TUGAS TERSTRUKTUR Makalah “Dinamika Sosial dan Kebudayaan” Dosen: Ikhwanul Ihsan Armalid , S.Tr.Sos., M.Psi Oleh : Kelompok 2 Offering J Dengan anggota: 1. SESILIA PUTRI ANGGIA NIM. 230811609782 2. SYIFA CAHYAFITRI NIM. 230811609366 3. SUJUD RAMADHAN NIM. 230811610253 4. SHOFIA TASYA DINA NIM. 230811601714 5. SHOFI AZAHRA NIM. 230811607451 6. SHINTA AULIYA PUSFITASARI LAZUARDI NIM. 230811602025 7. SWEITY SAMARRA PASHA NIM. 230811610013 Mata Kuliah Sosiologi-Antropologi Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang 2023 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “ Dinamika Sosial dan Budaya” dengan tepat waktu. Makalah “Dinamika Sosial dan Budaya” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi-Antropologi yang diampu Bapak Ikhwanul Ihsan Armalid , S.Tr.Sos., M.Psi. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang “Dinamika Sosial dan Budaya”. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dosen: Ikhwanul Ihsan Armalid , S.Tr.Sos., M.Psi selaku Dosen mata kuliah Sosiologi-Antropologi yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari kebahasaan, penyusunan, maupun penulisan. Penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca sebagai acuan dalam pembuatan makalah agar semakin lebih baik. Malang, 15 September 2023 Penulis DRAFT BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kita hidup dalam sebuah kemasyarakatan yang penuh dengan orang-orang dan kebudayaan. Masyarakat dan kebudayaan tentunya tidak absolut dan terus berubah. Perubahanperubahan tersebut seringkali dinamakan "Dinamika Sosial dan Kebudayaan". Kita sebagai salah satu bagian dari masyarakat harus peduli dan mempelajari dinamika tersebut lebih dalam karena berbagai alasan. Pengetahuan tentang dinamika sosial dan budaya dapat kita jadikan alat untuk memahami perilaku dan interaksi manusia dalam masyarakat. Dengan mempelajarinya, kita dapat mengetahui bagaimana cara sebuah kelompok berevolusi, pergeseran norma-norma, bagaimana budaya mempengaruhi kehidupan, dan bagaimana dinamika sosial mempengaruhi individu dan komunitas. Pengetahuan tentang dinamika sosial dan budaya juga dapat kita jadikan alat untuk memprediksi perubahan-perubahan yang akan datang berdasarkan trend yang telah terjadi. Dengan demikian kita dapat bersiap dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang akan terjadi. Hal ini sangat bermanfaat untuk kita karena bisa jadi kita memperoleh ide untuk memulai perubahan yang sekiranya perlu dilakukan. Mempelajari dinamika sosial dan budaya juga dapat kita pergunakan untuk memahami perspektif yang berbeda dari kebudayaan lain. Kita mungkin sering bertanya-tanya mengapa sekelompok orang disana melakukan ini-itu, dan sebagainya. Melalui studi ini, kita dapat memahami bagaimana caranya melihat dari sudut pandang mereka. 1.2. Tujuan 1.2.1. Mengetahui dan Memahami Bagaimana Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan 1.3. Ruang Lingkup Materi 1.3.1. Masyarakat dan interaksi sosial yang ada didalamnya. 1.3.2. Kebudayaan. 1.3.3. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan kebudayaan BAB II Landasan Teori 2.1 Sosial Sosial berasal dari kata socius yaitu teman atau masyarakat. Sosial memiliki arti umum yaitu mendahulukan kepentingan bersama atau masyarakat (Salim, 2002). a. Menurut Lewis sosial adalah sesuatu yang bisa dicapai dalam interaksi seharihari antar warga dan pemerintahannya. b. Menurut Keith Jacobs sosial adalah sesuatu yan dibangun dan terjadi dalam sebuah situs komunitas. c. Menurut Ruth Aylett sosial dalah sesuatu yang dipahami sebagai sebuah perbedaan namun tetap inheren dan terintegrasi. d. Menurut Paul Ernest sosial lebih dari sekadar jumlah manusia secara individu karena mereka terlibat dalam berbagai kegiatan Bersama. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sosial adalah sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Perlu adanya komunikasi dalam usaha menunjang pembangunan ini. Definisi sosial memang sangat luas, definisi sosial adalah sebagai sesuatu yang ada pada masyarakat. Jadi sosial adalah interaksi antara manusia dan masyarakat. 2.2 Dinamika Kelompok Dinamika kelompok menurut Ruth Benedict berkaitan dengan kelompok. Dinamika kelompok menururt Floyd D. Ruch adalah analisis dari hubungan-hubungan kelompok sosial yang berdasarkan prinsip bahwa tingkah lakuu dalam kelompok adalah hasil dari interaksi yang dinamis antara individu-individu dalam situasi sosial. Dinamika mencakup berbagai aspek hubungan antarmanusia yang berbeda dan mencakup aspek sosial, emosional dan kognitif. Munir (2001) dinamika kelompok adalah suatu suatu sistem ikatan yang saling berhubangan dan saling memengaruhi antara unsur-unsur tersebut. Jika salah satu sistem mengalami perubahan, maka akan membawa perubahan pula pada unsur-unsur lainnya. Johnson (2012) dinamika kelompok suatu lingkup pengetahuan sosial yang berkomsentrasi pada pengetahuan tentang kelompok. Dinamika kelompok adalah ilmu tentang perilaku dalam kelompok untuk mengembangkan pengetahuan tentang hakikat kelompok, pengembangan kelompok, hubungan kelompok dengan anggotanya. Wilda Zulkarnain (2013) dinamika adalah suatu yang mengandung arti tenaga kekuata, selalu bergerak, dan menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamika juga mengindikasikan bahwa terdapat interaksi serta ketergantungan antara kelompok-kelompok dalam keseluruhan konteks. Situasi ini muncul karena ketika sebuah kelompok eksis, semangat kelompok akan terus ada di dalamnya. Karena alasan ini, kelompok menjadi dinamis, yang berarti bahwa kelompok tersebut selalu dapat mengalami perubahan setiap saat. Pengertian kelompok tidak lepas dari keberadaan dua orang atau leboh yang saling berinmteraksi untuk mencapai tujuan. Dinamika bisa dikatakan aktivitas yang dimiliki orang di dalam masyarakat untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dinamika kelompok juga bisa menimbulkan konflik tetapi itu normal, dengan adanya konflik masyarakat mencoba melakukan pola perubahan dalam mempertahankan apa yang akan dicapai. 2.3 Kebudayaan Kebudayaan di Indonesia sangat beragam dan berkembang dari Sabang sampai Merauke. Di dalam masyarakat, budaya meliputi seni sastra, seni music, seni pahat, seni rupa. Menurut Edaward B. Taylor bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral hukum, adat istiadat, serta kebebasan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. Kata budaya aatau kebudayaan berasal dari Bahasa sansekerta yaitu budi atau akal. Kata tersebut juga dapat diartikan sesuatu yang berhubungan dengan budi atau akal manusia. Dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut culture yang berarti mengerjakan. Dalam Bahasa Indonesia culture diterjamhkan menjadi kultur untuk mendapat kedekatan pemahaman dan logika kata culture dalam Bahasa inggris. (Koentjaraningrat, 2015). Jadi kenudayaan adalah perilaku yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial yang dapat digunakan untuk memahami berbagai hal di lingkungan. 2.4 Evolusi Budaya Evolusi adalah perkembangan suatu budaya dari suatu yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks. Evolusi unilinear adalah konsep penting di bidang antropologi yang muncul abad ke-18 dan ke-19. Evolusi unilinear yaitu perubahan masyarakat melalui tahapan-tahapan dalam satu garis yang sama secara universal. Karena perubahan tingkat kecepatan masyarakat yang berbeda, maka masyarakat yang kecepatannya lebih rendah akan tetap berada pada tingkat kemajuan yang lebih rendah pula dari pada yang kecepatannya tinggi. Para filsuf Yunani kuno menggambarkan dunia terdiri dari rantai besar yaitu sebuah pandangan yang memandang dunia sebagai sesuatu yanglengkap, teratur dan rentan terhadap analisis sistematis. Akibatnya, ilmu pengetahuan pada masa pencerahan menekankan kategorisasi dan segera menghasilkan berbagai tipologi yang menggambarkan serangkaian tahapan tetap dalam evolusi budaya. Marquis de Condoreet menegemukakan bahwa zaman terakhir telah dimulai dengan revolusi perancis dan ditakdirkan untuk mengantarkan hak asasi manusia. Pada akhir abad ke-19 teori evolusi budaya sangat dipengaruhi oleh diterimanya teori biologi secara luas. Filsuf inggris Herbet Spencer termasuk orang pertama yang Menyusun skema evolusi umum yang mencakup masyarakat manusia di seluruh dunia. Ia berpendapat manusia berevolusi dari spesies yang sederhana menjadi spesie yang rumit. Manusia pada awalnya hidup dalam kelompok yang tidak dapat dibedakan kemudia berkembang menjadi hierarki BAB III Pembahasan 3.1. Konsepsi-konsepsi Khusus mengenai Pergeseran Masyarakat dan Kebudayaan (Buku Biru BAB 6) Konsep-konsep yang nantinya diperlukan ketika menganalisis segala proses-proses pergeseran dalam masyararakat dan kebudayaan, termasuk dalam penelitian lapangan pada ilmu antropologi dan sosiologi, itulah yang disebut dimanika sosial (social dynamics). Di antara konsep-konsep yang terpenting, terdapat proses belajar kebudayaan oleh warga masyarakat bersangkutan, yaitu internalisasi (internalization), sosialisasi (socialization), dan enkulturasi (enculturation). Proses perkembangan kebudayaan manusia yang pada umumnya dengan bentuk-bentuk kebudayaan yang masih sederhana hingga makin bertambahnya zaman makin kompleks, disebut dengan evolusi kebudayaan (cultural evolution). Proses penyebaran kebudayaan dengan melalui geografi yang penyebarannya terbawa oleh perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi, yaitu proses difusi (diffusion). Selanjutnya, terdapat suatu proses pembelajaran pada unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga masyarakat, yang bisa disebut sebagai proses akulturasi (acculturation) dan asimilasi (assimilation). Setelah melalui berbagai proses-proses tersebut, akhirnya muncullah proses pembaruan atau inovasi (innovation), yang proses ini berkaitan dengan adanya penemuan baru (discovery dan invention). 