Uploaded by lailabaharuddin02

Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh

advertisement
MAKALAH
“Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh
Dan Ushul Fiqh”
DI SUSUN OLEH:
FIKRI HAIKAL MOH RAMLI / 50300124025
ERNA MAWAR / 50300124012
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2024
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolonganNya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis
mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul “Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh Dan Ushul
Fiqh”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Terima kasih
Gowa, 10 september 2024
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu usul fiqih menjadi ilmu yang sangat penting untuk dikuasai, karena ilmu
usul fiqih ini merupakan sebuah ilmu yang mempelajari metode metode dalam
menggali hukum dalam menetapkan fiqih. Lebih tepatnya ilmu usul fiqih ini
mempelajari dan membahas tentang kaidah kaidah umum (kulli) yang dipergunakan
untuk mengambil intisari hukum syara’ melalui dali dalil yang terperinci. Jika seorang
ulama fiqih tidak mengetahi dan tidak menguasai ilmu usul fiqih, maka tidak akan
dapat menetapkan hukum terhadap suatu persoalan yang terjadi di Masyarakat.
Salah satu manfaat dari mempelajari ilmu usul fiqih adalah membimbing para
mujtahid atau ahli fiqih untuk mengambil istinbat hukum syara’ secara baik dan benar
serta dapat dipertanggungjawabkan. Melalui ushul fiqh pun dapat ditemukan jalan
keluar dalam menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatan bertentangan satu sama lain.
Bahkan, lewat dalil-dalil yang ada dalam kajian ushul fiqh, seperti qiyas, istihsan,
maslahat al-mursalah, istishab, dan urf, dapat dijadikan landasan dalam menetapkan
hukum terhadap persoalan yang tidak dijelaskan langsung oleh nash hukumnya. Hal
ini yang dapat membantu umat Islam dalam menjawab berbagai persoalan yang
muncul dalam kehidupan umat Islam sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah.
Adanya problematika kontemporer yang muncul, menuntut fiqh untuk dapat
menjawabnya, oleh karenanya dibutuhkan perangkat ijtihad yang responsif dan
kekinian. Atas dasar inilah, muncul pemikiran bahwa ushul fiqh sebagai metodologi
penghasil fiqh harus mengalami pembaruan (tajdid) dikarenakan metodologi ini
dihasilkan pada beberapa abad silam, yang ilmu-ilmu sosial, teknologi, metodologi
modern belum ada.
Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh memiliki peran penting dalam tradisi Islam karena
mereka membantu umat Islam memahami dan menerapkan ajaran Islam secara tepat
dan relevan dengan konteks sosial dan budaya masyarakat. Berikut adalah penjelasan
tentang pentingnya ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh:
Fiqh adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum Islam berdasarkan ayat-ayat
Al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Fiqh mencakup berbagai aspek
kehidupan, seperti ibadah, muamalah, dan hukum keluarga. Fiqh menuntut manusia
kepada kebaikan dan bertaqwa kepada Allah. Setiap umat Islam dapat menjalankan
ajaran agama dengan baik melalui pengetahuan tentang hukum-hukum Islam. Fiqh
sangat penting karena ia memberikan pedoman hukum yang sesuai dengan ajaran
Islam, sehingga kehidupan bermuamalah dengan sesama dapat berjalan dengan baik.
Ushul Fiqh adalah ilmu yang mempelajari dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang
digunakan untuk menetapkan hukum-hukum Islam. Ushul Fiqh menjelaskan cara
berdialog dan berdiskusi yang merujuk kepada dalil yang benar dan diakui. Ushul Fiqh
membantu umat Islam untuk mengistinbathkan (mengeluarkan) hukum dari dalil-dalil
yang terperinci. Dengan demikian, hukum-hukum Islam dapat diterapkan secara tepat
dan relevan dengan konteks sosial dan budaya masyarakat. Ushul Fiqh sangat penting
karena ia memberikan metode yang jelas untuk menetapkan hukum-hukum Islam.
Tanpa Ushul Fiqh, umat Islam cenderung mengalami taqlid (imitasi) tanpa
pengetahuan dasar tentang hukum-hukum Islam. Pendekatan Fiqh Budaya adalah
pendekatan dalam studi hukum Islam yang mengambil kira konteks budaya dan tradisi
masyarakat
dalam
merumuskan
hukum-hukum
agama.
Pendekatan
ini
mempertimbangkan bahwa praktik keagamaan dan hukum Islam dapat bervariasi
tergantung pada lingkungan budaya dan sosial di mana umat Islam tinggal.
Pendekatan Fiqh Budaya membantu memahami dan merumuskan hukum Islam yang
lebih relevan dengan konteks sosial dan budaya masyarakat. Ini sangat penting di
tengah masyarakat minoritas Muslim karena mengakui kompleksitas kehidupan
mereka yang berbeda dari mayoritas Muslim di negara-negara dengan mayoritas
Muslim.
Perkembangan hukum Islam di Indonesia melibatkan kontinuitas dan
perubahan implementasi hukum Islam. Buku-buku tentang Fiqh dan Ushul Fiqh
memberikan pengetahuan tentang historisitas masuk dan berkembangnya hukum
Islam di Indonesia. Buku-buku tersebut menjelaskan proses pembenaran hukum Islam
di Indonesia, termasuk upaya umat Islam di Indonesia untuk mengimplementasikan
hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, ilmu Fiqh dan Ushul
Fiqh sangat penting dalam tradisi Islam karena mereka membantu umat Islam
memahami dan menerapkan ajaran Islam secara tepat dan relevan dengan konteks
sosial dan budaya masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu Fiqh dari masa awal Islam hingga
sekarang?
2. Apa saja kontribusi utama dalam pengembangan Ushul Fiqh dan bagaimana
metode-metodenya berkembang?
1.3 Tujuan Makalah
1. Untuk Mengetahui sejarah perkembangan ilmu Fiqh dari masa awal Islam
hingga sekarang
2. Untuk Mengetahui kontribusi utama dalam pengembangan Ushul Fiqh dan
bagaimana metode-metodenya berkembang
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU FIQH
2.1 Periode Awal Islam (610-661 M)
2.1.1. Masa Rasulullah S.A.W
Pada
masa
Rasulullah
Saw,
penyelesaian
hukum
Islam
dilakukan
dengan berpedoman pada al Qur’an dan hadis. Selain itu pada masa ini juga telah
berlangsung ijtihad, baik yang dilakukan oleh Rasulullah Saw sendiri maupun
yang dilakukan oleh para sahabat. Setelah Nabi Muhammad Saw wafat, sahabat
sebagai generasi Islam pertama meneruskan ajaran dan misi kerasulan kemudian
diteruskan pada masa Tabi’in. Masa sahabat identik dengan masa Khulafa ar rasyidin.
