Uploaded by Viorensia

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

advertisement
TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP
KLAUSULA BAKU YANG DITERAPKAN PERUSAHAAN
BERDASAR PUTUSAN NOMOR 64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM
Ujian Tengah Semester Hukum Perlindungan Konsumen
anonymus
02011
Hukum Perdata
Fakultas Hukum
Universitas Sriwiaya
Palembang
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 10
BAB II ANALISIS .................................................................................................... 10
2.1 Pepengaturan UUPK terhadap klausula baku yang tercantum dalam
perjanjian yang dimiliki oleh PT Adira Dinamika pada Abaruddin ............... 10
2.2 Peran Hakim Mengambil Keputusan sudah atau belum Mewakili Prinsip
Keadilan Serta Perlindungan Terhadap Abarudin dalam Putusan
Nomor64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM .......................................................... 16
BAB III SIMPULAN ................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Putusan Nomor 64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM suatu ketentuan
berarti bagi konsumen, hal ini sangat penting karena keputusan harus bersifat
final dan mengikat sehingga mengakhiri proses hukum bagi semua pihak yang
terlibat. Berisikan keberatan atas gugatan permohonan penghapusan klausula
baku, pembatalan putusan Nomor 64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM dan
kesalahan Pengadilan Negeri Batam dalam menerapkan hukum serta
menegaskan bahwa Konsumen Kota Batam Otoritas Penyelesaian Sengketa
tidak mempunyai kewenangan untuk Meninjau Atau Memutus Perkara. Selain
Itu, Keputusan Tersebut Menguatkan Tindakan Pt Adira Dinamika Multi
Finance, Penggugat adalah perusahaan atau badan hukum.yang bergerak di
bidang pembiayaan kepemilikan mobil, yang didirikan.berdasarkan UU No.
11/2013/TT-BTC berdasar.Peraturan Menteri Keuangan.No 40 Th 2007
tentang
Perseroan
Terbatas
dan
Peraturan
Menteri
Keuangan
No
84/PMK.012/2006 tentang.Perusahaan Keuangan.
Selama.beroperasi, perusahaan banyak menegfekkan dampak positif
siginifikan bagi sekitar karena membayar pajak, retribusi, menciptakan
lapangan kerja dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi masyarakat.
Perusahaan itu memberi pembiayaan untuk satu unit mobil berupa Toyota
Avanza S VVTI-I A/T yang merupakan mobil penumpang, berwarna hitam
1
metalik, no mesin.DAH3465, dengan no rangka.MHFM1CB4J8K002908,
diproduksi pada tahun 2008, dengan no polisi BP 1525 JY, dan BPKB atas
nama Susanti Tjhin. Pembiayaan ini dilakukan berdasarkan kontrak perjanjian
No.0631.16.200063.yang ditandatangani pada tanggal 20 -01- 2016, dengan
angsuran bulanan sebesar Rp. 2.930.000,-, dengan jangka waktu angsuran
selama 4 tahun.
Abaruddin lah yang disini berposisi.sebagai penerima kredit, dan
merasa dirugikan karena sebuah mobilnya tersebut. Terdapat sebuah perjanian
dari kedua belah pihak yang memuat syarat ketentuan, hak kewajiban para
pihak.yang dimana pemberi disebut kreditur, dan penerima disebut debitur.
Perjanjian.merupakan perjanjian yang sah dan mengikat, sesuai.dengan
ketentuan Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPer yang mengatur tentang syaratsyarat
sahnya
perjanjian
dan
akibat-akibatnya.
Perjanjian
No.0631.16.200063.yang ditetapkan.pada tanggal 20 Januari...Unit mobil yang
disebutkan di atas juga telah dijadikan objek.jaminan Fidusia sesuai
dengan.perjanjian
tersebut.
Jaminan
Fidusia.
No.
W32.00037318.AH.05.01.TAHUN 2016, yang dikeluarkan.pada tanggal 18
Mei 2016. Selain itu, komitmen.tersebut juga didukung dengan akta jaminan
kepercayaan yang diterbitkan oleh Titik Sulistyowati., S.H., M.Kn selaku
notaris yang mengesahkan perjanjian dari kedua belah pihak dengan no 491
pada 27- 04- 2016
2
Penerima kredit, sebagai pihak yang berperan sebagai debitur, secara
konsisten tidak mematuhi kewajibannya untuk membayar angsuran kepada
pihak kreditur. Dalam proses ini, ia terbukti lalai dan ingkar janji (wanprestasi)
karena telah gagal melaksanakan kewajibannya untuk membayar angsuran
yang jatuh tempo. Bahkan, penerima kredit telah sering mengalami
keterlambatan dalam melunasi kewajibannya kepada debitur. Sejak angsuran
ke-16 yang jatuh tempo pada tanggal 20- 04- 2017, kreditur terus menggunakan
dan menikmati unit mobil tersebut tanpa mempertimbangkan kerugian yang
timbul bagi Pemohon Keberatan selaku kreditur.
