Uploaded by Ilham Muhammad Adriansyah

E 16420344 Ilham Muhammad Adriansyah P-1.4 1

advertisement
Laporan Praktikum
KI-1201 Kimia Dasar IIA
Modul 1
Kinetika Kimia
Nama
: Ilham Muhammad Adriansyah
NIM
: 16420344
Tanggal Praktikum
: Senin, 8 Maret 2021
Shift Praktikum
: P-1.4
Kelompok
:E
Nama Asisten
: Athallah Zaidan (12519064)
LABORATORIUM KIMIA DASAR
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021
1. Tujuan Percobaan
1. Menentukan persamaan laju reaksi S2O82- dan I2. Menentukan energi pengaktifan reaksi redoks Fe3+ dengan S2O323. Menentukan mekanisme reaksi Briggs-Rauscher
4. Menentukan pengaruh katalis dalam reaksi kimia
2. Teori Dasar
Kinetika kimia adalah ilmu yang membahas tentang kecepatan reaksi kimia. Salah satu
tujuannya adalah mempelajari faktor-faktor yang mengawasi berapa cepatnya suati perubahan
terjadi. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam empat golongan besar:
1. Sifat Pereaksi dan hasil reaksi. Beberapa reaksi secara alamiah memang cepat dan lainnya
lambat. Hal ini bergantung pada penampilan kimia molekul-molekul atau ion-ion yang
terlibat.
2. Konsentrasi zat-zat yang bereaksi. Untuk dua molekul yang saling bereaksi, haruslah dapat
bersentuhan dan kemungkinan hal ini terjadi dalam suatu campuran yang homogen akan lebih
besar apabila konsentrasinya naik. Kecepatan reaksi juga tergantung dari daerah yang
berhubungan antara fase-fase. Karena lebih banyak partikel-partikel kecil akan memperluas
permukaan, maka memperkecil ukuran partikel akan menaikkan kecepatan reaksi.
3. Pengaruh suhu. Hampir semua reaksi kimia akan berjalan lebih cepat apabila suhu
dinaikkan.
4. Pengaruh penambahan zat luar yang disebut katalis. Kecepatan dari banyak reaksi termasuk
reaksi biokimia, akan dipengaruhi zat-zat yang disebut katalis yang tak mengalami perubahan
zat selama terjadinya reaksi.
Pada umunya, kecepatan dari reaksi kimia dapat dinyatakan sebagai perbandingan dari
perubahan konsentrasi suatu pereaksi atau hasil reaksi dengan perubahan waktu. Dalam reaksi
kimia, kecepatan umumnya dinyatakan dalam mol per liter per detik.
πΎπ‘’π‘π‘’π‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘˜π‘ π‘– π‘˜π‘–π‘šπ‘–π‘Ž =
π‘ƒπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘˜π‘œπ‘›π‘ π‘’π‘›π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘–
π‘€π‘Žπ‘˜π‘‘π‘’
Untuk menentukan kecepatan suatu reaksi kimia, harus diukur berapa kecepatan perubahan
dari suatu pereaksi atau hasil reaksi. Dalam praktiknya, yang dilihat adalah zat yang
konsentrasinya mudah diikuti dan akan ditentukan kadarnya pada waktu-waktu tertentu. Pada
reaksi yang lebih kompleks, kecepatan pembentukan dari berbagai hasil reaksi dan kecepatan
hilangnya berbagai pereaksi tak sama, tetapi ada hubungannya dengan koefisien dalam
persamaan yang setara. Misalnya pada reaksi
𝑁2 (𝑔) + 3𝐻2 (𝑔) → 2𝑁𝐻3 (𝑔)
2
Terlihat bahwa untuk setiap molekul N2 yang bereaksi, akan bereaksi 3 molekul H2. Berarti
hidrogen akan hilang tiga kali lebih cepat dari nitrogen. Koefisien juga menyatakan bahwa
dua molekul NH3 dibentuk dari tiap satu molekul N2, sehingga kecepatan pembentukan NH3
adalah dua kali lebih cepat daripada hilangnya N2.
Pengukuran kecepatan suatu reaksi kimia, pengukuran konsentrasi yang dipantau, serta cara
yang dipakai untuk mengukur perubahan tergantung pada sifat reaksi. Misalnya, untuk reaksi
gas, tekanan dapat dipantau apabila ada perubahan dalam jumlah mol gas ketika reaksi
berjalan. Dalam hal lain, apabila melibatkan pereaksi atau hasil yang berwarna maka
intensitas warna dapat dipantau selama reaksi. Cara apapun yang dipakai untuk menganalisis
harus cepat, teliti, dan tidak boleh mengganggu jalannya reaksi yang diperiksa.
Untuk tiap reaksi, salah satu yang memegang peranan penting adalah konsentrasi pereaksi.
