Uploaded by Anjuwita

LP Edema Serebral (Virgo Mandala) 2

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN EDEMA SEREBRAL DI RUANG ICU RSUD
dr.DORIS SYLPANUS
Di Susun Oleh :
Nama : Virgo Mandala Putra
NIM : 20231490104082
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Edema otak barangkali merupakan sebab yang paling lazim dari
peningkatan tekanan intrakranial dan memiliki banyak penyebab antara lain
peningkatan cairan intrasel, hipoksia, ketidakseimbangan cairan
dan
elektrolit, iskemia serebral, meningitis, dan tentu saja cidera. Apapun
penyebabnya efek yang ditimbulkan pada dasarnya sama. 1
Komplikasi letal dari stroke adalah edema cerebral yang menyertai
stroke iskemik luas dan stroke hemoragik. Pada unit stroke, di mana
komplikasi (emboli paru dan abnormalitas jantung) dapat dihindari, edema
serebri muncul sebagai penyebab utama dari kematian.
Trauma otak menyebabkan fragmentasi jaringan dan kontusio, merusak
sawar darah otak (SDO), disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga
timbul edema. Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan
pada akhirnya meningkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan
aliran darah otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan
peningkatan PCO2), dan kerusakan SDO lebih lanjut. Siklus ini akan terus
berlanjut hingga terjadi kematian sel dan edema bertambah secara progresif
kecuali bila dilakukan intervensi.
A. PENGERTIAN
Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya
akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak.
Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah
substansia grisea) maupuri ekstraseluler (daerah substansia alba), yang
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
Edema serebri ialah pembengkakan otak akibat bertambahnya volume
air dalam jaringannya (Muttaqin, 2018).
Volume air (ml/100 gr otak) pada otak normal dan edema serebri
Substansi grisea
Substansi alba
Total
Otak normal
80
70
77
Edema serebri
82
76
79
B. ETIOLOGI
Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis:
a. Kondisi neurologis
:
Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma kepala, tumor otak,
dan infeksi otak.
b. Kondisi non neurologis :
Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi maligna,
ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil
tertentu atau high altitude cerebral edema (HACE).
C. MANIFESTASI KLINIK
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan tanda
dan gejala berupa:
a. Nyeri kepala hebat.
b. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.
c. Penglihatan kabur.
d. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat
vasomotor
medular.
Hal
ini
merupakan
mekanisme
untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan
meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh
darah kapiler serebral oleh edema.
e. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi lambat
dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan intracranial
(TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi kompresi batang
otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola Cheyne-Stokes,
kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler,
apnea, dan kematian.
f. Gambaran papiledema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil
yang tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari 0,2.
D. PATOFISIOLOGI
a. Vasogenic edema
Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel
yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic
edema ini disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama
meningkatnya tekanan darah dan aliran darah dan oleh factor osmotic.
Ketika protein dan makromolekur lain memasuki rongga ekstraseluler
otak karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan natrium pada
rongga ekstraseluler juga meningkat.
Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba
cerebral karena perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea.
Edema vasogenic ini juga disebut edema basah karena pada beberapa
kasus, potongan permukaan otak nampak cairan edema.
Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor,
inflamasi fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral.
b. Edema Sititoksik
Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel,
yang berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara
normal tetap mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang
inadekuat dari pompa natrium dan kalium pada membrane sel glia.
Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea
menyerap air dan membengkak.
Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang
berarti terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan
berakibat sangat buruk, edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan
edema kering. Edema sitotoksik terjadi bila otak mengalami kerusakan
yang berhubungan dengan hipoksia, iskemia, abnormalitas metabolic
(uremia, ketoasidosis, metabolic), intoksikasi (dimetrofenol, triethylitin,
hexachlrophenol, isoniazid) dan pada sindrom reye, Hipoksia Berat.
c. Edema Osmotic
Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema
serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang
percobaan dengan infus air suling, yang menunjukkan kenaikan volume
air. Pada edema serebri osmotik tidak ada kelainan pada pembuluh darah
dan membran sel.
d. Edema Interstitial
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang
terjadi pada substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan
serebrospinal melalui dinding ventrikel ketika tekanan intraventrikuler
meningkat.
