Uploaded by Charta

22422305 extended abstract

advertisement
Program Studi Magister Sains Kebumian
Tugas Akhir Kuliah Meteorologi Monsun
Extended Abstract
Pengaruh Mekanis dan Termal Topografi terhadap South Asian
Summer Monsoon
I Wayan Gita Giriharta
NIM: 22422305
Email: 22422305@mahasiswa.itb.ac.id
1. Pendahuluan
Faktor pendorong utama pembentukan South Asian
Summer Monsoon (SASM) adalah perbedaan
termodinamis antara Benua asia dan lautan sekitarnya,
selanjutnya dataran tinggi Tibet (TP) memiliki peran
penting dengan efek termodinamis dan dinamisnya
[4]. SASM mempengaruhi wilayah Bangladesh,
Bhutan, India, Nepal, Pakistan, dan Sri Lanka dengan
puncak monsun terjadi sekitar bulan Juni-September.
Pada awal Juni konveksi dalam (deep convection)
terbentuk di sepanjang Teluk Benggala Utara dan
mengarah ke wilayah India di sepanjang lereng selatan
Himalaya yang menandakan puncak dari South Asian
Summer Monsoon (SASM) [8]. Terdapat suhu dan
tekanan maksimum di troposfer atas yang berpusat di
wilayah ini. Saat gradien temperatur di troposfer atas
berbalik sehingga udara lebih dingin di ekuator
daripada di subtropis, angin timuran yang stabil
terbentuk di antara 10°-20° LU dan sirkulasi
penyeimbang utara-selatan yang kuat berkembang di
luar ekuator. Onset monsun berkorelasi dengan
perubahan mencolok pada wind shear, yaitu
terbentuknya angin baratan di permukaan dan angin
timuran di lapisan atas [8].
Sirkulasi meridional SASM berhubungan erat dengan
pergeseran asimetris yang cepat dari sel Hadley
dimana udara naik yang awalnya terjadi di wilayah
tropis berpindah menuju belahan bumi yang
mengalami summer dan sebagian besar udara turun di
belahan bumi yang mengalami winter dengan aliran
yang jelas melewati ekuator [7]. Sirkulasi SASM juga
menghasilkan somali jet dengan inti jet pada
ketinggian 1500 m yang terbentuk di pantai timur
afrika menuju belahan bumi utara dan berbelok ke
timur meuju pantai barat India dan menghasilkan
curah hujan 2-4 m di wilayah India, angin ini bertiup
hingga ke teluk Benggala [5].
Dataran tinggi Tibet (TP) selama ini dianggap sebagai
sumber panas di dataran tinggi yang mendorong
sirkulasi skala besar dari SASM dengan
menghangatkan udara di atas wilayahnya sehingga
memiliki suhu yang lebih tinggi dari udara yang
dihangatkan oleh dataran rendah di sekitarnya. Hal ini
didukung dengan fakta bahwa dalam simulasi model
intensitas dan perluasan monsun ke arah utara
berkurang secara signifikan ketika semua topografi
dihilangkan.
Peran
topografi
secara
jelas
menghasilkan monsun yang kuat, akan tetapi peran
dataran tinggi Tibet yang luas dan lereng Himalaya
yang sempit selama ini tidak dipisahkan. Berdasarkan
data observasi, temperatur troposfer maksimum justru
berada di selatan Himalaya daripada terletak di atas
TP, hampir bertepatan dengan temperature potensial
ekuivalen maksimum (𝜃𝑒𝑏 ) yang teletak di dataran
rendah di India utara. Hal ini mengindikasikan jika TP
bukan merupakan pusat pemanasan yang berpengaruh
terhadap SASM.
Masih banyak perdebatan apakah topografi baik TP
maunpun pegunungan disekitarnya menghasilkan
monsun yang kuat karena insulasi panas maksimum
dari udara kering dan dingin dari udara ekstratropis
atau dengan menyediakan sumber pemanasan di
dataran tinggi atau justru karena pemanasan di dataran
rendah.