3.2. Proses Belajar Kebudayaan (Buku Biru BAB 6) 1. Proses Internalisasi Proses internalisasi ini merupakan proses yang panjang sejak seorang individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal. Individu ini belajar menanamkan di dalam kepribadiannya segala sesuatu tentang perasaan, hasrat, napsu, dan emosi yang nantinya sangat diperlukan sepanjang hidupnya. Manusia mempunyai bakat yang sejatinya terkandung dalam gen-nya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, napsu, dan emosi dalam kepribadian individunya, tetapi wujud dan pengaktifan dari berbagai macam isi kepribadiannya itu sangatlah dipengaruhi oleh berbagai macam stimulasi atau rangsangan yang berada dalam sekitaran alam dan lingkungan sosial maupun budayanya. Seperti halnya perasaan pertama yang diaktifkan dalam kepribadian seorang bayi saat dilahirkan adalah perasaan puas dan tidak puas. Tiap hari dalam hidupnya berlalu, bertambahlah pengalamannya mengenai bermacam-macam perasaan baru, dan belajarlah ia merasakan kegembiraan, kebahagiaan, simpati, cinta, benci, keamanan, harga diri, kebenaran, perasaan bersalah, dosa, malu dan sebagainya. Selain perasaan-perasaan tersebut, juga berbagai macam hasrat, seperti hasrat untuk mempertahankan hidup, bergaul, meniru, tahu, berbakti, keindahan, yang dipelajarinya melalui proses internalisasi menjadi bagian kepribadian individu. 2. Proses Sosialisasi Proses sosialisasi ini berkaitan dengan proses belajar kebudayaan dalam suatu hubungan dengan sistem sosial. Dimaksudkan sebagai dalam proses ini, seorang individu dari masa anakanak hingga ke masa tuanya, mereka belajar tentang pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu di sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari. Proses sosialisasi ini merupakan suatu proses yang sudah sejak lama mendapat perhatian besar dari banyak ahli antropologi sosial. Proses sosialisasi dalam golongan-golongan sosial yang lain (dalam lingkungan sosial dari berbagai suku bangsa di Indonesia atau dalam lingkungan sosial bangsa-bangsa lain di dunia) dapat menunjukkan proses sosialisasi yang sangat berbeda. Para individu dalam masyarakat yang berbeda akan mengalami proses sosialisasi yang berbeda juga, karena proses sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. 3. Proses Enkulturasi Enkulturasi ialah pembudayaan (dalam bahasa Inggris di gunakan istilah institutionalixation). Proses enkulturasi merupakan proses ketika seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat, sistem norma, dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses enkulturasi sudah dimulai sejak individu kecil dalam alam pikiran warga suatu masyarakat; mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-temannya bermain. Terkadang berbagai norma juga dipelajari seorang individu secara sebagian-sebagian. Sudah dapat dipastikan dalam suatu masyarakat ada pula individu yang mengalami berbagai hambatan dalam proses internalisasi, sosialisasi dan enkulturasinya, yang menyebabkan bahwa individu itu tidak dapat menyesuaikan kepribadiannya dengan lingkungan sosial sekitarnya, menjadi kaku dalam pergaulannya, dan condong untuk senantiasa menghindari norma-norma dan aturan-aturan masyarakatnya. Hidupnya penuh peristiwa konflik dengan orang lain. Individu-individu serupa itu disebut deviants. Sebelumnya para ahli antropologi kurang memperhatikan faktor deviants ini dalam masyarakat dan kebudayaan yang menjadi objek penelitian mereka dan memilih mengabaikan saja. Berbeda dengan sekarang, banyak ahli antropologi yang mengerti bahwa penyimpangan dari adat yang lazim merupakan sulfaktor penting karena merupakan sumber dari berbagai kejadian masyarakat dan kebudayaan positif maupun negatif. Kejadian masyarakat yang positif adalah perubahan kebudayaan (culture change) yang menjelma ke dalam perubahan dan pembaruan dalam adat-istiadat yang kuno. Kejadian masyarakat yang negatif misalnya berbagai ketegangan masyarakat yang menjelma menjadi permusuhan antargolongan, adanya banyak penyakit jiwa, banyaknya peristiwa bunuh diri, kerusakan masyarakat yang menjelma menjadi kejahatan, demoralisasi dan sebagainya. C. Proses Evolusi Sosial 1. Proses Microscopic dan Macroscopic dalam Evolusi Sosial Proses yang bersumber dari suatu masyarakat dan kebudayaan yang dapat dianalisis oleh seorang peneliti dari dekat secara detail (microscopic), atau dapat juga dipandang dari jauh dengan hanya memperhatikan perubahan-perubahan yang tampak besar saja (macroscopic). Proses evolusi sosial-budaya yang dianalisis secara detail akan membuka mata peneliti untuk berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam berbagai dinamika kehidupan sehari-hari tiap masyarakat didunia. Proses-proses ini disebut dalam ilmu antropologi yaitu “proses-proses berulang" (recurrent processes). Proses-proses evolusi sosial budaya yang dipandang seolah-olah dari jauh hanya akan menampakkan kepada peneliti perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang, disebut dalam ilmu antropologi yaitu "proses-proses menentukan arah” (directional processes). 2. Proses-proses Berulang dalam Evolusi Sosial Budaya Tindakan individu masyarakat yang menyimpang dari adat istiadat umum, pada suatu ketika dapat banyak terjadi dan dapat sering berulang (rearrent) dalam kehidupan sehari-hari di setiap masyarakat. Di seluruh dunia tidak ada suatu masyarakat yang semua warganya seratus persen taat kepada adat untuk selamanya. Justru keadaan-keadaan yang menyimpang dari adat inilah sangat penting artinya, karena penyimpangan tersebut merupakan pangkal dari proses-proses perubahan kebudayan masyarakat pada umumnya. Itulah sebabnya dalam tiap masyarakat ada alat-alat pengendalian yang bertugas untuk mengurangi penyimpangan tadi. Masalah ketegangan antara keperluan individu dan masyarakat selalu akan ada dalam tiap masyarakat. Sampai pada akhirnya, kalau penyimpanganpenyimpangan tadi pada suatu ketika menadi recurrent, sehingga masyarakat tidak dapat mempertahankan adatnya lagi, maka masyarakat terpaksa memberi konsekuensinya, dan adat serta aturan diubah sesuai dengan desakan keperluan-keperluan baru dari individu dalam masyarakat. Perubahan-perubahan kecil hanya dapat dilihat dengan peninjauan secara detail menggunakan “alat mikroskop" oleh para peneliti masyarakat, tidak akan tampak kepada orang lain yang hanya meninjau masyarakat dari luar, dari jauh, atau yang memang membutakan dirinya untuk penyimpangan-penyimpangan yang kecil itu. Walaupun demikian, dalam jangka waktu yang panjang, perubahan kecil ini akan mulai tampak juga dari luar sebagai suatu perubahan yang besar. Faktor ketegangan antara adat-istiadat dari suatu masyarakat dengan keperluan para individu di dalamnya itu menyebabkan perlu adanya dua konsep yang harus dibedakan dengan tajam oleh para peneliti masyarakat, terutama para ahli antropologi dan sosiologi. Konsep antara dua wujud dari tiap kebudayaan, yaitu: (i) kebudayaan sebagai suatu kompleks dari konsep norma-norma, pandangan-pandangan dan sebagainya, yang abstrak (yaitu sistem budaya) dan (ii) kebudayaan sebagai suatu rangkaian dari tindakan yang konkret, dimana individu saling berinteraksi (yaitu sistem sosial). Kedua sistem tersebut sering ada dalam keadaan konflik satu dengan lain, dan suatu pengertian mengenai konflik antara kedua sistem yang ada dalam tiap masyarakat itu menjadi pangkal untuk mencapai pengertian mengenai dinamika masyarakat pada umumnya. 