Uploaded by suastikaalit9

Makalah Filsafat Kelompok 1

advertisement
FILSAFAT ILMU MANAJEMEN
Filsafat Idealisme, Filsafat Dialektika, dan Eksistensialisme
Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Filsafat Ilmu Manajemen
Dosen Pengampu :
Ni Luh Gede Sari Marta Kyana
2280611005
Yulia Elsa Kartika
2280611006
A. A. Ayu Tirtamara
2280611029
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
PENDAHULUAN
Penjelasan mengenai makna kehidupan dan bagaimana seharusnya kita menjalaninya
merupakan masalah yang klasik, yang hingga sekarang susah untuk ditetapkan filsafat mana
yang paling benar yang seharusnya kita anut. Para filsuf tersebut menggunakan sudut pandang
yang berbeda sehingga menghasilkan filsafat yang berbeda pula. Dari beberapa banyak aliran
filsafat, saya hanya membahas aliran filsafat idealisme. Antara aliran atau paham yang satu dan
yang lainnya ada yang saling bertentangan dan ada pula yang memiliki konsep dasar sama.
Akan tetapi meskipun bertentangan, bukanlah untuk saling dipertentangkan. Justru dengan
banyaknya aliran atau paham yang sudah diperkenalkan oleh tokoh-tokoh filsafat, kita dapat
memilih cara yang pas dengan persoalan yang sedang kita hadapi.
Memahami sistem filsafat sesungguhnya menelusuri dan mengkaji suatu pemikiran
mendasar dan tertua yang mengawali kebudayaan manusia. Filsafat berkembang berdasarkan
ajaran seorang atau beberapa orang tokoh pemikir filsafat. Sistem filsafat sebagai suatu
masyarakat atau bangsa. Sistem filsafat amat ditentukan oleh potensi dan kondisi masyarakat
atau bangsa itu, tegasnya oleh kerjasama faktor dalam dan faktor luar. Faktor-faktor ini
diantaranya yang utama ialah sikap dan pandangan hidup, citakarsa dan kondisi alam
lingkungan. Apabila cita karsanya tinggi dan kuat tetapi kondisi alamnya tidak menunjang,
maka bangsa itu tumbuhnya tidak subur (tidak jaya).Tujuan dari penulisan makalah ini sendiri,
selain memenuhi kewajiban membuat tugas, adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu dan
keterkaitan penulis terhadap aliran filsafat idealisme.
FILSAFAT IDEALISME
Di dalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia
fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah
ini diambil dari kata “idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Kata idealisme dalam filsafat
mempunyai arti yang sangat berbeda dari arti yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari.
Kata idealis itu dapat mengandung beberapa pengertian, antara lain: Seorang yang menerima
ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya; Orang yang dapat
melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada.
Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan lebih banyak oleh arti dari
kata ide daripada kata ideal. W.E. Hocking, seorang idealis mengatakan bahwa kata ideaism lebih tepat digunakan daripada idealism. Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa
realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda
material dan kekuatan. Idealisme menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer)
dari pada materi.
Alam, bagi orang idealis, mempunyai arti dan maksud, yang diantara aspek-aspeknya
adalah perkembangan manusia. Oleh karena itulah seorang idealis akan berpendapat bahwa,
terdapat suatu harmoni yang dalam arti manusia dengan alam. Apa yang “tertinggi dalam jiwa”
juga merupakan “yang terdalam dalam alam”. Manusia merasa ada rumahnya dengan alam; ia
bukanlah orang atau makhluk ciptaan nasib, oleh karena alam ini suatu sistem yang logis dan
spiritual; dan hal ini tercermin dalam usaha manusia untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Jiwa (self) bukannya satuan yang terasing atau tidak rill, jiwa adalah bagian yang sebenarnya
dari proses alam. Proses ini dalam tingkat yang tinggi menunjukkan dirinya sebagai aktivis,
akal, jiwa, atau perorangan. Manusia sebagai satuan bagian dari alam menunjukkan struktur
alam dalam kehidupan sendiri.
Pokok utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai kedudukan yang
utama dalam alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak mengingkari materi. Namun, materi
adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat. Sebab, seseorang akan memikirkan
materi dalam hakikatnya yang terdalam, dia harus memikirkan roh atau akal. Jika seseorang
ingin mengetahui apakah sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti apakah pikiran itu,
apakah nilai itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah materi itu.
Paham ini beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya. Manusia
ada karena ada unsur yang tidak terlihat yang mengandung sikap dan tindakan manusia.
Manusia lebih dipandang sebagai makhluk kejiwaan/kerohanian. Untuk menjadi manusia maka
peralatan yang digunakannya bukan semata-mata peralatan jasmaniah yang mencakup hanya
peralatan panca indera, tetapi juga peralatan rohaniah yang mencakup akal dan budi. Justru
akal dan budilah yang menentukan kualitas manusia.
a.
Jenis-Jenis Idealisme
Sejarah idealisme cukup berliku-liku dan meluas karena mencakup berbagai teori yang
berlainan walaupun berkaitan. Ada beberapa jenis idealisme: yaitu idealisme subjektif,
idealisme objektif, dan idealisme personal.
1.
Idealisme Subjektif
Idealisme subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide
manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu
yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide
manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah
ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.
Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang dari inggris yang bernama George
Berkeley (1684-1753 M). Menurut Berkeley, segala sesuatu yang tertangkap oleh
sensasi/perasaan kita itu bukanlah materi yang real dan ada secara objektif.
2.
Idealisme Objektif
Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide manusia.
Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah terdapat dalam
susunan alam.
Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil
dari ciptaan ide universil. Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu
yang bukan materi, yang ada secara abadi di luar manusia, sesuatu yang bukan materi itu
ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan
perasaannya.
Filsuf idealis yang pertama kali dikenal adalah Plato. Ia membagi dunia dalam dua
bagian. Pertama, dunia persepsi, dunia yang konkret ini adalah temporal dan rusak; bukan
dunia yang sesungguhnya, melainkan bayangan alias penampakan saja. Kedua, terdapat
alam di atas alam benda, yakni alam konsep, idea, universal atau esensi yang abadi.
