Uploaded by Kartika Kartika

Penganiayaan Emosional Anak Usia DIni Melalui Bahasa Negatif dalam Kekerasan Virtual

advertisement
Volume x Issue x (xxxx) Pages x-xx
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
ISSN: 2549-8959 (Online) 2356-1327 (Print)
Penganiayaan Emosional Anak Usia Dini Melalui Bahasa Negatif dalam Kekerasan
Verbal
Nurmalina 
PG PAUD, Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalis dan mengetahui faktor paling dominan
yang melatarbelakangi terjadinya penganiayaan emosial melaui bahasa negatif
dalam kekerasan verbal, dampak yang ditimbulkan, serta solusi yang ditawarkan
untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut. Penelitian deskriptif analitik ini
dilakukan di kalangan keluarga yang memiliki anak-anak usia dini. Metode
penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor dominan orangtua yang melakukan kekerasan verbal
terhadap anaknya adalah faktor pengetahuan orangtua dan pengalaman
orangtua. Dampak yang timbulkan pada AUD adalah anak akan menjadi manusia
yang tidak berakhlak, baik dari segi perbuatan maupun ucapan (mudah
menggunakan bahasa-bahasa yang negatif dalam kehidupan sosialnya dan
melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang). Upaya pencegahan dan
mengatasi penganiayaan emosial dalam Kekerasaan Verbal pada AUD adalah
dengan mempositifkan bahasa dalam berkomunikasi terhadap anak.
Kata Kunci: Penganiayaan Emosional, Anak Usia Dini, Bahasa, Kekerasan Verbal
Abstract
This study aims to analyze and determine the most dominant factors behind the
occurrence of emotional abuse through negative language use in verbal abuse, the
impact it causes and the solutions offered to prevent and overcome these
problems. This analytical descriptive study was conducted among families with
young children. This research method is library research (library research). The
technique for collecting data in this study is documentation. The results showed
that the dominant factors of parents using verbal abuse against their children were
the knowledge and experience of the parents. The impact on AUD is that children
become immoral, both in terms of actions and speech (it's easy to use negative
language in their social life and commit deviant actions). Efforts to prevent and
overcome emotional abuse in verbal abuse in AUD are to communicate language
positively in communication with children..
Keywords: Emotional Abuse, Early Childhood, Language, Verbal Abuse
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, x(x),
xxxx | 1
Judul artikel
DOI: 10.31004/obsesi.vxix.xxx
Copyright (c) 2019 Nama Penulis
Corresponding author :
PENDAHULUAN
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa
merupakan alat komunikasi manusia dalam kehidupan sehari-hari (Barus, 2013).
Bahasa termasuk media komunikasi maka bahasa merupakan cermin kepribadian
seseorang artinya melalui bahasa seseorang dapat diketahui kepribadiannya atau
karakternya (Pranowo, 2009). Dengan demikian, bahasa merupakan salah satu bidang
yang memegang peranan penting untuk membentuk karakter seseorang. Kecerdasan
manusia merupakan bagian dari karakter manusia. Sementara itu,
kekurangmampuan dalam berbahasa mencerminkan juga tentang ketidakcerdasan
sebagai pelaku bahasa.
Keberhasilan proses pendidikan pada masa dini tersebut menjadi dasar untuk
proses pendidikan selanjutnya (Nurmalina, 2016). Dasar pembentukan moral anak
baik melalui pendidikan formal maupun nonformal membutuhkan bahasa sebagai
media atau alat untuk menyampaikan pesan-pesan moril. Selain bahasa penuturnya
juga merupakan komponen penting dalam penyebar virus positif terhadap moral,
karakter dan budaya anak. Dalam hal berkomunikasi, ajaran Islam memberi
penekanan pada nilai sosial, religius, dan budaya. Sebagaimana diisyaratkan dalam
ayat berikut, yang artinya:
“... dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah
suara himar.” (QS. Lukman [31]: 19) 3
Masa balita merupakan masa emas tumbuh kembang anak. Masa di mana rasa
ingin tahu anak sangat besar untuk mengeksplorasi apa pun yang baru dilihatnya.
