PENERAPAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES (GAP) PADA USAHA TANI SAWI HIJAU Jatmiko Adi Nugroho NIM. 202022001 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Katolik Widya Karya Malang Pendahuluan Kangkung darat (Ipomea reptans Poir) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang sangat digemari oleh masyarakat. Kangkung digemari masyarakat Indonesia karena rasanya yang gurih. Tanaman kangkung merupakan tanaman semusim dan berumur pendek yang tidak memerlukan area yang terlalu luas untuk membudidayakannya. Kangkung darat merupakan komoditas yang strategis karena dapat ditanam di lahan luas maupun lahan yang sempit. Selain rasanya yang gurih, gizi yang terdapat pada sayuran kangkung cukup tinggi, seperti vitamin A, B, dan C serta berbagai mineral terutama zat besi yang berguna bagi pertumbuhan badan dan kesehatan. Kangkung darat yang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan perlu pengelolaan dan penanganan dengan standar yang baik untuk menjaga nutrisi dan manfaat yang terkandung didalamnya. Good Handling Process (GHP) merujuk pada serangkaian praktik dan prosedur yang dirancang untuk memastikan bahwa tanaman atau produk pangan, termasuk kangkung. diolah dan ditangani dengan cara yang aman dan higienis mulai dari produksi hingga konsumen akhir. Penerapan praktik GHP pada pengolahan kangkung memiliki tujuan untuk dapat membantu memastikan bahwa tanaman ini mencapai standar kebersihan dan keamanan pangan yang tinggi, sehingga dapat dikonsumsi dengan aman oleh masyarakat. Alasan pentingnya penerapan metode GHP pada sayuran kangkung adalah produk hortikultura memiliki sifat perishable atau mudah rusak akibat pengaruh fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan fisiologis setelah dilakukan pemanenan. Sifat yang demikian ini menjadikan produk hortikultura setelah dipanen haruslah dilakukan penanganan pascapanen untuk menjaga dari kerusakan yang dapat menurunkan harga dan kualitas produk tersebut. Upaya untuk dapat mempertahankan kualitas hasil pertanian agar tetap segar sampai ke tangan konsumen perlu memperhatikan dan menerapkan penanganan pascapanen yang baik dan benar atau berbasis Good Handling Practices (GHP). Komoditas Kangkung Darat Ipomea reptans Poir atau yang dikenal sebagai Kangkung Darat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang bersifat semusim atau tahunan. Kangkung darat adalah tanaman sayuran yang cenderung tumbuh baik dalam kondisi iklim tropis dan subtropis. Bagian dari tanaman kangkung yang paling banyak dimanfaatkan ialah batang muda dan daun-daunnya. Daun dan batang kangkung merupakan sumber vitamin A yang sangat baik. Kangkung merupakan tanaman yang dapat tumbuh lebih dari satu tahun. Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan respons pertumbuhan dan cabang-cabangnya akar menyebar kesemua arah, dapat menembus tanah sampai kedalaman 60 hingga 100 cm, dan melebar secara mendatar pada radius 150 cm atau lebih, terutama pada jenis kangkung air. Batang kangkung bulat dan berlubang, berbuku-buku, banyak mengandung air (herbacious) dari buku-bukunya mudah sekali keluar akar. Memiliki percabangan yang banyak dan setelah tumbuh lama batangnya akan menjalar. Kangkung memiliki tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan diketiak daunnya terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru. Bentuk daun umumnya runcing ataupun tumpul, permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua, dan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda. Selama fase pertumbuhanya tanaman kangkung dapat berbunga, berbuah, dan berbiji terutama jenis kangkung darat. Bentuk bunga kangkung umumnya berbentuk “terompet” dan daun mahkota bunga berwarna putih atau merah lembayung. Buah kangkung berbentuk bulat telur yang didalamnya berisi tiga butir biji. Bentuk buah kangkung seperti melekat dengan bijinya. Warna buah hitam jika sudah tua dan hijau ketika muda. Buah kangkung berukuran kecil sekitar 10mm, dan umur buah kangkung tidak lama. Bentuk biji kangkung bersegisegi atau tegak bulat. Berwarna cokelat atau kehitam-hitaman, dan termasuk biji berkeping dua. Pada jenis kangkung darat biji kangkung berfungsi sebagai alat perbanyakan tanaman secara generatif. Budidaya Kangkung Darat 1. Penyiapan Media Tanam Kangkung di kembangbiakkan secara generatif menggunakan bahan tanaman yang berasal dari biji (benih). Benih yang dipilih memenuhi persyaratan, kulitnya bernas, tidak keriput, sehat, murni (tidak tercampur dengan varietas lain), daya kecambahnya tinggi (diatas 80%), dan berasal dari varietas yang unggul. 