Uploaded by Nabila Cahyaning Wargi

21 kajian medsos

advertisement
Kajian Media Sosial: Fanatisme Di Twitter Antara Pendukung Jokowi
dan Prabowo dalam Pilpres 2019
1
DAFTAR ISI
Abstraks......................................................................................................................................... 3
Abstract ......................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 4
Latar Belakang ........................................................................................................................... 4
Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 6
BAB II ............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 6
Agenda Setting .......................................................................................................................... 6
Opini Publik ............................................................................................................................. 11
Teori Media Baru ..................................................................................................................... 15
Arah Politik .............................................................................................................................. 17
Stereotip Fanatisme Pendukung Jokowi dan Prabowo ........................................................... 18
Degradasi Nilai Politik Digital di Indonesia .............................................................................. 19
BAB III .......................................................................................................................................... 21
Kesimpulan.................................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 22
2
Abstraks
Pada pemilihan presiden periode lalu, terjadi kehebohan di sosial media terutama
di Twitter. Hal ini dikarenakan baik kubu calon presiden Jokowi maupun calon presiden
Prabowo juga memiliki pendukung yang sama-sama kuat. Hal ini dikarenakan citra
keduanya sama-sama baik sehingga mempunyai pendukung yang sama-sama kuat. Pada
pemilihan presiden juga keduanya memiliki jumlah suara yang selisihnya sedikit. Pada
penelitian kali ini, penulis akan mengkaji fenomena tersebut dengan teori agenda seting.
Teori agenda setting adalah teori yang sering digunakan di ilmu komunikasi untuk
mempengaruhi khalayak. Terdapat beberapa asumsi dasar dalam pembentukan teori
agenda setting. Yaitu adalah masyarakat pers dan media massa tidak memberikan fakta
asli dan memilih membentuk isu. Maka dari itu hal ini menarik untuk di teliti.
Kata Kunci: Teori Agenda Setting, Twitter, Kajian Media Sosial, Fenomena media sosial,
Pilpres 2019.
Abstract
During the last presidential election, there was an uproar on social media,
especially on Twitter. This is because both presidential candidate Jokowi and presidential
candidate Prabowo's camps also have equally strong supporters. This is because the
image of both is equally good so they have equally strong supporters. In the presidential
election, both of them also had a small difference in the number of votes. In this research,
the author will examine this phenomenon using agenda setting theory. Agenda setting
theory is a theory that is often used in communication science to influence audiences.
There are several basic assumptions in the formation of agenda setting theory. Namely,
the press and mass media do not provide original facts and choose to create issues.
Therefore, this is interesting to research.
Keywords: Agenda Setting Theory, Twitter, Social Media Studies, Social Media
Phenomenon, 2019 Presidential Election.
3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teori agenda setting adalah teori yang dipakai dalam studi literatur komunikasi
massa yang bisa mempengaruhi masyarakat atau khalayak. Terdapat beberapa asumsi
dasar yang menjadi dasar penelitian tentang agenda setting yang pertama yaitu pers dan
massa media tidak memasukkan fakta yang aktual, mereka memilih dan membentuk isu.
Dan selanjutnya adalah media massa menayangkan masalah yang tidak faktual dan
menayangkan isu yang lebih penting dari pada isu yang lainnya. Hal ini dikarenakan
adanya kepentingan politik yang ada sehingga memunculkan isu yang ingin diangkat oleh
media yang berkoalisi saja. Teori agenda setting muncul dikarenkan adanya gambaran
bahwa manusia bersifat pasif dan dikendalikan oleh lingkungan dan media yang
bepengaruh terhadap agenda yang ada di masyarakat.
Teori agenda setting merupakan teori dengan pembahasan luas dan pemdalam, hal
ini dipengaruhi oleh teori agenda setting merupakan sumber kajian potensial pada
komunikasi massa yang didukung oleh banyaknya jumlah publikasi teori yang ada.
Karena adanya sikap yang menggiring, teori agenda setting adalah teori yang dinilai
efektif untuk memicu perubahan perilaku dan sikap khalayak sesuai dengan apa yang
dimau oleh pemangku kepentingan yang ada, hal ini dikarenakan teori agenda setting
mengatur apa yang ada dipblikasikan. Oleh karena itu, khalayak merupakan hal yang
pasif dan hipodermis dan uses gratifikasi menganggap khalayak aktif dalam
memnyamoaikan media melalui kebutuhannya.
Setelah reformasi pada tahun 1998, masyarakat Indonesia dapat benar-benar
merasakan kebebasan menyampaikan pendapat dan berkomunikasi di depan khalayak
ramai. Dalam kondisi berpolitik, kebebasan komunikasi juga tersmasuk dalam
mengkritisi hal hal dan kebijakan yang ada dalam kepemerintahan. Pola berkomunikasi
dalam pemberitaan menjadi bukti bahwa terbebasnya pola komunikasi, pendapat dapat
bebas tersampaikan terbukti dalam penyiaran dan pers yang ada di publik, Ide sudah
menjadi hal yang kebablasan dikarenakan gagasan yang tertuang semakin sama dengan
apa yang diinginkan oleh khalayak. Oleh karena itu, pada saat ini banyak pro dan korntra
dala menyampaikan maksud dan tujuan pembicaraan di ruang publik dikarenakan
4
kebebasan pendapat sudah sangat bablas bebasnya. Dalam hal ini, hal yang dijunjung
dalam kebebasan berpendapat adalah etika yang ada dan norma kebebasan yang berlaku
di masyarakat serta nilai-nilai yang tertanam di masyarakat.
Cara manusia sebagai makhluk sosial untuk memenuhi dasar berkomunikasi dan
bersosialisasi adalah dengan berinteraksi atau berkomunikasi dengan manusia yang
lainnya, maka dari itu manusia disebut makhluk sosial. Paul Watzlawik mengatakan Tidak
bisa tidak berkomunikasi merupakan hal yang wajar bagi manusia (Bower dan Bradac,
1984). Dan mengegnai hak serta kebebasan untuk komunikasi merupakan hal yang dikaitkaitkan oleh hal yang mengandung unsur politis. Hal yang bertujuan untuk
mempengaruhi opini publik baik verbal maupun non vermal merupakan definisi dari
komunikasi politik. Maka sederhananya, muatan politis dalam penyampaian pesan
merupakan komunikasi politik (Nimmo, 2007).