Sudah menjadi sunnatullah, bahwa manusia dengan segala kelebihan
akalnya yang diberikan oleh Allah SWT, tentunya bersifat dinamis. Banyak hal -hal
yang pada masa Rasulullah SAW masih hidup belum ada, ternyata hari ini terjadi
dalam bidang hukum. Tentu saja umat Islam memerlukan jawaban konkrit
terkait dengan permasalahan hukum yang sifatnya kontemporer, sementara pada
sisi lain, baik Al-Qur‟an maupun Hadis, tidak memberikan kepastian hukum
terhadap dinamika yang muncul
di
masyarakat
dalam
konteks
kekinian.
Sebenarnya kecemasan masyarakat muslim tersebut telah diberikan formulanya
oleh para ulama klasik terdahulu melalui ilmu ushul fiqh dan juga ilmu kaidah
-kaidah fiqh. Dalam istinbath hukum Islam, terdapat 4 (empat) ilmu penting
yang saling berkaitan. Dua ilmu yang pertama merupakan ilmu “pokok” yaitu
fiqh dan ilmu ushul al-fiqh. Ilmu fiqh obyeknya adalah perbuatan mukallaf
dilihat dari segi yang kemudian dibagi menjadi wajib, sunnah, haram, makruh,
dan mubah. Pada sisi lain ushul fiqh merupakan metodologi istinbath hukum dan
sekaligus berfungsi sebagai standar terhadap deraja kebenaran istinbath. Ushul
fiqh berperan dalam menentukan prosedur istinbath hukum.
Ketika melacak tentang pembentukan dan pertumbuhan hukum Islam,
termasuk kaidah-kaidah fiqih, kita harus memulainya dari masa Rasul Allah,
sebagai pembawa agama dan aturan-aturannya, dengan Al-Qur‟an dan Sunnah
sebagai dasarnya. Pada masa Nabi, otoritas tertinggi dalam pengambilan
keputusan suatu hukum Islam ada pada Nabi sendiri, tidak ada yang lain. Semua
masalah hukum yang muncul dalam masyarakat diselesaikan langsung oleh Nabi
melalui petunjuk wahyu, seperti yang terdapat dalam Al-Qur`an dan Sunnah
Nabi.
2.1.2. Masa Khulafaur Rasyidin
Khulafaur
Rasyidin
adalah
masa
awal
kekhalifan
Islam
pasca
kepemimpinan Rasulullah SAW. yang terdiri dari empat sahabat, adalah: pertama,
Abu Bakar, kedua, Umar bin Khattab, ketiga, Utsman bin ‘Affan, keempat, Ali bin
Abi Thalib. Di mana di antara keempat khalifah tersebut memiliki masa pencapaian
yang
berbeda-beda,
baik
dari
sisi hegemoni pemerintahan, kemapanan
perekonomian, hingga espansi Islam di negara-negara lainnya. Pemerintah politik
masa khulafar rasyidin di masa abu bakar, umar, usman, dan ali sudah pasti berbeda
setiap memegang ke pimpinannya, pada masa Khulafar Rasydin prinsip musyawarah,
persaman rebeyasan berpendapat menjadi realisasi dari penerapan ajaran al-quran dan
sunah rasul. Pemahaman dan penafsiran terhadap pemerintahan Khulafar Rasyidin,
pasca dan sekarang sangat berkaitan sehingga sistem pemerintahan yang telah di
bentuk dari masa ke masa berkembang menjadi seperti sekarang. Sistem pemerintahan
yang di itikan oleh pendahuluannya yang dapat menambah wawasan pembaca tentang
pemerintahan yang pernah di praktikan dan di terapkan dalam dunia islam hingga saat
ini.
Dalam bidang pemerintahan, Khalifahadalah orang yang memimpin
pemerintahan di bidang
pemerintahan,
dipilih
politik.
Ketika khalifahkedua
gelar Amirul
Mukminin.
Setelah
memegang
itu,
tampuk
gelar Amirul
Mukminintetap digunakan untuk seluruh khalifah setelahnya. Agama mendasari
pemerintahan ini
sebagai
kepemimpinan duniawi yang
bertujuan
untuk
memimpin kehidupan manusia untuk kemaslahatan mereka. Akibatnya, orang
harus mengikuti perintah khalifah selama tidak bertentangan dengan aturan syariat
Islam. Al-Qur'an dan hadis adalah dasar kepemimpinan khalifah. Dalam hal ijtihad
dan istinbat (menggali hukum), khalifahsama dengan mujtahid lain, memberikan
fatwa tentang hal-hal baru. Jika pendapat para khalifah sama, pendapat mereka
harus diikuti, dan ini disebut ijmak dalam bahasa kaum muslimin. Jika para
khalifah
berbeda pendapat,
mereka
menggunakan
Kekuasaan khalifah mencakup pelaksanaan
hukum
yang
dianggap
agama.
benar.
Pemerintahan
khilafahbukan pemerintahan agama; namun, mereka memiliki tanggung jawab
agama.
2.2 Periode Klasik (661-1258 M)
2.2.1. Era Dinasti Ummayah dan Abbasiyah
Perkembangan ilmu fiqh pada era Dinasti Umayyah dan Abbasiyah dapat
dibagi menjadi beberapa tahapan penting:
1. Periode Dinasti Umayyah
Masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin dimana Ilmu fiqh mulai berkembang
pada masa kepemimpinan Rasulullah Saw dan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar
bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib) Pada masa ini, dasar-dasar
hukum Islam mulai terbentuk dan dipraktikkan. Periode Pertumbuhan. Setelah
Khulafaur Rasyidin, ilmu fiqh terus berkembang melalui periode pertumbuhan, di
mana para tabiin (generasi setelah Khulafaur Rasyidin) dan tabiit (generasi setelah
tabiin) mempelajari dan mengembangkan hukum Islam .
2. Periode Dinasti Abbasiyah
Periode Dinasti Abbasiyah yaitu pada masa Pembentukan Mazhab Fiqih, Pada
masa Dinasti Abbasiyah, terdapat empat mazhab fiqih yang berkembang: Mazhab
Auza'i, Mazhab Malik, Mazhab Syafi'i, dan Mazhab Hanafi. Imam Auza'i, Malik Ibn
Anas, dan Imam Syafi'i merupakan tokoh-tokoh penting dalam pembentukan mazhabmazhab ini. Perpustakaan dan Observatorium Baitul Hikmah. Pemerintahan Khalifah
Harun al-Rasyid melihat pentingnya ilmu pengetahuan dan mendirikan Baitul
Hikmah, sebuah perpustakaan dan lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai pusat
pengembangan ilmu pengetahuan. Baitul Hikmah ini merupakan lanjutan dari
Jundisaphur Academy di Sasania Persia dan berfungsi sebagai pusat filsafat dan ilmu
pengetahuan yang luas. Kemajuan Sistem Pendidikan Islam. Dinasti Abbasiyah juga
melihat kemajuan dalam sistem pendidikan Islam, dengan lembaga-lembaga
pendidikan dasar seperti kuttab atau maktab, masjid yang berfungsi sebagai tempat
pendidikan dan kebudayaan, dan universitas seperti Universitas Nizhamiyah.
