2. DASAR TEORI 2.1 Peta Proses Operasi Peta proses operasi atau Operation Process Chart (OPC) adalah sebuah peta kerja yang menggambarkan urutan kerja dari bahan baku hingga menjadi suatu produk jadi. OPC hanya mencatat proses-proses operasi dan inspeksi saja, namun terkadang pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan (Sutalaksana, 1979). OPC juga memuat informasi lainnya yaitu waktu baku dari masing-masing proses dan juga material-material yang digunakan pada tiap proses. OPC dapat dijadikan dasar dalam menentukan tata letak pabrik serta dapat dijadikan alat analisis untuk metode kerja. Di bawah ini merupakan simbol-simbol yang digunakan dalam Peta Proses Operasi yaitu: (Wignjosoebroto, 2006) Melambangkan kegiatan operasi. Melambangkan kgiatan inspeksi atau pemeriksaan. Melambangkan kegiatan gabungan antara operasi dan pemeriksaan yang dilakukan bersamaan pada stasiun kerja yang sama. Melambangkan kegiatan penyimpanan benda kerja untuk jangka waktu tertentu. 2.2. Pengukuran dan Penetapan Waktu Kerja Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikonstribusikan dengan unit output yang dihasilkan (Wignjosoebroto, 2006). Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dimana telah meliputi kelonggaran waktu yang diberikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut (Wignjosoebroto, 2006). 5 Universitas Kristen Petra Kegunaan waktu baku antara lain: Perencanaan kebutuhan tenaga kerja. Penjadwalan produksi. Menunjukkan kapasitas produksi dari seorang pekerja. Pengukuran waktu kerja dengan metode pengukuran langsung dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu pengukuran kerja dengan metode jam henti (stopwatch) dan pengukuran kerja dengan metode work sampling (Sutalaksana, 1979). Sedangkan untuk pengukuran waktu kerja dengan metode pengukuran tidak langsung dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu pengukuran kerja dengan metode data waktu baku (standart data) dan pengukuran kerja dengan metode data waktu gerakan (predetermined time study). Langkah-langkah pengukuran waktu kerja dengan metode pengukuran langsung adalah sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2006): a. Persiapan, meliputi pendefinisian pekerjaan yang akan diukur waktunya serta memberitahu maksud dan tujuan pengukuran kerja kepada supervisor atau pekerja. b. Pembagian Elemen Kerja yaitu elemen-elemen kegiatan sedetail-detailnya sesuai dengan aturan yang ada pada lantai produksi. c. Pengamatan dan pengukuran, yaitu mengamati dan mengukur waktu sejumlah n pengamatan siklus/elemen kegiatan (x1, x2, xn) d. Uji kenormalan data dilakukan untuk memastikan data berdistribusi normal. Uji kenormalan data dilakukan menggunakan software Minitab metode KolmogorovSmirnov dengan hipotesa: H0: Data berdistribusi normal. H1: Data tidak berdistribusi normal. Jika P value> α berarti gagal tolak Ho, sehingga data berdistribusi normal e. Uji keseragaman data dilakukan untuk memastikan data telah seragam. Uji dilakukan dengan menggunakan bantuan software MINITAB dilakukan dengan membuat grafik BKA dan BKB. Uji dapat dilakukan menggunakan rumus: 𝐵𝐾𝐴 = 𝑋̅ + 𝑘 × 𝑠 (2.1) 6 Universitas Kristen Petra 𝐵𝐾𝐵 = 𝑋̅ − 𝑘 × 𝑠 (2.2) Keterangan: BKA : Batas kontrol atas. BKB : Batas kontrol bawah. 𝑋̅ : Nilai rata-rata data. s : Standar deviasi. k : Distribusi z Data dikatakan seragam apabila tidak ada data yang keluar dari batas BKA dan BKB. f. Uji kecukupan data dilakukan untuk memastikan jumlah data yang diperoleh selama pengukuran telah mencukupi untuk menggambarkan kondisi nyata. Rumus yang digunakan untuk uji kecukupan data ada dua, yakni untuk jumlah data lebih besar sama dengan 30 dan kurang dari 30. Uji kecukupan data dengan data kurang dari 30 adalah sebagai berikut: 𝑠 ×𝑡 𝑛′ = (𝑇𝑘×𝑋̅) 2 (2.3) Uji kecukupan data dengan data lebih besar sama dengan 30 adalah sebagai berikut: ′ 𝑛 =( ( 𝑇𝑘 )√(𝑛×∑ 𝑥𝑖 2 )−∑ 𝑥𝑖 2 𝑠 ∑ 𝑥𝑖 2 ) (2.4) Keterangan: Tk : Tingkat ketelitian. t : Nilai distribusi t pada α/2 dengan 𝑑𝑓 = 𝑛 − 1. n : Jumlah data pengamatan. n’ : Jumlah data teoritis. xi : Data pengamatan ke-i. Data dikatakan cukup apabila nilai n ≥ n’. Apabila dalam pengujian kecukupan, data dikatakan tidak cukup maka dapat dilakukan pengambilan data tambahan yang dilanjutkan dengan pengujian dari awal yaitu uji kenormalan data. 7 Universitas Kristen Petra g. Perhitungan waktu siklus dimana