E. KOMPLIKASI
Pada
edema
serebri,
tekanan
intrakranial
meningkat,
yang
menyebabkan meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow
(CBF). Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan tambahan
pada sistem, memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan jaringan. Edema
serebri dapat menyebabkan sakit kepala, penurunan kesadaran dan muntah,
pupil edema. Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan
dengan tekanan kepada jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari
disfungsi struktur yang tertekan.
a. Fungsi Otak
Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh
edema serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi sepenuhnya
maupun oleh kenaikan TIK akibat edema serebri. Otak terletak dalam
rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-tulang keras; dengan adanya
edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan TIK dengan akibat-akibat
seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang akan mengganggu fungsi otak.
b. Aliran Darah ke Otak
Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan
aliran darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak
dipengaruhi oleh tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme
otoregulasi otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung
apabila tekanan arteri lebih besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara
tekanan arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah 40
mmHg. Kurang dari nilai tersebut, perfusi akan berkurang/ terhenti sama
sekali.
Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK dapat
diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi darah tidak
terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti biasa. Mekanisme
otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh trauma, tumor otak,
perdarahan, iskemia dan hipoksia.
c. Kenaikan Tekanan Intrakranial
Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan sistem
vena, maka pada awal penambahan volume cairan jaringan otak belum ada
kenaikan TIK. Mekanisme kompensasi tersebut terbatas kemampuannya
sehingga penambahan volume intrakranial selanjutnya akan segera disertai
kenaikan TIK. Pertambahan volume 2% atau 10 -15 ml tiap hemisfer
sudah menimbulkan kenaikan TIK yang hebat.
d. Herniasi Jaringan Otak
Edema serebri yang hebat menyebabkan terjadinya herniasi jaringan
otak terutama pada tentorium serebellum dan foramen magnum.
1). Herniasi tentorium serebelum
Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya bangunanbangunan pada daerah tersebut seperti mesensefalon, N. III, A. serebri
posterior, lobus temporalis dan unkus. Yang mungkin terjadi akibat
herniasi ini ialah :
a)
Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan
bangunan pada hiatus.
b) N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi
pupil mata tertekan sehingga pupil berdilatasi dan refleks cahaya
negatif.
Tekanan
pada
mesensefalon
antara
lain
dapat
menimbulkan gangguan kesadaran, sebab di sini terdapat formatio
retikularis. Penderita menjadi somnolen, sopor atau
koma.
tekanan pada A. serebri posterior menyebabkan iskemia dan
infark pada korteks oksipitalis.
2). Herniasi foramen magnum
Peninggian TIK terutama pada fossa posterior akan mendorong tonsil
serebelum ke arah foramen magnum. Herniasi ini dapat mencapai
servikal 1 dan 2 dan akan menekan medulla oblongata, tempatnya
pusat-pusat vital. Akibatnya antara lain gangguan pernapasan dan
kardiovaskuler.
F. PATHWAY
Neorologis
Luka tembus,
luka lecet
Non neorologis
Cedera
primer/langsung
Cedera sekunder/
tak langsung
Laserasi
Kerusakan syaraf otak
Kerusakan jaringan
kulit kepala
Aliran darah ke otak menurun
Reflek batuk
menurun
Risiko tinggi infeksi
Suplai nutrien ke otak menurun
(O2,glukosa)
Fraktur tulang tengkorak
Perubahan metabolisme aerob
menjadi anaerob
Asam laktat meningkat
Hipoksia
perubahan
pola
pernapasan
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
Produksi ATP
berkurang
Metabolisme Asidosis
Energi berkurang
Peningkatan
asam laktat
Oedema Jaringan otak
Vasodilatasi cerebral
Aliran darah ke otak
bertambah
Penekanan pembuluh darah
dan jaringan cerebral
Gangguan
perfusi serebral
TIK meningkat
Lemah,lesu
Nyeri kepala
Gangguan mobilitas
fisik/intoleran aktivitas
Depresi sistem
pernapasan
Pola nafas
tak efektif
Kurang Perawatan Diri
Gangguan
persepsi-sensori
Gangguan rasa
nyaman: nyeri
Mual, muntah, nafsu
makan turun
Risiko kurang nutrisi
dari kebutuhan
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk melihat
etiologi dan luas edema serebri.
