Uploaded by tania maharani

presus psoriasis ong

advertisement
PRESENTASI KASUS POLI
“PSORIASIS”
Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK
Disusun oleh :
Ong Reaya Sany
G4A015144
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SODIRMAN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2017
1
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS POLI
“PSORIASIS”
Disusun oleh :
Ong Reaya Sany
G4A015144
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Margono Soekarjo
Purwokerto
Telah disetujui dan dipersentasikan
Pada
Juli 2017
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK
NIP. 19790622 2010 12 2 001
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Identitas Pasien ................................................................................... 4
B. Anamnesis .......................................................................................... 4
C. Status Generalis dan Dermatologis ................................................... 5
D. Pemeriksaan Penunjang...................................................................... 8
E. Resume ............................................................................................... 8
F. Pemeriksaan Anjuran ......................................................................... 8
G. Diagnosis Kerja .................................................................................. 9
H. Diagnosis Banding ............................................................................. 9
I. Penatalaksanaan ................................................................................. 9
J. Prognosis ............................................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ............................................................................................... 10
B. Epidemiologi ...................................................................................... 10
C. Etiologi ............................................................................................... 11
D. Patofisiologi ....................................................................................... 12
E. Manifestasi Klinis .............................................................................. 13
F. Pemeriksaan Penunjang...................................................................... 14
G. Diagnosis Banding ............................................................................. 15
H. Penatalaksanaan ................................................................................. 17
I. Prognosis ............................................................................................ 20
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................. 21
BAB IV KESIMPULAN .................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23
3
I.
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
: Tn. H
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 49 tahun
Alamat
: Panusupan 02/02, Cilongok
Agama
: Islam
Tanggal Pemeriksaan
: 12 Juli 2017
No. CM
: 00611068
B. Anamnesis
Keluhan Utama
: Gatal pada badan
Keluhan Tambahan
: Timbul bercak-bercak kemerahan pada badan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poli Kulit RS. Margono Soekardjo pada tanggal 12 Juli 2017
dengan keluhan gatal pada badan sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya muncul
bintik-bintik kemerahan di bagian punggung. Lama kelamaan, bintik kemerahan
melebar dan terdapat sisik yang kering dan halus. Bercak kemerahan bertambah
jika digaruk. Bercak kemerahan juga menyebar ke dada, perut, punggung dan
lengan. Pasien mengatakan bahwa gatal bertambah berat apabila sedang stress dan
membaik apabila mengonsumsi obat dan menggunakan salep dari dokter.
Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Riwayat keluhan yang sama sejak 4 bulan terakhir
b. Riwayat alergi disangkal
c. Riwayat penyakit asma disangkal
d. Riwayat pilek setiap pagi hari disangkal
e. Riwayat penyakit kulit sebelumnya disangkal
f. Riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya disangkal
4
Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
b. Riwayat keluarga dengan alergi disangkal
c. Riwayat keluarga dengan asma disangkal
d. Riwayat keluarga dengan penyakit kulit disangkal
e. Riwayat keluarga dengan penyakit kencing manis disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama dengan istri dan dua orang anak. Pasien bekerja sebagai
buruh. Pembiayaan kesehatan menggunakan BPJS PBI.
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaaan umum : Sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan gizi
: Kesan baik, BB: 71kg, TB: 165 cm
Vital Sign
:
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernafasan
: 21 x/menit
Suhu
: 36,1oC
Kepala
: Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung
: Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga
: Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut
: Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan
: T1 – T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Jantung
: BJ I – II reguler, Murmur (-), Gallop(-)
Paru
: SD vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-)
Abdomen
: Supel, datar, BU (+) normal
5
KGB
: tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas
: Akral hangat, edema (
), sianosis (
)
Status Dermatologi
Lokasi
: Regio brachii, thoracalis, abdominal, dorsum, femoral
Efloresensi
: Plakat eritematosa berbatas tegas, polimorfik dengan
skuama kasar tebal berlapis seperti mika
Gambar 1.1 Lesi pada regio dorsum
6
Gambar 1.2 Lesi pada regio brachii
7
D. Pemeriksaan Penunjang
Didapatkan fenomena tetesan lilin (+), fenomena Auzpitz (+), dan Kobner
phenomenon (+).