waktu siklus adalah rata-rata dari waktu hasil pengamatan secara langsung yang tertera dalam stopwatch. Rumus dari perhitungan waktu siklus adalah sebagai berikut: 𝑊𝑆 = ∑𝑛 1 𝑥𝑖 (2.5) 𝑛 Keterangan: WS : Waktu siklus. h. Perhitungan waktu normal dimana waktu normal adalah waktu kerja operator yang mempertimbangkan faktor performance rating untuk memproleh data waktu untuk pekerja dengan kemampuan rata-rata dalam kondisi yang wajar. Rumus dari perhitungan waktu normal adalah sebagai berikut (Barnes, 1990):: 𝑊𝑁 = 𝑊𝑆 × 𝑃r (2.6) Keterangan: WN : Waktu normal. Pr : Performance rating. i. Perhitungan waktu baku dilakukan setelah data telah normal, telah seragam, telah cukup dan telah ditambahkan performance rating. Waktu baku diperoleh dari waktu normal dan menentukan allowance. Rumus dari perhitungan waktu baku adalah sebagai berikut (Barnes, 1990): 𝑊𝐵 = 𝑊𝑁 𝑥 2.2.1 100 (2.7) 100−𝐴𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒 Performance Rating Performance rating adalah aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator. Dengan melakukan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa ‘dinormalkan’ kembali. Cara untuk menentukan performance rating dengan menggunakan metode Westinghouse. Metode Westinghouse memberikan penilaian berdasarkan empat faktor yaitu skill, effort, condition dan consistency (Barnes, 1990). 8 Universitas Kristen Petra 1. Ketrampilan (Skill) Ketrampilan adalah kemampuan dalam mengerjakan metode yang diberikan. Faktor ketrampilan ini dapat ditingkatkan dengan melakukan latihan-latihan namun meningkatnya factor ketrampilan ini hanya dapat mencapai tingkat tertentu saja. Ketrampilan juga berhubungan dengan faktor pengalaman. 2. Usaha (Effort) Usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan oleh operator ketika melakukan pekerjaannya, bila operator menunjukkan kemampuan untuk bekerja secara efektif. 3. Kondisi Kerja (Condition) Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungan kerja seperti keadaan pencahayaan, temperatur, dan kebisingan ruangan. 4. Konsistensi (Consistency) Konsistensi mencerminkan ketetapan setiap operator di dalam melakukan pekerjaannya dari satu siklus ke siklus lainnya. Seorang operator dapat dikatakan bekerja dengan konsisten apabila waktu penyelesaian pekerjaannya sama dalam beberapa waktu yang berbeda dan tidak memiliki variabilitas yang tinggi. Nilai performance rating diperoleh dengan rumus (Barnes, 1990): 𝑃 = 1 + ∑41 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑠𝑢𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑖 2.2.2 (2.8) Allowance Allowance digunakan untuk menghitung kelonggaran waktu yang ditambahkan ke dalam waktu normal untuk melakukan kebutuhan-kebutuhan seperti kebutuhan pribadi (ke toilet), kelelahan, dan hambatan lainnya. Allowance dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu personal needs, basic fatigue, dan unavoidable delay. Personal needs adalah kebutuhan operator untuk mengistirahatkan anggota tubuh atau melakukan kebutuhan pribadi seperti pergi ke toilet, minum, berbincang untuk menghilangkan kejenuhan. Menurut Sutalaksana, Anggrawisastra, dan Tjakraatmadja (1979), kelonggaran personal needs untuk pria adalah 0% - 2,5% dan untuk wanita adalah 2-5%. Fatigue allowance adalah kelelahan operator saat melakukan pekerjaan, dan perlu mengembalikan staminanya agar dapat melakukan pekerjaan tanpa merasa 9 Universitas Kristen Petra kelelahan. Unavidable delay adalah hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan dalam melakukan pekerjaan. Gambar 2.1 Tabel Allowance 2.3 Line Balancing Line balancing merupakan penataan aliran produksi agar terjadi keseimbangan pada semua lintasan produksi, sehingga memberikan efisiensi tinggi pada setiap lintasan produksi. Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan output dari setiap tahapan operasi, dari suatu lintasan produksi. 