3.
Idealisme Personal (personalisme)
Idealisme personal yaitu nilai-nilai perjuangannya untuk menyempurnakan dirinya.
Personalisme muncul sebagai protes terhadap materialisme mekanik dan idealisme
monistik. Bagi seorang personalis, realitas dasar itu bukanlah pemikiran yang abstrak atau
proses pemikiran yang khusus, akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir.
b.
Tokoh-Tokoh Idealisme
1. J.G. Fichte (1762-1814 M)
Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di Jena pada tahun 1780-1788.
Filsafat menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu prinsip. Ini sudah mencukupi untuk
memenuhi tuntutan pemikiran, moral, bahkan seluruh kebutuhan manusia. Prinsip yang
dimaksud ada di dalam etika. Bukan teori, melainkan prakteklah yang menjadi pusat yang
disekitarnya kehidupan diatur. Unsur esensial dalam pengalaman adalah tindakan, bukan fakta.
Menurut pendapatnya subjek “menciptakan” objek. Kenyataan pertama ialah “saya yang
sedang berpikir”, subjek menempatkan diri sebagai tesis. Tetapi subjek memerlukan objek,
seperti tangan kanan mengandaikan tangan kiri, dan ini merupakan antitesis. Subjek dan objek
yang dilihat dalam kesatuan disebut sintesis. Segala sesuatu yang ada berasal dari tindak
perbuatan sang Aku.
2.
G.W.F Hegel (1798-1857 M)
Hegel lahir di Stuttgart, Jerman pada tanggal 17 Agustus 1770. Ayahnya adalah seorang
pegawai rendah bernama George Ludwig Hegel dan ibunya yang tidak terkenal itu bernama
Maria Magdalena. Pada usia 7 tahun ia memasuki sekolah latin, kemudian gymnasium. Hegel
muda ini tergolong anak telmi alias telat mikir! Pada usia 18 tahun ia memasuki Universitas
Tubingen. Setelah menyelesaikan kuliah, ia menjadi seorang tutor, selain mengajar di Yena.
Pada usia 41 tahun ia menikah dengan Marie Von Tucher. Karirnya selain menjadi direktur
sekolah menengah, juga pernah menjadi redaktur surat kabar. Ia diangkat menjadi guru besar
di Heidelberg dan kemudian pindah ke Berlin hingga ia menjadi Rektor Universitas Berlin
(1830).
Pokok-Pokok Pikiran (Filsafat) Hegel
Tema fisafat Hegel adalah Ide Mutlak. Oleh karena itu, semua pemikirannya tidak terlepas
dari ide mutlak, baik berkenaan dari sistemnya, proses dialektiknya, maupun titik awal dan
titik akhir kefilsafatannya. Oleh karena itu pulalah filsafatnya disebut filsafat idealis, suatu
filsafat yang menetapkan wujud yang pertama adalah ide (jiwa).
a.
Rasio, ide, dan roh
Hegel sangat mementingkan rasio, tentu saja karena ia seorang idealis. Yang
dimaksud olehnya bukan saja rasio pada manusia perseorangan, tetapi rasio
pada subjek absolut karena Hegel juga menerima prinsip idealistik bahwa realitas
seluruhnya harus disetarafkan dengan suatu subjek. Dalil Hegel yang kemudian
terkenal berbunyi: “ Semua yang real bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat
real.” Maksudnya, luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. Realitas seluruhnya
adalah proses pemikiran (idea, menurut istilah Hegel) yang memikirkan dirinya
sendiri. Atau dengan perkataan lain, realitas seluruhnya adalah Roh yang lambat laun
menjadi sadar akan dirinya. Dengan mementingkan rasio, Hegel sengaja beraksi
terhadap kecenderungan intelektual ketika itu yang mencurigai rasio sambil
mengutamakan perasaan.
Pusat fisafat Hegel ialah konsep Geist (roh,spirit), suatu istilah yang diilhami
oleh agamanya. Istilah ini agak sulit dipahami. Roh dalam pandangan Hegel adalah
sesuatu yang real, kongkret, kekuatan yang objektif, menjelma dalam berbagai bentuk
sebagai world of spirit (dunia roh), yang menempatkan ke dalam objek-objek khusus.
Di dalam kesadaran diri, roh itu merupakan esensi manusia dan juga esensi sejarah
manusia.
Demi alam kembalilah idea atau roh kepada diri sendiri. Dalam fase ini, mulamula roh itu merupakan roh subjektif, kemudian roh objektif, dan akhirnya roh mutlak.
Sebagai roh subjektif, roh itu mengenal dirinya dan merupakan tiga tingkatan:
antropologi, fenomologi, dan psikologi. Dalam antropologi, kenalah roh itu akan
dirinya dalam penjelmaan pada alam. Dalam fenomenologi, kenalah dia akan dirinya
dalam perbedaannya dengan alam. Adapun pada psikologi, roh mengenal dirinya
dalam kemerdekaan terhadap alam, mula-mula teoritis, kemudian praktis dan akhirnya
merdekalah roh itu.
Maka meningkatlah kepada roh objektif. Roh objektif ini roh mutlak yang
menjelma pada bentuk-bentuk kemasyarakatan manusia, hak dan hukum kesusilaan
dan kebajikan. Dalam hak dan hukum terdapat penjelmaan roh merdeka itu pada
hukum-hukum umum. Di samping itu adalah kesusilaan yang merupakan kebatinan.
Pada sintesis keduanya itu terlahirlah kebajikan.
Sampailah sekarang kepada roh mutlak. Roh mutlak itu ialah idea yang
mengenal dirinya dengan sempurna itu merupakan sintesis dari roh subjektif dan
objektif. Tak ada lagi, pertentangan antara subjek dan objek antara berpikir dan ada.
