada sejarah dan budaya destinasi lokal, regional, maupun negara sebagai bagian dari refleksi diri, dan bagi kalangan tertenu merupakan sebuah nostalgia. Demikian pula unsur gastronomi dan kulinari yang bersifat otentik. Dengan demikian, unsur lokalisasi sebuah destinasi merupakan daya tarik bagi wisatawan. Kecenderungan sosial menunjukkan peningkatan signifikansi pengalaman, budaya, dan pencarian jati diri mengarah pada peningkatan Pariwisata Budaya. Dalam perjalanannya, Pariwisata Budaya telah mengalami perkembangan yang dinamis. Peningkatan perjalanan wisata untuk pertunjukan, festival, dan pameran seni budaya serta atraksi budaya laiinnya telah menjadi motif penting dalam perjalanan wisata. Namun demikian, perlu dibedakan apakah daya tarik budaya menjadi pengaruh primer atau sekunder dalam motivasi 178 perjalanan wisata budaya. Sejalan dengan ini, turis dalam pariwisata budaya dibedakan menjadi culture-core tourist (turis yang datang benar-benar termotivasi karena atraksi budaya yang ditawarkan) dan culture-pheriperal tourist (wisatawan yang berkunjung ke atraksi wisata tetapi tidak menganggap budaya sebagai motivasi utama). Hal ini merupakan refleksi dari jenis generalist dan specialist cultural tourist. Secara umum, wisatawan tergolong generalist cultural tourist. Dengan kata lain, specialist cultural tourist adalah segmen minoritas. Artinya, hanya sedikit wisatawan yang berkunjung ke destinasi wisata hanya untuk mempelajari budaya lokal, tanpa tujuan berwisata lain. Namun demikian, kedua jenis pasar tersebut sama-sama menarik untuk dikelola di mana mereka berpendapatan cukup, berpendidikan, dan kelompok usia dewasa dan jarang bepergian dengan anak-anak. Objek dan Atraksi Wisata Budaya Indonesia Negara Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan suku yang memiliki beragam objek dan atraksi Wisata Budaya. Tidak mengherankan bila Indonesia selain mendapat julukan kaya akan sumber alam tetapi juga kaya akan seni budaya dan adat istiadat. Setiap suku dan daerah memiliki keunikan seni budaya yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhur masing-masing. Adalah menjadi tugas dan kewajiban generasi penerus untuk melestarikan semua warisan sejarah dan budaya leluhurnya. Bila dilihat secara positif, maka pariwisata merupakan salah satu sektor yang berpotensi besar membantu pelestarian dan keberlanjutan warisan budaya tersebut. Dengan adanya pariwisata, maka masyarakat semestinya terdorong untuk memelihara dan menyajikan budaya tersebut dengan baik. 179 Ekspresi budaya di Indonesia sebagai negara majemuk, dapat digolongkan menjadi budaya tangible (benda) dan intangible (tak benda). Atraksi wisata budaya di Indonesia secara umum dibedakan menjadi pertunjukan seni budaya seperti tari daerah, musik daerah, cerita rakyat, permainan rakyat, ketangkasan rakyat; tradisi keagamaan dan upacara adat tradisional; peralatan dapur dan pengolahan makanan minuman tradisional (kulinari tradisional); bangunan dan situs tradisional dan bersejarah seperti rumah kuno, situs, tempat ibadah bersejarah, pengetahuan atau kearifan lokal/ local genius, musium seni; Pada intinya warisan budaya berupa warisan benda dan tak benda, yang memiliki nilai jual. Berikut beberapa contoh warisan budaya dari berbagai daerah di Indonesia. Pada umumnya, warisan budaya di Indonesia berdampingan dengan pemandangan alam yang cantik dan memesona. Beberapa contoh wisata budaya unik di Indonesia adalah Tana Toraja, Makassar berupa bangunan rumah adat dengan arsitektur tradisional; Wae Rebo, Flores, NTT yaitu permukinan di atas awan dengan arsitektur 7 rumah ada tradisional bernama Mbaru Niang; Pura Uluwatu, Bali Tari kecak dan pemandangan alam; rumah adat tradisional Desa Penglipuran, Bali; Loncat Batu, Nias, Sumatera Utara yaitu tradisi masyarakat lokal untuk meloncati batu setinggi 2 meter; Karapan Sapi, Madura, Jawa Timur yaitu tradisi pesta rakyat; Festival Lembah Baliem, Wamena, Papua Barat yaitu festival 40 suku adat dengan lukisan wajah melakukan simulasi perang; Keraton Yogyakarta yang menjadi musium kebudayaan Jawa dan tempat tinggal Sultan dan keluarga; Pura Tanah Lot, Bali Tempat yaitu ibadah di atas laut; Desa Sasak Sade dan Sasak Ende, Lombok berupa tradisi dan bangunan tradisional suku asli Lombok; Pura Tirta Empul, Bali yaitu tempat beribadah dan pemandian penyucian diri; Istana Maimun, Medan Istana Kesultanan Deli dengan perpaduan asritektur Melayu, India, Italia, dan Spanyol; Candi Prambanan yaitu Situs Warisan Dunia Unesco dan Candi Hindu terbesar di 180 Indonesia; Candi Borobudur Situs Warisan Dunia Unesco dengan arsitektur megah peninggalan Budha; Masjid Raya Baiturrahman Peninggalan sejarah berupa bangunan masjid yang megah; Pura Besakih, Bali yaitu tempat beribadah terbesar bagi umat Hindu. Gambar 2. Tana Toraja, Makassar, Karapan Sapi, Madura, dan Desa Penglipuran, Bali (sumber internet) Pengelolaan Objek dan Atraksi Wisata Budaya Walaupun motivasi turis berkunjung bermacam-macam termasuk untuk menikmati atraksi wisata budaya lokal, pengalaman tamu selama berkunjung juga terintegrasi dengan tempat, kota, bahkan negara yang dikunjungi. Bahkan, dalam literatur pariwisata disebutkan bahwa destinasi-destinasi wisata merupakan faktor kompetitif utama dalam industri pariwisata. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, industri pariwisata tidak berdiri sendiri, melainkan bergandengan dengan sektor lain. Dengan demikian, industri pariwisata terdiri dari sejumlah komponen yang menarik wisatawan untuk berkunjung. 181 Pengelolaan dan pemasaran destinasi wisata merupakan orientasi konsisten dari penyedia dan pemberi layanan terkait dengan kebutuhan wisatawan potensial. Hal penting untuk dicatat adalah bahwa dalam pengelolaan destinasi wisata, sisi atau pandangan wisatawan harus menjadi fokus utama. Artinya, penyedia layanan wisata perlu mempelajari apa kebutuhan wisatawan, bagaimana perasaan wisatawan; apa yang dilihat; apa yang didengar; bau apa yang dicium, apa ekspektasi wisatawan, serta apa yang membuat wisatawan puas. Sebagaimana halnya pada produk jasa atau layanan lain, kepuasan wisatawan merupakan isu utama dari industri pariwisata dan menjadi pusat perhatian penyelenggara semua jenis wisata. Dalam literatur manajemen jasa disebutkan bahwa layanan adalah esensi pokok dari pemasaran jasa dan kualitas layanan adalah landasan utama dari pemasaran jasa. Tidak mengherankan jika fokus pada kualitas layanan tidak dapat diabaikan. Pengalaman yang didapat dan perasaan selama menikmati layanan wisata adalah cindera mata utama yang akan dibawa pulang oleh wisatawan. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dan keberlanjutan Pariwisata Budaya tidak dapat diabaikan. Bahkan, masyarakat adalah aktor utama dari Pariwisata Budaya. Bahwa kehidupan dan nilai budaya masyarakat adalah indah dan unik, tidak serta merta dapat memuaskan wisatawan. Terlebih jika sikap dan perilaku masyarakat tidak bersahabat. Dengan demikian, sosialisasi tentang pentingnya kesadaran akan wisatawan bagi masyarakat sangat perlu dilakukan dari waktu ke waktu. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia merupakan hal pokok yang diperhatikan seluruh pemangku kepentingan. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan berbahasa asing, perilaku santun, 182 ramah, dan siap menolong, penampilan (grooming), dan sebagainya. Merebaknya status desa wisata dan terbentuknya Pokdarwis di semua desa wisata di Indonesia menunjukkan terpenuhinya aspek kelembagaan dari konsep pengembangan daya tarik wisata. Pengelolaan produk wisata di desa harus dibentuk untuk memastikan adanya kualitas kunjungan wisatawan, persaingan pasar, dan kualitas kehidupan masyarakat setempat. Implikasinya adalah kolaborasi, konsesi, sinergi antar semua pemangku kepentingan, termasuk dengan destinasi sekitar, dalam hal tujuan, pengelolaan, strategi pengembangan bersama. Dengan demikian, tujuan Pemerintah Indonesia dalam mencanangkan ribuan desa wisata untuk memperkenalkan potensi desa dan meningkatkan lama tinggal dapat dicapai. Peran organisasi pengelolaan produk wisata budaya adalah untuk memfasilitasi daya atraksi wisata setempat untuk mencapai tujuan strategis pengembangan wisata. Untuk mempertahankan diri di pasar, memastikan keberlanjutan, penyedia atraksi wisata budaya perlu menggunakan metode dan alat tertentu. Penggunaan teknologi merupakan salah satu alternatif penting di era digitalisasi. Bahkan, destination management system telah banyak dikembangkan di beberapa destinasi. Dengan adanya sistem dalam pengelolaan Pariwisata Budaya, maka akan memudahkan pengelola untuk menyebarkan informasi, mempromosikan produk wisatanya, memfasilitasi pemesanan, menangani permintaan atau pertanyaan, dan sebagainya. Penyediaan sistem berbasis internet ini memudahkan calon pengunjung dan penyedia layanan itu sendiri, baik dari segi enerji maupun waktu dan biaya. Dengan demikian, upaya mencapai target pasasr yang sesuai dapat lebih efektif dan efisien. 183 Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan atraksi wisata budaya adalah semua hal yang terkait dengan keberadaan atraksi wisata, mulai dari proses penyampaian informasi; pemesanan; pembayaran; produk atraksi budaya itu sendiri sesuai dengan lapisan atau tingkatan produk yaitu produk inti; produk tambahan; produk pelengkap; alur wisatawan masuk, berada, dan keluar dari area atraksi; sumber daya manusia yang bertugas mulai dari ticketing staff, guide, dancer/singer/art performer, waiter, cashier, security, life guard, gardener; sarana prasarana terkait. Pemeliharaan, peremajaan, penguatan kapasitas dan kinerja masing-masing item tersebut harus masuk ke dalam agenda pengelolaan atraksi wisata budaya. Hal ini tidak saja untuk memuaskan pengunjung, tetapi juga mensejahterakan semua pihak terkait, dan yang lebih utama adalah melestarikan budaya itu sendiri. Ringkasan Atraksi dan daya tarik wisata budaya merupakan salah satu jenis wisata yang semakin berkembang. Dalam literatur pariwisata, terdapat beberapa definisi dari Pariwisata Budaya. Pada intinya, definisi tersebut berfokus pada motivasi dan aktifitas wisatawan selama berwisata di luar tempatnya biasa tinggal atau menetap. Berbasis pada motivasi tersebut, wisatawan dikelompokkan sebagai general-cultural tourist dan specialist-cultural tourist. Produk utama dari atraksi ini adalah seni budaya, adat tradisi, nilai-nilai dan cara hidup masyarakat, sejarah, serta bangunan bersejarah. Pengemasan produk ini dapat dalam bentuk edukasi, story telling, pembelajaran, penyampaian informasi, pertunjukan, ataupun pameran. Di Indonesia terdapat beragam atraksi dan daya tarik wisata budaya. Dengan kepemilikan ribuan pulau dan suku, tidak mengherankan jika Indonesia dikenal sebagai negara 184 yang kaya akan tradisi dan seni budaya masyarakatnya. Namun, sebagai sebuah produk wisata, tentu atraksi budaya tersebut perlu dikelola dan dikemas sedemikan rupa, sehingga keberlanjutannya dapat dijaga dan masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya. Penggunaan teknologi dalam pengelolaan atraksi wisata budaya sangat mempermudah dan mempercepat komunikasi antara pengelola dan calon pengunjung. Dengan demikian, target pasar dapat diraih dengan lebih efisien dan efektif. Kunci utama pengembangan daya tarik dan atraksi wisata budaya adalah masyarakat setempat. Oleh karenanya, diperlukan kesadaran akan pariwisata di kalangan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemberian layanan kepariwisataan di desanya. 185 Daftar Pustaka Absi, Husnul. (2020).16 Wisata Budaya di Indonesia Terpopuler, Unik, dan Mengagumkan. (2020). https://www.liputan6.com/hot/read/4160904/16wisata-budaya-di-indonesia-terpopuler-unik-danmengagumkan Armini, I Gusti Ayu. (2014). Identifikasi Permasalahan Pencatatan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, Walasuji, 5 (2) Arya, Primayoga Putu Ari. (2016). Revitalisasi permainan tradisional Bali sebagai bagian dari atraksi wisata budaya di Kota Denpasar, Jurnal Master Pariwisata, 1(2), 89-99 Boniface, Priscilla.