PETA KONSEP FIQH LINGKUNGAN Oleh Fathor Rahman Jm 1. Tiga Isu Utama yang memunculkan gagasan fiqh lingkungan yang digagas oleh para ulama pengasuh pesantren dan santri pada tahun 2004 ialah (sesuai ArRum: 41): ى ظَهر الْ َفساد ىِف الْب ِّر والْبح ىر ىِبا َكسبت اَي ىدى الن ى ى ى. 41 ي َع ىملُ ْوا لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْرىج ُع ْو َن ْ ْ َ َ ََْ َ ُ َ َّاس ليُذيْ َق ُه ْم بَ ْع َ ْ ض الَّذ َ َ َ Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). a. Perusakan dan perampokan hutan di Indonesia yang mencapai 600.000 hektar pertahun dan terus meningkat intensitasnya hingga tahun 1990-an menjadi 1, 2 juta hektar pertahun dan sekarang sudah mencapai 2 juta hinggi 2,4 juta hektar pertahun atau dalam perkiraannya setiap satu menit hutan Indonesia hilang seluas enam kali lapangan sepak bola. Jika hal ini terus dilakukan maka pada tahun 2010, hutan dataran rendah di daerah Sumatra dan Kalimantan akan habis. Dan untuk saat sekarang hutan dataran rendah di sudah dibilang nyaris habis. Akibatnya bisa dipastikan, jika hutan di dataran rendah habis maka akan terjadi penambangan hutan di dataran tinggi dan itu akan sangat membahayakan manusia. Indonesia boleh bangga dengan gelar nomor tiga setelah Brazil dan Republik Demokrasi Konggo untuk kategori luas hutan tropis, tetapi nampak hanya semu dan kamuflase belaka. b. Perusakan sumber daya laut. Luas laut Indonesia yang sebesar 70% atau 2/3 dari dataran nusantara juga sudah dirusak ekosistemnya. Penangkapan ikan di laut dengan menggunakan bom dan racun hingga rnenyebarkan berbagai residu telah mengakibatkan rusaknya terumbu karang, polusi laut dan meracuni makanan ikan yang ada di laut. Akibatnya, setelah racun itu menyebar maka akan membahayakan dan mematikan ikan dan mahluk hidup laut lainnya. c. Komersialisasi berbagai sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang seharusnya digunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Berbagai eksploitasi terhadap waduk, mata air, dan tanah-tanah adat yang mengandung tambang yang kemudian dikuasi oleh perusahaan, baik dalam negeri maupun asing, telah mengakibatkan langkanya sumber daya air dan rusaknya sumber daya alam Indonesia serta menyengsarakan rakyat sekitarnya. 2. Pengertian Fiqh Lingkungan a. Fiqh adalah pemahaman, pemahaman terhadap agama dalam arti luas, dan pemahaman agama Islam secara khas dalam bidang hukum; b. Fiqh lingkungan ialah pemahaman mengenai lingkungan, baik dalam aspek hukum maupun etika, yang disandarkan pada nilai-nilai dan ajaran Islam yang digali dari dalil-dalil yang terperinci dari dua sumber primer ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis; c. Fiqh lingkungan adalah istilah baru yang dicetuskan para ulama baru-baru ini. Dalam literatur klasik, istilahnya adalah ahkam al-aradin. 3. Konsep Penciptaan dan Penegakan Alam a. Ijaad (Al-Baqarah: 164) 1 ض واختى ََل ى اى َّن ىِف خ ْل ىق َّ ى ىى ى َّ ى ى ف الَّْي ىل والن َ ى َّاس ْ َ الس ٰم ٰوت َو ْاْلَْر ى َ ْ َ َ َّهار َوالْ ُف ْلك ال ى ِْت ََْتر ْي ِف الْبَ ْحر ِبَا يَْن َف ُع الن ى ى ى ٰ ى ى ى ى ص ىريْ ى ف َّ َض بَ ْع َد َم ْوِتَا َوب َّ َوَمآ اَنْ َزَل اللهُ م َن ْ َث فْي َها م ْن ُك ِّل َداۤبَّة ٓ َّوت َ الس َماۤء م ْن َّماۤء فَاَ ْحيَا بىه ْاْلَْر السح ى الس َماۤىء َو ْاْلَْر ى ض َ ْٰل ٰيت لَِّق ْوم يَّ ْع ىقلُ ْو َن َّ ْي ِّ َ ْ َاب الْ ُم َس َّخ ىر ب َ َّ الرٰي ىح َو 164. Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti. b. Imdaad (Al-Ra’du: 2) اَ ٰلله الَّ ىذي رفَع َّ ى س َوالْ َق َمَرٓ ُكل ََّّْي ىر ْي ْ َّالس ٰم ٰوت بىغَ ْىْي َع َمد تَ َرْونَ َها ُُث ْ استَ ٰوى َعلَى الْ َع ْر ىش َو َس َّخَر الش ََْ ُ َ َّم ى ى ى ى اْل ٰي ى ٰ ْ صل 2 ك ْم تُ ْوقنُ ْو َن ُ ِّت لَ َعلَّ ُك ْم بىل َقاۤء َرب ُ ِّ ْلَ َجل ُّم َس ًّمىٓ يُ َدبِّ ُر ْاْلَ ْمَر يُ َف. Allah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menundukkan matahari dan bulan; masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu. 4. Konsep Takhlif a. Manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi (khalifah) (QS. Al-Baqarah: 21) ى ى ى اعل ىِف ْاْلَر ى ى ك لىْلم ٰلۤ ِٕى َك ىةى ِّ ى ك َ ََواى ْذ ق ُ ض َخلْي َف ًة ٓ قَالُْوٓا اَََْت َع ُل فْي َها َم ْن يُّ ْف ىس ُد فْي َها َويَ ْسف ْ َ َ ُّال َرب ٌ اِّن َج ْ ى ى 30 ال اى ِِّّنٓ اَ ْعلَم َما َْل تَ ْعلَ ُم ْو َن َ َِّس ل َ الد. ْ َ َك ٓ ق ُ ُ ِّماۤءَٓ َوََْن ُن نُ َسبِّ ُح ِبَ ْمد َك َونُ َقد Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” b. Karena itu manusia dalam mengelola bumi tidak boleh menggunakan kehendaknya sendiri yang penuh dengan nafsu keserakahan dan suka membuat kerusakan, melainkan harus mengikuti kehendak Allah, yaitu membuat kemaslahatan dan menangkal kerusakan (QS. al-A’raf: 56); ىى ض ب ع َد اىص ََل ىحها و ْادعوه خوفًا َّوطَمعآ اى َّن ر ْْح ٰ ى ى ى ْي َ ْ ب ِّم َن الْ ُم ْحسن َََ ًَ ٌ ْت الله قَ ىري ْ َ ُ ْ ُ َ َ ْ ْ َ َوَْل تُ ْفس ُد ْوا ِف ْاْلَْر ى 56. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan. 5. Konsep Taskhir (penundukan) a. Allah sebagai causa prima (sakhir) (Qs. Al-Jatsiyah: 13) (An-Nahl: 14); ى ى الس ٰم ٰو ى ض َى َّ ك َ ْٰليٰت لَِّقوم يَّتَ َف ت َوَما ىِف ْاْلَْر ى 13 كرْو َن َّ َو َس َّخر لَ ُك ْم َّما ىِف. َ َجْي ًعا ِّمْنهُ ٓا َّن ى ِْف ٰذل ْ ُ َ 2 Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir. ى َّ ى ك مو ى ى ى ى ى ى اخَر َ َ َ َوُه َو الذ ْي َس َّخَر الْبَ ْحَر لتَأْ ُكلُ ْوا مْنهُ ََلْ ًما طَريًّا َّوتَ ْستَ ْخر ُج ْوا مْنهُ ح ْليَةً تَ ْلبَ ُس ْونَ َهآ َوتَ َرى الْ ُف ْل فىي ىه ولىتبت غوا ىمن فَ ى. َّ 14 كرْو َن ْ ْ ْ ُ َ َْ َ ْ ُ ُ ضلهٓ َولَ َعل ُك ْم تَ ْش Dan Dialah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya, dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur. b. Manusia sebagai pelaku taskhir (mutasakhir bih) (Al-Ahzab: 72); ى الس ٰم ٰو ى اْلىب ىال فَاَب ْْي اَ ْن ََّّْي ىم ْلنَ ها واَ ْش َف ْقن ىمْن ها و َْحَلَها ْى ت َو ْاْلَْر ى ٓاْلنْ َسا ُن َّ ضنَا ْاْلََمانَةَ َعلَى ْ انَّا َعَر َ َ َ ْ ض َو َ َ َ َ َ َ ى 72 ٓج ُه ْوًْل َ انَّهٓ َكا َن ظَلُ ْوًما. Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gununggunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh, c. Alam sebagai obyek taskhir (mutasakhir ilaih) (Al-Ra’du: 2). 6. Sekilas Ahkam Aradiena (Abu Ubaid Al-Qashim Bin Salam, Al-Amwaal, 157-224 H/ 774-838 M), (al-Nawawi, al-Majmu ala Syarh al-Muhadzdzab, juz 15 (Beirut:; Dar al-Fikr, tt), 232-233). a. Status tanah (mawaat): 1). Tanah yang sama sekali baru; 2). Tanah yang sudah digarap namun sudah ditinggalkan oleh yang menggarap sebelumnya; b. Pengaturan pembagian tanah: 1. Ihya’: dengan izin atau tanpa izin pemerintah (kontekstualisasi dengan UndangUndang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3) Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam wa Adillatuhu; 2. Iqtha’: pemerintah memberi jatah pada orang-orang tertentu, untuk menempati dan memanfaatkan sebuah lahan, adakalanya untuk dimiliki, atau hanya untuk dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu. Pemanfaatan dengan cara ini bisa berkonsekuensi adanya kepemilikan dan bisa juga berarti pemberian wewenang pengelolaan. Namun yang paling sering terjadi adalah kemungkinan kedua, yakni orang yang diberi wewenang tidak memiliki lahan. Sehingga dia merupakan orang yang paling berhak atas lahan tersebut, dan bukan sebagai pemilik mutlak (al-Nawawi, al-Majmu ala Syarh al-Muhadzdzab, juz 15 (Beirut:; Dar al-Fikr, tt), 232-233). 3. Hima: pemerintah menetapkan suatu area untuk dijadikan sebagai kawasan lindung yang difungsikan untuk kemasalahatan umum, hutan lindung. Pada masa nabi, disebutkan tiga hal bagi hima, yaitu sumber mata air, lahan untuk mengembala hewan ternak/kuda, dan taman/makam untuk umum (Abu Ubaid Al-Qasim Bin Salam, Al-Amwal) 3