MAKALAH “Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh Dan Ushul Fiqh” DI SUSUN OLEH: FIKRI HAIKAL MOH RAMLI / 50300124025 ERNA MAWAR / 50300124012 JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2024 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolonganNya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh Dan Ushul Fiqh”. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih Gowa, 10 september 2024 Penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu usul fiqih menjadi ilmu yang sangat penting untuk dikuasai, karena ilmu usul fiqih ini merupakan sebuah ilmu yang mempelajari metode metode dalam menggali hukum dalam menetapkan fiqih. Lebih tepatnya ilmu usul fiqih ini mempelajari dan membahas tentang kaidah kaidah umum (kulli) yang dipergunakan untuk mengambil intisari hukum syara’ melalui dali dalil yang terperinci. Jika seorang ulama fiqih tidak mengetahi dan tidak menguasai ilmu usul fiqih, maka tidak akan dapat menetapkan hukum terhadap suatu persoalan yang terjadi di Masyarakat. Salah satu manfaat dari mempelajari ilmu usul fiqih adalah membimbing para mujtahid atau ahli fiqih untuk mengambil istinbat hukum syara’ secara baik dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Melalui ushul fiqh pun dapat ditemukan jalan keluar dalam menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatan bertentangan satu sama lain. Bahkan, lewat dalil-dalil yang ada dalam kajian ushul fiqh, seperti qiyas, istihsan, maslahat al-mursalah, istishab, dan urf, dapat dijadikan landasan dalam menetapkan hukum terhadap persoalan yang tidak dijelaskan langsung oleh nash hukumnya. Hal ini yang dapat membantu umat Islam dalam menjawab berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan umat Islam sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah. Adanya problematika kontemporer yang muncul, menuntut fiqh untuk dapat menjawabnya, oleh karenanya dibutuhkan perangkat ijtihad yang responsif dan kekinian. Atas dasar inilah, muncul pemikiran bahwa ushul fiqh sebagai metodologi penghasil fiqh harus mengalami pembaruan (tajdid) dikarenakan metodologi ini dihasilkan pada beberapa abad silam, yang ilmu-ilmu sosial, teknologi, metodologi modern belum ada. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh memiliki peran penting dalam tradisi Islam karena mereka membantu umat Islam memahami dan menerapkan ajaran Islam secara tepat dan relevan dengan konteks sosial dan budaya masyarakat. Berikut adalah penjelasan tentang pentingnya ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh: Fiqh adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum Islam berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Fiqh mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti ibadah, muamalah, dan hukum keluarga. Fiqh menuntut manusia kepada kebaikan dan bertaqwa kepada Allah. Setiap umat Islam dapat menjalankan ajaran agama dengan baik melalui pengetahuan tentang hukum-hukum Islam. Fiqh sangat penting karena ia memberikan pedoman hukum yang sesuai dengan ajaran Islam, sehingga kehidupan bermuamalah dengan sesama dapat berjalan dengan baik. Ushul Fiqh adalah ilmu yang mempelajari dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang digunakan untuk menetapkan hukum-hukum Islam. Ushul Fiqh menjelaskan cara berdialog dan berdiskusi yang merujuk kepada dalil yang benar dan diakui. Ushul Fiqh membantu umat Islam untuk mengistinbathkan (mengeluarkan) hukum dari dalil-dalil yang terperinci. Dengan demikian, hukum-hukum Islam dapat diterapkan secara tepat dan relevan dengan konteks sosial dan budaya masyarakat. Ushul Fiqh sangat penting karena ia memberikan metode yang jelas untuk menetapkan hukum-hukum Islam. Tanpa Ushul Fiqh, umat Islam cenderung mengalami taqlid (imitasi) tanpa pengetahuan dasar tentang hukum-hukum Islam. Pendekatan Fiqh Budaya adalah pendekatan dalam studi hukum Islam yang mengambil kira konteks budaya dan tradisi masyarakat dalam merumuskan hukum-hukum agama. Pendekatan ini mempertimbangkan bahwa praktik keagamaan dan hukum Islam dapat bervariasi tergantung pada lingkungan budaya dan sosial di mana umat Islam tinggal. Pendekatan Fiqh Budaya membantu memahami dan merumuskan hukum Islam yang lebih relevan dengan konteks sosial dan budaya masyarakat. Ini sangat penting di tengah masyarakat minoritas Muslim karena mengakui kompleksitas kehidupan mereka yang berbeda dari mayoritas Muslim di negara-negara dengan mayoritas Muslim. Perkembangan hukum Islam di Indonesia melibatkan kontinuitas dan perubahan implementasi hukum Islam. Buku-buku tentang Fiqh dan Ushul Fiqh memberikan pengetahuan tentang historisitas masuk dan berkembangnya hukum Islam di Indonesia. Buku-buku tersebut menjelaskan proses pembenaran hukum Islam di Indonesia, termasuk upaya umat Islam di Indonesia untuk mengimplementasikan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh sangat penting dalam tradisi Islam karena mereka membantu umat Islam memahami dan menerapkan ajaran Islam secara tepat dan relevan dengan konteks sosial dan budaya masyarakat. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu Fiqh dari masa awal Islam hingga sekarang? 2. Apa saja kontribusi utama dalam pengembangan Ushul Fiqh dan bagaimana metode-metodenya berkembang? 