KAJIAN DIAGNOSTIK NEAR CLOUD TURBULENCE BERDASARKAN PARAMETERISASI CONVECTIVE GRAVITY WAVE DRAG DI INDONESIA PROPOSAL PENELITIAN TESIS Oleh BAYU RETNA TRI ANDARI NIM: 22419003 (Program Studi Magister Sains Kebumian) INSTIT T TEKNOLOGI BAND NG J 2020 KAJIAN DIAGNOSTIK NEAR CLOUD TURBULENCE BERDASARKAN PARAMETERISASI CONVECTIVE GRAVITY WAVE DRAG DI INDONESIA HALAMAN PENGESAHAN Oleh BAYU RETNA TRI ANDARI NIM: 22419003 (Program Studi Magister Sains Kebumian) Institut Teknologi Bandung Menyetujui Pembimbing Tanggal ……………………….. ____________________________ (Dr. Nurjanna Joko Trilaksono) i DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv DAFTAR TABEL ................................................................................................... v BAB I Pendahuluan ............................................................................................. 1 I.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 I.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 2 I.3 Tujuan ............................................................................................ 3 I.4 Hipotesis ........................................................................................ 3 I.5 Batasan Masalah ............................................................................ 3 BAB II Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 5 II.1 Penyebab Turbulensi Konvektif .................................................... 5 II.2 Terjadinya Turbulensi akibat Gravity Wave Drag (GWD) ........... 5 II.3 Simulasi Parameterisasi Convective Gravity Wave Drag (CGWD) ........................................................................................ 6 BAB III Data dan Metode ...................................................................................... 8 III.1 Data ................................................................................................ 8 III.1.1 Data Sounding ............................................................... 8 III.1.2 Data Citra Satelit Himawari-8 ....................................... 8 III.1.3 Data NCEP-FNL ........................................................... 8 III.1.4 Data WRF WCPL ITB .................................................. 9 III.2 Metode ........................................................................................... 9 III.2.1 Simulasi Model WRF.................................................... 9 III.2.2 Verifikasi hasil keluaran WRF .................................... 11 III.2.3 Simulasi diagnostik NCT dengan menggunakan parameterisasi CGWD ................................................ 12 III.2.3.1 Parameterisasi Convective Gravity Waves Drag (CGWD) ............................................ 12 III.2.3.2 Pengembangan dari Diagnostik NCT ......... 13 III.2.4 Perbandingan Prediksi Turbulensi dengan menggunakan Parameterisasi CGWD, Nilai Richardson dan Indeks Turbulensi .............................. 13 BAB IV Hasil yang Diharapkan ........................................................................... 15 IV.1 Hasil Simulasi Kejadian Near Cloud Turbulence dengan Menggunakan Parameterisasi CGWD ......................................... 15 IV.2 Perbandingan Prediksi NCT dengan Menggunakan Parameterisasi CGWD, Nilai Richardson dan Indeks Turbulensi ..................................................................................................... 16 IV.3 Peta Prediksi Turbulensi dengan Parameterisasi CGWD di Wilayah Indonesia Tahun 2017 ................................................... 16 ii BAB V Jadwal Penelitian .................................................................................... 17 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18 iii DAFTAR GAMBAR GambarI.1 Wilayah kajian penelitian dengan a) lokasi kejadian turbulensi pesawat Etihad Airways (silang merah) dengan stasiun meteorologi Pangkal Pinang(titik merah) dan b) wilayah Indonesia. ....................................................................................... 