Uploaded by I Gede Suhartawan

Manajemen Objek dan Atraksi Wisata

advertisement
COVER
BUNGA RAMPAI
MANAJEMEN OBJEK
DAN ATRAKSI WISATA
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral
dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa
aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan
penyediaan informasi aktual;
ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya
untuk
kepentingan
penelitian
ilmu
pengetahuan;
iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali
pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan
pengembangan
ilmu
pengetahuan
yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk
Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku
Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau
tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
MANAJEMEN OBJEK
DAN ATRAKSI WISATA
Irmayanti Diah Jatiningsih
I Nyoman Slamet
Meizar Rusli
Agus Dharma
Rullyana Puspitaningrum Mamengko
Edy Semara Putra
I Gede Adiyana Putra
I Gede Suhartawan
N. Trianasari
Sri Endah Nurhidayati
Ni Wayan Sri Rahayu
Komang Triawati
Penerbit
CV. MEDIA SAINS INDONESIA
Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id
Anggota IKAPI
No. 370/JBA/2020
MANAJEMEN OBJEK
DAN ATRAKSI WISATA
Irmayanti Diah Jatiningsih
I Nyoman Slamet
Meizar Rusli
Agus Dharma
Rullyana Puspitaningrum Mamengko
Edy Semara Putra
I Gede Adiyana Putra
I Gede Suhartawan
N. Trianasari
Sri Endah Nurhidayati
Ni Wayan Sri Rahayu
Komang Triawati
Editor:
I Made Nuhari Anta
Tata Letak:
Enjellia Putri Zega
Desain Cover:
Manda Aprikasari
Ukuran:
A5 Unesco: 15,5 x 23 cm
Halaman:
iv, 248
ISBN:
978-623-195-533-3
Terbit Pada:
September 2023
Hak Cipta 2023 @ Media Sains Indonesia dan Penulis
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang keras menerjemahkan,
memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis.
PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA
(CV. MEDIA SAINS INDONESIA)
Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id
KATA PENGANTAR
Puji Syukur dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas karunia-Nya Buku Manajemen Objek dan
Atraksi Wisata dapat diterbitkan dan dibaca oleh
semua orang. Buku ini merupakan refleksi dari berbagai
pemikiran oleh para tokoh, praktisi, akademisi dan
peneliti yang bekecimpung di dunia kepariwisataan dari
berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Dalam dunia
pariwisata terdapat banyak aspek yang sangat berkaitan
dan menunjang sehingga kegiatan wisata dapat berjalan
dengan baik. Salah satu komponen tersebut adalah
dalam bidang manajemen wisata. Buku ini akan
mengulas beberapa hal yang terkait dengan kegiatan
manajemen objek dan atraksi wisata. Sehingga dapat
memberikan gambaran dasar tentang manajemen objek
dan atraksi wisata. Adapun hal-hal pokok yang dibahas
adalah terkait dengan konsep manajemen objek dan
atraksi wisata, potensi objek dan atraksi wisata
Indonesia,
standar
keselamatan
dan
keamanan
wisatawan, strategi pengelolaan dan promosi objek
wisata, cinderamata khas objek wisata, peranan bahasa
inggris dalam mengelola objek wisata dan berbagai
penjelasan lain yang berhubungan dengan objek dan
atraksi wisata.Terbitnya buku ini diharapakan dapat
memberikan sumbangsih pemikiran terhadap kegiatan
manajemen objek dan atraksi wisata. Dengan segala
kerendahan hati memohon kiranya ada masukan yang
konstruktif untuk menyempurnakan buku ini ataupun
membahas lebih lanjut dalam buku berikutnya. Kami
mengucapkan
terimakasih
yang
setinggi-tingginya
kepada para penulis dan tim penerbit yang terlibat dalam
proses penyusunan dan penerbitan buku ini. Semoga
apa yang menjadi buah pemikiran para penulis
didalamnya dapat memberikan sumbangsih pada
kemajuan pariwisata di Indonesia. Salam Publikasi!!!
Palu, Agustus 2023
I Made Nuhari Anta
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................... ii
1
INDUSTRI PARIWISATA ..........................................1
2
POTENSI OBJEK DAN ATRAKSI
WISATA INDONESIA .............................................17
3
KONSEP MANAJEMEN DAYA TARIK WISATA .......45
Konsep Manajemen Daya Tarik Wisata .................52
Manajemen Atribut Daya Tarik Wisata .................55
4
STANDAR KEAMANAN DAN
KESELAMATAN WISATAWAN................................61
Konsep Keamanan dan Keselamatan
di Industri Pariwisata............................................61
Standar Keamanan dan
Keselamatan Wisatawan .......................................62
Penerapan Standar Keamanan dan
Keselamatan Wisatawan .......................................75
5
STRATEGI PENGELOLAAN DAN PROMOSI
OBJEK DAN ATRAKSI WISATA .............................83
SWOT Analysis .....................................................84
Segmenting, Targeting, Positioning .........................94
Promotional Mix ................................................... 102
6
CENDERAMATA KHAS OBJEK WISATA ............. 115
Sejarah Cinderamata .......................................... 115
Jenis-Jenis Cenderamata dalam Objek Wisata ...118
Fungsi dan Manfaat Cenderamata
bagi Pariwisata ................................................... 120
ii
7
PERANAN BAHASA INGGRIS DALAM
MENGELOLA OBJEK DAN ATRAKSI WISATA .....133
Mempermudah Komunikasi dengan
Wisatawan Asing................................................. 134
Meningkatkan Kualitas Layanan......................... 138
Meningkatkan Kemampuan dalam
Menyediakan Informasi ....................................... 142
Menjadi Faktor Penting dalam
Meningkatkan Reputasi Objek Wisata................. 147
8
OBJEK DAN ATRAKSI WISATA ALAM ................. 153
Konsep Wisata Alam ........................................... 153
Jenis Atraksi Wisata Alam .................................. 156
Pentingnya Wisata Alam ..................................... 158
9
OBJEK DAN ATRAKSI WISATA BUDAYA............. 171
Pariwisata Budaya .............................................. 171
Atraksi Budaya sebagai Bagian dari
Produk Hospitaliti dan Pariwisata ....................... 174
Pasar Pariwisata Budaya .................................... 176
Objek dan Atraksi Wisata Budaya Indonesia.......179
Pengelolaan Objek dan Atraksi Wisata Budaya ...181
Ringkasan........................................................... 184
10
DAYA TARIK DAN ATRAKSI WISATA ALAM .........189
Peran Daya Tarik dan Atraksi Wisata Alam
dalam Sektor Pariwisata ..................................... 193
Karakteristik dan Jenis Atraksi Wisata Alam ......196
Kekurangan dan Kelebihan Atraksi
Wisata Alam........................................................ 201
iii
11
OBJEK DAN ATRAKSI WISATA
SEJARAH DAN RELIGI ....................................... 209
12
OBJEK DAN ATRAKSI WISATA KULINER........... 225
Objek Wisata di Palu........................................... 230
Atraksi Wisata Kuliner ........................................ 232
iv
1
INDUSTRI PARIWISATA
Irmayanti Diah Jatiningsih, S.Pd., M.Sc
STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah
Pendahuluan
Pariwisata
memiliki
peranan
penting
dalam
pembangunan ekonomi di berbagai negara. Sejak
beberapa tahun terakhir, banyak negara menggarap
pariwisata dengan serius, menjadikan pariwisata sebagai
sektor unggulan dalam perolehan devisa, penciptaan
lapangan kerja, maupun pengentasan kemiskinan
pariwisata dengan berbagai aspek positifnya, dipandang
sebagai passport to development, new kind of sugar, tool
for regional development, invisible export, non-polluting
industry, dan sebagainya (Pitana, 2002). Diakui bahwa
sumbangan sektor pariwisata terhadap perolehan devisa
dan penciptaan lapangan kerja secara makro cukup
signifikan. Laporan kajian ahli (Vorlaufer, 1996; Max,
2004; Roe, et.al, 2004; WTTC, 2006) menyimpulkan
bahwa sumbangan pariwisata yang secara signifikan
pada perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah
tampat dalam bentuk perluasan peluang kerja,
peningkatan pendapatan (devisa) dan pemerataan
pembangunan spasial (Damanik, 2013: 2-3). Selanjutnya
menurut Damanik (2013 : 17), apabila mengamati
rangkaian data statistik pariwisata internasional, maka
dapat terlihat dengan jelas alur pergerakan wisatawan.
Salah satu gambaran yang paling mencolok adalah
1
dominasi penduduk negara-negara maju, khususnya
Eropa Barat dan Amerika Utara, di dalam pergerakan
arus wisatawan internasional maupun lokal. Penjelasan
logis terhadap faktor yang berperan di balik gambaran ini
adalah budaya berwisata yang sudah terbentuk dan
mapan di negara-negara maju. Secara sederhana
Damanik mengartikan budaya berwisata sebagai state of
mind dan pola tindakan di dalam kegiatan pariwisata.
Namun perlu diketahui bahwa budaya berwisata pada
setiap mayarakat, bangsa, dan negara berbeda-beda.
Pariwisata kini telah bertransformasi menjadi salah satu
industri terbesar. Hal ini terlihat dari pertumbuhan
industri pariwisata yang konsisten dari tahun ke tahun.
Saat ini, pariwisata menjadi trend kehidupan manusia
modern. Proses globalisasi dunia dipercaya sebagai
penyebab lajunya pertumbuhan pariwisata modern yang
mendorong terjadinya interkoneksi antar bidang, antar
bangsa, dan antar individu di dunia ini. Perkembangan
teknologi informasi juga dinilai memiliki andil yang
cukup signifikan dalam percepatan dinamika globalisasi
dunia, termasuk didalamnya perkembangan dunia
hiburan, rekreasi dan pariwisata. Dari berbagai
penelitian dan kajian yang pernah dilakukan di berbagai
negara, dapat dibuktikan secara empiris bahwa besaran
(volume) kunjungan wisatawan (number of tourist), lama
tinggal wisatawan di destinasi wisata (length of stay) dan
pembelanjaan wisman (money spending) serta jumlah
pergerakan wisatawan domestik di suatu negara, di
samping sebagai sumber perolehan devisa, juga
berfungsi sebagai instrumen pemerataan pembangunan,
merangsang munculnya berbagai lapangan usaha dan
penyerapan tenaga kerja di sector pariwisata, serta
sebagai roda penggerak peningkatan pendapatan regional
bruto (PDRB) (Sunaryo, 2013: 8).
2
Disamping manfaat pada aspek pembangunan ekonomi,
industri pariwisata juga akan berdampak positif pada
aspek pembangunan non ekonomi (beyond economic
benefit) bagi suatu negara. Beberapa dampak positif yang
bersifat non ekonomi diantaranya yaitu sebagai
instrument
pembaharuan
masyarakat
seperti
mempercepat
proses
adopsi
teknologi
dan
berkembangnya
nilai-nilai
modernisasi
maupun
memberikan akselerasi pada pencapaian tujuan-tujuan
pembangunan sosial budaya yang lain, seperti memupuk
rasa cinta tanah air, persatuan bangsa, meningkatkan
kebanggaan identitas serta persahabatan antar suku
maupun antar bangsa. Namun demikian, bila dilihat
dari segi besaran manfaat dari segi perolehan devisa bagi
negara yang berfungsi menjadi destinasi, khususnya
untuk devisa yang berasal dari pengeluaran atau
pembelanjaan wisatawan mancanegara yang akan
dinikmati oleh negara tersebut, maka faktor jumlah
wisman,
lama
tinggal
wisman,
dan
besaran
pembelanjaan wisman.
Pembahasan
1. Pariwisata sebagai Industri
Industri adalah kegiatan ekonomi yang produktif
menghasilkan produk tertentu yang komersial dan
bernilai ekonomi tinggi, dikelola secara efektif dan
efisien sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
lebih nyata dan lebih cepat bagi pelaku atau
pengusaha industri (Arjana, 2015: 104). Menurut
Sunaryo (2013: 32), apabila konstruk industri
dimaknai
sebagai
pabrik
(factory)
yang
menggambarkan sebuah bangunan dengan cerobong
asap yang tebal dan menghasilkan sebuah produk
berupa barang yang bersifat konkrit (tangible), tentu
jawabannya kepariwisataan bukanlah suatu industri.
Namun jika industri dimaknai sebagai sebuah
3
rangkaian proses aktivitas atau kegiatan produksi
yang menghasilkan nilai tambah (value added), dan
kemudian
produknya
bersifat
tidak
konkrit
(intangible), jelas jawabannya kepariwisataan adalah
sebuah industri. Oleh karena itu, meskipun para
pakar mengartikan dengan kalimat yang berbedabeda namun demikian hampir semuanya memahami
bahwa kepariwisataan sebagai suatu industri, baik
itu industri jasa perjalanan (travel industry) maupun
sebagai industri jasa yang menjual keramahtamahan
(hospitalily industry).
Industri pariwisata merupakan industri yang
kompleks hal ini disebabkan karena industri
pariwisata sangat erat kaitannya dengan industri
lainnya. Kegiatan pariwisata sebagai sebuah industri
melibatkan berbagai komponen, yakni pelaku
pariwisata baik itu usaha terkait sarana wisata dan
usaha jasa wisata. Maksud dalam konteks ini yaitu
terdapat dua pihak yang saling terkait yaitu adanya
produsen dan konsumen, dimana pihak produsen
adalah pihak penghasil atau penyedia barang dan
jasa yang dibutuhkan oleh wisatawan sebagai
konsumen. Keterhubungan berbagai komponen ini
merupakan bentuk dari sebuah sinergitas atau
sistem
yang
saling
terhubung,
dan
saling
membutuhkan satu sama lain sehingga menyerupai
suatu rantai kegiatan (Arjana, 2015: 145). Pada
akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa industri
pariwisata adalah industri yang menghasilkan
produk baik itu berupa barang maupun jasa,
melibatkan berbagai bidang kegiatan ekonomi yang
produktif untuk mendukung kemajuan pariwisata,
baik secara langsung maupun tidak langsung
(Arjana, 2015: 104).
Perspektif yang memahami kepariwisataan adalah
sebuah industri jasa yang bergerak dibidang
perjalanan wisata (travel industry) ataupun sebagai
4
industri jasa yang menjual keramahtamahan
(hospitalily industry serta menghasilkan produk yang
bersifat spesifik dan tidak nyata (intangible), inilah
yang akan digunakan untuk menggambarkan peran
strategis
industri
kepariwisataan
dalam
pembangunan serta penjelasan karakter-karakter
positifnya
yang
bersifat
spesifik
untuk
membedakannya dengan industri jenis lain (Sunaryo,
2013: 32). Meskipun terdapat berbagai definisi dan
indikator
pariwisata
sebagai
suatu
industri,
keberadaan pariwisata dapat dilihat dari adanya
bentuk usaha pariwisata yang bergantung pada
kunjungan
wisatawan.
Artinya
keberadaan
wisatawanlah yang menentukan eksistensi usaha di
bidang pariwisata, karena ada pihak yang dilayani
atau dipenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Untuk lebih memahami industri pariwisata, berikut
ciri-ciri industri pariwisata menurut Suwena &
Widyatmaja (2017) antara lain:
a.
Service industry
Industri pariwisata bergerak karena adanya
perusahaan-perusahaan jasa (service industry)
yang menghasilkan produk berupa barang dan
jasa yang dibutuhkan wisatawan selama
melakukan perjalanan wisata. Faktor produksi
yang tercakup di dalamnya adalah: 1) natural
resources (Kekayaan alam); 2) capital (modal); 3)
manpower
(tenaga
kerja);
dan
4)
skill
(keterampilan).
b. Labor intensive
Industri
pariwisata
mampu
menciptakan
kesempatan kerja, baik sumber daya manusia
yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan dan
keinginan wisatawan. Oleh karena itu, sektor
pariwisata dapat dikatakan sebagai sektor padat
5
karya, baik pada usaha yang berhubungan
dengan pariwisata secara langsung atau yang
merupakan dampak pengganda (multiflier effect),
seperti yang terdapat pada pembangunan
konstruksi sarana dan prasarana pariwisata.
Pada akhirnya industri pariwisata yang terdapat
pada suatu kawasan akan berperan dalam
pengentasan
kemiskinan
bagi
masyarakat
setempat.
c.
Sensitive
Industri pariwisata sangat peka atau reaktif
terhadap keadaan politik dan sosial yang ada.
Tujuan wisatawan akan perolehan kesenangan
(pleasure), kenyamanan (comfort) dan keamanan
(security)
pada
suatu
destinasi,
akan
memengaruhi
pilihan
wisatawan
untuk
melakukan perjalanan wisata atautidak pada
suatu destinasi bergantung pada situasi yang
ada pada kawasan tersebut.
d. Seasonal
Terdapat musim ramai (peak season) atau musim
sepi (off season) pada permintaan akan
perjalanan wisata. Pada peak season atau musim
liburan, permintaan meningkat dibandingkan
hari biasa meskipun terjadi kenaikan pada
harga-harga. Sebaliknya, pada off season
permintaan akan perjalanan wisata menurun.
Naik atau turunnya permintaan wisata dapat
menimbulkan masalah bagi industri pariwisata,
karena banyak pekerja di sektor tersebut yang
mengalami penurunan pendapatan saat sepi,
namun bisa jadi kekurangan tenaga atau
mendapati sarana prasarana yang kurang
memadai dalam melayani wisatawan saat musim
ramai.
6
e.
Capital intensive
Pembangunan sarana dan prasarana industri
pariwisata tentunya memerlukan biaya dan
modal yang besar dari investasi.
f.
Quick yielding industry
Berkembangnya pariwisata sebagai industri lebih
cepat mendatangkan kenaikan devisa atau
foreign exchanges dibandingkan kegiatan ekspor
yang dilakukan secara konvensional. Hal ini
terjadi karena keharusan bagi wisatawan untuk
membayar demi pemenuhan seluruh kebutuhan
dan keinginannya.
2. Ruang Lingkup Industri Pariwisata
Faktor
utama
yang
sangat
menentukan
penyelenggaraan kegiatan adalah kepastian hukum.
Dengan kepastian hukum, seseorang atau suatu
lembaga dapat menyelenggarakan kegiatan dengan
perasaan aman dan tenang. Hal ini berlaku juga untuk
kegiatan bidang kepariwisataan dalam bentuk apapun.
Terlebih lagi kepariwisataan merupakan kegiatan bisnis
yang berdimensi internasional, kepastian hukum
semakin menjadi suatu keniscayaan. Jika suatu saat
terjadi perselisihan (dispute) antara pihak Indonesia
dengan mitranya (pihak asing), maka situasi akan
menjadi rumit, karena hal tersebut sudah masuk dalam
kepastian
hukum
multi
nasional.
Kegiatan
kepariwisataan melibatkan seluruh aspek kehidupan
manusia. Oleh sebab itu dalam upaya pengembangan
kepariwisataan, kepastian hukum terkait seluruh aspek
kehidupan manusia sangat diperlukan. Di Indonesia,
peraturan perundang-undangan, khususnya pada
tingkat nasional mencakup seluruh strata pengaturan,
mulai dari yang tertinggi (Undang-Undang) sampai yang
terendah yaitu Ketentuan Pelaksanaan (Bagyono, 2017:
11).
7
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan pada tanggal 16
Januari 2009, maka pada prinsipnya keseluruhan
kebijakan
penyelenggaraan
kepariwisataan
di
Indonesia harus berdasar pada prinsip dan kaidah
yang
tertuang
dalam
Undang-Undang
Kepariwisataan tersebut beserta segenap peraturan
pelaksanaannya.
Prinsip
penting
tentang
penyelenggaraan kepariwisataan di Indonesia telah
diamanahkan oleh UU No.10 Tahun 2009 yaitu
bahwa
penyelenggaraan
pembangunan
kepariwisataan di Indonesia harus dilakukan
berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan, adil
dan
merata,
keseimbangan,
kemandirian,
kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis,
kesetaraan, dan kesatuan, yang kesemuannya
diwujudkan
melalui
pelaksanaan
rencana
pembangunan
kepariwisataan
dengan
memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan
kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan
manusia untuk berwisata (Sunaryo, 2013: 99).
Dalam UU No. 10 Tahun 2009, kepariwisataan
dipandang bukan hanya sekedar sebagai bentuk
interaksi antara wisatawan dan obyek wisata saja,
akan tetapi dapat diartikan lebih luas sebagai suatu
kesatuan sistem yang saling berkaitan antara empat
komponen pembangunan kepariwisataan yaitu
industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran
pariwisata,
dan
kelembagaan
periwisata.
Berdasarkan penjelasan Pasal 7 huruf a UU No.10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang menjadi
ruang lingkup mandat pembangunan industri
pariwisata di Indonesia meliputi:
8
a.
Struktur (fungsi,
Industri Pariwisata
hierarki,
dan
hubungan)
Struktur industri pariwisata adalah fungsi,
hierarki dan hubungan kumpulan usaha
pariwisata
yang
diwadahi
oleh
asosiasi
professional yang saling berkoordinasi dan
bersinergi untuk meningkatkan daya saing
kepariwisataan Indonesia yang meliputi:
1)
Kaitan mata rantai antar industri pariwisata
2)
Wadah asosiasi usaha pariwisata
3)
Sistem koordinasi
pariwisata
4)
Sistem koordinasi antara asosiasi usaha
pariwisata dengan pemerintah
antar
asosiasi
usaha
b. Daya Saing Produk Usaha Pariwisata
Daya saing produk wisata dalam hal ini meliputi
kualitas barang dan jasa yang mampu dinilai
unggul oleh wisatawan, yang akan diukur
melalui:
1)
Sertifikasi
2)
Standarisasi
3)
Kompetensi sumberdaya manusia (jumlah,
kualitas, dan kecocokan)
Dalam bidang kepariwisataan, wisatawan adalah
pihak yang menentukan produk apa yang
berdaya saing. Dalam bidang pemasaran
pariwisata, bukan standar produk wisata yang
menarik, akan tetapi justru yang bernilai unik,
beda, dan lain dari biasanya.
c.
Kemitraan Usaha Pariwisata
Kemitraan usaha pariwisata dalam pemahaman
ini dimaksudkan sebagai usaha bersama antar
pelaku
industri
pariwisata
dan
dengan
9
masyarakat ataupun dengan pemerintah, yang
menguntungkan semua pihak terlibat untuk
menghasilkan produk dan jasa pariwisata yang
akan dinilai melalui:
1)
2)
Kemitraan antarpelaku usaha pariwisata
Kemitraan antarpelaku usaha pariwisata dan
masyarakat
3) Kemitraan antarpelaku usaha pariwisata dan
pemerintah
d. Kredibilitas Bisnis
Kredibilitas bisnis sangat diperlukan dalam
usaha pariwisata. Kredibilitas bisnis dalam hal
ini dimaksudkan sebagai penyelenggara usaha
yang
dilakukan
secara
terpercaya,
adil,
transparan, dan akuntabel, yang akan diukur
melalui:
1) Pembayaran pajak
2) Perizinan penyelenggaraan usaha
3) Jejaring usaha
4) Kepercayaan pasar
Kredibilitas bisnis dalam usaha pariwisata pada
dasarnya adalah kepercayaan pasar atau trust
terhadap usaha kepariwisataan itu sendiri. Dari
sisi pasar wisatawan, kredibilitas akan diraih
melalui pelayanan yang konsisten dan bisa
dipercaya.
e.
Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan
Tanggung jawab terhadap lingkungan alam dan
social
budaya
merupakan
kewajiban
penyelenggara usaha berdasarkan prinsipprinsip pelestarian lingkungan dan budaya, yang
akan
dinilai
dari
penyelenggaraan
dan
pemanfaatan:
10
1)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL)
2) Coorporate Social Responsibility (CRS)
3) Sumberdaya Lokal (Local Content)
3. Sektor Utama Industri Pariwisata
Sebagai
salah
satu
sektor
pembangunan,
kepariwisataan terbukti telah menempati posisi
penting dalam sejarah pembangunan perekonomian
dibanyak negara dan menempatkan diri sebagai
destinasi wisata dunia, khususnya pada dua dekade
terakhir. Terlebih ketika tingkat kesejahteraan
ekonomi negara-negara di dunia semakin baik dan
maju, kegiatan kepariwisataan dunia juga akan
semakin berkembang. Tingkat kesejahteraan yang
semakin tinggi menjadikan kepariwisataan sebagai
bagian pokok dari kebutuhan hidup atau gaya hidup
manusia (life style), sehingga mampu menggerakkan
jutaan manusia untuk mengenal alam dan budaya
ke belahan atau kawasan dunia lainnya. Pergerakan
jutaan
manusia
dalam
bentuk
kegiatan
kepariwisataan selanjutnya akan menggerakkan roda
perekonomian yang saling berkaitan menjadi industri
jasa yang akan berkontribusi penting bagi
perekonomian dunia, perekonomian bangsa-bangsa,
hingga peningkatan kesejahteraan ekonomi di
tingkat masyarakat lokal (Sunaryo, 2013: 135-136).
Leiper (1990: 29-30) dalam Pitana & Diarta (2009:
63-64) mengklasifikasikan sektor utama dalam
industri pariwisata terdiri dari tujuh poin penting
yaitu sebagai berikut:
a.
Sektor pemasaran (the marketing sector)
Mencakup semua unit pemasaran dalam industri
pariwisata, misalnya kantor biro perjalanan
dengan jaringan cabangnya, kantor pemasaran
11
maskapai penerbangan (air lines), kantor promosi
daerah tujuan wisata tertentu, dan sebagainya.
Umumnya sektor pemasaran ini berada di daerah
traveller generating region di mana kegiatan
promosi, advertising, publikasi, dan penjualan
produk dan paket wisata dilakukan. Traveller
generating region juga merupakan tempat calon
wisatawan memutuskan dan merencanakan
perjalanan
wisatanya.
Hal
inilah
yang
menyebabkan pasar industri pariwisata sebagian
besar bersumber dari traveller generating region.
b. Sektor perhubungan (the carrier sector)
Mencakup
semua
bentuk
dan
macam
transportasi publik, khususnya yang beroperasi
sepanjang jalur transit yang menghubungkan
tempat asal wisatawan (traveller generating
region) dengan tempat tujuan wisatawan (tourist
destination
region).
Misalnya
perusahaan
penerbangan
(airlines),
bus
(coachline),
penyewaan mobil, kereta api, dan sebagainya.
c.
Sektor akomodasi (the accommodation sector)
Sebagai penyedia tempat tinggal sementara
(penginapan) dan pelayanan yang berhubungan
dengan hal itu, seperti penyediaan makanan dan
minuman (food and beverage). Sektor ini
umumnya berada di daerah tujuan wisata dan
tempat transit.
d. Sektor daya tarik/atraksi wisata (the attraction
sector)
Sektor ini terfokus pada penyediaan daya tarik
atau atraksi wisata bagi wisatawan. Lokasi
utamanya terutama pada daerah tujuan wisata
tetapi dalam beberapa kasus juga terletak pada
daerah transit. Misalnya taman budaya, hiburan
(entertainment), event olahraga dan sebagainya.
12
Jika suatu daerah tujuan wisata tidak memiliki
sumberdaya atau daya tarik wisata alam yang
menarik, biasanya akan dikompensasi dengan
memaksimalkan daya tarik wisata lain. Usaha
mengindustrialisasikan suatu objek atau event
sering mengakibatkan daya tarik/ atraksi wisata
yang bersifat artificial attractions.
e.
Sektor tour operator (the tour operator sector)
Mencakup
perusahaan
penyelengara
dan
penyedia paket wisata. Perusahaan ini membuat
dan mendesain paket perjalanan dengan memilih
dua atau lebih komponen (baik tempat, paket,
atraksi wisata) dan memasarkannya sebagai
sebuah unit dalam tingkat harga tertentu yang
menyembunyikan harga dan biaya masingmasing dalam komponen dalam paketnya. Paket
yang ditawarkan umumnya disusun dalam
format standar dan dibuat untuk mengantisipasi
kecenderungan permintaan pasar. Komponen
utamanya umumnya berupa transportasi dan
akomodasi. Sektor ini umumnya terkonsentrasi
pada daerah tujuan wisata (tourist destination
region) dan sepanjang rute transit dari asal
wisatawan menuju daerah tujuan wisata.
f.
Sektor pendukung/rupa-rupa (the miscellaneous
sector)
Sektor
ini
mencakup
pendukung
terselenggaranya kegiatan wisata baik di negara/
tempat asal wisatawan, sepanjang rute transit,
maupun di negara/tempat tujuan asal wisata.
Misalnya toko oleh-oleh (souvenir) atau took
bebas bea (duty free shops), restoran, asuransi
perjalanan wisata, travel cek (traveller cheque),
bank dengan kartu kredit, dan sebagainya.
Sektor ini merupakan sektor yang memperlancar
pergerakan sistem pariwisata untuk menjangkau
beragam batas geografis.
13
g.
Sektor pengkoordinasi/regulator (the coordinating
sector)
Mencakup peran pemerintah selaku regulator
dan asosiasi di bidang pariwisata selaku
penyelenggara pariwisata, baik di tingkat lokal,
regional, maupun internasional. Sektor ini
biasanya menangani perencanaan dan fungsi
manajerial untuk membuat sistem koordinasi
antara seluruh sektor dalam industri pariwisata.
Misalnya di tingkat lokal dan nasional seperti
Departemen
Pariwisata,
Dinas
Pariwisata
Provinsi (Disparda), Perhimpunan Hotel dan
Restoran (PHRI), dan sebagainya. Di tingkat
regional dan internasional seperti World Tourism
Organization
(WTO),
Pacific
Asia
Travel
Association (PATA), dan sebagainya.
14
Daftar Pustaka
Arjana, I Gusti Bagus. 2015. Geografi Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Bagyono. 2017. Pariwisata dan Perhotelan. Bandung:
Alfabeta.
Damanik, Janianton. 2013. Pariwisata Indonesia Antara
Peluang dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pitana, I Gde. 2002. Pariwisata, Wahana Pelestarian
Kebudayaan dan Dinamika Masyarakat Bali.
Denpasar Bali: Universitas Udayana.
Pitana, I Gde.,& Diarta, I Ketut Surya. 2009. Pengantar
Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: C.V. Andi Offset.
Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan Pembangunan
Destinasi Pariwisata. Yogyakarta: Gava Media.
Suwena, I. K., & Widyatmaja, I. G. N. 2017. Pengetahuan Dasar
Ilmu
Larasan.
Pariwisata.
Bali:
Pustaka
Peraturan dan Perundang- undangan
Undang-Undang Nomor
Kepariwisataan
10
15
Tahun
2009
Tentang
Profil Penulis
Irmayanti Diah Jatiningsih
Lulus S1 pada Program Sudi Pendidikan Geografi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Tadulako tahun 2012. Kemudian
melanjutkan studi S2 pada Program Studi
Kependudukan
Sekolah
Pasca
Sarjana
Universitas Gadjah Mada dan lulus pada tahun 2015. Penulis
memulai karier sebagai Dosen Luar Biasa (LB) pada Program
Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako Tahun 2015 – 2016.
Saat ini adalah Dosen Tetap pada Program Studi Pariwisata
Budaya dan Keagamaan Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH)
Dharma Sentana Sulawesi Tengah. Pernah menjabat sebagai
Ketua Program Studi Pariwisata Budaya dan Keagamaan STAH
Dharma Sentana Sulawesi Tengah. Selain mengajar, saat ini
penulis juga aktif sebagai peneliti, reviewer dan editor jurnal
nasional, serta aktif dalam kegiatan pengabdian kepada
masyarakat. Sebagai peneliti, penulis telah menghasilkan
beberapa karya ilmiah berupa hasil penelitian dan telah
dipublikasikan di beberapa jurnal nasional.
Email Penulis: irmayantidiah23@gmail.com
16
2
POTENSI OBJEK DAN ATRAKSI
WISATA INDONESIA
Dr. I Nyoman Slamet, S.Pd., M.Si
STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah
Pendahuluan
Potensi wisata adalah segala sesuatu yang berpotensi
menjadi daerah tujuan wisata serta memiliki daya tarik
agar wisatawan berkunjung ke tempat tersebut. Potensi
objek wisata salah satu yang banyak dikunjungi adalah
Bali. Bali sebagai Pulau kecil yang memiliki sebuah titik
di tengah Kepulauan memiliki berbagai keunikan dan
karakteristiknya karena aktivitas kehidupan umkat
hindu yang mempunyai dimensi baik secara kolektif
maunpun individu. Bali menjadi tujuan wisata terbesar
di Indonesia. Daerah bali disebut Pulau Dewata atau
seribu pulau. Daya tarik wisata Bali selain Bangunan,
pemandangan (gunung Agung, Gunung batur, Gunung
batukau, Bukit Pecatu) menjadi pelindung bagi orang
Bali di Bali. Keempat gunung ini merupakan simbol
keagungan bagi orang Bali sehingga bali disebut sebagai
kawasan ritual atau banua. Menurut Thomas A Reuter,
(2005) mengatakan bahwa konsepsi banua untuk
mempertahankan
perasaan
identitas
dikalangan
pengunungan. Suwantoro,(2002) mengatakan bahwa
wisata alam adalah bentuk wisata yang memanfaatkan
17
potensi sumber daya alam dan lingkungan. Pemanfataan
potensi alam dan ekosistem serta perpaduan buatan
manusia. Menurut Rossadi, dkk (2018) atraksi atau daya
tarik wisata merupakan keunikan, keindahan dan nilai
baik kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia
serta tujuan dan sasaran kunjungan wisatawan (UU no
10 tahun 2009). UU nomor 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan menjelaskan bahwa kegiatan perjalanan
seseorang mengunjungi tempat wisata baik untuk tujuan
pengembangan pribadu, rekreasi, keunikan daya tarik
dalam waktu sementara.
Atraksi wisata atau daya tarik adalah sesuatu yang
membuat wisatawan nyaman, puas, dan menikmati daya
tarik baik alam, budaya dan buatan manusia. Salah satu
yang menarik di bali khususnya daerah Bukit Pecatu
yakni Pura Luhur Uluwatu selain keindahan alam fauna
(monyet), laut, bukit, Pura dan tarian kecak semua ini
merupakan rangkain satu kesatuan keragamaan budaya
yang dimiliki Bali sebagai potensi dan aktrasi wisata
Indonesia. Daya tarik suatu lokasi dikawasan wisata
merupakan tujuan utama yang dikunjungi sebagai lokasi
wisata, daya tarik kawasan wisata daerah Bali seperti
Pura Luhur Uluwatu (Bukit Pecatu), Pura Agung Besakih
(religi), dan Tanah Lot. Salah satu atraksi wisata adalah
Pura Uluwatu. Daya tarik Pura Uluwatu bagi wisatawan
ada dua yakni Pura Uluwatu yang terletak ditebing dan
Tari Kecak yang setiap pukul 18.00 wita ketika matahari
terbenam akan dilaksanakan untuk menarik penghujung
yang ingin melihat keindahan alam dirangkaikan dengan
tarian
kecak.
Pura
uluwatu
terkenal
dengan
pemandangan matahari terbenam (siluet) tak heran pura
ini sebagai salah satu tempat untuk menikmati sunset di
Bali. Serta areal pertunjukan tarian kecak merupakan
salah satu aktrasi popluer di Pulau Dewata Bali.
Kegiatan wisata alam dilakukan pengunjung dengan
melestarikan kebudayaan Bali (tari kecak) sebagai
18
warisan budaya leluhur yang menjadi tari pertunjukan di
area Pura Luhur Uluwatu. Pura Agung Besakih adalah
sebuah kompleks Pura yang terletak di daerah Gunung
Agung. Lokasi gunung Agung
di Desa Besakih
Karangasem
dengan
ketinggian
3142M
diatas
permukaan laut. Gunung Agung merupakan Gunung
tertinggi di Bali. Pura Agung Besakih adalah pura
terbesar yang diakui oleh UNESCO sejak tahun 1995
sebagai warisan situs dunia yang memiliki daya tarik
wisata (pura suci yang sakral) bagi umat hindu karena
didalam pura terdapat tiga arca sebagai simbol Tri Murti
yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa, ketiga
dewa ini merupakan lambang kekuatan Tuhan di Pura
Agung Besakih. Ornamen Pura Besakih konsepnya Tri
Hita bermakna keseimbangan manusia, alam dan tuhan.
Keseimbangan ini membentuk konsep arsitektur benda
megalitikum seperti Menhir, batu, piramid dan tahta.
Kemudian tanah Lot berada di Kabupaten Tabanan
merupakan bangunan suci umat Hindu yang berada di
tengah Laut. Tanah Lot (laut) sendiri memiliki keunikan
yakni adanya mata air suci yang berasal dari sumber
mata iar tawar yang muncul di tengah lautan. Air yang
keluar dari tengah lautan dipercaya membawa berkah.
Pura Tanah Lot di bangun diatas batu karang dengan
luas 3 hektar, sebuah pulau karang menawarkan
pemandangan yang indah.
Potensi Objek wisata telah banyak diteliti oleh beberapa
peneliti antara lain Sediati Siregar, dkk (2012)
mengatakan bahwa 1) potensi objek wisata (alam dan
budaya) kurang berkembang baik itu fasilitas, aktrasi
wisata
menjadi
faktor
utama
dalam
kurang
berkembangnya objek wisata, 2) pemerintah dan
masyarakat belum optimal dalam mengembangkan objek
wisata di Kabupaten Dairi, kurangnya promosi dan lainlain. Kemudian menurut Ida Ayu Sinta Devi, dkk (2018)
mengatakan bahwa potensi wisata edukasi pada objek
19
wisata Giayar yang dikunjungi seperti Elaphant Safari
Park, Keramas Park, Butterfly park, dan Taman Nusa
memiliki syarat untuk objek wisata edukasi baik atraksi,
sumber daya manusia, perencanaan perjalanan dan Tour
Operator. Namun potensi objek dan wisata Indonesia
belum banyak yang teliti sehingga peneliti mengkaji
terkait hal tersebut.
Pembahasan
1. Potensi Objek Wisata Indonesia
a.
Pura Uluwatu
Potensi wisata menjadi kemampuan dalam
mengembangkan wilayah untuk daya tarik
wisata dan manfaat industri wisata. Adapun
potensi objek wisata menurut Amdani, (2008)
mengatakan bahwa potensi wisata sebagai
kemampuan
dalam
memanfaatkan
pembangunan manusia, alam dan kebudayaan.
Pariwisata merupakan sektor andalan di
Indonesia seperti Bali. Bali memiliki Potensi
wisata dan atraksi wisata yang menjadi magnet
bagi wisatawan seperti Pura Uluwatu (bukit
Pecatu),
Pura
Besakih,
dan
tanah
lot.
Pengembangan pemanfataan potensi pariwisata
dapat meningkatkan kunjungan diberbagai
daerah tujuan wisata. Ni Luh Putu Candra
Yastari, (2013) perkembangan
Pura Uluwatu
sebagi objek wisata di bali bagi pendidikan
sejarah antara lain: 1) Pura tersebut terkandung
amanat
kisah
sejarah
(keberadaan
pura
Uluwatu), 2) menumbuhkan kecintaan siswa
terhadap peninggalan sejarah sebagai warisan
leluhur,
3)
menumbuhkan
kesadaran
kesejarahan untuk menjaga dan melestarikan
peninggalan purbakala, 4) pemahaman tentang
20
materi sejarah lokal. Pura Uluwatu sebagai pura
suci di Bali dapat memberikan pemahaman
terhadap
peserta
didik
bahwa
sejarah,
peninggalan (warisan leluhur), kesadaran, dan
sejarah
lokal
menjadi
kunci
dalam
mengembangkan destinasi wisata di Pura
Uluwatu itu sendiri. Selain sebagai tempat suci
agama hindu ternyata keberadaan Pura Uluwatu
memberikan kontribusi besar terhadap destinasi
wisata, kekayaan budaya bali sebagai cagar
budaya difungsikan untuk tempat sembahyang.
Sejalan dengan perkembangannya Pura Uluwatu
menjadi kawasan wisata dengan melihat
pemandangan monyet, tarian kecak, dan sunset
(matahari terbenam).
Anthony Giddens, (2009) mengatakan bahwa
ruang
sebagai
wadah
tempat
manusia
beraktivitas serta berbagai makna sosial dalam
wadah tertulis. Menurut I Made Andika, dkk
(2017)
mengatakan
bahwa
perkembangan
kawasan di Pura Uluwatu tidak terlepas dari
order baru pada tahun 1968. Wisatawan yang
berkunjung pada tahun 1965, pada tahun 1978
kedatangan wisatawan ke Bali mengalami
perkembangan sehingga pembangunan wisata
budaya sebagi konsep yakni pura uluwatu, dan
Pura Besakih, sebagi salah satu pura dengan
budaya yang sangat lhur, warisan budaya
menjadi daya tarik wisata sehingga kawasan
Pura uluwatu tersedianya jasa, toko, warung,
kio,
cinderamata,
jajakan
makanan
dan
minuman serta pendukung wisata lainnya. Salah
satu gambar tari kecak menjadi potensi objek
wisata di Pura Uluwatu dibawah ini:
21
Gambar 1: Pemandangan Pura Luhur Uluwatu, Dok
BPCB Bali 2016 (Kebudayaan.kemendikbud.go.id)
Tari kecak menjadi bagian dari seni di Bali. Tari
kecak sendiri merupakan pertujukan dramatari
yang menceritakan ramayana serta dimainkan
oleh penari laki-laki. Tari kecak merupakan
pertunjukan drama tari dimana berasal dari
ritual sanghyang, tari kecak mempertontonkan
penari
laki-laki
berbaris
melingkar
dan
menyerukan cak secara berulang-ulang serta
mengangkat kedua lengan. Makna tari kecak
dalam Ramayana menyiratkan bahwa pasukan
kera yang membantu Rama ketika melawan
Rahmawan. Sehingga Tari Kecak bermakna filsofi
bagi umat Hindu terutama masyarakat Bali
terkait Ramayana. Tarian kecak sendiri sebagai
komunukasi antara manusia dengan Tuhan
untuk menyampaikan harapan pada manusia itu
sendiri. Walter Spies pelukis Jerman pada tahun
1930an menciptakan tari kecak sebagai wujud
pada tradisi Sanghyang (kisah Ramayana).
Kemudian Wayan Limbak mempopulerkan tari
kecak
ketika
berkeliling
dunia
bersama
rombongan penari bali di sanggarnya. Sehingga
22
tradisi Tari Kecak di Pura Uluwatu menjadi
kebiasaan yang dilaksanakan sejak lama serta
bagian dari budaya masyarakat Bali di Pura
Uluwatu. Tradisi atau kebiasaan merupakan
sesuatu yang diteruskan oleh generasi ke
generasi baik tertulis maupun lisan karena tanpa
adanya ini, tradisi akan punah sehingga tradisi
sebagai warisan yang benar dari masa lalu.
Tradisi menjadi kebiasaan yang merupakan
norma keberadaannya diterima oleh masyarakat
sebagai aturan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sehingga adat-istiadat yang mengatur kebiasaan
sebagai tata tertib.
Pura Uluwatu memiliki potensi wisata yang
menarik yang ada di Indonesia, harga tiket
masukpun sangat terjangkau bagi masyarakat
lokal
maupun
mancanegara
yang
ingin
berkunjung ke Pura Uluwatu. Tiket masuk
Dewasa (Asing) Rp50.000/orang, anak (6-12
tahun)
Rp30.000/orang
parkir
mobil
Rp5.000/mobil, motor Rp2000/motor. Selain
harga tiket yang murah pemandangannya juga
menjadi daya tarik serta Pura Uluwatu dengan
konsep melestarikan budaya sebagai daya tarik
wisata salah satunya adalah kesenian. Kesenian
bagian
dari
tujuh
unsur
kebudayaan.
Kebudayaan adalah suatu hakikat sesuatu yang
dihasilkan manusia melalui akal budi baik itu
Ide, Tindakan dan artefak (cipta, rasa dan karsa).
Menurut Ary H Gunawan, (2008) mengatkan
bahwa kata “budaya” berasal dari bahasa
sangsekerta “buddhayah” yang artinya budi
(akal). Oleh karena itu, budaya merupakan
segala hal yang berkaitan dengan akal budi
manusia itu sendiri melalui ide, pikiran dan
tindakan manusia. Budaya adalah suatu cara
23
hidup yang dikembangkan sebuah kelompok dan
diwariskan kepada generasi yang satu ke
generasi yang lain dengan sistem bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, adat istiadat dan
karya seni salah satunya adalah tarian kecak
yang menjadi warisan budaya Pura Uluwatu
menjadi daya tarik bagi wisatawan asing
maunpun mancanegara yang ingin melihat
keindahan Pura Uluwatu serta tarian kecak yang
menjadi identitas Pura Uluwatu di Bali. Budaya
tarian kecak membuktikan bahwa budaya
tersebut dipelajari oleh masyarakat Bali sebagai
warisan leluhur yang lestari hingga kini.
Kemudian
Ki
Hajar
Dewantara
juga
menggemukan bahwa kebudayaan merupakan
buah budi hasil karya manusia itu sendiri.
Unsur kebudayaan antara lain : sistem normal
yang menguasai alam sekitar, organisasi
ekonomi, organisasi, alat-alat, lembaga atau
pendidikan. Sehingga kebudayaan memiliki
fungsi sangat besar bagi masyarakat Bali di Pura
Uluwatu dengan konsep kekuatan masyarakat
yang selalu hidup bersama, rukun, saling
menghargai serta memiliki nilai-nilai serta
norma-norma dalam menjaga harmonisasi Pura
Uluwatu.
b. Pura Agung Besakih
Pura Agung Besakih menjadi salah satu Potensi
Objek Wisata di Indonesia, keindahan pura
Agung Besakih yang begitu luas menjadi daya
tarik sendiri bagi wisatawan. Pura Agung Besakih
terletak di Desa Besakih Kecamatan Rendang
Kabupaten Karangasem. Ini menjadi magnet
tersendiri sebagai Ibunya Pura. Karena memiliki
lokasi yang sangat luas dengan ketinggian 3142
24
meter di atas permukaan laut serta jarak tempuh
65,4 km atau satu jam 48 menit dengan
berkendaraan. Pura Agung Besakih memiliki 18
Pura pendamping yaitu Pura Basukian dan 17
pura lainnya. Pura Agung Besakih menjadi pusat
kegiatan dari seluruh pura yang ada di Bali
karena terdapat 3 Arca di Pura Besakih sebagai
simbol dari sifat Tuhan (Tri Murti) simbol utama
Stana Ida Sang Hyang Widhi Wase lambang
Dewa
Brahma
(Pencipta),
Dewa
Wisnu
(Pemelihara) dan Dewa Siwa (Pelebur atau
reinkarnasi). Pura Besakih menjadi warisan Situs
dunia dari UNESCO sejak tahun 1995 menjadi
potensi obyek wisata serta Atraksi wisata (daya
tarik) bagi wisatawan mancanegara yang
merupakan tempat suci yang sakral bagi umat
Hindi di bali. Pura besakih di dirikan oleh Rsi
Markandeya mendapat wahyu dan petunjuk dari
Tuhan, Rsi Markandeya menanam Kendi berisi
logam dan air suci. Kemudian di dalam kendi ada
5 logam yaitu logam mulia emas, perak, tembaga,
besi dan perunggu (logam dikenal Pancadatu), 5
logam mutiara ini disebut juga sebagai Basuki
(selamat) sehingga Pura ini disebut Ibunya Pura
di Bali karena kompleks Pura terdapat 202
bangunan besar dan kecil serta 18 komplek
dengan jarak 300 meter untuk mengelilingi pura
diperlukan waktu 1 jam untuk menikmati dan
melihat keindahan dan kemegahan Pura
Besakih.
Pura Besakih menjadi salah satu pura yang
menganut konsep Tri Hita Karana dengan
menyeimbangkan antara manusia dan manusia,
manusia dengan alam, dan manusia dengan
Tuhan. Menurut Komang Triawati, (2020)
mengatakan bahwa Tri Hita Karana menjaga
25
kehidupan yang harmonis dan serasi karena
orang bali dapat mengimplementasikan nilaiinilai ajaran hindu (tradisi) sebagai budaya lokal
berdasarkan awig-awig atau aturan dengan tetap
melestarika harmonis sosial. Konsep Tri Hita
karana menjadi salah satu penyosong kehidupan
yang harmonis di Pura Besakih. Adapun tiket
masuk
pengunjung
dikenakan
tarif
Rp15.000/orang, parkir motor Rp2000/motor,
dan Rp5000/mobil objek wisata buka setiap hari
pukul 08.00 wita sampai 17.00 wita. Sehingga
dalam kepariwisataan Budaya Bali menjadikan
Tri Hita Karana sebagai kebahagiaan yang
menjaga keseimbangan dan harmonis berbhakti
kepada Tuhan, manusia dan alam. Pelaksanaan
Pariwisata dan Pengelolaan sangat diperlukan
dalam
melestarikan, mengembangkan dan
mengelola warisan budaya menjadi obyek dan
daya tarik wisata. Dalam UU no. 5 tahun 1992
mengatakan bahwa benda cagar budaya serta
situs dilindungi dengan tujuan melestarikan dan
memiliki manfaat dalam memajukan budaya. Hal
ini dipertegas oleh I Wayan Sudiarta, (2021)
mengatakan bahwa konsep Tri Hita karana
sebagai
potensi
dalam
mengembangkan
kepariwisataan sebagai wahana aktualisasi
memiliki hubungan yang dinamis antara
kebudayaan sehingga secara sinergis harmonis
dan berkelanjutan (kesejahteraan, kelestarian
dan lingkungan). Tri Hita Karana sebagai falsafah
hidup orang Bali memuat tiga unsur utama
dalam keseimbangan (Tuhan, manusia dan
lingkungan)
menjadi
sumber
kedamaian,
kesejahteraan dan bahagia karena destinasi
pariwisata di Bali menjadi kawasan pariwisata
serta daya tarik sesuai dengan tata ruang,
26
memiliki potensi untuk pengembangan wisata
seperti pertumbuhan ekonomi, budaya dan
sosial. Sumber daya kawasan daya tarik wisata
khusus (KDTWK) adalah strategis pariwisata
yang berada diwilayah desa dengan tetap
mempertahankan
aksebilitas,
fasilitas
dan
aktifitas sosial budaya masyarakat untuk
mendukung pengembangan dalam melestarikan
budaya dan lingkungan hidup umat hindu di
Bali. Nilai-nilai dalam menerapkan Falsafah Tri
Hita Karana antara lain asas manfaat,
kekeluargaan, mandiri, lestari, keseimbangan,
adil, kesetaraan dan partisipasi serta kesatuan
menjadi budaya bali yang “ajeg”. Tri Hita Karana
berasal dari kata tri (tiga) Hita (kesejahteraan)
Karana (sebab) jadi Tri Hita karana tiga unsur
penyebab mencapai kesejahteraan bagi manusia.
Tri Hita Karana menekankan pada menjaga
keserasian dan keharmonisan dalam hidup
denngan penciptanya (tuhan, manusia dan alam
(lingkungan) memiliki wawasan kesemestan.
