BAB II TEORI PENDEKATAN 2.1 Tinjauan Umum Mengenai Mesin Tenun 2.1.1 Perkembangan Mesin Tenun Menenun adalah salah satu dari kesenian tertua yang pernah diketahui. Pada permulaan peradaban, peralatan menenun sangatlah sederhana dibandingkan dengan peralatan mekanisme menenun moderen, namun pada dasarnya semua peralatan menenun, baik yang lama maupun yang baru, mempunyai prinsip dasar yang sama. Perkembangan alat tenun sangat pesat sesuai dengan berkembangnya jaman, ilmu pengetahuan, teknologi dan kreativitas manusia. Perkembangan tersebut ditandai dengan peralihan dari alat tenun sederhana menuju alat tenun modern dimana sumber gerakan berasal dari sebuah motor dan dilengkapi dengan system otomatisasi. Adapun tujuan dikembangkannya mesin tenun adalah : 1. Peningkatan ukuran yang lebih besar, meliputi ukuran cakra boom, diameter gulungan kain dan lebar sisi mesin tenun. 2. System control terpusat, dimana mesin dilengkapi dengan alat pejalan listrik ( Electric Starter Device ), macam – macam alat listrik dan alat cahaya ( Optical Device ). 3. Mesin tenun yang kuat, diperlukan untuk mrngimbangi kecepatan mesin tenun yang semakin tinggi. 4. Peningkatan kualitas produk, dengan menambahkan peralatan otomatis yang mendeteksi setiap gerakan mesin tenun. Walaupun mesin tenun telah dilengkapi dengan sistem otomatisasi, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya cacat pada kain yang diproduksi. Proses peluncuran benang pakan pada pertenunan adalah salah satu dari kelima gerakan pokok mesin tenun dalam proses pembuatan kain. Tujuan dari peluncuran pakan adalah untuk menyisipkan benang pakan diantara benang lusi dari sisi mesin ke satu sisi mesin lainnya dari alat tenun. Dalam peluncurannya diperlukan satu alat yang digunakan sebagai pengantar benang pakan. Alat tersebut dapat bermacammacam jenisnya yang hanya berbeda pada bentuk alat dan cara kerjanya saja. Sedangkan fungsinya sama. 6 5 Alat pengantar benang pakan dapat dibagi dalam tiga golongan : 1. Menggunakan alat peluncur ( Missile ) Pada prinsipnya alat ini diluncurkan dari satu sisi ke sisi lainnya dari mesin tenun dengan membawa benang pakan. Yang termasuk kelompok ini adalah : a. Mesin tenun dengan alat pengantar benang pakan yang menggunakan sistem teropong. b. Mesin tenun dengan alat pengantar benang pakan yang menggunakan sistem Gripper Projectile. 2. Menggunakan tangan – tangan pengantar ada satu sisi atau kedua belah sisi mesin terdapat tangan pengantar benang pakan. Tangan yang satu sebagai pengantar benang pakan sedangkan yang satunya lagi sebagai penerima benang pakan. Yang termasuk kelompok ini adalah mesin tenun Rapier. 3. Menggunakan tenaga hembusan Pada mesin ini benang pakan diantarkan dari satu sisi ke sisi lain mesin dengan menggunakan tenaga hembusan udara dan hembusan air. Mesin tenun ini dikenal dengan nama Jet Loom. Yang termasuk dalam kelompok mesin tenun Jet Loom ini adalah : a. Air Jet Loom ( menggunakan tenaga hembusan udara ). b. Water Jet Loom ( menggunakan tenaga hembusan air ). Sementar itu pihak lain menggolongkan mesin tenun menjadi 2 ( dua ), yaitu : 1. Mesin tenun menggunakan teropong - Mesin tenun dengan tenaga manusia ( ATBM ) - Mesin tenun dengan tenaga mesin ( ATM ) 2. Mesin tenun tanpa teropong - Mesin tenun Gripper Projectile - Mesin tenun Rapier - Mesin tenun Water Jet - Mesin tenun Air Jet 2.1.2 Gerakan Gerakan Pada Proses Pertenunan 2.1.2.1 Gerakan Pokok Gerakan ini merupakan gerakan dasar untuk menganyam benang lusi dengan benang pakan sehingga terbentuk kain. Gerakan tersebut adalah pembentukan mulut 7 lusi ( Shedding Motion ), peluncuran benang pakan ( Weft Inserting Motion ) dan pengetekan ( Beating Motion ). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini. pembentukan mulut lusi peluncuran pakan benang pengetekan Gambar 2.1 Gerakan Pokok Pertenunan 1. Gerakan Pembentukan Mulut Lusi ( Shedding Motion ) Yaitu gerakan yang terjadi karena adanya gerakan naik kelompok benang-benang lusi tertentu dan gerakan turun kelompok benangbenang lusi tertentu. Akibat dari pembukaan mulut lusi terbentuklah sebuah celah yang disebut mulut lusi. Pada ATBM pembukaan mulut lusi terjadi karena adanya peralatan: injakan, tali ikatan, kamran, matagun, tali penghubung, dan rol kerek. 2. Gerakan peluncuran pakan (filling insertion) Yaitu gerakan memasukan benang pakan pada mulut lusi yang telah terbentuk. Pada ATBM peralatan yang berfungsi untuk meluncurkan benang pakan: batang pemukul, tali penarik picker, picker (pemukul), laci teropong, teropong, dan palet. Gerakan ini terjadi karena teropong yang membawa benang pakan dipukul oleh picker bolak-balik dari kanan ke kiri melalui mulut lusi. 3. Gerakan pengetekan (beating motion) Yaitu gerakan merapatkan benang pakan yang telah diluncurkan dengan kain. Gerakan ini terjadi karena adanya gerakan maju mundur dari lade yang mempunyai sisir tenun yang digerakkan oleh tangan. 2.1.2.2 Gerakan Tambahan Selain gerakan – gerakan pokok pada proses pertnunan dengan mesin atau ATM terdapat gerakan – gerakan tambahan, yakni : 1. Gerakan penguluran lusi (let-off motion) Yaitu gerakan penguluran benang lusi oleh beam tenun agar benangbenang mempunyai tegangan yang konstan. 8 2. Gerakan penggulungan kain (take-up motion) Yaitu gerakan penggulungan kain yang telah dihasilkan. Gerakan ini dimaksudkan untuk untuk menjaga ketegangan benang lusi yang diproses tetap konstan. Disamping itu terdapat gerakan – gerakan otomatisasi meliputi : 1. Gerakan penjaga lusi putus (warp stop motion) 2. Gerakan penjaga pakan putus (weft stop motion) 3. Dan Lain - lain 2.2 Tinjauan Terhadap Mesin Water Jet Loom Mesin Water Jet Loom merupakan jenis mesin tenun yang menggunakan media air dalam melakukan peluncuran benang pakannya yang termasuk ke dalam golongan Shuttleless Loom. Peluncuran dengan media air pada mesin tenun water jet loom tentunya membutuhkan benang pakan yang bersifat wetable atau dapat dibasahi untuk menghasilkan gaya tarik. Mesin tenun ini memiliki kecepatan putaran mesin yang tinggi sehingga dapat memproduksi kain tenun jauh lebih banyak dibandingkan dengan mesin tenun yang menggunakan shuttle. Meskipun memiliki kecepatan yang tinggi mesin water jet loom memiliki tingkat kebisingan yang lebih rendah dibandingkan dengan mesin tenun shuttle. Mesin water jet loom pada dasarnya memiiki prinsip yang sama dengan pertenunan pada umumnya, yaitu proses pembukaan mulut lusi, proses peluncuran benang pakan, dan proses pengetekan. Berikut ini adalah mekanisme kerja sederhana dari mesin water jet loom : 1) Sisir tenun (A) bergerak ke belakang, rotary drum pulley (6) telah selesai mempersiapkan gulungan benang pakan yang akan dibutuhkan pada saat peluncuran benang pakan. 2) Clamper (7) terbuka dan secara bertahap air dilepaskan ke noozle (10) untuk membawa benang pakan melintasi mulut lusi, sedangkan sisir tenun (A) muali bergerak. 