Namun, perkembangan anak sering kali sering terhambat tanpa didasari oleh
orangtuanya. Orangtua sering meluapkan emosi karena tingkah laku anaknya yang
tidak sesuai dengan kehendaknya. Emosi lebih mudah diungkapkan dengan ekspresi
verbal (Hude, 2006). Kekerasan verbal yang terjadi pada anak lebih sering diperoleh
dari keluarga dan dilakukan oleh orang tua selama proses pengasuhan. Tak jarang
orangtua secara sadar atau tidak melarang anak untuk melakukan apapun
keinginannya. Selama proses pengasuhan tidak sedikit orang tua yang tanpa sadar
telah menggunakan bahasa negatif pada anak yang terlihat dalam bentuk kekerasan
verbal (Fataruba, P.N, Purwatiningsih, S & Wardani, 2009). Padahal, penggunaan
bahasa positif maupun negatif akan berimplikasi terhadap pembentukan karakter
seseorang (Pranowo, 2009).
Kemampuan berbicara sangat penting untuk anak karena dengan berbicara
anak dapat mengkomunikasikan tentang keadaan dirinya (Fauziddin, 2018).Bahasa
negatif mempunyai ciri yang berbeda yaitu: (1) memberitahukan hal-hal yang tidak
boleh dikerjakan, (2) terkesan menuduh, (3) menggunakan kata-kata negatif seperti:
tidak bisa, tidak akan, jangan, malas dsb., dan (4) menekankan pada tindakan negatif.
Dalam pengasuhan, jika anak mulai bicara, orangtua sering menggunakan kekerasan
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, x(x),
xxxx | 2
Judul artikel
DOI: 10.31004/obsesi.vxix.xxx
verbal dengan melontarkan kata-kata negatif, seperti “kamu bodoh”, “kamu cerewet”,
dan “kamu kurang ajar”. Anak akan mengingat itu semua kekerasan verbal jika semua
kekerasan verbal itu berlangsung dalam satu periode (Fitriana, Y., Pratiwi, K., &
Sutanto, 14 C.E.). Kekerasan verbal seperti itu merupakan penganiayaan emosi anak
yang dilakukan secara terus menerus yang dapat menyebabkan pengaruh buruk
terhadap perkembangan anak (Armiyanti, I., Aini, K., & Apriana, 2018). Saat anak
mendapatkan kekerasan verbal pada kondisi tersebut, maka anak akan merasa gagal
dan bisa menyebabkan tidak adanya keinginan untuk bisa menjadi lebih baik (Siregar,
2017).
Seseorang yang diberi label negatif menjadikan orang tersebut tidak mampu
berkembang dengan baik, munculnya ketegangan dan dianggap lemah karena merasa
malu terhadap apa yang orang persefsikan pada dirinya. Bagi anak yang diberi label
negatif tentu hal tersebut menjadi pemahaman baru, bahwa dirinya dianggap lemah
dan tidak bisa melakukan apa-apa. Bahkan, hal ini akan berdampak dan dirasakan
oleh anak hingga akhir masa remaja (Mustillo, S. A., K Budd, 2013).
Kekerasan verbal terhadap anak akan menumbuhkan sakit hati hingga
membuat anak berpikir seperti yang kerap diucapkan oleh orang tuanya (Armiyanti,
I., Aini, K., & Apriana, 2018). Hipnotherapis Klinis Dra. MTh. Widya Saraswati
mengungkapkan bahwa perkataan dari orangtua itu bisa langsung diserap pikiran
bawah sadar yang bisa membuat anak menampilkan diri seperti yang diucapkan
anaknya (Febrida , 2013). Ketika seseorang telah dianggap menyimpang, maka mereka
akan cenderung benar-benar berperilaku menyimpang. Label menyimpang yang
diberikan oleh orang lain akan mempengaruhi konsep diri atau self concept dan
perilaku orang tersebut sesuai dengan apa yang telah dilabelkan oleh orang lain
(Rubington, 2007). Dengan adanya cap yang dilekatkan pada diri seseorang maka ia
(disebut juga sebagai proses reorganisasi psikologis) dan kemungkinan berakibat
pada suatu karier yang menyimpang (Narwoko, J., 2013)
Penganiayaan secara emosional dengan cara kekerasan verbal akan
menyebabkan gangguan emosi pada anak (Wirawan, A., Sunartini, S., Suryawan, B.,
& Soetjiningsih, 2016). Anak akan mengalami perkembangan konsep diri yang kurang
baik, hubungan sosialnya dengan lingkungannya akan bermasalah, dan membuat
anak lebih agresif serta menjadikan orang dewasa sebagai musuhnya. Berdasarkan
data UNICEF (United for Children) pada tahun 2016 bahwa 80% anak usia 2-14 tahun
pernah mengalami kekerasan baik itu berbentuk fisik maupun psikologis dimana 62%
kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan terdekat yaitu keluarga dan
lingkungan sekolah, selebihnya 38% di ruang publik (Fitriani, Putra, Santoso, 2015)
Hasil penelitian (Farhan, 2018) menunjukkan bahwa terdapat 5 faktor yang
