TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA BAKU YANG DITERAPKAN PERUSAHAAN BERDASAR PUTUSAN NOMOR 64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM Ujian Tengah Semester Hukum Perlindungan Konsumen anonymus 02011 Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sriwiaya Palembang DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 10 BAB II ANALISIS .................................................................................................... 10 2.1 Pepengaturan UUPK terhadap klausula baku yang tercantum dalam perjanjian yang dimiliki oleh PT Adira Dinamika pada Abaruddin ............... 10 2.2 Peran Hakim Mengambil Keputusan sudah atau belum Mewakili Prinsip Keadilan Serta Perlindungan Terhadap Abarudin dalam Putusan Nomor64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM .......................................................... 16 BAB III SIMPULAN ................................................................................................ 20 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 22 ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Putusan Nomor 64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM suatu ketentuan berarti bagi konsumen, hal ini sangat penting karena keputusan harus bersifat final dan mengikat sehingga mengakhiri proses hukum bagi semua pihak yang terlibat. Berisikan keberatan atas gugatan permohonan penghapusan klausula baku, pembatalan putusan Nomor 64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM dan kesalahan Pengadilan Negeri Batam dalam menerapkan hukum serta menegaskan bahwa Konsumen Kota Batam Otoritas Penyelesaian Sengketa tidak mempunyai kewenangan untuk Meninjau Atau Memutus Perkara. Selain Itu, Keputusan Tersebut Menguatkan Tindakan Pt Adira Dinamika Multi Finance, Penggugat adalah perusahaan atau badan hukum.yang bergerak di bidang pembiayaan kepemilikan mobil, yang didirikan.berdasarkan UU No. 11/2013/TT-BTC berdasar.Peraturan Menteri Keuangan.No 40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Menteri Keuangan No 84/PMK.012/2006 tentang.Perusahaan Keuangan. Selama.beroperasi, perusahaan banyak menegfekkan dampak positif siginifikan bagi sekitar karena membayar pajak, retribusi, menciptakan lapangan kerja dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi masyarakat. Perusahaan itu memberi pembiayaan untuk satu unit mobil berupa Toyota Avanza S VVTI-I A/T yang merupakan mobil penumpang, berwarna hitam 1 metalik, no mesin.DAH3465, dengan no rangka.MHFM1CB4J8K002908, diproduksi pada tahun 2008, dengan no polisi BP 1525 JY, dan BPKB atas nama Susanti Tjhin. Pembiayaan ini dilakukan berdasarkan kontrak perjanjian No.0631.16.200063.yang ditandatangani pada tanggal 20 -01- 2016, dengan angsuran bulanan sebesar Rp. 2.930.000,-, dengan jangka waktu angsuran selama 4 tahun. Abaruddin lah yang disini berposisi.sebagai penerima kredit, dan merasa dirugikan karena sebuah mobilnya tersebut. Terdapat sebuah perjanian dari kedua belah pihak yang memuat syarat ketentuan, hak kewajiban para pihak.yang dimana pemberi disebut kreditur, dan penerima disebut debitur. Perjanjian.merupakan perjanjian yang sah dan mengikat, sesuai.dengan ketentuan Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPer yang mengatur tentang syaratsyarat sahnya perjanjian dan akibat-akibatnya. Perjanjian No.0631.16.200063.yang ditetapkan.pada tanggal 20 Januari...Unit mobil yang disebutkan di atas juga telah dijadikan objek.jaminan Fidusia sesuai dengan.perjanjian tersebut. Jaminan Fidusia. No. W32.00037318.AH.05.01.TAHUN 2016, yang dikeluarkan.pada tanggal 18 Mei 2016. Selain itu, komitmen.tersebut juga didukung dengan akta jaminan kepercayaan yang diterbitkan oleh Titik Sulistyowati., S.H., M.Kn selaku notaris yang mengesahkan perjanjian dari kedua belah pihak dengan no 491 pada 27- 04- 2016 2 Penerima kredit, sebagai pihak yang berperan sebagai debitur, secara konsisten tidak mematuhi kewajibannya untuk membayar angsuran kepada pihak kreditur. Dalam proses ini, ia terbukti lalai dan ingkar janji (wanprestasi) karena telah gagal melaksanakan