3) setelah peluncuran benang pakan selesai, clamper (7) akan menutup, Benang leno (E) dan (F) mulai mengikat benang pakan Sisir tenun (A) mengetek benang pakan yang telah diluncurkan dan cutter (D) memotong benang pakan. Rotary drum pulley (6) mulai mempersiapkan gulungan benang pakan proses jalannya benang pakan dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini. 9 Sumber: Talavasek/Svaty, Shutteless Waving Machine, Elsevier, 1981 Gambar 2.2 Skema Pertenunan Mesin Water Jet Loom 2.2.1 Mekanisme Peluncuran Benang Pakan oleh Noozle Ke dalam Mulut Lusi hingga Catchcord Setelah air di pompa ke dalam noozle, maka, noozle akan mulai meluncurkan pakan. Noozle akan menyemprotkan air ke dalam mulut lusi kemudian membawa benang pakan untuk melewati mulut lusi. Kemudian melewati mulut leno dan benang pakan dideteksi oleh feeler touch yang bekerja pada timing tertentu lalu mencapai catchcord. Benang pakan yang telah mencapai catchcord akan digunting oleh cutter kanan yang bekerja pada timing tertentu, lalu sisa benang pakan akan terbawa oleh penggulung menjadi limbah. Berikut ini adalah peralatan peluncuran pakan pada gambar 2.3 halaman 10. 10 0 Sumber: Tsudakoma ZW 305 manual book Gambar 2.3 Peralatan Peluncuran Pakan 2.2.2 Timing Diagram Timing diagram atau diagram waktu merupakan sebuah gambaran yang memperlihatkan atau menerangkan mengenai suatu rangkaian kejadian yang diurutkan berdasarkan dengan waktu terjadinya. Pada proses pertenunan pasti memiliki timing diagram tak terkecuali pada mesin water je t loom . berikut ini merupakan timing diagram yang digunakan pada mesin Toyota LW ZEA 190C6 . Penjelasan: = Front Dead point atau posisi poros engkol berada pada titik mati belakang ° 10°- 20° = Cutter kiri memotong benang pakan 50° = Leno kanan dalam proses Crossing Time atau mulut leno tertutup 90°-100° = air keluar dari nozzle (jet angle) 100° = Hook pin terbuka lalu air mulai masuk benang lusi (lead water) 110° = Clamper terbuka 170° = Mulut benang lusi terbuka maksimal 180° = Back Dead point atau posisi poros engkol berada pada titik mati depan 220° = Hook pin tertutup 230°-240° = Benang pakan sampai ke pinggir kain 11 280°-290° = Benang pakan menempel pada sisir (reed touch) 300° = Leno kiri dalam proses Crossing Time atau mulut leno tertutup 300°-340° = Feeler touch aktif 350° = Mulut benang lusi tertutup dan Clamper tertutup 360° = Front Dead point atau posisi poros engkol berada pada titik mati belakang Sumber: Bagian Pertenunan PT. CGN Gambar 2.4 Timing Diagram Proses Pertenunan 2.2.3 Spesifikasi Air Pada proses pertenunan dengan menggunakan water jet loom, air merupakan komponen yang sangat penting yang digunakan sebagai pembawa benang pakan pada saat peluncuran benang pakan. Air yang digunakan harus memenuhi standar, sesuai dengan kebutuhan proses dan jumlah air harus mencukupi. Untuk memenuhi hal tersebut, maka dilakukan proses pengolahan air sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria untuk digunakan dalam proses peluncuran pakan. Adapun syarat- 12 syarat air yang dipakai pada water jet loom yang ditampung pada tangki penampungan (float box), yaitu : 1. Air yang dipakai tidak menyebabkan benang menjadi kotor oleh residu, mangan, besi dan sebagainya. 2. Air yang ditampung harus bersih dari kotoran. 