Oleh karena roh mutlak ini sebenarnya gerak juga, maka dia menunjukkan
perkembangan juga: seni (tesis), agama (antitesis) dan kemudian filsafat (sintesis).
Seni itu memperlihatkan idea dalam pandangan indera terhadap dunia, objeknya masih
di luar subjek. Adapun agama tidak lagi mempunyai subjek di luar objek, melainkan
di dalamnya. Tetapi segala pengertian dan gambaran agama itu dianggap ada. Filsafat
akhirnya merupakan sintesis dari seni dan agama merupakan paduan yang lebih tinggi.
Di sinilah idea mengenal dirinya dengan sempurna. Dalam sejarah filsafat ternyata
benar gerak idea itu, yaitu tesis, antitesis, dan akhirnya sintesis. Misalnya: Parmenides
(tesis), Heraklitos (antitesis), dan Plato (sintesis).
FILSAFAT DIALEKTIKA
Untuk menjelaskan filsafatnya, Hegel menggunakan dialektika sebagai metode.
Yang dimaksud oleh Hegel dengan dialektika adalah mendamaikan, mengompromikan
hal-hal yang berlawanan.
Proses dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase pertama (tesis) dihadapi
antitesis (fase kedua), dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis). Dalam sintesis itu,
tesis dan antitesis menghilang. Dapat juga tidak menghilang, dia masih ada, tetapi
sudah diangkat pada tingkat yang lebih tinggi. Proses ini berlangsung terus. Sintesis
segera menjadi tesis baru, dihadapi oleh antitesis baru, dan menghasilkan sintesis baru
lagi, dan seterusnya.
Tesis adalah pernyataan atau teori yang didukung oleh argumen yang
dikemukakan, lalu antitesis adalah pengungkapan gagasan yang bertentangan.
Sedangkan sintetis adalah paduan (campuran) berbagai pengertian atau hal sehingga
merupakan kesatuan yang selaras.
Contoh tesis, antitesis, dan sintesis.
1. Yang “ada” (being) merupakan tesis kemudian berkontraksi dengan “tak ada” (not
being) sebagai antitesis, kemudian menghasilkan menjadi (becoming) sebagai
sintesis.
2. Dalam keluarga, suami-istri adalah dua makhluk berlainan yang dapat berupa tesis
dan antitesis. Anak dapat merupakan sintesis yang mendamaikan tesis dan antitesis.
3. Mengenai bentuk Negara
Tesis
: Negara diktator. Di Negara ini hidup kemasyarakatan diatur dengan
baik, tetapi para warganya tidak mempunyai kebebasan apapun juga.
Antitesis : Negara anarki. Dalam Negara anarki para warganya mempunyai
kebebasan
Sintesis
tanpa batas, tetapi hidup kemasyarakatan menjadi kacau.
:
Negara
konstitusional.
Sintesis
ini
mendamaikan
antara
pemerintahan diktator dengan anarki menjadi demokrasi.
Materialisme
Materialisme adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, di mana asal atau
hakikat dari segala sesuatu ialah materi. Karena itu, materialisme mempersoalkan
metafisika, tetapi metafisikanya adalah metafisika materialisme. Materialisme adalah
merupakan istilah dalam filsafat ontologi yang menekankan keunggulan faktor-faktor
material atas spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau
penjelasan historis. Maksudnya, suatu keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu
selain materi yang sedang bergerak. Pada sisi ekstrem yang lain, materialisme adalah
sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa pikiran (roh, kesadaran, dan jiwa) hanyalah
materi yang sedang bergerak. Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki
karakteristik- karakteristik pikiran dan tidak ada entitas-entitas nonmaterial. Realitas
satu-satunya adalah materi. Setiap perubahan bersebab materi atau natura dan dunia
fisik. Beberapa tokoh pemikir materialisme, antara lain:
Karl Marx (1818-1883)
Marx lahir di Trier Jerman pada 1818. Ayahnya merupakan seorang Yahudi dan
pengacara yang cukup berada, dan ia masuk Protestan ketika Marx berusia enam tahun.
Setelah dewasa Marx melanjutkan studinya ke universitas di Bonn, kemudian Berlin.
Ia memperoleh gelar doktor dengan desertasinya tentang filsafat Epicurus dan
Demoktirus. Kemudian, ia pun menjadi pengikut Hegelian sayap kiri dan pengikut
Feurbach. Dalam usia dua puluh empat tahun, Marx menjadi redaktur Koran Rheinich
Zeitung yang dibrendel pemerintahannya karena dianggap revolusioner.
Setelah ia menikah dengan Jenny Von Westphalen (1843) ia pergi ke Paris dan
di sinilah ia bertemu dengan F.Engels dan bersahabat dengannya. Tahun 1847, Marx
dan Engels bergabung dengan Liga Komunis, dan atas permintaan liga komunis inilah,
mereka mencetuskan Manifesto Komunis (1848). Dasar filsafat Marx adalah bahwa
setiap zaman, sistem produksi merupakan hal yang fundamental. Yang menjadi
persoalan bukan cita-cita politik atau teologi yang berlebihan, melainkan suatu sistem
produksi. Sejarah merupakan suatu perjuangan kelas, perjuangan kelas yang tertindas
melawan kelas yang berkuasa. Pada waktu itu Eropa disebut kelas borjuis. Pada
puncaknya dari sejarah ialah suatu masyarakat yang tidak berkelas, yang menurut Marx
adalah masyarakat komunis.
Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Menurut Thomas Hobbes materialisme menyangkal adanya jiwa atau roh
karena keduanya hanyalah pancaran dari materi Dapat dikatakan juga bahwa
materialisme menyangkal adanya ruang mutlak lepas dari barang-barang material.
Hornby (1974)
Menurut Hornby materialisme adalah theory, belief, that only material thing
exist (teori atau kepercayaan bahwa yang ada hanyalah benda-benda material saja).
Sebagian ahli lain mengatakan bahwa materialisme adalah kepercayaan bahwa
yang ada hanyalah materi dalam gerak. Juga dikatakan kepercayaan bahwa pikiran
memang ada, tetapi adanya pikiran disebabkan perubahan-perubahan materi.
