Uploaded by Aurelia Dewi

Aurelia Dewi 484335 Kota Pasca Pandemi Peran Rancang Kota Pada Pemulihan Pandemic Fatigue

advertisement
Kota Pasca Pandemi: Peran Rancang Kota Pada Pemulihan Pandemic Fatigue
Aurelia Dewi 1
1Mahasiswa,
Magister Rancang Kota, Universitas Gadjah Mada
Abstrak
Virus menular COVID-19 yang ditetapkan menjadi pandemi ini memberikan dampak yang signifikan pada
kehidupan masyarakat secara umum. Pembatasan kegiatan masyarakat skala nasional yang diaplikasikan
sebagai upaya pencegahan memiliki dampak yang besar bagi masyarakat, baik dari sisi ekonomi, pendidikan
hingga kesehatan psikologis. Kondisi kelelahan akibat pandemi atau yang bisa disebut Pandemic Fatigue
adalah keadaan lelah dengan tindakan pencegahan dan pembatasan yang direkomendasikan terkait dengan
pandemi dan sering dimanifestasikan oleh kebosanan, depresi, dan masalah psikologis lainnya termasuk
kelelahan fisik. Perjalanan keluar dari pandemi masih panjang, meskipun vaksin sudah ditemukan, saat ini
penting bagi pemerintah untuk mengintervensi kesehatan publik. Satu hal diantaranya mengenai tentang
Pandemic Fatigue yang juga harus diperhatikan karena hal ini adalah dampak dari penanganan virus COVID19. Oleh karena itu, Bagaimana peran rancang kota dalam upaya pemulihan Pandemic Fatigue sebagai salah
satu langkah dalam perencanaan pengembangan Kota PascKetaa Pandemi. Hasil yang ditemukan
mengemukakan bahwa ruang hijau publik memiliki peran penting dalam upaya pemulihan Pandemic Fatigue.
Memiliki ruang hijau dengan sistem yang terintegrasi dan terhubung dengan lingkungan tempat tinggal baik
itu dalam skala mikro maupun dengan lingkungan kota di skala makro sangat baik dalam mendukung proses
pemulihan efek Pandemic Fatigue. Selain itu juga dengan terciptanya sistem ruang hijau tersebut juga dapat
meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Menguatkan kota dan masyarakat di masa
depan dalam hal kesehatan publik.
Kata Kunci: Kota Pasca Pandemi, Pandemic Fatigue, Pemulihan, Ruang Hijau
1. Pendahuluan
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2).
SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada
manusia. Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO
menetapkan penyakit menular tersebut sebagai
Kedaruratan
Kesehatan
Masyarakat
yang
Meresahkan Dunia (KKMMD)/Public Health
Emergency of International Concern (PHEIC) dan
pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah
menetapkan
COVID-19
sebagai
pandemi.
(Kemenkes, 2020) Dengan peningkatan jumlah kasus
yang cukup cepat dan menyebar ke berbagai negara
dalam waktu yang singkat berbagai upaya
pencegahan dan penanggulangan dilakukan untuk
memperlambat dan menghentikan laju penularan
serta meminimalkan dampak dari pandemi COVID19 terhadap berbagai sektor diantaranya sistem
kesehatan, pelayanan sosial, ekonomi dan lainnya.
Di Indonesia, beragam langkah dilakukan
pemerintah untuk menekan laju penyebaran virus
COVID-19 salah satu tindakan yang diambil adalah
dengan menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) seperti penutupan sekolah
dan bisnis, pembatasan perpindahan atau mobilisasi
penduduk, dan pembatasan perjalanan internasional.
