Machine Translated by Google P-ISSN 2962-0961 E-ISSN 2964-9889 Jil. 2, Nomor 1 Oktober 2023 Ini adalah artikel Akses Terbuka, didistribusikan di bawah ketentuan lisensi Creative Commons Attribution (http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/), Penggunaan Mediasi Di Bidang Kelautan Dan Perikanan Penyelesaian sengketa Sabela Gayo* Fakultas Hukum , Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Jakarta, Indonesia. Abstrak Laut merupakan salah satu batas antar negara dan merupakan salah satu sumber pendapatan dan kehidupan suatu bangsa, Pengelolaan Kelautan memberikan manfaat yang begitu besar sehingga semua pihak atau negara mau mengeksplorasi dan memanfaatkan sumber daya tersebut termasuk laut lepas, sehingga yang terkadang menimbulkan perselisihan antar pihak termasuk antar negara dalam menjalankan pengelolaannya. Sengketa yang terjadi dapat diselesaikan secara nasional maupun internasional, tergantung pihak-pihak yang bersengketa didalamnya. Secara internasional penyelesaian sengketa perikanan yang terjadi di laut dapat diselesaikan secara damai antara kedua belah pihak, namun apabila tidak tercapai kesepakatan damai antara para pihak maka ,tata cara penyelesaian sengketa perikanan di laut dapat dilakukan dengan cara mediasi yaitu kooperatif maritim. diplomasi, diplomasi maritim persuasif, dan diplomasi maritim koersif. Kata Kunci: Alternatif Penyelesaian Sengketa, Kelautan, Perikanan 1. PERKENALAN Salah satu bentuk reformasi hukum dan perundang-undangan yang dilakukan pemerintah adalah dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Bagi Indonesia perubahan atas UU Perikanan sangatlah penting dengan luas wilayah perairan kita yang hampir mendekati 6 juta kilometer persegi yang mencakup wilayah perairan kedaulatan dan yurisdiksi nasional memerlukan perhatian dan kepedulian terutama mengenai penegakan upaya kelautan dari campur tangan dan upaya dari pih Keberadaan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 merupakan kebijakan strategis dan langkah positif serta menjadi landasan bagi penegak hukum dan hakim Perikanan dalam memutus permasalahan hukum terkait dengan illegal fishing, yang dampaknya sangat merugikan keuangan negara bahkan merugikan perekonomian negara. bangsa Indonesia. Penangkapan ikan secara ilegal atau biasa disebut dengan pencurian ikan (illegal fishing) sangat merugikan negara nelayan tradisional manapun. Nelayan tradisional masyarakat Indonesia, masyarakat pesisir juga ikut terkena dampak pencurian ikan ini. Selain itu, masyarakat lain yang menjadi konsumen juga dirugikan karena tidak bisa menikmati laut di negerinya sendiri. Makro *Email/Penulis Koresponden: sabela.gayo@dsn.ubharajaya.ac.id 114 Machine Translated by Google Jurnal Preneur Hukum Jil. 2 Nomor 1 Oktober 2023 Ikan Indonesia dicuri lalu diolah dengan peralatan yang jauh lebih modern sehingga mampu meningkatkan harga jual di luar negeri. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan telah memuat pengaturan atau rumusan baik tentang Hukum Acara Pidana maupun tindak pidana Perikanan. Instansi negara yang berwenang mengusut, mengadili, dan mengadili tindak pidana penangkapan ikan secara ilegal antara lain adalah Departemen Kelautan dan Perikanan, TNI Angkatan Laut, Kepolisian Negara, Kejaksaan, dan Pengadilan Perikanan atau Pengadilan Negeri. Permasalahan illegal fishing terjadi setidaknya disebabkan oleh dua hal, yaitu tumpang tindihnya penekanan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan ketidakjelasan lembaga negara dalam mengurusi alur masing-masing ketidakjelasan tersebut menimbulkan celah hukum bagi pihak-pihak pelaku kejahatan illegal fishing. Permasalahannya adalah pelanggaran perairan Eksklusif Zona Ekonomi, selain beberapa kali tertangkapnya illegal fishing yang dilakukan oleh masyarakat/nelayan yang memasuki wilayah perairan suatu negara dan tanpa ijin negara tertentu seperti indonesia dan tindakan tersebut jelas melanggar ZEE. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 khususnya pada Pasal 7. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan di wilayah perairan Indonesia harus mendapat persetujuan pemerintah Indonesia. Misalnya saja peristiwa penangkapan ikan ilegal yang dilakukan oleh kapal Tiongkok, yang berujung pada proses resmi dari pemerintah Indonesia karena upaya penindakan yang akan dilakukan tim KKP dihadang oleh kapal patroli milik badan keamanan maritim Tiongkok. . Sebuah kapal Penjaga Pantai Angkatan Laut Tiongkok telah menerobos perbatasan. Tak hanya itu, mereka juga memukul dan menarik paksa kapal yang baru saja ditangkap operasi gabungan Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan TNI Angkatan Laut. Akibat ulah kapal penjaga pantai Tiongkok yang melintasi wilayah perairan natuna, membuat pemerintah Indonesia kini berencana meningkatkan keamanan kawasan perbatasan laut. Dari uraian di atas, maka permasalahan yang dirumuskan dalam tulisan ini adalah bagaimana alternatif penyelesaian sengketa internasional di bidang Kelautan dan Perikanan. 2. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang menetapkan hukum sebagai suatu sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas, norma, peraturan dan ketentuan. Peter Mahmud Marzuki bahwa: ‘penelitian hukum normatif adalah suatu proses menemukan kaidah hukum, asas-asas hukum, serta doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi. Penelitian hukum normatif dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai resep dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan penjelasan sistematis yang terinci mengenai aturan hukum yang mengatur bidang hukum. 115 Machine Translated by Google Penggunaan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Kelautan Dan Perikanan Sabela Gayo kaidah hukum yang spesifik, menganalisis hubungan antara kaidah hukum yang satu denhan yang lain, menjelaskan bagian-bagian yang sulit dipahami dari suatu kaidah hukum dan juga memuat prediksi perkembangan masa depan suatu kaidah hukum tertentu. Penelitian hukum doktrinal merupakan penelitian berbasis kepustakaan yang fokusnya pada analisis bahan hukum primer. Jenis penelitian ini didasarkan pada pemikiran bahwa penelitian ini bertujuan untuk menganalisis suatu sistem norma atau aturan. 3. HASIL DAN ANALISIS 3.1. Alternatif Penyelesaian Sengketa Kasus Kelautan dan Perikanan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia Selain upaya pemerintah melalui kebijakan yang berpedoman pada Undang-undang No.45 Tahun 2009 tentang Perikanan, pemerintah Indonesia telah berupaya melakukan berbagai upaya penyelesaian sengketa Illegal Fishing. Upaya tersebut melalui: A. Sistem Pemantauan Kapal B. Jalur diplomasi sebagai upaya penyelesaian sengketa kelautan Perikanan C. Konvensi Regional D. Port State Measures (PSM) sebagai upaya penyelesaian perselisihan di lingkungan ruang lingkup kasus Kelautan dan Perikanan Nasional Sistem pemantauan kapal dilakukan melalui alat canggih yang berfungsi mengetahui pergerakan kapal yang memasuki Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia berdasarkan satelit. VMS tersebut dipasang pada kapal perikanan sehingga memungkinkan untuk mengetahui keberadaan dan mengidentifikasi aktivitas yang dilakukan oleh kapal tersebut. Selain itu, VMS juga berfungsi untuk memastikan kepatuhan kapal penangkap ikan terhadap peraturan yang berlaku. Implementasi VMS di Indonesia dilakukan secara bertahap yaitu tahap pertama dengan membangun sistem berbasis satelit Argos