1.3 Tujuan Makalah 1. Untuk Mengetahui sejarah perkembangan ilmu Fiqh dari masa awal Islam hingga sekarang 2. Untuk Mengetahui kontribusi utama dalam pengembangan Ushul Fiqh dan bagaimana metode-metodenya berkembang BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU FIQH 2.1 Periode Awal Islam (610-661 M) 2.1.1. Masa Rasulullah S.A.W Pada masa Rasulullah Saw, penyelesaian hukum Islam dilakukan dengan berpedoman pada al Qur’an dan hadis. Selain itu pada masa ini juga telah berlangsung ijtihad, baik yang dilakukan oleh Rasulullah Saw sendiri maupun yang dilakukan oleh para sahabat. Setelah Nabi Muhammad Saw wafat, sahabat sebagai generasi Islam pertama meneruskan ajaran dan misi kerasulan kemudian diteruskan pada masa Tabi’in. Masa sahabat identik dengan masa Khulafa ar rasyidin. Sudah menjadi sunnatullah, bahwa manusia dengan segala kelebihan akalnya yang diberikan oleh Allah SWT, tentunya bersifat dinamis. Banyak hal -hal yang pada masa Rasulullah SAW masih hidup belum ada, ternyata hari ini terjadi dalam bidang hukum. Tentu saja umat Islam memerlukan jawaban konkrit terkait dengan permasalahan hukum yang sifatnya kontemporer, sementara pada sisi lain, baik Al-Qur‟an maupun Hadis, tidak memberikan kepastian hukum terhadap dinamika yang muncul di masyarakat dalam konteks kekinian. Sebenarnya kecemasan masyarakat muslim tersebut telah diberikan formulanya oleh para ulama klasik terdahulu melalui ilmu ushul fiqh dan juga ilmu kaidah -kaidah fiqh. Dalam istinbath hukum Islam, terdapat 4 (empat) ilmu penting yang saling berkaitan. Dua ilmu yang pertama merupakan ilmu “pokok” yaitu fiqh dan ilmu ushul al-fiqh. Ilmu fiqh obyeknya adalah perbuatan mukallaf dilihat dari segi yang kemudian dibagi menjadi wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Pada sisi lain ushul fiqh merupakan metodologi istinbath hukum dan sekaligus berfungsi sebagai standar terhadap deraja kebenaran istinbath. Ushul fiqh berperan dalam menentukan prosedur istinbath hukum. Ketika melacak tentang pembentukan dan pertumbuhan hukum Islam, termasuk kaidah-kaidah fiqih, kita harus memulainya dari masa Rasul Allah, sebagai pembawa agama dan aturan-aturannya, dengan Al-Qur‟an dan Sunnah sebagai dasarnya. Pada masa Nabi, otoritas tertinggi dalam pengambilan keputusan suatu hukum Islam ada pada Nabi sendiri, tidak ada yang lain. Semua masalah hukum yang muncul dalam masyarakat diselesaikan langsung oleh Nabi melalui petunjuk wahyu, seperti yang terdapat dalam Al-Qur`an dan Sunnah Nabi. 2.1.2. Masa Khulafaur Rasyidin Khulafaur Rasyidin adalah masa awal kekhalifan Islam pasca kepemimpinan Rasulullah SAW. yang terdiri dari empat sahabat, adalah: pertama, Abu Bakar, kedua, Umar bin Khattab, ketiga, Utsman bin ‘Affan, keempat, Ali bin Abi Thalib. Di mana di antara keempat khalifah tersebut memiliki masa pencapaian yang berbeda-beda, baik dari sisi hegemoni pemerintahan, kemapanan perekonomian, hingga espansi Islam di negara-negara lainnya. Pemerintah politik masa khulafar rasyidin di masa abu bakar, umar, usman, dan ali sudah pasti berbeda setiap memegang ke pimpinannya, pada masa Khulafar Rasydin prinsip musyawarah, persaman rebeyasan berpendapat menjadi realisasi dari penerapan ajaran al-quran dan sunah rasul. Pemahaman dan penafsiran terhadap pemerintahan Khulafar Rasyidin, pasca dan sekarang sangat berkaitan sehingga sistem pemerintahan yang telah di bentuk dari masa ke masa berkembang menjadi seperti sekarang. Sistem pemerintahan yang di itikan oleh pendahuluannya yang dapat menambah wawasan pembaca tentang pemerintahan yang pernah di praktikan dan di terapkan dalam dunia islam hingga saat ini. Dalam bidang pemerintahan, Khalifahadalah orang yang memimpin pemerintahan di bidang pemerintahan, dipilih politik. Ketika khalifahkedua gelar Amirul Mukminin. Setelah memegang itu, tampuk gelar Amirul Mukminintetap digunakan untuk seluruh khalifah setelahnya. Agama mendasari pemerintahan ini sebagai kepemimpinan duniawi yang bertujuan untuk memimpin kehidupan manusia untuk kemaslahatan mereka. Akibatnya, orang harus mengikuti perintah khalifah selama tidak bertentangan dengan aturan syariat Islam. Al-Qur'an dan hadis adalah dasar kepemimpinan khalifah. Dalam hal ijtihad dan istinbat (menggali hukum), khalifahsama dengan mujtahid lain, memberikan fatwa tentang hal-hal baru. Jika pendapat para khalifah sama, pendapat mereka harus diikuti, dan ini disebut ijmak dalam bahasa kaum muslimin. Jika para khalifah berbeda pendapat, mereka menggunakan Kekuasaan khalifah mencakup pelaksanaan hukum yang dianggap agama. benar. Pemerintahan khilafahbukan pemerintahan agama; namun, mereka memiliki tanggung jawab agama. 2.2 Periode Klasik (661-1258 M) 2.2.1. Era Dinasti Ummayah dan Abbasiyah Perkembangan ilmu fiqh pada era Dinasti Umayyah dan Abbasiyah dapat dibagi menjadi beberapa tahapan penting: 1. Periode Dinasti Umayyah Masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin dimana Ilmu fiqh mulai berkembang pada masa kepemimpinan Rasulullah Saw dan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib) Pada masa ini, dasar-dasar hukum Islam mulai terbentuk dan dipraktikkan. Periode Pertumbuhan. Setelah Khulafaur Rasyidin, ilmu fiqh terus berkembang melalui periode pertumbuhan, di mana para tabiin (generasi setelah Khulafaur Rasyidin) dan tabiit (generasi setelah tabiin) mempelajari dan mengembangkan hukum Islam . 