Perkembangan Mazhab Fiqih. Pada masa ini, mazhab-mazhab fiqih terus berkembang
dan diperluas, dengan para ulama yang mengembangkan kaidah-kaidah ushul fiqh dan
kitab-kitab fiqh yang berpengaruh.
2.2.2
Perkembangan Masdzhab
Terbentuknya empat madzhab utama dalam fiqih Islam, yaitu Hanafi, Maliki,
Syafi'i, dan Hanbali, terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah, tepatnya era pemerintahan
Khalifah Harun Ar-Rasyid. Berikut adalah ringkasan tentang setiap madzhab tersebut:
1. Madzhab Hanafi
Pendiri : Imam Abu Hanifah An-Nu'man bin Tsabit (80-150 H).
Latar Belakang : Lahir di Kufah, belajar fiqih kepada ulama aliran Irak, dan banyak
menggunakan qiyas (analogi) karena hadits yang sampai ke Irak sedikit.
Ciri Khas : Dikenal sebagai madzhab Ahli Qiyas, dengan sumber hukum yang
meliputi Al-Qur'an, hadits, atsar, qiyas, istihsan, ijma' para ulama, dan 'urf (tradisi).
Perkembangan : Mazhab Hanafi berkembang luas di Mesir, Turki, India,
Afganistan, Kaukasus, dan Balkan, dengan sebagian besar penduduk Turki Usmani
dan Albania sebagai pengikutnya.
2. Madzhab Maliki
Pendiri : Imam Malik bin Anas.
Latar Belakang : Tinggal di Madinah, sehingga mazhab ini dipengaruhi oleh praktik
dan tradisi masyarakat Madinah.
Ciri Khas : Sumber hukumnya meliputi sunnah, amal perbuatan penduduk Madinah,
qaul shahabi (fatwa salah seorang sahabat), dan maslahah al-mursalah (sesuatu yang
baik menurut akal yang dapat mendekatkan pada kebaikan dan menghindarkan pada
keburukan).
3. Madzhab Syafi'i
Pendiri : Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i.
Latar Belakang : Sumber hukumnya meliputi Al-Qur'an, sunnah, ijma', dan qiyas.
Ciri Khas : mayoritas muslim Indonesia berkiblat pada mazhab ini, dengan pokok
pikiran dan prinsip dasar yang disebarluaskan dan dikembangkan oleh para
muridnya.
4. Madzhab Hambali
Pendiri : Imam Ahmad bin Hanbal.
Latar Belakang : Dikenal sebagai mazhab dengan jumlah pengikut yang paling
sedikit.
Ciri Khas : Sumber hukumnya meliputi Al-Qur'an, hadits, dan ijma' para ulama
Pengaruh geografis dan intelektual dalam penyebaran mazhab dalam Islam
sangat signifikan dan saling terkait. Berikut adalah beberapa poin penting yang
menjelaskan hal ini:
1. Faktor Geografis dan Urbanisme :
Faktor geografis dan tingkat urbanisme suatu masyarakat telah mempengaruhi
lahirnya berbagai mazhab fiqh dalam Islam. Contohnya, di Spanyol pada abad ke-12,
kota Cordova yang merupakan kota metropolitan telah menjadi pusat intelektual yang
mendukung tersebarnya banyak mazhab. Ibnu Rusyd, seorang intelektual yang tinggal
di Cordova, memiliki pengaruh besar dalam Aristotelianisme Eropa abad pertengahan.
2. Kondisi Sosial dan Politik :
Kondisi sosial, ekonomi, dan politik juga turut membentuk wawasan
intelektual. Misalnya, di Andalusia, kemajuan intelektual didukung oleh kondisi negara
yang maju, yang memungkinkan berbagai mazhab berkembang.
Pengaruh Intelektual
3. Tokoh Intelektual dan Pengaruhnya :
Kemunculan dan karakter seorang tokoh intelektual sangat dipengaruhi oleh
kondisi dan situasi yang mengitarinya. Tokoh-tokoh seperti Ibnu Rusyd dan Imam
Syafi'i memiliki pengaruh besar dalam terbentuknya mazhab fiqh.
4. Kerjasama Antarmazhab :
Kerjasama antarmazhab dalam bentuk dialog dan kolaborasi dapat membantu
memperkuat mazhab dengan menggali persamaan dan mencari titik temu antara
mazhab-mazhab yang berbeda. Hal ini dapat memperluas dan memperkaya
pemahaman dan pengaruh mazhab.
5. Pembinaan Ulama dan Teknologi Informasi :
Pembinaan ulama yang kuat dan pemahaman yang mendalam tentang mazhab
juga merupakan langkah penting dalam memperkuat mazhab. Selain itu, pemanfaatan
teknologi informasi seperti media sosial, situs web, dan aplikasi mobile dapat
digunakan untuk menyebarkan ajaran dan pemahaman mazhab, memungkinkan akses
yang lebih luas bagi masyarakat
2.3 Periode Modern (1258 M- Sekarang)
2.3.1 Penjajahan dan Modernisasi
Pengaruh kolonialisme Barat terhadap sistem hukum Islam sangat signifikan
dan kompleks, terutama dalam konteks Asia Tenggara dan Afrika Utara. Berikut
adalah beberapa poin penting yang menjelaskan pengaruh kolonialisme Barat:
1. Penggantian Kekuasaan Lokal dengan Administrasi Kolonial
Politik Hukum Kolonial : Pemerintahan kolonial seperti Belanda dan Inggris
menggantikan kekuasaan lokal dengan administrasi kolonial. Hal ini berarti bahwa
hukum Islam yang sebelumnya berlaku secara mandiri di wilayah-wilayah yang
diraja, mulai digantikan oleh hukum kolonial yang lebih terstruktur dan dikendalikan
oleh pemerintah kolonial..
2. Mekanisme Pengawasan
Pengendalian Hukum Islam : Pemerintah kolonial Belanda, misalnya,
menggunakan mekanisme pengawasan untuk mengendalikan, membatasi, dan
memasukkan hukum Islam di kalangan umat Islam. Hukum Islam Ditempatkan di
ruang privat, dan hukum adat diberlakukan untuk kepentingan kontrol kolonial atas
hukum Islam.
3. Pengaruh Budaya dan Pendidikan
Pengenalan Sistem Pendidikan Barat : Kolonialisme Barat membawa
pengenalan sistem pendidikan Barat yang mengikis tradisi lokal. Hal ini berdampak
pada penyebaran pengetahuan dan pemahaman hukum Islam yang lebih terbatas dan
terkendali.
4. Konflik Antara Hukum Islam dan Hukum Adat
Pergeseran Hukum Islam : Pemerintahan kolonial Belanda menciptakan garis
pemisah antara hukum adat dan hukum Islam. Hukum adat dianggap sebagai sistem
hukum yang hidup dan diterapkan dalam masyarakat, sementara hukum Islam
dianggap sebagai sistem yang teoritis. Hal ini menyebabkan konflik antara kedua
sistem hukum dan pembatasan peran hukum Islam di ruang publik.