Pada tahun 2019 menjelang kontes politik atau pemilihan presiden atau biasa
disebut pilpres, tidak adanya kontrol dalam pola komunikasi berakhir menjadi
serampangan dan membuat banyak hal yang tidak terkontrol. Menyindir dan
menyebarkan informasi dan berita palsu seakan akan menjadi hal yang lumrah untuk
dilonttarkan. Istilah cebong dan kampret adalah hal yang familiar dalam fenomena politik
yang ada. Istilah tersebut ada dikarenakan untuk mengolok dan menyudutkan kelompok
yang bersebrangan atau berlawanan politik dengan mereka. Cebong merupakan sebutan
untuk calon presiden Joko Widodo dan Maruf amin dengan nomer urut satu, dan kampret
adalah sebutan untuk pasangan urutan nomer dua yaitu Prabowo dan Sandiaga
Salahuddin Uno
Dari segi etimologi, hal ini jika ditelaah. Istilah cebong dan kampret merupakan
istilah untuk penyebutan nama hewan, Kelelawar banyak disebut kampret dan anak kodok
atau berudu merupakan disebut cebong. Ucapan dan istilah ini menjadi sangat familiar
untuk diucapkan dan dilontarkan pada media sosial. Lalu kemudian fenomena muncul
dan membesar dalam sistem tatanan masyarakat, belum lagi dengan penyebaran berita
palsu yang ada membuat semakin ricuhnya pesta pemilu atau pesta pemilihan yang ada.
Untuk itu, menjadi penting bagi peneliti untuk melakukan kajian tentang fenomena
pendukung Jokowi dan Prabowo ini sebagai labelisasi yang muncul pada bahasa
komunikasi dalam kontestasi politik di Indonesia pada tahun 2019. Sehingga penelitian
5
ini bermaksud untuk mengeksplorasi fenomena fanatisme dan pemberitaan yang keliru
dengan teori agenda setting tersebut dengan telaah perspektif komunikasi politik.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori agenda setting terpakai dalam pemberitaan pilpres 2019?
2. Bagaimana fenomena pemberitaan yang ada dalam pilpres 2019?
BAB II
PEMBAHASAN
Agenda Setting
Isu yang diangkat adalah bagaimana penyebaran berita dan sentimen negatif
antara dua kubu Jokowi dan Prabowo membuat penggunaan teori agenda setting
dikarenakan banyaknya kemiripan dan korelasi yang ada dengan isu-isu atau
permasalahan yang dapat dibawa oleh teori agenda setting. Isu dan pemberitaann tertentu
dapat mempengaruhi khalayak, apalagi dengan ditambahnya pembicaraan dari akun-akun
yang memiliki masa yang besar, hal ini akan sangat berpengaruh dalam menjadi leader
dalam opini yang ada di masyarakat. Masyarakat akan menganggap masalah tersebut
penting jika sebuah media atau opini leader memberikan umpan terhadap masalah
tersebut. Hubungan kuat antara media dan masyarakat ini terbukti atas bagaimana
masyarakat tergiring opini bahwa Prabowo merupakan pelaku kejahatan HAM dengan
menjadi pemimpin tim dalam sebuah militer bernama petrus dan Jokowi merupakan
budak orang China yang mengaku sebagai lulusan Universitas Gajah Mada. Istilah
agenda-setting diciptakan McCombs dan Shaw (morissan, 2015 : 494) dalam kampanye
pemilu agar dapat menggambarkan bagaimana fenomena yang sudah diketahui dan
diamati dalam konteks politik
E.M.,Griffin (morissan, 2015 : 494) menyatakan bahwa McComb dan Donald
Shaw meminjam istilah “ agenda-setting” dari Bernard Cohen (1963) melalui laporan
penelitian tentang media massa. Wartawan dan opinion leader biasa menggunakan media
masssa unutk menggiring opini yang ada sehingga dapay mempengaruhi warga yang ada.
Adanya teknologi baru yang semakin maju membuat warga menjadi tau apa yang
dimaksud media baru. Media baru atau new media merupakan media yang menawarkan
adanya digitalisasi, konvergensi, interaksi antar pengguna dan development dari internet
6
untuk penggunanya, hal ini dikarenakan new media atau media baru lebih banyak
menyampakan pesan dan melakukan interaksi pembuatan pesan. Weimann dan Brosius
(Eriyanto, 2018 : 200) Era internet adalah era dimana agenda setting mulai berubah arah
dan harus ditinjau dan dikaji oleh banyak ahli komunikasi lainnya. Pada praduga yang
pertama adalah media akan memiilihkan isu isu tententu yang akan disajikan kepada
masyarakat atau khalayak. Di era Internet ansumsi ini berubah scera teoritis, Media sudah
banyak menghadirkan agenda dan keberpihakan daripada sebelumnya. Pada saat ini, baik
kanal media luar jaringan ataupun kanal media dalam jaringan selalu memberikan agenda
dan isu-isu tertentu sehingga banyak keperpihakan berita yang ada. Dalam hal ini
MetroTV dan TV One yang dulunya merupakan media yang berdiri satu kaki kini menjadi
kanal media yang berpihak dalam pemilihan presiden dan calon presiden.
