Laporan Praktikum KI-1201 Kimia Dasar IIA Modul 1 Kinetika Kimia Nama : Ilham Muhammad Adriansyah NIM : 16420344 Tanggal Praktikum : Senin, 8 Maret 2021 Shift Praktikum : P-1.4 Kelompok :E Nama Asisten : Athallah Zaidan (12519064) LABORATORIUM KIMIA DASAR FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2021 1. Tujuan Percobaan 1. Menentukan persamaan laju reaksi S2O82- dan I2. Menentukan energi pengaktifan reaksi redoks Fe3+ dengan S2O323. Menentukan mekanisme reaksi Briggs-Rauscher 4. Menentukan pengaruh katalis dalam reaksi kimia 2. Teori Dasar Kinetika kimia adalah ilmu yang membahas tentang kecepatan reaksi kimia. Salah satu tujuannya adalah mempelajari faktor-faktor yang mengawasi berapa cepatnya suati perubahan terjadi. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam empat golongan besar: 1. Sifat Pereaksi dan hasil reaksi. Beberapa reaksi secara alamiah memang cepat dan lainnya lambat. Hal ini bergantung pada penampilan kimia molekul-molekul atau ion-ion yang terlibat. 2. Konsentrasi zat-zat yang bereaksi. Untuk dua molekul yang saling bereaksi, haruslah dapat bersentuhan dan kemungkinan hal ini terjadi dalam suatu campuran yang homogen akan lebih besar apabila konsentrasinya naik. Kecepatan reaksi juga tergantung dari daerah yang berhubungan antara fase-fase. Karena lebih banyak partikel-partikel kecil akan memperluas permukaan, maka memperkecil ukuran partikel akan menaikkan kecepatan reaksi. 3. Pengaruh suhu. Hampir semua reaksi kimia akan berjalan lebih cepat apabila suhu dinaikkan. 4. Pengaruh penambahan zat luar yang disebut katalis. Kecepatan dari banyak reaksi termasuk reaksi biokimia, akan dipengaruhi zat-zat yang disebut katalis yang tak mengalami perubahan zat selama terjadinya reaksi. Pada umunya, kecepatan dari reaksi kimia dapat dinyatakan sebagai perbandingan dari perubahan konsentrasi suatu pereaksi atau hasil reaksi dengan perubahan waktu. Dalam reaksi kimia, kecepatan umumnya dinyatakan dalam mol per liter per detik. πΎππππππ‘ππ πππππ π πππππ = ππππ’ππβππ ππππ πππ‘πππ π π€πππ‘π’ Untuk menentukan kecepatan suatu reaksi kimia, harus diukur berapa kecepatan perubahan dari suatu pereaksi atau hasil reaksi. Dalam praktiknya, yang dilihat adalah zat yang konsentrasinya mudah diikuti dan akan ditentukan kadarnya pada waktu-waktu tertentu. Pada reaksi yang lebih kompleks, kecepatan pembentukan dari berbagai hasil reaksi dan kecepatan hilangnya berbagai pereaksi tak sama, tetapi ada hubungannya dengan koefisien dalam persamaan yang setara. Misalnya pada reaksi π2 (π) + 3π»2 (π) → 2ππ»3 (π) 2 Terlihat bahwa untuk setiap molekul N2 yang bereaksi, akan bereaksi 3 molekul H2. Berarti hidrogen akan hilang tiga kali lebih cepat dari nitrogen. Koefisien juga menyatakan bahwa dua molekul NH3 dibentuk dari tiap satu molekul N2, sehingga kecepatan pembentukan NH3 adalah dua kali lebih cepat daripada hilangnya N2. Pengukuran kecepatan suatu reaksi kimia, pengukuran konsentrasi yang dipantau, serta cara yang dipakai untuk mengukur perubahan tergantung pada sifat reaksi. Misalnya, untuk reaksi gas, tekanan dapat dipantau apabila ada perubahan dalam jumlah mol gas ketika reaksi berjalan. Dalam