Konsep Hukum alam (Rta) Rna menjaga
keseimbangan, keharmonisan dalam hidup alam
semesta ini. Tri Hita Karana sebagai pondasi
dalam membangun kearifan lokal masyarakat
bali melalui konsep filsosofis yang dipercaya
umat hindu dalam menjaga harmonisasi
menuntun arah hidup yang selaras.
Pura Besakih yang menganut konsep Tri Hita
Karana sebagai budaya Bali yang lestari, menjaga
keseimbangan
alam.
Gunawan,
(2014)
menyatakan bahwa Tri Hita Karana sebagai
budaya organisasi menjadi konsep kehidupan
dan sistem kebudayaan Bali. Konsep kehidupan
yang
memiliki
prinsip
kebersamaan,
keseimbangan, keselarasan antara tujuan dan
27
budaya dalam melestarikan lingkungan serta
estetika spritual. Hakekat konsep Tri Hita Karana
sebagai
implementasi
untuk
mendukung
perkembangan wisata menjadi daya tarik Pura
Besakih sebagai warisan budaya (megalitikum).
Pura Besakih merupakan salah satu peninggalan
zaman Megalitikum sesuai dengan desain
arsitektur bangunananya. Arsitektur merupakan
ilmu perancang bangunan mencakup kontruksi,
dekorasi dan struktur bangunan itu sendiri.
Pura Besakih menyimpan banyak benda-benda
zaman Megalitikum seperti Menhir, struktur
teras piramaid, dan tahta. Dolmen dan Menhir
merupakan kebudayaan dari zaman Megalitkum
dimana zaman batu besar ketika manusia sudah
dapat membuat kebudayaan batu besar. Fungsi
menhir sebagai pemujaan terhadap roh nenek
moyang. Menhir terdiri dari dua kata men berarti
batu, hir berarti berdiri. Jadi menhir adalah batu
berdiri
yang
biasanya
digunakan
untuk
pemujaan terhadap roh leluhur Kholiq, dkk
(2010). Pura Besakih memiliki akses dari Ibu
Kota sekitar 25km ke arah Kota Semarapura
(Kabupaten Klungkung) dengan perjalanan
menuju Pura Besakih melewati Panorama Bukit
Jambul (obyek daya tarik wisata di Karangasem).
Kompleks Pura Besakih dibangun berdasarkan
keseimbangan alam dengan konsep Tri Hita
Karana sesuai dengan arah mata angin serta
mewakili
simbolisme
alam
sebagai
keseimbangan. Salah satu gambar Kemegahan
Pura Besakih sebagai potensi dan daya tarik
wisata di Bali sebagai berikut:
28
Gambar 2: Pura Agung Besakih
Sumber : Internet
(https://www.baligetaway.co.id/objek-wisata-puraagung-besakih)
Pura Besakih melambangkan arah mata angin
bagi umat Hindu di Bali. Dewa penguasa disebut
Dewa catur Lokapala atau dimanisfestasikan
lima mandala (panca dewata) sebagai porosnya di
Pura Besakih. Konsep arah mata angin untuk
memuja dewa siwa yakni Pura Gelap pada timur
memuja (dewa Iswara), Pura kiduling Kereteg
selatan (memuja (dewa Brahma) Pura Ulun
Kulkuk Barat memuja (dewa Mahadewa), Pura
Batumadeg Utara memuja (dewa Wisnu) ketiga
dewa ini melambangkan Tri Mutri dalam konsep
Dewa
umat
Hindu
sebagai
pencipta,
pemeliharaan dan Pelebur. Mengunjungi Pura
Besakih sebagai objek wisata perlu memahami
etika dan pantangan dalam mengunjugi objek
wisata pura sebagi spot pemandangan cantik
termasuk mengenal sejarah berdirinya Pura.
Sebagai pura terbesar di Indonesia Pura Besakih
memiliki
pusat
persembahyangan
disebut
Penataran Agung Besakih atau penataran Agung
yang wajib dikunjungi umat hindu untuk
29
persembahyangan. David J Stuart Fox (2010)
mengatakan bahwa masyarakat bali di Pura
Besakih hulung jagat bali atau “kepalanya Pulau
bali”. Kepala merupakan bagian penting dari
struktur tubuh manusia. Kepala memiliki
kedudukan penting bagi orang bali disebut
Siwadwara yaitu pintu keluar masuk roh Maha
Agung (Siwa) secara mitis melalui ubun-ubun,
hulu kepala (gunung), teben (kaki/laut). Hulu
teben menjadi konteks tata ruang bagi
masyarakat bali dan dianggap sebagai suci. Hulu
bersemayamnya para dewa dan roh suci tidak
dapat dipisahkan dari konsep Rwa Bhineda (dua
yang berbeda). Huluhuning jagat bali dianggap
sebagai Pura Besakih sendiri yang dikeramatkan
oleh umat Hindu di Bali dan seluruh Indonesia
yang beragama Hindu. Secara historis legenda
menjelaskan bahwa Pura Besakih melalui
sumber tertulis dikisahkan cerita rakyat bahwa
Mpu Kuturan, Mpu Bhardah dikaitkan dengan
Besakih karena secara tradisional Mpu Kuturan
dihubungkan dengan peninjoan sebagai arsitek
pembangunan pura Besakih tempat yang dipakai
oleh Mpu Kuturan sebagai pangkal tertinggi
merancang kawasan Pura Besakih.
Pelaksanaan Upacara Eka Dasa Rudra di Pura
“Besakih” sejak tahun 1979 karena Pura Besakih
sejak abad ke 20 (1987) oleh masyarakat bali.
Pura Besakih yang paling luhur memiliki potensi
dan daya tarik wisata dengan atraksi wisata yang
unik yakni tiga dewa Tri Murti umat hindu
sebagai daya tarik utama Pura ini. Pura yang
begitu unik dan luas ini memikat pandangan
para wisatawan yang ingin berkunjung ke Pura
Besakih.
Karena
Pura
Besakih
memiliki
rangkaian upacara Eka dasa Rudra yang digelar
30
sejak tahun 1979 silam. Menurut David J Stuart
Fox (2010) secara visual upacara tersebut
memesona pura Besakih dengan negara pada
masa pemerintahan kerajaan bali Kuno sampai
kerajaan bali abad ke 19 dan perkembangan
hubungan tersebut hingga abad ke 20 xaman
kolonial Belanda hingga zaman kemerdekaan.
Pura Besakih diberikan oleh dalem Ketut
Ngulesir (penguasa kerajaan Gelgel) 1380-1480,
karena yakin bahwa gunung tempat bersemayam
para dewa. Gunung dipercaya sebagai Lingga
Acala atau lingga alam semesta. Dua buah
Purana (Prasasti yang dikenal dengan Raja
Purana Besakih) di simpan di Besakih berasal
dari Raja Gelgel. Kedua Prastati itu merupakan
sebuah desa yang dilarang atau terlarang untuk
dilewati oleh siapa saja karena Raja Purana
Besakih “menjaga wilayah kesucian” Pura
Besakihsebagai huluning jagat bali . Raja Pura
menunjukkan ada tiga bagian divisi yang
bertanggung jawab atas ritual di Pura Besakih
yaitu Ida Dalem bersama-sama Anglurah
Sidemen atas pura Penataran Agung, Arya
Karangasem dan Ksatria TamanBali unuk Pura
Kiduling Kreteng dan Batumadeg. Kawasan Suci
Besakih yakni Pura penataran Agung sebagai
pintu masuk menunjukkan keagungan, kesucian
dan kesakralan kawasan ini. budaya menjadi
keseluruhan
yang
kompleks
meliputi
pengetahuan, keperluan, sni, hukum, moral dan
kebiasaan. Sehingga Pura Besakih menjadi
warisan budaya yang disucikan oleh umat hindu
sebab menurut Triguna, dkk (1993) masyarakat
Hindu mempunyai ciri pertama percaya pada
Panca srada, kedua percaya pada Tat Twam Asi,
ketiga konsep Karma Marga dan keempat naruni
31
seni yang berkaitan dengan agama hindu. Inilah
yang menambah daya tarik Wisata di Pura
Besakih yang menjadi ajeg atau lestari hingga
kini di bali dengan tetap memegang teguh empat
konsep yang dianut dan dipercaya oleh umat
hindu.
c.
Tanah Lot
Tanah lot yang terletak di Desa Braban menjadi
Destinasi wisata yang paling menarik dikunjungi
oleh wisatawan mancanegara maupun lokal.
Lokasi yang berada di tengah laut menjadi daya
tarik sendiri bagi pelancong yang ingin melihat
keindahan Pura Tanah Lot. Menurut Sujana
(1994) mengatakan bahwa manusia bali adalah
sebuah etnis. Etnis bali merupakan kumpulan
orang yang mendiami suatu wilayah. Etnis bali di
anggap memiliki kesadaran dalam sejarah dan
ikatan sosial serta solidaritas budaya yang
berpusat di pura. Pura sebagai kekuatan yang
dimiliki masyarakat Bali karena Pura lambang
kehidupan bagi Umat hindu yang disucikan.
Kesadaran kolektif menjadi kekuatan agama
hindu
di
Bali
dengan
tetap
menjaga
keseimbangan etnosentris kebalian baik segi
bahasa bali, Upakara (upacara), kesenian.
Kemudian I Made Girinata, (2018) mengatakan
bahwa sejak awal merintis perkembangan
pariwisata tanah lot, keberadaan Pakraman
beraban merupakan pusat wisata tanah lot yang
penting, karena hindu memiliki tataran pola
hidup, budaya dan sosial, serta manusia yang
religius dimana Pura tanah lota dijadikan sebagai
“Pura Kahyangan jagat” oleh umat hindu di Bali.
Tanah Lot memiliki ornaman yang sangat filosofis
didirikannya Pura di Laut yakni Pura sebagai
32
simbol “gunung”. Gunung sebagai Sthana Ida
Sang Hyang Widhi Wase, badan gunung
merupakan “hutan” di dominasi pohon kayu
disimbolkan dalam bentuk bhoma (tumbuhan
kayu), kaki gunung bagian yang disimbolkan
dengan candi bentar. Sehingga ornamen tanah
lot disesuaikan dengan makhluk hidup yang
berada di pesisir pantai. Pura tanah lot
dilengkapi dengan bangunan Pelinggih yaitu
Meru tumpang Lima menghadap barat, meru
tumpang tiga ke selatan dan pelinggihan
pepahatan. Tanda-tanda batas pura tanah lot
disepakati sejak turun temurun yakni saluran
air, jalan, sungai dan jenis tanaman pohon.
Keberadaan tanah lot berkaitan dengan falsafat
hindu yakni Tri mandala yang artinya bangunan
candi bentar.
Pengelolaan Pura tanah Lot sesuai perda nomor 2
tahun 2012 tentang kepariwisataan budaya bali
berdasarkan konsep Tri Hita karana dan jiwa
agama hindu. Sehinga fungsi tanah lot yang
dikaitkan dengan pariwisata budaya dengan
tujuan utama sembahyang ke pura tanah. Tanah
lot juga dilambangkan sebagai wisata spritual
oleh umat hindu. Menurut Putu Krisna Adwitya
Sanjaya, dkk (2023) mengatakan bahwa wisata
spiritual tanah lot menjadi trend baru dalam
pengembangan pariwisata untuk kehidupan
sosial budaya serta keunikan kualitas hidup
amsyarakat serta mempercepat pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan di wisata spiritual
tanah lot, sehingga diperlukan terobosan baru
dalam memasarkan wsiata spiritual secara
profesional kepada kalangan masyarakat. terkait
dengan kawasan suci Pura tanah lot menjadi
wilayah masyarakat desa Pakraman Beraban
33
yang harus menjaga kesucian Pura sehingga
desa Pakraman Braban dapat memberikan
pengaruh pada kesucian pura tanah Lot.
Menurut Made Girinata, (2018) dalam Chambers
dan Giddes mengatakan bahwa pengetahuan
teknologi
tradisional
pengetahuan
rakyat
pedesaan yang diwariskan dari generasi ke
generasi sehingga membentuk suatu tradisi.
Tradisi berkaitan dengan memori kolektif
melibatkan ritual sebagai strategi dalam
mempertahankan budaya umat hindu di bali
(tanah lot) tradisi penjaga dan muatan moral
dalam membentuk karakter pengikat dalam
bertindaj serta menjadi ruang lingkup dalam
kearifan tradisional. Tradisi sebagai bentuk
keyakinan, pemhaman dan wawasan dalam
melaksanakan adat istiadat (kebiasaan) etika dan
perilaku manusia untuk menjaga relasi alam,
manusia dan komunitas ekologis itu sendiri. Bali
memiliki potensi wisata salah satu tanah lot yang
menarik wisatawan baik keindahan alam, budaya
dan fanorama tanah lot ketika matahari
terbenam, sektor pariwisata tak bisa diisahkan
dari kehidupan masyarakat di bali.
Sejak zaman kuno, ziarah dilakukan ke tempat
suci dan keramat karena pandangan agama
sehingga perjalanan wisata spritual menjadi
solusi dari permasalahan yang mereka temukan.
Wisata spritual ke tanah lot misalnya menjadi
wisata yang dikembangkan di bali dengan
melihat nilai laut sebagai aktifitas ekonomi atau
daerah tempat wisata yang cocok
untuk
mengungkapkan gagasan perlindungan laut
(segara) yakni tanah lot menjadi upacara
samudra kertih yang menjadi komponen dalam
menjaga keharmonisan hidup manusia dengan
34
Tuhan, dan keharmonisan hidup manusia itu
sendiri, mengingat fungsi laut sebagai sumber
kehidupan manusia untuk menjaga kelestarian
alam agar hukum Rta mengambil amertha di
tengah laut. Amertha yang berasal dari lautan
dapat
dikatakan
mengandung
sumber
penghidupan dan amertha sebagai sumber
rezeki, Putu Krisna Adwitya Sanjaya, dkk (2023).
Destinasi wisata keindahan keunikan budaya di
tanah lot. Salah satu pura di Bali yang sering
dikunjungi sebagai objek wisata karena terletak
di atas batu karang berjarak 300 meter berada di
lokasi lepas pantai dengan deburan ombak
pantai untuk mengakses pura akan melewati
batu pada saat laut surut dan menaiki anak
tangga batu untuk sampai di Pura tanah lot.
Area batu karang denga goa kecil yang dihuni
oleh ular berwarna belang putih hitam (ular suci
di tanah lot bali).
Gambar 3: Tanah Lot
Sumber: Internet (Tanah Lot Bali)
https://www.google.com/search?q=Tanah+Lot)
35
Menurut sejarahnya tanah lot merupakan tempat
meditasi Dang Hyang Nirartha yang mampu
memindahkan tempat meditasi dari daratan
kelautan yang bermeditasi di tengah karang
menyerupai burung beo (tanah lot). Disebut
tanah lot karena lokasinya terletak di atas batu
karang berada tengah laut. Sehingga dang Hyang
Niratha memberikan keris kepada bandesa
Beraban untuk menghilangkan segala penyakit
yang menyerang tanaman karena kekuatan keris
tersebut disimpan di Puri Kediri dan setiap 6
bulan akan dilaksanakan upacara keagamaan di
tanah lot. Keris tersebut memberi kesejahteraan
pada hasil pertanian penduduk Beraban serta
hidup
saling
menghormati
dan
menjaga
keseimbangan antara daratan dan lautan
melestarikan pura tanah lot dan keris sebagai
simbol kesejahteraan masyarakat beraban.
Kawasan tanah lot berjarak 35 kilometer dari
wisata ubud di Bali. Tiket masuk objek wisata
tanah lot sebagai potensi wisata dan daya tarik
wisata yakni Rp20.000/orang dan anak-anak
Rp15.000/orang. Konsep karma yoga merupakan
jalan
kebahagiaan
dengan
dilandasi
keharmonisan hidup berdasarkan konsep Tri
Hita Karana menjadi proses terciptanya objek
wisata di tanah lot sebagai pura Parhyangan
dengan implementasi upakara.
2. Atraksi Wisata Indonesia
Menurut Yoeti (2009) menyatakan potensi daya tarik
wisata dikatakan sebagai atraksi wisata apabila
daerah tersebut memiliki 3 karakteristik yakni
(something to do) memiliki kegiatan wisata yang
dilakukan oleh wisatawan, (something to buy)
souvenir khas kerajinan tangan penduduk lokal,
36
Something to see (keunikan khusus). Jenis
pariwisata dapat dibagi berdasarkan objek dan daya
tariknya dimana jenis pariwisata ada tiga (alam
(pariwisata pada keindahan alam), minat khusus
(pariwisata minat-minat khusus), dan budaya
(pariwisata hasil keindahan budaya setempat).
Pulau Bali menjadi Wisata dengan daya tarik wisata
budaya sebab ketiga Pura yang menjadi potensi
wisata di Bali (Pura Uluwatu, Pura Agung Besakih,
Pura Tanah Lot) ketiganya menjadi wisata budaya
karena
memiliki
unsur
kebudayaan
seperti
masyarakat, kerajinan tangan, bahasa, makanan,
kesenian, sejarah dan agama, teknologi. Atraksi
wisata dibedakan menjadi tiga yaitu pertama natural
attractions meliputi pemandangan laut, pantai, air
terjun, danau, kebun raya, gunung berapi dan
argowisata. Kedua build attractions meliputi arsitek
bangunan yang menarik, ketiga cultural attractions
meliputi peninggalan sejarah, cerita rakyat, museum,
upacara keagamaan dan kesenian tradisional.
Weber, dkk (2006) mengatakan bahwa kriteria
kualitas daya tarik wisata yang baik memiliki
keunikan (daya tarik yang khas melekat pada objek
wisata), originalitas (keaslian produk), otensitas
(keaslian eksostisme budaya), keragaman (keaneka
ragamaan produk yang ditawarkan. Kepuasaan
wisatan merupakan tingkat perasaan atas hasil
kinerja yang ditasakan dengan harapan perasaan
senang dan kecewa atas produk. Daya tarik
merupakan segala hal yang memiliki keunikan,
indah dengan memiliki nilai keanekaragamaan
budaya, alam dan buatan manusia menjadi tujuan
wisata bagi wisatawan yang ingin melihat objek
wisata di Indonesia. Bali sebagai bidang pariwisata
memiliki seni, kerajinan tangan, peninggalan sejarah,
adat istiadat, budaya (pura) menjadi daya tarik
37
wisatawan.
Objek
wisata
adalah
dasar
kepariwisataan karena kawasan wisata memiliki 3 A
(atraksi), accessility (mudah dicapai) dan fasilitas
(amenities). Atraksi wisata meliputi elemen-elemen
wisata
yang
menentukan
konsumen
dalam
mempengaruhi wisatawan seperti atraksi alam
(pantai, iklim. Atraksi wisata buatan manusia
(bangunan dan infrastruktur) arsitek. Atraksi wisata
budaya (sejarah, legenda, agama, seni, teater musik,
tari dan pertunjukan lain. Atraksi wisata sosial
(daerah yang memiliki pandangan suatu daerah baik
bahasa dan kegiatan sosial. Atraksi wisata sangat
penting peranannya yaitu atraksi wisata penyajian
tepat, atraksi wisata mobilitas spasial, atraksi wisata
dapat berkesan bagi wisatawan.
Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan. Kepariwisataan merupakan bagian
integral dari pembangunan secara sistematis, terencana,
terpadu dan bertanggng jawab pada nilai agama, budaya
serta hidup masyarakat dalam melestarikan lingkungan.
Daya tarik wisata di bali sebagai daerah destinasi wisata
memiliki atraksi wisata di Indonesia antara lain : Pura
Uluwatu, Pura Agung Besakih, dan Pura tanah Lot.
Ketiga Pura ini menjadi warisan budaya yang ketiganya
memegang konsep Tri Hita Karana yang menjadi
landasan Filosofis dalam mengembangkan objek wisata
di Bali. Konsep Tri Hita Karana menjaga keseimbangan,
keselarasan, keserasian, kelestarian dan menjaga
hubungan antara manusia, alam dan Tuhan (pura) yang
tetap dijadikan tempat untuk persembahyangan serta
menampilkan sejumlah pertunjukan kesenian disetiap
Pura yang masing-masing memiliki karakateristik
didalam pengembangan pariwisata di bali. Pura Uluwatu
memikat wisatawan dengan daya tarik wisata (sunset
terbaik, tari kecak dan aneka fauna (monyet). Pura
Agung Besakih menjadi daya tarik wisatawan karena
38
Pura yang dikeramatkan dan disucikan memiliki
karakteristik (Pura terbesar di Indonesia memiliki tiga
Arca melambangkan simbol dewata
(Dewa Brahma
sebagai pencipta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara, Dewa
Siwa sebagai pelebur), serta warisan Situs dunia dari
UNESCO sejak tahun 1995 menjadikan Pura Agung
Besakih sebagai warisan budaya di Indonesia. Pura
tanah Lot memiliki daya tarik sendiri yakni terletak
ditengah batu karang menyerupai burung beo serta ular
putih hitam (keramat yang disucikan) merupakan ular
penjaga pura tanah Lot.
Kesimpulan
Potensi dan atraksi wisata menjadi satu kesatuan yang
tak dapat dipisahkan bagaikan dua sisi mata uang yang
saling berkaitan satu sama lain. Potensi menjadi tempat
tujuan wisata. Atraksi menjadi magnet untuk menarik
wisatawan berkunjung ke daerah wisata. Tiga daerah
tujuan wisata yang berpotensi menjadi daya tarik adalah
pertama Pura Uluwatu (tari kecak) menceritakan
pewayangan Ramayana dengan pasukan kera yang
berjuang melawan Rahwana yang telah menculik Dewi
Sinta
dengan
menyerukan
Cak!Cak!Cak.
Kisah
Pewayangan ini menjadi daya tarik wisatawan dengan
menampilkan atraksi wisata (tari kecak) serta
pemandangan Sunset terbaik di Pura Uluwatu ketika
matahari terbenam. Kedua Pura Agung Besakih yang
memiliki bangunan bersejarah peninggalan megalitukum
bahkan disebut UNESCO sebagai Warisan Dunia karena
arsitektur bangunan yang begitu unik dan terdapat tiga
lambang Dewa umat Hindu yang disebut Tri Murti
(Brahma, Wisnu, Siwa) dipenataran Agung pura Besakih.
Dan terakhir Pura tanah Lot juga memiliki keunikan
sebagai daya tarik wisata yakni Pura yang terletak dibatu
karang menyerupai burung beo serta terdapat ular suci
penjaga Pura yang diyakini masyarakat bali sebagai ular
39
keramat yang disucikan di tanah lot. Ketiga pura
tersebut memiliki filsafat hindu yang tetap lestari dengan
menggunakan konsep Tri Hita Karana sebagai wisata
budaya yang dilestarikan, menjaga keseimbangan dan
hubungan yang baik antara manusia, alam dan Tuhan.
Konsep Tri Hita Karana (kesejahteraan bagi manusia)
ajeg pada ketiga objek wisata di Pura Uluwatu, Pura
Agung Besakih dan Pura Tanah Lot.
40
Daftar Pustaka
Amdani, 2008. Analisis Potensi Objek Wisata Alam
Pantai di Kabupaten Gunung Kidul.
Skripsi,
Surakarta : Fakultas Geografis UMS.
Anthony Giddens, 2009. Problemetika Utama dalam Teori
sosial, Aksi, Struktur, dan Kontradiksi dalam analisis
sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ary H Gunawan, 2008. Sosiologi Pendidikan Suatu
Analisis
Sosiologi
tentang
Pelbagia
Problem
Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
David J Suart Fox, 2010. Pura Besakih: pura, agama
dan masyarakat Bali. Jakarta : Pustaka Larasan.
Gunawan, 2014. Perubahan sosial di Pedesaan Bali:
Dualitas, kebangkitan Adat, dan Demokrasi Lokal.
Serpong Tanggera Selatan : Marjin Kiri
I Made Andika, dkk. 2017.Identifikasi Pemanfataan
Ruang di Kawasan suci Pura Uluwatu Menuju
Pengelolaan
kawasan
Suci
Berkelanjutan.
Pascasarjana, Denpasar: Undayana Bali.
I Made Girinata, 2018. Kawasan Suci Pura Tanah Lot
dan destinasi wisata :apa, mengapa, bagaimana.
Denpasar : IHDN Press.
I Wayan Sudiarta, 2021. Konsep Tri Hita Karana dalam
Pelaksanaan
Pariwisata
budaya
hindu.Jurnal
Cultoure Vol, 2 no 1 April 2021. E-ISSN 2745-7915
Ida Ayu Sinta Devi, dkk 2018. Potensi Objek wisata
Edukasi di Kabupaten Gianyar. Jurnal Bosaparis:
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Volume 9, nomor
2
Juli
2018.
https://doi.org/10.23887/jjpkk.v9i2.22136
Kholiq arif, dkk, 2010. Mata Air Peradaban : dua
milenium Wonosobo. Yogyakarta : LKiS Printing
Cemerlang.
Ki Hajar Dewantara, 1994. Kebudayaan. Yogyakarta :
Penerbit Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.
41
Komang Triawati, 2020. Pluralitas dan Harmonis Sosial;
Orang Bali di Toili Kabupaten Banggai. Prosiding
Seminar Nasional, Mataram: STAHN Gde Pudja
Mataram ISBN 978-623-94877xx.
Ni Luh Putu Candra Yastari, 2013. Pura Uluwatu di desa
Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan Badung Bali” (studi
tentang perkembangan pura sebagai destinasi
Pariwisata serta kontribusinya bagi pendidikan
sejarah). Fakultas Ilmu Sosial : Undhiksa.
Putu Krisna Adwitya Sanjaya, 2023.Pengembangan
tanah lot sebagai wisata Spiritual ; Suatu kreasi
model pembangunan berkelanjutan. Edunomisc
Journal, vol 4 e issn 2723-553X
Sediati Siregar, dkk, 2012. Potensi Objek Wisata
Kabupaten Dairi. Jurnal Geografi, ISSN:2549-7057
Suwantoro
G,
2002.
Yogyakarta: Andi
Dasar-dasar
pariwisata.
Thomas A Reuter, 2005. Budaya dan Masyarakat di
Pengunungan Bali.Jakarta : Yayasan Obor.
Triguna, dkk, 1993. Sosiologi Hindu. Jakarta: Direktoral
Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha
dan Universitas terbuka.
Weber,dkk. 2006. Perencanaan Ekowisata dari teori ke
aplikasi. Yogyakarta : PUSPAR UGM
Yoeti, 2009.
Perencanaan dan Pengembangan
Pariwisata. Jakarta Pradaya Paramita Dwi.
42
Profil Penulis
Dr. I Nyoman Slamet, M.Si
Lahir di Bangli pada tanggal 11 Nopember tahun
1970. Menempuh Pendidikan Sarjana Strata satu
(S1) Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Tadulako dan lulus pada
tahun 1994. Kemudian melanjutkan studi
magister (S2) di Universitas Hindu Indonesia mengambil Prodi
Ilmu Agama dan Kebudayaan lulus pada tahun 2008.
Beberapa tahun kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke
jenjang Doktoral (S3) di Universitas Hindu Indonesia (UNHI)
Denpasar dengan memilih Prodi Ilmu Agama dan Kebudayaan
dan berhasil lulus pada tahun 2022. Sejak tahun 2008
mengabdikan diri menjadi tenaga pendidik di Sekolah Tinggi
Agama Hindu (STAH) Dharma Sentana Sulawesi Tengah pada
Program Studi Pendidikan Agama Hindu. Kemudian pada
tahun 2016 penulis pindah home bose ke Prodi Pariwisata
Budaya dan Keagamaan (PBK). Pada tahun 2019 dipercaya
menjadi Kaprodi Pariwisata Budaya dan Keagamaan (PBK)
hingga saat ini. Semenjak bergabung dengan Prodi Pariwisata
Budaya dan Keagamaan penulis ikut terlibat dalam organisasi
kepariwisataan yaitu menjadi ketua Dewa pimpinan Daerah
Masyarakat Sadar Wisata (MASATA). Selain itu, penulis aktif
melakukan penelitian dan pengabdian di bidang pariwisata
dan Adapun karya penulis antara lain: Analisis Bentuk dan
gaya souvenir pada produk Pariwisata di Kota Palu (2021),
Strategi dan inovasi pengembangan industri kreatif kerajinan
kayu hitam di Kota Palu di era industri 4.0 (2022), Strategi
pemgembangan potensi bukit satu pohon sebagai objek wisata
alam di Desa Sibedi Kabupaten Sigi (2019).
Email :slametnyoman301@gmail.com
43
44
3
KONSEP MANAJEMEN DAYA
TARIK WISATA
Meizar Rusli SST.Par.,M.Sc
Universitas Pancasila
Pendahuluan
Paradigma pembangunan yang keseragaman telah
menunjukkan hasil yang kurang optimal, sehingga
memerlukan kreatifitas pada masing-masing daerah.
Sektor pariwisata mempunyai peran dan fungsi strategis
dalam pembangunan dengan berbagai peluang aktivitas.
Sektor pariwisata memiliki peran besar dalam memicu
dan menggerakkan sektor ekonomi lain. Pada akhirnya
diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup
masyarakat di dalamnya taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat. Manajemen daya tarik wisata menjadi unit
penting pada bidang kepariwisataan. Daya tarik wisata
menjadi
produk
utama
terjadinya
aktivitas
kepariwisataan. Menjadi faktor pendorong maupun
penarik orang melakukan perjalanan sebelum faktor
lainnya. Beberapa definisi yang dapat disampaikan
penulis terkait daya tarik wisata, diantaranya:
1. Daya tarik wisata merupakan tujuan utama orang
melakukan kunjungan dengan berbagai aktivitas
yang mampu menarik pengunjung harian (Baker dan
Crompton, 2000).
45
2. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang
memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil
buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan (Undang-Undang No. 10
Tahun 2009).
3. Daya tarik wisata adalah seluruh faktor yang
membentuk arus wisatawan ke area tertentu
(Goeldner dan Ritchie., 2012).
4. Daya tarik wisata merupakan faktor penarik utama
wisatawan berkunjung dengan dua kategori umum:
alam dan budaya (Weaver dan Lawton, 2014).
5. Daya tarik wisata merupakan komponen terpenting
dalam sistem pariwisata, menjadi motivasi kunci
wisatawan berkunjung dan merupakan inti dari
produk wisata (Swarbrooke, 2002).
Berdasarkan
pemahaman
para
ahli,
pemerhati
pariwisata dan peraturan yang berlaku, dapat dimaknai
bahwa daya tarik wisata merupakan segala aktivitas
maupun ruang yang menjadi faktor kunci dari
keberlangsungan produk wisata. Perubahan perspektif
pariwisata internasional melalui quality tourism yang
menjunjung tinggi keberlanjutan lingkungan, kelestarian
budaya dan kesejahteraan masyarakat tentunya wajib
kita pahami dalam pengelolaan daya tarik wisata. Daya
tarik wisata tidak akan terlepas dari sumber daya
lingkungan fisik, budaya dan masyarakat itu sendiri
pada akhirnya membentuk ruang dan aktivitas
pariwisata.
Beberapa kata kunci dalam upaya pembentukan daya
tarik wisata yang berkualitas, setidaknya terdiri atas:
1. Lingkungan bisnis yang berubah dengan cepat
mengharuskan para pelaku yang terlibat berupaya
adaptif sehingga mampu mengantisipasi dan
menanggapi perubahan tersebut. Salah satu contoh
46
bergesernya target jumlah kunjungan menuju
kualitas sebuah daya tarik wisata
2. Daya tarik wisata bergerak pada pasar yang
kompetitif
dan tidak selalu mudah untuk
mengidentifikasi pesaing. Para pelaku harus memiliki
komitmen
di
dalam
analisa
pasar
secara
berkelanjutan. Pasar yang dinamis harus direspon
tanpa mengurangi kualitas dan kekhasan sebuah
daya tarik wisata
3. Prinsip-prinsip pengembangan dan pengelolaan daya
tarik wisata cenderung satu pola. Walaupun
demikian penting untuk mengetahui bahwa terdapat
perbedaan antara daya tarik wisata melalui
pengelolaan pemerintah, swasta dan masyarakat
yang mencerminkan perbedaan motivasi dan tujuan.
Melalui uraian definisi daya tarik wisata yang
merupakan sebagai satu ada dua hal yang memiliki
karakteristik, memerlukan upaya membedah kedalaman
melalui tipologi dan atribut daya tarik itu sendiri. Berikut
ini digambarkan beberapa tipologi yang terbentuk atas
keunikan, keindahan, dan nilai.
Inskeep (1991) menggambarkan tiga kategori tipologi
daya tarik wisata, yaitu:
1. Daya tarik wisata alam yang didasarkan pada fitur
lingkungan alam
2. Daya tarik wisata budaya yang didasarkan pada
aktivitas manusia
3. Daya tarik khusus yang diciptakan secara artifisial
atau tidak alami
Sedangkan Swarbrooke (2002) menjelaskan empat
tipologi utama dari sebuah daya tarik wisata, terdiri atas:
47
1. Daya tarik berbasis lingkungan alam seperti pantai,
gua, sungai, danau, hutan wildlife: flora dan fauna.
2. Daya tarik berbasis bangunan, struktur, dan situs
buatan manusia yang dirancang untuk tujuan di
luar aktivitas pariwisata, seperti tempat/bangunan
ibadah keagamaan, yang berfungsi sebagai pusat
wisata religi dan sumber ilmu pengetahuan dengan
berbagai fasilitas yang ada.
3. Daya tarik berbasis bangunan, struktur, dan situs
buatan manusia yang dirancang untuk aktivitas
pariwisata dengan berbagai fasilitas, seperti kawasan
wisata.
4. Special events seperti acara olahraga: menonton
dan/atau berpartisipasi, festival seni, pekan raya,
acara kebudayaan, peringatan bersejarah dan acara
keagamaan.
Gunn dan Var (2003) berfokus kepada dua kategori
tingkat lama kunjungan daya tarik wisata. Tingkat
ketergantungan waktu ini dipengaruhi oleh berbagai
faktor salah satunya alam dan budaya asal pengunjung
maupun lokasi daya tarik wisata.
1. Kunjungan singkat seperti area pemandangan pada
jalur
perjalanan,
area
perkemahan,
Rumah:
teman/kerabat,
tempat ibadah, tempat budaya,
kuliner, tempat hiburan, bangunan/situs bersejarah,
pusat perbelanjaan, pusat kerajinan, wisata edukasi,
taman kota.
2. Kunjungan lama seperti resor, area perkemahan,
area berburu, area olahraga air, organization camps,
vacation home complexes, festival & event places,
convention & meeting places.
Pada Gambar 1, Goeldner dan Ritchie (2012)
mengklasifikasikan daya tarik wisata pada kategori:
Cultural
Attractions,
Natural
Attractions,
Events,
Recreation Entertainment Attractions.
48
Gambar 1. Klasifikasi Daya Tarik Wisata
(Goeldner dan Ritchie, 2012)
Karakteristik dengan tipologi sumber daya alam (natural
attraction) menjadi salah satu faktor utama motivasi
wisatawan melalukan kunjungan. Pulau Padar Nusa
Tenggara Timur, Kelingking Beach Nusa Penida, Taman
Nasional
Baluran Banyuwangi, Geopark Ciletuh
Sukabumi, Taman Laut Bunaken Sulawesi Utara sebagai
salah satu contoh daya tarik wisata diberbagai wilayah
Indonesia. Keindahan alamiah, aktivitas berpetualang,
olahraga, sumber pengetahuan dan memperoleh
lingkungan sehat menjadi kebutuhan bagi wisatawan
penikmat wisata alam.
49
Gambar 2. Kelingking Beach Nusa Penida (Klook, 2022)
Karakteristik dengan tipologi sumber daya budaya
(cultural attraction) memiliki faktor penarik bagi
wisatawan yang terinspirasi untuk mempelajari lebih
dalam mengenai sejarah peradaban manusia, budaya
dan gaya hidup dari berbagai karakter waktu ataupun
ruang daya tarik. Desa Penglipuran Bali, Desa Wae
ReboNusa Tenggara Timur, Tana Toraja Sulawesi Selatan
dan Candi Borobudur Jawa Tengah menjadi salah satu
daya tarik yang mewakili cultural attraction di Indonesia.
Gambar 3. Candi Borobudur
(Koleksi Pribadi Penulis, 2018)
50
Penyelenggaraan event, baik khusus maupun rutin yang
diselenggaran menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan
untu mengunjungi satu area. Penyelenggaraan Event
komunitas, musik, pameran, olahraga, corporate event,
agama salah satu contoh dari berbagai aktivitas event
sebagai salah satu tipologi daya tarik wisata.
Ketersediaan fasilitas transportasi, keunikan kegiatan
dan fasilitas pendukung baik fisik maupun manusia
yang
terlibat menjadi
kunci
keberhasilan
dari
penyelenggaraan event. Berbagai penyelenggaraan event
di Indonesia salah satunya Jember Fashion Carnaval
(JFC), Soundrenaline, Trade Expo Indonesia, Djakarta
Warehouse Project, Perayaan Hari Waisak, Java Jazz
dan MotoGP Mandalika.
Gambar 4. Sirkuit Mandalika (Subaidi, 2022)
Sedangkan daya tarik rekreasi dan hiburan salah
satunya kolam renang, arena bowling, arena seluncur es,
lapangan golf, resor ski, jalur pendakian, jalur sepeda,
dan marina. Kawasan Blok M Jakarta Selatan, Kawasan
Pecinan Glodok Jakarta Barat dan Kawasan Pantai Indah
Kapuk Jakarta Utara sebagai salah satu contoh area
daya tarik wisata berbasis rekreasi dan hiburan
menggabungkan daya tarik kota besar dengan belanja,
51
kuliner, budaya, dan hiburan untuk menarik ratusan
ribu hingga jutaan pengunjung setiap tahun. Survei
terbaru menunjukkan bahwa berbelanja adalah aktivitas
nomor satu yang dilakukan oleh pengunjung domestik
dan internasional. Oleh sebab itu, berbagai tipologi
apapun di dalam konsep pengelolaan daya tarik wisata,
hendaknya selalu diikuti oleh penyediaan area
berbelanja dengan berbagai pilihan karakteristik khas
buah tangan.
Konsep Manajemen Daya Tarik Wisata
Pemahaman atas konsep manajemen daya tarik wisata
mengarah kepada panduan yang diberikan top leader
kepada tim lapangan guna memaksimalkan potensi yang
dimiliki. Sebagai salah satu jasa pelayanan, struktur
formal organisasi dan budaya informal pada sebuah
organisasi pengelolaan daya tarik wisata akan
mempengaruhi kepuasan kerja tim pada akhirnya
memuaskan wisatawan. Diakui secara luas bahwa
keberhasilan daya tarik wisata pada akhirnya
bergantung pada kompetensi dan kemampuan seluruh
yang pelaku yang berperan, baik internal maupun
eksternal. Kemampuan organisasi manajemen daya tarik
yang baik diharapkan mampu memberikan pengalaman
berkualitas tinggi kepada setiap wisatawan pada satu
waktu. Karakteristik dan aktivitas dari organisasi public
sector dan private sector sangat berpengaruh terhadap
peran dalam upaya mempercepat peningkatan kualitas
daya tarik wisata. Organisasi-organisasi ini memberikan
kepemimpinan
moral
dan
fungsional
yang
mengoordinasikan dan memperkuat visibilitas serta
efektivitas organisasi pariwisata yang menyediakan
fungsi manajemen.
52
Gambar 5. Organisasi Pariwisata
(Goeldner dan Ritchie, 2012)
Setelah memperoleh informasi posisi dimana peran kita
sebagai bagian dari organisasi. Proses identifikasi
kebutuhan ruang dan aktivitas pada sebuah daya tarik
menjadi kunci keberhasilan manajemen daya tarik
wisata. Profil dari sebuah daya tarik terbentuk atas
potensi yang dimiliki, atau memungkinkan terbentuk
atas kebutuhan dinamika sebuah pasar. Proses ini
menjadi penting bagi manajemen sebuah daya tarik
wisata melalui perencanaan, pengembangan, dan
pemasaran diberbagai level organisasi manajemen
kepariwisataan.
Hasil identifikasi profil produk dan pasar kemudian
diterjemahkan melalui produk perencanaan melalui
program
yang efektif dan efisien. Disinilah peran
pemimpin akan terlihat, di dalam memutuskan hal-hal
krusial berdasarkan kondisi fakta di lapangan.
Setidaknya seperti pembahasan sebelumnya peran-peran
ini dibawah organisasi public sector dan private sector.
53
Pada level nasional pemerintah melalui Kementerian
Pariwisata mewakili public sector dan badan usaha
pariwisata nasional mewakili private sector. Selanjutnya
berjenjang pada tingkat provinsi hingga kota/kabupaten.
Kolaborasi produktif antar sektor organisasi ini sebagai
cerminan diawal keberhasilan manajemen daya tarik
wisata.
Proses pemasaran menjadi tahapan selanjutnya, setelah
proses identifikasi produk dan pasar melalui sebuah
perencanaan. Kehadiran daya tarik wisata dengan
berbagai pengalaman yang ditawarkan wajib diketahui
oleh pasar potensial maupun aktual. Kesuksesan
seorang pemasar tentunya mampu menghadirkan pasar
yang
berkualitas
baik
dari
finansial
ataupun
karakteristik yang mampu menghidupkan daya tarik
wisata. Setidaknya ada beberapa manfaat dari kualitas
pemasar yang efektif dan efisien dalam manajemen daya
tarik wisata yaitu:
1. Menjadi katalis bagi perencanaan, pengembangan,
dan pelaksanaan pada manajemen daya tarik wisata
yang efektif.
2. Meningkatkan pemahaman produk wisata yang
ditawarkan manajemen daya tarik wisata kepada
pasar potensial maupun aktual.
3. Meningkatkan pemahaman
manajemen dalam
menentukan apakah produk wisata yang ditawarkan
telah sesuai dengan dinamika perkembangan pasar.
Setelah berbagai aktivitas kegiatan pada pemahaman
konsep dasar manajemen daya tarik wisata telah
dilaksanakan. Proses evaluasi menjadi penting dalam
upaya memberikan pengurangan atau peningkatan
program pada tahap perencanaan. Siklus manajemen ini
akan terus berkelanjutan sehingga daya tarik wisata
mampu bertahan dalam berbagai kondisi. Selain itu,
tahap evaluasi memungkinkan manajemen daya tarik
54
wisata memperoleh informasi dampak
yang terjadi
pembentukan ruang dan kegiatan yang ada. Contohnya
dampak positif atau negatif yang terjadi seperti seberapa
tinggi penerimaan atas pengeluaran wisatawan, seberapa
tinggi kontribusi dalam meningkatkan lapangan
pekerjaan, kualitas lingkungan dan sosial budaya di
sekitar daya tarik wisata.
Manajemen Atribut Daya Tarik Wisata
Pengelolaan atribut daya tarik wisata menjadi rincian
pada
pembahasan
sebelumnya
terkait
konsep
manajemen daya tarik wisata. Setidaknya ada sebelas
atribut yang wajib dipahami oleh tim di dalam
manajemen daya tarik wisata (Weaver dan Lawton,
2014), dapa dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Atribut Daya Tarik Wisata
(Weaver dan Lawton, 2014)
55
Ownership dan Orientation. Ownership atau kepemilikan
daya tarik wisata melalui kebijakan, pengambilan
keputusan dan penetapan prioritas. Kepemilikan public
sector sudah seharusnya lebih mengedepankan hak
masyarakat lokal dan keberlanjutan lingkungan serta
budaya walaupun tanpa menghilangkan dampak
ekonomi. Sebaliknya private sector harus mampu
mempertahankan
eksistensi
perusahaan
melalui
pendekatan ekonomi tanpa menghiraukan keberlanjutan
lainnya. Gambaran ini terlihat pada atribut selanjutnya
Orientation atau pekenanan mengenai target profit dan
non-profit. Berbagai perspektif menawarkan manajemen
terpadu untuk menjawab kebutuhan dua sektor ini.
Melalui manajemen terpadu dan kolaborasi dua sektor
ini diharapkan seluruh dampak positif mampu diperoleh
dengan lebih cepat dan tepat tanpa mengurangi manfaat
yang diterima.
Spatial configuration. Konfigurasi spasial terkait bentuk
dan ukuran geografis yang memiliki implikasi pada
manajemen daya tarik wisata. Hal yang paling mudah
ditemukan di Indonesia, walaupun kita memahami
bersama bahwa produk wisata terlepas dari wilayah
administratif. Pada pelaksanaannya masing-masing
provinsi atau kota/kabupaten bahkan antar desa seakan
bersaing bahkan memungkinkan untuk persaingan yang
kurang
sehat
karena
bersama-sama
mengejar
penerimaan atas pajak sektor pariwisata sebagai sebuah
kinerja. Selain itu fungsi ruang pada beberapa area
tertentu memerlukan perhatian khusus seperti area
pertahanan militer, zona konservasi, area suci religi, area
adat dan beberapa penguasaan lahan yang memerlukan
perhatian khusus sebagai bahan pertimbangan pada
manajemen daya tarik wisata.
56
Authenticity dan Scarcity. Authenticity atau keaslian
terkait hal sesuatu yang dibuat-buat atau otentik sebagai
sebuah sumber daya pada daya tarik wisata. Sedangkan
Scarcity atau kelangkaan merupakan pandangan bahwa
daya tarik yang dikunjungi tidak mudah ditemukan
diberbagai tempat. Baik keaslian maupun kelangkaan
sangat erat kaitannya dengan replikasi. Apakah replika
dilihat secara positif atau negatif tergantung pada
bagaimana replika disajikan dan ditafsirkan. Jika
wisatawan diinformasikan bahwa daya tarik wisata
merupakan replikasi tiruan, dan upaya itu sebagai
bagian dari melestarikan yang asli. Selain itu dengan
tujuan memberikan berbagi pengalaman pendidikan dan
pengetahuan yang berkualitas tinggi, maka replikasi
tersebut dapat dianggap positif. Atribut keaslian dan
kelangkaan akan dikaitkan dengan sense of place,
konsep manajemen yang semakin populer yang
didefinisikan sebagai perpaduan karakteristik alam dan
budaya yang membedakan suatu daya tarik wisata.
Status dan daya dukung. Atribut status berfokus pada
status daya tarik wisata primer dan sekunder atau
utama serta pendukung. Diberbagai area destinasi
pariwisata, pengklasifikasian status ini menjadi penting.
Sebagai variasi atau alternatif kunjungan wisatawan
pada area geografis tertentu. Sedangkan daya dukung
dapat dilihat dari kemampuan sebuah daya tarik dalam
menerima aktivitas kepariwisataan. Baik daya dukung
sosial maupun fisik menjadi hal wajib diketahui pada
tataran manajemen daya tarik wisata. Sehingga tindakan
yang tepat dapat diambil untuk meningkatkan kualitas
ruang dan mengurangi tekanan sehingga daya dukung
yang ada tidak terlampaui. Secara umum kemudahan
memperoleh pelayanan melalui akses yang baik,
akomodasi besar dan berbagai fasilitas lainnya dianggap
memaksimalkan kualitas daya dukung. Kenyataannya
57
kualitas maksimal fasilitas pendukung termasuk
aksesibilitas wajib menyesuaikan karakteristik ruang
daya tarik. Seperti contoh, pengerasan dan pelebaran
jalan pada area konservasi dengan fasilitas kota akan
mengarah kepada kuantitas kunjungan tinggi yang
mengakibatkan kualitas kunjungan buruk karena ruang
gerak terbatas. Contoh lain untuk daya dukung sosial,
semakin tidak terbatasnya wisatawan dalam berekspresi
pada ruang daya tarik mengakibatkan ketidaknyamanan
bagi masyarakat lokal. Kondisi ini harus segera disikapi,
guna memaksimal sisi kualitas.
Aksesibilitas. Aksesibilitas dapat diukur setidaknya oleh
ruang, waktu dan keterjangkauan. Ruang pada
pemahaman
aksesibilitas
yaitu
kemungkinankemungkinan dengan berbagai dampak atas pilihan
manajemen pola kunjungan yang dibentuk. Sedangkan
waktu mengarah pada pembatasan akses berdasarkan
jam operasi, penyesuaian kondisi cuaca/musim dan
kesesuaian karakteristik pasar. Keterjangkauan tidak
jauh berbeda dengan pembahasan sebelumnya, melihat
kesesuaian karakteristik kemampuan pasar.
Pasar, Image dan Konteks. Segmen, target dan
positioning pasar menjadi dasar untuk mengetahui pasar
tujuan dari sebuah manajemen daya tarik wisata.
Pendekatan manajemen ini memudahkan produsen
membentuk pasar yang sesuai dengan konsekuensi
image
yang
ditimbulkan.
Sedangkan
konteks
menggambarkan karakteristik berbagai atribut ruang
dan waktu pada daya tarik wisata. Kesesuaian antara
produk yang ditawarkan dengan realita di lapangan, baik
sementara ataupun alami tetap.
58
Daftar Pustaka
Baker, D. A. dan Crompton, J. L. (2000). Quality,
satisfaction, and behaviour intentions. Annals of
Tourism Research, 27(3) 785-804
Goeldner, C. R., dan Ritchie J. R. B. (2012). Tourism:
Principles Practices, Philosophies. (Twelve Edition).
New Jersey: John Wiley & Sons.
Gunn, C. A & Var, T. (2003). Tourism Planning: Basics,
Concepts, Cases (4th ed.). New York (US): Routledge.
Inskeep, Edward. (1991). Tourism Planning and
Integrated Sustainable Development Approach. New
York (US): Van Nostrand Reinhold.
Klook Indonesia. (2022). Dua Puluh Tempat Wisata
dengan Pemandangan Alam Terindah di Indonesia.
Diakses
pada
Maret
27,
2023.
https://www.klook.com/id/blog/pemandanganalam-indonesia/
Subaidi, Ahmad. (2022). Foto udara jalur lintasan
Pertamina Mandalika International Street Circuit
Diakses
pada
Maret
26,
2023.
https://travel.kompas.com/read/2022/12/27/2045
00827/10-event-besar-pariwisata-sepanjang-2022ada-tingkat-internasional-?page=all
Swarbrooke, Jhon. (2002). The Development and
Management of Visitor Attractions: Second edition
Oxford (UK): Butterworth-Heinemann
Weaver, David dan Laura, Lawton. (2014). Tourism
Management: fifth Edition. Milton (AUS): John Wiley
& Sons Australia, Ltd.
59
Profil Penulis
Meizar Rusli SST.Par.,M.Sc
Meizar
Rusli,
dosen
Fakultas
Pariwisata
Universitas Pancasila dan peneliti di Pusat Kajian
dan Pengembangan Pariwisata (PKP2) yang
selama lebih dari 10 tahun melakukan penelitian
kepariwisataan di Indonesia. Penelitiannya telah
dipublikasikan di jurnal nasional terakreditasi maupun jurnal
internasional bereputasi, antara lain dengan tema Tri Hita
Karana dalam Pariwisata, Halal Tourism, Kebutuhan Ruang
Pariwisata dan Peran Perempuan terhadap Pengembangan
Pariwisata.