4 Gambar III.1 Domain WRF yang digunakan. .................................................... 10 Gambar IV.1 Penampang melintang barat-timur untuk empat diagnostik NCT berbasis a)CGWD dan b) Rim dengan lokasi peristiwa NCT sedang (lingkaran hitam) dan parah (lingkaran merah) dan total cloud condensate. (Sumber: Kim dkk., 2019) .............................. 15 Gambar IV.2 Penampang melintang TKE dengan total cloud condensate (kontur biru) dan potensial temperatur (kontur hitam) pada Domain 6 dengan lingkaran hitam merupakan kejadian turbulensi kuat. (Sumber: Kim dkk., 2019).................................. 16 iv DAFTAR TABEL Tabel III.1 Konfigurasi namelist.input ............................................................. 11 Tabel V.1 Rancangan Jadwal Pengerjaan Tesis .............................................. 17 v BAB I I.1 Pendahuluan Latar Belakang Turbulensi menjadi salah satu penyebab kecelakaan tertinggi dalam operasi penerbangan (Eick, 2013). National Transportation Safety Board (NTSB) dan Federal Aviation Administration (FAA) melaporkan bahwa turbulensi menyumbang sekitar 70% dari semua kecelakaan dan insiden yang dilaporkan terkait cuaca untuk pesawat komersial, selain itu 7000 orang per hari juga cedera akibat terjadinya turbulensi (Sharman dan Lane, 2016). Menurut laporan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dari tahun 1997 hingga 2018 terdapat tujuh kejadian turbulensi yang dilaporkan dengan dua mengalami cedera fatal, 22 mengalami cedera serius dan 78 mengalami cedera minor. Turbulensi juga menjadi faktor peningkatan biaya perjalanan karena secara tidak langsung mempunyai potensi yang menyebabkan kerugian maskapai (Sharman dkk., 2006). Sumber yang menyebabkan turbulensi diantaranya adalah jetstream, topografi yang kompleks, front, mountain wave dan wind shear (Kim dkk., 2011; Lane dkk., 2012). Namun, sebagian besar turbulensi terjadi karena adanya aktivitas konvektif. Turbulensi konvektif terjadi karena adanya updraft dan downdraft yang kuat disekitar awan konvektif. Turbulensi konvektif berasosiasi dengan awan konvektif yang disebut dengan convectively induced turbulence (CIT) (Sharman dan Lane, 2016). CIT diluar awan juga disebut sebagai Near Cloud Turbulence (NCT) yang dapat disebabkan oleh convective instability dan shear instability karena adanya deformasi aliran yang dipicu secara konvektif dan pecahnya convective gravity wave (CGW) di daerah luar batasan awan (Kim dan Chun, 2012; Sharman dan Lane, 2016). Peningkatan operasi penerbangan di Indonesia sudah seharusnya didukung dengan peningkatan keselamatan penerbangan. Perkiraan akurat mengenai turbulensi pada operasi penerbangan penting untuk diperhatikan karena Indonesia memiliki aktivitas konvektif yang aktif. Selain itu, kasus turbulensi pada pesawat Etihad Airways A6-EYN tanggal 4 Mei 2016 mengalami near cloud turbulence (NCT). 1 Prediksi turbulensi yang telah dilakukan di Indonesia yaitu dengan menggunakan nilai Richardson dan indeks turbulensi. Nilai Richardson dan indeks turbulesi menunjukkan kejadian turbulensi karena adanya pengaruh dari vertical wind shear. Simulasi diagnostik NCT dengan menggunakan parameterisasi CGWD untuk memperkirakan turbulensi di Indonesia seharusnya dapat menunjukkan nilai yang lebih baik karena parameterisasi CGWD mempertimbangkan aktivitas awan konvektif. Sehingga dapat meningkatan prakiraan wilayah kejadian turbulensi yang dapat meminimalisir kerugian dan kecelakaan operasi penerbangan akibat turbulensi. Sejumlah penelitian NCT sebelumnya telah menunjukkan bahwa CGW yang menyebar secara vertikal dan horizontal baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi generasi turbulensi (Kim dan Chun, 2012). Kim