Volume 1 Desain Sudu dan Runner Turbin Propeler Dr-Ing Indra Djodikusumo Ir. I Nengah Diasta M.T. Fachri Koeshardono M.T. Iwan Sanjaya Awaluddin M.T. Daftar Isi Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . BAB 1 Pendahuluan. . . . . . . . . . . . . . . BAB 2 Kalkulasi Karakteristik Utama . . . . . . . 2.1 Energi dan Daya . . . . . . . . . . . . . 2.2 Kecepatan Spesifik dan Jenis Turbin . . . . 2.3 Kavitasi dan Tinggi Hisap (Suction Head) . . 2.4 Dimensi Utama Runner . . . . . . . . . . BAB 3 Desain Sudu . . . . . . . . . . . . . . . 3.1 Desain Sudu pada Kondisi Ideal . . . . . . 3.2 Teori Sayap (Wing Theory) . . . . . . . . BAB 4 Pemodelan menggunakan Autodesk Inventor . 4.1 Secara Manual . . . . . . . . . . . . . . 4.2 Secara Otomatis (3-D Equation Curve) . . . BAB 5 Contoh Kasus . . . . . . . . . . . . . . 5.1 Desain Runner Turbin Propeler . . . . . . 5.2 Pemodelan Secara Manual. . . . . . . . . 5.3 Pemodelan menggunakan 3-D Equation Curve Daftar Pustaka. . . . . . . . . . . . . . . . . . i . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i iii 1 3 3 4 4 6 9 9 11 17 17 19 25 25 32 41 91 Kata Pengantar iii BAB 1 Pendahuluan Terdapat dua buku yang umum digunakan dalam perancangan runner turbin air propeler yaitu: Hydraulic Turbines - Their Design and Equipment oleh Miroslav Nechleba dan Strömungsmaschinen oleh Carl Pfleiderer dan Hartwig Petermann [1, 2]. Kedua buku ini dipilih dikarenakan mudah dipahami dan abadi (terus dicetak hingga hari ini) sehingga menjadi literatur standard bagi dunia teknik. Pada buku ini, keduanya akan digunakan sebagai referensi utama untuk menghitung karakteristik utama runner dan perancangan sudu turbin air propeler. Pemodelan 3-D akan menggunakan Autodesk Inventor 2015 dikarenakan jumlah pengguna (user) yang cukup jamak di Indonesia. Versi ini merupakan versi terbaru yang dapat ditemui saat buku ini dibuat. Buku ini akan menjelaskan proses perancangan dan pemodelan 3-D dari sudu dan runner. Proses tersebut dibagi ke dalam tiga bagian yaitu: 1. Perhitungan karakteristik utama 2. Perancangan sudu • Sudut putaran sudu pada kondisi ideal • Teori sayap 3. Pemodelan 3-D dari runner turbin air propeler menggunakan Autodesk Inventor 2015 Pada bagian akhir dari buku ini akan diberikan salah satu contoh kasus perancangan runner turbin air propeler. Pemodelan runner dilakukan menggunakan dua cara menggunakan Autodesk Inventor 2015 yaitu manual dan otomatis. 1 BAB 2 Kalkulasi Karakteristik Utama Karakteristik utama runner turbin air terdiri atas: 1. Energi dan daya 2. Kecepatan spesifik dan pemilihan jenis turbin 3. Kavitasi dan suction head 4. Dimensi utama runner 2.1 Energi dan Daya Energi dan daya yang dihasilkan turbin propeler merupakan hasil konversi energi dan daya hidrolik air. Kedua besaran ini bergantung pada head (H) dan debit (V̇ ) dari lokasi pemasangan turbin. Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan energi spesifik (energi per satuan massa air) yang dihitung dengan persamaan [2]: Y = gH (2.1) Berdasarkan definisi energi spesifik, maka daya hidrolik air dihitung menggunakan persamaan [2]: P = %V̇ Y (2.2) 3 4 2.2 BAB 2. KALKULASI KARAKTERISTIK UTAMA Kecepatan Spesifik dan Jenis Turbin Kecepatan putar turbin dipilih sesuai dengan sistem transmisi dan sistem perlistrikan yang digunakan. Misalkan f merupakan frekuensi listrik dan nop merupakan jumlah pole dari generator, maka kecepatan putar generator adalah [1]: ng = 60f nop (2.3) Jika diasumsikan turbin propeler ini disambungkan langsung (directly coupled) dengan generator, maka kecepatan putar turbin sama dengan kecepatan putar generator (nt = ng ). Namun kecepatan putar turbin ini tetap harus diperiksa karena akan berpengaruh pada nilai suction head (akan diberikan pada subbab berikutnya). Pemilihan jenis turbin didasarkan pada variabel bernama kecepatan spesifik. Nilai ini menunjukan putaran turbin untuk kondisi head 1 m dan debit 1 m3 /s. Besarnya variabel ini dihitung berdasarkan persamaan [2]: p nt V̇ nq = 0.75 H (2.4) Jenis turbin propeler memiliki besar nq antara 110 dan 500 [2]. Untuk nilai di luar rentang tersebut, digunakan jenis turbin air yang lain (Francis atau Pelton). 2.3 Kavitasi dan Tinggi Hisap (Suction Head) Kavitasi merupakan fenomena yang terjadi pada mesin-mesin fluida. Saat runner berputar dengan kecepatan tinggi maka tekanan air akan turun hingga mencapai titik uap jenuh. Pada kondisi ini, terbentuk gelembung uap air yang ikut mengalir bersama air. Gelembung-gelembung tersebut memiliki kecenderungan untuk menempel pada tempat yang disukai dan akan berhenti secara mendadak dikarenakan boundary layer sehingga tekanannya naik secara tiba-tiba. Kenaikan tekanan menyebabkan kondensasi yang menyebabkan semacam ledakan (implosion) pada permukaan runner. Hal ini sebaiknya dihindari karena akan menyebabkan kerusakan permukaan dan lebih jauh lagi akan menurunkan performa turbin [3]. Oleh karena itu, maximum suction head (es ) memegang peranan penting dalam kavitasi. Maximum suction head adalah jarak terjauh yang diizinkan pada arah vertikal antara titik tengah runner dengan permukaan tailrace agar tidak terjadi kavitasi. 2.3. KAVITASI DAN TINGGI HISAP (SUCTION HEAD) 5 Gambar 2.1 Maximum suction head Secara empirik maximum suction head dapat dihitung menggunakan persamaan [2]: q 4/3 1 pa − pv nt /60 V̇1/1 = − g % (Sq )1/1 (es )max (2.5) Hal yang patut diperhatikan ketika menentukan tekanan atmosfer (pa ) sangat dipengaruhi oleh ketinggian tempat instalasi turbin dan jika perlu diukur pula dengan menggunakan barometer. Untuk mempermudah perhitungan, nilai pa dapat diinterpolasi dari tabel. Selain itu, tekanan uap jenuh (pv ) dalam Pascal dapat dilihat pada Tabel 2.2 [3]. Tabel 2.1 Tabel tekanan atmosfer [2] Ketinggian (m) 0 500 1000 2000 Pa 101300 95300 89700 79600 mbar 1013 953 897 796 Torr 760 715 673 597 kp/cm2 1.033 0.973 0.916 0.81 6 BAB 2. KALKULASI KARAKTERISTIK UTAMA Tabel 2.2 Tabel uap jenuh air, pv (Pa) T (◦ C) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 0 0.6112 1.2281 2.3992 4.2452 7.3848 12.352 1.948 28.605 47.416 65.018 101.42 143.38 2 0.706 1.4207 2.6452 4.7582 8.2096 13.632 21.869 34.013 51.3308 75.685 108.87 153.25 4 0.8135 1.5989 2.9857 5.324 9.1126 16.023 23.946 37.01 55.636 81.542 116.78 163.74 6 0.9353 1.8187 3.3638 5.9472 10.1 16.534 26.188 40.24 60.174 87.771 125.15 174.77 8 1.0729 2.0646 3.7809 6.6324 11.117 18.173 28.605 43.704 65.018 94.39 134.01 186.41 Tabel 2.3 Nilai empirik untuk turbin Kaplan dengan adjustable guide vanes [2] (nq )1/1 σ V̇ /V̇1/1 z η1/1 (Sq )1/1 140 0.41 0.65 7 0.85 0.82 170 0.59 0.62 6 0.86 0.76 200 0.82 0.60 5 0.86 0.70 230 1.11 0.60 4 0.86 0.64 Untuk mendapat nilai variabel V̇1/1 dan (Sq )1/1 dilakukan cara berikut. Mula-mula tebak rasio V̇ /V̇1/1 dan hitung besar V̇1/1 . Berdasarkan V̇1/1 hasil tebakan, hitung (nq )1/1 lalu cocokkan dengan data pada Tabel 2.3. Bila sudah sesuai maka nilai peubah lainnya pada tabel dapat digunakan untuk menghitung es . Interpolasi bila diperlukan. 2.4 Dimensi Utama Runner Dimensi utama dari runner terdiri dari diameter luar (Da ) dan diameter dalam (Di ). Perhitungan dari keduanya akan sangat mempengaruhi hidrodinamika runner. Terdapat beberapa persamaan empirik untuk menghitungnya dengan hasil yang berbeda walaupun perbedaan tidak terlalu signifikan seperti yang ada pada buku Klauss Menny [4] maupun yang diberikan oleh ESHA [5]. Namun, pada buku ini akan digunakan rumus klasik yang diberikan oleh Petermann [2]. Persamaan untuk menghitung diameter luar 2.4. DIMENSI UTAMA RUNNER 7 adalah: s Da = 4V̇ πkCm (2.6) Terdapat beberapa variabel yang belum diketahui besarnya yaitu Cm dan k. Untuk nilai Cm (kecepatan meridional) dihitung dengan menggunakan persamaan [2]: √ Cm = Wm = ε 2Y (2.7) Dari persamaan tersebut, besar dari ε (faktor gesekan) tidak diketahui. Untuk mendapat nilainya dapat digunakan tabel di bawah ini [2]: Tabel 2.4 nq and ε2 values for Francis and Kaplan turbine [2] (nq ) ε2 × 103 20.8 32 27.6 32 41.4 48 Francis 55.5 69.7 72 96 84.1 112 103.0 136 114.2 152 Kaplan 174 234 331 486 ε merupakan akar kuadrat dari ε2 . Setelah mendapat nilai dari Cm berikutnya adalah nilai dari k. Variabel ini memiliki nilai 0,8 jika turbin yang dihitung adalah turbin Kaplan. Nilai dari k ini akan sangat berpengaruh dalam menghitung diameter dalam (Di ) yaitu dengan persamaan: k =1− Di Da 2 (2.8) BAB 3 Desain Sudu Runner turbin air propeler memiliki dua komponen utama yaitu: hub dan sudu-sudu. Hub ini merupakan tempat menempelnya sudu-sudu. Sudu-sudu ini sangat penting mengingat di sinilah konversi energi terjadi yaitu energi hidrolik berupa aliran air diubah menjadi energi mekanik berupa putaran poros. Secara detail, proses desain akan dijelaskan pada subbab-subbab berikut [3]. 