Sebagaimana diungkapkan dalam Putusan Mahkamah.Agung RI No
651K/Pdt.Sus-BPSK/2013 tanggal 05- 05- 2014 serta Putusan Mahkamah
Agung RI No 451/KPdt.Sus-BPSK/2014 tanggal 27-08- 2014, masalah dugaan
atau sangkaan wanprestasi bukan kepada.BPSK, melainkan kepentingan
ini.diajukan ke Pengadilan Negeri sebagai lembaga pemeriksa tingkat pertama.
Namun di lain sisi, kreditur dengan jelas mengakui bahwa mereka
sering melakukan keterlambatan dalam proses pembayaran. .Meskipun begitu,
krediturn selalu menaati perjanjian pembiayaan dengan membayar.angsuran
pokok, denda keterlambatan, dan bunga keterlambatan.sesuai dengan ketentuan
yang telah disepakati. Tindakan yang diambil oleh debitur dalam situasi ini
berlawanan dengan pengakuan yang mereka buat. kreditu. seharusnya, jika
mereka merasa bahwa kreditur telah melanggar perjanjian atau tidak mematuhi
janji, mengajukan.perkara tersebut ke Pengadilan.Negeri, bukan mengambil
3
tindakan untuk menyita unit kendaraan dari tangan Terkreditur. Penting untuk
diingat bahwa setiap warga negara memiliki hak, sesuai dengan hukum, untuk
memilih apakah akan membawa.sengketa konsumen mereka ke Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau ke Pengadilan Negeri.
Betul apabila pihak debitur telah.menahan mobil yang menjadi objek
perjanjiannya. Hal ini membuat marah pihak debitur, karena dengan
jelas.Terbukti dengan jelas bahwa rditur telah.melakukan wanprestasi, sesuai
dengan Perjanjian Pembiayaan Konsumen No. 0631.16.200063 yang
ditetapkan pada tanggal 20- 01- 2016. Namun, yang menarik adalah bahwa
mereka mengajukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) Kota Batam, .seolah-olah mereka yang mengalami kerugian, padahal,
jika melihat fakta hukum dan bukti-bukti yang ada, debiturlah yang sebenarnya
mengalami kerugian akibat tindakan kreditur tersebut. Tindakan nya untuk
mengajukan gugatan ke BPSK Kota Batam telah merusak citra.debitur di mata
masyarakat umum. Oleh karena itu, debitur memiliki alasan yang cukup untuk
menuntut ganti rugi.
Di lain sisi, krditur dengan tegas menolak argumen yang diajukan
oledebiturpada ang menyatakan bahwa unit mobil yang dibiayai oleh debitur
sesuai dengan sertifikat jaminan fidusia No. 32.00037318.AH.05.01 yang
diterbitkan pada tahun 2016, karena sebelumnya kreditur pernah meminta
namun enggan ditunjukkan
4
Apabila kita mengkaji isi dari Surat Perjanjian Pembiayaan
No.0631.16.200063 yang disahkan pada tanggal 20- 01- 2016, terutama Pasal
3 angka 5 ssama 6, serta merujuk pada Pasal 2 ayat (4) UU No 48 th 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman yang menekankan pada sistem Peradilan Cepat,
Sederhana, dan Biaya Ringan, serta mengaitkannya dengan Pasal 118 ayat (4)
HIR/142 ayat (4) Rbg yang menjelaskan bahwa "apabila terdapat tempat tinggal
yang dipilih serta ditentukan bersama dalam satu akta, maka penggugat, jikalau
ingin, dapat mengajukan gugatannya kepada ketua PN yang memiliki yurisdiksi
atas tempat tinggal yang telah disepakati tersebut."
Dalam konteks ini, Surat Dirjen Standarisasi dan Perlindungan
Konsumen No: 688/SPK.3.2/SD/12/2015 yang membahas Penyelesaian
Sengketa Konsumen pada angka 3 (a) menjelaskan bahwa Pasal 1338
KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian yang sah memiliki kekuatan hukum
yang setara dengan UU bagi para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu, jika
dalam perjanjian itu ada sebuah klausula yang dengan tegas menyatakan bahwa
jika terjadi sengketa, penyelesaiannya akan dilakukan di PN Kota Batam, maka
para pihak dalam perjanjian tersebut harus tunduk pada ketentuan tersebut
sebagaimana halnya mereka tunduk pada hukum.
