Uploaded by tania maharani

PRESENTASI KASUS UJIAN-psoriasis-Tania Agustini-1620221218

advertisement
LAPORAN PRESENTASI KASUS
“PSORIASIS”
Pembimbing :
dr. Amalia Budi Rahadjo, Sp.KK
Disusun Oleh:
Tania Agustini Maharani
1620221218
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
JAKARTA
2017
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRESENTASI KASUS
“PSORIASIS”
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
DiBagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto
Disusun Oleh:
Tania Agustini Maharani
1620221218
Telah disetujui dan dipersentasikan
Pada tanggal
September 2017
Pembimbing,
dr. Amelia Budi Rahardjo, Sp. KK
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan atas segala
limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga laporan presentasi kasus dengan
judul “Psoriasis” ini dapat diselesaikan. Laporan presentasi kasus ini merupakan
salah satu tugas di Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penulisan presentasi kasus ini dapat
terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu maka pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Amelia Budi Rahardjo, Sp.KK selaku dosen pembimbing;
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto;
3. Orang tua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah henti
diberikan kepada penulis;
4. Rekan-rekan Dokter Muda Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin atas
semangat dan dorongan serta bantuannya.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih
memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan presentasi kasus di masa yang akan datang. Semoga
laporan presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam maupun
di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Purwokerto,
September 2017
Penyusun
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................
ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................
iv
I. PENDAHULUAN ........................................................................
5
II. LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien .....................................................................
6
B. Anamnesis. ...........................................................................
6
C. Status Generalis ....................................................................
7
D. Status Dermatologi. ..............................................................
8
E. Pemeriksaan Penunjang ........................................................
9
F. Resume ..................................................................................
9
G. Diagnosis Banding ...............................................................
10
H. Diagnosis Kerja ....................................................................
10
I. Penatalaksanaan .....................................................................
11
J. Prognosis................................................................................
12
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ................................................................................
13
B. Epidemiologi. ......................................................................
13
C. Etiologi ................................................................................
13
D. Patofisiologi.........................................................................
14
E. Manifestasi Klinis ................................................................
15
F. Histopatologi ........................................................................
19
H. Diagnosis Banding ..............................................................
20
I. Tatalaksana. ..........................................................................
23
IV. PEMBAHASAN ........................................................................
28
V. KESIMPULAN ..........................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
31
4
I.
PENDAHULUAN
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit bersifat kronis-residif yang
diperantarai oleh sistem imun, melibatkan daerah kulit, kulit kepala, kuku dan
persendian dengan gejala klinis berupa plak eritematosa yang berbatas tegas dalam
berbagai ukuran yang ditutupi oleh skuama yang tebal berwarna keperakan.Gejala
fisik yang dapat dijumpai berupa kulit mudah teriritasi, lebih sensitif, gatal,
terbakar/menyengat, mudah berdarah dan nyeri yang frekuensi gejalanya berbeda
berdasarkan tipe psoriasisnya (Gudjonsson dkk. 2012).
Psoriasis dialami sekitar 2-3% dari populasi di dunia, dimana insidensi antara
laki-laki dan perempuan adalah sama. Dari data dari Amerika Serikat menunjukkan
bahwa 150.000 kasus baru diobservasi setiap tahunnya, mengenai hampir 2,2% dari
populasi Amerika Serikat (Djuanda, 2013). Etiologi pasti psoriasi belum diketahui,
tetapi dapat disebabkan oleh faktor genetik dan imunologis (James, 2011).Proses
turn over epidermis secara normal berlangsung selama 14–21 hari, sedangkan pada
psoriasis hanya berlangsung 3–4 hari, sehingga terbentuk skuama tebal, kering dan
kemerahan yang kadang juga terasa nyeri. Pemendekan ini disertai perubahan
diferensiasi dan perubahan patologis di semua lapisan kulitnya (Christophers, 2003)
Psoriasis umumnya tidak menular dan mengancam jiwa, namun penyakit ini
memiliki dampak pada penderitanya yang dapat dilihat melalui dampak negatif yang
signifikan terhadap kualitas hidup, dengan melibatkan berbagai aspek dalam
kehidupan mencakup efek fisik, psikologis, psikososial dan emosional. Sebagian
besar pasien akan mengalami masalah psikologis yang terkait dengan penampilan
fisik karena inflamasi yang terjadi pada kulitnya berupa bercak yang dapat dilihat,
sehingga pasien merasa malu dengan penampilannya. Adanya stigma yang
berkembang dalam masyarakat, menyebabkan terjadinya suatu penolakan dan
penarikan diri pasien dari lingkungan sosial. Selain itu juga memberikan dampak
negatif dalam hubungan personal, pekerjaan dan karir yang dapat dilihat dengan
meningkatnya angka pengangguran (Fritzpatrick, 2003).
5
II.
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny.TP
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 17 Tahun
Suku
: Jawa
Pendidikan
: SMA
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Mahasisawa
No.RM
: 02-00-15-17
Alamat
: Lumbir
B. ANAMNESIS;
Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan kulit bersisik pada kedua tangan, kedua kaki dan
badan sejak 6 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSMS dengan keluhan kulit
bersisik pada kedua tangan, kedua kaki dan badan sejak 6 bulan yang lalu.