3.1 Desain Sudu pada Kondisi Ideal Geometri dari sudu pada runner memiliki tujuan utama yaitu agar sebanyak mungkin energi hidrolik sudu tidak banyak terbuang. Oleh karena itu, maka mekanisme gerak dari sudu harus benar-benar dipahami. Untuk menggerakkan sudu, gaya untuk mendorong berasal dari gerakan dari air yang mengalir. Gaya akan timbul apabila komponen kecepatan air berubah. Terdapat tiga komponen kecepatan air dan sudu yaitu: kecepatan tangensial (U ), kecepatan absolut (C), dan kecepatan relatif (W ). Kecepatan air yang harus berubah untuk menghasilkan daya adalah kecepatan absolut yang diproyeksikan pada arah kecepatan tangensial pada arah masuk (C1U ) sekecil mungkin saat keluar (C2U ). Oleh karena itu, maka komponen-komponen kecepatan tersebut akan diperiksa saat masuk dan keluar. Perhitungan tersebut akan dilakukan pada 6 seksi berupa silinder dengan diameter-diameter berbeda dengan selisih tetap pada sumbu yang sama sebagaimana gambar berikut. Persamaan-persamaan berikut digunakan dalam perhitungan segitiga kecepatan sudu [2]: U= πnt dsec 60 (3.1) ηh gh U (3.2) C1U = 9 10 BAB 3. DESAIN SUDU Gambar 3.1 Segitiga kecepatan kondisi ideal Gambar 3.2 Seksi dari runner 3.2. TEORI SAYAP (WING THEORY) C2U = 0 (3.3) W1U = C1U − U (3.4) W2U = C2U − U (3.5) W∞U = W∞ W1U + W2U 2 (3.6) q = W1U 2 + Wm 2 β∞ = arctan 3.2 11 Wm W∞ U (3.7) (3.8) Teori Sayap (Wing Theory) Satu-satunya variabel yang berhubungan paling dekat dengan karakteristik geometri runner adalah sudut puntir (β∞ ). Namun, sudut tersebut tidak serta-merta dapat digunakan untuk membuat runner. Sudut itu hanya berlaku saat garis aliran pada bidang 2 dimensi hanya berupa satu garis atau jika dilihat dari segi fisik sudu harus memiliki ketebalan 0. Pada kenyataan di praktek, sudu memiliki suatu nilai ketebalan. Sehingga garis aliran tidaklah satu melainkan ada dua yaitu yang melewati permukaan atas dan bawah sudu. Oleh karena itu, maka berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Prandtl yaitu Wing Theory [4], gaya angkat terjadi akibat adanya aliran yang mengalir sejajar dan bersirkulasi terhadap sudu. Salah satu penyelidikan mengenai fenomena ini dilakukan oleh NACA dan dilaporkan pada tahun 1935 berupa Report no.460 [6]. Airfoil yang digunakan dalam pengujian terowongan angin adalah stardard NACA 4 digit airfoil dengan nomenklatur ditunjukan pada Gambar 3.3 dan akan dijelaskan sebagai berikut. Misalkan airfoil yang diuji memiliki penomoran NACA mLXX, dengan m, L, dan X merupakan bilangan cacah (0, 1, 2, 3, . . . ), maka: 12 BAB 3. DESAIN SUDU Gambar 3.3 Nomenklatur standard NACA 4 digit airfoil • Angka pertama, m, memberikan satuan persentase maksimum camber terhadap panjang chord, l. • Angka kedua, L, memberikan puluhan persentase jarak maximum camber dari leading edge terhadap panjang chord, l. • Angka ketiga dan keempat, XX, menunjukan persentase maximum thickness terhadap panjang chord, l. Sebagai contoh, airfoil NACA 6403 dengan panjang chord 100 mm memiliki: • Maximum camber m = 6 % · 100 mm = 6 mm. • Lokasi maximum camber = L = 40 % · 100 mm = 40 mm dari leading edge. • Maximum thickness = XX = 3 % cdot 100 mm = 3 mm. Pengujian berbagai profil airfoil yang dilakukan NACA menghasilkan koefisien angkat (cz ) dan koefisien hambat (cx ) pada beberapa sudut serang (α) dan dilaporkan dalam laporan NACA Report 460 [6]. Sudut serang inilah yang akan digunakan sebagai koreksi terhadap sudut puntir. Nechleba [1] merangkum laporan tersebut dalam bentuk grafik. Informasi tersebut penulis sajikan kembali setelah penggambaran ulang di Microsoft Excel pada Gambar 3.4 hingga Gambar 3.8. 3.2. TEORI SAYAP (WING THEORY) Gambar 3.4 α0 vs m/l Gambar 3.5 ∂cx /∂cz 2 vs t/l Gambar 3.6 ∂cz /∂α vs t/l 13 14 BAB 3. DESAIN SUDU Gambar 3.7 cxv vs t/l Gambar 3.8 M vs ts /l Prosedur pemilihan airfoil untuk perancangan sudu diberikan salah satunya oleh Nechleba [1]. Prosedur pemilihan airfoil NACA 4 digit series diberikan pada Gambar 3.9 dan akan dijelaskan sebagai berikut. Dari hasil perhitungan sebelumnya, ubah besar kecepatan tangensial (U ) dan kecepatan relatif rata-rata √ (W∞ ) menjadi unit kecepatan (u dan w∞ ) yaitu membaginya dengan 2Y . Setelah itu tebak rasio panjang chord airfoil terhadap jarak antar sudu (l/ts ), sudut serang (α) dan karakteristik profil airfoil (m/l, L/l, dan t/l). Jarak antar sudu (ts ) merupakan keliling lingkaran dari suatu seksi silinder dibagi dengan jumlah sudu (z). Jumlah sudu ini ditentukan dari Tabel 2.3 berdasarkan (nq )1/1 yang dihitung. Panjang dari chord airfoil didapat dengan mengalikan antara l/ts dengan ts . 3.2. TEORI SAYAP (WING THEORY) 15 Velocity Triangle Calculation ∂c cz = z (α − α 0 ) ∂α ∂c c x = c xv + x2 ! c z 2 ∂c z ( ) U,W∞ ,β ∞ , βassumed = 90! − β ∞ + α g,H,ηh ,n q ,z u= w∞ = Read t M = f β, s l U 2.g.H W∞ 2.g.H G= ηh tanβ ∞ u.w ∞ .l t s J = M.c z .tanβ ∞ − c x + Guess Independent Parameters: l t s ,α, cz 6.π G≈J m L t , , l l l no c α α∞ = α α − 57.3 z $ 66π yes 2.π.d sec x z l = ( l t s ) .t s ts = Read Dependent Parameters: m L t α α0 = f , , l l l ∂c z t =f ∂α l β = 90! − β ∞ + α ∞ β ∞ c = 90! − β Modeling Parameters: m t c xv = f , l l ∂c x t =f 2 l ∂c z Gambar 3.9 Pemilihan airfoil β ∞ c ,z,l m L t , , l l l 16 BAB 3. DESAIN SUDU Langkah berikutnya adalah mencari variabel G dan J yang akan dibandingkan. G merupakan variabel non dimensional dari total gaya yang diberikan oleh fluida pada sudu. Sedangkan J merupakan variabel non dimensional dari total gaya yang terjadi pada sudu pada sudut serang tertentu. Variabel G dapat dihitung dengan menggunakan ηh , u, w∞ , l/ts dan β∞ . Sementara itu untuk variabel J ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu mengubah variabel-variabel tebakan (independen) menjadi variabelvariabel lain (bergantung). Variabel-variabel yang dimaksud yaitu sudut serang saat gaya angkat 0 (α0 ), gradien koefisien angkat terhadap sudut serang (∂cz /∂α), koefisien resitansi viskos, dan gradien koefisien hambat 2 terhadap kuadrat koefisien hambat ∂cx /∂cz . Variabel-variabel tersebut dapat dicari dengan menggunakan grafik yang diberikan sebelumnya [1]. Setelah selesai mencari variabel-variabel tersebut, maka J diketahui. Langkah berikutnya adalah membandingkan besar G dan J. Usahakan selisih keduanya sekecil mungkin dengan mengubah rasio panjang chord airfoil terhadap jarak antar sudu (l/ts ), sudut serang (α) dan karakteristik profil airfoil (m/l, L/l, dan t/l). BAB 4 Pemodelan menggunakan Autodesk Inventor Langkah pertama untuk memodelkan runner adalah menggambarkan profil airfoil hasil perancangan di bidang silinder. Proses penggambaran airfoil diberikan pada Gambar 4.1 dan akan dijelaskan sebagai berikut. Mula-mula silinder dengan bidang tangensialnya dibuat sesuai radius hasil perancangan (Gambar 4.1, 1). Profil airfoil kemudian dibuat pada bidang tangensial silinder (Gambar 4.1, 2). Langkah selanjutnya adalah mentransformasi profil sehingga berada pada posisi dan orientasi yang benar. Proses transformasi melibatkan pemindahan (Gambar 4.1, 3) dan pemutaran (Gambar 4.1, 4) profil airfoil. Sketsa profil hasil penggambaran kemudian ditangkupkan di bidang silinder (Gambar 4.1, 6). Penggambaran profil airfoil dilakukan di masing-masing permukaan silinder. Sketsa-sketsa yang dibuat kemudian digunakan untuk membuat model runner. Terdapat dua cara penggambaran profil yang akan dijelaskan dalam buku ini, yaitu manual dan otomatis. Sudu yang telah dibuat kemudian diduplikasi sesuai jumlah hasil perhitungan. Hub dibuat kemudian untuk menyelesaikan model runner. 