Pada iskemia fokal serebri, edema dapat terlihat karena pengurangan
radiodensitas pada jaringan pada daerah infark dan karena ada midline shift
dan desakan serta distorsi ventrikular.
1. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi vena
jugularis harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan
dengan menggunakan perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu
diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu sesingkat
mungkin. Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan elevasi kepala
30°.
b. Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan agitasi
meningkatkan kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan
intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan
untuk pasien edema otak. Pasien yang menggunakan ventilator atau ETT
harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK. Obat sedasi yang
sering digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat,
benzodiazepin, dan propofol.
c. Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus
dihindari karena merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan
penambahan volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK,
terutama pada pasienm dengan pernicabilitas kapilcr yang abnormal.
Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi
pada pasien edema otak buruk.
d. Penatalaksanaan
Cairan.
Osmolalitas
serum
yang
rendah
dapat
menyebabkan edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini
dapat dicegah dengan pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik
(balans —200 ml).
e. Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal dipengaruhi
oleh penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah
harus dipelihara dengan cara menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba
dan hipertensi yang sangat tinggi untuk menjaga perfusi tetap adekuat.
Tekanan perfusi serebral harus tetap terjaga di atas 60-70 mmHg
pascatrauma otak.
f. Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang, demam, dan
hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat sehingga
harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan
antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam praktek klinis. Suhu
tubuh dan kadar glukosa darah kapiler harus tetap diukur.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian
Pengkajian pola fungsional menurut Doenges (2021) :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
quadreplegia,
ataksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera
(tauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik.
b. Sirkulasi
Gejala: Perubahan tekanan
darah
atau
normal
(hipertensi),
perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi
dengan bradikardi, disritmia).
c.
Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau
dramatis).
Tanda: Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
dan inpulsif.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
e.
Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air
liur keluar, disfagia).
f.
Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian.
Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia. Gangguan
pengecapan dan juga penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan pupil
(respon
terhadap
ketidakmampuan
cahaya,
simetri),
mengikuti.
Kehilangan
deviasi
pada
mata,
pengindraan,
seperti:
pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetris.
Genggaman lemah, tidak seimbang. Reflek tendon dalam tidak ada
atau lemah. Apraksia, hemiparase, quadreplegia. Postur (dekortikasi,
deserebrasi), kejang. Sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan.
Kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan
posisi tubuh.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda:
Perubahan
pola
nafas
(apnea
yang
diselingi
oleh
hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi
positif (kemungkinan karena respirasi).
i.
Keamanan
Gejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda: Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
j.
Kulit:
Laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye”,
Tanda battle disekitar telinga (merupakan Tanda adanya trauma).
Adanya aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS). Gangguan
kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara
umum mengalami paralisis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu
tubuh.
k. Interaksi Sosial
Tanda:
Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang, disartria, anomia.
l.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
Penggunaan alkohol/obat lain
m. Pertimbangan rencana pemulangan: Membutuhkan bantuan pada
perawatan diri, ambulasi, transportasi, menyiapkan makan, belanja,
perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, perubahan tata
ruang, atau penempatan fasilitas lainnya dirumah.