E. Resume
Pasien datang ke Poli Kulit RS. Margono Soekardjo pada tanggal 12 Juli 2017
dengan keluhan gatal pada badan sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya muncul
bintik-bintik kemerahan di bagian punggung. Lama kelamaan, bintik kemerahan
melebar dan terdapat sisik yang kering dan halus. Bercak kemerahan bertambah
jika digaruk. Bercak kemerahan juga menyebar ke dada, perut, punggung dan
lengan. Pasien mengatakan bahwa gatal bertambah berat apabila sedang stress dan
membaik apabila mengonsumsi obat dan menggunakan salep dari dokter. Riwayat
alergi disangkal.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini meliputi pemeriksaan secara
umum dan pemeriksaan dermatologis. Pada status generalis lainnya tidak ada
kelainan. Pada status dermatologis ditemukan tampak plakat eritematosa berbatas
tegas, polimorfik dengan skuama kasar tebal berlapis seperti mika pada regio
brachii, thoracalis, abdominal, dorsum, dan femoral.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah melihat apakah
terdapat fenomena tetesan lilin dan Auspitz pada lesi. Pemeriksa menemukan
kedua tanda tersebut pada pasien. Fenomena tetesan lilin dilakukan dengan
melakukan penggoresan menggunakan ujung object glass pada lesi yang disertai
skuama kemudian muncul bekas goresan yang berwarna putih sesuai bentuk
goresannya. Kemudian untuk tanda Auspitz dilakukan dengan melakukan
pengerokan pada lesi lalu muncul bercak-bercak perdarahan pada bekas goresan.
Untuk tanda Kobner didapatkan dari hasil anamnesis terhadap pasien yang
menyatakan timbul lesi serupa di bekas garukan.
F. Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan histopatologi
8
G. Diagnosa Kerja
Psoriasis
H. Diagnosis Banding
1. Tinea corporis
2. Parapsoriasis
3. Liken simpleks kronis
4. Dermatitis seboroik
I. Penatalaksanaan
1. Edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya
b. Menyarankan untuk menghindari faktor-faktor yang mencetuskan
kekambuhan penyakit (menghindari stress)
c. Menjelaskan untuk teratur dan taat kontrol dan konsumsi obat, salep untuk
pengobatan penyakitnya
d. Menjaga higienitas kulit dan memotong kuku
2. Medikamentosa
a. Sistemik:
1) Metotreksat tablet 2.5mg 3 kali per minggu selama 14 hari
2) Loratadine 10 mg 2 kali per hari
3) Asam folat tablet 5mg 1 kali per hari
4) Curcuma tab 1 kali per hari
b. Topikal:
Salep deksosimetason 2,5% dioles 2 kali per hari
J. Prognosis
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad kosmeticum
: dubia ad malam
Quo ad sanationam
: dubia ad malam
9
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Psoriasis adalah suatu penyakit kulit yang bersifat kronik residif dengan
gambaran klinik bervariasi. Kelainan ini dikelompokkan dalam penyakit
eritroskuamosa dan ditandai bercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh
skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilat seperti mika disertai
fenomena tetesan lilin, tanda Auspitz, dan fenomena Kobner (Djuanda et al,
2007; Barker et al, 2010). Predileksi penyakit ini terdapat pada kulit yang terdapat
pada siku, lutut, kulit kepala, area lumbosakral, lekukan intergluteal, dan glans
penis. Pada 30% pasien didapatkan persendiannya juga terkena psoriasis.
(Meffert, 2012)
B. Epidemiologi
Psoriasis dapat ditemukan di seluruh dunia, namn memiliki prevalensi yang
berbeda-beda dipengaruhi oleh ras, geografis, dan lingkungan. Di Amerika
Serikat terjadi pada 2% dari populasi atau sekitar 150.000 kasus baru per tahun.
Psoriasis jarang ditemukan di Afrika Barat dan Amerika Utara Sedangkan pada
benua Eropa, prevalensi di Denmark mencapai 2,9%. Di Indonesia sendiri
prevalensi penderita psoriasis mencapai 1-3% (Gudjonsson et al, 2008; Djuanda
et al, 2007).
Psoriasis lebih sering dialami oleh pria dibanding wanita. Psoriasis terdapat
pada semua usia, tetapi umumnya menyerang orang dewasa muda. Dua kelompok
usia yang terbanyak adalah pada usia antara 20–30 tahun dan yang lebih sedikit
pada
usia
antara
50–60
tahun.
Serangan
psoriasis
pada
usia
lanjut
memprediksikan penyakit ini lebih parah dan berlangsung lama. Selain itu, hal ini
juga menandakan adanya kemungkinan riwayat keluarga dengan psoriasis.