Materialisme juga berarti bahwa materi dan alam semesta tidak memiliki karakteristik
pikiran, seperti kesadaran, niat, tujuan, makna, arah, kecerdasan, kemauan atau upaya.
Jadi, materialisme tidak mengakui adanya entitas nonmaterial, seperti roh, hantu,
malaikat. Materialisme juga tidak mempercayai adanya Tuhan atau alam supranatural.
Oleh sebab itu, penganut aturan ini menganggap bahwa satu-satunya realitas yang ada
hanyalah materi. Segala perubahan yang tercipta pada dasarnya berkausa material. Pada
ekselasi material menjadi suatu keniscayaan pada being of phenomena. Pada akhirnya
dinyatakan bahwa materi dan segala perubahannya bersifat abadi.
Van Der Welj (2000)
Van Der Welj mengatakan bahwa materialisme dengan menyatakan bahwa
materialisme ini terdiri atas suatu aglomerasi atom-atom yang dikuasai aleh hukumhukum fisika-kimiawi. Bahkan, terbentuknya manusia sangat dimungkinkan berasal
dari himpunan atom-atom tertinggi. Apa yang dikatakan kesadaran, jiwa, atau roh
sebenarnya hanya setumpuk fungsi kegiatan dari otak yang bersifat sangat organikmaterialistis. Macam-macam Materialisme:
1. Materialisme rasionalistik. Materialisme rasionalistik menyatakan bahwa seluruh
realitas dapat dimengeti seluruhnya berdasarkan ukuran dan bilangan (jumlah);
Materialisme mitis atau biologis.
2. Materialisme mitis atau biologis ini menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa
material terdapat misteri yang mengungguli manusia. Misteri itu tidak berkaitan
dengan prinsip immaterial.
3. Materialisme parsial. Materialisme parsial ini menyatakan bahwa pada sesuatu
yang material tidak tedapat karakteristik khusus unsur immaterial atau formal;
4. Materialisme antropologis. Materialisme antropologis ini menyatakan bahwa jiwa
itu tidak ada karena yang dinamakan jiwa pada dasarnya hanyalah materi atau
perubahan-perubahan fisik-kimiawi materi;
5. Materialisme dialektik. Materialisme dialektik ini menyatakan bahwa realitas
seluruhnya terdiri atas materi. Ini berarti bahwa tiap-tiap benda atau kejadian dapat
dijabarkan kepada materi atau salah satu proses material. Salah satu prinsip
materialisme dialektik adalah bahwa perubahan dalam kuantitas. Oleh karena itu,
perubahan dalam materi dapat menimbulkan perubahan dalam kehidupan, atau
dengan kata lain kehidupan berasal dari materi yang mati. Semua makhluk hidup
termasuk manusia berasal dari materi yang mati, dengan proses perkembangan
yang terus-menerus ia menjadi materi yang memiliki kehidupan. Oleh karena itu,
kalau manusia mat ia akan kembali kepada materi, tidak ada dengan ke hidupan
rohaniah. Ciri-ciri materialisme dialektik mempunyai asas-asas, yaitu: asas gerak,
asa saling berhubungan, asas perubahan dari kuantitat menjadi kualitatif dan asas
kontradiksi intern.
6. Materialisme historis. Materialisme histories menyatakan bahwa hakikat sejarah
terjadi karena proses-proses ekonomis. Materialisme dialektik dan materialisme
histories secara bersamaan. Aliran ini menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang
menyangkut sejarah rohani dan perkembangan manusia hanya merupakan dampak
dan refleksi-refleksi aktivitas ekonomis manusia. Materialisme historis ini
berdasarkan dialektik, maka semua asas materialisme dialektik berlaku sepenuhnya
dalam materialisme histories.
Materialisme sebagai teori menyangkal realitas yang bersifat rohaniah,
sedangkan materialisme metode mencoba membuat abstraksi hal-hal yang bersifat
imaterial.
EKSISTENSIALISME
Definisi eksistensialisme tidak mudah dirumuskan, bahkan kaum eksistensialis
sendiri tidak sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya eksistensialisme itu. Sekalipun
demikian, ada sesuatu yang disepakati, baik filsafat eksistensi maupun filsafat
eksistensialisme sama-sama menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.
Namun, tidak ada salahnya, untuk memberikan sedikit gambaran tentang
eksistensialisme ini, berikut akan dipaparkan pengertiannya.
Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin ex
yang berarti keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri
dengan keluar dari diri sendiri. Artinya, dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia
sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini
dalam bahasa Jerman disebut dasein (da artinya di sana, sein artinya berada).
Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa cara berada manusia itu
menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan
dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak pernah
selesai. Dengan demikian, manusia selalu dalam keadaan membelum; ia selalu sedang
ini atau sedang itu.
Untuk lebih memberikan kejelasan tentang filsafat eksistensialisme ini, perlu
kiranya dibedakan dengan filsafat eksistensi. Yang dimaksud dengan filsafat eksistensi
adalah benar-benar seperti arti katanya, yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud
manusia sebagai tema sentral. Sedangkan filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat
yang menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia
berada di dunia; sapi dan pohon juga. Akan tetapi, cara beradanya tidak sama. Manusia
berada di dalam dunia; ia mengalami beradanya di dunia itu; manusia menyadari
dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan mengerti
yang dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di antaranya
ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa manusia sebagai
subjek. Subjek artinya yang menyadari, yang sadar. Barang-barang yang disadarinya
disebut objek.