4.1 Secara Manual Penggambaran profil airfoil secara manual dan pemodelan runner akan dijelaskan menggunakan perintah-perintah CAD di Autodesk Inventor sebagai berikut: 1. Buat permukaan silinder (extrude / revolve as surface) beserta bidang tangensial (workplane) sesuai dengan seksi desain. 2. Persamaan kurva yang membangun profil airfoil dijelaskan oleh Jacobs dalam NACA Report 460 [6]. Dari persamaan tesebut, diambil sejumlah titik yang merepresentasikan profil airfoil untuk di-import 17 18BAB 4. PEMODELAN MENGGUNAKAN AUTODESK INVENTOR Gambar 4.1 Prosedur menggambar airfoil pada permukaan silinder 4.2. SECARA OTOMATIS (3-D EQUATION CURVE) 19 kemudian. Proses ini dapat dilewati sebab generator airfoil [8] dilampirkan. 3. Import titik-titik koordinat airfoil dari airfoil generator. 4. Hubungkan titik-titik koordinat meggunakan perintah spline sehingga didapatkan kurva profil airfoil. 5. Pindahkan (Move)profil ke titik beratnya. 6. Rotasi (Rotate) profil sehingga berada pada orientasi yang benar. 7. Proyeksikan (3-D Sketch >> Project to Surface, wrap option) kurva profil airfoil pada permukaan silinder. 8. Buat permukaan sudu berdasarkan kurva profil di silinder (loft as surface). 9. Tutup (Patch) profil pada seksi paling luar dan paling dalam sehingga terbentuk ruang dengan batasan permukaan-permukaan sudu. 10. Isi (Stitch) ruang tersebut sehingga menjadi padatan (solid). 11. Duplikasi (Pattern) sudu sesuai jumlah hasil perhitungan. 12. Buat hub (Extrude as Solid). Langkah-langkah yang disebutkan di atas akan dilakukan pada contoh kasus yang diberikan di BAB 5. 4.2 Secara Otomatis (3-D Equation Curve) Cara lain dalam memodelkan selain dengan memasukkan titik-titik airfoil adalah dengan memanfaatkan persamaan yang dimiliki airfoil dan memasukkannya ke dalam fasilitas yang ada pada Autodesk Inventor 2015 yaitu Equation Curve. Fasilitas ini sangat memudahkan pengguna terutama untuk membuat bentuk-bentuk yang kompleks. Sebelum menggunakan fasilitas ini dalam pemodelan terlebih dahulu buat kode yang akan digunakan untuk menggambar airfoil pada permukaan silinder. Kode-kode ini dibuat mengikuti prosedur yang telah diberikan oleh Milos [9] sebagaimana berikut: 1. NACA airfoil 4 digit series memiliki persamaan dalam menggambar sebagaimana yang telah diberikan pada Report no. 460. Dikarenakan penggunaan persamaan sangat penting dalam menggambar airfoil menggunakan Equation Curve, maka persamaan-persamaan ini sangat penting. NACA airfoil 4 digit series merupakan turunan dari Airfoil Gottingën 398 dan Clark-Y. Kedua airfoil ini dianggap cukup handal pada masanya. 20BAB 4. PEMODELAN MENGGUNAKAN AUTODESK INVENTOR Setelah meluruskan mean line dari kedua airfoil tersebut, keduanya relatif sama. Hasil meluruskan kedua airfoil ini kemudian dijadikan distribusi ketebalan bagi NACA 4 digit yang merupakan persentase ketebalan terhadap panjang chord. Gambar 4.2 Distribusi ketebalan NACA 4 digit series Dengan menggunakan pendekatan polinomial kurva di atas dapat didekati dengan menggunakan persamaan: √ ±y = 0, 29690 x − 0, 12600x − 0, 35160x2 + 0, 2843x3 − 0, 10150x4 (4.1) Agar dapat diubah menjadi ketebalan yang diinginkan (yt ) dan kurva menjadi tertutup, maka kalikan persamaan tersebut dengan suatu pengali dan ubah variabel tetap di depan x4 menjadi 0,10360. yt t/l = l 0, 2 r x 2 x x 0, 29690 − 0, 12600 − 0, 35160 l l l x 3 x 4 − 0, 10360 +0, 2843 l l (4.2) Untuk dapat melingkupi banyak bentuk maka pendekatan bentukbentuk sederhana dapat dilakukan dengan memvariasikan ordinat (y) maksimum dan posisinya sepanjang chord. Maka dengan mengasumsikan mean line/camber line sebagai kurva polinomial orde 2 dengan suatu kondisi batas, maka mean line dapat dibentuk dari persamaan: −1 ϑ = tan d(yc /l) d(x/l) (4.3) 4.2. SECARA OTOMATIS (3-D EQUATION CURVE) 0 ≤ x < L/l L x x 2 m/l yc 2 = − l l l (L/l)2 l 21 (4.4) ∂(yc ) 2m/l L x = − ∂(x/l) (L/l)2 l l L/l ≤ x < 1 L m/l L x x 2 yc = 1−2 +2 − l l l l (1 − L/l)2 l (4.5) ∂(yc ) 2m/l L x = − ∂(x/l) (L/l)2 l l NACA airfoil 4 digit series merupakan airfoil dengan kurva yang dibentuk dari distribusi ketebalan (yt ) pada mean line (yc ). Persamaanpersamaan berikut digunakan dalam membentuk airfoil tersebut: x y t − sin ϑ l (4.6) xu = l l yu = xl = yl = y c l x l y c l + yt cos ϑ l l (4.7) + yt sin ϑ l l (4.8) − yt cos ϑ l l (4.9) Penamaan dari airfoil ini didasarkan pada ordinat maksimum dari mean line terhadap panjang chord (m/l), posisi absis dari ordinat maksimum tersebut terhadap panjang chord (L/l), dan ketebalan maksimum terhadap panjang chord (t/l). Jadi sebagai contoh, NACA 6421 memiliki arti bahwa m/l bernilai 0,06, L/l bernilai 0,4, dan t/l bernilai 0, 2. 2. Langkah sebelumnya merupakan cara menggambar airfoil pada sebuah bidang. Untuk dapat menggambar airfoil pada permukaan silinder, prosedur yang diberikan oleh Milos [9] harus digunakan. Untuk dapat membuat sketsa sebagaimana dimaksud, maka digunakan strategi sebagaimana Gambar 4.1. Permukaan silinder dibentangkan menjadi bidang datar. Lalu gambar pada bidang datar tersebut airfoil 22BAB 4. PEMODELAN MENGGUNAKAN AUTODESK INVENTOR Gambar 4.3 NACA 6421 dengan menggunakan persamaan 4.2 sampai 4.9. Setelah itu geser airfoil tersebut ke pusat massa (pusat massa menjadi titik 0,0 koordinat kartesian). Persamaan yang digunakan adalah: x0 = x − xspindle l l (4.10) y0 = y − yspindle l l (4.11) dengan xspindle = 0.3 l yspindle m/l = l (L/l)2 (4.12) L xspindle xspindle 2 2 − l l l (4.13) Lalu putar airfoil tersebut sejauh 180◦ − β∞ c dengan menggunakan persamaan: X = −x0 cos β∞ c + y 0 sin β∞ c (4.14) Y = −x0 sin β∞ c + y 0 cos β∞ c (4.15) Dan terakhir pindahkan airfoil ke permukaan silinder kembali. Persamaan yang dapat digunakan adalah: R= dsecx 2 (4.16) 4.2. SECARA OTOMATIS (3-D EQUATION CURVE) θ= 2X dsecx Z=Y 23 (4.17) (4.18) 3. Setelah menggambar airfoil-airfoil pada permukaan-permukaan silinder pembentuk sudu dari runner turbin air propeler, langkah selanjutnya adalah membentuk permukaan-permukaan yang akan digunakan untuk membentuk suatu sudu. Terdapat 4 permukaan yang harus dibuat yaitu: permukaan pressure side, permukaan suction side, permukaan hub side, permukaan shroud side. Permukaan pressure side dibentuk dari lower line airfoil seksi 0 hingga seksi 5. Permukaan suction side dibentuk dari upper line airfoil seksi 0 hingga seksi 5. Permukaan hub side dibentuk dari upper line dan lower line airfoil seksi 5. Sedangkan shroud side dibentuk dari upper line dan lower line airfoil seksi 0. Proses pemodelan secara detail mengenai ini akan dijelaskan pada contoh kasus yang akan diberikan pada bab berikutnya. BAB 5 Contoh Kasus Contoh kasus yang diberikan berikut diambil dari ITDG (Intermediate Technology Development Group, sekarang Practical Action) Peru. Turbin ini didesain untuk debit (V̇ ) 0.524 m3 /s, Head (H) 7 m [10]. Kasus ini dipilih karena memiliki kemiripan dengan kondisi sungai-sungai di Indonesia [11]. Lokasi pemasangan turbin diketahui berada pada ketinggian 600 m dari permukaan laut dengan temperatur 30◦ C. 5.1 Desain Runner Turbin Propeler Berdasarkan survei, sungai-sungai di Indonesia memiliki Head rata-rata 7 m dan debit 0.5 m3 /s [11]. Energi spesifik pada air yang jatuh dari ketinggian tersebut dengan gaya gravitasi, g = 9.81 m/s2 adalah Y = gH = (9.81)(7) = 68.67 m2 /s2 Maka, daya potensial yang terkandung dalam aliran air (% = 998 kg/m3 ) adalah P = %V̇ Y = (998)(0.5)(68.67) = 34266, 33 W = 34, 27 kW Frekuensi jaringan listrik di Indonesia adalah 50 Hz dan dipilih generator dengan jumlah poles 8 (4 pasang). Diasumsikan turbin dan generator akan disambungkan tanpa sistem transmisi directly coupled. Dengan demikian 25 26 BAB 5. CONTOH KASUS putaran generator (dan putaran turbin) dihitung dengan 60f nop 60(50) = 4 = 750 rpm ng = nt = Jenis turbin air yang diperlukan untuk konfigurasi ini dapat dilihat dari kecepatan spesifik. p nt V̇ nq = 0.75 H √ 750 0.5 = 70.75 = 123.23 Turbin air yang sesuai adalah jenis propeler (110 ≤ nq ≤ 500). Turbin akan dipasang di lokasi dengan ketinggian 