Umumnya, apabila kita mengikuti suatu reaksi kimia sesudah waktu tertentu, ternyata bahwa
kecepatannya secara bertahap berkurang ketika pereaksi mulai terpakai. Dari sini kita
simpulkan bahwa kecepatan ada hubungannya dengan konsentrasi zat-zat yang bereaksi.
Kenyataannya, kecepatan hampir selalu sebanding dengan konsentrasi pereaksi. Berarti untuk
reaksi umum
𝐴→𝐡
Kecepatannya berbanding lurus dengan konsentrasi A dengan orde tertentu x. Atau bisa
ditulis
π‘˜π‘’π‘π‘’π‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› 𝛼 [𝐴]π‘₯
Eksponen x adalah orde reaksi. Apabila x = 1, orde reaksi satu. Contohnya adalah reaksi
penguraian siklopropana menjadi propilena.
Orde reaksi kedua, orde reaksi ketiga, dan reaksi-reaksi berorde lebih tinggi kemungkinan
juga ada, seperti juga reaksi di mana x merupakan pecahan. Ada juga contoh-contoh dari
reaksi orde nol dengan harga x = 0. Untuk reaksi yang memiliki orde nol maka kecepatan
reaksinya tetap dan tidak tergantung dari konsentrasi pereaksi. Contohnya adalah penguraian
dari amonia pada suatu permukaan logam Pt atau tungsten. Kecepatan reaksi penguraian
amonia akan selalu sama, berapapun konsentrasinya. Contoh lain dari reaksi orde nol adalah
proses keluarnya etil alkohol dari tubuh. Berapapun banyaknya jumlah alkohol yang ada
dalam peredaran darah, kecepatan pengeluarannya dari tubuh tetap. Ini berarti kecepatan tidak
bergantung dari konsentrasi. Fakta yang penting adalah tidak selalu adanya hubungan
langsung antara koefisien dalam persamaan kimia yang setara dan orde reaksi. Nilai x hanya
dapat ditentukan dengan percobaan.
Dalam reaksi yang lebih kompleks seperti
𝐴 + 𝐡 → β„Žπ‘Žπ‘ π‘–π‘™ π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘˜π‘ π‘–
3
Kecepatan biasanya tergantung dari konsentrasi A dan B. Secara normal, menaikkan
konsentrasi A atau B akan menaikkan kecepatan reaksi dan kecepatannya adalah sebanding
dengan hasil konsentrasi A dan B masing-masing akan naik sampai beberapa pangkat.
π‘˜π‘’π‘π‘’π‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› 𝛼 [𝐴]π‘₯ [𝐡]𝑦
Dalam hal ini dikatakan bahwa orde reaksi terhadap A adalah x dan terhadap B adalah y.
Dapat juga kita menulis keseluruhan dari orde reaksi yaitu jumlah dari eksponen pada
konsentrasi yang dimaksud. Pada contoh ini, jumlahnya adalah x + y.
Perbandingan yang diberikan oleh pernyataan sebelumnya dapat diubah menjadi persamaan
dengan memberikan suatu konstanta k, yang kita sebut konstanta kecepatan. Persamaan yang
didapat disebut hukum kecepatan untuk reaksi.
π‘˜π‘’π‘π‘’π‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› = π‘˜[𝐴]π‘₯ [𝐡}𝑦
Perlu diingat bahwa nilai k hanya berlaku untuk suhu tertentu. Untuk reaksi yang sama namun
berlangsung pada suhu yang berbeda, nilai k akan berbeda.
Kita dapat menentukan persamaan kecepatan dengan melakukan suatu deret percobaan di
mana konsentrasi mula-mula dari pereaksi dibuat berlainan secara sistematik. Apabila
konsentrasi pereaksi berubah dengan faktor tertentu maka kecepatan akan berubah dengan
harga faktor ini yang dipangkatkan dengan eksponen pada persamaan kecepatan untuk
pereaksinya.
Untuk menentukan nilai energi aktivasi (energi yang diperlukan agar suatu reaksi berlangsung
spontan) suatu reaksi, kita bisa menggunakan persamaan Arrhenius:
πΈπ‘Ž
π‘˜ = 𝐴𝑒 −𝑅𝑇
Dalam persamaan ini, e adalah dasar logaritma natural, R = konstanta gas, T = suhu absolut,
k = konstanta kecepatan, dan Ea = energi aktivasi. Faktor A adalah suatu konstanta yang
besarnya tergantung dari frekuensi Tumbukan dan juga bagaimana pentingnya orientasi
molekuler ketika tumbukan.
Persamaan Arrhenius memberikan cara untuk menentukan besarnya energi aktivasi (juga
faktor A) dari pengukuran konstanta kecepatan minimum pada dua suhu yang berbeda.