Pasien mengeluh sisik awalnya muncul sebagai bercak kemerahan yang gatal
pada kedua tangan. Lama-kelamaan bercak kemerahan tersebut berubah menjadi
sisik yang tebal dan berlapis yang tersebar pada kedua tangan, kedua kaki dan
badan. Keluhan gatal dirasakan terus menerus dan terasa lebih baik ketika
digaruk dan saat menggunakan salep dari dokter. Pasien yang terbiasa
menggaruk bercak kemerahan, menyadari bahwa bercak tersebut serupa pada
bekas garukannya. Keluhan memberat saat pasien memiliki banyak masalah.
Pasien menyangkal adannya riwayat dengan bahan kimia, alergi dan luka pada
kemaluan yang tidak nyeri. Pasien mengaku memiliki gigi berlubang sejak 1
tahun yang lalu.
6
Riwayat Penyakit Dahulu:
-
Riwayat keluhan serupa diakui 6 bulan SMRS
-
Riwayat penyakit kulit disangkal
-
Riwayat alergi disangkal
-
Riwayat pernah dirawat dirumah sakit disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
:
-
Riwayat keluhan serupa disangkal
-
Riwayat penyakit alergi disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien adalah seorang pelajar tinggal bersama ayah, ibu, dan dua adiknya.
Sehari-hari makan dengan lauk pauk dan sayuran yang bervariasi, kesan
ekonomi cukup. Memiliki kebiasaan mandi 2kali sehari menggunakan sabun
detol.
C. STATUS GENERALIS
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan gizi
: Status gizi normal BB: 48 kg, TB: 158 cm
Vital Sign
:
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Kepala
Nadi
: 88 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36.3°C
: Mesochepal,rambut hitam, distribusi merata
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung
: Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), discharge (-)
Telinga
: Simetris, sekret (-), discharge (-)
Mulut
: Mukosa bibir dan mulut kering, sianosis (-),
Tenggorokan
Leher
: T1 – T1 tenang , tidak hiperemis
: Dalam batas normal
Thorax
Jantung
: Cor: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
: Pulmo: SD vesikular (+)/(+), Rhonki(-)/(-),, Wheezing (-)/(-)
7
Abdomen
: datar, timpani, supel, nyeri tekan (-), BU (+) N
Ekstremitas
: Akral hangat (+/+)/(+/+)
edema (-/-)(-/-)
sianosis (-/-)(-/-)
D. STATUS DERMATOLOGIS
Lokasi
: thorakalis posterior, femoral, cruris, antebrachii, brachii
Distribusi : generalisata
Susunan : diskrit
Batas
: Berbatas tegas
Ukuran
: lentikular-numular
Efloresensi
:
Tampak papul eritematosa, sirkumskrip berbentuk bulat, lentikular, dengan
skuama tebal berlapis berwarna putih mengkilat seperti mika.
Gambar 1. Efloresensi Regio thoraks posterior
Gambar 2. Efloresensi regio antebrachii
Gambar 3. Efloresensi regio femoral
8
E. Tanda Klinis
-
Autpits sign (+)
-
Fenomena kobner (+)
-
Fenomena tetasan lilin (+)
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan histopatologi menemukan adanya parakeratosis dan akantosis.
Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit. Di subepidermis terdapat
papilomatosis dan vasodilatasi.
G. RESUME
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan sisik pada kedua
tangan, kedua kaki dan badan sejak 6 bulan yang lalu. Pasien mengeluh sisik
awalnya muncul sebagai bercak kemerahan yang gatal pada kedua tangan.
Lama-kelamaan bercak kemerahan tersebut berubah menjadi sisik yang tebal
dan berlapis yang tersebar pada kedua tangan, kedua kaki dan badan. Keluhan
gatal dirasakan terus menerus dan terasa lebih baik ketika digaruk dan saat
menggunakan salep dari dokter. Pasien yang terbiasa menggaruk bercak
kemerahan kemudian pasien menyadari hal tersebut menyebabkan muncul
bercak yang serupa pada bekas garukannya. Keluhan memberat bila berkeringan
dan sedang sters. Pasien menyangkal adannya riwayat dengan bahan kimia,
alergi dan luka pada kemaluan yang tidak nyeri. Pasien mengaku memiliki gigi
berlubang sejak 1 tahun yang lalu.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini meliputi pemeriksaan secara
umum dan pemeriksaan dermatologis. Pada status generalis lainnya tidak ada
kelainan. Pada status dermatologis ditemukan Plakat eritematosa berbatas tegas
disertai skuama berlapis seperti mika, berukuran lentikular pada regio regio
thoracalis anterior, thoracalis posterior, regio brachialis dextra et sinistra. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz pada lesi..
Fenomena tetesan lilin dilakukan dengan melakukan penggoresan menggunakan
ujung object glass pada lesi yang disertai skuama kemudian muncul bekas
goresan yang berwarna putih sesuai bentuk goresannya. Kemudian untuk tanda
9
Auspitz dilakukan dengan melakukan penggoresan pada lesi lalu muncul
bercak-bercak perdarahan pada bekas goresan.
H. DIAGNOSA KERJA
Psoriasi
I.