kewajibannya untuk membayar angsuran yang jatuh tempo. Bahkan, penerima kredit telah sering mengalami keterlambatan dalam melunasi kewajibannya kepada debitur. Sejak angsuran ke-16 yang jatuh tempo pada tanggal 20- 04- 2017, kreditur terus menggunakan dan menikmati unit mobil tersebut tanpa mempertimbangkan kerugian yang timbul bagi Pemohon Keberatan selaku kreditur. Sebagaimana diungkapkan dalam Putusan Mahkamah.Agung RI No 651K/Pdt.Sus-BPSK/2013 tanggal 05- 05- 2014 serta Putusan Mahkamah Agung RI No 451/KPdt.Sus-BPSK/2014 tanggal 27-08- 2014, masalah dugaan atau sangkaan wanprestasi bukan kepada.BPSK, melainkan kepentingan ini.diajukan ke Pengadilan Negeri sebagai lembaga pemeriksa tingkat pertama. Namun di lain sisi, kreditur dengan jelas mengakui bahwa mereka sering melakukan keterlambatan dalam proses pembayaran. .Meskipun begitu, krediturn selalu menaati perjanjian pembiayaan dengan membayar.angsuran pokok, denda keterlambatan, dan bunga keterlambatan.sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Tindakan yang diambil oleh debitur dalam situasi ini berlawanan dengan pengakuan yang mereka buat. kreditu. seharusnya, jika mereka merasa bahwa kreditur telah melanggar perjanjian atau tidak mematuhi janji, mengajukan.perkara tersebut ke Pengadilan.Negeri, bukan mengambil 3 tindakan untuk menyita unit kendaraan dari tangan Terkreditur. Penting untuk diingat bahwa setiap warga negara memiliki hak, sesuai dengan hukum, untuk memilih apakah akan membawa.sengketa konsumen mereka ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau ke Pengadilan Negeri. Betul apabila pihak debitur telah.menahan mobil yang menjadi objek perjanjiannya. Hal ini membuat marah pihak debitur, karena dengan jelas.Terbukti dengan jelas bahwa rditur telah.melakukan wanprestasi, sesuai dengan Perjanjian Pembiayaan Konsumen No. 0631.16.200063 yang ditetapkan pada tanggal 20- 01- 2016. Namun, yang menarik adalah bahwa mereka mengajukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Batam, .seolah-olah mereka yang mengalami kerugian, padahal, jika melihat fakta hukum dan bukti-bukti yang ada, debiturlah yang sebenarnya mengalami kerugian akibat tindakan kreditur tersebut. Tindakan nya untuk mengajukan gugatan ke BPSK Kota Batam telah merusak citra.debitur di mata masyarakat umum. Oleh karena itu, debitur memiliki alasan yang cukup untuk menuntut ganti rugi. Di lain sisi, krditur dengan tegas menolak argumen yang diajukan oledebiturpada ang menyatakan bahwa unit mobil yang dibiayai oleh debitur sesuai dengan sertifikat jaminan fidusia No. 32.00037318.AH.05.01 yang diterbitkan pada tahun 2016, karena sebelumnya kreditur pernah meminta namun enggan ditunjukkan 4 Apabila kita mengkaji isi dari Surat Perjanjian Pembiayaan No.0631.16.200063 yang disahkan pada tanggal 20- 01- 2016, terutama Pasal 3 angka 5 ssama 6, serta merujuk pada Pasal 2 ayat (4) UU No 48 th 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menekankan pada sistem Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan, serta mengaitkannya dengan Pasal 118 ayat (4) HIR/142 ayat (4) Rbg yang menjelaskan bahwa "apabila terdapat tempat tinggal yang dipilih serta ditentukan bersama dalam satu akta, maka penggugat, jikalau ingin, dapat mengajukan gugatannya kepada ketua PN yang memiliki yurisdiksi atas tempat tinggal yang telah disepakati tersebut." Dalam konteks ini, Surat Dirjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen No: 688/SPK.3.2/SD/12/2015 yang membahas Penyelesaian Sengketa Konsumen pada angka 3 (a) menjelaskan bahwa Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian yang sah memiliki kekuatan hukum yang setara dengan UU bagi para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu, jika dalam perjanjian itu ada sebuah klausula yang dengan tegas menyatakan bahwa jika terjadi sengketa, penyelesaiannya akan dilakukan di PN Kota Batam, maka para pihak dalam perjanjian tersebut harus tunduk pada ketentuan tersebut sebagaimana halnya mereka tunduk pada hukum. Dengan demikian, BPSK tidak memiliki wewenang yang bersifat mutlak (kompetensi mutlak) untuk menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan perjanjian tersebut. BPSK baru akan memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa atas perjanjian tersebut jika terpenuhi dua syarat: 5 1) Para pihak dalam perjanjian sepakat untuk membatalkan klausula yang menyatakan bahwa bila terjadi sengketa akan diselesaikan di Pengadilan Negeri; 2) Setelah pembatalan klausula seperti yang disebutkan pada poin 1, para pihak yang terlibat dalam sengketa, berdasarkan keputusan sukarela mereka, setuju untuk menyelesaikan sengketa tersebut di BPSK. Terdapat ketentuan baku yang melarang tindakan tertentu. Istilah baku ini menghadap pada berbagai ketentuan, aturan dan ketentuan yang telah dipersiapkan dan ditentukan sebelumnya oleh pedagang, serta dituangkan ke sebuah dokumen atau perjanjian yang mengikat dan harus disetujui oleh pedagang.Konsumen ikuti dan laksanakan. Dalam konteks ini, penting untuk diperhatikan bahwa klausul baku adalah klausul yang lazim terdapat dalam berbagai jenis dokumen, mulai dari kuitansi dan faktur, hingga bentuk perjanjian dan dokumen penyerahan transaksi lainnya, terutama dalam transaksi penjualan. Intinya adalah ketentuan standar tidak boleh berdampak negatif pada konsumen. David M.L Tobing, Ketua KKI (Komite Oposisi Konsumen Indonesia), dengan tegas menegaskan bahwa setiap klausul baku yang disusun oleh pemangku kepentingan dunia usaha harus memenuhi prinsip keseimbangan, kewajaran, dan wajar. Apabila asas-asas tersebut tidak dituangkan dalam klausul baku maka perjanjian yang memuat klausul-klausul tersebut dapat dianggap batal dan dapat dikesampingkan melalui proses hukum. 6 Tobing juga menyoroti aspek penting hukum perdata yang mengatur batasan asas kebebasan berkontrak. Menurutnya, hakim memiliki hak untuk mengawasi dan mengevaluasi isi kontrak jika dinilai terdapat perbedaan dengan peraturan, standar etika, ketertiban umum, standar sosial, asas kesusilaan, dan asas keadilan. Hakim yang juga merupakan pembentuk undang-undang dapat melakukan tindakan seperti menambah, mengurangi, atau menghapus ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam kontrak. Dalam kerangka hukum, ketentuan baku biasanya diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, serta dalam kerangka Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ps 1 ayat 10 UUPK menjelaskan klausul baku sebagai “setiap peraturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah disusun dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh badan usaha, yang dituangkan dalam suatu dokumen dokumen atau perjanjian yang bersifat mengikat dan harus dilaksanakan oleh pihak yang berwenang.” konsumen. Menafsirkan Pasal 22 ayat (1) Peraturan OJK no. 1/POJK.07/2013 terkait perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dijelaskan bahwa “perjanjian baku” adalah perjanjian tertulis yang ditetapkan secara sepihak oleh suatu entitas di sektor jasa keuangan dan memuat klausul baku yang mengatur mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan. isi, bentuk dan ketentuan penandatanganan kontrak. Jenis dokumen ini sering digunakan untuk menawarkan serangkaian produk dan/atau jasa kepada konsumen. 7 Perlindungan hukum konsumen didasarkan pada hak-hak tertentu konsumen untuk dilindungi dan dilindungi dari tindakan-tindakan yang dapat merugikan dirinya. Hak-hak ini bersifat mendasar dan universal, oleh karena itu Negara harus menjamin pelaksanaannya. Konsumen dalam arti umum merujuk kepada individu yang menggunakan barang dan/atau jasa yang tersedia di masyarakat untuk keperluan pribadi mereka, keluarga mereka, orang lain, atau makhluk hidup lain, tanpa maksud untuk tujuan perdagangan. Menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, konsumen adalah "setiap orang yang menggunakan barang dan/atau jasa yang tersedia dalam perusahaan, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, atau orang lain." Ini mencakup semua individu, organisasi, dan bukan pedagang. Dalam kerangka ini, konsumen yang diakui oleh UU Perlindungan Konsumen adalah konsumen akhir yang meliputi: a. Orang perseorangan. b. Barang