dan Chun (2012) menunjukkan bahwa CGW yang pecah di dekat wilayah turbulensi berhubungan dengan generasi turbulensi. CGW dapat secara langsung menghasilkan NCT namun secara tidak langsung CGW juga menyediakan lingkungan yang berpotensi untuk pembangkitan NCT. Penelitian yang dilakukan oleh Kim dkk. (2019) yang melakukan diagnosis NCT pada dua kasus turbulensi di Amerika Serikan dan Jepang menunjukan bahwa distribusi global convectively induced gravity wave drag (CGWD) yang dihitung menggunakan data reanalisis global menunjukkan adanya potensi tinggi turbulensi kuat di daerah tropis dan lintang menengah, yang secara tidak langsung menyatakan bahwa diagnostik NCT berguna untuk memperkirakan turbulensi yang berkaitan dengan pemecahan CGW. I.2 Rumusan Masalah Dalam dunia penerbangan cuaca menjadi salah satu aspek yang memiliki pengaruh kecelakaan tertinggi. Penggunaan metode deteksi turbulensi untuk meminimalisir kerusakan pada pesawat selama ini masih menunjukkan nilai yang kurang representatif. Prakiraan mengenai turbulensi yang telah dilakukan di Indonesia yaitu dengan menggunakan nilai Richardson dan indeks turbulensi. Nilai 2 Richardson dan indeks turbulensi menunjukkan kejadian turbulensi karena adanya pengaruh dari vertical windshear. Sementara itu, di Indonesia aktivitas awan konvektif cukup tinggi dan hal tersebut belum di pertimbangkan dalam nilai Richardson dan indeks turbulensi sehingga deteksi turbulensi dengan menggunakan diagnostik NCT yang menggunakan parameterisasi CGWD di Indonesia seharusnya dapat menunjukkan nilai yang lebih baik karena mempertimbangkan aktivitas awan konvektif. I.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini yaitu 1. Mengimplementasikan diagnostic NCT berdasarkan parameterisasi CGWD pada kasus turbulensi Etihad Airways A6-EYN 2. Membuktikan diagnostic NCT dengan parameterisasi CGWD memiliki nilai yang lebih baik daripada nilai Richardson dan indeks turbulensi pada kasus turbulensi Etihad Airways A6-EYN. 3. Memetakan near cloud turbulence dengan skema parameterisasi CGWD di Indonesia pada tahun 2017. I.4 Hipotesis Deteksi turbulensi dengan menggunakan diagnostic NCT berdasarkan skema parameterisasi CGWD di Indonesia memiliki nilai yang lebih baik di Indonesia karena parameterisasi CGWD berkaitan dengan adanya aktivitas konvektif. I.5 Batasan Masalah Wilayah kajian dalam penelitian ini dibatasi pada 01° LS-04° LS dan 103° BT-107° BT dengan turbulensi pesawat Etihad Airways terjadi pada 2.375° LS dan 105.812° BT. Pesawat Etihad Airways mengalami turbulensi pada tanggal 4 Mei 2016 dan waktu kejadian turbulensi pada 06.40 UTC pada ketinggian 39000 kaki. Selain itu, pada penelitian ini juga dibatasi pada 15ºLU-15ºLS dan 90ºBT-150ºBT selama tahun 2017. 3 a) b) Gambar I.1 Wilayah kajian penelitian dengan a) lokasi kejadian turbulensi pesawat Etihad Airways (silang merah) dengan stasiun meteorologi Pangkal Pinang(titik merah) dan b) wilayah Indonesia. 4 BAB II II.1 Tinjauan Pustaka Penyebab Turbulensi Konvektif Turbulensi konvektif terjadi karena adanya updraft dan downdraft yang kuat disekitar awan konvektif. Turbulensi konvektif berasosiasi dengan awan konvektif (baik didalam atau didekat awan) disebut dengan convectively induced turbulence (CIT) (Sharman dan Lane, 2016). Near Cloud Turbulence merupakan kejadian turbulensi yang terjadi di luar awan. Hal ini digunakan untuk membedakan turbulensi yang terjadi di dalam awan dan di luar awan. Pada seluruh kejadian, karena sumber turbulensi berhubungan langsung dengan struktur awan konvektif maka waktu hidup CIT relatif singkat, kecuali pada kasus turbulensi dari sistem konvektif skala meso yang dapat berlangsung lebih lama. NCT lebih berbahaya daripada CIT Karena NCT bersifat tidak dapat diprediksi dan tidak terdeteksi dengan standard onboard atau ground-based radar (Lane dkk., 2012). Turbulensi konvektif