menyebabkan orang tua melakukan verbal abuse terhadap anak. Pertama, faktor
pengetahuan orang tua tidak mengetahui bahwa verbal abuse lebih bahaya daripada
phsycal abuse, kedua, faktor pengalaman orang tua memiliki pengalaman yang sama
sehingga cenderung untuk meniru, ketiga, dukungan keluarga terhadap anak dengan
kelainan fisik maupun anak lahir yang tidak diharapkan. Keempat, faktor ekonomi
karena kemiskinan ataupun pengangguran, dan kelima, faktor lingkungan orang tua
menjadi kaku dalam hal mendidik anak. (Putri, A. M., & Santoso, 2012) juga
mengemukakan bahwa karakter orang tua juga menjadi salah satu penyebab
munculnya perilaku kekerasan verbal pada anak.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, x(x),
xxxx | 3
Judul artikel
DOI: 10.31004/obsesi.vxix.xxx
Perkembangan superego anak biasanya pada saat berusia 3 sampai 6 tahun.
Pada masa ini anak dianggap sangat kritis untuk perkembangan emosi dan psikologis.
Bahkan, di usia ini anak lebih aktif dan terlihat nakal. Kenakalan anak pada usia 3
sampai 6 tahun merupakan hal yang wajar, dengan cara seperti itu anak mempelajari
lingkungan secara kreatif, tetapi kadang orang tua melihat hal itu sebagai suatu hal
yang mengganggu, dan orang tua tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan
verbal seperti membentak dan mengabaikan anak (Wong, 2008). Penelitian ini
bertujuan untuk menganalis dan mengetahui faktor paling dominan yang
melatarbelakangi terjadinya penganiayaan emosial melaui bahasa negatif dalam
kekerasan verbal, dampak yang ditimbulkan, serta solusi yang ditawarkan untuk
mencegah dan mengatasi masalah tersebut.
METODOLOGI
Metode penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yang
disebut dengan penelitian kepustakaan dengan data-data yang didapat dari
perpustakaan baik berupa ensklopedia, skripsi, tesis, disertasi, buku, jurnal, dokumen,
kamus, dan majalah (Khahtibah, 2013). Posedur penelitian kepustakaan yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah memilih topik, mencari informasi yang
berhubungan dengan topik berupa jurnal/penelitian terkait. Sumber data penelitian
ini diperoleh dari literature berupa jurnal/penelitian yang relevan yang memiliki
variable yang sesuai dengan topik penelitian. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dokumentasi yaitu mencari data mengenai variable berupa
jurnal/penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Faktor Dominan yang Penganiayaan Emosial Melaui Bahasa Negatif dalam
Kekerasaan Verbal pada AUD
Hasil Penelitian (Putri, A. M., & Santoso, 2012) menunjukkan bahwa orang tua
menganggap bahwa anak mereka yang berusia 3 dan 4 tahun adalah anak yang nakal,
sehingga mereka sering melakukan kekerasan verbal yang tanpa mereka sadari telah
melakukan penganiayan emosional pada anak mereka. Orang tua yang memiliki
karakter yang keras cenderung lebih sering melakukan perilaku kekerasan verbal
pada anak. Karakter seseorang dipengaruhi karena latar belakang keluarga yang
dimiliki sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan rantai kekerasan pada keluarga.
(Soetjiningsih, 2002) menyatakan bahwa faktor yang bisa menyebabkan orang
tua melakukan kekerasan verbal adalah: 1) tingkat pengetahuan orang tua; 2)
pengalaman orang tua; 3) faktor ekonomi; dan 4) faktor lingkungan. Hal ini bertolak
belakang dengan hasil penelitian (Fitriana, Y., Pratiwi, K., & Sutanto, 14 C.E.) yang
meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Orangtua dalam
melakukan kekerasan verbal terhadap AUD. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan faktor pendidikan dan pendapatan orang tua dengan
kejadian kekerasan verbal pada anak usia pra-sekolah, melainkan faktor umur,
pengetahuan, sikap, pengalaman, dan lingkungan. Pengalaman orang tua memiliki
pengaruh yang besar terhadap perilaku orang tua dalam melakukan kekerasan verbal
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, x(x),
xxxx | 4
Judul artikel
DOI: 10.31004/obsesi.vxix.xxx
pada anak usia dini. Orang tua yang memiliki pengalaman pola asuh yang baik akan
memiliki kecenderungan untuk melakukan hal yang sama pada anaknya. Sebaliknya,
orang tua yanng memiliki pengalaman pola asuh yang buruk cenderung akan
melakukan kekerasan verbal terhadap anaknya.
