Uploaded by Filzatuz Zahro Ibrahim

tk 1 Buku Juknis MESO Aktif

advertisement
616.995
Ind
p
Petunjuk
Teknis
Monitoring dan Manajemen
Efek Samping Obat secara Aktif
(MESO Aktif)
pada Pengobatan TBC Resistan Obat
di Indonesia
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2022
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
616.995
Ind
p
Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Petunjuk Teknis Monitoring dan Manajemen Efek
Samping Obat secara Aktif (Meso Aktif) pada pengobatan
TBC Resistan Obat di Indonesia.— Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI. 2022
1. Judul
I. TUBERCULOSIS
II. DRUG RESISTANCE
III. DRUG THERAPY
IV. DRUG MONITORING
ii
KATA PENGANTAR
Tuberkulosis resistan terhadap obat (TBC RO) menjadi masalah kesehatan
masyarakat, menimbulkan tantangan besar bagi pasien, petugas kesehatan,
masyarakat dan sistem layanan kesehatan. Peningkatan kasus TBC resistan
terhadap obat dapat mengancam kemajuan global maupun nasional menuju
eliminasi TBC tahun 2030.
Dibandingkan dengan pengobatan TBC sensitif obat, TBC resisten obat
memerlukan waktu pengobatan yang lebih lama, profil toksisitas yang lebih tinggi,
pasien dapat mengalami efek samping yang signifikan dan mungkin memiliki hasil
pengobatan yang lebih buruk. Setiap penggunaan paduan obat baru harus disertai
aDSM (active Drug Safety Monitoring and Management) atau biasa disebut MESO
Aktif/ Monitoring Efek Samping Obat secara Aktif. MESO Aktif merupakan penilaian
klinis dan laboratoris secara aktif dan sistematis bagi pasien yang diobati dengan
obat/paduan obat TBC RO baru dengan tujuan mendeteksi, menatalaksana, dan
melaporkan adanya toksisitas obat. Program kesehatan secara sistematis harus
memantau keselamatan pasien untuk mencegah dan mengelola reaksi obat yang
merugikan, serta meningkatkan kualitas hidup yang berhubungan dengan
kesehatan dan hasil pengobatan.
Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi
dalam penyusunan dokumen Petunjuk Teknis Monitoring dan Manajemen Efek
Samping Obat secara Aktif pada pengobatan TBC RO di Indonesia ini. Saya berharap
seluruh pemangku kepentingan dapat memahami MESO Aktif, mendefinisikan
peran masing-masing, dan terlibat dengan rasa urgensi sepenuhnya.
Lakukan MESO Aktif pada setiap pasien yang sedang mendapatkan
pengobatan, mari bersama peduli pasien TBC RO!
Jakarta, Agustus 2022
Direktur Jenderal P2P,
Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS
iii
SAMBUTAN BADAN POM
Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian,
pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan
penggunaan obat. Monitoring Efek Samping Obat secara Aktif (MESO Aktif) adalah bagian
dari farmakovigilans dan merupakan hal yang penting dilaksanakan dalam rangka
mengevaluasi keamanan penggunaan obat dalam menangani penyakit tuberkulosis (TBC)
di Indonesia. Permasalahan dalam penggunaan obat seperti efek samping dapat
mempengaruhi
ketidakpatuhan
pasien
dalam
menggunakan
obat
mempengaruhi tingkat keberhasilan terapi, atau bahkan dapat memicu
sehingga
permasalahan
lebih serius seperti resistensi. Dalam pengobatan tuberkulosis resistan obat (TBC RO),
banyak digunakan obat-obatan jenis baru yang memiliki efek samping yang belum
diketahui pada fase pengembangan obat. Selain itu, banyaknya jumlah obat yang diminum
juga berpotensi menyebabkan masalah keamanan akibat interaksi yang terkait efek
samping yang dialami.
Semua Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang terjadi pada pasien baik yang serius
maupun non serius memerlukan manajemen klinis yang tepat. Upaya untuk memperkuat
sistem Monitoring Efek Samping Obat (MESO) pada pasien yang mendapatkan pengobatan
TB RO dilakukan dengan memperkuat pencatatan dan pelaporan MESO. Terhadap setiap
laporan yang disampaikan akan dilakukan penilaian kelengkapan laporan dan manifestasi
efek samping obat. Selanjutnya, untuk dapat mendeteksi adanya signal keamanan obat,
dilaksanakan pengkajian hubungan sebab akibat (causality assessment) untuk melihat
kemungkinan hubungan antara KTD dengan obat anti tuberkulosis (OAT) yang dikonsumsi.
Melalui kegiatan MESO Aktif diharapkan akan diperoleh cukup data dan informasi
tentang keamanan penggunaan obat dengan basis populasi Indonesia. Data efek samping
obat sangat bermanfaat untuk menentukan rekomendasi terapi kepada pasien. Data
tersebut juga dapat digunakan untuk evaluasi dan memberikan masukan kepada program
tuberkulosis untuk menentukan regimen pengobatan yang memiliki manfaat yang lebih
besar untuk mendukung keberhasilan pengobatan dan keberhasilan program.
Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika,
Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif
Dra. Elin Herlina, Apt, MP
iv
PENYUSUN DAN KONTRIBUTOR
Direktur Jenderal Pencegahan dan
Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM
Pengendalian Penyakit (P2P)
dr. Imran Pambudi, MPHM
Direktur P2PM
dr. Tiffany Tiara Pakasi
Ketua Tim Kerja TBC & ISPA
Vini Gokkana Clara M, SKM
Tim Kerja TBC & ISPA
dr. Yusie Permata, MIH
STAR/USAID
dr. Endang Lukitosari, MPH
Tim Kerja TBC & ISPA
dr. Meilina Farikha, M.Epid
Tim Kerja TBC & ISPA
dr. Retno Kusuma Dewi, MPH
Tim Kerja TBC & ISPA
Sulistyo, SKM, M. Epid
Tim Kerja TBC & ISPA
Windy Oktavina, SKM, M.Kes
Tim Kerja TBC & ISPA
Dina Frasasti, SKM
Tim Kerja TBC & ISPA
Dinda Harti Utami, SKM
Tim Kerja TBC & ISPA
Hanifah Rizky Purwandini, SKM
Tim Kerja TBC & ISPA
Tiara Verdinawati, SKM
Tim Kerja TBC & ISPA
Triana Yuliarsih, SKM
Tim Kerja TBC & ISPA
Anis Hariri, ST., MSE
Tim Kerja TBC & ISPA
Ayu Andini, SKM
Tim Kerja TBC & ISPA
Alya Salsabila, SKM
Tim Kerja TBC & ISPA
Farah Alphi Nabila, SKM
Tim Kerja TBC & ISPA
Dra. Tri Asti Isnariani, Apt., M.Pharm
BPOM
Dra. Ega Febrina, Apt
BPOM
Apt. Siti Winarsih, S. Farm
BPOM
Apt. Wilia Indarwanti, S. Farm
BPOM
Dr. Grace Wangge, PhD
Komite Nasional Farmakovigilans
dr. Instiaty, Sp.FK(K)
Komite Nasional Farmakovigilans
dr. Nafrialdi, Sp.PD, Sp.FK, PhD
Komite Nasional Farmakovigilans
dr. Fikri Mirza Putranto, Sp. THT KL
Komite Nasional Farmakovigilans
dr. Ade Meidian Ambari, Sp. JP, FIHA, FASC Komite Nasional Farmakovigilans
v
Dr. Jarir At Thobari, D.Pharm, PhD
Komite Nasional Farmakovigilans
Apt. Tri Kusumaeni, S.Si, M.Pharm,
Komite Nasional Farmakovigilans
dr. Khamelia Malik, Sp.KJ
Komite Nasional Farmakovigilans
dr. Wawaimuli Arozal, M. Biomed PhD
Komite Nasional Farmakovigilans
Dr. dr. Windy Keumala Budianti, SpKK(K)
Komite Nasional Farmakovigilans
dr. Yudianto Budisaroyo. Sp.OG (K), MPH
Komite Nasional Farmakovigilans
dr. Fathiyah Isbaniyah, Sp.P (K)
TWG TBC RO/ RSUP Persahabatan
Dr.dr. Arto Yuwono Soeroto, SpPD,K-P
TWG TBC RO/ RSUP Persahabatan
Dr. dr.Harsini, SpP(K), MMR
TWG TBC RO/ RSUD dr. Moewardi
dr. Pompini Agustin, Sp.P
TWG TBC RO/ RSPI Prof. Sulianti Saroso
dr. Prayudi Santoso, Sp.PD(K)
TWG TBC RO/ RSUP Hasan Sadikin
dr. Yuslely Usman, M.Kes
Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan
dr. Retna Mustika Indah, MKM
Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan
Astuti Yuni Nursasi, SKp., MN
PPNI
Ernawati, Skp.KMB
PPNI
Lilik Yusuf Indrajaya, Apt., SE.,SSi., MBA
IAI
Mikayal Faralina
WHO
Kontributor
Erlina Burhan, dr. Sp.P, M.Sc
TWG TBC RO/ RSUP Persahabatan
dr. Yani Jane, Sp.P (K)
TWG TBC RO/ RSUD dr Saiful Anwar Malang
dr. Ungky Agus Setiawan, Sp. P
TWG TBC RO/ RSUD dr Saiful Anwar Malang
dr. Tjatur Kuat Sagoro, Sp.A(K)
Komite Ahli TBC/ RSUP Persahabatan
Chandra Widianti, S.Farm, M.Farm, Apt.
RSUP Persahabatan
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K),
Komite Ahli TBC
MARS, DTM&H, DTCE
dr. Rosamarlina, Sp.P
RS Pusat Infeksi Sulianti Saroso
Setiawan Jati Laksono
WHO Indonesia
Dr. dr. Soedarsono, Sp.P(K)
RSUD dr. Soetomo
dr. Thomas Handoyo, Sp.PD(K)
RSUP Dr. Kariadi Semarang
Erwin, Skep, Nurse
PPNI
Mahyulis Ns, S. Kep, MKM
PPNI
Tiar Salman ST, MM
Star TBC USAID
Perwakilan Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan
Perwakilan Dinas Kesehatan Provinsi
Perwakilan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Perwakilan Puskesmas
vi
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR
SAMBUTAN BADAN POM
iii
PENYUSUN DAN KONTRIBUTOR
iv
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR SINGKATAN
viii
DAFTAR ISTILAH
x
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
1
Bab 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
3
1.2. Tujuan
4
1.3. Sasaran
4
5
Bab 2. ORGANISASI DAN JEJARING
2.1. Organisasi Pelaksanaan Kegiatan MESO Aktif
7
2.2. Jejaring Penatalaksanaan MESO Aktif
13
Bab 3. PELAKSANAAN MONITORING DAN MANAJEMEN EFEK SAMPING
15
OBAT SECARA AKTIF PADA TBC RO
3.1. Tujuan MESO Aktif
17
3.2. Jenis Implementasi MESO Aktif
17
3.3. Kegiatan Dan Alur MESO Aktif
18
3.4. Penilaian Kausalitas
25
Bab 4. JENIS DAN PENATALAKSANAAN EFEK SAMPING OBAT TBC RO
31
Bab 5. PENCATATAN DAN PELAPORAN
71
5.1. Pencatatan Manual
76
5.2. Pencatatan Di SITB
76
Bab 6. MONITORING DAN EVALUASI
85
6.1. Monitoring
87
6.2. Evaluasi
87
91
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran-Lampiran
vii
DAFTAR SINGKATAN
aDSM
:
active Drug Safety Monitoring and Management
Amk
:
Amikasin
AKI
:
Accute Kidney Injury (Gagal Ginjal Akut)
Bdq
:
Bedaquilin
BPaL
:
Bedaquiline, Pretomanid, dan Linezolide
BPOM
:
Badan Pengawas Obat dan Makanan
BTA
:
Bakteri Tahan Asam
Ca
:
Kalsium
CEM
:
Cohort Event Monitoring
Cfz
:
Clofazimin
Cm
:
Kapreomisin
Cs
:
Sikloserin
Dlm
:
Delamanid
DPJP
:
Dokter Penanggungjawab Pelayanan
E
:
Etambutol
EKG
:
Elektrokardiogram
ESO
:
Efek Samping Obat
Eto
:
Etionamid
Fasyankes
:
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
FQ
:
Fluorokuinolon
H
:
Isoniazid
IMT
:
Indeks Massa Tubuh
INH
:
Isoniazid
ISPA
:
Inspeksi Saluran Pernapasan Atas
K
:
Kalium
KFT
:
Komite Farmasi dan Terapi
KIPK
:
Kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus
Km
:
Kanamisin
KMK
:
Keputusan Menteri Kesehatan
KIE
:
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
viii
KTD
:
Kejadian Tidak Diharapkan
Komnas PV
:
Komite Nasional Farmakovigilans
Lzd
:
Linezolid
MESO-Aktif
:
Monitoring dan Manajemen Efek Samping Obat secara Aktif
Mfx
:
Moksifloksasin
OAT
:
Obat Anti TBC
Puskesmas
:
Pusat Kesehatan Masyarakat
S
:
Streptomisin
SGOT
:
Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT
:
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
SMPK
:
Sertifikat Medis Penyebab Kematian
SITB
:
Sistem Informasi Tuberkulosis
TAK
:
Tim Ahli Klinis
TBC
:
Tuberkulosis
TBC MDR
:
Tuberkulosis Multidrug Resistance
TBC RO
:
Tuberkulosis Resistan Obat
TBC RR
:
Tuberkulosis Resistan Rifampisin
TBC XDR
:
Tuberkulosis Extensively Drug Resistance
UMC
:
Upsala Monitoring Center
USAID
:
United State Agency for International Development
WHO
:
World Health Organization
PAS
:
Para-aminosalicylic acid
Z
:
Pirazinamid
ix
DAFTAR ISTILAH
1.
Manajemen efek samping obat secara aktif (MESO Aktif): penilaian klinis
dan laboratoris secara aktif dan sistematis untuk pasien yang diobati dengan
obat/paduan obat TBC RO yang bertujuan untuk mendeteksi, menata laksana,
dan melaporkan adanya toksisitas obat. MESO aktif merupakan padanan
bahasa Indonesia dari istilah active drug-safety monitoring and management
(aDSM).
2.
Efek samping obat (ESO): respon terhadap suatu obat yang merugikan dan
tidak diinginkan, terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia
untuk pencegahan, diagnosis, atau terapi penyakit atau untuk modifikasi
fungsi fisiologik.
3.
Kejadian tidak diinginkan (KTD): kejadian medis yang tidak diinginkan yang
terjadi selama terapi menggunakan obat tetapi belum tentu disebabkan oleh
obat tersebut.
4.
Farmakovigilans: suatu keilmuan dan aktifitas tentang deteksi, penilaian,
pemahaman dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait
dengan penggunaan obat.
5.
Risiko: probabilitas bahaya yang dapat ditimbulkan oleh suatu obat selama
penggunaan klinis, biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase atau rasio;
probabilitas (chance, odds) dari kejadian yang tidak diinginkan.
6.
KTD serius: kejadian medis serius yang tidak diinginkan yang terjadi selama
terapi menggunakan obat tetapi belum tentu disebabkan oleh obat tersebut,
yang menyebabkan kematian, keadaan yang mengancam jiwa, kecacatan
permanen, memerlukan perawatan di rumah sakit, perpanjangan waktu
perawatan di rumah sakit,kelainan kongenital dan/atau kejadian medis
lainnya.
7.
KTD non-serius : Kejadian medis yang tidak diinginkan diluar kategori serius
8.
MESO Aktif tingkat dasar: pengawasan dan pelaporan seluruh KTD Serius
yaitu menyebabkan kematian, keadaan yang mengancam jiwa, kecacatan
permanen, memerlukan perawatan di rumah sakit, perpanjangan waktu
perawatan di rumah sakit,kelainan kongenital dan/atau kejadian medis
lainnya.
x
9.
MESO Aktif tingkat menengah: pengawasan dan pelaporan KTD Serius dan
KTD Spesifik yang ditentukan oleh program atau disebut Kejadian Ikutan
dengan Perhatian Khusus (KIPK). Adapun contoh KTD spesifik ialah
perpanjangan interval QT, hepatotoksisitas, mielosupresi, neuritis optik, dan
neuropati perifer.
10. MESO aktif tingkat lanjut: pengawasan dan pelaporan yang mencakup
seluruh KTD Serius, KTD Spesifik yang ditentukan program hingga KTD yang
signifikan secara klinis (penggantian dan penghentian rejimen pengobatan).
11. Tenaga kesehatan: setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
12. Tuberkulosis resistan obat (TBC RO): tuberkulosis dengan resistansi kuman
M. Tuberculosis terhadap OAT dengan keadaan dimana kuman tersebut sudah
tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT. Penyakit ini disebabkan dari pengobatan
pasien yang tidak adekuat maupun penularan dari pasien TBC resistan OAT.
13. KTD/ESO: secara definisi kata ESO adalah kejadian yang sudah diketahui
hubungannya dengan suatu obat, tetapi untuk kemudahan istilah di lapangan,
istilah ESO dalam juknis ini akan digunakan untuk menggambarkan KTD yang
dialami oleh pasien meskipun belum ditetapkan hubungannya, dan untuk
selanjutnya akan ditulis dengan "KTD/ESO"
14. Petugas Data : Tenaga rekam medis , perawat, data officer (sesuai dengan
Surat Keputusan di rumah sakit masing-masing)
15. TAK : kelompok fungsional di fasyankes rujukan TBC RO terdiri dari tim
multidisiplin seperti spesialis paru, penyakit dalam, jantung, anak, saraf dan
lain-lain
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Pemeriksaan Rutin Pasien TBC RO
21
Tabel 2.
Hubungan Kausalitas berdasarkan WHO-UMC
28
Tabel 3.