2. Periode Dinasti Abbasiyah Periode Dinasti Abbasiyah yaitu pada masa Pembentukan Mazhab Fiqih, Pada masa Dinasti Abbasiyah, terdapat empat mazhab fiqih yang berkembang: Mazhab Auza'i, Mazhab Malik, Mazhab Syafi'i, dan Mazhab Hanafi. Imam Auza'i, Malik Ibn Anas, dan Imam Syafi'i merupakan tokoh-tokoh penting dalam pembentukan mazhabmazhab ini. Perpustakaan dan Observatorium Baitul Hikmah. Pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid melihat pentingnya ilmu pengetahuan dan mendirikan Baitul Hikmah, sebuah perpustakaan dan lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Baitul Hikmah ini merupakan lanjutan dari Jundisaphur Academy di Sasania Persia dan berfungsi sebagai pusat filsafat dan ilmu pengetahuan yang luas. Kemajuan Sistem Pendidikan Islam. Dinasti Abbasiyah juga melihat kemajuan dalam sistem pendidikan Islam, dengan lembaga-lembaga pendidikan dasar seperti kuttab atau maktab, masjid yang berfungsi sebagai tempat pendidikan dan kebudayaan, dan universitas seperti Universitas Nizhamiyah. Perkembangan Mazhab Fiqih. Pada masa ini, mazhab-mazhab fiqih terus berkembang dan diperluas, dengan para ulama yang mengembangkan kaidah-kaidah ushul fiqh dan kitab-kitab fiqh yang berpengaruh. 2.2.2 Perkembangan Masdzhab Terbentuknya empat madzhab utama dalam fiqih Islam, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali, terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah, tepatnya era pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid. Berikut adalah ringkasan tentang setiap madzhab tersebut: 1. Madzhab Hanafi Pendiri : Imam Abu Hanifah An-Nu'man bin Tsabit (80-150 H). Latar Belakang : Lahir di Kufah, belajar fiqih kepada ulama aliran Irak, dan banyak menggunakan qiyas (analogi) karena hadits yang sampai ke Irak sedikit. Ciri Khas : Dikenal sebagai madzhab Ahli Qiyas, dengan sumber hukum yang meliputi Al-Qur'an, hadits, atsar, qiyas, istihsan, ijma' para ulama, dan 'urf (tradisi). Perkembangan : Mazhab Hanafi berkembang luas di Mesir, Turki, India, Afganistan, Kaukasus, dan Balkan, dengan sebagian besar penduduk Turki Usmani dan Albania sebagai pengikutnya. 2. Madzhab Maliki Pendiri : Imam Malik bin Anas. Latar Belakang : Tinggal di Madinah, sehingga mazhab ini dipengaruhi oleh praktik dan tradisi masyarakat Madinah. Ciri Khas : Sumber hukumnya meliputi sunnah, amal perbuatan penduduk Madinah, qaul shahabi (fatwa salah seorang sahabat), dan maslahah al-mursalah (sesuatu yang baik menurut akal yang dapat mendekatkan pada kebaikan dan menghindarkan pada keburukan). 3. Madzhab Syafi'i Pendiri : Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i. Latar Belakang : Sumber hukumnya meliputi Al-Qur'an, sunnah, ijma', dan qiyas. Ciri Khas : mayoritas muslim Indonesia berkiblat pada mazhab ini, dengan pokok pikiran dan prinsip dasar yang disebarluaskan dan dikembangkan oleh para muridnya. 4. Madzhab Hambali Pendiri : Imam Ahmad bin Hanbal. Latar Belakang : Dikenal sebagai mazhab dengan jumlah pengikut yang paling sedikit. Ciri Khas : Sumber hukumnya meliputi Al-Qur'an, hadits, dan ijma' para ulama Pengaruh geografis dan intelektual dalam penyebaran mazhab dalam Islam sangat signifikan dan saling terkait. Berikut adalah beberapa poin penting yang menjelaskan hal ini: 1. Faktor Geografis dan Urbanisme : Faktor geografis dan tingkat urbanisme suatu masyarakat telah mempengaruhi lahirnya berbagai mazhab fiqh dalam Islam. Contohnya, di Spanyol pada abad ke-12, kota Cordova yang merupakan kota metropolitan telah menjadi pusat intelektual yang mendukung tersebarnya banyak mazhab. Ibnu Rusyd, seorang intelektual yang tinggal di Cordova, memiliki pengaruh besar dalam Aristotelianisme Eropa abad pertengahan. 2. Kondisi Sosial dan Politik : Kondisi sosial, ekonomi, dan politik juga turut membentuk wawasan intelektual. Misalnya, di Andalusia, kemajuan intelektual didukung oleh kondisi negara yang maju, yang memungkinkan berbagai mazhab berkembang. Pengaruh Intelektual 3. Tokoh Intelektual dan Pengaruhnya : Kemunculan dan karakter seorang tokoh intelektual sangat dipengaruhi oleh kondisi dan situasi yang mengitarinya. Tokoh-tokoh seperti Ibnu Rusyd dan Imam Syafi'i memiliki pengaruh besar dalam terbentuknya mazhab fiqh. 4. Kerjasama Antarmazhab : Kerjasama antarmazhab dalam bentuk dialog dan kolaborasi dapat membantu memperkuat mazhab dengan menggali persamaan dan mencari titik temu antara mazhab-mazhab yang berbeda. Hal ini dapat memperluas dan memperkaya pemahaman dan pengaruh mazhab. 5. Pembinaan Ulama dan Teknologi Informasi : Pembinaan ulama yang kuat dan pemahaman yang mendalam tentang mazhab juga merupakan langkah penting dalam memperkuat mazhab. Selain itu, pemanfaatan teknologi informasi seperti media sosial, situs web, dan aplikasi mobile dapat digunakan untuk menyebarkan ajaran dan pemahaman mazhab, memungkinkan akses yang lebih luas bagi masyarakat 2.3 Periode Modern (1258 M- Sekarang) 2.3.1 Penjajahan dan Modernisasi Pengaruh kolonialisme Barat terhadap sistem hukum Islam sangat signifikan dan kompleks, terutama dalam konteks Asia Tenggara dan Afrika Utara. Berikut adalah beberapa poin penting yang menjelaskan pengaruh kolonialisme Barat: 1. Penggantian Kekuasaan Lokal dengan Administrasi Kolonial Politik Hukum Kolonial : Pemerintahan kolonial seperti Belanda dan Inggris menggantikan kekuasaan lokal dengan administrasi kolonial. Hal ini berarti bahwa hukum Islam yang sebelumnya berlaku secara mandiri di wilayah-wilayah yang diraja, mulai digantikan oleh hukum kolonial yang lebih terstruktur dan dikendalikan oleh pemerintah kolonial.. 2. Mekanisme Pengawasan Pengendalian Hukum Islam : Pemerintah kolonial Belanda, misalnya, menggunakan mekanisme pengawasan untuk mengendalikan, membatasi, dan memasukkan hukum Islam di kalangan umat Islam. Hukum Islam Ditempatkan di ruang privat, dan hukum adat diberlakukan untuk kepentingan kontrol kolonial atas hukum Islam. 