dipengaruhi oleh pengaruh geografi dan kondisi meteorologi. Penelitian yang dilakukan oleh Kaplan dkk. (2005) menunjukkan bahwa dari 44 studi kasus mengenai turbulensi, 86% kejadian turbulensi merupakan turbulensi konvektif. Sedangkan, Chun dkk., (2017) menyimpulkan bahwa penyebab dari 11% turbulensi sedang berasal dari aktivitas konvektif. Lane dkk, (2012) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa fenomena NCT merupakan fenomena yang kompleks yang sangat bergantung pada karakteristik awan, struktur lingkungan sekitar awan, gangguan lingkungan akibat sirkulasi awan dan gravity waves. NCT dapat terjadi secara lateral di samping awan maupun vertikal di atas awan. II.2 Terjadinya Turbulensi akibat Gravity Wave Drag (GWD) Gelombang gravitasi atmosfer merupakan gelombang yang dihasilkan oleh sumber atmosfer yang lebih rendah, misalnya, mengalir di atas ketidakteraturan di permukaan bumi seperti gunung dan lembah dan distribusi sumber panas diabatik yang tidak merata terkait dengan sistem konvektif. Gravity wave drag merupakan percepatan zonal yang umumnya dihasilkan oleh gelombang gravitasi yang 5 merambat ke atas pada tingkat di mana gelombang itu pecah. Gravity wave drag berperan penting dalam menjelaskan aliran rata-rata zona dan struktur termal pada tingkat atmosfer yang lebih tinggi, khususnya di mesosfer. Gravity wave drag juga dapat mempengaruhi evolusi sistem cuaca jangka pendek dan iklim jangka panjang. Namun, skala spasial dari gelombang ini (dalam kisaran ~ 5 500 km secara horizontal) terlalu pendek untuk ditangkap sepenuhnya dalam model, sehingga GWD harus diparameterisasi (Y. J. Kim dkk., 2003)). Gravity wave drag dapat disebabkan karena adanya orografi dan aktivitas konvektif. Orographic gravity wave drag (OGWD) terjadi karena pecahnya gravity waves yang di hasilkan karena menabrak pegunungan pada kondisi atmosfer yang stabil (Robert Sharman dan Lane, 2016). Gravity waves pada kondisi stabil dapat merambat secara vertikal dan pecah pada saat atmosfer stabil diatas gunung disertai dengan kondisi angin dilapisan atas yang lemah, sehingga dapat menyebabkan adanya turbulensi. Sedangkan convective gravity wave drag (CGWD) terjadi karena pecahnya gravity waves akibat adanya aktivitas konvektif yang merambat secara vertikal sehingga dapat mengakibatkan turbulensi. CGWD mungkin dominan di wilayah tropis di mana pada wilayah tropis aktivitas konvektif lebih mendominasi. CGWD bernilai positif (percepatan ke arah barat) berada di wilayah timur ITCZ oleh awan cumulus sedangkan CGWD negatif (percepatan ke arah timur) berada di wilayah barat lintang tengah belahan bumi utara (Chun dkk., 2001). II.3 Simulasi Parameterisasi Convective Gravity Wave Drag (CGWD) Penelitian yang dilakukan oleh Chun dkk. (2001) mengenai skema parameterisasi CGWD yang diimplementasikan dalam model sirkulasi umum atmosfer (GCM) Universitas Yonsei dan efek CGWD pada aliran rata-rata zona dan gelombang planeter dengan simulasi Juli secara berkesinambungan menunjukkan bahwa gravity wave stress terpusat pada daerah ITCZ (10°S-30°N) dengan nilai maksimum 0.14 N/m. Pecahnya gelombang gravitasi akibat adanya konveksi terjadi pada troposfer bagian atas dan bawah. Hal ini berbeda dengan pecahnya gelombang gravitasi akibat adanya pegunungan yang terjadi hanya di troposfer bagian bawah. 6 Penelitian yag dilakukan oleh Kim dkk. (2019) dengan menggunakan dua kasus turbulensi di Jepang dan Amerika serikat menunjukkan bahwa hasil diagnostic NCT skema CGWD cukup sesuai dengan hasil observasi. Selain itu, distribusi global CGWD yang dihitung menggunakan data reanalisis global dapat meunjukkan potensi turbulensi yang tinggi di daerah tropis dan lintang menengah yang menyiratkan bahwa diagnostik NCT yang diusulkan berguna untuk deteksi turbulensi, khususnya di wilayah tropis. 