k UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA INDUSTRI GALANGAN KAPAL KECIL DI INDONESIA (STUDI KASUS DI PT. X, PT. Y, dan PT. Z) PROPOSAL TESIS HUGO NAINGGOLAN 2106676110 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM MAGISTER KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DEPOK 2023 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) telah berjalan selama lebih dari 10 tahun dan menjadi suatu pedoman atau acuan yang bersifat wajib untuk dilaksanakan bagi perusahaan yang memiliki potensi bahaya besar atau mempekerjakan paling sedikit 100 orang pekerja. Standar internasional yang dipakai untuk SMK3, antara lain ISO (International Organization for Standardization) 9001 tentang Sistem Manajemen Mutu, ISO 14001 tentang Sistem Manajemen Lingkungan, dan ISO 45001 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sistem Manajemen K3 ini harus memiliki fasilitas yang spesifik dan sesuai dengan ukuran dan sifat kegiatan operasional, desain dan aplikasi harus dipandu oleh Pedoman ILO (2001) tentang Sistem Manajemen K3, dan juga oleh 10 Keys for Gender Sensitive OSH Practice Guidelines for Gender Mainstreaming in Occupational Safety and Health (2013) (ILO, 2019). Penerapan Sistem Manajemen K3 merupakan salah satu upaya preventif yang harus dilakukan akibat meningkatnya risiko kecelakaan kerja. SMK3 adalah penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang akan dapat meminimalkan risiko kerugian moral dan moneter, kehilangan jam kerja, serta keselamatan orang dan lingkungan. lingkungan sekitar akibat kecelakaan (Ramli & S, 2023). Di Indonesia, Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) telah berjalan selama lebih dari 10 tahun dan menjadi suatu pedoman atau acuan yang bersifat wajib untuk dilaksanakan bagi perusahaan yang memiliki potensi bahaya besar atau mempekerjakan paling sedikit 100 orang pekerja. PP No. 50 Tahun 2012 dibuat secara umum sehingga dapat dilaksanakan oleh seluruh jenis perusahaan, namun terdapat kelemahan pada substansi yang hanya bersifat umum, sehingga tidak dapat dilakukan untuk jenis usaha yang memiliki kekhususan tertentu antara lain minyak dan gas bumi, pertambangan, konstruksi, penerbangan, dan perkeretaapian. Hal ini menyebabkan adanya peraturan pelaksana/ pedoman dari PP No. 50 Tahun 2012 yang dibuat untuk memudahkan implementasi SMK3 pada jenis perusahaan yang bersifat khusus. Beberapa peraturan pelaksana yang merupakan turunan tersebut antara lain: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 69 Tahun 2018 tentang Sistem Keselamatan Perkeretaapian. Beberapa sektor industri yang memiliki dampak kecelakaan kerja yang cukup tinggi, salah satunya adalah perusahaan yang bergerak di galangan kapal (Wróbel, 2016). Galangan kapal 1 Universitas Indonesia merupakan unsur penunjang untuk memenuhi kebutuhan kelayakan kapal pada saat melaut. Kegiatan yang dilakukan di galangan kapal yaitu kegiatan perawatan kapal beserta mesinnya, yang bertujuan untuk menjaga agar kondisi kapal tetap baik (Yilmaz, Yilmaz, & Celebi, 2015). Industri galangan kapal banyak dijalankan sebagai industri nonformal, sehingga minim pengawasan dari pihak terkait. Hal ini berdampak pada rendahnya kesejahteraan dan kurangnya perhatian terhadap K3. Di beberapa negara telah memiliki standar khusus terkait dengan penerapan SMK3 khusus industri galangan kapal. Di Azerbaijan, Sistem Manajemen K3 pada industri galangan kapal menggunakan ISO 45001 (Aliyev, 2022). Penelitian Sistem Manajemen K3 di Turki oleh (Gündoğdu & Seyfi-Shishavan, 2021) mengusulkan metode penilaian risiko dua tahap berdasarkan spherical fuzzy set (SFSs) dan AHP. Studi (Othman et al., 2018) bertujuan untuk mempelajari SMK3 operasi galangan kapal di Malaysia khususnya di galangan kapal Kelas C dan Kelas D. Penelitian di Cina oleh (Liu et al., 2022) menyelidiki faktor manusia yang terlibat dalam kecelakaan operasional galangan kapal. Sistem Manajemen K3 dianalisis menggunakan human factor analysis classification system (HFACS). Banyaknya kasus kecelakaan kerja yang terjadi di industri galangan kapal dengan data dari KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) pada Gambar 1.1 berikut: 35 30 25 20 15 10 5 0 2003 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 Gambar 1. Data Statistik Kecelakaan Galangan Kapal Sumber: KNKT (2022) 2 Universitas Indonesia Tingginya angka kecelakaan di industri galangan kapal di Indonesia yang terjadi di setiap tahun dan risiko yang tinggi dalam pekerjaan pada industri galangan kapal seperti : pengelasan, pengoperasian alat berat, pekerjaan perbaikan dalam ruangan tertutup dengan paparan gas beracun (confined space), pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian di rungan terbuka yang ada menjadi alasan besar untuk mewajibkan industri galangan kapal untuk dapat menerapkan Sistem Manajemen K3. Industri galangan kapal banyak dijalankan sebagai industri non formal, sehingga minim pengawasan dari pihak terkait, hal ini berdampak pada rendahnya kesejahteraan dan kurangnya perhatian terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Tingginya angka kecelakaan di galangan kapal yang terjadi di setiap tahun menjadi alasan besar untuk mewajibkan perusahaan galangan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) melalui Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi melakukan rapat koordinasi penyusunan rancangan SMK3 khusus industri galangan kapal yang didorong oleh tingginya angka kecelakaan kerja yang terjadi yang juga disertai adanya korban jiwa (fatality). Sektor industri galangan kapal merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko tinggi dengan aktivitas-aktivitas yang dapat mengakibatkan ancaman bagi jiwa pekerja, dan mayoritas mempekerjakan lebih dari 100 orang. Menurut data yang bersumber dari Kementerian Perindustrian terdapat 250 industri galangan kapal yang tersebar di Indonesia dengan tingkat kepatuhan terhadap kewajiban untuk menerapkan SMK3 sesuai PP 50 Tahun 2012 yang masih rendah. Hal ini disebabkan oleh prioritas kepatuhan terhadap standar ISO dengan tuntutan dari pihak konsumen yang berasal dari luar negeri. Dengan adanya fakta tersebut, maka penerapan SMK3 sesuai dengan PP No. 50 Tahun 2012 yang seharusnya merupakan sebuah kewajiban (mandatory) masih menjadi pilihan (voluntary). Proses audit internal di antaranya perlu dilaksanakan pada perusahaan galangan kapal. Setiap pelaksanaan SMK3 di perusahaan galangan kapal perlu dilakukan audit secara berkala karena perusahaan galangan memiliki risiko kecelakaan yang tinggi. Dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja yang terjadi di industri galangan kapal, maka sebaiknya perlu dilakukan analisis dan kajian terhadap penerapan SMK3 di industri galangan kapal tersebut untuk mencari jawaban terhadap permasalahan tersebut sebagai bahan pendukung dalam melakukan langkah-langkah perbaikan dan pembuatan kebijakan terkait. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan data KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) dan BPJS Ketenagakerjaan terkait dengan besaran angka kecelakaan kerja di industri galangan kapal. Hal ini 3 Universitas Indonesia mendorong peneliti untuk dapat membantu untuk menganalisis kekurangan yang terjadi pada hal tersebut dan membantu pelaku industri galangan kapal dengan melakukan penelitian terkait dengan mengevaluasi penerapan SMK3 khusus di industri galangan kapal kecil yang mayoritas belum menerapkan SMK3. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana penerapan SMK3 pada industri galangan kapal kecil berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012 ? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam penerapan SMK3 di industri galangan kapal kecil berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012 ? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini untuk mengevaluasi kesesuaian penerapan SMK3 dengan menggunakan instrumen audit PP No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terfokus pada SMK3 pada industri galangan kapal kecil. 1.4.2 Tujuan Khusus Berdasarkan uraian sebelumnya, maka tujuan penelitian ini meliputi hal-hal berikut: 1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi gambaran penerapan SMK3 menggunakan instrumen audit PP No. 50 Tahun 2012 pada industri galangan kapal kecil. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik penting dalam penerapan SMK3 pada industri galangan kapal kecil terhadap PP No. 50 Tahun 2012. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Akademis/Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan bagi khazanah ilmu manajemen kesehatan kerja mengenai kesesuaian penerapan SMK3 dengan menggunakan instrumen audit PP No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terfokus pada SMK3 pada industri galangan kapal kecil. Penelitian ini diharapkan memberikan masukan gambaran penerapan SMK3 khusus di industri galangan kapal kecil, mengingat sebelumnya belum banyak ditemukan penelitian yang mengevaluasi penerapan SMK3 pada industri galangan kapal kecil. Selain itu penelitian ini juga memberikan masukan baru tentang implementasi SMK3 di industri galangan kapal kecil. 4 Universitas Indonesia 1.6.2 Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan, terutama bagi industri galangan kapal, Perusahaan mendapatkan hasil evaluasi penerapan SMK3 khusus industri galangan kapal yang dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan SMK3 khusus industri galangan kapal kecil. 1.7 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berjudul Evaluasi Pengembangan SMK3 di Industri Galangan Kapal Kecil di Indonesia Tahun 2023 (Studi Kasus PT. X, PT. Y, dan PT. Z) yang dilakukan pada Bulan September 2023 sampai dengan Oktober 2023. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif berdasarkan analisis kepustakaan dan observasi lapangan yang dilakukan pada 3 (tiga) perusahaan PT. X, PT. Y, dan PT. Z yang bergerak di industri galangan kapal kecil. Dalam mengevaluasi penerapan SMK3 di industri galangan kecil, variabel yang dianalisis meliputi kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan rencana K3, pemantauan dan evaluasi kebijakan k3, peninjauan dan peningkatan kinerja K3. Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan dokumen, wawancara mendalam, dan observasi lapangan di PT. X, PT. Y, dan PT. Z. Wawancara mendalam dilakukan kepada informan yaitu Manajer HSE dan informan yaitu Manajer Operasional, Operator, Pekerja Teknisi, Staff Administrasi dan Juru Las. Analisis data dilakukan dengan metode konten analisis. 1.7.2 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah lima variabel penelitian, yakni Penetapan Kebijakan K3, Perencanaan Program K3, Pelaksanaan Program K3, Tinjauan dan Evaluasi Kebijakan K3. Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan dokumen, wawancara mendalam, dan observasi lapangan di PT. X, PT. Y, dan PT. Z. Wawancara mendalam dilakukan kepada informan kunci yaitu Manajer HSE dan informan yaitu operator, pekerja teknisi, manajer operasional, staff administrasi, dan juru las. Analisis data dilakukan dengan metode konten analisis. 5 Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.1.1 Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Secara filosofis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) digambarkan sebagai seperangkat pertimbangan dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja, manusia pada umumnya (jasmani dan rohani), hasil kerja dan budaya menuju masyarakat yang adil, sehat, dan sejahtera. K3 dianggap sebagai ilmu yang diterapkan untuk menghentikan kecelakaan, kebakaran, ledakan, polusi, penyakit, dan kejadian yang tidak diinginkan lainnya. K3 pada hakikatnya adalah upaya menghentikan, meniadakan, atau menghilangkan risiko (elemen bahaya) guna memenuhi tujuan pekerjaan atau produksi guna mencegah, meminimalkan, atau mengurangi kecelakaan kerja di lapangan. Menurut Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2012, K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Menurut ILO (International Labour Organisation), K3 adalah disiplin yang berurusan dengan pencegahan cidera dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, perlindungan, dan peningkatan kesehatan pekerja. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, ditetapkan syarat keselamatan kerja yang harus dipenuhi oleh setiap orang atau badan yang menjalankan usaha, baik formal, maupun informal, di manapun berada, untuk memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan semua orang di lingkungan usahanya (Tarwaka, 2016). Menurut (Suma’mur, 2009) K3 merupakan melindungi pekerja atau masyarakat untuk mendapatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, fisik, mental, dan sosial, untuk mencegah penyakit dan kendala kesehatan yang disebabkan faktor pekerjaan, lingkungan kerja, penyakit umum, sehingga menghasilkan atmosfer kerja yang aman bagi pekerja . Menurut International Labour Organization (ILO), K3 atau Occupational Safety and Health merupakan upaya meningkatkan dan memelihara derajat tertinggi pekerja, secara fisik, mental, dan sosial di seluruh jenis pekerjaan, menghindari terjadinya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan, melindungi pekerja pada tiap pekerjaan dari risiko yang muncul dari faktor yang bisa mengganggu kesehatan, menempatkan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang cocok dengan keadaan fisologis dan psikologis pekerja serta menghasilkan kesesuaian antara pekerjaan dan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya (Aprilliani et al., 2022). Berdasarkan penjelasan di atas, maka disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah bentuk perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja, serta sumber daya produksi perusahaan, yang bertujuan untuk menjamin kondisi, kesempurnaan dan keutuhan jasmani 6 Universitas Indonesia dan rohani. 2.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tujuan utama K3 kerja adalah mengelola operasional perusahaan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko kecelakaan kerja yang memengaruhi pekerja dan mencapai kenyamanan dan keselamatan di tempat kerja, sehingga berhasil mencapai tujuan organisasi. K3 juga bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi sekaligus berkontribusi pada investasi dalam langkahlangkah perlindungan pekerja. Sebagaimana dijelaskn bahwa K3 bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan, sakit, meninggal dunia, dan cacat tetap, menjaga struktur, perlengkapan, peralatan dan mesin, meningkatkan produksi, kebersihan tempat kerja, dan mencegah inefisiensi (Irzal, 2016). Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 86 dijelaskan bahwa tujuan K3 adalah untuk menjaga keselamatan pekerja dan mencapai tingkat produktivitas kerja tertinggi. K3 membantu perusahaan dan pekerja untuk memahami pentingnya K3 bagi kedua belah pihak. K3 bertujuan meningkatkan produktivitas perusahaan secara keseluruhan tanpa menimbulkan gangguan apa pun dari kecelakaan kerja. Menurut (Irzal, 2016), tujuan K3 adalah sebagai berikut: 1. Occupational Health a. Menghindari timbulnya penyakit akibat kerja. b. Menerapkan promosi kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan pekerja. c. Memastikan tingkat kesehatan dan kebugaran pekerja dalam kondisi optimal untuk keselamatan. d. Membangun sistem kerja yang aman dari input melalui proses dan output. e. Mencegah kerugian moral dan finansial yang disebabkan oleh kecelakaan dan inisiden. f. Melakukan pengendalian atas bahaya dan risiko di tempat kerja. 2. Industrial Hygiene a. Menjadikan tempat kerja bebas dari risiko kesehatan yang aman dan menyehatkan. b. Membina interaksi yang sehat di antara semua subkontraktor perusahaan yang tidak berdampak negatif terhadap kesehatan mereka atau menyebabkan mereka merasa tidak nyaman. 3. Ergonomic a. Mencegah gangguan cumulative trauma disorders sebagai akibat dari kondisi kerja yang buruk. b. Mencegah kerugian akibat kecelakaan atau kesalahan akibat ketidaksesuaian pekerja dengan tugasnya secara tidak langsung meningkatkan produktivitas kerja. 2.1.3 Pendekatan dalam Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Marwansyah (2019) Program Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) yang dimaksud untuk 7 Universitas Indonesia membantu melindungi dan memelihara kondisi fisik dan mental para pekerja.program K3 dirancang dengan 2 pendekatan yaitu: 1. Menciptakan lingkungan psikologis dan perilaku yang mendukung keselamatan kerja.kecelakaan kerja dapat dikurangi jika para pekerja,baik secara sadar atau bawah sadar,berfikir tentang keselamatan.sikap ini harus meliputi aktivitas yang terdapat pada operasional perusahaan dan kebijakan perusahaan secara yakin menekankan aspek K3 yang menjadi sangat penting. 