hal lain, apabila melibatkan pereaksi atau hasil yang berwarna maka intensitas warna dapat dipantau selama reaksi. Cara apapun yang dipakai untuk menganalisis harus cepat, teliti, dan tidak boleh mengganggu jalannya reaksi yang diperiksa. Untuk tiap reaksi, salah satu yang memegang peranan penting adalah konsentrasi pereaksi. Umumnya, apabila kita mengikuti suatu reaksi kimia sesudah waktu tertentu, ternyata bahwa kecepatannya secara bertahap berkurang ketika pereaksi mulai terpakai. Dari sini kita simpulkan bahwa kecepatan ada hubungannya dengan konsentrasi zat-zat yang bereaksi. Kenyataannya, kecepatan hampir selalu sebanding dengan konsentrasi pereaksi. Berarti untuk reaksi umum π΄→π΅ Kecepatannya berbanding lurus dengan konsentrasi A dengan orde tertentu x. Atau bisa ditulis πππππππ‘ππ πΌ [π΄]π₯ Eksponen x adalah orde reaksi. Apabila x = 1, orde reaksi satu. Contohnya adalah reaksi penguraian siklopropana menjadi propilena. Orde reaksi kedua, orde reaksi ketiga, dan reaksi-reaksi berorde lebih tinggi kemungkinan juga ada, seperti juga reaksi di mana x merupakan pecahan. Ada juga contoh-contoh dari reaksi orde nol dengan harga x = 0. Untuk reaksi yang memiliki orde nol maka kecepatan reaksinya tetap dan tidak tergantung dari konsentrasi pereaksi. Contohnya adalah penguraian dari amonia pada suatu permukaan logam Pt atau tungsten. Kecepatan reaksi penguraian amonia akan selalu sama, berapapun konsentrasinya. Contoh lain dari reaksi orde nol adalah proses keluarnya etil alkohol dari tubuh. Berapapun banyaknya jumlah alkohol yang ada dalam peredaran darah, kecepatan pengeluarannya dari tubuh tetap. Ini berarti kecepatan tidak bergantung dari konsentrasi. Fakta yang penting adalah tidak selalu adanya hubungan langsung antara koefisien dalam persamaan kimia yang setara dan orde reaksi. Nilai x hanya dapat ditentukan dengan percobaan. Dalam reaksi yang lebih kompleks seperti π΄ + π΅ → βππ ππ πππππ π 3 Kecepatan biasanya tergantung dari konsentrasi A dan B. Secara normal, menaikkan konsentrasi A atau B akan menaikkan kecepatan reaksi dan kecepatannya adalah sebanding dengan hasil konsentrasi A dan B masing-masing akan naik sampai beberapa pangkat. πππππππ‘ππ πΌ [π΄]π₯ [π΅]π¦ Dalam hal ini dikatakan bahwa orde reaksi terhadap A adalah x dan terhadap B adalah y. Dapat juga kita menulis keseluruhan dari orde reaksi yaitu jumlah dari eksponen pada konsentrasi yang dimaksud. Pada contoh ini, jumlahnya adalah x + y. Perbandingan yang diberikan oleh pernyataan sebelumnya dapat diubah menjadi persamaan dengan memberikan suatu konstanta k, yang kita sebut konstanta kecepatan. Persamaan yang didapat disebut hukum kecepatan untuk reaksi. πππππππ‘ππ = π[π΄]π₯ [π΅}π¦ Perlu diingat bahwa nilai k hanya berlaku untuk suhu tertentu. Untuk reaksi yang sama namun berlangsung pada suhu yang berbeda, nilai k akan berbeda. Kita dapat menentukan persamaan kecepatan dengan melakukan suatu deret percobaan di mana konsentrasi mula-mula dari pereaksi dibuat berlainan secara sistematik. Apabila konsentrasi pereaksi berubah dengan faktor tertentu maka kecepatan akan berubah dengan harga faktor ini yang dipangkatkan dengan eksponen pada