Dengan mengambil logaritma natural dari persamaan sebelumnya didapat
ln π‘˜ = ln 𝐴 −
πΈπ‘Ž
𝑅𝑇
Persamaan ini dapat kita bandingkan dengan persamaan garis lurus.
𝑦 = 𝑏 + π‘šπ‘₯
4
Jadi, plot dari ln k terhadap 1/T juga merupakan garis lurus di mana gradien m sama dengan
-Ea/R dan harga b pada ordinat (sumbu vertikal adalah ln A)
Kita juga dapat menghitung Ea apabila harga k dapat ditentukan pada dua suhu yang berbeda.
Dengan membagi persamaan untuk suhu pertama dan suhu kedua, kita mendapatkan
persamaan berikut:
𝐸
1 1
π‘˜1
( π‘Ž )( − )
𝑅
𝑇
2 𝑇1
= 𝑒
π‘˜2
3. Cara Kerja
Bagian 1: Penentuan persamaan laju reaksi S2O82- dan I1. 5mL kanji diukur dan dimasukkan ke gelas kimia 250 mL.
2. 10mL Na2S2O3 diukur dengan pipet volumetrik.
3. Larutan Na2S2O3 ditambahkan ke larutan kanji.
4. Larutan KI 0.4 M diukur sebanyak 25 mL dengan pipet volumetrik.
5. Tambahkan larutan KI ke campuran sebelumnya.
6. Larutan (NH4)2S2O8 diukur sebanyak 25 mL dengan pipet volumetrik
7. Larutan (NH4)2S2O8 dimasukkan ke gelas kimia 150 mL yang bersih.
8. Kedua larutan disamakan suhunya dengan waterbath.
9. Kedua larutan dikeluarkan dari waterbath.
10. Larutan (NH4)2S2O8 dicampurkan ke campuran kanji lalu stopwatch segera dinyalakan.
11. Waktu dicatat ketika larutan berubah menjadi biru.
12. Prosedur diulangi dengan variasi konsentrasi KI
13. Prosedur diulangi dengan variasi konsentrasi (NH4)2S2O8
13. Prosedur diulangi dengan penambahan 1 tetes Cu(NO3)2 dan variasi konsentrasi KI
Bagian 2: Penentuan energi pengaktifan reaksi redoks Fe3+ dengan S2O321. 2mL larutan Fe3+ dimasukkan ke tabung reaksi 1,2, dan 3.
2. 2mL larutan S2O32- dimasukkan ke tabung reaksi A, B, dan C.
3. Tabung 1 dan tabung A dimasukkan ke dalam air pada suhu ruang.
4. Suhu air diukur dengan termometer lalu dicatat.
5. Isi tabung A dimasukkan ke tabung 1 lalu stopwatch segera dinyalakan.
6. Waktu dicatat ketika campuran berubah menjadi bening.
7. Tabung 2 dan tabung B dimasukkan ke dalam air hangat.
8. Suhu air diukur dengan termometer lalu dicatat.
9. Isi tabung B dimasukkan ke tabung 2 lalu stopwatch segera dinyalakan.
10. Waktu dicatat ketika campuran berubah menjadi bening.
11. Tabung 3 dan tabung C dimasukkan ke dalam air panas.
12. Suhu air diukur dengan termometer lalu dicatat.
13. Isi tabung C dimasukkan ke tabung 3 lalu stopwatch segera dinyalakan.
5
14. Waktu dicatat ketika campuran berubah menjadi bening.
Bagian 3: Reaksi Briggs Rauscher; Mekanisme reaksi kompleks
1. Larutan A dituangkan ke dalam gelas kimia 250 mL.
2. Larutan B dan C ditambahkan ke dalam gelas kimia pada waktu yang bersamaan.
3. Perubahan yang terjadi diamati.
Bagian 4: Pengaruh katalis pada reaksi kimia
1. 20mL larutan H2O2 dituangkan ke gelas ukur 100 mL.