(Kemenkes,2020) Yang kemudian namanya diubah
menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM). Selama Pandemi kebijakan ini
terus diterapkan secara berkala di seluruh daerah
dengan level yang beragam mulai dari level 1 hingga
level 4. Sayangnya hal ini memiliki dampak yang
besar bagi masyarakat, baik dari sisi ekonomi,
pendidikan hingga kesehatan psikologis. Penutupan
ruang publik dan pembatasan area komersil membuat
beberapa pedagang gulung tikar dan adanya
pemberhentian pekerja secara massal yang
menimbulkan krisis keuangan bagi masyarakat yang
terdampak. Penutupan tempat kerja dan sekolah
membuat masyarakat harus bekerja dari rumah
(WFO) dan aktivitas belajar mengajar dilakukan
secara virtual atau daring dengan memanfaatkan
teknologi. Prosedur ini tidak hanya bertentangan
dengan keinginan individu untuk interaksi sosial,
tetapi juga bertentangan dengan cara (kota, taman,
alun-alun, kereta bawah tanah, dan ruang bersama,
jalan-jalan kota) dirancang. Meski interkoneksi antar
kota menjadi sumber utama kemajuan sosial dan
ekonomi, namun juga turut membantu penyebaran
penyakit COVID-19. Sehingga menimbulkan banyak
pertanyaan oleh para desainer dan perencana tentang
Contact Author: Aurelia Dewi, Mahasiswa, Magister
Rancang Kota, Universitas Gadjah Mada,
Tel:081703263334
e-mail: Aureliadewi2499@mail.ugm.ac.id
1
perbedaan antara tren desain menuju peningkatan
hubungan sosial antar individu dan kebutuhan untuk
memisahkan populasi pada situasi saat ini.(Eltarabily
& Elgheznawy, 2020)
dalam rumah meningkat, tinggal, bekerja dan
melakukan aktivitas lain bersama di tempat yang
sama di dalam rumah dalam waktu yang lama
menghasilkan keadaan multitasking yang imersif
karena tidak memiliki lingkungan yang terpisah
untuk tugas-tugas kerja dan tugas-tugas rumah,
sehingga beban tersebut saling mengganggu
menjadikannya beban mental baru. (Badre,2021)
Ditambah kehilangan orang terdekat karena pandemi
dan jutaan orang yang menderita COVID-19 yang
parah mempengaruhi banyak orang dengan cara yang
sangat membuat stress bahkan traumatis takut akan
dunia luar. Dengan begitu banyak tuntutan pada
perhatian kita, ketika memiliki waktu untuk diri
sendiri terkadang yang diinginkan hanyalah sedikit
kedamaian dan ketenangan. Tetapi saat ini kita tidak
selalu bisa mendapatkannya, terutama ketika kita
terjebak berbagi dengan orang lain di dalam rumah.
(Newman,2021) Ditambah saat ini pandemi belum
berakhir namun kita sudah diharuskan untuk tetap
wasapada terhadap kasus-kasus virus mutasi COVID19 baru. Kumpulan dari perasaan ini menimbulkan
efek terhadap kondisi psikologis, kondisi inilah yang
sering disebut dengan Kelelahan akibat pandemi
(Pandemic Fatigue / Pandemic Exhaustion.)
Dr. Ian. H. Newmark, FACP,FCPP Kepala divisi
kedokteran pari di rumah sakit Syosset, mengatakan
bahwa kelelahan akibat pandemi atau yang disebut
sebagai Pandemic Fatigue adalah keadaan lelah
dengan tindakan pencegahan dan pembatasan yang
direkomendasikan terkait dengan pandemi dan sering
dimanifestasikan oleh kebosanan, depresi, dan
masalah psikologis lainnya termasuk kelelahan fisik.
Banyak orang yang telah mengatasai kelelahan
pandemi ini dengan mengabaikan tindakan
pencegahan yang diperlukan (demotivasi) yang
muncul secara bertahap dari waktu ke waktu dan
dipengaruhi oleh sejumlah emosi, pengalaman dan
persepsi, yang sangat berisiko mengingat masih ada
ancaman baru dan varian virus COVID19.(Mastroianni, 2021) Kelelahan pandemi adalah
respon yang dialami sebagai respon terhadap krisi
kesehatan masyarakat yang berkepanjangan- paling
tidak karena keparahan dan skala pandemi COVID19 telah menyerukan penerapan langkah-langkag
invasif dengan dampak yang belum pernah terjadi
sebelumnya pada kehidupan sehari-hari semua orang,
termasuk mereka yang tidak memiliki atau tidak
terkena langsung oleh virus itu sendiri. (WHO,2020)
Tanpa disadari, saat dunia sudah mulai
memperbolehkan untuk berinteraksi sosial dengan
tatap muka kita memilih untuk menghindari interaksi
dengan orang lain dan cepat merasa lelah karenanya.