5. Pengaruh terhadap Peran Ulama
Peminggiran Peran Ulama : Pemerintah kolonial Belanda membatasi peran
ulama dalam masyarakat Islam. Ulama dianggap sebagai simpul sosial kultural yang
berpotensi menggerakkan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial. Oleh karena itu,
pemerintah kolonial membatasi hukum Islam ke ruang privat untuk mengurangi
pengaruh ulama dalam masyarakat
2.3.2 Kontemporer
Pengembangan fiqh kontemporer dalam Islam melibatkan penyelesaian
masalah-masalah modern dan adaptasi hukum Islam dengan kondisi sosial dan
teknologi yang terus berkembang. Berikut adalah beberapa aspek penting dalam
pengembangan fiqh kontemporer:
1. Ijtihad Kontemporer
Respon Perubahan Terhadap Zaman : Ijtihad kontemporer merupakan upaya
untuk menafsirkan hukum Islam secara responsif terhadap perubahan zaman dan
kondisi sosial. Hal ini memungkinkan hukum Islam untuk tetap relevan dan berfungsi
dalam masyarakat modern.
2. Adaptasi dengan Teknologi dan Ilmu Pengetahuan
Pengembangan Ilmu Pengetahuan : Fiqh kontemporer harus beradaptasi dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contohnya, dalam masalah
muamalah, hukum Islam harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi.
3. Relevansi dengan Kultur Masyarakat
Kultur Masyarakat Indonesia : Di Indonesia, Mazhab Syafi'i memiliki pengaruh
yang signifikan dalam penegakan hukum Islam. Penetapan hukum berdasarkan
Mazhab Syafi'i dilakukan melalui fatwa dan pedoman yang diberikan oleh lembaga
keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI).
4. Penggunaan Metodologi Keilmuan Modern
Keterbukaan Berpikir : Para mujtahid dan cendekiawan Muslim harus memiliki
keterbukaan berpikir dengan menghilangkan sikap prasangka terhadap metodologi
keilmuan Barat. Hal ini membantu dalam mengembangkan hukum Islam di masa
mendatang dengan menggunakan metode ilmiah yang rasional, obyektif, kritis,
deskriptif, dan logika.
5. Transformasi Hukum ke dalam Undang-Undang
Al-Taqnin : Hukum Islam dapat dilembagakan melalui prosedur peraturanundangan, yang dikenal dalam hukum Islam dengan “al-Taqnin” (dilembagakan
menjadi undang-undang atau kodifikasi hukum Islam). Hal ini memungkinkan
hukum Islam berfungsi dalam masyarakat modern dengan lebih efektif.
6. Pemikiran Hukum Islam Klasik dan Modern
Universalitas Hukum Islam : Hukum Islam tidak hanya berlaku sebagai prinsip
hukum yang memuat ajaran-ajaran moral dan etika, tetapi juga universalitas hukum
Islam yang mencakup semua peraturan yang berfungsi menjadi pedoman/penuntun
kehidupan manusia. Hal ini menjadikan hukum Islam sebagai hukum tertinggi yang
tidak dimiliki oleh berbagai sistem hukum lainnya
BAB III
SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQH
3.1 Periode Awal
3.1.1 Konsep Awal Ushul Fiqh di Masa Rasulullah S.A.W
Konsep awal ushul fiqh di masa Rasulullah SAW didasarkan pada sumbersumber hukum Islam yang utama, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Berikut adalah
penjelasan tentang bagaimana konsep awal ushul fiqh berkembang dengan
menggunakan sumber-sumber tersebut:
1. Al-Qur'an sebagai Sumber Utama
Wahyu Allah : Al-Qur'an merupakan wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW. Ia merupakan sumber hukum utama dalam Islam,
karena Al-Qur'an mengandung perintah-perintah Allah yang harus
diikuti oleh umat Islam.
Dasar Utama : Segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dalam Islam harus
didasarkan pada Al-Qur'an. Oleh karena itu, Al-Qur'an dianggap
sebagai dasar utama untuk mengambil istinbat hukum.
2. Hadits Sebagai Sumber Kedua
Ucapan dan Perbuatan Nabi : Hadis merupakan ucapan, perbuatan, atau takrir
Rasulullah SAW yang dicontoh oleh umatnya dalam menjalani
kehidupan. Hadis berfungsi untuk menjelaskan, menjelaskan, dan
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an yang belum jelas dan rinci.
Pengaruh dalam Hukum Islam : Hadis menduduki posisi penting dalam kajian
keislaman dan hukum Islam. Ia selalu menjadi referensi kedua setelah
Al-Qur'an dan merupakan sumber hukum yang sangat penting dalam
menjelaskan dan menafsirkan hukum-hukum yang terkandung dalam
Al-Qur'an.
3. Hubungan Antara Al-Qur'an dan Hadis
Keterkaitan Sumber Hukum : Al-Qur'an dan Hadis tidak dapat dipisahkan dalam
menjelaskan hukum-hukum Islam. Kedua sumber hukum ini saling
berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang berasal dari Tuhan.
Al-Qur'an menggambarkan hubungan antara keduanya dengan
mengatakan bahwa setiap apa saja yang keluar dari Nabi, baik AlQur'an maupun Hadis, tidak lain merupakan wahyu yang tidak
tercampur dengan keinginan-keinginan pribadi
Penggunaan qiyas dan istihsan dalam hukum Islam merupakan dua metode
yang penting dalam menjelaskan dan menafsirkan hukum-hukum yang tidak secara
eksplisit disebutkan dalam Al-Qur'an dan Hadis. Berikut adalah penjelasan tentang
penggunaan qiyas dan istihsan:
1. Qiyas
Definisi dan Fungsi : Qiyas (analogi) adalah metode hukum Islam yang digunakan
untuk menegakkan hukum pada suatu kasus yang belum ada nash
(ketentuan) yang jelas. Qiyas berdasarkan kesamaan 'illat (alasan
hukum) antara dua kasus yang berbeda. Menurut Al-Ghazali, qiyas
adalah menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang lain
dalam menetapkan hukum atau meniadakan hukum dari keduanya
karena adanya kesamaan di antara keduanya..
Jenis Qiyas :
Qiyas Awlawi : Qiyas yang berdasarkan pada nash yang jelas.
Qiyas Musawi : Qiyas yang berdasarkan ijtihad atau hukum asal.
Qiyas Khafi : Qiyas yang ilatnya ditetapkan melalui ijtihad atau hukum
asal.