Tertarik
dengan
pembahasan
mengenai
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat.
Email Penulis: meizar@univpancasila.ac.id
60
4
STANDAR KEAMANAN DAN
KESELAMATAN WISATAWAN
Agus Dharma
Universitas Udayana
Konsep Keamanan
Pariwisata
dan
Keselamatan
di
Industri
Keamanan adalah sebuah konsep yang semakin penting
tidak saja bagi pariwisata tetapi bagi banyak sektor dan
aspek kehidupan manusia. Hal ini bukan hanya karena
kejadian-kejadian
seperti
penyerangan
bom
11
September 2001 dan berbagai bencana terorisme; tetapi
juga kondisi politik dunia; ekonomi; kesehatan dan
kebugaran pribadi; serta bencana alam. Dalam konteks
pariwisata, potensi ancaman tersebut tidak hanya
berdampak bagi pengambilan keputusan oleh wisatawan
secara individual, tetapi juga ekonomi, kepercayaan diri
politik, dan kemudian industri pariwisata secara umum
serta citra destinasi wisata.
Pariwisata adalah sektor yang ‘delicate, vulnerable, and
super sensitive” serta terikat kuat dengan konsep
keamanan. Perilaku wisatawan dan konsekuensinya
terhadap destinasi sangat dipengaruhi oleh persepsi
wisatawan
terhadap
manajemen
keamanan,
keselamatan, dan resiko di sebuah destinasi atau daya
tarik wisata. Bahkan, persepsi keamanan di sebuah daya
tarik wisata sebuah negara dapat melebar atau meluas
ke destinasi di sekitarnya, atau di negara tersebut secara
menyeluruh.
Dengan
demikian,
keamanan
dan
61
keselamatan bukan saja merupakan aspek wisatawan
secara individu, tetapi juga lingkungan secara makro.
Moto “tourism as force for peace” seringkali tidak seindah
istilahnya, karena pada kenyataannya sektor pariwisata
tidak berdaya dan ringkih terhadap kejadian-kejadian
yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan.
Sebaliknya, pariwisata merupakan sektor yang paling
terdampak dari kejadian-kejadian terkait keamanan dan
keselamatan. Dengan kata lain, sektor pariwisata
memiliki pengaruh yang lemah dan sedikit terhadap isuisu kedamaian dan keamanan serta keselamatan.
Mungkin moto yang lebih tepat adalah “peace for tourism”
daripada “tourism for peace’. Namun demikian,
pariwisata tetap dapat menjadi salah satu alat atau
berkontribusi untuk meraih visi kedamaian seperti pada
peningkatan ekonomi dan taraf hidup; hubungan
kerjasama antar negara; serta isu-isu dalam program
pengembangan keberlanjutan.
Standar Keamanan dan Keselamatan Wisatawan
Setiap negara di dunia memiliki aturan dan peraturan,
serta pedoman tersendiri terkait dengan keamanan dan
keselamatan wisatawan tergantung pada kondisi yang
ada di negara tersebut. Ada juga aturan dan peraturan
lainnya yang diberlakukan secara lokal dapat bervariasi
tergantung pada lokasi, jenis wisata, dan keadaan yang
sedang terjadi di suatu negara. Namun, beberapa aturan
dan peraturan yang umumnya terkait dengan keamanan
dan keselamatan wisatawan di dunia adalah sebagai
berikut:
1. Konvensi Internasional tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan (Chicago Convention) yang
ditandatangani pada tahun 1944 dan menjadi dasar
hukum untuk regulasi penerbangan internasional,
termasuk aturan-aturan yang berkaitan dengan
keamanan dan keselamatan penerbangan.
62
2. Konvensi Internasional tentang Tanggung Jawab
Pengangkutan Udara (Montreal Convention) yang
ditandatangani pada tahun 1999 dan berisi aturan
tentang tanggung jawab maskapai penerbangan
terhadap penumpang, termasuk keamanan dan
keselamatan penumpang.
3.
Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak
Semua Penumpang Kapal Udara (Warsaw Convention)
yang ditandatangani pada tahun 1929 dan menjadi
dasar
hukum
untuk
regulasi
penerbangan
internasional, termasuk aturan-aturan yang berkaitan
dengan keamanan dan keselamatan penerbangan.
4. Konvensi Internasional tentang Tanggung Jawab
Sosial Korporat (UN Guiding Principles on Business
and Human Rights) yang menetapkan standar global
tentang hak asasi manusia yang harus dipatuhi oleh
perusahaan-perusahaan yang beroperasi di seluruh
dunia, termasuk perusahaan yang bergerak di
bidang pariwisata.
5. Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Wisatawan (UN
Declaration on the Rights of Tourists) yang
menetapkan hak-hak dasar wisatawan, termasuk
hak untuk mendapatkan informasi tentang destinasi
wisata
yang
akan
dikunjungi,
hak
untuk
mendapatkan perlindungan dan bantuan dalam
situasi darurat, dan hak untuk mendapatkan
pengembalian uang jika perjalanan dibatalkan.
6.
Konvensi Internasional tentang Keselamatan Kapal
Penumpang (SOLAS Convention) yang ditandatangani
pada tahun 1974 dan berisi aturan tentang
keselamatan kapal penumpang, termasuk persyaratan
tentang peralatan keselamatan, pengujian dan
sertifikasi kapal, dan pelatihan awak kapal.
7. Konvensi Internasional tentang Keselamatan Jiwa di
Laut (LSS Convention) yang ditandatangani pada
tahun 1974 dan berisi aturan tentang keselamatan
jiwa di laut, termasuk persyaratan tentang
pelampung keselamatan, peralatan komunikasi, dan
pengaturan evakuasi.
63
8. Konvensi Jenewa tentang Hukum Laut 1958 yang
menetapkan
aturan
yang
berkaitan
dengan
keamanan
pelayaran
internasional,
termasuk
keselamatan penumpang.
Sementara itu, dalam penyelenggaraan keamanan dan
keselamatan wisatawan, terdapat standar yang diacu yang
berlaku di seluruh dunia. Organisasi penyelenggara perlu
mendapat
sertifikasi
keamanan
dan
keselamatan
wisatawan. Adapun beberapa standar yang terkait dengan
keamanan dan keselamatan wisatawan di dunia antara
lain:
1. ISO 31000 - Manajemen risiko: Prinsip dan panduan.
Standar internasional ini memberikan panduan bagi
organisasi untuk mengembangkan dan menerapkan
manajemen risiko dalam berbagai konteks, termasuk
risiko yang berkaitan dengan keamanan dan
keselamatan wisatawan.
2. ISO 21101 - Sistem manajemen keamanan
petualangan wisata. Standar internasional ini
memberikan persyaratan dan panduan untuk
mengembangkan, menerapkan, dan memelihara
sistem manajemen keamanan untuk aktivitas
petualangan wisata seperti pendakian gunung,
rafting, dan paralayang.
3. ASTM F2959 - Standar praktek untuk pengelolaan
risiko dalam bisnis petualangan yang memberikan
panduan bagi pengelola bisnis petualangan untuk
mengelola risiko dan menjaga keamanan dan
keselamatan tamu.
4. Global Safety and Security Standards for Tourism PBBWTO dan OSAC yang dibuat oleh Organisasi
Pariwisata Dunia dan Overseas Security Advisory
Council untuk memberikan panduan bagi industri
pariwisata dalam hal keamanan dan keselamatan
tamu.
5. BS ISO 22320 - Manajemen keadaan darurat - Panduan
untuk
perencanaan.
Standar
internasional
ini
memberikan panduan untuk perencanaan keadaan
darurat
dan
manajemen
dalam
situasi
yang
mengancam keselamatan tamu.
64
6.
ISO 14001 - Sistem manajemen lingkungan ini
menetapkan persyaratan untuk mengembangkan dan
menerapkan sistem manajemen lingkungan dalam
organisasi, yang mencakup aspek-aspek keselamatan
dan keamanan bagi tamu.
7.
Standar Keamanan Penerbangan yang menetapkan
prosedur yang harus diikuti untuk memastikan
keamanan
penerbangan,
termasuk
pemeriksaan
penumpang dan bagasi.
8.
Standar Keselamatan Transportasi yang menetapkan
tindakan keselamatan yang harus diambil oleh operator
transportasi seperti bus, kereta api, kapal laut, dan
lain-lain.
9.
Standar Kesehatan yang menetapkan persyaratan
kesehatan yang harus dipenuhi oleh wisatawan untuk
memastikan kesehatan mereka sendiri dan mencegah
penyebaran penyakit.
10. Standar Keamanan Pariwisata yang menetapkan
prosedur keamanan yang harus diikuti oleh operator
pariwisata, seperti operator tur, hotel, dan restoran.
11. Standar Keamanan Cyber yang menetapkan tindakan
keamanan yang harus diambil untuk melindungi data
pribadi dan keuangan wisatawan dari serangan siber.
12. Standar Keamanan Makanan dan Minuman yang
menetapkan prosedur keamanan yang harus diikuti
oleh operator restoran dan produsen makanan dan
minuman untuk memastikan keamanan dan kualitas
produk yang mereka sediakan.
13. Standar Keamanan Rekreasi yang menetapkan
tindakan keamanan yang harus diambil oleh operator
taman rekreasi, taman air, dan tempat hiburan lainnya
untuk memastikan keamanan pengunjung.
Sementara itu, ada juga standar lain yang berkaitan dengan
aspek-aspek khusus bagi industri pariwisata yang biasanya
dikeluarkan oleh badan-badan internasional seperti
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO),
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan lain-lain. Negaranegara kemudian menerapkan standar ini sesuai dengan
keadaan dan regulasi yang berlaku di masing-masing
negara, yaitu sebagai berikut.
65
1. ISO 9001 - Standar manajemen kualitas yang dapat
digunakan
oleh
perusahaan
pariwisata
dan
perjalanan untuk memastikan keamanan dan
keselamatan wisatawan serta memberikan layanan
yang baik.
2. ISO 14001 - Standar manajemen lingkungan yang
dapat membantu perusahaan pariwisata dan
perjalanan untuk mengelola dampak lingkungan dari
aktivitas mereka, termasuk dampak terhadap
keamanan dan keselamatan wisatawan.
3. ISO 45001 - Standar manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang dapat membantu perusahaan
pariwisata dan perjalanan untuk memastikan bahwa
lingkungan kerja dan aktivitas yang dilakukan aman
bagi karyawan dan wisatawan.
Standar-standar tersebut dapat membantu perusahaan
pariwisata dan perjalanan untuk memastikan keamanan
dan keselamatan wisatawan serta memberikan layanan
yang berkualitas. Namun, setiap negara juga memiliki
aturan dan regulasi yang berbeda terkait dengan
keamanan dan keselamatan wisatawan yang harus
diikuti oleh semua pihak yang terlibat dalam industri
pariwisata sebagai berikut.
1. Standar ISO 22301:2019 - Manajemen Ketahanan
Bisnis: Standar ini menetapkan kerangka kerja
untuk manajemen ketahanan bisnis dan termasuk
manajemen risiko, rencana pemulihan bencana, dan
pemantauan kinerja.
2. Standar ISO 31000:2018 - Manajemen Risiko:
Standar ini menetapkan prinsip-prinsip, kerangka
kerja, dan proses manajemen risiko yang terkait
dengan semua jenis organisasi.
3. Standar ISO 21101:2014 - Sistem Manajemen
Petualangan Wisata - Keselamatan: Standar ini
menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen
petualangan wisata dan keselamatan petualangan
wisata.
66
4. Standar ASTM F1487-11 (2017) - Standar Keamanan
dan Kinerja Perangkat Bermain Publik: Standar ini
menetapkan persyaratan keamanan dan kinerja
perangkat bermain publik.
5. Standar ASTM F1918-12 (2017) - Standar
Keselamatan untuk Olahraga Air: Standar ini
menetapkan
persyaratan
keselamatan
untuk
olahraga air seperti ski air, jet ski, dan
wakeboarding.
6. Standar BS 8848:2014 - Spesifikasi untuk
Penyelenggaraan
Perjalanan
dan
Petualangan
Lapangan: Standar ini menetapkan persyaratan
untuk penyelenggaraan perjalanan dan petualangan
lapangan termasuk kelayakan peralatan dan
pelatihan staf.
7. Standar NFPA 101 - Kode Kebakaran Nasional:
Standar ini menetapkan persyaratan keselamatan
dan evakuasi untuk gedung-gedung termasuk hotel
dan resor.
8. ISO 21101:2014 - Adventure tourism - Safety
management systems - Requirements: Standar ini
mengatur sistem manajemen keselamatan untuk
pariwisata petualangan, seperti aktivitas ekstrem,
olahraga air, dan paralayang.
9. ISO 22320:2018 - Emergency management Guidelines for incident management: Standar ini
mengatur pengelolaan kejadian darurat, termasuk
untuk industri pariwisata.
10. ISO 31000:2018 - Risk management - Guidelines:
Standar ini membahas tentang manajemen risiko
yang dapat diaplikasikan pada berbagai sektor,
termasuk pariwisata.
11. UNWTO Global Code of Ethics for Tourism: Standar
etika global yang dibuat oleh Organisasi Pariwisata
Dunia (UNWTO) untuk mengatur industri pariwisata.
67
12. The International Air Transport Association (IATA)
Operational
Safety
Audit
(IOSA):
Standar
keselamatan untuk maskapai penerbangan, yang
diakui secara internasional dan diikuti oleh lebih dari
440 maskapai penerbangan di seluruh dunia.
13. Global Sustainable Tourism Council (GSTC) Criteria:
Standar global untuk pariwisata berkelanjutan yang
meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
14. The American National Standards Institute (ANSI)
Standards for Health and Safety in Outdoor
Recreation: Standar kesehatan dan keselamatan
untuk rekreasi di luar ruangan seperti hiking,
camping, dan kegiatan di alam terbuka.
15. The World Health Organization (WHO) International
Health Regulations (IHR): Standar internasional
untuk mengidentifikasi dan merespons wabah
penyakit yang mempengaruhi kesehatan masyarakat,
termasuk wisatawan.
16. Standar Keselamatan Pangan ISO 22000: Standar
internasional ini berkaitan dengan manajemen
keamanan pangan dalam industri pariwisata,
termasuk hotel dan restoran.
17. Standar Keamanan Informasi ISO/IEC 27001:
Standar ini berkaitan dengan manajemen keamanan
informasi, termasuk perlindungan data pribadi
wisatawan.
18. Standar Keamanan Sistem Manajemen Keselamatan
Penerbangan (SMS) dari Organisasi Penerbangan
Sipil Internasional (ICAO): Standar ini mengatur
tentang manajemen keselamatan di industri
penerbangan, termasuk keamanan penumpang.
19. Standar Internasional untuk Keselamatan Turis
(ISTO): Standar ini mengatur tentang keselamatan
turis dan standar keamanan dalam sektor
pariwisata.
68
20. Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja ISO
45001: Standar ini berkaitan dengan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja di industri
pariwisata, termasuk hotel dan restoran.
21. Standar Keselamatan Kapal Pesiar dari Asosiasi
Kapal Pesiar Internasional (CLIA): Standar ini
berkaitan dengan keselamatan penumpang dan kru
di kapal pesiar.
22. Standar Keselamatan Transportasi Darat dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN): Standar ini
berkaitan dengan keselamatan transportasi darat,
termasuk bus wisata dan taksi.
Pada prakteknya, ada juga standar lainnya yang terkait
dengan keamanan dan keselamatan di bidang pariwisata
yang mungkin dapat bervariasi tergantung pada jenis
wisata, lokasi, dan keadaan yang sedang terjadi dan
masih banyak lagi standar yang berkaitan dengan
keamanan dan keselamatan wisatawan di dunia.
Standar-standar tersebut diharapkan dapat membantu
meningkatkan keamanan dan keselamatan wisatawan
dan mendorong industri pariwisata untuk lebih
bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan dan
keamanan wisatawan.
Di Indonesia terdapat beberapa organisasi yang bergerak di
bidang pariwisata yang memiliki peran dalam memastikan
keamanan dan keselamatan wisatawan di Indonesia, yaitu
Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA)
dan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
Sementara itu, aturan terkait dengan keamanan dan
keselamatan wisatawan yang berlaku di Indonesia adalah:
1. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan
Undang-Undang
ini
mengatur
mengenai prinsip-prinsip dan tujuan pembangunan
pariwisata, serta tugas dan wewenang pemerintah
dan pengusaha dalam mengelola sektor pariwisata.
Undang-Undang
ini
mengatur
tentang
pengembangan pariwisata, termasuk mengenai
keamanan dan keselamatan wisatawan, baik dalam
hal transportasi, akomodasi, maupun atraksi wisata.
69
2. Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8
Tahun 1999 - Undang-Undang ini melindungi hakhak konsumen, termasuk wisatawan sebagai
konsumen, dari praktek-praktek bisnis yang
merugikan.
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan, yang mengatur tentang
prosedur kekarantinaan kesehatan bagi wisatawan
yang masuk ke Indonesia untuk mencegah
penyebaran penyakit.
4. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang
Pariwisata. Peraturan ini mengatur mengenai
pelaksanaan
Undang-Undang
Kepariwisataan
tentang perizinan dalam bidang pariwisata, termasuk
juga
mengenai
persyaratan
keamanan
dan
keselamatan dalam operasional bisnis pariwisata.
Peraturan
5. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
No. 7 Tahun 2013 tentang Standardisasi Pelayanan
Publik Pariwisata Peraturan ini mengatur mengenai
standar pelayanan publik di sektor pariwisata,
termasuk mengenai keselamatan dan keamanan
wisatawan. Beberapa aspek yang diatur dalam
peraturan ini antara lain penerangan, transportasi,
akomodasi,
serta
keamanan
dan
kesehatan
lingkungan.
6. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
No. 2 Tahun 2020 tentang Pedoman Penerapan
Protokol Kesehatan Pada Sektor Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Peraturan ini mengatur mengenai
protokol kesehatan yang harus dipatuhi oleh pelaku
usaha pariwisata dan wisatawan dalam rangka
mencegah penyebaran COVID-19.
7. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
No. 6 Tahun 2020 tentang Pedoman dan Protokol
Kesehatan Pada Destinasi Pariwisata di Era Pandemi
Covid-19, yang menetapkan protokol kesehatan yang
harus diikuti oleh pelaku industri pariwisata untuk
memastikan keamanan dan kesehatan wisatawan.
70
8. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
No. 7 Tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan dalam
Pelaksanaan Kegiatan Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif - Peraturan ini mengatur protokol kesehatan
yang harus dipatuhi oleh para pelaku usaha
pariwisata dalam melaksanakan kegiatan pariwisata
di masa pandemi Covid-19.
9. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Pedoman Operasional Penanganan COVID-19 di
Sektor Pariwisata Peraturan ini mengatur tentang
tata cara operasional dalam menghadapi pandemi
COVID-19 dalam sektor pariwisata, termasuk di
dalamnya
adalah
protokol
keamanan
dan
keselamatan wisatawan.
10. Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Nomor 13 Tahun 2020 tentang Panduan Protokol
Kesehatan Pada Industri Pariwisata Dalam Adaptasi
Kebiasaan Baru, yang memberikan panduan tentang
protokol kesehatan yang harus dipatuhi oleh industri
pariwisata selama pandemi COVID-19.
11. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
No. 5 Tahun 2021 tentang Pedoman Pembukaan
Kembali Usaha Pariwisata Selama Pandemi Covid-19
Peraturan ini memberikan pedoman bagi pelaku
usaha pariwisata dalam mengoperasikan usahanya
selama pandemi Covid-19 dengan memperhatikan
protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
12. Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Republik
Indonesia
Nomor
KM.16/HK.304/MPEK/2021
tentang
Protokol
Kesehatan pada Destinasi Wisata Keputusan ini
memuat protokol kesehatan yang harus diterapkan
pada destinasi wisata untuk menjaga keamanan dan
keselamatan wisatawan dari penyebaran COVID-19.
13. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2021 tentang Penerapan
Protokol Kesehatan dalam Pelaksanaan Kegiatan di
Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID71
19) Peraturan ini mengatur tentang penerapan
protokol kesehatan dalam semua kegiatan, termasuk
dalam
bidang
pariwisata,
untuk
mencegah
penyebaran COVID-19.
14. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Peraturan ini
mengatur tentang keselamatan dan kesehatan kerja
bagi seluruh pekerja, termasuk juga dalam sektor
pariwisata
yang
bertujuan
untuk
mencegah
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
15. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 185 Tahun
2015 tentang Pelayanan Publik Transportasi
Penumpang Angkutan Jalan, yang menetapkan
standar
keamanan
dan
keselamatan
dalam
transportasi penumpang angkutan jalan, termasuk
bus pariwisata.
16. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana No. 3 Tahun 2012 tentang Standar
Pelayanan Minimal Penanggulangan Bencana di
Bidang Pariwisata, yang menetapkan standar
minimal dalam penanggulangan bencana yang harus
diikuti oleh pelaku industri pariwisata.
17. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 4 Tahun 2014
tentang Keamanan dan Ketertiban Wisata, yang
menetapkan peraturan tentang keamanan dan
ketertiban wisata di provinsi Bali.
18. Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
No. 386 Tahun 2021 tentang Penetapan Standar
Pengamanan di Lingkungan Objek Wisata, yang
menetapkan standar pengamanan yang harus diikuti
oleh pelaku industri pariwisata untuk memastikan
keamanan wisatawan di lingkungan objek wisata.
19. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 13 Tahun 2018
tentang Standar Nasional Akomodasi Pariwisata,
yang memberikan panduan standar minimal yang
harus dipenuhi oleh pengelola akomodasi pariwisata,
termasuk tentang aspek keamanan dan keselamatan
bagi tamu.
72
20. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pedoman
Umum Pengurangan Risiko Bencana: Peraturan ini
mengatur tentang upaya pengurangan risiko
bencana yang harus dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat, dan pelaku industri pariwisata.
21. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 3 Tahun 2019
tentang Pemandu Wisata, yang mengatur tentang
persyaratan untuk menjadi pemandu wisata,
termasuk
tentang
kualifikasi
dan
sertifikasi
keamanan dan keselamatan bagi wisatawan yang
menjadi tanggung jawab pemandu wisata.
22. Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Nomor 592 Tahun 2020 tentang Klasifikasi Usaha
Pariwisata, yang mengatur tentang klasifikasi usaha
pariwisata berdasarkan standar kualitas dan
keselamatan.
23. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
No. 6 Tahun 2020 tentang Standar Operasional
Prosedur (SOP) Pariwisata Selama Pandemi Covid-19
Peraturan ini menetapkan SOP yang harus diikuti
oleh pelaku usaha pariwisata dalam mengoperasikan
usahanya selama pandemi Covid-19, termasuk
protokol kesehatan, pengaturan kapasitas, dan
peningkatan sanitasi.
24. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
No. 10 Tahun 2020 tentang Penerapan Protokol
Kesehatan pada Destinasi Pariwisata Peraturan ini
menetapkan
protokol
kesehatan
yang
harus
diterapkan di destinasi pariwisata untuk memastikan
keamanan dan keselamatan wisatawan.
25. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
No. 11 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kampanye
Pariwisata Aman Covid-19 Peraturan ini menetapkan
langkah-langkah kampanye untuk mempromosikan
pariwisata yang aman dan memperhatikan protokol
kesehatan selama pandemi Covid-19.
73
26. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
No. 14 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keamanan
di Kawasan Pariwisata Peraturan ini menetapkan
standar keamanan yang harus diterapkan di
kawasan pariwisata untuk memastikan keamanan
wisatawan dan lingkungan sekitar.
27. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
No. 23 Tahun 2014 tentang Standardisasi
Pengelolaan dan Keselamatan Pantai Peraturan ini
menetapkan standar pengelolaan dan keselamatan
pantai yang harus diterapkan untuk memastikan
keamanan dan keselamatan wisatawan serta
pelestarian lingkungan pantai.
28. Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait pariwisata
SNI merupakan standar yang mengatur persyaratan
mutu dan keselamatan dalam produk dan jasa
pariwisata, termasuk di dalamnya mengatur tentang
keamanan dan keselamatan wisatawan. Standar
Nasional Indonesia (SNI). SNI dibuat oleh Badan
Standardisasi Nasional (BSN).
29. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Pengawasan
dan Pengamanan Objek Vital Nasional, yang
mengatur tentang pengawasan dan pengamanan
objek vital nasional termasuk objek wisata.
30. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengawasan
dan Pengamanan Keamanan Pariwisata, yang
mengatur tentang pengawasan dan pengamanan
keamanan pariwisata.
31. Peraturan Daerah (Perda) setiap daerah terkait
Pariwisata - Setiap daerah di Indonesia memiliki
peraturan-peraturan daerah terkait pariwisata,
termasuk aturan-aturan yang berkaitan dengan
keamanan dan keselamatan wisatawan di daerah
tersebut.
74
32. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2021
tentang Protokol Kesehatan pada Destinasi Pariwisata
dan Usaha Mikro Kecil Menengah Sektor Pariwisata:
Peraturan ini mengatur protokol kesehatan yang harus
dipatuhi oleh wisatawan dan pelaku industri pariwisata
di Bali selama pandemi COVID-19.
Selain aturan-aturan di atas, terdapat pula beberapa
panduan dan pedoman terkait keselamatan dan
keamanan wisatawan yang dikeluarkan oleh pemerintah
dan lembaga terkait, seperti panduan keselamatan saat
berwisata di pantai, panduan keselamatan saat
berwisata di gunung, dan sebagainya. Aturan-aturan ini
menjadi acuan bagi para pelaku industri pariwisata, baik
operator wisata, pemerintah, maupun masyarakat umum
untuk
memastikan
keamanan
dan
keselamatan
wisatawan saat berkunjung ke Indonesia. Para
wisatawan harus memahami aturan-aturan tersebut dan
berusaha untuk mematuhi semua peraturan tersebut
demi keselamatan dan kenyamanan selama liburan di
Indonesia. Perlu diingat bahwa aturan-aturan tersebut
dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan
perkembangan situasi dan kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah. Oleh karena itu, wisatawan diharapkan
untuk selalu memperbarui informasi terbaru sebelum
melakukan perjalanan ke Indonesia.
Penerapan
Wisatawan
Standar
Keamanan
dan
Keselamatan
Aktifitas pariwisata di Indonesia berjalan sepanjang
tahun. Penerapan standar keamanan dan keselamatan
umumnya diberlakukan di setiap aktiftias pariwisata.
Beberapa contoh standar keselamatan dan keamanan
wisatawan antara lain:
1.
Kualitas dan keamanan akomodasi, seperti penggunaan
kunci elektronik atau kartu kunci untuk menghindari
akses tidak sah ke kamar, pengecekan tamu,
pengawasan keamanan langsung maupun melalui
CCTV, dan penerapan standar sanitasi yang tinggi.
75
2.
Standar keselamatan pada transportasi, termasuk
penggunaan
sabuk
pengaman,
memastikan
kendaraan dalam kondisi baik, dan pengecekan
pemandu wisata atau supir yang memiliki lisensi dan
kompetensi dalam mengemudi.
3.
Pemberian
informasi
mengenai
resiko
dan
keselamatan dalam berwisata, seperti informasi
cuaca, kondisi tempat wisata, tindakan yang harus
dilakukan dalam keadaan darurat, serta penggunaan
jasa penyedia perjalanan yang terdaftar dan memiliki
izin resmi.
4.
Pelaksanaan aktivitas wisata dengan memperhatikan
standar keselamatan, seperti kegiatan olahraga air,
hiking, atau aktivitas petualangan lainnya yang
memerlukan penggunaan alat pelindung diri dan
perlengkapan keselamatan yang memadai seperti Life
Jacket, Body Harness, helmet, dll.
5.
Perlindungan
terhadap
wisatawan
terhadap
kejahatan seperti pencurian, perampokan, atau
tindakan kriminal lainnya.
Standar keselamatan pada transportasi sangat penting
untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan
selama perjalanan wisata. Penyedia layanan transportasi
wisata harus memperhatikan standar keselamatan ini
dan mengimplementasikannya dengan baik, agar dapat
memberikan pengalaman wisata yang aman dan
menyenangkan bagi wisatawan. Selain penggunaan
sabuk pengaman, memastikan kendaraan dalam kondisi
baik, dan pengecekan pemandu wisata atau supir yang
memiliki lisensi dan kompetensi dalam mengemudi,
berikut adalah beberapa standar keselamatan pada
transportasi yang penting:
1.
Memastikan kapasitas penumpang yang aman:
Kendaraan harus dilengkapi dengan kapasitas
penumpang
yang
sesuai
dengan
standar
76
keselamatan. Kapasitas penumpang yang berlebih
dapat membahayakan keselamatan penumpang dan
pengemudi.
2.
Memastikan kondisi kenyamanan dan kebersihan
kendaraan: Penyedia layanan transportasi harus
memastikan kondisi kenyamanan dan kebersihan
kendaraan, seperti sistem pendingin ruangan,
pencahayaan, dan fasilitas toilet yang berfungsi
dengan baik. Hal ini dapat memastikan kenyamanan
dan keamanan penumpang selama perjalanan.
3.
Menjaga jarak aman: Pengemudi harus memastikan
jarak aman dengan kendaraan di depannya dan
menghindari berkendara terlalu dekat dengan
kendaraan lain. Hal ini dapat mengurangi risiko
kecelakaan
dan
memastikan
keselamatan
penumpang.
4.
Menjaga kecepatan yang aman: Pengemudi harus
menghindari berkendara dengan kecepatan yang
terlalu tinggi dan mengikuti batas kecepatan yang
ditentukan. Hal ini dapat meminimalkan risiko
kecelakaan
dan
memastikan
keselamatan
penumpang.
5.
Menyediakan
fasilitas
keselamatan
tambahan:
Penyedia layanan transportasi harus menyediakan
fasilitas
keselamatan
tambahan
seperti
alat
pemadam kebakaran, palu darurat, dan jalan keluar
yang jelas dan mudah diakses oleh penumpang.
Dengan
memenuhi
standar
keselamatan
pada
transportasi, penyedia layanan transportasi dapat
memberikan pengalaman perjalanan yang aman dan
nyaman bagi wisatawan. Hal ini juga dapat memperkuat
citra dan reputasi penyedia layanan transportasi tersebut
di mata wisatawan, sehingga berpotensi meningkatkan
jumlah pengunjung dan keuntungan bisnis.
77
Selanjutnya, seiring dengan perkembangan lingkungan
eksternal pariwisata, perlu dilakukan upaya pemberian
informasi mengenai risiko dan keselamatan dalam
berwisata yang mencakup informasi sebagai berikut:
1.
Risiko kesehatan: Informasi mengenai risiko
kesehatan dapat berupa ancaman penyakit yang
dapat menular di lokasi wisata, vaksinasi yang
disarankan, obat-obatan yang perlu dibawa, dan
kondisi medis yang perlu diwaspadai.
2.
Kondisi lingkungan: Informasi mengenai kondisi
lingkungan dapat mencakup ancaman bencana alam
seperti banjir, gempa bumi, dan angin kencang, serta
tindakan yang harus diambil dalam keadaan darurat.
3.
Kejahatan: Informasi mengenai kejahatan di lokasi
wisata, seperti pencurian dan penipuan, serta
tindakan yang harus dilakukan untuk menghindari
menjadi korban kejahatan.
4.
Transportasi: Informasi mengenai keselamatan
transportasi dapat berupa risiko di jalan, kondisi
kendaraan, dan tindakan keselamatan yang perlu
diambil selama perjalanan.
5.
Aktivitas wisata: Informasi mengenai aktivitas wisata
yang berisiko, seperti olahraga ekstrem atau pendakian
gunung, serta tindakan keselamatan yang perlu diambil
selama melakukan aktivitas tersebut.
6.
Informasi mengenai aktivitas wisata yang berisiko
tinggi: Beberapa aktivitas wisata seperti olahraga
ekstrem, pendakian gunung, dan aktivitas air dapat
berisiko tinggi dan memerlukan persiapan khusus
untuk memastikan keselamatan. Wisatawan perlu
diberikan informasi mengenai risiko dan persiapan
yang harus dilakukan sebelum melakukan aktivitas
tersebut.
78
7.
Informasi mengenai hewan liar: Beberapa tempat wisata
mungkin memiliki hewan liar seperti ular, buaya, dan
singa. Wisatawan perlu diberikan informasi mengenai
risiko dan cara menghindari atau menghadapi hewan
liar tersebut.
8.
Etika dan kebudayaan: Informasi mengenai etika dan
kebudayaan di lokasi wisata, seperti norma-norma
sosial yang berlaku dan kebiasaan makan, serta
tindakan yang perlu diambil untuk menghormati
kebudayaan lokal.
Pemberian informasi ini dapat membantu wisatawan untuk
mempersiapkan diri dengan baik sebelum pergi, sehingga
dapat mengurangi risiko terjadinya kecelakaan atau insiden
yang tidak diinginkan. Hal ini juga dapat meningkatkan
kesadaran dan kepedulian wisatawan terhadap lingkungan
sekitar, dan meningkatkan rasa hormat mereka terhadap
budaya dan tradisi lokal.
Beberapa standar keselamatan lainnya yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan aktivitas wisata antara
lain:
1.
Penggunaan alat pelindung diri: Selain aktivitas
olahraga air dan hiking, aktivitas wisata lainnya seperti
berkendara motor, bersepeda, atau berkuda juga
memerlukan penggunaan alat pelindung diri seperti
helm, sarung tangan, dan sepatu yang sesuai.
2.
Penerapan protokol kesehatan: Selama pandemi
COVID-19, penerapan protokol kesehatan seperti
menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci
tangan perlu dilakukan dalam pelaksanaan aktivitas
wisata.
3.
Penerapan standar keselamatan di tempat wisata:
Tempat wisata seperti taman hiburan atau wahana
permainan memiliki standar keselamatan yang perlu
dipenuhi seperti penggunaan alat keselamatan,
batasan usia, dan pengawasan oleh petugas yang
terlatih.
79
4.
Mematuhi aturan dan regulasi: Aktivitas wisata perlu
dilakukan sesuai dengan aturan dan regulasi yang
berlaku, seperti menghindari perjalanan ke wilayah
yang dilarang atau melakukan aktivitas yang
melanggar hukum.
5.
Menjaga kondisi fisik dan kesehatan: Sebelum
melakukan aktivitas wisata, wisatawan perlu
memastikan kondisi fisik dan kesehatan yang
memadai, seperti tidak melakukan aktivitas yang
terlalu melelahkan jika sedang sakit atau lelah.
Ringkasan
Keamanan dan keselamatan wisatawan merupakan
komponen penting dalam aktifitas pariwisata. Tidak
adanya manajemen keamanan dan keselamatan
wisatawan dapat berdampak pada citra daya tarik
wisata, destinasi wisata terkait, bahkan negara atau
kawasan wisata. Walaupun tiap negara memiliki aturan
tersendiri,
organisasi
pariwisata
dunia
telah
merumuskan berbagai aturan terkait dengan keamanan
dan keselamatan wisatawan yang berlaku secara global.
Penerapan standar dan pedoman keamanan dan
keselamatan wisatawan akan membantu kenyamanan
wisatawan dan tentunya citra destinasi wisata terkait.
80
Daftar Pustaka
Damasdino, Fian; Afrini, Dian; Hatno, Pri. (2021).
Pengaruh keamanan dan keselamatan wisatawan
terhadap citra destinasi di obyek wisata alam air
terjun Sri Gethuk di Gunung Kidul. Journal of
Tourism and Economic, 4 (2).
Hall, M.C.; Timothi, D.G.; Duval, D,T. (2003). Security
and Tourism: Toward a new understanding? Safety
and Security in Tourism: Relationship, Management,
and Marketing, Journal of Travel and Tourism
Marketing, 15(2/3/4).
Kovari, I & Zimanyi, K. (2010). Safety and security in the
age of global tourism, APSTRACT 4(5-6), 67-69.
Rachel J. C. Chen & Pender Noriega (2004) The Impacts
of
Terrorism, Journal
of
Travel
&
Tourism
Marketing, 15:2-3, 8197, DOI: 10.1300/J073v15n02_05
Wang, Y & Pizam, A.(2011). Destination and Marketing
Management: Theory and Application. UK: CABI Org
81
Profil Penulis
Agus Dharma
Penulis adalah seorang staff dosen di Prodi
Teknik Elektro, Fakultas Teknik di Universitas
Udayana, Bali. Penulis menamatkan kuliah pada
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi
Industri, ITS di Surabaya, Jawa Timur dari
sarjana bergelar Insinyur tahun 1991 (Ir), Program Master
bergelar Master Teknik (M.T.) tahun 2007 hingga program
Doktor bergelar Dr tahun 2013. Sempat belajar di UMIST,
Manchester UK dan mendapat gelar Postgraduate Diploma di
Bidang Electrical Power Engineering tahun 2001 dan sempat
sebagai mahasiswa pertukaran pelajar S3(Student Exchange)
ITS di Jurusan Elektro, Universitas Kumamoto, Jepang tahun
2010. Penulis melakukan kegiatan Tri Dharma dibidang
Pendidikan yaitu pengajaran dan penelitian umumnya di
bidang Renewable Energy, Artificial Inteligent, dan Electrical
Power Engineering. Pengalaman kerja dimulai setelah tamat
sarjana berkarir di kontraktor Teknik bidang Mekanikal
Elektrikal dan Plumbing (MEP) sebagai Supervisor hingga Head
of MEP pada proyek-proyek besar pemerintah. Di bidang
Energy Efficiency, penulis juga adalah sebagai seorang Tenaga
Ahli Nasional di bidang Compress Air System UNIDO. Di
bidang pengabdian kemasyarakatan, penulis terlibat dalam
pembinaan Pokdarwis desa wisata, pengembangan wisata
kesehatan kontemporer (Terasirtam), dan sebagai ketua
organisasi Balawista Buleleng. Penulis juga adalah seorang
instruktur, narasumber dan sekaligus asesor dibidang
program pencegahan tenggelam dari International Life Saving
Society (ILS) dan WHO serta aktif membina lifeguard-lifeguard
baru di Kabupaten Buleleng dan Nippers (Balawista Cilik). Dari
hasil kegiatan Tri Dharma Pendidikan, penulis telah
menghasilkan karya berupa artikel ilmiah di jurnal nasional
maupun internasional, produk-produk yang di-HKI-kan, serta
menjadi pembicara pada konferensi ilmiah baik tingkat
nasional maupun internasional. Penulis juga menjadi reviewer
beberapa jurnal nasional dan pertemuan internasional. Dalam
karirnya di kampus, penulis saat ini menduduki posisi sebagai
Koordinator PUSLIT Bidang Sumber Daya Alam dan
Lingkungan serta Pembina Mapala Wanaprastha Dharma
Universitas Udayana.
Email Penulis: agus_dharma@unud.ac.id
82
5
STRATEGI PENGELOLAAN DAN
PROMOSI OBJEK DAN
ATRAKSI WISATA
Rullyana Puspitaningrum Mamengko, S.Pd., M.M.
Universitas Negeri Yogyakarta
Pendahuluan
Pengelolaan objek dan atraksi wisata adalah salah satu
hal yang penting dilakukan oleh para pengelola destinasi
wisata agar destinasi wisata tersebut dapat terus
berkelanjutan
memberikan
manfaat
ekonomi,
melestarikan
budaya
dan
lingkungan,
serta
meningkatkan kehidupan sosial masyarakat setempat.
Tidaklah mudah mengelola suatu destinasi wisata, perlu
adanya kolaborasi antar pihak untuk sama-sama
membangun suatu destinasi wisata. Hal ini adalah
pekerjaan besar yang tidak hanya dibebankan pada
salah satu pihak saja misalnya Pokdarwis (Kelompok
Sadar Wisata), tetapi perlu adanya kontribusi dari
pemerintah daerah, pemerintah kabupaten, BUMDES
(Badan Usaha Milik Desa), asosiasi, akademisi, para
UMKM, maupun company yang berada di sekitar
destinasi wisata, dan masyarakat untuk bersama-sama
turut ambil bagian dalam memajukan suatu destinasi
wisata. Hal ini penting, karena kemajuan suatu destinasi
wisata dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan
ekonomi masyarakat setempat, memberikan nilai lebih
83
pada daerah setempat, yang mana akan berpengaruh
juga
pada
pencapaian
pemangku
kepentingan
(stakeholders) yang berada di sekitar destinasi wisata
tersebut.
Suatu destinasi wisata memiliki sifat yang unik yang
membedakannya dengan destinasi-destinasi wisata
lainnya. Meskipun terdapat beberapa atraksi yang
hampir sama, misalnya curug, embung, pemandangan
sawah, tarian tradisional, permainan tradisional,
pertunjukan memainkan alat musik tradisional, budaya
lokal, dan lain sebagainya, tetapi perlu dirumuskan
unsur pembeda (differentiation) dari satu destinasi wisata
dengan destinasi wisata lainnya. Unsur pembeda inilah
yang nantinya menjadi identitas bagi suatu destinasi
wisata
sehingga
akan
mempermudah
dalam
memasarkan produk-produk destinasi wisata.
SWOT Analysis
Sebelum membahas strategi promosi objek/atraksi
wisata lebih jauh, hal pertama yang perlu dilakukan oleh
pengelola/pemasar adalah mengetahui SWOT yang
dimiliki oleh objek/atraksi wisata tersebut. SWOT
analysis yaitu suatu alat sederhana yang dapat
digunakan untuk mengukur dan mengembangkan
strategi suatu bisnis atau usaha. SWOT merupakan
kepanjangan dari Strengths, Weaknesses, Opportunities,
dan Threats. Melakukan analisis SWOT merupakan
langkah awal yang harus dilakukan oleh pengelola
objek/atraksi
wisata sebelum melangkah
untuk
membuat
strategi
promosi/pemasaran.
Mengapa
melakukan SWOT analisis itu penting? Berikut ini
adalah beberapa manfaat pengelola objek/atraksi wisata
jika melakukan analisis SWOT, yaitu:
84
1. Pengelola objek/atraksi wisata menjadi lebih
memahami kekuatan yang dimiliki daerahnya dan
dapat terus mengembangkannya.
2. Pengelola objek/atraksi wisata dapat melihat adanya
peluang sehingga dapat Menyusun strategi yang
tepat untuk meraih peluang tersebut.
3. Pengelola objek/atraksi wisata dapat mengetahu
kelemahan yang dimiliki oleh daerahnya sehingga
dapat mencari solusi untuk mengurangi kelemahan
tersebut.
4. Pengelola
objek/atraksi
wisata
dapat
mengidentifikasikan ancaman yang mungkin akan
terjadi dan mencari cara untuk dapat menghadapi/
menanggulangi ancaman tersebut.
5. Pengelola objek/atraksi wisata dapat menganalisa
kondisi internal yang dimilikinya serta kondisi
lingkungan pribadi.
6. Pengelola objek/atraksi wisata dapat menganalisa
kondisi
eksternal
yang
mungkin
dapat
mempengaruhi perkembangan destinasi wisatanya.
7. Pengelola objek/ atraksi wisata dapat mengetahui
sejauh mana kemampuannya di area lingkungannya.
8. Pengelola objek/atraksi wisata dapat mengetahui
value/nilai
lebih
yang
dimilikinya
sehingga
memudahkan dalam mempromosikan produkproduk yang dimilikinya.
9. Pengelola objek/atraksi wisata dapat mengetahui
dimana letak posisinya apabila dibandingkan dengan
objek/ atraksi wisata lainnya.
85
1. Strengths
Strengths memiliki arti kekuatan, kelebihan,
kemampuan, atau segala sumber daya yang dimiliki
oleh objek/atraksi wisata.
Untuk menjawab strengths apa saja yang dimiliki
oleh objek/atraksi wisata Anda, contoh pertanyaan
yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:
a.
Apa daya tarik/keunikan yang dimiliki oleh
objek/atraksi wisata Anda?
b. Dimana dan bagaimana lokasi objek/atraksi
wisata Anda?
c.
Bagaimana aksesibilitasnya? Apakah mudah
dijangkau atau tidak? Apakah dilewati oleh
transportasi publik atau tidak? Apakah semua
kendaraan dapat dengan mudah mencapai lokasi
objek/atraksi wisata Anda? Apakah bus dapat
dengan mudah mencapai lokasi tersebut?
Apakah wisatawan perlu berjalan kaki? Apabila
iya, berapa lama waktu tempuhnya dari turun
dari kendaraan untuk berjalan kaki hingga
sampai ke objek/atraksi wisata Anda? Apakah
lokasi objek/atraksi wisata Anda dapat dengan
mudah diakses oleh ojek online/taxi online? Dan
lain sebagainya.
d. Apa saja produk/layanan jasa unggulan yang
dimiliki oleh objek/atraksi wisata Anda?
e.
Apakah
memiliki
value/nilai
lebih
yang
membedakannya dengan produk/ layanan jasa
dari para pesaing? Apa sajakah itu?
f.
Bagaimana harganya? Apakah harga yang
ditawarkan sama rata untuk semua wisatawan?
Bagaimana harga untuk wisatawan domestik dan
wisatawan asing? Apakah terdapat harga group?
86
Bagaimana mekanisme struktur harga untuk
group? Apakah ada harga paket wisata? Apa saja
fasilitas yang diterima oleh wisatawan apabila
mengambil harga paket wisata?
g.
Selama ini, struktur harga mana yang paling
banyak diminati oleh wisatawan? Mengapa?
h. Apa saja yang sudah Anda lakukan dalam
mempromosikan objek/atraksi wisata Anda?
Pemasaran konvensional apa yang sudah Anda
lakukan? Pemasaran digital apa yang sudah
Anda lakukan? Bagaimana dampak dari strategi
pemasaran tersebut? Wisatawan lebih menyukai
pendekatan pemasaran yang mana?
i.
Darimana wisatawan mengetahui
tentang objek/atraksi wisata Anda?
informasi
j.
Bagaimana kualitas SDM pengelola objek/
atraksi wisata Anda? Apakah mereka memiliki
keterampilan (skill) yang baik dalam melayani
wisatawan? Apakah mereka memiliki skill
manajerial (pemasaran, keuangan, SDM, legal)
yang baik? Apa sebagian besar lulusan
pendidikannya?
Apakah
mereka
pernah
mengikuti training/pelatihan terkait dengan
tugas pokok dan fungsinya? Apakah mereka
memiliki sertifikat kompetensi? Apakah ada
regenerasi dalam pengelolaan objek/atraksi
wisata Anda?
k. Dan lain sebagainya. Intinya, buatlah pertanyaan
yang dapat mengukur informasi internal tentang
objek/atraksi wisata yang Anda miliki.
2. Weaknesses
Weaknesses memiliki arti kelemahan, kekurangan,
kerentanan, dan keterbatasan.
87
Untuk menjawab weaknesses apa saja yang dimiliki
oleh objek/atraksi wisata Anda, contoh pertanyaan
yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:
a.
Apakah nama objek/atraksi wisata Anda sudah
dikenal oleh masyarakat luas?
b. Berapa banyak jumlah kunjungan wisatawan per
hari/ per bulan? Apakah jumlah tersebut stabil
sepanjang tahun? Apakah jumlah tersebut sudah
memenuhi harapan pengelola objek/atraksi
wisata?
c.
Bagaimana kemampuan SDM yang Anda miliki
dalam melayani wisatawan?
d. Apakah
ada
wisatawan
yang
complaint?
Mengapa? Bagaimana solusi yang sudah diambil
untuk menangani wisatawan yang complaint
tersebut? Apakah wisatawan puas dengan
penanganan complaint yang diberikan?
e.
Apakah para pengelola objek/atraksi wisata
sebagian besar bisa menggunakan bahasa
Internasional
(bahasa
Inggris)
dalam
berkomunikasi dengan wisatawan asing?
f.
Fasilitas apa sajakah yang dimiliki oleh objek/
atraksi wisata Anda?
g.
Bagaimana tingkat keamanan di objek/atraksi
wisata Anda? Misalnya dalam hal penitipan
motor, sepeda, helm, sandal, tas, dan lain
sebagainya.
h. Bagaimana tingkat kebersihan di objek/atraksi
wisata Anda? Apakah ada tempat sampah
dengan jumlah yang memadai di titik-titik
strategis di objek/atraksi wisata? Apakah tempat
sampah tersebut sudah dibedakan antara untuk
sampah organik dan anorganik? Bagaimana
88
siklus pengambilan sampahnya? Siapa yang
bertanggung jawab dalam hal pengelolaan
sampah di objek/atraksi wisata?
i.
Bagaimana kondisi toilet di objek/atraksi wisata
Anda? Berapa jumlahnya? Apakah mencukupi
ketika objek/atraksi wisata penuh pengunjung?
Bagaimana persentasi toilet pria dan toilet
wanita? Apakah kondisi toiletnya aman?
Bagaimana
siklus
pembersihannya
oleh
pengurus? Siapa yang bertanggung jawab?
j.
Makanan atau oleh-oleh apa saja yang
ditawarkan oleh objek/atraksi wisata Anda? Apa
saja variannya? Apakah mudah dibawa oleh
wisatawan? Bagaimana kemasannya? Berapa
lama
ketahanannya?
Apakah
jumlah
produksinya
memenuhi
permintaan
dari
wisatawan? Apakah ada jenis produk yang
diharapkan ada oleh wisatawan tetapi tidak
dimiliki oleh objek/atraksi wisata Anda?
k. Dan lain sebagainya. Intinya, buatlah pertanyaan
yang dapat mengukur informasi internal tentang
objek/atraksi wisata yang Anda miliki.
3. Opportunities
Opportunities memiliki arti kesempatan, peluang, dan
pengembangan.
Untuk menjawab opportunities apa saja yang dimiliki
oleh objek/atraksi wisata Anda, contoh pertanyaan
yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:
a.
Apakah ada trend wisata yang diminati oleh
wisatawan saat ini?
b. Seberapa besar minat calon wisatawan untuk
berkunjung ke objek/atraksi wisata Anda?
89
c.
Apa preferensi, kebutuhan,
wisatawan saat ini?
dan
keinginan
d. Apa yang mereka harapkan ketika berkunjung ke
objek/ atraksi wisata Anda?
e.
Apakah terdapat fasilitas publik yang dekat
dengan lokasi objek/atraksi wisata Anda?
Misalnya Puskesmas, Rumah Sakit, Kantor
Polisi, Bank, ATM, Money Changer, dan lain
sebagainya.
f.
Apakah ada dukungan dari pemerintah setempat
kepada objek/atraksi wisata Anda? Dalam
bentuk apa dukungan tersebut?
g.
Apakah
ada
dukungan
dari
akademisi
(Perguruan Tinggi) kepada objek/atraksi wisata
Anda? Dalam bentuk apa dukungan tersebut?
h. Apakah ada dukungan dari perusahaan setempat
kepada objek/atraksi wisata Anda? Dalam
bentuk apa dukungan tersebut?
i.
