Uploaded by Hugo Nainggolan

Proposal HUGO tesis final

advertisement
k
UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA
INDUSTRI GALANGAN KAPAL KECIL DI INDONESIA
(STUDI KASUS DI PT. X, PT. Y, dan PT. Z)
PROPOSAL TESIS
HUGO NAINGGOLAN
2106676110
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM MAGISTER KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DEPOK
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) telah berjalan selama lebih dari 10 tahun dan menjadi suatu
pedoman atau acuan yang bersifat wajib untuk dilaksanakan bagi perusahaan yang memiliki potensi
bahaya besar atau mempekerjakan paling sedikit 100 orang pekerja. Standar internasional yang
dipakai untuk SMK3, antara lain ISO (International Organization for Standardization) 9001 tentang
Sistem Manajemen Mutu, ISO 14001 tentang Sistem Manajemen Lingkungan, dan ISO 45001
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sistem Manajemen K3 ini harus
memiliki fasilitas yang spesifik dan sesuai dengan ukuran dan sifat kegiatan operasional, desain dan
aplikasi harus dipandu oleh Pedoman ILO (2001) tentang Sistem Manajemen K3, dan juga oleh 10
Keys for Gender Sensitive OSH Practice Guidelines for Gender Mainstreaming in Occupational
Safety and Health (2013) (ILO, 2019).
Penerapan Sistem Manajemen K3 merupakan salah satu upaya preventif yang harus dilakukan
akibat meningkatnya risiko kecelakaan kerja. SMK3 adalah penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang akan dapat meminimalkan risiko kerugian moral dan moneter,
kehilangan jam kerja, serta keselamatan orang dan lingkungan. lingkungan sekitar akibat kecelakaan
(Ramli & S, 2023). Di Indonesia, Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) telah berjalan selama lebih dari 10 tahun
dan menjadi suatu pedoman atau acuan yang bersifat wajib untuk dilaksanakan bagi perusahaan yang
memiliki potensi bahaya besar atau mempekerjakan paling sedikit 100 orang pekerja.
PP No. 50 Tahun 2012 dibuat secara umum sehingga dapat dilaksanakan oleh seluruh jenis
perusahaan, namun terdapat kelemahan pada substansi yang hanya bersifat umum, sehingga tidak
dapat dilakukan untuk jenis usaha yang memiliki kekhususan tertentu antara lain minyak dan gas
bumi, pertambangan, konstruksi, penerbangan, dan perkeretaapian. Hal ini menyebabkan adanya
peraturan pelaksana/ pedoman dari PP No. 50 Tahun 2012 yang dibuat untuk memudahkan
implementasi SMK3 pada jenis perusahaan yang bersifat khusus. Beberapa peraturan pelaksana yang
merupakan turunan tersebut antara lain: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
No. 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi dan Peraturan
Menteri Perhubungan No. 69 Tahun 2018 tentang Sistem Keselamatan Perkeretaapian.
Beberapa sektor industri yang memiliki dampak kecelakaan kerja yang cukup tinggi, salah
satunya adalah perusahaan yang bergerak di galangan kapal (Wróbel, 2016). Galangan kapal
1
Universitas Indonesia
merupakan unsur penunjang untuk memenuhi kebutuhan kelayakan kapal pada saat melaut.
Kegiatan yang dilakukan di galangan kapal yaitu kegiatan perawatan kapal beserta mesinnya, yang
bertujuan untuk menjaga agar kondisi kapal tetap baik (Yilmaz, Yilmaz, & Celebi, 2015). Industri
galangan kapal banyak dijalankan sebagai industri nonformal, sehingga minim pengawasan dari pihak
terkait. Hal ini berdampak pada rendahnya kesejahteraan dan kurangnya perhatian terhadap K3.
Di beberapa negara telah memiliki standar khusus terkait dengan penerapan SMK3 khusus
industri galangan kapal. Di Azerbaijan, Sistem Manajemen K3 pada
industri galangan kapal
menggunakan ISO 45001 (Aliyev, 2022). Penelitian Sistem Manajemen K3 di Turki oleh (Gündoğdu
& Seyfi-Shishavan, 2021) mengusulkan metode penilaian risiko dua tahap berdasarkan spherical fuzzy
set (SFSs) dan AHP. Studi (Othman et al., 2018) bertujuan untuk mempelajari SMK3 operasi galangan
kapal di Malaysia khususnya di galangan kapal Kelas C dan Kelas D. Penelitian di Cina oleh (Liu et
al., 2022) menyelidiki faktor manusia yang terlibat dalam kecelakaan operasional galangan kapal.
Sistem Manajemen K3 dianalisis
menggunakan human factor analysis classification system
(HFACS).
Banyaknya kasus kecelakaan kerja yang terjadi di industri galangan kapal dengan data dari
KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) pada Gambar 1.1 berikut:
35
30
25
20
15
10
5
0
2003 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Gambar 1. Data Statistik Kecelakaan Galangan Kapal
Sumber: KNKT (2022)
2
Universitas Indonesia
Tingginya angka kecelakaan di industri galangan kapal di Indonesia yang terjadi di setiap
tahun dan risiko yang tinggi dalam pekerjaan pada industri galangan kapal seperti : pengelasan,
pengoperasian alat berat, pekerjaan perbaikan dalam ruangan tertutup dengan paparan gas beracun
(confined space), pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian di rungan terbuka yang ada menjadi
alasan besar untuk mewajibkan industri galangan kapal untuk dapat menerapkan Sistem Manajemen
K3. Industri galangan kapal banyak dijalankan sebagai industri non formal, sehingga minim
pengawasan dari pihak terkait, hal ini berdampak pada rendahnya kesejahteraan dan kurangnya
perhatian terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Tingginya angka kecelakaan di galangan
kapal yang terjadi di setiap tahun menjadi alasan besar untuk mewajibkan perusahaan galangan
menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) melalui
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi melakukan rapat koordinasi penyusunan
rancangan SMK3 khusus industri galangan kapal yang didorong oleh tingginya angka kecelakaan
kerja yang terjadi yang juga disertai adanya korban jiwa (fatality). Sektor industri galangan kapal
merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko tinggi dengan aktivitas-aktivitas yang dapat
mengakibatkan ancaman bagi jiwa pekerja, dan mayoritas mempekerjakan lebih dari 100 orang.
Menurut data yang bersumber dari Kementerian Perindustrian terdapat 250 industri galangan kapal
yang tersebar di Indonesia dengan tingkat kepatuhan terhadap kewajiban untuk menerapkan
SMK3 sesuai PP 50 Tahun 2012 yang masih rendah. Hal ini disebabkan oleh prioritas kepatuhan
terhadap standar ISO dengan tuntutan dari pihak konsumen yang berasal dari luar negeri. Dengan adanya
fakta tersebut, maka penerapan SMK3 sesuai dengan PP No. 50 Tahun 2012 yang seharusnya
merupakan sebuah kewajiban (mandatory) masih menjadi pilihan (voluntary).
Proses audit internal di antaranya perlu dilaksanakan pada perusahaan galangan kapal. Setiap
pelaksanaan SMK3 di perusahaan galangan kapal perlu dilakukan audit secara berkala karena
perusahaan galangan memiliki risiko kecelakaan yang tinggi. Dengan masih tingginya angka
kecelakaan kerja yang terjadi di industri galangan kapal, maka sebaiknya perlu dilakukan analisis
dan kajian terhadap penerapan SMK3 di industri galangan kapal tersebut untuk mencari jawaban
terhadap permasalahan tersebut sebagai bahan pendukung dalam melakukan langkah-langkah
perbaikan dan pembuatan kebijakan terkait.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan data KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) dan BPJS
Ketenagakerjaan terkait dengan besaran angka kecelakaan kerja di industri galangan kapal. Hal ini
3
Universitas Indonesia
mendorong peneliti untuk dapat membantu untuk menganalisis kekurangan yang terjadi pada hal
tersebut dan membantu pelaku industri galangan kapal dengan melakukan penelitian terkait dengan
mengevaluasi penerapan SMK3 khusus di industri galangan kapal kecil yang mayoritas belum
menerapkan SMK3.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana penerapan SMK3 pada industri galangan kapal kecil berdasarkan PP No. 50 Tahun
2012 ?
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam penerapan SMK3 di
industri galangan kapal kecil berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012 ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini untuk mengevaluasi kesesuaian penerapan SMK3 dengan
menggunakan instrumen audit PP No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) yang terfokus pada SMK3 pada industri galangan kapal kecil.
1.4.2 Tujuan Khusus
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka tujuan penelitian ini meliputi hal-hal berikut:
1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi gambaran penerapan SMK3 menggunakan instrumen audit
PP No. 50 Tahun 2012 pada industri galangan kapal kecil.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik penting dalam penerapan SMK3 pada industri
galangan kapal kecil terhadap PP No. 50 Tahun 2012.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Akademis/Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan bagi khazanah ilmu manajemen
kesehatan kerja mengenai kesesuaian penerapan SMK3 dengan menggunakan instrumen audit PP
No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang
terfokus pada SMK3 pada industri galangan kapal kecil. Penelitian ini diharapkan memberikan
masukan gambaran penerapan SMK3 khusus di industri galangan kapal kecil, mengingat
sebelumnya belum banyak ditemukan penelitian yang mengevaluasi penerapan SMK3 pada industri
galangan kapal kecil. Selain itu penelitian ini juga memberikan masukan baru tentang implementasi
SMK3 di industri galangan kapal kecil.
4
Universitas Indonesia
1.6.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan, terutama bagi industri galangan
kapal, Perusahaan mendapatkan hasil evaluasi penerapan SMK3 khusus industri galangan kapal
yang dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan SMK3 khusus
industri galangan kapal kecil.
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berjudul Evaluasi Pengembangan SMK3 di Industri Galangan Kapal Kecil di
Indonesia Tahun 2023 (Studi Kasus PT. X, PT. Y, dan PT. Z) yang dilakukan pada Bulan September
2023 sampai dengan Oktober 2023. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif berdasarkan analisis
kepustakaan dan observasi lapangan yang dilakukan pada 3 (tiga) perusahaan PT. X, PT. Y, dan PT.
Z yang bergerak di industri galangan kapal kecil.
Dalam mengevaluasi penerapan SMK3 di industri galangan kecil, variabel yang dianalisis
meliputi kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan rencana K3, pemantauan dan evaluasi kebijakan
k3, peninjauan dan peningkatan kinerja K3. Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan
dokumen, wawancara mendalam, dan observasi lapangan di PT. X, PT. Y, dan PT. Z. Wawancara
mendalam dilakukan kepada informan yaitu Manajer HSE dan informan yaitu Manajer Operasional,
Operator, Pekerja Teknisi, Staff Administrasi dan Juru Las. Analisis data dilakukan dengan metode
konten analisis.
1.7.2 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah
lima variabel penelitian, yakni Penetapan Kebijakan K3,
Perencanaan Program K3, Pelaksanaan Program K3, Tinjauan dan Evaluasi Kebijakan K3.
Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan dokumen, wawancara mendalam, dan observasi
lapangan di PT. X, PT. Y, dan PT. Z. Wawancara mendalam dilakukan kepada informan kunci yaitu
Manajer HSE dan informan yaitu operator, pekerja teknisi, manajer operasional, staff administrasi,
dan juru las. Analisis data dilakukan dengan metode konten analisis.
5
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.1.1 Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Secara filosofis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) digambarkan sebagai seperangkat
pertimbangan dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja, manusia pada
umumnya (jasmani dan rohani), hasil kerja dan budaya menuju masyarakat yang adil, sehat, dan
sejahtera. K3 dianggap sebagai ilmu yang diterapkan untuk menghentikan kecelakaan, kebakaran,
ledakan, polusi, penyakit, dan kejadian yang tidak diinginkan lainnya. K3 pada hakikatnya adalah
upaya menghentikan, meniadakan, atau menghilangkan risiko (elemen bahaya) guna memenuhi
tujuan pekerjaan atau produksi guna mencegah, meminimalkan, atau mengurangi kecelakaan kerja di
lapangan.
Menurut Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2012, K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja. Menurut ILO (International Labour Organisation), K3 adalah disiplin yang
berurusan dengan pencegahan cidera dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, perlindungan,
dan peningkatan kesehatan pekerja. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja, ditetapkan syarat keselamatan kerja yang harus dipenuhi oleh setiap orang atau badan yang
menjalankan usaha, baik formal, maupun informal, di manapun berada, untuk memberikan
perlindungan keselamatan dan kesehatan semua orang di lingkungan usahanya (Tarwaka, 2016).
Menurut (Suma’mur, 2009) K3 merupakan melindungi pekerja atau masyarakat untuk
mendapatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, fisik, mental, dan sosial, untuk mencegah
penyakit dan kendala kesehatan yang disebabkan faktor pekerjaan, lingkungan kerja, penyakit umum,
sehingga menghasilkan atmosfer kerja yang aman bagi pekerja . Menurut International Labour
Organization (ILO), K3 atau Occupational Safety and Health merupakan upaya meningkatkan dan
memelihara derajat tertinggi pekerja, secara fisik, mental, dan sosial di seluruh jenis pekerjaan,
menghindari terjadinya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan, melindungi pekerja pada
tiap pekerjaan dari risiko yang muncul dari faktor yang bisa mengganggu kesehatan, menempatkan
dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang cocok dengan keadaan fisologis dan psikologis
pekerja serta menghasilkan kesesuaian antara pekerjaan dan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya
(Aprilliani et al., 2022).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) adalah bentuk perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja, serta sumber daya
produksi perusahaan, yang bertujuan untuk menjamin kondisi, kesempurnaan dan keutuhan jasmani
6
Universitas Indonesia
dan rohani.
2.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Tujuan utama K3 kerja adalah mengelola operasional perusahaan untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko kecelakaan kerja yang memengaruhi pekerja dan mencapai kenyamanan dan
keselamatan di tempat kerja, sehingga berhasil mencapai tujuan organisasi. K3 juga bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi sekaligus berkontribusi pada investasi dalam langkahlangkah perlindungan pekerja. Sebagaimana dijelaskn bahwa K3 bertujuan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kecelakaan, sakit, meninggal dunia, dan cacat tetap, menjaga struktur,
perlengkapan, peralatan dan mesin, meningkatkan produksi, kebersihan tempat kerja, dan mencegah
inefisiensi (Irzal, 2016).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 86 dijelaskan bahwa tujuan K3 adalah untuk menjaga keselamatan pekerja dan mencapai tingkat
produktivitas kerja tertinggi. K3 membantu perusahaan dan pekerja untuk memahami pentingnya K3
bagi kedua belah pihak. K3 bertujuan meningkatkan produktivitas perusahaan secara keseluruhan
tanpa menimbulkan gangguan apa pun dari kecelakaan kerja. Menurut (Irzal, 2016), tujuan K3 adalah
sebagai berikut:
1. Occupational Health
a. Menghindari timbulnya penyakit akibat kerja.
b. Menerapkan promosi kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan pekerja.
c. Memastikan tingkat kesehatan dan kebugaran pekerja dalam kondisi optimal untuk keselamatan.
d. Membangun sistem kerja yang aman dari input melalui proses dan output.
e. Mencegah kerugian moral dan finansial yang disebabkan oleh kecelakaan dan inisiden.
f. Melakukan pengendalian atas bahaya dan risiko di tempat kerja.
2. Industrial Hygiene
a. Menjadikan tempat kerja bebas dari risiko kesehatan yang aman dan menyehatkan.
b. Membina interaksi yang sehat di antara semua subkontraktor perusahaan yang tidak berdampak
negatif terhadap kesehatan mereka atau menyebabkan mereka merasa tidak nyaman.
3. Ergonomic
a. Mencegah gangguan cumulative trauma disorders sebagai akibat dari kondisi kerja yang buruk.
b. Mencegah kerugian akibat kecelakaan atau kesalahan akibat ketidaksesuaian pekerja dengan
tugasnya secara tidak langsung meningkatkan produktivitas kerja.
2.1.3 Pendekatan dalam Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Marwansyah (2019) Program Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) yang dimaksud untuk
7
Universitas Indonesia
membantu melindungi dan memelihara kondisi fisik dan mental para pekerja.program K3 dirancang
dengan 2 pendekatan yaitu:
1. Menciptakan lingkungan psikologis dan perilaku yang mendukung keselamatan kerja.kecelakaan
kerja dapat dikurangi jika para pekerja,baik secara sadar atau bawah sadar,berfikir tentang
keselamatan.sikap ini harus meliputi aktivitas yang terdapat pada operasional perusahaan dan
kebijakan perusahaan secara yakin menekankan aspek K3 yang menjadi sangat penting.
2. Membuat perancangan program keselamatan yaitu menciptakan dan memelihara lingkungan kerja
yang aman. Dalam hal ini, lingkungan fisik tempat kerja dibuat untuk menghindari terjadinya
kecelakaan, program kesehatan kerja dibuat untuk memelihara kesehatan fisik dan mental pekerja.
Diharapkan program ini dapat menanggulangi masalah yang ada pada kesehatan sehingga
produktivitas pekerja secara individual tidak terganggu.
2.1.4 Indikator Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja harus dikelola sebagaimana dengan aspek lainnya dalam
suatu organisasi seperti operasi, produksi, sumber daya manusia, keungan dan pemasaran. Aspek K3
tidak akan bisa berjalan seperti apa adanya tanpa adanya intervensi dari manajemen berupa upaya
terencana untuk mengelolanya. Hal inilah yang mendorong semua pihak manajemen organisasi untuk
menempatkan aspek K3 setara dengan unsur lain dalam organisasi sehingga lahirlah berbagai konsep
mengenai manajemen K3 (safety management) (Ramli, 2010).
Indikator Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) menurut (Mangkunegara, 2017) adalah keadaan
tempat lingkungan kerja, penerangan, pemakaian peralatan kerja, kondisi fisik dan mental karyawan,
meliputi hal-hal berikut:
1) Keadaan tempat lingkungan kerja
Penataan dan penyimpanan barang-barang yang berisiko kurang diperhitungkan keamanannya.
Ruang kerja yang sangat padat dan sesak.
2) Pengaturan udara
Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor, berdebu,dan berbau tidak
enak) serta suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
3) Pengaturan penerangan
Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang kurang tepat. Ruang kerja yang kurang cahaya
ataupun remang-remang.
4) Pemakaian peralatan kerja
Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. Penggunaan mesin,alat elektronik tanpa
pengamanan yang baik.
5) Kondisi fisik dan mental karyawan
8
Universitas Indonesia
Kerusakan alat indera, stamina karyawan yang tidak stabil. Emosi karyawan yang tidak stabil,
kepribadian karyawan yang rapuh, cara berfikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi
kerja yang rendah, sikap karyawan yang ceroboh, kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas
kerja terutama fasilitas kerja yang membawa risiko bahaya.