Derajat Keparahan
34
Tabel 4.
Penatalaksanaan Efek Samping Gangguan Jantung berdasarkan
Tingkat Keparahan
35
Tabel 5.
Penatalaksanaan Efek Samping Gagal Ginjal berdasarkan
Tingkat Keparahan
37
Tabel 6.
Penatalaksanaan Efek Samping Hipokalemia berdasarkan
38
Tabel 7.
Terapi penggantian Kalium
39
Tabel 8.
Penatalaksanaan Efek Samping Hepatitis berdasarkan Tingkat Keparahan
40
Tabel 9.
Penatalaksanaan Efek Samping Gangguan Penglihatan berdasarkan
41
Tingkat Keparahan
Tingkat Keparahan
Tabel 10. Penatalaksanaan Efek Samping Mual dan Muntah berdasarkan
Tingkat Keparahan
43
Tabel 11. Penatalaksanaan Efek Samping Anoreksia berdasarkan Tingkat Keparahan
46
Tabel 12. Penatalaksanaan Efek Samping Nyeri Perut dan Dispepsia berdasarkan
47
Tingkat Keparahan
Tabel 13. Penatalaksanaan Efek Samping Neuropati berdasarkan Tingkat Keparahan
49
Tabel 14. Penatalaksanaan Efek Samping Bangkitan epileptik / Kejang berdasarkan
Tingkat Keparahan
51
Tabel 15. Penatalaksanaan Efek Samping Depresi berdasarkan Tingkat Keparahan
54
Tabel 16. Penatalaksanaan Efek Samping Insomnia berdasarkan Tingkat Keparahan
56
Tabel 17. Penatalaksanaan Efek Samping Percobaan Bunuh Diri berdasarkan
Tingkat Keparahan
59
Tabel 18. Penatalaksanaan Efek Samping Hipotiroidisme berdasarkan
Tingkat Keparahan
61
Tabel 19. Penatalaksanaan Efek Samping Hiperpigmentasi berdasarkan
Tingkat Keparahan
62
Tabel 20. Penatalaksanaan Efek Samping Ruam Kemerahan berdasarkan
Tingkat Keparahan
63
Tabel 21. Penatalaksanaan Efek Samping Atralgia dan Atritis berdasarkan
Tingkat Keparahan
64
Tabel 22. Penatalaksanaan Efek Samping Tendonitis berdasarkan Tingkat Keparahan
66
Tabel 23. Penatalaksanaan Efek Samping Mielosupresi berdasarkan Tingkat Keparahan 67
Tabel 24. Penatalaksanaan Efek Samping Gangguan Pendengaran berdasarkan
Tingkat Keparahan
68
Tabel 25. Pencatatan Formulir Kegiatan MESO Aktif
75
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Jejaring Internal Penatalaksanaan MESO Aktif
4
Gambar 2. Skema Pelaksanaan MESO Aktif
19
Gambar 3. Alur Informasi Pelaporan KTD/ESO pada Program TBC RO
25
Gambar 4. Pedoman pemantauan Qtc
36
xiii
iv
Bab 1
PENDAHULUAN
Sumber foto : Dian Rislamind@USAID Tuberculosis Private Sector (USAID TBPS)
1
2
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis resistan obat (TBC RO) memerlukan tata laksana yang kompleks
dengan pengobatan yang terdiri dari berbagai macam obat anti tuberkulosis (OAT).
Interaksi penggunaan obat memiliki berbagai efek samping dan setiap pasien
memiliki keluhan yang berbeda antara satu sama lain. Oleh karena itu penggunaan
obat harus digunakan secara hati-hati dikarenakan risiko efek samping yang mungkin
lebih besar. Salah satu upaya untuk memantau keamanan penggunaan obat adalah
dengan menerapkan farmakovigilans secara sistematis. Pada program TBC, WHO
merekomendasikan penerapan farmakovigilans dengan Manajemen Efek Samping
Obat secara aktif (MESO Aktif).
Indonesia sudah mengimplementasikan sistem farmakovigilans Cohort Event
Monitoring (CEM) sejak tahun 2015 untuk pasien TBC RO yang mengikuti uji awal
penggunaan bedaquiline dan MESO-aktif tingkat dasar untuk semua pasien TBC RO
yang diobati sejak pertengahan tahun 2017. Implementasi MESO Aktif untu k TBC RO
di Indonesia merupakan kolaborasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) serta melibatkan
berbagai pihak seperti Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, Komite Nasional
Farmakovigilans (Komnas PV), fasyankes TBC RO, dan tenaga kesehatan terkait TBC
RO.
Panduan implementasi MESO Aktif sudah tersedia di dalam buku Petunjuk
Teknis STR (2017) dan Penatalaksanaan TBC RO (2020) dan sudah disosialisasikan
baik di tingkat nasional maupun provinsi, namun berdasarkan hasil survei yang
dilakukan oleh Program TBC Nasional pada tahun 2021 diketahui bahwa pemahaman
petugas kesehatan di fasyankes TBC RO mengenai implementasi MESO Aktif masih
kurang, dimana salah satu penyebabnya adalah belum tersedianya dokumen khusus
sebagai acuan implementasi MESO Aktif yang komprehensif.
Oleh karena itu buku petunjuk teknis pelaksanaan MESO Aktif ini dibuat untuk
pelaksanaan pemantauan dan pelaporan kejadian tidak diinginkan/efek samping
obat yang terstruktur dari tingkat pelayanan kesehatan dasar di daerah, yaitu
Fasyankes TBC RO, Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Pusat
(Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan).
3
1.2. Tujuan
Tujuan Umum
Dokumen petunjuk teknis ini disusun sebagai acuan untuk semua pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan kegiatan MESO Aktif bagi pasien yang sedang
PENDAHULUAN
menjalani pengobatan TBC RO.
Tujuan Khusus
1. Mendeteksi setiap efek samping pengobatan TBC RO.
2. Mengkomunikasikan keamaan obat pada setiap jenjang mengenai MESO Aktif
dalam pengobatan TBC RO.
3. Melakukan pencatatan semua kejadian dan efek samping yang terjadi pada
pengobatan TBC RO.
4. Melakukan penatalaksaan efek samping TBC RO dengan benar dan sesuai.
5. Evaluasi sinyal keamanan paduan obat TBC RO untuk menilai kausalitas,
keterkaitan secara klinis, frekuensi dan distribusi Efek Samping Obat (ESO).
Mengkomunikasikan umpan balik dan memberikan rekomendasi kepada
instansi yang berwenang dan masyarakat terhadap permasalahan keamanan
paduan obat TBC RO.
1.3. Sasaran
Sasaran dari petunjuk teknis ini ialah:
1. Tenaga kesehatan di fasilitas layanan kesehatan TBC RO: dokter/ Tim Ahli Klinis
(TAK), perawat, apoteker, tenaga teknisi kefarmasian, petugas data, Komite
Farmasi dan Terapi (KFT), dan manajemen rumah sakit.
2. Pelaksana program TBC di dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota.
3. Komite Nasional Farmakovigilans TBC RO.
4. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kelompok Substansi
Pengawasan Keamanan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor (ONPP).
5. Program TBC Nasional (Direktorat P2PM).
4
Bab 2
ORGANISASI DAN JEJARING
Sumber foto : CTB
5
Sumber foto : Trishanty Rondonuwu@USAID Tuberculosis Private Sector
6
Bab 2
ORGANISASI DAN
JEJARING
2.1. Organisasi Pelaksananaan Kegiatan MESO Aktif
2.1.1. Tingkat Pusat
Di tingkat pusat, institusi yang terkait adalah Kementerian Kesehatan, khususnya
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) , Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Komite Nasional Farmakovigilans TBC
RO. Secara khusus tugas dari pelaksana kegiatan di tingkat pusat yaitu:
2.1.1.1. Direktorat P2PM yang bertanggung jawab dalam:
1) Mengembangkan dan menyusun petunjuk teknis farmakovigilans obat
TBC RO bersama BPOM.
2) Melakukan sosialisasi, pelatihan, bimbingan teknis, serta monitoring dan
evaluasi secara berkala kepada fasilitas kesehatan (faskes) dan dinas
kesehatan terkait bersama BPOM.
3) Memfasilitasi kegiatan farmakovigilans untuk TBC RO bersama BPOM.
4) Memfasilitasi pencatatan & pelaporan di faskes melalui SITB.
5) Melakukan manajemen data di SITB.
6) Memfasilitasi dan melakukan analisa data serta pengkajian terkait aspek
keamanan paduan obat TBC RO bersama BPOM.
7) Membuat kebijakan mengenai implementasi dan tindak lanjut dari
penggunaan obat TBC RO berdasarkan rekomendasi dari Komite Nasional
Farmakovigilans TBC RO.
8) Memfasilitasi dan berpartisipasi pada kegiatan penilaian kausalitas
bersama BPOM dan Komite Nasional Farmakovigilans TBC RO.
2.1.1.2. Badan POM yang merupakan pusat farmakovigilans nasional
bertanggung jawab dalam:
1) Mengembangkan dan menyusun petunjuk teknis farmakovigilans obat
TBC RO bersama Direktorat P2PM.
2) Melakukan sosialisasi, pelatihan serta bimbingan teknis, monitoring dan
evaluasi kepada faskes dan dinas kesehatan bersama Direktorat P2PM.
3) Melakukan verifikasi laporan kejadian tidak diinginkan (KTD) yang diterima
dari SITB yang sudah terintegrasi dengan e-MESO
7
4) Mengkaji laporan KTD/ESO serius yang diterima.
5) Melakukan penilaian kausalitas bersama Komite Nasional Farmakovigilans
TBC RO dan Program TBC Nasional.
6) Menyampaikan hasil penilaian kausalitas kepada faskes pelapor melalui
Program TBC Nasional menggunakan sistem pelaporan elektronik.
7) Mengirimkan laporan KTD/ESO serius yang telah dilakukan penilaian
kausalitas secara berkala ke WHO Uppsala Monitoring Centre yang mengelola
database WHO ICSR (Individual Case Safety Report).
ORGANISASI DAN JEJARING
2.1.1.3. Komite Nasional Farmakovigilans TBC RO yang bertanggung jawab dalam:
1) Mengkaji laporan data efek samping obat TBC RO.
2) Melakukan penilaian dan menentukan kausalitas terhadap laporan efek
samping obat TBC RO.
3) Menyampaikan hasil penilaian kausalitas kepada Badan POM dan
Kementerian Kesehatan.
4) Memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian dan analisis efek
samping obat TBC RO kepada Badan POM dan Direktorat P2PM.
5) Menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas secara berkala
(setiap tahun) kepada Kepala Badan POM dengan ditembuskan kepada
Menteri Kesehatan.
2.1.1.4. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Pelayanan Farmasi diantaranya:
1) Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis
dibidang pembinaan kefarmasian.
2) Memberikan bimbingan teknis dibidang kefarmasian, khususnya obat TBC
Resistan.
2.1.1.5. Tugas Pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan
diantaranya:
1) Memastikan tersedianya fasilitas utuk melaksanakan fungsi MESO Aktif
TBC RO.
2) Memastikan pelaksanaan MESO Aktif TBC RO di fasyankes TBC RO.
8
2.1.2 Tingkat Provinsi
2.1.2.1 Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota
Unit kerja di dinas kesehatan bertanggung jawab dalam hal:
1) Mensosialisasikan kebijakan MESO Aktif di wilayahnya.
2) Melakukan kegiatan supervisi secara berkala (setiap 6 bulan) ke faskes di
wilayahnya terkait pelaksanaan MESO Aktif.
3) Melakukan monitoring dan evaluasi pencatatan dan pelaporan KTD/ESO di
SITB dari faskes.
4) Menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas petugas kesehatan di
faskes yang terlibat dalam MESO Aktif.
1) Mengikuti pengkajian kausalitas yang dilaksanakan di tingkat pusat oleh
Badan POM, Direktorat P2PM dan Komite Nasional Farmakovigilans TBC RO
sesuai wilayah kerja terkait.
2) Melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dalam rangka
meningkatkan pemahaman masyarakat dan tenaga kesehatan tentang
pentingnya pemantauan dan pelaporan KTD/ESO.
3) Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan tindak lanjut regulatori di
lapangan berdasarkan hasil pengkajian keamanan obat TBC RO.
2.1.2.3 Rumah Sakit dan Balai Kesehatan Pelaksana Layanan TBC RO
Petugas kesehatan di RS/Balkes TBC RO yang terlibat dalam pelaksanaan
MESO Aktif adalah sebagai berikut:
1) Dokter/Tim Ahli Klinis:
Menentukan diagnosis dan pengobatan TBC RO.
Melakukan edukasi mengenai efek samping obat TBC RO kepada pasien.
Memberikan layanan pengobatan TBC RO yang berkualitas sesuai dengan
panduan nasional.
Menggali semua informasi terkait keluhan dari pasien atau keluarga
pasien pada setiap kali kunjungan, termasuk obat selain OAT yang sedang
dikonsumsi pasien dan penyakit penyerta yang dimiliki pasien.
Melakukan tata laksana KTD/ESO ringan, sedang, maupun berat, dan
melakukan rujukan untuk manajemen pasien ke dokter spesialis terkait di
dalam maupun luar fasyankes.
9
ORGANISASI DAN JEJARING
2.1.2.2 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan POM
2) Perawat TBC RO/Manajer Kasus yang bertanggung jawab dalam melakukan
perawatan pasien TBC RO sesuai dengan standar pelayanan keperawatan
kepada pasien berikut:
Melakukan investigasi dengan mengisi formulir KTD/ESO dan melakukan
pengkajian keluhan adanya KTD/ESO pada pasien/keluarga.
Membuat rencana tindakan keperawatan sesuai masalah keperawatan dari
hasil pengkajian.
Memberikan tindakan keperawatan mandiri (contoh edukasi dan tindakan
keperawatan lainnya sesuai masalah) dan tindakan kolaborasi dengan
ORGANISASI DAN JEJARING
dokter untuk mengatasi KTD/ESO serta intervensi lanjutan.
Melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan mandiri dan tindakan
keperawatan kolaborasi yang telah dilakukan mulai dari pasien terdiagnosis
TBC RO hingga pasien sembuh/pengobatan lengkap.
Mengkoordinasikan kebutuhan perawatan pasien dengan berbagai unit
terkait/TAK (Tenaga Ahli Klinis).
Melaporkan ke dokter untuk manajemen KTD/ESO non serius dan serius.
Melakukan pencatatan KTD/ESO pada Buku Pengobatan TBC RO Pemantauan Aktif Efek Samping Obat TBC RO.
Melakukan koordinasi untuk pelaporan SITB ke apoteker.
Perawat TBC RO yang merangkap manajer kasus perlu penugasan formal
dan pelatihan khusus.
3) Apoteker yang bertanggung jawab dalam:
Penyimpanan dan pendistribusian obat TBC RO.
Mengidentifikasi masalah terkait obat dan memberikan rekomendasi tata
laksananya.
Berkoordinasi dengan perawat TBC RO dalam melakukan pencatatan dan
pelaporan mengenai MESO Aktif di SITB.
Pengisian formulir laporan KTD/ESO serius, berkoordinasi dengan
perawat/dokter TBC RO dan melakukan pelaporan melalui SITB.
4) Tugas Pokok dan fungsi Komite Farmasi dan Terapi:
Komite Farmasi dan Terapi (KFT) merupakan salah satu komite yang ada di
Rumah Sakit yang menyelenggarakan fungsi tertentu di RS sesuai Permenkes
10
72 Tahun 2016. KFT ikut memonitor kegiatan MESO di RS berjalan dengan
bekerja sama dengan apoteker Rumah Sakit:
a. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal, frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru
saja ditemukan.
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/
mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO.
d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.
g. Membuat laporan MESO setiap bulan ke Direktur Utama Rumah Sakit.
5) Manajemen rumah sakit TBC RO bertanggung jawab dalam:
a. Memfasilitasi agar kegiatan MESO Aktif untuk TBC RO terlaksana di rumah
sakit, dan memastikan seluruh petugas kesehatan yang terlibat sudah
terlatih.
b. Membuat Surat Keputusan (SK) atau surat tugas untuk tim/petugas
kesehatan yang terlibat dalam MESO aktif untuk TBC RO.
6) Petugas data bertanggung jawab dalam:
a. Pengisian SITB secara berkala, dengan informasi yang lengkap dan valid
untuk semua pasien TBC RO di fasyankes, mulai dari data terduga TBC RO,
pengobatan, hasil laboratorium dan semua KTD/ESO yang dialami pasien
sesuai dengan informasi yang ada di rekam medis/buku TBC 01 pasien.
b. Memastikan semua data pasien TBC RO yang mengalami KTD/ESO Serius
terinput kedalam SITB.
c. Berkomunikasi aktif dan melakukan proses monitoring platform SITB.
11
ORGANISASI DAN JEJARING
f. Memantau pelaporan MESO Aktif di SITB sudah dilaksanakan.
2.1.2.4 Puskesmas/Fasyankes Satelit TBC RO
Petugas kesehatan di Puskesmas TBC RO yang terlibat dalam pelaksanaan
MESO Aktif adalah sebagai berikut:
1) Dokter umum, yang bertanggung jawab dalam:
Melanjutkan pengobatan TBC RO pasien sesuai dengan panduan
nasional.
Mengidentifikasi tanda dan gejala KTD/ESO dari pasien atau keluarga
pasien pada setiap kunjungan.
Melakukan tata laksana yang tepat bagi pasien TBC RO yang mengalami
ORGANISASI DAN JEJARING
KTD/ESO ringan.
Melakukan rujukan bagi pasien TBC RO yang mengalami KTD/ESO
sedang dan berat ke rumah sakit TBC RO.