Rasa kesepian disaat pandemi, bukan mendorong kita
untuk lebih terhubung, justru memuat kita menarik
diri, mulai merasa tidak layak dengan hubungan,
khawatir akan penilaian orang lain. Apa yang
dilakukan setiap hari selama periode pandemi sudah
menjadi zona nyaman, jadi ketika melakukan sesuatu
1.1. Kota Pasca Pandemi
Wabah COVID-19 terjadi di era ketika kota sudah
mengalami proses perubahan yang mendalam,
mengingat potensi yang muncul dan tantangan baru,
seperti perubahan iklim, transformasi digital,
mobilitas berkelanjutan, regenerasi kawasan
terdegradasi, redefinisi ruang publik, inklusi sosial. ,
dan kebijakan integrasi. Namun, krisis langsung yang
disebabkan oleh pandemi telah berdampak signifikan
pada kehidupan masyarakat secara umum dan oleh
karena itu menyebabkan perubahan langsung pada
ruang hidup, bekerja, bersantai, dan bepergian, baik
itu ruang pribadi maupun publik (Honey-Rosés et al.
2020 ) Oleh karena itu, ketakutan akan keramaian,
social distancing, teleworking, dan pembatasan
berpergian saat ini telah mengubah cara hidup secara
umum, serta struktur dan konfigurasi kota.(Pinto &
Akhavan, 2022)
Lebih dari 40 persen orang yang tinggal di kotakota besar Eropa telah berpikir untuk pindah karena
pandemi, sebuah survei menunjukkan, ketika
penguncian membuat semakin banyak penduduk kota
memimpikan kehidupan di luar kota metropolitan.
Orang-orang di London kemungkinan besar akan
mempertimbangkan untuk tinggal di kota yang lebih
kecil dengan akses yang lebih baik ke alam dan
fasilitas lainnya. Menurut Malcolm Smith, Pemimpin
Desain Perkotaan Arup, orang-orang kembali ke
pentingnya tinggal dekat dengan layanan penting
seperti toko dan ruang-ruang hijau.(Wintle, 2020)
Hidup dibawah pembatasan pandemi saat ini,
lingkungan mendapatkan perhatian yang meningkat,
karena pentingnya ruang untuk memenuhi kebutuhan
dan layanan penting penghuninya.
Florida, dkk membahas potensi dampak pandemi
di kota-kota dan memperkenalkan empat kekuatan
utama yang dapat mengarah pada transformasi jangka
panjang: (i) jaringan parut sosial; (ii) cara kerja,
belanja, dan tempat tinggal yang diberlakukan selama
penguncian; (iii) kebutuhan untuk mengamankan
lingkungan binaan terhadap munculnya kesehatan
dan iklim di masa depan; (iv) perubahan bentuk
bangunan perkotaan, real estat, desain, dan lanskap
jalan. Konsekuensi dari era kritis ini menyoroti
serangkaian masalah utama baru, yang hanya dapat
diatasi dengan menerapkan strategi inovatif untuk
menemukan kembali dan menyesuaikan beberapa
fungsi tradisional dengan situasi baru.(Florida et al.,
2021)
1.2. Pandemic Fatigue
Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan sebagai
strategi untuk mengurangi penyebaran virus
menjadikan intensitas masyarakat untuk berada di
2
yang baru dan berbeda, otak diatur untuk memberikan
anda sedikit lonjakan stress. Ini adalah cara orak
untuk mengatakan bahwa kita sudah lama tidak
melakukan ini, tetap waspada dan hati-hati sebagai
respon untuk bertahan hidup ini dikemukakan
menurut Psikolog klinis Dr Julie Smith.(Grant, 2021)
Namun disisi lain menurut penelitian Psikolog
Virginia Thomas, kurangnya waktu untuk sendiri
dapat mengakibat rasa mudah tersinggung,
kewalahan, atau kehabisan tenaga. Merasa lebih
stress dan kurang puas dengan kehidupan
mereka.(Newman, 2021.)
