LAPORAN PENDAHULUAN EDEMA SEREBRAL DI RUANG ICU RSUD dr.DORIS SYLPANUS Di Susun Oleh : Nama : Virgo Mandala Putra NIM : 20231490104082 YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS TAHUN AKADEMIK 2023/2024 A. PENDAHULUAN Latar Belakang Edema otak barangkali merupakan sebab yang paling lazim dari peningkatan tekanan intrakranial dan memiliki banyak penyebab antara lain peningkatan cairan intrasel, hipoksia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, iskemia serebral, meningitis, dan tentu saja cidera. Apapun penyebabnya efek yang ditimbulkan pada dasarnya sama. 1 Komplikasi letal dari stroke adalah edema cerebral yang menyertai stroke iskemik luas dan stroke hemoragik. Pada unit stroke, di mana komplikasi (emboli paru dan abnormalitas jantung) dapat dihindari, edema serebri muncul sebagai penyebab utama dari kematian. Trauma otak menyebabkan fragmentasi jaringan dan kontusio, merusak sawar darah otak (SDO), disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul edema. Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan pada akhirnya meningkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan aliran darah otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan peningkatan PCO2), dan kerusakan SDO lebih lanjut. Siklus ini akan terus berlanjut hingga terjadi kematian sel dan edema bertambah secara progresif kecuali bila dilakukan intervensi. A. PENGERTIAN Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupuri ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Edema serebri ialah pembengkakan otak akibat bertambahnya volume air dalam jaringannya (Muttaqin, 2018). Volume air (ml/100 gr otak) pada otak normal dan edema serebri Substansi grisea Substansi alba Total Otak normal 80 70 77 Edema serebri 82 76 79 B. ETIOLOGI Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis: a. Kondisi neurologis : Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak. b. Kondisi non neurologis : Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil tertentu atau high altitude cerebral edema (HACE). C. MANIFESTASI KLINIK Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan tanda dan gejala berupa: a. Nyeri kepala hebat. b. Muntah; dapat proyektil maupun tidak. c. Penglihatan kabur. d. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat vasomotor medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh darah kapiler serebral oleh edema. e. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi lambat dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan intracranial (TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler, apnea, dan kematian. f. Gambaran papiledema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil yang tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari 0,2. D. PATOFISIOLOGI a. Vasogenic edema Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic edema ini disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama meningkatnya tekanan darah dan aliran darah dan oleh factor osmotic. Ketika protein dan makromolekur lain memasuki rongga ekstraseluler otak karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan natrium pada rongga ekstraseluler juga meningkat. Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral karena perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema vasogenic ini juga disebut edema basah karena pada beberapa kasus, potongan permukaan otak nampak cairan edema. Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor, inflamasi fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral. b. Edema Sititoksik Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel, yang berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara normal tetap mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat dari pompa natrium dan kalium pada membrane sel glia. Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea menyerap air dan membengkak. Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang berarti terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat sangat buruk, edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering. Edema sitotoksik terjadi bila otak mengalami kerusakan yang berhubungan dengan hipoksia, iskemia, abnormalitas metabolic (uremia, ketoasidosis, metabolic), intoksikasi (dimetrofenol, triethylitin, hexachlrophenol, isoniazid) dan pada sindrom reye, Hipoksia Berat. c. Edema Osmotic Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan dengan infus air suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada edema serebri osmotik tidak ada kelainan pada pembuluh darah dan membran sel. d. Edema Interstitial Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang terjadi pada substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan serebrospinal melalui dinding ventrikel ketika tekanan intraventrikuler meningkat. E. KOMPLIKASI Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow (CBF). Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan tambahan pada sistem, memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan jaringan. Edema serebri dapat menyebabkan sakit kepala, penurunan kesadaran dan muntah, pupil edema. Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan tekanan kepada jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi struktur yang tertekan. a. Fungsi Otak Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh edema serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi sepenuhnya maupun oleh kenaikan TIK akibat edema serebri. Otak terletak dalam rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-tulang keras; dengan adanya edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan TIK dengan akibat-akibat seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang akan mengganggu fungsi otak. b. Aliran Darah ke Otak Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan aliran darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak dipengaruhi oleh tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme otoregulasi otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung apabila tekanan arteri lebih besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara tekanan arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah 40 mmHg. Kurang dari nilai tersebut, perfusi akan berkurang/ terhenti sama sekali. Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK dapat diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi darah tidak terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti biasa. Mekanisme otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh trauma, tumor otak, perdarahan, iskemia dan hipoksia. c. Kenaikan Tekanan Intrakranial Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan sistem vena, maka pada awal penambahan volume cairan jaringan otak belum ada kenaikan TIK. Mekanisme kompensasi tersebut terbatas kemampuannya sehingga penambahan volume intrakranial selanjutnya akan segera disertai kenaikan TIK. Pertambahan volume 2% atau 10 -15 ml tiap hemisfer sudah menimbulkan kenaikan TIK yang hebat. d. Herniasi Jaringan Otak Edema serebri yang hebat menyebabkan terjadinya herniasi jaringan otak terutama pada tentorium serebellum dan foramen magnum. 1). Herniasi tentorium serebelum Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya bangunanbangunan pada daerah tersebut seperti mesensefalon, N. III, A. serebri posterior, lobus temporalis dan unkus. Yang mungkin terjadi akibat herniasi ini ialah : a) Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan bangunan pada hiatus. b) N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi pupil mata tertekan sehingga pupil berdilatasi dan refleks cahaya negatif. Tekanan pada mesensefalon antara lain dapat menimbulkan gangguan kesadaran, sebab di sini terdapat formatio retikularis. Penderita menjadi somnolen, sopor atau koma. tekanan pada A. serebri posterior menyebabkan iskemia dan infark pada korteks oksipitalis. 2). Herniasi foramen magnum Peninggian TIK terutama pada fossa posterior akan mendorong tonsil serebelum ke arah foramen magnum. Herniasi ini dapat mencapai servikal 1 dan 2 dan akan menekan medulla oblongata, tempatnya pusat-pusat vital. Akibatnya antara lain gangguan pernapasan dan kardiovaskuler. F. PATHWAY Neorologis Luka tembus, luka lecet Non neorologis Cedera primer/langsung Cedera sekunder/ tak langsung Laserasi Kerusakan syaraf otak Kerusakan jaringan kulit kepala Aliran darah ke otak menurun Reflek batuk menurun Risiko tinggi infeksi Suplai nutrien ke otak menurun (O2,glukosa) Fraktur tulang tengkorak Perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob Asam laktat meningkat Hipoksia perubahan pola pernapasan Bersihan jalan nafas tidak efektif Produksi ATP berkurang Metabolisme Asidosis Energi berkurang Peningkatan asam laktat Oedema Jaringan otak Vasodilatasi cerebral Aliran darah ke otak bertambah Penekanan pembuluh darah dan jaringan cerebral Gangguan perfusi serebral TIK meningkat Lemah,lesu Nyeri kepala Gangguan mobilitas fisik/intoleran aktivitas Depresi sistem pernapasan Pola nafas tak efektif Kurang Perawatan Diri Gangguan persepsi-sensori Gangguan rasa nyaman: nyeri Mual, muntah, nafsu makan turun Risiko kurang nutrisi dari kebutuhan G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk melihat etiologi dan luas edema serebri. Pada iskemia fokal serebri, edema dapat terlihat karena pengurangan radiodensitas pada jaringan pada daerah infark dan karena ada midline shift dan desakan serta distorsi ventrikular. 1. PENATALAKSANAAN MEDIS a. Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi vena jugularis harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan dengan menggunakan perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu sesingkat mungkin. Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan elevasi kepala 30°. b. Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan agitasi meningkatkan kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan untuk pasien edema otak. Pasien yang menggunakan ventilator atau ETT harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK. Obat sedasi yang sering digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat, benzodiazepin, dan propofol. c. Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus dihindari karena merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan penambahan volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK, terutama pada pasienm dengan pernicabilitas kapilcr yang abnormal. Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi pada pasien edema otak buruk. d. Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah dapat menyebabkan edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat dicegah dengan pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik (balans —200 ml). e. Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal dipengaruhi oleh penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah harus dipelihara dengan cara menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba dan hipertensi yang sangat tinggi untuk menjaga perfusi tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral harus tetap terjaga di atas 60-70 mmHg pascatrauma otak. f. Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang, demam, dan hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat sehingga harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam praktek klinis. Suhu tubuh dan kadar glukosa darah kapiler harus tetap diukur. KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Pengkajian Pengkajian pola fungsional menurut Doenges (2021) : a. Aktivitas/Istirahat Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan. Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (tauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik. b. Sirkulasi Gejala: Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi, disritmia). c. Integritas Ego Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis). Tanda: Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan inpulsif. d. Eliminasi Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi. e. Makanan/Cairan Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera. Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia). f. Neurosensori Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia. Gangguan pengecapan dan juga penciuman. Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap ketidakmampuan cahaya, simetri), mengikuti. Kehilangan deviasi pada mata, pengindraan, seperti: pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetris. Genggaman lemah, tidak seimbang. Reflek tendon dalam tidak ada atau lemah. Apraksia, hemiparase, quadreplegia. Postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan. Kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh. g. Nyeri/kenyamanan Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama. Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih. h. Pernafasan Tanda: Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena respirasi). i. Keamanan Gejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaan. Tanda: Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan. j. Kulit: Laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye”, Tanda battle disekitar telinga (merupakan Tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS). Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh. k. Interaksi Sosial Tanda: Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria, anomia. l. Penyuluhan/pembelajaran Gejala: Penggunaan alkohol/obat lain m. Pertimbangan rencana pemulangan: Membutuhkan bantuan pada perawatan diri, ambulasi, transportasi, menyiapkan makan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, perubahan tata ruang, atau penempatan fasilitas lainnya dirumah. B. Diagnosis Keperawatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Pola Nafas Tidak Efektif Gangguan Mobilitas Fisik Resiko Infeksi Gangguan Persepsi Sensori Nyeri Akut Defisit Perawatan Diri Resiko Defisit Nutrisi C. Intervensi Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif [SDKI Perfusi serebral (L.02014) D.0017] Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x... diharapkan perfusi serebral meningkat dengan kriteria hasil : 1. Tingkat kesadaran meningkat 2. Sakit kepala menurun 3. Gelisah menurun 4. Tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/MAP) membaik 5. Tekanan intra kranial membaik Intervensi Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I.06194) Observasi 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (misalnya: lesi, gangguan metabolism, edema serebral) 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (misalnya: tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun) 3. Monitor MAP (mean arterial pressure) (LIHAT: Kalkulator MAP) 4. Monitor CVP (central venous pressure) 5. Monitor PAWP, jika perlu 6. Monitor PAP, jika perlu 7. Monitor ICP (intra cranial pressure) 8. Monitor gelombang ICP 9. Monitor status pernapasan 10. Monitor intake dan output cairan 11. Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi) Terapeutik 12. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang 13. Berikan posisi semi fowler 14. Hindari manuver valsava 15. Cegah terjadinya kejang 16. Hindari penggunaan PEEP 17. Hindari pemberian cairan IV hipotonik 18. Atur ventilator agar PaCO2 optimal Pola Napas Tidak Efektif [SDKI D.0005] 19. Pertahankan suhu tubuh normal Kolaborasi 20. Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu 21. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu 22. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu Pola napas (L.01004) Manajemen Jalan Napas (I.01011) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi ...x... diharapkan pola napas membaik dengan 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, kriteria hasil : usaha napas) 1. Dispnea menurun 2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: 2. Penggunaan otot bantu napas menurun gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering) 3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) 4. Frekuensi napas membaik Terapeutik 5. Kedalaman napas membaik 4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal) 5. Posisikan semi-fowler atau fowler 6. Berikan minum hangat 7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal 10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill 11. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi 12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi 13. Ajarkan Teknik batuk efektif Kolaborasi Gangguan Mobilitas Fisik [SDKI D.0054] 14. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu. Mobilitas fisik (L.05042) Dukungan Ambulasi (I.06171) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi ...x... diharapkan mobilitas fisik meningkat 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik dengan kriteria hasil : lainnya 1. Pergerakan ekstremitas meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan 2. Kekuatan otot meningkat ambulasi 3. Rentang gerak (ROM) meningkat 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi 4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi Terapeutik 5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis: tongkat, kruk) 6. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu 7. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi Edukasi 8. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi 9. Anjurkan melakukan ambulasi dini 10. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis: berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi) D. Implementasi Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien. Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Pada saat implementasi perawat harus melaksanakan hasil dari rencana keperawatan yang di lihat dari diagnosa keperawatan. Di mana perawat membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Dinarti & Mulyanti, 2017). E. Evaluasi Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan perawat . Evaluasi keperawatan mungukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien (Dinarti & Mulyanti, 2017). DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Volume 1, Jakarta : EGC Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikel Bedah Volume 2, Jakarta : EGC Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M & Wagner, C. M. (2016). Nursing Intervention Classificiation (NIC) (ed 6). Singapore : Elsevier. Carpenito LJ, 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, Edisi 6, Jakarata: EGC Doenges M.E., 2001, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 , Jakarta: EGC. Herdman, T. H & Kamitsuru, S. (2015). NANDA international inc. nursing diagnosis : deffinitions & clasification 2015-2017. Jakarta : EGC. Mansjoer A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Media Aesculapis FKUI Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes classification (NOC) (ed 5). Singapore : Elsevier. Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika : Jakarta Nur Jannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan. Mocomedia : Yogyakarta Rosjidi, Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat. 2009. Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala dan Stroke untuk Mahasiswa D III Keperawatan. Yogyakarta : Ardana Media. Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf Oleh dr. George Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS, & dr. Yuda Turana, SpS