Melakukan pencatatan dan pelaporan form MESO harian (manual dan
SITB) untuk semua pasien TBC RO yang melanjutkan pengobatan di
Puskesmas.
Berkoordinasi rutin dengan rumah sakit TBC RO untuk melaporkan status
pengobatan dan kondisi pasien.
Berkoordinasi dengan tim terkait di Puskesmas untuk pelaksanaan
otopsi verbal bagi pasien TBC RO yang meninggal di rumah dan berada di
wilayah kerja Puskesmas.
2) Perawat TBC RO di Puskesmas bertanggung jawab dalam:
Melakukan investigasi dengan mengisi formulir KTD/ESO dan melakukan
pengkajian keluhan adanya KTD/ESO pada pasien/keluarga.
Membuat rencana tindakan keperawatan sesuai masalah keperawatan
dari hasil pengkajian.
Memberikan tindakan keperawatan mandiri sesuai dengan standar
pelayanan keperawatan di Puskesmas (contoh edukasi dan tindakan
keperawatan lainnya sesuai masalah) dan tindakan kolaborasi dengan
dokter untuk mengatasi KTD/ESO serta intervensi lanjutan.
Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan mandiri dan tindakan
keperawatan kolaborasi yang diberikan mulai dari pasien terdiagnosis
TBC RO hingga pasien sembuh/pengobatan lengkap.
Mengkoordinasikan kebutuhan perawatan pasien dengan berbagai
12
program terkait dan TAK (Tenaga Ahli Klinis).
Melaporkan ke TAK untuk manajemen KTD/ESO non serius dan serius.
Melakukan pencatatan ESO pada form buku Pengobatan TBC RO-/MESO
harian.
Melakukan koordinasi untuk pelaporan SITB ke apoteker.
3) Apoteker/ Tenaga Teknisi Kefarmasian di Puskesmas satelit TBC RO
bertanggung jawab dalam:
Mengedukasi pasien dan keluarga mengenai efek samping obat
Penyimpanan dan pendistribusian obat TBC RO.
Mengidentifikasi masalah terkait obat dan memberikan rekomendasi
Berkoordinasi dengan perawat dan tim TBC RO dalam melakukan
pencatatan dan pelaporan mengenai MESO Aktif di SITB.
Melakukan pelaporan mengenai efek samping serius di SITB.
Pengisian pelaporan form KTD/ESO serius dilakukan oleh apoteker atau
petugas farmasi dan berkoordinasi dengan dokter.
2.2 Jejaring Penatalaksanaan MESO-Aktif
2.2.1 Jejaring Eksternal
Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun dengan semua fasyankes dan
institusi lain yang terkait dalam penatalaksanaan MESO Aktif. Secara umum
puskesmas adalah fasyankes yang memiliki potensi besar dalam penemuan
keluhan Efek Samping Obat (ESO) karena pengobatan pasien TBC RO saat ini
diberlakukan desentralisasi namun memiliki keterbatasan dalam alat-alat
pemeriksaan seperti radiologi, laboratorium dan EKG. Serta setiap ahli penyakit
dalam dan lainnya hanya tersedia di rumah sakit TBC RO. Setiap pasien TBC RO
yang sudah didesentralisasi dilakukan pemeriksaan rutin yaitu laboratorium,
radiologi dan EKG dengan merujuk ke Rumah Sakit TBC RO atau laboratorium
rujukan sesuai jadwal yang ditentukan. Efek samping obat ringan dan sedang yang
dicurigai terjadi terhadap pasien TBC RO dapat dilakukan anamnesa dan
ditatalaksana di tingkat Puskesmas. Setiap pemeriksaan yang tidak bisa dilakukan
pemeriksaan di Puskesmas dapat dirujuk ke Rumah Sakit TBC RO atau
13
ORGANISASI DAN JEJARING
pengatasannya.
laboratorium rujukan. Petugas Puskesmas menuliskan kejadian tidak diinginkan
yang terjadi pada pasien selama dalam pengawasannya pada SITB.
2.2.2 Jejaring Internal
Jejaring internal adalah jejaring antar semua unit terkait didalam fasyankes yang
menangani setiap kejadian KTD/ESO. Setiap petugas didalam fasyankes yaitu
perawat dan dokter poli TBC, apoteker, perawat dan dokter rawat inap, serta TAK di
setiap poli pelayanan rujukan (jantung, penyakit dalam, dan lainnya) memiliki
ORGANISASI DAN JEJARING
tanggung jawab untuk merawat pasien TBC RO.
Gambar 1. Jejaring Internal Penatalaksanaan MESO-Aktif
Tim TBC RO fasyankes yang terdiri dari Dokter/TAK, perawat, apoteker/ petugas
teknisi kefafmasian secara bersama-sama merawat pasien TBC RO sesuai
pembagian tugas pokok dan fungsi diatas. Jika pasien mengalami keluhan atau efek
samping yang dirasakan maka harus melapor kepada TAK dan jika memerlukan
rawat inap maka harus berkoordinasi dengan dokter dan perawat rawat inap serta
TAK perlu memantau dan observasi pasien TBC RO. Kemudian jika diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut maka perlu dilakukan pemeriksaan kepada TAK
spesialistik seperti jantung, penyakit dalam, dan sebagainya. Setiap pasien yang
dipantau efek sampingnya perlu dilakukan pencatatan dan pelaporan secara
manual maupun SITB. Jejaring ini sangat penting untuk dapat membentuk
koordinasi dan meningkatkan kualitas pelaksanaan MESO Aktif.
14
Bab 3
PELAKSANAAN MONITORING
DAN MANAJEMEN
EFEK SAMPING OBAT
SECARA AKTIF PADA TBC RO
Sumber foto : Charles Dharmawan@USAID Tuberculosis Private Sector (USAID TBPS)
15
Sumber foto : Trishanty Rondonuwu@USAID Tuberculosis Private Sector (USAID TBPS)
16
Bab 3
PELAKSANAAN MONITORING
DAN MANAJEMEN EFEK SAMPING OBAT
SECARA AKTIF PADA TBC RO
3.1 Tujuan MESO Aktif
Adapun tujuan pelaksanaan MESO Aktif adalah:
1. Petugas Kesehatan di fasyankes TBC RO dapat mengidentifikasi dan
melaporkan KTD/ESO sesuai dengan rentang waktu yang ditentukan
berdasarkan, laporan, pengkajian klinis dan laboratoris yang sistematis.
2. Petugas Kesehatan di fasyankes TBC RO dapat menatalaksana KTD/ESO dengan
cepat dan tepat sehingga dapat berkontribusi dalam mencegah pasien putus
pengobatan.
3. Badan POM dan Direktorat P2PM mendapatkan data terstandar yang
dikumpulkan dan dilaporkan secara sistematis untuk mendeteksi KTD/ESO
serius, pengelompokan KTD/ESO serius, mengkaji keamanan pengobatan dan
memberi masukan terhadap kebijakan penggunaan obat obat tersebut.
3.2 Jenis Implementasi MESO Aktif
3.2.1 Tingkat Dasar (Core)
Pada implementasi MESO Aktif tingkat dasar, kegiatan MESO Aktif dilakukan
melalui pengawasan dan pelaporan terhadap seluruh kejadian yang mengarah ke
KTD/ESO Serius. KTD/ESO Serius merupakan kejadian medis yang tidak diinginkan
yang terjadi selama menggunakan obat tetapi belum tentu disebabkan oleh obat
tersebut (termasuk abnormalitas hasil uji laboratorium) yang menyebabkan:
Kematian: Suatu keadaan dimana tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan
secara biologis atau terhentinya fungsi alat vital.
Mengancam Jiwa: merujuk pada suatu kejadian dimana pasien menjadi
berisiko meninggal dunia karena kejadian; definisi ini tidak merujuk pada
kejadian yang secara hipotesis dapat menyebabkan kematian yang
disebabkan perburukan penyakit.
Rawat inap: Kejadian yang menyebabkan pasien dirawat inap di fasyankes.
Perpanjangan rawat inap: Kejadian yang menyebabkan penambahan masa
rawat inap.
17
Disabilitas: Kehilangan fungsi tubuh yang menetap oleh sebab apapun
selama pengobatan (Contoh: kehilangan pendengaran permanen).
Kelainan kongenital: Kejadian cacat bawaan pada bayi baru lahir dari ibu
yang menjalani pengobatan.
Kejadian medis lainnya yang mungkin tidak mengancam jiwa atau
PELAKSANAAN MONITORING DAN MANAJEMEN ...
mengakibatkan kematian atau rawat inap tetapi dapat membahayakan
pasien atau mungkin memerlukan intervensi untuk mencegah salah satu
kriteria yang tercantum dalam defenisi diatas (Contoh: perawatan intensif
diruang gawat darurat atau dirumah untuk bronkospasme alergi; diskrasia
darah atau kejang yang tidak menyebabkan rawat inap)
3.2.2 Tingkat Menengah (Intermediate)
Pada implementasi MESO Aktif tingkat menegah, kegiatan MESO Aktif dilakukan
melalui pengawasan dan pelaporan KTD/ESO Serius dan KTD/ESO Spesifik yang
ditentukan oleh program atau disebut Kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus
(KIPK). Contoh KIPK yang menjadi perhatian pada program TBC antara lain
perpanjangan interval QT, hepatotoksisitas, mielosupresi, neuritis optik, dan
neuropati perifer.
3.2.3 Tingkat Lanjut (Advanced)
Pada implementasi MESO Aktif tingkat lanjut dilakukan pengawasan dan pelaporan
yang mencakup seluruh KTD/ESO yaitu KTD/ESO serius dan non serius.
Program TBC Nasional di Indonesia menerapkan MESO Aktif Tingkat Lanjut
(Advanced) yaitu pengawasan dan pelaporan yang mencakup seluruh KTD/ESO
yaitu KTD/ESO serius dan Non serius bagi semua pasien TBC RO yang diobati.
3.3 Kegiatan dan Alur MESO Aktif
Kegiatan MESO Aktif merupakan hal yang esensial dalam setiap penggunaan obat
dimana idealnya dilakukan pada setiap pasien yang sedang dalam pengobatan.
Implementasi MESO Aktif difasilitasi oleh Program TBC Nasional untuk melakukan
tatalaksana dan monitoring pengobatan disetiap fasyankes TBC RO. Setiap
KTD/ESO wajib dilaporkan di SITB dan ditatalaksana medis. Data dan informasi dari
pelaporan KTD Serius akan digunakan komite nasional farmakovigilans untuk
18
melakukan penilaian kausalitas KTD serius. Badan POM dan Program TBC Nasional
berkoordinasi dan berkomunikasi dalam melakukan analisis lanjut untuk deteksi
sinyal/ penilaian kausalitas.
Hasil penilaian kausalitas dapat menghasilkan bukti baru terkait tatalaksana pasien
TBC dan dapat mengubah kebijakan pengobatan / tata laksana pasien serta
memperkaya informasi terkait profil keamanan obat TBC nasional dan global.
Pelaksana Farmakovigilans Nasional
(Direktorat P2PM)
(Badan POM)
Fasyankes
TBC RO
Monitoring
keamanan obat
(MESO-aktif)
Pelaporan KTD/ESO
melalui SITB
Monitoring pengobatan
pasien dengan:
• Tatalaksana
pengobatan
TBC RO;
• MESO-aktif
Perubahan terkait
kebijakan
pengobatan / tata
laksana pasien TBC
RO
- Daftar tilik ESO/formulir
Meso Harian
- Pemeriksaan lab rutin
untuk monitoring
KTD/ESO serius dilaporkan
keamanan obat
segera dalam 24 jam
- Pencatatan seluruh
KTD/ESO
- Pelaporan KTD/ESO serius
menggunakan form
MESO-aktif
- Deteksi sinyal/ causality
assessment oleh Badan
POM dan Subdi TBC
Kolaborasi pelaksanaan
deteksi sinyal,
causality assessment
Analisis lanjut
untuk deteksi sinyal/
causality assessment
dan komunikasi
Pemutakhiran informasi
terkait profil keamanan
obat TBC di tingkat
nasional dan global
Bukti Baru
Gambar 2. Skema Pelaksanaan MESO-aktif
19
PELAKSANAAN MONITORING DAN MANAJEMEN ...
Program TBC Nasional
Kegiatan MESO Aktif terbagi dalam tiga tahap. Adapun tahapnya adalah sebagai
berikut:
1. Identifikasi KTD/ESO Serius
KTD/ESO serius dapat diidentifikasi dengan cara:
a. Menanyakan secara berkala kepada pasien mengenai keluhan yang dialami.
PELAKSANAAN MONITORING DAN MANAJEMEN ...
Pelaksanaan MESO Aktif di lakukan di setiap level fasyankes pengobatan TBC
RO. Mengidentifikasi KTD/ESO serius merupakan tugas bersama tim klinis
(dokter, perawat TBC RO, dan apoteker di rumah sakit maupun puskesmas),
komunitas pendamping pengobatan, dan anggota keluarga pasien. Setiap
keluhan yang dialami pasien tersebut dilaporkan, baik secara manual di Buku
Pengobatan TBC RO “Pemantauan Efek Samping Pasien TBC RO”, maupun
secara elektronik di SITB. Saat pasien berkendala datang ke fasyankes untuk
melakukan pemeriksaan dan pengobatan rutinnya, maka monitoring efek
samping pada pasien akan terlewat ditanyakan dan tidak akan tercatat dan
dilaporkan di fasyankes. Oleh karena itu diperlukan buku saku pasien yang
berisikan catatan harian mengenai efek samping yang dirasakan pasien setiap
hari dan penanganan yang dapat dilakukan. Saat ini telah tersedia buku saku
pasien yang dapat dipakai sebagai rujukan pasien untuk menangani efek
samping ringan yang dirasakan. Pasien TBC RO dapat mengisikan di Lembar
Terakhir yaitu pada bagian Catatan pada Buku Saku Pasien TBC RO. Tim klinis
wajib melakukan skrining dengan memeriksa catatan tersebut pada saat
pasien berkunjung atau kunjungan rumah untuk dapat mengidentifikasi
keluhan efek samping jika ada.
b. Mengkaji hasil pemeriksaan klinis dan penunjang.
Tim Klinis TBC RO baik di Fasyankes Rujukan maupun fasyankes satelit TBC RO
melakukan kajian rutin terhadap pemeriksaan klinis dan penunjang. Pasien
yang memiliki hasil pemeriksaan yang tidak normal dan menunjukkan KTD
serius akan ditangani oleh Tim Ahli Klinis. Setiap ESO/KTD serius harus
dilakukan tatalaksana dan dilaporkan baik manual maupun melalui SITB
maksimal 24 jam setelah kejadian diketahui oleh tim klinis.
20
Tabel 1. Pemeriksaan Rutin Pasien TBC RO
Jenis Pemeriksaan
Awal
Setiap
Akhir
Pasca
Bulan
Pengobatan
Pengobatan
Pemeriksaan Klinis
V
V
V
V
Konseling dan
evaluasi kondisi
psikososial
V
V
V
V
Berat badan (IMT)
V
V
V
V
Skrining neuropati
perifer
V
V
V
Skrining fungsi
penglihatan
V
V
V
Skrining psikiatri
V
Pemantauan efek
samping obat
V
V
Konsultasi hasil
pengobatan
V
V
Pemeriksaan Bakteriologis
BTA sputum
V
V
V
V
Kultur sputum
V
V
V
V
LPA lini kedua
V
Uji kepekaan
fenotipik
V
Diulang bila BTA/kultur bulan ke-4h positif
(Pengobatan Jangka Pendek)
Diulang bila BTA/kultur bulan ke-6h positif
(Pengobatan Jangka Panjang)
Diulang bila BTA/kultur bulan ke- 4h positif
(Pengobatan Jangka Pendek)
Diulang bila BTA/kultur bulan ke-6h positif
(Pengobatan Jangka Panjang)
Pemeriksaan Laboratorium, Radiologi dan EKG
Rontgen dada
V
V
EKG
V
V
V
Darah perifer lengkap
(DPL)
V
V
V
Audiometri
V
21
V
PELAKSANAAN MONITORING DAN MANAJEMEN ...
Pemeriksaan fisik
Setiap
Akhir
Pasca
Bulan
Pengobatan
Pengobatan
V
V
V
V
V
V
V
Albumin
V
V
Asam urat
V
V
Gula darah puasa
dan 2 jam PP
V
TSH/TSHs
V
Tes kehamilan
V
Tes HIV
V
Jenis Pemeriksaan
Awal
Fungsi hati:
SGOT, SGPT,
Bilirubin total
Elektrolit: Na, K, Ca,
PELAKSANAAN MONITORING DAN MANAJEMEN ...
Mg
Ureum, kreatinin
serum
2. Manajemen KTD/ESO
Apabila terjadi KTD/ESO, pasien harus segera ditangani secara klinis sesuai dengan
panduan tatalaksana klinis yang berlaku. Pasien dan keluarga pasien diberikan
edukasi serta dipantau progresivitas derajat keparahannya. Pelaporan KTD/ESO
serius harus segera dilakukan dalam waktu 24 jam setelah diketahui, dan setiap
ada data atau informasi baru segera dicatat dan dilaporkan kembali ke dalam
sistem SITB.
Hasil penilaian kausalitas pada banyak kasus tidak dapat segera ditentukan karena
memerlukan penilaian yang menyeluruh oleh tim klinis. Untuk itu informasi
mengenai hubungan kausalitas antara KTD/ESO dengan obat perlu disampaikan
dengan hati-hati kepada pasien dan keluarganya.
Setelah KTD/ESO tertatalaksana dengan baik, pasien dimotivasi agar tetap
meneruskan pengobatan sampai selesai. Modifikasi paduan pengobatan
(penghentian dan penggantian obat dan atau regimen serta penyesuaian dosis
obat) dapat dilakukan atas persetujuan TAK, jika obat yang dipakai menyebabkan
KTD/ESO derajat keparahan 3 dan 4.