Perjalanan keluar dari pandemi masih panjang,
meskipun vaksin sudah ditemukan, saat ini penting
bagi pemerintah untuk mengintervensi kesehatan
publik. Satu hal diantaranya mengenai tentang
Pandemic Fatigue yang juga harus diperhatikan
karena hal ini adalah dampak dari penanganan virus
COVID-19.
trauma dan resilience, Orang-orang yang mengalami
kecemasan saat kembali ke acara alih-alih melompat
ke acara liburan seminggu dengan teman-teman atau
acara olahraga di stadion yang penuh, berlatihlah
sedikit dan santaikan diri dengan interaksi yang lebih
kecil.(Milbrand, 2021) Karena membanjiri sistem
saraf pusat dengan masuk kembali terlalu cepat atau
intens akan menyakiti diri sendiri. Berkumpul di
tempat dengan stimulan yang lebih aktif sangat
membantu seperti taman dimana ada orang lain dan
tempat makan di luar ruangan.
Dari dua hal tersebut yang dapat disimpulkan
adalah memiliki waktu yang seimbang untuk diri
sendiri (solitude) maupun untuk bersosialisasi dengan
orang lain, selain itu kedua hal tersebut menganjurkan
kita untuk keluar dari rumah dan menikmati
lingkungan sekitar baik itu dengan berjalan-jalan
maupun melakukan aktifitas kecil diluar rumah
seperti di taman lingkungan sekitar rumah. Dalam
teori yang dikembangkan oleh psikolog Rachel dan
Steven Kaplan pada sekitar tahun 1980, menegaskan
bahwa kelelahan mental dalam kasus ini dapat
dikaitkan dengan Pandemic Fatigue terjadi karena
upaya yang berkepanjangan untuk memusatkan
perhatian pada satu fokus tertentu dan lingkungan
yang restoratif dapat memiliki kemampuan untuk
memulihkan. Dengan lingkungan yang memiliki
empat ciri (1) Being away, dalam arti berada di ruang
yang berbeda menjadi berbeda bisa secara fisik atau
persepsi (2) Extent, memiliki ruang lingkup dan
koherensi yang memungkinkan seseorang untuk tetap
terlibat (3) Fascination, memiliki pola visual yang
menarik perhatian seseorang dengan mudah baik itu
perhatian yang disengaja maupun tidak disengaja (4)
Compatibility, memiliki pengaturan atau kontrol yang
sesuai dan/ atau mendukung kebutuhan atau
keinginan seseorang. Dan dalam konteks ini,
lingkungan alami sekitar memenuhi kondisi ini dan
sangat efektif untuk mendorong pemulihan. (Urban
Greening Research, 2012)
2. Metode
Pandemi COVID-19 dapat menjadi peluang untuk
mengoptimalkan kota dengan mengintegrasikan
perilaku sosial di masa pandemi melalui perspektif
kesehatan dalam perencanaan dan desain.(Eltarabily
& Elgheznawy, 2020) Jurnal ini membahas dampak
Pandemic Fatigue pada desain kota terutama ruang
publik dari pandangan kesehatan publik. Jurnal ini
mengarahkan sudut pandang masyarakat, pemerintah
dan para perancang kota terhadap hubungan antara
desain perkotaan dan kesehatan psikologis akibat
pandemi. Jurnal ini dihasilkan dengan meninjau
beberapa artikel dan literatur ilmiah dari berbagai
sumber terkait dengan perubahan ruang kota akibat
pandemi COVID-19. Fokusnya adalah bagaimana
ruang-ruang kota dapat berperan sebagai ruang
pemulihan ( Healing Enviroment ) terhadap
Pandemic Fatigue dilihat berdasarkan penelitian
bidang kesehatan yang nantinya disimpulkan menjadi
suatu prinsip desain baru maupun strategi yang
penting dari kota untuk membantu pembangunan,
perencanaan hingga mendesain ulang kota pasca
pandemi ketika menghadapi krisis yang akan datang.