2. Membuat perancangan program keselamatan yaitu menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang aman. Dalam hal ini, lingkungan fisik tempat kerja dibuat untuk menghindari terjadinya kecelakaan, program kesehatan kerja dibuat untuk memelihara kesehatan fisik dan mental pekerja. Diharapkan program ini dapat menanggulangi masalah yang ada pada kesehatan sehingga produktivitas pekerja secara individual tidak terganggu. 2.1.4 Indikator Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja harus dikelola sebagaimana dengan aspek lainnya dalam suatu organisasi seperti operasi, produksi, sumber daya manusia, keungan dan pemasaran. Aspek K3 tidak akan bisa berjalan seperti apa adanya tanpa adanya intervensi dari manajemen berupa upaya terencana untuk mengelolanya. Hal inilah yang mendorong semua pihak manajemen organisasi untuk menempatkan aspek K3 setara dengan unsur lain dalam organisasi sehingga lahirlah berbagai konsep mengenai manajemen K3 (safety management) (Ramli, 2010). Indikator Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) menurut (Mangkunegara, 2017) adalah keadaan tempat lingkungan kerja, penerangan, pemakaian peralatan kerja, kondisi fisik dan mental karyawan, meliputi hal-hal berikut: 1) Keadaan tempat lingkungan kerja Penataan dan penyimpanan barang-barang yang berisiko kurang diperhitungkan keamanannya. Ruang kerja yang sangat padat dan sesak. 2) Pengaturan udara Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor, berdebu,dan berbau tidak enak) serta suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya. 3) Pengaturan penerangan Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang kurang tepat. Ruang kerja yang kurang cahaya ataupun remang-remang. 4) Pemakaian peralatan kerja Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. Penggunaan mesin,alat elektronik tanpa pengamanan yang baik. 5) Kondisi fisik dan mental karyawan 8 Universitas Indonesia Kerusakan alat indera, stamina karyawan yang tidak stabil. Emosi karyawan yang tidak stabil, kepribadian karyawan yang rapuh, cara berfikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja yang rendah, sikap karyawan yang ceroboh, kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa risiko bahaya. 2.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.2.1 Konsep Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen organisasi yang digunakan untuk mengembangkan dan mengelola menerapkan kebijakan K3 dan risiko (OHSAS 18001:2007). SMK3 adalah satu sistem yang digunakan untuk mengelola dan mengendalikan keselamatan atau itu adalah sistem manajemen yang secara khusus ditujukan untuk keselamatan (Li & Guldenmund, 2018). Sistem manajemen K3 diperlukan oleh perusahaan untuk proses produksi internal yang efisien dan kepatuhan eksternal terhadap undang-undang dan kontrak kerja (Marthinus et al., 2019). Untuk mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, perusahaan wajib menerapkan sistem keselamatan kerja yang baik dan tegas untuk meningkatkan perlindungan kepada pekerja. Risiko yang relevan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan produktif untuk mengembangkan, mempraktikkan, menilai, dan memelihara struktur organisasi, tanggung jawab, praktik, prosedur, dan tempat kerja produktif yang diperlukan untuk kebijakan K3.Kewajiban mengenai penerapan Sistem Manajemen K3 untuk perusahaan ditegaskan dalam Pasal 87 UndangUndang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi: “Setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Regulasi ini diperbarui dengan PP No 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3.” Sistem Manajemen K3 adalah upaya perlindungan pekerja dari kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman. Sistem Manajemen K3 adalah pengelolaan K3 dengan menerapkan sistem manajemen untuk mencapai hasil yang efektif dalam mencegah kecelakaan dan efek lain yang merugikan (Maudica et al., 2020a). Sistem Manajemen K3 didefinisikan sebagai tata cara pengelolaan, unsur-unsur dan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja keselamatan dari dan di dalam suatu organisasi. Sistem Manajemen K3 modern dapat didefinisikan sebagai kumpulan aktivitas yang sewenang-wenang tindakan yang dianggap perlu untuk melaksanakan tanggung jawab di bawah era baru tanggung jawab pengaturan diri yang didelegasikan (Thomas, 2012). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem Manajemen K3 ialah bagian dari sistem secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi 9 Universitas Indonesia pengembangan, penerapan, pencapaian, pengajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisiensi dan produktif. Setiap perusahaan harus mempunyai pendokumentasian Sistem Manajemen K3. Kecelakaan harus dicegah karena kecelakaan mengakibatkan kerugian, pencegahan kecelakaan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus, pencegahan kecelakaan harus melibatkan semua unsur dalam perusahaan, dan dilakukan melalui penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Menerapkan Sistem Manajemen K3 dapat mengurangi risiko di tempat kerja. 2.2.2 Teori Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.2.2.1 Teori Sistem Manajemen K3 Menurut Hale (2005) Secara umum, menurut Hale (2005), Safety Management System berisikan semua proses beserta hubungannya dari setiap elemen yang ada di dalamnya seperti dijelaskan dalam gambar berikut: Gambar 2.2 Elemen pada Safety Management System Sumber: Hale (2005) Elemen pada Safety Management System yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Business processes, di mana penerapan Sistem Manajemen K3 yang mencakup semua fase siklus dan bertanggung jawab atas desain, konstruksi dan teknologi yang digunakan. b. Risk inventory & analysis, mengidentifikasi dan memeriksa bahaya yang ada dalam organisasi tempat kerja dan memahami bagaimana apabila dapat menjadi nyata dan dapat dikendalikan. c. Risk barriers & controls, berkaitan dengan hambatan dan kontrol risiko yang menggambarkan sistem manajemen dalam konteks khusus dan fungsinya yang tepat. 10 Universitas Indonesia d. Management system, untuk menyediakan semua persyaratan agar hambatan dan kontrol teknis dan prosedural berfungsi dengan baik. e. Inspection & monitoring, merupakan proses yang menerima informasi dari kontrol risiko aktual dan memeriksanya secara bertahap. f. Auditing & management review, berkaitan dengan penilaian manajemen keselamatan dan kinerjanya, untuk memungkinkan peningkatan berkelanjutan g. Incident & accident registration & analysis, untuk mengetahui perbaikan apa yang harus dilakukan. 2.2.2.2 Model Sistem Manajemen K3 Menurut OHSAS 18001 (2007) Sertifikasi mengenai keselamatan kerja diciptakan pada tahun 1999 dan disebut dengan OHSAS 18001:1999. Pada tahun 2007, standar ini mengalami revisi dan disebut dengan OHSAS 18001:2007. Sertifikasi adalah proses dimana pihak tertentu memberikan jaminan tertulis bahwa sebuah produk, jasa, sistem, proses, atau bahan baku sesuai dengan persyaratan tertentu (Dunmire 2002). Meskipun sertifikasi bisa didapatkan melalui penilaian sendiri maupun audit dari pelanggan, sertifikasi dari pihak ketiga lebih dapat dipercaya karena pihak tersebut tidak terikat dengan pihak yang disertifikasi; sehingga tidak akan muncul konflik kepentingan antara pihak yang disertifikasi dan pihak penilai. Proses penilaian risiko terdiri dari proses identifikasi risiko, penilaian tingkat kejadian, dan dampak risiko (OHSAS, 2007). Halhal yang perlu diperhatikan dalam proses identifikasi risiko menurut OHSAS 18001:2007 adalah: a. Aktivitas rutin dan tidak rutin yang dilakukan b. Aktivitas semua orang yang memiliki akses ke tempat kerja termasuk pengunjung dan kontraktor dari luar perusahaan c. Perilaku manusia, kemampuan karyawan, serta faktor lain yang berkaitan dengan manusia d. Risiko dari luar tempat kerja yang dapat berpengaruh pada perusahaan e. Infrastruktur, peralatan, dan material di tempat kerja f. Perubahan maupun perubahan yang sedang direncanakan di perusahaan g. Modifikasi SMK3 termasuk perubahan sementara h. Desain tempat kerja, proses, peralatan yang digunakan, serta prosedur standar operasional yang berlaku di perusahaan. Menurut OHSAS 18001 (2007) sistem manajemen merupakan suatu set elemen-elemen yang saling terkait untuk menetapkan kebijakan dan sasaran dan untuk mencapai objektif tersebut. Proses Sistem Manajemen K3 menggunakan model OHSAS 18001 (2007) dapat dijelaskan sebagai berikut: 11 Universitas Indonesia Gambar 2.3 Model Sistem Manajemen K3 OHSAS 18001 (2007) Sumber: OHSAS 18001(2007) Standar OHSAS untuk SMK3 dimaksudkan untuk menyediakan pedoman bagi perusahaan dengan unsur-unsur SMK3 yang efektif dan dapat diintegrasikan dengan persyaratan manajemen lainnya dan membantu konstruksi perusahaan untuk mencapai tujuan K3 dan dan tujuan ekonomi perusahaan. Standar OHSAS ini menentukan persyaratan SMK3 untuk mengaktifkan konstruksi perusahaan dalam mengembangkan dan menerapkan kebijakan dan tujuan yang mempertimbangkan persyaratan hukum dan informasi tentang risiko K3 (Ligade & Thalane, 2013). 2.2.2.3 Model Sistem Manajemen K3 Menurut Health and Safety (HSG65) Health and Safety Executive (2013), mengusulkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan menjadi alat utama untuk mengelola kesehatan dan keamanan di tempat kerja. Model manajemen HSE, berdasarkan HSG65, termasuk bidang: “kebijakan, pengorganisasian, perencanaan, pengukuran kinerja, dan pengauditan dan peninjauan kinerja (Health and Safety Executive, 2013). Sistem Manajemen K3 ini melibatkan keseluruhan organisasi dan termasuk penilaian struktur bisnis, aktivitas bisnis, tanggung jawab, praktik, proses, prosedur, dan sumber daya. Proses tersebut melibatkan pemetaan dan evaluasi kesehatan dan pencapaian keselamatan, serta memelihara kesehatan dan kebijakan keselamatan organisasi (Maharani & Lynch, 2021). Unsur-unsur ini saling terkait dan tunduk pada audit sebagaimana ditunjukkan dalam Sistem Manajemen K3 HSG65. Model Sistem Manajemen K3 HSG65 disajikan pada gambar 2.4 berikut ini: 12 Universitas Indonesia Gambar 2.4 Model Sistem Manajemen K3 HSG65 (Health and Safety Executive, 2013) 2.2.2.4 Model Sistem Manajemen K3 Menurut ILO-OSH 2001 Meskipun ada standar internasional formal untuk mengelola kualitas (ISO 9000) dan lingkungan (ISO 14000), tidak ada standardisasi yang diakui (ISO) bersertifikat standar internasional untuk Sistem Manajemen K3. Pada tahun 2000 ISO menolak pendekatan dari ILO tentang standar internasional Sistem Manajemen K3. Alhasil, setelah ditinjau ulang dua puluh manajemen kesehatan dan keselamatan kerja nasional sistem ILO mengembangkan panduannya sendiri yang tidak bersertifikat, yaitu “Pedoman Sistem Manajemen K3 ILO-OSH 2001”. Standar ILO-OSH 2001 memberikan suatu model yang cukup unik di tingkat internasional, cocok dengan standar sistem manajemen dan semua pedoman yang terkait dengannya. Tidak mengikat secara hukum, dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan hukum nasional, regulasi, dan standar yang telah diterima oleh umum. Ini menggambarkan bahwa nilai-nilai pada ILO, seperti persetujuan antara tiga pihak, dan relevan dengan standar internasional yang termasuk di dalamnya Konvensi Keselamatan dan Kesehatan tahun 1981 dan Konvensi Pelayanan Kesehatan Kerja tahun 1985. Diagram alir berdasarkan ILO pendekatan diberikan pada Gambar 2.5 berikut. 13 Universitas Indonesia Gambar 2.5 Model Sistem Manajemen K3 ILO-OSH 2001 2.2.2.5 Model Sistem Manajemen K3 Menurut PP 50 tahun 2012 Secara umum pertimbangan dalam PP 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3 adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 87 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dasar hukum PP 50 tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 adalah: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918); Untuk meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, tidak terlepas dari upaya pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi melalui Sistem Manajemen K3 guna menjamin terciptanya suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang nyaman, efisien dan produktif. 14 Universitas Indonesia Gambar 2.3 Model Sistem Manajemen K3 menurut PP 50 Tahun 2012 Sumber: PP 50 (2012) Penerapan Sistem Manajemen K3 berkembang di berbagai negara baik melalui pedoman maupun standar. Untuk memberikan keseragaman bagi setiap perusahaan dalam menerapkan SMK3 sehingga perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja, peningkatan efisiensi, dan produktifitas perusahaan dapat terwujud maka perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur penerapan SMK3. Peraturan Pemerintah ini memuat: Ketentuan Umum, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Penilaian SMK3, Pengawasan, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup. 2.2.3 Regulasi Sistem Manajemen K3 di Indonesia Tujuan dan sasaran SMK3 yaitu Pelaksanaan Sistem Manajemen K3 diharapkan mampu membentuk suatu Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja melalui integrasi dengan berbagai unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Menciptakan tempat kerja yang aman dari kejadian kebakaran, peledakan dan kerusakan yang pada akhirnya akan melindungi investasi perusahaan serta menciptakan kondisi tempat kerja yang sehat. Selain itu, pelaksanaan SMK3 juga diharapkan meningkatkan efisisensi dan produtivitas kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya preventif yang kegiatan utamanya adalah mengidentifikasi, mensubtitusi, mengeliminasi, mengevaluasi, dan mengendalikan risiko bahaya. Identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan jalan inspeksi, survey dan monitoring tempat kerja. Untuk mengidentifikasi masalah K3, baik manajemen maupun teknik, maka perlu dilakukan audit K3. Untuk itu, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3) telah menyusun pedoman teknis audit. Selain itu, pemerintah dalam upaya memasyarakatkan dan membudayakan keselamatan dan kesehatan kerja telah memberikan penghargaan kepada perusahaan yang berprestasi dan mampu mencapai nihil 15 Universitas Indonesia kecelakaan (Zero Accident). Yaitu penghargaan kepada perusahaan yang mencapai jumlah jam kerja tertentu tanpa kehilangan waktu kerja karena kecelakaan (Notoadmodjo, 2007). Di Indonesia terdapat beberapa regulasi terkait dengan kewajiban dan untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 di tempat kerja, antara lain: a. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3 yang digunakan secara general di perusahaan berbagai jenis usaha, b. ISO 45001:2018 yang dijelaskan oleh Pretesh Biswas yang merupakan seorang konsultan ISO di Kuwait menuliskan artikel yang diterbitkan dalam website Trace International, pada tanggal 12 Februari 2019, menjelaskan bagaimana antara lain untuk: 1) Meningkatkan peraturan dan peraturan K3 2) Mempunyai kepemimpinan yang sanggup membuktikan komitmen kepada K3 3) Memutuskan cara analitis untuk manajemen K3 4) Melaksanakan aktivitas untuk mengenali ancaman 5) Menghasilkan pengaturan keamanan operasional 6) Meningkatkan pemahaman serta wawasan pekerja mengenai K3 7) Menilai kemampuan K3 serta meningkatkan konsep untuk koreksi dengan cara yang berkesinambungan 8) Memutuskan kompetensi yang dibutuhkan 9) Menghasilkan serta menyuburkan nilai pada aspek K3 di dalam suatu organisasi 10) Memenuhi persyaratan hukum dan juga peraturan perundangundangan yang berlaku Terdapat pedoman penerapan SMK3 yang merupakan turunan dari PP No. 50 Tahun 2012 a. Penetapan Kebijakan K3; 1. Penyusunan kebijakan K3 dilakukan melalui: a) Tinjauan awal kondisi K3; dan b) Proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/buruh. 2. Penetapan kebijakan K3 harus: a) Disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan; b) Tertulis, tertanggal dan ditanda tangani; c) Secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3; d) Dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu, kontraktor, pemasok, dan pelanggan; e) Terdokumentasi dan terpelihara dengan baik; f) Bersifat dinamik; g) Ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan perundangundangan. 16 Universitas Indonesia 3. Untuk melaksanakan ketentuan angka 2 huruf c sampai dengan huruf g, pengusaha dan/atau pengurus harus: a) Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan b) Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang diperlukan di bidang K3 c) Menetapkan personil yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan K3 d) Membuat perencanaan K3 yang terkoordinasi e) Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3 4. Ketentuan tersebut pada angka 3 huruf a sampai dengan huruf e diadakan peninjauan ulang secara teratur. 5. Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga SMK3 berhasil diterapkan dan dikembangkan 6. Setiap pekerja/buruh dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3. b. Perencanaan K3; 1. Pengusaha menyusun rencana K3 berdasarkan a) Hasil penelaahan awal Hasil penelaahan awal merupakan tinjauan awal kondisi K3 perusahaan yang telah dilakukan pada penyusunan kebijakan. b) Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan penilaian risiko harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana. c) Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya harus: 1) ditetapkan, dipelihara, diinventarisasi 2) diidentifikasi oleh perusahaan 3) disosialisasikan kepada seluruh pekerja/buruh d) Sumber daya yang dimiliki. Dalam menyusun perencanaan harus mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki meliputi tersedianya sumber daya manusia yang kompeten, sarana dan prasarana serta dana. 2. Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat: a) Tujuan dan sasaran b) Skala prioritas 17 Universitas Indonesia c) Upaya pengendalian bahaya d) Penetapan sumber daya e) Jangka waktu pelaksanaan f) Indikator pencapaian g) Sistem pertanggungjawaban c. Pelaksanaan Rencana K3 Pelaksanaan rencana K3 harus dilaksanakan oleh pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau tempat kerja dengan: 1. Menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai kualifikasi; dan 2. Menyediakan prasarana dan sarana yang memadai. d. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3 1. Pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran 2. Audit internal SMK3 e. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3 Untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan guna pencapaian tujuan Sistem Manajemen K3, pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau tempat kerja harus: 1. Meninjau ulang penerapan Sistem Manajemen K3 secara berkala. 2. Meninjau ulang Sistem Manajemen K3 harus dapat mengatasi implikasi K3 terhadap seluruh kegiatan, produk, barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan. Tinjauan ulang penerapan Sistem Manajemen K3, paling sedikit meliputi: 1. Evaluasi terhadap kebijakan K3 2. Tujuan, sasaran dan kinerja K3 3. Hasil temuan audit SMK3 4. Evaluasi efektifitas dan kebutuhan untuk pengembangan Sistem Manajemen K3. Perbaikan dan peningkatan kinerja dilakukan berdasarkan pertimbangan: 1. Perubahan peraturan perundang-undangan 2. Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar 3. Perubahan produk dan kegiatan perusahaan 4. Perubahan struktur organisasi perusahaan 5. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, epidemologi 6. Hasil kajian kecelakaan dan penyakit akibat kerja 7. Adanya pelaporan 8. Adanya saran dari pekerja/buruh 2.2.4 Penerapan SMK3 di Berbagai Sektor 18 Universitas Indonesia 2.2.4.1 Penerapan SMK3 pada Industri Penerbangan K3 pada industri penerbangan merupakan kajian ilmu K3 yang mengkhusus pada identifikasi hazard dan risiko K3 pada karyawan yang bekerja di sektor penerbangan. Permasalahan pada sektor penerbangan tidak hanya kecelakaan pesawat namun juga masalah lain terkait dengan penyebab kecelakaan itu sendiri, baik unsafe act, maupun unsafe condition. Unsafe act adalah perilaku yang tidak aman atau selamat pada pekerja. Unsafe act terjadi karena kesadaran dan pemahaman tentang safety yang rendah pada karyawan yang menyebabkan perilaku karyawan menjadi berisiko. Hal lain juga karena kondisi kesehatan yang tidak baik pada karyawan, baik kondisi kesehatan secara fisik, maupun mental yang dapat menyebabkan kelelahan fisik maupun mental seperti boring, stress, burnout. Dalam mengelola keselamatan di bandar udara, diterapkan dua sistem manajemen yaitu Sistem Manajemen K3 dan Safety Management System yang telah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Sistem Manajemen K3 Penerbangan menjadi standar di seluruh industri penerbangan di seluruh dunia. Hal ini diakui oleh Joint Planning and Development Office (JPDO), International Civil Aviation Organization (ICAO), dan Civil Aviation Authority (CAA) serta penyedia produk/jasa sebagai langkah selanjutnya dalam evolusi keselamatan dalam penerbangan. Safety Management System juga menjadi standar pengelolaan keselamatan di luar penerbangan. Gambar 2.4 Sistem Manajemen K3 pada Industri Penerbangan Sumber: EASA Pro Berikut elemen-elemen yang diterapkan pada SMK3 pada industri penerbangan: 1. Penerapan K3 2. Peraturan dan Prosedur K3 3. Komitmen Manajemen terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja 4. Lingkungan Kerja 19 Universitas Indonesia 5. Keterlibatan Pekerja 6. Evaluasi K3 Sistem manajemen serupa digunakan dalam pengelolaan area kritis lainnya seperti kualitas, keselamatan dan kesehatan kerja, keamanan, lingkungan, dan lain-lain. Safety Management System penerbangan adalah penyedia produk/layanan (pemegang sertifikat) dan regulator akan mengintegrasikan manajemen risiko keselamatan modern dan konsep jaminan keselamatan ke dalam sistem yang dapat diulang dan proaktif (Federal Aviation Adminitration, 2023). 2.2.4.3 SMK3 pada Industri Kimia Kewajiban perusahaan untuk memastikan perlindungan kesehatan dan keselamatan pekerja dari risiko yang terkait dengan bahan kimia berbahaya di tempat kerja ditetapkan Bagian II dari Chemical Agents Directive (CAD). Bahan kimia apapun, kewajiban pengusaha untuk melakukan Penilaian Risiko setiap kali MNM ditangani selama aktivitas kerja. Gambar 2.4 menunjukkan berbagai langkah yang terlibat dalam pencegahan risiko saat bekerja dengan MNM. Setiap langkah rinci dalam bagian yang mengikuti. Penilaian risiko dan kemanjuran dari langkah-langkah, manajemen risiko yang diterapkan harus ditinjau secara berkala dan sebelumnya setiap perubahan dilakukan pada bahan kimia yang digunakan atau kondisi kerja sesuai dengan CAD Pasal 4(5) (European Commission, 2013). Gambar 2.4 Sistem Manajemen K3 pada Industri Kimia Sumber: (European Commission, 2013) 20 Universitas Indonesia 2.2.4.4 SMK3 pada Industri Pertambangan Untuk mewujudkan aspek K3 bidang pertambangan sehingga angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat ditekan secara signifikan, salah satunya merupakan upaya kementerian ESDM dalam mewajibkan perusahaan bidang tambang untuk menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja Pertambangan (SMK3P) di seluruh proses bisnis yang ada. SMK3P ini merupakan bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko keselamatan pertambangan yang terdiri atas keselamatan dan Kesehatan kerja pertambangan dan keselamatan operasi pertambangan. Sebelumnya, kewajiban untuk menerapkan SMK3P tertuang pada Permen ESDM No 38 tahun 2014, namun kinin peraturan tersebut sudah digantikan dengan Permen ESDM no 26 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam melaksanakan ketentuan keselamatan pertambangan sebagaimana dimaksud peraturan tersebut, perusahaan wajib: 1. Menyediakan segala peralatan, perlengkapan, alat pelindung diri, fasilitas, personil, dan biaya yang diperlukan untuk terlaksananya ketentuan keselamatan pertambangan. 2. Membentuk dan menetapkan organisasi bagian keselamatan pertambangan berdasarkan pertimbangan jumlah pekerja, sifat, atau luas area kerja. Penerapan K3 dalam industri pertambangan diharapkan mampu membantu pemerintah dalam mencapai target zero accident. Synergy Solusi Member of Proxsis Group telah membantu perusahaan dalam menerapkan sistem manajemen K3 baik pada bidang transportasi, manufaktur, oil dan gas, hingga pertambangan. Tidak hanya membantu menerapkan aspek K3, namun Synergy Solusi juga membantu dalam peningkatan pengetahuan dan kompetensi dari personel melalui pelatihan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan. Gambar 2.5 mengilustrasikan fase, langkah pendekatan, metode dan alat yang digunakan dalam setiap langkah dalam pengukuran Sistem Manajemen K3. 21 Universitas Indonesia Gambar 2.5 Elemen Faktor Risiko SMK3 pada Industri Minyak dan Gas Bumi Sumber: (Badri et al., 2021) 2.2.4.5 SMK3 pada Industri Kesehatan Keputusan Menteri Kesehatan No. 432 Tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit menjelaskan bahwa rumah sakit mempunyai banyak potensi bahaya yang mengancam jiwa dan kehidupan karyawan di rumah sakit, pasien maupun pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit. Di dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal 164, 165 dan 166 dijelaskan bahwa pengelola tempat kerja/pengusaha wajib menjamin keselamatan dan kesehatan pekerjanya melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja (Enne & Suharni, 2023). Kebijakan Pemerintah yang tertuang dalam Permenkes RI No 66 Tahun 2016 menyebutkan bahwa semua rumah sakit wajib menyelenggarakan K3RS, karena rumah sakit menjadi salah satu tempat kerja yang paling berbahaya. Rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan memiliki banyak sekali risiko bahaya baik bagi pasien, pengunjung dan juga tenaga kesehatan di rumah sakit. Risiko bahaya di rumah sakit hampir dua kali lipat dari industri swasta. Manajemen rumah sakit harus berupaya secara maksimal dalam meminimalkan dan melakukan pengendalian bahaya dan risiko, pencegahan kecelakaan dan cidera, juga menjaga kondisi aman. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit atau K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan 22 Universitas Indonesia kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 66 Tahun 2016). Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan juga dinyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak memperoleh pelindungan atas K3. Pengelola Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit dari berbagai potensi bahaya. Pengelola rumah sakit dituntut untuk melaksanakan upaya K3 yang dilaksanakan secara terintegrasi, menyeluruh, dan berkesinambungan sehingga risiko terjadinya penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja serta penyakit menular dan tidak menular lainnya di rumah sakit dapat dihindari (Enne & Suharni, 2023). Gambar 2.6 Elemen Faktor Risiko SMK3 pada Industri Kesehatan Sumber: (Department of Occupational Safety and Health, 2020) 2.2.4.6 SMK3 pada Industri Konstruksi Para pelaku konstruksi sangat memerlukan Dasar Hukum K3. Kenapa demikian karena para pelaku konstruksi akan menjadikan Dasar Hukum K3 ini sebagai landasan normatif bagi penerapan K3 di lingkungan kerja. Dasar hukum K3 di Indonesia tidak bisa terlepas dari banyaknya peraturan K3 mulai undang-undang sampai peraturan daerah. Penerapan peraturan perundangan merupakan salah satu upaya dalam menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja. Perundangundangan K3 adalah salah satu alat kerja yang penting bagi para ahli K3 (guna menerapkan K3 di tempat kerja. 23 Universitas Indonesia Dasar Hukum K3 pada industri konstruksi di Indonesia yakni: 1. Peraturan Menteri PU No 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum: Pasal 4 “Setiap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi bidang Pekerjaan Umum wajib menerapkan SMK3 Konstruksi Bidang PU” (Permen PU No. 05, 2014) 2. PP RI No. 50, 2012 tentang Penerapan SMK3: pasal 5 ayat (1) “Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya. (2) “Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat(l) berlaku bagi perusahaan: a. mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang b. mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi”. 5. Permen PU No. 9/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum (Permen PU No. 9, 2008). 6. Keselamatan & Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan juga telah diatur dalam Permenakertrans No.1/1980 (Permenakertrans No.1, 1980) dan Undang-Undang No.1, 1970 tentang Keselamatan Kerja. Gambar 2.7 Proses Pelaksanaan SMK3 di Bidang Konstruksi Sumber: (Mučenski, 2017) Dalam perencanaan K3 haruslah memenuhi kebijakan yang ditetapkan yang memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja penerapan K3. Upaya ini dilakukan dengan mempertimbangkan penelaahan awal sebagai bagian dalam mengidentifikasi potensi sumber bahaya penilaian dan pengendalian risiko atas permasalahan K3 yang ada di perusahaan atau di proyek atau tempat kegiatan kerja konstruksi berlangsung. Dalam mengidentifikasi potensi bahaya yang ada serta tantangan yang dihadapi, akan sangat memengaruhi dalam menentukan kondisi perencanaan K3 perusahaan. Untuk hal tersebut haruslah ditentukan oleh isu pokok dalam perusahaan dalam identifikasi bahaya: 1. Frekuensi dan tingkat keparahan kecelakaan kerja 2. Kecelakaan lalu lintas 24 Universitas Indonesia 3. Kebakaran dan peledakan 4. Keselamatan produk (Product Safety) 5. Keselamatan kontraktor 6. Emisi dan pencemaran udara 7. Limbah industri Dalam tataran perencanaan identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko, organisasi perusahaan harus menyusun dan memelihara prosedur tentang perencanaan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya, dalam memenuhi kebijakan K3 yang ditetapkan. prosedur perencanaan, identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya harus ditetapkan, dikendalikan dan didokumentasikan. Assessment dan pengendalian risiko ini harus telah dipertimbangkan dalam penetapan target K3. Dalam mengidentifikasi bahaya dalam prosedur Sistem Manajemen K3, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya bersifat proaktif, bukan reaktif, buat identifikasi dan klasifikasi risiko kemudian dikontrol dan diminimalisasi, dikaitkan dengan objektif dalam program kerja, konsisten diterapkan maka bisa memberi masukan dalam penentuan fasilitas yang diperlukan oleh organisasi, identifikasi pelatihan dan pengembangan sistem terhadap operasi organisasi, bisa menjadi alat pemantau terhadap tindakan-tindakan yang diperlukan, sehingga terwujud efektivitas dan efisiensi (Erniati et al., 2021). 2.2.4.8 SMK3 pada Usaha Kecil dan Menengah Untuk mengevaluasi kematangan manajemen risiko K3, banyak UKM menggunakan benchmarking, yaitu, menurut Moriarty dan Smallman “proses teleologis yang digerakkan oleh teladan dalam suatu organisasi dengan tujuan mengubah keadaan yang ada menjadi keadaan unggul” (Kaassis & Badri, 2018). Dalam perdagangan, pembandingan dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu internal dan eksternal. Varietas in-house melibatkan cabang, departemen, atau layanan di dalamnya perusahaan. Ini biasanya terdiri dari membandingkan divisi ini untuk meningkatkan praktik. Keterbatasan metode ini dianggap sebagai kelemahan. Sebaliknya, pembandingan eksternal bergantung pada perbandingan kepada pesaing dan dengan demikian memberikan cara untuk mengungkapkan peluang untuk perbaikan (Cassell et al., 2001). Pendekatan ini memudahkan perusahaan untuk mengidentifikasi praktik yang baik, menemukan inovasi perbaikan, mempelajari siapa pesaing mereka dan keunggulan apa yang mereka miliki dan menemukan yang terbaik alat dan metode pengukuran. Dalam sebuah penelitian yang melibatkan 8 perusahaan berfokus pada pengurangan tenaga kerja cedera, ditemukan bahwa pembandingan menyebabkan peningkatan kinerja dan manajemen risiko K3 membawa pengurangan rata-rata 77% dalam kejadian lesi (Lawrence Wynn, 2008)[39]. Pentingnya benchmarking untuk K3 telah didemonstrasikan sebelumnya dengan menggunakan indikator kinerja yang terukur dan faktor25 Universitas Indonesia faktor yang diketahui mempengaruhi manajemen K3. Di antara faktor-faktor ini adalah inspeksi, pertemuan, kerangka regulasi, pelatihan, komunikasi, kolaborasi, hubungan tempat kerja dan sumber daya. Dewan Keamanan Nasional AS menyarankan tiga kategori indikator maturitas yaitu (1) fokus pada operasional (relevan dengan fungsi UKM); (2) berfokus pada sistem (yaitu, sistem manajemen); dan (3) berfokus pada perilaku atau tindakan individu atau kelompok di tempat kerja, interaksi pribadi dalam kaitannya dengan pengawasan dan pengelolaan. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4, ada juga tiga tingkat hirarki penerapan indikator, yaitu strategis, taktis dan operasional. Gambar 2.8 Indikator untuk Mengukur Maturitas SMK3 pada UMKM Sumber: (Kaassis & Badri, 2018) 2.3 SMK3 pada Industri Galangan Kapal 2.3.1 Industri Galangan Kapal Industri galangan kapal adalah sebuah industri atau suatu negara yang memiliki kemampuan dan mampu membangun kapal dalam kapasitas yang besar. Umumnya berada di Korea Selatan, Tiongkok, Jepang, dan Indonesia. Pada industri pembuatan kapal di daerah Eropa, kebanyakan lebih dipecah dibandingkan dengan perusahaan di kawasan Asia. Tak heran bila di Eropa lebih banyak perusahaan kecil dengan tempatnya yang terpisah-pisah. Bahkan lebih banyak dimiliki oleh pengusaha kecil. Sangat berbeda dengan industri di Asia, yang mana jauh lebih terintegrasi. Fungsi dari industri galangan kapal adalah merancang, membuat, merawat, dan memperbaiki. Serta tak jarang juga digunakan untuk memasang fasilitas di dalamnya, pengecatan, dan jika sudah tidak layak dipakai maka akan dilakukan sebuah penghancuran. Bahkan tak jarang, sebuah industri pembuat kapal ini hanya fokus pada beberapa fungsinya. Ada yang untuk pembuatan saja, perbaikan saja, atau bahkan mengambil tugas keduanya. Inilah jenis dari shipyard atau dok, di antaranya: (Mevia, 2020) 26 Universitas Indonesia 1. Building Dock Shipyard Galangan ini hanya berfungsi untuk pembuatan kapal saja. Tak jarang banyak orang yang memanfaatkan tempat ini menciptakan dan memesan sebuah kapal baru. 2. Repair Dock Shipyard Hanya berfokus untuk melakukan sebuah pekerjaan seputar perbaikan kapal dan pemeliharaannya. Kawasan ini lebih berfokus untuk meningkatkan kualitas dan performa kapal. 3. Building And Repair Dock Shipyard Kawasan ini berguna untuk menciptakan atau membuat kapal-kapal baru dan melakukan perawatan serta pemeliharaan bagi kapal lama. Yang sudah tentu ditujukan untuk menjaga kualitas produk kapalnya. Industri galangan kapal terbagi menjadi 3 (tiga) kategori (Suryadi, 2012) antara lain: a. Industri galangan kapal kecil dengan kapasitas untuk melakukan pekerjaan pembuatan, perbaikan, pemeliharaan, dan pembongkaran kapal untuk kapasitas di bawah 500 ton. b. Industri galangan kapal menengah dengan kapasitas untuk melakukan pekerjaan pembuatan, perbaikan, pemeliharaan, dan pembongkaran kapal untuk kapasitas 500- 10.000 ton. c. Industri galangan kapal besar dengan kapasitas untuk melakukan pekerjaan pembuatan, perbaikan, pemeliharaan, dan pembongkaran kapal untuk kapasitas di atas 10.000 ton. Menurut The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), terdapat beberapa jenis pekerjaan pada industri galangan kapal sebagaimana dimaksud pada Gambar 2.3 Jenis Pekerjaan Industri Galangan Kapal Pembuatan Kapal Perbaikan Kapal Pemeliharaan Kapal Pembongkaran Kapal 1. Pengelasan dan pemotongan baja 2. Permesinan 3. Pemipaan 4. Pekerjaan kelistrikan 5. Rigging 6. Pengecatan 7. Pembersihan dan pelepasan cat dan penutup lainnya 8. Pembersihan residu bahan kimia dan bahan bakar Gambar 2.9 Jenis Pekerjaan Industri Galangan Kapal Sumber: The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) 27 Universitas Indonesia 2.3.2 Industri Galangan Kapal di Indonesia Galangan kapal merupakan salah satu pilar industri maritim suatu negara, khususnya bagi Indonesia karena Indonesia memiliki wilayah lautan yang sangat luas. Namun ternyata Pangsa Pasar Galangan Kapal Indonesia dibandingkan industri kapal internasional hanya 0,5% (OECD, 2009). Persentase pangsa pasar ini erat kaitannya dengan analisis daya saing industri maritim nasional terhadap industri maritim daerah. Daya saing industri maritim nasional memiliki banyak sektor yang terlibat dan terlibat. Peta posisi industri maritim nasional dapat dipantau dari perkembangan analisis bisnis regional dan internasional. Titik tolak pemikiran terkait daya saing menjadi alasan logis untuk mengembangkan industri pembuatan kapal baru di Indonesia. Industri galangan kapal baru berdampak pada industri hulu. Industri komponen dan material yang menjadi pemasok utama industri galangan kapal baru harus mampu bersaing memperebutkan pangsa pasar tersebut. Menurut data awal, material dan komponen kapal baru Indonesia hingga 70% masih impor. Karakteristik galangan kapal merupakan faktor internal yang terdiri dari: kapasitas, produktivitas, kapabilitas, standar, pengalaman, tata letak, dan preferensi. Faktor eksternal dipahami sebagai spesifikasi teknis dalam kontrak (persyaratan pelanggan). Pada tahap proses, Integrasi perencanaan, penjadwalan dan pengendalian produksi. Faktor internal-eksternal ini menjadi matriks penentu dalam mengembangkan strategi pembangunan kapal baru sebagai output. Strategi membangun ini memiliki dasar pada kualitas, biaya, pengiriman dan HSE (QCD HSE). 2.3.3 Implementasi SMK3 pada Industri Galangan Kapal Pengertian galangan kapal adalah pembuatan segala jenis kapal termasuk pemasangan sistem peralatan dan permesinan, selain itu pengertian dari istilah "perbaikan kapal" adalah juga melakukan perbaikan segala jenis kapal secara bersama-sama. dengan berbagai modifikasi, konversi, pengecatan, instalasi, dan operasi pemeliharaan (Fraga-Lamas et al., 2018). Beragam sistem K3 diterapkan di fasilitas ini untuk tujuan memberikan keselamatan. Untuk tujuan memastikan bahwa Galangan Kapal akan mematuhi persyaratan sistem K3 formal, perusahaan yang berniat untuk mengontrak pekerjaan, baik itu konstruksi atau perbaikan, disarankan untuk memastikan bahwa Galangan Kapal memiliki kebijakan manajemen K3 yang potensial (Ünal et al., 2019). Selain itu, sistem K3 ini harus didokumentasikan secara tepat dalam ruang lingkup dengan Manual K3 dan harus ditunjukkan efektif dalam memperoleh target dan tujuan kebijakan K3 dari galangan kapal. Idealnya, sistem seperti itu harus berbasis perilaku serta terstruktur untuk memenuhi kemajuan konstan berdasarkan aspek-aspek berikut (Ünal et al., 2019): menetapkan rencana proses, melakukan pekerjaan, mengevaluasi hasil, menganalisa pelajaran yang dipelajari, dan memperbaiki proses. 28 Universitas Indonesia 2.3.3.1 Sistem Manajemen K3 Industri Galangan Kapal Standar Internasional a. SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut ILO OSHMS 2001 Perusahaan galangan kapal memiliki risiko bahaya tinggi pada proses produksinya yang meliputi pekerjaan di ketinggian, pekerjaan di ruang terbatas, pekerjaan panas, pekerjaan pengecatan, pekerjaan pengangkatan, penggunaan listrik hingga bekerja di atas permukaan air Potensi bahaya tinggi pada perusahaan galangan kapal mengharuskan penerapan SMK3 ataupun standar K3 yang telah ditentukan. Organisasi ILO telah membuat kebijakan mengenai SMK3 yang tertuang pada pada ILO (International Labour Organization) OSH 2001 Guidelines on Occupational Health and Safety Management System (OSH-MS). Standar ILO prinsipnya sama dengan semua perundangan yang terkait dengan K3 seperti pada ISO 45001 dan PP No. 50 Tahun 2012 yaitu memuat plan-do-checkaction terhadap SMK3, namun standar ILO tidak terikat secara hukum serta tidak untuk menggantikan hukum nasional. Penggunaan standar ILO dapat digunakan tanpa melakukan sertifikasi dan diperbolehkan bagi perusahaan yang berkeinginan mengintegrasikan SMK3 dengan sistem manajemen perusahaan. Gambar 2.10 Prosedur Penerapaan SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut ILO OSHMS 2001 Penggunaan standar ILO dapat dilakukan secara khusus pada tempat kerja, sebagai contoh ILO (International Labour Organization) OSH 2001 Guidelines on Occupational Health and Safety Management System (OSH-MS) in Shipyard Industry. Standar ILO tersebut mengatur terkait SMK3 di industri galangan kapal (Maudica et al., 2020a). Penggunaan standar ILO dapat digunakan tanpa melakukan sertifikasi dan diperbolehkan bagi perusahaan yang berkeinginan mengintegrasikan 29 Universitas Indonesia SMK3 dengan sistem manajemen perusahaan. Penggunaan standar ILO dapat dilakukan secara khusus pada tempat kerja, sebagai contoh ILO (International Labour Organization) OSH 2001 Guidelines on Occupational Health and Safety Management System (OSH-MS) in Shipyard Industry. Standar ILO tersebut mengatur terkait SMK3 di industri galangan kapal. Menurut ILO, keselamatan dan kesehatan dalam pembangunan dan perbaikan kapal pada bagian Sistem manajemen K3 harus berisi 5 (lima) elemen yang utama, antara lain kebijakan, pengorganisasian, perencanaan dan pelaksanaan, evaluasi, dan tindakan perbaikan. b. SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut AS/NZS 4360:2004 Standar AS/NZS 4360:2004 adalah Sistem Manajemen K3 standar yang menetapkan standar minimum untuk pelaksanaan proses manajemen risiko di perusahaan. Manajemen risiko menurut AS/NZS 4360:2004 adalah penerapan kebijakan manajemen sistem, prosedur, dan praktik untuk komunikasi, pengaturan konteks, identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian, dan pemantauan risiko (Arifin & Octaviani, 2022). Standar ini memberikan panduan umum untuk mengelola risiko. Standar ini dapat diterapkan untuk berbagai kegiatan yang sangat luas, keputusan atau operasi publik, perusahaan swasta atau komunitas, kelompok atau individu. Standar ini menetapkan elemen manajemen risiko proses, tetapi bukan tujuan. Standar ini ditegakkan untuk keseragaman sistem manajemen risiko yang generik dan independen dari industri atau sektor ekonomi tertentu. Desain dan implementasi sistem manajemen risiko akan dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan organisasi, tujuan tertentu, produk dan layanannya, dan prosesnya dan praktik tertentu yang digunakan. Standar ini harus diterapkan pada semua tahap dalam kehidupan, aktivitas, fungsi, proyek, produk atau aset. Keuntungan biasanya diperoleh dengan menerapkan manajemen risiko dari proses awal. Seringkali sejumlah studi diskrit dilakukan pada waktu yang berbeda, dan dari strategis dan perspektif operasional. Proses yang dijelaskan di sini berlaku untuk pengelolaan keduanya dengan menganalisis potensi keuntungan dan kerugian (AS/NZS 4360:2004, 2004). 30 Universitas Indonesia Gambar 2.11 Prosedur Penerapaan SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut (AS/NZS 4360:2004, 2004) c. SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut ANSI Z10-2005 American National Standards Institute (ANSI) Z10-2005 adalah standar Sistem Manajemen K3 yang dikembangkan di Amerika Serikat, yang disusun secara konsensus dan diterapkan secara sukarela. Fokus utamanya adalah untuk membantu organisasi meminimalkan risiko kecelakaan kerja, sakit dan kefatalan. Standar ini sebagai tools untuk membantu organisasi menetapkan dan meningkatkan kinerja K3. Penerapan ANSI Z10-2005 membantu organisasi dalam melaksanakan strategi SMK3, untuk benchmarking praktik dan prosedur keselamatan serta mengidentifikasi area dimana pencegahan bahaya dan pengendalian diperlukan. Penerapan dan pelaksanaan spesifikasi inti standar ini akan membantu perusahaan mengidentifikasi area sistem manajemennya dimana risiko bahaya dan kelemahan safety mungkin keliru (Masjuli et al., 2019). Berdasarkan model sistem manajemen Plan-Do-Check-Act, ANSI Z10-2005 dapat dimasukkan ke dalam perusahaan yang sudah menerapkan sistem manajemen OHSAS 18001, ISO 9001, ISO 14001. ANSI Z10-2005 bukan merupakan standar kinerja dan tidak menentukan 31 Universitas Indonesia bagaimana tindakan yang teridentifikasi dalam spesifikasinya sebaiknya diberlakukan. Tidak ada elemen ANSI Z10-2005 yang dimasukkan sebagai hukum federal Occupational Safety and Health Act (OSHA). Akan tetapi, setidaknya dua negara bagian (California dan Washington) merujuk elemen dari ANSI Z10-2005 dalam standar program pencegahan luka dan sakit (Masjuli et al., 2019). Gambar 2.12 Prosedur Penerapaan SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut ANSI Z10-2005 d. SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut OHSAS 18001 (2007) Sistem Manajemen K3 menerapkan standar internasional yang disebut Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001. OHSAS 18001 (2007), menyebutkan bahwa “kesehatan dan keselamatan kerja merupakan kondisi dan faktor yang mempengaruhi pada dampak akibat kerja yang tidak aman dilakukan oleh para pekerja serta lingkungan kerja”. BS OHSAS 18001:2007 dirilis pada bulan Juli tahun 2007, di mana di dalamnya memuat beberapa perbaikan dari OHSAS 18001:1999. Perbaikan dilakukan untuk penguatan dan dengan mengenalkan persyaratan keterampilan serta meningkatkan kompatibilitasnya dengan standar sistem manajemen yang lain, seperti ISO 9001 dan ISO 14001. BS OHSAS 18001:2007 konsisten dengan sistem manajemen ISO, tetapi tidak di bawah payung skema sertifikasi ISO (Masjuli et al., 2019). OHSAS 18001 adalah standar safety management yang dikembangkan oleh British Standard Institution (BSI) pertama kali pada tahun 1999, yang kemudian disempurnakan pada tahun 2007. Standar ini digunakan terutama di Inggris, India dan di wilayah Timur Tengah. Standar ini memiliki banyak elemen yang juga terdapat dalam ANSI Z10-2005 tetapi cenderung lebih formal dalam pendekatannya. OHSAS 18001 sejalan dengan standar kinerja ISO. Bagian sistem penomoran, persyaratan untuk dokumentasi, pelatihan, keterlibatan pimpinan, ditulis dengan bahasa yang formal dan bentuk struktur yang sejalan dengan standar ISO. Seperti banyak dari berbagai standar ISO, 32 Universitas Indonesia OHSAS 18001 didasarkan pada ide-ide dari keterlibatan pekerja, budaya keselamatan dan perbaikan berkelanjutan. Gambar 2.12 Prosedur Penerapan SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut OHSAS 18001 Sumber: (Hui, 2017) e. SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut ISO 45001:2018 Sistem Manajemen K3 menurut ISO 45001:2018 merupakan satu standar internasional yang memberikan arahan untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 yang dilengkapi dengan panduan penggunaannya (Masjuli et al., 2019). Hal ini bertujuan agar suatu perusahaan bisa meningkatkan kinerja K3 di lingkungan perusahaan secara proaktif dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja serta dampak buruk bagi kesehatan para pekerja hingga terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK). Sistem Manajemen K3 ISO 45001:2018 dibangun dengan pendekatan “plan-do-check-act” atau PDCA (Morgado et al., 2019). Menurut Dentch (2018), sama seperti standar sistem manajemen ISO yang lain, SNI ISO 45001:2018 dibangun dengan pendekatan “plan-do-checkact” atau PDCA. ISO 45001:2018 tentang SMK3 telah dipublikasikan oleh ISO pada tanggal 12 Maret 2018, yang kemudian diadopsi secara identik oleh BSN menjadi SNI ISO 45001:2018. ISO 45001:2018 ini mengikuti pola High Level Structure (HLS) yang mengacu pada Annex SL agar mudah diintegrasikan dengan sistem manajemen lainnya seperti SNI ISO 9001:2015 tentang Sistem Manajemen Mutu dan SNI ISO 14001:2015 tentang Sistem Manajemen Lingkungan. SNI ISO 45001:2018 dapat digunakan oleh organisasi apapun tanpa memandang ukuran dan jenis organisasi, baik organisasi yang berukuran besar, sedang maupun kecil (Masjuli et al., 2019). Sebelum munculnya ISO 45001:2018, terdapat sejumlah konsensus Standar Safety Management lainnya, di antaranya ANSI Z10, OHSAS 18001, dan AS/NZS 4801 terkait Occupational Health and Safety Management System. Setiap standar tersebut menawarkan perspektif yang sedikit berbeda pada Safety Management dan masing-masing menyesuaikan dengan kerangka 33 Universitas Indonesia peraturan dari negara asal standar tersebut. Di antara kesamaan berbagai standar tersebut dengan ISO 45001:2018 adalah karakteristik sebagai berikut: a. Kebijakan keselamatan dan kesehatan yang sejalan dengan tujuan organisasi. b. Faktor yang menggerakkan tindakan organisasi, atau sering digambarkan sebagai konteks organisasi. c. Fokus pada model perbaikan berkelanjutan dari “Plan”, “Do”, “Check” dan “Act”. d. Pencantuman kebutuhan untuk mengikuti peraturan pemerintah yang tepat. Menerapkan standar ISO 45001 dianggap memiliki keuntungan yang lebih tinggi dalam hal keputusan mengenai biaya yang terkait dengan kerugian dan waktu henti produksi, untuk mencapai peningkatan rasionalitas, datang dengan hari kerja yang hilang dan mengurangi biaya asuransi, untuk mencapai peningkatan layanan atau kekhasan produk, dan banyak lagi. Selain itu, bisnis akan menambah nilai lebih karena ketahanan mereka terhadap standar ISO 45001 Menurut Morgado et al. (2019), sertifikasi akan mendorong staf untuk bekerja lebih baik, memicu kreativitas, inklusi pemangku kepentingan, dan perbaikan proses yang berkelanjutan. Badan Sertifikasi (CB) independen dapat melakukan audit dan mensertifikasi perusahaan dengan sertifikat ISO 45001 dengan tujuan mengevaluasi apakah sudah sesuai persyaratan internasional dan mencapai tujuan yang dituju (Ciravegna Martins da Fonseca et al., 2017). Setelah proses berhasil, CB memberikan sertifikat kepada perusahaan yang merupakan bukti memiliki sistem yang diterapkan memadai. Akibatnya, bersertifikat perusahaan memiliki kesempatan untuk menunjukkan bukti pencapaian internasional standar dan menciptakan kepercayaan yang kuat pada pemangku kepentingan mereka juga. Gambar 2.13 Prosedur Penerapan SMK3 Industri Galangan Kapal Menurut ISO 45001 34 Universitas Indonesia 2.4 Penelitian Terkait Penerapan Sistem Manajemen K3 pada Industri Galangan Kapal Di Azerbaijan, Sistem Manajemen K3 pada industri galangan kapal belum dilisensikan oleh standar internasional. Beberapa pendekatan baru yang disarankan untuk sistem K3 juga belum ada terintegrasi ke dalam sistem K3 yang ada di industri galangan kapal tersebut. Dari sudut pandang ini, penelitian oleh (Aliyev, 2022) bertujuan untuk mengetahui penerapan sistem K3 di perusahaan galangan kapal di Azerbaijan untuk mengidentifikasi kesenjangan, dan kecukupan sistem yang ada dan membuat rekomendasi untuk meningkatkan sistem dan menerangi kemungkinan memperoleh lisensi internasional. Analisis dibahas dengan membandingkan kesesuaian penerapan Sistem Manajemen K3 dan ISO 45001 untuk memastikan kekurangan dan membuat rekomendasi yang konkret (Aliyev, 2022). Adapun indikator penilaian K3 disajikan dalam Tabel 2.4 berikut. Tabel 2.4 Indikator Keamanan yang Diterapkan pada Galangan Kapal di Azerbaijan Pengukuran keamanan Contoh Alat Pelindung Diri (APD) Pelindung struktur Personel khusus Staf pelatihan Komunikasi Penggunaan pakaian pelindung, helm, sepatu keselamatan, sarung tangan keselamatan, kaca mata, penutup telinga/penutup telinga, tali pengaman, masker wajah, pakaian kimia, dan pengelasan perisai kapal Penerangan yang cukup, railing, platform, dan rel tengah, dll Para pekerja teknis yang terampil dan keselamatan spesialis Pelatihan P3K, kesadaran hukum, dan prosedur dan kebijakan K3 galangan kapal, dll. Kegiatan dijamin lancar komunikasi antara pekerja dan pihak berwajib Sumber: (Cui, 2022) Penelitian oleh (Arifin & Octaviani, 2022) menggunakan metode deskriptif kualitatif mengidentifikasi penerapan Sistem Manajemen K3 pada industri galangan kapal dengan metode HIRA menggunakan standar AS/NZS 4360:2004 untuk menghitung nilai risiko. Penilaian K3 dilakukan untuk mengevaluasi risiko yang ada di tempat kerja yang diinginkan menghilangkan, mengurangi, dan mengganti sumber risiko dengan peralatan atau proses yang lebih aman, atau mengurangi risiko terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja. Penelitian ini difokuskan pada tiga proses kerja yaitu proses perbaikan kapal, pembersihan lambung kapal, dan pelapis. Hasil menunjukkan semua risiko yang terjadi dalam proses kerja di Galangan Kapal XYZ yaitu perbaikan, pembersihan lambung, dan proses pelapisan kapal telah dikendalikan. 