dan membangun pusat pemantauan kapal perikanan serta memasang transmitter pada 1500 unit kapal perikanan. Jalur diplomasi dipilih Indonesia untuk menyelesaikan perselisihan kasus kelalaian dan perikaaan, misalnya kasus Illegal fishing dengan Tiongkok. Namun melalui diplomasi dilakukan melalui pemberian nota protes Indonesia terhadap pihak yang berselisih dan pemanggilan Duta Besar. Sebagai bagian dari perselisihan tersebut, Indonesia mengeluarkan nota protes yang dikeluarkan oleh Indonesia karena Tiongkok telah melakukan perlawanan bahkan mengklaim perairan Laut Natuna sebagai wilayah laut Tiongkok berdasarkan Nine Dash Line, yaitu peta wilayah yang membubuhkan sembilan garis putus-putus sebagai penanda atau pemisah khayalan. jalur yang digunakan pemerintah China untuk mengklaim sebagian besar wilayah Laut Natuna. Diplomasi tersebut bertujuan untuk menegosiasikan batas laut dan menjaga kepentingan sumber daya laut dari aksi IUU Fishing khususnya antara Indonesia dan Tiongkok. 116 Machine Translated by Google Jurnal Preneur Hukum Jil. 2 Nomor 1 Oktober 2023 Port State Measures (PSM) yang dilakukan Indonesia pada tanggal 10 Mei 2016 yang merupakan ketentuan internasional yang mengatur negara pelabuhan dalam memerangi, mencegah dan memberantas IUU Fishing yang ditandatangani dalam Food and Agriculture Forum Organization (FAO) pada tahun 2009. Implementasi PSM tersebut adalah diharapkan dapat menjamin konservasi dan pemanfaatan sumber daya dan ekosistem kelautan dalam jangka panjang serta perikanan berkelanjutan. PSM juga dapat bermanfaat untuk mengurangi peluang terjadinya praktik IUU Fishing karena PSM mengatur tentang pemberdayaan pelabuhan untuk mengawasi kapal-kapal yang diduga melakukan praktik illegal fishing akan segera ditindaklanjuti berdasarkan mekanisme yang diatur dalam PSM. Rezim ZEE memberikan “hak berdaulat” kepada negara pantai atas eksplorasi dan eksploitasi Sumber Daya Alam dan aktivitas terkait lainnya di ZEE. Dalam pertimbangannya, UNCLOS 1982 juga memberikan hak kepada negara-negara pengguna maritim untuk tetap dapat melaksanakan kebebasan penerbangan dan pemasangan pipa serta kabel bawah laut. Hal ini merupakan upaya UNCLOS 1982 yang berupaya mengakomodasi konflik kepentingan antara dua kelompok negara. Kekhawatiran negara-negara maritim pengguna ZEE, diimbangi dengan diberlakukannya rezim laut bebas di ZEE dengan tetap memperhatikan kebebasan navigasi. ZEE diakui sebagai zona maritim tersendiri yang bersifat umum, yang mencakup 3 asas, yaitu pengaturan hak dan kewajiban negara pantai, pengaturan hak dan kewajiban negara lain, dan pengaturan kegiatan lain di wilayah pesisir. ZEE yang tidak termasuk dalam kategori yang disebutkan pada pion 1 dan 2. NCLOS tahun 1982 secara luas membedakan wilayah laut menjadi dua kategori wilayah laut dimana negara dapat menegakkan hukumnya terhadap IUU Fishing, yaitu wilayah laut yang berada di bawah kedaulatan dan wilayah laut dimana suatu negara mempunyai yurisdiksi. Wilayah laut yang tunduk pada kedaulatan negara pantai/ kepulauan adalah perairan teritorial perairan pedalaman atau perairan kepulauan dan laut teritorial. Sedangkan wilayah laut yang mempunyai hak kedaulatan dan yurisdiksi suatu negara pantai/pulau adalah ZEE dan Landas Kontinen. ZEE mempunyai status hukum sui generis (unik). Keunikannya terletak pada adanya hak dan kewajiban negara pantai dan negara lain atas ZEE. Berbeda dengan laut teritorial yang negara pantainya mempunyai kedaulatan, maka di ZEE negara pantai hanya mempunyai hak kedaulatan saja. Hak kedaulatan tersebut terbatas pada eksplorasi dan eksploitasi sumber daya kelautan, baik hayati maupun non hayati. Potensi laut Indonesia begitu bermanfaat bagi para nelayan Indonesia. Namun