Latar Belakang Lahirnya Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme adalah salah satu aliran filsafat yang mengguncangkan
dunia walaupun filsafat ini tidak luar biasa dan akar-akarnya ternyata tidak dapat bertahan
dari berbagai kritik. Filsafat selalu lahir dari suatu krisis. Krisis berarti penentuan. Bila
terjadi krisis, orang biasanya meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba
apakah ia dapat tahan uji. Dengan demikian, filsafat adalah perjalanan dari satu krisis ke
krisis yang lain. Begitu juga filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai krisis atau
merupakan reaksi atas aliran filsafat yang telah ada sebelumnya atau situasi dan kondisi
dunia, yaitu:
1. Materialisme. Menurut pandangan materialisme, manusia pada akhirnya adalah
benda seperti halnya kayu dan batu Memang orang materialis tidak mengatakan
bahwa manusia sama dengan benda, akan tetapi mereka mengatakan bahwa pada
akhirnya, jadi pada prinsipnya, pada dasarnya, pada instansi yang terakhir manusia
hanyalah sesuatu yang material; dengan kata lain materi; betul-betul materi.
Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi tapi pada
eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
2. Idealisme. Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subjek, hanya sebagai
kesadaran; menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan sehingga
menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada
barang lain selain pikiran.
3. Situasi dan Kondisi Dunia. Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi
dan kondisi di dunia Eropa Barat yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada
waktu itu keadaan dunia tidak menentu. Tingkah laku manusia telah menimbulkan
rasa muak atau mual. Penampilan manusia penuh rahasia, penuh imitasi yang
merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi atau
tradisi. Manusia berpura-pura, kebencian merajalela, nilai sedang mengalami
krisis, bahkan manusianya sendiri sedang mengalami krisis. Sementara itu agama
di sana dan di tempat lain dianggap tidak mampu memberikan makna pada
kehidupan.
Tokoh-tokoh Eksistensialisme dan Ajarannya
Tokoh-tokoh eksistensialisme cukup banyak, di antaranya: Kierkegaard,
Friedrich Nietzsche, Karl Jaspers, Martin Heidegger, Gabriel Marcel, dan Sartre.
Namun, di sini hanya dibatasi pada pengenalan dua tokoh yang dipandang mewakili
tokoh-tokoh lainnya, yaitu Soren Aabye Kierkegaard dan Jean Paul Sartre.
Soren Aabye Kierkegaard
Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) lahir di Kopenhagen, Denmark. Ia lahir
ketika ayahnya berumur 56 tahun dan ibunya 44 tahun. Ia mulai belajar teologi di
Universitas Kopenhagen. la menentang keras pemikiran Hegel yang mendominasi di
Universitas tersebut. Dalam kurun waktu itu, ia apatis terhadap agama, ingin hidup
bebas dari lingkungan aturan agama. Setelah mengalami masa krisis religius, ia kembali
menekuni ilmu pengetahuan dan menjadi Pastor Lutheran.
Pada 1841 ia mempublikasikan buku pertamanya (disertasi MA) Om Begrebet
Ironi (The Concept of Irony). Karya ini sangat orisinal dan memperlihatkan
kecemerlangan pemikirannya. la mengecam keras asumsi-asumsi pemikiran Hegel
yang bersifat umum. Karya agungnya terjelma dalam Afsluttende Uvidenskabelig
Efterskriff (Consluding Unscientific Postcript) tahun 1846, mengungkapkan ajaranajarannya yang bermuara pada kebenaran subjek. Karya-karya lainnya adalah Enten
Eller (1843) dan Philosophiske Smuler (1844). Sedangkan buku-buku yang bernada
kristiani adalah Kjerlighedens Gjerninger (Work of Love) 1847, Christelige Taler
(Christian Discourses) 1948, dan Sygdomen Til Doden (The Sickness into Death tahun
1948). Ide-ide pokok Soren Aabye Kierkegaard adalah sebagai berikut:
Tentang Manusia
Kierkegaard menekankan posisi penting dalam diri seseorang yang
"bereksistensi" bersama dengan analisisnya tentang segi-segi kesadaran religius seperti
iman, pilihan, keputusasaan, dan ketakutan. Pandangan ini berpengaruh luas sesudah
tahun 1918, terutama di Jerman. Ia mempengaruhi sejumlah ahli teologi protestan dan
filsuf-filsuf eksistensial termasuk Barh, Heidegger, Jaspers, Marcel, dan Buber.
Alur pemikiran Kierkegaard mengajukan persoalan pokok dalam hidup; apakah
artinya menjadi seorang Kristiani? Dengan tidak memperlihatkan "wujud" secara
umum, ia memperhatikan eksistensi orang sebagai pribadi. Ia mengharapkan agar kita
perlu memahami agama Kristen yang otentik. Ia berpendapat bahwa musuh bagi agama
Kristiani ada dua, yaitu filsafat Hegel yang berpengaruh pada saat itu. Baginya,
pemikiran abstrak, baik dalam bentuk filsafat Descartes atau Hegel akan
menghilangkan personalitas manusia dan membawa kita kepada kedangkalan makna
kehidupan. Dan yang kedua adalah konvensi, khususnya adat kebiasaan jemaat gereja
yang tidak berpikir secara mendalam, tidak menghayati agamanya, yang akhirnya ia
memiliki agama yang kosong dan tak mengerti apa artinya menjadi seorang kristiani.
Kierkegaard bertolak belakang dengan Hegel. Keberatan utama yang
diajukannya adalah karena Hegel meremehkan eksistensi yang kongkret, karena ia
(Hegel) mengutamakan idea yang sifatnya umum. Menurut Kierkegaard manusia tidak
pernah hidup sebagai sesuatu "aku umum", tetapi sebagai "aku individual" yang sama
sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain. Kierkegaard sangat
tidak suka pada usaha-usaha untuk menjadikan agama Kristen sebagai agama yang
masuk akal (reasonable) dan tidak menyukai pembelaan terhadap agama Kristiani yang
menggunakan alasan-alasan objektif. Penekanan Kierkegaard terhadap dunia Kristiani,
khususnya gereja-gerejanya, pendeta-pendetanya, dan ritus- ritus (ibadat-ibadat)nya
sangat mistis. Dia tidak menerima faktor perantara seperti pendeta, sakramen, gereja
yang menjadi penengah antara seorang yang percaya dan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Pandangan tentang Eksistensi
Kierkegaard mengawali pemikirannya bidang eksistensi dengan mengajukan
pertanyaan ini; bagi manusia, yang terpenting dan utama adalah keadaan dirinya atau
eksistensi dirinya. Eksistensi manusia bukanlah statis, tetapi senantiasa menjadi, artinya
manusia itu selalu bergerak dari kemungkinan kenyataan. Proses ini berubah, bila kini
sebagai sesuatu yang mungkin, maka besok akan berubah menjadi kenyataan. Karena
manusia itu memiliki kebebasan, maka gerak perkembangan ini semuanya berdasarkan
pada manusia itu sendiri. Eksistensi manusia justru terjadi pada kebebasannya.