35 Universitas Indonesia Tabel 2.4 Indikator Keamanan yang Diterapkan pada Galangan Kapal di Indonesia Pekerjaan Identifikasi Risiko Pengelasan & Pemotongan Kejutan listrik Sinar pengelasan Paparan api Paparan bahan panas Debu/asap las Bahan residu Pekerjaan Penggilingan Kejutan listrik Bahan pemaparan percikan Paparan api Debu / asap bahan residu Aliran Bahan Bahan dari tinggi Kelalaian operator crane Kelalaian operasional peralatan posisi kerja Pemotongan Semi Otomatis Paparan bahan panas Kelalaian operasional peralatan posisi kerja Kelalaian pekerja Pemotongan Posisi kerja Bahan jatuh Bekerja di ketinggian Bekerja di bawah lambung kapal Peledakan Bekerja dengan blaster Suara mesin peledakan posisi kerja Bekerja di ketinggian Jet air Posisi kerja Bekerja di bawah lambung kapal Tempat kerja yang licin Bekerja di ketinggian Tekanan air tinggi Pelapisan Posisi kerja Bahan jatuh Bekerja di ketinggian Bekerja di bawah lambung kapal Sumber: (Arifin & Octaviani, 2022) Penelitian yang dilakukan (Hossain et al., 2018) mengidentifikasi dan mengevaluasi Sistem Manajemen K3 di industri galangan kapal menggunakan Khulna Shipyard sebagai studi kasus. Galangan Kapal Khulna, berlokasi di Bangladesh, dianggap sebagai konstruksi dan perbaikan kapal berat. Sebagai upaya untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan relevan dengan pengendalian dan mitigasi risiko, diterapkan analisis Sistem Manajemen K3 dengan Preliminary Hazard Analysis (PHA) digunakan untuk mengembangkan daftar awal potensi bahaya dan kejadian berbahaya yang 36 Universitas Indonesia mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja. Mengikuti daftar awal dari potensi bahaya, studi menyajikan evaluasi PHA, berdasarkan pendekatan sistematis, yang dirancang untuk membantu galangan kapal mengambil tindakan korektif. Tabel 2.6 Indikator Bahaya yang Diterapkan pada Galangan Kapal di Bangladesh Identifikasi Bahaya Potensi Risiko • Ruang sempit untuk bekerja Kondisi pekerjaan • • • Bahaya Fisik: • Ruang sempit Cedera fisik pada anggota tubuh Mati lemas Masalah pendengaran (pecah gendang telinga dll) Suhu ekstrim Getaran Radiasi • • • • • • • • • • • • • • • • Kebakaran dan Ledakan • • • • • Ledakan api Ledakan listrik Sirkuit pendek Kejutan listrik Luka bakar Kurangnya lingkungan yang nyaman Bahaya perjalanan yang berlebihan dan potensi jatuh Area kerja yang suram dan kotor Bekerja di dekat operasi abrasive blasting atau jack hammer Alat berat atau mesin Perkakas tangan bertenaga bahan bakar dan perkakas yang digerakkan daya Air terkompresi Terak, percikan las, atau percikan api Bahan yang mudah terbakar lebih dekat dari jarak tiga puluh lima kaki (10,7 m). pekerjaan panas Alat berat atau mesin Alat yang digerakkan daya Mesin sinar-X dan sumber radioaktif (radiografi) digunakan untuk las pipa uji, lubang bor Menghasilkan panas yang berlebihan di dekat pelumas atau bahan mudah terbakar • • • • • • • • • • Timbul api Kurangnya alat pemadam kebakaran yang memadai Kurangnya perawatan Peningkatan pemeliharaan mesin listrik Pembangkitan panas yang berlebihan Peningkatan desain & pemeliharaan sirkuit Kurangnya kesadaran saat menggunakan peralatan listrik atau mesin Menempatkan bahan konduktor di dekat mesin listrik dan sirkuit Kurangnya alat pelindung diri (APD) Paparan api/api/sengatan listrik Sumber: (Hossain et al., 2018) Penelitian Sistem Manajemen K3 di Turki oleh (Gündoğdu & Seyfi-Shishavan, 2021) menunjukkan bahwa galangan kapal sangat rawan kecelakaan yang berhubungan dengan keselamatan kerja. Studi ini mendefinisikan dengan jelas risiko bahaya dan mengambil tindakan pencegahan terhadap risiko prioritas yang teridentifikasi sangat penting. Studi ini mengusulkan metode penilaian risiko dua tahap berdasarkan spherical fuzzy set (SFSs), yang merupakan metode baru. Alat penilaian 37 Universitas Indonesia risiko sistematis dengan SFS dikembangkan dengan menggabungkan dua pengambilan keputusan yang paling andal metode proses hierarki analitik (AHP) dan "VlseKriterijumska Optimizacija I Kompromisno Resenje (VIKOR)." Metode ini diterapkan dalam studi kasus pada industri galangan kapal di Turki. Hasil menunjukkan bahwa penilaian risiko dua tahap dikembangkan pendekatan memberikan hasil yang masuk akal dalam mengidentifikasi bahaya berisiko tinggi untuk memastikan keselamatan kerja di galangan kapal. Tabel 2.5 Indikator Keamanan yang Diterapkan pada Galangan Kapal di Turki Identifikasi Bahaya Bekerja dengan perkakas tangan Pengangkatan material dengan tangan Tata letak lingkungan kerja (bahan tidak tetap) Memutar atau menggerakkan bagian kapal Benda jatuh Potensi Risiko Terpotong, Terluka Cedera sendi, terluka, ketidaknyamanan Cedera, Terluka Kondisi iklim yang tidak sesuai (kondisi terlalu dingin atau terlalu panas) Polusi suara Penyakit, luka Kejadian darurat (banjir, gempa bumi, kebakaran, dll) Bekerja dengan alat angkat Cedera, kematian Paparan cairan kimia, debu, dan gas, asam, dll Kanker, luka bakar, penyakit mata, iritasi Jatuh dari kapal Cedera, kematian Cedera, kematian Cedera, kematian Pendengaran kurang, stres, dan panik Cedera, kematian Sumber: (Gündoğdu & Seyfi-Shishavan, 2021) Penelitian (Wulandari et al., 2018) melakukan penilaian risiko pada proses pengecatan lambung kapal dan memberikan rekomendasi pengendalian risiko tinggi di PT. X Surabaya. Metode ini Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan tiga langkah analisis. Hasil yang diperoleh menunjukkan risiko tinggi itu bisa terjadi antara lain jika tertabrak forklift, mesin jatuh diangkut dengan derek, tangga yang digantung, api dan ledakan, jatuh dari ketinggian, dan gangguan pendengaran. Rekomendasi untuk pengendalian bahaya risiko tinggi meliputi formulasi kebijakan atau regulasi, pemasangan rambu-rambu yang mendukung kebijakan, sosialisasi risiko kebijakan pengendalian, pembentukan tim tanggap darurat dan tim pertolongan pertama, dan sosialisasi, pemantauan, penggunaan dan pemeliharaan alat pelindung diri. Tabel 2.5 Indikator Bahaya yang Diterapkan pada Galangan Kapal di Surabaya Identifikasi Bahaya Potensi Risiko 38 Universitas Indonesia Tersengat listrik Pingsan karena tersengat listrik Luka bakar ringan akibat tersengat listrik Peralatan dan bahan Memar atau luka ringan karena peralatan dan bahan Penggunaan crane Luka ringan akibat jatuhnya mesin yang diangkut menggunakan crane Meninggal akibat jatuhnya mesin yang diangkut menggunakan crane Penggunaan forklift Cedera ringan akibat tertabrak forklift Patah tulang karena tertabrak forklift Meninggal karena tertabrak forklift Penggunaan ladde Patah tulang akibat jatuhnya ladde Kebakaran dan Ledakan Meninggal karena jatuh dari tangga Luka bakar sedang akibat kebakaran Luka bakar parah akibat ledakan Meninggal karena kebakaran dan ledakan Paparan cairan kimia, debu, dan Iritasi kulit gas, asam, dll Iritasi mata Gangguan pernafasan Polusi suara Gangguan pendengaran Pengelasan Luka bakar ringan akibat percikan api Jatuh dari kapal Patah tulang karena jatuh dari ketinggian Meninggal karena jatuh dari ketinggian Posisi kerja Kelelahan karena postur tubuh yang canggung Nyeri otot akibat postur tubuh yang janggal Sumber: (Wulandari et al., 2018) 2.5 Penilaian Penerapan Sistem Manajemen K3 di Indonesia Ketentuan mengenai penerapan Sistem Manajemen K3 diatur dalam Peraturan Pemerintah No 50 tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang menyatakan bahwa ”Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) (Ayunita et al., 2021). Penilaian Penerapan SMK3 yang selanjutnya disebut Audit SMK3 ialah pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan. Dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) ada beberapa tahapan yang harus dilakukan agar SMK3 tersebut menjadi efektif, karena SMK3 mempunyai elemen atau persyaratan tertentu yang harus dibangun didalam suatu organisasi atau perusahaan. Sistem Manajemen K3 juga harus ditinjau ulang dan ditingkatkan secara terus menerus didalam pelaksanaanya untuk menjamin bahwa system 39 Universitas Indonesia itu dapat berperan dan berfungsi dengan baik serat berkontribusi terhadap kemajuan perusahaan. Penerapan Sistem Manajemen K3 ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, meliputi: 1. Penetapan Kebijakan SMK3 2. Perencanaan K3 3. Pelaksanaan Rencana K3 4. Pemantauan & Evaluasi Kinerja K3 5. Peninjauan & Peningkatan kinerja SMK3 Penilaian penerapan SMK3 berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012 dilakukan oleh lembaga audit independen yang ditunjuk oleh Menteri atas permohonan perusahaan. Penilaian ini memiliki 12 elemen dan diuraikan lagi menjadi 166 kriteria penilaian. Dua belas unsur yang dilakukan melalui audit SMK3 meliputi: 1. Pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen 2. Pembuatan dan pendokumentasian rencana K3 3. Pengendalian perancangan dan peninjauan kontrak 4. Pengendalian dokumen 5. Pembelian dan pengendalian produk 6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3 7. Standar pemantauan 8. Pelaporan dan perbaikan kekurangan 9. Pengelolaan material dan perpindahannya 10. Pengumpulan dan penggunaan data 11. Pemeriksaan SMK3; dan 12. Pengembangan keterampilan dan kemampuan Berdasarkan ILO audit SMK3 bertujuan untuk: a. Menilai secara kritis dan sistematis semua potensi bahaya potensial dalam sistem kegiatan operasi perusahaan yang meliputi: 1. Tenaga manusia meliputi kemampuan dan sikapnya dalam kaitannya dengan K3. 2. Perangkat keras meliputi sarana/peralatan proses produksi dan operasi, sarana pemadam kebaran, kebersihan dan tata lingkungan dan 3. Perangkat lunak (manajemen) meliputi sikap manajemen, organisasi, prosedur, standar dan hal lain yang terkait dengan peraturan manusia serta perangkat keras unit produksi. b. Memastikan bahwa pengelolaan K3 di perusahaan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pemerintah, standar teknis, standar K3 yang berlaku dan kebijakan yang ditentukan oleh manajemen perusahaan. c. Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial sebelum timbul gangguan atau 40 Universitas Indonesia kerugian terhadap tenaga kerja, harta, lingkungan maupun gangguan operasi serta rencana respon (tanggap) terhadap keadaan gawat/darurat, sehingga mutu pelaksanaan K3 dapat meningkat. Sesuai dengan PP No. 50 Tahun 2012, SMK3 meliputi 5 tahapan antara lain: 1. Penetapan kebijakan K3; 2. Perencanaan K3; 3. Pelaksanaan rencana K3; 4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3; 5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3. Kebijakan K3 harus memuat beberapa aspek antara lain: a. Visi b. Tujuan perusahaan c. Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan d. Kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional. Rencana K3 harus terdiri dari beberapa unsur antara lain: a. Tujuan dan sasaran b. Skala prioritas c. Upaya pengendalian bahaya d. Penetapan sumber daya e. Jangka waktu pelaksanaan f. Indikator pencapaian g. Sistem pertanggungjawaban Pelaksanaan rencana K3 terdiri dari beberapa aspek antara lain: 1. Sumberdaya Manusia di bidang K3 yang terdiri dari: 1) Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat. 2) Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin kerja/operasi dan/atau surat penunjukan dari instansi yang berwenang. 2. Prasarana dan sarana paling sedikit terdiri dari: 1) Organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3. 2) Anggaran yang memadai. 3) Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian. 4) Instruksi kerja. Tahap kegiatan di pelaksanaan rencana K3, antara lain: a. Tindakan pengendalian b. Perancangan (design) dan rekayasa 41 Universitas Indonesia c. Prosedur dan instruksi kerja d. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan e. Pembelian/pengadaan barang dan jasa f. Produk akhir g. Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri h. Rencana dan pemulihan keadaan darurat Perbaikan dan kinerja SMK3 dilakukan apabila: a. Terjadi perubahan peraturan perundangundangan b. Adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar c. Adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan d. Terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan i. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi j. Adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja h. Adanya pelaporan i. Adanya masukan dari pekerja/buruh. Penilaian SMK3 meliputi 12 elemen antara lain: a. Pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen b. Pembuatan dan pendokumentasian rencana K3 c. Pengendalian perancangan dan peninjauan kontrak d. Pengendalian dokumen e. Pembelian dan pengendalian produk f. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3 g. Standar pemantauan h. Pelaporan dan perbaikan kekurangan i. Pengelolaan material dan perpindahannya j. Pengumpulan dan penggunaan data k. Pemeriksaan SMK3 l. Pengembangan keterampilan dan kemampuan. 2.5 Audit Sistem Manajemen K3 2.5.1 Audit Eksternal Sistem Manajemen K3 Audit eksternal SMK3 adalah audit SMK3 yang diselenggarakan oleh Lembaga Audit dalam rangka penilaian penerapan SMK3 di perusahaan dengan maksud untuk menunjukkan penilaian terhadap SMK3 di perusahaan secara obyektif dan menyeluruh sehingga diperoleh pengakuan dari pemerintah atas penerapan SMK3 di perusahaan. Audit eksternal wajib bagi perusahaan yang 42 Universitas Indonesia mempunyai potensi bahaya tinggi, seperti perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan, minyak dan gas bumi. Selain itu, sesuai dengan Permenaker No.26 Tahun 2014, perusahaan yang mempunyai potensi bahaya tinggi selain ketiga sektor tersebut yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagekerjaan dan/atau Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi juga wajib melaksanakan audit eksternal SMK3. Fungi audit eksternal ini sebagai umpan balik yang mendukung dalam perkembangan pertumbuhan serta peningkatan kualitas SMK3 yang ada di perusahaan. Lembaga audit akan melakukan penilaian terkait penerapan SMK3 secara menyeluruh. Nantinya perusahaan bisa mendapatkan pengakuan pemerintah yang dibuktikan dengan sertifikat SMK3. Audit eksternal ini wajib dilaksanakan oleh setiap perusahaan. Khususnya bagi perusahaan yang memiliki risiko bahaya kecelakaan kerja yang tinggi. Misalnya usaha yang bergerak dalam minyak, gas bumi, dan pertambangan. Hasil dari audit menjadi bahan evaluasi untuk melakukan upaya peningkatan program K3. Sehingga perusahaan dapat meminimalisasi risiko kecelakaan kerja terhadap pegawai. Perusahaan yang akan melakukan audit eksternal SMK3 harus mengajukan permohonan audit SMK3 kepada lembaga audit SMK3 yang telah ditunjuk Menteri. Dalam hal ini, lembaga audit SMK3 wajib membuat perencanaan pelaksanaan audit SMK3 dan menyampaikan kepada Menteri atau Direktur Jenderal dengan salinan disampaikan kepada Dinas Provinsi. Pelaksanaan audit SMK3 melalui audit eksternal SMK3 dilakukan berdasarkan kategori: • Penilaian tingkat awal dengan pemenuhan terhadap 64 kriteria • Penilaian tingkat transisi dengan pemenuhan terhadap 122 kriteria • Penilaian tingkat lanjutan dengan pemenuhan terhadap 166 kriteria Tim auditor SMK3 akan menganalisis, mengkaji, dan menentukan penilaian kriteria sesuai hasil temuan. Ketentuan penilaian hasil audit SMK3 dibagi menjadi tiga kategori, di antaranya: Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Hasil Audit SMK3 43 Universitas Indonesia Selain penilaian di atas, juga dilakukan penilaian terhadap perusahaan berdasarkan kriteria yang menurut sifatnya dibagi atas tiga kategori, yaitu: 1. Kategori Kritikal Penilaian terhadap kriteria audit SMK3 dengan kategori kritikal ditetapkan terhadap temuan pada peralatan/mesin/pesawat/instalasi/bahan, cara kerja, sifat kerja, lingkungan kerja dan proses kerja yang dapat menimbulkan korban jiwa. 2. Kategori Mayor Penilaian terhadap kriteria audit SMK3 dengan kategori kritikal ditetapkan terhadap: • Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan • Tidak melaksanakan salah satu prinsip SMK3 • Terdapat temuan minor untuk satu kriteria audit di beberapa lokasi. 