Dengan demikian, BPSK tidak memiliki wewenang yang bersifat
mutlak (kompetensi mutlak) untuk menyelesaikan sengketa yang berkaitan
dengan perjanjian tersebut. BPSK baru akan memiliki kewenangan untuk
menyelesaikan sengketa atas perjanjian tersebut jika terpenuhi dua syarat:
5
1) Para pihak dalam perjanjian sepakat untuk membatalkan klausula yang
menyatakan bahwa bila terjadi sengketa akan diselesaikan di Pengadilan
Negeri;
2) Setelah pembatalan klausula seperti yang disebutkan pada poin 1, para pihak
yang terlibat dalam sengketa, berdasarkan keputusan sukarela mereka, setuju
untuk menyelesaikan sengketa tersebut di BPSK.
Terdapat ketentuan baku yang melarang tindakan tertentu. Istilah baku
ini menghadap pada berbagai ketentuan, aturan dan ketentuan yang telah
dipersiapkan dan ditentukan sebelumnya oleh pedagang, serta dituangkan ke
sebuah dokumen atau perjanjian yang mengikat dan harus disetujui oleh
pedagang.Konsumen ikuti dan laksanakan. Dalam konteks ini, penting untuk
diperhatikan bahwa klausul baku adalah klausul yang lazim terdapat dalam
berbagai jenis dokumen, mulai dari kuitansi dan faktur, hingga bentuk
perjanjian dan dokumen penyerahan transaksi lainnya, terutama dalam
transaksi penjualan. Intinya adalah ketentuan standar tidak boleh berdampak
negatif pada konsumen.
David M.L Tobing, Ketua KKI (Komite Oposisi Konsumen Indonesia),
dengan tegas menegaskan bahwa setiap klausul baku yang disusun oleh
pemangku kepentingan dunia usaha harus memenuhi prinsip keseimbangan,
kewajaran, dan wajar. Apabila asas-asas tersebut tidak dituangkan dalam
klausul baku maka perjanjian yang memuat klausul-klausul tersebut dapat
dianggap batal dan dapat dikesampingkan melalui proses hukum.
6
Tobing juga menyoroti aspek penting hukum perdata yang mengatur
batasan asas kebebasan berkontrak. Menurutnya, hakim memiliki hak untuk
mengawasi dan mengevaluasi isi kontrak jika dinilai terdapat perbedaan dengan
peraturan, standar etika, ketertiban umum, standar sosial, asas kesusilaan, dan
asas keadilan. Hakim yang juga merupakan pembentuk undang-undang dapat
melakukan tindakan seperti menambah, mengurangi, atau menghapus
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam kontrak.
Dalam kerangka hukum, ketentuan baku biasanya diatur dalam UU No.
8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, serta dalam kerangka Otoritas
Jasa Keuangan (OJK). Ps 1 ayat 10 UUPK menjelaskan klausul baku sebagai
“setiap peraturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah disusun dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh badan usaha, yang dituangkan
dalam suatu dokumen dokumen atau perjanjian yang bersifat mengikat dan
harus dilaksanakan oleh pihak yang berwenang.” konsumen.
Menafsirkan Pasal 22 ayat (1) Peraturan OJK no. 1/POJK.07/2013
terkait perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dijelaskan bahwa
“perjanjian baku” adalah perjanjian tertulis yang ditetapkan secara sepihak oleh
suatu entitas di sektor jasa keuangan dan memuat klausul baku yang mengatur
mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan. isi, bentuk dan
ketentuan penandatanganan kontrak. Jenis dokumen ini sering digunakan untuk
menawarkan serangkaian produk dan/atau jasa kepada konsumen.
7
Perlindungan hukum konsumen didasarkan pada hak-hak tertentu konsumen
untuk dilindungi dan dilindungi dari tindakan-tindakan yang dapat merugikan
dirinya. Hak-hak ini bersifat mendasar dan universal, oleh karena itu Negara
harus menjamin pelaksanaannya.
Konsumen dalam arti umum merujuk kepada individu yang
menggunakan barang dan/atau jasa yang tersedia di masyarakat untuk
keperluan pribadi mereka, keluarga mereka, orang lain, atau makhluk hidup
lain, tanpa maksud untuk tujuan perdagangan. Menurut Pasal 1 angka (2)
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, konsumen adalah "setiap orang
yang menggunakan barang dan/atau jasa yang tersedia dalam perusahaan, baik
untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, atau orang lain." Ini mencakup semua
individu, organisasi, dan bukan pedagang. Dalam kerangka ini, konsumen yang
diakui oleh UU Perlindungan Konsumen adalah konsumen akhir yang meliputi:
a. Orang perseorangan.
b. Barang dan/atau jasa atau produk.
c. Digunakan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, dan orang lain.
d. Tidak dimaksudkan untuk tujuan perdagangan ulang.