(1995). Managing Quality Cultural Tourism: Taylor & Francis: New York. Gavin Jack & Alison Phipps. (2005). Tourism and Cultural Exchange: Why tourism matters. Toronto: Channel View Publication Noho, Yumanraya; Modjo, Meilinda, L.; & Ichsan, Tazkiya, N. (2018). Pengemasan warisan budaya tak benda “Paiya Lohungo Lopoli”, Jurnal Ilmu Pendidikan Non Formal AKSARA, 4 (1) Sigala, Marianna & Leslie, David. (2005). International Cultural Tourism: management, implications, and cases. Great Britain: Elsevier 186 Profil Penulis N. Trianasari Penulis adalah seorang dosen di Prodi D4 Pengelolaan Perhotelan dan Jurusan Manajemen di Universitas Pendidikan Ganesha. Penulis menamatkan kuliah pada Program Diploma 4 Administrasi Perhotelan di BPLP Nusa Dua Bali (sekarang Politeknik Pariwisata Bali). Gelar Magister Manajemen diperoleh di Universitas Udayana, sedangkan gelar doktor diraih di Griffith University, Australia. Dalam karir akademiknya, penulis melakukan kegiatan Tri Dharma Pendidikan yaitu pengajaran, pengabdian, serta penelitian umumnya di bidang pariwisata dan perhotelan serta pendidikan vokasi perhotelan. Pengalaman kerja yang digali saat berkarir di industri perhotelan, khususnya di Departemen Kantor Depan dan Pemasaran, membantu memperkaya materi yang diberikan saat mengajar. Di bidang kemasyarakatan, penulis terlibat dalam pembinaan pokdarwis desa wisata, pengembangan wisata kesehatan kontemporer, dan organisasi Balawista Buleleng. Dari hasil kegiatan Tri Dharma Pendidikan, penulis telah menghasilkan karya berupa artikel ilmiah di jurnal nasional maupun internasional, produkproduk yang di-HKI-kan, serta menjadi pembicara pada konferensi ilmiah baik tingkat nasional maupun internasional. Penulis juga menjadi reviewer beberapa jurnal nasional dan pertemuan internasional. Dalam karirnya di kampus, penulis sempat menduduki posisi sebagai Ketua Kantor Urusan Internasional Undiksha Sekretaris Jurusan Manajemen, dan saat ini menduduki posisi sebagai Ketua Program Studi D4 Pengelolaan Perhotelan dan Direktur LSP Undiksha. Email Penulis: nanatrianasari01@undiksha.ac.id 187 188 10 DAYA TARIK DAN ATRAKSI WISATA ALAM Dr. Sri Endah Nurhidayati, S.Sos., M.Si Universitas Airlangga Pendahuluan Industri pariwisata telah diakui sebagai industri yang memiliki perkembangan signifikan selama tiga dekade terakhir (Barros et al., 2011) dan tumbuh sebagai industri terbesar di dunia (Yang et al., 2010). Para peneliti telah melakukan kajian dan menyatakan berbagai peran positif industri pariwisata terhadap berbagai aspek pembangunan ekonomi, seperti perolehan devisa, mendorong perkembangan industri lain, dan menciptakan lapangan kerja (Kim et al., 2006). Perkembangan industri pariwisata global mengalami perubahan dengan terjadinya pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 telah menimbulkan berbagai dampak di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pariwisata sebagai volatile economic activity sangat rentan dan peka terhadap berbagai issue eksternal dan internal, seperti issue kesehatan, bencana, terorisme, dan issue politik. Sejak wabah COVID-19 ditetapkan sebagai Pandemi oleh WHO, langsung berdampak pada industri pariwisata. Banyak negara bereaksi dan menerapkan kebijakan travel restrictions untuk mencegah penyebaran COVID-19 di wilayahnya. Hal ini sangat mempengaruhi industri 189 pariwisata. Menurut laporan WTTC (2019) pandemik COVID-19 telah memangkas hampir 50 juta pekerjaan dalam Industri Perjalanan dan Pariwisata di seluruh dunia. Untuk kawasan Asia 30 juta pekerja pariwisata terpengaruh (UN-WTO, 2020). Menurut Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) kebijakan karantina wilayah yang diterapkan secara global memperburuk industri pariwisata di Indonesia. Wilayah di Indonesia yang dikenal sebagai destinasi unggulan seperti Bali, Yogyakarta. Lombok, Banyuwangi, Malang, Menado, Bandung dan wilayah lainnya seperti mati suri. Wilayah yang perekonomiannya sangat tergantung pada kedatangan wisatawan terpuruk dan mengalami masalah ekonomi dan sosial. Bidang usaha yang menjadi bagian sistem pariwisata berpengaruh signifikan, mulai airline, akomodasi, usaha makan minum, oleh-oleh, dan support system di dalamnya mengalami kebangkrutan. Pandemi COVID-19 menurunkan tingkat hunian kamar hotel ratarata di Indonesia hingga -25% s/d -50%, harga Penjualan Kamar anjlok -10% s/d -25% dan total pendapatan hotel berkurang hingga -25% s/d 50% (PHRI Pusat, 2020). Berbeda dengan kondisi okupansi hotel di Bali sekitar 20 - 40% (sebelum himbauan social distancing) dan -8%33% (setelah himbauan social distancing). Sepanjang tahun 2020 jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia hanya sekitar 4,052 juta orang. Atau sebanyak 25% dari jumlah wisatawan yang masuk ke Indonesia pada 2019. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan ditutupnya akses keluarmasuk Indonesia, menyebabkan penurunan pendapatan negara di sektor pariwisata sebesar Rp20,7 miliar. Dampak pandemi COVID-19 pada sektor pariwisata Indonesia juga terlihat dari pengurangan jam kerja. Sekitar 12,91 juta orang di sektor pariwisata mengalami 190 pengurangan jam kerja, dan 939 ribu orang di sektor pariwisata sementara tidak bekerja. Akibatnya terjadi gelombang PHK yang menyebabkan pengangguran dan krisis sosial ekonomi, karena hotel, restoran, airline, biro perjalanan, dan sebagainya mengalami kebangkrutan. (Kementerian Parekraf, 2021). Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk bangun dari keterpurukan sosial ekonomi akibat pandemi COVID- 19 adalah dengan membangkitkan industri pariwisata. Industri pariwisata adalah zona yang mempunyai mata rantai aktivitas yang luas, multiplier effect yang besar, serta dapat menghasilkan lapangan usaha yang lebih luas. Dalam RPJMN 2020-2024 pembangunan ke depan mengembangan langkah strategis lewat transformasi pembangunan ekonomi nasional pada 5 tahun ke depan kenaikan nilai devisa pariwisata serta nilai tambah ekonomi kreatif nasional. Sektor pariwisata juga bersifat multi sektor yang melibatkan banyak stakeholder. Merujuk hasil Riset Bank Dunia (2021) sektor pariwisata mempunyai kedudukan berarti untuk pembangunan berkelanjutan yang mendorong perkembangan GDP, meningkatkan keseriusan perdagangan internasional, serta menaikkan investasi global. Sektor pariwisata ditempatkan sebagai sector ekonomi penting Indonesia sekaligus penyumbang devisa utama. Mengutip laporan Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) dalam laporan Tourism Trends and Policies 2020, sektor pariwisata menyumbang sampai 536, 8 triliun rupiah ataupun mencapai 4, 1% dari total Pemasukan Dalam negeri Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2017 serta bertambah menjadi 6, 1% pada tahun 2019. Sektor pariwisata adalah sektor yang padat tenaga kerja dengan menghasilkan 12, 7 juta lapangan pekerjaan, atau 10, 5% dari total lapangan kerja nasional. Perkembangan tahunan sektor pariwisata Indonesia juga melampaui 191 rata- rata perkembangan sektor yang lain dalam peta perekonomian nasional sepanjang 15 tahun terakhir. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan sosial ekonomi akibat pandemi ini adalah dengan membangkitkan industri pariwisata. Pasca Pandemi COVID-19 terdapat pergeseran karakteristik pasar dan produk wisata. Wisatawan post pandemic lebih suka melakukan perjalanan solo atau bersama kelompok kecil seperti keluarga atau komunitas. Atraksi wisata yang dibutuhkan juga lebih bersifat personal/micro, mengesankan, berinteraksi dengan masyarakat lokal, wisata sehat, wisata olahraga dan petualangan, serta wisata yang mengesankan. Daya Tarik wisata yang disukai adalah alam dan budaya. Daya Tarik wisata menurut Undang-Undang nomor 10 tahun 2009 adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Istilah daya Tarik wisata di dalam kepariwisataan global dikenal dengan Tourist Attraction (TA) atau Visitor Attraction (VA). Beberapa peneliti menganggap istilah daya tarik wisata sama dengan atraksi wisata, namun beberapa peneliti menganggap istilah yang berbeda. Atraksi wisata diartikan sebagai sesuatu yang telah dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat dilihat dan dinikmati wisatawan, berupa something to see (pemandangan, penampakan geografis, keindahan), something to do (berenang, hiking, diving, snorkeling, cycling, walking), something to buy (souvenir, hasil alam local, craft, hasil UMKM) (Yoeti 1983 : 160). Dalam hal ini penulis menambahkan something to eat (kuliner lokal, jamu-jamuan, kuliner ekstrim, festival makanan/minuman) dan something to learn (story telling, teknologi local, way of live masyarakat, edukasi lingkungan, edukasi budaya, edukasi sejarah. dll). 192 Peran Daya Tarik dan Atraksi Wisata Alam dalam Sektor Pariwisata Daya daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjungi suatu daerah tertentu (Yoeti,1983:160); segala sesuatu di suatu tempat yang memiliki keunikan, keindahan, kemudahan dan nilai yang berwujud keanekaragaman kekayaan alam maupun buatan manusia yang menarik dan mempunyai nilai untuk dikunjungi dan dilihat oleh wisatawan (Utama, 2016: 142). Istilah Daya Tarik wisata sebelumnya dikenal dengan sebutan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW). Daya Tarik Wisata menurut Undang Undang Nomor 9 tahun 2010 adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daya Tarik wisata alam adalah daya Tarik wisata yang berupa keanekaragaman kekayaan alam. Keanekaragaman kekayaan alam Indonesia berupa potensi sumber daya udara, sumber daya air, sumber daya tanah, sumber daya tambang, sumber daya laut, sumber daya hutan, dan sumber daya pariwisata (Kompas.com, 2022). Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia berpotensi untuk dikembangkan sebagai daya Tarik wisata. Indonesia merupakan negara maritim terbesar dunia dengan jumlah pulau 17.508 pulau, 360 suku bangsa (https://kemlu.go.id), luas perairan Indonesia 6.400.000 km2 dengan garis pantai 108.000 km (https://kpp.go.id), 15.5 persen dari total jumlah flora di dunia. Sedangkan untuk fauna, Indonesia memiliki 8157 spesies vertebrata, kelas yang terdiri atas mamalia, burung, binatang melata (herpetofauna) dan ikan. Selain itu, terdapat 1.900 spesies kupu‐kupu atau 10% dari jumlah spesies kupu-kupu di dunia (https://lipi.go.id). 193 Indonesia memiliki 500 gunung berapi, 128 di antaranya aktif, Indonesia terletak di titik pertemuan tiga lempeng tektonik utama dan Cincin Api Pasifik (Mihardja et all, 2023). Peran daya tarik wisata sangat penting dalam industri pariwisata. Daya tarik wisata sebagai elemen fundamental yang menyenangkan dari pariwisata (Richards, 2002; Weidenfeld et al., 2010), tempat wisata sangat penting untuk perkembangannya, dan Lew (1987) menyatakan bahwa tanpa tempat wisata, tidak akan ada pariwisata. Oleh karena itu, penelitian tentang daya tarik wisata sangat penting untuk mempelajari pariwisata. Daya Tarik wisata alam sangat pentingnya perannya dalam pariwisata Indonesia. Sebagian besar daya Tarik wisata alam menjadi motivasi bagi wisatawan untuk datang ke destinasi. Penelitian berkaitan dengan peran daya tarik wisata antara lain: kepuasan wisatawan mancanegara berkunjung di destinasi wisata Jawa Tengah dipengaruhi oleh kualitas daya tarik wisata alam (Basiya dan Rozak, 2012); daya tarik wisata erat kaitannya dengan minat pengunjung untuk datang kembali ke Mojosemi Forest Park Magetan (Rapini dan Kristiana, 2015); daya Tarik wisata dapat menurunkan minat wisatawan di Kabupaten Banyumas (Hermawati dan Milawati, 2016); kualitas daya tarik wisata berkaitan dengan keputusan berkunjung wisatawan (Juwita dan Hariyanto, 2016). Sebelum membahas atraksi wisata alam, perlu ada pemahaman tentang posisi atraksi wisata dalam destinasi wisata. Middleton (2001:124) mengungkapkan ada tiga komponen utama dari destinasi wisata yaitu atraksi, amenitas/fasilitas dan aksesibilitas. Pendapat lain dikemukakan oleh Cooper dkk (2000) yang menyatakan bahwa komponen pariwisata terdiri dari 4A yaitu Attraction, Amenities, Ancillary, dan 194 Accessibility. Menurut Inskeep (1991) komponenkomponen pariwisata terdiri dari: (1) Atraksi dan kegiatan-kegiatan wisata (2) Akomodasi, (3) Fasilitas dan pelayanan wisata, (4) pelayanan Transportasi, (5) Infrastruktur lain, dan (6) Kelembagaan. Hal yang mirip dengan yang dikemukakan Mc Intosh (1995) bahwa komponen-komponen pariwisata adalah (1) Sumber daya alam, (2) Infrastruktur, (3) Moda Transportasi, (4) Partisipasi Masyarakat, (5) Sumber daya budaya. Sedangkan Suwena (2017) menyatakan bahwa komponen daya tarik wisata ada empat, yaitu: (1). Atraksi wisata, (2) Amenitas wisata, merupakan fasilitas sarana dan prasarana yang diperlukan wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata, seperti penginapan, rumah makan, toilet, souvenir shop, tempat parkir, dll; (3) Aksesibilitas, merupakan kemudahan untuk bergerak dari tempat satu ke tempat yang lain, seperti airport, pelabuhan dan (4) Ancillary service. Dari pendapat berbagai