2.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.2.1 Konsep Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem
manajemen organisasi yang digunakan untuk mengembangkan dan mengelola menerapkan kebijakan
K3 dan risiko (OHSAS 18001:2007). SMK3 adalah satu sistem yang digunakan untuk mengelola dan
mengendalikan keselamatan atau itu adalah sistem manajemen yang secara khusus ditujukan untuk
keselamatan (Li & Guldenmund, 2018). Sistem manajemen K3 diperlukan oleh perusahaan untuk
proses produksi internal yang efisien dan kepatuhan eksternal terhadap undang-undang dan kontrak
kerja (Marthinus et al., 2019). Untuk mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja,
perusahaan wajib menerapkan sistem keselamatan kerja yang baik dan tegas untuk meningkatkan
perlindungan kepada pekerja.
Risiko yang relevan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan produktif untuk
mengembangkan, mempraktikkan, menilai, dan memelihara struktur organisasi, tanggung jawab,
praktik, prosedur, dan tempat kerja produktif yang diperlukan untuk kebijakan K3.Kewajiban
mengenai penerapan Sistem Manajemen K3 untuk perusahaan ditegaskan dalam Pasal 87 UndangUndang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi: “Setiap perusahaan wajib
menerapkan Sistem Manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Regulasi ini diperbarui dengan PP No 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3.”
Sistem Manajemen K3 adalah upaya perlindungan pekerja dari kejadian kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja, dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman. Sistem Manajemen
K3 adalah pengelolaan K3 dengan menerapkan sistem manajemen untuk mencapai hasil yang efektif
dalam mencegah kecelakaan dan efek lain yang
merugikan (Maudica et al., 2020a). Sistem
Manajemen K3 didefinisikan sebagai tata cara pengelolaan, unsur-unsur dan kegiatan yang bertujuan
untuk meningkatkan kinerja keselamatan dari dan di dalam suatu organisasi. Sistem Manajemen K3
modern dapat didefinisikan sebagai kumpulan aktivitas yang sewenang-wenang tindakan yang
dianggap perlu untuk melaksanakan tanggung jawab di bawah era baru tanggung jawab pengaturan
diri yang didelegasikan (Thomas, 2012).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem Manajemen K3 ialah bagian
dari sistem secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelaksanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
9
Universitas Indonesia
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisiensi dan produktif. Setiap perusahaan harus mempunyai
pendokumentasian Sistem Manajemen K3. Kecelakaan
harus
dicegah
karena
kecelakaan
mengakibatkan kerugian, pencegahan kecelakaan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus,
pencegahan kecelakaan harus melibatkan semua unsur dalam perusahaan, dan dilakukan melalui
penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Menerapkan Sistem Manajemen K3
dapat mengurangi risiko di tempat kerja.
2.2.2 Teori Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.2.2.1 Teori Sistem Manajemen K3 Menurut Hale (2005)
Secara umum, menurut Hale (2005), Safety Management System berisikan semua proses
beserta hubungannya dari setiap elemen yang ada di dalamnya seperti dijelaskan dalam gambar
berikut:
Gambar 2.2 Elemen pada Safety Management System
Sumber: Hale (2005)
Elemen pada Safety Management System yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Business processes, di mana penerapan Sistem Manajemen K3 yang mencakup semua fase siklus
dan bertanggung jawab atas desain, konstruksi dan teknologi yang digunakan.
b. Risk inventory & analysis, mengidentifikasi dan memeriksa bahaya yang ada dalam organisasi
tempat kerja dan memahami bagaimana apabila dapat menjadi nyata dan dapat dikendalikan.
c. Risk barriers & controls, berkaitan dengan hambatan dan kontrol risiko yang menggambarkan
sistem manajemen dalam konteks khusus dan fungsinya yang tepat.
10
Universitas Indonesia
d. Management system, untuk menyediakan semua persyaratan agar hambatan dan kontrol teknis dan
prosedural berfungsi dengan baik.
e. Inspection & monitoring, merupakan proses yang menerima informasi dari kontrol risiko aktual dan
memeriksanya secara bertahap.
f. Auditing & management review, berkaitan dengan penilaian manajemen keselamatan dan
kinerjanya, untuk memungkinkan peningkatan berkelanjutan
g. Incident & accident registration & analysis, untuk mengetahui perbaikan apa yang harus dilakukan.
2.2.2.2 Model Sistem Manajemen K3 Menurut OHSAS 18001 (2007)
Sertifikasi mengenai keselamatan kerja diciptakan pada tahun 1999 dan disebut dengan
OHSAS 18001:1999. Pada tahun 2007, standar ini mengalami revisi dan disebut dengan OHSAS
18001:2007. Sertifikasi adalah proses dimana pihak tertentu memberikan jaminan tertulis bahwa
sebuah produk, jasa, sistem, proses, atau bahan baku sesuai dengan persyaratan tertentu (Dunmire
2002). Meskipun sertifikasi bisa didapatkan melalui penilaian sendiri maupun audit dari pelanggan,
sertifikasi dari pihak ketiga lebih dapat dipercaya karena pihak tersebut tidak terikat dengan pihak yang
disertifikasi; sehingga tidak akan muncul konflik kepentingan antara pihak yang disertifikasi dan pihak
penilai.
Proses penilaian risiko terdiri dari proses identifikasi risiko, penilaian tingkat kejadian, dan
dampak risiko (OHSAS, 2007). Halhal yang perlu diperhatikan dalam proses identifikasi risiko
menurut OHSAS 18001:2007 adalah: a. Aktivitas rutin dan tidak rutin yang dilakukan b. Aktivitas
semua orang yang memiliki akses ke tempat kerja termasuk pengunjung dan kontraktor dari luar
perusahaan c. Perilaku manusia, kemampuan karyawan, serta faktor lain yang berkaitan dengan
manusia d. Risiko dari luar tempat kerja yang dapat berpengaruh pada perusahaan e. Infrastruktur,
peralatan, dan material di tempat kerja f. Perubahan maupun perubahan yang sedang direncanakan di
perusahaan g. Modifikasi SMK3 termasuk perubahan sementara h. Desain tempat kerja, proses,
peralatan yang digunakan, serta prosedur standar operasional yang berlaku di perusahaan.
Menurut OHSAS 18001 (2007) sistem manajemen merupakan suatu set elemen-elemen yang
saling terkait untuk menetapkan kebijakan dan sasaran dan untuk mencapai objektif tersebut.
Proses Sistem Manajemen K3 menggunakan model OHSAS 18001 (2007) dapat dijelaskan sebagai
berikut:
11
Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Model Sistem Manajemen K3 OHSAS 18001 (2007)
Sumber: OHSAS 18001(2007)
Standar OHSAS untuk SMK3 dimaksudkan untuk menyediakan pedoman bagi perusahaan
dengan unsur-unsur SMK3 yang efektif dan dapat diintegrasikan dengan persyaratan manajemen
lainnya dan membantu konstruksi perusahaan untuk mencapai tujuan K3 dan dan tujuan ekonomi
perusahaan. Standar OHSAS ini menentukan persyaratan SMK3 untuk mengaktifkan konstruksi
perusahaan dalam mengembangkan dan menerapkan kebijakan dan tujuan yang mempertimbangkan
persyaratan hukum dan informasi tentang risiko K3 (Ligade & Thalane, 2013).
2.2.2.3 Model Sistem Manajemen K3 Menurut Health and Safety (HSG65)
Health and Safety Executive (2013), mengusulkan sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan menjadi alat utama untuk mengelola kesehatan dan keamanan di tempat kerja. Model
manajemen HSE, berdasarkan HSG65, termasuk bidang: “kebijakan, pengorganisasian, perencanaan,
pengukuran kinerja, dan pengauditan dan peninjauan kinerja (Health and Safety Executive, 2013).
Sistem Manajemen K3 ini melibatkan keseluruhan organisasi dan termasuk penilaian struktur bisnis,
aktivitas bisnis, tanggung jawab, praktik, proses, prosedur, dan sumber daya. Proses tersebut
melibatkan pemetaan dan evaluasi kesehatan dan pencapaian keselamatan, serta memelihara kesehatan
dan kebijakan keselamatan organisasi (Maharani & Lynch, 2021). Unsur-unsur ini saling terkait dan
tunduk pada audit sebagaimana ditunjukkan dalam Sistem Manajemen K3 HSG65. Model Sistem
Manajemen K3 HSG65 disajikan pada gambar 2.4 berikut ini:
12
Universitas Indonesia
Gambar 2.4 Model Sistem Manajemen K3 HSG65
(Health and Safety Executive, 2013)
2.2.2.4 Model Sistem Manajemen K3 Menurut ILO-OSH 2001
Meskipun ada standar internasional formal untuk mengelola kualitas (ISO 9000) dan
lingkungan (ISO 14000), tidak ada standardisasi yang diakui (ISO) bersertifikat standar internasional
untuk Sistem Manajemen K3. Pada tahun 2000 ISO menolak pendekatan dari ILO tentang standar
internasional Sistem Manajemen K3. Alhasil, setelah ditinjau ulang dua puluh manajemen kesehatan
dan keselamatan kerja nasional sistem ILO mengembangkan panduannya sendiri yang tidak
bersertifikat, yaitu “Pedoman Sistem Manajemen K3 ILO-OSH 2001”. Standar ILO-OSH 2001
memberikan suatu model yang cukup unik di tingkat internasional, cocok dengan standar sistem
manajemen dan semua pedoman yang terkait dengannya. Tidak mengikat secara hukum, dan tidak
dimaksudkan untuk menggantikan hukum nasional, regulasi, dan standar yang telah diterima oleh
umum. Ini menggambarkan bahwa nilai-nilai pada ILO, seperti persetujuan antara tiga pihak, dan
relevan dengan standar internasional yang termasuk di dalamnya Konvensi Keselamatan dan
Kesehatan tahun 1981 dan Konvensi Pelayanan Kesehatan Kerja tahun 1985.
Diagram alir berdasarkan ILO pendekatan diberikan pada Gambar 2.5 berikut.
13
Universitas Indonesia
Gambar 2.5 Model Sistem Manajemen K3 ILO-OSH 2001
2.2.2.5 Model Sistem Manajemen K3 Menurut PP 50 tahun 2012
Secara umum pertimbangan dalam PP 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
K3 adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 87 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dasar hukum PP 50 tahun 2012 tentang Penerapan
SMK3 adalah:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918);
Untuk meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, tidak terlepas
dari upaya pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan
terintegrasi melalui Sistem Manajemen K3 guna menjamin terciptanya suatu sistem keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja serta terciptanya tempat kerja yang nyaman, efisien dan produktif.
14
Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Model Sistem Manajemen K3 menurut PP 50 Tahun 2012
Sumber: PP 50 (2012)
Penerapan Sistem Manajemen K3 berkembang di berbagai negara baik melalui pedoman
maupun standar. Untuk memberikan keseragaman bagi setiap perusahaan dalam menerapkan SMK3
sehingga perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja, peningkatan efisiensi, dan
produktifitas perusahaan dapat terwujud maka perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur
penerapan SMK3. Peraturan Pemerintah ini memuat: Ketentuan Umum, Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Penilaian SMK3, Pengawasan, Ketentuan Peralihan, Ketentuan
Penutup.
2.2.3 Regulasi Sistem Manajemen K3 di Indonesia
Tujuan dan sasaran SMK3 yaitu Pelaksanaan Sistem Manajemen K3 diharapkan mampu
membentuk suatu Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja melalui integrasi dengan
berbagai unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Menciptakan tempat kerja yang aman dari
kejadian kebakaran, peledakan dan kerusakan yang pada akhirnya akan melindungi investasi
perusahaan serta menciptakan kondisi tempat kerja yang sehat. Selain itu, pelaksanaan SMK3 juga
diharapkan meningkatkan efisisensi dan produtivitas kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya preventif yang kegiatan utamanya adalah
mengidentifikasi, mensubtitusi, mengeliminasi, mengevaluasi, dan mengendalikan risiko bahaya.
Identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan jalan inspeksi, survey dan monitoring tempat kerja. Untuk
mengidentifikasi masalah K3, baik manajemen maupun teknik, maka perlu dilakukan audit K3. Untuk
itu, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3) telah menyusun pedoman teknis audit. Selain
itu, pemerintah dalam upaya memasyarakatkan dan membudayakan keselamatan dan kesehatan kerja
telah memberikan penghargaan kepada perusahaan yang berprestasi dan mampu mencapai nihil
15
Universitas Indonesia
kecelakaan (Zero Accident). Yaitu penghargaan kepada perusahaan yang mencapai jumlah jam kerja
tertentu tanpa kehilangan waktu kerja karena kecelakaan (Notoadmodjo, 2007).
Di Indonesia terdapat beberapa regulasi terkait dengan kewajiban dan untuk menerapkan Sistem
Manajemen K3 di tempat kerja, antara lain:
a. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3 yang
digunakan secara general di perusahaan berbagai jenis usaha,
b. ISO 45001:2018 yang dijelaskan oleh Pretesh Biswas yang merupakan seorang konsultan ISO di
Kuwait menuliskan artikel yang diterbitkan dalam website Trace International, pada tanggal 12
Februari 2019, menjelaskan bagaimana antara lain untuk:
1) Meningkatkan peraturan dan peraturan K3
2) Mempunyai kepemimpinan yang sanggup membuktikan komitmen kepada K3
3) Memutuskan cara analitis untuk manajemen K3
4) Melaksanakan aktivitas untuk mengenali ancaman
5) Menghasilkan pengaturan keamanan operasional
6) Meningkatkan pemahaman serta wawasan pekerja mengenai K3
7) Menilai kemampuan K3 serta meningkatkan konsep untuk koreksi dengan cara yang
berkesinambungan
8) Memutuskan kompetensi yang dibutuhkan
9) Menghasilkan serta menyuburkan nilai pada aspek K3 di dalam suatu organisasi
10) Memenuhi persyaratan hukum dan juga peraturan perundangundangan yang berlaku
Terdapat pedoman penerapan SMK3 yang merupakan turunan dari PP No. 50 Tahun 2012
a.
Penetapan Kebijakan K3;
1. Penyusunan kebijakan K3 dilakukan melalui:
a)
Tinjauan awal kondisi K3; dan
b)
Proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/buruh.
2. Penetapan kebijakan K3 harus:
a)
Disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan;
b)
Tertulis, tertanggal dan ditanda tangani;
c)
Secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3;
d)
Dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu, kontraktor, pemasok,
dan pelanggan;
e)
Terdokumentasi dan terpelihara dengan baik;
f)
Bersifat dinamik;
g)
Ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih sesuai
dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan perundangundangan.
16
Universitas Indonesia
3. Untuk melaksanakan ketentuan angka 2 huruf c sampai dengan huruf g, pengusaha dan/atau
pengurus harus:
a)
Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan
b)
Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang
diperlukan di bidang K3
c)
Menetapkan personil yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan kewajiban yang
jelas dalam penanganan K3
d)
Membuat perencanaan K3 yang terkoordinasi
e)
Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3
4. Ketentuan tersebut pada angka 3 huruf a sampai dengan huruf e diadakan peninjauan ulang
secara teratur.
5. Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap K3
sehingga SMK3 berhasil diterapkan dan dikembangkan
6. Setiap pekerja/buruh dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam
menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3.
b. Perencanaan K3;
1. Pengusaha menyusun rencana K3 berdasarkan
a) Hasil penelaahan awal
Hasil penelaahan awal merupakan tinjauan awal kondisi K3 perusahaan yang telah
dilakukan pada penyusunan kebijakan.
b) Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan penilaian risiko harus dipertimbangkan pada
saat merumuskan rencana.
c) Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya
Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya harus:
1) ditetapkan, dipelihara, diinventarisasi
2) diidentifikasi oleh perusahaan
3) disosialisasikan kepada seluruh pekerja/buruh
d) Sumber daya yang dimiliki.
Dalam menyusun perencanaan harus mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki
meliputi tersedianya sumber daya manusia yang kompeten, sarana dan prasarana serta
dana.
2. Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat:
a) Tujuan dan sasaran
b) Skala prioritas
17
Universitas Indonesia
c) Upaya pengendalian bahaya
d) Penetapan sumber daya
e) Jangka waktu pelaksanaan
f)
Indikator pencapaian
g) Sistem pertanggungjawaban
c. Pelaksanaan Rencana K3
Pelaksanaan rencana K3 harus dilaksanakan oleh pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau
tempat kerja dengan:
1. Menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai kualifikasi; dan
2. Menyediakan prasarana dan sarana yang memadai.
d.
Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3
1. Pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran
2. Audit internal SMK3
e.
Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3
Untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan guna pencapaian tujuan
Sistem Manajemen K3, pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau tempat kerja harus:
1. Meninjau ulang penerapan Sistem Manajemen K3 secara berkala.
2. Meninjau ulang Sistem Manajemen K3 harus dapat mengatasi implikasi K3 terhadap seluruh
kegiatan, produk, barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan.
Tinjauan ulang penerapan Sistem Manajemen K3, paling sedikit meliputi:
1. Evaluasi terhadap kebijakan K3
2. Tujuan, sasaran dan kinerja K3
3. Hasil temuan audit SMK3
4. Evaluasi efektifitas dan kebutuhan untuk pengembangan Sistem Manajemen K3.
Perbaikan dan peningkatan kinerja dilakukan berdasarkan pertimbangan:
1. Perubahan peraturan perundang-undangan
2. Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar
3. Perubahan produk dan kegiatan perusahaan
4. Perubahan struktur organisasi perusahaan
5. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, epidemologi
6. Hasil kajian kecelakaan dan penyakit akibat kerja
7. Adanya pelaporan
8. Adanya saran dari pekerja/buruh
2.2.4 Penerapan SMK3 di Berbagai Sektor
18
Universitas Indonesia
2.2.4.1 Penerapan SMK3 pada Industri Penerbangan
K3 pada industri penerbangan merupakan kajian ilmu K3 yang mengkhusus pada identifikasi
hazard dan risiko K3 pada karyawan yang bekerja di sektor penerbangan. Permasalahan pada sektor
penerbangan tidak hanya kecelakaan pesawat namun juga masalah lain terkait dengan penyebab
kecelakaan itu sendiri, baik unsafe act, maupun unsafe condition. Unsafe act adalah perilaku yang
tidak aman atau selamat pada pekerja. Unsafe act terjadi karena kesadaran dan pemahaman tentang
safety yang rendah pada karyawan yang menyebabkan perilaku karyawan menjadi berisiko. Hal lain
juga karena kondisi kesehatan yang tidak baik pada karyawan, baik kondisi kesehatan secara fisik,
maupun mental yang dapat menyebabkan kelelahan fisik maupun mental seperti boring, stress,
burnout.