2. Detergen cair ditambahkan ke larutan H2O2 lalu diaduk hingga rata.
3. Larutan KI dipipet ke dalam larutan H2O2 lalu segera dijauhi.
4. Perubahan yang terjadi diamati.
4. Data dan Pengolahan
Bagian 1: Penentuan persamaan laju reaksi S2O82- dan IPersamaan Laju reaksi:
𝑣 = π‘˜[𝐼 − ]π‘₯ [𝑆2 𝑂8 2− ]𝑦
Untuk mengetahui laju reaksi, pertama tentukan dulu persamaan reaksi setaranya (gunakan
reaksi ion bersih) :
𝑆2 𝑂8 2− (π‘Žπ‘ž) + 3𝐼 − (π‘Žπ‘ž) → 2𝑆𝑂4 2− (π‘Žπ‘ž) + 𝐼3 − (π‘Žπ‘ž)
2𝑆2 𝑂32− (π‘Žπ‘ž) + 𝐼3 − (π‘Žπ‘ž) → 𝑆4 𝑂6 2− (π‘Žπ‘ž) + 3𝐼 − (π‘Žπ‘ž)
Indikator reaksi adalah perubahan warna menjadi biru yang diakibatkan oleh ion I3- bebas
yang berikatan dengan kanji, dengan kata lain, perubahan warna biru hanya akan terjadi
ketika I3- berhenti bereaksi dengan S2O32- (S2O32- habis). Maka kita bisa menentukan laju
reaksi dari perbandingan mol:
2 x n I3- = n S2O322 x n S2O82- = n S2O32n S2O82- = (M Na2S2O32- x V Na2S2O32-) : 2
n S2O82- = 5 x 10-5 mol
Δ[S2O82-] = - n S2O82- : Vtotal
Δ[S2O82-] = - 7.69 x 10-4 M (tanda negatif hanya menunjukkan spesi tersebut berkurang)
βˆ†π‘€
Setelah ini kita gunakan persamaan v = βˆ†π‘‘ untuk menentukan laju reaksi
6
1.1 Pengaruh Konsentrasi I- pada Laju Reaksi
Kemolaran pereaksi
βˆ†t (detik)
Laju (M/detik)
0,20
10
7.69 x 10-5
0,20
0,20
35
2.2 x 10-5
3
0,10
0,20
75
1.03 x 10-5
4
0,05
0,20
175
0.44 x 10-5
βˆ†t (detik)
Laju (M/detik)
Percobaan
KI (M)
(NH4)2S2O8 (M)
1
0,40
2
1.2 Pengaruh Konsentrasi S2O82− pada Laju Reaksi
Kemolaran pereaksi
Percobaan
KI (M)
(NH4)2S2O8 (M)
1
0,20
0,40
29
2.65 x 10-5
2
0,20
0,20
36
2.14 x 10-5
3
0,20
0,10
92
0.84 x 10-5
4
0,20
0,05
185
0.42 x 10-5
Perhatikan bahwa konsentrasi awal KI dan (NH4)2S2O8 berubah saat awal reaksi terjadi (tidak
sesuai dengan konsentrasi awal karena ada penambahan volume)
Konsentrasi KI pada bagian 1.1:
Percobaan 1:
M1V1 = M2V2
𝑀 𝑉
M2 = 𝑉1 1
2
M2 = 0.15 mol/L
Percobaan 2:
M1V1 = M2V2
𝑀 𝑉
M2 = 𝑉1 1
2
M2 = 0.075 mol/L
Percobaan 3:
M1V1 = M2V2
𝑀 𝑉
M2 = 𝑉1 1
2
M2 = 0.0375 mol/L
7
Percobaan 4:
M1V1 = M2V2
𝑀 𝑉
M2 = 𝑉1 1
2
M2 = 0.01875 mol/L
Konsentrasi (NH4)2S2O8 pada bagian 1.1 (konstan):
M1V1 = M2V2
𝑀 𝑉
M2 = 𝑉1 1
2
M2 = 0.075 mol/LKonsentrasi KI pada bagian 1.2 (konstan):
M1V1 = M2V2
𝑀 𝑉
M2 = 𝑉1 1
2
M2 = 0.075 mol/L
Konsentrasi (NH4)2S2O8 pada bagian 1.2:
Percobaan 1:
M1V1 = M2V2
𝑀 𝑉
M2 = 𝑉1 1
2
M2 = 0.15 mol/L
Percobaan 2:
M1V1 = M2V2
𝑀 𝑉
M2 = 𝑉1 1
2
M2 = 0.075 mol/L
Percobaan 3:
M1V1 = M2V2
𝑀 𝑉
M2 = 𝑉1 1
2
M2 = 0.0375 mol/L
Percobaan 4:
M1V1 = M2V2
𝑀 𝑉
M2 = 1 1
𝑉2
M2 = 0.01875 mol/L
8
Tabel 1.1 Pengaruh Konsentrasi I- pada Laju Reaksi
Kemolaran pereaksi (dalam campuran)
βˆ†t (detik)
Laju (M/detik)
0,075
10
7.69 x 10-5
0,075
0,075
35
2.2 x 10-5
3
0,0375
0,075
75
1.03 x 10-5
4
0,01875
0,075
175
0.44 x 10-5
Percobaan
KI (M)
(NH4)2S2O8 (M)
1
0,15
2
Selanjutnya kita bisa menentukan orde reaksi terhadap I-:
1. Bandingkan percobaan 1 dan 2