Penelitian (Farhan, 2018) menunjukkan bahwa terdapat 5 faktor yang
menyebabkan orang tua melakukan verbal abuse terhadap anak. Pertama, faktor
pengetahuan orang tua tidak mengetahui bahwa verbal abuse lebih bahaya daripada
phsycal abuse, kedua, faktor pengalaman orang tua memiliki pengalaman yang sama
sehingga cenderung untuk meniru, ketiga, dukungan keluarga terhadap anak dengan
kelainan fisik maupun anak lahir yang tidak diharapkan. Keempat, faktor ekonomi
karena kemiskinan ataupun pengangguran, dan kelima, faktor lingkungan orang tua
menjadi kaku dalam hal mendidik anak. Jadi, menurut Farhan faktor utama yang
melatarbelakangi orangtua melakukan kekerasan verbal pada anak adalah
pengalaman pengasuhan yang dialami di masa kecilnya.
Hasil penelitian (Armiyanti, I., Aini, K., & Apriana, 2018) menemukan bahwa
orangtua yang melakukan kekerasan verbal terhadap anak lebih dominan dilakukan
oleh ibunya. Kejadian tindak kekerasan verbal oleh ibu dengan emosi matang dapat
disebabkan oleh adanya mekanisme koping maladaptif yang digunakan ibu dalam
menghadapi masalah. Mekanisme koping tersebut berupa mekanisme koping represi,
yaitu penekanan emosi yang tidak sadar terhadap pikiran, impuls yang menyakitkan
atau bertentangan yang terjadi di masa lalu. Pengalaman tersebut terekam kuat dalam
ingatan ibu, sehingga ketika hal yang sama dengan masa lalunya terjadi, ibu akan
melakukan tindakan atau respon seperti pengalaman yang dialaminya yaitu
mengungkapkan emosi dengan ekspresi verbal.
Berdasarkan paparan di atas, diketahui faktor dominan orangtua yang
melakukan kekerasan verbal terhadap anaknya adalah faktor pengetahuan orangtua
dan pengalaman orangtua. Orangtua yang melakukan penganiayaan emosional tidak
mengetahui bahwa kekerasan verbal memiliki dampak yang sangat buruk, bahkan
bahaya daripada kekerasan fisik. Pengalaman orangtua memiliki pengaruh yang besar
terhadap perilaku orang tua dalam melakukan kekerasan verbal pada anak usia dini.
Orangtua yang memiliki pengalaman pola asuh yang buruk cenderung akan
melakukan kekerasan verbal terhadap anaknya.
2. Dampak Penganiayaan Emosial Melaui Bahasa Negatif dalam Kekerasaan Verbal
pada AUD
Kekerasan verbal yang dialami pada masa anak-anak sedikit banyaknya akan
membawa dampak dalam kehidupan anak tersebut. (Letari, 2016) menyatakan bahwa
akibat dari kekerasan verbal yaitu anak menjadi agresif seperti komunikasi yang
negatif mempengaruhi perkembangan otak anak, anak akan selalu dalam keadaan
terancam dan menjadi sulit berfikir panjang sehingga sikap yang timbul hanya
berdasarkan insting tanpa pertimbangn terlebih dahulu. Anak menjadi agresif dan
setelah menjadi orang tua akan memiliki karakter sama dengan yang orangtua
didikan (Munawati, 2011). Selain itu, Hal ini juga berdampak pada psikologis yang
bisa menjadikan anak tidak peka dengan perasaan orang lain (Soetjiningsih, 2002).