persamaan kecepatan untuk pereaksinya. Untuk menentukan nilai energi aktivasi (energi yang diperlukan agar suatu reaksi berlangsung spontan) suatu reaksi, kita bisa menggunakan persamaan Arrhenius: πΈπ π = π΄π −π π Dalam persamaan ini, e adalah dasar logaritma natural, R = konstanta gas, T = suhu absolut, k = konstanta kecepatan, dan Ea = energi aktivasi. Faktor A adalah suatu konstanta yang besarnya tergantung dari frekuensi Tumbukan dan juga bagaimana pentingnya orientasi molekuler ketika tumbukan. Persamaan Arrhenius memberikan cara untuk menentukan besarnya energi aktivasi (juga faktor A) dari pengukuran konstanta kecepatan minimum pada dua suhu yang berbeda. Dengan mengambil logaritma natural dari persamaan sebelumnya didapat ln π = ln π΄ − πΈπ π π Persamaan ini dapat kita bandingkan dengan persamaan garis lurus. π¦ = π + ππ₯ 4 Jadi, plot dari ln k terhadap 1/T juga merupakan garis lurus di mana gradien m sama dengan -Ea/R dan harga b pada ordinat (sumbu vertikal adalah ln A) Kita juga dapat menghitung Ea apabila harga k dapat ditentukan pada dua suhu yang berbeda. Dengan membagi persamaan untuk suhu pertama dan suhu kedua, kita mendapatkan persamaan berikut: πΈ 1 1 π1 ( π )( − ) π π 2 π1 = π π2 3. Cara Kerja Bagian 1: Penentuan persamaan laju reaksi S2O82- dan I1. 5mL kanji diukur dan dimasukkan ke gelas kimia 250 mL. 2. 10mL Na2S2O3 diukur dengan pipet volumetrik. 3. Larutan Na2S2O3 ditambahkan ke larutan kanji. 4. Larutan KI 0.4 M diukur sebanyak 25 mL dengan pipet volumetrik. 5. Tambahkan larutan KI ke campuran sebelumnya. 6. Larutan (NH4)2S2O8 diukur sebanyak 25 mL dengan pipet volumetrik 7. Larutan (NH4)2S2O8 dimasukkan ke gelas kimia 150 mL yang bersih. 8. Kedua larutan disamakan suhunya dengan waterbath. 9. Kedua larutan dikeluarkan dari waterbath. 10. Larutan (NH4)2S2O8 dicampurkan ke campuran kanji lalu stopwatch segera dinyalakan. 11. Waktu dicatat ketika larutan berubah menjadi biru. 12. Prosedur diulangi dengan variasi konsentrasi KI 13. Prosedur diulangi dengan variasi konsentrasi (NH4)2S2O8 13. Prosedur diulangi dengan penambahan 1 tetes Cu(NO3)2 dan variasi konsentrasi KI Bagian 2: Penentuan energi pengaktifan reaksi redoks Fe3+ dengan S2O321. 2mL larutan Fe3+ dimasukkan ke tabung reaksi 1,2, dan 3. 2. 2mL larutan S2O32- dimasukkan ke tabung reaksi A, B, dan C. 3. Tabung 1 dan tabung A dimasukkan ke dalam air pada suhu ruang. 4. Suhu air diukur dengan termometer lalu dicatat. 5. Isi tabung A dimasukkan ke tabung 1 lalu stopwatch segera dinyalakan. 6. Waktu dicatat ketika campuran berubah menjadi bening. 7. Tabung 2 dan tabung B dimasukkan ke dalam air hangat. 8. Suhu air diukur dengan termometer lalu dicatat. 9. Isi tabung B dimasukkan ke tabung 2 lalu stopwatch segera dinyalakan. 10. Waktu dicatat ketika campuran berubah menjadi bening. 11. Tabung 3 dan tabung C dimasukkan ke dalam air panas. 12. Suhu air diukur dengan termometer lalu dicatat. 13. Isi tabung C dimasukkan ke tabung 3 lalu stopwatch segera dinyalakan. 5 14. Waktu dicatat ketika campuran berubah menjadi bening. Bagian 3: Reaksi Briggs Rauscher; Mekanisme reaksi kompleks 1. Larutan A dituangkan ke dalam gelas kimia 250 mL. 2. Larutan B dan C ditambahkan ke dalam gelas kimia pada waktu yang bersamaan. 