Dalam mengelola keselamatan di bandar udara, diterapkan dua sistem manajemen yaitu Sistem
Manajemen K3 dan Safety Management System yang telah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Sistem Manajemen K3 Penerbangan menjadi standar di seluruh industri penerbangan di
seluruh dunia. Hal ini diakui oleh Joint Planning and Development Office (JPDO), International Civil
Aviation Organization (ICAO), dan Civil Aviation Authority (CAA) serta penyedia produk/jasa sebagai
langkah selanjutnya dalam evolusi keselamatan dalam penerbangan. Safety Management System juga
menjadi standar pengelolaan keselamatan di luar penerbangan.
Gambar 2.4 Sistem Manajemen K3 pada Industri Penerbangan
Sumber: EASA Pro
Berikut elemen-elemen yang diterapkan pada SMK3 pada industri penerbangan:
1. Penerapan K3
2. Peraturan dan Prosedur K3
3. Komitmen Manajemen terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja
4. Lingkungan Kerja
19
Universitas Indonesia
5. Keterlibatan Pekerja
6. Evaluasi K3
Sistem manajemen serupa digunakan dalam pengelolaan area kritis lainnya seperti kualitas,
keselamatan dan kesehatan kerja, keamanan, lingkungan, dan lain-lain. Safety Management
System penerbangan adalah penyedia produk/layanan (pemegang sertifikat) dan regulator akan
mengintegrasikan manajemen risiko keselamatan modern dan konsep jaminan keselamatan ke dalam
sistem yang dapat diulang dan proaktif (Federal Aviation Adminitration, 2023).
2.2.4.3 SMK3 pada Industri Kimia
Kewajiban perusahaan untuk memastikan perlindungan kesehatan dan keselamatan pekerja
dari risiko yang terkait dengan bahan kimia berbahaya di tempat kerja ditetapkan Bagian II dari
Chemical Agents Directive (CAD). Bahan kimia apapun, kewajiban pengusaha untuk melakukan
Penilaian Risiko setiap kali MNM ditangani selama aktivitas kerja. Gambar 2.4 menunjukkan berbagai
langkah yang terlibat dalam pencegahan risiko saat bekerja dengan MNM. Setiap langkah rinci dalam
bagian yang mengikuti. Penilaian risiko dan kemanjuran dari langkah-langkah, manajemen risiko yang
diterapkan harus ditinjau secara berkala dan sebelumnya setiap perubahan dilakukan pada bahan kimia
yang digunakan atau kondisi kerja sesuai dengan CAD Pasal 4(5) (European Commission, 2013).
Gambar 2.4 Sistem Manajemen K3 pada Industri Kimia
Sumber: (European Commission, 2013)
20
Universitas Indonesia
2.2.4.4 SMK3 pada Industri Pertambangan
Untuk mewujudkan aspek K3 bidang pertambangan sehingga angka kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dapat ditekan secara signifikan, salah satunya merupakan upaya kementerian ESDM
dalam mewajibkan perusahaan bidang tambang untuk menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan
Kerja Pertambangan (SMK3P) di seluruh proses bisnis yang ada. SMK3P ini merupakan bagian dari
sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko keselamatan
pertambangan yang terdiri atas keselamatan dan Kesehatan kerja pertambangan dan keselamatan
operasi pertambangan. Sebelumnya, kewajiban untuk menerapkan SMK3P tertuang pada Permen
ESDM No 38 tahun 2014, namun kinin peraturan tersebut sudah digantikan dengan Permen ESDM no
26 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan
Mineral dan Batubara.
Dalam melaksanakan ketentuan keselamatan pertambangan sebagaimana dimaksud peraturan
tersebut, perusahaan wajib:
1.
Menyediakan segala peralatan, perlengkapan, alat pelindung diri, fasilitas, personil, dan biaya
yang diperlukan untuk terlaksananya ketentuan keselamatan pertambangan.
2.
Membentuk dan menetapkan organisasi bagian keselamatan pertambangan berdasarkan
pertimbangan jumlah pekerja, sifat, atau luas area kerja.
Penerapan K3 dalam industri pertambangan diharapkan mampu membantu pemerintah dalam
mencapai target zero accident. Synergy Solusi Member of Proxsis Group telah membantu perusahaan
dalam menerapkan sistem manajemen K3 baik pada bidang transportasi, manufaktur, oil dan gas,
hingga pertambangan. Tidak hanya membantu menerapkan aspek K3, namun Synergy Solusi juga
membantu dalam peningkatan pengetahuan dan kompetensi dari personel melalui pelatihan yang
diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan.
Gambar 2.5 mengilustrasikan fase, langkah pendekatan, metode dan alat yang digunakan dalam
setiap langkah dalam pengukuran Sistem Manajemen K3.
21
Universitas Indonesia
Gambar 2.5 Elemen Faktor Risiko SMK3 pada Industri Minyak dan Gas Bumi Sumber: (Badri
et al., 2021)
2.2.4.5 SMK3 pada Industri Kesehatan
Keputusan Menteri Kesehatan No. 432 Tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di
Rumah Sakit menjelaskan bahwa rumah sakit mempunyai banyak potensi bahaya yang mengancam
jiwa dan kehidupan karyawan di rumah sakit, pasien maupun pengunjung yang ada di lingkungan
rumah sakit. Di dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal 164,
165 dan 166 dijelaskan bahwa pengelola tempat kerja/pengusaha wajib menjamin keselamatan dan
kesehatan pekerjanya melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta
wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja (Enne & Suharni, 2023). Kebijakan
Pemerintah yang tertuang dalam Permenkes RI No 66 Tahun 2016 menyebutkan bahwa semua
rumah sakit wajib menyelenggarakan K3RS, karena rumah sakit menjadi salah satu tempat kerja yang
paling berbahaya. Rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan memiliki banyak sekali risiko
bahaya baik bagi pasien, pengunjung dan juga tenaga kesehatan di rumah sakit. Risiko bahaya di rumah
sakit hampir dua kali lipat dari industri swasta.
Manajemen rumah sakit harus berupaya secara maksimal dalam meminimalkan dan melakukan
pengendalian bahaya dan risiko, pencegahan kecelakaan dan cidera, juga menjaga kondisi aman.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit atau K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan
22
Universitas Indonesia
kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 66 Tahun 2016).
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan juga dinyatakan bahwa
tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak memperoleh pelindungan atas K3. Pengelola
Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap SDM Rumah Sakit, pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit dari berbagai potensi bahaya.
Pengelola rumah sakit dituntut untuk melaksanakan upaya K3 yang dilaksanakan secara terintegrasi,
menyeluruh, dan berkesinambungan sehingga risiko terjadinya penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja
serta penyakit menular dan tidak menular lainnya di rumah sakit dapat dihindari (Enne & Suharni,
2023).
Gambar 2.6 Elemen Faktor Risiko SMK3 pada Industri Kesehatan
Sumber: (Department of Occupational Safety and Health, 2020)
2.2.4.6 SMK3 pada Industri Konstruksi
Para pelaku konstruksi sangat memerlukan Dasar Hukum K3. Kenapa demikian karena para
pelaku konstruksi akan menjadikan Dasar Hukum K3 ini sebagai landasan normatif bagi penerapan
K3 di lingkungan kerja. Dasar hukum K3 di Indonesia tidak bisa terlepas dari banyaknya peraturan K3
mulai undang-undang sampai peraturan daerah. Penerapan peraturan perundangan merupakan salah
satu upaya dalam menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja. Perundangundangan K3 adalah salah satu alat kerja yang penting bagi para ahli K3 (guna menerapkan K3 di
tempat kerja.
23
Universitas Indonesia
Dasar Hukum K3 pada industri konstruksi di Indonesia yakni:
1.
Peraturan Menteri PU No 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan
Umum: Pasal 4 “Setiap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi bidang Pekerjaan Umum wajib
menerapkan SMK3 Konstruksi Bidang PU” (Permen PU No. 05, 2014)
2.
PP RI No. 50, 2012 tentang Penerapan SMK3: pasal 5 ayat (1) “Setiap perusahaan wajib
menerapkan SMK3 di perusahaannya. (2) “Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat(l)
berlaku bagi perusahaan:
a. mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang
b. mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi”.
5.
Permen PU No. 9/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum (Permen PU No. 9, 2008).
6.
Keselamatan & Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan juga telah diatur dalam
Permenakertrans No.1/1980 (Permenakertrans No.1, 1980) dan Undang-Undang No.1, 1970
tentang Keselamatan Kerja.
Gambar 2.7 Proses Pelaksanaan SMK3 di Bidang Konstruksi
Sumber: (Mučenski, 2017)
Dalam perencanaan K3 haruslah memenuhi kebijakan yang ditetapkan yang memuat tujuan,
sasaran dan indikator kinerja penerapan K3. Upaya ini dilakukan dengan mempertimbangkan
penelaahan awal sebagai bagian dalam mengidentifikasi potensi sumber bahaya penilaian dan
pengendalian risiko atas permasalahan K3 yang ada di perusahaan atau di proyek atau tempat kegiatan
kerja konstruksi berlangsung. Dalam mengidentifikasi potensi bahaya yang ada serta tantangan yang
dihadapi, akan sangat memengaruhi dalam menentukan kondisi perencanaan K3 perusahaan. Untuk
hal tersebut haruslah ditentukan oleh isu pokok dalam perusahaan dalam identifikasi bahaya:
1. Frekuensi dan tingkat keparahan kecelakaan kerja
2. Kecelakaan lalu lintas
24
Universitas Indonesia
3. Kebakaran dan peledakan
4. Keselamatan produk (Product Safety)
5. Keselamatan kontraktor
6. Emisi dan pencemaran udara
7. Limbah industri
Dalam tataran perencanaan identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko, organisasi
perusahaan harus menyusun dan memelihara prosedur tentang perencanaan identifikasi bahaya,
penilaian risiko dan pengendaliannya, dalam memenuhi kebijakan K3 yang ditetapkan. prosedur
perencanaan, identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya harus ditetapkan,
dikendalikan dan didokumentasikan. Assessment dan pengendalian risiko ini harus telah
dipertimbangkan dalam penetapan target K3. Dalam mengidentifikasi bahaya dalam prosedur Sistem
Manajemen K3, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut identifikasi bahaya, penilaian risiko dan
pengendaliannya bersifat proaktif, bukan reaktif, buat identifikasi dan klasifikasi risiko kemudian
dikontrol dan diminimalisasi, dikaitkan dengan objektif dalam program kerja, konsisten diterapkan
maka bisa memberi masukan dalam penentuan fasilitas yang diperlukan oleh organisasi, identifikasi
pelatihan dan pengembangan sistem terhadap operasi organisasi, bisa menjadi alat pemantau terhadap
tindakan-tindakan yang diperlukan, sehingga terwujud efektivitas dan efisiensi (Erniati et al., 2021).
2.2.4.8 SMK3 pada Usaha Kecil dan Menengah
Untuk mengevaluasi kematangan manajemen risiko K3, banyak UKM menggunakan
benchmarking, yaitu, menurut Moriarty dan Smallman “proses teleologis yang digerakkan oleh teladan
dalam suatu organisasi dengan tujuan mengubah keadaan yang ada menjadi keadaan unggul” (Kaassis
& Badri, 2018). Dalam perdagangan, pembandingan dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu internal
dan eksternal. Varietas in-house melibatkan cabang, departemen, atau layanan di dalamnya
perusahaan. Ini biasanya terdiri dari membandingkan divisi ini untuk meningkatkan praktik.
Keterbatasan metode ini dianggap sebagai kelemahan. Sebaliknya, pembandingan eksternal
bergantung pada perbandingan kepada pesaing dan dengan demikian memberikan cara untuk
mengungkapkan peluang untuk perbaikan (Cassell et al., 2001).
Pendekatan ini memudahkan perusahaan untuk mengidentifikasi praktik yang baik,
menemukan inovasi perbaikan, mempelajari siapa pesaing mereka dan keunggulan apa yang mereka
miliki dan menemukan yang terbaik alat dan metode pengukuran. Dalam sebuah penelitian yang
melibatkan 8 perusahaan berfokus pada pengurangan tenaga kerja cedera, ditemukan bahwa
pembandingan menyebabkan peningkatan kinerja dan manajemen risiko K3 membawa pengurangan
rata-rata 77% dalam kejadian lesi (Lawrence Wynn, 2008)[39]. Pentingnya benchmarking untuk K3
telah didemonstrasikan sebelumnya dengan menggunakan indikator kinerja yang terukur dan faktor25
Universitas Indonesia
faktor yang diketahui mempengaruhi manajemen K3. Di antara faktor-faktor ini adalah inspeksi,
pertemuan, kerangka regulasi, pelatihan, komunikasi, kolaborasi, hubungan tempat kerja dan sumber
daya.
Dewan Keamanan Nasional AS menyarankan tiga kategori indikator maturitas yaitu (1) fokus
pada operasional (relevan dengan fungsi UKM); (2) berfokus pada sistem (yaitu, sistem manajemen);
dan (3) berfokus pada perilaku atau tindakan individu atau kelompok di tempat kerja, interaksi pribadi
dalam kaitannya dengan pengawasan dan pengelolaan. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4, ada
juga tiga tingkat hirarki penerapan indikator, yaitu strategis, taktis dan operasional.
Gambar 2.8 Indikator untuk Mengukur Maturitas SMK3 pada UMKM
Sumber: (Kaassis & Badri, 2018)
2.3 SMK3 pada Industri Galangan Kapal
2.3.1 Industri Galangan Kapal
Industri galangan kapal adalah sebuah industri atau suatu negara yang memiliki kemampuan dan
mampu membangun kapal dalam kapasitas yang besar. Umumnya berada di Korea Selatan, Tiongkok,
Jepang, dan Indonesia. Pada industri pembuatan kapal di daerah Eropa, kebanyakan lebih dipecah
dibandingkan dengan perusahaan di kawasan Asia. Tak heran bila di Eropa lebih banyak perusahaan
kecil dengan tempatnya yang terpisah-pisah. Bahkan lebih banyak dimiliki oleh pengusaha kecil.
Sangat berbeda dengan industri di Asia, yang mana jauh lebih terintegrasi.
Fungsi dari industri galangan kapal adalah merancang, membuat, merawat, dan memperbaiki.
Serta tak jarang juga digunakan untuk memasang fasilitas di dalamnya, pengecatan, dan jika sudah
tidak layak dipakai maka akan dilakukan sebuah penghancuran. Bahkan tak jarang, sebuah industri
pembuat kapal ini hanya fokus pada beberapa fungsinya. Ada yang untuk pembuatan saja, perbaikan
saja, atau bahkan mengambil tugas keduanya. Inilah jenis dari shipyard atau dok, di antaranya: (Mevia,
2020)
26
Universitas Indonesia
1. Building Dock Shipyard
Galangan ini hanya berfungsi untuk pembuatan kapal saja. Tak jarang banyak orang yang
memanfaatkan tempat ini menciptakan dan memesan sebuah kapal baru.
2. Repair Dock Shipyard
Hanya berfokus untuk melakukan sebuah pekerjaan seputar perbaikan kapal dan pemeliharaannya.
Kawasan ini lebih berfokus untuk meningkatkan kualitas dan performa kapal.
3. Building And Repair Dock Shipyard
Kawasan ini berguna untuk menciptakan atau membuat kapal-kapal baru dan melakukan perawatan
serta pemeliharaan bagi kapal lama. Yang sudah tentu ditujukan untuk menjaga kualitas produk
kapalnya.
Industri galangan kapal terbagi menjadi 3 (tiga) kategori (Suryadi, 2012) antara lain:
a. Industri galangan kapal kecil dengan kapasitas untuk melakukan pekerjaan pembuatan, perbaikan,
pemeliharaan, dan pembongkaran kapal untuk kapasitas di bawah 500 ton.
b. Industri galangan kapal menengah dengan kapasitas untuk melakukan pekerjaan pembuatan,
perbaikan, pemeliharaan, dan pembongkaran kapal untuk kapasitas 500- 10.000 ton.
c. Industri galangan kapal besar dengan kapasitas untuk melakukan pekerjaan pembuatan, perbaikan,
pemeliharaan, dan pembongkaran kapal untuk kapasitas di atas 10.000 ton.
Menurut The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), terdapat beberapa
jenis pekerjaan pada industri galangan kapal sebagaimana dimaksud pada Gambar 2.3
Jenis Pekerjaan Industri
Galangan Kapal
Pembuatan
Kapal
Perbaikan
Kapal
Pemeliharaan
Kapal
Pembongkaran
Kapal
1. Pengelasan dan pemotongan baja
2. Permesinan
3. Pemipaan
4. Pekerjaan kelistrikan
5. Rigging
6. Pengecatan
7. Pembersihan dan pelepasan cat dan penutup lainnya
8. Pembersihan residu bahan kimia dan bahan bakar
Gambar 2.9 Jenis Pekerjaan Industri Galangan Kapal
Sumber: The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)
27
Universitas Indonesia
2.3.2 Industri Galangan Kapal di Indonesia
Galangan kapal merupakan salah satu pilar industri maritim suatu negara, khususnya bagi
Indonesia karena Indonesia memiliki wilayah lautan yang sangat luas. Namun ternyata Pangsa Pasar
Galangan Kapal Indonesia dibandingkan industri kapal internasional hanya 0,5% (OECD, 2009).
Persentase pangsa pasar ini erat kaitannya dengan analisis daya saing industri maritim nasional
terhadap industri maritim daerah. Daya saing industri maritim nasional memiliki banyak sektor yang
terlibat dan terlibat. Peta posisi industri maritim nasional dapat dipantau dari perkembangan analisis
bisnis regional dan internasional. Titik tolak pemikiran terkait daya saing menjadi alasan logis untuk
mengembangkan industri pembuatan kapal baru di Indonesia.
Industri galangan kapal baru berdampak pada industri hulu. Industri komponen dan material
yang menjadi pemasok utama industri galangan kapal baru harus mampu bersaing memperebutkan
pangsa pasar tersebut. Menurut data awal, material dan komponen kapal baru Indonesia hingga 70%
masih impor. Karakteristik galangan kapal merupakan faktor internal yang terdiri dari: kapasitas,
produktivitas, kapabilitas, standar, pengalaman, tata letak, dan preferensi. Faktor eksternal dipahami
sebagai spesifikasi teknis dalam kontrak (persyaratan pelanggan). Pada tahap proses, Integrasi
perencanaan, penjadwalan dan pengendalian produksi. Faktor internal-eksternal ini menjadi matriks
penentu dalam mengembangkan strategi pembangunan kapal baru sebagai output. Strategi
membangun ini memiliki dasar pada kualitas, biaya, pengiriman dan HSE (QCD HSE).