3. Temperatur air antara 16-20 °C Spesifikasi air yang digunakan pada proses pertenunan dengan menggunakan water jet loom, dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Persyaratan Air Untuk Mesin Water Jet Loom Toyota LW ZEA 190C6 Analisa Standar Standar Yang Komponen Utama Turbidity Optimum Diinginkan < 1,1 ppm < 2,0 ppm pH (25 °C) Bahan Organik : fragmen dari binatang, tanaman, humus, mikroba 6,7 – 7,5 < 25 ppm < 30 ppm Ca2+, Mg2+ Total Besi, Mangan < 0,15 ppm < 0,20 ppm Ionoxide, Fe2+, Mn2+ Chlor Bebas < 0,1 ppm < 0,3 ppm Cl2, air yang mengandung chlor seperti air perkotaan bukan air alami Alkalinitas < 30 ppm < 60 ppm HCO3 yang diproduksi oleh kekurangan mineral Konsumsi untuk < 2 ppm < 3 ppm Zat organik : bakteri, jamur, dll Sisa Penguapan < 100 ppm < 150 ppm Ada kotoran dalam air Suhu Air 16 °C – 20 °C 14 °C – 20 °C Total Hardness (kesadahan) Permanganat (COD) Sumber : Bagian RDPC, PT CGN, 2015 2.3 Tinjauan Terhadap Proses Pembukaan Mulut Lusi Proses terjadinya anyaman pada kain tenun karena terjadinya silangan benang lusi dan benang pakan, yaitu ketika Kamran-kamran yang membagi dua bagian benang lusi sebagian dinaikkan dan sebagian diturunkan sehingga terbentuklah rongga atau 13 sudut dan lewat sudut inilah benang pakan diluncurkan. Gerakan naik dan turunnya gun tersebut disebut gerakan pembentukan mulut lusi. Tinggi mulut lusi diusahakan sekecil mungkin untuk mengurangi tinggi pengakatan Kamran guna mengurangi tegangan pada benang lusi. Bagaimanapun, tinggi mulut lusi ditentukan alat peluncuran benang pakannya. Waktu pembentukan mulut lusi juga merupakan hal yang pent ing. Tegangan benang lusi pada mulut lusi atas dan lusi bawah harus tetap sama untuk menjamin kualitas kain yang dihasilkan, tegangan lusi yang bervariasi akan berpengaruh terhadap struktur kainnya. Benang -benang lusi dikontrol melalui pengangkatan Kamran, Kamran yang paling belakang dari mesin tenun, pengankatannya harus lebih tinggi dibandingkan Kamran di depan untuk mendapatkan mulut lusi yang bersih guna mempermudah peluncuran benang pakan. Tetapi, Kamran yang paling belakang, tegangan benang lusinya lebih besar ketika pembentukan mulut lusi. Bersih Kain Kamran lusi Tidak Bersih Sumber: Sabit Adanur, Pengetahuan Teknologi Pertenunan, hal 116 Gambar 2.5 Mulut Lusi Bersih Dan Tidak Bersih Pembentukan mulut lusi yang tidak bersih akan mengganggu peluncuran benang pakan atau benang pakan akan tertahan tertahan oleh benang-benang lusi bahkan dapat terjadi benang-benang lusi tersebut putus disebabkan oleh tumbukan dengan peralatan peluncuran pakan. Pada dasarnya proses pembukaan mulut lusi pada ATM dilakukan secara manual dengan menekan tuas yang terhubung dengan Kamran yang akan diturunkan, dengan alat – alat tambahan seperti tali dan rol, Kamran-Kamran yang lainnya akan terhubung dan membuat Kamran naik dan turun ketika tuas-tuas Kamran ditekan. 14 Dengan berkembangnya mesin – mesin tenung proses pembentukan mulut lusi menjadi lebih mudah karena adanya alat – alat otamatisasi pembentukan mulut lusi. Alat pembentukan mulut lusi dibagi menjadi 4 yakni : 1. Pembentukan mulut lusi dengan engkol (crank) (hanya untuk anyaman plain) 2. Pembentukan mulut lusi dengan cam 3. Pembentukan mulut lusi dengan dobby 4. Pembentukan mulut lusi dengan jacquard 2.3.1 Pembentukan Mulut Lusi dengan Menggunakan Cam Cam dengan profil mengikuti pola anyaman berputar untuk melakukan pengangkatan atau penurunan Kamran sehingga terbentuk mulut lusi. Siystem pembentukan mulut lusi dengan cam dapat mengintrol naik dan turunnya Kamran hingga 14 Kamran. Mekanisme pembentukan mulut lusi dengan cam relatif sederhana dan murah dalam pembuatan dan pemeliharaan, juga bebas dari kemungkinan terjadinya kesalahan anyaman serta tidak menghambat kecepatan mesin tenun. Sepasang cam cukup untuk menenun kain dengan anyaman plain. Kekurangan utama pembentukan mulut lusi dengan menggunakan cam adalah terbatasnya dalam membuat pola – pola anyaman yang komplek. Kekurangan lainnya adalah, ketika melakukan perubahan anyaman, diperlukan cam baru atau harus mengatur kembali susunan cam yang mengahbiskan cukup banyak waktu dan tidak praktis untuk pembuatan kain yang pola anyamannya sering berubah. 