3. Pengaruh Budaya dan Pendidikan Pengenalan Sistem Pendidikan Barat : Kolonialisme Barat membawa pengenalan sistem pendidikan Barat yang mengikis tradisi lokal. Hal ini berdampak pada penyebaran pengetahuan dan pemahaman hukum Islam yang lebih terbatas dan terkendali. 4. Konflik Antara Hukum Islam dan Hukum Adat Pergeseran Hukum Islam : Pemerintahan kolonial Belanda menciptakan garis pemisah antara hukum adat dan hukum Islam. Hukum adat dianggap sebagai sistem hukum yang hidup dan diterapkan dalam masyarakat, sementara hukum Islam dianggap sebagai sistem yang teoritis. Hal ini menyebabkan konflik antara kedua sistem hukum dan pembatasan peran hukum Islam di ruang publik. 5. Pengaruh terhadap Peran Ulama Peminggiran Peran Ulama : Pemerintah kolonial Belanda membatasi peran ulama dalam masyarakat Islam. Ulama dianggap sebagai simpul sosial kultural yang berpotensi menggerakkan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial. Oleh karena itu, pemerintah kolonial membatasi hukum Islam ke ruang privat untuk mengurangi pengaruh ulama dalam masyarakat 2.3.2 Kontemporer Pengembangan fiqh kontemporer dalam Islam melibatkan penyelesaian masalah-masalah modern dan adaptasi hukum Islam dengan kondisi sosial dan teknologi yang terus berkembang. Berikut adalah beberapa aspek penting dalam pengembangan fiqh kontemporer: 1. Ijtihad Kontemporer Respon Perubahan Terhadap Zaman : Ijtihad kontemporer merupakan upaya untuk menafsirkan hukum Islam secara responsif terhadap perubahan zaman dan kondisi sosial. Hal ini memungkinkan hukum Islam untuk tetap relevan dan berfungsi dalam masyarakat modern. 2. Adaptasi dengan Teknologi dan Ilmu Pengetahuan Pengembangan Ilmu Pengetahuan : Fiqh kontemporer harus beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contohnya, dalam masalah muamalah, hukum Islam harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. 3. Relevansi dengan Kultur Masyarakat Kultur Masyarakat Indonesia : Di Indonesia, Mazhab Syafi'i memiliki pengaruh yang signifikan dalam penegakan hukum Islam. Penetapan hukum berdasarkan Mazhab Syafi'i dilakukan melalui fatwa dan pedoman yang diberikan oleh lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI). 4. Penggunaan Metodologi Keilmuan Modern Keterbukaan Berpikir : Para mujtahid dan cendekiawan Muslim harus memiliki keterbukaan berpikir dengan menghilangkan sikap prasangka terhadap metodologi keilmuan Barat. Hal ini membantu dalam mengembangkan hukum Islam di masa mendatang dengan menggunakan metode ilmiah yang rasional, obyektif, kritis, deskriptif, dan logika. 5. Transformasi Hukum ke dalam Undang-Undang Al-Taqnin : Hukum Islam dapat dilembagakan melalui prosedur peraturanundangan, yang dikenal dalam hukum Islam dengan “al-Taqnin” (dilembagakan menjadi undang-undang atau kodifikasi hukum Islam). Hal ini memungkinkan hukum Islam berfungsi dalam masyarakat modern dengan lebih efektif. 6. Pemikiran Hukum Islam Klasik dan Modern Universalitas Hukum Islam : Hukum Islam tidak hanya berlaku sebagai prinsip hukum yang memuat ajaran-ajaran moral dan etika, tetapi juga universalitas hukum Islam yang mencakup semua peraturan yang berfungsi menjadi pedoman/penuntun kehidupan manusia. Hal ini menjadikan hukum Islam sebagai hukum tertinggi yang tidak dimiliki oleh berbagai sistem hukum lainnya BAB III SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQH 3.1 Periode Awal 3.1.1 Konsep Awal Ushul Fiqh di Masa Rasulullah S.A.W Konsep awal ushul fiqh di masa Rasulullah SAW didasarkan pada sumbersumber hukum Islam yang utama, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Berikut adalah penjelasan tentang bagaimana konsep awal ushul fiqh berkembang dengan menggunakan sumber-sumber tersebut: 1. Al-Qur'an sebagai Sumber Utama Wahyu Allah : Al-Qur'an merupakan wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Ia merupakan sumber hukum utama dalam Islam, karena Al-Qur'an mengandung perintah-perintah Allah yang harus diikuti oleh umat Islam. Dasar Utama : Segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dalam Islam harus didasarkan pada Al-Qur'an. Oleh karena itu, Al-Qur'an dianggap sebagai dasar utama untuk mengambil istinbat hukum. 2. Hadits Sebagai Sumber Kedua Ucapan dan Perbuatan Nabi : Hadis merupakan ucapan, perbuatan, atau takrir Rasulullah SAW yang dicontoh oleh umatnya dalam menjalani kehidupan. Hadis berfungsi untuk menjelaskan, menjelaskan, dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an yang belum jelas dan rinci. Pengaruh dalam Hukum Islam : Hadis menduduki posisi penting dalam kajian keislaman dan hukum Islam. Ia selalu menjadi referensi kedua setelah Al-Qur'an dan merupakan sumber hukum yang sangat penting dalam menjelaskan dan menafsirkan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur'an. 3. Hubungan Antara Al-Qur'an dan Hadis Keterkaitan Sumber Hukum : Al-Qur'an dan Hadis tidak dapat dipisahkan dalam menjelaskan hukum-hukum Islam. Kedua sumber hukum ini saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang berasal dari Tuhan. Al-Qur'an menggambarkan hubungan antara keduanya dengan mengatakan bahwa setiap apa saja yang keluar dari Nabi, baik AlQur'an maupun Hadis, tidak lain merupakan wahyu yang tidak tercampur dengan keinginan-keinginan pribadi Penggunaan qiyas dan istihsan dalam hukum Islam merupakan dua metode yang penting dalam menjelaskan dan menafsirkan hukum-hukum yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur'an dan Hadis. Berikut adalah penjelasan tentang penggunaan qiyas dan istihsan: 1. Qiyas Definisi dan Fungsi : Qiyas (analogi) adalah metode hukum Islam