Indonesia kerap dibuat geram dengan kedatangan kapal asing ke kawasan perairan nusantara. Kapal-kapal asing kerap menganggap posisi kapalnya masih berada di landas kontinen. Padahal, wilayah perairan Natuna termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Diplomasi maritim Indonesia dalam upaya pemberantasan illegal fishing yang terjadi di perairan Indonesia tidak hanya didukung oleh objek saja 117 Machine Translated by Google Penggunaan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Kelautan Dan Perikanan Sabela Gayo hukum internasional, namun juga diperkuat melalui kebijakan dan peraturan dalam negeri mengenai hukum kelautan dan Perikanan. Beberapa kebijakan dan peraturan tersebut antara lain pembentukan Satgas IUU Fishing dan Kebijakan pembakaran serta penenggelaman kapal yang telah disita oleh pengadilan dan perkaranya telah dinyatakan inkracht atau terbukti melakukan IUU Fishing, moratorium atau pembekuan sementara izin. bagi kapal bekas asing, dan Larangan penggunaan alat penangkapan ikan yang berbahaya seperti pukat harimau atau pukat harimau. Terkait upaya pemberantasan IUU Fishing yang secara khusus dapat diterapkan di perairan Natuna dapat dilakukan melalui penerapan beberapa kebijakan, termasuk relokasi nelayan. Dengan bertambahnya jumlah nelayan lokal yang beroperasi di perairan Kepulauan Zeei Natuna dapat menekan praktik penangkapan ikan ilegal karena kelompok masyarakat yang terdiri dari nelayan juga berperan sebagai kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas). Meski demikian, yang patut menjadi catatan penting adalah upaya tersebut harus diperkuat melalui diplomasi bendera, yang artinya seluruh kapal penangkap ikan yang melakukan operasi perikanan wajib memasang bendera Indonesia sebagai simbol keberadaan negara. Kebijakan dalam negeri yang juga dinilai mempengaruhi penguatan diplomasi maritim Indonesia dalam pemberantasan illegal fishing juga ditunjukkan melalui inisiatif pemerintah menjadikan Natuna sebagai Pusat Pelelangan Ikan. regional. Sektor perikanan di Natuna ingin dikembangkan melalui pembangunan infrastruktur dan cold storage sebagai tempat penyimpanan ikan-ikan yang telah ditangkap. Dengan demikian program tersebut dapat mendukung dan membuka peluang bagi pengusaha perikanan dan nelayan lokal untuk meningkatkan kapasitas produksi perikanannya, dan mengurangi jumlah penangkapan ikan oleh pihak asing. Berdasarkan Pasal 3 Ayat 1, apabila ZEEI tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif negara-negara yang pantainya saling berhadapan atau berbatasan dengan Indonesia, maka penetapan batas tersebut diselesaikan dengan kesepakatan. Dalam ayat 2 disebutkan, apabila persetujuan tersebut tidak tercapai dan tidak ada keadaan khusus yang perlu diperhatikan, maka garis batas zona ekonomi eksklusif adalah garis tengah atau garis berjarak sama antara garis pangkal laut teritorial atau titik terluar Indonesia dengan garis pantai teritorial Indonesia. garis pangkal laut teritorial atau titiktitik terluar negara. Ketentuan Pasal 3 sesuai dengan Pasal 74 tentang penetapan batas zona eksklusif antara dua negara yang pantainya saling berhadapan atau berbatasan melalui persetujuan berdasarkan hukum internasional. Secara umum diplomasi adalah pengelolaan hubungan antar negara yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional sebagai pelaksanaan politik luar negerinya. Konsep diplomasi kemudian meluas, baik dari segi isu maupun aktornya, yang selanjutnya melahirkan berbagai bentuk dan jenis diplomasi, salah satunya adalah diplomasi maritim (maritime diplomacy). Secara sederhana, diplomasi maritim adalah pengelolaan 118 Machine Translated by Google Jurnal Preneur Hukum Jil. 2 Nomor 1 Oktober 2023 