Pada perkiraan kedua, khalayak akan mencari tahu apa saja lewat internet yang
mana akan mencari tahu kepada kanal media sosial sehingga maraknya hoaks dan agenda
setting bermunculan membuat masyarakat percaya akan hal tersebut. Praduga yang
ketiga, Hubungan antara hal yang dicari oleh khalayak sama dengan apa yang disjaikan
oleh kanal media sehingga membuat khalayak semakin percaya dengan apa yang ingin
mereka lihat dan mereka dengarkan. Dalam hal ini, khalayak memiliki banyak hal yang
dapat membuka banyak kanal media sosial yang mana akses yang terjadi menjadi lebih
beragam. Maka dari itu pemberitaan bukan lagi pemberitaan dengan searah namun juga
menjadi dua arah dikarenakan adanya kanal media baru membuat feedback yang akan
disampaikan khalayak menjadi lebih cepat ditanggapi oleh si penggiring berita atau opini
yang ada. Praduga yang ada menjadi lebih rumit dan kompleksitas dengan adanya internet
atau kanal media baru. Praduga yang keempat adalah adanya peranan gatekeeper atau
opinon leader dalam menyeleksi pemberitaan yang ada sehingga membuat pemeberitaan
yang diangkat adalah pemberitaan yang mengusung tema agenda atau isu yang akan
dibawa oleh gatekeeper tersebut. Dalam kanal media baru, masyarakat dapat menentukan
apa yang dianggapp penting dan tidak sehingga proses ini di seleksi oleh masyarakat
sendiri. Pada hal ini menyewa buzzer dan gatekeeper merupakan salah satu agenda yang
ada di internet pada saat ini sehingga membuat khalayak percaya dikarenakan banyak
orang yang membicarakan hal yang sama diinternet. Hal ini merupakan permainan
emosional yang ada diinternet.
7
Secara umum, ada tiga skenario (Eriyanto, 2018 : 201 - 209)
1. Skenario ke satu ( pertama )
Chaffee dan Metzger (Eriyanto, 2018 : 201) Di era internet teori agenda
setting kuranglah relevan dalam penggunaannya, meereka mengungkapkan
adanya dua alasan mengapa agenda setting tidak lagi relevan untuk era internet.
Yang pertama adalah dikarenakan adanya sumber informasi dan berita yan g
terbatas membuat teori agenda setting itu ada. Sebelum adanya internet, publik
sangat sedikit mengkonsumsi media selain media yang dominnan dikarenakan
ketidak familiaran atas media. Pada alasann yang kedua isu isu atau agenda yang
dibicarakan oleh masyarakat luas merupakan wacana publik dan setiap individu
terlibat diatas isu atau agenda agenda tersebut. Namun praduga tersebut sudah
tidak relevan dengan adanya internet yang ditandai oeh banyaknya khalayak yang
terpecah pecah, masyarakat lebih tertarik dengan isu yang lebih sensitif dan
sepesifik. Praduga yang ketiga adalah adanya media yang melakukan
penggiringan opini dengna menjadi gatekeeper dan juga menjadi jurnalis yang
berpihak kepada pemangku kepentingan yang ada, Pada Media massa tradisonial
atau kanal media tradisional, menyeleksi berita merupakan hal yang penting agar
berita yang ada hanya beritta yang membawa isu sangat penting dan tidak terjadi
keberpihakan. Proses gatekeepingpada kanal media sosial membuat seolah media
memilihkan isu apa yang harus dibawa kepada masyarakat, dalam hal ini adalah
isu hoax yang ada pada pemilihan presiden dan wakil presiden dan penyebaran
berita palsu antara pasangan calon Joko Widoodo – Maruf Amin dan Prabowo –
Sandiaga Salahudin Uno. Di era daring banyak hal yang dapat berubah dalam
sekejab mata, hal ini ditandai dengan tren yang ada di sosial media terutama
twitter yang selalu berubah bahkan setiap hari, setiap jam dan setiap detik banyak
agenda yang dibawa oleh gatekeeper. Sseperti yang dikatakan sebelumnya, isu
dan agenda yang ada diinternet didukung oleh banyaknya apa yang diinginkan
tersaji oleh masyarakat. Pada era new media atau media baru, publik dapat
mengkonsumsi apa saja yang bisa diliput oleh media bahkan dapat melahirkan
jurnalisme baru yaitu jurnalisme nitizen atau jurnalisme warga net. Kelahiran
8
kanal yang media baru atau new media dapat mengubah agenda dan isu yang
terjadi di masyarakat. Kelahiran kanal media baru mengubah peran dan juga
pembentukan isu yang ada di khalayak yang sebelumnya dilakukan oleh media
lama atau media tradisional.