𝑀1 𝑋 𝑣1
( ) =
𝑀2
𝑣2
2x = 3.5
x=1.8
2. Bandingkan percobaan 2 dan 3
𝑀1 𝑋 𝑣1
( ) =
𝑀2
𝑣2
x
2 = 2.14
x=1.1
3. Bandingkan percobaan 3 dan 4
𝑀1 𝑋 𝑣1
( ) =
𝑀2
𝑣2
2x = 2.34
x=1.23
4. Rata ratakan x yang didapat dari ketiga perbandingan
xrata rata= 1.38
Maka orde reaksi terhadap I- adalah 1.38
9
Tabel 1.2 Pengaruh Konsentrasi S2O82− pada Laju Reaksi
Kemolaran pereaksi (dalam campuran)
βˆ†t (detik)
Laju (M/detik)
0,15
29
2.65 x 10-5
0,075
0,075
36
2.14 x 10-5
3
0,075
0,0375
92
0.84 x 10-5
4
0,075
0,01875
185
0.42 x 10-5
Percobaan
KI (M)
(NH4)2S2O8 (M)
1
0,075
2
Selanjutnya kita bisa menentukan orde reaksi terhadap S2O82-:
1. Bandingkan percobaan 1 dan 2
𝑀1 𝑋 𝑣1
( ) =
𝑀2
𝑣2
2x = 1.24
x=0.3
2. Bandingkan percobaan 2 dan 3
𝑀2 𝑋 𝑣2
( ) =
𝑀3
𝑣3
2x = 2.55
x=1.35
3. Bandingkan percobaan 3 dan 4
𝑀3 𝑋 𝑣3
( ) =
𝑀4
𝑣4
x
2 =2
x=1
4. Rata ratakan x yang didapat dari ketiga perbandingan
xrata rata= 0.89
Maka orde reaksi terhadap S2O82- adalah 0.89
10
Setelah mendapatkan orde terhadap kedua spesi, kita bisa mendapatkan k :
𝑣 = π‘˜[𝐼 − ]1.38 [𝑆2 𝑂8 2− ]0.89
𝑣
π‘˜ = [𝐼−]1.38 [𝑆 𝑂 2− ]0.89
2 8
1. Tinjau dari bagian 1.1:
Percobaan 1: k = 0.012
Percobaan 2: k = 0.008
Percobaan 3: k = 0.009
Percobaan 4: k = 0.012
krata rata = 0.01
2. Tinjau dari bagian 1.2:
Percobaan 1: k = 0.005
Percobaan 2: k = 0.008
Percobaan 3: k = 0.006
Percobaan 4: k = 0.005
krata rata = 0.006
3. Cari krata rata dari bagian 1.1 dan bagian 1.2:
krata rata = 0.008
Maka nilai konstanta laju reaksi adalah 8 x 10-3 M-1.27s-1
Setelah mengetahui orde terhadap masing masing pereaksi dan konstanta laju reaksi,
berdasarkan hukum laju reaksi diketahui persamaan laju reaksi I- dan S2O82- yaitu
𝑣 = 8 π‘₯ 10−3 [𝐼 − ]1.38 [𝑆2 𝑂8 2− ]0.89
11
Tabel 1.3 Pengaruh Penambahan Cu(NO3)2 pada Laju Reaksi
Kemolaran pereaksi (dalam campuran)
βˆ†t (detik)
Laju (M/detik)
0,075
16
4.8 x 10-5
0,075
0,075
4
19.2 x 10-5
3
0,0375
0,075
48
1.6 x 10-5
4
0,01875
0,075
28
2.75 x 10-5
Percobaan
KI (M)
(NH4)2S2O8 (M)
1
0,15
2
Perhatikan bahwa reaksi tidak berubah, berarti orde terhadap masing masing pereaksi tetap
sama dan perubahan laju reaksi diakibatkan oleh perubahan nilai konstanta laju reaksi.
𝑣 = π‘˜[𝐼 − ]1.38 [𝑆2 𝑂8 2− ]0.89
𝑣
π‘˜ = [𝐼−]1.38 [𝑆 𝑂 2− ]0.89
2 8
Percobaan 1: k = 0.007
Percobaan 2: k = 0.069
Percobaan 3: k = 0.014
Percobaan 4: k = 0.067
krata rata = 0.039
Maka nilai konstanta laju reaksi yang baru adalah 39 x 10-3 M-1.27s-1
Persamaan hukum laju reaksi yang baru adalah
𝑣 = 39 π‘₯ 10−3 [𝐼 − ]1.38 [𝑆2 𝑂8 2− ]0.89
12
Bagian 2: Penentuan energi pengaktifan reaksi redoks Fe3+ dengan S2O32Tabel 2.1 Pengaruh temperatur terhadap Reaksi Redoks Fe3+ dengan S2O32Temperatur Reaksi
Waktu pencampuran sampai terjadi perubahan warna biru ke bening tidak berwarna
25 ˚C
35 detik
45 ο‚°C
10 detik
65 ο‚°C
6 detik
Sebelum mengolah data, kita tentukan dulu reaksi setaranya.