Kebebasan itu muncul dalam aneka perbuatan manusia. Baginya bereksistensi berarti
berani mengambil keputusan yang menentukan bagi hidupnya. Konsekuensinya, jika
kita tidak berani mengambil keputusan dan tidak berani berbuat, maka kita tidak
bereksistensi dalam arti sebenarnya. Kierkegaard membedakan tiga bentuk eksistensi,
yaitu estetis, etis, dan religius.
Eksistensi estetis menyangkut kesenian, keindahan. Manusia hidup dalam
lingkungan dan masyarakat, karena itu fasilitas yang dimiliki dunia dapat dinikmati
manusia sepuasnya. Di sini, eksistensi estetis hanya bergelut terhadap hal-hal yang
dapat mendatangkan kenikmatan pengalaman emosi dan nafsu. Eksistensi ini tidak
mengenal ukuran norma, tidak adanya keyakinan akan iman yang menentukan.
Eksistensi etis. Setelah manusia menikmati fasilitas dunia, maka ia juga
memperhatikan dunia batinnya. Untuk keseimbangan hidup, manusia tidak hanya
condong pada hal-hal yang konkret saja, tetapi harus memperhatikan situasi batinnya
yang sesuai dengan norma-norma umum. Sebagai contoh untuk menyalurkan dorongan
seksual (estetis) dilakukan jalur perkawinan (etis).
Eksistensi religius. Bentuk ini tidak lagi membicarakan hal-hal konkret, tetapi
sudah menembus inti yang paling dalam dari manusia. Ia bergerak kepada yang absolut,
yaitu Tuhan. Semua yang menyangkut Tuhan tidak masuk akal manusia. Perpindahan
pemikiran logis manusia ke bentuk religius hanya dapat dijembatani lewat iman
religius.
Jean Paul Sartre
Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris. Ia berasal dari
keluarga Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan
ibunya anak seorang guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas Sorbone.
Ketika ia masih kecil ayahnya meninggal, terpaksa ia diasuh oleh ibunya dan
dibesarkan oleh kakeknya. Di bawah pengaruh kakeknya ini, Sartre dididik secara
mendalam untuk menekuni dunia ilmu pengetahuan dan bakat-bakatnya dikembangkan
secara maksimal. Pengalaman masa kecil ini memberi ia banyak inspirasi. Diantaranya
buku Les Most (kata-kata) berisi nada negatif terhadap hidup masa kanak-kanaknya.
Meski Sartre berasal dari keluarga Kristen protestan dan ia sendiri dibaptiskan menjadi
katolik, namun dalam perkembangan pemikirannya ia justru tidak menganut agama
apapun. Ia atheis. Ia menengaku sama sekali tidak percaya lagi akan adanya Tuhan dan
sikap ini muncul semenjak ia berusia 12 tahun. Bagi dia, dunia sastra adalah agama
baru, karena itu ia menginginkan untuk menghabiskan hidupnya sebagai pengarang.
Sartre tidak pernah kawin secara resmi, ia hidup bersama Simone de Beauvoir
tanpa nikah. Mereka menolak menikah karena bagi mereka pernikahan itu dianggap
suatu lembaga borjuis saja. Dalam perkembangan pemikirannya, ia berhaluan kiri.
Sasaran kritiknya adalah kaum kapitalis dan tradisi masyarakat pada masa itu. Ia juga
mengeritik idealisme dan para pemikir yang memuja idealisme.
Pada tahun 1931 ia mengajar sebagai guru filsafat di Laon dan Paris. Pada periode
ini ia bertemu dengan Husserl. Semenjak pertemuan itu ia mendalami fenomenologi
dalam mengungkapkan filsafat eksistensialisme-nya. Ia menjadi mashur melalui karyakarya novel dan tulisan dramanya. Dalam bidang filsafat, karyanya yang sangat terkenal
adalah Being and Notthingness, buku ini membicarakan tentang alam dan bentuk
eksistensinya. Karya Eksistensialisme dan Humanisme yang berisi tentang manusia. Ia
juga termasuk tokoh yang membantu gerakan-gerakan haluan kiri dan pembela
kebebasan manusia. Dengan lantang ia mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai
sandaran keagamaan atau tidak dapat mengendalikan pada kekuatan yang ada di luar
dirinya, manusia harus mengandalkan kekuatan yang ada dalam dirinya. Karya-karya
yang lain adalah Nausea, No Exit, The Files, dan The Wall. Ide-ide pokok Sartre adalah
sebagai berikut :
Tentang Manusia
Bagi Sartre, manusia itu memiliki kemerdekaan untuk membentuk dirinya,
dengan kemauan dan tindakannya. Kehidupan manusia itu mungkin tidak mengandung
arti dan bahkan mungkin tidak masuk akal. Tetapi yang jelas, manusia dapat hidup
dengan aturan-aturan integritas, keluhuran budi, dan keberanian, dan dia dapat
membentuk suatu masyarakat manusia. Dalam novel semi-otobiografi La Nausee
(1938) dan essei L'Eksistensialisme est un Humanism (1946), ia menyatakan
keprihatinan fundamental terhadap eksistensi manusiawi dan kebebasan kehendak.
Menurutnya, manusia tidak memiliki apa-apa sejak ia lahir. Dan sepertinya, dari
kodratnya manusia bebas dalam pilihan-pilihan atas tindakannya atau memikul beban
tanggung jawab.