7 BAB III III.1 Data dan Metode Data Penelitian ini menggunakan data sounding pada stasiun meteorologi Pangkal Pinang, data citra satelit Himawari-8, dan data NCEP-FNL dari tanggal 03 Mei 2016 sampai 04 Mei 2016 selain itu juga menggunakan data output WRF dari WCPL untuk membandingkan metode deteksi turbulensi. Berikut adalah penjelasan mengenai data-data yang digunakan. III.1.1 Data Sounding Data sounding akan digunakan untuk verifikasi hasil keluaran model WRF dengan parameter arah angin, kecepatan angin dan suhu secara kuantitatif yaitu dengan regresi linier dan korelasi. Data sounding yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data sounding stasiun meteorologi Pangkal Pinang (2.16LS, 106.13 BT). Stasiun Pangkal Pinang dipilih karena memiliki lokasi terdekat dengan lokasi kejadian turbulensi yang terjadi pada pesawat Etihad Airways. Waktu yang digunakan yaitu pada tanggal 4 Mei 2016 jam 00.00 UTC dan 12.00 UTC yang dapat diunduh dari situs http://weather.uwyo.edu/upperair/sounding.html. III.1.2 Data Citra Satelit Himawari-8 Himawari 8 merupakan satelit geostasioner yang dimiliki oleh badan meteorologi Jepang sebagai pengganti dari satelit MTSAT. Data citra satelit Himawari-8 yang digunakan adalah kanal infrared (IR1) untuk identifikasi awan konvektif dengan menggunakan inti konvektif. Data citra satelit Himawari-8 digunakan untuk memverifikasi hasil keluaran model dan untuk mengidentifikasi awan konvektif yang dapat menjadi penyebab kejadian turbulensi. Data himawari 8 memiliki resolusi temporal selama 10 menit dengan resolusi spasial dua km. Data citra satelit Himawari-8 yang digunakan yaitu pada tanggal 04 Mei 2016 jam 06.10 UTC sampai jam 07.00 UTC. Data himawari 8 diunduh dari ftp.ptree.jaxa.jp. III.1.3 Data NCEP-FNL Data NCEP Final (FNL) merupakan suatu data analisis yang memiliki resolusi grid 0.25o x0.25o dan tersedia setiap 6 jam. Data NCEP FNL memuat berbagai informasi 8 kondisi atmosfer seperti suhu, parameter angin, tekanan, albedo, tutupan tanah, vortisitas, tutupan es, evaporasi dan ketinggian lapisan batas. Informasi ini tersedia pada level permukaan, pada 26 level dari ketinggian 1000 mb hingga 10mb, dalam lapisan batas permukaan dan lapisan lainnya. Data FNL dapat diunduh dari http://rda.ucar.edu/datasets/ds083.3/. Penelitian ini menggunakan data FNL yang berjumlah delapan buah dengan rentang waktu tanggal 3 Mei 2016 jam 00:00 UTC hingga 4 Mei 2016 jam 18:00 UTC. Data NCEP FNL digunakan sebagai data input model WRF yang dijadikan sebagai data inisial dan batas. Selain itu, data ini juga digunakan untuk proses downscaling agar mendapatkan resolusi spasial dan temporal yang lebih tinggi. III.1.4 Data WRF WCPL ITB Weather and Climate Prediction Laboratory (WCPL) merupakan sistem informasi monitoring dan prediksi cuaca (eksperimental) di wilayah Indonesia dengan menggunakan model MM5 dan WRF. Data WRF dari WCPL ITB digunakan untuk menghitung prediksi turbulensi pada jangka panjang selama satu tahun di wilayah Indonesia yaitu 15ºLU-15ºLS dan 90ºBT-150ºBT, yang ditampilkan dalam bentuk peta dengan resolusi spasial 27 km. Data WRF yang digunakan yaitu pada tahun 2017. III.2 Metode III.2.1 Simulasi Model WRF Penelitian ini mengunakan model numerik Weather Research and Forecasting (WRF) versi 3.9.1 dengan dynamical core Advance Research WRF (ARW) dan juga WRF-python untuk mengetahui kondisi atmosfer dan juga karakteristik turbulensi. Data yang digunakan sebagai input model WRF adalah NCEP FNL pada rentang waktu tanggal 3 Mei 2016 jam 00:00 UTC hingga 4 Mei 2016 jam 18:00 UTC. Selanjutnya, akan dilakukan downscaling hingga resolusi spasialnya mencapai 3 km. Pada Gambar 3.1 ditunjukkan konfigurasi domain yang digunakan. Domain satu memiliki resolusi spasial sembilan km dengan resolusi temporal satu 9 jam, dan domain dua memiliki resolusi spasial tiga km dengan resolusi temporal sepuluh menit. Gambar III.1 Domain WRF