2. Istihsan
Definisi dan Fungsi : Istihsan (kebijaksanaan) adalah metode hukum Islam yang
digunakan untuk mengeluarkan hukum yang lebih baik dari hukum
yang ada. Istihsan digunakan ketika ada perbedaan pendapat di antara
para ulama tentang hukum yang harus diterapkan. Istihsan berdasarkan
kebijaksanaan dan keadilan yang lebih tinggi dari hukum yang ada.
Penggunaan Istihsan :
Istihsan digunakan dalam situasi di mana hukum yang ada tidak lagi
relevan atau tidak sesuai dengan kondisi sosial dan budaya yang
berubah. Contohnya, dalam kasus istitha'ah (syarat wajib haji), istihsan
digunakan untuk menetapkan syarat-syarat yang lebih luas dan tidak
hanya terbatas pada angkutan dan kendaraan.
3. Perbandingan Antara Qiyas dan Istihsan
Qiyas vs Istihsan :
Qiyas dan istihsan adalah dua metode yang berbeda dalam hukum
Islam. Qiyas berdasarkan kesamaan 'illat, sedangkan istihsan
berdasarkan kebijaksanaan dan keadilan yang lebih tinggi.
Qiyas lebih fokus pada menetapkan hukum berdasarkan kesamaan
alasan hukum, sedangkan istihsan lebih fokus pada mengeluarkan
hukum yang lebih baik dari hukum yang ada.
3.2 Periode Klasik
3.2.1 Pengembangan Metodologi Ushul Fiqh
Pengembangan prinsip-prinsip Ushul Fiqh oleh ulama besar seperti Al-Syafi'i,
Al-Khattabi, dan Al-Juwayni merupakan langkah penting dalam sejarah perkembangan
hukum Islam. Berikut adalah penjelasan tentang pengembangan prinsip-prinsip Ushul
Fiqh dan penulisan karya-karya penting seperti "Al-Risala" oleh Al-Syafi'i:
1. Al-Shafi'i dan Al-Risalah
Latar Belakang : Al-Syafi'i (150-204 H/767-820 M) adalah salah satu ulama besar yang
berperan penting dalam pengembangan Ushul Fiqh. Ia menulis “Al-Risala” (Kitab arRisala fi Uṣūl al-Fiqh), sebuah karya yang sangat berpengaruh dalam bidang Ushul
Fiqh.
Isi Karya : "Al-Risala" merupakan salah satu karya paling awal dalam bidang Ushul
Fiqh. Ia membahas tentang sumber-sumber hukum Islam, yaitu Al-Qur'an dan Hadis.
Karya ini juga membahas tentang konsep-konsep seperti bayan (penjelasan), ilmu
hukum, kitab Allah (Al-Qur'an), kewajiban manusia untuk menerima otoritas Nabi,
abrogasi hukum syari', kewajiban-kewajiban, sifat perintah Allah dan perintah Nabi,
tradisi, khabar ahad (tradisi individu), ijma' (kesepakatan), qiyas (analogi), ijtihad,
istihsan (preferensi hukum), dan ikhtilaf (perbedaan pendapat).
2. Al-Khattabi dan Pengembangan Ushul Fiqh
Kehadiran Al-Khattabi : Al-Khattabi (w. 388 H/998 M) adalah seorang ulama yang
berperan penting dalam pengembangan Ushul Fiqh. Ia menulis "Ma'almi al-Ilmi"
(Pengetahuan Ilmu), sebuah karya yang membahas tentang sumber-sumber hukum
Islam dan metode-metode yang digunakan dalam Ushul Fiqh.
Pengaruhnya : Al-Khattabi memperluas pemahaman tentang sumber-sumber hukum
Islam dan metode-metode yang digunakan dalam Ushul Fiqh. Ia juga membahas
tentang peran ijma' dan qiyas dalam menetapkan hukum.
3. Al-Juwayni dan Pengembangan Ushul Fiqh
Kehadiran Al-Juwayni : Al-Juwayni (w. 478 H/1085 M) adalah seorang ulama yang
berperan penting dalam pengembangan Ushul Fiqh. Ia menulis "Kitab al-Waraqat",
sebuah karya yang membahas tentang prinsip-prinsip dasar Ushul Fiqh.
Pengaruhnya : Al-Juwayni memperluas pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar
Ushul Fiqh, termasuk tentang sumber-sumber hukum Islam, metode-metode yang
digunakan dalam Ushul Fiqh, dan peran ijma' dan qiyas dalam menetapkan hukum
3.2.2 Perkembangan Klasik dan Kritis
Kritikan dan penambahan metode ushul fiqh dari ulama setelahnya telah beragam dan
kompleks, dengan beberapa ulama yang menawarkan perspektif dan metode yang
berbeda. Berikut adalah beberapa contoh kritikan dan penambahan yang signifikan:
1. Kritikan terhadap Narsisme Ulama
Dilema Rekonstruksi Ushul Fiqh : Adelina Nasution dalam penelitiannya
tentang "Narsisme Ulama: Dilema dan Posibilitas Rekonstruksi Ushul Fiqh di
Indonesia" menemukan bahwa narsisme ulama dan egoisme kaum cendekiawan
merupakan dilema utama dalam rekonstruksi ushul fiqh di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan metode hermeneutika Paul Ricoeur untuk menganalisis gagasan teoritis
Hasan al-Turabi dan menemukan bahwa integrasi ilmu modern dengan fiqh tradisional
merupakan kunci untuk mengatasi dilema ini.
2. Kurangnya Apresiasi Rasionaisme
Stagnasi Ushul Fiqh : Kurangnya apresiasi terhadap rasionaisme menjadi kendala
dalam pengembangan metode ushul fiqh. Sebagian ulama menolak penggunaan rasio
yang berlebihan dan lebih menekankan pada aspek tekstual semata. Hal ini telah
menghambat pengembangan metode ushul fiqh yang lebih rasional dan ilmiah,
sehingga menciptakan situasi yang kurang kondusif bagi perkembangan ushul fiqh di
masa abad pertengahan.
3. Penggunaan Logika Analogi (Qiyas)
Kritik terhadap Argumentasi Ulama yang Tidak Mengakui Hak Cipta :
Sebagian ulama yang tidak mengakui hak cipta berargumentasi dengan sumber-sumber
utama Islam, seperti ayat Al-Qur'an dan Hadis, serta logika analogi (qiyas). Namun
argumentasi mereka mengandung cacat logika jika dikaitkan dengan kaidah-kaidah
yang ada dalam usul fiqh. Penelitian ini menemukan beberapa argumentasi yang umum
digunakan pihak yang kontra hak cipta dan mengetahui celah-celah kejanggalan di
dalamnya.
4. Reposisi Sunnah dalam Diskursus Hukum Islam
Metodologi Baru untuk Kritik Hadits : Diperlukan suatu metodologi baru yang
dapat memperjelas fungsi Hadits dalam pemikiran Islam dan dalam ilmu Ushul Fiqh.