3.Proses Mengarah dalam Evolusi Kebudayaan Kalau evolusi masyarakat dan kebudayaan kita pandang seolah-olah dari suatu jarak yang jauh, dengan mengambil interval waktu yang panjang, maka akan tampak perubahan-perubahan besar yang seolah-olah bersifat menentukan arah (directional) dari sejarah perkembangan masyarakat dan kebudayaan yangbersangkutan. Dalam abad ke-19 yang lalu telah menjadi perhatian utama para sarjana ilmu antropologi budaya dalam arti umum. Pada masa sekarang, gejala ini menjadi perhatian khusus dari suatu subilmu dalam antropologi, yaitu ilmu prehistori yang mempelajari sejarah perkembangan kebudayaan manusia dalam jangka waktu yang panjang dan juga oleh para sarjana ilmu sejarah yang mencoba merekonstruksi kembali sejarah perkembangan seluruh umat manusia dan harus juga bekerja dengan jangka waktu yang panjang. Para sarjana ilmu sejarah seperti ini misalnya E. Spengler, A.J. Toynber, G. Childe dan lain-lain. D. Proses Difusi 1. Penyebaran Manusia Ilmu paleoantropologi telah memperkirakan bahwa makhluk manusia pertama hidup di daerah sabana yang beriklim tropis di Afrika Timur. Sedangkan sekarang makhluk itu menduduki hampir seluruh muka bumi ini dalam segala macam lingkungan iklim. Hal itu hanya dapat dijelaskan dengan adanya proses pembiakan dan gerak penyebaran atau migrasi-migrasi yang disertai proses penyesuaian atau adaptasi fisik dan sosial budaya dari manusia dalam jangka waktu beratus-ratus ribu tahun lamanya sejak zaman purba. Migrasi yang lambat dan otomatis berkembang sejajar dengan laju pertumbuhan manusia di muka bumi. Dalam proses evolusi serupa itu manusia seolah-olah selalu memerlukan tempat- tempat yang baru di muka bumi. Para sarjana ilmu prehistori mencoba merekonstruksikan kembali gerak migrasi kelompok-kelompok manusia dimuka bumi ini. Selain itu, telah memetakan pula dengan garis-garis panah untuk menunjukkan arah-arah migrasi itu. Di peta 1 yang dibuat berdasarkan buku W. Howelis, Back of History (1954: hlm. 177, 287, 298), tergambar garis-garis migrasi yang terpenting dari makhluk manusia. Dari suku-suku bangsa di muka bumi yang sampai sekarang masih hidup dari berburu, kita mengetahui bahwa walaupun mereka tidak mempunyai tempat tinggal tetap, mereka selalu bergerak dalam batas suatu wilayah berburu tertentu. Walaupun demikian, bila ditinjau dalam jangka waktu panjang, suatu kelompok manusia lama-kelamaan akan pindah wilayah jugw. Namun, perpindahan itu berjalan dengan sangat lambat, dan biasanya tanpa disadari orang-orang yang bersangkutan. Suatu migrasi serupa itu sebenarnya tidak harus kita gambarkan sebagai suatu garis lurus, tetapi sebagai garis spiral. Ada banyak pula migrasi manusia yang berlangsung cepat dan mendadak. Sebabnya bisa bermacam-macam, misalnya bencana alam, wabah, perubahan mata pencaharian hidup, peperangan, dan juga peristiwa-peristiwa khusus yang semua telah tercatat dalam sejarah seperti perkembangan pelayaran dari bangsa Cina di Asia Timur dan Asia Tenggara, perkembangan pelayaran bangsa Arab di Asia Selatan dan Afrika Timur, migrasi bangsa Arab dari Asia Barat ke Afrika Utara. 2. Penyebaran Unsur-unsur Kebudayaan Proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia yang disebut proses difusi (diffusion). Terutama dalam zaman prehistori, puluhan ribu tahun yang lalu, ketika kelompokkelompok manusia yang hidup dari berburu pindah dari satu tempat ke tempat-tempat lain hingga jauh sekali, maka unsur-unsur kebudayaan yang mereka bawa juga didifusikan hingga jauh sekali. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat juga terjadi tanpa ada perpindahan kelompok-kelompok manusia atau bangsa-bangsa dari satu tempat ke tempat lain, tetapi oleh karena ada individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur kebudayaan itu hingga jauh sekali. Terutama pedagang dan pelaut. Bentuk difusi yang lain lagi dan mendapat perhatian ilmu antropologi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan pertemuan-pertemuan antara individu dalam suatu kelompok manusia dengan individu kelompok tetangga. Dapat berlangsung dengan cara yaitu, hubungan dimana bentuk dan kebudayaan itu masingmasing hampir tidak berubah (symbiotic). Cara lain adalah bentuk hubungan yang disebabkan karena perdagangan, tetapi dengan akibat yang lebih jauh seperti unsur-unsur kebudayaan asing dibawa oleh para pedagang masuk ke dalam kebudayaan penerima dengan tidak disengaja dan tanpa paksaan (penetration pacifique). Pemasukan ini tentu juga ada pada bentuk hubungan yang disebabkan karena usaha dari para agama. Bedanya adalah pemasukan unsur asing yang dilakukan oleh para penyiar agama itu berlangsung dengan sengaja, dan kadang-kadang dengan paksa. Pemasukan secara tidak damai terdapat pada bentuk hubungan yang disebabkan karena peperangan dan serangan penaklukan. Lanjutan dari penaklukan adalah penjajahan, dan pada waktu itulah proses masuknya unsur-unsur kebudayaan asing yang sebenarnya, baru mulai berjalan. Pertemuan antara kebudayaan-kebudayaan yang disebabkan oleh penyiaran agama sering kali juga baru mulai setelah penaklukan, dan apabila suatu daerah sudah ditaklukkan dan dibuat aman oleh pemerintah jajahan, maka datanglah para penyiar agama, dan mulailah proses akulturasi yang merupakan akibat dari aktivitas itu. Suatu difusi yang meliputi jarak yang besar biasanya terjadi melalui rangkaian pertemuan antara suatu deret suku-suku bangsa (stimulus diffusion). Dalam zaman modern sekarang ini, difusi unsur-unsur kebudayaan yang timbul di salah satu tempat di muka bumi, berlangsung dengan cepat sekali. Sebab, Unsur-unsur itu berpindah-pindah sebagai suatu gabungan atau suatu kompleks yang tidak mudah dipisahkan. Unsur-unsur kebudayaan lain biasanya menyebar dalam kompleks-komplek (kultur-kompleks). E. Akulturasi dan Asimilasi 1. Akulturasi Akulturasi (acculturation atau culture contact) merupakan proses sosial yang muncul jika suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Proses akulturasi itu memang ada sejak dulu kala dalam sejarah kebudayaan manusia, tetapi proses akulturasi yang mempunyai sifat khusus, baru timbul ketika kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di Eropa Barat mulai menyebar ke semua daerah lain di muka bumi, dan mulai mempengaruhi masyarakat-masyarakat suku-suku bangsa di Afrika, Asia, Oseania, Amerika Utara, dan Amerika Latin. Penelitian-penelitian sekitar masalah akulturasi timbul dalam lapangan ilmu antropologi kurang dari setengah abad yang lalu. Sebagian besar bersifat deskriptif, yaitu melukiskan satu peristiwa akulturasi yang konkret pada satu atau beberapa suku bangsa tertentu yang sedang mendapat pengaruh unsur-unsur kebudayaan Eropa Amerika. Juga terdapat karangan yang bersifat teori, yaitu karangan-karangan yang mengabstraksikan berbagai peristiwa akulturasi dan beberapa konsep mengenai gejala akulturasi. Beberapa penelitian juga dilakukan oleh para sarjana dari luar kalangan ilmu antropologi. Dalam meneliti jalannya suatu proses akulturasi, seorang peneliti sebaiknya memperhatikan beberapa masalah khusus, yaitu: 1) keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan, 2) individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsui unsur kebudayaan asing; 3) saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima; 4) bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tadi, 5) reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, seorang peneliti dapat mengetahui keadaan kebudayaan masyarakat penerima sebelum terjadi proses akulturasi, hingga pada saat permulaan proses itu terjadi. Disebut sebagai titik permulaan dari proses akulturasi (base line of acculturation). Dengan memperhatikan individu-individu dari kebudayaan asing, karena dengan pengetahuan tentang mereka ini (dalam ilmu antropologi disebut agents of acculturation) dapat diketahui unsur unsur kebudayaan macam apa yang masuk itu. Kalau mereka pedagang, maka unsurunsur kebudayaan yang mereka bawa adalah terutama benda-benda kebudayaan jasmani, caracara berdagang, dan segala hal yang bersangkutan. Kalau mereka pendeta Nasrani, maka unsurunsur kebudayaan yang mereka bawa tentu juga berupa benda-benda kebudayaan jasmani, tetapi di samping itu juga banyak hal lain, seperti unsur-unsur dari agama Nasrani, cara-cara baru untuk memelihara kesehatan, dan seluruh pengetahuan mengenai bagian-bagian dari kebudayaan Eropa. Apabila pegawai pemerintah jajahan, maka unsur-unsur kebudayaan asing yang mereka bawa tentu lain lagi dan sebagainya. Selain pedagang, pendeta, dan pegawai pemerintah jajahan, tentu banyak lagi yang dapat menjadi agents of acculturation. Dalam masa Perang Dunia II misalnya, di berbagai daerah di Lautan Teduh tentara Jepang maupun Sekutu menjadi agents of acculturation. Perhatian terhadap saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima, akan memberi suatu gambaran yang konkret tentang jalannya suatu proses akulturasi. Reaksi orang-orang yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing itu merupakan suatu objek penelitian antropologi yang sangat luas. 2. Asimilasi Asimilasi (assimilation) adalah suatu proses yang timbul bila ada: (a) golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, (b) saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga (c) kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Biasanya, golongan-golongan yang tersangkut dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini golongan-golongan minoritas mengubah sifat khas dari unsur- unsur kebudayaannya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan dari golongan