B. Diagnosis Keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
Pola Nafas Tidak Efektif
Gangguan Mobilitas Fisik
Resiko Infeksi
Gangguan Persepsi Sensori
Nyeri Akut
Defisit Perawatan Diri
Resiko Defisit Nutrisi
C. Intervensi
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif [SDKI Perfusi serebral (L.02014)
D.0017]
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
...x... diharapkan perfusi serebral meningkat
dengan kriteria hasil :
1. Tingkat kesadaran meningkat
2. Sakit kepala menurun
3. Gelisah menurun
4. Tekanan arteri rata-rata (mean arterial
pressure/MAP) membaik
5. Tekanan intra kranial membaik
Intervensi
Manajemen
Peningkatan
Tekanan
Intrakranial (I.06194)
Observasi
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
(misalnya: lesi, gangguan metabolism, edema
serebral)
2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
(misalnya: tekanan darah meningkat, tekanan
nadi melebar, bradikardia, pola napas
ireguler, kesadaran menurun)
3. Monitor MAP (mean arterial pressure)
(LIHAT: Kalkulator MAP)
4. Monitor CVP (central venous pressure)
5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Monitor PAP, jika perlu
7. Monitor ICP (intra cranial pressure)
8. Monitor gelombang ICP
9. Monitor status pernapasan
10. Monitor intake dan output cairan
11. Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna,
konsistensi)
Terapeutik
12. Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
13. Berikan posisi semi fowler
14. Hindari manuver valsava
15. Cegah terjadinya kejang
16. Hindari penggunaan PEEP
17. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
18. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Pola Napas Tidak Efektif [SDKI D.0005]
19. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
20. Kolaborasi
pemberian
sedasi
dan
antikonvulsan, jika perlu
21. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika
perlu
22. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu
Pola napas (L.01004)
Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi
...x... diharapkan pola napas membaik dengan 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
kriteria hasil :
usaha napas)
1. Dispnea menurun
2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya:
2. Penggunaan otot bantu napas menurun
gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4. Frekuensi napas membaik
Terapeutik
5. Kedalaman napas membaik
4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga
trauma fraktur servikal)
5. Posisikan semi-fowler atau fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
9. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
11. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak ada kontraindikasi
13. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
Gangguan Mobilitas Fisik [SDKI D.0054]
14. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
Mobilitas fisik (L.05042)
Dukungan Ambulasi (I.06171)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi
...x... diharapkan mobilitas fisik meningkat 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
dengan kriteria hasil :
lainnya
1. Pergerakan ekstremitas meningkat
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
2. Kekuatan otot meningkat
ambulasi
3. Rentang gerak (ROM) meningkat
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai ambulasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan
ambulasi
Terapeutik
5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
(mis: tongkat, kruk)
6. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika
perlu
7. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
8. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
9. Anjurkan melakukan ambulasi dini
10. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis: berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat memberikan
intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien. Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Pada saat implementasi perawat harus
melaksanakan hasil dari rencana keperawatan yang di lihat dari diagnosa keperawatan. Di
mana perawat membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Dinarti &
Mulyanti, 2017).
E. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan
klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan
klien dan perawat . Evaluasi keperawatan mungukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien (Dinarti
& Mulyanti, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Volume 1, Jakarta : EGC
Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikel Bedah Volume 2, Jakarta : EGC
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M & Wagner, C. M. (2016).
Nursing Intervention Classificiation (NIC) (ed 6). Singapore : Elsevier.
Carpenito LJ, 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, Edisi
6, Jakarata: EGC
Doenges M.E., 2001, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 ,
Jakarta: EGC.
Herdman, T. H & Kamitsuru, S. (2015). NANDA international inc. nursing
diagnosis : deffinitions & clasification 2015-2017. Jakarta : EGC.
Mansjoer A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Media
Aesculapis FKUI
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
classification (NOC) (ed 5). Singapore : Elsevier.
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika : Jakarta
Nur Jannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan. Mocomedia :
Yogyakarta
Rosjidi, Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat. 2009. Buku Ajar Perawatan Cedera
Kepala dan Stroke untuk Mahasiswa D III Keperawatan. Yogyakarta :
Ardana Media.
Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf Oleh dr. George
Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS, & dr.
Yuda Turana, SpS
Download