(Gudjohnson et al, 2008).
10
C. Etiologi
Ada beberapa faktor yang mencetuskan terjadinya psoriasis, yakni faktor
keadaan faktor imunologik, genetik, dan lingkungan (Djuanda, 2007; Riviera
Munoz, 2011).
1. Faktor imunologik
Defek genetik yang terjadi pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu
dari sel limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Penelitian
menunjukkan adanya peningkatan sirkulasi TNF-α dalam kulit. Peningkatan
aktivitas sel limfosit T memiliki peran penting dalam patogenesis psoriasis
dalam pembentukan plak. Pembentukan epidermis (turn over time) pada
psoriasis terjadi 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal terjadi dalam 27 hari.
Pembentukan epidermis pada kasus psoriasis lebih cepat dibandingkan dengan
pembentukan dermis pada kulit normal.
2. Faktor genetika
Risiko kejadian psoriasis mencapai 34%-39% pada seseorang dengan
orangtua yang menderita psoriasis. Terdapat peran dari alel Human Leukocyte
Antigents (HLA), terutama HLA-Cw6. Psoriasis dalam keluarga memiliki
pola dominan autosomal. Sebuah penelitian meta-analisis menunjukkan
terdapatnya dua gen LCE yang terhapus, yakni LCE3C dan LCE3B. Kedua
gen tersebut menjadi faktor genetik umum kerentanan seseorang terhadap
psoriasis (Djuanda, 2007; Riviera Munoz, 2011).
3. Faktor lingkungan
Stress merupakan hal yang paling berpengaruh terhadap eksaserbasi dari
kejadian psoriasis. Hubungan antara stres dan eksaserbasi psoriasis belum
terlalu jelas namun diduga karena mekanisme neuroimunologis .Selain stress,
faktor lain yang berpengaruh adalah udara dingin, adanya trauma, infeksi oleh
Staphylococcus
aureus,
Streptococcus
β-hemolyticus,
dan
Human
Immunodeficiency Virus, alkohol serta obat-obatan. Psoriasis pada penderita
HIV lebih berat karena terjadi defisiensi sistem imun. Contoh pencetus dari
obat-obatan seperti penghentian tiba-tiba konsumsi kortikosteroid sistemik,
11
aspirin, litium, beta blocker, obat antimalaria, botulinum A. (De Rie et al.,
2004; Riviera Munoz, 2011).
D. Patofisiologi
Terdapat peran imunitas dalam terjadinya psoriasis melalui Antigen
Precenting Cell (APC). APC ini akan memproses dan mempresentasikan
antigen pada sel T. APC mengekspresikan MHC kelas I dan II pada
permukaannya.
Pada lapisan epidermis penderita psoriasis akan terjadi peningkatan jumlah
Dendritic Cell (DC). DC di dermis menjadi tipe APC yang berperan pada
Psoriasis dan terletak pada papilla dermis. Jumlah DC plasmasitoid meningkat
baik pada bagian kulit yang terlibat. Proses antigen diakhiri dengan timbulnya
peptida antigen di permukaan APC oleh MHC. Komplek peptideprotein ini
akan dikenali secara spesifik oleh reseptor sel T (TCR). APC yang telah aktif
akan berjalan menuju limfonoid untuk mengaktifkan sel T. Interaksi sel T dan
APC di limfonoid akan menstimulasi sel T (El Dorouty, 2010).
Salah satu sel dendritik yang berpengaruh dalam terjadinya psoriasis
adalah sel Langerhans. Sel Langerhans yang mengenali dan menangkap
antigen, bermigrasi ke kelenjar getah bening lokal, dan mempresentasikannya
ke sel T. Aktivasi limfosit T akan menghasilkan sitokin pro-inflamasi seperti
TNF-α yang menyebabkan proliferasi keratinosit. Hiperproliferasi ini
menyebabkan menurunnya waktu transit epidermis (perkiraan waktu yang
diperlukan oleh sel kulit untuk maturasi secara normal) dari 28 hari menjadi
2-4 hari dan memproduksi sisik kemerahan yang tipikal pada psoriasis. IFN-γ
juga menghambat apoptosis keratinosit dengan menstimulasi protein antiapoptosis, demikian juga IL-6 lebih tinggi secara bermakna antara psoriasis.