mayoritas. Sedemikian rupa sehingga lambat laun kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Dari berbagai proses asimilasi yang pernah diteliti para ahli terbukti bahwa hanya dengan pergaulan antara kelompok-kelompok secara luas dan intensif saja, belum tentu terjadi suatu proses asimilasi, kalau di antara kelompok-kelompok yang berhadapan itu tidak ada suatu sikap toleransi dan simpati satu terhadap yang lain. Sikap toleransi dan simpati terhadap kebudayaan lain itu sebaliknya sering terhalang oleh berbagai faktor, dan faktor-faktor in itu sudah tentu juga menjadi penghalang proses asimilasi pada umumnya. Faktor-faktor itu adalah: (a) kurang pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi; (b) sifat takut terhadap kekuatan dan kebudayaan lain; (c) perasaan superioritas pada individu-individu dari satu terhadap yang lain. E Pembaruan atau Inovasi 1. Inovasi dan Penemuan Inovasi adalah suatu proses pembaruan dan penggunaan sumber-sumber alam, energi, dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi menghasilkan produk-produk baru. Dengan demikian inovasi itu mengenai pembaruan kebudayaan yang khusus mengenai unsur teknologi dan ekonomi. Proses inovasi sudah tentu sangat erat kaitannya dengan penemuan baru dalam teknologi. Suatu penemuan biasanya juga merupakan sunu proses sosial yang panjang dan melalui dua tahap khusus, yaitu discovery dan invention. Suatu discovery adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu alat baru, suatu ide baru, yang diciptakan oleh seorang individu, atau suatu rangkaian dari beberapa individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Discovery baru menjadi invention bila masyarakat sudah mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan baru itu. Proses dari discovery hingga ke invention sering memerlukan tidak hanya seorang individu, yaitu penciptanya saja, tetapi suatu rangkaian yang terdiri dari beberapa orang pencipta. Pada saat suatu penemuan menjadi suatu inventionpun, proses penemuan belum selesai. 2 Pendorong Penemuan Baru Para sarjana mengatakan bahwa pendorong individu untuk memulai dan mengembangkan penemuan-penemuan baru adalah: (a) kesadaran para individu akan kekurangan dalam kebudayaan; (b) mutu dari keahlian dalam suatu kebudayaan; (c) sistem perangsang bagi aktivitas mencipta dalam masyarakat. Dalam tiap masyarakat tentu ada individu-individu yang sadar akan adanya berbagai kekurangan dalam kebudayaan mereka. Dengan adanya beberapa kategori individu, muncullah para pencipta dari penemuan-penemuan baru, baik yang bersifat discovery maupun yang bersifat invention. Suatu krisis masyarakat sering juga merupakan suatu masa timbulnya banyak penemuan baru. Krisis yang dimaksud adalah dalam masyarakat itu banyak individu menentang keadaan, mereka menentang karena tidak puas dengan keadaan, dan mereka tidak puas karena mereka sadar akan kekurangan-kekurangan di sekelilingnya. Keinginan para ahli dalam suatu masyarakat akan mutu merupakan dorongan juga bagi terjadinya penemuan baru.Yang membuat para ahli selalu mencoba memperbaiki hasil-hasil karyanya, dan dalam usaha itu sering tercapai hasil yang sebelumnya belum pernah tercapai oleh ahli lain. Usaha untuk mencari dan menciptakan penemuan baru sering juga terdorong oleh sistem perangsang yang ada dalam masyarakat itu. Yaitu, orang yang menciptakan penemuanpenemuan baru misalnya akan diberi ganjaran berupa kehormatan dari umum, kedudukan tinggi, atau harta benda dan sebagainya. 3. Inovasi dan Evolusi Suatu penemuan baru selalu harus dilihat dalam kebudayaan tempat penemuan tadi terjadi. Hal ini disebabkan karena suatu penemuan baru jarang merupakan suatu perubahan mendadak dan keadaan tidak ada, menjadi keadaan ada. Suatu penemuan baru biasanya berupa suatu rangkaian panjang, dimulai dari penemuan-penemuan kecil yang secara akumulatif diciptakan oleh sederet pencipta-pencipta. Dengan demikian, proses inovasi (yaitu proses pembaruan teknologi ekonomi dan lanjutannya) itu juga merupakan suatu proses evolusi. Bedanya ialah bahwa dalam proses inovasi individu-individu itu bersifat aktif, sedang dalam suatu proses evolusi individu-individu itu pasif, bahkan sering bersifat negatif. Karena kegiatan dan usaha individu itulah, maka suatu inovasi memang merupakan suatu proses perubahan kebudayaan yang lebih cepat (artinya lebih cepat kelihatan daripada proses evolusi kebudayaan). 3.3. Beberapa Bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan 1. Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat Perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dan lambat dinamakan evolusi. Ada bermacam-macam teori tentang evolusi yang dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori: a. Uniliner theories of evolution Teori ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaannya) mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu. Pelopor teori antara lain: August Comte, Herbert Spencer. Variasi dari pelopor tersebut adalah Cyclical theories, yang dipelopori Vilfredo Pareto, berpendapat bahwa masyarakat dan kebudayaan mempunyai tahap-tahap perkembangan yang merupakan lingkaran, di mana suatu tahap tertentu dapat dilalui berulang-ulang. Pendukung teori ini adalah Pitirim. A. Sorokin menyatakan bahwa masyarakat berkembang melalui tahap masingmasing yang didasarkan suatu kebenaran. Tahap pertama dasarnya kepercayaan, tahap kedua dasarnya indra manusia, tahap terakhir dasarnya kebenaran. b. Universal theory of evolution Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Teori ini mengemukakan bahwa kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu. Prinsip teori diuraikan Herbert Spancer antara lain menyatakan masyarakat merupakan hasil perkembangan kelompok homogen ke kelompok heterogen, baik sifat maupun susunannya. c. Multilined theories of evolution Teori ini menekankan penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Contohnya: mengadakan penelitian perihal pengaruh perubahan sistem pencaharian dari sistem berburu ke pertanian. (Lembaga-lembaga kemasyarakatan) lazimnya dinamakan revolusi. Unsur-unsur pokok revolusi adalah adanya perubahan yang cepat, dan perubahan tersebut mengenai dasar-dasar pokok kehidupan masyarakat. Bersifat relatif karena revolusi dapat memakan waktu yang lama. Suatu revolusi dapat berlangsung dengan didahului oleh suatu pemberontakan (revolt, rebellion) kemudian menjelma menjadi revolusi. Pemberontakan para petani banten pada 1888 misalnya, didahului dengan suatu kekerasan , sebelum menjadi revolusi yang mengubah pokok-pokok kehidupan masyarakat. Secara sosiologis, agar suatu revolusi dapat terjadi harus dipenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain: a. Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan. b. Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut. c. Adanya pemimpin dapat menampung keinginan-keinginan. d. Pemimpin harus menujukkan tujuan pada masarakat. e. Harus ada “momentum” saat di mana segala keadaan dan faktor sudah tepat dan baik. 2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar Sulit untuk merumuskan masalah masing-masing pengertian, karena batas-batas pembedanya sangat relatif. Perubahan kecil merupakan perubahan yang terjadi pada unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung. Proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada masyarakat. Kepadatan penduduk di pulau jawa telah melahirkan bagian perubahan dengan pengaruh besar, yang pada pokoknya bertujuan untuk mengambil manfaat yang sebesar mungkin dari sebidang tanah yang begitu luas. Keadaan atau sistem sosial oleh Clifford Geertz disebut shared poverty. 3. perubahan yang dikehendaki (Intended-Change) atau Perubahan yang Direncanakan (Planned-Change) dan Perubahan yang tidak Dikehendaki (Unintended-Change) atau Perubahan yang Tidak Direncanakan (Unplanned-Change) Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang mengadakan perubahan dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change. Cara-cara memengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan (social engineering) dan sering pula dinamakan (social planning). Perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan merupakan perubahanperubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang diharapkan masyarakat. Perubahan yang dikehendaki atau diterima masyarakat dengan cara mengadakan perubahanperubahan pada Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada. Konsep perubahan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki tidak mencakup apakah perubahanperubahan tadi diharapkan atau tidak diharapkan oleh masyarakat. Para agent of change yang merencanakan perubahan-perubahan yang dikehendaki telah memperhitungkan terjadinya perubahan-perubahan yang tidak terduga (dikehendaki) di bidanang-bidang lain. Pada umumnya sulit mengadakan ramalan tentang terjadinya perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki. Karena tidak hanya akibat dari suatu gejala sosial, tetapi dari berbagai gejala sosial. Perubahan yang dikehendaki merupakan suatu Teknik sosial yang oleh Thomas dan Znaniecki ditafsirkan sebagai suatu proses berupa perintah dan larangan. E. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial dan Kebudayaan. 1. Bertambah atau Berkurangnya Penduduk Pertambahan penduduk yang sangat cepat di pulau jawa menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama lembaga kemasyarakatannya. Berkurangnya penduduk disebabkan berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dari daerah ke daerah lain. Contohnya transmigrasi. Perpindahan perduduk telah berlangsung berates-ratus ribu tahun lamanya di dunia ini. 2. Penemuan-penemuan Baru Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama disebut dengan inovasi atau innovation. Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat ataupun yang berupa gagasan yang diciptakan seorang individu. Discovery baru menjadi invention kalau masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru itu. Proses dari discovery sampai ke invention membutuhkan suatu rangkaian pencipta-cipta. Penemuan mobil, misalnya, dimulai dari usaha seorang Austria, yaitu S. Marcus (1875) yang membuat motor gas pertama. Sistem motor gas merupakan suatu hasil dari rangkaian ide yang telah dikembangkan marcus. Kemudian, Marcus membulatkan penemuan tersebut. Menghubungkan motor gas dengan sebuah kereta sehingga berjalan tanpa ditarik seekor kuda. Itulah saat nya mobil menjadi suatu discovery. 30 tahun kemudian sesudah suatu rangkaian sumbangan dari sekian banyak pencipta lain barulah mobil dapat mencapai suatu bentuk sebagai alat pengangkut manusia dengan cukup praktis dan aman. Bentuk mobil semacam itu mendapat paten di Amerika Serikat 1911 disebut sebagai permulaan dari kendaraan mobil yang pada masa sekarang menjadi salah satu alat penting dalam masyarakat.dengan tercapainya bentuk tersebut, Kendaraan mobil menjadi suatu invention. Pada saat penemuan menjadi invention, kira kira sudah 1911 produksi mobil dimulai, mobil belum dikenal oleh seluruh masyarakat. Biaya produksi mobil tinggi sehingga hanya suatu golongan sangat kecil yang dapat membelinya. Suatu persoalan lain yang juga harus dihadapi adalah apakah masyarakat sudah siap menerimanya? Karena diperlukan pembuatan jalan raya yang baru. Seluruh proses tersebut merupakan rangkaian proses inovasi dari sebuah mobil. Di Indonesia banyak dijumpai persoalan menyangkut mobil. Pada umumnya masyarakat telah mengenal mobil bahkan sudah merasakan naik mobil. Akan tetapi, mobil hanya terbeli oleh satu golongan tertentu saja. Diperlukan pula pengetahuan yang cukup tentang peraturan lalu lintas, seperti Jakarta dan seterusnya. Ada beberapa faktor pendorong yang dimiliki masyarakat: a. Kesadaran individu akan kekurangan dalam kebudayaan; b. Kualitas ahli dalam suatu kebudayaan; c. Perangsang bagi aktivitas penciptaan dalam masyarakat. Dalam masyarakat tentu ada individu yang sadar akan adanya kekurangan dalam kebudayaan masyarakat, banyak yang menerima kekurangan tersebut sebagai suatu hal yang harus diterima begitu saja. Keiginan akan kualitas merupakan pendorong bagi terciptanya penemuan baru. Bagi mereka yang telah menemukan hal-hal yang baru diberikan jasa atau jerih payahnya. Pengaruh suatu penemuan baru tidak terbatas pada suatu bidang tertentu, tetapi meluas kebidang lainnya. Misalnya penemuan radio menyebabkan perubahan dalam lembaga kemasyarakatan, seperti Pendidikan, reaksi, dan seterusnya. Penemuan-penemuan baru Ogburn dan Nimkoff dinamakan social invention adalah penciptaan pengelompokan individu-individu yang baru. 3. Pertengahan (Conflict) Masyarakat Pertengahan (conflict) masyarakay menjadi sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Umumnya masyarakat di Indonesia bersifat kolektif. Tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan kelompok. Pertentangan kelombok bisa terjadi antara generasi tua dengan generasi muda. Generasi muda yang belum terbentuk kepribadiannya lebih mudah menerima unsur kebudayaan asing (misalnya kebudayaan barat) yang mempunyai taraf lebih tinggi. keadaan demikian menimbulkan perubahan tertentu dalam masyarakat, misalnya pergaulan yang lebih bebas antara Wanita dengn pria. 4. Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi Revolusi ang Meletus pada Oktober 1917 di Rusia telah menyulut terjadinya perubahan besar yang mula-mula mempunyai bentuk Kerajaan absolut berubah menjadi diktator proletariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis. Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain: a. Sebab-sebab yang Berasal dari Lingkungan Alam Fisik yang ada di Sekitar Manusia. Terjadinya gempa bumi, topan, banjir besar, dan lain lain, menyebabkan masyarakat yang mendiami daerah terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan pada lembaga kemasyarakatannya. b. Peperangan Peperangan dengan negara lain menyebabkan terjadinya perubahan karena biasanya negara yang menang akan memaksakan kebudayaannya pada negara yang kalah. Contoh, negara yang kalah dalam perang dunia kedua seperti jerman dan jepang mengalami perubahan yang besar dalam masyarakat. c. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik. Artinya, masing-masing masyarakat memengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat lain. Apabila hubungan berjalan melalui alat komunikasi massa, pengaruh hanya datang dari satu pihak saja. Sementara pihak lain hanya menerima pengaruh tanpa mempunyai kesempatan memberikan pengaruh baik. Proses penerimaan pengaruh kebudayaan asing di dalam antropologi budaya disebut akulturasi. Pertemuan dua kebudayaan yang seimbang akan saling menolak. Keadaan semacam itu dinamakan cultural animosity. Cultural animosity hingga kini adalah antara Surakarta dengan Yogyakarta yang dapat dikembalikan pada 1755, kemudian perjanjian salatiga pada 1757. Pertentangan kdua kebudayaan ini diawali dengan pertentangan fisik, dilanjutkan pertentangan dalam segi kegidupan, sampai corak pakaian kedua belah pihak tetap berbeda, demikian pula tari-tariannya, seni music tradisional, gelar gelar kebangsaan. Apabila salah satu dari kedua kebudayaan bertemu mempunyai taraf teknologi yang lebih tinggi, maka yang terjadi adalah proses imitas, yaitu peniruan unsur kebudayaan lain. 3.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Jalannya Proses Perubahan 1. faktor-faktor yang Mendorong Jalannya Proses Perubahan a. kontak dengan kebudayaan lain salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah difusi. Difusi adalah proses penyebaran unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain, dan dari masyarakat ke masyarakat lain. Ada dua tipe difusi, yaitu: 1. difusi intramasyarakat (intrasocienty diffusion), yang terpengaruh oleh beberapa faktor, antara lain: 1) suatu pengakuan unsur baru tersebut mempunyai kegunaan; 2) ada tidaknya unsur kebudayaan yang memengaruhi diterimanya atau tidak diterimanya unsur yang baru; 3) unsur baru yang berlawanan fungsi unsur lama, tidak akan diterima; 4) kedudukan dan peran sosial dari individu yang menemukan suatu yang baru tadi akan memengaruhi hasil penemuannya dengan mudah diterima atau tidak; 5) pemerintah dapat membatasi proses difusi. 2. difusi antarmasyarakat) (inter-society diffusion) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1) adanya kontak antara masyarakat; 2) kemampuan untuk mendemonstrasikan kemanfaatan penemuan baru; 3) pengakuan akan kegunaan penemuan baru; 4) ada tidaknya unsur kebudayaan yang menyaingi unsur penemuan baru; 5) peranan masyarakat yang menyebarkan penemuan baru di dunia; 6) paksaan dipergunakan untuk menerima suatu penemuan baru. b. Sistem Pendidikan formal yang maju Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berpikir secara objektif, yang akan memberikan kemampuan untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan zaman atau tidak. c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju. d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation), yang bukan merupakan delik. e. Sistem terbuka lapisan masyarakat (open stratification) sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal yang luas, memberi kesempatan pada para individu untuk maju atas kemampuan sendiri. f. Penduduk yang heterogen mempunyai latar belakang ras ideologi yang berbeda, mudah terjadinya pertentangan yang mengundang kegoncangan. g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kepuasan tertentu Ketidakpuasan yang berlangsung terlalu lama dalam sebuah Masyarakat akan mendatangkan revolusi. h. Orientasi ke masa depan i. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya 2. Faktor-faktor yang Menghalangi Terjadinya Perubahan a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain Kehidupan terasing menyebabkan sebuah masyarakat tidak mengetahui perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain. b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat Disebabkan hidup masyarakat terasing dan tertutup. c. Sikap masyarakat yang sangat tradisional sikap yang mengagungkan tradisi dan masa lampau serta anggapan bahwa tradisi secara mutlak tidak dapat diubah menghambat jalannya proses perubahan. d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interests Selalu mengidentifikasi diri dengan usaha-usaha dan jasa-jasanya, sukar sekali bagi mereka untuk melepaskan kedudukannya dalam suatu proses perubahan. e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan unsur-unsur luar dikhawatirkan akan menggoyahkan integrasi dan menyebabkan perubahan-perubahan pada aspek-aspek tertentu masyarakat. f. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup sikap yang demikian banyak dijumpai pada masyarakat yang pernah dijajah bangsabangsa barat. Mereka sangat mencurigai sesuatu yang berasal dari barat karena tidak pernah bisa melupakan pengalaman pahit selama penjajahan. g. Hambatan yang bersifat ideologis Setiap usaha perubahan pada unsur-unsur kebudayaan kerohanian diartikan sebagai usaha yang berlawanan dengan ideologi yang sudah menjadi dasar integrasi. h. Adat atau kebiasaan adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat dalam memenuhi segala kebutuhan pokok. Misalnya memotong padi dengan menggunakan mesin akan terasa akibatnya bagi tenaga kerja (terutama wanita) yang mata pencaharian tambahannya adalah memotong padi dengan cara lama. i. Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki 3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jalannya Proses Perubahan (Buku Peach BAB 8) 3.6. Proses Evolusi Sosial (Buku Biru BAB 6) 1. Proses Microscopic dan Macroscopic dalam Evolusi Sosial Proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisis oleh seorang peniliti seolah-olah dari dekat secara detail (microscopic), atau dapat juga dipandang seolah-olah dari jauh (macroscopic). Proses evolusi sosial-budaya yang dianalisis secara detail akan membuka mata peneliti untuk berbagai macam proses perubahan yang terjadi. Proses-proses ini disebut dalam ilmu antropologi “proses-proses berulang” (recurrent processes). Proses-proses evolusi sosial budaya yang dipandang seolah-olah dari jauh hanya akan menampakkan kepada peneliti perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Proses-proses ini disebut dalam ilmu antropologi, “prosesproses menentukan arah” (directional processes). 2. Proses-proses Berulang dalam Evolusi Sosial Budaya Sebelum tahun 1920, sebagian besar dari para sarjana antropologi hanya memperhatikan adat-istiadat yang lazim berlaku dalam suatu masyarakat. Sikap, perasaan, dan tingkah laku khusus para individu dalam masyarakat yang mungkin bertentangan dalam adat istiadat yang lazim, diabaikan atau tidak mendapat perhatian. Tindakan individu yang menyimpang dari adat istiadat umum, pada suatu ketika dapat banyak terjadi dan dapat sering berulang (recurrent) dalam kehidupan sehari-hari. 3.7. Proses Proses Difusi (Buku Biru BAB 6) 3.8. Proses Difusi (Buku Biru BAB 6) 1. Penyebaran manusia Ilmu paleoantropologi memperkirakan bahwa makhluk pertama hidup di daerah sabana beriklim tropis di Afrika Timur. Tapi, saat ini makhluk itu menempati hampir seluruh muka bumi dalam segala macam iklim. Hal ini hanya dapat dijelaskan dengan adanya proses pembiakan dan gerak penyebaran atau migrasi migrasi yang disertai oleh proses penyesuaian atau adaptasi fisik dan sosial budaya. Diteliti lebih mendalam, ada hal yang dapat menyebabkan migrasi berjalan dengan lambat dan otomatis, ada pula peristiwa yang menyebabkan migrasi berjalan dengan cepat dan mendadak. Migrasi yang berjalan lambat dan otomatis berkembang sejajar dengan laju pertumbuhan manusia. Manusia seperti selalu memerlukan tempat baru. Para sarjana ilmu prehistori mencoba merekonstruksikan kembali gerak migrasi kelompok manusia itu, serta telah mematahkan garisgaris panah untuk menunjukkan arah migrasi itu. Sama halnya dengan itu, migrasi besar dari kelompok manusia yang pindah dari benua Asia ke benua Amerika pada akhir zaman glasial ke-iv adalah suatu migrasi yang berjalan dengan sangat lambat. Menurut para sarjana ilmu prehistori, sekitar 80.000 tahun yang lalu manusia pertama kali menduduki benua Amerika yang sebelumnya masih kosong. Ada pula migrasi manusia yang berlangsung dengan cepat dan mendadak. Hal ini terjadi karena bencana alam, wabah, perubahan mata pencaharian hidup, peperangan, dan peristiwa khusus yang telah tercatat dalam sejarah. 2. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi oleh kelompok manusia yang bermigrasi. Kelompok manusia yang hidup dari berburu dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain membawa kebudayaan mereka lalu didifusikan hingga jauh. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan juga dapat terjadi karena individu tertentu yang membawa unsur-unsur kebudayaan mereka, contohnya seperti pedagang dan pelaut. Bentuk difusi yang lain adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan pertemuan antara individu dalam suatu kelompok manusia dengan individu dalam suatu kelompok tetangga. Hal ini dapat terjadi dengan berbagai cara, misalnya dengan hubungan di mana bentuk dan kebudayaan itu masing-masing hampir tidak pernah berubah. Hubungan ini disebut dengan hubungan symbiotic. Bisa juga terjadi dengan bentuk hubungan yang disebabkan oleh perdagangan. Hubungan ini mengambil istilah dari ilmu sejarah yang sering disebut dengan penetration pacifique atau pemasukan secara damai. Ada pula pemasukan secara tidak damai yang disebabkan oleh peperangan dan serangan penaklukan atau penjajahan. Suatu difusi yang meliputi jarak yang besar biasanya terjadi melalui suatu rangkaian pertemuan antara deret suku bangsa. Proses ini dalam ilmu antropologi disebut sebagai stimulus diffusion. Saat ini, difusi unsur-unsur kebudayaan dapat berlangsung dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan karena adanya alat-alat penyiaran yang sangat efektif, seperti surat kabar, majalah, buku, radio, film, dan televisi. Contohnya pada zaman ini adalah mobil. Mobil adalah suatu unsur kebudayaan yang awalnya ditemukan di Eropa, dikembangkan di Eropa dan Amerika, kemudian didifusikan dari kedua pusat penyebaran itu ke benua lain. Tapi, mobil tidak dapat diterima oleh masyarakat bila tidak ada unsur lain yang harus melengkapinya. Sama halnya dengan itu, unsur-unsur kebudayaan biasanya menyebar dalam kompleks kompleks. Dalam ilmu antropologi, hal ini diberi nama dengan kultur kompleks. 3.9 Akulturasi dan Asimilasi 1. Akulturasi Istilah akulturasi, atau acculturation atau culture contact,' mempunyai berbagai arti di antara para sarjana antropologi, tetapi semua sepaham bahwa konsep itu mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Terbukti bahwa tidak pernah terjadi difusi dari satu unsur kebudayaan. Unsur-unsur itu, seperti termaktub dalam contoh tentang penyebaran mobil tersebut selalu berpindahpindah sebagai suatu gabungan atau suatu kompleks yang tidak mudah dipisah-pisahkan. Sejak dulu kala dalam sejarah kebudayaan manusia ada gerak migrasi, gerak perpindahan dari suku-suku bangsa di muka bumi. Migrasi tentu menyebabkan pertemuanpertemuan antara kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda. Akibatnya ialah individu-individu dalam kelompok-kelompok itu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing. Proses akulturasi itu memang ada sejak dulu kala dalam sejarah kebudayaan manusia, tetapi proses akulturasi yang mempunyai sifat khusus, baru timbul ketika kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di Eropa Barat mulai menyebar ke semua daerah lain di muka bumi, dan mulai mempengaruhi masyarakat-masyarakat suku-suku bangsa di Afrika, Asia, Oseania, Amerika Utara, dan Amerika Latin. Dan sejarah dunia kita mengetahui bahwa bangsa-bangsa Eropa Barat itu mulai menyebar ke luar Eropa pada permulaan abad ke-15. Bangsa-bangsa Eropa Barat itu membangun pusat-pusat kekuatan di berbagai tempat di benua-benua lain dan pusat-pusat ini menjadi pangkal dari pemerintah-pemerintah jajahan yang pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 mencapai puncak kejayaannya. Bersama dengan perkembangan pemerintah-pemerintah jajahan di semua benua dan daerah di luar Eropa berkembang pula berbagai usaha penyebaran agama Nasrani. Akibat dari proses yang besar ini adalah hampir tidak ada suku bangsa di muka bumi lagi yang terhindar dari pengaruh unsur-unsur kebudayaan Eropa itu (pada masa sekarang di pertengahan abad ke-20 ini). Dipandang dari sudut individu dalam masyarakat suku-suku bangsa di Afrika, Asia, dan Oseania itu, pengaruh unsur- unsur kebudayaan Eropa dan Amerika Serikat, (terutama pada akhir- akhir ini) mereka alami secara sangat intensif sampai pada sistem norma dan sistem nilai budaya. Proses itu disebut modernisasi. Penelitian-penelitian sekitar masalah akulturasi timbul dalam lapangan ilmu antropologi kurang dari setengah abad yang lalu. Sebelumnya banyak sarjana antropologi tertarik akan kebudayaan suku- suku bangsa di luar