peneliti bisa disimpulkan jika atraksi wisata adalah bagian dari daya tarik wisata. Swarbrooke (2005) membagi Atraksi Wisata menjadi 4 jenis yaitu (1) Fitur-fitur yang ada di lingkungan alam, (2) bangunan, struktur, dan situs buatan manusia yang dirancang untuk tujuan ibadah keagamaan sekaligus menarik pengunjung sebagai fasilitas rekreasi, (3) bangunan, struktur, dan situs buatan manusia yang dirancang untuk menarik pengunjung dan mengakomodasi kebutuhan mereka, misalnya taman hiburan, (4) Event khusus. Atraksi wisata alam memiliki peran penting dalam pengembangan destinasi. Atraksi wisata merupakan salah satu factor penarik wisatawan untuk datang ke destinasi. Atraksi wisata alam mempunyai variasi yang cukup besar sebagai penguat branding destinasi wisata. Atraksi wisata adalah masa depan di suatu kawasan yang merupakan tempat, venue, 195 atau fokus kegiatan (Swarbrooke, 2005). Atraksi wisata menjadi penentu apakah aktivitas yang dilakukan wisatawan, durasi waktunya. Atraksi wisata juga menjadi penentu Length of Stay (LOS) wisatawan ketika berada di destinasi wisata. Semakin banyak junlah dan variasi atraksi wisata alam di suatu destinasi maka semakin besar kemungkinan wisatawan untuk menghabiskan waktu lebih lama di destinasi wisata. Dengan LoS yang cukup lama diharapkan belanja wisatawan (tourist expenditure). Karakteristik dan Jenis Atraksi Wisata Alam Sari (2011) membagi atraksi wisata menjadi dua yaitu (1) site attraction dan (2) event attraction. Site attraction merupakan daya tarik fisik yang permanen dengan lokasi yang tetap, misanya candi, tugu, gunung, pantai, dan sebagainya. Sedangkan event attraction merupakan atraksi yang berlangsung sementara dan lokasinya dapat diubah, contohnya pameran, festival, dan sebagainya. Atraksi wisata memilki karakter dan kekhasan yang berbeda dengan atraksi pada umumnya. Fandeli (2000) mendeskripsikan karakter atraksi wisata Alam sebagai berikut. 1. In Situ; atraksi wisata alam hanya dapat menikmati atraksi secara lengkap dan sempurna bila berada di ekosistennya. Untuk bisa menikmati atraksi wisatawan harus datang langsung ke destinasi. Karena atraksi wista alam hanya bisa dinikmati secara langsung di tempat maka sangat penting dukungan lingkungan sekitar terhadap kualitas atraksi wisata. 2. Perishable; atraksi wisata hanya dapat dinikmati pada satu waktu dan tidak dapat disimpan. Atraksi wisata dinikmati secara existing, tidak dapat dicicip atau dibawa pulang. 196 3. Non Recoverable; suatu ekosistem alam mempunyai sifat dan perilaku pemulihan yang tidak sama. Pemulihan secara alami sangat tergantung dari faktor dalam (genotype) dan faktor luar (phenotype). Kerusakan atraksi wisata alam sulit dipulihkan secara utuh seperti sedia kala. Oleh karena itu atraksi wisata alam memiliki kerentanan dan harus diperlakukan secara bijaksana, misalnya dengan memperhatikan daya dukung. 4. Non Substitutable; didalam suatu wilayah atau kawasan mungkin memiliki banyak atraksi wisata alam nmun jarang ada atraksi yang memiliki kemiripn satu sama lain. Atraksi wisata alam semuanya pesial da tidak biss menggantikan satu dengan yang lain. Masing-masing atraksi wisata alam punya nilai yang khusus. Jika mengacu pada tipologi dari Swarbrooke (2005) maka atraksi wisata alam adalah atraksi yang berkaitan dengan fitur-fitur lingkungan alam yang menjadi ciri khas atau keunikan yang menarik wisatawan untuk datang. Beberapa fitur alam yang bisa menjadi atraksi wisata: 1. Penampakan geografis yang menarik karena perbedaan kontur seperti pegunungan, perbukitan, lembah, dimana aktivitas yang dapat dilakukan mulai yang bersifat pasif (menikmati) sampai aktif seperti pendakian, menjelajah, menelusuri (susur), bersepeda, piknik, dan sebagainya. 2. Penampakan perairan: laut, pantai, sungai, danau, aktivitas wisata yang dapat dilakukan secara pasif (memandang, menikmati) dan aktif seperti berenang, diving, arung jeram, snorkeling, berperahu, kayaking, bersepeda air, memancing, susur sungai, wisata kuliner di restoran terapung, agrowisata perikanan, edukasi air, dll). 3. Keunikan ekosistem ekosistem dan kekhasan ekosistem, misalnya pantai dan ekosistem hutan bakau, rawa. Yang dapat dinikmati melalui 197 aktivitas menelusuri hutan/mangrove, edukasi lingkungan, adventure, bird watching, fotografi, dll. 4. Gejala alam, misalnya kawah, sumber air panas, air terjun, kawah belerang, semburan lumpur (Lapindo), aliran lava dingin, blue fire, dll. Gejala alam yang dapat dinikmati melalui kegiatan adventure. hiking, edukasi, ekowisata, dll. 5. Budidaya sumber daya alam, misalnya sawah, perkebunan, peternakan, usaha perikanan, dapat dinikmati secara aktif melalui kegiatan walking, outbound, agrowisata, hiking, edu wisata, dll. 6. Biodiversity flora dan fauna. Kekayaan tumbuhan dan binatang termasuk yang endemik merupakan ciri khas atraksi wisata di Indonesia yang tidak ada di tempat lain. Contoh komodo yang merupakan binatang purbakala satu-satunya di dunia yang masih hidup. Indonesia juga kaya akan spesies kupu-kupu, serangga, burung, harimau, banteng, ikan hiu, orang utan, anggrek, terumbu karang, mangrove, dan sebagainya. Biodiversity flora dan fauna biasanya bisa ditemukan di Taman Nasional untuk memudahkan wisatawan yang ingin menikmati sekaligus dilakukan konservasi. Biodiversity flora dan fauna bisa dinikmati melalui kegiatan wisata edukasi, tracking, dan advanturing. Indonesia tercatat memiliki 241 cagar budaya, 71 suaka margasatwa, 104 taman wisata alam, 15 taman buru, 21 taman hutan rakyat, yng berpotensi menyimpan kekayaan flora dan fauna. Gambar 1: Kawasan Bromo dilihat dari Seruni Point 198 Gambar 2. Pantai Tiga Warna Malang, Salah Satu Atraksis Ekowisata Jawa Timur Gambar 3: Bunaken Menyimpan Kekayaan Alam Bawah Laut Indonesia 199 Gambar 4. Wisata Edukasi Kebun Raya Purwodadi, Pasuruhan Gambar 5: Gunung Budeg, Campurdarat, Tulungagung, Merupakan Gunung Api Purba Gambar 6. Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah Salah Satu Surga Wisata Alam Bawah Laut 200 Kekurangan dan Kelebihan Atraksi Wisata Alam Atraksi wisata alam merupakan atraksi yang paling banyak dipilih oleh wisatawan. Ada berbagai penjelasan mengapa atraksi wisata alam paling disukai. Berada di alam terbuka dapat memberi dampak pada kesegaran fikiran. Banyak wisatawan yang mengalami tekanan kerja atau hidup yang memilih menikmati wisata alam untuk memulihkan kesegaran pikiran. Lebih dari itu atraksi wisata alam memiliki keunggulan dibanding atraksi wisata lainnya. Berada di alam terbuka menimbulkan kekaguman ciptaan Tuhan. Menikmati keindahan alam dapat mendorong kesabaran, empati, dan kepuasan hidup, meningkatkan mindfulness, meningkatkan semangat hidup, membantu menjaga suasana hati, meningkatkan kreatifitas, meningkatkan kebugaran, mengatasi gangguan stress pasca trauma, paparan sinar matahari juga dapat menurunkan resiko penyakit autoimun dan beberapa jenis kanker (https://id.theasianparent.com). Dari beberapa literatur ditemukan bahwa terapi hutan direkomendasikan sebagai pendekatan revolusioner relaksasi fisiologis dan psikologis sebagai terapi pemulihan stres. Li dan Kawada (2014) telah melakukan kajian berkaitan dengan pemanfaatan kayu bagi kesehatan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi hutan bermanfaat bagi kesehatan fisik, mental, dan psikologis manusia, meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Hasil terapi hutan menunjukkan kondisi fisiologis tubuh seperti tekanan darah, denyut nadi, dan variabilitas detak jantung menjadi lebih sehat. Penelitian lain menunjukkan atraksi wisata petualangan (adventure) memberikan aspek peningkatan kebaruan, stimulasi dan kegembiraan, pelarian, minat untuk eksplorasi meningkatkan penyerapan dan fokus, dan kontrol emosi (Mu & Nepal, 2016; Shephard & Evans, 2007). Wisata petualangan bentuk paduan dari aktivitas fisik, lingkungan alam, dan pembelajaran budaya 201 sehingga lebih banyak manfaat yang diperoleh wisatawan (Rantala, Rokenes, & Valkonen, 2018). olahraga ekstrim di alam terbuka memberikan sensasi tersendiri pada wisatawan cenderung mendorong peningkatan diri, membuat wisatawan merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri (Raggiotto and Scarpi, 2021). Selain identic dengan berbagai kelebihannya, atraksi wisata juga memiliki kekurangan. Atraksi wisata alam rawan bencana. Indonesia terletak di titik pertemuan tiga lempeng tektonik utama dan Cincin Api Pasifik, memiliki hampir 500 gunung berapi, 128 di antaranya aktif. Gunung erapi merupakan bagian sumber daya pariwisata namun sekaligus juga membawa ancaman bencana dari atraksi wisata alam. Ancaman bencana lainnya pada atraksi wisata alam antara lain tsunami, tanah longsor, banjir, kebakaran hutan, gempa, dan sebagainya. Berdasar data yang dirilis Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) di tahun 2021 Indonesia mengalami bencana alam sebanyak 3.058 kali (BNPB, 28 Desember 2021) merusak 141,795, fasilitas public sebanyak 3,699, merobohkan 509 kantor pelayanan masyarakat dan 438 jembatan tidak bisa digunakan. Sebelumnya Indonesia tercatat mengalami bencana yang cukup besar seperti gempa Padang 2009, gempa Yogya 2006, dan tzunami Aceh 2004. Kesimpulan Potensi daya Tarik dan atraksi wisata alam di Indonesia cukup besar. Kekayaan alam Indonesia sebagian besar berpotensi untuk dikembangkan sebagai atraksi wisata. Dengan variasi atraksi wisata yang demikian beragam, Indonesia menjadi destinsi pariwisata dunia yan memilki daya saing tinggi. Namun, posisi geografis Indonesia yang berada di kawasan Ring of Fire atau 'Cincin Api' Pasifik. Pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, Lempeng IndoAustralia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik, di sisi 202 lain menjadi ancaman bagi industri pariwisata nasional. Posisi geografis Indonesia yang berada di jalur berbahaya menjadi penyebab Indonesia menjadi negara rawan bencana seperti gempa bumi, letusan gunung berapi hingga tsunami. 203 Daftar Pustaka Barros, C. P., Botti, L., Peypoch, N., Robinot, E., Solonandrasana, B., & George, A. (2011). Performance Of French Destinations: Tourism Attraction Perspectives. Tourism Management, 32(1), 141–146. Https://Doi.Org/10.1016/J.Tourman.2010.01.015 Cooper, C. Et All. (2005). Tourism Principles And Practice. Pearson Education Fandeli, C. (2000). Pengertian Dan Konsep Dasar Ekowisata. Yogyakarta, Fakultas Kehutanan UGM. Inskeep, Edward. (1991). Tourism Planning : An Integrated And Sustainable Development Approach. New York :Van Nostrand Reinhold Kim, H. J., Chen, M. H., & Jang, S. S. (2006). Tourism Expansion And Economic Development: The Case Of Taiwan. Tourism Management, 27(5), 925–933. Https://Doi.Org/10.1016/J. Tourman.2005.05.011. Mcintosh , J. R. B, W., Goeldner, C. R., Ritchie. (2007) Tourism: Principles, Practices, Philosophies. New York: John Wiley & Sons, Inc, 1995. Kemenparekraf. (2021) Tren Pariwisata Indonesia Di Tengah Pandemi. Https://Kemenparekraf.Go.Id/RagamPariwisata/Tren-Pariwisata-Indonesia-Di-TengahPandemi. Kompas. (2022). 7 Potensi Sumber Daya Alam Indonesia. Https://Www.Kompas.Com/Edu/Read/2022/09/21 /111437671/7-Potensi-Sumber-Daya-AlamIndonesia?Page=All Mihardja, E. J., Alisjahbana, S., Agustini, P. M., Sari, D. A. P., & Pardede, T. S. (2023). Forest Wellness Tourism Destination Branding For Supporting Disaster Mitigation: A Case Of Unesco Global Geopark Batur, Bali. International Journal Of Geoheritage And Parks. Volume 11, (1), 169-181 204 Mu, S. And Nepal. (2016) High 2016 Mountain Adventure Tourism: Trekkers' Perceptions Of Risk And Death In Mt. Everest Region, Nepal. Asia Pacific Journal Of Tourism Research, 21 (5) (2016), Pp. 500511, 10.1080/10941665.2015.1062787 Q. Li, T. Kawada. (2014). Possibility Applications Of Forest Medicine Of Clinical Nihon Eiseigaku Zasshi (Japanese Journal Of Hygiene), 69 (2) 117-121. Raggiotto, F. , Scarpi. D. (2021) This Must Be The Place: A Destination-Loyalty Model For Extreme Sporting Events Tourism Management, 83, Article 104254, 10.1016/J.Tourman.2020.104254 Rantala, A. Rokenes, J. ValkonenIs Adventure Tourism A Coherent Concept? A Review Of Research Approaches On Adventure Tourism Annals Of Leisure Research, 21 (5) (2018), Pp. 539-552, 10.1080/11745398.2016.1250647 Richards, G. (2002). Tourism Attraction Systems: Exploring Cultural Behavior. Annals Of Tourism Research, 29(4), 1048-1064. Rohma, Yuniati. 2023. 