(El Dorouty, 2010)
12
E. Manifestasi Klinis
Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat sehingga berkaitan
dengan rendahnya kepercayaan diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai
telapak tangan, telapak kaki dan daerah intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari bukan hanya oleh karena keterlibatan kulit,
tetapi juga menimbulkan arthritis psoriasis. Gambaran klinis psoriasis adalah
plak eritematosa sirkumskrip dengan skuama putih keperakan diatasnya dan
tanda Auspitz. Terdapat juga fenomena lapisan lilin serta fenomena Kobner.
Warna plak dapat bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal, plak putih
dengan skuama tebal hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan skuama.
Pada umumnya lesi psoriasis adalah simetris. Beberapa pola dan lokasi Psoriasis
antara lain (Djuanda, 2006; Gudjonsson et al, 2008) :
1. Psoriasis Vulgaris
Bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan (80%
peenderita). Lesi berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah lesi pada
psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan ukuran
mulai 0,5 cm hingga 30 cm atau lebih. Predileksinya adalah ekstensor siku,
lutut, sakrum dan scalp. Selain lokasi tersebut, psoriasis vulgaris juga dapat
timbul di lokasi lain.
2. Psoriasis Gutata
Lesi berupa papul eritematosa multipel yang sering ditemukan terutama pada
badan dan kemudian meluas hingga ekstremitas, wajah dan scalp. Lesi
psoriasis ini menetap selama 2-3 bulan dan akhirnya akan mengalami resolusi
spontan. Pada umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja. Awalnya sering
terdapat keluhan radang tenggorokan.
3. Psoriasis Pustulosa Generalisata (Von Zumbusch)
Lesi tampak sebagai erupsi generalisata dengan eritema dan pustul. Pada
umumnya diawali oleh psoriasis tipe lainnya dan dicetuskan oleh penghentian
steroid sistemik, hipokalsemia, infeksi dan iritasi lokal.
13
4. Psoriasis Pustulosa Lokalisata
Psoriaris ini disebut juga dengan pustulosis palmoplantar persisten. Ditandai
dengan eritema, skuama dan pustul pada telapak tangan dan kaki biasanya
berbentuk simetris bilateral.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tambahan pada psoriasis adalah pemeriksaan histopatologi.
Menurut Gudjonsson dan Elder (2008) beberapa perubahan patologis pada
psoriasis yang dapat terjadi pada epidermis maupun dermis adalah sebagai
berikut:
a. Hiperkeratosis adalah penebalan lapisan korneum.
b. Parakeratosis adalah terdapatnya inti stratum korneum sampai
hilangnya stratum granulosum.
c. Akanthosis adalah penebalan lapisan stratum spinosum dengan
elongasi rete ridge epidermis.
d. Granulosit neutrofilik bermigrasi melewati epidermis membentuk
mikro abses munro di bawah stratum korneum.
e. Peningkatan mitosis pada stratum basalis.
f. Edema pada dermis disertai infiltrasi sel-sel polimorfonuklear,
limfosit, monosit dan neutrofil.
g. Pemanjangan dan pembesaran papila dermis.
14
Gambar 2.1 Gambaran histopatologi pada psoriasis
(Gudjonsson dan Elder, 2008)
Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium lainnya, tidak didapatkan
kelainan laboratorium yang spesifik pada penderita psoriasis. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan bertujuan menganalisis penyebab psoriasis,
seperti pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula darah, kolesterol, dan asam
urat. Bila penyakit tersebar luas, pada 50 % pasien dijumpai peningkatan asam
urat, dimana hal ini berhubungan dengan luasnya lesi dan aktifnya penyakit.
Laju endapan eritrosit dapat meningkat terutama terjadi pada fase aktif. Dapat
juga terjadi peningkatan metabolit asam nukleat pada ekskresi urin. Pada
psoriasis berat, psoriasis pustular general dan eritroderma keseimbangan
nitrogen terganggu terutama penurunan serum albumin (James et al., 2011).
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari psoriasis antara lain adalah (James et al., 2011;
Djuanda, 2006) :
1. Dermatofitosis
Pada stadium penyembuhan psoriasi, eritema dapat terjadi hanya di
pinggir, hingga menyerupai lesi dermatofitosis. Perbedaannya adalah pada
dermatofitosis, skuama umumnya terdapat pada perifer lesi dengan
15
gambaran khas adanya central healing, keluhan pada dermatofitosis terasa
gatal sekali dan pada sediaan ditemukan jamur dengan pemeriksaan KOH.