yang digunakan untuk menegakkan hukum pada suatu kasus yang belum ada nash (ketentuan) yang jelas. Qiyas berdasarkan kesamaan 'illat (alasan hukum) antara dua kasus yang berbeda. Menurut Al-Ghazali, qiyas adalah menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang lain dalam menetapkan hukum atau meniadakan hukum dari keduanya karena adanya kesamaan di antara keduanya.. Jenis Qiyas : Qiyas Awlawi : Qiyas yang berdasarkan pada nash yang jelas. Qiyas Musawi : Qiyas yang berdasarkan ijtihad atau hukum asal. Qiyas Khafi : Qiyas yang ilatnya ditetapkan melalui ijtihad atau hukum asal. 2. Istihsan Definisi dan Fungsi : Istihsan (kebijaksanaan) adalah metode hukum Islam yang digunakan untuk mengeluarkan hukum yang lebih baik dari hukum yang ada. Istihsan digunakan ketika ada perbedaan pendapat di antara para ulama tentang hukum yang harus diterapkan. Istihsan berdasarkan kebijaksanaan dan keadilan yang lebih tinggi dari hukum yang ada. Penggunaan Istihsan : Istihsan digunakan dalam situasi di mana hukum yang ada tidak lagi relevan atau tidak sesuai dengan kondisi sosial dan budaya yang berubah. Contohnya, dalam kasus istitha'ah (syarat wajib haji), istihsan digunakan untuk menetapkan syarat-syarat yang lebih luas dan tidak hanya terbatas pada angkutan dan kendaraan. 3. Perbandingan Antara Qiyas dan Istihsan Qiyas vs Istihsan : Qiyas dan istihsan adalah dua metode yang berbeda dalam hukum Islam. Qiyas berdasarkan kesamaan 'illat, sedangkan istihsan berdasarkan kebijaksanaan dan keadilan yang lebih tinggi. Qiyas lebih fokus pada menetapkan hukum berdasarkan kesamaan alasan hukum, sedangkan istihsan lebih fokus pada mengeluarkan hukum yang lebih baik dari hukum yang ada. 3.2 Periode Klasik 3.2.1 Pengembangan Metodologi Ushul Fiqh Pengembangan prinsip-prinsip Ushul Fiqh oleh ulama besar seperti Al-Syafi'i, Al-Khattabi, dan Al-Juwayni merupakan langkah penting dalam sejarah perkembangan hukum Islam. Berikut adalah penjelasan tentang pengembangan prinsip-prinsip Ushul Fiqh dan penulisan karya-karya penting seperti "Al-Risala" oleh Al-Syafi'i: 1. Al-Shafi'i dan Al-Risalah Latar Belakang : Al-Syafi'i (150-204 H/767-820 M) adalah salah satu ulama besar yang berperan penting dalam pengembangan Ushul Fiqh. Ia menulis “Al-Risala” (Kitab arRisala fi Uṣūl al-Fiqh), sebuah karya yang sangat berpengaruh dalam bidang Ushul Fiqh. Isi Karya : "Al-Risala" merupakan salah satu karya paling awal dalam bidang Ushul Fiqh. Ia membahas tentang sumber-sumber hukum Islam, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Karya ini juga membahas tentang konsep-konsep seperti bayan (penjelasan), ilmu hukum, kitab Allah (Al-Qur'an), kewajiban manusia untuk menerima otoritas Nabi, abrogasi hukum syari', kewajiban-kewajiban, sifat perintah Allah dan perintah Nabi, tradisi, khabar ahad (tradisi individu), ijma' (kesepakatan), qiyas (analogi), ijtihad, istihsan (preferensi hukum), dan ikhtilaf (perbedaan pendapat). 2. Al-Khattabi dan Pengembangan Ushul Fiqh Kehadiran Al-Khattabi : Al-Khattabi (w. 388 H/998 M) adalah seorang ulama yang berperan penting dalam pengembangan Ushul Fiqh. Ia menulis "Ma'almi al-Ilmi" (Pengetahuan Ilmu), sebuah karya yang membahas tentang sumber-sumber hukum Islam dan metode-metode yang digunakan dalam Ushul Fiqh. Pengaruhnya : Al-Khattabi memperluas pemahaman tentang sumber-sumber hukum Islam dan metode-metode yang digunakan dalam Ushul Fiqh. Ia juga membahas tentang peran ijma' dan qiyas dalam menetapkan hukum. 3. Al-Juwayni dan Pengembangan Ushul Fiqh Kehadiran Al-Juwayni : Al-Juwayni (w. 478 H/1085 M) adalah seorang ulama yang berperan penting dalam pengembangan Ushul Fiqh. Ia menulis "Kitab al-Waraqat", sebuah karya yang membahas tentang prinsip-prinsip dasar Ushul Fiqh. Pengaruhnya : Al-Juwayni memperluas pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar Ushul Fiqh, termasuk tentang sumber-sumber hukum Islam, metode-metode yang digunakan dalam Ushul Fiqh, dan peran ijma' dan qiyas dalam menetapkan hukum 3.2.2 Perkembangan Klasik dan Kritis Kritikan dan penambahan metode ushul fiqh dari ulama setelahnya telah beragam dan kompleks, dengan beberapa ulama yang menawarkan perspektif dan metode yang berbeda. Berikut adalah beberapa contoh kritikan dan penambahan yang signifikan: 1. Kritikan terhadap Narsisme Ulama Dilema Rekonstruksi Ushul Fiqh : Adelina Nasution dalam penelitiannya tentang "Narsisme Ulama: Dilema dan Posibilitas Rekonstruksi Ushul Fiqh di Indonesia" menemukan bahwa narsisme ulama dan egoisme kaum cendekiawan merupakan dilema utama dalam rekonstruksi ushul fiqh di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode hermeneutika Paul Ricoeur untuk menganalisis gagasan teoritis Hasan al-Turabi dan menemukan bahwa integrasi ilmu modern dengan fiqh tradisional merupakan kunci untuk mengatasi dilema ini. 2. Kurangnya Apresiasi Rasionaisme Stagnasi Ushul Fiqh : Kurangnya apresiasi terhadap rasionaisme menjadi kendala dalam pengembangan metode ushul fiqh. Sebagian ulama menolak penggunaan rasio yang berlebihan dan lebih menekankan pada aspek tekstual semata. Hal ini telah menghambat pengembangan metode ushul fiqh yang lebih rasional dan ilmiah, sehingga menciptakan situasi yang kurang kondusif bagi perkembangan ushul fiqh di masa abad pertengahan. 3. Penggunaan Logika Analogi (Qiyas) Kritik terhadap Argumentasi Ulama yang Tidak Mengakui Hak Cipta : Sebagian ulama yang tidak mengakui hak cipta berargumentasi dengan sumber-sumber utama Islam, seperti ayat Al-Qur'an dan Hadis, serta logika analogi (qiyas). Namun argumentasi mereka mengandung cacat logika jika dikaitkan dengan kaidah-kaidah yang ada dalam usul fiqh. Penelitian ini menemukan beberapa argumentasi yang umum digunakan pihak yang kontra hak cipta dan mengetahui celah-celah kejanggalan di dalamnya. 