UUPK memberikan definisi perlindungan konsumen sebagai tindakan
yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum demi melindungi
konsumen. Jenis perlindungan konsumen ini mencakup tindakan yang
memastikan kepastian hukum dan melindungi konsumen dengan prinsip
proporsionalitas. Ini berarti perlindungan tidak hanya diberikan kepada
8
konsumen, tetapi juga kepada pelaku ekonomi yang bertindak jujur, dengan
itikad baik, dan bertanggung jawab.
UUPKmengatur tanggung jawab badan usaha dalam Pasal 19 dan 28. Pasal 19
mengatur bahwa:
1) Pemberian kompensasi tidak menghapuskan kemungkinan penuntutan
pidana jika ada bukti tambahan yang menunjukkan adanya pelanggaran.
2) Ketentuan ini tidak berlaku jika badan usaha dapat membuktikan bahwa
kesalahan ada pada pihak konsumen.
3) Kompensasi dapat berupa pengembalian uang, penggantian barang dan/atau
jasa dengan nilai yang setara, atau pelayanan kesehatan dan/atau
kompensasi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4) Kompensasi harus dibayarkan dalam waktu tujuh hari sejak tanggal
transaksi.
5) Badan usaha wajib bertanggung jawab atas ganti rugi akibat kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian yang diderita konsumen sebagai hasil dari
konsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau ditawarkan oleh pelaku
ekonomi.
Perselisihan timbul apabila terdapat perbedaan pendapat di antara para
pihak. Salah satu pihak berpendapat bahwa haknya telah dilanggar oleh pihak
lainnya, sedangkan pihak lainnya mungkin tidak setuju dengan pandangan
tersebut. Dalam konteks perlindungan konsumen, perselisihan konsumen
9
adalah perselisihan yang timbul antara konsumen dan badan ekonomi mengenai
barang dan/atau jasa tertentu. Berdasar latar belakang yang penulis rangkum,
sangat trtatrik menganalsis permasalahan terkait
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan UUPK terhadap klausula baku yang tercantum
dalam perjanjian yang dimiliki oleh PT Adira Dinamika pada
Abbaruddin?
2. Apakah Hakim Telah Mengambil Keputusan Secara Sesuai dan
Mewakili Prinsip Keadilan Serta Perlindungan Terhadap Abarudin
dalam Putusan Nomor64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pepengaturan UUPK terhadap klausula baku yang tercantum dalam
perjanjian yang dimiliki oleh PT Adira Dinamika pada Abaruddin
UUPK memberi arti klausul baku dalam Pasal 1 No. 10 yang
mendefinisikannya sebagai “setiap aturan, syarat dan ketentuan yang telah
disusun dan ditentukan terlebih dahulu oleh badan usaha dan dituangkan dalam
suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan yang konsumen harus
mematuhinya. Ketentuan” baku dalam UUPK bermaksus menjamin kedudukan
konsumen sejajar dengan perusahaan, organisasi berdasar asas kebebasan
berkontrak. Perjanjian baku ialah suatu jenis perjanjian yang isi dan syarat10
syaratnya telah ditetapkan dan diberikan dalam bentuk, hampir seluruh syaratsyaratnya telah ditentukan oleh pihak pemberi formulir, sehingga pihak lain
mempunyai sedikit peluang untuk melakukan perundingan atau usulan
perubahan. (Kristiyati, 2009:139). Hal ini berlaku bagi seluruh konsumen yang
melakukan perjanjian dengan apa yang dioperasikan oleh PT Adira Dinamika,
harus menandatangani “Perjanjian Kredit” yang berisi ketentuan baku
Perjanjian tersebut disusun atas dasar kesepakatan sukarela antara dua
pihak yang mempunyai kapasitas hukum (subjektif) untuk melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
standar etika, kesopanan, dan ketertiban umum serta norma-norma yang
berlaku
dalam
masyarakat
(subyektif).
Namun
terkadang
terjadi
ketidakseimbangan antara kedua pihak sehingga berujung pada terciptanya
kesepakatan yang kurang menguntungkan bagi salah satu pihak (Barkatullah,
2008: 95). Wujud dari ketidaksetaraan penerapan perjanjian seringkali muncul
dalam bentuk perjanjian baku atau klausul baku, karena bentuk dan isi
perjanjian telah ditentukan terlebih dahulu oleh salah satu pihak yang
mempunyai kewenangan untuk menyetujui lebih kuat dari pihak lainnya.