dan/atau jasa atau produk. c. Digunakan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, dan orang lain. d. Tidak dimaksudkan untuk tujuan perdagangan ulang. UUPK memberikan definisi perlindungan konsumen sebagai tindakan yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum demi melindungi konsumen. Jenis perlindungan konsumen ini mencakup tindakan yang memastikan kepastian hukum dan melindungi konsumen dengan prinsip proporsionalitas. Ini berarti perlindungan tidak hanya diberikan kepada 8 konsumen, tetapi juga kepada pelaku ekonomi yang bertindak jujur, dengan itikad baik, dan bertanggung jawab. UUPKmengatur tanggung jawab badan usaha dalam Pasal 19 dan 28. Pasal 19 mengatur bahwa: 1) Pemberian kompensasi tidak menghapuskan kemungkinan penuntutan pidana jika ada bukti tambahan yang menunjukkan adanya pelanggaran. 2) Ketentuan ini tidak berlaku jika badan usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan ada pada pihak konsumen. 3) Kompensasi dapat berupa pengembalian uang, penggantian barang dan/atau jasa dengan nilai yang setara, atau pelayanan kesehatan dan/atau kompensasi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4) Kompensasi harus dibayarkan dalam waktu tujuh hari sejak tanggal transaksi. 5) Badan usaha wajib bertanggung jawab atas ganti rugi akibat kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian yang diderita konsumen sebagai hasil dari konsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau ditawarkan oleh pelaku ekonomi. Perselisihan timbul apabila terdapat perbedaan pendapat di antara para pihak. Salah satu pihak berpendapat bahwa haknya telah dilanggar oleh pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya mungkin tidak setuju dengan pandangan tersebut. Dalam konteks perlindungan konsumen, perselisihan konsumen 9 adalah perselisihan yang timbul antara konsumen dan badan ekonomi mengenai barang dan/atau jasa tertentu. Berdasar latar belakang yang penulis rangkum, sangat trtatrik menganalsis permasalahan terkait 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaturan UUPK terhadap klausula baku yang tercantum dalam perjanjian yang dimiliki oleh PT Adira Dinamika pada Abbaruddin? 2. Apakah Hakim Telah Mengambil Keputusan Secara Sesuai dan Mewakili Prinsip Keadilan Serta Perlindungan Terhadap Abarudin dalam Putusan Nomor64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM? BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pepengaturan UUPK terhadap klausula baku yang tercantum dalam perjanjian yang dimiliki oleh PT Adira Dinamika pada Abaruddin UUPK memberi arti klausul baku dalam Pasal 1 No. 10 yang mendefinisikannya sebagai “setiap aturan, syarat dan ketentuan yang telah disusun dan ditentukan terlebih dahulu oleh badan usaha dan dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan yang konsumen harus mematuhinya. Ketentuan” baku dalam UUPK bermaksus menjamin kedudukan konsumen sejajar dengan perusahaan, organisasi berdasar asas kebebasan berkontrak. Perjanjian baku ialah suatu jenis perjanjian yang isi dan syarat10 syaratnya telah ditetapkan dan diberikan dalam bentuk, hampir seluruh syaratsyaratnya telah ditentukan oleh pihak pemberi formulir, sehingga pihak lain mempunyai sedikit peluang untuk melakukan perundingan atau usulan perubahan. (Kristiyati, 2009:139). Hal ini berlaku bagi seluruh konsumen yang melakukan perjanjian dengan apa yang dioperasikan oleh PT Adira Dinamika, harus menandatangani “Perjanjian Kredit” yang berisi ketentuan baku Perjanjian tersebut disusun atas dasar kesepakatan sukarela antara dua pihak yang mempunyai kapasitas hukum (subjektif) untuk melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, standar etika, kesopanan, dan ketertiban umum serta norma-norma yang berlaku dalam masyarakat (subyektif). Namun terkadang terjadi ketidakseimbangan antara kedua pihak sehingga berujung pada terciptanya kesepakatan yang kurang menguntungkan bagi salah satu pihak (Barkatullah, 2008: 95). Wujud dari ketidaksetaraan penerapan perjanjian seringkali muncul dalam bentuk perjanjian baku atau klausul baku, karena bentuk