2.3.1.1 Bentuk Cam Cam adalah sebuah piringan yang mentransformasi gerakan berputar cam itu sendiri menjadi gerakan bolak – balik dari follower. Transformasi dilakukan melalui ujung cam atau alur yang terdapat pada permukaannya. Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.3 halaman 15. 15 Tuas penghubung Roller peraba Negative cam Positive cam Sumber: Sabit Adanur, Pengetahuan Teknologi Pertenunan, hal 138 Gambar 2.6 Bentuk Positif Cam Dan Negative Cam Besarnya repeat anyaman pada pembentukan mulut lusi dengan cam dibatasi oleh jumlah maksimum pakan dalam satu repeat. Hal ini dapat dijelaskan dengan gambar 2.5 halaman 16, yaitu gambar pemasangan cam pada porosnya. Misalkan akan ditenun kain dengan anyaman terdiri dari 8 helai benang dalam satu repeat- nya dan akan ditenun dengan menggunakan system cam negatif, jumlah cam yang diperlukan 8 cam yang nantinya dipasang pada sebuah poros seperti diperlihatkan pada gambar 2.4 halaman 16. Pada diagram gambar 2.4 halaman 16, satu pakan sama dengan 1/8 putaran atau 45◦. Seandainya jumlah cam lebih dari 8, maka space untuk dwell masig – masing cam akan berkurang. Hal ini berarti bahwa slope kurva cam akan naik yang juga akan meningkatkan besarnya gaya yang bekrja pada sistem. Mengacu pada gambar pemasangan cam pada porosnya, untuk mengangkat Kamran diperlukan gaya vertical F, cam harus mendorong cam follower dengan gaya R juga meningkat. 16 cam Poros cam Sumber: Sabit Adanur, Pengetahuan Teknologi Pertenunan, hal 139 Gambar 2.7 Pemasangan Cam Pada Porosnya Cam dibuat untuk memberikan gerakan harmonik sederhana terhadap cam followernya sehingga menghasilkan gerakan yang halus. Cam follower bergerak pada garis imajiner vertikal yang melalui poros cam. Untuk menghindari munculnya gaya yang berlebihan pada sistem, dengan ukuran cam yang ada, slope kurva cam harus diturunkan yang mensyaratkannya jumlah benang sedikit mungkin dalam satu repeat anyaman kainnya. Ada dua jenis mekanisme cam yang dapat bekerja pada mesin tenun : 1. Sistem negatif cam. 2. Sistem positif cam. Pada pembentukan mulut lusi dengan menggunakan cam negative, Kamran 2.3.1.2 Pembentukan Mulut Lusi Menggunakan Cam Negatif dinaikkan atau diturunkan oleh gerakan cam tetapi ketika Kamran tersebut kembali ke posisi semula dilakukan oleh peralatan lain. Gambar 2.8 halaman 17, memperlihatkan prinsip mekanisme cam negatif, gerakan kembali Kamran dilakukan dengan menggunakan per ( spring ) yang dihubungkan dengan masing-masing Kamran. Pada mesin-mesin tenun modern, pembentukan mulut lusi dengan menggunakan cam negatif sudah jarang digunakan. 