600 m dari permukaan laut dengan temperatur 30◦ C. Pada lokasi tersebut: • Tekanan atmosfer pa bernilai 94180 Pa (Tabel 2.1). • Tekanan uap jenuh air berada pada 42452 Pa (Tabel 2.2). Rasio V̇ /V̇1/1 ditebak dengan (nq )1/1 sebagai kontrol. Dari Tabel 2.3: • (nq )1/1 = 140 saat V̇ /V̇1/1 = 0.65 (hasil perhitungan (nq )1/1 = 153.04). • (nq )1/1 = 170 saat V̇ /V̇1/1 = 0.62 (hasil perhitungan (nq )1/1 = 156.70). Berdasarkan data yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa (nq )1/1 ≈ 155 saat V̇ /V̇1/1 ≈ 0.63. Hasil perhitungan pada kondisi tersebut menghasilkan (nq )1/1 = 155.45 (diterima). Bila tidak ada nilai V̇ /V̇1/1 yang memenuhi, disarankan mengubah putaran turbin (nt ). Pengecekan jenis turbin juga harus dilakukan kembali dengan nilai kecepatan pesifik yang baru. Nilai (Sq )1/1 didapatkan 0.79 dengan metode interpolasi dan jumlah sudu (z) dipilih 7. Untuk menghindari kavitasi, turbin harus berada pada ketinggian (dari 5.1. DESAIN RUNNER TURBIN PROPELER permukaan tailrace) (es )max 27 q 4/3 1 pa − pv nt /60 V̇1/1 = − g % (Sq )1/1 = 1 94180 − 45452 − 9.81 998 !4/3 √ 750/60 0.63 0.79 = 5.71 m Nilai ini diharapkan positif (runner tidak terendam dalam air). Ubah putaran turbin bila nilai yang didapat tidak berkenan. Langkah selanjutnya adalah menghitung dimensi utama runner. Berdasarkan data pada Tabel 2.4, dengan menginterpolasi untuk nq = 123.23 didapatkan ε2 sebesar 0.18 sehingga ε = 0.42. Dengan demikian, √ Cm = Wm = ε 2Y p = 0.42 2(68.67) = 4.93 m/s Nilai k untuk turbin Kaplan/propeler adalah 0.8 [2] sehingga s 4V̇ Da = πkCm s 4(0.5) = π(0.8)4.93 = 0.40 m Rasio Di untuk k = 0.8 adalah 0.45 Da Di = 0.45Da = 0.45(0.40) = 0.18 m Dimensi utama runner berupa diameter tip dan hub telah diketahui. Orientasi sudu diketahui melalui perhitungan segitiga kecepatan. Bila turbin beroperasi pada kondisi desain, kecepatan putar runner pada bagian tip adalah U = πDa n = π(0.40)(750/60) = 15.71 m/s 28 BAB 5. CONTOH KASUS Asumsikan efisiensi hidrolik ηh = 0.9 sehingga ηh gH U (0.9)(9.81)(7) = 15.71 = 3.93 m/s C1u = C2u = 0 m/s W1u = C1U − U = 3.93 − 15.71 = −11.78 m/s W2u = C2U − U = 0 − 15.71 = −15.71 m/s W1U + W2U 2 (−11.78) + (−15.71) = 2 = −13.74 m/s W∞U = W∞ q = W∞U 2 + Wm 2 p = (−13.74)2 + (4.93)2 = 14.60 m/s Wm = arctan W∞U −4.93 = arctan −13.74 ◦ = 19.74 ≈ 20◦ β∞ Perhatikan pada perhitungan arctan β∞ nilai Wm dianggap negatif. Hal ini disebabkan arah aliran fluida dianggap menuju ke bawah (y negatif pada koordinat kartesian). Perhitungan segitiga kecepatan dilakukan juga pada bagian hub dan pada beberapa seksi antara hub dan tip. Banyaknya seksi tempat segitiga kecepatan dihitung diserahkan kepada perancang. Pada 5.1. DESAIN RUNNER TURBIN PROPELER 29 Tabel 5.1 Hasil perhitungan segitiga kecepatan Parameter d U1 = U2 W m = Cm C1U C2U W1U W2U W∞U W∞ β∞ 0 0.400 15.71 -4.97 3.93 0 -11.78 -15.71 -13.74 14.62 20 1 0.356 13.98 -4.97 4.42 0 -9.56 -13.98 -11.77 12.78 23 2 0.312 12.25 -4.97 5.04 0 -7.21 -12.25 -9.73 10.93 27 3 0.268 10.53 -4.97 5.87 0 -4.65 -10.53 -7.59 9.07 33 4 0.224 8.80 -4.97 7.02 0 -1.77 -8.80 -5.29 7.26 43 5 0.180 7.07 -4.97 8.74 0 1.67 -7.07 -2.70 5.66 62 Unit m m/s m/s m/s m/s m/s m/s m/s m/s ◦ kasus ini penulis menghitung di 4 seksi antara hub dan tip. Microsoft Excel digunakan untuk mempermudah proses perhitungan dan hasilnya diberikan pada Tabel 5.1. Hasil perhitungan mungkin berbeda bila dihitung secara manual karena faktor pembulatan. Perhitungan segitiga kecepatan tidak menghiraukan ketebalan sudu. Oleh karena itu, orientasi profil yang didapatkan berlaku hanya pada sudu tanpa ketebalan. Pemberian ketebalan pada sudu akan serta merta memberikan karakteristik aerodinamis, Cz dan Cx . Oleh sebab itu orientasi sudu perlu dikoreksi sesuai dengan wing theory. Contoh pemberian ketebalan dan koreksi orientasi profil sudu pada seksi tip adalah sebagai berikut: • Mula-mula ubah kecepatan putar U dan kecepatan relatif W∞ menjadi non-dimensional untuk mempermudah perhitungan. U U =√ 2gH 2Y 15.71 =p 2(68.67) u= √ = 1.34 W∞ W∞ w∞ = √ =√ 2gH 2Y 14.62 =p 2(68.67) = 1.25 • Pilih rasio panjang chord dengan jarak antar sudu, (l/ts ). Pada kasus ini rasio diangggap konstan sebesar 1.1 pada semua seksi untuk 30 BAB 5. CONTOH KASUS mempermudah perhitungan. Dengan demikian potensi lift yang dapat dihasilkan dari aliran fluida adalah ηh tan β∞ uw∞ (l/ts ) 0.9 = tan 20 (1.34)(1.25)(1.1) = 0.18 G= • Langkah selanjutnya adalah memilih profil airfoil dan mengatur orientasinya sehingga sudut serang fluida menghasilkan lift sesuai potensi. Misalkan untuk seksi tip dipilih profil NACA 4403, maka m L t = 4%, = 40%, = 3 % l l l • Berdasarkan parameter profil tersebut, tentukan nilai karakteristik aerodinamik profil airfoil. α0 ∂cx ∂cz 2 ∂cz ∂α cxv = −3.7◦ Gambar 3.4 = 0.053 Gambar 3.5 = 0.079 Gambar 3.6 = 0.006 Gambar 3.7 • Asumsikan α = 1◦ , dengan demikian βassumed = 90 − β∞ + α = 90 − 20 + 1 = 71◦ ts /l = 0.91 l/ts = 1.1 M = 1.52 Gambar 3.8 ∂cz (α − α0 ) ∂α = 0.079(1 − (−3.7)) cz = = 0.37 5.1. DESAIN RUNNER TURBIN PROPELER 31 ∂cx (cz 2 ) ∂cz 2 = 0.006 + (0.053)(0.372 ) cx = cxv + = 0.013 J = M cz tan β∞ − cx + cz 6π = (1.52)(0.37) tan 20 − 0.013 + 0.006 6π = 0.19 • Selisih antara G dan J sebesar 0.01 sehingga sudut serang yang diasumsikan sudah benar. Sudut serang α yang dihitung berlaku untuk span terbatas (6 m) sesuai dengan percobaan NACA. Nilai ini perlu diubah untuk span tak terhingga dengan persamaan c z α∞ = α − 57, 3 6π 0.37 = 1 − 57.3 6π = −0.12 Sehingga orientasi profil airfoil pada tip adalah β = 90 − β∞ + α∞ = 90 − 20 + (−0.12) = 69.88◦ ≈ 70◦ Perputaran objek di Autodesk Inventor dilakukan berlawanan arah jarum jam. Oleh karena itu sudut orientasi profil diubah menjadi komplemennya untuk mempermudah proses pemodelan. β∞ c = 90 − β = 90 − 70 = 20◦ Hasil pemilihan profil airfoil dan koreksi orientasimya disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil pemilihan profil dan koreksi orientasi Parameter l/ts ts 0 1.10 180 1 1.10 160 2 1.10 140 3 1.10 120 4 1.10 101 5 1.10 81 Unit mm 32 BAB 5. CONTOH KASUS Parameter l u w∞ G α βassumed M m/l L/l t/l α0 ∂cz /∂α cz cxv ∂cx /∂cz 2 cx α∞ J G−J β β∞ c 5.2 0 198 1.34 1.25 0.18 0.50 70.61 1.52 4 40 3 -3.7 0.0782 0.33 0.006 0.054 0.012 -0.51 0.18 0.00 69.60 20 Tabel 5.2 (lanjutan) 1 2 3 176 154 132 1.19 1.05 0.90 1.09 0.93 0.77 0.27 0.43 0.77 1.80 3.50 6.40 68.90 66.44 63.17 1.52 1.52 1.52 4 4 4 40 40 40 4 5 6 -3.7 -3.7 -3.7 0.0779 0.0775 0.0771 0.43 0.56 0.78 0.007 0.007 0.007 0.054 0.054 0.055 0.017 0.024 0.041 0.49 1.80 4.02 0.27 0.43 0.77 0.00 0.00 0.00 67.59 64.73 60.80 22 25 29 4 111 0.75 0.62 1.66 11.40 58.15 1.52 4 40 7 -3.7 0.0767 1.16 0.007 0.055 0.082 7.87 1.65 0.00 54.62 35 5 89 0.60 0.48 5.18 20.50 48.99 1.52 4 40 8 -3.7 0.0763 1.85 0.008 0.055 0.197 14.88 5.17 0.01 43.37 47 Unit mm ◦ ◦ % % % ◦ ◦ ◦ ◦ Pemodelan Secara Manual Parameter hasil perhitungan yang digunakan dalam pemodelan disajikan pada Tabel 5.3, dengan jumlah sudu z = 7. Tabel 5.3 Hasil perhitungan yang digunakan untuk pemodelan Parameter d l m/l L/l t/l β∞ c 0 0.400 198 4 40 3 20 1 0.356 176 4 40 4 22 2 0.312 154 4 40 5 25 3 0.268 132 4 40 6 29 4 0.224 111 4 40 7 35 5 0.180 89 4 40 8 47 Unit m mm % % % ◦ Langkah-langkah pemodelan akan dijelaskan sebagai berikut 1. Misalkan pembuatan profil pada seksi paling luar dilakukan pertama kali. Siapkan dokumen Microsoft Excel yang diberikan di CD-Rom. Simpan pada tempat yang mudah dijangkau lalu buka dokumen tersebut. Terdapat dua work sheets di dalam dokumen yang diberikan, 5.2. PEMODELAN SECARA MANUAL 33 yaitu Output (Gambar 5.1) dan sheet1 (Gambar 5.2). Output berisi koordinat titik-titik airfoil yang akan diimpor di Autodesk Inventor. Sheet1 berisi proses perhitungannya. Ubah NACA Designation dan chord length sesuai spesifikasi pada seksi pertama (4403, 198) lalu simpan (save). Jangan hiraukan satuan ft yang tertera sebab satuan yang digunakan sudah di-set mm pada data yang diimpor (1ft = 1 mm). Gambar 5.1 Output work sheet Gambar 5.2 Sheet1 work sheet 2. Buku ini mengasumsikan pembaca sudah familiar dengan perangkat lunak yang digunakan sehingga penjelasan tentang operasi