4. Reposisi Sunnah dalam Diskursus Hukum Islam Metodologi Baru untuk Kritik Hadits : Diperlukan suatu metodologi baru yang dapat memperjelas fungsi Hadits dalam pemikiran Islam dan dalam ilmu Ushul Fiqh. Penelitian ini berusaha (re)konseptualisasi skop Al-Qur'an dan Sunnah dalam periode pra-klasik Islam, yang menunjukkan hubungan hermeneutik yang penting antara keduanya. Penelitian ini juga menuangkan metode klasik Muhaddits dan Ushuliyyun yang fokus pada isu-isu normatif isnad dan mutawatir, yang berkontribusi pada penolakan hubungan hermeneutik asli Al-Qur'an dan Sunnah 3.3 Periode Modern dan Kontemporer 3.3.1 Reformasi dan dan Pengaruh Modern Adaptasi Ushul Fiqh terhadap perubahan zaman dan masalah-masalah kontemporer merupakan proses yang kompleks dan dinamis. Berikut adalah beberapa aspek penting dalam adaptasi Ushul Fiqh: 1. Responsif terhadap Perubahan Sosial Dinamika Masyarakat adalah Ushul Fiqh yang dinamis dan responsif terhadap dinamika masyarakat dan perubahan zaman memungkinkan hukum Islam tetap relevan. Perubahan sosial seperti peperangan, perubahan penduduk, dan bencana alam dapat mempengaruhi hukum Islam dan memerlukan adaptasi yang tepat. 2. Penggunaan Qiyas dan Istihsan Metode Analogi adalah Qiyas (analogi) digunakan untuk menegakkan hukum pada kasus yang belum ada nash (ketentuan) yang jelas. Istihsan (preferensi hukum) digunakan untuk mengeluarkan hukum yang lebih baik dari hukum yang ada. Metode kedua ini membantu dalam menyesuaikan hukum Islam dengan kondisi sosial dan teknologi modern. 3. Integrasi Ilmu Modern dengan Fiqh Tradisional Rekonstruksi Ushul Fiqh adalah Integrasi ilmu modern dengan fiqh tradisional merupakan kunci untuk mengatasi dilema dalam rekonstruksi ushul fiqh. Penelitian menggunakan metode hermeneutika Paul Ricoeur menunjukkan bahwa hanya dengan mengintegrasikan ilmu-ilmu modern dengan fiqh tradisional, rekonstruksi ushul fiqh dapat terwujud di Indonesia. 4. Pengaruh Narsisme Ulama Dilema Rekonstruksi Ushul Fiqh adalah Narsisme ulama dan egoisme kaum cendekiawan merupakan dilema utama dalam rekonstruksi ushul fiqh di Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa hanya dengan mengintegrasikan ilmu-ilmu modern dengan fiqh tradisional, rekonstruksi ushul fiqh dapat terwujudkan. 5. Pengembangan Metodologi Baru Penggunaan Logika Analogi adalah Qiyas adalah cara menetapkan hukum atas suatu kasus atau peristiwa yang belum disebut di dalam nash dengan cara menyamakannya dengan kasus atau peristiwa yang ditetapkannya sudah ada dalam AlQur'an maupun Hadis. Rukun Qiyas menurut para ulama meliputi kesamaan, ukurannya menurut syara', dan sifat tunai 3.3.2 Ushul Fiqh dalam konteks Global Pengaruh globalisasi terhadap metode Ushul Fiqh dapat dilihat dalam beberapa aspek, termasuk adaptasi Ushul Fiqh dalam berbagai negara dan konteks yang berbeda. Berikut adalah diskusi tentang penerapan Ushul Fiqh dalam berbagai negara dan konteks: 1. Adaptasi Ushul Fiqh dalam Konteks Globalisasi Integrasi Ilmu Modern adalah Globalisasi telah membawa integrasi ilmu modern dengan fiqh tradisional. Ushul Fiqh, sebagai ilmu yang berhubungan dengan sumber-sumber hukum Islam, urutan prioritasnya, dan metode-metode yang digunakan untuk memutuskan suatu aturan hukum dari sumber-sumber utama Syariah, harus beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Penggunaan Metode Analogi (Qiyas) adalah Qiyas, sebagai metode analogi, digunakan untuk menetapkan hukum pada kasus yang belum ada nash (ketentuan) yang jelas. Dalam konteks globalisasi, qiyas dapat digunakan untuk menyesuaikan hukum Islam dengan kondisi sosial dan teknologi modern. 2. Penerapan Ushul Fiqh di Berbagai Negara Di Indonesia, Ushul Fiqh telah digunakan dalam konteks keindonesiaan. Bukubuku seperti "Fiqh Ushul Fiqh" oleh DR. Ali Sodiqin menjelaskan teori dan metodologinya, serta implementasinya di Indonesia. Ushul Fiqh di Indonesia membahas tentang dasar, kaidah, dan metode yang digunakan untuk menetapkan hukum, termasuk metode istimbat yang meliputi kaidah penafsiran terhadap nas, penetapan makna teks, dan penjelasan hubungan antara ayat Al-Qur'an dengan hadis. Mazhab dan Perdebatan, Di berbagai negara, ulama dari berbagai mazhab memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengembangkan Ushul Fiqh. Misalnya, ulama Hanafiyah mengembangkan tentang al-istihsan dan al-'urf, sedangkan ulama Hanabilah banyak mengembangkan ijma' ahl al-Madinah, sadd adz-dzara'i, dan lainlain. 