DIAGNOSIS BANDING
1. Pitiriasis Rosea
Ptiriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui
penyebabnya, dimulai dengan sebuah lesi insial berbentuk eritema dan
skuama halus, kemudian disusul oleh lesi – lesi yang lebih kecil dibadan,
lengan dan paha atas dan dilipatan kulit biasanya sembuh dalam waktu 3 – 8
minggu. Tempat predileksi pada daerah yang tertutup seperti daerah dada,
punggung, lengan atas dan paha. Penderita mengeluh kan gatal ringan dan
lesi nya umumnya eritema yang berbentuk oval dan anular dengan skuama
halus dipinggir, gambaran yang khas yang membedkan dengan psoriasis
vulgaris adalah lesi yang tersusun sejajar dengan kosta, sehingga menyerupai
pohon cemara terbalik (Marek, 1995).
Pada kasus ini ruam eritema dengan skuama yang halus dan bisa tebal
jika sering terjadi gesekan atau tekanan, tempat predileksi nya hampir sama
dengan psoriasis gutara, hanya yang mebedakan nya adalah pada psoriasis
skuama yang berlapis – lapis dan tedapat fenomena tetesan lilin dan auspitz
dan kobner sedang kan pada ptriasis rosea ruam nya skuama nya halus dan
biasanya menyerupai seperti pohon cemara terbalik dan terdapat papul –
papul milier.
2. Sifilis stadium II
Sifilis adalah merupakan penyakit infeksi yang disebabkan Troponema
pallidum, sangat kronik dan sistemik. Sifilis memiliki beberapa stadium
yaitu stadium dini (Stadium I,stadium II, stadum leten) dan stadium lanjut.
Stadium I memiliki gejala ulkus durum, bubo inginal. Satadium II memiliki
gejala erosi kulit, perbesaran KBG generalisata dan stadium III adalah guma
(Djuanda, 2016).
10
Pada kasus ini memiliki efloresensi makula eritematosa dengan
skuama yang halus dan bisa tebal jika sering terjadi gesekan atau tekanan,
tempat predileksi nya hampir sama dengan psoriasis gutata, hanya yang
mebedakan nya adalah pada psoriasis skuama yang berlapis – lapis dan
tedapat fenomena tetesan lilin dan auspitz dan kobner, sedang kan pada sifilis
stadium II ruam nya skuama nya halus dan sebelumnya pasien memiliki
gejala stadium I yaitu ulkus durum atau lesi pada kemaluam yang tidak nyeri
(James, 2005)
J.
Penatalaksanaan
1.
Non Medikamentosa
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.
b. Mencegah garukan dan gosokan pada daerah yang gatal
c. Istirahat yang cukup
d. Hindari stres psikologis
e. Menjaga kebersihan kulit dengan mandi
f. Diet tinggi protein (ekstra telur 3x/hari)
g. Minum obat dan kontrol ke dokter secara teratur
2.
Medikamentosa
a. Sistemik:
1)
Kurkuma 2x1
2)
Cetirizin 10mg 1x1
3)
Azitromisin 500mg 500mg 1x1
4)
Asam folat 1mg 1x1
5)
Metilprednosolon 4 mg 3x1
b. Topikal
LCD 5%
Asam salisilat 3%
Desoximetason 0,25
Soft U derm II
(mf cream da in pot, 2 x oles pagi dan malam)
11
K. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad kosmeticum
: dubia ad malam
Quo ad sanationam
: dubia ad malam
12
III.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Psoriasis merupakan suatu penyakit kulit yang bersifat kronik residif dengan
gambaran klinik bervariasi. Kelainan ini dikelompokkan dalam penyakit
eritroskuamosa dan ditandai bercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh
skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilat seperti mika disertai
fenomena tetesan lilin, tanda auspitz dan
fenomena kobner (Djuanda,2016).
Predileksi penyakit ini terdapat pada kulit yang terdapat pada siku, lutut, kulit
kepala, area lumbosakral, lekukan intergluteal, dan glans penis. Pada 30% pasien
didapatkan persendiannya juga terkena psoriasis (Meffert, 2012).
B. Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering ditemukan. Meskipun penyakit ini tidak
menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik terutama karena
perjalanan penyakit ini bersifat menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih
lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%,
di Amerika Serikat 1-2% sedangkan di Jepang 0.6%. Pada bangsa berkulit hitam,
misalnya di Afrika jarang dilaporkan demikian pula pada suku Indian di
Amerika.Psoriasis dapat terkena pada pria maupun wanita. Insidens pria sedikit lebih
tinggi daripada wanita. Psoriasis terdapat pada semua golongan usia tetapi umumnya
pada orang dewasa dengan usia antara 15 – 25 tahun (Djuanda, 2016).
C. Etiopatogenesis
1. Faktor genetik
Faktor genetik memiliki peranan penting dalam kasus psoriasis, bila
orangtuanya tidak menderita psoriasis, risiko mendapat psoriasis 12%,
sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita psoriasis risikonya
mencapai 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe, psoriasis
tipe I dengan awitan dini bersifat familial terjadi pada usia kurang 40 tahun,
psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat non-familial terjadi pada usai
lebih dari 40 tahun. Hal ini yang mendukung adanya faktor genetik bahwa
psoriasis berkaitan dengan HLA (Human Leucocyte Antigen). Psoriasis tipe I
13
berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II
berkaitan dengan kembar monozigot 65-72%, kembar dizigot 15-30%
(Djuanda, 2016)
2. Faktor imunologik
Faktor imunologik juga berperan. Defek genetik pada psoriasis dapat
diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji
antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli
untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan sel
limfosit T pada dermis yang terutama terdiri dari limfosit T CD4 dengan
sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru
umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis
terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga
berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis
diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen
oleh sel Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya
3-4 hari, sedangakan pada kulit normal lamanya 27 hari. Lebih dari 90%
kasusu dapat mengalami remisi setelah dilakukan pengobatan dengan
imunosupresif (Djuanda, 2016).