2. Metode
Pada abstrak ini digunakan beberapa referensi artikel
ilmiah untuk mengidentifikasi pengaruh termal dan
mekanis topografi terhadap SASM. Hasil penelitian,
diskusi, maupun kesimpulan dari artikel ilmiah yang
dipilih digunakan sebagai referensi untuk menyusun
sintesis. Referensi pertama yaitu penelitian mengenai
identifikasi pengendali dominan dari SASM oleh
insulasi orografis dibandingkan dengan pemanasan
dataran
menggunakan
beberapa
eksperimen
modifikasi topografi dan albedo pada model atmosfer
menggunakan Community Atmospheric Model (CAM)
[1]. Referensi kedua yaitu penelitian yang
mengidentifikasi peran orografis dan fluks panas
permukaan pada SASM menggunakan model atmosfer
resolusi tinggi WRF-ARW, pada penelitian ini
dilakukan 10 eksperimen berbeda dengan mengubah
topografi dan pemanasan permukaan [3]. Selanjutnya
referensi yang ketiga yaitu penelitian tentang
sensitivitas SASM terhadap pemanasan di dataran
tinggi dan dataran rendah di Asia selatan dengan
melakukan eksperimen pengurangan pemanasan fluks
panas sensible di dataran tinggi dan dataran rendah
untuk menentukan seberapa besar pengaruhnya
Program Studi Magister Sains Kebumian
Tugas Akhir Kuliah Meteorologi Monsun
Extended Abstract
terhadap SASM [2].
3. Hasil
Peran topografi di Asia Selatan terhadap SASM
disimulasikan menggunakan Community Atmospheric
Model (CAM) dengan 3 eksperimen, yaitu dengan
topografi lengkap (Control), tanpa topografi, dan
penghapusan TP seperti pada gambar 1[1]. Hasilnya
menunjukkan bahwa Pemodelan dengan topografi
modern dapat menghasilkan distribusi suhu troposfer
atas dan entropi sub-awan (diukur dalam bentuk
temperatur potensial ekuivalen, 𝜃𝑒 ) yang sesuai
dengan dengan hasil observasi (Gambar 1a). Hal ini
menandakan model dengan topografi cukup baik
dalam
merepresentasikan
SASM,
sehingga
selanjutnya dijadikan acuan (CONTROL) untuk
eksperimen selanjutnya.
Gambar 1. Struktur termodinamis, presipitasi dan angin dari
model atmosfer. Semua panel mewakili bulan Juni-Agustus.
Simulasi model a, topografi standar, b, tanpa topografi
dataran tinggi, dan c, elevasi permukaan di utara Himalaya
diatur menjadi 0 [1].
Eksperimen tanpa topografi di wilayah SASM dapat
dilihat pada Gambar 1b, hasilnya menunjukkan
penghapusan topografi secara signifikan mengurangi
kekuatan monsun jika dibandingkan dengan
eksperimen CONTROL, hal ini ditandai dengan
menurun dan bergesernya suhu maksimum troposfer
atas ke selatan hingga 1500 km. Suhu troposfer atas
memiliki peran penting dalam sirkulasi meridional
SASM, pelemahan gradien temperatur antara troposfer
atas wilayah monsun dan lautan di tropis dapat
melemahkan sirkulasi sel Hadley. Selanjutnya
penghapusan topografi menghasilkan pelemahan
entropi sub-awan di wilayah monsun. Perubahan
termodinamis ini menghasilkan pelemahan pada angin
baratan lapisan bawah dan pelemahan dan pergeserah
presipitasi di wilayah monsun ke arah selatan, selain
itu curah hujan di sekitar pegunungan Himalaya jug
menghilang [1]. Secara umum dapat disimpulkan
bahwa topografi sangat berpengaruh terhadap
kekuatan SASM, akan tetapi masih belum diketahui
peran masing-masing dari TP yang luas dan lereng
pegunungan Himalaya.