10 Universitas Kristen Petra Tujuan utama dari penggunaan line balancing ini adalah untuk mengurangi atau meminimalkan waktu menganggur pada line produksi berdasarkan waktu siklus yang telah ditentukan. Prosedur-prosedur untuk menganalisa sebuah line produksi adalah (Gaspersz, 2001): a. Pembuatan precedence diagram. Precedence diagram merupakan gambaran grafis urutan operasi kerja serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya. b. Penentuan jumlah stasiun kerja minimal dan cycle time (CT) dengan menggunakan rumus: 𝐾𝑚𝑖𝑛 = ∑𝑛 1 𝑡𝑖 (2.9) 𝐶𝑇 Keterangan: ti : Waktu baku per elemen kerja ke i. CT : Cycle time (ditetapkan berdasarkan target produksi atau waktu stasiun kerja terlama). c. Pengelompokan elemen-elemen kerja ke dalam stasiun kerja. d. Utilisasi guna mengevaluasi utilitas dari line produksi yang telah dibuat. Line balancing dapat juga diperoleh dengan membuat precedence diagram dengan menggunakan beberapa metode, yaitu metode Killbridge Wester dan Helgeson Birnie. •Helgeson-Birnie Langkah – langkah dalam penggunaan metode Helgeson-birnie adalah sebagai berikut (Elsayed dan Boucher, 1994): 1. Membuat precedence diagram dengan menentukan bobot posisi masing-masing elemen kerja. 2. Menentukan bobot posisi untuk tiap elemen kerja. Bobot posisi adalah lamanya waktu suatu elemen kerja dari elemen kerja awal hingga elemen kerja akhir yang mengikutinya. 3. Meranking semua elemen kerja berdasarkan bobot posisi dari langkah ke dua. Elemen kerja dengan bobot posisi paling tinggi menempati posisi pertama. 11 Universitas Kristen Petra 4. Menetapkan elemen kerja di stasiun kerja dimana elemen kerja yang memiliki bobot posisi tertinggi dan berdasarkan ranking akan ditempatkan pada stasiun pertama. 5. Menetapkan elemen kerja selanjutnya ke stasiun kerja sesuai dengan precedence diagram, dan waktu stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus. 6. Mengulang langkah empat dan langkah lima sampai semua elemen kerja berada di stasiun kerja. 2.3.1 Utilisasi Pengukuran hasil suatu line produksi didapat dengan melakukan pengukuran utilisasi. Pengukuran utilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pengukuran line efficiency dan balance delay. Penjelasan mengenai cara-cara pengukuran utilisasi adalah sebagai berikut (Gaspersz, 2001): Line efficiency merupakan rasio total waktu stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus yang dikalikan dengan jumlah stasiun kerja. Line efficiency juga dapat diartikan sebagai efisiensi stasiun kerja rata-rata pada suatu line produksi. Waktu dari masing-masing stasiun kerja yang semakin mendekati waktu siklus menyebabkan efisiensi dari line semakin bagus (besar). Rumus perhitungan line efficiency adalah: ∑𝑘 𝑆𝑇 𝐿𝐸 = 𝑘 1𝑥 𝐶𝑇𝑖 𝑥 100% (2.10) Keterangan: LE : Line efficiency. STi : Waktu dari stasiun kerja ke-i. K : Jumlah stasiun kerja. CT : Cycle time. Balance delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan suatu line produksi. Balance delay dihasilkan dari waktu mengganggur yang disebabkan karena pengalokasian stasiun-stasiun kerja yang kurang sempurna. Rumus perhitungan balance delay adalah: 𝐵𝐷 = 100% − 𝐿𝐸 (2.11) 12 Universitas Kristen Petra Keterangan: BD 2.4 : Balance delay. Tata Letak Fasilitas Tata letak fasilitas yang baik dapat membantu perusahaan untuk menjadi lebih baik dalam hal biaya ataupun pemenuhan kapasitas produksi. Tata letak suatu perusahaan diartikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas perusahaan yang mendukung kelancaran proses produksi. Pengaturan ini memanfaatkan luas area yang ada dengan mempertimbangkan alur material dan faktor-faktor lainnya yang berhubungan dengan proses produksi (Wignjosoebroto, 2006). Tujuan utama dari perancangan tata letak adalah mengatur area kerja beserta seluruh fasilitas produksi di dalamnya untuk membentuk proses produksi yang paling ekonomis, aman, nyaman, efektif, dan efisien. Selain itu, perancangan tata letak juga bertujuan untuk mengembangkan material handling yang baik, penggunaan lahan yang efisien, mempermudah perawatan, dan meningkatkan kemudahan dan kenyamanan lingkungan kerja. Tata letak memiliki banyak tipe, beberapa diantaranya adalah (Wignjosoebroto (2006): Process layout adalah penyusunan tata letak dimana fasilitas, alat, atau mesin yang memiliki fungsi yang sama ditempatkan pada lokasi yang sama. Process layout biasanya diterapkan pada perusahaan yang berdasarkan job order shop. Product layout biasanya dikenal dengan nama flow shop. Product layout adalah tata letak fasilitas berdasarkan aliran produksi. Product layout dapat diterapkan pada produk yang telah distandarisasi dan juga diproduksi dalam jumlah besar. Setiap produk akan melalui tahapan yang sama dari awal hingga akhir. Product layout biasanya digunakan untuk lingkungan produksi dengan sistem flow manufacturing. 13 Universitas Kristen Petra