2.3.3 Implementasi SMK3 pada Industri Galangan Kapal
Pengertian galangan kapal adalah pembuatan segala jenis kapal termasuk pemasangan sistem
peralatan dan permesinan, selain itu pengertian dari istilah "perbaikan kapal" adalah juga melakukan
perbaikan segala jenis kapal secara bersama-sama. dengan berbagai modifikasi, konversi, pengecatan,
instalasi, dan operasi pemeliharaan (Fraga-Lamas et al., 2018). Beragam sistem K3 diterapkan di
fasilitas ini untuk tujuan memberikan keselamatan. Untuk tujuan memastikan bahwa Galangan Kapal
akan mematuhi persyaratan sistem K3 formal, perusahaan yang berniat untuk mengontrak pekerjaan,
baik itu konstruksi atau perbaikan, disarankan untuk memastikan bahwa Galangan Kapal memiliki
kebijakan manajemen K3 yang potensial (Ünal et al., 2019).
Selain itu, sistem K3 ini harus didokumentasikan secara tepat dalam ruang lingkup dengan
Manual K3 dan harus ditunjukkan efektif dalam memperoleh target dan tujuan kebijakan K3 dari
galangan kapal. Idealnya, sistem seperti itu harus berbasis perilaku serta terstruktur untuk memenuhi
kemajuan konstan berdasarkan aspek-aspek berikut (Ünal et al., 2019): menetapkan rencana proses,
melakukan pekerjaan, mengevaluasi hasil, menganalisa pelajaran yang dipelajari, dan memperbaiki
proses.
28
Universitas Indonesia
2.3.3.1 Sistem Manajemen K3 Industri Galangan Kapal Standar Internasional
a. SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut ILO OSHMS 2001
Perusahaan galangan kapal memiliki risiko bahaya tinggi pada proses produksinya yang
meliputi pekerjaan di ketinggian, pekerjaan di ruang terbatas, pekerjaan panas, pekerjaan pengecatan,
pekerjaan pengangkatan, penggunaan listrik hingga bekerja di atas permukaan air Potensi bahaya
tinggi pada perusahaan galangan kapal mengharuskan penerapan SMK3 ataupun standar K3 yang
telah ditentukan. Organisasi ILO telah membuat kebijakan mengenai SMK3 yang tertuang pada pada
ILO (International Labour Organization) OSH 2001 Guidelines on Occupational Health and Safety
Management System (OSH-MS). Standar ILO prinsipnya sama dengan semua perundangan yang
terkait dengan K3 seperti pada ISO 45001 dan PP No. 50 Tahun 2012 yaitu memuat plan-do-checkaction terhadap SMK3, namun standar ILO tidak terikat secara hukum serta tidak untuk menggantikan
hukum nasional. Penggunaan standar ILO dapat digunakan tanpa melakukan sertifikasi dan
diperbolehkan bagi perusahaan yang berkeinginan mengintegrasikan SMK3 dengan sistem
manajemen perusahaan.
Gambar 2.10 Prosedur Penerapaan SMK3 Industri Galangan Kapal
Menurut ILO OSHMS 2001
Penggunaan standar ILO dapat dilakukan secara khusus pada tempat kerja, sebagai contoh ILO
(International Labour Organization) OSH 2001 Guidelines on Occupational Health and Safety
Management System (OSH-MS) in Shipyard Industry. Standar ILO tersebut mengatur terkait SMK3
di industri galangan kapal (Maudica et al., 2020a). Penggunaan standar ILO dapat digunakan tanpa
melakukan sertifikasi dan diperbolehkan bagi perusahaan yang berkeinginan mengintegrasikan
29
Universitas Indonesia
SMK3 dengan sistem manajemen perusahaan. Penggunaan standar ILO dapat dilakukan secara
khusus pada tempat kerja, sebagai contoh ILO (International Labour Organization) OSH 2001
Guidelines on Occupational Health and Safety Management System (OSH-MS) in Shipyard Industry.
Standar ILO tersebut mengatur terkait SMK3 di industri galangan kapal. Menurut ILO, keselamatan
dan kesehatan dalam pembangunan dan perbaikan kapal pada bagian Sistem manajemen K3 harus
berisi 5 (lima) elemen yang utama, antara lain kebijakan, pengorganisasian, perencanaan dan
pelaksanaan, evaluasi, dan tindakan perbaikan.
b. SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut AS/NZS 4360:2004
Standar AS/NZS 4360:2004 adalah Sistem Manajemen K3 standar yang menetapkan standar
minimum untuk pelaksanaan proses manajemen risiko di perusahaan. Manajemen risiko menurut
AS/NZS 4360:2004 adalah penerapan kebijakan manajemen sistem, prosedur, dan praktik untuk
komunikasi, pengaturan konteks, identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian, dan pemantauan risiko
(Arifin & Octaviani, 2022). Standar ini memberikan panduan umum untuk mengelola risiko. Standar
ini dapat diterapkan untuk berbagai kegiatan yang sangat luas, keputusan atau operasi publik,
perusahaan swasta atau komunitas, kelompok atau individu.
Standar ini menetapkan elemen manajemen risiko proses, tetapi bukan tujuan. Standar ini
ditegakkan untuk keseragaman sistem manajemen risiko yang generik dan independen dari industri
atau sektor ekonomi tertentu. Desain dan implementasi sistem manajemen risiko akan dipengaruhi
oleh berbagai kebutuhan organisasi, tujuan tertentu, produk dan layanannya, dan prosesnya dan
praktik tertentu yang digunakan. Standar ini harus diterapkan pada semua tahap dalam kehidupan,
aktivitas, fungsi, proyek, produk atau aset. Keuntungan biasanya diperoleh dengan menerapkan
manajemen risiko dari proses awal. Seringkali sejumlah studi diskrit dilakukan pada waktu yang
berbeda, dan dari strategis dan perspektif operasional. Proses yang dijelaskan di sini berlaku untuk
pengelolaan keduanya dengan menganalisis potensi keuntungan dan kerugian (AS/NZS 4360:2004,
2004).
30
Universitas Indonesia
Gambar 2.11 Prosedur Penerapaan SMK3 Industri Galangan Kapal
Menurut (AS/NZS 4360:2004, 2004)
c. SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut ANSI Z10-2005
American National Standards Institute (ANSI) Z10-2005 adalah standar Sistem Manajemen
K3 yang dikembangkan di Amerika Serikat, yang disusun secara konsensus dan diterapkan secara
sukarela. Fokus utamanya adalah untuk membantu organisasi meminimalkan risiko kecelakaan kerja,
sakit dan kefatalan. Standar ini sebagai tools untuk membantu organisasi menetapkan dan
meningkatkan kinerja K3. Penerapan ANSI Z10-2005 membantu organisasi dalam melaksanakan
strategi SMK3, untuk benchmarking praktik dan prosedur keselamatan serta mengidentifikasi area
dimana pencegahan bahaya dan pengendalian diperlukan. Penerapan dan pelaksanaan spesifikasi inti
standar ini akan membantu perusahaan mengidentifikasi area sistem manajemennya dimana risiko
bahaya dan kelemahan safety mungkin keliru (Masjuli et al., 2019).
Berdasarkan model sistem manajemen Plan-Do-Check-Act, ANSI Z10-2005 dapat
dimasukkan ke dalam perusahaan yang sudah menerapkan sistem manajemen OHSAS 18001, ISO
9001, ISO 14001. ANSI Z10-2005 bukan merupakan standar kinerja dan tidak menentukan
31
Universitas Indonesia
bagaimana tindakan yang teridentifikasi dalam spesifikasinya sebaiknya diberlakukan. Tidak ada
elemen ANSI Z10-2005 yang dimasukkan sebagai hukum federal Occupational Safety and Health
Act (OSHA). Akan tetapi, setidaknya dua negara bagian (California dan Washington) merujuk elemen
dari ANSI Z10-2005 dalam standar program pencegahan luka dan sakit (Masjuli et al., 2019).
Gambar 2.12 Prosedur Penerapaan SMK3 Industri Galangan Kapal
Menurut ANSI Z10-2005
d. SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut OHSAS 18001 (2007)
Sistem Manajemen K3 menerapkan standar internasional yang disebut Occupational Health
and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001. OHSAS 18001 (2007), menyebutkan bahwa
“kesehatan dan keselamatan kerja merupakan kondisi dan faktor yang mempengaruhi pada dampak
akibat kerja yang tidak aman dilakukan oleh para pekerja serta lingkungan kerja”. BS OHSAS
18001:2007 dirilis pada bulan Juli tahun 2007, di mana di dalamnya memuat beberapa perbaikan dari
OHSAS 18001:1999. Perbaikan dilakukan untuk penguatan dan dengan mengenalkan persyaratan
keterampilan serta meningkatkan kompatibilitasnya dengan standar sistem manajemen yang lain,
seperti ISO 9001 dan ISO 14001. BS OHSAS 18001:2007 konsisten dengan sistem manajemen ISO,
tetapi tidak di bawah payung skema sertifikasi ISO (Masjuli et al., 2019).
OHSAS 18001 adalah standar safety management yang dikembangkan oleh British Standard
Institution (BSI) pertama kali pada tahun 1999, yang kemudian disempurnakan pada tahun 2007.
Standar ini digunakan terutama di Inggris, India dan di wilayah Timur Tengah. Standar ini memiliki
banyak elemen yang juga terdapat dalam ANSI Z10-2005 tetapi cenderung lebih formal dalam
pendekatannya. OHSAS 18001 sejalan dengan standar kinerja ISO. Bagian sistem penomoran,
persyaratan untuk dokumentasi, pelatihan, keterlibatan pimpinan, ditulis dengan bahasa yang formal
dan bentuk struktur yang sejalan dengan standar ISO. Seperti banyak dari berbagai standar ISO,
32
Universitas Indonesia
OHSAS 18001 didasarkan pada ide-ide dari keterlibatan pekerja, budaya keselamatan dan perbaikan
berkelanjutan.
Gambar 2.12 Prosedur Penerapan SMK3 Industri Galangan Kapal
Menurut OHSAS 18001 Sumber: (Hui, 2017)
e. SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut ISO 45001:2018
Sistem Manajemen K3 menurut ISO 45001:2018 merupakan satu standar internasional yang
memberikan arahan untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 yang dilengkapi dengan panduan
penggunaannya (Masjuli et al., 2019). Hal ini bertujuan agar suatu perusahaan bisa meningkatkan
kinerja K3 di lingkungan perusahaan secara proaktif dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja
serta dampak buruk bagi kesehatan para pekerja hingga terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK).
Sistem Manajemen K3 ISO 45001:2018 dibangun dengan pendekatan “plan-do-check-act” atau
PDCA (Morgado et al., 2019).
Menurut Dentch (2018), sama seperti standar sistem manajemen ISO yang lain, SNI ISO
45001:2018 dibangun dengan pendekatan “plan-do-checkact” atau PDCA. ISO 45001:2018 tentang
SMK3 telah dipublikasikan oleh ISO pada tanggal 12 Maret 2018, yang kemudian diadopsi secara
identik oleh BSN menjadi SNI ISO 45001:2018. ISO 45001:2018 ini mengikuti pola High Level
Structure (HLS) yang mengacu pada Annex SL agar mudah diintegrasikan dengan sistem manajemen
lainnya seperti SNI ISO 9001:2015 tentang Sistem Manajemen Mutu dan SNI ISO 14001:2015
tentang Sistem Manajemen Lingkungan. SNI ISO 45001:2018 dapat digunakan oleh organisasi
apapun tanpa memandang ukuran dan jenis organisasi, baik organisasi yang berukuran besar, sedang
maupun kecil (Masjuli et al., 2019).
Sebelum munculnya ISO 45001:2018, terdapat sejumlah konsensus Standar Safety
Management lainnya, di antaranya ANSI Z10, OHSAS 18001, dan AS/NZS 4801 terkait
Occupational Health and Safety Management System. Setiap standar tersebut menawarkan perspektif
yang sedikit berbeda pada Safety Management dan masing-masing menyesuaikan dengan kerangka
33
Universitas Indonesia
peraturan dari negara asal standar tersebut. Di antara kesamaan berbagai standar tersebut dengan ISO
45001:2018 adalah karakteristik sebagai berikut:
a. Kebijakan keselamatan dan kesehatan yang sejalan dengan tujuan organisasi.
b. Faktor yang menggerakkan tindakan organisasi, atau sering digambarkan sebagai konteks
organisasi.
c. Fokus pada model perbaikan berkelanjutan dari “Plan”, “Do”, “Check” dan “Act”.
d. Pencantuman kebutuhan untuk mengikuti peraturan pemerintah yang tepat.
Menerapkan standar ISO 45001 dianggap memiliki keuntungan yang lebih tinggi dalam hal
keputusan mengenai biaya yang terkait dengan kerugian dan waktu henti produksi, untuk mencapai
peningkatan rasionalitas, datang dengan hari kerja yang hilang dan mengurangi biaya asuransi, untuk
mencapai peningkatan layanan atau kekhasan produk, dan banyak lagi. Selain itu, bisnis akan
menambah nilai lebih karena ketahanan mereka terhadap standar ISO 45001 Menurut Morgado et al.
(2019), sertifikasi akan mendorong staf untuk bekerja lebih baik, memicu kreativitas, inklusi
pemangku kepentingan, dan perbaikan proses yang berkelanjutan.
Badan Sertifikasi (CB) independen dapat melakukan audit dan mensertifikasi perusahaan
dengan sertifikat ISO 45001 dengan tujuan mengevaluasi apakah sudah sesuai persyaratan
internasional dan mencapai tujuan yang dituju (Ciravegna Martins da Fonseca et al., 2017). Setelah
proses berhasil, CB memberikan sertifikat kepada perusahaan yang merupakan bukti memiliki sistem
yang diterapkan memadai. Akibatnya, bersertifikat perusahaan memiliki kesempatan untuk
menunjukkan bukti pencapaian internasional standar dan menciptakan kepercayaan yang kuat pada
pemangku kepentingan mereka juga.
Gambar 2.13 Prosedur Penerapan SMK3 Industri Galangan Kapal
Menurut ISO 45001
34
Universitas Indonesia
2.4 Penelitian Terkait Penerapan Sistem Manajemen K3 pada Industri Galangan Kapal
Di Azerbaijan, Sistem Manajemen K3 pada industri galangan kapal belum dilisensikan oleh
standar internasional. Beberapa pendekatan baru yang disarankan untuk sistem K3 juga belum ada
terintegrasi ke dalam sistem K3 yang ada di industri galangan kapal tersebut. Dari sudut pandang ini,
penelitian oleh (Aliyev, 2022) bertujuan untuk mengetahui penerapan sistem K3 di perusahaan
galangan kapal di Azerbaijan untuk mengidentifikasi kesenjangan, dan kecukupan sistem yang ada dan
membuat rekomendasi untuk meningkatkan sistem dan menerangi kemungkinan memperoleh lisensi
internasional. Analisis dibahas dengan membandingkan kesesuaian penerapan Sistem Manajemen K3
dan ISO 45001 untuk memastikan kekurangan dan membuat rekomendasi yang konkret (Aliyev,
2022). Adapun indikator penilaian K3 disajikan dalam Tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4 Indikator Keamanan yang Diterapkan pada Galangan Kapal di Azerbaijan
Pengukuran keamanan
Contoh
Alat Pelindung Diri (APD)
Pelindung struktur
Personel khusus
Staf pelatihan
Komunikasi
Penggunaan pakaian pelindung, helm,
sepatu keselamatan, sarung tangan
keselamatan, kaca mata, penutup
telinga/penutup telinga, tali pengaman,
masker wajah, pakaian kimia, dan
pengelasan perisai kapal
Penerangan yang cukup, railing,
platform,
dan rel tengah, dll
Para pekerja teknis yang terampil dan
keselamatan spesialis
Pelatihan P3K, kesadaran hukum, dan
prosedur dan kebijakan K3 galangan
kapal, dll.
Kegiatan dijamin lancar
komunikasi antara pekerja dan
pihak berwajib
Sumber: (Cui, 2022)
Penelitian oleh (Arifin & Octaviani, 2022) menggunakan metode deskriptif kualitatif
mengidentifikasi penerapan Sistem Manajemen K3 pada industri galangan kapal dengan metode HIRA
menggunakan standar AS/NZS 4360:2004 untuk menghitung nilai risiko. Penilaian K3 dilakukan
untuk mengevaluasi risiko yang ada di tempat kerja yang diinginkan menghilangkan, mengurangi, dan
mengganti sumber risiko dengan peralatan atau proses yang lebih aman, atau mengurangi risiko
terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja. Penelitian ini difokuskan pada tiga proses kerja yaitu
proses perbaikan kapal, pembersihan lambung kapal, dan pelapis. Hasil menunjukkan semua risiko
yang terjadi dalam proses kerja di Galangan Kapal XYZ yaitu perbaikan, pembersihan lambung, dan
proses pelapisan kapal telah dikendalikan.
35
Universitas Indonesia
Tabel 2.4 Indikator Keamanan yang Diterapkan pada Galangan Kapal di Indonesia
Pekerjaan
Identifikasi Risiko
Pengelasan & Pemotongan
Kejutan listrik
Sinar pengelasan
Paparan api
Paparan bahan panas
Debu/asap las
Bahan residu
Pekerjaan Penggilingan
Kejutan listrik
Bahan pemaparan percikan
Paparan api
Debu / asap
bahan residu
Aliran Bahan
Bahan dari tinggi
Kelalaian operator crane
Kelalaian operasional peralatan
posisi kerja
Pemotongan Semi Otomatis
Paparan bahan panas
Kelalaian operasional peralatan
posisi kerja
Kelalaian pekerja
Pemotongan
Posisi kerja
Bahan jatuh
Bekerja di ketinggian
Bekerja di bawah lambung kapal
Peledakan
Bekerja dengan blaster
Suara mesin peledakan
posisi kerja
Bekerja di ketinggian
Jet air
Posisi kerja
Bekerja di bawah lambung kapal
Tempat kerja yang licin
Bekerja di ketinggian
Tekanan air tinggi
Pelapisan
Posisi kerja
Bahan jatuh
Bekerja di ketinggian
Bekerja di bawah lambung kapal
Sumber: (Arifin & Octaviani, 2022)
Penelitian yang dilakukan (Hossain et al., 2018) mengidentifikasi dan mengevaluasi Sistem
Manajemen K3 di industri galangan kapal menggunakan Khulna Shipyard sebagai studi kasus.