Eropa yang "se-asli" mungkin (belum terkena pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika dan yang belum terkena pengaruh "zaman baru"). Penelitian serupa itu hampir tidak mungkin lagi sekarang, karena di seluruh muka bumi sudah hampir tidak ada lagi suku bangsa yang "asli" seperti itu. Penelitian-penelitian yang memperhatikan masalah akulturasi dimulai kira-kira sekitar tahun 1910, dan bertambah banyak sekitar tahun 1920. Penelitian-penelitian itu sebagian besar bersifat deskriptif, yaitu melukiskan satu peristiwa akulturasi yang konkret pada satu atau beberapa suku bangsa tertentu yang sedang mendapat pengaruh unsur-unsur kebudayaan Eropa Amerika. Dalam pada itu dilukiskan cara dan dalam keadaan apa kebudayaan tadi dimasuki pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika; unsur- unsur asing yang diambil atau diolah oleh kebudayaan suku-suku bangsa tadi; melalui saluran-saluran apa dan pada lapisan-lapisan mana dalam masyarakat suku-suku bangsa tadi, unsur-unsur kebudayaan Eropa- Amerika itu masuk; reaksi, sikap, dan perasaan para individu dalam masyarakat suku-suku bangsa tadi terhadap unsur-unsur kebudayaan Eropa-Amerika itu dan sebagainya. Di samping karangan-karangan deskriptif, timbul pula karangan- karangan yang bersifat teori, yaitu karangan-karangan yang mengabstraksikan berbagai peristiwa akulturasi dan beberapa konsep mengenai gejala akulturasi. Beberapa penelitian juga dilakukan oleh para sarjana dari luar kalangan ilmu antropologi, menyangkut masalah akulturasi itu. Pada masa menjelangnya Perang Dunia II itu, memang menjadi sangat besar sehingga dari kalangan ilmu antropologi timbul suatu kebutuhan untuk meninjau kembali segala masalah mengenai gejala akulturasi yang telah timbul dan dikupas dalam masa yang lalu. Suatu panitia dari dewan ilmiah Social Science Council di Amerika yang terdiri dari tiga orang sarjana antropologi terkenal, yaitu R. Redfield, R. Linton, dan M.J. Herskovith, telah mengerjakan peninjauan kembali tadi dan berhasil menyusun suatu ikhtisar dalam tahun 1935. Mereka mencoba meringkas dan merumuskan semua masalah dalam lapangan penelitian akulturasi. Ikhtisar itu berjudul A Memorandum for the Study of Acculturation, dimuat dalam berbagai majalah ilmu antropologi yang terpenting. Masalah-masalah mengenai akulturasi kita ringkas, akan tampak lima golongan masalah, yaitu: 1) Mengenai metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat, 2) Mengenai unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima, dan sukar diterima oleh masyarakat, 3) Mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau diubah, dan unsurunsur yang tidak mudah diganti atau diubah oleh unsur-unsur kebudayaan asing; 4) Mengenai individu-individu yang suka dan cepat menerima, dan individu-individu yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur kebudayaan asing; 5) Mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisis sosial yang timbul sebagai akibat akulturasi. Dalam meneliti jalannya suatu proses akulturasi, seorang peneliti sebaiknya memperhatikan beberapa masalah khusus, yaitu: 1) Keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan; 2) Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing; 3) Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima; 4) Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tadi; 5) reaksi asing. para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan Bahan mengenai keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi dimulai, sebenarnya merupakan bahan tentang sejarah dari masyarakat bersangkutan. Kalau kebudayaan dalam masyarakat penerima mempunyai sumber-sumber tertulis, maka bahan itu dapat dikumpulkan peneliti dengan menggunakan metode yang biasa dipakai oleh para ahli sejarah. Dalam hal ini peneliti harus menggunakan metode-metode penelitian sejarah, atau paling sedikit minta bantuan para ahli sejarah. Kalau sumber-sumber tertulis tidak ada, masih banyak metode lain untuk mengumpulkan bahan tentang keadaan masyarakat penerima yang kembali sejauh mungkin dalam ruang waktu, misalnya dengan mewawancarai orang-orang tua dalam masyarakat yang pernah mengalami zaman lampau. Dengan metode itu, seorang peneliti dapat mengetahui keadaan kebudayaan masyarakat penerima sebelum terjadi proses akulturasi, hingga pada saat permulaan proses itu terjadi. Saat itu kita sebut "titik permulaan dari proses akulturasi" atau base line of acculturation. Titik permulaan dari proses akulturasi antara kebudayaan- kebudayaan di Indonesia dengan kebudayaan Eropa adalah peristiwa datangnya kapal-kapal Portugis di Maluku, yaitu di Banda, Tidore, dan Ternate, kemudian ke Nusa Tenggara pada permulaan abad ke-16, dan peristiwa datangnya kapal-kapal Belanda dari organisasi perdagangan V.O.C. di Banten pada akhir abad ke-16. Peristiwa-peristiwa itu merupakan titik-titik permulaan dari suatu proses akulturasi yang berlangsung lambat sekali selama tiga abad, dan melaju cepat mulai abad ke-20 ini. Memperhatikan individu-individu dari kebudayaan asing yang menyebabkan pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing sangat penting, karena dengan pengetahuan tentang mereka ini (dalam ilmu antropologi disebut agents of acculturation) dapat diketahui unsur- unsur kebudayaan macam apa yang masuk itu. Memang dalam tiap masyarakat, warga masyarakat hanya memahami sebagian dari kebudayaannya. Lebih-lebih kalau masyarakat itu luas dan kompleks maka warga biasanya hanya mengetahui suatu bagian yang sangat kecil saja dari kebudayaannya. Dengan demikian, macam dari orang-orang yang menjadi agents of acculturation itu akan menentukan unsur-unsur apa yang masuk. Kalau mereka pedagang, maka unsur- unsur kebudayaan yang mereka bawa adalah terutama benda-benda kebudayaan jasmani, cara-cara berdagang, dan segala hal yang bersangkutan dengan itu; kalau mereka pendeta Nasrani, maka unsur- unsur kebudayaan yang mereka bawa tentu juga berupa benda-benda kebudayaan jasmani, tetapi di samping itu juga banyak hal lain, seperti unsur-unsur dari agama Nasrani, cara-cara baru untuk memelihara kesehatan, dan seluruh pengetahuan mengenai bagian- bagian dari kebudayaan Eropa yang dapat disiarkan melalui pendidikan sekolah; apabila agents of acculturation adalah pegawai pemerintah jajahan, maka unsur-unsur kebudayaan asing yang mereka bawa tentu lain lagi dan sebagainya. Selain pedagang, pendeta, dan pegawai pemerintah jajahan, tentu banyak lagi yang dapat menjadi agents of acculturation. Dalam masa Perang Dunia II misalnya, di berbagai daerah di Lautan Teduh tentara Jepang maupun Sekutu menjadi agents of acculturation. Perhatian terhadap saluran-saluran yang dilalui oleh unsur- unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima, akan memberi suatu gambaran yang konkret tentang jalannya suatu proses akulturasi. Apabila kita hendak mengetahui secara detail jalannya proses akulturasi antara kebudayaan suku- suku bangsa di daerah dengan kebudayaan Indonesia di Jakarta, maka saluran-saluran yang dilalui unsur-unsur kebudayaan pusat misalnya garis hierarki pegawai pemerintah, propaganda departemen penerangan melalui siaran radio, surat kabar, film Gelora Indonesia, pendidikan sekolah, sistem propaganda dan partai-partai politik, aktivitas tentara dan alat-alat negara di daerah, pedagang yang mondar-mandir dari pusat ke daerah, semua melalui alat perhubungan di darat, laut, dan udara. 2. Asimilasi Asimilasi (assimilation) adalah proses sosial yang timbul bila ada: (a) golongangolongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, (b) saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga (c) kebudayaankebudayaan golongan-golongan tadi masing masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Biasanya, golongan-golongan yang tersangkut dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini golongan- golongan minoritas mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan dari golongan mayoritas. Sedemikian rupa sehingga lambat laun kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Proses-proses sosial yang disebut asimilasi itu banyak diteliti oleh para sarjana sosiologi, terutama di Amerika Serikat. Di sana timbul berbagai masalah yang berhubungan dengan adanya individu- individu dan kelompok imigran yang berasal dari berbagai suku bangsa dan negara di Eropa, yang mempunyai kebudayaan- kebudayaan yang berbeda-beda. Indonesia, mempunyai banyak golongan khusus, baik yang berupa suku bangsa, lapisan sosial, golongan agama, pengetahuan mengenai seluk-beluk proses asimilasi dari tempattempat lain di dunia menjadi penting sekali sebagai bahan perbandingan. Hal yang penting untuk diketahui adalah faktor-faktor yang menghambat proses asimilasi. Dari berbagai proses asimilasi yang pernah diteliti oleh para ahli terbukti bahwa hanya dengan pergaulan antara kelompok-kelompok secara luas dan intensif saja, belum tentu terjadi suatu proses asimilasi, kalau di antara kelompok-kelompok yang berhadapan itu tidak ada