Apakah ada dukungan dari asosiasi/komunitas
kepada objek/atraksi wisata Anda? Dalam
bentuk apa dukungan tersebut?
j.
Apakah ada pelatihan peningkatan kompetensi
SDM yang bisa diikuti oleh tim Anda?
k. Apakah ada kerjasama dengan pihak lain yang
dapat dijalin untuk mengembangkan objek/
atraksi wisata Anda?
l.
Dan lain sebagainya. Intinya, buatlah pertanyaan
yang dapat mengukur informasi eksternal
tentang objek/atraksi wisata yang Anda miliki.
90
4. Threats
Threats memiliki arti ancaman, hambatan, dan
resiko.
Untuk menjawab threats apa saja yang dimiliki oleh
objek/ atraksi wisata Anda, contoh pertanyaan yang
dapat diajukan adalah sebagai berikut:
a.
Apakah ada objek/ atraksi wisata lain di sekitar
lokasi objek/ atraksi wisata Anda Anda? Berapa
jumlahnya? Bagaimana mereka? Apa yang
mereka tawarkan kepada wisatawan? Apa nilai
lebih yang mereka miliki? Berapa harga yang
mereka
tawarkan?
Bagaimana
respons
wisatawan terhadap penawaran mereka?
b. Bagaimana kepengurusan objek/ atraksi wisata
pesaing Anda? Apakah mereka lebih kompak
dalam mengelola objek/ atraksi wisata? Apakah
mereka aktif dalam organisasi? Apakah mereka
lebih agresif dalam melakukan pemasaran?
c.
Bagaimana daya beli wisatawan saat ini?
d. Apakah ada potensi cuaca atau alam yang dapat
mengganggu kunjungan wisatawan?
e.
Apakah ada kenaikan bahan baku yang dapat
menaikkan harga jual produk di objek/ atraksi
wisata Anda? Misalnya bahan baku untuk
membuat makanan/ souvenir/ oleh-oleh.
f.
Apakah ada ancaman penyakit/ virus di objek/
atraksi wisata Anda?
g.
Dan lain sebagainya. Intinya, buatlah pertanyaan
yang dapat mengukur informasi eksternal
tentang objek/ atraksi wisata yang Anda miliki.
Selanjutnya, berikut ini adalah cara melakukan
SWOT analysis, yaitu:
91
a.
Kumpulkan seluruh pengelola objek/ atraksi
wisata yang Anda miliki, pastikan ada yang
mewakili dari masing-masing divisi/ bidang.
b. Minta setiap orang untuk menulis di secarik
kertas
tentang
strengths,
weaknesses,
opportunities, dan threats, baik secara umum
(objek/ atraksi wisata) maupun secara khusus
(pada bidang/ divisinya).
c.
Berikan waktu sekitar 15 – 20 menit untuk
menuangkan hasil analisisnya ke dalam kertas
tersebut.
d. Minta semua orang untuk menempelkan kertas
tersebut ke papan tulis, lalu minta mereka
secara bergiliran membaca hasil analisis
temannya dan memberikan tambahan atau
koreksi jika diperlukan.
e.
Lakukan diskusi tentang semua analisis yang
sudah dibuat oleh tim.
f.
Ambil kesepakatan tentang poin-poin terkait
strengths, weaknesses, opportunities, dan threats
yang disetujui banyak pihak dan tuliskan
notulensinya.
g.
Pemimpin diskusi membacakan
analisis SWOT tersebut.
hasil
akhir
h. Selanjutnya secara bersama-sama memberikan
ide tentang strategi untuk mempertahankan
strengths,
mengantisipasi
weaknesses,
mengambil
opportunities,
dan
menghadapi
threats.
Berikutnya adalah menyusun strategi kombinasi
SWOT. Terdapat 4 (empat) strategi yaitu sebagai
berikut:
92
a.
Strategi yang berfokus pada
Peluang (Strengts – Opportuities)
Kekuatan
dan
Artinya: buatlah strategi dengan berdasarkan
pada
kekuatan
internal
untuk
dapat
memanfaatkan peluang dari eksternal.
b. Strategi yang berfokus pada Kelemahan dan
Ancaman (Weaknesses – Threats)
Artinya: buatlah strategi alternatif defensive
dengan cara memanfaatkan kelemahan internal
untuk mengurangi ancaman dari eksternal.
c.
Strategi yang berfokus pada
Ancaman (Strengts – Threats)
Kekuatan
dan
Artinya: buatlah strategi dengan menggunakan
kekuatan internal untuk mengurangi ancaman
dari eksternal.
d. Strategi yang berfokus pada Kelemahan dan
Peluang (Weaknesses – Opportunities)
Artinya: buatlah strategi dengan cara menopang
kelemahan
internal
untuk
mengambil
keuntungan dari kesempatan eksternal.
Untuk dapat merencanakan strategi pemasaran objek/
atraksi wisata yang efektif, diperlukan identifikasi
banyak hal. Salah satu caranya adalah dengan
menggunakan Analisa SWOT. Dengan melakukan
Analisa SWOT, kita dipaksa untuk melihat dari banyak
perspektif dan sudut pandang, sehingga kita dapat
melihat kekuatan, kelemahan, potensi/peluang, dan
ancaman secara obyektif. Dengan demikian, kita akan
dapat
merencanakan
strategi
pemasaran
untuk
pengembangan objek/atraksi wisata dengan lebih jelas,
rasional, dan terukur. Hal ini dalam rangka untuk dapat
meraih target pemasaran sesuai dengan yang telah
dirumuskan.
93
Segmenting, Targeting, Positioning
STP atau yang dikenal sebagai Segmenting, Targeting,
dan Positioning adalah pendekatan strategic dalam
pemasaran modern yang memungkinkan pemasar untuk
dapat mengkomunikasikan produknya dengan baik
kepada konsumen. Strategi STP juga sangat berguna
bagi pemasar untuk merumuskan strategi marketing
communication maupun marketing mix.
1. Segmenting
Yaitu: suatu proses dimana seorang pemasar
(marketer) mengkategorikan, mengklasifikasikan, dan
menggolongkan seluruh target market potensial.
Mengapa mengelompokkan market itu penting bagi
objek/atraksi wisata? Berikut ini adalah peran
penting market segmentation bagi objek/ atraksi
wisata:
a.
Menjadikan objek/ atraksi wisata Anda lebih
fokus dalam mengalokasikan sumber daya yang
dimiliki.
b. Market segmentation (pengelompokan pasar)
merupakan dasar untuk merencakan strategi
pemasaran objek/ atraksi wisata.
c.
Dengan mengetahui pengelompokan pasar, hal
ini merupakan faktor kunci untuk dapat bersaing
dengan competitor.
Selanjutnya, berikut ini adalah jenis-jenis market
segmentation. Untuk dapat
mengelompokkan/
membedakan pasar wisatawan, umumnya dilakukan
melalui 3 (tiga) cara, yaitu:
a.
Segmentasi Geografis
Yaitu suatu proses membagi/ mengelompokkan
market
berdasarkan
lokasinya.
Misalnya
94
wisatawan
domestik
dan
wisatawan
mancanegara,
atau
wisatawan
Malaysia,
Australia, Saudi Arabia, India, China, Jakarta,
Bali, Yogyakarta, Medan, Manado, dan lain
sebagainya.
b. Segmentasi Demografis
Yaitu suatu proses membagi/mengelompokkan
market berdasarkan aspek-aspek demografis
seperti jenis kelamin, rentang usia, pekerjaan,
pendidikan terakhir, pendapatan per bulan, dan
lain sebagainya.
c.
Segmentasi Psikografis
Yaitu suatu proses membagi/mengelompokkan
market berdasarkan kelas sosial, gaya hidup, dan
kepribadian. Misalnya backpacker dan traveller,
leasure dan business, middle-up dan middle-low,
dan lain sebagainya.
Setelah mengelompokkan pasar sesuai dengan
kategori di atas, selanjutnya Anda perlu memilih
market segment yang potensial. Berikut ini
adalah 5 (lima) syarat dalam memilihnya, yaitu:
1)
Measurable
Artinya kelompok market tersebut harus
dapat diukur besarannya. Terdapat data
terukur yang tersedia tentang profile dan
daya beli kelompok market tersebut. Hindari
membagi market yang tidak dapat diketahui/
diukur besarannya/ jumlahnya. Karena
nanti ketika Anda membuat campaign
pemasaran, Anda harus tahu siapa yang
akan Anda sasar dan berapa besar potensi
market yang akan menerima campaign Anda.
Misalnya jika Anda ingin membuat campaign
95
di social media, apakah market segment yang
akan Anda tuju sering mengakses social
media tersebut?
2)
Substantial
Artinya kelompok pasar (market) yang
hendak Anda tuju harus memiliki jumlah
yang besar. Hal ini karena Anda tidak
seharusnya membuang-buang sumber daya
yang Anda miliki dengan memilih market
segment yang jumlahnya kecil sehingga
bisnis
Anda
akan
berpotensi
tidak
menguntungkan.
Untuk
itu,
dalam
mengelompokkan market, hendaknya Anda
betul-betul mengumpulkan data tentang
usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial
ekonomi, dan daya beli mereka, hal ini akan
membantu Anda untuk memilih market
segment yang benar.
3)
Accessible
Artinya kelompok pasar tersebut harus
mudah dijangkau oleh Anda dan dengan
biaya yang terjangkau. Hal ini dapat
membantu Anda untuk menentukan jenis
campaign seperti apa yang akan mudah
diakses/ dijangkau oleh para konsumen
Anda di kelompok market tersebut. Misalnya
jika Anda ingin melakukan campaign
pameran objek/ atraksi wisata, apakah
konsumen di dalam kelompok segment yang
Anda tuju itu dimungkinkan akan mudah
datang ke pameran yang akan Anda
selenggarakan? Atau jika Anda ingin iklan di
televisi dengan channel tertentu, apakah
konsumen di dalam kelompok segment
96
tersebut bisa dengan mudah dan sering
mengakses channel televisi tersebut?
4)
Differentiable
Artinya kelompok pasar tersebut dapat
dibedakan. Karena kelompok pasar yang
berbeda akan dapat merespons campaign
yang sama maupun yang berbeda yang Anda
berikan ke mereka. Misalnya ketika Anda
mengiklankan objek/ atraksi wisata Anda ke
social media dan melalui brosur, maka
respons yang akan diterima oleh generasi
muda dan para wisatawan senior tentu akan
berbeda.
5)
Actionable
Artinya kelompok pasar tersebut harus dapat
ditindaklanjuti (di follow up). Penting untuk
memilih
market segment yang
dapat
merespons
campaign
atau
strategi
pemasaran yang Anda berikan sehingga Anda
dapat
menindaklanjutinya
dan
memungkinkan
terjadinya
konversi/
pembelian.
2. Targeting
Yaitu suatu proses dalam menentukan sasaran atau
pasar yang ditargetkan atau dibidik. Berikut ini
adalah kriteria dalam menentukan target pasar bagi
objek/atraksi wisata, yaitu:
a.
Membidik/menargetkan pasar yang memiliki
segment pasar yang jumlahnya besar atau
memiliki potensi tumbuh besar.
b. Membidik/menargetkan pasar yang sesuai
dengan keunggulan yang dimiliki oleh objek/
atraksi wisata Anda.
97
c.
Membidik/menargetkan pasar yang mungkin
belum disentuh/tidak diperkirakan oleh pesaing
lain tetapi memiliki potensi yang besar.
d. Membidik/menargetkan
pasar
berdasarkan
situasi persaingan Anda dengan competitor.
e. Membidik/menargetkan pasar sesuai dengan
kemampuan sumber daya yang Anda miliki
(misalnya keuangan, sumber daya manusia, dan
lain sebagainya).
3.
Positioning
Yaitu bagaimana suatu objek/atraksi wisata
menempatkan posisinya di mata pelanggan jika
dibandingkan dengan competitor lain sehingga
terbentuk image khusus terhadapnya. Sebelum
suatu objek/atraksi wisata menentukan dimana
positioningnya, terlebih dahulu perlu melakukan
kajian/mengumpulkan informasi tentang siapa saja
wisatawannya, bagaimana karakteristik mereka, apa
saja value/keunggulan yang dimiliki oleh objek/
atraksi wisata tersebut, dan siapa saja pesaing
(competitor) nya. Selanjutnya, berikut ini adalah
landasan dalam menentukan positioning suatu
objek/atraksi wisata, yaitu:
a.
Apa saja nilai dan manfaat yang dapat diberikan
oleh
objek/atraksi
wisata
kepada
para
wisatawan?
b. Apa nilai lebih yang ditawarkan kepada para
wisatawan?
c.
Bagaimana
objek/atraksi
wisata
mengambil
hati
mereka/menempati
khusus di hati/pikiran para wisatawan?
dapat
ruang
d. Capaian apa yang pernah objek/atraksi wisata
raih selama ini?
98
e.
Karakteristik market segment seperti apa yang
identik dengan karakter objek/atraksi wisata?
f.
Originalitas apa yang dimiliki?
g.
Kebaharuan apa yang dimiliki?
h. Posisi objek/atraksi wisata jika dibandingkan
dengan competitor. Apakah objek/atraksi wisata
Anda adalah pioneer, market leader, challenger,
atau follower?
Berikutnya perlu upaya untuk mengkomunikasikan
positioning objek/atraksi wisata Anda kepada calon
wisatawan potensial, karena hal ini berkenaan
dengan branding. Branding adalah salah satu upaya
dalam strategi pemasaran untuk membuat objek/
atraksi wisata Anda menjadi lebih dikenal oleh
masyarakat, mendatangkan banyak wisatawan, dan
akhirnya berkelanjutan memberikan pendapatan.
Jadi,
mengetahui
positioning
artinya
Anda
mengetahui mengapa calon wisatawan akan lebih
memilih untuk mengunjungi objek/atraksi wisata
Anda dibandingkan dengan objek/atraksi wisata
lainnya. Cara mengkomunikasikan positioning objek/
atraksi wisata ke calon wisatawan, yaitu:
Be creative
Artinya upayakan mengkomunikasikan objek/
atraksi wisata Anda secara kreatif kepada calon
wisatawan. Suatu hal yang kreatif akan lebih
lama membekas dalam ingatan. Hal ini akan
memungkinkan objek/atraksi wisata Anda
menjadi lebih mudah diingat.
b. Simplicity
Artinya upaya Anda dalam mengkomunikasikan
hal tersebut harus dilakukan secara sederhana
dan mudah untuk dimengerti oleh calon
wisatawan. Tidak perlu menggunakan istilah
a.
99
yang rumit atau terkesan berpendidikan tinggi
yang mana justru akan membuat pesan yang
Anda bawa menjadi tidak dapat dimengerti oleh
mereka.
c. Consistent yet flexible
Artinya
Anda
harus
secara
konsisten
mengkomunikasikan hal tersebut kepada calon
wisatawan Anda, jangan berubah-ubah terlalu
fluktuatif. Anda harus menentukan identitas apa
yang akan Anda komunikasikan ke para
wisatawan
dan
konsisten
untuk
mengkomunikasikan hal tersebut. Tetapi dalam
hal ini Anda juga perlu flexible dengan
kemampuan sumber daya yang Anda miliki,
tetapi diharapkan jangan keluar dari identitas
objek/atraksi wisata Anda. Misalnya: jika Anda
mengkomunikasikan bahwa objek/atraksi wisata
Anda ramah anak dengan memiliki arena
playground dan tempat wisata yang aman bagi
anak-anak kecil, maka konsistenlah dengan hal
itu, jangan setiap waktu berubah menjadi objek/
atraksi wisata yang penuh dengan petualangan
yang mendebarkan/permainan-permainan yang
menantang, dan lain sebagainya. Jika memang
objek/atraksi wisata Anda memiliki keduanya,
maka pilihlah mana yang akan diunggulkan?
Mana yang akan menjadi informasi utama dan
mana yang akan menjadi informasi pendukung.
d. Own, dominate, protect
Artinya dalam mengkomunikasikan positioning
objek/atraksi wisata Anda, gunakanlah kata yang
mempengaruhi calon wisatawan. Gunakanlah kata
yang ampuh yang dapat mengambil hati mereka.
e. Use their language
Artinya tentu saja dalam mengkomunikasikan hal
tersebut, Anda perlu menggunakan bahasa yang
dimengerti oleh calon wisatawan yang Anda
targetkan.
100
4. Differentiating
Selain membuat analisis STP, seorang pemasar juga
perlu membuat strategi differentiating, yaitu suatu
strategi yang membuat nilai pembeda pada produk/
paket yang ditawarkan oleh objek/atraksi wisata
yang membedakannya dengan objek/atraksi wisata
lainnya. Berikut ini adalah syarat-syarat membuat
produk/paket wisata yang memenuhi kriteria
diferensiasi, yaitu:
Important
Produk/paket wisata yang ditawarkan harus bisa
memberikan nilai yang penting dan bermanfaat/
bernilai tinggi bagi wisatawan.
b. Distinctive
Produk/paket wisata yang ditawarkan harus
disampaikan dengan cara yang khas/unik sesuai
dengan identitas objek/atraksi wisata.
c. Superior
Produk/paket wisata yang ditawarkan harus
lebih unggul dari produk/paket wisata lain yang
ditawarkan oleh competitor.
d. Communicable
Produk/paket wisata yang ditawarkan harus
dapat dikomunikasikan dan dapat dijangkau
informasinya dengan mudah oleh wisatawan.
e. Pre-emptive
Produk/paket wisata yang ditawarkan harus
tidak mudah ditiru oleh competitor.
f. Affordable
Produk/paket wisata yang ditawarkan harus
dapat terjangkau dengan daya beli wisatawan.
g. Profitable
a.
Produk/paket wisata yang ditawarkan harus
mampu membawa keuntungan bagi objek/
atraksi wisata.
101
Promotional Mix
Dalam menawarkan produk maupun paket wisata
kepada calon wisatawan, suatu objek/atraksi wisata
perlu melakukan promosi. Promosi adalah suatu usaha
dari
marketer
dalam
menginformasikan
dan
mempengaruhi calon wisatawan sehingga mereka
tertarik untuk membeli produk/paket wisata atau
mengunjungi objek/atraksi wisata yang ditawarkan.
Mengapa melakukan promosi itu penting? Berikut ini
adalah tujuan marketer perlu melakukan promosi, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Menyebarkan informasi produk/paket wisata kepada
target calon wisatawan yang potensial.
Untuk
mendapatkan
pengunjung
baru
dan
mempertahankan/menjaga loyalitas para pengunjung
lama.
Untuk membedakan atau memberikan keunggulan
pada produk/paket wisata yang dimiliki dibandingkan
dengan produk/paket wisata para pesaing.
Untuk membentuk citra (image) produk/paket wisata
atau bahkan objek/atraksi wisata itu sendiri di mata
wisatawan.
Untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan,
mendatangkan
pendapatan,
dan
meningkatkan
keuntungan.
Untuk menjaga kestabilan pendapatan ketika jumlah
kunjungan menurun dikarenakan suatu hal.
Selanjutnya, dalam upaya melakukan promosi, dikenal
istilah promotional mix. Promotional mix adalah gabungan
dari berbagai jenis promosi untuk produk/paket wisata
yang sama agar hasil dari kegiatan promosi yang dilakukan
tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal.
Promotional mix umumnya terdiri dari: (1) advertising, (2)
sales promotion, (3) public relation/publicity, (4) personal
selling, (5) direct marketing, (6) digital marketing, dan (7)
social media marketing.
102
1. Advertising
Advertising bagi objek/atraksi wisata yaitu segala
bentuk presentasi dan promosi tentang gagasan, ide,
produk, paket wisata, maupun jasa wisata yang
dibayar oleh sponsor yang teridentifikasi. Misalnya
iklan di media cetak (koran, majalah), iklan di media
elektronik (televisi, radio), iklan di media seluler (sms
bulk, sms blast), iklan dalam kemasan produk (mug,
kaos, payung, topi, pulpen, kalender, dll), brosur/
poster/leaflet/flyer/direktori/fact sheet, pajangan,
logo, symbol, dan lain sebagainya.
Melakukan iklan adalah penting bagi objek/atraksi
wisata. Berikut ini adalah manfaat iklan, yaitu:
a.
Membangun citra jangka panjang produk/paket
wisata yang ditawarkan, bahkan dapat juga
membangun citra jangka panjang dari objek/
atraksi wisata itu sendiri.
b. Iklan dapat mempengaruhi calon wisatawan
untuk melakukan pembelian segera atau segera
berkunjung ke objek/atraksi wisata yang
diiklankan tersebut, terutama apabila dipadukan
dengan promosi penjualan, misalnya berupa
discount, harga khusus, atau paket khusus.
c. Iklan dapat menjangkau calon wisatawan yang
tersebar luas secara geografis. Hal ini tentu saja
tergantung dari jenis iklan yang dipilih serta
keterjangkauannya dengan calon wisatawan.
Selanjutnya, dalam
strategi 5M, yaitu:
a.
membuat
iklan
diperlukan
Mission
Artinya sasaran/target wisatawan yang dibidik
iklan harus jelas.
103
b. Money
Artinya biaya iklan harus dapat dijangkau
dengan ketersediaan uang yang dimiliki oleh
objek/atraksi wisata.
c. Message
Artinya pesan dalam iklan harus dirancang,
dipilih, dan dievaluasi sehingga pesan iklan
terbaiklah yang akan dieksekusi atau diterbitkan
dalam iklan.
d. Media
Artinya harus memilih media yang tepat sesuai
dengan isi pesan dan calon wisatawan yang
dibidik.
e. Measurement
Artinya iklan harus dapat diukur. Pengukuran
iklan umumnya dilihat dari segi communicationeffect, sales-effect, maupun convertion ratio yang
terjadi setelah iklan diterbitkan.
2. Sales Promotion
Sales promotion bagi objek/atraksi wisata yaitu upaya
promosi dengan cara memberikan berbagai macam
insentif jangka pendek untuk mendorong calon
wisatawan melakukan pembelian produk/paket wisata
atau berkunjung ke lokasi objek/ atraksi wisata.
Misalnya: dengan memberikan discount, harga promosi,
harga paket khusus, promo bundling, undian, games,
kontes, gimmick, souvenir, kupon, dan lain sebagainya.
Berikut ini adalah beberapa manfaat melakukan sales
promotion, yaitu:
a.
Komunikasi
Artinya melalui promosi, marketer memberikan
informasi yang menarik perhatian calon wisatawan
agar mereka tertarik berkunjung ke objek/ atraksi
wisata atau membeli produk/ paket wisata yang
ditawarkannya.
104
b. Insentif
Artinya melalui promosi, marketer memberikan
dorongan kepada calon wisatawan untuk
mengambil manfaat yang lebih banyak dalam
waktu yang terbatas selama masa promosi
dengan melakukan pemesanan/ pembelian.
c. Invitasi
Artinya melalui promosi, marketer mengharapkan
calon wisatawan berkunjung/ membeli produk/
paket wisata yang ditawarkan.
3. Public Relation/Publicity
Public relation bagi objek/atraksi wisata yaitu
berbagai aktivitas pemasaran yang dirancang untuk
mempromosikan sekaligus mempertahankan citra
(image) baik objek/atraksi wisata maupun produk/
paket wisata yang ditawarkannya kepada calon
wisatawan. Contoh aktivitas public relation yaitu
press release di surat kabar maupun majalah,
kegiatan donasi, sponsorship, pidato, kegiatan
seminar/webinar, membuat event (offline/online)
sebagai upaya publikasi objek/atraksi wisata melalui
kontes, games, challenge, dan lain sebagainya.
Berikut ini adalah fungsi aktivitas public relation bagi
objek/atraksi wisata, yaitu:
Melalui aktivitas public relation, marketer dapat
mengetahui secara pasti pendapat publik tentang
produk/paket wisata yang ditawarkan atau
bahkan pendapat mereka tentang objek/ atraksi
wisata. Hal ini memungkinkan marketer dapat
mengevaluasi semua aktivitas pemasaran yang
dapat memungkinkannya untuk merubah opini
publik menjadi lebih positif.
b. Melalui aktivitas public relation, marketer dapat
memberikan masukan dan nasehat kepada
seluruh pengambil keputusan/pengelola objek/
a.
105
c.
atraksi wisata untuk merespons pendapat umum
yang muncul terkait dengan objek/atraksi wisata
sehingga para pengelola dapat mengambil
keputusan secara lebih bijak.
Melalui aktivitas public relation, marketer dapat
mengambil hati publik dan menggunakan
komunikasinya dalam mempengaruhi perspektif
mereka terhadap objek/atraksi wisata.
Selanjutnya, berikut ini adalah beberapa kegiatan
utama public relation pada objek/atraksi wisata,
yaitu:
a.
Menjalankan program yang telah direncanakan
sebelumnya secara berkesinambungan sebagai
bagian dari manajemen objek/atraksi wisata.
b. Menjadi kepanjangan tangan dari objek/atraksi
wisata untuk berkomunikasi dengan publik.
c. Memantau tanggapan, pendapat, sikap, dan
perilaku publik terhadap objek/atraksi wisata.
d. Menganalisis
pengaruh
kebijakan
atau
keberadaan
objek/atraksi
wisata
terhadap
publik.
e. Memberikan saran kepada pengelola mengenai
kebijakan, aturan, dan tindakan yang dianggap
menimbulkan konflik antara kepentingan publik
dengan keberadaan objek/atraksi wisata.
f. Membangun dan memelihara komunikasi dua
arah antara publik dengan objek/atraksi wisata.
g. Mengupayakan citra positif objek/atraksi wisata
di mata publik.
h. Menciptakan hubungan baru atau memelihara
hubungan yang sudah terjalin antara publik
dengan objek/atraksi wisata.
106
4. Personal Selling
Personal selling bagi objek/atraksi wisata yaitu suatu
interaksi tatap muka dengan satu atau lebih calon
wisatawan, baik wisatawan sebagai pengguna
langsung maupun konsumen business to business,
melalui sebuah presentasi, tanya jawab, maupun
komunikasi khusus sehingga terjadi pembelian
produk/paket wisata. Contoh kegiatan pemasaran
melalui personal selling yaitu: presentasi paket
wisata melalui event table top/travel fair/pameran
lainnya, presentasi tender pada company maupun
government, telemarketing, dan lain sebagainya.
Berikut ini adalah keunggulan melakukan strategi
pemasaran melalui personal selling, yaitu:
Personal confrontation
Artinya
melalui
personal
selling,
terjadi
hubungan langsung dan interaktif antara
marketer objek/atraksi wisata dengan calon
wisatawan potensial yang dibidik.
b. Cultivation
Artinya melalui personal selling, dimungkinkan
terjadinya hubungan yang akrab antara marketer
objek/ atraksi wisata dengan calon wisatawan
potensial, sehingga marketer bahkan bisa
dipercaya menjadi konsultan calon wisatawan
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya
dalam berwisata.
c. Response
Artinya melalui personal selling, dimungkinkan
adanya response dari calon wisatawan potensial
karena mereka berada dalam kondisi yang
mengharuskannya mendengarkan, memperhatikan, atau bahkan menanggapi apa yang
disampaikan/dipresentasikan
oleh
marketer
objek/atraksi wisata.
a.
107
5. Direct Marketing
Direct marketing bagi objek/atraksi wisata yaitu
segala bentuk upaya kegiatan penjualan produk/
paket wisata dan pemasarannya yang berhubungan
secara langsung dengan calon wisatawan potensial.
Contoh bentuk pemasaran melalui direct marketing
yaitu pameran, event, exhibition, table top, travel
mart, travel fair, email marketing, telemarketing, dan
lain sebagainya.
Berikut ini adalah keunggulan pemasaran objek/
atraksi wisata melalui direct marketing, yaitu:
a.
Non-public communication
Artinya pesan yang disampaikan oleh marketer
objek/atraksi wisata melalui aktivitas pemasaran
direct marketing ini tidak bersifat massal.
Umumnya dalam komunikasi antara marketer
dengan calon wisatawan potensial terdapat paket
khusus yang ditawarkan sehingga akan lebih
menarik calon wisatawan untuk melakukan
pembelian.
b. Customized
Artinya pesan pemasaran/paket wisata maupun
produk yang ditawarkan kepada calon wisatawan
dapat dikustomisasi sehingga dapat menarik
mereka untuk melakukan transaksi pembelian.
Umumnya kustomisasi dilakukan menyesuaikan
dengan keinginan calon wisatawan, bisa
dikarenakan
budgetnya,
pemilihan
akomodasinya/transportasinya,
pantangan
makanan tertentu, atraksi yang dipilih, waktu
kunjungannya, jumlah pesertanya, dan lain
sebagainya.
108
c.
Up-to-date
Artinya pesan yang disampaikan oleh marketer
objek/atraksi wisata kepada calon wisatawan
adalah pesan yang paling baru terkait dengan
segala sesuatu yang dimiliki oleh objek/atraksi
wisata tersebut, misalnya ada tambahan wahana
baru, akses baru, fasilitas baru, paket wisata
terbaru, dan lain sebagainya.
d. Interactive
Artinya aktivitas pemasaran melalui direct
marketing ini memungkinkan adanya interaksi
dua arah antara marketer dan calon wisatawan
potensial sehingga wisatawan bisa memperoleh
informasi yang lengkap dan marketer juga dapat
memberikan penawaran terbaiknya kepada
mereka.
6. Digital Marketing
Digital marketing bagi objek/atraksi wisata yaitu
segala bentuk aktivitas penjualan dan pemasaran
objek/atraksi wisata yang menggunakan media
digital atau internet dalam penyampaiannya kepada
calon wisatawan. Contohnya adalah penggunaan
website, search engine optimization, email marketing,
social media marketing (Instagram marketing,
Facebook marketing, YouTube marketing, dan lain
lain), e-commerce marketing, Whatsapp group,
Telegram, dan lain sebagainya.
Berikut ini adalah keunggulan aktivitas pemasaran
menggunakan digital marketing, yaitu:
a.
Real time
Artinya informasi yang disampaikan kepada
calon wisatawan bersifat real time, saat itu juga,
109
dan terbaru. Marketer dapat meng-update content
di media digital sewaktu-waktu dibutuhkan.
b. Komunikasi global 24 jam
Artinya calon wisatawan dapat mengakses
informasi yang diberikan dalam waktu 24 jam,
kapanpun mereka ingin mencari informasinya,
tidak terbatas dengan jam kerja maupun hari
kerja.
c.
Fleksibilitas yang tinggi
Artinya marketer dapat mengakses aktivitas
pemasaran
menggunakan
media
digital
dimanapun, kapanpun, termasuk jenis dan isi
pesan dapat ditambah, dikurangi, maupun
dihapus sesuai dengan instruksi dari pengelola
objek/atraksi wisata.
7. Social Media Marketing
Social media marketing bagi objek/atraksi wisata
yaitu
semua
aktivitas
pemasaran
dengan
menggunakan
social
media
sebagai
sarana
komunikasi dengan calon wisatawan. Agar marketer
berhasil dalam social media marketing, terdapat 3
(tiga) hal yang harus diperhatikan, yaitu: (1) marketer
mau mendengar kritik dan saran dari publik
maupun dari pihak internal; (2) selalu membuat
content yang menarik; dan (3) menggunakan gambar
dan video yang menarik.
Selanjutnya, berikut ini adalah tips untuk
mengoptimalkan social media marketing, yaitu:
a.
Gunakanlah profil bisnis pada semua social
media. Hal ini akan membuat objek/atraksi
wisata Anda terlihat professional dan lebih
dipercaya publik.
110
b. Jangan setting private. Hal ini agar calon
wisatawan yang penasaran dengan objek/atraksi
wisata
Anda
dapat
mudah
mengakses
informasinya sekaligus memudahkan mereka
apabila ingin memfollow akun Anda.
c.
Tuliskan profile bio yang menarik, singkat dan
jelas. Masukkan alamat website (jika ada) dan
nomor telepon yang mudah untuk dihubungi.
d. Tampilkan profile picture yang mendukung
identitas objek/atraksi wisata Anda.
e.
Optimalkan semua fitur-fitur yang dimiliki oleh
social media tersebut.
f.
Perbanyak gambar dan video yang kreatif untuk
menarik perhatian viewer.
g.
Buatlah caption yang dapat menarik viewer
untuk like maupun comment di postingan Anda.
h. Gunakan hashtag yang tepat yang sesuai dengan
content yang Anda upload.
i.
Perhatikan hari-hari penting/hari besar dan ikut
sertalah memperingatinya dengan membuat
content yang berhubungan dengan hari penting
tersebut dan objek/ atraksi wisata Anda.
j.
Cobalah membuat games, challenge, contest,
gimmick, maupun give away di social media Anda
lalu
perhatikan
berapa
follower
yang
mengikutinya,
lakukan
evaluasi
dan
konsistenlah hingga objek/atraksi wisata Anda
diingat di benak publik.
k.
Postinglah di waktu yang tepat, waktu dimana
banyak orang biasanya meluangkan waktu untuk
membuka social media, misalnya waktu makan
111
siang, waktu makan malam, waktu setelah pulang
kerja, waktu sebelum tidur, dan lain sebagainya.
l.
Konsisten dalam memposting content. Content
sebaiknya diposting 2 kali sehari. Apabila Anda
tidak
bisa
melakukannya,
Anda
dapat
menjadwalkannya misalnya 3 kali dalam seminggu
atau sehari sekali, terus dan konsisten.
m. Kerjasama dengan influencer/blogger/Youtuber/
selebgram untuk membuat objek/atraksi wisata
Anda lebih dikenal oleh publik.
n. Optimalkan search engine optimization agar social
media Anda selalu di posisi paling atas pada
search engine ketika ada calon wisatawan yang
mencari informasi tentang paket wisata seperti
yang Anda tawarkan.
o.
Cobalah menggunakan ads berbayar untuk
menjangkau publik yang lebih luas dan
meningkatkan terjadinya konversi penjualan.
112
Daftar Pustaka
Baker, Michael J. (2003). The Marketing Book 5th
Edition. Burlington. Butterworth Heinemann
Dave, Chaffey and PR Smith. (2017). Digital Marketing
Excellence. Planning, Optimizing and Integrating
Online Marketing fifth edition. Oxon. Routledge.
Fill, Chris and Turnbull, Sarah. (2016). Marketing
Communication 7th edition; discovery, creation, and
conversation. United Kingdom. Pearson
113
Profil Penulis
Rullyana Puspitaningrum Mamengko, S.Pd.,
M.M.
Ketertarikan penulis terhadap pariwisata dimulai
ketika penulis mengenyam pendidikan S1 di
Universitas Negeri Yogyakarta dengan mengambil
jurusan Pendidikan Bahasa Prancis konsentrasi
Pariwisata. Selama mengenyam Pendidikan, penulis juga
bekerja di Travel Agent sebagai marketing dan tour leader.
Lulus pada tahun 2011, penulis meniti karir di industri
perhotelan, berawal dari sebagai Front Desk Agent, Guest
Relation Officer, Sales Executive, hingga Director of Sales and
Marketing. Pengalaman penulis bekerja di hotel bintang tiga
hingga hotel bintang lima, menghantarkannya untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang S2. Penulis mengambil S2
Manajemen konsentrasi Pariwisata di Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi dan Pariwisata Indonesia, Semarang. Lulus S2 pada
tahun 2016 penulis meniti karir sebagai Dosen di Akademi
Pariwisata Buana Wisata dan menjabat sebagai Ketua Jurusan
Perhotelan Program Diploma. Saat ini penulis bekerja sebagai
Dosen Tetap PNS di Universitas Negeri Yogyakarta pada
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan
sedang menempuh pendidikan doctoral (S3) di National
Kaohsiung University of Science and Technology, Taiwan,
dengan mengambil program Business Intelligence berfokus
pada hospitality and tourism business.
Penulis memiliki kepakaran di bidang pariwisata, pemasaran,
hospitality, MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition),
manajemen, dan bisnis. Tugas utama penulis adalah
melaksanakan Tridarma yaitu pengajaran, penelitian, dan
pengabdian
masyarakat
sesuai
bidangnya.
Selain
melaksanakan Tridarma, penulis juga adalah Assessor BNSP,
Certified ASEAN National Trainer – Toolboxes Trainer, Certified
Pendamping UMKM, Mentor di Jogja Tourism Training Center
Yogyakarta, dan pernah menjabat sebagai Manajer Kerjasama
Dalam dan Luar Negeri di Inkubator Bisnis UNY, Koordinator
Praktik Industri dan Pembimbing Himpunan Mahasiswa
Jurusan Manajemen FEB UNY.
Email Penulis: rullyana.mamengko@uny.ac.id
114
6
CENDERAMATA KHAS
OBJEK WISATA
Edy Semara Putra. S.Pd., M.Sn
STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah
Sejarah Cinderamata
Cenderamata atau cenderamata merupakan barang
kerajinan yang bernilai kenangan yang sering kali
ditemukan secara khusus pada daerah tertentu. Kata
“cenderamata” berasal dari bahasa Prancis dan secara
sederhana diartikan sebagai “ingatan” atau “kenangan”.
Selanjutnya disadur ke dalam bahasa Inggris sekitar
abad ke-18 menjadi kata “cenderamata” yang telah
digunakan untuk merujuk pada benda-benda yang
mengingatkan kita pada tempat atau waktu tertentu
(Clarke, 2022).
Cenderamata erat kaitannya dengan wisatawan, di mana
cenderamata menjadi benda pengingat yang tidak
terlupakan bagi wisatawan terhadap tempat yang mereka
tuju ketika melakukan perjalanan liburan. Selain itu,
cenderamata juga memiliki kesan khusus terhadap
pengalaman perjalanan liburan wisatawan. Setiap
cenderamata yang dibeli oleh wisatawan mewakili dan
memiliki pengalaman yang berdeba. Secara sederhana,
cenderamata menjadi penghubung memori seseorang
dengan tempat yang pernah mereka kunjungi. Menurut
Holiday Inn Cenderamata Study, yang mensurvei
115
kebiasaan dan preferensi wisatawan dari seluruh wilayah
AMEA (Asia, Middle East and Africa), hampir setengah
dari responden mengaitkan hal ini dengan keinginan
untuk membawa sesuatu dari tempat liburan, meskipun
hanya satu dari 10 responden yang merupakan penghobi
cenderamata. Juga ditemukan bahwa wisatawan yang
lebih muda lebih cenderung mementingkan untuk
membeli oleh-oleh jika dibandingkan dengan wisatawan
yang lebih tua. Dalam survei tersebut menyebutkan
bahwa wisatawan membeli cenderamata motivasi
utamanya adalah untuk diberikan kepada keluarga
dengan pengeluaran rata-rata US$30 per hadiah. Namun
berbeda halnya dengan wisatawan yang berasal dari
Australia, Asia Tenggara, dan Timur Tengah memiliki
motivasi utama yang berbeda, yaitu untuk diberikan
kepada pasangan mereka terlebih dahulu. Sedangkan
motivasi lain wisatawan membeli cenderamata adalah
untuk diberikan kepada teman atau rekan kerja, kecuali
bagi wisatawan dari Jepang, di mana biasanya
memberikan cenderamata kepada rekan kerja. Adapaun
anggaran rata-rata yang disisihkan untuk membeli
cenderamata untuk teman atau rekan kerja adalah
sekitar US$13.
Keberadaan cenderamata diyakini telah ada sejak zaman
Mesir kuno, Yunani dan Romawi di mana orang-orang
mengumpulkan barang-barang dan membawa pulang
artefak dan produk langka dari ekspedisi mereka di
negeri asing (Clarke, 2022). Selain itu, pada masa-masa
peradaban kuno cenderamata menjadi benda aktik dan
artefak otentik dijadikan sebagai benda pertukaran,
hadiah maupun persembahan pada masanya. Pada abad
ke-17 penguasa negara-negara bagian Jerman mulai
merancang 'Wunderkammer' (ruang ajaib), yaitu sebuah
ruangan yang dibuat khusus untuk menyimpan bendabenda eksotis dan artefak koleksi pribadi mereka.
Namun abad ke-17 dan ke-18 menjadi periode transisi
116
cinderamata, di mana peserta Grand Tour membawa
pulang replika miniatur situs Eropa yang mereka
kunjungi. Selanjutnya pada abad ke-19, menandai
dimulainya produksi massal produk-produk industrial
yang juga mempengaruhi produksi cinderamata. Namun
demikian, produksi massal cenderamata menjadi
fenomena global setelah Perang Dunia II. Hal tersebut
dipengaruhi oleh gerakan pariwisata yang menjadi hak
istimewa
kelas
menengah
masyarakat
barat
(Paraskevaidis & Andriotis, 2015). Revolusi industri di
dunia Barat dan perluasan aktivitas pariwisata nyatanya
mengubah pencarian barang aktik dan artefak otentik
era pra-industri menjadi peningkatan permintaan akan
cenderamata yang diproduksi secara massal.
Perbedaan utama antara cenderamata pra-produksi
massal dan cenderamata yang diproduksi secara massal
adalah bahwa cenderamata pra-produksi massal dibuat
murni sebagai keaslian dari situs atau suatu tempat dan
karya yang dibuat memiliki nilai artistik yang tinggi dan
autentik, sedangkan cenderamata yang diproduksi
massal diidentifikasi sebagai produk komersial yang
murah dan tidak autentik (Thompson, Hannam, & Petrie,
2012). Kemajuan industri memberi dampak dua mata
pisau terhadap keberadaan cinderamata. Di satu sisi
dengan kemajuan industri, produk-produk cenderamata
dapat diproduksi secara massal, cepat dan murah.
Namun di sisi lain, cenderamata yang diproduksi secara
massal telah dipengaruhi oleh globalisasi, di mana
banyak cenderamata yang dijual merupakan produk
impor diproduksi di negara-negara dengan tenaga kerja
murah seperti Cina, Indonesia dan Vietnam (Kaell, 2012).
Cenderamata murah yang diproduksi massal dan
cenderamata yang diproduksi secara khusus dan
autentik nyatanya dibuat untuk memenuhi permintaan
pasar pariwisata. Hal tersebut memberikan pilihan
kepada wisatawan untuk membeli cenderamata yang
117
ingin dimilikinya yang disesuaikan dengan status sosial
ataupun kemampuan finansialnya. Bagi wisatawan yang
memiliki kemampuan finansial yang baik tentunya dapat
dengan
mudah
mendapatkan
berbagai
macam
cenderamata yang diproduksi secara khusus, esklusif,
dan autentik serta dapat menunjukkan strata sosial yang
dimiliki. Sedangkan bagi wisatawan yang memiliki
kemampuan finansial terbatas tentunya akan berlaku
hemat
terhadap
pengeluaran
keuangannya
saat
melakukan perjalanan wisata, sehingga cenderung akan
membeli berbagai macam bentuk dan jenis cenderamata
yang sesuai dengan kemampuan finansial mereka.
Jenis-Jenis Cenderamata dalam Objek Wisata
Cenderamata menggunakan visual yang mudah dikenali
dan mengingatkan kita tentang suatu lokasi yang
menjadi
ikonya.
Visual-visual
tertentu
yang
dipromosikan juga dapat mengungkapkan banyak hal
tentang budaya di mana cenderamata tersebut
diproduksi dan dijual. Ada dua jenis cinderamata, yaitu
untuk kepentingan event dan yang bisa didapatkan di
suatu tempat:
1. Cenderamata Event
Cenderamata event diberikan pada saat menghadiri
suatu acara, seperti seminar, workshop, maupun
pesta penikahan. Cenderamata event biasanya
berupa produk yang dicetak tulisan maupun gambar
yang mewakili atau yang memiliki keterkaitan
dengan acara yang bersangkutan. Contohnya adalah
cenderamata yang didapatkan dari seminar bisa
berupa pulpen, tote bag, dan lain sebagainya. Pada
produk cenderamata tersebut dapat dipastikan
terdapat tulisan atau gambar yang berhubungan
dengan tema seminar yang diselenggarakan.
118
2. Cenderamata Tempat
Cenderamata tempat merupakan produk kenangkenangan yang bisa didapat di suatu lokasi atau
tempat wisata. Biasanya tempat-tempat wisata atau
kota-kota tujuan wisata terdapat toko-toko atau
pusat penjualan cenderamata menyediakan berbagai
macam produk yang menampilkan tulisan nama,
slogan, gambar, ilustrasi atau miniatur dari tempat
atau kota tersebut. Contohnya adalah gantungan
kunci yang berbentuk candi Borobudur atau kaos
yang bertuliskan “Candi Borobudur” yang banyak
dijual di sekitar obyek wisata candi Borobudur.
Untuk memahami perbedaan cenderamata, Gordon
(dalam Goo & Shen, 2011) mengklasifikasikannya ke
dalam lima kategori sebagai berikut:
a.
Gambar Ikonik
Gambar ikonik merupakan produk cenderamata
yang menampilkan gambar ikon populer suatu
tempat, wilayah maupun negara seperti poster,
kartu pos, buku bergambar, foto maupun
gambar ilustrasi yang dicetak di atas kertas,
kaos, tas, dan lain sebagainya.
b. Cenderamata Alam
Cenderamata
alam
merupakan
produk
cenderamata yang mana bahan baku utama
pembuatannya adalah bahan alami dari alam,
seperti cangkang, bambu, tempurung kelapa,
rotan, bebatuan, rerumputan, kayu apung,
kerucut pinus, tanah liat, boneka rusa atau
kepala rusa, gigi paus, biji-bijian dan lain
sebagainya. Cenderamata alam menunjukkan
berbagai potensi yang ada di daerah tujuan
wisata.
c.
Singkatan Simbolis
119
Termasuk dalam kategori cenderamata simbolis
adalah replika atraksi terkenal serta miniatur
gambar ikon yang umumnya terbuat dari bahan
sintetis.
d. Penanda
Penanda merupakan produk cenderamata yang
tidak memiliki desain unik tetapi menampilkan
logo atau ikon lokal yang disajikan diberbagai
media, seperti mug kopi, t-shirt, tatakan gelas,
tote bag, dan lain sebagainya. Misalnya,
gantungan kunci berbentuk papan selancar
berisi tulisan "Pantai Kuta" menjadi penanda
Bali, membantu melestarikan kenangan indah
Bali.
e.
Produk Lokal
Produk lokal merupakan produk asli yang
diproduksi masyarakat lokal, seperti minuman
keras, makanan, peralatan memasak, kerajinan
tangan, dan pakaian
Fungsi dan Manfaat Cenderamata bagi Pariwisata
Cenderamata biasanya digunakan sebagai kenangkenangan atau pengingat tentang suatu tempat atau
momen. Namun, selain itu, cenderamata juga bisa
digunakan sebagai media promosi, branding, atau
kampanye untuk perusahaan, lembaga, atau organisasi.
Selain sebagai hadiah atau kenang-kenangan, cenderamata
juga memiliki fungsi lain. Saat ini, banyak orang yang
menggunakan cenderamata sebagai alat promosi dan
branding, terutama untuk perusahaan dan kantor. Dengan
memberikan cenderamata promosi kepada klien yang
ditentukan, hal ini memberikan kesan menarik dan
menggugah minat untuk lebih mengenal produk atau
layanan yang sedang diperkenalkan. Seperti yang sering
kita lihat, cenderamata promosi berupa botol tumbler yang
120
diberikan dengan logo perusahaan agar klien selalu
mengingatnya. Selain logo, visi dan moto perusahaan juga
bisa ditampilkan pada cenderamata promosi tersebut.
1. Media Promosi dan Branding
Suatu contoh penggunaan cenderamata, seperti gelas
yang dicetak dengan gambar atau tulisan yang
mencerminkan ciri khas suatu daerah, tempat,
lembaga, perusahaan, atau organisasi sehingga
dapat berfungsi sebagai alat promosi dan branding
untuk membangun citra suatu entitas. Sebagai
contoh, seorang turis dari Eropa yang mengunjungi
Candi Borobudur membeli gelas cenderamata dengan
gambar dan nama Candi Borobudur sebagai kenangkenangan atau oleh-oleh untuk keluarga dan temantemannya yang kurang familiar dengan Candi
Borobudur. Ketika gelas cenderamata tersebut
diberikan kepada keluarga dan teman-temannya,
mereka akan melihat gambar dan membaca tulisan
yang tercetak di gelas tersebut. Hal ini akan
menimbulkan rasa kagum terhadap keindahan Candi
Borobudur. Kemudian, mereka akan tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut tentang Candi Borobudur
dari cerita turis tersebut. Minat mereka pun
mungkin meningkat dan ada yang merencanakan
perjalanan untuk mengunjungi Candi Borobudur.
Dengan demikian, gelas cenderamata tersebut
berperan sebagai media promosi dan branding yang
efektif dalam mempromosikan Candi Borobudur.
2. Media Kampanye
Cenderamata tidak hanya berfungsi sebagai kenangkenangan, tetapi juga dapat menjadi media
kampanye. Meskipun banyak dari kita mengaitkan
kampanye dengan kegiatan politik, seperti konvoi
atau pemasangan bendera partai politik, namun
121
sebenarnya kampanye tidak terbatas pada politik.
Menurut KBBI, kampanye memiliki dua arti, yaitu
gerakan atau tindakan serentak untuk melawan atau
mengadakan aksi, serta kegiatan yang dilakukan
oleh organisasi politik atau calon dalam memperoleh
dukungan massa pemilih pada pemungutan suara.
Oleh karena itu, kampanye tidak selalu harus terkait
dengan politik. Setiap kegiatan atau tindakan yang
mengajak masyarakat untuk melakukan perbuatan
positif juga bisa dianggap sebagai kampanye. Salah
satu contoh media kampanye yang dapat digunakan
adalah cenderamata, seperti kipas. Sebagai contoh,
dalam sebuah pesta pernikahan, para tamu
undangan diberikan cenderamata berupa kipas yang
pada satu sisi dicetak dengan nama pasangan
pengantin, sementara sisi lainnya berisi pesan yang
mengajak masyarakat untuk tidak membuang
sampah sembarangan.
Menggunakan cenderamata sebagai media kampanye
dapat lebih efektif daripada menggunakan brosur
atau selebaran lainnya, karena para tamu undangan
umumnya menerima cenderamata dengan senang
hati. Sementara itu, orang-orang di keramaian
mungkin tidak tertarik untuk menerima brosur dari
seseorang yang dianggap sebagai "orang asing".
Dengan demikian, cenderamata dapat menjadi media
yang efektif dalam kampanye yang bertujuan untuk
mengajak masyarakat melakukan perbuatan positif,
tanpa harus terkait dengan politik.
Cenderamata memiliki berbagai fungsi, tidak hanya
sebagai
kenang-kenangan
dari
pengalaman
perjalanan seseorang. Cenderamata juga dapat
digunakan sebagai pelengkap atau pemanis dalam
interior rumah, serta memiliki nilai fungsional yang
dapat dipakai dan dimanfaatkan (Thabrani, 2018),
122
Selain
itu,
dari
perspektif
pemerintahan,
cenderamata dapat menjadi media promosi. Tujuan
utama cenderamata sebagai media promosi adalah
sebagai berikut:
a.
Mengenalkan hasil seni budaya daerah
b. Meningkatkan pendapatan masyarakat
c.