3.1 Peran Ruang Hijau
Bovenberg dkk. (2010) menggambarkan Healing
Environment sebagai lingkungan yang berkontribusi
pada kesejahteraan, pemulihan dan penyembuhan
klien dan dapat mengurangi stres pasien dan
merangsang kemampuan pemulihan diri pasien.
Dalam sebagian besar studi tentang lingkungan
penyembuhan, lingkungan dioperasionalkan melalui
aspek fisik seperti siang hari dan alam yang telah
membuktikan efek positifnya pada kesehatan dan
kesejahteraan pasien.(van Nijhuis, 2017) Sudah
bukan hal baru jika akses ke ruang hijau dan taman
terbuka adalah suatu kebutuhan manusia untuk
mengurangi stress dan meningkatkan kesehatan fisik,
psikologis, dan mental dimana banyak penelitian
membahas pentingnya akses visual ke alam, yang
akan meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis
individu.(Eltarabily
&
Elgheznawy,
2020)
3. Diskusi
Hasil yang ditemukan dari berbagai pendapat
profesional mengenai fenomena Pandemic Fatigue,
Pandemi telah melepaskan gelombang kecemasan
dan depresi, dan itu berdampak pada setiap aspek
kehidupan. Ada 2 hal penting yang dapat dilakukan
untuk mengurangi efek dari Pandemic Fatigue ini
(1)Yang pertama ada memberi diri lebih banyak
waktu untuk sendiri. Menemukan waktu dan ruang
dalam jadwal untuk mengisi ulang baterai dan
bersantai, keluar dan menghirup udara segar. Berjalan
mengaktifkan bahan kimia positif di otak.(Wellington,
2022) (2) Memulai kembali aktifitas normal dari yang
kecil dan bertahap. Lakukan perlahan dan sederhana.
Menurut Ken Yeager,Ph. D., direktur klinis stress,
3
Perjumpaan dengan alam sekitar membantu
meringankan kelelahan mental dan merilekskan serta
memulihkan pikiran. Di dalam lingkungan binaan
atau aspek rancang kota, taman atau ruang hijau
adalah pengaturan untuk istirahat yang kognitif,
karena mendorong masyarakat untuk keluar rumah
melakukan interaksi sosial dan menghilangkan stress
melalui aktivitas fisik atau percakapan, dan
memberikan efek yang menenangkan. Selain itu,
penelitian
subtansial
menunjukkan
bahwa
pemandangan alam membangkitkan emosi positif,
memfasilitasi fungsi kognitif, dan mendorong
pemulihan dari kelelahan mental. Menjaga keamanan
penggunaan kawasan hijau menjadi tantangan dalam
hal pengendalian penularan COVID-19. Namun
disisi lain, ruang hijau sangat berpengaruh pada
proses pemulihan.
Disinilah peran rancang kota dibutuhkan, untuk
membangun dan merancang ruang publik berupa
taman dan ruang hijau yang memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut. Ruang hijau dapat berfungsi
sebagai semacam ekoterapi, karena masyarakat dapat
menemukan empowerment, istirahat dari stress, dan
keterlibatan pribadi dalam pengelolaan lingkungan.
Seperti halnya fisiologi manusia, kesehatan yang baik
adalah jumlah total dari setiap aspek kota: fisik,
mental, dan kualitas tak berwujud lainnya. Kesehatan
perkotaan meliputi kesejahteraan sipil, sosial, dan
fiskal kota, serta kesehatan fisik dan kesejahteraan
warganya. Selain untuk mengurangi dampak dari
Pandemic Fatigue, intervensi rancang kota terhadap
kesehatan masyarakat juga untuk membentuk kota
yang lebih sehat. Karena kota yang sehat merupakan
resep untuk kehidupan yang berkualitas dalam suatu
lingkungan.
maupun menyendiri, seperti memperluas jalur lari,
memperhatikan taman-taman lingkungan kecil
sebagai salah satu solusi yang memungkinkan
individu untuk menikmati taman dalam lingkaran
jarak sosial. Beberapa perbaikan yang cukup kecil
dapat ditambahkan untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat, seperti dimasukkannya elemen baru
dalam lanskap, misalnya; tempat cuci tangan
sementara yang dapat menjadi budaya masyarakat.