A. Patofisiologi
Kulit sebagai organ terluar tubuh memiliki sistem imun dan komponen
seluler yang penting. Lapisan epidermis kulit tersusun sistem imun yang utama,
seperti keratinosit, sel Langerhans, sel Dendritik, limfodit intraepidermal.
Lapisan dermis juga terdapat komponen sel imun berupa sel T dan makrofag.
Keratinosit sendiri menghasilkan berbagai sitokin yang merupakan bagian dari
proses terjadinya reaksi imun. Sitokin-sitokin tersebut IL-1, IL-6, IL-10, TGF-β
dan TNF-α. Sel Langerhans, dendritik, makrofag dan sel T mempunyai reseptor
TCR dan Fc-R yang akan memberikan spesifisitas terhadap respon imun.sel
dermis mengandung dua subtype dari sel T yakni CD4+ dan CD 8+ . Komponen
sistem imun kulit memiliki istilah SALT yang terdiri dari sel keratinosit, sel
Langerhans intraepitel sebagai sel APC, dan respon imun (Baratawidjaja, 2006).
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, psoriasis merupakan suatu
penyakit autoimun yang terjadi akibat respon imun seluler atau humoral spesifik
terhadap konstituen-konstituen jaringan tubuh sendiri (Dorland, 2000).
14
Mekanisme terjadinya psoriasis melibatkan beberapa sistem imun kulit yang
telah disebutkan sebelumnya.
Berdasarkan hipotesis yin dan yang, proses pembentukan lesi psoriasis
melibatkan sel keratinosit dan sel polimorfonukelar pada lapisan epidermis.
Mekanisme berjalan sangat komplek melibatkan keseimbanagan antara dua tipe
sistem imun baik sistem imun bawaan dan yang didapat, serta berbagai faktor
dari produksi keratinosit yang memberikan efek terhadap sel T dan sel dendritik
atau sebaliknya.
Berbagai faktor pencetus yang telah diketahui mampu menrespon sistem
imun di kulit. Antigen arau faktor pencetus akan merespon sistem imun yakni sel
keratonosit akan memproduksi sitokin-sitokin yang akan menarik sel neutrofil
untuk masuk ke jaringan kulit. Selain itu, palsmatocid sel Dendritik akan
teraktivasi dan menghasilkan CD11c+ sel dendritik. Sel dendritik CD11c + akan
memproduksi sejumlah sitokin (IL-23 dan IL-20) yang berpotensi mengaktivasi
sel T dan keratinosit. Produksi sitokin – sitokin oleh keratinosit yang telah
teraktivasi juga akan menyebabkan penarikan sel T (CD4+ dan CD 8+) ke lapisan
epidermis dan dermis. Adanya reaktivasi sel T, sel-sel polimorfonuklear,
sejumlah sitokin (TNF-α) yang menyebabkan peradangan menyebabkan
kerusakan lapisan epidermis, hiperproliferasi epidermis, angiogenesis pada
dermis dan peningkatan akumulasi sebukan sel radang yang dapat dijumpai pada
lesi psoriasis (Lowes et al, 2007).
D. Gejala Klinis
Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi
eritroderma. Sebagian pasien mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp,
perbatasan scalp dengan wajah, ektremitas terutama bagian ekstensor di bagian siku
dan lutut serta daerah lumbo sacral.
15
Gambar 4. Letak Predileksi Psoriasis
Sumber: http://www.psoriasis.or.id/psoriasis_pustular.php
Bermacam-macam bentuk morfologi dapat ditemukan pada penderita psoriasis,
seperti bercak-bercak eritem yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya,
eritema sirkumskripta dan merata, tetapi pada stadium lanjut sering eritema yang
ditengah menghilang dan hanya terdapat dipingir, skuama berlapis-lapis, kasar, dan
berwarna putih seperti mika dan transparan, pada kulit terdapat eritema mengkilap
yang homogen dan terdapat perdarahan kecil jika skuama dikerok (Auspitz sign),
ukuran lesi bervariasi-lentikuler, numuler, plakat (Djuanda, 2016).
Fenomena yang khas pada penderita psoriasis yaitu fenomena tetesan lilin
dimana bila lesi yang berbentuk skuama dikerok maka skuama akan berubah warna
menjadi putih. Auspitz sign ialah bila skuama yang berlapis-lapis dikerok akan
timbul bintik-bintik pendarahan yang disebabkan papilomatosis yaitu papilla dermis
yang memanjang
tetapi
bila kerokan tersebut diteruskan maka akan tampak
pendarahan yang merata. Fenomena kobner ialah bila kulit penderita psoriasis
terkena trauma misalnya garukan maka akan muncul kelainan yang sama dengan
kelainan psoriasis (Djuanda, 2016).
Gambar 5.Autspit.