3. Kritik dan Penambahan Kritik terhadap Penilaian Hadits, Dalam beberapa konteks, penilaian hadits berdasarkan isnad dan rijal yang dipopulerkan oleh para Muhadditsun tidak memberi kerangka sistematis yang memadai tentang hubungan Al-Qur'an dan Hadits saat ini. Oleh karena itu, diperlukan suatu metodologi baru yang dapat memperjelas fungsi hadits dalam pemikiran Islam dan dalam ilmu Ushul Fiqh BAB IV KONTRIBUSI UTAMA DALAM PENGEMBANGAN FIQH DAN USHUL FIQH 4.1 Ulama dan Karya-Karya Utama 4.1.1 Kontirbusi ulama terkenal Para ulama besar seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Al-Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal telah memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan fiqh dan ushul fiqh. Berikut adalah karya-karya mereka yang berpengaruh dan kontribusinya: 1. Imam Abu Hanifah Kontribusi Utama : Pengembangan Mazhab Hanafi : Imam Abu Hanifah adalah pendiri Mazhab Hanafi, salah satu mazhab utama dalam fiqh Islam. Ia dikenal sebagai mujtahid yang ahli ibadah dan memiliki pengetahuan luas dalam berbagai ilmu fiqh, tafsir, dan hadis. Karya-Karya yang Berpengaruh : Kitab al-Athar : Meskipun kitab ini tidak bertahan hingga saat ini, namun karyanya telah berpengaruh dalam pengembangan fiqh Hanafi. Kitab al-Madkhal : Kitab ini merupakan salah satu karya utama Imam Abu Hanifah yang membahas tentang dasar-dasar fiqh dan ushul fiqh. 2. Imam Malik Kontribusi Utama : Pengembangan Mazhab Maliki : Imam Malik adalah pendiri Mazhab Maliki, salah satu mazhab utama dalam fiqh Islam. Ia dikenal sebagai ulama yang ahli dalam ilmu bahasa Arab dan sejarah, serta memiliki pemikiran unik mengenai fiqh. Karya-Karya yang Berpengaruh : Kitab al-Muwatta' : Kitab ini merupakan salah satu karya utama Imam Malik yang berisi hadits dan fiqih. Ia mengumpulkan hadits-hadits dan menetapkan hukum berdasarkan hadits-hadits tersebut. Ijtihad al-Amal : Imam Malik mengembangkan metode ijtihad yang disebut ijtihad al-amal, yang fokus pada praktik masyarakat Madinah dalam menentukan hukum. 3. Imam Syafi'i Kontribusi Utama : Pengembangan Mazhab Syafi'i : Imam Al-Syafi'i adalah pendiri Mazhab Syafi'i, salah satu mazhab utama dalam fiqh Islam. Ia dikenal sebagai ulama yang memiliki pengetahuan luas dalam berbagai ilmu fiqh, tafsir, dan hadis. Karya-Karya yang Berpengaruh : Kitab ar-Risalah : Kitab ini merupakan salah satu karya utama Imam Al-Syafi'i yang membahas tentang dasar-dasar fiqh dan ushul fiqh. Ia menjelaskan tentang sumber-sumber hukum Islam, urutan prioritasnya, dan metode-metode yang digunakan untuk memutuskan suatu aturan hukum. 4. Imam Ahmad bin Hanbal Kontribusi Utama : Pengembangan Mazhab Hanbali : Imam Ahmad bin Hanbal adalah pendiri Mazhab Hanbali, salah satu mazhab utama dalam fiqh Islam. Ia dikenal sebagai ulama yang memiliki pengetahuan luas dalam berbagai ilmu fiqh, tafsir, dan hadis. Karya-Karya yang Berpengaruh : Kitab al-Musnad : Kitab ini merupakan salah satu karya utama Imam Ahmad bin Hanbal yang berisi hadits-hadits yang dikumpulkan olehnya. Ia menjelaskan tentang hadits-hadits yang sahih dan tidak sahih. 4.1.2 Karya-Karya Kunci dalam Ushul fiqh Karya-karya kunci dalam Ushul Fiqh, termasuk “Al-Risala” oleh Al-Syafi'i, memiliki pengaruh yang signifikan dalam metodologi hukum Islam. Berikut adalah penjelasan tentang karya-karya tersebut dan pengaruhnya: 1. "Al-Risala" oleh Al-Syafi'i Karya Utama : "Al-Risala" (Kitab ar-Risalah) adalah salah satu karya utama Imam Al-Syafi'i yang membahas tentang dasar-dasar fiqh dan ushul fiqh. Ia menjelaskan tentang sumber-sumber hukum Islam, urutan prioritasnya, dan metode-metode yang digunakan untuk memutuskan suatu aturan hukum Pengaruh Metodologi : Karya ini sangat berpengaruh dalam pengembangan metodologi hukum Islam. Al-Syafi'i membahas tentang: Sumber-Sumber Hukum : Al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama hukum Islam. Urutan Prioritas : Urutan prioritas dalam menetapkan hukum, yaitu Al-Qur'an di atas Hadis. Metode Istimbat : Metode istimbat yang meliputi kaidah penafsiran terhadap nas, penetapan makna teks, dan penjelasan hubungan antara ayat Al-Qur'an dengan hadis. Qiyas dan Istihsan : Penggunaan qiyas (analogi) dan istihsan (preferensi hukum) dalam menetapkan hukum pada kasus yang belum ada nash yang jelas. 2. Pengaruh Al-Risalah Pengembangan Mazhab Syafi'i : "Al-Risala" merupakan dasar pengembangan Mazhab Syafi'i, salah satu mazhab utama dalam fiqh Islam. Mazhab ini dikenal karena fokusnya pada ketelitian dan keteraturan dalam menegakkan hukum. Penggunaan dalam Penelitian : Karya ini masih digunakan sebagai referensi dalam penelitian hukum Islam hingga saat ini. Ushul fiqih yang dikembangkan oleh Al-Syafi'i dalam "Al-Risala" membantu dalam menetapkan hukum yang lebih akurat dan relevan dengan kondisi sosial dan budaya yang berubah-ubah. 3. Karya-Karya Lain dalam Ushul Fiqh Kitab al-Athar oleh Imam Abu Hanifah : Meskipun kitab ini tidak bertahan hingga saat ini, namun karyanya telah berpengaruh dalam pengembangan fiqh Hanafi. Kitab ini membahas tentang dasar-dasar fiqh dan ushul fiqh. Kitab al-Muwatta' oleh Imam Malik : Kitab ini merupakan salah satu karya utama Imam Malik yang berisi hadits dan fiqh. Ia mengumpulkan hadits-hadits dan menetapkan hukum berdasarkan hadits-hadits tersebut. 4.2 Perubahan Metodolodi dan Adaptasi Perubahan metodologi dalam Ushul Fiqh dari masa klasik hingga modern dipengaruhi oleh adaptasi terhadap masalah kontemporer dan pengaruh globalisasi. Berikut adalah penjelasan tentang perubahan metodologi tersebut: 1. Masa Klasik Metodologi Tradisional : Dalam masa klasik, Ushul Fiqh dikembangkan dengan metodologi yang lebih tradisional. Para ulama seperti Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad bin Hanbal telah menetapkan dasar-dasar Ushul Fiqh yang masih digunakan hingga saat ini. Metodologi ini meliputi: Sumber-Sumber Hukum : Al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama hukum Islam. Urutan Prioritas : Urutan prioritas dalam menetapkan hukum, yaitu Al-Qur'an di atas Hadis. Metode Istimbat : Metode istimbat yang meliputi kaidah penafsiran terhadap nas, penetapan makna teks, dan penjelasan hubungan antara ayat Al-Qur'an dengan hadis. Qiyas dan Istihsan : Penggunaan qiyas (analogi) dan istihsan (preferensi hukum) dalam menetapkan hukum pada kasus yang belum ada nash yang jelas. 