perangkat 34 BAB 5. CONTOH KASUS lunak CAD tidak dijelaskan. Perintah yang digunakan dalam buku ini adalah perintah di Autodesk Inventor, untuk perangkat lunak lainnya dapat mengikuti dengan perintah yang sepadan. Buka aplikasi Autodesk Inventor (Gambar 5.3). Buka aplikasi Autodesk Inventor (Gambar 5.3). Klik New dan buka template standard(mm).ipt (Gambar 5.4) sehingga muncul tampilan pada Gambar 5.5. Gambar 5.3 Tampilan layar saat membuka Autodesk Inventor Gambar 5.4 Pilih New lalu standard(mm).ipt 5.2. PEMODELAN SECARA MANUAL 35 Gambar 5.5 Tampilan awal Autodesk Inventor 3. Buat sket silinder pada salah satu bidang (pada contoh ini digunakan bidang XY) dengan diameter 400 mm (Gambar 5.6) Gambar 5.6 Sket silinder terluar 4. Extrude sket menjadi permukaan silinder (Gambar 5.7). Tinggi tidak dipermasalahkan, dengan syarat cukup untuk tempat profil airfoil. Dalam kasus ini silinder dibuat dengan tinggi 200 mm. 36 BAB 5. CONTOH KASUS Gambar 5.7 Extrude sket sebagai permukaan silinder 5. Buat bidang tangensial pada terhadap permukaan silinder dengan perintah work plane (Gambar 5.8). Gambar 5.8 Bidang tangensial pada permukaan silinder 6. Sket pada bidang tangensial dan Import Points dari dokumen Microsoft Excel yang telah disiapkan (Gambar 5.9). 7. Pindahkan titik-titik airfoil ke titik beratnya dengan perintah move (Gambar 5.10), putar sesuai sudut hasil perhitungan dengan perintah rotate (Gambar 5.11). Lalu hubungkan titik-titik tersebut den- 5.2. PEMODELAN SECARA MANUAL 37 Gambar 5.9 Titik-titik airfoil hasil import gan spline (Gambar 5.12). Disarankan untuk membagi airfoil menjadi tiga bagian, yaitu suction side, pressure side, dan leading edge, kemudian smooth constraint sket untuk memperhalus profil yang didapatkan. Ketiga langkah ini dapat dilakukan tanpa menghiraukan urutan pengerjaan. Namun disarankan mengikuti langkah pengerjaan seperti yang dijelaskan sebab mentransformasi spline dapat menyebabkan distorsi. Gambar 5.10 Titik-titik airfoil hasil move 38 BAB 5. CONTOH KASUS Gambar 5.11 Titik-titik airfoil hasil rotate Gambar 5.12 Profil airfoil hasil spline 8. Profil airfoil perlu ditangkupkan dari bidang tangensial ke silinder. langkah ini dilakukan di lingkungan 3D Sketch dengan perintah Project to Surface, opsi wrap (Gambar 5.13). 9. Lakukan langkah yang disebutkan sebelumnya untuk semua seksi silinder sehingga didapatkan 6 profil airfoil di bidang tangensial (Gambar 5.14) dan tangkupannya pada masing-masing permukaan silinder (Gambar 5.15). 5.2. PEMODELAN SECARA MANUAL 39 Gambar 5.13 Profil airfoil hasil wrap Gambar 5.14 Semua profil airfoil di bidang tangensial 10. Sudu runner turbin propeler dibangun berdasarkan sket airfoil di permukaan silinder dengan perintah loft (Gambar 5.16). Kasus yang diberikan di buku ini menghasilkan profil airfoil dengan perbedaan sudut yang tidak terlalu besar antara satu seksi dengan seksi yang lain. Bila kasus yang dikerjakan menghasilkan profil yang tidak dapat di-loft sebagai solid, diperlukan cara lain. Mula-mula loft profil sebagai permukaan terlebih dahulu untuk mendapatkan permukaan sudu. Tutup profil airfoil pada bagian tip dan hub sehingga dida- 40 BAB 5. CONTOH KASUS Gambar 5.15 Semua profil airfoil di permukaan silinder patkan closed manifold dari sudu. Untuk membuat solid, gunakan perintah stitch pada closed manifold. Gambar 5.16 Proses lofting sudu runner turbin propeler 11. Runner dibuat dengan menduplikasi sudu sesuai hasil perancangan, 7 dalam kasus ini (Gambar 5.17). Hub dapat dibuat dengan perintah extrude atau revolve bergantung pada sket yang dibuat. Namun diameter yang digunakan harus dilebihan (dibesarkan) untuk menjamin perpotongan antara hub dan sudu (Gambar ??). 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE 41 Gambar 5.17 Sudu runner turbin propeler Gambar 5.18 Runner turbin propeler 5.3 Pemodelan menggunakan 3-D Equation Curve Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya proses pemodelan dengan menggunakan Equation Curve memerlukan kode untuk menggambar airfoil pada permukaan silinder. Proses pembuatan kode adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan variabel yang akan digunakan dalam pembuatan kode. 42 BAB 5. CONTOH KASUS d secx m l secx L l secx t l secx beta secx l secx x spindle secx diameter tempat airfoil dibentangkan dalam mm pada seksi ke x m/l dari NACA 4 Digit dalam persentase pada seksi ke x L/l dari NACA 4 Digit dalam persentase pada seksi ke x t/l dari NACA 4 Digit dalam persentase pada seksi ke x sudut puntir airfoil dalam derajat pada seksi ke x panjang chord airfoil dalam persentase pada seksi ke x m/l dari NACA 4 Digit dalam persentase pada seksi ke x Ubah variabel-variabel pada tabel variabel pemodelan menjadi variabelvariabel sebagaimana di atas dengan aturan: • d menjadi d secx. • m/l menjadi m l secx. • L/l menjadi L l secx. • t/l menjadi t l secx. • β∞ c menjadi beta secx. • l menjadi l secx. • Variabel tambahan yaitu x spindle secx (letak sumbu putar airfoil pada arah x). • x/l menjadi t 2. Menulis persamaan-persamaan yang digunakan dalam menggambar NACA airfoil 4 digit series pada bidang 2-D. Pertama tulis persamaan distribusi ketebalan dan Mean Line dengan menggunakan variabelvariabel yang telah didefinisikan sebelumnya. • Distribusi ketebalan: yt/l = ((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 0.1036*tˆ4) • Mean line, 0 ≤ t < L/l yc/l = ((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100)*t - tˆ2) d(yc/l) = / d(x/l) (2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t) 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE 43 • Mean line, L/l ≤ t < 1 yc/l = ((m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * (1-2*(L l secx/100) + 2*(L l secx/100)*t - tˆ2) d(yc/l) = / d(x/l) (2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t) • Persamaan Upper Line dan Lower Line xu = (t-(yt/l) * sin(atan(d(yc/l)/d(x/l)))) * l secx yu = ((yc/l) + (yt/l) * cos(atan(d(yc/l)/d(x/l)))) * l secx xl = (t+(yt/l) * sin(atan(d(yc/l)/d(x/l)))) * l secx yl = ((yc/l) - (yt/l) * cos(atan(d(yc/l)/d(x/l)))) * l secx NACA airfoil 4 digit series merupakan airfoil yang dibentuk dengan menggambar distribusi ketebalan sepanjang mean line. Terdapat dua persamaan untuk menggambar airfoil yaitu untuk upper line (xu , yu ) dan lower line (xl , yl ). Mean line memiliki dua persamaan yaitu saat sebelum gradien nol (x < L/l) dan setelah gradien nol (x ≤ L/l). Oleh karena itu, maka terdapat dua upper line dan dua lower line. • Untuk 0 < x ≤ L/l: xu = (t-(yt/l) * sin(atan(d(yc/l)/d(x/l)))) * l secx 44 BAB 5. CONTOH KASUS yu = (t-(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4)) * sin(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx = ((yc/l) + (yt/l) * cos(atan(d(yc/l)/d(x/l)))) * l secx (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100)*t - tˆ2) + (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4)) * cos(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx = xl = = yl = (t+(yt/l) * sin(atan(d(yc/l)/d(x/l)))) * l secx (t+(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4)) * sin(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx ((yc/l) - (yt/l) * cos(atan(d(yc/l)/d(x/l)))) * l secx 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE = ((((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) - (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4)) * cos(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx • Untuk L/l < x ≤ 1: xu = = yu = = xl = (t-(yt/l) * sin(atan(d(yc/l)/d(x/l)))) * l secx (t-(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4)) * sin(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx ((yc/l) + (yt/l) * cos(atan(d(yc/l)/d(x/l)))) * l secx ((((m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * (1-2*(L l secx/100) + 2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) + (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4)) * cos(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx (t+(yt/l) * sin(atan(d(yc/l)/d(x/l)))) * l secx 45 46 BAB 5. CONTOH KASUS yl = (t+(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4)) * sin(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx = ((yc/l) - (yt/l) * cos(atan(d(yc/l)/d(x/l)))) * l secx ((((m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * (1-2*(L l secx/100) + 2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) - (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4)) * cos(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx = 3. Pindahkan airfoil menuju titik sumbu puntirnya (xspindle , yspindle ). Letak dari sumbu puntir ini ada pada xspindle /l = 0.3 dengan yspindle /l = f (xspindle ). x’ = (x) - (xspd) y’ = (y) - (yspd) xspd = x spindle secx/100 * l secx yspd = ((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx x0 diganti dengan x0u atau x0l dan x diganti xu atau xl dan y 0 diganti dengan yu0 atau yl0 dan y diganti yu atau yl , sehingga: • Untuk 0 < x ≤ L/l: xu’ = (xu) - (xspd) 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE = ((t-(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx) yu’ = = (yu) - (yspd) ((((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100)*t - tˆ2) + (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx) xl’ = = (xl) - (xspd) ((t+(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx) yl’ = (yl) - (yspd) 47 48 BAB 5. CONTOH KASUS = (((((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) - (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx) • Untuk L/l < x ≤ 1: xu’ = = (xu) - (xspd) ((t-(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx) yu’ = (yu) - (yspd) 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE = (((((m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * (1-2*(L l secx/100) + 2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) + (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx) xl’ = = (xl) - (xspd) ((t+(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx) yl’ = = (yl) - (yspd) (((((m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * (1-2*(L l secx/100) + 2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) - (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx) 49 50 BAB 5. CONTOH KASUS 4. Setelah itu, airfoil tersebut diputar sejauh sudut puntirnya dengan sumbu (xspindle , yspindle ). X = -(x’)*cos(beta secx) + (y’)*sin(beta secx) -(x’)*sin(beta secx) (y’)*cos(beta secx) X diganti dengan Xu atau Xl dan x0 diganti x0u atau x0l dan Y diganti dengan Yu atau Yl dan y 0 diganti yu0 atau yl0 sehingga: Y = • Untuk 0 < x ≤ L/l: Xu = = Yu = -(xu’)*cos(beta secx) + (yu’)*sin(beta secx) -(((t-(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*cos(beta secx) + (((((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100)*t - tˆ2) + (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*sin(beta secx) -(xu’)*sin(beta secx) (yu’)*cos(beta secx) 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE Xl = -(((t-(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*sin(beta secx) - (((((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100)*t - tˆ2) + (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*cos(beta secx) = -(xl’)*cos(beta secx) + (yl’)*sin(beta secx) 51 52 BAB 5. CONTOH KASUS Yl = -(((t+(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*cos(beta secx) + ((((((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) - (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*sin(beta secx) = -(xl’)*sin(beta secx) (yl’)*cos(beta secx) 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE = -(((t+(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*sin(beta secx) - ((((((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) - (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*cos(beta secx) • Untuk L/l < x ≤ 1: Xu = -(xu’)*cos(beta secx) + (yu’)*sin(beta secx) 53 54 BAB 5. CONTOH KASUS Yu = -(((t-(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*cos(beta secx) + ((((((m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * (1-2*(L l secx/100) + 2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) + (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*sin(beta secx) = -(xu’)*sin(beta secx) (yu’)*cos(beta secx) 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE Xl = -(((t-(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*sin(beta secx) - ((((((m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * (1-2*(L l secx/100) + 2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) + (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*cos(beta secx) = -(xl’)*cos(beta secx) + (yl’)*sin(beta secx) 55 56 BAB 5. CONTOH KASUS Yl = -(((t+(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*cos(beta secx) + ((((((m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * (1-2*(L l secx/100) + 2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) - (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*sin(beta secx) = -(xl’)*sin(beta secx) (yl’)*cos(beta secx) 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE = 57 -(((t+(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*sin(beta secx) - ((((((m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * (1-2*(L l secx/100) + 2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) - (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*cos(beta secx) 5. Transformasikan airfoil tersebut menjadi airfoil pada permukaan silinder. Kode inilah yang akan digunakan untuk menggambar airfoil pada permukaan silinder. R = d secx/2 T = (X) / (d secx/2)*180/PI Z = Y T diganti dengan Tu atau Tl dan X diganti Xu atau Xl . Z diganti dengan Zu atau Zl dan Y diganti Yu atau Yl . • Untuk 0 < x ≤ L/l: Ru = d secx/2 58 BAB 5. CONTOH KASUS Tu = = (Xu) / (d secx/2)*180/PI (-(((t-(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*cos(beta secx) + (((((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100)*t - tˆ2) + (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*sin(beta secx)) / (d secx/2)*180/PI Zu = Yu 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE Zu = -(((t-(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*sin(beta secx) - (((((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100)*t - tˆ2) + (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*cos(beta secx) Rl = d secx/2 Tl = (Xl) / (d secx/2)*180/PI 59 60 BAB 5. CONTOH KASUS Zl = (-(((t+(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*cos(beta secx) + ((((((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) - (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*sin(beta secx)) / (d secx/2)*180/PI = Yl 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE = -(((t+(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*sin(beta secx) - ((((((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) - (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*cos(beta secx) • Untuk L/l < x ≤ 1: Ru = d secx/2 Tu = (Xu) / (d secx/2)*180/PI 61 62 BAB 5. CONTOH KASUS Zu = (-(((t-(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*cos(beta secx) + ((((((m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * (1-2*(L l secx/100) + 2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) + (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*sin(beta secx)) / (d secx/2)*180/PI = Yu 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE = -(((t-(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*sin(beta secx) - ((((((m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * (1-2*(L l secx/100) + 2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) + (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*cos(beta secx) Rl = d secx/2 Tl = (Xl) / (d secx/2)*180/PI 63 64 BAB 5. CONTOH KASUS Zl = (-(((t+(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*cos(beta secx) + ((((((m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * (1-2*(L l secx/100) + 2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) - (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*sin(beta secx)) / (d secx/2)*180/PI = Yl 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE Zl = 65 -(((t+(((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t - 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * sin(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (x spindle secx/100 * l secx))*sin(beta secx) - ((((((m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * (1-2*(L l secx/100) + 2*(L l secx/100)*t - tˆ2)) - (((t l secx/100)/0.2) * (0.2969*tˆ0.5 - 0.126*t 0.3516*tˆ2 + 0.2843*tˆ3 - 0.1036*tˆ4))) * cos(atan((2*(m l secx/100) / (1-(L l secx/100))ˆ2) * ((L l secx/100)-t)))) * l secx) - (((m l secx/100) / ((L l secx/100)ˆ2)) * (2*(L l secx/100) * (x spindle secx/100) (x spindle secx/100)ˆ2) * l secx))*cos(beta secx) Setelah kode selesai dibuat, proses berikutnya adalah memodelkan runner pada Autodesk Inventor 2015 menggunakan 3D Equation Curve. Tata cara pemodelan dengan cara tersebut adalah sebagai berikut: 1. Langkah pertama sama dengan langkah kedua dari cara pemodelan manual. 