3. Kategori Minor Penilaian terhadap kriteria audit SMk3 dengan kategori minor ditetapkan terhadap ketidakkonsistenan dalam pemenuhan persyaratan peraturan perundang-undangan, standar, pedoman, dan acuan lainnya. Bagi perusahaan yang termasuk pada kategori kritikal atau mayor, maka dinilai belum berhasil menerapkan SMK3 dan penilaian tingkat penerapan SMK3 tidak mengacu pada tabel di atas. 2.5.1 Audit Internal Sistem Manajemen K3 Audit adalah kegiatan konsultasi dan penjaminan yang objektif dan independen yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Audit internal ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan mengambil pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, kontrol, dan proses tata kelola (Siregar et al., 2022). Menurut Spira & Page (2003), peran auditor internal yang semakin besar tidak hanya membantu auditor internal tetapi mulai memiliki fungsi yang jelas sebagai penilai independen untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan perusahaan dan profesi auditor internal mulai disebut sebagai polisi organisasi dan pengawas yang membawa out monitoring function (Edriansah et al., 2022). 44 Universitas Indonesia Audit internal merupakan kegiatan verifikasi dan evaluasi independen yang dilakukan melalui pengaturan internal dan digunakan sebagai alat yang digunakan auditor dalam mengumpulkan informasi dan berita. Tujuan audit internal adalah untuk menyediakan organisasi dengan layanan yang mendukung semua anggota organisasi. Semua organisasi memberikan penugasan dan dukungan dengan tujuan akhir untuk memungkinkan mereka melaksanakan semua tanggung jawab yang diberikan secara efektif. Audit internal membantu manajemen dalam memaksimalkan penggunaan sumber daya modal secara efisien dan efektif, dalam efektivitas peraturan, dengan dana yang wajar. Semua dukungan internal ini diberikan melalui analisis penilaian, rekomendasi, arahan dan informasi tentang kegiatan yang diinginkan (Oktora & Marlina, 2022). Audit internal dilakukan oleh fungsi audit internal perusahaan terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi Perusahaan serta kepatuhan terhadap kebijakan manajemen yang disyaratkan, peraturan pemerintah dan peraturan profesi yang berlaku (Oktora & Marlina, 2022). Menurut Institute of Internal Auditors, internal audit adalah kegiatan konsultasi dan penjaminan yang objektif dan independen yang bertujuan untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Menurut Aerens et al. (2015) audit internal bertujuan menilai dan meningkatkan efektivitas kontrol dan manajemen risiko membantu organisasi mencapai tujuannya dengan menerapkan sistem yang sistematis dan disiplin (Oktora & Marlina, 2022). Untuk mengetahui keefektifan penerapan SMK3 dan mengukur kinerja pelaksanaan SMK3 serta untuk membuat perbaikan-perbaikan maka diperlukan pelaksanaan audit SMK3. Selain itu melalui audit SMK3 akan diketahui program K3 apakah telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan K3 yang telah ditetapkan pada suatu perusahaan. Audit internal merupakan bagian dari sistem pemantauan internal suatu organisasi. Sistem pemantauan dan tindakan pencegahan di dalam perusahaan untuk mengamankan aset dan menjamin keakuratan dan kepercayaan sistem pelaporan (Kagermann, 2008). Perencanaan audit merupakan hal yang sangat penting dalam setiap audit. Dalam melakukan audit harus mempertimbangkan kondisi untuk menetapkan metode pelaksanaan audit yang efektif dan efisien. Audit internal Sistem Manajemen K3 merupakan kegiatan pemeriksaan pelaksanaan K3 yang dilakukan oleh perusahaan itu sendiri yang dilakukan secara sistematis dan independen untuk menentukan apakah pelaksanaan K3 di perusahaan sesuai dengan apa yang direncanakan serta melihat keefektifan pencapaian kebijakan K3 dan tujuan organisasi. Sebagai hasil dari penilaian internal audit, organisasi perusahaan akan mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang sistem K3 dan akan lebih siap untuk meyelenggarakan pencapaian audit yang dilakukan oleh badan independent (Maudica et al., 2020b). Internal audit adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh departemen internal audit perusahaan, terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan serta kepatuhan terhadap kebijakan 45 Universitas Indonesia manajemen senior yang telah ditentukan dan kepatuhan terhadap peraturan dan ketentuan pemerintah serta asosiasi perdagangan yang berlaku. Internal audit modern tidak lagi terbatas pada fungsinya di bidang audit keuangan tetapi telah meluas ke bidang lain. Bahkan, sejak tahun 2000-an, aktivitas internal audit mencakup saran yang ditujukan untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi (Agoes, 2019). Sistem yang efisien dan efektif yang melindungi aset dan integritas data dapat diperoleh jika manajemen menerapkan sistem pengendalian internal yang memadai untuk membantu manajemen terhindar dari kecurangan (Arsteria, 2018). Othman et al (2015) menemukan bahwa audit operasional, memperluas keterlibatan komite audit, mengevaluasi dan meningkatkan pengendalian internal, memeriksa kas, dan peraturan pelaporan semuanya dapat mendeteksi dan mencegah kecurangan. Pengendalian internal yang proaktif dan kompeten membantu menumbuhkan budaya kejujuran dalam entitas (Sudarmanto & Utami, 2021). Respon dari auditor internal dianggap sangat penting dan diharapkan dapat memberikan alternatif perubahan atau dapat memodifikasi prosedur dalam pengumpulan bukti audit, merevisi proses identifikasi risiko audit serta dapat memberikan alternatif perubahan prosedur audit itu sendiri (Awaliah & Setiawan, 2023). Audit internal bertujuan untuk (Ramli, 2013): a. Memastikan apakah sistem manajemen K3 yang dijalankan telah memenuhi prosedur yang telah ditetapkan dan sesuai dengan persyaratan dan standar Sistem Manajemen K3 b. Mengetahui apakah Sistem Manajemen K3 yang dijalankan telah berjalan sebagaimana mestinya di seluruh jajaran sesuai dengan lingkup pelaksanaannya. c. Memastikan apakah Sistem Manajemen K3 yang dijalankan telah efektif untuk menjawab semua isu K3 yang ada dalam organisasi untuk menghindari kesalahan arah, virtual, atau acak. Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur audit untuk memantau dan mengukur kinerja K3 secara teratur. Prosedur audit internal harus dibuat untuk: a. Melakukan pengukuran kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan keperluan; b. Memantau perluasan yang memungkinkan tujuan K3 tercapai; c. Memantau efektivitas pengendalian d. Mengukur kinerja secara proaktif untuk memantau kesesuaian dengan program manajemen K3, pengendalian dan kriteria operasional e. Mengukur kinerja secara reaktif untuk memantau kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan bukti pencatatan penyimpangan kinerja K3 f. Mencatat data dan hasil pemantauan dan mengukur kecukupan untuk melakukan analisis tindakan perbaikan dan pencegahan lanjutan 46 Universitas Indonesia II. 6. Alur proses Audit SMK3 2.6 Alur Proses Audit Internal Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kategori Jenis Perusahaan Potensi Bahaya Potensi Bahaya kecil / menengah Tinggi Penerapan SMK3 sampai Penerapan SMK3 dengan Audit Eksternal Penerapan SMK3 1. Kebijakan K3 2. Dokumen penerapan K3 (SOP, dokumen pembelian, dan IBPR) 3. Dokumen sertifikasi peralatan K3 4. Dokumen sertifikasi personil K3 5. Dokumen hasil pemeriksaan kesehatan pekerja 6. Dokumen hasil pengukuran lingkungan kerja Audit Internal SMK3 Audit Eksternal SMK3 Sertifikat Hasil Audit Eksternal SMK3 Gambar 2.4 Alur Proses Audit Sistem Manajemen K3 47 Universitas Indonesia BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 Kerangka Konsep Aspek yang akan diteliti adalah evaluasi terhadap implementasi SMK3 berdasarkan PP 50 Tahun 2012. Implementasi SMK3 diukur melalui kriteria yang terdapat pada 5 (lima) prinsip yang meliputi: penetapan kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan rencana K3, pemantauan dan evaluasi kinerja K3, dan peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3. Untuk penilaian audit SMK3 terhadap PT. X, PT. Y, dan PT. Z menggunakan penilaian tingkat awal terhadap 64 (enam puluh empat) kriteria. Hal ini dilakukan karena tingkat penerapan SMK3 di industri galangan kapal yang masih rendah, sehingga pemenuhan terhadap seluruh kriteria SMK3 yang ada di PP No. 50 Tahun 2012 (166 kriteria) belum dapat dilakukan secara menyeluruh. Untuk itu penilaian dilakukan dimulai dengan tingkat awal. Dengan pemikiran tersebut, didapatkan kerangka konsep sebagai berikut. Penerapan 5 elemen SMK3 : 1. Penetapan Kebijakan K3 2. Perencanaan K3 Gambaran Penerapan 3. Pelaksanaan Rencana K3 SMK3 4. Pemantauan Galangan Kapal Kecil dan Evaluasi di Industri Kinerja K3 5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja K3 Gambar 3.1 Kerangka Konseptual 48 Universitas Indonesia 3.2. Definisi Istilah No 1 Variabel Definisi Metode Pengukuran Tingkat Penerapan Tingkat Penerapan SMK3 di Industri • Observasi, Sumber Data • SMK3 di Industri Galangan Kapal Kecil : implementasi Galangan Kecil prinsip dokumentasi Ceklis Hasil • sistem Kriteria SMK3 Tingkat Awal PP 50 Tahun (foto dan video), manajemen • Wawancara keselamatan dan kesehatan kerja yang Mendalam, dan Kapal dari Alat Ukur wawancara 2012 hasil seluruh informan yang terdiri dari, penetapan kebijakan K3, dalam bentuk narasi perencanaan K3, pelaksanaan rencana (Manajer K3, pemantauan dan evaluasi kinerja operator, Juru Las, K3, serta peninjauan dan peningkatan Pekerja kinerja SMK3. Manajer operasional, HSE, Teknisi, Staff admin), • Hasil rekapitulasi dari • Telaah Dokumen yang Telaah Dokumen berkaitan dengan yang berkaitan penerapan SMK3 dengan penerapan antara lain : dokumen SMK3 antara lain : K3 dokumen perusahaan, K3 Prosedur Operasional perusahaan, Prosedur Standar untuk setiap Operasional jenis pekerjaan, Daftar untuk 49 setiap Standar jenis Universitas Indonesia Peraturan dan Standar pekerjaan, K3, Laporan Inspeksi Peraturan dan Standar dan Audit K3, Laporan K3, Laporan Inspeksi Kecelakaan dan Hasil Kerja, Pemeriksaan Kesehatan Pekerja, Daftar Audit K3, Laporan Kecelakaan Kerja, Hasil Laporan Pelatihan K3, Pemeriksaan Catatan Pertemuan dan Kesehatan Komunikasi K3, Laporan Pelatihan K3, Dokumen IBPR, Dokumen Kebijakan Catatan Pekerja, Pertemuan dan Komunikasi K3, K3, SK P2K3, Laporan Dokumen IBPR, P2K3 Dokumen Kebijakan Prosedur tanggap K3, darurat, Prosedur Laporan P2K3, B3, Prosedur tanggap Daftar sarana tanggap darurat, Prosedur darurat (P3K, APAR, Pengelolaan dll) Daftar sarana tanggap Pengelolaan Sertifikasi peralatan, Sertifikasi P2K3, B3, darurat (P3K, APAR, personil berketrampilan 50 SK dll) Sertifikasi peralatan, Sertifikasi Universitas Indonesia khusus, dan Standar- personil standar berketrampilan yang digunakan khusus, dan Standarstandar yang digunakan 2 Penetapan Penetapan Kebijakan K3 : penyusunan • Kebijakan K3 kebijakan K3 yang dilakukan oleh • Observasi, Hasil dokumentasi Ceklis (foto dan video), perusahaan dengan melibatkan pihak • Wawancara pekerja yang berisi tentang visi, tujuan Mendalam kepada seluruh perusahaan, seluruh yang dalam bentuk komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan, dan kerangka • informan, dan hasil SMK3 Tingkat Awal PP 50 Tahun wawancara 2012, recorder, dan kamera informan narasi (Manajer HSE, dan program kerja yang mencakup operator, Juru Las, kegiatan perusahaan secara Pekerja menyeluruh yang umum Manajer operasional, bersifat Kriteria dan/atau operasional. Teknisi, Staff admin), dan • • Telaah Dokumen yang berkaitan dengan hasil rekapitulasi data dari dokumen terkait kebijakan K3 antara lain : dokumen K3 51 Universitas Indonesia perusahaan, SK P2K3, Laporan P2K3 Dokumen K3, Kebijakan dan standar Standaryang digunakan 3 Perencanaan K3 Perencanaan K3 : Upaya untuk • • Observasi, menghasilkan rencana K3 yang disusun Hasil dokumentasi Ceklis (foto dan video), dan ditetapkan oleh pengusaha dengan • Wawancara • mengacu pada kebijakan K3 yang telah Mendalam kepada seluruh informan yang ditetapkan Manajer HSE dan dalam bentuk narasi Manajer (Manajer HSE dan Operasional, dan Manajer operasional), hasil Kriteria SMK3 Tingkat Awal PP 50 Tahun wawancara 2012, recorder, dan kamera dan • • Telaah Dokumen yang berkaitan dengan hasil rekapitulasi data dari dokumen terkait perencanaan K3 antara lain : dokumen K3 perusahaan, Prosedur Operasional 52 Standar Universitas Indonesia untuk setiap jenis pekerjaan, Daftar Peraturan dan Standar K3, Dokumen IBPR, Prosedur tanggap darurat, Prosedur Pengelolaan B3, Daftar sarana tanggap darurat (P3K, APAR, dll) 4 Pelaksanaan Pelaksanaan rencana K3 : Pelaksanaan • Observasi, Rencana K3 rencana K3 yang didukung oleh sumber • Hasil dokumentasi Ceklis • hasil SMK3 Tingkat Awal PP 50 Tahun (foto dan video), daya manusia di bidang K3, prasarana, • Wawancara dan sarana. Mendalam, dan Kriteria wawancara 2012, recorder, dan kamera seluruh informan yang dalam bentuk narasi (Manajer HSE, operator, Juru Las, Pekerja Teknisi, Manajer operasional, Staff admin), 53 Universitas Indonesia • Telaah • Hasil rekapitulasi dari Dokumen yang Telaah Dokumen berkaitan dengan yang berkaitan dengan pelaksanaan rencana dokumen terkait K3 antara lain : Daftar Peraturan dan Standar K3, Laporan Inspeksi dan Audit K3, Laporan Kecelakaan Hasil Kerja, Pemeriksaan Kesehatan Pekerja, Laporan Pelatihan K3, Catatan Pertemuan dan Komunikasi K3, Dokumen IBPR, Catatan pemeliharaan peralatan, Sertifikasi peralatan, dan Sertifikasi personil berketrampilan khusus. 