hubungan antar negara melalui domain maritim. Menurut Miere, diplomasi maritim tidak hanya berarti penggunaan diplomasi untuk mengelola konflik dan ketegangan antar negara terkait masalah maritim melalui penyiapan instrumen hukum internasional. Namun diplomasi maritim juga merupakan penggunaan aset atau sumber daya di bidang maritim untuk mengatur hubungan antar negara. Jika diplomasi pada umumnya melibatkan diplomat sebagai perwakilan negara, maka diplomasi maritim tidak hanya melibatkan pengambil kebijakan (state actor). Diplomasi maritim dapat melibatkan analis dan akademisi untuk mempelajari tren dan perkembangan hubungan internasional dan keamanan global. Diplomasi maritim dikategorikan menjadi tiga tipologi, yaitu diplomasi maritim kooperatif, diplomasi maritim persuasif, dan diplomasi maritim koersif, yang aktor utamanya adalah kekuatan maritim dan pemerintah. Dalam perspektif Indonesia, diplomasi maritim oleh kekuatan maritim yang dapat beroperasi di ZEEI diperankan oleh TNI Angkatan Laut dibantu TNI AU, dan Bakamla. Diplomasi maritim TNI AL dan Bakamla berupa diplomasi maritim kooperatif seperti kerja sama patroli bersama. Namun upaya tersebut belum terlaksana di perairan Kepulauan Zeei Natuna karena perbedaan kepentingan politik kedua negara. Diplomasi maritim kooperatif Diplomasi maritim Indonesia dalam upaya mewujudkan visinya sebagai PMD dilakukan melalui upaya kerja sama untuk menyelesaikan berbagai permasalahan terkait hubungan maritim dengan negara tetangga, seperti permasalahan batas maritim dan batas ZEE. Upaya diplomasi maritim kooperatif ini terlihat dari upaya Indonesia mendorong terbentuknya berbagai forum kerja sama dan perjanjian bilateral maupun trilateral dengan negara lain di kawasan. Menurut Kementerian Luar Negeri, “forum Kerja Sama Maritim adalah lembaga, badan, atau wadah antar negara yang dibentuk untuk meningkatkan kerja sama di bidang keamanan dan keselamatan maritim, Pengelolaan Sumber Daya Laut, dan Pengelolaan Perbatasan, dan lain-lain.” Diplomasi maritim persuasif Selain melalui upaya kooperatif, diplomasi maritim Indonesia juga dilaksanakan melalui upaya persuasif. Upaya persuasif ini dimaknai sebagai tindakan Indonesia yang berupaya mendorong pengakuan negara lain atas kontribusi dan kepemimpinan Indonesia di bidang kelautan. Upaya persuasif dalam diplomasi maritim Indonesia juga dilakukan. Indonesia dengan mengambil peran penting dalam kepemimpinan di ASEAN. Upaya tersebut dapat dilihat sebagai upaya pemerintah untuk menunjukkan kewibawaannya yang pada gilirannya dapat menjadi sarana persuasi kepada negara lain dalam mencapai kepentingan nasional di bidang maritim. Diplomasi maritim koersif Selain kedua bentuk diplomasi maritim yang telah dijelaskan di atas, upaya diplomasi maritim Indonesia juga bersifat koersif. 119 Machine Translated by Google Penggunaan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Kelautan Dan Perikanan Sabela Gayo ditunjukkan melalui cara-cara yang memaksa. Cara koersif tersebut ditunjukkan melalui tindakan penegakan hukum yang tegas melalui kebijakan pembakaran dan penenggelaman kapal asing yang melakukan aktivitas illegal fishing di perairan Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sepanjang tahun 2015 tindakan hukum yang dilakukan KKP berupa penenggelaman kapal, pemeriksaan, pemulangan anak buah kapal (ABK), dan penangkapan kapal ilegal. Pemerintah telah menenggelamkan sebanyak 113 kapal ilegal dari berbagai negara seperti Malaysia, Filipina, Vietnam, Thailand, Papua Nugini, China, Panama, dan lain-lain. Alternatif penyelesaian sengketa kelautan dan perikanan adalah dengan mengintegrasikan tiga bentuk diplomasi maritim seperti yang dikemukakan Miere. Pertama, cara kerja sama