Sartre mengikuti Nietzsche yakni mengingkari adanya Tuhan. Manusia tak ada
hubungannya dengan kekuatan di luar dirinya. Ia mengambil kesimpulan lebih lanjut,
yakni memandang manusia sebagai kurang memiliki watak yang semestinya. Ia harus
membentuk pribadinya dan memilih kondisi yang sesuai dengan kehidupannya. Maka
dari itu "tak ada watak manusia", oleh karena tak ada Tuhan yang memiliki konsepsi
tentang manusia. Manusia hanya sekedar ada. Bukan karena ia itu sekedar apa yang ia
konsepsikan setelah ada---seperti apa yang ia inginkan sesudah meloncat ke dalam
eksistensi". Sartre mengingkari adanya bantuan dari luar diri manusia. Manusia harus
bersandar pada sumber-sumbernya sendiri dan bertanggung jawab sepenuhnya bagi
pilihan-pilihannya. Karena itu bagi Sartre, pandangan eksistensialis adalah suatu
doktrin yang memungkinkan kehidupan manusia. Eksistensialime mengajarkan bahwa
tiap kebenaran dan tiap tindakan mengandung keterlibatan lingkungan dan
subyektifitas manusia.
Kebebasan
Dalam pemikiran Sartre selalu bermuara pada konsep kebebasan. Ia
mendefinisikan manusia sebagai kebebasan. Sartre memberikan perumusan bahwa
pada manusia itu eksistensi mendahului esensi, maksudnya setelah manusia mati baru
dapat diuraikan ciri-ciri seseorang. Perumusan ini menjadi intisari aliran
eksistensialisme dari Sartre.
Kebebasan akan memberi rasa hormat pada dirinya dan menyelamatkan diri dari
sekedar menjadi obyek. Kebebasan manusia tampak dalam rasa cemas. Maksudnya
karena setiap perbuatan saya adalah tanggung jawab saya sendiri. Bila seseorang
menjauhi kecemasan, maka berarti ia menjauhi kebebasan. Kebebasan merupakan
suatu kemampuan manusia dan merupakan sifat kehendak. Posisi kebebasan itu tidak
dapat tertumpu pada sesuatu yang lain, tetapi pada kebebasan itu sendiri.
Sartre mengakui pemikiran Mark lebih dekat dengan keadaan masyarakat dan
satu-satunya filsafat yang benar dan definitif. Filsafat Mark telah memberikan kesatuan
konkrit dan dialektis antara ide-ide dengan kenyataan pada masyarakat. Mark telah
menekankan konsep keberadaan sosial ketimbang kesadaran sosial. Dan bagi Sartre,
Mark adalah seorang pemikir yang berhasil meletakkan makna yang sebenarnya
tentang kehidupan dan sejarah. Meski demikian, Sartre tidak menganggap pemikiran
Mark sebagai akhir suatu pandangan filsafat, karena setelah cita-cita masyarakat tanpa
kelas versi Mark terbentuk, maka persoalan filsafat bukan lagi soal kebutuhan manusia
akan makan dan pakaian, tetapi persoalan filsafat mungkin dengan memunculkan tema
yang baru, seperti soal kualitas hidup manusia masa depan. Tetapi pemikiran Mark itu
dinilai relevan untuk masa kini.
Monisme
Monisme (monism) berasal dari kata Yunani yaitu monos (sendiri, tunggal) secara
istilah monisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa unsur pokok dari segala
sesuatu adalah unsur yang bersifat tunggal/ Esa. Unsur dasariah ini bisa berupa materi,
pikiran, Allah, energi dll. Bagi kaum materialis unsur itu adalah materi, sedang bagi
kaum idealis unsur itu roh atau ide. Orang yang mula-mula menggunakan terminologi
monisme adalah Christian Wolff (1679-1754). Dalam aliran ini tidak dibedakan antara
pikiran dan zat. Mereka hanya berbeda dalam gejala disebabkan proses yang berlainan
namun mempunyai subtansi yang sama. Ibarat zat dan energi dalam teori relativitas
Enstein, energi hanya merupakan bentuk lain dari zat.Atau dengan kata lain bahwa
aliran monisme menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan yang fundamental.
Adapun para filsuf yang menjadi tokoh dalam aliran ini antara lain: Thales (625545 SM), yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu subtansi yaitu
air. Pendapat ini yang disimpulkan oleh Aristoteles (384-322 SM) , yang mengatakan
bahwa semuanya itu air. Air yang cair itu merupakan pangkal, pokok dan dasar
(principle) segala-galanya. Semua barang terjadi dari air dan semuanya kembali kepada
air pula. Bahkan bumi yang menjadi tempat tinggal manusia di dunia, sebagaian besar
terdiri dari air yang terbentang luas di lautan dan di sungai-sungai. Bahkan dalam diri
manusiapun, menurut dr Sagiran, unsur penyusunnya sebagian besar berasal dari air.
Tidak heran jika Thales, berkonklusi bahwa segala sesuatu adalah air, karena memang
semua mahluk hidup membutuhkan air dan jika tidak ada air maka tidak ada kehidupan.
Sementara itu Anaximandros (610-547 SM) menyatakan bahwa prinsip dasar
alam haruslah dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang disebutnya sebagai
apeiron yaitu suatu zat yang tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan
dan tidak ada persamaannya dengan suatu apapun. Berbeda dengan gurunya Thales,
Anaximandros, menyatakan bahwa dasar alam memang satu akan tetapi prinsip dasar
tersebut bukanlah dari jenis benda alam seperti air. Karena menurutnya segala yang
tampak (benda) terasa dibatasi oleh lawannya seperti panas dibatasi oleh yang dingin.
Aperion yang dimaksud Anaximandros, oleh orang Islam disebutnya sebagai Allah.