2. Paraosoriasis
Parapsoriasis juga tergolong pada
penyakit dermatosis eritoskuamosa
yang perjalananan penyakitnya juga kronik dan munculnya perlaha-lahan.
Efloresensi yang ditampakkan eritema dan skuama. Bercak eritema
umumnya permukaannya datar, bulat atau lonjong dengan sedikit skuama,
berwarna merah jambu, coklat atau agak kuning.
3.
Liken Simplek kronis/ Neurodermatitis sirkumkripta
Penyakit ini merupakan suatu peradangan kronis, gatal, sirkumskrip,
ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak menonjol (likenifisikasi)
menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang
berulang-ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik. Keluhan dan
gejala dapat muncul dalam waktu hitungan minggu sampai bertahuntahun. Keluhan utama yang dirasakan pasien dapat berupa gatal dan
seringkali bersifat paroxismal. Perbedaannya dengan psoriasis biasanya
pada liken simpleks terdapat lesi tunggal pada awalnya berupa plak
eritematosa, sedikit edematosa, lambat laun edema dan eritema
menghilang, bagan tengah berskuama dan menebal, terdapat likenifikasi
dan ekskoriasi, sekitarnya hiperpigmentasi, batas dengan kulit normal
tidak jelas.
4. Dermatitis Seboroik
Predileksi dermatitis seboroik pada alis, lipatan nasolabial, telinga sternum
dan fleksura. Sedangkan psoriasis pada permukaan ekstensor terutama
lutut dan siku serta kepala. Skuama pada psoriasis kering, putih,
mengkilap, tetapi pada dermatitis seboroik memiliki skuama berminyak,
tidak bercahaya. Psoriasis tidak lazim pada wajah dan jika skuama
diangkat tampak basah bintik perdarahan dari kapiler (Auspitz sign),
sedangkan pada dermatitis seboroik biasanya tidak terdapat tanda ini.
16
H. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa topical (Siregar, 2005; Gelfand et al, 2005; Djuanda et al.,
2006; Gudjhonson, 2008) :
a. Kortikosteroid
Aplikasi topikal dari kortikosteroid krim, ointments, lotion, foam, dan
spray. Steroid kelas 1 satu cocok digunakan untuk pemakaian 2 minggu
terapi awal untuk hampir seluruh area tubuh. Terapi dapat dilanjutkan
dengan cara tappering-off dengan bertujuan untuk menghindari reaksi
terapi yang merugikan. Injeksi pada intralesi diberikan pada plak yang
susah disembuhkan. Obat yang diinjeksi adalah triamcolone acetonide
(kenalog) diberikan dalam dosisi 10 mg/mL yang dilarutkan dalam larutan
dalin sehingga konsentrainya 2,5-5 mg/mL. Efek jangka panjang
penggunaan salep kortikosteroid topikal dapat berupa telangiektasis dan
munculnya striae.
b. Preparat Tar
Preparat tar berguna pada keadaan bila psoriasis telah resisten terhadap
steroid topikal sejak awal atau pemakaian pada lesi luas. Lesi yang
melibatkan area yang luas sehingga pemakaian steroid topikal kurang
tepat. Bila obat-obat oral merupakan kontra indikasi oleh karena terdapat
penyakit sistemik. Menurut asalnya preparat tar dibagi menjadi 3, yakni
yang berasal dari fosil (misalnya iktiol), kayu (misalnya oleum kadini dan
oleum ruski), dan batubara (misalnya liantral dan likuor karbonis
detergens). Cara kerja obat ini sebagai antiinflamasi ringan. Konsentrasi
yang digunakan sebesar 2-5%, dimulai dengan konsentrasi rendah, jika
tidak ada perbaikan konsentrasi dinaiikan. Agar lebih efektif bisa
digabung dengan asam salisilat 3-3% dan gunakan sebagai salep karena
memiliki daya penetrasi yang baik.