dan isi perjanjian telah ditentukan terlebih dahulu oleh salah satu pihak yang mempunyai kewenangan untuk menyetujui lebih kuat dari pihak lainnya. Perjanjian seperti ini dianggap lumrah karena perjanjian dan syarat-syaratnya tidak mungkin atau sulit dinegosiasikan oleh pihak lain (Barkatullah, 2008: 96). Meskipun tidak ada larangan mutlak terhadap klausul baku, namun terdapat ketentuan tertentu yang tidak dapat dimasukkan dalam klausul baku, seperti pengalihan tanggung jawab badan usaha, penolakan membayar 11 pengembalian barang atau uang yang dibayarkan, kewajiban konsumen untuk mematuhinya. . Selain itu, pelaku ekonomi berhak melakukan tindakan sepihak terhadap barang yang dicicil, pengurangan kepentingan atau harta konsumen serta segala permasalahan yang berkaitan dengan barang bukti konsumen. Tafsir Pasal I UU Perlindungan Konsumen memberikan gambaran yang tepat mengenai pengertian perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen dapat dipahami sebagai upaya memberikan kepastian hukum kepada konsumen untuk melindungi hak-haknya. Ungkapan “segala upaya menjamin kepastian hukum” merupakan bentuk perlindungan yang kuat untuk menghindari penyalahgunaan yang merugikan pelaku usaha dan melindungi konsumen. Pengertian konsumen sendiri mencakup semua orang perseorangan yang menggunakan suatu barang atau jasa dalam masyarakat, baik untuk keperluan pribadi, rumah tangga, atau keperluan hidup lainnya dan bukan untuk tujuan komersil. Perbedaan antara “konsumen” dan “pembeli” adalah bahwa konsumen memiliki cakupan yang lebih luas, seperti yang diungkapkan oleh mantan Presiden AS John F. Kennedy, yang mengatakan bahwa “konsumen, menurut definisi, mencakup kita semua.” Namun terdapat pula pendapat yang bertentangan, sebagian pihak berpendapat bahwa penggunaan klausul baku dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam hubungan para pihak yang membuat perjanjian. Ketidakseimbangan ini terutama terlihat dalam hubungan antara konsumen dan penyedia kredit, dimana konsumen seringkali dianggap sebagai pihak yang 12 lebih lemah karena tidak mempunyai kesempatan untuk menegosiasikan persyaratan yang diberikan dalam perjanjian. Sarjana hukum sangat menghormati berbagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan istilah standar. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, istilah “perjanjian baku” merupakan terjemahan dari istilah-istilah Belanda seperti “algemene gesschaftsbedingun”, “standaardvertrag” atau “standaardkenditionen”. Dalam bahasa Inggris, istilah yang umum digunakan adalah “kontrak standar” atau “bentuk kontrak standar”, yang diterjemahkan menjadi “kontrak standar”. Hubungan antara pemberi kredit dan konsumen seringkali bersifat kontraktual sehingga menimbulkan kewajiban antara kedua belah pihak. Dalam hubungan seperti itu, penting untuk menjaga keseimbangan agar kedua belah pihak merasa dihormati. Meskipun hubungan antara pemberi pinjaman dan konsumen merupakan bagian dari konteks yang lebih luas, hubungan antara individu dan perusahaan dapat menimbulkan hubungan hukum yang lebih spesifik. Berbagai faktor seperti kondisi pasar, harga bahan baku, insentif, perjanjian, fasilitas yang tersedia dan kebutuhan para pihak, dapat mempengaruhi sifat dari hubungan hukum tersebut. Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen tidak dapat hanya bergantung pada satu aspek hukum saja. Perlindungan yang efektif memerlukan sistem hukum yang komprehensif yang mampu sekaligus 13 melindungi berbagai aspek, menciptakan lingkungan persaingan yang sehat dan memberikan manfaat langsung atau tidak langsung kepada konsumen. . Hukum kontrak mengizinkan para pihak untuk secara bebas membentuk dan menentukan isi perjanjian yang akan dibuat. Sekalipun memperbolehkan para pihak untuk mengadakan perjanjian secara bebas, KUHPerdata pada dasarnya tetap mempunyai ketentuan yang mengikat (mandatory) dan ketentuan yang bersifat pilihan (aanvullend, opsional). Kewajiban untuk menaati ketentuan hukum yang mengikat dalam perjanjian ini secara langsung menunjukkan bahwa para pihak dalam perjanjian tidak bisa