2. Skenario ke dua ( kedua )
Pada hal ini media sosial atau new media atau media baru tetap relevan dengan
agenda setting dikarenakan adanya banyaknya pemilihan berita.Sumber informasi
yang ada dipublik menentukan agenda atau isu yang akan diangkat menjadi
wacana publik merupakan perbedaab dari teori agenda setting pada era tahun 1970
atau era sebelum adanya internet. Pada masa tersebut media masih terbatas dan
sedikit sehingga muncul adanya teori agenda setting dimana bangsawan
memperlukan adanya dukungan dari rakyat agar dapat mengkudeta raja atau ratu
sebelumnya. Isu dan agenda yang ada pada zaman sebelum adanya internet tentu
saja ditentukan oleh televisi. Pada era internet, masyarakat atau khalayak mencari
tau apa yang ada dengan sajian yang disajikan oleh jurnalis maupun yang bukan
jurnalis.Adanya informasi yang beragam malah menjadikan teori agenda setting
semakin rumit untuk dibaca oleh pengamat publik, hal ini ditandai dengan adanya
banyaknya informasi isu isu dan agenda agenda yang sudah ada dan banyak
terjadi.Teori agenda settung oun sudah berkali kali di revisi dan dikembangkan
agar tetap relevan dengan adanya media baru yang memiliki keberagaman
informasi yang ada. Berbeda dengan skenario yang ada pada tahap awal yang
masih menjadikan internet adalah hal menjadi fkus utama dalam teori agenda
setting, pada teori kedua masih menjadikan kanal media lama menjadi sarana
informasi yang ada dan menjadikkan media lama sebagai salah satu rujukan selain
kanal media baru, selain media baru. Althaus dan Tewksbury (Eriyanto, 2018 :
207) Media yang dikonsumsi oleh publik merupakan media yang sangat
menentukan bagaimana isu atau agenda agenda seseorang dapat mempengaruhi
wacana publik sehingga dapat mempengaruhi opini publik, begitulah kategori
skenario kedua ini dibuat. Perbedaannya hanya terjadi pada format media yang
baru atau new media. Pada media yang dicetak seperti koran majalah dan lainlain, hirarki dalam perusahaan masih sangat kental sehingga membuat berita
terseleksi dengan sangat ketat.isu dan agenda yang penting dan sesuai dengan
9
kepentingan redaksi akan dimuat di halaman yang paling awal agar orang
langsung membaca hal tersebut tanpa menundanya. Sementara pada kanal media
dalam jaringan, informsi lebih disusun secara formatif dan aktual sehingga dapat
memuat banyak berita dan kejadian yang ada di lingkungan masyarakat. Posisi
berita akan sesuai dengna apa yang sedang terjadi aktual dan faktual, sementara
pada berita lama hal itu tidak penting. Selain hal tersebut, pada pemberitaan
online biasanya khalayak akan lebih aktif dalam mencari pemberitaan sehingga
dapat memilah dan memilih jarum suntik mana yang akan dibaca oleh khalayak
3. Skenario ke tiga ( ketiga )
Pada skenario yang ketiga kurang lebih sama dengan sama dengan skenario yang
ada pada skenario yang kedua, Pada skenario ini tidak meonlak adanya agenda
setting ynang ada di kanal media baru. Teori pada skenario ini masih relevan
namun sangat butuh dikembangkan sehingga banyak ahli komunikasi yang
meneliti tentang skenario yang ada di laporan ketiga ini. Adanya sumber informasi
yang semakin beragam dan semakin banyak membua kekuatan media dalam
pembentukan agenda agenda tau isu yang ada untuk mengalami perubahan
wacana yang ada di publik dan opini opini publlik, adanya buzzer dan opinion
leader atau influencer berhasil membuat arag media menjadi berubah dengan
adanya hal tersebut. Kini media tidak lagi berhubungan satu arah dengan
khalayak, namun jug a berubungan timbal balik dengan khalayak yang ada dengan
dapat langsung memberikan feedback yang ada dalam pemberitaan tersebut.
Adanya new media atau media baru merupakan hal yang mengakibatkan adanya
konvergensi media atau peralihan dari media lama kepada media baru.Salah
satunya adalah agenda setting yang saling mempengaruhi dan juga agenda setting
yang saling memutarb balikkan fakta. Media lama dan new media atau media baru
merupakan platform yang saling mempengaruhi satu sama lain dalam
platformnya. Dikarenakan adanya teori agenda setting yang diperbalikan, kini
media atau kanal tidak dapat lagi mengontrol apa yang akan di wacanakan oleh
publik tapi publik juga dapat mengontrol apa yang ada dan apa yang akan
dibicarakan oleh media dikarenakan cepatnya persebaran infromasi,
10
Pada tiga skenario yang ada pada agenda seting, pada makalah ini menggunakan
skenario yang kedua dan jug skenaruo yang ketiga. Hal ini dikarenakan selain adanya
konvergensi media baru juga media lama memiliki peran yang ada dalam pengambilan
langkah yang ada.
Pengembangan teori agenda setting pada skenario II dan III (Eriyanto, 2018 : 22)
adalah;
1. Individu sumber informasi
Individu yang ada sudah menjadi informasi yang sangat penting dalam kanal
media yang sekarang, adanya jurnalisme warga net juga membuat khalayak
umum yang tidak memilki ilmu jurnalisme juga dapat membuat berita untuk
menggiring suatu opini.
Hal ini ditampilkan dalam tweet pedukung calon presiden yaitu Joko Widodo
– Maruf Amin dan Prabowo – Sandiaga Salahudin Uno.
2. Intermedia agenda setting
Intermedia adalah bagaimana kanal media lama dan media baru saling
berpengaruh satu sama lain sehingga apa yang ada di kanal media baru tentu
saja dapat berpengaruh satu sama lain
3. Reversed agenda setting.
Isu dan agenda agenda yang muncul dapat dilihat dari agenda yang ditentukan
oleh media, hal ini dikaenakan adanya opini leader dalam hal yang sedang
ramai dibicarakan. Opinion leader biasanya adalah buuzzer dan influencer
yang sedang disewa untuk menggiring suatu opini.
Opini Publik
Opini publik merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menandai adanya tiap
perkumpulan pendapat yang sama diantara individu individu atau masyarakat tertentu.
Menurut Santoso Sastropoetro dalam buku Opini Publik (2007 : 20) pendapat kolektif
yang digunakan untuk menjunjuk opini seorang atau sebagian besar disebut opini publik.
Opini Publik, menurut William Albiq dalam buku Opini Publik (2007 : 20) adalah
mendapat individu idividu atau kumpulan khalayak yang diperoleh dari perdebatan dan
pengumpulan opini publik yang ada dan menjumlahkan mana yang lebih besar data untuk
dianut.
11
Menurut Leonard W . Doob (2007 : 22), setiap manudia atau setiap kelompok
khalayak merupakan erat dengan kehadiran dan hubungan dengan opini publik. Sikap
suatu khalayak atau kelompok merupakan penentuan dari sikap tiap individu individu di
dalam kelompok tersebut. Opini Publik dari segi Sosiologi menurut Emory S.Bogardus
dalam buku Opini Publik (2007 : 22) , dasar dari hukum merupakan opini yang
mempengaruhi publik dan hal yang berpengaruh dalam politik.
Opini publik pada masa sekarang sudah seperti kekuatan yang ada dan menjadi
hukum yang ada di kanal media baru. Orang akan dihakimi jika tidak memiliki opini yang
sama dengan yang lain, maka dari itu opini publik sudah sepeerti ancaman nyata bagi
seseorang yang berbeda pendapat, hal ini ditandai dengan adanya opersi dari banyak
pihak dan di hakimi oleh massa internet jika memiliki opini yang sangat berbeda dari
khalayak ramai dan akan dihujat habis-habisan oleh mereka yang memiliki opini yang
sama.