54 Universitas Indonesia 5 Pemantauan dan Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3 : • Observasi, Evaluasi Kinerja Upaya K3 pemeriksaan, • pengujian, Hasil dokumentasi Ceklis • hasil SMK3 Tingkat Awal PP 50 Tahun (foto dan video), pengukuran, dan audit internal SMK3 • Wawancara yang dilakukan oleh sumber daya Mendalam, dan Kriteria wawancara 2012, recorder, dan kamera seluruh informan yang manusia yang kompeten. dalam bentuk narasi (Manajer HSE, operator, Juru Las, Pekerja Teknisi, Manajer operasional, Staff admin), • Hasil rekapitulasi dari • Telaah Dokumen yang berkaitan dengan pemantauan Telaah Dokumen yang terkait dan evaluasi kinerja K3 antara lain : Laporan Inspeksi dan Audit K3 dan Standar-standar yang digunakan 55 Universitas Indonesia 6 Peninjauan dan Peninjauan dan Peningkatan Kinerja • Observasi, Peningkatan SMK3 Kinerja SMK3 dilakukan untuk menjamin kesesuaian • Wawancara dan efektivitas penerapan SMK3 yang Mendalam, dan Upaya dilakukan : Kegiatan terhadap perencanaan, • yang Hasil dokumentasi Ceklis hasil SMK3 Tingkat Awal PP 50 Tahun (foto dan video), • Kriteria wawancara 2012, recorder, dan kamera seluruh informan yang kebijakan, dalam bentuk narasi pelaksanaan, (Manajer pemantauan, dan evaluasi. HSE, operator, Juru Las, Pekerja Teknisi, Manajer operasional, Staff admin), • Hasil rekapitulasi dari • Telaah Dokumen yang berkaitan dengan Telaah Dokumen yang terkait efektivitas penerapan SMK3 antara lain : dokumen K3 perusahaan, Dokumen Evaluasi Program K3, 56 Universitas Indonesia BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menekankan pada kedalaman data yang didapatkan oleh peneliti. Semakin dalam dan detail data yang didapatkan, maka semakin baik kualitas dari penelitian kualitatif ini. Desain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif sebagai suatu proses penyelidikan naturalistik yang mencari pengetahuan mendalam tentang pengalaman fenomena sosial (Henryadi, 2019). Penelitian kualitatif adalah sebagai satu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami satu gejala sentral (Creswell, 2013). Pendekatan kualitatif dipilih untuk menelaah berbagai fenomena sosial dan budaya dalam suasana yang berlangsung secara wajar/ilmiah, bukan dalam kondisi yang terkendali atau laboratoris sifatnya. Penelitian kualitatif adalah suatu bentuk penelitian di mana peneliti atau peneliti inti yang ditunjuk mengumpulkan dan menafsirkan data, menjadikan peneliti sebagai bagian dari proses penelitian sebagai partisipan dan data yang mereka berikan. Penelitian kualitatif menggunakan desain yang terbuka dan fleksibel dan dalam melakukannya bertentangan dengan gagasan tentang ketelitian yang sangat penting ketika melakukan penelitian ulang kuantitatif (Straus & Corbin, 2013). Dalam penelitian inidilakukan analisis berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012 pada tahun 2019-2022 di 3 Industri Galangan Kapal Kecil menggunakan checklist daftar 64 kriteria audit SMK3 berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012 dan wawancara mendalam sebagai pedoman untuk gambaran hasil implementasi SMK3 di ketiga kelompok industri galangan kapal tersebut. Universitas Indonesia 4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bulan Agustus 2023 - September 2023 yang dengan pengambilan data observasi pada 3 industri galangan kapal kecil PT. X, PT. Y, dan PT. Z. 4.3 Narasumber/Informan Penelitian Informan yang berada pada lingkup penelitian adalah responden terkait yang merupakan pekerja/pegawai di PT X, PT. Y, dan PT. Z yang bekerja di setiap divisi/bagian dengan jabatan tertentu untuk dapat memberikan keterangan yang dibutuhkan terkait dengan penerapan SMK3 sesuai dengan tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Data Informan Penelitian No 1. Kode Informan Informan 1 (kunci) Jabatan Manajer HSE Status Informan Utama 2. Informan 2 Operator Informan Pendukung 3 4 5 6 Informan 3 Informan 4 Informan 5 Informan 6 Juru Las Pekerja teknisi Manajer operasional Staff admin Informan Pendukung Informan Pendukung Informan Pendukung Informan Pendukung 4.4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan tahap yang paling krusial dalam melakukan penelitian karena pengumpulan data merupakan tujuan utama dari penelitian ini. Metode yang peneliti gunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: a. Metode Observasi Efektivitas observasi sebagai metode pengumpulan data sebagian besar dikendalikan oleh peneliti sendiri, karena peneliti mengamati dan mendengarkan suatu objek penelitian sebelum menarik kesimpulan dari apa yang disanksikan. Observasi dilakukan dengan pengamatan secara menyeluruh untuk setiap aktivitas sesuai dengan jenis pekerjaan yang ada di 58 industri galangan kapal dan dilakukan pada setiap divisi/bagian yang ada. Hal ini meliputi antara lain : a. Sarana dan prasarana yang dimiliki perusahaan, b. Kondisi Pelaksanaan Pekerjaan Setiap Divisi / Bagian c. Kondisi seluruh ruangan di tempat kerja d. Kondisi penerapan 5 R di seluruh area e. Kondisi Rambu-rambu K3 Seluruh kegiatan secara visual diobservasi untuk dapat digabungkan dengan hasil wawancara untuk dapat dianalisis. Beberapa alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi secara langsung dari observasi yang dilakukan, yaitu: a. Lembar Observasi: Lembar observasi adalah dokumen yang dirancang khusus untuk mencatat objek apa saja yang akan dilakukan pengamatan selama observasi yang akan berkaitan dengan wawancara dan dokumentasi. b. Kamera atau Rekaman Video: Penggunaan kamera atau rekaman video memungkinkan pengamatan direkam dan diputar kembali untuk analisis lebih lanjut. b. Metode Wawancara Selama wawancara, pertanyaan akan muncul. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengumpulkan informasi untuk keperluan penelitian, memperkuat, serta mengkombinasikan dengan hasil observasi dan dokumentasi untuk memberikan hasil analisis yang akurat. Berikut ini adalah beberapa alat digunakan dalam wawancara: a. Daftar pertanyaan: daftar pertanyaan sebagai panduan untuk memastikan bahwa semua topik yang relevan telah dibahas selama wawancara. b. Buku catatan: buku catatan atau catatan elektronik untuk mencatat informasi penting selama wawancara. c. Perekam suara: Perekam suara, baik berupa alat perekam khusus atau aplikasi di perangkat elektronik, dapat digunakan untuk merekam wawancara. 59 d. Kamera video: Digunakan untuk merekam interaksi antara pewawancara dan responden. Video ini dapat memberikan informasi tambahan yang berguna dalam analisis. e. Alat bantu visual: seperti dokumen, gambar, diagram, atau grafik untuk membantu menjelaskan pertanyaan atau memfasilitasi diskusi dengan informan. c. Metode Dokumentasi Dokumen yang dikumpulkan antara lain : a. dokumen K3 perusahaan, b. Prosedur Operasional Standar untuk setiap jenis pekerjaan c. Daftar Peraturan dan Standar K3, d. Laporan Inspeksi dan Audit K3, e. SK P2K3, f. Laporan P2K3, g. Laporan Kecelakaan Kerja, h. Hasil Pemeriksaan Kesehatan Pekerja, i. Laporan Pelatihan K3, j. Catatan Pertemuan dan Komunikasi K3, k. Dokumen IBPR, l. Dokumen Kebijakan K3, m. Prosedur pembelian barang dan jasa, n. Prosedur rencana tanggap darurat, o. Prosedur Pengelolaan B3, p. Daftar sarana tanggap darurat (P3K, APAR, dll) q. Sertifikasi peralatan, dan r. Sertifikasi personil berketrampilan khusus s. Standar-standar yang digunakan Dokumen-dokumen ini akan memberikan landasan yang kuat untuk mengevaluasi implementasi SMK3 di industri galangan kapal kecil, mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan, dan merumuskan rekomendasi untuk peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja. 60 4.4 Teknik Pengolahan Data Data didapatkan dengan mengumpulkan semua data dari sumber dokumen dan record dari pelaksanaan aktivitas implementasi SMK3 di PT X, PT Y, dan PT Z, selain itu informasi didapatkan melalui wawancara dan kuisioner yang diisi para informan. Data hasil implementasi pada ketiga perusahaan dianalisis kriteria khusus pada industri galangan kapal kecil yang ada pada elemen di penilaian awal (64 kriteria) penerapan SMK3. Responden yang diyakini dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan topik penelitian. a. Evaluasi penilaian SMK3 untuk elemen penerapan melalui audit yang dilakukan mengacu berdasarkan PP No.50 Tahun 2012 Tentang Penerapan SMK3 b. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian berupa pertanyaan check list Kriteria Audit berdasarkan PP No.50 Tahun 2012 Tentang SMK3 untuk mengolah dan mendapatkan informasi dari responden dengan menggunakan pola ukur ketepatan yang telah ditentukan. 4.5 Teknik Analisis Data Data penelitian kualitatif berasal dari berbagai sumber dan dikumpulkan dengan menggunakan beberapa strategi pengumpulan data (triangulasi) sepanjang waktu, sehingga menghasilkan varians data yang sangat tinggi. Model Miles dan Huberman digunakan dalam penelitian untuk analisis data mengikuti model interaktif dengan tahapan sebagai berikut : 1. Reduksi Data Tahap reduksi data mencakup meringkas, memilih poin-poin terpenting yang relevan dengan masalah penelitian, mencari tema dan pola, dan menciptakan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah pengumpulan data tambahan. Tujuan yang ingin dicapai dan ditetapkan akan memimpin proses reduksi data. 2. Penyajian Data 61 Data dapat disajikan dalam penelitian kualitatif dalam bentuk deskripsi singkat, bagan, korelasi antar kategori, diagram alur, dan deskriptif naratif adalah penyajian terbanyak yang akan dibuat. 3. Analisis Data Memaparkan analisis dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Serta memberikan korelasi terhadap standar yang digunakan dengan ketidaksesuaian kriteria yang ada di PP No. 50 Tahun 2012 3. Penarikan kesimpulan Menarik kesimpulan adalah langkah ketiga dalam proses analisis data. Kesimpulan awal hanya bersifat sementara, dan akan direvisi jika tidak ditemukan bukti yang kuat untuk mendukung pengumpulan data putaran berikutnya. Kesimpulan data dapat menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan sejak awal, serta kesimpulan berupa uraian atau gambaran tentang objek yang diteliti. 3.6 Teknik Keabsahan Data Keabsahan data dilakukan sebagai tahap terakhir dalam proses penelitian. Keabsahan data bertujuan agar penafsiran dan analisis data dapat dipertanggung jawabkan dan memeriksa apakah data tersebut yang diolah sesuai dengan fokus penelitian dan tujuan penelitian. Pengecekan terhadap keabsahan data perlu dilakukan agar data yang diperoleh benar-benar objektif, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggung jawabkan. Adapun teknik keabsahan data dalam penelitian ini adalah ketekunan pengamat dan triangulasi. Adapun teknik triangulasi yang digunakan untuk menguji validitas data dalam penelitian ini terdiri dari triangulasi sumber dan triangulasi teknik: a. Triangulasi Sumber Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data dari beberapa sumber tersebut tidak bisa dirata-ratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana spesifik dari beberapa sumber tersebut. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan sesuatu kesimpulan 62 selanjutnya diminta kesepakatan (member check) dengan beberapa sumber data tersebut. b. Triangulasi Metode Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi,. Bila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar. Atau bisa saja semuanya benar, karena memiliki sudut pandang berbeda-beda. 63 DAFTAR PUSTAKA Aliyev, A. (2022). Investigating the implementation of the occupational safety and health management system in the scope of ship construction and repair yards in Azerbaijan compatible with ISO 45001. https://commons.wmu.se/all_dissertations/2122 Aprilliani, C., Fatma, F., Syaputri, D., Marganda, S., Manalu, Halomoan Lukman, Sulistiyani Risnawati, H., Dame, Tanjung Simangunsong, Evalina Mahda, Charisha & Arina, Kumala & Romas, Nuraliza Firdaus, L., & Firdaus, F. (2022). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) PT Global Eksekutif Teknologi. PT Global Eksekutif Teknologi. Arifin, M. D., & Octaviani, F. (2022). Occupational Health and Safety Analysis Using HIRA and AS/NZS 4360:2004 Standard at XYZ Shipyard. International Journal of Marine Engineering Innovation and Research, 7(3), 2548–1479. Arikunto, S. (2019). Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. AS/NZS 4360:2004. (2004). Australian/New Zealand Standard Risk MAnagement. Australian Standards / New Zeland Standards 4360:2004. Awaliah, F., & Setiawan, D. (2023). Analisis Penerapan Pendekatan Audit Jarak Jauh Dampak dari Pandemi Covid-19 (Studi Kasus: Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI). Owner: Riset & Jurnal Akuntansi, 7(1), 741–752. https://doi.org/10.33395/owner.v7i1.1311 Ayunita, D. R., Kurniawan, B., & Widjasena, B. (2021). Analisis Ketidaksesuaian Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Isntitusi Pendidi-kan X Berdasarkan Hasil Audit SMK3. Jurnal Riset Kesehatan Masyarakat, 2021(1), 1. https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jrkm/index Badri, A., Nadeau, S., & Gbodossou, A. (2021). Integration of OHS into risk management in an open-pit mining project in Quebec (Canada). Minerals, 1(1), 3–29. https://doi.org/10.3390/min1010003 Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. “Pemahaman. Filosofis dan 64 Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi". PT Raja Grafindo Persada. Cassell, C., Nadin, S., & Older Gray, M. (2001). The use and effectiveness of benchmarking in SMEs. Benchmarking: An International Journal, 8(3), 212– 222. https://doi.org/10.1108/EUM0000000005624 Creswell, J. W. (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Pelajar. Cui, X. (2022). A strategic decision support tool for shipyard production performance evaluation and support in budgeting for performance improvement (Issue April). https://stax.strath.ac.uk/concern/theses/xp68kg791%0Ahttp://stax.strath.ac.u k/downloads/vd66w035q Department of Occupational Safety and Health, M. of H. R. (MOHR) M. (2020). Guidelines on Occupational Safety and Health (OSH) Risk Management for Small and Medium Enterprises. Department of Occupational Safety and Health (DOSH) Ministry of Human Resources (MOHR) Malaysia. https://asean.org/storage/Guidelines-on-OSH-Risk-Management.pdf Edriansah, D., Parawansa, D. A. S., & Nursyamsi, I. (2022). Analisa Peran Auditor Internal terhadap Kinerja Perusahaan Dengan Pengendalian Internal sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada PT Semen Tonasa). SEIKO : Journal of Management & Business, 5(1), 630–640. https://doi.org/10.37531/sejaman.v5i1.2284 Enne, & Suharni, S. (2023). Analisis Implementasi Standar K3 Rumah Sakit Pada Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar Tahun 2022. Journal of Muslim Community Health (JMCH) 2023, 4(3), 176–186. https://doi.org/10.52103/jmch.v4i3.1142JournalHomepage:https://pascaumi.ac.id/index.php/jmch Erniati, B., Mahyuddin, Nur, K. N., Tumpu, M., Rosyidah, M., Erdawaty, A. M. S., Yanti, Ihsan, M., Sudirman, Makbul, R., & Rachim, F. (2021). Manajemen K3 Konstruksi. In Yayasan Kita Menulis. https://www.google.co.id/books/edition/Manajemen_K3_Konstruksi/lDUqE AAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=manajemen konstruksi&pg=PR4&printsec=frontcover 65 k3 European Commission. (2013). Guidance on the protection of the health and safety of workers from the potential risks related to nanomaterials at work Guidance for employers and health and safety practitioners. Federal Aviation Adminitration. (2023). Safety Management System. United States Department of Transportation. https://www.faa.gov/about/initiatives/sms/explained Gündoğdu, F. K., & Seyfi-Shishavan, S. A. (2021). Occupational Risk Assessment Using Spherical Fuzzy Safety and Critical Effect Analysis for Shipyards. Journal of Eta Maritime Science, 9(2), 110–119. https://doi.org/10.4274/jems.2021.59480 Health and Safety Executive. (2013). Managing for health and safety HSG65 (Vol. 1). https://doi.org/978 0 7176 6604 1 Henryadi, T. Z. (2019). Metode Penelitian: Pedoman Penelitian Bisnis dan Akademik. Lembaga Pengembangan Manajemen dan Publikasi Imperium (LPMP Imperium). Hossain, N., Nur, F., & Jaradat, R. M. (2018). An analytical study of hazards and risks in the shipbuilding industry. International Annual Conference of the American Society for Engineering Management, November. Hui, B. (2017). How to Implement OHSAS 18001 ? December. ILO. (2019). Safety and healthin ship buildingand ship repair. In International Labour Organization. Irzal. (2016). Dasar-dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Kencana. Kaassis, B., & Badri, A. (2018). Development of a preliminary model for evaluating occupational health and safety risk management maturity in small and medium-sized enterprises. Safety, 4(1), 9–11. https://doi.org/10.3390/safety4010005 Lawrence Wynn, M. (2008). Highlights of an industry benchmarking study: Health and safety excellence initiatives. Journal of Chemical Health and Safety, 15(3), 22–24. https://doi.org/10.1016/j.jchas.2007.10.002 Li, Y., & Guldenmund, F. W. (2018). Safety management systems: A broad overview of the literature. Safety Science, 103(November 2017), 94–123. https://doi.org/10.1016/j.ssci.2017.11.016 66 Ligade, A. S., & Thalane, S. B. (2013). Occupational Health and Safety Management System (OHSMS) Model for Construction Industry. International Journal of Research in Engineering and Technology, 02(13), 395–399. https://doi.org/10.15623/ijret.2013.0213074 Liu, Y., Ma, X., Qiao, W., Luo, H., & He, P. (2022). Human factor risk modeling for shipyard operation by mapping fuzzy fault tree into bayesian network. International Journal of Environmental Research and Public Health, 19(1). https://doi.org/10.3390/ijerph19010297 Maharani, F. T., & Lynch, Z. (2021). The Implementation of the POPMAR (Policy, Organising, Planning and Implementing, Measuring Performance, Audit and Reviewing) Model in Occupational Health and Safety Risk Management in an Indonesian Batik Company. The Indonesian Journal Of Occupational Safety and Health, 10(3), 420. https://doi.org/10.20473/ijosh.v10i3.2021.420-432 Mangkunegara, A. P. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. In PT Remaja RosdaKarya (pp. 1–172). Marthinus, A. P., Manoppo, F. J., & Lumeno, S. S. (2019). Model Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Infrastuktur Jalan Tol Manado-Bitung. Jurnal Sipil Statik, 7(4), 433–448. Masjuli, Taufani, A., & Kasim, A. A. (2019). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. In Badan Standardisasi Nasional (Vol. 2, Issue 2). Maudica, S. B., Denny, H. M., & Kurniawan, B. (2020a). Implementasi SMK3 Standard ILO 2001 pada Salah Satu Perusahaan Galangan Kapal. Jurnal Teknik Industri Undip, 15(3), 144–152. Maudica, S. B., Denny, H. M., & Kurniawan, B. (2020b). Tantangan dan Hambatan Proses Audit SMK3 di Sebuah Perusahaan Galangan Kapal di Era Pandemi Covid-19. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(September), 1–5. Mevia, F. M. A. (2020). Galangan Kapal – Definisi, Jenis, Metode, dan Industrinya. In Wira. Moleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Morgado, L., Silva, F. J. G., & Fonseca, L. M. (2019). Mapping occupational health and safety management systems in Portugal: Outlook for ISO 45001:2018 adoption. Procedia Manufacturing, 67 38(2019), 755–764. https://doi.org/10.1016/j.promfg.2020.01.103 Mučenski, V. (2017). Occupational Health and Safety Risk Assessment for Demolition Processes in Construction. Ergonomics International Journal, 1(2), 1–9. https://doi.org/10.23880/eoij-16000112 Nawawi, C. I., Bintari, P. N., & Pranata, H. H. (2022). Penerapan Sistem Manajemen K3 untuk Meningkatkan Keselamatan Kerja PT. Multi Jaya Samudera. E-Journal Marine Inside, 4(July), 1–10. https://doi.org/10.56943/ejmi.v4i1.34 Oktora, B., & Marlina, L. (2022). Analisis Peran Internal Audit Pada Pengendalian Internal Piutang Pada PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Meulaboh. Jurnal Pendidikan Dan Konseling, 4(2018), 1707–1715. Othman, I., Ibrahim, M. F. H., Shafiq, N., Mohamad, H., & Kamil, M. S. (2018). HSE Management System for Hotwork Operation at High Elevation in Shipbuilding Project. MATEC Web of Conferences, 203, 1–10. https://doi.org/10.1051/matecconf/201820302005 Ramli, N. M., & S, I. H. (2023). Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di RSUD Labuang Baji Makassar Tahun 2023. JournalofMuslim Community Health(JMCH), 4(4), 99–111. Siregar, R. A., Parhusip, A. A., & Sari, T. N. (2022). Peranan Audit Internal Dalam Menunjang Efektivitas Pengendalian Internal Penjualan dan Penagihan Piutang pada PT. Mabar Mitra Bersama. Accumulated Journal, 4(1), 96–107. http://dx.doi.org/10.22303/accu Straus, A., & Corbin, J. (2013). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Pustaka Pelajar. Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. CV Alfabeta. Suma’mur, P. K. (2009). Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan (C. H. M. Agung (ed.)). Tarwaka. (2016). Dasar-dasar Keselamatan Kerja serta Pencegahan Kecelakaan di Tempat Kerja. Harapan Press. Thomas, M. J. W. (2012). A Systematic Review of Insert Document Title the Effectiveness of Safety Management Systems. Australian Transport Safety Bureau. 68 Wulandari, K. N., Tualeka, A. R., Widajati, N., & Fitri, N. (2018). Risk Assessment on Hull Painting Process at Shipyard. KnE Life Sciences, 4(5), 30. https://doi.org/10.18502/kls.v4i5.2537 Yun, J. M., & Park, P. (2012). Development of industrial safety management system for shipbuilding industry using RFID/USN. Proceedings - IEEE 9th International Conference on Ubiquitous Intelligence and Computing and IEEE 9th International Conference on Autonomic and Trusted Computing, UIC-ATC 2012, 285–291. https://doi.org/10.1109/UIC-ATC.2012.54 Yusuf, M., Idris, M. F., & Nur, Baskara, M. (2019). Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pekerjaan Galangan Kapal di Tanjungpinang. Jurnal Kesehatan, https://doi.org/10.32763/juke.v12i2.172 69 12(2), 260–272. Lampiran : 1. Form Ceklis Wawancara PEMENUHANNYA No. No. Kriteria KRITERIA TIDAK BERLAKU KESESUAIA N KETIDAK SESUAIAN MAJOR (M) Keterangan Minor (m) 1 PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN KOMITMEN 1.1 Kebijakan K3 1 2 3 1.1.1 Terdapat Kebijakan K3 yang tertulis, bertanggal dan secara jelas menyatakan tujuan-tujuan K3 dan komitmen perusahaan dalam memperbaiki kinerja K3 1.1.3 Perusahaan mengkomunikasikan kebijakan K3 kepada seluruh tenaga kerja, tamu, kotraktor, pelanggan dan pemasok dengan tata cara yang tepat 1.2 Tanggung Jawab dan Wewenang Untuk Bertindak 1.2.2 Penunjukan penanggung jawab K3 harus Universitas Indonesia 4 5 sesuai dengan peraturan 1.2.4 Pengusaha atau pengurus bertanggung jawab secara penuh untuk menjamin pelaksanaan SMK3. 1.2.5 Petugas yang bertanggung jawab menangani keadaan darurat telah ditetapkan dan mendapatkan pelatihan 6 1.2.6 Perusahaan mendapatkan saran-saran dari para ahli di bidang K3 yang berasal dari dalam dan/atau luar perusahaan 1.3 Tinjauan dan Evaluasi 7 1.3.3 Pengurus harus meninjau ulang pelaksanaan SMK3 secara berkala untuk menilai kesesuaian 8 9 dan efektivitas SMK3 1.4 Keterlibatan dan Konsultasi Dengan Karyawan 1.4.1 keseluruh tenaga kerja 1.4.3 Perusahaan telah membentuk sesuai dengan peraturan P2K3 2 10 11 12 1.4.4 Ketua P2K3 adalah pimpinan puncak atau pengurus 1.4.5 Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 sesuai dengan peraturan 1.4.6 P2K3 menitikberatkan kegiatan pada pengembangan kebijakan dan prosedur untuk 13 1.4.7 14 1.4.8 15 1.4.9 2 2.1 16 mengendalikan risiko Susunan pengurus P2K3 didokumentasikan dan diinformasikan kepada tenaga kerja P2K3 mengadakan pertemuan secara teratur dan hasilnya disebarluaskan di tempat kerja P2K3 melaporkan kegiatannya secara teratur sesuai dengan peraturan perundangundangan PEMBUATAN DAN PEMDOKUMENTASIAN RENCANA K3 Rencana Strategi K3 2.1.1 Terdapat prosedur terdokumentasi untuk identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko K3 2.4 Informasi K3 3 17 2.4.1 Informasi kegiatan yang dibutuhan K3 disebarluaskan sistimatis kepada seluruh tamu, mengenai tenaga secara kerja, konstraktor, pelanggan, dan pemasok 3 PENGENDALIAN PERANCANGAN DAN KONTRAK 3.1 Pengendalian Perancangan 18 3.1.1 Prosedur yang terdokumentasi mempertimbangkan identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengenadilian resiko yang dilakukan pada tahap perancangan dan modifikasi 3.2 Peninjauan Ulang Kontrak 19 3.2.2 Identifikasi bahaya dan penilaian resiko dilakukan pada tinjauan kontrak oleh petugas yang berkompeten 4 PENGENDALIAN DOKUMEN 20 4.1 Persetujuan, Pengeluaran dan Pengendalia Dokumen 4.1.1 Dokumen K3 mempunyai identifikasi status, wewenang, tanggal pengeluaran dan tanggal modifikasi 4 21 22 5 PEMBELIAN DAN PENGENDALIAN PRODUK 5.1 Spesifikasi Dari Pembelian Barang dan Jasa 5.1.1 Terdapat prosedur yang terdokumentasi yang dapat menjamin spesifikasi teknik dan informasi lainnya yang relevan dengan K3 telah diperiksa sebelum keputusan untuk membeli 5.1.2 Spesifikasi pembelian untuk setiap sarana produksi, zat kima atau jasa harus dilengkapi spesifikasi yang sesuai dengan persyaratan 23 24 peraturan dan standar K3 5.2 Sistem Verifikasi Barang dan Jasa Yang Telah Dibeli 5.2.1 Barang dan jasa yang dibeli diperiksa kesesuaiannya dengan spesifikasi pembelian 6 KEAMANAN BEKERJA BERDASARKAN SMK3 6.1 Sistem Kerja 6.1.1 Petugas yang berkompeten telah mengidentifikasikan bahaya yang potensial dan telah menilai risiko – risiko yang 5 timbul dari 25 26 27 suatu proses kerja 6.1.5 Terdapat sistm ijin kerja untuk tugas yang berisiko tinggi 6.1.6 APD disediakan sesuai kebutuhan dan digunakan secara benar serta selalu dipelihara dalam kondisi yang layak pakai 6.1.7 APD yang digunakan dipastikan telah dinyatakan layak pakai sesuai dengan standar dan/atau peraturan yang berlaku 6.2 Pengawasan 28 6.2.1 Dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur dan petunjuk kerja yang telah ditentukan. 6.3 Seleksi dan Penempatan Personil 29 6.3.1 Persyaratan tugas tertentu termasuk persyaratan kesehatan diidentifikasi dan dipakai untuk menyeleksi dan penempatan tenaga kerja 6.3.2 Penugasan pekerjaan harus berdasarkan pada kemampuan dan ketrampilan serta kewenangan yang dimiliki 6.4 Area Terbatas 30 31 6.4.1 Pengusaha atau pengurus melakukan penilaian risiko lingkungan kerja untuk mengetahui daerah-daerah yang 6 32 6.4.2 33 6.4.3 34 6.4.4 6.5 35 6.5.2 36 6.5.3 37 6.5.4 38 6.5.7 memerlukan pembatasan ijin masuk Terdapat pengendalian atas daerah/tempat dengan pembatasan ijin masuk Tersedianya fasilitas dan layanan di tempat kerja sesuai dengan standar dan pedoman teknis Rambu-rambu K3 harus dipasang sesuai dengan standar dan pedoman teknis Pemeliharaan, Perbaikan dan Perubahan Sarana Produksi Semua catatan yang memuat data secara rinci dari kegiatan pemeriksaan, pemeliharaan, perbaikan dan perubahan yang dilakukan atas sarana dan peralatan produksi harus disimpan dan dipelihara Sarana dan peralatan produksi memiliki sertifikat yang masih berlaku seusia dengan persyaratan peraturan dan standar Pemeriksaan, pemeliharan, perawatan, perbaikan dan setiap perubahan dilakukan petugas yang berkompeten dan berwenang Terdapat sistem untuk penandaan (tagout) bagiperalatan yang sudah tidak aman 7 lagi untuk 39 digunakan atau sudah tidak digunakan 6.5.8 Apabila diperlukan dilakukan penerapan sistem penguncian pengoperasian (lock out sistem) untuk mencegah agar sarana produksi tidak 40 41 42 43 dihidupkan sebelum saatnya 6.5.9 Terdapat prosedur yang dapat menjamin keselamatan dan kesehatan kerja atau orang lain yang berada didekat saran dan peralatan produksi pada saat proses pemeriksaan, pemeliharaan, perbaikan dan perubahan 6.7 Kesiapan Untuk Menangani Keadaan Darurat 6.7.4 Petugas penanganan keadaan darurat ditetapkan dan diberikan pelatihan khusus serta diinformasikan kepada seluruh orang yang ada di tempat kerja 6.7.6 Peralatan, dan sistem tanda bahaya keadaan darurat disediakan, diperiksa, diuji dan dipelihara secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman teknis yang relevan 6.8 Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan 6.8.1 Perusahaan telah mengevaluasi alat P3K 8 dan menjamin bahwa sistem P3K yang ada memenuhi peraturan perundang- undangan, 44 standar dan pedoman teknis 6.8.2 Petugas P3K telah dilatih dan ditunjuk sesuai dengan peraturan perundangundangan 7 STANDARD PEMANTAUAN 7.1 Pemeriksaan Bahaya 45 46 7.1.1 Pemeriksaan/inspeksi terhadap tempat kerja dan cara kerja dilaksanakan secara teratur 7.2 Pemantauan/Pengukuran Lingkungan Kerja 7.2.1 Pemantauan/pengukuran lingkungan kerja dilaksanakan secara teratur dan hasilnya didokumentasikan, dipelihara dan digunakan 47 48 untuk penilaian dan penendalian risiko 7.2.2 Pemantauan/pengukuran lingkungan kerja meliputi faktor fisik, kimia, biologis, radiasi dan psikologis 7.2.3 Pemantauan/pengukuran lingkungan kerja dilakukan oleh petugas atau pihak yang 9 berkompeten dan berwenang dar dalam dan/atau luar perusahaan. 7.4 Pemantauan Kesehatan 49 7.4.1 Dilakukan pemantauan kesehatan tenaga kerja yang bekerja pada tempat kerja yang mangandung bahaya tinggi sesuai dengan 50 51 52 dengan peraturan perundang-undangan, 7.4.3 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dilakukan oleh dokter pemeriksa yang ditunjuk sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku 7.4.4 Perusahaan menyediakan pelayanan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan 7.4.5 Catatan menganai pemantauan kesehatan tenaga kerja dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan 8 PELAPORAN DAN PERBAIKAN KEKURANGAN 8.3 Pemeriksaan dan Pengkajian Kecelakaan 53 8.3.1 Tempat kerja/perusahaan mempunyai prosedur pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja 10 9 PENGELOLAAN MATERIAL DAN PERPINDAHANNYA 9.1 Penanganan Secara Manual dan Mekanis 54 9.1.1 Terdapat prosedur untuk identifikasi potensi bahaya dan menilai risiko yang berhubungan dengan penanganan secara manual dan 55 56 mekanis 9.1.2 Identifikasi dan penilaian risiko dilaksanakan oleh petugas yang berkompeten dan berwenang 9.2 Sistem Pengangkutan, Penyimpanan dan Pembuangan 9.2.1 Terdapat prosedur yang menjamin bahwa bahan disimpan dan dipindahankan dengan cara yang aman sesuai dengan peraturan 57 perundang-undangan yang berlaku 9.2.3 Terdapat prosedur yang menjamin bahwa bahan dibuang dengan cara yang aman sesuai dengan peraturan perundangundangan 11 58 59 60 61 9.3 Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya (BKB) 9.3.1 Perusahaan telah mendokumentasikan dan menerapkan prosedur mengenai penyimpanan, penanganan dan pemindahan BKB sesuai dengan persyaratan peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman teknis yang relevan 9.3.3 Terdapat sistim untuk mengidentifikasi dan pemberian label pada bahan kimia berbahaya 9.3.4 Rambu peringatan bahaya terpampang sesuai denganpersyaratan peraturan perundang-undangan dan/atau standard yang relevan 12 PENGEMBANGAN KETRAMPILAN DAN KEMAMPUAN 12.2 Pelatihan Bagi Manajemen dan Penyelia 12.2.1 Anggota manajemen eksekutif dan pengurus berperan serta dalam pelatihan yang mencakup penjelasan tentang kewajiban hukum dan 62 prinsip-prinsip serta pelaksanaan K3 12.2.2 Manajer dan penyelia menerima pelatihan yang sesuai dengan peran dan tanggung jawab mereka 12 12.3 Pelatihan Bagi Tenaga Kerja 63 12.3.1 Pelatihan diberikan kepada semua tenaga kerja termasuk tenaga kerja baru dan yang dipindahkan agar mereka dapat melaksanakan tugasnya secara aman 12.5 Pelatihan Keahlian Khusus 64 12.5.1 Perusahaan mempunyai sistem untuk manjamin kepatuhan terhadap persyaratan lisensi atau kualifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan tugas khusus, melaksanakan pekerjaan atau megoperasikan peralatan 13 2. Form Kelengkapan Dokumen NO ELEMEN SMK3 1 Pembangunan 2 Pembuatan DOKUMEN dan 1. Prosedur penyusunan/penetapan dan tinjauan Kebijakan K3 Pemeliharaan Komitmen 2. Kebijakan K3 yang tertulis, bertanggal dan telah di tanda tangani 3. Dokumen Sosialisasi Kebijakan 4. Dokumen Evaluasi Penerapan SMK3 5. Dokumen SK P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dari Disnaker Provinsi setempat 6. Dokumen Rapat P2K3 dan Laporan Rutin P2K3 dan 1. Prosedur untuk melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko 2. Prosedur dan tata cara pelaksanaan sosialisasi tentang kegiatan atau informasi K3 Pendokumentasian Rencana K3 3 Pengendalian Perancangan 1. Prosedur Manajemen Perubahan 2. Dokumen Review terhadap kontrak dengan aspek K3 dan Kontrak 4 Pengendalian Dokumen 5 Pembelian 6 Keamanan 1. Prosedur Pengendalian Dokumen dan Rekaman dan 1. 2. Pengendalian Produk 3. 4. Prosedur Pembelian/pengadaan barang/jasa Evaluasi Vendor Check list Penerimaan Barang Check list Evaluasi vendor Bekerja 1. Prosedur Pembuatan dan Review IBPR (Identifikasi Berdasarkan SMK3 Bahaya dan Pengendalian Risiko) 2. 3. 4. 5. 6. Dokumen IBPR Prosedur Pengelolaan APD Prosedur Pengawasan Sistem Kerja Aman Prosedur Penerimaan Karyawan Dokumen Prosedur Operasional Standar untuk setiap jenis pekerjaan 7. Dokumen Mapping Area Terbatas dan Pengelolaannya 8. Rambu – Rambu K3 9. Dokumen Sertifikasi Peralatan yang digunakan (Hydrant, instalasi listrik, instalasi penyalur petir, genset, dll) 10. Prosedur LOTO 11. Prosedur tanggap Darurat 12. Daftar Penempatan Peralatan Tanggap Darurat dan Pemeliharaannya 13. Prosedur Pelaksanaan P3K Universitas Indonesia 7 Standar Pemantauan 8 Pelaporan dan Perbaikan 1. Prosedur Pemeriksaan dan Pengkajian Kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat Kerja Kekurangan 2. Dokumen Investigasi Kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat kerja 9 Pengelolaan Material dan 1. Prosedur Identifikasi Potensi Bahaya dan menilai risiko untuk pekerjaan manual handling Perpindahananya 2. Dokumen IBPR terkait manual handling 3. Prosedur Penyimpanan dan Pengelolaan barang / warehouse 4. Prosedur Pengelolaan B3 5. Dokumen daftar B3 dan Safety Data Sheet 6. Dokumen Kompetensi Pengelolaan B3 12 Pengembangan Keterampilan Kemampuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. dan 3. 4. Prosedur Inspeksi Jadwal Inspeksi Laporan Kegiatan Inspeksi Prosedur Pemantauan/Pengukuran Lingkungan Kerja Bukti Pelaksanaan Pemanataun Lingkungan Kerja Prosedur Pemeriksaan Kesehatan Kerja Hasil Pemeriksaan Kesehatan Kerja Tindaklanjut Kegiatan Pemeriksaan Kesehatan Kerja Legalitas Penyediaan Pelayanan Kesehatan Kerja / Bentuk Kerjasama untuk Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Kerja Prosedur pelatihan Dokumen identifikasi kebutuhan pelatihan Dokumen program dan rekaman pelatihan Dokumen sertifikasi personil berketrampilan khusus 2 3. Form C Ceklist Observasi No Observasi Keterangan 1. Kondisi Pelaksanaan Pekerjaan Setiap Divisi / Bagian 2. Kondisi Rambu-Rambu K3 3. Kondisi Tempat Penyimpanan APD 4. Kondisi APD yang digunakan 5. Kondisi Sarana P3K 6. Kondisi Peralatan Penunjang Produksi (mesin-mesin, perkakas, dll) 7. Kondisi seluruh ruangan di tempat kerja 8. Kondisi Jalur Evakuasi 9. Kondisi Sarana dan Prasarana tanggap darurat (APAR, hydrant) 10. Kondisi penerapan 5 R di tempat kerja 3