3. Perubahan yang terjadi diamati. Bagian 4: Pengaruh katalis pada reaksi kimia 1. 20mL larutan H2O2 dituangkan ke gelas ukur 100 mL. 2. Detergen cair ditambahkan ke larutan H2O2 lalu diaduk hingga rata. 3. Larutan KI dipipet ke dalam larutan H2O2 lalu segera dijauhi. 4. Perubahan yang terjadi diamati. 4. Data dan Pengolahan Bagian 1: Penentuan persamaan laju reaksi S2O82- dan IPersamaan Laju reaksi: π£ = π[πΌ − ]π₯ [π2 π8 2− ]π¦ Untuk mengetahui laju reaksi, pertama tentukan dulu persamaan reaksi setaranya (gunakan reaksi ion bersih) : π2 π8 2− (ππ) + 3πΌ − (ππ) → 2ππ4 2− (ππ) + πΌ3 − (ππ) 2π2 π32− (ππ) + πΌ3 − (ππ) → π4 π6 2− (ππ) + 3πΌ − (ππ) Indikator reaksi adalah perubahan warna menjadi biru yang diakibatkan oleh ion I3- bebas yang berikatan dengan kanji, dengan kata lain, perubahan warna biru hanya akan terjadi ketika I3- berhenti bereaksi dengan S2O32- (S2O32- habis). Maka kita bisa menentukan laju reaksi dari perbandingan mol: 2 x n I3- = n S2O322 x n S2O82- = n S2O32n S2O82- = (M Na2S2O32- x V Na2S2O32-) : 2 n S2O82- = 5 x 10-5 mol Δ[S2O82-] = - n S2O82- : Vtotal Δ[S2O82-] = - 7.69 x 10-4 M (tanda negatif hanya menunjukkan spesi tersebut berkurang) βπ Setelah ini kita gunakan persamaan v = βπ‘ untuk menentukan laju reaksi 6 1.1 Pengaruh Konsentrasi I- pada Laju Reaksi Kemolaran pereaksi βt (detik) Laju (M/detik) 0,20 10 7.69 x 10-5 0,20 0,20 35 2.2 x 10-5 3 0,10 0,20 75 1.03 x 10-5 4 0,05 0,20 175 0.44 x 10-5 βt (detik) Laju (M/detik) Percobaan KI (M) (NH4)2S2O8 (M) 1 0,40 2 1.2 Pengaruh Konsentrasi S2O82− pada Laju Reaksi Kemolaran pereaksi Percobaan KI (M) (NH4)2S2O8 (M) 1 0,20 0,40 29 2.65 x 10-5 2 0,20 0,20 36 2.14 x 10-5 3 0,20 0,10 92 0.84 x 10-5 4 0,20 0,05 185 0.42 x 10-5 Perhatikan bahwa konsentrasi awal KI dan (NH4)2S2O8 berubah saat awal reaksi terjadi (tidak sesuai dengan konsentrasi awal karena ada penambahan volume) Konsentrasi KI pada bagian 1.1: Percobaan 1: M1V1 = M2V2 π π M2 = π1 1 2 M2 = 0.15 mol/L Percobaan 2: M1V1 = M2V2 π π M2 = π1 1 2 M2 = 0.075 mol/L Percobaan 3: M1V1 = M2V2 π π M2 = π1 1 2 M2 = 0.0375 mol/L 7 Percobaan 4: M1V1 = M2V2 π π M2 = π1 1 2 M2 = 0.01875 mol/L Konsentrasi (NH4)2S2O8 pada bagian 1.1 (konstan): M1V1 = M2V2 π π M2 = π1 1 2 M2 = 0.075 mol/LKonsentrasi KI pada bagian 1.2 (konstan): M1V1 = M2V2 π π M2 = π1 1 2 M2 = 0.075 mol/L Konsentrasi (NH4)2S2O8 pada bagian 1.2: Percobaan 1: M1V1 = M2V2 π π M2 = π1 1 2 M2 = 0.15 mol/L Percobaan 2: M1V1 = M2V2 π π M2 = π1 1 2 M2 = 0.075 mol/L Percobaan 3: M1V1 = M2V2 π π M2 = π1 1 2 M2 = 0.0375 mol/L Percobaan 4: M1V1 = M2V2 π π M2 = 1 1 π2 M2 = 0.01875 mol/L 8 Tabel 1.1 Pengaruh Konsentrasi I- pada Laju Reaksi Kemolaran pereaksi (dalam campuran) βt (detik) Laju (M/detik) 0,075 10 7.69 x 10-5 0,075 0,075 35 2.2 x 10-5 3 0,0375 0,075 75 1.03 x 10-5 4 0,01875 0,075 175 0.44 x 10-5 Percobaan KI (M) (NH4)2S2O8 (M) 1 0,15 2 Selanjutnya kita bisa menentukan orde reaksi terhadap I-: 1. Bandingkan percobaan 1 dan 2 π1 π π£1 ( ) = π2 π£2 2x = 3.5 x=1.8 2. Bandingkan percobaan 2 dan 3 π1 π π£1 ( ) = π2 π£2 x 2 = 2.14 x=1.1 3. Bandingkan percobaan 3 