Penelitian ini berusaha (re)konseptualisasi skop Al-Qur'an dan Sunnah dalam periode
pra-klasik Islam, yang menunjukkan hubungan hermeneutik yang penting antara
keduanya. Penelitian ini juga menuangkan metode klasik Muhaddits dan Ushuliyyun
yang fokus pada isu-isu normatif isnad dan mutawatir, yang berkontribusi pada
penolakan hubungan hermeneutik asli Al-Qur'an dan Sunnah
3.3 Periode Modern dan Kontemporer
3.3.1 Reformasi dan dan Pengaruh Modern
Adaptasi Ushul Fiqh terhadap perubahan zaman dan masalah-masalah
kontemporer merupakan proses yang kompleks dan dinamis. Berikut adalah beberapa
aspek penting dalam adaptasi Ushul Fiqh:
1. Responsif terhadap Perubahan Sosial
Dinamika Masyarakat adalah Ushul Fiqh yang dinamis dan responsif terhadap
dinamika masyarakat dan perubahan zaman memungkinkan hukum Islam tetap
relevan. Perubahan sosial seperti peperangan, perubahan penduduk, dan bencana alam
dapat mempengaruhi hukum Islam dan memerlukan adaptasi yang tepat.
2. Penggunaan Qiyas dan Istihsan
Metode Analogi adalah Qiyas (analogi) digunakan untuk menegakkan hukum
pada kasus yang belum ada nash (ketentuan) yang jelas. Istihsan (preferensi hukum)
digunakan untuk mengeluarkan hukum yang lebih baik dari hukum yang ada. Metode
kedua ini membantu dalam menyesuaikan hukum Islam dengan kondisi sosial dan
teknologi modern.
3. Integrasi Ilmu Modern dengan Fiqh Tradisional
Rekonstruksi Ushul Fiqh adalah Integrasi ilmu modern dengan fiqh tradisional
merupakan kunci untuk mengatasi dilema dalam rekonstruksi ushul fiqh. Penelitian
menggunakan metode hermeneutika Paul Ricoeur menunjukkan bahwa hanya dengan
mengintegrasikan ilmu-ilmu modern dengan fiqh tradisional, rekonstruksi ushul fiqh
dapat terwujud di Indonesia.
4. Pengaruh Narsisme Ulama
Dilema Rekonstruksi Ushul Fiqh adalah Narsisme ulama dan egoisme kaum
cendekiawan merupakan dilema utama dalam rekonstruksi ushul fiqh di Indonesia.
Penelitian ini menemukan bahwa hanya dengan mengintegrasikan ilmu-ilmu modern
dengan fiqh tradisional, rekonstruksi ushul fiqh dapat terwujudkan.
5. Pengembangan Metodologi Baru
Penggunaan Logika Analogi adalah Qiyas adalah cara menetapkan hukum atas
suatu kasus atau peristiwa yang belum disebut di dalam nash dengan cara
menyamakannya dengan kasus atau peristiwa yang ditetapkannya sudah ada dalam AlQur'an maupun Hadis. Rukun Qiyas menurut para ulama meliputi kesamaan,
ukurannya menurut syara', dan sifat tunai
3.3.2 Ushul Fiqh dalam konteks Global
Pengaruh globalisasi terhadap metode Ushul Fiqh dapat dilihat dalam beberapa
aspek, termasuk adaptasi Ushul Fiqh dalam berbagai negara dan konteks yang berbeda.
Berikut adalah diskusi tentang penerapan Ushul Fiqh dalam berbagai negara dan
konteks:
1. Adaptasi Ushul Fiqh dalam Konteks Globalisasi
Integrasi Ilmu Modern adalah Globalisasi telah membawa integrasi ilmu
modern dengan fiqh tradisional. Ushul Fiqh, sebagai ilmu yang berhubungan dengan
sumber-sumber hukum Islam, urutan prioritasnya, dan metode-metode yang digunakan
untuk memutuskan suatu aturan hukum dari sumber-sumber utama Syariah, harus
beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Penggunaan Metode Analogi (Qiyas) adalah Qiyas, sebagai metode analogi,
digunakan untuk menetapkan hukum pada kasus yang belum ada nash (ketentuan) yang
jelas. Dalam konteks globalisasi, qiyas dapat digunakan untuk menyesuaikan hukum
Islam dengan kondisi sosial dan teknologi modern.
2. Penerapan Ushul Fiqh di Berbagai Negara
Di Indonesia, Ushul Fiqh telah digunakan dalam konteks keindonesiaan. Bukubuku seperti "Fiqh Ushul Fiqh" oleh DR. Ali Sodiqin menjelaskan teori dan
metodologinya, serta implementasinya di Indonesia. Ushul Fiqh di Indonesia
membahas tentang dasar, kaidah, dan metode yang digunakan untuk menetapkan
hukum, termasuk metode istimbat yang meliputi kaidah penafsiran terhadap nas,
penetapan makna teks, dan penjelasan hubungan antara ayat Al-Qur'an dengan hadis.
Mazhab dan Perdebatan, Di berbagai negara, ulama dari berbagai mazhab
memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengembangkan Ushul Fiqh. Misalnya,
ulama Hanafiyah mengembangkan tentang al-istihsan dan al-'urf, sedangkan ulama
Hanabilah banyak mengembangkan ijma' ahl al-Madinah, sadd adz-dzara'i, dan lainlain.
3. Kritik dan Penambahan
Kritik terhadap Penilaian Hadits, Dalam beberapa konteks, penilaian hadits
berdasarkan isnad dan rijal yang dipopulerkan oleh para Muhadditsun tidak memberi
kerangka sistematis yang memadai tentang hubungan Al-Qur'an dan Hadits saat ini.
Oleh karena itu, diperlukan suatu metodologi baru yang dapat memperjelas fungsi
hadits dalam pemikiran Islam dan dalam ilmu Ushul Fiqh
BAB IV
KONTRIBUSI UTAMA DALAM PENGEMBANGAN FIQH DAN USHUL
FIQH
4.1 Ulama dan Karya-Karya Utama
4.1.1 Kontirbusi ulama terkenal
Para ulama besar seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Al-Syafi'i,
dan Imam Ahmad bin Hanbal telah memberikan kontribusi signifikan dalam
pengembangan fiqh dan ushul fiqh. Berikut adalah karya-karya mereka yang
berpengaruh dan kontribusinya:
1. Imam Abu Hanifah
Kontribusi Utama :
Pengembangan Mazhab Hanafi : Imam Abu Hanifah adalah pendiri Mazhab
Hanafi, salah satu mazhab utama dalam fiqh Islam. Ia dikenal sebagai mujtahid yang
ahli ibadah dan memiliki pengetahuan luas dalam berbagai ilmu fiqh, tafsir, dan hadis.
Karya-Karya yang Berpengaruh :
Kitab al-Athar : Meskipun kitab ini tidak bertahan hingga saat ini, namun
karyanya telah berpengaruh dalam pengembangan fiqh Hanafi.
Kitab al-Madkhal : Kitab ini merupakan salah satu karya utama Imam Abu Hanifah
yang membahas tentang dasar-dasar fiqh dan ushul fiqh.