Meningkatkan pemasukan devisa negara
Cenderamata juga dapat berperan sebagai media
untuk membentuk citra yang baik bagi suatu daerah
dalam perkembangannya. Cenderamata memiliki
peran penting dalam upaya menjalin komunikasi
dengan para wisatawan. Hal ini sesuai dengan
konsep komunikasi sebagai mekanisme yang
memungkinkan hubungan antara manusia dan
pengembangan ide yang disampaikan melalui media
sebagai perantara untuk menyebarkannya.
Cenderamata bisa berupa kerajinan tangan, produk
tradisional, atau produk mewah, dan telah menjadi
titik sentral dalam pengalaman wisata yang mewakili
apa yang dilihat, tempat yang dikunjungi, dan
kenangan yang dibuat oleh wisatawan. Potensi
manfaat dari penjualan oleh-oleh sangat penting
untuk tujuan wisata. Saat ini, industri oleh-oleh
menjadi alat pendukung yang sangat signifikan
dalam mempromosikan
Dampak sosial ekonomi dari perkembangan sektor
pariwisata dapat dirasakan secara signifikan oleh
pedagang cenderamata, seperti yang dijelaskan oleh
Marzouki (2020). Beberapa dampak tersebut antara
lain:
a.
Dampak Terhadap Kesempatan Kerja
Perkembangan sektor pariwisata memberikan
dampak positif terhadap kesempatan kerja,
123
dengan memperluas lapangan pekerjaan untuk
masyarakat
sekitar.
Respon
positif
dari
masyarakat, terutama para produsen, seniman
dan pedagang cenderamata, terhadap hal ini
sangat nyata. Pariwisata memberikan peluang
bagi mereka untuk membuka usaha, seperti
memproduksi dan berdagang berbagai jenis
cenderamata, sehingga dapat mengurangi angka
pengangguran.
b. Dampak Terhadap Pendapatan
Pendapatan
yang
diperoleh
pedagang
cenderamata masih tergolong minim. Misalnya,
pedagang cenderamata di Pura Gunung Kawi
Tampaksiring di mana pendapatan yang
diperoleh masih tergolong rendah. Dalam satu
bulan sebagian besar dari mereka hanya mampu
memperoleh penghasilan rata-rata sebesar
Rp.500.000–Rp.1.500.000. Hal ini disebabkan
oleh persaingan yang tinggi akibat keseragaman
produk yang dijual, serta kurangnya etika dalam
berjualan yang terkadang terkesan memaksa
wisatawan untuk membeli produk mereka.
c.
Dampak Terhadap Harga Jual Produk
Penurunan harga jual produk cenderamata
disebabkan oleh adanya persaingan yang tidak
sehat, di mana harga jual produk seringkali
ditetapkan sangat rendah, dan banyaknya
cenderamata yang diproduksi secara massal oleh
pabrik. Hal ini mengakibatkan harga jual produk
cenderamata menjadi semakin murah, sehingga
keuntungan yang diperoleh oleh pedagang
cenderamata sangat minim.
124
Strategi Pengembangan Produk Cenderamata Khas
Objek Wisata
Cenderamata dapat dijelaskan sebagai produk kerajinan
yang dihasilkan melalui konsep-konsep dari pikiran
manusia dan diwujudkan melalui tindakan menjadi
sebuah benda kerajinan. Cenderamata ini sangat
mencerminkan lingkungan budaya dan kondisi geografis
tempat di mana kerajinan tersebut dibuat (Putra, 2022).
Sebagai contoh, daerah yang memiliki banyak tanah liat
akan menjadi pusat kerajinan gerabah karena
ketersediaan bahan baku yang melimpah, sementara
daerah yang banyak tumbuh bambu akan menjadi pusat
kerajinan bambu, begitu pula dengan daerah pesisir
akan banyak dijumpai kerajinan yang terbuat dari
kerang-kerangan. Selain itu, cenderamata juga didesain
untuk mewakili sifat wisata dan kebudayaan daerah
tertentu, seperti objek wisata air terjun Bantimurung di
Maros yang sering diwakili dengan cenderamata
berbentuk kupu-kupu karena merupakan daerah
penangkaran kupu-kupu, atau wisata Yogyakarta yang
dikenal dengan cenderamata berornamen batik, ukiran
Jawa, candi, dan bentuk budaya lainnya. Begitu pun
dengan tempat-tempat wisata populer, seperti di Bali,
Lombok, Makassar, Toraja, Malang dan lain-lain tentu
memiliki cenderamata yang khasnya sendiri (Putra,
2021). Pengaruh dalam pembuatan bentuk cenderamata
bisa sangat beragam tergantung pada berbagai faktor,
yaitu:
1. Budaya Dan Tradisi Lokal
Budaya dan warisan lokal dari suatu daerah atau
negara dapat memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap bentuk cenderamata. Cenderamata sering
kali mencerminkan unsur-unsur budaya dan tradisi
setempat, seperti simbol-simbol, motif, atau desain
yang khas dari daerah tersebut. Sebagai contoh, di
125
Jepang, cenderamata mungkin berupa gantungan
kunci dengan gambar kuil atau gunung suci,
sementara di Afrika, cenderamata bisa berupa
patung atau kerajinan tangan yang menggambarkan
warisan budaya dari suku-suku lokal maupun
bentuk-bentuk binatang Afrika.
2. Preferensi Wisatawan
Preferensi wisatawan juga dapat mempengaruhi
produksi
bentuk
cenderamata.
Produsen
cenderamata biasanya menciptakan cenderamata
yang
menarik
bagi
para
wisatawan
yang
mengunjungi suatu daerah tertentu. Sebagai contoh,
jika suatu daerah terkenal dengan pantainya,
cenderamata yang diproduksi mungkin berbentuk
gantungan kunci dengan motif pohon kelapa atau
mainan pasir pantai. Produsen cenderamata juga
dapat melakukan riset pasar atau mengikuti tren
wisatawan untuk memahami preferensi mereka
dalam memilih cenderamata.
3. Bahan Dan Teknik Produksi
Tersedia nya bahan dan teknik produksi juga dapat
mempengaruhi bentuk cenderamata. Ketersediaan
bahan seperti kayu, keramik, logam, atau plastik
dapat membatasi atau memengaruhi bentuk
cenderamata yang dapat diproduksi. Selain itu,
teknik produksi yang digunakan, seperti cetakan,
pahatan, atau percetakan, juga dapat mempengaruhi
bentuk akhir dari cenderamata tersebut.
4. Tujuan Cenderamata
Tujuan dari cenderamata juga dapat memengaruhi
bentuknya.
Beberapa
cenderamata
mungkin
dirancang untuk tujuan dekoratif, sementara yang
lain mungkin lebih difungsikan sebagai barang yang
126
praktis
atau
fungsional.
Sebagai
contoh,
cenderamata yang dibeli sebagai kenang-kenangan
pribadi mungkin akan memiliki bentuk dan desain
yang berbeda dibandingkan dengan cenderamata
yang dibeli sebagai hadiah untuk orang lain atau
untuk tujuan promosi pariwisata.
5. Aspek Ekonomi Dan Produksi Massal
Bentuk cenderamata dan produksi juga dipengaruhi
oleh biaya produksi, harga jual, dan potensi
keuntungan yang merupakan aspek ekonomi.
Produsen cenderamata harus mempertimbangkan
faktor-faktor ekonomi ini dalam memilih bentuk,
ukuran dan bahan cenderamata yang akan
diproduksi dan dijual. Selain itu, produksi massal
cenderamata juga dapat memengaruhi bentuk
cenderamata, karena bentuk yang sederhana dan
mudah dihasilkan secara massal dapat menjadi
pilihan yang lebih ekonomis bagi produsen.
6. Tren Desain Dan Inovasi
Tren desain dan inovasi dalam industri cenderamata
juga dapat mempengaruhi pembuatan bentuk
cenderamata. Seperti halnya dalam industri lainnya,
tren desain dan inovasi dalam cenderamata juga
dapat berubah seiring waktu.
Selain memperhatikan faktor-faktor diatas, menurut
Said (dalam Thabrani, 2018), ada beberapa aspek
yang mempengaruhi minat pembelian cenderamata
oleh konsumen yang dapat dijadikan sebagai acuan
dalam pembuatan dan pengembangan cenderamata,
yaitu:
127
a.
Aspek Seni
Cenderamata harus memiliki sentuhan seni,
dengan keindahan, bentuk, dan ukuran yang
menarik.
b. Ciri Khas Daerah
Cenderamata harus dapat mewakili ciri khas
daerah tempatnya berada, dengan mengandung
ornament atau corak daerah tersebut.
c.
Daya Tarik
Cenderamata harus memiliki daya tarik yang
unik, berbeda dari daerah lain, seperti desain
yang menarik perhatian konsumen.
d. Kualitas Yang Baik
Kualitas menjadi faktor penting dalam produk
cinderamata, dengan menggunakan bahan yang
baik dalam pembuatannya untuk menarik minat
konsumen.
e.
Harga Yang Terjangkau
Harga produk cenderamata harus
terjangkau, sehingga dapat menarik
wisatawan untuk membelinya.
relatif
minat
Pengembangan inovasi produk dapat meningkatkan
kemampuan perusahaan dalam menciptakan produk
berkualitas.
Dengan
menghasilkan
produk
berkualitas,
perusahaan
dapat
meningkatkan
kemampuan pengembangan produk yang selalu siap
untuk inovasi berkelanjutan. Meskipun inovasi
memiliki
risiko,
proses
ini
berpotensi
menguntungkan di masa depan karena inovasi
sangat penting dalam pemasaran, mengingat pasar
yang selalu berubah. Inovasi memainkan peran
penting dalam mengatasi hambatan, meningkatkan
perhatian, dan mendapatkan dukungan pasar (Putra
& Slamet, 2022). Terdapat tiga inovasi strategis
128
dalam pengembangan produk cendramata, yaitu
sebagai berikut:
1. Inovasi Produk
Inovasi produk adalah pengenalan barang atau jasa
yang benar-benar baru atau perbaikan yang signifikan
terhadap karakteristik fungsi atau kegunaan, seperti
peningkatan spesifikasi teknis, komponen, bahan, atau
kegunaan. Dalam menyediakan produk, termasuk
cenderamata,
aspek
penting
yang
harus
dipertimbangkan adalah kualitas dan keunikan
produknya. Kualitas dan keunikan produk, serta
promosi
yang
efektif,
dapat
mempengaruhi
keputusan konsumen untuk membelinya (Putra,
Potensi Pengembangan Cenderamata di Sulawesi
Tengah, 2021).
2. Inovasi Proses
Inovasi proses adalah pengenalan kebaharuan
metode dan proses produksi atau metode pengiriman
yang baru atau perbaikan yang signifikan terhadap
suatu produk. Perubahan signifikan dapat terjadi
dalam hal teknik, peralatan, dan/atau perangkat
lunak. Metode pengiriman melibatkan aspek logistik
perusahaan, termasuk peralatan, perangkat lunak,
dan teknik untuk mengelola sumber daya input,
alokasi pasokan dalam perusahaan, atau pengiriman
produk akhir.
3. Inovasi Pasar
Inovasi pemasaran adalah pengenalan metode
pemasaran baru yang melibatkan perubahan dalam
pengepakan, desain, penempatan, promosi produk,
serta penetapan harga. Dalam hal desain produk,
perubahan terjadi pada bentuk dan penampilan,
tanpa mengubah fungsi dan karakteristik produk
tersebut.
129
Daftar Pustaka
Clarke, A. (2022, Oktober 13). We've been collecting
souvenirs for thausands of years. They are valuable
cultural artefacts-but what does their future hold?
Retrieved
from
The
Conversation:
https://theconversation.com/weve-been-collectingsouvenirs-for-thousands-of-years-they-are-valuablecultural-artefacts-but-what-does-their-future-hold189449
Goo, Y. J., & Shen, M. J. (2011). The Relationship
Between
Authenticity
and
The
Cenderamata
Purchase Intent. Pan-Pacific Management Review,
14(2), 109-129.
Kaell, H. (2012). Of gifts and grandchildren: American
Holy Land souvenirs. Journal of Material Culture,
133-151.
Marzouki, S. Y. (2020). Studying the Vital Role of
Cenderamatas Industry as an Essential Componentof
Tourist Experience: A Case Study of the United Arab
Emirates (UAE). Journal of Tourism, Hospitality and
Sports, 46, 24-33.
Paraskevaidis, P., & Andriotis, K. (2015). Values of
souvenirs as commodities. Tourism Management, 110.
Peters, K. (2011). Negotiating the ‘place’ and ‘placement’
of banal tourist souvenirs in the home. Tourism
Geographies, 234-256.
Putra, E. S. (2021). Potensi Pengembangan Souvenir di
Sulawesi Tengah. Jurnal Pariwisata PaRAMA, 16-23.
Putra, E. S. (2022). Industri Kerajinan Nusantara. In
Pranoto, S. E. Nurhidayati, D. A. Putri, Trianasari, I.
D. Jatiningsih, E. S. Komang Triawati, . . . R. P.
Mamengko, Pariwisata Nusantara (pp. 127-142).
Bandung: Media Sains Indonesia.
130
Putra, E. S., & Slamet, I. N. (2022). Strategi dan Inovasi
Pengembangan Industri Kreatif Kerajinan Kayu
Hitam Kota Palu di Era Industri 4.0. Jurnal
Pariwisata
PaRAMA
:
Panorama,
Recreation,
Accomodation, Merchandise, Accessbility, 66-75.
Thabrani. (2018). Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli
Souvenir di Objek Wisata Tanjung Lapin Desa
Tanjung Pinang Kecamatan Rupat Utara. JOM FISIP,
1-12.
Thompson, F., Hannam, K., & Petrie, K. (2012).
Producing ceramic art works through tourism
research. Annals of Tourism Research, 336-360.
131
Profil Penulis
Edy Semara Putra, S.Pd., M.Sn
Lahir pada tanggal 6 Oktober 1991 di Malili, Luwu
Timur, Sulawesi Selatan. Memiliki hobby di
bidang seni rupa, traveling dan membaca. Pada
tahun 2013 menyelesaikan pendidikan S1 di Prodi
Pendidikan
Seni
Rupa
Universitas
Negeri
Makassar. Pada tahun yang sama melanjutkan studi magister
Pengkajian Seni dengan program beasiswa BPPDN di
Pascasarjana ISI Yogyakarta dan lulus pada tahun 2016.
Meniti karir sebagai dosen tetap di Prodi Pariwisata STAH
Dharma Sentana Sulawesi Tengah sejak 2016 sampai
sekarang. Perjalanan karir lainnya, yaitu menjadi Ketua Prodi
PGSD STAH Dharma Sentana tahun 2018-2019, Kepala Unit
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STAH Dharma Sentana
tahun 2019-sekarang. Menjadi anggota dan pengurus
organisasi Dosen Hindu Indonesia (DHI) Sulawesi Tengah sejak
2020-sekarang. Selain mengajar, juga aktif melakukan
penelitian di bidang seni dan pariwisata serta aktif
melaksanakan pengabdian pada masyarakat. Motto penulis:
“Kita lebih baik dan lebih besar dari apa yang kita pikirkan,
dan bekerja keraslah dalam diam, maka sukses akan menjadi
suaramu”.
Email Penulis: edysemaraputra@gmail.com
132
7
PERANAN BAHASA INGGRIS
DALAM MENGELOLA OBJEK
DAN ATRAKSI WISATA
I Gede Adiyana Putra, S.Pd., M.Pd.
STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah
Pendahuluan
Industri pariwisata adalah salah satu sektor yang terus
berkembang dan memberikan kontribusi besar bagi
perekonomian dunia. World Travel & Tourism Council
(WTTC) pada Economic Impact Report (EIR) tahun 2022,
memprediksi bahwa dalam sepuluh tahun ke depan,
sektor pariwisata akan menciptakan 126 juta lapangan
pekerjaan baru di seluruh dunia. Tidak dapat dipungkiri
bahwa bahasa berperan penting dalam keberhasilan
industri pariwisata, dan bahasa Inggris adalah bahasa
internasional yang paling umum digunakan dalam
industri ini.
Pengelolaan objek dan atraksi wisata memiliki kaitan
yang erat dengan keahlian bahasa Inggris. Bahasa
Inggris sebagai bahasa internasional sangat penting
dalam pengembangan objek wisata, terutama dalam hal
pemasaran, promosi, dan layanan kepada wisatawan
mancanegara. Pemasaran dan promosi objek wisata
memerlukan kemampuan berbahasa Inggris yang baik.
Dalam upaya mempromosikan objek wisata, bahasa
133
Inggris umum dipergunakan dalam pembuatan brosur,
iklan, atau situs web. Hal ini memungkinkan objek
wisata dapat menjangkau wisatawan potensial di seluruh
dunia. Penggunaan bahasa Inggris dalam pemasaran dan
promosi objek wisata juga memudahkan wisatawan
untuk memahami informasi dan fasilitas yang tersedia.
Dalam kaitannya dengan pengelolaan objek dan atraksi
wisata, bahasa Inggris memiliki berbagai peranan
sebagai berikut;
Mempermudah Komunikasi dengan Wisatawan Asing
1. Pentingnya Komunikasi
Wisatawan Asing
yang
Efektif
dengan
Komunikasi yang efektif dengan wisatawan asing
menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam
pengelolaan objek dan atraksi wisata di suatu
daerah. Koneksi yang baik antara pengelola dan
wisatawan
asing
memungkinkan
wisatawan
menjelajahi dan menikmati tempat yang mereka
kunjungi dan dapat memberikan pengalaman yang
menyenangkan. Dalam konteks ini, bahasa menjadi
sarana utama untuk berkomunikasi dengan
wisatawan asing, sehingga pentingnya bahasa dalam
komunikasi dengan wisatawan asing tidak dapat
diabaikan (Damayanti, 2019).
Komunikasi yang efektif dengan wisatawan dapat
meliputi
komunikasi
verbal
dan
non-verbal.
Komunikasi verbal meliputi kemampuan berbicara
dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh wisatawan
asing. Oleh karena itu, pelaku industri pariwisata,
khususnya pada objek dan atraksi wisata, perlu
memiliki kemampuan berbahasa asing yang baik,
seperti bahasa Inggris, Mandarin, atau bahasa
lainnya yang banyak digunakan oleh wisatawan.
134
Selain itu, Komunikasi non-verbal juga sangat
penting dalam interaksi dengan wisatawan asing.
Gestur tubuh, bahasa isyarat, dan sikap ramah
dapat membantu membangun komunikasi yang lebih
baik dan membuat wisatawan merasa nyaman.
Cara untuk memastikan agar para wisatawan asing
dapat berkomunikasi dengan mudah dan efektif
adalah dengan mempersiapkan staf atau pengelola
pariwisata agar memiliki kemampuan dasar bahasa
internasional seperti salah satunya adalah bahasa
Inggris. Bahasa Inggris memiliki peran yang sangat
penting dalam mempermudah komunikasi dengan
wisatawan asing. Sebagai bahasa internasional,
bahasa Inggris digunakan oleh banyak orang di
seluruh dunia, termasuk di industri pariwisata.
Kemampuan berbahasa Inggris yang baik sangat
dibutuhkan oleh pelaku industri pariwisata, dalam
mengelola objek dan atraksi wisata, untuk dapat
berkomunikasi dengan wisatawan asing dengan lebih
mudah dan efektif.
2. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dengan
Menguasai Bahasa Inggris
Pada era globalisasi saat ini, banyak wisatawan yang
berasal dari berbagai negara dan kebanyakan dari
mereka berbahasa Inggris sebagai “lingua franca”
atau bahasa penghubung. Oleh karena itu, dengan
menguasai bahasa Inggris, para pengelola objek
wisata dapat berkomunikasi dengan wisatawan asing
dengan lebih mudah dan efektif. Bagi pengelola objek
dan
atraksi
wisata,
kemampuan
untuk
berkomunikasi dengan baik kepada wisatawan
adalah hal yang wajib. Bahasa Inggris sebagai
bahasa internasional menjadi sebuah keharusan
untuk dikuasai oleh para pengelola objek wisata agar
dapat
meningkatkan
kemampuan
komunikasi
135
mereka dengan wisatawan asing. Menguasai bahasa
Inggris dapat membuka peluang baru bagi para
pengelola objek wisata untuk memperluas jangkauan
pasar mereka ke tingkat internasional.
Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
dengan wisatawan asing, pengelola objek wisata
dapat
mengambil
berbagai
langkah,
seperti
mengikuti kursus bahasa Inggris, membaca buku
atau artikel dalam bahasa Inggris, menonton film
atau
tayangan
dalam
bahasa Inggris
atau
memperbanyak latihan berbicara dengan penutur
asli bahasa Inggris. Hal ini dapat membantu para
pengelola
objek
wisata
untuk
memperbaiki
kemampuan
bahasa
Inggris
mereka
dan
meningkatkan kemampuan komunikasi mereka
dengan wisatawan asing.
3. Implementasi Bahasa Inggris dalam Komunikasi
Pengelola objek dan atraksi wisata harus memahami
implementasi bahasa Inggris mulai dari fungsi
bahasa sederhana, seperti;
Menanyakan kebutuhan wisatawan: "Good
morning, sir/madam. How can I assist you today?
Do you need any help or information about the
tourist attraction?"
b. Menawarkan bantuan: "If you need any
assistance during your visit, feel free to approach
me or any of our staff. We are more than happy to
assist you."
c. Menjelaskan fitur objek wisata: "This museum
showcases various historical artifacts from the
colonial era. You can learn about the culture and
heritage of the country by exploring the exhibits."
d. Memberikan instruksi: "To get to the observation
deck, you need to take the elevator to the 30th
a.
136
e.
f.
floor. The entrance is on the left side of the
elevator."
Memberikan rekomendasi: "If you enjoy hiking, I
recommend visiting the national park. The view
from the top is breathtaking and you can see a
wide variety of wildlife."
Mengucapkan selamat tinggal: "Thank you for
visiting our tourist attraction. We hope you had a
pleasant experience and we look forward to
welcoming you back in the future."
Dengan memahami fungsi bahasa Inggris yang
umum dikomunikasikan, para staf atau pengelola
objek dan atraksi wisata akan siap untuk
berkomunikasi dan memberikan layanan terhadap
wisatawan asing yang berkunjung. Contohnya,
seperti;
a.
Staf Hotel: Ketika seorang wisatawan asing
check-in di hotel, staf hotel dapat menyapa
mereka dengan bahasa Inggris seperti "Good
morning! Welcome to our hotel. How may I assist
you?" dan memberikan informasi tentang kamar,
fasilitas, atau layanan yang tersedia.
b. Tour Guide (Pemandu Wisata): Seorang pemandu
wisata dapat memberikan informasi tentang
tempat-tempat wisata dengan bahasa Inggris
yang lancar dan jelas, serta menjawab
pertanyaan dari wisatawan asing dengan baik.
Mereka juga dapat memberikan rekomendasi
tentang makanan, belanja, atau atraksi lainnya
di daerah tersebut.
c. Staf Restoran: Staf restoran dapat berkomunikasi
dengan wisatawan asing menggunakan bahasa
Inggris untuk memberikan informasi tentang
menu,
merekomendasikan
hidangan,
dan
137
menjawab pertanyaan tentang makanan atau
minuman yang disajikan.
d. Operator
Transportasi:
Seorang
operator
transportasi seperti sopir taksi atau pengemudi
bus juga dapat berkomunikasi dengan wisatawan
asing menggunakan bahasa Inggris, memberikan
informasi tentang rute perjalanan, biaya, atau
waktu tempuh.
Meningkatkan Kualitas Layanan
1. Pentingnya
pariwisata
kualitas
layanan
dalam
bisnis
Kualitas layanan adalah hal yang sangat penting dan
dapat mempengaruhi kesuksesan bisnis pariwisata.
Kualitas layanan yang baik dapat meningkatkan
kepuasan pelanggan, memperkuat citra perusahaan,
dan meningkatkan loyalitas pelanggan. Oleh karena
itu, penting bagi pengelola objek dan atraksi wisata
untuk memperhatikan kualitas layanan yang mereka
berikan kepada pelanggan. Keuntungan yang bisa
didapatkan jika suatu objek atau atraksi wisata
mampu memberikan pelayanan yang berkualitas,
seperti;
a.
Dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan
Pelanggan cenderung akan kembali ke penyedia
jasa pariwisata yang memberikan pelayanan yang
memuaskan (Damayanti, 2019). Kualitas layanan
yang baik juga dapat memperbaiki citra objek
dan atraksi wisata di mata pelanggan, yang dapat
membantu meningkatkan kesadaran mereka dan
memperluas pasar bisnis pariwisata.
138
b. Dapat meningkatkan loyalitas pelanggan
Pelanggan yang merasa puas dengan layanan
yang mereka terima cenderung akan menjadi
pelanggan yang setia. Selain itu, pelanggan yang
loyal juga cenderung merekomendasikan bisnis
pariwisata kepada orang lain, yang dapat
membantu meningkatkan jumlah pelanggan dan
keuntungan bisnis.
c.
Dapat membedakan
pesaingnya
bisnis
pariwisata
dari
Dalam persaingan industri pariwisata yang ketat,
bisnis yang memberikan layanan yang lebih baik
cenderung akan lebih sukses. Bisnis yang
memiliki kualitas layanan yang baik juga
cenderung memiliki keunggulan kompetitif yang
lebih besar, yang dapat membantu meningkatkan
keuntungan bisnis dan memperkuat posisi bisnis
di pasar.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas layanan. Pengelola objek dan
atraksi wisata dapat melakukan berbagai tindakan,
seperti; meningkatkan pelatihan staf, memperbaiki
infrastruktur dan fasilitas, mengambil masukan dan
umpan balik dari pelanggan, dan mengembangkan
strategi pemasaran yang lebih baik.
2. Meningkatkan kualitas layanan dengan menguasai
bahasa Inggris
Meningkatkan kemampuan bahasa Inggris dapat
membantu meningkatkan kualitas layanan dalam
mengelola objek dan atraksi wisata. Beberapa hal
harus disadari oleh pengelola terkait penguasaan
bahasa Inggris untuk meningkatkan kualitas
layanan, yaitu; Pertama, kemampuan berbahasa
139
Inggris memungkinkan pengelola objek wisata untuk
berkomunikasi dengan wisatawan asing dengan lebih
mudah. Wisatawan asing dengan penutur asli
bahasa Inggris akan merasa lebih nyaman dan
terbantu ketika berinteraksi dengan pengelola objek
wisata yang juga memahami bahasa Inggris. Hal ini
dapat meningkatkan kualitas layanan yang diberikan
kepada wisatawan asing karena mereka dapat
dengan mudah memahami informasi dan instruksi
yang diberikan oleh pengelola objek wisata.
Kedua, kemampuan berbahasa Inggris dapat
membantu pengelola objek wisata untuk memahami
kebutuhan dan keinginan wisatawan asing. Dalam
industri pariwisata, memahami kebutuhan dan
keinginan
pelanggan
sangat
penting
dalam
memberikan kualitas layanan yang baik. Dengan
menguasai bahasa Inggris, pengelola objek wisata
dapat lebih mudah berkomunikasi dengan wisatawan
asing dan memahami kebutuhan dan keinginan
mereka dengan lebih baik. Hal ini dapat membantu
pengelola objek wisata untuk memberikan pelayanan
yang lebih baik dan memuaskan kepada wisatawan
asing.
Ketiga, kemampuan berbahasa Inggris dapat
membantu
pengelola
objek
wisata
dalam
menjelaskan informasi dan menawarkan layanan
tambahan kepada wisatawan asing. Dalam bisnis
pariwisata, menjelaskan informasi dengan jelas dan
menawarkan layanan tambahan dapat membantu
meningkatkan pengalaman wisatawan asing. Dengan
menguasai bahasa Inggris, pengelola objek wisata
dapat memberikan penjelasan dan menawarkan
layanan tambahan dengan lebih mudah dan efektif
kepada wisatawan asing.
140
3. Implementasi bahasa Inggris dalam meningkatkan
kualitas layanan
Beberapa contoh penerapan bahasa Inggris dalam
meningkatkan kualitas layanan dalam pengelolaan
objek dan atraksi wisata adalah sebagai berikut;
a.
Menyediakan informasi dalam bahasa Inggris
Salah satu penerapan bahasa Inggris dalam
meningkatkan kualitas layanan adalah dengan
menyediakan informasi dalam bahasa Inggris.
Pengelola objek wisata dapat membuat brosur,
peta, atau panduan wisata dalam bahasa Inggris
untuk memudahkan wisatawan asing dalam
memahami informasi tentang objek wisata tersebut.
Selain itu, pengelola objek wisata juga dapat
menyediakan informasi dalam bahasa Inggris di
situs web atau media sosial mereka untuk
memudahkan
wisatawan
asing
dalam
merencanakan perjalanan mereka (Suadnyana,
dkk. 2021).
b.
Pelatihan bahasa Inggris bagi pegawai
Dengan menguasai bahasa Inggris, pegawai
pengelola objek wisata dapat berkomunikasi
dengan wisatawan asing dengan lebih mudah dan
efektif. Selain itu, pegawai yang menguasai bahasa
Inggris dapat memahami kebutuhan dan keinginan
wisatawan asing dengan lebih baik, sehingga dapat
memberikan layanan yang lebih baik dan
memuaskan.
c.
Menyediakan penerjemah atau pemandu wisata
berbahasa Inggris
Wisatawan asing yang tidak menguasai bahasa
lokal dapat merasa kesulitan dalam berkomunikasi
dan memahami informasi tentang objek wisata
tersebut. Dengan menyediakan penerjemah atau
141
pemandu wisata yang mampu berbahasa Inggris,
wisatawan asing akan dapat terbantu ketika
berinteraksi dengan pegawai pengelola objek
wisata. Tersedianya penerjemah akan dapat
mencegah kurangnya ketersediaan informasi terkait
kepariwisataan (Nugroho, dkk. 2017).
d.
Menyediakan
pelatihan
wisatawan asing
budaya
lokal
bagi
Dalam bisnis pariwisata, memahami budaya lokal
sangat penting dalam memberikan pengalaman
yang berkesan bagi wisatawan asing. Dengan
menguasai bahasa Inggris, pengelola objek dan
atraksi wisata dapat memberikan pelatihan
budaya lokal kepada wisatawan asing.
Meningkatkan
Informasi
Kemampuan
dalam
Menyediakan
1. Pentingnya Menyediakan Informasi yang Akurat
dan Jelas dalam Bisnis Pariwisata
Pengelolaan objek atau atraksi wisata sangat
bergantung pada penyediaan informasi yang jelas
dan akurat. Informasi yang tidak akurat atau tidak
jelas dapat menyebabkan kerugian finansial dan
reputasi yang buruk bagi pengelola objek wisata.
Oleh karena itu, penting bagi pengelola objek wisata
untuk menyediakan informasi yang akurat dan jelas
kepada wisatawan. Berikut adalah beberapa alasan
mengapa menyediakan informasi yang akurat dan
jelas sangat krusial dalam pengelolaan objek dan
atraksi wisata.
a.
Memberikan kepercayaan dan kenyamanan bagi
wisatawan
Wisatawan yang merencanakan perjalanan
mereka akan mencari informasi yang akurat dan
jelas untuk membuat keputusan yang tepat. Jika
informasi yang diberikan tidak akurat atau tidak
142
jelas, wisatawan mungkin merasa tidak percaya
dan khawatir dalam membuat keputusan untuk
mengunjungi objek atau atraksi wisata tersebut.
Oleh karena itu, menyediakan informasi yang
akurat dan jelas dapat memberikan kepercayaan
dan
kenyamanan
bagi
wisatawan
dalam
membuat keputusan perjalanan mereka.
b.
Meningkatkan pengalaman wisatawan
Pengalaman wisatawan merupakan hal yang sangat
penting. Informasi yang akurat dan jelas dapat
membantu wisatawan merencanakan perjalanan
mereka dengan lebih baik dan menghindari
masalah atau kekecewaan selama perjalanan.
Selain itu, informasi yang akurat dan jelas juga
dapat membantu wisatawan mengeksplorasi objek
wisata dengan lebih baik, sehingga memberikan
pengalaman yang lebih baik dan memuaskan.
c.
Menghindari masalah dan klaim dari wisatawan
Jika informasi yang diberikan tidak akurat atau
tidak jelas, wisatawan dapat mengalami masalah
atau kekecewaan selama perjalanan mereka.
Masalah ini dapat berdampak pada reputasi
pengelola objek wisata dan dapat menyebabkan
klaim dari wisatawan yang merugikan finansial.
Oleh karena itu, menyediakan informasi yang
akurat dan jelas dapat membantu menghindari
masalah dan klaim dari wisatawan.
d. Meningkatkan reputasi pengelola objek wisata
Reputasi pengelola objek wisata sangat penting
dalam bisnis pariwisata. Menyediakan informasi
yang akurat dan jelas dapat membantu
meningkatkan reputasi pengelola objek wisata
dan membantu menarik lebih banyak wisatawan
untuk mengunjungi objek wisata tersebut.
143
Sebaliknya, jika informasi yang diberikan tidak
akurat atau tidak jelas, reputasi pengelola objek
wisata dapat terganggu dan mengurangi minat
wisatawan untuk mengunjungi objek wisata
tersebut.
Menyediakan informasi yang akurat dan jelas sangat
penting dalam mengelola objek dan atraksi wisata.
Informasi yang akurat dan jelas dapat memberikan
kepercayaan dan kenyamanan bagi wisatawan,
meningkatkan pengalaman wisatawan, menghindari
masalah
dan
klaim
dari
wisatawan,
serta
meningkatkan reputasi pengelola objek wisata. Oleh
karena itu, pengelola objek atau atraksi wisata harus
memastikan untuk menyediakan informasi yang
akurat dan jelas.
2. Meningkatkan Kemampuan dalam Menyediakan
Informasi Dengan Menguasai Bahasa Inggris
Untuk
meningkatkan
kemampuan
dalam
menyediakan informasi dalam bahasa Inggris,
diperlukan adanya kemauan untuk belajar dan
berlatih secara teratur. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengikuti kursus bahasa Inggris atau
memanfaatkan sumber belajar online seperti aplikasi
atau website yang tersedia. Selain itu, diperlukan
juga latihan dalam berkomunikasi dengan penutur
asli bahasa Inggris. Latihan komunikasi dengan
penutur asli bahasa Inggris telah terbukti sangat
efektif. Seperti contoh, para pedagang di pasar
tradisional
Bali
mampu
berkomunikasi
dan
memahami bahasa Inggris dengan cukup baik tanpa
adanya pendidikan formal. Intensitas interaksi
dengan wisatawan asing yang tinggi, secara tidak
langsung “mengajari” mereka dalam berbahasa
Inggris.
144
Bahasa Inggris harus dipelajari sesuai dengan
tujuannya. Dalam kaitannya dengan pariwisata,
pengelola objek dan atraksi wisata semestinya
mempelajari bahasa Inggris yang memang didesain
untuk karir kepariwisataan, mulai dari belajar
kosakata terkait dengan pengelolaan objek atau
atraksi wisata. Dalam bahasa Inggris, ada banyak
istilah yang digunakan dalam ilmu pariwisata seperti
departure, tour, ticket, dan lain sebagainya. Dengan
mempelajari
kosakata
terkait,
kita
dapat
menyampaikan informasi dengan lebih jelas dan
akurat.
Terakhir, penting juga untuk mengasah kemampuan
mendengar dan berbicara dalam bahasa Inggris.
Umumnya, terdapat empat keahlian dasar dalam
bahasa Inggris yakni; mendengarkan (listening),
berbicara (speaking), membaca (reading), dan
menulis (writing). Dalam hal komunikasi lisan,
keahlian mendengarkan dan berbicara memegang
peran yang lebih dominan, karena pada umumnya
penyampaian
komunikasi
lebih
efektif
bila
disampaikan secara verbal.
3. Implementasi Bahasa Inggris dalam Menyediakan
Informasi Kepada Wisatawan
Berikut adalah beberapa contoh penerapan bahasa
Inggris dalam menyediakan informasi kepada
wisatawan:
a.
Memberikan informasi tentang objek wisata:
Seorang
pemandu
wisata
harus
dapat
memberikan informasi tentang sejarah, budaya,
dan hal-hal menarik dari suatu tempat wisata
dengan menggunakan bahasa Inggris yang
mudah dipahami oleh wisatawan asing. Dalam
hal ini, pemandu wisata harus mampu
145
menguasai kosakata serta tata bahasa Inggris
yang baik untuk memudahkan wisatawan dalam
memahami informasi.
b. Memberikan
informasi
tentang
fasilitas
akomodasi: Seorang staf hotel atau pengelola
akomodasi harus dapat memberikan informasi
tentang fasilitas yang tersedia, seperti kamar,
kolam renang, makanan, dan lain-lain dalam
bahasa Inggris. Dengan begitu, wisatawan asing
dapat lebih mudah memahami fasilitas yang
disediakan dan membuat keputusan yang tepat
untuk memilih akomodasi yang sesuai dengan
kebutuhan mereka.
c.
Memberikan informasi tentang harga: Seorang
penjual tiket atau petugas informasi harus dapat
memberikan informasi tentang harga dengan
jelas dan akurat menggunakan bahasa Inggris.
Dalam hal ini, kemampuan untuk berbicara dan
menulis dalam bahasa Inggris yang baik dan
benar sangatlah penting untuk menghindari
kesalahpahaman.
d. Memberikan informasi tentang transportasi:
Selain akomodasi, transportasi juga merupakan
hal yang selalu ada dalam pengelolaan objek dan
atraksi wisata. Seorang staf atau petugas
informasi harus mampu memberikan informasi
tentang rute, jadwal, dan harga transportasi
dalam bahasa Inggris yang mudah dipahami oleh
wisatawan asing.
146
Menjadi
Faktor
Penting
Reputasi Objek Wisata
dalam
Meningkatkan
1. Pentingnya Reputasi Objek Wisata dalam Bisnis
Pariwisata
Reputasi objek wisata dapat mempengaruhi minat
wisatawan untuk berkunjung ke suatu tempat
wisata. Reputasi objek wisata dapat dilihat dari
berbagai aspek, seperti kualitas layanan, keindahan
alam, nilai sejarah, dan masih banyak lagi. Berikut
adalah beberapa alasan mengapa reputasi objek
wisata dalam bisnis pariwisata penting:
a.
Mempengaruhi
Keputusan
Wisatawan:
Wisatawan akan lebih tertarik untuk berkunjung
ke suatu tempat wisata yang memiliki reputasi
baik daripada yang buruk. Hal ini karena
wisatawan biasanya mencari pengalaman yang
menyenangkan dan berkesan saat berkunjung ke
suatu tempat wisata. Jika reputasi objek wisata
buruk, maka kemungkinan besar wisatawan
akan menghindari tempat tersebut dan memilih
tempat wisata lain.
b. Mempengaruhi Ulasan dan Testimoni: Wisatawan
biasanya memberikan ulasan dan testimoni
setelah mengunjungi suatu tempat wisata. Jika
reputasi objek wisata buruk, maka ulasan dan
testimoni yang diberikan oleh wisatawan juga
akan negatif. Hal ini dapat mempengaruhi
keputusan wisatawan lain yang ingin berkunjung
ke tempat tersebut di masa depan.
c.
Meningkatkan Jumlah Kunjungan Wisatawan:
Reputasi objek wisata yang baik dapat
meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Hal
ini karena wisatawan akan merekomendasikan
tempat wisata yang mereka kunjungi kepada
147
orang lain, dan jika reputasi objek wisata baik,
maka kemungkinan besar akan ada peningkatan
jumlah kunjungan wisatawan di masa depan.
d. Meningkatkan pendapatan: Jumlah kunjungan
wisatawan yang meningkat dapat berdampak
positif pada pendapatan usaha pariwisata.
Dengan reputasi objek wisata yang baik, maka
kemungkinan besar akan ada peningkatan
pendapatan dari penjualan tiket, akomodasi, dan
jasa lainnya.
2. Meningkatkan Reputasi Objek
Menguasai Bahasa Inggris
Wisata
dengan
Reputasi yang baik dapat membuat wisatawan
kembali berkunjung atau merekomendasikan tempat
tersebut kepada orang lain. Oleh karena itu, penting
bagi pengelola objek dan atraksi wisata untuk
meningkatkan reputasi mereka dengan menguasai
bahasa Inggris. Dengan ini, pengelola objek wisata
dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada
wisatawan asing, seperti memberikan informasi
tentang
objek wisata,
menjawab
pertanyaan
wisatawan, atau membantu dalam situasi darurat.
Dengan kemampuan bahasa Inggris yang baik,
pengelola
objek
wisata
dapat
memberikan
pengalaman yang menyenangkan bagi wisatawan
asing dan membantu meningkatkan reputasi objek
wisata.
Selain itu, pengelola objek dan atraksi wisata juga
dapat memanfaatkan kemampuan bahasa Inggris
untuk mempromosikan objek wisata mereka di dunia
maya. Dengan menulis deskripsi atau ulasan dalam
bahasa Inggris, pengelola objek wisata dapat
menjangkau
audiens
yang
lebih
luas
dan
meningkatkan visibilitas objek wisata mereka di
platform daring seperti situs web pariwisata, media
sosial, atau aplikasi perjalanan. Menguasai bahasa
Inggris juga dapat membantu pengelola objek wisata
148
dalam
berkomunikasi
dengan
mitra
bisnis
internasional. Banyak objek wisata bekerja sama
dengan agen perjalanan atau operator tur
internasional, dan kemampuan bahasa Inggris yang
baik dapat memudahkan pengelola objek wisata
dalam
menjalin
kerja
sama
yang
saling
menguntungkan.
3. Implementasi Bahasa Inggris dalam Meningkatkan
Reputasi Objek Wisata
Berikut adalah beberapa contoh penerapan bahasa
Inggris dalam meningkatkan reputasi objek wisata:
a.
Menyediakan Informasi Lengkap di Situs Web:
Menggunakan
bahasa
Inggris
untuk
menyediakan informasi lengkap dan akurat di
situs web objek wisata dapat membantu
meningkatkan reputasi objek wisata. Hal ini
dapat membantu wisatawan yang berbicara
bahasa Inggris untuk memahami informasi
tentang objek wisata dan memperoleh gambaran
yang jelas tentang apa yang diharapkan dari
pengalaman mereka.
b. Meningkatkan
Layanan
Pelanggan:
Dalam
memperbaiki reputasi objek wisata, pelayanan
yang baik kepada wisatawan sangat penting.
Dengan menguasai bahasa Inggris, pegawai objek
wisata dapat berkomunikasi secara efektif
dengan
wisatawan, memberikan
panduan,
menanggapi
pertanyaan,
dan
memenuhi
kebutuhan mereka.
Menggunakan Media Sosial untuk Berpromosi: Media
sosial dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam
meningkatkan
reputasi
objek wisata. Dalam
menggunakan bahasa Inggris dalam postingan media
sosial, objek wisata dapat mencapai audiens global
dan menarik wisatawan asing ke lokasi mereka.
149
Daftar Pustaka
Damayanti, L., S. (2019) Peranan Keterampilan Bahasa
Inggris dalam Industri Pariwisata. Jurney, 2 (1).
Nugroho, R., A., Septemuryantoro, S., A., dan Lewa, A.,
H. (2017) Penerjemahan: Sebuah Cara untuk
Meningkatkan
Kualitas
Pariwisata
Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu & Call
for Papers Unisbank ke-3 (SENDI_U3). Semarang,
Siregar, A. (2022, April 21). WTTC: Sektor Pariwisata
Ciptakan 126 Juta Pekerjaan Baru pada 2032. IDN
Times. Diambil dari http://bitly.ws/CsF9
Suadnyana, I., W., dkk. (2021) Rona Bahasa dalam
Pariwisata. Denpasar, Bali. IPB International Press.
150
Profil Penulis
I Gede Adiyana Putra, S.Pd., M.Pd.
Kecintaan penulis terhadap bahasa Inggris pada
masa sekolah, melatarbelakangi penulis untuk
lebih mendalami bahasa tersebut. Penulis
memutuskan untuk menempuh pendidikan tinggi
di Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah di
tahun 2014 pada program studi pendidikan
bahasa Inggris dan berhasil lulus pada tahun 2018. Menguasai
bahasa Inggris memberi penulis peluang besar di dunia kerja.
Setelah
menyelesaikan
studi
S1,
penulis
mendapat
kesempatan untuk bisa bekerja di salah satu hotel di Bali.
Dari sanalah kemudian penulis memahami tentang pariwisata
secara prakteknya. Setahun kemudian, penulis memutuskan
untuk melanjutkan studi S2 di Universitas Pendidikan
Ganesha dengan mengambil bidang studi yang sama pada
tahun 2019 dan berhasil menyelesaikan studi pada tahun
2021. Setelah menyelesaikan segala urusan di Bali, penulis
memutuskan untuk kembali ke Sulawesi Tengah dan
mendapat kesempatan untuk menjadi dosen tetap di Sekolah
Tinggi Agama Hindu Dharma Sentana Sulawesi Tengah.
Hingga saat ini, penulis dipercaya untuk mengajar mata kuliah
bahasa Inggris pada homebase program studi pariwisata.
Selain itu penulis juga dipercaya untuk mengampu mata
kuliah yang berkaitan dengan kepariwisataan.
Email Penulis: adiyanaputra97@gmail.com
151
152
8
OBJEK DAN ATRAKSI
WISATA ALAM
I Gede Suhartawan, S.P., M.P
STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah
Konsep Wisata Alam
Wisata alam adalah jenis wisata yang menawarkan
pengalaman berinteraksi dengan lingkungan alam yang
indah dan asri dengan berbagai aktivitas seperti
trekking, camping, bersepeda, menyelam, dan banyak
lagi yang bertujuan untuk memungkinkan wisatawan
menikmati keindahan alam dan mengalami alam secara
langsung. Beberapa ahli/organisasi memberikan definisi
yang berbeda tentang wisata alam, berikut beberapa
definisinya:
1. The
International
Ecotourism
Society
(TIES)
menyebutkan bahwa Wisata alam adalah "sebuah
bentuk
pariwisata
yang
mempromosikan
pemahaman terhadap lingkungan alam, melestarikan
keanekaragaman hayati, dan membantu masyarakat
setempat".
2. Menurut World Tourism Organization (UNWTO):
Wisata alam adalah "sebuah bentuk pariwisata yang
menekankan
pada
pengalaman
alami
dan
pemahaman terhadap lingkungan alam, serta
mempromosikan pemeliharaan lingkungan dan
sumber daya alam".
153
3. Tim Tisdell mengemukakan bahwa Wisata alam
adalah
"sebuah
bentuk
pariwisata
yang
memanfaatkan dan mempromosikan kekayaan alam
dan budaya suatu daerah untuk memberikan
pengalaman alami dan edukatif kepada wisatawan".
Secara umum, definisi-definisi tersebut menekankan
kepada kegiatan atau aktivitas yang melibatkan
pengalaman dan kontemplasi terhadap alam liar dan
lingkungan
alam.
Ini
meliputi
eksplorasi
dan
pengamatan alam, serta menikmati keindahan dan
keunikan alam tersebut. Wisata alam juga sering dikenal
sebagai "eco-tourism" atau "nature-based tourism", dan
memberikan kesempatan bagi wisatawan untuk belajar
dan menghargai lingkungan alam serta mempromosikan
konservasi alam dan sumber daya alam.
Secara khusus terdapat perbedaan antara konsep
Pariwisata Alam secara umum dibandingkan dengan
konsep ecotourism maupun wildlife tourism yang mana
merupakan bagian dari wisata alam itu sendiri.
Perbedaan tersebut bisa dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1. Penempatan Konsep Wisata Alam/Nature-Based
Tourism dalam konteks Pariwisata
Sumber: Cater et al., (2015)
154
Adapun alasan terdapat beberapa variasi diantara
konsep wisata seperti diperlihatkan gambar diatas
dikarenakan
terdapat
perbedaaan
pandangan
berdasarkan pengalaman, motivasi dan atraksi yang
didapatkan dari Wisata Alam itu sendiri. Alasan lainnya
juga karena adanya perbedaan dari fungsi wisata
tersebut seperti konservasi hewan atau memberikan
kontribusi positif terhadap lingkungan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada prinsipnya, perbedaan antara
konsep tersebut tergantung dari lokasi yang berbeda
yang pada akhirnya akan memberikan motivasi sikap
dan perilaku wistawan yang berbeda pula dan alasan
itulah yang menyebabkan konsep wisata alam secarqa
khusus memiliki frame yang berbeda dengan frame
konsep wisata alam lainnya digambar diatas.
Jika konsep Wisata Alam didefinisikan secara umum
meliputi eksplorasi dan pengamatan alam, maka konsep
Ecotourism lebih khusus lagi jenis pariwisata yang
mengutamakan keberlanjutan lingkungan (sustainable
tourism) dan konservasi alam, sambil memberikan
pengalaman wisata yang unik dan mendalam bagi
wisatawan. Ecotourism mengajak wisatawan untuk
menjelajahi keindahan alam dan keanekaragaman hayati
di suatu tempat, sambil memperhatikan dampak yang
ditimbulkan terhadap lingkungan dan budaya setempat.
Gambar 2. Salah satu Ecotourism di Indonesia yakni Taman
Nasional Komodo (NTT) yang termasuk dalam 10 destinasi
terbaik dunia versi Majalah National geographic Tahun 2017
155
Tujuan
utama
dari
ecotourism
adalah
untuk
meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang
keanekaragaman hayati, lingkungan, dan budaya
setempat, serta mendorong pelestarian lingkungan hidup
melalui pembangunan pariwisata yang bertanggung
jawab dan berkelanjutan. Ecotourism biasanya dilakukan
di daerah-daerah yang masih asli atau alami, seperti
taman nasional, hutan tropis, dan daerah alam yang
masih
sangat
terjaga.
Dalam
pelaksanaannya,
ecotourism juga mengajak wisatawan untuk melakukan
aktivitas yang ramah lingkungan, seperti hiking,
birdwatching, snorkeling, dan lain sebagainya, sambil
menghormati budaya dan tradisi setempat.
Wildlife
tourism
adalah
jenis
pariwisata
yang
menawarkan pengalaman melihat satwa liar secara
langsung di habitat alami mereka. Wildlife tourism dapat
melibatkan kunjungan ke taman nasional, kawasan
konservasi, atau tempat lain di mana satwa liar dapat
dilihat dalam lingkungan yang relatif bebas dan
terlindungi dari ancaman manusia. Tujuan utama dari
wildlife tourism adalah untuk memberikan pengalaman
melihat satwa liar yang unik dan mendalam bagi
wisatawan, serta memberikan dukungan finansial untuk
konservasi satwa liar dan habitat mereka. Melalui
aktivitas pariwisata, kontribusi finansial yang dihasilkan
dapat membantu pendanaan konservasi satwa liar dan
membangun
kesadaran
tentang
perlunya
mempertahankan satwa liar dan habitat mereka.