dan 4 π1 π π£1 ( ) = π2 π£2 2x = 2.34 x=1.23 4. Rata ratakan x yang didapat dari ketiga perbandingan xrata rata= 1.38 Maka orde reaksi terhadap I- adalah 1.38 9 Tabel 1.2 Pengaruh Konsentrasi S2O82− pada Laju Reaksi Kemolaran pereaksi (dalam campuran) βt (detik) Laju (M/detik) 0,15 29 2.65 x 10-5 0,075 0,075 36 2.14 x 10-5 3 0,075 0,0375 92 0.84 x 10-5 4 0,075 0,01875 185 0.42 x 10-5 Percobaan KI (M) (NH4)2S2O8 (M) 1 0,075 2 Selanjutnya kita bisa menentukan orde reaksi terhadap S2O82-: 1. Bandingkan percobaan 1 dan 2 π1 π π£1 ( ) = π2 π£2 2x = 1.24 x=0.3 2. Bandingkan percobaan 2 dan 3 π2 π π£2 ( ) = π3 π£3 2x = 2.55 x=1.35 3. Bandingkan percobaan 3 dan 4 π3 π π£3 ( ) = π4 π£4 x 2 =2 x=1 4. Rata ratakan x yang didapat dari ketiga perbandingan xrata rata= 0.89 Maka orde reaksi terhadap S2O82- adalah 0.89 10 Setelah mendapatkan orde terhadap kedua spesi, kita bisa mendapatkan k : π£ = π[πΌ − ]1.38 [π2 π8 2− ]0.89 π£ π = [πΌ−]1.38 [π π 2− ]0.89 2 8 1. Tinjau dari bagian 1.1: Percobaan 1: k = 0.012 Percobaan 2: k = 0.008 Percobaan 3: k = 0.009 Percobaan 4: k = 0.012 krata rata = 0.01 2. Tinjau dari bagian 1.2: Percobaan 1: k = 0.005 Percobaan 2: k = 0.008 Percobaan 3: k = 0.006 Percobaan 4: k = 0.005 krata rata = 0.006 3. Cari krata rata dari bagian 1.1 dan bagian 1.2: krata rata = 0.008 Maka nilai konstanta laju reaksi adalah 8 x 10-3 M-1.27s-1 Setelah mengetahui orde terhadap masing masing pereaksi dan konstanta laju reaksi, berdasarkan hukum laju reaksi diketahui persamaan laju reaksi I- dan S2O82- yaitu π£ = 8 π₯ 10−3 [πΌ − ]1.38 [π2 π8 2− ]0.89 11 Tabel 1.3 Pengaruh Penambahan Cu(NO3)2 pada Laju Reaksi Kemolaran pereaksi (dalam campuran) βt (detik) Laju (M/detik) 0,075 16 4.8 x 10-5 0,075 0,075 4 19.2 x 10-5 3 0,0375 0,075 48 1.6 x 10-5 4 0,01875 0,075 28 2.75 x 10-5 Percobaan KI (M) (NH4)2S2O8 (M) 1 0,15 2 Perhatikan bahwa reaksi tidak berubah, berarti orde terhadap masing masing pereaksi tetap sama dan perubahan laju reaksi diakibatkan oleh perubahan nilai konstanta laju reaksi. π£ = π[πΌ − ]1.38 [π2 π8 2− ]0.89 π£ π = [πΌ−]1.38 [π π 2− ]0.89 2 8 Percobaan 1: k = 0.007 Percobaan 2: k = 0.069 Percobaan 3: k = 0.014 Percobaan 4: k = 0.067 krata rata = 0.039 Maka nilai konstanta laju reaksi yang baru adalah 39 x 10-3 M-1.27s-1 Persamaan hukum laju reaksi yang baru adalah π£ = 39 π₯ 10−3 [πΌ − ]1.38 [π2 π8 2− ]0.89 12 Bagian 2: Penentuan energi pengaktifan reaksi redoks Fe3+ dengan S2O32Tabel 2.1 Pengaruh temperatur terhadap Reaksi Redoks Fe3+ dengan S2O32Temperatur Reaksi Waktu pencampuran sampai terjadi perubahan warna biru ke bening tidak berwarna 25 ΛC 35 detik 45 ο°C 10 detik 65 ο°C 6 detik Sebelum mengolah data, kita tentukan dulu reaksi setaranya. 2πΉπ 3+ (ππ) + 2π2 π3 2− (ππ) → 2πΉπ 2+ (ππ) + π4 π6 2− (ππ) Selanjutnya tentukan konsentrasi awal Fe3+ dan S2O32- di dalam campuran. 2 × 0.05 [Fe3+] = 4 [Fe3+] = 0.025M 2 × 0.1 [S2O32-] = 4 [S2O32-] = 0.05M Misal Fe3+ = A dan S2O32- = B π΄ + π΅ → πππππ’π πΌ: 0.025π + 0.05π → − πΆ: −π₯ − π₯ → π₯ πΌ: 0.025π − π₯ + 0.05π − π₯ → π₯ Karena Koefisien kedua reaktan sama maka reaktan pembatas x diambil Fe3+ dengan konsentrasi 0.025 M. Maka tersisa S2O32- sebanyak 0.025M dan Fe3+ sebanyak 0 Setelah diketahui nilai nilai tersebut bisa digunakan rumus π₯3 π₯3 4π΅ π₯ 3 π₯ 4 π΅ π₯4 π₯5 [π΅02 (π΄20 π₯ − π΄0 π₯ 2 + 3 ) − π΄20 (π΅0 π₯ 3 − 3 ) + π΄0 ( 30 − 2 ) − 02 + ] 5 π= π‘ Maka akan didapatkan 3 nilai k. Pada suhu 25 ο°C, nilai k = 9.77655 . 