Galangan Kapal Khulna, berlokasi di Bangladesh, dianggap sebagai konstruksi dan perbaikan kapal
berat. Sebagai upaya untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan relevan dengan pengendalian
dan mitigasi risiko, diterapkan analisis Sistem Manajemen K3 dengan Preliminary Hazard Analysis
(PHA) digunakan untuk mengembangkan daftar awal potensi bahaya dan kejadian berbahaya yang
36
Universitas Indonesia
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja. Mengikuti daftar awal dari potensi bahaya, studi
menyajikan evaluasi PHA, berdasarkan pendekatan sistematis, yang dirancang untuk membantu
galangan kapal mengambil tindakan korektif.
Tabel 2.6 Indikator Bahaya yang Diterapkan pada Galangan Kapal di Bangladesh
Identifikasi Bahaya
Potensi Risiko
• Ruang sempit untuk bekerja
Kondisi pekerjaan
•
•
•
Bahaya Fisik:
•
Ruang sempit
Cedera fisik pada anggota
tubuh
Mati lemas
Masalah pendengaran (pecah
gendang telinga dll)
Suhu ekstrim
Getaran
Radiasi
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Kebakaran dan Ledakan
•
•
•
•
•
Ledakan api
Ledakan listrik
Sirkuit pendek
Kejutan listrik
Luka bakar
Kurangnya lingkungan yang nyaman
Bahaya perjalanan yang berlebihan dan potensi
jatuh
Area kerja yang suram dan kotor
Bekerja di dekat operasi abrasive blasting atau
jack hammer
Alat berat atau mesin
Perkakas tangan bertenaga bahan bakar dan
perkakas yang digerakkan daya
Air terkompresi
Terak, percikan las, atau percikan api
Bahan yang mudah terbakar lebih dekat dari
jarak tiga puluh lima kaki (10,7 m).
pekerjaan panas
Alat berat atau mesin
Alat yang digerakkan daya
Mesin sinar-X dan sumber radioaktif
(radiografi) digunakan untuk
las pipa uji, lubang bor
Menghasilkan panas yang berlebihan di dekat
pelumas atau bahan mudah terbakar
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Timbul api
Kurangnya alat pemadam kebakaran yang
memadai
Kurangnya perawatan
Peningkatan pemeliharaan mesin listrik
Pembangkitan panas yang berlebihan
Peningkatan desain & pemeliharaan sirkuit
Kurangnya kesadaran saat menggunakan
peralatan listrik atau mesin
Menempatkan bahan konduktor di dekat
mesin listrik dan sirkuit
Kurangnya alat pelindung diri (APD)
Paparan api/api/sengatan listrik
Sumber: (Hossain et al., 2018)
Penelitian Sistem Manajemen K3 di Turki oleh (Gündoğdu & Seyfi-Shishavan, 2021)
menunjukkan bahwa galangan kapal sangat rawan kecelakaan yang berhubungan dengan keselamatan
kerja. Studi ini mendefinisikan dengan jelas risiko bahaya dan mengambil tindakan pencegahan
terhadap risiko prioritas yang teridentifikasi sangat penting. Studi ini mengusulkan metode penilaian
risiko dua tahap berdasarkan spherical fuzzy set (SFSs), yang merupakan metode baru. Alat penilaian
37
Universitas Indonesia
risiko sistematis dengan SFS dikembangkan dengan menggabungkan dua pengambilan keputusan
yang paling andal metode proses hierarki analitik (AHP) dan "VlseKriterijumska Optimizacija I
Kompromisno Resenje (VIKOR)." Metode ini diterapkan dalam studi kasus pada industri galangan
kapal di Turki. Hasil menunjukkan bahwa penilaian risiko dua tahap dikembangkan pendekatan
memberikan hasil yang masuk akal dalam mengidentifikasi bahaya berisiko tinggi untuk memastikan
keselamatan kerja di galangan kapal.
Tabel 2.5 Indikator Keamanan yang Diterapkan pada Galangan Kapal di Turki
Identifikasi Bahaya
Bekerja dengan perkakas tangan
Pengangkatan material dengan tangan
Tata letak lingkungan kerja (bahan tidak
tetap)
Memutar atau menggerakkan bagian
kapal
Benda jatuh
Potensi Risiko
Terpotong, Terluka
Cedera sendi, terluka, ketidaknyamanan
Cedera, Terluka
Kondisi iklim yang tidak sesuai (kondisi
terlalu dingin atau terlalu panas)
Polusi suara
Penyakit, luka
Kejadian darurat (banjir, gempa bumi,
kebakaran, dll)
Bekerja dengan alat angkat
Cedera, kematian
Paparan cairan kimia, debu, dan gas,
asam, dll
Kanker, luka bakar, penyakit mata,
iritasi
Jatuh dari kapal
Cedera, kematian
Cedera, kematian
Cedera, kematian
Pendengaran kurang, stres, dan panik
Cedera, kematian
Sumber: (Gündoğdu & Seyfi-Shishavan, 2021)
Penelitian (Wulandari et al., 2018) melakukan penilaian risiko pada proses pengecatan lambung
kapal dan memberikan rekomendasi pengendalian risiko tinggi di PT. X Surabaya. Metode ini
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan tiga langkah analisis. Hasil yang diperoleh
menunjukkan risiko tinggi itu bisa terjadi antara lain jika tertabrak forklift, mesin jatuh diangkut
dengan derek, tangga yang digantung, api dan ledakan, jatuh dari ketinggian, dan gangguan
pendengaran. Rekomendasi untuk pengendalian bahaya risiko tinggi meliputi formulasi kebijakan atau
regulasi, pemasangan rambu-rambu yang mendukung kebijakan, sosialisasi risiko kebijakan
pengendalian, pembentukan tim tanggap darurat dan tim pertolongan pertama, dan sosialisasi,
pemantauan, penggunaan dan pemeliharaan alat pelindung diri.
Tabel 2.5 Indikator Bahaya yang Diterapkan pada Galangan Kapal di Surabaya
Identifikasi Bahaya
Potensi Risiko
38
Universitas Indonesia
Tersengat listrik
Pingsan karena tersengat listrik
Luka bakar ringan akibat tersengat listrik
Peralatan dan bahan
Memar atau luka ringan karena peralatan dan
bahan
Penggunaan crane
Luka ringan akibat jatuhnya mesin yang
diangkut menggunakan crane
Meninggal akibat jatuhnya mesin yang
diangkut menggunakan crane
Penggunaan forklift
Cedera ringan akibat tertabrak forklift
Patah tulang karena tertabrak forklift
Meninggal karena tertabrak forklift
Penggunaan ladde
Patah tulang akibat jatuhnya ladde
Kebakaran dan Ledakan
Meninggal karena jatuh dari tangga
Luka bakar sedang akibat kebakaran
Luka bakar parah akibat ledakan
Meninggal karena kebakaran dan ledakan
Paparan cairan kimia, debu, dan
Iritasi kulit
gas, asam, dll
Iritasi mata
Gangguan pernafasan
Polusi suara
Gangguan pendengaran
Pengelasan
Luka bakar ringan akibat percikan api
Jatuh dari kapal
Patah tulang karena jatuh dari ketinggian
Meninggal karena jatuh dari ketinggian
Posisi kerja
Kelelahan karena postur tubuh yang canggung
Nyeri otot akibat postur tubuh yang janggal
Sumber: (Wulandari et al., 2018)
2.5 Penilaian Penerapan Sistem Manajemen K3 di Indonesia
Ketentuan mengenai penerapan Sistem Manajemen K3 diatur dalam Peraturan Pemerintah No
50 tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang
menyatakan bahwa ”Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau
lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan
produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran
lingkungan dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) (Ayunita et al., 2021).
Penilaian Penerapan SMK3 yang selanjutnya disebut Audit SMK3 ialah pemeriksaan secara
sistematis dan independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu
hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan.
Dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) ada beberapa tahapan yang harus dilakukan agar
SMK3 tersebut menjadi efektif, karena SMK3 mempunyai elemen atau persyaratan tertentu yang
harus dibangun didalam suatu organisasi atau perusahaan. Sistem Manajemen K3 juga harus ditinjau
ulang dan ditingkatkan secara terus menerus didalam pelaksanaanya untuk menjamin bahwa system
39
Universitas Indonesia
itu dapat berperan dan berfungsi dengan baik serat berkontribusi terhadap kemajuan perusahaan.
Penerapan Sistem Manajemen K3 ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, meliputi:
1. Penetapan Kebijakan SMK3
2. Perencanaan K3
3. Pelaksanaan Rencana K3
4. Pemantauan & Evaluasi Kinerja K3
5. Peninjauan & Peningkatan kinerja SMK3
Penilaian penerapan SMK3 berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012 dilakukan oleh lembaga audit
independen yang ditunjuk oleh Menteri atas permohonan perusahaan. Penilaian ini memiliki 12
elemen dan diuraikan lagi menjadi 166 kriteria penilaian. Dua belas unsur yang dilakukan melalui
audit SMK3 meliputi:
1. Pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen
2. Pembuatan dan pendokumentasian rencana K3
3. Pengendalian perancangan dan peninjauan kontrak
4. Pengendalian dokumen
5. Pembelian dan pengendalian produk
6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
7. Standar pemantauan
8. Pelaporan dan perbaikan kekurangan
9. Pengelolaan material dan perpindahannya
10. Pengumpulan dan penggunaan data
11. Pemeriksaan SMK3; dan
12. Pengembangan keterampilan dan kemampuan
Berdasarkan ILO audit SMK3 bertujuan untuk:
a. Menilai secara kritis dan sistematis semua potensi bahaya potensial dalam sistem kegiatan operasi
perusahaan yang meliputi:
1. Tenaga manusia meliputi kemampuan dan sikapnya dalam kaitannya dengan K3.
2. Perangkat keras meliputi sarana/peralatan proses produksi dan operasi, sarana pemadam
kebaran, kebersihan dan tata lingkungan dan
3. Perangkat lunak (manajemen) meliputi sikap manajemen, organisasi, prosedur, standar dan hal
lain yang terkait dengan peraturan manusia serta perangkat keras unit produksi.
b. Memastikan bahwa pengelolaan K3 di perusahaan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
pemerintah, standar teknis, standar K3 yang berlaku dan kebijakan yang ditentukan oleh
manajemen perusahaan.
c. Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial sebelum timbul gangguan atau
40
Universitas Indonesia
kerugian terhadap tenaga kerja, harta, lingkungan maupun gangguan operasi serta rencana respon
(tanggap) terhadap keadaan gawat/darurat, sehingga mutu pelaksanaan K3 dapat meningkat.
Sesuai dengan PP No. 50 Tahun 2012, SMK3 meliputi 5 tahapan antara lain:
1. Penetapan kebijakan K3;
2. Perencanaan K3;
3. Pelaksanaan rencana K3;
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3;
5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.
Kebijakan K3 harus memuat beberapa aspek antara lain:
a. Visi
b. Tujuan perusahaan
c. Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan
d. Kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat
umum dan/atau operasional.
Rencana K3 harus terdiri dari beberapa unsur antara lain:
a. Tujuan dan sasaran
b. Skala prioritas
c. Upaya pengendalian bahaya
d. Penetapan sumber daya
e. Jangka waktu pelaksanaan
f. Indikator pencapaian
g. Sistem pertanggungjawaban
Pelaksanaan rencana K3 terdiri dari beberapa aspek antara lain:
1. Sumberdaya Manusia di bidang K3 yang terdiri dari:
1) Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat.
2) Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin kerja/operasi dan/atau surat
penunjukan dari instansi yang berwenang.
2. Prasarana dan sarana paling sedikit terdiri dari:
1) Organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3.
2) Anggaran yang memadai.
3) Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian.
4) Instruksi kerja.
Tahap kegiatan di pelaksanaan rencana K3, antara lain:
a. Tindakan pengendalian
b. Perancangan (design) dan rekayasa
41
Universitas Indonesia
c. Prosedur dan instruksi kerja
d. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
e. Pembelian/pengadaan barang dan jasa
f. Produk akhir
g. Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri
h. Rencana dan pemulihan keadaan darurat
Perbaikan dan kinerja SMK3 dilakukan apabila:
a. Terjadi perubahan peraturan perundangundangan
b. Adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar
c. Adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan
d. Terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan
i. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi
j. Adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja
h. Adanya pelaporan
i. Adanya masukan dari pekerja/buruh.
Penilaian SMK3 meliputi 12 elemen antara lain:
a. Pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen
b. Pembuatan dan pendokumentasian rencana K3
c. Pengendalian perancangan dan peninjauan kontrak
d. Pengendalian dokumen
e. Pembelian dan pengendalian produk
f. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
g. Standar pemantauan
h. Pelaporan dan perbaikan kekurangan
i. Pengelolaan material dan perpindahannya
j. Pengumpulan dan penggunaan data
k. Pemeriksaan SMK3
l. Pengembangan keterampilan dan kemampuan.
2.5 Audit Sistem Manajemen K3
2.5.1 Audit Eksternal Sistem Manajemen K3
Audit eksternal SMK3 adalah audit SMK3 yang diselenggarakan oleh Lembaga Audit dalam
rangka penilaian penerapan SMK3 di perusahaan dengan maksud untuk menunjukkan penilaian
terhadap SMK3 di perusahaan secara obyektif dan menyeluruh sehingga diperoleh pengakuan dari
pemerintah atas penerapan SMK3 di perusahaan. Audit eksternal wajib bagi perusahaan yang
42
Universitas Indonesia
mempunyai potensi bahaya tinggi, seperti perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan, minyak
dan gas bumi. Selain itu, sesuai dengan Permenaker No.26 Tahun 2014, perusahaan yang mempunyai
potensi bahaya tinggi selain ketiga sektor tersebut yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagekerjaan dan/atau Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi juga wajib
melaksanakan audit eksternal SMK3. Fungi audit eksternal ini sebagai umpan balik yang mendukung
dalam perkembangan pertumbuhan serta peningkatan kualitas SMK3 yang ada di perusahaan.
Lembaga audit akan melakukan penilaian terkait penerapan SMK3 secara menyeluruh.
Nantinya perusahaan bisa mendapatkan pengakuan pemerintah yang dibuktikan dengan sertifikat
SMK3. Audit eksternal ini wajib dilaksanakan oleh setiap perusahaan. Khususnya bagi perusahaan
yang memiliki risiko bahaya kecelakaan kerja yang tinggi. Misalnya usaha yang bergerak dalam
minyak, gas bumi, dan pertambangan. Hasil dari audit menjadi bahan evaluasi untuk melakukan
upaya peningkatan program K3. Sehingga perusahaan dapat meminimalisasi risiko kecelakaan kerja
terhadap pegawai.
Perusahaan yang akan melakukan audit eksternal SMK3 harus mengajukan permohonan audit
SMK3 kepada lembaga audit SMK3 yang telah ditunjuk Menteri. Dalam hal ini, lembaga audit SMK3
wajib membuat perencanaan pelaksanaan audit SMK3 dan menyampaikan kepada Menteri atau
Direktur Jenderal dengan salinan disampaikan kepada Dinas Provinsi. Pelaksanaan audit SMK3
melalui audit eksternal SMK3 dilakukan berdasarkan kategori:
•
Penilaian tingkat awal dengan pemenuhan terhadap 64 kriteria
•
Penilaian tingkat transisi dengan pemenuhan terhadap 122 kriteria
•
Penilaian tingkat lanjutan dengan pemenuhan terhadap 166 kriteria
Tim auditor SMK3 akan menganalisis, mengkaji, dan menentukan penilaian kriteria sesuai
hasil temuan. Ketentuan penilaian hasil audit SMK3 dibagi menjadi tiga kategori, di antaranya:
Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Hasil Audit SMK3
43
Universitas Indonesia
Selain penilaian di atas, juga dilakukan penilaian terhadap perusahaan berdasarkan kriteria yang
menurut sifatnya dibagi atas tiga kategori, yaitu:
1. Kategori Kritikal
Penilaian terhadap kriteria audit SMK3 dengan kategori kritikal ditetapkan terhadap temuan pada
peralatan/mesin/pesawat/instalasi/bahan, cara kerja, sifat kerja, lingkungan kerja dan proses kerja
yang dapat menimbulkan korban jiwa.
2. Kategori Mayor
Penilaian terhadap kriteria audit SMK3 dengan kategori kritikal ditetapkan terhadap:
•
Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
•
Tidak melaksanakan salah satu prinsip SMK3
•
Terdapat temuan minor untuk satu kriteria audit di beberapa lokasi.
3. Kategori Minor
Penilaian terhadap kriteria audit SMk3 dengan kategori minor ditetapkan terhadap ketidakkonsistenan dalam pemenuhan persyaratan peraturan perundang-undangan, standar, pedoman, dan
acuan lainnya. Bagi perusahaan yang termasuk pada kategori kritikal atau mayor, maka dinilai
belum berhasil menerapkan SMK3 dan penilaian tingkat penerapan SMK3 tidak mengacu pada
tabel di atas.
2.5.1 Audit Internal Sistem Manajemen K3
Audit adalah kegiatan konsultasi dan penjaminan yang objektif dan independen yang dirancang
untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Audit internal ini membantu organisasi
mencapai tujuannya dengan mengambil pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi
dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, kontrol, dan proses tata kelola (Siregar et al., 2022).
Menurut Spira & Page (2003), peran auditor internal yang semakin besar tidak hanya membantu
auditor internal tetapi mulai memiliki fungsi yang jelas sebagai penilai independen untuk menguji
dan mengevaluasi kegiatan perusahaan dan profesi auditor internal mulai disebut sebagai polisi
organisasi dan pengawas yang membawa out monitoring function (Edriansah et al., 2022).
44
Universitas Indonesia
Audit internal merupakan kegiatan verifikasi dan evaluasi independen yang dilakukan melalui
pengaturan internal dan digunakan sebagai alat yang digunakan auditor dalam mengumpulkan
informasi dan berita. Tujuan audit internal adalah untuk menyediakan organisasi dengan layanan yang
mendukung semua anggota organisasi. Semua organisasi memberikan penugasan dan dukungan
dengan tujuan akhir untuk memungkinkan mereka melaksanakan semua tanggung jawab yang
diberikan secara efektif. Audit internal membantu manajemen dalam memaksimalkan penggunaan
sumber daya modal secara efisien dan efektif, dalam efektivitas peraturan, dengan dana yang wajar.
Semua dukungan internal ini diberikan melalui analisis penilaian, rekomendasi, arahan dan informasi
tentang kegiatan yang diinginkan (Oktora & Marlina, 2022).