yang digunakan. Penelitian ini menggunakan skema parameterisasi yang mengacu pada penelitian Lee dan Chun (2018) sedangkan untuk skema parameterisasi cumulus dan mikrofisis disesuaikan terhadap parameterisasi yang sesuai untuk daerah tropis. Pada parameterisasi cumulus, menggunakan skema Kain-Fritsch pada domain satu karena parameterisasi ini mempunyai nilai energi potensial konvektif yang besar sehingga cukup baik diterapkan untuk wilayah tropis sedangkan pada domain dua tidak digunakan parameterisasi cumulus karena pada parameterisasi cumulus tidak dapat digunakan pada model dengan ukurn grid dibawah 4 km yang dapat mengakibatkan kejadian hujan dan perawanan yang tidak realistis menurut Krueger (2004) (dalam Nugraha (2017)). Pada parameterisasi mikrofisis digunakan skema WSM6 yang dapat mempresentasikan kondisi mikrofisis untuk awan konvektif di Indonesia. Konfigurasi yang digunakan dalam namelist.input terdapat pada Tabel III.1, yaitu: 10 Tabel III.1 Konfigurasi namelist.input. Domain penelitian Konfigurasi namelist.input Domain 1 Domain 2 Resolusi grid sumbu X 9 km 3 km Resolusi grid sumbu Y 9 km 3 km Skema Mikrosfisis WRF Single-Moment 6-class Scheme Skema Radiasi Gelombang Panjang RRTM Longwave Scheme Skema Radiasi Gelombang Pendek Dudhia Shortwave Scheme Skema Planetary Boundary Layer Mellor-Yamada-Janjic Scheme (MYJ) Skema Cumulus Kain-Fritsch - III.2.2 Verifikasi hasil keluaran WRF Verifikasi hasil keluaran model WRF akan dilakukan agar mengetahui tingkat keakuratan data yang dihasilkan oleh model WRF. Dalam penelitian ini dilakukan verifikasi dengan dua tahap yaitu pertama verifikasi kuantitatif dari parameter meteorologi yaitu arah angin, kecepatan angin dan suhu dengan menggunakan nilai korelasi dan regresi linier sedangkan verifikasi kualitatif dengan menggunakan kecocokan pola dari cloudfraction dari hasil keluaran model WRF dan inti konvektif citra satelit Himawari 8. Dalam verifikasi kuantitatif parameter arah angin, kecepatan angin dan suhu menggunakan data hasil keluaran WRF dan data sounding pada stasiun Pangkal Pinang. Stasiun Pangkal Pinang dipilih karena stasiun tersebut memiliki lokasi terdekat wilayah kejadian turbulensi. Waktu yang dipilih dalam proses verifikasi yaitu pada jam 00.00 UTC dan 12.00 UTC tanggal 4 Mei 2016. Dalam verifikasi kualitatif menggunakan kecocokan pola dari cloudfraction dan inti konvektif dari citra satelit Himawari8. Inti konvektif dengan menggunakan pengurangan dari nilai TBB Himawari-8 kanal IR1 yang dikurangi dengan ambang batas awan konvektif menurut Yang dkk. (2015) yaitu sebesar 221 K. Verifikasi kecocokan distribusi awan digunakan untuk mengetahui tingkat keakuratan model WRF dalam mensimulasikan awan konvektif yang dapat menyebabkan turbulensi. 11 III.2.3 Simulasi diagnostik NCT dengan menggunakan parameterisasi CGWD Dalam penelitian ini, diagnostik NCT berdasarkan parameterisasi CGWD yang dilakukan oleh Chun dan Baik (1998). III.2.3.1 Parameterisasi Convective Gravity Waves Drag (CGWD) Chun dan Baik (1998) menghasilkan ekspresi analitik dari fluks momentum gelombang gravitasi pada puncak awan berdasarkan respons linear dua dimensi, steady state, panas laten akibat konveksi lembab dan frekuensi apung. Parameterisasi convective gravity waves drag (CGWD) hanya digunakan pada titiktitik model grid dengan adanya awan konvektif dan dihitung pada puncak awan. CGWD dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (III.1) 1 π πΆπΊππ· (III.1) π dengan π = wave stress diatas puncak awan yang sejajar dengan vektor wave stress pada setiap level π = densitas udara Selain itu, level pemecahan gelombang dapat diidentifikasi berdasarkan nilai minimum Richardson number (π π π ) termasuk efek CGW yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (III.2) π π π π 1 π 1− |π2 | π π 1/2 |π2 |2 (III.2) dengan µ= faktor nonlinear dari panas yang