Jadi bisa dikatakan bahwa pendapat Anaximandros yang mengatakan bahwa
terbentuknya alam dari jenis yang tak terbatas dan tak terhitung, dibentuk oleh Tuhan
Yang Maha Esa. Hal ini pula yang dikatakan Ahmad Syadali dan Mudzakir (1997)
bahwa yang dimaksud aperion adalah Tuhan.
Anaximenes (585-494 SM), menyatakan bahwa barang yang asal itu mestilah satu
yang ada dan tampak (yang dapat diindera). Barang yang asal itu yaitu udara. Udara itu
adalah yang satu dan tidak terhingga. Karena udara menjadi sebab segala yang hidup.
Jika tidak ada udara maka tidak ada yang hidup. Pikiran kearah itu barang kali
dipengaruhi oleh gurunya Anaximandros, yang pernah menyatakan bahwa jiwa itu
serupa dengan udara. Sebagai kesimpulan ajaranya dikatakan bahwa sebagaimana jiwa
kita yang tidak lain dari udara, menyatukan tubuh kita. Demikian udara mengikat dunia
ini menjadi satu. Sedang filsuf moderen yang menganut aliran ini adalah B. Spinoza
yang berpendapat bahwa hanya ada satu substansi yaitu Tuhan. Dalam hal ini Tuhan
diidentikan dengan alam (naturans naturata).
Dualisme
Dualisme (dualism) berasal dari kata Latin yaitu duo (dua). Dualisme adalah
ajaran yang menyatakan realitas itu terdiri dari dua substansi yang berlainan dan
bertolak belakang. Masing-masing substansi bersifat unik dan tidak dapat direduksi,
misalnya substansi adi kodrati dengan kodrati, Tuhan dengan alam semesta, roh dengan
materi, jiwa dengan badan dll. Ada pula yang mengatakan bahwa dualisme adalah
ajaran yang menggabungkan antara idealisme dan materialisme, dengan mengatakan
bahwa alam wujud ini terdiri dari dua hakikat sebagai sumber yaitu hakikat materi dan
ruhani.
Dapat dikatakan pula bahwa dualisme adalah paham yang memiliki ajaran bahwa
segala sesuatu yang ada, bersumber dari dua hakikat atau substansi yang berdiri sendirisendiri. Orang yang pertama kali menggunakan konsep dualisme adalah Thomas Hyde
(1700), yang mengungkapkan bahwa antara zat dan kesadaran (pikiran) yang berbeda
secara subtantif. Jadi adanya segala sesuatu terdiri dari dua hal yaitu zat dan pikiran.
Yang termasuk dalam aliran ini adalah Plato (427-347 SM), yang mengatakan bahwa
dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah dan berwarna-warni.
Semua itu adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai bayangan, hakikatnya hanya tiruan
dari yang asli yaitu idea. Karenanya maka dunia ini berubah-ubah dan bermacammacam sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak sempurna dari idea yang sifatnya
bagi dunia pengalaman. Barang-barang yang ada di dunia ini semua ada contohnya
yang ideal di dunia idea sana (dunia idea).
Lebih lanjut Plato mengakui adanya dua substansi yang masing-masing mandiri
dan tidak saling bergantung yakni dunia yang dapat diindera dan dunia yang dapat
dimengerti, dunia tipe kedua adalah dunia idea yang bersifat kekal dan hanya ada satu.
Sedang dunia tipe pertama adalah dunia nyata yang selalu berubah dan tak sempurna.
Apa yang dikatakan Plato dapat dimengerti seperti yang dibahasakan oleh Surajiyo
(2005), bahwa dia membedakan antara dunia indera (dunia bayang-bayang) dan dunia
ide (dunia yang terbuka bagi rasio manusia). Rene Descartes (1596-1650 M) seorang
filsuf Prancis, mengatakan bahwa pembeda antara dua substansi yaitu substansi pikiran
dan substansi luasan (badan). Jiwa dan badan merupakan dua sebstansi terpisah
meskipun didalam diri manusia mereka berhubungan sangat erat.
Dapat dimengerti bahwa dia membedakan antara substansi pikiran dan substansi
keluasan (badan). Maka menurutnya yang bersifat nyata adalah pikiran. Sebab dengan
berpikirlah maka sesuatu lantas ada, cogito ergo sum! (saya berpikir maka saya ada).
Leibniz (1646-1716) yang membedakan antara dunia yang sesungguhnya dan dunia
yang mungkin. Immanuel Kant (1724-1804) yang membedakan antara dunia gejala
(fenomena) dan dunia hakiki (noumena).
Pluralisme
Pluralisme (Pluralism) berasal dari kata Pluralis (jamak). Aliran ini menyatakan
bahwa realitas tidak terdiri dari satu substansi atau dua substansi tetapi banyak substansi
yang bersifat independen satu sama lain. Sebagai konsekuensinya alam semesta pada
dasarnya tidak memiliki kesatuan, kontinuitas, harmonis dan tatanan yang koheren,
rasional, fundamental. Di dalamnya hanya terdapat pelbagi jenis tingkatan dan dimensi
yang tidak dapat diredusir. Pandangan demikian mencangkup puluhan teori, beberapa
diantaranya teori para filosuf yunani kuno yang menganggap kenyataan terdiri dari
udara, tanah, api dan air. Dari pemahaman di atas dapat dikemukakan bahwa aliran ini
tidak mengakui adanya satu substansi atau dua substansi melainkan banyak substansi,
karena menurutnya manusia tidak hanya terdiri dari jasmani dan rohani tetapi juga
tersusun dari api, tanah dan udara yang merupakan unsur substansial dari segala wujud.
Para filsuf yang termasuk dalam aliran ini antara lain: Empedakles (490-430 SM),
yang menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari empat unsur, yaitu api, udara, air dan
tanah. Anaxogoras (500-428 SM), yang menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari
unsur-unsur yang tidak terhitung banyaknya, sebab jumlah sifat benda dan semuanya
dikuasai oleh suatu tenaga yang dinamakan nodus yaitu suatu zat yang paling halus
yang memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur.
Download