2𝐹𝑒 3+ (π‘Žπ‘ž) + 2𝑆2 𝑂3 2− (π‘Žπ‘ž) → 2𝐹𝑒 2+ (π‘Žπ‘ž) + 𝑆4 𝑂6 2− (π‘Žπ‘ž)
Selanjutnya tentukan konsentrasi awal Fe3+ dan S2O32- di dalam campuran.
2 × 0.05
[Fe3+] = 4
[Fe3+] = 0.025M
2 × 0.1
[S2O32-] = 4
[S2O32-] = 0.05M
Misal Fe3+ = A dan S2O32- = B
𝐴 + 𝐡 → π‘ƒπ‘Ÿπ‘œπ‘‘π‘’π‘˜
𝐼: 0.025𝑀 + 0.05𝑀 → −
𝐢: −π‘₯ − π‘₯ → π‘₯
𝐼: 0.025𝑀 − π‘₯ + 0.05𝑀 − π‘₯ → π‘₯
Karena Koefisien kedua reaktan sama maka reaktan pembatas x diambil Fe3+ dengan
konsentrasi 0.025 M. Maka tersisa S2O32- sebanyak 0.025M dan Fe3+ sebanyak 0
Setelah diketahui nilai nilai tersebut bisa digunakan rumus
π‘₯3
π‘₯3
4𝐡 π‘₯ 3 π‘₯ 4
𝐡 π‘₯4 π‘₯5
[𝐡02 (𝐴20 π‘₯ − 𝐴0 π‘₯ 2 + 3 ) − 𝐴20 (𝐡0 π‘₯ 3 − 3 ) + 𝐴0 ( 30 − 2 ) − 02 + ]
5
π‘˜=
𝑑
Maka akan didapatkan 3 nilai k.
Pada suhu 25 ο‚°C, nilai k = 9.77655 . 10-11
Pada suhu 45 ο‚°C, nilai k = 9.16167 . 10-11
Pada suhu 65 ο‚°C, nilai k = 8.61956 . 10-11
13
Setelah mengetahui nilai k untuk setiap suhu, dapat diterapkan regresi linear untuk persamaan
berikut
ln π‘˜ = ln 𝐴 −
πΈπ‘Ž
𝑅𝑇
Dengan y = ln k, x = 1/T, dan m = -Ea/R
Pada suhu 25 ο‚°C = 298 K, nilai k = 9.77655 . 10-11 → ln k = 2.27999 x 10-11
Pada suhu 45 ο‚°C = 318 K, nilai k = 9.16167 . 10-11 → ln k = 2.21503 x 10-11
Pada suhu 65 ο‚°C = 338 K, nilai k = 8.61956 . 10-11 → ln k = 2.15403 x 10-11
Kurva ln k terhadap 1/T
2.3
ln K (*10-11)
2.25
2.2
2.15
2.1
2.05
1/298
1/318
1/338
1/T (1/K)
Didapatkan persamaan y = -3,17.10-9x + 1,22.10-11
Diketahui:
πΈπ‘Ž
m = 3.17 x 10-9 = - 𝑅
Ea = -3.8125 x 10-10 J
14
Bagian 3: Reaksi Briggs-Rauscher; Mekanisme reaksi kompleks
Hasil Pengamatan:
Setelah ketiga larutan dicampur, terjadi perubahan warna dari bening ke kuning kecoklatan
lalu ke biru tua lalu kembali ke bening dan berulang lagi secara terus menerus. Reaksi sempat
berhenti di warna biru tua, dan tidak menunjukkan perubahan warna yang signifikan namun
berlanjut lagi setelah dikocok.
Bagian 4: Pengaruh katalis pada reaksi kimia
Hasil Pengamatan:
Setelah dituangkan larutan KI, segera terbentuk gelembung yang sangat banyak dan sedikit
asap putih. Jumlah gelembung yang dihasilkan jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan
volume larutan di awal sebelum reaksi terjadi.
5. Pembahasan
Pada bagian 1, pertama ditentukan dulu reaksi setara dari I- dan S2O82-. Hal ini dilakukan agar
kita bisa menentukan mengapa terjadi perubahan warna pada campuran dan bagaimana cara
mengukur laju reaksi berdasarkan perubahan warna. Didapatkan bahwa perubahan warna
terjadi karena ada ion I3- yang bebas dan terikat dengan kanji. Hal ini hanya bisa terjadi ketika
S2O32- telah habis bereaksi dan menyisakan I3-. Oleh karena itu ditentukan perubahan
konsentrasi zat yang dipakai adalah S2O32- setelah perubahan konsentrasi S2O32- didapat, kita
bisa menentukan laju reaksi menggunakan perbandingan perubahan konsentrasi S2O32- dan
S2O82-, dalam percobaan ini laju reaksi adalah pengurangan konsentrasi S2O82- per waktu
perubahan warna. Setelah laju reaksi didapat, maka dapat ditentukan orde laju reaksi terhadap
masing masing reaktan melalui perbandingan hukum laju reaksi. Setelah orde laju reaksi
terhadap masing masing reaktan didapat, Kita bisa menentukan konstanta laju reaksi. Dalam
menghitung konstanta laju reaksi, perlu diingat bahwa konsentrasi awal masing masing
reaktan tidak sesuai dengan pada saat kita mengambil reaktan tersebut dari botol karena
adanya penambahan volume. Terutama pada reaktan KI yang dicampur dengan kanji dan
Na2S2O3 terlebih dahulu.