2. Pengolahan Tanah Sebelum penanaman kangkung dimulai, sebaiknya lahan di persiapkan terlebih dahulu. Persiapkan polibag ukuran 20x20 lalu mulai campurkan tanah ultisol dengan arang sekam dengan berbagai perbandingan untuk mengetahui uji yang akan di lakukan. 3. Penanaman Waktu penanaman kangkung yang baik dilakukan adalah ketika awal musim hujan. Hal itu dikarenakan agar kebutuhan air yang diperlukan oleh kangkung dapat tercukupi. 4. Pemeliharaan a. Penyulaman Penyulaman biasanya di lakukan 2-3 hari setelah tanam karena pada waktu itu biasanya tanaman sudah mulai tumbuh (bertunas). Tanaman yang kurang baik pertumbuhannya atau mati bisa di ganti dengan bibit yang baru. b. Penyiangan Penyiangan di lakukan untuk membersihkan gulma dari sekitar tanaman. Waktu penyiangan bisa di lakukan kapan saja sesuai dengan keadaan yang ada. 5. Pemupukan Dalam pemupukan pupuk yang digunakan harus mengandung nutrisi yang lengkap. Unsur hara makro dan mikro sangat dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Unsur hara seperti makro N, P, K, S, Mg, dan Ca atau mikro Fe, Mn, Zn, Cu, Mo, dan B. 6. Penyiraman Penyiraman tanaman merupakan suatu kegiatan yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeliharaan tanaman, dikarenakan tanaman memerlukan asupan air yang cukup untuk melakukan fotosintesis dalam memperoleh kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang, Selain itu pemberian air yang cukup merupakan faktor penting bagi pertumbuhan tanaman, karena air berpengaruh terhadap kelembaban tanah. 7. Pemanenan Kangkung dapat dipanen pada umur 30 sampai 45 hari setelah tanam tergantung varietas dan tipe tanaman. Pemanenan yang sering dilakukan akan menghambat pembungaan dan menstimulasi pertumbuhan tunas samping. Tanaman yang tidak dipanen menyebabkan tunas samping berkembang menjadi daun yang panjang Pengertian Good Handling Practices (GHP) Good Handling Practices (GHP) adalah cara penanganan pascapanen yang baik yang berkaitan dengan penerapan teknologi serta cara pemanfaatan sarana dan prasarana yang digunakan. GHP berisi tentang tata cara, bangunan dan lingkungan, lokasi serta persyaratan dalam penanganan pangan pada setiap tahapan kegiatan penanganan pascapanen. GHP merupakan suatu pedoman yang menjelaskan pelaksanaan kegiatan penanganan pascapanen produk pertanian secara baik dan benar, sehingga mutu produk dapat dipertahankan, menekan kehilangan karna penyusutan atau kerusakan serta memperpanjang daya simpan dengan tetap menjaga status produk yang ditangani (Djamalu, 2019). Informasi tentang pascapanen dapat digunakan sebagai pegangan pedoman bagi para petugas penyuluh/pendamping dan petani dalam menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga dapat melaksanakan penanganan panen dan pascapanen hasil pertanian dengan baik dan benar sehinga dapat memenuhi standar mutu yang berlaku seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) (Djamalu, 2019). Penerapan Good Handling Practices Terdapat beberapa komponen wajib dalam GAP yang harus dilaksanakan, juga beberapa titik kendali kritis yang harus dipenuhi. Komponen wajib dalam GHP ada 14 poin : 1. Persyaratan dan tata cara pelaksanaan proses panen 2. Penanganan pascapanen 3. Standarisasi mutu 4. Lokasi 5. Bangunan 6. Peralatan dan mesin 7. Bahan perlakuan 8. Wadah dan pembungkus 9. Tenaga kerja 10. Keamanan dan keselamatan kerja (k3) 11. Pengelolaan lingkungan 12. Pencatatan, pengawasan dan penelusuran balik 13. Sertifikasi 14. Pembinaan dan pengawasan Penerapan GHP pada Komoditas Kangkung Darat Menurut Kementrian Pertanian (2015), standar penerapan GHP pada sayurang kangkung adalah sebagai berikut: 1.Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Proses Panen: Menetapkan prosedur standar untuk panen kangkung, termasuk waktu panen yang optimal, pemilihan alat panen yang bersih, dan proses penanganan tanaman selama panen. 