10 Manfaar Wisata Alam, Melepaskan Stress Hingga Tingkatan Kreatifitas Https://Id.Theasianparent.Com/Manfaat-WisataAlam Sari, R., Poti, J., & Kurnianingsih, F. (2022). Pengelolaan Objek Wisata Pantai Dugong Oleh Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Bintan. Student Online Journal (Soj) Umrah-Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 3(1), 609-614. Suwena, I., & Widyatmaja, I. N. (2017). Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Bali: Pustaka Larasan. Shephard, G and Evans. S. (2007) Adventure Tourism– Hard Decisions, Soft Options And Home For Tea: Adventure On The Hoof Niche Tourism, Routledge. Pp. 210-218. 205 Suinn, R. M., Rickard-Figueroa, K., Lew, S., & Vigil, P. (1987). The Suinn-Lew Asian Self-Identity Acculturation Scale: An Initial Report. Educational And Psychological Measurement, 47(2), 401-407. Swarbrooke, J. (2005). Organisation Of Tourism At The Destination. In Tourism In The Age Of Globalisation (Pp. 173-196). Routledge. Utama, A. P. (2016). Pengaruh Kualitas Jasa Dengan Kepuasan Pelanggan Di Rs Husada Jakarta. Jurnal Ekonomi, 21(1), 130-142. World Tourism Organization (2021), International Tourism Highlights, 2020 Edition, Unwto, Madrid, Doi: Https://Doi.Org/10.18111/9789284422456 Yang, C. H., Lin, H. L., & Han, C. C. (2010). Analysis Of International Tourist Arrivals In China: The Role Of World Heritage Sites. Tourism Management, 31(6), 827–837. Https://Doi.Org/10.1016/J.Tourman.2009.08.008 206 Profil Penulis Dr. Sri Endah Nurhidayati, S.Sos., M.Si Penulis meupakan salah satu dosen senior di D4 Destinasi Pariwisata Universitas Airlangga. Adapun subjek yang diminati penulis adalah destinasi wisata, pariwisata berbasis masyarakat dan wisata halal. Pengalaman penelitian yang pernah diakukan antara lain Model Pengemasan Makanan Tradisional Sebagai Daya Tarik Wisata (2015), Pemodelan Pengembangan Makanan Tradisional Sebagai Wisata Wisata Kuliner Dengan Pendekatan Community Based Tourism (2016), Pengembangan Wisata Syari’ah Di Kota Surabaya (2016), Analisis Daya Tarik Wisata” syariah beach" Pulau Santen Banyuwangi sebagai Muslim Friendly Destination (MFD) (2017), Heritage Destination Management serta Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Wisatawan di Destinasi Prioritas Borobudur Dan Prambanan (2018), Pola Perjalanan Muslim Millenial Travellers (MMT) dan pengaruhnya dalam Pengembangan Produk Wisata Halal (2020), Model Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Berbasis Masyarakat Pasca Pandemi/New Normal (2021), Kajian Rencana Penataan Dan Pengembangan Wisata Purba Situs Homo Wajakensis (2021), Kesiapan Masyarakat Tengger dalam Penelitian tentang Pengelolaan Pariwisata Berbasis Clean Linnes, Health, Safety dan Enfirontment Sustainbility (2022), dan Penyusunan Perhitungan Pengeluaran Wisatawan(Tourist Expenditures) Kabupaten Probolinggo Tahun 2022 . Selain melakukan penelitian, penulis juga aktif dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat, menjadi pembicara di berbagai forum seminar di dalam dan luar negeri. Ia juga menjadi narasumber di media massa. Email Penulis: sriendah.nurhidayati@vokasi.unair.ac.id 207 208 11 OBJEK DAN ATRAKSI WISATA SEJARAH DAN RELIGI Ni Wayan Sri Rahayu, S.Ag., S.S., M.Ag. STAH Dharama Sentana Sulawesi Tengah Pendahuluan Pariwisata saat ini memang menjadi sebuah kebutuhan setiap manusia, baik yang melakukan perjalanan wisata maupun bagi mereka yang menjadikan kegiatan pariwisata sebagai ladang penghasilan. Para wisatawan yang melakukan perjalanan memperlukan kepuasan dalam batinnya sementara masyarakat lokal memerlukan hasil atau pendapatan maupun implikasi dari kegiatan pariwisata tersebut (Rahayu, 2022). Dalam perkembangannya saat ini kegiatan wisata tidak hanya mengacu pada pemandangan yang hijau atau spot berfoto yang menarik. Tetapi sebagian masyarakat lebih banyak memiliki ketertarikan tempat wisata yang tidak hanya memberikan keindahan alam tetapi juga dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengunjungnya. Oleh karena itu, belakangan ini ada banyak sekali tempat-tempat wisata yang menawarkan berbagai keunggulannya dengan ciri khasnya yang berbeda. Perkembangan zaman yang begitu kompleks ini juga memberikan rasa kehidupan yang kompleks pula terhadap diri manusia. Kondisi ini juga mengakibatkan 209 tingkat stress di dunia menjadi semakin meningkat. Data tahun 2021 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi wilayah yang memiliki penduduk dengan tingkat stress urutan ke 9 dari 10 negara di dunia. Sedangkan Mumbai menjadi daerah yang memiliki penduduk dengan tingkat stress tertinggi di dunia (Media Siber, 2021). Beberapa ilmuan juga menafsirkan bahwa tingkat stress penduduk di dunia akan terus meningkat dengan tuntutan hidup yang semakin kompleks. Oleh sebab itu, sebagian besar para wisatawan akan memilih tempat-tempat yang dapat memberikan rasa tenang dan nyaman baik secara fisik maupun secara spiritualitas. Menyadari kondisi inilah di Bali dalam perkembangan saat ini banyak ditemukan tempat-tempat wisata atau villa-villa yang menawarkan yoga atau meditasi sebagai salah satu produk yang dapat menjadi pedoman dan tuntunan untuk memperoleh ketenangan batin. Disamping itu pula banyak ditemukan tempat-tempat sejarah dan bangunan-bangunan pura yang dikembangkan sebagai lokasi destinasi pariwisata dimana nantinya para pengunjung dapat merasakan sensasi atau suasana tenang dan damai ketika berada di lokasi tersebut. Namun sesungguhnya perjalanan religi bukan merupakan fenomena baru, dimana agama atau religi sejak lama telah menjadi motivasi masyarakat sejak zaman dulu dan termasuk ke dalam perjalan tertua dalam peradaban umat manusia (Vukanic, 2002). Perjalanan religi ini tidak hanya bertujuan untuk memperoleh keadaan spiritual tetapi juga bertujuan untuk menggali informasi berkaitan dengan sejarah keberadaan tempat religi atau mitologi-mitologi yang diyakini oleh masyarakat setempat. Sehingga dalam perkembangan selanjutnya sekitar 240 juta wisatawan pertahunnya melakukan perjalanan wisata religi dengan mayoritas adalah masyarakat beragama Kristen, Muslim dan Hindu. Melihat hal tersebut maka dipahami bahwa 210 perjalanan dengan motivasi agama dan sejarah telah tersebar luas dan menjadi populer di beberapa dekade terakhir bahkan menjadi segmen penting dalam pertumbuhan pariwisata Internasional. Pembahasan Wisata religi adalah jenis wisata yang berkaitan erat dengan sisi religius atau sisi keagamaan yang dianut oleh umat manusia. Pada sisi lain wisata religi juga sangat berkaitan dengan wisata sejarah yang dikemas dan dibentuk menjadi paket wisata. Dalam hal ini yakni tempat-tempat wisata religi yang ditemukan di Indonesia juga merupakan tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah dan bernilai penting dalam peradaban manusia. Sehingga selain untuk perjalanan agama, para wisatawan juga dapat mempelajari dan menggali informasi terkait dengan sejarah dari tempat yang dikunjungi. Selain itu wisata religi juga sangat identik dengan niat atau tujuan seorang wisatawan untuk memperoleh berkah dan hikmah dalam hidupnya. Oleh karena itu melalui kegiatan wisata religi seorang wisatawan dapat memperkaya wawasan dan pengalaman keagamaan dan spritualitasnya. Wisata religi banyak dilakukan oleh perorangan ataupun rombongan ke tempat-tempat suci, ke makam-makam orang besar, ke bukit atau gunung yang dianggap keramat yang semuanya juga merupakan tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah. 1. Pariwisata Berbasis Sejarah dan Religi Wilayah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki objek wisata sangat beragam baik dari budaya, suku, adat istiadat dan yang lain sebagainya. Disamping itu kekayaan sejarah yang dimiliki oleh negara Indonesia dengan berbagai situs sejarah yang ditemukan juga menjadi potensi 211 berharga dalam perkembangan kegiatan wisata di Indonesia. Dengan berbagai keragaman tersebut jika dikemas dan dikembangkan menjadi destinasi wisata dapat menjadi objek wisata yang unik dan menarik. Objek wisata dan daya tarik menjadi dua hal yang sangat berhubungan, dimana keduanya dapat meningkatkan para pengunjung atau wisatawan untuk datang berkunjung ke destinasi tersebut. Objek sejarah dan faktor religi dapat menjadi salah satu magnet yang dapat menarik minat para wisatawan baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini dikarena nilai religi yang terlahir dari peristiwa sejarah tertentu dapat menjadi pengalaman dan informasi baru yang didapatkan oleh wisatawan saat berkunjung. Disamping itu, objek sejarah yang terdapat pada suatu daerah tentunya memiliki nilai dan informasi yang berbeda dengan objek sejarah yang terdapat di tempat lain. Sehingga jika seseorang berkunjung pada lokasi atau destinasi sejarah tentunya akan merasakan pengalaman yang berbeda dengan ketika mengunjungi objek wisata yang lainnya. Meskipun destinasi yang dikunjungi adalah sama-sama objek sejarah tentunya suasana yang dirasakan menjadi sangat berbeda. Menurut Richard dan Wilson dalam Li (2014) menyatakan bahwa selain kegiatan wisata yang menjual keindahan budaya, saat ini kegiatan wisata yang menjual keindahan dan nilai sejarah serta nilai religi juga menjadi salah satu jenis wisata yang memiliki nilai pasar cukup tinggi. Hal ini juga didukung oleh Undang-undang No 10 Tahun 2009 bahwa peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia menjadi sumber daya dan modal pembangunan utama dalam keberlangsungan 212 wisata untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (Kirom, 2016). Keragaman budaya, sejarah dan religi dapat dipotensikan dalam pengembangan pariwisata dikarenakan dalam pengembangan pariwisata pada suatu daerah akan sangat erat kaitannya dengan potensi yang unik dari suatu daerah maupun negara tertentu. Begitu pula sebaliknya dengan adanya pariwisata kebudayaan dan sejarah secara otomatis telah memperkenalkan sejarah dan budaya suatu daerah kepada wisatawan dari berbagai daerah dan manca negara (Mirdad, 2020). Menurut Spillane (1987) dalam Selvia, (2011) suatu objek budaya juga memberikan peran penting dalam memperkenalkan keragaman budaya seperti kesenian tradisional, tradisi, upacara adat, makanan tradisional, bangunan peninggalan sejarah yang dapat menarik perhatian wisatawan asing maupun lokal. Contohnya yakni kebudayaan dan objek sejarah yang dilestarikan dengan keunikan masingmasing dapat digunakan sebagai salah satu daya tarik bagi para wisatawan mancanegara. Pariwisata sejarah dan religi dengan kombinasi nilai budaya yang terdapat didaerah setempat mampu menghipnotis para wisatawan untuk berkunjung ke objek pariwisata tersebut. Disamping itu wisata sejarah dan religi yang dipadukan dengan nilai-nilai kebudayaan setempat juga bertujuan untuk melestarikan sejarah budaya yang ada agar tidak punah dan tetap berkembang serta dapat dinikmati oleh para generasi-generasi berikutnya. Wisata berbasis sejarah dan religi saat ini terus mengalami perkembangan meskipun di beberapa daerah dan objek terancam rusak karena faktor alam dan juga akibat dari orang yang tidak 213 bertanggungjawab. Seperti sangat sering dijumpai adalah para wisatawan saat berkunjung ke situssitus sejarah sering kali merusak ataupun mengambil benda-benda sejarah. Misalnya pada saat berpose atau mengambil foto di situs sejarah ataupun membuat goresan nama pada situs-situs sejarah. Disamping itu, perilaku para wisatawan saat berkunjung ke destinasi sejarah juga sering kali dapat mengancam kesucian lokasi tersebut sehingga nantinya akan dapat mengganggu nilai kesakralannya. Dengan kata lain, wisata sejarah dan budaya banyak dikunjungi orang dan juga terancam perusakan oleh pengunjung. Wisata berbasis sejarah budaya dan religi merupakan perpaduan antara objek yang tumbuh secara alami dan objek melalui proses penciptaan dengan proses modernisasi kemudian didukung dengan atraksi wisata yang berpadukan dengan kearifan lokal. 