22
3. Pengumpulan Data
Pada proses pengumpulan data, KTD/ESO dibagi menjadi KTD/ESO non-serius
dan serius.
1) Pengumpulan data KTD/ESO Non-Serius
KTD/ESO non-serius dicatat di Buku Pengobatan TBC RO - Pemantauan Aktif
Efek Samping Obat TBC RO dan harus dilaporkan maksimal 15 hari setelah
2) Pengumpulan data KTD/ESO Serius
KTD/ESO Serius di catat di Form KTD Serius TBC RO dan wajib dilaporkan
maksimal 1x24 jam setelah kejadian diketahui petugas kesehatan. Pengisian
form KTD/ESO serius dilakukan oleh apoteker/ tenaga teknisi kefarmasian. Jika
pasien meninggal dunia, maka langkah ini dapat dilakukan :
a) Pada kejadian pasien meninggal di fasyankes rujukan TBC RO /RS lainnya,
dokumen yang perlu disiapkan untuk kelengkapan kegiatan penilaian
kausalitas, selain data-data klinis yang mencakup riwayat perjalanan
penyakit dan KTD/ESO, adalah Surat Medis Penyebab Kematian (SMPK) lihat
lampiran 1
b) Pada kejadian
pasien
meninggal di rumah dan fasyankes tidak
mendapatkan data klinis yang diperlukan, sedapat mungkin dilengkapi
dokumen pendukung seperti berikut:
-
Audit Kematian TBC RO pasien meninggal dirumah (Autopsi Verbal) lihat
lampiran 3
-
Audit kematian ini dikemas dalam bentuk formulir yang dapat diisi untuk
mengumpulkan informasi terkait keadaan pasien sebelum meninggal
selain di fasyankes. Pengisian dilakukan oleh petugas kesehatan
fasyankes rujukan pasien dengan mewawancari keluarga pasien atau
kerabat ataupun tetangga yang mengetahui keadaan pasien saat
kejadian sebelum meninggal.
-
Alur Autopsi Verbal Kematian TBC RO
a. Info pasien meninggal dapat diberikan oleh keluarga maupun
petugas faskes satelit kepada Tim TBC RO yang menatalaksana
pasien. Selanjutnya Tim TBC RO di faskes TBC RO berkoordinasi
23
PELAKSANAAN MONITORING DAN MANAJEMEN ...
kejadian diketahui petugas kesehatan.
dengan fasyankes satelit atau fasyankes domisili pasien untuk
melaksanakan Autopsi Verbal
b. Ketentuan pelaksanaan autopsi verbal sebagai berikut:
Petugas : Petugas TBC RO yang sudah terlatih (Perawat/Dokter/
Bidan) di fasyankes satelit atau fasyankes domisili pasien
PELAKSANAAN MONITORING DAN MANAJEMEN ...
Waktu : Pelaksanaan dilakukan setelah masa duka berlalu setelah
kejadian pasien meninggal (referensi: 1 bulan)
Form yang diisi oleh Petugas Pewawancara adalah sub bagian 1 sd
17 yaitu sampai kepada Catatan Pewawancara
Kemudian Pengisian diagnosis penyebab kematian awal diisi oleh
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) di fasyankes satelit
pada bagian 18.
C. Fasyankes yang melaksanakan Autopsi Verbal kemudian melaporkan
form yang sudah diisi ke RS TBC RO. Tim Ahli Klinis di RS TBC RO akan
mengisi formulir tersebut pada sub bagian 18 dan 19 mengenai
penyebab kematian, Penyakit/Kondisi Lain Yang Berkontribusi
Namun Tidak Berhubungan Dengan 1 A-D, serta final underlying
cause of death.
d. Setelah formulir Autopsi Verbal terisi dengan lengkap, kemudian
petugas RS TBC RO (Apoteker) mengisi formulir KTD Serius meninggal
pada SITB berdasarkan informasi penyebab kematian pada kolom
“Deskripsi Kejadian” (wajib diisi bagi pasien meninggal di luar
fasyankes). Apabila pasien meninggal dirumah yang belum dilakukan
Autopsi Verbal tidak dapat dilaporkan ke SITB (Autopsi verbal
dilengkapi maksimal dalam waktu 15 hari kalender sejak diketahui
informasi pasien meninggal)
24
Badan POM
Direktorat P2PM
KOMITE NASIONAL FARMAKOVIGILANS
TBO RESISTEN OBAT
PENGISIAN
FORMULIR &
SITB
PJ MESO - FASYANKES
Tenaga Kesehatan di
Fasyankes Pelaksana TBC RO
Pasien/Keluarga atau
Nakes di Fasyankes
Satelit TBC RO
Keterangan:
: Koordinasi/Konsultasi
: Alur Informasi dan data
Gambar 3. Alur Informasi Pelaporan KTD/ESO pada Program TBC RO
3.4 Penilaian Kausalitas
Pengobatan TBC RO terus berkembang namun setiap pasien memiliki keunikan
tersendiri yang dapat merespon pengobatan dengan berbeda-beda. Oleh karena
itu, dalam serangkaian pengobatan seringkali dijumpai penggunaan banyak obat
dan timbulnya beberapa kejadian tidak diinginkan yang tidak terdeteksi
sebelumnya dari uji klinis. Untuk itu diperlukan pengkajian sistematis / evaluasi
terhadap kemungkinan bahwa obat TBC/TBC RO adalah agen penyebab dari
kejadian yang tidak diinginkan (KTD/ESO) yang diamati (penilaian kausalitas).
25
PELAKSANAAN MONITORING DAN MANAJEMEN ...
PELAPORAN KTD/ESO
E-MESO
Saat ini penilaian kausalitas dilakukan oleh penanggung jawab atau pelaksana di
tingkat nasional berdasarkan laporan dari masing-masing fasyankes. Berikut
merupakan komponen kegiatan Penilaian Kausalitas di tingkat nasional:
1. Penanggung jawab/Pelaksana Penilaian Kausalitas
Setiap pelaksanaan Penilaian Kausalitas adalah tanggung jawab Komite Nasional
PELAKSANAAN MONITORING DAN MANAJEMEN ...
Farmakovigilans TBC RO, Program Nasional TBC, dan Pusat Farmakovigilans/ MESO
Nasional- Badan POM. Penilaian kausalitas dilakukan secara berkala.
2. Langkah Pelaksanaan Penilaian Kausalitas
Secara umum langkah pelaksanaan Penilaian Kausalitas terdiri dari:
a. Persiapan Penilaian Kausalitas
Tahap persiapan yang dilakukan pada saat penilaian kausalitas adalah
melakukan pengumpulan dan seleksi pelaporan KTD/ESO yang akan dinilai
kausalitasnya. Laporan KTD/ESO dikelompokkan berdasarkan kelengkapan
informasi laporan. Defenisi Pelaporan yang lengkap iala laporan sesuai dengan
formulir pelaporan KTD/ESO Serius yang diisi lengkap untuk setiap kolom
isiannya termasuk isian data laboratorium, deskripsi kejadian, kronologi
kejadian, riwayat pengobatan. Data pelaporan yang tidak lengkap akan
menjadi catatan dan dimintakan kembali kepada pelapor teridentifikasi.
b. Pelaksanaan Penilaian Kausalitas
Terdapat 2 mekanisme yang dilakukan dalam penilaian kausalitas laporan
KTS/ESO Serius yang dilakukan dalam penilaian kausalitas laporan KTD/ESO
Serius yang dilaporkan:
1. Laporan KTD/ESO Serius yang Lengkap:
Pelaksanaan penilaian kausalitas terhadap Laporan KTD/ESO serius yang
lengkap dilakukan oleh Komite Nasional Farmakovigilans TBC RO secara
individual dan dilaksanakan setidaknya 1 kali dalam sebulan.
2. Laporan KTD/ESO Serius yang Tidak Lengkap:
Penilaian kausalitas terhadap Laporan KTD/ESO serius yang tidak lengkap
akan dilakukan oleh tim evaluator internal Badan POM. Apabila diperlukan
rapat pembahasan
penilaian kausalitas bersama Komite
Farmakovigilans TBC RO, Badan POM dan Program Nasional TBC.
26
Nasional
c. Metode Penilaian Kausalitas
Penilaian kausalitas digunakan adalah penilaian kausalitas menggunakan
metode WHO UMC. Sistem WHO-UMC dikembangkan oleh WHO Uppsala
Monitoring Center (UMC) dalam WHO Programme for International Drug safety
Monitoring (PIDM) dan digunakan oleh banyak pusat farmakovigilans di negaranegara anggotanya. Hubungan kausalitas antara kejadian dengan obat
penilaian tertentu (Lihat tabel 2).
27
PELAKSANAAN MONITORING DAN MANAJEMEN ...
dikategorikan sesuai dengan jenis hubungan kausal sesuai dengan kriteria
PELAKSANAAN MONITORING DAN MANAJEMEN ...
Tabel 2. Hubungan Kausalitas berdasarkan WHO-UMC
Jenis Hubungan Kausal
Kriteria Penilaian*
28
Sangat pasti berhubungan dengan
penggunaan obat (certain)
- Suatu KTD/ESO atau hasil laboratorium yang abnormal memiliki hubungan
waktu dengan penggunaan obat
- Tidak bisa dijelaskan oleh penyakit atau obat lain
- Respons terhadap penghentian penggunaan obat (withdrawal) yang masuk
akal (secara farmakologis, patologis)
- Kejadian atau fenomena farmakologis yang pasti (yaitu gangguan medis
objektif dan spesifik atau fenomena farmakologis yang diakui)
- Re-challenge positif
Dapat terjadi (probable) /
kemungkinan besar berhubungan
dengan penggunaan obat (likely)
- Suatu KTD/ESO atau hasil laboratorium yang abnormal memiliki hubungan
waktu dengan penggunaan obat
- Kemungkinan tidak disebabkan oleh penyakit atau obat lain
- Respon terhadap penghentian penggunaan obat (withdrawal) yang masuk akal
secara klinis
- Re-challenge tidak diperlukan
Belum pasti berhubungan dengan
penggunaan obat (possible)
- Suatu KTD/ESO atau hasil laboratorium yang abnormal memiliki hubungan
waktu dengan penggunaan obat
- Masih mungkin disebabkan penyakit atau obat lain
- Informasi tentang penghentian penggunaan obat (withdrawal) mungkin
kurang atau tidak jelas
Kemungkinan besar tidak
berhubungan dengan
penggunaan obat (unlikely)
- Suatu KTD/ESO atau hasil laboratorium yang abnormal mustahil memiliki
hubungan waktu dengan penggunaan obat (tetapi bukan tidak mungkin)
- Penyakit atau obat lain mungkin menyebabkan KTD/ESO ini
Lanjutan Tabel 2.
Jenis Hubungan Kausal
Kriteria Penilaian*
29
Bersyarat / Tidak Terklasifikasi
(Conditional/ Unclassified)
- Kelainan uji laboratorium
- Diperlukan lebih banyak data untuk penilaian yang tepat, atau
- Data dan pemeriksaan lanjutan diperlukan
Tidak dapat dinilai / Tidak dapat
diklasifikasikan
(Un-assessable/ Unclassifiable)
- Laporan mengenai KTD/ESO namun tidak dapat dinilai karena informasi tidak
mencukupi atau bertentangan
- Data tidak dapat ditambah atau diverifikasi
b.
Penyampaian Hasil Penilaian Kausalitas
Hasil penilaian kausalitas yang dilakukan oleh Komite Nasional Farmakovigilans
TBC RO, Direktorat P2PM, Badan POM, bersama dengan fasyankes pelapor
akan diinput dalam database e-MESO oleh Badan POM. Hasil penilaian
kausalitas laporan KTD/ESO di e-MESO secara otomatis akan terkirim ke email
PELAKSANAAN MONITORING DAN MANAJEMEN ...
SITB yang telah terdaftar di e-MESO. Direktorat P2PM sebagai pengelola SITB
dapat menyampaikan hasil penilaian kausalitas tersebut kepada Fasyankes
pelapor.
Selain kepada Direktorat P2PM, Badan POM akan mengirimkan hasil penilaian
kausalitas laporan KTD/ESO tersebut ke WHO UMC ( Uppsala Monitoring
Center) sebagai Pusat Kolaborasi Organisasi Kesehatan Dunia untuk
pemantauan obat internasional. Data laporan KTD/ESO dari Indonesia
tersebut akan menjadi bagian dari database laporan KTD/ESO global.
30
Bab 4
JENIS DAN PENATALAKSANAAN
EFEK SAMPING OBAT TBC RO
31
32
Bab 4
JENIS DAN PENATALAKSANAAN
EFEK SAMPING OBAT TBC RO
Pemantauan efek samping dilakukan selama pasien dalam pengobatan TBC
RO. Setiap OAT memiliki kemungkinan menyebabkan efek samping ringan, sedang,
maupun berat. Petugas kesehatan harus selalu memantau munculnya efek
samping dan memberikan tata laksana sedini mungkin. Penanganan efek samping
yang baik dan adekuat adalah kunci keberhasilan pengobatan TBC RO.
Prinsip pemantauan efek samping obat TBC RO selama pengobatan yaitu:
Deteksi dini efek samping selama pengobatan sangat penting karena semakin
cepat ditemukan dan ditangani, maka prognosis akan lebih baik. Untuk itu,
pemantauan efek samping pengobatan harus dilakukan setiap hari.
Efek samping OAT berhubungan dengan dosis yang diberikan.
Gejala efek samping pengobatan harus diketahui petugas kesehatan yang
menangani pasien dan juga oleh pasien serta keluarganya.
Semua efek samping pengobatan yang dialami pasien harus tercatat dalam
Buku Pengobatan TBC RO pada bagian 'Pemantauan Aktif Efek Samping Obat
TBC RO' dan SITB.
Penatalaksanaan efek samping obat TBC RO dapat dilakukan baik di fasyankes TBC
RO, maupun fasyankes satelit TBC RO :
Fasyankes pelaksana layanan TBC RO (Rumah Sakit/Balai Kesehatan)
merupakan tempat penatalaksanaan efek samping sedang dan berat.
Fasyankes satelit TBC RO merupakan tempat penatalaksanaan efek samping
ringan. Efek samping ringan dapat ditangani oleh dokter fasyankes satelit
TBC RO dan perlu dilaporkan ke fasyankes pelaksana layanan TBC RO. Untuk
efek samping sedang dan berat dapat dilaporkan ke TAK fasyankes
rujukannya, sambil petugas fasyankes satelit mempersiapkan untuk merujuk
pasien.
Setiap efek samping yang dialami pasien dapat dinilai derajat keparahannya
dengan tabel dibawah ini:
33
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
Tabel 3. Derajat Keparahan
RINGAN
SEDANG
BERAT
BERPOTENSI
MENGANCAM JIWA
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Derajat 4
Keterbatasan
dalam
beraktivitas
(ringan-sedang),
memerlukan
pemeriksaan
lebih lanjut.
Tidak diperlukan
atau memerlukan
intervensi medis
atau pengobatan
Keterbatasan
Keterbatasan
beraktivitas;
ekstrim dalam
Memerlukan
beraktivitas; perlu
intervensi medis
pendampingan
atau pengobatan
Perlu intervensi
ringan.
medis yang
Mungkin perlu
signifikan atau
rawat inap.
pengobatan
Rasa tidak
nyaman ringan
atau sementara
(>48 jam).
Tidak diperlukan
intervensi medis
atau pengobatan.
Kemungkinan
besar memerlukan
rawat inap.
Keterangan :
*Istilah 'aktivitas' dimaksudkan untuk kegiatan rawat diri dasar seperti mandi,
berpakaian, buang air kecil/besar, berpindah posisi, nafsu makan; mencakup
kegiatan sosial dan fungsional atau kegiatan maupun tugas yang diinginkan seperti
bekerja, berbelanja, memasak, menggunakan transportasi umum, melakukan
hobi, dll.
Penatalaksanaan efek samping obat TBC RO yang biasa terjadi
berdasarkan jenis toksisitas dalam organ tubuh, kemungkinan obat penyebab,
serta pengkajian dan tindakan keperawatannya adalah sebagai berikut:
34
1. Jantung
OAT Penyebab: Lfx, Mfx,Cfz, Bdq,Dlm.
Gangguan Jantung seperti pemanjangan interval QT, torsa de pointes, VT, VF
dapat dilakukan tatalaksana berdasarkan tabel berikut.
Tabel 4. Penatalaksanaan Efek Samping Gangguan Jantung berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
35
Pemanjangan
QTcF
QTcF 450 - 480 mdet
QTcF 481 - 500 mdet
QTcF > 501 mdet
pada dua
pemeriksaan EKG
yang berbeda
QTc > 501 mdet atau > 60
mdet dari baseline dan
Torsade de pointers atau
takikardia ventrikel
polimorfik atau tanda/
gejala aritmia serius.
Tindakan
Pantau lebih ketat;
lakukan pemeriksaan
EKG setiap minggu
sampai QTcF kembali
normal
Pantau lebih ketat;
lakukan pemeriksaan
EKG setiap minggu
sampai QTcF kembali
ke derajat 1- ringan
atau kurang
Hentikan obat
penyebab yang
dicurigai. Rawat inap
dan koreksi elektrolit
jika di perlukan
Hentikan obat penyebab
yang dicurigai. Rawat inap
dan penuhi elektrolit jika
diperkukan
*NCI Common Terminology Criteria for Adverse Event, v.4.03 14-Jun-2010.