Audit internal dilakukan oleh fungsi audit internal perusahaan terhadap laporan keuangan dan
catatan akuntansi Perusahaan serta kepatuhan terhadap kebijakan manajemen yang disyaratkan,
peraturan pemerintah dan peraturan profesi yang berlaku (Oktora & Marlina, 2022). Menurut Institute
of Internal Auditors, internal audit adalah kegiatan konsultasi dan penjaminan yang objektif dan
independen yang bertujuan untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Menurut
Aerens et al. (2015) audit internal bertujuan menilai dan meningkatkan efektivitas kontrol dan
manajemen risiko membantu organisasi mencapai tujuannya dengan menerapkan sistem yang
sistematis dan disiplin (Oktora & Marlina, 2022).
Untuk mengetahui keefektifan penerapan SMK3 dan mengukur kinerja pelaksanaan SMK3
serta untuk membuat perbaikan-perbaikan maka diperlukan pelaksanaan audit SMK3. Selain itu
melalui audit SMK3 akan diketahui program K3 apakah telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan
K3 yang telah ditetapkan pada suatu perusahaan. Audit internal merupakan bagian dari sistem
pemantauan internal suatu organisasi. Sistem pemantauan dan tindakan pencegahan di dalam
perusahaan untuk mengamankan aset dan menjamin keakuratan dan kepercayaan sistem pelaporan
(Kagermann, 2008).
Perencanaan audit merupakan hal yang sangat penting dalam setiap audit. Dalam melakukan
audit harus mempertimbangkan kondisi untuk menetapkan metode pelaksanaan audit yang efektif dan
efisien. Audit internal Sistem Manajemen K3 merupakan kegiatan pemeriksaan pelaksanaan K3 yang
dilakukan oleh perusahaan itu sendiri yang dilakukan secara sistematis dan independen untuk
menentukan apakah pelaksanaan K3 di perusahaan sesuai dengan apa yang direncanakan serta melihat
keefektifan pencapaian kebijakan K3 dan tujuan organisasi. Sebagai hasil dari penilaian internal audit,
organisasi perusahaan akan mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang sistem K3 dan akan lebih
siap untuk meyelenggarakan pencapaian audit yang dilakukan oleh badan independent (Maudica et
al., 2020b).
Internal audit adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh departemen internal audit perusahaan,
terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan serta kepatuhan terhadap kebijakan
45
Universitas Indonesia
manajemen senior yang telah ditentukan dan kepatuhan terhadap peraturan dan ketentuan pemerintah
serta asosiasi perdagangan yang berlaku. Internal audit modern tidak lagi terbatas pada fungsinya di
bidang audit keuangan tetapi telah meluas ke bidang lain. Bahkan, sejak tahun 2000-an, aktivitas
internal audit mencakup saran yang ditujukan untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi
organisasi (Agoes, 2019).
Sistem yang efisien dan efektif yang melindungi aset dan integritas data dapat diperoleh jika
manajemen menerapkan sistem pengendalian internal yang memadai untuk membantu manajemen
terhindar dari kecurangan (Arsteria, 2018). Othman et al (2015) menemukan bahwa audit operasional,
memperluas keterlibatan komite audit, mengevaluasi dan meningkatkan pengendalian internal,
memeriksa kas, dan peraturan pelaporan semuanya dapat mendeteksi dan mencegah kecurangan.
Pengendalian internal yang proaktif dan kompeten membantu menumbuhkan budaya kejujuran dalam
entitas (Sudarmanto & Utami, 2021).
Respon dari auditor internal dianggap sangat penting dan diharapkan dapat memberikan
alternatif perubahan atau dapat memodifikasi prosedur dalam pengumpulan bukti audit, merevisi
proses identifikasi risiko audit serta dapat memberikan alternatif perubahan prosedur audit itu
sendiri (Awaliah & Setiawan, 2023). Audit internal bertujuan untuk (Ramli, 2013):
a. Memastikan apakah sistem manajemen K3 yang dijalankan telah memenuhi prosedur yang telah
ditetapkan dan sesuai dengan persyaratan dan standar Sistem Manajemen K3
b. Mengetahui apakah Sistem Manajemen K3 yang dijalankan telah berjalan sebagaimana mestinya
di seluruh jajaran sesuai dengan lingkup pelaksanaannya.
c. Memastikan apakah Sistem Manajemen K3 yang dijalankan telah efektif untuk menjawab semua
isu K3 yang ada dalam organisasi untuk menghindari kesalahan arah, virtual, atau acak.
Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur audit untuk memantau dan
mengukur kinerja K3 secara teratur. Prosedur audit internal harus dibuat untuk:
a. Melakukan pengukuran kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan keperluan;
b. Memantau perluasan yang memungkinkan tujuan K3 tercapai;
c. Memantau efektivitas pengendalian
d. Mengukur kinerja secara proaktif untuk memantau kesesuaian dengan program manajemen K3,
pengendalian dan kriteria operasional
e. Mengukur kinerja secara reaktif untuk memantau kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan bukti
pencatatan penyimpangan kinerja K3
f. Mencatat data dan hasil pemantauan dan mengukur kecukupan untuk melakukan analisis tindakan
perbaikan dan pencegahan lanjutan
46
Universitas Indonesia
II. 6. Alur proses
Audit
SMK3
2.6 Alur Proses Audit Internal
Sistem
Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Kategori Jenis Perusahaan
Potensi Bahaya
Potensi Bahaya
kecil / menengah
Tinggi
Penerapan SMK3 sampai
Penerapan SMK3
dengan Audit Eksternal
Penerapan SMK3
1. Kebijakan K3
2. Dokumen
penerapan
K3
(SOP,
dokumen
pembelian, dan IBPR)
3. Dokumen sertifikasi peralatan K3
4. Dokumen sertifikasi personil K3
5. Dokumen hasil pemeriksaan kesehatan pekerja
6. Dokumen hasil pengukuran lingkungan kerja
Audit Internal SMK3
Audit Eksternal SMK3
Sertifikat Hasil Audit Eksternal SMK3
Gambar 2.4 Alur Proses Audit Sistem Manajemen K3
47
Universitas Indonesia
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Konsep
Aspek yang akan diteliti adalah evaluasi terhadap implementasi SMK3 berdasarkan PP 50
Tahun 2012. Implementasi SMK3 diukur melalui kriteria yang terdapat pada 5 (lima) prinsip yang
meliputi: penetapan kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan rencana K3, pemantauan dan
evaluasi kinerja K3, dan peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3. Untuk penilaian audit SMK3
terhadap PT. X, PT. Y, dan PT. Z menggunakan penilaian tingkat awal terhadap 64 (enam puluh
empat) kriteria. Hal ini dilakukan karena tingkat penerapan SMK3 di industri galangan kapal yang
masih rendah, sehingga pemenuhan terhadap seluruh kriteria SMK3 yang ada di PP No. 50 Tahun
2012 (166 kriteria) belum dapat dilakukan secara menyeluruh. Untuk itu penilaian dilakukan dimulai
dengan tingkat awal. Dengan pemikiran tersebut, didapatkan kerangka konsep sebagai berikut.
Penerapan 5 elemen SMK3 :
1. Penetapan Kebijakan K3
2. Perencanaan K3
Gambaran Penerapan
3. Pelaksanaan Rencana K3
SMK3
4. Pemantauan
Galangan Kapal Kecil
dan
Evaluasi
di
Industri
Kinerja K3
5. Peninjauan dan Peningkatan
Kinerja K3
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
48
Universitas Indonesia
3.2. Definisi Istilah
No
1
Variabel
Definisi
Metode Pengukuran
Tingkat Penerapan Tingkat Penerapan SMK3 di Industri • Observasi,
Sumber Data
•
SMK3 di Industri Galangan Kapal Kecil : implementasi
Galangan
Kecil
prinsip
dokumentasi Ceklis
Hasil
•
sistem
Kriteria
SMK3
Tingkat Awal PP 50 Tahun
(foto dan video),
manajemen • Wawancara
keselamatan dan kesehatan kerja yang
Mendalam, dan
Kapal dari
Alat Ukur
wawancara 2012
hasil
seluruh informan yang
terdiri dari, penetapan kebijakan K3,
dalam bentuk narasi
perencanaan K3, pelaksanaan rencana
(Manajer
K3, pemantauan dan evaluasi kinerja
operator, Juru Las,
K3, serta peninjauan dan peningkatan
Pekerja
kinerja SMK3.
Manajer operasional,
HSE,
Teknisi,
Staff admin),
• Hasil rekapitulasi dari
• Telaah
Dokumen
yang
Telaah
Dokumen
berkaitan
dengan
yang
berkaitan
penerapan
SMK3
dengan
penerapan
antara lain : dokumen
SMK3 antara lain :
K3
dokumen
perusahaan,
K3
Prosedur Operasional
perusahaan, Prosedur
Standar untuk setiap
Operasional
jenis pekerjaan, Daftar
untuk
49
setiap
Standar
jenis
Universitas Indonesia
Peraturan dan Standar
pekerjaan,
K3, Laporan Inspeksi
Peraturan dan Standar
dan Audit K3, Laporan
K3, Laporan Inspeksi
Kecelakaan
dan
Hasil
Kerja,
Pemeriksaan
Kesehatan
Pekerja,
Daftar
Audit
K3,
Laporan Kecelakaan
Kerja,
Hasil
Laporan Pelatihan K3,
Pemeriksaan
Catatan Pertemuan dan
Kesehatan
Komunikasi
K3,
Laporan Pelatihan K3,
Dokumen
IBPR,
Dokumen
Kebijakan
Catatan
Pekerja,
Pertemuan
dan Komunikasi K3,
K3, SK P2K3, Laporan
Dokumen
IBPR,
P2K3
Dokumen Kebijakan
Prosedur
tanggap
K3,
darurat,
Prosedur
Laporan
P2K3,
B3,
Prosedur
tanggap
Daftar sarana tanggap
darurat,
Prosedur
darurat (P3K, APAR,
Pengelolaan
dll)
Daftar sarana tanggap
Pengelolaan
Sertifikasi
peralatan,
Sertifikasi
P2K3,
B3,
darurat (P3K, APAR,
personil
berketrampilan
50
SK
dll)
Sertifikasi
peralatan, Sertifikasi
Universitas Indonesia
khusus, dan Standar-
personil
standar
berketrampilan
yang
digunakan
khusus, dan Standarstandar
yang
digunakan
2
Penetapan
Penetapan Kebijakan K3 : penyusunan •
Kebijakan K3
kebijakan K3 yang dilakukan oleh
•
Observasi,
Hasil
dokumentasi Ceklis
(foto dan video),
perusahaan dengan melibatkan pihak •
Wawancara
pekerja yang berisi tentang visi, tujuan
Mendalam kepada
seluruh
perusahaan,
seluruh
yang dalam bentuk
komitmen
dan
tekad
melaksanakan kebijakan, dan kerangka
•
informan,
dan
hasil
SMK3
Tingkat Awal PP 50 Tahun
wawancara 2012, recorder, dan kamera
informan
narasi (Manajer HSE,
dan program kerja yang mencakup
operator, Juru Las,
kegiatan
perusahaan
secara
Pekerja
menyeluruh
yang
umum
Manajer operasional,
bersifat
Kriteria
dan/atau operasional.
Teknisi,
Staff admin), dan
•
•
Telaah
Dokumen
yang
berkaitan
dengan
hasil rekapitulasi data
dari dokumen terkait
kebijakan K3 antara
lain : dokumen K3
51
Universitas Indonesia
perusahaan, SK P2K3,
Laporan P2K3
Dokumen
K3,
Kebijakan
dan
standar
Standaryang
digunakan
3
Perencanaan K3
Perencanaan
K3
:
Upaya
untuk •
•
Observasi,
menghasilkan rencana K3 yang disusun
Hasil
dokumentasi Ceklis
(foto dan video),
dan ditetapkan oleh pengusaha dengan •
Wawancara
•
mengacu pada kebijakan K3 yang telah
Mendalam
kepada
seluruh informan yang
ditetapkan
Manajer HSE dan
dalam bentuk narasi
Manajer
(Manajer HSE dan
Operasional, dan
Manajer operasional),
hasil
Kriteria
SMK3
Tingkat Awal PP 50 Tahun
wawancara 2012, recorder, dan kamera
dan
•
•
Telaah
Dokumen
yang
berkaitan
dengan
hasil rekapitulasi data
dari dokumen terkait
perencanaan K3 antara
lain : dokumen K3
perusahaan, Prosedur
Operasional
52
Standar
Universitas Indonesia
untuk
setiap
jenis
pekerjaan,
Daftar
Peraturan dan Standar
K3,
Dokumen IBPR,
Prosedur
tanggap
darurat,
Prosedur
Pengelolaan
B3,
Daftar sarana tanggap
darurat (P3K, APAR,
dll)
4
Pelaksanaan
Pelaksanaan rencana K3 : Pelaksanaan • Observasi,
Rencana K3
rencana K3 yang didukung oleh sumber
•
Hasil
dokumentasi Ceklis
•
hasil
SMK3
Tingkat Awal PP 50 Tahun
(foto dan video),
daya manusia di bidang K3, prasarana, • Wawancara
dan sarana.
Mendalam, dan
Kriteria
wawancara 2012, recorder, dan kamera
seluruh informan yang
dalam bentuk narasi
(Manajer
HSE,
operator, Juru Las,
Pekerja
Teknisi,
Manajer operasional,
Staff admin),
53
Universitas Indonesia
• Telaah
•
Hasil rekapitulasi dari
Dokumen
yang
Telaah
Dokumen
berkaitan
dengan
yang berkaitan dengan
pelaksanaan
rencana
dokumen terkait
K3 antara lain : Daftar
Peraturan dan Standar
K3, Laporan Inspeksi
dan Audit K3, Laporan
Kecelakaan
Hasil
Kerja,
Pemeriksaan
Kesehatan
Pekerja,
Laporan Pelatihan K3,
Catatan Pertemuan dan
Komunikasi
K3,
Dokumen
IBPR,
Catatan pemeliharaan
peralatan,
Sertifikasi
peralatan,
dan
Sertifikasi
personil
berketrampilan
khusus.
54
Universitas Indonesia
5
Pemantauan dan
Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3 : • Observasi,
Evaluasi Kinerja
Upaya
K3
pemeriksaan,
•
pengujian,
Hasil
dokumentasi Ceklis
•
hasil
SMK3
Tingkat Awal PP 50 Tahun
(foto dan video),
pengukuran, dan audit internal SMK3 • Wawancara
yang dilakukan oleh sumber daya
Mendalam, dan
Kriteria
wawancara 2012, recorder, dan kamera
seluruh informan yang
manusia yang kompeten.
dalam bentuk narasi
(Manajer
HSE,
operator, Juru Las,
Pekerja
Teknisi,
Manajer operasional,
Staff admin),
• Hasil rekapitulasi dari
• Telaah
Dokumen
yang
berkaitan
dengan
pemantauan
Telaah
Dokumen
yang terkait
dan
evaluasi kinerja K3
antara lain : Laporan
Inspeksi dan Audit K3
dan
Standar-standar
yang digunakan
55
Universitas Indonesia
6
Peninjauan dan
Peninjauan dan Peningkatan Kinerja • Observasi,
Peningkatan
SMK3
Kinerja SMK3
dilakukan untuk menjamin kesesuaian • Wawancara
dan efektivitas penerapan SMK3 yang
Mendalam, dan
Upaya
dilakukan
:
Kegiatan
terhadap
perencanaan,
•
yang
Hasil
dokumentasi Ceklis
hasil
SMK3
Tingkat Awal PP 50 Tahun
(foto dan video),
•
Kriteria
wawancara 2012, recorder, dan kamera
seluruh informan yang
kebijakan,
dalam bentuk narasi
pelaksanaan,
(Manajer
pemantauan, dan evaluasi.
HSE,
operator, Juru Las,
Pekerja
Teknisi,
Manajer operasional,
Staff admin),
• Hasil rekapitulasi dari
• Telaah
Dokumen
yang
berkaitan
dengan
Telaah
Dokumen
yang terkait
efektivitas penerapan
SMK3 antara lain :
dokumen
K3
perusahaan, Dokumen
Evaluasi Program K3,
56
Universitas Indonesia
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan
analisis. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif menekankan pada kedalaman data yang didapatkan
oleh peneliti. Semakin dalam dan detail data yang didapatkan, maka semakin baik
kualitas dari penelitian kualitatif ini.
Desain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif sebagai suatu proses
penyelidikan
naturalistik
yang
mencari
pengetahuan
mendalam
tentang
pengalaman fenomena sosial (Henryadi, 2019). Penelitian kualitatif adalah sebagai
satu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami satu gejala
sentral (Creswell, 2013). Pendekatan kualitatif dipilih untuk menelaah berbagai
fenomena sosial dan budaya dalam suasana yang berlangsung secara wajar/ilmiah,
bukan dalam kondisi yang terkendali atau laboratoris sifatnya.
Penelitian kualitatif adalah suatu bentuk penelitian di mana peneliti atau
peneliti inti yang ditunjuk mengumpulkan dan menafsirkan data, menjadikan
peneliti sebagai bagian dari proses penelitian sebagai partisipan dan data yang
mereka berikan. Penelitian kualitatif menggunakan desain yang terbuka dan
fleksibel dan dalam melakukannya bertentangan dengan gagasan tentang ketelitian
yang sangat penting ketika melakukan penelitian ulang kuantitatif (Straus &
Corbin, 2013).
Dalam penelitian inidilakukan analisis berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012
pada tahun 2019-2022 di 3 Industri Galangan Kapal Kecil menggunakan checklist
daftar 64 kriteria audit SMK3 berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012 dan wawancara
mendalam sebagai pedoman untuk gambaran hasil implementasi SMK3 di ketiga
kelompok industri galangan kapal tersebut.
Universitas Indonesia
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Agustus 2023 - September 2023 yang
dengan pengambilan data observasi pada 3 industri galangan kapal kecil PT. X, PT.
Y, dan PT. Z.
4.3 Narasumber/Informan Penelitian
Informan yang berada pada lingkup penelitian adalah responden terkait yang
merupakan pekerja/pegawai di PT X, PT. Y, dan PT. Z yang bekerja di setiap
divisi/bagian dengan jabatan tertentu untuk dapat memberikan keterangan yang
dibutuhkan terkait dengan penerapan SMK3 sesuai dengan tabel 4.1 sebagai berikut
:
Tabel 4.1 Data Informan Penelitian
No
1.
Kode Informan
Informan 1 (kunci)
Jabatan
Manajer HSE
Status
Informan Utama
2.
Informan 2
Operator
Informan Pendukung
3
4
5
6
Informan 3
Informan 4
Informan 5
Informan 6
Juru Las
Pekerja teknisi
Manajer operasional
Staff admin
Informan Pendukung
Informan Pendukung
Informan Pendukung
Informan Pendukung
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan tahap yang paling krusial dalam melakukan
penelitian karena pengumpulan data merupakan tujuan utama dari penelitian ini.