Menurut Santoso Sastropoetro dalam buku Opini Publik ( 2007 : 33), pernyataan
yang bersifat konreverisal merupakan suatu pernyataan atau sikap mengenai suatu maslah
disebut opini publik atau wacana publik. Pendapat yang berbeda beda merupakan hasil
yang dihasilkan oleh pernyataan penyataan yang bersifat kontriversial. Opini baru atau
wacana baru akan dapat diterima masyarakat atau sekelompok khalayak jika sikap atau
atitutnya bersikap dengan hal yang cocok dengan masyarakat yaitu hal yang bersangkutan
dengan urusan masyarakat atau hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Menurut
Bernard Hennessy dalam buku Opini Publik (2007: 20) ada 5 fakta opini publik :
1. Adanya Isu ( Presence of an issue )
Isu atau agenda biasanya membawa opini publik untuk dinilai apakah isu atau
agenda agenda tersebut bernilai untuk di kaji dan di beri pendapat oleh warga net
atau tidak. Namun, isu dan agenda ini tidak berlangsung selamanya. Dengan
adanya buzzer dan opinion leader maka isu dan agenda sering berubah ubah pada
internet
2. Nature of publics
Kelompok yang berkempentingan dengan isu tersebut akan terus mengopres isu
tersebut agar terus di perbincangkan oleh netizen agar ramai terjadi di masyarakat
3. Pilihan yang sulit ( complex of preferences)
12
Opini yang ada biasanya mengacu pada pilihan yang suli t bagi warga net untuk
membela siapa yang benar dan siapa yang salah dalam presensi internet yang ada,
hal inii dikarenakan banyaknya hoakks yang ada.
4. Suatu pernyataan atau opini (Expression of preferences)
Pergerakan non verbal seperti lambaian tangan helaannafas dan lain lain
merupakan gerak dan gerik yang tidak dapat dinyatakan oleh lisan juga termasuk
opini atau pernyataan. Pada hal ini pendukung prabowo dan jokowi selalu
memberikan pernyataan yang menyudutkan satu sama lain dengan saling
mengopresi satu sama lain demi kepentingan fanatisme yang terjadi bahkan saling
mengolok di twitter
5. Jumlah orang terlibat ( Number of persons involved)
Opini publik adalah besarnya (size) masyarakat yang menaruh perhatian terhadap
isu.
Opini publik berubah sebagai akibat dari perbedaan cara peserta komunikasi
menafsirkan (mempersepsikan) suatu peristiwa. ergerakan opini publik, menurut buku
Opini Publik karya Rendi Panuju (2007 : 46), disebabkan oleh sejumlah variabel, seperti:
1. Faktor Psikologis
Perubahan Makna dapat terjadi sebagai hasil dari proses perubahan
psikologi. Karena opini publik pada dasarnya merupakan hasil penyandian
individu, maka simbol-simbol bahasa di dalamnya seringkali tidak
berhubungan sama sekali dengan kenyataan.
Pendukung kandidat Joko Widodo dan Prabowo dapat mempengaruhi
sudut pandang yang memanipulasi psikologi orang. Hal ini ditunjukkan
dengan bahwa jika mereka tidak setuju dengan pendapat yang ada pada
mereka, mereka akan menekan, mengintimidasi, atau menekan audiens atau
orang tersebut untuk setuju. Jika hal serupa terjadi, maka akan sangat menjadi
tertekan.
2. Faktor Sosiologis Politik
Opini publik diasumsikan aktif dalam interaksi sosial seperti halnya
a. ketika menghadirkan superiority complex, yaitu siapa yang memiliki
pengaruh terhadap opini publik maka ia juga akan memiliki kontrol terhadap
13
orang lain, hal ini benar adanya. Akibatnya, pengguna online dapat
mempengaruhi opini publik melalui tweet mereka. Hal ini terlihat dengan
banyaknya masyarakat yang menganggap Joko Widodo bukan alumni
Universitas Gajah Mada. Presiden Joko Widodo pun harus memberri
pernyataan bahwa kebenaran laporan tersebut benar atau tidak.
b. Orang melihat keberadaannya dalam opini publik dan keterlibatannya
sebagai bagian dari anggota kelompok karena opini publik melambangkan
suatu kejadian.
c. Citra, strategi, dan operasi (aktivitas) semuanya terkait dengan opini
publik. Dalam bukunya Public Opinion (2007 : 48), Kenneth R. Boulding
menyatakan bahwa citra, rencana, dan operasi merupakan matriks dari tahaptahap kegiatan dalam situasi yang selalu berubah.
d. Opini publik dibentuk agar sesuai dengan keinginan banyak orang. Ada
persaingan ketat di antara orang-orang untuk memanfaatkan opini publik
sebagai pembenaran atas suatu keputusan.
e. Hegemoni ideologi dan opini publik berjalan beriringan. Untuk
mempertahankan posisi kekuasaannya, organisasi atau pemerintah harus
mampu menjadikan ideologi kekuasaannya sebagai ideologi yang berlaku.
3. Faktor Budaya
Kumpulan nilai yang disebut budaya digunakan untuk memandu dan
mengembangkan eksistensi manusia serta mengelola dan melestarikannya dan
melindunginya dari ancaman internal maupun eksternal. Selain itu, gagasan
Richard Brodie (1996) sebelumnya tentang "meme" atau memetika dijelaskan
oleh James Lull dalam buku Public Opinion (2007 : 49).
Meme menurut Brodie dalam buku Opini Publik (2007 : 49) adalah
sepenggal informasi yang tersimpan di benak seseorang dan memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi kejadian di lingkungan sedemikian rupa
sehingga tertular ke pikiran orang lain.
Informasi menyebar dengan cepat ketika orang memiliki kebiasaan
menggunjingkan orang lain, yang mana hal ini sangat buruk bagi meme.
