PROPOSAL PENELITIAN OPSI Rancangan Screen Printed Electrode dari Limbah Kartu Plastik dengan Modifikasi Tinta Karbon Konduktif dari Cangkang Jengkol dan Enzim Glucose Oxidase (GOx) untuk Deteksi Glukosa Keringat dengan Strip Disusun Oleh: ZAKIY FIRMANSYAH SHULHAN TASDIQI Bidang Penelitian: Matematika, Sains, dan Teknologi. Sub Bidang Kimia Asal Sekolah: SMA Semesta Bilingual Boarding School Kota Semarang, Jawa Tengah 2024 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah, disertai gangguan metabolisme lemak dan protein. Glukosa darah meningkat karena tidak dapat dimetabolisme di dalam sel, akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau ketidakmampuan sel untuk menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Diabetes yang umum terjadi terbagi menjadi 2 kategori yaitu diabetes melitus dan diabetes insipidus. Diabetes melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang terjadi secara kronis atau menahun karena tubuh tidak memiliki hormon insulin yang memadai akibat gangguan pada sekresi insulin, hormon insulin yang tidak bekerja sebagaimana mestinya atau keduanya(Kemenkes RI 2021). World Health Organization (2016) menyebutkan bahwa penyakit diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang sangat perlu diperhatikan dengan serius karena dapat menyebabkan komplikasi. WHO menerbitkan klasifikasi diabetes pertama yang diterima secara luas dan diadopsi secara global pada tahun 1980 dan versi terbarunya pada tahun 1985. Klasifikasi ini mencakup dua kelas utama diabetes: diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM), atau tipe 1; dan diabetes yang tidak bergantung pada insulin mellitus (NIDDM), atau tipe 2. Diabetes Insipidus adalah suatu kondisi heterogen yang ditandai dengan poliuria dan polidipsia yang disebabkan oleh kurangnya sekresi vasopresin, penekanan fisiologisnya setelah asupan air yang berlebihan, atau resistensi ginjal terhadap aksinya. Hal ini disebabkan oleh kerusakan atau degenerasi neuron yang berasal dari inti supraoptik dan paraventrikular hipotalamus. Prevalensi orang dengan diabetes di Indonesia menunjukkan kecenderungan meningkat dari yang awalnya 5.7% pada 2007 kemudian meningkat menjadi 6.9% pada 2013. Dua pertiga orang di Indonesia tidak mengetahui bahwa mereka memiliki diabetes, sehingga berpotensi untuk mengakses layanan kesehatan dalam kondisi yang terlambat (sudah terjadi komplikasi) (kemkes.go.id, 2016). Pada tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat ketujuh di dunia dengan jumlah penderita diabetes terbesar. Tercatat sekitar 10 juta orang di Indonesia mengidap penyakit tersebut. Kadar glukosa dalam darah didasarkan pada siklus umpan balik negatif dan beroperasi melalui pelepasan insulin dan glukagon. Ketika produksi insulin oleh sel beta pankreas tidak mampu menyeimbangi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa pada darah akan meningkat. Saat kadar glukosa dalam darah tinggi, sel αΊ (beta) dari kelenjar langerhans di pankreas dipicu untuk melepaskan insulin. Insulin memberi sinyal kepada hati untuk mengubah kadar glukosa berlebih menjadi glikogen untuk disimpan; insulin juga memicu sel-sel lain di dalam tubuh seperti adiposa atau sel otot rangka untuk mengambil lebih banyak glukosa melalui translokasi pengangkut glukosa (GLUT 4) ke permukaan sel. Hal ini membantu meningkatkan konsentrasi glukosa yang bersirkulasi ke tingkat normal (Kirti Kaul et al., 2012). Monosakarida terbanyak dalam tubuh terdapat pada glukosa dalam darah. Diagnosis glukosa dalam darah akan lebih mudah dilakukan dibandingkan di luar darah karena jumlah glukosa terbanyak sendiri terdapat di darah. 