2. Penanganan Pascapanen: Menggunakan alat dan tangan yang bersih selama proses penanganan pascapanen. Memastikan kebersihan selama proses pemilahan, penyaringan, dan persiapan dikemas. kangkung untuk 3. Standarisasi Mutu: Menetapkan standar kualitas kangkung, termasuk tampilan, ukuran, dan kebersihan. Melakukan pemilahan dan penyaringan untuk memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. 4. Lokasi: Memilih lokasi penanaman yang sesuai dengan persyaratan tanaman kangkung. Menilai kualitas tanah dan memastikan lingkungan sekitar memenuhi kriteria kebersihan dan keamanan. 5. Bangunan: Memastikan bangunan di area pengolahan kangkung bersih dan memenuhi standar keamanan pangan. Tempat penyimpanan dan pemrosesan harus dirancang untuk mencegah kontaminasi. 6. Peralatan dan Mesin: Menjaga kebersihan dan perawatan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan kangkung. Melakukan kalibrasi mesin untuk memastikan kinerja yang optimal. 7. Bahan Perlakuan: Menggunakan bahan perlakuan yang aman dan sesuai dengan standar pengolahan pangan. Mengelola penggunaan pupuk dan pestisida sesuai dengan rekomendasi yang berlaku. 8. Wadah dan Pembungkus: Memastikan wadah dan pembungkus yang digunakan bersih dan sesuai dengan standar kebersihan. Menerapkan sistem pengemasan yang aman dan higienis. 9. Tenaga Kerja: Memberikan pelatihan kepada tenaga kerja tentang praktik kebersihan, penggunaan alat pelindung diri, dan tata cara pengolahan yang aman. 10. Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3): Menetapkan prosedur keamanan dan keselamatan kerja di tempat kerja, termasuk penggunaan alat pelindung diri, tanda peringatan, dan pelatihan keselamatan. 11. Pengelolaan Lingkungan: Mengelola penggunaan air, limbah, dan bahan-bahan kimia dengan mempertimbangkan dampak lingkungan. Meminimalkan pencemaran dan mendukung praktik pertanian berkelanjutan. 12. Pencatatan, Pengawasan, dan Penelusuran Balik: Menerapkan sistem pencatatan yang baik untuk mencatat setiap tahap proses pengolahan. Melakukan pengawasan secara berkala dan memiliki kemampuan penelusuran balik produk. 13. Sertifikasi: Memperoleh sertifikasi dari lembaga yang terkait dengan keamanan pangan atau pertanian organik jika memungkinkan. Sertifikasi dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk kangkung. 14. Pembinaan dan Pengawasan: Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap karyawan untuk memastikan bahwa prosedur GHP diikuti dengan benar. Melakukan evaluasi secara berkala dan melakukan perbaikan jika diperlukan. Kesimpulan Ipomea reptans Poir atau yang dikenal sebagai Kangkung Darat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang bersifat semusim atau tahunan. Tanaman ini dapat tumbuh di seluruh wilayah di Indonesia karena tidak memerlukan lahan yang luas dan tergolong untuk mudah dibudidayakan. GHP adalah adalah cara penanganan pascapanen yang baik yang berkaitan dengan penerapan teknologi serta cara pemanfaatan sarana dan prasarana yang digunakan. Karena banyak sekali tanaman seperti sayuran yang memiliki manfaad dan khasiat, maka perlu untuk dilakukan metode yang baik dalam penanganan dan pengelolaannya. Oleh karenanya GHP diterapkan untuk tujuan mutu produk dapat dipertahankan, menekan kehilangan karna penyusutan atau kerusakan serta memperpanjang daya simpan dengan tetap menjaga status produk yang ditangani. GHP pada kangkung dilakukan dengan prosedur 14 poin GHP. Menetapkan prosedur panen yang bersih dan efisien, penanganan pascapanen, menggunakan alat dan tangan yang bersih selama penanganan pascapanen, menetapkan standar kualitas kangkung untuk pemilahan yang tepat, memilih lokasi penanaman dengan kriteria tanah yang baik, menjaga kebersihan bangunan pengolahan dan penyimpanan, merawat dan membersihkan peralatan secara teratur, menerapkan sistem pengemasan yang aman dan higienis, memberikan pelatihan kebersihan dan tata cara pengolahan yang aman, menetapkan prosedur keamanan dan pelatihan keselamatan, mengelola penggunaan air, limbah, dan bahan kimia secara berkelanjutan, menerapkan sistem pencatatan dan penelusuran balik produ, memperoleh sertifikasi keamanan pangan atau pertanian organik jika memungkinkan, melakukan pembinaan dan pengawasan karyawan untuk memastikan kepatuhan terhadap prosedur GHP. Hal itu dilakukan agar memastikan nantinya ketika panen produk yang dihasilkan dapat tetap terjaga baik bersama kualitasnya.