2. Imam Malik
Kontribusi Utama :
Pengembangan Mazhab Maliki : Imam Malik adalah pendiri Mazhab Maliki,
salah satu mazhab utama dalam fiqh Islam. Ia dikenal sebagai ulama yang ahli dalam
ilmu bahasa Arab dan sejarah, serta memiliki pemikiran unik mengenai fiqh.
Karya-Karya yang Berpengaruh :
Kitab al-Muwatta' : Kitab ini merupakan salah satu karya utama Imam Malik
yang berisi hadits dan fiqih. Ia mengumpulkan hadits-hadits dan menetapkan hukum
berdasarkan hadits-hadits tersebut.
Ijtihad al-Amal : Imam Malik mengembangkan metode ijtihad yang disebut
ijtihad al-amal, yang fokus pada praktik masyarakat Madinah dalam menentukan
hukum.
3. Imam Syafi'i
Kontribusi Utama :
Pengembangan Mazhab Syafi'i : Imam Al-Syafi'i adalah pendiri Mazhab
Syafi'i, salah satu mazhab utama dalam fiqh Islam. Ia dikenal sebagai ulama yang
memiliki pengetahuan luas dalam berbagai ilmu fiqh, tafsir, dan hadis.
Karya-Karya yang Berpengaruh :
Kitab ar-Risalah : Kitab ini merupakan salah satu karya utama Imam Al-Syafi'i
yang membahas tentang dasar-dasar fiqh dan ushul fiqh. Ia menjelaskan tentang
sumber-sumber hukum Islam, urutan prioritasnya, dan metode-metode yang digunakan
untuk memutuskan suatu aturan hukum.
4. Imam Ahmad bin Hanbal
Kontribusi Utama :
Pengembangan Mazhab Hanbali : Imam Ahmad bin Hanbal adalah pendiri
Mazhab Hanbali, salah satu mazhab utama dalam fiqh Islam. Ia dikenal sebagai ulama
yang memiliki pengetahuan luas dalam berbagai ilmu fiqh, tafsir, dan hadis.
Karya-Karya yang Berpengaruh :
Kitab al-Musnad : Kitab ini merupakan salah satu karya utama Imam Ahmad
bin Hanbal yang berisi hadits-hadits yang dikumpulkan olehnya. Ia menjelaskan
tentang hadits-hadits yang sahih dan tidak sahih.
4.1.2 Karya-Karya Kunci dalam Ushul fiqh
Karya-karya kunci dalam Ushul Fiqh, termasuk “Al-Risala” oleh Al-Syafi'i,
memiliki pengaruh yang signifikan dalam metodologi hukum Islam. Berikut adalah
penjelasan tentang karya-karya tersebut dan pengaruhnya:
1. "Al-Risala" oleh Al-Syafi'i
Karya Utama : "Al-Risala" (Kitab ar-Risalah) adalah salah satu karya utama Imam
Al-Syafi'i yang membahas tentang dasar-dasar fiqh dan ushul fiqh. Ia
menjelaskan tentang sumber-sumber hukum Islam, urutan prioritasnya, dan
metode-metode yang digunakan untuk memutuskan suatu aturan hukum
Pengaruh Metodologi : Karya ini sangat berpengaruh dalam pengembangan
metodologi hukum Islam. Al-Syafi'i membahas tentang:
Sumber-Sumber Hukum : Al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama hukum Islam.
Urutan Prioritas : Urutan prioritas dalam menetapkan hukum, yaitu Al-Qur'an di atas
Hadis.
Metode Istimbat : Metode istimbat yang meliputi kaidah penafsiran terhadap nas,
penetapan makna teks, dan penjelasan hubungan antara ayat Al-Qur'an dengan
hadis.
Qiyas dan Istihsan : Penggunaan qiyas (analogi) dan istihsan (preferensi hukum)
dalam menetapkan hukum pada kasus yang belum ada nash yang jelas.
2. Pengaruh Al-Risalah
Pengembangan Mazhab Syafi'i : "Al-Risala" merupakan dasar pengembangan Mazhab
Syafi'i, salah satu mazhab utama dalam fiqh Islam. Mazhab ini dikenal karena
fokusnya pada ketelitian dan keteraturan dalam menegakkan hukum.
Penggunaan dalam Penelitian : Karya ini masih digunakan sebagai referensi dalam
penelitian hukum Islam hingga saat ini. Ushul fiqih yang dikembangkan oleh
Al-Syafi'i dalam "Al-Risala" membantu dalam menetapkan hukum yang lebih
akurat dan relevan dengan kondisi sosial dan budaya yang berubah-ubah.
3. Karya-Karya Lain dalam Ushul Fiqh
Kitab al-Athar oleh Imam Abu Hanifah : Meskipun kitab ini tidak bertahan hingga
saat ini, namun karyanya telah berpengaruh dalam pengembangan fiqh
Hanafi. Kitab ini membahas tentang dasar-dasar fiqh dan ushul fiqh.
Kitab al-Muwatta' oleh Imam Malik : Kitab ini merupakan salah satu karya utama
Imam Malik yang berisi hadits dan fiqh. Ia mengumpulkan hadits-hadits dan
menetapkan hukum berdasarkan hadits-hadits tersebut.
4.2 Perubahan Metodolodi dan Adaptasi
Perubahan metodologi dalam Ushul Fiqh dari masa klasik hingga modern
dipengaruhi oleh adaptasi terhadap masalah kontemporer dan pengaruh globalisasi.
Berikut adalah penjelasan tentang perubahan metodologi tersebut:
1. Masa Klasik
Metodologi Tradisional : Dalam masa klasik, Ushul Fiqh dikembangkan dengan
metodologi yang lebih tradisional. Para ulama seperti Imam Syafi'i, Imam
Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad bin Hanbal telah menetapkan
dasar-dasar Ushul Fiqh yang masih digunakan hingga saat ini. Metodologi ini
meliputi:
Sumber-Sumber Hukum : Al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama hukum Islam.
Urutan Prioritas : Urutan prioritas dalam menetapkan hukum, yaitu Al-Qur'an di atas
Hadis.
Metode Istimbat : Metode istimbat yang meliputi kaidah penafsiran terhadap nas,
penetapan makna teks, dan penjelasan hubungan antara ayat Al-Qur'an dengan
hadis.
Qiyas dan Istihsan : Penggunaan qiyas (analogi) dan istihsan (preferensi hukum)
dalam menetapkan hukum pada kasus yang belum ada nash yang jelas.
2. Masa Modern
Adaptasi Terhadap Masalah Kontemporer :
Pengaruh Globalisasi : Dalam masa modern, Ushul Fiqh telah beradaptasi dengan
masalah-masalah kontemporer dan pengaruh globalisasi. Para ulama modern
seperti Yusuf Qardhawi telah mengembangkan formulasi fiqh kontemporer
yang fokus pada landasan Rabbani yang kuat dan universal.