Setelah kita mendapatkan konstanta laju reaksi, maka kita akan mendapatkan persamaan
hukum laju reaksi. Setelah itu kita bisa menambahkan zat lain dan melihat apa pengaruhnya
terhadap laju reaksi. Dalam bagian 1.3 kita tambahkan Cu(NO3)2 sebanyak satu tetes. Karena
penambahan volume yang tidak signifikan maka kita bisa mengabaikan penambahan volume
tersebut dan hanya melihat pengaruhnya terhadap laju reaksi. Perlu diketahui bahwa orde laju
reaksi terhadap masing masing reaktan tidak berubah. Variabel yang terikat dalam percobaan
ini adalah nilai k. Setelah dilakukan percobaan, maka diperoleh k yang lebih besar dari
percobaan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa saat dilakukan percobaan reaksi
terjadi lebih cepat dari percobaan sebelumya. Kita dapat berasumsi bahwa zat yang
ditambahkan merupakan katalis, karena mempercepat laju reaksi.
Kesalahan yang mungkin terjadi pada bagian 1 adalah pada saat perhitungan waktu. Dimana
ketelitan waktu yang diukur hanya mencapai detik. Hal ini terlihat pada orde reaksi yang
15
didapat. Dalam kondisi ideal orde reaksi seringkali mendekati bilangan bulat. Baiknya adalah
percobaan dilakukan berulang kali. Selain untuk mencari orde reaksi, dengan banyaknya
jumlah percobaan yang dilakukan maka semakin banyak pula nilai perbandingan yang
didapat. Sehingga kita bisa merata ratakan dari beberapa nilai untuk mencapai nilai yang lebih
dekat ke kondisi ideal. Kesalahan juga bisa terjadi pada saat memasukkan tabung kimia ke
dalam waterbath, apabila ada air yang masuk ke dalam gelas kimia, maka konsentrasi reaktan
akan berubah dan merubah perhitungan k. Sekali lagi, perhitungan k dapat dilakukan berulang
kali karena banyaknya percobaan yang dilakukan sehingga meminimalisir galat.
Pada bagian 2, pertama ditentukan terlebih dahulu persamaan reaksi setara dari Fe3+ dan
S2O32-. Hal ini perlu karena selanjutnya kita akan melakukan operasi stoikiometri terhadap
persamaan berdasarkan data yang tersedia. Setelah menentukan reaktan pembatas dan hasil
akhir reaksi, bisa ditentukan nilai konstanta laju reaksi (k) untuk setiap suhu. Perlu diingat
bahwa meskipun reaksi yang terjadi sama persis, apabila suhu berbeda maka akan
menyebabkan perubahan pada nilai k. Setelah mendapatkan nilai k maka kita bisa melakukan
regresi linear 1/T terhadap ln k untuk mendapatkan gradien m = -Ea/RT untuk menentukan
energi aktivasi. Energi aktivasi yang didapat cukup masuk akal karena yang terlihat dari
pengamatan tidak ada perubahan suhu signifikan dari campuran ketika bereaksi, yang berarti
energi yang dihasilkan ataupun diserap oleh reaksi tidak begitu banyak.
Kesalahan yang dapat terjadi dalam bagian 2 adalah kesalahan dalam perhitungan. Karena
keterbatasan kalkulator yang hanya bisa menghitung angka angka terbatas, maka perhitungan
harus dilakukan sebanyak 3 sampai 4 kali dan sangat mungkin terjadi salah perhitungan oleh
penghitung. Angka yang dihasilkan pun sangat dekat satu sama lain sehingga sulit untuk
melihat perubahan k terhadap suhu. Mungkin jika perubahan suhu dibuat lebih ekstrem lagi
maka hasil regresi yang dibuat bisa lebih akurat.