Dengan adanya sistem ini juga dapat mengakibatkan
pembagian taman dan ruang hijau yang merata di
beberapa kawasan dalam jarak sosial yang ditetapkan
dan jarak berjalan kaki yang memudahkan akses serta
tetap terhubung sehingga nantinya masyarakat tidak
akan menumpuk berkumpul di satu taman atau ruang
terbuka yang ada seperti di Alun-alun kota.
(Eltarabily & Elgheznawy, 2020)
Sesuai dengan strategi kunci yang ditetapkan oleh
WHO terkait dengan Pandemic Fatigue, bahwa
sebisa mungkin membiarkan orang menjalani hidup
mereka, tetapi kurangi risiko. Pendekatan
pengurangan dampak buruk mengakui bahwa
menghentikan perilaku sepenuhnya mungkin sulit,
tetapi mengurangi bahaya yang terkait dengan
perilaku ini mungkin dilakukan. Dengan pemikiran
ini, pendekatan pengurangan dampak buruk
mendorong spektrum perilaku yang dapat diterima.
Ketika dihadapkan dengan skenario semua atau tidak
sama sekali dan standar kesuksesan yang menakutkan,
orang cenderung mudah menyerah dan kembali ke
perilaku yang sangat berisiko. Dalam konteks
pandemi COVID-19, ini bisa berupa mengadakan
pesta besar-besaran karena tidak bersosialisasi sama
sekali sudah terasa bosan dan tidak ada hentinya yang
mana merujuk pada Pandemic Fatigue. Sementara
sosialisasi kelompok kecil mungkin tidak 100% ideal,
tetapi lebih baik daripada ledakan reaktif kegiatan
kelompok besar.(WHO, 2020)
3.2 Intervensi Ruang Hijau Dalam Rancang Kota
Taman atau ruang hijau sering tersebar di dalam
mapun sekitar kota, dan banyak kota yang memiliki
terlalu sedikit ruang hijau sebagai ruang
publik.Berdasarkan temuan penelitian selama
beberap tahun, ruang hijau ini harus dikelola sebagai
suatu sistem yang tidak hanya untuk tujuan estetika
dan rekreasi biasa, tetapi juga untuk membantu
masyarakat memiliki kehidupan yang berkualitas.
National Parks and Recreation Association
merekomendasikan agar ada ruang hijau publik
dalam jarak yang optimal untuk berjalan kaki
(walkability) sekitar 500 m dari setiap tempat tinggal
dan sistem ruang hijau kota yang menyediakan 5
hingga 8 hektar untuk setiap 1.000 penduduk. (Urban
Greening Research, 2012)
Gagasan tentang infrastruktur hijau yang
mendukung adalah memiliki sistem kawasan ruang
hijau yang terhubung. Dalam sistem ini masyarakat
dapat bergerak lebih mudah dan terhubung dengan
alam. Dalam skalanya, perlunya merancang lebih
banyak ruang untuk penggunaan individu agar
masyarakat memiliki pilihan untuk bersosialisasi
4. Kesimpulan
Penelitian ini adalah ulasan tentang dampak
pandemi COVID-19 terhadap masyarakat yang mana
ditemukan efek Pandemic Fatigue dan bagaimana
intervensi kota dan desain perkotaan dalam
merencanakan pemulihan tersebut. Hal ini
menyatakan bahwa bagaimana kota dan desain
perkotaan dapat berubah setelah pandemi berlalu dari
perspektif perencana dan perancang kota dan ruang
publik. Pandemi COVID-19 telah mengajarkan
bahwa ketahanan sosial dan regenerasi perkotaan
harus dibangun dengan mempertimbangkan
kesehatan publik. Mencoba mengarahkan perencana
untuk mencoba menemukan solusi yang mencapai
lingkungan yang aman dan efektif bagi individu.