Integrasi Ilmu Modern : Ushul Fiqh modern juga mengintegrasikan ilmu modern
dengan fiqh tradisional. Hal ini membantu dalam menetapkan hukum yang
lebih akurat dan relevan dengan kondisi sosial dan teknologi modern.
Penggunaan Metodologi Baru : Dalam menghadapi masalah-masalah kontemporer,
Ushul Fiqh modern menggunakan metodologi baru yang lebih dinamis dan
kreatif. Contohnya, Yusuf Qardhawi menggunakan ijtihad sebagai kunci
untuk melakukan pembaharuan ushul fiqh yang sesuai dengan tuntutan zaman.
3. Pengaruh Globalisasi
Dinamika Masyarakat : Globalisasi telah membawa dinamika masyarakat yang sangat
kompleks. Ushul Fiqh modern harus beradaptasi dengan perubahan sosial dan
teknologi ini agar tetap relevan. Hal ini melibatkan penggunaan metodemetode yang lebih fleksibel dan dapat menyesuaikan diri dengan berbagai
konteks.
Kebutuhan Hukum Masyarakat : Perubahan sosial dan teknologi telah menciptakan
kebutuhan hukum masyarakat yang baru. Ushul Fiqh modern harus dapat
merespon kebutuhan ini dengan mengembangkan rumusan-rumusan ushul
fiqh yang ideal secara moral dan formal
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada makalah ini diantaranya yaitu:
1. Ilmu Fiqh telah mengalami perkembangan yang panjang dan kompleks dari
masa awal Islam hingga sekarang. Berikut adalah ringkasan sejarah
perkembangan ilmu Fiqh: Masa Rasulullah SAW: Ilmu Fiqh sudah ada pada
masa Rasulullah SAW, walaupun belum menjadi disiplin ilmu tersendiri.
Semua persoalan keagamaan yang muncul waktu itu, langsung ditanyakan
kepada Nabi SAW dan diselesaikan dengan bersumber pada Al-Qur'an dan
Sunnah. Masa Sahabat: Setelah Rasulullah SAW wafat, ilmu Fiqh mulai
berkembang. Para sahabat menggunakan metode ijtihad untuk menetapkan
hukum-hukum syariat. Mereka menggunakan musyawarah untuk mencari
kesepakatan bersama tentang persoalan hukum, serta mempergunakan
pertimbangan akal (ra'yu) seperti qiyas dan maslahah. Masa Tabi'in: Pada masa
tabi'in, ilmu Fiqh terus berkembang. Para tabi'in dan tabi' tabi'in melanjutkan
ijtihad sahabat dan menambahkan hukum-hukum baru melalui istinbat.
Perluasan istinbat ini dikarenakan banyaknya permasalahan yang muncul dan
tidak semua permasalahan yang ada terdapat di dalam nash (al-Qur'an dan
Hadits.
2. Kontribusi utama dalam pengembangan Ushul Fiqh dan perkembangan
metode-metodenya dapat dilihat dari beberapa sumber berikut: Kontribusi
Imam Syafi'i. Imam Syafi'i memiliki kontribusi besar dalam pengembangan
Ushul Fiqh dengan menyusun kaidah-kaidah ushul fiqh secara sistematis dalam
kitab "Kitab ar-Risalah fii Ushul al-Fiqh." Buku ini menjadi acuan penting bagi
para ulama fiqih. Pengembangan Metode Ijtihad. Ijtihad dan Kemaslahatan:
Ushul Fiqh juga berkembang melalui ijtihad, yang merupakan proses berpikir
kritis dan berinovasi dalam memahami hukum syariat Islam. Ijtihad ini
dilakukan oleh para mujtahid, termasuk Imam Syafi'i, yang mempertimbangkan
kemaslahatan dalam pengambilan keputusan hukum. Pengaruh Ulama Lain.
Pengaruh Imam Abu Hanifah: Ulama Hanafiyah, seperti Imam Abu Hanifah,
mengembangkan perdebatan tentang al-istihsan dan al-’urf, yang digunakan
dalam interpretasi hukum syariat Islam. Pengaruh Imam Al-Ghazali.
DAFTAR PUSTAKA
Almond, V. A. (2024). Praktek Ketatanegaraan Di Masa Khalifah Rasyidin. Ihsanika:
Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(1), 1-14
Anang, Al Arif. (2019). Sejarah Perkembangan Pengetahuan Dalam Islam. 3(2), 98108
Anwar, S., Sakina, R., Lukita, M., Hernata, N., Miranda, M., & Ridwan, M. (2023).
Mazhab Syafi'i Sebagai Paradigma Dalam Pemikiran Dan Penetapan Hukum
Islam Di Indonesia. Varia Hukum, 5(2), 101-123
Idris, M. A. (2022). Eksistensi Dayah Sebagai Penjaga Moral Umat Dalam Sejarah
Dan Masa Kini Di Kabupaten Aceh Barat (Doctoral Dissertation, Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry)
Iqbal, M. (2018). Urgensi Kaidah-Kaidah Fiqh Terhadap Reaktualisasi Hukum Islam
Kontemporer. Edutech: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Ilmu Sosial,4(2)
Manansal, R. Praktik Syukuran Sunda Wiwitan Menurut Nu Dan Muhammadiyah Di
Desa Citenjo Kec. Cibingbin Kuninngan Jawa Barat Dan Relevansinya
Dengan Tradisi Adat Dalam Perspektif Perbandingan Mazhab (Bachelor's
Thesis, Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta)
Murdan, Mn (2022). Menalar Konstruksi Sejarah Pembentukan Madzhab Fiqh Islam
Dalam Upaya Menyelaraskan Moderasi Bermadzhab. Al Mabhats: Jurnal
Penelitian Sosial Agama , 7 (2), 103-120
Nurlina, N., Sultan, L., & Hilal, F. (2024). Pemikiran Hukum Islam Pada Masa Tabi’in
Dan Tabi’ut Tabi’in Serta Masa Taqlid. Al-Rasῑkh: Jurnal Hukum Islam, 13(1),
1-12
Rizani, R., Hasa, A., Umar, M., & Khasyi'in, N. (2024). Sejarah Politik Hukum Islam
Dari Klasik Ke Kontemporer: Pengembangan Dan Transformasi. Indonesian
Journal Of Islamic Jurisprudence, Economic And Legal Theory, 2(2), 854-880
Suherli, I. R., Bisri, H., & Kusuma, N. R. (2024). Stagnasi Dan Kemunduran Ushul
Fiqih: Faktor Penyebab, Peran Tokoh Dan Upaya Pengembangan. Equality:
Journal Of Islamic Law (Ejil), 2(1), 32-48
Sugianto, E. (2020). Deskripsi Pengertian Dan Penerapan Qawaid AlFiqhiyah. Tawshiyah: Jurnal Sosial Keagaman Dan Pendidikan Islam, 15(2),
73-85.
Download