2. Setelah itu terbuka jendela baru. Klik Parameters yang pada Inventor dilambangkan dengan fx . Parameters ini adalah suatu fasilitas yang difungsikan untuk menyimpan nilai-nilai dari parameter pemodelan. Pada parameters terdapat dua macam Parameters yaitu Model Parameters dan User Parameters. Model Parameters merupakan parameter yang dibuat secara otomatis oleh Inventor ketika user membuat model. Sedangkan User Parameters merupakan parameter yang dapat dimanipulasi oleh user dengan membuat nama-nama variabel yang diinginkan [12]. Oleh karena itu arahkan kursor ke User Parameters. Lalu klik Add Numeric (Gambar 5.19) 66 BAB 5. CONTOH KASUS Gambar 5.19 Jenis-jenis parameter Gambar 5.20 Baris baru pada User Parameters 3. Berikutnya muncul baris baru di bawah User Parameters (Gambar 5.20).Pada kolom pertama dengan nama Parameter Name isikan dengan nama-nama variabel dari tabel karakteristik yang telah dihitung. Sebagai contoh jika ingin dimasukkan nilai dari diameter pada seksi 0 maka parameter name yang digunakan adalah d sec0 (Gambar 5.21). 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE 67 Gambar 5.21 Masukkan d sec0 4. Pada kolom kedua terdapat Unit/Type. Di kolom ini user dapat memasukkan jenis satuan yang digunakan oleh variabel yang namanya diberikan sebelumnya. Diameter menggunakan satuan mm. Ketikkan pada kolom tersebut mm. Hasil akhir adalah nama variabel dan jenis satuannya (Gambar 5.22). Lalu klik Ok. Gambar 5.22 Variabel dan satuannya 5. Pada kolom ketiga terdapat Equation. Sesuai dengan namanya, pada bagian ini dapat dimasukkan persamaan yang berhubungan dengan variabel-variabel lain yang telah didefinisikan sebelumnya. Namun pada kasus ini, kolom tersebut dapat diisi dengan nilai dari variabel 68 BAB 5. CONTOH KASUS yang didefinisikan pada kolom pertama. Jadi sesuai dengan tabel karakteristik geometri, untuk seksi 0, kolom tersebut diisi dengan 400. Untuk dapat mengisinya klik pada kolom tersebut dan masukkan nilainya (Gambar 5.23). Gambar 5.23 Memasukkan nilai variabel 6. Tambahkan variabel-variabel lain yang terdapat pada tabel karakteristik dari m/l hingga l. Untuk menambahkan variabel baru klik Add Numeric (Gambar 5.24). Variabel-variabel baru yang perlu ditambahkan (untuk pertama dilakukan untuk seksi 0) sebagai berikut (Gambar 5.25): • m l sec0 (menggantikan m/l) menggunakan unit ul dengan nilai 4 • L l sec0 (menggantikan L/l) menggunakan unit ul dengan nilai 40 • t l sec0 (menggantikan t/l) menggunakan unit ul dengan nilai 3 • beta sec0 (menggantikan β∞ c ) menggunakan unit deg dengan nilai 20 • l sec0 (menggantikan l) menggunakan unit mm dengan nilai 196 • x spindle sec0 menggunakan unit ul dengan nilai 30. Untuk nilai variabel ini digunakan nilai tersebut dikarenakan di sekitar daerah itulah pusat dari airfoil. 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE 69 Gambar 5.24 Tambahkan variabel baru Gambar 5.25 Karakteristik geometri seksi 0 7. Setelah dibuat untuk seksi 0, buatlah variabel-variabel di seksi-seksi lainnya. Cara penamaan variabel sebagaimana yang ada pada seksi 0, gunakan angka sesuai dengan nomor seksinya. Sebagai contoh jika ingin dibuat variabel diameter seksi 5, nama yang digunakan ”d sec5”. Buatlah urutan yang sama persis dengan urutan variabel pada seksi 0 (dimulai dari d sec0 hingga x spindle sec0) untuk memudahkan dalam penggunaan selanjutnya (Gambar 5.26). 70 BAB 5. CONTOH KASUS Gambar 5.26 Karakteristik geometri sudu 8. Selain karakteristik geometri dari sudu, hal lain yang perlu didefinisikan adalah karakteristik geometri dari hub. Selain karakteristik tersebut, jumlah sudu dan fillet pada bagian trailing edge. Maka berikut hal yang harus dibuat (Gambar 5.27): Gambar 5.27 Karakteristik geometri hub dan sudu • Bagian tinggi hub dari pusat airfoil ke arah z positif dinamakan Hub Atas menggunakan unit mm dengan nilai 60. • Bagian tinggi hub dari pusat airfoil ke arah z negatif dinamakan Hub Bawah menggunakan unit mm dengan nilai 60. 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE 71 • Diameter hub dinamakan Diameter Hub menggunakan unit mm dengan nilai d sec5 + 1. • Radius fillet trailing edge sudu diberi nama Fillet menggunakan unit mm dengan nilai 0.5. • Jumlah sudu diberi nama Jumlah Sudu menggunakan unit ul dengan nilai 7. 9. Perbedaan mendasar dari pemodelan dengan menggunakan cara manual dengan cara otomatis adalah pada cara membuat sketsa. Jika pada cara manual, sketsa dari airfoil dibuat pada suatu bidang yang berhimpit dengan permukaan silinder dari suatu seksi yang kemudian ditransformasikan, maka pada cara otomatis hal tersebut tidak dilakukan. Sebagai gantinya, sketsa dari airfoil digambar langsung pada ruang 3-D. Oleh karena itu, setelah selesai mendefinisikan variabel dan nilai dari karakteristik geometri, variabel dan nilai tersebut akan digunakan sebagai parameter dalam pemodelan. Sudu terdiri dari beberapa sketsa 3-D dari airfoil pada beberapa seksi. Untuk menggambar sketsa tersebut, pertama-tama cari Start 3D Sketch pada Ribbon (Gambar 5.28). Klik tombol tersebut hingga tampilan Ribbon berubah (Gambar 5.29). Gambar 5.28 Memulai 3D Sketch Gambar 5.29 Equation Curve pada 3D Sketch 10. Equation Curve terdiri dari beberapa jenis sistem koordinat yaitu: Cartesian, Cylindrical, dan Spherical (Gambar 5.30). Dari ketiga sistem koordinat tersebut, sesuai dengan tempat digambarnya airfoil tersebut yaitu pada suatu permukaan silinder, maka Cylindrical paling cocok untuk keperluan tersebut (Gambar 5.31). Maka klik pada Cylindrical, hingga muncul variabel-variabel baru yang menggantikan x(t), y(t), dan z(t) yaitu r(t), θ(t), dan z(t). 72 BAB 5. CONTOH KASUS Gambar 5.30 Sistem-sistem koordinat pada Equation Curve Gambar 5.31 Sistem koordinat silinder pada Equation Curve 11. Satu garis pada koordinat Cylindrical memerlukan 3 masukan persamaan garis implisit yang dinyatakan dalam fungsi t. Fungsi tersebut telah dibuat sebelumnya pada tahap pembuatan kode. Sebagai contoh akan dibuat garis pertama (Line 1 ) pada seksi 0. Pilih pada rentang 0 ≤ x < L/l di Notepad, persamaan Ru untuk dimasukkan ke dalam r(t) di Equation Curve. Lakukan dengan copy and paste (Gambar 5.32-Gambar 5.33). 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE Gambar 5.32 Masukan pada r(t) untuk Line 1 dari Notepad Gambar 5.33 Masukkan r(t) untuk Line 1 di Equation Curve Gambar 5.34 Masukan pada θ(t) untuk Line 1 dari Notepad 73 74 BAB 5. CONTOH KASUS Sementara itu untuk θ(t) masukkan persamaan Tu dari Notepad menuju Equation Curve (Gambar 5.34-Gambar 5.35). Untuk persamaan z(t) pada Equation Curve gunakan Zu yang ada pada Notepad (Gambar 5.36-Gambar 5.37). Rentang yang digunakan adalah antara 0 ≤ t < L/l, maka di bagian tmin diisi dengan angka 0. Sedangkan pada bagian tmax gunakan masukan L l sec0/100 (Gambar 5.38). Lalu klik pada tanda cek untuk menghasilkan garis yang dalam hal ini adalah Line 1 (Gambar 5.39). Gambar 5.35 Masukkan θ(t) untuk Line 1 di Equation Curve Gambar 5.36 Masukan pada z(t) untuk Line 1 dari Notepad 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE Gambar 5.37 Masukkan z(t) untuk Line 1 di Equation Curve Gambar 5.38 Masukkan tmin dan tmax Gambar 5.39 Line 1 pada seksi 0 75 76 BAB 5. CONTOH KASUS 12. Pada satu seksi terdapat 4 garis untuk membentuk satu profil airfoil. Oleh karena itu, maka gunakan cara yang sama dengan yang dilakukan pada langkah sebelumnya: • Line 3 dihasilkan dengan memasukkan kode Rl, Tl, dan Zl pada rentang 0 ≤ t < L/l (Gambar 5.40-Gambar 5.41). Gambar 5.40 Kode untuk Line 3 pada seksi 0 Gambar 5.41 Line 3 pada seksi 0 • Line 2 dapat dihasilkan dengan memasukkan kode Ru, Tu, dan Zu pada rentang antara L/l ≤ t < 1 (Gambar 5.42-Gambar 5.43). 