Jenis Atraksi Wisata Alam
Berikut ini adalah beberapa jenis atraksi wisata alam:
1. Gunung dan Pegunungan
Wisata alam gunung dan pegunungan menawarkan
pengalaman mendaki dan menikmati pemandangan
indah dari ketinggian. Beberapa atraksi wisata
gunung dan pegunungan yang populer di antaranya
adalah hiking, trekking, camping, rock climbing, dan
paralayang.
156
2. Pantai dan Laut
Wisata alam pantai dan laut menawarkan
pengalaman menikmati keindahan alam dan
keanekaragaman hayati laut. Beberapa atraksi
wisata pantai dan laut yang populer di antaranya
adalah diving, snorkeling, surfing, jet skiing, dan
parasailing.
3. Taman Nasional dan Konservasi Alam
Wisata alam taman nasional dan konservasi alam
menawarkan pengalaman menikmati keindahan alam
dan keanekaragaman hayati yang terlindungi dan
terjaga dengan baik. Beberapa atraksi wisata taman
nasional dan konservasi alam yang populer di
antaranya adalah hiking, birdwatching, dan safari foto.
4. Air Terjun dan Sungai
Wisata alam air terjun dan sungai menawarkan
pengalaman menikmati keindahan air terjun dan
keindahan alam sekitarnya. Beberapa atraksi wisata
air terjun dan sungai yang populer di antaranya
adalah rafting, canyoning, dan kayaking.
5. Pertanian, Hutan dan Kebun Botani
Wisata alam pertanian, hutan dan kebun botani
menawarkan pengalaman menikmati keindahan
alam dan keanekaragaman hayati di lingkungan
yang hijau dan sejuk. Beberapa atraksi wisata hutan
dan kebun botani yang populer di antaranya adalah
hiking, birdwatching, dan canopy walk.
6. Gua dan Karst
Wisata alam gua dan karst menawarkan pengalaman
menjelajahi keindahan alam bawah tanah dan
keanekaragaman hayati di lingkungan gua dan karst.
Beberapa atraksi wisata gua dan karst yang populer
di antaranya adalah speleology, caving, dan rafting
bawah tanah.
157
7. Tanaman dan Satwa Liar
Wisata alam tanaman dan satwa liar menawarkan
pengalaman mengamati keanekaragaman hayati
tumbuhan dan satwa liar di habitat alami mereka.
Beberapa atraksi wisata tanaman dan satwa liar
yang populer di antaranya adalah jungle trekking,
wildlife watching, dan botanical garden.
Gambar 3. Salah satu Atraksi Wisata Alam Laut Taman
Nasional Bunaken (Sulawesi Utara) mempunyai luas 89.085
hektar yang mana sebanyak 97% terdiri dari habitat laut,
sementara 3%nya merupakan daratan.
Pentingnya Wisata Alam
Wisata alam atau biasa disebut Nature-Based Tourism
sangat populer di seluruh dunia karena menawarkan
pengalaman
yang
berbeda
dan
menyegarkan
dibandingkan dengan jenis wisata lainnya seperti
kesempatan untuk belajar tentang lingkungan dan alam,
serta memahami betapa pentingnya melestarikan alam.
Wisata alam juga memberikan dampak positif bagi
masyarakat
setempat,
karena
meningkatkan
perekonomian melalui pariwisata. Dalam beberapa
kasus, wisata alam juga membantu memelihara dan
melestarikan lingkungan, karena wisatawan dapat
membantu dengan bekerja sama dengan pemerintah dan
masyarakat setempat dalam melestarikan lingkungan.
158
Kepopuleran wisata alam tersebut bisa dilihat dari
pangsa pasar disektor pariwisata mencapai 20%
dibanding sektor lainnya dan kedepannya akan terus
bertambah (Center for Responsible Travel, 2018). Pangsa
pasar bervariasi tergantung pada negara atau wilayah
tertentu. Beberapa negara memiliki lebih banyak
pengunjung untuk wisata alam dibandingkan dengan
wisata lainnya, sementara beberapa negara memiliki
porsi yang lebih kecil. Di beberapa negara di Amerika
Latin, seperti Brasil, Kolombia, dan Peru, wisata alam
sangat populer dan memiliki porsi besar dari pasar
pariwisata. Negara-negara ini memiliki beberapa
destinasi wisata alam terkenal seperti Amazon Rainforest,
Galapagos Islands, dan Machu Picchu.
Gambar 4. Amazon Rainforest merupakan Objek Wisata Alam
dengan hutan terluas di dunia dimana 80% berbagai varietas
makanan di dunia berasal dari hutan ini.
Di Negara bagian Afrika Selatan, pendapatan sektor
wisata alam menyamai pendapatan total dari sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan. Adapun beberapa
destinasi wisata alam yang sangat populer, seperti
Taman Nasional Kruger, Cape of Good Hope, dan
Boulders Penguin Colony.
159
Gambar 5. Taman Nasional Krueger merupakan Cagar Alam
paling tua dan salah satu yang terluas di Afrika
Sektor Pariwisata sendiri menyumbang PDB (Produk
Domestik Bruto) kurang lebih sebesar 10% dari total
PDB di seluruh dunia. Jenis wisata alam yakni Wildlife
Observation dan Outdoor merupakan wisata yang
dianggap paling penting kontribusinya dalam hal PDB
ini. (Balmford, et. al, 2009). Data dari World Travel and
Tourism Council pada tahun 2016 menyebutkan bahwa
Pariwisata menyumbangkan PDB kurang lebih 7.5
Triliun USD (10.2%) dari total PDB serta sektor ini juga
mampu menyumbang 1 dari setiap 10 pekerjaan di
seluruh dunia. Menurut Bank Dunia (World Bank),
wisata alam di Negara Tanzania meyumbang 10% dari
total PDB. Sedang di Negara Namibia wisata alam
meyumbang 19% dari total Pekerjaan di negara tersebut.
Di australia pada tahun 2016, Wisata Alam menjadi jenis
wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan
asing yang mencakup 68% dari total wisatawan asing
yang berkunjung di negara tersebut. Di tahun yang sama
di sektor wisata alam, cina mempunyai pangsa pasar
sekitar 17%, 11% di Inggris, 10% di selandia baru dan
9% di US. Selanjutnya, wistawan yang memilih aktivitas
wisata alam cenderung digemari oleh anak muda dengan
rentang usia 15-29 tahun yang mencapai 33% dari total
wisatawan.
160
Kekayaan alam di Indonesia memiliki peran penting
dalam sektor pariwisata. Indonesia memiliki kekayaan
alam seperti iklim tropis, 17.508 pulau dengan 6.000 di
antaranya tak berpenghuni, serta garis pantai terpanjang
ketiga di dunia setelah Kanada dan Uni Eropa. Sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia dan berpenduduk
terbanyak di Asia Tenggara, Indonesia menawarkan
beragam objek wisata alam seperti pantai-pantai di Bali,
tempat menyelam di Bunaken, Gunung Rinjani di
Lombok, dan taman nasional di Sumatra yang didukung
dengan warisan budaya yang kaya yang mencerminkan
sejarah dan keberagaman etnis Indonesia dengan 719
bahasa daerah yang berbeda.
Indonesia juga dikenal memiliki kawasan terumbu
karang terkaya di dunia dengan lebih dari 18% terumbu
karang dunia serta spesies laut yang melimpah kurang
lebih dari 3.000 spesies ikan, 590 jenis karang batu,
2.500 jenis moluska, dan 1.500 jenis udang-udangan.
Indonesia memiliki sekitar 600 titik selam yang tersebar
dari Sabang hingga Merauke yang didukung oleh
kekayaan biota laut tersebut. Raja Ampat, taman laut
terbesar di Indonesia yang terletak di Provinsi Papua
Barat, dikenal sebagai lokasi selam scuba yang populer
karena memiliki daya pandang mencapai 30 meter pada
siang hari dan beraneka ragam biota laut. Menurut riset
lembaga Konservasi Internasional, setidaknya ada 1.300
spesies ikan, 600 jenis terumbu karang, dan 700 jenis
kerang di kawasan Raja Ampat.
Di Indonesia terdapat 50 taman nasional, di mana 6 di
antaranya termasuk dalam Situs Warisan Dunia
UNESCO. Taman Nasional Lorentz di Papua memiliki
sekitar 42 spesies mamalia yang kebanyakan adalah
hewan yang langka seperti kangguru pohon, landak
irian, tikus air, walabi, dan kuskus. Puncak Gunung
Jayawijaya di taman ini memiliki salju abadi. Taman
Nasional Ujung Kulon adalah taman nasional tertua di
161
Indonesia dan dikenal karena populasi Badak Jawa
bercula satu yang semakin menipis. Di Taman Nasional
Komodo, pengunjung dapat melihat satwa endemik
komodo dan satwa lain seperti rusa, babi hutan, dan
burung.
Indonesia juga memiliki lebih dari 400 gunung berapi,
dan 130 di antaranya aktif. Gunung Bromo di Provinsi
Jawa Timur merupakan lokasi wisata pegunungan yang
terkenal untuk melihat matahari terbit atau menunggang
kuda. Setiap bulan, masyarakat Gunung Bromo
mengadakan upacara kebudayaan Yadnya Kasada.
Gunung Tangkuban Parahu di Subang, Jawa Barat
adalah lokasi wisata lain yang populer. Gunung aktif ini
memiliki mata air panas di kaki gunung yang dikenal
dengan nama Ciater dan biasa dimanfaatkan untuk spa
dan terapi pengobatan.
Keanekaragaman flora dan fauna di seluruh Indonesia
membuat negara ini sangat cocok untuk pengembangan
agrowisata. Kebun Raya Bogor adalah lokasi agrowisata
populer yang telah ada sejak abad ke-19 dan merupakan
kebun raya tertua di Asia dengan koleksi tumbuhan
tropis terlengkap di dunia. Kebun Raya Bogor memiliki
koleksi sekitar 3.397 spesies tumbuhan koleksi umum,
550 spesies tumbuhan anggrek, dan 350 spesies
tumbuhan non-anggrek di rumah kaca. Taman Wisata
Mekarsari adalah taman buah tropis terbesar dan
terlengkap di dunia dengan koleksi sekitar 100.000
tanaman buah dari 78 famili, 400 spesies, dan 1.438
varietas.
Pada tahun 2022, terdapat sekitar 5,29 juta orang yang
berkunjung ke obyek wisata alam. Dari jumlah tersebut,
sekitar 5,1 juta merupakan wisatawan dalam negeri dan
sekitar 189 ribu merupakan wisatawan asing. Angka ini
hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2021 ketika
kunjungan wisatawan domestik sebanyak 2,9 juta dan
162
wisatawan mancanegara hanya 12 ribu. Dalam hal
pungutan
masuk,
kunjungan
tersebut
berhasil
menghasilkan PNBP sebesar Rp96,7 miliar pada tahun
2022 dan Rp34,2 miliar pada tahun 2021.
Tidak hanya itu, kegiatan wisata alam juga memberikan
efek berganda bagi masyarakat. Selain menciptakan
lapangan kerja bagi pemegang izin usaha, sekitar 4.000
orang telah terlibat sebagai tenaga kerja dalam kegiatan
wisata alam. Di sisi lain, masyarakat yang menjadi
penyedia jasa makanan dan minuman, pemandu wisata,
dan penyedia cinderamata juga berhasil memperoleh
manfaat dari kegiatan tersebut. Sejak Desember 2022,
jumlah masyarakat yang terlibat dalam kegiatan wisata
alam meningkat lebih dari 100% dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya. Contohnya, di Taman Nasional
Rinjani terdapat peningkatan jumlah pelaku wisata alam
seperti tour operator, tour guide, dan porter pada kurun
waktu 2021 dan 2022 yakni tour operator yang
melakukan usahanya meningkat dari 70 menjadi 109,
tour guide meningkat dari 794 menjadi 3.907, porter dari
1.841 menjadi 11.577.
Namun, berbagai peningkatan tersebut akan berdampak
negatif dalam beberapa hal, misalnya polusi alam,
masalah
keanekaragaman
hayati
ataupun
penyelundupan satwa terlindungi misalnya (World Bank).
Untuk itu, perlu adanya manajemen yang terencana
dalam mengelola sebuah objek ataupun atraksi wisata
alam.
Manajemen Wisata Alam
1. Siklus Hidup Destinasi Wisata Alam
Sebelum mengelola objek dan atraksi wisata alam,
perlu adanya pengetahuan tentang siklus dari
destinasi wisata alam tersebut yang terbagi dari 5
tahapan yakni:
163
a.
Tahap pertama adalah ketika para wisatawan
seperti ilmuwan, pecinta alam, dan petualang
menemukan area yang sulit diakses melalui
sungai, jalan setapak, atau kendaraan off-road.
Mereka biasanya menggunakan akomodasi
sederhana seperti bivak atau berkemah tanpa
fasilitas yang memadai. Dampak lingkungan
pada tahap ini masih rendah dan mencapai
tahap ini memakan waktu yang lama karena
kesulitan akses yang tinggi.
b. Tahap kedua terjadi ketika wisatawan mulai
mengunjungi area tersebut melalui kelompok
kecil tur menggunakan kendaraan four-wheel
drive yang dikelola oleh tour operator. Mereka
biasanya berkemah di tempat yang sudah
digunakan
sebelumnya
dan
meninggalkan
dampak visual pada lingkungan sekitar. Area ini
menjadi lebih dikenal dan tour operator mencari
area baru untuk mengembangkan pariwisata.
c.
Tahap ketiga terjadi ketika tingkat penggunaan
lahan meningkat dan infrastruktur seperti jalan
mulai diperkeras, toilet, suplai air, dan
pengumpulan
sampah
disediakan
untuk
wisatawan. Pengunjung mulai menghindari
keramaian dan pecinta alam mulai meninggalkan
lokasi ini.
d. Tahap keempat terjadi ketika wisatawan mulai
menggunakan area sebagai fasilitas pariwisata
yang lebih besar. Kehidupan alam dilindungi
dengan kebijakan yang berbeda dan akses
menuju lokasi menjadi lebih mudah dengan
kendaraan two-wheel drive. Kendaraan fourwheel drive beralih ke lokasi lain untuk
mengembangkan pariwisata.
164
e.
Tahap
kelima
adalah
puncak
siklus
pengembangan pariwisata alam, di mana fasilitas
jalan yang diperbaiki dan akomodasi seperti
hotel, hostel, dan safari lodge disediakan untuk
memudahkan akses ke wisata alam yang lebih
ringan. Karena kepentingan lingkungan dan
konservasi, wilayah tersebut menjadi taman
nasional atau dilindungi oleh hukum untuk
menjaga lokasi dan habitat di dalamnya
2. Manajemen Pengelolaan Objek dan Atraksi Wisata
Setelah melihat pembahasan di atas dapat diketahui
bahwa cara terbaik dalam melakukan suatu
pengelolaan haruslah diperhatikan keberlanjutan
untuk jangka Panjang terutama pariwisata yang
berada di kawasan taman nasional dan area yang
dilindungi. Pengelolaan merupakan sebuah proses
sosial
yang
harus
didedikasikan
untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Dalam konteks kepariwisataan, pengelolaan tidak
bisa dilakukan oleh satu pihak saja karena
pariwisata bersifat multisektor. Oleh karena itu,
diperlukan kerja sama dari semua pihak yang terkait
dalam
pembangunan
kepariwisataan
yang
berkelanjutan.
Sebagai konsekuensi dari menjadikan objek alam
sebagai daya tarik wisata, Fay (1992) menyatakan
bahwa keenam komponen perjalanan wisata seperti
transportasi, akomodasi, restoran, daya tarik wisata,
aktivitas wisata, dan pemandu serta souvenir harus
disediakan
dengan
baik
untuk
memberikan
pelayanan terbaik kepada wisatawan agar mereka
merasa puas.
Dalam pengelolaan objek dan atraksi wisata alam,
penting untuk melibatkan masyarakat setempat,
terutama ketika pariwisata menjadi sektor yang
165
memberikan manfaat bagi ekonomi, sosial, budaya,
dan lingkungan. Konsep community-based tourism
merupakan pendekatan yang tepat dalam hal ini.
Namun,
kawasan
wisata
alam
juga
harus
diperhatikan dari tekanan dan stress yang dapat
mempengaruhi flora dan fauna di dalamnya. Jika
pariwisata tidak mampu mempertahankan daya
dukung lingkungan, maka tidak akan ada
keberlanjutan dalam kegiatan pariwisata. Oleh
karena
itu,
manajemen
pengelolaan
yang
berkelanjutan sangat penting untuk memperhatikan
kelestarian alam dan pemanfaatannya dalam jangka
panjang.
Kunjungan wisatawan ke suatu wilayah alami dalam
jumlah besar dalam waktu tertentu dapat
memberikan tekanan pada lingkungan tersebut. Jika
hal ini terjadi secara rutin, kerusakan lingkungan
dapat terjadi dan sulit untuk direhabilitasi. Oleh
karena itu, penghargaan dan sikap terhadap alam
yang bersifat sustainable sangat penting dalam
membentuk cycle of visitation.
Untuk mengimplementasikan konsep keberlanjutan
dalam hubungannya dengan objek wisata alam dan
pariwisata, diperlukan cara baru dalam menjalankan
bisnis. Menurut Woodley (1992) ada 4 elemen yang
penting
dalam
manajemen
ekosistem
yang
berkelanjutan yang harus dipahami yakni:
a.
Tujuan yang jelas, maksudnya adalah dengan
menetapkan tujuan yang jelas untuk menjaga
populasi dan habitat keanekaragaman hayati
baik flora dan faunanya di taman nasional, dan
membangun fasilitas infrastruktur yang sesuai
dengan ekosistem.
166
b. Pengetahuan, memberikan Informasi untuk
wisatawan tentang objek wisata dan bagaimana
untuk tidak merusak flora, mengganggu fauna,
atau mengubah fisik tanah.
c.
Kekuatan pengaturan kegiatan wisata, dimana
Otoritas pengelola taman nasional juga harus
mengatur kegiatan wisatawan dan membedakan
kriteria wisatawan dan non-wisatawan.
d. Umpan balik atau indikator, yang digunakan
untuk mengukur keberlanjutan pariwisata
dimana pendekatan ekosistem harus digunakan
sebagai panduan untuk menetapkan tujuan
keberlanjutan dan mengukur indikator seperti
indikator hirarki, indikator fungsi dan struktur,
manajemen ekosistem, adaptif, dan batasan
ekosistem.
167
Daftar Pustaka
Balmford, A., Beresford, J., Green, J., Naidoo, R.,
Walpole, M., & Manica, A. (2009). A global perspective
on trends in nature-based tourism. PLoS biology, 7(6),
e1000144, 1-6
Cater, C. I., Garrod, B., & Low, T. (2015). The
encyclopedia of sustainable tourism. CABI.
Center for Responsible Travel, The Case for Responsible
Travel:
Trends
&
Statistics
2017.https://www.responsibletravel.org/docs/The%
20Case%20for%20Responsible%20Travel%202017_Fi
nal%20for%20Release.pdf
Fay, Betsy. (1992). Essentials of Tour Management. New
York: Prentice Hall
Woodley, S., & Kay, J. (1993). Ecological Integrity and the
Management of Ecosystems (1st ed.). CRC Press.
https://doi.org/10.1201/9781003070542
168
Profil Penulis
I Gede Suhartawan, S.P., M.P
Penulis merupakan lulusan S1 Prodi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Tahun
2012. Setahun kemudian melanjutkan studi S2 di
Prodi
Agribisnis
Pascasarjana
Universitas
Tadulako dan berhasil menyelesaikan studi pada
Tahun 2015. Penulis memulai karir sebagai Dosen Tetap pada
tahun 2016 hingga sekarang di Sekolah Tinggi Agama Hindu
Stah Dharma Sentana Sulawesi Tengah Jurusan Pariwisata
dengan keahlian di Bidang Ekowisata terkhususnya
Agrowisata.
Selain sebagai seorang Dosen, Penulis menjabat sebagai
Sekretaris prodi di Institusi tempat Penulis bekerja. Sampai
saat ini penulis masih aktif sebagai author buku, peneliti dan
Reviewer dibidang keahliannya. Sebagai author, ada 2 buku
yang sudah pernah ditulis dan diterbitkan. Sebagai Peneliti,
beberapa karya ilmiah telah penulis hasilkan berupa Hasil
Penelitian baik yang didanai oleh Institusi Internal dan
Kementrian Agama yang telah dipublikasikan di beberapa
Jurnal Nasional. Dan sebagai Reviewer, pernah mereview
beberapa Jurnal yang terbit di Jurnal Nasional. Selain itu,
pada tahun 2022 penulis juga mulai berkecimpung di dunia
menulis buku dengan harapan bisa memberikan kontribusi
yang positif terutama di kalangan akademisi.
Email Penulis: gedeshr@dharmasentana.ac.id ktu 2015-2018.
169
170
9
OBJEK DAN ATRAKSI
WISATA BUDAYA
N. Trianasari
Universitas Pendidikan Ganesha
Pariwisata Budaya
Dalam literatur pariwisata disebutkan bahwa Pariwisata
Budaya mulai menunjukkan pertumbuhan yang relatif
menyolok sejak tahun 1980an. Pertumbuhan tersebut
ditandai dengan semakin bertumbuhnya minat terhadap
seni, budaya, serta sejarah dan warisan budaya. Dua
komponen yang sering disebut secara berdampingan
adalah budaya dan warisan budaya sehingga istilah yang
digunakan menjadi Pariwisata Warisan Budaya. Bahkan,
istilah pariwisata warisan budaya dan wisata budaya
sering digunakan secara bergantian.
Atraksi budaya merupakan daya tarik yang bersumber
dari budaya, tradisi, atau kebiasaan masyarakat lokal
yang berbeda dengan budaya di tempat tinggal
pengunjung. Atraksi dalam Pariwisata Budaya memiliki
keragaman, mulai dari pementasan seni tari dan musik
tradisional, tempat dan peninggalan bersejarah, musium
seni, dan sejenisnya. Di daerah wisata yang lebih
modern, Pariwisata Budaya juga mencakup pementasan
musik, tari, dan atau orkestra di areal sekitar musium
seni budaya. Wisatawan rela bepergian jauh hanya
untuk menyaksikan pertunjukan seni yang terkenal atau
171
mengunjungi situs peninggalan tertentu, atau galeri dan
musium seni. Sementara di wilayah atau negara yang
belum maju, atraksi budaya dan warisan budaya
meliputi tradisi adat dan cara hidup masyarakat lokal,
praktek religi dalam kehidupan sehari-hari, kerajinan
tangan, dan pertunjukan seni tari dan musik tradisional.
Dalam literatur pariwisata budaya, terdapat beberapa
pendekatan yang digunakan periset terdahulu dalam
mendefinisikan pariwisata budaya. Dalam buku
International Cultural Tourism yang disusun Sigala dan
Leslie (2005) dimuat beberapa pengertian pariwisata
budaya. Salah satu definisi dari pariwisata budaya yang
paling banyak disitasi adalah yang dicetuskan oleh
Richard (1997). Menurutnya, pariwisata budaya adalah
perjalanan seseorang di luar dari tempat tinggalnya
sehari-hari, menuju tempat atraksi wisata budaya untuk
mendapatkan informasi baru atau pengalaman untuk
memenuhi kebutuhannya akan atraksi budaya. Richard
(1997) juga mengkonseptualisasi pariwisata budaya
melalui pendekatan teknis yaitu kunjungan yang
dilakukan seseorang di luar tempatnya menetap menuju
ke tempat-tempat atraksi budaya seperti situs
peninggalan sejarah, manifestasi artistik dan seni
budaya, seni atau drama. Sementara itu, beberapa
penulis atau periset lain mendefinisikan pariwisata
budaya hampir serupa dengan Richard. Pada intinya,
pariwisata budaya menonjolkan tujuan berwisata adalah
wisatawan mendapat eksposur budaya, sejarah, atau
peninggalan dari masyarakat, komunitas, kelompok,
maupun institusi tertentu termasuk perilaku, sisa cara
hidup atau tradisi yang mulai memudar, dan tradisi lokal
di sebuah daya tarik wisata. Bagi orang luar, tradisi dan
budaya lokal mencerminkan atraksi di dalam dan dari
dirinya sendiri. Namun, yang menarik adalah penekanan
yang disampaikan oleh Fridgen (1991) bahwa unsur
budaya yang disajikan biasanya merupakan pertunjukan
172
yang dikemas dan berbiaya (wisatawan membayar).
Artinya, untuk menikmati pertunjukan budaya sebuah
destinasi wisata, maka wisatawan harus membayar
sejumlah uang. Sementara itu, sebagaimana definisinya,
wisatawan berkunjung dan menonton sajian budaya itu
dalam waktu singkat, bahkan tinggal di destinasi
tersebut juga sebentar, sehingga unsur budaya menjadi
cukup meragukan karena yang dilihat atau dialami atau
dinikmati wisatawan adalah tampilan replika budaya,
bukan budaya yang sesungguhnya yang ada dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat setempat.
Pada prakteknya, terdapat tiga komponen dari pariwisata
budaya yaitu perjalanan, turis, dan situs budaya.
Perjalanan dalam hal ini adalah yang terkait dengan
kunjungan ke situs historis, musium, galeri, seni visual,
dan pertunjukan seni. Ketiga komponen tersebut
memperkuat basis pariwisata budaya yaitu pengalaman.
Artinya, turis datang dan berkunjung langsung ke daya
tarik wisata budaya. Dengan kata lain, pariwisata
budaya adalah experiential tourism dalam konteks
melakukan interaksi dengan alam budaya dan mencari
pengalaman untuk menjadi bagian dari budaya dan
sejarah dari suatu tempat.
Secara ringkas, pariwisata budaya menitikberatkan pada
motivasi budaya yang esensial dari wisatawan untuk
berkunjung ke suatu tempat, meliputi studi tur,
pertunjukan seni budaya, festival kesenian, kunjungan
pada situs, monumen, dan bangunan bersejarah,
perjalanan untuk mempelajari budaya, festival, ritual
atau upacara keagamaan, cerita rakyat, pantun, karya
tertulis legendaris, serta ziarah. Atraksi tersebut
merupakan produk utama dari Pariwisata Budaya.
173
Atraksi Budaya sebagai Bagian dari Produk Hospitaliti
dan Pariwisata
Atraksi budaya sebuah destinasi tidak serta merta
menjadikan budaya tersebut sebagai produk pariwisata.
Hal ini dikarenakan oleh karakteristik industri
pariwisata itu sendiri, yaitu tidak berdiri sendiri,
melainkan bergandengan dengan elemen lain. Sebagai
contoh adalah produk wisata budaya Bukakak yang ada
di Desa Giri Emas, Kabupaten Buleleng, Bali. Jika
dipandang sebagai produk wisata, maka atraksi budaya
tersebut harus dikombinasikan dengan komponen lain
yaitu biro perjalanan wisata yang menyediakan
transportasi bagi wisatawan; pemandu wisata yang akan
menemani dan menjelaskan budaya tersebut; akomodasi
dan layanan restoran; dan sebagainya. Jadi, budaya
sebagai sebuah produk tidak dapat dijual sebagai sebuah
produk tunggal, karena harus ada produk dan layanan
lain untuk menterjadikan sajian budaya tersebut sebagai
produk wisata.
Berpijak pada definisi mendasar dari produk wisata,
maka produk inti (core product) dari wisata budaya
adalah atraksi wisata; layanan budaya spefisik yang
terkait seperti edukasi, studi, atau panduan. Sedangkan
produk tambahan adalah elemen umum lainnya dari
produk wisata. Baik yang terpisah maupun dipadukan
dengan pariwisata budaya seperti 1) tourist organizations
atau tourist intermediaries (tourist offices, national tourist
organizations, tourist clubs, travel agencies, tour
operators); 2) primary tourism enterprises (perusahaan
yang bergerak di sektor pariwisata sebagai bisnis intinya
dan melayani turis sebagai pelanggan utamanya) seperti
hotel, holiday parks, campsites; secondary tourism
enterprises (perusahaan yang menyediakan produk dan
layanan utamanya untuk masyarakat lokal, tetapi juga
turis) seperti industri catering, restaurant, café; retail
174
shops, banks; 3) transportation infrastructure meliputi
aksesibilitas, fasilitas parkir, fasilitas transportasi
pribadi dan publik.
Sementara itu, sebagai bagian dari primary tourism
enterprises, hotel merupakan komponen inti dari
pariwisata budaya. Produk hospitaliti perlu memahami
dan memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan dari
berbegai tingkatan: 1)core product (manfaat mendasar
yang disediakan oleh hotel untuk tamu seperti
kenyamanan kamar; 2) facilitating product (produk atau
layanan yang harus ada agar tamu dapat menikmati
produk inti); 3) supporting product (produk tambahan
yang disediakan untuk memberi nilai tambah dari
produk inti yang menentukan posisi produk melalui
diferensiasi produk dari pesaing misalnya full service
health spa.
Gambar 10.1 Lapisan Produk Pariwisata Budaya
175
Elemen-elemen dalam produk wisata budaya dapat
diilustrasikan sebagai lingkaran yang memiliki tiga buah
lapisan yaitu lingkaran inti, lingkaran yang lebih luas,
dan lingkaran terluar (lihat Gambar 10.1). Produk utama
dari pariwisata budaya adalah atraksi budaya berikut
informasi dan edukasi di dalamnya. Lebih luas dari
produk utama adalah produk dan layanan pendukung.
Komponen terluar adalah transportasi bagi tamu untuk
ke dan dari tempat atraksi wisata budaya. Ilustrasi
tersebut juga menunjukkan bahwa pariwisata adalah
industri yang
tidak berdiri
sendiri, melainkan
memerlukan kolaborasi dengan berbagai sektor.
Pasar Pariwisata Budaya
Dipandang dari segi segmen pasarnya, Pariwisata
Budaya didefinisikan sebagai pariwisata yang segmennya
menempatkan budaya sebagai produk atau daya tarik
utama. Bali, sebagai destinasi wisata internasional juga
sesungguhnya lebih dikenal karena seni budaya
masyarakat setempat. Dalam laporan PATA tahun 2016
disebutkan bahwa daya tarik budaya menduduki urutan
tertinggi (50%) diikuti oleh alam (30%), dan daya tarik
wisata buadan (mademade, sebesar 20%). Pangsa pasar
Pariwisata Budaya semakin berkembang dari waktu ke
waktu dan dapat dibedakan dalam hal perubahan
demografis, sosial dan budaya.
Dalam
aspek
demografis,
penelitian
terdahulu
menunjukkan bahwa minat terhadap wisata budaya
bergerak sejalan dengan usia seseorang. Dalam konteks
dunia Barat, riset terdahulu meyakinkan bahwa warga
negara senior atau sudah berumur memperluas pasar
bangunan bersejarah. Pasar “berambut putih” menjadi
target yang menarik karena sudah pension, beruang, dan
tergorlong orang-orang yang aktif dan memiliki
kesehatan, serta memiliki ketertarikan pada sejarah.
176
Orang-orang beruang ini memiliki waktu yang bebas,
uang yang dapat mereka habiskan untuk berlibur. Usia
harapan hidup yang bertambah memberikan peluang
bagi masyarakat senior untuk melakukan aktifitas
wisata yang membuat mereka merasa lebih aktif dan
muda. Tetapi di sisi yang berlawanan, masyarakat usia
muda semakin memiliki kecenderungan untuk hidup
beba dan sendiri atau tidak menikah. Sementara itu,
jumlah pasangan yang tidak memiliki anak bertambah.
Bagi usia muda dan produktif ini, liburan merupakan
aktifitas yang menyenangkan untuk keluar dari
kesibukan beraktifitas secara rutin. Aktifitas wisata
budaya merupakan salah satu jenis wisata yang menjadi
pilihan mereka. Hal ini menstimulasi pengembangan
kota-kota bersejarah sebagai produk wisata budaya.
Dalam aspek sosial dan budaya, terdapat pola
peningkatan edukasi yang berdampak pada keinginan
untuk bepergian atau berlibur dan minat terhadap seni
budaya. Orang-orang seperti ini cenderung berupaya
mencari informasi secara detil tentang destinasi dan
atraksi wisata, familiar dengan aktifitas wisata, dan
menginginkan produk wisata yang bernilai bagi sejumlah
uang yang mereka keluarkan. Sedangkan, bagi orang
yang lebih berumur, keamanan dan keselamatan lebih
diutamakan, sementara uang menjadi urutan terpenting
kedua.
Selanjutnya,
orang-orang
yang
memiliki
pendapatan ganda (suami istri bekerja), liburan
merupakan saat yang penting untuk memanjakan diri
setelah menjalani kesibukan bekerja pada periode
tertentu. Tentu saja, target pasar ini menginginkan
liburan yang nyaman, hotel yang berstandar baik,
layanan yang berkualitas dan perhatian yang bersifat
personalized dari pemberi layanan.
177
Riset terdahulu menyebutkan bahwa konsumen hidup
dalam era “experience economy” di mana produk dan
layanan yang mereka konsumsi berdampak pada
kehidupan mereka. Dalam kaitan dengan wisata budaya,
wisatawan tidak semata-mata ingin melihat fakta atraksi
budaya sebuah destinasi wisata, berada di tempat
atraksi budaya tersebut, dan bagaimana sebuah atraksi
wisata budaya, melainkan ada proses belajar di
dalamnya di mana wisatawan memahami, berpartisipasi,
menjadi bagian dari, dan mengalami keberadaan dirinya
di tempat atraksi budaya ditawarkan. Penelitian
terdahulu juga menyebutkan bahwa berlibur merupakan
salah satu cara untuk pemenuhan diri, peningkatan
identitas atau jati diri, dan ekspresi diri. Wisatawan
semakin senang mencari atraksi-atraksi wisata yang
unik, menantang, dan beragam hiburan yang melibatkan
fisik, emosi, dan estetika atau adventur.
Tren lain yang meningkat adalah wisata seni dan
budaya. Wisatawan semakin tertarik pada sejarah dan
budaya destinasi lokal, regional, maupun negara sebagai
bagian dari refleksi diri, dan bagi kalangan tertenu
merupakan sebuah nostalgia. Demikian pula unsur
gastronomi dan kulinari yang bersifat otentik. Dengan
demikian, unsur lokalisasi sebuah destinasi merupakan
daya tarik bagi wisatawan. Kecenderungan sosial
menunjukkan peningkatan signifikansi pengalaman,
budaya, dan pencarian jati diri mengarah pada
peningkatan Pariwisata Budaya.
Dalam
perjalanannya,
Pariwisata
Budaya
telah
mengalami perkembangan yang dinamis. Peningkatan
perjalanan wisata untuk pertunjukan, festival, dan
pameran seni budaya serta atraksi budaya laiinnya telah
menjadi motif penting dalam perjalanan wisata. Namun
demikian, perlu dibedakan apakah daya tarik budaya
menjadi pengaruh primer atau sekunder dalam motivasi
178
perjalanan wisata budaya. Sejalan dengan ini, turis
dalam pariwisata budaya dibedakan menjadi culture-core
tourist (turis yang datang benar-benar termotivasi karena
atraksi budaya yang ditawarkan) dan culture-pheriperal
tourist (wisatawan yang berkunjung ke atraksi wisata
tetapi tidak menganggap budaya sebagai motivasi
utama). Hal ini merupakan refleksi dari jenis generalist
dan specialist cultural tourist. Secara umum, wisatawan
tergolong generalist cultural tourist. Dengan kata lain,
specialist cultural tourist adalah segmen minoritas.
Artinya, hanya sedikit wisatawan yang berkunjung ke
destinasi wisata hanya untuk mempelajari budaya lokal,
tanpa tujuan berwisata lain. Namun demikian, kedua
jenis pasar tersebut sama-sama menarik untuk dikelola
di mana mereka berpendapatan cukup, berpendidikan,
dan kelompok usia dewasa dan jarang bepergian dengan
anak-anak.
Objek dan Atraksi Wisata Budaya Indonesia
Negara Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan suku
yang memiliki beragam objek dan atraksi Wisata Budaya.
Tidak mengherankan bila Indonesia selain mendapat
julukan kaya akan sumber alam tetapi juga kaya akan
seni budaya dan adat istiadat. Setiap suku dan daerah
memiliki keunikan seni budaya yang diwariskan secara
turun temurun oleh leluhur masing-masing. Adalah
menjadi tugas dan kewajiban generasi penerus untuk
melestarikan semua warisan sejarah dan budaya
leluhurnya. Bila dilihat secara positif, maka pariwisata
merupakan salah satu sektor yang berpotensi besar
membantu pelestarian dan keberlanjutan warisan
budaya tersebut. Dengan adanya pariwisata, maka
masyarakat semestinya terdorong untuk memelihara dan
menyajikan budaya tersebut dengan baik.
179
Ekspresi budaya di Indonesia sebagai negara majemuk,
dapat digolongkan menjadi budaya tangible (benda) dan
intangible (tak benda). Atraksi wisata budaya di
Indonesia secara umum dibedakan menjadi pertunjukan
seni budaya seperti tari daerah, musik daerah, cerita
rakyat, permainan rakyat, ketangkasan rakyat; tradisi
keagamaan dan upacara adat tradisional; peralatan
dapur dan pengolahan makanan minuman tradisional
(kulinari tradisional); bangunan dan situs tradisional dan
bersejarah seperti rumah kuno, situs, tempat ibadah
bersejarah, pengetahuan atau kearifan lokal/ local
genius, musium seni; Pada intinya warisan budaya
berupa warisan benda dan tak benda, yang memiliki nilai
jual. Berikut beberapa contoh warisan budaya dari
berbagai daerah di Indonesia. Pada umumnya, warisan
budaya
di
Indonesia
berdampingan
dengan
pemandangan alam yang cantik dan memesona.
Beberapa contoh wisata budaya unik di Indonesia adalah
Tana Toraja, Makassar berupa bangunan rumah adat
dengan arsitektur tradisional; Wae Rebo, Flores, NTT yaitu
permukinan di atas awan dengan arsitektur 7 rumah ada
tradisional bernama Mbaru Niang; Pura Uluwatu, Bali Tari
kecak dan pemandangan alam; rumah adat tradisional
Desa Penglipuran, Bali; Loncat Batu, Nias, Sumatera Utara
yaitu tradisi masyarakat lokal untuk meloncati batu
setinggi 2 meter; Karapan Sapi, Madura, Jawa Timur yaitu
tradisi pesta rakyat; Festival Lembah Baliem, Wamena,
Papua Barat yaitu festival 40 suku adat dengan lukisan
wajah melakukan simulasi perang; Keraton Yogyakarta
yang menjadi musium kebudayaan Jawa dan tempat tinggal
Sultan dan keluarga; Pura Tanah Lot, Bali Tempat yaitu
ibadah di atas laut; Desa Sasak Sade dan Sasak Ende,
Lombok berupa tradisi dan bangunan tradisional suku asli
Lombok; Pura Tirta Empul, Bali yaitu tempat beribadah dan
pemandian penyucian diri; Istana Maimun, Medan Istana
Kesultanan Deli dengan perpaduan asritektur Melayu,
India, Italia, dan Spanyol; Candi Prambanan yaitu Situs
Warisan Dunia Unesco dan Candi Hindu terbesar di
180
Indonesia; Candi Borobudur Situs Warisan Dunia Unesco
dengan arsitektur megah peninggalan Budha; Masjid Raya
Baiturrahman Peninggalan sejarah berupa bangunan
masjid yang megah; Pura Besakih, Bali yaitu tempat
beribadah terbesar bagi umat Hindu.
Gambar 2. Tana Toraja, Makassar, Karapan Sapi, Madura, dan
Desa Penglipuran, Bali (sumber internet)
Pengelolaan Objek dan Atraksi Wisata Budaya
Walaupun motivasi turis berkunjung bermacam-macam
termasuk untuk menikmati atraksi wisata budaya lokal,
pengalaman tamu selama berkunjung juga terintegrasi
dengan tempat, kota, bahkan negara yang dikunjungi.
Bahkan, dalam literatur pariwisata disebutkan bahwa
destinasi-destinasi wisata merupakan faktor kompetitif
utama
dalam
industri
pariwisata.
Sebagaimana
disebutkan sebelumnya, industri pariwisata tidak berdiri
sendiri, melainkan bergandengan dengan sektor lain.
Dengan demikian, industri pariwisata terdiri dari
sejumlah komponen yang menarik wisatawan untuk
berkunjung.
181
Pengelolaan dan pemasaran destinasi wisata merupakan
orientasi konsisten dari penyedia dan pemberi layanan
terkait dengan kebutuhan wisatawan potensial. Hal
penting untuk dicatat adalah bahwa dalam pengelolaan
destinasi wisata, sisi atau pandangan wisatawan harus
menjadi fokus utama. Artinya, penyedia layanan wisata
perlu mempelajari apa kebutuhan wisatawan, bagaimana
perasaan wisatawan; apa yang dilihat; apa yang
didengar; bau apa yang dicium, apa ekspektasi
wisatawan, serta apa yang membuat wisatawan puas.
Sebagaimana halnya pada produk jasa atau layanan lain,
kepuasan wisatawan merupakan isu utama dari industri
pariwisata dan menjadi pusat perhatian penyelenggara
semua jenis wisata. Dalam literatur manajemen jasa
disebutkan bahwa layanan adalah esensi pokok dari
pemasaran jasa dan kualitas layanan adalah landasan
utama dari pemasaran jasa. Tidak mengherankan jika
fokus pada kualitas layanan tidak dapat diabaikan.
Pengalaman yang didapat dan perasaan selama
menikmati layanan wisata adalah cindera mata utama
yang akan dibawa pulang oleh wisatawan.
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dan
keberlanjutan Pariwisata Budaya tidak dapat diabaikan.
Bahkan, masyarakat adalah aktor utama dari Pariwisata
Budaya. Bahwa kehidupan dan nilai budaya masyarakat
adalah indah dan unik, tidak serta merta dapat
memuaskan wisatawan. Terlebih jika sikap dan perilaku
masyarakat tidak bersahabat. Dengan demikian,
sosialisasi
tentang
pentingnya
kesadaran
akan
wisatawan bagi masyarakat sangat perlu dilakukan dari
waktu ke waktu. Peningkatan kapasitas sumber daya
manusia merupakan hal pokok yang diperhatikan
seluruh pemangku kepentingan. Termasuk di dalamnya
adalah kemampuan berbahasa asing, perilaku santun,
182
ramah, dan siap menolong, penampilan (grooming), dan
sebagainya.
Merebaknya status desa wisata dan terbentuknya
Pokdarwis di semua desa wisata di Indonesia
menunjukkan terpenuhinya aspek kelembagaan dari
konsep pengembangan daya tarik wisata. Pengelolaan
produk wisata di desa harus dibentuk untuk
memastikan adanya kualitas kunjungan wisatawan,
persaingan pasar, dan kualitas kehidupan masyarakat
setempat. Implikasinya adalah kolaborasi, konsesi,
sinergi antar semua pemangku kepentingan, termasuk
dengan destinasi sekitar, dalam hal tujuan, pengelolaan,
strategi pengembangan bersama. Dengan demikian,
tujuan Pemerintah Indonesia dalam mencanangkan
ribuan desa wisata untuk memperkenalkan potensi desa
dan meningkatkan lama tinggal dapat dicapai.
Peran organisasi pengelolaan produk wisata budaya
adalah untuk memfasilitasi daya atraksi wisata setempat
untuk mencapai tujuan strategis pengembangan wisata.
Untuk mempertahankan diri di pasar, memastikan
keberlanjutan, penyedia atraksi wisata budaya perlu
menggunakan metode dan alat tertentu. Penggunaan
teknologi merupakan salah satu alternatif penting di era
digitalisasi. Bahkan, destination management system
telah banyak dikembangkan di beberapa destinasi.
Dengan adanya sistem dalam pengelolaan Pariwisata
Budaya, maka akan memudahkan pengelola untuk
menyebarkan
informasi,
mempromosikan
produk
wisatanya,
memfasilitasi
pemesanan,
menangani
permintaan
atau
pertanyaan,
dan
sebagainya.
Penyediaan sistem berbasis internet ini memudahkan
calon pengunjung dan penyedia layanan itu sendiri, baik
dari segi enerji maupun waktu dan biaya. Dengan
demikian, upaya mencapai target pasasr yang sesuai
dapat lebih efektif dan efisien.
183
Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dalam
pengelolaan atraksi wisata budaya adalah semua hal
yang terkait dengan keberadaan atraksi wisata, mulai
dari proses penyampaian informasi; pemesanan;
pembayaran; produk atraksi budaya itu sendiri sesuai
dengan lapisan atau tingkatan produk yaitu produk inti;
produk tambahan; produk pelengkap; alur wisatawan
masuk, berada, dan keluar dari area atraksi; sumber
daya manusia yang bertugas mulai dari ticketing staff,
guide, dancer/singer/art performer, waiter, cashier,
security, life guard, gardener; sarana prasarana terkait.
Pemeliharaan, peremajaan, penguatan kapasitas dan
kinerja masing-masing item tersebut harus masuk ke
dalam agenda pengelolaan atraksi wisata budaya. Hal ini
tidak saja untuk memuaskan pengunjung, tetapi juga
mensejahterakan semua pihak terkait, dan yang lebih
utama adalah melestarikan budaya itu sendiri.
Ringkasan
Atraksi dan daya tarik wisata budaya merupakan salah
satu jenis wisata yang semakin berkembang. Dalam
literatur pariwisata, terdapat beberapa definisi dari
Pariwisata Budaya. Pada intinya, definisi tersebut
berfokus pada motivasi dan aktifitas wisatawan selama
berwisata di luar tempatnya biasa tinggal atau menetap.
Berbasis
pada
motivasi
tersebut,
wisatawan
dikelompokkan sebagai general-cultural tourist dan
specialist-cultural tourist. Produk utama dari atraksi ini
adalah seni budaya, adat tradisi, nilai-nilai dan cara
hidup masyarakat, sejarah, serta bangunan bersejarah.
Pengemasan produk ini dapat dalam bentuk edukasi,
story telling, pembelajaran, penyampaian informasi,
pertunjukan, ataupun pameran. Di Indonesia terdapat
beragam atraksi dan daya tarik wisata budaya. Dengan
kepemilikan
ribuan
pulau
dan
suku,
tidak
mengherankan jika Indonesia dikenal sebagai negara
184
yang kaya akan tradisi dan seni budaya masyarakatnya.
Namun, sebagai sebuah produk wisata, tentu atraksi
budaya tersebut perlu dikelola dan dikemas sedemikan
rupa, sehingga keberlanjutannya dapat dijaga dan
masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Penggunaan teknologi dalam pengelolaan atraksi wisata
budaya sangat mempermudah dan mempercepat
komunikasi antara pengelola dan calon pengunjung.
Dengan demikian, target pasar dapat diraih dengan lebih
efisien dan efektif. Kunci utama pengembangan daya
tarik dan atraksi wisata budaya adalah masyarakat
setempat. Oleh karenanya, diperlukan kesadaran akan
pariwisata di kalangan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pemberian layanan kepariwisataan di desanya.
185
Daftar Pustaka
Absi, Husnul. (2020).16 Wisata Budaya di Indonesia
Terpopuler, Unik, dan Mengagumkan. (2020).
https://www.liputan6.com/hot/read/4160904/16wisata-budaya-di-indonesia-terpopuler-unik-danmengagumkan
Armini, I Gusti Ayu. (2014). Identifikasi Permasalahan
Pencatatan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia,
Walasuji, 5 (2)
Arya, Primayoga Putu Ari. (2016). Revitalisasi permainan
tradisional Bali sebagai bagian dari atraksi wisata
budaya di Kota Denpasar, Jurnal Master Pariwisata,
1(2), 89-99
Boniface, Priscilla.(1995). Managing Quality Cultural
Tourism: Taylor & Francis: New York.
Gavin Jack & Alison Phipps. (2005). Tourism and
Cultural Exchange: Why tourism matters. Toronto:
Channel View Publication
Noho, Yumanraya; Modjo, Meilinda, L.; & Ichsan,
Tazkiya, N. (2018). Pengemasan warisan budaya tak
benda “Paiya Lohungo Lopoli”, Jurnal Ilmu
Pendidikan Non Formal AKSARA, 4 (1)
Sigala, Marianna & Leslie, David. (2005). International
Cultural Tourism: management, implications, and
cases. Great Britain: Elsevier
186
Profil Penulis
N. Trianasari
Penulis adalah seorang dosen di Prodi D4
Pengelolaan Perhotelan dan Jurusan Manajemen
di Universitas Pendidikan Ganesha. Penulis
menamatkan kuliah pada Program Diploma 4
Administrasi Perhotelan di BPLP Nusa Dua Bali
(sekarang Politeknik Pariwisata Bali). Gelar Magister
Manajemen diperoleh di Universitas Udayana, sedangkan gelar
doktor diraih di Griffith University, Australia. Dalam karir
akademiknya, penulis melakukan kegiatan Tri Dharma
Pendidikan yaitu pengajaran, pengabdian, serta penelitian
umumnya di bidang pariwisata dan perhotelan serta
pendidikan vokasi perhotelan. Pengalaman kerja yang digali
saat berkarir di industri perhotelan, khususnya di Departemen
Kantor Depan dan Pemasaran, membantu memperkaya materi
yang diberikan saat mengajar. Di bidang kemasyarakatan,
penulis terlibat dalam pembinaan pokdarwis desa wisata,
pengembangan wisata kesehatan kontemporer, dan organisasi
Balawista Buleleng. Dari hasil kegiatan Tri Dharma
Pendidikan, penulis telah menghasilkan karya berupa artikel
ilmiah di jurnal nasional maupun internasional, produkproduk yang di-HKI-kan, serta menjadi pembicara pada
konferensi ilmiah baik tingkat nasional maupun internasional.
Penulis juga menjadi reviewer beberapa jurnal nasional dan
pertemuan internasional. Dalam karirnya di kampus, penulis
sempat menduduki posisi sebagai Ketua Kantor Urusan
Internasional Undiksha Sekretaris Jurusan Manajemen, dan
saat ini menduduki posisi sebagai Ketua Program Studi D4
Pengelolaan Perhotelan dan Direktur LSP Undiksha.
Email Penulis: nanatrianasari01@undiksha.ac.id
187
188
10
DAYA TARIK DAN ATRAKSI
WISATA ALAM
Dr. Sri Endah Nurhidayati, S.Sos., M.Si
Universitas Airlangga
Pendahuluan
Industri pariwisata telah diakui sebagai industri yang
memiliki perkembangan signifikan selama tiga dekade
terakhir (Barros et al., 2011) dan tumbuh sebagai
industri terbesar di dunia (Yang et al., 2010). Para
peneliti telah melakukan kajian dan menyatakan
berbagai peran positif industri pariwisata terhadap
berbagai
aspek
pembangunan
ekonomi,
seperti
perolehan devisa, mendorong perkembangan industri
lain, dan menciptakan lapangan kerja (Kim et al., 2006).
Perkembangan industri pariwisata global mengalami
perubahan dengan terjadinya pandemi COVID-19.