16
E. Klasifikasi Psoriasis Berdasarkan Gejala Klinik
Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat, rendahnya
kepercayaan diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan, telapak
kaki dan daerah intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari bukan hanya oleh karena keterlibatan kulit, tetapi juga menimbulkan
arthritis psoriasis. Gambaran klinis psoriasis adalah plak eritematosa sirkumskrip
dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda Auspitz. Warna plak dapat
bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal, plak putih dengan skuama
tebal hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan skuama. Pada umumnya
lesi psoriasis adalah simetris (Gudjonsson, 2012). Beberapa pola dan lokasi
psoriasis antara lain:
1) Psoriasis vulgaris
Psoriasis vulgaris adalah kelainan kulit yang umum ditandai pembentukan
fokal radang dimana terjadi pembentukan plak yang terus-menerus yang
berasal dari pertumbuhan epitel kulit yang berlebihan. Area predileksi pada
siku, lutut, kulit kepala, regio retroaurikular, daerah lumbal, dan umbilicus
(Djuanda,2016)
2) Psoriasis eruptif (gutata)
Merupakan lesi tipikal yang berukuran kecil-kecil (tidak lebih dari 1cm)
dan biasa muncul pada daerah tubuh bagian atas, dan ekstremitas bagian
proksimal. Ditandai oleh banyak kecil, bersisik, merah atau merah muda,
berbentuk tetesan air mata. Bentuk ini merupakan ciri khas pada psoriasis
yang muncul pada waktu awal dan biasa ditemukan pada dewasa muda.
Biasanya berkaitan dengan infeksi tenggorokan oleh Streptococcus (Sethi
Reeta et al,2016)
Gambar 6 Lesi eritematosa pada Psoriasis gutata
17
3) Psoriasis eritroderma
Penyakit ini menyerang seluruh tubuh, termasuk wajah, tangan, kaki,
kuku, batang tubuh, dan ekstremitas. Merupakan peradangan yang meluas
dan mengelupaskan kulit bagian atas. Bisa disertai dengan gatal,
pembengkakan dan nyeri yang parah. Sering hasil dari eksaserbasi
psoriasis plak tidak stabil, terutama setelah tiba-tiba (Seti rettha, 2016)
Gambar 7 Lesi pada Psoriasis eritroderma
4) Psoriasis pustulosa generalisata (von Zumbusch)
Psoriasis von Zumbusch merupakan reaksi akut, dan biasanya tidak
ditemukan lesi lain dalam waktu yang bersamaan, ciri khas yang paling
utama dari jenis ini berupa demam yang sudah terjadi selama beberapa hari.
Pustul biasa timbul di daerah batang tubuh dan ekstremitas, termasuk
bantalan kuku, dan palmar. Pustul biasa muncul dari daerah yang eritem,
awalnya berupa bercak, lama kelamaan menimbul seiring dengan semakin
parahnya
penyakitnya.
Jenis
ini
biasa
timbul
akibat
penghentian
kortikosteroid sistemik, faktor lain yang berpengaruh yaitu hipokalsemia,
sinar matahari, alkohol, stres emosional, dan infeksi bakteri atau virus. Pustul
pada jenis ini dapat berkonfluens membentuk lake of pus. Pada pemeriksaan
laboratorium menunjukkan leukositosis, namun kultur pus dari pustul steril
(Djuanda, 2016).
5) Psoriasis seboroik
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan
dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak
dan agak lunak. Selain berlokasi di daerah predileksi yang umum pada
psoriasis, dapat juga ditemui pada predileksi seboroik (Djuanda, 2016).
18
6) Psoriasis pustulosa lokalisata (palmoplantar)
Penyakit ini bersifat kronik dan risidif, mengenai telapak tangan atau telapak
kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustul kecil
steril dan dalam di atas kulit yang eritem, disertai rasa gatal (Djuanda, 2016).
F. Histopatologi
Menurut Gudjonsson dan Elder (2012) beberapa perubahan patologis pada
psoriasis yang dapat terjadi pada epidermis maupun dermis adalah sebagai
berikut:
a. Hiperkeratosis adalah penebalan lapisan korneum.
b. Parakeratosis adalah terdapatnya inti stratum korneum sampai hilangnya
stratum granulosum.
c. Akanthosis adalah penebalan lapisan stratum spinosum dengan elongasi rete
ridge epidermis.
d. Granulosit neutrofilik bermigrasi melewati epidermis membentuk mikro
abses munro di bawah stratum korneum.
e. Peningkatan mitosis pada stratum basalis.
f. Edema pada dermis disertai infiltrasi sel-sel polimorfonuklear, limfosit,
monosit dan neutrofil.
g. Pemanjangan dan pembesaran papila dermis.
Gambar 8 Gambaran histopatologi pada psoriasis
(Gudjonsson dan Elder, 2012)
19
Gambar 9.Gambaran histologi kulit penderita psoriasis dibandingkan dengan
gambaran kulit yang normal
G.
Diagnosis Banding
Psoriasis dapat di diagnosis banding dengan beberapa penyakit lain yang
diantaranya ada yang juga tergolong dermatosis eritroskuamosa, yaitu :
1. Pitiriasis rosea
Pitiriasis berarti skuama halus. Hal ini berbeda dengan proriasis dimana
skuamanya tebal. Tanda khas pada Pitiriasis rosea yaitu adanya lesi awal
berupa herald patch, umumnya di badan, solitar, berbentuk oval dan anular,
diameternya kira-kira 3 cm. Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi
pertama, memberi gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama hanya
lebih kecil, susunannya sejajar dengan kosta, hingga menyerupai pohon
cemara terbalik. Tempat predileksi pada badan, lengan atas bagian
proksimal dan paha atas
Gambar 10 Pitiriasis Rosea.