2. Wisata Sejarah dan Karakter Religius Religi dan Pembentukan Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan tuhan diri sendiri, sesama manusia, maupun lingkungan yang terwujud dalam pikiran, perasaan seseorang dan perbuatan yang dilakukan. Manusia yang berkarakter senantiasa melakukan segala sesuatu berdasarkan atas norma-norma agama, budaya, adat istiadat dan hukum tata krama. Dikala karakter seseorang didasarkan pada norma dan nilai agama, maka karakter itulah yang disebut juga dengan karakter religius. Sesuai dengan Undang-Undang SISDIKNAS yang menyatakan bahwa salah satu tujuan dari Pendidikan Nasional adalah dapat mengembangkan 214 kemampuan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Begitu pula halnya dengan karakter religius menjadi salah satu kebutuhan rohani yang sangat dibutuhkan oleh manusia modern. Saat ini manusia telah memasuki masa kebangkitan kemanusiaan dan peradabannya dimana kemanusiaan seseorang dapat diukur dengan tingkat spiritualitasnya dan bukan dengan fisiknya. Spiritualitas menjadi sebuah kekuatan yang dominan dalam kebutuhan hidup manusia saat ini, karena spiritualitas diyakini dapat memberikan rasa tenang dan ketentraman dalam jiwa seseorang ditengah-tengah permasalahan yang begitu kompleks. Jika tidak diatas maka masalah-masalah ini dapat mempengaruhi keadaan jiwanya. Demikian pula kondisi jiwa seseorang dapat berubah sesuai dengan keadaan spiritual yang sedang dialami. Dengan demikian semakin tinggi tingkat spiritualitas seseorang maka dirinya akan cenderung melakukan hal positif yang mengarah pada jalan kebaikan (Narulita, 2017). Dalam upaya memperbaiki kondisi jiwa dan keadaan spiritualitas seseorang yakni salah satunya dapat dilakukan dengan proses penyucian diri dan kondisi alam yang tenang. 215 Gambar di atas merupakan destinasi wisata Pura Tirta Empul dan sekaligus menjadi salah satu tempat untuk melakukan penglukatan atau penyucian diri di Bali. Masyarakat Bali meyakini bahwa melalui proses pengelukatan atau penyucian diri ini maka seseorang akan bertumbuh menjadi pribadi yang lebih positif dan berkarakter. Disamping itu, suasana pura yang nyaman dan tenang juga dapat memberikan kedamaian dalam diri seseorang. Begitu pula ketika para pengunjung ingin mengetahui tentang sejarah Bali maupun sejarah keberadaan Pura Tirta Empul juga dapat diperoleh ketika berkunjung. Sehingga atrasi sejarah dan religi dapat menjadi salah satu metode pengembangan karakter baik karakter religius maupun karakter yang berkaitan dengan jati diri melalui pemahaman sejarah. 3. Peluang dan Tantangan Wisata Sejarah dan Religi Pengelolaan Atraksi Undang-Undang tentang kepariwisataan telah menetapkan bahwa wisata religi adalah salah satu jenis pariwisata yang dapat diterapkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa industri pariwisata 216 khususnya wisata religi dapat mendukung pengembangan jenis wisata dan usaha pariwisata yang kompetitif serta dapat mendukung meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi rakyat. Peluang terkait dengan industri wisata religi ini sangat gencar di kembangkan di Bali dan termasuk menjadi jenis pariwisata unggulan disamping pariwisata berbasis masyarakat. Bangunan megah pura ataupun asramasram yang terdapat di Bali membuka peluang besar dalam menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Selain itu kegiatan pariwisata di Bali juga dalam penyelenggaraannya telah memperhatikan karakter sumber daya alam, ekosistem, budaya masyarakat setempat, kearifan lokal maupun kondisi geografisnya (Wijaya, dkk, 2022). Peluang pengembangan wisata religi di Bali juga dapat dilihat dari besarnya antusias masyarakat Bali dalam melakukan kegiatan keagamaan tentunya juga kegiatan keagamaan yang dapat mendorong masyarakat untuk datang ke tempat-tempat suci (pura) maupun kegiatan keagamaan yang dilakukan pada lingkungan keluarga. Seperti keberadaan Pura Gunung Kawi yang terdapat di Kabupaten Gianyar. Pura Gunung Kawi tidak hanya menjadi tempat persembahyangan bagi umat Hindu di Bali, tetapi juga keberadaan pura ini mengandung nilai sejarah 217 yang sangat penting bagi peradaban masyarakat Bali. Kunjungan wisatawan di Pura Gunung Kawi juga selalu terlihat dalam setiap harinya. Namun demikian di balik tingkatnya minat pengunjung tersebut tentunya yang harus menjadi perhatian bagi pengelola maupun masyarakat setempat yakni mengenai aspek kesucian maupun perlindungan maupun pencemaran dalam arti perlakukan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu dukungan dari berbagai pihak tentu sangat dibutuhkan khususnya dari pemerintah yang terkait dengan pendanaan dan pengawasan terhadap pengembangan objek wisata. Untuk menjamin keberlanjutan kegiatan pariwisata berbasis religi dan sejarah yang terdapat di Bali maupun di daerah lainnya maka yang sangat diperlukan yakni menjunjung tinggi nilai-nilai budaya, adat istiadat, lingkungan alam, dan kearifan masyarakat lokal yang mendorong pemerataan dan memberikan kesempatan bagi setiap masyarakat untuk berusaha maupun memperoleh manfaat serta ikut serta dalam kegiatan pariwisata tersebut. Wisata religi atau spiritual saat ini telah menjadi inti dari kegiatan pariwisata di Bali, yang berpegang pada kebudayaan Bali dan bernafaskan ajaran agama Hindu dengan perpaduan antara nilai sejarah, pesona alam (daya pesona) dan nilai kesakralan yang dimiliki adalah nilai dasar dari wisata religi di Bali. Selain itu dalam praktiknya, pengembangan dan pemeliharaannya berpegang pada emosi keagamaan, sistem kepercayaan, sistem upacara, upakara (perlengkapan upacara, dan umat Agama Hindu di Bali. Dari kegiatan religi yang bertujuan untuk meningkatkan ketaatan beragama sehingga akan dapat dirasakan oleh seluruh wisatawan yang 218 berkunjung dan sekaligus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat rohani. Oleh karena itu dalam pengelolaan wisata keagamaan atau wisata religi terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti: a. Perlu dilakukan pembentukan forum masyarakat adat yang bertujuan untuk membahas pengembangan daya tarik wisata religi keagamaan secara tepat yang tentunya dengan memperhatikan potensi kekayaan budaya lokal yang ada. b. Perlu adanya perlengkapan dalam pembuatan induk pengembangan (master plan) STBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) dan dibahas secara lintas sektorial. c. Perlu pula dikembangkan collaborative management antar instansi-instansi yang berkepentingan dengan maksud untuk tetap menjaga kelestarian sejarah maupun budaya yang ada (Wijaya, dkk, 2022). Selain ketiga point diatas terdapat pula pola-pola lintas sektor yang harus dikembangkan dalam pengelolaan daya tarik wisata religi adalah (1) mutual respect (saling menghormati) (2) mutual trust (saling percaya) (3) mutual resposibility (saling bertanggung jawab) (4) mutual benefit (saling memperoleh manfaat) (Wijaya, dkk, 2022). Maka dari itu arti penting pengelolaan dalam konteks manajemen adalah memungkinkan seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu pengelolaan memungkinkan kerja sama antar orang-orang dan individu di dalam organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. 219 Adanya peluang yang besar dalam pengembangan wisata religi dan tentunya memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat setempat, maka tidak menutup kemungkinan adanya tantangan dan hambatan dalam pengembangannya. Adapun salah satu tantangan yang sangat sering ditemukan adalah terkait dengan proses pemasaran dan promosi wisata. Dalam hal ini bahwa pemasaran wisata religi bukan menjadi suatu hal yang mudah. Ini disebabkan oleh adanya perbedaan pandangan dan keyakinan agama yang sangat kuat di Indonesia. Panatik terhadap agama yang dimiliki oleh setiap pemeluk agama masih sangat terlihat di sebagian besar masyarakat Indonesia. Seperti halnya kegiatan wisata religi di Bali yang bernafaskan Hindu sehingga mejadi tantangan tersendiri bagi masyarakat Bali dalam memberikan pelayanan kepada para wisatawan yang memiliki agama lain. Kepercayaan dan memenuhi kebutuhan para wisatawan tanpa adanya benturan dengan konsep religi yang berbasiskan Hindu menjadi perhatian khusus dalam pengembangan pariwisata berbasis religi di Bali. Namun disamping itu, terdapat beberapa tantangan lain yang juga sering muncul seperti keinginan masyarakat setempat terkait dengan usaha pendukung pariwisata. Dalam hal ini bahwa terdapat beberapa anggapan pangsa pasar terkait dengan wisata religi masih sangat kurang besar yang dikarenakan oleh kegiatan wisata yang hanya diperuntukkan bagi wisatawan yang memiliki kepercayaan atau agama yang sama dengan masyarakat setempat (Rahayu, 2022). Anggapan-anggapan seperti inilah yang menjadi penghambat dalam perkembangan dan kemajuan tujuan dari wisata religi. Disamping itu kegiatan wisata berbasis religi dan sejarah yang dilakukan di Indonesia baik di Bali maupun di daerah lainnya masih belum mematuhi peraturan tempat-tempat suci keagamaan. Disamping itu belum adanya perangkat hukum ataupun regulasi yang lengkap 220 dan komprehensif dalam mengatur kegiatan wisata religi yang dapat memberikan perlindungan terhadap objekobjek wisata religi yang pada umumnya memiliki jejak sejarah yang sangat penting. Maka dari itu sangat diperlukan aturan yang kuat agar tidak lagi terjadi pelecehan, pencemaran maupun aktivitas yang dapat merusak astraksi wisata yang disediakan. Mengingat banyaknya lokasi yang juga turut mengembangkan destinasi wisata religi maka tantangan yang juga dapat terjadi adalah persaingan yang terjadi dengan objek wisata lain. Simpulan Dari uraian di atas maka dapat simpulkan bahwa kegiatan wisata religi yang dipadukan dengan keindahan alam dan nilai kesakralannya menjadi daya tarik tersendiri yang mampu memberikan perasaan tenang dan nyaman bagi seseorang yang berkunjung. Disamping itu, wisata religi juga dapat menjadi salah satu metode untuk meningkatkan religiusitas seseorang yang berkunjung. Membentuk karakter religius bukanlah proses yang hanya sekilas dan sekali dilakukan. Dibutuhkan komitmen kuat untuk bisa membentuknya dalam diri. Dalam proses pengembangan pariwisata berbasis sejarah dan religi tentunya terdapat peluang dan tantangan seperti pemasaran wisata religi bukan menjadi suatu hal yang mudah. Ini disebabkan oleh adanya perbedaan pandangan dan keyakinan agama yang sangat kuat di Indonesia. Disamping itu aktivitas yang berkaitan dengan pelecehan, pencemaran maupun aktivitas yang dapat merusak astraksi wisata yang disediakan sangat sering dijumpai. Oleh karena itu diperlukan perangkat hukum ataupun regulasi yang lengkap dan komprehensif dalam mengatur kegiatan wisata religi dan dapat memberikan perlindungan terhadap objek-objek wisata. 221 Daftar Pustaka Aprilia, I. E., & Wibowo, A. M. (2021). Situs Sunan Rejodanu Desa Pucang Rejo Kecamatan Sawahan Kabupaten Madiun Sebagai Wisata Sejarah Dan Religi. Agastya: Jurnal Sejarah Dan Pembelajarannya, 11(1), 108-119. Hartiningsih, H. (2019). Potensi Wisata Religi Dan Problematika Pengembangannya. Jurnal Kebijakan Pembangunan, 14(2), 231-247. Kirom, N. R., Sudarmiatin, S., & Putra, I. W. J. A. (2016). Faktor-faktor penentu daya tarik wisata budaya dan pengaruhnya terhadap kepuasan wisatawan. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 1(3), 536-546. Mirdad, J., & Bustamin, B. (2020). Kebudayaan Dan Wisata Sejarah: Exsistensi Obyek Sejarah Terhadap Perkembangan Wisata Di Pariangan Kabupaten Tanah Datar. Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, 10(2), 215-226. Narulita, S., Aulia, R. N., Wajdi, F., & Khumaeroh, U. (2017, October). Pembentukan karakter religius melalui wisata religi. In Prosiding Seminar Nasional Tahunan FIS UNM (pp. 159-162). Rachman, A., & Setyawan, M. A. (2019). Potensi Pariwisata Religi di Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Sains Manajemen Dan Bisnis Indonesia, 9(2), 203214. Rahayu, N. W. S. (2022). Proses Terbentuknya Desa Blimbingsari Sebagai Desa Wisata Berbasis Masyarakat. Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Agama Dan Budaya, 7(1), 67-78. Selvia, Maryam. (2011). “Pendekatan SWOT Dalam Pengembangan Objek Wisata Kampoeng Djowo Sekatul Kabupaten Kendal.” Universitas Diponogoro. 222 Wijaya, K. K. A., Styawati, N. K. A., & Rideng, I. W. (2022). Pengelolaan Wisata Religi Berbasis Kearifan Lokal: Peluang dan Tantangan Dari Perspektif Hukum. Postgraduated Community Service Journal, 3(2), 86-91. 