Metode yang peneliti gunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
antara lain sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Efektivitas observasi sebagai metode pengumpulan data sebagian besar
dikendalikan oleh peneliti sendiri, karena peneliti mengamati dan
mendengarkan suatu objek penelitian sebelum menarik kesimpulan dari apa
yang disanksikan. Observasi dilakukan dengan pengamatan secara
menyeluruh untuk setiap aktivitas sesuai dengan jenis pekerjaan yang ada di
58
industri galangan kapal dan dilakukan pada setiap divisi/bagian yang ada. Hal
ini meliputi antara lain :
a. Sarana dan prasarana yang dimiliki perusahaan,
b. Kondisi Pelaksanaan Pekerjaan Setiap Divisi / Bagian
c. Kondisi seluruh ruangan di tempat kerja
d. Kondisi penerapan 5 R di seluruh area
e. Kondisi Rambu-rambu K3
Seluruh kegiatan secara visual diobservasi untuk dapat digabungkan dengan
hasil wawancara untuk dapat dianalisis. Beberapa alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dan informasi secara langsung dari observasi yang
dilakukan, yaitu:
a. Lembar Observasi: Lembar observasi adalah dokumen yang dirancang
khusus untuk mencatat objek apa saja yang akan dilakukan pengamatan
selama observasi yang akan berkaitan dengan wawancara dan
dokumentasi.
b. Kamera atau Rekaman Video: Penggunaan kamera atau rekaman video
memungkinkan pengamatan direkam dan diputar kembali untuk analisis
lebih lanjut.
b. Metode Wawancara
Selama wawancara, pertanyaan akan muncul. Tujuan dari wawancara
ini adalah untuk mengumpulkan informasi untuk keperluan penelitian,
memperkuat, serta
mengkombinasikan dengan
hasil observasi dan
dokumentasi untuk memberikan hasil analisis yang akurat. Berikut ini adalah
beberapa alat digunakan dalam wawancara:
a. Daftar pertanyaan: daftar pertanyaan sebagai panduan untuk memastikan
bahwa semua topik yang relevan telah dibahas selama wawancara.
b. Buku catatan: buku catatan atau catatan elektronik untuk mencatat
informasi penting selama wawancara.
c. Perekam suara: Perekam suara, baik berupa alat perekam khusus atau
aplikasi di perangkat elektronik, dapat digunakan untuk merekam
wawancara.
59
d. Kamera video: Digunakan untuk merekam interaksi antara pewawancara
dan responden. Video ini dapat memberikan informasi tambahan yang
berguna dalam analisis.
e. Alat bantu visual: seperti dokumen, gambar, diagram, atau grafik untuk
membantu menjelaskan pertanyaan atau memfasilitasi diskusi dengan
informan.
c. Metode Dokumentasi
Dokumen yang dikumpulkan antara lain :
a. dokumen K3 perusahaan,
b. Prosedur Operasional Standar untuk setiap jenis pekerjaan
c. Daftar Peraturan dan Standar K3,
d. Laporan Inspeksi dan Audit K3,
e. SK P2K3,
f. Laporan P2K3,
g. Laporan Kecelakaan Kerja,
h. Hasil Pemeriksaan Kesehatan Pekerja,
i. Laporan Pelatihan K3,
j. Catatan Pertemuan dan Komunikasi K3,
k. Dokumen IBPR,
l. Dokumen Kebijakan K3,
m. Prosedur pembelian barang dan jasa,
n. Prosedur rencana tanggap darurat,
o. Prosedur Pengelolaan B3,
p. Daftar sarana tanggap darurat (P3K, APAR, dll)
q. Sertifikasi peralatan, dan
r. Sertifikasi personil berketrampilan khusus
s. Standar-standar yang digunakan
Dokumen-dokumen ini akan memberikan landasan yang kuat untuk
mengevaluasi implementasi SMK3 di industri galangan kapal kecil,
mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan, dan merumuskan
rekomendasi untuk peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja.
60
4.4 Teknik Pengolahan Data
Data didapatkan dengan mengumpulkan semua data dari sumber dokumen
dan record dari pelaksanaan aktivitas implementasi SMK3 di PT X, PT Y, dan
PT Z, selain itu informasi didapatkan melalui wawancara dan kuisioner yang
diisi para informan. Data hasil implementasi pada ketiga perusahaan dianalisis
kriteria khusus pada industri galangan kapal kecil yang ada pada elemen di penilaian
awal (64 kriteria) penerapan SMK3. Responden yang diyakini dapat memberikan
jawaban yang sesuai dengan topik penelitian.
a. Evaluasi penilaian SMK3 untuk elemen penerapan melalui audit yang
dilakukan mengacu berdasarkan PP No.50 Tahun 2012 Tentang Penerapan
SMK3
b. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian berupa pertanyaan check list Kriteria
Audit berdasarkan PP No.50 Tahun 2012 Tentang SMK3 untuk mengolah dan
mendapatkan informasi dari responden dengan menggunakan pola ukur
ketepatan yang telah ditentukan.
4.5 Teknik Analisis Data
Data penelitian kualitatif berasal dari berbagai sumber dan dikumpulkan
dengan menggunakan beberapa strategi pengumpulan data (triangulasi) sepanjang
waktu, sehingga menghasilkan varians data yang sangat tinggi. Model Miles dan
Huberman digunakan dalam penelitian untuk analisis data mengikuti model
interaktif dengan tahapan sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Tahap reduksi data mencakup meringkas, memilih poin-poin terpenting yang
relevan dengan masalah penelitian, mencari tema dan pola, dan menciptakan
gambaran yang lebih jelas dan mempermudah pengumpulan data tambahan.
Tujuan yang ingin dicapai dan ditetapkan akan memimpin proses reduksi data.
2. Penyajian Data
61
Data dapat disajikan dalam penelitian kualitatif dalam bentuk deskripsi singkat,
bagan, korelasi antar kategori, diagram alur, dan deskriptif naratif adalah
penyajian terbanyak yang akan dibuat.
3. Analisis Data
Memaparkan analisis dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Serta
memberikan korelasi terhadap standar yang digunakan dengan ketidaksesuaian
kriteria yang ada di PP No. 50 Tahun 2012
3. Penarikan kesimpulan
Menarik kesimpulan adalah langkah ketiga dalam proses analisis data.
Kesimpulan awal hanya bersifat sementara, dan akan direvisi jika tidak
ditemukan bukti yang kuat untuk mendukung pengumpulan data putaran
berikutnya. Kesimpulan data dapat menjawab rumusan masalah yang telah
ditetapkan sejak awal, serta kesimpulan berupa uraian atau gambaran tentang
objek yang diteliti.
3.6 Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data dilakukan sebagai tahap terakhir dalam proses penelitian.
Keabsahan data bertujuan agar penafsiran dan analisis data dapat dipertanggung
jawabkan dan memeriksa apakah data tersebut yang diolah sesuai dengan fokus
penelitian dan tujuan penelitian. Pengecekan terhadap keabsahan data perlu
dilakukan agar data yang diperoleh benar-benar objektif, sehingga hasil penelitian
dapat dipertanggung jawabkan. Adapun teknik keabsahan data dalam penelitian ini
adalah ketekunan pengamat dan triangulasi. Adapun teknik triangulasi yang
digunakan untuk menguji validitas data dalam penelitian ini terdiri dari triangulasi
sumber dan triangulasi teknik:
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data dari
beberapa sumber tersebut tidak bisa dirata-ratakan seperti dalam penelitian
kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorikan, mana pandangan yang sama,
yang berbeda, dan mana spesifik dari beberapa sumber tersebut. Data yang
telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan sesuatu kesimpulan
62
selanjutnya diminta kesepakatan (member check) dengan beberapa sumber data
tersebut.
b. Triangulasi Metode
Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang
sama dengan teknik yang berbeda, misalnya data diperoleh dengan wawancara,
lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi,. Bila dengan tiga teknik
pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda,
maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap
benar. Atau bisa saja semuanya benar, karena memiliki sudut pandang
berbeda-beda.
63
DAFTAR PUSTAKA
Aliyev, A. (2022). Investigating the implementation of the occupational safety and
health management system in the scope of ship construction and repair yards
in
Azerbaijan
compatible
with
ISO
45001.
https://commons.wmu.se/all_dissertations/2122
Aprilliani, C., Fatma, F., Syaputri, D., Marganda, S., Manalu, Halomoan Lukman,
Sulistiyani Risnawati, H., Dame, Tanjung Simangunsong, Evalina Mahda,
Charisha & Arina, Kumala & Romas, Nuraliza Firdaus, L., & Firdaus, F.
(2022). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) PT Global Eksekutif
Teknologi. PT Global Eksekutif Teknologi.
Arifin, M. D., & Octaviani, F. (2022). Occupational Health and Safety Analysis
Using HIRA and AS/NZS 4360:2004 Standard at XYZ Shipyard.
International Journal of Marine Engineering Innovation and Research, 7(3),
2548–1479.
Arikunto, S. (2019). Prosedur Penelitian. Rineka Cipta.
AS/NZS 4360:2004. (2004). Australian/New Zealand Standard Risk MAnagement.
Australian Standards / New Zeland Standards 4360:2004.
Awaliah, F., & Setiawan, D. (2023). Analisis Penerapan Pendekatan Audit Jarak
Jauh Dampak dari Pandemi Covid-19 (Studi Kasus: Inspektorat Jenderal
Kementerian Kesehatan RI). Owner: Riset & Jurnal Akuntansi, 7(1), 741–752.
https://doi.org/10.33395/owner.v7i1.1311
Ayunita, D. R., Kurniawan, B., & Widjasena, B. (2021). Analisis Ketidaksesuaian
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di
Isntitusi Pendidi-kan X Berdasarkan Hasil Audit SMK3. Jurnal Riset
Kesehatan
Masyarakat,
2021(1),
1.
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jrkm/index
Badri, A., Nadeau, S., & Gbodossou, A. (2021). Integration of OHS into risk
management in an open-pit mining project in Quebec (Canada). Minerals,
1(1), 3–29. https://doi.org/10.3390/min1010003
Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. “Pemahaman. Filosofis dan
64
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi". PT Raja Grafindo Persada.
Cassell, C., Nadin, S., & Older Gray, M. (2001). The use and effectiveness of
benchmarking in SMEs. Benchmarking: An International Journal, 8(3), 212–
222. https://doi.org/10.1108/EUM0000000005624
Creswell, J. W. (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Pustaka Pelajar.
Cui, X. (2022). A strategic decision support tool for shipyard production
performance evaluation and support in budgeting for performance
improvement
(Issue
April).
https://stax.strath.ac.uk/concern/theses/xp68kg791%0Ahttp://stax.strath.ac.u
k/downloads/vd66w035q
Department of Occupational Safety and Health, M. of H. R. (MOHR) M. (2020).
Guidelines on Occupational Safety and Health (OSH) Risk Management for
Small and Medium Enterprises. Department of Occupational Safety and
Health (DOSH) Ministry of Human Resources (MOHR) Malaysia.
https://asean.org/storage/Guidelines-on-OSH-Risk-Management.pdf
Edriansah, D., Parawansa, D. A. S., & Nursyamsi, I. (2022). Analisa Peran Auditor
Internal terhadap Kinerja Perusahaan Dengan Pengendalian Internal sebagai
Variabel Intervening (Studi Kasus pada PT Semen Tonasa). SEIKO : Journal
of
Management
&
Business,
5(1),
630–640.
https://doi.org/10.37531/sejaman.v5i1.2284
Enne, & Suharni, S. (2023). Analisis Implementasi Standar K3 Rumah Sakit Pada
Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar Tahun 2022. Journal of Muslim
Community
Health
(JMCH)
2023,
4(3),
176–186.
https://doi.org/10.52103/jmch.v4i3.1142JournalHomepage:https://pascaumi.ac.id/index.php/jmch
Erniati, B., Mahyuddin, Nur, K. N., Tumpu, M., Rosyidah, M., Erdawaty, A. M. S.,
Yanti, Ihsan, M., Sudirman, Makbul, R., & Rachim, F. (2021). Manajemen K3
Konstruksi.
In
Yayasan
Kita
Menulis.
https://www.google.co.id/books/edition/Manajemen_K3_Konstruksi/lDUqE
AAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=manajemen
konstruksi&pg=PR4&printsec=frontcover
65
k3
European Commission. (2013). Guidance on the protection of the health and safety
of workers from the potential risks related to nanomaterials at work Guidance for employers and health and safety practitioners.
Federal Aviation Adminitration. (2023). Safety Management System. United States
Department
of
Transportation.
https://www.faa.gov/about/initiatives/sms/explained
Gündoğdu, F. K., & Seyfi-Shishavan, S. A. (2021). Occupational Risk Assessment
Using Spherical Fuzzy Safety and Critical Effect Analysis for Shipyards.
Journal
of
Eta
Maritime
Science,
9(2),
110–119.
https://doi.org/10.4274/jems.2021.59480
Health and Safety Executive. (2013). Managing for health and safety HSG65 (Vol.
1). https://doi.org/978 0 7176 6604 1
Henryadi, T. Z. (2019). Metode Penelitian: Pedoman Penelitian Bisnis dan
Akademik. Lembaga Pengembangan Manajemen dan Publikasi Imperium
(LPMP Imperium).
Hossain, N., Nur, F., & Jaradat, R. M. (2018). An analytical study of hazards and
risks in the shipbuilding industry. International Annual Conference of the
American Society for Engineering Management, November.
Hui, B. (2017). How to Implement OHSAS 18001 ? December.
ILO. (2019). Safety and healthin ship buildingand ship repair. In International
Labour Organization.
Irzal. (2016). Dasar-dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Kencana.
Kaassis, B., & Badri, A. (2018). Development of a preliminary model for evaluating
occupational health and safety risk management maturity in small and
medium-sized
enterprises.
Safety,
4(1),
9–11.
https://doi.org/10.3390/safety4010005
Lawrence Wynn, M. (2008). Highlights of an industry benchmarking study: Health
and safety excellence initiatives. Journal of Chemical Health and Safety,
15(3), 22–24. https://doi.org/10.1016/j.jchas.2007.10.002
Li, Y., & Guldenmund, F. W. (2018). Safety management systems: A broad
overview of the literature. Safety Science, 103(November 2017), 94–123.
https://doi.org/10.1016/j.ssci.2017.11.016
66
Ligade, A. S., & Thalane, S. B. (2013). Occupational Health and Safety
Management
System
(OHSMS)
Model
for
Construction
Industry.
International Journal of Research in Engineering and Technology, 02(13),
395–399. https://doi.org/10.15623/ijret.2013.0213074
Liu, Y., Ma, X., Qiao, W., Luo, H., & He, P. (2022). Human factor risk modeling
for shipyard operation by mapping fuzzy fault tree into bayesian network.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 19(1).
https://doi.org/10.3390/ijerph19010297
Maharani, F. T., & Lynch, Z. (2021). The Implementation of the POPMAR (Policy,
Organising, Planning and Implementing, Measuring Performance, Audit and
Reviewing) Model in Occupational Health and Safety Risk Management in an
Indonesian Batik Company. The Indonesian Journal Of Occupational Safety
and Health, 10(3), 420. https://doi.org/10.20473/ijosh.v10i3.2021.420-432
Mangkunegara, A. P. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. In
PT Remaja RosdaKarya (pp. 1–172).
Marthinus, A. P., Manoppo, F. J., & Lumeno, S. S. (2019). Model Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Infrastuktur Jalan
Tol Manado-Bitung. Jurnal Sipil Statik, 7(4), 433–448.
Masjuli, Taufani, A., & Kasim, A. A. (2019). Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. In Badan Standardisasi Nasional (Vol. 2, Issue 2).
Maudica, S. B., Denny, H. M., & Kurniawan, B. (2020a). Implementasi SMK3
Standard ILO 2001 pada Salah Satu Perusahaan Galangan Kapal. Jurnal
Teknik Industri Undip, 15(3), 144–152.
Maudica, S. B., Denny, H. M., & Kurniawan, B. (2020b). Tantangan dan Hambatan
Proses Audit SMK3 di Sebuah Perusahaan Galangan Kapal di Era Pandemi
Covid-19. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(September), 1–5.
Mevia, F. M. A. (2020). Galangan Kapal – Definisi, Jenis, Metode, dan Industrinya.
In Wira.
Moleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya.
Morgado, L., Silva, F. J. G., & Fonseca, L. M. (2019). Mapping occupational health
and safety management systems in Portugal: Outlook for ISO 45001:2018
adoption.
Procedia
Manufacturing,
67
38(2019),
755–764.
https://doi.org/10.1016/j.promfg.2020.01.103
Mučenski, V. (2017). Occupational Health and Safety Risk Assessment for
Demolition Processes in Construction. Ergonomics International Journal,
1(2), 1–9. https://doi.org/10.23880/eoij-16000112
Nawawi, C. I., Bintari, P. N., & Pranata, H. H. (2022). Penerapan Sistem
Manajemen K3 untuk Meningkatkan Keselamatan Kerja PT. Multi Jaya
Samudera.
E-Journal
Marine
Inside,
4(July),
1–10.
https://doi.org/10.56943/ejmi.v4i1.34
Oktora, B., & Marlina, L. (2022). Analisis Peran Internal Audit Pada Pengendalian
Internal Piutang Pada PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Meulaboh. Jurnal
Pendidikan Dan Konseling, 4(2018), 1707–1715.
Othman, I., Ibrahim, M. F. H., Shafiq, N., Mohamad, H., & Kamil, M. S. (2018).
HSE Management System for Hotwork Operation at High Elevation in
Shipbuilding
Project.
MATEC
Web
of
Conferences,
203,
1–10.
https://doi.org/10.1051/matecconf/201820302005
Ramli, N. M., & S, I. H. (2023). Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di RSUD Labuang Baji Makassar Tahun 2023.
JournalofMuslim Community Health(JMCH), 4(4), 99–111.
Siregar, R. A., Parhusip, A. A., & Sari, T. N. (2022). Peranan Audit Internal Dalam
Menunjang Efektivitas Pengendalian Internal Penjualan dan Penagihan
Piutang pada PT. Mabar Mitra Bersama. Accumulated Journal, 4(1), 96–107.
http://dx.doi.org/10.22303/accu
Straus, A., & Corbin, J. (2013). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Pustaka Pelajar.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. CV Alfabeta.
Suma’mur, P. K. (2009). Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan (C. H.
M. Agung (ed.)).
Tarwaka. (2016). Dasar-dasar Keselamatan Kerja serta Pencegahan Kecelakaan
di Tempat Kerja. Harapan Press.