begitu saja mengabaikan peraturan perundang-undangan yang ada, melainkan harus tetap menaati peraturan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Dalam hukum, Di sisi lain, berdasarkan tujuan yang ingin dicapai para pihak serta kebutuhan untuk mengembangkan peraturan yang mempertimbangkan kepentingan dan menjamin perlindungan hukum bagi penyedia kredit dalam merumuskan hukum kontrak, terdapat insentif untuk menciptakan bentukbentuk baru. persetujuan yang memerlukan persetujuan. Hal ini efisien, sederhana, praktis dan dapat dicapai tanpa memerlukan syarat-syarat yang baku, yaitu mengacu pada seluruh peraturan, syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemberi kredit yang diakui dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan harus dihormati oleh pemberi kredit. konsumen. Pasal 1 Angka 10 UUPK menjelaskan, istilah baku adalah segala peraturan, syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemberi 14 kredit dan diakui dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan dihormati oleh konsumen. Ketentuan baku adalah ketentuan yang telah ditetapkan oleh salah satu pihak pada awal perjanjian dan harus diterima oleh pihak lain tanpa modifikasi apa pun. Pasal 18 undang-undang. Perlindungan. Peraturan konsumen melarang penggunaan klausul baku dalam perjanjian baku. Setelah menimbang, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, pada Pasal 3 Ayat (1), mengatur bahwa "Keberatan terhadap Putusan BPSK dapat diajukan baik oleh Pelaku Usaha dan/atau Konsumen kepada PN di tempat kedudukan hukum konsumen tersebut." Dalam pertimbangannya, kreditur awalnya berada dalam yurisdiksi PN Batam. Oleh karena itu, apabila kita merujuk pada Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, maka PN Batam memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili Permohonan Keberatan tersebut. Dalam kasus ini, berdasarkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Batam dengan Nomor: 032/PTS- ABR/BPSK/XI/2017, tanggal 28-11- 2017, yang melibatkan Abarudin sebagai Konsumen dan PT. Adira Dinamika sebagai Pelaku Usaha, keputusan ini diterima oleh Pelaku Usaha (yaitudebitur) pada tanggal 21 Februari 2018. 15 Selanjutnya, debitur mengajukan Keberatan terhadap Putusan BPSK tersebut ke PN Kota Batam pada tanggal 05-03- 2018. Oleh karena itu, Majelis Hakim.menganggap bahwa Permohonan debitur tersebut telah memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) Peraturan MA RI No 1 Th 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK. 2.2 Peran Hakim Mengambil Keputusan sudah atau belum Mewakili Prinsip Keadilan Serta Perlindungan Terhadap Abarudin dalam Putusan Nomor64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM Pada intinya,haki,m telah meutus untuk Mengabulkan sebagian dari permohonan debitur; Mengesahkan sebagai sah, berlaku, dan mengikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen No. 0631.16.200063 yang dikeluarkan.pada tanggal 20 Januari 2016, antara PT. Adira Dinamika, Tbk, Cabang Batam, sebagai pemberi kredit, dengan Sabarudin sebagai penerima kredit;Mengesahkan.sebagai sah dan memiliki kekuatan hukum Akta Jaminan Fidusia yang dikeluarkan oleh Notaris Titik Sulistyowati.,S.H.,M.Kn. No. 491 pada tanggal 27- 04- 2016 Peran hakim dalam menjunjung hukum dan keadilan melalui putusannya sangatlah menentukan. Hakim harus melakukan analisa secara menyeluruh terhadap kebenaran fakta yang disampaikan kepadanya, 16 melakukan penilaian terhadap fakta tersebut dan menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Hakim kemudian dapat mengambil keputusan yang tepat atas suatu perkara. Peran hakim dalam menjunjung hukum dan keadilan melalui putusannya sangatlah penting. Dalam mengambil keputusan, hakim secara sistematis memeriksa kebenaran fakta-fakta yang dikemukakan dalam perkara, melakukan penilaian terhadap fakta-fakta tersebut, kemudian menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim dalam memutusnya merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan baik atau tidaknya suatu putusan, termasuk keadilan dan kepastian hukumnya, serta membawa manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam perkara tersebut. Peran pengujian hukum, terutama di tingkat kasasi, menjadi sangat penting, di mana hakim kasasi pada umumnya hanya memiliki kewenangan untuk menilai aspek hukum (judex juris) (Wardah & Sutiyoso, 2007: 217). .Peran hakim kasasi memiliki signifikansi besar karena putusan yang dihasilkannya bersifat final dan mengikat, sehingga memiliki dampak yang serius terhadap nasib pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan tersebut. Putusan No 4/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM memberikan pertimbangan hukum yang menunjukkan bahwa perkara ini pada hakekatnya adalah perkara ingkar janji dan bukan sengketa konsumen sebagaimana diakui oleh debitur banding yang diterima secara kasasi (PT 17 Adira Dinamika). Peninjauan ini didasarkan pada perkara pokok yang dipertimbangkan dan diputuskan oleh Otoritas Sengketa Konsumen, berkaitan dengan tindakan yang diambil oleh pihak yang.mengajukan keberatan (atau kasasi) namun tidak menjawab perjanjian kredit, oleh karena itu, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tidak mempunyai kewenangan untuk mempertimbangkan dan memutus perkara semacam ini. Tindakan Mahkamah.Agung yang menyatakan bahwa perselisihan antara PT Adira Dinamika dan Abarudin merupakan perselisihan yang berkaitan dengan wanprestasi (wanprestasi) berdasarkan Pasal 1 angka 8 Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 350 /MPP /Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah hak bertindak. Putusan ini mengafirmasi keberatan dan kasasi PT Adira Dinamika. Mengingat tidak ada kerugian yang ditimbulkan pada perusahaan tersebut tersebut, maka pengaduan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dikuatkan.Pertanyaan Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen tidak konsisten dan kabur. Selain itu, PN Batam juga melakukan kesalahan dalam penerapan hukumnya. Namun, padahal gugatan Abarugin yang semula muncul karena penarikan mobil Toyota Avaza yangmana PT Adir.Dinamika sebagai penyedia kredit pembiayaan secara.sepihak tanpa persetujuan konsumen mengambil mobil dan gugatan tersebut berupaya untuk membatalkan klausul baku yang dianggap merugikan Abarudin sebagai konsumen, sehingga argumen ini terkesan kurang akurat. 18 Seharusnya hakim lebih memperhatikan detail hukum terkait kerugian perusahaan dalam kasus ini. Secara keseluruhan, Keputusan No 4/PDT.SUS- BPSK/2018/PN.BTM belum sepenuhnya mencerminkan.keadilan dan manfaat yang signifikan, terutama bagi konsumen. Untuk menilai keadilan substansial, perlu melakukan pertimbangan yang lebih mendalam terhadap kerugian yang dialami oleh.abarudin sebagai konsumen. Dengan demikian, putusan.tersebut perlu lebih memperhatikan aspek keadilan substansial dan kepentingan semua pihak yang terlibat dalam perkara ini. Pertimbangan hukum yang menjadi dasar dari keputusan hakim adalah faktor yang sangat penting dalam menilai apakah suatu putusan adil atau tidak. Pertimbangan ini juga memiliki dampak yang signifikan bagi semua pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.. Hakim khususnya hakim kasasi memegang peranan penting karena putusannya bersifat final dan dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, hakim kasasi harus mempertimbangkan secara matang aspek hukum perkara tersebut.Putusan No 64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM memberikan pertimbangan hukum yang menunjukkan bahwa perkara ini pada hakekatnya adalah perselisihan ingkar janji, bukan perselisihan antara konsumen dengan Badan Penyelesaian Sengketa Perselisihan konsumen tidak mempunyai kewenangan untuk meninjau dan memutuskan kasus seperti ini. Oleh karena itu, putusan menerima permohonan kasasi PT Adira 19 Medalika dan membatalkan putusan sebelumnya. Namun keputusan No 64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM tidak mencerminkan keadilan dan manfaat yang signifikan khususnya bagi konsumen. Seharusnya hakim lebih memperhatikan kerugian yang dialami abarudin sebagai konsumen. Keputusan ini perlu lebih mempertimbangkan aspek keadilan