EKG awal sebelum terapi
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
1. Koreksi bila terdapat gangguan
elektrolit
2. Pertimbangkan penghentian obat
yang memperpanjang QTc
QTc < 500 mdet (QRS sempit)
QTc < 550 mdet (QRS lebar)
QTc > 500 mdet (QRS sempit)
QTc > 550 mdet (QRS lebar)
Lfx, Mfx, Cfz, Bdq, Dlm
masih dapat di berikan
Pertimbangkan manfaat
vs
risiko TdP*/SCD**
EKG ulang setelah 4 jam
jika terdapat :
1. QTc > 500 mdet (QRS sempit)
2. QTc > 550 mdet (QRS lebar)
3. Peningkatan QTc > 60 mdet
4. Ventricular Ectopy
Ya
Evaluasi EKG tiap hari, jika :
Tidak
1. QTc > 500 mdet (QRS sempit)
2. QTc > 550 mdet (QRS lebar)
3. Peningkatan QTc > 60 mdet
4. Ventricular Ectopy
*TdP – torsade de pointes
**SCD – sudden cardiac death
Gambar 4. Pedoman pemantauan Qtc
Keterangan ;
EKG : Lebih direkomendasikan menggunakan EKG 12 sadapan. Dapat
digunakan sadapan II saja
Koreksi faktor yang berpengaruh terhadap QTc, termasuk gangguan elektrolit
CA, Mg, dan K
Pertimbangkan menghentikan obat-obat lain yang dapat memperpanjang QTc
Interval QTc : lebih direkomendasikan menggunakan formula Frediricia; namun
formula lain masih diterima (Bazett, Framingham dll).
QRS lebar : durasi QRS > 120 mdet
36
2. Ginjal
Pada pengobatan TBC RO dapat terjadi gagal ginjal akut yang disebabkan oleh obat
injeksi yaitu Amiglikosida dan Capreomycin.
Tabel 5. Penatalaksanaan Efek Samping Gagal Ginjal berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
Gagal Ginjal Akut
37
Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
Peningkatan kadar
kreatinin > 0.3 mg/dL;
kreatinin 1.5- 1,9 x lebih
tinggi dari baseline atau
Urin output < 0,5cc/kb/
jam selama 6-12 jam
Kreatinin 2 2,9 x lebih
tinggi dari baseline
urine atau output <0,5
cc/kg/jam selama >12
jam
Kreatinin >3 x dari
baseline atau >4.0 mg/
dL; indikasi rawat inap
urine output < 0,3 cc/kg/
jam selama >24 jam
Konsekuensi mengancam jiwa
(gangguan elektrolit, asam
basa , ensefalopati, fluid
overload, edema paru; indikasi
dialisis)
Pertimbangkan untuk
Hentikan obat injeksi
Hentikan obat injeksi
Hentikan obat injeksi hingga
menghentikan obat injeksi
hingga kadar kreatinin
kembali mencapai
Baseline.
Pertimbangkan untuk
memulai kembali obat
injeksi dengan frekuensi
yang lebih rendah
(misalnya Senin, Rabu,
Jum'at). Pemantauan ketat
kemungkinan ulangan
hingga kadar kreatinin
kembali mencapai
baseline. Pertimbangkan
untuk memulai kembali
obat injeksi dengan
frekuensi yang lebih
rendah (misalnya Senin,
Rabu, Jum'at) dengan
pemantauan ketat
kemungkinan ulangan
kejadian AKI atau ganti
dengan Obat nonnefrotoksik
hingga kadar kreatinin
Kembali mencapai
baseline. Pertimbangkan
untuk memulai kembali
obat injeksi dengan
frekuensi yang lebih
rendah (misalnya Senin,
Rabu, Jum'at) dengan
pemantauan ketat
kemungkinan ulangan
kejadian AKI atau ganti
dengan obat Nonnefrotoksik.
kadar kreatinin kembali
mencapai
Baseline. Pertimbangkan
untuk memulai kembali obat
injeksi dengan frekuensi yang
lebih rendah (misalnya Senin,
Rabu, Jum'at) atau ganti
dengan obat Non-nefrotoksik
*NCI Common Terminology Criteria for Adverse Event, v.4.03 14-Jun-2010.
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
3. Gangguan Elektrolit
OAT Penyebab: Cm, Amk, Km, S
Salah satu indikasi adanya gangguan elektrolit yaitu pasien mengalami hipokalemia. Hipokalemia
adalah kondisi yang mengacu pada kadar kalium yang lebih rendah dari normal dalam aliran darah.
Tabel 6. Penatalaksanaan Efek Samping Hipokalemia berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
3.4 - 3.0 mEq/L
2.9 - 2.5 mEq/L
2.4 - 2.0 mEq/L atau
penggantian terapi
intensif atau perlu
perawatan rawat inap.
< 2.0 mEq/L atau kadar
kalium abnormal disertai
paresis, ileus atau aritmia
yang mengancam jiwa.
Tindakan
Lanjutkan obat injeksi.
Mulai terapi
penggantian kalium
secara oral. Periksa
kadar magnesium dan
suplementasi jika perlu.
Lanjutkan obat injeksi.
Mulai terapi kalium
kuat (aggressive)
secara oral. Teruskan
suplementasi
kalsium jika perlu.
Lanjutkan obat injeksi.
Mulai terapi
penggantain Kalium
secara IV sebagai
tambahan untuk
terapi oral. Lakukan
penggantian
magnesium dan
elektrolit lainnya jika
perlu.
Hentikan obat injeksi untuk
sementara. Mulai
suplementasi kalium secara
IV sebagai tambahan terapi
oral. Lakukan pengantian
magnesium dan elektrolit
lainnya jika perlu.
38
Hipokalemia
*Referensi: NIAID Division of Microbiology and Infectious Diseases, severity scale, Nov-2007
Tabel 7. Terapi penggantian Kalium
Kadar Kalium (mmol/L)
Dosis Pemberian
Frekuensi Pemantauan
>3.4
Setiap Bulan
Tidak perlu
3.3 -3.4
Setiap Bulan
40 mmol PO dalam dosis
terbagi 2 - 3 kali perhari
39
2.9 -3.2
Setiap Minggu
60 -80 mmol PO dalam dosis
terbagi 3 kali dalam sehari
2.7 -2.8
Setiap hari/setiap dua hari
60 mmol PO setiap 8 jam
2.5 -2.6
Setiap hari
80 mmol PO setiap 8 jam
<2.5
Satu jam setelah infusan, setiap 6 jam
10 mmol/jam IV dan 80
setiap penggantian IV
mmol PO setiap 6 - 8 jam
Catatan : Tablet Lepas Terkontrol Kalium Klorida 600mg = 8mmol/tablet Kalium
Klorida 10% (100mg/ml) ampul = 1g per ampoule = 13.4 mmol Penyiapan Infusan
Kalium Klorida normal adalah 40 mmol (3 ampul) dalam 1L NaCl 0.9%, diinfus
selama lebih dari 4 jam. Laju infusan tidak boleh lebih dari 10 mmol/jam (250
mL/jam).
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
4. Hati
OAT Penyebab : Z, H, Eto, Pto, Lfx, Mfx, Lzd, Bdq, PAS.
Indikasi kelainan atau gangguan pada hati seperti nilai SGPT dan SGOT terlalu tinggi.
Tabel 8. Penatalaksanaan Efek Samping Hepatitis berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
SGPT
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
1.1 - 3.0 x ULN
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
>3.0 - 5.0 x ULN
>5.0 - 20.0 x ULN
>20.0 x ULN
(Menyesuaikan kadar)
40
SGOT
1.1 - 3.0 x ULN
>3.0 - 5.0 x ULN
>5.0 - 20.0 x ULN
>20.0 x ULN
Tindakan
Lanjutkan regimen
terapi. Pasien terus
dipantau hingga kadar
enzim kembali ke
baseline atau
peningkatan
SGPT/SGOT kembali
stabil.
Lanjutkan regimen
terapi. Pasien terus
Dipantau setiap
minggu hingga
kadar enzim kembali
ke baseline atau
peningkatan
SGPT/SGOT kembali
stabil.
Hentikan seluruh obat
termasuk obat antiTBC;
lakukan pemeriksaan
fungsi hati setiap
minggunya.
Pengobatan dapat
dimulai kembali
setelah toksisitas
tuntas.
Hentikan seluruh
obat termasuk obat antiTBC; lakukan pemeriksaan
fungsi hati setiap
minggunya.
Pengobatan dapat
dimulai kembali setelah
toksisitas tuntas.
*Reference: NIAID Division of Microbiology and Infectious Diseases, severity scale, Nov-2007
5. Gangguan Penglihatan
OAT Penyebab : E, Lzd.
Gangguan penglihatan seperti Neuritis optic.
Tabel 9. Penatalaksanaan Efek Samping Gangguan Penglihatan berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
41
Gangguan
Penglihatan
Observasi klinis atau
diagnostik saja
Kebutaan (20/200 atau
lebih buruk) pada
mata yang terkena
Kebutaan (20/200 atau
lebih buruk) pada mata
yang terkena
Kebutaan (20/200 atau
lebih buruk) pada mata
yang terkena
Tindakan
Jika ada kecurigaan
neuritis optik Lzd
segera dihentikan.
Jangan mulai
pengobatan ulang
Jika ada kecurigaan
neuritis optik Lzd
segera dihentikan.
Jangan mulai
pengobatan ulang
Jika ada kecurigaan
neuritis optik Lzd
segera dihentikan.
Jangan mulai
pengobatan ulang
Jika ada kecurigaan
neuritis optik Lzd segera
dihentikan. Jangan mulai
pengobatan ulang
*NCI Common Terminology Criteria for Adverse Event v.4.03 14 juni 2010.
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
6. Saluran Pencernaan
OAT Penyebab : Eto, Pto, Cfz, H, E, Z, Lfx, Mfx, Lzd, Bdq, Dlm, PAS.
Gangguan pencernaan seperti :
Mual muntah
Anoreksia/ kehilangan nafsu makan
Nyeri perut, merupakan gangguan yang ditandai oleh sensasi tidak nyaman yang nyata di daerah perut
Dispepsia, merupakan gangguan yang ditandai dengan perasaan tidak nyaman dan nyeri perut yang berakibat
terhadap gangguan pencernaan. Gejalanya meliputi rasa perut terbakar, kembung, mual dan muntah
Tabel 10. Penatalaksanaan Efek Samping Mual dan Muntah berdasarkan Tingkat Keparahan
42
Efek Samping
dan Tindakan
Mual
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Sementara (<24 jam)
atau intermiten dan
tidak ada atau sedikit
sekali terjadi
gangguan pada
asupan oral.
Derajat 2 Sedang
Mual persisten yang
mengakibatkan
penurunan asupan
oral yang terjadi
selama 24 - 48 jam.
Derajat 3- Berat
Mual persisten yang
mengakibatkan
asupan oral yang
sangat sedikit selama
> 48 jam ATAU
Indikasi rehidrasi
(mis., cairan IV)
Derajat 4 Mengancam Jiwa
Konsekuensi yang
mengancam jiwa
(misalnya syok hipotensi)
Lanjutan Tabel 10.
Efek Samping
dan Tindakan
Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
43
- OAT dapat dilanjutkan
- Pemberian obatobatan PPI
(omeperazole,
lansoperazole, atau
lainnya)
- Berikan obat (yang
diperkirakan
penyebab) pada
malam hari
- Berikan snack ringan
sebelum minum obat
- `Optimalkan status
hidrasi
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
- OAT ditunda
sementara selama 3-4
hari sampai dengan
keluhan mual
berkurang
- Obat yang
diperkirakan sebagai
penyebab bisa
diberikan satu
persatu dengan dosis
mulai dari terkecil
- Apabila dosis kecil
dapat ditoleransi
dengan baik maka
dosis dapat dinaikkan
sampai dengan dosis
sesuai BB
- OAT ditunda
sementara sampai
dengan keluhan
mual berkurang
- Obat yang
diperkirakan sebagai
penyebab bisa
diberikan satu
persatu dengan
dosis mulai dari
terkecil
- Apabila dosis kecil
dapat ditoleransi
dengan baik maka
dosis dapat dinaikkan sampai dengan
dosis sesuai BB
- Dosis OAT dapat
dibagi menjadi 2-3
kali pemberian
dalam sehari
- Pemberian obat2an
PPI (omeperazole,
- Dosis OAT dapat
dibagi menjadi 2-3
kali pemberian
dalam sehari
- Pemberian obat2an
PPI (omeperazole,
Derajat 4 Mengancam Jiwa
- OAT tunda sampai dengan
keadaan umum membaik
- Mencari obat penyebab
- Mengganti rejimen OAT
sesuai keputusan TAK
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
Lanjutan Tabel 10.
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
lansoperazole, atau
lainnya)
- Berikan obat (yang
diperkirakan
penyebab pada
malam harinya)
- Berikan snack ringan
- Optimalkan status
hidrasi (didetailkan)
lansoperazole, atau
lainnya)
- Berikan obat (yang
diperkirakan
penyebab pada
malam harinya)
Derajat 4 Mengancam Jiwa
44
Muntah
Transien atau intermiten
dan tidak ada atau
sedikit sekali terjadi
gangguan pada asupan
oral.
Muntah yang sering
tanpa atau disertai
dengan dehidrasi
ringan
Muntah persisten
yang mengakibatkan
hipotensi ortostatik
atau ada indikasi
rehidrasi agresif
(misalnya, cairan IV)
Konsekuensi yang
mengancam jiwa (misalnya
syok hipotensi)
Tindakan
- OAT dapat dilanjutkan
- Pemberian obatobatan PPI
(omeperazole,
lansoperazole, atau
lainnya)
- Berikan obat (yang
- OAT ditunda
sementara selama 3-4
hari sampai dengan
keluhan mual
berkurang
- Obat yang diperkirakan sebagai penyebab
- OAT ditunda
sementara sampai
dengan keluhan mual
berkurang
- Obat yang
diperkirakan sebagai
penyebab bisa
OAT tunda sampai dengan
keadaan umum membaik
Lanjutan Tabel 10.
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 2 Sedang
Derajat 1- Ringan
diperkirakan
penyebab pada
malam harinya)
- Berikan snack ringan
- Optimalkan status
hidrasi
-
45
-
-
-
-
bisa diberikan satu
persatu dengan dosis
mulai dari terkecil
Apabila dosis kecil
dapat ditoleransi
dengan baik maka
dosis dapat dinaikkan
sampai dengan dosis
sesuai BB
Dosis OAT dapat dibagi
menjadi 2-3 kali
pemberian dalam
sehari
Pemberian obatobatan PPI
(omeperazole,
lansoperazole, atau
lainnya)
Berikan obat (yang
diperkirakan penyebab
pada malam harinya)
Berikan snack ringan
- Optimalkan status
hidrasi
*Division of AIDS (DAIDS) Table for Grading the Severity of Adult and Pediatric Adverse Events
Derajat 3- Berat
-
-
-
-
diberikan satu
persatu dengan dosis
mulai dari terkecil
Apabila dosis kecil
dapat ditoleransi
dengan baik maka
dosis dapat dinaikkan
sampai dengan dosis
sesuai BB
Dosis OAT dapat
dibagi menjadi 2-3
kali pemberian dalam
sehari
Pemberian obatobatan PPI
(omeperazole,
lansoperazole, atau
lainnya)
Berikan obat (yang
diperkirakan
penyebab pada
malam harinya)
Derajat 4 Mengancam Jiwa
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
Tabel 11. Penatalaksanaan Efek Samping Anoreksia berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
Kehilangan nafsu
makan tanpa terjadi
penurunan asupan oral
Kehilangan nafsu
makan terkait dengan
penurunan asupan oral
tanpa disertai
penurunan berat
badan yang signifikan
Kehilangan nafsu
makan disertai
dengan penurunan
berat badan yang
signifikan.
Konsekuensi yang
mengancam jiwa atau
adanya indikasi intervensi
agresif (misalnya,
pemberian makanan
melalui selang, nutrisi
parenteral total)
Tindakan
- OAT dilanjutkan
- Jenis OAT dicurigai
sebagai penyebab
diberikan secara
terpisah
- Dianjurkan makan
sering dalam porsi
kecil
- OAT dilanjutkan
- Jenis OAT dicurigai
sebagai peneybab
diberikan secara
terpisah
- Dianjurkan makan
sering dalam porsi
kecil
- Stop OAT sementara
- Hentikan obat yang
dicurigai sebagai
penyebab
- Kemungkinan untuk
mengganti jenis OAT
penyebab anoreksia
- Stop OAT
- Hentikan obat yang
dicurigai sebagai
penyebab
- Kemungkinan untuk
mengganti jenis OAT
penyebab anoreksia
46
Anoreksia
Division of AIDS (DAIDS) Table for Grading the Severity of Adult and Pediatric Adverse Events
Tabel 12. Penatalaksanaan Efek Samping Nyeri Perut dan Dispepsia berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Nyeri ringan
Nyeri sedang
(keterbatasan aktivitas
harian dengan alat:
menyiapkan makanan,
berbelanja, telepon,
mengelola keuangan
dll)
Nyeri berat
(keterbatasan
perawatan diri harian;
mandi, berpakaian dan
membuka baju, makan
sendiri, menggunakan
toilet, minum obat, dan
tidak terbaring di
tempat tidur)
Tindakan
Pantau pasien untuk
mengetahui berat
ringannya keluhan
Pemberian analgetik
(nsaid) disertai
mencari penyebab
lain nyeri perut
Pertimbangkan rawat
inap untuk penilaian
lanjutan dan rehidrasi
cairan IV. Evaluasi
elektrolit, ureum dan
serum kreatinin.
Konsul spesialis bedah
jika diperlukan
TAK akan
mempertimbangkan
kelanjutan pengobatan
Dispepsia
Gejala ringan: tidak
membutuhkan
intervensi
Gejala sedang:
membutuhkan
intervensi medis
Gejala berat:
membutuhkan
intervensi pembedahan
47
Nyeri perut
Derajat 4 Mengancam Jiwa
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
Lanjutan Tabel 12.
