Penguatan Sistem Manajemen Mutu dalam Penetapan Lokasi Usulan Kegiatan Infrastruktur Berbasis Masyarakat Kementerian PUPR Kegiatan Infrastruktur Berbasis Masyarakat (IBM) di Kementerian PUPR yang saat ini banyak dilaksanakan di Direktorat Jenderal Cipta Karya seperti PAMSIMAS, SANIMAS dan PISEW saat ini belum memiliki aturan penetapan lokasi yang dapat diadopsi dengan baik. Pasalnya standar teknis pelaksanaan kegiatan IBM saat ini ditetapkan melalui Surat Edaran Dirjen Cipta Karya yang diterbitkan setiap tahun sehingga cenderung sangat dinamis serta transaksional. Usulan lokasi kegiatan IBM yang saat ini berdasarkan pada usulan dari Komisi 5 DPR RI belum memiliki standar penetapan yang jelas sehingga unsur pemerataan dan keberlanjutan pembangunan akan sulit dicapai. Bahkan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir fenomena usulan lintas daerah pemilihan (Dapil) terjadi yang tentu akan terus mendorong kesenjangan pembangunan. Selain itu terdapat beberapa lokasi yang mendapatkan bantuan secara terus menerus karena unsur politik sehingga cenderung kurang tepat sasaran dan rawan terhadap penyalahgunaan anggaran. Penerapan Sistem Manajemen Mutu yang dalam dewasa ini banyak diterapkan adalah ISO 9001:2015 yang merupakan standar manajemen mutu keluaran Organization for Standardization atau ISO yang berisi persyaratan yang harus dipenuhi sebuah organisasi dalam membentuk quality management system. Penetapan lokasi yang memiliki standar jelas memastikan bahwa pembangunan infrastruktur dapat berjalan tepat sasaran dan memastikan pemerataan pembangunan infrastruktur. Saat ini kegiatan Infrastruktur Berbasis Masyarakat murni merupakan usulan dari Anggota DPR RI Komisi 5. Alur pengusulan lokasi kegiatan IBM secara lengkap adalah sebagai berikut: 1. Secara informal Koordinator Kegiatan IBM pada masing-masing direktorat menyampaikan kriteria lokasi kegiatan IBM kepada Anggota DPR Komisi 5; 2. Anggota DPRD RI Komisi 5 mengajukan usulan lokasi kegiatan IBM kepada Menteri PUPR; 3. Dilakukan verifikasi usulan oleh Direktorat pelaksana kegiatan terhadap usulan lokasi sesuai kriteria yang disampaikan; 4. Lokasi yang lolos verifikasi akan ditetapkan dalam SK Menteri PUPR; 5. Kemudian Dirjen Cipta Karya menetapkan Surat Edaran pedoman teknis pelaksanaan kegiatan yang berisi kriteria lokasi ; dan 6. Masing-masing Direktorat akan menyusun Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan secara detail dari perencanaan hingga serah terima aset. Berdasarkan alur pengusulan lokasi eksisting tersebut kita dapat menarik beberapa gap yang terjadi yaitu: 1. Belum adanya kriteria yang tetap dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penentuan lokasi IBM setiap tahunnya; 2. Kriteria secara resmi baru muncul pada SE Dirjen Cipta Karya sementara SE muncul setelah lokasi ditetapkan dalam SK Menteri; 3. Verifikator usulan tidak memiliki dasar yang kuat untuk menerima atau menolak usulan sehingga cenderung terjadi proses yang transaksional; 4. Didapatkan lokasi yang berulang setiap tahun mendapatkan kegiatan IBM dan adanya usulan lintas Dapil sehingga kurang tepat sasaran; dan 5. Juknis yang berisi aturan rinci ditetapkan sebagai petunjuk pelaksanaan setelah lokasi ditetapkan sehingga masalah yang terjadi karena usulan lokasi yang kurang tepat tidak dapat diselesaikan menggunakan aturan juknis. Skema pengusulan yang belum terstandar secara baik berdampak pada munculnya beberapa masalah pada saat pelaksanaan kegiatan: 1. Karena kegiatan dilaksanakan oleh Masyarakat ketika terdapat konflik kepentingan dengan pihak pengusul maka perubahan lokasi mudah dilakukan dan cenderung kurang tepat sasaran; 2. Kelompok masyarakat pengelola kegiatan dipilih berdasarkan kepentingan politik sehingga kecenderungan penyalahgunaan anggaran; 3. Pada kegiatan PISEW karena dilaksanakan pada 2 desa maka kecenderungan konflik antar desa terjadi sehingga dalam beberapa kasus kegiatan terpaksa dihentikan; serta 4. Lokasi kegiatan IBM banyak yang berulang setiap tahun sehingga menimbulkan kesenjangan antar wilayah serta terdapat pembangunan yang dilakukan pada titik yang sama sehingga terdapat temuan pada proses audit; 5. Beberapa kegiatan terpaksa dihentikan saat proses konstruksi sudah berjalan karena berada pada kawasan lindung. 6. Usulan lintas Dapil akan menambah kesenjangan karena sebagai contoh Dapil Papua memindahkan usulan ke provinsi lain padahal lokasi tersebut jauh lebih membutuhkan; Terdapat beberapa rekomendasi yang dapat dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan tersebut yang dibagi menjadi 3 tahapan utama: 1. Penetapan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan IBM dengan Peraturan Menteri PUPR Penetapan Juknis dengan peraturan menteri tentu akan mendorong penguatan regulasi pelaksanaan kegiatan. Pada Peraturan Menteri tersebut harus memunculkan kriteria penentuan lokasi untuk masing-masing kegiatan IBM di setiap Direktorat dan perbaikan alur usulan sebagai berikut: 1. Dilakukan sosialisasi petunjuk teknis kepada DPR RI Komisi 5 terkait pelaksanaan kegiatan IBM secara umum khususnya kriteria pengusulan lokasi; 2. DPR RI Komisi 5 mengusulkan lokasi kegiatan IBM kepada Menteri PUPR; 3. Masing-masing direktorat melakukan verifikasi usulan berdasarkan kriteria yang terdapat pada Permen PUPR; 4. Penetapan lokasi oleh Menteri PUPR; 5. Penerbitan SE Ditjen Cipta Karya terkait pelaksanaan kegiatan IBM secara umum; dan 6. Penerbitan Petunjuk teknis IBM secara detail pada masing-masing direktorat. 2. Verifikasi usulan dilakukan standarisasi dengan penetapan manajemen mutu dengan ISO 9001:2015. ISO 9001:2015 digunakan untuk menetapkan kriteria lokasi yang disepakati bersama sebelum proses pengusulan. Selain kriteria lokasi ISO juga akan mendetailkan terkait alur pengusulan hingga pelaksanaan kegiatan dalam SOP yang akan dilengkapi dengan pembagian tugas untuk masing-masing pihak. Beberapa hal yang harus didetailkan dalam ISO 9001:2015 terkait usulan lokasi IBM adalah: 1. Proses pengusulan berasal dari masyarakat yang dapat menjamin komitmen kelompok masyarakat yang menjamin tidak adanya konflik ke depan yang menyebabkan perubahan lokasi dibuktikan dengan surat komitmen; 2. Memastikan bahwa usulan tidak boleh diberikan pada titik lokasi yang sama dan tidak pada kawasan lindung untuk memastikan efektivitas pembangunan dibuktikan dengan peta delineasi kawasan; dan 3. Usulan lintas Dapil harus disertai dengan latar belakang dan urgensinya yang dibuktikan dengan kajian urgensi. 3. Penggunaan teknologi informasi untuk memastikan transparansi proses pengusulan serta pengamanan database yang baik Penggunaan teknologi informasi dapat diwujudkan dengan pengembangan sistem infomasi manajemen untuk proses pengusulan. Pengembangan dapat dikakukan pada tahap: 1. Pengusulan lokasi dari masyarakat melalui Pemerintah Daerah yang sudah melalui tahap prioritasi sehingga mudah untuk dilakukan verifikasi; 2. Proses unggah dokumen surat komitmen kelompok masyarakat, peta delineasi kawasan, dan kajian urgensi lokasi lintas Dapil; 3. Proses verifikasi dokumen dilakukan dengan skoring usulan lokasi yang terlihat pada dashboard oleh semua pihak secara adil. Penetapan lokasi usulan yang lebih terstruktur dan teregulasi dengan baik ini tentu akan mengurangi permasalahan yang terjadi. Namun tantangan tentu akan muncul khususnya karena ini berhadapan dengan kepentingan politik. Selama terdapat regulasi yang jelas serta alur yang menguntungkan bagi semua pihak kegiatan ini dapat terwujud. ISO 9001:2015 tentu akan menjadi hal besar yang harus ditempuh agar pelaksanaan kegiatan ini dapat memiliki standar mutu yang baik. Dengan regulasi yang jelas serta sistem manajemen yang baik dan didukung dengan teknologi informasi maka pencapaian tujuan dalam hal ini dalam mendukung pelayanan dasar dan pembangunan ekonomi serta mewujudkan smart living secara partisipatif dan berkelanjutan dapat terlaksana serta memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan masyarakat.