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, x(x),
xxxx | 5
Judul artikel
DOI: 10.31004/obsesi.vxix.xxx
Dampak jangka panjang yang terjadi dari kekerasan verbal pada anak adalah
menimbulkan rantai kekerasan pada keluarga. Hasil tersebut sesuai dengan hasil
penelitian terkait yang sudah dilakukan oleh Munawati, yaitu akibat lain dalam
jangka panjang yaitu anak yang mendapatkan kekerasan verbal dapat melakukan hal
yang sama kelak kemudian hari terhadap anak-anaknya saat mereka menjadi orang
tua. Hal ini terjadi karena esensinya anak-anak merupakan peniru ulung (Munawati,
2011).
Sejauh mana dampak perlakuan salah atau kekerasan, sangat tergantung pada
tingkat keparahan yang diderita anak dan usia anak, (Irwanto, 2002). Saat usia kanakkanak, dimana kelekatan (attachment) dengan orang tua atau pengasuh cukup kuat.
Anak memiliki ketergantungan yang kuat terhadap mereka. Sementara saat itu,
attachment sebagai suatu ikatan emosional yang dikembangkan anak melalui
interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya yaitu
orangtua (Mc. Cartney K, 2002). Jika orangtua semestinya sebagai pelindung, namun
memberikan rasa rasa tidak aman, maka dapat mengembangkan perasaan terancam,
penolakan, dan ketidaklayakan pribadi (Tarabulsy, G. M., Pascuzzo, K., Moss, E., StLaurent, D., Bernier, A., Cyr, C., & Dubois-Comtois, 2008).
Dampak penganiayaan emosional yang dilakukan oleh orangtua dalam
kekerasan verbal terhadap anak memiliki dampak yang tinggi sehingga dapat
menyebabkan perilaku yang buruk (Wulandari, 2018). Dengan demikian, anak yang
menjadi korban penganiayaan emosional akan menjadi manusia yang tidak
berakhlak, baik dari segi perbuatan maupun ucapan. Anak tersebut akan dengan
mudahnya menggunakan bahasa-bahasa yang negatif dalam kehidupan sosialnya
dan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang. Anak juga bisa tumbuh
menjadi seseorang tidak peduli pada sekitar. Mereka juga sulit bergaul dan menutup
diri. Anak yang mengalami keterlambatan bahasa tidak dapat menjalankan apa yang
diperintahkan (Joni, 2015).
3. Upaya Pencegahan dan Mengatasi Penganiayaan Emosial dalam Kekerasaan
Verbal pada AUD
Upaya pencegahan dan mengatasi penganiayaan emosial dalam Kekerasaan
Verbal pada AUD adalah dengan mempositifkan bahasa dalam berkomunikasi
terhadap anak. Hasil penelitian (Saudah, 2014) menunjukkan bahwa pengaruh
penggunaan bahasa positif terhadap pendidikan moral: 1) ditunjukkan dalam hasil
pre-test 46% dan setelah dilakukan pendampingan dengan menggunakan bahasa
positif hasil post-test meningkat menjadi 54%, artinya ada perkembangan sebesar 8%;
2) mempunyai pengaruh terhadap pola pikir positif dan perilaku positif anak. Respon
positif ditunjukkan siswa dengan sikap toleransi terhadap teman, timbul rasa percaya
diri, mampu untuk bekerjasama (team work), dan selalu bersikap positive thinking.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar mampu berbahasa santun dan
komunikatif menurut (Pranowo, 2009), yaitu: (1) Berbahasa santun dapat
menggunakan bahasa verbal (untuk bahasa tulis) dan dapat pula, dibantu dengan
bahasa non verbal untuk bahasa lisan, (2) Bahasa santun tidak harus menggunakan
bahasa baku, tetapi gunakanlah bahasa sesuai dengan ragamnya dengan bahasa yang
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, x(x),
xxxx | 6
Judul artikel
DOI: 10.31004/obsesi.vxix.xxx
baik. (3) Gunakanlah diksi yang memang sudah berbentuk santun atau memiliki “aura
kesantunan (seperti: mohon, berkenan, mohon maaf). (4) Bertuturlah mengenai topik
yang juga dimengerti dan diminati oleh mitra tutur. (5) Buatlah mitra tutur tertarik
.dengan tuturan penutur sehingga mereka mudah memahami maksud tuturan. (6)
Kenalilah diri mitra tutur dengan benar, terutama yang berkaitan dengan identitas
pribadi dan kesenangannya. (7) Ciptakan konteks situasi yang kondusif bagi mitra
tutur agar atensi mitra tutur terfokus pada penutur. Dengan demikian kebiasaan
berbahasa yang lembut dan santun akan berimplikasi terhadap pembentukan karakter
seseorang.