menginduksi gelombang gravitasi maka akan dilakukan beberapa percobaan yang sesuai dengan wilayah tropis. π2 = konstanta yang berkaitan dengan angin kondisi dasar dan stabilitas serta ketinggian bawah dan atas dari gaya diabatic 12 Saat nilai π π 0.25 maka dapat diasumsikan tidak terdapat gelombang yang π pecah, namun saat nilai π π 0.25 dapat diasumsikan terdapat gelombang yang π pecah yang dapat memicu terjadinya turbulensi. III.2.3.2 Pengembangan dari Diagnostik NCT Diagnostik NCT dapat dihitung dengan menggunakan CGWD dan π π π . Diagnostik NCT tersebut yaitu koefisien difusi (K), TKE skala subgrid dan EDR. TKE dan EDR untuk CGWD dan Rimin dapat dihitung dengan persamaan (III.3) dan (III.4) ππΎπΈ πΆπΊππ·,π π πΆ −1 πΎ πΆπΊ π·, (III.3) 1/ /2 πΆ ππΎπΈ πΆπΊ π·, πΈπ·π πΆπΊππ·,π π (III.4) dengan Cd = Koefisien Deardoff C = Koefisien Moeng K = Koefisien difusi L = Jarak grid vertikal Oleh karena itu, diagnostik NCT (CGWD, Rimin, CGWD, TKECGWD, TKERim, EDRCGWD, dan EDRRim) dapat diturunkan dalam penelitian ini. III.2.4 Perbandingan Prediksi Turbulensi dengan menggunakan Parameterisasi CGWD, Nilai Richardson dan Indeks Turbulensi Perbandingan prediksi turbulensi dengan menggunakan parameterisasi CGWD akan dibandingkan dengan nilai Richardson dengan menggunakan persamaan (III.6) sebagai berikut π π 2 2 (III.6) 2 dengan N = Brunt-Vaisala V = kecepatan angin vertikal 13 z = ketinggian g = kecepatan gravitasi = suhu potensial. Selain itu, parameterisasi CGWD juga akan dibandingkan dengan menggunakan indeks turbulensi. Indeks turbulensi 1 dan 2 mengacu pada penelitian Ellrod dan Knapp (1992) yang dapat disederhanakan sebagai berikut: TI1 DEF β VWS (III.7) TI2 VWS DEF β CVG (III.8) dengan DEF = Deformasi total VWS = vertical wind shear CVG = isotherm suhu potensial dan konvergensi 14 BAB IV IV.1 Hasil Simulasi Hasil yang Diharapkan Kejadian Near Cloud Turbulence dengan Menggunakan Parameterisasi CGWD Penelitian yang dilakukan oleh Kim dkk., (2019) seperti pada Gambar IV.1 menunjukkan penampang vertikal barat-timur empat diagnostik yang NCT berbasis CGWD. Selain itu untuk penguat analisis juga diperlukan penampang melintang antara TKE dengan total cloud condensate (kontur biru) dan potensial temperatur (kontur hitam), saat terjadi turbulensi maka pada lokasi kejadian memiliki nilai TKE yang kuat dengan adanya overturning pada potensial temperatur sehingga dapat memperkuat analisis untuk menunjukkan near cloud turbulence sepertiyang ditunjukkan pada Gambar IV.2. a) b) Gambar IV.1Penampang melintang barat-timur untuk empat diagnostik NCT berbasis a)CGWD dan b) Rim dengan lokasi peristiwa NCT sedang (lingkaran hitam) dan parah (lingkaran merah) dan total cloud condensate. (Sumber: Kim dkk., 2019) 15 Gambar IV.2 Penampang melintang TKE dengan total cloud condensate (kontur biru) dan potensial temperatur (kontur hitam) pada Domain 6 dengan lingkaran hitam merupakan kejadian turbulensi kuat. (Sumber: Kim dkk., 2019) IV.2 Perbandingan Prediksi NCT dengan Menggunakan Parameterisasi CGWD, Nilai Richardson dan Indeks Turbulensi Perbandingan prediksi NCT dengan parameterisasi CGWD, Nilai Richardson dan Indeks Turbulensi digunakan untuk mengetahui apakah diagnostik NCT dengan menggunakan parameterisasi memiliki hasil yang lebih bagus. Sehingga, Parameterisasi CGWD akan dibandingkan dengan nilai Richardshon dan indeks turbulensi 1 dan 2 pada single case yaitu kasus turbulensi pada pesawat Etihad Airways A6EYN yang mengalami turbulensi pada tanggal 4 Mei 2016. IV.3 Peta Prediksi Turbulensi dengan Parameterisasi CGWD di Wilayah Indonesia Tahun 2017 Parameterisasi CGWD selain dibandingkan dengan single case juga akan diterapkan selama tahun 2017 sehingga akan didapat peta turbulensi di Indonesia berdasarkan parameterisasi CGWD. 16 BAB V Jadwal Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan sesuai jadwal yang dimuat pada Tabel V.1 Tabel V.1 Rancangan Jadwal Pengerjaan Tesis 17 DAFTAR PUSTAKA Chun, H. Y., Kim, J. H., Lee, D. B., Kim, S. H., Strahan, M., Pettegrew, B., Gill, P., Williams, P. D., Schumann, U., Tenenbaum, J., Lee, Y. G., Choi, H. W., Song, I. S., Park, Y. J., dan Sharman, R. D. (2017): Research collaborations for better predictions of aviation weather hazards, Bulletin of the American Meteorological Society, 98(5), ES103 ES107. https://doi.org/10.1175/BAMS-D-17-0010.1 Chun, H. Y., Song, M.