10-11 Pada suhu 45 ο°C, nilai k = 9.16167 . 10-11 Pada suhu 65 ο°C, nilai k = 8.61956 . 10-11 13 Setelah mengetahui nilai k untuk setiap suhu, dapat diterapkan regresi linear untuk persamaan berikut ln π = ln π΄ − πΈπ π π Dengan y = ln k, x = 1/T, dan m = -Ea/R Pada suhu 25 ο°C = 298 K, nilai k = 9.77655 . 10-11 → ln k = 2.27999 x 10-11 Pada suhu 45 ο°C = 318 K, nilai k = 9.16167 . 10-11 → ln k = 2.21503 x 10-11 Pada suhu 65 ο°C = 338 K, nilai k = 8.61956 . 10-11 → ln k = 2.15403 x 10-11 Kurva ln k terhadap 1/T 2.3 ln K (*10-11) 2.25 2.2 2.15 2.1 2.05 1/298 1/318 1/338 1/T (1/K) Didapatkan persamaan y = -3,17.10-9x + 1,22.10-11 Diketahui: πΈπ m = 3.17 x 10-9 = - π Ea = -3.8125 x 10-10 J 14 Bagian 3: Reaksi Briggs-Rauscher; Mekanisme reaksi kompleks Hasil Pengamatan: Setelah ketiga larutan dicampur, terjadi perubahan warna dari bening ke kuning kecoklatan lalu ke biru tua lalu kembali ke bening dan berulang lagi secara terus menerus. Reaksi sempat berhenti di warna biru tua, dan tidak menunjukkan perubahan warna yang signifikan namun berlanjut lagi setelah dikocok. Bagian 4: Pengaruh katalis pada reaksi kimia Hasil Pengamatan: Setelah dituangkan larutan KI, segera terbentuk gelembung yang sangat banyak dan sedikit asap putih. Jumlah gelembung yang dihasilkan jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan volume larutan di awal sebelum reaksi terjadi. 5. Pembahasan Pada bagian 1, pertama ditentukan dulu reaksi setara dari I- dan S2O82-. Hal ini dilakukan agar kita bisa menentukan mengapa terjadi perubahan warna pada campuran dan bagaimana cara mengukur laju reaksi berdasarkan perubahan warna. Didapatkan bahwa perubahan warna terjadi karena ada ion I3- yang bebas dan terikat dengan kanji. Hal ini hanya bisa terjadi ketika S2O32- telah habis bereaksi dan menyisakan I3-. Oleh karena itu ditentukan perubahan konsentrasi zat yang dipakai adalah S2O32- setelah perubahan konsentrasi S2O32- didapat, kita bisa menentukan laju reaksi menggunakan perbandingan perubahan konsentrasi S2O32- dan S2O82-, dalam percobaan ini laju reaksi adalah pengurangan konsentrasi S2O82- per waktu perubahan warna. Setelah laju reaksi didapat, maka dapat ditentukan orde laju reaksi terhadap masing masing reaktan melalui perbandingan hukum laju reaksi. Setelah orde laju reaksi terhadap masing masing reaktan didapat, Kita bisa menentukan konstanta laju reaksi. Dalam menghitung konstanta laju reaksi, perlu diingat bahwa konsentrasi awal masing masing reaktan tidak sesuai dengan pada saat kita mengambil reaktan tersebut dari botol karena adanya penambahan volume. Terutama pada reaktan KI yang dicampur dengan kanji dan Na2S2O3 terlebih dahulu. Setelah kita mendapatkan konstanta laju reaksi, maka kita akan mendapatkan persamaan hukum laju reaksi. Setelah itu kita bisa menambahkan zat lain dan melihat apa pengaruhnya terhadap laju reaksi. Dalam bagian 1.3 kita