17 Sumber: Sabit Adanur, Pengetahuan Teknologi Pertenunan, hal 139 Gambar 2.8 Skema Prinsip Pembentukan Mulut Lusi Dengan Cam Negative 2.3.1.3 Pembentukan Mulut Lusi Menggunakan Cam Positif Pada pembentukan mulut lusi dengan cam positif, naik ataupun turunnya Kamran dilakukan oleh gerakan cam itu sendiri. Ada dua tipe cam positif. Tipe pertama, frictionless roller yang bergerak di dalam alur yang terdapat di permukaan cam ( Gambar 2.3 ). Cam follower, yang dipasang pada salah sa tu ujung batang, bergerak ke atas dan ke bawah dan ujung bagian bawah batang tersebut bergerak ke belakang dan ke depan dalam arah horizontal. Kemudian gerakan tersebut diteruskan ke Kamran dengan perantaraan batang – batang. Mekanisme cam tipe ini, tidak banyak digunakan lagi. 2.4 Tinjauan Tentang Catch Cord Catch cord adalah mekanisme pengikat ujung benang pakan yang diluncurkan gunanya iyalah mengikat ujung – ujung benang pakan agar anyaman tetap kuat hingga pakan selanjutnya diketek, Catch cord juga berfungsi merapihkan pinggiran kain karena setelah pakan teranyam dengan kuat selanjutnya ujung pakan yang terikat pada Catch cord dipotong kurang lebih sama panjang sehingga pingir kain lebih rapih. Bagian - bagian Catch cord dapat dilihat pada gambar 2.9 halaman 18. 18 Sumber: manual book Standar kerja operator weaving department, Catch Cord Gambar 2.9 Bagian – Bagian Catch Chord Keterangan : 1. Benang Catch cord 9. Spindle 2. Spring tensor 10. Spindle pulley 3. Yarn guide spring 11. Friction roll 4. Counter shaft 12. Drive pulley II 5. Drive pulley I 13. Center cloth belt 6. V belt 14. Tension pulley 7. Driven pulley I 15. Take -up gear A 8. Drive shaft 16. Take -up gear B Catch cord memiliki gerakan yang sama dengan lusi karena proses naik turunnya benang Catch cord dibantu oleh Kamran yang sama dengan Kamran lusi, namun Catch cord memiliki sisir dan benang yang berbeda dari lusi. Mekanisme Catch cord mulai dari gulungan benang Catch cord ditaruh pada pinggir mesin kemudian benang Catch cord ditarik melalui mata itik kemudian menuju penegang dan masuk ke dalam lubang gun pada Kamran, setelah itu benang Catch cord dipasang melewati lubang sisir Catch cord dan masuk kedalam spindle pada mesin Catch cord untuk diberi putaran dan ditarik secara perlahan sesuai kecepatan penarikan kain. 2.4.1 Sisir Catch Cord Sisir Catch cord adalah sisir pemisan dan pengetek benang Catch cord yang berada pada pingir mesin, penggerak utama sisir Catch cord sama dengan pegerak sisir 19 ketek yaitu lade, namun sisir Catch cord memiliki nomor yang lebih kecil karena benang Catch cord lebih besar dibandingkan lusi. Sisir Catch cord hanya memiliki 3 lubang sisir karena pemasangan benang Catch cord hanya sekitar 4 – 6 benang. Nomer sisir Catch cord pada umumnya berkisar 10 – 12 yang artinya lubang sisir dalam 2 inch hanya 10 – 12 lubang saja. Untuk lebih jelasnya sisir Catch cord dapat dilihat pada gambar 2.10 2.4.3 Mesin Catch cord Mesin Catch cord adalah mesin yang digunakan untuk menarik dan menggintir benang Catch cord dan ujung benang pakan yang telah dipotong. Bagian – bagian mesin Catch cord dapat dilihat pada gambar 2.8 Sumber: manual book Standar kerja operator weaving department, pemasangan Catch Cord Gambar 2.11 Mesin Catch Cord Keterangan gambar 2.5 1) Spindel pulley 3) Spindle holder 2) Ujung spindel 4) Oil shell sebelah kiri Tinjauan Tentang Cacat Snarling 2.5.1 Definisi Cacat Kain Cacat kain tenun adalah kelainan – kelainan yang tampak atau timbul pada permukaan kain secara visual yang dapat menurunkan mutu kain serta terjadinya dengan tidak direncanakan. Untuk mengklasifikasikan cacat kain biasanya didasarkan atas banyak dan besarnya cacat pada kain tersebut, pada umunya cacat kain tenun dapat dibagi kedalam tiga bagian : 20 1. Cacat mayor yaitu cacat yang kelihatan atau sangat terlihat dan kebanyakan menyebabkan cacat pada pakaian. 2. Cacat minor yaitu cacat yang masih dapat diperbaiki sehingga akan berkurang intensitas cacatnya, dan akan berkurang kenampakannya setelah proses penyempurnaan. 