17
c. Ditranol (Antrhalin)
Anthralin efektif dalam pengobatan namun meninggalkan noda di kulit,
pakaian, seprei tempat tidur. Untuk menghindari kekurangan dari anthralin
ini digunakan metode kontak singkat anthralin treatment dengan membilas
anthralin setelah pemakaian 15-30 menit. Anthralin memberikan efek
langsung pada keratinosit dan leukosit dengan mensupresi neutrofil
generasi superoksida dan menginhibisi derivat monosit IL-6 dan TNFalfa.
d. Vitamin D analog (Calcipotriol)
Vitamin D3 ini memberikan efek pada diferensiasi keratinosit dengan cara
meregulasi respon epidermal terhadap kalsium. Preparatnya berupa salep
atau krim 50 mg/g, efek sampingnya berupa iritasi, seperti rasa terbakar
dan menyengat. Kombinasi terapi calcipotriol dengan steroid berpotensi
tinggi memberikan hasil yang memuaskan dengan efek samping steroid
yang rendah.
e. Tazarotene
Tazaroten merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya
menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit
dan
menghambat
petanda
proinflamasi
pada
sel
radang
yang
menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dan krim dengan
konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal
potensi sedang dan kuat maka akan memberikan efek mempercepat
penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi
berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat
fotosensitif.
f. Humektan dan Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit dan mengurangi
hidrasi kulit sehingga kulit tidak terlalu kering. Pada batang tubuh (selain
lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan
18
bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan
akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak
mempunyai efek antipsoriasis.
g. Asam salisilat
Asam salisilat adalah agen keratolitik dalam bentuk krim, sampho dan gel.
Dapat membantu absorpsi dari agen topikal lainnya. Penggunaan
pengaplikasian asam salisilat yang luas dapat memberikan efek seperti
tinnitus, kebingungan akut, dan hipoglikemia. Utamanya pada pasien
diabetes yang membahayakan ginjal.
2. Medikamentosa sistemik :
a. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sistemik masih kontroversial kecuali yang
bentuk eritrodermi, psoriasis artritis dan psoriasis pustulosa Tipe
Zumbusch. Dimulai dengan prednison dosis rendah 30-60 mg (1-2
mg/kgBB/hari), atau steroid lain dengan dosis ekivalen. Setelah membaik,
dilakukan tappering-off, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian
obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi
psoriasis pustulosa generalisata.
b. Metotreksat
Metotreksat (MTX) merupakan pilihan terapi yang sangat efektif bagi
psoriasis tipe plak kronis, juga untuk tatalaksana psoriasis berat jangka
panjang, termasuk psoriasis eritroderma dan psoriasis pustular. MTX
bekerja secara langsung menghambat hiperproliferasi epidermis melalui
inhibisi di hidrofolat reduktase. Efek antiinflamasi disebabkan oleh
inhibisi enzim yang berperan dalam metabolisme purin.
c. Siklosporin
Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya
ialah imunosupresif. Dosisnya 1-4mg/kgbb/hari. Bersifat nefrotoksik dan
hepatotoksik, gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi
19
gingiva,serta hipertensi. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya
setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.
3. Fototerapi
Narrowband UVB untuk saat ini merupakan pilihan untuk psoriasis yang
rekalsitran dan eritroderma. Sinar ultraviolet masih menjadi pilihan di
beberapa klinik. Sinar ultraviolet B (UVA) mempunyai efek menghambat
mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang
terbaik adalah dengan penyinaran secara alamiah, tetapi tidak dapat diukur
dan jika berlebihan maka akan memperparah psoriasis. Karena itu,
digunakan sinar ulraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal
sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau
berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan
disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal
sebagai pengobatan cara Goeckerman. PUVA efektif pada 85 % kasus,
ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang lain.
I. Prognosis
Psoriasis merupakan penyakit yang tidak menyebabkan kematian, namun
merupakan penyakit seumur hidup, bersifat kronis dan residif, dengan remisi dan
eksaserbasi, kadang kala susah disembuhkan. Psoriasis yang menjadi athtritis
terjadi pada 10% kasus. (Gelfand, 2005; Djuanda et al, 2006).
20
III. PEMBAHASAN
Pasien datang ke RSMS tanggal 12 Juli 2017 dengan keluhan gatal pada
badan. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya muncul bintikbintik kemerahan di bagian punggung. Lama kelamaan, bintik kemerahan melebar
dan terdapat sisik yang kering dan halus. Bercak kemerahan bertambah jika digaruk.
Bercak kemerahan juga menyebar ke dada, perut, punggung dan lengan. Pasien
mengatakan bahwa gatal bertambah berat apabila sedang stress dan membaik apabila
mengonsumsi obat dan menggunakan salep dari dokter. Riwayat alergi disangkal.