Selanjutnya pada eksperimen ketiga, ketinggian
dataran di utara pegunungan Himalaya (dataran tinggi
Tibet) diatur menjadi 0 dengan mempertahankan
pegunungan Himalaya, untuk mengetahui peran
pegunugngan Himalaya terhadap SASM secara secara
terisolasi (Gambar 1c). Jika topografi dapat
menghasilkan monsun yang kuat dengan melindungi
udara tropis yang hangat dan lembab dari udara yang
dingin dan kering dari ekstratropis maka pegunungan
yang sempit saja seharusnya sudah cukup untuk
menghasilkan monsun yang kuat.
Hasil eksperimen tanpa TP menunjukkan distibusi
entropi sub awan (𝜃𝑒 ) sesuai dengan hasil model
CONTROL meskipun cenderung lebih rendah di
wilayah TP. Distribusi curah hujan yang dihasilkan
juga sesuai dengan hasil model control, meskipun
terdapat penurunan yang tidak signifikan di lereng
selatan Himalaya dan Asia Timur. Berdasarkan
penelitian sebelumnya entropi seharusnya naik dengan
ketinggian, tetapi efek ini tidak cukup kuat menjadikan
TP sebagai situs entropi maksimum secara global. TP
yang luas secara horizontal hanya meningkatkan
temperatur di troposfer atas dan curah hujan secara
lokal di sisi selatan dan timur TP. Pengaruhnya kecil
terhadap curah hujan, angin lapisan bawah, dan
struktur termodinamis SASM dalam skala besar. Hasil
ini konsisten dengan hipotesis bahwa secara mekanis
pegunungan di selatan dan barat TP menghasilkan
monsun yang kuat dengan cara melindungi kondisi
termal maksimum yang hangat dan lembab di India
dari pengaruh intrusi udara dingin dan kering dari
ekstratropis. Selain itu hypothesis ini juga didukung
dengan hasil observasi temperaur potensial ekuivalen
menghasilkan gradien yang bertepatan dengan rentang
pegunungan di bagian selatan dan barat dari TP [1].
Selanjutnya untuk mengidentifikasi peran pemanasan
TP tanpa menghilangkan kemampuan nya secara
mekanis sebagai insulator dan menciptakan
konvergensi untuk mempengaruhi SASM, dilakukan
eksperimen dimana albedo di area TP diatur menjadi
Program Studi Magister Sains Kebumian
Tugas Akhir Kuliah Meteorologi Monsun
Extended Abstract
satu nilai seragam (albedo=1), sehingga tidak ada
pemanasan karena fluks panas sensible dan laten yang
dihasilkan di TP. Hasilnya menunjukkan bahwa fluks
panas permukaan dari TP hanya menghasilkan efek
lokal pada presipitasi dan pengaruhnya tidak
signifikan terhadap kekuatan sirkulasi monsun [1].
monsun [2].
Peran pemanasan dari topografi di Asia Selatan masih
menjadi perdebatan. Penelitian lain menyatakan jika
Fluks panas permukaan di Lereng pegunungan
Himalaya merupakan pendorong dominan dari SASM
[6]. Fluks panas sensible dari lereng pegunungan
Himalaya menghasilkan gerakan naik yang menarik
udara di sekitarnya menuju pegunungan, konvergensi
kelembaban yang kemudian terkondensasi dan
memanaskan atmosfer di atasnya sehingga
menghasilkan curah hujan yang lebat di India Utara.
Selanjutnya penelitian lain menunjukkan bahwa fluks
panas permukaan dari lereng pegunungan Himalaya
tidak lebih penting daripada fluks panas permukaan
dari dataran rendah di selatan lereng Himalaya [2].
Penelitian ini dilakukan dengan memodifikasi fluks
panas permukaan, yaitu dengan mengurangi fluks
panas permukaan pada wilayah dataran tinggi dan
dataran rendah untuk mengetahui peran pemanasan
masing-masing dataran terhadap SASM.