Orang juga suka mendengar cerita, gosip, atau desas-desus lainnya, oleh
14
karena itu gejala meme menyebar dengan cepat di jejaring sosial. Ada
interaksi antara tradisi dan etika sebagai hasil dari kegiatan reproduksi meme.
Pada tingkat opini publik, keterlibatannya berakhir.
4. Faktor media massa
Dalam bukunya Public Opinion (2007 : 50), Meyer menyatakan bahwa
interaksi antara media dan organisasi lokal menghasilkan konten media.
Materi media diubah menjadi kelompok-kelompok makna oleh khalayak, dan
Meyer mengklaim bahwa hasil dari proses penyandian pesan sangat
dipengaruhi oleh norma-norma sosial, pengalaman sebelumnya, kepribadian,
dan preferensi interpretasi khalayak.
Dalam buku Public Opinion (2007 : 50), Bernard Hennesy mengemukakan
bahwa kata-kata yang diucapkan atau dituliskan adalah bahasa yang berlaku
dalam komunikasi ketika ada hubungan antara jaringan komunikasi besar atau
kecil dengan pemilik opini mengenai hal-hal yang menjadi perhatian publik.
Dalam buku Public Opinion (2007 : 54), Helena Olii menyatakan bahwa
komunikasi adalah penggunaan tanda-tanda yang bermakna untuk mendorong
interaksi sosial. Kecuali isyarat dan simbol politik, tanda-tanda dapat
dipadatkan dengan mempertimbangkan bahasa sebagai stimulus. Terlepas dari
kenyataan bahwa komunikasi tidak selalu menghasilkan pembentukan atau
modifikasi opini, komunikasi memungkinkan orang untuk belajar tentang
masalah-masalah lokal.
Teori Media Baru
Selain sebagai era transisi, abad ini juga disebut sebagai abad media massa.
Diskusi publik tentang potensi relevansi sosial media tampaknya tidak banyak berubah,
meskipun ada perubahan signifikan dalam institusi dan teknologi media, serta dalam
masyarakat luas dan pertumbuhan ilmu komunikasi. Definisi masalah yang muncul pada
dua atau tiga dekade pertama abad ke-20 lebih dari sekadar signifikansi historis, dan
pemikiran awal menawarkan tolok ukur untuk memahami masa kini (McQuail , 2011 :
56).
Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi, media massa berkembang
dengan cukup cepat. Media massa memiliki kekuatan yang lebih rumit dan canggih dari
15
sebelumnya. Pengenalan media baru dapat digunakan untuk menggambarkan hal ini.
Sebagian besar dari bagaimana pola komunikasi masyarakat berkembang adalah karena
pengenalan media baru. Ciri utama media baru menurut Denis McQuail dalam bukunya
Mass Communication Theory adalah saling ketergantungan, akses ke khalayak individu
sebagai penerima dan pengirim pesan, interaktivitas, berbagai aplikasi sebagai karakter
terbuka, dan sifatnya yang ada di mana-mana atau tidak bergantung pada lokasi (McQuail
, 2011 : 43)
Rogers menyebutkan tiga ciri keberadaan teknologi komunikasi modern dalam
Anis Hamidati, yaitu demassifikasi, komunikasi asinkron, dan interaksi. Demassifikasi,
ciri pertama, merujuk pada suatu masa yang dibedakan oleh komunikator, pengguna,
pelanggan, dan khalayak yang aktif dalam menggunakan media yang akan digunakan.
Konsumen media seringkali mengambil alih kendali jaringan komunikasi massa dari
produsen media. Karakteristik kedua, asynchronous, menunjukkan kapasitas teknologi
komunikasi modern untuk menerima dan mengirimkan pesan pada waktu yang dipilih
oleh masing-masing pengguna. Karakteristik ketiga, interaktivitas, mengacu pada
kemampuan sistem komunikasi modern untuk berkomunikasi dengan penggunanya.
Kemampuan ini sering kali disediakan oleh komponen komputer, seperti seseorang yang
mengambil bagian dalam percakapan. Kualitas interaktif dari media baru sebanding
dengan komunikasi tatap muka (McQuail, 2011 : 16 - 17).
Media baru yang menggunakan teknologi digital muncul sebagai hasil dari
perkembangan teknologi yang sebelumnya berbentuk media tradisional. Berbeda dengan
media sebelumnya, media baru memiliki sifat yang unik. Dunia maya menawarkan
tempat berkumpul fiktif yang memperluas lingkungan sosial, menghasilkan peluang
informasi baru, dan memberikan tempat bagi orang-orang untuk mengekspresikan
pendapat mereka yang beragam. Tentu saja, interaksi tatap muka berbeda dengan media
baru, tetapi media baru menawarkan metode baru dalam berinteraksi yang, tidak seperti
teknologi sebelumnya, membantu kita menemukan kembali hubungan interpersonal
(Littlejohn, 2009 : 414).
16
Daya tarik berkomunikasi secara online ditonjolkan oleh media baru. Setiap orang
pada dasarnya dapat berfungsi sebagai saluran pesan di internet. Untuk komunikasi
internasional antar lokasi, internet berfungsi sebagai jaringan global. Internet juga
berfungsi sebagai komponen tanpa batas dalam penyediaan informasi. Cara hidup
manusia telah berubah sebagai hasil dari internet. Internet telah semakin populer di
kalangan masyarakat. Karena telah menyatu dengan keberadaan manusia, internet sangat
berharga. Orang-orang saat ini tampaknya tidak dapat hidup tanpa internet.
Arah Politik
Pasangan calon 01 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin serta pasangan calon 02
Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, telah muncul sebagai kekuatan politik
terdepan dalam Pilpres 2019. Keinginan untuk konfrontasi langsung antara kedua
pasangan calon memiliki efek logis untuk membagi dukungan pemilih menjadi dua.