223 Profil Penulis Ni Wayan Sri Rahayu, S.Ag., S.S., M.Ag. merupakan lulusan Teologi di IHDN Denpasar (2018) dan lulusan Ilmu Sejarah di Universitas Udayana (2020) yang kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Hindu I Gusti Bagus Sugriwa dengan Program Studi Magister Agama (2021). Ketertarikan penulis di bidang penelitian dan penulisan karya ilmiah telah dimulai pada tahun 2018 yakni sejak bergabung menjadi peneliti di The Hindu Center Of Indonesia dan Vivekananda Spritit Indonesia. Sampai dengan saat ini fokus penelitian yang penulis lakukan adalah di bidang Ilmu Agama dan Ilmu Sejarah yang telah diabadikan dalam bentuk buku dan beberapa artikel jurnal baik Nasional maupun Internasional. Karya tulis tersebut diharapkan dapat berkontribusi penting terhadap perkembangan dan kemajuan budaya literasi di Indonesia. Email Penulis: niwayansrirahayu@gmail.com 224 12 OBJEK DAN ATRAKSI WISATA KULINER Komang Triawati, S.Pd., M.Pd STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Pendahuluan Wisata kuliner kini menjadi salah satu destinasi wisata yang menarik dikunjungi, wisata kuliner merupakan wisata yang memiliki tujuan menciptakan pengalaman bagi wisatawan yang cinta dengan masakan dan makanan khas daerah yang tak terlupakan ketika berpergian kesuatu tempat objek wisata. Wisata kuliner merupakan suatu kunjungan mencicipi makanan untuk menikmati dan mempelajari suatu pengalaman. Adanya konsep strory telling menjadi gerbang masuknya wisatawan yang ingin memahami budaya makanan dan minuman disetiap daerah yang dkunjungi. Storytelling sebagai cerita pencitraan yang dituturkan secara lisan melalui cerita lisan seperti kuliner yang dinikmati kemudian disajikan dalam bentuk makanan. Wisata kuliner pada umumnya lebih menekankan makanan, rasa, kepuasaan dan juga khas pada sajian makanan. Menurut Komang Triawati, (2022) mengatakan bahwa wisata kuliner merupakan warisan budaya, mengharuskan masyarakat sadar bahwa warisan budaya harus tetap lestari, sebab wisata kuliner menjadi wisata 225 pelengkap dalam daya tarik wisata. Wisata kuliner kini menjadi trend dikalangan masyarakat karena pada dasarnya hakekat manusia itu memiliki kebutuhan utama yakni kebutuhan primer (kebutuhan utama seperti makan dan minum, kesehatan dan pendidikan), kebutuhan sekunder (tambahan) kegiatan sosial, kebutuhan tersier (kemewahan seperti mobil, perhiasan, pakaian dan lain-lain). Sehingga kebutuhan primer menjadi kebutuhan utama untuk berlibur untuk menikmati usaha jasa makanan dan minuman. Karena usaha ini dianggap mampu meningkatkan ekonomi masyarakat dalam melestarikan kuliner daerah sebagai daya tarik wisata. Kemudian Leylita Novita Rossad, (2018) Balong Waterpark merupakan wahana permainan air berbasis taman air di Yogyakarta yang memiliki inovasi terbaru dari sebuah kolam renang dikembangkan dan menarik karena mempengaruhi aksesibilitas, amenitas dan atraksi wisata terhadap minat kunjungan wisatawan ke wahana air Balong Yogyakarta. Objek wisata menjadi tempat kunjungan karena memiliki sumberdaya baik alami maupun buatan manusia yang memiliki keindahan, atraksi, budaya yang khas (kuliner) serta bangunan kuno bersejarah, flora dan fauna. Sehingga objek dan atraksi wisata merupakan dasar dari kepariwisataan itu sendiri. Karya Lila Muliani, (2019) dengan judul Potensi Bubur Ase sebagai daya tarik wisata kuliner Jakarta menjelaskan bahwa makanan dan pariwisata merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dari dunia pariwisata. Kuliner berkembang sejak tahun 2000 dimana makanan tradisional yang menjadi kekhasan daerah dapat menjadi daya tarik wisata dan memotivasi pengunjung untuk berwisata ke Jakarta kekayaan makanan betwai yang cukup tradisional seperti Bubur Ase memiliki kelezatan dan daya tarik wisata kuliner karena memiliki perpanduan bubur, asinan dan semur serta cita rasa yang berbeda dengan bubur lainnya, inilah daya tarik sendiri dari Bubur Ase Jakarta. 226 Kemudian karya Julian Andriani Putri, dkk (2023) dengan judul Potensi makanan tradisional sebagai daya tarik wisata Kuliner di Kota Salatiga menjelaskan bahwa destinasi Kota Salatiga memiliki kondisi daerah baik segi astronomi, geografi, sosial dan budaya dimana produk makanan dan minuman memiliki konsep beragam serta karakteristik dapat dimanfaatkan sebagai peningkatan industri pariwisata. Kuliner Kota Salatiga (Gethuk, Rondo Roya) dapat menjadi faktor penarik sekaligus pendorong masyarakat (wisatawan yang berkunjunh ke Kota Salatiga). Keberagaman makanan tradisional dapat mendukung terwujudnya daya tarik wisata kuliner suatu daerah. Wisata kuliner menjadi daya tarik kuat dalam mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Makanan lokal diantaranya minat yang kuat terhadap keahlian memasak, menganggap makanan produk sebagai pengalaman budaya. Menurut Kania Ratnasari,dkk (2020) mengatakan bahwa wisata kuliner sebagai media atau alat yang bermanfaat untuk mempromosikan budaya lokal karena mempertahankan kearifan lokal makanan lokal untuk mempertahankan identitas daerah. Grace Deo Seldudes Eta Nheu, dkk (2020) wisata kuliner ini menggunakan strategi untuk mengetahui potensi makanan dimana diharapkan menggunakan strategi pemasaran untuk meningkatkan wisata kuliner dalam industri pariwisata. Ani Wijayanti, (2020) wisata kuliner menjadi strategi yang tepat dalam pengembangan pariwisata, wisata kuliner makanan mampu motivasi bagi orang untuk melakukan perjalanan wisata dimana destinasi wisata kuliner pengalaman keahlian memasak, menghadiri festival makanan dan mencicipi hidangan tertentu. Dari beberapa penelitian terdahulu yang sudah diteliti terkait wisata kuliner yang memiliki andil besar dalam kepariwisataan, dimana kuliner menjadi bagian terpenting dalam berwisata, sehingga kehadiran wisata 227 kuliner menambah pengembangan pariwisata di nusantara karena menghadirkan icon masakan daerah (khas daerah) yang dikunjungi. Hal ini dapat meninggalkan kenangan, kesan, dari wisatawan yang berkunjung keobjek wisata selain menikmati pemandangan pengunjung dapat mencicipi produk wisata berupa kuliner yang dsajikan untuk dimakan bersama keluarga di objek wisata. Produk wisata dalam suatu destinasi merupakan produk destinasi wisata budaya yang bertumbuh memiliki nilai promosi dalam strategi pengemasan untuk menampilkan keunikan budaya serta pemasaran.Wisata kuliner daya tarik utamanya adalah produk makanan. Wisata kuliner merupakan perjalan yang meliputi kegiatan mengkonsumsi makanan baik lokal maupun daerah yang tujuannya menikmati makanan dan minuman. Sehingga Kota Palu menjadi daya tarik kuliner berupa Kaledo, Uta Dada, sayur kelor hal tersebut sesuai keragamaan budaya, suku Kaili yang merupakan suku asli Kota Palu memiliki makanan khas sendiri untuk menikmati kuliner makanan kaledo, Uta Dada, sayur kelor sebagai menu utama (kuliner) di Kota Palu, tujuan hadirnya wisata kuliner di Palu untuk memuaskan mata parawisatawan yang berkunjung ke Kota Palu. Wisata kuliner di Indonesia ternyata mencoba makanan disesuaikan dengan bahan, bumbu dan lidah masyarakat indonesia. Makanan khas tradisional di Kota Palu (Kaledo, Uta Dada, Sayur Kelor) menjadikan tiga jenis makanan ini merupakan salah satu jenis kuliner asli Sulawesi Tengah di Kota Palu. Menikmati beragam wisata kuliner mengetahui cerita makanan yang khas di Palu. Menurut Julian Andriani Putri, dkk (2023) mengatakan bahwa wisata kuliner merupakan kegiatan yang memiliki keunikan dan kenangan dalam menikmati makanan yang disajikan. Wisata kuliner diklasfikasikan menjadi lima kategori yakni wisata kuliner berdasarkan 228 budaya, wisata, wisata kuliner berdasarkan waktu, wisata kuliner berdasarkan etos/agama, wisata kuliner berdasarkan daerah/wilayah dan wisata kuliner berdasarkan sosial-ekonomi. Kaki lembu Donggala (Kaledo) makanan tulangnya dari kaki lembu dan disajikan dengan nasi dan ubi. Sukisman Abdul Halid, dkk (2019) mengatakan bahwa kaledo merupakan makanan berbahan dasar tulang sapi banyak mengandung sum-sum tulang, potongan kecil, lemak, daging sapi dan tulang rawan yang telah di olah sehingga tulang tungkai sapi, asam jawa mentah, jeruk nipis, garam, cabe rawit hijau karena kekuatan lezat kaledo pada daging dan tulang sapi bercampur menjadi asam dan pedas serta sum-sum tulang menjadi kunci dari cita rasa Kaledo. Kaledo diproduksi secara tradisional dengan menggunakan komposisi bumbu yang beragam. Kaledo menggunakan bahan kaki lembu dengan ukuran tulang lebih besar dan sumsum belakangnya disedot dengan sedotan membuat rasa kaledo lebih nikmat dengan cita rasa kuahnya yang asam pedas menambah cita rasa kaledo Kota Palu. Makanan ini cita rasa yang enak, lezat dan gurih dengan harga berkisar Rp 25.000/porsi. Selain Kaledo kuliner asli Kota Palu yang tak kalah enaknya adalah uta dada. Uta dada berasal dari bahasa kaili artinya kuah santan. Uta dada sering dikonsumsi sebagai kuliner Kota Palu yang memiliki cita rasa lezat karena terbuat dari bumbu pilihan Kota Palu yakni ayam kampung yang dibakar atau ikan cakalang asap dan dapat disajikan dengan ketupat. Kuliner merupakan salah satu objek wisata dan bagian dari kebudayaan yang harus dilestarikan sebab kuliner menjadi gaya hidup karena makanan merupakan kebutuhan sehari-hari. Gaya hidup merupakan pola hidup dalam menggambarkan dalam menghabiskan waktu, minat dan perilaku menurut Setiadi (2010) mengatakan bahwa gaya hidup menggambarkan 229 interaksi seutuhnya dengan lingkungan untuk menghabiskan waktu tentang diri terutama pola kehidupan seseorang yang ingin menghabiskan aktivitas pad perilaku kegiatan sehari-hari. Bahan dasar Uta Dada satu ekor ayam, kelapa, sereh 1 batang, kunyit, cabe rawit, tambahkan bumbu halus hingga mendidih, bawang merah, bawang putih, masak hingga bumbu meresap dan sajikan bersama dengan nasi dan ketupat. Uta dada sejenis opor ayam yang disajikan dengan lontong disetiap acara tertentu oleh masyarakat Kaili. Olahan uta dada kari ayam, pedas, gurih dan ditambah taburan bawang goreng. Sayur kelor merupakan makanan tradisional khas Suku kaili, dimana bahan dasar utamanya adalah daun kelor yang dimasak santan kemudian masukkan potongan ikan dan juga pisang kepok kedalam sayur masak secara bersamaan. Masyarakat Kaili percaya bahwa mencicipi sayur kelor akan membuat siapa saya rindu untuk kembali ke Palu. Ketiga kuliner khas Palu ini merupakan menu olahan yang menjadi identitas orang Palu dari segi kuliner. Banyak anggapan masyarakat mengatakan jika wisatawan berkunjung ke Palu wajib menyantap menu andalan khas Palu yakni Kaledo, Uta Dada, Uta Kelo (sayur kelor) merupakan sajian utama di Kota Palu masyarakat Kaili. Objek Wisata di Palu Palu menjadi salah satu daerah wisata yang ada di Sulawesi Tengah salah satunya wisata kuliner. Palu yang kita kenal sebagi kota dan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah yang letaknya di selakangan teluk Palu. Palu sebagai alat pemukul menurut orang Kaili, Palu-E artinya buang sebagian isi perahu ini, karena palu dihubungkan dengan mitos yang berkaitan dengan lembah palu, Haliadi Sadi, dkk (2017). Selain wisata kuliner Kota Palu juga memiliki potensi wisata bahari yakni Pantai Talise. Pantai talise merupakan wisata 230 bahari yang dijaga, dilestarkan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Palu serta melestarikan kearifan lokal berupa wisata kuliner yakni kaledo, uta dada dan uta kelo (sayur kelor) merupkan kuliner khas suku kaili di Kota Palu. Kota Palu dijuluki kota kelor oleh masyarakat setempat karena tanah kaili ditumbuhi banyak pohon kelor. Ketiga menu kuliner merupakan budaya masyarakat kaili. Menurut Arifudin, (2017) mengatakan budaya adalah suatu cara hidup yang dikembangkan bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan untuk generasi berikutnya. Budaya diwariskan termasuk adat istiadat, makanan, pakaian, bangunan dan karya seni. Sehingga budaya kaili terutama kuliner telah memberikan fungsi utama sebagai simbol sistem religi pada masyarakat kaili. Sehingga sumber daya manusia sangat penting dalam pengembangan mata rantalui Pariwisata di teluk Palu. Karena sebelum bencana 28 September 2018 silam Pantai Talise dicanangkan menjadi sektor pariwisata di Kota Palu selain kuliner yang menjadi destinasi wisata yakni Kaledo, Uta Dada, Uta Kelo (Sayur kelor). Arifudin, (2017) menggunakan konsep Value Chain merupakan konsep yang mengacu pada kegiatan produksi dengan mendesain produk, memproduksi hingga memasarkan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi serta berhubugan dengan melibatkan pemerintah. Produk pariwisata yang dipakai antara lain travel agen, travel operator, memberikan informasi terkait transportasi, penginapan, fasilitas dan darmawisata. Teluk Palu memiliki penginapan yang sedang dikembangkan sebagai penunjang wisata serta teluk palu memiliki wisata kuliner yang mampu memberi kesan kenangan kepada wisatwan yang berkunjung. Objek wisata menjadi penentu dalam menarik wisatan salah satunya adalah atraksi wisata, infrastruktur, transportasi, fasilitas dan layanan. 