dan manfaat substantif bagi pihak-pihak yang terlibat BAB III SIMPULAN Pada dasarnya, peranjian disusun berdasar kesepakatan sukarela antara dua pihak yang mempunyai kesanggupan hukum dalam melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, norma adab etika, kesopanan, ketertiban umum, dan norma masyarakat. Namun lain sisi, seringkali terjadi ketidakseimbangan antara kedua belah pihak, terutama dalam bentuk perjanjian baku, dimana salah satu pihak menentukan sendiri isi perjanjian tanpa memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk melakukan perundingan. Meskipun UU memperbolehkan penggunaan klausul baku, terdapat.batasan dan unsur tertentu yang.tidak boleh dimasukkan dalam klausul baku, seperti pengalihan tanggung jawab kepada entitas komersial/ perusahaan, .penolakan pengembalian barang atau uang yang telah dibayarkan, dan kewajiban konsumen untuk mematuhinya. Perlindungan hukum konsumen 20 bertujuan untuk menjaga keseimbangan hubungan antara konsumen dan penyedia jasa atau barang, menjamin.kepastian hukum konsumen serta hakhaknya diakui dan dilindungi. Hal ini juga mencakup perlindungan terhadap perjanjian standar yang dapat merugikan konsumen. Sistem perlindungan konsumen yang efektif harus mencakup banyak aspek yang berbeda, termasuk peraturan yang melindungi konsumen dari pengaturan yang tidak adil dan mengutamakan kepentingan konsumen dalam hubungan komersial. Peran hakim, terutama hakim kasasi, memiliki signifikansi besar karena keputusannya bersifat final dan dapat diterapkan. Oleh karena itu, hakim kasasi harus melakukan pertimbangan yang cermat terhadap aspek hukum dalam perkara BPSK/2018/PN.BTM tersebut. memberikan Putusan No pertimbangan 64/PDT.SUShukum yang menunjukkan bahwa inti masalah dalam perkara ini adalah perselisihan ingkar janji, dan bukan perselisihan antara konsumen dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Oleh karena itu, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tidak memiliki kewenangan untuk menilai dan memutuskan kasus semacam ini. Dengan demikian, putusan yang menerima permohonan kasasi dari PT Adira Dinamika dan membatalkan putusan sebelumnya menjadi wajar.. 21 DAFTAR PUSTAKA Barkatullah, A. H. (2008). “Hukum perlindungan konsumen (Kajian teoretis & perkembangan pemikiran)”. Cetakan pertama.: Nusa Media. Bandung Erdwin Elnzar,Norman. :”Putusan-Putusan Klausula Baku yang Penting Diingat” dalam web https://www.hukumonline.com/stories/article/lt5f618e6a743f9/putusanputusan-klausula-baku-yang-penting-diingat Liberty. Miru, A., & Yodo, S. (2014). “Hukum perlindungan konsumen”. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta: Miru, A. (2010). “Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia” Universitas Airlangga. Surabaya: Novia Meirani, Fitri. “Memahami Klausula Baku dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen” dalam web https://www.hukumonline.com/berita/a/klausula-baku-dan-mekanismepenyelesaian-sengketa-konsumen-lt6206029634f91/ Putusan Nomor nomor64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM dalam web file:///C:/Users/MF/Downloads/putusan_64_pdtsusbpsk_2018_pn_btm_202310 15231905_231015_231943.pdf Rahardjo, R. (2007). “Membedah hukum progresif”. Jurnal Yudisial Vol. 11, No. 1 Edisi Tahun 2018: Cetakan kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hlm 91 – 112 Sidabalok, J. (2010) “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”.: PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Siregar, B.. (1983) “Berbagai segi hukum & perkembangan dalam masyarakat”. Bandung: 22 Syamsudin, M. (2011). “Rekonstruksi perilaku etik hakim dalam menangani perkara berbasis hukum progresif”. Jurnal Hukum dan Pembangunan, Widjaja, G., & Yani, A. (2000). “Hukum tentang Perlindungan konsumen”. Gramedia. Jakarta: Wisma Hayati, Putri. (2020) Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pada Situs Belanja Online Shopee Ditinjau Dari Perundang-Undangan. Vol. 1, No. 1. Jurnal of civil and business law., Universitas Jambi Zulham. (2013). “Hukum perlindungan konsumen”. PT Kencana Prenada Media Group Jakarta: 23