Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 1, Year 2022 79 RESEARCH ARTICLE IMPLEMENTASI TEORI HANS NAWIASKY DALAM PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN DI INDONESIA Muhammad Fikri Hanafi 1 , Sunny Ummul Firdaus2 1,2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia muhfiha1@gmail.com ABSTRACT According to Hans Nawiasky, the highest norm which Kelsen calls the basic norm in a country should not be called staatsgrundnorm but staatsfundamentalnorm, or the state's fundamental norm. Grundnorm basically does not change, while the highest norms change, for example by means of a coup or revolution. Since the birth of the Republic of Indonesia with the Proclamation of its independence, and the enactment of the 1945 Constitution as a constitution, the system of legal norms of the Republic of Indonesia has also been formed. The theory of the level of legal norms (die theorie von stufenufbau der rechtsordnungi) is a reflection of the system of legal norms of the Republic of Indonesia. Contextually, in the hierarchical system of laws and regulations, there are three basic principles. The three principles referred to include the principle of lex superior de rogat lex inferior, lex specialist derogat lex generalis, lex posterior de rogat lex priori. Keywords: Hans Nawiasky's Theory, Legislation. Menurut Hans Nawiasky, norma tertinggi yang oleh Kelsen disebut sebagai norma dasar (basic norm) dalam suatu negara sebaiknya tidak disebut sebagai staatsgrundnorm melainkan staatsfundamentalnorm, atau norma fundamental negara. Grundnorm pada dasarnya tidak berubah-ubah, sedangkan norma tertinggi berubah misalnya dengan cara kudeta atau revolusi. Sejak lahirnya Negara Republik Indonesia dengan Proklamasi kemerdekaannya, serta ditetapkannya UUD 1945 sebagai konstitusi, maka terbentuklah pula sistem norma hukum Negara Republik Indonesia. Teori jenjang norma hukum (die theorie von stufenufbau der rechtsordnungi) merupakan pencerminan dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia. Secara kontekstual dalam sistem hierarki peraturan perundang-undangan dikenal dengan tiga asas mendasar. Adapun tiga asas sebagaimana dimaksud antara lain asas lex superior de rogat lex inferior, lex specialist derogat lex generalis, lex posterior de rogat lex priori. Kata Kunci: Teori Hans Nawiasky, Perundang-undangan. © Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License . Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia 80 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 1, Year 2022 INTRODUCTION Hans Kelsen dikenal dengan teorinya tentang Hierarki Norma Hukum (Stufenbau Theory-Stufenbau des Recht). Menurutnya, norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti, suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif yaitu Norma Dasar (Grundnorm)1 Selanjutnya, Hans Nawiasky, menyempurnakan Stufenbau Theory yang dikembangkan oleh Hans Kelsen. Teori Nawiasky disebut dengan theorie von stufenufbau der rechtsordnung. Susunan norma menurut teori tersebut adalah: a. Norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm); b. Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz); c. Undang-undang formal (formell gesetz); dan d. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung). Staatsfundamentalnorm merupakan norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu negara. Posisi hukum dari suatu Staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat bagi berlakunya suatu konstitusi. Staatsfundamentalnorm ada terlebih dahulu dari konstitusi suatu negara. Menurut Nawiasky, norma tertinggi yang oleh Kelsen disebut sebagai norma dasar (basic norm) dalam suatu negara sebaiknya tidak disebut sebagai staatsgrundnorm melainkan staatsfundamentalnorm, atau norma fundamental negara. Grundnorm pada dasarnya tidak berubah-ubah, sedangkan norma tertinggi berubah misalnya dengan cara kudeta atau revolusi. Sejak lahirnya Negara Republik Indonesia dengan Proklamasi kemerdekaannya, serta ditetapkannya UUD 1945 sebagai konstitusi, maka terbentuklah pula sistem norma hukum Negara Republik Indonesia. Teori jenjang norma hukum (die theorie von stufenufbau der rechtsordnungi) merupakan pencerminan dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia. Dalam norma hukum Negara Republik Indonesia, norma-norma hukum yang berlaku berada dalam system yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, serta berkelompokkelompok, dimana suatu norm aitu sudah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian sterusnya sampai pada norma dasar negara (Staatsfundamentalnorm) Republik Indonesia yaitu Pancasila.2 Penerapan hierarki Peraturan Perundang-Undangan ini tidak lepas dari pengaruh politik yang kemudian membentuk system ketatanegaraan di Indonesia. Satjipto Rahardjo mengatakan, bahwa hukum bukanlah suatu Lembaga yang sama sekali otonom, melainkan berada pada kedudukan yang kait-mengkait dengan sektor-sektor kehidupan lain dalam masyarakat. Salah satu segi dari keadaan yang seperti itu ialah, hukum harus senantiasa melakukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakanya. Dengan begitu, hukum mempunyai dinamika. Politik merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya 1 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan 1; Jenis, Fungsi dan Materi Muatan, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), 41. 2 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan Jenis, Fungsi dan Materi Muatan, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), 57 © Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License. Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 1, Year 2022 81 dinamika tersebut, karena ia diarahkan kepada iure constituendi, hukum yang seharusnya berlaku.3 Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah Bagaimana Implementasi Teori Hans Nawiasky dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia? METODE Dalam penulisan ini metode yang digunakan ialah metode normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan dan dokumen atau kepustakaan. Analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah analisis kualitataif atau penjelasan data yang ada melalui kata-kata bukan dengan angka. RESULTS & DISCUSSION Implementasi Teori Hans Nawiasky Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Secara kontekstual dalam sistem hierarki peraturan perundang-undangan dikenal dengan tiga asas mendasar4. Adapun tiga asas sebagaimana dimaksud antara lain asas lex superior de rogat lex inferior, lex specialist derogat lex generalis, lex posterior de rogat lex priori. Berdasarkan studi ilmu hukum tiga asas sebagaimana dimaksud merupakan pilar penting dalam memahami konstruksi hukum perundang-undangan di Indonesia secara detail dapat dijelaskan bahwa: a) Asas lex superior de rogat lex inferior, peraturan yang lebih tinggi akan mengesampingkan peraturan yang lebih rendah apabila mengatur substansi yang sama dan bertentangan. b) Asas lex specialist derogat lex generalis, peraturan yang lebih khusus akan mengesampingkan peraturan yang umum apabila mengatur substansi yang sama dan bertentangan. c) Asas lex posterior de rogat lex priori, peraturan yang baru akan mengesampingkan peraturan yang lama. Secara yuridis, di dalam penjelasan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hierarki adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundangundangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. Dengan demikian, dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan sistem hierarki peraturan perundangundangan, sehingga tercipta keharmonisan antara peraturan perundang-undangan yang dibentuk dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun yang setara. Dalam hal ini, peraturan daerah sebagai peraturan perundang-undangan yang 3 4 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, Cet. VI), 358 Jazim Hamidi, dkk, Teori Hukum Perancangan Perda, (Malang: UB Press, 2012), 19 © Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License . Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia 82 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 1, Year 2022 hierarkinya berada pada tingkatan terbawah, dalam pembentukannya harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang hierarkinya lebih tinggi. Munir Fuady menyatakan bahwa teori hierarki Peraturan Perundang-Undangan telah banyak dipraktekkan diberbagai negara di dunia ini. Indikasi yang membuktikan berlakunya teori tersebut dalam suatu negara, dilihat antara lain jika dalam negara tersebut terdapat: 1) Adanya suatu lembaga yang khusus menganalisis apakah suatu undang-undang atau praktik kenegaraan bertentangan dengan konstitusi atau tidak. 2) Peran dari parlemen (yang membuat undang-undang sangat tinggi dengan kewenangan yang luas. 3) Peran dari pengadilan tidak begitu penting. 4) Sistem pemberantasan pidana yang lebih bersifat menjerakan dan represif, dengan mengabaikan usaha-usaha yang bersifat kuratif dan preventif. 5) Sistem hukum dan penerapan hukumnya sangat bersifat legalistik. 6) Sistem hukum dan penegakan hukum yang sangat berorientasi pada sanksi dan hukuman.5 Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, maka hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3. Undang-Undang; 4. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang; 5. Peraturan Pemerintah; 6. Peraturan Presiden; 7. Peraturan Daerah Provinsi; dan 8. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Berdasarkan teori Nawiasky, A. Hamid S. Attamimi membandingkannya dengan teori Hans Kelsen dan menerapkannya pada struktur tata hukum di Indonesia. Hamid menunjukkan struktur tata hukum berdasarkan teori tersebut adalah: 1) Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) adalah Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945; 2) Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz) adalah Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR dan Konvensi Ketatanegaraan; 3) Undang-Undang “Formal” (Formell Gesetz) adalah Undang-Undang; 4) Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom (Verordnung & Autonome Satzung) adalah secara hierarki mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.6 Penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm pertama kali disampaikan Oleh Notonagoro. Pancasila dilihat sebagai cita hukum (rechtsidee) merupakan bintang pemandu. Posisi ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum, penerapan, pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila. 5 Munir Fuady, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2012), 148-149. 6 Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta: Konstitusi Press, 2012), 155 © Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License. Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 1, Year 2022 83 CONCLUSION Berdasarkan hasil dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan Menurut Nawiasky, bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-kelompok, dan pengelompokkan norma hukum dalam suatu negara tersusun dalam Tata Susunan Norma Hukum Negara (die Stufenordnung der Rechtsnormen) dalam empat tingkatan, yaitu: 1) Staats Fundamentalnorm/Grundnorm (norma fundamental negara). 2) Staatsgrund Gezets (aturan dasar negara/pokok negara). 3) Formell Gezets (undang-undang). 4) Verordnung & Autonome Satzung (peraturan pelaksana dan aturan otonomi) Norma Fundamental Negara Republik Indonesia (Staatsfundamentalnorm) adalah Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945; Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz) adalah Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR dan Konvensi Ketatanegaraan; Undang-Undang “Formal” (Formell Gesetz) adalah UndangUndang; Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom (Verordnung & Autonome Satzung) adalah secara hierarki mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota. REFERENCES Buku Asshiddiqie, Jimly, 2012, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Konstitusi Press. Fuady, Munir, 2012, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media. Hamidi, Jazim dkk, 2012, Teori Hukum Perancangan Perda, Malang: UB Press. Indrati, Farida M, 2007, Ilmu Perundang-Undangan 1; Jenis, Fungsi dan Materi Muatan, Yogyakarta: Kanisius. Rahardjo Saptijo, 2006, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, Cet. VI. Jurnal Antariksa, Bambang, “Penerapan Hierarki Peraturan Perundang-undangan dalam ketatanegaraan Indonesia”, Deliberatif Vol 1, no. 1, 2017. © Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License . Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia