BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandemi Covid-19 memberikan pukulan berat terhadap berbagai sektor industri dan bisnis di Indonesia. Hal yang sama juga berlaku pada BUMN yang bergerak di bidang layanan transportasi publik, pariwisata dan industri pendukungnya. Menteri BUMN Eric Thohir mengungkapkan bahwa laba bersih dari sejumlah perusahaan pelat merah ini mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2019 yaitu dari Rp 124 triliun menjadi Rp 28 triliun. Menurut pendapat Pengamat Badan Usaha Milik Negara dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto, menyatakan bahwa kondisi dunia usaha sepanjang tahun 2020 memang mengalami keterpurukan karena pandemi Covid-19. Isu paling krusial adalah bagaimana membuat perusahaan BUMN dapat bertahan selama pandemi. Dampak signifikan yang dirasakan oleh sektor transportasi publik adalah penurunan drastis trafik penumpang yang disebabkan oleh adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berujung pada penurunan raihan pendapatan perusahaan. Guna menyikapi permasalahan ini maka perlu dilakukan strategi untuk meminimalisir efek pandemi terhadap kinerja perusahaan. Salah satu upaya yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan restrukturisasi. Dengan diterapkannya program restrukturisasi diharapkan perusahaan bisa meraih cash flow yang positif. Adapun program restrukturisasi ini dapat berupa restrukturisasi finansial, operasional, penjaminan dan fund raising, transformasi bisnis dan asset optimization (www.liputan6.com, Juni 2021). PT. Angkasa Pura I merupakan pionir bandara komersial di Indonesia. Pada mulanya PT. Angkasa Pura berdiri dengan nama Perusahaan Negara (PN) Angkasa Pura Kemayoran pada tanggal 15 November 1962. Berdasarkan dasar hukum PP No. 21 tanggal 17 Mei 1965, nama PN Angkasa Pura Kemayoran kemudian diubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Angkasa Pura. Status badan hukum PN Angkasa Pura kemudian diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1974. Pada tahun 1993 Perum Angkasa Pura I 1 berganti badan hukum menjadi Perseroan Terbatas (PT) dengan kepemilikan saham sepenuhnya oleh Negara Republik Indonesia. PT. Angkasa Pura I juga tidak luput dari jangkauan pandemi Covid-19, hal ini tercermin dari adanya penurunan laba usaha pada tahun 2020-2021. Vice President Corporate Secretary PT. Angkasa Pura I (Persero) Handy Heryudhitiawan memberikan gambaran, pendapatan perusahaan pada tahun 2019 tercatat sebesar Rp 8,6 triliun. Sementara pada saat pandemi tahun 2020 lalu raihan pendapatan yang diperoleh hanya sebesar Rp 3,9 triliun, atau anjlok 54,65% (www.kontan.co.id, Desember 2021). Berdasarkan Laporan Keuangan PT. Angkasa Pura I (Persero), terjadi fluktuasi aktiva, laba rugi, liabilitas dan ekuitas perusahaan selama periode 2018 s.d 2022 yang disajikan dalam grafik berikut: 10,000,000,000 5,000,000,000 31,772,277,791 9,363,063,039 32,562,908,411 42,627,524,784 42,576,844,851 41,135,340,830 58,061,538 15,000,000,000 10,064,616,373 20,000,000,000 (2,545,613,939) 25,000,000,000 29,220,810,600 13,356,034,251 30,000,000,000 (1,721,473,195) 35,000,000,000 26,806,043,252 15,980,507,847 40,000,000,000 42,786,551,099 45,000,000,000 2,725,162,155 Jumlah 50,000,000,000 31,608,915,621 2,916,794,723 16,556,690,952 15,052,224,669 Grafik Neraca dan Laba Rugi PT. Angkasa Pura I (Persero) Periode 2018 s.d 2022 (Rupiah) (5,000,000,000) 2018 Total Aset 31,608,915,621 Total Laba Usaha 2,916,794,723 Total Liabilitas 16,556,690,952 Total Ekuitas 15,052,224,669 2019 42,786,551,099 2,725,162,155 26,806,043,252 15,980,507,847 2020 42,576,844,851 (1,721,473,195 29,220,810,600 13,356,034,251 2021 42,627,524,784 (2,545,613,939 32,562,908,411 10,064,616,373 Gambar 1.1 Neraca PT. Angkasa Pura I (Persero) 2018 s.d 2022 2 2022 41,135,340,830 58,061,538 31,772,277,791 9,363,063,039 Berdasarkan grafik diatas, total kekayaan perusahaan mengalami kenaikan dan penurunan selama lima tahun terakhir. Total aset tertinggi berada di tahun 2019 yaitu sebesar Rp 42,7 triliun rupiah. Kemudian pada tahun 2020 mengalami penurunan menjadi Rp 42,5 triliun rupiah, sementara pada tahun 2021 mengalami peningkatan kembali menjadi Rp 42,6 triliun rupiah dan pada tahun 2022 mengalami penurunan menjadi Rp 41,1 triliun rupiah. Grafik di atas juga menunjukkan bahwa PT. Angkasa Pura I (Persero) mengalami kerugian sebanyak dua kali yaitu pada tahun 2020 dengan nominal Rp 1,7 triliun rupiah dan pada tahun 2021 sebesar Rp 2,5 triliun rupiah. Sementara untuk keuntungan perusahaan dicapai pada tahun 2018 sebesar Rp 2,9 triliun rupiah, pada tahun 2019 sebesar Rp 2,7 triliun rupiah dan pada tahun 2022 sebesar Rp 58 miliar rupiah. Secara umum, kinerja perusahaan dapat dilihat melalui pencapaian laba yang diperoleh perusahaan, namun laba yang dihasilkan belum tentu menghasilkan kinerja keuangan yang baik pula. Pengukuran kinerja keuangan bermaksud untuk mengetahui tingkat likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, aktivitas perusahaan (Purnomo, 2019:11). Pengukuran kinerja dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan perusahan menggunakan metode tertentu. Ada beberapa metode yang bisa dilakukan untuk menganalisis laporan keuangan di antaranya yaitu Rasio Keuangan, Economic Value Added (EVA), Activity Based Costing (ABC) dan Balance Score Card (BSC). Metode EVA diprakarsai oleh Joel Stern dan G.Bernett Stewart III pada tahun 1982. Nilai tambah ekonomi (EVA) adalah laba operasi setelah pajak dikurangi biaya modal yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan dengan pertimbangan penuh dari ekspektasi pemegang saham dan kreditur (Octavera dkk, 2016). EVA merupakan kelebihan laba neto operasi setelah pajak (NOPAT) terhadap biaya modal (Eugene F. Brigham and Joel F. Houston, 2018:98). EVA memberikan pedoman bagi manajemen untuk meningkatkan pendapatan operasional, mengungkapkan kredit (piutang), dan menginvestasikan dana yang menghasilkan pengembalian tinggi tanpa tambahan dana/modal. Ada tiga kriteria untuk mengevaluasi EVA. 1) EVA > 0 atau EVA positif. Posisi ini menciptakan nilai ekonomi tambahan bagi perusahaan dan dapat sepenuhnya 3 memenuhi harapan pemberi pinjaman. Ini berarti kreditur mendapatkan pengembalian yang sama atau lebih besar dari nilai investasi, dan menerima bunga. 2) EVA = 0. Posisi ini berarti bahwa manajemen perusahaan berada pada titik impas. Hal ini karena semua keuntungan digunakan untuk membayar hutang kepada pemberi pinjaman, baik kreditur maupun pemegang saham. 3) nilai EVA <1. 0 atau EVA negatif. Posisi ini berarti tidak ada proses penambahan nilai ekonomi bagi perusahaan. Karena keuntungan yang tersedia tidak sesuai dengan keinginan investor, terutama pemegang saham, mereka tidak menerima pengembalian yang wajar atas investasinya dan kreditur tetap menerima bunga (Wijoyo dan Hadri, 2017:78). Selain fenomena di atas, hal yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini adalah adanya research gap dari hasil penelitian terdahulu. Adapun penelitian terdahulu yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Trinik Susmonowati (2018), Rizka Ramayanti, dkk (2019), Rafiqoh, dkk (2019), Hanifah (2019), Fitri Amelia S. (2021), Maun Yambat, dkk (2022). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Trinik Susmonowati (2018) perusahaan-perusahaan industri telekomunikasi yang tercatat di BEI yaitu PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT. Indosat Tbk dan PT Bakrie Telecom Tbk. Hasil penelitian menunjukkan PT Telkom memiliki nilai EVA yang positif. Sementara PT Indosat Tbk dan PT Bakrie Telecom Tbk memiliki EVA yang negatif. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Rizka Ramayanti, dkk (2019) Angkasa Pura II (Persero) diketahui bahwa kinerja keuangan PT (Persero) Angkasa Pura II pada tahun 2015 dan 2017 dengan menggunakan metode EVA menghasilkan nilai positif. Sedangkan pada tahun 2016 bernilai negatif. Begitupula dengan penelitian Hanifah (2019) pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang diukur dengan pendekatan Economic Value Added (EVA) pada tahun 2013-2017 hasilnya menunjukkan bahwa pada tahun 2014 EVA bernilai positif, tetapi pada tahun 2015-2017 EVA bernilai negatif. Menurut penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan Rafiqoh, dkk (2019) terhadap kinerja keuangan pada PT Mayora Indah, Tbk dengan menggunakan metode 4 EVA (Economic Value Added) pada periode 2012-2018 menghasilkan nilai EVA yang positif atau EVA > 0. Meskipun nilai EVA dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2018 mengalami fluktuasi, nilai EVA masih tetap positif yang menandakan kinerja keuangan perusahaan dalam keadaan baik. Hasil positif juga ditunjukkan oleh Fitri Amelia S. (2021) pada LKM Maju Bersama PNPM Mandiri tahun 2016-2020. Hal ini dikarenakan laba usaha setelah pajak (NOPAT) memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan biaya modal. Hasil analisis Economic Value Added (EVA) oleh Maun Yambat, dkk (2022) dengan objek empat perusahaan industri batubara di Indonesia yang terdaftar di BEI dari tahun 2016-2020 menghasilkan nilai EVA negatif. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu memberikan nilai tambah bagi para pemegang sahamnya karena nilai EVA bernilai negatif (EVA < 0) sehingga dikatakan berkinerja tidak baik. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah keselarasan dalam penggunaan Economic Value Added (EVA) sebagai metode untuk menganalisis kinerja keuangan perusahaan. Sementara perbedaan dengan penelitian terdahulu terletak pada objek yang akan diteliti dan periode laporan keuangan yang akan dianalisis. Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah PT. Angkasa Pura I (Persero) yang didasarkan pada laporan keuangan periode 2018 s.d 2022. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, nilai EVA bersifat inkonsisten karena dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti jumlah laba usaha dan beban pajak yang ditanggung perusahaan, jumlah utang dan jumlah ekuitas perusahaan yang bersangkutan, oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait kinerja keuangan dengan topik: “Analisis Metode Economic Value Added (EVA) Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan PT. Angkasa Pura I (Persero) Periode 2018 s.d 2022”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan maka dilakukanlah analisis laporan keuangan dimana metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Economic Value Added (EVA) terhadap data 5 laporan keuangan PT. Angkasa Pura I (Persero) periode 2018 s.d 2022. C. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, penelitian ini dibatasi untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas dan akan memfokuskan pembahasan mengenai pengukuran kinerja keuangan pada PT. Angkasa Pura I (Persero) dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA). Penulis membatasi laporan keuangan yang digunakan adalah laporan keuangan yang sudah diaudit dan periode yang digunakan selama lima tahun, yaitu tahun 2018 s.d 2022. D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kinerja keuangan PT. Angkasa Pura I (Persero) periode 2018 s.d 2022 jika diukur dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA) ? 2. Apa faktor- faktor yang menyebabkan naik dan turunnya nilai Economic Value Added (EVA) pada PT. Angkasa Pura I (Persero) ? E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka dapat tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui kinerja keuangan PT. Angkasa Pura I (Persero) periode 2018 s.d 2022 jika diukur dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA). 2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan naik dan turunnya nilai Economic Value Added (EVA) pada PT. Angkasa Pura I (Persero). 6 2 Kegunaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikaan manfaat kepada berbagai pihak antara lain: 1) Bagi Peneliti Menambah wawasan mengenai penilaian kinerja keuangan perusahaan jika diukur dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2) Bagi Akademisi Sebagai tambahan referensi untuk peneliti selanjutnya terkait penelitian sejenis dan sebagai acuan untuk penyempurnaan penelitian selanjutnya. 3) Bagi Perusahaan Sebagai tambahan informasi kepada perusahaan mengenai kinerja keuangannya dan sebagai bahan evaluasi untuk di masa yang akan datang. 7