Efek Samping
dan Tindakan
Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Pantau pasien untuk
mengetahui berat
ringannya keluhan
Berikan anti emetik,
Proton pump inhibitor
(PPI), H2 antagonis
(ranitidin), antasida
atau sukralfat
Derajat 3- Berat
48
Pertimbangkan rawat
inap untuk penilaian
lanjutan dan rehidrasi
cairan IV, dan evaluasi
elektrolit, ureum dan
serum kreatinin.
TAK akan
mempertimbangkan
kelanjutan pengobatan
*Common Terminology Criteria for Adverse Events (CTCAE) Version 5.0 Published: November 27, 2017. U.S.
Department of Health and Human Services National Institutes of Health. National Cancer Institute
Derajat 4 Mengancam Jiwa
7. Sistem Saraf
a. Neuropati Perifer
OAT Penyebab : H, Eto, Pto, Lzd
Tabel 13. Penatalaksanaan Efek Samping Neuropati berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Rasa tidak nyaman
(ringan); tidak diperlukan
pengobatan; dan/atau
skor sensoris
neuropati 1-3 di sisi
manapun.
Demikian pula terjadi di
derajat sedang dan berat
Rasa tidak nyaman
sedang; analgesik
non-narkotik
dibutuhkan dan/atau
skor sensoris neuropati
4 -6 di sisi manapun
Rasa tidak nyaman
parah; analgesik
golongan narkotik
dan pengobatan
Simtomatis diperlukan;
dan/atau atau skor
sensoris neuropati 710
di sisi manapun.
Tindakan
Hentikan Cs dan Lzd.
Jika gejala menurun,
pertimbangkan memulai
obat kembali. Mulai
kembali Lzd dengan
dosis rendah (300mg
perhari atau 600 mg tiga
kali seminggu). Jika Cs
tidak esensial dalam
regimen pertimbangkan
tunda pemberian Cs
Hentikan Cs dan Lzd.
Jika gejala menurun,
pertimbangkan
memulai Cs kembali.
Jangan gunakan Lzd
kembali. Berikan terapi
Simtomatis.
Sama dengan
Derajat 2.
49
Paresthesia
(terbakar, kesemutan,
dsb.)
*NIAID Division of Microbiology and Infectious Diseases, severity scale, Nov-2007
Derajat 4 Mengancam Jiwa
Lumpuh; tidak merespon
terhadap analgesik
narkotika.
Sama dengan
Derajat 2.
b. Bangkitan epileptik/kejang
OAT Penyebab : Eto, Cs, FQ (Lfx dan Mfx) ,dan H
Pada pasien dengan riwayat bangkitan epileptik, berisiko tinggi mengalami kejang
selama pemberian obat TBC terutama pada penggunaan Eto, Cs, dan FQ. Bila
sangat dibutuhkan perlu dilakukan evaluasi menyeluruh oleh spesialis neurologi
mengenai risiko terjadi kejang dan epilepsi.
Sementara pada pasien yang menggunakan Obat Anti Bangkitan (OAB), dapat
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
berinteraksi dengan FQ. Oleh karena itu, terapi dan kadar serum OAB perlu
pemantauan oleh dokter spesialis neurolgi. Pasien tanpa riwayat bangkitan
epileptik dapat mengalami bangkitan epileptik bila terjadi intoksikasi H akut.
Umumnya bangkitan epileptik yang diinduksi obat bersifat self-limited dan tidak
menyebabkan permanen. Namun, kejang berulang sekuela dan berkepanjangan
bisa menyebabkan jejas neurologis irreversible, selain komplikasi mengancam jiwa
lainnya seperti hipoksia, hipotensi, aspirasi pulmonal, hipertermia, rhabdomiolisis
dan asidosis metabolik. Selain itu, bila terjadi bangkitan epileptik, maka perlu
dilakukan berbagai pemeriksaan untuk mencari kemungkinan penyebab lain
selain efek samping OAT. Penting diingat tentang keterlibatan TBC terhadap SSP
yang dapat merupakan salah satu penyebab terjadinya bangkitan epileptik,
gangguan fungsi ginjal yang menyebabkan peningkatan toksisitas Cs, maupun
gangguan elektrolit akibat pengobatan TB. Atasi segera penyebab bangkitan
epileptik; terkadang diperlukan inisiasi OAB untuk mengontrol bangkitan epileptik,
sebelum memberikan obat-obatan TBC tersebut. Apabila tidak ditemukan
penyebab lain bangkitan epileptik saat pertama kali pemberian obat TB, maka
bangkitan epileptik kemungkinan besar disebabkan oleh efek samping obat TB.
50
Tabel 14. Penatalaksanaan Efek Samping Bangkitan epileptik / Kejang berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
Bangkitan epileptik
Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
NA
Derajat 2 Sedang
NA
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
51
1 sampai 3 kali
mengalami
bangkitan/kejang
Bangkitan epileptic/kejang
berkepanjangan dan
berulang (misal status
epileptikus) atau refrakter
Hentikan sementara
pemberian obat TBC
yang dicurigai sebagai
penyebab bangkitan.
Konsultasikan ke dokter
spesialis neurologi
Inisiasi pemberian
obat anti bangkitan
(OAB) yang tidak
berinteraksi dengan
obat TBC. Jika
bangkitan terkontrol,
obat TBC diberikan
perlahan satu persatu,
dan OAB dapat
dilanjutkan sampai
pengobatan TBC
selesai
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
Lanjutan Tabel 14.
Efek Samping
dan Tindakan
Epilepsi
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
NA
Derajat 2 Sedang
NA
Tindakan
Derajat 3- Berat
52
Terjadi perubahan
pada frekuensi yang
sebelumnya dan ada
karakteristik bangkitan
(misal, lebih parah
atau fokalitas)
Bangkitan/kejang
berkepanjangan dan
berulang (misal status
epileptikus) atau refrakter
Hentikan sementara
pemberian obat TBC
yang dicurigai sebagai
penyebab perburukan
bangkitan.
Konsultasikan ke dokter
spesialis neurologi
Nilai ulang OAB yang
saat ini dikonsumsi
oleh pasien, seperti
dosis dan frekuensi
pemberian. Jika
bangkitan terkontrol
dengan penyesuaian
OAB; obat TBC mulai
dapat diberikan satu
persatu.
Division of AIDS (DAIDS) Table for Grading the Severity of Adult and Pediatric Adverse Events
Derajat 4 Mengancam Jiwa
Strategi manajemen:
-
Tunda pemberian obat TBC sampai etiologi bangkitan epileptik diketahui
-
Inisiasi OAB untuk mengontrol bangkitan epileptik agar tidak berulang; OAB
umumnya diteruskan sampai terapi TBC selesai
-
Pencarian etiologi bangkitan epileptik: periksa kadar elektrolit serum; seperti
kalium, natrium, bikarobonat, kalsium, magnesium dan klorida, fungsi ginjal,
lumbal pungsi dan pencitraan otak bila ada indikasi.
-
Riwayat bangkitan epileptik sebelumnya bukan kontra-indikasi pemberian
obat TBC jika terkontrol dan/atau pasien mendapat terapi OAB.
Jika bangkitan epileptik teratasi, mulai lagi pemberian TBC, perlahan lahan satu
persatu.
-
Cs tidak boleh diberikan lagi kecuali penting untuk regimen atau jika obat
alternatif tidak tersedia. Jika Cs diberikan, mulai dengan dosis yang lebih
rendah.
-
Pada pasien dengan bangkitan epileptik onset baru, maka perlu dilakukan
konsultasi ke dokter spesialis neurologi untuk pencarian etiologi dan kontrol
bangkitan
c. Depresi
OAT Penyebab : H, Lfx, Mfx, Pto, Eto, Cs
Gangguan depresi merupakan gangguan suasana perasaan (mood) atau afek yang
depresi, dengan atau tanpa disertai ansietas. Perubahan suasana perasaan ini
biasanya disertai perubahan tingkat aktivitas secara keseluruhan.
Pasien TBC dengan gangguan psikiatri harus dilakukan evaluasi oleh psikiater
sebelum memulai obat TBC. Evaluasi di awal ini mencatat kondisi psikiatri sebelum
terapi sebagai dasar pembanding jika gejala psikiatri baru muncul dan
berkembang setelah mendapatkan obat TBC. Insiden depresi dan ansietas tinggi
pada pasien MDR-TBC dikaitkan dengan faktor stres sosio-ekonomi dan kronisitas
penyakit TBC. Jika tidak tersedia tenaga kesehatan terlatih kesehatan jiwa, maka
tenaga kesehatan yang ada harus mendokumentasikan setiap masalah psikologi
yang dialami pasien di evaluasi awal. Jika pasien menunjukkan tanda dan gejala
psikiatri yang mendasari, dilakukan konsultasi formal dengan psikiater.
53
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
-
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
Tabel 15. Penatalaksanaan Efek Samping Depresi berdasarkan Tingkat Keparahan
Derajat Keparahan*
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Parah
Derajat 4 Mengancam Jiwa
Gangguan Psikiatri
Gejala sementara dan
Gejala membutuhkan
Gejala berat
Gejala-gejala mengarah
(termasuk ansietas,
dapat diatasi ATAU
intervensi ATAU
membutuhkan
kepada membahayakan diri
depresi, mania dan
disabilitas ringan fungsi
disabilitas sedang
perawatan inap ATAU
sendiri/orang lain ATAU
psikosis)
keseharian dan
fungsi keseharian dan
disabilitas dalam
terdapat ketidakmampuan
Spesifikasikan
aktivitas sosial
aktivitas sosial
berkomunikasi atau
berkomunikasi atau
menilai realita atau
mengurus diri
gangguannya
disabilitas berat dalam
beberapa fungsi
54
Tindakan
Pertimbangkan untuk
Pemberian obat
Rawat inap. Hentikan
Rawat inap. Hentikan obat
mengurangi dosis OAT,
antidepresan golongan
obat OAT.
OAT. Pemberian obat
lalu menaikkan
SSRI. Hati-hati interaksi
Pemberian obat
antidepresan golongan SSRI.
bertahap sesuai
obat dengan OAT yang
antidepresan golongan
Penambahan obat
perkembangan mood
menghambat CYP akan
SSRI. Hati-hati interaksi
antipsikotik sesuai indikasi.
pasien.
mengakibatkan
obat dengan OAT yang
Psikoterapi
Konseling
sindrom serotonin.
menghambat CYP akan
Psikoedukasi
Psikoterapi
mengakibatkan
sindrom serotonin.
Psikoterapi
Division of AIDS (DAIDS) Table for Grading the Severity of Adult and Pediatric Adverse Events
Strategi manajemen pada depresi:
-
Memeriksa masalah emosional dan sosial-ekonomi pasien
-
Memeriksa penyerta penyalahgunaan NAPZA
-
Memulai konseling individual (atau konseling kelompok jika hasil sputum dan
kultur negatif)
-
Pemberian obat antidepresan golongan SSRI seperti fluoxetine atau sertraline
jika depresi mulai signifikan
-
Memeriksa interaksi obat TBC dengan antidepresan
-
Turunkan dosis obat TBC jika dapat dilakukan tanpa mengganggu regimen
depresi mengalami perbaikan)
-
Hentikan obat TBC jika hal tersebut tidak bisa dilakukan
-
Riwayat gangguan depresi sebelumnya bukan merupakan kontra-indikasi
penggunaan regimen, tapi meningkatkan kecenderungan mengalami depresi
selama terapi berlangsung.
Jika depresi yang signifikan telah ada saat memulai terapi, hindari pemberian Cs
jika memungkinkan.
-
Pemeriksaan tentang ide-ide bunuh diri selama depresi perlu dilakukan.
55
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
(strategi yang umum dilakukan mengurangi dosis Cs dan Eto sambil memantau
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
d. Gangguan Tidur
OAT Penyebab : Lfx, Mfx, Cs
Tabel 16. Penatalaksanaan Efek Samping Insomnia berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Sulit jatuh tertidur, tetap
tidur atau bangun tidur
lebih awal derajat
ringan, tidak
menyebabkan gangguan
atau gangguan minimal
dalam aktivitas sosial
dan fungsi keseharian
Sulit jatuh tertidur,
tetap tidur atau
bangun tidur lebih
awal derajat sedang,
menyebabkan lebih
dari gangguan minimal
dalam aktivitas sosial
dan fungsi keseharian
Sulit jatuh tertidur,
tetap tidur atau
bangun tidur lebih
awal derajat berat,
menyebabkan
ketidakmampuan
untuk melakukan
aktivitas sosial dan
fungsi keseharian
Tindakan
Edukasi tentang higiene
tidur
Pemberian obat
antagonis histamin
- Hentikan obat TBC.
- Pemberian obat
agonis
benzodiazepine 1
dan benzodiazepine
2 subreseptor GABAA, hanya diberikan
dalam waktu 2
minggu karena
potensi adiktif
56
Insomnia
Division of AIDS (DAIDS) Table for Grading the Severity of Adult and Pediatric Adverse Events
Derajat 4 Mengancam Jiwa
NA
e. Percobaan Bunuh Diri
OAT penyebab : Cs
Bunuh diri merupakan kegawatdaruratan psikiatri. Pikiran berulang tentang
kematian (bukan sekedar takut mati), pikiran berulang tentang ide bunuh diri
dengan atau tanpa rencana yang jelas, atau ada usaha bunuh diri atau rencana
melakukan bunuh diri yang jelas.
Evaluasi risiko bunuh diri secara terus menerus pada pasien gangguan depresi
harus dilakukan. Berikut ini faktor-faktor yang harus dinilai terkait bunuh diri :
Riwayat tindakan, keseriusan, bentuk dan jumlah tindakan bunuh diri
Saat ini atau riwayat bunuh diri, letalitas ide bunuh diri, intensitas atau
perencanaannya.
Akses terhadap sarana untuk bunuh diri dan letalitas sarananya, misalnya
akses ke racun serangga atau tali untuk menggantung diri.
Tidak adanya harapan, sakit fisik, rendahnya harga diri, kerentanan narsisitik.
Adanya ansietas yang berat, serangan panik, agitasi dan impulsivitas.
Adanya riwayat agresi dan kekerasan.
Pikiran tertutup dan buruknya keterampilan pemecahan masalah.
Adanya gejala psikotik (misalnya gangguan penilaian realita, misalnya
halusinasi suara perintah).
Penyalahgunaan zat atau alkohol.
Adanya gangguan psikiatrik mayor, misalnya gangguan depresi mayor,
gangguan bipolar, skizofrenia, anorekzia nervosa, gangguan penggunaan
alkohol, gangguan penyalahgunaan zat lainnya, gangguan kepribadian
kelompok B.
Saat ini dalam perawatan psikiatri.
Adanya gangguan fisik berat terutama yang prognosisnya buruk.
Adanya stressor psikososial akut atau kronik yang menyebabkan kehilangan
hubungan interpersonal yang dipersepsikan atau yang benar suatu fakta,
kesulitan finansial, perubahan dalam status sosioekonomi, keretarakan
hubungan keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan fisik atau
seksual saat ini atau sebelumnya, atau penelantaran.
57
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
sebelumnya.
Tidak adanya dukungan psikososialm misalnya buruknya hubungan keluarga,
tidak bekerja, hidup sendiri, atau buruknya atau tidak stabilnya hubungan
terapi
Adanya faktor protektif, misalnya mempunyai anak, rasa tanggung jawab
kepada keluarga, kehamilan, kepuasan terhadap kehidupan, kepercayaan
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
budaya dan agama.
58
Tabel 17. Penatalaksanaan Efek Samping Percobaan Bunuh Diri berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
Preokupasi pikiran
tentang kematian DAN
tidak ada keinginan
untuk mengakhiri hidup
Preokupasi pikiran
tentang kematian DAN
keinginan untuk
mengakhiri hidup
tanpa rencana atau
niat khusus
Pikiran untuk
mengakhiri hidup
dengan rencana tidak
lengkap atau lengkap
namun tidak ada
upaya mengakhiri
hidup ATAU ada
indikasi rawat inap
Percobaan bunuh diri
Tindakan
Hentikan obat OAT
Hentikan obat OAT dan
rawat inap psikiatri
Hentikan obat OAT.
Rawat inap psikiatri
Hentikan obat OAT.
Rawat inap psikiatri
59
Ide atau Upaya
Bunuh Diri
Division of AIDS (DAIDS) Table for Grading the Severity of Adult and Pediatric Adverse Events
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
Strategi manajemen:
-
Lakukan rawat inap dan pemantauan ketat
-
Hentikan Cs
-
Konsultasi psikiatri
-
Mulai pemberian antidepresan atau/dan antipsikotik sesuai indikasi
-
Turunkan dosis Eto sampai pasien stabil
-
Pasien tetap dirawat di rumah sakit sampai risiko bunuh diri rendah
8. Endokrin
OAT Penyebab : Pto, Eto, PAS.
Salah satu gangguan pada endokrin yaitu adanya hipotiroid. Hipotiroid merupakan
kondisi ketika kelenjar tiroid tidak menghasilkan hormon tiroid yang cukup.
Kekurangan hormon tiroid pada hipotiroid bisa mengganggu detak jantung, suhu
tubuh, dan seluruh aspek metabolisme.
60
Tabel 18. Penatalaksanaan Efek Samping Hipotiroidisme berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
Tanpa gejala;
observasi klinis atau
diagnosis saja;
tidak ada indikasi
intervensi
Timbul gejala: indikasi
terapi penggantian
hormon tiroid;
menghambat aktivitas
sehari hari
Gejala yang parah,
membatasi aktivitas
sehari-hari (mandi,
makan,
dll) indikasi rawat inap
Konsekuensi mengancam
jiwa; urgensi intervensi
Tindakan
Lanjutkan obat
Anti-TBC
Lanjutkan obat antiTBC, mulai pemberian
tiroksin.