Pandemi COVID-19 telah menimbulkan berbagai dampak
di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pariwisata sebagai
volatile economic activity sangat rentan dan peka
terhadap berbagai issue eksternal dan internal, seperti
issue kesehatan, bencana, terorisme, dan issue politik.
Sejak wabah COVID-19 ditetapkan sebagai Pandemi oleh
WHO, langsung berdampak pada industri pariwisata.
Banyak negara bereaksi dan menerapkan kebijakan
travel restrictions untuk mencegah penyebaran COVID-19
di wilayahnya. Hal ini sangat mempengaruhi industri
189
pariwisata. Menurut laporan WTTC (2019) pandemik
COVID-19 telah memangkas hampir 50 juta pekerjaan
dalam Industri Perjalanan dan Pariwisata di seluruh
dunia. Untuk kawasan Asia 30 juta pekerja pariwisata
terpengaruh (UN-WTO, 2020).
Menurut Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(Kemenparekraf) kebijakan karantina wilayah yang
diterapkan
secara global
memperburuk industri
pariwisata di Indonesia.
Wilayah di Indonesia yang
dikenal sebagai destinasi unggulan seperti Bali,
Yogyakarta. Lombok, Banyuwangi, Malang, Menado,
Bandung dan wilayah lainnya seperti mati suri. Wilayah
yang
perekonomiannya
sangat
tergantung
pada
kedatangan wisatawan terpuruk dan mengalami masalah
ekonomi dan sosial. Bidang usaha yang menjadi bagian
sistem pariwisata berpengaruh signifikan, mulai airline,
akomodasi, usaha makan minum, oleh-oleh, dan support
system di dalamnya mengalami kebangkrutan. Pandemi
COVID-19 menurunkan tingkat hunian kamar hotel ratarata di Indonesia hingga -25% s/d -50%, harga Penjualan
Kamar anjlok -10% s/d -25% dan total pendapatan hotel
berkurang hingga -25% s/d 50% (PHRI Pusat, 2020).
Berbeda dengan kondisi okupansi hotel di Bali sekitar 20
- 40% (sebelum himbauan social distancing) dan -8%33% (setelah himbauan social distancing).
Sepanjang tahun 2020 jumlah wisatawan mancanegara
yang masuk ke Indonesia hanya sekitar 4,052 juta orang.
Atau sebanyak 25% dari jumlah wisatawan yang masuk
ke Indonesia pada 2019. Kebijakan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) dan ditutupnya akses keluarmasuk Indonesia, menyebabkan penurunan pendapatan
negara di sektor pariwisata sebesar Rp20,7 miliar.
Dampak pandemi COVID-19 pada sektor pariwisata
Indonesia juga terlihat dari pengurangan jam kerja.
Sekitar 12,91 juta orang di sektor pariwisata mengalami
190
pengurangan jam kerja, dan 939 ribu orang di sektor
pariwisata sementara tidak bekerja. Akibatnya terjadi
gelombang PHK yang menyebabkan pengangguran dan
krisis sosial ekonomi, karena hotel, restoran, airline, biro
perjalanan, dan sebagainya mengalami kebangkrutan.
(Kementerian Parekraf, 2021).
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia
untuk bangun dari keterpurukan sosial ekonomi akibat
pandemi COVID- 19 adalah dengan membangkitkan
industri pariwisata. Industri pariwisata adalah zona yang
mempunyai mata rantai aktivitas yang luas, multiplier
effect yang besar, serta dapat menghasilkan lapangan
usaha yang lebih luas. Dalam RPJMN 2020-2024
pembangunan ke depan mengembangan langkah
strategis lewat transformasi pembangunan ekonomi
nasional pada 5 tahun ke depan kenaikan nilai devisa
pariwisata serta nilai tambah ekonomi kreatif nasional.
Sektor pariwisata juga bersifat multi sektor yang
melibatkan banyak stakeholder.
Merujuk hasil Riset Bank Dunia (2021) sektor pariwisata
mempunyai kedudukan berarti untuk pembangunan
berkelanjutan yang mendorong perkembangan GDP,
meningkatkan keseriusan perdagangan internasional,
serta menaikkan investasi global. Sektor pariwisata
ditempatkan sebagai sector ekonomi penting Indonesia
sekaligus penyumbang devisa utama. Mengutip laporan
Organization for Economic Co-Operation and Development
(OECD) dalam laporan Tourism Trends and Policies 2020,
sektor pariwisata menyumbang sampai 536, 8 triliun
rupiah ataupun mencapai 4, 1% dari total Pemasukan
Dalam negeri Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2017
serta bertambah menjadi 6, 1% pada tahun 2019. Sektor
pariwisata adalah sektor yang padat tenaga kerja dengan
menghasilkan 12, 7 juta lapangan pekerjaan, atau 10,
5% dari total lapangan kerja nasional. Perkembangan
tahunan sektor pariwisata Indonesia juga melampaui
191
rata- rata perkembangan sektor yang lain dalam peta
perekonomian nasional sepanjang 15 tahun terakhir.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia
untuk bangkit dari keterpurukan sosial ekonomi akibat
pandemi ini adalah dengan membangkitkan industri
pariwisata.
Pasca
Pandemi
COVID-19
terdapat
pergeseran
karakteristik pasar dan produk wisata. Wisatawan post
pandemic lebih suka melakukan perjalanan solo atau
bersama kelompok kecil seperti keluarga atau
komunitas. Atraksi wisata yang dibutuhkan juga lebih
bersifat personal/micro, mengesankan, berinteraksi
dengan masyarakat lokal, wisata sehat, wisata olahraga
dan petualangan, serta wisata yang mengesankan. Daya
Tarik wisata yang disukai adalah alam dan budaya.
Daya Tarik wisata menurut Undang-Undang nomor 10
tahun 2009 adalah segala sesuatu yang memiliki
keunikan,
keindahan,
dan
nilai
yang
berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil
buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan. Istilah daya Tarik wisata di dalam
kepariwisataan global dikenal dengan Tourist Attraction
(TA) atau Visitor Attraction (VA). Beberapa peneliti
menganggap istilah daya tarik wisata sama dengan
atraksi wisata, namun beberapa peneliti menganggap
istilah yang berbeda. Atraksi wisata diartikan sebagai
sesuatu yang telah dipersiapkan terlebih dahulu agar
dapat dilihat dan dinikmati wisatawan, berupa something
to
see
(pemandangan,
penampakan
geografis,
keindahan), something to do (berenang, hiking, diving,
snorkeling, cycling, walking), something to buy (souvenir,
hasil alam local, craft, hasil UMKM) (Yoeti 1983 : 160).
Dalam hal ini penulis menambahkan something to eat
(kuliner lokal, jamu-jamuan, kuliner ekstrim, festival
makanan/minuman) dan something to learn (story telling,
teknologi local, way of live masyarakat, edukasi
lingkungan, edukasi budaya, edukasi sejarah. dll).
192
Peran Daya Tarik dan Atraksi Wisata Alam dalam
Sektor Pariwisata
Daya daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang
menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjungi
suatu daerah tertentu (Yoeti,1983:160); segala sesuatu di
suatu tempat yang memiliki keunikan, keindahan,
kemudahan dan nilai yang berwujud keanekaragaman
kekayaan alam maupun buatan manusia yang menarik
dan mempunyai nilai untuk dikunjungi dan dilihat oleh
wisatawan (Utama, 2016: 142). Istilah Daya Tarik wisata
sebelumnya dikenal dengan sebutan Obyek dan Daya
Tarik Wisata (ODTW). Daya Tarik Wisata menurut
Undang Undang Nomor 9 tahun 2010 adalah segala
sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai
yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya,
dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau
tujuan kunjungan wisatawan. Daya Tarik wisata alam
adalah daya Tarik wisata yang berupa keanekaragaman
kekayaan alam. Keanekaragaman kekayaan alam
Indonesia berupa potensi sumber daya udara, sumber
daya air, sumber daya tanah, sumber daya tambang,
sumber daya laut, sumber daya hutan, dan sumber daya
pariwisata (Kompas.com, 2022).
Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia berpotensi
untuk dikembangkan sebagai daya Tarik wisata.
Indonesia merupakan negara maritim terbesar dunia
dengan jumlah pulau 17.508 pulau, 360 suku bangsa
(https://kemlu.go.id), luas perairan Indonesia 6.400.000
km2 dengan garis pantai 108.000 km (https://kpp.go.id),
15.5 persen dari total jumlah flora di dunia. Sedangkan
untuk fauna, Indonesia memiliki 8157 spesies
vertebrata, kelas yang terdiri atas mamalia, burung,
binatang melata (herpetofauna) dan ikan. Selain itu,
terdapat 1.900 spesies kupu‐kupu atau 10% dari jumlah
spesies
kupu-kupu
di
dunia
(https://lipi.go.id).
193
Indonesia memiliki 500 gunung berapi, 128 di antaranya
aktif, Indonesia terletak di titik pertemuan tiga lempeng
tektonik utama dan Cincin Api Pasifik (Mihardja et all,
2023).
Peran daya tarik wisata sangat penting dalam industri
pariwisata.
Daya
tarik
wisata
sebagai
elemen
fundamental yang menyenangkan dari pariwisata
(Richards, 2002; Weidenfeld et al., 2010), tempat wisata
sangat penting untuk perkembangannya, dan Lew (1987)
menyatakan bahwa tanpa tempat wisata, tidak akan ada
pariwisata. Oleh karena itu, penelitian tentang daya tarik
wisata sangat penting untuk mempelajari pariwisata.
Daya Tarik wisata alam sangat pentingnya perannya
dalam pariwisata Indonesia. Sebagian besar daya Tarik
wisata alam menjadi motivasi bagi wisatawan untuk
datang ke destinasi. Penelitian berkaitan dengan peran
daya tarik wisata antara lain: kepuasan wisatawan
mancanegara berkunjung di destinasi wisata Jawa
Tengah dipengaruhi oleh kualitas daya tarik wisata alam
(Basiya dan Rozak, 2012); daya tarik wisata erat
kaitannya dengan
minat pengunjung untuk datang
kembali ke Mojosemi Forest Park Magetan (Rapini dan
Kristiana, 2015); daya Tarik wisata dapat menurunkan
minat wisatawan di Kabupaten Banyumas (Hermawati
dan Milawati, 2016); kualitas daya tarik wisata berkaitan
dengan keputusan berkunjung wisatawan (Juwita dan
Hariyanto, 2016).
Sebelum membahas atraksi wisata alam, perlu ada
pemahaman tentang posisi atraksi wisata dalam
destinasi wisata. Middleton (2001:124) mengungkapkan
ada tiga komponen utama dari destinasi wisata yaitu
atraksi, amenitas/fasilitas dan aksesibilitas. Pendapat
lain
dikemukakan
oleh Cooper dkk (2000) yang
menyatakan bahwa komponen pariwisata terdiri dari
4A
yaitu Attraction, Amenities, Ancillary, dan
194
Accessibility.
Menurut Inskeep (1991) komponenkomponen pariwisata terdiri dari: (1) Atraksi dan
kegiatan-kegiatan wisata (2) Akomodasi, (3) Fasilitas dan
pelayanan wisata, (4) pelayanan Transportasi, (5)
Infrastruktur lain, dan (6) Kelembagaan. Hal yang mirip
dengan yang dikemukakan Mc Intosh (1995) bahwa
komponen-komponen pariwisata adalah (1) Sumber daya
alam, (2) Infrastruktur, (3) Moda Transportasi, (4)
Partisipasi Masyarakat, (5) Sumber daya budaya.
Sedangkan
Suwena
(2017)
menyatakan
bahwa
komponen daya tarik wisata ada empat, yaitu: (1).
Atraksi wisata, (2) Amenitas wisata, merupakan fasilitas
sarana dan prasarana yang diperlukan wisatawan
selama berada di daerah tujuan wisata, seperti
penginapan, rumah makan, toilet, souvenir shop, tempat
parkir, dll; (3) Aksesibilitas, merupakan kemudahan
untuk bergerak dari tempat satu ke tempat yang lain,
seperti airport, pelabuhan dan (4) Ancillary service. Dari
pendapat berbagai peneliti bisa disimpulkan jika atraksi
wisata adalah bagian dari daya tarik wisata.
Swarbrooke (2005) membagi Atraksi Wisata menjadi 4
jenis yaitu (1) Fitur-fitur yang ada di lingkungan alam, (2)
bangunan, struktur, dan situs buatan manusia yang
dirancang untuk tujuan ibadah keagamaan sekaligus
menarik pengunjung sebagai fasilitas rekreasi, (3)
bangunan, struktur, dan situs buatan manusia yang
dirancang
untuk
menarik
pengunjung
dan
mengakomodasi kebutuhan mereka, misalnya taman
hiburan, (4) Event khusus. Atraksi wisata alam memiliki
peran penting dalam pengembangan destinasi. Atraksi
wisata merupakan salah satu factor penarik wisatawan
untuk datang ke destinasi. Atraksi wisata alam
mempunyai variasi yang cukup besar sebagai penguat
branding destinasi wisata. Atraksi wisata adalah masa
depan di suatu kawasan yang merupakan tempat, venue,
195
atau fokus kegiatan (Swarbrooke, 2005). Atraksi wisata
menjadi penentu apakah aktivitas yang dilakukan
wisatawan, durasi waktunya. Atraksi wisata juga
menjadi penentu Length of Stay (LOS) wisatawan ketika
berada di destinasi wisata. Semakin banyak junlah dan
variasi atraksi wisata alam di suatu destinasi maka
semakin
besar
kemungkinan
wisatawan
untuk
menghabiskan waktu lebih lama di destinasi wisata.
Dengan LoS yang cukup lama diharapkan belanja
wisatawan (tourist expenditure).
Karakteristik dan Jenis Atraksi Wisata Alam
Sari (2011) membagi atraksi wisata menjadi dua yaitu (1)
site attraction dan (2) event attraction. Site attraction
merupakan daya tarik fisik yang permanen dengan lokasi
yang tetap, misanya candi, tugu, gunung, pantai, dan
sebagainya. Sedangkan event attraction merupakan
atraksi yang berlangsung sementara dan lokasinya dapat
diubah, contohnya pameran, festival, dan sebagainya.
Atraksi wisata memilki karakter dan kekhasan yang
berbeda dengan atraksi pada umumnya. Fandeli (2000)
mendeskripsikan karakter atraksi wisata Alam sebagai
berikut.
1. In Situ; atraksi wisata alam hanya dapat menikmati
atraksi secara lengkap dan sempurna bila berada di
ekosistennya. Untuk bisa menikmati atraksi
wisatawan harus datang langsung ke destinasi.
Karena atraksi wista alam hanya bisa dinikmati
secara langsung di tempat maka sangat penting
dukungan lingkungan sekitar terhadap kualitas
atraksi wisata.
2. Perishable; atraksi wisata hanya dapat dinikmati
pada satu waktu dan tidak dapat disimpan. Atraksi
wisata dinikmati secara existing, tidak dapat dicicip
atau dibawa pulang.
196
3. Non Recoverable; suatu ekosistem alam mempunyai
sifat dan perilaku pemulihan yang tidak sama.
Pemulihan secara alami sangat tergantung dari
faktor dalam (genotype) dan faktor luar (phenotype).
Kerusakan atraksi wisata alam sulit dipulihkan
secara utuh seperti sedia kala. Oleh karena itu
atraksi wisata alam memiliki kerentanan dan harus
diperlakukan secara bijaksana, misalnya dengan
memperhatikan daya dukung.
4. Non Substitutable; didalam suatu wilayah atau
kawasan mungkin memiliki banyak atraksi wisata
alam nmun jarang ada atraksi yang memiliki
kemiripn satu sama lain.
Atraksi wisata alam
semuanya pesial da tidak biss menggantikan satu
dengan yang lain. Masing-masing atraksi wisata alam
punya nilai yang khusus.
Jika mengacu pada tipologi dari Swarbrooke (2005) maka
atraksi wisata alam adalah atraksi yang berkaitan
dengan fitur-fitur lingkungan alam yang menjadi ciri
khas atau keunikan yang menarik wisatawan untuk
datang. Beberapa fitur alam yang bisa menjadi atraksi
wisata:
1. Penampakan geografis yang menarik karena
perbedaan kontur seperti pegunungan, perbukitan,
lembah, dimana aktivitas yang dapat dilakukan
mulai yang bersifat pasif (menikmati) sampai aktif
seperti pendakian, menjelajah, menelusuri (susur),
bersepeda, piknik, dan sebagainya.
2. Penampakan perairan: laut, pantai, sungai, danau,
aktivitas wisata yang dapat dilakukan secara pasif
(memandang, menikmati) dan aktif seperti berenang,
diving,
arung
jeram,
snorkeling,
berperahu,
kayaking, bersepeda air, memancing, susur sungai,
wisata kuliner di restoran terapung, agrowisata
perikanan, edukasi air, dll).
3. Keunikan
ekosistem
ekosistem
dan kekhasan ekosistem, misalnya
pantai dan ekosistem hutan bakau,
rawa. Yang dapat dinikmati melalui
197
aktivitas menelusuri hutan/mangrove, edukasi
lingkungan, adventure, bird watching, fotografi, dll.
4. Gejala alam, misalnya kawah, sumber air panas, air
terjun, kawah belerang, semburan lumpur (Lapindo),
aliran lava dingin, blue fire, dll. Gejala alam yang
dapat dinikmati melalui kegiatan adventure. hiking,
edukasi, ekowisata, dll.
5. Budidaya sumber daya alam, misalnya sawah,
perkebunan, peternakan, usaha perikanan, dapat
dinikmati secara aktif melalui kegiatan walking,
outbound, agrowisata, hiking, edu wisata, dll.
6. Biodiversity flora dan fauna. Kekayaan tumbuhan
dan binatang termasuk yang endemik merupakan
ciri khas atraksi wisata di Indonesia yang tidak ada
di tempat lain. Contoh komodo yang merupakan
binatang purbakala satu-satunya di dunia yang
masih hidup. Indonesia juga kaya akan spesies
kupu-kupu, serangga, burung, harimau, banteng,
ikan hiu, orang utan, anggrek, terumbu karang,
mangrove, dan sebagainya. Biodiversity flora dan
fauna biasanya bisa ditemukan di Taman Nasional
untuk
memudahkan
wisatawan
yang
ingin
menikmati
sekaligus
dilakukan
konservasi.
Biodiversity flora dan fauna bisa dinikmati melalui
kegiatan wisata edukasi, tracking, dan advanturing.
Indonesia tercatat memiliki 241 cagar budaya, 71
suaka margasatwa, 104 taman wisata alam, 15
taman buru, 21 taman hutan rakyat, yng berpotensi
menyimpan kekayaan flora dan fauna.
Gambar 1: Kawasan Bromo dilihat dari Seruni Point
198
Gambar 2. Pantai Tiga Warna Malang, Salah Satu
Atraksis Ekowisata Jawa Timur
Gambar 3: Bunaken Menyimpan Kekayaan Alam
Bawah Laut Indonesia
199
Gambar 4. Wisata Edukasi Kebun Raya Purwodadi, Pasuruhan
Gambar 5: Gunung Budeg, Campurdarat, Tulungagung,
Merupakan Gunung Api Purba
Gambar 6. Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah Salah Satu
Surga Wisata Alam Bawah Laut
200
Kekurangan dan Kelebihan Atraksi Wisata Alam
Atraksi wisata alam merupakan atraksi yang paling
banyak dipilih oleh wisatawan. Ada berbagai penjelasan
mengapa atraksi wisata alam paling disukai. Berada di
alam terbuka dapat memberi dampak pada kesegaran
fikiran. Banyak wisatawan yang mengalami tekanan
kerja atau hidup yang memilih menikmati wisata alam
untuk memulihkan kesegaran pikiran. Lebih dari itu
atraksi wisata alam memiliki keunggulan dibanding
atraksi wisata lainnya. Berada di alam terbuka
menimbulkan kekaguman
ciptaan Tuhan. Menikmati
keindahan alam dapat mendorong kesabaran, empati,
dan kepuasan hidup, meningkatkan mindfulness,
meningkatkan semangat hidup, membantu menjaga
suasana hati, meningkatkan kreatifitas, meningkatkan
kebugaran, mengatasi gangguan stress pasca trauma,
paparan sinar matahari juga dapat menurunkan resiko
penyakit autoimun dan beberapa jenis kanker
(https://id.theasianparent.com).
Dari beberapa literatur ditemukan bahwa terapi hutan
direkomendasikan sebagai pendekatan revolusioner
relaksasi fisiologis dan psikologis sebagai terapi
pemulihan stres. Li dan Kawada (2014) telah melakukan
kajian berkaitan dengan pemanfaatan kayu bagi
kesehatan manusia.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terapi hutan bermanfaat bagi kesehatan
fisik,
mental, dan psikologis manusia, meningkatkan sistem
kekebalan tubuh. Hasil terapi hutan menunjukkan
kondisi fisiologis tubuh seperti tekanan darah, denyut
nadi, dan variabilitas detak jantung menjadi lebih sehat.
Penelitian lain menunjukkan atraksi wisata petualangan
(adventure) memberikan aspek peningkatan kebaruan,
stimulasi dan kegembiraan, pelarian, minat untuk
eksplorasi meningkatkan penyerapan dan fokus, dan
kontrol emosi (Mu & Nepal, 2016; Shephard & Evans,
2007). Wisata petualangan bentuk paduan dari aktivitas
fisik, lingkungan alam, dan pembelajaran budaya
201
sehingga lebih banyak manfaat yang diperoleh wisatawan
(Rantala, Rokenes, & Valkonen, 2018). olahraga ekstrim
di alam terbuka memberikan sensasi tersendiri pada
wisatawan cenderung mendorong peningkatan diri,
membuat wisatawan merasa lebih baik tentang diri
mereka sendiri (Raggiotto and Scarpi, 2021).
Selain identic dengan berbagai kelebihannya, atraksi
wisata juga memiliki kekurangan. Atraksi wisata alam
rawan bencana. Indonesia terletak di titik pertemuan tiga
lempeng tektonik utama dan Cincin Api Pasifik, memiliki
hampir 500 gunung berapi, 128 di antaranya aktif.
Gunung erapi merupakan bagian sumber daya
pariwisata namun sekaligus juga membawa ancaman
bencana dari atraksi wisata alam. Ancaman bencana
lainnya pada atraksi wisata alam antara lain tsunami,
tanah longsor, banjir, kebakaran hutan, gempa, dan
sebagainya.
Berdasar
data
yang
dirilis
Badan
Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) di tahun 2021
Indonesia mengalami bencana alam sebanyak 3.058 kali
(BNPB, 28 Desember 2021) merusak 141,795, fasilitas
public sebanyak 3,699, merobohkan 509 kantor
pelayanan masyarakat dan
438 jembatan tidak bisa
digunakan. Sebelumnya Indonesia tercatat mengalami
bencana yang cukup besar seperti gempa Padang 2009,
gempa Yogya 2006, dan tzunami Aceh 2004.
Kesimpulan
Potensi daya Tarik dan atraksi wisata alam di Indonesia
cukup besar. Kekayaan alam Indonesia sebagian besar
berpotensi untuk dikembangkan sebagai atraksi wisata.
Dengan variasi atraksi wisata yang demikian beragam,
Indonesia menjadi destinsi pariwisata dunia yan memilki
daya saing tinggi. Namun, posisi geografis Indonesia yang
berada di kawasan Ring of Fire atau 'Cincin Api' Pasifik.
Pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, Lempeng IndoAustralia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik, di sisi
202
lain menjadi ancaman bagi industri pariwisata nasional.
Posisi geografis Indonesia yang berada di jalur berbahaya
menjadi penyebab Indonesia menjadi
negara rawan
bencana seperti gempa bumi, letusan gunung berapi
hingga tsunami.
203
Daftar Pustaka
Barros, C. P., Botti, L., Peypoch, N., Robinot, E.,
Solonandrasana,
B.,
&
George,
A.
(2011).
Performance Of French Destinations: Tourism
Attraction Perspectives. Tourism Management, 32(1),
141–146.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Tourman.2010.01.015
Cooper, C. Et All. (2005). Tourism Principles And
Practice. Pearson Education
Fandeli, C. (2000). Pengertian Dan Konsep Dasar
Ekowisata. Yogyakarta, Fakultas Kehutanan UGM.
Inskeep, Edward. (1991). Tourism Planning : An
Integrated And Sustainable Development Approach.
New York :Van Nostrand Reinhold
Kim, H. J., Chen, M. H., & Jang, S. S. (2006). Tourism
Expansion And Economic Development: The Case Of
Taiwan. Tourism Management, 27(5), 925–933.
Https://Doi.Org/10.1016/J. Tourman.2005.05.011.
Mcintosh , J. R. B, W., Goeldner, C. R., Ritchie. (2007)
Tourism: Principles, Practices, Philosophies. New
York: John Wiley & Sons, Inc, 1995.
Kemenparekraf. (2021) Tren Pariwisata Indonesia Di
Tengah
Pandemi.
Https://Kemenparekraf.Go.Id/RagamPariwisata/Tren-Pariwisata-Indonesia-Di-TengahPandemi.
Kompas. (2022). 7 Potensi Sumber Daya Alam Indonesia.
Https://Www.Kompas.Com/Edu/Read/2022/09/21
/111437671/7-Potensi-Sumber-Daya-AlamIndonesia?Page=All
Mihardja, E. J., Alisjahbana, S., Agustini, P. M., Sari, D.
A. P., & Pardede, T. S. (2023). Forest Wellness
Tourism Destination Branding For Supporting
Disaster Mitigation: A Case Of Unesco Global
Geopark Batur, Bali. International Journal Of
Geoheritage And Parks. Volume 11, (1), 169-181
204
Mu, S. And
Nepal. (2016) High 2016 Mountain
Adventure Tourism: Trekkers' Perceptions Of Risk
And Death In Mt. Everest Region, Nepal. Asia Pacific
Journal Of Tourism Research, 21 (5) (2016), Pp. 500511, 10.1080/10941665.2015.1062787
Q.
Li, T. Kawada. (2014). Possibility
Applications Of Forest Medicine
Of
Clinical
Nihon Eiseigaku Zasshi (Japanese Journal Of Hygiene),
69 (2) 117-121.
Raggiotto, F. , Scarpi. D. (2021) This Must Be The Place:
A Destination-Loyalty Model For Extreme Sporting
Events Tourism Management, 83, Article 104254,
10.1016/J.Tourman.2020.104254
Rantala, A. Rokenes, J. ValkonenIs Adventure Tourism A
Coherent Concept? A Review Of Research Approaches
On Adventure Tourism Annals Of Leisure Research,
21
(5)
(2018),
Pp.
539-552,
10.1080/11745398.2016.1250647
Richards, G. (2002). Tourism Attraction Systems:
Exploring Cultural Behavior. Annals Of Tourism
Research, 29(4), 1048-1064.
Rohma, Yuniati. 2023. 10 Manfaar Wisata Alam,
Melepaskan Stress Hingga Tingkatan Kreatifitas
Https://Id.Theasianparent.Com/Manfaat-WisataAlam
Sari, R., Poti, J., & Kurnianingsih, F. (2022). Pengelolaan
Objek Wisata Pantai Dugong Oleh Dinas Kebudayaan
Dan Pariwisata Bintan. Student Online Journal (Soj)
Umrah-Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 3(1), 609-614.
Suwena, I., & Widyatmaja, I. N. (2017). Pengetahuan
Dasar Ilmu Pariwisata. Bali: Pustaka Larasan.
Shephard, G and Evans. S. (2007) Adventure Tourism–
Hard Decisions, Soft Options And Home For Tea:
Adventure On The Hoof Niche Tourism, Routledge.
Pp. 210-218.
205
Suinn, R. M., Rickard-Figueroa, K., Lew, S., & Vigil, P.
(1987).
The
Suinn-Lew
Asian
Self-Identity
Acculturation Scale: An Initial Report. Educational
And Psychological Measurement, 47(2), 401-407.
Swarbrooke, J. (2005). Organisation Of Tourism At The
Destination. In Tourism In The Age Of Globalisation
(Pp. 173-196). Routledge.
Utama, A. P. (2016). Pengaruh Kualitas Jasa Dengan
Kepuasan Pelanggan Di Rs Husada Jakarta. Jurnal
Ekonomi, 21(1), 130-142.
World Tourism Organization (2021), International Tourism
Highlights, 2020 Edition, Unwto, Madrid, Doi:
Https://Doi.Org/10.18111/9789284422456
Yang, C. H., Lin, H. L., & Han, C. C. (2010). Analysis Of
International Tourist Arrivals In China: The Role Of
World Heritage Sites. Tourism Management, 31(6),
827–837.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Tourman.2009.08.008
206
Profil Penulis
Dr. Sri Endah Nurhidayati, S.Sos., M.Si
Penulis meupakan salah satu dosen senior di D4
Destinasi
Pariwisata
Universitas
Airlangga.
Adapun subjek yang diminati penulis adalah
destinasi wisata, pariwisata berbasis masyarakat
dan wisata halal. Pengalaman penelitian yang
pernah diakukan antara lain
Model Pengemasan Makanan
Tradisional Sebagai Daya Tarik Wisata (2015), Pemodelan
Pengembangan Makanan Tradisional Sebagai Wisata Wisata
Kuliner Dengan Pendekatan Community Based Tourism
(2016), Pengembangan Wisata Syari’ah Di Kota Surabaya
(2016), Analisis Daya Tarik Wisata” syariah beach" Pulau
Santen Banyuwangi sebagai Muslim Friendly Destination
(MFD) (2017), Heritage Destination Management serta
Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Wisatawan di Destinasi
Prioritas Borobudur Dan Prambanan (2018), Pola Perjalanan
Muslim Millenial Travellers (MMT) dan pengaruhnya dalam
Pengembangan
Produk
Wisata
Halal
(2020),
Model
Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Berbasis Masyarakat
Pasca Pandemi/New Normal (2021), Kajian Rencana Penataan
Dan Pengembangan Wisata Purba Situs Homo Wajakensis
(2021), Kesiapan Masyarakat Tengger dalam Penelitian tentang
Pengelolaan Pariwisata Berbasis Clean Linnes, Health, Safety
dan Enfirontment Sustainbility (2022), dan Penyusunan
Perhitungan Pengeluaran Wisatawan(Tourist Expenditures)
Kabupaten Probolinggo Tahun 2022 . Selain melakukan
penelitian, penulis juga aktif dalam kegiatan pengabdian
kepada masyarakat, menjadi pembicara di berbagai forum
seminar di dalam dan luar negeri. Ia juga menjadi narasumber
di media massa.
Email Penulis: sriendah.nurhidayati@vokasi.unair.ac.id
207
208
11
OBJEK DAN ATRAKSI WISATA
SEJARAH DAN RELIGI
Ni Wayan Sri Rahayu, S.Ag., S.S., M.Ag.
STAH Dharama Sentana Sulawesi Tengah
Pendahuluan
Pariwisata saat ini memang menjadi sebuah kebutuhan
setiap manusia, baik yang melakukan perjalanan wisata
maupun bagi mereka yang menjadikan kegiatan
pariwisata sebagai ladang penghasilan. Para wisatawan
yang melakukan perjalanan memperlukan kepuasan
dalam
batinnya
sementara
masyarakat
lokal
memerlukan hasil atau pendapatan maupun implikasi
dari kegiatan pariwisata tersebut (Rahayu, 2022). Dalam
perkembangannya saat ini kegiatan wisata tidak hanya
mengacu pada pemandangan yang hijau atau spot
berfoto yang menarik. Tetapi sebagian masyarakat lebih
banyak memiliki ketertarikan tempat wisata yang tidak
hanya memberikan keindahan alam tetapi juga dapat
memberikan
informasi
yang
bermanfaat
bagi
pengunjungnya. Oleh karena itu, belakangan ini ada
banyak sekali tempat-tempat wisata yang menawarkan
berbagai keunggulannya dengan ciri khasnya yang
berbeda.
Perkembangan zaman yang begitu kompleks ini juga
memberikan rasa kehidupan yang kompleks pula
terhadap diri manusia. Kondisi ini juga mengakibatkan
209
tingkat stress di dunia menjadi semakin meningkat. Data
tahun 2021 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi
wilayah yang memiliki penduduk dengan tingkat stress
urutan ke 9 dari 10 negara di dunia. Sedangkan Mumbai
menjadi daerah yang memiliki penduduk dengan tingkat
stress tertinggi di dunia (Media Siber, 2021). Beberapa
ilmuan juga menafsirkan bahwa tingkat stress penduduk
di dunia akan terus meningkat dengan tuntutan hidup
yang semakin kompleks. Oleh sebab itu, sebagian besar
para wisatawan akan memilih tempat-tempat yang dapat
memberikan rasa tenang dan nyaman baik secara fisik
maupun secara spiritualitas. Menyadari kondisi inilah di
Bali dalam perkembangan saat ini banyak ditemukan
tempat-tempat wisata atau villa-villa yang menawarkan
yoga atau meditasi sebagai salah satu produk yang dapat
menjadi pedoman dan tuntunan untuk memperoleh
ketenangan batin. Disamping itu pula banyak ditemukan
tempat-tempat sejarah dan bangunan-bangunan pura
yang dikembangkan sebagai lokasi destinasi pariwisata
dimana nantinya para pengunjung dapat merasakan
sensasi atau suasana tenang dan damai ketika berada di
lokasi tersebut.
Namun
sesungguhnya
perjalanan
religi
bukan
merupakan fenomena baru, dimana agama atau religi
sejak lama telah menjadi motivasi masyarakat sejak
zaman dulu dan termasuk ke dalam perjalan tertua
dalam peradaban umat manusia (Vukanic, 2002).
Perjalanan religi ini tidak hanya bertujuan untuk
memperoleh keadaan spiritual tetapi juga bertujuan
untuk menggali informasi berkaitan dengan sejarah
keberadaan tempat religi atau mitologi-mitologi yang
diyakini oleh masyarakat setempat. Sehingga dalam
perkembangan selanjutnya sekitar 240 juta wisatawan
pertahunnya melakukan perjalanan wisata religi dengan
mayoritas adalah masyarakat beragama Kristen, Muslim
dan Hindu. Melihat hal tersebut maka dipahami bahwa
210
perjalanan dengan motivasi agama dan sejarah telah
tersebar luas dan menjadi populer di beberapa dekade
terakhir bahkan menjadi segmen penting dalam
pertumbuhan pariwisata Internasional.
Pembahasan
Wisata religi adalah jenis wisata yang berkaitan erat
dengan sisi religius atau sisi keagamaan yang dianut
oleh umat manusia. Pada sisi lain wisata religi juga
sangat berkaitan dengan wisata sejarah yang dikemas
dan dibentuk menjadi paket wisata. Dalam hal ini yakni
tempat-tempat wisata religi yang ditemukan di Indonesia
juga merupakan tempat-tempat yang memiliki nilai
sejarah dan bernilai penting dalam peradaban manusia.
Sehingga selain untuk perjalanan agama, para
wisatawan juga dapat mempelajari dan menggali
informasi terkait dengan sejarah dari tempat yang
dikunjungi. Selain itu wisata religi juga sangat identik
dengan niat atau tujuan seorang wisatawan untuk
memperoleh berkah dan hikmah dalam hidupnya. Oleh
karena itu melalui kegiatan wisata religi seorang
wisatawan dapat memperkaya wawasan dan pengalaman
keagamaan dan spritualitasnya. Wisata religi banyak
dilakukan oleh perorangan ataupun rombongan ke
tempat-tempat suci, ke makam-makam orang besar, ke
bukit atau gunung yang dianggap keramat yang
semuanya juga merupakan tempat-tempat yang memiliki
nilai sejarah.
1. Pariwisata Berbasis Sejarah dan Religi
Wilayah Indonesia merupakan salah satu negara di
dunia yang memiliki objek wisata sangat beragam
baik dari budaya, suku, adat istiadat dan yang lain
sebagainya. Disamping itu kekayaan sejarah yang
dimiliki oleh negara Indonesia dengan berbagai situs
sejarah yang ditemukan juga menjadi potensi
211
berharga dalam perkembangan kegiatan wisata di
Indonesia. Dengan berbagai keragaman tersebut jika
dikemas dan dikembangkan menjadi destinasi wisata
dapat menjadi objek wisata yang unik dan menarik.
Objek wisata dan daya tarik menjadi dua hal yang
sangat berhubungan, dimana keduanya dapat
meningkatkan para pengunjung atau wisatawan
untuk datang berkunjung ke destinasi tersebut.
Objek sejarah dan faktor religi dapat menjadi salah
satu magnet yang dapat menarik minat para
wisatawan baik yang berasal dari dalam negeri
maupun luar negeri. Hal ini dikarena nilai religi yang
terlahir dari peristiwa sejarah tertentu dapat menjadi
pengalaman dan informasi baru yang didapatkan
oleh wisatawan saat berkunjung.
Disamping itu, objek sejarah yang terdapat pada
suatu daerah tentunya memiliki nilai dan informasi
yang berbeda dengan objek sejarah yang terdapat di
tempat lain. Sehingga jika seseorang berkunjung
pada lokasi atau destinasi sejarah tentunya akan
merasakan pengalaman yang berbeda dengan ketika
mengunjungi objek wisata yang lainnya. Meskipun
destinasi yang dikunjungi adalah sama-sama objek
sejarah tentunya suasana yang dirasakan menjadi
sangat berbeda. Menurut Richard dan Wilson dalam
Li (2014) menyatakan bahwa selain kegiatan wisata
yang menjual keindahan budaya, saat ini kegiatan
wisata yang menjual keindahan dan nilai sejarah
serta nilai religi juga menjadi salah satu jenis wisata
yang memiliki nilai pasar cukup tinggi.
Hal ini juga didukung oleh Undang-undang No 10
Tahun
2009
bahwa
peninggalan
purbakala,
peninggalan sejarah, seni dan budaya yang dimiliki
oleh Bangsa Indonesia menjadi sumber daya dan
modal pembangunan utama dalam keberlangsungan
212
wisata untuk meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat (Kirom, 2016). Keragaman
budaya, sejarah dan religi dapat dipotensikan dalam
pengembangan
pariwisata
dikarenakan
dalam
pengembangan pariwisata pada suatu daerah akan
sangat erat kaitannya dengan potensi yang unik dari
suatu daerah maupun negara tertentu. Begitu pula
sebaliknya dengan adanya pariwisata kebudayaan
dan sejarah secara otomatis telah memperkenalkan
sejarah dan budaya suatu daerah kepada wisatawan
dari berbagai daerah dan manca negara (Mirdad,
2020).
Menurut Spillane (1987) dalam Selvia, (2011) suatu
objek budaya juga memberikan peran penting dalam
memperkenalkan
keragaman
budaya
seperti
kesenian tradisional, tradisi, upacara adat, makanan
tradisional, bangunan peninggalan sejarah yang
dapat menarik perhatian wisatawan asing maupun
lokal. Contohnya yakni kebudayaan dan objek
sejarah yang dilestarikan dengan keunikan masingmasing dapat digunakan sebagai salah satu daya
tarik bagi para wisatawan mancanegara. Pariwisata
sejarah dan religi dengan kombinasi nilai budaya
yang
terdapat
didaerah
setempat
mampu
menghipnotis para wisatawan untuk berkunjung ke
objek pariwisata tersebut.
Disamping itu wisata sejarah dan religi yang
dipadukan dengan nilai-nilai kebudayaan setempat
juga bertujuan untuk melestarikan sejarah budaya
yang ada agar tidak punah dan tetap berkembang
serta dapat dinikmati oleh para generasi-generasi
berikutnya. Wisata berbasis sejarah dan religi saat
ini terus mengalami perkembangan meskipun di
beberapa daerah dan objek terancam rusak karena
faktor alam dan juga akibat dari orang yang tidak
213
bertanggungjawab. Seperti sangat sering dijumpai
adalah para wisatawan saat berkunjung ke situssitus sejarah sering kali merusak ataupun
mengambil benda-benda sejarah. Misalnya pada saat
berpose atau mengambil foto di situs sejarah
ataupun membuat goresan nama pada situs-situs
sejarah. Disamping itu, perilaku para wisatawan saat
berkunjung ke destinasi sejarah juga sering kali
dapat mengancam kesucian lokasi tersebut sehingga
nantinya
akan
dapat
mengganggu
nilai
kesakralannya. Dengan kata lain, wisata sejarah dan
budaya banyak dikunjungi orang dan juga terancam
perusakan oleh pengunjung. Wisata berbasis sejarah
budaya dan religi merupakan perpaduan antara
objek yang tumbuh secara alami dan objek melalui
proses penciptaan dengan proses modernisasi
kemudian didukung dengan atraksi wisata yang
berpadukan dengan kearifan lokal.
2. Wisata Sejarah dan
Karakter Religius
Religi
dan
Pembentukan
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia
yang universal yang meliputi seluruh aktivitas
manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan
tuhan diri sendiri, sesama manusia, maupun
lingkungan yang terwujud dalam pikiran, perasaan
seseorang dan perbuatan yang dilakukan. Manusia
yang berkarakter senantiasa melakukan segala
sesuatu berdasarkan atas norma-norma agama,
budaya, adat istiadat dan hukum tata krama. Dikala
karakter seseorang didasarkan pada norma dan nilai
agama, maka karakter itulah yang disebut juga
dengan karakter religius.
Sesuai dengan Undang-Undang SISDIKNAS yang
menyatakan bahwa salah satu tujuan dari
Pendidikan Nasional adalah dapat mengembangkan
214
kemampuan
dan
pembentukan
watak
serta
peradaban bangsa untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Begitu pula halnya dengan karakter religius
menjadi salah satu kebutuhan rohani yang sangat
dibutuhkan oleh manusia modern. Saat ini manusia
telah memasuki masa kebangkitan kemanusiaan dan
peradabannya dimana kemanusiaan seseorang dapat
diukur dengan tingkat spiritualitasnya dan bukan
dengan fisiknya.
Spiritualitas menjadi sebuah kekuatan yang
dominan dalam kebutuhan hidup manusia saat ini,
karena spiritualitas diyakini dapat memberikan rasa
tenang dan ketentraman dalam jiwa seseorang
ditengah-tengah
permasalahan
yang
begitu
kompleks. Jika tidak diatas maka masalah-masalah
ini dapat mempengaruhi keadaan jiwanya. Demikian
pula kondisi jiwa seseorang dapat berubah sesuai
dengan keadaan spiritual yang sedang dialami.
Dengan demikian semakin tinggi tingkat spiritualitas
seseorang maka dirinya akan cenderung melakukan
hal positif yang mengarah pada jalan kebaikan
(Narulita, 2017). Dalam upaya memperbaiki kondisi
jiwa dan keadaan spiritualitas seseorang yakni salah
satunya dapat dilakukan dengan proses penyucian
diri dan kondisi alam yang tenang.
215
Gambar di atas merupakan destinasi wisata Pura
Tirta Empul dan sekaligus menjadi salah satu tempat
untuk melakukan penglukatan atau penyucian diri di
Bali. Masyarakat Bali meyakini bahwa melalui proses
pengelukatan atau penyucian diri ini maka seseorang
akan bertumbuh menjadi pribadi yang lebih positif
dan berkarakter. Disamping itu, suasana pura yang
nyaman dan tenang juga dapat memberikan
kedamaian dalam diri seseorang. Begitu pula ketika
para pengunjung ingin mengetahui tentang sejarah
Bali maupun sejarah keberadaan Pura Tirta Empul
juga dapat diperoleh ketika berkunjung. Sehingga
atrasi sejarah dan religi dapat menjadi salah satu
metode pengembangan karakter baik karakter
religius maupun karakter yang berkaitan dengan jati
diri melalui pemahaman sejarah.
3. Peluang dan Tantangan
Wisata Sejarah dan Religi
Pengelolaan
Atraksi
Undang-Undang
tentang
kepariwisataan
telah
menetapkan bahwa wisata religi adalah salah satu
jenis pariwisata yang dapat diterapkan di Indonesia.
Hal ini dikarenakan bahwa industri pariwisata
216
khususnya
wisata
religi
dapat
mendukung
pengembangan jenis wisata dan usaha pariwisata
yang
kompetitif
serta
dapat
mendukung
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
dan
pertumbuhan ekonomi rakyat. Peluang terkait
dengan industri wisata religi ini sangat gencar di
kembangkan di Bali dan termasuk menjadi jenis
pariwisata unggulan disamping pariwisata berbasis
masyarakat. Bangunan megah pura ataupun asramasram yang terdapat di Bali membuka peluang besar
dalam menarik minat wisatawan untuk berkunjung.
Selain itu kegiatan pariwisata di Bali juga dalam
penyelenggaraannya telah memperhatikan karakter
sumber daya alam, ekosistem, budaya masyarakat
setempat,
kearifan
lokal
maupun
kondisi
geografisnya
(Wijaya,
dkk,
2022).
Peluang
pengembangan wisata religi di Bali juga dapat dilihat
dari besarnya antusias masyarakat Bali dalam
melakukan kegiatan keagamaan tentunya juga
kegiatan
keagamaan
yang
dapat
mendorong
masyarakat untuk datang ke tempat-tempat suci
(pura) maupun kegiatan keagamaan yang dilakukan
pada lingkungan keluarga. Seperti keberadaan Pura
Gunung Kawi yang terdapat di Kabupaten Gianyar.
Pura Gunung Kawi tidak hanya menjadi tempat
persembahyangan bagi umat Hindu di Bali, tetapi
juga keberadaan pura ini mengandung nilai sejarah
217
yang sangat penting bagi peradaban masyarakat
Bali. Kunjungan wisatawan di Pura Gunung Kawi
juga selalu terlihat dalam setiap harinya. Namun
demikian di balik tingkatnya minat pengunjung
tersebut tentunya yang harus menjadi perhatian bagi
pengelola maupun masyarakat setempat yakni
mengenai aspek kesucian maupun perlindungan
maupun pencemaran dalam arti perlakukan yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan adat
istiadat yang dianut oleh masyarakat setempat. Oleh
karena itu dukungan dari berbagai pihak tentu
sangat dibutuhkan khususnya dari pemerintah yang
terkait dengan pendanaan dan pengawasan terhadap
pengembangan objek wisata.
Untuk menjamin keberlanjutan kegiatan pariwisata
berbasis religi dan sejarah yang terdapat di Bali
maupun di daerah lainnya maka yang sangat
diperlukan yakni menjunjung tinggi nilai-nilai
budaya, adat istiadat, lingkungan alam, dan kearifan
masyarakat lokal yang mendorong pemerataan dan
memberikan kesempatan bagi setiap masyarakat
untuk berusaha maupun memperoleh manfaat serta
ikut serta dalam kegiatan pariwisata tersebut. Wisata
religi atau spiritual saat ini telah menjadi inti dari
kegiatan pariwisata di Bali, yang berpegang pada
kebudayaan Bali dan bernafaskan ajaran agama
Hindu dengan perpaduan antara nilai sejarah,
pesona alam (daya pesona) dan nilai kesakralan yang
dimiliki adalah nilai dasar dari wisata religi di Bali.
Selain itu dalam praktiknya, pengembangan dan
pemeliharaannya
berpegang
pada
emosi
keagamaan, sistem kepercayaan, sistem upacara,
upakara (perlengkapan upacara, dan umat Agama
Hindu di Bali. Dari kegiatan religi yang bertujuan
untuk meningkatkan ketaatan beragama sehingga
akan dapat dirasakan oleh seluruh wisatawan yang
218
berkunjung
dan
sekaligus
dapat
memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang bersifat rohani. Oleh
karena itu dalam pengelolaan wisata keagamaan
atau wisata religi terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan seperti:
a.
Perlu dilakukan pembentukan forum masyarakat
adat
yang
bertujuan
untuk
membahas
pengembangan
daya
tarik
wisata
religi
keagamaan secara tepat yang tentunya dengan
memperhatikan potensi kekayaan budaya lokal
yang ada.
b. Perlu adanya perlengkapan dalam pembuatan
induk pengembangan (master plan) STBL
(Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) dan
dibahas secara lintas sektorial.
c.
Perlu
pula
dikembangkan
collaborative
management
antar
instansi-instansi
yang
berkepentingan dengan maksud untuk tetap
menjaga kelestarian sejarah maupun budaya
yang ada (Wijaya, dkk, 2022).
Selain ketiga point diatas terdapat pula pola-pola
lintas sektor yang harus dikembangkan dalam
pengelolaan daya tarik wisata religi adalah (1) mutual
respect (saling menghormati) (2) mutual trust (saling
percaya) (3) mutual resposibility (saling bertanggung
jawab) (4) mutual benefit (saling memperoleh
manfaat) (Wijaya, dkk, 2022). Maka dari itu arti
penting pengelolaan dalam konteks manajemen
adalah memungkinkan seseorang atau kelompok
orang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Selain itu pengelolaan memungkinkan kerja sama
antar orang-orang dan individu di dalam organisasi
untuk mencapai tujuan tertentu.
219
Adanya peluang yang besar dalam pengembangan wisata
religi dan tentunya memberikan manfaat yang sangat
besar bagi masyarakat setempat, maka tidak menutup
kemungkinan adanya tantangan dan hambatan dalam
pengembangannya. Adapun salah satu tantangan yang
sangat sering ditemukan adalah terkait dengan proses
pemasaran dan promosi wisata. Dalam hal ini bahwa
pemasaran wisata religi bukan menjadi suatu hal yang
mudah. Ini disebabkan oleh adanya perbedaan
pandangan dan keyakinan agama yang sangat kuat di
Indonesia. Panatik terhadap agama yang dimiliki oleh
setiap pemeluk agama masih sangat terlihat di sebagian
besar masyarakat Indonesia. Seperti halnya kegiatan
wisata religi di Bali yang bernafaskan Hindu sehingga
mejadi tantangan tersendiri bagi masyarakat Bali dalam
memberikan pelayanan kepada para wisatawan yang
memiliki agama lain. Kepercayaan dan memenuhi
kebutuhan para wisatawan tanpa adanya benturan
dengan konsep religi yang berbasiskan Hindu menjadi
perhatian khusus dalam pengembangan pariwisata
berbasis religi di Bali. Namun disamping itu, terdapat
beberapa tantangan lain yang juga sering muncul seperti
keinginan masyarakat setempat terkait dengan usaha
pendukung pariwisata. Dalam hal ini bahwa terdapat
beberapa anggapan pangsa pasar terkait dengan wisata
religi masih sangat kurang besar yang dikarenakan oleh
kegiatan wisata yang hanya diperuntukkan bagi wisatawan
yang memiliki kepercayaan atau agama yang sama dengan
masyarakat setempat (Rahayu, 2022). Anggapan-anggapan
seperti
inilah
yang
menjadi
penghambat
dalam
perkembangan dan kemajuan tujuan dari wisata religi.