Perjanjian seperti ini dianggap lumrah karena perjanjian dan syarat-syaratnya
tidak mungkin atau sulit dinegosiasikan oleh pihak lain (Barkatullah, 2008: 96).
Meskipun tidak ada larangan mutlak terhadap klausul baku, namun
terdapat ketentuan tertentu yang tidak dapat dimasukkan dalam klausul baku,
seperti pengalihan tanggung jawab badan usaha, penolakan membayar
11
pengembalian barang atau uang yang dibayarkan, kewajiban konsumen untuk
mematuhinya. . Selain itu, pelaku ekonomi berhak melakukan tindakan sepihak
terhadap barang yang dicicil, pengurangan kepentingan atau harta konsumen
serta segala permasalahan yang berkaitan dengan barang bukti konsumen.
Tafsir Pasal I UU Perlindungan Konsumen memberikan gambaran yang
tepat mengenai pengertian perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen
dapat dipahami sebagai upaya memberikan kepastian hukum kepada konsumen
untuk melindungi hak-haknya. Ungkapan “segala upaya menjamin kepastian
hukum” merupakan bentuk perlindungan yang kuat untuk menghindari
penyalahgunaan yang merugikan pelaku usaha dan melindungi konsumen.
Pengertian konsumen sendiri mencakup semua orang perseorangan
yang menggunakan suatu barang atau jasa dalam masyarakat, baik untuk
keperluan pribadi, rumah tangga, atau keperluan hidup lainnya dan bukan untuk
tujuan komersil. Perbedaan antara “konsumen” dan “pembeli” adalah bahwa
konsumen memiliki cakupan yang lebih luas, seperti yang diungkapkan oleh
mantan Presiden AS John F. Kennedy, yang mengatakan bahwa “konsumen,
menurut definisi, mencakup kita semua.”
Namun terdapat pula pendapat yang bertentangan, sebagian pihak
berpendapat
bahwa
penggunaan
klausul
baku
dapat
menimbulkan
ketidakseimbangan dalam hubungan para pihak yang membuat perjanjian.
Ketidakseimbangan ini terutama terlihat dalam hubungan antara konsumen dan
penyedia kredit, dimana konsumen seringkali dianggap sebagai pihak yang
12
lebih lemah karena tidak mempunyai kesempatan untuk menegosiasikan
persyaratan yang diberikan dalam perjanjian.
Sarjana hukum sangat menghormati berbagai istilah yang digunakan
untuk menggambarkan istilah standar. Menurut Mariam Darus Badrulzaman,
istilah “perjanjian baku” merupakan terjemahan dari istilah-istilah Belanda
seperti
“algemene
gesschaftsbedingun”,
“standaardvertrag”
atau
“standaardkenditionen”. Dalam bahasa Inggris, istilah yang umum digunakan
adalah “kontrak standar” atau “bentuk kontrak standar”, yang diterjemahkan
menjadi “kontrak standar”.
Hubungan antara pemberi kredit dan konsumen seringkali bersifat
kontraktual sehingga menimbulkan kewajiban antara kedua belah pihak. Dalam
hubungan seperti itu, penting untuk menjaga keseimbangan agar kedua belah
pihak merasa dihormati. Meskipun hubungan antara pemberi pinjaman dan
konsumen merupakan bagian dari konteks yang lebih luas, hubungan antara
individu dan perusahaan dapat menimbulkan hubungan hukum yang lebih
spesifik. Berbagai faktor seperti kondisi pasar, harga bahan baku, insentif,
perjanjian, fasilitas yang tersedia dan kebutuhan para pihak, dapat
mempengaruhi sifat dari hubungan hukum tersebut.
Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen
tidak dapat hanya bergantung pada satu aspek hukum saja. Perlindungan yang
efektif memerlukan sistem hukum yang komprehensif yang mampu sekaligus
13
melindungi berbagai aspek, menciptakan lingkungan persaingan yang sehat dan
memberikan manfaat langsung atau tidak langsung kepada konsumen. .