2. Sifilis stadium II
Sifilis adalah merupakan penyakit infeksi yang disebabkan Troponema
pallidum, sangat kronik dan sistemik. Sifilis memiliki tiga stadium yaitu
stadium dini, dan stadium lanjut. Stadium dini memiliki gejala ulkus durum,
20
bubo inginal. Satadium II Memiliki gejala erosi kulit, perbesaran KBG
generalisata dan stadium III adalah guma (Djuanda, 2016).
Pada kasus ini ruam eritema dengan skuama yang halus dan bisa tebal
jika sering terjadi gesekan atau tekanan, tempat predileksi nya hampir sama
dengan psoriasis gutata, hanya yang mebedakan nya adalah pada psoriasis
skuama yang berlapis – lapis dan tedapat fenomena tetesan lilin dan auspitz
dan kobner, sedang kan pada sifilis stadium II ruam nya skuama nya halus
dan sebelumnya pasien memiliki gejala stadium I yaitu ulkus durum atau lesi
pada kemaluam yang tidak nyeri (James, 2005)
Gambar 11 Sifilis Stadium II
3. Dermatosis seboroik
Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang
berminyak dan kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat yang seboroik.
Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama yang
berlapis-lapis berwarna putih seperti mika disertai tanda tetesan lilin dan
Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda. Dermatitis seboroik biasanya
pada alis, sudut nasolabial, telinga, daerah sternum dan fleksor. Sedangkan
psoriasis banyak terdapat pada daerah-daerah ekstensor, yaitu siku, lutut dan
scalp (Siregar,2004)
21
Gambar 12. Dermatitis Seboroik pada wajah.
4. Lichen simpleks kronik / neurodermatitis
Psoriasis juga menyerupai lichen simpleks kronik, karena pada lichen
simpleks kronik juga terjadi likenifikasi dan sisik pada jaringan yang terasa
gatal dan digaruk. Namun, dapat dibedakan bahwa pada psoriasis dapat
ditemukan adanya tanda tetesan lilin (Candle Sign) berupa goresan berwarna
putih seperti kerokan lilin dan adanya Auspitz’s sign berupa titik perdarahan
pada lesi ketika lesi digores.
Gambar 13. Neurodermatitis
5. Tinea korporis
Pada stadium penyembuhan psoriasis, eritema dapat terjadi hanya di pinggir,
hingga menyerupai dermatofitosis yaitu tinea korporis. Perbedaannya adalah
keluhan gatal pada dermatofitosis sangat terasa gatal, terutama saat
berkeringat dan hasil kerokan KOH 10% menunjukkan adanya hifa dan
spora.
22
Gambar 14. Tinea korporis
H. Derajat Keparahan Psoriasis
Banyak cara yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan psoriasis,
namun yang sering digunakan adalah metode Fredriksson T, Pettersson U
(1987) yang telah banyak dimodifikasi oleh peneliti lain. Psoriasis Area and
Severity Index (PASI) adalah metode yang digunakan untuk mengukur intensitas
kuantitatif penderita berdasarkan gambaran klinis dan luas area yang terkena,
cara ini digunakan ntuk mengevaluasi perbaikan klinis setelah pengobatan
(Gudjonsson dan Elder, 2012).
PASI merupakan baku emas pengukuran tingkat keparahan psoriasis.
Beberapa elemen yang diukur oleh PASI adalah eritema, skuama dan ketebalan
lesi dari setiap lokasi di permukaan tubuh seperti kepala, badan, lengan dan
tungkai. Bagian permukaan tubuh dibagi menjadi 4 bagian antara lain: kepala
(10%), abdomen, dada dan punggung (20%), lengan (30%) dan tungkai
termasuk bokong (40%). Luasnya area yang tampak pada masing-masing area
tersebut diberi skor 0 sampai dengan 6, seperti terlihat dalam tabel dibawah ini:
Karakteritis klinis yang dinilai adalah; eritema (E), skuama (S), dan ketebalan
lesi/indurasi (T). Karakteristik klinis tersebut diberi skor sebagai berikut; tidak
ada lesi =0, ringan=1, sedang=2, berat=3 dan sangat berat=4. Nilai derajat
keparahan diatas dikalikan dengan weighting factor sesuai dengan area
permukaan tubuh; kepala = 0,1, tangan/lengan = 0,2, badan = 0,3, tungkai/kaki =
0,4. Total nilai PASI diperoleh dengan cara menjumlahkan keempat nilai yang
diperoleh dari keempat bagian tubuh. Total nilai PASI kurang dari 10 dikatakan
sebagai psoriasis ringan, nilai PASI antara 10-30 dikatakan sebagai psoriasis
23
sedang, dan nilai PASI lebih dari 30 dikatakan sebagai psoriasis berat (Feldman
dan Krueger, 2005).