Saat topografi di Asia Selatan dengan ketinggian lebih
dari 500 m dikurangi nilai fluks panas sensible
permukaannya, presipitasi di dataran tinggi berkurang
dan angin baratan lapisan rendah dari monsun
melemah, hal ini menunjukkan jika fluks panas
sensible permukaan berkontribusi terhadap intensitas
dari SASM (Gambar 2a,b) [2]. Selanjutnya hal yang
sama dilakukan pada dataran rendah di selatan
Himalaya dengan luasan yang sama, terdapat
penurunan yang lebih signifikan pada presipitasi dan
kekuatan angin baratan lapisan rendah dari monsun
(Gambar 2c,d) [2]. Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa pemanasan di permukaan di
lereang kurang penting terhadap terhadap sirkulasi
skala besar dari SASM jika dibandingkan dengan
pemanasan di dataran rendah dekat pegunungan
Himalaya di India Utara [2].
Pemanasan dominan di dataran rendah menghasilkan
distribusi suhu potensial ekuivalen (𝜃𝑒 ) dan suhu
troposfer atas yang terpusat di selatan lereng
Himalaya, hasil ini dapat dikonfirmasi oleh hasil
observasi. Mengurangi fluks panas di dataran tinggi
(Himalaya dan pegunungan sekitar) tidak berpengaruh
signifikan terhadap amplitude dan gradien meridional
suhu troposfer atas dengan wilayah ekuator sehingga
tidak berpengaruh terhadap kekuatan dan sirkulasi
Gambar 2. Respon monsun terhadap pengurangan fluks
panas sensible permukaan. Perbedaan antara model kontrol
dan model dengan fluks panas sensible permukaan yang
dikurangi di dataran tinggi di (a), laju presipitasi Mei-Sept
(diarsir, mm/hari) dan angin horizontal pada level sigma
0,867 (panah) dan (b), Fluks panas sensible permukaan MeiSept (diarsir, 𝑊 𝑚 −2) dengan kontur magenta yang
mengelilingi wilayah di mana fluks panas tersebut diatur
menjadi nol. (c, d) Menunjukkan hal yang sama tetapi untuk
model dengan fluks panas sensible permukaan diatur
menjadi nol di wilayah dataran rendah di India utara. [2]
Selanjutnya penelitian lain menggunakan model
resolusi tinggi dilakukan untuk mengidentifikasi efek
mekanis topografi terhadap SASM [3]. Eksperimen
menggunakan model WRF-ARW dilakukan dengan
memodifikasi elevasi pegunungan Himalaya dengan
TP yang sudah dihilangkan untuk mengetahui peran
topografi pegunungan Himalaya dan sekitarnya
Program Studi Magister Sains Kebumian
Tugas Akhir Kuliah Meteorologi Monsun
Extended Abstract
terhadap SASM Konfigurasi eksperimen dapat dilihat
pada Table I.
Tabel I. Rancangan Eksperimen [3]
Eksperimen
Variasi Input
Catatan
CONTROL
-
HIM90
TP dihapuskan, 90%
Himalaya dipertahankan
TP dihapuskan, 66%
Himalaya dipertahankan
TP dihapuskan, 33%
Himalaya dipertahankan
Elevasi diatur menjadi 0
di utara 20° LU, 60°-120°
BT
Gambar.1a
HIM66
HIM33
FLAT
Gambar.1b
Gambar.1c
Gambar.1d
Pada eksperimen FLAT, sirkulasi monsun melemah
sacara drastis dengan penurunan indeks kekuatan
monsun mYI hingga 23 m/s, curah hujan di India Utara
turun hingga 70% dan somali jet melemah hingga 4m/s
(dibandingkan dengan CONTROL). Temperatur
troposfer atas menurun dan bergeser ke arah ekuator
dan temperatur potensial ekuivalen maksimum turun
sekitar 2,5 K dan bergeser ke selatan. Hasil eksperimen
ini dapat mengkonfirmasi kesimpulan mengenai
keberadaan TP yang tidak signifikan pengaruhnya
terhadap kekuatan monsun dan monsun melemah saat
elevasi Himalaya dikurangi. Penurunan kekuatan
monsun diperkirakan linear dengan penurunan elevasi
maksimum dari topografi yang menginsulasi monsun
secara mekanis [3].