Hukum kontrak mengizinkan para pihak untuk secara bebas membentuk
dan menentukan isi perjanjian yang akan dibuat. Sekalipun memperbolehkan
para pihak untuk mengadakan perjanjian secara bebas, KUHPerdata pada
dasarnya tetap mempunyai ketentuan yang mengikat (mandatory) dan
ketentuan yang bersifat pilihan (aanvullend, opsional). Kewajiban untuk
menaati ketentuan hukum yang mengikat dalam perjanjian ini secara langsung
menunjukkan bahwa para pihak dalam perjanjian tidak bisa begitu saja
mengabaikan peraturan perundang-undangan yang ada, melainkan harus tetap
menaati peraturan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Dalam hukum,
Di sisi lain, berdasarkan tujuan yang ingin dicapai para pihak serta
kebutuhan untuk mengembangkan peraturan yang mempertimbangkan
kepentingan dan menjamin perlindungan hukum bagi penyedia kredit dalam
merumuskan hukum kontrak, terdapat insentif untuk menciptakan bentukbentuk baru. persetujuan yang memerlukan persetujuan. Hal ini efisien,
sederhana, praktis dan dapat dicapai tanpa memerlukan syarat-syarat yang
baku, yaitu mengacu pada seluruh peraturan, syarat dan ketentuan yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh pemberi kredit yang diakui dalam suatu dokumen
atau perjanjian yang mengikat dan harus dihormati oleh pemberi kredit.
konsumen. Pasal 1 Angka 10 UUPK menjelaskan, istilah baku adalah segala
peraturan, syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemberi
14
kredit dan diakui dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan
dihormati oleh konsumen. Ketentuan baku adalah ketentuan yang telah
ditetapkan oleh salah satu pihak pada awal perjanjian dan harus diterima oleh
pihak lain tanpa modifikasi apa pun. Pasal 18 undang-undang. Perlindungan.
Peraturan konsumen melarang penggunaan klausul baku dalam perjanjian baku.
Setelah menimbang, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun
2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen, pada Pasal 3 Ayat (1), mengatur bahwa
"Keberatan terhadap Putusan BPSK dapat diajukan baik oleh Pelaku Usaha
dan/atau Konsumen kepada PN di tempat kedudukan hukum konsumen
tersebut."
Dalam pertimbangannya, kreditur awalnya berada dalam yurisdiksi PN
Batam. Oleh karena itu, apabila kita merujuk pada Pasal 3 Ayat (1) Peraturan
Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan
Keberatan Terhadap Putusan.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, maka
PN Batam memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili Permohonan
Keberatan tersebut.
Dalam kasus ini, berdasarkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen
(BPSK)
Kota
Batam
dengan
Nomor:
032/PTS-
ABR/BPSK/XI/2017, tanggal 28-11- 2017, yang melibatkan Abarudin sebagai
Konsumen dan PT. Adira Dinamika sebagai Pelaku Usaha, keputusan ini
diterima oleh Pelaku Usaha (yaitudebitur) pada tanggal 21 Februari 2018.
15
Selanjutnya, debitur mengajukan Keberatan terhadap Putusan BPSK tersebut
ke PN Kota Batam pada tanggal 05-03- 2018. Oleh karena itu, Majelis
Hakim.menganggap bahwa Permohonan debitur tersebut telah memenuhi
persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) Peraturan MA RI
No 1 Th 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan
BPSK.
2.2 Peran Hakim Mengambil Keputusan sudah atau belum Mewakili
Prinsip Keadilan Serta Perlindungan Terhadap Abarudin dalam Putusan
Nomor64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM
Pada intinya,haki,m telah meutus untuk Mengabulkan sebagian dari
permohonan debitur; Mengesahkan sebagai sah, berlaku, dan mengikat
Perjanjian
Pembiayaan
Konsumen
No.
0631.16.200063
yang
dikeluarkan.pada tanggal 20 Januari 2016, antara PT. Adira Dinamika, Tbk,
Cabang Batam, sebagai pemberi kredit, dengan Sabarudin sebagai penerima
kredit;Mengesahkan.sebagai sah dan memiliki kekuatan hukum Akta
Jaminan
Fidusia
yang
dikeluarkan
oleh
Notaris
Titik
Sulistyowati.,S.H.,M.Kn. No. 491 pada tanggal 27- 04- 2016
Peran hakim dalam menjunjung hukum dan keadilan melalui
putusannya sangatlah menentukan. Hakim harus melakukan analisa secara
menyeluruh terhadap kebenaran fakta yang disampaikan kepadanya,
16
melakukan penilaian terhadap fakta tersebut dan menghubungkannya
dengan hukum yang berlaku. Hakim kemudian dapat mengambil keputusan
yang tepat atas suatu perkara. Peran hakim dalam menjunjung hukum dan
keadilan melalui putusannya sangatlah penting. Dalam mengambil
keputusan, hakim secara sistematis memeriksa kebenaran fakta-fakta yang
dikemukakan dalam perkara, melakukan penilaian terhadap fakta-fakta
tersebut, kemudian menghubungkannya dengan hukum yang berlaku.
Pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim dalam memutusnya
merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan baik
atau tidaknya suatu putusan, termasuk keadilan dan kepastian hukumnya,
serta membawa manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam perkara
tersebut.
Peran pengujian hukum, terutama di tingkat kasasi, menjadi sangat
penting, di mana hakim kasasi pada umumnya hanya memiliki kewenangan
untuk menilai aspek hukum (judex juris) (Wardah & Sutiyoso, 2007: 217).
.Peran hakim kasasi memiliki signifikansi besar karena putusan yang
dihasilkannya bersifat final dan mengikat, sehingga memiliki dampak yang
serius terhadap nasib pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan tersebut.
Putusan
No
4/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM
memberikan
pertimbangan hukum yang menunjukkan bahwa perkara ini pada
hakekatnya adalah perkara ingkar janji dan bukan sengketa konsumen
sebagaimana diakui oleh debitur banding yang diterima secara kasasi (PT
17
Adira Dinamika). Peninjauan ini didasarkan pada perkara pokok yang
dipertimbangkan dan diputuskan oleh Otoritas Sengketa Konsumen,
berkaitan dengan tindakan yang diambil oleh pihak yang.mengajukan
keberatan (atau kasasi) namun tidak menjawab perjanjian kredit, oleh
karena itu, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tidak mempunyai
kewenangan untuk mempertimbangkan dan memutus perkara semacam ini.
Tindakan Mahkamah.Agung yang menyatakan bahwa perselisihan
antara PT Adira Dinamika dan Abarudin merupakan perselisihan yang
berkaitan dengan wanprestasi (wanprestasi) berdasarkan Pasal 1 angka 8
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 350 /MPP /Kep/12/2001 tentang
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen adalah hak bertindak. Putusan ini mengafirmasi keberatan dan
kasasi PT Adira Dinamika. Mengingat tidak ada kerugian yang ditimbulkan
pada perusahaan tersebut tersebut, maka pengaduan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen dikuatkan.Pertanyaan Pasal 18 UU Perlindungan
Konsumen tidak konsisten dan kabur. Selain itu, PN Batam juga melakukan
kesalahan dalam penerapan hukumnya. Namun, padahal gugatan Abarugin
yang semula muncul karena penarikan mobil Toyota Avaza yangmana PT
Adir.Dinamika sebagai penyedia kredit pembiayaan secara.sepihak tanpa
persetujuan konsumen mengambil mobil dan gugatan tersebut berupaya
untuk membatalkan klausul baku yang dianggap merugikan Abarudin
sebagai konsumen, sehingga argumen ini terkesan kurang akurat.
18
Seharusnya hakim lebih memperhatikan detail hukum terkait kerugian
perusahaan dalam kasus ini.
Secara
keseluruhan,
Keputusan
No
4/PDT.SUS-
BPSK/2018/PN.BTM belum sepenuhnya mencerminkan.keadilan dan
manfaat yang signifikan, terutama bagi konsumen. Untuk menilai keadilan
substansial, perlu melakukan pertimbangan yang lebih mendalam terhadap
kerugian yang dialami oleh.abarudin sebagai konsumen. Dengan demikian,
putusan.tersebut perlu lebih memperhatikan aspek keadilan substansial dan
kepentingan semua pihak yang terlibat dalam perkara ini. Pertimbangan
hukum yang menjadi dasar dari keputusan hakim adalah faktor yang sangat
penting dalam menilai apakah suatu putusan adil atau tidak. Pertimbangan
ini juga memiliki dampak yang signifikan bagi semua pihak yang terlibat
dalam kasus tersebut..
Hakim khususnya hakim kasasi memegang peranan penting karena
putusannya bersifat final dan dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, hakim
kasasi harus mempertimbangkan secara matang aspek hukum perkara
tersebut.Putusan No 64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM memberikan
pertimbangan hukum yang menunjukkan bahwa perkara ini pada
hakekatnya adalah perselisihan ingkar janji, bukan perselisihan antara
konsumen dengan Badan Penyelesaian Sengketa Perselisihan konsumen
tidak mempunyai kewenangan untuk meninjau dan memutuskan kasus
seperti ini. Oleh karena itu, putusan menerima permohonan kasasi PT Adira
19
Medalika dan membatalkan putusan sebelumnya. Namun keputusan No
64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM tidak mencerminkan keadilan dan
manfaat yang signifikan khususnya bagi konsumen. Seharusnya hakim
lebih memperhatikan kerugian yang dialami abarudin sebagai konsumen.