yang dilakukan melalui diplomasi untuk mendorong kerja sama bilateral dengan tujuan menyelesaikan permasalahan batas maritim dan tumpang tindih ZEE yang diwujudkan melalui pertemuan teknis dan pertemuan kolaboratif; Kedua, diplomasi maritim dalam bentuk persuasif dilakukan untuk memperoleh dan meningkatkan pengakuan negara lain terhadap wibawa kedaulatan maritim Indonesia dan Ketiga, diplomasi maritim koersif, tiga bentuk diplomasi maritim yang dilakukan Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah mengintegrasikan soft diplomasi maritim (koorperatif dan persuasif) dan diplomasi maritim keras (koersif). Jika diplomasi maritim keras dilakukan Indonesia sebagai penegasan kemandirian negara untuk menjaga kedaulatan maritim dari segala bentuk ancaman, maka diplomasi maritim lunak menuntut Indonesia untuk aktif mendorong kerja sama dan kolaborasi sinergis dengan berbagai aktor. khususnya di tingkat organisasi regional Asia Tenggara dan ASEAN. 4. KESIMPULAN Dalam mengelola hubungan diplomatik terkait permasalahan perikanan laut, khususnya batas laut dan pencurian ikan, pemerintah Indonesia memanfaatkan instrumen diplomasi maritim yang diperankan oleh kekuatan maritim Indonesia dan unsur pemerintah. Diplomasi maritim Indonesia dapat dilaksanakan melalui mekanisme forum pada tingkat bilateral, regional, dan global. Diplomasi batas laut antar negara untuk menetapkan batas ZEEnya dengan Indonesia juga menjadi strategi penting yang harus diprioritaskan pemerintah untuk memperkuat posisi dan klaim ZEEI di perairan kepulauannya. Sedangkan di dalam negeri, upaya pemberantasan IUU Fishing dilakukan oleh pemerintah melalui penerapan kebijakan hukuman terhadap pembakaran dan penenggelaman kapal, mengadakan moratorium, pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan berbahaya, dan pengembangan infrastruktur perikanan di Natuna. REFERENSI 120 Machine Translated by Google Jurnal Preneur Hukum Jil. 2 Nomor 1 Oktober 2023 Akhmad Solihin , Politik Hukum Kelautan dan Perikanan, Nuansa Aulia, Bandung, 2010. Alamsyah, Bobby Bella. Upaya Pemerintah Indonesia Dalam Menanggulangi Illegal Fishing Di Kepulauan Riau 2010-2015. Universitas Mulawarman : Samarinda.2017. Ariman Sitompul. Alternatif Penyelesaian Sengketa Tindak Pidana Politik Uang Dalam Pemilu Dilihat Dari Hukum Normatif. Asia Internasional Hukum dan Pencucian Uang (IAML), 2(1), 1–9. 2023 https://doi.org/10.59712/iaml.v2i1.52 Ariman Sitompul, Sabela Gayo. Penggunaan Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Kesehatan. Jurnal Sosial Hong Kong, 2022. Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa , Yogyakarta: Gama Media, 2008. Dikdik Mohamad Sodik, Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia, PT Refika Aditama, PT Refika Aditama, Bandung, 2014. Djoko Tribawono , Hukum Perikanan Indonesia, Citra Aditya Bakri, Jakarta, 2011. Ela Riska, Diplomasi Maritim Indonesia terhadap Aktivitas Penangkapan Ikan Ilegal (Ilegal Fishing) oleh Nelayan China di ZEEI Perairan Kepulauan Natuna, Jurnal Prodi Diplomasi Pertahanan Volume 3 No.2, 2017. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase RajaGrafindo , Jakarta: PT. Persada, 2003. Nurnamingsih Amriani, menyelesaikan masalah perdata melalui pengadilan dengan cara mediasi alternatif, PT. Raja Grafindo Persada,2012. Sudargo Gautama, Arbitrase Aneka Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996. Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa melalui Pendekatan Mufakat, Rajawali Pers, 2011. Takdir Rahmadi, Meidiasi penyelesaian sengketa melalui musyawarah mufakat pendekatan (buku rajawali, 2011 Usmawadi Amir, Penegakan Hukum IUU Fishing Menurut UNCLOS 1982 (Studi Kasus: Volga Case), Jurnal Opinio, Vol 12 Januari-April 2013. 121