Masyarakat Indonesia tampaknya terdorong untuk mendukung pasangan calon 01 atau
02. Akibatnya, beragam pola dukungan populer telah muncul.
Masyarakat akan terus melancarkan pertarungan sosial antara pendukung
Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf untuk merebut dukungan. Bahkan masalah yang
diungkapkan pun telah bergeser dari yang semula bersifat membantu menjadi lebih
berbahaya. Dalam arti yang lebih luas, dampak dari dukungan terhadap kedua kandidat
telah menghasilkan identifikasi musuh masing-masing pendukung. Konotasi sering
dilekatkan pada label yang digunakan, seperti label "cebong" yang digunakan untuk
pendukung Jokowi dan "kampret" yang digunakan untuk pendukung Prabowo.
Hasil kajian ini membantah stereotip bahwa pendukung Prabowo menggunakan
frasa kampret sementara pendukung Jokowi menggunakan istilah cebong. Hasil
penelitian ini terutama difokuskan pada konteks historis di mana publik pertama kali
menemukan kedua frasa tersebut. Menurut kesimpulan penelitian, organisasi yang
mendukung pemerintah disebut sebagai cebong, sedangkan yang menentang disebut
sebagai kampret.
Namun, seiring dengan perkembangan situasi politik saat ini, kedua istilah di atas
telah bergeser ke konteks yang lebih makro, di mana kedua istilah tersebut ditujukan
kepada dua pasangan calon presiden.
17
Hasil kajian ini menunjukkan adanya stereotip yang terkait dengan isitlah cebong
dan kampret berdasarkan analisis mendalam dari sudut pandang komunikasi politik.
Stereotip tersebut merepresentasikan tingkat sinisme politik yang dianggap sangat tinggi.
Lebih jauh lagi, perkembangan pelabelan ini merepresentasikan penurunan kualitas
bahasa komunikasi politik di Indonesia.
Stereotip Fanatisme Pendukung Jokowi dan Prabowo
Setelah komisi pemilihan umum atau disebut dengan KPU menetapkan siapa saja
yang menjadi calon presiden dan pasangan calon wakil presiden pada pemilihan presiden
2019 lalu, Istilah cebong dan kampret sangat bersliweran dalam twitter yang
mengakibatkan adanya perpecahan kubu antara kubu joko widood dan prabowo, hal ni
dapat mengakibatkan perpecahan yang terjadi di Indonesia. Sebutan tersebut bernuat
untuk mengolok pasangan calon tersebut. Dalam tweet banyak penyebaran informasi
yang salah dan fakenews seperti Jokowi yang berketurunan China bahkan sampai jokowi
yang tidak lulus dari Universitas Gajah Mada hal ini sepertinya sudah sangat melekat
dengan kedua pasangan pendukung calon presiden dan wakil presiden. Stereotype tersbut
muncul dikarenakan adanya pelabelan kepada pendukung politik antara calon presiden
Joko Widodo dan calon presiden Prabowo dengan adanya penyebaran hoaks lewat twitter
dari para pendukungnya
Berikut merupakan hal teoritis yang telah di telaaah dan dikaji: Pertama, Baron
dan Byrne (2008) sifat dan ciri ciri sebuah kelompok sosial atau kelompok khalayak
merupakan arti dari definisi kata stereo type. Kedua, Fanzoi (2008) kepercayaaan akan
sikap dan menempatkan suatu kelompok masyarakat atau individu dengan berbagai
macam sifat dan kepercayaan adalah definisi dan arti dari stereyotip.kepercayaan sosial
yang ada adalah kepercayaan yang didapatkan dari orang lain dan diperlihara dalam
aturan aturan interaksi sosial yang memperlibatkan orang lain pada interaksi tersebut.
Konstruksi dalam sudut pandang merupakan telaah sosiologis dari kahikat sterotip
yang ada. Usaha pelabelan yang ada pada masyarakat, individu atau sekelompok orang
merupakan usaha dalam pemberian label tereotip. Pada masyarakat yang egaliter,
stereotip dianggap sebagai sesuatu yang tidak fair (Franzoi, 2008). Penggunakan steroetip
akan menunjukan dan menutup ruang individu untuk bergerak dikarenakan adanya
pelabelan pada suatu individu sehingga membatasi gerak individu tersebut. Karena
18
adanya reduksi hak hak idividu dalam tananan kelompok maka stereotip akan mereduksi
hal hal dalam kelompok tersebut. Kita idak penah sadar bahwa telah sering melakukan
stereotip secara paradigma sosial, seperti pelabelan pada kelompok berkerudung,
kelompok pecinta bola, atau bahkan kelompok pendukung calon presiden Joko Widodo
dan Prabowo. Tereotype ini dapat berbentuk positif ataupun negatif dan bisa benar
ataupun salah tergantung penggunaan dan bagaimana kita melabeli dalam banyak hal
terutama kepada individu atau kelompok sosial yang lain. Baik dindividu maupun
kelompok dapat terkenda sampak dari stereotype. Kelompok yang di labeli dan di
kategorikan bagaimana dan seperti apa orang tersebut atau kelompok tersebut merupakan
penilaian terhadap apa yang di stereotypekan. Dalam hal ini pendukung calon presiden
yang sering mengopresi lawan bicaranya jika dia tidakk setuju merupakan salah satu
tanda stereotype yang kita labeli dalam cebong maupun kampret.
Proses stereotyping pada pendukung kedua kubu tersebut berawal dari isu sosial
yang berkembang dimasyarakat. Bisa dikatakan juga bahwa dua istilah ini adalah ejekan
terstruktur dari masing-masing kelompok yang berseberangan. Dengan adanya hal ini,
pemilihan presiden pada tahun 2019 semaakin memanas dikarenakan adanya banyak
yang bermusuhan dan semakin ricuh.
Stereotip ini dapat dipandang sebagai sebuah ekspresi sinisme terhadap rival
politik, sebab pelabelan disampaikan atau diekspresikan oleh pendukung Prabowo dan
Jokowi. Dengan diwarnai kosa kata politis lainnya, Tweet yang mereka sebarkan
disisipkan kata dan kalimat-kalimat yang tendensius, provokatif dan merendahkan.
