Kabinet Sukiman-Suwirjo merupakan kabinet kedua setelah pembubaran negara Republik Indonesia Serikat. Kabinet ini diumumkan pada 26 April 1951 dan bertugas pada masa bakti 27 April 1951 hingga 23 Februari 1952. Kebijakan Kabinet Sukiman Mempercepat otonomi daerah. Meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan rakyat. Menjalankan politik luar negeri yang bebas dan aktifMenyiapkan undangundang tentang Pengakuan Serikat Buruh dan Perjanjian Kerja Sama (collectieve arbeidsovereenkomst). Prestasi Kabinet Sukiman Melakukan pembangunan infrastruktur di bidang transportasi, irigasi, listrik, telekomunikasi, dan air bersih. Melakukan perbaikan ekonomi Melakukan reformasi pendidikan Melakukan reformasi social Jatuhnya Kabinet Sukiman Adanya perbedaan pandangan antara Masyumi dan PNI Adanya penolakan dari sebagian besar partai politik terhadap bantuan asing Adanya perselisihan internal antara anggota cabinet Adanya ketidakpuasan dari kalangan buruh, petani, dan mahasiswa terhadap kebijakan ekonomi dan sosial Kendala Kabinet Sukiman Dianggap menyimpang dari politik luar negeri Indonesia bebas dan aktif karena menerima bantuan dari AS Adanya krisis moral dengan maraknya korupsi di lembaga pemerintahan Masalah Irian Barat yang belum teratasi Hubungan dengan militer yang kurang baik karena tindakan tidak tegas menghadapi pemberontak Kebijakan Menjalankan tindakan-tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman, serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara. Membuat dan melaksanakan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk mempertinggi sosial ekonomi rakyat, membaharui hukum agraria sesuai kepentingan petani, dan mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam lapangan pembangunan. Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk konstituante dan menyelenggarakan pemilu dalam waktu singkat. Mempercepat otonomi daerah. Menyiapkan undang-undang tentang Pengakuan Serikat Buruh dan Perjanjian Kerja Sama (collectieve arbeidsovereenkomst). Menjalankan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk perdamaian, menyelenggarakan hubungan Indonesia-Belanda atas dasar Unite Statuut menjadi hubungan berdasarkan perjanjian internasional, mempercepat peninjauan kembali persetujuan KMB dan meniadakan perjanjian yang merugikan negara dan rakyat, serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia secepatnya. Meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan rakyat. Kesuksesan Melakukan perundingan dengan Belanda untuk menyelesaikan sengketa Irian Barat, meskipun belum berhasil mencapai kesepakatan. Melakukan perbaikan ekonomi dengan menstabilkan nilai tukar rupiah, menekan inflasi, meningkatkan produksi pertanian dan industri, serta mengurangi defisit anggaran. Melakukan pembangunan infrastruktur di bidang transportasi, irigasi, listrik, telekomunikasi, dan air bersih. Melakukan reformasi agraria dengan menerbitkan Undang-Undang Pokok Agraria pada tahun 1951, yang bertujuan untuk memberikan hak milik tanah kepada petani dan menghapus sistem tanam paksa. Melakukan reformasi pendidikan dengan menerbitkan Undang-Undang Dasar Pendidikan Nasional pada tahun 1951, yang bertujuan untuk menyelenggarakan pendidikan nasional yang demokratis, nasionalis, dan berdasarkan Pancasila. Melakukan reformasi sosial dengan menerbitkan Undang-Undang Kesejahteraan Sosial pada tahun 1951, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan sosial kepada rakyat miskin, sakit, cacat, tua, yatim piatu, dan lainlain. Kabinet Sukiman terdiri dari koalisi Masyumi dengan PNI dan sejumlah partai kecil. Kabinet koalisi itu dipimpin oleh Sukiman dan kemudian lebih dikenal dengan sebutan Kabinet Sukiman. Penyebab jatuhnya Kabinet Sukiman yaitu: Kendala Kabinet Ketidakstabilan karena mengalami masalah-masalah seperti krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah. Kabinet Sukiman juga memiliki program perebutan kembali Irian Barat dari tangan Belanda, meskipun belum juga membawa hasil. Hubungan Kabinet Sukiman dan militer yang tidak baik. Terlihat kala pemerintah menghadapi pemberontakan yang terjadi di Jawa Barat, Jawa tengah, dan Sulawesi Selatan yang kurang tegas. Adanya pertukaran nota antara Menteri Luar Negeri Subardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran mengenai bantuan ekonomi dan militer berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA) atau Undang-undang Kerja Sama Keamanan.Kerja sama tersebut dinilai sangat merugikan politik luar negeri bebas-aktif yang dianut Indonesia, karena Indonesia harus lebih memerhatikan kepentingan Amerika Serikat. Jatuhnya Kabinet Adanya perbedaan pandangan antara Masyumi dan PNI tentang hubungan dengan Belanda, terutama terkait dengan status Irian Barat. Masyumi menginginkan agar Irian Barat segera dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, sedangkan PNI bersikap lebih lunak dan bersedia melakukan perundingan dengan Belanda. Adanya penolakan dari sebagian besar partai politik terhadap bantuan asing yang diterima oleh kabinet Sukiman dari Amerika Serikat, terutama yang berkaitan dengan Mutual Security Act (MSA). Bantuan ini dianggap sebagai bentuk campur tangan asing dalam urusan dalam negeri Indonesia, serta mengancam kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Adanya ketidakpuasan dari kalangan buruh, petani, dan mahasiswa terhadap kebijakan ekonomi dan sosial yang dianggap tidak memihak kepada rakyat. Beberapa aksi unjuk rasa dan demonstrasi terjadi di berbagai daerah sebagai bentuk protes terhadap kabinet Sukiman. Adanya perselisihan internal antara anggota kabinet yang berasal dari partai yang berbeda, serta adanya intervensi dari presiden Soekarno dalam urusan kabinet.