Tabel 1 Lembar Psoriasis and Severity Index
I. Penatalaksanaan
a) Medikamentosa topical (Siregar, 2005; Gelfand et al, 2005; Djuanda et al.,
2013; Gudjhonson, 2008) :
1) Preparat Ter
Cara kerja obat ini sebagai antiinflamasi ringan. Preparat ter yang berasal
dari fosil kurang efektif untuk pesoriasis, yang cukup efektif yang
berasal dari batubara dan kayu. Sedangkan yang lebih efektif adalah
yang berasal dari batubara, tetapi juga lebih mengiritasi (misal : liantral).
Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%, dimulai dengan konsentrasi
rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrais dinaikkan. Supaya lebih
24
efektif,
maka
daya
penetrasi
harus
ditingkatkan
dengan
cara
menambahkan asam salisilat 3-5%, sedangkan sebagai vehikulum harus
digunakan salap.
2) Kortikosteroid
Kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui melalui beberapa cara ,
yaitu:
a. Vasokonstriksi untuk mengurangi eritema.
b. Sebagai antimitotik sehingga dapat memperlambat proliferasi seluler.
c. Efek anti inflamasi, diketahui bahwa pada psoriasis terjadi
peradangan kronis akibat aktivasi sel T. Bila terjadi lesi plak yang
tebal dipilih kortikosteroid dengan potensi kuat seperti: Fluorinate,
triamcinolone 0,1% dan flucinolone topikal efektif untuk kebanyakan
kasus psoriasis pada anak. Preparat hidrokortison 1%-2,5% digunakan
bila lesi sudah menipis
3) Ditranol (antralin)
Salah satu obat yang efektif namun akan mewarnai kulit dan pakaian,
konsentrasi yang digunakan biasa 0,2-0,8%. Lama pemakaian hanya ¼
sampai ½ jam sehari sekali untuk mencegah iritasi, penyembuhan dalam
3 minggu. Anthralin memberikan efek langsung pada keratinosit dan
leukosit
dengan
mensupresi
neutrofil
generasi
superoksida
dan
menginhibisi derivat monosit IL-6 dan TNF-alfa.
4) Pengobatan dengan penyinaran
Dilakukan penyinaran dengan sinar ultraviolet untuk menghambat
mitosis, penyinaran terbaik adalah penyinaran alami, tetapi sulit untuk
mengukur intensitas, kelebihan dapat memperparah penyakit akibat
iritasi.
5) Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vit D yang bekerja dengan menghambat
proliferasi sel dan diferensiasi keratinosit, meningkatkan diferensiasi
terminal keratinosit. Preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/g, efek
sampingnya berupa iritasi, seperti rasa terbakar dan menyengat.
6) Tazaroten
25
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat
proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan
menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi
kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dankrim dengan konsentrasi 0,05 %
dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang
dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek
sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema pada 30
% kasus, juga bersifat fotosensitif.
7) Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit dan mengurangi
hidrasi kulit sehingga kulit tidak terlalu kering. Pada batang tubuh (selain
lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan
bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan
akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri
tidak mempunyai efek antipsoriasis.
Narrowband UVB untuk saat ini merupakan pilihan untuk psoriasis yang
rekalsitran dan eritroderma. Sinar ultraviolet masih menjadi pilihan di
beberapa klinik.
Sinar ultraviolet
B
(UVA) mempunyai
efek
menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan
psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan penyinaran secara alamiah,
tetapi tidak dapat diukur dan jika berlebihan maka akan memperparah
psoriasis. Karena itu, digunakan sinar ulraviolet artifisial, diantaranya
sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan
secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen,
metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter
yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. PUVA efektif pada
85 % kasus, ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang lain.
B) Pengobatan Sistemik
1) Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, dengan prednison 30 mg per
hari, setelah membaik dapat diturunkan perlahan, kemudian diberikan dosis
pemeliharaan. Penghentian mendadak dapat menyebabkan kekambuhan dan
menyebabkan psoriasis pustulosa generalisata
2)
Obat sitostatik
26
Obat sitostatik yang biasa digunakan adalah metotreksat. Indikasinya ialah
untuk psoriasis vulgaris, psoriasis pustulosa, psoriasis artritis dengan lesi
kulit, dan eritroderma psoriasis. Kontraindikasinya yaitu kelainan hepar,
ginjal, sistem hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif, dan ulkus
peptikum. Dosisnya 3x2,5 mg selang 12 jam dalam seminggu dengan dosis
total 7,5 mg, jika tidak tampak perbaikan dosis dinaikkan 2,5 sampai 5 mg
per minggu. Cara lain yaitu dengan pemberian IM 7,5 mg – 25 mg dosis
tunggal setiap minggu. Setiap 2 minggu diperiksa darah rutin dengan
SADT, dan juga fungsi hati dan ginjal. Bila leukosit kurang dari 3.500, obat
dihentikan. Mekanisme kerja metotreksat adalah menghambat sintesis DNA
dengan cara menghambat dihidrofolat reduktase dan juga hepatotoksik
maka perlu dimonitor fungsi hatinya. Karena bersifat menekan mitosis
secara umum, hati-hati juga terhadap efek supresi terhadap sumsum tulang.