Penggunaan bahasa yang positif dimungkinkan dengan melakukan hal-hal
sebagai berikut (Jidan, 2008) berpikir tentang beberapa pilihan bahasa/kata yang tepat
untuk anak, 2) menjawab sejumlah pertanyaan yang disampaikan oleh anak, 3)
konsisten dengan kata-kata yang disampaikan, dan 4) menghindari kata “jangan”,
“tidak boleh”, dan “dilarang”. . Dengan demikian, bahasa negatif tentunya bisa
diubah dengan bahasa yang positif, seperti kalimat ‘jangan mencoret-coret dinding!’
diganti dengan ‘menulislah di kertas saja saja!’. Dalam bahasa Melayu kata negatif
“anak kurang ajar” sering dipositifkan dengan “anak bertuah”.
Setiap orangtua tentunya ingin anaknya untuk selalu mematuhi apapun yang
diucapkan atau yang diperintahkan. Ketidakmauan atau penolakan anak untuk
melakukan atau mematuhi apapun yang diucapkan atau diperintahkan oleh oleh
orangtua bukanlah karena anak malas atau tidak patuh. Anak sering merasa
kebingungan dengan apa yang harus dilakukan terhadap perintah atau apa yang
disampaikan oleh orangtuanya. Untuk itu, orangtua harus memperjelas perintah atau
keinginan terhadap anaknya agar anak dapat memahami dan tahu apa yang
diperintahkan oleh orangtuanya. Dengan menggunakan kata-kata positif, perintah
maupun keinginan yang disampaikan oleh orangtuaakan bisa dimengerti oleh
anaknya. Kata-kata “jangan, tidak boleh, dan dilarang” dapat diganti dengan
menggunakan kata-kata “sebaiknya” atau “akan lebih baik”.
Perkataan orangtua adalah doa untuk anaknya. Jika orangtuanya sudah
mendidik dengan baik tapi anak melawan orangtua mungkin efek lingkungan, atau
sebaliknya. Kondisi anak melawan orangtua itu tidak selalu salah, mereka adalah
bentukan dari kepribadian kedua orangtuanya, seperti Pepatah “Buah Tidakkan Jauh
Jatuh dari Pohonnya”.
SIMPULAN
Faktor dominan orangtua yang melakukan kekerasan verbal terhadap anaknya
adalah faktor pengetahuan orangtua dan pengalaman orangtua. Dampak yang
timbulkan pada AUD adalah anak akan menjadi manusia yang tidak berakhlak, baik
dari segi perbuatan maupun ucapan (mudah menggunakan bahasa-bahasa yang
negatif dalam kehidupan sosialnya dan melakukan tindakan-tindakan yang
menyimpang). Upaya pencegahan dan mengatasi penganiayaan emosial dalam
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, x(x),
xxxx | 7
Judul artikel
DOI: 10.31004/obsesi.vxix.xxx
Kekerasaan Verbal pada AUD adalah dengan mempositifkan bahasa dalam
berkomunikasi terhadap anak.
Bagi orangtua diharapkan mampu menambah pengetahuan parenting, serta
orang tua mampu menghindari bahasa negatif yang dapat menganiaya emosional
anak dan dapat memilah-milih komunikasi kata-kata yang baik pada anak. Hal ini
dilakukan sehingga tidak terjadi kekerasan verbal pada anak-anak yang nantinya akan
berdampak buruk bagi anak. Bagi Institusi Pendidikan diharapkan hasil peneiltian ini
dapat dijadikan sebagai referensi dan informasi tambahan mengenai teori kekerasan
verbal yang seringkali terjadi namun tidak disadari oleh orang tua. Guru PAUD
hendaknya dapat bekerjasama dengan orangtua dalam proses pendidikan anak dan
menjaga anak dari segala bentuk kekerasan baik di rumah, di sekolah maupun
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Armiyanti, I., Aini, K., & Apriana, R. (2018). Pengalaman verbal abuse oleh keluarga
pada anak usia sekolah di kota semarang. Jurnal Keperawatan Soedirman (The
Soedirman Journal of Nursing), 12(1).
Barus, S. (2013). Pendidikan Bahasa Indonesia. Unimed Press.
Farhan, Z. (2018). Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Orang Tua Melakukan
Verbal Abuse pada Anak Usia Sekolah 6-12 Tahun di Kabupaten Garut. JKM,
3(2).