231 Pariwisata berasal dari kata wisata artinya bepergian dan bersenang-senang. Sehingga pariwisata kegiatan layanan yang disediakan pemerintah, masyarakat, pengusaha untuk rekreasi baik individu maupun kelompok dan memiliki kenangan dalam mengunjungi objek wisata. Menurut Arifudin, (2017) mengatakan ada empat potensi wisata Kota Palu yakni pertama wisata budaya (etnis kaili memiliki kearifan lokal budaya seperti kerajaan (Kerajaan Palu, kerajaan Tatangga, kerajaan Banawa dan Kerajaan Tawaeli). Kedua wisata kuliner seperti Kaledo, saraba, uve mpi, pisang epe,uta dada, uta kelo dan lain-lain. Ketiga, wisata religi seperti organisasi keagamaan Al-Khairat (Islam). Fungsi makanan selain memiliki fungsi sosial dan budaya ternyata makanan juga memiliki arti simbolis saat dihidangkan dalam prosesi upacara adat kaili. Taufik, (2016) mengatakan sektor Pariwisata Kota Palu paling strategis adalah Pantai Talise dengan berbagai sudut icon yakni penggunungan, Pantai, dan juga kuliner. Sehingga berwisata dapat menikmati pemandangan bahari (pantai dan penggunungan) dan cita rasa kuliner khas Palu. Atraksi Wisata Kuliner Wisata kuliner umumya memperkenalkan cita rasa, gaya dan masyarakat konsumsi. Ani Wijayanti, (2020) Pariwisata Kuliner merupakan perjalanan yang direncanakan mendapat pengalaman gasrtronomi, kuliner menikati cita rasa dan aroma makanan. Atraksi adalah apa yang dapat dilihat oleh wisatawan baik keindahan alam, permaian, hiburan, budaya masyarakat dan kuliner. Atraksi wisata merupakan segela sesuatu yang memiliki keunikan, bernilai, keindahan serta memiliki keanekaragamaan budaya, alam, dan hasil manusia serta memiliki tujuan kunjungan wisatawan (UU no.10 tahun 2009). Kemudian Seokadijo R, (2013) mengatakan bahwa atraksi wisata 232 yang baik mendatangkan wisatawan yang banyak, menahan ditempat atraksi dengan waktu lama dan kepuasan ketika berkunjng untuk mendapat hasil yang dicapai pada objek wisata itu sendiri. Atraksi wisata kuliner di Palu sendiri dari segi kuliner yang menjadi trend adalah Kaledo, Uta Dada, Uta Kelo (sayur kelor) merupakan wisata kuliner di Kota Palu. Menurut Yogi Rustam, (2002) mengatakan bahwa majunya industri Pariwisata suatu daerah tergantung pada jumlah wisatawan yang datang, karenanya itu daerah tujuan wisata (DTW) sehingga industri pariwisata akan berkembang yang paling disukai banyak orang wisatawan lokal maupun asing kekawasan wisata menarik tempat wisata sebagai media promosi dalam kawasan wisata menarik terkait kegiatan pariwisata daerah tujuan wisata yang menarik salah satunya ialah Kota Palu. Wisata yang terdiri 3A yaitu amenitas, atrakasi dan aksesibilitas berpengaruh secara bersamasama sehingga terhadap minat kunjungan daya tarik wisata. Masyarakat kaili merupakan etnik kelompok terbesar di Sulawesi Tengah, yang mendiami beberapa wilayah di Kota Palu, Kabupaten Sigi, kabupaten Donggala, Kabupaten Poso dan Kabupaten Moutong. Etnik Kaili di Sulawesi Tengah menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa kaili dengan beragam dialek. Masyarakat Kaili serta kearifan lokal kaili tentang budaya yang memuat nilai-nilai kearifan lokal menjadi tema dan terkadung dalam budaya sintivu sebagai prinsip pesatuan masyarakat kaili. Arifudin (2017) mengatakan bahwa Suku Kaili memiliki makanan utama dari bahan beras yang disebut “Karada” (jagung muda yang dicampur sayur, ubikayu dan ubi jalar kemudian dimasak menajdi satu lalu di bumbi garam. Kaledo merupakan makanan yang berbahan dasar tulang sapi serta mengandung berbagai sum-sum tulang, serta daging yang sudah 233 dipotong kecil dan tulang rawan yang diolah dengan berbagai rempah asam jawa mentah, cabe rawit hijau. Sehingga budaya begitu kuat pada masayarakat kaili. Kaili yang memiliki makanan tradisional khas seperti Kaledo, Uta dada dan Uta kelo menjadikan Orang Kaili kaya akan rempah-rempah sebab budaya orang kaili menjadi salah satu kekuatan sejarah dan kekuatan budaya sebagai nilai dan simbol, Suaib Djafar, (2014). Dikatakan sebagai orang kaili karena adanya kesamaan budaya dan adat dikalangan mereka, Mattulada mengatakan bahwa To Kaili adanya persamaan bahasa dan adat istiadat dipandang menjadi sumber asal mereka hahasa kaili. Karena bahasa mereka terbuka (egaliter) terhadap suku-suku dan peradabannya. Ada tiga budaya kuliner yang sangat enak dan menarik minat wisatawan berkunjung ke kota kelor karena memiliki tiga wisata kuliner yang lezat dan enak antara lain Kaledo, Uta Dada, Uta Kelo. 1. Kuliner Kota Palu Kaledo Makanan Khas Kaili Kaili sebagai daerah lembah yang merupakan pusat kerajaan Palu memiliki berbagai jenis kuliner menjadi salah satu pusat perabadan dibidang Kuliner. Tak heran jika Kaili sebagai penduduk asli Kota Palu menghadirkan makanan khas Kaili yang diberi nama Kaledo. Kaledo adalah singkatan dari kaki lembu Donggala, sesuai namanya makanan ini dibuat dengan bahan baku daging dan tulang sapi. Masakan ini diracik dengan bumbu khas palu dan ditambahkan asam jawa menjadi masakan kuliner yang satu ini lebih segar. Bahkan nama kuliner Palu yakni Kaledo merupakan masakan kuliner yang sangat terkenal bahkan menjadi masakan tradisional masyarakat kaili. Makanan merupakan satu kebutuhan utama bagi manusia, makanan memberi kehidupan pada manusia. Makanan ini memiliki cita 234 rasa yang enak, gurih dan lezat harga perporsi Kaledo di Kota Palu berkisar hingga Rp.25.000,/porsi. Orang Kaili sangat kental dengan budaya salah satunya wisata kuliner. Wisata kuliner di Kota palu terbilang cukup berkembang seperti cafe, rumah makan, restoran, dan lain-lain karena Palu sebagai pusat Kota dan Peradaban Kuliner yang menjadi ciri khas Orang kaili yakni kalaedo. Rumah makan kaledo Stereo yang terletak di jalan Ponogoro no 43 Palu ini merupakan salah satu tempat wisata kuliner bagi masyarakat Palu Rumah makan ini buka 09.00-22.00 wita. Hadirnya Kaledo di Kota Palu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke rumah makan kaledo milik Ibu Dahlia Sinjar (Rm Kaledo Stereo). Adapun cara membuat kaledo yang enak dan gurih antara lain: pertama, bahan-bahan yang diperlukan (daging sapi dan tulang daging sapi, cabe rawit, asam jawa mentah, garam secukupnya. Kedua, cuci daging sapi dan tulang sapi hingga bersih, kemudian didihkan air di dalam Panci, masukkan daging kedalam Panci sampai daging empuk. Ketiga, setelah air mendidih dan daging empuk masukkan bumbu cabe rawit hijau, asam jawa, garam dan penyedap rasa. Keempat, tutup kembali panci agar daging dan tulang benar-benar matang aduk hingga rata serta campur bumbu yang disiapkan sampai meresap kedalam daging sapi dan tulang sapi, tunggu sampai 45-60 menit daging akan berubah warna dan matang. Kelima, masak sampai harum dan matang lalu tambahkan bawang goreng dan jeruk nipis kaldedo siap disantap bersama keluarga, sahabat, teman dan sanak saudara dan juga siapkan sedotan untuk memakan sumsut tulang kaledo. Kuah kaledo yang terbuat dari kaldu sup dan tidak menggunakan santan cukup segar dan tahan lama. 235 Bumbunyapun sangat sederhana garam, jeruk dan cabai segar. Dulu makanan ini hanya disajikan untuk para bangsawan Kaili. Bangsawan Kaili yang boleh mencicipi makanan Kaledo ini, namun seiring perkembangan waktu yang terus mengikuti zaman semua kalangan boleh mencicipi dan menyantap makanan khas kaili ini. Gambar 1. Kaledo Kota Palu Sumber : (https://jejakpiknik.com/ makanan-khas-sulawesi-tengah) Moh, Rifki dkk (2019) mengatakan bahwa kuliner pada pariwisata berdampak ekonomi hal ini dapat dibuktikan dengan hadirnya berbagai macam restoran dan rumah makan salah satunya di kawasan talise dijumpai masakan kuliner tradisional kaili yakni uwempoi, utadada, dange sagu, saraba, baks kuah kaledo, duasole, dan uta kelo yang memiliki keunikan tersendiri cita rasa, tampilan yang unik, dengan mengembangkan sebuah citra rasa kaili memiliki kekuatan, keunikan dan keunggulan dalam memanfaatkan kuliner Kota palu. Tevila Akwila, dkk (2023) mengatakan bahwa makanan tradisional adalah bentuk kreativitas dari masyarakat dengan memanfaatkan segala cita rasa 236 serta resep yang diwariskan keluarga secara turun temurun yang menghasilkan keunikan serta rasa lokal dan memiliki nilai sejarah sendiri sebagai filosofi dari makanan tradisional itu sendiri serta memberi pengalaman dalam menciptkan kuliner yang telah diracik menjadi aroma yang khas dalam suatu masakan. Daya tarik wisata merupakan fokus utama penggerak berjalannya wisata untuk memotivasi salah satu destinasi wisata di Sulawesi Tengah khususnya Kota Palu yang mengembangan kuniler sebagai objek wisata tradisional. Peningkatan wisata kuliner di Kota Palu ditandai dengan pesatnya perkembangan dan peradaban Kota, hal ini memicu meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap daya tarik kuliner di Kota Palu khususnya Kaledo pada umumnya. Kaledo yang sudah menjadi makanan khas Orang Kaili terus di dorong menjadi wisata kuliner yang berdaya guna bagi perekonomian masyarakat Kota Palu. Sehingga kalado masuk sebagai gastronomi dimana kaledo menjadi bagian dari budaya, sejarah dan etnis yang menggutamakan tekstur rasa dalam makanan sehingga gastronomi menjadi identitas pada suatu daerah (keberagaman budaya kuliner lokal Kota Palu). Sebab penyajian kaledo Kota Palu sangat unik dinikmati dengan sedotan untuk makan Kaledo terutama sumsum tulang sapi (kaledo) dengan kuah yang asam-asam pedis, aroma bawang goreng yang harum memikat aroma untuk mencicipi hidangan khas Palu yang satu ini. Sebagai daerah wisata Kota palu tetap mempertahankan kuliner kaledo sebagai daya tarik wisata. 2. Uta Dada Kuliner Kota Palu Berbicara tentang kuliner Kota Palu tak akan pernah luput dari masakan tradisonalnya. Produk wisata 237 yang digemari di Kota Palu saat ini adalah kuliner. Wisata kuliner merupakan perjalanan wisata dengan tujuan untuk menikmati berbagai jenis makanan dan daya tarik. Sehingga lima unsur daerah tujuan wisata masyarakat, obyek wisata, infrastruktur, sarana wisata dan prasarana wisata. Menurut Krstiniana (2018) mengatakan wisata kuliner pengalaman menarik terkait makan dan memasak anek jenis makanan khas daerah. Wisata kuliner menjadi salah satu upaya dalam mengembangkan atraksi wisata kuliner di Kota Palu seperti kampung nelayan sebagai pusat wisata masyarakat kota Palu, rumah makan kaledo Stereo dan lain-lain. Pada dasarnya kuliner menjadi cikal bakal resep keluarga yang berdaya guna dan bermanfaat untuk dikembangkan secara turun temurun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kemudian dengan resep keluarga tersebut dapat menciptakan karya bernama masakan khas kaili yakni Uta Dada. Munculnya budaya menjadi nilai terhadap potensi orang kaili di Kota Palu. Makanan tradisional adalah bentuk dari warisan budaya luhur dengan mengelompokkan berbagai jenis makanan, sayuran, lauk pauk, minuman dan jajanan. Karena makanan menjadi juga menjadi tradisi dan selera masyarakat karena rasa, warna, bentuk, tekstur menjadikan kuliner sebagai cita rasa dalam menilai sebuah makanan terutama Kota Palu sebagai daerah wisata yang memiliki khas makanan daerah yang berada uta dada. Orang Kaili merupakan penduduk Kota Palu asli yang tetap mempertahankan budayanya melalui kuliner, salah satu kuliner terkenal selain kaledo yakni uta dada. Uta dada merupakan salah satu jenis makanan khas kaili dengan bahan baku ayam atau ikan. Cara pembuatan Uta Dada khas Kaili antara lain : 238 Pertama, daging ayam/ikan dipotong-potong dan dipangang setengah matang, kedua, siapkan wajan atau belangga yang telah berisi air kemudian didihkan setelah itu siapkan rempah-rempah yang sudah dihaluskan, Ketiga rempah-rempah antara lain bawang putih, bawang merah, kunyit, jahe, serai, 5 tomat mengkal, sedikit garam, santan dan cabe rawit iris kecil-kecil semua bahan di iris atau dihaluskan masukkan ke beangga yang sudah disiapkan. Keempat, kemudian masukkan santan kental dengan ditambahkan garam hingga kuahnya mengental, cek rasanya. Kelima, tunggu hingga rata dan ayam atau ikannya empuk daging sudah masak, dan siap di santan di meja makan bersama keluarga. Masak daging selama 45 menit da hidangkan dimeja makan. Uta dada termasuk makanan tradisional masyarakat Kaili. Proses agar uta dada terasa harum dan menimbukan cita rasa yang khas pembuatannya harus dibakar atau diasap terlebih dahulu untuk menambah kekuatan aroma uta dada dan menjadi menu favorit suku Kaili (uta dada). Gambar 2. Uta Dada Kota Palu Sumber : https://jejakpiknik.com/ makanan-khas-sulawesi-tengah 239 Menurut Suryana, (2018) mengatakan bahwa wisata kuliner dalam kota memang sangat menarik bagi para pengunjung. Salah satu menarik wisata kuliner dalam kota adalah makanan tradisional yang masih asli. Karena kuliner disajikan dilingkungan modern yang tertata dan tampilan makanan tradisionalnya sehingga kombinasi traveling dan makanan. Menurut Julian Andriani Putri, dkk (2023) mengatakan bahwa destinasi kota salatiga memiliki produk memiliki opsi yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh kondisi segi gastronomi, beragam produk, konsep kuliner dan karakteristik penjual. Kuliner yang khas di Salatiga dapat dimanfaatkan sebagai peningkatan pariwisata menjadi potensi wisata kuliner dengan memperkenalkan dan meningkatkan industri pariwisata yang ada sebagai pendorong penunjang wisata kuliner. Keberagaman makananpun menjadi pendukung dalam mewujudkan makanan tradisional menajdi daya tarik wisata kuliner. Makanan mampu menjadi motivasi bagi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata. Destinasi wisata kuliner dalam bidang kuliner merupakan daya tarik manusia untuk mencicipi hidangan uta dada yang merupakan makanan khas Kota Palu. Suku kaili Kota palu memiliki kuliner andalan yang nikmat dan ketagihan yaitu uta dada. Uta dada ada dua macam yaitu Uta dada ikan cakalang dan Uta dada ayam. Kuliner Kaili yang satu ini rasa pedas dan aroma rempahnya yang harum dan mengungah selera makan. Harga seporsi uta dada seporsinya seharga Rp35.000/porsi. Dapat dinikmati dengan ketupat atau burasa menambah selera makan anda karena rasanya yang nikmat dan daging sangat empuk serta rasa pedas aroma uta dada dengan santan asli enak.Uta dada Kota Palu sejenis kari kental dimakan dengan ketupat rasanya enak dan kuahnya kental. 