2. Masa Modern Adaptasi Terhadap Masalah Kontemporer : Pengaruh Globalisasi : Dalam masa modern, Ushul Fiqh telah beradaptasi dengan masalah-masalah kontemporer dan pengaruh globalisasi. Para ulama modern seperti Yusuf Qardhawi telah mengembangkan formulasi fiqh kontemporer yang fokus pada landasan Rabbani yang kuat dan universal. Integrasi Ilmu Modern : Ushul Fiqh modern juga mengintegrasikan ilmu modern dengan fiqh tradisional. Hal ini membantu dalam menetapkan hukum yang lebih akurat dan relevan dengan kondisi sosial dan teknologi modern. Penggunaan Metodologi Baru : Dalam menghadapi masalah-masalah kontemporer, Ushul Fiqh modern menggunakan metodologi baru yang lebih dinamis dan kreatif. Contohnya, Yusuf Qardhawi menggunakan ijtihad sebagai kunci untuk melakukan pembaharuan ushul fiqh yang sesuai dengan tuntutan zaman. 3. Pengaruh Globalisasi Dinamika Masyarakat : Globalisasi telah membawa dinamika masyarakat yang sangat kompleks. Ushul Fiqh modern harus beradaptasi dengan perubahan sosial dan teknologi ini agar tetap relevan. Hal ini melibatkan penggunaan metodemetode yang lebih fleksibel dan dapat menyesuaikan diri dengan berbagai konteks. Kebutuhan Hukum Masyarakat : Perubahan sosial dan teknologi telah menciptakan kebutuhan hukum masyarakat yang baru. Ushul Fiqh modern harus dapat merespon kebutuhan ini dengan mengembangkan rumusan-rumusan ushul fiqh yang ideal secara moral dan formal BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan pada makalah ini diantaranya yaitu: 1. Ilmu Fiqh telah mengalami perkembangan yang panjang dan kompleks dari masa awal Islam hingga sekarang. Berikut adalah ringkasan sejarah perkembangan ilmu Fiqh: Masa Rasulullah SAW: Ilmu Fiqh sudah ada pada masa Rasulullah SAW, walaupun belum menjadi disiplin ilmu tersendiri. Semua persoalan keagamaan yang muncul waktu itu, langsung ditanyakan kepada Nabi SAW dan diselesaikan dengan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah. Masa Sahabat: Setelah Rasulullah SAW wafat, ilmu Fiqh mulai berkembang. Para sahabat menggunakan metode ijtihad untuk menetapkan hukum-hukum syariat. Mereka menggunakan musyawarah untuk mencari kesepakatan bersama tentang persoalan hukum, serta mempergunakan pertimbangan akal (ra'yu) seperti qiyas dan maslahah. Masa Tabi'in: Pada masa tabi'in, ilmu Fiqh terus berkembang. Para tabi'in dan tabi' tabi'in melanjutkan ijtihad sahabat dan menambahkan hukum-hukum baru melalui istinbat. Perluasan istinbat ini dikarenakan banyaknya permasalahan yang muncul dan tidak semua permasalahan yang ada terdapat di dalam nash (al-Qur'an dan Hadits. 2. Kontribusi utama dalam pengembangan Ushul Fiqh dan perkembangan metode-metodenya dapat dilihat dari beberapa sumber berikut: Kontribusi Imam Syafi'i. Imam Syafi'i memiliki kontribusi besar dalam pengembangan Ushul Fiqh dengan menyusun kaidah-kaidah ushul fiqh secara sistematis dalam kitab "Kitab ar-Risalah fii Ushul al-Fiqh." Buku ini menjadi acuan penting bagi para ulama fiqih. Pengembangan Metode Ijtihad. Ijtihad dan Kemaslahatan: Ushul Fiqh juga berkembang melalui ijtihad, yang merupakan proses berpikir kritis dan berinovasi dalam memahami hukum syariat Islam. Ijtihad ini dilakukan oleh para mujtahid, termasuk Imam Syafi'i, yang mempertimbangkan kemaslahatan dalam pengambilan keputusan hukum. Pengaruh Ulama Lain. Pengaruh Imam Abu Hanifah: Ulama Hanafiyah, seperti Imam Abu Hanifah, mengembangkan perdebatan tentang al-istihsan dan al-’urf, yang digunakan dalam interpretasi hukum syariat Islam. Pengaruh Imam Al-Ghazali. DAFTAR PUSTAKA Almond, V. A. (2024). Praktek Ketatanegaraan Di Masa Khalifah Rasyidin. Ihsanika: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(1), 1-14 Anang, Al Arif. (2019). Sejarah Perkembangan Pengetahuan Dalam Islam. 3(2), 98108 Anwar, S., Sakina, R., Lukita, M., Hernata, N., Miranda, M., & Ridwan, M. (2023). Mazhab Syafi'i Sebagai Paradigma Dalam Pemikiran Dan Penetapan Hukum Islam Di Indonesia. Varia Hukum, 5(2), 101-123 Idris, M. A. (2022). Eksistensi Dayah Sebagai Penjaga Moral Umat Dalam Sejarah Dan Masa Kini Di Kabupaten Aceh Barat (Doctoral Dissertation, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry) Iqbal, M. (2018). Urgensi Kaidah-Kaidah Fiqh Terhadap Reaktualisasi Hukum Islam Kontemporer. Edutech: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Ilmu Sosial,4(2) Manansal, R. Praktik Syukuran Sunda Wiwitan Menurut Nu Dan Muhammadiyah Di Desa Citenjo Kec. Cibingbin Kuninngan Jawa Barat Dan Relevansinya Dengan Tradisi Adat Dalam Perspektif Perbandingan Mazhab (Bachelor's Thesis, Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta) Murdan, Mn (2022). Menalar Konstruksi Sejarah Pembentukan Madzhab Fiqh Islam Dalam Upaya Menyelaraskan Moderasi Bermadzhab. Al Mabhats: Jurnal Penelitian Sosial Agama , 7 (2), 103-120 Nurlina, N., Sultan, L., & Hilal, F. (2024). Pemikiran Hukum Islam Pada Masa Tabi’in Dan Tabi’ut Tabi’in Serta Masa Taqlid. Al-Rasῑkh: Jurnal Hukum Islam, 13(1), 1-12 Rizani, R., Hasa, A., Umar, M., & Khasyi'in, N. (2024). Sejarah Politik Hukum Islam Dari Klasik Ke Kontemporer: Pengembangan Dan Transformasi. Indonesian Journal Of Islamic Jurisprudence, Economic And Legal Theory, 2(2), 854-880 Suherli, I. R., Bisri, H., & Kusuma, N. R. (2024). Stagnasi Dan Kemunduran Ushul Fiqih: Faktor Penyebab, Peran Tokoh Dan Upaya Pengembangan. Equality: Journal Of Islamic Law (Ejil), 2(1), 32-48 Sugianto, E. (2020). Deskripsi Pengertian Dan Penerapan Qawaid AlFiqhiyah. Tawshiyah: Jurnal Sosial Keagaman Dan Pendidikan Islam, 15(2), 73-85.