Pada bagian 3, diketahui dari literatur bahwa larutan yang terlibat adalah larutan A yaitu
100mL H2O2 9%, larutan B yaitu campuran antara larutan H2SO4 1M sebanyak 10mL dan
4.3g KIO3 yang dilarutkan ke dalam 80 ml akuades, larutan C yaitu larutan kanji yang dibuat
dengan cara melarutkan 0.1 g kanji dalam 90mL air mendidih lalu ditambahkan 1.5g
CH2(COOH)2 dan 0.4g MnSO4•H2O setelah larutan dingin lalu dilarutkan dalam air hingga
volume 100 mL. Secara singkat, reaksi kompleks ini bisa disimpulkan dalam 2 reaksi:
IO3- + 2 H2O2 + H1+ → HOI + 2 O2 + 2 H2O
HOI + CH2(CO2H)2 → ICH(CO2H)2 + H2O
Saat reaksi terjadi, campuran menjadi kuning karena I- bereaksi dengan HOI dalam keadaan
basa untuk menghasilkan I2. Lalu larutan berubah menjadi biru tua karena I- bereaksi dengan
I2 dengan adanya kanji untuk menghasilkan I5- yang terselubung dalam amilum dalam
campuran. Reaksi berlanjut dengan menghabiskan I2 lebih cepat dari produksinya sehingga
menghilangkan I5- dan meningkatkan konsentrasi I- yang tidak berwarna. Reaksi ini terus
menerus terjadi bolak balik hingga CH2(COOH)2 atau KIO3 habis. Reaksi ini karena
berlangsung bolak balik dalam periode tertentu disebut juga reaksi osilasi.
16
Pada bagian 4, pertama ditambahkan terlebih dahulu H2O2 ke dalam tabung kimia lalu
ditambahkan detergen cair. Detergen cair disini berfungsi untuk menunjukkan adanya gas O2
yang terbentuk nantinya. Ketika gas O2 terbentuk maka gelembung dari detergen cair akan
memerangkap gas tersebut sehingga terjadi gelembung. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa
reaksi tidak langsung terjadi. Padahal reaksi H2O2 menjadi gas O2 tidak bergantung pada
penambahan reaktan lain. Reaksinya sebagai berikut:
2𝐻2 𝑂2 (π‘Žπ‘ž) → 2𝐻2 𝑂(𝑙) + 𝑂2 (𝑔)
Diketahui dari literatur bahwa reaksi tersebut sangat lama terjadi karena energi aktivasinya
yang besar. Setelah ditambahkan KI, maka reaksi tersebut terbagi menjadi beberapa langkah
berikut:
𝐻2 𝑂2 (π‘Žπ‘ž) + 𝐼 − (π‘Žπ‘ž) → 𝐻2 𝑂(𝑙) + 𝐼𝑂(𝑔)
𝐻2 𝑂(𝑙) + 𝐼𝑂(𝑔) → 𝐻2 𝑂(𝑙) + 𝑂2 (𝑔) + 𝐼 − (𝑔)
Diketahui pula dari literatur bahwa reaksi baru ini memiliki energi aktivasi yang jauh lebih
rendah, maka reaksi berlangsung menjadi sangat cepat. Gas O2 yang terbentuk menjadi sangat
banyak dan mendorong detergen cair untuk menjadi gelembung yang meluncur ke atas dan
menjadi sangat banyak pula. Tanpa adanya detergen cair, gas O2 yang dihasilkan tidak akan
terlihat dan menghilang begitu saja ke atmosfer.
6. Kesimpulan
1. Persamaan laju reaksi S2O82- dan I- menurut hukum laju reaksi tanpa penambahan katalis
Cu(NO3)2 adalah
𝑣 = 8 π‘₯ 10−3 [𝐼 − ]1.38 [𝑆2 𝑂8 2− ]0.89
Sedangkan persamaan laju reaksi dengan penambahan katalis Cu(NO3)2 adalah
𝑣 = 39 π‘₯ 10−3 [𝐼 − ]1.38 [𝑆2 𝑂8 2− ]0.89
2. Energi pengaktifan reaksi redoks Fe3+ dengan S2O32- adalah -3.8125 x 10-10 J
3. Mekanisme reaksi Briggs-Rauscher dapat dirangkum dalam dua reaksi berikut:
IO3- + 2 H2O2 + H1+ → HOI + 2 O2 + 2 H2O
HOI + CH2(CO2H)2 → ICH(CO2H)2 + H2O
4. Pengaruh katalis KI dalam reaksi penguraian H2O2 adalah menurunkan energi aktivasi dan
mempercepat laju reaksi
17
7. Daftar Pustaka
Harper, A., and Nickels, K. 2008: Teacher’s Notes. Queensland University of Technology, England
Brady, J. 2009: Kimia Universitas Asas & Struktur. Binarupa Aksara Publisher, Indonesia
http://www.uni-kiel.de/phc/temps/vorlesung/PC-3.pdf (diakses 14 Maret 2021)
https://projects.ncsu.edu/project/chemistrydemos/Kinetics/BriggsRauscher.pdf
(diakses 14 Maret 2021)
18
Download