2 Digital health atau lebih sering disebut tele kesehatan (telehealth) merupakan pemakaian teknologi untuk memberikan informasi dan pelayanan kesehatan dengan tujuan peningkatan upaya kesehatan masyarakat. Aplikasi seluler dapat menjadi perangkat lunak yang sangat berguna pada smartphone untuk semua aspek dalam kehidupan manusia. Penyakit kronis seperti diabetes dapat dikelola dengan dukungan aplikasi seluler atau “Mobile Apps” yang dapat di unggah dalam smartphone (Hartz et al., 2016). Penggunaan teknologi kesehatan digital semakin banyak digunakan untuk penanganan masalah diabetes di berbagai kalangan kesehatan secara mendunia. Dalam ulasan dan pembahasan dari studi Seperti Rancangan Bangun Aplikasi Telemedika Untuk Pasien Diabetes Berbasis Platform IOS (Widianto,2017), Introduction of a Novel Smartphone-Coupled Blood Glucose Monitoring System (Jendrike et al.,2017) sama-sama menggunakan aplikasi yang berbasis IOS dan kedua studi ini bisa digabungkan dan saling melengkapi dari segi pemeriksaan dan pemantauan kadar gula secara seksama oleh tim kesehatan dan memudahkan keluarga memilih pelayanan kesehatan rumah sakit terdekat yang tertera di aplikasi IOS tersebut. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat seberapa pentingnya dan bergunanya penggunaan teknologi digital dalam bidang kesehatan yang dapat meningkatkan akses pelayanan kesehatan. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. 2. Apa formulasi ramah lingkungan untuk elektroda deteksi glukosa dari keringat? Berapa formula immobilisasi glucose oxidase untuk deteksi glukosa dari keringat dengan mencapai limit deteksi konsentrasi renik? 3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menguji dan melakukan formulasi dalam pembuatan strip elektrokimia untuk mendeteksi diabetes dengan mengukur kadar glukosa dari keringat. 4. Hipotesis Penelitian Terdapat 2 hipotesis yang diajukan pada penelitian ini, yaitu: H0 : Modifikasi elektroda dengan carbon conductive ink dari cangkang jengkol dan enzim glucose oxidase akan meningkatkan akurasi dengan semakin rendahnya limit deteksi. H1 : Modifikasi elektroda dengan carbon conductive ink dari cangkang jengkol dan glucose oxidase tidak akan meningkatkan akurasi dengan semakin rendahnya limit deteksi. 5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah prototipe strip elektrokimia pengukuran glukosa dari keringat sebagai indikator pengukuran diabetes. Prototipe tersebut merupakan tonggak pengembangan inovasi ilmiah bagi penulis dan kalangan akademisi. Sementara bagi masyarakat luas dan pemerintah, penelitian ini sekiranya bermanfaat untuk inovasi alat kesehatan ramah lingkungan. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Glukosa dan Penyakit Metabolismenya Glukosa adalah bentuk sederhana dari monosakarida (gula). Molekul glukosa dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan bentuknya yaitu molekul D-Glukosa dan L-Glukosa. Faktor perbedaan bentuk ini adalah posisi gugus hidrogen (-H) dan alkohol (--OH) dalam struktur molekulnya (M. Anwari Irawan, 2007). Glukosa merupakan unit dasar karbohidrat yang akan menyusun pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan dan manusia. Dalam metabolisme glukosa merupakan bahan bakar utama untuk menghasilkan energi. 1 mol glukosa akan menghasilkan 34 ATP dari tahap glikolisis sampai rantai transpor elektron. Gambar 1. Struktur Glukosa Konfigurasi D dan L Glukosa darah dikatakan normal adalah ketika kadarnya tidak lebih atau kurang dari sekitar 70-100 mg/dl. Kondisi kekurangan dan kelebihan glukosa pada tubuh manusia mengakibatkan dua hal. Pertama, kelebihan glukosa dalam tubuh akan menimbulkan keadaan tubuh yang bernama hiperglikemia. Kondisi ini terjadi apabila tubuh mengalami peningkatan kadar glukosa melebihi kadar normal dalam darah (American Diabetes Association, 2020 dalam repository-poltekkes-denpasar). Hiperglikemia mengakibatkan tubuh manusia mendapat penyakit yang