Lanjutkan obat antiTBC, mulai pemberian
Tiroksin.
Hentikan obat anti-TBC,
mulai pemberian tiroksin
61
Hipotiroidisme
*NCI Common Terminology Criteria for Adverse Event, v.4.03 14-Jun-2010
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
9. Kulit
a. Perubahan Warna Kulit
OAT Penyebab : Cfz
Tabel 19. Penatalaksanaan Efek Samping Hiperpigmentasi berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
Hiperpigmentasi
62
Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
Ringan atau Pigmentasi
terlokalisasi hanya pada
beberapa tempat, dan
menyebabkan efek
minimal terhadap
interaksi sosial atau
aktivitas sehari-hari.
Perubahan warna
terjadi pada area yang
luas/generalisata
sehingga menyebabkan
gangguan bermakna
terhadap interaksi
sosial dan aktivitas
sehari-hari
NA
NA
Tidak ada, bersifat
reversibel. Apabila obat
dihentikan akan
membaik.
Edukasi pada pasien.
Sebelum mulai terapi
perlu penjelasan
mengenai efek samping
hiperpigmentasi.
Tidak ada, bersifat
reversibel. Apabila obat
dihentikan akan
membaik. Edukasi pada
pasien. Sebelum mulai
terapi perlu penjelasan
mengenai efek samping
hiperpigmentas
NA
NA
b. Kulit Ruam Kemerahan dan Kering
OAT Penyebab : Cfz dan Rifampisin
Tabel 20. Penatalaksanaan Efek Samping Ruam Kemerahan berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
Bercak kemerahan
hanya pada beberapa
tempat
Bercak merah
meluas pada
beberapa regio ATAU
ditemukan lesi target
(irisformis)
Bercak merah meluas
pada beberapa regio
DAN beberapa
vesikel/bula atau ulkus
dangkal pada
membran mukosa
yang terbatas pada
satu lokasi.
Bercak merah disertai bula
yang sangat luas/generalisata
(lebih 50% luas permukaan
tubuh) atau ulkus pada
membran mukosa yang
melibatkan 2 atau lebih, atau
terjadi Sindrom StevensJohnson (SSJ) ATAU Nekrosis
Epidermal Toksik (NET)
Tindakan
Observasi dan dapat
diberikan terapi antiinflamasi topikal sesuai
luas lokasi yang terkena
Observasi apabila
kelainan kulit meluas
ke area tubuh yang
lain.
Pikirkan kemungkinan
reaksi alergi, hentikan
terapi OAT.
Terapi sesuai alergi
obat.
Pikirkan kemungkinan
reaksi alergi berat,
hentikan terapi OAT,
rawat dan berikan
terapi sesuai derajat
keparahan dan luas
kelainan kulit.
Identifikasi
keterlibatan sistemik/
organ dalam.
Hentikan reaksi alergi berat,
hentikan terapi OAT, rawat dan
berikan terapi sesuai derajat
keparahan dan luas kelainan
kulit. Identifikasi keterlibatan
sistemik/organ dalam.
Tata laksana sesuai dengan
kasus alergi obat berat
Tata laksana multidisiplin sesuai
dengan keterlibatan organ.
63
Kulit ruam
kemerahan dan
kering
Division of AIDS (DAIDS) Table for Grading the Severity of Adult and Pediatric Adverse Events
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
10. Otot dan Tulang
a. Atralgia dan Artritis
OAT Penyebab : Z, Lfx, Mfx, Eto, INH, Bdq
Tabel 21. Penatalaksanaan Efek Samping Atralgia dan Atritis berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
Nyeri sendi yang tidak
menyebabkan atau
sedikit mengganggu
aktivitas sosial &
fungsional biasa
Nyeri sendi
menyebabkan
gangguan lebih besar
dari derajat-1 pada
aktivitas sosial &
fungsional biasa
Nyeri sendi yang
menyebabkan
ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas
sosial & fungsional yang
biasa
Nyeri sendi yang
menyebabkan
ketidakmampuan untuk
melakukan fungsi perawatan
dasar diri sendiri
Tindakan
Perawatan non operatif
atau konservatif: obat
penghilang rasa sakit
topikal / oral jika
diperlukan
Pengobatan
konservatif : obat nyeri
topikal atau NSAID,
dengan atau tanpa
fisioterapi
Pengobatan konservatif
: obat nyeri topikal /
oral / NSAID , dengan
fisioterapi.
Jika pengobatan
konservatif gagal:
Tindakan bedah
Intervensi bedah +
protokol rehabilitasi
Atritis
Kekakuan atau
pembengkakan sendi
yang tidak menyebabkan
Kekakuan atau
pembengkakan sendi
yang menyebabkan
Kekakuan atau
pembengkakan sendi
yang menyebabkan
Kekakuan atau
pembengkakan sendi yang
menyebabkan
64
Artralgia
Lanjutan Tabel 21.
Efek Samping
dan Tindakan
Tindakan
*Derajat Keparahan
65
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
atau sedikit mengganggu gangguan lebih dari
aktivitas sosial &
derajat 1 pada
fungsional biasa
aktivitas sosial &
fungsional biasa
ketidakmampuan
untuk melakukan
aktivitas sosial &
fungsional yang biasa
ketidakmampuan untuk
melakukan perawatan dasar
diri sendiri
Perawatan konservatif:
obat penghilang rasa
sakit topikal / oral jika
diperlukan
Perawatan konservatif:
Obat penghilang nyeri
topikal / oral / NSAID,
Injeksi intraartikular.
Fisioterapi.
Jika pengobatan
konservatif :
Intervensi bedah
Intervensi bedah + protokol
rehabilitasi
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Pengobatan konservatif
: obat penghilang nyeri
topikal/oral atau NSAID,
dengan atau tanpa
modalitas fisioterapi
*Division of AIDS (DAIDS) Table for Grading the Severity of Adult and Pediatric Adverse Events
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
b. Tendinopati, Ruptur Tendon
OAT Penyebab : Lfx, Mfx
Tabel 22. Penatalaksanaan Efek Samping Tendonitis berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
Robekan parsial
tendon biseps distal
Gabungan avulsi
kepala pendek dan
panjang, lacertus utuh,
dan retraksi otot
minimal
Ruptur tendon lengkap
dengan robekan
lacertus fibrosus dan
retraksi otot
Presentasi tertunda
Tindakan
Perawatan non-operatif:
istirahat
Imobilisasi sendi siku
dengan arm sling
Perawatan nonoperatif:
Istirahat
Imobilisasi sendi siku
dengan belat atau
supp eksternal.
Intervensi bedah
(tenodesis/perbaikan
tendon) dan protokol
rehabilitasi
Intervensi bedah +
protokol rehabilitasi
66
Tendon
11. Hematologi
Hematologi yaitu kelainan pada darah. OAT Penyebab : Lzd
Tabel 23. Penatalaksanaan Efek Samping Mielosupresi berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
67
Anemia
(Hemoglobin)
10.5 - 9.5 g/dL
9.4 - 8.0 g/dL
7.9 - 6.5 g/dL
dL < 6.5 g/dL
Trombositopenia
75,000 - 99,999/mm3
50,000 - 74,999/mm3
20,000 - 49,999/mm3
< 20,000 /mm3
Neutropeni
1500 - 1000/mm3
999 - 750/mm3
749 - 500/mm3
< 500/mm3
Tindakan
Monitor pasien
dengan teliti, dan
Pertimbangkan untuk
mengurangi dosis Lzd
(300 mg perhari atau
600 mg tiga kali
dalam seminggu).
Monitor pasien dengan
teliti, dan pertimbangkan
untuk mengurangi dosis
Lzd (300 mg perhari
atau 600 mg tiga kali
dalam seminggu), jika
terjadi neutropenia
Derajat-2, segera hentikan
Lzd. Jika terjadi anemia
Derajat 2, pertimbangkan
EPO. Mulai kembali
pengobatan pada dosis
yang lebih kecil saat
toksistas menurun ke
Derajat 1.
Segera hentikan Lzd,
jika anemia Derajat 3
terjadi, pertimbangkan
EPO. Mulai kembali
pengobatan saat
toksisitas menurun ke
Derajat 1.
Segera hentikan Lzd,
Pertimbangkan transfusi
darah atau EPO.
Mulai kembali pengobatan
pada dosis rendah jika
toksisitas menurun ke
Derajat 1
*NIAID Division of Microbiology and Infectious Diseases, severity scale, Nov-2007
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
12. Saluran Pendengaran
Gangguan yang terjadi pada saluran pendengaran. OAT Penyebab : Cm, S
Tabel 24. Penatalaksanaan Efek Samping Gangguan Pendengaran berdasarkan Tingkat Keparahan
Efek Samping
dan Tindakan
Gangguan
Pendengaran
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
68
- Pasien dewasa (pada
- Pasien dewasa (pada - Pasien dewasa (pada
- Pasien dewasa dengan
Audiogram 1, 2, 4, 3, 6
audiogram 1, 2, 4, 3, 6
audiogram 1, 2, 4, 3, 6
gangguan pendengaran
dan 8 kHz) : nilai nilai
dan 8 kHz): nilai nilai
dan 8 kHz): nilai-nilai
parah pada kedua telinga
ambang berubah
ambang berubah
ambang berubah
(nilai ambang >80 dB HL
sekitar 15 25 dB pada
sekitar > 25 dB pada 2
sekitar > 25 dB pada 3
pada 2 kHz atau lebih
2 tes berturut-turut
tes berturut-turut
tes berturut-turut
tinggi); Tuli total
pada setidaknya satu
pada setidaknya satu
pada setidaknya satu
- Pasien anak: indikasi
telinga atau perubahan
telinga, kehilangan
telinga, intervensi
audiologi untuk implan
yang dirasakan
pendengaran namun
terapi dibutuhkan,
koklear dan memerlukan
subjektif oleh pasien
alat bantu dengar
kehilangan
bantuan alih bahasa untuk
tanpa perubahan nilaiatau ntervensi belum
pendengaran, alat
berbicara.
nilai ambang.
dibutuhkan,
bantu dengar atau
mengganggu aktivitas
intervensi dibutuhkan,
- Pasien anak (pada
sehari-hari.
mengganggu aktivitas
audiogram 1, 2, 4, 3, 6
rawat diri sehari-hari.
dan 8 kHz): perubahan - Pasien anak (pada
nilai ambang sebesar
audiogram 1, 2, 4, 3, 6 - Pasien anak (pada
dan 8 kHz):
>20 dB pada 8 kHz
audiogram 1, 2, 4, 3, 6
Lanjutan Tabel 24.
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
pada setidaknya satu
telinga.
Derajat 2 Sedang
perubahan nilai
ambang sebesar >20
dB pada 4 kHz pada
setidaknya satu
telinga dan lebih
tinggi dari salah satu
telinga.
69
Tindakan
Lanjutan Obat Injeksi
- Pertimbangkan
menurunkan
frekuensi obat injeksi
jika khawatir
gangguan
pendengaran lebih
lanjut.
- Mulai diskusi dengan
pasien tentang risiko
Derajat 3- Berat
Derajat 4 Mengancam Jiwa
dan 8 kHz): gangguan
pendengarangan
membutuhkan
intervensi terapi
(mencakup alat bantu
dengar): perubahan
nilai ambang berubah
>20 dB pada 3 kHz
dan lebih tinggi pada
setidaknya satu
telinga, memerlukan
bantuan alih bahasa
untuk berbicara.
- Pertimbangkan
- Lanjutkan obat injeksi jika
menghentikan atau
ditoleransi oleh pasien. ( Jika
menurunkan
pasien kehilangan
frekuensi obat injeksi
pendengaran total atau tuli,
(misalnya Senin, Rabu,
beberapa dokter tetap
Jum'at).
meneruskan obat injeksi
karena keadaan tuli tidak
- Diskusikan dengan
bisa disembuhkan).
pasien tentang risiko
dan manfaat obat
- Pertimbangkan untuk
injeksi.
menangguhkan obat
JENIS DAN PENATALAKSANAAN ...
Lanjutan Tabel 24.
Efek Samping
dan Tindakan
*Derajat Keparahan
Derajat 1- Ringan
Derajat 2 Sedang
dan manfaat obat
injeksi.
70
- Pertimbangkan
mengganti obat
injeksi dengan obat
anti-TBC Nonototoksik. JANGAN
mengganti satu obat
tunggal jika
pengobatan gagal,
tambahkan obat antiTBC.
Derajat 3- Berat
- Pada sebagain besar
kasus kehilangan
pendengaran Derajat
3, obat injeksi
harusdihentikan dan
diganti dengan obat
anti-TBC nonototoksik, JANGAN
mengganti satu obat
tunggal jika
pengobatan gagal,
tambahkan obat antiTBC.
Derajat 4 Mengancam Jiwa
injeksi jika penggunaannya
memperburuk gangguan
tinnitus atau vestibular
(atau jika fungsi
pendengaran masih dapat
diselamatkan).
- Penambahan OAT
tambahan dibutuhkan.
Bab 5
PENCATATAN DAN
PELAPORAN
Foto ?
71
72
Bab 5
PENCATATAN DAN
PELAPORAN
Setiap KTD/ESO yang dialami pasien harus dicatat, baik yang serius maupun nonserius. Formulir pencatatan untuk pasien yang mengalami KTD/ESO Serius adalah
Formulir Pelaporan KTD Serius dan menu KTD Serius di SITB, kemudian pasien yang
mengalami ESO namun tidak termasuk kedalam KTD/ESO Serius maka pencatatan
dan pelaporan dilakukan di buku pengobatan pasien TBC RO dan SITB pada bagian
MESO Harian. Pengisian form KTD/ESO Serius dilakukan oleh apoteker
berkoordinasi dengan Tim Ahli Klinis (TAK) di fasyankes pelaksana layanan TBC RO.
Setiap fasyankes diharapkan terdapat petugas penanggungjawab MESO. Pada
formulir Pelaporan KTD Serius hal-hal yang harus dilaporkan diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Karakteristik Individu
Nama, Jenis Kelamin, Alamat
Umur, berat badan, tinggi badan, status kehamilan
Penyakit Utama
Penyakit/Kondisi lain yang menyertai
2. Nama Obat
Nama obat TBC yang dikonsumsi pasien, termasuk obat tambahan seperti
suplemen atau obat tradisional yang dikonsumsi secara bersamaan. Nama
obat dituliskan dengan nama generik atau nama dagang sesuai dengan obat
yang diberikan
Paduan OAT
Obat yang dicurigai
Bentuk sedian
Dosis dan cara pemberian
Tanggal awal dan akhir pengobatan
Frekuensi pemberian obat
Dicatat pengobatan yang tidak lengkap/selesai dan alasannya
3. Manifestasi KTD/ESO
Deskripsi manifestasi KTD/ESO dan terminologi KTD/ESO
Tanggal mulai terjadi KTD/ESO
73
Tanggal akhir KTD/ESO
Kesudahan KTD/ESO Serius : sembuh, sembuh dengan gejala sisa, belum
sembuh, meninggal, tidak diketahui
Riwayat KTD/ESO yang pernah dialami
Data uji laboratorium jika tersedia
Jenis KTD/ESO: Meninggal, mengancam jiwa, rawat inap, perpanjangan
rawat inap, cacat permanen, kelainan kongenital dsb
Deskripsi Autopsi verbal dan kesimpulan penyebab kematian (meninggal di
PENCATATAN DAN PELAPORAN
rumah)
4. Hasil pemeriksaan penunjang: dapat berupa hasil pemeriksaan penunjang
awal dan follow up seperti (darah, EKG, dsb)
5. Keterangan tambahan
Informasi lainnya dari pewawancara
Keterangan tambahan: ditulis kemungkinan ada kaitan secara langsung
atau tidak langsung dengan gejala efek samping obat misalnya kecepatan
timbulnya KTD/ESO dan ESO, reaksi setelah obat dihehentikan dan
diberikan kembali
•
Pelapor KTD/ESO, No HP, Nama Fastankes dan Alamat, TTD
Pencatatan farmakovigilans dapat dilakukan secara manual dan melalui SITB. Pada
SITB pencatatan KTD/ESO non serius diisi pada menu MESO Harian, sedangkan
KTD/ESO Serius dicatat pada menu Laporan KTD/ESO Serius. Pada formulir
manual dan SITB ada beberapa perbedaan menu atau variabel dalam pengisian
data, berikut penjelasannya.
74
Tabel 25. Pencatatan Formulir Kegiatan MESO-Aktif
Pencatatan
No.
1
KTD/ESO Non Serius
Formulir
Manual: Buku Pengobatan TBC RO - Pemantauan Aktif Efek
Samping Obat TBC RO
SITB: Menu MESO Harian
2
KTD Serius
Manual: Formulir Pelaporan KTD Serius
SITB: Menu Laporan KTD Serius
3
Pemeriksaan Penunjang
75
Manual: Buku Pengobatan TBC RO Hasil Pemeriksaan
Laboratorium
SITB: Menu Informasi Tambahan
Pemeriksaan Penunjang: baseline/follow up
Riwayat Operasi
Foto Toraks
Catatan: Pengisian pemeriksaan penunjang diisikan sebelum menutup
kasus pasien
4
Penyakit/kondisi lain yang menyertai
Manual: Formulir Pelaporan KTD Serius
SITB: Menu Informasi Tambahan -Penyakit Komorbid
5.1 Pencatatan Manual
Pencatatan dan pelaporan MESO-Aktif untuk pasien TBC RO yang wajib
adalah KTD Serius dan MESO-Harian. KTD/ESO Serius dilaporkan menggunakan
formulir Pelaporan KTD Serius dan dilaporkan maksimal 1x24 jam sejak kejadian
diketahui petugas. Kemudian untuk ESO harian yang dialami pasien diisikan pada
Buku Pengobatan TBC RO pada bagian 'Pemantauan Aktif Efek Samping Obat TBC
RO' dan dilaporkan maksimal 15 hari terhitung dari sejak kejadian diketahui
petugas. Pencatatan dan pelaporan secara manual tidak jauh berbeda dengan
PENCATATAN DAN PELAPORAN
pencatatan dan pelaporan yang dilakukan secara elektronik melalui SITB.