Memberikan kemampuan pada lingkungan dan
masyarakat untuk meningkatkan kendali dan
memperbaiki kesehatan.
Dalam konteks pemulihan Pandemic Fatigue,
ruang hijau memiliki peran yang sangat penting
4
sebagai salah satu faktor pemulihan. Memiliki ruang
hijau dengan sistem yang terintegrasi dan terhubung
dengan lingkungan tempat tinggal baik itu dalam
skala mikro maupun dengan lingkungan kota di skala
makro sangat baik dalam mendukung proses
pemulihan efek Pandemic Fatigue. Selain itu juga
dengan terciptanya sistem ruang hijau tersebut juga
dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat. Menguatkan kota dan
masyarakat di masa depan dalam hal kesehatan
publik.
Penelitian ini hanya berfokus pada aspek
pemulihan efek pandemi yang berupa Pandemic
Fatigue terhadap Perancangan kota. Diperlukan lebih
banyak penelitian untuk meningkatkan teori atau
prinsip-prinsip pemulihan bahkan pencegahan
penyakit melalui desain kota yang baik, dan meneliti
strategi desain untuk kesehatan lainnya sehingga
dapat menjadi sebuah senjata rahasia kedepannya
dalam menghadapi penyakit menular.
https://depts.washington.edu/hhwb/Thm_M
ental.html
Newman, K. M. (2021). COVID-19 took a toll on our
relationships. Understanding why might help
us come back together. 8.
Pinto, F., & Akhavan, M. (2022). Scenarios for a
Post-Pandemic City: Urban planning
strategies and challenges of making “Milan
15-minutes city.” Transportation Research
Procedia,
60,
370–377.
https://doi.org/10.1016/j.trpro.2021.12.048
Post-Pandemic Exhaustion May Be Affecting You
More Than You Realize. (2021, July 27).
Healthline.
https://www.healthline.com/healthnews/post-pandemic-exhaustion-may-beaffecting-you-more-than-you-realize
Urban fatigue: European city-dwellers dream of
escaping the metropolis. (2020). Retrieved
March
27,
2022,
from
https://newseu.cgtn.com/news/2020-1120/Urban-fatigue-European-city-dwellersdream-of-escaping-the-metropolisVyb4dIVzEI/index.html
van Nijhuis, J. (2017). Healing environment and
patients’ well-being. 61.
Wellington, E. (2022). We are all suffering from
pandemic exhaustion. What can we do about
it?
|
Elizabeth
Wellington.
Https://Www.Inquirer.Com.
Retrieved
March
29,
2022,
from
https://www.inquirer.com/philly-tips/covidexhaustion-fatigue-tips-20210325.html
WHO. (2020). Pandemic Fatigue Reinvigorating the
public to prevent COVID-19. Denmark
5. Referensi
Badre, D. (2021). How We Can Deal with "Pandemic
Fatigue" Scientific American. Retrieved
March
24,
2022,
from
https://www.scientificamerican.com/article/
how-we-can-deal-with-pandemic-fatigue/
Covid lockdown easing: Why am I exhausted after
socialising?
(2021).
BBC
News.
https://www.bbc.com/news/newsbeat57100378
Eltarabily, S., & Elgheznawy, D. (2020). PostPandemic Cities—The Impact of COVID-19
on Cities and Urban Design. Architecture
Research, 10.
Florida, R., Rodríguez-Pose, A., & Storper, M. (2021).
Cities in a post-COVID world. Urban
Studies,
004209802110180.
https://doi.org/10.1177/0042098021101807
2
Milbrand. Lisa (2021). Why Socializing Is More
Exhausting Now—And How You Can Get
Your Mojo Back. Real Simple. Retrieved
March
29,
2022,
from
https://www.realsimple.com/health/mindmood/emotional-health/post-covidsocializing-exhaustion
Mental Health: Green Cities: Good Health. (2012).
Retrieved
April
4,
2022,
from
5
6
Download