3. Cacat kritis yaitu cacat yang akan menyebabkan kain tidak akan dapat digunakan lagi. Cacat – cacat kain tersebut mempunyai tingkat keparahan masing – masing, sehingga ada cacat yang masih dapat diperbaiki di bagian pertenunan atau inspeksi kain grey dan ada pula yang tidak dapat diperbaiki sehingga akan terbawa terus sampai proses penyimpanan. 2.5.2 Pengertian Cacat Pakan Snarling Pakan Snarling adalah cacat kain yang terbentuk dari benang pakan yang berupa lengkungan kecil yang muncul pada permukaan kain yang panjangnya kurang lebih 2 – 3 mm. cacat Snarling diakibatkan oleh benang pakan yang tidak tegang saat diketek, benang pakan yang tidak tegang akan mengakibatkan benang terpuntir dan saat terketek pada kain terdapat puntiran benang pakan. Tidak tegangnya benang pakan dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya pada proses pembukaan mulut lusi dan peluncuran pakan. adapun gambar cacat Snarling dapat dilihat pada gambar 2.12 Gambar 2.12 Cacat Snarling Pada Kain 2.5.3 Faktor –faktor Penyebab Terjadinya Cacat Snarling Berdasarkan referensi dari pihak Inspecting, bahwa penyebab terjadinya pakan Snarling pada mesin tenun Water Jet tipe LW ZEA 190C6 adalah : 21 1. Tekanan dari pompa terlalu rendah Apabila tekanan dari pompa terlalu rendah maka akan menyebabkan air yang disemprotkan melalui Nozzle terlalu kecil. Sehingga benang pakan akan yang diluncurkan akan melintir / Snarling. 2. Volume air sedikit Jika volume air yang disemprotkan sedikit, maka kondisi benang pakan yang diluncurkan kurang lurus dan kurang stabil. Sehingga pada saat peluncuran, benang pakan tersebut melintir / Snarling. 3. Arah semprotan Nozzle kurang baik Apabila arah semprotan dari Nozzle jelek, maka pada saat peluncuran benang pakan, jalannya benang pakan tidak lurus, sehingga menyebabkan pakan Snarling. 4. Timing yang berhubungan dengan penutupan Gripper kurang tepat Apabila timing penutupan Gripper kurang tepat ( missal : terlalu akhir ) maka pada saat peluncuran benang pakan, salah satu ujung benang pakan tidak terpegang, sehingga benang tersebut akan melintir / Snarling. 5. Pemotongan benang pakan oleh Cutter kurang baik Hal ini disebabkan karena pisau pemotong / Cutter jelek atau aus, selain itu juga bisa disebabkan karena Timing pemotongan yang tidak tepat. Sehingga tidak dapat memotong pakan dengan sempurna. 6. Pembukaan Mulut Lusi Tidak Bersih Hal ini disebabkan karena banang lusi yang menghambat jalannya peluncuran pakan dapat disebabkan oleh tinggi Kamran yang tidak sesuai dan bahan baku yang kurang baik, hal ini juga dapat terjadi karena benang leno maupun benang catch cord. 2.6 Tinjauan Catch Cord Terhadap Cacat Snarling Buku Sabit Adanur pengetahuan teknologi pertenunan menyatakan “pada dasarnya, tiap – tiap benang dicucuk pada satu lubang sisir” yang artinya setiap lubang sisir lebih baik diisi oleh satu benang saja karena “benang harus dapat bergerak bebas pada saat dinaik turunkan di dalam lubang sisir” untuk memenuhi syarat peluncuran pakan yakni mulut lusi yang bersih. 22 Catch cord pada umumnya hanya memiliki 3 lubang sisir bernomor 12 dan benang Catch cord yang digunakan 4 sampai 6 benang, maka dari itu umumnya dua benang Catch cord akan dicucuk pada 1 lubang. Hal ini menyebabkan benang Catch cord tidak bebas pada saat pembentukan mulut Catch cord dan mengakibatkan saling tertabrak atau terlilitnya antara 2 benang Catch cord dalam 1 lubang sisir.