Setiap KTD Serius wajib dicatat dan dilaporkan ke Program Nasional
Penanggulangan TBC Kemenkes melalui SITB yang saat ini sudah terintegrasi
dengan website e-MESO dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dengan
adanya integrasi ini, diharapkan penilaian kausalitas dari KTD/ESO Serius yang
terjadi pada pasien TBC RO dapat dilakukan dengan sesegera mungkin. Formulir
Pelaporan KTD Serius (lampiran 2) diisikan dengan lengkap, sesuai dengan
deskripsi kejadian, apabila pasien meninggal di rumah maka perlu melampirkan A
Autopsi Verbal Kematian Pasien TBC (lampiran 3). Pengisian formulir tersebut
dilakukan oleh apoteker ataupun perawat dan/atau data officer, dengan tetap
berkoordinasi dengan TAK ataupun dokter penanggungjawab pasien TBC RO.
Pelaporan MESO harian dapat dilakukan dengan menanyakan setiap hari kepada
pasien, gejala atau ESO yang dirasakan atau dialami sesuai dengan Buku
Pengobatan TBC RO (Lampiran 4). Pengisian di Buku Pengobatan TBC RO dapat
dilakukan oleh apoteker ataupun perawat dan/atau data officer dengan
berkoordinasi dengan TAK.
5.2 Pencatatan di SITB
Pada aplikasi SITB pencatatan dan pelaporan untuk kegiatan farmakovigilans
terdapat pada dua menu yaitu pelaporan untuk KTD Serius dan MESO Harian. Saat
ini, pelaporan KTD/ESO Serius di SITB sudah terhubung langsung dengan e-MESO
BPOM, yaitu artinya setiap KTD/ESO Serius yang dilaporkan melalui SITB akan
otomatis dilaporkan juga ke e-MESO BPOM.
76
1. Pencatatan dan Pelaporan KTD/ESO Serius di SITB
Pasien yang dilaporkan KTD/ESO Serius adalah pasien yang sudah memulai
pengobatan atau masih dalam pengobatan, bila pasien mengalami KTD/ESO
Serius harus dilaporkan 1x24 jam dari kejadian diketahui petugas , contoh
KTD/ESO Serius: meninggal. Tata cara pencatatan dan pelaporan KTD/ESO
Serius pasien TBC RO adalah sebagai berikut:
a. Login ke SITB kemudian klik menu 'Kasus', lalu klik Pasien TBC SO atau Pasien
TBC RO
c. Klik tab “Laporan KTD Serius”, selanjutnya untuk menambahkan pelaporan
KTD/ESO serius maka klik tombol 'Tambah' pada kolom 'Pelaporan KTD
Serius’
77
PENCATATAN DAN PELAPORAN
b. Lakukan Pencarian Pasien yang mengalami KTD/ESO Serius
PENCATATAN DAN PELAPORAN
d. Setelah itu akan muncul tampilan formulir untuk pengisian KTD Serius
Berdasarkan tampilan diatas, pengisian data dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1) Data dasar akan terisi otomatis
2) Tanggal lapor harus diisi dengan tanggal pengisian data saat ini (real time)
3) Nama pelapor, Jabatan, No. HP pelapor silahkan diisi dengan lengkap
4) Penyakit utama akan terisi otomatis yaitu 'TBC RO'
5) Penyakit/Kondisi lain yang menyertai terisi otomatis sesuai dengan isian pada
tab “Informasi Tambahan”- “Penyakit Komorbid” (Data tersebut harus
dilengkapi terlebih dahulu sebelum menutup kasus, contoh: diabetes melitus).
Tampilan sebagai berikut:
78
Paduan Obat yang digunakan akan terisi otomatis, data tersebut diambil
dari data menu “Pengobatan” “Paduan Pengobatan”
7)
Obat yang digunakan akan terisi otomatis, sama dengan poin 6) diatas
8)
Obat lain yang dikonsumsi bersamaan dengan OAT yaitu berupa vitamin,
jamu, obat tradisional lainnya atau yang dikonsumsi selain OAT harus diisi
manual
9)
Deskripsi KTD Serius yang terjadi: diisi dengan isian bebas yaitu kejadian awal
mulai KTD Serius
Contoh:
•
Pada tanggal 26 Feb 2021, pasien masuk IGD dengan keluhan batuk darah
yang semakin memberat sejak 1 minggu terakhir (s.m.rs), demam (+), sesak
(+), lemas (+) mengi (-), tidak ada keluhan lain. Di IGD dilakukan
pemeriksaan EKG, diketahui QTc 522, lalu obat Bdq dihentikan.
•
Pada 27 Feb 2021 di ruang rawat pasien semakin lemas dan sesak; jelaskan
apa yang terjadi dan terapi yang diberikan hingga pasien sembuh/keluar
RS atau bila pasien meninggal.
•
Jika pasien memiliki hasil autopsi verbal dapat dilampirkan
10) Terminologi KTD Serius diisi dengan terminologi KTD Serius yang terjadi pada
pasien, sesuai dengan daftar pada CTCAE (Common Terminology Criteria for
Adverse Events (CTCAE) v5.0). Pengisian dilakukan jika petugas mengetahuinya.
79
PENCATATAN DAN PELAPORAN
6)
11) Tanggal Mulai KTD Serius diisikan pada saat pasien mulai mengalami KTD
Serius. Data pemeriksaan penunjang (hasil lab dan EKG dll) terisi otomatis
yang terhubung dari menu “Informasi Tambahan” - “Pemeriksaan Penunjang”
(Data tersebut harus dilengkapi terlebih dahulu sebelum menutup kasus
PENCATATAN DAN PELAPORAN
seperti yang dijelaskan pada poin 5.
12) Jenis KTD/ESO Serius dapat dipilih sesuai dengan jenis KTD Serius yang
dialami pasien
13) Deskripsi Autopsi Verbal dapat diisikan sesuai dengan formulir Autopsi
Verbal form No.9 SEBUTKAN OBAT TERAKHIR YANG DIKONSUMSI DAN
KRONOLOGISNYA
14) Final Underlyng Cause of Death diisikan sesuai dengan formulir Autopsi
Verbal form 19. Diagnosis : II. Final Underlyng Cause of Death
15) Keterangan Tambahan dapat diisikan dengan hal yang perlu disampaikan
yang menunjang pada saat analisis kausalitas, contoh: pasien meninggal
dirumah atau sebagainya
16) Kesudahan KTD Serius dapat dipilih sesuai dengan kesudahan yang dialami
pasien
17) Catatan kesudahan KTD Serius diisikan dengan isian bebas, contoh: pasien
memaksa pulang padahal harus rawat inap, dan sebagainya.
80
18) Hasil Penilaian Kausalitas tidak perlu diisi karena saat ini Analisis
Kausalitas masih dilakukan di pusat Komite Farmakovigilans TBC RO
bersama Badan POM dan Direktorat P2PM.
e. Isikan Form KTD Serius dengan lengkap. Usahakan seluruh data Riwayat pasien
dapat terkumpul dan diisikan pada form karena akan sangat membantu pada
saat dilakukannya Penilaian Kausalitas
f.
Klik simpan
g. Setelah menyimpan data maka akan muncul tampilan seperti dibawah ini
PENCATATAN DAN PELAPORAN
2. Pada saat ini Laporan KTD/ESO Serius pada aplikasi SITB telah terintegrasi
dengan subsite e-MESO Badan POM, untuk mengirimkannya harus meng-klik
fitur 'update statu's sehingga status “Draft” berubah menjadi status “Final”. Jika
status belum berubah menjadi “Final” maka data KTD/ESO Serius hanya
tersimpan pada SITB saja. Pastikan data yang dilaporkan sesuai dan lengkap
karena laporan dengan status “Final” tidak dapat diedit.Pencatatan dan
Pelaporan MESO Harian di SITB
Pasien yang dilaporkan MESO Harian-nya adalah pasien yang mengalami
KTD/ESO non-serius dan sudah dalam menjalani pengobatan TBC RO. Tenaga
81
kesehatan wajib menanyakan setiap hari keluhan atau efek samping yang
dirasakan oleh pasien dan mencatatnya pada Buku Pengobatan TBC RO bagian
'Pemantauan Aktif Efek Samping Obat TBC RO' serta melaporkannya ke SITB
melalui menu 'MESO Harian'. Laporan ini harus diinput atau diisi maksimal 15
hari terhitung dari tanggal kejadian.
a. Apabila pasien TBC RO tidak mengalami keluhan ESO maka menu MESO
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Harian di SITB cukup dipilik “Tidak Ada Keluhan” pada tampilan di bawah ini
b. Bila pasien memiliki keluhan ESO, maka klik “Ada Keluhan” dan akan muncul
tabel jenis efek samping obat yang muncul seperti berikut
82
akan muncul seperti berikut
83
PENCATATAN DAN PELAPORAN
c. Setelah itu klik tombol tambah pada jenis efek samping yang akan dipilih dan
Data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut:
-
Nama Pasien (terisi otomatis)
-
Golongan efek samping (sesuai yang dipilh)
-
Efek samping obat yang muncul (sesuai yang dipilih)
-
Tahun: Isikan sesuai tahun pasien mengalami jenis efek samping tersebut
-
Bulan: Isikan sesuai bulan pasien mengalami jenis efek samping tersebut
-
Pada tampilan tersebut klik “Ada keluhan” di tanggal saat pasien merasakan
keluhan pada jenis efek samping tersebut
PENCATATAN DAN PELAPORAN
-
Isi kolom 'Catatan' jika ada yang perlu ditambahkan, jelaskan sesuai dengan
yang dirasakan pasien
D.
Setelah itu klik “Simpan”.
Kemudian lanjutkan bila ada efek samping yang lainnya dengan cara yang sama
84
Bab 6
MONITORING DAN
EVALUASI
Foto ?
85
86
Bab 6
MONITORING DAN EVALUASI
6.1 Monitoring
Monitoring merupakan pengawasan rutin terhadap pelaksanaan suatu
program secara berkala dan berkelanjutan dengan tujuan untuk mengidentifikasi
masalah dan kesenjangan dalam implementasinya serta mengatasi masalah
tersebut dan mengantisipasi secara cepat dampak yang mungkin terjadi.
Pelaksanaan kegiatan Monitoring Efek Samping Obat aktif merupakan salah satu
kegiatan dalam Manajemen TBC resistan obat untuk meningkatkan angka
keberhasilan pengobatan.
Pelaksanaan kegiatan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) memerlukan
monitoring secara periodik dan evaluasi secara sistematis pada semua tingkat.
Monitoring berkala kegiatan MESO perlu melibatkan para pemangku kepentingan
yang lebih luas selain para pengelola program TB. Monitoring dapat dilakukan
dengan cara menelaah laporan, mengamati langsung melalui kegiatan kunjungan
lapangan atau supervisi yang diselenggarakan oleh Komnas PV, BPOM dan
Direktorat P2PM serta wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan
masyarakat sasaran. Tujuan monitoring kegiatan MESO adalah:
Memantau implementasi kegiatan MESO secara berkala dan berkelanjutan
(tatalaksana KTD serius yang sesuai dengan program, pencatatan dan
pelaporan KTD serius dan non serius yang lengkap sesuai dengan formulir,
ketepatan waktu pelaporan KTD serius dan non serius)
Mengidentifikasi masalah dan kesenjangan dalam implementasi kegiatan
MESO
Mengatasi masalah dan mengantisipasi dampak dari permasalahan
tersebut
6.2 Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan untuk dapat menilai sejauh mana tujuan yang
telah ditetapkan dapat berhasil dicapai, maupun mencari tahu apabila tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya berhasil dicapai. Hasil evaluasi sangat berguna untuk
kepentingan perbaikan kinerja program serta perencanaan ke depan. Kegiatan
evaluasi dilakukan secara berkala dalam kurun waktu tertentu.
87
Kegiatan MESO aktif berkontribusi terhadap peningkatan angka keberhasilan
pengobatan TBC RO yaitu dengan kegiatan kegiatannya yang diharapkan dapat :
Mengidentifikasi ESO dengan cepat berdasarkan pengkajian klinis dan
laboratoris yang sistematis
Menatalaksana ESO dengan cepat dan tepat sehingga dapat berkontribusi
dalam mencegah pasien putus pengobatan
Mendapatkan data yang terstandar yang dikumpulkan dan dilaporkan
secara sistematis untuk mendeteksi KTD/ESO serius, pengelompokan
KTD/ESO serius, mengkaji keamanan pengobatan dan memberi masukan
MONITORING DAN EVALUASI
terhadap kebijakan penggunaan obat- obat tersebut.
Umpan Balik (laporan KTD/ESO serius, (KTD tidak lengkap, hasil penilaian
kausalitas) akan dikirimkan oleh BPOM ke Program Nasional TBC melalui
sistem elektronik. Program TBC Nasional sebagai pengelola SITB dapat
menyampaikan umpan balik tersebut kepada Fasyankes pelapor.
Untuk evaluasi dari kegiatan MESO aktif indikator yang akan dipantau adalah
sebagai berikut :
88
No.
Indikator
1
Proporsi pasien TB RO
yang dilakukan MESO
Harian
Definisi
Pasien TB RO yang
dilakukan MESO
Harian yang tercatat
di SITB
Cara Perhitungan
Numerator:
Jumlah pasien TB RO yang
memulai pengobatan yang
dilakukan MESO Harian selama
periode pemantauan
Target
80%
89
Proporsi Pasien yang
mengalami KTD serius
yang dilaporkan
Seluruh Pasien yang
mengalami KTD
Serius yang
dilaporkan di SITB
Numerator :
Jumlah pasien mengalami KTD
serius yang dilaporkan
100%
Denominator:
Jumlah pasien yang mendapat
pengobatan
3
Proporsi laporan KTD
Serius yang dilakukan
Penilaian Kausalitas
Seluruh laporan KTD
serius yang tercatat
di kirim ke BPOM
yang dilakukan
penilaian kausalitas
Numerator :
Jumlah laporan KTD serius
yang dikirim ke BPOM yang
dilakukan penilaian kausalitas
pada tahun berjalan
Denominator:
Jumlah laporan KTD serius
SITB
Numerator:
Rekapan MESO
Harian
Level
Fasyankes
Rujukan RO,
Provinsi,
Nasional
Denominator:
TB 03
Denominator :
Jumlah pasien TB yang
memulai pengobatan TB RO
2
Sumber Data
SITB
Numerator:
Rekapan Laporan
KTD Serius
Fasyankes
Rujukan RO,
Provinsi,
Nasional
Denominator:
TB 03
70%
Numerator:
Laporan feedback
hasil penilaian
kausalitas pada
tahun berjalan
Denominator:
Rekapan Laporan
Nasional
MONITORING DAN EVALUASI
No.
Indikator
Definisi
Cara Perhitungan
Target
yang dikirim ke BPOM pada
tahun berjalan.
4
90
Proporsi laporan KTD
Serius yang dilaporkan
ke SITB dalam waktu
24 Jam
Seluruh laporan KTD
serius yang
dilaporkan ke SITB
dalam waktu 24 jam
setelah kejadian
diketahui oleh tim
klinis
Numerator :
Jumlah laporan KTD serius
yang terlaporkan ke SITB dalam
waktu 24 jam setelah kejadian
diketahui oleh tim klinis
Denominator:
Jumlah seluruh laporan KTD
serius yang terlaporkan ke SITB
Sumber Data
Level
KTD serius yang
dikirim ke BPOM
pada tahun
berjalan
100%
SITB
Numerator:
Rekapan
Laporan KTD
Serius
Denominator:
Rekapan
Laporan KTD
Serius
Fasyankes
Rujukan RO,
Provinsi,
Nasional
Bab 7
PENUTUP
91
Foto ?
92
BAB 7
PENUTUP
Demikian Petunjuk teknis Manajemen dan Monitoring Efek Samping Obat secara
Aktif (MESO Aktif) bagi Pengobatan TBC RO di Indonesia. Semoga dapat dijadikan
acuan dalam pelaksanaan MESO Aktif dan dapat menjadikan pengobatan TBC RO
yang aman.
93
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. Modul Farmakovigilans Dasar. 2020
BPOM. Modul Farmakovigilans untuk Tenaga Profesional Kesehatan. 2020
CTCAE (Common Terminology Criteria for Adverse Events (CTCAE) v5.0).
Division of AIDS (DAIDS). Table for Grading the severity of Adult and Pediatric Adverse
Events. 2017
End TB. Clinical and Programmatic Guide for Patient Management with New TB Drugs.
3.2. 2015
ICH Topic E 2 A Clinical Safety Data Management: Definitions and Standards for
Expedited Reporting
Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 67 tahun 2016
tentang Penanggulangan Tuberkulosis. 2016
Kementerian Kesehatan RI. Tim Kerja TBC ISPA. Petunjuk Teknis Penanggulangan
TBC RO di Indonesia 2020
NCI Common Terminology Criteria for Adverse Event, v.4.03 2010
WHO. Framework for Implementation Active Tuberculosis Drug Safety Monitoring and
Management (aDSM). 2015
WHO. Global Tuberculosis Report 2020. 2020.
WHO. WHO Consolidated guideline on drug-resistant tuberculosis treatment. 2019.
94
Lampiran 1. Contoh Sertifikat Medis Penyebab Kematian
95
96
97
98
99
100
92
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
Lampiran 4. Pemantauan Aktif Efek Samping Obat TBC RO
112
Download