bernama Diabetes melitus (DM). Perkeni 2021 dalam repository.poltekkes-denpasar menyebutkan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes melitus (DM) terklasifikasi menjadi dua yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. Masing-masing memiliki definisi yang berbeda. Decroli 2019 dalam repository.poltekkes-denpasar menyebutkan bahwa DM tipe 1 merupakan tipe diabetes melitus yang disebabkan karena sel beta di pankreas mengalami kerusakan, sehingga tubuh memerlukan insulin dari luar tubuh seumur hidup. Sedangkan DM tipe 2 merupakan karakteristik tubuh yang mengalami gangguan sensitivitas insulin atau gangguan sekresi insulin, DM tipe 2 ini muncul ketika tubuh tidak mampu lagi memproduksi cukup insulin untuk mengkompensasi peningkatan insulin resisten. 4 Kedua, suatu keadaan tubuh yang mengalami penurunan kadar glukosa darah dibawah nilai kadar normal glukosa darah dinamakan Hipoglikemia. Kondisi ini terjadi apabila pasien diabetes melitus mendapat pemberian obat-obatan. selain itu, kondisi ini juga dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara makanan yang dikonsumsi, aktivitas fisik yang dilakukan, penyakit infeksi yang disertai sepsis, tumor, stres, defisiensi hormon dan penyakit autoimun (Aman 2018) Menjaga kadar gula darah agar dalam angka normal sangat penting. Gula darah terlalu rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi (hiperglikemia) dapat berdampak negatif pada tubuh. Saat tubuh memiliki kadar gula darah yang rendah tubuh akan mengalami beberapa gejala seperti lemah atau kelelahan, kulit pucat, sulit berkonsentrasi, hingga kejang. Namun jika tubuh memiliki kadar gula yang tinggi tubuh akan menderita beberapa gejala seperti nafsu makan meningkat, tubuh terasa lelah atau letih, sering haus atau banyak minum, sering buang air kecil, dan penglihatan kabur atau buram. Tahun 2015 Indonesia menduduki peringkat ketujuh di dunia dengan prevalensi jumlah penyakit diabetes sekitar 10 juta orang. Tak hanya Indonesia, negara Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko juga masuk dalam tujuh besar ini. Kecenderungan prevalensi di Indonesia juga meningkat dari tahun 2007 hingga 2013 dengan persentase 5.7% menjadi 6.9%. (kemkes.go.id) Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi orang pengidap diabetes di dunia maupun di Indonesia semakin meningkat. Diperkirakan pengidap diabetes di dunia akan meningkat di tahun 2040 sebesar 4 kali lipat dari 180 juta pengidap di tahun 1980an atau sekitar 642 juta pengidap. Di Indonesia sendiri, prevalensi pengidap diabetes meningkat sejak tahun 2007 dari yang awalnya 5,7% menjadi 6.9%. Pada tahun 2045 mendatang, Indonesia diperkirakan akan memiliki sekitar 16,7 juta orang pengidap diabetes. Data-data ini menunjukkan bahwa kebutuhan diagnosis glukosa darah memang perlu dilakukan guna mencegah peningkatan penderita diabetes di Indonesia maupun di dunia. 2. Tinta Karbon Konduktif dari Cangkang Jengkol 2.1 Tumbuhan jengkol Tanaman jengkol atau yang lebih dikenal dengan nama tanaman jering ini termasuk dalam famili Fabaceae (suku polong-polongan). Tanaman ini memiliki nama latin Pithecellobium jiringa dengan nama sinonim yaitu A. jiringa, Pithecellobium lobatum Benth. dan Archidendron pauciflorum. Banyak kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman jengkol, terutama pada bagian kulitnya Kulit jengkol (Pithecellobium jiringa) selama ini diklasifikasikan sebagai limbah organik yang berserakan di pasar-pasar tradisional dan tidak memiliki nilai ekonomis. Akan tetapi, sudah ada penelitian yang dilakukan terhadap jengkol dan kulitnya. Beberapa peneliti mencoba untuk memanfaatkan kandungan yang ada di dalam jengkol dan kulitnya untuk dimanfaatkan dalam kehidupan. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol kulit buah jengkol menunjukkan adanya komposisi kimia alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, glikosida, dan steroid/triterpenoid (Rahmadian et al. 2019). 5 Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Magnoliophyta (berbunga) Kelas : Magnoliopsida (dikotil) Ordo : Fabales Famili : Mimosaceae (polong-polongan) Genus : Pithecellobium Spesies : Pithecellobium jiringa (Benth.)1 2.2 Carbon Conductive Ink Carbon Conductive Ink atau dalam bahasa Indonesia disebut Tinta konduktif adalah suspensi bahan konduktif dalam pelarut atau campuran pelarut yang sesuai, mengandung zat pengikat, surfaktan, atau polimer yang berfungsi sebagai penstabil. Di samping konduktivitas listrik yang tinggi, tinta konduktif harus murah dan mudah disiapkan, memiliki viskositas rendah, stabilitas yang baik, kemampuan cetak, dan daya rekat pada beberapa jenis substrat. Selain itu, tinta konduktif harus menjaga konduktivitas listrik dan kelembaman kimianya setelah proses pencetakan dan pasca-pencetakan, dan mengering dengan cara yang dipadatkan pada substrat, sehingga menghasilkan tinta konduktif yang melekat dan serupa. Terakhir, karena pengembangan intensif perangkat elektronik dan bioelektronika yang dapat dikenakan, biokompatibilitas juga menjadi sifat yang sangat diinginkan untuk tinta konduktif (Jessica Rocha Camargo et al., 2021). Sekarang ini titik karbon (carbon dot) atau tinta karbon konduktif (conductive carbon ink) sedang diteliti untuk sintesis dari material tumbuhan. Keuntungan utama sintesis karbon dari material tumbuhan adalah murah, cepat, ramah lingkungan, mudah larut dalam air dan kompatibel dengan jaringan biologis. Metode utama sintesis karbon dari jaringan tumbuhan adalah oksidasi baik secara pirolisis, hidrotermal dan microwave. Oleh karena itu karbon dari tumbuhan dapat melakukan imobilisasi enzim (Gedda et al. 2023).. 3. Klasifikasi biosensor Biosensor adalah perangkat deteksi kimia yang mengubah hasil reaksi biokimia menjadi sinyal terukur. Kelebihan dari biosensor adalah memiliki instrumen yang sederhana, kecepatan pengukuran, sensitivitas, selektivitas, dan stabilitas yang baik dibandingkan metode diagnostik lainnya, dan murah (Dorledo de Faria et al., 2019; Sheikholeslam et al., 2011). Komponen utama dari biosensor adalah bioreseptor dan transduser. Bioreseptor adalah biomolekul yang mengenali secara khusus analit yang diinginkan. Proses pengikatan kemudian diterjemahkan oleh transduser menjadi sinyal yang dapat terukur (Jaiswal and Tiwari, 2017). 6 3.1 Biosensor elektrokimia Biosensor elektrokimia adalah perangkat penginderaan berdasarkan transduksi peristiwa biokimia menjadi sinyal listrik (Cho et al., 2020). Metode elektrokimia semakin terkenal dalam biosensor karena kemudahan fabrikasi dan integrasi sel elektrokimia, juga menawarkan platform deteksi sederhana, cepat, dan mudah dengan tingkat selektivitas dan sensitivitas yang tinggi (Hartati, et al., 2020a; Lim et al., 2010). Skema biosensor elektrokimia ditunjukkan oleh Gambar 2. Gambar 2. Skema biosensor elektrokimia Pengukuran dapat dilakukan berdasarkan adanya suatu perubahan arus, potensial, impedansi, dan konduktansi yang dibaca dengan metode: (1) Voltametri merupakan suatu metode elektroanalitik berdasarkan prinsip dasar elektrolisis. Biosensor voltametri mendeteksi analit dengan mengukur perubahan arus selama variasi potensial yang ditetapkan (Harvey, 2020). Kelebihan dari sensor ini termasuk pengukuran yang sangat sensitif dan deteksi simultan dari beberapa analit (Naresh and Lee, 2021). (2) biosensor amperometri mengukur perubahan arus yang disebabkan oleh oksidasi dan reduksi senyawa elektroaktif dalam suatu reaksi biokimia pada potensial konstan (Grieshaber et al., 2008). (3) Biosensor potensiometri adalah perangkat yang digunakan