suatu sikap toleransi dan simpati satu terhadap yang lain. Orang Cina misalnya ada di Indonesia, bergaul secara luas dan intensif dengan orang Indonesia sejak berabadabad lamanya; namun mereka belum juga semua terintegrasi ke dalam masyarakat dan kebudayaan Indonesia, karena selama itu belum cukup ada sikap saling bertoleransi dan bersimpati. Sikap toleransi dan simpati terhadap kebudayaan lain itu sebaliknya sering terhalang oleh berbagai faktor, dan faktor-faktor ini sudah tentu juga menjadi penghalang proses asimilasi pada umumnya. Faktor-faktor itu adalah: (a) kurang pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi; (b) sifat takut terhadap kekuatan dan kebudayaan lain; (c) perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan terhadap yang lain. 3.10 Pembaruan atau Inovasi 1. Inovasi dan Penemuan Inovasi adalah suatu proses pembaruan dan penggunaan sumber- sumber alam, energi, dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi menghasilkan produk-produk baru. Dengan demikian inovasi itu mengenai pembaruan kebudayaan yang khusus mengenai unsur teknologi dan ekonomi. Proses inovasi sudah tentu sangat erat kaitannya dengan penemuan baru dalam teknologi. Suatu penemuan biasanya juga merupakan suatu proses sosial yang panjang dan melalui dua tahap khusus, yaitu discovery dan invention. Suatu discovery adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu alat baru, suatu ide baru, yang diciptakan oleh seorang individu, atau suatu rangkaian dari beberapa individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Discovery baru menjadi invention bila masyarakat sudah mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan baru itu. Proses dari discovery hingga ke invention sering memerlukan tidak hanya seorang individu, yaitu penciptanya saja, tetapi suatu rangkaian yang terdiri dari beberapa orang pencipta. Penemuan mobil misalnya dimulai dengan aktivitas dari seorang berbangsa Amerika bernama S. Marcus, yang dalam tahun 1875 mengembangkan motor gas pertama. Sebenarnya, sistem motor gas juga telah merupakan hasil dari suatu rangkaian gagasan yang dikembangkan selangkah demi selangkah oleh beberapa orang pencipta lain sebelum Marcus. Walaupun demikian, Marcus lah yang membulatkan penemuan itu dan yang pertama kali menghubungkan motor gas dengan sebuah kereta dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kereta tadi dapat berjalan tanpa ditarik oleh kuda. Itulah saatnya mobil menjadi suatu discovery. Baru lebih dari 30 tahun kemudian, sesudah suatu rangkaian sumbangan pemikiran dari banyak pencipta lain dari berbagai negara di Eropa maupun Amerika, menambah pada perbaikan alat tadi, maka mobil telah mencapai suatu bentuk. Lalu dapat dipakai sebagai alat pengangkut oleh manusia dengan cukup praktis dan aman. Bentuk mobil semacam itu, yang memperoleh hak paten di Amerika lebih-kurang pada tahun 1911, dapat disebut permulaan dari kendaraan mobil yang pada masa sekarang menjadi salah satu alat terpenting dalam kehidupan masyarakat manusia. Dengan terciptanya bentuk itu, kendaraan mobil menjadi suatu invention baru. Pada saat suatu penemuan menjadi suatu invention, proses penemuan belum selesai. Walaupun kira-kira sesudah 1911 produksi mobil dimulai dan menjadi suatu inovasi teknologi yang ekonomis, namun mobil belum dikenal oleh seluruh masyarakat. Penyebarannya masih harus dipropagandakan kepada khalayak ramai. Lagipula, waktu itu biaya produksi masih demikian tingginya sehingga hanya suatu golongan yang sangat kecil saja dapat membelinya. Untuk membuat agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin masih diperlukan serangkaian penemuan perbaikan lagi, dan kemudian penerimaan dari masyarakat juga belum dapat meluas apabila masyarakat belum siap dan belum matang untuk menerimanya. Salah satu persiapannya antara lain dengan membangun jalan-jalan raya yang baru. Seluruh proses yang panjang itu, di mana mobil itu harus disesuaikan dengan keperluan masyarakat, dan sebaliknya di mana masyarakat harus pula menyesuaikan diri dengan keperluan mobil, dalam banyak negara masih berlangsung terus. Bahkan di negeri-negeri Eropa dan Amerika pun mobil masih memberikan banyak persoalan. Satu contoh misalnya mengenai tempat memarkir mobil di kota-kota di Amerika sekarang. Di Indonesia persoalan itu juga sudah mulai timbul di beberapa tempat tertentu; tetapi selain masalah parkir, di Indonesia masih terdapat banyak masalah sekitar mobil yang belum teratur (misalnya sistem persediaan suku cadang, sistem jalan-jalan raya yang masih sangat tidak memadai, sistem asuransi mobil yang belum berkembang dan sebagainya) masyarakat Indonesia memang belum matang benar untuk menerima mobil. Proses inovasi sosial-ekonomi dari mobil dalam masyarakat Indonesia belum selesai. 2. Pendorong Penemuan Baru Suatu pertanyaan yang sangat penting adalah pertanyaan faktor- faktor apakah yang menjadi pendorong bagi individu dalam suatu masyarakat untuk memulai dan mengembangkan penemuan-penemuan baru? Para sarjana mengatakan bahwa pendorong itu adalah: (a) kesadaran para individu akan kekurangan dalam kebudayaan; (b) mutu dari keahlian dalam suatu kebudayaan; (c) sistem perangsang bagi aktivitas mencipta dalam masyarakat. Dalam tiap masyarakat tentu ada individu-individu yang sadar akan adanya berbagai kekurangan dalam kebudayaan mereka. Di antara para individu itu banyak yang menerima kekurangan- kekurangan itu sebagai hal yang memang harus diterima saja; individu- individu lain mungkin tidak puas dengan keadaan, tetapi pasif atau hanya menggerutu saja, dan tidak berani atau tidak mampu untuk berbuat apa-apa; sedangkan ada juga individu-individu aktif yang berusaha berbuat sesuatu untuk mengisi atau memperbaiki kekurangan yang mereka sadari itu. Dari kategori individu-individu tersebut terakhir inilah antara lain muncul para pencipta dari penemuan- penemuan baru, baik yang bersifat discovery maupun yang bersifat invention. Menemukan suatu hal yang baru memerlukan suatu daya kreatif dan usaha yang besar, tetapi menyebarkan suatu hal baru yang memerlukan daya dan usaha lebih besar lagi. Suatu krisis masyarakat sering juga merupakan suatu masa timbulnya banyak penemuan baru. Pendorong ini sebenarnya sama dengan pendorong seperti disebut lebih dahulu. Suatu krisis masyarakat berarti bahwa dalam masyarakat itu banyak individu menentang keadaan; mereka menentang karena tidak puas dengan keadaan, dan mereka tidak puas karena mereka sadar akan kekurangan-kekurangan di sekelilingnya. Keinginan para ahli dalam suatu masyarakat akan mutu merupakan dorongan juga bagi terjadinya penemuan baru. Kata "ahli” di sini tentu diambil dalam arti seluasluasnya,jadi bukan hanya ahli dalam suatu ilmu, melainkan juga ahli dalam pertukangan, ahli kerajinan, ahli kesenian atau seniman; pendeknya ahli dalam segala pekerjaan yang mungkin terdapat dalam suatu masyarakat. Keinginan untuk mencapai mutu yang tinggi menyebabkan bahwa seorang ahli selalu mencoba memperbaiki hasil-hasil karyanya, dan dalam usaha itu sering tercapai hasil yang sebelumnya belum pernah tercapai oleh ahli lain. Dengan demikian telah timbul suatu penemuan baru. Usaha untuk mencari dan menciptakan penemuan baru sering juga terdorong oleh sistem perangsang yang ada dalam masyarakat itu. Yaitu, orang yang menciptakan penemuanpenemuan baru misalnya akan diberi ganjaran berupa kehormatan dari umum, kedudukan tinggi, atau harta benda dan sebagainya. Sistem perangsang sebagai pendorong untuk usaha mencipta penemuan baru terutama ada dalam masyarakat Eropa-Amerika atau dalam masyarakat negara Uni Soviet, di mana terutama penemuan-penemuan teknologi dinilai sangat tinggi. Dalam masyarakat negara sedang berkembang, sistem hadiah bagi penemuan- penemuan baru seperti dalam masyarakat bangsa-bangsa Eropa Amerika, belum berkembang. 3. Inovasi dan Evolusi Suatu penemuan baru selalu harus dilihat dalam kebudayaan tempat penemuan tadi terjadi. Hal ini disebabkan karena suatu penemuan baru jarang merupakan suatu perubahan mendadak dan keadaan tidak ada, menjadi keadaan ada. Suatu penemuan baru biasanya berupa suatu rangkaian panjang, dimulai dari penemuan-penemuan kecil yang secara akumulatif diciptakan oleh sederet pencipta-pencipta. Dengan demikian, proses inovasi (yaitu proses pembaruan teknologi ekonomi dan lanjutannya) itu juga merupakan suatu proses evolusi. Bedanya ialah bahwa dalam proses inovasi individu-individu itu bersifat aktif, sedang dalam suatu proses evolusi individu-individu itu pasif, bahkan sering bersifat negatif. Karena kegiatan dan usaha individu itulah, maka suatu inovasi memang merupakan suatu proses perubahan kebudayaan yang lebih cepat (artinya lebih cepat kelihatan daripada suatu proses evolusi kebudayaan). BAB IV Penutup 4.1. Kesimpulan 4.2. Saran DAFTAR PUSTAKA Koentjaraningrat. (2009). "Pengantar Ilmu Antropologi." Jakarta: PT. Rineka Cipta. Soekanto, Soerjono. (2012). "Sosiologi: Suatu Pengantar." Jakarta: Rajawali Pers.