Thomas, M. J. W. (2012). A Systematic Review of Insert Document Title the
Effectiveness of Safety Management Systems. Australian Transport Safety
Bureau.
68
Wulandari, K. N., Tualeka, A. R., Widajati, N., & Fitri, N. (2018). Risk Assessment
on Hull Painting Process at Shipyard. KnE Life Sciences, 4(5), 30.
https://doi.org/10.18502/kls.v4i5.2537
Yun, J. M., & Park, P. (2012). Development of industrial safety management
system for shipbuilding industry using RFID/USN. Proceedings - IEEE 9th
International Conference on Ubiquitous Intelligence and Computing and
IEEE 9th International Conference on Autonomic and Trusted Computing,
UIC-ATC 2012, 285–291. https://doi.org/10.1109/UIC-ATC.2012.54
Yusuf, M., Idris, M. F., & Nur, Baskara, M. (2019). Manajemen Risiko
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pekerjaan Galangan Kapal di
Tanjungpinang.
Jurnal
Kesehatan,
https://doi.org/10.32763/juke.v12i2.172
69
12(2),
260–272.
Lampiran :
1. Form Ceklis Wawancara
PEMENUHANNYA
No.
No.
Kriteria
KRITERIA
TIDAK
BERLAKU
KESESUAIA
N
KETIDAK SESUAIAN
MAJOR
(M)
Keterangan
Minor
(m)
1 PEMBANGUNAN DAN
PEMELIHARAAN
KOMITMEN
1.1 Kebijakan K3
1
2
3
1.1.1 Terdapat Kebijakan K3 yang tertulis,
bertanggal dan secara jelas menyatakan
tujuan-tujuan
K3
dan
komitmen
perusahaan dalam memperbaiki kinerja K3
1.1.3 Perusahaan mengkomunikasikan kebijakan
K3
kepada seluruh tenaga kerja, tamu,
kotraktor, pelanggan dan pemasok dengan
tata cara yang tepat
1.2 Tanggung Jawab dan Wewenang
Untuk
Bertindak
1.2.2 Penunjukan penanggung jawab K3 harus
Universitas Indonesia
4
5
sesuai
dengan peraturan
1.2.4 Pengusaha atau pengurus bertanggung
jawab secara penuh untuk menjamin
pelaksanaan SMK3.
1.2.5 Petugas
yang
bertanggung
jawab
menangani
keadaan
darurat
telah
ditetapkan dan mendapatkan pelatihan
6
1.2.6 Perusahaan mendapatkan saran-saran dari
para ahli di bidang K3 yang berasal dari
dalam
dan/atau luar perusahaan
1.3 Tinjauan dan Evaluasi
7
1.3.3 Pengurus
harus
meninjau
ulang
pelaksanaan SMK3 secara berkala untuk
menilai kesesuaian
8
9
dan efektivitas SMK3
1.4 Keterlibatan dan Konsultasi Dengan
Karyawan
1.4.1 keseluruh tenaga kerja
1.4.3 Perusahaan telah membentuk
sesuai dengan peraturan
P2K3
2
10
11
12
1.4.4 Ketua P2K3 adalah pimpinan puncak
atau pengurus
1.4.5 Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 sesuai
dengan peraturan
1.4.6 P2K3 menitikberatkan kegiatan
pada pengembangan
kebijakan
dan prosedur untuk
13
1.4.7
14
1.4.8
15
1.4.9
2
2.1
16
mengendalikan risiko
Susunan pengurus P2K3 didokumentasikan
dan diinformasikan kepada tenaga kerja
P2K3 mengadakan pertemuan secara
teratur dan hasilnya disebarluaskan di
tempat kerja
P2K3 melaporkan kegiatannya secara
teratur sesuai dengan peraturan perundangundangan
PEMBUATAN
DAN
PEMDOKUMENTASIAN
RENCANA K3
Rencana Strategi K3
2.1.1 Terdapat prosedur terdokumentasi
untuk identifikasi
potensi
bahaya, penilaian, dan
pengendalian risiko K3
2.4 Informasi K3
3
17
2.4.1 Informasi
kegiatan
yang
dibutuhan
K3
disebarluaskan
sistimatis kepada seluruh
tamu,
mengenai
tenaga
secara
kerja,
konstraktor,
pelanggan, dan pemasok
3 PENGENDALIAN PERANCANGAN
DAN KONTRAK
3.1 Pengendalian Perancangan
18
3.1.1 Prosedur
yang terdokumentasi
mempertimbangkan identifikasi potensi
bahaya, penilaian, dan pengenadilian resiko
yang dilakukan pada tahap perancangan dan
modifikasi
3.2 Peninjauan Ulang Kontrak
19
3.2.2 Identifikasi bahaya dan penilaian resiko
dilakukan pada tinjauan kontrak oleh
petugas yang berkompeten
4 PENGENDALIAN DOKUMEN
20
4.1 Persetujuan,
Pengeluaran
dan
Pengendalia Dokumen
4.1.1 Dokumen K3 mempunyai identifikasi
status, wewenang,
tanggal pengeluaran
dan tanggal
modifikasi
4
21
22
5 PEMBELIAN DAN PENGENDALIAN
PRODUK
5.1 Spesifikasi Dari Pembelian Barang dan
Jasa
5.1.1 Terdapat prosedur yang terdokumentasi
yang dapat menjamin spesifikasi teknik dan
informasi lainnya yang relevan dengan K3
telah diperiksa sebelum keputusan untuk
membeli
5.1.2 Spesifikasi pembelian untuk setiap sarana
produksi, zat kima atau jasa harus
dilengkapi spesifikasi
yang
sesuai
dengan persyaratan
23
24
peraturan dan standar K3
5.2 Sistem Verifikasi Barang dan Jasa Yang
Telah Dibeli
5.2.1 Barang dan jasa yang dibeli
diperiksa
kesesuaiannya dengan spesifikasi pembelian
6 KEAMANAN
BEKERJA
BERDASARKAN SMK3
6.1 Sistem Kerja
6.1.1 Petugas
yang
berkompeten
telah
mengidentifikasikan bahaya yang potensial
dan telah menilai risiko – risiko yang
5
timbul dari
25
26
27
suatu proses kerja
6.1.5 Terdapat sistm ijin kerja untuk tugas
yang berisiko tinggi
6.1.6 APD disediakan sesuai kebutuhan
dan
digunakan secara benar serta selalu
dipelihara dalam kondisi yang layak pakai
6.1.7 APD yang digunakan dipastikan
telah
dinyatakan layak pakai sesuai dengan
standar dan/atau peraturan yang berlaku
6.2 Pengawasan
28
6.2.1 Dilakukan pengawasan untuk menjamin
bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan
dengan aman dan mengikuti setiap prosedur
dan petunjuk kerja yang telah ditentukan.
6.3 Seleksi dan Penempatan Personil
29
6.3.1 Persyaratan tugas tertentu termasuk
persyaratan kesehatan diidentifikasi dan
dipakai untuk menyeleksi dan penempatan
tenaga kerja
6.3.2 Penugasan pekerjaan harus berdasarkan
pada kemampuan dan
ketrampilan
serta kewenangan yang dimiliki
6.4 Area Terbatas
30
31
6.4.1 Pengusaha atau pengurus melakukan
penilaian risiko lingkungan kerja untuk
mengetahui
daerah-daerah
yang
6
32
6.4.2
33
6.4.3
34
6.4.4
6.5
35
6.5.2
36
6.5.3
37
6.5.4
38
6.5.7
memerlukan pembatasan ijin masuk
Terdapat
pengendalian
atas
daerah/tempat
dengan pembatasan ijin masuk
Tersedianya fasilitas dan layanan di tempat
kerja sesuai dengan standar dan pedoman
teknis
Rambu-rambu K3 harus dipasang sesuai
dengan
standar dan pedoman teknis
Pemeliharaan, Perbaikan dan
Perubahan
Sarana Produksi
Semua catatan yang memuat data secara
rinci
dari
kegiatan
pemeriksaan,
pemeliharaan, perbaikan dan perubahan
yang dilakukan atas sarana dan peralatan
produksi harus disimpan dan dipelihara
Sarana dan peralatan produksi
memiliki
sertifikat yang masih berlaku seusia
dengan persyaratan peraturan dan standar
Pemeriksaan,
pemeliharan,
perawatan,
perbaikan
dan
setiap
perubahan
dilakukan petugas yang berkompeten dan
berwenang
Terdapat sistem untuk penandaan (tagout) bagiperalatan yang sudah tidak aman
7
lagi untuk
39
digunakan atau sudah tidak digunakan
6.5.8 Apabila diperlukan dilakukan penerapan
sistem penguncian pengoperasian (lock out
sistem) untuk
mencegah
agar
sarana
produksi tidak
40
41
42
43
dihidupkan sebelum saatnya
6.5.9 Terdapat prosedur yang dapat menjamin
keselamatan dan kesehatan kerja atau orang
lain yang berada didekat saran dan peralatan
produksi pada saat proses pemeriksaan,
pemeliharaan, perbaikan dan perubahan
6.7 Kesiapan Untuk Menangani Keadaan
Darurat
6.7.4 Petugas penanganan keadaan darurat
ditetapkan dan diberikan pelatihan khusus
serta diinformasikan kepada seluruh orang
yang ada di tempat kerja
6.7.6 Peralatan, dan sistem tanda bahaya
keadaan
darurat disediakan, diperiksa, diuji dan
dipelihara secara berkala sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, standar dan
pedoman teknis yang relevan
6.8 Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
6.8.1 Perusahaan telah mengevaluasi alat P3K
8
dan menjamin bahwa sistem P3K yang ada
memenuhi
peraturan
perundang-
undangan,
44
standar dan pedoman teknis
6.8.2 Petugas P3K telah dilatih dan ditunjuk
sesuai dengan peraturan perundangundangan
7 STANDARD PEMANTAUAN
7.1 Pemeriksaan Bahaya
45
46
7.1.1 Pemeriksaan/inspeksi terhadap tempat
kerja dan cara kerja dilaksanakan secara
teratur
7.2 Pemantauan/Pengukuran
Lingkungan
Kerja
7.2.1 Pemantauan/pengukuran lingkungan kerja
dilaksanakan secara teratur dan hasilnya
didokumentasikan,
dipelihara
dan
digunakan
47
48
untuk penilaian dan penendalian risiko
7.2.2 Pemantauan/pengukuran lingkungan kerja
meliputi faktor fisik, kimia, biologis, radiasi
dan psikologis
7.2.3 Pemantauan/pengukuran
lingkungan
kerja
dilakukan oleh petugas atau pihak yang
9
berkompeten dan berwenang dar dalam
dan/atau luar perusahaan.
7.4 Pemantauan Kesehatan
49
7.4.1 Dilakukan pemantauan kesehatan tenaga
kerja yang bekerja pada tempat kerja yang
mangandung
bahaya
tinggi
sesuai
dengan
50
51
52
dengan peraturan perundang-undangan,
7.4.3 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
dilakukan oleh dokter pemeriksa yang
ditunjuk sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku
7.4.4 Perusahaan
menyediakan
pelayanan
kesehatan kerja
sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
7.4.5 Catatan menganai pemantauan
kesehatan tenaga kerja dibuat
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
8 PELAPORAN
DAN
PERBAIKAN
KEKURANGAN
8.3 Pemeriksaan dan Pengkajian Kecelakaan
53
8.3.1 Tempat kerja/perusahaan mempunyai
prosedur pemeriksaan dan pengkajian
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
10
9 PENGELOLAAN
MATERIAL
DAN
PERPINDAHANNYA
9.1 Penanganan Secara Manual dan Mekanis
54
9.1.1 Terdapat
prosedur
untuk
identifikasi
potensi bahaya dan menilai risiko yang
berhubungan dengan penanganan secara
manual dan
55
56
mekanis
9.1.2 Identifikasi
dan
penilaian
risiko
dilaksanakan
oleh
petugas
yang
berkompeten dan berwenang
9.2 Sistem Pengangkutan, Penyimpanan
dan
Pembuangan
9.2.1 Terdapat prosedur yang menjamin bahwa
bahan disimpan dan dipindahankan dengan
cara
yang
aman
sesuai
dengan
peraturan
57
perundang-undangan yang berlaku
9.2.3 Terdapat prosedur yang menjamin bahwa
bahan dibuang dengan cara yang aman
sesuai dengan peraturan perundangundangan
11
58
59
60
61
9.3 Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya
(BKB)
9.3.1 Perusahaan telah mendokumentasikan dan
menerapkan
prosedur
mengenai
penyimpanan, penanganan dan pemindahan
BKB sesuai dengan persyaratan
peraturan
perundang-undangan,
standar dan pedoman teknis yang relevan
9.3.3 Terdapat sistim untuk mengidentifikasi
dan
pemberian label pada bahan kimia
berbahaya
9.3.4 Rambu peringatan bahaya terpampang
sesuai denganpersyaratan peraturan
perundang-undangan dan/atau standard
yang relevan
12 PENGEMBANGAN KETRAMPILAN
DAN
KEMAMPUAN
12.2 Pelatihan Bagi Manajemen dan Penyelia
12.2.1 Anggota
manajemen
eksekutif
dan
pengurus berperan serta dalam pelatihan
yang mencakup penjelasan
tentang
kewajiban hukum dan
62
prinsip-prinsip serta pelaksanaan K3
12.2.2 Manajer dan penyelia menerima pelatihan
yang sesuai dengan peran dan tanggung
jawab mereka
12
12.3 Pelatihan Bagi Tenaga Kerja
63
12.3.1 Pelatihan diberikan kepada semua tenaga
kerja termasuk tenaga kerja baru dan yang
dipindahkan
agar
mereka
dapat
melaksanakan
tugasnya secara aman
12.5 Pelatihan Keahlian Khusus
64
12.5.1 Perusahaan mempunyai sistem untuk
manjamin kepatuhan terhadap persyaratan
lisensi atau kualifikasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan untuk
melaksanakan tugas khusus, melaksanakan
pekerjaan atau megoperasikan peralatan
13
2. Form Kelengkapan Dokumen
NO
ELEMEN SMK3
1
Pembangunan
2
Pembuatan
DOKUMEN
dan 1. Prosedur penyusunan/penetapan dan tinjauan Kebijakan
K3
Pemeliharaan Komitmen
2. Kebijakan K3 yang tertulis, bertanggal dan telah di
tanda tangani
3. Dokumen Sosialisasi Kebijakan
4. Dokumen Evaluasi Penerapan SMK3
5. Dokumen SK P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) dari Disnaker Provinsi setempat
6. Dokumen Rapat P2K3 dan Laporan Rutin P2K3
dan 1. Prosedur untuk melakukan identifikasi bahaya dan
penilaian risiko
2. Prosedur dan tata cara pelaksanaan sosialisasi tentang
kegiatan atau informasi K3
Pendokumentasian
Rencana K3
3
Pengendalian Perancangan 1. Prosedur Manajemen Perubahan
2. Dokumen Review terhadap kontrak dengan aspek K3
dan Kontrak
4
Pengendalian Dokumen
5
Pembelian
6
Keamanan
1. Prosedur Pengendalian Dokumen dan Rekaman
dan 1.
2.
Pengendalian Produk
3.
4.
Prosedur Pembelian/pengadaan barang/jasa
Evaluasi Vendor
Check list Penerimaan Barang
Check list Evaluasi vendor
Bekerja 1. Prosedur Pembuatan dan Review IBPR (Identifikasi
Berdasarkan SMK3
Bahaya dan Pengendalian Risiko)
2.
3.
4.
5.
6.
Dokumen IBPR
Prosedur Pengelolaan APD
Prosedur Pengawasan Sistem Kerja Aman
Prosedur Penerimaan Karyawan
Dokumen Prosedur Operasional Standar untuk setiap
jenis pekerjaan
7. Dokumen Mapping Area Terbatas dan Pengelolaannya
8. Rambu – Rambu K3
9. Dokumen Sertifikasi Peralatan yang digunakan
(Hydrant, instalasi listrik, instalasi penyalur petir,
genset, dll)
10. Prosedur LOTO
11. Prosedur tanggap Darurat
12. Daftar Penempatan Peralatan Tanggap Darurat dan
Pemeliharaannya
13. Prosedur Pelaksanaan P3K
Universitas Indonesia
7
Standar Pemantauan
8
Pelaporan dan Perbaikan 1. Prosedur Pemeriksaan dan Pengkajian Kecelakaan
kerja dan Penyakit Akibat Kerja
Kekurangan
2. Dokumen Investigasi Kecelakaan kerja dan Penyakit
Akibat kerja
9
Pengelolaan Material dan 1. Prosedur Identifikasi Potensi Bahaya dan menilai risiko
untuk pekerjaan manual handling
Perpindahananya
2. Dokumen IBPR terkait manual handling
3. Prosedur Penyimpanan dan Pengelolaan barang /
warehouse
4. Prosedur Pengelolaan B3
5. Dokumen daftar B3 dan Safety Data Sheet
6. Dokumen Kompetensi Pengelolaan B3
12
Pengembangan
Keterampilan
Kemampuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.
2.
dan
3.
4.
Prosedur Inspeksi
Jadwal Inspeksi
Laporan Kegiatan Inspeksi
Prosedur Pemantauan/Pengukuran Lingkungan Kerja
Bukti Pelaksanaan Pemanataun Lingkungan Kerja
Prosedur Pemeriksaan Kesehatan Kerja
Hasil Pemeriksaan Kesehatan Kerja
Tindaklanjut Kegiatan Pemeriksaan Kesehatan Kerja
Legalitas Penyediaan Pelayanan Kesehatan Kerja /
Bentuk Kerjasama untuk Pelaksanaan Pelayanan
Kesehatan Kerja
Prosedur pelatihan
Dokumen identifikasi kebutuhan pelatihan
Dokumen program dan rekaman pelatihan
Dokumen sertifikasi personil berketrampilan khusus
2
3. Form C Ceklist Observasi
No
Observasi
Keterangan
1.
Kondisi Pelaksanaan Pekerjaan
Setiap Divisi / Bagian
2.
Kondisi Rambu-Rambu K3
3.
Kondisi
Tempat
Penyimpanan
APD
4.
Kondisi APD yang digunakan
5.
Kondisi Sarana P3K
6.
Kondisi
Peralatan
Penunjang
Produksi (mesin-mesin, perkakas,
dll)
7.
Kondisi seluruh ruangan di tempat
kerja
8.
Kondisi Jalur Evakuasi
9.
Kondisi Sarana dan Prasarana
tanggap darurat (APAR, hydrant)
10.
Kondisi penerapan 5 R di tempat
kerja
3
Download