untuk mengukur perubahan potensial yang terkumpul di permukaan elektroda kerja pada arus sama dengan nol. Potensiometri memberikan informasi tentang aktivitas ion dalam reaksi elektrokimia (Grieshaber et al., 2008). (4) Biosensor impedimetri mengukur impedansi listrik yang dihasilkan pada permukaan sensor ketika sinyal eksitasi gelombang sinus kecil diterapkan (Kim et al., 2019; Naresh and Lee, 2021). Spektroskopi Impedansi Elektrokimia (EIS) adalah teknik yang digunakan untuk karakterisasi permukaan dalam biosensor. Pengukuran EIS didasarkan pada penerapan potensial konstan dengan gangguan kecil, biasanya 5 atau 10 mV, pada rentang frekuensi yang luas. Hasilnya lalu diplot dalam plot Nyquist (Mollarasouli et al., 2019). (5) Konduktometri mengukur perubahan konduktivitas listrik dapat diukur karena adanya suatu reaksi yang menghasilkan atau mengkonsumsi elektron(Nirschl et al., 2011) 7 4. Metode deteksi glukosa Metode yang paling sering digunakan untuk deteksi glukosa darah : 4.1 Metode POCT POCT (Point of care Testing) merupakan pemeriksaan yang hasilnya dapat diketahui sesegera mungkin dalam membantu menentukan tindakan selanjutnya bagi pasien. Salah satu contohnya adalah glukometer. Penggunaan alat glukometer yang utama adalah untuk monitoring bukan untuk diagnosa pasti karena terdapat beberapa limitasi dari glukometer yakni hanya dapat menggunakan sampel darah kapiler (Hasanuddin, 2018). Menurut penelitian Ardelia dengan judul Evaluasi Analitik POCT Metode Glucose Dehydrogenase Parameter Glukosa Pada Spesimen Serum Dan Plasma EDTA dikatakan presisi nilai glukosa serum terhadap darah lengkap yaitu 3,3% dan presisi nilai glukosa plasma EDTA terhadap darah lengkap yaitu 3,5%. 4.2 Metode Spektrofotometer Spektrofotometer merupakan alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan (Gandjar, 2007) Spektrofotometer menggunakan bahan pemeriksaan darah vena atau darah terdeoksigenasi, sedangkan glukometer menggunakan bahan pemeriksaan darah kapiler. Spektrofotometer umum digunakan di laboratorium klinik karena dianggap sebagai alat yang paling akurat untuk menggambarkan kadar glukosa darah sehingga alat ini dijadikan sebagai standar pemeriksaan kadar glukosa darah (Sadeli, 2013). 4.3 Metode enzimatik Metode enzimatik yang digunakan untuk uji glukosa darah dibagi menjadi tiga, yaitu: glukosa heksokinase, oksidase dan dehidrogenase. Sampel serum pasien diperiksa dengan metode heksokinase menggunakan alat ABX pentra-400 (A), sedangkan yang glukosa oksidase menggunakan alat StapStrip Xpress(B), Super Glucocard II (C) dan glukosa dehidrogenase-pyrroloquinoline quinone (GDH PQQ) menggunakan alat Accu-chek Performa (D) (Arif, 2018). 4.4 Metode asatoor and king Penentuan ini menggunakan sifat glukosa yang dapat mereduksi. Darah dimasukkan ke dalam larutan natrium sulfat-Cu sulfat isotonik supaya glukosa tidak mudah mengalami glikolisis. Lalu ditambahkan CuSO4 ke dalam larutan natrium sulfat – CuSO4 isotonik. Metode ini dapat digunakan untuk kadar glukosa darah sampai 300 mg/100 ml, darah yang telah berada dalam larutan natrium sulfat –Cu sulfat isotonik dapat tahan 72 jam (Hadijah, 2015). 8 BAB III METODE PENELITIAN 1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Lab Kimia SMA Mega Islamic Boarding School Semarang, SMA Semesta Semarang dan Lab Biokimia Fakultas Sains - Matematika Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian dilakukan sepanjang April sampai September 2024. 2. Sumber Data, Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemanas listrik, furnace, gelas kimia, neraca digital, batang pengaduk, gelas ukur, pipet volumetrik, mikropipet dan potentiostat elektrokimia. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu plastik bekas, serbuk cangkang jengkol, enzim glucose oxidase, larutan standar glukosa, buffer PBS, pelat platina, pelat perak nitrat dan kawat baja. Sumber data dari penelitian ini adalah eksperimen dengan menggunakan alat dan bahan di atas. Adapun penelitian ini terbagi menjadi 3 tahap eksperimen : a. Sintesis Tinta Karbon Konduktif dari Cangkang Jengkol (Nasrullah et al. 2019) Cangkang jengkol (CJ) digerus sampai berbentuk serbuk dengan diameter 1 mm dan dikeringkan pada 650C selama 12 jam.Kemudian serbuk tersebut direndam dalam ZnCl2 dengan perbandingan 1:1 s.d 1:6 (w/w). Setelah itu 10 mL aquades ditambahkan untuk membuat slurry sebelum pembakaran di furnace pada temperatur 500 - 800oC selama 30 sampai 180 menit. Pengeringan hasil pembakaran dilakukan selama semalaman pada suhu 105oC. π»ππ ππ πΎπππππ π΄ππ‘ππ (%) = πππ π π ππππππ πππ‘ππ πππ π π πΆπ½ π₯ 100 % b. Pembuatan Screen Printed Carbon Electrode (SPCE) dari Limbah Kartu Plastik (Wahyuni et al. 2021) Limbah kartu plastik dipotong dengan ukuran 1 x 3 cm. Pencetakan dilakukan secara sablon dengan tinta untuk elektrodanya yang berupa tinta karbon konduktif, Ag/AgCl dan platina dengan masing - masing untuk elektroda kerja, referensi dan bantuan (WE, RE and CE). Kemudian untuk mendapatkan adhesi yang baik, SPCE dipanaskan dalam oven 50oC. Kawat tembaga ditambahkan pada SPCE dan SPCE disegel lilin parafin. c. Imobilisasi Enzim di Tinta Karbon Cangkang Jengkol (Radomski et al. 2023) Imobilisasi enzim dilakukan dengan karakterisasi dan fungsionalisasi material sebelum dropcasting ke SPCE tinta karbon CJ. Enzim glucose 9 oxidase pertama kali dilakukan karakterisasi dengan berbagai unit dari 0.025 sampai 1 Unit. Kemudian setiap unit akan diuji dengan substrat glukosa pada konsentrasi 1 mM sampai 10 mM. 3. Metode Pemerolehan Data Terdapat dua set data utama yang akan diperoleh dalam penelitian ini : a. Studi Elektrokimia Strip Elektroda (Apetrei et al. 2013) Karakterisasi elektrokimia dilakukan dengan cara cyclic voltammetry (CV) dalam redox probe 5 mM K3[Fe(CN)6] dalam 0.1 M KCl dengan rentangan voltage - 1 s.d + 1 Volt dengan scan rate 10 s.d 100 mV/s. Kemudian dilakukan plot secara terpisah dengan sumbu x scan rate dan sumbu y arus puncak (Ipeak anode dan Ipeak cathode) b. Standardisasi Elektrokimia Strip Elektroda (Muhammad et al. 2023) Standardisasi dilakukan secara Linear Sweep Voltammetry (LSV) dengan larutan glukosa dalam 0.05 M PBS buffer pH 7.4 dengan konsentrasi 0 s.d 100 mM . Parameter LSV berupa rentang voltase -0.3 s.d 1 Volt dan scan rate 0.1 mV/s. Kemudian uji ketahanan dilakukan setiap 3 hari sekali setelah penyimpanan di suhu ruangan dan uji interferensi dilakukan dengan campuran asam askorbat, asam urat dan urea masing - masing 0.2 mM. Serta uji sample dilakukan dengan sukarelawan (Li et al. 2019). 4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Terdapat 3 metode pengolahan dan analisis data yang akan dilakukan, yaitu : a. Studi Elektrokimia Strip Elektroda (Apetrei et al. 2013) Studi elektrokimia strip elektroda dengan cyclic voltammetry dalam 5 mM K3[Fe(CN)6] dengan pelarut 0.1 M KCl akan menganalisis I peak (sumbu y) dan scan rate (sumbu x). I peak di - plotting secara terpisah sumbu untuk I peak anode dan I peak cathode. Kemudian berdasarkan persamaan Randles - Sevcik 5 πΌπ = 2, 687 π₯ 10 π₯ π 3/2 1/2 π₯π£ 1/2 π₯π· π₯π΄π₯πΆ Berdasarkan persamaan Randles - Sevcik , Ip (arus puncak) sebanding terhadap n (jumlah molekul), v (scan rate), D (koefisien difusi), A (luas permukaan) dan C (konsentrasi zat). Selain itu dengan adanya kesamaan antara luas strip elektroda, konsentrasi K3[Fe(CN)6] dan jumlah molekul maka Luas (A) dapat dihitung sebagai luas permukaan elektroaktif baik sebelum dan setelah imobilisasi enzim glucose oxidase pada electrode. b. Standarisasi dan Kuantifikasi Konsentrasi Glukosa Keringat (Mydrul