Berdasarkan penelitian sebelumnya 𝜃𝑒 maksimum
sangat berkaitan dengan kekuatan monsun. Hasil
eskperimen menunjukkan anomali 𝜃𝑒 pada eksperimen
HIM90, HIM66, HIM33, dan FLAT dapat dianggap
sebagai hasil pencampuran antara udara 𝜃𝑒 yang lebih
tinggi di selatan Himalaya dan udara kering dan dingin
yang berasal dari utara topografi. Dalam eksperimen
dengan topografi Himalaya yang diubah, udara kering
dari utara menembus hingga ke wilayah India. Saat
ketinggian maksimum pegunungan Himalaya
dikurangi, 𝜃𝑒 di atas TP dan India utara menurun
secara bertahap dan wilayah dengan 𝜃𝑒 tertinggi
bergeser ke selatan. Penurunan dan pergeseran paling
signifikan terjadi pada eksperimen FLAT selanjutnya
diikuti oleh HIM33. Semakin rendah topografi maka
pencampuran semakin intensif.
4. Kesimpulan
Secara mekanis pegunungan Himalaya di Selatan dan
Barat dari TP berperan penting dalam pembentukan
dan mempertahankan SASM dengan melindungi udara
hangat dan lembab di wilayah monsun dari Intrusi
udara yang kering dan dingin dari wilayah
Ekstratropis. Secara termal peran topografi hanya
berpengaruh terhadap curah hujan lokal di sekitar
Himalaya dan TP, yaitu cabang utara dari SASM.
Sementara sirkulasi skala besar dan kekuatan monsun
sebagian besar didorong oleh pemanasan di dataran
rendah India Utara di selatan Himalaya, hal ini
ditandai dengan terpusatnya suhu troposfer atas dan
suhu potensial ekuivalen maksimum di wilayah ini.
Referensi
Pustaka Utama
[1] Boos, Z. Kuang, (2010) : Dominant control of the South
Asian monsoon by orographic insulation versus plateau
heating. Nature, 463, 218–223.
[2] Boos, Z. Kuang. (2013) : Sensitivity of the South Asian
monsoon to elevated and non-elevated heating. Sci. Rep.,
3, 1192.
[3] Ma, D. Boos, W. Kuang. (2014): Effects of orography
and surface heat fluxes on the South Asian summer
monsoon. Journal of Climate, 27(17), 6647-6659.
Pustaka Tambahan
[4] A. M. Duan, G. X. Wu. (2005) : Role of the Tibetan
Plateau thermal forcing in the summer climate patterns
over subtropical Asia. Climate dynamics, 24, 793-807.
[5] J. Findlater. (1969) : A major low-level air current near
the Indian Ocean during northern summer. Q. J. R.
Meteorol. Soc, 95,362–80.
[6] G. Wu, Y. Liu, B. He, Q. Bao, A. Duan, F. Jin, (2012):
Thermal controls on the Asian summer monsoon. Sci.
Rep., 2, 404.
[7] P. J. Webster (1998) : Monsoons: Processes,
Predictability and the prospects for prediction. J.
Geophys. Res. 103, 14451–14510.
[8] P. Molnar, W. R. Boos, D. S. Battisti. (2010). Orographic
controls on climate and paleoclimate of Asia: Thermal
and mechanical roles for the Tibetan Plateau. Annual
Review of Earth and Planetary Sciences, 38, 77-102
Download