3)
Levodopa
Merupakan obat Parkinson, namun penderita Parkinson dengan psoriasis
membaik psoriasisnya dengan penggunaan obat ini. Dosisnya antara 2x250
mg – 3x500 mg, efek sampingnya berupa mual, muntah, anoreksia, dan
hipotensi
4)
Diaminodifenilsulfon
Dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa lokalisata dengan dosis
2x100 mg sehari, efek samping berupa anemia hemolitik
5)
Siklosporin
Efeknya ialah imunosupresi, dosisnya 6 mg/kgBB sehari. Bersifat
nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, tetapi
setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.
27
IV.
PEMBAHASAN
A. Penegakkan Diagnosis
Penegakan diagnosis psoriasis pada kasus ini didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik.
1. Anamnesis
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan sisik pada
kedua tangan, kedua kaki dan badan sejak 6 bulan yang lalu. Pasien
mengeluh sisik awalnya muncul sebagai bercak kemerahan yang gatal pada
kedua tangan. Lama-kelamaan bercak kemerahan tersebut berubah menjadi
sisik yang tebal dan berlapis yang tersebar pada kedua tangan, kedua kaki
dan badan. Keluhan gatal dirasakan terus menerus dan terasa lebih baik
ketika digaruk dan saat menggunakan salep dari dokter. Pasien yang
terbiasa menggaruk bercak kemerahan kemudian pasien menyadari hal
tersebut menyebabkan muncul bercak yang serupa pada bekas garukannya.
Keluhan memberat bila berkeringan dan sedang sters. Pasien menyangkal
adannya riwayat dengan bahan kimia, alergi dan luka pada kemaluan yang
tidak nyeri. Pasien mengaku memiliki gigi berlubang sejak 1 tahun yang
lalu.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini meliputi pemeriksaan
secara umum dan pemeriksaan dermatologis. Pada status generalis lainnya
tidak ada kelainan. Pada status dermatologis ditemukan Plakat eritematosa
berbatas tegas disertai skuama berlapis seperti mika, berukuran lentikular
pada regio thoracalis posterior, regio brachialis dextra et sinistra, antebracii
dextra et sinistra, femoralis dextra sinistra dan regio crurus dekstra sinistra.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz
pada lesi. Fenomena tetesan lilin dilakukan dengan melakukan penggoresan
menggunakan ujung object glass pada lesi yang disertai skuama kemudian
muncul bekas goresan yang berwarna putih sesuai bentuk goresannya.
Kemudian untuk tanda Auspitz dilakukan dengan melakukan penggoresan
pada lesi lalu muncul bercak-bercak perdarahan pada bekas goresan.
28
C. Prognosis
Pada kasus ini prognosis quo ad vitam, functionam, dan konsmetikum
adalah dubia ad bonam karena pada pasien tidak terjadi komplikasi ke organ lain
sehingga fungsi vitalnya masih normal sehingga pasien masih mampu
menjalankan fungsinya sebagai individu.
29
V.
KESIMPULAN
1. Psoriasis adalah penyakit autoimun yang bersifat kronik dan residif ditandai
dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang
kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena Koebner, Candle sign
, dan Auzpits sign.
2. Insiden pada pria agak lebih banyak daripada wanita. Psoriasis terdapat pada
semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa.
3. Etiologi yang berperan pada penyakit psoriasi yakni faktor genetik, faktor
imunologik, dan faktor pencetus.
4. Pengobatan psoriasis antara lain preparat ter, kortikosteroid, PUVA,
tazaroten, emolien, dan methotrexat.
30
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, G. Karnen. 2006. Imunologi Kulit. Dalam :Imunologi Dasar. Jakarta:
FK UI. Hal. 269
Christophers E. Psoriasis-epidemiology and clinical spectrum. Clin Exp Dermatol
[Internet].
2001
Jun;
26(4):
314-20.
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/11422182.
Dorland. 2000. Dalam : Kamus Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta:
EGC. Hal 215.
Djuanda, Adhi. 2016. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: FK UI. Hal 213-220
Feldman S, Krueger G. 2005. Psoriasis assesment tools in clinical trial. An
Rheum. Dis. 64(II):65-8
Gelfand Jm, Weistein R, Porter SB, Neimann AL, Berlin JA Margolis DJ. 2005.
Prevalence and Treatment of Psoriasis in the United Kingdom. Arch
Dermatol;141-53.
Gudjonsson JE, Elder JT: Psoriasis, in: Katz GS, Paller BG, Wolff K. (eds),
Fitzpatrick Dermatology in general Medicine, 7th ed. The McGraw Hill
Companies. 2008. Chapter 18. p. 169-93.
James WD, Berger TG, Elston. DM. Seborrheic Dermatitis, Psoriasis, Recalcitrant
Palmoplantar Eruptions, Pustular Dermatitis, and Erythroderma. Andrews’
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 11 ed. Canada: Elsevier Inc; 2011.
p. 187-202.
Lowes, A. Michael, Anne M. Bowcock, James G. Krueger. 2007. Pathogenesis and
Therapy of Psoriasis. Review Insight. Volume 445. pp : 866-872
Mefret, Jeffrey. 2012. Psoriasis. Review Article :Medscape. Available from URL
:http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview#a0104..
Nestle FO, Kaplan DH, Barker J. Mechanism of disease psoriasis. N Eng J Med
[Internet].
2009.;
361:
496-509.
Available
from:
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/ NEJMra0804595
Siregar, Robert. 2005. Psoriasis. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC Hal. 94-95
31
Download