et al. 2022 dan Li et al. 2019) Standardisasi secara LSV (Linear Sweep Voltammetry) dilakukan dengan larutan glukosa pada konsentrasi antara 0.01 s.d. 0.20 mM dalam keringat artifisial berupa buffer PBS pH 6.5. Kondisi pengerjaan LSV dengan parameter elektrokimia sebagai berikut : rentang voltase -0.3 s.d 1 V , scan 10 rate 50 mV/s . Kemudian selama pengerjaan standarisasi LSV dilakukan dengan sumbu x berupa konsentrasi dan sumbu y berupa I peak. Dengan persamaan Randles - Sevcik berikut ini : 5 πΌπ = 2, 687 π₯ 10 π₯ π 3/2 1/2 π₯π£ 1/2 π₯π· π₯π΄π₯πΆ Setelah standardisasi, persamaan regresi linear diperoleh dan konsentrasi analat dapat dihitung berdasarkan persamaan tersebut. y = mX + a ⇒ Ip = mC + a c. Limit Deteksi, Limit Kuantifikasi, Ketahanan dan Selektivitas (Muhammad et al. 2023 and Alba et al. 2021) Selama standardisasi melalui metode di atas, limit deteksi (LoD) dan limit kuantifikasi (LoQ) masing - masing dihitung dengan pembagian antara standard deviation (σ) dan slope (m) garis regresi linear nya. Kemudian untuk LoD dan LoQ masing - masing hasil pembagian tersebut dikalikan 3 dan 10. σ πΏππ· = 3. 3 π₯ π σ πΏππ = 10 π₯ π Uji ketahanan dilakukan dengan menempatkan elektroda 0.05 mM glukosa dalam PBS Buffer pH 6.5 dan dilakukan pengukuran LSV berulang seminggu sekali dalam rentang waktu 1 bulan. Kemudian perbedaan hasil dibandingkan dengan regresi linear dan diolah dengan standar deviasi pada selang kepercayaan alpha 0.05. Uji selektivitas dilakukan dengan menempatkan campuran berupa urea 250 µM dan asam laktat 250 µM pada 0.05 mM glukosa dalam PBS buffer pH 6.5. Kemudian semua data diolah dengan statistik ANOVA pada selang kepercayaan alpha 0.05. 11 DAFTAR PUSTAKA Alba AF, Totoricaguena - Gorrino J, Sanchez - Iladurya MB, Ruiz - Rubio L, Vilas - Vilela JL, Lanceros - Mendez S, del Campo FJ. 2021. Laser-activated screen-printed carbon electrodes for enhanced dopamine determination in the presence of ascorbic and uric acid. Electrochimica Acta 399 : 139374 ; https://doi.org/10.1016/j.electacta.2021.139374 Anonim. 2016. Diabetes Fakta dan Angka. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016. Diakses pada 8 Maret 2024. https://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2016/11/Diabetes-Fakta-dan-Angka.pdf Apetrei IM, Apetrei C. 2013. Biosensor based on tyrosinase immobilized on a single walled carbon nanotube modified - glassy carbon electrode for detection of epinephrine. Int J of Nanomedicine 8 : 4391 - 4398 ; https://doi.org/10.2147%2FIJN.S52760 Gedda, G., Sankaranarayanan, S.A., Putta, C.L. et al. Green synthesis of multi-functional carbon dots from medicinal plant leaves for antimicrobial, antioxidant, and bioimaging applications. Sci Rep 13, 6371 (2023). https://doi.org/10.1038/s41598-023-33652-8 Li JS, Bi X, Tamulevicus S, Erts D, Chang CF, Gu YS. 2019. Fabrication of biocompatible and continuous glucose biosensor with poly (3,4-ethylenedioxythiophene) modified electrode. J Taiwan Inst Chem Eng 104 : 1 - 7 ; https://doi.org/10.1016/j.jtice.2019.08.004 Muhammad F, Dik G, Kolak S, Gedik KK, Bakar B, Ulu A, Ates B. 2023. Design of highly selective and sensitive screen printed electrochemical sensor for detection of uric acid with uricase immobilized polycaprolactone / polyethylene imine electrospun nanofiber. Electrochimica Acta 439 : 141675 ; https://doi.org/10.1016/j.electacta.2022.141675 Myndrul V, Coy E, Babayevska N, Zahorodna V, Balitskyi V, Baginskiy I, Gogotsi O, Bechelany M, Giardi MT, Iastunskyi I. 2022. MXene nanoflakes decorating ZnO tetrapods for enhance performance for skin - attachable stretchable enzymatic electrochemical glucose sensor. Biosensors and Bioelectronics 207 : 114141 ; https://doi.org/10.1016/j.bios.2022.114141 Nasrullah A, Saad B, Bhat AH, Khan AS, Danish