240 3. Sayur Kelor (Uta Kelo) Uta kelo adalah sayur yang terbuat dari bahan kelor. Sayur ini merupakan kuliner khas palu. Jenis makanan tradisional suku kaili ini bahan utamanya dari daun kelor yang kemudan dimasak bersama dengan santan, potongan ikan dan juga pisang kepok yang sudah diiris kecil. Adapun bumbu utama uta kelo atau sayur kelor antara lain : pertama, siapkan daun kelor yang sudah di bersihkan dan dipilah batang dan daunnya cuci hingga bersih dan tiriskan, kedua, siapkan santan kental tambahkan garam secukupnya, Ketiga potong ikan pupuh atau ikan asap masukkan kedalam panci atau belangga yang sudah didihkan, keempat, masukkan pisang kepok yang sudah di iris kecil lalu tuang bumbu antara lain masako, garam, kunyit, 1 bawang putih, 10 bawang merah, 10 cabe rawit ijo, dan santan. Kelima, masukkan semua bumbu yang sudah dihaluskan kedalam belangga aduk hingga rata dan tunggu sampai 15 menit uta kelo atau sayur kelor siap disajikan dimeja makan. Menurut sejarah suku kaili, daun kelor tidak hanya dapat memulihkan tenaga saja tetapi siapa saja yang mencicipinya akan selalu memiliki rasa rindu kembali ke Palu (mitos). Gambar 3. Sayur Kelor Kota Palu Sumber : https://jejakpiknik.com/ makanan-khas-sulawesi-tengah 241 Ada tiga sektor yang memiliki kontribusi besar dalam ekonomi kreatif salah satunya kuliner, kriya dan fashion. Kuliner bukan memenuhi rasa lapar namun untuk gaya hidup. Kuliber meliputi kegiatan persiapan, pengolahan, penyajian produk makanan dan minuman yang menajdikan unsur kreativitas, tradisi, dan kearifan lokal sebagai elemen cita rasa, Anisatul Auliya, (2020). Ekosistem kuliner yaitu sebuah sistem yang menggambarkan hubungaan antara peran dalam proses penciptaan nilai kreatif resep keluarga. Rasa uta kelo terletak pada kombinasi rasa gurih yang dihasilkan oleh santan serta rasa pedas cabai rawit yang menjadi bumbu utama dalam makanan khas kaili yang satu ini. Salah satu kawasan wisata di Yogyakarta menjadi pusat wisata kuliner yakni Malioboro. Malioboro berpotensi sebagai wisata kuliner konsep food street (malam hari). Berbagai budaya ditampilkan sebagai icon Kota Yogyakarta khususnya Malioboro. Food Street merupakan daya tarik yang kuat untuk mengekspresikan keunikan kuliner Kota Yogyakarta (Malioboro). Produk kuliner di Yogyakarta diceritakan melalui storytelling kuliner yang di tawarkan dan dikemas dalam memory kunjungan wisata kuliner malioboro, Ani Wijayanti, (2020). Di Kota Palu juga menawarkan kuliner yang sama sebagai icon Kota Palu yakni Uta kelo atau sayur kelor dapat dijumpai hampir di warung makan, cafe dan juga resto yang menyediakan masakan khas kaili. Kaili yang memiliki daya tarik kuliner tetap menjadikan uta kelo sebagai kuliner yang dirindukan oleh masyarakat luar (mitos). Sebab ketika seseorang makan uta kelo akan kembali lagi ke Kota Palu untuk kembali mengunjungi Kota ini. Keragaman kuliner dilestarikan dan dipromosikan melalui invent atau festival yang dilaksanakan di Kota Palu yakni 242 Festival makanan laut merupakan promosi yang dilakukan oleh perhimpunan Hotel dan restoran Indonesia (PHRI) sebagai ajang promosi menandai kebangkitan sektor perhotelan pariwisata dilaksanakan pada tahun 2019 di Kota Palu. Kesimpulan Kota Palu yang dijuluki Kota lembah menyimpan beragam kuliner yang mampu mengikat hati dan mata masyarakat yakni hadirnya tiga jenis kuliner yang menjadi tradisi masyarakat kaili sebagai resep leluhur yang tetap dilestarikan menjadi kuliner masa depan dengan aneka rasa gurih, enak, empuk, segar dan bumbu-bumbu khas kaili yang sangat mudah dijumpai di pasar tradisional. Ketiga jenis kuliner ini menjadi daya tarik bagi masyarakat Kota Palu karena cita rasa, penyajian, produk, kemasan dan keunikan ketiga jenis kuliner khas kaili yakni kaledo (kaki lembu donggala) yang memiliki keunikan dimakan menggunakan teknik sedot karena sumsum tulang kaledo menjadi daya tarik tersendiri terhadap seni makanan khas Kaili yakni kaledo. Uta dada ayam merupakan salah satu yang terenak dirasakan dengan daging ayam yang sudah dipanggang kemdian disantap bersama keluarga karena khas dari Uta dada adalah jenis ayam kampung yang sangat sulit untuk dipisahkan dari Uta dada memiliki rasa asam, segar, memiliki tekstur empuk dan lembut serta gurih karena daging ayam kampung yang sudah dibakar. Terakhir uta kelo atau sayur kelor memiliki kekentalan santan yang dicampur dengan pisang kepok menjadi daya tarik tersendiri terhadap makanan kuliner khas kaili. Pada dasarnya makanan adalah rutinitas pokok yang menjadi kebutuhan bagi manusia. Seiring berjalannya waktu kuliner kini menjadi gaya hidup yang memikat hati para pencinta kuliner untuk mendapatkan pengalaman dalam menjelajah kuliner disetiap daerah yang menjadi kearifan lokal masyarakat atau daerah setempat dan memiliki nilai ekonomi tinggi terkait kuliner. 243 Daftar Pustaka Ani Wijayanti, 2020. Wisata Kuliner sebagai Strategi Penguatan Pariwisata DI Kota Yogyakarta Indonesia. Khasanah Ilmu : Jurnal Pariwisata Dan Budaya volume 11 nomor 1 maret 2020 ISSN 2087-0086 (print) :2655-5433 Anisatul Auliya, dkk 2020. Pengembangan Kreativitas Kuliner sebagai elemen daya tarik wisata Kota depok. Jurnal Ilmiah Pariwisata Volume 25, no. 3 november 2020. Program Studi periklanan Kreatif Universitas Indonesia. Arifudin, 2017. Khazanah Budaya Kaili : Perspektif nilai tradisi, norma dan Sosio –Religi. Palu : En DeCe Press ISBN: 978-602-73357-3-8 Grace Deo Seldudes Eta Nheu, dkk 2020. Strategi Pemasaran Wisata Kuliner sebagai Destinasi Wisata di Dili, Timor Leste. Jurnal Destinasi Pariwisata vol 8 no 2 p-ISSN:2338-8811, e-ISSN:2548-8937. Haliadi Sadi, dkk, 2017. Sejarah Sosial Sulawesi Tengah. Palu : Hoga Julian Andriani Putri, dkk, 2023. Potensi makanan tradisional sebagai daya tarik wisata kuliner di Kota Salatiga. Jurnal Manajemen Perhotelan dan Pariwisata Volume 6, Isseu 1, 2023. P-Issn: 26549719 Kania Ratnasari, dkk 2020. Wisata Kuliner sebagai Penunjang Pariwisata di PU Belitung. Jurnal Pariwisata Pesona, Volume 5 no 2 Desember 2020 :p 93-106 print ISSN 1410-7252. Komang Triawati, 2022. Pariwisata Nusantara. Bandung : Cv Media Sains Indonesia Krstiniana, dkk 2018. Eksplorasi potensi wisata kuliner untuk pengembangan pariwisata di Kota tanggerang. Jurnal Pariwisata dan Budaya (khasanah Ilmu) doi: https://doi.org/10.31294/khi.v9il.3604 244 Leylita Novita Rossad, 2018. Penegaruh Aksesibilitas, Amenitas dan Atraksi wisata terhadap minat Kunjungan Wisatawan Kewahana Air Balong Waterpark Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Journal of Tourism And Economic Vol.1 no.2 ISSN: 2622-4631 (print) Issn : 2622-495X (online). Lila Muliani, 2019. Potensi Bubur Ase sebagai daya tarik wisata kuliner Jakarta. Destinesia Jurnla Hospitaliti & Pariwisata, Vol 1, No 1 September 2019. Pp. 50-56 ISSN 2686-20-42, http://ojs.stiami.ac.id Moh, Rifki dkk, 2019. Pengaruh Kuliner tradisional Khas Kaili terhadap keputusan pembelian pada kawasan wisata anjungan pantai talise di Kota Palu. Jurnal Ilmu manajemen UNTAD Vol 5, no 3 september 2019 P-265-274 online ISSN 2443-3578 Setiadi, Nugroho j, 2010. Perilaku konsumen Edisi revisi cetakan 4. Jakarta : Kencana. Soekadijo, R. 2003. Anotomi Pariwisata. Jakarta :Penerbit Gramedia Pustaka Utama Suaib Djafar, 2014. Kerajaan dan Dewan Adat di tanah Kaili Sulawesi Tengah.Yogyakarta : Ombak. Sukisman Abdul Halid, dkk. 2019. Karakteristik Fisikokimia Dan Mikrobiologis Kaledo Daging Sapi Di Kota Palu. Jurnal Agroland April 2019 ISSN :0854641X E-ISSN:2407-7607 Suryana, 2018. Fasilitas pendukung daya tarik wisata kuliner seputar Cikapundung River Spot, Kota Bandung. Jurnal Pariwisata Vol.nomor 3 September 2018. STP Ars Internasional. Taufik, 2016. Governance Value Chain : Pengembangan Wisata Teluk Palu. Jurnal ilmu politik dan komunikasi, Volume VI no 2/ Desember 2016. Tevila Akwila, dkk (2023). Wisata gastronomi sebagai daya tarik destinasi di Surabaya. Universitas Nasional Jakarta, Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan DoI:https://doi’org/10.5281/zenodo.7826868, eISSN :2089-5364 245 Yogi Rustam, 2022. Analisa Daya Tarik Wisata Terhadap minat kunjungan Wisatawan di Pantai pasir Mayang Kabupaten Paser. Jurnal Administrasi Bisnis Fisiol Unmul, Volume 10, nomor 3, 2002 Issn: 2355-5408, e-Issn 2355-5416 246 Profil Penulis Komang Triawati, S.Pd., M.Pd Perempuan kelahiran Tirta Kencana, 10 September 1989 hobi membaca buku terutama tema sejarah, budaya, sosial, dan kuliner. Menyukai tema Budaya khususnya Kuliner. Penulis merupakan anak dari (Ayah) I Wayan Sugiarta, dan (Ibu) Wayan Rusmi. Anak dari empat bersaudara kakak pertama Ni Wayan Darwatini, Kedua Kadek Puspawati dan keempat Adiwinata, A.Md. Kep penulis sendiri anak ketiga. Jenjang pendidikan penulis bersekolah di SD Inpres II Tirtakencana 2001, SLTP 1 Negeri Toili 2004, SMA Negeri 1 Toili Tahun 2007, jenjang Strata Satu (S1) Jurusan IPS Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako Tahun 2014, kemudian pada tahun 2015 melanjutkan Studi Pascasarjana di Almamater yang sama yakni Universitas Tadulako dengan bidang Studi Pendidikan Sejarah tahun 2018, Strata dua (S2). Pegiat dibidang Wirausaha Kuliner KORI dan Pijat Refleksi KORI. Penulis merupakan dosen aktif sejak tahun 2019 hingga sekarang. Penulis aktif menulis di koran lokal antara lain: Rakernas IKAHIMSI di Padang : Sebuah Kota bersejarah (opini, Radar Sulteng 16 Januari 2012, hlm 4, Menulis Sosok Memanusiakan Manusia/Film dan Buku Mecusuar sabtu, 31 Desember 2016) halaman 21, Jurnal antara lain : Modernisasi Orang Bali di Desa Tirtakencana: Toili Sulawesi Tengah 19702008 Jurnal Sejarah Candra Sangkala Bali : Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Jurusan Pendidikan Sejarah Vol.8 no 16 hal 13-21 edisi Juli 2017. Dataran Toili Wisata Alam : Seribu Cemara di Pantai Minahaki, Pariwisata (PARAMA) Vol 1 no 1 Juni 2019 E-ISSN:2685-7170, Ajeg Bali : Wisata Kuliner Dewata di Tanah Kaili, Pariwisata (PARAMA) Vol 2 no 1 Juni 2021 E-ISSN:2685-7170. Pluralitas dan harmoni Sosial : Orang Bali di Toili Kabupaten Banggai (Prosiding Semnas 20 Modernisasi Beragama Menuju Indonesia emas dalam Kerangka Society 5.0 Webinar 2020 STAH Gde Pudja Mataram, Buku Mulat Sarire, Hubungan perubahan Sosial Budaya : Dampak Covid 19 Terhadap Wisata Manggrove, Tahun 2020. KEBAYA DAN PURA : Identitas Gaya Hidup Budaya Perempuan Bali di Toili Volume 3 Nomor 1 Juni 2022 hal 3241 Jurnal Pariwisata PaRAMA, Manajemen Pengelola Objek Wisata Taipa Beach Volume 3 Nomor 1 Juni 2022 hal 12-21 Jurnal Pariwisata PaRAMA, Kroket Past and Present Culinary Modifications and innovations of the People Of Palu City 247 Gastonary Vol, 1 nomor 1 2022, Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA Yogyakarta, Bertahan dan berubah : Kebudayaan masyarakat bali di Sulawesi Tengah 1960-2018 Jurnal Pariwisata PaRAMA. Buku PARIWISATA Nusantara tahun 2021. Penelitian dengan judul Persepsi Nilai Anak Perempuan Pada Masyarakat Transmigrasi Bali (terbit dijurnal PaRAMA, 2022), Bertahan dan berubah: Kebudayaan Masyarakat Bali di Sulawesi Tengah tahun 1960-2018 (Jurnal PaRAMA, 2022). Email: komangtriawati89@gmail.com 248