Pada pemeriksaan dermatologis ditemukan adanya plakat eritematosa berbatas tegas,
polimorfik dengan skuama kasar tebal berlapis seperti mika pada regio brachii,
thoracalis, abdominal, dorsum, dan femoral. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan
adanya fenomena Kobner (+), Auspitz sign (+), fenomena tetesan lilin (+)
Dapat disimpulkan bahwa penyakit pasien bersifat kronik dan residif. Dilihat
dari hasil pemeriksaan dermatologis dan penunjang, pasien menderita psoriasis.
Diagnosis banding dari psoriasis adalah tinea korporis, parapsoriasis, liken simpleks
kronis, dan dermatitis seboroik. Perbedaannya dengan tinea adalah gatal pada pasien
ini bertambah jika pasien stress sedangkan pada tinea gatal akan bertambah jika
berkeringat atau beraktifitas. Lalu pada pasien tidak ditemukan adanya central
healing yang merupakan khas dari lesi pada tinea.
Pada parapsoriasis, pasien biasanya akan mengeluhkan eritema dan skuama
serta hemoragik sedangkan pada pasien ini didapatkan skuama yang berlapis – lapis
dan tebal serta mengkilap seperti mika. Sedangkan pada pasien dengan liken simpleks
kronik, biasanya lesi tunggal pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit edema,
lambat laun edema dan eritema menghilang, pada bagian tengah berskuama dan
menebal, terdapat likenifikasi dan ekskoriasi, sekitarnya hiperpigmentasi, batas
dengan kulit normal tidak jelas sedangkan pada pasien ini lesi tampak berbatas tegas.
Pada dermatitis seboroik akan didapatkan skuama berminyak, tidak bercahaya,
sedangkan skuama pasien ini putih dan mengkilap.
21
IV. KESIMPULAN
1. Psoriasis merupakan suatu penyakit kulit autoimun bersifat kronik dan residitif
ditandai dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan dan didapatkan fenomena Koebner, fenomena
tetesan lilin, dan Auzpits sign.
2. Psoriasis terjadi lebih banyak pada pria dan usia dewasa muda
3. Etiologi psoriasis adalah faktor imunologik, genetik, dan lingkungan.
4. Efloresensi yang dapat dijumpai adalah plak eritematosa sirkumskrip dengan
skuama putih keperakan diatasnya dan tanda Auspitz.
5. Terapi psoriasis menggunakan obat sistemik dan obat topikal. Pasien diharapkan
untuk kontrol teratur karena penyakit bersifat kambuh-kambuhan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Barker JNWN, Griffiths CEM. Psoriasis. Rook’s Textbook of Dermatology. 8 ed.
Chichester, West Sussex: Wiley-Blackwell; 2010. p. 20.1-.18
De Rie, M.A., Goedkoop A.Y., Bos J. D.. 2004. Overview of psoriasis. Dermatologic
Therapy, 17: 341-9.
Djuanda, Adhi. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: FK UI. Hal 189-194
El-Darouti M and Hay RA. 2010. ‘Psoriasis: Highlights on Pathogenesis, Adjuvant
Therapy and Treatment of Resistant Problematic Case’ Women Dermatol Soc;
7: 64-70
Gelfand, J.M., Weistein R, Porter SB, Neimann AL, Berlin JA Margolis DJ. 2005.
Prevalence and Treatment of Psoriasis in the United Kingdom. Arch
Dermatol;141-53.
Gudjonsson JE, Elder JT: Psoriasis, in: Katz GS, Paller BG, Wolff K. (eds),
Fitzpatrick Dermatology in general Medicine, 7th ed. The McGraw Hill
Companies. 2008. Chapter 18. p. 169-93.
James WD, Berger TG, Elston. DM. Seborrheic Dermatitis, Psoriasis, Recalcitrant
Palmoplantar Eruptions, Pustular Dermatitis, and Erythroderma. Andrews’
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 11 ed. Canada: Elsevier Inc; 2011.
p. 187-202.
Mefret, Jeffrey. 2012. Psoriasis. Review Article :Medscape. Available from URL
:http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview#a0104.Diakses
tanggal 14 Juli 2017.
Riveira-Munoz E, He SM, Escaramís G, et al. 2011. Meta-Analysis Confirms the
LCE3C_LCE3B Deletion as a Risk Factor for Psoriasis in Several Ethnic
Groups and Finds Interaction with HLA-Cw6. J Invest Dermatol.
May;131(5):1105-9
Siregar, Robert. 2005. Psoriasis. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC Hal. 94-95
23
Download