Ekspresi kalimat akhir adalah bernada negatif. Tentu fenomena ini membawa kita kepada
kesimpulan bahwa sinisme politik telah terjadi yang diekspresikan dengan tweet. Tidak
hanya dengan tweet yang tendensius dan provokatif namun junga menjadi sarana untuk
saling mengejek dan menyebarkan pemberitaan ynag fake atau palsu
Degradasi Nilai Politik Digital di Indonesia
Di era digital ini, politik telah menjadi satu-satunya wadah di mana informasi dan
pandangan dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat. Namun, Indonesia
menghadapi tantangan serius dalam hal integritas dan nilai politik digitalnya. Degradasi
nilai politik digital di Indonesia merupakan sebuah fenomena kompleks yang melibatkan
berbagai faktor, termasuk disinformasi, polarisasi, dan kurangnya transparansi.
19
Salah satu bentuk degradasi nilai politik digital di Indonesia adalah meningkatnya
polarisasi dan ekstremisme. Media sosial telah menjadi sarana bagi kelompok-kelompok
yang memiliki pandangan ekstrem untuk menyebarkan ideologi mereka. Diskusi yang
seharusnya membangun dan memajukan negara justru seringkali berubah menjadi
bentrokan antar kelompok dengan pandangan politik berbeda.
Penyebaran disinformasi dan hoaks adalah masalah serius dalam politik digital
Indonesia. Informasi palsu atau tidak terverifikasi sering kali menyebar dengan cepat
melalui platform media sosial, membingungkan masyarakat dan mengganggu proses
politik yang sehat. Hal ini mempengaruhi integritas pemilihan umum dan memicu
ketidakpercayaan terhadap lembaga-lembaga politik.
Transparansi dan akuntabilitas merupakan pilar penting dalam politik yang sehat.
Namun, di Indonesia, masih terdapat kekurangan dalam hal ini. Kurangnya akses
informasi dan keterbukaan dari para pemimpin politik seringkali menyulitkan masyarakat
untuk mengawasi dan menilai kinerja mereka. Hal ini mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap sistem politik.
Untuk mengatasi degradasi nilai politik digital, pendidikan politik digital menjadi
kunci. Masyarakat harus dilengkapi dengan keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk mengidentifikasi informasi palsu, memahami isu-isu politik, dan
berpartisipasi dalam diskusi politik dengan bijak. Pendidikan politik digital akan
membantu masyarakat memahami implikasi dari tindakan mereka di dunia maya.
Media dan platform sosial memiliki tanggung jawab besar dalam memerangi
degradasi nilai politik digital. Mereka perlu mengimplementasikan kebijakan yang ketat
terhadap disinformasi dan memastikan transparansi dalam algoritma mereka. \
Keterlibatan aktif masyarakat adalah kunci dalam memperbaiki nilai politik
digital di Indonesia. Masyarakat harus didorong untuk terlibat dalam diskusi politik yang
sehat dan berpartisipasi dalam pemilihan umum. Dengan memahami pentingnya peran
mereka dalam proses politik, masyarakat dapat membentuk tatanan politik yang lebih
baik.
Degradasi nilai politik digital di Indonesia adalah tantangan serius yang
memerlukan upaya bersama dari seluruh lapisan masyarakat. Dengan pendidikan politik
20
digital yang kuat, peran aktif media, dan keterlibatan masyarakat, Indonesia dapat
memperbaiki integritas dan nilai politik digitalnya. Hanya dengan kerja sama yang solid,
Indonesia dapat membangun lingkungan politik digital yang lebih sehat dan berintegritas.
BAB III
Kesimpulan
Baik pendukung pasangan calon presiden Joko Widodo – Maruf Amin dan
Prabowo – Sandiaga Uno sama-sama memiliki fanatisme yang sama yaitu sama sama
memiliki fans fanatik yang suka menyebarkan berita hoaks dan menggiring opini publik.
Sehingga opini publik sering bergonta-ganti untuk mendukung pasangan calon yang
mana.
Komunikasi yang ada pada sistem politik merupakan dinamakan komunikasi
poliktik.Komunikasi politik adalah bagaimana metode penyamapaian pesan pesan yang
ada dalam politik kepada khalayak atau target yang disasar oleh politik itu sendiri. Salah
satu fungsi komunikasi politik adalah fugsi pendidikan (Damsar, 2010). Penyebaran
hoaks di Negara Indonesia saat Pilpres sangat mencerminkan bahwa tidak bermartabatnya
pelaku politik di Indonesia. Maka dari itu tweet yang berasal dari pasangan calon presiden
dan wakil presiden baik kubu satu maupun kubu pasangan calon kedua membuat gerakan
dan olokan masing masing sangat tidak bermartabat, sehingga banyak kesalahan dan
miskonsepsi terhadap politik yang terjadi di pemilihan umum 2019. Hal ini ditandai
dengan adanya opresi dari pihak masing masing kubu yang mengolok-olok bahkan
dengan nama hewan sekalipun.
21
DAFTAR PUSTAKA
(ardial, 2010)Baron, R.A., and Byrne, D. (2008). Psikologi sosial, 10th ed. Jakarta:
Erlangga
Bowers, J & Bradac, J. (1984). Message effects in communication science. Newburry
Park: SAGE
Damsar. (2010). Pengantar sosiologi politik. Jakarta: Kencana
Denzin, Norman K. dan Yvonna S, Lincoln. (2009). Handbook of qualitative research.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Efendy, Onong Uchana. 2005. Ilmu komunikasi teori dan praktek. Bandung: Remaja
Rosda Karya
Franzoi, S.L. (2016). Social psychology (7th edition). NewYork: McGraw-Hill
Publishing Company
Moleong, Lexy J. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Rosda
Nimmo, D. (2007). Komunikasi politik: komunikator, pesan, media (edisi terjemahan).
Bandung: Remaja Rosada Karya
Surbakti, Ramlan. (2010). Memahami ilmu politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
22
Download