tambahkan Cu(NO3)2 sebanyak satu tetes. Karena penambahan volume yang tidak signifikan maka kita bisa mengabaikan penambahan volume tersebut dan hanya melihat pengaruhnya terhadap laju reaksi. Perlu diketahui bahwa orde laju reaksi terhadap masing masing reaktan tidak berubah. Variabel yang terikat dalam percobaan ini adalah nilai k. Setelah dilakukan percobaan, maka diperoleh k yang lebih besar dari percobaan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa saat dilakukan percobaan reaksi terjadi lebih cepat dari percobaan sebelumya. Kita dapat berasumsi bahwa zat yang ditambahkan merupakan katalis, karena mempercepat laju reaksi. Kesalahan yang mungkin terjadi pada bagian 1 adalah pada saat perhitungan waktu. Dimana ketelitan waktu yang diukur hanya mencapai detik. Hal ini terlihat pada orde reaksi yang 15 didapat. Dalam kondisi ideal orde reaksi seringkali mendekati bilangan bulat. Baiknya adalah percobaan dilakukan berulang kali. Selain untuk mencari orde reaksi, dengan banyaknya jumlah percobaan yang dilakukan maka semakin banyak pula nilai perbandingan yang didapat. Sehingga kita bisa merata ratakan dari beberapa nilai untuk mencapai nilai yang lebih dekat ke kondisi ideal. Kesalahan juga bisa terjadi pada saat memasukkan tabung kimia ke dalam waterbath, apabila ada air yang masuk ke dalam gelas kimia, maka konsentrasi reaktan akan berubah dan merubah perhitungan k. Sekali lagi, perhitungan k dapat dilakukan berulang kali karena banyaknya percobaan yang dilakukan sehingga meminimalisir galat. Pada bagian 2, pertama ditentukan terlebih dahulu persamaan reaksi setara dari Fe3+ dan S2O32-. Hal ini perlu karena selanjutnya kita akan melakukan operasi stoikiometri terhadap persamaan berdasarkan data yang tersedia. Setelah menentukan reaktan pembatas dan hasil akhir reaksi, bisa ditentukan nilai konstanta laju reaksi (k) untuk setiap suhu. Perlu diingat bahwa meskipun reaksi yang terjadi sama persis, apabila suhu berbeda maka akan menyebabkan perubahan pada nilai k. Setelah mendapatkan nilai k maka kita bisa melakukan regresi linear 1/T terhadap ln k untuk mendapatkan gradien m = -Ea/RT untuk menentukan energi aktivasi. Energi aktivasi yang didapat cukup masuk akal karena yang terlihat dari pengamatan tidak ada perubahan suhu signifikan dari campuran ketika bereaksi, yang berarti energi yang dihasilkan ataupun diserap oleh reaksi tidak begitu banyak. Kesalahan yang dapat terjadi dalam bagian 2 adalah kesalahan dalam perhitungan. Karena keterbatasan kalkulator yang hanya bisa menghitung angka angka terbatas, maka perhitungan harus dilakukan sebanyak 3 sampai 4 kali dan sangat mungkin terjadi salah perhitungan oleh penghitung. Angka yang dihasilkan pun sangat dekat satu sama lain sehingga sulit untuk melihat perubahan k terhadap suhu. Mungkin jika perubahan suhu dibuat lebih ekstrem lagi maka hasil regresi yang dibuat bisa lebih akurat. Pada bagian 3, diketahui dari literatur bahwa larutan yang terlibat adalah larutan A yaitu 100mL H2O2 9%, larutan B yaitu campuran antara larutan H2SO4 1M sebanyak 10mL dan 4.3g KIO3 yang dilarutkan ke dalam 80 ml akuades, larutan C yaitu larutan kanji yang dibuat dengan cara