-D., Kim, J.-W., dan Baik, J.-J. (2001): Effects of Gravity Wave Drag Induced by Cumulus Convection on the Atmospheric General Circulation, Journal Of Atmospheric Sciences, 302 319. Eick, D. (2013): Turbulence Related Accidents & Incidents, National Transportation Safety Board. Kaplan, M. L., Huffman, A. W., Lux, K. M., Charney, J. J., Riordan, A. J., dan Lin, Y. L. (2005): Characterizing the severe turbulence environments associated with commercial aviation accidents. Part 1: A 44-case study synoptic observational analyses, Meteorology and Atmospheric Physics, 88(3 4), 129 152. https://doi.org/10.1007/s00703-004-0080-0 Kim, J. H., dan Chun, H. Y. (2012): A Numerical Simulation of Convectively Induced Turbulence above Deep Convection, Journal of Applied Meteorology and Climatology, (2010), 1180 1201. https://doi.org/10.1175/JAMC-D-110140.1 Kim, J. H., Chun, H. Y., Sharman, R. D., dan Keller, T. L. (2011): Evaluations of Upper-Level Turbulence Diagnostics Performance Using the Graphical Turbulence Guidance ( GTG ) System and Pilot Reports ( PIREPs ) over East Asia, Journal of Applied Meteorology and Climatology, 1936 1952. https://doi.org/10.1175/JAMC-D-10-05017.1 Kim, S., Chun, H.-Y., Sharman, R. D., dan Trier, S. B. (2019): Development of Near-Cloud Turbulence Diagnostics Based on a Convective Gravity Wave Drag Parameterization Development of Near-Cloud Turbulence Diagnostics Based on a Convective Gravity Wave Drag Parameterization, Journal of Applied Meteorology and Climatology, (July). https://doi.org/10.1175/JAMCD-18-0300.1 Kim, Y. J., Eckermann, S. D., dan Chun, H. Y. (2003): An overview of the past, present and future of gravity-wave drag parametrization for numerical climate and weather prediction models, Atmosphere - Ocean, 41(1), 65 98. https://doi.org/10.3137/ao.410105 Lane, T. P., Sharman, R. D., Trier, S. B., Fovell, R. G., dan Williams, J. K. (2012): Recent advances in the understanding of near-cloud turbulence, Bulletin of the American Meteorological Society, 93(4), 499 515. https://doi.org/10.1175/BAMS-D-11-00062.1 Lee, D., dan Chun, H. (2018): A Numerical Study of Aviation Turbulence Encountered on 13 February 2013 over the Yellow Sea between China and Korea over the Yellow Sea between China and the Korean Peninsula, Journal of Applied Meteorology and Climatology, (September). https://doi.org/10.1175/JAMC-D-17-0247.1 Nugraha, Achmad Auly Alvin. (2017): Simulasi Wind Gust akibat Thunderstorm 18 Outflow di Blok Mahakam dengan Menggunakan WRF(Studi Kasus: Tanggal 24 Februari 2011), Institut Teknologi Bandung. Sharman, R, Tebaldi, C., Wiener, G., dan Wolff, J. (2006): An Integrated Approach to Mid- and Upper-Level Turbulence Forecasting, Weather and Forecasting, 268 287. Sharman, Robert, dan Lane, T. (2016): Aviation Turbulence: Process , Detection, Prediction. https://doi.org/10.1007/978-3-319-23630-8 Trier, S. B., Sharman, R. D., dan Lane, T. P. (2012): Influences of Moist Convection on a Cold-Season Outbreak of Clear-Air Turbulence ( CAT ) Monthly Weather Review, 2477 2497. https://doi.org/10.1175/MWR-D-11-00353.1 Yang, X., Fei, J., Huang, X., Cheng, X., Carvalho, L. M. V., dan He, H. (2015): Characteristics of mesoscale convective systems over China and its vicinity using geostationary satellite FY2, Journal of Climate, 28(12), 4890 4907. https://doi.org/10.1175/JCLI-D-14-00491.1 19