Keputusan ini perlu lebih mempertimbangkan aspek keadilan dan manfaat
substantif bagi pihak-pihak yang terlibat
BAB III
SIMPULAN
Pada dasarnya, peranjian disusun berdasar kesepakatan sukarela
antara dua pihak yang mempunyai kesanggupan hukum dalam
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, norma adab etika, kesopanan, ketertiban umum, dan norma
masyarakat. Namun lain sisi, seringkali terjadi ketidakseimbangan antara
kedua belah pihak, terutama dalam bentuk perjanjian baku, dimana salah
satu pihak menentukan sendiri isi perjanjian tanpa memberikan kesempatan
kepada pihak lain untuk melakukan perundingan. Meskipun UU
memperbolehkan penggunaan klausul baku, terdapat.batasan dan unsur
tertentu yang.tidak boleh dimasukkan dalam klausul baku, seperti
pengalihan tanggung jawab kepada entitas komersial/ perusahaan,
.penolakan pengembalian barang atau uang yang telah dibayarkan, dan
kewajiban konsumen untuk mematuhinya. Perlindungan hukum konsumen
20
bertujuan untuk menjaga keseimbangan hubungan antara konsumen dan
penyedia jasa atau barang, menjamin.kepastian hukum konsumen serta hakhaknya diakui dan dilindungi. Hal ini juga mencakup perlindungan terhadap
perjanjian standar yang dapat merugikan konsumen. Sistem perlindungan
konsumen yang efektif harus mencakup banyak aspek yang berbeda,
termasuk peraturan yang melindungi konsumen dari pengaturan yang tidak
adil dan mengutamakan kepentingan konsumen dalam hubungan komersial.
Peran hakim, terutama hakim kasasi, memiliki signifikansi besar
karena keputusannya bersifat final dan dapat diterapkan. Oleh karena itu,
hakim kasasi harus melakukan pertimbangan yang cermat terhadap aspek
hukum
dalam
perkara
BPSK/2018/PN.BTM
tersebut.
memberikan
Putusan
No
pertimbangan
64/PDT.SUShukum
yang
menunjukkan bahwa inti masalah dalam perkara ini adalah perselisihan
ingkar janji, dan bukan perselisihan antara konsumen dengan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen. Oleh karena itu, Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen tidak memiliki kewenangan untuk menilai dan
memutuskan kasus semacam ini. Dengan demikian, putusan yang
menerima permohonan kasasi dari PT Adira Dinamika dan membatalkan
putusan sebelumnya menjadi wajar..
21
DAFTAR PUSTAKA
Barkatullah, A. H. (2008). “Hukum perlindungan konsumen (Kajian teoretis &
perkembangan pemikiran)”. Cetakan pertama.: Nusa Media. Bandung
Erdwin Elnzar,Norman. :”Putusan-Putusan Klausula Baku yang Penting Diingat”
dalam
web
https://www.hukumonline.com/stories/article/lt5f618e6a743f9/putusanputusan-klausula-baku-yang-penting-diingat
Liberty. Miru, A., & Yodo, S. (2014). “Hukum perlindungan konsumen”. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta:
Miru, A. (2010). “Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia”
Universitas Airlangga. Surabaya:
Novia Meirani, Fitri. “Memahami Klausula Baku dan Mekanisme Penyelesaian
Sengketa
Konsumen”
dalam
web
https://www.hukumonline.com/berita/a/klausula-baku-dan-mekanismepenyelesaian-sengketa-konsumen-lt6206029634f91/
Putusan
Nomor
nomor64/PDT.SUS-BPSK/2018/PN.BTM
dalam
web
file:///C:/Users/MF/Downloads/putusan_64_pdtsusbpsk_2018_pn_btm_202310
15231905_231015_231943.pdf
Rahardjo, R. (2007). “Membedah hukum progresif”. Jurnal Yudisial Vol. 11, No. 1
Edisi Tahun 2018: Cetakan kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hlm 91 – 112
Sidabalok, J. (2010) “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”.: PT. Citra Aditya
Bakti. Bandung.
Siregar, B.. (1983) “Berbagai segi hukum & perkembangan dalam masyarakat”.
Bandung:
22
Syamsudin, M. (2011). “Rekonstruksi perilaku etik hakim dalam menangani perkara
berbasis hukum progresif”. Jurnal Hukum dan Pembangunan,
Widjaja, G., & Yani, A. (2000). “Hukum tentang Perlindungan konsumen”. Gramedia.
Jakarta:
Wisma Hayati, Putri. (2020) Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pada Situs
Belanja Online Shopee Ditinjau Dari Perundang-Undangan. Vol. 1, No. 1. Jurnal
of civil and business law., Universitas Jambi
Zulham. (2013). “Hukum perlindungan konsumen”. PT Kencana Prenada Media
Group Jakarta:
23
Download