Disamping itu kegiatan wisata berbasis religi dan sejarah
yang dilakukan di Indonesia baik di Bali maupun di
daerah lainnya masih belum mematuhi peraturan
tempat-tempat suci keagamaan. Disamping itu belum
adanya perangkat hukum ataupun regulasi yang lengkap
220
dan komprehensif dalam mengatur kegiatan wisata religi
yang dapat memberikan perlindungan terhadap objekobjek wisata religi yang pada umumnya memiliki jejak
sejarah yang sangat penting. Maka dari itu sangat
diperlukan aturan yang kuat agar tidak lagi terjadi
pelecehan, pencemaran maupun aktivitas yang dapat
merusak astraksi wisata yang disediakan. Mengingat
banyaknya lokasi yang juga turut mengembangkan
destinasi wisata religi maka tantangan yang juga dapat
terjadi adalah persaingan yang terjadi dengan objek
wisata lain.
Simpulan
Dari uraian di atas maka dapat simpulkan bahwa
kegiatan wisata religi yang dipadukan dengan keindahan
alam dan nilai kesakralannya menjadi daya tarik
tersendiri yang mampu memberikan perasaan tenang
dan nyaman bagi seseorang yang berkunjung. Disamping
itu, wisata religi juga dapat menjadi salah satu metode
untuk meningkatkan religiusitas seseorang yang
berkunjung. Membentuk karakter religius bukanlah
proses yang hanya sekilas dan sekali dilakukan.
Dibutuhkan komitmen kuat untuk bisa membentuknya
dalam diri. Dalam proses pengembangan pariwisata
berbasis sejarah dan religi tentunya terdapat peluang
dan tantangan seperti pemasaran wisata religi bukan
menjadi suatu hal yang mudah. Ini disebabkan oleh
adanya perbedaan pandangan dan keyakinan agama
yang sangat kuat di Indonesia. Disamping itu aktivitas
yang berkaitan dengan pelecehan, pencemaran maupun
aktivitas yang dapat merusak astraksi wisata yang
disediakan sangat sering dijumpai. Oleh karena itu
diperlukan perangkat hukum ataupun regulasi yang
lengkap dan komprehensif dalam mengatur kegiatan
wisata religi dan dapat memberikan perlindungan
terhadap objek-objek wisata.
221
Daftar Pustaka
Aprilia, I. E., & Wibowo, A. M. (2021). Situs Sunan
Rejodanu Desa Pucang Rejo Kecamatan Sawahan
Kabupaten Madiun Sebagai Wisata Sejarah Dan
Religi.
Agastya:
Jurnal
Sejarah
Dan
Pembelajarannya, 11(1), 108-119.
Hartiningsih, H. (2019). Potensi Wisata Religi Dan
Problematika Pengembangannya. Jurnal Kebijakan
Pembangunan, 14(2), 231-247.
Kirom, N. R., Sudarmiatin, S., & Putra, I. W. J. A. (2016).
Faktor-faktor penentu daya tarik wisata budaya dan
pengaruhnya terhadap kepuasan wisatawan. Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan,
1(3), 536-546.
Mirdad, J., & Bustamin, B. (2020). Kebudayaan Dan
Wisata Sejarah: Exsistensi Obyek Sejarah Terhadap
Perkembangan Wisata Di Pariangan Kabupaten
Tanah Datar. Khazanah: Jurnal Sejarah dan
Kebudayaan Islam, 10(2), 215-226.
Narulita, S., Aulia, R. N., Wajdi, F., & Khumaeroh, U.
(2017, October). Pembentukan karakter religius
melalui wisata religi. In Prosiding Seminar Nasional
Tahunan FIS UNM (pp. 159-162).
Rachman, A., & Setyawan, M. A. (2019). Potensi
Pariwisata Religi di Kabupaten Banyuwangi. Jurnal
Sains Manajemen Dan Bisnis Indonesia, 9(2), 203214.
Rahayu, N. W. S. (2022). Proses Terbentuknya Desa
Blimbingsari
Sebagai
Desa
Wisata
Berbasis
Masyarakat. Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah
Agama Dan Budaya, 7(1), 67-78.
Selvia, Maryam. (2011). “Pendekatan SWOT Dalam
Pengembangan Objek Wisata Kampoeng Djowo
Sekatul Kabupaten Kendal.” Universitas Diponogoro.
222
Wijaya, K. K. A., Styawati, N. K. A., & Rideng, I. W.
(2022). Pengelolaan Wisata Religi Berbasis Kearifan
Lokal: Peluang dan Tantangan Dari Perspektif
Hukum. Postgraduated Community Service Journal,
3(2), 86-91.
223
Profil Penulis
Ni Wayan Sri Rahayu, S.Ag., S.S., M.Ag.
merupakan lulusan Teologi di IHDN Denpasar
(2018) dan lulusan Ilmu Sejarah di Universitas
Udayana (2020) yang kemudian melanjutkan
pendidikan di Universitas Hindu I Gusti Bagus
Sugriwa dengan Program Studi Magister Agama
(2021). Ketertarikan penulis di bidang penelitian dan penulisan
karya ilmiah telah dimulai pada tahun 2018 yakni sejak
bergabung menjadi peneliti di The Hindu Center Of Indonesia
dan Vivekananda Spritit Indonesia. Sampai dengan saat ini
fokus penelitian yang penulis lakukan adalah di bidang Ilmu
Agama dan Ilmu Sejarah yang telah diabadikan dalam bentuk
buku dan beberapa artikel jurnal baik Nasional maupun
Internasional. Karya tulis tersebut diharapkan dapat
berkontribusi penting terhadap perkembangan dan kemajuan
budaya literasi di Indonesia.
Email Penulis: niwayansrirahayu@gmail.com
224
12
OBJEK DAN ATRAKSI
WISATA KULINER
Komang Triawati, S.Pd., M.Pd
STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah
Pendahuluan
Wisata kuliner kini menjadi salah satu destinasi wisata
yang menarik dikunjungi, wisata kuliner merupakan
wisata yang memiliki tujuan menciptakan pengalaman
bagi wisatawan yang cinta dengan masakan dan
makanan khas daerah yang tak terlupakan ketika
berpergian kesuatu tempat objek wisata. Wisata kuliner
merupakan suatu kunjungan mencicipi makanan untuk
menikmati dan mempelajari suatu pengalaman. Adanya
konsep strory telling menjadi gerbang masuknya
wisatawan yang ingin memahami budaya makanan dan
minuman disetiap daerah yang dkunjungi. Storytelling
sebagai cerita pencitraan yang dituturkan secara lisan
melalui cerita lisan seperti kuliner yang dinikmati
kemudian disajikan dalam bentuk makanan. Wisata
kuliner pada umumnya lebih menekankan makanan,
rasa, kepuasaan dan juga khas pada sajian makanan.
Menurut Komang Triawati, (2022) mengatakan bahwa
wisata
kuliner
merupakan
warisan
budaya,
mengharuskan masyarakat sadar bahwa warisan budaya
harus tetap lestari, sebab wisata kuliner menjadi wisata
225
pelengkap dalam daya tarik wisata. Wisata kuliner kini
menjadi trend dikalangan masyarakat karena pada
dasarnya hakekat manusia itu memiliki kebutuhan
utama yakni kebutuhan primer (kebutuhan utama
seperti makan dan minum, kesehatan dan pendidikan),
kebutuhan sekunder (tambahan) kegiatan sosial,
kebutuhan tersier (kemewahan seperti mobil, perhiasan,
pakaian dan lain-lain). Sehingga kebutuhan primer
menjadi kebutuhan utama untuk berlibur untuk
menikmati usaha jasa makanan dan minuman. Karena
usaha ini dianggap mampu meningkatkan ekonomi
masyarakat dalam melestarikan kuliner daerah sebagai
daya tarik wisata. Kemudian Leylita Novita Rossad,
(2018) Balong Waterpark merupakan wahana permainan
air berbasis taman air di Yogyakarta yang memiliki inovasi
terbaru dari sebuah kolam renang dikembangkan dan
menarik karena mempengaruhi aksesibilitas, amenitas dan
atraksi wisata terhadap minat kunjungan wisatawan ke
wahana air Balong Yogyakarta. Objek wisata menjadi
tempat kunjungan karena memiliki sumberdaya baik alami
maupun buatan manusia yang memiliki keindahan, atraksi,
budaya yang khas (kuliner) serta bangunan kuno
bersejarah, flora dan fauna. Sehingga objek dan atraksi
wisata merupakan dasar dari kepariwisataan itu sendiri.
Karya Lila Muliani, (2019) dengan judul Potensi Bubur Ase
sebagai daya tarik wisata kuliner Jakarta menjelaskan
bahwa makanan dan pariwisata merupakan satu kesatuan
yang tak dapat dipisahkan dari dunia pariwisata. Kuliner
berkembang sejak tahun 2000 dimana makanan tradisional
yang menjadi kekhasan daerah dapat menjadi daya tarik
wisata dan memotivasi pengunjung untuk berwisata ke
Jakarta kekayaan makanan betwai yang cukup tradisional
seperti Bubur Ase memiliki kelezatan dan daya tarik wisata
kuliner karena memiliki perpanduan bubur, asinan dan
semur serta cita rasa yang berbeda dengan bubur lainnya,
inilah daya tarik sendiri dari Bubur Ase Jakarta.
226
Kemudian karya Julian Andriani Putri, dkk (2023)
dengan judul Potensi makanan tradisional sebagai daya
tarik wisata Kuliner di Kota Salatiga menjelaskan bahwa
destinasi Kota Salatiga memiliki kondisi daerah baik segi
astronomi, geografi, sosial dan budaya dimana produk
makanan dan minuman memiliki konsep beragam serta
karakteristik dapat dimanfaatkan sebagai peningkatan
industri pariwisata. Kuliner Kota Salatiga (Gethuk,
Rondo Roya) dapat menjadi faktor penarik sekaligus
pendorong masyarakat (wisatawan yang berkunjunh ke
Kota Salatiga). Keberagaman makanan tradisional dapat
mendukung terwujudnya daya tarik wisata kuliner suatu
daerah. Wisata kuliner menjadi daya tarik kuat dalam
mampu
meningkatkan
kesejahteraan
penduduk
setempat. Makanan lokal diantaranya minat yang kuat
terhadap keahlian memasak, menganggap makanan
produk sebagai pengalaman budaya. Menurut Kania
Ratnasari,dkk (2020) mengatakan bahwa wisata kuliner
sebagai media atau alat yang bermanfaat untuk
mempromosikan budaya lokal karena mempertahankan
kearifan lokal makanan lokal untuk mempertahankan
identitas daerah. Grace Deo Seldudes Eta Nheu, dkk
(2020) wisata kuliner ini menggunakan strategi untuk
mengetahui potensi makanan dimana diharapkan
menggunakan strategi pemasaran untuk meningkatkan
wisata kuliner dalam industri pariwisata. Ani Wijayanti,
(2020) wisata kuliner menjadi strategi yang tepat dalam
pengembangan pariwisata, wisata kuliner makanan
mampu motivasi bagi orang untuk melakukan
perjalanan wisata dimana destinasi wisata kuliner
pengalaman keahlian memasak, menghadiri festival
makanan dan mencicipi hidangan tertentu.
Dari beberapa penelitian terdahulu yang sudah diteliti
terkait wisata kuliner yang memiliki andil besar dalam
kepariwisataan,
dimana
kuliner
menjadi
bagian
terpenting dalam berwisata, sehingga kehadiran wisata
227
kuliner menambah pengembangan pariwisata di
nusantara karena menghadirkan icon masakan daerah
(khas daerah) yang dikunjungi. Hal ini dapat
meninggalkan kenangan, kesan, dari wisatawan yang
berkunjung
keobjek
wisata
selain
menikmati
pemandangan pengunjung dapat mencicipi produk
wisata berupa kuliner yang dsajikan untuk dimakan
bersama keluarga di objek wisata. Produk wisata dalam
suatu destinasi merupakan produk destinasi wisata
budaya yang bertumbuh memiliki nilai promosi dalam
strategi pengemasan untuk menampilkan keunikan
budaya serta pemasaran.Wisata kuliner daya tarik
utamanya adalah produk makanan. Wisata kuliner
merupakan
perjalan
yang
meliputi
kegiatan
mengkonsumsi makanan baik lokal maupun daerah
yang tujuannya menikmati makanan dan minuman.
Sehingga Kota Palu menjadi daya tarik kuliner berupa
Kaledo, Uta Dada, sayur kelor hal tersebut sesuai
keragamaan budaya, suku Kaili yang merupakan suku
asli Kota Palu memiliki makanan khas sendiri untuk
menikmati kuliner makanan kaledo, Uta Dada, sayur
kelor sebagai menu utama (kuliner) di Kota Palu, tujuan
hadirnya wisata kuliner di Palu untuk memuaskan mata
parawisatawan yang berkunjung ke Kota Palu. Wisata
kuliner di Indonesia ternyata mencoba makanan
disesuaikan
dengan
bahan,
bumbu
dan
lidah
masyarakat indonesia. Makanan khas tradisional di Kota
Palu (Kaledo, Uta Dada, Sayur Kelor) menjadikan tiga
jenis makanan ini merupakan salah satu jenis kuliner
asli Sulawesi Tengah di Kota Palu. Menikmati beragam
wisata kuliner mengetahui cerita makanan yang khas di
Palu. Menurut Julian Andriani Putri, dkk (2023)
mengatakan bahwa wisata kuliner merupakan kegiatan
yang memiliki keunikan dan kenangan dalam menikmati
makanan yang disajikan. Wisata kuliner diklasfikasikan
menjadi lima kategori yakni wisata kuliner berdasarkan
228
budaya, wisata, wisata kuliner berdasarkan waktu,
wisata kuliner berdasarkan etos/agama, wisata kuliner
berdasarkan daerah/wilayah dan wisata kuliner
berdasarkan sosial-ekonomi.
Kaki lembu Donggala (Kaledo) makanan tulangnya dari
kaki lembu dan disajikan
dengan nasi dan ubi.
Sukisman Abdul Halid, dkk (2019) mengatakan bahwa
kaledo merupakan makanan berbahan dasar tulang sapi
banyak mengandung sum-sum tulang, potongan kecil,
lemak, daging sapi dan tulang rawan yang telah di olah
sehingga tulang tungkai sapi, asam jawa mentah, jeruk
nipis, garam, cabe rawit hijau karena kekuatan lezat
kaledo pada daging dan tulang sapi bercampur menjadi
asam dan pedas serta sum-sum tulang menjadi kunci
dari cita rasa Kaledo. Kaledo diproduksi secara
tradisional dengan menggunakan komposisi bumbu yang
beragam. Kaledo menggunakan bahan kaki lembu
dengan ukuran tulang lebih besar dan sumsum
belakangnya disedot dengan sedotan membuat rasa
kaledo lebih nikmat dengan cita rasa kuahnya yang
asam pedas menambah cita rasa kaledo Kota Palu.
Makanan ini cita rasa yang enak, lezat dan gurih dengan
harga berkisar Rp 25.000/porsi. Selain Kaledo kuliner
asli Kota Palu yang tak kalah enaknya adalah uta dada.
Uta dada berasal dari bahasa kaili artinya kuah santan.
Uta dada sering dikonsumsi sebagai kuliner Kota Palu
yang memiliki cita rasa lezat karena terbuat dari bumbu
pilihan Kota Palu yakni ayam kampung yang dibakar
atau ikan cakalang asap dan dapat disajikan dengan
ketupat. Kuliner merupakan salah satu objek wisata dan
bagian dari kebudayaan yang harus dilestarikan sebab
kuliner menjadi gaya hidup karena makanan merupakan
kebutuhan sehari-hari. Gaya hidup merupakan pola
hidup dalam menggambarkan dalam menghabiskan
waktu, minat dan perilaku menurut Setiadi (2010)
mengatakan bahwa gaya hidup menggambarkan
229
interaksi
seutuhnya
dengan
lingkungan
untuk
menghabiskan waktu tentang diri terutama pola
kehidupan seseorang yang ingin menghabiskan aktivitas
pad perilaku kegiatan sehari-hari. Bahan dasar Uta Dada
satu ekor ayam, kelapa, sereh 1 batang, kunyit, cabe
rawit, tambahkan bumbu halus hingga mendidih,
bawang merah, bawang putih, masak hingga bumbu
meresap dan sajikan bersama dengan nasi dan ketupat.
Uta dada sejenis opor ayam yang disajikan dengan
lontong disetiap acara tertentu oleh masyarakat Kaili.
Olahan uta dada kari ayam, pedas, gurih dan ditambah
taburan bawang goreng. Sayur kelor merupakan
makanan tradisional khas Suku kaili, dimana bahan
dasar utamanya adalah daun kelor yang dimasak santan
kemudian masukkan potongan ikan dan juga pisang kepok
kedalam sayur masak secara bersamaan. Masyarakat Kaili
percaya bahwa mencicipi sayur kelor akan membuat siapa
saya rindu untuk kembali ke Palu. Ketiga kuliner khas Palu
ini merupakan menu olahan yang menjadi identitas orang
Palu dari segi kuliner. Banyak anggapan masyarakat
mengatakan jika wisatawan berkunjung ke Palu wajib
menyantap menu andalan khas Palu yakni Kaledo, Uta
Dada, Uta Kelo (sayur kelor) merupakan sajian utama di
Kota Palu masyarakat Kaili.
Objek Wisata di Palu
Palu menjadi salah satu daerah wisata yang ada di
Sulawesi Tengah salah satunya wisata kuliner. Palu yang
kita kenal sebagi kota dan Ibu Kota Provinsi Sulawesi
Tengah yang letaknya di selakangan teluk Palu. Palu
sebagai alat pemukul menurut orang Kaili, Palu-E
artinya buang sebagian isi perahu ini, karena palu
dihubungkan dengan mitos yang berkaitan dengan
lembah palu, Haliadi Sadi, dkk (2017). Selain wisata
kuliner Kota Palu juga memiliki potensi wisata bahari
yakni Pantai Talise. Pantai talise merupakan wisata
230
bahari yang dijaga, dilestarkan dan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Kota Palu serta melestarikan
kearifan lokal berupa wisata kuliner yakni kaledo, uta
dada dan uta kelo (sayur kelor) merupkan kuliner khas
suku kaili di Kota Palu. Kota Palu dijuluki kota kelor oleh
masyarakat setempat karena tanah kaili ditumbuhi
banyak pohon kelor. Ketiga menu kuliner merupakan
budaya masyarakat kaili. Menurut Arifudin, (2017)
mengatakan budaya adalah suatu cara hidup yang
dikembangkan bersama oleh sekelompok orang dan
diwariskan
untuk
generasi
berikutnya.
Budaya
diwariskan termasuk adat istiadat, makanan, pakaian,
bangunan dan karya seni. Sehingga budaya kaili
terutama kuliner telah memberikan fungsi utama
sebagai simbol sistem religi pada masyarakat kaili.
Sehingga sumber daya manusia sangat penting dalam
pengembangan mata rantalui Pariwisata di teluk Palu.
Karena sebelum bencana 28 September 2018 silam
Pantai Talise dicanangkan menjadi sektor pariwisata di
Kota Palu selain kuliner yang menjadi destinasi wisata
yakni Kaledo, Uta Dada, Uta Kelo (Sayur kelor). Arifudin,
(2017) menggunakan konsep Value Chain merupakan
konsep yang mengacu pada kegiatan produksi dengan
mendesain produk, memproduksi hingga memasarkan
untuk meningkatkan kegiatan
ekonomi serta
berhubugan
dengan melibatkan pemerintah. Produk
pariwisata yang dipakai antara lain travel agen, travel
operator, memberikan informasi terkait transportasi,
penginapan, fasilitas dan darmawisata. Teluk Palu
memiliki penginapan yang sedang dikembangkan sebagai
penunjang wisata serta teluk palu memiliki wisata
kuliner yang mampu memberi kesan kenangan kepada
wisatwan yang berkunjung. Objek wisata menjadi
penentu dalam menarik wisatan salah satunya adalah
atraksi wisata, infrastruktur, transportasi, fasilitas dan
layanan.
231
Pariwisata berasal dari kata wisata artinya bepergian dan
bersenang-senang. Sehingga pariwisata kegiatan layanan
yang disediakan pemerintah, masyarakat, pengusaha
untuk rekreasi baik individu maupun kelompok dan
memiliki kenangan dalam mengunjungi objek wisata.
Menurut Arifudin, (2017) mengatakan
ada empat
potensi wisata Kota Palu yakni pertama wisata budaya
(etnis kaili memiliki kearifan lokal budaya seperti
kerajaan (Kerajaan Palu, kerajaan Tatangga, kerajaan
Banawa dan Kerajaan Tawaeli). Kedua wisata kuliner
seperti Kaledo, saraba, uve mpi, pisang epe,uta dada, uta
kelo dan lain-lain. Ketiga, wisata religi seperti organisasi
keagamaan Al-Khairat (Islam). Fungsi makanan selain
memiliki fungsi sosial dan budaya ternyata makanan
juga memiliki arti simbolis saat dihidangkan dalam
prosesi upacara adat kaili. Taufik, (2016) mengatakan
sektor Pariwisata Kota Palu paling strategis adalah
Pantai Talise dengan berbagai sudut icon yakni
penggunungan, Pantai, dan juga kuliner. Sehingga
berwisata dapat menikmati pemandangan bahari (pantai
dan penggunungan) dan cita rasa kuliner khas Palu.
Atraksi Wisata Kuliner
Wisata kuliner umumya memperkenalkan cita rasa, gaya
dan masyarakat konsumsi. Ani Wijayanti, (2020)
Pariwisata
Kuliner
merupakan
perjalanan
yang
direncanakan mendapat pengalaman gasrtronomi,
kuliner menikati cita rasa dan aroma makanan. Atraksi
adalah apa yang dapat dilihat oleh wisatawan baik
keindahan
alam, permaian,
hiburan,
budaya
masyarakat dan kuliner. Atraksi wisata
merupakan
segela sesuatu yang memiliki keunikan, bernilai,
keindahan serta memiliki keanekaragamaan budaya,
alam, dan hasil manusia serta memiliki tujuan
kunjungan wisatawan (UU no.10 tahun 2009). Kemudian
Seokadijo R, (2013) mengatakan bahwa atraksi wisata
232
yang baik mendatangkan wisatawan yang banyak,
menahan ditempat atraksi dengan waktu lama dan
kepuasan ketika berkunjng untuk mendapat hasil yang
dicapai pada objek wisata itu sendiri. Atraksi wisata
kuliner di Palu sendiri dari segi kuliner yang menjadi
trend adalah Kaledo, Uta Dada, Uta Kelo (sayur kelor)
merupakan wisata kuliner di Kota Palu. Menurut Yogi
Rustam, (2002) mengatakan bahwa majunya industri
Pariwisata suatu daerah tergantung pada jumlah
wisatawan yang datang, karenanya itu daerah tujuan
wisata (DTW) sehingga industri pariwisata akan
berkembang yang paling disukai
banyak orang
wisatawan lokal maupun asing kekawasan wisata
menarik tempat wisata sebagai media promosi dalam
kawasan wisata menarik terkait kegiatan pariwisata
daerah tujuan wisata yang menarik salah satunya ialah
Kota Palu. Wisata yang terdiri 3A yaitu amenitas,
atrakasi dan aksesibilitas berpengaruh secara bersamasama sehingga terhadap minat kunjungan daya tarik
wisata.
Masyarakat kaili merupakan etnik kelompok terbesar di
Sulawesi Tengah, yang mendiami beberapa wilayah di
Kota Palu, Kabupaten Sigi, kabupaten Donggala,
Kabupaten Poso dan Kabupaten Moutong. Etnik Kaili di
Sulawesi Tengah menggunakan bahasa daerah yaitu
bahasa kaili dengan beragam dialek. Masyarakat Kaili
serta kearifan lokal kaili tentang budaya yang memuat
nilai-nilai kearifan lokal menjadi tema dan terkadung
dalam budaya sintivu sebagai prinsip pesatuan
masyarakat kaili. Arifudin (2017) mengatakan bahwa
Suku Kaili memiliki makanan utama dari bahan beras
yang disebut “Karada” (jagung muda yang dicampur
sayur, ubikayu dan ubi jalar kemudian dimasak menajdi
satu lalu di bumbi garam. Kaledo merupakan makanan
yang berbahan dasar tulang sapi serta mengandung
berbagai sum-sum tulang, serta daging yang sudah
233
dipotong kecil dan tulang rawan yang diolah dengan
berbagai rempah asam jawa mentah, cabe rawit hijau.
Sehingga budaya begitu kuat pada masayarakat kaili.
Kaili yang memiliki makanan tradisional khas seperti
Kaledo, Uta dada dan Uta kelo menjadikan Orang Kaili
kaya akan rempah-rempah sebab budaya orang kaili
menjadi salah satu kekuatan sejarah dan kekuatan
budaya sebagai nilai dan simbol, Suaib Djafar, (2014).
Dikatakan sebagai orang kaili karena adanya kesamaan
budaya dan adat dikalangan mereka, Mattulada
mengatakan bahwa To Kaili adanya persamaan bahasa
dan adat istiadat dipandang menjadi sumber asal mereka
hahasa kaili. Karena bahasa mereka terbuka (egaliter)
terhadap suku-suku dan peradabannya. Ada tiga budaya
kuliner yang sangat enak dan menarik minat wisatawan
berkunjung ke kota kelor karena memiliki tiga wisata
kuliner yang lezat dan enak antara lain Kaledo, Uta
Dada, Uta Kelo.
1. Kuliner Kota Palu Kaledo Makanan Khas Kaili
Kaili sebagai daerah lembah yang merupakan pusat
kerajaan Palu memiliki berbagai jenis kuliner
menjadi salah satu pusat perabadan dibidang
Kuliner. Tak heran jika Kaili sebagai penduduk asli
Kota Palu menghadirkan makanan khas Kaili yang
diberi nama Kaledo. Kaledo adalah singkatan dari
kaki lembu Donggala, sesuai namanya makanan ini
dibuat dengan bahan baku daging dan tulang sapi.
Masakan ini diracik dengan bumbu khas palu dan
ditambahkan asam jawa menjadi masakan kuliner
yang satu ini lebih segar. Bahkan nama kuliner Palu
yakni Kaledo merupakan masakan kuliner yang
sangat terkenal bahkan menjadi masakan tradisional
masyarakat kaili. Makanan merupakan satu
kebutuhan utama bagi manusia, makanan memberi
kehidupan pada manusia. Makanan ini memiliki cita
234
rasa yang enak, gurih dan lezat harga perporsi
Kaledo di Kota Palu berkisar hingga Rp.25.000,/porsi. Orang Kaili sangat kental dengan budaya
salah satunya wisata kuliner. Wisata kuliner di Kota
palu terbilang cukup berkembang seperti cafe,
rumah makan, restoran, dan lain-lain karena Palu
sebagai pusat Kota dan Peradaban Kuliner yang
menjadi ciri khas Orang kaili yakni kalaedo. Rumah
makan kaledo Stereo yang terletak di jalan Ponogoro
no 43 Palu ini merupakan salah satu tempat wisata
kuliner bagi masyarakat Palu Rumah makan ini
buka 09.00-22.00 wita.
Hadirnya Kaledo di Kota Palu menjadi daya tarik bagi
wisatawan untuk berkunjung ke rumah makan
kaledo milik Ibu Dahlia Sinjar (Rm Kaledo Stereo).
Adapun cara membuat kaledo yang enak dan gurih
antara lain: pertama, bahan-bahan yang diperlukan
(daging sapi dan tulang daging sapi, cabe rawit, asam
jawa mentah, garam secukupnya. Kedua, cuci
daging sapi dan tulang sapi hingga bersih, kemudian
didihkan air di dalam Panci, masukkan daging
kedalam Panci sampai daging empuk. Ketiga,
setelah air mendidih dan daging empuk masukkan
bumbu cabe rawit hijau, asam jawa, garam dan
penyedap rasa. Keempat, tutup kembali panci agar
daging dan tulang benar-benar matang aduk hingga
rata serta campur bumbu yang disiapkan sampai
meresap kedalam daging sapi dan tulang sapi,
tunggu sampai 45-60 menit daging akan berubah
warna dan matang. Kelima, masak sampai harum
dan matang lalu tambahkan bawang goreng dan
jeruk nipis kaldedo siap disantap bersama keluarga,
sahabat, teman dan sanak saudara dan juga siapkan
sedotan untuk memakan sumsut tulang kaledo.
Kuah kaledo yang terbuat dari kaldu sup dan tidak
menggunakan santan cukup segar dan tahan lama.
235
Bumbunyapun sangat sederhana garam, jeruk dan
cabai segar. Dulu makanan ini hanya disajikan
untuk para bangsawan Kaili. Bangsawan Kaili yang
boleh mencicipi makanan Kaledo ini, namun seiring
perkembangan waktu yang terus mengikuti zaman
semua kalangan boleh mencicipi dan menyantap
makanan khas kaili ini.
Gambar 1. Kaledo Kota Palu
Sumber : (https://jejakpiknik.com/
makanan-khas-sulawesi-tengah)
Moh, Rifki dkk (2019) mengatakan bahwa kuliner
pada pariwisata berdampak ekonomi hal ini dapat
dibuktikan dengan hadirnya berbagai macam
restoran dan rumah makan salah satunya di
kawasan talise dijumpai masakan kuliner tradisional
kaili yakni uwempoi, utadada, dange sagu, saraba,
baks kuah kaledo, duasole, dan uta kelo yang
memiliki keunikan tersendiri cita rasa, tampilan yang
unik, dengan mengembangkan sebuah citra rasa
kaili memiliki kekuatan, keunikan dan keunggulan
dalam memanfaatkan kuliner Kota palu. Tevila
Akwila, dkk (2023) mengatakan bahwa makanan
tradisional
adalah
bentuk
kreativitas
dari
masyarakat dengan memanfaatkan segala cita rasa
236
serta resep yang diwariskan keluarga secara turun
temurun yang menghasilkan keunikan serta rasa
lokal dan memiliki nilai sejarah sendiri sebagai
filosofi dari makanan tradisional itu sendiri serta
memberi pengalaman dalam menciptkan kuliner
yang telah diracik menjadi aroma yang khas dalam
suatu masakan. Daya tarik wisata merupakan fokus
utama
penggerak
berjalannya
wisata
untuk
memotivasi salah satu destinasi wisata di Sulawesi
Tengah khususnya Kota Palu yang mengembangan
kuniler sebagai objek wisata tradisional.
Peningkatan wisata kuliner di Kota Palu ditandai
dengan pesatnya perkembangan dan peradaban
Kota, hal ini memicu meningkatkan konsumsi
masyarakat terhadap daya tarik kuliner di Kota Palu
khususnya Kaledo pada umumnya. Kaledo yang
sudah menjadi makanan khas Orang Kaili terus di
dorong menjadi wisata kuliner yang berdaya guna
bagi perekonomian masyarakat Kota Palu. Sehingga
kalado masuk sebagai gastronomi dimana kaledo
menjadi bagian dari budaya, sejarah dan etnis yang
menggutamakan tekstur rasa dalam makanan
sehingga gastronomi menjadi identitas pada suatu
daerah (keberagaman budaya kuliner lokal Kota
Palu). Sebab penyajian kaledo Kota Palu sangat unik
dinikmati dengan sedotan untuk makan Kaledo
terutama sumsum tulang sapi (kaledo) dengan kuah
yang asam-asam pedis, aroma bawang goreng yang
harum memikat aroma untuk mencicipi hidangan
khas Palu yang satu ini. Sebagai daerah wisata Kota
palu tetap mempertahankan kuliner kaledo sebagai
daya tarik wisata.
2. Uta Dada Kuliner Kota Palu
Berbicara tentang kuliner Kota Palu tak akan pernah
luput dari masakan tradisonalnya. Produk wisata
237
yang digemari di Kota Palu saat ini adalah kuliner.
Wisata kuliner merupakan perjalanan wisata dengan
tujuan untuk menikmati berbagai jenis makanan
dan daya tarik. Sehingga lima unsur daerah tujuan
wisata masyarakat, obyek wisata, infrastruktur,
sarana wisata dan prasarana wisata. Menurut
Krstiniana (2018) mengatakan wisata kuliner
pengalaman menarik terkait makan dan memasak
anek jenis makanan khas daerah. Wisata kuliner
menjadi salah satu upaya dalam mengembangkan
atraksi wisata kuliner di Kota Palu seperti kampung
nelayan sebagai pusat wisata masyarakat kota Palu,
rumah makan kaledo Stereo dan lain-lain. Pada
dasarnya kuliner menjadi cikal bakal resep keluarga
yang berdaya guna dan bermanfaat untuk
dikembangkan secara turun temurun untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Kemudian dengan
resep keluarga tersebut dapat menciptakan karya
bernama masakan khas kaili yakni Uta Dada.
Munculnya budaya menjadi nilai terhadap potensi
orang kaili di Kota Palu.
Makanan tradisional adalah bentuk dari warisan
budaya luhur dengan mengelompokkan berbagai
jenis makanan, sayuran, lauk pauk, minuman dan
jajanan. Karena makanan menjadi juga menjadi
tradisi dan selera masyarakat karena rasa, warna,
bentuk, tekstur menjadikan kuliner sebagai cita rasa
dalam menilai sebuah makanan terutama Kota Palu
sebagai daerah wisata yang memiliki khas makanan
daerah yang berada uta dada. Orang Kaili
merupakan penduduk Kota Palu asli yang tetap
mempertahankan budayanya melalui kuliner, salah
satu kuliner terkenal selain kaledo yakni uta dada.
Uta dada merupakan salah satu jenis makanan khas
kaili dengan bahan baku ayam atau ikan. Cara
pembuatan Uta Dada khas Kaili antara lain :
238
Pertama, daging ayam/ikan dipotong-potong dan
dipangang setengah matang, kedua, siapkan wajan
atau belangga yang telah berisi air kemudian
didihkan setelah itu siapkan rempah-rempah yang
sudah dihaluskan, Ketiga rempah-rempah antara
lain bawang putih, bawang merah, kunyit, jahe,
serai, 5 tomat mengkal, sedikit garam, santan dan
cabe rawit iris kecil-kecil semua bahan di iris atau
dihaluskan masukkan ke beangga yang sudah
disiapkan. Keempat, kemudian masukkan santan
kental dengan ditambahkan garam hingga kuahnya
mengental, cek rasanya. Kelima, tunggu hingga rata
dan ayam atau ikannya empuk daging sudah masak,
dan siap di santan di meja makan bersama keluarga.
Masak daging selama 45 menit da hidangkan dimeja
makan. Uta dada termasuk makanan tradisional
masyarakat Kaili. Proses agar uta dada terasa harum
dan menimbukan cita rasa yang khas pembuatannya
harus dibakar atau diasap terlebih dahulu untuk
menambah kekuatan aroma uta dada dan menjadi
menu favorit suku Kaili (uta dada).
Gambar 2. Uta Dada Kota Palu
Sumber : https://jejakpiknik.com/
makanan-khas-sulawesi-tengah
239
Menurut Suryana, (2018) mengatakan bahwa wisata
kuliner dalam kota memang sangat menarik bagi
para pengunjung. Salah satu menarik wisata kuliner
dalam kota adalah makanan tradisional yang masih
asli. Karena kuliner disajikan dilingkungan modern
yang tertata dan tampilan makanan tradisionalnya
sehingga kombinasi traveling dan makanan. Menurut
Julian Andriani Putri, dkk (2023) mengatakan bahwa
destinasi kota salatiga memiliki produk memiliki opsi
yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh kondisi
segi gastronomi, beragam produk, konsep kuliner
dan karakteristik penjual. Kuliner yang khas di
Salatiga dapat dimanfaatkan sebagai peningkatan
pariwisata menjadi potensi wisata kuliner dengan
memperkenalkan
dan
meningkatkan
industri
pariwisata yang ada sebagai pendorong penunjang
wisata kuliner. Keberagaman makananpun menjadi
pendukung dalam mewujudkan makanan tradisional
menajdi daya tarik wisata kuliner. Makanan mampu
menjadi motivasi bagi seseorang untuk melakukan
perjalanan wisata. Destinasi wisata kuliner dalam
bidang kuliner merupakan daya tarik manusia untuk
mencicipi hidangan uta dada yang merupakan
makanan khas Kota Palu. Suku kaili Kota palu
memiliki kuliner andalan yang nikmat dan ketagihan
yaitu uta dada. Uta dada ada dua macam yaitu Uta
dada ikan cakalang dan Uta dada ayam. Kuliner Kaili
yang satu ini rasa pedas dan aroma rempahnya yang
harum dan mengungah selera makan. Harga seporsi
uta dada seporsinya seharga Rp35.000/porsi. Dapat
dinikmati dengan ketupat atau burasa menambah
selera makan anda karena rasanya yang nikmat dan
daging sangat empuk serta rasa pedas aroma uta
dada dengan santan asli enak.Uta dada Kota Palu
sejenis kari kental dimakan dengan ketupat rasanya
enak dan kuahnya kental.
240
3. Sayur Kelor (Uta Kelo)
Uta kelo adalah sayur yang terbuat dari bahan kelor.
Sayur ini merupakan kuliner khas palu. Jenis
makanan tradisional suku kaili ini bahan utamanya
dari daun kelor yang kemudan dimasak bersama
dengan santan, potongan ikan dan juga pisang kepok
yang sudah diiris kecil. Adapun bumbu utama uta
kelo atau sayur kelor antara lain : pertama, siapkan
daun kelor yang sudah di bersihkan dan dipilah
batang dan daunnya cuci hingga bersih dan tiriskan,
kedua, siapkan santan kental tambahkan garam
secukupnya, Ketiga potong ikan pupuh atau ikan
asap masukkan kedalam panci atau belangga yang
sudah didihkan, keempat, masukkan pisang kepok
yang sudah di iris kecil lalu tuang bumbu antara lain
masako, garam, kunyit, 1 bawang putih, 10 bawang
merah, 10 cabe rawit ijo, dan santan. Kelima,
masukkan semua bumbu yang sudah dihaluskan
kedalam belangga aduk hingga rata dan tunggu
sampai 15 menit uta kelo atau sayur kelor siap
disajikan dimeja makan. Menurut sejarah suku kaili,
daun kelor tidak hanya dapat memulihkan tenaga
saja tetapi siapa saja yang mencicipinya akan selalu
memiliki rasa rindu kembali ke Palu (mitos).
Gambar 3. Sayur Kelor Kota Palu
Sumber : https://jejakpiknik.com/
makanan-khas-sulawesi-tengah
241
Ada tiga sektor yang memiliki kontribusi besar dalam
ekonomi kreatif salah satunya kuliner, kriya dan
fashion. Kuliner bukan memenuhi rasa lapar namun
untuk gaya hidup. Kuliber meliputi kegiatan
persiapan, pengolahan, penyajian produk makanan
dan minuman yang menajdikan unsur kreativitas,
tradisi, dan kearifan lokal sebagai elemen cita rasa,
Anisatul Auliya, (2020). Ekosistem kuliner yaitu
sebuah sistem yang menggambarkan hubungaan
antara peran dalam proses penciptaan nilai kreatif
resep keluarga. Rasa
uta kelo terletak pada
kombinasi rasa gurih yang dihasilkan oleh santan
serta rasa pedas cabai rawit yang menjadi bumbu
utama dalam makanan khas kaili yang satu ini.
Salah satu kawasan wisata di Yogyakarta menjadi
pusat wisata kuliner yakni Malioboro. Malioboro
berpotensi sebagai wisata kuliner konsep food street
(malam hari). Berbagai budaya ditampilkan sebagai
icon Kota Yogyakarta khususnya Malioboro. Food
Street merupakan daya tarik yang kuat untuk
mengekspresikan keunikan kuliner Kota Yogyakarta
(Malioboro). Produk kuliner di Yogyakarta diceritakan
melalui storytelling kuliner yang di tawarkan dan
dikemas dalam memory kunjungan wisata kuliner
malioboro, Ani Wijayanti, (2020). Di Kota Palu juga
menawarkan kuliner yang sama sebagai icon Kota
Palu yakni Uta kelo atau sayur kelor dapat dijumpai
hampir di warung makan, cafe dan juga resto yang
menyediakan masakan khas kaili. Kaili yang
memiliki daya tarik kuliner tetap menjadikan uta
kelo sebagai kuliner yang dirindukan oleh
masyarakat luar (mitos). Sebab ketika seseorang
makan uta kelo akan kembali lagi ke Kota Palu
untuk kembali mengunjungi Kota ini. Keragaman
kuliner dilestarikan dan dipromosikan melalui invent
atau festival yang dilaksanakan di Kota Palu yakni
242
Festival makanan laut merupakan promosi yang
dilakukan oleh perhimpunan Hotel dan restoran
Indonesia (PHRI) sebagai ajang promosi menandai
kebangkitan
sektor
perhotelan
pariwisata
dilaksanakan pada tahun 2019 di Kota Palu.
Kesimpulan
Kota Palu yang dijuluki Kota lembah menyimpan beragam
kuliner yang mampu mengikat hati dan mata masyarakat
yakni hadirnya tiga jenis kuliner yang menjadi tradisi
masyarakat kaili sebagai resep leluhur yang tetap
dilestarikan menjadi kuliner masa depan dengan aneka
rasa gurih, enak, empuk, segar dan bumbu-bumbu khas
kaili yang sangat mudah dijumpai di pasar tradisional.
Ketiga jenis kuliner ini menjadi daya tarik bagi masyarakat
Kota Palu karena cita rasa, penyajian, produk, kemasan
dan keunikan ketiga jenis kuliner khas kaili yakni kaledo
(kaki lembu donggala) yang memiliki keunikan dimakan
menggunakan teknik sedot karena sumsum tulang kaledo
menjadi daya tarik tersendiri terhadap seni makanan khas
Kaili yakni kaledo. Uta dada ayam merupakan salah satu
yang terenak dirasakan dengan daging ayam yang sudah
dipanggang kemdian disantap bersama keluarga karena
khas dari Uta dada adalah jenis ayam kampung yang
sangat sulit untuk dipisahkan dari Uta dada memiliki rasa
asam, segar, memiliki tekstur empuk dan lembut serta
gurih karena daging ayam kampung yang sudah dibakar.
Terakhir uta kelo atau sayur kelor memiliki kekentalan
santan yang dicampur dengan pisang kepok menjadi daya
tarik tersendiri terhadap makanan kuliner khas kaili. Pada
dasarnya makanan adalah rutinitas pokok yang menjadi
kebutuhan bagi manusia. Seiring berjalannya waktu
kuliner kini menjadi gaya hidup yang memikat hati para
pencinta kuliner untuk mendapatkan pengalaman dalam
menjelajah kuliner disetiap daerah yang menjadi kearifan
lokal masyarakat atau daerah setempat dan memiliki nilai
ekonomi tinggi terkait kuliner.
243
Daftar Pustaka
Ani Wijayanti, 2020. Wisata Kuliner sebagai Strategi
Penguatan Pariwisata DI Kota Yogyakarta Indonesia.
Khasanah Ilmu : Jurnal Pariwisata Dan Budaya
volume 11 nomor 1 maret 2020 ISSN 2087-0086
(print) :2655-5433
Anisatul Auliya, dkk 2020. Pengembangan Kreativitas
Kuliner sebagai elemen daya tarik wisata Kota depok.
Jurnal Ilmiah Pariwisata Volume 25, no. 3 november
2020. Program Studi periklanan Kreatif Universitas
Indonesia.
Arifudin, 2017. Khazanah Budaya Kaili : Perspektif nilai
tradisi, norma dan Sosio –Religi. Palu : En DeCe Press
ISBN: 978-602-73357-3-8
Grace Deo Seldudes Eta Nheu, dkk 2020. Strategi
Pemasaran Wisata Kuliner sebagai Destinasi Wisata
di Dili, Timor Leste. Jurnal Destinasi Pariwisata vol 8
no 2 p-ISSN:2338-8811, e-ISSN:2548-8937.
Haliadi Sadi, dkk, 2017. Sejarah Sosial Sulawesi Tengah.
Palu : Hoga
Julian Andriani Putri, dkk, 2023. Potensi makanan
tradisional sebagai daya tarik wisata kuliner di Kota
Salatiga.
Jurnal
Manajemen
Perhotelan
dan
Pariwisata Volume 6, Isseu 1, 2023. P-Issn: 26549719
Kania Ratnasari, dkk 2020. Wisata Kuliner sebagai
Penunjang Pariwisata di PU Belitung. Jurnal
Pariwisata Pesona, Volume 5 no 2 Desember 2020 :p
93-106 print ISSN 1410-7252.
Komang Triawati, 2022. Pariwisata Nusantara. Bandung
: Cv Media Sains Indonesia
Krstiniana, dkk 2018. Eksplorasi potensi wisata kuliner
untuk pengembangan pariwisata di Kota tanggerang.
Jurnal Pariwisata dan Budaya (khasanah Ilmu) doi:
https://doi.org/10.31294/khi.v9il.3604
244
Leylita Novita Rossad, 2018. Penegaruh Aksesibilitas,
Amenitas dan Atraksi wisata terhadap minat
Kunjungan Wisatawan Kewahana Air Balong
Waterpark Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Journal of Tourism And Economic Vol.1 no.2 ISSN:
2622-4631 (print) Issn : 2622-495X (online).
Lila Muliani, 2019. Potensi Bubur Ase sebagai daya tarik
wisata kuliner Jakarta. Destinesia Jurnla Hospitaliti
& Pariwisata, Vol 1, No 1 September 2019. Pp. 50-56
ISSN 2686-20-42, http://ojs.stiami.ac.id
Moh, Rifki dkk, 2019. Pengaruh Kuliner tradisional Khas
Kaili terhadap keputusan pembelian pada kawasan
wisata anjungan pantai talise di Kota Palu. Jurnal
Ilmu manajemen UNTAD Vol 5, no 3 september 2019
P-265-274 online ISSN 2443-3578
Setiadi, Nugroho j, 2010. Perilaku konsumen Edisi revisi
cetakan 4. Jakarta : Kencana.
Soekadijo, R. 2003. Anotomi Pariwisata. Jakarta :Penerbit
Gramedia Pustaka Utama
Suaib Djafar, 2014. Kerajaan dan Dewan Adat di tanah
Kaili Sulawesi Tengah.Yogyakarta : Ombak.
Sukisman Abdul Halid, dkk. 2019. Karakteristik
Fisikokimia Dan Mikrobiologis Kaledo Daging Sapi Di
Kota Palu. Jurnal Agroland April 2019 ISSN :0854641X E-ISSN:2407-7607
Suryana, 2018. Fasilitas pendukung daya tarik wisata
kuliner seputar Cikapundung River Spot, Kota
Bandung. Jurnal Pariwisata Vol.nomor 3 September
2018. STP Ars Internasional.
Taufik, 2016. Governance Value Chain : Pengembangan
Wisata Teluk Palu. Jurnal ilmu politik dan
komunikasi, Volume VI no 2/ Desember 2016.
Tevila Akwila, dkk (2023). Wisata gastronomi sebagai
daya tarik destinasi di Surabaya. Universitas
Nasional Jakarta, Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan
DoI:https://doi’org/10.5281/zenodo.7826868,
eISSN :2089-5364
245
Yogi Rustam, 2022. Analisa Daya Tarik Wisata Terhadap
minat kunjungan Wisatawan di Pantai pasir Mayang
Kabupaten Paser. Jurnal Administrasi Bisnis Fisiol
Unmul, Volume 10, nomor 3, 2002 Issn: 2355-5408,
e-Issn 2355-5416
246
Profil Penulis
Komang Triawati, S.Pd., M.Pd
Perempuan
kelahiran
Tirta
Kencana,
10
September 1989 hobi membaca buku terutama
tema sejarah, budaya, sosial, dan kuliner.
Menyukai tema Budaya khususnya Kuliner.
Penulis merupakan anak dari (Ayah) I Wayan
Sugiarta, dan (Ibu) Wayan Rusmi. Anak dari empat bersaudara
kakak pertama Ni Wayan Darwatini, Kedua Kadek Puspawati
dan keempat Adiwinata, A.Md. Kep penulis sendiri anak
ketiga. Jenjang pendidikan penulis bersekolah di SD Inpres II
Tirtakencana 2001, SLTP 1 Negeri Toili 2004, SMA Negeri 1
Toili Tahun 2007, jenjang Strata Satu (S1) Jurusan IPS
Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako Tahun 2014,
kemudian pada tahun 2015 melanjutkan Studi Pascasarjana
di Almamater yang sama yakni Universitas Tadulako dengan
bidang Studi Pendidikan Sejarah tahun 2018, Strata dua (S2).
Pegiat dibidang Wirausaha Kuliner KORI dan Pijat Refleksi
KORI. Penulis merupakan dosen aktif sejak tahun 2019 hingga
sekarang. Penulis aktif menulis di koran lokal antara lain:
Rakernas IKAHIMSI di Padang : Sebuah Kota bersejarah (opini,
Radar Sulteng 16 Januari 2012, hlm 4,
Menulis Sosok
Memanusiakan Manusia/Film dan Buku Mecusuar sabtu, 31
Desember 2016) halaman 21, Jurnal antara lain : Modernisasi
Orang Bali di Desa Tirtakencana: Toili Sulawesi Tengah 19702008 Jurnal Sejarah Candra Sangkala Bali : Fakultas Hukum
dan Ilmu Sosial Jurusan Pendidikan Sejarah Vol.8 no 16 hal
13-21 edisi Juli 2017. Dataran Toili Wisata Alam : Seribu
Cemara di Pantai Minahaki, Pariwisata (PARAMA) Vol 1 no 1
Juni 2019 E-ISSN:2685-7170, Ajeg Bali : Wisata Kuliner
Dewata di Tanah Kaili, Pariwisata (PARAMA) Vol 2 no 1 Juni
2021 E-ISSN:2685-7170. Pluralitas dan harmoni Sosial :
Orang Bali di Toili Kabupaten Banggai (Prosiding Semnas 20
Modernisasi Beragama Menuju Indonesia emas dalam
Kerangka Society 5.0 Webinar 2020 STAH Gde Pudja Mataram,
Buku Mulat Sarire, Hubungan perubahan Sosial Budaya :
Dampak Covid 19 Terhadap Wisata Manggrove, Tahun 2020.
KEBAYA DAN PURA : Identitas Gaya Hidup Budaya
Perempuan Bali di Toili Volume 3 Nomor 1 Juni 2022 hal 3241 Jurnal Pariwisata PaRAMA, Manajemen Pengelola Objek
Wisata Taipa Beach Volume 3 Nomor 1 Juni 2022 hal 12-21
Jurnal Pariwisata PaRAMA, Kroket Past and Present Culinary
Modifications and innovations of the People Of Palu City
247
Gastonary Vol, 1 nomor 1 2022, Sekolah Tinggi Pariwisata
AMPTA Yogyakarta, Bertahan dan berubah : Kebudayaan
masyarakat bali di Sulawesi Tengah 1960-2018 Jurnal
Pariwisata PaRAMA. Buku PARIWISATA Nusantara tahun
2021. Penelitian dengan judul Persepsi Nilai Anak Perempuan
Pada Masyarakat Transmigrasi Bali (terbit dijurnal PaRAMA,
2022), Bertahan dan berubah: Kebudayaan Masyarakat Bali di
Sulawesi Tengah tahun 1960-2018 (Jurnal PaRAMA, 2022).
Email: komangtriawati89@gmail.com
248
Download