melarutkan 0.1 g kanji dalam 90mL air mendidih lalu ditambahkan 1.5g CH2(COOH)2 dan 0.4g MnSO4•H2O setelah larutan dingin lalu dilarutkan dalam air hingga volume 100 mL. Secara singkat, reaksi kompleks ini bisa disimpulkan dalam 2 reaksi: IO3- + 2 H2O2 + H1+ → HOI + 2 O2 + 2 H2O HOI + CH2(CO2H)2 → ICH(CO2H)2 + H2O Saat reaksi terjadi, campuran menjadi kuning karena I- bereaksi dengan HOI dalam keadaan basa untuk menghasilkan I2. Lalu larutan berubah menjadi biru tua karena I- bereaksi dengan I2 dengan adanya kanji untuk menghasilkan I5- yang terselubung dalam amilum dalam campuran. Reaksi berlanjut dengan menghabiskan I2 lebih cepat dari produksinya sehingga menghilangkan I5- dan meningkatkan konsentrasi I- yang tidak berwarna. Reaksi ini terus menerus terjadi bolak balik hingga CH2(COOH)2 atau KIO3 habis. Reaksi ini karena berlangsung bolak balik dalam periode tertentu disebut juga reaksi osilasi. 16 Pada bagian 4, pertama ditambahkan terlebih dahulu H2O2 ke dalam tabung kimia lalu ditambahkan detergen cair. Detergen cair disini berfungsi untuk menunjukkan adanya gas O2 yang terbentuk nantinya. Ketika gas O2 terbentuk maka gelembung dari detergen cair akan memerangkap gas tersebut sehingga terjadi gelembung. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa reaksi tidak langsung terjadi. Padahal reaksi H2O2 menjadi gas O2 tidak bergantung pada penambahan reaktan lain. Reaksinya sebagai berikut: 2π»2 π2 (ππ) → 2π»2 π(π) + π2 (π) Diketahui dari literatur bahwa reaksi tersebut sangat lama terjadi karena energi aktivasinya yang besar. Setelah ditambahkan KI, maka reaksi tersebut terbagi menjadi beberapa langkah berikut: π»2 π2 (ππ) + πΌ − (ππ) → π»2 π(π) + πΌπ(π) π»2 π(π) + πΌπ(π) → π»2 π(π) + π2 (π) + πΌ − (π) Diketahui pula dari literatur bahwa reaksi baru ini memiliki energi aktivasi yang jauh lebih rendah, maka reaksi berlangsung menjadi sangat cepat. Gas O2 yang terbentuk menjadi sangat banyak dan mendorong detergen cair untuk menjadi gelembung yang meluncur ke atas dan menjadi sangat banyak pula. Tanpa adanya detergen cair, gas O2 yang dihasilkan tidak akan terlihat dan menghilang begitu saja ke atmosfer. 6. Kesimpulan 1. Persamaan laju reaksi S2O82- dan I- menurut hukum laju reaksi tanpa penambahan katalis Cu(NO3)2 adalah π£ = 8 π₯ 10−3 [πΌ − ]1.38 [π2 π8 2− ]0.89 Sedangkan persamaan laju reaksi dengan penambahan katalis Cu(NO3)2 adalah π£ = 39 π₯ 10−3 [πΌ − ]1.38 [π2 π8 2− ]0.89 2. Energi pengaktifan reaksi redoks Fe3+ dengan S2O32- adalah -3.8125 x 10-10 J 3. Mekanisme reaksi Briggs-Rauscher dapat dirangkum dalam dua reaksi berikut: IO3- + 2 H2O2 + H1+ → HOI + 2 O2 + 2 H2O HOI + CH2(CO2H)2 → ICH(CO2H)2 + H2O 4. Pengaruh katalis KI dalam reaksi penguraian H2O2 adalah menurunkan energi aktivasi dan mempercepat laju reaksi 17 7. Daftar Pustaka Harper, A., and Nickels, K. 2008: Teacher’s Notes. Queensland University of Technology, England Brady, J. 2009: Kimia Universitas Asas & Struktur. Binarupa Aksara Publisher, Indonesia http://www.uni-kiel.de/phc/temps/vorlesung/PC-3.pdf (diakses 14 Maret 2021) https://projects.ncsu.edu/project/chemistrydemos/Kinetics/BriggsRauscher.pdf (diakses 14 Maret 2021) 18