M, Isa MH, Naeem A. 2019. Mangosteen peel waste as a sustainable precursor for high surface area mesoporous activated carbon : Characterization and application for methylene blue removal. J of Cleaner Production 211 : 1190 - 1200 ; https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2018.11.094 Radomski J, Vieira L, Sieber V. 2023. Bioelectrochemical synthesis of gluconate by glucose oxidase immobilized in a ferrocene base redox hydrogel. Bioelectrochemistry 151 : 108398 ; https://doi.org/10.1016/j.bioelechem.2023.108398 Rahmadian Y, Supriyadi, Santoso U, Mahmudah NA, Ichsan OAN. 2019. Non - volatile taste components and amino acid profile of jengkol (Pithecellobium jiringa) seed flour after steam bleaching. Int J of Food Properties 22 (1) : 1536 1547 ; https://doi.org/10.1080/10942912.2019.1657445 Tanpa Nama Penulis, 2021. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Repository Poltekkes Denpasar, 2021. Diakses pada 8 Maret 2024. http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/9768/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf Tanpa Nama Penulis. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Repository UMKLA. Diakses pada 8 Maret 2024. http://repository.umkla.ac.id/10/2/BAB%20II.pdf 12 Permatasari H, Safaruddin, 2017. Teknologi Kesehatan Digital dalam Penanganan Masalah Diabetes. ejurnalmalahayati.ac.id, 2017. Diakses pada 8 Maret 2024. https://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/manuju/article/view/6201/pdf Camargo JR, Orzari LO, Araujo DAG, Oliveira PRd, Kalinke C, Rocha DP, Santos ALd, Takeuchi RM, Munoz RAA, Bonacin JA, Janegitz BC. 2021. Development of conductive inks for electrochemical sensors and biosensors. ScienceDirect 164 : 105998 ; https://doi.org/10.1016/j.microc.2021.105998 Shendurse A.M., and Khedkar C.D. (2016) Glucose: Properties and Analysis. In: Caballero, B., Finglas, P., and Toldrá, F. (eds.) The Encyclopedia of Food and Health vol. 3, pp. 239-247. Oxford: Academic Press. https://www.researchgate.net/profile/Chandraprakash-Khedkar/publication/295778158_Glucose _Properties_and_analysis/links/56cd566d08ae059e3750a2a6/Glucose-Properties-and-analysis.p df Destiani S, Maksum IP, Hartati YW. 2023. Biosensor Elektrokimia untuk Memonitor Level Hemoglobin Terglikasi (HbA1c) pada Penyakit Diabetes Melitus. ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 19(1) 2023, 94-107. https://doi.org/10.20961/alchemy.19.1.58439.94-107 Surya A, 2018. TOKSISITAS EKSTRAK METANOL KULIT JENGKOL (Pithecellobium Jiringa) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST TERHADAP Larva udang (Artemia Salina). Jurnal Rekayasa Sistem Industri vol 3. No.2 Mei 2018. ejurnal.upbatam.ac.id. https://ejournal.upbatam.ac.id/index.php/rsi/article/view/502/347 Roglic G. 2016. WHO global report on diabetes. International Journal of Noncommunicable 1(1):p 3-8, Apr–Jun 2016. Disease journal.lww.com. https://journals.lww.com/ijnc/fulltext/2016/01010/WHO_Global_report_on_diabetes__A_sum mary.2.aspx Kaul, K., Tarr, J.M., Ahmad, S.I., Kohner, E.M., Chibber, R. (2013). Introduction to Diabetes Mellitus. In: Ahmad, S.I. (eds) Diabetes. Advances in Experimental Medicine and Biology, vol 771. Springer, New York, NY. https://doi.org/10.1007/978-1-4614-5441-0_1 Patrick J, Boyle MD. 2007. Diabetes Mellitus and Macrovascular Disease: Mechanisms and Mediators. Science Direct. The American Journal of Medicine, Volume 120, Issue 9, Supplement 2, 2007, Pages S12-S17. https://doi.org/10.1016/j.amjmed.2007.07.003 Classification of diabetes mellitus. Geneva: World Health Organization; 2019. Licence: CC BY-NC-SA 3.0 IGO Tanpa Nama Penulis. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Repository Unimus. Diakses pada 8 Maret 2024. http://repository.unimus.ac.id/2802/3/BAB%20II.pdf 13