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE 77 Gambar 5.42 Kode untuk Line 2 pada seksi 0 Gambar 5.43 Line 2 pada seksi 0 • Line 4 dapat dihasilkan dengan memasukkan kode Rl, Tl, dan Zl pada rentang antara L/l ≤ t < 1 (Gambar 5.44-Gambar 5.45). 78 BAB 5. CONTOH KASUS Gambar 5.44 Kode untuk Line 4 pada seksi 0 Gambar 5.45 Line 4 pada seksi 0 13. Untuk dapat membentuk satu sudu dalam kasus ini diperlukan 6 profil dari airfoil. Oleh karena itu gunakan langkah-langkah yang sama untuk membentuk profil dari airfoil sebanyak 5 kali. Untuk mengganti kode sesuai dengan section yang diperlukan gunakan fasilitas pada Notepad yaitu Replace (ctrl+H). Sebagai contoh jika ingin mengganti kode untuk seksi 1 dari kode untuk seksi 0, pada bagian Find What isikan dengan sec0 dan pada bagian Replace With isikan dengan sec1 (Gambar 5.46). 14. Hasil dari menggambar dengan menggunakan Equation Curve untuk 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE 79 Gambar 5.46 Mengubah kode sesuai dengan seksi profil dari airfoil ini pada beberapa seksi sebagaimana Gambar 5.47. Gambar 5.47 Sketsa enam profil airfoil untuk suatu sudu 15. Untuk dapat membentuk suatu solid model dari sudu terlebih dahulu harus dibentuk beberapa permukaan yang dibentuk dari profil-profil airfoil tersebut. Terdapat beberapa permukaan yang diperlukan yaitu: shroud side surface, hub side surface, pressure side surface, dan suction side surface. Untuk membentuk shroud side surface gunakan perintah Boundary Patch pada sketsa airfoil pada seksi 0 (Gambar 5.48). Untuk Hub side surface gunakan perintah Boundary Patch pada sketsa airfoil pada seksi 5. (Gambar 5.49). Pressure side surface dan suction side surface dibentuk dengan menggunakan satu perintah yaitu Loft 80 BAB 5. CONTOH KASUS dengan tipe yang digunakan adalah surface. Sketsa yang digunakan adalah seluruh profil dari airfoil (Gambar 5.50). Closed manifold yang terbentuk adalah Gambar 5.51. Gambar 5.48 Pembentukan shroud side surface Gambar 5.49 Pembentukan hub side surface 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE 81 Gambar 5.50 Pembentukan pressure side dan suction side surface Gambar 5.51 Closed manifold dari sudu 16. Setelah terbentuk closed manifold tersebut, solid model dari sudu harus dibentuk. Untuk dapat melakukan hal tersebut, gunakan perintah pada Inventor yaitu: Stitch. Klik pada bagian tersebut hingga muncul dialog untuk melakukan pengisian closed manifold. Pilih 4 permukaan sebelumnya yang telah dibentuk setelah itu klik Apply dan Done (Gambar 5.52-Gambar 5.53). 82 BAB 5. CONTOH KASUS Gambar 5.52 Menggunakan Stitch pada permukaan-permukaan sudu Gambar 5.53 Solid model dari Sudu 17. Model sudu yang telah dibuat masih memiliki suatu masalah. Bentuk dari trailing edge sangat pipih (Gambar 5.54). Hal ini sulit sekali saat akan disimulasikan (menggunakan Computational Fluid Dynamics karena sulit sekali bagian ini untuk dibentuk menjadi mesh. 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE 83 Gambar 5.54 Trailing edge dari Sudu Oleh karena itu, maka perlu dilakukan suatu modifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah dengan memotong sebagian model yang arahnya dari trailing edge. Untuk melakukannya digunakan perintah Fillet. Pilih sebagai Edge yaitu garis dari trailing edge. Besar dari jari-jari fillet adalah 0.5 mm yang telah didefinisikan sebelumnya pada Parameters. Gambar 5.55 Fillet pada bagian trailing edge dari sudu 84 BAB 5. CONTOH KASUS Gambar 5.56 Solid model sudu dengan penambahan fillet Oleh karena itu, isikan pada R adalah Fillet (Gambar 5.55-Gambar 5.56). 18. Setelah solid model dari sudu telah dibuat, berikutnya adalah membuat solid model dari runner. Untuk membentuk model tersebut, diperlukan sudu-sudu yang ditempelkan pada hub. Sesuai dengan hasil perhitungan, jumlah sudu dalam satu runner pada hasil perhitungan di buku ini adalah 7. Gambar 5.57 Pilih fitur-fitur untuk diduplikasi 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE 85 Gambar 5.58 Pilih sumbu penduplikasian Untuk membuat sudu-sudu lainnya tidak perlu dilakukan langkahlangkah sebelumnya. Yang perlu dilakukan adalah menduplikasi solid model dari sudu tersebut. Perintah yang dapat digunakan adalah Pattern. Pilih tipe Circular Pattern karena arah dari penduplikasian adalah melingkar sepanjang hub. Pilih sebagai sumbu penduplikasian adalah sumbu Z Axis (Gambar 5.58). Gambar 5.59 Isi jumlah sudu yang akan diduplikasi Untuk mendapatkan jumlah sudu sesuai dengan hasil perhitungan, isikan pada bagian bawah Placement dengan Jumlah Sudu (Gambar 5.59). Hasil dari penduplikasian dapat terlihat pada Gambar 5.60. 86 BAB 5. CONTOH KASUS Gambar 5.60 Sudu-sudu dari runner 19. Sudu-sudu tersebut akan ditempelkan pada hub sehingga akan membentuk suatu runner. Gambar 5.61 Gambar sketsa persegi panjang Untuk membuat hub gambar sebuah sketsa pada bidang XZ. Buat sketsa 2-D di bidang tersebut berupa persegi panjang dengan dimensi antara garis horizontal atas dengan center point sebesar Hub Atas, garis horizontal bawah dengan center point sebesar Hub Bawah, garis vertikal kiri sebesar 0, dan garis vertikal kanan sebesar Diameter Hub 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE 87 (Gambar 5.61-Gambar 5.62). Untuk membuat hub gunakan perintah Revolve dengan menggunakan sketsa persegi panjang sebagai Profile, sumbu Z sebagai Axis, dan Type adalah New Solid (Gambar 5.63Gambar 5.65). Gambar 5.62 Pemberian batas-batas dimensi keseluruhan Gambar 5.63 Pilih sumbu dan tipe dari revolve 88 BAB 5. CONTOH KASUS Gambar 5.64 Membuat model hub Gambar 5.65 Model dari hub 20. Setelah hub dibuat, maka langkah terakhir adalah menggabungkan antara model sudu-sudu dengan model hub. Perintah yang digunakan adalah Combine. 5.3. PEMODELAN MENGGUNAKAN 3-D EQUATION CURVE 89 Gambar 5.66 Memilih type untuk combine Langkahnya adalah dengan memilih jenis dari Combine yaitu Join (Gambar 5.66). Selanjutnya memilih sebagai Base adalah hub dan Toolbody adalah sudu-sudu (Gambar 5.67). Hasil akhir adalah satu model runner turbin propeler (Gambar 5.68). Gambar 5.67 Memilih base dan toolbody untuk combine 90 BAB 5. CONTOH KASUS Gambar 5.68 Runner turbin propeler Daftar Pustaka [1] M. Nechleba, A.G. EVANS, and C. MAYER. Hydraulic Turbines. Their Design and Equipment. (Translated from the Czech Edition by Charles Mayer and A.G. Evans.). Prague, 1957. [2] C. Pfleiderer and H. Petermann. Strömungsmaschinen. Klassiker Der Technik. Springer, 2005. [3] Timo Flaspöhler. Design of the runner of a kaplan turbine for small hydroelectric power plants. Master’s thesis, TAMPERE UNIVERSITY OF APPLIED SCIENES, 2007. [4] K. Menny. Strömungsmaschinen: Hydraulische und thermische Kraftund Arbeitsmaschinen. Lehrbuch. Maschinenbau. Vieweg+Teubner Verlag, 2006. [5] Bernhard Pelikan. Guide on How to Develop a Small Hydropower Plant. ESHA, 2004. [6] Eastman N. Jacobs, Kenneth E. Ward, and Robert M. Pinkerton. The characteristics of 78 related airfoil sections from tests in the variabledensity wind tunnel. Technical report, National Advisory Committee for Aeronautics, 1935. [7] http://digitizer.sourceforge.net [8] e-book.lib.sjtu.edu.cn [9] Teodor Milos, Mircea Octavian Popoviciu, Ilare Bordeasu, Rodica Badarau, Adrian Bej, and Dorin Bordeasu. The 3d blade surface generation for kaplan turbines using analytical methods and cad techniques. Hidraulica, 2013. [10] Programa de Energı́a of ITDG. Axial Turbine Fabrication Guide. Programa de Energı́a of ITDG. [11] Indra Djodikusumo and Lukman Santoso. Pengembangan turbin kaplan vertikal berskala mikro (15 – 35 kw). Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin, 2010. 91 92 DAFTAR PUSTAKA [12] https://knowledge.autodesk.com/support/inventor-products/learnexplore/caas/CloudHelp/cloudhelp/2015/ENU/InventorHelp/files/GUID-31459A17-63AE-4E31-A418-260871BBBAB9htm.html