Fataruba, P.N, Purwatiningsih, S & Wardani, Y. (2009). Hubungan pola asuh dengan
kejadian kekerasan terhadap anak usia sekolah (6-18 tahun) di kelurahan DufaDufa kecamatan Ternate Utara. Kes Mas, 3(3).
Fauziddin, M. dan M. (2018). Useful of Clap Hand Games for Optimalize Cogtivite
Aspects in Early Childhood Education. Obsesi, 2(2).
https://doi.org/https://doi.org/10.31004/obsesi.v2i2.76
Fitriana, Y., Pratiwi, K., & Sutanto, A. V. (14 C.E.). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku orang tua dalam melakukan kekerasan verbal terhadap anak
usia pra-sekolah. Jurnal Psikologi, 1, 81–93.
Hude, M. D. (2006). Emosi. Erlangga.
Irwanto. (2002). Psikologi Umum. Prenhallindo.
Jidan, M. (2008). Smart Parents for Smart Students. Sygma Publising.
Joni. (2015). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Bahasa Anak
Prasekolah (3-5 Tahun) Di PAUD Al-Hasanah Tahun 2014. Obsesi, 1(1).
https://doi.org/https://doi.org/10.31004/obsesi.v1i1.54
Khahtibah, K. (2013). Pengembangan Perpustakaan sebagai Pusat Sumber Belajar
dalam Kegiatan Instruksional pada IAIN-SU Medan. Jurnal Perpustakaan Dan
Informasi, 5(1), 36–39.
Letari, T. (2016). Verbal Abuse: Dampak Buruk dan Solusi Penangananya pada Anak.
Psikosain.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, x(x),
xxxx | 8
Judul artikel
DOI: 10.31004/obsesi.vxix.xxx
Mc. Cartney K, D. R. (2002). Child Development. Neil J. Salkind. Macmillan.
Refererence.
Munawati. (2011). Hubungan Verbal Abuse dengan Perkembangan Kognitif pada Anak
Usia Prasekolah di RW 04 Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Depok.
Mustillo, S. A., K Budd, and K. H. (2013). Obesity, Labeling, and Psychological
Distress in Late-Childhood and Adolescent Black and White Girls. Social
Psychology Quarterly, 76(3).
https://doi.org/https://doi.org/10.1177/0190272513495883
Narwoko, J., dan S. B. (2013). Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. kencana.
Nurmalina. (2016). Hubungan Penerapan Bahasa Indonesia dengan Pengembangan
Kepribadian Peserta Didik PAUD Kualu Ceria. Obsesi, 2(1).
https://doi.org/https://doi.org/10.31004/obsesi.v2i1.61
Pranowo. (2009). Berbahasa Secara Santun. Pustaka Pelajar.
Putri, A. M., & Santoso, A. (2012). Persepsi orang tua tentang kekerasan verbal pada
anak. Jurnal Keperawatan Diponegoro, 1(1), 22–29.
Rubington, E. dan M. S. W. (2007). Deviance The Interactionist Perspective. Macmillan
Publishing Co.,Inc.
Saudah, S. (2014). Bahasa Positif sebagai Sarana Pengembangan Pendidikan Moral
Anak. Jurnal Al-Ulum, 14(1).
Siregar, L. Y. S. (2017). Pendidikan anak dalam islam. Bunayya, 1(2), 16–32.
Soetjiningsih. (2002). Tumbuh kembang anak. EGC.
Tarabulsy, G. M., Pascuzzo, K., Moss, E., St-Laurent, D., Bernier, A., Cyr, C., &
Dubois-Comtois, K. (2008). Attachment-based intervention for maltreating
families. American Journal of Orthopsychiatry, 783, 322–332.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1037/a0014070.
Wirawan, A., Sunartini, S., Suryawan, B., & Soetjiningsih, S. (2016). Tumbuh
Kembang Anak Hipotiroid Kongenital yang Diterapi dini dengan Levo-tiroksin
dan Dosis Awal Tinggi. Sari Pediatri, 15(2), 69–74.
Wong, D. . (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. EGC.
Wulandari, V. dan N. N. (2018). Hubungan Kekerasan Emosional Yang Dilakukan Oleh
Orangtua Terhadap Perilaku Remaja.
https://doi.org/https://doi.org/10.24198/jppm.v5i2.18364
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, x(x),
xxxx | 9
Download